Anda di halaman 1dari 4

Hargai Air Mata Wanita

9:37 PM Posted by Kisah Tauladan Comments: (1)


Seorang anak laki-laki kecil bertanya kepada ibunya "Mengapa engkau menangis?"
"Karena aku seorang wanita", kata sang ibu kepadanya.

"Aku tidak mengerti", kata anak itu.

Ibunya hanya memeluknya dan berkata, "Dan kau tak akan pernah mengerti"

Kemudian anak laki-laki itu bertanya kepada ayahnya, "Mengapa ibu suka menangis tanpa
alasan?"

"Semua wanita menangis tanpa alasan", hanya itu yang dapat dikatakan oleh ayahnya.

Anak laki-laki kecil itu pun lalu tumbuh menjadi seorang laki-laki dewasa, tetap ingin tahu
mengapa wanita menangis.

Akhirnya ia menghubungi Tuhan, dan ia bertanya, "Tuhan, mengapa wanita begitu mudah
menangis?"

Tuhan berkata:
"Ketika Aku menciptakan seorang wanita, ia diharuskan untuk menjadi seorang yang istimewa.
Aku membuat bahunya cukup kuat untuk menopang dunia; namun, harus cukup lembut untuk
memberikan kenyamanan "

"Aku memberikannya kekuatan dari dalam untuk mampu melahirkan anak dan menerima
penolakan yang seringkali datang dari anak-anaknya "

"Aku memberinya kekerasan untuk membuatnya tetap tegar ketika orang-orang lain menyerah,
dan mengasuh keluarganya dengan penderitaan dan kelelahan tanpa mengeluh "

"Aku memberinya kepekaan untuk mencintai anak-anaknya dalam setiap keadaan, bahkan ketika
anaknya bersikap sangat menyakiti hatinya " "Aku memberinya kekuatan untuk mendukung
suaminya dalam kegagalannya dan melengkapi dengan tulang rusuk suaminya untuk melindungi
hatinya "

"Aku memberinya kebijaksanaan untuk mengetahui bahwa seorang suami yang baik takkan
pernah menyakiti isterinya, tetapi kadang menguji kekuatannya dan ketetapan hatinya untuk
berada disisi suaminya tanpa ragu "

"Dan akhirnya, Aku memberinya air mata untuk diteteskan.

Ini adalah khusus miliknya untuk digunakan kapan pun ia butuhkan."

"Kau tahu:
Kecantikan seorang wanita bukanlah dari pakaian yang dikenakannya, sosok yang ia tampilkan,
atau bagaimana ia menyisir rambutnya."

"Kecantikan seorang wanita harus dilihat dari matanya, karena itulah pintu hatinya - tempat
dimana cinta itu ada."

Manusia Satu Kata


 Print This Post

Rating: 8.7/10 (438 votes cast)

Hari yang cerah. Raja Mahendra pergi ke hutan untuk menguji


kemampuannya berburu. Ia melarang para pengawal mengikutinya masuk ke hutan. Di
tengah hutan, tampak seekor kijang asyik makan rumput. Raja Mahendra langsung
membidik anak panahnya.

Ah, kijang itu berhasil melarikan diri. Raja Mahendra mengejarnya. Namun ia terperosok
masuk ke lubang yang cukup dalam. Ia berteriak sekeras-kerasnya memanggil para
pengawal. Namun suaranya lenyap ditelan lebatnya hutan. Selagi Raja Mahendra
merenungi nasibnya, ia terkejut melihat seseorang berdiri di tepi lubang.
“Hei! Siapa kau?” tanya Raja. Orang itu tak menjawab. “Aku Raja Mahendra! Tolong
naikkan aku!” pintanya dengan nada keras. “Tidak!” jawab orang itu. Raja menjadi
geram. Ia ingin memanah orang itu. Namun sebelum anak panah melesat, orang itu
lenyap. Tak lama kemudian, jatuhlah seutas tali. Raja mengira itu pengawalnya. Namun,
ternyata orang tadi yang melempar tali.

“Jadi kau mau menolongku?”


“Tidak!” jawabnya lagi. Raja menjadi bingung. Katanya tidak, mengapa memberi tali?
Apa boleh buat, yang penting orang itu mau menolongnya. Raja Mahendra berhasil naik.
Ia mengucapkan rasa terima kasih.

“Maukah kau kubawa ke kerajaan?” tawar Raja.


“Tidak!” jawab si penolong.
“Kalau tidak mau, terimalah beberapa keping emas.”
“Tidak!” jawabnya lagi, tetapi tangannya siap menerima.
Akhirnya Raja Mahendra sadar, bahwa orang itu hanya bisa bicara satu kata. Yaitu tidak.
Walau berkata tidak, orang itu dibawa juga ke kerajaan. Sampai di kerajaan Raja
Mahendra memanggil Patih.

“Paman Patih, tolong berikan pekerjaan pada manusia satu kata ini. Ia hanya bisa berkata,
tidak.”
“Mengapa paduka membawa orang yang amat bodoh ini?”
“Walau bodoh, ia telah menolongku ketika terperosok lubang.” Patih berpikir keras.
Pekerjaan apa yang sesuai dengan orang ini.

Setelah merenung beberapa saat, Patih tersenyum dan berkata, “Paduka kan bermaksud
mengadakan sayembara untuk mencari calon suami bagi sang putri. Tetapi sampai kini
Paduka belum menemukan jenis sayembaranya.”
“Benar Paman Patih, aku ingin mempunyai menantu yang sakti dan pandai. Tetapi apa
hubungannya hal ini dengan sayembara?”

“Peserta yang telah lolos ujian kesaktian, harus mengikuti babak kedua. Yaitu harus bisa
memasuki keputren dengan cara membujuk penjaganya.”
“Lalu, siapa yang akan dijadikan penjaga keputren?”
“Manusia satu kata itu, Paduka.”
“Lho, ia amat bodoh. Nanti acara kita berantakan!”
“Percayalah pada hamba, Paduka.”
Pada hari yang ditentukan, peserta sayembara berkumpul di alun-alun. Mereka adalah
raja muda dan pangeran dari kerajaan tetangga. Di babak pertama, kesaktian para peserta
diuji. Dan, hanya tiga peserta yang berhasil.

Ketiganya lalu dibawa ke depan pintu gerbang keputren. Patih memberi penjelasan pada
mereka. Nampaknya mudah. Mereka hanya disuruh membujuk penjaga keputren
sehingga dapat masuk keputren.

Peserta hanya boleh mengucapkan tiga pertanyaan.


“Penjaga yang baik. Bolehkah aku masuk keputren?” tanya peserta pertama.
“Tidak!” jawab si manusia satu kata.
“Maukah kuberi emas sebanyak kau mau, asal aku diperbolehkan masuk?”
“Tidak!”

Pertanyaan tinggal satu.


“Kau akan kujadikan Senopati di kerajaanku, asal aku boleh masuk.”
“Tidak!” ujar si manusia satu kata.
Peserta pertama gugur. Ia mundur dengan lemah lunglai. Peserta kedua maju. Ia telah
menyusun pertanyaan yang dianggapnya akan berhasil,

“Penjaga, kalau aku boleh masuk keputren, kau akan kunikahkan dengan adikku yang
cantik. Setuju?” pertayaan pertama peserta kedua.
“Tidak!”
“Separoh kerajaan kuberikan padamu, setuju?”
“Tidak!”
“Katakan apa yang kau inginkan, asal aku boleh masuk.”
“Tidak!”
Peserta kedua pun mundur dengan kecewa. Mendengar percakapan dua peserta yang tak
mampu masuk keputren, Raja Mahendra tersenyum puas. Pandai benar patihku, katanya
dalam hati.
Peserta terakhir maju.

Semua penonton termasuk Raja Mahendra memperhatikan dengan seksama. Raja muda
itu tampak percaya diri. Langkahnya tegap penuh keyakinan.

“Wahai penjaga keputren, jawablah pertanyaanku baik-baik. Tidak dilarangkah aku


masuk keputren?” tanyanya dengan suara mantap. Raja Mahendra, Patih, dan penonton
terkejut dengan pertanyaan itu.

Dengan mantap pula penjaga menjawab.


“Tidak!” Seketika itu sorak-sorai penonton bergemuruh, mengiringi kebehasilan peserta
terakhir. Si raja muda yang gagah lagi tampan. Raja Mahendra sangat senang dengan
keberhasilan itu. Calon menantunya sakti dan pandai.

Sayembara usai. Manusia satu kata berjasa lagi pada Raja Mahendra. Ia dapat menyeleksi
calon menantu yang pandai. Walau bodoh, Raja Mahendra tetap mempekerjakannya
sebagai penjaga keputren.

Dikirim Oleh: Rafiif Wasis Ibaadurrahmaan


Sumber Cerita: Oleh Mujinem (Bobo No. 40/XXVII)

Anda mungkin juga menyukai