Anda di halaman 1dari 500

SD.

Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sesaat kepala hitam itu makin menjulang tinggi “Ah” Nararya


mendesuh dalam hati. Bukan setan tetapi manusia biasa karena
memiliki bahu dan tubuh. Pikirnya. Tetapi bukan berarti hal itu
meredakan ketegangannya bahkan makin meningkatlah rasa
tegang yang mencengkam perasaannya.
Kini dia berhadapan dengan suatu kenyataan akan adanya
seorang penjahat yang hendak mengganggu keselamatan puteri
tumenggung. Pada saat itu hatinya meronta, menuntut dharma
keksatryaannya untuk bertindak. Tetapi pikirannya menyadarkan
bahwa apabila ia bertindak begitu maka ia akan terlepas dari
segala perhitungan. Perhitungan atas dasar kenyataan bahwa
dirinya juga sebagai orang gelap dalam bilik itu.
Sebelum perbantahan antara hati nurani dengan kesadaran
pikiran mencapai keputusan, orang yang berselubung kain hitam
pada mukanya itupun sudah mulai merangkak memanjat masuk
kedalam jendela dan pada lain saat sudah tegak didalam bilik.
Saat itu barulah Nararya dapat melihat jelas. Penjahat itu
mengenakan pakaian hitam, muka dan kepala-nya pun
diselubungi kain hitam. Hanya pada bagian mata, hidung dan
mulut diberi lubang. Dapat pula Nararya memperhatikan betapa
tajam berkilat-kilat sinar yang terpancar dari kedua mata orang
itu. Begitu pula pedang yang terselip pada pinggangnya, tampak
berkilat-kilat tajam.
Penjahat itu tak lekas bertindak melainkan berdiri tegak
memandang kearah pembaringan puteri tumenggung. Dengan
indera penglihatannya yang tajam dapatlah Naraya melihat, bibir
orang itu bergerak-gerak seperti orang berkata-kata tetapi tak
terdengar suaranya. Kata2 apa yang sedang dilakukannya.
Hampir Nararya tak dapat menguasai hatinya ketika dari balik
kain alas pembaringan yang menjulur sampai ke lantai, ia dapat
melihat penjahat itu mulai ayunkan langkah menghampiri kearah
pembaringan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Banyak macam dan jenis siksa. Siksa badan dan siksa batin.
Diantaranya yang paling menyiksa hati adalah seperti yang
dialami Nararya saat itu. Melihat sesuatu perbuatan jahat, tetapi
tak dapat berbuat apa2. Dan bagi Nararya siksa batin yang
diderita, saat itu lebih mengerikan daripada siksa badan apabila
ia tertangkap oleh penjaga2 tumenggungan dan dijatuhi
hukuman. Sedemikian dekat, hampir didepan hidung, ia melihat
seorang penjahat hendak berbuat sesuatu terhadap diri seorang
gadis, puteri tumenggung. Entah apa yang akan dilakukan
penjahat itu tetapi yang jelas tentu tidak baik tujuannya.
Dan sesaat membayangkan bahwa puteri seorang
tumenggung itu tentu gadis yang cantik, terhentaklah darah
Nararya seketika. Ia dapat merasakan gelora sifat kejantanan
seorang lelaki apabila melihat gadis atau wanita cantik. Tidakkah
demikian tujuan penjahat itu .....
“Uh ....” Nararya mendengus dalam hati penuh rasa geram.
Serentak sifat keksatryaannya tak dapat dikuasai lagi “jika
penjahat ini sampai melakukan perbuatan terkutuk hendak
mencemarkan kehormatan puteri tumenggung, aku harus keluar
menghajarnya!” demikian ia membulatkan tekad, menghapus
segala kecemasan akan segala akibatnya.
Karena rebah tengkurap dibawah kolong pembaringan,
Nararya hanya dapat melihat kaki si penjahat. Ia tak tahu apa
yang dilakukan oleh penjahat itu. Ia bersiap-siap, apabila kaki
penjahat itu naik ke pembaringan, ia akan menerobos keluar dan
menghajarnya. Tetapi walaupun bergerak-gerak, kaki penjahat
itu tetap menginjak lantai.
“Apakah yang dilakukannya ?” ia menimang-nimang penuh
keheranan. Tiba2 ia terbeliak pula ”Apakah dia membunuh puteri
?” hampir tak dapat ia menguasai keinginannya untuk segera
menerobos keluar. Tetapi pada lain kilas, pikirannya menjawab
sendiri “Ah, jika dibunuh, paling tidak puteri itu tentu
mengeluarkan suara rintihan dan menggelepar-gelepar. Tetapi
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tak terdengar suara apa2, baik dari mulut puteri maupun dari
gerak tubuhnya yang meronta-ronta”
Lalu apa yang tengah dilakukan penjahat itu ? Demikian ia
bertanya dalam hati. Sebelum ia menemukan dugaan, tiba2
penjahat itu mengisar kaki ayunkan langkah, membuka pintu.dan
terus lenyap keluar.
Kali ini kejut .Nararya tak terperikan lagi. Memandang
bayangan punggung penjahat itu, ia melihat penjahat itu
memanggul sesosok tubuh. Dan kepala orang yang dipanggul
dan terkulai dibelakang bahunya itu jelas seorang anak
perempuan. “Itulah pateri tumenggung” serentak ia memastikan
dan terus menerobos keluar. Sesaat ia keluar dari kolong
pembaringan, penjahat itupun sudah membuka pintu. Dan ketika
ia lari memburu ke pintu, ternyata penjahat itu sudah lari ke
belakang gedung keputren. Iapun memburu.
Suasana gedung tumenggungan sunyi senyap. Melintas
sebuah taman di belakang keputren, merupakan bagian belakang
dari gedung tumenggungan. Banyak pohon2 yang tumbuh.
Sebagian besar pohon buah-buahan. Rupanya halaman luas
disitu dijadikan kebun buah-buahan. Cuaca masih gelap. Ia tak
sempat lagi memikirkan mengapa para penjaga tumenggungan
tak tampak sama sekali. Ia terus lari ke kebun belakang. Berhenti
sejenak untuk mengeliarkan pandang menembus kegelapan yang
menyelubungi suasana kebun itu lerentak pandang matanya
tertumbuk akan sesosok benda hitamyangtengahmerangkak naik
keatas pagar tembok.
“Itulah dia !” Nararya terbeliak dan serentak ia lari ke tempat
itu. Tetapi sebelum ia sempat tiba, orang itupun sudah loncat
turun ke luar pagar tembok.
“Hebat” pikir Nararya “dengan memanggul orang, dia masih
setangkas itu memanjat pagar tembok. Tentu bukan sembarang
penjahat”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararyapun segera memanjat pagar tembok. Sesaat ia loncat


turun ke luar, tiba2 terdengar suara orang berteriak “Hai,
berhenti!”
Nararya cepat menyadari bahwa yang berteriak dan dilihatnya
ketika ia berpaling memandang kearah gerumbul gelap, dua
sosok tubuh yang berlari-lari menghampiri kepadanya “Peronda
tumenggungan” pikirnya lalu loncat dan terus lari menyusur jalan
yang merentang ke barat. Jalan itu merupakan satu satunya jalan
sehingga ia memastikan bahwa penjahat tadi tentu mengambil
jalan itu pula.
Seketika ia mendengar bunyi kentung-titir mengaum-aum di
kesunyian malam. “Ah, peronda itu tentu memukul kentung
pertandaan bahwa gedung tumenggungan telah dimasuki
penjahat. Dan tentu akulah yang mereka anggap penjahatnya
itu” pikirnya seraya mengencangkan lari.
Ketika masih berada di gunung pertapaan gurunya, empu
Sinamaya, hampir tiap hari Nararya berlatih lari menuruni dan
naik ke puncak gunung. Menurut kata empu Sinamaya, latihan itu
bermanfaat sekali untuk memperkokoh urat2 tubuh dan
pernapasan, tak disangkanya bahwa latihan lari yang
dilakukannya di gunung itu ternyata bermanfaat pada saat itu.
Beberapa saat kemudian ia dapat melihat bayangan penjahat itu
pada kejauhan sepelepas anakpanah. Dan beberapa waktu
kemudian, jaraknya makin pandak. Kini hanya tinggal lima
tombak.
Rupanya penjahat itu tahu bahwa dirinya dikejar,lapun
sangatterkejut mendapatkan pengejarnya itu memiliki ilmu lari
yang sedemikian menakjubkan. Dia sempat pula diperhatikan
bahwa pengejarnya itu hanya seorang saja. Betapapun ia hendak
mempercepat larinya, ia tentu akan terkejar jua. Akhirnya ia
mengambil keputusan. Melanjutkan lari hanya membuang tenaga
dan napas dan akhirnyapun juga terkejar. Maka lebih baik ia
berhenti dan menghadapi pengejar itu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

”Hai, ki sanak, lepaskan puteri itu” seru Nararya sesaat


melihat penjahat itu berhenti ditengah jalan.
“Hm …” dengus penjahat berkerudung kain hitam itu, ”siapa
engkau!”
Nararya hentikan larinya, tegak berhadapan dengan penjahat
itu. Ia tak dapat melihat bagaimana perwujutan muka orang itu.
Namun sebuah kesan yang menampil dalam pandangannya
bahwa orang itu bertubuh tegap.
“Tentang siapa diriku, tiada sangkut paut dengan persoalan
yang kita hadapi saat ini” sahut Nararya. la berusaha menghindar
dari pertanyaan karena menganggap hal itu kurang perlu.
“Apa maksudmu mengejar aku ?” orang itu bertanya pula
setelah memperdengarkan dengus menggeram.
“Aku tak mengidinkan engkau membawa puteri tumenggung
itu” sahut Nararya.
“Hm” dengus orang itu pula ”agaknya engkau orang
tumenggung Antaka”
“Bukan”
Orang itu agak meregangkan kepala, ”Bukan? Lalu mengapa
engkau menghalangi aku ? Apa kepentinganmu ?”
Nararya tertawa, ”Ki sanak. Melihat sesuatu yang tak senonoh,
sesuatu kejahatan, sesuatu yang merugikan kepentingan kawula
banyak, melanggar peri-kemasiaan, tiap orang wajib untuk
bertindak memberantasnya. Bahkan bagi ksatrya itu merupakan
dharma-wajibnya. Dalam bertindak itu, tidaklah harus
mempunyai kepentingan ataupun hubungan orang yang ditolong.
Menolong sesama yang menderita bahaya, bukan suatu
kepentingan tetapi suatu dharma”
“Hm” orang itu mendesuh agak berkepanjangan “rupanya
engkau menggolongkan dirimu sebagai ksatrya tanpa mau

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mengetahui sebab musabab dari suatu perbuatan yang engkau


anggap bertentangan dengan dharma-wajibmu sebagai seorang
ksatrya”
“Engkau salah, ki sanak” seru Nararya “lepas daripada sebab
dan musabab tindakanmu melarikan puteri tumenggung itu tetapi
tindakanmu itu tak dibenarkan. Andaipun engkau mempunyai
dendam terhadap tumenggung, tetapi bukan cara ksatrya apabila
engkau membalas kepada puterinya”
Orang itu mendesuh geram ”Baik. Karena engkau tak mau
menyebut siapa dirimu, akupun takkan bersedia untuk menjual
cerita kepadamu tentang dasar dari tindakanku ini. Dan karena
engkau menganggap dirimu seorang ksatrya yang akan
menunaikan dharma-wajibnya, silahkan. Jika engkau mampu
membuktikan bahwa tidak hanya ucapanmu saja bernada ksatrya
tetapipun kegagahanmu layak menjadi ksatrya, aku bersedia
menyerahkan anak tumenggung Antaka ini kepadamu”
“Kutahu” sahut Nararya ”bahwa tak mungkin engkau akan rela
menyerahkan puteri itu begitu saja. Kutahu pula bahwa engkau
tentu memiliki ilmu kedigdayaan yang sakti. Karena hanya
seorang diri engkau mampu menerobos dari penjagaan ketat
para prajurit2 penjaga tumenggungan. Tetapi dharma-wajib
menolong sesama, tidaklah membenarkan aku harus mundur
teratur hanya karena melihat kedigdayaanmu itu”
Pelahan-lahan orang itu menurunkan tubuh puteri Savitri lalu
dibaringkan dibawah pohon yang tumbuh di tepi jalan. Kemudian
ia menghampiri kehadapan Nararya “Mari kita mulai”
Orang itu menutup kata katanya dengan suatu gerakan kaki
maju selangkah serta tangan kanan berayun ke dada Nararya.
Nararya agak terkejut setelah memperhatikan gerak pukulan
orang itu. Pukulannya membaurkan angin yang cukup keras. Ia
menilai orang itu tentu memiliki tenaga yang kuat.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Untuk serangan lawan yang pertama, Nararya menghindar ke


samping kanan lalu menyambar lengan orang itu untuk
dikuasainya. Tetapi orang itupun cukup tangkas. Cepat ia
mengendapkan lengan kanannya ke bawah, menghindari
terkaman Nararya dan terus langsung disabatkan ke perut
Nararya.
“Baik sekali” desis Nararya seraya mengisar tubuh kesamping.
Pada saat tangan orang itu menyambar lewat di depan perut
maka dengan suatu gerak yang secepat kilat, Nararya mendekap
dengan lengan kanan mengepitnya kencang2 lalu dengan gerak
yang hampir serempak, tangan kanannyapun mencengkeram siku
lengan orang.
“Auh ....” orang itu terkejut karena tangan kanannya telah
terkunci lawan. Sebelum sempat ia berusaha untuk meloloskan
diri, siku lengannya terasa berjungkat keatas sehingga tulangnya
serasa putus. Rasa sakit yang menikam sampai ke uluhati,
menyebabkan ia mengerang kesakitan. Lengan kanannya lunglai
tiada bertenaga lagi.
Sudah menjadi naluri alam bahwa setiap mahluk, terutama
manusia, akan berusaha kemati-matian apabila terancam maut
ataupun derita kesakitan. Demikian pula dengan orang itu. Rasa
sakit yang menyeri sampai ke uluhati, menyebabkan ia kalap.
Tanpa perhitungan lagi, ia terus gerakkan kaki mendupak perut
Nararya sekeras- kerasnya.
Nararya terkejut akan kekalapan orang itu. Ia berusaha untuk
menghindar ke samping tetapi telah terlambat. Pahanya
termakan kaki orang sehingga ia terpental ke belakang
sampaibeberapa langkah. Dan penguncian pada lengan orang
itupun terpaksa terlepas.
Pada saat Nararya dapat berdiri tegak, ternyata orang itupun
sudah berputar tubuh dan terus melarikan diri. Nararya tak mau
mengejar. Karena dari percakapan tadi, ia dapat menarik
kesimpulan bahwa ada sesuatu yang terjadi antara orang itu
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dengan fihak tumenggung Antaka. Karena belum mengetahui


persoalan itu, Nararya pun melepaskan diri dan meluarkan diri
dari persoalan mereka. Kewajibannya hanyalah menolong puteri
tumenggung dan hal itu kini sudah tercapai maka iapun
membatasi langkah untuk tidak terlibat dalam perkelahian lebih
lanjut dengan orang tadi.
Kini ia menghampiri puteri Savitri. Ditingkah rembulan
temaram, ia dapat melihat wajah puteri tumenggung itu. Darah
mudanya tersirap seketika sesaat memandang wajah gadis itu.
Sebuah wajah yang ayu berseri dalam warna kulit kuning langsap
yang halus, dan bersih. Dalam keadaan tertidur pingsan,
dapatlah Nararya menikmati lekuk dan gurat bahkan kerut2 yang
paling halus dari wajah dyah Savitri itu.
Nararya berjiwa halus dan pemuja keindahan. Sejak
berhubungan dengan Mayang Ambari, berkenalan dengan dyah
Nrang Keswari, bertambah luas pula keindahan-keindahan yang
dipujanya. Dalam diri wanita ia menemukan keindahan2
tersendiri. Kecantikan mereka beda dengan kecantikan bunga2
dan alam, terutama alam sekeliling gunung Kawi yang indah.
Wanita memiliki keindahan yang agung dalam kecantikan, luhur
dalam budi pekerti dan yang tidak pernah didapatinya dalam
keindahan benda2 alam lainnya, adalah keindahan yang
memancarkan sumber hidup. Sumber semangat sumber ilham,
sumber gelora hidup, sumber keberanian kegagahan dan
kejantanan.
Dalam menemukan pemujaan kearah keindahan yangbaru itu,
bukanlah berartibahwa iamemanjakan diri dalam rangsang
kegemaran terhadap wanita. Tidak. Dia hanya memuja akan
keindahan dan dalam diri wanita itu ia mendadapatkan suatu
keindahan. Pemujaan terhadap, sifat keindahan insan yang
wanita itu, menyentuh perasaan halusnya, bukan merangsang.
Puas menyusurkan pandang mata ke wajah puteri
tumenggung itu, kini timbullah pikiran Nararya untuk
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menolongnya. Segera ia menghampiri dan hendak menjagakan


gadis itu. ”Rara ayu” serunya pelahan. Diulangnya pula seruan itu
agak keras dan makin keras. Karena dyah Savitri tetap diam,
akhirnya ia memberanikan diri hendak menjamah tangan gadis
itu. Tetapi baru tangannya menyentuh lengan Savitri, tiba2 gadis
itu membuka mulut ”Ya, aku mendengar ...”
Seperti terpagut ular, Nararya pun cepat menarik kembali
tangannya “Rara ayu ..... apakah tuan menderita luka?”
“Hm..... tidak” sahut Saraswati bermalas suara sedang
matanya masih terpejam.
Nararya kerutkan dahi. Rupanya ia heran ”Apabila rara tak
terluka, mengapa rara ..... tak bangun”
“Hm ...” sahut Savitri pelahan.
“Mengapa rara tak bangun ?” Nararya mengulang
pertanyaannya.
“Aku ngantuk sekali, ingin tidur...”
“O” desuh Nararya. Cepat ia merangkai dugaan bahwa puteri
tumenggung itu tentu terkena aji Penyirepan. Suatu ilmu mantra
yang sering digunakan kaum penjahat untuk melelap orang
supaya tidur. Ia gugup, la tak mengerti aji penawar Penyirepan
itu. Tak tahu bagaimana harus menolong gadis itu.
Tiba2 ia membayangkan akal. Mungkin dengan membasuhkan
air ke muka gadis itu, tentulah dapat menghilangkan rasa
kantuknya. Ah, tetapi kemanakah laharus mencariair ? Nararya
bingung lagi.Setelah merenung beberapa saat, akhirnya ia
memutuskan untuk memanggul puteri tumenggung itu pulang ke
tumenggungan. Syukur apabila di tengah jalan ia bertemu
dengan saluran air sehingga dapatlah ia membangunkan puteri
itu agar dapat berjalan sendiri. Tetapi apabila tidak, terpaksa ia
harus memanggulnya sampai ke tumenggungan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tetapi tidakkah para prajurit tumenggungan itu akan


menyangkanya sebagai penjahat yang melarikan puteri itu?”
tiba2 timbul kecemasan dalam hatinya. Dan ia-pun meragu.
Setelah beberapa saat menimang dan mempertimbangkan
akhirnya ia mengambil keputusan. Melihat gadis ayu puteri
tumenggung itu rebah dibawah pohon, ia menguatirkan
kesehatannya. Maklum, seorang gadis, puteri tumenggung,
tentulah tak biasa tidur diatas kerumun akar pohon di alam
terbuka, apalagi tengah malam. Dan ia mengetahui sendiri
betapa indah dan asri bilik kediaman puteri itu.
“Baiklah, akan kupanggulnya ke tumenggungan” ia
membulatkan keputusannya “andaikata karena menolongnya aku
harus menderita akibat yang tak kuinginkan, akupun harus berani
menghadapinya”
Dengan kemantepan itu, segera ia mengangkat tubuh dyah
Savitri seraya berkata “Maaf, rara ayu, hamba akan
mengantarkan rara pulang ke tumenggungan”
“Hm, terima kasih ....” bisik Savitri.
Sejenak termangu-mangu Nararya ketika ia meletakkan tubuh
dyah Savitri ke bahunya. Bau harum dari tubuh gadis itu amat
menyengat hidungnya, menggelorakan darah mendebur jantung
dan membangkit sesuatu pada perasaannya.
“Nararya, tetapi laku keutamaanmu sebagai seorang ksatrya.
Hadapkanlah pikiranmu, batinmu kearah kesucian. Hindarkanlah
batinmu dari goda rangsang darah muda dan nafsu keinginan
.......”, tiba2 terngiang pula kata yang pernah diwejangkan empu
Sinamaya ketika di pertapaan.
Bagai kilat merekah di cakrawala, seketika terpancarlah hati
Nararya akan percik2 kata wejangan itu. Ia seorang ksatrya,
mengapa dalam menolong seorang gadis cantik, hatinya
membintik noda2 keinginan.Nista!

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Seketika teranglah pikiran hatinya bagaikan rembulan lepas


dari saput awan. Kini dengan perasaan longgar ia segera
ayunkan langkah sambil memanggul tubuh dyah Savitri. Bau
harum yang masih mendekap hidung hanya menimbulkan
kesegaran semangat sebagaimana ia membau keharuman bunga.
Dan setelah memiliki perasaan itu timbullah pula lain perasaan.
Perasaan dari seorang ksatrya yang memikul tanggung jawab
untuk melindungi orang yang ditolongnya. Entah adakah orang
itu seorang pria atau wanita, kakek atau pemuda, nenek atau
gadis ayu.
Menyusur jalan yang sepi menjelang dinihari, sayup2 ia
mendengar kokok ayam hutan mulai memberi tanda akan
kehadiran pagi. Dan angin semilir pun menaburkan sepoi2 basah
dari embun halus, memberi sentuhan segar pada wajah Nararya
yang hampir semalam tak tidur.
Beberapa waktu kemudian ketika hampir memasuki gerumbul
pohon yang menjadi batas tanah tumenggungan, tiba2 muncul
berpuluh sosok tubuh yang berderap-derap menyongsong arah.
Makin dekat makin dapat Nararya melihat jelas bahwa sosok2
tubuh itu adalah berpuluh lelaki yang membawa senjata. Belum
sempat ia merangkai ciri2 mereka, orang2 itupun sudah makin
dekat, hanya sepuluhan tombak jaraknya.
“Hai, itu penjahatnya!” tiba2 terdengar sebuah suara nyaring
dan pada lain saat berhamburan berpuluh lelaki bersenjata itu lari
menghampiri Nararya. Cepat sekali mereka sudah tiba dan
mengepung Nararya. “Berhenti, jahanam!” mereka berteriak
hiruk pikuk, saling berlomba untuk menunjukkan suara yang
paling keras dan paling garang.
Nararya berhenti, masih memanggul Savitri. Ia memandang
orang2 itu dengan tajam. Mereka adalah prajurit2, pengalasan
dan para penjaga tumenggungan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Jahanam, lepaskan puteri tumenggung itu dan lekas engkau


menyerah” teriak seorang prajurit yang tegap. Rupanya dia lurah
dari prajurit tumenggungan.
“Siapa kalian !” seru Nararya.
“Kami adalah rombongan penjaga tumenggungan yang
hendak mengejarmu”
“Aku ? Mengapa engkau mengejar aku ?” Nararya tanpa
menyadari bahwa apa yang diutarakan lurah penjaga
tumenggungan itu memang beralasan. Penjahat masuk ke dalam
tumenggungan dan membawa lari puteri tumenggung. Kini yang
memanggul puteri tumenggung itu adalah dia.
“Engkau penjahat yang hendak menculik rara ayu!”
Nararya terpaksa tertawa “O, engkau salah duga, ki sanak.
Aku bukan penjahat yang melarikan puteri tumenggung ini.
Kebalikannya akulah yang menolong puteri dari tangan penjahat”
Lurah penjaga itu terkesiap. Ia memandang tajam pada
Nararya. Ia memang mendapat kesan bahwa seorang pemuda
yang secakap dan seagung wajah Nararya memang tak layak
menjadi penjahat. Tetapi kenyataannya ? Tiada lain orang lagi
kecuali Nararya yang membawa puteri tumenggung.
“Jangan jual petai kosong, keparat !” tiba2 seorang lelaki yang
tidak mengenakan pakaian prajurit berseru “engkau mau
menyerah atau pilih kami hajar sampai mati !”
Bahkan beberapa prajurit segera bergerak maju. “Tak perlu
banyak cakap dengan manusia keparat ini. Hayo kita ringkus dia
!”
“Jangan bergerak !” teriak Nararya nyaring sekali sehingga
beberapa penjaga itu tertegun hentikan langkah mereka.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kalian mau bertindak bagaimana?” tegur Nayarya pula “jika


menghendaki puteri tumenggung ini, aku memang hendak
menghadap tumenggung untuk menghaturkannya.”
Beberapa prajurit dan pengalasan tumenggungan tertegun
mendengar keterangan itu. Tetapi seorang pengalasan
kepercayaan tumenggung Antaka yang bernama Watu Wungkuk,
tampil kemuka.

