Anda di halaman 1dari 6

Asal Usul Nama Girilawungan

Di daerah Majalengka, Provinsi Jawa barat, pernah berdiri sebuah kerajaan bernama
Girilawungan. Nama Girilawungan sendiri berasal dari bahasa sunda 'Ngalawung'
yang memiliki arti 'berhadap-hadapan'. Konon di tempat tersebut dahulu pasukan
Majapahit pernah melakukan aksi 'ngalawung' menunggu putri Giri Larang keluar
dari tempat persembunyiannya, karena mereka merasa malu jika harus pulang ke
kerajaan Majapahit tanpa hasil. Berikut ini kisah lengkapnya.

Raja Giri Layang dan Putri Giri Larang


Alkisah, Raja Giri Layang dibantu oleh adiknya Putri Giri Larang, memimpin sebuah
kerajaan bernama Kerajaan Giri di Majalengka, Jawa Barat dengan adil bijaksana.
Mereka berdua masih keturunan kerajaan Pajajaran. Baginda Raja sangat
mengutamakan kepentingan kerajaan dan rakyatnya. Perhatian utama Raja dalam
mensejahterakan rakyatnya adalah dengan mengembangkan pertanian. Untuk hal itu
Raja menunjuk seorang patih sebagai tangan kanan beliau yaitu Patih Endang
Capang.

Patih Endang Capang memiliki jadwal rutin berkeliling ke penjuru negeri untuk
memberikan penerangan mengenai bagaimana cara bertani yang baik, memeriksa
pengolahan pertanian rakyat, mulai dari pemupukan, pengairan maupun membuka
hutan untuk ditanami palawija. Jadi tidak heran jika hasil pangan sangat berlimpah.

Dalam bertransaksi perdagangan, masyarakat biasanya menggunakan sistem barter


atau saling menukar barang. Takaran yang digunakan untuk mengukur barang yang
dipertukarkan adalah batok kelapa atau ruas bambu. Jumlah penduduk saat itu tidak
terlalu banyak sehingga jarak antar rumah penduduk agak berjauhan. Namun
demikian penduduk kerajaan tidak merasa takut. Untuk penerangan di tiap rumah,
digunakan pelita dengan minyak yang diolah dari biji-bijian yang diperas seperti biji
kenari, keliki, atau jarak. Setiap sore, dari setiap rumah penduduk selalu ramai
terdengar bunyi-bunyi alat musik seperti gambang dan seruling.
Putri Giri Larang Pergi Merantau
Suatu ketika Putri Giri Larang menghadap Baginda Raja. “Abang, telah lama Adinda
membantu Abang dalam mengurus kerajaan. Mohon maaf Abang, Adinda merasa
masih kurang dalam ilmu. Adinda ingin pergi merantau untuk mencari tambahan ilmu
kesaktian.”

Raja Giri Layang terdiam sejenak kemudian menghela nafas. “Adinda, Abang sangat
menyayangimu. Abang takut sekali jika sampai terjadi hal buruk terhadap Adinda
saat pergi merantau. Tapi baiklah, Abang tidak ingin mengecewakanmu. Pergilah
mencari ilmu agar Adinda bahagia. Abang berpesan, bawalah air sumur Sudajaya
dan pergilah ke arah timur tapi jangan sampai melewati perbatasan kerajaan karena
kesaktianmu akan hilang.”

“Terima kasih Abang. Adinda akan melaksanakan pesan Abang.” kata Putri Giri
Larang. Setelah berpamitan maka berangkatlah Putri Giri Larang seorang diri. Nyi
Putri Giri Larang terus berjalan ke arah timur naik gunung dan turun gunung, keluar
hutan masuk hutan, lembah yang dalam dan tebing yang curam dilaluinya. Meski
perjalanan sangat jauh dan melelahkan, namun Putri Giri merasa bahagia.

Setelah berbulan-bulan berjalan, akhirnya sampailah Nyi Putri Giri Larang ke sebuah
hutan belantara yang belum dijamah oleh manusia. Banyak binatang liar ramai
berbunyi bersahut-sahutan seperti kera, lutung, burung, dan binatang liar lainnya.
Putri Giri Larang tidak memperdulikan binatang-binatang liar tersebut. Ia terus
berjalan di bawah pohon-pohon besar yang usianya sudah ratusan tahun. Akhirnya
tibalah sang putri di sebuah telaga yang dikelilingi taman-taman yang sangat indah.

Putri Giri Larang tercengang sekaligus merasa heran, siapa gerangan yang
membangun taman indah di tengah hutan lebat. Sang putri akhirnya memutuskan
untuk melepas lelah dan membersihkan badan di telaga indah tersebut.

Tanpa disadari sang putri, seseorang mengamatinya dari semak-semak. Orang itu
adalah Patih dari kerajaan Mahapahit yang bertugas untuk merawat telaga tersebut.
Rupanya telaga tersebut dibuat atas perintah raja Majapahit sebagai tempat untuk
mengasingkan diri, menenangkan diri, dan tempat peristirahatan raja saat berburu di
hutan. Sang Patih terkesima melihat kecantikan sang putri yang tengah
membersihkan badan.

“Raja Majapahit belum memiliki istri. Perempuan itu cantik sekali, pantas menjadi
permaisuri kerajaan Mahapahit. Aku harus membawanya ke kerajaan Majapahit. Biar
aku ambil saja selendangnya.” Sang Patih kemudian dengan sengaja mengambil
selendang Putri Giri Larang.

Putri Giri Larang tentu saja terkejut melihat seseorang tiba-tiba muncul mencuri
selendangnya. “Hai siapa kamu? Kenapa mencuri selendangku? Kembalikan!”

“Wahai Putri cantik jelita. Mohon maaf, bukan maksud Hamba berbuat tidak sopan,
tetapi raja kami raja Majapahit belum memiliki istri. Hendaknya Tuan Putri mau
menjadi istri Raja Mahapahit. Jika Tuan Putri menginginkan selendang ini, kejarlah
Hamba.” kata Patih Mahapahit.
“Hey pencuri jangan kurang ajar! Cepat kembalikan selendangku!” teriak Putri Giri
Larang.

Sang Patih tidak memperdulikan teriakan sang Putri. Ia dengan sengaja berlari
menuju kerajaan Majapahit dengan tujuan sang Putri akan mengikutinya menuju
kerajaan. Putri Giri Larang tentu saja sangat marah dengan sang Patih. Ia pun
segera mengejar si pencuri selendangnya. Namun nampaknya sang Patih memiliki
kesaktian tinggi karena sang Putri sulit untuk mengejarnya. Hingga akhirnya mereka
berdua melewati perbatasan kerajaan Majapahit. Ia teringat dengan pesan kakaknya
agar jangan pergi terlalu jauh melewati perbatasan, namun kini sudah terlambat,
tubuh sang putri menjadi lemah karena kesaktiannya hilang.
Putri Giri Menikah Dengan Raja Majapahit
Akhirnya tibalah mereka berdua di kerajaan Majapahit. Sang Patih kemudian
menjelaskan kepada Raja Majapahit bahwa ia membawa seorang wanita cantik jelita
untuk dijadikan istri. Raja Majapahit sangat terpesona dengan kecantikan Putri Giri
Larang dan langsung jatih cinta. Raja memintanya agar ia mau menjadi istrinya.
“Duhai putri cantik jelita, jangan kuatir, selendangmu akan Aku kembalikan, malah
kalau perlu Aku ganti berlusin-lusin dengan yang lebih baik. Sekarang
perkenalkanlah dirimu?”

“Hey Raja maling, hati-hati bicara, namaku Putri Giri Larang, keturunan Pajajaran,
adik kandung Raja Giri Layang dari kerajaan Giri. Sekarang kembalikan
selendangku.” teriak Putri Giri dengan marah.

