Anda di halaman 1dari 500

SD.

Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bukan karena aku menyesal telah menempuh segala jerih


payah tetapi kusayangkan orang tak mengerti akan sesuatu yang
layak dimengerti.“
“Jangan tergesa mengeluarkan penilaian, ki sanak.“
“Lalu apa yang harus kukatakan? Baiklah, jika raden tak
berkenan hanya karena berat hati membuat gelisah para
kadehan daripada lain persoalan yang lebih penting, akupun
takkan memaksa. Aku akan mohon diri tinggalkan tempat ini
juga.“
“Begini saja,“ cepat Wijaya berseru. Ia tahu orang itu tentu
mempunyai persoalan penting. Dari kata-kata yang dirangkainya,
ia mempunyai kesan bahwa orang aneh yang dihadapinya itu,
tentu seorang berilmu. Tetapi diapun tak mau menyebabkan Sora
dan kawan kawannya gelisah. Sekalipun kepada orang bawahan
apabila memang benar, ia menurut juga “akan kuminta para
kadehanku itu ke luar ke halaman dan kita yang bicara di sini
berdua.“
Sejenak berdiam, orang itu menyetujui. Wijaya lalu memberi
isyarat agar Sora berempat ke luar dulu. Mereka menurut dan
menjaga di halaman.
“Nah, sekarang katakanlah,“ kata Wijaya.
Orang itu sejenak membenahi diri baju kemudian berkata
“Pertama-tama, ingin kuminta pengertian raden bahwa aku
seorang kawan sehaluan dalam garis perjuangan dengan raden.“
“Hm, mudah-mudahan,“ sambut Wijaya.
“Aku berjuang seorang diri, tanpa kawan. Kutempuh suatu
cara perjuangan yang tersembunyi. Oleh karena itu kuselubungi
wajahku dalam selongsong pakaian yang aneh ini. Aku
mempunyai alasan sendiri mengapa aku harus berbuat
sedemikian.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Setiap orang bebas memilih cara hidup dan cara perjuangan


menurut apa yang dikehendaki, asal jangan melanggar undang-
undang negara dan merugikan rakyat.“
Orang aneh itu mengangguk “Benar, raden. Memang pada
dasarnya, berjuang itu mengandung makna memperjuangkan
sesuatu yang baik. Hendaknya kita semua yang mengaku diri
sebagai pejuang, harus tetap menjunjung kesucian arti kata itu.“
Wijaya mengangguk. Diam-diam ia memuji akan ketajaman
bicara orang itu. Dan selama bertukar pembicaraan dengan dia,
Wijayapun makin mendapat kesan bahwa nada suara itu
menunjukkan seorang muda.
“Raden, akupun berjuang untuk kerajaan Singasari, itulah
sebabnya aku berani mengatakan tadi, bahwa aku sehaluan
dengan raden. Kuikuti semua perkembangan yang terjadi di
Singasari. Bukankah raden akan diutus seri baginda untuk
mengepalai rombongan perutusan Singasari yang akan
mengantar arca Amogapasa ke tanah Malayu ?“
“Ya, setiap orang tahu hal itu,“ sahut Wijaya.
“Bukankah raden telah menerima dua orang prajurit Tartar
yang dutus oleh panglima mereka ?“
Wijaya terkesiap tetapi pada lain saat ia sudah menyahut “Ah,
hal itu mudah diketahui.“
“Bukankah kedua prajurit Tartar itu, yang satu mati terbunuh
dan yang satu terluka dan diketemukan Kuda Panglululut ?”
“Ya, itupun tidak mustahil diketahui,“ kata Wijaya.
“Bukankah raden mendapat pertanyaan dari baginda yang
menganggap radenlah yang membunuh prajurit Tartar itu?“
“Juga tak mengherankan kalau engkau tahu hal itu,“ rnasih
Wsjaya tak terkejut.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Raden,“ tiba-tiba orang aneh itu berganti dengan nada


setengah berbisik “bukankah empu Raganata sang adhyaksa
Tumapel diculik orang?“
“Hai,“ kali ini Wijaya benar-benar seperti disengat kala
“bagaimana engkau tahu akan hal itu juga?“
Sekarang giliran orang aneh itu yang tenang-tenang
menjawab “Telah kukatakan sebelumnya, bahwa aku berjuang
seorang diri dan secara diam-diam aku telah mengikuti semua
perkembangan yang terjadi di kerajaan Singasari. Hampir semua
peristiwa yang telah terjadi tak lepas dari pengawasanku. Raden
merasa heran mengapa aku tahu segala apa di Singasari, bukan
?“
“Hm.“
“Tetapi apa yang telah kulakukan, mungkin tak ada orang
yang tahu termasuk raden juga.“
Wijaya mencurah pandang lekat-lekat meneliti wajah yang
tersembunyi dibalik kain hitam dari orang aneh yang tegak di
hadapannya. Menilik sinar matanya yang tajam berkilat-kilat,
orang itu tentu memiliki ilmu tinggi. Menilik sekelumit kulit pada
pelapuk mata dan nada suaranya, jelas orang itu tentu masih
muda, mungkin lebih muda dari dirinya. Tetapi heran, mengapa
dia tahu semua peristiwa di Singasari sampai seluas itu ?
Siapakah gerangan orang ini ?
Namun keinginan itu segera ditekannya karena tadi orang itu
telah memberi pernyataan bahwa untuk sementara waktu ini dia
tak dapat memberitahukan namanya. Dan Wijayapun menyetujui
walaupun tidak dengan kata-kata.
“Ki sanak, apakah yang telah engkau lakukan selama ini?“
Wijaya lebih tertarik untuk mengetahui tindakan orang itu
daripada bertanya namanya. Ia mendapat kesan bahwa orang itu
makin menunjukkan sikap bersahabat.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ada dua hal raden,“ sahut orang aneh itu “yang telah
kulakukan dan yang akan kulakukan.“
“O.“
“Yang telah kulakukan,“ kata orang aneh itu pula “antara lain,
aku telah menemui panglima Tartar dan memberi keterangan
kepadanya bahwa yang membunuh prajuritnya itu, bukan raden
Wijaya .... “
“Hai ....... !“ kembali Wijaya terbeliak kaget. Menemui
panglima Tartar? Tidakkah hal itu suatu hal yang berlebih-lebihan
sifatnya? Mungkinkah orang itu takkan ditangkap oleh pengawal-
pengawal panglima Tartar ? “ah, jangan engkau menjual petai
kosong dihadapanku, ki sanak,“ akhirnya ia berkata dalam nada
menegur.
“Mengapa raden menuduh begitu ?“
“Coba jawab, dalam keadaan bagaimana engkau menemui
panglima Tartar itu? Engkau tetap memakai kain kerudung muka
seperti sekarang atau tidak?“
“Mengapa harus kutanggalkan pakaian ini? Jika menghadap
raden aku masih mengenakan pakaian ini, mengapa menemui
panglima Tartar aku harus berganti pakaian? Tidakkah hal itu
berarti aku lebih takut dan lebih menghargai dia daripada raden
?“
Wijaya terkesiap tetapi pada lain saat dia tertawa datar “Ah,
tak mungkin! Tempat penginapan rombongan utusan Tartar itu
tenta dijaga ketat oleh prajurit-prajuritnya. Masakan mereka
membiarkan saja engkau masuk keluar menemui panglima
mereka ?“
“Raden berkata benar,“ sahut orang itu “tetapi aku tak lewat
para prajurit penjaganya.“
“Lalu ?“ Wijaya menegas.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Aku langsung berhadapan dengan panglima Tartar dalam


ruangnya.“
“Dengan cara bagaimana engkau masuk kedalam tempat
penginapan mereka?“ tiba-tiba Wijaya mulai curiga.
“Dalam hal itu aku mempunyai cara tersendiri,“ jawab orang
itu.
“Dari atap atau dengan aji penyirap atau mungkin dengan
ilmu kesaktian lain?“ masih Wijaya menegas.
Tetapi orang itu mengelak “Kelak raden tentu akan
mengetahui. Yang penting aku telah berhasil menghadap
panglima Tartar dan menjelaskan tentang kedua prajuritnya yang
menderita musibah itu.“
“Nanti dulu,“ sela Wijaya “adakah begitu mudah panglima
Tartar itu akan menerima kedatanganmu? Apakah dia tak curiga
dan menangkapmu?“
“Tidak, raden,“ kata orang itu “rupanya dia juga seorang
berilmu.“
”Bagaimana engkau tahu ?“
“Sikapnya amat tenang sekali, mengunjuk suatu kepercayaan
atas kekuatannya sendiri. Bahwa apabila aku bermaksud buruk
kepadanya, dia yakin tentu mampu mengatasi.“
Wijaya dapat menerima keterangan itu. Lalu dia bertanya lebih
lanjut “Apa yang engkau bicarakan kepadanya ? Bagaimana dan
apa yang engkau jelaskan?“
“Bahwa yang membunuh dan melukai prajurit Tartar itu,
bukanlah raden Wijaya tetapi fihak lain yang hendak
menjatuhkan nama baik raden.“
“O,“ Wijaya mendesuh kejut “lalu bagaimana sambutannya?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Dia mengagumi keberanian dan kepandaianku menyusup


penjagaan prajuritnya dan langsung dapat menghadap
kepadanya. Dia mengatakan bahwa orang Tartar itu berasal dari
suku Mongol. Orang Tartar senantiasa menghargai seorang
gagah berani dan seorang pahlawan. Raja mereka, Kubilai Khan,
juga keturunan dari Jengis Khan, seorang pahlawan yang gagah
perkasa. Dia tak menyangka bahwa di bumi Singasari ternyata
terdapat kaum ksatrya yang berilmu tinggi. Oleh karena itu dia
percaya penuh kepadaku.“
Wijaya terhempas dalam perasaan antara ragu dan percaya.
Apabila orang aneh itu mau membuka kain penutup mukanya
dan menunjukkan wajah serta namanya, tentulah ia dapat lebih
cepat mempercayainya. Tetapi karena keterangan itu diucapkan
oleh seorang yang menyembunyikan wajah dalam selubung kain
hitam yang aneh, betapapun Wijaya harus mewajibkan diri untuk
mempertajam kewaspadaan dan mengekang keinginan untuk
tidak lekas memberi kepercayaan. Adakah orang itu benar-benar
hendak membelanya ataukah hanya melakukan siasat untuk
mengambil hati, ia masih belum mendapat titik- titik penunjuk
yang jelas.
“O, kalau menilik engkau berani memberi keterangan tentang
peristiwa pembunuhan, prajurit Tartar kepada panglimanya,
engkau tentu sudah mempunyai pengetahuan siapa-siapa
sebenarnya pembunuhnya?“ Wijaya bertanya pula.
“Ya, benar. Aku sudah tahu.“
Wijaya terdiam sejenak lalu bertanya “Tahu dan tahu ada dua.
Tahu karena mendengar cerita orang. Dan tahu karena telah
membuktikannya sendiri. Mana diantara dua jenis tahu itu yang
engkau miliki?“
“Raden,“ kata orang itu dengan nada mantap “dalam peristiwa
itu, kuanggap menyangkut suatu peristiwa yang penting dimana
apabila tak diselesaikan dengan tepat, mungkin dapat
menimbulkan akibat yang luas. Pembunuhan atas prajurit Tartar
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dapat dianggap suatu sikap tak bersahabat atau mungkin suatu


hinaan bagi mereka. Raja Kubilai Khan mungkin akan marah dan
mengirim pasukan untuk meminta pertanggungan jawab kepada
Singasari.“
“Tetapi jelas pembunuhan itu tidak terjadi di keraton. Jadi
bukan tanggung jawab kerajaan melainkan hanya perbuatan dari
rakyat Singasari yang marah. Bagaimana mungkin raja Kubilai
Khan akan marah dan hendak menuntut pertanggungan jawab?“
Orang aneh itu mengangguk “Memang benar apa yang raden
katakan itu. Tetapi tidak seluruhnya benar. Pembunuhan itu
terjadi dalam pura Singasari. Walaupun yang membunuh adalah
rakyat Singasari, tetapi fihak raja Tartar tetap dapat menuntut
pertanggungan jawab dengan dasar karena baginda Kertanagara
dan para mentri senopati yang berkuasa, tak mampu melindungi
keselamatan utusan Tartar.“
“Tetapi Singasari tak mengundang mereka?“ bantah Wijaya.
“Benar,“ sahut orang itu “memang Singasari tak mengundang
tetapi karena secara resmi telah menerima kunjungan mereka
maka menurut peraturan, mereka adalah tetamu yang harus
diperlakukan dengan baik, termasuk melindungi keselamatan jiwa
mereka. Lepas dari suka atau tak suka akan maksud kedatangan
mereka, tetapi mereka hanyalah sebagai utusan. Maka wajarlah
kalau diperlakukan sebagai tetamu. Dan seorang tuan rumah
yang baik, tentu wajib melindungi keselamatan tetamu selama
mereka masih berada dilingkungan kekuasaan kita.”
“Hm,“ Wijaya; mendesuh.
“Dengan dasar alasan bahwa raja Singasari tak mampu
melindungi jiwa rombongan utusannya. Bahwa ternyata kerajaan
Singasari tak mampu mengurus kawula supaya jangan bertindak
scmbarangan, dapatlah raja Kubilai Khan mengirim pasukan
untuk meminta pertanggungan jawab kepada Singasari.“
“Apa yang akan dituntut?”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ada beberapa kemungkinan,“ kata orang aneh itu “pertama,


menuntut supaya kerajaan Singasari menangkap dan
menyerahkan pembunuh itu kepada pasukan Tartar. Atau yang
agak lunak, kerajaan Singasari supaya menangkap dan
menghukum pembunuh itu. Kedua, menuntut supaya Singasari
meminta maaf atas peristiwa itu, mungkin mungdkin pula dengan
disertai tuntutan supaya Singasari mengganti kerugian juga.
Ketiga, mungkin Tartar akan menggunakan peristiwa itu sebagai
alasan untuk memaksa Singasari menerima permintaan kerajaan
Tartar seperti yang telah dibawa oleh rombongan utusan mereka
itu.”
“Hm, orang Tartar boleh menuntut apa saja,“ dengus Wijaya
“tetapi Singasari bukan kerajaan yang mudah digertak.“
“Maksud raden kerajaan Singasari tentu akan menolak ?“
“Singasari adalah sebuah kerajaan besar yang berdaulat dan
berwibawa. Hak bagi Singasari sepenuhnya untuk menolak segala
tuntutan yang akan merendahkan martabat dan kewibawaan
kerajaan.“
“Benar, raden,“ seru orang aneh itu “akupun setuju sekali
dengan pernyataan itu, kalau aku menuruti luap perasaan harga
diriku sebagai putera negara Singasari yang besar. Tetapi
pikiranku yang melihat keryataan, mencegah aku supaya jangan
hanya menuruti luap perasaanku saja. Kurasa radenpun tentu
demikian juga. Namun apabila raden tidak berpendirian demikian
maka raden tentu terjebak dalam perangkap patih Aragani yang
hendak menjerumuskan Singasari kedalam kancah peperangan.
Adakah raden mengingkari apa yang raden lantangkan dalam
sidang penerimaan utusan Tartar yang berlangsung dalam
balairung keraton kemarin? Jika demikian, maka penilaian seri
baginda dan patih Aragani ketika raden menghadap ke keraton
siang tadi, adalah tepat. Bahwa raden sesungguhnya mendukung
kehendak seri baginda yang bermaksud hendak menghina utusan
Tartar itu.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Wijaya tertegun mendengar hamburan kata-kata yang tajam


dan tepat kena pada sasaran dari orang aneh itu. Ia menunduk
“Ya, engkau benar,“ pada lain saat dia mengangkat muka,
menatap orang itu.
“Terima kasih raden dan maaf apabila kata-kataku terlalu
tajam kepada raden,“ kata orang itu “tetapi dengan sungguh hati
aku memang berjuang demi membela keluhuran nama raden.“
“Baik, mudah-mudahan dewata merestui cita-citamu yang
baik,“ kata Wijaya “kembali pada pertanyaanku tadi, rasanya
engkau telah membuktikan sendiri siapa pembunuhnya itu,
bukan?“
“Ya.“
“Siapakah dia?“
“Anakbuah Kuda Panglulut sendiri.“
“O,“ Wijaya kejut-kejut ditahan “tetapi adakah suatu bukti
yang dapat engkau tunjukkan tentang pembunuh itu?“
“Ada,“ sahut orang itu “ tetapi .... “
“Tetapi bagaimana? “
“Aku biasa keluar malam untuk meninjau keadaan,“ orang itu
bercerita “kebetulan pada malam itu kulihat seorang rumah
penduduk sedang mengadakan pesta selamatan. Tetamu-tetamu
bersuka ria minum tuak sampai jauh malam. Menurut keterangan
dari seorang penduduk daerah itu, kuperoleh kabar bahwa pesta
selamatan itu diadakan salah seorang yang puteranya bekerja
sebagai prajurit. Aku tertarik dan menanyakan lebih lanjut.
Ternyata putera penduduk yang mengadakan pesta selamatan itu
bekerja pada pasukan keamanan pura dibawah pimpinan Kuda
Panglulut. Baru-baru ini puteranya telah dinaikkan pangkat dan
mendapat ganjaran uang dari Kuda Panglulut. “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kuanggap hal itu biasa,“ kata orang aneh melanjutkan


ceritanya “akupun segera hendak meninggalkan tempat itu.
Tetapi di tengah jalan aku berjumpa dengan dua orang laki. Aku
segera bersembunyi di balik gerumbul semak. Kedua orang itu
tengah bercakap-cakap “Si Barat memang keparat. Masakan
mendapat ganjaran uang dari raden Panglulut, dimakan sendiri.
Kita tak diberi bagian,“ kata salah seorang dari kedua lelaki itu.
“Memang dia sombong sekali sekarang. Dia tak ingat budi kita
yang dulu telah memasukkan dia menjadi prajurit,“ sahut
kawannya.
”Bagaimana kata si Barat kepadamu tadi kakang,“ tanya orang
yang pertama.
“Karena muak melihat sikapnya yang congkak, tadi aku
mengancamnya, akan kusiarkan tentang perbuatannya
membunuh prajurit Tartar itu.“
“Lalu dia bagaimana ?“
“Dia ketakutan dan minta maaf. Dia berjanji hendak memberi
bagian kepada kita.“
“Kuikuti perjalanan arang itu sampsi ke rumahnya,“ kata orang
aneh itu melanjutkan ceritanya “rencanaku besok malam, orang
itu akan kuambil dan kubawa kehadapan panglima Tartar untuk
memberi kesaksian tentang peristiwa pembunuhan itu. Agar
panglima Tartar percaya bahwa yang membunuh prajuritnya
bukan raden.“
“O,“ desuh Wijaya “dan apakah engkau bawa itu ketika
menghadap panglima Tartar?“
“Besok malam ketika aku berkunjung ke rumah orang itu,
ternyata dia sudah mati dibunuh orang.“
“Hm, aneh,“ gumam Wijaya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kurasa tidak aneh, raden,“ sahut orang aneh itu “tentulah


perbuatan si Barat untuk menghilangkan jejaknya.“
“Mengapa engkau tak membawa si Barat saja?“ tanya Wijaya.
“Memang demikian,“ kata orang aneh ”tetapi ternyata dia
sudah melarikan diri. Mungkin saja bersembunyi dibawah
lindungan Kuda Panglulut. Kelak aku pasti akan mencarinya lagi.“
Wijaya gelengkan kepala “Mungkin sukar.“
“Mengapa sukar?“ balas orang aneh itu “walaupun aku belum
kenal wajahnya tetapi aku dapat menyelidiki pada kawan-
kawannya yang menjadi prajurit anakbuah Kuda Panglulut.“
“Jika dugaanku tak salah, kemungkinan orang itu tentu sudah
dilenyapkan.“
Orang aneh itu terkesiap “Ah, benar,“ desuhnya “Kuda
Panglulut tentu sudah mencium gelagat yang tak baik apabila si
Barat masih hidup.“
“Baiklah,“ akhirnya Wijaya berkata “lalu dengan tujuan apakah
Kuda Panglulut memerintahkan anakbuahnya membunuh prajurit
Tartar itu?“
“Sudah tentu atas perintah ayah mentuanya, patih Aragani.
Dan mengapa patih Aragani merencanakan hal itu, tentulah
raden dapat menduga sendiri.“
“Ya, dia tentu hendak menjatuhkan namaku.“
“Bukan,“ bantah orang aneh itu “menjatuhkan nama raden
hanya suatu langkah penyamaran untuk menyembunyikan
tujuannya yang sesungguhnya. Tujuan patih Aragani jtak lain
hanya agar hubungan kerajaan Tartar dengan Singasari menjadi
buruk. Agar raja Kubilai Khan murka dan mengirim pasukan ke
Singasari untuk menindak baginda Kertanagara .... “
“Hm, jangan .... “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Mari kita buktikan saja, raden. Kelak apabila Kubilai Khan


mengirim utusan lagi ke Singasari, patih Aragani tentu akan
menghasut seri baginda untuk menindak utusan itu dengan
tindakan yang lebih kejam lagi.“
Wijaya merenung, mengunyah dan merasakan kata-kata
orang aneh itu. Dirangkainya dengan sikap Aragani ketika
baginda menerima utusan Tartar. Patih itu jelas menganjurkan
supaya utusan itu dibunuh, atau paling tidak supaya didamprat
keras. Kemungkinan pernyataan orang aneh itu, memang benar.
”Lalu apa tujuan patih Aragani mengharap Kubilai Khan
supaya mengirim pasukan menyerang Singasari?” ketika tiba
pada renungan itu, macetlah pikiran Wijaya. Ia tak dapat
menemukan alasan yang tepat apabila benar-benar patih Aragani
mempunyai tujuan begitu. Iapun bertanya kepada orang aneh
itu.
“Tentu saja agar kerajaan Singasari hancur.“
“Ah, mengapa harus begitu?“
“Agar Aragani dapat diangkat menjadi akuwu Singasari.“
Mendengar jawaban yang begitu mudah, timbullah dugaan
Wijaya bahwa orang aneh itu kemungkinan besar tentu
mempunyai pengetahuan yang luas tentang diri patih Aragani
dan gerak-gerik patih itu.
“Ki sanak, bagaimana engkau mempunyai penilaian semacam
itu? Bukankah sekarang patih Aragani sudah menjabat
kedudukan tinggi dan memperoleh kepercayaan besar dari seri
baginda ? Mengapa dia masih menghendaki kehancuran
Singasari?“
“Dari hasil penyelidikan dan penilaian,“ sahut orang aneh itu
“raden Wijaya, sudahkah raden bertemu jawaban akan sikap
patih Aragani yang begitu bernafsu membela Sriwijaya?“
Wijaya terbeliak pula. Ia gelengkan kepala.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tiap gerak tentu mempunyai tujuan,“ kata o-rang aneh itu


“gerak patih Araganipun tak mungkin tanpa tujuan pula. Tujuan
yang berlandaskan Keinginan untuk mencapai kenikmatan
hidup.“
“Bukankah dia sudah diangkat sebagai patih? Bukankah dia
menjadi mentri kepercayaan seri baginda?“ tukas Wijaya.
“Ha, ha, tetapi belum menjadi raja, bukan?“ sambut orang
aneh itu “demikianlah kodrat manusia. Tak pernah puas
berhamba pada Nafsu keinginan yang tiada kenal batas. Jelas
patih Aragani haus dengan kekuasaan sebagaimana dia selalu
haus dengan tuak. Dan untuk mencapai tujuan, rupanya tak
segan-segan dia menjual negara .... “
“Ah, terlalu kejam engkau langkahkan penilaianmu terhadap
patih Aragani, ki sanak,“ seru Wijaya “ingat, fitnah itu lebih kejam
dari pembunuhan.“
“Tetapi penghianatan itu jauh lebih kejam dari fitnah,“ cepat
orang aneh itu membela dirinya ”kalau aku memfitnah, hanya
seorang Aragani yang menderita. Tetapi kalau Aragani yang
berhianat, berpuluh juta kawula Singasari akan mati tersiksa
batinnya!“
“Ah,“ Wijaya mendesah. Ditatapnya pula wajah orang aneh itu
seolah hendak menembus kain penutup yang menyelubungi
muka orang itu.
Orang itupun balas menyambut tatapan Wijaya.
Wijaya menghela napas “Andaikata engkau mau menunjukkan
wajahmu, kepercayaanku tentu kutumpahkan kepadamu .... “
“Kutahu,“ sahut orang aneh itu “tetapi janganlah raden
tergesa memberi pernyataan dan kepercayaan karena akupun tak
memaksakan hal itu. Biarlah kepercayaan itu tumbuh dengan
wajar dalam hati raden setelah raden renung dan kaitkan
rangkaian peristiwa-peristiwa yang telah raden alami pada waktu
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

yang lampau, sekarang dan yang akan datang. Jika raden


bertemu pada titik kesimpulan dari apa yang raden hayati,
kepercayaan itu tanpa dicari dan dipaksa, tentu timbul sendiri.“
Wijaya mengangguk. Diam-diam ia memuji akan ketajaman
orang itu bicara dan luasnya pengetahuan yang dimilikinya.
“Lalu apakah engkau hendak mengatakan bahwa patih
Aragani itu bersekutu dengan Sriwijaya?“ tanyanya pula.
“Keras sekali dugaanku menumpah kesitu, raden,“ kata orang
aneh itu “tetapi setiap dugaan harus diuji dulu dengan
kenyataan. Dan pengujian itu hanyalah dengan pengamatan dan
penyelidikan yang cermat dan kemudian penilaian yang seksama.
Oleh karena itulah maka kuperlukan menemui raden untuk
mempersembahkan segala sesuatu yang kuketahui selama ini.
Kuserahkan kesemuanya itu atas penilaian raden.“
“Baiklah, ki sanak. Aku berterima kasih atas keteranganmu itu.
Semoga dengan bekal keterangan yang berguna itu aku dapat
melangkahkan tindakanku kearah yang benar.“
“Semoga restu Hyang Batara Agung selalu melimpah kepada
raden.“
“Apakah engkau masih ada lain soal yang perlu engkau
katakan kepadaku lagi?“
“Ya,“ sahut orang aneh itu “apabila raden kelak tiba di
Sriwijaya, baiklah raden menajamkan pengamatan raden kepada
patih Demang Lebar Daun. Usahakanlah sekuat kemampuan agar
raden memperoleh atau sekurang-kurangnya mendengar tentang
hubungan patih Demang Lebar Daun dengan patih Aragani.“
“O, baiklah,“ sahut Wijaya. Kemudian ia memandang orang
aneh itu pula.
Tetapi sebelum ia sempat membuka mulut, orang itu sudah
mendahului “Lepaskanlah pemikiran raden akan keadaan
Singasari yang raden tinggalkan. Akulah yang akan membantu
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

raden untuk mengamati, menjaga bahkan apabila perlu


memberantas tindakan patih Aragani atau siapapun yang hendak
mengganggu ketenteraman Singasari!“
Wijaya termangu. Tak tahu ia bagaimana hendak merangkai
kata-kata penumpah kesyukuran hatinya kepada orang aneh itu.
Tiba tiba ia menjabat tangan orang itu “Andai kelak aku yang
berkuasa di Singasari, tentu akan kuumumkan kepada para
kawula, bahwa engkaulah yang menyelamatkan Singasari dari
bahaya kehancuran.“
“Ah, berat nian pujian raden itu,“ kata orang aneh seraya
mengepal tangan Wijaya dengan erat “sesungguhnya membela
negara itu adalah Kewajiban bagi setiap rakyat. Bukan hanya
kewajiban para pembesar saja.“
“Ki sanak,“ kata Wijaya dengan nada agak tergetar “banyak
nian masalah yang timbul dalam pura Singasari. Sebenarnya
akulah yang harus menangani. Tetapi sayang, baginda telah
menitahkan aku berangkat ke Sriwijaya.“
Orang aneh tiba-tiba menyela tertawa. “Bukan baginda tetapi
patih Araganilah, yang hendak menyingkirkan raden ke tanah
seberang. Karena dia menganggap raden satu-satunya duri
dalam mata, penghalang besar dalam usahanya menggerogoti
kerajaan Singasari.“
“Oleh karena itu kalau ki sanak memang bersungguh hati
hendak membantu aku,“ kata Wijaya, “banyaklah pekerjaan yang
kuminta ki sanak mengerjakan. Mendapatkan kembalinya mpu
Raganata yang diculik, menjaga gerak-gerik patih Aragani dan
Kuda Panglulut dan menegakkan keamanan pura Singasari.“
“Terima kasih raden, atas kepercayaan yang raden limpahkan
kepadaku,“ kata orang aneh itu berentak, “tetapi kiranya raden
masih lupa untuk menyebutkan dua hal yang tak kurang
pentingnya.“
“Apakah itu?“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Gerak gerik raja Daha dan kemungkinan datangnya utusan


dari Tartar pula.“
Wijaya segera teringat akan peristiwa dua orang yang hendak
membunuhnya di tengah jalan tempo hari. Orang itu mengatakan
kalau diperintah oleh Ardaraja. Hampir ia hendak menanyakan
perihal diri Ardaraja kepada orang aneh itu tetapi pada lain kilas,
ia endapkan keinginan itu. Ia masih meragukan keterangan
kedua orang itu, menilik Ardaraja bersikap baik sekali kepadanya.
“Baiklah, ki sanak,“ akhirnya ia mempersingkat pembicaraan
“kuserahkan saja kesemuanya itu kepadamu. Tetapi tidakkah ki
sanak memerlukan bantuan tenaga orang-orangku? Bukankah ki
sanak akan lebih dapat bergerak dengan leluasa daripada ki
sanak bekerja seorang diri?“
Sejenak merenung, orang aneh itu mengatakan “Ah, untuk
sementara ini kurasa belum perlu. Biarlah aku bekerja seorang
diri.“
~dewi.kz~ismo~mch~

II
Sang Hyang Baskara mulai berkemas dalam ratha kencana,
hendak memulaikan tugas sehari- hari. Melanglang jagad,
menaburkan sinar yang gemilang cemerlang keseluruh buana
raya.
Sinar keemasan dari ratha kencana sang Dewa Hari, makin
menyemarakkan suasana pagi di taman-sari keraton Daha.
Bunga-bunga warna warni beilomba-lomba merekahkan
kecantikannya.
Dalam keindahan pagi yang lembut itu, tampak raden Ardaraja
tengah mengayunkan langkah ringan, berjalan perlahan-lahan
untuk menyejukkan pikirannya yang rusuh.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Saat itu hampir menginjak dua purnama lamanya, rombongan


raden Wijaya yang dititahkan baginda untuk mengirim arca
Amogapasa ke Sriwijaya dan rombongan patih Kebo Anengah
yang diutus baginda membawa puteri Tapasi kepada raja Gempa,
telah berangkat.
Pembentukan calon-calon prajurit untuk menggantikan
kekuatan Singasari yang hampir kosong itu, telah diserahkan
kepada raden Ardaraja. Tetapi rupanya pangeran dari Daha itu
tak menaruh perhatian besar atau memang sengaja
melengahkan tugas itu. Ia lebih banyak menyelimpatkan waktu
untuk pulang ke Daha.
Demikian pula hari itu, hari yang kesepuluh sejak ia berada di
keraton Daha, kerajaan ayahandanya raja Jayakatwang.
Kepulangan pangeran itu ke Daha kali ini, benar-benar harus
menderita ujian batin yang berat. Betapa tidak. Tiga hari yang
lalu, ia dipanggil menghadap ayahandanya, diminta kesediaannya
untuk mendurhaka pada baginda Kertanagara. Oleh
ayahandanya, raja Jayakatwang, ia diberi waktu tiga hari untuk
merenungkan dan memberi jawaban. Dan hari itu adalah hari
yang ke tiga. Ia harus menentukan keputusan.
Atas kemurahan baginda Kertanagara maka Jayakatwang
telah dilantik menjadi akuwu atau raja di Daha. Demikian pula,
baginda Kertanagarapun berkenan memungut pangeran Ardaraja
menjadi menantunya. Maksud raja Kertanagara yalah supaya
dengan ikatan perkawinan itu, Daha akan menghapus dendam
bebuyutan terhadap Singasari dan selanjutnya akan tunduk pada
kekuasaan baginda Singasari.
“Moyang paduka, prabu Dangdang Gendis binasa karena
pemberontakan anak petani dari Pangkur, anak nyi, Endok yang
bernama Ken Arok. Itulah raja Singasari yang pertama dan
bergelar raja Sri Rajasa sang Amurwabumi. Bala tentara Kediri
sirna seperti gunung disambar halilintar. Prabu Dangdang Gendis
beserta balatentara Kediri dimusnahkan Ken Arok dan sejak itu
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Daha dijajah Singasari. Padukalah, gusti, yang mempunyai


kewajiban untuk membangun kerajaan Daha dan membalas
kekalahan moyang paduka prabu Dangdang Gendis.“
Demikian anjuran patih Kebo Mundarang ketika diajak
musyawarah oleh prabu Jayakatwang. Kata-kata ki patih Daha itu
termakan dalam hati sang prabu. Dan kini ia minta kepada
puteranya; pangeran Ardaraja, untuk menjalankan peran sebagai
musuh dalam selimut terhadap baginda Kertanagara.
Hari itu pagi-pagi sekali raden Ardaraja menghibur diri di
tamansari. Hatinya risau, pikiran resah.
Suatu keputusan yang meminta pertimbangan seluruh akal
budinya.
Prabu Jayakatwang adalah ayahandanya. Ayahandanya
menjanjikan akan mengangkatnya menjadi yuwa-raja atau putera
mahkota yang akan mewarisi kerajaan Daha apabila ia mau
menuruti kehendak ayahandanya. Namun tanpa janji itu, rasanya
tahta kerajaan Daha tetap akan jatuh di tangannya karena ia
adalah satu-satunya putera dari prabu Jayakatwang. Saudara-
saudaranya yang lain puteri semua.
Baginda Kertanagara adalah ayah mentuanya. Tetapi karena
baginda tak mempunyai putera, sudah tentu tahta kerajaan akan
diwariskan juga kepadanya. Tanpa ia harus memberontak,
baginda Kertanagarapun tentu akan mengangkatnya menjadi
ahliwaris kerajaan.
Tetapi wahai! Bukankah putera menantu baginda Singasari itu
bukan hanya dia seorang? Bukankah masih ada seorang lain yani
raden Wijaya? Bahkan, bukankah sekaligus raden Wijaya itu
dijodohkan dengan dua orang puteri baginda ? Itu berarti
kerajaan Singasari takkan jatuh seluruhnya ke tangan Ardaraja
tetapi harus dibagi pula dengan Wijaya. Dan dari cara baginda
Kertanagara memberikan dua orang puterinya kepada Wijaya itu,
memberi kecenderungan kesan bahwa kelak dalam pembagian
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

warisan kerajaan Singasari Wijayalah yang akan memperoleh


bagian yang lebih besar!
Apabila rasa iri dan dengki mulai merayapi hati seseorang
maka timbullah berbagai reka yang makin menguasai batin orang
itu. Demikian pula dengan Ardaraja. Setelah membayangkan
kemungkinan tentang pembagian kerajaan Singasari dari sudut
perkawinan puteri-puteri baginda maka makin meluaslah alam
pikiran iri, curiga dan kecemasan yang menghuni di benak
Ardaraja.
“Moyangku adalah prabu Dangdang Gendis, musuh dari sang
prabu Rajasa. Sedang baginda Kertanagara itu adalah cucu dari
Anusapati. Dan Wijaya itu cicit dari Mahisa Wonga Teleng.
Anusapati dan Mahisa Wonga Teleng itu saudara seibu lain ayah.
Betapapun ikatan keluarga antara baginda Kertanagara dengan
Wijaya lebih dekat dari pada aku, keturunan dari musuh
Singasari. Bukan mustahil apabila baginda Kertanagara akan
bertindak pilih-kasih dalam soal pembagian warisan kerajaan
Singasari nanti.“ Ardaraja menimang-nimang.
Tiba-tiba ia terkesiap. Ternyata langkahnya telah
membawanya tiba di sebuah kolam pemandian. Kolam itu masih
termasuk lingkungan tamansari. Berciptakan alam pegunungan
yang dikelilingi pohon-pohon hutan dan padas-padas gunung.
Apakah yang menyebabkan pangeran itu terhenti langkah,
tertegun pandang?
Kiranya pada pagi itu, para dayang dan biti perwara, sedang
mandi berkecimpung dalam kolam itu, tanpa secarik busanapun
jua,
Ardaraja cepat menyelinap kebalik pohon nagasari yang tegak
menggagah pada gerumbul pepohonan merambat. Dari celah-
celah gerumbul itu dapatlah ia menikmati keriangan biti-biti dan
dayang-dayang yang kebanyakan masih muda belia itu
berkecimpung dalam air. Bermain menepukkan kumandang air,
kejar mengejar dan siram menyiram.....
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Darah Ardaraja tersirap, jantung berdebar keras dan


pikiranpun terangsang. Semangatnya melayang jauh
membubung tinggi. Dan terbuailah ia dalam lamunan kakawin
Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa, puji-sastra untuk
memuliakan perjuangan sang Prabu Airlangga. Dalam kakawin itu
dilukiskan betapa kenikmatan sang Arjuna setelah dapat
membinasakan raja raksasa Prabu Nirwatakawaca, lalu
dinobatkan sebagai raja di Tejamaya tempat para Dewi, bergelar
Prabu Kariti dan dianugerahi puteri bidadari Dewi Supraba.
“Ah, sang Arjuna mendapat kenikmatan yang tiada taranya
karena ia berani berperang melawan raja raksasa. Bidadari hanya
layak diberikan kepada seorang ksatrya yang gagah berani. Jer
basuki mawa beya.....”
Serentak tergugahlah semangat Ardaraja. Apabila ia dapat
menguasai Daha dan Singasari, bukankah ia akan dapat
menikmati kesenangan hidup sebagai sang Arjuna? Raja-raja
tunduk dibawah kekuasaannya, rakyat seluruh nusantara akan
menyembah dan puteri-puteri secantik bidadari akan bersimpuh
di bawah duli kakinya .....
“Benar!“ tiba-tiba ia kepalkan tinju “seorang ksatrya harus
berani bertindak, harus menciptakan pahala besar. Aku harus
lebih besar dari rama prabu. Bukan hanya sebagai raja Daha
tetapi raja Daha-Singasari, bahkan raja-di-raja dari seluruh
nusantara .... “
“Saat ini Wijaya sedang berada di tanah Malayu. Singasari
makin kosong dan lemah. Apabila aku menuruti permintaan rama
prabu untuk menggunting dalam lipatan, pasti dengan mudah
Singasari dapat direbut .... “
“Apakah tujuan hidup di arcapada ini kecuali kemuliaan dan
kenikmatan hidup? Dan untuk mencapai hal itu tiada lain jalan
kecuali dengan keberanian, kegagahan. Siapa kuat dia di atas,
siapa lemah dia di bawah. Kebesaran Daha harus bangkit. Bukan
lagi Daha yang menjadi taklukan Singasari, tetapi Singasari yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

harus tunduk pada kekuasaan Daha. Rawe-rawe rantas, malang-


malang putung .... “ Ardaraja mengacungkan kepal tinjunya
keatas “barang siapa yang merintangi tujuanku, tentu akan
kuhancur-leburkan, walau Wijaya sekalipun juga!“
Pada puncak rangsang semangatnya yang berkobar-kobar itu,
tiba-tiba ia dikejutkan oleh sebuah tangan yang menggamit
bahunya “Adimas .... “
Dalam saat-saat semangat Ardaraja sedang meluap-luap bagai
air bengawan Brantas dimasa banjir, sentuhan yang
bagaimanapun halusnya, cukup menimbulkan pantulan-gerak
yang serentak. Tinju yang diacungkan ke atas, secepat kilat di
balikkan menghantam ke belakang, wut.....
Untunglah pendatang dibelakang tubuhnya cukup waspada.
Dengan cepat ia menyurut mundur dua langkah. Namun tinju
Ardaraja yang meluncur bagai halilintar menyambar itu amatlah
dahsyatnya. Walaupun tak mengenai sasarannya namun angin
dari pukulan itu membuat ikat kepala orang itu tergelincir ke
samping telinga dan mukanyapun terasa panas.
“O, kangmas Miluhung, maafkan kekhilafan adinda ....... ,”
serta mengetahui siapa pendatang itu, tersipu-sipu Ardaraja
meminta maaf.
Kiranya yang datang dan menjamah bahunya itu bukan lain
yalah raden Lembu Miluhung, kakak ipar Ardaraja atau menantu
Jayakatwang.
Lembu Miluhung tertawa “Engkau tak salah dimas. Akulah
yang mengejutkan lamunanmu. Eh, dimas Ardaraja, ilmu
pukulanmu kini bertambah hebat sekali.“
“Ah, kakangmas terlalu memuji,“ Ardaraja tersenyum malu.
“Sepagi ini engkau sudah berada di taman-sari. Dan mengapa
tadi kulihat dimas sedemikian tegang ?“ kata Lembu Miluhung
pula.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Untuk mengikis kabut keraguan yang rupanya masih


bertebaran diwajah Ardaraja, maka Lembu Miluhung menyusuli
pula kata-kata “Adimas, hendaknya kita dapat membedakan
kepentingan negara dengan kepentingan peribadi. Daha adalah
negara tumpah darah adimas, kerajaan yang menanti pimpinan
adimas Ardaraja. Rakyat Dahapun menggantungkan nasib dan
kepercayaan sepenuhnya kepada adimas. Sebaliknya Singasari
hanyalah negara-sambungan sebagaimana halnya adimas itu
putera menantu atau putera sambungan dari raja Kertanagara.
Apabila isteri adimas yalah puteri raja Kertanagara itu sudah
bukan menjadi isteri adimas, maaf, tentulah adimaspun bukan
pula putera menantu dari baginda Kertanagara. Lain halnya
adimas dengan rama prabu Jayakatwang. Dalam keadaan
bagaimanapun, adimas itu tetap putera rama prabu
Jayakatwang. Isteri ibarat pakaian, dapat kita cari gantinya.
Tetapi orangtua adalah sesembahan kita. Tak mungkin kita cari
penggantinya.“
Ardaraja memandang tajam-tajam kepada Lembu Miluhung.
Pandang matanya seolah hendak menembus hati kakak iparnya
itu. Rupanya pandang mata Ardaraja itu dapat terasakan
bagaimana artinya oleh Lembu Miluhung. Cepat menantu raja itu
menyusuli kata-kata “Dalam persoalan ini, aku sendiri tidak
menginginkan suatu apa kecuali hendak membantu dimas
Ardaraja membangun kejayaan Daha. Aku tahu diri dan tempatku
di kerajaan Daha, dimas.“
Ardaraja cepat menjabat tangan kakak iparnya “Ah, janganlah
kakangmas Miluhung mengucapkan kata-kata itu. Ardaraja jaya
kakangmas tentu kuangkat menjadi patih amangkubumi. Karena
masih banyaklah kiranya pengalaman dan pengetahuan yang
dinda perlukan bimbingan kakangmas.“
Lembu Miluhung tertawa riang. Bukan karena janji yang
diucapkan Ardaraja itu melainkan karena dapat menarik
kesimpulan bahwa dengan kata-kata itu, jelas bahwa Ardaraja

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

telah memberi kesan kepadanya, akan menerima kehendak


ayahandanya raja Jayakatwang. Namun ia cukup cerdik untuk
tidak mendesakkan hal itu sesaat itu juga “Terima kasih dimas
Ardaraja. Dapatkah aku mengirimkan dimas menghadap rama
prabu sekarang ini?“
“Ah, kakangmas masih selalu memanjakan dinda,“ kata
Ardaraja lalu memimpin tangan Lembu Miluhung menuju ke
dalam istana.
“Puteraku,“ sambut raja Jayakatwang setelah menitahkan
kedua pemuda itu duduk di hadapannya “kiranya rama tentu
sudah dapat mendengarkan ke-putusanmu, Ardaraja.“
“Kaluhuran titah paduka, rama,“ sembah Ardaraja “pertama-
tama hamba adalah rakyat Daha, wajib harus membela
kepentingan Daha, menjalankan titah raja. Kedua, hamba adalah
putera paduka. Wajiblah seorang putera patuh kepada orangtua.
Ibarat diperintah terjun ke dalam lautan api, pun putera paduka
akan melakukannya. Dan ketiga kalinya, sebagai putera raja
wajiblah hamba menegakkan dan memimpin kerajaan paduka
kearah kejayaan. Tri-dharma itulah yang menjadi pendirian hidup
hamba.“
“Bagus Ardaraja, puteraku!“ seru raja Jayakatwang diluap
suka cita “putera rama hanyalah dikau seorang. Dan engkaulah
Ardaraja yang kelak akan menggantikan rama memerintah
kerajaan Daha. Jaya atau hancurnya Daha terletak di tanganmu,
Ardaraja!“
Kemudian raja beralih pandang kearah putera menantunya,
Lembu Miluhung. ”Puteraku Miluhung, adindamu sudah
menyatakan kesediaannya. Sekarang engkau uraikan rencana
yang engkau rancang itu.“
Lembu Miluhung mengiring kata-katanya dengan sebuah
sembah “Rencana itu hamba siapkan serempak dalam tiga arah.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pertama, pengamatan. Kedua, pembiusan. Ketiga, penyusutan.


Terakhir, penghancuran !“
“Wah, hebat nian rencanamu itu, Miluhung,“ raja memuji.
“Rencana pengamatan yalah kita harus menaruh orang di
dalam keraton Singasari untuk mengamati setiap gerak gerik
yang terjadi di Singasari termasuk kekuatan tentaranya.
Pembiusan atau pengaburan, yalah suatu siasat untuk membius
perhatian raja Singasari agar lengah dan jangan menaruh
kecurigaan terhadap Daha. Dalam hal ini, menurut hemat hamba,
kiranya tiada suatu hal yang lebih termakan dalam hati raja
Kertanagara, dari pada sesuatu usaha untuk menyanjung puji
kepadanya. Dan sanjung puji itu harus berupa suatu
persembahan istimewa yang benar-benar dapat menjatuhkan
hati raja yang gila pujian itu.“
“Benar, puteraku Miluhung,“ sambut raja Jayakatwang “lalu
apakah kiranya persembahan yang tepat kita haturkan
kepadanya?“
“Sebuah patung yang mengabdikan peribadi baginda Singasari
itu.“
“O,“ desuh raja Jayakatwang “hebat benar angan-anganmu,
puteraku. Tetapi apakah kiranya bentuk daripada patung itu?“
“Patung Joko Dolok, gusti,“
“Lalu maksudmu bagaimana?“
“Dengan persembahan itu tentulah raja Kertanagara akan
terhibur suatu kepercayaan bahwa Daha patuh dan setia kepada
Singasari. Dengan demikian kita bebas dari pengamatan mereka.
Kemudian siasat yang ketiga, kita timbulkan kekacauan, ciptakan
pemberontakan agar sisa pasukan Singasari yang tinggal sedikit
itu makin terhisap habis kekuatannya. Setelah itu apabila
keadaan sudah mengidinkan. kita serang dan hancurkan pura

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Singasari. Dengan empat lapis siasat itu, hamba kira Singasari


tentu dapat kita tundukkan.“
Bila raja Jayakatwang mengangguk-angguk setuju adalah
diam-diam Ardaraja terkejut dalam hati. Ia tak sangka bahwa
Lembu Miluhung seorang ahli perancang siasat yang pandai.
Seiring dengan itu diam-diam timbullah suatu penilaian terhadap
kakak iparnya itu.
“Puteraku Miluhung,“ seru raja Jayakatwang “rama setuju
dengan rencanamu itu dan kuserahkan pelaksanaannya
kepadamu juga.“
Lembu Miluhung menyatakan kesediaannya “Baik, rama.
Hambapun telah menyusun orang- orang yang hendak hamba
serahi untuk menjalankan rencana itu. Untuk mengawasi
keadaan dalam keraton Singasari, hamba akan mohon bantuan
dimas Ardaraja. Adakan rama merestuinya?“
“Ya,“ seru Jayakatwang lalu berpaling kearah Ardaraja
“bukankah engkau sanggup untuk melakukan tugas itu,
puteraku?“
“Demi Daha, akan hamba lakukan,“ sembah Ardaraja “tetapi
hamba hendak mohon rama berkenan meluluskan sebuah
permohonan.“
“O, katakanlah puteraku,“ seru raja Jayakatwang.
“Begini rama,“ kata Ardaraja “hamba mohon kelak apabila
penyerangan ke Singasari itu benar-benar terlaksana, dan
bilamana Dewata merestui kemenangan bagi Daha, hendaknya
janganlah anak prajurit kita mengganggu keselamatan jiwa
baginda Kertanagara.“
“O .......,“ raja Jayakatwang berhenti sejenak karena tiba-tiba
melihat kicupan mata Lembu Miluhung “baiklah, Ardaraja. Akan
kutitahkan agar permintaanmu terlaksana.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Setelah itu rajapun beralih pandang kearah Lembu Miluhung


pula “Puteraku Miluhung, ingin kiranya rama mendengar
keterangan-keterangan dari rencana yang engkau persiapkan
itu.“
Lembu Miluhung mengiakan “Untuk pembuatan patung Joko
Dolok akan hamba serahkan kepada empu Paramita, seorang ahli
pahat yang pandai. Kemudian untuk menyerap kekuatan pasukan
Singasari, hamba akan menghubungi sisa-sisa anak buah Mahisa
Rangkah yang bersembunyi di gunung Batok .....“
“O, Mahisa Rangkah yang pernah memberontak tetapi dapat
dihancurkan oleh baginda Kertanagara itu ?“ seru raja
Jayakatwang.
“Benar, rama,“ sahut Lembu Miluhung “sisa-sisa anakbuahnya
tercerai berai dan kini terkumpul di gunung Batok dipimpin oleh
Gajah Lembura, seorang saudara seperguruan dan Mahisa
Rangkah. Dia telah berjanji kepada hamba bersedia melanjutkan
perjuangan Mahisa Rangkah, apabila hamba dapat membantu
dengan peralatan senjata dan perlengkapan-perlengkapaa yang
diperlukan. Dengan timbulnya gerakan sisa-sisa Mahisa Rangkah,
Singasari pasti akan mengirim sisa pasukannya untuk menumpas.
Dan pada saat itu, Singasari tentu kosong. Langkah terakhir
hamba serahkan kepada rama untuk menitahkan senopati
pilihan, memimpin pasukan Daha menyerang Singasari.“
“Bagus, Miluhung,“ seru Jayakatwang “rama setuju dan
menyerahkan pelaksanaan rencana itu kepadamu. Kerjakanlah,
puteraku, mana-mana yang engkau anggap bagus demi,
kepentingan Daha.“
Demikian rencana yang telah dimusyawarahkan antara raja
Jayakatwang dengan putera dan putera menantunya.
Pembicaraan itu hanya dihadiri oleh mereka bertiga sehingga tak
mungkin bocor keluar.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Apabila Lembu Miluhung berkemas melaksanakan rencana,


menemui Empu Paramita dan menuju ke gunung Batok
mendapatkan Gajah Lembura, adalah raden Ardarajapun
berkemas mohon diri kepada ramanya untuk kembali ke
Singasari.
Raja Jayakatwang telah memberikan duapuluh pengiring
kepada puteranya. Duapuluh prajurit pilihan yang tangkas dan
setia. Keduapuluh prajurit itu akan membantu Ardaraja untuk
mengamati keadaan Singasari, menyebarkan fitnah perpecahan
dan mengadu domba, di kalangan mentri, narapraja dan
pimpinan tentara Singasari. Dan keduapuluh prajurit pilihan dari
Daha itulah yang kelak akan menjadi alat untuk menggunting
dalam lipatan. Merekalah yang akan bergerak menyambut
kedatangan pasukan Daha apabila menyerang pura Singasari.
Keberangkatan raden Ardaraja dengan kedua puluh
pengiringnya itu dilakukan pada malam hari. Mereka merupakan
pasukan rahasia dengan tugas rahasia pula, maka harus
dihindarkan perhatian orang. Pun mereka tidak mengenakan
pakaian keprajuritan melainkan berdandan seperti rakyat biasa.
Merekapun merencanakan akan masuk ke pura Singasari pada
malam hari agar jangan menimbulkan kecurigaan orang
Singasari.
Pasukan berkuda yang mengiring Ardaraja itu menempuh
perjalanan dengan pesat. Saat itu lewat tengah malam, ketika
melintasi sebuah hutan. Tiba-tiba kuda putih yang dinaiki
Ardaraja melonjak-lonjak keatas dan meringkik sekuat-kuatnya
lalu rubuh ke tanah. Ardaraja terlempar jatuh, untunglah ia cukup
tangkas, loncat berjumpalitan dan tegak beberapa langkah dari
kuda yang rebah tak berkutik.
Prajurit pengiringnyapun serentak berhenti. Mereka terkejut
ketika melihat apa yang telah terjadi. Ternyata kaki kuda putih
pangeran Ardaraja telah dililit oleh seekor ular sanca.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Amboi, alamat buruk!“ teriak Sargula, salah seorang prajurit


yang bertubuh kekar, "rupanya tugas kita ke Singasari ini akan
mengalami kegagalan.“
“Keparat!“ hardik Ardaraja “jangan bicara tak keruan. Engkau
mematahkan semangat kawan-kawanmu !“
“Tidak raden,“ kata prajurit itu “hamba hanya menyatakan apa
yang hamba dengar dari ucapan para pandita, bahwa ular itu
suatu alamat yang buruk. Orang yang melakukan perjalanan
apabila bersua dengan ular, tandanya akan menemui rintangan
.... “
Meluaplah amarah raden Ardaraja. Serentak ia mencabut
pedang terus hendak ditabaskan ke leher Sargula.
“Jangan, raden!“ Suramenggala, lurah rombongan prajurit
pengiring Ardaraja, cepat menangkap lengan pangeran itu
“mengapa raden hendak membunuh pengiring raden sendiri?“
Namun Ardaraja bertambah marah pula. Sambil meronta
lepaskan lengannya ia mendamprat “Hai, Suramenggala, berani
benar engkau menangkap lenganku! Adakah engkau
mengadakan persekutuan melawan aku?“
Bahkan tidak hanya membentak, pun Ardaraja telah ayunkan
pedangnya menabas dada Suramenggala. Untunglah lurah
prajurit itu amat tangkas. Dia loncat menghindar ke belakang.
“Raden, jangan salah faham. Kalau raden menganggap
Suramenggala salah, bunuhlah diri hamba,“ serta merta lurah
prajurit itu berlutut dalam sikap paserah, “sekali-kali hamba tak
bermaksud hendak melawan raden.“
Melihat sikap Suramenggala, mengendaplah kemarahan
Ardaraja “Ketahuilah hai, Suramenggala. Prajurit itu layak
menerima hukuman karena kata-katanya tadi dapat melemahkan
semangat pasukan ini.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Benar, raden,“ sahut Suramenggala “memang Sargula layak


dihukum, tetapi hendaknya raden bermurah hati untuk tidak
menjatuhkan hukuman mati.”
“Supaya menjadi contoh pada prajurit-prajurit yang lain agar
jangan lemah semangat menghadapi suatu rintangan. Apalagi
hanya alamat dari ular!“
“Benar, raden,“ sahut Suramenggala pula “tetapi tugas yang
kita hadapi masih banyak dan berat. Hendaknya kita memelihara
kekuatan anak buah kita. Sargula yang lancang ucap, wajib kita
peringatkan. Apabila dia melakukan pernyataan semacam itu lagi,
akan dipenggal kepalanya.“
Dan tanpa menunggu jawaban Ardaraja, Suramenggala
berpaling kearah anakbuahnya itu “Hai,
“Sargula, lekas engkau menghaturkan maaf kepada raden
Ardaraja. Dan ingat, bila engkau lancang ucap lagi, kepalamu
taruhannya!“
Serta merta Sargula menyembah, meminta maaf kepada
pangeran Daha itu. Ardaraja berdiam diri. Untuk menumpahkan
kemarahannya yang terhalang itu, ia loncat ke tempat kuda putih
dan terus menahas ular sehingga kutung menjadi dua ....
Setelah membunuh ular, redalah kemarahan Ardaraja. Kini
pikirannya pun jernih kembali “Mari kita lanjutkan perjalanan lagi,
Suramenggala.“
“Kuda raden telah mati, harap raden suka memakai kuda
hamba,“ lurah prajurit itu menyerahkan kudanya. Sedangkan
iapun meminta kuda dari seorang anakbuahnya.
Tak berapa lama berkuda, mereka tiba di simpang jalan.
Ketimur menuju ke Singasari dan yang ke utara menuju Tuban.
Tiba-tiba rombongan Ardaraja itu melihat tiga orang penunggang
kuda tengah mencongklang kearah utara. Timbullah seketika
kecurigaan Suramenggala.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Raden,“ ia menghadap Ardaraja “idinkan-lah hamba mengejar


ketiga penunggang kuda itu. Mencurigakan apabila pada waktu
malam selarut ini ada penunggang kuda yang menempuh
perjalanan.“
Ardaraja mengangguk.
Suramenggala mengajak dua orang prajurit untuk mengejar
ke utara. Setelah dekat, lurah prajurit itu berteriak “Hai,
berhentilah kamu !“
Ketiga penunggang kuda itu hentikan kudanya. Dari pakaian
yang dikenakan, jelas mereka bukan orang Daha maupun
Singasari. Sambil menunggu mereka pun mencabut golok.
“Ki sanak, siapakah kalian?“ tegur Suramenggala seraya
hentikan kudanya dihadapan ketiga orang itu. Pandang matanya
lekat-lekat tertumpah pada mereka.
Ketiga orang itu tak menyahut melainkan memandang
Suramenggala dan kedua prajurit dengan tajam.
“Engkau dengar tidak, siapakah kalian ini?“ Suramenggala
mengulang pertanyaan. Ia makin mencurigai gerak gerik dan
sikap ketiga orang itu.
Karena Suramenggala dan kedua prajurit itu mengenakan
pakaian orang biasa dan membekal pedang, timbullah kesan
pada ketiga orang itu bahwa mereka berhadapan dengan bangsa
begal. Dan rupanya mereka-pun melihat juga rombongan
Ardaraja yang tengah mendatangi. Diam diam tergetar hati
mereka, mencemaskan akan terjadi sesuatu yang tak dinginkan.
Merekapun cepat cepat berkemas diri.
Ketiga penunggang kuda itu bertukar pandang. Tiba-tiba
mereka menyerang Suramenggala dan kedua prajurit.
Suramenggala marah. Ia mendesak lawan dengan serangan
pedang yang gencar. Demikian pula dengan kedua prajurit.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Seketika pecahlah pertempuran yang seru. Hardik dan ringkik


kuda, makin memeriahkan suasana pertempuran.
Sesaat kemudian tibalah Ardaraja beserta pengiringnya.
Pengiring-pengiring Ardaraja itupun segera mengepung ketiga
orang itu. Sekalipun demikian mereka bertiga tak gentar dan
dapat memberi perlawanan yang seru. Untuk beberapa saat,
Suramenggala dan kedua prajurit tak berhasil mendekati lawan.
Ketiga orang itu memang gagah perkasa.
Diam-diam Ardaraja memperhatikan bahwa ketiga orang itu
mengenakan pakaian orang daerah Madura “Berhenti!“ serentak
ia berteriak memberi perintah karena ada sesuatu yang
menimbulkan kecurigaannya.
Suramenggala dan kedua prajurit loncat mundur,
menghentikan serangannya.
“Siapakah kalian ini?“ Ardaraja tampil menghampiri. Prajurit-
prajurit pengiringnya bersiap-siap melindungi pangeran itu.
Demi melihat Ardaraja, ketiga orang itu terbeliak “Hai, raden
Ardaraja . , ... !“
Ardarajapun terkejut. Mengapa orang itu kenal padanya ?
Pada hal ia merasa tak pernah kenal dengan mereka “Ya. aku
Ardaraja, siapa engkau!“
“O, tidak! Engkau tentu bukan raden Ardaraja!“ teriak salah
seorang dari ketiga penunggang kuda yang berkumis lebat.
“Keparat, berani benar engkau menghina pangeran Ardaraja!“
Suramenggala pun terus ajukan kudanya hendak menghajar.
Tetapi Ardaraja mencegah dengan isyarat tangan “Ki sanak, apa
sebab engkau terkejut melihat aku? Apakah engkau pernah
berjumpa dengan aku sebelumya? Tetapi kurasa, baru sekarang
ini aku melihat kamu,“ kata raden itu kepada ketiga penunggang
kuda pula.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Penunggang kuda berkumis lebat dan kedua kawannya


memandang Ardaraja dari ujung kaki sampai ke atas kepala “Ah,
memang benar raden yang kami jumpai di tengah jalan tadi. Tadi
raden hanya membawa dua orang pengiring tetapi sekarang
sekian banyak.“
Ardaraja makin terkejut dan makin heran. Cepat mencium
sesuatu yang tak wajar “Ki sanak, tuturkanlah dirimu dan
pengalaman yang engkau alami tadi.“
Rupanya ketiga penunggung kuda itupun juga mempunyai
kecurigaan “Kami adalah utusan gusti Adipati Wiraraja dari
Sumenep, untuk menghaturkan surat kepada baginda
Jayakatwang. Di tengah jalan kami berjumpa dengan raden
Ardaraja yang hendak pulang ke Daha. Surat itu dimintanya dan
kami disuruh kembali ke Madura.“
“Hai!“ karena terkejut Ardaraja loncat dari kuda dan menuding
orang berkumis lebat “mengapa engkau berikan surat itu
kepadanya? Bukankah surat itu untuk rama prabu Jayakatwang! “
“Gusti Wiraraja menitahkan, surat itu hanya boleh diterima
oleh baginda Jayakatwang atau pangeran Ardaraja .... “
“Mengapa engkau tak ikut raden itu ke Daha!“ Ardaraja
mendesak pertanyaan pula.
“Raden Ardaraja menyuruh hamba kembali ke Madura dan
mengatakan bahwa nanti raja Jayakatwang akan mengirim
utusan menghadap gusti Adipati Wiraraja,“ jawab orang berkumis
lebat,
Mendengar itu tak terkuasa lagi Ardaraja menahan
kemarahannya. Melangkah maju ia menabas kuda dan
mendamprat “Keparat! Engkau wajib kubunuh!“
Cret .... karena tak menyangka dan jarak amat dekat, kuda
orang berkumis lebat itu rubuh dan orangnyapun terlempar ke
tanah. Ardaraja terus hendak menyusuli bacokan tetapi kembali
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

lurah Suramenggala loncat mencegah “Jangan raden !


Pembunuhan ini takkan menolong keadaan, kebalikannya malah
mungkin menimbulkan salah faham Adipati Wiraraja. Dia adalah
utusan sang adipati, serahkan persoalannya kepada adipati itu
untuk menghukumnya. Apabila raden yang menindak,
kemungkinan sang adipati tersinggung perasaannya!“
“Hm,“ Ardaraja menggeram namun diam-diam ia mengakui
kebenaran kata-kata Suramenggala. Ia termenung. Beberapa
saat kemundian baru berkata pula “Suramenggala, kurasa
langkahku ke Singasari ini telah dibayangi oleh seseorang yang
memusuhi kita. Entah siapa tetapi orang itu tentu seorang muda
yang menyerupai wajahku. Surat dari paman Wiraraja itu tentu
penting. Jika hal itu menyangkut kepentingan rama prabu dan
paman Wiraraja, tentu berbahaya sekali. Untuk mengejar jejak
orang itu, memang sukar dan memerlukan waktu cukup lama.
Maka hendak kutitah-kan dua orang prajurit ikut bersama ketiga
orang itu menghadap paman VViraraja, memberi laporan
meminta petunjuk lebih lanjut.“
Suramenggala memilih dua orang prajurit. Setelah Ardaraja
memberi pesan seperlunya, maka kedua prajurit dan ketiga
utusan Wiraraja itupun segera pulang ke Sumenep.
Tetapi ternyata ketiga utusan Wiraraja itu tak kembali ke
Madura. Mereka menyadari kesalahannya dan membayangkan
tentu hukuman mati yang akan mereka terima dari adipati
Wiraraja. Maka di tengah jalan mereka membunuh kedua prajurit
Daha itu kemudian mereka melarikan diri ke lain daerah. Sudah
tentu hal itu tak diketahui Ardaraja.
Diam-diam Ardaraja mengakui kata-kata Sargula tentang
firasat buruk dari kemunculan ular tadi. Namun pangeran dari
Daha itu tetap keras hati. Perjuangan tak boleh berhenti karena
seekor ular. Ia tetap melanjutkan perjalanan ke Singasari.
Keadaan dalam pura Singasari makin payah. Kerja baginda
Kertanagara setiap hari hanya minum tuak dan menggubah syair
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

bersama Aragani. Baginda tak mau mengurus soal-soal


pemerintahan. Baginda dipagari dengan sanjung pujian dan
dihidangi laporan-laporan yang indah-indah tentang keadaan
negara Singasari oleh putih Aragani. Dan baginda percaya penuh
pada patih itu.
Pembentukan calon prajurit baru hampir terbengkalai karena
ditinggal Ardaraja pulang ke Daha. Untunglah masih ada Nambi
dan Sora yang mengambil alih tugas, itu. Kedua pemuda itu
patuh melaksanakan pesan raden Wijaya yang saat itu berada di
tanah Malayu.
Seiring dengan tibanya Ardaraja di pura Singasari, malam itu
Kuda Panglulut menghadap ayah mentua-nya, patih Aragani.
“Mengapa engkau tampak tegang sekali, Panglulut?“ tegur
patih Aragani kepada putera mentuanya.
“Hamba membawa berita penting sekali, rama,“ kata Kuda
Panglulut “ketika hamba menyelidiki gerak gerik Ardaraja di
Daha, sepulang dalam perjalanan hamba telah bersua dengan
tiga orang utusan adipati Wiraraja. Entah bagaimana salah
seorang itu menyangka hamba adalah Ardaraja dan hambapun
mengaku sebagai Ardaraja.“
“O, untuk keperluan apakah mereka ke Daha?“ tanya patih
Aragani.
“Menyerahkan surat adipati Wiraraja kepada raja
Jayakatwang,“ jawab Kuda Panglulut “segera hamba minta surat
itu, rama.“
“Dan mereka memberikan?“
“Ya, karena mereka menyangka hamba ini Ardaraja.“
“O, benar, benar,“ seru patih Aragani “memang wajahmu
sepintas pandang menyerupai pangeran Ardaraja. Manakah surat
itu, puteraku?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Memang antara mentua dan putera menantu itu, erat sekali


hubungannya sehingga sukar membedakan apakah Kuda
Panglulut itu putera menantu ataukah putera rakryan patih
Aragani sendiri. Ikatan batin itu terjalin karena terdapat
persamaan watak diantara keduanya, yani amat bernafsu untuk
mencapai kelungguhan yang tinggi. Keduanyapun berhati tinggi
dan angkuh. Hanya apabila ada perbedaan hanyalah terletak
pada keahlian merangkai kata-kata untuk menyanjung orang
atasannya yani seri baginda Kertanagara. Dalam hal itu rakryan
patih Aragani memang tiada keduanya di pura kerajaan
Singasari.
Kuda Panglulut segera menghaturkan sebuah sampul kepada
rama mentuanya. Melihat sampul itu masih tertutup rapat, patih
Aragani menarik kesimpulan bahwa putera menantunya belum
membukanya. Diam-diam ia memuji akan ketaatan Kuda
Panglulut sebagai seorang putera menantu yang penuh sembah
bhakti kepada rama mentua.
Agak berdebar hati rakryan patih Aragani ketika tangannya
mulai menyingkap tutup sampul. Sampul itu terbuat daripada
kain sutera, sedang isinya adalah sehelai kain putih, bertuliskan
huruf-huruf Kawi. Sebelum membaca, lebih dulu rakryan patih
Aragani mengamati huruf huruf itu. Patih Aragani memang
seorang ahli sastra yang pandai. Itulah sebabnya maka ia mahir
mengikat sanjak, pandai merangkai kata-kata yang indah dan
sedap didengar. Kepandaian yang luas tentang berbagai veda,
terutama ditujukan pada seni sastranya yang tinggi daripada
hikmah ajaran-ajaran dalam veda itu. Dan kepandaian itu
merupakan modal utama dalam perjalanannya meniti tangga
pemerintahan hingga dapat mencapai puncak kedudukan yang
teratas.
Sepintas meniti, ia segera dapat mengenali bahwa huruf-huruf
pada kain putih itu memang buah tulisan adipati Banyak Wide
atau Wiraraja dari Sumenep. Sebagai sesama rekan mentri

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kerajaan, sudah barang tentu dia tahu setiap buah tulisan dari
setiap mentri. Memang dalam hal itu, patih Aragani ahli benar.
Dia tak ragu lagi bahwa huruf huruf diatas kain putih itu adalah
tulisan adipati Wiraraja.
Sepintas sempat pula ia melayangkan pikirannya untuk
menduga-duga, apa kiranya surat dari adipati Wiraraja yang
ditujukan kepada raja Jayakatwang itu. Serentak kesan pertama
yang timbul dalam benaknya adalah, bahwa tentu ada sesuatu
yang dirahasiakan dalam surat itu. Sejauh ingatannya, tatkala
Wiraraja masih menjabat sebagai demung di pura Singasari,
rasanya dia jarang sekali atau hampir tak pernah berhubungan
dengan raja Daha. Kini setelah dipindah di Sumenep mengapa
tiba-tiba saja Wiraraja mengirim surat kepada Jayakatwang?
Sebagai seorang pelaku, sudah tentu patih Aragani masih
teringat peristiwa tentang tiga orang mentri Singasari, yani patih
mangkubumi Raganata dilorot menjadi adhyaksa di Tumapel.
Demung Wiraraja dipindah ke Sumenep dan tumenggung
Wirakreti dijadikan mentri angabaya. Dialah pelaku utama yang
mengatur pelorotan dan perpindahan ketiga mentri kerajaan itu.
“Seri baginda yang hamba muliakan. Apabila paduka berkenan
hendak mengetahui mengapa rakryan patih mpu Raganata,
demung Wiraraja dan tumenggung Wirakreti berkeras
menentang titah, paduka untuk mengirim pasukan Singasari ke
Malayu, tak lain karena mereka sesungguhnya adalah pengikut-
pengikut yang setya dari sang Batara Narasingamurti. Walaupun
yang menjadi raja di tahta kerajaan Singasari itu adalah rama
paduka rahyang ramuhun Wisnuwardhana, tetapi sesungguhnya
Batara Narasingamurti tetap menggenggam kekeuasaan. Dengan
cerdik Batara Narasingamurti telah mendudukkan pengikut-
pengikutnya yang setya itu di pucuk pemerintahan Singasari.“
“Hm,“ saat itu baginda Kertanagara termenung.
“Menurut hemat patik yang hina dina ini, gusti,“ kata Aragani
yang saat itu masih belum menjadi patih melainkan sebagai
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mentri dengan gelar Panji Aragani “selama dalam tubuh


pemerintahan paduka belum bersih dari pengaruh mentri-mentri
tua yang berkiblat kesetyaannya kepada rahyang Batara
Narasingamurti, hamba sangat perihatin bahwa segala langkah
dan cita-cita paduka untuk membawa kerajaan Singasari ke arah
kejayaan, akan terhambat di tengah jalan, gusti.“
Saat itu seri baginda Kertanagara yang sudah makin besar
kepercayaan kepada Aragani, berkenan merenungkan
persembahan kata-kata Aragani yang penuh bisa itu. Bagindapun
membayangkan akan sejarah berdirinya kerajaaan Singasari yang
sekarang. Kerajaan yang semula didirikan oleh rajakulakara Ken
Arok bergelar Sri Rajasa sang Amurwabhumi, telah mengalami
kekacauan akibat saling balas dendam diantara putera-putera
keturunan Ken Arok dan putera-putera keturunan Tunggul
Ametung.
Terakhir berhasillah Rangga Wuni dan Mahisa Campaka
merebut tahta dari tangan Tohjaya. Rangga Wuni kemudian
dinobatkan sebagai raja Singasari dengan abhiseka
Wisnuwardhana. Sedangkan Mahisa Campaka diangkat sebagai
Ratu Angabaya. Dua ular dalam satu liang, demikian tamsil yang
dipersembahkan para pujangga atas kerajaan Singasari yang
diperintah oleh dua orang raja.
Rangga Wuni adalah putera Anusapati, keturunan dari
Tunggul Ametung yang dibunuh oleh Ken Arok. Sedang Mahisa
Campaka adalah putera Mahisa Wonga Teleng, putera keturunan
Ken Arok dengan Ken Dedes.
“Dikiaskan sebagai ular, tidakkah hanya lahiriyah saja damai
tetapi dalam hati masing-masing mengandung bisa?“ demikian
baginda Kertanagara dalam kesempatan-kesempatan yang luang,
sering mengenangkan bentuk pemerintahan kerajaan Singasari
yang ganjil itu.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dan apabila baginda tiba pada perenungan itu, tampaklah


warna-warna yang menyelubungi suasana pemerintahan jeman
ayahandanya.
Kerajaan Singasari memang tenang tenteram tetapi tiada
kemajuan suatu apa. Batara Narasingamurti hanya selalu
menitikkan pada pemupukan kekuatan dalam negeri, terutama
memperketat pengawasannya terhadap Daha. Mereka tetap
menganggap bahwa Daha belum tunduk seluruhnnya. Adalah
karena bebijaksanaan yang tidak bijaksana itu maka Singasari tak
dapat berkembang pesat.
“Hm,“ dengus baginda Kertanagara “itulah sebabnya mengapa
Raganata, Banyak Wide dan Wirakreti tak menyetujui tindakanku
mengirim pasukan Singasari untuk mengamankan kerajaan
Malayu. Alasan mereka tetap itu saja, bahwa keadaan dalam
negeri Singasari masih belum aman. Tidak, aku tak mau
mencontoh ramanda Wisnuwardhana. Aku seorang raja besar
yang bebas bertindak menurut apa yang kuanggap dapat
membawa kerajaan Singasari ke arah kejayaan dan kebesaran.
Batara Narasingamurti sudah wafat, tiada yang dapat
menghalangi tindakanku lagi “
Aragani dapat melihat apa yang berkecamuk dalam pikiran
seri baginda. Maka segera ia menambah minyak kedalam api
“Pandangan mereka sudah usang, sesuai rambutnya yang sudah
beruban. Pangeran Ardaraja, putera raja Daha, adalah putera
menantu paduka, masakan raja Daha akan mempunyai niat jahat
terhadap paduka. Kerajaan-kerajaan Malayu harus lekas
ditangani sebelum tangan Kubilai Khan menjangkau ke sana.
Singkirkanlah mentri-mentri penganut Batara Narasingamurti
yang berfaham kolot itu apabila paduka ingin Singasari menjadi
kerajaan besar dan jaya.“
Lidah berbisa Aragani itu telah termakan seri baginda. Tiga
orang mentri utama telah dilorot dan dipindah ke luar pura. Maka
sebagai pelaku dalam peristiwa itu sudah wajar kalau rakryan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

patih Aragani mempunyai kecurigaan terhadap surat adipati


Banyak Wide kepada raja Daha.
Tampak sepasang mata rakryan patih Aragani mulai
merentang dan makin membelalak ketika membaca isi surat
adipati Banyak Wide. Keriput-keriput pada dahinya tampak
menghilang diregang urat-urat yang melingkar-lingkar kencang.
Sekonyong-konyong dia mengaum keras.
~dewi.kz^ismo^mch~

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 27

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor : MCH

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
Brahala raksasa mahabesar dan maha mengerikan, tegak di
alun-alun negara Astina, meraung sedahsyat letus sejuta
halilintar “Hai, orang-orang Astina yang angkara murka, jika
kukehendaki, saat ini juga kerajaan dan rakyat Astina dapat
kumusnakan seketika .... “
Demikianlah amarah yang meletus dalam dada prabu Kresna
yang berkunjung ke negeri Astinapura sebagai duta perdamaian.
Ia hendak merukunkan perselisihan kaum Korawa dengan
Pandawa agar jangan sampai terjadi perang besar. Tetapi bukan
saja tujuan mendamaikan itu tak berhasil, pun prabu Kresna
tersinggung dengan sikap dan ucap fihak Korawa yang sombong
dan angkara. Murkalah sang prabu dan sekeluar dari keraton di
alun-alun dia telah ber-tiwikrama menjadi raksasa Brahala.
Demikianlah daya perbawa dari hawa amarah. Amarah yang
bertolak pada kekecewaan karena cita keinginannya tak tercapai
dan berpangkal pada dendam kesumat yang kuasa
menghancurkan segala apa di dunia.
Merukunkan Korawa dengan Pandawa pada hakekatnya
merukunkan rasa Lahir dan Batin yang selalu berselisih, tak
mudah disatukan. Lahir, yang selalu bergelimangan dengan nafsu
dan keinginan. Batin yang menjadi sumber kesadaran dan
kebijaksanaan. Lahir menuntut, sang batin menolak. Batin
menghendaki, sang Lahir enggan. Demikian apabila tiada
terdapat keseimbangan antara Lahir dan Batin, tiada pemawasan
antara Keinginan dan Kesadaran.
Walaupun tidak ber-triwikrama menjadi raksasa Brahala
seperti prabu Kresna, tetapi ledakan amarah yang terjadi dalam
dada patih Aragani ketika membaca isi surat adipati Banyak Wide
atau Wiraraja kepada raja Jayakatwang, telah menjadikan patih
itu seperti seorang Brahala. Dia meraung seperti singa kelaparan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bedebah ! Keparat Wiraraja, engkau berani bersekutu dengan


Jayakatwang untuk membasmi aku ... “
“Rama!,“ Kuda Panglulut berteriak kaget ketika menyaksikan
rama mentuanya seperti orang kalap.
“Anjing jahanam, rasakanlah pembalasanku . . . . . !“ tiba-tiba
patih Aragani meninju meja sehingga meja tumbang terbalik.
“Rama,“ makin kejut Kuda Panglulut melihat rama mentuanya
mengamuk.
Patih Aragani meremas-remas surat itu lalu dibanting ke lantai
“Bacalah !“
Dengan berdebar-debar Kuda Panglulutpun memungut kertas
yang sudah kumal itu lalu diusap supaya rata kembali. Setelah itu
baru dia membaca. Seketika pucatlah wajah Kuda Panglulut. Ia
termenung gemetar.
Suasana hening nyenyap.
“Panglulut,“ beberapa jenak kemudian baru patih Aragani
membuka suara. Nadanya agak mereda “Mengapa engkau
gemetar ?“
Kuda Panglulut tersipu malu “Ah, tidak, rama. Hamba hanya
gemas sekali kepada Wiraraja.“
“O, engkau juga marah seperti aku ?“
“Wiraraja terlalu kurang ajar, rama.“
“Benar,“ sahut patih Aragani “dan aku serta engkau lalu
marah, bukan ?“
Kuda Panglulut terlongong heran mendengar ucap rama
mentuanya “Tidakkah hal itu wajar, rama?“
“Wajar bahkan harus,“ kata patih Aragani “tetapi cukupkah
kita hanya marah-marah saja?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah, tentu saja tidak, rama. Kita harus bertindak.“


“Marah bukan jalan yang terbaik untuk mengatasi persoalan.
Bahkan karena marah, pikiran kita menjadi gelap sehingga
tindakan yang kita lakukanpun mungkin kurang tepat.“
Kini Kuda Panglulut baru menyadari apa sebab rama
mentuanya tiba-tiba berubah sikap. Memang benar. Kemarahan
takkan menolong persoalan bahkan mengeruhkan pikiran. Diam-
diam ia memuji akan ketekunan peribadi rama mentuanya dalam
menghadapi setiap persoalan, betapa gawatpun persoalan itu.
“Anakku,“ kata patih Aragani “pohon yang tertinggi tentu akan
mudah selalu dilanda angin. Demikian dengan kehidupan
manusia. Sesuatu yang tinggi, pangkat maupun kekuasaan dan
harta kekayaan, pasti mudah menderita gangguan. Semisal
dengan diri rama. Dalam meniti puncak tangga kelungguhan
seperti yang saat ini rama nikmati, rama telah mengarungi
berbagai badai prahara. Antara lain seperti yang engkau ketahui
hari ini, bagaimana ulah si Banyak Wide hendak menumbangkan
kelungguhan rama ini.“
Kuda Panglulut mengangguk -angguk.
“Maka anakku,“ kata patih Aragani pula ”jika engkau takut
dilanggar angin topan, janganlah engkau jadi pohon yang tinggi
tetapi lebih aman jadi rumput saja.“
“Tidak rama,“ seru Kuda Panglulut “hamba seorang ksatrya,
masih muda dan masih banyak cita-cita yang hamba inginkan.
Sama-sama bercita-cita dan berjuang, mengapa tidak ingin
menjadi pohon yang tinggi daripada menjadi rumput yang
diinjak-injak ?“
“Bagus, puteraku,“ seru patih Aragani memuji “rama tak
berputera laki-laki, kelak kelungguhan dan segala kekayaan rama
siapa lagi kalau tidak kuberikan kepadamu. Aku gembira,
Panglulut, karena engkau mempunyai pambek yang tinggi.
Memang begitulah seharusnya pendirian hidup seorang ksatrya
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

muda. Mumpung gede rembulane, mumpung jembar kalangane.


Demikian kiasan yang tepat untukmu. Selagi usiamu sedang
semegah-megahnya laksana bulan purnama, selagi ruang gerak
kesempatanmu luas, engkau Panglulut, harus berjuang untuk
mendaki ke puncak tangga kehidupan yang gemilang.“
“Terima kasih rama. Restu rama akan menjadi azimat hamba
dalam menempuh perjalanan cita-cita hamba.“
“Baik, Panglulut, eh, sampai dimanakah pembicaraan kita
tentang surat si Banyak Wide tadi ?“
“Rama mengingatkan kepada hamba, bahwa marah itu bukan
cara yang terbaik untuk memecahkan segala persoalan.“
“Benar, Panglulut,“ seru patih Aragani “dalam mengarungi
perjalanan hidup yang penuh dengan badai ujian itu, sebenarnya
rama sudah membekal diri dengan pembentukan peribadi yang
kuat. Walaupun menghadapi peristiwa apa saja, baik ancaman
orang, kemarahan serta cemoh sindiran, rama selalu bersikap
tenang. Tak mudah rama cepat terangsang oleh gesa ucap,
marah hati serta lancang ulah. Dan ternyata rama telah
membuktikan, dengan bekal pembentukan peribadi itu, rama
dapat nengatasi segala gangguan dan rintangan yang melintang
dihadapan rama. Air yang tenang tanda dalam. Orang terutama
yang memusuhi tentu sukar dan bingung menghadapi
ketenangan rama.“
Kuda Panglulut mengangguk-angguk tetapi dalam hati dia
mengeluh “Ah, lagi-lagi rama melantur dari arah pokok
pembicaraan.“
“Terima kasih, rama,“ akhirnya ia terpaksa menyahut “segala
petuah dan wejangan rama pasti akan hamba junjung sekhidmat
khidmatnya.“
“Tidak cakup begitu. Panglulut. Yang penting engkau harus
dapat melaksanakannya dalam kenyataan.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Baik, rama, pasti akan hamba amalkan dalam perbuatan


hamba. Tetapi rama .... “
“Apakah ada yang tak sesuai dengan hatimu?“ tukas patih
Aragani.
“Tidak, rama, semua petuah rama itu benar-benar hamba
rasakan sebagai azimat yang sakti.“
“Lalu apa yang hendak engkau katakan ?“ Kuda Panglulut
menghela napas dalam hati, lalu menjawab “Rama, tidakkah
rama menganggap bahwa surat dari adipati Wiraraja itu suatu
masalah gawat yang perlu kita tangani dengan segera?“
“Mengapa rama tidak menganggap begitu?“ balas patih
Aragani “memang demikianlah adat kebiasaan rama, Panglulut.
Mungkin engkau belum fabam sehingga terkejut. Setiap
menghadapi masalah yang penting, rama selalu tak mau
langsung memecahkan melainkan lebih dulu rama berusaha
untuk menenangkan pikiran. Apalagi dalam persoalan si Banyak
Wide ini, rama telah mengumbar hawa kemarahan. Rama lebih
tak berani memikirkan karena kuatir pemikiran rama itu akan
dipengaruhi oleh hawa amarah. Oleh karena itu rama
simpangkan pembicaraan itu ke arah persoalan lain yang rama
anggap dapat mengurangi ketegangan amarah. Terutama, eh,
Panglulut, masuklah ke dalam dan suruh dayang membawa
hidangan yang rama senangi.“
“Tuak?“
“Apalagi, Panglulut, kalau bukan Tirta Amerta itu. Pikiran rama
serasa tumpul apabila tak diguyur dengan tuak“
Kuda Panglulut mengiakan dan terus menuju ke dalam
ruangan. Tak berapa lama dia kembali dengan diiring seorang
dayang yang membawa penampan minuman tuak. Setelah
menghidangkan dihadapan junjungannya dan menuangkan pada
sebuah cawan, dayang itupun segera memberi sembah dan terus
masuk ke dalam lagi.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Dayang itu memang pandai menuju hatiku,“ kata patih


Aragani seorang diri. Kemudian sambil mengangkat cawan yang
sudah berisi tuak, ia berkata kepada Panglulut “tuak ini terbuat
dari sari nyiru yang telah kusuruh memeram selama beberapa
tahun. Dan brem ini kiriman dari patih kerajaan Bali. Maukah
engkau mencicipinya, Panglulut?“
“Terima kasih, rama. Hari ini hamba tiada selera minum.
Silakan rama minum sendiri.“
Setelah meneguk habis cawan tuak itu, patih Aragani berkata
“Hai, demikianlah sifat anakmuda yang masih berdarah panas.
Menghadapi sedikit persoalan saja, sudah bingung dan hilang
selera makan dan minum, ha, ha, ha.“
Kuda Panglulut terpaksa ikut tertawa, walaupun hambar
nadanya.
Setelah menghabiskan tiga cawan penuh, Aragani menjemput
sepotong brem. Dan sambil mengulum brem, mulailah dia
bertanya “Baik, anakku, sekarang pikiran rama mulai terang.
Bagaimana pendapatmu mengenai surat si Banyak Wide itu ?“
“Kita harus lekas bertindak, rama.“
“Bertindak bagaimana maksud kamu? “
“Menghancurkannya.“
“Dengan cara ?“ Aragani tertawa seraya menjemput seiris
brem lagi.
Kuda Panglulut tertegun tak dapat menjawab.
“Begitulah, Panglulut, apabila kita terangsang oleh kemarahan.
Pikiran keruh, hati panas, keinginan berkobar tetapi tak dapat
menemukan cara untuk mengatur rencana yang tepat,“ kata
patih Aragani “aku tadipun bertiadak demikian, marah dan terus
meremas surat itu. Perasaanku seperti meremas si penulis surat
itu sendiri. Untung aku segera menyadari kekhilafanku dan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mengetahui bahwa tindakanku meremas surat itu salah. Surat itu


seharusnya kusimpan baik-baik.“
“Untuk apa, rama?“
“Kita jadikan senjata untuk menghantam manusia-manusia
busuk yang bersekutu itu.“
“Maksud rama ?“ Kuda Panglulut menegas.
“Rencanaku begini,“ kata patih Aragani “kita jadikan surat
Banyak Wide itu menjadi senjata yang akan memakannya
sendiri.“
“O, lalu caranya ?“
“Kita teruskan surat itu kepada raja Jayakatwang,“ kata patih
Aragani “raja Daha itu tentu akan mengirim balasan. Nah, kita
akan memeriksa apa isi balasannya. Apabila perlu, kita robah isi
surat itu sedemikian rupa untuk menghantam bedebah Banyak
Wide.”
“Bagus rama,“ seru Kuda Panglulut memuji, “itu namanya
senjata makan tuan. Dengan siasat itu Wiraraja tentu akan
kclabakan.“
“Ya,“ patih Aragani mengangguk.
“Lalu siapakah yang akan menerimakan surat itu ke Daha ?“
“Ah, itu mudah. Kita cari orang Madura yang dapat dipercaya.
Dengan memberi upah besar dan janji akan diberi pangkat, dia
tentu mau bekerja untuk kita.“
Kuda Panglulut menyambut dengan gembira sekali. Tetapi
beberapa saat kemudian tiba-tiba ia berkata, “Tetapi rama,
hamba mempunyai sedikit usul.“
“O, katakanlah.“
“Bagaimana pendapat rama apabila kita mengadakan
perobahan pada isi surat Wiraraja itu ?“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Maksudmu?“
“Jika surat Wiraraja yang sekarang ini disetujui raja
Jayakatwang, bukankah kedudukan rama akan terancam oleh
orang Daha ?“
“Ya,“ patih Aragani mengangguk “teruskan rencanamu.“
“Kita robah saja bunyi surat itu berupa suatu ajakan dari
Wiraraja kepada Daha untuk menyerang baginda Kertanagara.“
“Lho, mengapa begitu, Panglulut?“
“Rama, dengan tindakan itu kita akan memperoleh dua buah
keuntungan “ kata Kuda Panglulut mengulum senyum “pertama,
kita akan mengetahui bagaimana sikap yang sesungguhnya dari
raja Daha terhadap Singasari. Kedua, surat balasan raja
Jayakatwang itu kita jadikan suatu alat untuk menguasainya. Jika
dia menolak, surat itu dapat kita haturkan ke hadapan seri
baginda Kertanagara. Bukankah rama akan menerima jasa di
atas kemurkaan seri baginda terhadap raja Daha?“
“Tepat! Engkau benar-benar cerdik sekali puteraku,“ puji patih
Aragani “dengan memiliki surat balasan raja Jayakatwang itu,
Daha dapat kita tekan dan Banyak Wide juga dapat kita celakai.
Ya, aku setuju sekali dengan rencanamu itu.“
“Jika demikian, perkenankanlah hamba membuat surat yang
tulisannya akan hamba sesuaikan dengan tulisan adipati Wiraraja
dengan isi surat seperti yang kita rencanakan itu.“
Setelah mendapat persetujuan patih Aragani maka Kuda
Panglulutpun mulai membuat sepucuk surat. Memang Kuda
Panglulut pandai menulis. Tulisannya indah dan rapi sekali.
Diapun ahli dalam meniru buah tulisan orang.
Waktu menerima surat yang telah ditulis Kuda Panglulut, patih
Aragani tertawa gembira “Wahai, puteraku, engkau benar-benar
seorang sasterawan yang hebat. Tulisanmu benar-benar
menyerupai buah tulisan si Banyak Wide.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah, mohon paduka jangan terlalu memanjakan hamba


dengan pujian, rama.“
“Tidak, Panglulut. Tulisanmu ini memang indah, guratannya
amat kuat. Andaikata engkau kembangkan bakatmu dalam ilmu
sastera, kelak engkau pasti akan menjadi seorang pujangga.“
“Ah,“ Kuda Panglulut mengeluh walaupun dalam hati girang
“tulisan indah bukan pertanda berbakat pujangga, rama.
Kepujanggaan itu suatu bakat seni yang tinggi, memiliki suatu
ketajaman citarasa yang peka, ada kalanya suatu cipta yang
sukar dicerna dan tak mudah dijangkau daya pikiran orang.“
~dewi.kz^ismo^mch~

Ketika pagi itu patih Aragani menghadap seri baginda di


balairung, tampak wajah seri baginda berseri cerah. Memang
demikian sikap seri baginda apabila berhadapan dengan patih
Aragani. Tetapi patih itu sempat memperhatikan bahwa
kecerahan wajah seri baginda saat itu, agak berbeda warnanya
dengan hari-hari biasa.
“Patih Aragani,“ ujar baginda ramah “ada sebuah berita yang
menggirangkan.“
Aragani terkesiap dalam hati namun sebagai seorang yang
pandai mengambil hati junjungannya, ia menguruskan diri untuk
ikut gembira “Berita gembira, gusti. O, hamba merasa bahagia
sekali apabila kerajaan paduka selalu dilimpahi berita-berita
gembira oleh Hyang Kawi. Namun kiranya paduka tentu berkenan
untuk melimpahkan keterangan kepada diri hamba mengenai
berita itu agar sempurnalah kebahagiaan yang hamba rasakan
itu.“
“Cobalah engkau terka Aragani,“ titah baginda “hadiah
istimewa akan kuberikan kepadamu apabila engkau mampu
menerkanya.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah,“ Aragani mendesah dalam hati. Ia mengeluh mengapa


gemar benar seri baginda bermain terka. Apa guna seri baginda
berbuat demikian? Bukanlah lebih bijaksana dan wibawa apabila
baginda langsung menurunkan titah ? “Hm, rupanya seri baginda
makin gemar bermanja pujian. Bukankah main terka itu akan
menjurus pada kemenangan baginda? Dan tidakkah setiap
kemenangan itu tentu akan dirayakan dengan sanjung pujian
yang menggembirakan hati ?“
“Ah,“ desah terlepas pula dalam ladang perburuan hatinya.
Perburuan untuk mencari sebab dari kebiasaan yang belum
berapa lama ini menghinggapi baginda, yaitu kebiasaan
melontarkan teka-teki kepada para mentri. Hanya kali ini desah
Aragani itu segera disusul pula dengan getar hatinya yang keras
“Seorang yang mabuk tentu gemar minuman keras. Sebelum
orang itu gemar minum tentu ada orang lain yang mengajarnya
atau menganjurkannya minum. Uh .... . . “ ia segera merasa
seperti berdiri di depan cermin. Dan nuraninya segera menuding
pada gambar lelaki yang terpampang pada cermin itu “Engkaulah
yang telah membius baginda dengan segala puji sanjung
sehingga baginda menjadi seorang raja yang gemar disanjung . .
. . !“
“Uh,“ tanpa sadar mulut patih Aragani mendesuh dan
tubuhnyapun ikut meregang kejang.
“Hai, mengapa engkau patih?“ tiba-tiba seri baginda menegur.
Aragani terkejut seperti orang yang dilemparkan dari puncak
pagoda candi Bentar yang tinggi “Hamba ... . tidak apa-apa,
gusti,“ tersipu-sipu dia menghaturkan sembah.
“Mengapa engkau diam saja dan tubuhmu berkelejot seperti
orang kejang?“
“Ah, insan setua hamba ini memang sering terserang penyakit
tulang pada punggung, pinggang dan kaki.“
“Apakah saat ini penyakitmu kumat?“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hanya terasa sedikit linu pada punggung hamba sehingga


hamba berkejang. Tetapi kini sudah membaik pula, gusti,“
terpaksa patih Aragani mencari alasan yang dapat diterima akal.
“O, kebenaran sekali, patih,” seru seri baginda “hadiah yang
akan kuberikan kepadamu nanti, berupa tuak istimewa. Engkau
tahu dari mana tuak itu ?“
“Mohon paduka berkenan melimpahkan petunjuk kepada
Aragani yang bodoh ini, gusti “
“Engkau masih ingat akan rombongan utusan raja Tartar ?“
“Adakah utusan raja Kubilai Khan yang baru-baru ini
menghaturkan pesan rajanya ke hadapan paduka itu ?“
“O, bukan itu. Bukan yang engkau usulkan supaya dibunuh
itu. Tetapi utusan yang terdahulu, lima tahun yang lalu. Sudah
dua kali ini, raja Tartar mengirim utusan. Utusan pertama hanya
membawa salam persahabatan dengan menghaturkan
bermacam-macam barang berharga, diantaranya seratus guci
tuak.“
“O, benar, sekarang hamba ingat. Bukankah paduka pernah
bertitah kepada hamba mengenai tuak itu. Waktu itu hamba
mempersembahkan kata, hendaknya tuak itu paduka simpan saja
karena dikuatirkan mengandung ramuan yang mengganggu
kesehatan paduka.“
Baginda Kertanagara mengangguk “Benar, patih. Memang
kutitahkan tuak itu disingkirkan. Tetapi beberapa waktu yang
lalu. aku terkejut melihat suatu peristiwa.“
Patih Aragani diam mendengarkan.
“Pada waktu permulaan musim hujan ini, banyak abdidhalam
dan dayang-dayang yang sakit. Kebanyakan terserang penyakit
perut, kepala dan gemetar.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Benar, gusti,“ patih Araganipun berdatang sembah “memang


hambapun mendapat laporan dari beberapa kepala daerah
bahwa daerah mereka terserang oleh suatu wabah prnyakit
perut, muntah dan berak-berak sehingga banyak yang tewas.“
“Nah, malam itu aku bersantai melepaskan lelah
bercengkerama di taman. Tiba-tiba hujan turun dan aku segera
bergegas menuju ke sanggar pamujan dalam taman itu.
Beberapa batang pohon bunga roboh dilanda angin. Kulihat
seorang lelaki tua, tanpa mengenakan baju, sibuk memperbaiki
kerusakan dalam taman itu. Dia bekerja seorang diri di malam
yang hujan. Karera senang dengan orang yang penuh
bertanggung jawab atas pekerjaannya itu, keesokan harinya, dia
kupanggil menghadap.“
Aragani diam mendengarkan dengan penuh perhatian.
“Dia adalah juru-taman Drana,“ ujar seri baginda pula “rambut
dan janggutnya sudah putih tetapi wajahnya masih segar dan
tubuhnya kekar. Atas pertanyaanku, dia menyatakan sudah
bekerja sebagai juru-taman di keraton Singasari selama tigapuluh
tahun, sejak rahyang ramuhun ramanda Wisnuwardhana.
Umurnya sudah tujuhpuluh tahun.“
“Sebelumnya hamba memang sakit-sakitan, gusti,“ kata
jurutaman Sadrana atas pertanyaan baginda “bahkan dua tahun
yang lalu hampir mati. Tetapi syukurlah ki bekel Wisata telah
memberikan hamba sebuah guci wasiat.“
“Hai, apa maksudmu ?“ tegur seri baginda.
“Ki bekel Wisata mengatakan bahwa guci itu berisi air obat
yang berkhasiat menyembuhkan segala penyakit. Hamba percaya
dan tiap malam minum hampir secawan. Ternyata penyakit
hamba sembuh dan bahkan tenaga hamba bertambah kuat,
gusti. Melihat itu ki bekel memberi lagi dua guci kepada hamba.“
“Bekel Wisata kepala sentana dalam keraton itu?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Keluhuran sabda-paduka, gusti.“


“Bagaimana rasanya air dalam guci itu?“ baginda mulai
teringat sesuatu.
“Sedap tetapi keras seperti tuak, gusti.“
“Lalu engkau habiskan ketiga guci air itu semua? “
“Tidak gusti hamba hemat-hemat. meminumnya. Tiap malam
hamba hanya minum separoh cawan saja agar tidak lekas habis.“
“Lalu bagaimana rasanya badanmu?“
“Hamba merasa bertambah kuat, semangat hambapun
bertambah segar. Selama dua tahun hamba tak pernah sakit, tak
takut dingin dan tak kenal lelah bekerja.“
Seri baginda menitahkan jurutaman itu mengambil guci
pamberian bakel Wisata “Ah, benar,“ seru baginda waktu
menerima guci itu. Baginda teringat pada suatu hari melibat
bekel Wasita duduk tertidur bersandar tiang. Ternyata bekel itu
habis bekerja berat membersihkan keraton karena akan
mengadakan perayaan.
Baginda teringat akan persembahan seratus guci tuak dari
utusan raja Tartar dahulu. Menurut keterangan utusan itu, tuak
itu mengandung khasiat tinggi untuk menghilangkan penyakit
tulang, perut dan lelah. Kuasa pula menambah semangat dan
tenaga, memelihara umur panjang. Maka seri bagindapun
menitahkan bekel Wisata untuk minum guci tuak yang tempo hari
disuruhnya menyimpan “Jika engkau cocok dengan minuman itu,
ambillah sesuka hatimu.“
Kini seri baginda telah menyaksikan sendiri akan keadaan
jurutaman Sadrana yang masih tetap segar dan kuat “Titahkan
bekel Wisata menghadap ke mari,“ titah baginda kepada
jurutaman.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tak berapa lama jurutaman kembali dengan mengiring kepala


sentana keraton Singasari, bekel Wisata.
“Benarkah engkau telah memberi tiga buah guci tuak dari
utusan Tartar itu kepada jurutaman ini?“ diam-diam pula seri
baginda memperhatikan keadaan bekel Wisata. Juga bekel
Wisata yang sudah tua itu masih tampak segar gagah.
“Benar, gusti,“ sembah bekel keraton itu.
“Baik, bekel,“ titah baginda semakin percaya, “masih berapa
banyak guci tuak itu ? “
“Mohon paduka limpahkan ampun atas kelancangan hamba,
gusti. Hamba telah mengambil limabelas guci.“
“Engkau minum sendiri semua?“
“Yang tiga hamba berikan kepada ki jurutaman ini yang dua
hamba berikan kepada bapak hamba yang sudah tua dan sakit
sakitan. Sedang yang sepuluh hamba minum bersama isteri
hamba.“
Baginda senang atas kejujuran kepala sentana keraton yang
setia itu “Baik, bekel, kuganjarmu lagi dengan lima guci dan lima
guci yang lain berikan kepada jurutaman ini atas kesetyaan pada
pekerjaannya. Sisanya harus engkau jaga baik-baik. Aku hendak
meminumnya sendiri.“
Dan sejak minum tuak itu, seri baginda memang merasa
semangat dan tenaganya bertambah segar. Kali ini dia hendak
mengganjar patih Aragani dengan seguci tuak itu apabila dapat
menerka.
“Engkau tahu apa sebenarnya tuak persembahan dari utusan
Tartar itu, patih ?“ ujar baginda pula.
“Mohon gusti melimpahkan titah kepada diri Aragani yang
dungu ini.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Sebenarnya guci itu bukan berisi tuak, patih. Menurut kata


utusan Tartar dahulu, guci itu berisi arak, sejenis dengan tuak,
yang terbuat dari ramuan Suatu tumbuh-tumbuhan yang
berkhasiat tinggi. Tanaman itu hanya terdapat di negeri mereka,
namanya som. Kata utusan Tartar, tanaman som itu berbentuk
seperti manusia. Makin tua umur som itu, makin hebat
khasiatnya. Nah, itulah yang akan kuganjarkan kepadamu apabila
engkau dapat menerka apakah berita gembira yang kukatakan
itu?“
Setiap mendengar nama tuak, semangat patih Aragani tentu
merekah. Terutama waktu mendengar amanat baginda tentang
guci arak yang mengandung khasiat menambahkan semangat
dan tenaga itu, pelapuk mata Aragani segera membayangkan
betapa indah warna arak som itu dan betapa nikmatlah rasanya.
Tak terasa air liurnyapun menitik sehingga ia buru-buru
melumatkan lidahnya untuk menyapu air liur itu supaya jangan
sampai menitik keluar.
Namun di kala membayangkan apa yang harus diucapkan
untuk menerka berita gembira itu, dahi Aragani segera berhias
dengan jalur-jalur keriput yang melekuk dalam.
Tampaknya seri baginda tahu akan kesulitan Aragani. Baginda
tertawa “Baiklah, akan kuberimu jalan agar engkau mempunyai
arah untuk menerka. Berita girang itu berasal dari Daha. Raja
Jayakatwang hendak mempersembahkan sesuatu kepadaku.
Nah, cobalah engkau terka, persembahan apakah dari
Jayakatwang sehingga aku merasa gembira ?“
Patih Aragani terkejut dan membelalak. Benar-benar tak
pernah tercapai dalam pikirannya bahwa Daha akan
menghaturkan persembahan ke hadapan seri baginda
Kertahagara. Apa maksud raja Daha menghaturkan persembahan
itu? “Ah, tak mungkin persembahan raja Daha itu bebas dari
suatu tujuan,“ ia menelusuri lorong-lorong penimangan namun
tak bersua dengan jawaban yang meyakinkan. Kemudian ia
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menilai bahwa suatu persembahan yang dapat menggembirakan


hati seorang raja seperti sang prabu Kertanagara itu tentu suatu
benda yang jarang terdapat dalam arcapada. Harta, emas dan
permata, tentu tak akan menggembirakan sang nata yang sudah
melimpah ruah harta benda semacam itu. Persembahan puteri
cantikpun bukan pada tempatnya karena baginda tentu sungkan
kepada puteri-puteri dan putera menantunya. Lalu apakah benda
yang kuasa menyentuh hati sang nata ?
“Sebuah pusaka, gusti, pusaka yang akan membawa kerajaan
paduka ke arah kejayaan,“ akhirnya karena harus memberi
jawaban, Aragani pun menghaturkan jawaban. Ia berusaha untuk
mendekatkan penilaian dengan kenyataan yang ada pada seri
baginda.
“Bukan,“ baginda gelengkan kepala “ akan kuberimu waktu
tiga kali untuk menjawab.“
Tiba-tiba patih Aragani teringat bahwa seri baginda sekarang
gemar akan sanjung pujian “Mungkinkah begitu?“ bertanya patih
Aragani dalam hati dan iapun memberanikan diri untuk
menghaturkan jawaban “Gelar kehormatan yang sesuai dengan
keluhuran, keagungan dan kewibawaan paduka, gusti.“
“Juga bukan,“ kembali seri baginda gelengkan kepala “nah,
masih ada sebuah kesempatan yang terakhir kalinya, patih. Ingat
Aragani, sepuluh guci arak som dari negeri Tartar yang kuasa
yang menambah semangat tenagamu, akan menyongsong ke
hadapanmu apabila engkau dapat menerka hal itu. Pikirlah yang
secermat-cermatnya, patih.“
Aragani benar-benar bingung. Selain pusaka dan gelar
kehormatan, adakah benda lain yang lebih berharga bagi
persembahan kepada raja? Ia benar-benar kehilangan faham
“Ah, daripada tidak memberi jawaban, baiklah kuhaturkan saja
sebuah jawaban. Salah atau benar, bukan soal,“ akhirnya ia
mengambil keputusan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Patih Aragani menengok ke belakang, ke arah peribadi seri


baginda Kertanagara. Sebelum terkekang dalam kegemaran tuak,
seri baginda seorang raja yang bijaksana, rajin menuntut ilmu.
Baginda putus dalam ilmu falsafah, tata bahasa dan sadguna
atau enam macam ilmu kenegaraan. Bagindapun melaksanakan
pentahbisan sebagai seorang Jnana “Ya, benar, tentulah begitu.
Kali ini terkaanku tentu benar,“ diam-diam Aragani menghimpun
kesimpulan.
“Gusti, berkat restu paduka, mudah-mudahan jawaban hamba
kali ini dapat berkenan di hati paduka,“ kata patih Aragani.
“Katakanlah,“ baginda tersenyum.
“Raja Jayakatwang mempersembahkan sebuah kitab pusaka
yang berisi ajaran agama, entah ajaran Syiwa entah Buddha,
gusti.“
Aragani berdebar ketika melihat baginda mengangguk-angguk
kepala. Dan sesaat kemudian bagindapun bertitah “Baik sekali
patih Aragani. Engkau telah melakukan pemikiran yang cermat
sekali ... “
Makin mendebur keras hati Aragani mendengar ucapan seri
baginda. Separoh lebih kepercayaaannya sudah tercurah bahwa
kali ini terkaannya tentu benar.
“Tetapi sayang,“ tiba-tiba baginda berujar “bahwa jawabanmu
itu tetap salah. Memang tak mudah untuk menjangkau hal
seperti yang terwujut dalam persembahan raja Daha itu. Jika
engkau tak mampu menerka, memang bukan sesuatu yang tak
wajar. Walaupun engkau takkan menerima ganjaran, tetapi kamu
tetap akan kuajak engkau menikmati arak istimewa itu.“
“Terima kasih, gusti,“ kata patih Aragani agak lesu. Memang ia
sudah menduga, walaupun ia tak berhasil mempersembahkan
jawaban yang tepat, namun baginda tentu tetap akan
mengajaknya minum. Tetapi dalam hati kecilnya ia tetap merasa
kecewa. Ia juga seorang patih yang berhati tinggi. Ia sudah biasa
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

bermandi dalam pujian seri baginda. Agak tak sedap dalam


perasaan bahwa kali ini dia harus menggigit jari.
“Dengarkan, patih,“ ujar baginda “raja Jayakatwang hendak
menghaturkan persembahan patung.“
“Patung, gusti ?“ patih Aragani terkejut sekali.
“Ya, patung,“ ujar baginda pula “akuwu Daha itu telah
mengutus puteranya, pangeran Ardaraja, untuk
mempersembahkan berita itu ke hadapanku.“
“Tetapi gusti, apa arti persembahan itu kepada duli tuanku
sehingga paduka berkenan sekali dengan gembira?“ Aragani
memberanikan diri untuk mohon keterangan.
“Patung itu bukan sembarangan patuh, patih. Tetapi sebuah
patung yang penuh arti, tinggi maknawinya.“
“Tetapi, gusti, bukankah di pura kerajaan paduka sudah penuh
dengan candi dan vihara. Berlimpahan pula patung dan arca
dewa-dewa sesembahan menghias kewibawaan rumah-rumah
pemujaan?“
Seri baginda tertawa renyah “Benar katamu, Aragani. Memang
untuk mengembangkan agama tripaksi, telah kutitahkan untuk
membangun candi, vihara dan rumah-rumah pemujaan suci.
Patung-patung dan arca-arca berlimpah ruah untuk mencukupi
kebutuhan para kawula Singasari yang hendak
mempersembahkan bakti sujudnya kepada dewa yang
disembahnya menurut kepercayaan masing-masing. Tetapi
patung yang hendak dipersembahkan akuwu Daha itu, memang
lain dan belum pernah terdapat di pura Singasari.“
“O,“ seru patih Aragani makin heran “lalu patung apakah yang
hendak di persembahkan raja Jayakatwang itu ?“
“Patung JOKO DOLOK.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Patung Joko Dolok ?“ patih Aragani tercengang heran


“berkenankah paduka melimpahkan titah agar pikiran Aragani
yang gelap akan mendapat penerangan, gusti.“
“Engkau tentu tahu,“ sabda,baginda “bahwa dahulu sang
prabu Airlangga pernah menitahkan sang mahayogin Empu
Bharada untuk membagi kerajaan Panjalu menjadi dua, Jenggala
dan Daha. Tetapi segala sesuatu itu memang sudah ditentukan
oleh kodrat Prakitri. Waktu melaksanakan amanat sang prabu,
ketika Empu Bharada melayang di udara sambil mencurah air
kendi untuk mengguris tanda watek-bhumi kedua kerajaan itu,
empu telah tergoda oleh nafsu amarah karena bajunya telah
terkait pada pohon kamal. Seketika empu melantangkan kutukan
dan jadilah pohon kamal yang tinggi itu sebuah pohon kamal
yang pandak. Untuk memperingati peristiwa itu maka tempat itu
disebut Kamal Pandak.“
Baginda berhenti sejenak kemudian melanjutkan “Kutuk
seorang maharesi sesakti Empu Bharada, bukan olah-olah
hebatnya. Jika hanya pohon kamal itu yang menderita dan
selanjutnya menjadi pohon pandak selamanya, itu masih dapat
dimaklumi. Karena jangankan hanya pohon kamal, bahkan
gunung dan lautan pun apabila tertimpah kutuk seorang sakti,
pasti akan rubuh dan kering.“
“Keluhuran sabda paduka, gusti,“ kata Aragani.
“Yang menyedihkan adalah akibatnya, patih,“ ujar baginda
“kutuk sang empu itu amat bertuah sekali, sehingga pekerjaan
besar yang dilakukannya dalam membagi kerajaan Panjalu itu,
telah gagal karena akibatnya hanya menimbulkan malapetaka
saja.“
“Maksud paduka, kerajaan Panjalu yang terbagi menjadi dua
Jenggala dan Daha itu, selanjutnya akan pecah dan senantiasa
bermusuhan, gusti.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Benar, patih,“ titah sang prabu “Jenggala yalah Tumapel atau


Singasari, tak pernah hidup rukun dengan Daha. Inilah akibat
daripada DENDAM EMPU BHARADA yang tergoda oleh nafsu
amarah sehingga menjatuhkan kutuk bertuah itu. Seorang yang
sedang melaksanakan suatu tugas suci dan besar, pantang untuk
marah dan mengeluarkan kutukan. Bahkan membatin saja, juga
tak dibenarkan. Setitik nila yang memercik maka rusaklah susu
sebelanga. Setitik noda mencemar dalam hati, walaupun
selembut rambut dibelah tujuh, maka rusaklah kesucian batin
yang harus dipelihara dalam menunaikan tugas yang besar itu.“
Patih Aragani mengangguk-angguk.
“Kutuk seorang empu, wiku dan pertapa, memang bertuah.
Tahukah engkau mengapa sebabnya akuwu Tunggul Ametung
terbunuh ?“
“Yang hamba ketahui,“ sembah patih Aragani “hanyalah
tentang sejarah Ken Arok atau Sri Rajasa sang Amurwabhumi,
rajakulakara Singasari. Baginda wafat akibat keris buatan Empu
Gandring yang karena dibunuh Ken Arok lalu mengeluarkan
kutuk. Tentang sebab musabab dari meninggalnya moyang
paduka akuwu Tunggul Ametung, hamba kurang jelas, gusti.“
“Eyang Tunggul Ametung juga meninggal akibat kutuk empu
Parwa, ayah daripada eyang puteri Ken Dedes. Dahulu eyang
puteri Ken Dedes itu termasyhur kecantikannya, bagaikan
kuntum bunga yang mengharumkan laladan sebelah timur
gunung Kawi. Kecantikan eyang puteri Ken Dedes sampai ke
Tumapel dan terdengar eyang Tunggul Ametung yang segera
menuju ke desa Panawijen. Kebetulan saat itu eyang sepuh
Empu Purwa sedang bertapa di Tegal Panawijen. Ketika melihat
kecantikan eyang puteri Ken Dedes, eyang Tunggul Ametung tak
dapat menahan diri lagi. Tanpa menunggu persetujuan Empu
Parwa, eyang puteri Ken Dedes segera diboyong ke Tumapel.“
“Ketika Empu Parwa pulang dan tak mendapatkan puterinya di
rumah,“ baginda Kertanagara melanjutkan ceritanya “murkalah
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dia dan serentak menjatuhkan kutuk . . . 'semoga yang melarikan


puteriku, mati tertikam keris . . . . Sumur sumur di Panawijen
supaya kering dan sumber-sumber tak mengeluarkan air lagi
sebagai hukuman pada rakyat yang tak memberi tahu penculikan
itu kepadaku . . . Semoga anakku yang telah mempelajari karma
amamadangi, tetap selamat dan mendapat bahagia ... “
“O, sedemikan ngeri Empu Parwa menjatuhkan kutuk, sengeri
kutuk Empu Gandring kepada Ken Arok, gusti.“
“Itulah Aragani, tuah atau sakti dari kutuk seorang empu dan
pandita linuwih. Demikian pula kutuk yogiswara Empu Bharada
yang bersenyawa dalam pembagian daerah kerajaan Panjalu.
Walaupun dendam kemarahan sang empu ditujukan kepada
pohon kamal yang telah menyargkut pakaiannya, tetapi tugas
suci yang tengah dilaksanakan sang empu itupun terlumur tuah
kutuknya. Itulah sebabnya Aragani, maka sejak kerajaan Panjalu
dibagi dua, Jenggala dan Daha tidak pernah damai.“
Patih Aragani mengangguk-angguk dalam-dalam. Sekelumit
sisa hati kecilnya yang masih murni segera menebarkan warna-
warna kengerian. Ngeri akan akibat dari suatu perbuatan yang
salah sehingga mendapat kutuk “Jika kutuk seorang empu
sedemikian bertuah, tidakkah kutuk dewata itu lebih mengerikan
lagi ?“
“Ah. aku seorang narapraja. Aku bertindak bukan atas diriku
tetapi atas nama dan kepentingan kerajaan. Aku tak pernah
berbuat kesalahan terhadap kaum empu dan para pandita,
akupun tak melakukan sesuatu yang layak menerima kutuk
dewata,“ ia menghibur diri dalam hati. Tetapi hanya sesaat saja
karena pada lain saat betapa ia telah melakukan hal-hal yang
mencelakai beberapa mentri tua sehingga mereka dicopot dari
kedudukannya. Betapa ia telah bertindak melakukan penindasan
kepada kawula. Dan betapa dia telah meracuni seri baginda
dengan bius sanjung puji yang melelapkan sehingga baginda

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

terbuai ke alam khayal yang gelap akan kenyataan dan keadaan


pemerintahannya.
“Kutuk Empu Parwa, kutuk Empu Gandring, kutuk Bharada
sedemikian dahsyat akibatnya. Mereka hanya segelintir manusia
secara perorangan. Tidakkah kutuk para kawula yang berjumlah
beratus ribu itu akan lebih mengerikan lagi kepadamu, Aragani?“
terderfgar kesiur angin lembut ,yang menepis telinga hatinya.
Ingin ia menutup daun telinganya, menghapus bayang-bayang
itu dari lamunannya. Kemudian pikirannyapun mencari
perlindungan dan bertemu dengan sebuah karang tempat ia
berteduh “Tidak, tidak! Bukan salah Aragani jika baginda
Kertanagara kini menjadi raja yang gemar minum, senang
sanjung pujian. Bukankah baginda itu seorang raja yang pandai
dan luas pengetahuan dari aku ? Baginda bukan seorang anak
kecil yang mudah terbujuk, melainkan seorang raja besar yang
memerintah sebuah kerajaan besar ! Benar, benar, bahkan
bagindalah yang sering menitahkan aku menghadap ke keraton
untuk diajak minum. Kini bukan lagi aku yang mengajarkan
minum, kebalikannya bagindalah yang mengajarkan aku minum
berbagai jenis tuak dari mancanagara. Ya, engkau tak salah,
Aragani, engkau tak salah ... “
Dalih telah ditemukan dan pembelaanpun telah diucapkan
dalam hati namun dalam relung batinnya tetap Aragani merasa
seperti terdapat beratus serangga yang menggigitinya ....
“Aragani, mengapa engkau termenung diam ?“ tiba-tiba sang
nata menegur.
Aragani tergagap dari lamunan dan segera menyadari keadaan
dirinya saat itu. Lamunan yang mengerikan itupun bagaikan
minyak terjilat api, hilang tak berbekas. Kini dia merasakan
sebagai Aragani, patih kesayangan seri baginda Kertanagara.
“O, hamba hanya tertegun, gusti.“
“Tertegun ? Mengapa ?“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tak jua terjangkau dalam benak Aragani yang dungu ini


tentang makna dari persembahan patung Joko Dolok ke bawah
duli tuanku.“
“Jayakatwang itu juga berdarah pujangga, gemar menekuni
ilmu falsafah, sastera dan gentur bertapabra-ta.“
“O,“ seru Aragani terkejut dimulut, mendesuh dalam hati
“Mengapa baginda memandang hal itu sebagai sesuatu yang
wajar, bahkan diiring dengan nada pujian ? Tidakkah seharusnya
baginda menaruh syak wasangka, sekurangnya perhatian atas
diri akuwu Daha itu ?“
“Menurut keterangan Ardaraja,“ ujar baginda pula “dalam
persemedhian beberapa waktu yang lalu, Jayakatwang telah
mendapat ilham yang besar sekali artinya bagi Singasari dan
Daha. Bahwa agar tuah daripada kutuk Empu Bharada yang
masih terasa akibatnya sampai sekarang ini, diberi tangkal
penolak bala.”
“O,“ patih Aragani makin terkejut “lalu di-manakah sumber
dari zat kesaktian kutuk Empu Bharada yang masih berkembang
tuahnya itu, gusti ? Dan bagaimanakah cara penangkalnya? “
“Zat sakti kutuk Empu Bharada itu bersumber di pekuburan
Wurare. Penangkalnya tak lain adalah seorang manusia linuwih
yang mempunyai sakti lebih unggul dari sakti Empu Bharada.“
“O,“ kembali patih Aragani terperanjat “lalu siapakah insan
mahanusa yang sedemikian itu, gusti?“
“Menurut keterangan Jayakatwang yang diperolehnya dalam
wawansabda dengan mahluk gaib dalam alam semedhinya,
bahwa di telatah Singasari hingga seluruh permukaan Nusantara,
tiada insan yang memiliki sakti yang lebih tinggi daripada
Kertanagara, raja Singasari. Bukankah engkau sendiri pernah
menghaturkan seuntai mutiara sanjung puji Seri Lokawijaya ke
hadapanku, patih ?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Om nathaya namotsu, hong . . . Segala kemuliaan bagi Yang


melindungi. Dirgahayu Seri Lokawijaya,“ seru patih Aragani
serentak. Memang patih itu selalu siap menghamburkan kata
sanjung pujian yang sudah tersedia dalam kandung lidahnya.
Dan dia memang pandai sekali menyembunyikan perasaan
hatinya.
Baginda tertawa gembira.
“Gusti, maafkan hamba si lapuk Aragani yang dungu. Tetapi
hamba benar-benar belum mengerti jelas maknawi dari ilham
gaib yang diterima raja Jayakatwang. Adakah paduka yang harus
menangkal bala pada tuah sakti kutuk Empu Bharada itu ?“
Baginda gelengkan kepala “Bukan, patih, bukan aku sendiri.
Tetapi cukup dengan lambang peribadiku yang akan diwujutkan
dalam bentuk sebuah patung. Yaitu patung Joko Dolok.“
“Joko Dolok ?“ patih Aragani kerutkan dahi “mengapa lambang
peribadi paduka disebut Joko Dolok, gusti ?“
“Itupun termaksud dalam dawuh gaib yang diterima
Jayakatwang dalam semedinya. Engkau seorang ahli sastera,
patih, apakah kiranya maksud daripada Dolok itu ?“ titah
baginda.
Sejenak berdiam, patih Aragani lalu menghaturkan sembah
“Jika hamba tak salah, gusti, arti daripada kata Dolok itu adalah
Menung. Mungkin, dikiaskan sebagai termenung dalam cipta-
semedhi, sesuai dengan martabat paduka sebagai seorang
Jnana.“
“O, benar-benar. Ya, tentulah demikian yang dimaksudkan
dalam dawuh gaib itu,“ baginda gembira sekali.
“Adakah patung Joko Dolok itu yang akan. dijadikan sebagai
penangkal bala sakti kutuk Empu Bharada, gusti ?“
“Benar, patih,“ ujar baginda “patung itu akan disemayamkan
di kuburan Wurare yang menjadi sumber zat sakti yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

memancar dalam kutuk sang empu. Dengan kemenungan Joko


Dolok dalam cipta-semedhi sebagai Jnana, zat sakti kutuk itu
akan lenyap. Dan dengan demikian Singasari - Daha akan hidup
rukun dan bersatu dengan damai.“
Diam-diam patih Aragani terkejut. Menilik gelagat, rupanya
baginda Kertanagara sudah terbius dengan persembahan patung
itu. Berbahaya, pikir patih Aragani. Karena dengan begitu
baginda tentu akan melepaskan semua rasa curiga terhadap
gerak gerik Daha.
“Mati aku,“ diam-diam patih Aragani mengeluh dalam hati
“jarum-jarum berbisa makin membius seri baginda. Putera
Jayakatwang, direlakan menjadi putera menantu baginda. Masih
belum cukup, kini raja Duha sendiri akan mempersembahkan
patung Joko Dolok. Pintar benar Jayakatwang. Aku harus
memberi peringatan kepada seri baginda ....,“ tiba-tiba patih
Aragani terkesiap “ah, dalam keadaan seperti saat ini kiranya seri
baginda tentu takkan berkenan menerima peringatanku, bahkan
kemungkinan baginda tentu akan murka kepadaku.“
Hampir patih Aragani hendak melepaskan pemikiran tentang
masalah tindakan raja Jayakatwang. Pikirnya, dia akan mencari
kesempatan di lain waktu untuk menghaturkan peringatan ke
hadapan seri baginda. Tetapi tiba-tiba dia terlintas oleh suatu
bayang-bayang yang mengerikan “Uh, apabila Daha berhasil
menghancurkan Singasari, aku pasti akan digantung !“
Rasa ngeri membangunkan ingatan patih Aragani akan surat
adipati. Wiraraja kepada raja Jayakatwang itu “Hm, akan
kuhaturkan surat itu ke hadapan baginda. Baginda tentu terkejut
dan pada saat itu aku akan menghaturkan peringatan agar
baginda berhati-hati dan jangan lengah terhadap Daha walaupun
rajanya mempersembahkan patung Joko Dolok.“
Hampir mulut Aragani meluncurkan kata-kata yang sudah siap
berada diujung lidah, namun pada lain kilas dia teringat apa yang
pernah ia nasehatkan kepada putera menantunya Kuda Panglulut
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Rama dapat meniti ke puncak tangga kedudukan seperti hari ini


adalah karena rama pandai menguasai perasaan, ucap dan ulah.
Rama selalu tenang menghadapi segala keadaan betapapun
buruknya.“
“Ah,“ teringat hal itu Araganipun tersipu-sipu dalam hati.
Cepat dia segera menguasai keguncangan hatinya.
“Bagaimana pendapatmu, patih?“ tiba-tiba baginda menegur
karena sampai beberapa saat belum juga patih itu membuka
suara. Hal itu agak mengherankan baginda karena biasanya
Aragani lincah bicara.
“Suatu persembahan yang tepat dan layak diterima, gusti,“
Aragani serentak menghaturkan sembah walaupun sesungguhnya
tanpa patung itupun paduka tentu kuasa menangkal tulah
dendam Empu Bharada itu. Namun agar jangan mengecewakan
hati akuwu Jayakatwang, kiranya bukan apa-apa apabila paduka
ber-kenan menerimanya.“
Baginda Kertanagara kerutkan dahi “Bagaimana engkau dapat
mengatakan demikian, patih ?“
Patih Aragani yang julig dan licin dalam waktu yang singkat
telah menemukan akal bagaimana dia harus menghadapi baginda
saat itu. Maka dengan mengiring senyum tawa pada sembahnya,
dia berkata “Betapa tidak, gusti ? Adakah tanpa patung itu
paduka tak mampu mengatasi tulah dendam kutuk Empu
Bharada itu ? Tidak, gusti sesembahan seluruh kawula Singasari.
Hamba mohon mempersembahkan seuntai kata, kata tak
bermadu puji tetapi kata yang bercermin pada kenyataan.“
“Katakanlah, Aragani.“
“Paduka telah berkenan menitahkan upacara pentahbisan
sebagai Janabajra di makam Wurare beberapa waktu yang lalu.
Abiseka pentahbisan paduka adalah Sri Jejanabadreswara, Jina
batara Syiwa-Buddha yang telah mengejawantah di arcapada ini.
Jina yang tidak hanya menguasai kekuatan gaib di alam semesta,
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pun juga menguasai kerajaan besar dan jaya di nusantara.


