14 salah satu Pangeran Keturunan dari Ciamis yaitu Pangeran Aryadipati. Pada suatu hari beliau melakukan perjalanan ke Cirebon, setelah sampai di Cirebon beliau di salah satu gunung yang disebut Gunung Penawar Jati yang saat ini disebut Gunung Jati. Beliau bertapa untuk memohon petunjuk kepada Allah SWT.
Selama seban Pangeran Aryadipati bertapa di
tempat tersebut tetapi belum mendapat petunjuk, hanya bisa bersabar dan terus melakukan semedi/bertapa. Kemudian pada malam ke-33 Pangeran Aryadipati mendapat ilham atau petunjuk untuk mencari sebuah pohon yang menyerupai "cecendet". Setelah mendapat ilham tersebut kemudian Pangeran Aryadipati berangkat menuju ke arah barat. Selama perjalanan hampir 3 tahun lamanya, Pangeran Aryadipati belum juga menemukan pohon yang dicari, hal ini memyebabkan Pangeran Aryadipati hampir putus asa
Dalam suatu waktu, Pangeran Aryadipati tiba
disatu kampung yang disebut kampung Tajur ,karena terlalu lelah, Pangeran Aryadipati beristiragat di kampung tersebut sampai akhirnya beliu ketiduran. Seasaat setelah Pangeran Aryadipati terbangun, beliau kaget luar biasa karena tiba-tiba disampingnya ada sebuah pohon yang selama ini dicari-cari.
"eeeh,sepertinya ino pohon yang selama ini aku
cari-cari, gumam Pangeran Aryadipati sambil memperhatikan pohon tersebut setelah diteliti dan yakin bahwa pohon tersebut yang selama ini dicari-cari Pangeran Aryadipati melakukan shalat hajat beberapa kali sebagai wujud terimaksih dan bersyukurnya atas bantuan Gusti Allah. Setelah selesai shalat hajat dan berdo'a, pohon yang berada disampingnya tersebut secara tiba-tiba berubah membesar dan semakin tinggi,daunya sangat lebat hijau dan rindang yang membuat siapapun merasa nyaman.kemhdian pohon ini dinamakan atau disebut pohon beringin"caringin - sunda".
Kalau diperhatikan dilambang negara kita,
pohon beringin ini oleh para pendahulu kita dijadikan sebagai salah satu lambang yang berada didada burung garuda sebagai salah satu sila dari lima sila.
Pangeran Aryadipati kemudian memutuskan
untuk tinggal dikampung tersebut"Kampung Tajur" dan menikahi salah satu putri yang cantik yaitu putri dari pangeran sangiang dari talaga yang bernama putri sawit. Dalam menjalin rumah tangganya, pangeran Aryadipati dan putri siti sawit sangat menyayangi satu sama lain,kemana - mana selalu berjalan bersama"ka cai na bareng mandi kadaratnya bareng solat-peribahasa sunda". Dari hasil pernikahannya kemudian mempunyai dua orang putra yang bernama Remban dan Imbar.
Pada suatu waktu yaitu hari jumat kliwon,
pangeran Aryadipati kedatangan salah satu pangeran Sommadullah yang biasa disebut juga pangeran cakra bumi bahkan lebih tersohor Mbah Kuwu karena putra Prabusiliwangi dari pajajaran yang ikut menetap dikerajaan Cirebon. "Maafkan hamba, hamba pasrah,hambah tunduk pada perintah paduka" kata pangeran Aryadipati sambil menundukan kepala merasa sangat menyesal sudah melupakan kewajiban nya menjemput Ki Cakra Bumi.
"Patih, bawa Ki Aryadipati, seret dan gantung di
alun - alun, penggal kepalanya" perintah Ki Gedeng kepala patihnya dengan sangat marah. Tidak menunggu lama pangeran Aryadipati dibawa ke alun- alun untuk dihukum gantung.
Setelah tiga bulan lamanya pangeran Aryadipati
tidak kembali ke kampung. Siti Sawit merasa sangat khawatir. Akhirnya siti Sawit memerintahkan kerakyatnya yang paling dipercaya untuk menyusul pangeran Aryadipati ke Mataram.
"Paman, tolong susul suami saya ke Mataram,
saya merasa sangat khawatir takut ada apa-apa diperjalanan!" kata siti Sawit sambil menangis tersedu-sedu, khawatir dengan suaminya yang tiga bulan belum pulang- pulang.
"Baik den putri, saya pamit berangkat saat ini
juga" kata salah seorang rakyat Tajur sambil segera berdiri dan berangkat menuju Mataram ditemani beberapa orang lainnya. Setibanya di Mataram, utusan menemukan kepala pangeran Aryadipati menggantung dan sudah terpisah dari badannya.
