Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

DEMI MENDAPATKAN WILAYAH KEKUASAAN

Perang bubat dan tragedi kisah cinta hayam wuruk dan dyah pitaloka yang masih menjadi
misteri
1350-1359, 1957 . . .
Hayam wuruk naik tahta dalam usia yang relatif muda, 17 tahun. Ia menggantikan
ibundanya, Tribhuwana Tunggadewi. Tribhuwana menyerahkan kekuasaanya kepada
anaknya itu karena sebenarnya ia memerintah Gayatri, (kakaknya) yang memilih hidup
menjadi pendeta. Hayam Wuruk adalah raja ke-4 Kerajaan Majapahit dan ia memerintah
mulai tahun 1350-1389. Saat naik tahta, Hayam Wuruk bergelar Sri Rajasanagara. Semasa
kekuasaannya, Kerajaan Majapahit mampu meraih puncak kejayaan.
Kejayaan Majapahit dibawah pemerintahan Hayam Wuruk tidak lepas dari kehadiran
Majapatih Gajah Mada (panglima Hayam Wuruk). Setahun setelah ia memerintah yaitu pada
tahun 1351, Hayam Wuruk memerintahkan kepada prajuritnya untuk mendatangi setiap
kerajaan dan melihat wajah tiap putri kerajaan.
“Prajurittt!!!!!!!”
“Ya Tuan?” jawab prajurit
“Aku memerintahkanmu untuk mendatangi setiap kerajaan di neg’ri ini, aku ingin kau
melukiskan wajahnya untukku agar aku tau memilih yang paling pantas untuk menjadi
permaisuri ku” perintah Hayam Wuruk
“Baik Tuan, akan segera kami laksanakan, kami akan berkunjung dan mencari yang terbaik
untuk Tuan” jawab salah satu prajurit
Prajurit utusan Hayam Wuruk segera bergegas meninggalkan istana dan pergi berkunjung ke
beberapa kerajaan. Mereka melaksanakan perintah Hayam Wuruk dengan penuh tanggung
jawab.

Kerajaan 1
“Permisi Tuan, hamba dan rekan-rekan hamba ini adalah prajurit utusan Raja Hayam Wuruk,
kami di perintahkan untuk melukis wajah putri Kerajaan ini, semoga Tuan berkenan
mengizinkan kami”
“Ohh ya tentu, silahkan” ujar Raja Kerajaan tersebut
“putri kerajaan itu bisa di bilang cantik tapi belum sesuai dengan type Raja” ujar prajurit
yang satu
“aku rasa juga begitu, kita harus pergi ke beberapa kerajaan lagi sampai menemukan yang
kita yakinkan untuk raja” ujar rekannya yang lain
Lalu mereka pergi ke Kerajaan yang ke-2

Kerajaan 2
“Permisi Tuan, kami prajurit utusan Raja Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit, kami di
perintahkan oleh Raja untuk mendatangi setiap Kerajaan untuk melihat dan melukis wajah
putri Tuan, jika Tuan berkenan mengizinkan”
“Tentu, silahkan saja”
“Bi Sim, panggilkan Putri Gayatri” perintah Raja
“baik Tuan” sahut bi sim
Lalu datanglah Putri Gayatri dengan sangat anggun, ia di lukis dengan sangat megah, tapi
sayangnya Putri Gayatri ini terlihat sombong sampai-sampai beberapa prajurit tidak suka
dengan perlakuan Putri Gayatri. Namun apa boleh buat mereka hanyalah utusan.
Sesudah selesai dengan tugas mereka disana, mereka langsung bergegas meninggalkan
tempat itu dan menuju Kerajaan ke-3.