Adakah martabat agung paduka sebagai Jina itu, harus
direndahkan dengan kekuatan daya sakti sebuah patung belaka ?
Tidak, gusti. Bila terjadi hal itu maka Araganilah manusia
pertama yang akan tampil untuk menghancur leburkan musuh
sehina itu. Demi dewa dan demi batara, demi segala mahluk di
mayapada maupun di arcapada, baik yang tampak maupun yang
tak tampak, Aragani bersumpah akan mempertaruhkan jiwa raga
demi menjaga keagungan Sri Jejanabadreswara, Jina yang kami
agungkan dalam kemuliaan sembah puji.“
“Duhai patih Aragani, betapa tinggi andika menjunjung
rajamu,“ seru baginda dengan nada ceria “semoga kerajaan
Singasari akan selalu jaya dan sejahtera di bawah pimpinan patih
Aragani yang bijaksana.“
Patih Aragani tersipu-sipu menghaturkan sembah.
“Tetapi patih,“ ujar baginda “patung Joko Dolok itu adalah
lambang dari kebesaran peribadiku. Biarlah mereka percaya
bahwa patung yang memperlambangkan kebesaran peribadiku
itu, pun mempunyai sakti yang kuasa untuk menangkal bala
kutuk empu Bharada.“
“Benar, gusti,“ cepat Aragani menanggapi “hambapun telah
menghaturkan kata, bahwa tiada halangan apabila paduka
berkenan menerima persembahan itu. Apa yang hamba haturkan
ini, hanyalah sekedar curahan isi kalbu hamba, agar segenap
kawula Singasari dan terutama hamba sendiri, jangan sampai
terhanyut dalam perasaan lain, jangan sampai tergoda pada
persembahan patung itu, serta tetap harus percaya dan yakin
bahwa hanya paduka Sri Jnanaba-dreswara, Jina batara Syiwa
Buddha, nata binatara dari kerajaan Singasari yang
sesungguhnya memiliki sakti lebih dari segala patung dan bahkan
lebih unggul dari sakti kutuk Enpu Bharada. Berbahagialah
Singasari karena mempunyai seorang raja besar sebagai paduka.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Berbahagialah seluruh kawula Singasari karena bernaung di


bawah duli junjungannya yang mulia.“
“Ah, patih Aragani, di kala mendengar persembahan kata-
katamu itu, serasa aku melayang di awang-awang langit ke
tujuh,“ baginda Kertanagara makin terbuai “malam ini akan
kuajak engkau bersama menikmati arak som sampai sepuas-
puasnya.“
“Ah.” Aragani menghaturkan sembah.
“Mengapa ?“
“Ampun beribu ampun hamba mohonkan ke bawah duli
paduka,“ kata patih Aragani “sungguh suatu kebahagiaan yang
tiada tiranya bahwa paduka berkenan menitahkan hamba untuk
mengiringkan paduka menikmati arak itu. Tetapi hamba mohon
ampun, gusti, badan hamba malam ini benar-benar kurang
sehat.“
“O, baiklah, engkau boleh pulang beristirahat. Nanti akan
kutitahkan sentana untuk mengirim dua guci arak som itu
kepadamu.“
~dewi.kz^ismo^mch~

II
Dengan lidahnya yang tajam, patih Aragani berhasil
menikamkan senjata 'sanjung pujian' kepada baginda
Kertanagara sehingga mengaburkan penghargaan baginda
terhadap persembahan patung Joko Dolok dari Jayakatwang.
Aragani dapat menanamkan suatu kesadaran dalam sanubari seri
baginda, bahwa martabat seri baginda itu jauh lebih tinggi dari
segala insan dan mahluk yang berada di nusantara. Bahwa
patung Joko Dolok itu hanya kecil sekali artinya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Namun Aragani yang licin juga pandai melihat gelagat. Agar


jangan semata-mata dianggap tidak menyetujui persembahan
patung itu, diapun menganjurkan agar baginda menerima. Hanya
saja sifat penerimaan itu bukanlah seperti yang dikehendaki
Jayakatwang untuk melengahkan perhatian baginda terhadap
Daha, melainkan bersifat sekedar basa-basi agar tidak merusak
hubungan Daha dengan Singasari.
Entah berapa lama Jayakatwang mencari upaya rnenciptakan
suatu siasat untuk melenyapkan perhatian bahkan kecurigaan
baginda Kertanagara terhadap Daha yang saat itu sedang giat
menyusun kekuatan pasukannya. Dan entah berapa lama juru
pahat harus menyelesaikan karyanya membuat sebuah patung
sesuai yang dititahkan raja Jayakatwang. Tetapi, kesemuanya itu
ba' panas setahun dihapus hujan sehari. Dalam sekejab saja,
patih Aragani telah dapat menyapu lenyap tujuan siasat
Jayakatwang.
Malam itu patih Aragani masih duduk termenung-menung.
Walaupun sudah berhasil menegakkan kepercayaan baginda atas
diri peribadinya, namun Aragani masih gelisah memikirkan
peristiwa patung itu.
“Aku hanya seorang patih dan tinggal di luar keraton,“ ia
menimang-nimang dalam pemikirannya “sedang pangeran
Ardaraja adalah putera menantu baginda dan tinggal dalam
keraton. Pangeran itulah yang telah menjadi penghubung dalam
persoalan patung itu. Tentu Jayakatwang menitahkan puteranya
agar baginda terbujuk untuk menerima persembahan patung
Joko Dolok dan makin berkurang kecurigaan baginda terhadap
Daha. Tak mungkin tidak begitu.“
Aragani menilai tindakan Jayakatwang terhadap Ardaraja,
seperti halnya kalau dia mengatur siasat bersama menantunya,
Kuda Panglulut. Serta membayangkan bagaimana pertalian
antara baginda dengan pangeran Ardaraja dan bagaimana pula

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dekatnya hubungan pangeran itu dengan baginda, menggigillah


hati Aragani “Berat, benar-benar berat,“ ia mengeluh dalam hati.
Sejak seri baginda memungut pangeran Ardaraja sebagai
putera menantu, hati Aragani sudah limbung. Ia kuatir
pengaruhnya akan terdesak oleh pangeran itu. Maka dengan
jerih payah dia berusaha keras untuk mempertahankan
kedudukannya. Syukur akhirnya ia berhasil mempertahankan
kepercayaan seri baginda melalui hidangan tuak yang dengan
berbagai cara, dapatlah ia mengajarkan baginda untuk
menggemarinya. Dengan tuak, bukan saja ia dapat
mempertahankan kepercayaan baginda, pun bahkan lebih dari
itu, dia telah dianggap sebagai kawan minum baginda yang
paling menyenangkan.
Namun sekalipun sudah berhasil memperkokoh
kedudukannya, diam-diam dia tetap memata-matai gerak-gerik
Daha. Dia mulai cemas lagi ketika mendapat laporan tentang
kegiatan Daha membentuk kekuatan pasukannya. Berulang kali
dalam kesempatan minum tuak berdua dengan baginda, dia
menyinggung-nyinggung hal itu, namun baginda tetap tak acuh
bahkan mentertawakannya “Ah, mana mungkin, patih, bukankah
sekarang Jayakatwang itu sudah terikat keluarga sebagai
besanku? Ardaraja pun sudah menghaturkan laporan tentang
kegiatan ramanya di Daha. Bahwa Daha membangun kekuatan
pasukan itu tak lain untuk membantu Singasari apabila setiap
saat kedatangan musuh dari luar.“
Namun Aragani tetap membicarakan peristiwa itu kepada
patih Mahesa Anengah yang menguasai pasukan Singasari, agar
tetap waspada terhadap gerak gerik Daha.
Kini Daha melancarkan 'serangan' baru lagi, serangan yang
berupa suatu siasat halus untuk membuai perhatian baginda
Kertanagara. Untunglah dia dapat menggagalkan siasat
Jayakatwang itu. Namun ia masih belum lepas pikiran sama
sekali. Ia faham akan perangai baginda yang mudah tergoyah
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

oleh buaian sanjung puji. Walaupun di keraton tadi dia dapat


mengingatkan baginda agar tidak terlalu terbuai oleh
persembahan patung yang tak berarti itu tetapi mana ia dapat
menjamin bahwa baginda takkan berobah pendirian manakala
nanti berhadapan dengan putera menantunya, pargeran
Ardaraja?
“Bagaimanapun aku harus mencari upaya untuk

menggagalkan rencana akuwu Daha itu,“ akhirnya ia menyimak


kesimpulan. Seketika terbayanglah dia akan seseorang yang
dapat membantu melaksanakan rencananya.
Malam itu juga ia segera menuju ke candi Bentar, menemui
maharsi Dewadanda yang menjadi sahabat karibnya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Maharsi Dewadanda terkejut dan gopoh menyambut “Wahai,


ki patih, angin apakah gerangan yang menerbangkan tuan
berkunjung kemari pada hari semalam ini ?“ tegur kepala candi
Bentar itu.
Sempat pula Aragani menyambut dengan seloroh juga “Angin
takkan berhembus apabila tiada goncangan di dirgantara,
maharsi.“
“O,“ desus sang maharsi Dewadanda “mengapa dirgantara
goncang? Adakah para dewa sedang bermusyawarah di
kahyangan ?“
Patih Aragani tertawa karena selorohnya disambut dengan
seloroh juga oleh maharsi tua itu “Benar, maharsi, rupanya para
dewa sedang bermusyawarah dan menitahkan angin supaya
menyampaikan kepadaku.“
“Wahai, tuan patih yang mulia,“ seru maharsi Dewadanda
“rupanya tuan seorang kekasih dewa.“
“Ah, bagaimana maharsi memberi puji setinggi itu?“
“Bukankah tuan dipercayakan untuk mendampingi sang
Syiwa-Buddha yang mengejawantah menjadi yang dipertuan di
kerajaan Singasari ?“
“Ah,“ patih Aragani tertawa riang dan riuh. Maharsi tua itupun
ikut tertawa. Rupanya keduanya amat gembira dengan seloroh
mereka itu.
“Tetapi maharsi yang bijaksana,“ sesaat kemudian patih
Araganipun berkata “tuan lupa.“
“O, apa yang kulupakan ?“
“Bahwa angin itu tentu akan berhembus pergi apabila tidak
tuan pelihara.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“O, ha, ha, ha,“ maharsi Dewadanda tertawa gelak-gelak


“benar, benar, maafkan aku, ki patih. Mari silakan masuk dan
bicara dalam ruangku.“
Setelah berada dalam ruang peribadi maharsi, maka mulailah
maharsi itu bertanya “Ki patih, jika tidak berada-ada, masakan
burung tempua bersarang rendah. Jika tiada masalah penting,
masakan tuan akan memerlukan berkunjung ke mari pada hari
semalam ini.“
“Benar, maharsi,“ jawab Aragani “tuanlah tempat hamba
menimba nasehat, meneguk buah pikiran untuk membahas
masalah yang kuhadapi dewasa ini.“
“O, mengapa ki patih sedemikian sungkan sebagai sikap
seorang asing kepadaku? Bukankah tuan telah banyak memberi
bantuan kepada candi Bentar ini. Tak ada yang dapat kami
persembahkan untuk membalas jasa tuan kecuali tenaga dan
pikiran resi tua seperti diri kami ini.“
“Ah, terima kasih maharsi. Apa yang kulakukan hanya sekedar
melaksanakan dharma baktiku kepada Hyang Syiwa yang melalui
pengabdian maharsi dalam mengembangkan ajaran-ajarannya
yarg luhur telah memberi sinar penerangan kepada seluruh
kawula Singasari.“
“Kamipun hanya menetapi dharma kewajiban kami sebagai
sebagai resi, ki patih,“ balas maharsi Dewadanda.
Berhenti sejenak, patih Aragani melantang pula “Maharsi
Dewadanda, sebelum menapak lanjut pada masalah yang akan
kumohonkan pendapat tuan, maaf, terlebih dahulu idinkan
Aragani untuk menghaturkan sebuah pertanyaan kepada tuan.“
“O, silakan, ki patih.“
“Maharsi, bagaimanakah pandangan dan anggapan tuan
sebagai guru besar agama Syiwa-Buddha terhadap kerajaan
Daha ?“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Daha yang dahulu ataukah Daha yang sekarang, ki patih?“


“Dahulu dan sekarang jua.“
“Prabu Dandang Gendis atau. Kertajaya dari kerajaan Daha
dahulu, seorang junjungan yang suka menonjolkan sikap
hadigang hadigung. Baginda memaksa supaya kaum pandita dan
resi menyembah kebawah duli baginda. Baginda merasa lebih
tinggi martabatnya dari kaum pandita. Karena hal itu tak sesuai
dengan ajaran dalam agama maka para pandita itupun menolak.
Menu!ut urut-urutan dalam ajaran mereka, pandita mempunyai
kedudukan martabat yang lebih tinggi dari raja dan ksatrya.
Prabu Dandang Gendis murka dan menindak kaum pandita itu
dengan semena-mena. Karena tak tahan atas perlakuan sang
prabu, banyaklah kaum pandita dan brahmana yang mengungsi
mencari pengayoman ke Singasari.“
“Dengan demikian jelas bahwa Daha hendak menindas kaum
pandita brahmana, bukan ?“ tanya Aragani.
“Demikianlah sejarah Daha yang lalu, ki patih.”
“Dan adakah suatu perobahan yang tampak pada kerajaan
Daha dibawah pimpinan raja Jayakatwang yang sekarang ini,
maharsi ?“
Maharsi tua itu terdiam tak lekas menyahut.
“Maksudku, adakah sikap raja Jayakatwang terhadap kaum
pandita dan brahmana sudah berobah baik ?“ Aragani menyusuli
penjelasan.
Dengan hati-hati maharsi Dewadanda memberi jawaban
“Masa beredar, jeman berobah. Sikap dan pandangan
manusiapun ikut terhanyut dalam keadaan. Apa yang kami
dengar dari laporan-laporan selama ini, memang sudah banyak
perobahan di Daha terhadap kaum pandita dan brahmana.
Mungkin hal itu disebabkan karena Daha sudah insyaf akan
kekhilafan yang telah dilakukan oleh rajanya yang terdahulu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Atau mungkin pula karena terkesan akan kewibawaan baginda


Kertanagara yang menaruh perindahan besar kepada kaum
pandita. Segala kemungkinan dapat terjadi sesuai dengan
perkembangan keadaan. Namun sekalipun demikian, kami para
pandita Syiwa-Budha. tak pernah melupakan pengalaman-
pengalaman pahit dalam sejarah yang lampau itu.“
Aragani tersenyum “Berprasangka,“ katanya “tak dibenarkan
dalam ajaran agama, maharsi.“
Maharsi Dewadanda balas tertawa “Bukan berprasangka, ki
patih, melainkan kesan-kesan lama yang masih menggores dalam
hati mereka. Kesan itu makin terasa setelah mereka menemukan
pengayoman yang benar-benar menenangkan batin mereka
dalam bumi Singasari. Bumi yang dipimpin oleh seorang raja
binatara yang patuh melaksanakan segala ajaran Hyang Syiwa-
Buddha.“
“Dengan demikian tentulah para pandita brahmana takkan
merelakan apabila bumi pengayoman mereka itu sampai
terganggu ketenangannya,“ makin tibalah patih Aragani pada
sasaran pembicaraannya.
“Ya, tentulah demikian.“
“Terima kasih, maharsi,“ kata patih Aragani. Menganggap
telah tiba saatnya maka dia lalu menuturkan semua pembicaraan
waktu menghadap baginda malam tadi. Maharsi Dewadanda
mendengarkan dengan penuh perhatian.
“Bagaimana pendapat maharsi akan hal itu?“
“Apa yang ki patih haturkan ke hadapan paduka, sungguh
tepat sekali,“ kata maharsi Dewadanda “memang hendaknya
janganlah mudah seri baginda terpikat oleh persembahan yang
mengandung maksud tertentu.“
“Artinya maharsi mendukung pernyataanku itu?“
“Demikianlah, ki patih.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Terima kasih, maharsi,“ kata patih Aragani “aku merasa


gembira sekali karena ternyata kjta telah seiring dan sejalan
dalam menilai sikap Daha terhadap Singasari.“
“Yang penting kita harus berhati-hati menanggapi setiap
tindakan Daha terhadap Singasari. Kami kaum pandita dan
brahmana tiada menghendaki suatu apa kecuali hanya
ketenangan dan kedamaian hidup yang sejahtera.“
“Benar, maharsi,“ kata patih Aragani “bukan maksudku
hendak mengusik ketenangan hati tuan. Tetapi keadaan telah
mengusik kita.“
“Apa maksud, ki patih?“ maharsi tua itu terkejut.
“Berkenankah maharsi mendengarkan sebuah berita yang
mungkin saja akan mengejutkan tuan?“
“Berita apakah itu, ki patih,“ maharsi Dewadanda terkejut.
“Sembah puji ke hadirat Batara Syiwa-Buddha yang agung,
karena telah melimpahkan berkahNYA melindungi Singasari dari
malapetaka.“ Aragani memulai penuturannya dengan
mengucapkan sembah puji “secara tak terduga-duga putera
menantuku si Kuda Panglulut telah berhasil membongkar suatu
persekutuan besar untuk merobohkan kerajaan Singasari.“
“O,“ mahursi tua itu mendesuh kejut “bagaimana peristiwa
itu? “
Setelah dapat menggugah semangat maharsi, Aragani baru
mulai bercerita. Ibarat orang menggoreng ikan, minyak harus
dipanaskan dulu, baru ikan dimasukkan. Demikian cara Aragani
hendak melontarkan persoalan yang dibawanya itu kepada
maharsi. Ia menghendaki agar semangat maharsi terhentak baru
dia menceritakan tentang surat dari adipati Wiraraja kepada raja
Daha.
Isi surat itu ditekankan kepada ajakan Wiraraja kepada raja
Jayakatwang untuk bersiap-siap menunggu ketempatan yaag
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

baik untuk mencetuskan pemberontakan bersenjata terhadap


Singasari.
Dengan licin dan pandai, Aragani menyembunyikan tujuan isi
surat Wiraraja yang menganjurkan Jayakatwang untuk
melenyapkan dirinya. Dia hanya menekankan bahwa tujuan
Wiraraja bersekutu dengan Jayakatwang itu adalah untuk
menumbangkan kekuasaan baginda Kertanagara. Sekali
merangkai cerita, Aragani tak mau kepalang tanggung.
Ditambahkannya pula bahwa dalam suratnya itu, Wiraraja juga
menganjurkan kepada Jayakatwang, agar apabila berhasil
menumbangkan kekuasaan baginda Kertanagara maka kaum
pandita dan brahmana juga harus dibasmi. Pengaruh kaum
pandita dan brahmana Syiwa Buddha makin bertumbuh besar.
Mereka tidak terbatas dalam mengembangkan ajaran agama,
pun telah bertindak lebih jauh untuk menyusupkan pengaruhnya
dalam pemerintahan. Demikian surat Wiraraja.
“Keadaan ini sesuai dengan kekuatiran kaum pandita dan
brahmana sebagaimana tuan ungkapkan tadi. Bukankah
persekutuan jahat itu merupakan suatu ancaman bagi kaum
pandita dan brahmana yang selama ini telah mengenyam
kehidupan yang tenang dan damai di Singasari ?“ Aragani
menutup penuturannya dengan suatu peringatan untuk
membangkitkan kegelisahan maharsi Dewadanda.
Maharsi mendengarkan penuturan itu dengan penuh
perhatian. Berulang kali tampak dahinya mengeriput.
“Memang hal itu layak mendapat perhatian, ki patih,“ jawab
maharsi dengan sikap hati-hati “namun ada sesuatu yang
kupikirkan.“
“Baginda Kertanagafa adalah seorang Jina yang melindungi
agama Syiwa-Buddha. Wiraraja dan Daha tak mungkin dapat
meniru jejak mendiang prabu Dandang Gendis.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ha, ha,“ patih Aragani tertawa lepas “barangsiapa merasa


kuat, dia lengah. Yang merasa puas, dia lena. Dalih ini telah
diresapi oleh Wiraraja dan dihaturkan kepada Daha untuk
mempergunakannya sebagai senjata kepada Singasari. Rupanya
raja Daha setuju untuk melaksanakannya. Raja Jayakatwang
tahu bahwa baginda Kertanagara itu senang disanjung suka
didamba dambakan,“ agak tergetar nada suara Aragani waktu
mengucapkan kata-kata yang terakhir itu. Dia dibayangi oleh
bayang- bayang hitam dari perbuatannya membuai baginda.
“Hm,“ maharsi Dewadanda hanya mendesah.
“Bertolak pada landasan itulah maka raja Jayakatwang akan
menciptakan suatu iklim yang penuh pesona bagi kegemaran
baginda. Daha akan menghaturkan sebuah patung “
“Patung?“ maharsi tua itu mengulang heran “patung apakah
gerangan yang membuat baginda terpesona ?“
“Patung Joko Dolok, maharsi,“ sahut Aragani.
“Patung Joko Dolok ? Apakah patung itu ? Dan apa kaitannya
dengan seri baginda ?“
“Lambang sakti peribadi seri baginda.“
“O,“ desuh maharsi “bagaimana keterangannya maka sakti
seri baginda dilambangkan sebagai Joko Dolok, ki patih ?“
“Joko Dolok artinya pemuda yang termenung. Menung
diartikan sebagai menung cipta-semedhi yang dalam. Itu kata
orang Daha.“
Sejenak maharsi Dewadanda kerutkan dahi, kemudian berkata
“Tetapi, ki patih, tidakkah arti kata Dolok itu juga dapat
ditatarkan sebagai termenung-menung ? Dan termenung-
menung biasanya orang yang melamun atau berkhayal sehingga
mengabaikan kenyataan disekelilingnya ?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah, benar,“ sambut patih Aragani “tetapi seri baginda lebih


mempercayai akan tafiiran arti 'termenung'.“
“Tetapi ki patih,“ sanggah maharsi “seri baginda seorang
Jnana yang putus akan sad-paramita dan segala ilmu falsafah
agama. Tak mungkin seri baginda akan puas apabila Daha yang
menghaturkan tafsiran arti dari patung Joko Dolok itu sebadai
'termenung2’. Tentulah ada arti yang lebih mendalam pula.“
Sejenak patih Aragani memejamkan mata, mengerut dahi
seperti tengah menggali ingatan “O, benar, maharsi,“ serunya
beberapa saat kemudian “memang terdapat suatu iringan tafsiran
yang mempermegah tafsiran patung itu. Kata raja Daha, patung
Joko Dolok itu harus ditafsirkan dari ajaran Tri-parartha.
Berkenankah maharsi memberi uraian kepada hamba tentang
tafsiran itu?.“
Maharsi Dewadanda mengangguk “O, tri-parartha ?“
“Ya.“
“Tri-parartha juga disebut Tri-para martha, yaitu tiga tujuan
utama dalam ajaran Buddha, yalah Asih, Punya dan Bhakti. Asih
yalah Kasih sayang, Punya berarti dermawan dan Bhakti adalah
taat mengabdi atau sujud kepada Hyang Maha Agung. Ketiga-
tiganya itu diwujutkan dengan sifat hakekat Bodhisatwa dengan
nama tersendiri. Bhatara Wairocana adalah Asih. Bhatara
Amithaba adalah Punya. Dan Bhatara Aksobhya adalah Bhakti.“
“O, benar, benar, maharsi,“ seru patih Aragani “raja Daha
mengatakan bahwa patung itu adalah lambang dari Bhatara
Aksobhya.“
“Jika demikian,“ kata maharsi Dewadanda ”Joko Dalok itu
ditafsirkan sebagai termenung dalam cipta-semedhi sebagai
hakekat Bhakti, yaitu yang selalu berbuat sesuai dengan ajaran
agama. Teguh memegang tapa-brata. ibadah dan ketentuan-
ketentuan agama, tak pernah jemu mendalami ajaran Dharma.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Aragani mengangguk-angguk.
“Ki patih,“ kata maharsi Dewadanda “lalu apakah tujuan raja
Jayakatwang mempersembahkan patung Joko Dolok itu kepada
seri baginda?“
“Untuk penangkal tulah kutuk Empu Bharada.“
“O,” maharsi Dewadanda terkejut “untuk penangkal tulah
kutuk Empu Bharada? Apakah yang dimaksudkan raja Daha ?“
Patih Aragani menuturkan tentang sejarah kerajaan Singasari
dengan Daha yang sejak dahulu selalu tak pernah rukun. Hal itu
diakibatkan pada waktu empu Bharada mengguriskan air kendi
sakti dari udara untuk membagi kerajaan Panjalu, bajunya telah
tersangkut batang pohon kamal. Empu murka dan seketika itu
mengeluarkan kutuk sehingga pohon kamal itu berobah menjadi
pandak selama-lamanya. Kutuk itu memberi pengaruh pada
tugas empu yang sedang melaksanakan amanat baginda untuk
membagi atau memecah kerajaan Panjalu. Dan selanjutnya
kedua kerajaan Daha dan Jenggala itu menjadi pecah.
“Itulah yang dimaksud oleh raja Daha dengan persembahan
patung Joko Dolok itu. Patung itu akan diletakkan di makam
Wurare, tempat dahulu empu Bharada menghimpun sakti,“ patih
Aragani mengakhiri penuturannya.
“Hm,“ desuh maharsi Dewadanda “itu suatu ulasan pada
persembahannya tetapi adakah maksud lain yang tersembunyi
dalam persembunyian itu, ki patih ?“
“Tentu, maharsi,“ sahut patih Aragani dengan nada yakin
“seperti kata tuan tadi 'burung tempua takkan terbang rendah
apabila tak berada ada'. Demikian dengan peristiwa itu. Tak
mungkin raja Jayakatwang akan mempersembahkan patung yang
berhiaskan ulasan kata sedendkian luhur, apabila tiada
mempunyai maksud tertentu.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Maksud ki patih, raja Daha bermaksud melelapkan perhatian


seri baginda ?“
“Apa pula kalau tidak begitu, maharsi,“ seru Aragani “dengan
persembahan itu, diharapkan agar hilanglah kecurigaan baginda
terhadap maksud terselubung dari Daha. Yang jelas, aku telah
menerima laporan dari orang-orangku bahwa secara diam-diam
Daha membangun pasukan.“
Dewadanda terkesiap. Sekilas pikirannya membangun ingatan
akan peristiwa kerajaan Daha semasa diperintah prabu Dandang
Gendis dahulu “Tetapi berkenankah baginda menerima
persembahan patung itu?“ beberapa saat kemudian ia bertanya.
“Telah kukatakan,“ sahut patih Aragani “bahwa baginda terlalu
yakin akan kekuasaan, kekuatan dan kesaktiannya. Pun baginda
tak pernah mau percaya bahwa kebaikan yang dilimpahkan
kepada Jayakatwang dengan mengangkatnya sebagai raja Daha
dan puteranyapun dipungut sebagai menantu, akan dibalas
dengan air tuba oleh raja Daha itu.“
Maharsi Dewadanda menghela napas kecil “Tetapi ki patih,
tidakkah andika seorang kepercayaan baginda? Apakah andika
tak pernah berusaha untuk menyadarkan pikiran baginda?“
Aragani tertawa hambar “Kiranya tak kurang-kurang usahaku
untuk menyadarkan seri baginda. Baik secara bertalaran maupun
berterus terang, telah kuusahakan untuk menyinggung ancaman-
ancaman yang tak pernah padam di hati orang Daha terhadap
Singasari, Namun baginda selalu mentertawakan dan
mengatakan aku seorang yang banyak berprasangka.“
Maharsi diam merenung. Sampai beberapa saat baru dia
bicara pula “Ki patih, menarik dari kecemasan tuan, tentulah tuan
sudah dapat membayangkan betapa akibat daripada tindakan
raja Daha itu terhadap Singasari.“
“Hal itu sudah jelas, maharsi,“ jawab Aragani “apabila Daha
sampai dapat menguasai Singasari, sejarah akan terulang pula.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sejarah dari prabu Dandang Gendis terhadap para pandita dan


brahmana khususnya. Karena jika Daha tak pernah mau
melupakan dendam terhadap Singasari, tentulah tak mungkin
mereka akan melupakan kaum pandita dan brahmana yang
melarikan diri mencari pengayoman ke Singasari kemudian
dengan setya ikut serta membangun dan menyejahterakan
kerajaan Singasari dalam bidang keagamaan. Tidakkah demikian
pendapat, andika maharsi ?“
“Harimau walaupun berselimut bulu domba, akhirnya dapat
diketahui juga karena bunyinya,“ kata resi Dewadanda “demikian
pula dengan setiap perbuatan yang berselubung kebaikan.“
“Tuan telah memberi tamsil yang tepat sekali,“ sambut patih
Aragani “dan siapa yang mengetahui bahwa dalam selubung kulit
domba itu bersembunyi harimau tetapi tidak lekas bertindak
untuk membasminya, dia akan ditelan oleh harimau itu.“
Maharsi Dewadanda terhentak mendengar ucapan patih itu. Ia
mencurah pandang kepada tetamunya.
“Maharsi,“ cepat pula patih Aragani berkata “membasmi
musuh Singasari sama halnya dengan membasmi musuh agama
Syiwa-Buddha. Karena Singasari dipimpin oleh seorang Jina yang
menaungi kesejateraan agama Tripaksi. Soal perbedaan aliran
dalam agama itu, hanyalah soal falsafahnya saja. Beda sekali
dengan kebebasan perkembangan agama di Singasari dengan
dibawah kekuasaan Daha. Di Singasari kaum pandita dan
brahmana menjunjung baginda Kertanagara sebagai Jina,
pelindung Syiwa-Buddha. Di Daha, rajanya hendak memaksa
para pandita dan brahmana menyembah dibawah kekuasaan
raja.“
“Sudah jelas sekali, bagai burung dara terbang di siang hari,“
sambut maharsi Dewadanda “lalu apakah yang harus kita
lakukan? Kurasa ki patih tentu sudah membawa rencana.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Patih Aragani mengangguk girang “Benar, maharsi. Namun


rencana itu wajib kumintakan pertimbangan tuan karena hal itu
menyangkut kepentingan kita bersama.“
“Baiklah. Silakan ki patih menguraikan.“
“Satu-satunya jalan yang terbaik untuk menggagalkan siasat
raja Daha itu tak lain hanyalah mencuri patung Joko Dolok itu
dari tempat pembuatnya.“
“Mencuri?“ ulang resi Dewadanda. Rupanya patih Aragani
cepat dapat menyadari kelepasan kata yang diucapkannya itu.
Mencuri, suatu perbuatan yarg dilarang dan pantang dilakukan
oleh kaum pandita dan brahmana “Maharsi, - maksudku kita
hancurkan saja patung itu,“ cepat ia menyusuli penjelasan.
“Hm.“ maharsi Dewadanda mendesuh dalam-dalam.
“Dengan hancurnya patung itu, baginda Kertanagara tentu
akan murka dan menganggap bahwa raja Daha hanya berolok-
olok. Meningkat lebih berat lagi, baginda tentu akan berkesan
bahwa raja Daha hendak menghinanya. Menghina raja, berat
hukumannya.“
“Tidakkah raja Daha akan memberi keterangan bahwa patung
itu telah diambil atau dirusak orang?“ tanya maharsi Dewadanda.
“Itu urusan raja Daha sendiri. Baginda Kertanagara tentu
takkan mempedulikan hal itu. Yang penting bagi baginda yalah
patung itu sebagai bukti dari pernyataan raja Daha hendak
mempersembahkan suatu tanda bulubekti kepada baginda.“
“Ya,“ maharsi Dewadanda mengangguk. Legalah hati patih
Aragani mendengar pernyataan maharsi tua itu “Peristiwa itu
dapat kita pertajam pula dengan penjelasan-penjelasan kepada
baginda bahwa Daha harus dihukum. Sekurang-kurangnya akan
kutanam kesan kepada baginda bahwa Daha jangan terlalu
dimanja dengan kepercayaan.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Maharsi Dewadanda mengangguk-angguk. Ia tahu akan


ketajaman lidah Aragani. Tahu pula akan kepercayaan baginda
terhadap patih itu. Ia dapat menerima saran patih itu. Kemudian
ia menanyakan bagaimana langkah selanjutnya.
“Empu Paramita tinggal di desa Panawijen, lereng gunung
Kawi. Menurut kata orang, empu itu cucu keturunan dari empu
Parwa, ayah Ken Dedes. Empu Paramita ahli dalam seni pahat
membuat patung. Patung yang dibuatnya, juga mempunyai tuah
sebagaimana keris pusaka. Nah, pelaksanaan dari rencana kita
untuk menghancurkan patung itu, kuserahkan kepada maharsi.“
Aragani menutup kata-katanya.
Maharsi Dewadanda merenung diam. Ada beberapa
pertimbangan yang terpaksa ia harus menerima. Pertama, uraian
patih Aragani tentang akibat dari persembahan patung kepada
seri baginda, memang memberi gambaran yang suram pada
kewaspadaan baginda terhadap Daha. Kedua, apabila Daha
sampai dapat merobohkan Singasari, betapapun raja
Jayakatwang itu tidak sekejam prabu Dandang Gendis terhadap
kaum pandita dan brahmana, tetapi tentu takkan lebih baik dari
perlakuan yang diberikan seri baginda Kertanagara terhadap
kaum pandita dan brahmana. Dan ketiga, candi Bentar memang
telah menerima banyak sekali bantuan dari patih Aragani.
“Baiklah ki patih,“ akhirnya maharsi candi Bentar itu menerima
“akan kuusahakan perintah tuan.“
“Terima kasih, maharsi “
Demikian setelah tercapai sepakat antara kedua orang itu
maka Araganipun segera pamit. Sedang maharsi Dewadandapun
segera memanggil dua orang muridnya, pandita Lowara dan
Uttungka.
Lowara dan Uttungka, murid tertua dari maharsi Dewadanda.
Kedua pandita itu memiliki ilmu kesaktian yang tinggi disamping
ajaran-ajaran agama. Terutama Lowara, sebagai murid yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tertua sendiri, dialah calon pengganti maharsi Dewadanda


apabila kelak maharsi itu sudah muksha.
Kedua pandita itu terkejut dan bergegas menghadap gurunya
“Guru, ada peristiwa apakah yang penting sehingga guru
menitahkan kami pada tengah malam ini ?“
“Benar,“ sahut maharsi Dewadanda “kita menghadapi suatu
peristiwa yang memperihatinkan sekali.”
“O, sudilah kiranya guru memberi petunjuk kepada kami,“ kata
Lowara.
“Tadi aku habis menerima kunjungan ki patih Aragani,“ kata
maharsi Dewadanda.
“O, tentulah suatu berita yang amat penting sekali mengapa
sampai ki patih memerlukan berkunjung pada hari semalam ini,
guru.“
“Ya,“ sahut maharsi Dewadanda “ki patih membawa berita
tentang peristiwa raja Jayakatwang hendak mempersembahkan
sebuah patung kepada seri baginda Kertanagara.“
“Sebuah patung?“ Lowara terkejut.
“Ya,“ maharsi Dewadanda lalu menuturkan tentang patung
Joko Dolok seperti yang diberitakan patih Aragani tadi “sayang
persembahan itu mengandung maksud tertentu. Kemungkinan
dengan tujuan untuk mengambil hati dan melengahkan perhatian
baginda sehingga Daha leluasa bergerak menyusun kekuatan.“
“O,“ Lowara dan Uttungka mendesah kejut “jika memang
demikian, memang suatu persembahan yang berselubung
maksud buruk. Lalu bagaimana titah guru kepada kami berdua?“
“Telah kurenungkan hal itu,“ kata maharsi Dewadanda “bahwa
betapapun halnya, kita kaum pandita dan brahmana, merasa
lebih sejahtera dan tenang hidup dibawah naungan seri baginda

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kertanagara daripada Daha. Ingat betapa tindakan prabu


Dandang-Gendis dahulu, terhadap kaum pandita.“
“Guru,“ tiba tiba Uttungka berkata “tetapi itu peristiwa dulu.
Mungkinkah raja Jayakatwang yang sekarang juga akan
bertindak seperti prabu Dandang Gendis dahulu, guru ?“
“Benar, memang mungkin tidak,“ kata maharsi Dewadanda
“tetapi betapapun indahnya, sesuatu yang baru dalam taraf
mungkin itu, masih indah jua kenyataan yang sudah nyata
sekarang.”
“Guru maksudkan bahwa .... “
“Sebaik-baik kemungkinan dari raja Jayakatwang terhadap
kaum pandita dan brahmana, masih lebih baik perlakuan baginda
Kertanagara terhadap kaum pandita, dan brahmana seperti yang
kita alami sekarang ini. Bukankah demikian Uttungka ?“
“Benar, guru,“ jawab Uttungka. Kemudian dia mohon petunjuk
apa yang akan dititahkan kepadanya.
“Aku telah berunding dengan ki patih Aragani,“ kata maharsi
Dewadanda “dan mencapai suatu kesepakatan langkah, bahwa
satu-satunya jalan untuk meniadakan kemungkinan, haruslah
membasmi kemungkinan itu. Agar maksud raja Jayakatwang
jangan sampai terlaksana, haruslah patung Joko Dolok itu
dihancurkan.“
Resi Lowara mengiakan “Benar, guru. Lebih baik kita menjaga
penyakit daripada mengobatinya. Lalu bagaimana langkah
selanjutnya, guru.“
“Patung Joko Dolok itu dibuat oleh empu Paramita di desa
Panawijen. Kalian berdua kuserahi tugas untuk melaksanakan
rencana itu. Usahakanlah mengambil patung itu dan kemudian
hancurkanlah agar gagal rencana raja Daha,“ kata maharsi
Dewadanda.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Baik guru,“ resi Lowara dan resi Uttungka menyatakan


kesediaannya. Kemudian merekapun mohon diri.
“Kakang Lowara,“ kata Uttungka setiba di asrama “mengapa
rakryan patih Aragani membebankan tugas ini kepada kita?“
“Ada beberapa sebab,“ jawab Lowara “pertama, rakryan patih
gagal untuk membujuk seri baginda supaya jangan menerima
persembahan patung itu. Kedua, jika dia yang bertindak untuk
menggagalkan rencana Daha, tentu mudah diketahui dan
akibatnya membahayakan kedudukan rakryan patih. Ketiga, guru
bersahabat baik dengan rakryan patih. Dan candi kita banyak
sekali menerima bantuan dari rakryan Aragani. Guru sukar untuk
menolak. Keempat, memang kalau di pikir lebih lanjut,
kepentingan ini menyangkut juga peri-kehidupan kita kaum
pandita dan brahmana di Singasari. Kita tentu akan mengalami
perobahan apabila Daha berhasil menguasai Singasari. Dan
kelima, ini suatu kepercayaan dari rakryan patih kepada kita,
disamping suatu kesempatan bagi kita para pandita candi Bentar
untuk membangun suatu pahala yang naninya akan membawa
pengaruh besar bagi candi kita.“
“Tetapi kakang Lowara,“ masih Uttungka berkata “tidakkah
dengan demikian kita ini merupakan alat dari rakryan patih,
paling tidak sebagai sekutu yang berfihak kepadanya?“
“Uttungka,“ kata Lowara “ketahuilah, bahwa dalam kehidupan
ini tak dapat kita memisahkan diri dari alam sekeliling kita. Pun
tak ada sesuatu langkah yang tak punya kaitan dengan
kehidupan kita, yaitu orang maupun keadaan di sekeliling kita.
Kita mengembangkan ajaran ajaran agama dengan membangun
candi dan vihara, memberi uraian tentang ayat- ayat dan kitab
kepada penganut-penganut agama kita, mengapa kita tidak
berusaha untuk mengamankan kehidupan beragama itu? Kita
kaum pandita dan brahmana menghendaki kehidupan yang
tenang dan damai, mengapa kita tak berusaha untuk
menyejahterakan kehidupan itu. Misalnya, apabila candi atau
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

vihara kita timbul kebakaran, kita berusaha untuk memadamkan.


Kalau rusak, kitapun berusaha untuk memperbaiki. Mengapa
kalau timbul gangguan baik yang berasal dari kecelakaan alam
maupun dari tindakan tindakan manusia yang tak bertanggung
jawab, kita tak berusaha untuk melenyapkannya?“
“Kita tak ingin apa yang telah kita tanam, bina dan
kembangkan selama ini, akan rusak binasa apabila terjadi suatu
perobahan dalam pemerintahan Singasari,“ kata Lowara pula
“oleh karena itu, Uttungka, kurasa tiada yang harus kita ragukan
lagi dalam tindakan kita ini, demi menunaikan kewajiban kita
terhadap kesejahteraan agama dan sebagai seorang kawula
Singasari.“
Uttungka mengangguk “Baik, kakang. Lalu bagaimana rencana
kita ini?“
“Besok kita berangkat ke Panawjen. Kita selidiki dahulu tempat
kediaman empu Paramita.“
“Siapakah empu Paramita itu, kakang?“
“Cucu keturunan dari empu Parwa.“
“O, empu Parwa ayah Ken Dedes yang termasyhur itu?“
Uttungka terkejut.
“Ya. Dia seorang ahli pahat yang pandai.“
“Tentu bukan sembarang ahli pahat saja, pun tentu memiliki
ilmu kesaktian sebagaimana empu Parwa dahulu.“
Lowara mengangguk “Setiap empu, tentu mempunyai ilmu
yang tinggi. Menurut keterangan guru, Paramita juga memiliki
ilmu kesaktian yang hebat. Oleh karena itu kita harus hati-hati
bertindak.“
“O, jika begitu tugas kita ini berat sekali.“ Lowara tersenyum
“Seharusnya engkau dapat menduga apa sebab guru memilih kita

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

berdua untuk melaksanakan hal itu. Kalau guru menganggap hal


itu mudah tentulah guru akan menitahkan lain saudara kita.“
Uttungka mengangguk. Memang dalam kalangan anak murid
candi Bentar yang berjumlah ribuan itu, Lowara dan Uttungka
adalah yang tertinggi. Lowara murid pertama dan Uttungka yang
kedua.
“Malam hari baru kita bertindak,“ kata Lowara dengan
setengah berbisik “aku akan memasuki rumah empu Paramita
sebagai seorang pencuri. Tetapi akan kuatur sedemikian agar,
empu mengetahui dan mengejar aku. Nah, pada saat itulah
engkau harus cepat masuk kcdalam rumahnya dan mengambil
patung Joko Dolok itu.“
“O, kakang hendak menggunakan siasat untuk memancing
harimau tinggalkan sarangnya?“
“Ya,“ sahut Lowara “jika harimau itu tetap berada di
sarangnya, bagaimana mungkin kita dapat menangkap anaknya ?
Maka harimau itu harus dipikat supaya keluar dan mengajar aku.“
“Tetapi kakang,“ Uttungka meragu “tidakkah empu Paramita
itu seorang sakti ? “
“Engkau menguatirkan dia dapat menangkapku ?” balas
Lowara “ah, tidak, Uttungka. Akan kupikat dia kearah lembah
gunung Kawi. Aku kenal baik tempat itu, tak mungkin dia dapat
mengejarku.“
“Baik. kakang, tetapi kuharap kakang bertindak hati-hati,“ kata
Uttungka.
Keesokan harinya mereka segera berangkat.
~dewi.kz^ismo^mch~

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

III
Malam itu tiada rembulan. Cakrawala hanya dimeriahkan
beribu bintang. Angin berhembus menimbulkan suara rintih pada
ranting dan daun. Menjelang tengah malam, sayup-sayup
terdengar suara burung kulik bersahut-sahutan.
Ada sesuatu yang berbeda dengan malam-malam biasanya.
Demikian apabila orang menyempatkan diri untuk merasakan
suasana malam itu. Tetapi pada umumnya rakyat di desa
pegunungan seperti desa Panawijen yang terletak di lereng
gunung Kawi, lebih senang melepaskan diri dalam kelelapan tidur
yang berhias impian. Sehari memeras tenaga di ladang dan
kebun, cukup meletihkan badan. Hanya tidurlah tempat
pelepasan lelah, keluhan, pikiran dan segala sesuatu derita
maupun gembira dan peristiwa yang dialaminya hari itu.
Tidurpun merupakan suatu sarana untuk memulihkan tenaga dan
semangat yang telah lapuk diperas pekerjaan.
Mungkin ada seorang dua orang dari rakyat desa Panawijen
yang masih terjaga. Entah karena resah pikiran, entah karena
terjaga dari mimpi yang buruk. Dan mereka yang bangun pada
malam itu tentulah mendengar suara burung kulik menyeruak
kelelapan malam. Namun mereka terus tidur lagi. Bukan karena
tak tahu bahwa burung kulik itu pada galibnya, seperti yang
diterimanya dari cerita-cerita orang-orang tua, burung peronda
malam yang tajam selera. Karena dia selalu memberi tanda
kepada manusia apabila malam itu penjahat akan datang
menggerayang rumahnya.
Bagi rakyat desa, burung kulik selalu menjadi perhatian.
Sayang perhatian itu tidak disalurkan kearah rasa syukur ataupun
suatu rasa kesayangan atas jasa burung itu memberi tanda
kepada mereka. Karena kenyataannya, setiap kemunculan
burung kulik, hanya menimbulkan rasa perihatin yang cenderung
pada rasa takut-takut seram. Bahkan terpercik juga suatu rasa
enggan mendengar suara burung itu. Tetapi untunglah burung
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

itu tak mengerti perasaan manusia terhadap dirinya. Dia tak


mengharap balas jasa dari manusia. Apapun tanggapan manusia,
suka atau benci, burung itu tetap melakukan tugasnya,
membahanakan suaranya yang menukik- nukik hati,
mengabarkan tentang datangnya orang atau gerombolan
penjahat.
Beberapa penduduk yang „kebetulan pada tengah malam itu
belum tidur atau terjaga dari mimpinya, mendengar juga suara
burung kulik itu dan mengerti akan maknanya. Tetapi mengapa
mereka bersikap tak acuh dan tidur lagi untuk melanjutkan
mimpinya? Hal itu tak lain karena mereka merasa mempunyai
tiang andalan yani sesepuh desa yang amat dihormati dan
ditaati. Sesepuh itu bukan lain adalah empu Paramita. Seluruh
rakyat desa Panawijen taat dan patuh kepada empu Paramita.
Menurut cerita dari kakek mereka dan orang-orang tua di desa
Panawijen, dahulu desa itu pernah dilanda malapetaka yang
hebat. Sumur-sumur dan sumber-sumber air di laladan Panawijen
telah kering. Panen gagal, sawah dan ladang menjadi tanah
lapang yang bongkah, paceklik mengamuk, rakyat dicekik
kelaparan. Malapetaka itu tak lain akibat dari kutuk empu Parwa
yang marah karena rakyat desa Panawijen tak memberitahu
kepadanya tentang peristiwa puteri-nya, Ken Dedes, dilarikan
Tunggul Ametung, akuwu Tumapel.
Bencana itu baru berakhir setelah rakyat menyadari
kesalahannya. Mereka memohon ampun kepada empu Parwa.
Tetapi empu Parwa tak dapat berbuat apa- apa kecuali
menganjurkan mereka mengadakan sembahyang dan sesaji
memohon pengampunan kepada Hyang Widdhi. Namun masih
bertahun-tahun desa itu tetap tandus. Baru setelah Tunggul
Ametung binasa dan empu Parwa meninggal, mulailah sumur dan
sumber air di desa itu mengeluarkan air lagi.
Sejak peristiwa itu, keturunan empu Parwa sangat disegani
dan ditaati rakyat. Sampai pada empu Paramita yang sekarang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

ini, rakyat tetap menganggapnya sebagai sesepuh desa. Tetapi


empu Paramita bukan seorang yang gila hormat. Dia seorang
empu yang bijaksana dan berilmu. Dia seorang ahli pahat yang
pandai. Dibawah pimpinannya, desa Panawijen makin makmur.
Selain bercocok tanam, pun mereka menghasilkan kerajinan
patung, baik dari batu maupun kayu. Mereka merasa beruntung
mempunyai seorang pengayom seperti empu Paramita.
Selain makmur, pun rakyat Panawijen hidup sejahtera. Selama
bertahun-tahun keamanan berjalan amat tertib. Tak pernah
terjadi pencurian, pembunuhan dan kejahatan. Memang agak
ganjil bahwa dalam sebuah desa tak pernah terjadi peristiwa
pencurian. Rakyat percaya bahwa hal itu disebabkan kesaktian
empu Paramita sehingga kaum penjabat tak berani mengganggu
desa itu. Dengan kepercayaan itulah mereka menyerahkan
keamanan desa kepada empu Paramita. Itulah sebabnya
walaupun mereka mendengar suara burung kulik, mereka tidur
lagi. Diantara dua kepercayaan yani terhadap burung kulik
sebagai pewarta datangnya pencuri dengan kepercayaan akan
kesaktian empu Paramita, mereka memilih kepercayaan terhadap
empu Paramita.
Saat itu empu Paramita sedang bersemedhi. Memang menjadi
kebiasaannya, dia belum tidur sebelum lewat tengah malam. Dan
pada waktu menjelang tidur dia akan bersemedhi dahulu. Dia
mendengar juga suara burung kulik melengking- lengking di
kesunyian malam itu. Segenap indriyanya segera dipertajam. Tak
lama kemudian ia berhasil menangkap suara benda mendebur
tanah. Suara debur itu terdengar ringan sekali, seringan daun
gugur ke tanah. Empu Paramita terkesiap.
“Mengapa sedemikian ringan debur itu ?“ pikirnya “daun
berguguran ke tanah? Ah, jika daun gugur, tentu segera lenyap
dan tidak sederas seperti ini. Dan lagi, angin tiada keras saat ini.
Apakah debur langkah orang? Ah, mustahil seringan itu.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Penolakan empu Paramita bahwa debur itu langkah kaki


orang, diperkokoh pula akan keyakinannya selama ini. Bahwa
selama belasan tahun, tak pernah terdapat bangsa pencuri yang
berani datang ke desa situ. Tiba-tiba terkilas sesuatu dalam alam
pikiran empu Paramita “Mungkinkah binatang buas?“ ia
menimang-nimang lebih lanjut. Dibayangkannya jenis binatang
buas yang sering berkeliaran pada malam hari “Ah, apabila
harimau, tentu akan mengaum dan menimbulkan suara berisik
ketika berjalan menerjang semak pohon. Dan dari kesiur angin
yang berhembus, rasanya tiada terdapat bau yang anyir.“
Kemudian pikirannya beranjak pada babi hutan yang memang
banyak terdapat di laladan gunung Kawi “Ah, babi hutan tidak
selambat itu jalannya. Dan pula biasanya babi hutan jarang
mengganggu rumah orang.“
Setelah membayangkan beberapa jenis binatang yang lain
akhirnya ia tiba pada suatu kesan bahwa kemungkinan tentu
bangsa ular yang suka berkeliaran pada malam hari untuk
mencari mangsa binatang ternak. Tetapi diapun masih meragu
“Ular tidak berjalan tetapi menjalar. Debur suara itu seperti
langkah kaki orang atau binatang berkaki empat.“
Debur suara itu makin lama makin dekat dan empu
Paramitapun tak mau menduga-duga lagi. Yang penting ia harus
meningkatkan kewaspadaan dan bersiap-siap menghadapi setiap
kemungkinan. Karena jelas pendatang itu, entah manusia entah
binatang buas, tentu tidak bermaksud baik. Empu Paramita
bersiap-siap.
Suara itu makin lama makin dekat dan suara debur itu dari
ringan makin berat “Hm, kurang ajar, kiranya langkah manusia,“
batin empu Paramita. Namun dia tak lekas beranjak melainkan
tetap duduk bersemedhi. Memang ia hendak membiarkan pencuri
itu masuk baru ditangkapnya.
Beberapa saat kemudian terdengar bunyi berkeritikan dari
batu kerikil yang menggelinding diatap.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hm, dia hendak menyelidiki apakah aku sudah tidur pulas,“


pikir empu Paramita pula.
Beberapa saat kemudian mulai terdengar gerendel jendela
diguris dengan senjata tajam dan pada lain saat jendelapun
terbuka lalu sesosok tubuh berpakaian warna hitam dan mukanya
ditutup dengan kain hitam masuk.
Melihat itu empu Paramita segera turun dari balai-balai “Hm,
besar sekali nyalimu pencuri, berani masuk kedalam rumahku,“
serunya seraya loncat menerjang.
Tetapi orang itu ternyata amat gesit. Pada saat empu
Paramita beranjak dari tempat tidurnya, dia sudah loncat keluar
dari jendela dan berseru menantang,
“Empu Paramita, kalau engkau memang sakti, hayo, kejarlah
aku ! “
Dan segera pada larut malam yang hanya diterangi bintang
kemintang itu, tampak dua sosok tubuh berkejaran seperti orang
yang tengah berlomba lari. Tak lama kemudian merekapun
lenyap di telan hutan yang gelap.
Tetapi pada saat itu pula, sesosok bayangan muncul dari balik
gerumbul pohon di pekarangan rumah empu Paramita. Dengan
gerak yang gesit, orang itupun segera masuk kedalam rumah.
Tak lama kemudian dia keluar lagi dengan memanggul sebuah
benda sebesar manusia. Benda itu ditutup dengan kain selubung
hitam sehingga tak diketahui macamnya. Orang itupun cepat
meninggalkan tempat kediaman empu Paramita dan masuk
kedalam hutan.
Sementara dalam pengejaran itu, diam-diam empu Paramita
terkejut heran. Sejak berpuluh-puluh tahun tinggal di desa
Panawijen, belum pernah desa itu didatangi pencuri bahkan
berani masuk kedalam rumahnya. Ia sudah mempunyai dugaan
bahwa penjahat itu tentu bukan sembarang penjahat dan tentu
mempunyai tujuan tertentu. Oleh karena itu empu sangat
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

bernafsu untuk menangkap agar dapat diketahui siapa dan apa


gerangan tujuannya.
Namun betapa ia menggunakan aji Tapak-angin untuk
mempercepat larinya, tetap ia tak mampu memperpendek
jaraknya dengan pencuri itu “Hai, ki sanak, apabila engkau benar
seorang jantan, berhentilah,“ karena kesal hatinya, empu
Paramita berseru.
“Ikutilah aku, empu, apabila sudah mendapat tempat yang
sesuai, baru aku berhenti untuk mengadu kesaktian dengan
engkau,“ sahut orang itu dengan nada mencemoh.
Empu Paramita makin panas. Namun adakah sang kaki yang
menolak kehendak hatinya ataukah memang penjahat itu yang
sakti, tetapi yang jelas jarak mereka tetap terpisah beberapa
tombak. Ternyata penjahat itu lari menuruni lembah Kawi dan
menuju kearah bengawan Brantas dan pada waktu tiba disebuah
tikung jalan, mendadak penjahat itu hilang.
Memang sukar bagi empu. Paramita untuk mencari penjahat
ditempat yang penuh dengan batu dan pohon seperti tempat itu.
Apalagi saat itu bintang pun mulai memudar sehingga cuaca
makin kelam. Setelah menimang beberapa jenak, terpaksa ia
harus pulang dengan membawa kekecewaan hati.
Setiba di rumah, diperhatikan bahwa keadaan dalam ruang
masih seperti biasa. Tak tampak sesuatu yang hilang. Dilihatnya
di sudut ruang dekat jendela, patung Joko Dolok yang
diselubungi dengan kain hitam masih berada ditempatnya.
Patung itu belum seluruhnya jadi tetapi sudah mendekati selesai.
Karena kuatir penjahat itu akan datang kembali maka empu
Paramitapun tak tidur melainkan duduk bersemedhi sampai pagi.
Siapa gerangan pencuri sakti itu dan siapa pula orang yang
mengambil benda sebesar orang dan bertutup selubung hitam itu
?

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Mereka tak lain adalah resi Lowara dan resi Uttungka dari
candi Bentar. Sesuai dengan rencana mereka maka resi Lowara
yang pura-pura menjadi pencuri untuk memikat agar empu
Paramita keluar meninggalkan rumah untuk mengejarnya.
Kemudian resi Uttungka yang masak untuk mengangkut patung
Joko Dolok. Ternyata rencana mereka telah berhasil. Resi Lowara
berhasil memikat empu Paramita mengejarnya sampai jauh
kebawah lembah. Dan resi Uttungkapun berhasil mengangkut
patung Joko Dolok.
Dalam bekerja untuk mengangkut patung Joko Dolok itu,
Uttungka mempunyai akal yang cerdik. Di rumah empu Paramita
terdapat batu-batu untuk bahan pembuatan patung. Ia melihat
batu yang bentuk dan tingginya sama dengan patung Joko Dolok,
lalu ditempatkan di tempat patung Joko Dolok dan diselubungi
dengan selubung kain hitam yang digunakan untuk menutup
patung Joko Dolok. Sedang patung itu sendiri, diselubungi
dengan kain hitam yang sudah disiapkannya. Sedemikian rupa ia
merancang pengganti patung itu sehingga apabila tidak
membuka kain selubungnya, orang tentu mengira kalau patung
Joko Dolok.
Resi Uttungka bergegas menuju ke sebuah hutan di kaki
gunug Kawi. Dia sudah bersepakat dengan resi Lowara untuk
bertemu di tempat itu. Ketika resi Uttungka tiba, ternyata resi
Lowara sudah menunggu di situ.
“Bagaimana Uttungka ?“ tegur Lowara.
“Berhasil, kakang,“ sahut Uttungka seraya meletakkan benda
berselubung kain yang dipanggulnya “inilah patung Joko Dolok
itu.“
“Bagus, Uttungka,“ seru resi Lowara “guru menitahkan, untuk
sementara waktu patung itu supaya disembunyikan dulu. Bila
keadaan memaksa, barulah boleh dihancurkan.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Baik, kakang,“ sahut Uttungka “tetapi di mana kita akan


menyembunyikan patung itu? “
“Tempat persembunyian yang paling aman adalah didalam
tanah.“
“O, ditanam, maksud kakang ?“
Resi Lowara mengiakan. Segera keduanya mencari tempat
yang sesuai untuk menanam patung itu. Diatas tempat itu diberi
segunduk batu untuk tanda pengenal. Setelah selesai,
merekapun melanjutkan perjalanan pula.
“Uttungka,“ tiba-tiba resi Lowara berkata “pulanglah engkau
dahulu ke Singasari untuk menghadap guru dan melaporkan hasil
pekerjaan kita.“
“Aku seorang diri?“ Uttungka heran.
“Ya.”
“Lalu kakang resi? “
“Tiba-tiba saja aku mendapat pikiran,“ sahut resi Lowara
“bahwa empu Paramita tentu akan marah, gelisah dan berusaha
untuk mencari jejak kita. Aku akan menyaru sebagai seorang
pandita yang sedang menjalankan tapabrata berkelana. Aku
hendak menemui empu Paramita.“
Resi Uttungka heran “untuk apa kakang resi hendak
menemuinya?“
“Akan kuhapus peristiwa hilangnya patung itu dari isi hatinya
.... “
“O, bagaimana caranya ?“ tukas resi Uttungka.
“Akan kubisikkan kepadanya ilham yang kuterima dari
renungan persemedhianku. Bahwa pemujaan baginda
Kertanagara yang akan diujutkan dalam bentuk patung Joko
Dolok itu, tak direstui dewata.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah, apakah empu Paramita akan mudah percaya?“


“Tentu,“ sahut resi Lowara “empu Paramita tentu tak mau
menerima begitu saja keterangan itu. Tetapi akupun sudah siap
mengunjukkan beberapa ilmu kesaktian kepadanya.“
“Maksud kakang hendak adu kesaktian dengan empu
Paramita?“
“Bila perlu, Uttungka,“ sahut resi Lowara “tetapi kurasa cukup
memberi pengertian kepadanya akan ilmu kesaktian yang
kumiliki.“
“Lalu apa tindakan kakang resi selanjutnya?“
“Akan kupersilakan dia untuk memilih salah satu dari jalan
yang kutunjukkan kepadanya. Yani, menghadap raja
Jayakatwang dan melaporkan kehilangan patung itu. Atau
menyingkir dari desa Panawijen agar tidak menderita murka raja
Daha.“
“Itu berarti suatu paksaan halus.“
Lowara mengangkat bahu “Terserah bagaimana penilaiannya.
Yang penting aku melaksanakan apa yang telah menjadi
rencanaku.“
“Bagaimana kalau dia menolak, kakang?“
“Dia harus sanggup adu kesaktian dengan aku.“
“Apabila dia yang menang ?“
“Masih ada lain jalan yang dapat memaksanya harus menurut
anjuranku tadi. Yalah, aku akan menghadap raja Jayakatwang
dan memberitahukan peristiwa hilangnya patung itu.“
“Hai, benarkah kakang hendak menghadap raja Jayakatwang?
Tidakkah hal itu membahayakan kita juga?“
Lowara geleng geleng kepala ”Ah, Uttungka, masakan aku tak
memaklumi hal itu. Sudah tentu hal itu hanya akan kukatakan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dihadapan empu Paramita untuk mengancamnya. Itu jalan yang


terakhir apabila sampai adu kesaktian dan aku kalah.“
Uttungka tertegun sejenak “Apakah maksud kakang dengan
menganjurkan empu Paramita salah sebuah jalan yang kakang
tunjukkan itu ?“
“Jalan berbeda tetapi tujuan sama,“ sahut resi Lowara yang
mengenakan kerudung muka warna hitam “Menghadap raja
Jayakatwang dan melaporkan peristiwa hilangnya patung itu,
empu Paramita tentu akan mendapat murka raja Daha. Mungkin
dia akan dihukum atau diperintah untuk membuat patung Joko
Dolok lagi.“
“Kurasa empu Paramita tentu malu untuk menghadap raja
Daha,“ kata Uttungka.
“Ya,“ sambut resi Lowara “dia tentu merasa tersinggung
perasaannya karena dianggap tak dapat menjaga patung
buatannya. Dan menurut penyelidikan yang telah kulakukan,
selama berpuluh- puluh tahun desa Panawijen tak pernah
terganggu keamanannya. Apabila rakyat desa itu mendengar,
empu Paramita tentu malu.“
“Jika demikian,“ kata resi Uttungka “kemungkinan besar empu
Paramita tentu memilih jalan kedua, tinggalkan Panawijen dan
mengembara.“
“Benar,“ sahut resi Lowara.
“Tetapi kakang resi,“ masih resi Uttungka meragu “bagaimana
andaikata empu Paramita diam-diam lalu membuat patung lagi? “
Resi Lowara gelengkan kepala “Lucu.“
Resi Uttungka kerutkan dahi “Mengapa lucu? “
“Telah kukatakan tadi,“ kata resi Lowara “bahwa apabila dia
tak mau menerima anjuranku maka aku dapat memberi
ancaman, bahwa peristiwa hilangnya patung di rumahnya itu

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

akan kulaporkan kepada raja Daha. Dan kedua, kita dapat


memohon kepada guru agar memberitahu kepada rakryan patih
Aragani. Supaya rakryan patih menganjurkan baginda mendesak
raja Daha segera menghaturkan patung itu. Dengan demikian
raja Dahapun tentu akan mendesak empu Paramita agar lekas
menyelesaikan patung itu dalam waktu yang singkat. Sudah
tentu empu Paramita tak sanggup.“
“Bagaimana andaikata empu Paramita mengerahkan orang-
orangnya untuk beramai ramai mengerjakan pembuatan patung
itu secara serempak?“
“Jangan lupa, Uttungka,“ resi Lowara tersenyum “engkau dan
aku masih mampu mengganggunya dengan mengambil atau
menghancurkan patung itu lagi “
Uttungka mengangguk-angguk.
“Apabila empu Paramita memilih jalan kedua, tinggalkan
desanya dan mengembara, tentulah Daha akan kehilangan
seorang ahli pahat yang pandai. Pembuatan patung Joko Dolok
akan terbengkalai. Raja Daha pasti gelisah dan takut murka
baginda.“
Uttungka mengangguk-angguk dalam rasa heran dan kagum.
Tak pernah disangkanya bahwa resi Lowara yang biasanya
seorang pendiam ternyata dapat menguraikan suatu siasat yaog
begitu hebat. Diam-diam ia merasa malu dalam hati.
Sebenarnya hal itu tak perlu harus dirasakan Uttungka. Orang
tak perlu harus malu karena kalah pandai dalam mengatur siasat
untuk mencelakai orang lain. Tetapi karena Uttungka
memandang hal itu sebagai suatu tugas yang diberikan oleh
gurunya, diapun terhanyut dalam kepudaran pikiran.
“Dan engkau Uttungka,“ kata resi Lowara pula “mohonlah
petunjuk kepada guru. Bagaimana langkah yang baik untuk
mengembangkan peristiwa hilangnya patung Joko Dol'ok

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sedemikian rupa, agar dapat membangkitkan kemurkaan seri


baginda kepada fihak Daha.“
“Baik, kakang,“ kita Uttungka seperti kerbau tercocok hidung.
Segera ia minta diri dan berangkat ke Singasau, Tiba di kaki
gunung, ia masih terkesan akan kelincahan bicara dari resi
Lowara “Benar-benar tak pernah kusangka bahwa dalam
menghadapi tugas penting, kakang Lowara tiba-tiba pandai
bicara dan tepat sekali mengatur rencana “
Diam-diam ia merasa malu hati lagi. Dalam kehidupan sehari
hari di candi, dia lebih banyak dan lebih tangkas bicara dari pada
resi Lowara. Tetapi dalam menghadapi detik-detik melaksanakan
tugas yang penting, mengapa dia kalah bicara bahkan hampir tak
dapat bicara lagi “Tetapi .... “ sekonyong konyong ia terhenyak
dan hentikan langkah “ya, benar, baru saat ini aku dapat
merasakan bahwa nada suara kakang Lowara itu lain dengan
biasanya. Walaupun dia berusaha untuk bicara dengan pelahan,
tetapi nadanya beda dengan nada suara kakang Lowara,“ ia
kerutkan dahi, merenung.
“Mungkinkah .... ah, tetapi perawakan dan pakaiannya sama
dengan kakang resi,“ ia tersendat dalam keraguan “tetapi
bagaimana dengan nada suaranya yang kedengaran renyah
seperti anak muda itu? Nada suara kakang resi tidak begitu.“
Terlintas dalam benaknya untuk naik ke gunung lagi menemui
resi Lowara. Ia hendak bertanya mengapa resi Lowara tiba-tiba
saja nada suaranya berobah. Tetapi baru beberapa langkah ia
berhenti lagi “Ah, andaikata kakang resi mengatakan kalau dia
sedang gembira karena berhasil dalam melaksanakan tugas atau
karena agak terganggu kesehatannya berkeliaran sepanjang
malam di tengah udara terbuka yang dingin, tidakkah dia akan
mencemoh atau mungkin bahkan akan marah kepadaku karena
membuang waktu yang tak berguna dalam kecurigaan yang tak
berdasar sama sekali? Ah“ ia menghela napas “jika sampai
demikian, tidakkah aku harus lebih makin malu lagi kepada
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kakang resi ? Dia dengan tangkas dan tepat telah menyelesaikan


tugas, sedang aku hanya membuang-buang waktu tak berguna
untuk mencurigainya.“
Resi Uttungka menampar mukanya sendiri “Uttungka,
Uttunggka ! Kemanakah kecerdikanmu selama ini? Mengapa
engkau sampai pada kecurigaan yang sedemikian menggelikan
itu ? Bukankah resi Lowara itu memiliki ilmu kesaktian yang
hebat? Adakah ergkau kira resi Lowara itu bukan resi Lowara ?
Siapakah yang mampu mencelakainya lalu mengenakan jubahnya
dan menyaru sebagai dirinya? Uh, uh ... . “
Didera oleh suara dalam batin yang mencemoh pikirannya
tadi, resi Uttungka segera ayunkan langkah dan berjalan pesat
menuju ke Singasari. la hendak menebus dosa dan berjanji akan
melakukan perintah resi Lowara secepat mungkin.
Pikiran orang memang sering terpengaruh oleh kepercayaan,
adat kebiasaan dan sesuatu yang dialami dalam kehidupan
sehari-hari. Demikian halnya resi Uttungka. Ia mendapatkan
bahwa nada suara resi Lowara itu berbeda dengan hari-hari
biasa. Tetapi pikiran itu cepat terhapus oleh kesan, kepercayaan
dan adat kebiasaan yang didapatinya dari resi Lowara dalam
kehidupan sehari-hari.
Andaikata dalam menilai masalah nada aneh dari resi Lowara
itu, Uttungka membebaskan diri dari kesan dan pengaruh
pergaulan sehari-hari dengan resi Lowara, andaikata pula ia tak
takut akan ditertawakan dan dimarahi resi Lowara apabila ia
menemuinya lagi untuk membuktikan kecurigaannya.
Kemungkinan dia tentu akan mendapat suatu peristiwa yang
akan menggoncangkan hatinya.
Karena setelah resi Uttungka turun gunung, resi Lowara telah
bertindak aneh. Ia mengatakan kepada resi Uttungka untuk
menekan empu Paramita tetapi ternyata saat itu dia tidak menuju
ke desa Panawijen melainkan kembali lagi ke tempat penanaman
patung Joko Dolok dalam hutan tadi. Setelah menemukan batu
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pertandaan itu, iapun segera menggali. Cukup dalam juga liang


itu sehingga ia harus terjun ke dalamnya untuk mengambil
patung. Setelah bekerja keras membuang bongkah-bongkah
tanah ke atas, akhirnya ia menemukan patung itu. Untuk
meringankan beban, ia lemparkan patung itu keatas tepi liang,
setelah itu ia baru loncat keluar.
“Hai . . . . ! “ tiba-tiba ia menjerit kaget sekali, lebih terkejut
dari orang disambar halilintar “patung .... patung itu ke mana! “
Memang tak mengherankan kalau ia terkejut setengah mati
itu. Patung Joko Dolok yang dilemparkan ke atas tepi liang itu,
telah lenyap. Ia mengeliarkan mata memandang ke sekeliling.
Mungkin saja tadi ia terlampau keras melemparkan patung itu
sehingga sampai melayang jatuh jauh dari liang itu. Tetapi
ternyata ia tak melihat barang sesuatu. Sesaat ia terlongong
longong seperti patung ....
“Ah, tidak, tidak mungkin!“ sesaat kemudian ia menggeram
“tak mungkin patung itu akan hilang begitu saja. Tentu ada
orang jahil yang mengambilnya.“
Serentak ia pusatkan segenap indriya, mempertajam
kewaspadaan untuk mengamati keadaan di sekeliling tempat itu.
Dan cepat ia dapat mendengar sesuatu yang tak wajar.
Setelah menghimpun semangat, sekonyong-konyong ia
melompat kearah sebuah gerumbul pohon, krak, krak . . . .
baberapa batang pohon sebesar lengan orang, berderak-derak
tumbang, roboh menimpa lain pohon sehingga menimbulkan
bunyi yang bergemuruh dan hamburan debu yang tebal.
Apa yang telah terjadi ? Ternyata Lowara telah mendengar
segerumbul semak bergetar-getar tak wajar. Pada hal daun-daun
pohon yang berada di sekelilingnya diam tak bergerak. Angin
tiada berhembus. Maka cepatlah ia melimpat kearah gerumbul
pohon itu untuk menyergap penyebab semak bergetar, yang
diperkirakannya tentulah orang.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tetapi ia hanya menyergap angin. Dlbalik gerumbul pohon itu


tiada terdapat barang seseorang maupun sesuatu benda kecuali
batang-batang pohon jua.
“Hi, hi, hi, hik .... “ keheranan Lowara berganti rasa kejut yang
hebat ketika ia mendengar suara orang tertawa. Nada tawanya
seperti berasal dari suara anak perempuan.
“Hai, siapa engkau! “ resi Lowara cepat berbalik tubuh dan
terus loncat kearah segunduk batu besar yang diduganya sebagai
asal dari suara tawa itu.
“Hi, hi, hi, hik .... “ terdengar pula suara tawa itu seperti
menggelitik telinga Lowara.
Dua kali gagal menyergap, segera Lowara menyadari
kesalahannya. Ia terlalu dirangsang kemarahan sehingga
gerakannya selalu dikuasai oleh pikiran yang diburu nafsu. Nafsu
amarah berkuasa, pikiranpun gelap. Kini ia mengendapkan
kemarahannya dan tenangkan diri, hampakan pikiran,
mempertajam indriya pendengarannya. Segera ia dapat
menyadari apa yang telah terjadi. Ternyata orang yang tertawa
mencemoh dengan nada mengikik itu telah menggunakan ilmu
aji Genta-kaleleng. Ilmu itu dapat menghernbuskan suara kearah
tempat yaig berlawanan. Orangnya berada di sebelah timur maka
suaranya akan terdengar di sebelah barat. Demikian selanjutnya.
“Kurang ajar” tiba-tiba Lowara terhentak manakala teringat
sesuatu. Dan sesuatu itu segera
“Siapa engkau! “ Hardik resi Lowara sambil menatap orang
aneh tajam-tajam.
“Sama dengan engkau !“ sahut orang aneh itu dengan nada
yang dibuat-buat serupa nada orang lelaki.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Namun ia bersikap
tenang.
“Hi, hi, hi, hik .... “
tiba-tiba suara tawa
mengejek itu
terdengar pula.
Sepintas seperti
berasal dari balik
sebuah gerumbul
sebelah utara.
Lowara tetap diam.
Dia tak mau lekas
terpancing oleh nafsu
melainkan
mempertajam indriya
pendengarannya. Ia
dapat menangkap
guncang-guncang
halus dari daun
pepohonan kecil
disebelah utara karena
dihembus oleh angin. Gelombang angin itu lembut tetapi kuat
arusnya. Secepat kilat ia menyelinapkan pandang kearah
hembusan angin itu. Ternyata hembusan angin itu berasal dari
sebatang pohon kamal.
“Hm, akan kubalas tipunya dengan tipu juga,“ diam-diam ia
sudah merancang rencana. Sekonyong-konyong ia bergerak
kearah gerumbul semak disebelah selatan itu tetapi tak disangka-
sangka mendadak ia membuang tubuh ke belakang dan
melayang kearah pohon kamal disebelah utara itu.
“Maling liar, kembalikan patungku ! “ hardiknya seraya
menerkam ke balik pohon.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ih .... “ terdengar suara mendesis kejut dan sesosok tubuh


berguling-guling ke tanah sampai berapa langkah. Ketika
terbentur pada sebatang pohon, orang itu terus melenting
bangun, berdap-siap.
Resi Lowara tak mau memburu melainkan tegak berdiri
menatap orang. Ia terkejut. Orang itu juga mengenakan jubah
warna hitam dan memakai kain penutup muka dan kepala warna
hitam, hampir mirip dengan pakaian yang dikenakannya. Ia
sempat memperhatikan bahwa orang itu bertubuh kecil langsing.
Dari lubang kain penutup mukanya, tampak sepasang matanya
memancarkan sinar yang bening.
“Hm, akhirnya ketahuan juga,“ gumam Lowara. Orang itu
tidak menyahut melainkan mendesuh juga.
“Siapa engkau! “ hardik resi Lowara.
“Sama dengan engkau ! “ sahut orang aneh itu dengan nada
suara yang sengaja dibuat- buat agar membesar seperti nada
lelaki.
“Kurang ajar! “ geram Lowora.
“Siapa yang kurang ajar? “ sahut orang aneh itu pula.
“Engkau, maling liar! “
“Mengapa aku kurang ajar ? Karena mengenakan jubah hitam
dan penutup muka ini ? Uhr, bukankah engkau juga begitu ? “
“Eagkau maling kurang ajar ! “
“Jangan lancang mulut mengatakan aku maling. Apa yang
kumaling ? “ balas orang aneh itu melantang.
“Engkau mencuri patungku,“ seru Lowara.
“Mencuri ? “
“Ya.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Aku mengambil bukan mencuri.“


“Itu patungku ! “
“Patungmu ?“ orang aneh itu menegas lalu tertawa mencemoh
“ha, ha, jangan tekebur, ki sanak. Engkau pembohong besar ! “
“Pembohong ? “
“Jelas “
“Aku berbohong soal apa ? “
“Kalau benar patung milikmu, aku tentu tak mau
mengambilnya. Tetapi kutahu jelas bahwa patung itu bukan
milikmu.“
Lowara terbeliak.
“Engkau maling akupun maling. Engkau maling kesatu dan
aku maling kedua. Celakanya, terjadilah peristiwa yang lucu
seperti ini. Ini namanya ‘maling kemalingan' “ orang aneh itu
melanjutkan cemohnya.
Merah muka Lowara. Untung tertutup kain kerudung sehingga
tak tampak “Jangan mengumbar keliaran, lekas kembalikan
patung itu.“
“Kepada siapa ? “
“Kepadaku.“
“Milikmukah patung itu ?“
“Ya.”
“Bohong! “
“Patung itu sudah berada di tanganku, lekas serahkan
kembali.“
“Kalau aku tak mau menyerahkan kepadamu?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Terpaksa engkau akan kuringkus begini .... “ Lowara


menutup kata-katanya dengan sebuah gerak menyambar lengan
orang aneh itu. Tetapi ia hanya menyambar angin karena orang
itu sudah cepat menyurut dua langkah ke belakang. Pada saat
Lowara kejarkan sambarannya, tiba tiba orang itu dengan suatu
gerak yang bukan olah-olah cepatnya sudah mendahului
menampar mukanya. Terpaksa Lowara harus menyurut mundur.
“Hm, apakah engkau benar-benar hendak bersikap keras
kepala,“ seru Lowara menatap orang itu tajam-tajam.
“Hm, apakah engkau juga sungguh-sungguh berkeras kepala
hendak menangkap aku ?“ balas orang aneh itu dengan gaya dan
nada seperti Lowara.
Lowara tak mau berbanyak kata lagi. Kesabarannya sudah
habis “Baik, jika begitu, terpaksa engkau harus kutangkap,“ ia
ayunkan tubuh menerkam.
Tetapi orang aneh itu juga teramat gesit dan tangkas. Ia
selalu mampu menghindar dari terjangan Lowara, baik terjangan
itu merupakan sambar atau terkaman ataupun pukulan. Bahkan
sesekali ia mampu balas memukul Lowara.
Lowara makin kesal hatinya. Ia tak mau memberi kesempatan
lagi. Apabila dia mau bertindak kejam, mungkin ia sudah dapat
merobohkan orang aneh itu. Tetapi maksudnya bukan hendak
melukainya melainkan hendak menangkapnya saja dan
memaksanya supaya mengembalikan patung itu.
Orang aneh itupun juga bersitegang untuk mengimbangi
permainan Lowara. Tetapi diam-diam Lowara tertawa dalam hati.
Ia faham semua gerak dan tata-kelahi orang itu. Maka dengan
mudah dapatlah ia menguasainya. Namun ia tak mau cepat-cepat
mengalahkan. Ia hendak memperpanjang pertempuran itu agar
lawan kehabisan napas. Disamping diapun ingin melihat sampai
tataran manakah latihan orang itu dalam ilmu tata-kelahi yang
dimilikinya “Sekedar untuk melatihnya juga,“ pikir Lowara.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hm, tata Kalatinantang dapat difahaminya. Tata Sanggar-


waringan juga dimainkan dengan bagus. Tata Bantala-rengkah,
juga dikuasainya. Tetapi mulai tata Macam-ketawang, dia mulai
sibuk .... “ diam-diam Lowara memperhatikan dan menilai gerak
kanuragan lawan “nanti pada jurus terakhir Nujupati, dia tentu
akan menyerah.“
Memang pada saat itu permainan orang aneh itu mulai ricuh
dan kehilangan ketenangan. Berulang kali hampir saja Lowara
berhasil menerkam lengan orang itu.
“Celaka, tata Macan-ketawang ini aku belum faham sekali.
Apabila menginjak jurus terakhir nanti, aku belum mempelajari
sama sekali. Hm, mengapa guru pilih kasih dan tak mau
mencirikan pelajaran tata terakhir itu kepadaku .... “
Tepat pada saat ia berpikir begitu, tata Macan-ketawang telah
selesai dan setelah itu tentu dilanjutkan dengan tata yang
terakhir yani Nuju-pati yang dahsyat. Sekali, dua kali, masih
orang aneh itu dapat menghindar tetapi pada gerak yang
keempat dan kelima, runtuhlah daya perlawanannya. Lowara
berhasil menerkam bahu kiri orang itu lalu secepat kilat tangan
kanannya menyambar kain penutup muka orang itu.
“Ah .... ah .... “
Terdengar dua buah suara yang hampir serempak keluar dari
mulut kedua orang yang tengah bertanding itu. Kemudian
keduanya berdiri tegak seperti patung yang saling berhadapan.
Kiranya pada saat tangan Lowara menyingkap kain penutup
muka orang itu, tanpa disangka-sangka, orang aneh itu pun
dengan gerakan secepat kilat, ayunkan tangan kirinya yang
masih bebas untuk menarik kain penutup muka Lowara. Hampir
serempak waktunya, keduanya terbuka kain penutup mukanya
dan ....
“Engkau Sedayu . . . , ! “ seru Lowara.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kakang Ludira . ... . !“ orang aneh itupun serempak berteriak.


Kini bukanlah lagi dua dua orang aneh yang mukanya
bertutup kain hitam, melainkan dua orang anak-muda. Yang
mengenakan dandanan seperti resi Lowara itu bukanlah resi
Lowara dari candi Bentar, melainkan seorang pemuda yang
berwajah cakap. Sedangkan orang aneh lawannya itu bukan
seorang insan yang berwajah menyeramkan, melainkan seorang
remaja puteri yang cantik, berusia sekitar enambelas tahun.
“Hm, memang sudah kuduga kalau engkau,“ desuh anakmuda
yang menyaru sebagai resi Lowara.
“Uh, akupun sudah tahu kalau engkau,“ sahut dara yang
disebut dengan nama Sedayu itu.
“Apa katamu ? Engkau sudah tahu?“ pemuda yang disebut
Ludira itu menegas.
“Heran? “
“Tetapi Sedayu,“ kata Ludira “bukankah engkau masih berada
di pertapaan Karoalasana bersama guru? Mengapa tiba-tiba
engkau berada disini? “
“Heran ?“
“Eh, jangan bertingkah segenit itu. Ingat, engkau seorang
murid dari seorang maharsi yang termasyhur, Sedayu.“
“Cukup kakang Ludira,“ balas Sedayu seraya menunjuk ke
arah sebatang pehon anjiluang yang rindang “aku tak
membutuhkan nasehat, tetapi aku butuh beristirahat karena letih.
Mari kita duduk di bawah pohon itu.“
Ludira hanya geleng geleng kepala “Sudah gadis remaja masih
kekanak-kanakan. Dasar anak perempuan manja,“ gerutunya
dalam hati. Namun ia mengikuti juga langkah Sedayu menuju ke
pohon anjiluang itu.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Sedayu, bagaimana keadaan guru?“ selekas duduk


berhadapan dengan perawan itu, Ludira segera mengajukan
pertanyaan.
“Pertanyaanmu itu terjawab oleh kehadiranku disini,“ jawab
Sedayu.
“Apa maksudmu ? “
“Kalau guru mendapat halangan, masakan aku dapat tiba
disini?“
“Ah, mengapa tabiatmu masih belum berobah, Sedayu ?“
“Tabiat yang bagaimana ?“
“Berlidah tajam, suka mengolok-olok dan kemanja- manjaan “
“O, terima kasih kakang Ludira, atas pujianmu itu,“ balas
Sedayu “lidahku biasa saja yalah tidak bertulang. Suka mengolok
olok ? Ah, sebenarnya aku memang tak ingin mengolok. Tetapi
heran mengapa selalu ada saja peristiwa yang merangsang aku
untuk berolo-olok. Dan kalau kemanja-manjaan, akupun tidak
manja terhadap lain orang kecuali kepada guru dan .... “
“Sudahlah, Sedayu, jangan cerita yang bukan-bukan,“ cepat
Ludira menukas karena ia tahu kemana arah kata-kata yang
terakhir dari dara itu “ceritakanlah bagaimana engkau dapat
berada disini dan apa sebab engkau kemari? “
“Guru mengidinkan aku pulang ke pura Singasari untuk
menjenguk rama dan ibu. Dalam perjalanan, aku berjumpa
dengan dua orang pandita. Serentak timbul kecurigaanku
mengapa kedua pandita itu mengadakan perjalanan pada malam
hari. Lalu kuikuti gerak gerik mereka secara diam-diam. Apa yang
terjadi? Ternyata kecurigaanku memang beralasan.“
“Kedua pandita itu berbisik-bisik merundingkan suatu rencana
dan tak lama kemudian mereka menuju ke desa Panawijen. Yang
seorang langsung masuk kedalam sebuah rumah yang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

belakangan baru kuketahui kalau tempat kediaman empu


Paramita. Sedang yang seorang bersembunyi dibalik gerumbul
pohon tak jauh dari rumah empu Paramita. Tak berapa lama
kulihat pandita tadi keluar dari rumah empu Paramita dan dikejar
empu. Aku merasa heran. Apa yang telah terjadi? “
“Eh, tahu-tahu pandita yang sembunyi dibalik gerumbul pohon
itu terus keluar dan bergegas masuk kedalam rumah empu
Paramita. Ternyata dia mengambil sebuah patung dan
membawanya ke hutan.“
“Mengapa tidak engkau gagalkan perbuatannya ?“ tukas
Ludira.
“Tidak, kakang,“ sahut Sedayu “bermula aku memang
mempunyai pikiran begitu tetapi tiba-tiba timbul pikiran lain. Aku
hendak mengetahui siapakah sebenarnya pandita itu dan apakah
tujuannya mengambil patung buatan empu Paramita ? “
“Wah, engkau cerdik sekali, sedayu“ puji Ludira.
“Tentu,“ sambut Sedayu “kalau aku tak cerdik masakan aku
layak menjadi adik seperguruan ksatrya Ludira yang gagah
perkasa itu.“
“Uh, jangan mengada-ada, Sedayu,“ cercah Ludira “teruskan
ceritamu “
“Alangkah kejutku ketika melihat kawan dari pandita itu sudah
menunggu di kaki gunung. Pada hal jelas kulihat dia sedang
dikejar empu Paramita, melarikan diri menuju kearah barat. Tak
mungkin dalam waktu sesingkat itu dia sudah dapat meloloskan
diri dari kejaran empu Paramita dan terus menunggu di tempat
itu,“ kata Sedayu.
“Jangan engkau memandang rendah pada resi Lowara. Dia
murid maharsi Dewadanda yang termasyhur sakti,“ kata Ludira.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ya,“ sahut Sedayu “tetapi empu Paramita itu juga sakti. Dia
adalah cucu dari empu Parwa, ayah Ken Dedes yang termasyhur
itu.“
“Hm, teruskan ceritamu.“
“Aku makin curiga,“ kata Sedayu “kuikuti gerak gerik kedua
resi itu. Ternyata mereka menanam patung itu dalam hutan.
Setelah itu merekapun pergi.“
“Setan, kiranya dia tahu semua,“ desuh Ludira dalam hati
Namun ia tak menyatakan suatu apa.
“Saat itu sebenarnya aku sudah akan bertindak,“ kata Sedayu.
“Mengambil patung itu dari dalam liang? “
“Perlu apa harus mengotorkan tanganku? “
“Eh, lalu bagaimana rencanamu? “ Ludira heran.
“Bukankah kalian memberi tanda makam patung ttu dengan
meletakkan segunduk batu? “
“O, kutahu,“ cepat Ludira menukas “engkau hendak
memindahkan batu pertandaan itu, bukan ? “
Sedayu tertawa “Bukankah kalian akan bingung mencari letak
kuburan yang benar?“
“Eh, Sedayu,“ seru Ludira “mengapa berulang kali engkau
menyebut kata kalian ? Siapa yang engkau maksudkan kalian itu
?“
“Hi, hi, hi, asal sudah tahu sajalah,“ kata Sedayu kemudian
cepat-cepat melanjutkan ceritanya pula, “kubatalkan rencanaku
lalu kuikuti lagi kedua resi itu turun gunung. Kutahu salah
seorang pulang ke Singasari untuk memberi laporan kepada
gurunya. Tetapi yang seorang itu, eh, aneh benar. Dia kembali ke
tempat penanaman patung dan menggali liang itu lalu
melemparkan patung ke luar. Aku tak kuasa lagi menahan diri.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kuanggap resi itu seorang culas yang hendak menghianati


kawannya. Resi yang begitu ternaha, perlu diberi pengajaran.
Maka cepat kuambil patung itu untuk mempermainkan
pencurinya .... “
“Kurang ajar engkau Sedayu,“ seru Ludira “masakan engkau
sebut aku ini pencuri.“
“Eh, aku mengatakan resi Lowara, mengapa engkau marah?“
“Bukankah engkau sudah tahu siapa resi Lowara, yang
menggali patung itu ?“
Sedayu tertawa mengikik “Lalu aku harus menyebut
bagaimana?“
“Ah, sudahlah, Sedayu, jangan berolok-olok,“ kata Ludira yang
kewalahan “katakanlah, dirnana engkau sembunyikan patung itu
?“
“Katakan dahulu apa kepentingan kakang mengambil patung
itu, baru nanti kukembalikan,“ jawab Sedayu.
Ludira kerutkan kening. Wajahnya berkabut keragu-raguan.
Rupanya pemuda itu tak mudah untuk cepat cepat mengabulkan
permintaan Sedayu.
“Kakang, apakah engkau sudah tak percaya kepadaku ?“
melihat sikap pemuda itu, Sedayu cepat mendesak “bukankah
guru mengajarkan kita supaya bersikap jujur dan saling percaya?
Apakah engkau hendak mengingkari pesan guru ?“
“Sama sekali tidak begitu, Sedayu,“ jawab Ludira “tetapi hal
itu merupakan suatu rahasia yang maha penting.“
“Maha penting? Apakah yang kakang anggap maha penting
itu?“
“Bagi ksatrya, pahlawan dan prajurit yang berjuang
menunaikan tugas, tiada yang lebih penting dari yang maha
penting, kecuali kepentingan negara.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“O, maksud kakang, rahasia itu menyangkut kepentingan


negara, bukan? “
“Ya.“
“Negara manakah yang kakang maksudkan? “
“Aneh, benar engkau Sedayu,“ desuh Ludira “engkau dan aku
ini kawula mana ?“
“Singasari.“
“Kiranya engkau tahu, mengapa masih menegas lagi. Sudah
tentu kepentingan negara kita Singasari.“
“Jika demikian, aku dapat menarik kesimpulan bahwa kakang
menanggap aku tak layak mengetahui rahasia itu karena
menyangkut kepentingan Singasari.“
“Jangan tergesa menarik kesimpulan dulu, Sedayu. Karena
kesimpulan yang tidak bebas dari prasangka, bukan suatu
kesimpulan yang murni.“
“Ya, lalu bagaimana?“
“Rahasia itu peribadi sifatnya. Hanya dapat diketahui seorang.
Rahasia yang diketahui dua orang, bukan rahasia penuh
melainkan setengah rahasia. Apalagi kalau diketahui tiga orang,
itu sudah bukan rahasia lagi.“
“Adakah kakang menganggap diriku ini orang luar sehingga
kalau kakang memberitahu kepadaku lalu kakang merasa telah
memberi tahu kepada orang luar atau orang kaJua? “ Sedayu tak
mau menyerah. Memang ia seorang dara manja tetapi tajam otak
tajam ucap.
“Ah, kurasa,“ Ludira mendesah “lebih baik untuk sementara
ini, jangan engkau menanyakan hal itu. Kelak apabila sudah tiba
saatnya, tentu akan kuberitahu kepadamu.“
“O, begitu ? Terima kasih .... “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hai,“ Ludira berteriak seraya cepat melompat dan


menyambar lengan Sedayu karena dara itu ternyata hendak pergi
“mau kemana engkau, anak liar ! “
“Kemana lagi kalau tidak ke pura Singasari ? Kenapa?“ Sedayu
berpaling nyalangkan mata.
“Tetapi engkau belum mengembalikan patung itu.“
“Siapa mengatakan kalau aku hendak mengembalikan patung
itu ?“ balas Sedayu.
Ludira menghembuskan kemengkalan hatinya dengan
menghela napas panjang “Sedayu, apakah engkau hendak
menyusahkan aku ?“ tanyanya.
“Sama sekali tidak,“ sangkal Sedayu “bahkan aku sebenarnya
hendak membantu engkau. Tetapi karena engkau menganggap
sepi diriku, terpaksa akupun hendak melanjutkan perjalanan
lagi.“
“Ah,“ Ludira mendesah pula “jangan engkau salah faham.
Bukan karena aku tak mau mengatakan kepadamu tetapi
ketahuilah. Rahasia itu menyangkut keselamatan jiwa seorang
mentri kerajaan Singasari. Apabila rahasia itu sampai bocor, aku
tiada harapan menolongnya.“
“Kakang,“ seru Sedayu dengan tandas “jiwa dan ragaku telah
ditempa guru untuk mencintai tanah-air, menghormati kejujuran
dan memegang teguh kepercayaan. Masakan kakang masih
belum percaya kepadaku. Apabila kakang mau memberitahukan
rahasia itu maka aku bersumpah, demi Batara Agung, aku takkan
membocorkan kepada siapapun juga.“
Ludira lepaskan cekalannya pada lengan Sedayu. Ia menghela
napas “Sedayu, rahasia itu mengandung bahaya besar sekali.
Itulah sebabnya aku tak mau memberi tahu kepadamu. Bukan
aku tak percaya tetapi kali ini kuminta pengertianmu yang berarti
membantu beban tugasku.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kakang Ludira” sahut Sedayu ”apakah ada suatu pekerjaan


yang tak mengandung akibat? Tidak kakang. Rasanya tiada suatu
pekerjaan yang tak mengandung bahaya. Terutama pekerjaan
yang menyangkut kepentingan negara, bahayanya tentu besar.
Tetapi pekerjaan demi kepentingan negara itu suatu pekerjaan
luhur. Sedayu cukup faham dan pantang mundur.“
Ludira atau lengkapnya Jaka Ludira dan Rara Sedayu sama-
sama berguru pada empu Santasmerti di pertapaan Kamalasana.
Santasmerti itu tak lain adalah pujangga keraton Singasari yang
karena tak setuju atas tindakan baginda Kertanagara yang telah
mencopot tiga mentri tua yani patih amangkubumi Raganata,
demung Wiraraja dan tumenggung Wirakreti, dan melihat bahwa
seri baginda lebih percaya pada patih Aragani, maka empu
Santasmertipun segera mengajukan permohonan berhenti.
Alasannya sudah lanjut usia dan sudah cukup lama mengabdi
kepada kerajaan Singasari, sekarang ia hendak menenangkan diri
di pertapaan, mencari penerangan batin untuk bekal perjalanan
sesudah selesai dharma hidupnya di alam fana ini.
Sebagai kakak seperguruan dan sama-sama berangkat
dewasa, Ludira cukup tahu bagaimana watak perangai dan
peribadi Rara Sedayu. Dara itu memang manja tetapi dibalik
kemanjaannya, dia seorang dara yang keras hati, jujur dan setya.
Setelah mempertimbangkan segala sesuatu, akhirnya mau juga ia
mengalah.
“Sedayu,“ kata Ludira “engkau tahu siapa patih Raganata ? “
“O, sudah tentu tahu, bahkan kenal. Mengapa kakang
mempersoalkan diri eyang Raganata ?“
“Setelah dicopot dari kelungguhan patih mangkubumi, rakryan
empu Raganata diangkat sebagai adhyaksa di Tumapel “
“Ya, kutahu,“ sambut Sedayu “peristiwa itu terjadi serempak
atas diri rama yang dilorot dari kelungguhan demung menjadi

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mentri angabaya dan juga paman tumenggung Wiraraja yang


dipindah menjadi adipati di Sumenep.“
Ludira mengangguk.
“Benar, ternyata engkau masih ingat semua,“ katanya “tetapi
tahukah engkau tentang empu Ragamata di Tumapel itu? “
“Entah,“ sahut Sedayu “apa yang terjadi pada diri beliau ?“
“Empu adhyaksa Raganata telah hilang .... “
“Apa?“ Sedayu melonjak kaget “engkau maksudkan eyang
Raganata telah meninggal?“
Ludira gelengkan kepala “Bukan, empu tidak meninggal tetapi
hilang diculik orang.“
“O, dewata agung . . . . ! “ Sedayu memekik “eyang Raganata
diculik orang? Apakah kesalahannya maka eyang yang sudah
lanjut usia itu masih diganggu orang? “
“Tanyalah pada penculiknya, Sedayu,“ Ludira gelengkan
kepala.
“Jangan bergurau, kakang! “
Ludira tertawa “Aku tidak bergurau tetapi bicara sungguh-
sungguh.“
“Benarkah terjadi peristiwa itu ?“
“Ya.“
“Siapa yang menculik?“ Ludira tersenyum.
~dewi.kz^ismo^mch~

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 28

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor : MCH
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
Sri Krishna memandang dengan penuh iba pada Arjuna yang
berlinang-linang airmata dan bimbang hatinya dalam
mengangkat senjata melawan Korawa, sanak keluarganya
sendiri.
“O, putera dari Pritha, janganlah engkau menuruti kelemahan
hatimu. Itulah tak selayaknya. Enyahkanlah segala keluh
kesahmu dan bangkitlah, hai, ksatrya yang gagah berani! “ ujar
Sri Krishna,
Demikian dalam waktu-waktu senggang, empu Santasmerti
sering memberi wejangan-wejangan untuk menempa iman dan
batin kedua anakmuridnya, Jaka Ludira dan Rara Sedayu.
Santasmerti adalah pujangga kerajaan Singatari yang
mengundurkan diri karena tak tahan melihat keadaan
pemerintahan Singasari. Seri baginda Kertanagara telah
mencopot mentri-mentri wredha yang setia dan makin percaya
pada patih Aragani.
Ulah krida peperangan dan ilmu kanuragan serta kedigdayaan,
hanyalah sebagai sarana kelengkapan seorang ksatrya, sebagai
halnya senjata pusaka.
Ilmu atau pusaka, hanyalah alat. Berguna atau berbahayakah
ilmu alat itu, tergantung pada pemiliknya. Yani manusianya.
Banyak orang berilmu yang membahayakan manusia, masyarakat
dan negara, karera pikiran dan jiwa orang itu sesat. Senjata dan
pusaka akan menjadi alat pembunuh yang mengerikan apabila
tangan yang menggerakkan itu manusia yang berjiwa jahat.
Maka yang penting adalah manusia dan letak dari tindakan dan
perbuatan manusia itu bersemayam pada pikiran dan bertahta
pada patin, bersumber pada jiwa.
Maka itulah sebabnya empu Santasmreti tak jemu-jemunya
mengisi jiwa kedua muridnya dengan ajaran-luhur dari sifat daa
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dharma keksatiyaan “Angger, berbahagialah ksatrya- ksatrya


yang mendapat kesempatan menunaikan dharmanya, karena
untuk mereka seolah olah pintu berbang surga telah terbuka,“
kata sang empu meninjam ajaran kitab Bhagawat Gita pada
bagian Sri Krishna memberi wejangan pada Arjuna di medan
perang Kurusetra.
“Dan engkau ini Sedayu,“ kata empu Santasmreti kepada Rara
Sedayu “walaupun engkau seorang wanita tetapi janganlah
engkau kecewa atau merasa rendah diri. Wunitapun dapat
menjadi prajurit utama seperti Wara Srikandi itu. Dan berbhakti
kepada negara, melaksnakan dharma hidup di jagadloka ini
bukanlah hanya wewenang kaum pria belaka. Pun wanita juga
berhak dan berkewajiban. Pria dan wanita itu hanya dibedakan
dari jenis jasmaniah, tetapi batin dan jiwanya adalah sama. Maka
nini, engkau pun dapat menunaikan dharma-bhaktimu kepada
negara dan rakyat.“
Demikianlah dengan mengemban amanat yang terkandung
dalam ajaran-ajaran sang empu itu, Rara Sedayupun ikut
berkecimpung dalam kancah perjuangan menegakkan
kewibawaan kerajaan Singasari.
Melihat Ludira hanya tersenyum, Sedayu menegur “Mengapa
engkau hanya tersenyum, kakang ? “
“Geli,“ sahut Ludira.
“Geli apa ?“ Sedayu heran.
“Geli atas kebodohanku sendiri, Sedayu,“ kata Ludira “apa
yang diucapkan guru memang baru kurasakan kebenarannya
sekarang ini. Bahwa terburu nafsu itu membuat pikiran keruh.
Pikiran keruh membuat kita bingung. Aku ingin cepat-cepat
menemukan jejak empu Raganata dan akupun scgera menyusur
ke segala arah. Makin tak berjumpa, akupun makin bingung dan
kalap. Makin bingung, makin hilang tampaknya jejak empu
Raganata itu.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sedayu mengangguk angguk.


“Adakah sampai saat ini kakang belum menemukan arah dan
masih teridap dalam kebingungan?” tanyanya.
“Tidak Sedayu,“ kata Ludira “karena aku sudah dapat
mengatakan kekhilafan itu maka akupun sudah menyadarinya.
Ada tiga fihak yang patut kucurigai.“
“O, siapa-siapa sajakah mereka itu, kakang?“
“Daha, Aragani dan candi Bentar. Mereka adalah musuh dalam
selimut dari kerajaan Singisari.“
Sedayu mengangguk sendat “Tentulah kakang mempunyai
landasan, apa sebab kakang menjatuhkan prasangka kepada
mereka, bukan?“
“Ya,“ sahut Ludira “walaupun eyang Raganata sudah dipindah
ke Tumapel namun eyang masih mempunyai banyak pengikut
yang setia di kalangan narapraja. Maka musuh-musuh Singasari
tetap berusaha untuk menyingkirkan eyang Raganata.“
“Benar “ sahut Sedayu “ gurupun mengatakan begitu. Dengan
dicopotnya eyang Raganata, ramaku dan paman Wiraraja, jelas
ada golongan tertentu yang hendak melemahkan kekuatan
Singasari. Yang jelas patih Aragani telah membuai seri baginda
dengan kesenangan tuak dan pujian. Tetapi siapa sesungguhnya
yang berdiri di belakang patih Aragani itu, kita belum dapat
mengungkapnya.“
Ludira mengangguk “ Memang mengenai diri patih Aragani itu,
masih sukar diselami. Yang jelas, dia mempunyai hubungan
dengan kepala candi Bentar tetapi dia tak suka dengan Daha.
Diapun tentu menyadari bahwa jika dia memang mengandung
maksud untuk merebut tahta kerajaan, jalan yang akan
ditempuhnya tentu penuh bertabur kerikil tajam bahkan duri-duri
yang berbahaya. Patih Kebo Anengah yang menguasai pasukan,
tidak mau diajak bersekutu. Beberapa mentri dan senopati pun
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

demikian juga. Sesungguhnya dalam kalangan mentri senopati


kerajaan, kedudukannya kurang menguntungkan. Dia hanya
berlindung di bawah kekuasaan seri baginda yang dijadikan tiang
andalan.“
“Sedangkan Daha,“ Ludira melanjutkan pula “memang lebih
berbahaya bagi Singasari. Tetapi sayangnya seri baginda terlalu
percaya pada kekuatannya.“'
“Kurasa seri baginda lebih menitikberatkan pada kepercayaan
atas ikatan keluarga antara Singasari - Daha. Bukankah raja
Jayakatwang itu menjadi besan baginda?“
“Itupun benar, Sedayu.“
“Lalu apa hubungan patung itu dengan hilangnya eyang
Raganata? “ Sedayu kembali pada pokok pembicaraan.
“Karena belum dapat memastikan pihak mana yang menculik
eyang Raganata maka kugunakan cara begini,“ sejejak Ludira
melayangkan pandang mata ke sekeliling untuk memastikan
bahwa di sekeliling tempat itu tiada lain orang yang hadir
“Engkau tahu Sedayu, patung Joko Dolok itu dibuat oleh empu
Paramita atas,titah raja Jayakatwang yang akan
mempersembahkan kepada seri baginda Kertanagara.“
“Ya “
“Patih Aragani tahu akan hal itu. Dan mulailah dia merancang
siasat; ia kuatir jika seri baginda makin erat dengan Daha. Sudah
tentu kekuatirannya itu berdasar pada kepentingannya sendiri.
Maka dia segera menghubungi candi Bentar dan meminta
bantuan kepala candi itu untuk melenyapkan patung Joko Dolok.“
“Agar baginda murka kepada Jayakatwang ?“ seru Sedayu.
“Tepat Sedayu,“ kata Ludira “seri baginda tentu merasa
dipermainkan oleh Jayakatwang.“
“Dan apakah fihak candi Bentar menyetujui ? “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tentu saja, karena candi Bentar sudah banyak berhutang


budi kepada patih Aragani.“
“O, jika begitu kedua pandita itu dari candi Bentar, kakang?“
Ludira mengangguk “Benar. Itulah sebabnya maka kuikuti
gerak gerik mereka. Kemudian aku menyamar sebagai salai
seorang dari mereka dan menunggu di lereng gunung. Dengan
memberi alasan-alasan yang dapat diterima akhirnya dapatlah
aku menyuruh pandita itu pulang ke candi Bentar dan aku segera
kembali hendak mengambil patung itu. Patung itu akan kujadikan
suatu bukti untuk menekan Daha dan patih Aragani ataupun
candi Bentar supaya membebaskan eyang Raganata.“
“Ah,“ Sedayu mendesuh kagum “engkau cerdik sekali, kakang.
Bukankah rencanamu hendak menukarkan patung itu dengan
kebebasan eyang Raganata?“
“Engkau juga pintar Sedayu,“ balas Ludira “memang begitulah
rencanaku. Mereka sangat mementingkan sekali patung itu dan
tentulah mereka akan mau membebaskan eyang Raganata.
Tetapi ingat Sedayu! Jangan sekali-kali engkau siarkan rahasia ini
kepada siapapun juga. Patung itu adalah keselamatan jiwa eyang
Raganata !“
Sedayu mengulangi janjinya. Kemudian ia mengajak Ludira ke
tempat ia menyembunyikan patung “Tetapi hendak engkau
pengapakan patung itu, kakang,“ tanyanya.
“Akan kusembunyi di telatah Tumapel. Penukaran patung itu
dengan eyang Raganata akan kuminta supaya dilakukan di
Tumapel,“ kata Ludira.
Demikian kedua muda mudi seperguruan itu membawa
patung ke Tumapel.
“Pandita yang menyiasati empu Paramita itu tentu bingung
karena tak mendapatkan kawannya menunggu di lereng
gunung,“ kata Sedayu di tengah perjalanan.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Ludira tertawa “Biarlah mereka cakar-cakaran sendiri, salah


menyalahkan, tuduh menuduh dan mungkin akan berkelahi, ha,
ha .... “
“Kakang, apa saja yang engkau lakukan selama ini?” tanya
Sedayu pula.
“Banyak Sedayu,“ sahut Ludira “bukanlah guru mengajarkan
kepada kita supaya jangan menganggur karena menganggur itu
menimbulkan kekosongan. Setiap kekosongan mudah diisi oleh
bisikan iblis.“
“Uh, meniru guru kalau memberi wejangan, ya?,“ desuh
Sedayu.
“Bukan,“ sahut Ludira “aku hanya sekedar mengulang kembali
ucapan guru agar kita jangan lupa.“
“Coba katakan, apa saja yang kakang lakukan selama ini ?“
“Tujuanku menuntut ilmu kedigdayaan bukanlah sekedar
untuk penghias kebanggaan diri, ataupun untuk menjadi seorang
jagoan berkelahi. Melainkan untuk suatu tugas mulia, mengabdi
kepada negara. Saat ini Singasari sedang terancam bahaya dari
dalam. Ibarat pohon sedang digeragoti ulat-ulat dan rayap-rayap.
Menjadi tugas yang telah terpaten dalam jiwaku, untuk
membasmi rayap-rayap yang akan merapuhkan Singasari itu.“
“Bagus, kakang Ludira,“ seru Sedayu “memang demikianlah
hendaknya pambeg seorang ksatrya negara itu. Tetapi eh,
kakang Ludira, aku merasa heran.“
“Heran ?“ Ludira terkesiap “apa yang engkau herankan Sedayu
?“
“Mengapa kekang begitu setia sekali kepada Singasari?
Bukankah seharusnya kakang mendendam kepada seri baginda
Kertanegara?“
Ludira terkejut “Sedayu! Apa maksudmu?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bukankah seharusnya kakang membalas dendam kepada seri


baginda Kertanagara yang telah membunuh rama kakang .... “
“Cukup Sedayu! “ tukas Ludira “siapa yang menceritakan hal
itu kepadamu?”
“Bapa guru, kakang Tetapi jangan kuatir, aku telah
mengangkat sumpah dihadapan bapa guru bahwa hanya aku
seorang diri yang tahu akan rahasia diri kakang dan takkan
mengatakan hal itu kepada siapapun juga.“
Ludira menghela napas longgar seolah seperti terlepas dari
beban berat yang menghimpit dadanya “Sedayu, kuminta engkau
benar-benar melaksanakan sumpahmu di hadapan bapa guru
itu.“
“Demikianlah sumpahku kepada kakang Ludira.“
“Cukup Sedayu,“ Ludira mencegah “sekarang akan kujawab
pertanyaan yang menghuni dalam hatimu itu. Peristiwa antara
ramaku dengan seri baginda Kertanagara itu, adalah persoalan
keluarga, bukan persoalan negara. Tetapi persoalan Singasari
adalah persoalan negara. Kita harus dapat memisahkan kedua
persoalan itu pada tempat masing masing.“
“Apabila aku lebih mementingkan persoalan keluarga yani
membalas dendam rama, tidakkah aku berdosa kepada bumi dan
rakyat Singasari? Sekarang kerajaan Singasari sedang terancam
oleh musuh-musuh dari dalam. Jika aku turut memusuhi baginda
Kertanagara, tidakkah berarti aku ikut membantu usaha musuh-
musuh Singasari itu? “
Sedayu mengangguk.
“Perjuanganku untuk membela Singasari, adalah berlandaskan
pada kewajibanku sebagai seorang putera pertiwi. Aku tak ingin
melihat Singasari hancur dan dikuasai oleh Daha ataupun oleh
kerajaan mana saja. Ini pendirian hidupku. Dan pendirian itu
harus murni, bebas dari warna-warna pamrih ataupun percikan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dendam. Aku takkan melakukan balas dendam apabila hal itu


akan mengakibatkan kehancuran Singasari dan penderitaan para
kawulanya.“
“Engkau benar-benar seorang ksatrya yang ber-pambek
perwira, kakang,“ seru Sedayu.
“Ah, jangan bermanja pujian, Sedayu.“
“Kakang Ludira,“ kata Sedayu “dengan siapa sajakah engkau
bekerja selama ini?“
“Karena hal itu kuanggap sebagai tugas panggilan jiwa maka
tanpa menunggu harus menghimpun kawan, aku bekerja seorang
diri.“
“Kakang,“ tiba-tiba Sedayu berteriak “aku, adik
seperguruanmu akan mengikuti jejak perjuanganmu. Akulah
yang akan membantumu, kakang Ludira.“
“Tetapi Sedayu .... “
“Tetapi apa? Apakah engkau meremehkan aku seorang
wanita? Wanitapun dapat berjuang untuk mengabdi negara “
“Bukan, sedayu, bukan aku meremehkan engkau sebagai
wanita. Kalau wanita seperti engkau, belum tentu dua tiga pria
mampu melawanmu.“
“Jangan berceloteh, kakang. Aku bersungguh-sungguh ini.“
“Maksudku,“ kata Ludira “mengapa engkau membantu
perjuanganku yang jelas membela baginda Kertanagara ?
Bukankah engkau juga mempunyai persoalan dalam peristiwa
dilorotnya kelungguhan ramamu, rakryan tumenggung Wirakreti
itu?“
“Kakang Ludira,“ seru Sedayu “jika kakang mempunyai dada
ksatrya yang dapat menampung segala persoalan negara, adakah
Sedayu tak mempunyai dada selapang itu? Betapapun rama.
hanya dilorot kelungguhan tetapi masih-tetap diangkat sebagai
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Angabaya, berarti masih mempunyai kesempatan untuk


menunaikan dharmanya sebagai seorang mentri kerajaan.
Mengapa aku harus mendendam kepada seri baginda ? Tidak
kakang Ludira. Sedayu memang puteri tumenggung Wirakreti
tetapi Sedayu mempunyai pendirian sendiri. Sedayu bebas dari
segala ikatan jasa dalam mengabdi kepada Singasari itu.“
“Bagus, Sedayu, engkau benar benar Srikandi yang menitis di
bumi Singasari. Selama putera dan puteri Singasari mempunyai
pendirian seperti kita, tidak mungkin Singasari akan hancur,“ kata
Ludira.
Setelah tiba di Tumapel maka Sedayupun melanjutkan
perjalanan ke Singasari. Mereka berjanji setengah candra lagi
akan bertemu di kediaman Raganata.
“Kakang Ludira memang tak kecewa sebagai seorang ksatrya
yang berdarah luhur. Ramanya pangeran Kanuruhan telah mati
dalam peperangan dengan baginda Kertanagara di Glagah Arum,
tetapi dia tetap hendak berjuang membela baginda,“ demikian
masih berkesan dalam hati Sedayu ketika mengayunkan langkah
untuk pulang ke rumah ramanya, tumenggung Wirakreti di
Singasari.
-o0~DewiKZ~Ismoyo~Mch~0o-

“Uttungka! “ tegur resi Lowara agak keras “mengapa engkau


tak menunggu aku di tempat yang telah kita janjikan itu? “
“Apa ?” pandita Uttungka terkejut “bukankah kakang sendiri
yang menyuruh aku pulang lebih dulu?“
Demikian pembicaraan yang berlangsung di asrama candi
Bentar ketika malam itu resi Lowara menemui resi Uttungka.
“Uttungka! “ teriak resi Lowara menyalangkan mata lebar-
lebar “aku menyuruhmu pulang ? Uttungka, jangan berolok-olok.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Bertemu dengan engkaupun tidak, mengapa aku menyuruhmu


pulang ? Engkau bermimpi barang kali.“
Uttungka tak kurang kejut sehingga ia melonjak bangun dan
mencekal tangan resi Lowara, kakang seperguruannya “Kakang
resi, aku tidak berolok-olok. Matakupun masih belum kabur. Jelas
kakanglah yang menyuruh aku pulang, mengapa kakang malah
marah kepadaku?“
“Om,“ resi Lowara mengucap doa “demi batara Syiwa, demi
batara Buddha dan demi dewa-dewa yang agung, aku tiba
kembali di gunung Kawi pada dinihari dan terus langsung menuju
ke tempat pertemuan yang telah kita janjikan itu. Tetapi ternyata
engkau tak ada. Maka akupun terpaksa pulang. Ah, ternyata
engkau memang sudah mendahului pulang ke sini.“
Mendengar pernyataan itu seketika pucatlah wajah Uttungka.
Ia menyadari bahwa sumpah yang diucapkan resi Lowara itu
berat. Tak mungkin Lowara akan bohong. Tetapi diapun merasa
jelas telah bertemu dengan dia di hutan gunung Kawi. Ia gugup
dan gemetar “Kakang Lowara, aku bingung kakang resi.
Tolonglah beri penerangan padaku, kakang.“
“Tenanglah adi. Ketenangan akan menjernihkan pikiranmu.“
Uttungkapun pejamkan mata, mengendapkan ketegangan,
melarutkan pikirannya yang bergolak ke alam yang tenang.
“Beginilah ceritanya, kakang,“ beberapa taat kemudian dia
berkata “ketika aku tiba di tempat yang kita janjikan, ternyata
kakang, eh ..... karena kakang merasa tidak ke sana, maka
tentulah seorang yang telah menyaru seperti kakang, sudah
menunggu aku di situ. Ia mengusulkan supaya menanam patung
Joko Dolok itu di dalam hutan raja.“
“Dan engkau menurut? “
“Ya, karena kuanggap usul itu baik,“ sahut Uttungka “setelah
itu kitapun turun gunung. Tiba-tiba ia mengatakan masih ada
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

suatu tugas yang hendak dilaksanakan dan minta supaya aku


pulang lebih dulu. Akupun menurut saja. Tak kusangka ternyata
kakang datang menegur aku. Dengan begitu jelas, ada seorang
yang menyamar sebagai diri kakang untuk ....... “
“Celaka! “ tukas resi Lowara “kita telah tertipu musuh,
Uttungka!“
Uttungka menghempas diri ke tempat duduk. Bayu nadinya
serasa luluh lunglai. Dia merasa bersalah dalam peristiwa itu
“Kakang resi, akulah yang bertanggung jawab atas kesalahan ini.
Mari kita laporkan hal ini kepada, guru maharesi.“
Lowara gelengkan kepala “Jangan, Uttungka. Maharesi tentu
akan mempersalahkan kita karena bertindak kurang hati-hati.“
“Biarlah aku yang bertanggung jawab tentang kesalahan itu.“
“Tidak, Utturgka” seru Lowara “aku juga bertanggung jawab
atas kesalahan itu. Karena bapa garu telah menugaskan kita
berdua Lebih baik kita bertindak sendiri untuk menyelesaikan
peristiwa itu.“
“Bagaimana maksud kakang ?“
“Kita ke tempat itu lagi dan menggali liang penanaman patung
itu.“
Uttungka mengerutkan dahi “Tetapi tidakkah orang yang telah
menyiasati aku itu sudah mengambilnya, kakang?“
“Kemungkinan besar memang begitu. Tetapi apa salahnya kita
membuktikan hal itu. Dan barangkali saja nanti kita menemukan
sesuatu yang dapat menjadi penuntun dalam mencari jejak orang
itu.“
Malam itu juga kedua pandita dari candi Bentar itupun segera
berangkat menuju ke lereng gunung Kawi pula. Sebagai murid
utama dari maharsi Dewadanda, kedua resi itupun memiliki ilmu
kesaktian yang hebat. Mereka mengembangkan aji Sepi angin

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

atau ilmu berlari cepat. Keesokan harinya tibalah sudah mereka


di gunung itu.
“Dimana engkau tanam patung itu ?“ tanya Lowara.
“Dalam hutan di lereng timur gunung ini” kata Uttungka.
Berdebar-debarlah perasaan Uttungka ketika tiba di tempat
penanaman patung itu. Ia berusaha menghibur diri ketika melihat
tempat itu masih tampak seperti semula. Tiada tanda-tanda
bekas dibongkar orang.
Walaupun sudah memiliki prasangka bahwa akan menghadapi
hal serupa itu namun tiadalah resi Lowara dapat membebaskan
diri dari rasa kejut yang menggetarkan hatinya “Ah, patung Joko
Dolok hilang ..... ! “
Tetapi saat itu Uttungka menemukan sebuah kotak kecil dalam
timbunan tanah di liang itu. Diambilnya kotak itu lalu dia loncat
ke luar dari liang dan terus hendak membukanya.
“Jangan Uttungka,“ cepat-cepat resi Lowara mencegah.
“Kakang .... “
“Kita harus hati-hati menjaga setiap kemungkinan dari siasat
orang.“
“Maksud kakang kotak ini berisi sesuatu yang berbahaya?”
Resi Lowara mendesuh “Hm, jika sudah berani menyiasati
patung, bukan mustahil mereka akan maju tapak pula untuk
mencelakai kita.“
Uttungka kerutkan dahi. Tampaknya ia masih bersangsi atas
peringatan resi Lowara.
“Antara lain, bisa saja mereka menaruh ular berbisa ataupun
binatang lain yang berbisa di dalam kotak itu sehingga waktu
dibuka binatang berbisa itu akan menggigit tangan kita,“ Lowara

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menambah penjelasan lagi untuk menghilangkan keraguan


Uttungka.
“Ah,“ Uttungka mengangguk lalu meletakkan lagi kotak kecil
itu ke tanah kemudian mengambil pedang “Bagaimana kalau
kuletakkan pedang ini pada tepi kotak. Bila kotak sudah
berlubang tentulah kita dapat mengetahui apa isinya.“
Lowara menyetujui.
Pedang Utungka ternyata amat tajam. Sekali tabas, tepi kotak
itupun terpapas sehingga berlubang. Tak tampak barang sesuatu
yang ke luar dari kotak itu dan Uttungkapun menghampiri,
memeriksanya “Ah, hanya kotak kosong, kakang.“
Ia terus menjamahnya dan hendak membuka. Tetapi resi
Lowara mencegah lagi “Jangan tergesa-gesa, adi. Ingat, menilik
siasat yang telah dilakukan orang itu untuk mengambil patung,
kita harus menganggap bahwa yang kita hadapi saat ini seorang
lawan yang julig dan licin. Bukan suatu hal yang mustahil terjadi
apabila lawan semacam itu akan melumuri bagian dalam dari
kotak itu dengan racun yang dapat menghancurkan kulit tangan
kita. Baiklah engkau gunakan ujung pedang untuk membukanya”.
“Ah, kakang banyak prasangka,“ desuh Uttungka.
“Bukan prasangka Uttungka tetapi berlaku hati-hati selalu
lebih baik,“ jawab Lowara.
Uttungka menurut. Ia gunakan ujung pedang untuk
mencungkil tutup kotak itu. Ah, ternyata kosong melompong.
Namun setelah diperiksa dari dekat, ternyata berisi sehelai daun
lontar. Dicukilnya daun itu dari dasar kotak dan berserulah
Uttungka “Ah, daun lontar bertulis, kakang.“
“O,“ desuh Lowara seraya maju mendekat dan mengamati
daun itu “Hm, rupanya surat, dari si pencuri itu untuk kita,
Uttungka. Coba kubacakan:
Ki sanak,
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Engkau akan mendapatkan patung Joko Dolok itu berada di


sini pula, apabila empu Raganata sudah berada kembali di
tempat kediamannya.
Singa Ludira.

“Singa Ludira? “ ulang Utturgka “siapakah gerangan manusia


itu? “
“Jelas seorang lawan yang berdiri di pihak empu Raganata,“
kata resi Lowara “lawan yang tak dapat kita abaikan
kekuatannya.“
“Siapakah golongan yang berdiri di belakang empu Raganata?“
tanya Uttungka.
“Raden Wijaya.“
“Raden Wijaya senopati yang baru dan calon menantu seri
baginda itu ?“
Lowara mengiakan.
“Tetapi bukankah raden Wijaya saat ini sedang menuju ke
tanah Malayu ?“ sanggah Uttungka.
“Ya, benar,“ jawab Lowara “tetapi para kadehannya masih
banyak di Singasari. Nambi, Sora, Lembu Peteng, Medang Dangdi
dan lain lain masih bebas bergerak.“
Tiba-tiba terlintas sesuatu pada benak Uttungka.
“Kakang Lowara, engkau benar,“ serunya sesaat kemudian
“diantara nama-nama yang kakang sebutkan itu, rasanya aku tak
tertarik. Tetapi masih ada seorang lagi yang lebih mengundang
kecurigaanku.“
“Siapa ? “
“Lembu Mandira “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Lembu Mandira?“ Lowara menegas.


“Dia putera empu Raganata. Besar kemungkinan dialah yang
mencuri patung itu untuk membebaskan ramanya yang hilang
itu.“
“Tetapi mengapa dia mengarahkan sasirannya pada patung
Joko Dolok? Apakah dia menduga kalau candi Bentar yang
menculik ramanya? “
“Ada dua bahkan tiga kemungkinan,“ sahut Lowara “pertama
dia tentu mencurigai fihak Daha, lalu patih Aragani. Dan karena
candi kita mempunyai hubungan baik dengan patih Aragani,
maka diapun mencurigai fihak kita juga. Dengan mencuri patung
itu, dia akan berusaha untuk menekan salah satu dari ketiga
fihak yang dicurigainya itu, supaya membebaskan ramanya.“
“Dengan begitu dia belum tahu jelas siapakah yang menculik
ramanya itu, bukan?“
“Ya,“ kata Uttungka “dia hanya memancing-mancing di air
keruh. Siapa yang merasa berkepentingan tentulah akan
membebaskan empu Raganata.“
“Ah, penilaianmu itu tepat, Uttungka,“ puji Lowara “hal itu
menang bukan mustahil ....... “
“Tetapi kakang resi,“ tukas Uttungka “dimanakah sebenarnya
empu Raganata itu ? “
Resi Lowara mengangkat bahu “Aku sendiripun kurang jelas.
Baiklah kita tanyakan pada guru. Tetapi Uttungka, kitapun harus
menentukan langkah.“
“Bagaimana maksud kakang ?“
“Kita menghadap guru untuk melaporkan peristiwa kehilangan
patung itu dan meminta keterangan tentang tempat empu
Raganata. Atau melakukan tindakan sendiri untuk menyelidiki
pencuri itu.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Mengenai saran yang pertama,“ kata Uttungka “apabila kita


sudah mendapat keterangan tentang tempat persembunyian
empu Raganata, lalu apakah kita mohon kepada guru supaya
berusaha membebaskannya?“
Lowara berpikir sejenak, katanya “Hal itu tergantung
keputusan guru. Apakah patung itu sangat diperlukan atau tetap
mempertahankan empu Raganata.“
Uttungka diam sejenak. Sesaat kemudian ia berkata “Tetapi
sebagaimana kata kakang tadi, melapor pada guru berarti kita
melaporkan kelalaian kita.“
“Seperti katamu tadi, kita harus berani bertanggung jawab
atas kesalahan itu,“ kata resi Lowara.
“Benar,“ jawab Uttungka “tetapi hal itu berarti menyerah pada
lawan. Guru tentu membebaskan empu Raganata untuk
mendapat kembali patung itu.“
“Hal itu terserah saja kepada guru,“ kata resi Lowara “tetapi
yang kita cemaskan kalau-kalau guru memang tak mengetahui
tempat penahanan empu tua itu.“
“Ah,“ Uttungka mendesah panjang. Ia memandang resi
Lowara dengan pandang paserah saja.
Resi Lowara mengangguk pelahan sekali “Ibarat sudah
terlanjur basah, lebih baik kita mandi sekali. Mari kita ke Tumapel
untuk menyelidiki Lembu Mandira.“
Uttungka menganggap tindakan itu memang tepat. Sebelum
menghadap maharesi Dewadanda untuk melaporkan peristiwa
hilangnya patung itu, mereka akan berusaha sendiri lebih dulu
untuk mendapatkan kembali patung itu.
Malam itu juga mereka tiba di Tumapel dan langsung menuju
ke gedung kediaman empu Raganata. Penjaga pintu terkejut
menerima kedatangan kedua pandita dari candi Bentar yang
termasyhur itu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Laporkan kepada empu Adhyaksa bahwa kami utusan dari


candi Bentar mohon menghadap,“ kata resi Lowara.
Penjaga itupun masuk dan tak lama keluar mempersilakan
kedua resi masuk. Uttungka terkesiap lalu mengisar kepala
memandang Lowara. Resi Lowara hanya mengangguk pelahan.
Rupanya dia dapat menangkap isyarat yang dipancarkan melalui
pandang mata Uttungka yang menyatakan keheranannya atas
peristiwa yang dihadapi saat itu. Resi Lowara balas
mengisyaratkan agar Uttungka berlaku tenang.
Ketika melangkah ke sebuah ruang besar, kedua pandita candi
Bentar itu menyalangkan mata lebar-lebar melihat seorang lelaki
tua, berambut dan berjanggut putih, tergopoh-gopoh
rnenyongsong.
“Maaf, empu, apabila kedatangan kami mengganggu tuan,“
resi Lowara cepat mengulai keterkejutannya dengan permintaan
maaf.
“Ah, tak apa resi ... “
“Lowara,“ cepat resi Singasari itu memperkenalkan diri,
kemudian memperkenalkan Uttungka pula.
Dalam bertukar salam itu Lowara dan Uttungka mencurahkan
perhatian kepada tuan rumah. Diperhatikannya wajah bekas
patih amangkubumi dari Singasari yang kini dilorot menjadi
adhyaksa Tumapel itu, memang penuh keriput ketuaan. Mereka
terpaksa mengharuskan diri untuk percaya walaupun
sesungguhnya belum pernah mereka berhadapan muka
sedemikian dekat dengan empu Raganata yang jarang dilihatnya
itu.
Rupanya empu Raganata tahu akan hal itu. Namun ia bersikap
tenang seolah tak mengetahui. Setelah membawa kedua
tetamunya duduk maka bertanyalah empu Raganata akan
maksud kedatangan mereka.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Pertama, kami membawa pesan baru Dewadanda untuk


menghaturkan doa keselamatan kepada empu yang amat
diindahkannya. Kedua kalinya, guru kami akan mohon petunjuk
dari paduka,“ kata resi Lowara.
“Terima kasih, ki resi,“ kata empu Raganata dengan nada
keparau parauan sebagaimana lazimnya seorang yang sudah
lanjut usia “ah, maharsi terlalu memanjakan diriku setinggi langit.
Pada hal Raganata sudah rapuh, jiwa dan raganya. Untunglah
baginda masih berkenan memberi muka kepada Raganata
menjadi adhyaksa di Tumapel sini. Maka berat nian rasa hatiku
menerima kepercayaan sang maharsi dan aku kuatir akan
mengecewakan harapan sang maharsi yang mulia itu.“
“Ah, janganlah empu terlalu merendah diri,“ sambut Lowara
“apa yang hendak dipersembahkan guru hamba kepada empu,
bukanlah sesuatu yang rumit dan menyulitkan empu.“
“O. Tetapi aku sudah menjauhkan diri dari urusan
pemerintahan dan hidup tenang di Tumapel. Adakah sang
maharsi percaya bahwa aku akan mampu memenuhi
harapannya?“
Lowara tertawa “Begini empu. Bukankah tuan sudah
mendengar tentang maksud raja Daha untuk mempersembahan
patung Joko Dolok kepada seri baginda.“
“O, soal itu “ kata empu Raganata “ ya, aku memang
mendengar juga.“
“Guru Dewadanda ingin sekali menerima pendapat empu
tentang hal itu.“
Empu Raganata menghela napas dan merenung. Beberapa
saat kemudian dia berkata “Sesungguhnya hal itu menjadi
wewenang baginda, ki resi.“
“Demikianlah,“ sahut resi Lowara yang tangkas bicara “tetapi
seri baginda pun juga meminta pendapat dari para menteri
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

utama, antara lain ki patih Aragani, kepala Dharmaadhyaksa ring


Kasoga an, kepala Dharcnadhyaksa ring Kasyiwan, para dang
acarrya dan bahkan guru Dewadanda pula. Guru Devadanda
amat menghormat tuan sebagai seorang wreddha mentri yang
luas pandangan dalam soal ketata-prajaan dan ilmu kenegaraan.
Maka gurupun mengutus kami berdua untuk mempersembahkan
pemohonan ke hadapan empu.“
“Tetapi ki resi,“ sambut empu Raganata “aku sudah tua renta
dan telah disingkirkan
dari urusan
pemerintahan
kerajaan.“
Resi Lowara tcitawa
“Hal itu tidaklah
mengurangkan nilai
kewajiban tuan
sebagai seorang
mentri sepuh, seorang
baureksa kerajaan,
seorang putera utama
dari kerajaan Singasari
untuk memikirkan
kepentingan Singasari.
Bahkan pandangan
empu itu tentu akan
lebih murni, bebas dari
segala ikatan karena
empu sudah tak
berada di tampuk
pimpinan
pemerintahan.“
Empu Raganata terdiam. Ucapan resi dari esndi Bentar itu
memang tajam dan mengena. Ia tak dapat menghindar lagi.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Semoga demikian, ki resi. Raganata terpaksa harus


membalas penghargaan maharesi yang sedemikian besar. Namun
apa yang ku utarakan ini, hanyalah pandangan peribadi dari
seorang rua renta yang sudah rapuh. Dan pandangan itu bukan
suatu saran yang mengikat pula.“
“Kami siap mendengarkan dengan penuh khidmat,“ kata
Lowara.
Sejenak empa Raganata terdiam, mengatur napas,
menenangkan gejolak pikiran ke dalam alur pertimbangan untuk
menuju ke arah pembentukan keputusan. Lalu dengan hati-hati
ia mulai berkata “Memang terdapat suatu tilik perbedaan
pandangan antara seri baginda dengan aku. Seri baginda
menganggap keadaan dalam negeri Singasari sudah aman dan
sentausa. Raja-raja didaerah dan rakyat patuh kepada baginda.
Diantara musuh dalam negeri yang paling dipandang sebagai
musuh bebuyutan dan berbahaya, yani Daha, pun telah diikat
dengan tali kekeluargaan karena putera raja Daha pangeran
Ardaraja telah dipungut sebagai menantu baginda. Baginda
makin yakin akan kekuatan dalam negeri. Dan karena itulah
maka baginda lalu mengarahkan perhatian ke luar daerah
diseberang buana.“
“Tetapi aku tetap mencemaskan keadaan dalam negeri,“ kata
empu Raganata pula “aku lebih menitikkan pada usaha
mempertahankan, memperkokoh kesatuan dan meningkatkan
kemakmuran rakyat. Jangan sampai kekuatan dalam negeri,
terutama pura Singasari kosong, sehingga menimbulkan
rangsang bagi musuh-musuh dalam negeri yang tak tampak itu,
terutama Daha, dapat menggunting dalam lipatan. Dan pendirian
itulah yang menyebabkan aku dilorot sebagai adhyaksa di
Tumapel ini.“
“Adakah pendirian empu itu masih tetap tak berobah hingga
sekarang ?“ tukas resi Lowara.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Selama keadaan masih belum sesuai dengan pandanganku,


selama itu pendirianku takkan berobah. Bukan pendirian yang
merobah keadaan tetapi keadaan yang merobah pendirian.“
“Dalam rangka pendirian itu, empu tentu menaruh rasa
kecurigaan terhadap persembahan patung Joko Dolok dari raja
Daha itu, bukan ?“ resi Lowara mulai menikamkan pertanyaan
yang tajam.
“Berlaku waspada adalah langkah yang utama,“ jawab empu
Raganata dengan cara yang sukar diraba.
“Menurut pendapat empu, dapatkah pemberian itu diterima
baginda ?“ desak Lowara pula.
Empu Raganata mengangguk “Menolak persembahan,
mungkin akan menimbulkan tersinggungnya perasaan raja Daha.
Yang penting bukan soal menerima atau menolak persembahan
patung itu tetapi meningkatkan kewaspadaan dengan jalan
memperkokoh kekuatan dalam pura,“ kata empu Raganata.
“Terima kasih, empu. Akan kami haturkan petunjuk empu ini
ke hadapan guru,“ kata resi Lowara terus minta diri.
“Hai, mengapa tuan-tuan amat tergesa-gesa ? Bukankah hari
sudah malam ? Tidakkah tuan menganggap bahwa pondok
Raganata yang kotor ini cukup memadai untuk penampung tuan
semalam ini ?“ cegah empu Raganata.
Namun dengan alasan maharsi Dewadanda menghendaki akan
menerima keterangan dari empu Raganata pada malam itu juga
karena besok pagi sudah harus menghadap baginda maka resi
Lowara dan Uttangka segera pamit.
Kedua pandita candi Bentar itu bergegas menuju ke lereng
gunung Kawi lagi. Dengan sudah kembalinya empu Raganata di
Tumapel, pencuri patung yang menyebut diri sebagai Singa
Ludira itu tentu akan menepati janji untuk mengembalikan
patung itu. Demikian anggapan mereka.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tetapi alangkah kejut dan marah mereka ketika liang tempat


penanaman patung itu masih tetap kosong.
“Hm, penjahat itu memang hendak mempermainkan kita,“
Uttungka menggeram.
“Atau kemungkinan ..... “ resi Lowara kerutkan dahi
merenung.
“Kemungkinan bagaimana kakang resi ?“
"Kemungkinan empu Raganata yang berada di Tumapel itu
bukan empu Raganata yang sesungguhnya……….”
“Kakang Lowara,“ Uttungka serentak melonjak kaget
“maksudmu dia bukan empu Raganata?“
“Ya, kemungkinan begitu,“ kata resi Lowara.
Tiba-tiba pa!a ia berseru keras “Tidak kemungkinan lagi tetapi
memang benar-benar dia empu Raganata palsu ! Ah, mengapa
aku sebodoh ini?“
Uttungka makin terbelalak “Bagaimana kakang yakin akan hal
itu ?“
Resi Lowara tertawa hambar, sehambar perasaan hatinya
yang geram dan kecewa karena merasa dipermainkan orang.
“Apakah engkau masih belum menyadari hal itu, Uttungka?“
seru Lowara “cobalah engkau renungkan. Surat dari Singa Ludira
itu jelas ditujukan kepada kita. Dia curiga bahwa fihak Bentarlah
yang menculik empu Raganata. Tetapi belum lagi kita bertindak
melaporkan surat itu kepada guru, mengapa empu Raganata
sudah kembali di rumahnya?“
“Ohhhh,“ pandita Uttungka mendesah dan menghunjamkan
kakinya ke tanah keras-keras. Tetapi pada lain saat dia tertegun
“tetapi kakang resi, apakah tidak mungkin Singa Ludira itu juga
mengirim surat semacam yang kita terima kepada fihak-fihak
yang dicurigainya ?“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hm.“
“Mungkin fihak yang menerima surat itu dan kebetulan
memang yang telah menculik, empu Raganata lalu tergesa-gesa
mengembalikan empu.“
“Tidak mungkin, Uttungka! “
“Bagaimana tak mungkin kakang? “
“Patung itu berada pada kita. Lalu apa yang dibuat pegangan
fihak itu sehingga Singa Ludira perlu memberi tekanan kepada
mereka? Apa yang harus atau berharga untuk dipertukarkan
dengan kebebasan empu Raganata itu ? “
Uttungka tertegun. Sanggahan Lowara mematikan
langkahnya. Akhirnya ia menerima alasan Lowara mengenai
ketidak keaseliannya empu Raganata di Tumapel itu “Jika begitu
mari kita kembali ke Tumapel untuk meningkus empu gadungan
itu ! “ serunya geram
Namun resi Lowara hanya merenung diam.
“Bagaimana kakang resi?“ desak Uttungka,
“Aku sedang berpikir mencari alasan kedatangan kita kepada
empu Raganata itu. Walaupun kita percaya dia bukan empu
Raganata tetapi kita harus mempunyai alasan juga untuk
menemuinya. Dan .... andaikata dugaan kita ini meleset, dia
memang empu Raganata yang sesungguhnya bagaimana kita
harus memberi alasan?“
Uttungka terkesiap. Ia menyadari bahwa dirinya terlalu diburu
ketegangan. Apa yang dikatakan Lowara itu rremang benar.
Akhirnya resi Lowara berkata juga “ Baiklah kita atur supaya
kita datang ke tempat kediaman empu Raganata pada malam
hari saja. Alasan kita, karena disuruh pula oleh guru untuk
menyampaikan pesan.“
“Pesan apa, kakang resi ?“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah, nanti kita pikirkan lebih lanjut. Sekarang mari kita


berangkat kembali ke Tumapel.“
Keduanya tak mau cepat-cepat menempuh perjalanan. Mereka
memperhitungkan agar pada esok malam dapat tiba di Tumapel.
Penjaga pintu gedung kadhyakian terkejut ketika menerirra
kedatangan kedua resi dari candi Bentar itu.
“Kami hendak menyampaikan pesan penting, kepada empu,“
cepat cepat resi Lowara menghapus keheranan penjaga pintu itu
dengan sebuah alasan yang tepat.
“O,“ desuh penjaga pintu itu “tetapi sayang empu pergi ke
Singasari? “
Resi Lowara dan Uttungka terkejut. Mereka tak pernah
mengira akan kemungkinan hal seperti itu.
“Benarkah itu?“ Lowara menegas.
“Benar,“ sahut penjaga pintu “mengapa aku harus berbohong
resi ?“
“Bilakah empu berangkat ke Singasari? “
“Pi»gi tadi “
“Mengapa dia ke Singasari ? “
“Atas titah seri baginda.“
Lowara terpaksa mengajak Uttungka berlalu. Di tempat sepi
Lowara berhenti, bisiknya “Nanti menjelang tengah malam kita
lakukan penyelidikan ke dalam gedung empu Raganata.“
“Kakang resi menyangsikan keterangan penjaga pintu itu?“
tanya Uttungka.
“Apakah engkau sendiri percaya penuh kepadanya ?“ balas
Lowara.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Uttungka terbeliak. Karena dicengkam rasa gelisah dia tak


sampai mencapai pemikiran ke situ “Ya, baiklah. Malam nanti kita
masuk ke gedung empu itu.“
Setelah malam tiba dan Tumapel seolah olah tertidur lelap,
dua sosok bayangan menuju ke gedung kediaman empu
Raganata. Tetapi kedua orang itu tidak mengambil jalan dari
pintu depan melainkan melingkar ke samping gedung memanjat
pagar tembok lalu loncat turun ke dalam lingkungan gedung.
Mereka terkejut mendengar bunyi kentung penjaga gedung
yang melakukan ronda malam. Terpaksa mereka harus
bersembunyi di tempat yang gelap. Setelah peronda itu lalu,
barulah mereka mulai menyelinap masuk ke dalam gedung.
Ruang pendapa gelap. Demikianpun ruang tengah. Dengan
langkah seringan daun gugur, mereka berjingkat-jingkat masuk
kebagian ruang pringgitan. Mereka duga empu Raganata tentu
berada dalam salah sebuah bilik.
Sambil berjalan mata mereka meniti bentuk tiap bilik yang
berada dalam ruang itu. Akhirnya pandang mata mereka
mendarat pada sebuah bilik yang besar.
Dengan hati-hati pula mereka mengeluarkan sebilah pisau dan
mulai mengupas grendel pintu. Lowara memberi isyarat agar
Uttungka menunggu di depan pintu sementara dia masuk untuk
menangkap empu Raganata.
Agak berdebar juga hati resi Lowara ketika melihat sesosok
tubuh membujur di atas tempat tidur dengan berselimut kain
tebal.
Setelah memastikan bahwa orang yang tidur itu tak
mengetahui kedatangannya, resi Lowara jalu mengeluarkan
sehelai kain dan secepat kilat mendekap tubuh berselimut itu. la
hendak meringkus dan menyumbat mulut empu Raganata agar
jangan sempat berteriak.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hai ..... ! “ bagaikan tersambar petir, resi Lowara memekik


kaget dan loncat mundur.
Mendengar teriakan itu Uttungka serentak menerobos masuk
“Mengapa kakang resi? “
“Kita tertipu lagi!“ sahut resi Lowara sambil menunjuk tubuh
yang terbungkus selimut “itu bukan orang tetapi bantal ... “
“Keparat!“ terlepaslah sebuah makian dari mulut pandita
Uttungka. Ia merasa benar-benar telah dipermainkan orang
dengan semena-mena. Kemudian ia mengajak “Mari kita geledah
seluruh rumah ini.“
Kedua pandita dari candi Bentar itupun segera melangkah ke
luar. Ketika membuka pintu, mereka mendesuh kejut ketika
melihat sesosok tubuh tegak menanti dengan mengulum senyum
tawar. Tubuh itu milik seorang pemuda cakap yang tegak sambil
berteliku tangan.
“Siapa engkau!“ seru Lowara.
Pemuda itu tertawa ringan “aneh, umumnya penjahat tentu
takut kepada yang empunya rumah tetapi mengapa terdapat
juga penjahat yang berani menyapa tuan rumah? Mungkin inikah
yang disebut orang sebagai penjahat kurang ajar itu? Ha, ha,
ketahuilah, aku adalah Lembu Mandira, putera empu Raganata.“
“Oh,“ kedua pandita itu mendesuh kejut pula “dimanakah
empu sekarang?“
“Mengapa hendak mencari rama?” balas Lembu Mandira “apa
keperluannya?“
“Kami utusan candi Bentar perlu hendak menyampaikan pesan
penting kepada empu,“ sahut resi Lowara.
Lembu Mandira tertawa ”Begitukah cara pandita menemui
orang? Bukankah sore tadi kalian sudah diberitahu penjaga

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

bahwa rama tiada di rumah? Mengapa kalian masih tetap


menyelundup kemari pada waktu tengah malam begini ?“
Lowara dan Uttungka saling berpandangan. Kata-kata Lembu
Mandira itu memang mangena.sekali.
“Raden, engkau berhadapan dengan pandita yang menjadi
utusan candi Bentar, candi terbesar di Singasari dan candi yang
paling dihormati para kawula. Hendaknya janganlah engkau
bicara sekasar itu,“ kata resi Lowara.
Lembu Mandira menjawab “Aku bicara menurut apa yang
harus kukatakan. Terhadap pandita-pandita dari candi Bentar,
akupun menaruh hormat. Tetapi terhadap pandita, sekalipun
mengaku dari candi Bentar, apabila bertingkah laku seperti kalian
ini, tentu akan kuperlakukan sesuai dengan ulah kalian!“
“Katakan, di mana empu Raganata,“ seru Uttungka setengah
menghardik.
“Menghadap baginda di pura Singasari,“ sahut Lembu
Mandira.
“Benarkah itu?“ Uttungka menegas.
Lembu Mandira tertawa mengejek “Jangan mengukur baju
orang dengan badanmu. Jangan mencurigai keterangan orang
karena engkau sendiri bertindak salah, pandita.“
“Hm, engkau congkak sekali. Beda dengan ramamu, empu
Raganata,“ tegur resi Lowara.
Lembu Mandira tertawa dingin “Kutahu, resi, bahwa sikap
congkak itu memang tak baik. Tetapi kurasa ada kalanya
kecongkakan itu diperlukan juga bilamana menghadapi orang-
orang yang tak kenal tata susila.“
“Jangan banyak mulut! “ bentak Uttungka “sekali lagi kutanya,
di mana empu Raganata! “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Lembu Mandira tertawa mencemoh “Mengapa aku harus


menyembunyikan rama? Rama benar-benar dititahkan
menghadap seri baginda di pura kerajaan. Bilamana engkau
hendak menyampaikan pesan, sampaikanlah kepadaku. Nanti
akan kusampaikan kepada rama apabila rama pulang.“
“Tidak,“ Uttungka menolak “kami harus menemui empu
Raganata sendiri. Jika engkau tak mau menunjukkan kamipun
akan bertindak sendiri ... “
“Apa katamu ?“ Lembu Mandira nyalangkan mata.
“Akan kugeledah rumah ini!“
“Engkau hendak menggeledah rumah ini, pandita? Ha, ha .....
hak apa engkau berari melakukan tindakan semacam itu ?“ seru
Lembu Mandira makin geram “Kalian hanya utusan dari candi
Bentar, bukan dari kerajaaan. Hem, besar sekali nyalimu hendak
menggeledah rumahku ini.“
“Anakmuda, engkau ..... “ belum sempat Uttungka
menyelesaikan kata-katanya, resi Lowara sudah memberi isyarat
supaya dia berhenti. Kemudian resi itu berkata “Raden, bilakah
empu Raganata kembali ke Tumapel ? Bukankah beberapa waktu
yang lalu empu telah diambil orang ?“
“Apa maksud kata-katamu itu ?“
“Bukankah beberapa waktu yang lalu empu Raganata telah
diculik?“
Lembu Mandira kerutkan alis “Aneh, dari mana engkau
memperoleh berita itu ? Pada hal selama ini rama tetap berada di
rumah saja.“
Kembali kedua pandita itu bertukar pandang. Resi Lowara
mengangguk pelahan dan Uttungkapun segera berseru “Raden,
jelas engkau bohong !“
“Apa katamu!“ Lembu Mandira memberingas.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Empu Raganata memang telah diculik orang, jangan engkau


menyangkal. Nah, dengan dasar penyangkalanmu terhadap
kenyataan, akupun tak percaya lagi pada keteranganmu saat ini
bahwa empu Raganata tak berada di rumah. Engkau tentu
bohong pula.“
“Setan! “ teriak Lembu Mandira tak dapat menguasai diri lagi
“belum kuminta engkau mempertanggung jiwabkan tindakanmu
berani masuk ke rumah ini tanpa idin, sekarang engkau berani
mengatakan aku bohong dan bahkan berani pula hendak
menggeledah rumah ini. Hm, kudengar para pandita candi Bentar
itu sakti-mandraguna sekali. Hayo, keluarkanlah ilmu
kedigdayaanmu pandita, agar kalian dapat meninggalkan rumah
ini dengan selamat.“
Uttungka mengerling ke arah resi Lowara dan resi itupun
memberi anggukan kepala.
“Baik, anakmuda. Rupanya engkau memang seperti anak
kambing yang tak takut terhadap harimau. Akan kululuskan
permintaanmu itu,“ seru Uttungka seraya maju selangkah ke
hadapan Lembu Mandira dan mengambil sikap.
“Walaupun tak kuundang engkau adalah tetamu,“ sera Lembu
Mandira “silakan engkau yang memulai lebih dahulu.“
“Baik,“ sahut Lembu Mandira tak mau banyak cakap lagi. Ia
terus membuka serangan dengan sebuah tinju yang dilayangkan
ke dada orang. Sedang tangan kiri yang terbuka, menabas
lambung.
“Bagus, anakmuda,“ seru Uttungka seraya mengisar tubuh ke
samping, menghindari tabasan seraya menyambar pergelangan
tangan Lembu Mandira. Sebuah gerak yang indah. Menghindar
sekaligus balas menyerang.
Tetapi Lembu Mandira bukan seorang lawan empuk yang
mudah ditelan begitu saja. Ia mengendapkan tinju ke bawah,
selekas terhindar dari cengkeraman orang, iapun segera
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menyerempaki dengan mengisar langkah lalu ayunkan tinju ke


perut orang.
Uttungka terkejut, jarak sedemikian dekat sehingga tak
mungkin lagi ia sempat menarik tangan untuk menangkis.
Dengan menggeram marah ia loncat ke belakang. Tetapi sebelum
kaki sempat menginjak tanah, Lembu Mandira sudah loncat
membayangi. Pandita itu tak diberi kesempatan lagi untuk
mengatur diri. Diserangnya pandita itu dengan pukulan sederas
hujan mencurah, diseling pula dengan tendangan yang
menyambar-nyambar bagai kilat.
Jelas bahwa Uttungka telah terdesak di bawah angin. Melihat
itu Lowara tak dapat berpeluk tangan lagi. Serentak diapun
hendak loncat untuk menghantam punggung pemuda itu. Tetapi
sebelum sempat mengayun tubuh, terdengarlah suara tawa yang
tajam dan panjang dari arah belakang.
“Wahai, pandita candi Bentar, layakkah kalian hendak
mengerubut seorang anakmuda ....... ! “
Lowara hentikan gerakannya dan cepat berputar tubuh ke
belakang. Dilihatnya pada jarak sepuluhan langkah dari
tempatnya, tegak seorang yang mengenakan kerudung menutup
hidung sampai ke bawah dagu. Dari bentuk wajahnya, orang itu
masih muda. Dan yang menonjol adalah sepasang biji matanya
yang memancarkan sinar berkilat-kilat tajam menikam.
“Siapa engkau!“ seru resi Lowara sambil bersiap-siap.
Orang itu tertawa datar “Ah, tak perlu engkau tahu namaku.“
“Apakah engkau tak berani menyebut namamu? “
“Bukan tak berani,“ sahut orang itu dengan tenang “tetapi aku
kasihan kepadamu.“
“Kasihan? Mengapa harus kasihan?“ resi Lowara makin heran.
“Karena namaku itu hanya akan membuat engkau pingsan ... “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah,“ resi Lowara menggeram “sesungguhnya namamu itu tak


penting bagiku. Hanya aku ingin supaya jangan sampai aku salah
membunuh orang. Dan begitu pula agar jika kelak engkau mati,
akupun dapat mengirim doa supaya engkau mendapat tempat
yang layak.“
“Ha, ha, ha ..... “ kembali orang itu tertawa nyaring “orang
mengatakan bahwa yang gemar membunuh orang itu hanya
kaum penjahat dan pembunuh yang tak berperi-kemanusiaan.
Tetapi ternyata seorang resi yang mengajarkan dharma welas
asih juga gemar membunuh orang. Ua, resi keranjingan itu
namanya! “
Merah muka resi Lowara mendengar cemoh itu “Kutahu
bangsa kura-kura yang menyembunyikan mukanya tentu tak
berani juga untuk menyebut namanya.“
Orang itu tertawa pula.
“Bukan karena tak berani tetapi aku kasihan kalau engkau
sampai kelenger nanti. Pada hal bukankah engkau akan
menghadapi aku ?“ serunya.
“Hm, apa arti nama seekor tikus kecil seperti engkau. Bahkan
andaikata engkau bernama Kubilai Khan, pun aku takkan
terkejut“
“Benarkah itu?“ orang itu masih menggoda.
“Huh,“ dengus resi Lowara.
“Baik,“ kata orang itu “sekarang dengarkan dan bersiaplah
menahan debur jantungmu. Aku hendak memberitahu namaku.
Namaku memang sepele tetapi bagi pendengaranmu pasti akan
terasa seperti petir menyambar !“
Resi Lowara hampir tak dapat menahan kesabaran karena
merasa diperoleh orang dengan habis-habisan. Tetapi sebelum ia
sempat membentak, tiba-tiba orang itu sudah melantang
“Namaku Singa Ludira ... “
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hai ... “ serentak resi Lowara terbeliak dan menyurut mundur


selangkah. Sedemikian besar rasa kejut yang menikam hatinya
sehingga ia tergetar mundur kemudian berdiri terlongong -
longong seperti pantung.
Duk ..... auh ..... tiba-tiba terdengar bunyi tubuh terhunjam
tinju, disusul dengan jerit kesakitan lalu tubuh yang
menggedebuk jatuh ke lantai.
Lowara seperti tersentak dari mimpi. Serentak ia ia berpaling
ke arah bunyi itu dan ah ..... kejutnya makin mengoyak hati.
Kiranya Uttungka sudah menggeletak di lantai. Jelas dia telah
menderita kekalahan.
Kiranya pada saat orang aneh itu menyebutkan nama Singa
Ludira, Uttungka juga mendengar dan dia-pun menderita kejut
seperti disambar petir. Seketika dia tertegun. Tepat pada saat itu
Lembu Mandira sedang melayangkan pukulannya. Pukulan itu
tepat menghunjam dada Uttungka. Tak ampun lagi pandita dari
candi Bentar itupun segera terjungkal rubuh ke belakang.
“Ha, ha, lihatlah,“ seru orang aneh itu “mendengar namaku,
kawanmu sudah pingsan. Dan sekarang akan tiba giliranmu
untuk mencium lantai.“
Resi Lowara tidak sempat berpaling untuk meninjau keadaan
Uttungka karena saat itu ia harus mempertimbangkan langkah
untuk menghadapi tinju si orang aneh yang hendak mendarat di
dadanya.
“Bagus,“ orang aneh yang menyebut dirinya bernama Singa
Ludira itu berseru memuji ketika dalam keadaan yang sudah
amat terjepit ternyata Lowara masih dapat menggelincirkan
tubuh ke samping lalu berayun ke muka. Suatu penghindaran
yang mengejutkan sekali seolah lolos dari lubang jarum.
Apabila setelah condong ke samping pandita itu terus loncat
mundur sebagaimana lazimnya dilakukan setiap orang yang
menghindari pukulan lawan, tentulah Singa Ludira akan segera
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

locat membayanginya karena dia sudah memperhitungkan


langkah itu dan siap akan bertindak. Tetapi ternyata apa yang
diduga Singa Ludira itu salah. Bukan loncat mundur,
kebalikannya resi Lowara malah loncat maju ke depan. Dengan
demikian karena salah hitung, orang aneh itupun tertegun dan
dapatlah resi Lowara lolos.
“Hm, sambutlah balasanku,“ seru resi Lowara yang secepat
berkoar terus melancarkan serangan dahsyat.
Singa Ludirapun tak berani memandang rendah lagi. Dalam
gebrak pertama tadi, ia mendapat kesan bahwa resi Lowara itu
memang berisi. Andaikata lain orang tentu tak mungkin dapat
meloloskan diri dari serangannya yang mengejutkan tadi.
Demikian keduanya segera terlibat dalam serang-menyerang
yang gencar dan dahsyat. Tiap langkah dan gerak mempunyai
arti yang dapat merobah kedudukan. Hanya sejenak Singa Ludira
tadi telah tertegun, walaupun ia segera berkisar tubuh untuk
menghadapi serangan resi Lowara namun kedudukannya sudah
berobah. Dari fihak yang menyerang, kini Singa Ludira menjadi
fihak yang diserang.
Serangan resi Lowara memang bukan olah olah dahsyat,
gencar lagi keras. Resi itu telah menumpahkan seluruh ilmunya
untuk merubuhkan Singa Ludira. Karena dengan dapat
menangkap orang itu, dapatlah ia memperoleh kembali patung
Joko Dolok yang dicurinya itu. Sebagai murid pertama dari
maharsi Dewa-danda, Lowara mendapat juga ilmu ulah
kanuragan dan kedigdayaan. Melalui petunjuk dari maharsi
Dewadanda, dia dapat menguasai pernapasan atau ilmu Prana
untuk menyalurkan tenaga sakti Cakram Ana Hata dan Cakram
Manipura.
Dalam sebuah serangan yang gegirisi, Singa Ludira tak sempat
menangkis. Dia terpaksa harus menghindar. Tetapi baru hendak
berputar tubuh, tinju resi Lowara sudah melayang ke bahunya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Celaka,“ diam-diam Singa Ludira mengeluh. Ia merasa kali ini


jelas tentu harus menderita pukulan lawan. Karena untuk
menangkis maupun menghindar sudah tak sempit lagi maka
satu-satunya jalan hanyalah mengerahkan tenaga
mengencangkan bahu untuk menyambut pukulan lawan.
“Krakkkk .... “
Sesosok tubuh melayang dan tiba-tiba menghantam tinju
Lowara. Terdengar bunyi berderak keras ketika dua kerat tulang
tangan saling beradu keras. Resi Lowara tertegun, tinjunya
terhenti. Tetapi orang yang menyongsong tinjunya itupun lebih
menderita lagi karena harus terpental tiga langkah ke belakang.
“Engkau Lembu Mandira ..... pengecut!“ ketika melihat bahwa
orang yang menyambut tinjunya tak lain dari Lembu Mandira
maka resi Lowarapun marah dan memakinya.
“Apa yang engkau sebut pengecut itu ?“ balas Lembu Mandira.
“Engkau menyerang secara pengecut! “
“Aku tidak menyerang melainkan menahanmu.“
“Apakah itu bukan pengecut juga? “
“Tidak !“ sahut Lembu Mandira.
“Tidak ?“
“Ya, kukatakan tidak. Karena inilah rumahku, aku berhak
penuh untuk melarang setiap manusia yang hendak mengacau di
sini.“
“Setan ... “
“Dan terhadap seorang pandita yang kurang tata memasuki
rumah seperti seorang perampok, memang tak perlu harus yang
memakai tata peraturan lagi,“ seru putera empu Raganata itu
pula.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Mandira, menyingkirlah! “ di luar dugaan tiba-tiba Singa


Ludira menghardik penuh kemarahan. Matanya berkilat-kilat
memandang Lembu Mandira penuh dendam amarah.
Lembu Mandira terkesiap.
“Kakang, dia hampir mencelakai dirimu,“ serunya sesaat
kemudian.
“Ya, benar. Tetapi baru hampir, belum mencelakai dan
memang tak mungkin dapat mencelakai diriku? Apakah engkau
kira aku tak mampu menghindarkan diri dari serangannya tadi?“
seru Singa Ludira masih menggeram.
Lembu Mandira tersipu-sipu. Ia menyadari bahwa ia telah
melanggar peraturan. Memang ia bermaksud baik tetapi dengan
tindakan itu ia memang mencemaskan bahwa orang aneh itu tak
dapat menghindar. Dan jelas hal itu tentu menyinggung perasaan
orang itu. Sebagai seorang ksatrya muda, setelah menyadari
kekhilafannya, diapun tak malu untuk serta merta meminta maaf
dan lalu mundur.
“Ha, ha, ha,“ resi Lowara tertawa mencemoh “Singa Ludira,
mengapa engkau suruh dia mundur? Bukankah sebaiknya kalian
maju berdua saja agar dapat menghemat tenaga dan waktuku?“
“Pandita,“ sahut Singa Ludira “jangan menepuk dada dulu
sebelum pertempuran ini berakhir. Apa engkau kira aku sudah
kalah karena seranganmu tadi?“ .
Resi Lowara tertawa mencemoh “Engkau memang tak merasa
tetapi tindakan Lembu Mandira untuk gopoh menolongmu tadi,
suatu bukti yang berbicara bagaimana keadaanmu tadi apabila
dia tak menahan tinjuku.“
“Hm,“ geram Singa Ludira “menang kalah dalam pertempuran
adalah sudah jamak. Dapat memukul sekali dua kali pada lawan,
bukan msnjadi suatu penilaian bahwa engkaulah yang akan
menang, sebelum pertempuran kita ini selesai. Ya, kutahu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Memang pandita-pandita candi Bentar terkenal memiliki ilmu


Prana yang tinggi. Kabarnya maharesi Dewadanda gurumu itu
telah berhasil mencapai tataran ke tujuh dari ilmu Pranayama
....“
“Aku tak membanggakan hal itu. Namun apabila engkau
sudah tahu, seharusnya engkaupun harus tahu diri,“ sahut resi
Lowara.
“Sebagai murid pertama dari candi Bentar, engkau tentu
memiliki ilmu Prana yang hebat juga. Namun sampai dimana
kehebatan dari ilmu itu, marilah kita uji,“ seru Singa Ludira pula.
Ilmu Praaayama yalah ilmu- pernapasan dalam samadhi.
Walaupun sesungguhnya Pranayama itu untuk pengantar
mencapai tingkat tertinggi dari samadhi yalah Kamoksan atau
pelepasan batin dari segala keruwetan pikiran. Namun ilmu Prana
itupun dapat memberi penguasaan pada peredaran darah,
pemusatan pikiran dan pengerahan tenaga-inti dalam tubuh
manusia. Dan penguasaan itu apabila diserapkan kedalam ilmu
ulah kanuragan atau tata kelahi maka akan menjadikan setiap
gerak tangan maupun kaki dari ilmu kanuragan itu makin dahsyat
kekuatannya.
Diam-diam Lowara terkejut juga mendengar ucapan Singa
Ludira. Namun segera ia menindas rasa kejut itu dengan sebuah
tekad untuk menangkap Singa Ludira yang di umpankan dalam
sebuah serangan keras. Ia ingin mengadu kekerasan dengan
Singa Ludira. Mudah-mudahan Singa Ludira mau menangkis
pukulannya itu sehingga ia dapat memperhitungkan kekuatan
orang itu. Dan agar lawan terangsang untuk menangkis, sengaja
ia mengangkat tangannya keatas untuk memukul.
“Ah,“ diam-diam resi Lowara mendesuh heran karena di luar
dugaan Singa Ludira tak mau menangkis tetapi menghindar ke
samping. Disusulkannya lagi sebuah pukulan yang deras untuk
memaksa supaya lawan menangkis. Tetapi untuk yang kedua
kalinya pula, Singa Ludira menyurut mundur.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Aneh,“ diam-diam Lowara berkata dalam hati “hm, rupanya


dia mengandung maksud tertentu. Baiklah, akan kuserangnya
dari dua arah supaya tak dapat menghindar lagi.“
Gerak serangan ketiga yarg dilancarkan resi itu memang luar
biasa cepat, dahsyat dan hebat. Tangan kanan dan kiri serempak
menyilang ke dada dan rusuk seperti orang menggunting. Ia
yakin kali ini lawan tentu terpaksa menungkis.
Tetapi untuk yang ketiga kalinya, Lowara terbeliak heran
ketika tiba-tiba orang itu mengendapkan tubuh ke bawah,
berjongkok lalu tiba-tiba melambung ke udara dan melayang
turun beberapa belas langkah jauhnya.
“Hai, apakah maksudmu selalu menghindar itu?“ tegur resi
Lowara.
“Sebagai penebus maaf atas kelancangan Lembu Mandira
yang menggempur engkau tadi, aku akan mengalah sampai tiga
kali,“ seru orang berkerudung itu.
“O,” desuh Lowara diam-diam merasa malu hati “itu
kehendakmu sendiri. Sama sekali aku tak menginginkan bahkan
malah minta kalian berdua supaya maju serempak.“
“Tangguhkan dulu ucapanmu itu apabila engkau sudah
mampu mengalahkan aku,“ sambut orang berkerudung itu.
Resi Lowara secara tak sadar merasa terhina atas tindakan
dan kata-kata orang berkerudung itu. Betapa tidak. Orang itu tak
mau balas menyerang sampai tiga kali dan ternyata memang
mampu. Di kalangan candi Bentar yang mempunyai beribu-ribu
murid, Lowara termasuk yang paling tinggi tingkatannya. Dia
dianggap sebagai wakil dari maharesi Dewadanda. Bagaimana
mungkin dapat diterima akal bahwa dia tak mampu merubuhkan
seorang lawan yang tak mau balas menyerang sampai tiga kali.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Baik,“ seru resi Lowara dalam luapan amarah yang


menghanyutkan ketenangan dan kesadaran pikirannya
“sambutlah pukulanku ini.“
Tampaknya pelahan sekali ayun tangan resi Lowara itu. Tetapi
pada waktu sambaran angin pukulan tiba, terkejutlah Singa
Ludira. Tenaga pukulan resi itu bagaikan air bengawan yang tak
beriak tetapi sukar dijajagi dalamnya.
“Astacandala!“ seru Singa Ludira menyebut nama ilmu pukulan
resi Lowara.
Resi Lowara terkejut dalam hati. Memang pukulan yang
dilancarkan itu menggunakan aji Astacandala, salah sebuah gerak
dalam lambaran aji Tantra. Suatu pengerahan tenaga-inti dari
Cakram Manipura atau pusar, lalu disalurkan ke lengan tangan.
Kedahsyatannya mampu menghancurkan segunduk batu karang.
Dan kejut resi Lowara itu makin meluap ketika dilihatnya
orang berkerudung muka itu membuka telapak tangan kiri ke
bawah dada lalu ketiga jari tangannya bergerak-gerak
membentuk sebuah lingkaran.
Desssss .... terdengar bunyi keras meranggas macam api
tersiram air.
“Witarkamudra!“ seru resi Lowara kejut-kejut terkesiap. Mudra
yalah sikap tangan di kala orang melakukan samadhi. Ada enam
macam mudra dalam persamadhian itu. Dan pandita Lowara itu
heran mengapa lawan dapat menggunakan sikap mudra menjadi
sebuah gerak tata bela diri.
“Siapa engkau! “ teriaknya.
Orang aneh itu tertawa datar “Bukankah sudah kusebutkan
namaku kepadamu tadi? “
“Itu bukan namamu yang sesungguhnya! “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Orang aneh itu tertawa datar “Yang penting bagimu, bukanlah


untuk mengetahui namaku tetapi untuk mengalahkan aku.
Silakan engkau keluarkan ilmu simpananmu lagi agar akupun
mempunyai kesempatan untuk meneliti sampai dimanakah
tataran yang telah kucapai dalam pengajian ilmuku.“
Merah padam wajah resi candi Bentar itu. Amarahnya makin
berkobar “Hm, rupanya engkau murid seorang sakti yang
menganut aliran agama Syiwa atau Buddha.“
“Dugaanmu tepat,“ sambut orang aneh itu “memang aliran
yang kupeluk sama dengan agama yang engkau anut. Sama
tetapi berbeda.“
“Apa maksudmu? “
“Sama aliran agamanya tetapi berbeda ajarannya. Ajaran
agama dari guruku mengajarkan dharma yang baik tetapi aliran
agamamu mengajarkan engkau supaya menjalankan dharma
yang buruk.“
“Jangan bermulut lancung!“ Lowara lontarkan sebuah pukulan
yang luar biasa dahsyatnya. Angin yang terpancar dari
pukulannya itu menderu-deru seperti prahara “Hayo, katakanlah
nama ilmu pukulanku ini!“ serunya.
Lembu Mandira terkejut. Diam-diam ia bersyukur dan
menyadari mengapa orang aneh yang menyebut diri dengan
nama Singa Ludira itu mengusirnya dari medan laga. Kiranya
Singa Ludira sudah dapat menilai kesaktian resi dari candi Bentar
itu tentu hebat. Memang diam-diam ia mengakui pula, bahwa
andaikata ia yang menghadapi, tentulah sudah rubuh di bawah
pukulan resi itu.
Dalam pada itu, diam-diam Singa Ludira sendiri juga bingung.
Ia tak tahu ilmu apa yang tengah dilancarkan resi itu. Tetapi dia
tak mempunyai banyak peluang untuk merenungkan hal itu
karena saat itu angin pukulan lawan sudah melandanya, sesaat

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kemudian tinju tentu akan tiba. Cepat ia songsongkan kedua


telapak tangan ke muka perut lalu diputar-putarnya.
“Ha, ha, Dharmacakramudra,“ seru resi Lowara mencemoh
gerak pembelaan diri Singa Ludira.
Derrrrr.....
Singa Ludira terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang
lalu rubuh terduduk di lantai.
“Kakang ....... ! “ melihat itu Lembu Mandira berteriak kaget
dan serentak loncat menghampiri. Tetapi ia hentikan tangannya
yang hendak menjamah tubuh Singa Ludira ketika melihat Singa
Ludira sedang pejamkan mata melakukan prana atau ilmu
pernapasan untuk menyalurkan peredaran darah dalam
tubuhnya.
Melihat Singa Ludira masih dapat bersamadhi, legalah hati
Lembu Mandira. Walaupun tak tahu bagaimana keadadaan luka
yang diderita Singa Ludira namun Lembu Mandira tak
mencemaskan keselamatan jiwa orang itu. Jelas Singa Ludira
masih dapat sadar. Kini Lembu Mandira beralih pikiran untuk
mengetahui keadaan resi Lowara. Ia harus melakukan
pembalasan kepada resi itu. Walaupun ia tahu bahwa resi itu
amat sakti namun ia bertekad untuk menghadapinya. Kalau perlu
ia bersedia untuk mengorbankan jiwa raganya.
“Hai, kemana dia ....... ! “ serentak Lembu Mandira memekik
kaget ketika berpaling dan tak mendapatkan resi dari candi
Bentar itu berada dalam ruangan. Bahkan resi Uttungkapun ikut
lenyap.
Cepat Lembu Mandira berbangkit dan lari memburu ke pintu.
“Ah ..... “ tiba-tiba pula ia terbeliak dan tertegun seperti
patung demi melihat sebuah pemandangan yang hampir tak
dapat dipercayainya. Ia mengusap-usap kelopak mata, lalu
merentang lebar-lebar memandang ke muka.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Mandira, apa yang engkau herankan? Masa engkau lupa


kepada ramamu .... “
“Rama .... benarkah engkau ini rama Raganata ?“ seru Lembu
Mandira ketika melihat dua orang tua berdiri pada. jarak empat
lima langkah di luar pintu.
Kedua pria tua itu hampir serupa perwujutannya. Sama-sama
berambut putih daa berjanggut putih menjulai menutup dada.
Sama-sama pula kurus dan tingginya dan sama-sama pula
memiliki wajah yang memantulkan wibawa seorang cendekia.
Bedanya hanyalah, yang satu mencekal sebatang tongkat kayu
berbentuk melingkar-lingkar. Dan yang seorang tidak membawa
apa-apa.
“Adakah engkau masih bersangsi, anakku ? Adakah engkau
mengira di telatah Singasari dan Tumapel ini terdapat dua orang
Raganata?“ seru orang tua yang tak bertongkat.
“Duh, rama .... “ serta merta Lembu Mandira lari
menyongsong lalu menubruk dan mencium kaki ramanya.
Pria tua itu tak lain memang empu Raganata, sang adhyaksa
Tumapel. Dia mengelus-elus kepala puteranya dengan penuh
kasih sayang. Sesaat kemudian ia berkata “Bangunlah, Mandira.
Engkau harus menghaturkan terima kasih kepada kakang
Santasmerti uwamu ini.“
Lembu Mandira terkejut ketika mendengar ucapan ramanya.
Ia pernah mendengar ramanya menceritakan bahwa dalam
keraton Singasari terdapat seorang yang berilmu tinggi, namanya
Santasmerti. Dia pujangga keraton Singasari yang putus dalam
segala ilmu sastra dan falsafah. Pun juga memiliki ilmu kesaktian
yang tinggi.
Lembu Mandirapun terkejut mendengar ramanya mengatakan
supaya ia menghaturkan terima kasih kepada pujangga keraton
yang kini sudah berhenti dari jabatannya dan mensucikan diri di

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pertapaan Komalasana. Mengapa dan untuk hal apakah dia harus


menghaturkan terima kasih kepada pujangga tua itu?
“Kakang Santasmerti inilah yang menolong aku, Mandira.
Lekas engkau haturkan sembah terima kasih kepadanya,“ empu
Raganata mengulang perintahnya.
Saat itu baru Lembu Mandira terang akan duduk
persoalannya. Serta merta dia mencium kaki sang pujangga dan
menghaturkan sembah terima kasih.
“Bangunlah Mandira,“ seru empu Santasmerti, “ayahmu telah
menceritakan banyak tentang dirimu. Engkau seorang putera
yang baik. Bangunlah angger dan mari kita bicara di dalam.“
Demikian mereka segera masuk kedalam gedung. Lembu
Mandira mendahului langkah untuk memberi-tahu kepada Singa
Ludira tentang berita yang menggirangkan atas kembalinya
ramanya.
Tetapi ketika tiba di ruang tengah, dia berteriak
“Kakang .... “ tetapi dia serentak hentikan teriakannya ketika
melihat ruang itu kosong. Orang aneh yang memakai kerudung
penutup muka tadi jelas masih duduk bersamadhi di lantai.
Tetapi saat itu sudah tak tampak lagi.
“Hai, kemanakah dia .... “ Lembu Mandira masuk ke ruang
dalam dan mencari ke segenap tempat namun tak berhasil
menemukan orang aneh itu.
“Mandira, mengapa engkau berjalan mondar-mandir tak
keruan seperti orang yang gelisah ? Siapakah yang engkau cari
itu?“ tegur empu Raganata.
“Kakang, kakang .... yang bertempur dengan kedua pandita
tadi,“ sahut Lembu Mandira dengan terbata-bata.
“Kakang siapa? “ tanya empu Raganata pula.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Entah, dia tak mau memberitahukan namanya,“ sahut Lembu


Mandira “tetapi dialah yang melindungi rumah kita ini, rama.“
Lembu Mandirapun menceritakan apa yang telah terjadi di
rumah. Pada malam itu datanglah seorang aneh yapg
mengenakan kain hitam untuk menutup hidung sampai ke bawah
dagunya. Dia memperkenaIkan diri sebagai seorang kawan yang
akan menyelamatkan keluarga empu Raganata dari musibah.
Dengan terus terang dia menuturkan tentang peristiwa patung
Joko Dolok yang telah dicuri oleh kedua pandita candi Bentar dari
padepokan empu Paramita di lereng gunung Kawi.
“Dengan siasat yang tak tercapai oleh pikiran mereka,
akhirnya aku berhasil menjiasati kedua pandita itu dan dapat
menyembunyikan patung Joko Dolok di satu tempat. Kepada
kedua pandita itu kutinggalkan sepucuk surat daun lontar bahwa
patung itu akan kukembalikan apabila empu Raganata sudah
kembali di rumah,“ kata orang aneh itu.
“Lalu kutanyakan apa maksud kedatangannya saat itu,“ kata
Lembu Mandira melanjutkan ceritanya “dan diapun mengatakan
bahwa kedua pandita itu pasti datang ke rumah ini untuk
menyelidiki diriku ..... “
“Menyelidiki engkau Mandira ?“ tukas empu Raganata.
“Benar rama,“ sahut Lembu Mandira “karena menurut
keterangan orang aneh itu, kedua pandita candi Bentar itu
menaruh kecurigaan keras terhadap diriku sebagai yang mencuri
patung itu. Lalu ki sanak aneh itu menganjurkan supaya aku
menyaru jadi rama dan menemui kedua pandita itu ..... “
“O, engkau menurut?“ tanya empu Raganata.
“Ya.“
“Dan benarkah kedua pandita itu datang berkunjung kemari
lagi? “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Benar rama “ sahut Lembu Mandira “ mereka tampak terkejut


ketika melihat aku sebagai rama menyambut kedatangan
mereka. Kemudian mereka kembali ke lereng gunung Kawi lagi “
“Ah, ki sanak yang aneh itu memang cerdik sekali,“ puji empu
Raganata.
“Tetapi kedua pandita itu datang lagi kemari rama “
“Hah ? Mereka datang lagi ? Mengapa ?“ empu Raganata
heran.
“Rupanya ketika mereka kembali ke lereng Kawi, patung itu
belum kembali ditempatnya. Mereka merasa dipermainkan dan
mungkin timbul kecurigaan bahwa empu Raganata yang
menyambut mereka di Tumapel itu bukan empu Raganata yang
aseli maka mereka bergegas datang lagi kemari untuk
membuktikan kecurigaannya itu.“
“Lalu bagaimaaa tindakanmu ? “
“Saat itu aku tidak menyamar sebagai rama lagi tetapi sebagai
diriku sendiri untuk menyambutnya. Kukatakan kepada mereka
bahwa pagi itu rama telah dititahkan menghadap seri baginda di
keraton Singasari. Terpaksa kedua pandita itu pulang dengan
menggigit jari.“
“O, apakah kesemuanya ki sanak itu yang mengajarkan
kepadamu, angger ?“ tanya empu Raganata.
“Ya,“ Lembu Mandira mengiakan “kemudian pria aneh itupun
masih mengatakan kepadaku bahwa malam nanti, kedua pandita
itu tentu akan kembali untuk menyelidiki ke rumah ini. Maka ia
minta supaya aku mengatur siasat.“
“Siasat bagaimana, angger? “
“Supaya meletakkan bantal yang dibungkus selimut diatas
pembaringan rama agar dikira kalau rama yang sedang tidur.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“O, ada- ada saja ki sanak itu,“ sambut empu Raganata “lalu
bagaimaaa ? “
“Ternyata kedua pandita itu benar-benar datang lagi kemari
pada malam itu. Dengan ilmunya yang sakti mereka dapat
memasuki rumah lalu langsung masuk kedalam ruang peraduan
rama .... “
“O, mereka tentu kecewa “
“Benar rama,“ sahut Lembu Mandira “mereka hendak
mengambil rama tetapi mereka terkejut sekali setelah
mengetahui bahwa tubuh yang berselimut diatas pembaringan itu
ternyata hanya bantal belaka. Bergegas mereka keluar tetapi saat
itu aku sudah menunggu di luar bilik. Terjadi perbantahan tajam
dan akhirnya salah seorang pandita itu menyerang aku. Karena
aku dapat mengatasinya maka yang satupun hendak maju
mengerubuti aku. Tetapi tiba-tiba pria aneh itu muncul dan
menghadapi pandita yang hendak maju mengerubut aku itu. Aku
berhasil merubuhkan lawanku tetapi pria aneh itu dapat
dirubuhkan pandita yang menjadi lawannya. Pandita yang satu
memang sakti. Habis melontarkan pukulan dahsyat rupanya
pandita itu terus meloloskan diri. Karena saat iiu aku sibuk
menolong pria aneh tadi maka aku tak tahu kalau pandita itu
sudah lolos. Sesaat kuketahui pandita itu lenyap, akupun segera
memburu keluar dan yang kulihat hanyalah rama bersama
paman Santasmerti ....... “
Pujangga tua itu mengangguk “Ya, tentu dia.“
Lembu Mandira tarkesiap “Apakah rama berjumpa dengan
pandita itu ?“
Empu Raganata mengiakan “Ya. Dia berjalan dengan tertatih-
tatih. Ketika kami tanya, dia mengatakan kalau habis diserang
penjahat. Kakang Santasmerti kasihan lalu memeriksa tubuhnya.
Ternyata pandita itu terancam bahaya akan menderita
kelumpuhan akibat goncangan keras dari pusat tenaga dalam
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tubuhnya. Kakang Santasmerti berkenan mengurut urut tubuh


pandita itu dan memberi obat. Dianjurkan supaya pandita itu
beristirahat selama setengah tahun untuk memulihkan
kesehatannya. Dan selama itu tak boleh menggunakan tenaga
atau pekerjaan yang berat.“
”O, begitu parahkah luka pandita itu, paman?“ tanya Lembu
Mandira kepada empu Santasmerti.
Pujangga itu mengangguk “Ya. Setelah kuperiksa denyut
nadinya, aku terkejut. Atas pertanyaanku, dia mengaku memang
telah menggunakan ilmu Bajradaka atau tenaga Petir Air yang
maha sakti... “
“Ilmu Bajradaka?“ Lembu Mandira terkejut karena selama ini
belum pernah dia mendengar ilmu dengan nama itu “ilmu apakah
itu, paman ?“
“Bajradaka merupakan ilmu yang sangat terahasia dari kaum
agama Buddha. Hanya pandita pandita tingkat tinggi yang dapat
menyelami tataran ilmu itu. Ilmu itu amat bertuah sekali. Apabila
digunakan dengan kejujuran dan kesucian hati, dia dapat
menjadi alat pelebur nafsu kotor yang maha sakti. Tetapi apabila
orang yang menggunakan itu kotor batinnya dan digunakan
untuk tujuan buruk, ilmu sakti itu akan menghancurkan tubuh
orang itu sendiri... “ Pujangga Santasmerti berhenti, menghela
napas.
“Ah, pandita itu telah menerima akibat dari tuah Bajradaka.
Dia masih kotor batinnya dan menggunakan ilmu bertuah itu
untuk maksud yang buruk sehingga Bajradaka itu telah
menghancurkan seluruh ilmu dan tenaga kesaktiannya sendiri.
Masih untung dia bertemu dengan aku dan cepat kutolong. Jika
tidak, dia tentu akan menderita lumpuh selama hidupnya.“
Diam-diam Lembu Mandira merasa giris hatinya. Dia tak
mengira bahwa di kalangan kaum agama, baik Syiwa maupun
Buddha, terdapat sumber ajaran ilmu yang sedemikian saktinya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Mandira,“ tiba-tiba empu Raganata berkata, “siapakah nama


ki sanak yang telah berulang kali membantumu itu?“
“Anu .... ah, aku tak sempat memperhatikan rama,“ sahat
Lembu Mandira.
“Apa engkau tak bertanya kepadanya? “
“Tidak,“ kata Lembu Mandira “hanya ketika bertanya jawab
dengan pandita yang dihadapinya itu, dia telah memberitahukan
juga namanya. Tetapi karena saat itu aku sedang menumpahkan
segenap perhatian dan semangatku untuk menyelesaikan pandita
yang menjadi lawanku, maka aku kurang perhatian.“
“Ah, sayang, Mandira,“ empu Raganata menghela napas
“kepada ki sanak yang telah melepas budi itu engkau harus ingat
dan kelak engkau harus berusaha untuk membalas budi
kebaikannya.“
Lembu Mandira mengiakan.
“Bagaimanakah kira-kira perawakan dan umur orang itu? “
tiba-tiba pula pujangga Santasmerti bertanya.
“Karena dia mengenakan kain hitam yang menutup hidung
sampai ke bawah dagu, maka bagaimana wajahnya yang
sesungguhnya, aku tak dapat melihat jelas. Tetapi aku sempat
memperhatikan juga mata dan keningnya. Dia masih muda, lebih
tua sedikit dari aku, demikian pula perawakannya hampir serupa
dengan diriku.“
Empu Raganata dan empu Santasmerti sama-sama
mengangguk. Hanya anggukan empu Raganata itu suatu
anggukan bersyukur tetapi anggukan empu Santasmerti itu
memercikkan suatu pengertian dalam dugaannya terhadap pria
aneh itu. Namun karena belum yakin maka diapun tak mau
mengatakan dugaannya itu.
“Bagaimana pendapat kakang ?“ empu Raganata mengisar
paling kearah empu Santasmerti.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pujangga Santasmerti menghela napas penuh arti “Yah,


memang masih sukar menentukan siapakah pria itu. Memang
akhir-akhir ini di bumi Singasari telah bermunculan ksatrya-
ksatrya muda yang berilmu tinggi. Kecuali raden Wijaya yang
telah tampil secara gemilang dalam percaturan pemerintahan,
pun kiranya masih banyak ksatrya-ksatrya yang tak dikenal yang
muncul segera sembunyi. Mudah-mudahan kemunculan mereka
itu akan membawa kesegaran pula pada semangat perjuangan
membela Singasari.“
Lembu Mandira tersentuh hatinya. Ia merasa ucapan sang
pujangga itu sebagai suatu amanat kepada dirinya untuk ikut
serta berkecimpung dalam medan bhakti terhadap negara.
Penampilan pria aneh yang telah membantunya dalam
menghadapi kedua resi candi Bentar, merupakan suatu canang
akan kebangkitan para muda untuk segera menyingsingkan
lengan menghadapi keadaan dalam negeri Singasari yang makin
gawat “Baik, ki sanak, ajakanmu kusambut dengan gembira,“
katanya dalam hati.
Kemudian dia menanyakan perihal peristiwa ramanya
sehingga pulang bersama-sama dengan empu Santasmerti.
Maka empu Raganatapun bercerita.
“Ketika tempo hari aku tak sadarkan diri setelah minum teh
daun jeruk yang disedu Sonto, aku tak ingat suatu apa lagi.
Ketika membuka mata ternyata aku berada dalam sebuah gua
dengan sebelah kakiku diikat rantai. Tiap hari seorang lelaki tua
mengantar makanan kepadaku. Berulang kali kucoba mencari
keterangan kepadanya tetapi dia, tak mau menjawab kecuali
hanya gelengkan kepala. Beberapa hari kemudian baru kuketahui
kalau dia itu seorang gagu .... “
“Rama,“ sela Lembu Mandira ”apakah rama tak mampu
memutuskan rantai itu ?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Itulah yang mengherankan, Mandira,“ kata empu Raganata


“kulihat rantai itu tak seberapa besar, seharusnya dapat
kuputuskan. Tetapi entah bagaimana kurasakan tenagaku
merana, tubuh lunglai.“
“Aneh,“ tukas Lembu Mandira pula “apakah sebabnya, rama?“
“Tidak aneh, Mandira,“ tiba-tiba empu Santasmerti ikut bicara
“karena makanan yang diberikan kepada ramamu itu dicampuri
dengan ramuan yang melumpuhkan tenaga.“
“O,“ desuh Lembu Mandira “lalu bagaimana rama dapat lolos
dari cengkeraman mereka? Dan tahukah rama, siapa mereka
itu?“
Empu Raganata menghela napas seraya gelengkan kepala
“Selama ditawan dalam gua, tak ada orang pernah berkunjung
kecuali si gagu pengantar makanan itu sehingga aku gelap sama
sekali mengenai orang yang menawan aku. Baru kemarin malam,
setelah makan, kurasakan kepalaku pening sekali dan akupun
segera jatuh tidur terlena. Ketika membuka mata kudapatkan
diriku berada diatas sebuah pembaringan dalam sebuah
pertapaan. Dan ketika kukeliarkan pandang mata, ternyata
kakang Santasmerti berada di samping pembaringan mengulum
senyum .... “
“O,“ Lembu Mandira segera menatap empu Santasmerti
dengan pandang bertanya. Dan empu Santasmerti pun tahu apa
yang dikehendaki anakmuda itu.
“Pagi itu aku dikejutkan oleh cantrik yang menghadap dan
melaporkan tentang didapatinya seorang lelaki tua yang tidur di
muka pintu. Segera aku keluar dan ternyata lelaki itu adalah
ramamu sendiri. Segera kusuruh cantrik membawanya masuk.
Kuduga ramamu tentu minum semacan ramuan yang
membuatnya tidur senyenyak itu.“
“O, jadi bukan parnan yang telah mengambil rama dari tempat
penahanan itu? “
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bukan “
“Lalu siapa yang meletakkan rama di depan pintu pertapaan
paman ? “
“Entah,“ kata empu Santasmerti “cantrik melaporkan tentang
seorang pria tua yang tidur di depan pintu saja.“
“Rama,“ Lembu Mandira beralih pertanyaan kepada empu
Raganata “siapakah yang telah membebaskan rama itu?“
“Aku sendiri juga tak tahu, angger.“
“O, sungguh aneh sekali peristiwa ini,“ kata Lembu Mandira.
Sejenak merenung dia berkata pula, “memang peristiwa itu
masih tertutup kabut. Siapakah yang telah menculik rama dan
apakah latar belakang dari penculikan itu.“
“Ya,“ sambut empu Raganata “tetapi pada hakekatnya orang
aneh yang mengambil patung Joko Dolok itulah kemungkinan
besar yang telah menolong aku. Dengan demikian dapat kita
tarik kesimpulan bahwa yang menculik aku itu tentulah salah satu
diantara dua golongan. Golongan patih Aragani atau golongan
raja Jayakatwang.“
“Jika rama menduga dari fihak Jayakatwang, memang besar
kemungkinannya. Karena persembahan patung Joko Dolok itu
memang berasal dari Daha. Tetapi bagaimana rama menyangkut-
pautkan patih Aragani juga? “ tanya Lembu Mandira.
“Hal itu kudasarkan pada penampilan kedua pandita dari candi
Bentar,“ kata empu Raganata.
“Ketahuilah Mandira. Candi Bentar itu mempunyai hubungan
erat dengan patih Aragani. Secara tak disadari, candi Bentar telah
dikuasai patih Aragani. Maka aku menaruh kecurigaan bahwa
patih Araganilah yang berdiri di belakang rencana pencurian
patung Joko Dolok dari tempat empu Paramita.“
“Apa kepentingan patih itu?“ tanya Lembu Mandira.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Sudah tentu hal itu menyangkut kepentingan peribadinya.


Artinya kelungguhannya sebagai patih tentu akan goyah apabila
hubungan Daha dengan seri baginda makin erat. Oleh karena itu
dia berusaha untuk menggagalkan rencana Daha.“
“Dia hendak memecah hubungan Daha dengan seri baginda?“
Lembu Mandira menegas.
”Tujuannya yang terakhir adalah begitu,“ kata empu Raganata
“apabila seri baginda tak senang dengan Daha maka patih
Aragani tentu akan lebih, mendapat kepercayaan baginda.“
Lembu Mandira mengangguk dalam-dalam. Kiranya
sedemikian berliku-liku cara dan siasat yang berlangsung di
kalangan mentri narapraja yang memegang tampuk pimpinan
pemerintahan itu. Masing-masing berusaha untuk memperkokoh
kedudukan, meluaskan kekuasaan. Diam-diam dia memuji siasat
patih Aragani.
“Jika demikian,“ katanya sesaat kemudian “apakah tak
mungkin orang aneh yang merebut kembali patung Joko Dolok
dari tangan kedua pandita candi Bentar itu bukan dari fihak
Daha?“
“Memang bukan mustahil.“ sahut empu Raganata “tetapi telah
kukatakan tadi bahwa yang berkecimpung dalam golak
percaturan pemerintah di Singasari itu, bukan semata patih
Aragani dan fihak Daha. Tetapi pun masih ada golongan ketiga,
keempat mungkin sampai kelima. Bagaimana corak pendirian
golongan-golongan itu memang masih belum tampak jelas.
Tetapi yang pasti, mereka masing-masing berjuang untuk
mengejar kepentingannya sendiri.“
~dewi.kz^ismo^mch~

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

II
Malam sunyi tak berbintang. Kesunyian itu makin senyap
dirasakan oleh sekelompok bayangan hitam yang tengah
bersembunyi di balik sebuah gerumbul pohon.
Lengking cengkerik kian tinggi seolah hendak mengungguli
jerit tenggoret yang sedang berdendang riuh. Sayup sayup
terdengar pula bunyi burung kulik menyanyi. Angin malam
berhembus dan menari-narilah daun-daun pepohonan.
Malam mempunyai arti tersendiri bagi para penghuni hutan.
Demikian juga kepada kelompok manusia yang tengah
mendekam dalam kegelapan gerumbul semak yang lebat.
Mereka berjumlah lima orang. Masing-masing mengenakan
kain hitam yang menyelubungi kepala hingga muka. Dalam
kegelapan malam mereka seolah tenggelam dalam kepekatan.
Salah seorang mempunyai potongan tubuh langsing dan gerak
yang tangkas.
“Raden, apakah mereka pasti lewat disini ?“ tanya salah
seorang dari mereka.
“Laporan yang kuterima, memang begitu,“ sahut orang yang
disebut raden. Dia tak lain adalah yang bertubuh langsing itu dan
tangkas itu “mudah- mudahan mereka tak merobah rencananya.“
“Sura,“ kata orang yang disebut raden itu pula “ingat, selekas
terdengar pertandaan suara burung kulik dari Patra, engkau
harus lekas mendukung ayu ini,“ ia menunjuk kepada orang yang
bertubuh kecil langsing “ke jalan dan larilah pelahan-lahan.
Apabila mereka mengejar, segera serang saja mereka. Tetapi
ingat, si Panglulut itu berikan padaku, dia bagianku jangan kalian
mengganggunya.“
Sura dan kedua kawannya mengiakan.
Sesaat hening pula. Malam makin larut. Rupanya kelima orang
itu tengah mempersiapkan suatu rencana untuk menyergap
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

orang. Walaupun mereka gembira melakukan rencana itu namun


tak terhindarlah hati mereka dari rasa tegang-tegang gelisah.
Tampak orang yang disebut raden itupun termenung.
Pikirannya melayang kembali pada peristiwa yang dialaminya
beberapa hari yang lalu. Ia menghadap ramanya yang sedang
bermuram durja. Ketika ia menanyakan soal apa yang sedang
menjadi keresahan hati ramanya itu maka ramanya menggeram
“Perbuatan ini tentu patih bedebah itu yang melakukan!“
“Perbuatan apa, rama? Dan siapakah yang rama maksudkan
dengan patih bedebah itu?“ ia bertanya makin heran.
“Siapa lagi kalau bukan si Aragani,“ sahut ramanya “apakah
engkau belum mengetahui tentang peristiwa itu ?“
“Belum rama.“
“Ah, engkau ini bagaimana Ardaraja,“ sahut ramanya “patung
Joko Dolok yang kita pesan kepada empu Paramita telah dicuri
orang .... “
“Rama!“ ia berteriak kaget “benarkah hal itu? Bagaimana
mungkin empu Paramita sampai tak dapat menjaga patung itu ?“
“Empu Paramita telah disiasati penjahat itu supaya mengejar
seorang pencuri. Sedang kawan pencuri itu lalu masuk kedalam
rumah, ketika empu Paramita sedang mengejar keluar.“
“Ah,“ ia menghela napas.
“Itulah sebabnya maka engkau kupanggil. Ardaraja,” kata
ayahnya “dugaanku tentu si bedebah patih Aragani itu yang
menyuruh orang untuk mencurinya.“
“Apa sebab rama memiliki dugaan terhadap patih Aragani?“
tanyanya.
“Bagaimana sikap patih itu terhadapmu di Singasari.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Biasa saja, rama. Dia selalu ramah tutur dan ramah sikap
kepadaku.“
“Memang bukan patih Aragani si serigala tua kalau dia tak
dapat menutupi hati dengan sikapnya. Dia kuatir apabila baginda
Keranagara akan sayang dan percaya kepadamu dan bersikap
baik kepadaku. Itulah yang menjadi landasan mengapa aku
mencurigainya. Dia menginginkan agar baginda Kertanagara
marah karena patung itu hilang dan hubungan Singasari - Daha
tetap tak baik.“
Dia mengangguk dan berkata “Lalu bagaimana kehendak
rama?“
“Untuk merebut kembali patung itu, Ardaraja,“ kata ramanya
“tiada lain jalan lagi kecuali kita harus melakukan pembalasan
yang berani.“
“Bagaimana tindakan yang rama titahkan?“
“Ambil patih itu dari kediamannya dan paksa dia supaya
mengembalikan patung Joko Dolok!“
Ya, dia masih ingat betapa murka wajah ramanya saat itu.
Dengan mengemban titah ramanya itu dia akan memasuki
gedung kepatihan. Tetapi kepatihan dijaga ketat sekali, tak
mungkin dia dapat memasukinya. Andaikata dia tetap nekad,
akibatnya tentu lebih buruk dari rencana yang dititahkan
ramanya. Bukan karena ia takut mati ataupun takut
melaksanakan titah ramanya tetapi ja sempat menggunatan
kepala yang dingin untuk memikirkan akibat-akibat
kelanjutannya.
Apabila dia gagal, baik tertangkap hidup maupun terbunuh
mati oleh penjaga penjaga kepatihan, bukankah mereka segera
akan mengetahui siapa dirinya itu?
Jika akibat itu dia sendiri yang menanggungnya itupun masih
dapat ia derita, walaupun ia harus kehilangan muka dan mungkin
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kehilangan kedudukannya sebagai putera menantu raja


Singasari. Tetapi kemungkinan akibatnya akan lebih berlarut
pula. Baginda Kertanagara tentu akan berkurang kepercayaannya
terhadap ramanya. Patih Aragani sebagai mentri kepercayaan
baginda tentu akan menggunakan kesempatan itu untuk
meretakkan hubungan Singasari - Daha.
Lalu ia teringat pula bahwa di pura Singasari masih terdapat
seorang mentri yang menjadi korban dari perbuatan patih
Aragani. Semula mentri itu berpangkat tumenggung dan
menjabat demung dalam keraton Singasari. Dengan begitu
berarti dia harus menjalankan tugasnya di luar keraton.
Segera ia menghadap mentri tua itu dan mengajaknya bekerja
sama untuk menggulingkan patih Aragani “Paman, apakah
paman melupakan perbuatan patih Aragani terhadap ketiga
wreddha-mentri, empu Raganata, demang Wiraraja dan paman
sendiri?” katanya dihadapan mentri tua itu.
Mentri Angabbaya yang tak lain adalah tumenggung Wirakreti
mengangguk pelahan lalu menghela napas.
“Mengapa paman tumenggung menghela napas? “ ia
memberanikan diri bertanya.
“Raden Ardaraja,“ kata tumenggung Wirakreti “memang orang
takkan percaya mendengarkan tetapi memang demikianlah
pendirianku dan yang kuketahui jelas pendirian kakang empu
Raganata. Hampir kami berdua menemukan persamaan dalam
pendirian kami mengabdi kepada negara itu.“
Ia, Ardaraja, tertegun.
“Pengabdian kepada negara bagi pendirian kami, aku dan
kakang empu Raganata, adalah suatu kewajiban, suatu drama
bakti seorang putera bumi pertiwi kepada negara dan bangsanya.
Pangkat dan ketangguhan hanyalah suatu pembagian tugas
dalam susunan bidang-bidang kewajiban pada tubuh
pemerintahan sebagai suatu keseluruhan.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Berlandaskan pada pendirianku tadi dan menyadari akan arti


kelungguhan dan pangkat yang pada hakekatnya hanya
merupakah pembagian tugas saja, maka aku tak begitu
terangsang nafsu untuk mengejar pangkat dan kelungguhan itu.
Yang penting aku dapat mengabdikan diri untuk kepentingan
negara dan dalam bidang yang kulaksanakan itu, benar-benar
diriku masih berguna dan dapat menunaikan tugas dengan
sebaik-baiknya. Demikian pula pendirian kakang Raganata,
pangeran.“
Ia, Ardaraja, mendesuh dalam hati “Hm, tumenggung tua ini
sudah rapuh pikirannya dimakan usia sehingga tak terangsang
oleh perasaan apa-apa.“
“Itulah pendirian seorang mentri yang utama, paman
tumenggung,“ serunya memuji “tetapi paman tumenggung,
maafkan hamba, apabila hamba lancang bicara.”
“Ah, tak apa, raden,“ kata tumenggung Wirakreti “paman
sudah tua, tentu pikiran paman tidak sesuai lagi dengan
pandangan kaum muda, silakan raden.“
“Pendirian, betapapun baik, luhur dan utama, yang penting
adalah pelaksanaannya. Pendirian tidak cukup menjadi perisai
sanubari, pun harus dilaksanakan dalam amal dan tindakan yang
nyata,“ kata Ardaraja “pada hal tiada di alam jagadloka ini yang
lurus dan berjalan sesuai dengan apa yang kita impikan. Semisal
air sungai, dari mata-airnya yang bersumber di gunung, air itu
bening dan bersih. Tetapi setelah tiba di muara laut, maka air
itupun berobah warnanya, entah kehitam -hitaman atau
kemerah-merahan.“
“Yang penting,“ ujarnya pula “bukan soal warna, bukan soal
bening atau keruh, bersih atau kotor tetapi sifat air itu sebagai
salah satu dari tiga unsur kehidupan. Dari mata-air di puncak
gunung, air itu mengalir jauh, kadang melingkar-lingkar untuk
menggenangi bumi, kemudian berlabuh masuk ke laut.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Raden Ardaraja,“ tukas tumenggung Wirakreti “dengan


perjalanan air sebagai tamsil itu, bukankah raden hendak
mengatakan bahwa dalam menunaikan tugas, kita harus dapat
menempuh segala rintangan dalam perjalanannya, bukan?“
“Dan juga harus dapat menyesuaikan diri dengan keadaan
yang kita hadapi, paman menggung,“ cepat ia memberi
sambutan “misalnya, jika di tengah jalan air yang telah menjadi
sungai itu mengalir kearah sebuah bukit, tentulah air sungai itu
akan berhamburan pecah atau bahkan akan menimbulkan
genangan yang berbahaya. Tetapi ternyata air sungai itu cukup
pintar. Untuk menghadapi rintangan di tengah jalan itu dia
melingkar ke samping gunung mencari tempat yang rendah dan
lapang.“
Tumenggung Wirakreti tertegun.
“Oleh karena itu, paman menggung,“ katanya pula “pendirian
itu memang diperlukan. Tetapi pendirian itupun tak cukup
menjadi hiasan dinding hati kita, melainkan harus dilaksanakan.
Dalam melaksanakan, belum tentu kita selalu menemukan jalan
yang datar dan lancar. Ada kalanya harus menghadapi ujian yang
berupa rintangan. Dalam mengatasi rintangan itu, baiklah kita
menyesuaikan diri dengan keadaan.“
“Baik, raden,“ kata tumenggung Wirakreti “kembali pada
pokok pembicaraan, adakah suatu kaitan antara pendirian paman
sebagai pengabdi negara dengan tindakan patih Aragani
terhadap paman dan kedua rakryan itu?“
“Tentu paman tumenggung. Tentu saja ada kaitannya,“
katanya “aku tidak meragukan lagi akan kesetyaan dan kejujuran
paman tumenggung dalam pengabdian paman kepada Singasari.
Tetapi kesetyaan dan kejujuran paman itu terancam akan
terhapus karena pengabdian paman telah diguncang oleh patih
Aragani.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tetapi raden Ardaraja, bukankah seri baginda masih


menghargai jasa paman sehingga paman masih diberi tugas
menjadi ratu Angabhaya? Raden, telah paman katakan tadi,
bahwa soal pangkat dan kelungguhan itu paman tidak terlalu
mempersoalkan. Yang penting paman dapat menyumbangkan
pikiran, jiwa dan raga untuk mengabdi kepada Singasari.“
“Hem, orangtua ini rupanya sudah padam api kemarahannya.
Api itu harus kunyalakan lagi,“ pikir Ardaraja.
“Hamba rasa, pandangan paman menggung itu kurang
benar,“ katanya. Ketika melihat tumenggung Wirakreti
menatapnya, dia melanjutkan berkata “nafsu keinginan manusia
itu tak kenal habis. Sekarang patih Aragani dapat menggeser
paman keluar dari keraton menjadi pimpinan Angabhaya. Tetapi
apakah dia puas setelah menggeser kedudukan ketiga wreddha
mentri itu? Ah, hamba rasa tidak, paman menggung.“
“Bagaimana raden dapat mengatakan demikian?” tumenggung
Wirakreti terbeliak.
“Karena patih Aragani tahu bahwa dua diantara ketiga
saingannya yang berat, masih merupakan bayang bayang yang
menghantuinya. Empu Raganata masih mempunyai sejumlah
besar pengikut-pengikut dalam tubuh pemerintahan. Sedangkan
paman menggung sendiri masih menguasai pasukan penjaga
keamanan pura. Tentulah patih Aragani masih cemas. Bukan
mustahil apabila dalam lain kesempatan dia akan berusaha untuk
menyudutkan paman sehingga paman menggung dibebaskan
dari segala tugas jabatan.“
Tumenggung Wiiakreti terkesiap.
“Dan apabila hal itu terjadi,“ kata Ardaraja pula “tidakkah
pendirian paman untuk mengabdi kepada negara itu akan hapus
bagai awan tertiup angin?“
Tumenggung Wirakreti tertegun.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Itulah sebabnya maka tadi hamba katakan bahwa memiliki


pendirian yang utama itu baik. Tetapi melaksanakannya, itu lebih
baik daripada hanya memiliki. Melaksanakan thok, juga kurang
apabila tidak sampai berhasil. Paman berjiwa seorang putera
Singasari yang luhur dan melaksanakannya cita-cita paman
dalam pengabdian paman sebagai mentri kerajaan Singasari.
Tetapi apabila paman sampai menderita fitnah dari ulah patih
Aragani sehingga paman dibebaskan dari jabatan, tidakkah hal
itu berarti paman gagal untuk melaksanakan pendirian paman
yang luhur itu? “
Semula tumenggung Wirakreti masih tenang-tenang dan tak
tergoyah oleh ucapan Ardaraja yang jelas hendak mengajaknya
bersekutu untuk menentang patih Aragani. Tetapi pada saat
Ardaraja, dengan ketajaman lidahnya dapat mengupas
kemungkinan-kemungkinan yang akan menimpa diri tumenggung
itu sehingga akan dapat menghapus dharma-baktinya mengabdi
kepada Singasari, seketika mereganglah perasaan tumenggung
itu.
“Ah, apa yang diucapkan putera menantu baginda ini memang
benar. Apabila menilik watak Aragani yang serakah dan haus
kedudukan, bukan suatu hal yang tak mungkin apabila dia akan
bertindak lebih lanjut untuk menyapu bersih diriku dan kakang
empu Raganata dari Singasari,“ pikirnya.
Sebagaimara halnya dengan luka yang sudah hampir tertutup,
sekali dikoyak maka luka itu akan merekah dan mengalirkan
darah pula. Dan apabila darah mengalir maka perasaan orangpun
segera dibawa melayang pada peristiwa terjadinya luka itu.
Membayangkan pada peristiwa yang menyakitkan itu tentulah
akan terbayang pada oiang atau benda yang telah menyebabkan
luka itu.
Demikian halnya dengan tumenggung Wirakreti. Sesaat
perasaannya dihentak kata-kata Ardaraja, seketika terbayanglah
ia akan patih Aragani yang telah menggeser kedudukannya itu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Perobahan cahaya airmuka tumenggung itu diikuti dengan


seksama oleh Ardaraja. Diam-diam pangeran Daha itu girang
dalam hati ketika serapan perasaan tumenggung Wirakreti akan
ucapannya tadi, terpantul pada kerut dahinya yang meregang
“Maaf, paman menggung,“ katanya “apabila ucapan hamba tadi
tak berkenan di hati paman.“
“Tidak raden. Bahkan aku telah mendapat penerangan dari
kegelapan yang selama ini mengabut pikiranku,“ kata
tumenggung Wirakreti “lalu bagaimana maksud raden?“
Ardaraja menceritakan tentang rencananya untuk menculik
patih Aragani. Tetapi tumenggung Wirakreti tak setuju “Bukan
paman kasihan terhadap patih itu tetapi paman rasa setiap
rencana harus dilaksanakan cergan hati-hati menurut garis-garis
yang teratur. Dan dalam hal ini, janganlah kita terlalu menuruti
nafsu tetapi harus bertindak dengan tenang.“
“Bagaimana sebaiknya, paman? “
“Seyogyanya jangan ditujukan langsung terhadap rakryan
Aragani tetapi pada orang kepercayaannya,“ kata tumenggung
Wirakreti.
“O,“ desuh Ardaraja “lalu siapakah kiranya orang yarg paman
maksudkan itu?“
“Putera menantu patih Aragani.“
“O, Kuda Panglulut?“ Ardaraja terkesiap. Tumenggung
Wirakreti mengangguk “Ya, kiranya tindakan pertama adalah
putera menantu patih itu dulu.“
“'Baik, paman menggung,“ sahut Ardaraja “akan hamba
laksanakan rencana itu,“ ia diam beberapa saat seperti ada
sesuatu yang dipikirkan.
Rupanya tumerggung Wirakreti memperhatikan sikap raden.
Ia bertanya, apakah yang sedang dipikirkan pangeran itu.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hamba ingin, mengajukan pemohonan kepada paman


menggung. Mungkin permohoran itu terlalu lancang dan kurang
tata maka lebih dahulu hamba mohon maaf, paman.“
“O,“ tumenggung Wirakreti heran “mengapa raden
mengatakan demikian. Apabila hal itu dalam rangka
melaksanakan rencana tadi, silakan raden mengatakan kepada
paman. Andaikata paman tak setuju, pun pertimbangan paman
bukan berdasar karena permohonan raden itu kurang tata dan
lancang, melainkan karena paman anggap takkan membawa hasil
pada rencana itu.“
“Terima kasih paman menggung,“ ucap Ardaraja “paman,
kudengar puteri paman baru-baru ini telah pulang dari berguru
pada seorang pertapa.“
Tumenggung Wirakreti terkesiap.
“Hamba percaya paman,“ kata Ardaraja pula, “bahwa darah
seorang tua itu akan mengalir pada putera puterinya. Ayahnya
seorang senopati, puteranya tentu juga seorang ksatrya sakti
mandraguna. Ayah seorang pujangga, puteranya tentu juga
mahir dalam ilmu sastra. Bahwa puteri paman menggung
berguru di sebuah pertapaan itu, membuktikan bahwa puteri
paman itu juga mewarisi darah seorang prajurit dari paman.“
“Ah, janganlah raden menyanjung-nyanjung.“
“Paman menggung,“ kata Ardaraja pula ”hamba hendak
mohon bantuan dari puteri paman itu agar rencana yang akan
hamba lakukan itu dapat berhasil.“
“O,“ tumenggung Wirakreti terkejut “bagaimana hal itu dapat
terjadi, raden? Bukankah raden dan pengiring-pengiring raden
cukup mampu untuk menangkap Kuda Panglulut ?“
“Benar, paman menggung,“ sahut Ardaraja ”tetapi maksud
hamba, penculikan itu harus berlatar suatu alasan yang akan
didukung dan disambut gembira oleh para kawula. Dan apabila
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

rama prabu mendengar peristiwa itu, tentu akan melontarkan


teguran keras kepada patih Aragani.“
“O,“ tumenggung Wirakreti makin terkejut, “sukalah.raden
menjelaskan rencana itu agar paman mendapat gambaran yang
terang.“
“Seluruh kawula pura Singasari kenal akan ulah Kuda
Panglulut yang congkak dan gemar mengganggu wanita. Jika kita
culik dia dalam peristiwa wanita, artinya pada waktu dia sedang
mengganggu wanita, tentulah rakyat tak mau membelanya
bahwa bersyukur atas tindakan kita.“
“Ya,“ tumenggung Wirakreti mengangguk. Pada waktu akhir-
akhir ini dia memang sering menerima laporan tentang perbuatan
Kuda Panglulut yang suka mengganggu wanita itu. Tetapi dia
tidak menyelidiki lebih lanjut bahwa yang diganggu Kuda
Panglulut itu kebanyakan adalah orang-orang Daha yang
bermukim di Singasari. Yang laki ditindas dan yang perempuan
diganggu. Waktu mendengar keterangan Ardaraja, dia-pun
menganggap hal itu sesuai dengan laporan yang diterima dari
anakbuahnya maka tanpa bertanya lebih lanjut tentang diri
wanita-wanita itu, iapun menyetujui langkah Ardaraja.
“Dalam rangka itulah, apabila paman menggung berkenan,
hamba hendak mohon bantuan puteri paman untuk membantu
hamba,“ kata Ardaraja lebih lanjuut.
“Maksud raden apakah si Sedayu itu yang akan menjadi
umpan supaya diganggu si Panglulut? “
“Hamba mohon maaf paman menggung,“ cepat Ardaraja
menyusuli kata “hamba berani menjamin atas keselamatan puteri
paman. Apabila selembar rambut Rara Sedayu sampai diganggu
Kuda Panglulut, hamba akan mempertaruhkan jiwa hamba untuk
membunuhnya, paman.”
Demikianlah dengan pertanggungan jawab yang meyakinkan
itu, tumenggung Wirakretipun meluluskan permintaan Ardaraja.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dan saat itu Ardaraja telah siapkan anakbuahnya menunggu di


jalan dimana menurut laporan anakbuahnya, Kuda Panglulut
tentu akan lalu disitu.
“Hm, Panglulut itu memang makin hari makin congkak,“
katanya dalam renungan panjang di kala menunggu di balik
gerumbul pohon “makin tampak sekali bagaimana dia memusuhi
orang-orang Daha yang berada dalam telatah pura Singasari.
Yang lelaki ditindas, yang perempuan dipermainkan. Dan pernah
kudengar orang mengatakan bahwa dia sumbar-sumbar tak takut
kepadaku .... “
Demikian pangeran itu makin tenggelam dalam laut
renungannya. Dan karena hendak mencari-cari kesalahan orang
maka penyelamannya ke dalam laut renungan itu sedemikian
dalam hingga hampir mencapai ke dasar yang terdalam.
Apabila raden itu sedang asyik merenung, pun orang bertubuh
kecil langsing dan yang disebut ayu oleh raden itu, juga tengah
bercengkerama dalam renungan pula.
Dia tak lain adalah Rara Sedayu, puteri tumenggung Wirakreti.
Ketika ramanya memberitahu dan meminta kesediaannya untuk
membantu rencana Ardaraja yang hendak menangkap Kuda
Panglulut, sebenarnya dia tak setuju. Ia memperingatkan kepada
ramanya agar jangan mudah percaya pada omongan orang
“Rama, kumohon hendaknya rama jangan tergesa menerima
permintaan pangeran itu.“
“Ah, Sedayu,“ desuh tumenggung Wirakreti “rama sudah tua,
sudah cukup kenyang meneguk pengalaman yang manis maupun
yang pahit.“
“Benar rama,“ sanggah Sedayu “tetapi pengalaman itu tidak
sama satu dengan yang lain karena keadaan, waktu, tempat dan
manusia-manusianya telah berganti.“
“Sedayu,“ seru tumenggung Wirakreti “rama telah
menyanggupi permintaan pengeran Ardaraja. Apabila rama
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mencabut kembali, apakah rama takkan tercela? Dan yang


penting nini, tujuan utama dari rencana itu tak lain yalah demi
menyelamatkan seri baginda dari cengkeraman patih Aragani.“
“Tetapi rama,“ masih Sedayu membantah “kita harus ingat
bahwa pangeran Ardaraja itu adalah putera raja Daha, bahkan
dialah putera mahkota yang kelak akan menjadi raja di Daha.
Jika rama hendak menyelamatkan seri baginda, mengapa rama
harus bekerja sama dengan pangeran itu? Mengapa rama tidak
bekerja sama dengan putera-putera Singasari saja? Bukankah
banyak putera-putera Singasari yang bersedia mengorbankan
jiwa raga untuk kerajaan Singasari?“
Tumenggung Wirakreti terkesiap mendengar sanggahan yang
bernada celaan dari puterinya. Setelah beberapa saat terdiam
akhirnya dia berkata “Sedayu, apa yang engkau katakan itu
memang benar. Tetapi engkaupun harus menyelamatkan muka
rama dari celaan raden Ardaraja. Oleh karena itu kuminta engkau
dapat membantu rama. Apabila engkau menyangsikan kejujuran
pangeran itu, justeru dengan menggabung pada mereka, engkau
akan dapat menyingkap apa sesungguhnya tujuan mereka itu.
Apabila memang ‘ada udang dibalik batu', engkau dapat
bertindak menurut keadaan dan laporkanlah hal itu kepada
rama.“
Kata-kata terakhir dari ramanya itu menyentuh dalam kesan
hati Sedayu “baik, rama. Apabila aku tak ikut dalam kalangan
mereka, memang takkan dapat mengetahui rahasia mereka ..... “
Demikian terlintas dalam renung Sedayu pada saat la telah
menggabungkan diri dengan rombongan Ardaraja dan
bersembunyi dibalik gerumbul untuk menunggu kedatangan Kuda
Panglulut. Tiba-tiba dari gerumbul sebelah muka terdengar suara
burung kulik.
“Sura,“ seru orang yang disebut raden tadi yang tak lain
adalah raden Ardaraja sendiri “Patra telah memberi pertandaan,
lekaslah engkau bersiap.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kemudian iapun minta kepada orang yang bertubuh kecil


langsing atau Rara Sedayu supaya berkemas-kemas.
Sura dan Sedayu segera keluar dari tempat persembunyian
dan menuju ke jalan.
Diantara kegelapan malam, sayup-sayup tampak tiga sosok
tubuh tengah berjalan mendatangi. Tampaknya mereka memang
bergegas-gegas sekali. Mereka dari arah pura Singasari dan
menuju ke luar kota. Memang tempat rombongan raden Ardaraja
itu bersembunyi, terletak di sebuah hutan di luar pura.
Setelah melihat ketiga orang itu berada pada jarak sepelepas
anakpanah jauhnya, Sura segera memanggul Sedayu dan
dibawanya berjalan pelahan-lahan.
“Tolongngng ....... ! Tolongng ....... ! “ sesuai dengan rencana
maka Sedayupun berteriak senyaring nyaringnya.
Malam kelam, jalan sunyi. Suara teriakan meminta tolong itu
berkumandang jelas sekali. Ketiga orang itupun tersentak kaget.
“Raden, rupanya ada wanita yang dibawa lari penjahat,“ salah
seoang dari mereka betiga, berkata.
“Ya, biarlah saja,“ sahut orang yang dipanggil raden itu.
“Tetapi raden,“ kata orang yang pertama itu pula “jelas itu
suatu perbuatan jahat yang wajib kita berantas.“
Raden itu berpaling kepada yang berkata “Krepa, siapakah
yang memberi perintah, aku atau engkau ?“
“Ah, tentu saja raden,“ orang yang dipanggil Krepa itu tersipu-
sipu menjawab “maaf, raden, hamba hanya menghaturkan
laporan dan sama sekali tak bermaksud hendak melanggar
kewibawaan raden.“
“Hm,“ dengus raden itu “tetapi aku tidak tuli dan juga
mendengar teriak perempuan itu.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Krepa mengkeret nyalinya. Ia tahu siapa raden itu dan betapa


pengaruhnya di pura Singasari.
Setelah berjalan beberapa langkah, suara jeritan minta tolong
itupun makin melengking-lengking mengoyak kesunyian malam.
Krepa makin gelisah Bumi yang dipijaknya itu seperti tumbuh duri
yang tajam. Tetapi dia tak berani membuka mulut lagi.
“Krepa, tahukah engkau apa sebab aku tak lekas menolong
perempuan itu?“ tiba-tiba raden itu bertanya.
“Maaf, raden, hamba tak mengerti “
“Engkau harus ingat Krepa,“ kata raden itu pula “dewasa ini
dalam pura Singasari penuh dengan mata-mata musuh dan
orang-orang yang hendak mengail di air keruh. Yang penting kita
harus mengantarkan ki Siborang ini keluar dari lingkungan pura
Singasari. Lain-lain hal tak perlu kita acuhkan dulu“
“Baik, raden,“ sahut Krepa.
Tiba-tiba orang yang ketiga yang sejak tadi hanya berdiam
diri, tertawa “Heh, heh, raden. Tetapi kukira akupun kasihan juga
mendengar lolong jeritan perempuan. Apakah begini sekarang
suasana di pura Singasari itu ?“
“Tidak,“ raden itu cepat membantah “memang terjadi juga
kekacauan keamanan semacam itu tetapi berkat penjagaan
anakbuahku, hal semacam itu sudah jarang terjadi.“
“Jarang berarti bukannya tak ada. Masih ada,“ kata orang itu
“kukira dalam usaha untuk merebut hati rakyat, raden perlu
menunjukkan tindakan yang bersifat melindungi mereka agar
mereka senang. Mari kita tolong wanita itu, raden. Soal diriku,
aku masih dapat menjaga diri.“
Mendengar ucapan orang itu malulah raden itu dalam hati. Ia
mengiakan dan merekapun segera membiluk ke jalan yang
diperkirakan arah tempat perempuan, tadi meminta tolong.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Segera mereka melihat seorang lelaki tinggi besar sedang


memanggul seorang wanita yang meronta-ronta dan menjerit-
jerit. Ketiga orang itupun cepat berlari mengejar.
“Lepaskan! bentak orang yang disebut raden itu seraya loncat
hendak memukul orang tinggi besar.
“Perempuan sial ....... “ orang tinggi besar itu menurunkan
dukungannya dan mendorong wanita itu ke tepi jalan dan ia
sendiripun loncat menghindar.

“Keparat ! “ teriak orang


tinggi besar itu. Dia adalah
yang dipanggil dengan nama
Sura oleh raden Ardaraja tadi
“engkau berani mengganggu
kesenanganku ! “
Saat dia dekat dengan
Krepa maka dia pun segera
menyerang Krepa. Melihat itu
pemuda yang disebut raden
tadi, segera loncat menerjang
Sura lagi “ Penjahat bernyali
besar, engkau berani
melawan! “
“Ho, Kuda Panglulut,
engkau anggap dirimu itu
orang baik ? Huh, sudah
berapa banyakkah wanita-
wanita baik-baik yang telah menjadi korbanmu selama ini?“ seru
Sura.
Raden itu terkesiap “Mengapa dia tahu namaku? Siapakah dia?
Hm, orang ini berbahaya, harus kuringkus,“ katanya dalam hati.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dia memang Kuda Panglulut yang malam itu bersama Krepa


sedang mengantar seorang yang bernama Siborang keluar dari
pura kerajaan.
“Siapa engkau !“ bentak Kuda Panglulut seraya nyalangkan
mata memandang tajam-tajam seolah hendak menembus kain
penutup yang menyelubungi hidung sampai ke mulut orang itu.
“Aku seorang anakbuah gerombolan penjahat yang
mengganas wanita-wanita muda terutama wanita dari Daha.
Bukankah sealiran dengan eagkau? Kalau engkau sendiri juga
begitu, - mengapa engkau hendak melarang aku berbuat
semacam itu? “
Merah muka Kuda Panglulut. Untung saat itu pada malam hari
dan tak ada orang yang memperhatikaa raut mukanya “Hm, tidak
gampang mengaku sealiran dengan aku, sebelum kuuji ilmu
kesaktianmu !“
Kuda Panglulut terus hendak bergerak tetapi Krepa segera
tampil “Raden, idinkanlah hamba yang menghajarnya.“
Belum Kuda Panglulut menyahut, orang yang bernarra
Siborang itupun mendahului “Raden, untuk menyingkat waktu,
mari kita tumpas penjahat ini.“
“Ha, ha,“ Sura tertawa mengejek “aku bukan ayam yang
begitu mudah kalian sembelih. Coba saja kalian maju kalau kalian
sudah jemu hidup.”
Kuda Panglulut menganggap ucapan Siborang memang benar.
Untuk menyingkat waktu, penjahat itu harus lekas dilenyapkan
“Baik, mari kita cincang babi hutan ini.“
Mereka bertiga segera berhamburan memburu Sura sehingga
orang tinggi besar itu kelabakan. Duk .... sebuah pukulan telah
menyambar bahunya. Ia terhuyung-huyung. Krepa menerjang
pula lalu Siborang dan Kuda Panglulut.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tetapi secepat itu pula dari balik gerumbul pohon


berhamburan melompat tiga sosok tubuh yang terus menyerang
Kuda Panglulut bertiga.
“Kuda Panglulut, bukan dia musuhmu tetapi hadapilah aku!“
seru orang yang menangkis pukulan Kuda Panglulut.
Kuda Panglulut terkesiap. Rasanya ia pernah mendengar nada
suara orang itu tetapi ia lupa entah di-mana “Siapa engkau!“
bentaknya.
“Aku kepala gerombolan ini,“ sahut orang itu dengan nada
berobah agak besar. Rupanya ia menyadari keraguan Kuda
Panglulut.
“Sebutkan namamu! “
“Nanti apabila engkau mampu merubuhkan aku.“
“Hm, tahukah engkau apa hukumannya orang yang berani
melawan aku,“ Kuda Panglulut menggertak pula.
Orang itu tertawa datar “Yang berwewenang menjatuhkan
hukuman adalah seri baginda atau gusti mentri Angabaya yang
dipercayakan seri baginda untuk menjaga keamanan pura
Singasari. Engkau? Huh, bukankah engkau hanya Kuda Panglulut
yang menumpang kekuasaan ayah mentuamu patih Aragani itu
?“
Bukan main marah Kuda Panglulut menderita hinaan yang
sedemikian tajam “Keparat! Kurobek mulutmu! “
Sebuah serangan dahsyat segera dilancarkan. Pukulannya
amat keras dan cepat, sasarannya mengarah bagian tubuh yang
berbahaya. Benar-benar sebuah serangan yang dapat membawa
bencana maut.
Tetapi lawannya itupun tak kalah tangkasnya. Menyurut
mundur selangkah, cepat ia menyelinap ke samping dan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

serempak kedua tangan bergerak menyilang untuk menggunting


tangan Kuda Panglulut.
Kuda Panglulut terkejut melihat gaya serangan lawan yang
sedemikian tangkas dan menurut tata kanuragan yang tepat.
Cepat ia menyurutkan tinju ke belakang lalu secepat kilat
meluncurkan pula ke perut lawan.
Krakkkk.....
Dua kerat tulang saling beradu keras. Kuda Panglulut tersurut
mundur setengah langkah. Orang itupun tergetar tangannya.
Ternyata Kuda Panglulut telah termakan tipu siasat lawan.
Gerak menggunting lawan itu hanya sebuah gerak kosong. Ketika
Panglulut menarik tinju dan menghantam lagi, orang itupun
sudah tiap menyongsongnya.
Kekalahan dalam gebrak pertama itu memaksa Kuda Panglulut
harus bersikap hati-hati. Ia tak berani memandang enteng lawan.
Ia tumpahkan seluruh semangat dan tenaganya untuk
menghadapi lawan. Dan makin lama makin timbullah
kesadarannya bahwa kepala gerombolan yang dihadapinya itu,
bukan gerombolan biasa tetapi seorang yang memiliki ilmu
kanuragan tinggi.
Sementara itu tiba-tiba terdengar Sura menggeram keras lalu
menerjang Krepa “Sekarang rasakanlah pembalasanku, bedebah!

Rupanya orang tinggi besar itu marah dan hendak membalas
lawan yang telah memukul bahunya tadi. Sementara itu kedua
kawan Sura, yani Sargula dan Patra, pun segera menyergap
orang yang bernama Siborang itu.
Demikian di malam yang kelam, dijalan sepi di luar pura
Singasari, telah berlangsung pertempuran seru antara Kuda
Panglulut bertiga melawan rombongan Ardaraja yang berjumlah
empat orang. Rupanya pertempuran yang paling menarik dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

seru adalah antara kedua orang yang disebut raden oleh


anakbuahnya.
Dibalik kecongkakan dan kesombongannya, ternyata Kuda
Panglulut memang digdaya. Bukan saja gerak serangannya itu
menurut ilmu kanuragan tataran tinggi, pun tiap gerak pukulan
dan tendangannya selalu menghamburkan tenaga yang dahsyat.
Untunglah lawannya itu yang tak lain adalah pangeran
Ardaraja, mampu mengimbangi permainan Kuda Panglulut.
Andaikata Sura atau Sargula atau Patra yang menjadi lawannya,
tentulah dalam beberapa jurus saja sudah dapat dirubuhkan.
Diam-diam kedua raden itu saling merasa heran dalam hati.
Mereka saling mengagumi dan memuji kepandaian lawan dan tak
beranilah mereka memandang rendah pada lawan.
Beberapa saat kemudian tampak Kuda Panglulut mengerahkan
seluruh kepandaian untuk mendesak lawan. Rupanya ia mulai
dibayangi rasa cemas. Tiga melawan empat, dirasakan sudah
cukup berat. Mana kala fihak gerombolan itu bertambih lagi
jumlahnya dengan beberapa orang, bukankah fihaknya akan
menderita kekalahan?
Bayang-bayang kecemasan itu makin mengabut tebal dan
akhirnya membentuk suatu rasa kegelisahan dalam hati Kuda
Panglulut. Kekalahan akan membawa akibat yang mengerikan.
Dia dan kedua kawannya akan dibunuh atau ditawan oleh
gerombolan itu. Dan yang paling mencengkam perasaannya
adalah keselamatan Siborang .....
Dalam pertempuran, orang harus mencurah segenap pikiran
dan perhatian. Sedikit saja pikiran terganggu memikirkan lain-lain
hal, permainannya tentu kacau. Demikian dengan Kuda
Panglulut. Jika tadi dia masih dapat menangkis dan balas
menyerang dengan gerak-gerak yang mantap dan teratur, adalah
setelah dicengkam kegelisahan itu mulailah serangannya agak

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

bernafsu seolah-olah dia ingin memaksakan agar pertempuran itu


cepat cepat selesai. Permainannya cepat, hatinya gopoh.
Tetapi sebelum berhasil mencapai yang diinginkan sekonyong-
konyong dari arah hutan terdengar suara bergersik -gersik dari
semak-semak yang tersiak tangan orang. Menilik riuhnya suara
itu tentulah yang datang berjumlah beberapa belas orang. Jelas
tentu kawan-kawan dari gerombolan lawan, pikir Kuda Panglulut.
Pemikiran itu berdasar bahwa ia tak merasa memerintahkan
anakbuahnya datang.
Dan tiba-tiba pula si tinggi besar Sura serentak gembira
“Bagus, kawan-kawan, bala bantuan kita datang, hayo ringkuslah
babi-babi hutan ini. Nanti kita sembelih mereka untuk makanan
gagak! “
Teriakan orang tinggi besar yang nama lengkapnya adalah
Suramenggala itu, benar-benar meledakkan nyali Kuda Panglulut,
Krepa dan Siborang. Mereka makin gugup dan makin keras
berusaha untuk meloloskan diri. Tetapi gerombolan
Suramenggala itu bahkan lebih memperhebat serangannya untuk
mengepung mereka sedemikian ketat.
Bluk .... bluk ....
Terdengar bunyi susul menyusul menghunjam tubuh dan jerit
mengaduh lalu tubuh-tubuh yang bergedebukan jatuh. Krepa dan
Siborang mendahului rubuh.
Melihat itu Kuda Panglulut makin gelisah. Akhirnya timbul
suatu keputusan dalam hati. Ia harus dapat lolos dulu setelah itu
akan membawa pasukan untuk mengejar jejak gerombolan itu
dan membasminya habis-habisan.
Jika ia sendiri juga rubuh, celakalah semua nanti. Tentulah
pasukannya tak tahu bahwa dia telah jatuh di tangan gerombolan
yang tak diketahui ciri-cirinya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Akhirnya ia memutuskan, harus dapat meloloskan diri. Dan


keputusan itu segera dilaksanakan. Setelah melancarkan sebuah
pukulan dahsyat yang memaksa lawan mundur, Kuda Panglulut
cepat loncat ke belakang.
Orang itu rupanya tahu akan maksud Kuda Panglulut. Tetapi
sebelum ia sempat bergerak, Suramenggala sudah mendahului
“Hai, hendak lari kemana engkau Panglulut! “ serunya seraya
mengejar.
Sekonyong-konyong Kuda Panglulut berputar tubuh dan
ayunkan tangan kanan “Hem, manusia yang sudah jemu hidup !“
Suramenggala terkejut ketika sebatang pisau berkilat-kilat
melayang deras ke arah mukanya. Bahkan rasa kejut itu
meningkat menjadi rasa gugup yang mencengkam ketika
sebatang pisau yang lain menyusul pisau yang pertama.
Lurah prajurit dari Daha itu cepat meliukkan tubuh ke
samping. Gerakan itu memang berhasil menyelamatkan mukanya
dari taburan pisau. Tetapi layang pisau yang kedua ternyata lebih
cepat dari pisau yang pertama. Pada saat tubuh Suramenggala
sedang mencondong ke samping, bahunyapun tertekam pisau
itu.
“Aduh ... “ Suramenggala menjerit kesakitan dan terhuyung
hampir rubuh apabila tak lekas disanggapi orang berkerudung
kain yang menjadi lawan Kuda Panglulut tadi “Bagaimana Sura?“
tegur orang itu.
“Keparat si Panglulut !“ tiba-tiba Suramenggala mencabut
pisau dari bahunya lalu lari mengejar lagi. Tetapi baru beberapa
langkah, iapun rubuh. Pandang matanya serasa gelap karena
darahnya banyak mengalir.
“Sura ... “ orang itu cepat lari menghampiri dan mengangkat
tubuh Sura ke bawah pohon.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hai, kemanakah lawan Sura tadi ?“ serunya terkejut ketika ia


berbangkit hendak menangkap orang itu.
Lawan Sura semula adalah Krepa. Karena Sura hendak
menyergap Kuda Panglulut yang hendak meloloskan diri itu maka
ia meninggalkan Krepa. Krepa menyadari bahwa fihaknya
terancam kekalahan. Maka cepatlah ia loncat ke dalam gerumbul
pohon dan melenyapkan diri. Itulah sebabnya orang yang
menolong Sura atau raden Ardaraja, berseru kaget karena Krepa
tak tampak.
Sejenak Ardaraja tertegun. Sesaat kemudian hampir saja ia
ayunkan langkah hendak mengejar jejak Krepa manakala
pandang matanya tak tertumbuk pada orang yang sedang
bertempur melawan Sargula dan Patra.
Dalam keremangan cuaca malam, ia dapat memperhatikan
keadaan lawan dari Sargula dan Patra itu. Ternyata dandanan
orang itu beda dengan orang Singasari ataupun Daha. Orang itu
mengenakan baju dan ikat kepala yang tak lazim dipakai rakyat
Singasari atau Daha.
Seketika timbullah kecurigaan Ardaraja. Cepat pula ia
merangkai suatu rencana. Ia batalkan niatnya mengejar Krepa
lalu beralih mengarahkan langkah kepada orang itu.
Rupanya orang yang dicurigai itu atau Siborang tahu akan
gerak gerik pangeran Ardaraja. Diam-diam ia mengeluh dalam
hati. Sebelum lawan bertambah seorang lagi, ia harus cepat-
cepat meloloskan diri.
Sargula dan Patra memang bertenaga kuat dan perkasa.
Tetapi menghadapi tata gerak yang aneh dari lawannya,
keduanya agak bingung. Itulah sebabnya sekalipun mereka maju
berdua namun sampai sekian lama belum juga mereka dapat
merubuhkan lawan yang hanya seorang itu.
Tiba-tiba Sargula terkejut ketika orang itu loncat menerkam
matanya. Pada hal saat itu Sagula terlanjur membuka kedua
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tangannya karena karena hendak melakukan serangan. Dengan


demikian ia tak sempat untuk menangkis maupun menghindar.
Melihat kawannya terancam, Patrapun memberingas. Ia loncat
menerkam dari belakang, duk ..... uh ..... terdengar suara
benturan dua sosok tubuh yang kemudian menggedebuk
terhempas ke tanah.
Ternyata Siborang telah berhasil dengan gerak tipu yang
bagus. Ia tahu bahwa hamburan angin yang melanda dari
belakang tentulah berasal dari gerak serangan Patra. Maka selicin
belut menyelinap, iapun cepat melenting ke samping sehingga
Patra harus menerkam Sargula sendiri. Akibatnya keduanya jatuh
bertumpang tindih.
Secepat melibat kedua lawannya terguling di tanah,
Siborangpun cepat berputar tubuh dan hendak melarikan diri.
Tetapi sebelum ia sempat mengayun kaki, bahunya telah
dicengkeram oleh sebuah tangan yang kuat dan disentakkan ke
belakang sekeras-kerasnya.
Sedemikian kuat tenaga orang itu hingga Siborang terseok-
seok bagai kura-kura hendak bertelur. Tiba-tiba pula kakinya
terantuk pada tubuh Patra yang saat itu kebetulan hendak
menggeliat bangun. Bluk .... Siborang terpelanting rubuh
terjerembab ke belakang. Sementara Patrapun mengeluh
kesakitan karena perutnya terpaacal tumit kaki Siborang.
Saat itu Sargula sudah bangun tetapi masih duduk sambil
mengusap-usap kepalanya yang sakit. Belum sempat ia berdiri,
tubuh Siborang sudah menimpanya pula. Auh .... Sargula
mengerang dan terdampar rubuh lagi.
“Keparat engkau Patra!“ Sargula marah, meronta dan ayunkan
tinjunya menghantam Siborang yang disangkanya Patra. Ia
benar-benar kehilangan sabar. Walaupun Patra itu kawan tetapi
sudah dua kali ia harus menderita kesakitan. Pertama, ia telah

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

diterkam sekuat-kuatnya sehingga jatuh terguling. Sekarang baru


mau berdiri sudah ditimpa lagi.
Siborang tak dapat mengerang. Ia pingsan seketika menerima
tinju Sargula yang berat itu.
“Bagus, Sargula, ringkuslah orang itu,“ seru orang
berkerudung atau yang menyentakkan Siborang ke belakang tadi,
sembari tertawa geli melihat Sargula meringis kesakitan.
“Siapakah dia, raden?“ Sargula cepat bangun “bukankah dia
kakang Patra? Mengapa raden suruh meringkusnya?“
Terdengar suara orang tertawa gelak-gelak. Sargula terkesiap
dan memandang mereka “Hai, engkau Patra .... tetapi “tiba-tiba
ia berpaling memandang kearah orang yang dihantamnya tadi
“lalu siapa dia? “
“Lawan yang menyiasati , engkau tadi,“ orang berkerudung itu
berseru “ikatlah dia! “
Selesai mengikat tangan Siborang, Sargula bersungut-sungut
“Ah, kita hanya berhasil sedikit raden. Kuda Panglulut dapat
meloloskan diri dan yang seorang-pun juga lolos .... “
“Siapa yang bilang?“ tiba-tiba dari balik gerumbul pohon
terdengar suara seorang dara melengking dan pada lain saat
muncullah seorang lelaki yang digusur oleh seorang anak
perempuan.
“Sedayu, engkau .... “
“Ya, raden,“ sahut dara itu atau Rara Sedayu seraya
bersenyum “inilah anakbuah Kuda Panglulut yang berusaha
melarikan diri tadi.“
Lelaki yang digiring Sedayu itu bukan lain memang Krepa.
Kedua tangannya telah diikat oleh Sedayu, Memang naas bagi
Krepa. Ketika dia menyelinap dalam gerumbul pohon hendak
melarikan diri, disitu Sedayu sudah siap menunggu. Dia tak

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menyangka sama sekali bahwa sebatang kayu akan melayang ke


tengkuknya, duk .... tanpa sempat melihat siapa yang telah
menyerangnya, ia harus rubuh dan tahu-tahu tangannya diteliku
ke belakang dan diikat kencang-kencang.
“Sial,“ gumamnya ketika mengetahui bahwa yang
menangkapnya itu hanya seorang anak perempuan.
Namun hal itu sudah menjadi kenyataan dan dia harus
berusaha untuk menghadapi kenyataan pahit itu.
“Engkau minta hidup atau mati ?“ tegur orang berkerudung
yang disebut raden itu.
“Hamba mohon hidup, raden,“ kata Krepa yang menyadari
bahwa jiwanya sedang berada diujung tanduk.
“Kalau minta hidup, engkau harus memberi jawaban yang
sejujurnya.“
“Baik.“
“Siapa namamu ?“
“Krepa.“
“Mengapa pada waktu semalam ini engkau keluar dari pura? “
Krepa terkesiap tak lekas menjawab “Meronda,“ sahutnya
sesaat kemudian.
“Patra,“ tiba-tiba raden itu berseru memberi perintah “potong
lidahnya! “
“Baik, raden,“ Patra mencabut pedang terus mencengkeram
mulut Krepa. Krepa meronta. “Ya, ya, akan kukatakan
sejujurnya,“ serunya ketakutan.
Namun Patra tetap ngotot menekan mulut Krepa supaya
lidahnya menjulur keluar ....
~dewi.kz^ismo^mch~

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 29

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor : MCH
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
Taat pada perintah. Demikian salah sebuah ketentuan dari
beberapa tata-tertib bagi seorang prajurit. Tanpa rasa ketaatan
maka segala peraturan, perintah dan tata-tertib, akan semrawut
bagai beras ditampi.
Hakekat daripada arti Taat itu adalah Percaya. Percaya bahwa
perintah dari pimpinan itu adalah benar dan bermanfaat. Namun
untuk menumbuhkan rasa Taat atau Percaya, harus ditanamkan
suatu tatacara yang gigih, terutama dalam diri yang memberi
perintah atau pimpinan itu sendiri. Tatacara hidup, sikap, ulah
dan ucap, harus mencerminkan rasa tanggung jawab yang penuh
kesadaran.
Perintah adalah tanggung jawab. Taat pada perintah adalah
memiliki kesadaran akan tanggung jawab.
Patra bertindak mentaati perintah junjungannya. Selama
raden itu belum menarik perintahnya, dia tetap hendak
memotong lidah Kreta, orang yang mengaku peronda malam.
Raden itu terkejut namun ia menyadari bahwa Patra itu
seorang yang lugu tetapi taat “Patra, lepaskan !“ cepat ia
memberi perintah. Dan Patra yang selalu taat akan tuannya,
segera melepaskan orang itu.
“Sekarang berilah keterangan yang jujur,“ seru orang
berkerudung muka yang disebut raden oleh Patra.
“Baik, raden,“ kata Kreta. Tetapi sampai beberapa jenak
barulah dia berkata “Raden Kuda Panglulut hendak mengantar
orang .... “
“Siapa? “
Kembali agak tersekat kerongkongan Kreta sesaat hendak
memberi keterangan tentang soal itu. Tetapi ketika melihat Patra

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

memberingas hendak maju menghampiri, cepat japun berkata


“Seorang utusan .... “
“Utusan?“ raden itu terkesiap “dari mana ? “
“Dari ..... dari ... “
Katakan yangjelas !“ hardik raden itu.
“Sriwijaya ....”
“Sriwijaya ?“ raden itu terperanjat “dari raja Sri Tribhuana
Mauliwarman?“
“Bu ..... kan, raden. Tetapi dari De .... mang .... Lebar Daun “.
Raden itu terkejut namun ia berusaha untuk menekan
perasaannya “Apakah utusan itu sudah menghadap baginda
Kertanagara ?“ tanyanya dergan penuh perhatian.
“Tidak raden,“ sahut Kreta. Rupanya ia menyadari betapa
akibat dari keterangannya itu. Ia tahu siapa raden Kuda
Panglulut. Maka sengaja ia menjawab dengan singkat dan
membatasi menurut apa yang ditanyakan saja.
“Mengapa? “
“Karena bukan bermaksud menghadap baginda.“
“Lalu apa maksudnya? “
“Menghadap ..... gusti patih ... “
“Patih siapa? “
“Patih Aragani.“
Raden itu makin terbelalak “Apa maksudnya ?“
“Maaf, raden,“ sahut Krcta “dalam hal itu aku tak tahu apa
yang dibicarakan.“
“Apakah Kuda Panglulut tahu soal itu? “
“Mungkin tetapi aku tak tahu jelas.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Raden itu termenung sejenak lalu berkata pula,


“Baik, karena engkau mau memberi keterangan yang jujur,
jiwamu dapat kuampuni. Tetapi masih ada sebuah soal lagi yang
harus engkau lakukan.“
Diam-diam Kreta girang karena dirinya dibebaskan. Iapun
segera meminta supaya raden itu memberi perintah.
“Jawablah pertanyaanku ini.“ kata raden ini, “adakah engkau
mendengar ketika aku memanggil gadis itu,“ ia menunjuk ke arah
Sedayu.
Terlanjur sudah memberi keterangan yang jujur dan merasa
bahwa raden itu pasti akan mengampuni jiwanya maka Kretapun
menjawab dengan sesungguhnya “Ya, mendengar.“
Kreta merenung sejenak, katanya “Rasanya memang pernah
mendengar nama itu tetapi lupa siapakah dia. Namun tak sukar
untuk mencari keterangan tentang dirinya.“
“Patra, potong lidahnya !“ tiba-tiba raden itu berseru kepada
Patra.
Bukan saja Kreta yang akan menerima hukuman, bahkan
Patra yang diperintah itupun terkejut heran. Bukankah Kreta
sudah memberi ketelengan dengan jujur ? Mengapa raden itu
tetap hendak memotong lidahnya ?
Namun ia taat akan perintah tuannya dan segera hendak
menghampiri Kreta.
“Raden,“ teriak Kreta setengah menjerit “mengapa raden
hendak menghukum aku ? Bukankah aku sudah mentaati
perintah raden untuk memberi keterangan yang jujur ? “
“Ya,“ sahut raden itu dingin “aku pun takkan membunuhmu.“
“Tetapi mengapa raden hendak memotong lidahku ?” Kreta
masih penasaran.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Karena engkau telah mendengar nama gadis itu,“ kata raden


itu.
“Apakah itu salah ? “
“Tidak salah untuk lain orang tetapi salah besar untuk engkau
!”
“Mengapa, raden ?” seru Kreta makin tidak mengerti.
“Apabila kulepaskan engkau pulang, engkau tentu akan
melaporkan hal itu kepada Kuda Panglulut. Dengan demikian jiwa
gadis itu pasti terancam bahaya. Oleh karena itu agar engkau tak
dapat memberi laporan, lidahmu harus dipotong !“
“O, “ kini Kreta baru tahu alasan hukuman itu “tetapi raden
salah. Walaupun lidahku dipotong, aku masih dapat memberi
laporan dengan tulisan.“
“Jika begitu tanganmupun harus dipotong.“
“Aku masih dapat menulis dengan kaki, raden.“
“Kakimu harus dipotong juga.“
“Ah,“ desah Kreta “dengan demikian raden ingkar janji hendak
membebaskan aku. Dengan mencincang tubuhku sedemikian
rupa, bukankah berarti raden hendak membunuh nyawaku ?“
“Demi menyelamatkan jiwa gadis itu, aku terpaksa harus
bertindak begitu.“
“Ah, tetapi itu kurang luhur, raden,“ kata Kreta “bagaimana
kalau aku bersumpah bahwa aku takkan melaporkan nama gadis
itu kepada Kuda Panglulut atau kepada siapa juga.“
“Apa hukumanmu apabila engkau melanggar sumpahmu?“
“Semoga Hyang Syiwa menurunkan tujuh petir untuk
menghancur leburkan nsayatku.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah, aku kuatir Hyang Syiwa tak sempat mengurus diri


seorang yang melanggar sumpah.“
“Baik, raden,“ kata Kreta dengan nada bersungguh “jika Kreta
melanggar janji, bunuhlah hamba.“
Raden itu mengangguk “Ingat Kreta, kalau engkau berani
melanggar janji, engkau tentu kubunuh!“
Raden itu lalu suruh Patra membuka tali pengikat tangan
Kreta kemudian berkata “Sekarang engkau bebas pulang ke
Singasari.“
Kreta meragu. Benarkah raden itu akan membebaskan dirinya
hanya atas dasar janji saja ? Adakah semudah itu ia memperoleh
kebebasan dari suatu kekalahan yang harus dimenangkan musuh
dengan susah payah ? Sejenak ia memandang raden itu. Tiada
suatu gerakan apa-apa. Ia segera ayunkan langkah dan ternyata
tetap tak mendapat tegur maupun rintangan.
Tiba-tiba ia teringat sesuatu ”Raden,“ ia hentikan langkah
“bagaimana dengan ki Siborang yang raden tangkap itu ?“
“Katakan kepada Kuda Panglulut,“ sahut raden itu dengan
nada tenang “selekas patung Joko Dolok kembali ke padepokan
empu Paramita di gunung Kawi, selekas itu pula utusan Sriwijaya
itu akan kubebaskan di tempat ini.“
“Baik, raden,“ Kretapun terbata-bata melanjutkan largkah
menuju ke dalam pura. Tak berapa lama bayangannyapun lenyap
dalam kegelapan malam.
Sementara di tempat pertempuran terdengar raden itu berkata
“Terima kasih nini, atas bantuanmu.“
“Lalu bagaimana dengan aku, raden Ardaraja,“ kata Sedayu
“berbahayakah kalau aku pulang ke dalam pura ?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Silakan pulang nini,“ sahut raden itu yang tak lain adalah
pangeran Ardaraja “jangan kuatir, akan kutitahkan orangku untuk
melindungi keselamatanmu.“
Sedayu menghaturkan terima kasih lalu minta diri. Tiba di
rumah, ia menceritakan semua peristiwa yang terjadi kepada
ramanya, tumenggung Wirakreti.
Keterangan Sedayu itu memberi gambaran yang jelas kepada
tumenggung Wirakreti, siapa, bagaimana dan apa tujuan yang
hendak di arah patih Aragani.
“Sedayu,“ katanya “apa pesan gurumu empu Santasmerti?
Adakah beliau titip pesan juga kepadaku?“
“Benar rama “ sahut Sedayu “guru mengatakan kepadaku,
‘Nini, bagaimana cita-cita setelah engkau memperoleh ilmu di
pertapaan ini ?’ Kujawab bahwa aku ingin membaktikan diri
kepada kerajaan Singasari.“
“Bagus, Sedayu,“ kata tumenggung Wirakreti ”lalu bagaimana
kata empu ?“
“Beliau memuji juga,“ Nini, jika engkau memang sudah teguh
niatmu, akupun tak ragu lagi untuk melepas engkau ke kancah
pergolakan yang sedang bergolak di bumi Singasari. Ketahuilah
nini, bahwa sudah menjadi garis ketentuan Hyang Purasa bahwa
kerajaan Singasari akan mengalami badai gempa yang dahsyat.“
“Maksud guru, akan terjadi peperangan besar di kerajaan
Singasari ?“ aku menegas dengan berdebar-debar.
“Kodrat Prakitri tak dapat dipungkiri, nini. Kesemuanya tak lain
adalah karena ulah manusia sendiri. Patah tumbuh, hilang
berganti. Yang tua akan lapuk, yang muda akan
meremajakannya. Bila nafsu dan klesa sudah meluap ruah, pasti
akan datang badai besar untuk menyapu dan membersihkan
kekotoran itu.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Namun jangan engkau cemas nini, menghadapi badai dan


gempa dahsyat itu. Karena hal itu memang tak dapat dihindari
lagi, janganlah engkau lari dari kenyataan. Apapun yang akan
terjadi,“ kata empu Santas merti.“ '
“Guru, dimanakah aku harus berada ?” tanyaku.
“Engkau harus berpijak pada landasan yang kokoh, jangan
silau, jangan cemas dan jangan goyah.“
“Dimanakah landasan yang kokoh itu, guru ?” tanyaku pula.
“Dalam batinmu sendiri, nini. Tiada landasan yang lebih kokoh
daripada batin kita sendiri ini. Tetaplah berdiri pada cita-citamu.
Jangan silau terhadap kekuatan musuh, jangan cemas
menghadapi bahaya dan jangan goyah menderita kekalahan.“
“Terima kasih, guru,“ kataku. Ketika hendak berangkat guru
berkata pula “Sampaikan kepada ramamu, nini. Bahwa segala
apa yang akan terjadi nanti, memang sudah ketentuan yang
digariskan dewata. Tetaplah melaksanakan bakti seorang
ksatrya.“
“Hanya itu pesan empu, nini ?“ tumenggung Wirakreti
menegas.
Sedayu mengiakan.
“Baik, kakang Santasmreti, aku akan setya pada sumpah
keksatryaanku, walau apapun yang akan terjadi nanti,“ ucap
tumenggung Wirakreti seorang, diri. Pandang matanya jauh
menerawang ke langit-langit pendapa ke-tumenggungan, seolah
ingin menembus ke cakra-wala luas.
Setelah beberapa hari tinggal di kediaman ramanya, Sedayu
dengan berat hati pamit kepada ramanya “Rama, seharusnya
sebagai anak puteri, aku tinggal di rumah melayani rama. Tetapi
rama, aku telah terlanjur tenggelam dalam cita cita lain. Suatu
cita-cita yang rama sendiri juga ingin mencapainya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Perkenankanlah rama, Sedayu melanjutkan cita-cita itu sebagai


persembahan bakti Sedayu terhadap rama.“
Tersentuh hati tumenggung Wirakreti di kala menerima
permohonan diri puterinya. Dalam hati kecilnya memang
merupakan suatu pukulan bathin yang maha berat untuk
berpisah dengan puteri yang amat dicintainya itu. Apalagi apabila
terkenang bagaimana telah lama ibu Sedayu berpulang ke alam
baka sehingga ia harus lebih mencurahkan perhatian untuk
merawat anak itu. Kini setelah dewata, anak itu mempunyai cita-
cita yang berbeda dengan para puteri priagung umumnya.
Sedayu suka akan ilmu kanuragan dan tata baris keprajuritan dan
akhirnya ia relakan gadis itu berguru pada empu Santasmerti di
pertapaan.
Tumenggung Wirakreti juga sibuk dengan tugas-tugas sebagai
mentri angabhaya. Sudah tentu sukar baginya untuk menilik
perkembangan puterinya yang sedang menginjak alam
kedewasaannya itu. Maka ia tak ragu lagi untuk mempercayakan
pendidikan Sedayu kepada empu Santasmerti, bekas pujangga
keraton Singasari yang menjadi sahabat baiknya.
Mendengar pesan empu Santasmerti yang dititipkan Sedayu,
makin tenggelamlah pikiran tumenggung Wirakreti dalam
menung yang semakin tumbuh di batinnya. Ia melihat kenyataan
keadaan Singasari dengan penuh keperibatinan. Seri baginda
makin tenggelam dalam laut sanjung dan genangan tuak yang
dipersembahkan patih Aragani. Dan kini setelah tahu ke mana
gerangan arah yang dituju patih Aragani, timbullah beringas
dalam hatinya.
“Kakang empu Santasmerti telah memberi perlambang bahwa
apa yang akan menimpa pada kerajaan Singasari memang sudah
digariskan dewata. Namun apapun yang akan terjadi, aku
Wirakreti akan mempersembahkan seperangkat tulang
belulangku yang sudah rapuh ini untuk tetap merebahi

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

keutamaanku sebagai seorang mentri setya,“ diam-diam ia


berikrar dalam batin.
“Baik, nini. Engkau anak rama tetapi engkau adalah puteri
bumi Singasari. Laksanakanlah cita citamu untuk berbakti kepada
bumi pertiwi. Semoga Hyang Isywara selalu melindungimu,“
dengan kata-kata yang singkat dari hati yang tersekat,
tumenggung Wirakreti melepas Sedayu.
Sedayu menuju ke Tumapel untuk memenuhi janji dengan
Singa Ludira, kakang seperguruannya. Tiba di gedung
kadhyaksan, Sedayu disambut oleh Lembu Mandira, putera empu
Raganata.
Setelah memperkenalkan diri maka bertanyalah Sedayu kepala
Lembu Mandira “Kakang, dimanakah kakang Ludira?“
“Ludira?,“ Lembu Mandira terkejut “siapakah yang nini
maksudkan itu?“
“Oh,“ Sedayu terkesiap “adakah kakang tak kenal dia ?“
“Tidak,“ Lembu Mandira gelengkan kepala.
Sedayu tertegun. Adakah Ludira hendak membohonginya? Ah,
tak mungkin. Ia cukup faham akan perangai kakang
seperguruannya itu. Namun mengapa Lembu Mandira tak kenal
kepadanya ?
“O,“ tiba-tiba mulut Sedayu mendesis keras, pikirannya yang
cerdas dapat mengungkap kabut keanehan saat itu. Ia cepat
merangkai dugaan. Demi untuk keamanan diri tentulah Ludira tak
mau memberitahukan namanya kepada Lembu Mandira. Itulah
sebabnya maka putera empu Raganata itu tak kenal siapa Ludira.
Gadis itu segera mendapat akal, tanyanya “Apakah selama ini
kakang pernah menerima kunjungan seorang yang aneh ? “
“Aneh? Apa yang engkau maksudkan aneh itu?”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Misalnya seorang tetamu yang gerak gerik maupun


dandanannya serba aneh.“
“O, ya, ya, benar.“ kata Lembu Mandira. Karena tahu dara itu
puteri tumenggung Wirakreti yang bersahabat baik dengan
ramanya, maka tanpa ragu-ragu lagi Lembu Mandirapun segera
menceritakan peristiwa yang telah terjadi dalam rumahnya
beperapa hari yang lalu.
“Itulah,“ teriak Sedayu sesaat Lembu Mandira menuturkan
tentang seorang tetamu yang mengenakan kerudung muka hitam
“orang yang menutup muka dengan kain hitam itulah yang
kucari.“
“O,“ desuh Lembu Mandira “dia tak datang kemari. Apakah dia
berjanji hendak bertemu dengan engkau disini ?“
Belum Sedayu menjawab tiba-tiba Lembu Mandira terkejut
ketika melihat sesosok tubuh terbungkus pakaian hitam tegak di
ambang pintu. Sama sekali ia tak mengetahui dan mendengar
gerak kedatangan orang itu.
“Itulah dia, nini,“ teriaknya sesaat ia teringat akan persamaan
bentuk dan corak pakaian orang itu dengan orang yang
diceritakan kepada Sedayu tadi. Sedayupun serentak berpaling.
“Maafkan, Sedayu, aku terlambat datang,“ tampak mulut
orang itu bergerak-gerak melantang ucap.
“O, engkau kakang,“ seru Sedayu gembira serta maju
menyongsong.
Lembu Mandira mempersilakan kedua taruna itu masuk dan
duduk di dalam. Setelah duduk maka orang berkerudung kain
hitam itu atau Singa Ludira namanya “Sedayu, bagaimana
suasana pura selama kau tinggal di sana? “
“Seperti api dalam sekam,“ sahut Sedayu. Kemudian ia
berpaling ke arah Lembu Mandira lalu memandang Singa Ludira
pula “adakah kita harus bicara di sini ? “
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Singa Ludira dapat menangkap arti pandang mata Sedayu. Ia


tertawa “Ya, di sinilah tempat yang aman. Katakanlah apa yang
engkau alami selama berada dalam pura. Adi Mandira ini kawan
kita sendiri.“
Lembu Mandira tertawa. Namun diam-diam ia memuji akan
sikap Sedayu yang hati-hati itu.
Setelah mendapat keterangan maka Sedayupun menceritakan
tentang pengalamannya mengikuti rombongan Ardaraja
menyergap Kuda Panglulut.
Singa Ludira dan Lembu Mandir terkejut.
“Kiranya ke Sriwijayalah patih Aragani akan berkiblat,“ kata
Singa Ludira “nini, apakah raden Ardaraja tak berhasil
mengetahui apa yang dibicarakan utusan Demang Lebar Daun
dengan patih Aragani?”
“Sayang, tidak,“ sahut Sedayu...
Singa Ludira geleng-geleng kepala “Ah, betapa sayangnya!
Pada hal itulah suatu kesempatan yang baik untuk menerkam
kelemahan patih Aragani.“
“Mungkin raden Ardaraja hanya terpancang untuk
mendapatkan kembali patung itu,“ Lembu Mandira ikut buka
suara.
“Hm, mungkin demikian,“ kata Singa Ludira “dan semoga
begitulah. Dalam hal itu kitalah yang memperoleh
keuntungannya.“
“Keuntungan?” kata hati Lembu Mandira dan Sedayu yang
mengerut dahi dan mencurah pandang kepada Singa Ludira.
Pandang yang menuntut penjelasan.
“Benar” Singa Ludira melanjutkan “memang kita yang
memperoleh keuntungan. Kesatu, kita, mendapat gambaran
tentang gerak-gerik patih Aragani yang nyata-nyata bermain

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mata dengan Demang Lebar Daun. Kedua, kitapun memperoleh


kesan dari sikap raden Ardaraja. Menilik betapa gigih dia
berusaha untuk merebut kembali patung Joko Dolok itu, dapatlah
kita merangkai suatu dugaan bahwa raden itu tentu mempunyai
ikatan erat dengan tindakan ayahandanya, raja Jayakatwang.
yang hendak mempersembahkan patung itu kepada srri baginda
Kertanagara.“
“O,“ tanpa terasa Lembu Mandira dan Sedayu serempak
mendesuh.
“Kalau kita mengambil perumpamaan maka baik patih Aragani
maupun raden Ardaraja itu keduanya merupakan bisul pada
tubuh kerajaan Singasari.“
“Ah, tetapi aku belum dapat menerima ulasanmu secara
keseluruhan, kakang,“ seru Sedayu.
“Dalam hal apa? Tentang bisul itu ? “
“Benar,“ sahut Sedayu “jika kakang mengumpamakan patih
Aragani itu sebagai bisul, itu memang dapat kumengerti. Dia
memang musuh dalam selimut. Seorang penghianat. Tetapi
mengapa kakang juga mengatakan raden Ardaraja itu sebuah
bisul, walaupun kecil sekalipun ? Aku sungguh belum mengerti,
kakang.“
“Bertanya adalah sikap seorang yang ingin mencapai
kemajuan,“ kata Singa Ludira “dan pertanyaanmu itu baik sekali,
ini. Suatu pertanda bahwa engkau benar-benar menaruh minat
besar tentang keadaan tubuh pemerintahan Sicgasari.“
“Cukup kakang,“ tukas Sedayu “aku bertanya karena ingin
mendapat keterangan bukan meminta puji.”
Singa Ludira mengangguk, katanya “Siapakah yang
menitahkan raden Ardaraja untuk merebut kembali patung Joko
Dolok itu ?“
“Ayahandanya raja Jayakatwang,“ seru Sedayu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tepat,“ sahut Singa Ludira “tak lain tentulah raja Daha.


Dengan begitu jelas Jayakatwang itu masih menanam pengaruh
atas diri puteranya. Mengapa engkau masih menyangsikan akan
keterlibatan Ardaraja dalam peristiwa itu, nini?“
Sedayu tertegun.
“Kesangsianmu itu,“ kata Singa Ludira lebih lanjut “tentu
engkau dasarkan bahwa raden Ardaraja itu adalah putera
menantu seri baginda Kertanagara. Tak mungkin raden itu akan
sampai hati untuk menghianati rama mentuanya. Bukankah
begitu ?“
Sedayu mengangguk.
“Memang saat ini belum tampak tanda-tanda itu,“ kata Singa
Ludira pula “tetapi menurut pengamatan yang kulakukan selama
ini, raja Jayakatwang tak pernah melepaskan suatu kesempatan
yang memberi kemungkinan kepadanya untuk menyerang
Singasari. Rasa hina atas kekalahan Daha terhadap Singasari
lebih menimbulkan dendam dalam hatinya daripada rasa taat dan
berterima kasih kepada seri baginda Singasari.“
“Apakah dasar daripada penilaian kakang itu ?“ tanya Sedayu.
“Ada suatu rasa yang terdapat dalam diri manusia. Rasa
martabat harga diri yang sering cenderung pada rasa ke-Aku-an.
Garis antara martabat dengan rasa ke-Aku-an itu pada umumnya
dipertajam dan dipertebal oleh keadaan manusia itu sendiri...
Keadaan dalam hidup keduniawiannya, yani harta dan pangkat.
Makin banyak orang itu berharta, makin tinggi dia berpangkat,
makin tebal garis antara martabat dengan rasa ke-Aku-an yang
dimilikinya. Martabat yang hakekatnya menunjukkan harkat
harga kemanusiannya, dikaburkan dengan rasa keangkuhan dan
kemudian lahirlah rasa ke-Aku-annya. Sapa sira sapa ingsun ... “
“Duh, bapa guru yang mulia. Bukan di sinilah tempat paduka
memedar wejangan,“ serentak Sedayu mengerat kata-kata Singa

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Ludira yang dianggapnya memberi wejangan tentang sifat


kemanusiaan.
“Eh, jangan buru-buru mengerat omonganku, Sedayu,“
bantah. Singa Ludira “aku bukan memberi wejangan melainkan
hendak memberi isi daripada dasar pembicaraan yang hendak
kukatakan kepadamu nanti. Maksudku, pada umumnya rasa ke-
Aku-an itu dimiliki oleh orang-orang yang berada, berpangkat
dan berkuasa. Jangan memotong dulu ..... “ cepat ia mencegah
di kala melihat bibir Sedayu hendak bergerak.
“Apalagi seorang putera raja seperti Jayakatwang. Walaupun
baginda Kertanagara yang melantiknya menjadi raja Daha,
walaupun baginda Kertanagara berusaha memikat hati dengan
mengambil putera Jayakatwang yani pangeran Ardaraja sebagai
putera menantu, tetapi raja Jayakatwang tetap memiliki rasa ke-
Aku-an. Hanya ke-Aku-an raja Jayakatwang itu bersumber pada
asal keturunannya dan binaan yang diderita kakek moyang raja-
raja di Daha yang telah dikalahkan Singasari. Jayakatwang tetap
berpegang teguh pada martabat harga diri sebagai raja Daha,
sebuah kerajaan yang pernah jaya dan besar pada masa yang
lampau.“
“Tetapi kakang,“ sanggah Sedayu “salahkah kalau dia memiliki
rasa itu ?“
Singa Ludira dengan tegas menggeleng “Tidak, nini. Aku tak
dapat menyalahkan dia. Dia memang layak dan harus
mempunyai perasaan itu. Hanya saja patut disayangkan bahwa
dia tak mau melihat kenyataan.“
“Apa maksud kakang ?“
“Kenyataan bahwa seri baginda Kertanagara telah banyak
melimpahkan budi kebaikan kepadanya. Kenyataan pula, bahwa
puteranya pun diambil putera menantu oleh seri baginda
Kertanagara.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Raja Jayakatwang, bukan seorang raja yang bodoh, kakang,“


sanggah Sedayu “dia tentu tahu bahwa segala tindakan seri
baginda Kertanagara itu tidak lain hanya suatu siasat untuk
merebut hati Jayakatwang agar tidak mendendam lagi kepada
Singasari.“
“Benar, nini,“ kata Singa Ludira “memang segala tindak dan
perbuatan itu sesungguhnya memang merupakan upaya atau
yang engkau katakan siasat. Tetapi upaya atau siasat yang
dilakukan seri baginda itu bukanlah suatu muslihat yang buruk
tetapi demi kebaikan dan kerukunan kedua kerajaan yang terikat
dendam bebuyutan. Salahkah kalau seri baginda Kertanagara
hendak mengadakan persatuan, bukan melainkan Daha -
Singasari, pun persatuan seluruh nusantara ?“
Sedayu terdiam.
“Dan lagi,“ kata Singa Ludira pula “tanpa raja Jayakatwang
harus menyalakan api dendam bebuyutan terhadap Singasari,
bukankah karena seri baginda Kertanegara tak berputera lelaki,
kelak kalau seri baginda wafat, maka raden Ardaraja yang akan
menggantikan kedudukannya di tahta Singasari ? Tanpa harus
menumpahkan darah, melalui puteranya, raja Jayakatwang akan
dapat merebut kembali kedaulatan Daha bahkan menguasai
Singasari juga.“
“Ih, engkau benar, kakang,“ kata Sedayu.
“Mungkin raja Daha itu mempunyai pendirian lain, kakang,“
tiba-tiba Lembu Mandira membuka suara.
“Jika raja Jayakatwang memiliki martabat harga diri sebagai
seorang raja keturunan raja Daha, dia tentu juga memiliki rasa
dan sifat keksatryaan yang luhur. Bahwa bagi ksatrya sejati, arti
suatu kemenangan atau hasil itu bukan terletak pada besar
kecilnya kemenangan itu, melainkan terletak pada harga dari
cara memperoleh kemenangan itu.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Singa Ludira cepat dapat menanggapi dengan


menganggukkan kepala. Tetapi Sedayu belum jelas “Apa maksud
kata- kata kakang itu ?“ tanyanya.
“Cobalah engkau terangkan, adi Mandira,“ kata Singa Ludira
tersenyum.
“Rara,“ kata Lembu Mandira “dimisalkan engkau ingin makan
buah jambu. Engkau memilih jambu yang sudah berguguran
jatuh di tanah karena tertiup angin atau jambu yang dipetikkan
orang ?“
“Jambu yang dipetikkan orang.“
“Mengapa ? “
“Rasanya tentu lebih manis dan segar.“
“Bagus,” Lembu Mandira tersenyum “sekarang jawab lagi.
Engkau menyukai mana, jambu yang dipetik orang dan diberikan
kepadamu atau engkau sendiri yang memetik ?“
“Lebih menyukai aku sendiri yang memetik.“
“Mengapa?
“Karena rasanya paling manis.“
“Itulah, rara,“ seru Lembu Mandira “memang segala yang
berasal dari jerih payah usaha kita sendiri, akan terasa nikmat
sekali. Itu baru jambu, apalagi sebuah tahta kerajaan.“
“O, kakang maksudkan raja Jayakatwang hendak merebut dan
membangun kerajaan Daha dengan tangannya sendiri ?“
“Bagi seorang ksatrya. hasil dari jerih payah perjuangannya,
akan terasa sah dan syahdu.“
“Aku teringat sekarang !“ tiba-tiba dara itu melengking
sehingga Lembu Mandira tertegun.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Engkau ini mengapa, Sedayu? “ tegur Singa Ludira yang juga


ikut terkejut.
“Aku ingat cerita yang pernah dibawakan oleh guru,“ kata
Sedayu “apakah engkau lupa, kakang ? “
“Cerita apa? “
“Cerita Mahabarata tentang kissah kaum Pandawa yang
terlunta-lunta di hutan akibat raden Puntadewa ditipu kalah main
dadu dengan prabu Suyudana dari kaum Korawa. Pada waktu itu
dewi Kunti, ibunda Pandawa lapar dan menitahkan kedua
puteranya raden Bratasena dan raden Permadi untuk mencari
makanan. Kedua ksatrya itupun berhasil membawa makanan
untuk ibundanya. Tetapi sebelum dahar, dewi Kunti sempat
bertanya dari manakah makanan itu diperoleh. Raden Permadi
mengatakan bahwa makanan itu diperolehnya sebagai tanda
terima kasih atas jasanya telah 'meng-atut-kan' atau merukunkan
mempelai wanita yang tak mau atut kepada suaminya. Seketika
dibuanglah makanan itu oleh sang Dewi. “Makanan yang
diperoleh dengan cara demikian, tak layak dimakan.“
“Hamba memperoleh makanan itu karena dapat mengalahkan
seorang jago dari prabu Kangsa,“ demikian hatur kata sang
ksatrya Bratasena.
“Duh, puteraku, makanan yang demikianlah yang layak
dipersembahkan seorang ksatrya,“ kata ibundanya dan seketika
didaharnya makanan itu.
“Wah, wah, kalau soal cerita, engkau memang pandai
menirukan, Sedayu,“ goda Singa Ludira.
“Apakah sari pelajaran dari cerita itu tak sama dengan pambek
dari raja Jayakatwang seperti yang dikatakan kakang Mandira
tadi ?“ kata Sedayu.
“Walaupun sifatnya agak berbeda, tetapi hakekatnya sama.
Keduanya menandaskan bahwa hasil dari perjuangan jerih payah
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

secara ksatrya, itulah yang paling syahdu dan nikmat,“ Singa


Ludira memberi kesimpulan.
Sedayu dan Lembu Mandira mengangguk.
“Kembali pada pembicaraan yang tadi,“ kata Singa Ludira pula
“bahwa persembahan patung Joko Dolok oleh raja Jayakatwang
itu hanya suatu siasat pengaburan saja. Agar baginda
Kertanagara terlena dan menghapus kecurigaan terhadap Daha.
Karena jelas, selama beberapa hari meninjau ke Daha, kulihat
Daha sedang giat membentuk dan melatih pasukan.“
“Tetapi adakah seri baginda Kertanagara tidak mendapat
laporan tentang gerak-gerik Daha itu ?“ tanya Sedavu.
“Ya, benar, kakang,“ seru Lembu Mandira pula “jika menilik
bahwa patih Aragani cenderung berkiblat ke Sriwijaya, tidaklah
patih itu akan melaporkan gerak gerik Daha kepada seri baginda
?“
“Pertanyaan adi berdua itu rasanya tentu sudah
diperhitungkan raja Jayakatwang,“ kata Singa Ludira “mereka
tentu sudah merancang siasat sedemikian rupa sehingga tak
mudah bagi patih Aragani akan melaporkan kegiatan mereka
sebagai suatu persiapan menyerang Singasari. Pertama, raja
Jayakatwang mempersembahkan patung Joko Dolok kepada seri
baginda Kertanagara. Kedua, Daha akan memberi alasan bahwa
pembentukan kekuatan itu tak lain untuk memperkuat keamanan
Daha dan apabila perlu dapat membantu Singasari dalam
menghadapi musuh dari luar. Nah, apakah seri baginda
Kcrtanagara takkan menerima alasan itu ?“
Lembu Mindira mengangguk. Tetapi Sedayu masih mengejar
pertanyaan “Bagaimana dengan raden Ardaraja nanti, kakang ?“
“Apabila sampai saatnya,“ kata Singa Ludira “dia akan
menghadapi suguhan 'buah simalakala'. Kalau dimakan, rama
mentuanya binasa. Tidak dimakan, rama kandungnya yang mati.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Lalu menurut pendapat kakang, raden Ardaraja akan


memakan buah itu atau tidak?“
“Kurasa, menilik peribadi raden Ardaraja, dia tentu akan
memilih memakan buah itu.“
“Salahkah itu, kakang ?“ tanya Sedayu.
“Aku tidak mengatakan salah atau benar.“
“Tetapi bagaimana pandangan kakang peribadi ?“ masih
Sedayu mengejar terus.
“Ada tiga pandangan,“ sahut Singa Ludira “dari sudut
kepentingan Daha, tindakan raden Ardaraja itu benar. Karena dia
seorang pangeran Daha yang kelak akan menggantikan tahta
ayahandanya. Tetapi dari pandangan orang Singasari, dia
seorang menantu raja yang berhianat. Tak tahu membalas budi.“
“Lalu pandangan yang ketiga?“ desak Sedayu.
“Dari pandangan orang luar, bukan orang Daha juga bukan
orang Singasari. Ardaraja itu seorang yang lemah pendirian.
Mudah goyah dan takut kehilangan kenikmatan hidup.“
“Bagaimana kakang dapat mengatakan begitu ?“
“Sebagai seorang putera, dia harus dapat menunaikan bhakti
kepada ayahandanya raja Jayakatwang.“
“Maksud kakang dia harus mendukung rencana Jayakatwang
atau memakan buah semalakala itu.? “
“Sedayu,“ kata Singa Ludira “guru telah mengajarkan kita
akan berbagai bakti. Di antaranya bakti kepada orangtua. Tetapi
beliaupun menandaskan bahwa bakti yang murni haruslah
berpijak pada Kebenaran. Memberi penerangan akan pandangan
atau pendirian yang keliru dari orangtua, termasuk bakti yang
murni. Mendukung perbuatan yang salah, sekalipun yang
melakukan itu orangtua, termasuk bakti yang salah. Ardaraja
harus berani memberi penerangan dan penjelasan kepada
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

ayahandanya bahwa antara Daha - Singasari sudah tak ada


persoalan lagi. Tanpa peperangan, Singasari pasti akan jatuh
ketangannya apabila kelak seri baginda Kertanagara wafat. Untuk
meyakinkan ayahandanya, Ardaraja harus berani memberi
pertanggungan jawab.“
“Andaikata Ardaraja sudah bertindak demikian namun
Jayakatwang tetap berkeras melaksanakan cita-citanya
menghancurkan Singasari?“ tanya Sedayu.
“Jika dia berpijak pada Kebenaran, dia harus mengundurkan
diri dari peperangan antara Daha - Singasari nanti. Tidak
membela Singasari, tidak berfihak Daha.“
“Mungkin dia takut kepada ayahandanya Jayakatwang kalau
tak tak mau membantu rencana Daha.“
“Itulah yang kukatakan, dia takut kehilangan kenikmatan
hidup sebagai putera mahkota Daha.“
Kali ini Sedayu tak mengejar pertanyaan lagi. Lembu Mandira
juga tertegun. Diam-diam ia memuji ulasan yang tajam dari
orang yang pernah menolong ramandanya empu Raganata.
“Lalu bagaimana langkah kita sekarang, kakang ?“ sesaat
kemudian Sedayu bertanya.
“Marilah kita rundingkan,“ jawab Singa Ludira seraya berpaling
kepada Lembu Mandira “Adi Mandira, mengapa empu Raganata
tak tampak ?“
Lembu Mandira terbeliak dari menung “O, rama dititahkan
menghadap baginda ke Singasari.“
“Mengapa ? “
“Utusan raja Kubilai Khan akan datang ke Singasari,“ kata
Lembu Mandira “baginda berkenan menitahkan rama, paman
adipati Wiraraja dan adipati-adipati di daerah ikut dalam
penyambutan itu agar menyemarakkan kewibawaan seri baginda,

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

setelah itu seri bagindapun akan berkenan menghadiri upacara


penegakan patung Joko Dolok.“
Singa Ludira terkejut “Ah, tentu akan terjadi peristiwa lagi
dalam penyambutan perutusan raja Kubilai Khan itu nanti.“
“Benar,“ Lembu Mandira menanggapi “rama-pun
menguatirkan hal itu, kakang. Seri baginda sedang dimabuk
keagungan, mudah terkecoh oleh anjuran-anjuran patih Aragani
yang tentu akan berusaha untuk memperuncing suasana
hubungan Singasari dengan negara Cina.“
Sedayu ikut buka suara “Menurut rama, raja Tartar Kubilai
Khan itu memang seorang raja yang berwatak amangkara, haus
kekuasaan. Dia berasal dari suku Tartar, keturunan maharaja
Jengis Khan yang pernah menguasai hampir sepertiga bagian
jagad. Setelah dapat menguasai negeri Cina, Kubilai Khan masih
hendak meluaskan kekuasaannya ke daerah selatan.
Singasaripun hendak dipaksanya supaya menghaturkan upeti.“
“Memang,“ kata Singa Ludira “dalam mempertahankan
kedaulatan dan kewibawaan negara, tepat sekali apabila seri
baginda Kertanagara menolak tuntutan raja Kubilai Khan itu.
Bukankah kalian sendiri juga demikian? Relakah engkau adi
Mandira dan engkau nini Sedayu, apabila Singasari menyerah
tunduk pada Kubilai Khan ?“
“Tidak ! “ sahut Lembu Mandira dan Sedayu serempak
“selama kami masih bernapas, tak ingin kami melihat peristiwa
itu. Sebagai tebusan tekad kami, kami akan mempersembahkan
jiwa dan raga kepada bumi Singasari.“
Singa Ludira mengangguk “Bagus, adi berdua. Berbahagialah
negara dan bangsa yang mempunyai putera puteri seperti
kalian.“
Hening beberapa saat. Singa Ludira diam merenung.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Apabila seri baginda menolak permintaan raja Kubilai Khan,“


katanya beberapa saat kemudian “memang sudah selayaknya.
Tetapi aku kuatir, penolakan itu akan dilakukan dengan cara
yang kurang layak sehingga pendirian yang layak itu akan rusak.“
“Apa maksud kakang ?“ tanya Sedayu.
“Bukankah patih Aragani akan berusaha untuk memperuncing
hubungan antara Singasari dengan Kubilai Khan ? Oleh karena itu
patut kita kuatirkan bahwa seri baginda Kertanagara akan
termakan hasutan patih itu untuk bertindak di luar kewajaran
tata kenegaraan dalam memperlakukan seorang utusan. Dan hal
itu tentu akan menimbulkan kemarahan raja Kubilai Khan.
Bukankah hal itu akan mengundang bahaya bagi Singasari?“
Lembu Mandira kerutkan dahi.
“Setiap tindakan yang menimbulkan kemarahan Kubilai Khan,
tentu akan berakibat panjang. Bukan mustahil Kubilai Khan akan
mengirim pasukan untuk menuntut balas atas hinaan yang
diterima utusannya itu,“ kata Singa Ludira. Sejenak ia
melepaskan pandang ke arah Lembu Mandira dan Sedayu, lalu
berkata pula “hal ini bukan berarti bahwa kita takut berperang
melawan pasukan Tartar.“
“Kalau memang harus demikian, terpaksa Singasari tentu akan
mengangkat senjata. Dan kalau kakang berpendapat bahwa kita
tak takut berperang melawan orang Tartar, lalu apa yang kakang
kuatirkan lagi ?“ kembali Sedayu tampil dengan pertanyaannya
yang tajam.
Singa Ludira mengangguk.
“Takut pada bangsa awak sendiri,“ kata Singa Ludira raja
Jayakatwang seperti kutu busuk yang menggeragoti dari dalam.
Suatu peperangan dengan pasukan Kubilai Khan akan membuka
kesempatan luas bagi kedua musuh dalam selimut itu untuk
melaksanakan rencananya.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tepat sekali ulasan kakang itu,“ seru Lembu Mandira


“ramapun berpendapat begitu.“
“Lalu bagaimana tindakan kita ?“ tanya Sedayu.
Singa Ludira menghela napas kecil “Untuk sementara ini, kita
ikuti saja perkembangan suasana dulu. Dalam setiap
kemungkinan yang memungkinkan, kita harus berusaha untuk
mencegah hal-hal yang membahayakan negara. Setelah empu
Raganata pulang, kita nanti berunding lagi dengan beliau.“
Lembu Mandira dan Sedayu mengangguk-angguk.
“Sedayu, apakah engkau hendak kembali ke pertapaan ?“
tanya Ludira.
Sedayu mengatakan bahwa ia akan kembali ke pura Singasari
saja agar dapat mengikuti perkembangan yang akan terjadi.
“Dan engkau sendiri bagaimana kakang?” Sedayu balas
bertanya.
“Kakang,“ serentak Lembu Mandira berkata “apabila tidak
menampik, sukalah kakang tinggal di sini saja. Jarak Tumapcl -
Singasari dekat sekali, setiap saat dapatlah kakang menyelidiki
suasana dalam pura. Dan kedua kali, sambil beristirahat kita
tunggu kedatangan rama.“
“Baik, adi Mandira,“ kata Singa Ludira “tetapi kita harus ingat
bahwa musuh setiap saat siap untuk menerkam kita. Janganlah
kita sampai lengah untuk berjaga diri. Oleh karena itu, walaupun
aku menerima tawaran adi menginap di sini tetapi janganlah adi
mengatakan hal itu kepada siapapun juga. Dan lagi akupun tidak
terus berada di sini, melainkan akan bergerak mencari berita.
Oleh karena itu, janganlah adi risaukan tentang kehadiran dan
kepergianku yang tak menentu di rumah adi ini.“
~dewi.kz^ismo^mch~

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

II
Berita tentang kedatangan utusan maharaja Kubilai Khan,
tersebar luas menjadi buah bibir seluruh rakyat Singasari. Sudah
umum bahwa setiap peristiwa itu akan menimbulkan berbagai
macam pembicaraan. Pembicaraan yang berisi tafsiran dan
penilaian, dilanjutkan pula dengan sikap dan tanggapan atas
peristiwa itu.
Kebanyakan orang menyangka bahwa maharaja Tartar itu
tentu hendak memaksa Singasari supaya menghaturkan
gelondong pengareng-areng atau bulu-bekti kepada kerajaan
Cina. Sudah dua tiga kali utusan Kubilai Khan berkunjung ke
Singasari untuk mengadakan hubungan, kemudian menjalin
persahabatan dan lalu meningkatkannya dengan permintaan
supaya Singasari mengakui kekuasaan Kubilai Khan sebagai
maharaja di-raja atau raja dari sekalian raja. Dan sebagai tanda
pengakuan itu, raja-raja harus menghaturkan bulubekti kepada
Kubilai Kuan.
Dalam menanggapi maksud perutusan Kubilai Khan itu, sudah
berulang kali beri baginda Kertananara menolak tuntuian itu.
Singasari sebuah kerajaan besar yang berdaulat. Hubungan
dengan kerajaan Kubilai Khan hanya atas dasar persahabatan
bukan sebagai negara yang di bawah kekuasaannya.
Tetapi ada pula lain tafsiran yang menyimpang dari tafsiran
umum. Yalah bahwasanya perutusan Kubilai Khan itu tak lain
hanya bermaksud hendak meminang puteri-puteri seri baginda
Kertanagara yang termasyhur cantik jelita itu. Bukankah tiap kali
Singasari mendapat kunjungan dari raja-raja mancanagara yang
berkeinginan untuk mempersunting puteri cantik yang
menyemarakkan kemasyhuran pura Singasari ? Demikian alasan
mereka.
Bahkan ada pula yang memberi tafsiran lebih aneh, makin
menyimpang dari pikiran orang. Yalah bahwasanya raja Kubilai

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Khan mengagumi kebijaksanaan seri baginda Kertanagara dalam


membina kerukunan hidup ketiga aliran agama menjadi agama
Tripaksi. Oleh karena itu Kubilai Khan hendak mengaji pelajaran
itu dari Singasari.
Memang segala tafsiran boleh timbul dan segala kemungkinan
dapat terjadi. Tetapi yang jelas timbulnya gairah penafsiran itu
merupakan suatu gejala .yang menggembirakan bahwa rakyat
Singasari amat menaruh perhatian akan peristiwa yang
menyangkut kepentingan negara. Gairah itulah yang menjadi
landasan kuat pada semangat rakyat untuk ikut serta memikirkan
negara.
Hari itu pura Singasari bagai digenangi lautan manusia.
Seluruh kawula, tua muda, besar kecil, lelaki perempuan dari
seluruh lapisan dan golongan, bertumpah ruah memenuhi alun-
alun keraton.
Tampaknya penyambutan utusan Cina itu akan dilakukan
dengan upacara kebesar yang mewah. Balairungsari yang
terletak di alun-alun, dihias megah sekali. Umbul-umbul janur
kuning, panji-panji beraneka warna, patak-pataka lambang
berbagai kelompok pasukan kerajaan Singasari, tegak berjajar
jajar dengan perkasa. Kemeriahan barisan itu disemarakkan pula
oleh gaba-gaba dari kain sutera warna merah dan putih.
Beberapa hari sebelumnya, para bintara telah berkeliling ke
seluruh pelosok negeri, memalu bende dan canang, mewartakan
kepada seluruh kawula akan kedatangan perutusan dari negara
Cina. Maka tak mengherankan apabila pada hari penyambutan itu
tiba, hampir seisi negara berdesak-desak memenuhi halaman
balairungsari.
Tak berapa lama terdengarlah sangsakala meraung-raung dan
bendepun gegap gempita mendengung-dengung dalam irama
yang bersemarak. Berhenti sejenak maka seorang bintara prajurit
segera memukul bende dan memaklumkan tentang datangnya
rombongan utusan dari mancanagara. Seusai pengumuman,
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

gamelanpun menggelegar pula mengalunkan irama penyambutan


yang meriah.
Tak lama kemudian muncullah sebuah iring-iringan prajurit
bertubuh tinggi besar tegap perkasa, bersenjata tombak dan
pedang, mengiringkan lima pria a-sing yang berbusana indah
megah.
Gegap gempita rakyat menyambut perutusan itu dengan
tampik sorak yang seolah menggetar angkasa. Beribu-ribu
pasang mata mencurah ruah pada iring-iringan perutusan
kerajaan Cina itu. Seragam keprajuritan dari para prajurit
pengawal, senjata dan potongan tubuh mereka, mendapat
sorotan yang tajam dari seluruh rakyat yang berada di alun-alun
itu. Terutama kelima pria setengah baya yang berpakaian indah,
mengenakan kopiah kain penutup kepala yang terbuat dari sutera
alam atau ulat sutera warna hitam. Jika rambut dari orang
Singasari disanggul ke atas kepala, tetamu agung dari negeri
Cina itu lain lagi. Mereka melingkarkan rambutnya dalam
rangkaian berbentuk kuncir yang menggelantung di belakang
tengkuk kepala.
Setelah tiba di balairungsari, rombonaan utusan Kubilai Khan
itu tegak menghadap ke arah persada agung yang akan menjadi
tempat seri baginda Kertanagara menyambut mereka.
Utusan maharaja Kubilai Khan itu dikepalai Meng Ki, seorang
mentri kerajaan Cina yang termasyhur cerdik cendekia, fasih
merangkai kata, memiliki pengalaman luas dalam mengarungi
empat penjuru buana dalam rangka melaksanakan titah
maharaja Kubilai Khan yang hendak menguasai dunia.
Kubilai Khan memilih Meng Ki sebagai mentri yang mengepalai
perutusan ke Singasari. Kapal mereka berlabuh di perairan
Ujunggaluh dan setelah mengirim bentara untuk menghaturkan
warta kehadapan seri baginda Kertanagara di Singasari maka seri
bagindapun berkenan menitahkan mereka menghadap.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Meng Ki disertai lima orang mentri pembantu dan sepuluh


prajurit pilihan, menghadap seri bginda Kertanagara di Singasari.
sementara awak kapal yang terdiri dari prajurit- prajurit
dititahkan tinggal di kapal. Kedatangan mereka ke Singasari itu
membawa pesan persahabatan dari raja Kubilai Khan, "oleh
karena itu kurang layak kalau, membawa serta pasukan
bersenjata mengbalap ke Singasari. Namun sekalipun demikian,
Meng Ki tetap menghias rombongan perutusannya itu dengaa
kewibawaan yang megah seperti yang terlihat dari corak pakaian
seragam kesepuluh prajurit pengawal dan keagungan busana
yarg dikenakannya sendiri bersama keempat pembantunya.
Tak berapa lama dari kehadiran utusan Cina itu maka
terdengarlah sangsakala meraung-raung membelah dirgantara
sebagai tanda penyambutan kehadiran angkatan perang
Singasari yang mengiring seri baginda Kertanagara, raja yang
dipertuan dari kerajaan Singasari.
Seri baginda duduk diatas sebuah tandu yang dihias indah,
bersalutkan ukir-ukiran naga bersisik kencana, dipikul oleh
delapan prajurit perkasa. Seorang bentara menyanggah sebuah
payung kebesaran, terbuat dari kain sutera warna kuning emas,
bertabur sulaman bunga padmanaba, menaungi sang Jaana
kekasih dewata dari sengatan surya di pagi hari.
Di belakang usungan tandu agung itu beriringlah para mentri,
gusti, tanda, senopati, nayaka, tamtama dan perwira, bersenjata
lengkap dalam busana seragam angkatan masing-masing.
“Dhirgahayu sang nata yang mulia ! “ gegap gempita para
kawula bersorak menyambut iring- iringan baginda. Dan tatkala
seri baginda tiba di balairungsari maka bagaikan lautan padi yang
merunduk ditiup angin, beribu-ribu rakyat di sekeliling bangsal
kencana itu serempak menundukkan tubuh memberi sembah.
Meng Ki dan rombongannya benar benar terkesiap dan
terkesan menyaksikan kepatuhan rakyat Singasari kepada
rajanya. Mereka merasa bahwa baginda Kertanagara itu lebih
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mempunyai wibawa pada rakyatnya daripada raja Kubilai Khan di


mata rakyat Cina. Dari tata cara iring iringan yang membawa seri
baginda Kertanagara ke balairungsari, Meng Ki mendapat kesan
bahwa Singasari memang memiliki tata keprajaan yang rapi dan
tertib.
Setelah baginda naik keatas persada maka gemuruhlah sorak
sorai para kawula mengalunkan puji persembahan “Dhirgahayu
sang Nata Singasari! Semoga Hyang Syiwa-Buddha selalu
melindungi Singasari!“
Kemudian para mentri, tanda, gusti dan segenap senopati dan
bhayangkara duduk bersimpuh sila seraya mengunjuk sembah ke
bawah duli baginda.
Setelah upacara peradatan selesai maka tampillah utusan
Kubilai Khan kehadapan seri baginda. Mereka tidak duduk bersila
melainkan membungkukkan tubuh dalam-dalam hingga kepala
hampir menyentuh lantai lalu merangkapkan kedua tangan
memberi hormat kepada baginda. Rupanya memang demikianlah
adat istiadat di negeri mereka apabila menghadap raja.
Baginda Kertanagara mengamat-amati tingkah laku para
utusan Cina itu dengan perasaan kurang puas. Para mentri dan
senopatipun tak senang hati. Mereka menganggap tingkah para
utusan itu kurang menghormat terhadap seri baginda. Namun
karena tetamu, seri bagindapun tak menegur mereka.
Diantara rombongan mentri yang ikut hadir dalam upacara
peayambutan itu tampak pula patih Aragani, adipati Wiraraja,
kepala Angabhaya tumenggung Wirakreri, empu Raganata
sebagai kepala dharmadyaksa dan pangeran Ardaraja putera
menantu baginda. Mereka duduk berjajar-jajar di kedua sisi
baginda.
“Paman Aragani,“ ujar baginda “tanyakanlah kepada utusan
raja Kubilai Khan itu, apa gerangan maksud mereka menghadap
kami.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Araganipun segera menyampaikan titah seri baginda kepada


kepala perutusan Meng Ki.
Kepala perutusan Kubilai Khan itu membungkukkan tubuh
sebagai persembahan hormat menyambut tisah itu.
“Tuanku patih kerajaan yang mulia,“ seru Meng Ki dengan
suara lantang “kami diutus maharaja Kubilai Khan yang dipertuan
dari negeri Cina, raja yang sakti keturunan Jengis Khan. Putera
langit yang direstui dewa untuk menguasai bumi naga, raja dari
sekalian raja, untuk menghaturkan bingkisan ke hadapan baginda
Singasari yang mulia. Sebagai tanda hubungan tali persahabatan
antara kedua raja yang berkuasa di kerajaan Cina dan
Jawadwipa.“
Berhenti sejenak maka Meng Kipun melanjutkan pula “Adalah
suatu kenyataan yang bersejarah bahwa sejak dahulu kala
kerajaan-kerajaan di Jawadwipa selalu melanjutkan hubungan
dengan raja dari benua Cina. Dan raja-raja di Jawadwipa dengan
sangat bijaksana mengakui akan adanya kekuasaan dan
perlindungan yang telah diberikan kerajaan Cina sehingga
kerajaan yang terbentang luas di laut selatan sebagai untaian
ratna mutu manikam dari beribu-ribu pulau besar dan kecil,
selalu aman dan sentausa. Dan sebagai tanda persahabatan yang
kekal itu maka raja-raja Jawadwipa selalu menghaturkan upeti
kepada raja Cina.“
“Maka baginda Kubilai Khan berkenan mengirim hamba
sebagai perutusan yang hendak menyampaikan harapan agar
adat yang elok bijaksana dalam hubungan antara raja Jawadwipa
dengan kerajaan Cina dan yang telah berlangsung ratusan tahun
itu, seyogianya di langsungkan pula. Agar kerajaan Jawadwipa
senantiasa mendapat naungan dari kebesaran maharaja Kubilai
Khan yang menguasai sepertiga belahan bumi dan yang menjadi
pusat peradaban dunia. Seri baginda yang mulia, hamba
persembahkan bingkisan tanda persahabatan dari baginda kami
seri maharaja Kubilai Khan. Semoga seri baginda Singasari yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mulia berkenan menerima maksud yang diharapkan baginda


Kubilai Khan.“
Meng Ki segera menghaturkan sebuah bungkusan kain sutera
warna kuning yang dipateri dengan lak merah berlukis huruf-
huruf Cina, ke hadapan patih Aragani. Patih itupun segera
meyambuti dan mempersembahkan ke bawah duli baginda
Kertanagara.
Tetapi seri baginda hanya bertitah dengan nada datar
“Bukalah paman, agar sekalian mentri, senopati kami mengetahui
apa isi bingkisan itu.“
Patih Aragani segera melakukan titah baginda.
Bingkisan itu berisi sepucuk sampul warna merah dan dua
bentuk tusuk kundai dari batu pualam putih bertabur permata
yang memancarkan tujuh cahaya pelangi.
“Bacalah surat itu keras-keras paman agar seluruh narapraja
dan hulubalang kami mengetahui bunyinya,!” titah baginda
Kertanagara.
Maka patih Araganipun segera membaca surat itu dengan
suara yang lantang. Suasana hening senyap. Seluruh perhatian
para mentri, senopati dan para kawula yang berada di sekitar
balairungsari itu tertumpah mendengarkan bunyi surat dari
maharaja Kubilai Khan itu.
Kami, maharaja Kubilai Khan, putera langit yang menguasai
seluruh benua Cina dan penguasa dari sepertiga daratan dunia,
melayangkan nawala ini ke hadapan Kertanagara, raja
Jawadwipa yang berpusat mamerintah di Singasari.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Mendengar kata-
kata yang termaktub
dalam pembukaan
surat itu, gemuruhlah
seluruh rakyat yang
memenuhi sekeliling
balairungsari. Para
mentri, gusti, tanda,
rakryan dan
hulubalang
meregangkan kepala,
menggigil geram.
Berapa sombonglah
raja Kubilai Khan itu
menganggap dirinya
sedemikian agung dan
memandang rendah
kepada baginda
Kertanagara.
Patih Aragani cepat
memberi isyarat
dengan mengangkat
tangan, meminta
rakyat tenang dan
mendengarkan
pembacaannya lebih lanjut.
Pertama-tama, kami menyampaikan salam hangat kepada raja
Kertanagara sahabat kami yang berkuasa di Singasari. Sebagai
mana raja-raja Jawadwipa dahulu kala selalu menjadi sahabat
kami dan selalu setya melangsungkan persahabatan itu karena
merasa aman sejahtera menjadi sahabat dalam naungan
kekuasaan kami.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Semoga persahabatan yang telah terjalin dari zaman ke


zaman itu akan tetap lestari kekal sampai ke akhir zaman.
Adapun maksud kami mengutus mentri kami yang bernama Mi
Yetsimu beserta rombongan untuk menghadap yang mulia di
Singasari, tak lain hanya bermaksud hendak melangsungkan
kelestarian daripada tali persahabatan kita itu, Dimana sebagai
tanda persahabatan, kerajaan Jawadwipa selalu menghibur kami
dengan mempersembahkan bulubekti tanda kenang-kenangan
......
Membaca sampai disitu, patih Aragani terpaksa harus berhenti
karena merasa terganggu oleh hiruk-pikuk teriakan rakyat yang
marah.
“Usir utusan Cina !“
“Singasari tak sudi tunduk pada raja asing! “
“Bunuh saja utusan raja Kubilai Khan orang kurang ajar itu! “
“Ya, bunuh ! Bunuh ! Bunuh ....“
Demikian pekik teriakan sekelompok anak muda yang segera
disambut dengan gegap gempita oleh segenap rakyat. Mereka
mengacungkan tinju keatas dan menggeram-geram. Suasana
makin genting dan panas karena amarah rakyat yang meluap-
luap.
Walaupun tak mengerti bahasanya tetapi melihat sikap dan
gerak tangan segenap rakyat yang mengelilingi balairungsari itu,
rombongan perutusan menyadari akan hangatnya suasana.
Kesepuluh prajurit Tartar yang bertubuh tinggi kekar, berpakaian
seragam keprajuritan warna kuning dan merah, mengenakan topi
baja berhias bulu merak itu, serempak tegak bersiap untuk
menghadapi setiap kemungkinan. Mereka bertugas untuk
melindungi keselamatan mentri Mi Yetsimu atau Meng Ki dan
rombongannya. Meng Ki sendiri tetap tenang.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Patih Aragani mengangkat tangan tinggi, memberi perintah


agar rakyat di sekeliling tempat itu tenang. Kemudian ia
melanjutkan pembacaannya :
Dan sebagai tanda persahabatan itu, kerajaan Singasari
diharap dengan segala kerelaan dan kepatuhan, akan
menghaturkan upeti kepada kami sebanyak lima karung perak,
lima karung emas dan seratus karung rempah-rempah hasil
keluaran bumi Jawadwipa ....
“Tidak! .... Tidak! Kami tak sudi memberikan sekian banyak
barang kepada Kubilai Khan! “
“Persetan Kubilai Khan, kami bukan hambamu! “
“Singasari jaya ! .... Kubilai Khan sirna ...!”
Kembali pekik jeritan rakyat menggelegar bersahut-sahutan.
Mereka makin panas sekali mendengar permintaan Kubilai Khan
yang terlalu congkak itu.
Karena terdapat gejala-gejala yang akan menimbulkan
gerakan yang sukar terkendalikan maka prajurit-prajurit penjaga
keamanan segera bertindak untuk menenangkan mereka.
Prajurit-prajurit itu telah mendapat perintah, betapapun yang
akan terjadi, yang penting rakyat harus dicegah jangan sampai
bertindak menurut kehendaknya sendiri.
Setelah suasana tenang maka patih Araganipun membaca
lagi:
Selain barang barang persembahan itu, kami-pun berkenan
hendak meningkatkan persahabatan itu menjadi tali
kekeluargaan. Maka dengan ini kami mengirim dua bentuk tusuk
kundai yang terbuat daripada batu pualam kumalasari yang amat
berkhasiat, dihias dengan seikat intan bahaduri tak ternilai
indahnya, sebagai persembahan maksud kami uptuk meminang
kedua puteri paduka. Agar lengkaplah istana kami berseni
arakkan ratu-ratu kembang dari segala penjuru kerajaan yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

bernaung di bawah perlindungan kami. Semoga paduka


berbahagia.
Kami,
Khan agung penguasa sepertiga belah jagad,
KUBILAI

Apabila gunung Arjuna dan gunung Kelud serta Bromo


meletus dengan serempak, rasanya tidak segempar itu bagi
kawula Singasari yang sedang berada memenuhi balairungsari
alun-alun Singasari pada saat mereka mendengar isi surat Kubilai
Khan yang hendak meminang kedua puteri seri baginda
Kertanagara. Betapa kurang ajar raja Tartar itu berani
mengatakan bahwa kedua puteri seri baginda Kertanagara itu
hendak dijadikan penghias istana. Artinya bukan menjadi
permaisuri melainkan hanya sebagai selir.
Seketika bangsal balairungsari bergetar-getar seperti hendak
roboh ketika beribu-ribu rakyat bergerak hendak menyerbu ke
dalam bangsal. Mereka hendak membunuh rombongan Meng Ki.
“Bunuh utusan raja Tartar !“
“Bunuh Kubilai Khan si angkara murka ! “
“Bunuh ..... ! Bunuh .....”
“Gantung saja orang-orang biadab itu !”
Betapa susah payah prajurit-prajurit keamanan berusaha
untuk merintangi rakaat yang hendak mengamuk, menyerbu ke
dalam bangsal agung. Mereka benar-benar kalap. Suasana
seperti geger.
Melihat itu gemetarlah kelima utusan Kubilai Khan. Mereka
tahu betapa besar kemarahan rakyat. Kesepuluh prajurit
pengawal yang gagah perkasa itupun merasa ngeri juga. Mereka

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menyadari, walaupun dapat membunuh beratus-ratus rakyat


Singasari, tetapi akhirnya mereka tentu tak mampu melindungi
keselamatan mentri junjungannya dari amukan rakyat kalap itu.
Bahkan mereka sendiripun pasti akan kehilangan jiwa.
Segenap mentri. hulubalang yang berada dalam balairungsari
itupun ikut terhanyut dalam gelombang amarah rakyat. Mereka
menganggap surat raja Kulilai Khan itu sangat menghina sekali
kepada seri baginda Kertanagara, menganggap remeh pada
Singasari.
Baginda Kertanagara sendiripun merah wajahnya. Sepasang
mata bundar baginda tampak membulat dan memancarkan api.
Diantara suasana yang panas dibara api kemaahan itu, hanya
adhyaksa empu Raganata yang masih tampak tenang. Rupanya
baginda memperhatikan sikap empu Raganata itu.
“Patih Aragani, tenangkanlah para kawula,“ titah baginda.
Aragani menuju ke pintu, mengangkat tangan ke atas dan
berteriak nyaritg-nyaring “Para kawula Singasari yang peiwira,
tenanglah, tenanglah, tenanglah ....... Kami tahu bagaimana
perasaan kalian tetapi tenanglah. Kami dapat mengatasi
persoalan itu, percayalah ....... !“
Namun rupanya di mata kawula Singasari, patih itu tak
mempunyai pengaruh. Rakyat tetap tak mengindahkan seruan
patih Aragani. Mereka tetap hiruk-pikuk, hingar bingar meluapkan
amarah dengan mengacungkan tinju.
Akhirnya baginda Kertanagara sendiri terpaksa beranjak dari
persada lalu berjalan menuju ke pintu. Belum baginda
melantangkan titah maka sekalian rakyatpun sudah diam.
“Kawula Singasari yang gagah perwira,“ seru baginda “kami
tahu betapa perasaan kamu sekalian. Surat dari raja Tartar itu
memang amat menghina kami, raja Singasari, junjungan yang
kamu hormati sebagai pengayom sekalian kawula Singasari dan
sebagai Jina yang memberi sinar gemilang pada agama
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tantrayana. Tenanglah dan persembahkanlah ketaatanmu


kepada rajamu. Berbesar hatilah hai kawula Singasari sekalian
bahwa raja sesembahanmu takkan tunduk pada kekuasaan raja
Kubilai Khan.“
Mendengar titah itu sekalian rakyat menundukkan kepala
memberi sembah ke arah seri baginda seraya mempersembahkan
doa puji “Jayalah sri Batara Syiwa-Buddha yang mulia !“
Demikian dengan turun tangannya baginda Kertanagara
rendiri maka suasana yang gawat itu dapat dikuasai lagi. Namun
setelah duduk di atas persada pula, tampak wajah baginda
merah membara.
Permintaan raja Kubilai Khan supaya Singasari menghaturkan
upeti benar-benar menggeramkan. Dan peminangan raja Kubilai
Khan kepada kedua puteri baginda, amat menyakitkan hati
sekali. Suatu hinaan yang takkan terhapus selama lamanya.
Baginda Kertanagara juga seorang raja yang bersikap
ahangkara. Dia menganggap dirinya sebagai penjelmaan dari
Syiwa-Buddha. Dia telah melakukan pentahbisan sebagai Jnana.
Diapun merasa memiliki kesaktian dan kekeramatan yang tiada
taranya. Sudah tentu dia tak sudi tunduk pada kekuasaan Kubilai
Khan. Lebih lebih menyerahkan kedua puterinya untuk dijadikan
selir raja Kubilai Khan.
“Kubilai Khan terlalu menghina aku!“ pikirnya. Segera ia
memberi isyarat kepada patih Aragani supaya maju ke
hadapannya.
“Bagaimana pendapat paman Aragani atas sikap yang kurang
tata dari raja Tartar itu ?“ ujar baginda.
“Gusti junjungan seluruh kawula Singasari yang hamba
hormati,“ sembah patih Aragani “sesungguhnya mereka hanyalah
utusan belaka. Tetapi mengingat yang mengutus itu amat
pongah dan sedemikian berani menghina paduka maka

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

hendaknya paduka menjatuhkan hukuman kepada utusan itu


agar Kubilai Khan sadar akan kesalahannya.“
“Hm,“ desuh baginda “memang kurasa juga demikian. Aku
ingin menghajar adat kepada Kubilai Khan supaya janganlah dia
terlalu memandang rendah kepada singasari. Tetapi bagaimana
kira-kira hukuman yang layak tetapi yang dapat memberi kesan
kepada raja Tartar itu, patih?“
“Menurut hemat patih,” sembah. Aragani “hukuman itu tak
perlu suatu pidana yang berat, misalnya pidana mati tetapi cukup
yang ringan namun mengesankan agar mereka dapat pulang
untuk membawa hukuman itu kehadapan raja mereka.“
“Apa misalnya ? “
“Cacah muka mereka atau potong salah sebuah indera
mukanya, daun telinga atau hidung atau mata, tentu akan
memberi kesan kepada rajanya.“
Sebelum baginda memberi keputusan dan sebelum rasa kejut
yang menyesak dada para mentri hulubalang sempat menyeruak
keluar, tiba-tiba terdengarlah sebuah suara yang parau
berdatang sembah “Duh, gusti junjungan hamba dan seluruh
kawula Singasari yang mulia. Hendaknya hamba mohon paduka
jangan, berkenan menerima usul-rakryan patih itu ..... “
Kertanagara berpaling kearah orang yang berkata itu. Ah,
empu tua Raganata. Seketika baginda mengerut dahi dan merasa
tak senang. Para mentripun meregang wajah.
“Mohon diampunkan atas kelancangan hamba
mempersembahkan pendapat ini, gusti,“ kata empu Raganata
pula “namun telah menjadi pendirian Raganata yang hina dina
ini, bahwa selama hayat masih terkandung dalam tubuh yang
sudah bertulang rapuh ini, Raganata tetap akan berbicara demi
menjaga kepentingan kerajaan paduka. Mereka hanyalah utusan
belaka yang tak tahu hitam putihnya tugas yang dilaksanakan.
Mereka hanya melakukan titah raja mereka untuk
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mempersembahkan nawala kebawah duli paduka. Setiap utusan,


menurut hukumnya, harus diperlakukan dengan layak .... “
“Utusan adalah duta atau wakil dari raja dan negara yang
mengutusnya. Betapapun dia wajib bertanggung jawab atas isi
dan maksud tugas perutusan itu.“
“Menurut pengetahuan Raganata yang picik, sekalipun utusan
itu membawa surat tantangan perang, pun harus jangan
diganggu .... “
“Sekalipun utusan itu menghina seri baginda ?“ cepat Aragani
menukas “ah, jika demikian halnya, adakah empu menghendaki
agar seri baginda menjamu mereka dengan kehormatan besar
dan memberi hadiah yang berharga karena mereka membawa
perutusan yang menghina baginda?“
Wajah baginda bertebar merah.
“Bukan demikian ki patih,“ sahut empu Raganata “aku tidak
pernah mengatakan bahwa utusan itu supaya dijamu dengan
penuh kehormatan dan diberi hadiah yang berharga. Kurasa para
rakryan mentri dan senopati yang hadir disini tentu tak
mendengar ucapanku begitu dan akupun juga tak bermaksud
begitu.“
“Lalu bagaimana kehendak empu ? “
“Aku hendak mempersembahkan permohonan kepada baginda
agar baginda berkenan melepas mereka pulang dengan
membawa surat balasan kepada raja Kubilai Khan.”
“Empu Riganata yang bijaksana,“ seru patih Aragani tanpa
menghiraukan bahwa saat itu yang berkuasa menitahkan setiap
mentri berbicara adalah baginda. Sebelum mendapat perkenan
baginda, tidak diberarkan mentri siapapun yang bicara. Apalagi
tanya jawab sendiri seperti yang dilakukan patih Aragani
terhadap empu Raganata itu “sungguh tuan luhur budi terhadap
seorang utusan yang jelas menghina seri baginda. Tetapi apakah
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tuan menutup mata akan kenyataan yang terjadi di luar


balairungsari dimana rakyat sudah tak dapat menahan
kemarahannya lagi ? Mereka tidak merelakan utusan itu
menghina junjungan yang mereka muliakan. Adakah tuan hendak
menentang kehendak rakyat ? Adakah kebaikan tuan terhadap
utusan Kubilai Khan itu lebih tuan memberatkan daripada
kecintaan tuan kepada para kawula dan kesetyaan tuan terhadap
seri baginda ?“
Menyadari bahwa serangan kata-kata tajam dari patih Aragani
itu dapat membahayakan keselamatan empu Raganata maka
tumenggung Wirakreti segera mempersembahkan kata “Gusti
junjungan hamba yang mulia, sesembahan seluruh kawula
Singasari. Mohon gusti memperkenankan hamba, Wirakreti,
menghaturkan sembah kata ke bawah duli paduka, gusti.“
Sekaligus tumenggung Wirakreti juga memberi peringatan
halus kepada patih Aragani bahwa dalam sidang kerajaan
lengkap bahkan yang dihadiri oleh perutusan dari mancanagara,
segala tata tertib peraturan harus dijunjung. Bahwa yang hadir
sebagai penguasa persidangan itu adalah seri baginda maka
setiap mentri yang hendak menghaturkan pendapat harus
mendapat perkenan dari seri baginda lebih dulu. Tidak layak
kalau sahut menyahut seolah tak menghiraukan kewibawaan seri
baginda.
Baginda memberi perkenan.
“Menurut hemat patik yang hina dina ini, surat dari raja Kubilai
Khan memang terlampau melewati batas. Seyogyanyalah apabila
paduka hendak membalas hinaan itu. Namun apabila cara
membalas hinaan itu dengan memberi hukuman kepada
utusannya, tentulah raja Kubilai Khan akan marah dan
kemungkinan tentu akan mengirim pasukan untuk menyerang
Singasari.
Rupanya patih Aragani tak jera walaupun secara halus telah
diperingatkan tumenggung Wirakreti. Tanpa menunggu seri
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

baginda berucap, patih Aragani terus menyahut. “Ki tumenggung


Wirakreti mentri Angabaya“ sengaja ia memberi tekanan suara
pada kata-kata yang terakhir “kerajaan Singasari di bawah
keagungan dan kekeramatan Batara Syiwa-Buddha, telah tumbuh
menjadi sebuah kerajaan yang besar. Pengaruh kekuasaan seri
baginda meluas sampai ke tanah Malayu dan Campa. Angkatan
perang Singasari termasyhur gagah berani. Pahang, Malayu,
Gurun dan Bakulapura, pun menyembah duli Batara Syiwa-
Buddba. Bagaikan sinar sang surya cahaya kemuliaan seri
baginda itu menerangi nusantara. Tak mungkin apabila raja
Kubilai Khan tak mendengar hal itu. Tetapi apa sebab raja Cina
itu masih berani mengirim surat sedemikian menghina martabat
luhur seri baginda ?“
Baginda Kertanagara meregak, tertarik akan ucapan Aragani
dan segera bertitah “Apakah tujuan yang sesungguhnya dari raja
Kubilai Khan itu, patih Aragani ?“
“Gusti,“ sembah Aragani “menurut hemat hamba, tak lain raja
Cina itu sebenarnya hanya hendak mencari alasan agar dapat
menyerang kerajaan paduka. Diantara kerajaan-kerajaan yang
tersebar di kawasan laut selatan daratan Cina, hanya Singasarilah
yang paling kuat dan paling disegani. Kubilai Khan menganggap
Singasari itu sebagai ‘duri dalam mata ' ....... “
Patih Aragani berhenti sejenak untuk mengambil napas
sembari mencuri kesempatan memperhatikan sikap baginda.
Diperhatikannya bahwa seri baginda makin menaruh perhatian
maka diapun segera melanjutkan pula. “Pengiriman pasukan
Pamalayu dari kerajaan Singasari, makin menggetarkan hati
Kubilai Khan. Dia tentu cemas apabila Singasari akan bertambah
besar dan kuat karena telah menguasai tanah Malayu sampai ke
Campa. Mumpung belum semakin bertumbuh kuat maka Kubilai
Khan bergegas mengirim utusan ke Singasari dengan membawa
surat yang sengaja menghina seri baginda. Dengan demikian
jelas sudah bahwa raja Kubilai Khan itu memang hendak mencari

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

alasan agar dapat menyerang Singasari. Dia sudah


memperhitungkan bahwa seri baginda tentu akan menolak dan
mengharap agar seri baginda murka kepadanya.“
“Benar,“ baginda Kertanagara mengangguk. Kemudian
berpaling kearah Wirakreti “Wirakreti, apa katamu sekarang? “
Mentri angabhaya dari kerajaan Singasari itu cepat
mempersembahkan kata “Memang tepat sekali ulasan dari ki
patih Aragani itu gusti. Bukankah ki patih mengatakan bahwa
raja Kubilai Khan memang sengaja mencari alasan agar dapat
menyerang Singasari? “
“Ya “
“Dan bukankah rakryan patih mengatakan pula bahwa Kubilai
Khan itu sengaja menghina seri baginda agar baginda menolak
tuntutannya dan bahkan Kubilai Khan mengharap agar paduka
murka atas surat yang dihaturkan ke hadapan paduka?“
“Bukankah begitu, Aragani ?“ titah baginda.
“Demikianlah gusti,“ sembah Aragani.
“Gusti sesembahan hamba yang mulia,“ tumenggung Wirakreti
berdatang sembah “apabila sudah mengetahui bahwa surat itu
hanyalah sarana dari Kubilai Khan untuk memasang perangkap
agar dia mempunyai alasan untuk menyerang kerajaan paduka,
mengapa pula rakryan patih menganjurkan agar paduka
menghukum utusan dari negeri Cina? Bukankah hal itu berarti
kita masuk kedalam perangkap Kubilai Khan? Atau apakah
memang demikian yang dikehendaki rakryan patih yang
terhormat itu ?“
“Pasukan Singasari terkenal gagah berani. Pasukan Pamalayu
telah berhasil mengamankan kerajaan-kerajaan Malayu yang tak
mau berlindung dibawah pengayoman seri baginda Kertanagara
yang agung.....”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Karena patih Aragani langsung memberi tanggapan tanpa


menghiraukan kehadiran seri baginda, tumenggung Wirakretipun
bersitegang “Itu apabila pasukan Singasari yang dikirim ke
Malayu berada di pura Singasari. Tetapi bukankah padukan
Pamalayu itu kini sedang berada jauh di tanah Malayu ?
Bukankah saat ini pura Singasari sedang kosong dari inti
kekuatan angkatan perang ?“
“Ki tumenggung Wirakreti,“ sabut Aragani “tuan telah
dipercaya oleh seri baginda sebagai mentri Angabhaya yang
bertugas menjaga keamanan dan keselamatan kerajaan
Singasari. Apabila tuan mencemaskan Kubilai Khan akan
mengirim pasukan menyerang Singasari, bukankah ki
tumenggung seharusnya segera memikirkan bagaimana
seyogyanya untuk mempersiapkan kekuatan pasukan Singasari.!
Bahkan apabila ki tumenggung anggap perlu, dapatlah ki
tumenggung lebih dahulu memanggil angkatan perang Singasari
yang berada di Malayu itu? Ingin kuingatkan bahwa setiap mentri
narapraja harus menjunjung titah seri baginda dan harus
berusaha untuk melaksanakan kepercayaan yang telah
dilimpahkan baginda. Mempersiapkan kekuatan pertahanan untuk
menjaga Singasari adalah wewenang dan kewajiban mentri
Angabhaya.“
Baginda Kertanagara mengangguk-angguk.
“Gusti,“ tiba-tiba adipati Wiraraja atau Banyak Wide dari
Sumenep yang sejak tadi diam, membuka suara “perkenankanlah
hamba, Wiraraja, yang hina dan tiada berguna ini, menghaturkan
persembahkan kata kebawah duli paduka.“
“Ya, engkau boleh bicara, Wiraraja.“
“Apa yang telah diuraikan ki patih Aragani memang benar
semua“ kata Wiraraja “jelas bahwa dibalik tujuan mengirim surat
itu, tersembunyi maksud raja Kubilai Khan yang hendak mencari
alasan menyerang Singasari. Sudah tentu Kubilai Khan takkan
melaksanakan maksudnya apabila paduka meluluskan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

permintaannya. Tetapi hamba yakin, tak mungkin seorang nata


yang agung perbawa, luhur martabat dan digdaya sakti seperti
paduka akan sudi meluluskan permintaan yang sehina itu.
Mengenai dua pendapat tentang cara paduka hendak membalas
hinaan Kubilai Khan itu, dengan memberi hukuman kepada
utusan mereka atau membebaskan mereka kembali ke negerinya,
menurut hemat hamba tiada bedanya. Utusan itu dihukum,
Kubilai Khan tentu marah. Namun kalau tidak dihukum, adakah
Kubilai Khan akan puas dan senang hati menerima surat balasan
paduka ?“
Patih Aragani tertawa “Ha, ha, hanya anak kecil atau orang
yang berpikiran seperti anak kecil, yang akan menganggap
bahwa Kubilai Khan akan senang menerima surat balasan seri
baginda yang menolak permintaannya, walaupun utusannya
selamat tidak diganggu apa-apa.“
“Dengan demikian,“ lanjut Wiraraja “utusan itu diberi
hukuman atau dibebaskan, akan sama artinya. Kubilai Khan tentu
tetap akan marah karena seri baginda menolak permintaannya
dan tentu akan mengirim pasukan menyerang Singasari. Oleh
karena itu hamba setuju dengan pendapat rakryan patih Aragani
yang mempersembahkan usul agar menghukum utusan itu.
Dengan demikian Kubilai Khan tentu akan terbuka matanya
bahwa Sri Lukawijaya Kertanagara mahaprabu kerajaan Singasari
yang jaya, adalah titisan dari Hyang Batara Syiwa-Buddha yang
keramat dari segala hinaan.“
Terkejutlah sekalian mentri senopati yang hadir dalam
balairungsari itu ketika mendengar ucapan bekas demung
kerajaan Singasari yang kini dilorot dan dipindah menjadi adipati
di Sumenep itu.
Empu Raganata, demung Wiraraja dan tumenggung Wirakreti,
merupakan tiga orang mentri Singasari yang digeser
kedudukannya oleh seri baginda karena hasutan patih Aragani.
Dan diketahui pula bahwa ketiga mentri itu adalah mentri-mentri
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

besar dari pemerintahan rahyang ramuhun Wisnuwardhana


dahulu sehingga waktu puteranya, baginda Kertanagara
dinobatkan sebagai raja, ketiga mentri itu masih menjabat
kedudukan yang penting.
Yang mengejutkan sekalian mentri saat itu tak lain yalah
mengapa adipati Wiraraja mendukung patih Aragani dan
menentang tumenggung Wirakreti? Bukankah patih Aragani itu
yang menghasut baginda supaya menggeser ketiga mentri itu?
Dan bukankah tumenggung Wirakreti itu sahabat baik dari adipati
Wiraraja sendiri? Perasaan kejut dan heran itu mencengkam hati
sekalian mentri. Lebih pula empu Raganata dan terutama
tumenggung Wirakreti sendiri. Berbagai tafsiran timbul dalam
hati sanubari setiap mentri dan senopati. Mengapa adipati
Wiraraja bersikap demikian ? Adakah dia sudah berobah kiblat ?
Ataukah dia menyembunyikan maksud tertentu?
“Memang sama tetapi berbeda,“ rupanya empu Raganata tak
kuasa menahan luap hatinya “sama artinya, beda nilai
martabatnya.“
“O, bagaimana maksud empu ?“ seru patih Aragani.
“Apabila utusan itu dihukum, berarti Singasari sudah
membalas hinaan Kubilai Khan. Tetapi apabila utusan itu dilepas
sesuai dengan kedudukannya sebagai seorang duta, jika
kemudian Kubilai Khan marah dan mengirim pasukan menyerang
Singasari, martabatnya tentu akan jatuh di mata raja-raja yang
bernaung di-bawah kekuasaannya, maupun raja-raja yang masih
berdaulat. Mereka tentu akan makin membenci Kubilai Khan dan
mendukung Singasari. Martabat baginda sebagai Jma timan
Batara Syiwa-Buddha akan lebih semarak. Karena bukankah
demikian luhur dan agung sifat sang Batara Syiwa-Buddha yang
maha pemurah dan tiada tara kebesarannya? “
Baginda Kertanagara kali ini tampak mengangguk pelahan.
Memang setiap sanjung puji yang mengagungkan seri baginda

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sebagai titisan Batara Syiwa-Buddha tentu bersambut dalam


sentuhan hati seri baginda.
Melihat keraguan baginda, kuatirlah patih Aragani. Cepat ia
bersambut kata “Benar, rakryan empu yang terhormat. Empu
memang seorang yang tak pernah goyah pendirian. Lepas dari
benar tidaknya pendirian empu itu tetapi Aragani yang picik
pengetahuan ini, mempersembahkan hormat yang setinggi-
tingginya kepada empu.“
Baginda terkesiap. Demikian sekalian mentri senopati. Mereka
heran akan kata-kata patih Aragani yang masih kabur maksudnya
bagi mereka.
“Ah, janganlah rakryan patih bermadu kata merangkai sanjung
puji kepada Raganata yang sudah tua renta ini.“
“Memang dapat dimaklumi,“ kata Aragani, suatu kata-kata
yang jelas bukan menjawab ucapan empu Raganata “bahwa
seorang yang telah mengabdikan diri pada kerajaan selama
berpuluh-puluh tahun, sejak rahyang ramuhun sang nata prabu
Wisnuwardana sehingga seri baginda Kertanagara yang sekarang
tentu akan timbul rasa kejenuhan dan mendambakan
ketenangan. Demikianlah alam nurani dari seorang yang telah
digenangi usia tinggi seperti rakryan empu Raganata. Kita masih
ingat, betapa beliau gigih menentang kehendak seri baginda
dalam masalah pengiriman pasukan Singasari ke tanah Malayu
dahulu .... “
Berhenti sejenak, patih yang fasih menarikan lidah itu
melanjut pula “Tetapi sayang rakryan empu Raganata tak mau
menyimak pada peristiwa-peristiwa gaib yang telah timbul di
kerajaan Singasari. Bahwa Hyang Batara Agung telah
menentukan garis kodrat, bahwasanya Singasari akan tumbuh
menjadi sebuah kerajaan besar yang tiada bandingannya dalam
sejarah kerajaan Jawadwipa pada masa-masa sebelumnya. Bukti
daripada wahyu yang telah dilimpahkan Hyang Batara Agung

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kepada negara Singasari yalah diturunkannya seorang raja titisan


Hyang Batara Syiwa-Buddha.....”
“Hidup adalah gerak dan tumbuh,“ kata patih Aragani setelah
berhenti sejenak “tanpa gerak tak mungkin ada hidup, tak
mungkin ada pula tumbuh. Kodrat prakitri, yang tua akan rapuh,
yang muda tumbuh. Patah tumbuh, hilang berganti. Tetapi
nampaknya alam pikiran rakryan empu Raganata yang sudah
sepuh usia itu tidak dapat menyertai irama kodrat Prakitri.
Ketenangan dan kedamaian yang didambakan rakryan Raganata
hanya ibarat sekelumit kuku hitam dari tubuh Singasari, kerajaan
yang akan menjelang cahaya kejayaan yang gilang gemilang.
Keinginan yang terpendam dalam hati empu Raganata yang
senantiasa mendambakan ketenangan dan kedamaian itu, ibarat
hanya kelip sebuah bintang yang hendak menjajari kemilau bulan
purnama yang akan memancar di langit Singasari.“
“Rakryan patih Aragani,“ tiba tiba pula adipati Wiraraja
berseru “pendirian tuan, sesuai dengan pendirianku. Memang
benar, mengapa kita takut kepada Kubilai Khan ? Dia jelas
seorang raja yang angkara murka. Bukankah sudah cukup luas
negara yang telah dikuasainya itu ? Mengapa dia masih
menginginkan menjajah kita, bahkan menghina kewibawaan
junjungan kita ? Kita memang ingin hidup damai tetapi kita
takkan takut berperang apabila ada kerajaan mancanagara yang
hendak mengganggu kedaulatan negara kita. Wiraraja dan
beribu-ribu prajurit Madura akan siap membela Singasari dari
serangan pasukan Kubilai Khan, raja yang haus kekuasaan itu.
Rakryan patih, tak perlulah kiranya berbanyak kata, sikap kita
sudah tegas, pendirianpun jelas. Baiklah, kita persembahkan
masalah ini kebawah duli tuan kita, seri baginda.“
Sebelum patih Aragani menjawab, seri bagindapun sudah
cepat memberi titah “Patih Aragani, perintahkan senopati .... “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Patih Aragani menyongsong sembah ”Mana-mana titah


paduka, pasti akan hamba laksanakan .... “ tiba-tiba ia
terjerembab jatuh hingga kepalanya hampir terbentur lantai.
“Aragani .... !“ baginda berteriak kejut. Demikianpun dengan
sekalian mentri senopati yang hadir di balairungsari saja. Bahkan
rombongan Meng Ki juga terbelalak kejut.
Pangeran Ardaraja yang selama pembicaraan tadi
berlangsung, tak ikut bicara, saat itu ketika melihat Aragani
terjatuh dari tempat duduknya, cepat loncat menyanggapi tubuh
patih itu “Paman patih ....... “
“Ah, terima kasih raden. Paman tak kurang suatu apa, hanya
sedikit pening saja,“ kata patih Aragani seraya duduk tegak pula.
Baginda dan sekalian mentri senopati menghela napas
longgar. Berbahaya bagi seorang yang sudah tua kalau sampai
jatuh. Tetapi pada lain kilas, mereka mendengar keluh erang
yang mendesuh kejut di tengah balairungsari. Serentak seri
baginda mengisar pandang ke-arah suara itu. Beliau terkesiap
ketika melihat apa yang terjadi di ruang balairungsari itu.
Apakah yang telah terjadi?
Ternyata pada saat itu kepala perutusan Meng Ki dan keempat
pembantunya serta kesepuluh prajurit Tartar yang gagah perkasa
itu telah dikuasai oleh prajurit-prajurit Singasari yang dipimpin
oleh seorang tamtama muda. Penyergapan itu dilakukan secara
tiba-tiba dan tak terduga-duga dikala Meng Ki dan
rombongannya tengah mencurahkan perhatian kearah patih
Aragani yang akan terjatuh tadi. Sedemikian cepat prajurit-
prajurit Singasari itu bertindak sehingga kesepuluh prajurit Tartar
tak sempat lagi untuk membela diri.
“Aragani, apakah artinya itu,“ titah baginda agak heran.
“Hamba telah melakukan apa yang paduka titahkan, gusti “
sembah Aragani.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“O, tetapi kulihat engkau belum memberi perintah kepada


mereka.“
Patih Aragani tertawa bangga “Sudah, gusti. Hamba terjatuh
dari tempat duduk hamba tadi, merupakan perintah hamba
kepada mereka.“
“O.“
“Hamba terpaksa menggunakan siasat begitu agar prajurit-
prajurit Tartar itu tak sempat melawan, gusti.“
“O, bagus Aragani,“ baginda melimpahkan pujian “tetapi
siapakah tamtama muda yang tangkas itu tadi? “
“Tamtama muda itu adalah Kuda Panglulut, anak menantu
hamba sendiri.“
“O “ baginda mengangguk “putera menantumu sendiri ?
Bagus, Aragani. Tetapi apakah jabatannya sekarang ?”
“Atas kemurahan hati rakryan tumenggung Wirakreti, dia telah
diangkat sebagai wakilnya.“
“Ya, memang tepat” ujar seri baginda “lalu bilamana engkau
memberi perintah kepada menantumu itu?“
“Sebelum menghadiri pasewakan agung ini, hamba memang
telah merundingkan hal itu dengan dia. Karena hamba mendapat
firasat bahwa tentu akan terjadi sesuatu yang tak berkenan pada
hati paduka dalam menerima utusan raja,Tartar ini.“
“Hm, baiklah Aragani,“ ujar baginda “akan kupertimbangkan
diri putera menantumu itu kelak. Sekarang bagaimana
pendapatmu tentang utusan Cina itu?“
“Adakah paduka berkenan melimpahkan kepercayaan kepada
hamba untuk mengurus mereka ?“
“Ya,“ baginda mengangguk.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sekalian mentri senopati tertegun. Empu Raganata dan


tumenggung Wirakreti tampak tegang. Kedua mentri itu dapat
membayangkan bahwa Aragani tentu akaa melakukan sesuatu
yang merugikan utusan Kubilai Khan itu. Akibatnya tentu Kubilai
Khan akan marah.
Setelah menghaturkan terima kasih kepada baginda maka
Araganipun berpaling kepada Meng Ki atau Mi Yetzimu.
“Hai, Mi Yetzimu, kepala utusan raja Kubilai Khan,“ serunya
“adakah engkau menyadari bahwa engkau telah bertindak
menghina seri baginda Kertanagara dengan mempersembahkan
surat dari rajamu itu? “
“Kami menyadari bahwa kami telah melaksanakan titah dari
raja kami untuk menghaturkan surat kehadapan seri baginda raja
Singasari,“ sahut Mi Yetzimu.
“Apakah engkau tidak menyesal karena melaksanakan
perintah rajamu yang jelas menghina seri paduka junjungan kami
?“
“Tidak,“ sahut Mi Yetzimu dengan- tenang “titah maharaja
kami adalah nyawa dan kehormatan kami sendiri. Kami adalah
utusan yang mewakili peribadi junjungan kami. Kami tak gentar
menghadapi segala bahaya demi melaksanakan titah yang kami
terima dari raja kami. Kami hendak bertanya, mengapa prajurit-
prajurit Singasari menangkap kami? Apakah kedosaan kami ? “
“Sekarang engkau harus menyadari Mi Yetzimu, bahwa surat
dari rajamu itu sangat menghina martabat seri baginda kami.
Dan dengan pernyataanmu bahwa engkau mewakili peribadi
junjunganmu itu, maka tepatlah kalau engkau harus ditangkap
dan dihukum.“
“Dihukum ?“ Mi Yetzimu terkesiap “di negeriku dan sepanjang
pengetahuan serta pengalamanku sebagai mentri kerajaan di
negeriku, tak pernah raja kami melakukan hukuman kepada
seorang utusan dari raja negeri lain, sekalipun raja yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

bermusuhan dengan kerajaan kami. Adakah kerajaan Singasari


tak kenal dengan peraturan itu ataukah memang demikian tata
peraturan di kerajaan Singasari ini ? “
“Jangan tekebur Mi Yetzimu,“ seru Aragani “adakah hanya
negerimu yang mempunyai adab dan memiliki tata-peraturan
hubungan antar negara itu ? Tidak, kerajaan Singasaripun
memiliki tata perundang-undangan yang tinggi. Tetapi ketahuilah
wahai mentri Tartar, bahwa rajamu memang benar-benar
sengaja hendak menghina junjungan kami. Kemungkinan rajamu
memang hendak mencari alasan untuk menyerang Singasari.
Oleh karena itu, seluruh kawula dan segenap mentri hulubalang
dan prajurit Singasari, tak gentar menerima tantangan itu. Dan
sebagai jawaban yang tegas, maka seri baginda kami akan
menjatuhkan hukuman kepada rombonganmu.“
Mi Yetzimu mengangguk “Telah kukatakan tadi, bahwa
sebagai mentri yang mengemban titah raja, kami tak gentar
menghadapi bahaya apapun. Kami bersedia menghadapi
hukuman apapun yang hendak engkau jatuhkan dengan dalih
yang engkau adakan itu. Hanya aku merasa kecewa atas
tindakan ini.“
“Kecewa ?“ ulangi patih Aragani “engkau menyesal karena
berani datang ke Singasari?“
“Tidak,“ seru Mi Yetzimu “bukan itu yang kumaksudkan. Aku
kecewa atas peristiwa yang kulihat dan alami pada saat ini.
Kudengar seri baginda Kertanagara dari kerajaan Singasari itu
seorang raja yang besar dan bijaksana. Singasaripun termasyhur
memiliki senopati dan ksatrya-ksatrya yang gagah perwira,
prajurit-prajurit yang terkenal akan keberaniannya. Tetapi
mengapa mereka menggunakan tipu muslihat yang kerdil untuk
menangkap rombonganku ? Adakah begini sifat ke-ksatry-aan
dan keberanian ksatrya dan prajurit Singasari itu ?“
“Jangan lancang ucap, Mi Yetzimu,“ seru Aragani “tindakanku
iiu tidak lebih hina dari hinaan yang kalian telah lontarkan kepada
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

junjungan kami. Jangan terburu-buru menyatakan kekecewaan


dulu. Ketahuilah bahwa junjungan kami Sri Batara Syiwa-Buddha
yang menjadi sesembahan seluruh kawula Singasari, adalah
seorang Jina yang amat pelapang dan pengasih. Apabila engkau
sudah menyadari kesalahanmu, segeralah engkau dan
rombonganmu mohon ampun ke bawah duli seri baginda!“
Mi Ytezimu tertegun. Namun wajahnya tak mengunjuk suatu
perobahan “Tuan patih kerajaan Singasari, mohon tuan patih
memberi penjelasan kepadaku, mengapa aku harus memohon
ampun atas kesalahan yang tak pernah kulakukan?“
“Hm, engkau pandai bersilat lidah,“ dengus Aragani “bukankah
tadi engkau menyatakan bahwa titah dari rajamu itu adalah
nyawamu sendiri? Bukankah engkau sudah menyatakan akan
menanggung segala akibat dari titah rajamu itu? Mengapa
sekarang engkau mengatakan tak bersalah ?“
“Tuan patih kerajaan Singasari,“ kata Mi Yetzimu “sebagai
patih dari sebuah kerajaan sebesar Singasari, kukira tuan tentu
faham akan hukum peraturan antar negara. Diantaranya
mengenai kedudukan seorang duta .... “
“Hm, engkau kira bangsamu sendiri yang mengerti hal itu ?“
ejek patih Aragani.
“Tetapi nyatanya tuan tak mengerti hal itu,“ sahut Meng Ki
alias Mi Yetzimu “dalam surat maharaja kami, apabila dianggap
menghina, pun hinaan itu hanya terdapat dalam surat. Bukan
dengan perbuatan. Bahkan sebagai tanda penghormatan kepada
raja Singasari, maharaja kami telah memilih aku seorang mentri
yang khusus dititahkan untuk mengunjungi kerajaan-kerajaan
besar saja. Dan selama menjelajah hampir sepertiga bagian
dunia, aku selalu mendapat sambutan yang layak dari kerajaan
yang kukunjungi. Baru pertama kali ini, aku mendapat perlakuan
yang begini kotor! “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Itulah yang menjadi tujuan kami,“ seru patih Aragani


“dengan ketemu batunya di Singasari sini, biarlah dapat
menyadarkan maharajamu agar jangan melanjutkan tindakannya
yang congkak dan angkara murka.“
“Tuan patih,“ Meng Ki menanggapi “apa yang engkau sebut
congkak dan angkara itu?“
“Rajamu berani meminang puteri junjunganku, bukan sebagai
permaisuri tetapi sebagai hiasan istananya. Apakah hal itu bukan
suatu perbuatan yang congkak ? Rajamupun berani menitahkan
agar Singasari menghaturkan upeti, tidakkah hal itu Siatu
tindakan yang angkara murka ?“
“Setiap peminangan, adalah hak bagi yang meminang. Tetapi
keputusan adalah hak dari yang dipinang. Adakah peminangan
seorang raja terhadap puteri raja itu suatu perbuatan yang
congkak ?“
“Tetapi peminangan itu bukan sebagai permaisuri tetapi
sebagai selir!“ teriak Aragani.
“Maharaja kami mempunyai banyak isteri. Sudah tentu tidak
semua isteri itu diberi gelar sebagai permaisuri. Yang diangkat
sebagai permaisuri adalah hanya seorang, yalah isteri yang
pertama. Tetapi tapi sekalipun demikian, raja kami
memperlakukan dan memberi kasih sayang yang sama dan adil
kepada semua isterinya.“
“Dan soal permintaan raja kami yang engkau anggap angkara
murka itu, ingin aku bertanya kepada tuan. Mana yang lebih
angkara, kerajaan Singasari yang mengirim pasukan untuk
menundukkan raja-raja di Malayu atau raja Kubilai Khan yang
hanya dengan surat meminta agar singasari menghaturkan upeti
?“ kata Meng Ki lebih lanjut.
“Singasari mengirim pasukan ke Malayu, hanyalah bertujuan
untuk mempersatukan dan merukunkan kerajaan-kerajaan di
seluruh kawasan nusantara. Tetapi raja Kubilai Khan dengan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

baginda Kertanagara adalah lain rumpun, lain bangsa. Jelas


rajamu itu bertindak menghina seri baginda kami ! “
Jawab Meng Ki “Hinaan dalam surat, harus dibalas hinaan
dalam surat pula. Karena itu percayalah tuan patih, walaupun
dengan balasan surat saja, tentulah raja kami akan murka dan
bertindak.“
“Hm, suatu pembelaan bagus untuk mencari keselamatan
diri,“ seru patih Aragani.
“Bukan pembelaan melainkan suatu uraian dari kenyataan
yang lazim dianut oleh negara-negara yang tahu menghormati
peraturan,“ sahut Meng Ki
“Jadi engkau tak mau mohon ampun kepada baginda ? Ingat,
hukumanmu itu akan tergantung pada sikapmu sendiri.“
Meng Ki tetap menolak untuk minta ampun.
“Baik,“ seru patih Aragani dengan nada tandas “atas titah seri
baginda Kertanagara yang tegak dengan gelar agung Batara
Syiwa-Buddha, yang memerintah seluruh Jawadwipa, yang
kekuasaannya meliputi tanah Malayu, Campa, Pahang, Gurun,
Bakulapura dan seluruh kepulauan di nusantara, engkau kepala
perutusan raja Kubilai Khan, akan dijatuhi pidana yang sesuai
dergan sifat perutusan yang engkau lakukan dan sikap yang
engkau unjukkan selama menghadap seri baginda. Yalah dahimu
akan di-cap dengan besi panas. Hukuman itu akan dilaksanakan
besok pagi di tengah alun-alun Singasari.“
Baginda Kertanagara mengangguk. Mentri-mentri dan
senopati terkesiap dalam berbagai tanggapan masing-masing.
Hanya empu sepuh Raganata dan tumenggung Wirakreti yang
gemetar.
“Mengundang bahaya kehancuran,“ keluh empu Raganata
dalam hati.
“Menjagakan macan tidur,“ gumam hati Wirakreti.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tetapi apa daya. Kedua mentri setya itu tak dapat berbuat
apa-apa untuk mencegah keputusan Aragani. Mereka heran
mengapa sampai sedemikian besar kekuasaan Aragani untuk
menjatuhkan hukuman pada seorang utusan mancanagara.
Walaupun baginda telah menyerahkan persoalan itu kepadanya
tetapi sekurang-kurangnya Aragani harus meminta ijin kepada
baginda lebih dahulu. Dan yang menyakitkan hati kedua mentri
setya itu, tampaknya seri bagindapun merestui tindakan Aragani.
Kebalikannya, tampak tenang-tenang saja Meng Ki
menyambut keputusan itu. Diapun heran mengapa patih Aragani
sedemikian besar kekuasaannya.
“Tuan patih,“ serunya “kami telah jatuh ke dalam
perangkapmu dan saat ini menjadi tawanan yang tak berdaya.
Berbuatlah sesuka hati tuan menurut perataran di negeri tuan
ini.“
“Tetapi ingatlah tuan patih,” tiba-tiba Meng Ki melanjut
dengan suara lantang “Khan kami yang perkasa, pasti murka
mendengar kekejaman ini dan bersedialah untuk menerima
pembalasan maharaja kami. Sejak sekarang bersiap-siaplah
mengerahkan seluruh kekuatan Singasari untuk menghadapi
gelombang pasukan negeri kami yang akan melakukan
pembalasan lebih hebat dari kekejaman yang tuan lakukan
kepada utusannya. Bumi kerajaan ini akan bersimbah darah.
Rakyatmu yang lelaki akan menjadi mayat tanpa kepala,
bergelimpangan menganak bukit. Wanita-wanita akan menjadi
barang rebutan untuk pemuas nafsu prajurit-prajurit kami. Dan
engkau tuan patih, pasti akan merasakan hukuman seperti yang
engkau jatuhkan kepada rombongan kami!“
Laksana halilintar meledak di angkasa, menggelegarlah
ancaman Meng Ki itu, menimbulkan getar dahsyat dalam hati
sekalian mentri dan hulubalang yang berada dalam
balairungsari...

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bedebah engkau Meng Ki! “ tiba-tiba pangeran Ardaraja


berteriak marah “biasanya anjing yang besar nyalak tentu tak
menggigit. Dan andaikata kawanan anjing Tartar itu hendak
datang menggigit, akulah yang akan menumpasnya. Sampaikan
kepada rajamu Kubilai Khan, bawa di Singasari ada seorang
ksatrya muda bernama Ardaraja yang siap menunggu
kedatangannya untuk bertempur secara ksatrya.“
“Bagus, puteraku,“ baginda berseru girang. Meng Ki
menjawab “Memang tepat kata sebuah peribahasa di negeriku,
bahwa 'anak domba tentu tak takut pada harimau'. Wahai
ksatrya muda, setampan wajahmu, segarang ucapmu. Tetapi aku
merasa sayang akan usiamu yang masih muda belia. Simpan
sajalah ucapan yang garang itu. Karena ketahuilah, bahwa
Kubilai Khan itu benar-benar seorang maharaja yang sakti
digdaya, tiada lawannya di seluruh permukaan bumi. Jangankan,
bertempur, baru berhadapan saja, nyalimu tentu sudah
beiantakan.“
“Kuda Panglulut, lekas bawa mereka ke luar,“ serentak patih
Aragani berseru memerintahkan putera menantunya. Rupanya ia
sudah jemu adu lidah dengan utusan raja Kubilai Khan yang
keras kepala itu.
Kuda Panglulut cepat maju hendak mengikat kedua tangan
Meng Ki dan rombongannya. Tetapi Meng Ki membentak “Aku
seorang duta raja. Jangan keliwat menghina ? Aku sudah
bersedia menerima hukuman patihmu. Hendaknya jangan engkau
bertindak terlalu semena-mena agar jangan membangkitkan
kemarahan rombonganku. Ketahuilah, bahwa ksatrya2 Tartar itu
lebih baik mati daripada dihina melampaui batas.“
Kuda Panglulut tertegun dan cepat berpaling ke arah ayah
mentuanya. Araganipun memberi sebuah anggukan kepala.
Demikian setelah melucuti senjatanya, di iring ujung pedang
dan tombak yang mengacung di belakang punggung, rombongan
Meng Ki segera dibawa keluar.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Di luar balairungsari, rakyat bersorak-sorak memaki dan


mengejek. Bahkan ada sekelompok anak muda .yang hendak
menyerbu mereka. Kuda Panglulut terpaksa melakukan
pengawalan yang ketat.
Setelah rombongan utusan Kubilai Khan pergi maka
bertitahlah baginda Kertanagara “Bagus, patih Aragani.
Tindakanmu itu sesuai benar dengan kehendakku. Hukuman itu
ringan tetapi cukup berkesan sebagai pembalasan atas tingkah
Kubilai Khan.“
“Engkau adipati Wiraraja,“ ujar baginda pula “tampaknya
sudah memiliki berobahan dalam pendirian hatimu. Baik paman
adipati. Kuberikan wewenang supaya engkau menyusun pasukan
orang Madura untuk menghadapi serangan Kubilai Khan.“
“Terima kasih, gusti,“ sembah Wiraraja “mana-mana titah
paduka pasti akan hamba junjung di atas kepala hamba.“
Kemudian bertitah pula seri baginda kepada empu Raganata
“Empu Dharmadhyaksa, rupanya usia andika sudah makin
meningkat tinggi sehingga andika amat mendambakan
ketenangan. Apabila andika merasa tugas-tugas ke-
dharmayaksan di Tumapel itu masih mengganggu ketenangan
jiwa ndika, akupun takkan menyiksa batin ndika. Katakanlah,
empu di asrama kepanditaan yang manakah yang ndika ingin
mendiami. Keinginan ndika pasti akan kululuskan.“
“Duh, gusti junjungan seluruh kawula Singasari“ seru empu
Raganata “hamba memang tak mampu menolak kodrat hidup
dimana usia tua makin menggerogoti tulang-tulang hamba yang
rapuh. Tetapi hamba sudah terlanjur mengabdikan diri kepada
kerajaan paduka Singasari. Sejak dari ramanda seri baginda
Wisnuwardhana hingga pemerintahan paduka sekarang. Bagi
hamba, bukanlah pangkat dan kedudukan yang hamba cita-
citakan, melainkan kepentingan kerajaan dan rakyat Singasari.
Apapun yang paduka berkenan hendak mendudukkan diri hamba,
di tempat dan jabatan apapun, asal hamba masih dapat
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mengabdikan tenaga hamba kepada kerajaan, hamba pasti


bersyukur hati. Karena itulah cita-cita hidup Raganata.“
Sesungguhnya baginda hendak menggeser kedudukan empu
Raganata dari adhyaksa Tumapel ke suatu nama pandita. Tetapi
demi mendengar persembahan kata empu tua itu, tergetarlah
hati keci1 baginda. Betapapun empu Raganata itu telah berjasa
kepada kerajaan Singasari. Seorang mentri yang telah
membuktikan kesetyaannya sejak jeman pemerintahan ayahanda
baginda Wisnuwardhana hingga sekarang. Apabila ia menggeser
kedudukan empu itu, dikuatirkan rakyat tak senang. Hai itu
memberi akibat akan berkurangnya kesetyaan rakyat kepada
baginda. Lebih-lebih dalam suasana dewasa itu, kesetyaan dan
kepatuhan rakyat amat diperlukan sekali.
“Sebenarnya empu memang sangat diperlukan untuk
mengepalai ke dhardhyaksaan Tumapel,“ ujar baginda. Kemudian
baginda cepat beralih titah kepada tumenggung Wirakreti.
“Tumenggung Wirakreti,” ujar baginda “rasanya, sudah terlalu
lama paman menggung mengabdi kepada kerajaan Singasari.
Seharusnya paman sudah kuperkenakan beristirahat untuk
menikmati kehidupan hari tua yang tenang. Tetapi ternyata
tenaga paman masih dibutuhkan oleh. Kerajaan.“
“Terima kasih, gusti,“ tumenggung Wirakreti menghaturkan
sembah “memang raga hamba sudah makin lapuk, tetapi jiwa
hamba selalu tegak untuk mengabdi kepada kerajaan paduka.
Cita-cita itu telah bersenyawa dengan hayat yang masih
terkandung dalam diri hamba, gusti.“
“Hm, baik paman,“ ujar seri baginda ”tetapi sungguh pun
demikian demi kelanjutan dari- kepentingan kerajaan Singasari di
masa mendatang, kuharap paman berkemas-kemas untuk
memilih calon pengganti yang paman pandang cakap dan sesuai.
Bila pada suatu saat kululuskan paman beristirahat. Kukira
paman dapat memberi kesempatan-kepada tamtama muda tadi.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tumenggung Wirakreti terkejut namun tenang-tenang ia


menyambut baik titah, seri baginda.
~dewi.kz^ismo^mch~

Malampun tiba. Langit bertabur bintang kemintang, mewakili


tugas sang Dewi Malam yang agak malam keluarnya.
Sunyi senyap menyelubungi seluruh pura Singasari. Rupanya
para kawula amat penat menyaksikan peristiwa siang tadi.
Mereka berusaha untuk tidur lebih sore agar keesokan harinya
tak terlambat datang ke alun-alun pula untuk menyaksikan
pelaksanaan hukuman atas diri rombongan perutusan Cina.
Keraton Singasaripun sunyi. Hanya para prajurit penjaga
masih berjaga di balai Manganti yang terletak di sebelah timur
keraton. Gedung itu digunakan untuk tahanan rombongan utusan
Kubilai Khan. Empat penjuru dikelilingi pagar tembok dan dijaga
prajurit bersenjata lengkap. Sebenarnya balai itu tempat tahanan
bagi priagung yani keluarga raja, mentri praja maupun tentara
yang berpangkat. Tahanan rakyat biasa, bukan disitu melainkan
di sebuah rumah penjara lain.
Rombongan utusan Kubilai Khan diperlakukan sebagai
tawanan negara maka di Balai Mangantilah mereka ditempatkan.
Malam belum berapa lama ketika prajurit penjaga pintu
gerbang Balai Manganti dikejutkan oleh kemunculan tiga orang
suami isteri dan anak gadisnya. Suaminya seorang lelaki
setengah tua, isterinya seorang perempuan yang perutnya besar
dan anaknya seorang dara cantik yang membawa dua buah
keranjang.
“Kami bertiga tinggal di dekat luar pura,“ kata lelaki setengah
tua itu menjawab pertanyaan prajurit penjaga “adapun
kedatangan kami anak beranak, tak lain hanyalah akan mohon
pertolongan kepada tuan di sini.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Penjaga itu mengerut keheranan “Pertolongan apa ?“


“Ki prajurit,“ kata lelaki setengah tua itu “bukankah andika
sudah beristeri ?“
“Ya.“
“Apakah andika sudah mempunyai anak?“
“Hm, ya.“
“Kiranya andika tentu pernah mengalami hal aneh di kala isteri
andika sedang hamil, bukan ?“
“Apa maksudmu ?“ tegur prajurit penjaga.
“Pada waktu isteri andika hamil muda, tentulah pernah
nyidam. Isteri andika akan minta sesuatu yang aneh-aneh.
Misalnya, kepingin makan buah-buahan segar, ingin makan
daging burung kepedang, ikan lele, daging rusa dan lain-lain
yang tak pernah dimintanya sebelum hamil.“
“Hm,“ dengus prajurit itu pula.
“Demikianpuh yang kualami dengan isteriku ini. Tetapi apa
yang dimintanya itu sungguh luar biasa anehnya. Bukan ingin
makan buah atau ikan tetapi ingin melihat orang .... “
“Orang ?“ tanpa disadari prajurit itu terhanyut dalam
keheranan “siapa saja? “
“Orang dari atas angin .... “
“Hai, paman,“ tukas prajurit itu “bukankah paman ini seorang
yang masih waras pikiran ?“
“Tentu nak, tentu,“ kata lelaki setengah tua itu “aku masih
waras, aku tidak gila.“
“Kalau masih waras mengapa bicara tak keruan?“
“Bicara tak keruan bagaimana, nak ?“
“Apa yang paman maksudkan orang dari atas angin itu ?“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“O, paman maksudkan orang mancanegara.“


“Siapa ?“ tanya prajurit itu.
“Isteriku mendengar bahwa di keraton Singasari siang tadi
telah menerima utusan dari raja Kubilai Khan. Raja dari Tartar
yang berkuasa di negeri Cina.“
“Hm,“ dengus prajurit itu “lalu ?“
“Karena dia sedang mengandung maka dia tak dapat melihat
ke alun-alun pagi tadi. Oleh karena itu tiba-tiba dia kepingin
sekali melihat perwujutan dari utusan negeri Cina itu.“
“Gila!” bentak prajurit itu ”jangan diturutkan keinginan binimu
yang kegila-gilaan itu.“
“Memang bermula akupun menasehati supaya jangan
meminta begitu,“ kata lelaki setengah tua “tetapi dia tetap
merengek-rengek menghendaki hal itu. Dia kepingin sekali
melihat bagaimana raut wajah dan bentuk tubuh orang-orang
Tartar itu. Apakah juga sama dengan kita orang Singasari.“
“Manusia tentu sama dengan manusia. Jika berbeda hanyalah
warna kulitnya saja. Mereka berkulit kuning dan kita kebitam –
hitaman.“
“Susah nak untuk menerima keterangan begitu saja,“ kata
lelaki setengah tua “seumur hidup dia hanya tinggal di desa, tak
pernah melihat orang mancanagara. Ia kepingin sekali melihat
bagaimana perwujutan mereka itu, walaupun hanya sejenak saja.
Katanya, itu bukan menjadi keinginannya, tetapi timbul dari
keinginan jabang bayi yang berada dalam kandungannya.“
“Aneh, mengapa tidak pagi tadi atau tunggu saja besok pagi
apabila mereka akan dibawa ke alun-alun untuk menerima
hukuman,“ kata prajurit pula.
“Ah, nak prajurit, kasihanilah isteriku. Perutnya sudah besar, ia
takut berdesak-desakan dengan sekian banyak orang. Dan kata

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

orang tua, permintaan dari seorang wanita yang sedang hamil,


harus dituruti. Kalau tidak, akan berakibat tak baik bagi bayi yang
akan dilahirkannya. Nak prajurit tentu sudah pernah mengalami
sendiri hal itu dari isterimu. Bagaimana rasanya seorang suami
yang tak dapat memenuhi permintaan isterinya yang sedang
nyidam itu ? “
Prajurit itu kerutkan alis.
“Dan ini hak prajurit,“ kata lelaki setengah tua itu pula sambil
meminta bakul dari anak perempuannya “kami bawakan sekedar
makanan dan minuman untuk kawan bergadang.“
Prajurit itu tak lekas menerima melainkan membuka kain
penutup bakul. Serentak matanya menyalang lebar-lebar ketika
mendapatkan bakul itu antara lain berisi beberapa buah guci
“Apakah ini ?“ tanyanya walaupun ia sudah dapat menduga
isinya.
“Tuak dan brem buatan kami sendiri,“ kata lelaki setengah tua
seraya membuka penyumbat salah sebuah guci. Setiup hawa
harum-harum segar segera menyeruak menabur hidung prajurit
itu.
“Baiklah,“ kata prajurit penjaga “tetapi kalian harus kuperiksa
dulu.“
Setelah memeriksa ketiga orang itu tak membckal suatu
benda yang mungkin dapat digunakan sebagai senjata maka
dibawanyalah mereka masuk ke halaman, menuju sebuah
bangunan yang berdinding kokoh, berpintu terali besi. Pintu
dijaga dua orang prajurit bertubuh tinggi kekar dan menyanggul
tombak terhunus.
Prajurit penjaga pintu gerbang tadi segera menemui kedua
prajurit yang berjaga di tempat itu. Dengan bisik2 dia
menuturkan tentang maksud kedatangan ketiga orang anak
beranak itu. Sebagai penutup cerita, prajurit itu menyerahkan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

beberapa guci tuak wangi dan brem kepada kedua prajurit


penjaga disitu.
Rupanya di kalangan prajurit terdapat dua macam kesenangan
yang paing digemari. Wanita dan tuak. Dua lapis penjagaan,
diluar dan didalam, akhirnya dapat juga dibotolkan dengan
kekuatan tuak wangi. Pada hal para penjaga sudah menyadari
sesadar-sadarnya, bahwa perbuatan mereka untuk
memperbolehkan orang luar menjenguk tawanan utusan raja
Kubilai Khan itu, dapat diancam dengan hukuman mati.
Demikian setelah dikawal oleh kedua prajurit penjaga, ketiga
anak beranak itu dibawa masuk. Tetapi mereka tidak boleh
masuk melainkan hanya melihat dari luar terali besi. Beberapa
saat kemudian, merekapun disuruh pulang.
Malam kelam dan makin kelam. Anginpun mulai menggigit
tulang. Para prajurit yang menjagapun makin meliukkan tubuh.
Mereka telah menghabiskan tuak dan brem pemberian suami
isteri tadi dan saat itu kepala merekapun mulai merasa pening,
mata berbinar-binar. Mereka adalah prajurit-prajurit yang
bertubuh kuat dan kuat pula minum tuak. Tetapi tuak dari suami
isteri tadi telah kuasa menundukkan mereka dalam kelelapan
yang lunglai.
Di kala kesunyian mencengkam suasana, tiba-tiba muncullah
dua sosok tubuh ke pintu regol. Dengan gerak setangkas kucing
melompat, kedua sosok tubuh itupun menyelinap masuk melalui
kedua penjaga pintu yang duduk bersandar pada tiang pintu.
Kedua sosok pendatang itu mukanya berselubung kain hitam.
Mereka lari melintas hahaman, menuju ke sebuah bangunan
gedung. Tampak dua orang penjaga pintu gedungpun serupa
dengan yang berada di pintu regol. Mereka duduk sandarkan
tubuh pada dinding.
Salah seorang dari kedua pendatang yang bertubuh lebih
tinggi dan besar, segera menghampiri penjaga itu dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mengambil kunci dari saku baju penjaga itu. Lalu membuta pintu
terali besi.
“Kuncilah dan simpan anak kuncinya,“ kata orang itu kepada
kawannya yang bertubuh kecil langsing “aku akan masuk
menemui Meng Ki.“
“Tetapi bagaimana kalau kedua penjaga ini sampai bangun ?“
seru orang yang bertubuh kecil itu dalam nada seperti seorang
anak perempuan.
“Hantam saja kepalanya supaya pingsan !“ sahut orang yang
bertubuh tinggi seraya menyerahkan anak kunci. Setelah itu dia
melangkah masuk.
Setelah melalui sebuah lorong yang cukup panjang akhirnya
tibalah dia di sebuah ruang yang diterangi dengan lampu. Ruang
itu sunyi-sunyi saja.
Segera pandang mata orang itu tertumbuk pada sosok tubuh
lelaki yang masih duduk diatas balai-balai dalam sikap seperti
orang bersemedhi. Kelima orang itu mengenakan busana yang
indah. Sedang di lantai tampak sepuluh orang prajurit terhampar,
tidur mendengkur.
Kelima orang yang duduk bersemedhi itu adalah Meng Ki dan
pembantunya. Mereka terkejut melihat kemunculan seorang yang
mukanya bertutup kain hitam.
“Siapa engkau!“ tegur salah seorang dari kelima lelaki yang
duduk di tengah-tengah.
Orang berkerudung itu mengangkat tangan selaku memberi
salam “Jangan takut, aku seorang teruna Singasari “
“O,“ desuh orang Tartar itu “hendak membunuh kami? “
“Tidak, aku bukan seorang pembunuh pengecut,“ sahut orang
berkerudung lalu balas bertanya “siapakah engkau. Apakah
engkau yang bernama Meng Ki?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ya, orang menyebut demikian atau Mi Yetzimu.“


“Hm, engkau tenang sekali.“
Meng Ki tertawa hambar “Terima kasih atas pujianmu. Dan
mengapa aku harus gelisah? Bukankah aku dan rombonganku
sudah terpedaya oleh siasat yang keji dari rajamu? Lihat,“
serempak terdengar suara bergemerincing ketika Meng Ki
mengangkat kedua tangannya “sekalipun sudah ditawan, rajamu
masih menitahkan supaya merantai tangan kami! “
Orang berselubung kain hitam itu mendesuh pelahan “Engkau
salah tafsir. Bukan raja Singasari yang mencelakai kamu tetapi
baginda telah dihasut oleh patih Aragani yang bertubuh, pendek
dan perut buncit itu.“
“Adakah di Singasari itu patih lebih berkuasa dari raja ?“ Meng
Ki bertanya heran.
“Tidak,“ sahut orang berselubung “raja adalah yang paling
berkuasa. Tetapi baginda telah dipengaruhi patih Aragani.“
“Hm,“ dengus Meng Ki “lalu apa tujuanmu datang kemari ? “
“Pertama-tama, ingin membawakan suara rakyat Singasari.
Bahwa tindakan yang dikenakan kepadamu dan rombonganmu
itu, bukanlah kehendak rakyat Singasari melainkan perbuatan
dari segelintir mentri kerajaan yang menginginkan kekacauan
dalam kerajaan Singasari.“
“Hm, rupanya engkau sudah menyadari akibat-akibat dari
kekuatan balatentara Kubilai Khan yang menguasai sepertiga
jagad ini “ dengus Meng Ki.
Tiba-tiba orang yang mukanya bertutup kain hitam itu berseru
tegas “Engkau salah tafsir! Tindakan Kubilai Khan mengirim surat
kepada baginda Singasari itu memang suatu hinaan. Kami
seluruh rakyat Singasari akan berjuang di belakang baginda
untuk mempertahankan kedaulatan negara kami! “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Orang itu berhenti sejenak. Tampak dari kedua lubang kain


kerudung, sinar berkilat-kilat tajam memancar dari kedua
matanya.
“Yang tak kami setujui yalah cara-cara baginda
memperlakukan utusan Kubilai Khan itu. Hendaknya jangan tuan
tafsirkan bahwa Singasari takut kepada rajamu Kubilai Khan. Itu
tak benar“ kata orang itu pula “ketahuilah wahai tuan Meng Ki.
Bahwa Singasari itu sebuah negara besar yang mempunyai
kekuatan jauh sampai menjangkau ke tanah Malayu. Singasari
sebuah negara yang beradab budaya tinggi, pusat perkembangan
agama. Sudah tentu kami dapat menghormati tata peraturan
antara negara. Dan itulah sebabnya pula kami tak setuju akan
tindakan seri baginda yang dijatuhkan pada diri tuan dan
rombongan tuan.“
Meng Ki -tertegun lalu mengangguk-angguk “Itukah tujuan
langkah tuan datang kemari ? “
“Yang penting memang begitu,“ sahut orang berkerudung kain
hitam “agar tuan dapat gambaran tentang keadaan rakyat
Singasari yang sebenarnya dan dapat menghaturkan pernyataan
kami ini ke hadapan rajamu Kubilai Khan. Disamping itu, sebagai
salah satu cara yang dapat kami tempuh untuk menyatakan tak
setuju atas tindakan baginda, kami akan memperingan
penderitaan tuan dan rombongan tuan.” Meng Ki terkesiap penuh
dugaan.
“Adakah tuan hendak menolong membebaskan diriku dan
rombonganku ?“ serunya meragu.
“Ingin sebenarnya kulakukan hal itu, “ kata orang aneh itu
pula “tetapi ada dua pertimbangan yang menghalang
keinginanku. Pertama, kemungkinan mengingat peribadi
keksatryaan tuan, tuan tentu segan menerima pertolongan
orang. Kedua, telah kami pertimbangkan bahwa janganlah
hendaknya pertolongana itu bahkan akan menrcelakai kawan-
kawan tuan. Jelasnya, apabila kubebaskan, tuan pasti akan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

diserang oleh beratus-ratus prajurit yang bersenjata lengkap.


Kemungkinan rakyatpun akan ikut mengeroyok. Bukankah akan
sia-sia belaka pertolonganku itu? “
“Benar,“ sahut Meng Ki “kamipun menyadari hal itu maka
kamipun tak mengharapkan pertolongan itu.“
“Mungkin tuan tak mengharapkan,“ sambut orang
berkerudung kain hitam itu pula ”tetapi sesungguhnya kami ingin
sekali melakukan pertolongan itu manakala tak terbentur oleh
akibat yang akan merugikan perjuangan kawan-kawan kami.“
Meng Ki memandang lekat.
“Bahwa sebenarnya kerajaan Singasari sedang menghadapi
bahaya yang tak tampak. Kerajaan ini sedang terancam oleh
penghianatan beberapa mentrinya. Tujuan mereka menghasut
baginda supaya menindak tuan tak lain hanyalah supaya terjadi
peperangan dan kekacauan dalam kerajaan Singasari. Mereka
akan , menggunakan kesempatan itu untuk melaksanakan
rencana penghianatannya.“
Meng Ki mendengarkan dengan penuh perhatian.
“Kami menyadari bahwa kali ini mereka telah berhasil
menimbulkan landasan kuat untuk menghasut baginda dan
mengobarkan kemarahan rakyat terhadap perutusan yang tuan
lakukan. Apabila kubebaskan tuan, rakyat tentu marah dan kami
para pejuang Singasari tentu akan kehilangan dukungan rakyat
kami. Maka kami minta hendaknya tuan dapat memaklumi hal ini
dan jauhkanlah pikiran tuan dari kesan yang menganggap bahwa
para ksatrya Singasari itu tak berani bertindak membela keadilan
dan kebenaran.“
“Ya, kumaklumi hal itu,“ sahut Meng Ki “dan memang akupun
tak memerlukan pertolongan yang akan merugikan kedua belah
pihak. Lalu apa maksud kedatangan anda kemari?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kami datang untuk memberi pertolongan sekedar untuk


meringankan derita kesakitan yang tuan alami. Kami hendak
menghaturkan obat penghilang rasa sakit akibat hukuman yang
tuan dan rombongan tuan akan menerima besok pagi.“
Orang yang mukanya berselubung kain hitam itu segera
menyerahkan sebuah bungkusan.
“Ksatrya Singasari,“ kata Meng Ki setelah menerima dan
mengucapkan terima kasih “bukan bagaimana macam dan
khasiat obat itu yang kuterima tetapi sikap dan pernyataan anda
itulah yang benar-benar berkesan dalam hati kami.
Sesungguhnya akupun sudah membekal obat yang mujarab
untuk segala macam luka terbakar, terbacok senjata tajam serta
terkena segala jenis racun.“
“Ketahuilah tuan,“ tukas orang berselubung itu “luka yang
tuan akan derita besok pagi cukup mengerikan. Wajah anakbuah
tuan akan di cap dengan besi panas dan mungkin akan dicacah
juga.“
“Jangan kuatir ksatrya,“ sahut Meng Ki tertawa “ketahuilah
bahwa untuk menghadapi siksa hukuman besok pagi,
sebelumnya kami akan menelan obat yang berkasiat menolak
rasa sakit dan setelah itu kamipun akan melumuri luka-luka kami
itu dengan bubukan obat yang kuasa mengeringkannya. Setelah
kering, luka itu akan terkupas dari kulit tanpa meninggalkan
bekas-bekas. Ilmu ramuan daun obat, sudah sedemikan maju di
negeri kami sehingga telah diketemukan berbagai ramuan daun-
daun obat yang dapat menyembuhkan bermacam-macam
penyakit luar dan dalam.“ Orang aneh itu mengangguk.
“Tetapi kami takkan menghapus luka itu melainkan akan
membawanya pulang agar raja kami dapat mengetahui keadaan
wajah kami yang telah dirusak itu,“ kata Meng Ki pula.
“Tuan,“ kata tetamu aneh itu “sebagai kepala perutusan yang
melaksanakan tugas sebagai seorang duta raja, tentulah tuan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

memiliki ilmu kesaktian yang istimewa. Mengapa tuan tak


berusaha untuk meloloskan diri saja ?“
“Inginkah anda menyaksikan sedikit tentang ilmu kesaktian
yang kumiliki itu ?“ tanya Meng Ki. Dan tanpa menunggu
jawaban orang, dia terus pejamkan kedua mata. Beberapa saat
kemudian tiba-tiba ia menggeliatkan kedua tangannya, tringngng
....
Tetamu aneh yang mukanya tertutup kain hitam itu terbeliak
kaget ketika melihat rantai yang memborgol tangan kepala
perutusan Cina itu, berkerontangan menghambur ke lantai.
“Nah, lihatlah ksatrya. Kini tanganku sudah bebas,“ seru Meng
Ki “apabila aku mau, dengan mudah pula dapatlah kubebaskan
rantai yang mengikat tangan rombonganku ini.“
“Mengapa tuan tak melakukannya ?“ tanya orang itu dengan
heran.
“Ksatrya,“ kata Meng Ki “pikiranku sejalan dengan pikiran
anda. Prajurit-prajurit pengawalku memang prajurit-prajurit yang
gagah perkasa, bertenaga besar dan mahir dalam peperangan.
Tetapi ilmu kesaktian seperti yang kumiliki tadi, mereka masih
belum mampu melakukan. Apabila kubebaskan mereka, mereka
tentu akan menghadapi bahaya maut apabila diserang oleh
prajurit-prajurit Singasari yang berjumlah puluhan ribu itu.
Tidakkah hal itu berarti aku bahkan malah mengantar jiwa
mereka ?“
Orang berkerudung itu mengangguk. Sesaat kemudian
mulutnya mendesis pujian “Hebat benar ilmu kesaktian tuan.“
Meng Ki tertawa datar “Ya, ilmu semacam itu di negaraku
disebut Soh-kut-kang atau ilmu Menyusut-tulang.“
“O,“ sambut orang aneh itu “di negcriku sini juga terdapat
semacam ilmu itu. Guruku mengatakan bahwa dalam ilmu

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kesaktian di tanah Jawadwipa, terdapat suatu ilmu yang disebut


aji Pangluluh “
“Ya, ku percaya,“ kata Meng Ki “memang ksatrya dari
Jawadwipa memiliki ilmu kesaktian yang tinggi. Seperti kulihat
pada candi-candi di pura ini bangunannya mirip dengan candi
negeri kami. Dan candi-candi semacam itu adalah candi aliran
Hindu dan Buddha. Kurasa sumbernya adalah di Jambudwipa,
(India).“
Orang aneh itu mengangguk “Ya, memang agama yang saat
ini dianut oleh kerajaan Singasari adalah aliran Tripaksa, tiga
aliran yani Syiwa, Buddha dan Brahma yang dipersatukan oleh
seri baginda“
“Agama Buddha juga berkembang luas di negeriku. Di sana
banyak didirikan kelenteng-kelenteng sebagai tempat pemujaan
agama itu.“
Orang aneh itu mengangguk-angguk.
“Baiklah ksatrya,“ kata Meng Ki pula “pernyataanmu tadi akan
kukabarkan kepada seluruh ksatrya di negeriku dan akan
kulaporkan kepada rajaku. Bahwa Singasari memiliki juga ksatrya
-ksatrya yang menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran.
Pemberian obat dari anda ini akan merupakan kenangan yang
paling berkesan dalam hidupku.“
“Baiklah,“ akhirnya orang aneh itu hendak mohon diri “kalau
begitu akupun tak dapat berada di sini lebih lama lagi ... “
“Tunggu,“ cepat Meng Ki mencegah ketika orang aneh itu
hendak pergi “bolehkah kuajukan sebuah permohonan kepada
anda ?“
“Silakan.“
“Agar dapat kukenang siapa ksatrya Singasari yang berani
menerjang pagar tombak barisan pedang dari penjaga-penjaga
gedung tawanan, karena perlu hendak menemui rombonganku
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

maka kuminta anda suka membuka kain kerudung penutup muka


anda agar aku dapat menyemayamkan wajah anda dalam bingkai
taman hatiku .... “
Orang berselubung kain hitam itu tertawa pelahan “Baiklah,“
ia terus menyingkap kain hitam yang menutup wajahnya.
“Ah .... bukan main,“ Meng Ki menghambur puji “tak pernah
kusangka sedemikian elok wajah tuan. Ah, andaikata baginda
Kubilai Khan melihat wajah tuan, tuan pasti akan diambil sebagai
putera menantu.“
“Terima kasih,“ ksatrya berwajah tampan itu segera menutup
mukanya pula “yang kuharapkan dari raja Kubilai Khan bukanlah
puteri jelita atau hadiah permata berharga, melainkan suatu
harapan agar baginda dapat memiliki pengertian yang dalam
tentang kerajaan dan rakyat Singasari. Kami adalah rakyat
sebuah kerajaan yang cinta damai dan cinta kemerdekaan.“
“Baiklah. Akan kuusahakan untuk mempersembahkan laporan
kehadapan rajaku agar janganlah sampai timbul peperangan
dengan Singasari. Andaikata hal itu tak dapat dicegah, pun akan
kuusahakan hanya mereka-mereka yang bersalah sajalah yang
harus dihukum, jangan sampai mengorbankan kepentingan dan
jiwa rakyat yang tak berdosa.“
“Cukup tuan Meng Ki, aku mohon diri,“ dengan sebuah
lompatan yang gesit, orang berkerudung itupun sudah
menghilang dari pandang mata.
~dewi.kz^ismo^mch~

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 30

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor : MCH

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
Kulit manusia memang berbeda-beda dan dari perbedaan kulit
dan tempat maka timbullah pengelompokan bangsa. Tetapi
manusia itu tetap satu jenis. Jenis mahluk yang memiliki
perasaan yang talus dan pikiran yang tajam.
Persamaan sifat-sifat manusia itu, menimbulkan pandangan,
perasaan dan pemikiran yang sama pula. Kejahatan, di mana-
mana dan di kalangan bangsa apa pun dianggap jahat. Demikian
halnya dengan kebaikan dan kesucian.
“Ah, kiranya sifat ksatrya Singasari itu tak beda dengan
ksatrya di negeriku,“ terlintas suatu penilaian, dalam benak Meng
Ki setelah ksatrya yang mukanya ditutup dengan kerudung hitam
itu, menghilang dari pandang matanya.
Dia masih tercenung, tercengkam dalam resung bayang-
bayang peribadi ksatrya tadi. Tutur katanya yang halus,
keberaniannya yang luhur dan ketampanan wajahnya, masih
melekat dalam kesan.
Namun apabila ia teringat akan perlakuan yang dideritanya
dalam bangsal kencana pagi tadi, meluaplah darahnya. Walaupun
surat dari Kubilai Khan itu memang suatu hinaan tetapi tidaklah
pada tempatnya raja Singasari menumpahkan kemurkaan kepada
seorang utusan.
Dan yang makin menimbulkan geram adalah ulah patih
Singasari yang bernama Aragani itu. Betapa lancang patih itu
bertindak tanpa mengindahkan kewibawaan raja. Dan yang
membuatnya heran, mengapa tampaknya raja Singasari menurut
saja apa yang diputuskan patih itu. Sebagai seorang mentri
kerajaan yang berpuluh tahun mengabdi junjungan, ia cepat
memiliki pengamatan yang tajam. Bahwa antara raja Singasari
dengan patihnya itu memang telah terjalin dalam hubungan yang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

erat. Suatu hubungan yang melampaui batas-batas seorang patih


dengan raja junjungannya.
Apabila menuruti nafsu amarah, memang saat itu ingin ia
melepaskan diri dari kungkungan terali besi yang mengurung
dirinya untuk kemudian meloloskan diri kembali kepada
pasukannya yang masih berada di perahu. Tetapi ia mempunyai
lain pertimbangan.
Ia ingin tahu sampai di mana tindakan raja Singasari nanti.
Dengan bukti-bukti yang dideritanya itu ia akan menghadap raja
Kubilai Khan “Apabila melihat hukuman yang kuderita, tentulah
raja akan marah dan baru akan bertindak menghukum raja
Singasari. Kutahu bagaimana perangai seri baginda Kubilai Khan
itu. Beliau menghargai seorang mentri yang berani menderita
bahaya waktu melakukan tugas.“
Di samping pertimbangan itu, kunjungan seorang ksatrya
berkerudung muka tadi juga amat mempengaruhi pikirannya.
“Ah, apapun yang akan terjadi, akan kuhadapi dengan hati
rela. Karena hal itu sudah menjadi tanggungan dari seorang
menteri yang diutus sebagai duta kerajaan,“ ia pejamkan mata
bersemedhi.
~dewi.kz^ismo^mch~

Demang Lebar Daun tengah bermusyawarah dengan para


pujangga, sasterawan dan menteri-menteri cendekia untuk
memperbincangkan sikap Sriwijaya dalam menghadapi
kedatangan rombongan utusan Singasari yang dikepalai raden
Wijaya.
Jauh hari Demang Lebar Daun sudah menerima laporan dari
mata-mata Sriwijaya yang sengaja ditanam di Singasari tentang
keberangkatan rombongan utusan Singasari ke tanah Malayu

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

untuk menyerahkan pemberian baginda Kenanagara yani patung


Amogapasha.
Apakah sesungguhnya yang tersimpul pada tujuan pengiriman
utusan dari Singasari itu ? Demikian pertanyaan yang
mencengkam hati Demang Lebar Daun.
Demang Lebar Daun itu seorang patih mangkubumi yang luas
pengalaman, tinggi pengetahuun dalam masalah tata kenegaraan
dan memiliki pandangan yang jauh dan naluri tajam. Jika dahulu
kerajaan Singasari mempunyai seorang patih yang bernama
empu Raganata, adalah ibarat kerajaan Sriwijaya mempunyai
seorang patih Demang Lebar Daun.
Tetapi walaupun terdapat persamaan dalam hal kepandaian,
tidaklah demikian dalam nasib mereka. Bila Demang Lebar Daun
mendapat kepercayaan penuh dari raja Tribuana Mauliwarman,
raja Sriwijaya, tidaklah demikian dengan nasib patih Raganata.
Baginda Kertanagara lebih menaruh kepercayaan kepada patih
Aragani daripada empu Raganata yang setya. Empu Raganata
telah dipindah menjadi Adhyaksa di Tumapel dan kedudukan
patih diberikan kepada Aragani.
Bila air keruh, ikanpun tak tampak. Demikian apa yang
dirasakan Demang Lebar Daun saat itu. Perasaan resah gelisah,
menyebabkan pikirannya merasa gelap untuk mengulas, menilai
dan menarik kesimpulan dari makna kedatangan utusan Singasari
ke tanah Malayu itu.
Sebenarnya Demang Lebar Daun seorang yang pandai dan
cendekia. Namun ia tak kuasa untuk menyegarkan kembali
pikirannya yang sudah lesu lusuh akibat tiap malam tak dapat
tidur karena memikirkan masalah itu.
Akhirnya timbullah hasrat Demang Lebar Daun untuk
memanggil seorang ahlinujum. Di depan musyawarah mentri
hulubalang dengan Demang Lebar Daun, ahlinujum itu diminta

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

memberikan keterangan tentang nujum yang disimpulkannya


menurut peredaran bintang.
“Tuanku,“ kata nujum itu “kerajaan Sriwijaya akan diserang
oleh sebuah kerajaan besar dari Jawa-dwipa. Serangan itu tak
mungkin ditolak Sriwijaya ... “
“Tidak mungkin,“ seru Demang Lebar Daun “selama hayat
masih dikandung badan, Demang Lebar Daun bersumpah takkan
merelakan Sriwijaya dikuasai kerajaan Singasari atau kerajaan
lain dari Jawadwipa. Bahkan kebalikannya, kerajaan Singasari
saat ini sedang diambang pintu keruntuhan.“
Demang Lebar Daun tak kuasa menahan luap perasaannya
sehingga di depan sidang musyawarah itu ia sampai mengatakan
tentang keadaan Singasari. Sesungguhnya, ia hendak
membantah nujum yang diucapkan ahlinujum itu dan tanpa
disadari diapun telah meluncurkan kata-kata tentang Singasari.
“Dhirgayu Sriwijaya ! Dhirgayu Darmasraya! “ Terdengarlah
ledakan teriak dari beberapa hulubalang menyambut ucapan
Demang Lebar Daun. Bahkan hulubalang-hulubalang itu
serempak menyertakan tangan yang dikepal dan diacungkan ke
atas seraya melantang. “Lebih baik mayat kami menimbuni bumi
Sriwijaya daripada bumi ini diinjak orang Singasari.“
Ahlinujum yang putus dalam ilmu perbintangan itu mendesuh,
“Tetapi, ah .....”
“Mengapa maharesi ?“
“Kodrat dewata Agung tak mungkin diingkari. Sudah menjadi
kehendak Hyang Maha Agung bahwa orang-orang Singasari akan
dapat menginjakkan kakinya di bumi Sriwijaya .... “
“Maharesi ?“ seru Demang Lebar Daun “tidakkah khilaf
wiwaaan tuan itu?“
Maharesi itu hanya gelengkan kepala.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Sudilah kiranya tuan melihat lagi nujum tuan itu. dengan


seksama, maharesi.“
“Sudah tuanku,“ sahut maharesi perujum itu “rasanya tak
mungkin akan salah. Kulihat sebuah bintang bersinar dari arah
tenggara, dengan di bawah lindungan Jiwa dan telah masuk
perumahan bulan Pusya .... ah, tak mungkin bintang itu dicegah
pula. Tetapi tuanku .... “
“Bagaimina maharesi ? “ Demang Lebar Daun agak terkejut.
“Bintang itu tidak bersinar merah, pertanda takkan membawa
pertumpahan darah.“
“Maksud tuan?“ Demang Lebar Daun menegas.
“Walaupun bintang bersinar itu akan masuk ke perumahan
bulan namun takkan terjadi peperangan. Melainkan suatu
serangan yang akan membawa kebahagiaan bagi kerajaan
Sriwijaya, tuanku.“
Demang Lebar Daun terbeliak. Dahinya mengerut kesal “Aku
tak mengerti apa yang tuan maksudkan.“
“Apabila ada bintang bersinar yang nyelonong keluar dari garis
Yoga atau garis lingkaran tempat matahari dan rembulan,
kemudian bintang bersinar itu memasuki perumahan bulan,
pastilah akan terjadi suatu peristiwa besar,“ menerangkan
maharesi ahlinujum itu.
“O….“
“Apabila bintang itu memancarkan sinar merah darah,
pertanda akan timbul peperangan. Tetapi apabila bintang
bersinar itu memancarkan sinar putih kebiru-biruan, pertanda
akan terjadi ikatan hubungan antara penyerang dengan yang
diserang atau tetamu dengan tuanrumah.“
“Hubungan bagaimana yang tuan maksudkan?“
“Ikatan hubungan keluarga, tuanku.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Seri wajah Demang Lebar Daun berobah, serunya “Engkau


maksudkan kedatangan rombongan orang Singasari yang
dikepalai raden Wijaya itu akan meminang cucuku puteri Candra
Dewi ?”
“Demikianlah sudah menjadi kehendak takdir, tuanku,“ kata
ahli nujum “raden Wijaya seorang ksatrya utama, gagah perkasa
dan berbudi luhur. Dia adalah keturunan Batara Narasingamurti,
cucu sang Rajasa Amurwabhumi rajakulakara kerajaan
Singasari.“
“Bintang bersinar gilang gemilang dilindungi oleh Jiwa,“
maharesi itu melanjut pula “berarti bahwa ksatrya yang akan
berkunjung ke Sriwijaya itu kelak akan menjadi manusia besar.“
“O,“ Demang Lebar Daun terkejut “manusia besar. Raja
maksud tuan ?“
“Ya,“ sahut maharesi “seorang raja besar yang akan
memerintah seluruh Jawadwipa bahkan kekuasaannya akan
meliputi seluruh nusantara.“
“Ah,“ desah Demang Lebar Daun “benarkah dia akan
meminang cucuku ?“
“Kiranya hamba tak meragukan hal itu, tuanku,“ sahut
maharesi “tuan puteri Candra Dewi kelak akan menjadi
permaisuri dan akan menurunkan putera yang akan menjadi raja
besar dari kerajaan Jawadwipa.“
“Ah,“ Demang Lebar Daun tertegun sejenak lalu bertanya “dan
bagaimana dengan cucuku Dara Jingga ?“
“Kedua tuan puteri itu akan dibawa ke Singasari semua.“
“Akan di peristeri raden Wijaya ?“
“Pinangan itu diperuntukkan raja Singasari.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah, raden Wijaya bukan raja, dia hanya seorang ksatrya,“


tanggap Demang Lebar Daun “adakah raja Singasari itu yang
akan meminang?“
“Demikian apabila menurut nujum hamba,“ kata maharesi
“tetapi nasib akan menentukan lain.“
”Ah.” Demang Lebar Daun terperangah “sukalah tuan
memberi keterangan.“
“Sebelum raja Singasari dapat melaksanakan hajat untuk
menikahi kedua puteri cucu tuanku, Singasari mengalami perang
besar dan raja Singasari itu akan gugur. Kerajaan Singasari akan
musnah dan akan timbul pula sebuah kerajaan baru yang lebih
besar dan lebih jaya.“
“Jika demikian kedua cucu puteriku itu akan menjadi
permasuri dari raja baru itu ?”
Maharesi gelengkan kepala “Setiap insan sudah membawa
nasib sendiri-sendiri. Walaupun saudara sekandung, tidaklah
akan sama nasibnya. Hamba lihat tuan puteri Candra Dewilah
yang kelak akan menerima wahyu dari dewata sehingga tuan
puteri akan menjadi permaisuri dan kelak puteranyapun akan
dinobatkan sebagai putera mahkota.“
“Ah,“ Demang Lebar Daun menghela napas longgar dan haru.
Ia merasa gembira dan bersyukur akan nasib puteri Candra Dewi.
Tetapi ia terharu apabila memikirkan nasib cucunva yang lain,
puteri Dara Jingga “Ah, betapa iba hatiku akan nasib cucuku
yang seorang itu,“ gumamnya penuh haru.
“Mengapa tuanku bersedih hati?“ kata maharesi itu “kita harus
menerima dan bersyukur atas segala ketentuan yang telah
dilimpahkan dewata Agung. Akan diri tuan puteri Dyah Dara
Jingga, kelak pun akan menikah dengan seorang dewa dari bumi
Malayu ini. Puteripun akan menurunkan seorang putera utama
yang kelak akan mencuatkan keharuman nama yang menyerbak
ke seluruh jagad.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah,“ kembali Demang Lebar Daun menghela napas. Kali ini


bernada longgar. Kemudian ia bertanya lebih lanjut tentang
nama kerajaan yang akan timbul menggantikan kerajaan
Singasari.
“Soal nama, hamba belum pasti. Tetapi yang jelas kerajaan
baru itu akan lebih besar dan lebih jaya.“
“Benarkah raden Wijaya itu kelak yang akan mendirikan
kerajaan baru Itu?“
“Sesungguhnya rahasia alam itu tak dibenarkan untuk
diungkap. Cukuplah kiranya hamba katakan bahwa raden Wijaya
itu kelak akan menjadi seorang mahanusia yang termasyhur. Dan
telah digariskan oleh Hyang Dewata Agung bahwa tuan puteri
Candra Dewi akan menjadi jodoh dan raden Wijaya. Mereka akan
dikaruniai seorang putera yang akan memerintah Jawadwipa.“
Walaupun tidak jelas. Demang Lebar Daun yang arif, pun
sudah dapat mengetahui apa yang tersimpul dalam jawaban
maharesi itu. Namun, rupanya ia masih belum puas dan
menanyakan pula akan kelanjutan dari kerajaan baru itu nanti.
“Ampun tuanku,“ kata maharesi “nujum hamba hanya terbatas
sampai di situ. Jika tuanku berkeniat hendak mengetahui, hamba
mohon diberi waktu barang sepurnama untuk memohon ilham
kepada Dewata.“
“Baik, maharesi,“ kata Demang Lebar Daun “tuan amat
berjasa memberikan keterangan kepadaku. Keterangan tuan itu
besar sekali gunanya bagi kepentingan Sriwijaya.“
Kemudian Demang Lebar Daun menitahkan sentana untuk
mengantarkan maharesi itu ke pertapaan.
Sepeninggal maharesi ahlinujum dari balairung maka
masuklah seorang sentana ke hadapan Demang Lebar Daun.
Sentana itu melaporkan tentang kedatangan dua orang mata-
mata Sriwijaya yang ditugaskan ke Singasari.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bawa mereka kemari,“ titah Demang Lebar Daun. Tak lama


prajurit masuk dengan mengiring dua orang yani Siborang dan
kawannya.
“Adakah berita dari Singasari yang hendak engkau haturkan?“
tegur Demang Lebar Daun.
“Benar, tuanku,“ kata Siborang “hamba berhasil menemui
patih Aragani dan beliau telah menyerahkan sepucuk surat ke
hadapan paduka.“
Demang Lebar Daun menitahkan seorang pengawalnya untuk
menerima surat itu dan membacanya. Pengawal itupun
menerima surat dari Siborang lalu-membacanya :
Surat menjelang ke hadapan sahabat kami, Demang Lebar
Daun di negara Sriwijaya puraresi.
Atas anjuran kami, baginda Kertanagara telah mengirim dua
rombongan perutusan yang terdiri dari mentri, hulubalang dan
pasukan kerajaan Singasari.
Rombongan kesatu, dipimpin oleh patih Kebo Anengah untuk
menghantarkan tuan puteri Dyah Tapasi adinda baginda, kepada
raja Campa.
Rombongan kedua, dikepalai raden Wijaya, calon menantu
baginda Kertanagara, mengantarkan arca Amoghapasa kepada
raja Warmadewa di negeri Malayu.
Dengan keberangkatan kedua rombongan besar itu maka pura
Singasari dewasa ini dapat dikata kosong. Bagindapun telah
menyetujui usul kami untuk mengirim pangeran Ardaraja, putera
raja Daha yang menjadi putera menantu baginda Singasari,
membawa pasukan yang masih tersisa di Singasari, berangkat ke
Bali untuk menenteramkan pemberontakan di sana.
Pangeran Ardaraja diragukan kesetyaannya terhadap baginda
Kertanagara. Pangeran itu lebih cenderung akan berfihak kepada
ramandanya sendiri, raja Jayakatwang.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Hanya raden Wijaya seorang yang paling gigih dan setya


membela Singasari. Maka lelapkan perhatian raden itu dengan
sambutan yang mewah di negeri tuan. Dan segeralah siapkan
pasukan untuk menerkam Singasari. Janganlah tuan berbanyak
hati akan laporan yang sungguh-sungguh dari Aragani gelar Kebo
Tengah sang Apanji, sahabat tuan yang setya.
Demikian semoga tuan berkenan menerima usul dari kami,
sahabat sekutu Sriwijaya Aragani gelar Kebo Tengah sang Apanji.
Demang Lebar Daun mengangguk dalam-dalam. Ia
menganggap laporan yang mengandung anjuran untuk
menyerang Singasari itu memang penting sekali tetapi pun amat
gawat. Ia tak mau tergesa bertindak sebelum mendapat
keterangan yang meyakinkan.
Menggerakkan pasukan besar untuk berperang, bukan suatu
gerakan mengerahkan pasukan untuk berbaris di alun-alun
seperti pada tiap hari upacara kerajaan. Perang bukan suatu
permainan anak-anak. Perang adalah suatu gerakan besar yang
akan menelan beaya besar dan pengorbanan dahsyat.
Menyerang Singasari tidaklah semudah yang dibayangkan
patih Aragani dalam anjurannya itu. Singasari adalah sebuah
kerajaan yang terbesar di Jawadwipa. Pasukan Pamalayu dari
Singasari telah menunjukkan keperkasaan dalam tugas untuk
menguasai raja-raja Malaya. Sebuah kerajaan yang mampu
mengirimkan pasukan besar dengan mutu yang tinggi, tentulah
bukan suatu kerajaan yang lemah. Walaupun seperti yang
dikatakan patih Aragani bahwa dewasa itu pura Singasari kosong
dan lemah kekuatannya, namun masih ada seri baginda
Kertanagara yang sakti dan pandai. Apabila serangan ke
Singasari itu gagal maka tak terperikan akibatnya. Berpuluh ribu
jiwa prajurit Sriwijaya akan hilang. Dan rasanya tidak akan habis
sampai di situ. Pun kerajaan Singasari tentu akan mengirim
pasukan untuk balas menyerang Sriwijaya. Bukankah pasukan
Pamalayu dibawah pimpinan senopati Kebo Anabrang sekarang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

masih berada di Swamadwina? Bukankah pasukan Pamalayu itu


setiap taat dapat dititahkan raja Kertanagara untuk menyerang
Sriwijaya ?
Demang Lebar Daun menghela napas dalam -dalam. Layang
pikirannya melanjut pula untuk memawas keadaan dalam negeri
Sriwijaya sendiri. Ia menyadari bahwa selama ini ia memang
kurang memperhatikan untuk membangun kekuatan Sriwijaya. la
lebih banyak mencurahkan tenaga dan pikiran untak membangun
vihara dan rumah-rumah suci dalam rangka mengembangkan
agama Buddha aliran Hinayapa. Di atas Bukit Siguntang telah
didirikan sebuah candi yang megah, sebagai lambang pemujaan
aliran Hinayana. Kemegahan kebesaran Bukit Siguntang yang
merupakan candi terbesar di seluruh Sriwijaya, memakan beaya,
tenaga dan pikiran yang dabsyat. Hampir harta benda dalam
gudang negara, telah tercurah mengalir ke Bukit Siguntang.
Segala anggaran belanja untuk berbagai kementerian, telah susut
dihisap ke arah anggaran mengembangkan agama Buddha-
Hinayana dengan Bukit Siguntang sebagai pusat lambang
kebesarannya.
Hanya Demang Lebar Daun yang tahu akan hal itu. lapun
bimbang mempertimbangkan anjuran patih Aragani. Anjuran itu
memang cukup menarik, memiliki daya rangsang yang memikat.
“Siborang, benarkah pada saat ini pura Singasari kosong ?“
Demang Lebar Daun mencari penegasan kepada Siborang, mata-
mata yang diutus menyelundup ke Singasari untuk menemui
patih Aragani.
“Benar tuanku” sembah Siborang “dewasa ini Singasari tak
ubah seperti kayu yang dimakan bubuk. Di luar tampak kokoh
tetapi di dalam lapuk. Sekali ditiup angin, tentu akan roboh. Raja
Kertanagara telah dilelapkan dalam sanjung puji, merangkai syair
dan menikmati tuak oleh patih Aragani. Tiap hati baginda hanya
bermabuk-mabukan, mengikat syair dan membenamkan diri

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dalam sumber falsafah agama Tantrayana dimana baginda telah


mengangkat diri sebagai Jina.“
“Sedemikian dalamkah baginda terbenam dalam kesenangan
duniawi? “
“Benar tuanku,“ sembah Siborang “dan apa yang dikatakan
patih Aragani memang benar. Saat ini pura Singasari memang
kosong melompong bagai rumah tiada penghuni.“
Demang Lebar Daun pejamkan mata, membawa keterangan
pengalaman itu ke dalam lubuk pertimbangan.
“Benarkah terjadi perobahan dalam tubuh pemerintahan
Singasari dengan dilorot dan dipindahkannya beberapa mentri
tua ?“ tanya Demang itu pula.
“Benar tuanku,“ sahut Siborang “Demang Banyak Wide telah
dipindah ke Sumenep, tumenggung Wirakreti pimpinan pasukan
kerajaan, dilorot menjadi mentri Angabaya. Dan yang paling
parah adalah pemecatan patih tua empu Raganata, patih yang
setya, bijaksana dan berpengaruh di kalangan kawula singasari,
pun telah digeser menjadi adhyaksa di Tumapel. Pada hal ketiga
mentri itu merupakan tulang punggung kerajaan Singasari yang
setya.“
“Ah,“ desah Demang Lebar Daun “patih empu Raganata itu
seorang patih yang setya dan bijaksana, luas pengetahuan dan
cendekia. Mengapa baginda tak menghargai jasanya ?“
Walaupun keadaan itu bagi Sriwijaya merupakan pcrobahan
yang baik, namun dalam hati nurani Demang Lebar Daun dia
amat menyesalkan tindakan baginda Kertanagara yang tak dapat
menghargai seorang mentri setya. Diam-diam pula Demang
bersyukur dalam hati, bahwa dia tak usah mengilami nasib
seperti patih Raganata.
“Benarkah raden Wijaya diutus ke Malayu dan pangeran
Ardaraja hendak dikirim ke Bali lagi ?“ tanya Demang lebih lanjut.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Siborang membenarkan keterangan itu “Menurut wawasan


hamba, pangeran Ardaraja memang lebih cenderung berfihak
kepada ramandanya raja Daha. Hanya raden Wijayalah satu-
satunya banteng Singasari yang menakutkan. Namun raden itu
atas usul patih Aragani, pun telah diutus ke Malayu. Pada hemat
hamba saat inilah yang terbaik apabila paduka tuanku hendak
menyerang Singasari.“
Laporan Siborang cukup jelas. Setelah menitahkan pengatasan
itu pulang maka Demangpun melanjutkan pula
permusyawarahannya dengan para mentri dan hulubalang.
Laporan Siborang itu telah mendapat gema tanggapan yang
lebih hebat daripada nujum miharesi tadi. Baik laporan Siborang
maupun nujum sang maha-resi, memiliki persamaan dalam
memberitakan tentang kedatangan utusan Singasari yang
dikepalai raden Wijaya ke tanah Malayu. Jadi berita kedatangan
itu tak perlu disangsikan lagi.
Hanya dalam langkah yang harus dipertimbangkan Sriwijaya
terhadap kedatangan utusan Singasari itu, terdapatlah dua arah
berlainan antara laporan Siborang dengan nujum sanj resi.
Laporan Siborang mengumandangkan suara raung sangsakala
agar Sriwijaya segera mempersiapkan pasukan dan menyerang
Singasari. Sedangkan nujum sang resi mengatakan bahwa
kedatangan raden Wijaya itu takkan membawa malapetaka
pertumpahan darah melainkan kebalikannya malah akan
membawa kebahagiaan pada kerajaan Sriwijaya. Menurut sang
resi, raden Wijaya itu kelak bakal menjadi raja besar dan
menurut kodrat yang ditentukan Hyang Batara Agung, puteri
Candra Dewi atau Dara Petak itu memang akan menjadi jodoh
raden Wijaya.
Setelah beberapa mentri dan senopati memberi ulasan dan
pendapat mengenai persoalan itu maka Demangpun segera
menentukan siasat.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Untuk mengirim pasukan menyerang Singasari, memang


berbahaya. Pasukan Pamalayu dari Singasari yang kini berada di
Malayu, merupakan ujung tombak yang selalu mengancam
Sriwijaya. Pasukan Pamalayu itu berkekuatan besar. Jarak antara
Sriwijaya dengan Singasari terpisah dengan lautan yang cukup
jauh, sedang pasukan Pamalayu itu sudah berada di balik
punggung kita. Sebelum kita sempat bergerak, mereka tentu
sudah menikam kita,“ kata Demang.
Sekalian mentri dan hulubalangpun tertegun dalam hati. Apa
yang diuraikan patih mangkubumi itu memang suatu kenyataan.
“Oleh karena itu adalah suatu kebijaksanaan yang tepat
apabila kita dapat bersikap tenang. Yang penting adalah menjaga
keselamatan negara kita. Untuk sementara ini, pemikiran untuk
menyetujui anjuran patih Aragani dan laporan Siborang, baik kita
tangguhkan dulu sampai tiba waktunya yang sesuai. Dengan
demikian kita dapat terhindar dari malapetaka. Yang dikandung
berceceran, yang diburu tiada dapat!“
Keputusan Demang itu telah disambut dengan penuh
dukungan oleh para mentri hulubalang. Demang pun
mengeluarkan perintah untuk mengerahkan seluruh prajurit
Sriwijaya bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan yang
dapat terjadi dari kedatangan rombongan utusan Singasari itu.
Apabila utusan itu membawa itikad baik, mereka akan disambut
dengan penuh persahabatan dan bahkan raden Wijaya akan
dielu-elu dalam suatu penyambutan yang sedemikian rupa
sehingga raden itu akan terlelap pikirannya di bumi Sriwijaya.
“Segala sesuatu akan tergantung pada perkembangan
suasana nanti.“ Demang Lebar Daun mengakhiri pembicaraannya
dan membubarkan perapatan.
Demang itu masih termangu mangu walaupun ruang
persidangan sudah sunyi orang. Tiba-tiba timbul keinginannya
untuk beriziarah ke gunung Dapunta Hyang atau Bukit Siguntang.
Di puncak Bukit Siguntang terdapat sebuah asrama vihara yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

terbesar di seluruh Sriwijaya. Vihara itu dinamakan Cundamani-


warman dan di kepalai oleh abimana- uttungga Smaranatha.
Demang Lebar Daun seorang penganut setya dari Buddha
Hinayana. Dia percaya bahwa Sang Hyang akan memelihara dan
melindungi kerajaan Sriwijaya yang menjadi pusat kemurnian
agama Buddha. Dia hendak bersemedi memohon berkah.
Demang itu hampir enampuluh tahun usianya. Tubuhnya
kurus lampai. Rambut dan jenggotpun sudah memutih. Hidung
mancung tetapi bukan sebagai orang Arab melainkan bentuk
orang Hindu. Darahnya keturunan campuran Funifi dan Arya.
Pandang matanya amat tajam bila menatap orang.
Ia naik tandu yang dipikul empat orang pengawal dan diiring
enam prajurit berpakaian biasa, ketika mendaki ke puncak Bukit
Siguntang yang keramat. Kelengangan suasana gunung yang
sunyi, meluangkan pikiranya untuk merenungkan kesimpulan dari
makna kunjungan raden Wijaya ke tanah Malayu itu.
“... ada dua tujuan yang tersimpul dari perutusan Singasari
itu. Raja Kertanagara mempunyai tujuan dan raden Wijaya juga
mempunyai maksud sendiri. Dengan mengirimkan arca
Amogapasa itu raja Kertanagara hendak berusaha memperluas
perkembangan, aliran Mahayana di bumi Sriwijaya. Apabila
rakyat Sriwijaya sudah berganti pada aliran Mahayana maka
merekapun tentu akan menganggap Kertanagara sebagai Jina.
Tanpa suatu peperangan yang mengucurkan darah, Sriwijaya
pasti akan tunduk kepada Singasari.... “
“.... sedang raden Wijaya menerima tugas mengepalai
perutusan itu karena akan mendapat kesempatan untuk
melahirkan renung hatinya kepada puteri Candra Dewi .... “
“... aliran Buddha Hinayana telah kuresapkan kepada seluruh
rakyat Sriwijaya. Beberapa tahun ini, hampir kesibukan
kehidupanku dalam usaha untuk mengembangkan agama itu.
Lebih kupentingkan pembangunan vihara, kuil dan candi daripada
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

memperbesar pasukan. Lebih kunikmatkan tingkat kehidupan


para resi dan pandita daripada kaum perwira dan prajurit.
Hirayana tak boleh lenyap dan Sriwijaya yang akan menjadi
sumber pancaran aliran itu. Kiranya sukar bagi Kertanagara untuk
merembeskan aliran Mahayana ke bumi ini ..... “
Demang itu kerutkan dahi, kencangkan geraham sebagai
pantulan dari keyakinan hatinya.
“.... tetapi kedatangan raden Wijaya itu, ah ..... apabila
kutentang maksud hatinya terhadap cucuku Candra Dewi,
tentulah akan terjadi pertumpahan darah yang besar. Jika nujum
dari sang resi itu jelas mengatakan bahwa kelak raden Wijaya itu
akan menjadi manusia besar di Jawadwipa. Apalagi yang
dimaksud dengan manusia besar kalau bukan raja yang berkuasa
besar. Dan kata nujum sang resi itu, kerajaan Singasari akan
hancur dan diganti dengan sebuah kerajaan baru yang jauh lebih
besar dan jaya. Daha bukan kerajaan baru. Yang dimaksudkan
kerajaan baru yalah kerajaan yang belum ada dan akan timbul.
Ah, jika demikian, raden Wijaya itulah yang kelak mendirikan
kerajaan baru di Jawadwipa setelah Singasari hancur. Apabila
Candra Dewi menjadi permaisuri, kelak tentu puteranya akan
diangkat sebagai putera mahkota. Seorang putera mahkota
keturunan darah raja Malayu akan berkuasa memerintah sebuah
kerajaan besar di Jawadwipa. Ah, telah meresap dalam kalbu hati
Candra akan ajaran agama Hinayana itu namun akan kupesan
kepadanya agar kelak dia dapat mempengaruhi puteranya untuk
menegakkan faham Hinayana. Hinayana tetap berkembang di
Sriwijaya dan akan tumbuh menyubur di kerajaan Jawadwipa, ah
... “
Demang itu mengakhiri renungannya dengan helaan napas
panjang. Helaan napas yang longgar walaupun masih belum
bersih sama sekali dari bayang-bayang kecemasan.
Perjalanan iring-iringan tandu makin mencapai puncak bukit.
Dan tak berapa lama tibalah Demang di candi yang ditujunya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Candi Cundamani-warman merupakan pusat sumber agama


Buddha aliran Hinayana di seluruh kerajaan Sriwijaya.
Pembangunan candi itu memakan waktu hampir seratus tahun
lamanya. Setiap raja yang memerintah di Sriwijaya tentu akan
membina dan melanjutkan pembangunan candi itu. Pemeluk
agama Hinayana dari segenap negeri atas angin, berbondong
bondong mengunjungi candi besar itu.
Mereka datang untuk menuntut ilmu dan mempersembahkan
dana, patung, arca dan benda-benda kelengkapan candi yang
jarang terdapat di dunia. Kesemuanya itu dipersembahkan untuk
menyemarakkan kebesaran dan keagungan candi agung di Bukit
Siguntang.
Asrama vihara di candi Cundamani-warman itu diperuntukkan
tempat kediaman berpuluh ribu pandita yang diketuai maharesi
Smaranatha. Beratus ratus pondok pun dibangun untuk
menampung beribu-ribu murid yang berdatangan dari negeri
Cima, Kamboja dan negeri -negeri sekitar gunung Himalaya atau
Mahamcru.
Ketika malam itu Demang Lebar Daun menginjakkan kaki di
halaman candi, tertegunlah ia sejenak menyaksikan kemegahan
patung dan arca yang berjajar menghias halaman candi, la
mengangguk bahagia.
Tiba-tiba pandang matanya terbentur pada sebuah patung
besar yang belum selesai pahatannya. Seketika menyalanglah
matanya ..... patung Aksobya !
Aksobya adalah salah satu dari kelima Buddha-Dhyana yang
dipuja oleh kaum Mahayana. Sedangkan kaum Hinayana tak
memuja lain Buddha kecuali sang Buddha Gautama sendiri.
Tetapi mengapa di candi Bukit Siguntang yang menjadi pusat
perkembangan aliran Hinayana terdapat pula sebuah patung
Aksobya? Terkesiaplah Demang Lebar Daun, penganut, setya,
pendukung kokoh dan penegak gigih dari Mahayana ....
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Lebih terkejut pula ketika pada saat itu, telah muncul


beberapa belas pandita berjubah kuning yang berjajar tegak
dihadapannya dengan sikap yang menghormat. Rupanya
merekapun terkejut atas kedatangan Demang yang tak
mengabarkan lebih dahulu.
Memang sudah berbulan-bulan lamanya Demang tak pernah
berkunjung ke candi situ. Apalagi kunjungan Demang saat itu
dilakukan pada waktu tengah malam.
“Kami menghaturkan hormat selamat datang ke hadapan
paduka, tuan patih,“ seru para pandita itu dengan hormat.
Demang Lebar Daun membalas dengan ucapan dan sikap
yang dingin.
“Rupanya banyak terjadi perobahan pada candi ini, tuan-tuan
pandita “ seru Demang Lebar Daun “ sa» yang perobahan itu
dilakukan secara diam-diam untuk meloloskan diri dari
pengetahuanku.“
Walau diucapkan dengan nada datar dan tenang namun para
pandita itu cukup maklum apa yang dimaksud Demang, patih
mangkubumi yang memegang pusara pemerintahan Sriwijaya itu.
“Tuan pandita sekalian,“ kata Demang pula seraya
menghampiri ke tempat patung Aksobya yang belum selesai
pembuatannya itu “patung apakah gerangan yang tuan-tuan
hendak tegakkan sebagai lambang pemujaan ini ? “
Para pandita itu tertegak bagai patung. Mereka menjawab
pertanyaan Demang dengan pandang mata paserah. Mereka
menyadari bahwa pembuatan patung Aksobya itu jelas
bertentangan dengan perintah Demang Lebar Daun yang
menganut faham Hinayana.
Demang Lebar Daun memandang lekat pada patung itu.
Walaupun bentuk wajahnya belum selesai keseluruhannya namun
Demang sudah cukup mengetahui apa bentuk patung itu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sejenak kemudian terdengar demang menghela napas


panjang dan dalam, “Ah, rupanya letusan gunung Mahameru di
Jawadwipa telah terbawa pawana sehingga debunya
berhamburan jatuh di bukit Siguntang ... “
Kemudian Demang menundukkan kepala berdiam diri. Ia
menyadari apa yang dihadapinya saat itu. Jelas bahwa pengaruh
aliran Mahayana telah menyusup secara diam-diam ke asrama
vihara Bukit Siguntang pusat sumber aliran Hinayana.
Tanpa berkata sepatah pun, Demang segera ayunkan langkah
menuju ke pesanggrahan Sri-Kashitra. Keenam prajurit
pengiringnya, pun segera mengiringkan langkah sang Demang.
Pesanggrahan Sri-Kashitra terletak di luar lingkungan candi
agung Cundamani-warman. Sebuah pesanggrahan yang khusus
diperuntukkan apabila baginda, Demang Lebar Daun atau tetamu
agung dari manca-nagara berkunjung ke Bukit Siguntang.
Pesanggrahan itu dilengkapi dengan taman bunga yang indah
asri, kolam-kolam bunga padma dan dilingkungi alam
pemandangan yang sejuk damai.
Maka duduklah Demang di beranda sebuah pagoda kecil yang
terletak di tengah kolam. Rupanya ia ingin mendinginkan api
kemurkaannya terhadap peristiwa di candi Cundamani-warman
tadi.
Pelayan yang menjaga pesanggrahan segera
mempersembahkan seperangkat alat minum terbuat daripada
ukiran perak yang indah. Dan sebuah kotak kayu cendana
bersalut ukiran emas. Kotak itu berisi berpuluh batang rokok
lintingan daun nipah muda dan tembakau daun candu. Itulah
kegemaran Demang di kala dia sedang kusut pikiran dan hendak
mencari ketenangan.
Patih mangkubumi dari kerajaan Sriwijaya itu duduk
termenung seorang diri. Berulang kali dihembuskannya asap
rokok ke permukaan air kolam. Ia mengiringkan pandang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

matanya ke arah gulung-gulung asap berbentuk lingkaran yang


melayang-layang bagaikan tebaran bunga di permukaan air.
Seolah dia hendak mencari sesuatu dalam gumpalan asap itu.
Sesuatu yang mungkin akan memberi jawaban pada persoalan
yang tengah menghimpit rongga dadanya.
Demikianlah adat kebiasaan Demang di kala ia menghadapi
persoalan yang mempepat pikirannya sampai buntu. Ia akan
menyingkir dan menyendiri, tak mau diganggu. Dayang dan para
pengiringnya tak berani mengusik. Mereka sudah tahu akan
kebiasaan Demang. Mereka hanya menunggu di luar.
“Ah,“ ia menghembus napas “ternyata raja Kertanagara sudah
berhasil menembus kekuatan Sriwijaya. Dia tidak mengirimkan
pasukan besar untuk memerangi melainkan dengan mengirim
utusan-utusan yang membawa bingkisan dan patung Syiwa
kepada Sriwijaya. Untuk mempererat persahabatan dan
memperkokoh perdamaian diantara Singasari dan Sriwijaya,
demikian ucapan yang dipersembahkan para utusan itu kepada
baginda Tribuana Mauliwarman. Tetapi di balik ucapan-ucapan
yang manis itu bukanlah madu yang kita dapatkan melainkan
tuak yang beracun. Memang manis rasanya tuak tetapi akhirnya
hancurlah kesadaran pikiran kita. Salah satu bukti dari siasat
Singasari ialah keadaan para pandita dari candi Cundamani-
warman ini. Mereka telah terminum tuak beracun. Mereka
kehilangan pegangan, kabur pendirian dan goyah keyakinannya
.... “
Setelah menemukan sesuatu dalam penilaiannya atas maksud
kunjungan perutusan Singasari maka Demangpun melanjutkan
renungannya pula.
“Apabila aliran Mahayana berhasil menebarkan pengaruh
kepada para pandita dan rakyat maka akan terjadilah suatu
pemberontakan tanpa berdarah di kerajaan Sriwijaya. Rakyat
Sriwijaya tentu akan berpaling ke Singasari dan menganggap
Kertanagara sebagai jina. Tanpa melakukan serangan, tanpa
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mengobarkan peperangan, Sriwijaya dapat ditundukkan


Singasari. Rakyat tak menghiraukan baginda Tribuana dan akan
mendepak pula patih .... aku ! Hai, betapa berbahaya serangan
halus dari Kertanagara itu. Jauh lebih berbahaya daripada
serangan dengan kekuatan senjata.“
Demang Lebar Daun terperangah dalam cengkam kesiap dan
kejut, di kala menemukan tabir yang menyelimuti maksud
Kertanagara mengirim utusan ke tanah Malayu itu. Jika demikian,
benarlah pendapat hulu-balang Hang Balbila tadi yang
mengnjurkan agar menuruti anjuran patih Aragani “Siasat
pertahanan yang paling baik adalah menyerang,“ demikian
keterangan hulubalang Hang Balbila di dalam persidangan tadi.
“Mengapa tak kuterima pendapat hulubalang itu? Mengapa
aku mencemaskan kekuatan pasukan Sriwijaya sendiri? Jika
Singasari kuserang, rombongan utusan Singasari itu tentu akan
bergegas pulang ke Singasari. Perembesan aliran Mahayana
tentu dapat dibendung. Soal kalah? Ah, sudah wajarlah kalau
dalam peperangan itu, jika tidak menang tentu kalah. Tetapi
yang penting mati membela agama adalah mati syahid,“
demikian luap perasaan Demang yang memberontak dalam
hatinya.
Demang membiarkan luap kegeraman, kemarahan dan
kedengkian berhamburan bagaikan air bah yang menggenangi
lubuk hatinya. Setelah beberapa saat kemudian dan luap
perasaannya itu agak reda, pikirannya pun makin tenang.
Lalu ia teringat akan surat patih Aragani yang disampaikan
Siborang. Setelah meniti kembali bunyi surat itu,
perhatiannyapun terpaku pada anjuran patih Aragani mengenai
raden Wijaya “Ya, benarlah patih itu. Raden Wijaya harus di
benam dalam buaian asmara. Dia harus disiksa batinnya
sehingga seluruh perhatiannya lenyap kecuali hanya merindukan
cucuku puteri Candra Dewi. Apabila pimpinannya sudah lupa

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

daratan maka mudahlah membenamkan anak pasukan Singasari


itu ke dalam lumpur sungai Musi .... “
Wajah Demang memercik sinar terang dan gundu matanyapun
berkilat. Berulang kali rokok dihisap panjang panjang lalu
dihembuskan ke permukaan air kolam. Dalam sekejap saja
permukaan kolam itupun penuh dengan kabut asap. Rokokpun
makin pandak hampir mendekati pangkal. Tiba -tiba ia
menjentikkan putung rokok itu ke udara dan ccsss .... putung
jatuh ke dalam air, apinyapun padam seketika.
“Ya, betapalah pelik dan gelap siasat yang dilakukan Singasari
seperti kabut asap yang menyelubungi permukaan kolam itu,“
katanya seorang diri “namun akhirnya sebagaimana halnya
putung rokok akan padam di dalam air, juga siasat-siasat
Singasari itu tentu akan lenyap ditelan uap sakti gunung Dapunta
Hyang.“
“Sriwijaya jaya siddhayatra! Sriwijaya menang karena
perjalanan suci,“ seru pula Demang seraya mengepalkan tangan
sebagai tanda memeteri suatu tekad “ya, Sriwijaya aya
siddhayatra, akan kuperintahkan menjadi doa wajib bagi segenap
kaum pandita dan rakyat Sriwijaya setiap saat mereka
bersembahyang memanjat doa! “
Sambil berkemas bangun dari duduknya, Demang itu
mengingau dalam hati “Kata nujum itu memang benar, aku harus
menurutkan nujum sang resi untuk menganjurkan baginda
Tribuana agar berkenan menerima pinangan raden Wijaya.
Apabila kelak cucuku puteri Candra Dewi menjadi permaisuri
raden Wijaya yang menurut nujum itu kelak akan menjadi
seorang manusia besar di tanah Jawadwipa, tanpa peperangan
dan penumpahan darah, Sriwijaya akan dapat memerintah
Jawadwipa karena darah keturunan Mauliwarman-dewalah yang
akan menguasai kerajaan baru itu. Singasari hendak menguasai
Sriwijaya melalui perembesan aliran Mahayana tetapi Sriwijaya
akan dapat memerintah Jawadwipa melalui darah keturunan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

baginda Mauliwarman. Mana yang lebih menentukan, kita lihat


saja kelak .... “
Melihat Demang keluar dari pagoda pamujan di tengah kolam,
bergegaslah dayang dan pengiring menyambutnya “ Titahkan
kepala candi Cundamani-warman menghadap aku di
pesanggrahan,“ katanya.
Prajurit segera melakukan perintah.
“Dang Acarrya Kanakanauni,“ ujar Demang Lebar Daun ketika
kepala candi Cundamani warman menghadap “tahukah tuan apa
maksud Dang Acarrya kuminta datang kemari ? “
Dang Acarrya Smaranatha, seorang maharesi yang tinggi
pengetahuan dalam agama Buddha, menyahut tenang dan
paserah “Hamba menyadari tuanku. Dan hambapun siap
menerima hukuman yang tuan hendak jatuhkan kepadaku.
Hanya apabila tuan berkenan menerima permohonanku, tak lain
hamba hanya mohon agar hukuman itu tuan jatuhkan atas diri
Smaranatha seorang. Karena kesemuanya itu hambalah seorang
diri yang bertanggung jawab. Limpahkanlah kebijaksanaan tuan
untuk memberi ampun kepada para pandita di candi agung
Cundamani. Mereka tidak bersalah.“
Demang terkesiap mendengar untaian kata yang lantang dan
berani serta penuh tanggung jawab dari maharesi yang sudah
tua renta itu. Demang menyadari bahwa maharesi tua itu
mempunyai pengaruh besar atas beribu-ribu pandita dalam candi
Cundamani-warman.
Demang Lebar Daun seorang ahli pikir dan ahli siasat yang
pandai. Ia tak mau menambah kabut yang menyelimuti Sriwijaya
akan bertambah gelap lagi. Hukuman atau tindakan
menyingkirkan maharesi Smara-natha dari candi Gundamani,
tentu akan menimbulkan akibat yang menggoncangkan para
pandita di candi itu maupun di seluruh Sriwijaya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Demangpun menyadari bahwa utusan Singasari yang dipimpin


raden Wijaya itu segera akan tiba. Sriwijaya harus bersatu, luar
dan dalam. Secercah retak, setitik kelemahan akan memberi
sepercik kesempatan kepada Singasari untuk menghancurkan
Sriwijaya.
Tidak. Demang Lebar Daun tak mau dirangsa nafsu
kemarahan untuk sekaligus menghadapi dua masalah gawat. Ia
telah menentukan siasat bagaimana harus menghadapi kedua hal
itu.
“Dang Acarrya Smaranatha,“ serunya kepada maharesi tua itu
“tuan seorang maharesi yang perwira dan jujur. Sayang
kejujuran tuan itu terlumur suatu cemar yang menimbulkan
keheranan dan keraguan orang. Walaupun belum selesai tetapi
patung besar itu jelas akan berbentuk wajah Batara Aksobya.
Apakah tuan hendak menyangkal hal itu ? “
“Tidak, tuan patih,“ sahut Smaranatha tenang.
“O, tuan mengakuinya ? “
“Demikianlah, tuan.“
“Adakah hal itu tidak bertentangan dengan faham Hinayana
yang berkembang di Sriwijaya dan yang kita anut bersama ? “
“Tidak bertentangan, tuanku,“ jawab Smaranatha “melainkan
hanya berbeda dalam penjelasannya.“
“O, dapatkah maharesi menjelaskan kepadaku? “
“Hinayana,“ kata maharesi tua itu “hanya menganut ajaran
Buddha Gautama sang Amitabha. Sedang Mahayana menganut
bahwa Buddha Pertama yang merupakan sumber segala mahluk
akan menjelma menjadi lima Bhyani Buddha, yani Vairocana yang
menjelma dalam kerangka manusia Krakucchana. Kedua,
Aksocya yang menjelma dalam bentuk manusiawi Kanakamuni.
Ketiga, Ratnasambhava yang menjelma dalam badan kasar
manusia Kasyapa. Keempat, Amitabha yang mengejawantah
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dalam manusia Siddarta Gautama. Dan kelima atau terakhir,


masih akan ada pola dhyani-buddha Amoghasiddhi yang akan
menjelma dalam buddha-nianusia Maitreya .... “
“Ah, jangan pula tuan menguraikan buddha-buddha yang
khayal itu,“ tukas Demang “kenyataan yang ada dan yang benar-
benar kita tahu hanyalah sang Buddha Gautama yang dengan
ajaran ajaran yang murni dapat membawa kita ke alam bathin
yang suci dan pikiran tenang.“
Dang Acarya Smaranatha terdiam.
“Ingat dang acarrya,“ kata Demang pula ”tuan kami angkat
sebagai kepala candi Cundamani-Warman yang menjadi sumber
aliran Hinayana di Sriwijaya. Kiranya tuan tentu maklum bahwa
candi Cundamani -warman itu bukan candi yang menganut aliran
Mahayana. Tindak tuan untuk menyebarkan aliran Mahayana dan
memahat patung Aksobya di pusat pemujaan Hinayana ini, dapat
ditafsirkan sebagai langkah hianat terhadap kerajaan Sriwijaya.
Apa tindakan baginda Tribuana Mauliwarman apabila mendengar
peristiwa di Bukit Siguntang ini ? Kiranya hukuman pancungpun
masih terlalu ringan atas kesalahan tuan yang berat itu.“
“Tuanku Demang Lebar Daun yang mulia,“ sahut Dang
Acarrya Smaranatha dengan tenang “akibat-akibat dari tindak
hamba itu memang telah hamba pikirkan. Hamba telah
menyediakan jiwa hamba untuk menerima hukuman apapun
juga.“
Demang terkesiap. Ditatapnya maharesi tua itu lekat- lekat.
Disadarinya bahwa resi tua itu seorang yang keras hati, kukuh
dalam pendirian. Sia-sia jualah untuk memaksanya merubah
pendiriannya.
“Dang Acarrya Smaranatha,“ kata Demang sesaat kemudian
”jika tuan memang telah bertekad untuk beralih kiblat dan
berganti kepercayaan, itu hal tuan dan tuan bebas
melakukannya. Tetapi ingat, hendaknya hal itu hanya tuan batasi
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pada diri tuan sendiri saja. Janganlah tuan berusaha untuk


membujuk dan menyebarkan faham itu kepada lain orang
terlebih pula kepada para pandita di candi ini.“
“Tuanku Demang Lebar Daun yang mulia,“ seru Dang Acarya
Smaranatha “adakah hanya demikian keputusan tuanku ?“
“Ya.“
“Mengapa tuanku tak menjatuhkan hukuman kepada diri resi
tua ini ? Bukankah Smaranatha telah melakukan kesalahan besar
?“
“Hal itu tergantung dari perbuatan tuan nanti “
“Adakah hamba masih diperkenankan mengepalai candi
Cundamani ? “
“Selama resi masih ingat dan mematuhi permintaanku tadi,
tiada alasan mengapa Lebar Daun harus bertindak 'menghapus
panas setahun dengan hujan sehari'? Bagaimanapun Sriwijaya
takkan melupakan jasa tuan selama berpuluh tahun membina
perkembangan agama Buddha Hinayana di candi Cundamani ini.“
Demang Lebar Daun memang seorang negarawan yang
pandai dan lincah. Untuk mengabut kelemahannya tidak mau
menindak resi tua itu, sengaja dia menggunakan dalih karena
menghargai jasa resi itu selama ini. Ternyata siasatnya berhasil.
“Baiklah, tuanku. Smaranatha akan setya membalas budi
kerajaan Sriwijaya yang telah memberi naungan selama berpuluh
tahun kepada hamba,“ kata maharesi tua itu.
“Baik, dang acarya,“ kata Demang “masih ada pula sebuah
permohonanku kepada tuan.“
“Biik, katakanlah tuanku.“
“Kuminta” kata Demang “resapkanlah doa 'Sriwijaya jaya
siddhayatra' dalam setiap doa yang dilakukan dalam candi
Cundamani dan dalam setiap upacara resmi maupun peiibadi.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dang Acarya Smaranatha menyanggupi hal itu. Dan


berakhirlah pertempuran itu Denang Lebar Daun yakin bahwa
dengan cara yang dilakukan tadi terhadap Dang Acarya
Smaranatha yang amat berpengaruh di seluruh Sriwijaya
terutama di Bukit Siguntang, maka aliran Mahayana yang akan
dirembeskan melalui maharesi tua itu, tentu akan dapat dibatasi.
Beberapa hari kemudian, terpikirlah oleh Demang Lebar Daun
untuk menghadap baginda Tribuana Maulawarman di
Darmairaya.
Dahulu baginda Tribuana Maulawarman bertahta di Sriwijaya.
Tetapi tambah lanjut usia baginda maka timbullah keinginan
baginda untuk meninggalkan keramaian dunia, kesibukan
pemerintahan. Baginda mensucikan diri dalam naungan
keagungan Buddha Hinayana. Baginda hendak mencari
ketenangan dan kedamaian dalam sisa hidupnya.
Baginda Tribuana Maulawarman menerima laporan bahwa di
Singasari dan dapat dikatakan di seluruh Jawadwipa, paham
Mahayana telah berkembang pesat, brahmana-brahmana
menganut paham Hinayana diusir dan dipencilkan sehingga
banyaklah dari mereka yang melarikan diri. Suasana
pertentangan agama itulah yang menyebabkan baginda hendak
mengundurkan diri dari tampuk pimpinan pemerintahan dan
mencurahkan sisa hidupnya untuk mengepalai usaha
menegakkan agama Brahma Hinayana di Sriwijaya.
Dan kebetulan pula baginda telah merdapat seorang patih
mangkubumi bernama Demang Lebar Daun yang pandai.
Demang Lebar Daun itu seorang ahli tatanegara yang tiada tolok
bandingnya pada jeman itu. Baginda Tribuana Maula warman
sangat percaya kepada patih itu sehingga puteri Demang Lebar
Daun yang bernama Wan Sendari telah diambil sebagai
permaisuri oleh baginda. Setelah itu bagindapun pindah tempat
ke pura kerajaan yang baru di Darmasraya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Istana pura Darmasraya didirikan di dierah Sungai Langsat,


Jambi. Pembuatannya makan waktu tak kurang dari duapuluh
tahun lamanya. Istana kediaman baginda Tribuana, menduduki
setengah bagian dari pura Darmasraya. Pura itu penuh dengan
candi-candi, vihara yang jarang terdapat bandingannya walau di
negeri Gangga sekalipun.
Setelah baginda pindah ke Darmasraya maka pemerintahan
bandar di Sriwijaya diserahkan kepada Demang Lebar Daun. Juga
di Sriwijaya sendiri, beratus ratus asrama dan candi, bertebaran
di segenap penjuru. Rakyat setya kepada Demang Lebar Daun.
Baginda terkejut menerima laporan dari puhavam atau kepala
bandar yang mengabarkan tentang sebuah iring -iringan perahu
layar dengan panji warna Ungu -perang sedang menuju ke
Darmasraya. Panji itu jelas lambang kerajaan Sriwijaya yang
dipercayakan di bawah perintah Demang Lebar Daun.
Dengan diiring oleh mentri senopati, baginda Tribuana menuju
ke bandar untuk menyambut kedatangan patih mangkubumi
yang juga menjadi mamakanda atau mentua baginda. Prajurit
bersenjata lengkap dan rakyatpun ikut bersiap-siap.
Bandar Darmasraya acapkali dilanggar oleh tentara Singasari
yang sedang berada di tanah Malayu. Itulah sebabnya maka
setiap kemunculan perahu ke bandar, selalu disiapkan penjagaan
yang kuat.
Saat itu surya sudah terbenam. Baginda Tribuana menyambut
Demang Lebar Daun dengan saling berpelukan sebagai layaknya
ayah dengan putera.
Sorak sorai bergemuruh dari lapisan rakyat karena legah
perasaannya bahwa yang datang itu ternyata patih mangkubumi
Sriwijaya sendiri.
Baginda dan Demang segera naik tandu pulang ke istana,
langsung dibawa ke dalam balairung agung. Ternyata disitupun
telah siap menanti permaisuri baginda, puteri Wan Sendari
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

beserta kedua puteri yang jelita, Kembang Dadar atau yang


bergelar Dara Jingga dan puteri Candra Dewi atau Dara Petak.
Setelah duduk di kurgi gading bersalut ukiran, ratu Wan
Sendari segera menjalankan adat penghormatan menyambut
ayahandanya. Permaisuri itu berlutut dan mencium tangan
Demang Lebar Daun.
Kemudian berturut-turut kedua puteri Kembang Dadar dan
Candra Dewipun bersimpuh di hadapan Demang Lebar Daun,
mencium tangan nenekanda mereka. Demangpun mengecup
ubun-ubun kepala kedua puteri cuejnya.
Kepada permaisuri Wan Sendari dan kedua puteri Candra
Dewi dan Kembang Dadar, Demang Lebar Daun mencurah
terangkai kata-kata pelepas rindu. Kemudian Demang memberi
kedua puteri masing-masing sebuah bingkisan “Hanya sekedar
mainan anak-anak yang tak berharga, cucuku,“ katanya sambil
tertawa.
“Ah, mana-mana buah tangan nenekanda yang mulia, tentu
hamba junjung sebagai pusaka keramat,“ kata kedua puteri jelita
seraya menghaturkan sembah terima kasih.
Ketika puteri Candra Dewi membuka bingkisan itu, iapun
berbeliak. Sebuah bola sebesar genggam tangan, terbuat
daripada gading. Dalam bola itu terdapat pula selapis bola gading
lagi. Dan di dalam lapis bola gading yang kedua itu berisi sebuah
bola yang ketiga. Bola yang ketiga berisi bola keempat, bola
keempat berisi bola kelima dan bola kelima berisi lagi bola
keenam. Dalam bola yang keenam itu bukan lagi berisi bola
melainkan berisi sebuah ukir-ukiran pagoda kecil. Bola gading
dalam bola gading sehingga sampai tujuh butir bola itu satu
sama lain tidak bersambung. Semua terbuat dari sebatang
gading yang diukir. Demikian pula pagoda kecil yang berada di
bagian paling dalam atas pusar bola.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“ O .... “ desis puteri Candra Dewi demi memeriksa buah


tangan yang diterimanya dari Demang Lebar Daun “bukan main
elok dan mengagumkan karya ukiran dalam gading ini,
nenekanda.“
Demang Lebar Daun tertawa cerah “Nenek memperolehnya
dari utusan raja Kubilai Khan yang singgah di Sriwijaya untuk
meninjau perkembangan agama di Sriwijaya. Kata mereka, ukiran
gading tujuh bola itu disebut Pagoda Suci di langit ke tujuh.
Merupakan salah satu dari tujuh pusaka ajaib di dunia, cucuku.“
Puteri Candra Dewi amatlah bersukacita.
Demikian pula puteri Kembang Dadar atau Dara Jingga ketika
membuka bingkisan buah tangan dari nenekandanya, puteri
itupun berseru kaget “ Ih ... ? gerangan kaca ajaib apakah ini,
nenekanda? “
“Cermin Panca Skanda, cucuku,“ sahut Demang Lebar Daun
“terbuat daripada batu pualam putih hasil keluaran tanah Persia.
Digosok dan dibentuk menjadi lima susun. Apabila engkau
berccrmin pada kaca itu, cucuku, engkau akan melihat lima buah
wajahmu dalam lima cahaya warna, putih, merah, biru,
lembayung dan kuning. Cermin Itu persembahan dari saudagar
Persia yang berkunjung ke Sriwijaya. Sebuah cermin yang tiada
keduanya lagi di dunia.“
Puteri Kembang Dadar bersyukur amat gembira.
Kemudian permaisuri Wan Sendari segera menitahkan dayang
untuk menyajikan hidangan dan minuman yang lezat. Selama
menikmati hidangan, baginda Tribuana menunggu apakah
gerangan yang hendak diucapkan Demang Lebar Daun itu nanti.
Tak mungkin mangkubumi akan menyempatkan diri berkunjung
karena sekedar hendak melepaskan rindu kepada puteri dan
cucunya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Namun sampai perjamuan selesai, tetap belum jua Demang


mengutarakan sesuatu. Bagindapun menitahkan supaya tari -
tarian segera dimulai untuk menghibur Demang.
Dalam kesempatan itu dan menurut adat istiadat maka puteri
bagindapun ikut mempertunjukkan keahliannya menari. Karena
Dara Jingga berhalangan untuk menari maka Dara Petak atau
Candra Dewilah yang menari.
Ketika puteri Candra Dewi tampil di tengah para penari istana,
terkesiaplah mata sekalian hamba sahaya, biti perwara yang
berada di balairung. Bahkan Demang Lebar Daun sendiripun
tertegun.
Bagaikan burung merpati putih diantara kerumun burung
gagak atau sebagai sebutir intan bahaduri diantara tebaran batu-
batu kerikil. Demikian apabila hendak melukiskan pemandangan
saat itu di mana sang puteri jelita sedang berada di tengah-
tengah para penari.
Wajah yang berseri gilang-gemilang laksana bulan purnama
siddhi, sepasang alis yang hitam melengkung bagai busur
direntang, menaungi sepasang bola mata yang bergemerlapan
bagai bintang kejora. Hidung mancung tcrsanggah sepasang bibir
yang merekah merah basah. Pinggang ramping yang mengiring
gerak tubuh semampai dalam liuk-liuk mengikuti irama tari
gending Sriwijaya yang halus menambat kalbu, benar-benar amat
mempesonakan.
“Dewi Kama Ratih ... “ tiba-tiba meluncurlah kata-kata dalam
hati Demang Lebar Daun, seorang penganut gigih dari aliran
Hinayana yang tak percaya akan dewa-dewa, saat itu di luar
kesadaran pikirannya, telah menumpahkan perasaan hatinya.
Dalam pandang mata Demang tua itu, cucunya puteri jelita
Candra Dewi saat itu tak ubah seperti Dewi Ratih, isteri batara
Kamajaya, sedang turun ke arcapada.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Permata Sriwijaya inilah yang kelak akan menguasai kerajaan


Jawadwipa. Pantas raden Wijaya di-mabuk kepayang ... “
gumang Demang itu dalam hati.
Sampai jauh malam barulah upacara penyam butan itu selesai.
Baginda dan Demang Lebar Daun masuk ke sebuah ruang yang
disediakan sebagai tempat peraduan Demang.
“Mamanda,“ ujar baginda setelah duduk berdua dengan
Demang Lebar Daun “kiranya tentu ada sesuatu yang amat
penting pada kunjungan mamanda ke Darmasraya ini.“
“Benar, ananda baginda,“ sahut Demang Lebar Daun
“memang mamanda hamba perlu mempersembahkan laporan
tentang keadaan yang meliputi kerajaan tuan hamba.“
“Adakah mamanda hendak melaporkan tentang sepak terjang
pasukan Singasari yang telah menjelajah di tanah Malayu itu ?“
tanya baginda pula.
“Sumbernya memang pada itu, tuanku,“ sahut Demang
“hanya alirannya yang berganti-ganti. Berbentuk sebuah aliran
yang deras arusnya, ada pula yang merembes di bawah tanah.“
Kemudian dengan singkat dan jelas Demang menuturkan
tentang peristiwa yang telah dijumpainya di candi Cundamani-
warman.
“Yang berbentuk sebagai arus sungai deras yalah serangan
pasukan Singasari yang dipimpin hulubalang Mahisa Anabrang di
bumi Malayu ini. Dan yang merembes dibawah tanah yalah
timbulnya, gejala baru dalam aliran agama yang berlaku di
Sriwijaya,“ kata Demang.
“Mengapa mamanda tak menghukum kepala brahmana candi
Cundamani itu,“ tegur baginda.
Demang Lebar Daun mengemukakan alasan dan siasatnya
untuk menggunakan pengaruh maharesi Smaranatha agar
menghentikan penyebaran aliran Mahayana “Menghentikan aliran
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sungai,“ kata Demang Lebar Daun “tidaklah dengan


membendung arusnya, melainkan dengan menimbuni
sumbernya.“
Baginda Tribuana mengangguk.
“Dan kabar yang hamba terima dari surat patih Aragani,“ kata
Demang itu melanjut “tentang keadaan Singasari yang dewasa ini
kosong dan lemah kekuatannya. Sebagian besar dari pasukan
Singasari telah dikirim ke tanah Malayu dan Bali. Dalam beberapa
hari lagi, utusan Singasari yang dikepalai raden Wijaya akan tiba
di Sriwijaya untuk mempersembahkan sebuah benda yang jelas
menunjukkan warna dari tujuan mereka.“
“O, apakah persembahan mereka itu, mamanda?“
“Sebuah arca Amoghapasa, tuanku. Salah sebuah lambang
pemujaan dari kaum Mahayana.“
“Hai, benar-benar Kartanagara hendak menghina kami,
mamanda. Tangkap dan bunuh sajalah Wijaya itu !“ bagindapun
mulai murka.
Demang Lebar Daun tertegun sejenak lalu berkata “Raden
Wijaya seorang ksatrya yang gagah perkasa, sakti mandraguna.
Dialah banteng Singasari yang paling ditakuti musuh. Oleh
karena itu maka patih Aragani mengatur siasat untuk
menyingkirkan raden itu dari Singasari dengan mengusulkan
kepada raja Singasari supaya raden Wijaya diangkat sebagai
kepala rombongan perutusan Singasari ke Malayu. Setelah dia
pergi maka lemahlah pertahanan Singasari dan patih Aragani
menganjurkan hamba agar segera menyerang Singasarl “
“Itulah kesempatan yang bagus, Mamanda,“ seru baginda
gembira “baiklah mamanda kerahkan pasukan kita untuk segera
menggempur Singasari.“
Namun Demang Lebar Daun tak lekas menanggapi titah
baginda. Setelah beringsut mengemasi letak duduknya, ia
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

berkata “Betapapun besar keinginan hamba untuk melakukan hal


itu tuanku, namun kita telah dihadapi dengan kenyataan yang
memerlukan pertimbangan dan keputusan yang tepat.“
“Apa maksud mamanda ?“
“Kini Sriwijaya sedang dilingkupi oleh ancaman-ancaman
bahaya,“ kata Demang Lebar Daun “Pasukan Pamalayu dari
Singasari sudah menancapkan kaki di bumi sini. Beberapa
kerajaan Malayu telah dikuasai mereka. Apabila kita mengirim
pasukan untuk menyerang Singasari, bukankah panglima
pasukan Pamalayu Singasari itu akan dapat segera menyerbu
Sriwijaya yang sudah kosong itu? Dengan demikian akan terjadi
suatu keganjilan. Kira menyerbu Singasari yang kosong tetapi
pasukan Pamalayu Singasari juga akan menyerbu Sriwijaya.“
“O,“ baginda terkesiap.
“Dan bahaya kedua yang hamba namakan sebagai
perembesan gelap dari faham Mahayana itu,“ kata Demang Lebar
Daun pula “pun merupakan bahaya yang tak dapat kita abaikan.
Apabila aliran Mahayana dapat mendesak aliran Mahayana maka
akan goyahlah kesetyaan rakyat terhadap kerajaan paduka.
Rakyat akan lebih taat kepada Kertanagara daripada kepada
paduka.“
Baginda Tribuana terbeliak.
“Kenyataan yang ketiga,“ Demang Lebar Daun masih melanjut
“yalah kedatangan dari utusan Singasari nanti. Apabila kita
hadapi raden Wijaya dengan kekerasan, tentu akan terjadi
pertumpahan darah yang hebat. Dan apabila panglima pasukan
Pamalayu mendengar hal itu, dia tentu segera cepat- cepat akan
membawa pasukannya untuk membantu raden Wijaya.“
Wajah baginda Tribuana tampak memberingas “Apakah
pasukan Sriwijaya yang gagah berani itu tak mampu
mengalahkan mereka, mamanda ? “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Maaf tuanku,“ kata Demang Lebar Daun “bukan sekali-kali


mamanda bermaksud hendak memuji kekuatan lawan dan
meremehkan kekuatan kita sendiri. Tetapi terus terang, selama
beberapa tahun terakhir ini hamba memang tak memperbesar
kekuatan pasukan kita melainkan mencurahkan perhatian dan
tenaga hamba untuk mengembangkan agama Buddha Hinayana.
Pagoda, candi, vihara dan asrama-asrama telah hamba bangun
sebanyak-banyaknya. Hamba lebih utamakan pembangunan
agama daripada angkatan perang.“ Baginda diam.
“Dalam menghadapi kedatangan perutusan Singasari yang
dikepalai raden Wijaya ini, hamba telah mengundang seorang
maharesi yang sidik dan ahli dalam ilmu perbintangan. Hamba
minta kepada resi tua itu untuk memberikan nujum.“
“O, lalu? “
“Menurut nujum sang resi, raden Wijaya itu kelak akan
menjadi manusia besar dan bahwasanya di Jawadwipa akan
timbul sebuah kerajaan baru yang jauh lebih besar dan jaya
daripada Sugasari.“
“Lalu apa hubungan raden Wijaya dengan kerajaan besar yang
baru itu ?“
“Resi tak dapat memberikan gambaran yang jelas. Namun
hamba menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan
manusia besar itu tak lain adalah raden Wijaya itu kelak akan
menjadi raja.“
“Ah,“ baginda gelengkan kepala “bukankah Singasari dalam
pimpinan Kertanagara merupakan sebuah kerajaan yang besar
dan kuat? Mungkinkah Singasari akan hancur ?“
“Tiada yang langgeng dalam kehidupan dunia ini, tuanku,“
kata Demang Lebar Daun “jika hal itu sudah ditakdirkan oleh
Hyang Batara Agung, gunung yang gagah perkasa akan dapat
roboh, samudera yang dahsyat dapat kering.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Baginda tertegun sejenak lalu bertanya “Siapakah gerangan


yang akan mengalahkan Singasari nanti?“
“Itu rahasia alam, demikian kata resi itu, tuanku. Dan dia tak
mau memberi keterangan karena takut akan menerina kutuk
dewa,“ kata Demang Lebar Daun “namun hamba lebih cenderung
untuk menilai bahwa Dahalah yang akan mengalahkan
Singasari.“
Baginda kerutkan dahi “Tetapi mamanda, bukankah sudah
sejak beberapa keturunan, sejak raja Kertajaya dikalahkan Ken
Arok maka Daha telah dikuasai Singasari? Bagaimana mungkin
Daha akan bangkit untuk meruntuhkan Singasari? Apakah tidak
mungkin..... “ Demang Lebar Daun cepat dapat menangkap ke
arah mana baginda hendak menjatuhkan dugaan. Maka diapun
segera menanggapi lebih dahulu “Tetapi kuharap janganlah
Sriwijaya kerajaan paduka yang mengalahkan Singasari.“
“Mengapa, mamanda berkata demikian ?“ baginda terkejut.
“Karena menurut nujum sang resi, kelak di Jawa dwipa akan
timbul sebuah kerajaan baru yang lebih besar dan jaya dari
Singasari. Dengan kata kerajaan baru itu jelas dapat kita
tafsirkan, bukanlah Daha melainkan suatu kerajaan baru yang
akan didirikan raden Wijaya yang kelak disebut dalam nujum
sang resi sebagai manusia besar kekasih dewata,“ kata Demang
Lebar Daun “maka kalau Sriwijaya yang akan mengalahkan
Singasari, tentulah Sriwijaya akan dikalahkan pula oleh kerajaan
baru itu.“
“Ah,“ desuh baginda Tribuana dalam nada ragu “benarkah
nujum sang reii itu ?“
“Setiap timbul peristiwa yang menyangkut kepentingan
Sriwijaya tentu hamba panggil resi itu. Resi itu bukan sekedar
menujum menuiut ilham melainkan berdasarkan atas perhitungan
peredaran bintang atau yang disebut ilmu Falak. Dan
kenyataannya selama ini apa yaag dinujumkan memang benar.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Oleh karena itu hamba terpaksa menaruh kepercayaan. Dan


tentang nujumnya mengenai keadaan Singasari dan maksud
pengiriman utusan Singasari ke tanah Malayu, baiklah kita
buktikan keadaannya.“
Baginda tertegun. Sesaat kemudian bagindapun berujar pula
“Lalu apa kelanjutan dan nujum resi itu, mamanda ?“
“Mata-mata yang hamba kirim ke Singasari telah kembali
dengan membawa surat dari patih Aragani yang mengatakan
bahwa kedatangan raden Wijaya itu membawa dua tujuan.
Pertama, hendak mempersembahkan arca Amoghapasa, Kedua,
hendak meminang puteri paduka .... “
“Meminang? Siapa yang meminang?“
“Raden Wijaya.“
“Hm,“ desuh baginda “bukankah dia sudah menjadi putera
menantu raja Kertanagara ?“
“Benar, tuanku,“ kata Demang “oleh karena itu raden Wijaya
tidak meminang untuk dirinya melainkan meminang puteri
paduka untuk permaisuri raja Kertaragara .... “
“Bedebah !“ teriak baginda Tribuana murka “Kertanagara yang
sudah setua itu hendak meminang puteriku? Tidak, tidak,
mamanda! Selama aku masih bernafas takkan kuidinkan hal itu
terjadi. Biarlah bumi Sriwijaya merah dengan darah, biarlah pura
Darmasraya menjadi lautan api, tetapi takkan kuserahkan
puteriku kepada raja Singasari yang tak tahu diri itu!“
Demang Lebar Daun tak mau membantah. Ia membiarkan
saja baginda menumpahkan amarahnya. Marah adilah tafsu dan
nafsu itu keinginan. Setiap keinginan yang dipepat tentu akan
meledak atau akan mencari saluran lain. Atau tetap akan masih
terpendam. Apabila kemarahan itu sudah reda, tentulah pikiran
baginda akan jernih dan pada saat itulah Demang hendak
melanjutkan kata pembicaraannya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah,“ Demang membuka ketenggangan dengan sebuah helaan


napas “telah menjadi ketentuan Hyang Maha Agung bahwa
kesemuanya itu akan berlangsung seperti apa yang telah
digariskanNYA. Manusia hanya menerima tak kuasa menolak.“
“Apa maksud mamanda?“ tegur baginda dengan nada yang
sudah tenang namun masih mengumandangkan nada amarah.
“Bahwa peminangan itu akan terjadi dan bahwa puteri paduka
cucu hamba Candra Dewi itu kelak akan menjadi permaisuri
raden Wijaya, manusia besar dari jawadwipa.“
Baginda terkesiap “Raden Wijaya? “
“Ya “
“Tetapi bukankah mamanda tadi mengatakan bahwa raden
Wijaya hanya diutus raja Singasari untuk meminang puteri
Candra Dewi sebagai permaisuri raja Singasari itu?“ baginda
Tiibuana menegas heran.
“Benar, tuanku,“ kata Demang tenang “sebenarnya sudah
lama raden Wijaya menaruh rindu dendam kepada puteri paduka
Candra Dewi. Menurut laporan yang hamba terima, raja
Kertanagara mengutus raden Wijaya ke Sriwijaya ini, adalah
untuk meminang kedua puteri paduka. Puteri Candra Dewi akan
menjadi permaisuri raja Kertanagara dan puteri Kembang Dadar
akan diberikan kepada raden Wijaya. Tetapi menurut nujum sang
resi, hanya puteri Candra Dewi yang akan menjadi permaisuri
raden Wijaya.“
“Bagaimana mungkin, mamanda? Tidakkah raja Kertanagara
akan marah kepada Wijaya? “
“Itulah rahasia alam yang tak dapat diwedarkan oleh sang
resi. Resi hanya menyatakan, Singasari hancur dan akan timbul
sebuah kerajaan baru di Jawadwipa yang lebih besar dan jaya.
Oleh karena hal itu sudah merupakan ketentuan kodrat dewata,
maka tentulah akan terjadi. Hanya bagaimana liku-liku
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

peristiwanya yang akan terjadi sang resi tak dapat memberi


keterangan.“
“Lalu bagaimana halnya puteriku Kembang Dadar ?“ tanya
baginda.
“Puteri paduka Kembang Dadar akan lembali ke tanah Malayu
dan akan menjadi permaisuri seorang raja dari tanah Malayu.“
“Mengapa hal itu dapat terjadi ?“ baginda makin heran.
“Seperti telah hamba katakan, sebelum raja Kertanagara
sempat mempersunting Candra Dewi maka terjadilah suatu
perobahan besar dalam kerajaan Singasari. Kerajaan itu hancur
dan timbul pula sebuah kerajaan baru.“
“O, seperti nujum resi itu, bukan? “
“Benar,“ kata Demang “dan rasanya selama ini apa yang
dinujumkan resi itu memang selalu benar.“
“Benarkah Wijaya yang akan menjadi raja dari kerajaan baru
itu, mamanda ?“
“Nujum sang resi tak mengatakan demikian melainkan hanya
menyebut bahwa raden itu kelak akan menjadi manusia besar di
Jawadwipa. Bahwasanya dialah yang menjadi raja dari kerajaan
baru itu, adalah tafsiran hamba sendiri, tuanku.“
“Aku dapat menyetujui tafsiran mamanda,“ kata baginda
“tetapi yang membuat aku bingung, betapa mungkin puteri
Candra Dewi yang dipinangkan raja Kertanagara, kemudian akan
menjadi permaisuri raden Wijaya. Bagaimanakah hal itu mungkin
terjadi?“
“Jodoh di tangan Hyang Maha Agung, tuanku,“ kata Demang
“apabila puteri paduka Candra Dewi memang telah digariskan
dewata menjadi jodoh raden Wijaya, segala yang tak mungkin
pasti akan mungkin. Karena apa yang tak dimungkinkan dalam
pemikiran manusia akan mungkin terjadi atas kehendak dewata.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah, tetapi mamanda .... “


“Dalam hal ini, tuanku, hamba bersedia memberi tanggung
jawab atas keyakinan hamba akan terlaksananya hal-hal seperti
yang dinujumkan oleh sang maharesi itu.“
Baginda Tribuana mengangguk pelahan. Kemudian berujar
pula “Apakah kelanjutan daripada nujum resi itu, mamanda ?“
“Maharesi hanya mengatakan bahwa memang sudah takdir
yang direstui dewata bahwa puteri Candra Dewi akan berjodoh
dengan raden Wijaya dan bahwasanya kelak mereka akan
menurunkan seorang kesatrya linuwih yang akan memerintah
Jawadwipa.“
“Oh,“ baginda mendesuh panjang.
Demang Lebar Daun tak lekas menanggapi melainkan bersikap
menunggu apa yang akan diucapkan baginda putera menantunya
itu.
Beberapa saat kemudian terdengar baginda berujar pula
“Mamanda, Candra Dewi adalah cucu mamanda yang mamanda
kasihi. Sudah tentu aku percaya mamanda pasti menaruh
perhatian besar untuk memikirkan nasib anak itu. Mungkin tak
kalah besar kasih dan perhatian mamanda kepada Candra Dewi
dari pada aku sendiri.“
“Candra Dewi dan Kembang Dadar adalah buah hati mamanda
yang paling berkenan dalam hati mamanda, tuanku,“ kata
Demang “bahkan menurut perasaan mamanda, kini kasih sayang
mamanda jauh lebih besar terhadap kedua cucu itu daripada
terhadap anak mamanda Wan Sendari, permaisuri paduka.“
Baginda tersenyum “Kutahu mamanda, memang demikianlah
perasaan seorang nenek. Lebih mengasihi cucu daripada
anaknya. Oleh karena itu, maka tak sangsi kiranya apabila
kumohon buah pendapat mamanda mengenai persoalan yang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sedang kita jelang ini. Bagaimana menurut mamanda, tindakan


yang harus kita tempuh ?“
“Tuanku,“ kata Demang “segala pikiran dan pendirian hamba
dalam menghadapi persoalan raden Wijaya itu, adalah berdasar
pada nujum sang resi. Berpijak pada nujum yang telah
dihaturkan maharesi maka hamba mendapat gambaran bahwa
tanpa peperangan, tanpa pertumpahan darah, kelak darah
keturunan Mauliwarman akan menguasai Jawadwipa.“
“Ah,“ desah baginda “adakah mamanda bermaksud .......“
“Mamanda menghendaki jalan damai yang menang. Mamanda
tunduk kepada ketentuan yang telah digariskan Hyang Maha
Agung, tuanku.“
“Hm,“ dengus baginda dalam nada yang masih tak rela “tetapi
mamanda, bagaimana mungkin kurelakan cucu mamanda Candra
Dewi akan dipersunting Wijaya? Siapakah Wijaya itu? Kudengar
dia calon menantu raja Kertanagara tetapi aku tak tahu asal
keturunannya dan yang penting mamanda, bukankah dia juga
seorang penganut faham Mahayana yang bertentangan dengan
pendirian kita ?“
Demang Lebar Daun batuk-batuk kecil kemudian setelah
menenangkan napas baru ia berkata “Semula hamba memang
mengira demikian. Tetapi setelah hamba menerima laporan dari
mata-mata yang hamba tugaskan untuk menyelidiki diri raden
Wijaya, barulah hamba terkejut, tuanku.“
“Apa maksud mamanda? Apakah Wijaya itu keturunan
priagung luhur ?“
“Raden Wijaya adalah keturunan seorang raja-kulakara yang
termasyhur di Jawadwipa, tuanku.“
“Siapa mamanda ?“
“Ken Arok, pendiri kerajaan Singasari.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah, bagaimana silsilahnya, mamanda ?“


“Ken Arok berputera Mahisa Wonga Teleng. Mahisa Wonga
Teleng berputera Mahisa Campaka. Mahisa Campaka berputera
Lembu Tyal dan Lembu Tyal adalah mamanda dari raden
Wijaya.“
“O,“ baginda mendesuh kejut “itukah sebabnya maka raja
Kertanagara berkenan memungut menantu kepadanya ?“
“Demikianlah tuanku,“ kata Demang “soal faham Mahayana
yang dianut raden Wijaya, kelak adalah puteri paduka yang
menjadi permaisurinya, tentu dapat mempengaruhi suaminya
agar beralih faham atau sekurang-kurangnya supaya faham
Hinayana itu diberi hak hidup, perlindungan dan bebas
berkembang di Jawadwipa.“
Mendengar penjelasan itu tampak baginda Tribuana
mengangguk angguk. Baginya tiada sesuatu yang lebih utama
daripada kebesaran faham Hinayana yang dipujanya itu. Uraian
Demang Lebar Daun yang terakhir itu telah dapat menembus
dinding rongga dadanya yang sesak dengan kecemasan. Faham
Hinayana telah menyatu dalam darah dan membaja dalam
dadanya.
“Dapatkah kesemuanya itu akan berjalan seperti yang
mamanda katakan,“ katanya meminta penegasan.
“Sriwijaya adalah kerajaan yang hamba abdi. Paduka adalah
junjungan yang hamba sembah. Candra Dewi adalah cucu yang
hamba cintai. Bagaimana mungkin hamba akan merelakan
apabila semua yang telah menjadi pertanggungan hidup hamba
itu, tidak mendapat jaminan akan kelestariannya? Satu saja dari
hal-hal yang hamba sebutkan diatas akan terancam, walaupun
hanya seujung rambut, pasti akan hamba tentang sampai napas
hamba yang terakhir.“
Tergerak hati baginda Tribuana mendengar janji mangkubumi
tua yang juga menjadi mamak mentuanya. Memang baginda
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

telah menaruh kepercayaan penuh kepada Demang Lebar Daun


sehingga pemerintahan bandar di Sriwijaya diberikan kepada
Demang itu dan baginda telah pindah ke istana baru di
Darmasraya.
“Jika demikian terserah kepada mamanda,“ akhirnya raja
Tribuana memberi keputusan “apa yang mamanda rasa baik,
kuserahkan saja akan kebijaksanaan mamanda. Malam ini aku
akan bersemedhi memohon kepada Hyan Maha Agung. Esok
akan kuberitahukan lagi kepada mamanda.“
Demikian pembicaraan empat mata yang berlangsung antara
baginda Tribuana dengan mangkubumi Demang Lebar Daun
telah berakhir sampai larut malam.
Esok harinya ternyata baginda tak menyatakan perobahan
apa-apa atas persetujuannya semalam. Dan berangkatlah
Demang Lebar Daun kembali ke Sriwijaya pula.
Banyak sekali hal yang menghuni dalam benaknya selama
dalam kunjungannya menghadap baginda di Darmasraya itu.
Memang baginda telah menyetujui usulnya tetapi hal itu bahkan
sangat memperihatinkannya.
Kepercayaan yang dilimpahkan baginda itu merupakan suatu
tugas yang maha berat baginya.
~dewi.kz^ismo^mch~

Tiada terperikan kemurkaan Kubilai Khan, Khan agung cucu


dari Jengis Khan, ketika menerima kedatangan Meng Ki dan
rombongannya yang diutus ke Singasari.
Dalam tahun M. 1260, Kubilai telah dinobatkan menjadi Khan
Agung yang berarti raja bagi segala suku-suku Mongol. Ia
memerintah suatu daerah yang amat luas sekali. Dari batas
negara Jerman dan dari Mesopotamia di barat sampai ke pantai
Laut Teduh di Timur. Setelah berperang limapuluh tahun
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

lamanya, dapatlah ia menaklukkan kerajaan Sung dari negara


Cina.
Bermula pangeran muda terakhir dari keluarga raja Sung
diselamatkan oleh panglima-panglima kerajaan dan kemudian
dinobatkan sebagai raja diatas kapal. Tetapi setelah pasukan
Mongol Tartar dapat menghancurkan angkatan laut Sung, mentri
kerajaan Sung yang setya segera mendukung pangeran kecil
yang menjadi raja itu, melompat ke dalam laut.
Dengan demikian berakhirlah kerajaan Sung yang memerintah
daratan Cina selama beratus-ratus tahun. Sejak saat itu negara
Cina telah diperintah oleh Kubilai Khan. Ibukota kerajaan disebut
Cambaluc atau Khanbalik yang berarti Kota Khan.
Pengaruh kekuasaan Kubilai Khan meluas sampai ke laut
selatan. Negara Jawana (sekarang Vietnam), Faunan (Catripa),
Kedah, Puni, Filipina dan Sriwijaya serta Jawadwipa. Raja-raja
dari negara itu mengirimkan upeti kepada Kubilai Khan.
Berpuluh tahun sejak Singasari masih bernama Kutaraja,
Kubilai Khan telah menerima upeti berkarung emas dan intan.
Tetapi sejak tujuh tahun terakhir ini, raja Kertanagara telah
menolak untuk mengirim upeti. Bahkan utusan Kubilai Khan yang
datang ke Singasari untuk memperingatkan wajib upeti itu, telah
diusir baginda Kertanagara.
Karena keadaan dalam negeri masih belum aman, maka
Kubilai Khan tak mengambil tindakan apa-apa. Kemudian setelah
kekacauan dalam negeri dapat diatasi barulah Kubilai Khan
menitahkan Meng Ki mengepalai sebuah rombongan untuk
menghadap raja Kertanagara di Singasari. Meng Ki pulang
dengan membawa cap pada dahinya. Demikian pula dengan anak
buah rombongannya.
Menurut pendirian Jengis Khan, Tuhan telah memberi firman
yang abadi “Di sorga hanya ada satu Tuhan yalah Allah. Di bumi
hanya ada satu raja yalah Jengis Khan.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pendirian itu harus menjadi lambang hidup yang wajib diresapi


oleh anak keturunan Khan. Kubilai Khan juga berpijak pada
landasan pendirian itu.
Duapuluh ribu prajurit yang dipimpin oleh laksamana Ike Mise
dan tiga panglima pilihan yani Shih Pi, Kau Hsing dan Tarass Bek,
dititahkan Kubilai Khan untuk berangkat dalam beratus-ratus
buah perahu besar menuju ke Singasari untuk menghukum raja
Kertanagara.
Laksamana Ike Mise telah memecah angkatan perang menjadi
tiga, masing-masing dipimpin oleh ketiga panglimanya. Dalam
perjalanan itu merekapun singgah di beberapa negara antara lain
di Jawana lalu Campa.
Maharaja Kubilai Khan bersahabat baik dengan raja
Jayasunhawarman yang memerintah di Faunan atau Campa.
Karena raja Jayasunhawarman III itu keturunan dari keluarga
brahma Pal-va-warman maka Kubilai Khan pun amat
menghormati. Brahma Pai vi itu bernama Kaundiya, kepala
agama dan kepala kerajaan War yang tersebar kekuasaannya di
seluruh timur jauh sampai ke semenanjung Malayu. Mana-mana
kerajaan yang menjadi keturunan Warman maka Kubilai Khanpun
melarang tentaranya untuk mengganggu. Demikian pula
terhadap raja Tribuana Mauliwarman dari Sriwijaya.
Raja Jayasunhawarman adalah adik ipar dari Kertanagara.
Adinda raja Kertanagara yang bernama puteri Dyah Tapasi,
menjadi permaisuri dari raja Jaya-sunhawarman III di Campa.
Laksamana Ike Mise melaksanakan titah raja Kubilai Khan
untuk singgah di Campa dan menghadap raja Jayasunhawarman.
Raja Campa itu mengutus seratus orang brahmana yang
dikepalai oleh brahmana Phanrang untuk ikut serta dalam
armada Kubilai Khan yang hendak menyerang Singasari. Namun
diam-diam raja Jayasunhawarman menitahkan kepada brahmana
Phanrang untuk membawa sebuah bingkisan kepada raja
Kertanagara dan sepucuk surat mengenai maksud kedatangan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

armada Kubilai Khan yang hendak menyerang Singasari.


