Anda di halaman 1dari 7

Peri Air

Sebuah kampung dengan tanah yang subur dihuni oleh ratusan


kepala keluarga. Penduduk kampung tersebut hidup dengan penuh
toleransi dan tolong menolong. Banyak kegiatan kampung yang dilakukan
dengan gotong royong. Bukan hanya tenaga yang mereka libatkan .
Materi maupun keterampilan dengan senang hati diberikan untuk
kebutuhan kampung tersebut.
Namun, walaupun hubungan sesama manusia terjalin dengan
sangat baik bukan berarti tidak ada masalah yang dihadapi warga
kampung tersebut. Kekuasaan Tuhan, ya, kuasa Ilahi hanya Tuhanlah
yang tahu. Kemarau panjang melanda kampung tersebut. Sudah lama
belum ada turun hujan. Jangankan hujan, awan mendung pun belum juga
terlihat.
Penduduk kekurangan air bersih untuk memenuhi kehidupan
sehari-hari. Rumput mulai menguning dan kering di sana-sini. Hewan –
hewan juga kekurangan air untuk memenuhi kebutuhannya. Terdengar
keluhan hewan dimana-mana. Sawah-sawah kering sehingga tumbuhan
tidak tumbuh sebagaimana biasanya. Gagal panen pun terjadi karena
tidak ada air untuk irigasi. Kebun-kebun juga tidak menghasilkan buah
yang biasanya dapat memenuhi kebutuhan Masyarakat desa tersebut.
Para penduduk mulai mengeluh dan sangat resah.
Di pinggiran kampung yang kekeringan itu, ada suatu sumur yang
letaknya terpencil di belakang rumah seorang nenek. Si Nenek penghuni
rumah itu sudah beberapa tahun ini hidup bersama cucu laki-lakinya.
Sumur di belakang rumah nenek ini pun airnya sangat sedikit. Tentunya
tidak terkecuali karena panas yang sangat lama melanda kampung itu.
Sangat disayangan, saat panas melanda kampung itu, cucu laki-laki
kesayangannya yang menemani kehidupan nenek tiap hari sedang sakit.
Sang cucu mengalami batuk yang sangat keras dan kering. Sakit
batuknya karena panas yang melanda sehingga kekurangan air yang
menyebabkan cucu kesayangan nenek kurang minum.
Dengan sabar si Nenek tiap hari mengumpulkan air dengan
menimba air sedikit demi sedikit ke dalam ember yang disedikannya. Air
itu untuk dimasak dan memenuhi kebutuhan nenek beserta cucunya.
Setelah masak air dengan senang hati air itu diberikan kepada cucunya
untuk diminum. Selang beberapa harisSang cucu mulai membaik dari
sakitnya dan nenek sangat senang.
Apa mau dikata, lama-kelamaan karena usianya yang memang
sudah menua, tubuh si Nenek melemah. Nenek tidak sanggup lagi
menampung air berlama-lama di sungai. Beruntungnya, si Cucu telah
membaik. Sang cucu tidak lagi mengandalkan kerja keras neneknya
untuk mengumpulkan air. Sekarang, Sang cucu menyadari kalau
neneknya udah mulai melemah. Sang cucu mulai berpikir untuk peduli
kepada neneknya yang sudah melemah itu. “Gantian saya yang harus
merawat Nenek”, gumamnya . “Saya akan merawat nenek saya dengan
penuh kasih sayang sebagaimana yang telah saya terima selama ini dari
nenek saya”, tekadnya. Dia mengerjakan tugas neneknya mengumpukan
air sedikit demi sedikit, lalu memasaknya dan memberikan kepada
neneknya untuk diminum neneknya pelepas dahaga agar terlihat segar .
beberapa hari cucu mengerjakan tugas yang selama ini dikerjakan
neneknya dengan senang dan ke ikhlasan yang hakiki.
Ketika itu hampir tengah malam, cucu masih belum bisa tidur karena
panas terasa, walau malam hari. Neneknya baru mau terlihat akan tertidur
sedikit nyenyak. Tiba-tiba tubuhnya terasa agak lain dari biasanya, ada
terasa angin dingin dari suatu sudut. Sang Cucu melihat ke arah angin
datang. Iya melihat dari kejauhan sinar yang indah. Sang Cucu menatap
lama sinar itu. Dan tidak disangkanya datanglah peri cantik bersayap biru.
Sang Cucu membangunkan neneknya dengan seraya bersuara agak
keras, “ Nenek , lihat ada peri” . nenek dan cucu itu terkejut sambal
mereka berdekapan. "Saya ingin memberikan ini," kata si Peri sambil
menyodorkan botol kecil berisi air. "Tuangkan semua airnya ke dalam
sumur kalian."
Dengan tangan gemetar, mata tanpa kedip ke arah peri itu, sang
cucu mengambil botol kecil berisi air itu dari tangan peri. Dengan kaki
yang masih gemetaran Sang cucu segera berlari ke sungai di malam itu
juga, tanpa menghiraukan entah apa yang akan terjadi. Sesuai perintah
sang Peri, sang Cucu menuangkan isi botol sedikit demi sedikit ke dalam
sumur di belakang rumahnya dengan sangat hati-hati.
Sambil berdegum dalam hatinya, waaah, matanya terbelalak, cucu
tidak percaya dan itu benar terjadi. Tiba-tiba, sumur yang hampir kering
kerontang tanpa air sedikit pun itu mengeluarkan air. Bertambah lama
bertambah banyak air disungai , hingga waktu menjelang pagi, cucu
menyaksikan Sungai penuh dengan air. Dalam hatinya penuh
pertanyaan, apakah itu peri pembawa rezeki air? Sang Cucu memikirkan
dalam pikirannya,” ini memang benar itu kiriman dari Tuhan?” Ia bersorak
gembira dan bersyukur kepada Tuhan. Cucu dan nenek itu tidak serakah,
mereka peduli kepada warga kampung yang membutuhkan. Sungai itu
bukan miliknya, air Sungai juga bukan milik pribadinya. Maka tak lupa,
mereka membagikan air sumur itu kepada semua orang. Mereka ingin
hidupnya bermanfaat bagi orang lain. Itulah yang diperintah Tuhan
kepada makhluknya. Sebanyak apa pun air diambil, sumur itu pun tak
pernah kering.
Kebaikan dari cerita dongeng tersebut yaitu sebagai manusia kita
harus saling menyayangi satu sama lain. Janganlah serakah, dan ingat
untuk berbagi karena saling berbagi itu indah
Ular Emas
Pada zaman dahulu, ada sebuah istana yang berdiri kokoh dan
sangat megah. Istana ini terbuat dari batu asli sungai daerah tersebut dan
dihiasi papan yang berasal dari kayu yang tumbuh di hutan daerah itu
juga. Istana ini dipimpin oleh seorang raja yang tampan dan perkasa serta
penuh kasih terhadap rakyatnya yang bernama Sulaiman.
Raja Sulaiman memiliki seorang isteri yang bernama permaisuri
Shinta. Shinta juga cantik jelita dengan muka yang glowing serta badan
yang tinggi semampai dan ideal sesuai rumus ahli kecantikan. Seimbang
tinggi badan dan berat badannya yaitu tinggi badan dikurangi 100 di
kurangi lagi 10% dari hasil pengurangan. Keramahan sang permaisuri
juga terbilang sangat manusiawi. Tutur katanya tidak merandah suatu
kaum perempuan mana pun
Raja Sulaiman memiliki seorang anak yang tidak kalah gagah dan
tampan dari ayahnya Sulaiman. Pemuda yang gagah itu bernama
Pangeran Laru. Dengan tinggi 182cm dan berat badan 65 kg serta kulit
sawo matang, sangat pria material banget. Sang Raja yang tampan dan
perkasa itu sangat menyayangi anak semata wayangnya yaitu Pangeran
Laru. Ia selalu memberikan perhatian dengan kasih sayang. Raja
Sulaiman selalu mengabulkan apapun yang diminta oleh anak
tersayangnya Pangeran Laru.
Suatu hari, tanpa diduga oleh Raja Sulaiman yang sedang asyik
membaca buku tentang karajaannya, didatangi oleh anak tersayangnya
yaitu Pangeran Laru. Dengan penuh senyum manis dan memperlihatkan
kegagahannya dalam berjalan Pengeran Laru mendekati ayahnya sambil
bersalam cium tangan tak lupa dengan cipika cipiki nya. Sambal duduk
dekat ayahnya, Pangeran Laru menyampaikan niatnya, meminta kepada
ayah tersayangnya untuk diberikan emas dan kekayaan barang lainnya.
Ia juga ingin menjadi raja. Raja Sulaiman terkejut dan termenung sesaat.
Raja Sulaiman bangga dengan permintan Pangrang Laru tersebut. Raja
Sulaiman berpikir,” apa yang tengah dipikirkan oleh pangerang Laru.”
Dengan lembut Raja Sulaiman bertanya, apa yang kamu minta
anakku? “Tahukan kamu, usia mu masih tujuh belas tahun sang
Pangeran. Belum waktunya engkau memangku jabatan raja”. Ucap
lembut Raja Sulaiman sambal menepuk Pundak Pangerang Laru. Raja
Sulaiman tidak menolak permintaan Pangerang Laru tersebut . Namun
Raja Sulaiman memberikan pengertian pada pangernag Laru serta
berjanji akan memberikan semua harta miliknya dan tahta yang sekarang
dia pegang saat Pangeran Laru berusia dua puluhan.
Tahun pun berganti tahun dengan sangat cepat. Raja Sulaiman
sudah menampakkan rambut putihnya. Gigi Raja Sulaiman pun tidak
lagi lengkap. Dua geraham nya sudah tidak ada. Beberapa penyakit
pun mulai dirasakan raja Sulaiman. Raja Sulaiman sudah mendekati
lansia.
Usia Pangeran Laru pun sudah dua puluhan. Badan pengaran Laru
jangan diragukan lagi gagahnya. Pangkal lengannya seperti pemuda
yang tak lupa nge GYM tiap hari dengan rutin dan teratur.
Ketampanannya memang genetic, bukan karena skin care. Cara bertutur
katanya sangat sopan seperti belajar publik speaking tingkat dewa.
Sopan santun dan budi pekertinya tidak terlihat kesombongan dan
congkak. Pangeran tidak pernah bersenang-senang laksana pemuda
yang bersenang – senang pamer dengan kekayaan orang tuanya.
Ketika itu pangeran Laru baru selesai belajar menembak.
Pangerang sedang duduk meinkmati segelas susu dan makanan ringan
kesukaannya. Raja Sulaiman sangat senang melihatnya dan ia pun
menepati janjinya. Raja Sulaiman mendekaipangerang Laru, melihat itu
pangeran Laru menghampiri ayahnya sambal berkata” eh Ayah, Ayah
mencari ku?” tanya Pangerang Laru. Sambil menunjuk ke sofa tidak jauh
dari duduk pangerang, Raja Sualiman berkata “Ke sini anakku Pangeran
Laru, “. Kini usiamu telah 20 tahun. Ayah akan nobatkan engkau menjadi
raja pangganti ayah, apakah engkau telah siap?” Pangeran Laru senyum
dan dengan gagah pangeran Laru menjawab, “Ayah sesuai janji ayah dan
tepat pula usia ku 20 tahun, saya siap menggantikan ayah.” Dengan
segala macam persiapan dan kegiatan yang harus ada dalam pengalihan
jabatan raja, maka dilaksanakanlah peristiwa bersejarah bagi pangeran
laru itu. Pangeran Laru pun resmi diangkat menjadi raja.
Sebelum sang Pangeran Laru memimpin, ada satu hal yang
dikatakan Raja Sulaiman."Ada satu pantangan yang tidak boleh kau
langgar. Janganlah kamu memakai cincin yang terletak di atas mejaku.
Jika kau langgar, kau akan menerima akibatnya," kata Raja Sulaiman.
Tiga bulan setelah Pangeran Laru memimpin, kerajaan mengalami
perubahan dalam kepemimpinan. Pangeran Laru cukup tegas dalam
memimpin. Ia juga sering menghabiskan uang untuk membeli barang-
barang mahal yang sangat dibutuhkan untuk kemajuan rakyat dan
kerajaannya. Ayahnya selalu menasihatinya, dan Raja Larupun selalu
bermusyawah denga ayahnya .
Suatu malam, Pangeran Laru tak bisa tidur. Ia keluar dari kamar dan
berjalan-jalan di sekeliling istana. Ia lalu berhenti ketika melihat ada sinar
yang sangat terang berasal dari meja ayahnya. Karena penasaran, ia
membuka pintu ruangan ayahnya dan masuk ke ruangan. Tidak ada
orang di sana. Betapa kagumnya ia ketika melihat sebuah cincin di atas
meja bersinar dengan terangnya. Cincin itu berwarna emas kekuningan
dan ada permata di tengahnya. "Benar-benar mengagumkan. Begitu
cantik. Aku ingin rasany memakainya. Kenapa Ayah selama ini
menyembunyikannya dariku?" ucap Raja Laru.
Dengan penuh semangat, sang Raja Laru memasukkan cincin itu
ke jari manisnya. Namun, tiba-tiba, sesuatu yang aneh terjadi. Tubuh
Pangeran Laru menyusut dan kulitnya tiba-tiba dipenuhi dengan sisik ular
berwarna keemasan. Ia berubah menjadi seekor ular yang dipenuhi sisik
emas. Pangeran Laru menangis dan menyesali perbuatannya dan segera
mohon maaf kepada ayahnya .

Nasihat dalam cerita dongeng sebelum tidur ini mengajarkan kita untuk
selalu mendengarkan perkataan orang tua. Kita juga harus menepati
janji yang telah diucapkan.

Anda mungkin juga menyukai