Kerajaan 3
“Permisi, kami adalah prajurit utusan Raja Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit. Kami
diperintah untuk mengunjungi tiap-tiap Kerajaan dan melihat tiap putri kerajaan, tolong
Tuan izinkan kami”
“baik, akan saya panggilkan putri saya” jawab permaisuri
Putri Kerajaan itupun datang dengan sangat anggun, parasnya sangat cantik hingga prajurit
itu terpukau dengan kecantikannya. Putri Ariel, namanya Putri Ariel. Prajurit itu sangat
semangat melukis wajah putri itu karena kecantikannya, mereka berpikir Raja akan sangat
menyukai Putri Ariel.
Karena keyakinan mereka, mereka pun pulang ke Istana dan memberikan lukisan beberapa
putri kerajaan. Namun, tiada satupun yang membuat Hayam Wuruk jatuh hati.
Disisi lain, sebenarnya Kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Sunda (pajajaran) telah
melakukan perundingan jika suatu saat Hayam Wuruk dan Pitaloka tumbuh dewasa, mereka
akan dijodohkan dan Hayam Wuruk mengetahui perundingan itu. Hayam Wuruk belum
mengenali Pitaloka dan belum pernah melihat wajahnya. Sehingga ia kembali
memerintahkan prajuritnya untuk mendatangi Kerajaan Sunda (pajajaran).
“Prajuritttt”
“Ya, Tuan?”
“Aku memerintahkan kamu semua pergi ke Kerajaan Galuh dan bertemu Putri Pitaloka.
Kalian harus melukiskan wajahnya untukku”
“baik tuan”
Kemudian mereka meninggalkan istana dan pergi menuju Kerajaan Galuh
Disana mereka bertemu dengan prajurit Kerajaan Galuh yang mendengar kedatangan
mereka
“Permisi” ucap salah satu prajurit
“ya?”
“Kami dari Kerajaan Majapahit, kami di utus oleh Raja Hayam Wuruk untuk bertemu dengan
Prabu Maharaja Lingga Buana yang disebut juga Raja Galuh (Ayah Pitaloka)”
Sesampai mereka disana, mereka bertemu dengan raja
“Apa maksud dan tujuan anda semua datang kesini?” tanya raja galuh
“Begini Tuan, kami di utus Raja Hayam Wuruk untuk menemui Putri Pitaloka dan melukiskan
wajahnya kepada Raja. Jika Tuan berkenan, maka tolong izinkan kami bertemu dan
melukiskan wajahnya untuk Raja”
“Baiklah”
Lalu Raja Galuh menyuruh dayang-dayangnya untuk memanggil Putri Pitaloka
Datanglah Putri Pitaloka . . .
Dari kejauhan terlihat wajah yang sangat bersinar, parasnya sangat cantic manis, gaunnya
yang anggun menambah kesan elegant padanya. Seisi istana termaasuk prajurit utusan
Hayam Wuruk terpukau dengan kecantikan Putri Pitaloka. Dengan cepat prajurit itu
mrlaksankan tugasnya dan segera bergegas pulang menuju Kerajaan Majapahit.
Setelah mereka sampai di istana majapahit, mereka segera memberi lukisan itu kepada Raja
dengan penuh keyakinan bahwa Raja akan menyukai Putri yang satu ini.
Siapakah Dyah Pitaloka?
Sosok Dyah Pitaloka dikabarkan masih saudara sedarah dengan Hayam Wuruk karena Raden
Wijaya (penerus tahkta Kerajaan Sunda ke-26) adalah putra Rakyan Jayadarma yang
menikah dengan Dyah Lembu Tal yang merupakan keturunan Ken Arok. Rakyan Jayadarma
adalah putra mahkota Kerajaan Pakuan dari Prabu Guru Darmasiksa. Rakyan Jayadarma
mati diracuni olej saudara kandungnya sendiri untutk merebut tampuk kekuasaan.
Kemudian Dyah Lembu Tal membawa Raden Wijaya ke Jawa Timur.

Pada saat pemberian lukisan wajah Dyah Pitaloka, ternyata ada Majapatih Gaja Mada
menyaksikan kejadian itu maka ia dengan sigap mengingatkan kepada Hayam Wuruk bahwa
Dyah Pitaloka masih satu darah dengan dia sehingga tidak boleh menikah. Namun Hayam
Wuruk bersih keras untuk menikahhi Dyah Pitaloka.
mic on . . .
“celaka bagi ia yang melakukan pernikahan sedarah” ucap majapatih
Dalam pandangan Majapatih, Hayam Wuruk sudah terlanjur jatuh dalam panah
asmara nya kepada Dyah Pitaloka meskipun yang sebenarnya adalah keinginn
hasrat Hayam Wuruk untuk merebut wilayah kekuasaan Raja Galuh jauh lebih besar
dari rasa sayangnya terhadap Dyah Pitaloka.
Tak berlama-lama Hayam Wuruk langsung merencanakan pelamaran Dyah
Pitaloka. Dia dan panglimanya di pandu oleh beberapa prajurit menyeberangi laut
perbatasan Jawa dengan Sunda.
Sesampainya di kerajaan Pajajaran, dia disambut dan dilayani dengan sambut baik
disana. Lalu mereka langsung memperbincangkan perencanaan pernikahan Hayam
Wuruk dan Dyah Pitaloka.
Menurut beberapa sumber lain menyatakan saat itu Wilayah Jawa dipandang
memiliki budaya dan lembaga pendidikan agama yang lebih tinggi oleh masyarakat
Sunda, sehingga banyak masyarakat Sunda belajar ke Jawa dan mengadopsi
beberapa aspek budaya jawa. Dengan kondisi tersebut, sehingga menjadikan Putri
Sunda ingin menikah dengan Raja Jawa sebagaimana di ungkapkan dalam Carita
Parahyangan yakni "...Urang réya sangkan nu angkat ka Jawa, mumul nu lakian di
Sunda..." yang terjemahannya adalah "… Awalnya mereka pergi ke Jawa, sebab
putri tidak mau bersuami orang Sunda...".
Berbesar hati serta melihat perjodohan ini sebagai peluang untuk mengikat
persekutuan dengan kerajaan Majapahit yang besar dan jaya, raja Sunda dengan
suka cita memberikan restunya dan ikut pergi mengantarkan putrinya ke Majapahit
untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk.
Pada tahun 1357 rombongan kerajaan Sunda tiba di Majapahit setelah melayari Laut
Jawa. Rombongan kerajaan Sunda mendirikan pesanggrahan di Lapangan Bubat di
bagian utara Trowulan, Ibu Kota Majapahit. Mereka menantikan jemputan dari pihak
Majapahit serta upacara kerajaan yang pantas layaknya pernikahan agung kerajaan.
Dari Pihak Kerajaan Majapahit memiliki dilema atas kedatangan calon permaisuri ini.
Menurut catatan dari Pustaka Rajyarajya yang berasal dari Cirebon & merupakan
bagian dari Naskah Wangsakerta yang tersimpan di Museum Sejarah Sunda "Sri
Baduga" di Bandung, Kakek Hayam Wuruk yaitu Raden Wijaya (penerus tahta
kerajaan Sunda ke-26) adalah putra dari Rakyan Jayadarma yang menikah
dengan Dyah Lembu Tal. Dimana Rakyan Jayadarma yang tewas diracun akibat
perebutan kekuasaan, merupakan putra mahkota kerajaan Sunda dari Prabu
Guru Darmasiksa. Sehingga Hayam Wuruk dianggap masih memiliki kekerabatan
dekat dengan calon permaisuri. Hal ini menjadikan Gajah Mada menyampaikan
kepada rombongan kerajaan Sunda bahwa perkawinan antara Hayam Wuruk dan
Dyah Pitaloka tidak dapat dilaksanakan. Merasa dipermalukan, rombongan kerajaan
Sunda pada akhirnya memilih berperang Majapahit demi menjaga kehormatan. Raja
Sunda amat murka dan memilih melawan Majapahit demi menjaga kehormatan.
Akibat ketegangan ini terjadi pertempuran antar rombongan kerajaan Sunda
melawan tentara Majapahit. Rombongan kerajaan Sunda berniat untuk bela
pati melakukan puputan demi membela kehormatan mereka di Lapangan Bubat.
Meskipun memberikan perlawanan dengan gagah berani, rombongan kerajaan
Sunda kewalahan dan akhirnya gugur dalam kepungan tentara Majapahit. Hampir
seluruh rombongan kerajaan Sunda tewas dalam tragedi ini. Ayah dan ibunda Dyah
Pitaloka juga gugur dalam perang ini.
Karena Dyah Pitaloka merasa dirinya yang menjadi dalang atas terjadinya perang itu
dan tidak akan sanggup menahan rasa malu dan cemooh, maka ia memutuskan
untuk mengakhiri hidupnya tanpa pernah melihat Hayam Wuruk.

Menurut seorang Arkeolog Indonesia bernama Agus Aris Munandar yang


menafsirkan dari kisah Panji Angreni (1801) menyatakan bahwa ayahanda Hayam
Wuruk yang bernama Krtawarddhana (suami dari Tribhuwanatunggadewi)
berkeberatan dengan pernikahan tersebut, terlebih Hayam Wuruk telah dijodohkan
dengan Indudewi, anak Rajadewi Maharajasa yang bekedudukan di Daha (Kediri).
Sehingga Krtawarddhana memerintahkan Gajah Mada untuk membatalkan
pernikahan tersebut .

Pasca gagal menikahi Dyah Pitaloka, Hayam Wuruk menikah dengan Sri Sudewi,
putri Wijayarajasa Bhre Wengker.
Dari pernikahan Hayam Wuruk ddan Sri Sudewi, lahirlah Kusumawardhani. Tahun
1389, Hayam Wuruk meninggal dengan dua anak: Kusumawardhani (yang bersuami
Wikramawardhana), serta Wirabhumi yang merupakan anak dari selirnya. Namun
yang menjadi pengganti Hayam Wuruk adalah menantunya, Wikramawardhana.

Anda mungkin juga menyukai