Secepatnya kepala pangeran diturunkan, dan
dibungkus dengan kain putih aneh bin ajaib, walaupun sudah 13 hari kepala pangeran Adipati di gantung di alun- alun, tidak ada bau bangkai sedikitpun. Setelah selesai dibungkus, kemudian utusan tersebut segera pamit.
"maafkan hamba, hamba pamit, dan mohon
ijinnya paduka untuk menyerahkan kepala pangeran ke Putri Siti Sawit, yang sudah lama menanti kata salah satu utusan sambil menyembah ki Gedeng. Sejalan dengan berangkatnya utusan tersebut, tubuh pangeran Aryadipati yang tergeletak dengan tiang tangungan mendadak hilang tanpa bekas. Semua yang ada di situ merasa sangat kaget. Ki Gedeng Mataram dan rakyat nya juga para utusan dari Tajur, mereka tertipu dari penglihatannya, tertipu oleh pangeran Aryadipati. Sebenarnya yang digantung dan dipenggal tiada lain adalah pusakanya yaitu Mahkota Waring. Sebab pangeran Aryadipati menghilang sewaktu diseret akan digantung. Utusan dari kampung Tajur kembali pulang membawa kepala pangeran Aryadipati yang dibungkus oleh kain putih. Kemudian setibanya dikampung Tajur, bungkusan tersebut diserahkan kepada Nyi Putri Siti Sawit. Secepatnya bungkusan tersebut dikuburkan sebagai mana mestinya. Tetapi kedalaman dari kuburan tersebut hanya setengah meter atau sedalam ukuran panjang siku lengan.
Setelah kejadian tersebut, pangeran Aryadipati
tidak mau muncul lagi kerakyatnya, sebab pengetahuan rakyatnya, Pangeran Aryadipati sudah meninggal dihukum gantung oleh Ki Gedeng Mataram, tetapi istrinya Nyi Siti Sawit saja yang sering menemui dan tau bahwa suaminya masih hidup dan pindah tempat kedaerah Giri Lawungan. Diatas kuburannya pusaka pangeran Aryadipati ada pohon "Gebang" yang tumbuh, setelah jumlahnya sebanyak sepuluh batang, pohon tersebut tiba-tiba menghilang.digantikan dengan pohon mangga.
Sampai sekarang tidak ada yang mengetahui
siapa yang menanam pohon tersebut, yang jelas tumbuh dengan sendirinya.
Setelah pangeran Aryadipati pindah ke giri
lawungan, daerah kampung tajur sering ditemukan kejadian-kejadian aneh oleh Nyi siti sawit, dan diutarakan kepara putranya.
Kejadian-kejadian tersebut diantaranya
mahkota atau kopiah waring mbah kuwu sangkan ketinggalan dipohon beringin waktu beliau mencari orang yang berkelahi antara ki gebeng hanjatan dan syarif arifin memperebutkan bibit sri ( padi/pare ) dan bibit banyu ( bibit air ) disungai cikeruh sebelum pangeran arya dipati pindah kegiri lawungan sering ditempat tajur sering kejadian hal-hal yang aneh oleh nyi siti sawit diterangkan kepara putranya. Kejadian itu diantaranya:
Pada saat siti sawit melahirkan remban dan
imbar, beliau kedatangan pangeran cakra bumi yang pada waktu tersebut kopiah waringnya ketinggalan dipondok siti sawit. Yang digantung oleh ki kedeng mataram menurut penglihatan biasa adalah pangeran arya dipati, tetapi sebenarnya mahkota yang dibuat dari waring ( karung ).
Didasarkan dari beberapa kejadian tersebut, siti
sawit mengadakan pertemuan dengan para putranya yaitu remban dan imbar untuk merubah nama kampung yang asalnya bernama kampung tajur dirubah menjadi waringin, asal kata dari kopiah "waring" (karung) yang menggantung dipohon caringin (beringin)- tahun berubahnya ini belum ada yang mengetahui. Mulai saat itu, Waringin dipimpin oleh putra pangeran Aryadipati, yaitu Pangeran Remban yang memajukan syiar islam,dan Pangeran Imbar yang mengatur pemerintahan. Setelah Siti Sawit menyerahkan kepada kedua putranya, beliau pindah kearah barat yang disebut Hulu Dayeuh. Disebut Hulu Dayeuh dikarenakan pad waktu itu dijadikan tempat musyawarah Siti Sawit, kedua putranya dan segenap rakyatnya untuk memajukan kampung waringin.
Pemerintah desa waringin dipimpin oleh
pangeran Imbar untuk beberapa tahun,kemudian di gantikan oleh pangeran remban . Tidak diketahui tahun berapa pangeran imbar dan pangeran remban meninggal dunia, yang jelas yang pertama meninggal adalah pangeran imbar.
Pembaca sekalian setelah pangeran imbar dan
pangeran remban meninggal tercatat beberapa kuwu/kepala desa yang pernah memimpin desa waringin yaitu: