“Peri itu gak ada” itulah yang selalu diucapkan teman temanku di sekolah seraya menghina dan
mencemoohku. Namaku Rino dan aku sudah duduk di bangku SMP kelas 1. Memang aneh bagiku
seorang anak laki laki yang suka dengan hal hal berbau dongeng. Apalagi untuk ukuran anak SMP,
peri jelas jelas bukanlah hal yang nyata dan tak pantas untuk dipercayai. Dan aku hampir saja
melupakan hal yang namanya peri maupun dongeng.
Tapi semua pemikiran itu berubah sejak aku pergi ke desa di rumah nenekku di daerah cicalengka
jawa barat. Hari itu aku jalan jalan sendirian karena tak ada anak yang sebaya denganku disana.
Aku pergi ke sebuah sungai di desa itu, air yang langsung dari gunung itu mengalir menciprat
kakiku dan terasa sangat sejuk. Entah karena keasyikan ataupun kelelahan seusai perjalanan aku
pun tertidur di tepi sungai itu.
Seketika bangun dari tidur aku sangat terkejut melihat sesosok gadis cantik yang memiliki sayap
seperti capung di punggungnya dengan mengenakan pakaian berwarna hijau. Aku pikir ini
hanyalah mimpi, namun setelah aku cubit pipiku aku bahkan merasa kesakitan. Tak hanya dengan
munculnya gadis bersayap itu, aku juga dikejutkan dengan benda benda di sekitarku yang tadinya
hanya seukuran jempol kakiku berubah menjadi seukuran rumah.
“Tentu saja… aku ini bangsa peri yang tak bisa dilihat oleh para manusia” jawabnya
Aku menelan air liurku seraya tak percaya dengan apa yang aku lihat ini. Setelah itu peri itu
menjelaskan semua yang terjadi.
Aku berubah menjadi kecil karena memang diriku memiliki rasa percaya dengan peri yang amat
berlebih sehingga mengubah diriku menjadi sekecil peri. Itu juga merupakan alasan kenapa aku
bisa melihat peri itu. Lalu kami pun bermain bersama sepanjang hari.
“ih… kamu jangan iseng deh rino!” teriak peri kecil itu
“gak apa apa wen, peri kan juga harus mandi” ledekku sambil mencipratinya air
Kami bermain hingga sore hari dan saat itu tiba juga untukku pulang. Tapi aku tak bisa pulang
dengan keadaan tubuh sekecil ini.
“Rino, sebenarnya aku bohong sama kamu. Aku yang udah ngubah kamu jadi sekecil ini” Jelas
wendy “Tapi tenang aja, kamu bakal kembali ke ukuranmu setelah matahari terbenam” kata
wendy
“ya udah sambil nunggu mending kita cerita aja yang lainnya” ajakku
“Maaf ya Rino, sebenarnya ini terakhir kali kita bisa ketemu. Bangsa peri saat ini sudah punah,
dan mengubah ukuran tubuhmu adalah hal terakhir yang bisa aku lakukan. Aku akan segera
“yap… selamat tinggal Rino… kita gak bisa ketemu lagi… aku sayang kamu” ucap peri itu sambil
Tepat setelah ucapan Wendy, matahari pun terbenam. Tubuhku mengeluarkan cahaya dan
badanku kembali menjadi normal. Aku pun tidak sempat mengucapkan kata kata perpisahan
Saat itu tubuhku menjadi lemas dan terduduk lesu karena pertemuan yang indah ini harus
berakhir dengan singkat.
“Tuhan… padahal baru saja aku menyukainya” ucapku sambil tetesan air mata yang mulai
mengalir di pipiku.
Cerita Peri Sungai merupakan cerita pendek karangan Mr. I, kamu dapat mengunjungi halaman
khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
Putri Sofia
Alkisah, hiduplah seorang putri raja dari Kerajaan Berlian. Dinamakan demikian karena kerajaan
tersebut kaya akan tambang berlian. Sebagian besar penduduknya pun mencari nafkah dari
menambang berlian dan dijual ke negeri tetangga, seperti negeri Emas, negeri Perak, dan negeri
Timah. Seluruh rakyat negeri Berlian amat mencintai putri raja mereka, Putri Sofia. Putri Sofia
cantik jelita dan berhati lembut. Kebaikan dan kecantikan Putri Sofia pun sampai ke telinga-telinga
pangeran dari negeri lain.
Suatu hari, Pangeran Julian dari negeri Emas menyatakan keinginannya pada ayahnya, untuk
“Ayah, aku ingin meminang Putri Sofia dari kerajaan Berlian,” Kata Pangeran Julian di sela-sela
latihan memanahnya.
“Hmm, Ayah tahu, kau pasti sudah mendengar mengenai kebaikan dan kecantikannya kan?”
“Tapi kau belum pernah melihatnya. Bagaimana kalau dia cacat?” Tanya Sang Raja menguji
putranya.
“Ah, dia tidak mungkin cacat. Aku sangat yakin Putri Sofia adalah sosok yang sangat sempurna!”
Kata Pangeran Julian sembari mengarahkan anak panahnya ke buah apel yang ditancapkan ke
sebatang pohon besar berjarak 50 meter dari mereka berdiri. Tepat sasaran!
“Seandainya dia cacat, apakah kau masih ingin menikahinya?” Tanya Ayahnya lagi. Pangeran
Julian hanya terdiam. Dalam hati ia menginginkan calon istri yang sempurna, bukan yang cacat.
Jika Putri Sofia cacat, maka ia akan mundur dan mencari putri raja dari kerajaan lain yang lebih
baik dari putri Sofia.
Sementara itu pangeran Adam dari Kerajaan Perak pun diam-diam tertarik pada Putri Sofia, yang
menurut kabar yang ia dengar, cantik jelita dan berhati lembut. Namun ia hanya memendam
keinginannya dan berkata dalam hati, “Putri Sofia sangat cantik baik fisik dan hatinya, namun aku
hanya Pangeran yang berasal dari kerajaan biasa, tidak sekaya kerajaan Putri Sofia, tentu aku tak
“Apakah kau tidak menginginkan Putri Sofia?” Tanya Sang Raja pada Pangeran Adam yang sedang
“Kau tampan dan pintar. Kau juga rendah hati, kau sangat pantas untuk Putri Sofia,” Kata Sang
Raja membesarkan hati putranya. Namun Pangeran Adam diam saja dan berusaha melupakan
keinginannya untuk bersanding dengan Putri Sofia.
Di negeri Timah, Pangeran Kevin yang suka bermalas-malasan pun mengutarakan keinginannya
“Kau tak pantas untuknya. Kau sangat pemalas. Aku bahkan tak ingin kau menggantikanku
memimpin kerajaan ini,” Kata Sang Raja pada putera semata wayangnya. Pangeran Kevin
terbelalak.
“Aku janji akan berubah Ayah. Ayolah, aku ini anakmu satu-satunya. Penuhilah keinginanku.”
Rayu Pangeran Kevin.
Sepertinya hari yang ditunggu-tunggu oleh pangeran-pangeran di berbagai negeri pun tiba. Raja
negeri Berlian hendak mencarikan calon suami untuk Putrinya yang tercinta.
“Syaratnya, Pangeran itu tak hanya tampan secara fisik saja, tapi juga pintar dan berhati tulus,”
Raja negeri Berlian pun menyampaikan undangan pada pangeran-pangeran di seluruh negeri yang
merasa dirinya tampan, pintar dan berhati tulus untuk datang ke kompetisi pencarian jodoh di
negeri Berlian. Karena hampir semua Pangeran telah mendengar mengenai Putri Sofia, mereka
datang berbondong-bondong ke negeri Berlian hendak berlomba memenangkan hati Putri Sofia.
Istana negeri Berlian sangat megah, karena negeri Berlian adalah negeri yang paling kaya dari
semua negeri yang pernah ada. Tembok besar yang mengelilingi istana itu dihiasi butiran-butiran
berlian yang berkilat-kilat tertimpa matahari. Kastilnya pun sangat besar dan megah berdiri di
tengah-tengah danau yang luas seakan-akan istana itu mengapung di atas air. Jalan-jalan di
negeri itu dikelilingi pepohonan dan bunga-bunga yang sangat indah seperti di negeri dongeng.
Untuk menuju istana, semua pangeran harus menggunakan perahu megah untuk menyebrangi
danau.
“Selamat datang Pangeran dari seluruh penjuru negeri,” Sapa juru bicara Raja saat keseratus
pangeran itu telah berada di ruang tamu istana yang luas dan indah. “Pasti kalian semua datang
dengan harapan besar ingin memenangkan hati Putri Sofia. negeri kami sangat menghargai
kedatangan pangeran-pangeran yang terhormat. Tapi Putri Sofia hanya akan memilih satu orang
“Akulah orangnya,” Gumam Pangeran Julian. “Aku tampan, pintar, dan tulus.”
“Pasti aku yang menang,” Kata Pangeran Kevin. “Aku sesuai yang diinginkan Putri Sofia.”
Hampir semua pangeran menyatakan dirinya sebagai yang diinginkan Putri Sofia. Seleksi pertama,
ke 100 pangeran itu harus mengerjakan 100 soal pengetahuan dan teka-teki untuk menilai
menyelesaikannya.
“Ini soal termudah yang pernah aku kerjakan,” Kata Pangeran Kevin sambil memainkan pena bulu
“Huh, semua pangeran di sini berlagak pintar, “ Kata Pangeran Julian pada Pangeran Adam yang
duduk di sebelahnya. “Mereka semua pura-pura menganggap soal ini mudah. Padahal aku telah
melihat puluhan kening yang berkerut!” Pangeran Adam hanya menanggapi ucapan Pangeran
Julian dengan tersenyum. Pangeran Julian sadar bila Pangeran Adam yang sedari tadi ia ajak
bicara tidak lagi mengerjakan soalnya. Tentu orang ini sangat bodoh, pikir pangeran Julian.
“Kenapa kau tidak mengerjakan? Apakah terlalu susah?” Tanyanya dan ia mengintip sejenak ke
perkamen rekannya itu dan langsung kaget setelah mengetahui keseratus soal itu telah berhasil
“Kau ternyata jenius, Pangeran Perak!” Seru Pangeran Julian terpukau. Semula ia menyangka
saingannya itu bodoh karena jarang sekali berbicara. Ia buru-buru menyelesaikan soalnya yang
baru tiba di nomor 70.
Akhirnya tersingkirlah ke-50 pangeran dengan nilai terendah, termasuk pangeran dari kerajaan
besi. Pangeran dari negeri emas, perak dan timah termasuk yang lulus. Bahkan juru bicara istana
mengumumkan 1 orang di antara ke-50 pangeran itu bisa memecahkan 100 soal dengan tepat.
“Selamat kepada Pangeran Adam, dari negeri Perak. Kau satu-satunya orang yang berhasil
memecahkan semua soal ini. Kau terbukti jenius, tapi itu belum cukup. Kesempatan masih terbuka
lebar bagi yang gagal. Masih ada 2 ujian yang harus kalian lalui lagi.” Diam-diam Putri Sofia
mengintip ke-50 pangeran itu. Pandangannya tertuju pada Pangeran Adam. Pemuda itu tinggi dan
tampan. Ia juga jenius karena berhasil memecahkan soal kerajaan yang susah. Tapi Putri Sofia
belum tahu seperti apa kepribadian Pangeran Adam yang sesungguhnya.
Saatnya istirahat. Keesokan harinya mereka harus bersiap menghadapi tantangan selanjutnya
yang akan menyingkirkan 40 orang dari mereka. Masing-masing pangeran itu diberikan kamar
istana yang indah dan nyaman, bahkan jauh lebih nyaman dari kamar di istana mereka.
“Permisi yang mulia…” Terdengar suara seorang wanita di balik pintu kamar pangeran Julian.
“Masuk.”
“Ijinkan hamba membersihkan kamar ini sebelum anda tidur, yang mulia,” Ucap pelayan itu.
“Baiklah. Hey, omong-omong, kenapa Putri Sofia tidak pernah menampakkan diri?” Tanya
pangeran Julian.
“Ehm…” Sesaat pelayan kerajaan itu ragu. “Maaf pangeran, sebaiknya Anda pulang saja ke negeri
anda dan carilah putri lain untuk menjadi istri anda.” Ucap pelayan itu.
“Ada apa ini sebenarnya?” Pangeran Julian kaget mendengar ucapan pelayan itu.
“Putri Sofia…”
memang cantik dan baik hati, sebelum ia terjatuh ke jurang sebulan yang lalu. Saat ini, Putri Sofia
hanya memiliki satu kaki. Wajahnya pun rusak sebelah akibat kecelakaan itu.”
“Apa?! Oh tidak…”
“Tidak! Aku tidak akan pulang. Aku akan memenangkan semua kompetisi ini. Seluruh negeri akan
“Setelah menang aku akan pulang ke negeriku. Aku tidak akan menikahi orang cacat itu… hey!
Kau akan tutup mulut kan? Tutup mulut dari semua yang telah kuucapkan?” Pelayan itu
mengangguk.
“Jika kau membocorkannya, hidupmu tak akan pernah bahagia lagi!” Ancam Pangeran Julian
kasar.
“Yang mulia tak perlu khawatir. Ini hanya antar kita berdua,” Ucap pelayan itu.
Pagi tiba. Setelah sarapan, 50 pangeran dari negeri berbeda itu segera bersiap mengukuti
kompetesi selanjutnya. Namun tampaknya banyak di antara mereka yang tak sesemangat
kemarin.
“Yah, bodoh sekali kita menyusahkan diri merebutkan seorang putri raja yang cacat,” Ucap
seorang pangeran dari negeri laut. “Tapi biarlah, aku ingin terkenal sebagai pangeran yang
“Jadi kalian semua sudah tahu kalau putri Sofia itu cacat?” Bisik Pangeran Julian. Pangeran-
“Seorang pelayan yang mengatakannya,” Ucap seorang pangeran. Pangeran Julian heran. Ada apa
“Seperti apapun keadaan fisik Putri Sofia, itu tidak penting,” Ucap suara seorang pangeran. Semua
mata memandang ke arahnya. Ternyata suara Pangeran Adam yang biasanya selalu diam.
“Hey orang bodoh,” Maki pangeran Kevin. “Aku yakin kau sebetulnya tak ingin menikah dengan
“Aku ingin menikah dengan putri yang berhati lembut dan bersih, tak peduli seperti apa fisiknya,”
“Mudah saja kau berucap begitu,” Kata pangeran dari kerajaan Elang. “Kau belum pernah
melihatnya secara langsung kan?” Pangeran Adam tak berminat lagi berdebat dengan rekan-
rekannya. Ia memilih kembali diam.
“Baiklah, sebelumnya, perkenalkan. Aku adalah instruktur berkuda Putri Sofia. “Ucap seorang
gadis cantik berseragam penunggang kuda lengkap dengan helm di kepalanya. Rambutnya yang
panjang menyembul di belakang dari helm itu. Sebagian wajahya tersembunyi di balik helm yang
ia kenakan. Semua pangeran menghentikan aktivitas mereka dan memperhatikan gadis itu.
“Telah kami sediakan untuk yang mulia kuda-kuda untuk berlomba. Silakan kenakan helm yang
mulia dan pilih seekor kuda yang menurut yang mulia paling baik.” Ucap instruktur itu. Hampir
“Sayang dia bukan putri raja!” Gumam salah seorang pangeran. Yang lain mengangguk setuju.
“Kita akan mengarungi tebing dan jalanan yang penuh rintangan. yang mulia hanya perlu sedikit
lebih cepat dariku untuk memenangkan kompetisi ini.” Katanya. “Lakukan sekarang!” Perintahnya
tegas karena sebagian besar pangeran hanya melamun sambil menatap ke arahnya. Dengan
kaget, pangeran-pangeran itu pun melaksanakan perintah sang instruktur.
Perlombaan ini terasa amat berat karena medan yang curam dan terjal. Banyak kuda-kuda
mereka yang enggan melanjutkan perjalanan hingga terpaksa mereka turun dan menuntun kuda
mereka. Instruktur berkuda Putri Sofia memimpin jauh di depan. Ia sangat mahir menunggang
kudanya menaiki jalanan yang menanjak. Medan keras sepertinya tak jadi soal untuknya. Ia
tertawa melihat pangeran-pangeran manja itu mulai menyerah satu-persatu.
“Kalah pun tak akan rugi bagiku!” Ucap seorang pangeran yang langsung putar balik ke arah
istana. Ia menyerah. Rupanya jejaknya diikuti oleh banyak pangeran lainnya.
Pangeran Adam berusaha keras menaklukan medan yang tak bersahabat itu. Ia beruntung karena
ia sudah berada 20 meter di belakang gadis instruktur berkuda itu. Namun di tengah perjalanan ia
mendengar teriakan salah sorang pangeran yang rupanya terperosok jatuh ke jurang. Pangeran
“Jangan pedulikan suara itu! Kau sudah hampir menang!” Teriak sang instruktur. Namun Pangeran
“Tolong aku..” Kata Pangeran Kevin yang kini hanya berpegangan ke tangkai dahan pohon yang
“Terima kasih, hampir saja aku mati sia-sia demi orang cacat itu,” Ucap Pangeran Kevin setelah ia
“Tutup mulutmu atau aku akan melemparkanmu ke jurang lagi,” Ancam Pangeran Adam kesal.
Pangeran Kevin terdiam takut dan pura-pura menyeka darah yang menetes-netes dari lengannya.
Pangeran Adam merobek paksa lengan bajunya dan mengikat luka itu kuat-kuat.
“Kau sudah hampir menang kawan. Kenapa kau mau menolongku?” Pangeran Adam tak
menjawab. “Apa benar kau masih menginginkan Putri Sofia?” Tanya Pangeran Kevin.
“Meski ia…?”
“Meski ia cacat fisik, tapi hatinya tidak cacat sepertimu. Jadi aku tetap menginginkannya. Aku tak
mau buang waktu lagi di sini,” Pangeran Adam bergegas menuju kudanya diikuti oleh Pangeran
Kevin yang tidak lagi banyak bicara.
Katika kedua pangeran itu sampai di puncak bukit, sudah ada instruktur berkuda dan Pangeran
Julian di sana.
“Haha, akhirnya aku bisa mengalahkanmu. Lihat, bajumu sampai robek. Sedangkan aku? Tak
sehelai rambut pun yang berkurang.” Pangeran Julian berucap puas. “Kenapa kau mau menolong
si bodoh itu? Ah, nampaknya aku yang lebih jenius darimu, Pangeran Perak.”
Raut wajah Pangeran Adam menunjukkan seolah-olah ia tidak mendengar semua omong kosong
Pangeran Julian.
“Hanya 3 dari 50? Wow, tampaknya ini pertandingan yang terakhir.” Ucap gadis itu sambil
tertawa. Wajahnya celingukkan ke mana-mana. “Aku tak tahu bagaimana bocah-bocah manja itu
bisa memimpin kerajaan mereka nantinya!”
Tibalah hari terakhir kompetisi yang paling menentukan. Ketiga pangeran beserta pegawai
kerajaan berdiri di tepi danau dengan alat lukis lengkap. Karena tugas mereka selanjutnya adalah
melukis wajah Putri Sofia. Ketiga pangeran bingung hendak melukis seperti apa. Mereka belum
“Perlu diketahui, pemenang dari kompetisi terakhir ini akan menandatangani keputusan mutlak
untuk menikah dengan Putri Sofia.” Mendengar ucapan juru bicara kerajaan ini, Pangeran Julian
merasa isi perutnya bergolak. Oh tidak, ia harus kalah. Ia tidak boleh menang! Bagaimana
mungkin ia mau menikahi seorang putri yang berkaki satu dan berwajah buruk rupa? Pangeran
“Yang mulia tidak perlu khawatir. Anda hanya perlu melukis Putri Sofia sebagaimana yang ada di
benak Anda.” Suasana kemudian hening saat ketiga pangeran itu berusaha keras melukis orang
yang belum pernah mereka temui. Pangeran Adam tersenyum memandangi lukisannya yang
hampir jadi. Ia menggambarkan sesuai yang ada di benaknya sebelum ia tahu perihal kecacatan
Putri Sofia. Seorang putri raja yang sempurna.
Waktu habis. Sang instruktur berkuda Putri Sofia ikut hadir menyaksikan hasil lukisan ketiga
pangeran itu. Semua menggambarkan putri yang berkaki satu dengan bekas luka di wajah
jelitanya. Semua, kecuali lukisan Pangeran Adam. Lukisannya menggambarkan seorang Putri yang
“Hey, kenapa instruktur itu ada di sini? Apa dia juga instruktur lukis Putri Sofia?” Bisik Pangeran
Kevin pada Pangeran Adam. Instruktur berkuda itu menggunakan seragam prajurit yang biasa
dikenakan laki-laki.
“Ia memang cantik dan serba bisa. Tapi ia sangat sombong melebihi kaum bangsawan! Kukira ia
tidak memiliki darah biru!” Ucap Pangeran Julian sambil melipat kedua lengannya dan memandang
sebal ke arah instruktur itu.
Tak lama kemudian, instruktur itu menghampiri mereka satu persatu. “Hmm, bisa kau jelaskan
mengapa kau menggambarkan Putri Sofia seperti ini?” Tanya sang instruktur pada Pangeran
Kevin.
“Yah, yang kudengar Putri Sofia cacat. Ia berkaki satu dan wajahnya berbekas luka.” Jawab
“Kerajaan Timah.” Jawab Pangeran Kevin. Sang instruktur berlalu ke Pangeran Julian.
“Bisa jelaskan lukisan ini?” Tanyanya ketika ia melihat lukisan buruk rupa itu.
“Aku melukis seperti apa yang seharusnya kulukis,” Ucap Pangeran Julian dengan malas.
“Maksudmu?”
“Putri Sofia cacat, dan seperti inilah gambaran yang pantas untuknya.” Instruktur itu mengamati
baik-baik lukisan Pangeran Julian yang menggambarkan Putri raja cacat dan berwajah buruk rupa.
Tidak seperti lukisan pangeran Kevin yang menggambarkan bekas luka di wajah jelita, wajah Putri
“Ini kenyataan, bukan hinaan! Coba kau perlihatkan Putri Sofia di depanku! Aku yakin lukisankulah
yang paling mirip!” Sesaat sang instruktur hendak menghajar Pangeran Julian karena
Gadis itu terpukau. Lukisan yang satu ini berbeda dengan dua lukisan sebelumnya. Putri Sofia di
“Mengapa… mengapa kau melukis seperti.. seperti ini?” Tanya sang instruktur terbata-bata. Ia
“Aku belum pernah bertemu dengan Putri Sofia. Sedikitpun aku tak tahu seperti apa rupanya.
Namun sebelum aku tiba di kerajaan ini, di benakku Putri Sofia adalah Putri yang cantik jelita dan
berhati lembut bak bidadari. Bila kemudian ada kabar yang mengatakan ia cacat, bagiku itu tak
akan banyak mempengaruhi kebaikan hatinya. Ia tetaplah Putri Sofia yang sempurna seperti
ketika aku belum mengetahu kecacatannya,” Kata Pangeran Adam jujur. Pangeran Julian dan
“Kau.. kau… dari mana kau berasal?” Tanya sang instruktur terpukau.
“Aku Pangeran Adam dari Kerajaan Perak…?” Pangeran Adam bingung hendak memanggil apa
orang di depannya karena ia tak tahu namanya. “Maaf nona instruktur, nama anda adalah…?”
“Oh, ya, Kenalkan. Aku… adalah Putri Sofia.” Ucap gadis itu. Ia melepas topi yang menutupi
sebagian wajahnya. Tiba-tiba saja udara seakan hilang karena ketiga pangeran itu tak sanggup
bernafas karena kaget luar biasa. Di hadapan mereka bukan lagi nona instruktur yang galak dan
sombong, melainkan Putri Sofia yang setelah melepas topinya, mulai terpancar kecantikan dan
keanggunannya. Wajahnya sejernih air dan seindah pualam. Rambutnya yang kemerahan tergerai
panjang. Wajah Pangeran Julian merah karena malu mengingat semua kebodohannya selama ini.
“Mengapa kau membohongi kami lewat kabar kecacatanmu, Tuan Putri?” Tanya Pangeran Kevin.
“Kelak seandainya terjadi sesuatu yang menyebabkan aku cacat, aku akan tahu apakah suamiku
“Tapi… tapi kenapa anda berbuat demikian, yang mulia?” Tanya Pangeran Adam masih takjub.
“Karena dengan begini, aku bisa membedakan siapa di antara kalian yang sombong, tamak, dan…
dan berhati tulus.“ Ucap Putri Sofia sambil memandangi wajah tampan Pangeran Adam.
Pangeran Julian dan Pangeran Kevin mengutuk diri mereka sendiri karena tidak tulus dan
mengharapkan ketenaran sewaktu datang ke istana Kerajaan Berlian. Mereka sadar, bahwa
mereka telah memanen apa yang mereka tanam, kesombongan berbuahkan kekalahan.
Yah, akhirnya seperti dongeng anak-anak, Kerajaan Berlian bersatu dengan Kerajaan Perak
menjadi Kerajaan ‘Perlian’ singkatan dari perak dan berlian. Raja mereka kini, Raja Adam, raja arif
bijaksana, hidup bersama istrinya yang jelita dan berhati lembut, Ratu Sofia.
Cerita Putri Sofia merupakan cerita pendek karangan Dayu Swasti Kharisma, kamu dapat
mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
Tiga Kesateria Ambarawa
Judul Cerpen Tiga Kesateria Ambarawa
Dahulu kala, di sebuah desa terpencil, terdapat sebuah hutan terlarang. Konon siapapun yang
memasuki hutan tersebut akan berubah. Tidak ada yang tahu akan berubah menjadi apa orang
yang memasuki hutan tersebut. Banyak masyarakat yang percaya dan tidak berani memasuki
hutan tersebut.
Suatu hari, ada tiga anak bernama Adit, Gembul dan Pitak. Mereka adalah anak-anak nakal yang
suka membully teman-temannya di sekolah. Ketika pulang sekolah mereka memutuskan ingin
masuk ke hutan terlarang, sesampainya di tengah hutan mereka bertemu dengan seorang kakek
misterius, kakek itu mengajak mereka ke gubuknya dan mereka pun mau, di dalam gubuk itu
mereka disuguhi makanan yang leza. Setelah mereka kenyang, mereka langsung tertidur pulas.
Kemudian mereka terbangun di suatu tempat dan muncul suara misterius, berkata “Hai kalian
anak-anak nakal. jika kalian ingin pulang, kalian harus menjadi orang yang baik”
Suara mesterius menjawab “pergilah kalian ke utara, disana ada sebuah Istana. Raja sedang
kesusahan, kalian bantulah Raja tersebut dan kalian bisa pulang”
Mereka pun berjalan ke utara dan menemukan Istana. Di depan gerbang Istana mereka dihadang
Raja pun memanggil peramal di Istananya dan bertanya kepadanya “Hai peramalku apakah benar
“mereka adalah 3 kesatria Ambarawa yang telah diramalkan oleh leluhur kita Tuan, menurut
ramalan mereka harus ke gua Ambarawa untuk mengambil senjata mereka. Kemudian pergi ke
Raja pun langsung memberi mereka tugas dan menyuruh prajurit yang sudah dijodohkan dengan
sang putri untuk menemani mereka dan menyuruh mereka bergegas karena waktunya Cuma
Mereka pun langsung bergegas untuk melakukan tugas tersebut bersama seorang prajurit yang
mencintai putri.
Di tengah perjalanan Adit mendengar suara jeritan, ternyata ada seekor makhluk imut kecil yang
sedang terluka, Aditpun langsung mengobati makhluk itu. Setelah makhluk itu sembuh ternyata
makhluk itu ingin ikut bersama Adit. Adit pun membawanya dan memberi nama makhluk kecil itu
Yukuyuku karena makhluk kecil itu selalu mengatakan kata itu. Dan mereka kembali melanjutkan
perjalanan.
Setelah jauh berjalan akhirnya mereka sampai ke gua Ambarawa, mereka masuk ke dalam gua
dan menemukan batu besar yang memiliki 3 telapak tangan. Mereka bertiga menaruh telapak
tangan mereka ke batu itu dan muncul cahaya terang, setelah cahaya itu redup ada 2 pedang
yang hanya Gembul dan Pitak saja yang dapat menggunakan pedang tersebut.
Setelah itu mereka langsung bergegas menuju lembah kegelapan. Sesampainya di lembah
kegelapan mereka sudah dihadang oleh pasukan monster, tanpa ragu mereka langsung melawan.
Setelah pasukan monster musnah Adit menyuruh prajurit untuk langsung menyelamatkan putri.
Adit, Gembul dan Pitak langsung menyerang Monster King, tanpa senjata Adit tidak bisa berbuat
banyak, jadi Gembul dan Pitak menerang Monster King itu dengan pedang mereka, tetapi tidak
mempan. Monster King pun membalas menyerang Gembul dan Pitak terpelanting dan terluka.
Aditpun menyerang MonsterKing itu tanpa senjata, Monster King pun menyerang Adit hingga
terluka. Melihat Adit terluka Yukuyuku pun marah tubuhnya mengeluarkan cahaya dan berubah
menjadi pedang, pedang itu pun langsung menembus tubuh Monster King hingga musnah.
Istana Ambarawa pun tentram dan damai. Dan diadakanlah pernikahan prajurit dan putri. Mereka
pun hidup bahagia selamanya.
Ketiga anak itu pun langsung menghilang dari Istana Ambarawa dan muncul di hutan terlarang.
Setelah kejadian itu mereka pun berubah menjadi anak-anak yang baik.
Cerita Tiga Kesateria Ambarawa merupakan cerita pendek karangan Febrian Fikri Hadi, kamu
dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
Vam
Lututku menggigil menyaksikan tepat yang ada di depan mataku. Seorang bocah laki laki
berambut hitam pekat sedang menancapkan giginya ke bagian punggung sapi sambil
membelakangiku. Sedangkan aku yang berada di belakang tembok kotor yang berlumut ini hanya
menutup mulut dengan kedua tangan sambil menggigil karena tak percaya apa yang sedang
kulihat ini benar benar nyata atau tidak.
Perlahan aku melangkah mundur, “brruk” tiba tiba saja badanku menabrak seorang pria dewasa
dengan pakaian aneh, mulutnya dan giginya besar dan tajam, sedangkan telingannya sedikit
runcing, hidungnya mancung, matanya seperti mata kucing tapi di bawah matanya ada sedikit
warna merah darah dan rambutnya terlalu panjang bagi seorang pria.
Ia menatapku dengan tajam. Aku ingin berteriak tapi tak berani. Dan aku hanya diam saja ketika
ia memandangiku dari atas hingga bawah. Tiba tiba ia menghembuskan napasnya ke wajahku,
aku ingin muntah akibat bau mulutnya itu tetapi aku tahan sebisaku
Aku hanya mengangguk kecil. Di dalam hati aku berfikir apa dia bukan manusia? Lantas dia siapa?
Hantu? Setan? Tapi jika dia bukan manusia mengapa ia bisa berbahasa manusia?
“Vik.. kemarilah.” Ia memanggil bocah yang sedang asik meminum darah sapi tadi. Dengan wajah
“Maafkan adikku ini yang telah meminum susu di kandang sapi milikmu. Aku pergi dulu, matahari
“Tsss” tiba tiba saja kurasakan sakit di bagian leherku, dia mengisap darahku. Oh bukan, dia
hanya membuatku pingsan.
“Apa yang tadi itu hanya mimpi? Mengapa mimpi itu seperti nyata? Ah.. sudahlah” aku beranjak
dari tempat tidur dan pergi ke kamar mandi untuk membasuh muka. Aku pandang leherku di
cermin, tak ada bekas luka atau gigitan. Aku rasa yang tadi memang hanya mimpi. Aku bergegas
mandi dan bersiap karena aku harus segera berangkat ke sekolahku di SMA.
Pelajaran yang disampaikan ibu ini terlalu serius, sehingga mata aku pun jadi mengantuk.
Perlahan kurebahkan kepalaku ke atas meja karena tak tahan lagi dengan rasa kantuk tapi
“Awww” teriakku spontan sambil memegangi kepalaku yang masih berdenyut karena dilempari
penghapus papan yang bagian belakangnya terbuat dari kayu
“Sinta kamu itu gak mendengar penjelasan ibu tadi? Ya ampun.. anak cewek masa mau tidur di
kelas? Ah ya sudahlah. Kita lanjutkan kembali pelajarannya” kata ibu itu panjang lebar dan aku
hanya membuang pandangan ke luar jendela
Untungnya bel sekolah cepat dibunyikan sehingga aku pun bisa langsung bersantai setelah ini di
kamarku. Aku langsung ke luar kelas lalu menuju tempat parkiran dan mengambil sepedaku. Aku
mendayung sepeda itu sekuat tenaga akibat kesal dengan prilaku ibu tadi. Apaan ibu itu, baru jadi
guru beberapa minggu aja udah se enaknya sama aku. Apalagi tadi semua pandangan anak anak
di kelas tertuju padaku. Arrgghhhh bikin aku kesal saja
Aku meletakkan sepedaku secara asal di dekat kandang sapi milik ayah. Tiba tiba aku teringat
tentang mimpi aneh malam tadi. Lalu aku mengecek ke dalam kandang, aku melihat satu per satu
sapi. Tidak ada yang aneh dengan sapi sapi itu. Tapi aku menginjak sesuatu yang aneh. Aku
mengambil benda itu dan melihatnya secara seksama. benda ini seperti sapu tangan, hanya saja
benda ini berbentuk bintang dengan tanda bulat merah di setiap ujung bintang itu. Dan yang
membuatku penasaran, di tengah benda berbentuk bintang ini tertulis “vam”. tanpa berfikir
panjang aku memasukkan benda itu ke dalam sakuku. Lalu aku langsung masuk ke dalam rumah.
Sepertinya ayah dan ibu masih di sawah, pikirku. Aku menghempaskan badanku di kasur ini lalu
perlahan mataku pun mulai terpejam.
Aku mencium bau aneh di depan wajahku. Mataku masih tertutup akibat ngantuk, tapi perlahan
kupaksakan untuk membuka mataku. Spontan mataku langsung terbuka lebar dan aku mundur
beberapa langkah ke belakang. Aku lihat sekeliling, ini bukan kamarku! Ini seperti sebuah kamar
kecil dari rotan yang bewarna hitam. Di sini semua serba hitam. Hanya jendelanya saja yang
berwarna merah. Aku mengernyit, ini dimana? Tiba tiba seorang pria masuk dan berdiri di
sampingku. Aku masih terduduk sambil memandanginya dengan pandangan heran. Dia pria yang
kemarin berada di mimpiku, pria yang mengisap darahku dan membuatku pingsan. Jadi, aku
bermimpi lagi? Aku mencubit tanganku sendiri dan terasa sakit. Pria itu hanya menatapku dengan
pandangan datar.
“Kamu ada di tempat tinggalku karena kamu mengambil kain simbol keluarga kami. Kamu akan
“Apa apaan ini? Aku gak ambil kainmu itu, kain itu terjatuh akibat kecerobohan kamu sendiri dan
kenapa aku yang harus dihukum begini?” Kataku sampil menatap dia dengan sinis
“Kau… mau mati?” Katanya sambil membuka mulut dan menampakkan gigi tajamnya yang
tersusun rapi. Seketika aku pucat, aku terdiam. Dia menarik tanganku, dan membawaku ke luar
dari rumah pengap itu.
Di luar, aku bisa melihat rumah kayu bambu warna hitam berderat rapi dan sejajar di depan jalan
kecil dari kerikil ini. Sedangkan anak anak semuanya berpakaian seperti manusia biasa hanya saja
Lalu pria ini menyeretku lagi ke bagian belakang rumahnya ini yang seperti lapangan layangan
“Cabut rumput itu semuanya sampai selesai baru kamu boleh pulang ke duniamu dan jangan
beranjak dari situ sebelum semua rumput panjang itu tercabut” katanya sambil berlalu pergi
What? Cabut rumput? Sebanyak ini dalam waktu seminggu? Aku ingin sekali protes, tapi rasa
Aneh, aku rasa sudah 9 jam lebih aku mencabut rumput. Tapi kenapa dari tadi tidak ada matahari
dan hanya ada awan yang sedikit gelap, tapi tak ada tanda hujan akan turun, ditambah lagi dari
tadi kan aku tak merasa lapar, haus, atau capek. Tapi aku langsung mengerjakan pekerjaan itu
selama seminggu tanpa makan, minum dan istirahat.
“Baiklah. karena kamu sudah mengerjakan semuanya. Saya akan mengantar kamu pulang.”
Aku hanya mengangguk kecil sambil tersenyum. Pria ini tak seburuk yang aku kira, dia telah
memakai pakaian seperti manusia. Dan sepertinya umurnya tak jauh beda dariku. Dia menarik
tanganku dan tiba tiba saja
Aku tersentak dan terduduk di tempat tidurku. Sepertinya aku bermimpi sesuatu tapi aku tak ingat
apa itu, aku mengucek mata dan menguap. Ah.. lupakan saja. Dan aku kembali tertidur
ËNÐ
Claire menatap risih kerumunan perempuan penggosip itu. Ia tahu mereka membahas Ken,
pemuda yang terkenal sebagai stalker mengerikan di kampus. Tapi yang membuatnya muak
adalah mereka tak punya bukti nyata, kecuali omongan para mahasiswi lain.
Claire bergegas ke luar dari toilet. Ia masih harus mengikuti jam Pak John siang ini. Ya, walau itu
menyebalkan, setidaknya itu lebih baik daripada mendengar gosip tadi.
“Claire? Kenapa wajahmu kusam? Oh aku tahu, kau melihat mantan kekasihmu ya?” Tanya Megan
menggoda sahabatnya itu.
“Tidak, kau tahu kan aku sudah tidak peduli padanya. Ini tentang Ken, Meg. Gosip itu semakin
parah,” jelas Claire sambil geleng-geleng kepala.
“Kurasa gosip itu ada benarnya, Clai. Ya, kau tahu kan Ken suka menghabiskan waktunya dengan
mengikuti beberapa mahasiswi unggulan disini?”
“Clai, dengarkan aku, tidak ada orang yang iseng separah itu. Ah, sudahlah, jauhi saja Ken, ya
aku tahu kau teman dekatnya, mungkin satu-satunya. Tapi ini demi kebaikanmu,”
Claire tak menjawab lagi. Ia harus mencari bukti itu. Ia sendiri yang akan menemui Ken. Tak
peduli apapun resikonya, keputusannya sudah bulat.
Matahari masih bersinar terang. Claire melirik sejenak ke arah jam tangannya. Pukul 14.45. Claire
mengambil ponselnya.
“Tidak bisa sekarang, Clai. Aku sedang terapi, pukul 4 sore aja, bye!”
Claire hendak menanyakan pemuda itu sedang menjalani terapi apa, tapi ia sudah terlebih dahulu
mematikan sambungan telepon. Claire mulai melangkahkan kakinya tapi Megan menahan
tangannya. Bertanya kemana sahabatnya itu akan pergi. Claire hanya berkata bahwa ia ada
urusan penting dan ia pun mengucapkan selamat tinggal.
Claire tidak melihat tanda-tanda kemunculan Ken. Ia mulai muak menunggu. Ditambah warna
langit semakin kelabu, tanda akan hujan. Akhirnya Claire memilih untuk menunggu di salah satu
gazebo yang ada.
Claire berbalik. Pemuda itu datang juga akhirnya. Ken. Claire memutar bola matanya. Sadar akan
gerimis yang datang, ia dan Ken berjalan beriringan ke arah gazebo.
“To the point saja. Gosip tentangmu semakin parah, Ken. Mereka memanggilmu dengan sebutan
stalker mengerikan. Kau selalu mengikuti mahasiswi kampus kita. Terutama mahasiswi berbakat.
Dan setelah itu, mereka hilang. Aku tak tahu ini sebenarnya ulahmu atau bukan, tapi ini cukup
janggal jika dibilang kebetulan, apakah kau bisa menjelaskan sesuatu padaku?”
Ken menghela napas. Ia tak segera menjawab. Suara hujan yang deras mengisi suasana sepi di
antara mereka. Claire berdehem. Tanda Ken harus segera menjelaskan sesuatu padanya.
“Clai, aku tak tau aku bisa mempercayaimu atau tidak, tap-” Ucapan Ken terpotong.
“Ken, kau bisa mempercayaiku. Aku tak akan membocorkan rahasiamu, tapi kau harus berjanji
untuk berhenti melakukan hal mengerikan tersebut.”
“Oke, aku tahu kau bisa dipercaya, Clai. Jangan potong ucapanku, okay? Baik, aku mulai. Aku
memang mengincar mahasiswi unggulan kampus kita. Dan mereka hilang setelah itu memang
masih ada kaitannya dengan apa yang aku lakukan. Kau harus tahu bahwa aku seorang anggota
dari agen rahasia,”
Claire menutup mulutnya dan menggeser badannya menjauh beberapa langkah. Ken hanya
meliriknya sekilas dan melanjutkan kembali kata-katanya.
“Agen ini berusaha membuat robot yang sempurna. Sempurna dalam artian cara robot tersebut
berpikir. Lalu hubungannya dengan mahasiswi unggulan adalah agen rahasiaku berusaha
membuat klonning otak para mahasiswi. Kenapa mereka memilih mahasiswi? Itu karena
menghadapi perempuan jauh lebih mudah dari laki-laki. Ini yang tidak diketahui orang luar.
Mahasiswi itu menghilang karena agen kami menghapus semua ingatan penting mereka dan
membawa mereka menuju panti sosial yang jauh. Tentunya setiap mahasiswi memasukki panti
sosial yang berbeda.”
Ken berhenti sebentar dan meneguk air di botol minumnya. Ia menunduk sejenak dan berkata
lagi, “Agen kami menghapus ingatan mereka agar mereka tak melapor kepada pihak yang
berwenang. Mereka ingin melakukan semua riset ini secara tertutup. Aku juga tak sepenuhnya
mengerti. Alasan aku bekerja pada mereka karena aku memiliki hutang budi pada pemilik agen
itu. Ya tak penting untuk diceritakan juga. Kurasa ceritaku cukup sampai disini.”
Claire menggeleng tak percaya. “Maksudmu, kampus kita menjadi incaran karena kampus kita
termasuk kampus terbaik?”
Ken mengangguk lemah. Claire bergidik ngeri. Tak bisa ia bayangkan jika ia menjadi para
mahasiswi itu. Kenyataan ini terlalu mengerikan.
“Lalu, kenapa kau tak membawaku pada mereka?” Tanya Claire bergetar.
“Ada alasan tersendiri aku tak membawamu. Suatu saat kau akan tahu, Clai. Kurasa alasan itu tak
akan penting, karena mungkin kau tak akan mempercayaiku. Tenanglah, aku tak akan melakukan
hal serupa lagi padamu atau pada siapapun. Aku terlanjur berbohong pada mereka bahwa tak ada
mahasiswi lagi untuk diculik. Ini sudah malam, mari kuantar kau pulang,”
Claire menolak dengan cepat. Menimbulkan segurat ekspresi kecewa di wajah Ken. Tapi ia segera
mengangguk tanda jawaban “terserah” darinya.
Mereka berpisah. Ken pergi ke stand yang menjual makanan. Dan Claire menghentikan taksi dan
segera pulang ke apartemennya.
Seseorang yang sedari tadi menempelkan indra pendengarannya kuat-kuat, segera menelepon
pihak yang berwajib.
—
Claire tak dapat memejamkan matanya. Kepalanya sakit memikirkan pembicaraannya tadi dengan
Ken. Megan, yang merupakan teman sekamarnya sudah sejak tadi tidur pulas. Ia masih tak
mengerti kenapa Ken tak menculiknya. Bukan bermaksud sombong, tapi ia termasuk mahasiswi
unggulan. Claire menyerah. Ia pun menarik selimutnya dan mencoba tidur.
Claire berjalan santai di koridor kampus. Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya. Megan. Claire
memutar bola matanya dengan malas. Tapi ada yang berbeda dengan Megan hari ini. Senyumnya
itu, terlalu lebar untuk menyambut hari dimana tes Pak John akan berlangsung.
“Ada apa?”
Claire mengerinyit. Tumben Megan peduli pada hal seperti ini. Usut punya usut, ternyata kasus
yang dilaporkan Megan adalah kasus penculikan mahasiswi oleh Ken!
“Gimana? Sahabatmu ini hebat mendengar percakapan orang kan? Dan tentu saja aku merekam
semuanya! Ini sungguh keren!”
“Ada apa sih? Dia sedang ada di kantor polisi. Jadwal kuliah kita tinggal setengah jam lagi, kau
mau kesana?”
Claire mengangguk cepat. Megan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tentu saja tak akan
ikut dengan Claire. Selesai meminta untuk Megan mengisi absennya kelak, Claire bergegas keluar
kampus dan menghentikan sebuah taksi.
Claire hanya menatap sedih pemudia di depannya. Ken. Selain sedih karena Ken akan mendekam
di penjara bertahun-tahun, ia juga sedih karena Ken hanya menatap dingin tanpa mengeluarkan
satu patah kata pun.
“Aku bersumpah, Ken! Bukan aku yang melaporkan kasus ini,” terang Claire.
“Lalu siapa? Kau pikir aku bodoh!? Yang tahu tentang kasus ini hanya kau, Claire!” Ken berusaha
menahan amarahnya.
Claire terisak. Ia segera menelpon Megan. Ini belum memasuki jadwal masuk, jadi Megan pasti
masih sempat mengangkat telepon Claire.
“Halo, Meg. Aku ingin bertanya sesuatu tapi jawab aku jujur,”
Claire mengaktifkan loudspeaker agar Ken juga bisa mendengar percakapan mereka. Claire
bertanya dan Megan menjawab sesuai dengan harapan. Raut wajah Ken berubah. Yang semula
tegang kini merasa bersalah.
Claire hanya menatap mata Ken sambil menunggu apa yang akan diucapkan pemuda di
hadapannya itu.”A-aku minta maaf karena telah menuduhmu, Claire. Aku harusnya tahu bahwa
kau tidak akan membocorkan ini pada siapapun, aku tahu kau pemegang rahasia yang baik.”
Lanjut Ken.
Claire tersenyum simpul. Ia senang Ken tahu bahwa bukan dirinya yang melaporkan kasus itu.
Perbincangan mereka dipotong oleh seorang polisi.
“Maaf, nona. Waktu anda sudah habis, mungkin anda bisa kembali lain waktu.”
Claire hanya mengangguk. Saat ia hendak pergi, ia sempat mendengar Ken setengah berteriak.
“Aku tak menculikmu karena aku jatuh hati padamu.”
Claire hanya tersenyum tipis menatap punggung Ken yang hilang dibalik tembok antar sel. Claire
mungkin tak menyukai Ken, tapi ia tetap sedih ketika teman dekatnya menjadi seorang tahanan.
“It’s okay, kita tetap teman dekat, Ken.” Ucap Claire dalam hati.