Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

"...‫ فقال تعالى" يا أيها الرس ل كل وا من الطيب ات واعمل وا ص الحا‬.‫عن بما أمر بهالمر سلين‬
/ ‫" البق ره‬...‫ وقال هللا تعالى يا أيها الذين آمنوا كلوا من طيبات م ا رزقن اكم‬... 51/ ‫المؤمنون‬
172
‫ ومطعمه ح رام ومش ر‬,‫ثم ذكر رجل يطيل السفر أشعث أغبر يمد يده الى السماء يا رب يا رب‬
" ‫به وملبسة حرام وغذي با لحرام أبي هريرة رضي هللا عنه ق ال رس ول هللا ص لى هلل وس لم‬
‫ وان هللا أمر المؤمنين‬,‫إن هللا تعالى طيب ال يقبل إال طيبا‬
‫فانى يستجبله‬

Dari Abu Hurairah radhiallahu „anh, ia berkata : “Telah bersabda Rasululloh : “


Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya
Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah
diperintahkan kepada para rasul, maka Allah telah berfirman: Wahai para Rasul, makanlah
dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal shalih. Dan Dia berfirman: Wahai orang-
orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepadamu.‟
Kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh,
berambut kusut, dan berdebu menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdo‟a:
“Wahai Tuhan, wahai Tuhan” , sedangkan makanannya haram, minumannya haram,
pakaiannya haram dan dikenyangkan dengan makanan haram, maka bagaimana orang seperti
ini dikabulkan do‟anya”.
B. PENJELASAN SYARH

Kata “thayyib (baik)” berkenaan dengan sifat Allah maksudnya ialah bersih dari segala
kekurangan. Hadits ini merupakan salah satu dasar dan landasan pembinaan hukum Islam.
Hadits ini berisi anjuran membelanjakan sebagian dari harta yang halal dan melarang
membelanjakan harta yang haram. Makanan, minuman, pakaian dan sebagainya hendaknya
benar-benar yang halal tanpa bercampur yang syubhat.
Orang yang ingin memohon kepada Allah hendaklah memperhatikan persyaratan yang
tersebut pada Hadits ini. Hadits ini juga menyatakan bahwa seseorang yang membelanjakan
hartanya dalam kebaikan berarti ia telah membersihkan dan menumbuhkan hartanya.makanan
yang enak tetapi tidak halal menjadi malapetaka bagi yang memakannya dan Allah tidak akan
menerima amal kebajikannya.
Termasuk di antara keluasan dan kemudahan dalam syari‟at Islam, Allah -Subhanahu wa
Ta‟ala- menghalalkan semua makanan yang mengandung maslahat dan manfaat, baik yang
kembalinya kepada ruh maupun jasad, baik kepada individu maupun masyarakat.
Demikian pula sebaliknya Allah mengharamkan semua makanan yang memudhorotkan atau
yang mudhorotnya lebih besar daripada manfaatnya.
Hal ini tidak lain untuk menjaga kesucian dan kebaikan hati, akal, ruh, dan jasad, yang
mana baik atau buruknya keempat perkara ini sangat ditentukan -setelah hidayah dari Allah-
dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh manusia yang kemudian akan berubah menjadi
darah dan daging sebagai unsur penyusun hati dan jasadnya. Karenanya Nabi -Shallallahu
„alaihi wasallam- pernah ber sabda:

Artintinya: “Daging mana saja yang tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka lebih
pantas untuknya”.

1. Makanan yang haram dalam Islam ada dua jenis:


a. Ada yang diharamkan karena dzatnya.
Asal dari makanan tersebut memang sudah haram, seperti: bangkai, darah, babi,
anjing, khamar, dan selainnya.
b. Ada yang diharamkan karena suatu sebab yang tidak berhubungan dengan dzatnya.
Asal makanannya adalah halal, akan tetapi dia menjadi haram karena adanya
sebab yang tidak berkaitan dengan makanan tersebut. Misalnya: makanan dari
hasil mencuri, upah perzinahan, sesajen perdukunan, makanan yang disuguhkan
dalam acara-acara yang bid‟ah, dan lain sebagainya.
2. Faidah

a. Makna makanan yang najis adalah jelas, adapun makanan yang ternajisi, contohnya
adalah mentega yang kejatuhan tikus. Hukumnya sebagaimana yang disebutkan dalam
hadits Maimunah -radhiallahu „anha- bahwa Nabi -Shallallahu „alaihi wasallam- ditanya
tentang lemak yang kejatuhan tikus, maka beliau bersabda:

‫ وكلوا سهكنكم‬,‫ وما حولها فا طرحوه‬,‫ألقوها‬

“Buanglah tikusnya dan buang juga lemak yang berada di sekitarnya lalu makanlah lemak
kalian”. (HR. Al-Bukhary)

