Anda di halaman 1dari 3

Kegagalan Sumpah Palapa

Hayam Wuruk
sungguh indah lukisan ini desahku dalam hati. Siapakah wanita yang berada pada
lukisan ini? Kecantikannya benar-benar luar biasa. Apakah wanita dalam lukisan ini
benar-benar nyata? Ataukah hanya imajinasi seorang seniman yang ingin
melukiskan kesempurnaan kecantikan seorang wanita? Hatiku terus bertanya-tanya
tentang lukisan yang sedari tadi telah aku perhatikan.

siapakah wanita yang berada pada lukisan ini? aku pun bertanya kepada
pengawal. wanita ini bernama Dyah Pitaloka Citraresmi, Ia adalah anak
perempuan dari Prabu Maharaja Lingga Buana dari Kerajaan Sunda ujar pengawal
yang sudah melihat ketertarikanku akan wanita yang berada pada sebuah lukisan
yang beredar di kerajaanku. Setelah mendengar penjelasan dari pengawal, aku pun
kembali ke istana.

Setelah pulang ke istana aku pun memanggil Patih Madhu. aku ingin memperistri
Dyah Pitaloka, putri Prabu Maharaja Lingga Buana dari Kerajaan Sunda. Ucapku
pada patih madhu tentang hasratku untuk memperistri Dyah Pitaloka. Alasan
umum yang menjadi dasar keinginanku adalah selain ingin memperistri wanita
dengan kecantikan yang luar biasa adalah juga didorong alasan politik, yaitu untuk
mengikat persekutuan dengan Negeri Sunda. kirimkan sebuah surat kehormatan
kepada Maharaja Lingga Buana untuk melamar Dyah Pitaloka perintahku pada
Patih Madhu yang merupakan makcomblang antara aku dan Dyah Pitaloka.

Maharaja Lingga Buana


utusan dari majapahit ingin menemui tuanku ujar seorang pengawal padaku.
baiklah bawa mereka menghadapku perintahku pada para pengawal. Dari
singgasana aku melihat seorang patih yang sedang berjalan dari kejauhan.
kamiutusan dari Raja Hayam Wuruk ingin memberikan surat kehormatan kepada
yang mulia Raja Lingga Buana ujarnya. Aku pun mengambil dan membaca surat
tersebut. Isi dari surat tersebut ternyata adalah surat lamaran kepada puteriku
Dyah Pitaloka.

Aku pun bertanya pada utusan yang merupakan seorang patih juga di Kerajaan
Majapahit apakah Raja Hayam Wuruk bermaksud untuk memperistri putriku Dyah
Pitaloka? benar yang mulia. Aku pun bertanya kepada putriku apakah kau
berkenan untuk dijadikan permainsuri oleh Raja Hayam Wuruk putriku? tanyaku.
aku mau ayahanda jawabnya. Akan tetapi, hal yag tidak lazim yakni pihak
pengantin perempuan dari kerajaanku yang harus mendatangi pihak pengantin
laki-laki yakni ke Majapahit. Hal ini tentu bukan adat asli. Tentu saja aku dan
dewan kerajaanku keberatan. Aku pun menduga hal-hal yang lain. bagaimana jika
pernyataan pihak pengantin yang harus mendatangi pihak laki-laki ini hanya
jebakan politik dari kerajaan majapahit untuk menaklukan kerajaan kita? tanyaku
kepada dewan kerajaan dan prajurit.
Akhirnya aku pun memerintah kepada dewan kerajaan agar berhenti dan
menunggu jemputan dari kerajaan majapahit. aku perintahkan pada para
pengawal untuk mendirikan pesanggrahan. Rombongan kerajaanku kemudian
mendirikan pesanggrahan di Lapangan Bubat di bagian utara Trowulan, Ibu Kota
Majapahit.

Gajah Mada
Mengetahui rombongan Kerajaan Sunda yang ada di Majapahit aku pun
menjemputnya. Aku akan memenuhi sumpah palapa yang dulu pernah aku buat
saat Raja Hayam Wuruk belum naik tahta. Dengan cara membuat alasan untuk
menganggap bahwa kedatangan rombongan kerajaan sunda di pesanggrahan bubat
adalah bentuk penyerahan diri kerajaan Sunda terhadap kedaulatan kerajaan
Majapahit. Aku pun menghadap tuanku yang mulia Raja Hayam Wuruk wahai
tuanku, bagaimana jika engkau menerima Dyah Pitaloka bukan sebagai pengantin,
akan tetapi sebagi tanda takluk negeri Sunda terhadap kerajaan kita? tanyaku.

Hayam Wuruk
Mendengar ucapan dari mahapatih Gajah Mada aku pun bimbang. Di satu sisi aku
mencintai putri Dyah Pitaloka akan tetapi sebagai seorang raja aku harus
memikirkan tentang kerajaan yang telah hampir sempurna jika Kerajaan Sunda
bisa ditaklukan. Dengan demikian mahapatih yang telah membantuku selama ini
dapat memenuhi sumpahnya.

Dyah Pitaloka
Dari kejauhan Mahapatih Majapahit yakni Gajah Mada terlihat berjalan bersama
rombongannya yang cukup besar mendatangi karajaan kami. kami sudah datang
Gajah Mada memulai membuka kata. terima kasih telah menjemput kami sebagai
calon permaisuri dari raja kalian sambut ayahku. akan tetapi tuan putri bukan
dijadikan sebagai permainsuri, tetapi menjadi selir sebagai persembahan untuk raja
kami yang mulia Raja Hayam Wuruk tutur Gajah Mada, yang tentu saja membuat
aku dan ayah terkejut. apa-apaan ini? teriak ayah yang tentu saja sangat murka
atas ungkapaan dari mahapatih Gajah Mada. Aku pun sangat sedih karena aku
merasa ternyata di mata tuan Raja Hayam Wuruk aku hanya selir dan bukan
permainsuri.

Peperanggan terjadi di depan mataku dan ayah meninggal di pangkuanku.


ayaaaaaah aku beteriak menitikan air mata dengan kesedihan yang sangat
mengerikan aku rasakan. Ayah meninggal demi harkat dan martabat kerajaan.
Karena dari pada aku dijadikan selir Raja Hayam Wuruk lebih baik aku mengakhiri
hidupku. Aku mengambil tombak yang menancap di dada ayah dan aku pun
menancapkannya di perutku. Demi kerajaan ayah rela berperang walaupun tahu ini
akan menghancurkannya, dan aku pun rela mati demi martabat ayah.

Dengan terjadinya perang bubat menyebabkan Sumpah Palapa yang diserukan oleh
Gajah Mada gagal terlaksana karena kerajaan terakhir belum berhasil ditaklukan
dan wilayah nusantara belum bersatu sepenuhnya. Hingga Gajah Mada wafat
sumpah itu tidak terlaksana.

Anda mungkin juga menyukai