Demikian pula kepada raja Tribuanamauliwarman, raja Campa itu
juga mengirim pesan persahabatan dan mempersembahkan
tanda mata yang berharga.
Demikian dari Campa berangkatlah armada Kubilai Khan
menuju ke selatan. Tetapi ketika melalui selat Malaka maka
timbullah badai dahsyat yang mengerikan. Gelombang sebesar
rumah mengayun perahu-perahu besar armada Kubilai Khan itu
timbul tenggelam. Suasana dalam perahu perahu armada Kubilai
Khan menjadi kacau balau. Prajurit-prajurit Tartar yang berada
dalam perahu-prahu itu seperti dibanting dan dihempaskan.
Mereka tak kuasa mempertahankan keseimbangan tubuh hingga
jatuh bangun saling berbenturan, terhuyung dan terpelanting
seperti padi di tampi.
Belum pernah sepanjang pengalaman mereka mengarungi
samudera di seluruh benah dunia, terutama bagi panglima Shih
Pi yang pernah menjelajah tujuh samudera, menderita serangan
badai yang sedemikian dahsyatnya.
Tiang dan pasak perahu patah, kemudi tak dapat dikuasai lagi,
Para awak kapal dan prajurit-prajurit hiruk pikuk menyelamatkan
diri supaya jangan terlempar ke laut yang buas.
Untunglah bencana itu tak berlangsung lama. Menjelang fajar,
lautpun teduh kembali. Dan mulailah awak kapal beserta para
prajurit sibuk mengemasi dan memperbaiki apa-apa yang rusak.
Panglima Shih Pipun mondar mandir sibuk memberi perintah.
Tiba-tiba pandang mata panglima itu tertumbuk pada sosok
tubuh kurus yang duduk di geladak. Orang itu duduk tegak
dengan tenangnya, seolah-olah tak terpengaruh oleh
kegemparan badai yang mengamuk buas tadi.
“Ah, kiranya datuk Phanrang “ seru Shih Pi sesaat tiba
dihadapan orang itu “sedang mengapakah datuk ini ?“
“Merenung,“ sahut brahmana itu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Merenung ?“ tiang Shih Pi heran “tidakkah datuk merasa


mabuk karena guncangan badai gelombang semalam ?“
“Tidak setitikpun, panglima Shih,“ sahut brahmana Phanrang
“semalam akupun tetap duduk di geladak ini ketika gelombang
mengamuk perahu kita.“
Shih Pi terkesiap. Sebagai seorang panglima perang yang
gagah perkasa daa banyak pengalaman, ia merasa tak mampu
menahan goncangan keras dari perahu yang dihempas badai
laut, masakan seorang brahmana tua yang bertubuh kurus lemah
seperti Phanrang, tidak menderita suatu apa bahkan mabukpun
tidak. Ah, rupanya brahmana itu hendak berolok-olok atau
mungkin membual. Pikir Shih Pi.
Shih Pi tertawa datar “Datuk Phanrang,“ katanya “aku dan
seluruh awak kapal ini hampir saja terlempar ke dalam laut. Kami
seolah-olah berpijak bumi yang berputar-putar dan berayun-ayun
kian kemari sehingga kepala kami terasa pening benar. Masa
datuk duduk termenung tak menderita suatu apa ?“
“Memaug aneh kedengarannya,“ sahut brahmana dari Campa
itu “mungkin orang tentu mengatakan aku membual. Tetapi
kenyataannya memang demikian. Aku tahu apa yang telah terjadi
kesemuanya.“
“Mengapa datuk tak mabuk laut?“ Shih Pi menegas.
“Mudah tetapi sukar, panglima,“ sahut brahmana tua itu
dengan tersenyum.
“Apa yang datuk maksudkan ?“
“Sederhana sekali caranya yani menguasai nafsu.“
“Menguasai nafsu ?“ ulang panglima Shih Pi.
“Barangsiapa dapat menguasai nafsu, tak mungkin dia akan
mabuk laut. Mengendalikan nafsu adalah suatu pengendapan
secara menyeluruh dari segenap indera dalam tubuh kita. Mudah

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

bukan? Tetapi tak setiap orang mampu melakukan hal itu. Jarang
orang dapat mengendalikan nafsu, mengendapkan indera
jasmaninya“.
Shih Pi kerutkan dahi.
“Harap datuk suka memberi penjelasan mengapa mabuk laut
itu mempunyai hubungan dengan nafsu,“ akhirnya ia menuntut
keterangan.
Brahmana Phanrang tertawa “Baiklah panglima,“ katanya
“Angin atau Hawa termasuk salah satu dari empat unsur zat yang
membentuk tubuh kita. Angin, Air, Api dan Tanah, demikian
keempat unsur itu. Angin adalah napas atau hawa udara yang
kita hirup. Apabila angin atau apapun hawa dari luar yang
menyibak unsur Angin dalam tubuh kita maka bergejolaklah
nsfsu kita.“
“Aku seorang panglima,“ kata Shih Pi “otakku kasar dan hanya
berisi ilmu siasat perang belaka sehingga tak mengerti makna
yang sesungguhnya dari ucapan datuk. Dapatkah kiranya datuk
memberi keterangan yang lebih jelas pula ?“
Datuk Phanrang termenung sejenak.
“Baiklah,“ katanya sesaat kemudian “untuk menerangkan
supaya jelas dan mudah akan kututurkan sebuah cerita.“
Beberapa awak kapal dan prajuritpun tertarik akan percakapan
itu. Mereka duduk mengerumuni di sekeliling brahmana itu. Dan
brahmana Phanrangpun mulai bercerita.....
“Konon dahulu kala ada seorang maharaja-di raja yang
bergelar mahaprabu Mahabisa. Seorang maharaja yang berkuasa
besar, gagah perkasa dan taat akan kewajiban memberi
persembahan sesaji kepada para dewa-dewa. Bahkan hampir
dikata tiap hari baginda prabu Mahabisa itu selalu mengadakan
korban sesaji. Karena ketaatan dan kesetyaannya itu maka dewa-

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dewapun meluluskan prabu Mahabisa berhimpun dengan sekalian


dewa di Kahyangan, tempat para dewa.
Pada suatu hari para dewa memutuskan untuk, menghadap
Sanghyang Brahma untuk mempersembahkan sembah sujud ke
bawah duli Hyang Brahma.
Maka pada hari itu berangkatlah rombougan dewa melayang
ke dirgantara menempuh perjalanan naik ke langit. Mereka
mengenakan pakaian serba putih. Dalam rombongan para dewa
itu ikut pula sang prabu Mahabisa dan Dewi Gangga, puteri dewa
sungai Gangga.
Sungguh indah tak terpermanai pemandangan saat itu. Langit
nan biru bagai tertabur pelangi putih. Tenang dan damai di bumi
dan langit. Maklum karena para dewa yang sedang melayang
naik ke atas langit itu adalah dewa-dewa yang telah suci batinnya
dan tinggi kesadarannya.
Tetapi rupanya Sanghyang Dewata Agung hendak menguji
keteguhan iman dan kesucian batin mereka. Atas kuasa
Sanghyang Dewata Agung, maka dalam suasana yang tenang
dan cuaca yang jernih itu, tiba-tiba berhembuslah angin kencang.
Pakaian para dewa itupun berkibaran, makin melekat erat
sehingga setiap liku lekuk tubuh dewa-dewa itu tampak amat
jelas. Diantaranya yang paling mengejutkan yalah tubuh sang
Dewi Gangga. Setiap lekuk tubuh dewi yang cantik itu makin
tampak nyata dan makin membuktikan betapa besar karunia
Dewata Agung kepada insannya yang memiliki potongan tubuh
sedemikian sempurna dalam keindahan yang tiada taranya.
Sekonyoig-konyorg terjadilah suatu pemandangan yang
mengerikan. Dikata mengerikan karena pemandangan itu
menyebabkan darah bergolak keras dan jantung pun mendebur
serasa hendak meluncur keluar. Bahkan ada diantara para dewa
itu yang merasa peredaran darah dalam tubuhnya berhenti
sehingga hampir saja mereka gugur ke bawah.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Apakah gerangan yang telah terjadi ?


Tak lain berpusat pada diri Dewi Gangga jua. Angin yang jahil
itu, dengan kuasa Hyang Dewata, telah menyambar dan
menerbangkan pakaian sang dewi sehingga terlepas dari tubuh
.....
Pemandangan yang ngeri itu telah disaksikan para dewa
sehingga mereka gemetar. Ada yang darah tersirap mendebur
keras, ada yang malah berhenti seketika. Para dewa menyadari
akan keadaan yang gawat itu. Mereka serempak pejamkan mata
dan tenangkan indriya agar jangan tergoda oleh sang nafsu.
Tetapi diantara rombongan dewa itu hanya seorang yang tak
menyadari akan akibat daripada peristiwa yang menggemparkan
itu. Dia adalah prabu Mahabisa. Raja yang sedemikian taat akan
kewajiban menghaturkan sesaji sehingga diperkenankan untuk
berhimpun bersama para dewa, ternyata masih tetap seorang
insan manusia. Mahaprabu Mahabisa seolah kena pesona tatkala
menyaksikan betapa keindahan tubuh tanpa busana dari Dewi
Gangga yang sedemikian sempurna gilang gemilang.
Kulit tubuhnya yang putih mulus, lekuk-liku yang sedemikian
indah seolah tanpa cacad, dan ah ... rupanya Singhyang Dewata
telah melimpahkan seluruh keindahan yang lengkap dan
sempurna dalam karya-cipta yang berupa tubuh sang puteri jelita
dari Gangga itu .....
Seketika bergolaklah hawa nafsu sang prabu Mahabisa. Darah
berhamburan bagai air bah yang tak dapat dibendung,
jantungpun mendebur keras seolah copot dari rongga. Prabu
Mahabisa kehilangan diri dan menyerahkan segala pemusatan
nafsu hatinya pada pemandangan itu.
“Wahai, insan manusia, nyata batinmu masih penuh debu-
debu kotoran nafsu. Engkau harus turun ke bumi lagi ....... “
Serempak pada saat itu terdengarlah kutuk Sang-hyang Brama
yang menitahkan supaya prabu Mahabisa turun lagi menjelma di
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dunia bersama dewi Gangga. Karena jelas bahwa prabu itu masih
belum suci batinnya.
“Demikian tamsil cerita tentang angin itu,“ brahmana
Phanrang mengakhiri ceritanya “angin itu tak ubah sebagai hawa
dalam tubuh manusia. Apabila kita tak mampu menguasai, hawa
itu akan menimbulkan nafsu dan keinginan yang bermacam-
macam jenisnya. Demikian karena kalian belum mampu
menguasai keheningan nafsu dalam diri kalian maka mudahlah
badai itu membuat kalian mabuk laut.“ Hening sejenak.
Tiba-tiba panglima Shih Pi berkasa geli “O, adakah setelah
mati kita akan dapat menuju ke Nirwana? Apakah aku juga dapat
diterima di Nirwana ?“
Berkata Phanrang dengan nada bersungguh “betapa tidak,
panglima? Setiap umat Hyang Brama yang suci tentu akan
diterima di Nirwana. Tetapi tidaklah mudah untuk mencapai
tempat itu. Orang harus membuktikan bahwa semua dharma
hidupnya itu baik dan suci. Apabila batinnya masih dilekati
lumpur kedosaan, dia akan dikembalikan lagi menjelma di dunia.“
“Datuk Phanrang,“ kata Nacham seorang perwira bawahan
panglima Shih Pi “pernah kudengar tentang suatu ajaran baru
yang mengatakan bahwa ada dua jalan sesat bagi manusia.
Pertama, memanjakan hawa nafsu dan kedua, menyiksa diri
sendiri. Yang pertama, akan menyebabkan manusia rusak
batinnya dan harus kembali menjelma di dunia. Dan yang kedua,
itu-pun sia-sia .... “
Mendengar itu serentak berbanglittah brahmana Phanrang dari
tempat duduknya dan dengan murka berseru kepada Nacham
“Hai, perwira Tartar, kamu telah murtad ! Kutahu apa yang
engkau maksudkan itu. Memang dewasa ini telah timbul kaum
yang menganut faham baru dan menamakan diri sebagai
penganut Buddha. Ketahuilah, wahai perwira, kaum Mahayana itu
adalah musuhku. Janganlah hendaknya engkau berani

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mengutarakan hal semacam itu dihadapanku agar kutuk Hyang


Syiwa tak menimpa pada dirimu!“
Merah padam muka Nacham mendengar umpat brahmana
dari Campa itu. Ia seorang perwira yang sudah banyak berbuat
jasa dalam peperangan. Tubuhnya berhias bekas bacokan
pedang tusukan tonbak sebanyak juga tubuh-tubuh musuh yang
telah d rubuhkan dan dibinasakannya. Bagaimana mungkin
dihadapan para prajurit, awak kapal bahkan didepan panglima
Shih Pi, ia didamprat oleh seorang brahmana dan Campa itu!
Darah dalam tubuh perwira Nacham mendidih seketika
sehingga sepasang bola matanya merah membara. Tetapi pada
saat ia hampir meletuskan luap amarahnya sekonyong-konyong
datanglah seorang prajurit yang bergegas menghadap Shih Pi
“Laksamana menitahkan supaya tuan menghadap.“
Shih Pipun segera mengajak Nacham dan memerintahkan
supaya prajurit-prajurit kembali ke tempat masing-masing.
“Menurut laporan nakhoda, jumlah iring-iringan kapal kita
berkurang banyak sekali,“ kata laksamana Ike Mise, “dari
tigaratus buah kapal kini hanya tinggal lima puluh buah saja.“
Shih Pi terkejut dan merah mukanya “Badai semalam memang
bukan olah-olah hebatnya sehingga rombongan kapal kita
tercerai berai.“
“Ya,“ sahut Ike Mise “tetapi cobalah engkau selidiki apa
gerangan yang menyebabkan kerugian sebesar itu.“
Shih Pi bergegai keluar dengan wajah tegang. Langsung ia
memanggil jurumudi dan nakhoda “Apa yang kamu saksikan
semalam?“
Nakhoda menerangkan bahwa peristiwa semalam seolah olah
seperti hari kiamat. Cuaca gelap pekat, hujan deras dan badaipun
mengamuk buas “Hamba berjuang mati- matian untuk
menyelamatkan kapal kita dari bencana tenggelam sehingga tak
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sempat hamba memperhatikan keadaan lain-lain kapal, apalagi


menolongnya.“
“Tahukah engkau berapa banyak jumlah kapal kita yang hilang
?“ seru Shih Pi.
“Lebih dari dua ratus buah kapal besar dan kecil, tuan.“
“Yang tepat adalah duaratus limapuluh buah” seru Shih Pi pula
“peristiwa ini benar-benar hebat sekali. Aku tak percaya kalau hal
itu dapat terjadi. Aku curiga bahwa di dalam kehilangan itu, ada
tangan kotor yang menggerakkan.“
Nakhoda terbeliak “Hamba tak mengerti apa makna ucapan
tuan, mohon tuan sudi menjelaskan.“
“Bahwa bencana itu bukan hanya dikarenakan oleh badai
semalam melainkan oleh seseorang.“
Nakhoda makin terbelalak.
“Dengan kehilangan sejumlah besar kapal, jelas martabat
namaku tentu akan tercela dihadapan baginda Kubilai Khan,“
kata Shih Pi “dan dengan kerugian sebesar itu jelas pula aku
tentu tak mampu melaksanakan tugas untuk menumpas
Singasari.“
“O,“ desuh nakhoda.
“Dan dengan demikian pula jelas jasa dalam tugas ini tentu
akan direbut oleh orang yang hendak menjatuhkan namaku itu.“
Nakhoda tertegun lalu memberanikan diri bertanya “Tetapi
tuan panglima, siapakah gerangan orang yang paduka
maksudkan hendak mencelakai paduka itu?“
“Hm, siapa lagi kalau bukan si bedebah Tarass Bek itu,“ seru
Shih Pi dengan berapi-api “selama ini dia memang selalu
memusuhi aku.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah,“ nakhoda menghela napas “tetapi mengapa panglima


Tarass Bek memusuhi paduka ?“
“Peristiwa itu dimulai ketika baginda Kubilai Khan menyerang
daerah Lhasa. Semula yang dititahkan mengepalai pasukan
adalah Tarass Bek karena dia seorang panglima yang berasal dari
Mongol. Tetapi ternyata penyerangan itu gagal. Akhirnya baginda
menitahkan aku yang mengganti sebagai panglima. Aku berhasil
menaklukkan Lhasa dan mendapat anugerah kenaikan pangkat
dari baginda. Sejak itulah Tarass Bek memperlihatkan sikap
bermusuhan kepadaku. Makin lama makin tampak nyata.“
Berhenti sejenak panglima Shih Pi melanjutkan pula “Beberapa
kali aku harus menahan kesabaran melihat tingkah dan sikap
Tarass Bek yang makin jelas membenci aku. Hal itu
kupertimbangkan atas dasar bahwa dia seorang Mongol dan aku
seorang suku Han .... “
“Tetapi aku tetap seorang manusia. Apalagi aku pun
berpangkat seorang panglima. Maka akhirnya meletuslah
kesabaranku ketika dia berani menghina aku di-hadapan para
perwira. Aku sudah kehilangan kesabaran dan ku tantangnya dia
berkelahi. Tetapi pada saat itu datanglah panglima Ike Mise yang
melerai.“
“Beberapa hari kemudian, aku dititahkan menghadap baginda
di istana,“ kata Shih Pi pula “alangkah kejut hatiku ketika pada
sau itu kulihat Tarass Bek sudah menghadap baginda. Pikirku,
Tarass Bek tentu sudah mengadukan diriku kepada baginda dan
baginda tentu akan menjatuhkan hukuman kepadaku.“
“Tetapi diluar dugaan, ternyata baginda melontar senyum
tawa kepadaku dan bertanya, apakah aku berani berkelahi
dengan Tarass Bek. Kukatakan bahwa aku tak ingin berkelahi
dengan siapapun kecuali dengan musuh. Namun apabila baginda
menitahkan supaya aku berkelahi, sudah tentu akupun akan
mematuhi titah bfginda.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Sifat kami bangsa Mongol selalu berterus terang. Untuk


setiap dendam harus diselesaikan dengan cara ksatrya. Kami
bangsa Mongol amat menghargai seorang ksatrya. Siapa yang
kalah harus mau mengakui kekalahannya dan minta maaf. Dan
sehabis berkelahi tak boleh lagi mendendam,“ ujar baginda
Kubilai Khan, “ketahuilah Shih Pi, bahwa aku peribadi selalu
menghargai seorang ksatrya yang sakti.“
“Telah kudengar,“ ujar baginda lebih lanjut, “bahwa antara
engkau dan Tarass Bek telah timbul suatu dendam. Bahkan
beberapa hari yang lalu kalian pun hendak berkelahi. Maka
sekarang kutitahkan kalian berdua supaya berkelahi adu
kesaktian dihadapanku. Siapapun yang kalah atau menang,
setelah perkelahian itu, tak boleh mendendam lagi. Barangsiapa
yang masih mendendam, dia tentu kuhukum sendiri.“
“Karena tiada lain pilihan maka akupun hanya menurut saja
apa yang baginda perintahkan,“ kata Shih Pi.
“Demikianlah aku dan Tarass Bek lalu melangsungkan
perkelahian dihadapan baginda Kubilai Khan. Tarass Bek
memang seorang ksatrya yang kuat dan sakti. Dia memiliki ilmu
Gumul dari Mongol yang luar biasa hebatnya. Berulang kali aku
dapat disambar dan dibanting. Untunglah aku juga menguasai
ilmu silat Kung-fu yang kupelajari dari vihara Siau-lim si.
Betapapun geram dan keras dia membanting tetapi aku tetap
dapat menggeliat dan melenting ke udara lalu melayang turun
dan berdiri tegak di lantai lagi .... “
“Diam-diam akupun terkejut dan mengagumi ketangkasan dan
kehebatan dari ilmu Gumul yang dimainkan Tarass Bek, Tetapi
rupanya dia juga terkejut menyaksikan llmusilat Kung-fu. yang
kulakukan. Berulang kali dia telah menerima pukulan dan
tendanganku. Tetapi rupanya dia memang seorang jago yang
amat kuat daya tahannya.“
“Cukup lama dan seru pertempuran itu bcrlangsung sampai
akhirnya kudapati Tarass Bek sudah mulai kehabisan napas.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Rupanya dia menyadari hal itu juga. Maka diapun terus berganti
gaya permainannya. Dia harus cepat-cepat dapat menyelesaikan
perkelahian itu atau dia nanti yang akan kalah karena kehabisan
napas.“
“Dalam sebuah kesempatan dia berhasil menangkap tangan
kananku, terus dikunci dengan kedua tangannya. Maksudnya
hendak ditekuk supaya tulang lerganku patah. Aku terkejut dan
menyadari bahaya yang mengancam diriku. Aku segera
menggunakan siasat. Kulunglaikan saja lengan kananku itu tetapi
diam-diam kualirkan seluruh tenaga ke lengan kiriku ...... “
“Ah .... “ terbawa oleh daya cerita yang memikat nakhodapun
sampai mendesuh “teatu dia dapat tuan rubuhkan!“
“Benar,“ sahut Shih Pi “sebelum Tarass Bek sempat bergerak
mematahkan tulangku, secepat itu pula sudah kudahului dengan
menusukkan kedua buah jari kiriku ke perutnya. Ah .... saat itu ia
mengaum seperti singa kesakitan dan terhuyung-huyung mundur
sambil mendekap perutnya lalu roboh tak sadarkan diri lagi .... “
“Ah, tuan sungguh sakti sekali,“ nakhoda berseru memuji.
“Ah, tetapi kemenangan itu bukan kemenangan yang
menguntungkan “ jawab Shih Pi “karena nyatanya Tarass Bek
tetap mendendam kepadaku. Oleh karena itulah maka aku curiga
apabila dalam malapetaka semalam dimana kita harus kehilangan
sekian besar kapal, dialah yang merencanakan.“
“O,“ desuh nakhoda terkejut “mengapa paduka menaruh
prasangka demikian?“
“Karena sikap Tarass Bek kepadaku tetap tak berobah. Dia
tetap mendendam dan membenci aku.“
“Tetapi apa tujuannya kalau benar dia yang merencanakan,
tuan? “
“Seperti engkau ketahui, laksamana Ike Mise telah memecah
angkatan perang kita menjadi tiga kelompok. Salah sebuah
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kelompok dipimpin Tarass Bek. Apabila armada yang kupimpin ini


lumpuh, bukankah dengan leluasa Tarass Bek dapat mendahului
mendarat di Jawadwipa dan terus langsung menyerang
Singasari? “
“O,“ seru nakhoda “jika benar demikian, kemungkinan dia
hendak mencari pahala guna menebus kegagalannya di Lhasa
dulu.“
Shih Pi mengiakan “Benar. Apabila peristiwa ini memang
digerakkan oleh tangan kotor Tarass Bek, tujuannya tak lain
tentulah begitu.“
Nakhoda menghela napas “Mudah-mudahan tidak demikian,
tuan. Dan peristiwa ini mudah-mudahan suatu musibah bencana
laut yang tak kita duga-duga.“
“Mengapa, engkau mengharapkan demikian?“ tegar Shih Pi.
Nakhoda itu tak menyahut melainkan menghela napas
panjang seraya memandang laut nan lepas.
“Baginda Kubilai Khan telah menitahkan angkatan perang
kerajaannva untuk melintas laut menuju ke Jawadwipa. Dalam
menitahkan angkatan perangnya itu, baginda pasti tak
mengadakan suatu pengelompokan antara pasukan yang
dipimpin oleh panglima dari Miku Mongol dengan pasukan yang
dipimpin panglima dari suku Han. Angkatan perang itu
merupakan angkatan perang kerajaan Yuan yang utuh dan tak
terpecah belah. Dengan demikian angkatan perang yang
diangkut dengan armada besar ini harus merupakan suatu
kesatuan kekuatan yang akan melaksanakan tugas dari baginda
yani menggempur Singasari. Apabila di-antara kita sendiri timbul
pertikaian dan perpecahan bukankah kita sendiri juga yang akan
menderita kerugian karena kekuatan kita akan lemah ?“
Shih Pi terdiam.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Akupun tak mengharapkan terjadinya peristiwa semacam


itu,“ katanya sesaat kemudian “karena setelah pertempuran
dihadapan seri baginda yang lalu, akupun diam diam merasa
sangat menyesal juga dan tak mengandung dendam lagi. Tetapi
apabila itu memang gara-gara si Tarass Bek, aku Shih Pi,
bersumpah akan mencarinya di Singasari dan akan kulakukan
penyelesaian terakhir dengan dia !“
Demikian setelah mendapat keterangan dari nakhoda bahwa
tiada dilihatnya suatu gerakan yang mencurigakan selama terjadi
peristiwa badai besar semalam, Shih Pipun segera menyuruh
orangnya untuk mengumpulkan dan menyusun kembali jajaran
armada angkatan perang yang dipimpinnya.
Maka kelimapuluh kapal perang yang membawa, angkatan
perang Tartar itupun melanjutkan perjalanan ke selatan menuju
ke Jawadwipa.
~dewi.kz^ismo^mch~

III
Ombak menggelegak, menebar alun putih gemerlap. Langit
cerah, bulanpun meriah. Angin berhembus datar, mengantar lima
buah iring-iringan kapal, mengarungi laut Jawa.
Malam purnama di tengah laut lepas. Seyojana mata
memandang, hanya warna biru yang tampak lepas banglas.
Tiada beda laut dengan cakrawala, tiada batas bumi dan langit.
Kapal besar yang memimpin di muka, amat indah bentuknya.
Haluan kapal berbentuk kepala ular naga. Badan kapal berhias
ukiran sisik naga dan buritan kapal merupakan ekor, dilingkari
gelang warna kuning emas.
Bulan, angin dan laut, seolah-olah mengiringi perjalanan
kelima kapal itu dengan tenang dan gembira. Seolah-olah bagai
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menyambut sebuah armada perang yang pulang membawa


kemenangan.
Memang armada kecil yang terdiri dari lima buah perahu besar
itu adalah rombongan perutusan kerajaan Singasari yang
dipimpin raden Wijaya, ketanah Malayu. Senopati muda itu telah
berhasil menunaikan tugas kerajaan Singasari dengan gemilang.
Raden Wijaya telah berhasil melaksanakan titah baginda
Kertanagara di tanah Malayu. Pengiriman patung Amoghana dan
beberapa resi pandita dari aliran Buddha Mahayana,
mempercepat rapuhnya dinding-dinding ketahanan kerajaan
Sriwijaya sebadai pusat anama Buddha Hinayana. Walaupun
sesungguhnya dinding pertahanan aliran Hinayana itu memang
sudah lapuk diserap pengaruh aliran Mahayana yang kian hari
kian besar dalam kerajaan Sriwijaya sendiri.
Demang Lebar Daun, patih mangkubumi kerajaan Sriwijaya,
lebih mencurahkan peihatian untuk membendung serangan aliran
Mahayana yang hendak dilancarkan raja Kertanagara dengan
mengirimkan patung Amoghapasa daripada memperhatikan
pengaruh-pengaruh lain yang hendak ditanamkan raden Wijaya
di Sriwijaya.
Disadari pula oleh Demang itu betapa kekuatan yang
tersimpan dalam angkatan rombongan perutusan yang dipimpin
raden Wijaya. Walaupun hanya terdiri dari lima buah perahu
besar, namun prajurit-prajurit yang dibawa raden itu tentulah
amat perkasa. Tentu prajurit pilihan. Dan senopatinya sendiri,
raden Wijaya, termashyur amat sakti mandraguna.
Disamping itu pula, pasukan Pamalayu dibawah pimpinan
senopati Mahesa Anabrang, sudah belasan tahun berada di tanah
Malayu, menguasai beberapa daerah ke-datu-an di Swarnadwipa.
Pengaruh dan kekuasaan yang telah dicapai pasukan Pamalayu,
amatlah besar. Pasukan pendudukan ini tentu segera menyerang
Darmasraya dan Sriwijaya manakala perutusan yang dipimpin
raden Wijaya itu sampai terancam bahaya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Demang Lebar Daun masih menyadari pula akan kelengahan


yang dilakukan selama memegang tampuk pemerintahan
kerajaan Sriwijaya. Selama ini ia lebih menitik beratkan
pembangunan candi, pagoba dan rumah-rumah suci untuk
mengembangkan aliran Hinayana, daripada membangun
kekuatan pasukan. Memang hasil daripada usahanya itu, dari
mancanagara dan negeri atas angin, berdatanganlah utusan-
utusan untuk meninjau dan meneguk ilmu itu agama di pusat
budaya aliran Hinayana di Bukit Siguntang.
Keadaan itulah yang menyebabkan Demang Lebar Daun untuk
mengambil kebijaksanaan, menggunakan siasat 'dampar
kencana' atau lunak, daripada membuat pagar senjata atau
kekerasan. Dampar kencana atau permadani keemasan, halus
dan lunak, bagaikan jari jemari bidadari cantik yang akan
membuai dan melelapkan orang dalam mimpi nan indah.
Siasat Dampar-kencana tidaklah lengkap apabila tiada berisi
bidadari yang cantik. Dan insan yang akan menyempurnakan
siasat itu tak lain hanyalah kedua puteri cucunya atau puteri
baginda Tribuana, yani sang dyah ayu Candra Dewi atau Dara
Petak dan dyah Kembang Dadar atau Dara Jingga. Dalam
melaksanakan siasat itu, ia telah mendapat persetujuan baginda.
Maka kedatangan raden Wijaya di bumi Sriwijaya amatlah
menggembirakan. Dia berpijak diatas dampar kencana. Diapun
berhasil memboyong pula kedua puteri nan cantik jelita itu ke
Singasari. Langkahnya langkah kanan. Langkah yang menjelang
sinar gemilang.
Namun apa yang gemlang itu sering menyilaukan mata,
melelapkan pikiran dan membutakan hati. Demikian yang terjadi
pada diri raden Wijaya. Sudah lama ia mendengar berita maupun
cerita yang dibawakan prajurit Singasari yang pulang dari tanah
Malayu bahwa rasanya tiada puteri dan wanita cantik di seluruh
permukaan bumi Singasari yang dapat mengimbangi kecantikan
puteri Candra Dewi. Kejayaan Sriwijaya adalah dikarenakan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

turunnya bidadari yang menitis sebagai puteri baginda Tribuana.


Intan bahaduri yang memancarkan sinar kejayaan yang gilang
gemilang. Demikian berbanyak sanjung dan puji yang dirangkai
dari mulut prajurit-prajurit itu kehadapan puteri baginda
Tribuana.
Sudah lama pula raden Wijaya memendam bara asmara
terhadap puteri yang belum pernah dijumpahinya itu. Rindu
dendam yang membakar dadanya senantiasa. Namun apa daya.
Singasari dan Sriwijaya terpisah jarak yang amat jauh, terbelah
oleh lautan. Dia hanya dapat menerbangkan rindu dendamnya
dalam mimpi-mimpi yang indah khusuk.
Pucuk dicinta, ulam tiba. Tak tersangka-sangka turunlah
amanat baginda Kertanagara yang menitahkan dia mengepalai
rombongan perutusan Singasari ke tanah Malayu. Adakah
mimpinya akan menjadi suatu kenyataan ataukah kenyataan
yang akan menjadi mimpi belaka. Entahlah. Namun titah sang
raja itu adalah suatu kesempatan yang tiada ternilai taranya.
Kecemasan pikirannya memikirkan keadaan pura Singasari yang
akan makin kosong setelah kepergiannya, bagaikan kabut pagi
yang terlimpah sinar matahari. Seketika hilang lenyap. Dan kini
dia dapat melihat jelas lembah yang terhampar di bawah
gunung, jalan yang merentang jauh, laut yang beriak-riak siapa
mengantarkannya menyongsong bayang-bayang kenyataan dari
impiannya.
Wijaya seorang ksatrya muda yang mengabdikan segenap
jiwa dan raganya untuk Singasari. Namun sebagai seorang
Taruna muda belia, diapun tak terlepas dari cengkeraman darah
seorang remaja. Remaja yang penuh dengan kegairahan asmara.
Puncak dari pengelu -eluan yang disiapkan Demang Lebar
Daun untuk menyambut kedatangan Wijaya di Sriwijaya yalah
ketika ia menghadap baginda Tribuana di kerajaan pura-resi
Darmasraya. Raden itu terlongong-Iongong seperti kehilangan
semangat ketika pandang matanya terbentur akan dua sosok
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

insan dewata yang duduk bersimpuh di kedua samping baginda.


Insan manusiakah itu? Ah, bukan, bukan. Itulah bidadari, kata
hati Wijaya walaupun dia belum pernah melihat bidadari. Hampir
ia tak percaya bahwa kedua bidadari itu ternyata adalah puteri
baginda yang bernama Candra Dewi dan Kembang Dadar.
Dalam pandang mata Wijaya, singgasana bertahtakan ratna
mutu manikam, bersalutkan emas kemilau dan beralaskan
permadani indah permai, serasa suram ditingkah cahaya
kecantikan kedua puteri yang gilang-gemilang.
Raden Wijaya terbeliak dan tersipu-sipu ketika ditegur
baginda. Demikian dalam percakapan dengan baginda, cakap
raden itu tidak selancar biasanya dan lebih banyak tergagap-
gagap. Pada hal biasanya dia pandai merangkai kata, fasih
mengikat bahasa.
Tersenyumlah Demang Lebar Daun dalam hati ketika
menyaksikan ulah dan cakap raden Wijaya yang serba gelisah itu.
Serentak terbayang dalam benaknya, Sriwijaya akan selamat
sejahtera, aliran Hinayana tetap jaya dan akan berkembang.
Darah keturunan Mauli-warman akan menguasai kerajaan
Jawadwipa.
Daya kekuatan siasat puteri cantik di atas dampar kencana
ternyata lebih dahsyat daripada kekuatan seluruh pasukan
Sriwijaya. Pancaran mata kedua puteri jelita itu jauh lebih tajam
daripada beribu mata pedang dan ujung tombak.
Namun dikala raden Wijaya menyampaikan maksud baginda
Kertanagara untuk meminang kedua puteri baginda Tribuana,
seketika berobahlah wajah baginda. Hampir baginda tak dapat
menguasai amarah yang meluap-luap di dadanya. Untunglah
pada saat itu Demang Lebar Daun telah mendahului untuk
meredakan ketegangan “Sudah tentu dalam hal ini raja
Kertanagara akan memohon kerelaan dan keikhlasan paduka
dalam mempertimbangkan peminangannya itu,“ kemudian ia
berpaling kepada raden Wjaya “Bukankah demikian raden?
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Ataukah baginda Kertanagara berkeras akan memaksa baginda


Tribuana untuk meluluskan harapannya itu?“
Bagai kena pesona seketika raden Wijayapun menjawab
“Benar, tuanku Demang. Karena hal itu menyangkut hubungan
selamanya antara Singasari dengan kerajaan Sriwijaya, baginda
Kertanagara tak bermaksud mengadakan kekerasan karena hal
itu dapat mencemarkan hubungan kedua kerajaan yang sudah
baik. Kedatangan hamba ke pura kerajaan Darmasraya ini tak
lain hanya membawa salam damai dan amanat persahabatan
yang kekal sejahtera.“
“Seri baginda,“ Demarg Lebar Daun memberi hormat kepada
baginda “hamba rasa karena masalah itu menyangkut
kepentingan kedua puteri paduka dan kerajaan Sriwijaya, baiklah
paduka mempertimbangkannya dahulu dan tak perlu memberi
jawaban saat ini juga.“
“Baik, mamanda, silakan mamanda mengabarkan kepada
raden Wijaya,“ sahut baginda Tribuana.
Demang Lebar Daun segera menyampaikan titah baginda itu
kepada raden Wijaya “Kiranya raden tentu cukup maklum bahwa
seri baginda amat kasih akan kedua puterinya. Oleh karena hal
itu menyangkut diri kedua puteri maka seri bagindapun tak
berkenan memberi keputusan sekarang. Kuharap raden suka
bersabar menunggu barang dua tiga hari.“
Raden Wijaya dapat menerima hal itu. Setelah beberapa saat
kemudian iapun mohon diri dari hadapan baginda. Sebagai
tetamu utusan nata, raden Wijaya dan rombongannya
dipersilahkan menginap di wisma agung tempat para tetamu
mancanegara apabila berkunjung ke Darmasraya.
Malam itu benar-benar Wijaya tak dapat memejamkan mata.
Ia tak merasa ngantuk dan memang dia tak ingin tidur. Bayang
bayang kedua puteri jelita itu selalu melekat di pelapuk matanya.
Makin hendak dihapus makin melekat “Duh, dewata, kiranya
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

memang benar kabar yang dihamburkan prajurit prajurit


Singasari yang habis pulang dari Sriwijaya itu. Rasanya di seluruh
permukaan bumi Singasari, tiada puteri dan wanita yang secantik
puteri Candra Dewi dan Kembang Dadar.“
“Ah,“ sesaat ia menghela napas dibuai alam perasaan yang tak
diketahui arah dan rasanya “mengapa tidak sejak dulu aku
berkelana ke Sriwijaya? Ah, mengapa baru sekarang aku melihat
puteri jelita itu ? Ah ….. ah …..”
Hanya desah dan desuh yang berhamburan dari mulut Wijaya.
Ia kecewa dan getun. Tetapi siapakah yang akan menjadi
tumpuan sesal dan cewa itu?
“Bukankah aku sudah dijodohkan dengan kedua puteri
baginda Kertanagara ?“ serentak ia tersentak dari lamunan
“tidakkah baginda akan murka ? Tidakkah kedua puteri Tribuana
dan Gayatri akan murka pula?“
Serentak ia teringat akan wajah dari puteri Tribuana dan
Gayatri. Puteri Tribuana memang kalah cantik 'dengan Candra
Dewi, tetapi puteri Tribuana memiliki perbawa prabu, layak
menjadi seorang permaisuri. Sedangkan puteri Gayatri amat
bijaksana dan agung serta luhur. Memperbanding kecantikan dari
ketiga puteri jelita itu bagaikan memperbandingkan kecantikan
kembang, melati, mawar dan wijayakesuma. Puteri Tribuana
ibarat melati yang harum mengikat kalbu, Candra Dewi bagai
mawar yang indah menyengsamkan dan Gayatri laksana bunga
wijayakusuma yang agung.
“Aku sudah memiliki bunga Melati dan Wijayakesuma, masih
kurang lengkaplah apabila tidak kumiliki bunga mawar lambang
kecantikan yang tiada taranya ... “ tergetar kalbunya ketika
membayangkan akan kecantikan dari ketiga puteri yang
menghias dalam tamansari hatinya.
“Ah, aku hanya seorang utusan dari baginda Kertanagara
untuk meminang puteri Candra Dewi ......... “ ia tertegun dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

terperangah “mengapa baginda Kertanagara hendak


menginginkan sang dyah ayu Candra Dewi ? Bukankah usia seri
baginda itu layak sebagai rama dari puteri itu? Mengapa? Adakah
karena seri baginda seorang nata-gung-binatara sehingga layak
mempersunting seorang puteri yang masih muda belia dan
layaknya menjadi puteranya ? Ah .... “
Sedemikian besar kuasa asmara sehingga seorang utusan
yang diutus untuk meminang seorang puteri dapat timbul pikiran
yang seharusnya tak boleh dimilikinya.
Teringat seketika Wijaya akan sebuah cerita ketika ia masih
berada di pertapaan. Cerita tentang begawan Wisrawa yang
menyanggupi permohonan puteranya, prabu Danapati dari
kerajaan Lokapala, untuk memenangkan sang dyah ayu Dewi
Sukesi, puteri prabu Sumali dari kerajaan Alengka. Permohonan
prabu Danapati kepada ayahanda begawan Wisrawa itu
didasarkan karena Dewi Sukeksi telah menjatuhkan keputusan
untuk mengadakan sayembara. Barangsiapa dapat mewedarkan
isi ilmu Sastra 'endra Hayuning Rat, apabila wanita akan diaku
sebagai saudara sekandung, apabila pria akan diambil sebagai
suami. Prabu Danapati tak tahu akan ilmu itu maka ia mohon
kepada ayahanda yang faham akan ilmu itu untuk mewakilinya
maju dalam sayembara.
Akhirnya berhasillah sang begawan Wisrawa menguraikan arti
daripada ilmu itu. Tetapi pada saat itu datanglah coba dari
Dewata Agung untuk menguji kesucian batin kedua insan itu.
Maka dititahkannya Hyang Batara Guru menyusup ke dalam
tubuh sang begawan dan Hyang Batari Durga ke dalam tubuh
Dewi Sukeksi. Akibatnya begawan Wisrawa tergoda. Dia lupa
bahwa tugasnya hanya mewakili puteranya untuk meminangkan
Dewi Sukeksi. Pada waktu Dewi Sukeksi menghendaki bahwa
begawan Wisrawa supaya diangkat sebagai suaminya maka sang
begawanpun menyetujui.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Demikian angger,“ kata gurunya kepada Wijaya kala itu


“bahwa seseorang yang tahu dan mengerti akan suatu ilmu,
belumlah menjamin bahwa perilaku orang itu tentu sesuai
dengan ilmu yang dimilikinya. Kadang orang hanya tahu dan
mengerti bahkan menghayati tetapi tidak dapat melakukannya.
Maka camkanlah, ilmu itu pada hakekatnya bukan sekedar
pengertian, pengetahuan dan penghayatan tetapi adalah amal.“
Wijaya tertegun saat teringat akan cerita itu. Tidakkah dirinya
juga seperti begawan Wisrawa ?
“Apakah makna sesungguhnya yang tersirat dalam tindak
begawan Wisrawa yang kurang tata itu?“ kata gurunya pula “hal
itu tak lain hanya sebagai pertentangan yang terjadi dalam batin
kita. Sebagai hasil hubungan Wisrawa dengan Sukeksi itu maka
lahirlah Dasamuka yang menggambarkan sifat Merah, yalah
nafsu Amarah. Lalu lahir putera yang ke dua Kumbakama,
lambang warna Hitam yang menggambarkan nafsu angkara.
Yang ketiga seorang puteri, Sarpakenaka, lambang warna Kuning
yang menggambarkan nafsu berahi. Kemudian terakhir, seorang
putera bernama Gunawan Wibisana, lambang warna Putih yang
menggambarkan nafsu baik. Demikianlah gambaran dari nafsu-
nafsu yang meletus dalam jiwa begawan Wisrawa sehingga
membuahkan seorang putera Dasamuka yang kelak menjadi
seorang raja hadigang, hadigung, angkara murka dan
menimbulkan bencana peperangan sehingga berakibat rusaknya
praja Alengka.
“Mungkin aku juga akan terkena kutuk dewata apabila aku
melanjutkan keinginanku terhadap puteri Candra Dewi ?“ timbul
pertanyaan dalam hati Wijaya dikala terkenang akan cerita
begawan Wisrawa. Ia termenung-menung dalam renung yang
melelapkan. Alam renungannya menjelajah ke seluruh lokaraya
untuk mencari jawab.
“Ah,“ akhirnya ia menghela napas “haruskah kupersembahkan
puteri itu kepada baginda Kertanagara ?“ ia tak dapat menjawab.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Harus, kata pikirannya. Pikiran yang menyadari bahwa


kedatangannya ke Sriwijaya itu hanyalah sebagai utusan nata.
Seorang utusan harus menunaikan tugas yang dititahkan
junjungannya “aku seorang senopati, seorang prajurit, seorang
duta sang nata, haruskah aku menghapus keluhuran makna
tugas hanya karena seorang puteri ?“
Demikian kata pikirannya. Tetapi sesaat kemudian sang hati
membantah “Ah, Wijaya, engkau seorang lelaki, seorang ksatrya.
Puteri adalah ibarat kerangka dan ksatrya itu kerisnya. Tidakkah
layak apabila sebuah keris pusaka mendapatkan kerangka yang
indah? Tidakkah sudah sesuai apabila seorang ksatrya
mendapatkan seorang puteri jelita ? Hina bagi seorang ksatrya
yang takut untuk mempersunting puteri idamannya ?“
Serentak ia teringat akan cerita tentang raden Arjuna, ksatrya
penengah Pandawa. Jangankan puteri insan dewata bahkan
bidadari yang tercantik di kahyangan Dewi Supraba pun
diperisteri.
“Ah, tidak mungkin akan meniru seperti raden Arjuna.
Jangankan bidadari, sedang seorang puteri yang bernama Candra
Dewi saja, aku tak mampu,“ ia menghela napas, pejamkan mata
“Ah, tetapi apakah aku tak mampu? Tidak, tidak! Bukan karena
tak mampu, tetapi aku memang tak dibenarkan untuk melakukan
hal itu. Mengapa? O, Dewata Agung, mengapa engkau jadikan
aku senopati Singasari yang harus tunduk pada raja Kertanagara
.... “
Demikian semalam itu Wijaya tak tidur. Pikirannya selalu
dijagakan oleh lamunan dan renungan. Dia terkejut ketika sayup
sayup mendengar suara nyanyian yang lembut dalam irama
penuh kedamaian “Ah, itu tentulah nyanyian doa pagi dari para
pandita,“ ia terkejut karena menyadari bahwa hari sudah
menjelang fajar. Maka diapun lalu membaringkan diri di atas
tempat tidur.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Hanya beberapa saat dia tertidur, kemudian dia sudah bangun


pula. Setelah membersihkan diri diapun duduk di ruang besar di
mana telah disediakan minuman,dan hidangan pagi.
Tiba-tiba penjaga pintu masuk memberi hormat “Raden, ada
dua orang prajurit mohon menghadap. Apakah raden berkenan
menerimanya ?“
“Prajurit?“ Wijaya agak terkesiap.
“Ya, prajurit dari hulubalang tuanku Hang Balbila.“
“Apakah keperluannya hendak menghadap aku ?“
“Mereka hendak menghaturkan surat dari tuanku Hang
Balbila.“
“Baik, suruh mereka mssuk.“
Penjaga memberi hormat lalu keluar dan tak lama masuk pula
mengiring dua orang prajurit. Tiba di hadapan Wijaya, kedua
prajurit itu menghaturkan hormat dengan khidmat “Hamba diutus
tuanku hulubalang Hang Balbila untuk menyampaikan sepucuk
surat undangan ke hadapan raden,“ salah seorang prajurit lalu
menghaturkan sebuah sampul ke hadapan Wijaya. Wijayapun
menerimanya lalu membaca.
“O, baiklah,“ kata Wijava sesaat kemudian “kabarkan kepada
hulubalang Hang Balbila, bahwa aku pasti datang memenuhi
undangannya. Dan sampaikanlah rasa terima kasihku atas
penyambutan yang hendak diberikan kepadaku.“
Setelah prajurit mohon diri maka Wijaya berkata kepada
pengawalnya, lurah prajurit Pramudya “Hulubalang Hang Balbila
hendak mengundang aku ke pesta perjamuan untuk menghormat
kedatauganku.“
“O,“ kata Pramudya “tetapi tidakkah selayak dengan
kedudukan paduka sebagai duta nata, bila kerajaan Sriwijaya

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

yaag harus mengadakan pesta untuk menghormat kedatangan


paduka, raden ?“
“Ya,“ jawab Wijaya “tetapi hulubalang Balbila mengatakan
bahwa undangan itu adalah sebagai rasa penghormatan dari
Hang Balbila peribadi sebagai seorang hulubalang kepada Wijaya
senopati Singasari.“
“Senopati ?“ ulang Pramudya.
“Ya, sebagai seorang senopati yang hendak menjamu seorang
senopati. Bukan sebagai senopati yang mengundang seorang
duta kerajaan Singasari.“
“Maaf raden, adakah raden berkenan menghadirinya ?“
“Ya.“
“Mengapa, raden ?“
“Ketahuilah Pramudya bahwa seorang senopati itu harus
menghargai seorang senopati lain. Jika Hang Balbila ingin
menghormat kedatanganku, mengapa aku sebagai seorang
senopati harus menolak kebaikannya ?“
“Raden,“ kata Pramudya “tidakkah raden memiliki suatu
perasaan bahwa perjamuan itu memang suatu perjamuan biasa
demi menghormat kunjungan raden ke bumi Sriwijaya ?“
“Apa maksudmu Pramudya ?“
“Hamba agak mencemaskan hal itu, raden.“
“Mencemaskan ? Apa yang engkau cemaskan, kakang
Pramudya ?“
“Bahwa segala dalih dan alasan, dapat dirangkai secara indah
dan tepat,“ kata lurah Pramudya “sebagaimana halnya
hulubalang Hang Balbila yang hendak mengundang paduka
tebagai seorang senopati yang ingin menghormati senopati dari
lain kerajaan. Mengapa harus demikiankah pendirian hulubalang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

itu? Bukankah dia sudah tahu bahwa kedatangan raden ini


sebagai duta sang nata, bukan sebagai seorang senopati ?
Tidakkah sudah cukup apabila kerajaan Sriwijaya yang
mengadakan penyambutan kepada raden ?“ Wijaya tertegun.
“Ah, kakang Pramudya. Janganlah kita berbanyak kecurigaan
kepada orang. Justeru sebagai senopati Singasari aku harus
dapat menunjukkan kelapangan dada dan rasa persahabatan
kepada orang Sriwijaya. Jika aku menolak undangan itu, tidakkah
hulubalang Hang Balbila akan menertawakan aku ?“
“Tetapi raden,“ bantah lurah Pramudya “raden sedang
melaksanakan tugas baginda. Hendaknya kelancaran daripada
tugas itu supaya jangan terganggu.“
“Baik, Kakang Pramudya,“ kata Wijaya “aku akan bersikap
hati-hati. Dan engkau kakang, tentu akan kuajak ikut serta. Maka
kuharap engkaupun jangan sampai melalaikan kesiap-siagaan
dalam suasana perjamuan nanti.“
Lurah Pramudya mengiakan.
~dewi.kz^ismo^mch~

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 31

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor : MCH

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
Apakah semua peristiwa dalam jagad ini merupakan sesuatu
yang hanya justeru kebenaran saja, ataukah segala sesuatu itu
sudah teratur dalam garis-garis kodrat kehidupan manusia. Hal
itu masih belum terpikirkan oleh raden Wijaya.
Yang jelas ketika ia masih duduk berbincang-bincang dengan
Pramudya, lurah pengawalnya di paseban luar dari wisma indah
yang disediakan patih Demang Lebar Daun sebagai tempat
penginapannya selama berkunjung ke Sriwijaya, tiba-tiba
masuklah prajurit menghaturkan laporan.
“Raden, ada seorang dayang mohon menghadap raden ?“ kata
prajurit.
“Coba engkau ulangi,“ seru raden Wijaya.
“Seorang dayang dari istana Darmasraya, mohon perkenan
paduka untuk menghadap.“
“Seorang dayang ?“ ulang Wijaya.
“Benar raden,“ sahut prajurit itu “seorang dayang perwara.“
“Dari istana baginda Mauliwarman ?“
“Demikian raden.“
“Apa keperluannya ?“ tanya Wijaya.
“Katanya hendak menghaturkan persembahan sirih dan rokok
kepada raden.“
“Adakah dia seorang diri tanpa pengawal ?“
“Benar, raden, dayang itu hanya datang seorang diri.“
“Suruh dia masuk,“ kata Wijaya.
Tak lama masuklah prajurit itu mengiring seorang wanita yang
masih muda dengan pakaian sebagai wanita biasa. Wanita itu
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menopang sebuah penampan yang bertutup kain merah jingga.


Ia segera memberi sembah dan bersimpuh di hadapan Wijaya.
“Siapakah engkau ini ?“ tegur raden Wijaya.
“Hamba Cumbita, inang pengasuh tuanku puteri Candra Dewi

“Hah,“ serentak Wijayapun berdiri dari tempat duduk “dari
gusti puteri Candra Dewi ?“
“Demikian raden,“ dayang Cumbita menghatur sembab.
“Mengapa engkau memakai kain kepala warna hitam dan
pakaianmu seperti wanita biasa ?“
“Maafkan hamba, raden. Adalah bukan atas kehendak hamba
sendiri untuk mengenakan kain penutup kepala hitam dan
pakaian seperti wanita biasa melainkan atas titah tuan puteri
Candra Dewi, raden.“
“Puteri Candra Dewi menitahkan demikian?“
“Benar, raden.“
“Apa sebabnya ?“
Sejenak dayang Cumbita mengerling pandang ke arah lurah
Pramudya, kemudian menyongsongkan pandang ke hadapan
Wijaya.
Wijaya tahu dan suruh Pramudya ke luar “Nah, katakanlah
sekarang, Cumbita.“
“Agar perjalanan hamba dari istana kemari ini tidak menarik
perhatian orang, raden.”
“O, perjalananmu itu rahasia, maksudmu ?“
“Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan oleh tuan
puteri, raden,“ sahut dayang Cumbita.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Baiklah, Cumbita, segera haturkanlah apa yang hendak


engkau persembahkan kepadaku,“ kata Wijaya.
“Hamba diutus oleh tuan puteri untuk mempersembahkan
sesuatu yang mungkin berkenan dalam hati paduka, raden.“
Wijaya terkesiap “Tuan puteri siapakah yang mengutus
engkau ?“
“Tuan puteri Candra Dewi, raden,“ Serentak berbangkitlah
Wijaya dari tempat duduk.
“Apa katamu Cumbita ? Tuan puteri Candra Dewi ?“
“Benar, raden,“ dayang setengah tua Cumbita menghaturkan
sembah “memang tuan puteri Candra Dewilah yang mengutus
hsmba.“
“Lalu katakanlah wahai, bibi Cumbita. Apa sajakah titah tuan
puteri Candra Dewi yang bibi bawa itu ?“
“Hanya suatu persembahan yang amat sederhana, raden.
Karena tuan puteri maklum bahwa di negeri paduka raden sudah
tak kekurangan akan benda-benda yang berharga. Tuan puteri
kuatir, segala benda berharga di kerajaan Darmasraya ini takkan
memadai dengan milik raden.“
“Ah, janganlah tuan puteri beranggapan begitu” kata Wijaya
“segala harta benda di seluruh kerajaan Singasari, rasanya tiada
yang dapat menyamai cahaya gemilang dari ratna mutu manikam
kerajaan Darmasraya.“
Dayang Cumbita tahu apa yang dimaksud oleh raden itu.
Diam-diam ia tertawa. Ia makin percaya bahwa Wijaya sudah
dimabuk kepayang oleh kecantikan puteri Candra Dewi.
“Raden, perkenankanlah hamba menghaturkan persembahan
dari tuan puteri Candra Dewi,“ kata dayang Cumbita seraya
menjinjing penampan dan menghaturkan ke hadapan raden
Wijaya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Wijayapun segera menyambuti. Ketika membuka kain


penutup, ia melihat dua buah cupuk terbuat daripada emas
bertahtakan ratna mutiara. Dan ketika membuka salah sebuah
cupuk, ia terkejut. Isinya adalah seikat sirih lengkap dengan
peralatannya.
Kemudian membuka cupuk yang kedua ternyata berisi, dua
batang rokok. Rokok itu tidak terbungkus dengan daun nipah
atau daun jagung melainkan juga dengan daun tembakau dan
tengahnya diikat dengan seutas benang. Yang sebatang dengan
benang putih. Demikian pula dengan sirih tadi juga memakai
ikatan benang warna merah dan putih.
“Ah,“ Wijaya mendesah kejut “mengapa tuan puteri mengirim
sirih dan rokok kepadadu, bibi Cumbita ?“
“Itulah raden,“ kata dayang Cumbita “mengapa hamba
katakan bahwa tuan puteri tak menghaturkan suatu benda yang
berharga karena tuan puteri tahu bahwa negeri tuan, tuan tak
kekurangan barang-barang yang berharga. Tetapi akan halnya
sirih itu, memang kemungkinan jarang terdapat di negeri paduka,
raden.“
“O, apakah keistimewaan dari sirih pemberian tuan puteri itu,
bibi?“
“Mungkin paduka belum pernah mendengar bahwa pohon sirih
itu ada juga jenis sirih gading. Sirih yang kuning.
“Sirih gading ?“ Wijaya terkejut “ah, memang belum pernah
kudengar tentang pohon semacam itu, bibi.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Setiap jenis tanaman tentu ada yang istimewa. Demikian pula


dengan sirih,“ kata Cumbita “memang sirih semacam itu jarang
sekali dapat ditemukan. Pohon sirih gading itu adalah tanaman
milik tuan puteri peribadi. Di seluruh kerajaan Darmasraya dan
Sriwijaya hanya
sebatang itu.“
“Ah, sungguh tak
ternilai kiranya sirih
pemberian tuan puteri
ini. Adakah khasiat
yang terkandung pada
sirih itu, bibi ?“
“Raden, setiap
benda, khewan
maupun tanaman yang
aneh, tentu
mempunyai khasiat
tersendiri. Khasiat
daripada sirih gading
ini yalah, barangsiapa
mengunyahnya tentu
akan tampak makin
ayu bercahaya serta
awet muda.“
“Ah,“ desah Wijaya
“adakah tuan puteri
Candra Dewi memakan
sirih gading ini, bibi?“
“Jarang benar, raden,“ kata Cumbita “kecuali pada hari-hari
upacara sesaji tertentu atau apabila mamakda tuanku patih
Demang Lebar Daun berkunjung ke pura Darmasraya, tentulah
tuan puteri mempersembahkan hidangan sirih ini.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bibi,” kata Wijaya “mengapa tuan puteri berkenan


menganugerahkan sirih gading ini kepadaku ?“
“Raden, paduka adalah tetamu agung, seorang ksatrya dari
Singasari yang telah termasyhur di seluruh kcrajaan-kerajaan di
Swarnadwipa. Sudah selayaknya apabila tuan puteri
menghaturkan sirih itu ke hadapan raden. Bahkan tuan puteri
cemas apabila persembahan yang amat sederhana itu akan raden
tertawakan.“
“Bibi Cumbita, tidak setitikpun Wijaya mengandung pikiran
begitu,“ seru Wijaya “jangankan sirih bahkan apapun yang tuan
puteri anugerahkan kepadaku tentu akan kusambut dengan
sepuluh jari dan rasa bahagia.“
“Akan hamba haturkan ke hadapan tuan puteri titah raden
itu,“ kata dayang Cumbita “dan rokok itu mungkin jarang
terdapat di negeri tuan.“
Wijaya sejenak memeriksa rokok itu “Ya, memang baru
pertama kali ini aku melihat rokok yang dilinting dengan daun
tembakau. Di Singasari pada umumnya digulung dengan daun
nipah atau daun kelobot.“
“Radenpun tentu akan mendapatkan rasa yang jauh berbeda
dengan rokok yang pernah raden nikmati selama ini. Rokok itu
akan mampu melayangkan pikiran kita ke suatu alam yang indah
dari seribu khayal dan kenyataan.“
“Aku percaya bibi,“ kata Wijaya “karena setiap pemberian tuan
puteri bagiku adalah merupakan suatu anugerah yang tiada
taranya.“
“Terima kasih raden,“ sembah dayang Cumbita “karena hari
sudah hampir sore, perkenankanlah hamba mohon diri untuk
kembali.“
“Tunggu bibi,“ seru Wijaya seraya melolos cincin pada jari
manisnya “aku tiada mempunyai barang yang berharga yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

layak kupersembahkan kepada tuan puteri. Hanya sebentuk


cincin vang tak berharga ini, sebagai sembah terima kasih Wijaya
ke hadapan tuan puteri yang mulia. Semoga tuan puteri tak
murka dan berkenan menerima.“
Wijaya menyerahkan cincin permata itu kepada dayang
Cumbita. Setelah memberi sembah maka dayang itupun segera
meninggalkan wisma, menuju ke istana pnla.
Sampai beberapa saat Wijaya masih terlongong-longong
memandang pemberian puteri Candra Dewi itu. Apakah gerangan
maksud puteri memberikan sirih dan rokok itu ?
Pikiran Wijayapun melayang-layang ....
“Sirih adalah seperti rokok, bukan bahan makanan tetapi suatu
bahan kunyahan untuk pemerah bibir dan pembersih gigi,“
pikirnya “apakah arti pemberian tuan puteri itu? Apakah tuan
puteri menghendaki supaya aku memiliki bibir yang merah dan
gigi yang sehat ? Ah, kurasa tidak. Tuan puteri tentu dapat
menghargai diriku sebagai seorang ksatrya. Tak mungkin tuan
puteri bermaksud demikian .... “
“Kunyah, ya benarlah,“ tiba- tiba pula ia teringat bagaimana
kalau memakan sirih itu “kunyah artinya tidak ditelan tetapi harus
dilumat dengan hati-hati. Tidakkah hal itu mengandung makna
bahwa aku harus mengunyah sirih pemberian tuan puteri dengan
pelahan-lahan agar dapat mengetahui apa sebenarnya maksud
daripada pemberian itu ?“
Kemudian Wijaya mengalihkan perhatian kepada dua batang
rokok. Cepat ia melihat akan tali benang warna merah dan putih
yang mengikat batang rokok itu “Mengapa tuan puteri memberi
ikat benang warna merah dan putih ?“
Lama Wijaya termenung dalam lamunan untuk menjelajah
alam hatinya. Beberapa waktu kemudian ia mencoba untuk
memberi tafsiran “Benang itu adalah lambang dari pengikat. Dan
rokok itupun tidak satu atau tiga empat batang, melainkan dua.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Hal ini berarti sepasang. Sepasang yang diikat dengan tali


benang. Merah dapat ditafsirkan sebagai lambang kaum lelaki
dan putih lambang warna wanita, ah ..... “
Seketika terhenyaklah Wijaya dari lamunan. Tafsirannya telah
berlabuh pada satu arah. Tetapi ia masih tak berani memastikan
hal itu “Tidakkah hal itu suatu pesan harapan dari tuan puteri
kepadaku bahwa dua benda harus diikat menjadi sepasang
dengan pengikat benang. Apabila merah itu lambang kaum pria
dan putih itu lambang wanita maka tiada lain tafsiran yang lebih
mendekati kebenaran daripada tafsiran 'sepasang pria dengan
wanita'? Oh, gusti ....... “
Sesaat bersua pada penemuan itu maka, terbayanglah Wijaya
akan wajah puteri Candra Dewi yang bak' bidadari turun dari
kahyangan itu. Dia memang belum pernah melihat bidadari. Dan
apa yang diketahuinya tentang bidadari hanyalah dari cerita
orang-orang tua yang didongengkan kepadanya pada masa ia
masih kanak-kanak. Namun apabila bidadari itu memang ada,
pun rasanya tak mungkin dapat menyamai kecantikan yang
gilang gemilang dari puteri Candra Dewi.
“Duhai puteri jelita, benarkah tuan berpesan harapan demikian
kepada Wijaya yang hina ini ?“ ratap hatinya “jika demikian duhai
puteri dewata, pasti akan hamba laksanakan segala yang tuanku
titahkan. Walaupun tubuh dan jiwa Wijaya harus hancur terkena
kutuk dewata.“
“Haruskah aku menghianati titah puteri hanya karena aku ini
seorang duta sang nata Singasari ?“ timbul perbantahan dalam
hatinya “ah, mengapa Wijaya yang harus menjadi utusan ke
Darmasraya ini. Mengapa Wijaya harus bertemu dengan puteri
Candra Dewi ?“
“Bukankah hal itu karena memang sudah ditakdirkan dewata.
Karena tak mungkin segala yang berlangsung saat ini akan
terjadi apabila dewata tidak menghendaki sesuatu kepaitian lain,“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

akhirnya ia menemukan suatu jawaban dari kegelapan yang


mengabut mata hatinya.
“Tetapi tidakkah baginda Kertanagara akan murka apabila aku
lancang mempersunting puteri yang dipinang baginda itu ?“
timbul pula sanggahan dalam hatinya “tidakkah namamu akan
cemar sebagai ksatrya yang lancung, yang angkara murka, yang
ingkar dari kesetyaan terhadap junjungan ?“
Wijaya pejamkan mata dan melepaskan diri ke alam raya. Ia
tak ingin mengendalikan dan memaksa pikirannya untuk menuju
ke suatu arah. Karena hal itu, bukanlah suatu jawaban yang
murni melainkan suatu jawaban yang dipaksakan menurut
kehendak hatinya. Dan sesuatu yang dipaksakan itu mengandung
cemar nafsu yang kotor.
Tidak ! Dia akan membebaskan pikirannya berkelana ke alam
yang tiada batas ujung pangkalnya. Biarlah pikiran itu terbang
melayang-layang sampai nanti tiba pada suatu penemuan yang
bebas dari paksa dan nafsu.
“Wijaya, engkau tak merebut puteri yang diinginkan prabu
Kertanagara. Engkau tidak mengingkari janji. Tetapi pria dan
wanita itu pada hakekatnya hanya berbeda dalam bentuk
jasmaniah tetapi rasa dan pikirannya sama. Candra Dewi tentu
hancur luluh hatinya apabila mendengar dirinya dipinang oleh
Kertanagara seorang maharaja yang layaknya menjadi ramanya.
Tidakkah wanita itu juga seorang insan dewata yang memiliki
hati perasaan seperti pria pula ?“
Pada saat menanjak ke alam pemikiran itu, makin mendaki
layang lamunan Wijaya ke puncak pengembaraan “Benar, engkau
Wijaya. Bukankah puteri Candra Dewi telah berkenan mengirim
kepadamu seikat sirih dan sepasang rokok dengan tali pengikat
benang warna merah putih? Tidakkah hal itu menandakan suatu
amanat halus dari sang puteri kepadamu ? Engkau seorang pria,
engkau harus tanggap-sasmita tentang hal itu Dan hal itu
membuktikan bahwa engkau tidak merampas puteri itu dari
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tangan baginda Kertanagara karena jelas pula bahwa puteri


Candra Dewi tak berkenan menerima peminangan seri baginda
dari Singasari.“
“Wijaya adakah engkau rela melihat dan membiarkan seorang
bidadari harus menderita siksa batin karena harus mengorbankan
diri demi menyelamatkan negaranya ? Dan sebagai ksatrya,
adakah engkau dapat menerima suatu kenyataan dari suatu
kekuasaan yang digunakan untuk memaksakan kehendak diri
peribadi ? Apakah engkau merelakan kehancuran hati seorang
insan tak berdosa karena takut akan kekuasaan itu ?“
“Tidak ! Tidak ! Memang kekuasaan itu serba menang. Dapat
memaksa apa saja yang diinginkan. Tetapi tidakkah hal semacam
itu merupakan penampilan dari suatu sikap ahangkara murka ?
Dan tidakkah sikap ahangkara itu wajib diberantas?“
Tersentak Wijaya pada saat ia berlabuh dalam ujung
pengembaraan dimana segala sesuatu pemandangan akan
tampak dengan jelas. Dan tampak pula adanya batas batas
antara yang remang dengan yang terang, yang samar dengan
yang nyata, yang benar dengan yang salah, yang semu dengan
yang aseli. Bahwa penyerahan berdasar ketakutan akan
kekuasaan bukanlah penyerahan yang murni tetapi suatu
paksaan. Bahwa permintaan yang berlandaskan pada kekuasaan
bukanlah suatu permintaan melainkan lebih cenderung disebut
pemerkosaan. Setiap hal yang bersifat paksa dan perkosa, adalah
lalim.
Tiba-tiba terdengar tangkah kaki masuk ke dalam ruangan dan
terhenyaklah Wijaya dari lamunan “O, engkau kakang
Pramudya,“ serunya.
Yang masuk ke dalam ruang itu adalah bekel pengawal
Pramudya. Karena sampai beberapa lama belum juga Wijaya
beranjak keluar dan tidak memanggilnya, timbullah kekuatiran
dalam hati bekel prajurit itu. Sebagai seorang pengawal peribadi,
dia bertanggung jawab penuh atas keselamatan raden Wijaya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Maka tanpa meminta idin diapun terus melangkah masuk.


Memang bagi Pramudya, tidak berlaku suatu idin apabila bekel itu
menganggap bahwa junjungan yang dijaganya itu diduga sedang
terancam bahaya.
“Benar, raden. Hamba harap raden tak kurang suatu apa.“
“Tentu saja tidak, Pramudya. Adakah engkau melihat tanda-
tanda bahaya pada diriku ?“
“Tidak, raden. Namun hamba menduga dalam kecemasan,
mengapa sudah beberapa lama raden tidak keluar memanggil
hamba. Dan ketika masuk, hambapun melihat raden tampak
tegang. Apakah gerangan persoalan yang raden tengah hadapi ?
Adakah persembahan dayang istana Darmasraya itu yang
menyebabkan raden tercengkam ketegangan ?“
Wijaya tertawa “Sama sekali tidak, Pramudya. Dayang itu
diutus tuan puteri. untuk mengantarkan sirih dan rokok
kepadaku.“
“Raden,“ Pramudya agak terkejut “tuan puteri yang manakah
yang mengutus dayang itu ?“
“Puteri Candra Dewi, Pramudya.“
“O,“ Pramudya mendesah “mengapa tuan puteri berkenan
mengirimkan sirih dan rokok kepada raden ?“
“Mungkin agar aku dapat menikmati sirih gading dan rokok
bungkus daun tembakau yang tak terdapat di Singasari.“
“Ah, hamba rasa bukan terbatas sampai di situ maksud tuan
puteri.“
Wijaya terkesiap. Kiranya bekel itu bermata tajam juga
sehingga dapat mencium sesuatu yang menyebabkan aku
termangu-mangu.
“Kakang Pramudya,“ kata Wijaya “engkau pernah muda,
bukan ?“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pramudya tertawa mengiakan.


“Nah, kiranya engkau tentu tahu apa sebab engkau
mengajukan pernyataan tadi.“
“Adakan hamba salah lihat, raden ?“
“Tidak kakang Pramudya,“ kata Wijaya “memang
pandanganmu itu tepat. Dan bagaimana pendapatmu, kakang
Pramudya ?“
“Bagaimana maksud raden ?“
“Salahkah aku kalau aku bertindak demikian, kakang ?“
“Maaf, raden,“ sahut Pramudya “kiranya hamba mohon agar
hamba mendapat gambaran yang jelas tentang persoalan yang
raden hadapi dan barulah hamba dapat menghaturkan pendapat
hamba. Tetapi apakah raden berkenan menerima pandangan
hamba nanti?“
“Ah, kakang Pramudya,“ kata Wijaya “engkau adalah
pengawalku. Sudah tentu aku menaruh kepercayaan besar
kepadamu. Engkau kuanggap seperti para kadehanku yaag kini
kutinggal di pura Singasari.“
Pramudya menghaturkan terima kasih.
“Begini kakang,“ kata Wijaya mulai mengendapkan
ketegangan hatinya ”sejak masih berada di pura Singasari aku
sudah mendengar kabar tentang kemasyhuran puteri Candra
Dewi atau Dara Petak dan puteri Kembang Dadar atau Dara
Jingga dari kerajaan Sriwijaya. Kedua puteri itu, terutama puteri
Candra Dewi, merupakan mustika yang menyinarkan pamor
kerajaan Sriwijaya.“
“Benar, raden,“ jawab Pramudya “memang kecantikan kedua
puteri kerajaan Sriwijaya itu tiada bandingannya. Adakah karena
itu maka hingga kini kerajaan Sriwijaya - Darmasraya masih tetap
tegak tiada terganggu.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Apa maksud kakang berkata demikian ?“


“Begini raden,“ kata Pramudya “hamba mendengar cerita
orang, bahwa sesungguhnya sudah banyak raja-raja di
Swarnadwipa bahkan sampai ke Campa, yang ingin
memperiunting kedua puteri kerajaan Sriwijaya itu. Namun
mereka saling terpancang oleh rasa sungkan terhadap satu sama
lain. Rasa sungkan itu juga mengandung rasa cemas. Apabila
salah seorang raja meminang dan diterima, tentulah raja-raja
yang lain akan tak puas dan kemungkinan besar akan menyerang
raja itu.“
“O, maksud kakang Pramudya, di antara raja-raja tanah
Malayu itu saling curiga mencurigai dan saling awas mengawasi.
Barangsiapa berani meminang puteri dan diterima maka raja-raja
yang lain tentu akan menyerang negeri raja itu.“
“Demikianlah raden,“ kata Pramudya “karena adanya hal itu
maka malah tiada seorang raja yang berani berkunjung ke
Sriwijaya untuk menghaturkan pinangannya kepada puteri. Dan
karena itulah tiada seorang raja di tanah Malayu yang mau
mengganggu kerajaan Sriwijiya - Darmasraya karena di kerajaan
itulah terdapat dua bidadari yang menjelma.“
“Ah,“ Wijaya menghela napas “tetapi sudah kodrat bahwa
setiap titah dewata itu tentu akan mendapat pasangan hidup.
Raja raja di tanah Malayu itu hanya memikirkan kepentingan diri
masing-masing tetapi tak memikirkan kedua puteri yang sebagai
puteri remaja tentu juga mengharapkan kehadiran seorang
ksatrya pangerannya.“
Pramudya mengangguk “Memang demikian. Tetapi keadaan
itu telah berlangsung bertahun tahun.“
“Tetapi kakang Pramudya, tidakkah keadaan itu akan
mercapai ke akhirannya jua ?“
“Tentu raden,“ sahut Pramudya “dewata telah mentakdirkan
jodoh bagi setiap titahnya. Mungkin keadaan raja-raja di tanah
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Malayu itu dapat kita katakan, bahwa kedua puteri jelita itu
memang bukan jodoh mereka .... “
“Benar, kakang Pramudya,“ seru Wijaya penuh gairah
“memang kini aku makin yakin bahwa jodoh kedua puteri,
terutama puteri Candra Dewi, bukan raja-raja di tanah Malayu.“
Pramudya tersenyum “Lalu kira-kira siapakah yang raden
anggap, berjodoh dengan puteri jelita itu?“
“Ah, kakang Pramudya,“ Wijaya tersenyum “perlukah
kujelaskan kepada kakang ? Lihatlah …” ia memperlihatkan
kiriman sirih gading dan rokok tembakau dari puteri Candra Dewi.
“Ah,“ Pramudya mendesah.
“Adakah kakang Pramudya masih menyangsikan hal ini?“
”Memang suatu hal yang luar biasa bahwa tuan puteri
berkenan mengutus inang pengasuhnya untuk menghaturkan
sirih dan rokok kepada raden.“
“Kakang sesungguhnya dalam alam jagat raya ini tiada
sesuatu yang aneh dan luar biasa. Semua telah ada dan segala
apa telah tersedia. Hanya kita manusia yang belum mampu
menemukannya sehingga setiap berhadapan dengan penemuan
kita terkejut.“
Pramudya mengangguk “Lalu bagaimana maksud raden?“
“Itulah kakang,“ kata Wijaya “yang hendak kutanyakan
kepadamu, bagaimana pendapatmu sekiranya aku melanjutkan
niatku sesuai yang diamanatkan sang puteri dalam sirih dan
rokok itu.“
Pramudya kerutkan dahi. Lama ia tak dapat menjawab.
“Adakah kakang tak setuju akan niatku sehingga kakang berat
untuk mengatakan ?“ tegur Wijaya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bukan demikian raden, walaupun ada juga unsur-unsur ke


arah itu,“ jawab Pramudya “hamba masih bimbang untuk
mencari titik terang di antara dua pertimbangan.“
“O, cobalah kakang katakan bagaimanakah kedua
pertimbangan yang membingungkan kakang itu.“
“Pertimbangan itu bersumber pada perasaan hati dan pikiran:
Pertimbangan yang berasal dari perasaan hati, hamba
meyogyakan bahkan mendukung sepenuh hati akan niat raden
itu. Raden, hambapun seorang lelaki dan pernah muda pula.
Bahwa isteri hamba yang sekarang bertubuh gemuk dan tidak
cantik, itu hamba terima sebagai suratan takdir jodoh hamba.
Tetapi yang hamba idam idamkan dulu bukan dia melainkan
seorang gadis cantik, puteri seorang demang. Walaupun hamba
seorang pemuda yang tak mampu tetapi hati hamba tetap
bergelora keyakinan, apapun yang terjadi, hamba akan
mempersunting gadis itu.“
“Bagus kakang. Itulah sifat seorang jantan” seru Wijaya yang
mulai tertarik “lalu bagaimana kelanjutannya ?“
“Puteri demang itupun membalas cinta hamba ..... “
“Bagus, kakang Pramudya. Itu namanya kakang tidak
bertepuk sebelah tangan,“ tukas Wijaya.
“Hamba nekad, raden. Tekad hamba, kalau tidak mendapat
gadis yang hamba idamkan itu, lebih baik hamba sirna tanpa
ndadi.“
“Wah, hebat benar tekad kakang,“ seru Wijaya.
“Hamba tahu bahwa ki demang tak setuju dengan pernikan
itu. Ki demang tak mau menerima hamba sebagai menantunya
karena puterinya itu sudah akan dipinang puteja seorang
tumenggung. Namun hamba tetap pantang mundur. Hamba
secara sembunyi telah berhasil menemui puteri demang itu. Dan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dia setuju apabila akan hamba ajak minggat. Hamba menentukan


hari dan waktu untuk melaksanakan maksud hamba itu.“
“Ah, begitu besar nyali seseorang yang sedang dimabuk
asmara,“ seru Wijaya.
“Setelah waktu tiba, malam itu hamba menuju ke belakang
kebun rumah kediaman ki demang. Di situ hamba akan menanti
puteri ki demang ke luar dan terus akan hamba ajak lari.
Memang pada saat itu muncul sesosok tubuh ramping. Hati
hamba berdebar-debar. Gadis itu benar-benar setya janji kepada
hamba, pikir hamba .... “
“Seorang gadis umumnya lebih setya daripada kaum pria,
kakang,“ tukas Wijaya pula.
“Maka hambapun legera menghimpiti untuk menyambutnya.
Tetapi ah, gusti .... “
“Mengapa kakang ?“ Wijaya terkejut.
“Apa yang hamba hadapi saat itu, benar-benar di luar dugaan
hamba.“
“Apakah yang terjadi kakang ? “
“Maaf, raden,“ kata Pramudya ”sekedar pengisi waktu, hamba
mohon cobalah raden mengatakan apa kiranya yang hamba
dapatkan saat itu.“
“Engkau suruh aku menerka ?“
“Untuk menguji apakah apa yang hamba katakan bahwa
hamba sama sekali tak pernah menduga akan menghadapi
peristiwa semacam itu, benar-benar memang suatu kenyataan
yang dirasakan oleh siapapun juga, bukan hanya sekedar
perasaan hamba sendiri.“
“Baik,“ Wijaya kerutkan dahi merenung “gadis puteri ki
demang itu tentu menolak ajakanmu karena dia berat untuk
meninggalkan kedua rama-ibunya.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bukan, raden “
“Hm,“ Wijaya berpikir pula “gadisku menganjurkan supaya
engkau lekas-lekas tinggalkan tempat itu karena perbuatanmu
berdua telah diketahui ki demang.“
“Juga salah,“ Pramudya gelengkan kepala. Wijaya garuk-garuk
kepala “Wah, kalau begitu, aku menyerah. Karena menurut
hematku, hanya ada dua kemungkinan itu yang dapat terjadi.
Cobalah kakang ceritakan saja.“
“Yang datang itu ternyata bukan puteri ki demang, melainkan
seorang bujang keluarga ki demang yang sengaja disuruh ki
demang untuk menyaru sebagai puterinya.“
“Ah,“ Wijaya mendesah kejut “lalu bagaimana perasaan
kakang saat itu?“
“Hamba terkejut kemudian marah ‘Engkau ....... “ karena tak
dapat menguasai perasaan, hamba jambak rambut bujang itu
dan hamba tempeleng..... “
“Ah,“ Wijaya mendesah kejut.
“Tetapi tepat pada taat itu dari balik gerumbul pohon
berhamburanlah beberapa belas orang; orang kademangan
menyerbu hamba. Habis sekujur badan hamba dihujani tinju dan
kaki mereka. Barulah mereka meninggalkan hamba ketika hamba
menggeletak berlumuran darah di tanah. Mereka takut kalau
sampai menimbulkan rajapati ... “
“Ah,“ makin keras kejut Wijaya dalam desahnya “jelas kakang
telah terjebak oleh muslihat ki demang.“
“Benar, raden,“ kata Pramudya “ternyata perjanjian hamba
dengan puteri ki demang telah diketahui ki demang karena
dibocorkan oleh seorang bujang yang mengetahui hal itu.“
“Di manakah puteri ki demang saat itu ? Apakah dia tak tahu
akan peristiwa yang menimpah dirimu ?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Beberapa waktu berselang barulah hamba ketahui bahwa


puteri ki demang telah diungsikan kepada seorang keluarga ki
demang yang tinggal di pura kerajaan. Di sana gadis itu dijaga
ketat dan dipaksa dinikahkan dengan putera tumenggung .... “
Wijaya mengangguk-angguk.
“Sejak saat itu hamba bersumpah takkan mau percaya lagi
kepada wanita.“
“Tetapi bukankah akhirnya kakang menikah juga dengan isteri
kakang yang sekarang ini ?“
“Ya,“ kata Pramudya “karena hamba terpaksa menuruti,
kehendak orangtua hamba. Tetapi hamba mengajukan syarat,
hamba hanya ingin menikah dengan seorang wanita yang buruk
muka.“
“Kakang Pramudya!“ seru Wijaya terkejut “mengapa engkau
mempunyai pendirian begitu ?“
“Karena hamba ingin melaksanakan sumpah hamba terhadap
wanita, raden.“
“Aku tak mengerti maksudmu, kakang.“
“Dengan beristerikan seorang wanita buruk muka, maka
hamba selalu melaksanakan apa yang telah hamba ikrarkan itu.
Dengan membekal rasa tak senang memandang seorang isteri
yang buruk muka, hamba tentu tetap tak percaya kepada
wanita.“
”Kalau tak suka mengapa engkau memperisterikannya,
kakang?”
“Telah hamba katakan, hamba hanya menuruti kehendak
orangtua hamba.“
“Lalu apa kedudukan isterimu itu dalam kehidupanmu, kakang
?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hanya sebagai pelengkap untuk genapnya orang hidup itu,


seseorang harus mempunyai isteri.“
“Ah, kakang menyiksa kepada isteri kakang.“
“Tidak raden,“ bantah Pramudya “isteri hamba tak merasa
tersiksa akan pendirian hamba itu. Karena sebelumnya telah
hamba jelaskan tentang pendirian hidup hamba dalam
pernikahan itu.“
“Dan dia menerimanya, kakang?“
“Menerima, raden. Dia mengatakan bahwa apapun yang
terjadi, dia tetap akan setya kepada hamba demi membuktikan
bahwa tidak semua wanita itu buruk laku, ingkar janji.“
Wijaya mengangguk-angguk “Isterimu itu benar-benar
seorang wanita yang utama.“
“Itulah sebabnya maka sampai sekarang dia tetap menjadi
isteri hamba, raden,“ Pramudya tertawa.
Wijaya ikut tertawa... “Demikianlah raden kissah hidup hamba
di masa muda,“ kata Pramudya “jelas bahwa masa muda itu
memang penuh dengan segala peristiwa yang mungkin dari yang
tak mungkin terjadi. Yang jelas pula, bahwa darah muda yang
sedang dicengkam asmara itu tak gentar menghadapi segala
apa.“
“Ya,“ Wijaya mengangguk.
“Dan itulah apa yang hamba maksudkan dengan
pertimbangan yang menurut suara hati,“ kata Pramudya
“kemudian tentang pertimbangan atas dasar pikiran, memang
berbeda bahkan bertentangan dengan Suara hati itu.“
“Maksud kakang ? “
“Pertimbangan berdasar pada pikiran, adalah melihat pada
kenyataan. Bahwa niat raden untuk menanggapi amanat tuan
puteri Candra Dewi, memang suatu langkah yang bersifat jantan.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dewa berjodoh dengan dewi, hapsara dengan hapsari raksasa


dengan raksesi dan ksatrya dengan puteri. Tetapi berdasar pada
pertimbangan pikiran maka langkah raden itu memang kurang
utama.“
“Karena aku hanya seorang utusan ?“ tukas Wijaya.
“Kiranya raden sudah menyadari hal itu,“ kata Pramudya
“seorang utusan tak lain hanyalah seorang wakil. Bahwa raden
telah diutus sang prabu Kertanagara sebagai duta untuk
meminang kedua puteri kerajaan Darmasraya. Tugas itu telah
digariskan secara jelas bahwa kedudukan raden hanyalah sebagai
utusan, yani seorang yang telah mendapat kepercayaan penuh
dari seri baginda akan kesetyaan dan pengabdiannya. Maka tak
perlu kiranya hamba jelaskan bagaimana anggapan seri baginda
apabila raden melanjutkan niat raden terhadap puteri C indra
Dewi nanti.“
“Aku seorang utusan hianat, seorang ksatrya ingkar ?“ seru
Wijaya.
“Maafkan hamba, raden.“
“Engkau tak bersalah kakang,“ kata Wijaya “memang
anggapanmu itu mewakili anggapan umum terutama murka yang
akan dijatuhkan seri baginda kepada diriku. Lalu haruskah aku
membiarkan saja puteri Candra Dewi dipersunting baginda
Kertanagara ?“
Pramudya terkesiap tak dapat menjawab.
“Kakang,“ kata Wijaya “cobalah engkau jawab pertanyaanku
dengan sejujur hatimu. Jangan takut, kakang, aku takkan marah
apapun yang akan menjadi jawabanmu nanti.“
“Baik, raden.“
“Berdasarkan apakah maka seri baginda Kertanagara berani
meminang puteri Candra Dewi itu?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pramudya kerutkan kening.


“Untuk mengikat hubungan Sriwijaya dengan Singasari dalam
hubungan darah, raden.“
“Ya,“ sahut Wijaya “tetapi mengapa baginda Kertanagara
harus meminang puteri Candra Dewi ? Apakah hubungan
keluarga itu harus dengan cara baginda Kertanagara yang
meminang puteri Candra Dewi ? Mengapa tidak baginda
Kertanagara saja yang memberikan puterinya kepada raja
Mauliwarman ?“
“Mungkin baginda Kertanagara sudah seorang diri karena
permaisurinya sudah wafat. Beda dengan raja Teribuana yang
masih mempuuyai permaisuri.“
“Tidakkah dapat dicarikan jalan lain misalnya puteri seri
baginda Kertanagara dijodohkan dengan putera raja Teribuana
Mauliwarman ? Kakang Pramudya,“ kata Wijaya “layakkah
seoang baginda yang sudah setengah baya mempersunting
seorang puteri yang tepatnya menjadi puteranya ? Tidakkah usia
puteri Candra Dewi itu sebaya dengan dinda Teribuana dan
Gayatri? “
Pramudya tahu bahwa Wijaya telah terangsang oleh gelora
perabaan penasaran sehingga lupa siapa dirinya dan siapa seri
baginda Kertanagara itu “Ah, raden, bagi seorang pria terutama
raja, usia bukanlah pantangan untuk mempersuating puteri yang
layaknya menjadi puteranya. Tidak saja di kalangan keraton, pun
di kalangan rakyat apabila golongan orang berada, hal itu
bukanlah sesuatu yang mustahil.“
“Baik, kakang,“ Sahut Wijaya “sekarang aku hendak bertanya.
Mengapa dikalangan rakyat pada golongan orang yang berada
dan berpangkat, dapat melaksanakan maksudnya semacam itu ?“
Pramudya terkesiap.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Maksudku,“ Wijaya menyusuli penjelasan “mengapa hal itu


dapat terlaksana. Apa dasarnya maka gadis-gadis yang hendak
dipersunting oleh orang kaya dan berpangkat mau saja
menerimanya ? Tidakkah karena mereka melandaskan pada
kekuasaan harta dan kekuasaannya sehingga orang- orang tua
para anak gadis karena takut terpaksa menyerahkan anak
gadisnya ?“
“Ya,“ sahut Pramudya “memang demikian raden. Tetapi ada
juga orangtua yang terpincut akan harta kekayaan dan pangkat
sehingga mau manyerahkan anak gadisnya sebagaimana yang
telah terjadi pada ki demang yang hamba ceritakan tadi.“
“Nah itulah kakang,“ seru Wijaya “sumbernya adalah pada
harta atau kekuasaan. Demikian halnya pula dengan seri baginda
Kertanagara. Karena merasa lebih kuat dan lebih berkuasa
barulah baginda berani untuk melangsungkan peminangan itu.
Coba kalau Singasari itu sebuah kerajaan kecil dan lemah,
mungkinkah seri baginda berani meminang puteri kerajaan
Sriwijaya?“
Pramudya akhirnya mengangguk.
“Nah, apabila kita berani bersikap jujur,“ kata Wijaya “dalam
peminangan seri baginda Kertanagara kepada puteri Candra Dewi
itu terdapat unsur paksaan yang berlandaskan pada kekuasaan
Singasari dengan pasukannya yang kuat. Dan apabila baginda
Mauliwarman menerima pinangan itu, kita harus percaya, bahwa
tindakannya itu tentu berdasar pada rasa terpaksa agar dapat
menyelamatkan kerajaan Sriwijaya-Darma-sraya.“
Pramudya terdiam.
“Dalam kedudukan sebagai seorang duta, aku harus
melaksanakan apa yang menjadi titah baginda. Tetapi dalam
kedudukan sebagai seorang pria, seorang manusia, aku merasa
bahwa perutusan yang kulakukan di Sriwijaya ini bersifat
penindasan dari suatu kekuatan terhadap fihak yang lemah.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pramudya mengangguk.
“Nah. setelah menyadari hal itu kakang,“ kata Wijaya pula
“apakah yang harus kulakukan? Apakah aku harus tetap
melaksanakan titah seri baginda Kertanagara dengan
menyandang suatu ciri cemar, bahwa aku telah melaksanakan
suatu tugas yang sebenarnya bertentangan dengan dasar
keksatryaan dan kemanusiawian. Kedua, aku pun membiarkan
seorang puteri yang jelas memberi amanat halus untuk mengetuk
hatiku, harus menerima derita nasib seumur hidup.“
“Namun jika aku mengingkari tugas yang dipercayakan seri
baginda kepadaku, kakang, akupun akan dicerca sebagai seorang
ksatrya yang culas. Dalam menghadapi dua pilihan ini, aku
merasa bimbang, kakang.“
Pramudya kerutkan dahi merenung.
“Raden,“ katanya sesaat kemudian ”kita wajib dan harus
percaya kepada kekuasaan Hyang Jagadnata. Marilah kita
serahkan apa yang akan terjadi kepadaNYA.“
“Maksud kakang?“
“Apabila raden memang berjodoh dengan tuan puteri Candra
Dewi, walaupun terjadi gunung roboh laut terbalik, perjodohan
itu akan tetap terlaksana. Memang tampaknya suatu hal yang
mustahil apabila puteri Candra Dewi yang raden boyong ke
Singasari dan akan raden persembahkan kepada seri baginda
Kertanagara itu akan tak dapat terlaksana, kemudian puteri akan
dapat raden persunting. Tetapi telah hamba katakan, tiada
barang yang mustahil apabila Dewata Agung menghendakinya.“
Wijaya termenung. Dia ingin membantah pernyataan
pengawal iiu yang dianggapnya lemah. Tetapi kenyataan yang
dihadapi saat itu, memang tampaknya menuju ke arah iiu. Untuk
sementara waktu, dia belum dapat menemukan jalan yang baik
untuk memecahkan persoalan itu.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Baiklah, kakang,“ akhirnya ia berkata “aku akan menerima


saran kakang. Tetapi hal itu bukan berarti aku menyerah saja
kepada nasib, melainkan karena saat ini aku belum dapat
menemukan jalan yang tepat untuk menghadapi persoalan itu.“
“Syukur, raden,“ kata Pramudya.
Dalam pada itu haripun sudah mulai menjelang sore “Eh,
kakang Pramudya, ternyata surya sudah mulai condong ke barat.
Aku hendak beristirahat dan kuharap kakangpun juga demikian.
Sebentar lagi akan kuajak kakang menghadiri perjamuan yang
diadakan hulubalang Hang Balbila.“
Pramudya memberi hormat lalu keluar. Sementara Wijayapun
segera berkemas-kemas masuk ke dalam bilik peraduannya.
Memang hari seolah berjalan amat cepat. Wijaya perlu
beristirahat untuk memulangkan semangat.
***

Malam merupakan penampung dari segala gerak kehidupan


manusia. Pada malam hari itulah manusia beristirahat untuk
memulangkan tenaga, pikiran dan segala sesuatu yang
dilakukannya pada siang hari.
Tetapi ada kalanya, di kalangan tertentu, malam bahkan
merupakan awal dari kegiatan hidup. Namun hal itu memang
tidak merata karena pada umumnya malam adalah saat-saat
peneguk kedamaian dan ketenangan.
Di antara pengecualian dari kehidupaa manusia pada
umumnya di antara kalangan tertentu yang menjadikan malam
sebagai awal dari kehidupan hari itu termasuk panglima Hang
Balbila. Panglima itu memang gemar mengadakan pertemuan
pada malam hari. Sebagai seorang panglima, dia sering
memanggil rekan dan anakbuahnya untuk datang mengadakan
perundingan tentang soal-soal yang menyangkut keamanan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kerajaan Darmasraya. Dan sebagai seorang penganut faham


Hinayana, diapun sering mengadakan pertemuan sarasehan
dengan para pandita, biksu dan kawan-kawan yang sefaham
dalam agama itu. Bahkan pada tiap kali diselenggarakan upacara-
upacara peringatan dan sesaji di kuil dan vihara yang tersebar
berpuluh bahkan beratus jumlahnya di kerajaan Darmasraya,
apabila tidak sedang bertugas ke luar daerah, tentulah panglima
Hang Balbila akan hadir.
Pada malam dari hari kedatangan rombongan perutusan
Singasari yang dipimpin raden Wijaya menghadap baginda
Teribuana Mauliawarman di istana Darmasraya maka panglima
Hang Balbilapun memanggil rekan dan bawahannya untuk
mengadakan perundingan.
“Ada sesuatu yang perlu kurundingkan dengan saudara-
saudara sekalian,“ panglima Hang Balbila membuka pertemuan
“yalah tentang maksud daripada kunjungan perutusan Singasari
yang dipimpin oleh raden Wijaya itu. Walaupun hal itu mutlak
menjadi hak seri baginda Mauliwarman untuk menentukan
keputusan tetapi kita sebagai pimpinan angkatan perang
kerajaan Darmasraya, pun perlu mempersiapkan diri dalam
menghadapi setiap kemungkinan yang akan terjadi.“
Hadirin yang terdiri daripada perwira dan bintara pasukan
Darmasraya, menyambut pernyataan panglima Balbila dengan
setuju.
“Sebenarnya menurut hematku peribadi,“ kata panglima
Balbila “sungguh suatu hinaan yang belum pernah diderita
kerajaan Sriwijaya-Darmasraya seperti yang telah terjadi dari
kunjungan perutusan kerajaan Singasari itu. Cobalah andika
sekalian renungkan. Tidakkah raja Singasari itu memang hanya
ingin mencari alasan belaka dalam mengajukan peminangan
terhadap kedua puteri baginda kita?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Mohon panglima suka menjelaskan apa sesungguhnya yang


tersembunyi di balik maksud dari perutusan Singasari itu,“ kata
seorang perwira muda yang bernama Sipora.
“Berapakah usia raja Singasari itu ?“ seru Hang Balbila
“bukankah raja itu sudah tua. Kabarnya kedua puteri raja itupun
sudah ditunangkan dengan raden Wijaya. Dengan demikian jelas
bahwa usia raja Singasari itu paling tidak tentu sebaya dengan
junjungan kita.“
Terdengar hadirin mengiakan.
“Nah, hal itu jelas menujukkan bahwa raja Singasari
mempunyai dua maksud. Pertama, jika peminangannya itu
ditolak maka dia mempunyai alasan untuk menyerang Sriwijaya-
Darmasraya .... “
Terdengar gemuruh suara mendesuh dari para hadirin.
“Dalam hal ini, kami sudah siap mempersembahkan jiwa raga
kami demi menegakkan kewibawaan Sriwijaya” seru seorang
perwira yang bernama Arung Bangir.
“Benar, kami siap mati untuk Sriwijaya,“ teriak para hadirin
mendukung sikap Arung Bangir.
“Terima kasih saudara-saudara,“ kata Hang Balbila “idinkanlah
aku melanjutkah ulasanku. Yang kedua, apabila peminangan itu
diterima maka raja Singasari akan menepuk dada dan
mengatakan bahwa Sriwijaya sudah menyerah kepada Singasari
karena puteri mustikanya istana Darmasraya sudah dihaturkan ke
Singasari.“
“Tidak mungkin,“ teriak seorang lelaki muda bertubuh kekar.
Dia bernama Silalahi berpangkat hulubalang, pembantu panglima
Hang Balbila.
“O, apa katamu Silalahi ? Tidak mungkin ? Mengapa engkau
berkata demikian,“ seru Balbila.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Raja Singasari itu layaknya menjadi ayah dari tuan puteri kita.
Sungguh suatu cela yang meneonteng muka rakyat Sriwijaya
apabila kedua tuan puteri kita akan diberikan kepada raja
Singasari yang sudah tua itu.“
Panglima Balbila tersenyum “Memang bukan hanya engkau,
pun aku peribadi dan rasanya sekalian perwira di Darmasraya
takkan merelakan hal itu terjadi. Tetapi engkau harus tahu,
Silalahi, bahwa yang menjadi peranan penting dalam kemudi
pemerintahan Sriwijaya itu sesungguhnya adalah patih Demang
Lebar Daun. Dan engkau tentu tahu pula Silalahi, bahwa Demang
Lebar Daun itu sudah lanjut usia, semangatnya sudah menurun.
Apa lagi dia hanya menumpahkan seluruh perhatian kepada
perkembangan agama Hinayana. Bukankah keadaan pasukan
perang Sriwijaya sedikit sekali kalau tak dapat dikatakan tidak
mendapat perhatian dari beliau ? Bukankah selama ini jumlah
pasukan dan perlengkapan angkatan perang kita tetap begitu
saja selama bertahun tahun ini ?“
“Benar tuanku,” kata seorang perwira setengah tua “memang
sudah lama hamba amat perihatin melihat tindakan-tindakan
tuan patih Demang Lebar Daun. Tetapi hamba hanya seorang
perwira rendah. Apa daya hamba kecuali hanya memohon
kepada dewata agar kerajaan Sriwijaya terhindar dari segala
malapetaka.“
Suasana hening mendengar rintihan hati perwira setengah tua
itu. Mereka, setiap orang, tahu dan mengakui kebenaran
daripada ucapan perwira setengah tua itu.
“Tuanku panglima,“ tiba-tiba terdengar perwira Arbangir yang
masih muda dan gagah perkasa berkata “hamba rasa, saat inilah
kita dapat membangkitkan lagi semangat dan kebesaran
angkatan perang Sriwijaya yang termasyhur itu.“
Hang Balbila terkesiap, demikian pula sekalian hadirin.
“Apa maksudmu Arbangir ?“ tegur Balbila.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hamba telah mengunjungi kuil dan menghaturkan


permohonan kepada Sang Tatagatha, semoga baginda
Mauliwarman dikaruniai penerangan dan kesadaran bahwa
tindakan raja Singasari itu suatu tindakan yang tercela serta
bersifat menghina. Semoga seri baginda Mauliwarman menolak
pinangan raja Singasari itu.“
“O,“ seru Balbila “lalu apakah engkau telah menyadari akan
akibat daripada penolakan itu ?“
“Hamba menyadari, tuanku,“ kata Arbangir “raja Singasari
tentu marah karena merasa terhina. Dia tentu menggunakan hal
itu sebagai alasan untuk mengirim pasukan menyerang
Sriwijaya.“
“Ya.“
“Nah, hamba rasa seri baginda tentu juga faham akan akibat
yang akan terjadi. Oleh karenanya, tuanku panglima dapat
menghadap seri baginda, dan mohon restu baginda untuk
membangun lagi angkatan perang kita guna menyambut
serangan Singasari. Tidakkah hal itu merupakan suatu
kesempatan bagi angkatan perang kita untuk bangkit kembali ?“
Terdengar gemiruh dari sambutan para hadirin yang
membenarkan pandangan Arbangir.
”Hamba setuju deng»n pendapat Arbangir,“ seru beberapa
perwira.
Diam-diam panglima Balbila gembira dalam hati. Apa yang
diangan-angankan telah menjadi kenyataan. Kenyataan yang
berupa bahwa para hulubalang, perwira dan seluruh bintara
jajaran angkatan perang. Sriwijaya, menentang maksud
perutusan Singasari. Mereka menganggap tindakan raja Singasari
meminang puteri kerajaan Darmasraya itu sebagai suatu
penghinaan dari sebuah kerajaan besar yang merasa paling kuat
terhadap lain kerajaan yang dianggap lemah.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Baik, saudara-saudara sekalian,“ kata Hang Balbila “dengan


masih memiliki prajurit-prajurit seperti saudara-saudara ini,
kerajaan Sriwijaya pasti akan tetap tegak di atas persada
kewibawaannya.“
“Saudara-saudara,“ kata panglima Balbila pula, “setelah
pendapat telah bersatu dan tujuan berpadu, marilah kita
pertimbangkan langkah yang dapat mewujutkan pendirian kita
itu. Ada dua jalan yang dapat kita tempuh. Pertama, menunggu
sampai seusai keputusan seri baginda terhadap peminangan raja
Singasari itu. Kedua, kita bergerak untuk menggagalkan maksud
dari perutusan Singasari itu. Nah, kita tentukan pilihan.“
“Tuanku paaglima yang gagah, perkasa,“ seru perwira
Arbangir “mohon paduka menjelaskan kedua langkah itu agar
kami dapat memilih jalan yang tepat.“
“Yang kumaksudkan sebagai cara pertama “? kata panglima
Balbila “yalah kita menunggu saja bagaimana keputusan seri
baginda.“
“Apabila seri baginda meluluskan permintaan raja Singasari ?“
tukas perwira Sibora.
“Kita akan mencari jalan bagaimana dapat menggagalkan
perjalanan pulang dari perutusan Singasari itu, agar, mereka tak
Sempat, pulang menghadap rajanya.“
“Ah, tidakkah hal itu akan menimbulkan murka baginda?“
“Sudah tentu kita takkan bekerja secara acak-acakan,“ kata
Balbila “kita akan bekerja secara rapi dan tak diketahui. Artinya,
kita bukan sebagai kita saat ini tetapi sebagai suatu kelompok
yang tak diketahui sumbernya.“
“O, maksud panglima, kita menyaru sebagai gerombolan?“
“Ya,“ jawab panglima Balbila “dengan demikian kita tak
melibatkan nama kerajaan Sriwijaya.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sekalian hadirin menyambut gembira rencana itu.


“Dan yang kedua,“ kata panglima Balbila “kita bertindak lebih
dulu untuk menggagalkan maksud dari perutusan Singasari itu.“
“Mohon tuan menjelaskan rencana tuan,“ seru beberapa
perwira.
Sejenak Balbila mengerasi diri, kemudian berkata “Kita akan
membuka mata perutusan terutama pimpinannya, bahwa
sesungguhnya kerajaan Sriwijaya itu bukanlah kerajaan yang
lemah yang mudah dihina. Bahwa ksatrya-ksatrya Sriwijaya itu
bukanlah penakut, bukan pula kalah sakti dengan ksatrya
Singasari.“
“Ah, sungguh suatu hal yang amat menarik,“ seru perwira
Arbargir “terapi bagaimana cara pelaksanaannya mohon tuanku
memberi penjelasan.“
“Begini,“ kata panglima Balbila “aku mempunyai rencana
untuk mengadakan perjamuan kehormatan di mana akan
kuundang pimpinan perutusan Singasari hadir. Nah, dalam
perjamuan itu, akan kutimbulkan suatu suasana di mana secara
serempak demi memeriahkan suasana kegembiraan akan
kuadakan tukar menukar pengalaman dan pengetahuan dalam
ilmu kesaktian.“
“Maksud tuan akan diadakan coba kesaktian di antara
perutusan Singasari itu dengan kita?“ Arbangir menegas.
Panglima Balbila mengangguk “Adakah saudara-saudara
bersedia untuk menghadapi mereka?“ Sekalian hadirin berteriak
sanggup.
“Terima kasih saudara-saudara,“ seru Balbila “besok akan
kukirim surat undangan itu kepada pimpinan perutusan Singasari,
raden Wijaya, supaya menghadiri perjamuan yang akan
kuadakan untuk menghormat kunjungannya ke Sriwijaya.
Saudara-saudara kuminta hadir.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Demikianlah rencana yang diputuskan dalam pertemuan para


perwira dan bintara angkatan perang Darmasraya di kediaman
panglima Hang Balbila.
Malam itu suasana gedung kediaman panglima Hang Balbila
tampak meriah sekali. Berpuluh-puluh perwira dan bintara
menghadiri perjamuan yang diadakan panglima untuk
menghormat kunjungan perutusan Singasari.
Sebenarnya perutusan Singasari itu adalah duta sang nata.
Yang wajib menjamu adalah kerajaan Darmasraya. Apabila bukan
baginda maka patih Demang Lebar Daun yang
menyelenggarakan pertemuan itu. Tetapi Hang Balbila
mempunyai alasan. Raden Wijaya itu adalah senopati kerajaan
Singasari maka panglima Balbila menjamunya dalam kedudukan
sebagai seorang panglima yang menghormati kedatangan
seorang panglima.
Rupanya raden Wijaya menyadari hal itu. Maka diapun tak
mau membawa rombongannya semua kecuali hanya beberapa
pengawal dan kepala prajurit yang menyertai rombongan
perutusan itu.
Wijaya datang bersama sepuluh orang prajurit. Ia
menyesuaikan diri dengan apa yang tertulis dalam surat
undangan itu. Ia menghadiri pertemuan itu sebagai seorang
senopati Singasari bukan sebagai kepala perutusan kerajaan
Singasari.
Tampak sekalian hadirin berbangkit ketika raden Wijaya
dengan rombongan pengawal, memasuki ruang perjamuan.
Seluruh mata perwira dan bintara pasukan Sriwijaya menumpah
ruah kepada raden Wijaya. Raden Wijaya dengan sikap yang
tenang dan ramah memberi hormat kepada sekalian hadirin.
Waktu diterima menghadap baginda Mauliwarman di istana,
tidak semua perwira dan bintara pasukan kerajaan Sriwijaya yang
diperkenankan hadir maka mereka-mereka yang tak hadir kini
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mendapat kesempatan untuk melihat peribadi senopati yang


menjadi kepala rombongan perutusan Singasari. Juga mereka
yang ikut hadir waktu Wijaya menghadap seri baginda di istana,
juga tak mempunyai kesempatan yang longgar untuk menatap
wajah dan sikap Wijaya. Dan apa y»ng mereka dapatkan pada
diri senapati muda dari Singasari itu menimbulkan kesan yang
menggores lubuk hati mereka. Mereka mempunyai kesan bahwa
Wijaya itu seorang senopati muda yang memiliki wibawa besar.
“Selamat datang, raden Wijaya senopati yang gagah perkasa
dari kerajaan Singasari,“ sambut panglima Hang Balbila “sungguh
tak terperikan kegembiraan kami menerima kehadiran tuan. Kami
merasa mendapat kehormatan besar.“
“Ah, tuan panglima Sriwijaya yang gagah berani. Sudah lama
aku mendengar kemasyhuran nama tuan sebagai panglima
kerajaan Sriwijaya. Adalah aku yang merasa bersyukur karena
mendapat kehormatan untuk berkenalan dengan tuan,“ balas
Wijaya.-
Kedua panglima itu saling memberi hormat lalu sama-sama
duduk di kursi yang telah disediakan. Hang Balbila
memperkenalkan Wijaya kepada sekalian hadirin.
“Raden Wijaya,“ kata panglima Balbila setelah selesai
memperkenalkan “walaupun dalam surat undangan telah kami
haturkan namun perlulah sekali lagi kami nyatakan di sini bahwa
perjamuan itu semata-mata adalah suatu perjamuan yang
diadakan oleh pimpinan pasukan kerajaan Sriwijaya untuk
menghormat kunjungan seorang senopati termasyhur, dari
kerajaan Singasari. Agar kami dapat menerima petunjuk dan
pengalaman berharga dari kebesaran pasukan kerajaan Singasari
yang tiada taranya itu.“
“Ah, jangan tuan panglima merendah diri. Bagaimana mungkin
hamba yang masih muda akan mampu memberi petunjuk kepada
tuan panglima Hang Balbila yang termasyhur kegagahan dan
keberaniannya dalam medan pertempuran,“ kata Wijaya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Hang Balbila tertawa “Jangan raden merendah diri. Apa arti


kegagahan seorang panglima apabila kenyataannya angkatan
perangnya makin lemah sehingga lain kerajaan berani
memandang rendah ?“
Raden Wijaya terkesiap. Kata-kata panglima Sriwijaya itu amat
tajam. Bukankah panglima bermaksud mengecam secara halus
akan tindakan raja Kertanagara yang telah mengirim pasukan
Pamalayu dan bahkan sekarang berani pula mengirim utusan ke
kerajaan Sriwijaya dengan membawa dua tugas ?
Pengiriman arca Amogapasha, salah seorang buddha dari
aliran Mahayana ke kerajaan Sriwijaya yang jelas masih
mempertahankan aliran Hinayana, merupakan suatu tindakan
yang bertentangan dari seorang tetamu kepada tuan rumah.
Kemudian maksud baginda Kertanagara untuk meminang kedua
puteri kerajaan Sriwijaya, lebih mengunjukkan sikap yang
cenderung dianggap menghina pada raja Sriwijaya.
“Tidaklah seperti kerajaan Singasari,“ panglima Hang Balbila
melanjutkan “dengan raden sebagai salah seorang senopati,
angkatan perang Singasari makin kuat dan kokoh sehingga
berani menolak tuntutan raja Kubilai Khan bahkan
mengembalikan utusan raja Kubilai Kban dengan membawa cacat
pada wajah mereka. Tidakkah kesemuanya itu mengunjukkan
bahwa senopati Singasari, terutama raden Wijaya, adalah
ksatrya-ksatrya yaug sakti mandraguna ? Kiranya takkan salah
tempat apabila aku akan mohon pengalaman dan petunjuk raden
mengenai krida kanuragan dan tata barisan perang.“
Wijaya terkejut dalam hati namun ia berusaha untuk menekan
perasaannya “Ah, perang bukanlah tujuan hidup utama bagi
sebuah negara maupun kerajaan, demikian pula umat manusia.
Perang takkan membawa berkah dan manfaat. Kebalikannya
malah akan membawa kehancuran dan kesengsaraan.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah,“ Hang Balbila terkejut ketika mendengar kata-kata Wijaya


“tetapi tidakkah kuat lemahnya, jaya surutnya negara itu
tergantung pada angkatan perangnya ?“
“Angkatan perang memang perlu dan penting, tuan panglima,“
kata Wijaya “tetapi bukanlah ditujukan untuk menyerang lain
negara atau meluaskan kekuasaan, melainkan untuk
mempertahankan kedaulatan dan tegaknya negara itu dari
serangan musuh. Selama pimpinan dan raja-raja lain negara
masih dihinggapi rasa angkara murka semisal raja Kubilai Khan,
angkatan perang itu masih mutlak diperlukan bagi keselamatan
negara.“
Panglima Hang Balbila terkejut dan heran mengapa ucapan
senopati Singasari itu selalu bernada damai. Suatu hal yang tak
pernah diduga semula. Karena ia membayangkan bahwa sebagai
seorang senopati kerajaan yang diangkat sebagai duta sang nata,
tentulah sikap dan kata-kata raden Wijaya itu serba tekebur dan
congkak. Ternyata raden Wijaya yang dihadapinya itu seorang
senopati muda yang ramah, bersahabat dan penuh kedamaian.
“Ah, mungkin dia menyadari suasana saat ini tidak
menguntungkan dirinya maka ia berputar haluan kearah sikap
yang lunak,“ pada lain saat Hang Balbila timbul dugaan lain.
Timbulnya dugaan itu, menggelorakan pula rencana yang telah
disepakati dalam pertemuannya dengan para perwira pasukan
Sriwijaya semalam.
Perjamuanpun segera dihidangkan. Suasana perjamuan
tampak meriah, tak tampak sedikitpun akan rasa permusuhan
pada sikap panglima Hang Balbila dan para hadirin dari pihak
tuan rumah. Kecurigaan Wijaya dan rombongannyapun makin
berkurang. Setelah silih berganti hidangan beredar, minuman
tuak bertuang maka panglima Hang Balbilapun menyuguhkan
rokok.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Wijaya terkejut. Rokok itu serupa dengan rokok rpemberian


puteri Caadra Dewi. Adakah memang demikian bentuk rokok
orang Sriwijaya?
“Silakan mencoba rokok ini, raden,“ kata Hang Balbila seraya
menghaturkan kotak bersalut emas yang berisi rokok “mungkin di
negeri tuan tak terdapat rokok semacam ini.“
Rokok pemberian Candra Dewi belum sempat di isapnya. Dan
memang Wijaya tak mau mengisap karena disimpan sebagai
kenangan Oleh karena itu dia tak tahu bagaimana rasa rokok
berbungkus daun tembakau itu. Karena tak ingin dikata sebagai
seorang tetamu yang kurang sopan maka diapun menjepput
sebatang rokok. Demikian pula Hang Balbila juga mengambil
sebatang. Kedua senopati itu mulai mengisap.
“Ah, sungguh nikmat sekali, tuan panglima.“ Kata Wijaya
setelah beberapa saat menikmati rokok itu. Ia mengakui bahwa
rasa rokok itu memang berlainan sekali dengan rokok« yang
pernah diisapnya di Singasari. Dilihatnya rombongan
anakbuahnya juga menikmati rokok yang dihidangkan oleh
pelayan. Suasana saat itu benar-benar amat akrab dan
bersahabat.
“Raden, sebagai pelengkap daripada perjamuan kehormatan
yang kami adakan demi menghormat kunjungan raden ke
Sriwjaya, idinkanlah kami menghaturkan sejenis permainan ulah
raga yang lazim digemari oleh rakyat Sriwijaya.“
“Ah, tuan panglima,“ kata Wijaya “janganlah tuan keliwat
memanjakan diri Wijaya. Kiranya perjamuan ini sudah suatu
kehormatan yang tiada terhingga bagi Wijaya- Semoga kelak
kami mendapat kesempatan untuk menjamu tuan apabila tuan
berkunjung ke Singasari.“
Hang Balbila segera memberi perintah untuk memulai
pertunjukan ulah raga. Dua orang lelaki tampil ke tergah medan
perjamuan. Setelah saling bersiap keduanya lalu mulai. Ternyata
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

apa yang disebut permainan olahraga itu tak lain adalah


semacam gumul di-mana kedua orang itu saling cengkam
mencengkam, himpit menghimpit, banting membanting dan kait
mengait untuk merobohkan lawan. Siapa, yang taboh, dialah
yang kalah.
Setelah berlangsung beberapa kali, tampak ada seorang
perwira yang paling menang. Sudah dua tiga lawannya dapat
dirobohkan, perwira itu tak lain adalah Arbangir.
“Hayo, siapa lagi saudara-saudara yang ingin menjajal
kekuatanku, silakan maju,“ serunya bagai seekor jago sabung
yang berkokok.
Sampai beberapa saat tiada yang maju menghadapi Arbangir.
Tiba-tiba seorang prajurit maju ke hadapannya “Ho, engkau
Bagan, apakah tulangmu sudah kaku?“
Prajurit yang disebut dengan nama Bagan menyahut
“Sebenarnya aku sudah merasa takkan menang melawanmu.
Tetapi aku seorang prajurit, masakan aku tak merasa terhina
apabila dianggap bahwa dalam pasukan Sriwijaya itu sudah tiada
prajurit yang berani tampil.“
“O, tetapi bukankah masih banyak yang hadir di sini ?“
“Benar, tetapi mereka bukan jantan.“
“Hus, jangan menghina orang, Bagan,“ seru Arbangir “di
ruang perjamuan ini selain prajurit Sriwijaya juga terdapat
prajurit-prajurit gagah perkasa dari kerajaan Singasari.“
“Memang benar,“ sahut Bagan “dan kabarnya memang
prajurit-prajurit Singasari itu terkenal gagah berani. Tetapi apa
yang kusaksikan malam ini, ternyata tidak sesuai dengan
kenyataan. Bukankah permainan ulahraga ini tidak terbatas
hanya untuk prajurit Sriwijaya saja?“
Arbangir tertawa “Tentu saja tidak. Di dalam ruang perjamuan
ini tiada lagi prajurit Sriwijaya atau prajurit Singasari. Setiap lelaki
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

yang bernyali jantan boleh ikut serta. Sudahlah Bagan,


menyingkirlah saja. Masih banyak pria gagah yang berada di
ruang perjamuan ini.“
“Jangan menghina,“ seru Bagan “lebih baik tulangku remuk
daripada bersikap seperti anak ayam yang menggigil ketakutan
dan bersembunyi di bawah dada induknya karena melihat elang.“
“Bagan, jangan menyinggung perasaan orang.“
“Tidak, aku tak menyinggung perasaan orang tetapi hanya
mengatakan keadaan yang sebenarnya. Bukankah selain aku
yang sudah tua ini, tak ada seorang pun yang berani tampil ?“
“Ah, Bagan, jangan bicara keras-keras, ada tetamu dari
negara Singasari.“
“Dalam penyambutan sebagai tuan rumah, kita telah
melakukan kewajiban dengan baik. Tetapi sebagai orang yang
terlibat dalam suasana ulahraga ini, tak pandang bulu. Orang-
orang Sriwijaya sudah kehabisan lelaki tetapi orang Singasaripun
pengecut!“
“Bagan!“ teriak Arbangir.
Terdengar gema desuh dan dengus dari tempat duduk
rombongan Singasari. Pramudya yang duduk tak jauh dari Wijaya
panas telinganya. Segera ia berbangkit dan menghadap raden
Wijaya “Raden, perkenankanlah hamba tampil untuk bermain-
main dengan ki perwira itu.“
“Aha, benar tuan prrwira. Silakan tuan maju dan memberi
hajaran kepada orang itu agar prajurit-prajurit Sriwijaya tidak
berani menghina. Mereka sudah dimabuk tuak,“ sebelum Wijaya
memberi jawaban, panglima Hang Balbila sudah mendahului,
menganjurkan Pramudya supaya- maju.
Sebenarnya Wijaya hendak melarang tetapi karena tuan
rumah sudah berkata begitu, terpaksa diapun mengidinkan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bagan, enyah engkau!“ bentak Arbangir seraya menerkam


tubuh prajurit tua itu dan mendorongnya hingga terlempar
beberapa langkah.
“Ah, kawan, aku gembira sekali menerima perhatianmu.
Dengan demikian dapatlah kita lebih mempererat persahabatan
kita,“ kata Arbangir
“Ah, engkau telah memberi sambutan yang hangat kepada
kami, sudah tentu aku harus memenuhi harapanmu sebagai
tanda terima kasih kami,“ kata Pramudya.
“Terima kasih kawan “ leru Arbangir “marilah kita brrmain-
main sekedar untuk menambah kemeriahan suasana perjamuan.
Engkau tahu akan cara permainan ini?“
Pramudya gelengkan kepala “Belum.“
“Ulahraga ini disebut gumul. Orang boleh mencengkam,
mencengkeram, membanting dan mengait dengan kaki tetapi tak
boleh memukul. Barangsiapa jatuh dan punggungnya menyentuh
tanah, dia dianggap kalah. Tetapi kalau jatuh, belum punggung
menyentuh tanah, dia sudah mampu melenting bangun lagi, dia
belum kalah.“
“O, baiklah,“ kata Pramudya.
Keduanya lalu terlibat dalam tarik menarik dan cengkam
mencengkam yang makin lama makin seru. Bermula Pramudya
tampak menguasai lawan dan dalam beberapa waktu lagi tentu
dapat merobohkan pertahanan lawan. Dahi perwira Arbangir
tampak tegang, otot-otot membenjul. Rupanya dia sudah
mengerahkan seluruh tenaganya untuk bertahan.
Suasana dalam ruang peijamuan itu tiba-tiba berobah sunyi
bahkan napaspun tak kedengaran. Rupanya sekalian hadirin
dihanyut ketegangan dalam mengikuti pertandingan gumul
antara kedua perwira itu sehingga mereka sama menahan napas.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Beberapa waktu kemudhn, tiba-tiba terjadi perobahan yang


tak pernah diduga. Pramudya yang berada di atas angin sebagai
fihak yang menekan, sekonyong-konyong seperti kehilangan
tenaga sehingga dalam waktu beberapa kejab, kedudukan
berobah seratus delapan puluh derajad. Arbangir yang semula
menjadi fihak yang ditekan, kini berbalik dapat menguasai lawan.
Wajah Pratriudya tampak menderita.
Tiba-tiba Arbangir membalik tubuh ke belakang,
membelakangi lawan. Tangannya yang mencekal tangan lawan
segera bergerak menarik sehingga tubuh Pramudya melekat pada
punggung Arbangir. Dan sebelum tahu apa yang terjadi, tiba tiba
pula Arbangir mengendapkan bahu ke bawah dan dengan
meraung keras, ditariknya tubuh Pramudya ke atas bahu dan
bum Pramudya dibanting ke lantai.
“Ah ..... “ teriak rombongan prajurit Singasari seraya
berbangkit. Ada dua orang yang terus maju ke tengah
gelanggang dan menolong Pramudya, menggotongaya ke
samping.
Seorang prajurit Singasari berpangkat lurah melangkah lebar
ke hadapan Arbangir.
“Gadu, jangan,“ teriak Wijaya. Ia melarang lurah itu untuk
menghadapi Arbangir. Diketahuinya perwira Pramudya yang lebih
kuat dari Gadu, masih kalah dengan Arbangir. Apa lagi Gadu.
“Raden, perkenankanlah hamba menuntut bela kepada adi
Pramudya,“ sahut Gadu.
“Benar raden,“ sabut Arbangir “ini hanya bermain-main saja.
Bahkan apabila raden berkenan di hati, hamba mohon raden
suka memberi pelajaran kepada hamba.“
Memberi pelajaran ilmu kedigdayaan. Demikian yang
dimaksud dengan Arbangir. Memang kata-kata itu sepintas suatu
sikap yang merendah diri. Tetapi sebenarnya merupakan suatu
tantangan halus kepada Wijaya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ki sanak, jangan menghina junjunganku. Hadapilah aku


dahulu sebelum engkau layak meminta kepada raden Wijaya seru
Gadu.
“Ah, aku gembira mendapat kawan bermain seperti engkau,“
kata Arbangir “engkau seorang yang tegas bicara, tangkas
bertindak. Baiklah, mari kawan, kita bermain-main.“
Keduanya lalu saling cengkeram-mencengkeram, tarik-menarik
dan jegal-menjegal. Sekonyong-konyong dengan sebuah gerak
yang tak diduga duga lawan, Gadu berhasil memasukkan kaki
kanan ke belakang kaki lawan lalu membanting tubuh Arbangir.
“Hu ..... “ terdengar rombongan prajurit Sriwijaya berteriak
kaget, ketika melihat tubuh-Arbangir menggelantung di kaki
Gadu. Dalam lain kejab, tentulah Arbangir akan jatuh.
Tetapi ternyata tubuh Arbangir masih tetap menggelantung di
atas kaki lawan dan kedua tangannya masih mencengkeram dan
menolak tangan Gadu yang hendak menekan ke bawah.
Dan beberapa saat kemudian terjadilah suatu keanehan.
Pelahan-lahan tetapi tentu, tubuh Arbangir mulai terangkat ke
atas dan tangan Gadupun makin terdorong ke belakang. Dan
pada lain saat-, Arbangir ayunkan tubuh berdiri tegak. Gerakan
itu menyebabkan Gadu tertelungkup ke belakang kemudian
dengan amat cekatan sekali Arbangir sudah mengangkat tubuh
Gadu terus di banting ke lantai, blukkkk .......
Terdengar tepuk sorak dari rombongan tuan rumah.
Kebalikannya rombongan tetamu berteriak kaget, bantingan
Arbangir terhadap Gadu dilakukan lebih keras daripada terhadap
Pramudya tadi. Akibatnya Gadu pingsan dan kepalanya memar
berdarah.
Marahlah sekalian prajurit rombongan pengantar Wijaya.
Seorang prajurit bertubuh tinggi besar, hendak maju tetapi pada
saat itu, Wijaya berseru “Jangan, rawatlah ki lurah Gidu.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah, rupanya raden hendak memberi hajaran kepada perwira


congkak itu,“ kata panglima Balbila “ya, memang perlu sesekali
dia meadapat pelajaran, raden.“
“Adakah tuan panglima mengidinkan aku untuk turun ke
gelanggang ?“ tanya Wijaya.
“Betapa tidak, raden?“ kata Balbila “jika raden berkenan,
sunggguh suatu kehormatan besar bagi prajurit Sriwijaya apabila
raden berkenan memberi pelajaran kepada mereka.“
Wijaya merah atas tindakan perwira Arbira yang telah
membanting semena-menanya kepada Pramudya dan Gadu.
Namun sebagai seorang ksatrya, apalagi seorang duta sang nata,
dia harus membawa sikap yang sesuai dengan martabat
kedudukannya. Maka dengan langkah yang tenang, dia menuju
ke muka Arbangir.“
“Ah, raden berkenan hendak memberi petunjuk kepadaku ?“
seru Arbangir “sungguh tak terperikan suka hati hamba. Hamba
mohon raden suka memberi muka kepada hamba.“
“Kedua prajurit yang engkau kalahkan tadi, adalah prajurit
pilihan dari Singasari. Bahwa engkau dapat mengalahkan
mereka, jelas engkau tentu memiliki ilmu kedigdayaan yang
hebat. Mungkin akulah yang harus menerima petunjuk, bukan
engkau.“
“Ah, janganlah raden merendah diri. Kudengar sudah
kemasyhuran nama raden sebagai senopati petindih angkatan
perang Singasari yang gagah berani. Bagaimana perwira rendah
semacam Arbangir ini mampu bertanding dengan raden.“
“Biiklah, mari kita mulai saja,“ kata Wijaya.
Demikian keduanya segera saling cengkeram mencengkeram
lengan masing -masing dan mulai menjajagi kemungkinan dari
kelemahan fihak lawan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Arbangir dapatkan bahwa tangan Wijaya terasa biasa saja, tak


mengunjukkan pengembangan tenaga dan pemancaran
kekuatan. Maka setelah memastikan suatu kesempatan, dia terus
hendak membanting Wijaya “ Uh .... “ terdengar mulutnya
mendesis keras dan wajahnya tampak merah sebagai penampilan
dari upayanya untuk mengerahkan tenaga hendak membanting
Wijaya. Tetapi ternyata sedikitpun tubuh Wijaya tak tergerak.
Kedua kakinya bagai tumbuh akar.
“Hayo, kerahkan seluruh tenagamu, perwira yang perkasa,“
bisik Wijaya.
Arbangir benar-benar heran. Jelas dirasakannya lahwa Wijaya
tidak mengerahkan tenaga untuk mempertahankan diri tetapi
mengapa tubuhnya sekokoh batu karang yang tak bergeming di
hempas ombak laut?
Memang dia tak pernah menduga dan mungkin tak tahu
bahwa saat itu raden Wijaya sedang memancatkan apa yang
disebut aji Pengantepan. Suatu aji yang dapat membuat tubuh
seberat gunung karang.
Arbangir makin penasaran. Dikerahkannya seluruh tenaga
untuk meliukkan tubuh Wijaya ke arah kakinya yang sudah
disilangkan. Apabila maksudnya tercapai, pastilah Wijaya akan
terbanting. Tetapi sampai mukanya menyeringai seperti orang
yang tengah menahan derita kesakitan, tetap dia tak mampu
melaksanakan keinginannya.
Sesungguhnya apabila mau, Wijaya dengan mudah dapat
menindih tubuh Arbangir kemudian menekannya supaya jatuh ke
lantai. Tetapi dia tak mau. Dia memang ingin mempermainkan
Arbangir yang congkak. Setelah Arbangir kehabisan tenaga,
barulah dia akan bertindak.
Beberapa saat telah berlangsung dan kini tenaga Arbangirpun
sudah makin habis. Setelah tahu akan kesempatan itu maka
bergeraklah Wijaya. Tangan kiri mencengkeram pinggang dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tangan kanan menyiak cengkeraman orang, lalu cepat


mencengkeram tengkuk Arbangir dan laksana menjinjing seorang
anak kecil, diangkatnya tubuh Arbangir lalu dilemparkannya ke
luar, brak ....
Terdengar teriak kejut yang melengking dari prajurit dan
perwira Sriwijaya ketika menyaksikan tubuh Arbangir seperti
terbang meluncur ke pintu. Pintu ruang itu dijaga oleh dua orang
prajurit. Melihat layang tubuh Arbangir, keduanya berusaha
untuk menyanggapi. Tetapi jatuhnya tubuh Arbangir itu terlalu
kuat sehingga kedua prajurit penjaga itu bahkan ikut terdampar
ke luar pintu dan jatuh bersama-sama.
“Hebat,“ seru seorang perwira Sriwijaya yang terus loncat ke
hadapan Wijaya “raden, engkau menghina seluruh jajaran
prajurit Sriwijaya. Mari, akulah yang melayani.“
Ternyata orang itu adalah Sipora, perwira yang keras dan
penaik darah. Dia tak tahan lagi melihat kawannya dilempar
sampai sedemikian parah.
Namun mereka segera melihat tangan panglima Balbila
memberi isyarat supaya mereka tenang. Beberapa perwira maju
ke hadapan panglima Balbila “Tuanku,“ kata mereka “kami
mohon keadilan untuk Arbangir.“
“Apa maksud kalian?“ tegur Balbila.
“Kami mohon dengan sangat agar tuanku panglima berkenan
turun ke gelanggang “
“Ah, layakkah hal itu ? Aku adalah tuan rumah, dan raden itu
sebagai tetamu terhormat yang kuundang untuk kita hormati.
Bagaimana kalian meminta supaya aku bertanding dengan beliau
?“
“Tuanku,“ sanggah Sipora “dalam kewajiban sebagai tuan
rumah, tuanku telah menunaikan dengan baik bahkan terlampau
baik. Tetapi sebagai tetamu ternyata mereka tak mau
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menghormati martabat, tuan rumah. Mereka tak sungkan untuk


menganiaya seorang perwira anakbuah tuanku. Apakah hal itu
tak layak mendapat perhatian tuanku ?“
Tampak panglima Balbila agak terkesiap. Ia seperti bimbang
“Baiklah jika kalian menghendaki demikian,“ akhirnya ia memberi
keputusan. Setelah beberapa perwira itu kembali ke tempat
duduk masing-masing maka Hang Balbila lalu beranjak dari
tempat duduk dan menghampiri ke hadapan Wijaya.
“Raden, sungguh berat nian rasa hatiku .... “
“Ah, tak apa, tuan panglima,“ sahut Wijaya “apa yang
dikatakan para perwira tuan tadi memang benar. Aku harus
menghaturkan maaf karena telah berlaku kurang menghormat.
Tetapi kurasa tentulah keadaan perwira tadi tak sampai
membahayakan jiwanya. Apabila sampai terjadi sesuatu yang tak
diinginkan aku bersedia untuk mempertanggungjawabkan
kesemuanya.“
“Terima kasih raden,“ kata Balbila “tetapi seperti raden
ketahui. Rasanya mereka tentu masih belum puas walaupun
raden sudah menghaturkan maaf“
“Ah, maksud tuan panglima?“ Wijaya agak terkejut.
”Apabila raden berkenan memberi muka kepadaku terpaksa
kita harus bermain-main barang beberapa saat demi
melenyapkan rasa tak puas dari mereka.“
Wijaya tertegun. Ia tahu bahwa panglima itu hendak
mengajak adu ulahraga. Tindakan hal itu cukup gawat ? Apabila
sampai terjadi sesuatu yang tak diharapkan tentulah akibatnya
akan menjalar luas. Kemungkinan bahwa angkatan perang
Sriwijaya akan menyerang dan menangkapnya, bukanlah sesuatu
yang mustahil. Dan hal itu akan menimbulkan peristiwa besar
antara kedua kerajaan. Apabila sampai terjadi hal yang
sedemikian, tidakkah tujuan daripada tugasnya sebagai
perutusan Singasari, akan gagur. Dan .... ah, tidakkah hal itu
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

akan membawa pengaruh juga akan hubungannya dengan puteri


Candra Dewi,yang sedang akan bertumbuh itu ?
“Ah,“ Wijaya mendesah dalam hati “namun apabila kutolak
tawaran Balbila, aku merasa kasihan kepadanya. Bukankah dia
akan kehilangan kepercayaan dari anak pasukannya ?“
Setelah mempertimbangkan segala sesuatu, akhirnya Wijaya
menentukan keputusan. Ia akan menerima ajakan panglima
Balbila tetapi ia akan mengalah. Sedapat mungkin ia akan
menjadikan adu tenaga itu agar tiada fihak yang merasa kalah,
demi menyelamatkan kehormatan masing-masing.
“Baiklah tuan panglima,“ katanya beberapa saat kemudian
“tetapi janganlah kita bersungguh-sungguh. Cukup sekedar main-
main saja.“
Balbila mengiakan. Keduanya lalu saling berhadapan dan
mulai saling berpegangan tangan. Sebagaimana waktu
berhadapan dengan Arbangir tadi, Wijayapun tak mau berusaha
untuk mendorong lawan. Ia membiarkan dirinya didorong lawan
tetapi ia tetap memancarkan aji Pengantepan untuk bertahan
diri.
Panglima Balbila terkejut. Ia merasakan tubuh Wijaya itu
seperti sebuah karang yang kokoh. Setelah usaha untuk
meliukkan tubuh Wijaya tak berhasil maka teralihlah ia untuk
menguasai pergelangan lengan Wijaya. Setelah dapat
mencengkeram kedua pergelangan lengan lawan, panglima
Balbila segera menekan sekeras-kerasnya. Bahwa pergelangan
lengan yang dicengkeram kuat-kuat tentu akan menghilangkan
daya tenaga orang, telah dibuktikan panglima Balbila dalam
berpuluh kali bertanding gumul ketika ia masih mada dahulu.
Tetap! ia terkejut ketika cengkeramannya itu sukar
menemukan sasaran. Lengan Wijaya selalu bergeliat melejit dari
cengkeraman sehingga tangannya selalu mencengkeram
kekosongan.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Semula Hang Balbila hanya ingin menjajal betapa kesaktian


ksatrya Singasari yang dipercaya rajanya menjadi kepala
perutusan ke Sriwijaya. Tetapi setelah berulang kali gagal dalam
usahanya menyengkelit, mendorong dan mencengkeram,
timbullah penasaran dalam hati Hang Balbila.
“Hm, rupanya dia hendak mempermainkan aku supaya aku
mendapat malu,“ pikirnya. Dan pemikiran yang salah arah itu
telah membangkitkan rangsang amarahnya. Jika semula ia
hendak menguasai lengan kini panglima itu beralih
mencengkeram kedua bahu Wijaya lalu diremas sekuat-kuatnya.
“Uh”tiba-tiba ia mendesuh kejut karena cengkeramannya itu
luput. Bahu Wijaya menjadi licin sekali. Diulangi dan diulanginya
pula sampai beberapa kali tetapi ia tak mampu
mencengkeramnya.
“Ah, dia benar-benar hendak memperolok diriku,“ bukan
menyadari bahwa Wijaya bersikap mengalah kebalikannya
panglima Balbila malah makin naik pitam.
Sekonyong-konyong ia menggelincirkan tangannya ke bawah
dan mencengkeram ketiak orang. Wijaya terkejut. Ia tidak
menduga kalau Hang Balbila akan berbuat demikian. Dia hendak
memancarkan aji Belut putih untuk melepaskan diri dari
cengkeraman namun terlambat.
Wijaya gugup, Apabila dia membiarkan ketiaknya
dicengkeram, jelas dia tentu akan kehilangan tenaga dan akan
dapat dibanting Hang Balbila. Tiada lain jalan yang dapat
ditempuhnya kecuali balas mencengkeram pergelangah lengan
Balbila. Demikian keduanya segera terlibat dalam cengkeram
mencengkeram yang seru.
Beberapa saat kemudian entah bagaimana mendadak Wijaya
rasakan kepalanya pening. Pandang matanyapun mulai kabur
dan makin gelap. Sedang rasa peningpun makin keras sehingga

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kepalanya terasa berdenyut-denyut. Makin ia mengerahkan


tenaga, makin keras denyut yang menempa kepalanya.
Sekalian orang mengikuti pertandingan itu dengan penuh
perhatian. Baik fihak prajurit Sriwijaya maupun rombongan
prajurit Wijaya, semua melihat jelas bahwa raden Wijaya saat itu
tampak menderita sesuatu. Dahinya mengeriput dan bibirnyapun
gemetar. Sedang tubuhnya makin lama makin tampak lemas,
“Celaka,“ pikir rombongan prajurit Singasari “kalau raden
Wijaya sampai menderita kekalahan pastilah akan menimbulkan
aib yang besar. Orang Sriwijaya tentu akan melontarkan
cemoohan.“
Karena lurah Gadu dan pengawal Pramudya terluka maka
tiada lagi pimpinan yang memberi perintah kepada anggauta
rombongan Wijaya. Namun prajurit-prajurit itu sudah mendapat
tempaan yang keras. Kepada mereka Wijaya telah menanamkan
pengertian bahwa dalam suatu rombongan, kelompok dan
barisan, semua, anggauta adalah penting. Pimpinan hanyalah
sebagai arah yang harus diturut. Tetapi apabila pimpindn tak
ada, maka setiap anggauta harus tahu dan dapat menentukan
arah sendiri. Antara yang memimpin dan yang dipimpin harus
memiliki swadaya berpikir dan bertindak sendiri untuk
kepentingan kelompok atau barisannya.
Maka demi melihat raden Wijaya dalam keadain yang
berbahaya, beberapa prajurit cepat menghunus senjata dan siap
untuk menyerbu. Biarlah suasana menjadi gadug, pikir mereka.
Dan mereka siap untuk mempertanggung jawabkan tindakannya
baik terhadap raden Wijaya maupun kepada tuan rumah. Andai
mereka yang dipersalahkan, mereka akan menerima apapun
hukumannya. Tetapi asal jangan raden Wijaya yang menderita
hinaan.
Pada saat ketegangan mencapai puncaknya, sekonyong-
konyong terdengar derap langkah memasuki ruangan dan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

seketika gemparlah sekalian prajurit Sriwijaya “Yang mulia


tuanku patih Demang Lebar Daun hadir .... “
Serempak sekalian prajurit Sriwijaya berdiri memberi hormat.
Hang Balbilapun terkejut sekali, Bagaikan disengat kala, dia cepat
lepaskan cengkeramannya dan menyusur mundur, berbalik tubuh
dan memberi hormat kepada tetamu yang datang. Tetamu itu
tidak lain memang patih Demang Lebar Daun yang diiring oleh
dua orang pengawal.
“Ah, maaf tuan patih Demang Lebar Daun yang mulia atas
kelalaian hanba menyambut kunjungan paduka,“ seru panglima
Hang Balbila.
“Hai, panglima, mengapa tuan saling berhadapan dengan
raden Wijaya ?“ tegur patih Demang Lebar Daun.
“Ah, kami sedang bermain-main, tuanku,“ kata Balbila
“rupanya raden Wijaya berkenan hati untuk memeriahkan
perjamuan yang hamba selenggarakan untuk menghormat
kunjungannya ke negeri ini.“
“O,“ seru Demang Lebar Daun legah. Kemudian menghampiri
Wijaya “raden, apakah terjadi sesuatu ?“
Demang Lebar Daun yang bermata tajam segera dapat
melihat keadaan Wijaya yang mencurigakan. Raden itu tampak
berdiri tegak dan pejamkan mata maka diapun lalu menegurnya.
Ketika Wijaya diam saja, patih Demang Lebar Daun makin
terkejut dan gopoh menghampirinya “Raden ....... ”
Wijaya mengerut dahi. Demang Lebar Daun segera
memegang bahu pemuda itu dan bertanya cemas “Raden apakah
engkau terluka ?“
Wijaya gelengkan kepala “Tidak, paman patih .....”
“Lalu mengapa tuan diam saja dan pejamkan mata ?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kepala hamba terasa pening sekali sehingga bumi yang


hamba pijak ini seolah berputar.“
“Oh,“. Demang Lebar Daun gopoh memimpin Wijaya duduk
“tentulah raden mabuk.“
Wijaya diam saja,
Demang Lebar Daun segera perintahkan seorang prajurit
untuk meminta air yang dicampur dengan perasan jeruk. Setelah
menerima yang diminta lalu meminta Wijaya meminumnya.
“Minum dan beristirahatlah, raden.“
Beberapa waktu kemudian Wijaya tampak membuka mata dan
mengebas-kebaskan kepala seperti mengusir rasa pening pada
kepalanya “Ah, terima kasih tuanku Demang yang mula,“
katanya.
“Ah, tidak apa-apa, raden,“ kata Demang Lebar Daun
“mungkin tadi raden terlalu banyak minum tuak, bukan ?“
Wijaya gelengkan kepala “Memang hamba minum beberapa
teguk arak tetapi tidak melewati batas, tuanku. Hamba heran
mengapa secara tiba-tiba kepala hamba teresa pening dan
berdenyut denyut sakit sekali. Hamba merasa benda-benda
disekeliling seolah berputar-putar deras sekali.“
“Ah, raden tentu minum atau makan sesuatu yang
memabukkan dalam perjamuan tadi.“
“Hamba tak makan sesuatu yang.....ah, benar, tadi hamba
telah menghisap rokok. Mungkinkah itu ?“ seru Wsjaya,
“Rokok ? Adakah dalam perjamuan ini dihidangkan rokok?“
Wijaya mengangguk.
Demang Lebar Daun segera meminta hidangan rokok tadi.
Setelah memeriksa, iapun mencobanya “Ah, benar.. Bagaimana
rasa rokok berbalut daun tembakau ini, raden ?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Nikmat sekali, tuanku.“


“Ah, tentu saja,“ kata Demang Lebar Daun “tahukah raden
jenis tembakau apa yang menjadi bahan rokok ini ?“
“Hamba tak tahu, tuanku.“
“Bahan dari rokok ini bukanlah tembakau biasa melainkan
sejenis tanaman yang menurut pedagang-pedagang dari
Jambudwipa dan Cina, disebut candu. Rasanya memang nikmat
sekali. Tetapi bagi orang yang tak biasa, beberapa saat setelah
merokok tentu akan menderita sakit pening kepala yang hebat.“
“O, hamba sungguh tak tahu akan hal itu.“ Patih Demang
Lebar Daun kerutkan dahi lalu berpaling menegur panglima
Balbila “Panglima, mengapa tuan menghidangkan hidangan rokok
semacam ini ?“
“Rokok itu amat mahal dan jarang benar hamba hidangkan
kepada tetamu kecuali tetamu agung yang hamba pandang,
tuanku.“
“Tetapi rokok ini memabukkan dan akan mencengkeram
penghisapnya. Sekali orang menghisap rokok ini tentu akan
ketagihan untuk merokok lagi. Dan telah kami siarkan bahwa
penanaman jenis tanaman ini supaya dilarang. Adakah tuan tak
mengetahuinya ?“
“Tahu, tuanku,“ jawab panglima Hang Balbila agak gugup
“rokok itu adalah sisa simpanan hamba dari beberapa tahun yang
lalu. Maksud hamba, demi menghormat raden Wijaya maka
hamba menghaturkan hidangan rokok itu, tuanku.“
Wijaya diam-diam terkejut. Dengan demikian jelas panglima
Hang Balbila mempunyai maksud tersembunyi dalam
menghidangkan rokok itu. Kenyataan pada waktu bertanding adu
tenaga tadi, ia merasa pening dan kehilangan tenaga. Apabila
patih Demang Lebar Daun tidak keburu datang, tentulah dia akan
dapat dibanting oleh panglima Hang Balbila.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Wijaya mengangguk dalam hati. Ia mempunyai prasangka


tentang pemberian rokok tembakau dari panglima Balbila namun
dia tak mau terlekat pada prasangka itu. Ia gembira karena
semuanya telah berlangsung tanpa ada fihak yang merasa
dirugikan. Ia tak dapat membayacgkan betapa kesudahannya
apabila dalam pertandingan adu kekuatan tadi, ia sampai
dirobohkan panglima Balbila. Mungkin akan terjadi peristiwa yang
tak diharapkan. Ia kuatir tak dapat mengendalikan perasaannya
sebagai mana telah terjadi pada peristiwa lurah Gadu dan
Pramudya. Ia tak tahu bagaimana keadaan perwira Arbangir
yang dilontarkan ke luar pintu tadi.
“Terima kasih tuan patih,“ katanya kepada Demang Lebar
Daun “tetapi bagaimana maka tuan tiba2 berkunjung kemari? “
“Sesungguhnya aku hendak berkunjung ke tempat raden,“
kata patih Demang Lebar Daun, “tetapi seorang prajurit tuan
mengatakan kalau raden mengunjungi pesta yang diadakan
panglima Hang Balbala untuk menghormat kedatangan raden ke
Darmasraya maka akupun bergegas datang kemari.“
Kemudian patih Demang Lebar Daun berpaling “Panglima,
mengapa anda mengadakan perjamuan ini tanpa memberitalu
kepada istana? “
“Maaf, tuanku patih yang mulia,“ panglima Balbala memberi
hormat “sebenarnya niat itu timbul seketika saja dimana hamba
merasa sebagai seorang panglima wajib menjamu kunjungan
seorang senopati dari mancanagara, Dalam hal ini hamba
menghormati raden Wijaya dalam kedudukan sebagai seorarg
senopati, bukan sebagai kepala perutusan Singasari, tuanku.“
Demang Lebar Daun mengangguk “Baik, maksud anda
memang baik sekali. Tetapi bagaimanapun raden Wijaya
berkunjung ke Darmasraya adalah sebagai pimpinan perutusan
Singasari maka dia adalah tamu kerajaan Darmasraya.
Darmasraya bertanggung jawab penuh atas keselamatannya.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Baik, tuanku,“ kata Hang Balbila yang tersipu-sipu mendapat


peringatan dari Demang Lebar Daun.
“Raden Wijaya,“ kata patih Lebar Daun “ada sebuah hal yang
ingin kubicarakan dengan raden. Marilah kita kembali ke wisma.“
Begitulah rombongan Wijaya dan Demang Lebar Daun segera
tinggalkan tempat kediaman panglima Balbila, menuju ke Wisma
tempat penginapan Wijaya. Sementara Hang Balbila yang masih
berada dengan anak buahnya, memperbincangkan peristiwa yang
telah terjadi beberapa saat yang lalu.
“Tuanku,“ kata perwira Sipora “mengapa tuan tidak
meremukkan tubuh senopati Singasari itu? Bukankah tuanku
sudah berhasil menguasainya?“
Panglima Balbila menghela napas pelahan “Sebenarnya ada
sesuatu yang kurasa aneh pada diri senopati itu. Sudah jelas dia
dapat kukuasai. Pada umumnya, setiap lawan yang telah
kucengkeram ketiaknya tentu hilang tenaga kekuatannya. Tetapi
tidak demikian dengan raden itu. Dia tetap kokoh sekali
pertahanannya.“
“Tetapi apakah rokok yang tuanku hidangkan kepadanya itu
tidak membawa pengaruh apa-apa?“ tanya Sipora pula.
“Ada,“ kata Balbila “yalah ketika adu kekuatan itu berlangsung
beberapa waktu, akhirnya kurasakan dia sudah mulai kehilangan
tenaga. Tetapi suatu peristiwa gaib telah terjadi dikala akan
kutekuk tubuhnya .....”
“Ah, tuanku patih Demang Lebar Daun itulah penyebabnya.
Apabila tuan patih tak datang tentulah tuan sudah dapat
merobohkan senopati Singasari itu.“
“Bukan, bukan karena kehadiran tuan patih Demang Lebar
Daun.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sipora dan beberapa perwira yang lain terkejut mendengar


keterangan panglima “Lalu apa yang telah terjadi, tuan?“ Sipora
bergegas mengajukan pertanyaan.
“Apakah itu hanya khayal atau memang benar-benar
sesungguhnya, aku belum jelas,“ kata Hang Balbila “tetapi
kurasakan pada saat dia sudah lemas kehabisan tenaga dan
hendak kudorong, aku seperti melihat asap putih bergulung-
gulung dari kepalanya dan asap itu lalu membentuk sebuah
gumpalan yang menyerupai bentuk sekuntum bunga.“
“Sekuntum bunga? Bunga apakah itu, tuan?“
“Putih warnanya, mekar sebesar pinggan. Entah mengapa
karena selama ini aku belum pernah melihat bunga semacam itu.
Sepintas mirip bunga teratai tetapi jelas bukan bunga itu.“
“Lalu apa yang terjadi selanjutnya?“
“Bunga itu menyerbakkan bau yang harum sekali, menyengat
hidungku dan tiba-tiba akupun kehilangan tenaga. Apa yang
kalian lihat pada waktu aku hampir dapat merobohkannya?“
“Memang kami merasa heran mengapa tiba-tiba tuan tak
melanjutkan tangan tuan yang sudah hampir dapat merobohkan
senopati itu,“ kata Sipora yang diperkuat oleh beberapa perwira.
“Itulah,“ kata Balbila “karena aku tak punya tenaga lagi.“
“Aneh,“ seru Sipora “apakah dia .... “
“Aku sendiri juga heran,“ kata Balbila “adakah Wijaya
mempunyai ilmu gaib. Buktinya, ada lagi. Yalah kalian tentu
melihat betapa santai dia ketika berhadapan dengan Arbangir.
Kalian tentu menyaksikan bagaimana Arbangir begitu tegang
mengerahkan tenaga untuk merobohkannya tetapi tetap tak
berhasil. Demikianpun aku. Sampai beberapa saat, aku tak dapat
mendorongnya. Adalah karena pengaruh rokok itu dan dia mulai
kehilangan tenaga maka barulah aku mampu menekuk tubuhnya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dan dikala hampir berhasil merobohkan maka menyemburlah


asap bunga aneh itu dari kepalanya.“
“Ya, memang aneh sekali, tuan.“
“Memang kudengar ksatrya-ksatrya Jawadwipa itu gemar
bertapa untuk mencari ilmu kesaktian.”
“Ah, kiranya hal itu masih perlu dibuktikan, tuan,“ kata
seorang perwira tua yang bernama Baligi.
“Mengapa anda mengatakan demikian?“ tegur panglima
Balbila.
“Karena dalam keyakinan hamba akan ajaran dan ilmu agama
Hinayana, tiadalah kesaktian yang berdasar aliran hitam itu
mampu mengalahkan aliran putih.“
“Jadi engkau anggap kesaktian yang diperoleh para ksatrya
Jawadwipa itu termasuk aliran hitam, kakang Baligi?“
“Hamba tidak menganggap semuanya hitam. Tetapi pada
umumnya kesaktian-kesaktian yang diperoleh dengan ilmu gaib,
lebih cenderung digolongkan pada aliran hitam. Yang hamba
maksudkan aliran hitam bukanlah hitam yang jahat tetapi hitam
yang terpecah dari putih.“
“Bagaimana yang kakang maksudkan itu? “
“Ajaran yang menuju kepada kesucian batin, peningkatan
kesadaran dan kesempurnaan hidup, itulah aliran putih. Apabila
dalam mencapai kearah itu, kita tergelincir untuk menggunakan
kesadaran dan kewaspadaan daripada indriya kita kearah suatu
ilmu kesaktian yang tujuannya tentulah tak menyimpang dari
suatu rasa kelebihan diri dengan orang lain, maka hamba
cenderung mengatakan itulah hitamnya putih, tuanku “
Panglima Balbila mengangguk “Ya, memang benar di kalangan
orang-orang yang tinggi kesadaran batinnya sering memiliki ilmu
yang menakjubkan. Dan apabila dia terpikat oleh daya ilmu

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kewaspadaan itu sehingga memanfaatkannya dalam kepentingan


yang merugikan orang, dia tergolong aliran hitam.“
“Dan setinggi-tinggi ilmu kesaktian, walau dikatakan sebagai
aliran putih sekalipun, namun karena masih terikat oleh pamrih
dan kepentingan, maka ilmu itu pasti gugur apabila berhadapan
dengan kesucian yang tulus dan mulus.“
“Prajurit,“ tiba-tiba panglima Balbila mengalihkan pembicaraan
kepada seorang prajurit “bagaimana keadaan Arbangir.“
“Mohon diampunkan tuanku,“ prajurit itu memberi hormat
“tuan perwira Arbangir menderita luka yang parah. Hingga saat
ini belum sadarkan diri.“
“Hm,“ dengus panglima Balbila “sungguh lancang benar
Wijaya. Pada hal kedua prajuritnya yang terluka tidak separah
itu. Kedua orang itu sudah dapat berjalan bersama
rombongannya.“
“Tuanku panglima,“ seru Sipora “hamba ingin menuntut balas
terhadap senopati dari Singasari itu.“
Panglima Balbila gelengkan kepala “Dia sudah pulang bersama
patih Demang Lebar Daun.“
“Tetapi bukan berarti kita tak dapat melaksanakan niat kita
itu, tuanku.“
Panglima Balbila terkesiap “Apa maksudmu?“ Rupanya Sipora
terkejut melihat sinar mata panglima Balbila yang menatapnya
“Ah, maaf, tuanku. Hamba akan membicarakan hal ini pada lain
kesempatan.“
Demikian pembicaraan berlarut kelain arah tetapi tetap
berkisar pada diri Wijaya. Seluruh perwira dan prajurit yang hadir
dalam perjamuan itu bersatu tekad untuk menuntut balas kepada
Wijaya. Tetapi oleh karena belum ada usul yang nyata maka
mengingat hari sudah larut malam panglima pun membubarkan
perjamuan itu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Namun Hang Balbila masih duduk seorang diri walaupun


ruang itu sudah kosong. Dia masih memikirkan peristiwa yang
telah terjadi pada malam itu. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh
kemunculan sesosok tubuh yang tanpa tegur salam sudah berada
dalam ruangan itu.
“O, engkau Sipora,“ seru panglima Balbila setelah mengetahui
siapa yang datang.
“Maaf, tuanku,“ Sipora memberi hormat “bahwa hamba masuk
tanpa mengucap perkenan tuan.“
“O, lalu apa maksud kedatanganmu?“ tegur panglima Balbila.
“Hamba hendak melanjutkan apa yang hendak hamba
haturkan kepada tuan tadi,“ kata Sipora.
“Soal apa?“
“Dalam pembicaraan tadi sebenarnya hamba hendak
menghaturkan rencana hamba terhadap Wijaya. Tetapi tiba-tiba
hamba sadar bahwa hal itu kurang layak apabila hamba utarakan
di depan umum.“
“Engkau mempunyai rencana bagaimana?“
“Begini, tuanku,“ kata Sipora “pertama, demi melampiaskan
dendam hati hamba terhadap tindakan senopati Singasari yang
telah melukai Arbangir. Kedua kali, demi membuktikan sampai
dimanakah ilmu kesaktian yang dimiliki orang Singasari itu maka
hamba hendak mohon perkenan kepada tuanku untuk
membunuhnya.“
“Membunuhnya? Hm, jangan berkata sembarangan Sipora.
Seperti telah engkau dengar sendiri bahwa patih Demang Lebar
Daun telah menyatakan bahwa kerajaan Sriwijaya - Darmasraya
bertanggung jawab sepenuhnya akan keselamatan rombongan
dari Singasari itu karena rombongan perutusan itu dianggap
sebagai duta raja Singasari.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hamba memaklumi hal itu, tuanku,“ kata Sipora “oleh karena


itu apa yang hendak hamba lakukan nanti adalah menjadi
tanggung jawab hamba sepenuhnya. Sekali-kali hamba takkan
melibatkan nama pasukan tuanku dan kerajaan Darmasraya.“
“Coba uraikan bagaimana rencanamu itu.“
“Rencana hamba adalah membunuh raden Wijaya secara
diam-diam. Hamba akan menyaru sebagai seorang penjahat dan
akan memasuki wisma penginapan raden itu untuk
membunuhnya.“
“Ah,“ panglima Balbila mendesah “memang baik rencana itu
tetapi pelaksanaannya tidak semudah seperti yang engkau
ucapkan. Ketahuilah Sipora, bahwa rombongan prajurit yang
menyertai raden Wijaya ke kerajaan Darmasraya ini, tentulah
prajurit pilihan. Demikian pula raden itu. Bahwa dia dipercayakan
tugas segawat itu oleh seri baginda Singasari, tentulah Wijaya itu
sudah terpilih sebagai senopati yang terbaik dari Singasari. Maka
mungkinkah engkau mampu menyelundup masuk ke dalam
wisma penginapannya ?“
Sipora mengangguk “Hamba menyadari hal itu, tuanku. Tetapi
hamba percaya akan diri hamba akan dapat masuk ke dalam
wisma penginapan itu. Apabila hamba tak mampu maka hamba
akan menghadap kepada tuanku untuk menyerahkan batang
kepala hamba yang hanya sebutir ini. Apa yang hamba mohon
hanya perkenan paduka agar mengidinkan hamba melaksanakan
rencana itu.“
Sejenak panglima Balbila berpikir kemudian berkata “Ada dua
syarat yang harus engkau penuhi sebelum aku mengidinkan
permintaanmu.“
“Baik tuanku.“
“Pertama, engkau tidak boleh menunjukkan siapa dirimu.
Artinya, engkau harus menyaru. Kedua, baik rencanamu itu gagal
atau berhasil, adalah menjadi tanggung jawabmu sendiri
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

seluruhnya. Jangan sekali-kali menyangkut nama angkatan


perang Sriwijaya.“
“Baik, tuanku,“ kata Sipora “memang demikianlah maksud
hamba karena hamba memang hendak menjaga nama baik
angkatan perang kita.“
“Jika demikian halnya. Akupun tak keberatan,“ akhirnya
panglima Balbila meluluskan.
“Terima kasih, tuanku.“
“Tetapi bagaimana apabila engkau sampai tertangkap,
Sipora.“
“Mohon paduka jangan mencemaskan hal itu. Hamba sudah
membekal bubuk racun. Apabila sampai tertangkap akan hamba
telan bubuk beracun itu agar nyawa hamba lenyap seketika.“
Panglima Balbila mengangguk. Maka Siporapun segera mohon
diri dan pulang ke rumahnya.
Dia memang mempunyai rencana yang hebat. Dia hendak
menemui gurunya untuk meminta bekal-bekal yang diperlukan
dalam usahanya untuk memasuki wisma dan membunuh raden
Wijaya.

II
Sepeninggal dari gedung kediaman panglima Balbila,
rombongan Wijaya mengiringkan patih Demang Lebar Daun yang
berkenan berkunjung ke wisma penginapan Wijaya.
Keheranan yang diliputi oleh berbagai duga dan terka akan
maksud kunjungan patih perdana dari kerajaan Sriwijaya itu,
cepat menghapus kesan buruk yang diperoleh Wijaya di gedung
kediaman panglima Balbila.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tentulah ada sesuatu yang penting maka tuan patih


berkenan berkunjung ke penginapan hamba ini.“ Wijaya
membuka pembicaraan.
“Benar, raden,“ sahut Demang Lebar Daun tenang “namun
janganlah raden merisaukannya karena hal yang hendak
kubicarakan dengan raden itu, bukanlah sesuatu yang layak
dirisaukan.“
“Terima kasih, tuan patih.“
“Bagaimana kesan raden dalam kunjungan ke negeri-puri
Darmasraya ini?“ Demang Lebar Daun memulai pembicaraan
dengan sebuah pertanyaan.
“Amat indah dan menyengsamkan, tuan patih.“
Demang Lebar Daun tertawa “Ah, janganlah raden berbahasa
tuan kepadaku. Sebutlah paman saja.“ Wijaya menghaturkan
terima kasih.
“Raden,“ kata Demang Lebar Daun pula ”di-antara yang indah
tentu ada yang paling indah. Diantara yang menyengsarakan.
Lalu apakah kiranya menurut pendapat raden hal yang paling
indah dan paling menyengsamkan di kerajaan puri Darmasraya
ini ?”
Wijaya terbeliak. Ia tak menyangka akan menerima
pertanyaan yang sedemikian dari patih Demang Lebar Daun.
Apakah gerangan maksud patih itu ? Dipandangnya demang itu
dan tampak dia hanya mengulum senyum.
“Semuanya paman patih. Keindahan puri kerajaan Darmasraya
yang berhiaskan beribu kuil dan taman, budi bahasa rakyatnya
yang ramah dan terutama keindahan istana seri baginda
Mauliwarman yang megah,“ kata Wijaya akhirnya.
“Baiklah, raden,“ kata patih Demang Lebar Daun “mungkin
raden berat hati untuk mengatakan apa yang terkandung dalam

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

hati raden. Tetapi sebenarnya aku sudah tahu peri hal dayang
Cumbita yang datang menghadap raden siang tadi.“
“Paman patih “ seru Wijaya terkejut. Ia duga kedatangan patih
itu tentu akan membicarakan soal itu. Kemungkinan bahkan akan
memberi teguran “adakah dayang Cumbita ... “
“Secara kebetulan kulihat dayang itu berjalan di lorong yang
menuju ke istana maka kupanggilnya dan atas pertanyaanku dia
menceritakan apa yang telah dilakukannya.“
“Maaf, paman patih, hamba .... “
“Kutahu raden,“ tukas patih Demang Lebar Daun pula “bahwa
raden tak bersalah. Hal itu adalah perbuatan cucuku si Candra
Dewi sendiri.“
“Ah,“ Wijaya menghela napas longgar “tetapi paman patih,
tuan puteri Candra Dewi juga tak bersalah. Hamba rela menerima
hukuman apabila hal itu dianggap sebagai suatu kesalahan tuan
puteri.“
Demang Lebar Daun tertawa “Apa yang hendak kubicarakan
bukan untuk mencari kesalahan melainkan untuk memperbaiki
kesalahan itu. Raden, aku tak mempersalahkan cucuku Candra
Dewi, demikian pula raden. Tetapi apabila harus diadakan
sasaran untuk menumpahkan kesalahan itu maka aku
menyalahkah pada keadaan.“
Wijaya tertegun memandang Demang Lebar Daun.
“Memang tak dapat disalahkan apabila cucuku si Candra Dewi
memiliki suatu perasaan terhadap raden. Demikian mungkin
raden terhadap anak itu. Tetapi aku tak berani memastikan.“
“Paman patih,“ seru Wijaya serenjak “tiada hal yang perlu
Paman ragukan betapa perasaan hamba terhadap tuan puteri
Candra Dewi itu.“
“O, benarkah itu ?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Sejak pertama kali berjumpa pandang, tiada yang melekat


pada hati hamba daripada bayangan tuan puteri Candra Dewi,
paman.“
“Ah,” Demang Lebar Daun tertawa “tidakkah di kerajaan
Singasari penuh dengan puteri-puteri nan cantik jelita yang
melebihi kecantikan si Candra Dewi? Jangaulah raden
memanjakan Candra Dewi dengan sanjung pujian yang
berkelebihan.“
“Tidak paman patih,“ Wijaya makin ngotot “memang
banyaklah puteri Singasari yang cantik tetapi kesemuanya itu
tiada yang dapat menyamai kecantikan tuan puteri Candra Dewi.“
Demang Lebar Daun gelengkan kepala “Janganlah raden
terangsang oleh pandang mata yang cepat menimbulkan puji.
Karena si Candra Dewi itu jelek tabiatnya.“
“Bagaimana paman patih mengatakan demikian?”
“Sudah banyak para raja di negara Swarnadwipa bahkan
sampai ke Campa yang menghasratkannya tetapi hatinya seolah-
olah beku terhadap mereka. Hatinya keras dan sukar
ditundukkan. Maka aku heran mengapa dia sampai mau
mengutus dayang pengasuhnya mengirim sirih dan rokok kepada
raden.“
Wijaya tersipu-sipu. Diam-diam ia merata bahagia.
“Adakah hal itu memang sudah kehendak Hyang Isywara, aku
tak tahu. Tetapi kenyataannya memang dia benar. Siapakah
puteri yang tak berkenan dalam hati terhadap raden, seorang
ksatrya muda, tampan, gagah dan berpangkat senopati
kerajaan?“
“Ah, hamba hanya seorang senopati. Jauh kiranya nilai diri
hamba apabila dibandingkan dengan para raja-raja Malaya.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Itulah yang kumaksudkan dengan kata-kataku tadi bahwa


apakah memang demikian suratan takdir yang telah digariskan
Dewata Agung,“ kata Demang Lebar Daun.
Wijaya tertegun.
“Tetapi timbul perbantahan dalam hatiku sendiri, raden,“ kata
patih Demang Lebar Daun pula “ah, mungkinkah tafsiranku itu
benar? Andaikata benar, mengapa lain dengan kenyataannya?“
Wijaya terkesiap lalu bertanya “Mohon paman memberi
penjelasan apa yang panan maksudkan.“
“Bahwa kenyataan raden hanyalah sebagai seorang utusan
nata,“ kata Demang Lebar Daun “yang dipercayakan untuk
meminang kedua puteri cucuku. Bagaimana mungkin raden
ditakdirkan berjodoh dengan si Candra Dewi. Tidakkah tafsiranku
itu keliru?“
Wijaya terkesiap.
“Maka akupun hanya menghela napas karena merasa iba akan
nasib cucuku si Candra Dewi. Hampir tak berani aku
membayangkan betapa hancur hatinya apabila cita-citanya itu
akan hampa karena raden akan memboyongnya untuk
dipersembahkan kepada raja Kertanagara junjungan raden?“
Lama Wijaya tenggelam dalam kemenungan.
“Oleh karena itu raden maka kedatanganku kemari ini tak lain
adalah untuk memberi nasehat. Hendaknya lebih bijaksana lagi
untuk memadamkan api itu sebelum membakar hayat raden,“
kata Demang Lebar Daun.
Makin terjuruslah dugaan Wijaya ke arah mana ucapan patih
mangkubumi dari kerajaan Sriwijaya akan mengarah “Adakah
paman patih menasehatkan hamba agar tidak melanjutkan
hubungan hamba dengan puteri Candra Dewi?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Patih Demang Lebar Daun menghela napas “Ah,


sesungguhnya dalam hati paman, tiada setitikpun terpercik oleh
keinginan itu. Demikian pula seri baginda Mauliwarman karena
seri baginda amat memanjakan sekali kepada puterinya yang
tercinta itu. Tetapi kenyataan akan menghapus segala keinginan
itu, raden.“
“Maksud paman patih hamba hanya seorang utusan sang nata
Singasari ?“
“Kiranya tak perlu paman jelaskan hal itu, tentulah raden
sudah memakluminya .... “
Wijaya tertegun. Apa yang diucapkan patih Demang Lebar
Daun itu telah menjadi renungannya pada saat dia menerima
kedatangan dayang Cumbita siang tadi. Dan dalam itu, iapun
sudah berkemas kemas meletakkan persoalan itu di tempat yang
layak harus diletakkan. Ia tahu siapa dirinya, siapa Candra Dewi
dan siapa prabu Kertanagara. Iapun tahu apa tugas seorang
duta, tugas seorang ksatrya dan tugas seorang pria muda.
“Terima kasih paman patih,“ akhirnya meluncurlah seuntai
kata dari mulut Wijaya yang tampak bergetar “tetapi paman,
akan menjadi suatu kenangan indah yang membahagiakan hati
hamba apabila hamba mendapat sesuatu hadiah dari paman
patih yang mulia.“
“Apa maksud raden?“
“Bahwa nasehat paman patih itu pasti akan hamba junjung di
atas kepala,“ kata Wijaya “namun bagaimana langkah hamba
selanjutnya, akan tergantung pada kesan-kesan yang hamba
terima. Kesan itu akan membentuk keadaan dan kearah keadaan
itulah langkah akan hamba arahkan.“
“Katakanlah raden.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Berkenankah paduka melimpahkan pandangan paduka


peribadi akan terciptanya suatu jalinan batin antara puteri Candra
Dewi dengan hamba ?“
Rupanya patih Demang Lebar Daun sudah siap menghadapi
pertanyaan itu “Lepas dari lingkung keadaan diri raden saat ini,
paman sebagai seorang nenek Candra Dewi, akan menyerahkan
soal itu sepenuhnya kepada anak itu. Kecintaan seorang nenek
terhadap cucunya, mungkin lebih besar dari seorang ayah
terhadap puterinya. Demikian dengan perasaan paman. Apapun
yang menjadi pilihan hati anak itu, akan menjadi pendirian
paman dan pasti akan paman usahakan sampai terlaksana,
betapapun besar pengorbanannya. Seluruh rakyat dan kekuatan
Sriwijaya akan berdiri di belakang pendirian paman.“
“Terima kasih paman patih,“ ucap Wijaya “adalah demikian
pula kiranya pendirian seri baginda Mauliwarman?“
“Baginda juga akan memanjakan puterinya. Dan paman
merasa bahagia bermenantukan tuanku Mauliwarman yang
walaupun sebagai yang dipertuan dari kerajaan Sriwijaya, tetapi
amat menghormat dan mendengar setiap kata paman.“
“Baik paman, terima kasih,“ kata Wijaya “akan hamba tanam
ucapan paman itu dalam lubuk hati hamba.“
“Tetapi raden Wijaya,“ seru patih Demang Lebar Daun “akan
raden lanjutkan juakah keinginan raden terhadap si Candra Dewi
itu ?“
“Jika hamba tidak bertepuk sebelah tangan, paman patih,
maka akan hamba songsongkan kedua tangan hamba untuk
melindungi puteri Candra Dewi dari segala gangguan siapapun
juga.“
“Tetapi tidakkah raja Singasari akan murka kepadamu, raden
?“
“Itu akan menjadi tanggung jawab hamba.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tidakkah hal itu amat berbahaya ?“


“Jiwa dan raga hamba akan hamba pertaruhkan.“
“Ah,“ Demang Lebar Daun menghela napas dan geleng-geleng
kepala “jiwa muda, darah muda, semangat muda dain segala-
galanya muda. Muda lambang cita perkasa, hasrat menyala.
Akupun pernah muda raden. Tetapi tidaklah Seberat beban yang
pernah kuhadapi dengan raden saat ini. Apa daya raden terhadap
seri baginda ? Tidakkah akan hancur jua hati cucuku si Candra
Dewi? O, Sang Tatagata, lindungilah cucu hamba dari segala
mala petaka .... “
Terkesiap Wijaya mendengar ucap patih itu. Serentak diapun
memberi janji “Janganlah paman patih kecewa. Duka puteri
Candra Dewi adalah lara hamba. Tawa puteri Candra Dewi adalah
bahagia hamba. Tidaklah hamba relakan duka menggoda puteri,
akan hamba persembahkan bahagia ke haribaannya. Ini pasti,
paman patih. Karena inilah sumpah hati hamba ..... “
“Raden !“ teriak patih Demang Lebar Daun terkejut “jangan
kiranya raden bermain sumpah. Karena langit dan bumi, para
dewa yang tengah melanglang buana, akan mendengar dan
menjadi saksi utama.“
“Maaf, paman patih” sahut Wijaya “sumpah telah hamba
ucapkan. Hamba takkan menariknya kembali dan hambapun tak
menyesal bahkan merasa bahagia karena telah menumpahkan isi
hati hamba.“
Ahkimya setelah mengucapkan doa, berkatalah patih Demang
Lebar Daun “Sebagai seorang tua, wajiblah aku memberi nasehat
kepada raden. Apabila raden tetap pada pendirian raden, akupun
tak dapat berbuat apa-apa. Namun karena hal itu menyangkut
cucuku yang tercinta maka kuminta janganlah raden bertindak
sembarangan sebelum yakin bahwa tindakan raden itu tentu
berhasil. Kehancuran cucuku Candra Dewi adalah kehancuran

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

hatiku, kehancuran baginda Mauliwarman dan kehancuran


seluruh rakyat kerajaan Sriwijaya. Camkanlah ini, raden.“
“Baik paman patih. Jika tak dapat melaksanakan janji, seorang
ksatrya akan mempertaruhkan jiwanya untuk penebus dosa.“
Patih Demang Lebar Daun minta diri.
Dalam ruang peraduannya, patih itu masih merenungkan
pembicaraannya dengan Wijaya “Lengkap sudah kiranya
rangkaian kelengkapan dalam merelakan si Candra Dewi
diboyong ke Singasari. Tentu akan timbul pertentangan hebat
antara Wijaya dengan raja Kertanagara dalam memperebutkan
Candra Dewi. Rupanya Wijaya sudah sedemikian mabuk
kepayang akan Candra Dewi, tak mungkin dia akan mau
mempersembahkan anak itu ke hadapan rajanya. Dan sudah
tentu apabila raja Kertanagara melihat Candra Dewi, dia tentu
akan terpikat dan tentu akan ngotot.“
“Hm,“ desuh patih itu pula “keberangkatan Candra Dewi akan
menimbulkan ketegangan di kalangan istana Singasari. Jika tak
ada penyelesaian yang memuaskan, mungkin akan timbul suatu
pemberontakan untuk menumbangkan kekuasaan Kertanagara.“
Demang Lebar Daun membayangkan pula akan nujum sang
resi bahwa bahwa utusan yang berkunjung ke Sriwijaya itu, akan
menjadi manusia besar dalam percaturan kekuasaan di Singasari.
Dengan demikian, jika Candra Dewi dapat berjodoh dengan
Wijaya, kemungkinan besar tentu akan mengalami nasib yang
baik.
“Andaikata dalam perebutan si Candra Dewi itu, Wijaya kalah,
Candra Dewi tetap akan diangkat sebagai permaisuri Singasari.
Dan raja Kertanagara akan kehilangan seorang senopati yang
perkasa, seorang tulang punggung kerajaan yang meyakinkan.“
Demang Lebar Daun mengakhiri pertimbangan tentang diri
Candra Dewi yang akan diboyong ke Singasari itu dengan suatu
kesimpulan yang menyenangkan hatinya. Nasib cucunya, Candra
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dewi, akan selalu jatuh ke atas atau jatuh ke tempat yang


beruntung.
Namun di samping perhitungan-perhitungan yang menyertai
penyerahan Candra Dewi kepada permintaan Singasari, dalam
hati kecil patih mangkubumi itu, dia lebih cenderung apabila
cucunya dapat berjodoh dengan Wijaya. Dalam diri senopati
muda itu ia merasakan sesuatu. Sesuatu yang sukar di kata
tetapi dapat dirasakan, bahwa kelak pemuda itu tentu akan
menjadi manusia besar.
Perasaan tentang diri Wijaya, seolah seperti makin diyakini
setelah dalam persemedhiannya selama beberapa malam, ia
seperti mendapat suatu sabda gaib mengenai diri Wijaya.
“Ah, tanggung jawab terhadap kepentingan negara itu maha
berat. Sering aku bertindak menyalahi suara hati nuraniku. Aku
berdosa tetapi apa boleh buat. Apapun karma yang akan
kuterima sebagai akibat tindakanku terhadap Wijaya, akan
kuterima dengan segala kelapangan dada, asal tindakan itu
membuahkan suatu keselamatan dan kesejahteraan bagi rakyat
dan kerajaan Sriwijaya .... “
Dalam berkata-kata seorang diri ditengah kelelapan malam
yang sunyi itu, ia terbayang pula akan lintasan peristiwa dari
langkahnya yang telah dilakukan terhadap Wijaya......
Bahwa Cumbita itu sesungguhnya bukan diutus oleh puteri
Candra Dewi, tetapi patih Lebar Daun sendiri yang
menitahkannya. Sayang Wijaya tak dapat menghayati betapa
nilai martabat seorang puteri raja seperti Candra Dewi itu.
Candra Dewi baru pertama kali bertemu dengan Wijaya dalam
pasowanan agung ketika Wijaya diterima ayahandanya di istana.
Puteri itu memang terkesiap melibat wajah senopati muda yang
memancarkan cahaya keagungan dan kewibawaan. Pun puteri itu
tahu juga betapa tajam dan nekad mata Wijaya memandangnya.
Dan puteripun tahu kalau sikap Wijaya menjadi tegang dan
seperti kehilangan faham pada saat itu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tetapi betapa dan bagaimanapun kesan yang melintas dalam


hati puteri, barulah terbatas pada rasa terkesiap, belumlah
meningkat pada rasa tersentuh. Dalam keadaan seperti itu dan
dalam kedudukan sebagai seorang puteri raja, mungkinkah
Candra Dewi akan mengutus dayangnya untuk mengirim sirih
dan rokok kepada Wijaya? Karena sifat manusia dan dunia itu
serba aneh dan mungkin, maka kemungkinan terjadinya peristiwa
semacam itu memang mungkin. Tetapi yang jelas, puteri Candra
Dewi tidak merasa mengutus dayang Cumbita ke tempat Wijaya.
Membayangkan akan rencana yang telah dilaksanakannya
terhadap Wijaya, bibir Demang Lebar Daun tersenyum walaupun
hatinya mengeluh. Kepentingan negara harus didahulukan
dengan kepentingan lain-lain, bahkan kepentingan menegakkan
kejujuran dan keutamaan.
Apabila rencana itu berhasil, dapat dipastikan Wijaya tentu
akan nekad melanggar titah rajanya. Dan apabila Kertanagara
tak bijaksana mengambil langkah maka Singasari tentu akan
kehilangan seorang senopati yang saat itu paling diandalkan.
Tanpa terasa lalu lalang renungan dan pemikiran yang
melintas dalam benak patih Demang Lebar Daun, telah
melelahkan urat syaraf sehingga Demang itu terkulai lemas
dalam lena yang pulas.
Sementara di wisma penginapan, Wijayapun menderita
keadaan yang serupa dengan patih Demang Lebar Daun.
Rasanya sehari itu penuh dengan peristiwa yang mendebarkan
perasaannya. Undangan dari panglima Balbila, dayang Cumbita
yang katanya diutus puteri Candra Dewi, perjamuan yang
menghebohkan di gedung kediaman panglima Balbila dan
pembicaraannya dengan patih Demang Lebar Daun mengenai
hubungannya dengan puteri Candra Dewi. Kini peristiwa itu telah
lalu namun masih meninggalkan kesan-kesan yang menggores
lubuk hatinya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah, aku sudah melangkah terlalu jauh,“ katanya dalam hati


“aku sudah mengucapkan sumpah di hadapan patih Demang
Lebar Daun. Jika tak dapat melaksanakan sumpahku untuk
melindungi puteri Candra Dewi, lebih baik aku tak hidup. Duh,
Dewata Agung, hamba serahkan jiwa dan raga hamba ke
hadapan paduka. Apabila tak dapat memenuhi sumpah hamba,
lebih baik paduka sirnakan Wijaya .... “
Agak longgarlah kesesakan napas yang menghimpit dada
Wijaya setelah menyerahkan diri kepada sang Maha Pencipta.
Dan ketenanganpun mulai bertebaran di bumi hatinya. Sayup-
sayup ia pemunculan bayang-bayang wajah Candra Dewi nan
cantik jelita.
Beberapa saat kemudian, bersama dengan bayang-bayang
wajah sang dyah ayu Candra Dewi, terbuailah kesadaran pikiran
Wijaya dalam kclelapan tidur yang tenang.
Tidur merupakan peristirahatan dari gerak indriya dari jasmani
manusia. Sumber daripada pemberhentian gerak indriya itu
adalah pada penyerapan dan kemudian pantulan daya kesan dan
pemikiran dari perasaan hati dan pikiran. Apabila perasaan dan
pikiran sudah terhenti maka terhenti pula segala daya gerak
berpikir, berkesan dan menyerap. Dan di situlah tempat
peristirahatan kita berlabuh.
Saat itu sudah lewat tengah malam... Malampun kelam.
Cakrawala makin tenang, hanya sesekali dua terusik oleh luncur
sinar bintang yang pada masa itu dianggap orang sebagai
bintang berkisar.
Di antara kegelapan suasana yang melingkupi wisma agung
tempat Wijaya dan tetamu-tetamu agung, mancanagara menetap
apabila berkunjung ke kerajaan puri Darmasraya, mencuatlah
dua pasang gundu mata yang berkilat-kilat memancarkan sinar.
Dua pasang gundu mata itu milik dua insan manusia yang
mukanya bertutup kain hitam tetapi pada bagian mata diberi
lubang.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Rupanya kedua orartg itu Sudah sejak lama bersembunyi


merunduk di bawah gcrumbul pohon yang gelap dan tampaknya
mereka sudah mulai gelisah tidak dapat menahan kesabaran
hatinya. Salah seorang menjemput sebutir batu kerikil dan
dilontarkan ke atas atap. Di tengah kesunyian malam buta, kerikil
itu berkelitikan meluncur turun di sepanjang permukaan atap.
“Mereka sudah tidur, kakang,“ bisik orang yang melontarkan
kerikil beberapa saat kemudian.
Kawannya mengangguk “Kita bergerak sekarang?“ Orang itu
mengiakan dan mulai ayunkan langkah. Keduanyajmenghampiri
ke samping gedung, berhenti pada sebuah jendela. Dikoreknya
daun jendela setelah jendela terbuka maka kedua orang itupun
loncat masuk ke dalam ruang.
Mereka bergerak cepat dan gesit. Seolah seperti tahu keadaan
wisma itu, mereka terus langsung menuju, ke tempat peraduan
Wijaya. Pun daun pintu dapat mereka buka dengan mudah dan
merekapun terus melangkah masuk.
Tampak Wijaya sedang tidur telentang di atas peraduan.
Tampaknya senopati Singasari itu amat berbahagia. Kesan itu
tampil dari wajahnya yang tenang dan mulut yang mengulum
senyum.
Kedua orang itupun dengan langkah yang amat hati-hati sekali
maju menghampiri. Sejenak mereka berhenti di depan tempat
tidur. Keduanya mencabut parang dan rencong. Sejenak
keduanya bertukar pandang jfan saling mengangguk.
Tiba-tiba keduanya serempak mengayunkan rencong dan
parang itu ke tubuh Wijaya .........
~dewi.kz^ismo^mch~

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 32

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor : MCH

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
Menurut cerita maka raden Burisrawa, puteri prabu Salya dari
negeri Madraka, amat tergila -gila kepada dewi Wara Sumbadra.
Tetapi dia hanya bertepuk sebelah tangan. Karena walaupun
seorang putera raja, Burisrawa itu berwajah raksasa karena dia
adalah keturunan dari begawan Bagaspati. Eyangnya itu yani
begawan Bagaspati juga seorang pandita raksasa. Apalagi Wara
Sumbadra itu sudah diperisteri seorang ksatrya linuwih raden
Pamadi yang cakap dan sakti mandraguna.
Namun raden Burisrawa tak pernah surut dari keinginan
hatinya menghasratkan sang dewi jelita. Takkan seumur hidup ia
menikah dengan wanita kecuali dengan dewi Wara Sumbadra,
demikian sumpahnya.
Tekad itu senjata maha ampuh yang mampu menghancurkan
segala rintangan dari berlapis-lapis tembok baja. Tentu mampu
pula memaksa dewa untuk meluluskan kehendaknya. Demikian
tekad yang dibekal raden Burisarawa ketika dia bersemedhi
membangun tapa.
Pancaran tekad yang membara dari jasmani pangeran yang
sedang dilanda asmara itu, bagaikan api unggun yang bergulung
gulung membentuk suatu lidah api yang menjilat jilat
kahayangan tempat para dewa benuayam. Panaslah hawa
kahayargan dan turunlah sang Batari Darga, permaisuri Hyang
Guru untuk menemui raden Burisrawa.
“Baiklah, kulup, karena tekad itu adalah mustika milik titah
dewata yang tak dapat diganggu gugat dan bahkan para
dewapun diperkenankan untuk meluluskan, maka
permohonanmu akan kukabulkan,“ kata sang Batari setelah
mendengar persembahan kata raden Burisrawa.
“Terima kasih, pukulun,“ sembah raden Burisrawa.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tetapi engkau harus tahu, kulup,“ kata sang Batari “bahwa


kodrat yang sudah digariskan dewata itu tak dapat diubah lagi.
Wara Sumbadra itu bukan jodohmu. Ini garis yang sudah
dikodratkan dewata.“
“Jika demikian, pukulun,“ rintih raden Burisrawa “mohoa
paduka lebur saja Burisrawa ini menjadi abu .... “
Batari Durga tertawa “Apakah engkau benar- benar bertekad
untuk mencapai keinginan hatimu, kulup ?“
”Burisrawa telah bersumpah, takkan memangku wanita kecuali
Wara Sumbadra. Lebih baik Burisrawa lebur tanpa dadi apabila
tak dapat bersanding dengan Mbok Badra, pukulun.“
“Kodrat dewata tak dapat diganggu gugat lagi, kulup,“ sabda
sang Batari dengan nada sarat “aku mau membantu keinginanmu
asal engkau mau berjanji kepadaku.“
Burisrawa bersedia.
“Akan kuhias dirimu bersalin rupa sehingga engkau dapat
berhadapan dengan Wara Sumbadra tetapi engkau tak
dibenarkan untuk menjamahnya. Apakah engkau setuju ?“
Bagi Burisrawa yang sudah dimabuk kepayang itu, jangankan
menjamah bahkan walaupun dapat memandang wajah dewi
pujaannya itu, apa lagi dapat berhadapan, sudah puaslah rasa
hatinya. Serentak dia menerima apa yang dijanjikan sang Batari.
Demikian berhasillah raden Burisrawa berhadapan dengan
sang dewi jelita. Tetapi bara asmara yang telah terpendam dalam
sanubari putera raja itu tidak kuasa lagi ditahannya. Ketika
berhadapan Wara Sumbadra meletuslah dendam birahinya dan
lupalah ia akan janjinya kepada Batari Durga. Wara Sunsbadra
seorang puteri utama. Lebih baik mati daripada tercemar dan
akhirnya dalam keadaan terdesak puteri jelita Itupun bunuh diri
....

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Demikian perkasanya Tekad manusia, demikian pula


kekuasaan Kodrat. Manusia dengan mengerahkan segenap
Kemauan dan Tekad, mengusahakan segala daya dan upaya,
dibenarkan untuk mencapai apa yang dicita -citakan. Namun
kalau hal itu melanggar kodrat yang telah ditentukan oleh
dewata, akan sia-sia jua.
Dalam melaksanakan kesanggupannya di hadapan panglima
Balbila, perwira Siporapun telah menghadap gurunya, pandita
Aru Perpati yang sidik. Sipora menjelaskan rencananya dan
memohon petunjuk serta bantuan pandita Perpati agar dapat
melaksanakan rencananya untuk membunuh raden Wijaya.
Pandita Aru Pcrpati yang sidik, menolak permohonan
muridnya. Tetapi dengan tekad yang membaja sampai tiga hari
tiga malam Sipora tak mau berkisar dari tempat duduknya di luar
sanggar Pamujan sang pandita.
Akhirnya kasihan juga pandita Aru Pcrpati melihat keadaan
muridnya yang selama tiga malam itu dicurah hujan lebat, tidak
makan dan minum. Dipanggilnya Sipora ke dalam sanggar.
“Sipora, tampaknya engkau benar-benar bertekad bulat untuk
melaksanakan rencanamu,“ tegur pandita Aru Perpati.
“Hamba seorang perwira, guru,“ sahut Sipora “dan hamba
telah menyanggupkan janji di hadapan panglima Balbila.
Tidakkah muka hamba tercontreng malu apabila hamba tak
dapat melaksanakannya?“
Pandita Aru Pefpati mengangguk “Memang Sipora. Hal rasa
malu itu besar sekali. Mati taruhannya. Oleh karena itu janganlah
kita tergesa-gesa mengucapkan kesanggupan.“
“Tapi guru,“ bantah Sipora “kesanggupan hamba itu demi
menyelamatkan kepentingan negara kita. Tidakkah guru merestui
akan kesanggupan hamba itu ?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kutahu” jawab pandita Aru Perpati “dalam kedudukannya


sebagai seorang perwira kerajaan Sriwijaya, engkau akan
mengunjukkan suatu pengabdian untuk menyelamatkan
Sriwijaya. Engkau tak salah. Siapapun tak ada yang salah. Tetapi
engkaupun tidak benar. Yang benar adalah kodrat Hyang
Widdhi.“
“Hamba tak mengerti apa yang paduka maksudkan, guru.“
“Ketahuilah Sipora,“ kata pandita Aru Perpati “bahwa selama
rombongan utusan Singasari berkunjung ke Sriwijaya -
Darmasraya, seorang diri dalam kesunyian malam aku duduk di
luar untuk memandang cakrawala. Menurut wawasan yang
kuperoleh ada sebuah bintang bersinar yang memancarkan
cahaya terang di cakrawala bumi Sriwijaya. Aku terkejut karena
selama ini, belum pernah kulihat bintang itu. Jelas bintang itu
sebuah bintang pendatang baru. Dan lalu kuhubungkan dengan
utusan Singasari. Ah, ternyata bintang itu adalah pria-gung yang
memimpin perutusan Singasari.“
“Raden Wijaya ?“
“Dapat dipastikan begitu,“ jawab pandita Aru Perpati “bintang
itu bersinar sedemikian terang. Namun masih belum penuh
pancaran sinarnya itu. Itu berarti bahwa dia belum mencapai
puncak kejayaan melainkan sedang meningkat ke atas. Maka sia-
sialah apabila engkau hendak membunuhnya.“
Sipora terkesiap tetapi pada lain saat cepat dia membantah
lagi “Guru, apakah paduka menitahkan hamba menghentikan
rencana hamba?“
“Sipora, apakah engkau tak percaya kepadaku ?“ balas
pandita Aru Perpati.
“Ampun, guru,“ serta merta Sipora memberi sembah
“kepercayaan dan kesetyaan hamba kepada paduka adalah
sebuah buluh. Hamba tak bermaksud menyangsikan keterangan
paduka, guru.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Lalu ?“
“Hamba hanya teringat akan pesan paduka dahulu bahwa kita
manusia itu harus berusaha karena sifat manusia itu adalah
berupaya. Tanpa memiliki sifat itu kita akan kehilangan daya
kemanusiaan kita, guru.“
Pandita Aru Perpati menghela napas “Yah, memang
demikianlah sifat manusia. Dan engkau benar-besar seorang
manusia, Sipora. Baiklah, akan kuberimu Sebuah ilmu mantra di
mana engkau nanti pasti dapat memasuki wisma penginapan
raden Wijaya dan dapat melaksanakan kehendakmu. Tetapi
ingat, Sipora, apabila dalam pelaksanaan itu engkau tertumbuk
akan sesuatu yang merintangi usahamu, janganlah engkau
memaksakan diri. Engkau harus mengakui bahwa apa yang
kupaparkan kepadamu tadi mengenai bintang dan kodrat Hyang
Widdhi itu, adalah benar. Jangan engkau memaksakan untuk
melanggar kodrat atau engkau nanti akan mendapat kutuk
dewata.“
Sipora setuju dan pandita Aru Perpatipun segera membekali
muridnya dengan mantra yang dapat melelapkan para penjaga
wisma terlena pulas, itulah sebabnya maka dengan mudah
dapatlah Sipora bersama kawannya masuk ke dalam wisma dan
menyelinap ke dalam bilik peraduan raden Wijaya lalu
mengayunkan parang dan rencongnya.
Saat itu Wijaya masih tidur pulas dan parang serta rencong
melayang bebas menuju ke sasarannya.
“Uhhhhh,“ tiba-tiba mulut Sipora mendesis kejut ketika dalam
pandangannya dan pandangan kawannya, dari ubun-ubun kepala
Wijaya memancar asap putih yang berbentuk bunga padma itu.
Sipora menghimpun seluruh tenaga untuk membelah asap
kelopak itu. Namun makin mengerahkan tenaga makin hilanglah
kekuatannya. Hal itupun dialami oleh kawannya.
Cek, cek, cek ....
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kesunyian malam yang lelap, sekonyong-konyong terbelah


oleh decak seekor cicak di sudut dinding ruangan. Jelas itu decak
suara cicak namun suara itu menimbulkan riak gelombang yang
dahsyat yang menggoncangkan jantung Sipora dan kawannya.
“Ah ... “ Sipora lepaskan parangnya dan loncat mundur.
Demikian pula kawannya. Mereka terus menyelinap ke luar dan
menghilang dalam kegelapan.
Kawan Sipora itu bernama Dampu, seorang yang terkenal
sakti dan berani. Sengaja Sipora mengajak orang itu dengan janji
upah yang banyak apabila berhasil membunuh Wijaya.
“Bagaimana Dampu,“ kata Sipora ketika mereka beristirahat
ditebuah tempat yang sepi “apa yang engkau lihat dan alami ?“
“Aneh sekali, tuan,“ kata Dampu “selama ini hamba sudah
menghajar berpuluh puluh orang bahkan beberapa kali
membunuh. Tetapi belum pernah hamba mengalami peristiwa
yang seaneh ini. Ketika hamba ayunkan rencong, serasa rencong
hamba itu tertahan oleh gumpalan asap yang berbentuk seperti
bunga teratai. Ketika hamba kerahkan tenaga untuk menebas,
malah tenaga hamba merana.“
“Ya,“ Sipota mengangguk.
“Apakah tidak kita ulangi lagi ke sana, tuan?“ tanya Dampu
Sipora gelengkan kepala “Tak perlu.“
“Tetapi rencong hamba tertinggal di sana. Tidakkah mereka
akan tahu kalau itu milik hamba? “
“Tidak, Dampu,“ saut Sipora “tak perlu engkau takut. Sstelah
kuberimu uang, engkau dapat lekas lekas tinggalkan Darmasraya
untuk bersembunyi ke lain daerah dulu.“
Malam itu juga Dampu terus meninggalkan Darmasraya.
Sedang Sipora menghadap pandita Aru Perpati lagi. Dia

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

memberikan laporan apa yang dialaminya dan mohon maaf


karena tak menurut peringatan pandita itu.
“Apakah engkau sudah percaya, Sipora ?“ Sipora mengiakan.
“Lalu apa kehendakmu sekarang? “
“Hamba telah berjanji di hadapan panglima Balbila. Karena
hamba tak dapat memenuhi janji untuk membunuh raden Wijaya
maka hamba akan meyerahkan diri hamba atas keputusan yang
akan diberikan panglima.“
“Ya,“ kata pandita Aru Perpati “memang demikianlah
keadaannya. Apabila panglima tak percaya, tiada sesuatu yang
dapat mencegahnya apabila dia hendak mencoba sendiri.“
Sebenarnya maksud Sipora adalah hendak meminta gurunya
untuk bersama diajak menghadap panglima Balbila. Agar pandita
itu dapat memberi kesaksian tentang sebab musabab dari
kegagalan Sipora melaksanakan janjinya itu. Tetapi rupanya
pandita Aru Perpati enggan turun dari pertapaan.
“Jika panglima percaya, sampaikanlah apa yang kuterangkan
kepadamu mengenai diri raden Wijaya itu,“ kata pandita Aru
Perpati “bahkan kalau panglima berkenan menerima nasehatku,
baiklah ia mengikat hubungan yang erat dengan raden Wijaya
agar kelak tercipta suatu hubungan baik antara Sriwijaya dengan
Singasari. Jangan merintangi keberangkatan tuan puteri Candra
Dewi dan tuan puteri Kembang Dadar yang akan diboyong raden
Wijaya ke Singasari.“
“Namun itu hanya pesanku,“ kata pandita Aru Perpati sesaat
kemudian “apabila panglima menghendaki lain, akupun tak dapat
mengatakan apa-apa kecuali bahwa barang siapa melanggar
kodrat, dia akan tergilas oleh kodrat itu.“
Demikian Sipora kembali menghadap panglima Balbila
melaporkan hasil usahanya untuk membunuh raden Wijaya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Panglima Balbila tertegun sampai beberapa saat dikala


mendengar cerita Sipora tentang keajaiban yang timbul pada diri
raden Wijaya. Lebih terpana pula ia manakala mendengar
keterangan dari pandita Aru Perpati tentang bintang bersinar
yang disenyawakan sebagai lambang peribadi Wijaya.
***

Langkah kanan, demikian kata maharsi tua pada taat Wijaya


berkunjung ke candi Syiwa untuk bersemedhi memohon restu
agar perjalanan melaksanakan tugas seri baginda Kertanagara ke
Sriwijaya dapat berhasil.
Maharsi tua itu mengatakan bahwa langkah Wijaya adalah
langkah kanan. Bahkan pada saat itu berkat, kesaktian sang
maharsi, Wijaya dapat 'menyaksikan' apa yang akan dialaminya
selama mengadakan kunjungan ke Sriwijaya.
Namun sesuai dengan pesan sang maharsi dan berkat
kesaktiannya maka apa yang dilihat dan didengar oleh Wijaya
saat itu, di kala dia ke luar dari candi akan lenyap tak berkesan
lagi. Itulah sebabnya maka tak teringat Wijaya segala apa yang
telah diramalkan oleh maharsi, walaupun kesemuanya itu telah
terbukti dalam kenyataan.
Baginda Teribuana Mauliwarman setelah mendengar dan
merenungkan anjuran patih mangkubumi Demang Lebar Daun
yang juga menjadi mamak atau rama mentua baginda, telah
berkenan meluluskan pinangan raden Wijaya atas kedua
puterinya.
Memang berat nian perasaan sang baginda untuk melepaskan
puteri kesayangannya, berangkat jauh ke pulau Jawadwipa. Lebih
tertusuk pula keagungan seri baginda karena kedua puteri
baginda itu akan dipersunting oleh sang prabu Kertanagara yang
telah berusia lanjut.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Namun Demang Lebar Daun dapat meyakinkan baginda akan


sasmita hasil renungan dan penilaian Demang Lebar Daun
tentang sejarah yang akan terjadi di kerajaan Jawadwipa kelak.
Ombak menggelegak, menebarkan alun warna putih
gemerlap. Langit cerah, bulanpun meriah. Angin berhembus
datar, mengantar lima buah iring-iringan perahu besar yang
melayari laut Jawa.
Malam purnama di tengah laut. Seyojana mata memandang,
hanya warna biru yang tampak lepas bebas. Tiada beda laut
dengan cakrawala. Sukar membedakan mana laut mana
cakrawala.
Perahu besar yang memimpin di muka iring-iringan itu amat
indah bentuknya. Haluan perahu berbentuk kepala ular naga.
Badan perahu berhias ukiran sisik naga dan bagian buritan
perahu merupakan ekor ular, dilingkari gelang warna kuning
emas.
Bulan, angin dan laut seolah-olah mengantar perjalanan
kelima perahu itu dengan tenang gembira. Alam dan laut seolah-
olah menyambut sebuah armada perang yang pulang membawa
kemenangan.
Memang armada kecil yang terdiri dari lima buah perahu besar
itu adalah angkatan perang Singasari yang dipimpin raden Wijaya
ke tanah Malayu. Senopati muda itu telah berhasil menunaikan
tugas kerajaan Singasari dengan gemilang.
Memang demikianlah keadaannya. Raden Wijaya telah
berhasil melaksanakan pesan baginda Kertanagara di tanah
Malayu. Pengiriman patung Amogapasha dan perembesan ajaran
aliran Mahayana di kalangan para resi dan pandita di Sriwijaya,
telah mempercepat rapuhnya dinding ketahanan Sriwijaya
sebagai pusat agama Budha Hinayana.
Demang Lebar Daun, patih mangkubumi dari kerajaan
Sriwijaya, lebih mencurahkan perhatian untuk membendung
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

serangan aliran Mahayana yang hendak dilancarkan perutusan


Singasari melalui pengiriman patung Amogapasha, daripada
menguatirkan akibat-akibat lain yang mungkin akan timbul dari
kunjungan perutusan Singasari itu. Memang apabila mengenai
soal faham agama maka patih Demang Lebar Daun seperti
membela jiwanya. Bagi patih itu, aliran Hinayana adalah
pendirian hidup yang tak dapat ditawar lagi.
Disadari pula oleh patih itu betapa kekuatan yang tersimpan
dalam angkatan Singasari pimpinan raden Wijaya itu. Walaupun
hanya terdiri dari lima buah perahu besar namun prajurit-prajurit
yang dibawanya adalah prajurit pilih tanding, gagah perkasa. Dan
senopatinya sendiri, raden Wijaya, memang termasyhur sakti
mandra guna.
Masih ada suatu kenyataan lain yang harus diperhitungkan
Demang Lebar Daun. Pasukan Pamalayu dari kerajaan Singasari
yang dipimpin senopati Mahesa Anabrang, sudah belasan tahun
berada di tanah Melayu menguasai daerah-daerah kedatuan yang
tersebar di Swarnadwipa. Pengaruh dan kekuasaan pasukan
Pamalayu itu amatlah besar.
Dengan adanya tombak di muka pintu, demikian kiasan bagi
ancaman pasukan Pamalayu yang menduduki beberapa daerah di
Swarnadwipa, dengan mudah mereka akan segera menyerang
Sriwijaya dan Darmasraya untuk membantu raden Wijaya apabila
rombongan perutusan Singasari itu terancam bahaya.
Merenungkan kesemuanya itu, timbullah tolak pemikirannya
yang berkabut rasa sesal akan kelengahannya selama ia
memimpin tampuk pemerintahan kerajaan Sriwijaya selama ini.
Ia mengakui bahwa ia lebih menitik beratkan pada usaha
pembangunan candi, pagoda dan rumah-rumah suci untuk
mengembangkan aliran Hinayana, untuk makin meresapkan
ajaran aliran agar benar- benar dihayati rakyat dan menjadi
landasan haluan, negara.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sedemikian gigih ia memperjuangkan perkembangan aliran


agama yang dianutnya sehingga membuahkan hasil yang
gemilang. Dari negara negara atas angin antara lain Jawana,
Faunan, Kedah, Puni bahkan Jambudwipa atau India dan Cina,
berdatanganlah utusan-utusan untuk meninjau candi di Bukit
Siguntang Mahameru yang megah dan lengkap dengan
perpustakaannya. Beratus bahkan beribu pelajar berdatangan
dari empat penjuru mancanagara untuk meneguk ilmu agama di
pusat perkembangan budaya aliran Hinayana di bukit itu.
Kunjungan perutusan kerajaan Singasari yang dikepalai raden
Wijaya telah merobohkan pintu gerbang cita-cita Demang Lebar
Daun untuk membentuk mahligai pusat keagungan aliran
Hinayana. Kini dia harus melihat kenyataan dari beberapa derita
perasaan dan keluh penyesalan. Derita perasaan karena dua
peristiwa besar yang dibawa raden Wijaya ke Sriwijaya. Kesatu,
pengiriman arca Amogapasa sebagai pengukuhan dari kekuatan
aliran Mahayana yang telah menyusup di pusat jantung kerajaan
Sriwijaya. Kedua, pinangan terhadap kedua puteri baginda.
Dengan menahan rasa perih dalam hati sanubari, Demang Lebar
Daun harus menerima kenyataan itu. Sebagai kelanjutannya, kini
dia mulai menyadari akan kelengahan-kelengahannya selama
menjalankan tampuk pimpinan pemerintahan Sriwijaya.
Namun kesemuanya itu sudah terlambat. Ia harus
menghadapi kenyataan itu menurut apa adanya. Dan dalam
menerima kenyataan pahit itu, ia tetap berusaha untuk merobah
keadaan. Ia hendak merebut kemenangan dalam kekalahannya.
Suatu tindakan telah diputuskan dengan berani. Ia
menggunakan apa yang disebut siasat 'dampar kencana'. Ia
menyadari bahwa menggunakan tindakan kekerasan hanya akan
menimbulkan kerusakan pada negara dan kesengsaraan pada
rakyat. Ia merasa telah bertanggung jawab atas segala yang
diderita Sriwijaya dari kerajaan Singasari. Rakyat tidak bersalah.
Bahkan mereka menjalankan dengan patuh dan taat atas segala

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

yang telah diperintahkannya. Maka apabila harus menderita,


janganlah hal itu sampai menimbulkan malapetaka kepada rakyat
melainkan biarlah dia sendiri yang menanggungnya. Dalam
rangka itu, terpaksa ia harus mengorbankan kebahagiaan kedua
cucunya, puteri Candra Dewi dan puteri Kembang Dadar. Dampar
kencana atau permadani emas, halus dan lunak. Kuasa untuk
membuat dan melelapkan orang dalam mimpi dari seribu satu
macam keindahan dan kenikmatan.
Siasat Dampar-kencana itu tidaklah akan lengkap apabila tidak
berisi bidadari yang cantik. Dan bi dadari yang akan
menyempurnakan siasat itu tak lain hanyalah kedua cucunya
atau puteri baginda Teribuaana Mauliwarman itu. Untunglah jerih
payahnya untuk memberi penjelasan dan meyakinkan
kepercayaan baginda Mauliwarman, telah berhasil. Baginda
menyetujui rencana Demang itu.
Maka kedatangan raden Wijaya di bumi Sriwijaya itu, amatlah
menggembirakan. Dia berpijak di atas dampar kencana yang
bergemerlapan, kemudian berhasil memboyong kedua puteri
cantik dari istana Darmasraya. Langkahnya disebut langkah
kanan. Langkah yang menjelang sinar gemilang.
Namun apa yang gemilang itu sering menyilaukan mata,
melelapkan pikiran dan membutakan hati.
Sesungguhnya raden Wijaya masih berat untuk meninggalkan
kerajaan Sriwijaya. Karena di kerajaan pura arca Darmasraya, ia
bagaikan hidup dalam impian dari seribu khayal dan kenyataan.
Ia tak ingin khayal harapannya itu terusik oleh kerisauan dan
kesibukan tugas-tugas pemerintahan apabila dia harus lekas-
lekas pulang ke Singasari.
Bukan melainkan soal tugas di pemerintahan saja, pun apabila
dia pulang ke Singasari tentulah dia akan menghadapi kenyataan
yang tak menyedapkan. Bukankah ia harus mempersembahkan
puteri Candra Dewi kepada baginda Kertanagara ? Apakah ia
mampu menahan perasaan apabila menghadapi kenyataan puteri
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

juwita yang didamba dambakan itu akan duduk bersanding


dengan baginda Kertanagara ? Ah .....
Namun bagai kegelapan malam terusik dengan kehadiran sang
fajar hari, pun raden Wijaya terusik pula dari kelelapan
impiannya. Pada hari itu datanglah seorang perwira yang diutus
senopati Mahesa Anabrang untuk menghaturkan surat kepada
Wijaya. Ketika membaca isi surat itu, terbeliaklah Wijaya bagai
orang yang terjaga dari mimpi.
“Benarkah berita itu, kakang ?“ tegurnya kepada perwira yang
menjadi bentara senopati Mahesa Anabrang.
“Demikianlah raden, gusti senopati telah memberitahukan
kepada hamba bahwa suatu armada yang kuat dari raja Kubilai
Khan sudah tampak berlayar melintasi Laut Cina dan
kemungkinan besar menempuh perjalanan ke Jawadwipa.“
“Apa lagi pesan paman Anabrang ?“
“Rakryan senopati mengharap agar raden dapat segera
kembali ke Singasari. Gusti senopati sendiri tak mungkin
meninggalkan tugasnya di Malayu maka hanya padukalah raden
yang dapat diharapkan gusti senopati untuk menghalau pasukan
Tartar apabila mereka benar-benar menyerang Singasari. Gusti
hamba benar-benar amat perihatin sekali akan peristiwa ini,
raden.“
Raden Wijaya mengeluh dalam hati. Bagai awan dihembus
angin, demikianlah Wijaya yang sedang dibuai dalam taman
impian yang indah itu, seperti disadarkan oleh suatu letusan.
Letusan dari suatu kenyataan bahwa kerajaan Singasari sedang
terancam bahaya besar.
Tentulah maharaja Kubilai Khan murka sekali atas tindakan
baginda Kertanagara yang telah mencacah muka Meng Ki, utusan
kerajaan Tartar, ketika berkunjung ke keraton Singasari beberapa
waktu yang lampau. Teringat akan peristiwa itu, Wijaya

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

membayangkan pula saat-saat yang menegangkan pada waktu


itu.
“Hm, jelas patih Araganilah yang mendesak baginda untuk
menindak utusan Kubilai Khan itu,“ terlintas kenangan pada
peristiwa itu, terpampanglah dalam bayang-bayang pandangan
Wijaya tentang ulah tingkah patih Aragani “ah, bahkan hampir
pula aku menjadi korban tuduhan patih itu karena telah
menerima surat dari Meng Ki atau Ikemetsu.“
Tetingat pada patih Aragani serentak Wijayapun seperti
disadarkan “Ah,“ ia mengeluh “mengapa aku melalaikan pesan
paman adhyaksa Raganata ?“
Memang dalam kesempatan ketika berkunjung ke Tumapel,
secara tak langsung Wijaya seperti mendapat isyarat dari empu
Raganata agar menyelidiki, adakah dalam kerajaan Sriwijaya, di
kalangan narapraja maupun senopati, terutama patih Demang
Lebar Daun, tampak jejak-jejak yang menandakan adanya
hubungan mereka dengan patih Aragani. Demikian pula, ksatrya
muda yang serba aneh gerak geriknya yani Jaka Ludira, pernah
menerangkan bahwa pemuda itu telah menemukan suatu bukti
dari jalinan hubungan antara patih Aragani dengan Demang
Lebar Daun.
Tetapi Wijaya seperti orang yang dilalaikan ketika kakinya
menapak pada permadani indah yang terbentang mengalas lantai
balairung keraton Darmasraya. Bukan permadani, bukan pula
bentuk bangunan balairung yang penuh dengan ukir-ukiran nan
indah, bukan pula hiasan balairung yang bertabur ratna nan
berkilau-kilauan, melainkan arca yang menghias balairung itu. Ya,
arca bukan sembarang arca tetapi arca yang bernyawa, yang
berbentuk tubuh seorang bidadari dengan segala kesempurnaan
bentuk tubuh yang tak mungkin dibuat manusia kecuali karya
dewata. Arca bidadari hidup yang berwujut sebagai puteri Candra
Dewi atau Dara Petak.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pada saat pandang mata tertumbuk, Wijaya seolah kehilangan


kesadaran pikirannya. Bayang-bayang sang puteri jelita selalu
melekat pada pelapuk matanya. Dan karena itulah maka ia tak
teringat lagi akan pesan empu Raganata dan ksatrya Ludira
tentang usaha penyelidikan itu.
Wijaya resah. Jika harus menyelidiki hal itu, tentulah dia harus
tinggal beberapa waktu lagi di Darmasraya. Pada hal senopati
Mahesa Anabrang telah mempercayakan seluruh harapan
kepadanya agar ia lekas-lekas pulang ke Singasari karena adanya
ancaman dari pasukan Kubilai Khan yang saat itu sudah dalam
perjalanan menuju ke Singasari.
“Ah, aku menyesal karena telah melalaikan pesan empu
Raganata dan adi Ludira. Biarlah kelak aku meminta maaf kepada
mereka,“ katanya dalam hati “yang penting aku harus lekas-lekas
berangkat pulang...Singasari harus kuselamatkan dari
kehancuran yang ngeri.“
Demikian dipersingkatlah kunjungan raden Wijaya di kerajaan
Darmasraya. Kini dia barsama kedua puteri, Candra. Dewi dan
Kembang Dadar, berada di tengah laut dalam sebuah perahu
megah yang dinamakan Rajanaga.
Perahu Rajanaga merupakan lambang kebesaran dari sang
manggalayuda atau senopati petindih pasukan. Di perabu
Rajanaga itulah maka raden Wijaya menempatkan kedua tuan
puteri beserta rombongannya yang terdiri dari sedomas atau
empatpuluh dayang pariwara dan duabelas inang pengasuh.
Malam purnama di tengah samudra. Sunyi dan hampa. Hanya
deru ombak beriak, gemercik alun mendampar perahu,
menimbulkan buih gelombang yang berisik.
Di kala itulah raden Wijaya naik ke atas geladak, tegak
termenung bersandar pada tiang pasak. Mata memandang ke
seluruh penjuru alam namun suatu pandangan yang hampa.
Langit cerah, bulan purnama dan bintang kemintang bertaburan,
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

seolah tak pernah singgah dalam pandangannya. Yang tampak


pada gundu mata hanya bayangan puteri Candra Dewi nan cantik
jelita ilu.
Sejak beberapa hari berlayar, ia sudah berusaha untuk
mengendapkan bara asmara dalam hatinya. Ingin ia mengalihkan
pikirannya ke Singasari membayangkan apa yang terjadi di pura
kerajaan itu selama ia tinggalkan. Ingin ia membayangkan para
pembantu-pembantunya : Sora, Nambi dan lain-lain. Namun
keinginannya itu selalu ditolak oleh pikirannya. Dia tak dapat
memperkosa batinnya dan harus menerima apa yang
dirasakannya. Wajah puteri Candra Dewi selalu melekat pada
pelapuk matanya. Ia gelisah tetapi tak tahu apa yang
digelisahkan. Duduk salah, berdiripun enggan. Makan tetapi tak
dapat merasakan apa yang dimakannya. Tidur namun mata
hatinya tak mau dibawa ikut tidur.
Tiba-tiba ia mendengar bunyi kecapi beralun, halus dan teduh.
Dan sesaat kemudian terdengarlah suara orang bernyanyi
mengalunkan nada lembut dan merdu ....
Hujan di malam, hujan di hati hujannya mimpi. Duhai hujan
Hujan di bumi, hujan di laut hujannya nasib. Duhai nasib
Hujan air mata, hujan lara Hujannya awak. Duhai awak
Hujan di rantau, hujan di Sriwijaya hujannya kenangan. Duhai
kenangan
Sayup-sayup terpandang nusaku taman puspa menyerbak
restu Nori, merak berkicau merdu Mahligai puri megah nan
syahdu .....
Raden Wijaya terhentak dari kemenungan ketika nyanyian itu
tersela oleh suara isak tangis. Walaupun pelahan tetapi karena
malam sunyi, ia dapat juga menangkapnya.
Siapakah gerangan yang mencurah isak duka lara hati itu,
pikiran?. Dan bergegaslah ia turun ke bawah, langsung menuju
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

ke ruang tempat kedua puteri. Ia mendapat kesan bahwa isak


tangis itu berasal dari kedua puteri.
Dan apa yang diduganya memang benar. Ia terkesiap
menyaksikan pemandangan dalam bilik ruang kedua puteri itu.
Dua orang dayang tengah memegang alat kecapi dan seruling.
Tetapi mereka menghentikan permainannya. Demikian pula
dengan beberapa dayang muda yang mengenakan pakaian
penari.
Memang kerja para dayang perwara dan inang pengasuh itu
setiap harinya yalah melayani dan terutama menghibur kedua
puteri yang selalu di rundung kemurungan.
Candra Dewi dan Kembang Dadar adalah sekar-kedaton atau
bunga keraton Darmasraya. Mereka digenangi dengan
kemanjaan kasih sayang oleh baginda Teribuana Mauliwarman
dan permaisuri Wan Sendari, Mereka ditimang-timang bagaikan
butir mutiara mustika yang tiada tara nilainya. Mereka disanjung
dan dijunjung dengan segala kemesraan dan kehormatan oleh
para dayang pengasuh biti perwara. Mereka dihormati oleh
segenap rakyat di seluruh kerajaan. Kini mereka harus berpisah
dengan segala kemewahan, kenikmatan dan kehangatan kasih
sayang ayahanda dan ibunda tercinta. Bagai pisau yang dicabut
dengan paksa dari daging maka bercucuranlah darah
menghambur dari ulu-hati kedua puteri itu.
Nyanyian dari biduan yang mengalun lagu-lagu kenangan
pada bumi tanah-air dan segala yang mencinta dan dicintainya,
telah membangkitkan rasa pilu dalam hati kedua puteri itu. Dan
bagaikan awan hitam yang sarat, tak tertahan lagilah hujan
airmata mencurah dari bola mata bak' bintang kejora itu.
“Nurila, jangan engkau membawakan lagu-lagu yang
memilukan semacam itu,“ seru seorang inang pengasuh menegur
biduanita yang bernyanyi tadi.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ampun bibi,“ kata biduanita yang bernama Nurila “aku tak


sengaja bermaksud hendak merisaukan kesedihan hati tuanku
puteri.“
“Tetapi lagu yang engkau ... “ tiba-tiba inang pengasuh yang
marah itu tak dapat melanjutkan kata-katanya karena saat itu
pandang matanya tertumbuk pada sesosok tubuh seorang pria,
tegak di ambang pintu “Oo, raden Wijaya .... “ serunya lirih.
“Tenang-tenanglah, bibi,“ seru pendatang yang bulan lain
memang raden Wijaya seraya mengulum senyum. Ia melangkah
masuk, langsung berhenti di hadapan kedua puteri.
“Wahai, tuan puteri yang mulia, apakah kiranya yang
menyedihkan hati tuanku ?“ serunya dengan nada yang ramah
menyayang.
Puteri Candra Dewi cepat menghapus bintik bintik airmata dan
mencerahkan seri wajahnya.
”Adakah sesuatu yang kurang memuaskan dalam pelayanan
orang orangku kepada tuan puteri? atau siapakah gerangan yang
berani menyakiti hati tuanku? Jika ada, katakanlah tuan puteri
agar aku mempunyai kesempatan untuk membaktikan
pengabdian di bawah duli tuan puteri.“
“Ah, tidak,“sahut Candra Dewi dengan lembut “tiada yang
kekurangan pada pelayanan di sini. Tiada pula seseorang yang
menghina aku.“
“Lalu mengapa tuanku mengucurkan airmata? Duhai, puteri
Candra Dewi, Wijaya lebih senang mengucurkan darah daripada,
melihat butir-butir mutiara itu menitik dari pelapuk tuan.“
Candra Dewi tersipu-sipu.
“Tuan puteri,“ seru raden Wijaya pula “airmata itu penaka
sumber yang syahdu. Wijaya berharap hendaknya tuan puteri
berkenan untuk tidak sembarang mengucurkannya. O, adakah

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

karena lagu dari biduanita itukah yang menyedihkan hati


tuanku?“
“Jangan mencari lantai berjuangkat, raden ksatria,” balas
puteri Candra Dewi “dia telah menunaikan tugas membawakan
lagu kegemaranku. Lagu kenangan mendambakan kebesaran
bumi kelahiranku .... “
” O, maafkan puteri.“ Wijaya berseru gopoh “mengapa lagu itu
memercikkan kesan sedih pada hati tuan ?.“
“Raden,“ kata puteri Candra Dewi pelahan “raden seorang
ksatrya yang gagah perkasa. Raden mungkin hanya mengenal
ujung pedang dan tombak yang dapat mengucurkan darah di
tubuh musuh. Tetapi mungkin raden tak dapat menyerap bahwa
lagupun memiliki daya tajam yaug dapat mengucurkan darah,
airmata dan isak tangis. Lagu tadi adalah sebuah lagu kenangan
akan nasib seorang di rantau orang yang terpisah jauh dari bumi
kelahirannya. Tidakkah raden pernah merasakan hal itu ?“
Wijaya bukan melainkan pandai dalam mengatur siasat dan
tata barisan di medan perang. Pun juga cerdik mengatur siasat
dalam medan asmara. Sebelumnya kepala, dari para inang,
pengasuh meherima hadiah-hadiah yang berharga dari raden
Wijaya, sehingga setiap kali raden itu berjumpa dengan puteri
Candra Dewi, kepala dayang itu segera mengajak anakbuahnya
menyingkir agar raden itu mempunyai kesempatan untuk berdua
dengan tuan puteri.
Demikian pula pada saat itu. Ia segera memberi isyarat
kepada para dayang supaya ke luar. Dan berbondong-
bondonglah para dayang perwara itu melangkah ke luar.
Baik selama berada di Darmasraya maupun di waktu berlayar,
puteri Kembang Dadar atau Dara Jingga, memiliki suatu naluri
tajam bahwa raden Wijaya itu telah jatuh hati kepada
ayundanya, puteri Candra Dewi. Sebagai seorang puteri yang
halus pekerti, ia tidak memiliki setitikpun rasa iri cemburu. Dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

bahkan setiap kali ia juga berusaha menyingkir manakala raden


Wijaya berhadapan dengan ayundanya.
Maka saat itu hanya tinggal raden Wijaya yang berhadapan
dengan puteri Candra Dewi.
“Pernah, bahkan beberapa kali setiap kali membawa pasukan
Singasari ke seberang laut,“ jawab Wijaya “namun tidaklah
separah kali ini di kala berada di bumi kerajaan Seribu candi
Darmasraya, tuan puteri.“
Puteri Candra Dewi terkesiap. Diam-diam ia merasa heran
mengapa lain pula kefasihan mulut raden itu berbicara waktu
berada di Darmasraya dengan di atas perahu pada saat itu.
“Mengapa ?“ tegurnya.
“Di negara-negara atas angin, di daerah-daerah seberang laut,
hatiku tak pernah gelisah resah seperti ketika berada di
Darmasraya. Serasa diriku mengindap sejenis penyakit tetapi
entah apa namanya. Tubuh serasa lunglai, hati gelisah, pikiran
merana. Makan tak enak, tidurpun tak nyenyak. Duduk berdiri
serba salah tingkah. Duhai, tuan puteri, tuan seorang puteri yang
amat bijak bestari. Kiranya tuan tentu berkenan memberikan
petunjuk, apakah gerangan penyakit yang menghinggapi diri
hamba itu? Dan moga kiranya tuan puteri bermurah hati untuk
menganugerahkan obatnya.“
Puteri Candra Dewi tersipu-sipu merah wajahnya. Dalam
pandang mata Wijaya, puteri itu tampak semakin ayu “Duh,
dewata, bidadarikah gerangan yang paduka titiskan pada diri
puteri ini,“ iapun meratap dalam hati.
Selama di Darmasraya, puteri Candra Dewi tahu juga akan
gerak-gerik Wijaya terhadap dirinya. Dan bagaimanapun juga,
terusiklah ketenangan hatinya. Tanpa disadari mulai timbul juga
suatu perasaan yang belum pernah dialaminya sepanjang hidup.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Candra Dewi tak tahu perasaan apakah namanya yang


mengusik hatinya itu. Ia sendiripun heran, mengapa perasaannya
selalu dibayangi oleh wajah ksatrya dari Singasari itu. Ingin ia
berusaha untuk menjernihkan bintik-bintik yang memercik
kejernihan langit hatinya dengan jalan melepaskan diri dalam
renung semedhi. Berkat latihan-latihan yang dimulai sejak
bertahun-tahun, dapatlah ia menghapus bayang-bayang itu.
Namun selekas ia menyudahi semedhinya, selekas itu pula
bayang-bayang wajah Wijaya hinggap pula pada pelapuknya, ah
.....
Pernah ia membangun keinginan untuk menghadap maharesi
Mahanatha, guru yang telah mengajarkan berbagai ilmu agama
kepadanya. Untuk meminta petunjuk tentang keanehan yang
menghinggapi perasaannya itu. Namun ia urungkan niatnya. Ia
malu mengatakan hal itu kepada siapapun juga, bahkan terhadap
dirinya sendiri.
Dan ketika ia diboyong Wijaya ke Singasari, timbullah rasa
kebimbangan dalam hatinya. Antara rasa sedih berpisah dengan
kedua orangtua, bumi kelahirannya, dengan suara hati yang
selalu menggema dalam kalbu. Suara hati yang mendambakan
suatu kebahagiaan apabila berhadapan dengan ksatrya Singasari
itu.
“Raden,“ jawabnya atas pertanyaan Wijaya “sesungguhnya
segala sesuatu itu tentu mempunyai sumber. Demikian pula
dengan penyakit yang raden derita itu.“
“Benar tuan puteri,“ kata raden Wijaya makin mendapat angin
“memang telah kuketahui sumbernya itu. Tetapi ah, jauh nian
tempatnya.“
“Di mana ?“ tanpa disadari puteri Candra Dewi terhanyut oleh
ayunan kata Wijaya.
“Di dalam rembulan, tuan puteri.“
Candra Dewi meliukan kening “Di dalam rembulan ?“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Wijaya mengangguk “Benar, tuan puteri. Hanya di


rembulanlah sumber pengobat lara hamba itu terdapat.“
“O,“ Candra Dewi mendesis lembut “benarkah demikian,
raden.? “
“Benar, tuan puteri,“ Wijaya memberi penegasan dengan nada
yang tampak bersungguh “memang hanya di rembulan itu akan
hamba temui obatnya.“
Candra Dewi bukan tak mengerti ke mana arah tujuan ucapan
senopati muda itu. Namun melihat kesungguhan nada dan wajah
Wijaya, iapun agak ber-sangsi “Ah, raden berolok. Bagaimana
mungkin raden tahu bahwa di rembulan terdapat sumber
penyembuh lara raden itu ?“
“Berkenankah tuan puteri mendengar penjelasan hamba?“
Candra Dewi termenung sejenak, katanya “Asalkan hal itu
benar-benar sesungguhnya, ingin hamba mendengarkan.“
“Baiklah, tuan puteri,“ kata Wijaya “marilah tuan ke luar
sejenak ke atas geladak agar dapat memandang rembulan
dengan seksama ... “
“Ah, janganlah raden bergurau,“ kata Candra Dewi.
“Tidak, tuan puteri. Wijaya tidak bergurau. Hamba mohon
tuan puteri suka menjenguk barang sejenak saja. Agar apa yang
hamba ceritakan nanti, benar-benar dapat tuan puteri saksikan.“
Wijayapun mendahului melangkah ke luar. Tiba di ambang
pintu ia berpaling ke belakang, menyongsong pandang ke arah
Candra Dewi.
Entah bagaimana, pandang mata senopati Singasari itu bagai
kilatan pedang yang menikam serabut hati sang jelita.
Mendenyutkan debur kalbu dan bagaikan kena pesona maka
berayunlah kaki sang puteri melangkah ke pintu.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Lihatlah tuan puteri,“ kata Wijaya sambil menunjuk ke


cakrawala “bukankah pada permukaan bulan itu terdapat
gumpal-gumpal warna hitam yang menyerupai gunung dan di
tengah-tengah lembah gunung terdapat belahan sebuah sungai
?“
Bagaikan kerbau tercocok hidungnya, puteri Candra Dewipun
menengadahkan kepala memandang ke arah rembulan yang saat
itu tengah menampakkan seluruh wajahnya dengan gilang
gemilang. Entah berapa puluh kali sudah ia menikmati rembulan
purnama. Menumpahkan doa harapan, mencurahkan suara hati,
mendambakan kelana kalbu. Memanjatkan doa puji bagi
kesejahteraan negara, keselamatan ayahbunda dan kebahagiaan
diri peribadinya.
Namun tak pernah ia sempat memperhatikan akan lukisan-
lukisan seperti yang diuraikan Wijaya. Dan tatapan sinar
matanyapun jauh membubung ke cakrawala, mendarat di
permukaan rembulan gemilang.
“Ah, menyerupai,“ desisnya pelahan.
“Gunung Candrapura, demikian nama gunung itu, tuan
puteri,“ kata Wijaya lebih lanjut “di situ terdapat sebuah kawah
Kamandanu yang berairkan Tirta Amerta. Hanya air Tirta Amerta
itulah yang sanggup mengobati penyakit hamba ini, tuan puteri.“
“Tirta Amerta ?“ Candra Dewi terkejut “bukankah Tirta Amerta
itu merupakan sari kehidupan alam maya ini ?“
“Demikian, tuan puteri,“ Wijaya tersenyum “Tirta Sari Amerta
itu tidaklah berupa cairan air. Melainkan aliran hawa yang
memancarkan sari kehidupan keseluruhan alam semesta. Hawa
itulah yang memantulkan cahaya gilang gemilang dari rembulan
.... “
“O,“ desis Candra Dewi pula “tetapi tidakkah saat ini raden
sudah menikmati sinar itu ?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Belum tuan puteri,“ sahut Wijaya berkesungguhan “sinar


yang meningkah diriku saat ini hanyalah sinar rembulan belaka.
Bukan sinar Tirta Sari Amerta.“
Candra Dewi kerutkan alis.
“Sinar Tirta Sari Amerta itu, adalah milik dewi yang memiliki
gunung Candrapura itu “
“Ih,“ desis Candra Dewi “apakah dewi penunggu Candrapura
itu ?“
“Benar tuan puteri.“
“Siapakah gerangan namanya ? “
“Sinar rembulan yang kita rasakan saat ini, hanya sinar yang
menerangi jagadraya. Ssdang sinar Tirta Sari Amerta itu sinar
yang menghidupkan kehidupan dan penghidupan. Sinar yang
akan menyirnakan segala duka nestapa, menyembuhkan luka
dan lara, menghidupkan layu dan kuyu .... “
“Ah,“ Candra Dewi mendesah “sedemikiankah kekuasaan Tirta
Sari Amerta itu ?“
“Benar, tuan puteri,“ sahut Wijaya “hanya dengan air Sari
Amerta itulah penyakit hamba akan sembuh.“
“Ih,“ desuh Candra Dewi tiada berketentuan nadanya.
Wijaya tersenyum “Itulah sebabnya hamba mengatakan
bahwa penyakit hamba itu sukar-sukar mudah. Sukar sembuh
kecuali mendapat percikan dari sari tirta itu.“
“Bagaimanakah cara untuk mendapatkan tirta sari, raden ?“
Suatu kesempatan bagus yang telah terbuka itu tak disia-
siakan Wijaya, katanya “Mohon kepada Dewi itu dengan panjatan
doa.“
“Bukankah raden dapat melakukannya ?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tidak dapat, tuan puteri. Dewi itu hanya berkenan menerima


doa permohonan dari kaum puteri.“
“Puteri?“ Candra Dewi mengulang.
“Benar,“ Wijaya mengiakan “adakah tuanku sudi menolong
Wijaya untuk memanjatkan doa permohonan kepada sang dewi
Rembulan ?“
“Ah, raden mengada-ada belaka.“
“Tidak, tuan puteri,“ kata Wijaya dengan nada bersungguh
“demi Isyawara Agung, Wijaya bersumpah akan kebenaran
ucapan hamba tadi.“
Candra Dewi termenung sejenak “Ah, mengapa raden gemar
bersumpah? Ringan menyebut-nyebut Hyang Isyawara ?“
“Maaf, tuan puteri,“ Wijaya agak tersipu “bukan maksud
hamba beringan mulut menyebut Hyang Batara Agung untuk hal-
hal yang kecil. Namun kali ini terpaksa hamba lakukan karena
hamba ingin akan tuan puteri benar-benar mau mempercayai
keterangan hamba.“
Candra Dawi mengangguk pelahan. Sejenak kemudian berkata
pula “Adakah doa itu akan benar-benar menyembuhkan penyakit
raden ?“
“Pasti, tuan puteri, pasti,“ sahut Wijaya “sepasti kepastian
ucapan tuan puteri.“
Candra Dewi tersapu merah wajahnya “Ah, janganlah raden
bergurau. Siapakah nama puteri Rembulan itu ?“
“Dewi Candra, tuan puteri.“
“Ah.....” Candra Dewi mendesis kesipuan “engkau berolok,
raden.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tidak, tuan puteri,“ kata Wijaya “memang demikianlah nama


dewi penguasa gunung Candrapura itu. Dan dia sering turun ke
arcapada menjelma sebagai seorang insan manusia bumi.“
“Sudahlah, raden, hentikanlah olok-olok tuan.“
“Baiklah,“ kata Wijaya tersenyum “adakah tuan puteri benar-
benar mau menolong hamba untuk memanjatkan doa kepada
dewi Candra ?“
“Ih.” Caadra Dewi mendesis pelahan dan lembut.
“Tetapi berat nian syaratnya, tuan puteri.“
Candra Dewi meliuk kerut di dahi “ Syarat ?“
“Benar,“ sahut Wijaya “permohonan itu pasti dikabulkan oleh
sang dewi apabila tuan puteri juga berkenan meluluskan
permintaannya.“
Makin heran tampaknya Candra Dewi mendengar keterangan
Wijaya “O, adakah dewi Candra akan menurunkan amanat ?“
Wijaya mengangguk “Ya. Melalui suara bisikan yang halus,
tuan puteri akan mendengarkan amanat sang dewi.“
Candra Dewi menundukkan kepala.
Wijaya tersenyum. Sebagai seorang muda, banyaklah ia
berkelana di padang asmara. Dan tahu pula bahwa sikap diam
dari seorang dara itu, berarti menyetujui.
“Terima kasih, tuan puteri,“ kata Wijaya “sekarang silakan
tuan memejamkan mata dan berdoa menurut apa yang hamba
ajarkan.“
Tanpa berkata sepatahpun Candra Dewi segera pejamkan
mata dalam sikap bsrsemedhi. Dan mulailah terdengar Wijaya
berseru pelahan ....
“Duh, dewi Candra, dewi Pengasih dan Penyayang. Dewi
penguasa gunung Candrapura, pemilik telaga Kamandanu,
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

penyimpan air kehidupan Tirta Sari Amerta. Hamba mohon,


berkenanlah kiranya dewi melimpahkan percikan air Sari Amerta
kepada Wijaya agar penyakitnya sembuh .... “
“Hanya demikianlah doa itu, tuan puteri,“ kata Wijaya “sukalah
kiranya tuan puteri memanjatkan doa itu.“
Cindra Dewi menurut. Walaupun tidak terdengar jelas namun
sepasang bibirnya yang memerah delima merekah itupun tampak
bergerak-gerak ....
Berhadapan dengan seorang puteri cantik jelita yang duduk
bersemedhi memejamkan mata dalam keagungan yang paserah,
hampir Wijaya tak kuasa lagi menahan gejolak hatinya. Ingin ia
mendekap puteri jelita itu dan mengecup bibirnya, membelai
rambut, yang ikal mayang dan merebahkan kepalanya dalam
pelukan yang mesra.
Wijaya benar-benar diamuk prahara rindu, diguncang badai
asmara sehingga tak kuasa lagi ia menahan langkahnya yang
mulai berayun menghampiri dan terus hendak meraihkan kedua
tangannya. Tiba-tiba Candra Dewi hentikan getar-getar bibirnya.
Rupanya ia sudah selesai berdoa. Seketika terhenyaklah Wijaya
bagaikan kejut pagutan ular.
“Ah,“ ia mengeluh dalam hati “hampir saja aku tergelincir
dalam kelelapan pesona. Tidak, tidak boleh aku bertindak
menuruti rangsang nafsu. Puteri agung lelembut pekerti seperti
dia, harus kutundukkan pula dengan persembahan rayu yang
lembut pula.“
Wijaya segera teringat akan keterangannya tadi bahwa Dewi
Candra akan menurunkan titahnya. Maka buru-buru ia
menenangkan diri, mengendapkan gejolak hati lalu dengan
menggunakan ilmu mantra yang disebut Aji Pameling, ia segera
meluncurkan bisikan.
“.....Candra Dewi, puteri utama kerajaan Darmasraya.
Ketahuilah, bahwa aku dewi Candra, telah mendengar semua doa
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

permohonanmu.....ya, nini dewi, kukabulkan permohonanmu itu


karena engkau telah menyertai permohonan itu dengan rasa
kesujudan yang tulus ikhlas. Tetapi ada sebuah pesanku nini
yang harus engkau laksanakan apabila engkau sungguh-sungguh
menghendaki apa yang engkau katakan dalam permohonanmu
itu. Apakah engkau sanggup?“
Kembali tampak bibir Candra Dewi bergetar-getar seperti
mengucap perkataan yang tak terdengar.
“Baik, nini dewi, engkau puteri utama, aku percaya kepadamu.
Begini nini dewi. Sari Tirta Amerta itu bukanlah air sembarang air
melainkan air suci yang merupakan sari dari seluruh kehidupan.
Tidak sembarang saja kutitikkan air kepada setiap orang yg
memohon. Hanya kepada mereka yang benar-benar insan
kekasih dewa, akan mendapat percikan air itu. Dan barang siapa
menerima percikan air itu harus bersedia menerima apa saja dari
orang yang dimintakan air itu. Kutahu bahwa Wijaya berkenan
hati kepadamu. Maka engkau harus bersedia menerima curahan
hati. Apabila engkau berjanji mau menyambut curahan hati
Wijaya, segera akan kupercikkan sari tirta itu kepada dirimu. Aku
segera akan menitis ke dalam dirimu untuk memberikan air
syahdu itu kepadanya ....... “
Sekonyong konyong Candra Dewi membuka mata, beranjak
bangun lalu tergopoh lari turun ke bawah dan masuk ke dalam
bilik peraduannya ....
Wijaya terlongong-longong.
Sesaat kemudian ia menyadari bahwa Candra Dewi tentu
mengetahui permainannya. Maka dengan tersenyum iapun
segera menyusul turun ke bawah.
Ia mendebur pintu bilik puteri Candra Wulan dengan pelahan
“Tuan puteri, mengapa tuan puteri tiba-tiba lari meninggalkan
hamba?“
Tiada penyahutan suatu apa.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Wijaya mengetuk pula “Tuan puteri, maafkanlah apabila


hamba bersalah. Tetapi inginlah hamba mengetahui apakah
gerangan kesalahan hamba sehingga tuan puteri sedemikian
murka ?“
Masih tiada penyahutan dari dalam bilik.
“Duh, tuan puteri, adakah tuan tak berkenan menemui Wijaya
dan mengatakan apa kesalahannya ? Apabila tuan puteri tak
berkenan, betapa aib dan malu Wijaya. Wijaya merasa telah
menanggung dosa besar karena telah menyakiti hati tuan puteri
maka lebih baik Wijaya sirna saja dari arcapada ini .....
Bluk ..... tiba tiba terdengar benda berat macam tubuh
manusia yang roboh, ke lantai geladak. Sedemikian keras getar
suara itu menggedebuk sehingga menimbulkan guncangan pada
dinding bilik peraduan Candra Dewi.
Terdengar pintu berderit dan menyembullah wajah puteri
Candra Dari balik daun pintu.
“O, gusti ..... “ Candra Dewi melengking kejut dan terus
bergegas ke luar, menghampiri kepada sesosok tubuh yang
rebah terkapar di lantai. Tubuh itu bukan lain adalah Wijaya .....
“Raden, o, mengapa engkau?“ puteri jelita itu segera
menjamah kepala Wijaya, menggolek-golekkannya pelahan. Lalu
jari jemari yang halus runcing bak duri landak, merabah
pernapasan hidung dan mengusap dada Wijaya pula “O, Batara
Agung, mengapa raden Wijaya ini.... raden, o, raden Wijaya,
mengapa engkau begini ..... mengapa engkau sampai hati
meninggalkan aku ...o, mengapa engkau tak tahu bahwa
sesungguhnya aku mendengarkan kata-katamu tadi..... “
Namun Wijaya tetap tak bergerak.
“Raden, raden ... “ mulai puteri Candra Dewi terisak-isak
“benarkah .... benarkah ..... engkau rela meninggalkan ..... aku
..... maafkan, raden ..... sebenarnya aku hanya bergurau untuk
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

membalas olok olokmu ..... mengapa engkau bersungguh hati


dan putus asa .....“
Candra Dewi makin bingung. Raden Wijaya tidak bergerak dan
dirasakannya pula denyut pernapasan pemuda itu sudah
berhenti.
Tiba-tiba Candia Dewi hentikan isaknya. Wajahnya mengerut
suatu keputusan yang mantap.
“Baiklah, raden Wijaya, ksatrya Singasari yang gagah
perkasa,“ katanya dengan nada mantap “engkau telah merelakan
jiwamu karena putus asa. Engkau mengira bahwa ratapan hatimu
tiada bersambut. Engkau telah menyatakan tekad hatimu untuk
mengorbankan jiwamu demi mempersembahkan hatimu
kepadaku. Jika demikian raden, apa guna aku harus hidup di
dunia ini ......... nantikanlah raden, aku segera akan menyusulmu
..... tunggulah aku di pintu Nirwana kakang ... “
Tiba-tiba Candra Dewi berbangkit dan terus ia masuk ke
dalam bilik.
“Celaka,“ sekonyong konyong tubuh Wijaya yang semula
membeku seperti mayat itu, bergerak dan terus melenting
bangun dan cepat-cepat mengintai lubang pintu.
“Hai ... “ hampir menjeritlah Wijaya ketika melihat bahwa
puteri itu habis meneguk semacam bubuk putih dengan seteguk
air .....
Bagaikan terpagut ular, Wijaya terus hendak menerobos
masuk ke dalam bilik untuk menolong puteri. Tetapi serempak
pada saat itu, Candra D;wipun sudah ayunkan langkah hendak ke
luar. Wijaya gugup, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tetapi
di luar kesadarannya, dia kembali ke tempat semula dan terus
rebahan diri dilantai lagi.
Candra Dewi melangkah ke luar dan menghampiri ke tempat
Wijaya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Raden, telah kuminum sebungkus obat yang segera akan


mengantarkan aku ke alam tempat peristirahatanmu. Tunggulah
raden di pintu Nirwana. Aku takut masuk seorang diri .... “ Habis
berkata ia terus rebahkan diri di sisi Wijaya.
Belum berapa saat Candra Dewi rebah, maka bergeraklah
tubuh Wijaya bangun “Candra Dewi, oh ..... “ ia menjamah muka
puteri itu, menggolek-golekkan dan merabah pernapasan
hidungnya.
“Candra Dewi ..... Candra Dewi ... o, kekasihku ..... mengapa
engkau ..... engkau ... “ bagai seorang ibu kematian anaknya
maka melolong dan melengking-lengkinglah Wijaya seperti orang
gila “Candra Dewi, o jiwa hatiku ..... mengapa engkau senekad
ini, aku ..... aku hanya memperolokmu ..... aku tidak mati
sesungguhnya ..... kututup pernapasanku dengan ilmu Prana.
Mengapa engkau mengira aku mati sesungguhnya ... o, Candra
Dewi ..... pujaanku .... akulah yang berdosa ..... dosa yang tak
patut diberi ampun ....... aku manusia yang tak layak hidup lagi
..... “
Tiba-tiba Wijaya mencabut pedang dan berseru
“Candra Dewi, dengarkanlah, di seluruh jagad, di segenap
permukaan laut dan bumi, tiada puteri kecuali dikau yang
kucintai dengan segenap jiwa ragaku ..... Jika engkau sudah
mendahului berangkat ke Nirwana, apa guna aku hidup
berkepanjangan? Apa guna segala kebanggaan kemenangan dan
kemuliaan hidup ? Hidup tanpa dikau, dewi pujaanku, tiadalah
artinya bagi Wijaya ..... baiklah Candra Dewi ..... sekarang aku
benar hendak menyusul engkau ke Nirwana. Pedang pusaka, aku
hendak minta kesetyaan baktimu ..... antarkanlah aku menyusul
dinda Candra Dewi ... “
Habis berkata Wijaya terus mengangkat pedangnya ke atas
dan serentak hendak ditanamkan ke dadanya
“Tunggulah, dinda kekasihku ....“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Raden Wijaya .... ! “ tiba-tiba menjeritlah Candra Dewi demi


menyaksikan kilat pedang melayang turun ke arah dada Wijaya.
Dan serentak puteri itupun meregang bangun dan mendekap
lengan Wijaya.
“Candra Dewi, engkau . , . engkau ..... masih hidup ..... ? “
Wijaya berseru kaget, lepaskan pedang dan terus mendekap
sang puteri.
Tetapi Candra Dewi cepat menyiak tubuh Wraya, beringut
mundur lalu berbangkit dan hendak lari ke dalan bilik lagi.
“Tuan puteri, ampunilah hamba“ Wijaya berlutut menghadang
jalan Candra Dewi.
Candra Dewi tertegun.
“Engkau .... engkau pembual ....“
“Duh, sang puteri, titisan dewi Candra. Hanya tuanlah yang
berkuasa melimpahkan air Tirta Sari Amerta itu untuk
menyembuhkan penyakit hati Wijaya, penyakit yang kian hari
kian melayu hati menjadi gersang. Tidakkah tuan beriba kepada
Wijaya, tuan puteri?“
Candra Dewi tertegun pula.
“Tuan puteri,“ kata Wijaya seraya menyambar pedangnya
yang terkapar di lantai “apabila tuanku tak rela memberikan air
sari kehidupan itu, bunuhlah Wijaya si pembual bedebah ini ..... “
“Raden,“ teriak puteri Candra Dewi terkejut “janganlah raden
berpikir segelap itu, bertekad sedangkal itu ..... “
Di luar kesadaran puteri Candra Dewi meraihkan jarinya
mencekal tangan Wijaya.
Bagai tersengat kala, serentak berhamburlah darah di tubuh
Wijaya sehingga jantungnya serasa meloncat ke luar. Bukan
karena ia tak pernah bersentuhan, dengan kaum wanita. Tetapi
benar-benar belum pernah ia merasakan suatu sentuhan yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

memiliki daya getar sedemikian besar seperti halnya pancaran


daya dari jari puteri Candra Dewi.
Berpuluh sinar pedang, beratus kilang ujung tombak yang
pernah mengancamkan maut yang menghentikan jiwa, pernah
Wijaya hadapi di medan pertempuran. Tetapi belum pernah
rasanya ia merasakan suatu getaran yang begitu dahsyat seperti
ketika tersentuh jari Candra Dewi. Ancaman pedang dan tombak
hanya menghentikan debur jantung menyesakkan napas untuk
beberapa jenak. Tetapi sentuhan jari sang puteri jelita itu laksana
gempa bumi yang memberantakkan seluruh isi dinding kalbunya
....
“Duh, tuan puteri,“ kata Wijaya lunglai “apa guna tuan
mencegah Wijaya apabila tuan tak mau menghidupkan kelayuan
jiwa hamba.“
“Ksatrya,“ kata Candra Dewi seraya tersipu-sipu menarik
pulang tangannya “mempergunakan pedang raden kepada
musuh. Pedang bagi seorang kiatrya adalah jiwa dan
kehormatannya. Mengapa raden hendak menghancurkan jiwa
raden dengan kehormatan raden sendiri? “
“Hampa, tuanku,“ kata Wijaya “hampa rasanya Wijaya hidup
tanpa meneguk air Sari Kehidupan itu. Gelap, tuanku, segelap
malam tanpa rembulanlah dalam buana diri Wijaya.”
“Ah, bukanlah masih ada bintang kemintang yang menerangi
jadad raya ini? Mengapa raden mengatakan hanya rembulan
yang menerangi bumi?“
Wijaya menghela napas anggun “banyak bintang di langit
tetapi tak menang dengan rembulan satu. Banyak jelita di dunia
tetapi tiada menangkan tuanku satu.“
Candra Dewi tersipu-sipu malu.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah, bilakah ksatrya dari Singasari itu dapat berganti pedang


dengan bermain sajak? Bilakah raden tiba-tiba menjadi seorang
penyair?“
Wijaya tertawa.
“Bagai desau angin tuanku, kita tak tahu bilakah datangnya.
Kita baru tahu apabila merasakannya. Demikian pula dengan
perasaan hati kita. Entah dia itu seorang raja, seorang brahmana,
ksatrya, waesya atau sudra. Sebagai insan yang memiliki
perasaan hati, tentu akan tergetar hatinya apabila merasakan
suatu sentuhan syahdu. Dan untuk meluapkan getar sentuhan
nurani itu, tak perlulah kita harus menjadi penyair. Karena
rangkaian kata-kata itu akan timbul sendiri sesuai dengan irama
dalam kalbunya .... “
“Dan apabila tuanku bertanya bilakah Wijaya menjadi
penyair,“ kata Wijaya lanjut “maka jawab hamba, sejak hamba
menginjakkan kaki hamba di bumi Sriwijaya dan menemukan
bahwa dewi dari gunung Candrapura telah turun ke. bumi
menjelma dalam istana Darmasraya.“
Candra Dewi tersipu merah wajahnya pula. Sesaat kemudian
ia termenung bermuram durja.
“Raden Wijaya,“ katanya kemudian “memang demikianlah
nasib seorang puteri boyongan seperti diri Candra Dewi ini.....”
“Hai, mengapa tuanku mengatakan demikian?“ teriak Wijaya
penuh kejut.
“Madu atau bisa, ataupun madu berbisa yang raden berikan,
Candra Dewi tentu akan meminumnya. Karena radenlah yang
menguasai nasib puteri tawanan ...... “
“Tuan puteri!“ teriak Wijaya “mengapa tuanku berkata
demikian? Adakah kata-kata dari Wijaya yang tak berkenan
dalam hati tuanku?“
Candra Dewi menggeleng kepala.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tiada yang salah pada ucapan raden karena berhak


mengatakan apapun jua.....” tiba-tiba Candra Dewi tersekat
dalam nada sendu.
Wijaya makin terbelalak.
“Tuan puteri, mengapa tiba-tiba tuan puteri bermuram durja,
bermurka kata kepada Wijaya? Tuan puteri, janganlah tuanku
menyiksa Wijaya berkelarutan .... “
“Ksatrya Singasari,“ jawab Candra Dewi “sesungguhnya
siapakah yang menyiksa itu? Candra Dewi puteri boyongan
ataukah ksatrya Wijaya yang menjadi utusan raja Singasari?“
Wijaya tertegun.
“Maaf,“ katanya “tuan puterilah yang menyiksa Wijaya.“
“Tidak,“ jawab Candra Dewi “radenlah yang menyiksa aku.“
Wijaya kerutkan alis.
“Mohon tuanku suka memberi penjelasan akan kesalahan
Wijaya. Wijaya bersedia menebus kesalahan dengan jiwa raga.“
Cindra Dewi bersenyum anggun.
“Bukan jiwa raga raden yang ingin kusaksikan menjadi korban
sia-sia dari pedang ksatrya Singasari, melainkan janganlah raden
berkepanjangan mendendangkan kicau burung hantu di siang
hari.“
“Kicau burung hantu?” ulang Wijaya mengerut dahi.
“Burung hantu berbunyi di malam hari di tengah- tergah
kuburan. Janganlah raden paksakan burung itu berkicau di pagi
hari.“
“Tuan puteri,“ seru Wijaya “andai hamba seorang anak kecl,
pistilah saat ini Wjaya akan menangis sekeras-kerasnya. Namun
saat ini Wijaya hanya dapat menangis dalam hati karena merasa

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tersiksa hati. Apakah sesungguhnya yang terkandung dalam


tamsil ucapan tuan puteri?“
Candra Dewipun berkemas-kemas.
“Raden Wijaya,“ katanya “siapakah yang mengutus raden ke
Sriwijaya?“
“Baginda Kertanagara.“
“Apakah titah raja Singasari kepada raden?“
“Mempersembahkan patung Amogapasha sebagai tanda
persahabatan kepada baginda Mauliwarman yang dipertuan dari
kerajaan Sriwijaya.“
“Selain itu? “
Wijaya tertegun. Sanpai beberapa jenak tak dapat menjawab.
“Apakah maksud raden membawa kami berdua ke Singasari
ini?“ tegur Candra Dewi.
“Hamba hanya melakukan titah baginda Kertanagara.“
“Bukankah baginda Singasari itu hendak mempersunting
puteri kerajaan Sriwijaya?“
“Be ..... nar,“ Wijaya agak tersendat.
“Dan siapakah yang diinginkan raja Singasari itu?“
Wijaya terpukau.
“Bukankah raja Singasari menginginkan puteri Sriwijaya yang
bernama Candra Dewi yang bernama pula Dara Petak?“
Wijaya menunduk bagai ayam sabung yang kalah.
“Raden, apakah hukum seorang senopati yang mengingkari
titah raja?“ tanya Candra Dewi pula.
Wijaya masih terdiam.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tidakkah layak kukatakan bahwa raden sedang


mendendangkan suara burung hantu di siang hari? Tidakkah
tepat apabila raden hendak menghidangkan madu berbisa
kepada seorang puteri boyongan? Dan tidakkah benar apabila
raden sedang menikmati kekuasaan raden sebagai seorang
senopati yang berkuasa terhadap orang tawanan raden?“
Setiap patah kata dari puteri jelita itu bagaikan ujung pedang
yang menyayat hati Wijaya. Tiada luka yang pernah dideritanya
sesakit sengatan kata-kata puteri itu. Dadanya serasa terhimpit
gunung yang maha berat.
“Candra Dewi!“ sesaat kemudian meletuplah mulut Wijaya
manakala ia tak kuasa lagi menahan luap hatinya. Sedemikian
keras luapan itu menggema sehingga Candra Dewipun tersurut
mundur. Puteri itu hendak berputar tubuh masuk kedalam bilik
peraduannya.
“Maaf, tuan puteri,“ Wijaya menyadarj dan cepat pula meraih
daun pintu agar puteri itu jangan melanjutkan maksudnya
“terjadi gempa di bumi hati Wijaya, tuan puteri. Hamba
menderita guncangannya yang dahsyat. Tetapi mohon jangan
tuan puteri cemas.“
“Ih,“ desih Candra Dewi “letupan hati raden lebih dahsyat dari
aun harimau yang banyak terdapat di bumi Sriwijaya.“
“Mungkin demikian tuan puteri,“ jawab Wijaya “namun hamba
mohon tuan memberi kesempatan kepada hamba untuk
beibicara.“
“Raden berhak penuh.“
“Tidak benar Wijaya memaksakan burung hantu berbunyi di
pagi hari. Burung yang tuan puteri sangka sebagai burung hantu
karena bulunya serupa itu sesungguhnya bukan burung hantu
melainkan burung murai. Burung hantu mengguguk seram di
waktu malam hari tetapi burung murai berkicau menghimbau
kehadiran fajar hari.“ Candra Dewi diam.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kesahduan bunga seroja di taman Iswaraloka keraton


Darmasraya telah kuasa menjadikan burung hantu itu seekor
burung murai. Tidakkah layak burung itu berkicau
mempersembahkan himbauan sukacita kepada sang bunga?“
“Tidak layak,“ sahut Candra Dewi “karena dia hanya dititahkan
untuk merenggut bunga itu dari batangnya dan membawanya
kehadapan sang burung hantu. Murai itu tidak dibenarkan untuk
mengganggu bunga.“
“Tidak tuan puteri,“ sahut Wijaya “bunga itu teramat agung
dan tak layak dipersembahkan kepada burung hantu.“
“Hanya karena alasan itu?“
“Bukan,“ jawab Wijaya cepat “karena sudah lama, jauh
sebelum menerima titah, burung murai itu sudah merindukan
sang bunga jelita.“
“Titah burung hantu si raja burung tak dapat ditolak.“
“Tetapi burung murai itu tak kuasa pula menolak suara
hatinya, tuan puteri.“
“Dia menghianati titah raja.“
“Karena dia setya pada titah hatinya. Apapun yang akan
terjadi, dia bersedia menebus dengan jiwa raganya.“
Candra Dewi tertegun.
“Raden seorang senopati yang sedang melaksanakan titah
raja. Raden seorang putera menantu yang telah menyanggupkan
janji kepada rama mentua. Sebagai seorang senopati, raden
menghianati titah raja. Sebagai seorang putera menantu, raden
culas janji. Tidakkah raden takut akan cela dan hukuman yang
akan menimpah diri raden?“
“Seribu cerca, selaksa ujung pedang, tidaklah kuasa untuk
menyurutkan tekad Wijaya mempersembahkan pengabdian
kepada puteri Candra Dewi.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Candra Dewi terdiam pula.


“Janganlah tuan puteri mengandung pikiran bahwa tuan ini
seorang puteri boyongan. Wijaya bukan membawa pulang puteri
boyongan, melainkan merasa telah mendapat sekuntum bunga
rahmat yang akan menghidupkan jiwa Wijaya.“
“Ah, raden hanya bermain madu di bibir,“ ucap Candra Dewi
tersenyum sendu “bukankah di Singasari telah menanti puteri
baginda yang merindukan belaian raden? Bukankah tuan puteri
siang malam berdoa untuk keselamatan raden dan semoga raden
kembali dengan membawa kemenangan?“
Wijaya terdiam.
“Tidakkah tuan rela menyaksikan kehancuran hati tuan puteri
apabila mengetahui raden tak setya kepadanya?“
Wijaya mengangguk.
“Cukup kukaji keluhuran jiwa puteri-puteri baginda
Kertanagara. Puteri kerajaan Singasari itu seorang puteri utama.
Puteri utama dalam arti yang luas dalam pengabdiannya
terhadap suami, ayah bunda dan negara. Tidaklah puteri itu akan
murka bahkan akan berbahagia karena akan mendapat kawan
hidup bersama.“
Candra Dewi agak tersipu. Ia malu dalam hati karena telah
menyatakan suatu prasangka yang tak layak. Diam-diam iapun
terkejut dalam hati, mengapa tiba-tiba saja ia dapat
mengutarakan hal semacam itu. Bukankah ucapan itu
bernadakan rasa cemburu?
“Tuan puteri, murai telah berkicau pertanda fajarpun telah
tiba. Janganlah tuan puteri bermuram durja. Langit di Singasari
akan makin cerah. Suryapun makin gemilang menyambut
kehadiran puteri agung nan cantik jelita.“
“Bagiku, bumi Sriwijaya itulah yang paling indah.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Benar, tuan puteri,“ sambut Wijaya “tetapi keindahan


Sriwijaya itu bukan karena alam buminya. Maaf, tuan puteri,
kiranya bumi Singasari itu takkan kalah dengan keindahan alam
Sriwijaya. Sriwijaya lebih indah karena kehadiran titisan dewi
penguasa dari Candrapura bersemayam di dalam pura. Apabila
mustika itu berada di Singasari, pastilah Singasari akan
bersemarak, bahkan jauh lebih gemilang dari Sriwijaya.“ Candra
Wulan mendesis h dalam hati.
“Ah, tak kira kalau seorang senopati pandai pula merangkai
kata bagai seorang pujangga,“ serunya.
“Telah kukatakan,“ kata Wijaya “bahwa sesungguhnya tuan
putcrilah yang memberi ilham, yang menjadi sumber dari ilham
yang melahirkan getar-getar kalbu yang kuasa memancarkan
untaian kata indah.“
“Ah, betapapun aku masih samar akan nasibku. Seindah-indah
Singasari, masih kalah indah dan bahagia dari Sriwijaya. Di bumi
Sriwijaya itulah aku digenangi dengan kasih sayang ayahbunda,
asuh layan para biti perwara dan sanjung hormat para kawula.“
“Tidak tuan puteri,“ sanggah Wijaya “Wijaya bersumpah, demi
Batara Agung, akan membahagiakan kehidupan tuan puteri di
Singasari. Apabila ada orang yang berani mengganggu
kesenangan tuan puteri ataupun memperlakukan yang tak
berkenan di hati tuan, Wijaya akan mempersembahkan jiwa dan
raga untuk melindungi tuanku.“
Candra Dewi terbeliak.
“Adakah benar murai yang berkicau itu menyambut kehadiran
fajar hari?“ serunya menegas.
“Wijaya mempersembahkan sumpah tekadnya ke bawah duli
tuan puteri,“ kata Wijaya.
Candra Dewi menghela napas.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ksatrya,“ tiba-tiba ia menjamah jari lalu melolos sebentuk


cincin pualam “untuk menyatakan betapa syukur hatiku karena
engkau berjanji akan melindungi keselamatan diriku, sukalah
raden menerima cincin ini.“
Wijaya terbeliak kaget.
“Mengapa engkau diam saja, raden?“ tegur Candra Dewi demi
melihat Wijaya terlongong “adakah engkau merasa hina karena
menerima pemberianku ini?“
“Tuan puteri,“ Wijaya gopoh berseru “tidak pernah Wijaya
bermimpi akan tertimpah rembulan jatuh. Dan andai benar akan
kejatuhan rembulan, tidaklah Wijaya akan merasa lebih bahagia
daripada menerima pemberian cincin tuan puteri ini. Benarkah
tuan puteri hendak menganugerahkan cincin itu kepada Wijaya ?“
“Batu pualam putih itu disebut orang Biduri-bulan. Tetapi
sesungguhnya berasal dari tanah Gujarat, persembahan seorang
musafir kepada nenekanda Demang Lebar Daun. Khasiatnya akan
membuat sipemakai riang hati, mempunyai keyakinan pada diri
sendiri dan diindahkan orang .... “
“Tuan puteri, mengapa tidak tuan pakai sendiri cincin pusaka
seperti itu ?“
“Tidak lain raden,“ kata Candra Dewi lembut “agar raden
dapat melaksanakan janji raden untuk melindungi kami.“
Wijaya segera mengulurkan kedua tangan untuk menyambuti
pemberian cincin itu. Tetapi ketika tangannya bersentuhan
dengan jari jemari Candra Dewi yang sehalus beludru, seketika
melayanglah, semangat Wijaya ke alam yang disebut Langit-
lapis-ketujuh. Dan tak terasa iapun mendekap tangan sang jelita.
“Ih,“ Candra Dewi mendesis kejut dan dengan tersipu-sipu ia
segera menarik menarik tangannya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Puteri .... “ Wijaya berbangkit hendak mendekap sang jelita


tetapi Candra Dewipun mendahului beringsut mundur lalu
menutup daun pintu bilik peraduannya.
“Tuan puteri,“ seru Wijaya beriba-iba “mengapa tuan menutup
pintu ? “
“Ingat raden,“ sahut Candra Dewi dari dalam “janganlah raden
melanggar kepercayaan yang diberikan raja Singasari kepada
raden.“
“O, puteri Candra Dewi,“ seru Wijaya setengah memohon
“tidakkah tuan percaya akan sumpah Wijaya ? Yang menghadap
baginda Tribuana Mauliwarman adalah Wijaya utusan nata
Singasari. Tetapi yang berhadapan dengan puteri Canara Dewi
saat ini, adalah Wijaya peribadi, bukan utusan nata.“
“Jika demikian,“ kata Candra Dewi “Wijaya duta sang nata
Singasari itu lebih dapat menghormati kehormatan kaum puteri,
daripada Wijaya peribadi. Adakah demikian laku raden Wijaya
peribadi itu?“
Tersipu merah wajah Wijaya mendengar ucapan Candra Dewi.
“Tuan puteri, Wijaya seorang ksatrya jantan. Apapun yang
akan terjadi takkan mundur setapakpun untuk mencapai tuntutan
suara hatinya. Tidakkah tuan puteri merasa kasihan kepada diri
Wijaya?“
“Kasihan menurut yang engkau kehendaki, bukanlah kasihan
yang murni. Adakah raden kuatir bahwa rembulan hanya bersinar
pada malam ini? Justeru kasihan kepada raden maka tak
kumanjakan raden berbuat hal yang tak layak.“
“Adakah seorang ksatrya yang mendambakan suara hatinya
kepada seorang puteri, itu yang tuan puteri anggap tak layak?“
“Tidak,“ seru Candra Dewi “hal itu memang layak pada ksatrya
lain tetapi tidak pada ksatrya Wijaya. Karena tak ingin melihat

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

nama Wijaya tercemar maka kugariskan tajam-tajam batas yang


layak yang wajib kita hormati.“
“Tuan puteri,“ seru Wijaya pula “adakah hal itu berarti suatu
batas penutup perasaan tuan puteri terhadap Wijaya, semisal
dengan penutupan daun pintu yang tuan lakukan ini?“
“Pintu bilik ini, bukanlah pintu hatiku. Marilah kita serahkan
kelanjutan nasib kita kepada Hyang Isywara.“
“Tidak, tuan puteri,“ teriak Wijaya “aku tak mau menyerahkan
nasib kepada Batara Agung. Dan tentulah Hyang Isywara juga
tidak menghendaki titahNYA untuk berpaserah- paserah diri.
Sesuai dengan amanatnya bahwa kita setiap manusia harus dan
wajib berusaha maka akupun akan berusaha dengan sekuat jiwa
raga dan akan memohon restu kepada Hyang Batara Agung.“
Terdengar suara helaan napas lembut dari dalam bilik.
“Tuan puteri, mengapa tuan menghela napas?“ Wijaya
terkejut.
“Hari sudah malam,“ sahut Candra Dewi “silakan raden
kembali agar jangan sekalian awak perahu dan bawahan raden
menduga sesuatu kepada kita.“
“Baik, tuan puteri,“ sahut Wijaya “tetapi sebelum pergi,
bolehkah Wijaya mengharap sepatah kata tuan puteri bahwa
Wijaya takkan bertepuk sebelah tangan ?“
“Ah .... “ terdengar desah yang dalam.
“Tuan puteri, janganlah tuan menjadikan Wijaya seperti
'pungguk merindukan bulan'.“
Tiada penyahutan lagi.
“Tuan puteri, apabila tuan sampai hati menolak harapan
Wijaya, lebih baik Wijaya sirna dari arcapnda ini.....”
Tetap tiada suara apa-apa.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tuan puteri, mengapa tuan diam jua ?“ Berulang kali Wijaya


mengulang seruannya namun tiada jawaban lagi. Akhirnya iapun
terpaksa ke luar dengan hati gundah kelana.
Dia naik ke atas geladak dan memandang cakrawala dan
permukaan laut. Cakrawala terang benderang. Bulan bersinar
bagai mencurahkan restu kepadanya. Bintang berkelap kelip
melontar senyum kepadanya. Dan seluruh permukaan laut
tampak berkilau-kemilau bagaikan permadani perak yang
mengerutkan cahaya gemerlap.
Wijaya tegak terpaku menyaksikan suasana itu. Malam
purnama di tengah samudera yang bergelombang, merupakan
suatu suasana alam yang indah permai.
Namun keindahan itu tak pernah dirasakan Wijaya walaupun
mata memandang. Pandangan matanya itu hampa karena
seluruh perhatian dan segenap indriya perasa, tengah berpusat
dalam suatu renung yang membentuk suatu khayal impian indah.
Malam itu dia benar-benar merasa amat bahagia walaupun
kebahagiaan itu masih dalam khayal.
***

Candra Dewi menghela napas sendu manakala mendengar


Wijaya sudah melangkah ke luar. Memang ia sengaja tak mau
menyahut seruan Wijaya yang melolong-lolong seperti serigala
kelaparan itu. Sesungguhnya ia kasihan tetapi terpaksa ia harus
menguatkan hati agar tidak runtuh di bawah buaian rayu ksatrya
yang sedang dimabuk kepayang itu.
Beberapa saat setelah suasana hening maka teringatlah ia
akan sesuatu. Segera ia mengeluarkan sehelai lipatan kain dari
dalam baju. Lipatan kecil dari kain itu berisi secarik kertas yang
bertulis.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kertas itu adalah azimat pemberian dari Mahanatha, maharesi


kerajaan Sriwijaya yang menjadi guru Candra Dewi. Tatkala
Candra Dewi hendak meninggalkan Darmasraya maka maharesi
Mahanathapun memberi sebuah azimat bertuah untuk menolak
segala bala bencana dan malapetaka.
“Duh, guru maharesi Mahanatha yang hamba hormati.
Tidakkah guru kuasa menolong diriku dari kesengsaraan ini ?“
kata Candra Dewi di kala berhadapan dengan gurunya.
Maharesi Mahanatha mengangguk “cemas itu suatu rasa
ketakutan yang menghuni dalam pikiran kita karena ketidak-
tahuan kita dalam menghadapi sesuatu. Apakah sesungguhnya
yang engkau cemaskan, puteri ? Bukankah puteri merasa cemas
karena membayangkan kesengsaraan nasib tuan apabila berada
di kerajaan Singasari ? Dan rasa sengsara itu timbul karena
pengaruh suatu rasa lain yani rasa kebahagiaan yang tuan
nikmati di Darmasraya ? “
Candra Dewi terdiam.
“Jelas,“ kata maharesi Mahanatha pula “bahwa kecemasan
tuan puteri itu berdasarkan pertimbangan bahwa kelak di
Singasari tuan puteri takkan menikmati kebahagiaan seperti di
Darmasraya. Bayang-bayang akan kehilangan kebahagiaan itulah
yang menimbulkan rasa cemas dalam hatimu. Demikian berlaku
pada setiap orang yang dibayangi rasa takut. Tetapi ketahuilah
wahai, anakku puteri Candra Dewi. Bahwa baik dari hasil ilmu
perhitungan bintang maupun dari hasil renungan semedhi, telah
kulihat suatu gambaran garis hidup bagi dirimu. Bahwa kelak
engkau akan menjadi permaisuri tersayang dari sebuah kerajaan
besar di Jawadwipa .... “
“Percayalah kepadaku, anakku,“ kata Mahanatha pula “jangan
engkau cemas atau samar lagi. Kepergian tuan puteri ke
Singasari bukan sebagai batu yang dilemparkan ke laut.
Melainkan sebagai intan yang dilontarkan ke langit dan menjadi
sekuntum bintang yang amat cemerlang.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Candra Dewi terkesiap.


“Kelak tuan puteri akan menjadi seorang permaisuri yang
besar pengaruh didalam kerajaan baru di Jawadwipa itu. Kelak
tuan puteri pun akan menurunkan seorang putera yang akan
mewarisi tahta kerajaan itu. Berbesar hatilah tuan puteri dan
bertawakallah tuan memanjatkan doa puji syukur kepada Hyang
Tata-gatha karena darah keturunan Mauliwarman akan
menguasai sebuah kerajaan besar di Jawadwipa. Sebuah
kerajaan yang lebih besar dan lebih jaya daripada kerajaan
ayahanda baginda Mauliwarman sekarang.“
Dan sebagai peneguh hati Candra Dewi, maharesi pun
menyerahkan azimat penangkal bala.
“Apabila tuan puteri merasa cemas dan duka, asapilah azimat
ini dan sebutlah nama mahanatha dalam ciptamu. Mahanatha
akan menampakkan diri di hadapanmu, tuan puteri.....”
Demikian pesan maharesi Mahanatha yang sakti pada waktu
memerahkan azimat kepada Candra Dewi.
Saat itu Candra Dewi merasa dalam kebingungan. Walaupun
sudah tak kurang-kurang maharesi Mahanatha memberi petuah
dan penerangan namun puteri itu masih merasa kehilangan
pegangan di kala menghadapi cumbu rayu Wijaya yang bertubi-
tubi.
“Ah, terpaksa akan kucipta kehadiran guru maharesi” akhirnya
Candra Dewi mengambil keputusan. Ia mempersiapan
perasapan. Sambil menjerang azimat diatas perasapan, ia
pejamkan mata, menyatukan seluruh pikiran menciptakan suatu
bentuk perwujutan sang maharesi.
Sungguh ajaib sekali. Kepulan asap pedupaan itu melingkar
lingkar, menggembung besar dan membentuk satu bentuk tubuh
manusia dan sesaat kemudian berobahlah gumpal asap itu
menjadi bentuk seorang orang tua berjanggut putih ......
maharesi Mahanatha!
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Duh, maharesi, guru hamba yang mulia ..... “ serta merta


Candra Dewipun berjongkok memberi sembah.
Bayang bayang Mahanatha itupun tampak tersenyum
memandang sang puteri.
“Adakah sesuatu yang meresahkan pikiranmu, anakku? “ tak
terdengar suara berkumandang namun dalam telinga Candra
Dewi seolah telah mendengar maharesi berkata dengan lembut.
“Bapa guru yang arif budi,“ seru Candra Dewi “saat ini
perjalanan yang kutempuh dengan perahu sudah menjelang tiba
di Jawadwida. Entah besok entah lusa, tentu akan tiba di
Singasari. Guru mengatakan bahwa aku akan mendapatkan
seorang ksatrya yang bersedia mengabdikan jiwa raganya
kepadaku. Dapatkah guru memberi petunjuk, siapakah gerangan
ksatrya itu? Dan bilakah kiranya dia akan menjumpahi aku?“
“Duhai anakku, belumkah engkau bersua dengannya?“
“Belum, guru….”
“Benar? Cobalah engkau ingat-ingat, anakku. Tidaklah ada
seorang muda yang telah bersumpah akan mengorbankan jiwa
raganya untuk melindungi dirimu dan patuh akan segala titah,
tuan?“
“Ah,“ desah Candra Dewi “dia pernah mengucapkan sumpah
itu ..... adakah dia?“
“Siapa? “
“Raden Wijaya.“
“Itulah ksatrya itu, anakku,“ ucap Mahanatha “adakah tuan
masih risau? “
“Tetapi guru,“ sanggah Candra Dewi “dia hanya mengemban
tugas untuk memboyong kami berdua kepada raja Singasari.
Duh, bapa guru yang mulia .. raja Kertanagara itu sudah lanjut
usia, telah memiliki beberapa permaisuri dan telah berputera
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

puteri yang sebaya usia dengan hamba. Adakah hamba harus


jatuh ke tangannya pula? Tidak, guru, rasanya Candra Dewi tak
sanggup menerima nasib serupa itu.“
Maharesi Mahanatha tertawa anggun.
“Ah, mengapa tuan puteri harus bercemas hati? Raden Wijaya
telah jatuh hati kepada tuan puteri. Dia adalah keturunan
Narasingamurti yang masyhur dan dia adalah jodoh tuan puteri
yang kelak akan memerintah sebuah kerajaan besar di
Jawadwipa.“
“Akan tetapi, guru, raden itu adalah putera menantu raja
Kertanagara dan dia adalah senopati yang diutus untuk
memboyong kami. Bagaimana dia berani mengingkari titah
junjungannya?“
“Ketahuilah, anakku Candra Dewi,“ kata Mahanatha “cinta itu
suatu anugerah yasg keramat dari Hyang Batara Agung. Jika
tiada cinta kasih maka Buddhapun takkan menitis berulang-ulang
ke arcapada lagi. Cinta itu adalah mahkota agung bagi manusia.
Bila dia dihinggapi cinta maka dia akan merasa lebih mulia
daripada raja, lebih perkasa dari halilintar dan lebih berani dari
Kesava. Raden Wijaya pasti akan memiliki perasaan itu.“
“Sedemikian besarkah pengaruh cinta itu, guru.“
“Benar, anakku,“ kata Mahanatha “jangankan engkau suruh
dia mencium duli telapakmu ataupun suruh menentang raja
Kertanagara, bahkan engkau suruh dia menyerahkan Singasari
kepada Sriwijaya sekalipun, pasti akan dilakukannya jua.“
“Ah, guru .... “ Candra Dewi menghela napas “tetapi hamba
takut takkan terlindung dari rayuan raden itu.“
Mahanatha tertawa.
“Atta hi attano gati. Diri sendiri adalah pelindung dari diri
sendiri,“ kata maharesi “tiada lain orang yang sanggup
melindungi diri tuan puteri kecuali tuan puteri sendiri. Jernihkan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pikiran, tenangkan hati dan sucikan batin. Tiada perisai yang


betapapun kokohnya, dapat melebihi perisai ketiga senjata diri
kita peribadi itu.“
“Tetapi .... “ Candra Dewi tersipu-sipu hentikan kata.
“Tetapi mengapa, anakku? “ seru maharesi “katakanlah apa
yang masih merisaukan hatimu.“
“Tetapi dia terlalu tergopoh dan melanggar batas-batas
kesusilaan. Aku malu dilihat para dayang.“
Maharesi tertawa pula.
“Air bengawan akan mengalir terus apabila tiada bersua
dengan wadah lautan. Demikian pula dengan cinta seorang
anakmuda. Dia akan berkobar merangsang dan gelisah resah
apabila tak mendapat kesempatan untuk menumpahkan
rayuannya. Oleh karena itu anakku, mengapa tuan tak berkenan
meluangkan kesempatan untuk bercengkerama dengan raden itu
?“
“Ah, bapa guru, hamba malu.“
“Kodrat Prakitri menjelmakan sifat lelaki itu berpasangan
dengan sifat wanita. Mengapa tuan puteri harus malu? Dan pula
memang raden itulah garis pasangan yang akan menjadi guru-
laki bagi tuan puteri.“
Candra Dewi kerutkan kening.
“Tetapi bagaimana mungkin hal itu berlangsung di bilik ini,
bapa guru ?“
Maharesi tersenyum “Memang bukan di bilik ini tempatnya,
anakku. Tetapi akan kubawa kalian ke taman Inderaloka yang
indah.“
“Taman Indera-loka? Di manakah itu, guru?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Jauh di awang-awang, disebuah taman parahiyangan di mana


burung burung berkicau sepanjang hari, bunga-bunga
berkembang sepanjang tahun dan air bergemericik sepanjang
masa.“
“Ah, bagaimana hamba dapat menuju ke taman itu?“
“Tenangkanlah hatimu, anakku. Hampakan pikiran, pusatkan
perhatian dan pandanglah mataku,“ kata maharesi Mahanatha.
Candra Dewipun segera melakukan perintah.
***

Burung berkicau, bunga bermekaran seolah berlomba


menampilkan kecantikan. Angin berhembus lembut, menebarkan
bau harum semerbak. Air mendesir, tersibak riak menyegar
sesosok tubuh yang putih halus. Berhamburan mencurah keatas
mahkota berupa rambut ikal mayang yang bertebaran menjulai
ke atas sepasang bahu teraju yang indah.
Butir-butir air itupun bergembira ria berhamburan melumat
sepasang pipi dan hidung serta bibir dari sebuah insan yang
cantik tiada cela. Turun pula hamburan air itu singgah ke
sepasang buah dada yang ba' pepaya ranum, menelusur ke
bawah lalu berhamburan gemuruh terjun ke sebuah kolam air.
Ah, betapakah bahagia air itu ..... Wajah secantik bidadari dan
tubuh yang ramping itu adalah milik scorang dara berusia
enambelas tahun. Bukan dara sembarang dara melainkan
seorang puteri yang tengah dijenjang remaja ria.
Puteri itu senang bergenang diri mandi dalam telaga dalam
sebuah taman loka yang indah asri. Ia hanya mengenakan kain
tipis yang menutup paha hingga sampai ke dada. Wajahnya
bagai langit cerah yang baru lepas dari selubung awan. Hidung
mancung, gigi yang membiji ketimun tampak putih berkilap

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

seperti mutiara. Bibir merekah merah, dagu berhias sebuah tahi


lalat. Apabila tertawa maka pipipun melipat lesung pipit.
Tengah puteri jelita itu bersuka ria, tiba-tiba terkejutlah ia kala
pandang matanya tertumbuk akan sebuah pemandangan yang
tak disangka-sangkanya.
Tatkala ia menghias wajah berkaca pada air yang bening,
tampak pada bayang-bayang pohon bunga yang merebah di
permukaan air itu, seorang anakmuda yang tengah berdiri
terlongong-longong.
“Ih,“ puteri itu mendesah kejut dan cepat naik ke tepi telaga.
Maksudnya hendak mengambil busana yang terletak di dekat
gerumbul bunga. Tetapi alangkah kejutnya ketika dilihatnya
anakmuda itu sudah berada di tempat tumpukan busana dan
tengah bersenyum kepadanya.
“Hai, pemuda yang tak sopan, enyahlah engkau dari sini,“
seru puteri dengan wajah tersipu merah karena marah dan malu
“siapa yang memberi idin kepadamu datang kemari? Inilah taman
Indera-loka para dewa.“
“Benar tuan puteri,“ pemuda itu menyahut dengan kata
lembut “memang hamba tahu bahwa taman ini adalah taman
Indera-loka “
“Mengapa pula engkau berani masuk kemari? “
“Karena Batara Inderalah yang membawa hamba kemari, tuan
puteri.“
“Batara Indera? Siapakah engkau?“ seru puteri.
“Hamba Wijaya, cucu Batara Narasinga,“ Sejenak puteri itu
tertegun.
“O, kiranya engkau keturunan ksatrya Batara Narasinga,“ kata
puteri “tetapi beda benar darah keturunanmu dengan tingkah
lakumu. Kedatanganmu secara bersembunyi-sembunyi itu telah

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mengejutkan ikan-ikan dalam telaga, menakuti unggas-unggas


dalam taman dan menerbangkan semangatku.“
“Benar tuan puteri,“ sahut ksatrya muda itu “hambapun
mengaku salah dan hamba hanya meranti hukuman paduka.
Apapun yang paduka hendak jatuhkan kepada diri hamba, tentu
akan hamba terima dengan tulus hati.“
Puteri mengernyit alis “Aku tak kuasa menjatuhkan hukuman
kepadamu. Andai berkuasa, pun aku tak mau menghukummu.
Sifat keksatryaanmu akan menghukum hatimu sendiri. Lekas
berikan pakaianku itu dan segeralah engkau tinggalkan tempat
ini.“
Ksatrya itu tertawa “Hamba mohon tuan puteri memberi
hukuman kepada Wijaya, asal tuan puteri jangan meminta
busana ini.“
“Ih,“ desis puteri terkejut “janganlah pikiranmu makin tidak
senonoh. Berikan busanaku itu dan lekaslah engkau enyah.“
“Tidak tuan puteri, hukumlah hamba asal jangan meminta
busana ini.“
“Apakah keperluanmu dengan busana itu ?“
“Perlu sekali tuan puteri,“ sahut Wijaya “seperlu bumi dengan
rembulan.“
“Coba katakanlah, apa yang engkau sebut perlu sekali itu?“
“Tiga buana tujuh samudera telah hamba jelajah, akhirnya di
sinilah hamba beremu dengan yang hamba idam-idamkan.
Busana ini, tuan puteri, akan hamba simpan sampai pada akhir
hayat hamba.“
Puteri kerutkan kening “Aneh, untuk apakah busana itu?“
“Tiap malam akan hamba pandang dan kenang,“ sahut Wijaya
“karena dengan memandang dan mengenang busana itu sama
dengan mengenang pemiliknya .... “
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Puteri tersipu-sipu merah mukanya. Tiba-tiba pandang


matanya tertumbuk akan sebentuk cincin perdata yang berwarna
merah, melingkar di jari manis ksatrya itu. Tanpa disadari
puteripun memandang ke arah jarinya sendiri yang juga memakai
sebentuk cincin pualam warna putih bercahaya.
Rupanya gerak gerik puteri jelita itu tak lepas dari perhatian
Wijaya.
“Benar, tuan puteri,“ tiba-tiba Wijaya berseru di situlah
sumber rahasia dari langkah hamba ini,“ kemudian Wijaya
mengangkat tangannya “cincin hamba ini telah menemukan
pasangannya .... “
“Jangan membual,“ seru puteri.
“Benar tuan puteri,“ Wijaya memberi penegasan “cincin yang
hamba pakai ini adalah cincin pusaka dari nenek hamba Batara
Narasinga. Pesan nenek hamba, cincin ini berasal dari mustika
buah delima. Nenek hamba memperoleh cincin ini dari pesan
gaib dalam mimpi ketika nenek hamba sedang bertapa di dalam
guha. Kelak apabila mustika merah delima ini bertemu dengan
sebuah batu mustika lain yang dapat menghapuskan warna
merahnya menjadi warna putih cemerlang maka disitulah hamba
akan memperoleh jodoh. Kelak bersama puteri itu, hamba akan
memerintah sebuah kerajaan yang besar.“
Puteri terkejut. Namun sebagai seorang puteri utama yang
halus pekerti, ia tak mudah terperangsang oleh sesuatu yang
mengguncanggan hati.
Wijaya melolos cincin mustika delima dan dipersembahkan ke
hadapan puteri “Tuan puteri, sukalah tuan puteri melolos cincin
tuan dan padukan kedua cincin itu. Tuan tentu percaya apa yang
hamba katakan.“
Seperti kena pesona maka disambutinya pemberian cincin itu
dan puteripun segera melolos cincin pualam putih yang melingkar

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pada jari manisnya. Kemudian kedua cincin itupun dipadunya.


Seketika ia terlongong-longong ....
Ketika sinar merah dari mustika delima berpadu dengan sinar
putih dari pualam Biduri-bulan milik puteri maka tiba-tiba sinar
keduanya berobah menjadi segulung asap putih. Asap hilang dan
muncullah wajah maharesi Mahanatha tersenyum riang seraya
mengangguk-angguk kepala. Sesaat kemudian maharesi pun
lenyap berganti dengan pemandangan yang mentakjubkan ....
Talam sebuah ruang indah gemilang laksana sebuah
balairung, tampak seorang raja yang masih muda duduk di
pelaminan bersanding dengan seorang permaisuri yang cantik
jelita. Mentri hulubalang duduk bersila menghaturkan sembah
kepada baginda dan permaisuri. Sangsakala meraung-raung,
genderang berdentam-dentam. Tak lama kemudian terdengar
bunyi seperangkat gamelan Lokananta berdengung-dengung
membahana merdu dari awang awang ....
Serempak hujanpun turun rintik-rintik. Bukan hujan air
melainkan hujan bunga warna warni yang menyerbakkan bau
harum mewangi. Seketika terdengar sorak yaig gegap gempita.
Sorak sorai yang menggetarkan bumi dari beratus ribu rakyat
yang berada di luar balairung.
“Dirgahayu baginda dan permaisuri ....... ! “ demikian sorak
yang menggema di luar balairung.
Terbelalaklah pandang puteri ketika mengamati dengan
seksama bahwa yang menjadi baginda raja itu tak lain adalah
ksatrya Wijaya yang saat itu sedang berada di hadapannya.
Sedangkan yang jadi permaisuri cantik itu adalah dirinya sendiri
....
“Tuan puteri, mengapa tuan terpesona ? Apakah yang tuan
saksikan ?“
Puteri tersentak kaget lalu tersipu-sipu merah mukanya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bukankah hamba tak bohong ?“ tanya Wijaya pula. Puteri


diam saja.
“Nenek hamba Batara Narasinga sudah seperti setengah
dewa. Tak mungkin beliau ingkar kata. Kini cincin mustika delima
telah menemukan pasangannya. Adakah tuan masih
menyangsikan kebenarannya ?“
Puteri tak dapat menjawab. Ia menyerahkan cincin kepada
Wijaya kembali, Di luar kehadirannya, puteri telah keliru
menyerahkannya. Yang diterimakan kepada Wijaya yalah cincin
Biduri bulan, sedang yang dipakainya adalah cincin mustika-
delima milik Wijaya.
Wijaya tahu namun diam dan tertawa girang.
“Ksatrya, berikanlah busana itu kepadaku,“ seru puteri pula.
“Adakah tuan puteri berkenan meluluskan harapan Wijaya?
Wijaya akan menyerahkan jiwa raga mengabdi kepada tuan
puteri ?“
“Ah, jika dalam soal kecil untuk menyerahkan busana saja
engkau sudah membantah, bagaimana aku dapat mempercayai
ucap janjimu tadi ?“
“Tetapi ....
“Apakah engkau menginginkan aku kedinginan karena tak
mengenakan busana? Demikianlah pengabdianmu, hai ksatrya?“
“Baiklah tuan puteri,“ Wijaya bergesa kata “silakan tuan naik
ke tepi telaga.“
“Undurkanlah dirimu sampai lima langkah dan berpalinglah ke
belakang di kala aku mengenakan busana.“
Wijaya menurut. Dalam saat berputar tubuh setelah ia mundur
beberapa langkah itu, berdebar-debarlah hatinya kala
membayangkan sesuatu. Beberapa saat kemudian ia merasa
malu sendiri. Mengapa ia harus membayangkan sesuatu yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

belum menjadi haknya? Bukankah kelak puteri jelita itu akan


menjadi miliknya jua? Ah, segera ia pejamkan mata.
Namun sampai cukup lama menanti, belum juga puteri itu
memberi perintah lagi. Karena tak kuasa menahan rangsang
hatinya, Wijayapun berputar diri ke arah tepi telaga. Ah, kiranya
puteri itu sudah mengenakan busananya dan saat itu tengah
duduk memandang ikan-ikan yang berenang-renang dalam
telaga.
“Tuan puteri.....”
“Siapa suruh engkau menghadap kemari?“ tukas puteri itu.
“Bukankah tuan sudah berbusana, mengapa tuan tak
memerintahkan hamba berpaling lagi? “
“Jika dalam soal sekecil itu saja engkau sudah melanggar janji,
bagaimana mungkin engkau hendak mengabdi kepadaku?“
“O, tuan hendak menghukum hamba?“
“Bukankah amat ringan hukuman itu untuk kesalahanmu
masuk kemari tanpa seijin itu?“
“Terlampau berat, tuan puteri.“
“Berat?.“
“Hukumlah hamba seberat-beratnya asal jangan melarang
hamba menghadap pandang kepada tuan puteri serasa gelaplah
bumi ini.“
Puteri tersipu sipu menundukkan kepala. Benar-benar ia tak
berdaya menghadapi seorang ksatrya muda yang begitu tampan,
gagah dan lincah bicara.
Ia terkejut ketika ekor matanya tertumbuk pada sepasang kaki
yang duduk bersila dekat sekali di sampingnya. Cepat puteri
mengangkat muka dan ..... dan bertemulah dua pasang mata.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Engkau berani ... “ akhirnya dapat juga puteri memaksakan


lidahnya yang serasa kelu, bersuara.
“Hamba telah menemukan jodoh yang telah digariskan pada
cincin pusaka nenek hamba. Untuk menjadi permaisuri dalam
kerajaan yang akan hamba bangun.“
“Ih,“ desis puteri “aku tak ingin menjadi permaisuri. Aku lebih
senang bermain-main di taman dan bercengkerama di telaga ini.
Tiada yang kurang bagiku di sini. Unggas, margasatwa, ikan,
burung dan bunga selalu setya menemani dan menghibur
hatiku.“
“Tuan puteri,“ kata Wijaya “tidakkah tuan sesekali merasa
rindu untuk bersenda-gurau/bercakap-cakap dan bercengkerama
dengan seorang mahluk titah dewata yang lain? Tuan merasa
senang tetapi tuan hanya tertawa seorang diri, bercakap-cakap
seorang diri, berkecimpung dalam telaga seorang diri pula.
Adakah kehidupan yang tiada berbalas itu takkan menjemukan
hati tuan puteri?“
Tiba-tiba Wijaya ulurkan tangan menjamah tangan puteri lalu
menunjuk pada sepasang burung belibis yang tengah berenang-
renang berpasangan di tengah telaga.
“Lihatlah tuan puteri! Betapa bahagia sepasang burung belibis
itu. Mereka menyelam bersama, berenang berpasang. Ah, itulah
... yang jantan sedang mematuki kepala yang betina dengan
penuh kemesraan. Yang betinapua balas mematuki sayap dan
tubuh yang jantan. Rupanya mereka sedang berkasih-kasihan
dengan asyik sekali. Dan o, cobalah tuan pandang itu! “
Puteri menyalangkan pandang ke tengah telaga.
Tampak kedua ekor belibis itu saling berpadu paruh. Rupanya
yang jantan telah mendapat sesuatu dan diberikan kepada yang
betina.
Puteri tundukkan kepala tersipu-sipu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sejenak puteripun tak menyadari bahwa saat itu sebelah


tangannya masih didekap tangan Wijaya. Dan tersentaklah ia dari
kemanguan ketika merasakan jari tangannya tiba-tiba basah-
basah hangat. Dan ketika mengangkat muka ternyata tangannya
telah dikecup oleh mulut Wijaya.
“Duhai puteri pujaan hamba, tidaklah tuan iba hati kepada
Wijaya yang dirundung derita rindu .... “
Tiba-tiba puteri rasakan kepalanya telah didekap oleh tangan
yang kokoh dan seketika itu pula pandang matanyapun tertutup
oleh sebuah wajah, makin merapat wajah itu dan ah .....
Rasanya sesak napas puteri karena hidungnya terhimpit oleh
seputih daging lunak dan mulutpun terlumat oleh sepasang bibir
yang hangat.
Bertebaranlah darah dalam tubuh puteri. Hangat, panas,
mendidih dan menggelora, menimbulkan asap yang membawa
terbang semangatnya, melambung tinggi dan makin tinggi,
penuh kenikmatan dan kesyahduan ....
Entah kendang berapa lama, ia tak kuasa pula untuk menahan
kesesakan napasnya dan tanpa disadari, ia menyiak tubuh yang
memeluknya itu ke belakang, blugg.....
“Raden .... “ puteripun menjerit kejut ketika melihat Wijaya
terlempar jatuh kedalam telaga.
Dan serentak dengan jeritan itu, iapun terjaga.
“Ah, aku bermimpi “ katanya. Namun ia heran mengapa
napasnya masih terengah-engah ....
***

“Cumbita, mengapa engkau berada disini? “ tegur puteri


Candra Dewi ketika ia terjaga dan melihat dayang Cumbita
berada dalam biliknya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hamba mendengar tuan puteri menjerit maka hambapun


bergegas masuk kemari,“ kata dayang itu “adakah tuan puteri
mengelami sesuatu? “
Candra Dewi terkejut. Kemudian menyadari bahwa impian
itulah yang menyebabkan ia menjerit.
“Ah, tak apa-apa Cumbita. Aku hanya bermimpi,“ sahut puteri.
“O, syukur tuan puteri,“ seru Cumbita lcgah, “tetapi
berkenankah tuan puteri memberi tahu hamba akan mimpi
paduka itu?“
Candra Dewi tersipu merah wajahnya “Ah, tak apa-apa,
Cumbita. Apakah kita sekarang dalam pelayaran di tengah
samudera? “
“Benar tuan puteri,“ sahut Cumbita “menurut keterangan
nakhoda, saat ini kita sedang melalui kepulauan Karimun dan
besok tentu akan tiba di bandar Tuban, bandar dari kerajaan
Singasari.“
Mendengar keterangan itu seketika berobahlah wajah puteri
Candra Dewi. Dua hari lagi ia tentu akan tiba di pura Singasari.
“Cumbita, dimanakah raden Wijaya?“ serunya.
“Hamba disini tuan puteri,“ seketika pintu terentang dan
masuklah Wijaya dengan langkah gontai.
“Ih,“ desih Candra Dewi “mengapa raden berada di luar pintu
bilik ini? Adakah raden mendengar jeritanku tadi?“
“Mendengar, tuan puteri,“ sahut Wijaya tersenyum “tuan
memanggil Wijaya.“
Candra Dewi menunduk. Tiba-tiba pandang matanya terpikat
oleh cincin sinar putih yang memancar pada jari tangan Wijaya.
Serentak ia memberi isyarat kepada Cumbita supaya
meninggalkan bilik itu.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Raden,“ seru Candra Dewi sesaat kemudian, “adakah cincin


pualam Biduri-wulan itu, cincin yang kuberikan kepadamu?“
“Maaf, tuan puteri,“ sahut Wijaya “cincin pemberian tuan
puteri, hamba simpan dalam baju hamba. Cincin ini adalah cincin
peninggalan nenek hamba.“
“Cobalah raden ambil cincin pemberianku itu,“ Wijaya
melakukan perintah. Segera ia mengambil keluar sehelai
saputangan sutera dari dalam bajunya. Kemudian membukanya.
“Hai ....... ! “ seketika memekiklah Wijaya.
“Mengapa?“ seru Candra Dewi ikut terkejut.
“Cincin itu hilang, tuan puteri!. Pada hal jelas hamba bungkus
dengan saputangan ini,“ kata Wijaya.
“Tidak,“ seru Candra Dewi “cincin itu tidak hilang, melainkan
engkau pakai.“
Wijaya terbeliak “Tidak, tuan puteri. Cincin yang hamba pakai
ini adalah cincin pusaka dari nenek hamba Batara Narasinga.“
“Cobalah raden periksa,“ Candra Dewi berujar.
Wijaya menurut, Hampir ia menjerit lebih keras lagi ketika
memeriksa cincin yang melingkar pada jarinya “Hai, ajaib sekali!
Mengapa cincin mustika delima yang berwarna merah tiba-tiba
berganti warna putih!“
Candra Dewi tertawa “Tidak, raden. Itu memang cincin
pemberianku, engkau pelupa sekali.“
“Demi Batara Agung, tuan puteri, hamba berani bersumpah
bahwa cincin yang hamba pakai ini semula adalah cincin mustika
delima dari nenek hamba.“
Candra Dewi kerutkan dahi kemudian tertawa kecil “Itu berarti
bahwa cincin Biduri bulan harus engkau pakai. Bila engkau tak
percaya, baiklah kuambilkan lagi. Aku masih mempunyai

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sebentuk cincin Biduri-bulan yang menjadi pasangan cincin di


jarimu itu.“
Candra Dewi terus beringsut dari tempatnya, mengambil kotak
emas dari dalam almari. Kemudian kembali ke hadapan Wijaya.
“Cobalah raden padu cincin ... hai! “ tiba-tiba pula puteri itu
menjerit ketika mengambil cincin dalam kotak dan
memeriksanya.
“Mengapa, tuan puteri?“ Wijaya ikut terkejut.
“Aneh benar,“ seru Candra Dewi “mengapa pualam pada
cincin ini berobah merah warnanya?“
“Benarkah?,“ Wijaya ikut terbeliak “cobalah tuan puteri
berikan kepada hamba.“
Ketika Wijaya menerima cincin dari puteri dan memeriksanya,
dia menjerit keras “Inilah cincin mustika delima milik hamba .... “
“Ih, janganlah raden berkata demikian. Jelas cincin itu
kusimpan dalam kotak dan kutaruh dalam almari.“
“Tetapi tuan puteri, cobalah tuan lihat. Bukankah permata
cincin ini merah warnanya ? Bukankah cincin tuan puteri pualam
Biduri- bulan itu putih warnanya? Tak salah lagi, tuan puteri,
inilah mustika Delima peninggalan nenek hamba.“
“Tetapi mengapa berada dalam kotak simpanan-ku?“
“Itulah tuan puteri, hamba sendiri juga bingung,“ kata Wijaya
“karena jelas cincin itu hamba pakai mengapa tiba-tiba pula
cincin hamba berganti menjadi pualam Biduri-bulan ?“
Mau tak mau Candra Dewi harus mengakui bahwa permata
cincin yang diambilnya dari kotak emas itu, memang bermatakan
merah delima. Lain sekali dengan pualam Biduri bulan.
Candra Dewi dan Wijaya terlongong-longong kehilangan
faham. Namun Candra Dewilah yang lebih cepat menyadari apa
yang telah terjadi. Keras dugaannya bahwa penukaran kedua
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

cincin itu tentu dilakukan oleh kekuasaan gaib dari maharesi


Mahanatha yang sakti.
Wijayapun menganggap hal itu suatu peristiwa yang langka.
Namun dia mempunyai kesimpulan lain.
“Tuan puteri, jelaslah sudah kini,“ katanya dengan nada riang
“bahwa penukaran cincin itu telah dilakukan oleh suatu
kekuasaan gaib yang hendak mempertemukan kita. Prakitri telah
menggariskan bahwa kita harus menjadi .... pasangan hidup .... “
Candra Dewi tersipu merah dan menundukkan kepala. Sikap
itu ditafsirkan Wijaya sebagai sikap paserah dari seorang gadis
maka tanpa membuang waktu lagi, Wijaya segera melangkah,
setindak demi setindak dan tiba-tiba ia memeluk puteri itu.......
Seiring dengan perahu yang dinaikinya, kedua priagung muda
itupun berlayar dalam bahtera-asmara yang membawa keduanya
serasa mencapai sebuah pulau yang indah, di mana sinar surya
terasa hangat, bunga-bunga memancarkan beraneka ragam
warna dan airpun bergemerisik merdu .....
“Raden ... “ karena tak kuat menahan kesesakan mulutnya
yang terlumat rapat-rapat oleh mulut Wijaya, Candra Dewipun
mengisar ke samping, melepaskan diri dari pelukan Wijaya.
“Mengapa tuan puteri?“ seru Wijaya.
“Ah, raden,“ Candra Dewi mencubit lengan Wijaya “janganlah
menyebut aku tuan puteri. Sebutlah namaku saja.“
“Baiklah, adinda,“ kata Wijaya tersenyum “tetapi adindapun
jangan memanggil aku raden.“
Candra Dewi mengangguk “Raden .....eh, kakangmas, saat ini
kita sudah melalui kepulauan Karimun. Besok tentu akan tiba di
Tuban, bukan?“
Wijaya mengiakan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bagaimanakah nasib adinda nanti? Adakah seperti tebu, habis


manis sepahpun dibuang?“
“Ya, benar, memang seperti tebu, Candra Dewi,“ sahut Wijaya
“manisnya akan kuisap, sepahnya-pun kutelan agar tumbuh
bersemi dalam putih hatiku.“
“Ah, janganlah kakang mas berolok senantiasa,“ desuh puteri
“tidakkah kakangmas merasa puas akan kemasyukan yang kita
lakukan tadi?“
“Puas? Ha, ha,“ Wijaya tertawa “hanya apabila air dari Tujuh
Samudera telah kering barulah aku puas meneguk madusari dari
bibirmu.“
“Sudahlah kakangmas, jangan berkelakar berkelanjutan,” kata
puteri Candra Dewi agak bersungguh “hari masih amat panjang
dan duniapun masih lama berputar. Takkan kakangmas
kehabisan waktu untuk menyampaikan keinginan hati. Tetapi
yang penting, saat ini kita harus bertindak, kecuali kakangmas
memang tak bersungguh-sungguh kepadaku.“
“Aku tak mengerti maksud ucapanmu,“ Wijaya agak heran.
Sejenak mengemas diri maka berkatalah puteri Candra Dewi
“Besok atau lusa, kita sudah mencapai bandar Tuban. Bukankah
kakangmas akan membawa aku dan adinda Kembang Dadar
kehadapan raja Kertanagara.“
“O, tentulah kedatangan kita nanti cepat akan dilaporkan ke
hadapan sang nata Singasari,“ jawab Wijaya.
“Dengan demikian kakangmas tentu akan menghaturkan kami
berdua ke hadapan raja?“
“O, tidak, tidak,“ Wijaya menjawab serentak, “takkan
kuserahkan dinda kepada baginda!“
Candra Dewi tersenyum gelisah “Itu keinginan kakangmas,
tetapi bukan kenyataan yang ada padamu. Karena kenyataan,

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kuasa raja Kertanagara akan menitahkan engkau untuk


menghaturkan diri kami berdua kepadanya.“
“Tidak, Candra Dewi!“ teriak Wijaya “aku seorang ksatrya. Apa
yang telah kujanjikan kepadamu, takkan kuingkari.“
“Tetapi bagaimana kakangmas hendak melaksanakan hal itu?“
Candra Dewi makin resah.
Wijaya tersenyum “Tenangkanlah hati adinda,“ katanya
“akupun sudah merencanakan hal itu dan hanya menunggu
persetujuan dinda.“
“Benarkah?“ seru Candra Dewi bergairah, “katakanlah,
kakangmas, apa rencanamu itu.“
“Mengapa aku harus berbohong kepadamu, dinda?” balas
Wijaya “ hal itu telah kupikirkan masak-masak dan malam ini
juga kita laksanakan siasat itu.“
“Siasat?“ ulang puteri Candra Dewi agak terkejut “apakah
kakangmas bermaksud hendak membawa perahu kita ini berlayar
ke lain negara?“
Wijaya tertawa “Tidak, dinda. Kita tetap akan menghadap
baginda Kertanagara dan tetap pula menghaturkan adinda
berdua kehadapannya .... “
“Wijaya!“ teriak Candra Dewi menukas. Dadanya tampak
berombak dan wajahnya merah “adakah engkau hendak
memperdayakan kami?“
Sedemikian kejut perasaan puteri itu sehingga ia serentak
berbangkit. Tetapi cepat Wijaya menarik tangan puteri dan
didudukkan di sisinya pula.
“Sabarlah adinda,“ katanya “dengarkanlah dahulu rencanaku
sampai selesai, barulah adinda boleh memberi kesimpulan.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kakangmas, kuminta janganlah ccgkau berolok-olok,“ puteri


setengah mengeluh “janganlah menyiram minyak lagi pada hati
yang sedang membara gelisah.“
Wijaya tenenyum “Demi Batara Agung, Wijaya memang
bersungguh-sungguh dalam hal ini. Apa yang kukatakan sebagai
rencana itu tak lain yalah ..... kita terpaksa akan meminta
bantuan dan kerelaan tuan puteri berdua. Tanpa kesediaan tuan
puteri berdua, rencana itu tentu tak dapat teilaksana.“
“Kami berdua?“ puteri menegas.
“Ya.”
“O,“ desuh Candra Dewi “katakanlah.“
“Setelah kurenungkan dan kumenungkan, rasanya tiada lain
jalan yang lebih baik kecuali harus membujuk kerelaan hati puteri
Kembang Dadar, agar berkenan menjadi pengganti diri adinda.
Kumaksudkan, agar puteri Kembang Dadar mengaku sebagai
adinda Candra Dewi dan adinda mengaku sebagai puteri
Kembang Dadar.“
Candra Dewi terkesiap.
“Bukankah puteri Kembang Dadar mengandung cita-cita
menjadi seorang permaisuri? Bukankah kesediaan tuan puteri
Kembang Dadar ke tanah Jawadwipa itu karena akan mendapat
jodoh raja Jawadwipa? Inilah suatu kesempatan yang baik,
dimana dinda dapat membantu melaksanakan cita cita puteri
Kembang Dadar itu.“
Seketika wajah puteri Candra Dewi berseri girang “Benar,
kakangmas. Akupun juga mempunyai pemikiran begitu. Dengan
demikian kami berdua saudara akan dapat mencapai apa yang
kami cita-citakan.“
“Tetapi adakah puteri Kembang Dadar akan berkenan untuk
melakukan hal itu?“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kurasa tiada halangan,“ jawab puteri Candra Dewi “serahkan


hal itu kepadaku. Dia amat kasih kepadaku. Tentulah dia akan
meluluskan keinginanku.“
“Tetapi tuan puteri .... “
“Masihkah kakangmas meragukan hal itu?“ tukas Candra
Dewi.
Wijaya mengangguk “Ya, aku masih meragukan engkau,
dinda.“
“Aku?“ Candra Dewi mengerut alis.
“Ya, tidakkah engkau kecewa melaksanakan hal itu? “
“Mengapa kecewa?“
“Karena baginda Kertanagara seorang raja besar dan Wijaya
hanya seorang ksatrya .... “ belum Wijaya menyelesaikan kata
katanya, ia menjerit tertahan karena lengannya dicubit tajam-
tajam oleh Candra Dewi. Dan habis mencubit, puteri itupun
segera masuk ke dalam bilik peraduan, mendapatkan puteri
Kembang Dadar.
Setelah beberapa lama berbincang-bincang, akhirnya
berhasillah Candra Dewi membujuk Kembang Dadar untuk
meluluskan permintaannya.
Memang agak berbeda pendirian kedua puteri itu, walaupun
mereka saudara sekandung. Candra Dewi tidak mementingkan
keturunan maupun kedudukan, apalagi kekayaan. Dia
menginginkan seorang suami yang benar-benar mencintainya
dan dicintainya. Sedang puteri Kembang Dadar tetap berpegang
pada martabat keturunannya. Seorang puteri raja harus
mendapat jodoh seorang raja. Demikian pendiriannya.
Maka dalam permusyawarahan dengan ayundanya tentang
rencana penukaran nama dan diri itu, Kembang Dadarpun dapat
menyetujui. Disamping ia memang menghendaki menjadi

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

seorang permaisuri raja, pun ia merasa kasihan kepada


ayundanya apabila keinginannya untuk bersuami raden Wijaya
tak terlaksana.
Segenap dayang pengiring dipanggil masuk. Kepada mereka
diberitahukan tentang hal itu dan dipesan wanti-wanti agar
jangan sampai membocorkan rahasia itu. Barangsiapa yang
berhianat akan dihukum mati.
Demikian sejak saat itu maka bergantilah puteri Kembang
Dadar menjadi puteri Candra Dewi dan Candra Dewi menjadi
Kembang Dadar.
Memang prabu Kertanagara belum pernah melihat wajah
kedua puteri dari kerajaan Sriwijaya itu. Dan baginda tentu
percaya penuh pada keterangan Wijaya.

II
Menjelang unggas dan margasatwa sibuk berkemas menuju ke
sarang peristirahatan, menjelang kelelawar ber-siap2
meninggalkan cerobong daun tempat persembunyiannya,
suasana rembang petang di jalan yang merentang ke pura Daha,
tampak makin tegang lengan.
Bukan melainkan bangsa unggas dan margasatwa, pun daun-
daun, bunga-bunga dan pohon-pohon bahkan debu-debu di jalan
itu, sudah mulai merunduk hening, menghentingkan kesibukan-
kesibukan di kepanjangan siang hari.
Hari merayap-rayap menuju ke kegelapan.
Tiba-tiba dari arah jauh di balik bukit, sayup-sayup terdengar
derap kuda berlari. Riuh dan gemuruh.
Suara itu makin dekat dan makin jelas. Bukan hanya seekor
melainkan beberapa ekor kuda. Tak berapa lama kemudian
muncullah lima penunggang kuda. Seolah-olah berpacu dengan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kehadiran sang malam, kelima penunggang kuda itupun melintas


dengan cepat. Debu dan pasir tersiak, berderai dan bertebaran
bagai gelombang air pasang.
Sesaat hamburan debu itu turun ke bumi pula maka kelima
penunggang kuda itupun ludah merupakan titik-titik kecil yang
jauh sekali.
Tak berapa lama kemudian, salah seorang yang naik kuda
tegar bulu kelabu, berseru “Ah, pintu gapura hampir ditutup .... “
Ia memacu kudanya makin kencang. Keempat kawannya pun
terpaksa mengikuti. Saat itu mereka tiba di muka sebuah pintu
gapura yang berdaun pintu besi dan dijaga oleh empat orang
prajurit. Keempat prajurit penjaga gapura itu sudah berkemas
hendak menutup pintu.
“Tunggu, prajurit,“ teriak penunggang kuda bulu kelabu
seraya mencongklangkan kudanya sepesat anak panah lepas dari
busur.
Jarak antara penunggang kuda bulu kelabu dengan pintu
gapura masih berpuluh tombak tetapi pada saat orang itu
mengatakan ucapannya yang terakhir, iapun sudah tiba di muka
gapura.
Keempat prajurit itu terkejut dan cepat bersiap.
“O, raden Ardaraja,“ salah seorang prajurit serentak berseru
lalu cepat-cepat memberi hormat kepada penunggang kuda bulu
kelabu itu.
Tetapi penunggang kuda yang disebut Ardaraja itu tak
menyahut melainkan terus lajukan kudanya masuk ke dalam
pura. Keempat penunggang kuda tetap mengiring di
belakangnya.
Tiba di pintu keraton, raden Ardaraja loncat turun dari
kudanya. Sejenak berpaling memberi isyarat agar keempat
pengiringnya menunggu di situ, ia terus bergegas masuk.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“O, engkau Ardaraja, puteraku” seru Jayakatwang ketika


menerima kedatangan raden Ardaraja.
Serta-merta raden Ardaraja memberi sembah, menelungkup
dan mencium duli baginda Jayakatwang. Raja Daha itu atau
sebenarnya akuwu, menyuruh puteranya duduk di hadapannya.
“Ardaraja,“ kata akuwu Jayakatwang “engkau tentu terkejut
mengapa kutitahkan engkau pulang ke Daha ini. Ada suatu hal
yang amat penting sekali yang hendak kubicarakan dengan
engkau.“
Ardaraja terkesiap. Bila ayahanda baginda sedemikian
bersungguh nada, tentulah masalah itu amat penting sekali
“Silakan rama baginda,“ katanya “putera paduka Ardaraja siap
melakukan titah paduka.“
Jayakatwang mengeluarkan sebuah sampul dari dalam baju
kebesarannya dan diserahkan kepada Ardaraja “Bacalah.“
Tampak airmuka pangeran itu berubah-ubah di kala membaca
surat itu. Kemudian ia mengunjuk pandang ke arah ramanda
baginda.
“Bacalah agak keras, Ardaraja,“ tiba-tiba akuwu Jayakatwang
memberi titah.
Ardaraja membaca pula:
Dengan segala hormat dan tulus hati serta kesetyaan,
Wiraraja mempersembahkan surat ini kebawah duli paduka
Jayakatwang, junjungan yang syah dan raja yang berhak penuh
atas tahta kerajaan Daha, turun temurun.
Hamba mohon diperkenankan untuk menghaturkan laporan ke
hadapan sang prabu. Paduka nata yang sedang berburu,
hendaklah waspada memilih saat dan lapangan yang setepat
tepatnya. Pergunakanlah saat yang sebaik-baiknya. Sekarang
inilah saat yang paling baik dan paling tepat.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tegal sedang tandur, tiada rumput, tiada lalang. Daun-daun


sedang gugur, berhamburan ke tanah. Bukitnya kecil-kecil,
jurangnyapun tak berbahaya. Hanya dihuni oleh harimau yang
sama sekali tak menakutkan. Tak ada lembu, mahesa dan rusa
yang bertanduk. Jika mereka sedang menyenggut, baiklah
mereka itu diburu, pasti tidak berdaya. Satu-satunya harimau
yang tinggal hanyalah harimau guguh, sudah tua renta, harimau
empu Raganata yang sudah ompong.
Pengukuhan atas kebenaran surat ini, berdasar pada
kesetyaan dan tanggung jawab sepenuhnya dari :
Wiraraja Adipati Sampang,
tahun Saka 1214.

Ardaraja melipat dan memasukkan surat itu kedalam sampul


lagi dan diserahkan kembali kepada ramandanya.
“Bagaimana pendapatmu, Ardaraja?“ tegur akuwu
Jayakatwang sesaat kemudian “dapatkah kita percaya surat
laporan dari Wiraraja itu?“
Ardaraja tersentak kaget. Sebenarnya saat itu ia sedang
termenung mengingat peristiwa yang belum berapa lama
dialaminya. Ketika beberapa waktu yang lalu ia mendapat titah
dari ramanda akuwu Jayakatwang supaya kembali ke pura
Singasari untuk mengadakan gerakan memperlemah keadaan
Singasari, di tengah jalan ia telah bertemu dengan seorang
pengalasan yang menurut pengakuannya, disuruh mengantarkan
surat oleh adipati Wiraraja kepada akuwu Jayakatwang.
Adapun isi surat itu berbunyi bahwa adipati Sampang itu
mengajak bersekutu kepada patih Aragani untuk menghadapi
akuwu Jayakatwang yang dikatakan sebagai musuh dalam
selimut yang paling berbahaya dari kerajaan Singasari.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sekarang mengapa tiba-tiba adipati Wiraraja


mempersembahkan surat kepada akuwu Daha dalam nada yang
sedemikian beda dengan surat yang ditujukan kepada patih
Aragani?
“Siapakah yang diutus adipati Wiraraja untuk menghaturkan
surat ini kepada paduka?“ tanyanya.
“Wirondaya,“ sahut Jayakatwang.
Ardaraja mohon agar utusan dari Sampang itu dititahkan
menghadap.
“Hai, utusan Sampang,“ tiba-tiba Ardaraja menghardik lantang
setelah seorang pria yang menyebut dirinya sebagai Wirondaya
menghadap “mengapa adipati Wiraraja berani menganjurkan
surat itu kepada ramanda baginda? Bukankah kalian hendak
bermaksud menjerumuskan Daha supaya ibarat anai-anai
menyerbu api?“
Wirondaya terkesiap. Sejenak ia menatap putera akuwu Daha
itu, lalu berkata “raden, apakah manfaatnya gusti adipati
Wiraraja hendak menjerumuskan kerajaan Daha ? Apakah yang
diharap adipati dari raja Kertanagara yang telah melorot
kedudukan adipati dan memindahkannya ke Sampang Madura?“
“Urusan peribadi tak dapat dicampurkan dengan masalah
negara,“ kata Ardaraja.
“Benar, raden,“ jawab Wirondaya yang tangkai bicara “gusti
adipati memang menyadari hal itu. Tetapi gusti adipati memang
benar-benar tak merelakan kerajaan Singasari akan rusak di
tangan seorang raja yang sudah terbius oleh patih Aragani.“
“Jika begitu,“ sanggah Ardaraja “mengapa adipati Sampang
tak bergerak sendiri untuk menyerang Singasari ?“
“Ah, raden,“ kata Wirondaya “gusti Adipati sudah menyadari
dirinya. Beliau merasa bukan manusia yang mempunyai wahyu
sebagai raja. Demikian pula, beliaupun sudah tua. Asal melihat
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Singasari sudah berada di bawah pemerintahan seorang raja


yang bijaksana, beliau sudah puas. Gusti Adipati tiada
mempunyai cita -cita yang lebih besar daripada hidup yang
tenteram dan tenang.“
“Yakinkah adipati Wiraraja akan kebenaran suratnya bahwa
keadaan Singasari sedang kosong dan yang ada hanyalah seekor
harimau guguh yaitu empu Raganata ?“ tanya Ardaraja pula.
“Beberapa waktu yang lalu,“ kata Wirondaya “gusti Adipati
telah mengutus hamba untuk menyelidiki keadaan pura
Singasari. Memang surat gusti Adipati itu sesuai dengan laporan
hamba. Singasari saat ini memang kosong. Beribu-ribu prajurit
telah dikirim ke tanah Malayu di bawah pimpinan senopati Kebo
Anabrang. Raden Wijaya, senopati yang diandalkan Singasari itu,
saat inipun masih berada di Sriwijaya. Tiap hari kerja baginda
hanya bersenang-senang minum tuak dan merangkai syair
bersama patih Aragani. Rakyat morat-marit tiada terurus. Judi
dan tuak membudaya di kalangan rakyat.“
“Ya, benar, raden seddiripun tentu akan tahu sendiri hal itu
apabila raden berada di pura Singasari.“ Wirondaya menyusuli
tambahan keterangan lagi,
“Tetapi Singasari masih mempunyai beberapa perwira muda
lagi sakti seperti Nambi, Sora, Lembu Peteng, Medang Dangdi,
Gajah Pagon dan lain-lain,“ kata Ardaraja.
“Ah, mereka tak lain hanya anakbuah raden Wijaya. Baik
kesaktian maupun kepandaian mengatur barisan, masih kalah
jauh dengan raden Wijaya. Senopati-senopati Daha tak
memerlukan banyak tenaga untuk menumpas mereka.“
“Tetapi apa sebab Adipati sedemikian ketakutan terhadap
empu Raganata ? Bukankah empu sepuh itu sudah dipindahkan
menjadi adhyaksa di Tumapel ?“
“Memang benar,“ jawab Wirondaya “tetapi empu tua itu
mempunyai pengabdian yang luar biasa besarnya kepada
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Singasari. Walaupun berada di Tumapel namun dia masih sering


berkunjung ke keraton Singasari dan menghadap baginda .... “
Berhenti sejenak memulangkan napas, berkata pula
Wirondaya “Empu tua itu tak jemu-jemu menghaturkan buah
pikiran dan memperingatkan baginda supaya memperhatikan
keadaan praja, walaupun setiap kali menghadap baginda, dia
harus menerima cemohan dan sindiran dari patih Aragani.“
Tiba-tiba wajah Ardaraja membesi.
~dewi.kz^ismo^mch~

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 33

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor : MCH

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
Setelah mendengar pembicaraan Wirondaya, ada sesuatu
yang terkilas dalam ingatan putera mahkota dari kerajaan Daha
itu.
“Wirondaya,“ tiba-tiba Ardaraja berseru bengis “pernahkah
adipati Wiraraja mengirim pengalasan yang membawa surat ke
Daha ?.”
Wirondaya terbeliak “Sepanjang pengetahuan hamba, tidak
pernahlah gusti Adipati mengirim pengalasan kecuali baru hamba
kali ini.”
Kini Ardarajalah yang terkesiap. Selintas teringatlah ia akan
peristiwa dua orang Madura yang mengaku sebagai utusan
adipati Wiraraja ke Daha. Tetapi kedua pengatasan itu telah
memberikan surat adipati kepada seorang yang mengaku sebagai
pangeran Ardaraja. Karena marah ia membunuh kedua
pengalasan itu.
Teringat pula betapa karena peristiwa itu, ia telah mencurigai
patih Aragani sehingga hampir saja terbit bentrokan. Kini ia telah
mendapat gambaran jelas bahwa ada seseorang yang sengaja
hendak mengadu domba antara Daha dengan patih Aragani.
Pemikiran itu menimbulkan kesan bahwa, walaupun raden
Wijaya sedang berada di tanah Malayu tetapi di Singasari telah
muncul seorang pembela Singasari yang cerdik, licin dan sakti.
Pangeran itu seorang yang banyak curiga, berhati bimbang,
berpendirian tak menentu. Dia putera raja Jayakatwang tetapi
pun putera menantu baginda Kertanagara.
Dalam hal rencana ayahanda Jayakatwang untuk menyerang
Singasari, sesungguhnya Ardaraja masih bimbang. Ke arah
manakah ia hendak bersandar ?

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Memang apabila menilik keadaan kerajaan Singasari yang


ibarat istana di atas pasir, di luar tampak megah raya tetapi di
bawah atau di dalam kerajaan telah rapuh digerogoti kutu-kutu,
keinginan ayahanda Jayakatwang itu tentu akan tercapai. Dan
pangeran itu memang sedih dan geram atas baginda Kertanagara
yang sudah tak menghiraukan urusan negara karena terbius
sanjung pujian dan tuak oleh patih Aragani. Keadaan itu harus
diakhiri. Dan pengakhirannya tiada lain cara yang lebih baik
kecuali harus dirobohkan.
Sungguhpun demikian, pangeran itu tak mau bertindak
ceroboh. Ia menghendaki perobahan itu harus dilakukan dengan
cara yang sempurna dan cepat. Jangan sampai menimbulkan
banyak korban terutama jiwa baginda Kertanagara yang betapa
buruknya adalah ayah mentuanya.
Keterangan Wirondaya untuk meyakinkan isi surat adipati
Wiraraja. memang sesuai dengan kenyataan yang terjadi di
Singasari. Namun teringat akan kekuatan orang sakti yang
selama ini belum diketahuinya pasti, ia harus mengekang
keinginan untuk cepat-cepat mempercayai Wirondaya.
“Wirondaya,“ seru Ardaraja “ayahanda baginda Jayakatwang
berkenan sekali akan bantuan dan anjuran adipati Wiraraja.
Kamipun menyadari betapa penting dan gawatnya urusan ini.
Oleh karena itu, perlu kuperingatkan kepada adipati Wiraraja,
bahwa hendaknya segala laporan itu harus sungguh berdasar
kenyataan dan maksud baik. Apabila kami dapatkan suatu celah
keculasan dalam maksud adipati itu, Sumenep pasti akan
kujadikan karang-abang!.”
Wirondaya tertawa menyambut “Apabila gusti adipati
mengandung maksud yang tidak baik terhadap sang prabu Daha,
hamba Wirondaya bersedia mempersembahkan batang kepala
hamba ke hadapan raden.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Batara Agung yang menjadi saksi atas sumpahmu,“ seru


Ardaraja “kelak tentu besar ganjaranmu apabila engkau setya
kepada kami.”
Demikian pembicaraan itu selesai dan Wirondaya-pun
dipersilakan menunggu di luar.
Raja Jayakatwang berpaling ke arah patih Kebo Mundarang
dan menanyakan pendapat patih Daha itu.
“Moyang paduka, prabu Dandang Gendis binasa karena
pemberontakan anak petani dari Pangkur, anak ni Ndok. Itulah
Ken Angrok raja Singasari yang pertama dan bergelar raja
Rajasa. Balatentara Kediri sirna seperti gunung disambar
halilintar. Prabu Kertajaya beserta balatentara Kediri musnah
karena tindakan Ken Angrok itu. Dan Daha sejak itupun dijajah
oleh Singasari,“ kata patih Kebo Mundarang dengan berapi api.
Tampak raja Jayakatwang tertegun mendengar persembahan
kata patih Kebo Mundarang yang membangkitkan lembaran
hitam sejarah kerajaan Daha. Sepasang bola mata raja itu
tampak berkilat-kilat tajam.
“Padukalah gusti yang mempunyai kewajiban untuk
membangun kerajaan Daha dan membalas kekalahan moyang
paduka rahyang ramuhun prabu Kertajaya,“ patih Kebo
Mundarang cepat menambah minyak ke dalam api.
Kata-kata patih itu cepat termakan dalam hati Jayakatwang.
“Puteraku Ardaraja,“ seru raja Jayakatwang “adakah suatu
keberatan yang engkau rasakan apabila kita segera lancarkan
serangan kepada Singasari?.”
Ardaraja tertegun. Sejenak kemudian memberi jawaban “Tidak
ada yang hamba kualirkan kecuali hanya seorang.”
“Wijaya?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Benar, menurut laporan mata-mata yang hamba utus, Wijaya


dan rombongannya sudah mulai meninggalkan Sriwijaya.”
“Hm,“ desuh raja Jayakatwang “adakah dia seorang mampu
memberi pengaruh kepada semangat bertempur pasukan
Singasari?.”
“Demikianlah letak kekuatiran hamba,“ kata Ardaraja “dia
bukan melainkan pandai mengatur barisan dan sakti mandraguna
tetapi diapun memiliki perbawa sebagai seorang pemimpin yang
ditaati anak buahnya.”
“Hm,“ Jayakatwang mendesuh. Kemudian bertanya pula
kepada Mundarang “Kakang patih, bagaimanakah rencanamu
untuk menyerang Sirgasari?.”
Patih Mundarang sudah bersiap untuk pertanyaan itu “Menurut
pendapat hamba, penyerangan itu harus segera dilakukan secara
serentak dan cepat. Pura Singasari sebagai jantung kekuatan
lawan harus kita duduki secepat mungkin. Kita serang pura itu
dari empat penjuru dengan kekuatan pasukan yang besar.
Dengan demikian raden Wijaya tak sempat lagi masuk ke dalam
pura.”
“Maksud kami begini,“ kata raja Jayakatwang “Ardaraja,
puteraku, lekas engkau kembali ke Singasari malam ini juga.
Besok selambat lambatnya pada saat seperti ini, engkau harus
mengirim pengatasan ke mari untuk memberi tahu tentang
Wijaya. Adakah dia sudah tiba di bandar Tuban ataukah masih
jauh.”
Ardaraja memberi hormat lalu berangkat ke Singasari.
“Kakang patih,“ berkata pula raja Jayakatwang “kurasa baiklah
kita tunggu laporan puteraku Ardaraja. Apabila Wijaya masih
jauh, aku setuju akan rencanamu tadi. Tetapi bila Wijaya Sudah
hampir tiba di Tuban, kurasa baiklah kita pecah pasukan Daha
menjadi dua. Yang kesatu, untuk memikat perhatian Wijaya lalu

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

melumpuhkannya. Pasukan kedua, langsung menyerang pura


Singasari.”
Patih Mundarang terkesiap. Diam-diam ia kagum akan buah
pikiran sang akuwu Jayakatwang.
“Baik, gusti,“ katanya “tetapi hamba mohon maaf apabila
hamba lancang hendak menghaturkan pendapat kehadapan
paduka.”
“O, tentu saja aku gembira mendengar pendapatmu kakang
patih. Mengapa aku harus marah?“ kata Jayakatwang pula
“katakanlah apa yang hendak engkau unjukkan. Kurasa
pandanganmu itu tentu akan berguna.”
“Terima kasih, gusti,“ patih Mundarang berdatang lembah “tak
lain yang hendak hamba haturkan adalah mengenai raden
Wijaya.”
“O, bagus. Bagaimana dengan Wijaya?.”
“Siasat yang paduka titahkan,“ kata patih Mundarang
“memang amat sempurna. Karena menurut laporan dari para
kadehan yang hamba tugaskan menyusup ke pura Singasari,
memang hanya raden Wijaya seorang yang benar-benar
merupakan lawan yang patut hamba peihitungkan. Soal patih
Aragani, bukan menjadi persoalan lagi. Dan raja Kertanagara
sudah dikuasai oleh patih itu.”
“Ya, menurut Ardaraja memang demikian juga,“ ujar
Jayakatwang “kepemimpinan dan kewibawaan Wijaya dalam
anak prajurit Singasari memang tampak menonjol sekali.
Bukankah begitu, Ardaraja?.”
“Keluhuran sabda paduka, gusti“ cepat raden Ardaraja
menjawab “dia mempunyai banyak kadehan yang setya dan
gagah pula.”
“Menurut pendapat hamba, raden Wijayalah sesungguhnya
lawan kita. Oleh karena itu dia harus dihancurkan sebelum tiba di
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Singasari. Apabila dia sampai dapat bergabung dengan para


kadehan dan induk pasukan yang menjaga Singasari, kekuatan
mereka tentu lebih besar, gusti.”
Jayakatwang mengangguk “Bagus, ki patih. Aku setuju.
Bagaimana persiapan-persiapan kearah itu, kuserahkan
kepadamu untuk melaksanakannya.”
Patih Mundarang menghaturkan terima kasih. Dan sidang
darurat dalam balairung keraton Dahapun usai. Wirondaya
diperintahkan pulang ke Madura lagi.
***

Apabila tidak mendengar suara orang berbicara, pastilah orang


menganggap bahwa gunduk-gunduk hitam yang berderet di tepi
sepanjang jalan di malam gelap itu, batu-batu karang dari aluran
urat kaki sebuah pegunungan.
“Sedayu, apakah engkau yakin bahwa Ardaraja akan mengirim
orang ke Daha pada malam ini ?“ kedengaran suara orang itu
berkata. Nadanya besar seperti yang dimiliki kaum lelaki.
“Sudah tentu aku sangat berhati-hati untuk melakukan tugas
yang kakang berikan itu,“ jawab sebuah suara yang bernada
seorang wanita muda “tidak pernah aku lowong untuk
mengamati gerak-gerik Ardaraja. Bagaimana dua hari yang lalu
dia pulang ke Daha lalu kemarin kembali ke Singasari pula dan
malam ini akan mengirim seorang pengatasan ke Daha, tak
mungkin lepas dari pengawasanku, kakang.”
“Bagus, Sedayu,“ seru orang yang bertanya “memang berat
nian tugas perjuangan itu. Kalau kupikir…..”
“Kakang Ludira,“ seru anak perempuan yang disebut Sedayu
“mengapa tak engkau lanjutkan kata-katamu ? Apakah yang
engkau pikir?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Memang yang tengah tercakap cakap di balik gunduk batu


karang itu adalah Jaka Ludira dan Sedayu.
“Kupikir aku merasa kasihan, Sedayu.”
“Mengapa ?“ tanya Sedayu.
“Engkau puteri paman tumenggung Wirakreti. Selayaknya
engkau berada dalam gedung tumenggungan di hadap dan
dilayani oleh para hamba lahaya. Tidak selayaknya pada malam
begini engkau duduk membungkuk pada punggung batu padas
yang kotor.”
“Kakang Ludira,“ tukas Sedayu “mengapa engkau
mengucapkan kata-kata begitu ? Adakah engkau bermaksud
hendak menghina kaum wanita?.”
Ludira gelagapan “Tidak, Sedayu, aku tidak bermaksud
menghina engkau. Bahkan aku merasa kasihan dan
menyayangkan.”
“Kasihan yang tidak pada tempatnya. Menyayangkan tidak
tepat arahnya,“ sambut Sedayu “kutahu kakang bahwa
perasaanmu itu masih diliputi oleh pandangan dan anggapan
yang meremehkan kau wanita itu sebagai kaum yang lemah.”
Jaka Ludira terbeliak.
“Bukankah engkau hendak maksudkan bahwa kaum wanita itu
lebih layak bertempat di dapur daripada di medan perjuangan ?
Lebih tepat berhias bedak pupur daripada bermain pedang ?
Lebih sesuai mencincang daging gulai daripada membunuh
musuh ?.”
“Ah, Sedayu, engkau salah fuham!.”
“Tidakkah kakang pernah mendengar cerita pewayangan
bahwa wara Srikandi, puteri raja Cempala yang diperisteri raden
Janaka itu, juga seorang prajurit wanita yang ditakuti musuh ?.”
“Sedayu, maksudku hanya ...”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Sedayu, puteri Singasari yang merasa berhutang jiwa dan


hidup pada bumi Singasari. Tanah Singasari-lah yang telah
membesarkan Sedayu. Air Singasari yang telah menjadi darah
dalam tubuhku dan padi di tegal bumi inilah yang menjadi daging
tubuhku. Tidakkah layak kalau Sedayu harus membalas budi
kepada ibu Pertiwi bumi Singasari ini?".”
“Sedayu ...”
“Ibu Pertiwi tidak hanya berputera cuman lelaki seperti Jaka
Ludira saja tetapipun berputeri insan-insan wanita seperti
Sedayu. Tidakkah putera dan puteri sama hak dan kewajibannya
terhadap ibu?.”
Melengking-lengking mulut dara ayu itu melantangkan
semangatnya yang berjiwa prajurit.
“Maafkan aku, Sedayu, sekira perkataanku tadi menyinggung
perasaan hatimu. Tetapi sekali kali aku tak bermaksud begitu,“
kata Jaka Ludira.
“Lalu apa maksud kakang ?.”
“Kumaksudkan,“ agak menenung sejenak Jaka Ludira “untuk
meringkus pengalasan yang dikirim Ardaraja itu, tak perlu engkau
turun tangan. Cukup serahkan saja kepadaku.”
“Kakang Ludira, mengapa engkau jilat pula ludah yang sudah
engkau hamburkan ke tanah ?“ tegur Sedayu.
“Apa maksudmu? “Jaka Ludira terkesiap.
“Kakang telah menugaskan aku untuk memata-matai gerak
gerik raden Ardaraja. Pengiriman pengalasan itu berarti masih
dalam lingkungan tugas yang kulakukan. Mengapa kakang
hendak menarik kembali ? Bukankah aku yang wajib
menyelesaikan orang itu ?.”
Jaka Ludira menghela napas. Ditatapnya wajah dara itu. Ayu
dan tegas, penuh pengabdian.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Saat itu Sedayupun mengangkat muka dan memandang.


Sepasang mata beradu pandang. Bagaikan dua bilah pedang
yang saling beradu, seketika menghamburlah percikan api dan
dering yang nyaring, beralun dan membahana dalam lubuk kalbu
mereka.
Rara Sedayu tersipu-sipu menundukkan kepala. Namun adu
pandang mata itu sudah berbicara banyak.
Jaka Ladira terlongong longong seperti merasakan sesuatu
yang belum pernah dialaminya seumur hidup. Ia tak tahu apakah
perasaan itu. Namun ia merasa bahagia.
Tiba-tiba kesunyian malam terpecah oleh suara derap kaki
kuda mencongklang di kegelapan jalan. Dan cepat sekali sudah
tampak dari tempat persembunyian Jaka Ludira dan Sedayu.
“Sedayu, engkau menyelesaikan penunggang kuda bulu merah
dan aku yang bulu hitam,“ bisik Ludira.
“Tidak usah,“ di luar dugaan, Sedayu menolak “ini tugasku
dan kewajibanku. Apabila aku tak kuasa melakukan barulah
kakang turun tangan.”
“Ah, Sedayu .... “ keluh pemuda itu. Diam-diam ia menyesal
karena telah kelepasan kata sehingga membangkitkan hati dara
itu mendidih.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kedua penunggang
kuda itupun makin
dekat.
“Sedayu jangan
engkau menurutkan
kepanasan hatimu.
Kutahu engkau tentu
penasaran atas kata-
kataku tadi. Tetapi
janganlah engkau
pikirkan dalam hati.
Dan yang kita hadapi
ini tugas penting,
kalau ..”
Tiba-tiba tubuh
dara itu merangkak
maju ke gunduk
karang yang dekat
dengan tepi jalan.
Ludira cemas dan
hendak menyusul.
Tetapi pada saat itu
kedua penunggang kudapun sudah lalu di dekat tempat Sedayu.
Terpaksa Ludira hentikan gerakannya karena kuatir diketahui
musuh.
Singngng ....
Terdengar desir suara yang halus dari sebuah lingkaran tali
yang melayang. Apabila tak memperhatikan tentu orang takkan
tahu layang tali yang berwarna hitam dan kecil. Apalagi malam
gelap.
“Huh, apakah ini ..... “ tiba-tiba salah seorang penunggang
kuda berteriak karena menyangka lehernya telah dililit oleh

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sebuah benda kecil panjang. Dalam persangkaannya tentulah


binatang ular.
Tetapi sebelum orang itu sempat melanjutkan kata-katanya, ia
menjerit kejut ketika lehernya mengencang keras dan tubuhnya
tertarik ke belakang, bum, bum ....
Bagaikan batang pisang ditebang, kedua penunggang kuda
itupun terpelanting jatuh dari kuda. Sebelum mereka sempat
tahu apa yang terjadi, kepalanya telah dihunjam dengan tongkat,
prak, prak ....... '
“Beres,“ seru Sedayu seraya menarik napas longgar. Tangan
kiri dara itu masih memegang seutas tali hitam sedang tangan
kanannya menggenggam tongkat pandak.
“Bagus, Sedayu,“ Jaka Ludira cepat loncat menghampiri dan
terus berjongkok untuk meneliti isi baju kedua orang itu.
“Aneh,“ gumamnya.
“Mengapa ?“ tanya Sedayu.
“Mereka tidak membawa surat,“ jawab Ludira “apakah mereka
bukan pengatasan yang dikirim Ardaraja?.”
Sedayu terkejut “Tetapi kakang, jelas kudengar bahwa
Ardaraja hendak mengirim pengalasan ke Daha. Mengapa dia
tidak menyertakan surat kepada orang pengatasannya?.”
Jaka Ludira tahu bahwa Sedayu itu seorang dara yang cerdik
dan hati-hati. Oleh karena itu ia mempercayakan tugas memata-
matai Ardaraja kepada dara itu. Dan ia percaya dara itu tak
mungkin khilaf.
“Bagaimana kakang Ludira? “ Sedayu mulai meragu.
“Baik kita ikat kedua orang ini dan membawanya ke dalam
hutan. Usahakan supaya mereka sadar agar dapat kita tanya,“
kata Ludira.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Setelah diletakkan di atas rumput yang membelukar di hutan,


Ludira menolong kedua orang itu supaya sadar.
“Hai, siapa engkau .... “ kedua pengalasan itu tersentak,
berteriak dan hendak melonjak bangun ketika menghadapi dua
orang yang mukanya berselubung kain hitam.
Tetapi kedua penunggang kuda itu harus meringis kesakitan
karena tubuh terbanting pula ke tanah, akibat kaki dan tangan
mereka terikat tali.
“Kalau ingin bangun, silakan mencobanya,“ kata Ludira.
“Siapa engkau!“ bentak salah seorang yang berkumis.
“Serahkan uangmu atau jiwamu.“ Ludira balas menghardik
seraya mengacungkan belati.
“O, engkau penyamun?“ kata penunggang kuda itu “sayang
aku tak membawa bekal apa-apa.”
“Kalau begitu, berikan nyawamu,“ Ludira terus melekatkan
ujung belati ke kerongkongan orang.
Orang itu pucat “Nanti dulu,“ serunya gopoh “apa
kepentinganmu membunuh aku?.”
“Karena engkau tak punya harta.”
“Memang aku tak membekal apa-apa. Kami hendak pulang ke
Daha, Tolong lepaskan saja kami berdua ini.”
“Tidak.”
“Mengapa ? Andai aku membawa uang tentu dengan senang
hati akan kuberikan kepadamu.”
“Itulah,“ kata Ludira “engkau telah mengecewakan harapan
dan tenagaku untuk mencari nafkah. Untuk pelipur kecewa,
kepalamu akan kuambil .......”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Jangan ki sanak, jangan,“ orang itupun merintih minta hidup


“kalau engkau ingin pakaian atau apa saja yang ada padaku,
ambillah asal jangan nyawaku.”
“Milikmu yang berharga hanya kuda ...”
“Jangan ki sanak “ kembali orang itu meratap “apa saja
engkau boleh ambil kecuali nyawa dan kudaku itu.”
“Aneh,“ gumam Ludira “kita ini bukan jual beli. Dan akulah
yang menentukan keputusan.”
Habis berkata Ludira terus berbangkit dan menghampiri ke
tempat kuda.
“Tunggu ki sanak bergegas-gegas orang itu berseru.
“Mengapa ? “ Ludira hentikan langkah berpaling.
“Mari kita bersama ke Daha. Di sana aku dapat memberimu
uang yang engkau kehendaki.”
Ludira tertawa ejek “Aku bukan anak kecil. Di sana engkau
tentu akan menyerahkan aku kepada petugas keamanan “ Ludira
terus lanjutkan langkah.
“Ki sanak,“ teriak orang itu makin gopoh “aku takkan
mencelakai engkau. Antarkanlah kami ke Daha nanti akan
kuhadiahi engkau sejumlah uang.”
“Siapa engkau ? Apakah engkau orang kaya atau orang
berpangkat ?“ tegur Ludira.
“Percayalah, ki sanak,“ kata orang itu “aku pasti takkan
mengecewakan harapanmu.”
Ludira tertawa “Kenalpun tidak, bagaimana engkau memaksa
aku harus mempercayai omonganmu ?.”
Kedua orang itu saling bertukar pandang. Yang seorang
gelengkan kepala. Tetapi tiba-tiba mereka terkejut ketika melihat
Ludira lanjutkan langkah pula.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tunggu ki sanak,“ teriak orang yang memelihara kumis.


Kemudian berpaling kepada kawannya dan menggumam “apa
boleh buat ...”
“Jika engkau mengoceh tak keruan, akan kupotong lidahmu,“
bentak Ludira.
“Ki sanak, dengarkanlah,“ kata orang itu “kami orang
pengalasan Singasari yang hendak menghadap baginda
Jayakatwang di Daha ...”
“O“ desuh Ludira dengan sikap agak terkejut.
“Jika engkau membunuh kami atau melarikan kuda kami,
tentu keselamatan jiwamu terancam. Apabila gusti kami
mengetahui, engkau tentu dibunuh. Tapi apabila engkau mau
mengantar kami ke Daha, tentu akan kami mohonkan hadiah
kepada baginda Daha.”
“O,“ Ludira mengangguk-angguk. Tampaknya ia terkesan
tetapi tiba-tiba ia berseru keras “tidak, jangan coba membohongi
aku!.”
“Sekali-kali tidak, ki sanak.”
“Ketahuilah,“ kata Ladira bengis “aku dan kawanku itu, kawula
Singasari yang sakit hati kepada baginda Kertanagara maka aku
segera masuk ke hutan menjadi penyamun. Aku memang lebih
senang bernaung pada Daha.”
“Bagus, kawan,“ seru orang itu gembira “apabila engkau
membantu kami, akan kuusulkan kepada gusti kami ajar engkau
kelak diterima menjadi orangnya.”
“Tetapi jangan tertawa dulu, kawan,“ kata Ludira “tidak
semudah itu aku segera menumpahkan kepercayaanku selama
engkau tidak memberi keterangan yang meyakinkan.”
“Ah “ desah orang itu “apa maksudmu ?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Engkau harus memberi keterangan yang jujur, siapakah gusti


yang mengutusmu ke Daha. Dan apakah maksud tujuan
perutusan itu ? Apabila setitik saja terdapat kelemahan pada
keterangmu itu, aku segera tak mengacuhkan kalian lagi.”
Kedua orang itupun bertukar pandang pula. Tugas yang
mereka lakukan membutuhkan penyelesaian segera. Dan
berkesanlah kedua orang itu akan keterangan Ludira tadi.
Serentak timbul suatu harapan untuk mempengaruhi pikiran
Ludira. Dan jalan satu-satunya hanyalah memberitahu kepada
Ludira, apa yang ditanyakannya itu.
“Adakah setelah kuterangkan sejujurnya, engkau bersedia ikut
pada kami ?“ masih orang itu bertanya dalam keraguan.
“Pasti,“ sahut Ludira tegas.
“Gustiku adalah pangeran Ardaraja ...”
“O, putera mahkota Daha?“ teriak Ludira dengan nada
gembira sehingga menimbulkan kesan kalau dia menyukainya.
Diam-diam orang itupun gembira “Ya, raden Ardaraja“ katanya
“raden telah mengutus kami berdua untuk menghadap baginda
Jayakatwang.”
Tiba-tiba Ludira kerutkan dahi “Ah, jangan main-main, ki
sanak. Mengapa engkau tak membawa surat dari raden Ardaraja
?.”
Orang itu tertawa.
“Engkau tentu maklum“ katanya “bahwa saat ini suasana pura
Singasari sedang diliputi kemelut ketegangan. Tugas yang
diberikan pangeran Ardaraja kepadaku sangat rahasia sekali. Bila
aku sampai tertangkap oleh mata-mata fihak lawan, bukankah
akan mencelakakan pangeran Ardaraja ?.”
“Tidak,“ bantah Ludira “bagaimana mungkin raja Jayakatwang
percaya kepadamu ?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Sudah tentu baginda akan percaya.”


“Apa alasannya ?.”
“Karena apa yang akan kuhaturkan itu sesuai dengan janji
yang telah dititahkan baginda kepada puteranda pangeran
Ardaraja.”
“Bagaimana janji itu ? “ desak Ludira yang diam-diam terkejut
dalam hati.
“Pangeran akan menghaturkan laporan kepada raja
Jayakatwang tentang keadaan pura Singasari saat ini, agar Daha
.......”
“Eh, mengapa engkau berhenti ? “ cepat Ludira mendesak
pula kala orang itu hentikan kata katanya “agar raja Daha
bagaimana ?.”
Sejenak orang itu tersipu-sipu. Rupanya la merasa telah
kelepasan bicara. Ia memandang kawannya dan kawannya
itupun tertegun.
“Ki sanak, maaf, janganlah engkau keliwat mendesak. Pokok,
percayalah bahwa akan segera terjadi suatu perobahan yang
akan memenuhi keinginanmu. Bukankah engkau berfihak kepada
Daha ?.”
“Tentu,“ sahut Ludira “tetapi karena engkau tak percaya
kepadaku, akupun tak dapat mempercayai engkau juga. Nah,
lebih baik aku pulang saja.”
“Tunggu,“ teriak orang itu gugup ketika melihat Ludra hendak
tinggalkan mereka “ah, mengapa engkau begitu ingin sekali
mengetahui persoalan yang sedang kulakukan ini ?.”
“Tadi engkau mengatakan bahwa suasana negara Singasari
saat ini ibarat api dalam sekam,“ kata Ludira “dalam suasana
sedemikian itu banyak sekali cumi cumi berkeliaran, ibarat tiap
pohon dan tiap benda yang kita hadapi, selalu akan menangkap

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  

Anda mungkin juga menyukai