b. Operating exposure
Yaitu melakukan research dan analisa secara mendaLam terhadap trend &
nbsp; kurs valas yang terjadi pada masa yang akan datang (future analysis),
mengkajinya dalam bentuk hubungnnya dengan kondisi dari ekspor dan impor serta
sebagainya pada kondisi jangka panjang.
Operating exposure, biasa disebut juga dengan economic exposure atau strategic
exposure, yakni mengukur perubahan pada present value yang diterima oleh perusahaan
akibat perubahan pada arus kas operasi perusahaan di masa depan, yang disebabkan
oleh perubahan yang tidak terduga pada nilai tukar. Exposure ini mengakibatkan
penjualan turun dari pelanggan internasional. Meskipun dampaknya tidak muncul di
neraca, namun munculnya di laporan laba/rugi, sehingga kemudian mempengaruhi daya
saing perusahaan di pasar.
Transaction dan operating exposure sama-sama muncul ketika adanya
perubahan yang tidak terduga dalam arus kas di masa depan. Lalu apa bedanya
transaction dengan operating exposure? Transaction exposure muncul dari arus kas
masa depan yang kontraknya sudah disepakati sejak sekarang, sementara itu operating
exposure arus kas-nya tidak terkait dengan kontrak.
c. Translation Exposure
Menerapkan accounting/translation exposure, yaitu melakukan kebijakan
untuk mengkonversi aktiva dan passive perusahaan dalam bentuk valas yang jangka
panjang ke dalam bentuk mata uang domestic negara.
Tujuan accounting/translationexposure adalah untuk konsolidasi dan pelaporan.
Translation atau accounting exposure muncul karena laporan keuangan dari
cabang asing yang dalam mata uang asing, harus dikonversi ke dalam reporting
currency perusahaan induk untuk membuat laporan keuangan konsolidasi. Misalnya,
laporan keuangan dari cabang yang menggunakan mata uang asing dikonsolidasikan
ke laporan keuangan perusahaan induk ke dalam mata uang lokal.
Translation exposure ini dapat mengakibatkan perubahan pada item-item
neraca seperti utang dan piutang, juga aset dan utang jangka panjang.
Untuk dapat mengurangi risiko valas, maka salah satu strategi yang dapat
dipergunakan adalah dengan cara mengatasi exposure yang disebabkan oleh mata
uang asing, maka dapat dilakukan“Hedging”.Hedging adalah suatu aktivitas lindung
nilai dalam rangka mengantisipasi pergerakan mata uang asing.
Manfaat dari hedging yaitu melindungi asset perusahaan dari potensi kerugian
valas, serta mengurangi variasi dari arus kas di masa depan. Perusahaan memperoleh
suatu kepastian melalui hedging. Teknik-teknik hedging yang pada umumnya
digunakan untuk mengatasi transaction exposure antara lain adalah:
1. Mengelola Foreign Exchange Risk
Transaction exposure dapat diatasi dengan beberapa cara, antara lain
contractual, operating dan financial hedge. Contractual hedge ini meliputi
kontrak forward, future, dan option. Sementara itu operating dan financial
hedge meliputi penggunaan risk-sharing agreement, leads & lags, swap, dan
strategi lainnya yang juga digunakan untuk mengatasi operating exposure.
2. Forward hedge
Cara yang paling sederhana dalam menghilangkan transaction
exposure adalah dengan melakukan forward hedge. Forward hedge
memungkinkan perusahaan untuk mematok nilai valas untuk masa depan,
yang sudah ditentukan sejak hari ini. Kontrak forward pada umumnya
dilakukan dengan pihak bank sebagai counterparty.
Misalnya, sebuah perusahaan AS mengekspor ke Eropa, dan akan
menerima pembayaran sebesar €50,000 dalam 90 hari ke depan. Misalnya spot
rate saat ini adalah $1.2790/€, sementara 3-month forward rate adalah
$1.2850/€. Dengan melakukan forward hedge, maka dalam 3 bulan mendatang
perusahaan AS akan menerima €50,000 dan menukarkannya pada rate
$1.2850/€, dan menerima $64,250. Dengan melakukan forward hedge berarti
transaction exposure tereliminasi. Tanpa melakukan hedging, maka
perusahaan terekspos oleh risiko pergerakan mata uang asing, bisa gain
ataupun loss.
3. Futures hedge
Konsep dalam forward dan futures hedge pada dasarnya sama, yang
berbeda adalah mekanismenya. Jika forward maka counterparty adalah bank,
maka dalam futures ada perantara yakni clearing exchange. Kelemahan dari
metode ini adalah penggunaan marked to market, sehingga dalam pergerakan
harian bisa tercipta gain ataupun loss, dan jika margin tidak cukup kuat, maka
bisa terkena call margin.
4. Money market hedge
Hedging di pasar uang yakni aktivitas lindung nilai untuk utang maupun
piutang di masa depan, dengan cara mengambil posisi di pasar uang. Money
market hedge meliputi aktivitas meminjam dan berinvestasi dengan mata uang
yang berbeda.
Misalnya, jika sebuah perusahaan di Eropa punya piutang sebanyak
$100,000, maka terekspos risiko jika nantinya Dollar melemah terhadap Euro.
Untuk mengeliminasi risiko tersebut, maka perusahaan bisa mengambil pinjaman
dalam Dollar, menukarnya ke Euro, kemudian berinvestasi pada pasar uang.
Selanjutnya hasil pembayaran piutang tersebut akan digunakan untuk melunasi
pinjaman.
5. Currency option hedge
Hedging menggunakan option yakni dengan menggunakan hak beli
atau hak jual sejumlah mata uang asing pada tingkat harga tertentu untuk
melakukan lindung nilai. Hedging options memungkinkan perusahaan untuk
melindungi risiko pergerakan mata uang asing yang tidak diharapkan, juga
memungkinkan perusahaan untuk menangguk untung.
Kondisi perubahan yang menyebabkan suatu perusahaan mengambil
beberapa keputusan guna melindungi aktivitas bisnisnya dari kondisi fluktuatif
yang mampu memberi dampak pada kerugian perusahaan, yaitu :
a. Menghindari pembelian barang dalam bentuk mata uang asing ketika
jika itu tidak diperlukan
b. Menghindari pembelian barang baru walaupun harganya rendah karena
dalam kondisi mata uang asing yang bersifat fluktuatif memungkinkan
barang tersebut kembali mengalami penurunan yang jauh lebih murah
seiring dengan penurunan nilai mata uang asing
c. Jika ada barang di gudang yang memiliki nilai jual tinggi di pasaran
dan jumlah barang tersebut dianggap tidak efektif. Dalam artian
daripada tersimpan dalam jumlah yang banyak di gudang sementara
perusahaan membutuhkan dana maka ada baiknya barang tersebut
dijual dan digantikan dengan yang lain namun memiliki nilai jual yang
tinggi.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini diterbitkan untuk mendorong pendalaman pasar
valuta asing di dalam negeri melalui pengaturan yang komprehensif terkait transaksi
valuta asing terhadap Rupiah antara Bank dengan pihak asing. PBI ini merupakan
penyempurnaan dari beberapa ketentuan terkait transaksi valuta asing terhadap Rupiah
untuk memberikan panduan transaksi yang lebih jelas dan fleksibilitas kepada pelaku
pasar.
Substansi yang diatur di PBI tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah Antara
Bank dengan Pihak Asing, antara lain:
1. Bank wajib memiliki pedoman internal tertulis dalam melakukan Transaksi
Valuta Asing Terhadap Rupiah.
2. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan di atas jumlah
tertentu (threshold) wajib memiliki Underlying Transaksi.
3. Underlying Transaksi untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara
Bank dengan Pihak Asing meliputi seluruh kegiatan:
a. perdagangan barang dan jasa, baik di dalam maupun di luar negeri; dan/atau
b. investasi berupa foreign direct investment, portfolio investment, pinjaman,
modal, dan investasi lainnya di dalam dan di luar negeri.
4. Tidak termasuk sebagai Underlying Transaksi untuk Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Asing:
a. penggunaan Sertifikat Bank Indonesia untuk Transaksi Derivatif; dan
b. penempatan pada Bank (vostro) antara lain berupa tabungan, giro, deposito,
dan
Negotiable Certificate of Deposit (NCD).
5. Transaksi Spot diatur sebagai berikut:
a. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot oleh Pihak
Asing kepada Bank sampai dengan jumlah USD100,000.00 (seratus ribu
dolar Amerika Serikat) per bulan per Pihak Asing atau ekuivalennya dapat
dilakukan tanpa Underlying Transaksi .
b. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah dilarang melebihi nilai nominal
Underlying
Transaksi.
6. Transaksi Derivatif diatur sebagai berikut:
a. Pembelian dan/atau penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui
transaksi derivatif oleh Pihak Asing kepada Bank sampai dengan jumlah
USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) baik per transaksi
individual maupun per posisi (outstanding) masing-masing Transaksi
Derivatif jual dan Transaksi Derivatif beli per Bank atau ekuivalennya
dapat dilakukan tanpa Underlying Transaksi .
b. Transaksi Derivatif dilarang melebihi nilai nominal dan jangka waktu
Underlying
Transaksi.
c. Jangka waktu Transaksi Derivatif dengan Underlying Transaksi berupa
investasi paling singkat 1 minggu yang dihitung berdasarkan tanggal
dimulainya Transaksi Derivatif sampai dengan tanggal valuta Transaksi
Derivatif, dan paling lama sama dengan jangka waktu investasi, kecuali
untuk transaksi forward beli valuta asing terhadap Rupiah Antara Bank
dengan Pihak Asing dalam rangka setelmen kegiatan investasi.
d. Transaksi Derivatif dapat dilakukan atas penghasilan dari investasi berupa
dividen, yang belum dapat dipastikan jumlah dan waktu penerimaannya.
e. Transaksi Derivatif dapat dilakukan oleh Bank dengan Pihak Asing dalam
rangka
cover hedging Bank.
7. Bank dilarang melakukan transaksi dengan Pihak Asing, antara lain:
a. Pemberian kredit atau pembiayaan dalam Rupiah dan/atau valuta asing, kecuali:
1) Kredit atau pembiayaan non tunai atau garansi yang terkait dengan
kegiatan investasi di Indonesia yang memperoleh counter guaranty dari
Prime Bank atau adanya jaminan setoran sebesar 100% dari nilai garansi
yang diberikan.
2) Kredit atau pembiayaan dalam bentuk sindikasi.
3) Kartu kredit.
4) Kredit atau pembiayaan konsumsi yang digunakan di dalam negeri.
5) Cerukan intrahari rupiah dan valuta asing yang didukung dokumen
authenticated yang menunjukkan konfirmasi akan adanya dana masuk
ke rekening bersangkutan pada hari yang sama.
6) Cerukan dalam Rupiah dan valuta asing karena biaya administrasi.
7) Pengambilalihan tagihan dari badan yang ditunjuk pemerintah untuk
mengelola aset Bank dalam rangka restrukturisasi perbankan Indonesia
oleh Pihak Asing yang pembayarannya dijamin oleh Prime Bank.
b. Penempatan dalam Rupiah.
c. Pembelian Surat Berharga dalam Rupiah yang diterbitkan oleh Pihak Asing,
kecuali:
1) Pembelian Surat Berharga yang berkaitan dengan kegiatan ekspor
barang dari Indonesia dan impor barang ke Indonesia serta perdagangan
dalam negeri.
2) Pembelian bank draft dalam Rupiah yang diterbitkan oleh bank di luar
negeri
untuk kepentingan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
d. Tagihan antar kantor dalam Rupiah.
e. Tagihan antar kantor dalam valuta asing dalam rangka pemberian Kredit
atau Pembiayaan di luar negeri.
f. Penyertaan modal dalam Rupiah.
g. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah apabila transaksi atau potensi
transaksi tersebut terkait dengan structured product.
8. Transfer Rupiah diatur sebagai berikut:
a. Bank dilarang melakukan Transfer Rupiah ke luar negeri.
b. Transfer Rupiah dapat dilakukan ke rekening Pihak Asing atau joint
account pada Bank di dalam negeri dengan nilai nominal sampai dengan
ekuivalen USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) atau
dilakukan antar rekening Rupiah yang dimiliki oleh Pihak Asing yang
sama.
c. Transfer Rupiah dengan nilai nominal di atas USD1,000,000.00 (satu juta
dolar Amerika Serikat) wajib berdasarkan Underlying Transaksi, kecuali
Transfer Rupiah yang dilakukan dalam rangka penyelesaian transaksi
melalui perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian
transaksi (early termination), dan pengakhiran transaksi (unwind).
d. Bank penerima transfer rupiah wajib melakukan verifikasi terhadap status
pihak penerima dana Transfer Rupiah.
9. Penyelesaian transaksi diatur sebagai berikut:
a. Penyelesaian Transaksi Spot antara Bank dengan Pihak Asing wajib
dilakukan dengan pemindahan dana pokok secara penuh.
b. Penyelesaian Transaksi Derivatif antara Bank dengan Pihak Asing dapat
dilakukan secara netting untuk perpanjangan transaksi (roll over),
percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan pengakhiran
transaksi (unwind).
c. Penyelesaian Transaksi Derivatif secara netting dengan nilai nominal paling
banyak sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) dapat
dilakukan sepanjang didukung dengan Underlying Transaksi. Dalam hal
pada saat penyelesaian transaksi Pihak Asing tidak dapat menyampaikan
dokumen Underlying Transaksi maka penyelesaian transaksi dilakukan
dengan pemindahan dana pokok secara penuh.
d. Jangka waktu Transaksi Derivatif untuk penyelesaian transaksi melalui
perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early
termination), dan pengakhiran transaksi (unwind) paling singkat 1 minggu.
10. Dokumen transaksi yang wajib dilampirkan dalam transaksi pembelian
dan/atau penjualan valuta asing terhadap rupiah diatur sebagai berikut:
Transaksi Jenis Nominal Jenis Dokumen
Valuta Asing Transaksi Transaksi Underlying Surat
Transaksi Pernyataan
Pembelian Spot > Threshold √ √
≤ Threshold x √
Derivatif > Threshold √ √
≤ Threshold x x
Penjualan Derivatif > Threshold √ √
≤ Threshold x x
Penyelesaian netting untuk > Threshold x x
transaksi derivatif awal ≤ Threshold √ √
11. Penyampaian dokumen diatur sebagai berikut:
a. Dokumen Underlying Transaksi dan/atau dokumen pendukung disampaikan
untuk setiap transaksi berdasarkan tanggal transaksi.
b. Dokumen Underlying Transaksi dan/atau dokumen pendukung untuk Transaksi
Spot
wajib diterima Bank paling lambat pada tanggal valuta.
c. Dokumen Underlying Transaksi dan/atau dokumen pendukung untuk
Transaksi Derivatif wajib diterima Bank paling lambat 5 hari kerja setelah
tanggal transaksi.
d. Dalam hal Transaksi Derivatif memiliki Underlying Transaksi berupa
kegiatan perdagangan barang dan jasa di dalam dan di luar negeri dengan
jatuh waktu kurang dari 5 hari kerja setelah tanggal transaksi, dokumen
Underlying Transaksi dan/atau dokumen pendukung wajib diterima Bank
paling lambat pada tanggal jatuh waktu.
12. Bank wajib menatausahakan dokumen Underlying Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah.
13. Bank yang melanggar ketentuan dalam PBI ini dikenai sanksi sebagai berikut:
a. Sanksi administratif berupa teguran tertulis.
b. Sanksi kewajiban membayar sebesar 1% dari nilai nominal transaksi yang
dilanggar untuk setiap pelanggaran, dengan jumlah sanksi paling sedikit
sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
14. Penghitungan sanksi kewajiban membayar menggunakan kurs Jakarta
Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) pada tanggal terjadinya pelanggaran.