Anda di halaman 1dari 20

Peri Sungai

Judul Cerpen Peri Sungai

Cerpen Karangan: Mr. I

Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi)


Lolos moderasi pada: 10 September 2016

“Peri itu gak ada” itulah yang selalu diucapkan teman temanku di sekolah seraya menghina dan

mencemoohku. Namaku Rino dan aku sudah duduk di bangku SMP kelas 1. Memang aneh bagiku

seorang anak laki laki yang suka dengan hal hal berbau dongeng. Apalagi untuk ukuran anak SMP,

peri jelas jelas bukanlah hal yang nyata dan tak pantas untuk dipercayai. Dan aku hampir saja
melupakan hal yang namanya peri maupun dongeng.

Tapi semua pemikiran itu berubah sejak aku pergi ke desa di rumah nenekku di daerah cicalengka

jawa barat. Hari itu aku jalan jalan sendirian karena tak ada anak yang sebaya denganku disana.

Aku pergi ke sebuah sungai di desa itu, air yang langsung dari gunung itu mengalir menciprat

kakiku dan terasa sangat sejuk. Entah karena keasyikan ataupun kelelahan seusai perjalanan aku
pun tertidur di tepi sungai itu.

Seketika bangun dari tidur aku sangat terkejut melihat sesosok gadis cantik yang memiliki sayap

seperti capung di punggungnya dengan mengenakan pakaian berwarna hijau. Aku pikir ini

hanyalah mimpi, namun setelah aku cubit pipiku aku bahkan merasa kesakitan. Tak hanya dengan

munculnya gadis bersayap itu, aku juga dikejutkan dengan benda benda di sekitarku yang tadinya
hanya seukuran jempol kakiku berubah menjadi seukuran rumah.

“hei… ada apa ini?” tanyaku bingung kepada gadis itu

“eh? kamu bisa melihatku?” tanya gadis itu

“Memang tak ada yang bisa melihatmu?” tanyaku heran

“Tentu saja… aku ini bangsa peri yang tak bisa dilihat oleh para manusia” jawabnya

Aku menelan air liurku seraya tak percaya dengan apa yang aku lihat ini. Setelah itu peri itu
menjelaskan semua yang terjadi.

Aku berubah menjadi kecil karena memang diriku memiliki rasa percaya dengan peri yang amat

berlebih sehingga mengubah diriku menjadi sekecil peri. Itu juga merupakan alasan kenapa aku
bisa melihat peri itu. Lalu kami pun bermain bersama sepanjang hari.

“ih… kamu jangan iseng deh rino!” teriak peri kecil itu

“gak apa apa wen, peri kan juga harus mandi” ledekku sambil mencipratinya air
Kami bermain hingga sore hari dan saat itu tiba juga untukku pulang. Tapi aku tak bisa pulang
dengan keadaan tubuh sekecil ini.

“Wendy, kamu bisa balikin ukuran tubuhku?” tanyaku

“Rino, sebenarnya aku bohong sama kamu. Aku yang udah ngubah kamu jadi sekecil ini” Jelas

wendy “Tapi tenang aja, kamu bakal kembali ke ukuranmu setelah matahari terbenam” kata

wendy

“ya udah sambil nunggu mending kita cerita aja yang lainnya” ajakku

“Maaf ya Rino, sebenarnya ini terakhir kali kita bisa ketemu. Bangsa peri saat ini sudah punah,

dan mengubah ukuran tubuhmu adalah hal terakhir yang bisa aku lakukan. Aku akan segera

menyusul keluarga periku yang lain” ujar wendy

“Berarti? Kita… pisah?” tanyaku

“yap… selamat tinggal Rino… kita gak bisa ketemu lagi… aku sayang kamu” ucap peri itu sambil

meneteskan air mata

Tepat setelah ucapan Wendy, matahari pun terbenam. Tubuhku mengeluarkan cahaya dan

badanku kembali menjadi normal. Aku pun tidak sempat mengucapkan kata kata perpisahan

kepada wendy dan aku sudah tak bisa melihatnya lagi.

Saat itu tubuhku menjadi lemas dan terduduk lesu karena pertemuan yang indah ini harus
berakhir dengan singkat.

“Tuhan… padahal baru saja aku menyukainya” ucapku sambil tetesan air mata yang mulai
mengalir di pipiku.

Cerpen Karangan: Mr.I


Facebook: Fujisaki Ilham

Cerita Peri Sungai merupakan cerita pendek karangan Mr. I, kamu dapat mengunjungi halaman
khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
Putri Sofia

Judul Cerpen Putri Sofia

Cerpen Karangan: Dayu Swasti Kharisma

Kategori: Cerpen Dongeng (Cerita Rakyat), Cerpen Fantasi (Fiksi)


Lolos moderasi pada: 8 September 2016

Alkisah, hiduplah seorang putri raja dari Kerajaan Berlian. Dinamakan demikian karena kerajaan

tersebut kaya akan tambang berlian. Sebagian besar penduduknya pun mencari nafkah dari

menambang berlian dan dijual ke negeri tetangga, seperti negeri Emas, negeri Perak, dan negeri

Timah. Seluruh rakyat negeri Berlian amat mencintai putri raja mereka, Putri Sofia. Putri Sofia

cantik jelita dan berhati lembut. Kebaikan dan kecantikan Putri Sofia pun sampai ke telinga-telinga
pangeran dari negeri lain.

Suatu hari, Pangeran Julian dari negeri Emas menyatakan keinginannya pada ayahnya, untuk

meminang Putri Sofia.

“Ayah, aku ingin meminang Putri Sofia dari kerajaan Berlian,” Kata Pangeran Julian di sela-sela

latihan memanahnya.

“Hmm, Ayah tahu, kau pasti sudah mendengar mengenai kebaikan dan kecantikannya kan?”

Tanya Sang Raja. Pangeran Julian mengangguk yakin.

“Aku sangat mengidamkan calon istri seperti itu Ayah,”

“Tapi kau belum pernah melihatnya. Bagaimana kalau dia cacat?” Tanya Sang Raja menguji

putranya.

“Ah, dia tidak mungkin cacat. Aku sangat yakin Putri Sofia adalah sosok yang sangat sempurna!”

Kata Pangeran Julian sembari mengarahkan anak panahnya ke buah apel yang ditancapkan ke

sebatang pohon besar berjarak 50 meter dari mereka berdiri. Tepat sasaran!

“Seandainya dia cacat, apakah kau masih ingin menikahinya?” Tanya Ayahnya lagi. Pangeran

Julian hanya terdiam. Dalam hati ia menginginkan calon istri yang sempurna, bukan yang cacat.

Jika Putri Sofia cacat, maka ia akan mundur dan mencari putri raja dari kerajaan lain yang lebih
baik dari putri Sofia.