“Oh jadi tuan Putri adalah dari Kerajaan Giri dan masih keturunan Pajajaran? Aku
beruntung sekali. Maukah Engkau menjadi istriku? Kebetulan Aku sedang mencari
permaisuri. Jika tuan Putri bersedia, maka selendang ini akan Aku kembalikan. Tapi
jika tidak bersedia, selendang ini tidak akan Aku kembalikan.” kata Raja Mahapahit.

Putri Giri Larang tidak mampu menolak, karena tubuhnya terasa sangat lemah. Ia
pun akhirnya menerima tawaran Raja Mahapahit dengan mengajukan syarat.
“Baiklah, Aku mau menjadi istrimu. Tapi dengan syarat Raja tidak akan pernah
mencampuri urusan perempuan. Jika dilanggar, Aku akan kembali ke istana
kakakku.”

Tentu saja raja Majapahit menyetujui syarat tersebut. Mereka pun segera
melangsungkan pernikahan yang megah. Rakyat Majapahit bergembira karena Raja
mereka telah memiliki seorang istri cantik jelita. Raja pun sangat bahagia telah
memiliki permaisuri. Tidak lama setelah menikah, Putri Giri Larang mengandung.
Raja sangat berbahagia mendengar berita tersebut. Raja merasa hidupnya telah
sempurna.
Raja Majapahit Melanggar Janji
Di suatu hari, Putri Giri Larang tengah menanak nasi. Karena saat itu udara terasa
sangat panas, setelah menutup tempat menanak nasi ia kemudian pergi mandi.
Sang Raja saat itu melewati dapur. Melihat istrinya tidak ada di dapur sang Raja
kemudian ingin tahu apa yang tengah dimasak oleh istrinya. Ia kemudian membuka
penutup tempat menanak nasi. Betapa terkejutnya sang raja begitu mengetahui yang
dimasak oleh istrinya hanyalah sebutir padi.

Setelah istrinya selesai mandi, Raja pun menanyakan perihal sebutir padi yang
dimasak istrinya. “Wahai istriku, tadi aku memeriksa tempat masakmu. Aku heran
bagaimana bisa sebutir padi bisa memenuhi kebutuhan makan kita?”

Mendengar pertanyaan Raja, Putri Giri Larang sontak merasa marah. “Duhai
suamiku, bukankah di awal pernikahan Engkau telah berjanji tidak akan mencampuri
urusan perempuan? Engkau telah melanggar perjanjian. Baiklah kalau begitu, Aku
akan pulang ke kerajaan kakakku.”

“Oh iya Aku lupa dengan janjiku sendiri. Maafkan Aku istriku tercinta. Aku berjanji
tidak akan mengulanginya lagi.” kata Raja.
Putri Giri Larang Pulang Ke Kerajaan Giri
Putri Giri Larang tidak bisa memaafkan Raja. Secara diam-diam ia kemudian pergi
meninggalkan istana kerajaan Majapahit. Setibanya di kerajaan kakaknya, Putri Giri
Larang tidak mampu menahan tangis. “Maafkan Adinda telah melanggar pesan
Kakanda. Inilah akibatnya.”

“Sudahlah adikku. Nasi telah menjadi bubur. Beristirahatlah karena kini Engkau
tengah mengandung.” Raja Giri Layang tentu saja memaafkan adik yang sangat ia
cintai. Ia sangat senang karena adiknya telah kembali.

Raja Giri Layang kemudian merawat adiknya yang tengah mengandung dengan
penuh kesabaran.

Beberapa waktu kemudian, Putri Giri Larang pun melahirkan seorang bayi laki-laki
sehat. Ia memberinya nama Adipati Jatiserang. Selama tinggal di kerajaan Giri, Putri
Giri Layang selalu merasa gelisah, ia sangat khawatir jika suatu saat, Raja
Majapahit, yaitu ayah Jatiserang akan datang dan mengambil putranya. Ia
menyampaikan kekhawatirannya kepada kakaknya Raja Giri Layang.
Setelah mendengarkan kekhawatiran adiknya, Raja Giri Layang merasa mampu
menandingi pasukan kerajaan sebesar Majapahit. Namun ia tidak ingin menyeret
rakyatnya ke dalam peperangan. Ia kemudian berunding dengan patihnya, yaitu
Patih Endang Capang beserta para menteri. Setelah berembug, mereka akhirnya
sepakat untuk bersembunyi di dalam sebuah kulah atau sebuah lubang besar di
bawah tanah. Raja Giri Layang memerintahkan untuk membuat empat buah lubang
besar sebagai tempat persembunyian keluarga kerajaan. Raja beserta adiknya dan
seluruh keluarga kerajaan kemudian memasuki lubang besar tersebut untuk
bersembunyi.
Pasukan Majapahit Menjemput Paksa Putri Giri dan Anaknya
Tidak lama berselang, datanglah pasukan dari kerajaan seberang yang dipimpin oleh
dua orang patih, yaitu Patih Mangkunagara dan Patih Surapati. Mereka bermaksud
menjemput paksa Putri Giri Larang dan Adipati Jatiserang. Mereka memasuki istana
kerajaan Giri dan ditemui oleh Patih Endang Capang. "Kami mencari Putri Giri
Larang. Ia adalah permaisuri kerajaan Majapahit. Raja Majapahit memintanya
pulang." kata kedua patih itu pada Patih Endang Capang.

"Maaf Tuan, Putri Giri Larang dan Raja Giri Layang telah wafat. Sementara itu, putra
Giri Larang, yaitu Adipati Jatiserang sedang berguru ke negeri seberang."

"Jangan berbohong. Kami tidak percaya!" seru mereka.

“Kalau kalian tidak percaya, mari Aku antarkan kalian ke makam Raja Giri Layang
dan Tuan Putri Giri Larang.” ujar Patih Endang Capang. Kemudian, Patih Endang
Capang membawa pasukan Majapahit ke lokasi lubang persembunyian Raja dan
keluarga kerajaan.

Pasukan Majapahit melihat empat gundukan tanah yang menyerupai makam.


Namun karena masih tidak percaya, kedua patih tersebut memerintahkan
pasukannya untuk menggali makam tersebut. Namun, ketika hendak menggali tiba-
tiba semua pasukan Majapahit merasa lemas dan terjatuh. Rupanya kekuatan
pasukan Majapahit dihisap oleh kekuatan Putri Giri Larang dan Raja Giri Layang
yang sedang bersembunyi di bawah tanah itu.

“Sudah-sudah hentikan saja upaya penggalian lubang itu. Aku yakin mereka
bersembunyi di dalam lubang tersebut. Namun kesaktian mereka sepertinya terlalu
tinggi buat kita.” kedua Patih memerintahkan untuk menghentikan usaha pasukannya
dalam menggali makam.
Pasukan Majapahit Ngalawung
“Jika kita pulang ke kerajaan Majapahit, sudah tentu Raja akan sangat marah dan
boleh jadi Raja akan menghukum kita. Lebih baik kita tidak usah pulang ke
Majapahit. Lebih baik kita ngalawung saja disini untuk menunggu mereka keluar dari
lubang.” kata patih Mangkunagara.

Secara bahasa, ngalawung artinya duduk saling berhadap-hadapan. Pasukan


Majapahit yang merasa gagal melaksanakan tugas mereka kini hanya duduk
ngalawung di tempat tersebut. Sejak saat itu kerajaan Giri sering juga disebut
dengan nama kerajaan Girilawung. Sedangkan kampung tempat patih Majapahit
beserta pasukannya ngalawung saat ini dikenal dengan nama Babakan Jawa.

Anda mungkin juga menyukai