Jadi jika yang kejatuhan najis adalah makanan padat, maka cara membersihkannya adalah
dengan membuang najisnya dan makanan yang ada di sekitarnya, adapun sisanya boleh
untuk dimakan. Akan tetapi jika yang kejatuhan najis adalah makanan yang berupa cairan,
maka hukumnya dirinci; jika najis ini merubah salah satu dari tiga sifatnya (bau, rasa, dan
warna) maka makanannya dihukumi najis sehingga tidak boleh dikonsumsi, demikian pula
sebaliknya.
b. Makanan yang jelek (arab: khobits) ada dua jenis; yang jelek karena dzatnya -seperti:
darah, bangkai, dan babi- dan yang jelek karena salah dalam memperolehnya -seperti:
hasil riba dan perjudian-. Lihat Majmu‟ Al-Fatawa (20/334).
c. Adapun ukuran kapan suatu makanan dianggap thoyyib (baik) atau khobits (jelek) ,
maka hal ini dikembalikan kepada syari‟at. Maka apa-apa yang dihalalkan oleh
syari‟at maka dia adalah thoyyib dan apa-apa yang diharamkan oleh syari‟at maka dia
adalah khabits, ini adalah madzhab Malikiyah dan yang dikuatkan oleh Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah.

Kalimat “kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang


melakukan perjalanan jauh, berambut kusut, dan berdebu”, maksudnya ialah
menempuh perjalanan jauh untuk melaksanakan kebaikan seperti haji, jihad, dan
perbuatan baik lainnya. Amal kebajikan tersebut tidak akan diterima oleh Allah bila yang
bersangkutan makan, minum dan berpakaian dari hasil yang haram.
Kalimat “menengadahkan kedua tangannya” maksudnya berdo‟a kepada Allah
memohon sesuatu, namun dia tetap berbuat dosa dan melanggar aturan agama.
Kalimat “makanannya haram…, maka bagaimana orang seperti ini dikabulkan
do‟anya”, maksudnya bagaimana orang yang perbuatannya semacam itu akan dikabulkan
do‟anya, karena dia bukanlah orang yang layak dikabulkan do‟anya. Akan tetapi
walaupun demikian, boleh saja Allah mengabulkannya sebagai tanda kemurahan, kasih
sayang dan pemberian karunia.

Diantara Sebab terkabulnya do’a :


a. Perjalanan jauh.
Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Ada
tiga doa yang pasti dikabulkan: doa orang yang didhalimi, doa musafir dan doa
orang tua terhadap anaknya.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)
b. Baju yang kusut dan kondisi tubuh yang sangat lelah.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa orang yang kondisinya seperti ini
karena lelah atau pun kemiskinan] andai dia berdoa tentulah Allah akan
mengabulkan.
Diriwayatkan pula bahwa ketika melakukan shalat istisqa‟ Rasulullah saw.
menggunakan pakaian yang lusuh dan bersikap rendah hati.
c. Menengadahkan kedua tangan.
Di samping penyebab dikabulkannya doa, mengangkat tangan juga
merupakan adab dalam bedoa. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah itu
Pemalu dan Pemurah. Ia malu untuk tidak mengabulkan permohonan hamba-Nya
yang mengangkat kedua tangannya dalam berdoa.” (HR Ahmad, Abu Dawud, dan
Tirmidzi)
d. Betul-betul berharap kepada Allah.
Ini merupakan penyebab terbesar dikabulkannya doa. Pengharapan yang besar
tersebut diwujudkan dengan mengulangi penyebutan Rububiyah Allah swt.
Al-Bazzar meriwayatkan dari Aisyah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Jika seorang hamba berkata, “Ya Rab, empat kali, niscaya Allah berfirman:
“Kupenuhi panggilanmu wahai hamba-Ku, mintalah sesuatu niscaya akan Aku
beri.”
3. Penghalang doa
Dalam hadits di atas disebutkan bahwa yang menyebabkan doa tidak dikabulkan
adalah selalu menggunakan barang haram, baik makanan, minuman maupun pakaiannya.

C. KANDUNGAN HADITS
1. Yang baik dan diterima : Allah tidak akan menerima harta benda yang diinfakkan,
dishadaqahkan atau dizakatkan kecuali yang baik dan halal.
2. tata cara agar amal menjadi baik dan diterima.
3. Tidak diterimanya sebuah amalan
4. Membersihkan harta dari barang haram.
5. Sebab dikabulkannya doa.
6. Penghalang doa
7. Doa adalah inti dari ibadah.
8. mendorong untuk berinfaq dengan harta yang halal, dan melarang untuk berinfaq
dengan harta yang tidak halal.
9. Barangsiapa yang menghendaki doanya dikabulkan maka harus senantiasa
memperhatikan yang halal, baik makanan maupun pakaiannya.
10. Allah akan menerima dan memberkahi infak dari harta yang baik
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sesungguhnya Allah maha Baik dan menyukai sesuatu yang baik maka makanlah
sesuatu yang baik. Makanan dan pakaian yang syubhat dapat menjadi penghalang
terkabulnya do‟a seorang hamba.

B. SARAN
Penulis menyarankan supaya pembaca dapat memahami atas segala sesuatu yang
telah kami sampaikan dalam makalah ini. Sehingga kita dapat mengamalkan dalam
kehidupan sehari – hari.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Ath‟imah wa Ahkamis Shoyd wadz Dzaba`ih, karya Syaikh Al-Fauzan, cet. I th. 1408 H/1988 M,
penerbit: Maktabah Al-Ma‟arif Ar-Riyadh.

Ibnu Daqiq. 2001. Edisi syarah hadits arba‟in imam nawawi. Media hidayah. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai