Anda di halaman 1dari 8

Apa itu metode Design Sprint?

Bisa dikatakan Design Sprint merupakan metodologi yang


diciptakan oleh Google yang membantu tim untuk
menyelesaikan dan menguji masalah design dalam 2-5 hari
menggabungkan dua konsep: sprint dari Agile dan Design
Thinking oleh IDEO.

Secara garis besar prosesnya terdiri dari tiga bagian:


Sebelum sprint, ada sprint master (pemimpin tim)
• Menjabarkan challenge
• Menyiapkan semuanya untuk sprint
• Undang semua tim interdisciplinary
Selama sprint:
• Bekerja dengan tim interdisciplinary selama satu minggu,
berdasarkan paradigm design thinking
Setelah sprint:
• Lakukan semua usaha agar solusinya dapat diimplementasikan

Mengapa Anda membutuhkan


tim interdisciplinary untuk
menyelesaikan challenge dalam
satu minggu?
• Anda bisa mengalami kemajuan – secara lebih efektif –
daripada hanya menyertakan orang dari area tertentu, karena
mungkin Anda kelupaan detail penting yang harus ada
dalam solusi design tersebut
• Paradigmanya meliput momen ideation (proses
pembentukan ide) – dalam cara yang demokratis – agar
menghasilkan solusi yang nyata dan layak
Apa tahapan dari Sprint?
Tahap 1: Understanding
• Memahami permasalah secara mendalam [bisnisnya,
usernya dan teknologi yang dimiliki] dan memahami masalah
yang dialami manusia
• Sebagai gambaran, teknik yang biasanya digunakan adalah:
◦ User interview – di kantor kita atau mereka – untuk
memahami konteks dan permasalahan mereka secara detail
◦ Focus group dengan customers di mana kita mencoba
memahami kebutuhan dan masalah mereka dalam setiap user
journey
◦ Focus group dengan orang yang menerima telepon di
contact center. Mereka yang paling tahu user karena
permasalahan platform
◦ Survey untuk memahami konteks teknologi, kebutuhan dan
masalah orang-orang
◦ Benchmark dari situs yang menyelesaikan masalah serupa
◦ Analisis semua metric situs dan hal lainnya untuk
memahami masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif
Tahap 2: Defining
• Selain memahami (tahap understanding), tim juga diajak untuk
menyaring dan membuat konsep dari penemuan
tersebut dan menjabarkan prinsip design, agar pada
akhirnya user merasa senang
• Di sini tim interdisciplinary akan memilih – dengan
persetujuan semua orang – fondasi dari solusi design
Tahap 3: Membagi-bagi ide
• Dalam tahap ini, tim harus mengambil jalan yang berbeda
• Tahap ideation memaksa tim untuk melakukan brainstorming
menemukan kemungkinan solusi baru
• Ini saatnya setiap orang harus berpikir secara berbeda
• Dan ini saatnya setiap orang harus menyampaikan
pemikirannya
• Teknik paling umum yang digunakan adalah Crazy 8, di mana
setiap partisipan membagi selembar kertas mereka menjadi
delapan dan menuliskan atau menggambarkan sebuah ide di
setiap kotak: mengerjakan sendiri-sendiri dengan tenang
• Jadi, setiap orang memiliki kesempatan untuk
menyampakan ide mereka dengan menulis atau
menggambar
Tahap 4: Menentukan ide mana yang akan dipilih
• Pada tahap ini, Anda tidak lagi memecah-mecah ide atau
membuat ide sendiri-sendiri
• Justru, Anda menggunakan teknik untuk memusatkan dan
menyatukan semua ide menjadi satu ide utama
• Dan “memusatkan” – berdasarkan kamus – berarti
“menjadikan satu poin dan menggabungkan” dan
“bersama-sama memiliki satu goal”
• Teknik yang digunakan misalnya Zen Vote, di mana setiap
partisipan memiliki 3 suara dan , agar membuat satu ide besar
dari ide kecil yang paling banyak dipilih
Tahap 5: Prototype
• Di sini tim mempersiapkan prototype untuk memvalidasi ide
dengan cepat dan murah
Tahap 6: Validasi
• Dalam tahap ini, tim melakukan validasi dengan user apakah
mereka bisa berinteraksi menggunakan prototype dan apakah
prototypenya sesuai dengan goal yang ingin dicapai
• Metodologi ini secara konsep merupakan pembagian dari
tahap Understanding (User Research) dan Validasi
• Pada tahap Understanding, tim akan menghadapi akar
permasalan – kebutuhan dan pain point user – supaya
dapat membuat solusi kreatif untuk masalah yang sebenarnya
• Dan di tahap validasi, subjek studi akan menjadi
prototype setelah di ideate
Mengapa paradigma ini
menarik? Karena:
• Strategic plan ini berpusat pada realitas dan masalah
kehidupan manusia
• Paradigma ini membuat setiap orang bisa mengekspresikan
pendapat dan idenya
• Orang yang pemalu tidak perlu bersusah payah agar
pendapatnya didengar. Orang yang paling suka bicara tidak lagi
menutup kesempatan bagi yang lainnya untuk bersuara.
Masing-masing memiliki kesempatan untuk
menyampaikan idenya dan didengarkan
• Mendorong semua orang untuk sepakat
• Kekuatannya ada di pengambilan suara horizontal dan
demokrasi
Kesimpulannya, framework ini bisa membuat Anda memikirkan
solusi yang memecahkan hampir semua masalah, dengan fokus
bersama-sama.

Sebagai salah satu programmer yang suka UI/UX, saya seneng


banget bahwa Google fokus di desain dalam Google I/O tahun
ini. Salah satu highlight-nya adalah Material Design yang
dapat applause dari semua penonton.
Sehubungan dengan desain, Google I/O mengadakan salah
satu sesi workshop yang seru berjudul Design Sprint With
Google Ventures. Sesi yang difasilitasi oleh beberapa partner
dari Google Ventures (GV) ini merupakan praktik dari metode
untuk digunakan oleh GV untuk membantu startup dalam
membuat prototipe produk secara singkat, dan bisa diperbaiki
dengan cepat.
Google Ventures adalah pemodal ventura milik Google Inc.
yang fokus menyiapkan pendanaan mulai dari tahap seed,
venture, bahkan growth. Pendanaan ini untuk startup teknologi
berbagai bidang, mulai dari internet, software, hardware,
cleantech, biotech, sampai healthcare. Bukan cuma sekadar
mendanai, GV juga membantu mendandani startup binaannya
sehingga siap untuk dirilis dan diluncurkan ke para investor.
Portfolio Google Ventures di antaranya adalah startup seperti
Nest, Uber, Pocket, sampai Appurify yang baru-baru ini di-
acquire oleh Google.
Sebagai sebuah perusahaan yang baru mulai, startup tentunya
perlu mengembangkan produknya ke pasar yang luas. Namun
startup biasanya ada dalam fase bootstrap alias hemat, dan
tidak punya banyak modal untuk riset pasar berbulan-bulan dan
iterasi produk berkali-kali.
Product design sprint (basenow.net)
“Build, Learn, Measure”, sebuah istilah yang dipopulerkan oleh
Eric Ries melalui bukunya “Lean Startup” yang kemudian
menginspirasi banyak startup untuk mengukur kesuksesan
sebuah produk dan desain melalui user testing. Namun karena
minimnya sumber daya untuk melakukan user testing tersebut,
design sprint menjadi sebuah strategi yang tepat karena
prosesnya yang singkat dan tidak butuh banyak biaya.
Dalam workshop tersebut, saya berkesempatan mempraktikkan
langsung bagaimana menerapkan design sprint dalam
membangun produk secara singkat.
Idealnya, design sprint dilakukan selama 5 hari dengan
tahapan sebagai berikut.
Day 1: Understand
Di hari pertama, tim akan mengumpulkan beberapa pengguna
atau calon pengguna untuk sesi wawancara secara singkat.
Pengguna diminta untuk bercerita mengenai masalah tertentu
(yang berhubungan dengan produk yang akan dibuat) yang
mereka hadapi, serta bagaimana cara mereka menyelesaikan
masalah tersebut. Kemudian hasil wawancara tersebut menjadi
bahan diskusi bersama semua anggota tim dalam perusahaan
yang biasanya terdiri dari CEO, CFO, developer, desainer,
product manager, dan lain-lain. Pada akhir hari pertama, akan
ditemukan struktur permasalahan yang hendak dipecahkan
melalui proses desain di hari berikutnya.
Day 2: Diverge
Setelah proses diskusi yang dilakukan di hari pertama, di hari
kedua ini semua tim secara individual diminta untuk
memberikan ide sebanyak-banyaknya sebagai solusi atas
permasalahan yang ada. Dari semua ide tersebut, masing-
masing anggota tim kemudian melakukan rancangan kasar di
atas kertas agar semua orang bisa mendapatkan bayangan
bagaimana aplikasi dari ide tersebut.
Day 3: Decide
Tim kembali berkumpul untuk memutuskan secara voting,
rancangan mana yang terbaik. Di sini proses diskusi untuk
brainstorming sangat minim, di mana ide terbaik diputuskan
oleh suara terbanyak. Ide dengan suara paling banyak
kemudian difinalisasi menjadi desain yang lebih rapi untuk
tahap pengembangan awal. Untuk memotong waktu, proses
desain tidak dilakukan menggunakan Photoshop, tapi dengan
software presentasi semacam keynote atau powerpoint.
Design sprint steps (fastcompany.net)
Day 4: Prototype
Tim developer akan membuat prototipe dari desain yang sudah
dibuat di hari sebelumnya. Prototipe ini sekadar menampilkan
secara kasar, bagaimana tampilan fitur utama dari aplikasi yang
ingin diluncurkan tersebut. Yang penting bisa dites dan dicoba
oleh pengguna.
Day 5: Validate
Prototipe yang jadi di hari sebelumnya, pada hari kelima ini
dilempar ke para tester, dengan tujuan untuk mendapatkan
feedback dari mereka. Apa saja hal yang bagus, dan apa saja
yang kurang.
Hasil dari design sprint ini secara cepat bisa dikembangkan
karena sudah mengalami proses prototipe dan validasi
pengguna.
Buat saya, metode ini recommended untuk startup yang mau
mengembangkan produk secara cepat dan hemat biaya.
AddThis Sharing Buttons

Anda mungkin juga menyukai