Anda di halaman 1dari 5

[22/11 17.50] .

: Alkisah, pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang raja yang memimpin kawasan
Banten. Ia memiliki seorang putri yang wajahnya teramat menawan. Kulitnya putih dan mulus.

Akan tetapi, kecantikannya itu tak tergambarkan dari perilaku dan hatinya. Ia adalah putri raja yang
manja dan segala keinginannya harus terpenuhi. Tak hanya itu saja, ia juga kerap membentak
dayang-dayang istana yang melakukan kesalahan, meskipun itu hanyalah kesalahan sederhana.

Keburukannya tak berhenti sampai situ saja. Sang Putri juga merupakan perempuan pemalas.
Kesehariannya ia habiskan untuk merias wajah dan memandangi cermin. Kebiasaannya adalah
memuji kecantikannya sendiri.

“Kamu sangatlah cantik. Lihat wajahmu, mulus dan bersih. Tak ada satu pun orang yang mampu
menandingi kecantikanmu,” ucapnya pada diri sendiri sembari memandangi cermin.

Selain suka memuji diri sendiri dan merasa dirinya paling sempurna, sang Putri juga kerap
menyombongkan dirinya dan menghina orang lain. Suatu hari, ia pernah bertemu dengan seorang
gadis desa saat berjalan-jalan ke pasar untuk membeli hiasan rambut.

Kebetulan, gadis itu hendak membeli jepit yang sama dengan sang Putri. Lalu, perempuan sombong
itu berkata, “Kau hendak membeli jepit ini juga? Mana kau pantas memakainya? Jepit ini hanya
cocok untuk wanita cantik sepertiku. Gadis desa sepertimu tentu tak pantas memakainya.”

[22/11 17.50] .: Mendengar ucapan itu, tentu saja membuat sang gadis menangis tersedu. Ia tak
menyangka bila ada anak raja yang punya peringai sekejam itu.

Baca juga: Kisah Dongeng Gajah dan Semut & Ulasannya, Bukti Kesombongan Tak Ada Gunanya

Meminta Sebuah Puri

Pada suatu hari, sang Putri memiliki keinginan yang sangat berlebihan. Ia meminta kepada ayahnya
sebuah puri megah yang terletak di kaki gunung.

“Ayah, aku ingin Ayah memberiku sebuah puri megah yang terletak di kaki gunung. Puri itu juga harus
memiliki taman yang indah dan sebuah danau yang airnya jernih,” rengek sang Putri.

“Untuk apa Putriku yang cantik? Bukankah kau sudah memiliki puri nan megah di istana ini? Apakah
belum cukup?” ucap sang Raja.
“Di istana ini pemandangannya kurang indah, Ayah. Aku ingin puri yang sejuk dan memiliki
pemandangan indah,” ucapnya memaksa.

Awalnya, sang Raja menolak untuk memberikan puri kepada anaknya. Namun, sang Putri selalu
memaksa dan mengancam tak akan makan dan minum bila keinginannya tak terkalbukan.

[22/11 17.50] .: Pada akhirnya, mau tak mau, ia mengabulkan keinginan putrinya. Ia meminta
ajudannya untuk segera membentul pasukan khusus agar segera membangun puri di kaki gunung.

“Tuan, apa tidak apa-apa mengabulkan keinginan Putri? Ampuni hamba, Tuan, tapi tampaknya
mengabulkan permintaan tuan putri bukanlah hal yang tepat,” ucap ajudan Raja.

“Hanya ini yang aku bisa lakukan untuk membahagiakan putriku. Aku tak ingin dia kecewa. Ia tumbuh
tanpa kasih sayang seorang ibu. Aku sangat memaklumi sifat keras kepalanya,” ucap sang raja yang
merasa kasihan kepada putrinya. Sejak lahir, sang Putri belum pernah merasakan kasih sayang ibu.
Sebab, sang Ratu telah meninggal sesaat setelah melahirkannya.

Tinggal di Sebuah Puri Indah

Setelah keinginannya memiliki puri terwujud, ia langsung pindah ke sana. Sang Raja memerintahkan
beberapa pengawal dan dayang istana untuk menjaganya. Sang Putri merasa sangat puas dan
bahagia.

“Akhirnya aku bisa menguasai puri yang indah. Apalagi ada danau indah nan jernih yang bisa
kugunakan untuk mandi,” ucapnya puas.

Ia merasa ingin menguasai danau itu sendirian. Tak ada satu orang pun yang boleh memasuki danau
itu. Bahkan, para dayang pun tak mendapatkan izin untuk memasuki danau.

“Aku peringatkan kepada kalian, tanpa seizinku, kalian tak boleh memasuki danau ini! Aku tak ingin
kalian mencemari keindahannya. Kalau ada yang berani-beraninya masuk ke sini, aku tak segan-segan
mengusir kalian. Mengerti?” ucap sang Putri mengancam para dayang dan pengawal.

[22/11 17.51] .: “Baik, Tuan Putri, kami tak akan memasuki danau itu. Kami berjanji,” ucap salah satu
dayang mewakili teman-temannya.

Setiap hari, sang Putri mandi di danau itu. Saking jernihnya, ia bisa bercermin di air danau itu. “Hmm,
kecantikanku bahkan terpantul ke air ini. Luar biasa sekali,” ucapnya memuji diri sendiri.
Datang Seorang Nenek

Pada suatu pagi, ketika sang Putri sedang asyik mandi, tiba-tiba ada seorang nenek datang
menghampiri danau. Tentu saja sang Putri merasa sangat terkejut. Ia terperanjat mendapati seorang
nenek tua berpakaian compang camping memasuki kawasannya.

Tak diam saja, sang Putri segera beranjak dari danau dan mendatangi Nenek tua itu. Dengan kedua
tangan di pinggangnya, ia berteriak pada sang Nenek tua, “Hei perempuan tua, siapa kau? Berani-
beraninya datang kemari!”

Tentu saja Nenek itu merasa terkejut dengan teriakan sang Putri. Ia hanya bisa terdiam dan menatap
heran pada sang Putri.

“Kenapa diam saja? Kau tak mendengar pertanyaanku? Kenapa kau datang kemari? Hah?” tanyanya
dengan suara lantang. Sungguh tak sopan ucapannya kepada orang tua.

Nenek itu masih terdiam. Ia hanya memandangi sang Putri dengan tatapan melas dan keheranan.
Meski begitu, perempuan tamak itu tampak tak memedulikan raut wajah Nenek yang melas.

[22/11 17.51] .: “Dasar perempuan tua! Kau sudah tuli, ya? Atau kau bisu? Sampai-sampai kau tak
menjawab pertanyaanku?” ucap sang Putri sambil melotot ke arah perempuan tua itu.

“Atau jangan-jangan, kau tuli, bisu, dan buta? Hingga kau tak tahu kalau danau ini hanya milikku
seorang. Tak ada satu pun yang boleh memasukinya kecuali aku! Apalagi kau hanya perempuan tua
dekil. Bisa-bisa kau mengotori danauku ini! Pergi sana!” imbuh sang Putri.

Meski mendengar segala umpatan sang Putri, Nenek itu masih terdiam. Bibirnya tampak bergetar.
Tangannya mengepal. Seperti orang yang sedang menahan amarah.

Karena Nenek tua tak kunjug bicara, akhirnya sang Putri semakin naik pitam. Ia menghardik Nenek
itu dengan kalimat yang teramat kasar.

“Dasar kau perempuan dekil dan bau! Kau sudah gila, ya? Tak pantas kau menginjakkan kaki di sini!
Cepat kau angkat kaki dari sini! Air danauku yang jernih ini akan kotor terkena tubuhmu itu!”
ucapnya.

Sang Nenek Angkat Suara


Karena sudah tak sabar, akhirnya sang Nenek angkat bicara, “Betapa sombongnya kau perempuan
muda. Kau kira kau ini siapa? Pemilik semesta ini?”

“Apa katamu? Lancang sekali mulutmu. Kau tak tahu siapa aku ini?” sang Putri langsung menyela.
“Kau tak tahu sekarang sedang berhadapan dengan siapa?” imbuhnya.

[22/11 17.51] .: “Tentu saja aku mengenalmu! Siapa orang di desa ini yang tak tahu Putri sombong
sepertimu! Tingkah lakumu sungguh tak menggambarkan seorang anak raja. Padahal, ayahmu adalah
orang yang sangat budiman dan suka menolong. Kenapa anaknya bisa bersikap begitu keji?” ucap
sang Nenek murka.

“Apa pedulimu? Kalau tahu aku ini anak raja, kau harusnya sadar diri. Tak boleh kau bertindak
semaumu di hadapanku! Sekarang, angkat kakimu dari sini! Atau kau mau kupanggilkan
pengawalku?” ucap sang Putri.

“Sebelum aku angkat kaki, ketahuilah satu hal. Gara-gara kau membuat danau di sini, warga desa
sekitar kaki gunung kesulitan mendapat air. Harusnya, air ini mengalir ke warga-warga sekitar. Tapi
kau malah membendungnya dan menjadikannya sebagai danau. Sungguh tamak dan egois sekali
dirimu. Tanpa memandang orang lain, kau malah asik dengan kesenanganmu sendiri. Apa kau layak
disebut putri raja?” ucapnya.

“Apa peduliku? Salahkan mereka yang hidup miskin!” ucap perempuan itu dengan kasar.

Sang Nenek Memberi Kutukan

Setelah mendengar segala umpatan dan hinaan dari sang Putri, wanita tua itu mulai tak tahan lagi. Ia
lalu mengucapkan kata-kata yang akan membuat sang Putri tersadar.

“Engkau memang putri Raja, tapi ingatlah, tak seharusnya kau mengumbar umpatan. Di mata Tuhan,
engkau tetaplah manusia biasa. Ucapan kasar itu tak seharusnya muncul dari mulut manusia.
Mulutmu seperti mengandung bisa mematikan. Hanya ular hitam saja yang memiliki mulut seperti
itu,” ucap sang Nenek mengumpat.

Tak selang lama setelah sang Nenek mengucapkan kalimat tersebut, tiba-tiba langit berubah menjadi
mendung. Awan gelap menutupi seluruh cahaya matahari.

[22/11 17.51] .: Kemudian, muncul cahaya menyilaukan mata dari langit. Petir juga tiba-tiba datang
menggelegar menghantam tubuh sang Putri. Seketika, tubuh sang Putri terpental dan berubah
wujud.
Ternyata, Nenek tua itu bukanlah orang biasa. Ia mengutuk sang Putri menjadi seekor ular hitam
berbisa.

“Ini adalah buah dari kesombonganmu! Karena kesombonganmu, tak seharusnya kau menjadi
manusia. Kau lebih pantas menjadi seekor ular berbisa. Maka, selamanya kau akan menjadi ular,”
ucap sang Nenek.

Sang Putri yang telah menjelma menjadi ular hitamu itu nampak sangat sedih. Air matanya tak
berhenti bercucuran. Ia merasa menyesal telah menjadi orang sombong. Ia terus-terusan minta
maaf, tapi yang terdengar hanyalah suara desisan ular.

Karena tak bisa kembali ke wujud aslinya, ular hitam berbisa itu pun sembunyi di dalam danau yang
kerap ia gunakan mandi. Kabar terkutuknya sang Putri pun telah tersebar luas. Sang Raja hanya bisa
menangisi anaknya. Para warga lalu menyebut danau tempat persembunyian ular hitam sebagai
Cikaputrian yang artinya danau tempat sang Putri mandi.

[22/11 17.52] .: Pesan moral apakah yang bisa kamu petik dari cerita rakyat asal mula Cikaputrian?
Tentu ada beberapa, salah satunya adalah janganlah menjadi perempuan manja dan angkuh. Jadilah
wanita mandiri dan tak merepotkan orang lain.

Pokoknya, dari segala sikap sang Putri ada baiknya tak kamu tiru. Niscaya, orang yang berbuat buruk
akan mendapatkan ganjarannya. Bersikap baik dan sopanlah kepada sesama ciptaan Tuhan.

Tak hanya unsur intrinsik, cerita rakyat asal mula Cikaputrian juga mempunyai unsur ekstrinsik. Sebut
saja seperti kepercayaan masyarakat setempat dan budaya yang berkembang di tengah-tengahnya.

Anda mungkin juga menyukai