Sementara itu pangeran Adam dari Kerajaan Perak pun diam-diam tertarik pada Putri Sofia, yang

menurut kabar yang ia dengar, cantik jelita dan berhati lembut. Namun ia hanya memendam

keinginannya dan berkata dalam hati, “Putri Sofia sangat cantik baik fisik dan hatinya, namun aku

hanya Pangeran yang berasal dari kerajaan biasa, tidak sekaya kerajaan Putri Sofia, tentu aku tak

pantas bersanding dengannya,” Kata Pangeran Adam dengan rendah hati.

“Apakah kau tidak menginginkan Putri Sofia?” Tanya Sang Raja pada Pangeran Adam yang sedang

latihan berkuda bersama ayahnya. Pangeran Adam sangat mahir berkuda.


“Tentu aku menginginkannya Ayah, tapi masih banyak pangeran dari negeri lain yang jauh lebih
baik dariku,” Kata Pangeran Adam.

“Kau tampan dan pintar. Kau juga rendah hati, kau sangat pantas untuk Putri Sofia,” Kata Sang

Raja membesarkan hati putranya. Namun Pangeran Adam diam saja dan berusaha melupakan
keinginannya untuk bersanding dengan Putri Sofia.

Di negeri Timah, Pangeran Kevin yang suka bermalas-malasan pun mengutarakan keinginannya

pada ayahnya untuk memperistri Putri Sofia.

“Kau tak pantas untuknya. Kau sangat pemalas. Aku bahkan tak ingin kau menggantikanku

memimpin kerajaan ini,” Kata Sang Raja pada putera semata wayangnya. Pangeran Kevin

terbelalak.

“Aku janji akan berubah Ayah. Ayolah, aku ini anakmu satu-satunya. Penuhilah keinginanku.”
Rayu Pangeran Kevin.

Sepertinya hari yang ditunggu-tunggu oleh pangeran-pangeran di berbagai negeri pun tiba. Raja

negeri Berlian hendak mencarikan calon suami untuk Putrinya yang tercinta.

“Syaratnya, Pangeran itu tak hanya tampan secara fisik saja, tapi juga pintar dan berhati tulus,”

Kata Putri Sofia pada Ayahnya.

Raja negeri Berlian pun menyampaikan undangan pada pangeran-pangeran di seluruh negeri yang

merasa dirinya tampan, pintar dan berhati tulus untuk datang ke kompetisi pencarian jodoh di

negeri Berlian. Karena hampir semua Pangeran telah mendengar mengenai Putri Sofia, mereka

datang berbondong-bondong ke negeri Berlian hendak berlomba memenangkan hati Putri Sofia.

Istana negeri Berlian sangat megah, karena negeri Berlian adalah negeri yang paling kaya dari

semua negeri yang pernah ada. Tembok besar yang mengelilingi istana itu dihiasi butiran-butiran

berlian yang berkilat-kilat tertimpa matahari. Kastilnya pun sangat besar dan megah berdiri di

tengah-tengah danau yang luas seakan-akan istana itu mengapung di atas air. Jalan-jalan di

negeri itu dikelilingi pepohonan dan bunga-bunga yang sangat indah seperti di negeri dongeng.

Untuk menuju istana, semua pangeran harus menggunakan perahu megah untuk menyebrangi
danau.

“Selamat datang Pangeran dari seluruh penjuru negeri,” Sapa juru bicara Raja saat keseratus

pangeran itu telah berada di ruang tamu istana yang luas dan indah. “Pasti kalian semua datang

dengan harapan besar ingin memenangkan hati Putri Sofia. negeri kami sangat menghargai

kedatangan pangeran-pangeran yang terhormat. Tapi Putri Sofia hanya akan memilih satu orang

di antara kalian, yang tampan, pintar dan berhati tulus.”

“Akulah orangnya,” Gumam Pangeran Julian. “Aku tampan, pintar, dan tulus.”

“Pasti aku yang menang,” Kata Pangeran Kevin. “Aku sesuai yang diinginkan Putri Sofia.”

Hampir semua pangeran menyatakan dirinya sebagai yang diinginkan Putri Sofia. Seleksi pertama,
ke 100 pangeran itu harus mengerjakan 100 soal pengetahuan dan teka-teki untuk menilai

kecerdasan mereka. 50 Pangeran dengan nilai terendah harus pulang ke negerinya.


“Soal ini sangat mudah,” Kata Pangeran dari negeri besi. “Aku tak perlu berpikir banyak untuk

menyelesaikannya.

“Ini soal termudah yang pernah aku kerjakan,” Kata Pangeran Kevin sambil memainkan pena bulu

angsanya. “Akulah yang akan memperoleh nilai tertinggi.”

“Huh, semua pangeran di sini berlagak pintar, “ Kata Pangeran Julian pada Pangeran Adam yang

duduk di sebelahnya. “Mereka semua pura-pura menganggap soal ini mudah. Padahal aku telah

melihat puluhan kening yang berkerut!” Pangeran Adam hanya menanggapi ucapan Pangeran

Julian dengan tersenyum. Pangeran Julian sadar bila Pangeran Adam yang sedari tadi ia ajak

bicara tidak lagi mengerjakan soalnya. Tentu orang ini sangat bodoh, pikir pangeran Julian.

“Kenapa kau tidak mengerjakan? Apakah terlalu susah?” Tanyanya dan ia mengintip sejenak ke

perkamen rekannya itu dan langsung kaget setelah mengetahui keseratus soal itu telah berhasil

dipecahkan seluruhnya oleh Pangeran Adam.

“Kau ternyata jenius, Pangeran Perak!” Seru Pangeran Julian terpukau. Semula ia menyangka

saingannya itu bodoh karena jarang sekali berbicara. Ia buru-buru menyelesaikan soalnya yang
baru tiba di nomor 70.

Akhirnya tersingkirlah ke-50 pangeran dengan nilai terendah, termasuk pangeran dari kerajaan

besi. Pangeran dari negeri emas, perak dan timah termasuk yang lulus. Bahkan juru bicara istana

mengumumkan 1 orang di antara ke-50 pangeran itu bisa memecahkan 100 soal dengan tepat.

“Selamat kepada Pangeran Adam, dari negeri Perak. Kau satu-satunya orang yang berhasil

memecahkan semua soal ini. Kau terbukti jenius, tapi itu belum cukup. Kesempatan masih terbuka

lebar bagi yang gagal. Masih ada 2 ujian yang harus kalian lalui lagi.” Diam-diam Putri Sofia

mengintip ke-50 pangeran itu. Pandangannya tertuju pada Pangeran Adam. Pemuda itu tinggi dan

tampan. Ia juga jenius karena berhasil memecahkan soal kerajaan yang susah. Tapi Putri Sofia
belum tahu seperti apa kepribadian Pangeran Adam yang sesungguhnya.

Saatnya istirahat. Keesokan harinya mereka harus bersiap menghadapi tantangan selanjutnya

yang akan menyingkirkan 40 orang dari mereka. Masing-masing pangeran itu diberikan kamar

istana yang indah dan nyaman, bahkan jauh lebih nyaman dari kamar di istana mereka.

“Permisi yang mulia…” Terdengar suara seorang wanita di balik pintu kamar pangeran Julian.

“Masuk.”

“Ijinkan hamba membersihkan kamar ini sebelum anda tidur, yang mulia,” Ucap pelayan itu.

“Baiklah. Hey, omong-omong, kenapa Putri Sofia tidak pernah menampakkan diri?” Tanya

pangeran Julian.

“Ehm…” Sesaat pelayan kerajaan itu ragu. “Maaf pangeran, sebaiknya Anda pulang saja ke negeri

anda dan carilah putri lain untuk menjadi istri anda.” Ucap pelayan itu.

“Ada apa ini sebenarnya?” Pangeran Julian kaget mendengar ucapan pelayan itu.
“Putri Sofia…”

“Ada apa dengan Putri Sofia?”


“Ia cacat, yang mulia.” Mendengar ini, Pangeran Julian seakan disambar petir. “Putri Sofia

memang cantik dan baik hati, sebelum ia terjatuh ke jurang sebulan yang lalu. Saat ini, Putri Sofia

hanya memiliki satu kaki. Wajahnya pun rusak sebelah akibat kecelakaan itu.”

“Apa?! Oh tidak…”

“Sebaiknya anda pulang, yang mulia. Carilah…”

“Tidak! Aku tidak akan pulang. Aku akan memenangkan semua kompetisi ini. Seluruh negeri akan

mengingatku sebagai pangeran terbaik sejagad.”

“Lalu bagaimana dengan Putri Sofia, yang mulia?”

“Setelah menang aku akan pulang ke negeriku. Aku tidak akan menikahi orang cacat itu… hey!

Kau akan tutup mulut kan? Tutup mulut dari semua yang telah kuucapkan?” Pelayan itu

mengangguk.

“Jika kau membocorkannya, hidupmu tak akan pernah bahagia lagi!” Ancam Pangeran Julian

kasar.
“Yang mulia tak perlu khawatir. Ini hanya antar kita berdua,” Ucap pelayan itu.

Pagi tiba. Setelah sarapan, 50 pangeran dari negeri berbeda itu segera bersiap mengukuti

kompetesi selanjutnya. Namun tampaknya banyak di antara mereka yang tak sesemangat

kemarin.

“Sebenarnya aku ingin pulang saja ke negeriku,” Kata pangeran Kevin.

“Yah, bodoh sekali kita menyusahkan diri merebutkan seorang putri raja yang cacat,” Ucap

seorang pangeran dari negeri laut. “Tapi biarlah, aku ingin terkenal sebagai pangeran yang

memenangkan kompetisi ini!”

“Jadi kalian semua sudah tahu kalau putri Sofia itu cacat?” Bisik Pangeran Julian. Pangeran-

pangeran itu mengangguk. “Dari mana kalian tahu?”

“Seorang pelayan yang mengatakannya,” Ucap seorang pangeran. Pangeran Julian heran. Ada apa

ini? Kenapa semua pelayan di kerajaan ini berkhianat?

“Seperti apapun keadaan fisik Putri Sofia, itu tidak penting,” Ucap suara seorang pangeran. Semua

mata memandang ke arahnya. Ternyata suara Pangeran Adam yang biasanya selalu diam.

“Kebersihan dan kebaikan hati jauh lebih penting.”

“Hey orang bodoh,” Maki pangeran Kevin. “Aku yakin kau sebetulnya tak ingin menikah dengan

orang cacat, iya kan?!”

“Aku ingin menikah dengan putri yang berhati lembut dan bersih, tak peduli seperti apa fisiknya,”

Ucap Pangeran Adam.

“Mudah saja kau berucap begitu,” Kata pangeran dari kerajaan Elang. “Kau belum pernah

melihatnya secara langsung kan?” Pangeran Adam tak berminat lagi berdebat dengan rekan-
rekannya. Ia memilih kembali diam.

“Baiklah, sebelumnya, perkenalkan. Aku adalah instruktur berkuda Putri Sofia. “Ucap seorang

gadis cantik berseragam penunggang kuda lengkap dengan helm di kepalanya. Rambutnya yang
panjang menyembul di belakang dari helm itu. Sebagian wajahya tersembunyi di balik helm yang

ia kenakan. Semua pangeran menghentikan aktivitas mereka dan memperhatikan gadis itu.

“Telah kami sediakan untuk yang mulia kuda-kuda untuk berlomba. Silakan kenakan helm yang

mulia dan pilih seekor kuda yang menurut yang mulia paling baik.” Ucap instruktur itu. Hampir

semua pangeran terpukau melihat gaya anggunnya.

“Sayang dia bukan putri raja!” Gumam salah seorang pangeran. Yang lain mengangguk setuju.

“Kita akan mengarungi tebing dan jalanan yang penuh rintangan. yang mulia hanya perlu sedikit

lebih cepat dariku untuk memenangkan kompetisi ini.” Katanya. “Lakukan sekarang!” Perintahnya

tegas karena sebagian besar pangeran hanya melamun sambil menatap ke arahnya. Dengan
kaget, pangeran-pangeran itu pun melaksanakan perintah sang instruktur.

Perlombaan ini terasa amat berat karena medan yang curam dan terjal. Banyak kuda-kuda

mereka yang enggan melanjutkan perjalanan hingga terpaksa mereka turun dan menuntun kuda

mereka. Instruktur berkuda Putri Sofia memimpin jauh di depan. Ia sangat mahir menunggang

kudanya menaiki jalanan yang menanjak. Medan keras sepertinya tak jadi soal untuknya. Ia
tertawa melihat pangeran-pangeran manja itu mulai menyerah satu-persatu.

“Kalah pun tak akan rugi bagiku!” Ucap seorang pangeran yang langsung putar balik ke arah
istana. Ia menyerah. Rupanya jejaknya diikuti oleh banyak pangeran lainnya.

Pangeran Adam berusaha keras menaklukan medan yang tak bersahabat itu. Ia beruntung karena

ia sudah berada 20 meter di belakang gadis instruktur berkuda itu. Namun di tengah perjalanan ia

mendengar teriakan salah sorang pangeran yang rupanya terperosok jatuh ke jurang. Pangeran

Adam segera mengehentikan langkah kudanya dan berlari ke arah suara.

“Jangan pedulikan suara itu! Kau sudah hampir menang!” Teriak sang instruktur. Namun Pangeran

Adam tak menghiraukannya.

“Tolong aku..” Kata Pangeran Kevin yang kini hanya berpegangan ke tangkai dahan pohon yang

mulai rapuh. Dengan sigap Pangeran Adam menarik tangannya.

“Terima kasih, hampir saja aku mati sia-sia demi orang cacat itu,” Ucap Pangeran Kevin setelah ia

berhasil memanjat ke tempat yang aman.

“Tutup mulutmu atau aku akan melemparkanmu ke jurang lagi,” Ancam Pangeran Adam kesal.

Pangeran Kevin terdiam takut dan pura-pura menyeka darah yang menetes-netes dari lengannya.

Pangeran Adam merobek paksa lengan bajunya dan mengikat luka itu kuat-kuat.

“Kau sudah hampir menang kawan. Kenapa kau mau menolongku?” Pangeran Adam tak

menjawab. “Apa benar kau masih menginginkan Putri Sofia?” Tanya Pangeran Kevin.

“Ya. Aku menginginkannya.”

“Meski ia…?”
“Meski ia cacat fisik, tapi hatinya tidak cacat sepertimu. Jadi aku tetap menginginkannya. Aku tak
mau buang waktu lagi di sini,” Pangeran Adam bergegas menuju kudanya diikuti oleh Pangeran
Kevin yang tidak lagi banyak bicara.

Katika kedua pangeran itu sampai di puncak bukit, sudah ada instruktur berkuda dan Pangeran

Julian di sana.

“Haha, akhirnya aku bisa mengalahkanmu. Lihat, bajumu sampai robek. Sedangkan aku? Tak

sehelai rambut pun yang berkurang.” Pangeran Julian berucap puas. “Kenapa kau mau menolong

si bodoh itu? Ah, nampaknya aku yang lebih jenius darimu, Pangeran Perak.”

Raut wajah Pangeran Adam menunjukkan seolah-olah ia tidak mendengar semua omong kosong

Pangeran Julian.

“Hanya 3 dari 50? Wow, tampaknya ini pertandingan yang terakhir.” Ucap gadis itu sambil

tertawa. Wajahnya celingukkan ke mana-mana. “Aku tak tahu bagaimana bocah-bocah manja itu
bisa memimpin kerajaan mereka nantinya!”

Tibalah hari terakhir kompetisi yang paling menentukan. Ketiga pangeran beserta pegawai

kerajaan berdiri di tepi danau dengan alat lukis lengkap. Karena tugas mereka selanjutnya adalah

melukis wajah Putri Sofia. Ketiga pangeran bingung hendak melukis seperti apa. Mereka belum

pernah bertemu Putri Sofia.

“Perlu diketahui, pemenang dari kompetisi terakhir ini akan menandatangani keputusan mutlak

untuk menikah dengan Putri Sofia.” Mendengar ucapan juru bicara kerajaan ini, Pangeran Julian

merasa isi perutnya bergolak. Oh tidak, ia harus kalah. Ia tidak boleh menang! Bagaimana

mungkin ia mau menikahi seorang putri yang berkaki satu dan berwajah buruk rupa? Pangeran

Kevin pun berniat melukis asal saja supaya ia kalah.

“Yang mulia tidak perlu khawatir. Anda hanya perlu melukis Putri Sofia sebagaimana yang ada di

benak Anda.” Suasana kemudian hening saat ketiga pangeran itu berusaha keras melukis orang

yang belum pernah mereka temui. Pangeran Adam tersenyum memandangi lukisannya yang

hampir jadi. Ia menggambarkan sesuai yang ada di benaknya sebelum ia tahu perihal kecacatan
Putri Sofia. Seorang putri raja yang sempurna.

Waktu habis. Sang instruktur berkuda Putri Sofia ikut hadir menyaksikan hasil lukisan ketiga

pangeran itu. Semua menggambarkan putri yang berkaki satu dengan bekas luka di wajah

jelitanya. Semua, kecuali lukisan Pangeran Adam. Lukisannya menggambarkan seorang Putri yang

cantik sempurna tanpa cacat sedikitpun.

“Hey, kenapa instruktur itu ada di sini? Apa dia juga instruktur lukis Putri Sofia?” Bisik Pangeran

Kevin pada Pangeran Adam. Instruktur berkuda itu menggunakan seragam prajurit yang biasa

dikenakan laki-laki.

“Ia memang cantik dan serba bisa. Tapi ia sangat sombong melebihi kaum bangsawan! Kukira ia
tidak memiliki darah biru!” Ucap Pangeran Julian sambil melipat kedua lengannya dan memandang
sebal ke arah instruktur itu.
Tak lama kemudian, instruktur itu menghampiri mereka satu persatu. “Hmm, bisa kau jelaskan

mengapa kau menggambarkan Putri Sofia seperti ini?” Tanya sang instruktur pada Pangeran

Kevin.

“Yah, yang kudengar Putri Sofia cacat. Ia berkaki satu dan wajahnya berbekas luka.” Jawab

Pangeran Kevin jujur.

“Dari kerajaan mana kau berasal?”

“Kerajaan Timah.” Jawab Pangeran Kevin. Sang instruktur berlalu ke Pangeran Julian.

“Bisa jelaskan lukisan ini?” Tanyanya ketika ia melihat lukisan buruk rupa itu.

“Aku melukis seperti apa yang seharusnya kulukis,” Ucap Pangeran Julian dengan malas.

“Maksudmu?”

“Putri Sofia cacat, dan seperti inilah gambaran yang pantas untuknya.” Instruktur itu mengamati

baik-baik lukisan Pangeran Julian yang menggambarkan Putri raja cacat dan berwajah buruk rupa.

Tidak seperti lukisan pangeran Kevin yang menggambarkan bekas luka di wajah jelita, wajah Putri

Sofia di lukisan ini jauh lebih buruk.

“Kau menghina putri kesayangan kami!” Kecam instruktur itu.

“Ini kenyataan, bukan hinaan! Coba kau perlihatkan Putri Sofia di depanku! Aku yakin lukisankulah

yang paling mirip!” Sesaat sang instruktur hendak menghajar Pangeran Julian karena

kelancangannya. Namun ia menahan diri. Ia segera menuju ke lukisan Pangeran Adam.

Gadis itu terpukau. Lukisan yang satu ini berbeda dengan dua lukisan sebelumnya. Putri Sofia di

lukisan ini amat cantik jelita, sempurna tanpa cacat.

“Mengapa… mengapa kau melukis seperti.. seperti ini?” Tanya sang instruktur terbata-bata. Ia

amat terpukau dengan lukisan itu.

“Aku belum pernah bertemu dengan Putri Sofia. Sedikitpun aku tak tahu seperti apa rupanya.

Namun sebelum aku tiba di kerajaan ini, di benakku Putri Sofia adalah Putri yang cantik jelita dan

berhati lembut bak bidadari. Bila kemudian ada kabar yang mengatakan ia cacat, bagiku itu tak

akan banyak mempengaruhi kebaikan hatinya. Ia tetaplah Putri Sofia yang sempurna seperti

ketika aku belum mengetahu kecacatannya,” Kata Pangeran Adam jujur. Pangeran Julian dan

Pangeran Kevin kehabisan kata-kata memandangnya.

“Kau.. kau… dari mana kau berasal?” Tanya sang instruktur terpukau.

“Aku Pangeran Adam dari Kerajaan Perak…?” Pangeran Adam bingung hendak memanggil apa

orang di depannya karena ia tak tahu namanya. “Maaf nona instruktur, nama anda adalah…?”

“Oh, ya, Kenalkan. Aku… adalah Putri Sofia.” Ucap gadis itu. Ia melepas topi yang menutupi

sebagian wajahnya. Tiba-tiba saja udara seakan hilang karena ketiga pangeran itu tak sanggup

bernafas karena kaget luar biasa. Di hadapan mereka bukan lagi nona instruktur yang galak dan

sombong, melainkan Putri Sofia yang setelah melepas topinya, mulai terpancar kecantikan dan

keanggunannya. Wajahnya sejernih air dan seindah pualam. Rambutnya yang kemerahan tergerai
panjang. Wajah Pangeran Julian merah karena malu mengingat semua kebodohannya selama ini.
“Mengapa kau membohongi kami lewat kabar kecacatanmu, Tuan Putri?” Tanya Pangeran Kevin.

“Kelak seandainya terjadi sesuatu yang menyebabkan aku cacat, aku akan tahu apakah suamiku

akan meninggalkanku atau tidak.”

“Tapi… tapi kenapa anda berbuat demikian, yang mulia?” Tanya Pangeran Adam masih takjub.

“Karena dengan begini, aku bisa membedakan siapa di antara kalian yang sombong, tamak, dan…

dan berhati tulus.“ Ucap Putri Sofia sambil memandangi wajah tampan Pangeran Adam.

Pangeran Julian dan Pangeran Kevin mengutuk diri mereka sendiri karena tidak tulus dan

mengharapkan ketenaran sewaktu datang ke istana Kerajaan Berlian. Mereka sadar, bahwa
mereka telah memanen apa yang mereka tanam, kesombongan berbuahkan kekalahan.

Yah, akhirnya seperti dongeng anak-anak, Kerajaan Berlian bersatu dengan Kerajaan Perak

menjadi Kerajaan ‘Perlian’ singkatan dari perak dan berlian. Raja mereka kini, Raja Adam, raja arif
bijaksana, hidup bersama istrinya yang jelita dan berhati lembut, Ratu Sofia.

Cerpen Karangan: Dayu Swasti Kharisma


Facebook: Dayu Swasti Kharisma

Cerita Putri Sofia merupakan cerita pendek karangan Dayu Swasti Kharisma, kamu dapat
mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
Tiga Kesateria Ambarawa
Judul Cerpen Tiga Kesateria Ambarawa

Cerpen Karangan: Febrian Fikri Hadi

Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Fantasi (Fiksi)


Lolos moderasi pada: 5 September 2016

Dahulu kala, di sebuah desa terpencil, terdapat sebuah hutan terlarang. Konon siapapun yang

memasuki hutan tersebut akan berubah. Tidak ada yang tahu akan berubah menjadi apa orang

yang memasuki hutan tersebut. Banyak masyarakat yang percaya dan tidak berani memasuki
hutan tersebut.

Suatu hari, ada tiga anak bernama Adit, Gembul dan Pitak. Mereka adalah anak-anak nakal yang

suka membully teman-temannya di sekolah. Ketika pulang sekolah mereka memutuskan ingin

masuk ke hutan terlarang, sesampainya di tengah hutan mereka bertemu dengan seorang kakek

misterius, kakek itu mengajak mereka ke gubuknya dan mereka pun mau, di dalam gubuk itu
mereka disuguhi makanan yang leza. Setelah mereka kenyang, mereka langsung tertidur pulas.

Kemudian mereka terbangun di suatu tempat dan muncul suara misterius, berkata “Hai kalian

anak-anak nakal. jika kalian ingin pulang, kalian harus menjadi orang yang baik”

Adit bertanya “apa yang harus kami lakukan”

Suara mesterius menjawab “pergilah kalian ke utara, disana ada sebuah Istana. Raja sedang
kesusahan, kalian bantulah Raja tersebut dan kalian bisa pulang”

Mereka pun berjalan ke utara dan menemukan Istana. Di depan gerbang Istana mereka dihadang

pengawal dan diseret ke hadapan Raja.

Raja bertanya “apa yang kalian lakukan di Istanaku?”

Adit menjawab “kami ingin membantumu Tuan”

Raja pun memanggil peramal di Istananya dan bertanya kepadanya “Hai peramalku apakah benar

mereka bisa membantuku”

“mereka adalah 3 kesatria Ambarawa yang telah diramalkan oleh leluhur kita Tuan, menurut

ramalan mereka harus ke gua Ambarawa untuk mengambil senjata mereka. Kemudian pergi ke

lembah kegelapan untuk menyelamatkan putri dan membunuh Monster King”

Raja pun langsung memberi mereka tugas dan menyuruh prajurit yang sudah dijodohkan dengan

sang putri untuk menemani mereka dan menyuruh mereka bergegas karena waktunya Cuma

sampai tengah malam saja.

Mereka pun langsung bergegas untuk melakukan tugas tersebut bersama seorang prajurit yang
mencintai putri.

Di tengah perjalanan Adit mendengar suara jeritan, ternyata ada seekor makhluk imut kecil yang

sedang terluka, Aditpun langsung mengobati makhluk itu. Setelah makhluk itu sembuh ternyata
makhluk itu ingin ikut bersama Adit. Adit pun membawanya dan memberi nama makhluk kecil itu
Yukuyuku karena makhluk kecil itu selalu mengatakan kata itu. Dan mereka kembali melanjutkan
perjalanan.

Setelah jauh berjalan akhirnya mereka sampai ke gua Ambarawa, mereka masuk ke dalam gua

dan menemukan batu besar yang memiliki 3 telapak tangan. Mereka bertiga menaruh telapak

tangan mereka ke batu itu dan muncul cahaya terang, setelah cahaya itu redup ada 2 pedang
yang hanya Gembul dan Pitak saja yang dapat menggunakan pedang tersebut.

Setelah itu mereka langsung bergegas menuju lembah kegelapan. Sesampainya di lembah

kegelapan mereka sudah dihadang oleh pasukan monster, tanpa ragu mereka langsung melawan.

Setelah pasukan monster musnah Adit menyuruh prajurit untuk langsung menyelamatkan putri.

Adit, Gembul dan Pitak langsung menyerang Monster King, tanpa senjata Adit tidak bisa berbuat

banyak, jadi Gembul dan Pitak menerang Monster King itu dengan pedang mereka, tetapi tidak

mempan. Monster King pun membalas menyerang Gembul dan Pitak terpelanting dan terluka.

Aditpun menyerang MonsterKing itu tanpa senjata, Monster King pun menyerang Adit hingga

terluka. Melihat Adit terluka Yukuyuku pun marah tubuhnya mengeluarkan cahaya dan berubah

menjadi pedang, pedang itu pun langsung menembus tubuh Monster King hingga musnah.

Istana Ambarawa pun tentram dan damai. Dan diadakanlah pernikahan prajurit dan putri. Mereka
pun hidup bahagia selamanya.

Ketiga anak itu pun langsung menghilang dari Istana Ambarawa dan muncul di hutan terlarang.
Setelah kejadian itu mereka pun berubah menjadi anak-anak yang baik.

Cerpen Karangan: Febrian Fikri Hadi


Facebook: Fikry Ebrian

Cerita Tiga Kesateria Ambarawa merupakan cerita pendek karangan Febrian Fikri Hadi, kamu
dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
Vam

Judul Cerpen Vam

Cerpen Karangan: Maghfirah Nursiam

Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi)


Lolos moderasi pada: 9 August 2016

Lututku menggigil menyaksikan tepat yang ada di depan mataku. Seorang bocah laki laki

berambut hitam pekat sedang menancapkan giginya ke bagian punggung sapi sambil

membelakangiku. Sedangkan aku yang berada di belakang tembok kotor yang berlumut ini hanya

menutup mulut dengan kedua tangan sambil menggigil karena tak percaya apa yang sedang
kulihat ini benar benar nyata atau tidak.

Perlahan aku melangkah mundur, “brruk” tiba tiba saja badanku menabrak seorang pria dewasa

dengan pakaian aneh, mulutnya dan giginya besar dan tajam, sedangkan telingannya sedikit

runcing, hidungnya mancung, matanya seperti mata kucing tapi di bawah matanya ada sedikit

warna merah darah dan rambutnya terlalu panjang bagi seorang pria.

Ia menatapku dengan tajam. Aku ingin berteriak tapi tak berani. Dan aku hanya diam saja ketika

ia memandangiku dari atas hingga bawah. Tiba tiba ia menghembuskan napasnya ke wajahku,
aku ingin muntah akibat bau mulutnya itu tetapi aku tahan sebisaku

“Kau.. seorang gadis manusia?” Katanya sambil menatapku

Aku hanya mengangguk kecil. Di dalam hati aku berfikir apa dia bukan manusia? Lantas dia siapa?

Hantu? Setan? Tapi jika dia bukan manusia mengapa ia bisa berbahasa manusia?

“Vik.. kemarilah.” Ia memanggil bocah yang sedang asik meminum darah sapi tadi. Dengan wajah

kesal bocah itu menuruti perintah pria ini.

“Maafkan adikku ini yang telah meminum susu di kandang sapi milikmu. Aku pergi dulu, matahari

sudah hampir terbit. Dan maafkan aku harus melakukan ini”

“Tsss” tiba tiba saja kurasakan sakit di bagian leherku, dia mengisap darahku. Oh bukan, dia
hanya membuatku pingsan.

Perlahan aku membuka mata. Ku lihat sekitar, ternyata ini kamarku.

“Apa yang tadi itu hanya mimpi? Mengapa mimpi itu seperti nyata? Ah.. sudahlah” aku beranjak

dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi untuk membasuh muka. Aku pandang leherku di

cermin, tak ada bekas luka atau gigitan. Aku rasa yang tadi memang hanya mimpi. Aku bergegas
mandi dan bersiap karena aku harus segera berangkat ke sekolahku di SMA.

Pelajaran yang disampaikan ibu ini terlalu serius, sehingga mata aku pun jadi mengantuk.
Perlahan kurebahkan kepalaku ke atas meja karena tak tahan lagi dengan rasa kantuk tapi

“Awww” teriakku spontan sambil memegangi kepalaku yang masih berdenyut karena dilempari
penghapus papan yang bagian belakangnya terbuat dari kayu

“Sinta kamu itu gak mendengar penjelasan ibu tadi? Ya ampun.. anak cewek masa mau tidur di

kelas? Ah ya sudahlah. Kita lanjutkan kembali pelajarannya” kata ibu itu panjang lebar dan aku
hanya membuang pandangan ke luar jendela

Untungnya bel sekolah cepat dibunyikan sehingga aku pun bisa langsung bersantai setelah ini di

kamarku. Aku langsung ke luar kelas lalu menuju tempat parkiran dan mengambil sepedaku. Aku

mendayung sepeda itu sekuat tenaga akibat kesal dengan prilaku ibu tadi. Apaan ibu itu, baru jadi

guru beberapa minggu aja udah se enaknya sama aku. Apalagi tadi semua pandangan anak anak
di kelas tertuju padaku. Arrgghhhh bikin aku kesal saja

Aku meletakkan sepedaku secara asal di dekat kandang sapi milik ayah. Tiba tiba aku teringat

tentang mimpi aneh malam tadi. Lalu aku mengecek ke dalam kandang, aku melihat satu per satu

sapi. Tidak ada yang aneh dengan sapi sapi itu. Tapi aku menginjak sesuatu yang aneh. Aku

mengambil benda itu dan melihatnya secara seksama. benda ini seperti sapu tangan, hanya saja

benda ini berbentuk bintang dengan tanda bulat merah di setiap ujung bintang itu. Dan yang

membuatku penasaran, di tengah benda berbentuk bintang ini tertulis “vam”. tanpa berfikir

panjang aku memasukkan benda itu ke dalam sakuku. Lalu aku langsung masuk ke dalam rumah.

Sepertinya ayah dan ibu masih di sawah, pikirku. Aku menghempaskan badanku di kasur ini lalu
perlahan mataku pun mulai terpejam.

Aku mencium bau aneh di depan wajahku. Mataku masih tertutup akibat ngantuk, tapi perlahan

kupaksakan untuk membuka mataku. Spontan mataku langsung terbuka lebar dan aku mundur

beberapa langkah ke belakang. Aku lihat sekeliling, ini bukan kamarku! Ini seperti sebuah kamar

kecil dari rotan yang bewarna hitam. Di sini semua serba hitam. Hanya jendelanya saja yang

berwarna merah. Aku mengernyit, ini dimana? Tiba tiba seorang pria masuk dan berdiri di

sampingku. Aku masih terduduk sambil memandanginya dengan pandangan heran. Dia pria yang

kemarin berada di mimpiku, pria yang mengisap darahku dan membuatku pingsan. Jadi, aku

bermimpi lagi? Aku mencubit tanganku sendiri dan terasa sakit. Pria itu hanya menatapku dengan

pandangan datar.

“Kamu ada di tempat tinggalku karena kamu mengambil kain simbol keluarga kami. Kamu akan

berada di dunia kami selama seminggu akibat perbuatan lancangmu itu.”

“Apa apaan ini? Aku gak ambil kainmu itu, kain itu terjatuh akibat kecerobohan kamu sendiri dan

kenapa aku yang harus dihukum begini?” Kataku sampil menatap dia dengan sinis

“Kau… mau mati?” Katanya sambil membuka mulut dan menampakkan gigi tajamnya yang

tersusun rapi. Seketika aku pucat, aku terdiam. Dia menarik tanganku, dan membawaku ke luar
dari rumah pengap itu.
Di luar, aku bisa melihat rumah kayu bambu warna hitam berderat rapi dan sejajar di depan jalan

kecil dari kerikil ini. Sedangkan anak anak semuanya berpakaian seperti manusia biasa hanya saja

mata mereka sedikit besar dan berwarna merah di bagian bawahnya.

Lalu pria ini menyeretku lagi ke bagian belakang rumahnya ini yang seperti lapangan layangan

yang sangat luas.

“Cabut rumput itu semuanya sampai selesai baru kamu boleh pulang ke duniamu dan jangan
beranjak dari situ sebelum semua rumput panjang itu tercabut” katanya sambil berlalu pergi

What? Cabut rumput? Sebanyak ini dalam waktu seminggu? Aku ingin sekali protes, tapi rasa

takut mengurungkan niatku.

Aneh, aku rasa sudah 9 jam lebih aku mencabut rumput. Tapi kenapa dari tadi tidak ada matahari

dan hanya ada awan yang sedikit gelap, tapi tak ada tanda hujan akan turun, ditambah lagi dari

tadi kan aku tak merasa lapar, haus, atau capek. Tapi aku langsung mengerjakan pekerjaan itu
selama seminggu tanpa makan, minum dan istirahat.

Di hari ke tujuh pria itu datang lagi

“Baiklah. karena kamu sudah mengerjakan semuanya. Saya akan mengantar kamu pulang.”

Aku hanya mengangguk kecil sambil tersenyum. Pria ini tak seburuk yang aku kira, dia telah

memakai pakaian seperti manusia. Dan sepertinya umurnya tak jauh beda dariku. Dia menarik
tanganku dan tiba tiba saja

Aku tersentak dan terduduk di tempat tidurku. Sepertinya aku bermimpi sesuatu tapi aku tak ingat
apa itu, aku mengucek mata dan menguap. Ah.. lupakan saja. Dan aku kembali tertidur

ËNÐ

Cerpen Karangan: Maghfirah Nursiam


Secret Agent Member

Judul Cerpen Secret Agent Member

Cerpen Karangan: Marcella

Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi)


Lolos moderasi pada: 1 August 2016

Claire menatap risih kerumunan perempuan penggosip itu. Ia tahu mereka membahas Ken,

pemuda yang terkenal sebagai stalker mengerikan di kampus. Tapi yang membuatnya muak
adalah mereka tak punya bukti nyata, kecuali omongan para mahasiswi lain.

Claire bergegas ke luar dari toilet. Ia masih harus mengikuti jam Pak John siang ini. Ya, walau itu
menyebalkan, setidaknya itu lebih baik daripada mendengar gosip tadi.

“Claire? Kenapa wajahmu kusam? Oh aku tahu, kau melihat mantan kekasihmu ya?” Tanya Megan
menggoda sahabatnya itu.

“Tidak, kau tahu kan aku sudah tidak peduli padanya. Ini tentang Ken, Meg. Gosip itu semakin
parah,” jelas Claire sambil geleng-geleng kepala.

“Kurasa gosip itu ada benarnya, Clai. Ya, kau tahu kan Ken suka menghabiskan waktunya dengan
mengikuti beberapa mahasiswi unggulan disini?”

“Bisa jadi kan dia iseng?”

“Clai, dengarkan aku, tidak ada orang yang iseng separah itu. Ah, sudahlah, jauhi saja Ken, ya
aku tahu kau teman dekatnya, mungkin satu-satunya. Tapi ini demi kebaikanmu,”

Claire tak menjawab lagi. Ia harus mencari bukti itu. Ia sendiri yang akan menemui Ken. Tak
peduli apapun resikonya, keputusannya sudah bulat.

Matahari masih bersinar terang. Claire melirik sejenak ke arah jam tangannya. Pukul 14.45. Claire
mengambil ponselnya.

“Halo, ada apa Claire?” Tanya seseorang di seberang sana.

“Bisa kita bertemu hari ini?”

“Terserah saja. Kau mau bertemu dimana?”


“Jembatan di pelosok Danton Creek. Sepuluh menit lagi aku kesana,” putus Claire.

“Tidak bisa sekarang, Clai. Aku sedang terapi, pukul 4 sore aja, bye!”

Claire hendak menanyakan pemuda itu sedang menjalani terapi apa, tapi ia sudah terlebih dahulu

mematikan sambungan telepon. Claire mulai melangkahkan kakinya tapi Megan menahan

tangannya. Bertanya kemana sahabatnya itu akan pergi. Claire hanya berkata bahwa ia ada
urusan penting dan ia pun mengucapkan selamat tinggal.

Jembatan Danton Creek, 16.05

Claire tidak melihat tanda-tanda kemunculan Ken. Ia mulai muak menunggu. Ditambah warna

langit semakin kelabu, tanda akan hujan. Akhirnya Claire memilih untuk menunggu di salah satu
gazebo yang ada.

“Hai! Maaf membuatmu menunggu, Clai.”

Claire berbalik. Pemuda itu datang juga akhirnya. Ken. Claire memutar bola matanya. Sadar akan
gerimis yang datang, ia dan Ken berjalan beriringan ke arah gazebo.

“Kau mau bicara apa?” Tanya Ken.

“To the point saja. Gosip tentangmu semakin parah, Ken. Mereka memanggilmu dengan sebutan

stalker mengerikan. Kau selalu mengikuti mahasiswi kampus kita. Terutama mahasiswi berbakat.

Dan setelah itu, mereka hilang. Aku tak tahu ini sebenarnya ulahmu atau bukan, tapi ini cukup
janggal jika dibilang kebetulan, apakah kau bisa menjelaskan sesuatu padaku?”

Ken menghela napas. Ia tak segera menjawab. Suara hujan yang deras mengisi suasana sepi di
antara mereka. Claire berdehem. Tanda Ken harus segera menjelaskan sesuatu padanya.

“Clai, aku tak tau aku bisa mempercayaimu atau tidak, tap-” Ucapan Ken terpotong.

“Ken, kau bisa mempercayaiku. Aku tak akan membocorkan rahasiamu, tapi kau harus berjanji
untuk berhenti melakukan hal mengerikan tersebut.”

“Oke, aku tahu kau bisa dipercaya, Clai. Jangan potong ucapanku, okay? Baik, aku mulai. Aku

memang mengincar mahasiswi unggulan kampus kita. Dan mereka hilang setelah itu memang

masih ada kaitannya dengan apa yang aku lakukan. Kau harus tahu bahwa aku seorang anggota
dari agen rahasia,”
Claire menutup mulutnya dan menggeser badannya menjauh beberapa langkah. Ken hanya
meliriknya sekilas dan melanjutkan kembali kata-katanya.

“Agen ini berusaha membuat robot yang sempurna. Sempurna dalam artian cara robot tersebut

berpikir. Lalu hubungannya dengan mahasiswi unggulan adalah agen rahasiaku berusaha

membuat klonning otak para mahasiswi. Kenapa mereka memilih mahasiswi? Itu karena

menghadapi perempuan jauh lebih mudah dari laki-laki. Ini yang tidak diketahui orang luar.

Mahasiswi itu menghilang karena agen kami menghapus semua ingatan penting mereka dan

membawa mereka menuju panti sosial yang jauh. Tentunya setiap mahasiswi memasukki panti
sosial yang berbeda.”

Ken berhenti sebentar dan meneguk air di botol minumnya. Ia menunduk sejenak dan berkata

lagi, “Agen kami menghapus ingatan mereka agar mereka tak melapor kepada pihak yang

berwenang. Mereka ingin melakukan semua riset ini secara tertutup. Aku juga tak sepenuhnya

mengerti. Alasan aku bekerja pada mereka karena aku memiliki hutang budi pada pemilik agen
itu. Ya tak penting untuk diceritakan juga. Kurasa ceritaku cukup sampai disini.”

Claire menggeleng tak percaya. “Maksudmu, kampus kita menjadi incaran karena kampus kita
termasuk kampus terbaik?”

Ken mengangguk lemah. Claire bergidik ngeri. Tak bisa ia bayangkan jika ia menjadi para
mahasiswi itu. Kenyataan ini terlalu mengerikan.

“Lalu, kenapa kau tak membawaku pada mereka?” Tanya Claire bergetar.

“Ada alasan tersendiri aku tak membawamu. Suatu saat kau akan tahu, Clai. Kurasa alasan itu tak

akan penting, karena mungkin kau tak akan mempercayaiku. Tenanglah, aku tak akan melakukan

hal serupa lagi padamu atau pada siapapun. Aku terlanjur berbohong pada mereka bahwa tak ada
mahasiswi lagi untuk diculik. Ini sudah malam, mari kuantar kau pulang,”

Claire menolak dengan cepat. Menimbulkan segurat ekspresi kecewa di wajah Ken. Tapi ia segera
mengangguk tanda jawaban “terserah” darinya.

Mereka berpisah. Ken pergi ke stand yang menjual makanan. Dan Claire menghentikan taksi dan
segera pulang ke apartemennya.

Seseorang yang sedari tadi menempelkan indra pendengarannya kuat-kuat, segera menelepon
pihak yang berwajib.


Claire tak dapat memejamkan matanya. Kepalanya sakit memikirkan pembicaraannya tadi dengan

Ken. Megan, yang merupakan teman sekamarnya sudah sejak tadi tidur pulas. Ia masih tak

mengerti kenapa Ken tak menculiknya. Bukan bermaksud sombong, tapi ia termasuk mahasiswi
unggulan. Claire menyerah. Ia pun menarik selimutnya dan mencoba tidur.

Universitas Reckton, 07.30

Claire berjalan santai di koridor kampus. Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya. Megan. Claire

memutar bola matanya dengan malas. Tapi ada yang berbeda dengan Megan hari ini. Senyumnya
itu, terlalu lebar untuk menyambut hari dimana tes Pak John akan berlangsung.

“Ada apa?”

“Kau tahu tidak!? Aku baru saja melaporkan kasus kejahatan!”

Claire mengerinyit. Tumben Megan peduli pada hal seperti ini. Usut punya usut, ternyata kasus
yang dilaporkan Megan adalah kasus penculikan mahasiswi oleh Ken!

“Gimana? Sahabatmu ini hebat mendengar percakapan orang kan? Dan tentu saja aku merekam
semuanya! Ini sungguh keren!”

“Tidak, Meg! Dimana Ken sekarang?” Claire berteriak histeris.

“Ada apa sih? Dia sedang ada di kantor polisi. Jadwal kuliah kita tinggal setengah jam lagi, kau
mau kesana?”

Claire mengangguk cepat. Megan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tentu saja tak akan

ikut dengan Claire. Selesai meminta untuk Megan mengisi absennya kelak, Claire bergegas keluar
kampus dan menghentikan sebuah taksi.

Kantor Kepolisian, 08.45

Claire hanya menatap sedih pemudia di depannya. Ken. Selain sedih karena Ken akan mendekam

di penjara bertahun-tahun, ia juga sedih karena Ken hanya menatap dingin tanpa mengeluarkan
satu patah kata pun.

“Aku bersumpah, Ken! Bukan aku yang melaporkan kasus ini,” terang Claire.

“Lalu siapa? Kau pikir aku bodoh!? Yang tahu tentang kasus ini hanya kau, Claire!” Ken berusaha
menahan amarahnya.
Claire terisak. Ia segera menelpon Megan. Ini belum memasuki jadwal masuk, jadi Megan pasti
masih sempat mengangkat telepon Claire.

“Dengar ini baik-baik,” ucap Claire pada Ken.

“Halo, Meg. Aku ingin bertanya sesuatu tapi jawab aku jujur,”

“Tentu, apa?” Ucap seorang gadis dari seberang telepon.

Claire mengaktifkan loudspeaker agar Ken juga bisa mendengar percakapan mereka. Claire

bertanya dan Megan menjawab sesuai dengan harapan. Raut wajah Ken berubah. Yang semula
tegang kini merasa bersalah.

“Claire,” panggil Ken setelah Claire memutuskan sambungan telepon.

Claire hanya menatap mata Ken sambil menunggu apa yang akan diucapkan pemuda di

hadapannya itu.”A-aku minta maaf karena telah menuduhmu, Claire. Aku harusnya tahu bahwa

kau tidak akan membocorkan ini pada siapapun, aku tahu kau pemegang rahasia yang baik.”
Lanjut Ken.

Claire tersenyum simpul. Ia senang Ken tahu bahwa bukan dirinya yang melaporkan kasus itu.
Perbincangan mereka dipotong oleh seorang polisi.

“Maaf, nona. Waktu anda sudah habis, mungkin anda bisa kembali lain waktu.”

Claire hanya mengangguk. Saat ia hendak pergi, ia sempat mendengar Ken setengah berteriak.
“Aku tak menculikmu karena aku jatuh hati padamu.”

Claire hanya tersenyum tipis menatap punggung Ken yang hilang dibalik tembok antar sel. Claire
mungkin tak menyukai Ken, tapi ia tetap sedih ketika teman dekatnya menjadi seorang tahanan.

“It’s okay, kita tetap teman dekat, Ken.” Ucap Claire dalam hati.

Cerpen Karangan: Marcella

Facebook: Marcella Schaeffer

Penulis yang senang berimajinasi dan menuangkannya ke dalam tulisan.


Follow IG : @marcellaaa_

Anda mungkin juga menyukai