“Bukan hanya rara ayu, pun engkau harus serahkan dirimu


untuk kita ikat dan hadapkan kepada gusti menggung” serunya
dengan lantang.
“Engkau tetap menuduh aku sebagai penjahatnya?” tegur
Nararya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Aku hanya mengatakan apa yang kulihat saat ini. Soal


engkau penjahat atau penolong dari rara ayu, gusti menggung
yang akan memberi keputusan” seru Watu Wungkuk. Kemudian
ia berpaling dan berseru memberi perintah, “Kawan2, tangkap
penjahat ini!”
Baik prajurit, penjaga dan pengalasan tumenggungan tahu
dan kenal siapa Watu Wungkuk itu. Seorang yang licin tetapi
cerdas. Agak cacat bungkuk punggung tetapi digdaya. Paling
dipercaya tumenggung Antaka.
“Berhenti!” bentak Nararya untuk yang kedua kalinya “ki sanak
sekalian, dengarkan dan percayalah kepada keteranganku. Aku
bukan penjahat yang melarikan rara ayu ini tetapi akulah yang
menolongnya dari tangan penjahat itu”
“Mana penjahat yang engkau maksudkan?” seru Watu
Wungkuk dengan nada mengejek.
“Dia terluka dan melarikan diri”
Watu Wungkuk tertawa “Hanya anak kecil yang mau percaya
pada keteranganmu semacam itu. Tetapi aku dan kawan-
kawanku ini orang2 tua yang tahu berpikir. Engkau mengatakan
penjahat tetapi tidak mampu membuktikan penjahat itu. Engkau
mengatakan penjahat itu terluka dan melarikan diri, apa
buktinya? Hm, memang sudah umum apabila maling itu berteriak
maling”
Nararya memandang lekat pada pengalasan itu. Ia mendapat
kesan bahwa orang itu bermata julik, pertanda kurang lurus
hatinya. Kesan itu segera membangkitkan penilaiannya terhadap
sikap orang itu. Mengapa dia begitu mendesak dan bernafsu
sekali hendak menangkap dirinya ? Bukankah sudah jelas ia
mengatakan bahwa ia hendak mengantarkan puteri itu kepada
tumenggung Antaka?
“Ah” tiba2 ia tersentak sesaat suatu kesimpulan menyelinap
dalam benaknya “apa yang dipesan baik oleh rama maupun guru,
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

memang benar. Dunia ini kotor dan manusia itu dikuasai oleh
nafsu2. Banyak yang berhati culas. Seperti pengalasan ini. Tak
mungkin dia tak dapat mengerti maksudku melainkan dia
memang sengaja hendak menolak. Jika aku yang mengantar
puteri tumenggung ini ke tumenggungan, tentulah aku yang
mendapat ganjaran. Dia dan kawan-kawannya, bukan saja tak
menerima apa2 tetapi kemungkinan akan mendapat marah
tumenggung Antaka. Maka dia memutuskan hendak menangkap
aku dengan pertimbangan, akulah yang akan dijadikan kambing
hitam sebagai penjahat. Dia dan kawan-kawannya akan
mendapat ganjaran karena dapat menangkap penjahat dan
menyelamatkan puteri tumenggung ....”
Hanya beberapa kejab Nararya terbenam dalam renungan
menilai sikap dan tindakan Watu Wungkuk yang sedemikian
ngotot hendak menangkapnya “Ki sanak, jangan engkau
menguatirkan diriku. Aku hanya menolong puteri tumenggung ini
dan sekali-kali tidak mengharap ganjaran dari gusti menggung.
Apabila gusti menggung hendak memberi ganjaran, biarlah
kuberikan kepadamu”
“Tutup mulutmu !” bentak Watu Wungkuk dengan marah. Ia
merasa isi hatinya telah ditelanjangi Nararya. Karena malu, ia
marah sekali “aku adalah orang kepercayaan tumenggung
Antaka. Banyak sudah berapa banyak ganjaran dan kepercayaan
yang dilimpahkan tumenggung kepadaku. Engkau harus
kutangkap bukan karena kuatir tak mendapat ganjaran dari gusti
menggung melainkan karena engkau memang penjahat yang
hendak menculik rara ayu dan karena tertangkap, ,aka engkau
mengaku sebagai pahlawan yang menolong rara ayu dari tangan
penjahat. Penjahat menurut khayalanmu sendiri”
Betapa pandai Watu Wungkuk berbantah dapat dirasakan
dalam suasana itu. Ketika Nararya mengemukakan pernyataan
hendak mengantarkan Savitri ke tumenggungan, sebagian besar
prajurit dan pengalasan tumenggungan menyetujui. Bahkan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

ketika Nararya menelanjangi isi hati Watu Wungkuk, segenap


rombongan orang2 tumenggungan itu dalam hati membenarkan
Nararya. Tetapi pada waktu Watu Wungkuk memberi jawaban
yang terakhir, berobahlah penilaian anakbuah rombongan
tumenggungan itu. Mereka menganggap kata2 Watu Wungkuk
tepat dan benar.
“Tangkap! Hajar penjahat itu!” serentak mereka berteriak-
teriak seraya menyerang Nararya.
Menyadari bahwa suasana tak mungkin dapat dihindarkan lagi
dari pertarungan maka Nararya pun bersiap. Sambil masih
memanggul tubuh Savitri, ia bergerak maju mundur, ke kanan
kiri, mengisar langkah berputar tubuh, menghindar dan
memukul, menendang dan mengait kaki lawan.
Walaupun memanggul tubuh Savitri tetapi tidak mengurangi
kelincahan dan ketangkasan gerak Nararya. Karena pada waktu
ia berada di pertapaan, dalam melatih ilmu kanuragan dan
kedigdayaan, gurunya menyuruhnya tiap pagi naik turun gunung
sambil membawa batu. Dan batu itu makin lama makin
bertambah yang berat bobotnya. Latihan2 yang keras itu telah
menciptakan dasar pembentukan tubuh yang kuat pada diri
Nararya.
Beberapa orang telah rubuh akibat gerakan kaki Nararya,
entah tertendang atau terkait. Rombongan orang tumenggungan
itu makin marah. Mereka serempak mencabut senjata dan
hendak menyerang.
“Berhenti!” tiba2 Nararya memekik se-keras2nya sehingga
telinga orang2 itu serasa pekak. Mereka tertegun “bukan aku
takut tetapi kalian harus ingat akan keselamatan gustimu puteri
ini? Bukankah pedang dan parang itu tidak bermata? Bagaimana
kalau kalian salah tangan sehingga mengakibatkan luka pada diri
puteri?”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sekalian orang tumenggungan itu terkesiap. Mereka mengakui


kebenaran kata2 Nararya “Ah, jangan diberi arnpun, bunuh saja
penjahat itu!” tiba2 Watu Wungkuk berteriak seraya maju
menyerang dengan pedang. Ia menusuk perut Nararya.
Karena mendengar peringatan Nararya dan karena melihat
Watu Wungkuk sudah menyerang dengan senjata maka sekalian
orang tumenggungan itu tak mau ikut menyerang Mereka hanya
melihat pertarungan itu dengan penuh perhatian dan ber-siap2
mengepung sekeliling tempat agar Nararya jangan sampai lolos.
Nararya tetap tak mau melepaskan tubuh Savitri tetapi diapun
tak mau menggunakan tubuh gadis itu sebagai perisai, Ia tahu
bahwa Watu Wungkuk itulah agaknya yang berpengaruh
terhadap anakbuah rombongan itu. Apabila Watu Wungkuk
sudah dapat dikuasai, kemungkinan orang2 itu mudah diajak
berunding.
Nararya mengisar tubuh kesamping lalu dengan gerak yang
cepat sekali, ia menyapukan kakinya ke kaki orang, bluk .... Watu
Wungkuk terpelanting dan terbanting ke tanah. Sebelum ia
sempat menggeliat punggungnya telah dipijak Nararya sekeras
kerasnya ”Uhhhhh” Watu Wungkuk menjerit. Ia rubuh tengkurap
dan karena dadanya diinjak maka hampir ia tak dapat bernapas .
Melihat pemukanya rubuh diinjak Nararya, rombongan orang
tumenggungan itu hiruk pikuk dan terus hendak menyerbu.
“Berhenti kamu semua!” sekonyong-konyong terdengar suara
melengking marah.
“O, rara engkau .....” secepat mengetahui bahwa yang
berteriak itu dyah Savitri, gopohlah Nararya menurunkan tubuh
gadis itu.
Setelah dibawa Nararya berloncatan menghindar diri dari
terjangan orang2 tumenggungan itu, setelah pula beberapa kali
Nararya mengeluarkan pekik yang nyaring maka rasa kantuk
yang menyerang perasaan Savitri makin berkurang dan akhirnya
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

hilang. Tepat pada saat ia terbangun dan sadar benar2, saat itu
Nararya sedang menginjak punggung Watu Wungkuk dan
kemudian setelah rombongan pengalasan dari tumenggung itu
hendak menyerang dengan senjata, Savitri segera menjerit
menghentikan tindakan mereka.
Pada saat Nararya menurunkan tubuh Savitri ke tanah, iapun
lepaskan injakannya pada punggung Watu Wungkuk. Watu
Wungkuk melenting bangun, menyambar pedang dan terus
membacok Nararya.
“Watu Wungkuk, engkau berani membangkang perintahku ?”
bentak Savitri marah. Namun pedang Watu Wungkuk sudah
terlanjur melayang. Untung Nararya dapat menghindar mundur.
“Rara, dia penjahat ....”
“Tutup mulutmu, setan bungkuk!” karena marah perintahnya
tak diindahkan, Savitripun memaki pengalasan itu. Kemudian ia
memberi perintah kepada beberapa prajurit “Tangkap manusia
kurang ajar ini!”
Karena takut akan puteri tumenggung Antaka, beberapa
prajurit segera maju dan mencekal kedua tangan Watu Wungkuk,
merampas senjatanya.
“Rara, mengapa rara marah kepadaku karena hendak
kubunuh penjahat itu” masih Watu Wungkuk berani buka suara.
“Siapa bilang dia penjahatnya!” bentak Savitri.
“Tetapi rara, dia jelas memanggul rara hendak dibawa lari”
sanggah Watu Wungkuk.
“Aku lebih tahu dari engkau!” hardik Savitri pula “dia hendak
mengantarkan aku ke tumenggungan” kemudian gadis itu
berpaling kearah Nararya. Ia terkesiap ketika beradu pandang.
Dalam cengkeraman rasa kantuk yang tak dapat ditahan,
masih dapatlah walaupun samar2, Savitri menangkap semua

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pembicaraan yang berlangsung antara Nararya dan penjahat


bertopeng. Iapun mendengar juga pertempuran antara kedua
orang itu dan derap si penjahat melarikan diri. Ia hendak
membuka mata ketika Nararya mengatakan hendak mengangkat
tubuhnya tetapi ia rasakan tubuhnya lunglai dan kelopak
matanya seperti terjahit rapat dan ingatannyapun lebih. Maka ia
tahu jelas siapa Nararya itu.
Dalam kelemahan tubuh dan pikiran, ia hanya sayup2
mendengar kata2 Nirarya. Kini setelah rasa kantuk itu hilang dan
berhadapan dengan penolongnya iapun tertegun. Tak pernah
disangkanya bahwa pemuda yang menolongnya itu seorang
pemuda yang tampan dan bersinar wajahnya. Tentulah
keturunan priagung atau orang berpangkat.
Demikian pula Nararya. Baru saat itu ia dapat memandang
wajah Savitri. Sepasang bola mata Savitri yang bening dan
berpagar bulu mata yang rimbun, menghidupkan kecantikannya.
Bagaikan bunga layu yang menyeruak kesegaran berseri.
Demikian keadaan Savitri di-kala pejamkan mata tadi dengan
saat ia terbangun. Ibarat alam dengan matahari, demikian wajah
dengan mata.
“Maafkan hamba, rara” sesaat Nararya menyadari bahwa
kurang layak, memandang sedemikian lekat pada seorang gadis,
apalagi puteri tumenggung.
“Ah, mengapa raden berkata begitu?”
Nararya menyurut mundur “Maaf, rara ayu, hamba hanya
seorang pemuda desa, janganlah rara menyebut hamba raden”
“Benar?” Savitri kerutkan alisnya yang indah.
“Benar, rara” sahut Nararya.
“Baiklah. Tetapi kakangpun jangan menyebut-nyebut soal
maaf. Kakang tak bersalah apa2, bahkan akulah yang harus
berterima kasih atas pertolongan kakang”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah, hanya secara kebetulan saja hamba melihat penjahat itu


membawa rara maka hambapun memberanikan diri untuk
menghalanginya. Dia ketakutan dan melarikan diri”
Savitri mengangguk ”Ya, kupercaya. Eh, siapakah nama
kakang ?”
Nararya agak meragu. Haruskah ia mengatakan terus terang
atau berbohong. Akhirnya ia memutuskan untuk memberitahu
nama yang sebenarnya.
“Kakang Nararya, bukankah engkau hendak mengantar aku
pulang ke tumenggungan?” tiba2 Savitri bertanya.
“Benar, rara” kata Nararya ”memang semula hamba hendak
mengantar rara pulang ketumenggungan. Tetapi kini hamba
rasa, kewajiban hamba telah selesai”
“Apa maksud kakang” Savitri kerutkan alis.
“Sekarang rara sudah tersadar dari rasa kantuk dan para
pengalasan tumenggungan pun sudah menyongsong rara. Maka
hamba mohon maaf, apabila hanya sampai disini saja hamba
dapat mengantarkan rara ...”
“Hendak kemanakah engkau, kakang ?” cepat Savitri menukas
seolah ia masih belum puas dan tak rela kalau pemuda yang
dikenalnya itu akan pergi.
“Hamba, hendak melanjutkan perjalanan lelana-brata, rara.
Untuk menambah pengalaman hidup hamba”
“Lelana-brata?” ulang Savitri ”ya, tetapi kakang harus
meluluskan kuajak menghadap rama tumenggung agar aku dapat
melaporkan pertolongan kakang”
Nararya terkejut ”Ah, tidak demikian tujuan hamba
menolongrara. Hamba telah mendapat pesan dari guru hamba
bahwa menolong sesama yang sedang menderita, itu suatu

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dharma kewajiban. Hamba pun tak dibenarkan untuk menerima


balas imbalan apapun juga”
Agak tersipu tampaknya Savitri. Ia menyadari telah salah
menilai orang ”Ya, benar. Aku salah omong, kakang. Maksudku,
bukan supaya rama memberi ganjaran kepadamu tetapi supaya
rama dapat mengetahui orang yang telah menolong puterinya
dari bahaya”
Nararya termangu-mangu.
“Aku berjanji kepadamu, kakang Nararya. Bahwa akan
kuhaturkan kata kepada rama agar rama jangan memberi
ganjaran apa2 kepadamu karena hal itu tak engkau kehendaki.
Rama dan ibu pasti akan gembira bertemu engkau, kakang,” kata
Savitri dengan sikap dan nada yang masih kekanak-kanakan.
Memang dia baru seorang dara yang menjelang dewasa.
Nararya makin mengeluh dalam hati.
“Kakang, mari kita berangkat. Kalau engkau menolak, engkau
benar2 menyinggung perasaanku”
“Tetapi rara, hamba masih mempunyai lain urusan penting
yang harus hamba lakukan” cepat Nararya memberi alasan.
“Ah, apabila singgah dan tinggal sehari dua hari di
tumenggungan, masakan akan mengganggu lelana-brata yang
engkau jalankan. Hayolah, kakang”
Nararya masih terlongong ketika tangannya dicekal Savitri lalu
ditariknya, diajak berjalan. Ia bagaikan manusia patung atau
manusia yang hampa sadar, hilang faham.
Demikian berjalanlah Savitri bersama Nararya diiring oleh
berpuluh pengalasan, prajurit dan para penjaga tumenggungan.
Dalam keremangan kabut pagi yang mulai menguak, kedua
insan itu bagaikan sepasang pangeran dan puteri yang sedang
pulang berburu, diiring oleh barisan prajurit.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Bagai tersadar dari mimpi indah, Savitri terkejut ketika di pintu


gapura tumenggungan. Pintu dihias dengan daun waringin dan
daun kelapa. Serentak ia teringat bahwa hari itu, adalah hari
pernikahan dari kakandanya, raden Prabhawa. Tentulah rama
dan ibunya amat sibuk sekali. Mungkin tak sempat bertanya
kepada Nararya.
Tetapi ketika tiba di muka pintu gapura, penjaga pintu segera
tergopoh-gopoh menyambut ”Ah, syukurlah. Puji bagi Batara
Agung yang melindungi keselamatan rara ayu”
”Kenapa?” tegur Savitri.
“Gusti menggung amat mencemaskan keselamatan rara ketika
menerima laporan tentang peristiwa semalam bahwa rara telah
dibawa lari penjahat”
“O, rama sudah mengetahui hal itu?”
“Ya” sahut penjaga ”silahkan rara menghadap gusti
menggung”
Savitri terus masuk ke dalam pendapa dan langsung
menghadap rama ibunya. Nyi tumenggung mendekap puteri dan
menghujaninya dengan kecupan yang mesra ”O, Savitri, ibu
hampir mati terkejut ketika menerima laporan dari para penjaga”
“Savitri” tiba2 tumenggung Antaka berkata ”karena peristiwa
dirimu, hampir peralatan nikah kakangmu hari ini akan
kuundurkan”
“Maaf rama, dan ibu. Savitri pun tak menginginkan hal itu
terjadi pada diri hamba. Tetapi penjahat itu memang jahat sekali”
“Siapakah yang membawamu lari?”
“Entah, rama. Hamba seperti terkena sirep sehingga hamba
lunglai dan tak dapat membuka mata”
“O, dia tentu maling haguna yang memiliki aji Penyirapan”
kata tumenggung Antaka ”lalu siapakah yang menolongmu?
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Bukankah para pengalasan dapat berhasil menangkap penjahat


itu ?”
“Bukan rama. Bukan para pengalasan dan prajurit
tumenggungan yang menolong hamba tetapi kakang Nararya”
sahut Savitri.
“Kakang Nararya? Siapa kakang Nararya itu?” tumenggung
Antaka terbeliak.
Savitri terkejut. Ia merasa telah kelepasan kata maka tersipu-
sipulah wajahnya. ”Penolong hamba itu bernama Nararya
seorang pemuda desa yang tengah berkelana lelana-brata.
Dengan gagah berani kakang Nararya itu dapat mengalahkan
penjahat yang membawa hamba itu, kemudian mengantarkan
hamba pulang ke tumenggungan”
“O, dimana dia sekarang ?” seru tumenggung gopoh
”panggillah dia menghadap kemari”
Sebenarnya yang diperintah tumenggung Antaka itu penjaga
di pendapa tetapi tiba2 Savitri berbangkit dan terus lari keluar
sehingga tumenggung dan nyi tumenggung terkesiap.
Tak berapa lama masuklah Savitri bersama seorang pemuda.
Baik tumenggung maupun nyi tumenggung terkesiap
menyaksikan pemandangan saat itu. Berjalan beriring dengan
seorang pemuda, Savitri tampak bagaikan sepasang putera puteri
raja. Keduanya merupakan sejoli yang amat serasi sekali. Yang
puteri, cantik berseri. Yang putera, tampan cemerlang.
Masih dicengkam kemanguan kiranya tumenggung Antaka
ketika Savitri dan Nararya bersimpuh dihadapannya, ”Rama,
inilah kakang Nararya yang hamba katakan itu”
Mendengar itu baru tumenggung Antaka agak gelagapan dan
sadar dari kemanguan, ”O, baiklah” kata tumenggung Antaka
”benarkah engkau yang menolong puteri dyah Savitri dari tangan
seorang penjahat?”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Benar, gusti menggung” Nararya memberi sembah hormat


kepada tumenggung itu ”tetapi hanya secara kebetulan saja
hamba lalu ditempat itu dan melihat seorang bertutup kain hitam
pada wajahnya tengah memanggul rara ayu”
“O, engkau berani dan digdaya” seru tumenggung Antaka
sambil menatapkan perhatian pada pemuda itu. Diam2 ia
mendapat kesan bahwa wajah pemuda itu memang bersinar.
Tampan dan berwibawa. Tetapi tak menunjukkan tanda2 dari
seorang pemuda yang bertenaga kuat dan perkasa.
“Ah, hanya secara kebetulan saja hamba dapat memukulnya”
Nararya merendah ”mungkin karena dia sedang membawa tubuh
puteri paduka sehingga gerakannya agak berat”
“Besar sekali jasamu, Nararya.....”
“Rama” cepat Savitri berseru ”dalam menolong hamba,
kakang Nararya tidak mengharap suatu balas jasa apapun.
Kakang Nararya mengatakan bahwa menolong sesama yang
sedang menderita kesukaran, adalah dharma-wajib yang harus
dilakukan selama dalam berkelana lelana brata”
“O, itulah laku seorang ksatrya” seru tumenggung Antaka pula
”engkau tentu putera ....”
“Bukan rama” kembali sidara Savitri menukas ”kakang Nararya
berasal dari desa di gunung Kawi. Putera seorang rakyat desa”
Diam2 nyi tumenggung memperhatikan betapa bersemangat
dan penuh perhatian Savitri terhadap Nararya itu. Sebagai
seorang ibu, nyi tumenggung mempunyai naluri yang tajam
tentang sikap dan gerak gerik puterinya itu. Diam2 iapun
mempunyai kesan baik terhadap Nararya. Tetapi karena hal itu
menyangkut suatu persoalan yang penting dan besar bagi
kehidupan Savitri, maka perlulah lebih dahulu ia mempunyai
waktu yang cukup untuk menyelidiki lebih lanjut tentang diri
Nararya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kakang menggung” segera nyi tumenggung berkata kepada


suaminya, ”saat ini kita sedang sibuk menghadapi peralatan
nikah putera kita. Tentang Nararya, baiklah kita persilahkan dia
tinggal di tumenggungan dulu barang beberapa hari sampai
peralatan ini selesai. Nanti kita akan bercakap-cakap lebih lanjut
lagi dengannya”
Nararya terkejut. Tetapi sebelum ia sempat memberi
pernyataan, Savitri sudah mendahului ”Rama ibu, kakang
Nararya tak tergesa-gesa melanjutkan lelana-brata maka akan
mematuhi keinginan ibu tadi untuk tinggal di tumenggungan
sampai peralatan nikah kakang Prabhawa selesai”
“Ya, benarlah, bawalah dia ke bilik di sebelah timur dekat para
penjaga” tumenggung Antakapun segera berseru kepada Savitri.
Savitri memberi hormat lalu mengajak Nararya. Pemuda itu
seperti seekor kerbau yang tercocok hidung. Keputusan dalam
percakapan berlangsung sedemikian cepat sehingga ia tak
sempat untuk menyatakan apa2. Dan Savitri pun terus
menariknya dari hadapan rama dan ibunya.
“Aneh, mengapa Savitri begitu bergairah sekali kepada anak
laki itu” kata tumenggung Antaka kepada nyi tumenggung.
Nyi tumenggung tersenyum ”Anak kita sudah menjelang
dewasa. Kita harus memaklumi perobahan-perobahan dalam
alam kedewasaannya”.
“Maksudmu?” tumenggung Antaka terkesiap.
“Ah, mengapa kakang menggung masih bertanya. Bukankah
kakang menggung pernah muda ?”
“Tetapi dia seorang anak perempuan, nyai” kata tumenggung
”harus lebih halus pekertinya”
“Dia memang manja, kakang menggung. Maklum karena kita
hanya mempunyai puteri seorang saja”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pada saat tumenggung Antaka dan nyi tumenggung tengah


mempercakapkan tingkah laku Savitri terhadap Nararya, adalah
dara itu sedang membawa Nararya menuju ke sebuah tempat tak
jauh dari keputren. ”Hm, mengapa rama hendak menempatkan
kakang Nararya di bagian luar” ia tak setuju dengan perintah
tumenggung dan membawa pemuda itu sebuah bangunan yang
termasuk lingkungan dalam.
”Kakang, beristirahatlah disini. Aku terpaksa harus membantu
peralatan nikah kakangku” kata dara itu.
Berada seorang diri dalam sebuah bilik yang bersih dan asri,
melayanglah pikiran Nararya. Ia teringat akan Reja yang
mengiringnya itu. Tentulah karena malam itu tak keluar dari
tumenggungan, Reja sudah kembali ke gua Selamangleng untuk
memberi laporan kepada kawan2.
“Ah, mereka tentu mengira aku tertangkap” pikirnya lebih
lanjut ”dan kemungkinan mereka akan berusaha membebaskan
aku”
Tetapi tiba2 ia teringat bahwa saat itu bekel Saloka tentu
dengan beberapa kawan sedang berada di gedung kediaman
tumenggung Sagara Winotan sebagai pelayan. Dan mungkin
karena memperhitungkan bahwa saat ini tumenggung Antaka
sedang sibuk mempersiapkan peralatan nikah puteranya,
tentulah tumenggung itu tak lekas bertindak untuk menjatuhkan
pidana. Dengan demikian kawan2 di gua Selamangleng itupun
takkan tergesa-gesa bertindak.
Lepas dari suatu kecemasan, timbullah pula lain keresahan
dalam hati Nararya. Kini dia mulai memikirkan keadaan dirinya
”Apakah aku harus taat perintah tumenggung untuk berdiam
disini selama empat lima hari lagi ?”
“Ah, terlalu lama” akhirnya ia menjawab sendiri ”dalam empat
lima hari itu tentu akan terjadi banyak perobahan suasana. Dan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

....” tiba2 terhenyak dalam renungannya ”ya, memang runyam


sekali apabila diriku akan terjerat dalam hal itu pula”
Benaknya mulai membayangkan wajah Savitri yang cantik dan
sikap serta gerak-gerik dara itu terhadap dirinya. Juga sempat
dibayangkan pula akan sikap tumenggung dan nyi tumenggung
ketika menerimanya. Ia mendapat kesan bahwa tumenggung dan
nyi tumenggung itu amat memanjakan Savitri ”Ah, apabila
mereka menuruti sikap puterinya kepadaku, bukankah aku harus
menghadapi persoalan seperti di desa Jenangan pula ?”
Keringat dingin segera mengucur dari dahinya. Bukan karena
ia tak setuju dengan dyah Savitri. Dara itu anak tumenggung,
cantik dan pintar. Tetapi ia harus mengeluh mengapa setiap kali
ia harus berhadapan dengan wanita cantik. Mengapa bahkan
dalam saat ia berjuang untuk suatu tujuan, harus dikelilingi
dengan wanita2 cantik. Mayang Ambari, dyah Nrang Kesari....
Teringat akan dyah Kesari, puteri raja Jayakatwang yang
dipertuan dari Daha, tersentaklah semangat Nararya ”Tidakkah
puteri akuwu Daha itu akan murka sekali apabila mendengar aku
diambil menantu tumenggung Antaka ? Mayang Ambari puteri
seorang lurah desa, mungkin takut terhadap puteri2 pembesar.
Tetapi tentu tidak demikian dengan puteri Kesari ....”
Membayangkan hal itu keringat makin mengucur deras. Makin
dingin pula.
“Memang tak setiap lelaki mempunyai rejeki seperti aku.
Selalu dekat dan selalu dibayangi puteri2 cantik, gadis2 jelita.
Tetapi hidupku bukan hanya untuk soal wanita. Melalui sasmita
gaib yang diperoleh guru dalam pengheningan ciptarasanya, guru
telah mengisyaratkan aku supaya turun gunung untuk mencari
Wahyu Agung yang akan diturunkan dewata. Wahyu yang akan
melimpahkan kekuasaan untuk membawa kebesaran pada
negara dan kesejahteraan pada para kawula. Haruskah pikiran
dan tujuanku berbiluk karena tergoda oleh wanita2 cantik itu?”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tidak!” pikirannya meronta dan menolak. Tetapi endapan


hatinya yang tersibak oleh gejolak pikirannya segera
menampakkan sinar bercahaya, mencuat dan menerangi seluruh
bilik hatinya. Putih bersih. Tetapi selekas percik2 yang bertebaran
tadi mengendap pula maka penuhlah dasar hatinya itu dengan
berbagai warna. Ia sadar,
“Ah, kesemuanya itu memang kehendak Hyang-Batara Agung.
Kita manusia hanya sekedar menerima apa yang ditentukan
dewata”
Tiba pada pemikiran itu, ringanlah perasaan Nararya. Apapun
yang harus dihadapi, akan dihadapinya. Bahwa saat itu ia berada
di tumenggungan, haruslah ia dapat memanfaatkan kesempatan
itu. Saat itu seluruh penghuni tumenggungan sedang terlibat
dalam kesibukan2 melangsungkan upacara peralatan nikah.
Andai Nararya mau meloloskan diri, amatlah mudah. Tetapi ia
masih menahan diri. Ia ingin menyelidiki keadaan tumenggung
Antaka pada beberapa penjaga yang dapat memberi keterangan.
Setelah menentukan rencana, Nararya pun rebahkan diri di
pembaringan. Ia letih dan ngantuk karena hampir semalam
suntuk tak memejamkan mata. Ketika tengah hari ia bangun, ia
terkejut karena pintu didebur orang. Segera ia membukanya.
“Ah” ia terkejut ketika yang berdiri dihadapan-nya itu Savitri
sambil membawa sebuah penampan ”engkau rara ...”
“Engkau sudah bangun, kakang Nararya” kata dara itu sambil
tersenyum dan melangkah masuk ”engkau dapat tidur nyenyak,
bukan ?”
Nararya mengiakan kemudian bertanya ”Apakah yang engkau
bawa itu, rara?” ia melihat gadis itu meletakkan penampan diatas
meja.
“Hidangan pagi, kakang. Silahkan kakang mandi dulu, aku
akan menunggu disini”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya menghela napas dalam hati. Ia tak tahu mengapa


dara itu begitu memperhatikan sekali kepadanya. Namun ia
melakukan juga perintah puteri tumenggung itu.
Ketika menghadapi meja, Nararya terkejut melihat hidangan
yang dibawa dara itu ”Rara, mengapa begini banyak macamnya
?”
Savitri tertawa ”Telah kupesan kepada juru dapur agar
menyediakan senampan apa saja yang akan dihidangkan dalam
perjamuan nanti. Kakang Nararya adalah tamu kehormatan
disini”
“Ah, terlalu banyak, rara”
“Aku akan menemani engkau makan, kakang” kata dara itu.
Nararya terkesiap. Ia mendapatkan lain jenis sifat kewanitaan
dalam diri Savitri. Mayang Ambari pemalu dan penurut. Dyah
Nrang Kesari, periang dan ramah. Savitri tangkas dan kemanja-
manjaan.
”Rara, apakah gusti menggung takkan marah?”
“Kakang” seru Savitri ”jangan sebut aku rara, panggil saja
Savitri. Murka rama dan ibu, akulah yang menghadapi, Tak perlu
kakang cemas hati”
Demikian keduanya makan bersama dan bercakap-cakap
makin mesra. Wajah Savitri tampak berseri-seri gembira.
Setelah Savitri meninggalkan tempat itu, Nararya pun mulai
mencari daya bagaimana dapat menghubungi pengalasan yang
berada di sekeliling tempat itu. Akhirnya ia berhasil memanggil
seorang pengalasan, Walaupun tak banyak yang diperolehnya
dari pengalasan itu, namun Nararya dapat juga mengetahui
tentang keadaan keluarga tumenggung Antaka.
Dari beberapa penjaga dan orang gajihan di tumenggungan,
ia mendapat sedikit sekali keterangan tentang kegiatan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tumenggung Antaka dalam hubungannya dengan gong Prada. Ia


mendapat kesan bahwa tumenggung Antaka tak terlibat dalam
peristiwa gong pusaka itu.
Malam hari Savitri berkunjung pula dengan membawa
hidangan. Kedua makan bersama pula. Savitri mengatakan
bahwa upacara pernikahan akan berlangsung malam itu. Ia tentu
sibuk dan meminta agar Nararya beristirahat saja di tempat
kediamannya.
Malam itu Nararya ingin keluar untuk melihat keramaian
perjamuan di tumenggungan. Tetapi ia merasa kurang perlu.
Lebih baik beristirahat.
Pada saat ia rebah di pembaringan sambil masih merenung-
renung, tiba-tiba ia mendengar pintu di debur pelahan.Serentak
ia loncat turun dan membuka pintu.
“Ah” ia terkejut, menyurut mundur seraya bersiap-siap.
“Apakah raden lupa kepadaku ?” seorang lelaki bertubuh kekar
yang tegak di muka pintu, bertanya dengan nada bersahabat.
“O, engkau?” setelah memandang seksama, barulah Nararya
tahu bahwa tetamu itu bukan lain adalah lelaki yang
dibebaskannya dari tumenggungan kemarin malam ”mengapa
engkau datang lagi?”
“Raden, bolehkah aku masuk?”
Karena menganggap berbahaya kalau para penjaga sampai
tahu akan kedatangan orang itu, maka iapun mempersilahkannya
masuk, kemudian menutup pintu lagi rapat2.
“Maaf, raden, akulah orang yang raden tolong kemarin malam.
Namaku Gajah Pagon dari daerah Tuban”
Melihat kejujuran orang, timbullah kesan baik dalam hati
Nararya ”Terima kasih, kakang Pagon. Aku Nararya”
“Ya, aku sudah tahu”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tahu ?” Nararya agak terkejut ”dari mana ....”


“Reja, pengiring raden itu yang memberitahu kepadaku. Dia
kuantar pulang ke Selamangleng”
Nararya terkejut pula. Reja terlalu gegabah memberitahu
markas Selamangleng kepada orang. Tetapi kemengkalan
terhadap Reja itu agak menyurut ketika kesannya terhadap Gajah
Pagon membaik.
“Lalu apa maksud kedatangan kakang Pagon?”
“Raden telah menolong diriku. Wajib akupun harus menolong
raden. Demikian pendirian hidupku. Setiap budi tentu kubalas,
setiap dendam tentu kuhimpaskan”
“Tetapi aku wajib menolong kakang Pagon karena kakang
telah menolong pengiringku”
“Akupun wajib menolong raden karena raden menolongku”
jawab Gajah Pagon.
Nararya menghela napas.
“Ya. Kupercaya akan hatimu” kata Nararya ”tetapi berbahaya
sekali engkau masuk kesini”
“Tidak, raden” kata Gajah Pagon ”mereka sedang sibuk
mengadakan peralatan nikah. Penjagaan agak berkurang maka
aku dapat masuk dengan lancar”
“Lalu apa maksudmu?”
“Mari kita tinggalkan tumenggungan ini, raden”
Nararya tak lekas menjawab. Ia termenung. Ia tahu bahwa
gedung tumenggungan bukan tempat yang tenang baginya.
Gedung itu akan menimbulkan banyak kericuhan padanya. Tetapi
betapapun ia agak berat meninggalkannya. Lepas dari segala
persoalan, Savitri telah bersikap, baik sekali kepadanya.
Bagaimana ia akan meninggalkannya tanpa pamit?

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bagaimana, raden ?” karena sampai beberapa saat Nararya


diam saja maka Gajah Pagon mengulang pertanyaannya.
Didahului oleh sebuah helaan napas, Nararya menjawab
”Memang seharusnya kita lekas2 tinggalkan tempat ini. Tetapi
tumenggung mengatakan supaya aku berdiam disini sampai
selesai peralatan nikah puteranya. Dia hendak bicara dengan
aku”
“Soal apa, raden?”
Nararya gelengkan kepala ”Entahlah. Dan puteri tumenggung
pun baik sekali kepadaku. Apabila pergi tanpa pamit, mereka
tentu akan kecewa”
Gajah Pagon menatap wajah Nararya. Diam2 ia mengangguk
dalam hati. Kemudian berkata ”Setiap perpisahan tentu akan
meninggalkan bekas kekecewaan. Dan setiap pertemuan akan
menimbulkan kegembiraan. Itu sudah jelas kita ketahui. Kalau
kita sudah tahu akan hal itu, mengapa kita harus kecewa apabila
berpisah, mengapa pula kita harus tertawa kalau kita berjumpa?”
Nararya terkesiap.
”Apabila kita tahu bahwa siang itu panas, mengapa kita harus
mengeluh kalau berjalan di siang hari? Pun kalau kita tahu bahwa
malam itu gelap, mengapa kita meresah kalau berjalan di malam
hari? Suka dan duka, tawa dan tangis, gembira dan kecewa,
merupakan siksa. Untuk menghilangkan rasa siksa itu maka kita
harus menempatkan diri ditengah-tengah. Tak perlu kita harus
kecewa karena berpisah dan gembira karena berjumpa. Karena
segala apa dalam dunia ini tak kekal sifatnya. Demikian raden,
wejangan guruku”
Nararya mengangguk ”Benar, kakang Pagon. Aku tak merasa
kecewa karena harus meninggalkan tumenggungan ini. Tetapi
mereka akan kecewa karena kutinggalkan. Padahal kekecewaan
mereka adalah akibat tindakanku. Pada hal pula aku tak ingin

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

membuat orang kecewa karena hal itu sama dengan melakukan


penganiayaan batin kepada mereka”
Gajah Pagon tertawa ”Raden benar. Tetapi tak perlulah
kiranya raden meresahkan hal itu. Sebelum masuk ke
tumenggungan aku sudah membekal sesuatu” ia segera
mengeluarkan sebuah kantong kulit dari dalam bajunya ”kantong
kulit ini, berisi darah ayam”
“Untuk apa ?” Nararya terkejut heran.
“Begini raden” kata Gajah Pagon ”kita mengobrak-abrik
perkakas dan pembaringan di bilik ini dan akan kutuangkan
ceceran darah di lantai. Dengan demikian ki tumenggung tentu
akan mendapat kesan bahwa, di bilik ini raden telah bertempur
dengan seorang penjahat dan berakhir raden dibawa pergi
penjahat itu”
“Ya, itu sebagai pengaburan yang baik” kata Nararya ”tetapi
tidakkah hal itu akan membuat perasaan mereka gelisah ? Dan
bukankah gelisah itu sama halnya dengan bersedih ?”
“Karena sama2 suatu derita dalam batin, gelisah dan kecewa
adalah sebobot tetapi tidak senilai. Gelisah mengandung pikiran
memperhatikan. Tetapi kecewa mengandung pikiran sesal.
Karena gelisah mereka tetap akan mengangan-angan dan
memperhatikan berita2 diri raden. Berarti pada lain kesempatan,
raden masih dapat berjumpa dan diterima mereka dengan
gembira. Tetapi kecewa, mereka akan geram dan takkan mau
berjumpa dengan raden lagi. Maka dengan rencanaku tadi, kelak
raden masih dapat berjumpa dan diterima dengan penuh
kegembiraan oleh ki tumenggung dan puterinya.”
Merenung sejenak Nararya mengangguk. Ia menganggap
buah pikiran Gajah Pagon itu memang dapat diterima akal.
Demikian segera diputuskan Pembaringan dikacau, kursi dan
meja dipatahkan kakinya, darah ayam ditaburkan di lantai.
Setelah itu merekapun segera tinggalkan tumenggungan.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Silahkan raden pulang,” kata Gajah Pagon setelah keluar dari


pintu gapura.
Nararya terkesiap ”Dan engkau ?”
“Dari Tuban aku menuju ke Daha dengan pengharapan akan
dapat diterima sebagai prajurit Daha” kata Gajah Pagon ”tetapi
setelah mengalami peristiwa di tumenggungan, hatikupun
kecewa. Perasaanku mengatakan bahwa bukan di Daha tempat
aku mengabdi”
“Kakang Pagon hendak kemana ?”
“Aku ingin meninjau Singasari. Kudengar Singasari juga
sedang sibuk membuka kesempatan bagi pemuda2 yang ingin
menjadi prajurit. Aku hendak ke Singasari untuk melihat-lihat
keadaan disana dari dekat”
“O” Nararya hanya mendesuh. Ia tak tahu harus melarang
atau menganjurkan kepada Gajah Pagon supaya ke Singasari.
“Kakang Pagon” kata Nararya ”apabila kakang tak menolak
marilah kakang bersamaku saja. Pendirianku hampir sama
dengan kakang. Akupun sedang lelana-brata, mencari
pengetahuan dan pengalaman”
Pada kesempatan untuk memandang wajah Nararya lebih
dekat dan lebih lekat, Gajah Pagon mendapat kesempatan bahwa
pemuda itu memang mempunyai wajah yang berbeda dengan
pemuda kebanyakan. Seri wajahnya bersinar, memancarkan
kewibawaan dan keagungan. Dan entah bagaimana, seolah hati
nurani Gajah Pagonmengatakan bahwaNararyalahtempat ia
mengabdi. Ia tak tahu mengapa ia mengandung pemikiran
begitu. Untuk menuruti suara hatinya iapun menerima tawaran
Nararya. Kelak apabila Nararya ternyata orang yang tak
memenuhi harapannya, iapun dapat meninggalkannya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Setelah menyatakan kesediaannya untuk ikut pada Nararya,


Gajah Pagon meminta keterangan lebih lanjut tentang langkah
pemuda itu.
Nararya pun diam2 meneropong isi hati Gajah Pagon. Dari
kerut dan sinar matanya, dapatlah ia menduga akan pikiran lelaki
kekar itu. Namun tidaklah hal itu memudarkan penghargaannya
terhadap Gajah Pagon, kebalikannya ia bahkan menyukainya. Hal
itu sesuai dengan pendiriannya. Kesetyaan itu tak dapat
dinyatakan dengan ikrar di mulut, lebih tak dapat dipaksakan.
Biarlah waktu dan peristiwa yang akan menumbuhkan
kepercayaan dan menyuburkan kesetyaan dalam hati Gajah
Pagon.
Nararya segera menuturkan tentang peristiwa hilangnya gong
pusaka peninggalan Empu Bharada. Serta perjuangan dari bekel
Saloka serta lain2 kawan yang hendak merebutkan kembali gong
pusaka itu.
Tertarik seketika hati Gajah Pagon akan peristiwa itu. Mulailah
timbul gairah semangatnya untuk mengikuti jejak perjuangan
Nararya dan kawan2.
“Jika demikian, pengeroyokan orang2 tumenggungan terhadap
kakang Pamot itu juga dalam rangka raden dan kakang Pamot
hendak menyelidiki gong Prada itu, bukan?”
Nararya mengiakan ”Ya, saat itu kutinggalkan Pamot
dibelakang karena aku perlu mengejar jejak orang aneh yang
masuk kedalam tumenggungan hendak membunuh putera
tumenggung itu. Untung engkau muncul dan rela mengorbankan
diri ditangkap orang2 tumenggungan”
“Dan raden terus berusaha membebaskan aku dengan
kesudahan raden sendiri tertangkap mereka?”
“Ya” sahut Nararya” tetapi aku dilindungi puteri tumenggung
yang melarang para prajurit masuk kedalam keputren”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Lalu bagaimana langkah raden sekarang?” Nararya kerutkan


dahi ”Untuk sementara baiklah kita tunggu sampai ki bekel
Saloka pulang. Mungkin dia memperoleh suatu berita dalam
perjamuan itu”
“Bilakah kiranya ki bekel akan pulang?”
“Malam ini perjamuan nikah itu sedang berlangsung.
Kemungkinan besok atau paling lambat lusa.”
Dalam pembicaraan selanjutnya Nararya bertanya tentang
pengalaman Gajah Pagon. Dengan terus terang Gajah Pagon
menuturkan riwayatnya. Ia berasal dari desa Soka tetapi
kemudian ia berguru pada seorang begawan di gunung Pandan.
“Pada suatu hari guru telah menitahkan supaya aku turun
gunung melakukan lelana-brata. Pengetahuan dan ilmu yang
telah kuturunkan kepadamu, akan bertambah sempurna serta
lebih melekat dalam penghayatanmu apabila engkau melakukan
lelana-brata. Lakukanlah apa yang telah kuajarkan kepadamu.
Semoga lelana-brata itu akan lebih menyempurnakan dirimu lahir
batin,” demikian pesan begawan dari gunung Pandan itu.
Gajah Pagon mengatakan bahwa tujuannya yalah hendak
mengabdikan diri untuk negara. Ia menuju ke Daha dan ternyata
tak sengaja telah bertemu dengan raden Nararya itu.
Mengenai keadaan telatah Tuban, Gajah Pagon menyatakan
bahwa daerah Datar atau pesisir itu sangat ramai, menjadi kota
pelabuhan seperti Ganggu.
“Seharusnya kerajaan Singasari menempatkan seorang adipati
yang kuat di Tuban untuk memperkuat kota bandar itu” katanya
lebih lanjut.
“Mengapa kakang Pagon tak mau bekerja pada adipati Tuban
yang sekarang?” tanya Nararya...

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Aku hendak mencari pengalaman yang lebih luas agar kelak


dalam pengabdianku kepada tanah asal tumpah darahku, aku
lebih dapat menyumbangkan tenaga dan pengabdian besar”
Demikian keduanya bercakap-cakap sampai jauh malam. Sejak
saat itu Gajah Pagonpun menggabungkan diri di Selamangleng.
-oo-dwkz^ismoyo^mch-oo-

II
Wukir Polaman atau gunung Polaman saat itu terancam dalam
kepekatan malam bisu. Gelap gelita. Sesosok tubuh menyeruak
jalan kecil yang merentang kearah sebuah lembah. Dia tak jeri
akan cuaca gelap. Tak takut akan bayang2 hitam yang bergerak-
gerak diatas jalan. Iapun tak gentar mendengar bunyi cengkerik,
tenggoret dan kelelawar2 yang terbang berkeliaran mencari
mangsa.
Ia tak menghiraukan apapun. Langkah yang lebar,
menggegaskan kaki agar cepat melintas jalan kecil itu. Rupanya
ia amat terburu-buru seperti orang berlomba.
“Aku harus mendahuluinya” kata orang itu dalam hati. Ia
tertegun berhenti karena terkejut. Ia sangsi apakah kata2 itu
diucapkannya dengan mulut atau hanya dalam batin. Ia kuatir,
suaranya itu terdengar kesekeliling tempat itu. Dalam tempat
yang sesunyi seperti saat itu, suara yang betapapun kecilnya,
mudah terdengar, mudah terbawa angin. Bahkan napaspun
mungkin terdengar orang.
Beberapa saat kemudian ia meyakinkan diri bahwa disekeliling
tempat itu tiada orang lain kecuali dirinya. Setelah itu baru ia
ayunkan langkah lagi. Lebih cepat.
Lelaki itu bertubuh tegap, masih muda. Pinggangnya menyelip
sebatang pedang. Aneh. Saat itu tengah malam dan tempat itu
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

lebih menyeramkan dari tanah pekuburan. Mengapa ia datang


kesitu ? Ah, tentu ada sesuatu yang penting. Karena hanya suatu
kepentingan yang luar biasa, entah harta karun entah benda
pusaka, akan memikat perhatian orang untuk melupakan segala
bahaya.
Entah apa yang sedang dilakukan orang itu. Yang jelas dia
mencari sebuah gua yang terletak agak jauh kedalam sebuah
lembah. Setelah memperhatikan jalan dan batu2 karang,
akhirnya ia membiluk, menyiak sebuah gerumbul ilalang yang
setinggi tubuh manusia lalu menyusup kedalam sebuah batu
berlubang. Menilik sekujur tubuhnya dapat menyelundup masuk,
tentulah batu berlubang itu merupakan sebuah gua.
Ia terus maju, mencabut pedang untuk bersiap-siap menjaga
setiap kemungkinan. Dengan agak gemetar langkah, ia terus
masuk. Seketika pandang matanya terbeliak ketika melihat
sebuah pemandangan.
Di lantai gua itu tampak segunduk benda hitam berbentuk
bulat dan agak besar. Ia berdebar keras. Ah, ternyata benda itu
sebuah gong. Mata orang itu makin berkilat-kilat. Sambil
menyelipkan pedang ke pinggang, ia segera maju mendekat lalu
ulurkan kedua tangan hendak mengambil gong itu ”Ah, ternyata
benar. Pangeran Ardaraja memang bersekutu dengan orang
Singosari ...”
Pada saat ia hendak mengangkat gong itu, sekonyong-
konyong entah dari mana dan bilamana datangnya, tahu2
muncul seorang lelaki bertubuh tinggi besar yang langsung
mencengkeram bahu orang itu sekuat-kuatnya lalu ayunkan
tangannya menghantam tengkuk orang, duk.....
“Uh .....” orang itu terhuyung ke muka. Orangtinggi besar
yang menyerangnya,segera hendak loncat maju menginjak
tubuhnya. Tetapi sekonyong-konyong bahunya dicengkeram
orang dari belakang dan punggungnyapun segera dihunjam
sebuah pukulan keras, duk ....
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Plak, tiba2 orang ketiga, seorang bertubuh kekar berkumis,


terhuyung-huyung ke muka, hampir menubruk orang tinggi
besar. Dia termakan tendangan dari seorang lelaki lain yang
mukanya berselubung kain hitam.
Orang berselubung kain hitam itu cepat loncat ke muka terus
hendak menyambar gong. Tetapi pada saat itu juga, ketiga orang
yang rubuh tadi serempak melenting bangun dan
menghantamnya sehingga orang berselubung kain hitam itu
terpaksa menyurut mundur.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Keparat, siapa engkau!” teriak orang tinggi besar. Kemudian


ia berpaling kearah orang berkumis lebat yang memukulnya tadi
”hai, engkaukah yang memukul aku ?”
“Dan engkaupun menyerang aku dari belakang. Licik sekali”
teriak orang pertama kepada si tingggi besar.
“Bedebah!” teriak orang berkumis kepada orang yang
berselubung kain hitam ”bukan ksatryalah perbuatanmu
menendang aku dari belakang tadi”
“Karena aku membenci tindakanmu memukul punggung
Suramenggala dari belakang itu” sahut o-rang berselubung kain
hitam.
“Hai” teriak orang tinggi besar ”engkau tahu namaku ?” '
“Seluruh rakyat Daha tahu dan kenal akan tubuhmu yang
tinggi besar”
“Setan” Suramenggala memaki geram.
“Dengan begitu jelas pangeran Ardaraja, terlibat dalam
peristiwa ini. Pangeran itu tahu dimana tempat beradanya gong
Prada” kata orang berselubung kain hitam dengan nada
mencemoh.
Suramenggala menyeringai ”Pangeran Ardaraja tahu, memang
sudah selayaknya. Karena pangeran berhak dan harus tahu.
Berhak dan wajib memperoleh gong pusaka itu. Tetapi engkau
dan orang2 kerdil ini, apa hakmu hendak merebut gong Prada
itu?”
“Gong Prada itu bukan milik Daha” bantah orang berselubung
kain hitam ”setiap orang berhak untuk merebutnya. Bukan hanya
hak pangeran Ardaraja belaka”
“Keparat!” teriak Suramenggala ”siapa engkau? Dan engkau,
engkau juga!” Suramenggala mengeliarkan pandang tanya

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kepada lelaki berkumis dan lelaki pertama, yalah orang yang


dihantamnya tadi.
“Apa guna engkau bertanya nama ?” sahut lelaki berkumis.
“Ya, benar” sambut orang pertama tadi ”rupanya kedatangan
kita kemari, mempunyai tujuan yang sama. Ingin merebut gong
pusaka itu. Yang penting bukan untuk mengetahui siapa nama
kita satu demi satu tetapi untuk mengetahui siapakah yang akan
berhak mendapatkan gong pusaka itu.”
“Tepat” sambut orang berselubung kain hitam ”apa guna
menanyakan soal nama. Karena sebentar lagi entah siapa
diantara kita yang terpaksa harus menanggalkan nama dan
nyawanya”
“Licik kalian ini!” teriak Suramenggala ”terutama engkau,
jahanam” ia menggerakkan pandang geram kepada orang
berselubung kain hitam ”engkau telah menyebut namaku tetapi
tak berani memberitahu namamu sendiri”
“Bukan aku yang menyebut tetapi perawakannya yang tinggi
besar itu yang mengatakan. Kalau engkau takut mempunyai
nama Suramenggala, buang sajalah nama itu.”
“Keparat!” teriak Suramenggala makin melengking tinggi
”sekarang kita putuskan saja siapa yang berhak memperoleh
gong itu”
“Akhirnya memang begitu” kata-orang berselubung kain hitam
”lalu bagaimana caranya?”
“Tarung” seru Suramenggala.
“Kita berempat tarung secara acak-acakan?” orang
berselubung kain hitam itu bertanya.
Suramenggala tertegun. Demikian lelaki berkumis dan lelaki
pertama yang bertubuh kekar tadi.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Engkau saja yang mengatakan” akhirnya Suramenggala


berseru kepada orang berselubung kain hitam itu.
“Hm” orang berkerudung itu mendengus ”kalau kita berkelahi
secara bebas, kita tentu akan berhantam acak-acakan. Siapa
bebas menghantam siapa saja. Bagaimana kalau kita atur begini.
Kita bagi dua kelompok. Misalnya, aku bertempur melawanmu,
Suramenggala. Lalu si kumis lebat ini lawan dia yang pertama
masuk kedalam gua ini. Lalu yang menang akan bertempur
dengan yang menang. Yang menang sendiri, akan berhak
mengambil gong pusaka itu. Setuju ?”
Karena tiada lain cara yang lebih baik dari yang diusulkan
orang berselubung kain hitam itu, akhirnya mereka setuju.
“Gua ini terlalu sempit untuk medan perkelahian” kata orang
berselubung kain hitam ”bagaimana kalau kita langsungkan di
luar saja?”
Ketiga orang itupun setuju. Mereka segera melangkah keluar
dan mencari sebuah tempat yang sesuai di sebuah tanah lapang
yang tak berapa luas.
Pada saat keempat orang itu keluar, tiba2 dari balik batu yang
terseluburig gerumbul ilalang, muncul dua sosok tubuh. Kedua
orang itu dengan tangkas loncat menyelinap kedalam gua.
”Kakang, cepat kita angkut gong ini agar mereka kecele” kata
salah seorang yang lebih muda. Bahkan dia terus mengangkat
gong itu, dipanggul diatas bahunya lalu mengajak kawannya
menyelinap keluar.
Kedua orang itu mengambil jalan melintas gunduk2 batu yang
banyak memenuhi sekeliling tempat itu. Ternyata mereka
menyembunyikan gong itu dalam sebuah liang kemudian liang itu
ditimbun dengan batu. Setelah itu merekapun pergi.
Tetapi alangkah kejut mereka ketika melihat dua sosok tubuh
tegak menghadang di tengah jalan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Siapa kalian?” hardik salah seorang dari kedua orang yang


habis menanam gong.
“Tepat benar” kata orang “apabila kawanan anjing berebut
tulang maka yang untung kucing belang“ salah seorang yang
bertubuh besar dari kedua pendatang itu berseru. Tidak
menjawab pertanyaan orang melainkan mengatakan suatu
kiasan.
“Setan, apa maksudmu !” teriak orang tadi.
“Pada saat keempat orang tadi sedang bertempur untuk
memperebutkan gong, kucing belang terus melarikan gong itu.
Ha, ha, cerdik benar kucing belang itu”
“Jahanam, engkau mengintai langkah kami ?” teriak orang itu.
“Betapa lincah gerak si kucing belang, namun tak mudah lepas
dari mata burung hantu yang tajam”
“Hm” dengus orang itu pula ”apa kehendakmu ?”
“Setelah diketahui, tak seharusnya kucing belang itu menelan
sendiri tulang itu tetapi harus membagi kepada burung hantu.”
”Enak!” gumam orang itu ”kalau aku menolak ?”
“Burung hantu terpaksa akan merebut tulang itu”
“Bagus” seru orang itu ”memang telah kuduga engkau juga
tergolong mereka yang hendak merebut gong itu. Syaratnya
mudah saja. Laluilah kami”
“Baik” kata orang itu terus hendak melangkah maju. Tetapi
tiba2 kawannya berbisik ”Kakang Pagon ....”
“Jangan mencemaskan diriku, raden. Aku dapat menghadapi
mereka” yang disebut kakang Pagon itu menyahut dengan
berbisik pelahan.
“Hati-hati, kakang” kembali kawannya yang disebut raden itu
membisiki pesan.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Keduanya tak lain adalah Nararya dan Gajah Pagon.


“Hanya engkau seorang” seru fihak lawan.
“Ya” sahut Gajah Pagon ”kami tak pernah maju berdua. Salah
seorang saja sudah dapat menyelesaikan. Tetapi silahkan kalian
maju berdua.”
Kedua orang itu saling bertukar pandang dan mengangguk.
Rupanya mereka menganggap persoalan malam itu harus lekas
dibereskan. Mereka hendak maju serempak berdua.
“Jika engkau menghendaki begitu, kami hanya menurut saja”
Gajah Pagon segera mengambil sikap untuk menerima
serangan. Dan cepat pula ia menerima serangan dari kedua
lawan yang menyerang dari kanan dan kiri.
Nararya belum tahu bagaimana kedigdayaan Gajah Pagon. Ia
agak cemas ketika melihat Gajah Pagon tegak sekokoh karang
menghadapi kedua penyerang itu. Kecemasan itu segera
terhapus ketika Gajah Pagon mulai bergerak. Tangan kanan
menangkis serangan dari kanan. Tangan kiri menangkis serangan
dari kiri.
Kraakk ....
Tangan kanan Gajah Pagon yang beradu kekerasan dengan
penyerang dari kanan, menimbulkan benturan tulang yang keras.
Penyerang itu terhuyung mundur selangkah. Sementara tangan
kiri Gajah Pagon hanya menerpa angin karena penyerang sebelah
kiri itu tak mau adu kekerasan melainkan menggelincirkan
tangannya ke bawah dan serempak dengan itu, tangan kirinya
menghantam Gajah Pagon.
Untunglah karena penyerang dari sebelah kanan menyurut
mundur maka dapatlah Gajah Pagon mencondongkan muka dan
tubuhnya ke kanan sehingga terhindar dari pukulan lawan di
sebelah kiri.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Orang di sebelah kiri itu terkejut ketika pukulannya menemui


tempat kosong. Secepat menarik kembali tangan kiri tangan
kanannya pun terus menerpa lambung Gajah Pagon.
Dalam pada itu penyerang dari kanan tadipun melangkah
maju dan menghantam bahu Gajah Pagon. Gajah Pagon tak
gugup karena kedua serangan itu. Ia menendang perut
penyerang sebelah kiri kemudian loncat menghindar ke muka.
Orang yang menyerang dari kiri tadi terkejut ketika kaki Gajah
Pagon menendang perutnya. Cepat ia berkisar ke samping, tetapi
terlambat. Lambugnya selamat, pangkal pahanya termakan ujung
kaki Gajah Pagon. Orang itu mendesus kejut ketika tubuhnya
terhuyung-huyung kebelakang, tepat kearah tempat Nararya
berdiri. Apabila mau, dengan mudah Nararya dapat meringkus
orang itu. Tetapi ia bahkan menyingkir ke samping.
Sesaat orang itu berdiri tegak ia hendak maju menyerang lagi.
Tetapi alangkah kejutnya ketika melihat kawannya telah dikuasai
Gajah Pagon... Ia gugup dan tegang sekali. Tiba2 ia mencabut
belati yang terselip di pinggangnya lalu menaburkan kearah
Gajah Pagon.
Nararya terkejut sekali ketika melihat Gajah Pagon terancam
bahaya. Saat itu Gajah Pagon tengah meneliku tangan lawannya
dan berdiri menghadap ke arah sana. Menurut persangkaan
Nararya tentulah Gajah Pagon tak mengetahui layang belati yang
dilontarkan dari belakang ”Kakang Pagon, awas serangan belati
dari belakang!” teriaknya.
Gajah Pagon terkejut sekali. Cepat ia condongkan tubuh ke
samping seraya menarik tubuh tawanannya itu. Tetapi tubuh
tawanannya itu agak kurang cepat bergerak sehingga belati
menyambar bahunya ”Aduhhh” orang itu menjerit kesakitan dan
gemetar tubuhnya.
Plak ...

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Gajah Pagon menampar orang itu hingga terkulai pingsan,


kemudian ia berputar tubuh hendak menerjang orang yang
melontar belati tadi. Tetapi alangkah kejutnya ketika orang itu
sudah lenyap.
“Raden, kemanakah orang tadi?” seru Gajah Pagon, Nararya
tampak terperanjat juga. Tadi ia sedang menumpahkan perhatian
terhadap keselamatan Gajah Pagon. Dan perhatiannya makin
terhisap ketika melihat darah bercucuran ke tanah. Ia terus
menghampiri hendak memeriksa keadaan Gajah Pagon. Tetapi
segera ia hentikan langkah ketika melihat Gajah Pagon berputar
tak kurang suatu apa. Selama itu, iapun tak memperhatikan lagi
gerak gerik penyerang tadi. Iapun ikut terkejut mendengar
pertanyaan Gajah Pagon.
“O, dia menghilang ?” serunya heran kejut.
Gajah Pagon memandang kesekeliling. Tetapi ia tak dapat
melihat dan mendengar suatu apa. Sekeliling empat penjuru
gelap pekat.
“Kakang Pagon” kata Nararya ”aku agak lengah tak
memperhatikan orang itu”
“Tak apa raden” kata Gajah Pagon ”kita masih menawan yang
seorang”
Orang yang pingsan itu segera ditolong. Dia tampak terkejut
dan ketakutan ketika berhadapan dengan Gajah Pagon dan
Nararya. Kemudian ia teringat akan bahunya yang terluka ”Ah” ia
mendekap bahunya untuk mengurangi rasa sakit.
“Engkau terluka, ki sanak” kata Nararya dengan nada ramah
”oleh pisau kawanmu sendiri”
“Hm” orang itu mendesuh lalu memandang kian kemari seolah
mencari sesuatu.
“Kawanmu melarikan diri” kata Nararya pula ”tinggalkan
engkau”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Mata orang itu membelalak, dahi mengerut lipat dalam2.


Namun ia tak menjawab.
“Darah pada lukamu itu harus dihentikan” kata Nararya pula
”akan kurobek ujung bajumu untuk membalutnya.”
Orang itu tak menjawab melainkan mengingsut tubuh dengan
sikap yang enggan.
“Hm, rupanya engkau sayang bajumu yang bagus” kata
Nararya pula “baiklah” ia terus merobek ujung bajunya lalu tanpa
bertanya apa2, ia-terus membalut luka pada bahu orang itu.
Orang itupun diam saja dan membiarkan bahunya dibalut.
Rupanya setelah dibalut rasa sakit pada lukanya itupun
berkurang.
“Terima kasih” kata orang itu ”siapakah ki sanak ini? Mengapa
ki sanak menolong aku?”
“Menolong orang yang menderita kesusahan, bukan harus
mempunyai sebab apa2. Melainkan suatu kewajiban insan
manusia” kata Nararya ”aku seorang kelana yang sedang
berlelana-brata. Tak sengaja kulihat ki sanak berdua dengan
kawan ki sanak tadi menuju ke lembah ini. Malam hari menuju
kesebuah lembah yang gelap dengan membekal senjata, tentulah
mempunyai tujuan tertentu. Timbul kecurigaanku dan lalu
mengikuti jejak ki sanak berdua sampai di tempat ini”
“O, jika demikian” kata orang itu ”ki sanak tentu mengetahui
tindakanku masuk kedalam gua tadi ?”
Nararya mengiakan.
“Dan tahu aku mengangkut gong itu keluar”
“Ya”
“Lalu apa maksud ki sanak menghadang kami berdua?”
“Ketika berkelana di telatah Daha, pernah kudengar tentang
hilangnya gong pusaka Empu Bharada dari desa Lodoyo. Karena
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

melihat ki sanak membawa gong, maka timbullah keinginanku


untuk mengetahui gong itu”
“Jika gong itu benar gong pusaka Empu Bharada lalu apa
tujuan ki sanak” tanya orang itu.
“Aku hanya ingin tahu, hendak ki sanak pengapakankah gong
pusaka itu? Menurut keterangan yang kuperoleh, gong pusaka itu
milik kerajaan Singasari. Apabila sampai dilarikan orang yang tak
bertanggung jawab, Singasari tentu menderita kehilangan besar”
“O, maksud andika hendak mengembalikan gong pusaka itu
kepada Singasari?”
“Setiap benda tentu ada pemiliknya. Karena gong pusaka itu
milik Singasari sudah selayaknya kalau kembali kepada Singasari”
kata Nararya.
“Apakah andika ini kawula Singasari?” tanya orang itu agak
tegang.
“Aku berasal dari desa di kaki gunung Kawi. Dan Kawi itu
termasuk telatah Singasari” jawab Nararya pula. Ia
memperhatikan bahwa wajah orang itu tampak mulai cerah.
“Bagus” seru orang itu ”jika sejak tadi andika mengatakan
demikian tentu tak sampai terjadi peristiwa perkelahian diantara
kita”
Nararya terkejut dalam hati. Namun ia menekan perasaannya
”O, apakah ki sanak juga dari Singasari?” tanyanya dengan
mencerahkan wajah.
“Ya” orang itu mengiakan ”namaku Seta Arang, lurah prajurit
kepatihan”
“Kepatihan mana ?”
“Singasari” kata Seta Arang ”aku diutus gusti patih untuk
menaruh gong itu ke dalam gua.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya terbeliak kaget. Hampir ia tak percaya akan


keterangan orang itu ”Ki Seta mengatakan diutus gusti patih
untuk menempatkan gong itu ke dalam gua?” ia menegas.
“Ya”
Nararya membelalak ”Tetapi mengapa ki Seta mengambilnya
pula ?”
Sebenarnya Seta Arang telah dipesan wanti2 oleh atasannya
supaya jangan menceritakan peristiwa itu kepada siapapun juga.
Dan jangan mudah percaya pada orang. Tetapi demi rasa
menerima kasih atas pertolongan Nararya, kemudian mendengar
keterangan pemuda itu dan memperhatikan wajah pemuda itu
bersinar terang, tanda bukan seorang jahat, timbullah kesan
yang baik dalam hatinya ”Apa salahnya kuberitahu persoalan itu
? Dia juga seorang pemuda dari telatah Singasari yang ingin
mendapatkan gong itu untuk diserahkan kepada kerajaan
Singasari” pikirnya.
“Agar orang2 yang bertempur itu kacau” kata Seta Arang.
Nararya tegang sekali. Namun ia tetap berusaha sekuatnya
untuk menenangkan diri. Dengan nada ramah ia seolah sambil
lalu ”O, mengapa hendak mengacau mereka?”
“Mereka adalah kawanan serigala dari Daha yang amat
bernafsu sekali mendapatkan gong pusaka itu” kata Sera Arang
”oleh karena itu gusti patih hendak memancing di air keruh.
Hendak mengetahui siapa-siapakah senopati Daha yang terlibat
dalam peristiwa hilangnya gong Prada itu”
“O, maksud ki Seta, gong pusaka itu hanya sebagai umpan
agar mereka datang ke lembah ini?”
“Benar” kata Seta Arang ”dengan demikian kita dapat
mengetahui siapa2 mereka itu”
“Ah” Nararya pura2 menghela napas ”apakah permainan itu
tidak berbahaya?”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Misalnya?” Seta Arang menegas.


“Misalnya mereka tidak bertempur diluar guha, ataupun
serang menyerang diantara keempat orang itu berakhir
dimenangkan oleh orang yang terakhir, bukankah gong itu akan
diperolehnya?”
Seta Arang tertawa ”Bukankah aku dan kawanku itu sudah
siap menerkam orang itu apabila dia berhasil memperoleh gong
Prada”
“Ah, benar” seru Nararya.
“Andaikata ki Seta berdua kalah, maaf, ini hanya pengandaian
saja, tidakkah gong pusaka itu akan dibawa mereka ?” tiba2
Gajah Pagon yang sejak tadi berdiam diri, saat itu ikut
menyelutuk bicara.
Seta Arang tertawa ”Dalam hal itu, gusti patih sudah
mengatur rencana dengan cerdik. Gong itu sesungguhnya bukan
gong Prada ...”
“Hai!” Nararya dan Gajah Pagon berteriak kaget ”apa katamu
ki Seta?”
“Gusti patih seorang yang cerdik, cermat dan pandai mengatur
siasat. Gong itu sebenarnya benda dari keraton Singasari, bukan
gong Prada”
“Lalu dimanakah gong Prada itu?” Nararya mulai tegang ”kita
wajib merebut dan menyelamatkan dari tangan orang2 yang tak
bertanggung jawab”
Melihat kesungguhan sikap Nararya dalam perjuangannya
hendak mendapatkan gong Prada guna diserahkan kepada
kerajaan Singasari, kesangsian Seta Arang makin menipis.
Nararya dan Gajah Pagon terkejut. Diam2 mereka memuji
kecerdikan patih Singasari itu. Nararya kemudian bertanya lebih

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

lanjut, apa tindakan patih Singasari setelah mengetahui siapa2


yang terlibat dalam peristiwa gong pusaka itu.
“Entahlah” Seta Arang mengangkat bahu ”aku hanya
menerima perintah saja. Semua rencana diatur dan diputuskan
oleh gusti patih”
“Kecuali Suramenggala yang telah dikenal sebagai orang
pangeran Ardaraja, lalu siapakah ketiga orang yang lain itu?”
tanya Nararya.
Seta Arang terkedap ”Ya. Hampir aku lupa akan tugas itu.
Setelah menyembunyikan gong dari keraton Singasari, aku
diperintahkan untuk mengikuti jejak mereka yang belum
diketahui sumbernya”
“Jika begitu, silahkan ki Seta menjenguk mereka2 yang
sedang bertempur itu” kata Nararya.
“Ki sanak” kata Seta Arang ”apakah kalian benar2 hendak
berjuang untuk kepentingan Singasari'“
Nararya menyatakan dengan tegas bahwa dia dan kawannya
memang sedang berusaha untuk mencari gong pusaka itu untuk
dihaturkan ke Singasari.
“Jika demikian, bantulah aku” kata Seta Arang ”mari kita
ringkus orang2 yang sedang bertempur itu”
Seta Arang, Nararya dan Gajah Pagon segera mencari ke
tempat pertempuran. Tetapi mereka tak mendengar suara apa2.
Sunyi senyap diseluruh lembah.
“Aneh” gumam Seta Arang ”kemanakah mereka? Apakah
pertempuran sudah selesai?”
“Kita periksa ke dalam guha” kata Nararya. Tetapi dalamguha
itupun sunyi senyap. Makin meningkat keheranan mereka ”Ah,
adakah mungkin mereka.....” tiba2 Seta Arang bergegas
melangkah keluar.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya dan Gajah Pagon tercengang tetapi mereka terpaksa


mengikuti. Ternyata Seta Arang menuju ke gunduk karang
tempat ia menanam gong tadi.
“Hai” tiba2 Seta Arang menjerit. Ia tegak termangu-mangu
memandang sebuah liang dibawah gunduk batu karang.
“Oh” Nararyapun mendesuh kejut ketika tiba di-tempat itu
”apakah ki Seta menanamnya dalam liang itu?” tanyanya
kemudian.
“Ya” masih gemetar nada suara Seta Arang ”liang itu telah
dibongkar orang” ia maju menghampiri untuk memeriksa lebih
jauh.
Nararya danGajah Pagonpun ikut menghampiri
“Bagaimana, ki Seta?” tegur Nararya.
“Gong itu telah hilang diambil orang” kata Seta Arang ”jelas
kutanam disini dan jelas pula telah dibongkar orang”
“Siapa ?” tanya Gajah Pagon ”apakah salah seorang dari
keempat orang yang bertempur itu?”
“Mungkin” jawab Seta Arang.
“Tetapi kemungkinan itu tipis” sambut Nararya “jika salah
seorang dari mereka, berarti pertempuran itu telah selesai dan
dimenangkan oleh salah seorang. Mungkin Suramenggala,
mungkin orang yang mukanya berselubung kain hitam, mungkin
orang yang berkumis dan mungkin yang seorang itu lagi. Dan
setiap pertempuran selesai, tentu akan meninggalkan korban.
Entah dalam keadaan terluka atau mungkin mati. Tetapi jelas
penyelidikan kita tadi tak berhasil menemukan mereka. Mereka
lenyap seperti ditelan bumi”
“Ya, benar” kata Seta Arang ”lalu siapakah yang melakukan
pembongkaran itu ?”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ada suatu kemungkinan yang besar kemungkinannya” kata


Nararya pula ”yalah mereka menyadari kalau pertarungan itu tak
berguna. Mereka damai lalu sama2 kembali ke guha. Karena tak
menemukan gong pusaka mereka lalu menyelidiki sekitar tempat
ini dan dapat melihat kita bertempur ....”
“Senjata makan tuan” teriak Seta Arang serentak ”aku dan
kawanku mengambil gong itu ketika mereka sedang bertempur.
Kini mereka mengambil gong itu lagi pada saat kita sedang
bertempur ah .....”
“Jangan terburu menarik kesimpulan dulu, ki Seta” seru Gajah
Pagon ”apa yang dikatakan kawanku itu baru suatu dugaan. Dan
apakah benar demikian masih perlu kita uji. Misalnya, jika
mereka berempat benar telah membongkar liang itu, mengapa
sama sekali kita tak mendengar suara apa2?”
“Karena perhatian kita sedang tercurah pada pertempuran
tadi” sahut Seta Arang.
“Yang bertempur hanya kita bertiga tetapi kawanku itu tidak.
Tentu dia dapat menangkap suara langkah kaki orang. Apalagi
gerakan senjata membongkar tanah tentu menimbulkan suara
cukup keras”
“Engkau benar, kawanku” seru Nararya ”apabila kemungkinan
itu lemah maka tiada lain kemungkinan yang lebih mungkin
daripada hadirnya seseorang yang tak kita ketahui. Orang itulah
yang dapat memanfaatkan keadaan yang paling menguntungkan.
Ha, ha, ha”
Seta Arang dan Gajah Pagon heran melihat Nararya tertawa
geli
”Mengapa engkau tertawa ki Nararya?” tegur Seta Arang.
“Aku geli ki Seta” sahut Nararya ”dulu ketika mendengar
peristiwa semacam ini, akupun tertawa karena tak percaya.
Kuanggap orang yang bercerita itu hanya bergurau. Tetapi kini
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

ternyata memang ada. Maka akupun tertawa. Bukan tawa tak


percaya tetapi tawa percaya”
“Soal apakah itu ?” desak Seta Arang.
“Pencuri kecurian” seru Nararya ”inilah yang diceritakan orang
itu dan yang kita alami saat ini”
Mendengar itu Seta Arang dan Gajah Pagon ikut tertawa.
Beberapa saat kemudian, Nararya berkata ”Dikata mencuri,
sebenarnya kurang tepat. Karena ki Seta hendak mengambil
benda yang ditaruh dalam guha itu. Pencuri sesungguhnya
adalah orang itu. Dan dia tentu seorang yang berilmu, cerdik
pula”
Seta Arang menghela napas ”Ah, gusti patih tentu akan marah
kepadaku. Aku telah menghilangkan kepercayaan gusti patih ...”
“Ah, gusti patih tentu cukup bijaksana untuk menimbang
peristiwa ini. Bukan salahmu, ki Seta. Engkau telah melakukan
tugasmu dengan baik. Hanya ... “
“O, engkau tak tahu siapa gusti patih itu” tukas Seta Arang
”dia pasti marah karena aku sampai menghilangkan gong dari
istana Singasari”
“Ki Seta” kata Nararya ”siapakah gusti patih yang menitahkan
engkau itu?”
“Eh, apakah engkau belum tahu siapa patih kerajaan
Singasari?”
Nararya tertegun sejenak ”Maaf, ki Seta, aku berasal dari desa
dilereng gunung Kawi dan baru pertama kali ini lelana-brata.
Ketika masih di desa, ayahku dan beberapa orangtua disitu
mengatakan bahwa patih kerajaan Singasari itu adalah mentri
sepuh empu Raganata”
“O” Seta Arang tertawa ”engkau benar2 ketinggalan jeman.
Engkau masih bermimpi di siang hari.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sebenarnya Nararya sudah mengetahui siapa patih itu namun


ia harus bersikap tak tahu.
“Patih kerajaan Singasari yang sekarang ini adalah gusti patih
Kebo Anengah dan gusti patih Aragani”
“O, Singasari mempunyai dua orang patih ?” Nararya
mencetuskan keheranan.
Seta Arang tertawa pula ”Jangan engkau heran, ki Nararya.
Kerajaan Singasari sebuah kerajaan yang besar dan luas. Dan
baginda Kertanagara mengandung cita2 yang besar pula untuk
mempersatukan nuswantara. Dan untuk melaksanakan itu
dibutuhkan suatu pemerintahan yang kuat, baik dalam
lingkungan ketata- prajaan maupun ketentaraan sebagai tulang
punggung. Itulah sebabnya baginda perlumengangkat dua orang
patih. Gusti patih Kebo Anengah sebagai patih-luar, mengurus
pasukan dan daerah2 seberang. Gusti patih Aragani sebagai
patih-dalam yang mengurus soal2 pemerintahan”
“Lalu siapakah yang menitahkan andika ?” akhirnya tiba pula
Nararya pada pertanyaan itu.
Tanpa bersangsi lagi Seta Arang mengatakan ”Aku orang
bawahan gusti patih Aragani”
“O” seru Nararya agak terkejut dalam hati. Kini barulah ia tahu
bahwa peristiwa hilangnya gong Prada itu telah sampai juga di
Singasari ”tetapi ki Seta, apakah tindakan gusti patih mengutus
andika ini, atas kebijaksanaan gusti patih sendiri ataukah atas
titah baginda?”
Seta Arang merenung sejenak lalu menjawab ”Aku tak tahu
dengan pasti. Tetapi kemungkinan atas kebijaksanaan gusti patih
Aragani sendiri. Mungkin gusti patih Aragani belum memandang
perlu untuk menghaturkan laporan kehadapan baginda. Mungkin
karena gusti patih menganggap dapat mengatasi persoalan itu
sendiri”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Adakah ki Seta mempunyai alasan untuk penilaian itu?”


“Bagaimana maksudmu ?” Seta Arang balas bertanya.
“Bahwa tindakan yang andika lakukan ini hanya dari
kebijaksanaan gusti patih Aragani dan bukan dari titah baginda”
Nararya menjelaskan.
“Apabila sudah diketahui baginda, tentulah baginda akan
mengeluarkan titah untuk melakukan pencarian gong itu secara
besar-besaran. Misalnya, dengan mengerahkan pasukan
kerajaan. Nyatanya, tugas yang kulakukan ini, bersifat rahasia”
“O,” Nararya mengangguk ”mengapa gusti patih tak
menghendaki peristiwa itu diketahui baginda sehingga baginda
dapat menurunkan titah mencari gong itu secara giat ? Bukankah
tindakan begitu, akan lebih memudahkan dan mempercepat
diketemukannya gong pusaka itu?”
“Mungkin gusti patih tak menghendaki penghamburan tenaga
dari pasukan Singasari dan lebih baik pencarian itu dilakukan
secara diam2. Menghemat tenaga tetapi hasilnya lebih banyak”
“Menghamburkan tenaga pasukan Singasari? Bukankah
dengan kekuatan sebuah pasukan, pencuri itu tentu ketakutan
dan akan menyerahkan gong pusaka?”
Seta Arang tertawa.
“Engkau terlalu polos anakmuda” katanya ”tidakkah engkau
dapat menduga apa sebab gusti patih memerintahkan aku
melakukan rencana ini?”
Nararya gelengkan kepala sebagai pertanda tak tahu.
“Adalah karena gusti patih Aragani belum mengetahui
dimanakah beradanya gong pusaka itu dan siapakah pencurinya”
“O” desuh Nararya ”benar, benar. Apabila sudah tahu tentulah
gusti patih segera menggerakkan pasukan untuk
mendapatkannya, bukan?”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Seta Arang mengangguk-angguk tertawa.


“Tetapi masih ada sebuah pertanyaan lagi, ki Seta. Adakah ki
Seta merasa jemu atas kebodohanku ini?”
Watak manusia memang senang dianggap lebih pandai dan
lebih tahu dari orang lain, terutama lawan cakapnya. Seta
Arangpun terbuai dalam perasaan itu. ”Sudah tentu aku tak
jemu, ki Nararya. Ajukanlah pertanyaanmu”
“Bagaimana peristiwa hilangnya gong Prada itu sampai
terdengar gusti patih Aragani?” tanya Nararya.
“Ya, pertanyaan itu memang tepat juga” kata Seta Arang
”sebenarnya aku harus mencurigai engkau, anakmuda”
“Aku? Mengapa ki Seta?” Nararya agak terkejut.
“Karena pertanyaanmu itu bersifat suatu penyelidikan yang
layak dilakukan oleh seorang mata-mata.”
Nararya terkejut tetapi cepat ia menghapusnya dengan
tertawa ”Ah, andika berolok, ki Seta. Bagaimana orang seperti
diriku, sesuai menjadi mata-mata? Tahu keadaan diluar pun baru
pertama kali ini.”
Seta Arang tertawa.
“Karena itulah maka kuhapus kecurigaanku. Karena kuanggap
engkau seorang kawula Singasari yang hendak berusaha untuk
mencari gong pusaka itu, maka akupun bersedia juga untuk
menceritakan sesuatu,tentang yang engkau tanyakan itu.”
“Terima kasih, ki Seta” buru2 Nararya berkata ”namun apabila
tuan terikat oleh wajib dalam tugas tuan, tak perlulah ki Seta
menjawab pertanyaanku itu. Itu tak penting hanya sekedar
menambah pengetahuan saja. Tidak sangat penting”
“Seta Arang tak suka berbuat kepalang tanggung. Sudah
terlanjur menaruh kepercayaan kepadamu, mengapa aku tak
mau percaya penuh?” Seta Arang tertawa.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Terima kasih, ki Seta”


“Mula bukanya begini” Seta Arang mulai bercerita ”pada suatu
hari seorang pemuda tak dikenal telah masuk ke halaman Balai
Witana tempat para prajurit Singasari berkumpul. Pemuda itu
hendak mencari bekel Kalingga. Kebetulan yang berhadapan
dengan pemuda itu juga bernama bekel Lingga tetapi bukan
Kalingga ....”
“O” Nararya berdebar.
“Karena nama hampir sama, maka pemuda itupun salah
dengar dan menyerahkan sepucuk surat dari pangeran Ardaraja?”
“O” Nararya makin berdebar-debar. Ia berusaha sekuat tenaga
untuk menenangkan hatinya ”surat dari pangeran Ardaraja?”
“Ya” jawab Seta Arang.
“Kepada siapakah surat pangeran Ardaraja itu ?”
“Pemuda itu tak mengatakan apa2 hanya dipesan pangeran
Ardaraja supaya menyerahkan surat itu kepada bekel Kalingga”
“Siapakah pemuda itu? Apakah bekel Lingga masih
mengenalnya?” tanya Nararya pula.
“Bekel Lingga tidak mengenal dan tidak mengingatnya lagi”
kata Seta Arang.
Diam2 Nararya menghela napas longgar. Ia tahu siapa
pemuda yang dimaksudkan itu karena pemuda itu bukan lain
adalah dirinya sendiri. Tetapi kelonggaran perasaannya itu segera
disusul dengan rasa keluh dan sesal. Kini jelas bahwa ia telah
salah menerimakan surat dari pangeran Ardaraja itu kepada
bekel yang tak berhak menerima.
“Setan bekel itu” gumamnya dalam hati. Tetapi secepat itu
pula ia menghentikan kegeramannya kepada bekel “yang salah
adalah aku sendiri mengapa tak cermat menerimakan surat
kepada orang”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya selalu memelihara jiwa besar dari seorang ksatrya.


Setiap kesalahan, setiap kekhilafan yang dilakukannya, tak mau
ia mencari-cari kambing hitam kepada lain orang. Tak mau ia
menciptakan dalih alasan untuk membela diri. Selalu ia mengakui
kesalahan itu adalah kesalahannya sendiri. Ia menganggap,
kesalahan itu bukan suatu hal yang memalukan, tetapi suatu
cermin pelajaran yang baik, untuk memperbaiki langkah2
perbuatannya lebih lanjut. Dan berani mengakui kesalahan itu,
adalah sifat seorang ksatrya yang jujur perwira.
Manusia tak lepas dari kesalahan, betapapun sempurnanya.
Bahkan dewapun ada kalanya tak terhindar dari kesalahan.
Manusia yang tak mau mengakui kesalahan apabila dia salah,
termasuk bukan manusia yang wajar. Juga bukan golongan
dewa. Melainkan manusia yang berjiwa setan kerdil. Atau setan
kerdil yang bertubuh manusia.
“Lalu lepada siapakah surat itu bekel Lingga menyerahkannya?
Atau adakah ia menyimpannya sendiri?” Nararya mengajukan
pertanyaan lagi. ;
“Kala menerima surat yang menurut pemuda itu dari pangeran
Ardaraja, bekel Lingga gelisah sekali. Ia tak merasa mempunyai
hubungan apa2 dengan pangeran dari Daha itu. Akhirnya setelah
berunding dengan kawannya, bekel Lingga menyerahkan surat
itu kepada gusti patih Aragani”
”O” desuh Nararya ”itukah sebabnya maka gusti patih
mengetahui tentang hilangnya gong Prada ?”
Tiba2 Seta Arang kerutkan dahi ”Eh, anakmuda, mengapa
engkau cepat dapat menduga bahwa surat dari pangeran
Ardaraja itu berisi berita tentang hilangnya gong Prada ?”
Nararya terkejut. Ia menyadari kalau terlalu maju bertanya
daripada apa yang harus diketahui. Memang hal itu dapat
menimbulkan kecurigaan orang ”Ah, aku hanya menduga saja.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Hal itu kuhubungkan dengan tindakan gusti patih mengutus


engkau, ki Seta”
Rupanya alasan itu-dapat diterima Seta Arang. Berkata orang
kepercayaan patih Aragani itu ”Engkau menduga tepat,
anakmuda. Setelah menerima surat dari pangeran Ardaraja itu,
gusti patih terkejut. Pertama, baru diketahuinya bahwa gong
Prada yang tersimpan di Candi Lodoyo telah hilang. Kedua, gusti
patih mengetahui bahwa pangeran Ardaraja ternyata mempunyai
orang di pemerintahan Singasari. Untuk pengungkapan yang
pertama, gusti patih telah mengatur rencana dan memerintahkan
aku menyebarkan berita di kalangan senopati dan mentri Daha
tentang diketahuinya tempat penyimpanan gong Prada yang
hilang itu. Dengan meneliti siapa2 yang datang ke gua ini
dapatlah kita ketahui siapa2 yang terlibat dalam peristiwa
hilangnya gong pusaka itu”
“O, gusti patih Aragani sungguh cerdik sekali” puji Nararya.
“Dan untuk hal yang kedua, gusti patih pun berusaha untuk
mengungkap, siapakah orang kepercayaan yang ditanam
pangeran Ardaraja dalam tubuh pemerintahan Singasari itu”
“O” berulang kali Nararya hanya mendesuh saja karena
mendengar kejutan2 dalam penuturan Seta Arang itu
”berhasilkah gusti patih mengetahui orang itu ?”
Seta Arang gelengkan kepala ”Entah, aku tak tahu. Gusti patih
tak memberitahukan hal itu kepadaku. Dan memang menjadi
garis pedoman kerja gusti patih bahwa setiap orang yang
dipercayakan untuk melaksanakan suatu rencananya, hanya
terbatas pada apa yang harus dilakukan dan apa yang dilakukan
itu. Lain2 hal, gusti patih tak pernah akan memberi tahu”
“Sungguh cermat sekali cara kerja gusti patih Aragani itu”
kembali Nararya memuji.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Menghadapi seorang atasan seperti gusti patih Aragani itu,


tidakkah aku layak mengeluh karena telah menghilang gong dari
keraton Singasari itu?”
Nararya mengangguk tanpa menyatakan apa2.
“Lalu bagaimanakah tindakan ki Seta sekarang?” tanya
Nararya sesaat kemudian.
Seta Arang menghela napas ”Itulah justeru yang menjadi
pikiranku.”
Tiba2 Gajah Pagon menyelutuk ”Tiada jalan lain bagi ki Seta
kecuali harus kembali ke Singasari”
“Mengapa?” Seta Arang terkesiap.
“Karena bukankah kawan ki Seta yang tadi telah lolos? Dia
tentu kembali ke Singasari menghadap gusti patih Aragani”
“Ya, benar ki Seta” Nararya ikut berkata ”tetapi kurasa hal itu
akan meringankan beban ki Seta. Dengan kesaksian kawan ki
Seta itu, gusti patih tentu percaya bahwa hilangnya gong dari
istana Singasari itu diluar dari dugaan dan penjagaan ki Seta.
Tetapi ki Seta” tiba2 Nararya bertanya ”siapakah kawan ki Seta
yang lolos tadi ?”
“O, dialah bekel Lingga itu”
“Bekel Lingga yang menerima surat dari pemuda itu?” ulang
Nararya terkejut.
Seta Arang mengangguk ”Mengapa tampaknya engkau
terkejut, anakmuda?”
Ah, diam2 Nararya mengeluh pula. Sudah dua kali ini Nararya
kurang hati2, terlalu diburu nafsu sehingga menimbulkan
kecurigaan Seta Arang. Diam2 ia menyesali dirinya mengapa
kurang tenang.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah, aku dirangsang rasa heran, ki Seta” kata Nararya


”mengapa bekel Lingga juga diutus gusti patih melakukan
rencana ini”
“Mengapa heran?”
“Bukankah menurut keterangan andika tadi, bekel Lingga itu
lurah prajurit bhayangkara-luar. Tidakkah bekel itu harus
bertugas menjaga keamanan keraton?”
Kembali Nararya dapat mencari dalih yang baik sehingga
hapus pula kecurigaan Seta Arang. Lurah bawahan patih Aragani
itu tertawa ”Engkau harus tahu akan pengaruh gusti patih
Aragani. Dari bhayangkara sampaikepada para mentri dan
senopati. Dari pimpinan yang bertanggung jawab akan
keselamatan keraton sampai pada dayang2, gusti patih
mempunyai orang kepercayaan”
“Jika demikian tentulah bekel Lingga itu orang dari gusti patih
juga”
“Ya” kata Seta Arang dengan nada membangga ”waktu ini
siapakah yang berani tak tunduk pada perintah gusti patih
Aragani”
“Bukankah masih ada seorang gusti lain yani gusti patih Kebo
Anengah? Apakah kekuasaan gusti patih Kebo Anengah itu kalah
dengan gusti patih Aragani” tanya Nararya pula.
“Diluar, gusti patih Kebo Anengah lebih berpengaruh terutama
di kalangan prajurit kerajaan. Tetapi di dalam pemerintahan dan
keraton, gusti patih Aragani lah yang lebih berkuasa. Dan jangan
lupa. Bahwa orang yang paling berkuasa di Singasari itu adalah
baginda Kertanagara. Pada hal gusti patih Aragani erat sekali
hubungannya dengan baginda. Sedang gusti patih Kebo Anengah
sering ke luar daerah.”
“O” desuh Nararya diam2 mencatat dalam hati.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Sekarang aku akan kembali ke Singasari. Memang apa yang


dikatakan ki Pagon itu benar. Mau tak mau aku harus menghadap
gusti patih Aragani karena hal itu tentu sudah dilaporkan oleh
bekel Lingga” kata Seta Arang lalu menanyakan kemanakah
Nararya dan Gajah Pagon hendak menuju ”apabila kalian suka,
akan kubawa kalian menghadap gusti patih Aragani. Kupercaya
gusti patih tentu senang sekali menerima bantuan tenaga kalian”
”O, terima kasih, ki Seta” sahut Nararya ”pertama, aku masih
belum menyelesaikan lelana-brata sebagaimana dititahkan oleh
ayahku. Kedua, gong pusaka empu Bharada itu belum
diketemukan. Biarlah kita tetap begini. Ki Seta bergerak mencari
sebagai rombongan prajurit Singasari dan aku akan berusaha
sebagai rakyat biasa. Rasanya gerak-gerikku tentu lebih leluasa
karena tak mudah menimbulkan kecurigaan orang. Terutama
pencuri gong pusaka itu”
“Hm, ya benar” kata Seta Arang ”memang sukar agaknya
apabila pencarian gong itu dilakukan secara resmi. Karena
pencurinya seorang yang cerdik dan licin. Hanya dengan
melakukan penyelidikan secara berselubung, tentu akan lebih
memberi hasil”
Demikian Seta Arang segera berpisah. Dia pulang ke Singasari.
Sementara Nararya pun masih termenung di lembah itu.
“Aneh, memang aneh sekali kakang Pagon” ia menghela
napas ”kemanakah keempat orang yang bertempur tadi? Dan
siapakah yang mengambil gong yang disembunyikan Seta Arang
itu?”
“Raden, apabila pandanganku tak salah, agaknya raden
terkejut dan tegang ketika Seta Arang menceritakan tentang
seorang pemuda yang menyerahkan surat dari pangeran
Ardaraja kepada bekel Lingga. Apakah sebabnya, raden?”
“Tajam sekali pengamatanmu, kakang Pagon” Nararya memuji
”ya, memang dalam bagian itu, aku belum menuturkan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kepadamu” ia lantas menceritakan pengalamannya membawa


titipan surat dari pangeran Ardaraja untuk diterimakan pada
bekel bhayangkara keraton Singosari yang bernama Kalingga.
Karena antara Kalingga dan Lingga itu hampir sama, maka tanpa
disadari ia telah menyerahkan pada bekel Lingga. Dan salah
alamat itu telah menimbulkan peristiwa yang terjadi di guha situ.
Gajah Pagon tertawa ”Raden tak perlu harus menyesalkan diri
karena kekhilafan itu. Karena surat itulah maka patih Aragani
bertindak. Dan karena patih Aragani bertindak, maka dapatlah
kita ketahui bahwa gong pusaka itu kini merupakan suatu benda
yang diselubungi rahasia. Di manakah gong pusaka itu, tiada
orang yang tahu. Tidak pangeran Ardaraja, tidak patih Aragani.
Juga tidak fihak yang telah mengutus beberapa pengalasan tadi”
Nararya mengangguk ”Menurut hematku, rupanya ada lagi
suatu fihak yang menceburkan diri dalam air keruh yang
membenam gong Prada. Adakah dia..” Gajah Pagon heran karena
Nararya tiba2 menghentikan kata-katanya dan merenung. Karena
sampai beberapa saat belum juga Nararya melanjutkan kata2 aya
Gajah Pagon segera bertanya ”Siapakah gerangan yang raden
maksudkan itu ?”
Nararyapun lalu menceritakan tentang Lembu Peteng yang
saat itu sengaja menyusup ke dalam gerombolan gunung Butak
yang dipimpin oleh Pasirian.
“O, raden maksudkan Pasirian itukah?”
“Sekurang-kurangnya dia patut diduga begitu” kata Nararya
”sayang kita tak dapat mengikuti jejak keempat orang yang
bertempur tadi”
“Selain pemimpin gerombolan gunung Butak yang bernama
Pasirian itu, apakah masih terdapat lain2 fihak atau orang yang
patut diduga?”
“Ada”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Siapa ?”
“Bekel dari Daha yang bernama Sindung. Dialah yang
memerintahkan anakbuahnya untuk mengambil gong pusaka itu.
Kemudian ia mengatur rencana agar anakbuah yang mengambil
gong itu saling bunuh membunuh sendiri. Dengan demikian
rahasia pencurian gong pusaka itu dapat terjamin tiada diketahui
orang”
“Jika demikian” kata Gajah Pagon ”langkah penyelidikan kita
baiklah ditujukan kepada kedua tempat itu”
Nararya mengangguk. Kemudian keduanya segera tinggalkan
lembah, pulang ke gua Selamangleng.
Ternyata kehadiran Nararya dan Gajah Pagon di lembah itu
karena mendapat laporan dari bekel Saloka. Bahwa ketika ia
menjadi tenaga upahan sebagai pelayan dalam perjamuan di
gedung kediaman tumenggung Sagara Winotan, ia dapat
mengumpulkan beberapa berita penting.
Seperti sengaja disiarkan orang, maka dalam perjamuan itu
ramai juga dibicarakan tentang kabar2 yang menyatakan bahwa
gong pusaka telah disimpan di sebuah gua rahasia di gunung
Polaman.
“Bekel Saloka berusaha menyelidiki sumber dari yang
menyiarkan berita2 itu tetapi tak berhasil menemukannya. Berita
itu cukup santer dan ramai menjadi buah pembicaraan tetapi tak
diketahui darimana sumber pembicaraan itu. Dan orang2 yang
membicarakan gong pusaka itu, lebih banyak terpikat beritanya
mengenai tempat gong pusaka itu daripada mencari tahu sumber
pemberitaannya.
Hanya sepanjang pengamatan bekel Saloka selama perjamuan
peralatan nikah itu berlangsung, ia mendengar juga tentang
hadirnya utusan dari baginda Kertanagara dan seorang
pengalasan yang mewakili patih Aragani.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Jika demikian apakah tidak mungkin pengalasan patih


Aragani itu yang sengaja membocorkan berita tersebut. Hal itu
disesuaikan dengan keterangan Seta Arang yang mengatakan
bahwa patih Aragani memang mengatur siasat untuk
memperangkap siapa2 yang terlibat dalam peristiwa gong pusaka
itu” kata Nararya.
Baik bekel Saloka maupun Gajah Pagon menyetujui dugaan
itu.
Sementara Nararya dan orang2 Lodoyo tengah
memperbincangkan peristiwa2 aneh yang terjadi disekitar
hilangnya gong pusaka Empu Bharada, beberapa hari yang lalu,
tepatnya keesokan hari setelah bekel Kalingga dibunuh patih
Aragani, maka di kalangan keraton Singasari pun timbul
kegelisahan. Tetapi kegelisahan itu hanya dialami oleh seorang
bhayangkara yang berpangkat bekel, yakni bekel Mahesa
Rangkah.
Dialah yang memberi cupu atau kotak kecil berisi ular weling
kepada bekel Kalingga yang dipanggil menghadap patih Aragani.
Keesokan harinya ketika ia mencari bekel Kalingga untuk
bertanya tentang hasil pembicaraannya dengan patih Aragani,
ternyata bekel Kalingga telah lenyap.
Lenyapnya seorang lurah prajurit bhayangkara tentu akan
menimbulkan kehebohan besar, paling tidak tentu akan
menimbulkan pembicaraan ramai. Tetapi kenyataan tidak
demikian. Seolah lenyapnya bekel Kalingga itu hanya seperti
tumbangnya pohon kedalam laut, hilang lenyap kedasar air. Dan
tahu2 pula pimpinan prajurit bhayangkara dalam telah diganti
oleh bekel Denta. Pengangkatan itu dilakukan begitu saja oleh
patih Aragani.
Bekel Rangkah heran dan terkejut. Heran mengapa bekel
Kalingga lenyap, terkejut karena tindakan patih Aragani. Prajurit2
bhayangkara merupakan kelompok prajurit yang bertanggung
jawab atas keselamatan baginda dan seisi keraton. Mereka
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

merupakan prajurit pilih tanding yang telah melalui penyaringan


keras. Baik tentang kedigdayaan, keberanian dan kesetyaan
terutama. Tidak mudah diangkat sebagai prajurit bhayangkara,
lebih2 sebagai bekel bhayangkara. Harus melalui ujian
pengabdian yang nyata.Itulah sebabnya bekel bhayangkara
Mahesa Rangkah heran mengapa hilangnya bekel Kalingga sesepi
angin lalu saja.
“Hai, Rangkah, mengapa engkau termenung-menung disitu.
Adakah tugasmu sudah selesai ?” tiba2 Mahesa Rangkah
dikejutkan oleh sebuah suara yang menegurnya. Cepat ia
berpaling.
“Ah, kakang menggung” Mahesa Rangkah bersenyum longgar
ketika melihat bahwa yang menegurnya itu tumenggung
Bandupoyo, bhayangkara-pendamping dari seri baginda
Kertanagara ”habis turun dari penjagaan di keputren, kakang
menggung”
Tumenggung yang bertubuh gagah perkasa dan menjabat
sebagai pengawal peribadi baginda Kertanagara berkata pula
”Agaknya ada sesuatu yang engkau pikirkan Rangkah?”
Antara bekel Mahesa Rangkah yang mengepalai penjagaan di
keputren dengan tumenggung Bandupoyo yang menjadi
pengawal peribadi baginda, bersahabat baik. Bandupoyo lebih
lama sehingga pangkatnya pun lebih tinggi. Adalah berkat
bantuan dari Bandupoyo maka Mahesa Rangkah diangkat sebagai
bekel bhayangkara keputren. Keduanya saling menghargai
kepandaian dan kedigdayaan masing2.
Mahesa Rangkah menghela napas.
“Eh, mengapa engkau ini, Rangkah?”
Mahesa Rangkah tak lekas menjawab melainkan memandang
tumenggung itu dengan penuh arti ”Ada sesuatu yang mengabut
dalam pikiranku, kakang menggung”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Bandupoyo kerutkan dahi kemudian tertawa ”O, ya, kutahu.


Memang banyak nian yang harus dipikirkan oleh priya bujangan
seperti engkau ini, Rangkah. Adakah engkau memikirkan
seseorang wanita yang berkenan dalam hatimu? Engkau gagah,
muda, cakap dan berpangkat. Siapa yang akan menolak
pinanganmu ? Tak baik, Rangkah, untuk memanjakan diri dalam
melamun itu. Katakanlah, siapa juwita yang telah mengait hatimu
itu, aku bersedia meminangkan untukmu….”
Mahesa Rangkah geleng2 kepala.
“Bukan, kakang menggung. Bukan soal itu yang kupikirkan.
Soal itu, kuserahkan saja kepada jodoh yang akan ditentukan
dewata”
“O, lalu apakah yang menjadi pemikiranmu itu ?” Menatapkan
pandangke wajah tumenggung Bandupoyo,bertanyalah Mahesa
Rangkah “Adakah kakangmenggung tak mengetahui suatu
peristiwa yang aneh?”
“Peristiwa apa?” Bandupoyo gelengkan kepala ”cobalah
engkau katakan”
“Bahwa ki bekel Kalingga telah lenyap”....
“Hah ? Bekel Kalingga lenyap?” Tumenggung Bandupoyo
terbeliak.
-oo~dwkz^ismoyo^mch~oo-

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 8

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor : MCH

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
Lenyapnya seorang prajurit bhayangkara keraton, lebih pula
yang berpangkat bekel seperti bekel Kalingga, tentu cepat
menarik perhatian para bhayangkara yang lain, terutama
anakbuah bekel itu.
“Bagaimana engkau tahu bekel Kalingga telah lenyap,“ tanya
tumenggung Bandupoyo kepada bekel Mahesa Rangkah yang
menuturkan peristiwa itu.
“Beberapa prajurit bhayangkara yang menjadi anakbuah bekel
Kalingga bingung mencarinya. Mereka ada yang datang bertanya
kepadaku.”
“O, tahukah engkau ?.”
Bekel Mahesa Rangkah tak lekas menyahut.
“Rangkah, tahukah engkau tentang diri bekel Kalingga yang
lenyap itu ?” tumenggung Bandupoyo mengulang pertanyaannya.
Mahesa Rangkah tak menjawab melainkan mengeliarkan
pandang ke sekeliling. Sikapnya penuh kewas-wasan.
“Eh, mengapa engkau Rangkah? Mengapa pagi ini sikapmu
agak berbeda dengan adat kebiasaan ?” tegur tumenggung
Bandupoyo.
“Kakang menggung” akhirnya berkatalah Mahesa Rangkah
dengan suara pelahan ”harap kakang jangan keras2 berbicara.”
“Rahasia?” tumenggung itu makin heran.
“Lebih baik jangan sampai terdengar orang” bekel Rangkah
tak langsung menjawab ”akan kuceritakan apa yang kuketahui.”
Tumenggung Bandupoyo mengangguk.
“Aku mengatakan tak tahu menahu tentang diri bekel Kalingga
kepada anakbuahnya itu. Dan atas pertanyaanku, anakbuah itu

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mengatakan bahwa pimpinan pasukan bhayangkara-dalam telah


diganti dengan bekel Denta.”
“Siapa yang mengangkat ?” tanya Bandupoyo.
“Gusti patih Aragani, kakang menggung.”
“Gusti patih Aragani ?” tumenggung Bandupoyo menegas
kejut ”aneh benar.”
“Bagaimana kakang menggung ?.”
“Pasukan bhayangkara termasuk dalam lingkungan pasukan
Singasari. Kekuasaannya dibawah patih Kebo Anengah. Apakah
patih Kebo Anengah tak tahu soal pergantian itu ?.”
“Mungkin tidak” kata bekel Mahesa Rangkah, ”karena saat ini
gusti patih Kebo Anengah sedang mengemban titah baginda ke
daerah brang-wetan.”
Tumenggung Bandupoyo mendesuh.
“Mungkin, karena gusti patih Aragani menganggap hal itu
penting harus segera diganti maka tanpa menunggu gusti patih
Kebo Anengah lagi, gusti patih Aragani segera mengangkat
penggantinya yang baru” kata bekel Mahesa Rangkah.
“Hm” desuh tumenggung Bandupoyo pula ”prajurit
bhayangkara merupakan pasukan yang penting karena mereka
bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan keraton.”
“Justeru atas dasar kepentingan itulah mungkin yang
mendorong gusti patih Aragani mengambil langkah itu.”
“Ya” kata tumenggung Bandupoyo ”tetapi adakah suatu
keperluan yang sangat perlu untuk harus segera mengangkat
seorang bekel pengganti pimpinan bhayangkara-dalam itu,
dirnana yang berwewenang sedang tiada di pura kerajaan ?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Adakah tindakan gusti patih Aragani itu tak dapat dibenarkan,


kakang menggung ?” Mahesa Rangkah memancing-mancing
keterangan.
“Engkau seorang bekel prajurit bhayangkara, Rangkah.
Seharusnya engkau tahu bagaimana tata-tertib dalam
keprajuritan itu sehingga dapat menjawab sendiri
pertanyaanmu.”
Mahesa Rangkah tertawa ”Rangkah hanya seorang bekel
prajurit, wajib tunduk pada atasan dan peraturan. Beda halnya
dengan gusti patih Aragani, kakang menggung.”
“Apa bedanya, Rangkah” sambut Bandupoyo yang tanpa
disadari telah terpancing kedalam lingkup pembicaraan Mahesa
Rangkah.
“Sudah tentu berbeda, kakang menggung” kata Mahesa
Rangkah ”bukankah gusti patih Aragani itu orang kepercayaan
baginda ?.”
“Peraturan dibuat dan berlaku untuk semua orang, tanpa
membedakan tinggi rendah pangkat, harta dan keturunan.
Jangan engkau mencemarkan dengan hal2 yang bersifat diluar
dari ketentuan2 peraturan itu.”
Mahesa Rangkah tersenyum.
“Sebagai pengawal pendamping baginda, tentulah kakang
menggung dapat mengetahui sampai betapa jauh hubungan
antara baginda dengan gusti patih Aragani itu. Bagaimana nasib
gusti patih sepuh Raganata, gusti demung Wirakreti dan gusti
mentri Wiraraja. Tidakkah mereka menjadi titian tangga bagi
menjulangnya gusti patih Aragani ke puncak kekuasaan di
kerajaan Singasari ?.”
“Rangkah” seru tumenggung Bandupoyo ”memang kutahu hal
itu semuanya. Tetapi akupun tak kuasa mencegah. Baginda
makin penuh kepercayaan kepada gusti patih Aragani”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Adakah kakang menggung pernah berusaha untuk


membendung langkah gusti patih Aragani itu ?.”
“Sudah, tetapi terhanyut dilanda banjir kepandaian gusti patih
Aragani untuk mengambil hati baginda. Misalnya ketika baginda
pernah dalam suatu kesempatan bertanya tentang pendapatku
apabila Singasari mengirim pasukan ke Bali. Aku menyatakan
memang tepat asal jangan mengerahkan segenap pasukan
Singasari sehingga pura Singasari kosong. Pun tentang sikap
baginda yang begitu longgar terhadap Daha, pernah secara halus
kuberi peringatan agar baginda jangan melepaskan sama sekali
pengawasan atas gerak gerik akuwu Jayakatwang. Tetapi
tampaknya baginda lebih percaya kepada gusti patih Aragani.”
“Itulah kakang menggung” kata Mahesa Rangkah ”lalu
bagaimana perasaan kakang menggung menghadapi hal2 yang
sedemikian itu?.”
“Menurut suara hatiku, ingin sekali aku mengundurkan diri
saja dari kerajaan. Lebih baik aku pulang ke desa, hidup
tenteram sebagai petani atau begawan.”
“Jangan kakang menggung” cepat2 Mahesa Rangkah berseru
”janganlah kakang menggung mengandung pikiran begitu.
Berbahaya;. Sungguh berbahaya bagi kerajaan Singasari.”
“Apa yang engkau maksud berbahaya itu? Bukankah baginda
Kertanagara seorang junjungan yang berkuasa besar dan sakti ?
Bukankah baginda dapat pula mengangkat seorang pengawal-
pendamping yang baru untuk menggantikan aku?.”
“Justeru itulah yang harus kakang cegah” kata Mahesa
Rangkah ”jika kakang merajuk dan mengundurkan diri, tentulah
penggantinya itu dipilih dari orang kepercayaan gusti patih
Aragani sehingga sempurnalah rencana gusti patih itu untuk
menguasai kerajaan Singasari.”
“Hm” desuh tumenggung Bandupoyo.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kakang menggung” kata Mahesa Rangkah ”perjalanan ke


tangga kekuasaan, memang rumit dan tajam. Orang harus tahan
menderita dan bersedia mengorbankan perasaan, jiwa dan raga.
Lihatlah betapa contoh dari beberapa wreddha mentri yang
terlalu tak dapat menahan diri. Mereka, patih sepuh Raganata,
demung Wirakreti dan mentri Wiraraja, terlalu jujur dan berani
menentang langkah baginda. Mereka mentri2 yang setya dan
jujur mengabdi kepada kerajaan Singasari tetapi merekapun tak
dapat menahan perasaan dan tak kenal gelagat sehingga
dijatuhkan patih Aragani. Hendaknya kakang menggung
menyadari akan hal itu, jangan sekali-kali mudah terpancing oleh
kemarahan, kekecewaan dan keputus-asaan.”
“Memang kulihat ada suatu gejala akan timbulnya suatu
penguasaan dalam keraton Singasari oleh fihak patih Aragani itu.
Selama ini patih Aragani belum berani terang-terangan
melancarkan rencananya itu karena aku selalu mendampingi
baginda.”
“Tetapi dengan begitu, kakang menggunglah yang akan
menjadi sasaran patih Aragani..”
“Maksudmu ?” tanya Bandupoyo.
“Kakang menggung akan dihadapi oleh pilihan yang menekan.
Atau kakang menggung berfihak kepada patih Aragani, atau
kakang menggung akan bersedia menghadapi mereka untuk
dilenyapkan.”
Bandupoyo tertawa ”Ha, ha, ha. Mudah sekali engkau
mengatakan hal itu kepadaku, Rangkah. Selama patih Aragani
tidak melakukan hal2 yang membahayakan baginda dan kerajaan
Singasari, dia boleh melebarkan sampai berapa luasnya. Tetapi
apabila pengaruhnya dia hendak menyimpang kearah menguasai
kerajaan, aku akan menentangnya habis-habisan.”
Mahesa Rangkah tertawa.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hm, mungkin engkau menyangsikan kekuatanku” kata


tumenggung Bandupoyo ”aku tak perlu harus memiliki pasukan,
atau pengikut yang besar jumlahnya karena aku dapat serentak
menghampiri dan membunuhnya..”
“Tepat sekali kakang menggung” seru Mahesa Rangkah ”tetapi
lebih tepat pula mencegah daripada menyembuhkan. Sikap
kakang menggung itu bersifat menghadapi atau kalau ibarat
orang sakit, kakang menggung mengobati penyakitnya itu. Tetapi
kurasa lebih tepat kakang menggung mencegah jangan sampai
penyakit itu datang.”
“Bagaimana caranya?.”
“Menurut pandanganku yang picik” kata Mahesa Rangkah
”untuk tingkat pertama, harus diciptakan suatu kekuatan untuk
mengimbangi kekuatan fihak patih Aragani. Patih Kebo Anengah
harus didukung agar dapat mendesak pengaruh patih Aragani.
Itu termasuk rencana jangka panjang. Dan masih ada rencana
jangka pendek untuk mematahkan semangat dan kecongkakan
patih itu.”
Tumenggung Bandupoyo terkesiap.
“Katakan, bagaimana rencana itu” serunya.
“Kita harus mengadakan suatu gerakan, dimana bekel Denta
yang diangkat oleh patih Aragani itu tak mampu mengatasi
sehingga terdengar oleh baginda.”
“O” tumenggung Bandupoyo mendesuh kejut ”maksudmu
mengadakan sesuatu yang menimbulkan kegemparan dalam
keraton ?.”
“Benar kakang menggung” kata Mahesa Rangkah ”suatu
gerakan yang menimbulkan kegemparan dalam keraton tanpa
bekel Denta mampu berbuat suatu apa tentu akan menyebabkan
baginda murka. Dengan demikian bekel Denta tentu akan diganti
yang berarti pula suatu tamparan bagi muka patih Aragani.”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tumenggung Bandupoyo termenung diam.


“Adakah engkau sudah menemukan suatu cara untuk
melaksanakan rencana itu ?” tanyanya.
“Saat ini belum” kata Mahesa Rangkah ”mudah-mudahan
dalam waktu secepat mungkin, akan sudah menemukan rencana
itu. Dalarn hal ini, asal kakang tahu sajalah.”
Sejenak merenung, tumenggung Bandupoyo mengatakan
bahwa hal itu harus cepat2 dilaksanakan, selama patih Kebo
Anengah masih bertugas di brang-wetan.
Demikian percakapan yang berlangsung antara tumenggung
Bandupoyo, pengawal-pendamping baginda Kertanagara, dengan
bekel Mahesa Rangkah kepala bhayangkara-luar.
Dalam pembicaraan itu Mahesa Rangkah telah dapat
mengungkap isi hati Bandupoyo, menggugah semangat dan
menarik perhatiannya untuk bahaya yang mengancam dalam
keraton pusat kerajaan Singasari. Mahesa Rangkah tak ingin
keraton dikuasai patih Aragani.
Pengunduran patih sepuh empu Raganata dan demung
Wirakreti serta mentri Wiraraja atau Banyak Wide, makin
melemahkan kedudukan mentri dan narapraja yang setya kepada
baginda.
Selesai pembicaraan itu Mahesa Rangkahpun pulang. Ia masih
tak puas karena belum mengetahui bagaimana berita diri bekel
Kalingga. Pun ia cemas akan isi surat yang menurut dugaannya
tentu sudah jatuh ke tangan patih Aragani. Akhirnya ia
mengambil keputusan untuk menuju ke luar pura.
“Aku perlu harus bicara dengan dia” katanya dalam hati
”untuk meminta keterangan tentang isi surat itu. Mungkin saja
dia tahu bagaimana surat dari pangeran Ardaraja itu.”
la berkuda menuju ke arah barat. Saat itu hari masih pagi. Ia
ingin lekas2 mencapai tempat tujuan. Tengah dia menimang-
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

nimang rencana apa yang akan ditimbulkan untuk membuat


gaduh keraton, sekonyong-konyong pandang matanya melihat
sesuatu benda hitam bergerak di kejauhan sebelah muka. Makin
lama makin dekat. Dan makin jelas bentuknya sebagai seorang
manusia yang tengah berlari-lari.
Walaupun jalan yang merentang ke barat itu merupakan jalan
pegunungan yang sepi, namun tidaklah bekel Mahesa Rangkah
akan tertarik perhatiannya apabila tidak memperhatikan sikap
orang yang begitu tak wajar. Orang itu lari dengan kaki agak
terpincang-pincang.
Biasanya dimanapun, kecuali karena didera hujan, orang tentu
berjalan apabila menempuh perjalanan. Tetapi orang itu berlari
dijalan yang sunyi. Tidakkah hal itu menimbulkan kecurigaan ?
Bukankah hanya bangsa penyamun atau penjahat yang
tergopoh-gopoh melarikan diri agar dapat meninggalkan sejauh
mungkin orang yang hendak mengejarnya ?
Mahesa Rangkah hentikan kuda dan menunggu kedatangan
orang itu. Tetapi rupanya orang itupun melihat juga Mahesa
Rangkah. Dia terkejut mengapa Mahesa Rangkah mendadak
hentikan kudanya di tengah jalan. Apakah dia hendak
menghadang aku ? Pikirnya. Dan iapun hentikan larinya.
Jarak antara keduanya masih kira2 sepelepas anak-panah
jauhnya. Namun orang itu dapat melihat bahwa Mahesa Rangkah
membekal senjata pedang. Hanya dua kemungkinan bagi
seorang lelaki yang menunggang kuda dan menyelip pedang.
Jika bukan bangsa penyamun tentu prajurit. Pikir orang itu lebih
lanjut.
“Ah, celaka” ia mengeluh lalu tiba2 lari menyusup ke dalam
hutan yang berada di sisi jalan ”lebih baik kuhindari saja
kemungkinan2 yang tak diingini. Bukankah gusti patih Aragani
memberi pesan agar merahasiakan jejak perjalananku?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hm, kurang ajar” Mahesa Rangkah terkejut ketika melihat


orang itu menyusup ke dalam hutan ”dia tentu seorang penjahat
yang habis melakukan kejahatan.”
Ia segera memacu kudanya menyusul. Tiba di hutan itu,
Mahesa Rangkah terpaksa berhenti. Sukar untuk berkuda masuk
hutan. Terpaksa ia turun dari kuda, melepaskannya di gerumbul
rumput, lalu ia masuk ke dalam hutan.
Tetapi ia tak mendengar suara suatu apa. Rupanya orang itu
sudah jauh menyusup ke dalam hutan atau mungkin
bersembunyi. Setelah beberapa waktu, akhirnya ia
menghentikanpencariannya ”Ah, perlu apa aku harus
menemukan orang itu ? Lebih baik kulanjutkan perjalanan” ia
memutuskan dan terus keluar menuju ketempat kudanya.
Pada saat menyiak gerumbul semak terakhir yang jaraknya
hanya terpisah dua tombak dari tempat kudanya, kejutnya bukan
alang kepalang. Dilihatnya seorang lelaki tengah berusaha untuk
naik ke punggung kudanya. Tentulah orang itu bersembunyi.
Ketika ia menyusup ke tengah hutan, orang itupun keluar dan
menghampiri kuda. Maksudnya tentu hendak mencuri kuda dan
hendak melarikannya.
“Bedebah” dengan sebuah loncatan yang disertai pengerahan
tenaga, ia melayang ke tempat orang itu dan dengan suatu gerak
yang cepat sekali ia menerkam ikat pinggang orang itu terus
ditarik sekuat-kuatnya.
“Uhhh ...” orang itupun memekik kaget ketika tubuhnya
terbanting jatuh ke belakang. Walaupun kepala berdenyut-denyut
dan pandang mata nanar karena kepala terantuk tanah, namun
rupanya orang itu memiliki daya tahan yang kuat. Cepat ia
melenting bangun dan terus menerjang bekel Mahesa Rangkah.
Mahesa Rangkahpun menghindar dan balas melontarkan
pukulan dan tendangan sehingga keduanya segera terlibat dalam
pertarungan yang seru. Karena tempat itu penuh dengan pohon
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dan gerumbul, medan pertempuran itupun kurang leluasa. Pada


suatu ketika Mahesa Rangkah terantuk kakinya pada akar pohon
dan tergelincir jatuh. Saat itulah lawannya terus loncat
menerkam. Dari tinju meninju kini mereka berganti bergumul.
Orang itu memang bertenaga kuat sekali sehingga Mahesa
Rangkah tertindih dibawah dan bahkan lehernya dapat dicekik
orang itu.
“Mati aku” keluh Mahesa Rangkah ketika merasa mulai
kehilangan daya perlawanan lagi.
Saat itu udara mendung dan pohon2 dalam hutan itu lebat
dan rindang daunnya sehingga suasana di tempat mereka
bergumulpun agak redup. Dan rupanya orang itu tak mau
menghiraukan suatu apa kecuali hendak mencekik mati
lawannya.
Dalam keadaan yang gawat, Mahesa Rangkah masih memiliki
kesadaran pikiran. Untuk melepaskan cekikan orang, ia merasa
tak sanggup. Satu-satunya jalan hanyalah mencari kelemahan
pada lain bagian dari tubuh orang itu. Ia harus menggunakan
siasat.
“Akhhh” ia menguak tertahan dan menggelepar-geleparkan
tubuhnya seolah sedang meregang jiwa.
Kemudian beberapa saat kemudian ia lunglai tak bergerak.
“Mati” pikir orang itu setelah melihat Mahesa Rangkah tak
bergerak lagi. Namun ia tak mau segera melepaskan cekikannya.
Lebih dulu ia hendak melepaskan kakinya yang menekan perut
lawan setelah itu baru ia akan mengerahkan cekikannya yang
terakhir kali dengan sepenuh tenaga. Untuk meyakinkan bahwa
korbannya itu benar2 sudah putus nyawanya. Demikian
rencananya.
Demikianlah kaki kanan yang menghimpit perut Mahesa
segera diangkat dan tubuhnyapun mulai bangkit. Saat itu ia
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sudah akan mengerahkan tenaga untuk mencekik dan semuanya


beres. Setelah korban mati, ia dapat merampas kudanya dan
melanjutkan perjalanan.
Saat itulah yang dinanti-nantikan Mahesa Rangkah. Selekas
merasa perutnya terlepas dari himpitan kaki lawan, dengan suatu
gerak yang tak terduga-duga, ia gerakkan kakinya menendang
perut orang itu, plak ....

Dan sesaat merasa kesakitan orang itu lalu melonggarkan


cekikannya, Mahesa Rangkah pun segera rnenye-rempaki dengan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menyiakkan kedua tangannya. Setelah tangan orang tersiak,


cepat ia memasuki lagi dengan meninjukan kedua tinjunya ke
leher orang, duk ....
Dua buah serangan, tendangan dan pukulan, dilakukan secara
tak terduga dan hampir serempak dilancarkan. Orang itu
mengaum keras dan terlempar setombak jauhnya, mendekap
perut, terseok-seok mundur bagai kura2 hendak bertelur.
Kali ini bekel Mahesa Rangkah tak mau memberi kesempatan
lagi. Ia telah merasakan betapa ngeri perasaannya ketika hampir
mati tercekik. Serentak loncat ia hendak mengirim sebuah
tendangan pula.
“Tahan !” teriak orang yang jatuh terduduk bersandar pada
batang pohon. Ujung kaki Mahesa Rangkah tadi tepat mengenai
bagian bawah perut, sehingga perutnya mual sekali. Dan tinju
yang mendarat pada lehernya itupun menyebabkan pandang
matanya gelap. Masih untung ia dapat paksakan diri untuk
memperhatikan gerak lawan. Ketika Mahesa Rangkah menerjang
hendak melancarkan tendangan maut, barulah ia kerahkan
tenaga memekik sekuat-kuatnya untuk menghentikan.
“Bekel Rangkah ....” teriak orang itu pula seraya
menggapaikan tangan.
Mahesa Rangkah hentikan gerak kakinya dan maju
menghampiri ”Siapa engkau ?” tegurnya.
“Aku bekel Lingga .....”
“O, engkau kakang Lingga? Mengapa engkau berpakaian
seperti itu?” tegur Mahesa Rangkah.
Memang orang itu atau bekel Lingga, mengenakan pakaian
serba hitam dan menyamar. Ia sengaja memakai kumis dan
janggut yang lebat. Dan untuk meyakinkan kepada Mahesa
Rangkah, iapun segera menanggalkan kumis dan janggutnya itu.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“O, maafkan, kakang Lingga. Kita salah faham. Dan mengapa


kakang tidak langsung melanjutkan perjalanan melainkan masuk
ke dalam hutan ?” kata Mahesa Rangkah setengah menyesali.
Bekel Lingga mengatakan bahwa ia mengira kalau Mahesa
Rangkah yang berkuda dan menghadang di tengah jalan itu
seorang penyamun.
“Akupun juga mengira kalau kakang Lingga seorang
penyamun maka segera kukejar” Mahesa Rangkah tertawa.
Demikian setelah saling memberi keterangan dari kesalahan
faham itu maka Mahesa Rangkahpun bertanya pula ”Tetapi dari
manakah kakang Lingga ini ?.”
Wajah bekel Lingga tampak berobah seketika. Beberapa jenak
kemudian baru ia menjawab ”Aku dari Daha.”
Mahesa Rangkah yang tajam mata dan tajam pikiran cepat
dapat mengetahui perobahan muka bekel Lingga ”Ke Daha?
Mengapa ? Urusan peribadi atau diutus?.”
Sesaat kemudian agak tersendat bekel Lingga menjawab
”Urusan peribadi.”
“Urusan apakah itu, kakang Lingga?” Mahesa Rangkah
mendesak. Ia tahu bahwa mengajukan pertanyaan begitu
sesungguhnya kurang layak karena mencampuri urusan orang.
Tetapi iapun tahu bahwa bekel Lingga itu tentu tidak jujur dalam
memberi keterangan menilik gerak geriknya yang begitu
mencurigakan, ia kuatir bekel Lingga terlibat dalam suatu tindak
kejahatan.
Bekel Lingga menghela napas.
“Ah, sesungguhnya aku sendiri yang cari perkara sehingga
terlibat dalam lingkaran ini” akhirnya ia berkata!,
“Apakah yang kakang maksudkan?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Selama ini Mahesa Rangkah memang terkenal di-antara para


bekel bhayangkara sebagai seorang yang bersikap ramah, suka
bersahabat. Juga terhadap para prajurit bhayangkara, baik yang
menjadi orang bawahan maupun bawahan lain pimpinan, ia
selalu bersikap baik juga. Bekel Lingga termasuk salah seorang
yang sungkan dan mengindahkan terhadap Mahesa Rangkah.
“Begini adi Rangkah” akhirnya ia mulai memberi keterangan
”sebenarnya peristiwa ini terjadi secara tak sengaja dan salah
faham. Beberapa waktu yang lalu seorang pemuda yang tak
kukenal mencari bekel Kalingga. Waktu kukatakan bahwa aku
bernama Lingga, ia terus menyerahkan sepucuk surat yang
menurut keterangannya titipan dari pangeran Ardaraja.”
Betapa kejut hati Mahesa Rangkah sukar ditekan lagi.
Walaupun ia sudah berusaha sekuat mungkin untuk menahan
gejolak kejutnya tetapi airmukanya tetap memancar merah ”O,
dari pangeran Ardaraja ? Kepada siapakah surat itu akan
diberikan ?.”
Untung bekel Lingga tak sempat memperhatikan perobahan
muka Mahesa Rangkah ”Tanpa diketahui yang harus
menerimanya.”
“Tanpa nama dari penerimanya?” ulang Mahesa Rangkah
diam2 agak longgar perasaannya ”bagaimana kakang tahu ?
Adakah kakang membuka surat itu?.”
Bekel Lingga gelengkan kepala ”Tidak. Gusti patih Aragani
yang memberitahu kepadaku.”
“Gusti patih Aragani ?” kali ini kembali airmuka Mahesa
Rangkah berombak ”adakah engkau berikan surat itu kepada
gusti patih ?.”
Bekel Lingga mengiakan ”Ya. Karena aku bingung dan atas
nasehat Pirang, maka kuhaturkan surat itu kepada gusti patih
Aragani. Dengan demikian bebaslah tanggung jawabku atas surat
itu ?.”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Mengapa tidak kakang berikan kepada bekel Kalingga ?”


tanya Mahesa Rangkah. Diam2 ia memaki dalam hati.
“Ya, memang seharusnya demikian” kata bekel Lingga ”tetapi
pertama karena terbujuk Pirang dan kedua aku menaruh curiga
atas gerak gerik bekel Kalingga yang mempunyai hubungan
dengan pangeran Ardaraja.”
“Dan kakang terus menyampaikan kepada gusti patih Aragani
?.”
“Ya.”
“Apa alasan kakang?.”
“Karena dia patih-dalam yang menguasai keraton dan dekat
dengan baginda.”
“Mengapa tidak kakang berikan kepada gusti patih Kebo
Anengah ?.”
“Gusti patih Kebo Anengah sukar dan jarang sekali dapat
diketemukan. Gusti patih itu lebih mencurahkan perhatian pada
pasukan prajurit daripada prajurit2 bhayangkara.”
Memang mengenangkan diri patih Kebo Anengah, Mahesa
Rangkah mendapat kesan bahwa patih itu memang kurang akrab
dengan prajurit2 bhayangkara, sehingga patih Aragani dapat
peluang untuk menanam pengaruhnya dikalangan prajurit
bhayangkara.
“Mungkin pertimbangan kakang benar. Tetapi mengapa
kakang berkeluh kesah ?.”
Kembali bekel Lingga menghela napas ”Karena tindakanku
menyampaikan surat itulah maka aku terlibat sampai ke Daha ini”
“O” desuh Mahesa Rangkah ”jadi kakang Lingga diutus patih
Aragani ?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Bekel Lingga mengiakan. Dengan terus terang ia menceritakan


apa yang dilakukan di Daha bersama Seta Arang. Dan cerita itu
memang sesuai dengan apa yang dituturkan Seta Arang kepada
Nararya.
Walaupun hati dilanda oleh gelombang kejut dan heran,
namun Mahesa Rangkah berusaha untuk menekan perasaannya.
”Jika demikian, gong itu dari keraton Singasari ?.”
“Ya.”
“Dan sekarang juga hilang ?.”
“Ya.”
“Tidakkah gusti patih Aragani akan murka dan akan
menjatuhkan pidana kepadamu, kakang Lingga?.”
Bekel Lingga termenung-menung.
“Kakang” Mahesa Rangkah alihkan pertanyaan ”tahukah
engkau dimana bekel Kalingga berada?.”
Mendengar pertanyaan itu pucatlah segera wajah bekel
Lingga. Dan Mahesa Rangkah memperhatikan perobahan air
mukanya itu.
“Kakang Lingga” kata Mahesa Rangkah pula ”tahukah kakang
bagaimana kedudukanku dalam keraton Singasari ?.”
“Ya, engkau mendapat kepercayaan baginda untuk menjaga
keselamatan keputren.”
“Tahukah kakang siapa dan bagaimana pengaruh tumenggung
Bandupoyo ?.”
Bekel Lingga terkesiap.
“Tumenggung Bandupoyo adalah pengawal-pendamping
baginda. Sudah tentu ia menjadi tumenggung kepercayaan
baginda.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Dan dia adalah sahabatku, kakang” kata Mahesa Rangkah


”maksudku, jika kulaporkan tentang lenyapnya bekel Kalingga
kepada tumenggung Bandupoyo, tidakkah baginda akan murka ?
Tidakkah kakang akan ditangkap pula ?.”
Makin pucat wajah bekel Lingga.
“Ada dua hal yang dapat menjadikan kesalahan kakang
Lingga” kata Mahesa Rangkah ”pertama, hilangnya kakang
Kalingga. Kedua, hilangnya gong keraton Singasari. Dalam kedua
peristiwa itu, kakang jelas tersangkut.”
Gemetar tubuh bekel Lingga.
“Dan sesungguhnya, tanpa kulaporkan perbuatan kakang itu
kepada tumenggung Bandupoyo, kakang pun sudah terhukum
sendiri. Terhukum oleh gusti patih Aragani.”
Bekel Lingga menghela napas.
“Jika tahu akan terjadi begini” katanya dengan nada putus asa
”tidaklah kuterima surat dari pemuda itu. Tidaklah kuserahkan
suratnya kepada gusti patih Aragani. Adi Rangkah” ia menghela
napas dan memandang Mahesa Rangkah dengan pandang
beriba-iba ”aku paserah saja kepadamu .....”
“Jika demikian, kakang tak perlu cemas” kata Mahesa
Rangkah ”tetapi kakang harus bersikap jujur dan menceritakan
semua yang terjadi pada diri bekel Kalingga.”
Dengan tekanan2 itu berhasillah Mahesa Rangkah mendapat
keterangan tentang nasib bekel Kalingga yang sudah mati
dibunuh patih Aragani.
“Kakang Lingga” kata Mahesa Rangkah ”kurasa baiklah kakang
jangan menghadap patih Aragani dulu. Karena kakang tentu akan
terima pidana darinya.”
Bekel Lingga mengangguk ”Gusti patih Aragani tak pernah
memberi ampun kepada orang yang bersalah.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Untuk sementara baiklah kakang bersembunyi dulu. Kelak


apabila peristiwa gong keraton Singasari itu sudah terbongkar,
barulah kakang boleh unjuk diri lagi.”
“Tetapi tidakkah hal itu akan menghapus kemarahan gusti
patih Aragani?” tanya bekel Lingga.
“Tidak” sahut Mahesa Rangkah ”tetapi peristiwa itu telah
diketahui semua mentri dan narapraja bahkan baginda. Apabila
kakang sampai dipidana atau dibunuh gusti patih Aragani, akulah
yang akan melaporkan kepada kakang tumenggung Bandupoyo
agar kakang tumenggung dapat menghaturkan hal itu kehadapan
baginda..”
Bekel Lingga masih meragu.
“Tetapi apabila sekarang kakang menghadap gusti patih
Aragani dan menerima pidana, tidak ada seorang-pun yang tahu
kecuali hanya aku seorang. Pada hal aku tentu tidak dapat
menjadi saksi yang kuat. Dengan begitu berarti kakang akan
kehilangan jiwa tanpa suatu arti.”
Mendengar itu bekel Lingga mengangguk. Memang apa yang
dikatakan Mahesa Rangkah itu, beralasan. Akhirnya ia setuju dan
menyerahkan bagaimana Mahesa Rangkah hendak mengaturnya.
“Lalu kemanakah aku harus menyembunyikan diri?” tanya
bekel Lingga.
“Ke Tumapel.”
“Tumapel? Di tempat kediaman siapa?.”
“Empu Raganata” sahut Mahesa Rangkah ”empu Raganata
seorang yang bijaksana. Akan kubawa kakang menghadapnya.”
Demikian selelah putus dalam pembicaraan, keduanya menuju
ke Tumapel menghadap empu Raganata. Empu Raganata dapat
menerima permintaan Mahesa Rangkah yang hendak menitipkan
bekel Lingga.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Setelah itu Mahesa Rangkah melanjutkan perjalanan pula


kearah barat.
Ia menuju ke gunung Butak.
-oo~dwkz^ismoyo^mch~oo-

II
Serasa meledaklah ruang kepatihan ketika patih Aragani
menghamburkan kemarahannya kepada bekel Seta Arang yang
menghadapnya.
“Keparat!” teriaknya ”gong yang engkau bawa itu hilang?.”
Seta Arang gemetar. Ia mengira bekel Lingga sudah
menghadap dan menghaturkan laporan kepada patih Aragani
ternyata bekel itu tak tampak.
“Mohon gusti melimpahkan ampun kepada diri hamba. Tetapi
peristiwa itu memang mengherankan sekali. Kakang bekel Lingga
tentu dapat memberi kesaksian ke hadapan gusti patih.”
“Bedebah!” teriak Aragani pula ”bekel Lingga? Mana dia?.”
“Adakah bekel Lingga belum menghadap gusti patih?” Seta
Arangpun terkejut.
“Keparat!” bentak patih Aragani pula. Jika marah patih itu
memang tak henti-hentinya menghambur hamun makian yang
menggebu- gebu ”engkau bersama dia, mengapa engkau tak
tahu dimana dia berada.”
Dengan gemetar Seta Arang lalu menceritakan semua
peristiwa yang telah terjadi di guha lembah Polaman itu.
“Siapa pemuda yang bertempur dengan engkau itu ?.”
“Tetapi jelas bukan dia yang mengambil, gusti” kata Seta
Arang ”karena dia hanya salah faham kepada hamba dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kemudian mengajak hamba untuk mengambil gong itu agar


dapat hamba bawa pulang ke Singasari.”
“Dan nyatanya gong itu hilang ?” teriak patih Aragani.
“Demikian keadaannya.”
“Bedebah engkau!” hardik patih Aragani seraya mengepalkan
tinju ”dialah yang yang mencuri gong itu. Engkau memang
goblok. Dialah yang menyiasati engkau, pura2 bersahabat tetapi
sesungguhnya dialah tentu yang mengambil gong itu.”
“Tetapi gusti .....”
“Tutup mulutmu, bedebah!” bentak patih Aragani ”lekas cari
pemuda itu dan tangkaplah dia. Bawa dia kemari. Aku tentu
dapat memaksanya untuk memberi keterangan dimana dia
menyembunyikan gong itu.”
Seta Arang rnasih meragu dan tak beranjak dari tempatnya.
“Hai, mengapa engkau masih duduk seperti patung ? Apakah
engkau tuli ? Atau memang engkau bersekutu dengan pemuda
itu ?” bentak patih Aragani.
“Baik, gusti patih” Seta Arang gopoh menghaturkan sembah
dan mohon mengundurkan diri.
Ia bergegas membawa tiga orang kawan menuju kembali ke
Daha untuk mencari Nararya. Sebenarnya ia heran mengapa
bekel Lingga tak muncul tetapi ia tak sempat lagi untuk mencari
kawannya itu.
Sepeninggal Seta Arang, patih Aragani masih termenung-
menung, merenungkan peristiwa hilangnya gong dari keraton
Singasari itu. Memang ia telah merancang siasat untuk
mengetahui, siapakah sebenarnya yang telah mencuri gong
pusaka Bharada itu. Pernah ia dalam peninjauan ke daerah
selatan, melihat bentuk gong Prada yang tersimpan di candi
Simping, Lodoyo.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Ia mengetahui pula bahwa gong Prada itu sama atau hampir


sama bentuknya dengan gong yang tersimpan dalam keraton.
Gong yang biasanya digunakan pada tiap perayaan. Karena untuk
membuat gong tiruan seperti gong Prada, tentu memakan waktu.
Pada hal ia hendak menggunakan kesempatan pada waktu
tumenggung Sagara Winotan mengadakan peralatan nikah
puteranya, ia akan memerintahkan orang untuk menyebarkan
berita2 bahwa gong Prada berada di guha lembah gunung
Polaman.
Memang perhitungan patih itu tepat sekali dan siasat yang
direncanakanpun berjalan lancar. Tetapi setitikpun ia tak pernah
membayangkan bahwa rencana yang sudah berjalan begitu
lancar akhirnya harus mengalami kegagalan yang menyedihkan.
Gong keraton Singasari yang dijadikan umpan untuk memikat
perhatian orang2 itu, ternyata bahkan ikut hilang.
“Keparat !” tanpa disadari patih Aragani memekik dan
melonjak dari tempat duduknya ”siapakah yang menggagalkan
rencanaku itu ?.”
Ia mengeliarkan pandang ke segenap sudut seolah-olah
mencari seseorang atau sesuatu. Memang ia ingin membentuk
wujud dari seseorang atau sesuatu yang dapat membangkitkan
kecurigaannya. Untuk mencari siapa yang patut diduga
menggagalkan rencana itu, ingatannya-pun segera
menumbuhkan beberapa orang yang satu demi satu diteliti,
dinilai dan dijajagi kemungkinannya ”apakah patih Kebo Anengah
?” demikian mulai ia membentuk-bentuk wajah dari tersangka
bayangan itu ”ah, dia sedang berada di daerah brang-wetan.
Tentu tak mungkin dia akan mengganggu rencanaku itu. Dan
apakah tujuannya kalau dia hendak mengganggu hal itu?.”
Demikian cara ia menumbuhkan bayangan dan meneliti
pertanyaan lalu menjajagi kemungkinan. Apabila jawaban2 yang
dijawabnya sendiri itu tidak memberi kemungkinan, maka

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dihapuskannya tersangka-bayangan itu dan beralih pada lain


orang.
“Pangeran Ardaraja ?” kembali ia melahirkan suatu tokoh
bayangan lagi ”ah, tetapi dia termasuk orang2 Daha yang hendak
kuselidiki, bagaimana mungkin dia tahu tindakanku? Kecuali ....
dia mempunyai orang dalam keraton ini. Ya, benar, kecuali dia
mempunyai kaki tangan di keraton Singasari, eh ....... salah.
Bukan di keraton Singasari karena aku tak membicarakan
rencana itu dengan siapapun juga, melainkan dengan diriku
sendiri. Apakah aku memberitahu kepada pangeran Ardaraja?
Gila!” tiba2 ia terperanjat karena menyadari akan pikirannya yang
ngelantur tak keruan. Masakan ia memberitahu kepada orang
tentang rencana yang akan ditujukan kepada orang itu.
“Ah, aku terlalu tegang” akhirnya ia duduk kembali dan mulai
menenangkan pikirannya. Dalam ketenangan yang berangsur-
angsur mengendapkan pikirannya, mulailah ia menyorot suasana
dalam keraton. Dan cepat sekali ingatannya singgah pada
peristiwa pemuda yang memberikan surat dari pangeran Ardaraja
kepada bekel Lingga ”hm, jelas dalam kalangan mentri entah
narapraja entah bhayangkara keraton Singasari, terdapat kaki
tangan tersembunyi dari pangeran Ardaraja. Menurut pengakuan
bekel Kalingga, surat itu harus ia berikan kepada patih Kebo
Anengah ....”
Mulai benaknya berbuih-buih membayangkan wajah Kebo
Anengah, menyorot apa yang mungkin didapatinya pada diri
patih itu.
“Benarkah patih Kebo Anengah mempunyai hubungan dengan
pangeran Daha itu? Dalam rangka dan tujuan apakah hubungan
mereka itu ?” mulai ia mengotak-atik pertanyaan untuk menguji
dan mengaji kemungkinannya.
“Tiap hubungan atau kerjasama, tentu mempunyai
kepentingan saling menguntungkan. Apa keuntungan kedua
orang itu untuk membentuk hubungan kerjasama? Adakah
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pangeran Ardaraja hendak menanam pengaruh dan menguasai


keadaan keraton Singasari? Mengapa? Bukankah melimpah ruah
budi kebaikan baginda Kertanagara terhadap akuwu Jayakatwang
? Bukankah baginda yang mengangkat akuwu Jayakatwang itu
sebagai raja Daha ? Bukankah baginda juga mengandung
rencana untuk memungut menantu pada raden Ardaraja? Apa
kepentingan pangeran itu hendak memata-matai Singasari lagi?
Ah, kurang meyakinkan” akhirnya ia memberi penilaian.
Lalu ia beralih pada Kebo Anengah ”Keuntungan dan
kepentingan apakah yang diperoleh patih Kebo Anengah dalam
hubungan dengan pangeran Ardaraja itu ? Mungkinkah Kebo
Anengah memberikan keterangan tentang seluk beluk keadaan
pemerintahan dan kekuatan pasukan Singasari kepada pangeran
itu ? Apakah imbalan yang diperolehnya ? Uang, pangkat atau
wanita ? Ah, menilik patih Kebo Anengah sudah memiliki ketiga
hal itu, kemungkinan tentu bukan itu yang dikehendakinya. Lalu
apa ? Atau .... mungkinkah bekel Kalingga sengaja mengatakan
begitu agar aku terkecoh dan mencurigai patih Kebo Anengah ?.”
Agak bimbang juga patih Aragani memecahkan pertanyaan2
yang direkanya itu. Akhirnya ia mendapat akal ”Mengapa tak
kusuruh seorang bekel bhayangkara untuk menyampaikan surat
dari pangeran Ardaraja kepada patih Kebo Anengah? Bukankah
hal itu dapat membuktikan kebenaran dari keterangan bekel
Kalingga ?.”
“Benar” ia meninjukan tangan kanannya pada telapak tangan
kirinya sehingga menimbulkan bunyi mendebab yang keras.
Serentak ia memanggil seorang pengalasan.
“Undanglah raden Kuda Panglulut kemari” serunya kepada
pengalasan itu.
Tak berapa lama pengalasan itu mengiring seorang pemuda
cakap, bermata nakal dan sikap angkuh. Dia adalah Kuda
Panglulut, menantu patih Aragani.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Panglulut” tegur patih Aragani dengan nada cerah ”mengapa


engkau tampak pucat dan agak lesu pagi ini ?.”
Kuda Panglulut tak lekas menjawab melainkan berpaling
kebelakang memberi isyarat agar pengalasan tadi keluar.
“Kurang tidur, rama” sahut pemuda itu.
“Mengapa?” diam2 patih Aragani menilai kurang baik terhadap
putera menantunya. Sudah setahun mereka menjadi mempelai,
tetapi masih berkemanjaan kesenangan.
“Anu rama ....” agak merah wajah Kuda Panglulut ”yayi Arini
marah kepada hamba.”
“O” desuh patih Aragani ”mengapa marah ? Ah, tak baik
suami, isteri sering bertengkar.”
“Hamba menginginkan begitu juga, rama” kata Kuda Panglulut
”tetapi yayi Arini memang senang mencemburui hamba.”
Mendengar itu tertawalah patih Aragani ”O, karena cemburu?
Ha, ha, ha .....” ia tertawa ”memang sukar untuk meniadakan
rasa cemburu itu pada wanita. Mungkin sudah menjadi salah satu
sifat pembawaan wanita memang begitu. Tetapi ketahuilah,
angger. Cemburu itu pada dasarnya bersifat serakah, ingin
memiliki sendiri. Tetapi sifat serakah itu bukan soal benda,
melainkan dalam soal cinta. Isterimu cemburu karena dia sangat
mencintai engkau, ingin memiliki seluruh rasa cintamu. Dia
menghendaki agar engkau jangan mencintai lain wanita kecuali
dia.”
“Ya, benar rama” kata Kuda Panglulut ”sebenarnya hamba
sendiri tak mengandung hati cabang terhadap lain wanita.Tetapi
yayi Arini terlalu cemburu terhadap hamba.”
Patih Aragani tertawa ”Dia sangat mencintaimu, Panglulut.
Ketahuilah, sejak masih kecil dia sudah ditinggal oleh ibunya,
sehingga dia manja sekali kepadaku. Dan sekarang seluruh
kemanjaannya ditumpahkan kepadamu. Engkau harus sabar dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dapat mengernong-nya. Maklumlah angger, kelak seluruh


kemuliaan rama tentu akan kuwariskan kepada kalian berdua.”
Kuda Panglulut mengiakan walaupun dalam hati masih belum
yakin.
“Panglulut” kata Aragani pula ”rama hendak meminta engkau
melakukan pekerjaan.”
“O” bergegas Kuda Panglulut menanggapi ”sudah tentu hamba
selalu siap melakukan apapun yang rama perintahkan.”
“Raden” kata patih Aragani ”bagaimana perkembangan
kedudukanmu dalam pasukan Singasari?.”
“Makin menampil, rama” kata Kuda Panglulut ”hanya masih
terasa beberapa perwira bekas anakbuah demung Wirakreti
masih mengunjuk sikap yang tak bersahabat.”
Patih Aragani mengangguk ”Ya, dapat dimengerti. Sudah tentu
mereka kehilangan pegangan setelah atasannya, demung
Wirakreti, dilorot kedudukannya. Tetapi tak usah hiraukan
mereka, angger. Yang penting engkau harus dapat merebut
kepercayaan patih Kebo Anengah dan anakbuahnya. Kelak tentu
ada gunanya.”
Kuda Panglulut mengangguk. Ia tak mau mendesak apa yang
dikatakan 'kelak tentu berguna' oleh rama mentuanya itu.
Menurut talarannya, tentulah hal itu mengenai peningkatan
pangkat saja. Pada hal patih Aragani mempunyai tujuan tertentu.
“Tentang lugas yang hendak kuminta engkau melakukan ini”
kata patih Aragani ”tak lain hanyalah menyerahkan sepucuk surat
kepada ki patih Kebo Anengah.”
“Tetapi bukankah paman patih Kebo Anengah sedang berada
di Blambangan, rama?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ya” sahut patih Aragani ”engkau harus menemuinya kesana


dan menyerahkan surat ini. Katakan bahwa surat itu berasal dari
seorang pengalasan pangeran Ardaraja.”
“Pangeran Ardaraja ? Pangeran dari Daha itu ?” Kuda
Panglulut terkejut.
Patih Aragani mengangguk ”Ya, memang dari pangeran
Ardaraja” kemudian ia menuturkan tentang pemuda yang
menyerahkan surat itu kepada bekel Kalingga tetapi keliru
diterimakan pada bekel Lingga dan bekel Lingga lalu diserahkan
kepadanya.
“Apakah isi surat itu, rama?.”
“Memberitahukan tentang hilangnya gong Prada”
Kuda Panglulut makin terkejut ”Gong Prada? Bukankah gong
pusaka itu milik kerajaan Singasari yang disimpan di Lodoyo?
Bagaimana pangeran Ardaraja mengurus hal itu ?.”
Patih Aragani lalu menuturkan tentang hilangnya gong Prada
yang diduga, kemungkinan tentu diambil orang Daha tetapi entah
bagaimana kemudian gong pusaka itu hilang dan sekarang
pangeran Ardaraja hendak menyelidiki mentri2 dan senopati
Singasari.
“Jika demikian pangeran itu terlibat pula dalam peristiwa
hilangnya gong pusaka itu. Kemungkinan” kata Kuda Panglulut
lebih tandas ”dialah yang memerintahkan untuk mengambil gong
pusaka itu.”
Diam2 patih Aragani girang karena putera menantunya dapat
mengupas persoalan itu secara tajam ”Itulah sebabnya maka
hendak kuminta engkau menyerahkan surat kepada patih Kebo
Anengah untuk membuktikan, benarkah patih itu mempunyai
hubungan dengan pangeran Ardaraja.”
Kuda Panglulut kini tahu jelas apa yang dikehendaki rama
mentuanya. ”Baiklah, rama. Bilakah hamba berangkat?.”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Sekarang juga” kata patih Aragani ”bawalah pengiring


secukupnya.”
-oo~dwkz^ismoyo^mch~oo-

Baginda Kertanagara telah memimpin kerajaan Singasari


dengan gemilang. Memang baginda seorang raja besar. Dalam
hal pemerintahan, baginda putus akan sadguna atau enam
macam ketata-prajaan. Dalam hal agama, beliau teguh bakti
menyembah kaki Sakya-muni, teguh tawakal menjalankan
pancasila, samskara dan abhisekakrama.
Baginda mengembangkan perimbangan kesejahteraan lahir
dan batin. Memajukan pertanian dan meningkatkan hasil bumi,
menghidupkan kesenian dan kerajinan seni. Terutama
pengembangan agama dilakukan dengan giat. Rumah2
sudharmma, candi2 dan tempat2 beribadah banyak dibangun di
kota maupun daerah2.
Untuk memelihara kewibawaan dan kesejahteraan kerajaan,
maka Singasari pun memiliki angkatan perang yang kuat dan
senopati2 yang gagah perkasa. Tiada seorang raja, baik di
Singasari maupun Daha, yang sebelumnya mampu mengimbangi
taraf kebesaran baginda Kertanagara.
Baginda ingin mempersatukan nuswantara. Ingin meluaskan
kekuasaannya sampai jauh ke tanah Malayu, Bali dan lain2
daerah. Kertanagara seorang raja besar dan besar pula keinginan
cita-citanya.
Adalah dalam rangka melaksanakan cita-cita itu maka baginda
telah mengadakan pembersihan terhadap beberapa mentri tua
dalam kerajaan. Empu Raganata, mentri tua yang telah menjabat
sebagai patih Singasari sejak rahyang ramuhun Wisnuwardhana,
telah digeser dan dipindah sebagai dharmdhyaksa di Tumapel.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Empu tua itu dianggap tua semangatnya, tua pula nyalinya


sehingga menentang kehendak baginda yang akan mengirim
pasukan Singasari ke tanah Malayu.
Empu Raganata menitik beratkan pada kekuatan dalam negeri
sebagai sumber kejayaan negara. Empu yang bijaksana itu masih
melihat, banyak sekali sarana2 yang masih dapat dan perlu
dikembangkan dan ditingkatkan demi kemajuan dan
kesejahteraan kerajaan Singasari.
Baginda Kertanagara murka. Patih sepuh itu dipindah ke
Tumapel sebagai dharmadhyaksa. Demikian pula nasib
tumenggung Wirakreti dan demung Banyak Wide atau Wira raja
yang mendukung pendapat patih Raganata. Mereka juga dilorot
kedudukannya. Dan baginda mengangkat patih Kebo Anengah
dan Aragani. Terutama kepada Aragani, baginda makin
menumpahkan kepercayaan karena patih itu pandai mengambil
hati.
Bersamaan pada masa timbulnya kerajaan Singasari sebagai
kerajaan yang besar, di bagian belah bumi utara, pun telah
muncul suatu kekuatan baru. Seorang maharaja yang gagah
perkasa, pandai dan bercita-cita besar, Kubilai Khan.
Kubilai Khan, adalah cucu dari maharaja Jenghis Khan dari
kerajaan Tartar atau Mongolia. Kubilai mempunyai seorang
kakak, Mongka namanya. Mongka inilah yang diangkat sebagai
khan atau raja. Ia berhasil mengusir kekuasaan Bagdad dan
kemudian mengganti menjadi kerajaan Mongolia. Kemudian ia
melanjutkan perang untuk menguasai Cina. Kubilai dikirim ke
selatan untuk menundukkan sisa kerajaan Lam Cou. Ia berhasil
lalu menyerang ke utara, menyeberangi sungai Yangtse dan
berhasil menyusup sampai ke bagian tengah. Tetapi sekonyong-
konyong datang berita bahwa maharaja Mongka wafat. Kubilai
mengadakan gencatan dan buru2 kembali ke Mongolia untuk ikut
serta dalam pilihan khan, menggantikan kakaknya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Namun sebelum sampai di Mongolia. Kubilai telah diangkat


sebagai khan oleh para hulubalang dan pengikutnya. Ia takut
kalau dalam pemilihan kalah karena ia tahu bahwa banyak rakyat
Mongolia yang tak menyukainya. Dan akhirnya ia berhasil juga
menjadi khan, pengganti Mongka.
Kemudian ia melanjutkan serbuannya dan berhasil menduduki
seluruh daratan Cina, mengangkat diri sebagai maharaja pertama
dari kerajaan Yuan atau Goan.
Kekuasaan dan kekayaan memang sering menyilaukan orang.
Demikian baginda Kertanagara, demikian pula maharaja Kubilai
Khan. Dan kedua, raja besar itu hidup sejaman, yang seorang di
utara dan yang seorang di selatan.
Kebangkitan seorang maharaja kuat di benua Cina itu
terdengar pula oleh baginda Kertanagara. Demikian kerajaan
Singasari yang besar dan kuat itupun sampai juga ditelinga
Kubilai Khan. Maka baginda Kertanagara segera hendak
mengambil langkah, mendahului Kubilai. Baginda hendak
mengirim pasukan ke Malayu untuk menanam pengaruh dan
kekuasaan di kerajaan Malayu agar dapat membendung
kemungkinan serbuan pasukan Kubilai Khan.
Tetapi ternyata Kubilai Khan sudah mendahului. Maharaja itu
mengirim utusan ke selatan dan meminta kepada raja2 di
Malayu, Sriwijaya dan Jawadwipa agar menghadap maharaja
Kubilai Khan.
Berita tentang akan datangnya utusan dari Kubilai ke Singasari
telah menggemparkan para kawula Singasari. Diantara yang
paling bingung adalah patih Aragani. Karena lepas dari apa yang
akan dihaturkan utusan itu kehadapan baginda Singasari, tetapi
baginda menitahkan supaya diadakan penyambutan secara
meriah dan terhormat. Sudah tentu upacara2 penyambutan itu
diiringi dengan gamelan2.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Untunglah patih Aragani mendapat akal. Segera ia menitahkan


pengalasan untuk membuatkan gong sebagai pengganti dari
gong keraton yang hilang itu.
Kuda Panglulut pun telah kembali dengan membawa
keterangan bahwa patih Kebo Anengah marah sekali menerima
surat dari pangeran Ardaraja itu. Patih itu tak tahu menahu soal
hilangnya gong pusaka peninggalan empu Bharada di
Lodoyo,mengapa pangeran Ardaraja mengirim surat kepadanya,
pada hal ia tak pernah berhubungan dengan pangeran itu.
Kemudian patih Kebo Anengah menyatakan akan meminta
keterangan kepada pangeran Ardaraja apabila kelak berjumpa.
Keterangan itu makin membingungkan patih Aragani. Ia mulai
menaruh kecurigaan bahwa bekel Kalingga tidak memberi
keterangan sejujurnya. Bahwa bekel itu tentu telah mendapat
perintah dari orang tertentu. Bahwa dengan demikian dalam
kalangan mentri dan narapraja kerajaan Singasari, terdapat
orang atau golongan yang mengadakan kerjasama dengan Daha.
Kesimpulan2 itu mendorongnya pada dua langkah. Pertama ia
harus lebih memperkokoh kedudukannya dan hubungannya
dengan baginda. Kedua, ia harus meningkatkan kewaspadaan
dan penelitian terhadap mentri, senopati dan narapraja di pura
Singasari.
Demikian patih Aragani telah mengatur langkah.
Singasari bersiap siap menyambut kedatangan utusan raja
Kubilai Khan. Baginda ingin menunjukkan kebesaran dan
kekuatan Singasari maka penyambutan itu harus diadakan secara
besar-besaran, lengkap dihadiri oleh para mentri hulubalang dan
barisan2 kerajaan.
Sehari sebelum kedatangan utusan kerajaan Tartar tiba,
dalam balairung keraton Singasari telah terjadi suatu peristiwa
yang menggemparkan. Keesokan harinya, prajurit bhayangkara
telah menemukan sebuah gong di halaman keraton.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Untunglah bekel Denta, pengganti bekel Kalingga menerima


laporan. Buru2 ia menyimpan gong itu dan mendapatkan patih
Aragani. Patih Aragani terkejut karena tahu bahwa itulah gong
dari keraton yang hilang tempo hari. Ia segera menitahkan bekel
Denta supaya mengganti gong yang dipesan dari tukang pandai
besi dengan gong yang sudah diketemukan itu.
Tetapi peristiwa itu terdengar juga oleh patih Kebo Anengah.
Ia menemui patih Aragani. Aragani menimpahkan kesalahan pada
bekel Denta. Mendengar nama bekel Denta sebagai kepala
bhayangkara, patih Kebo Anengah terkejut dan menanyakan
tentang diri bekel Kalingga.
Tetapi dengan kelincahan dan kelicinan bicara, Aragani
memberi keterangan bahwa bekel Kalingga telah melenyapkan
diri entah kemana. Sebenarnya patih Kebo Anengah hendak
mengurus lebih jauh tentang persoalan itu tetapi karena
mengingat bahwa banyak pekerjaan yang lebih penting
menjelang kedatangan utusan dari Tartar, maka ia
mengesampingkan urusan bekel itu. Tindakannya hanyalah,
bekel Denta dilepas dan sebagai gantinya, seluruh prajurit
bhayangkara dikepalai oleh bekel Mahesa Rangkah.
Aragani telah menderita kekalahan. Ia penasaran dan marah
tetapi terpaksa ia harus membiarkan hal itu terjadi. Ia masih
mempunyai banyak kesempatan untuk merebut kembali
pengaruhnya dalam pasukan bhayangkara.
Kedatangan utusan Kubilai Khan tak lain hanya meminta agar
baginda Kertanagara mengirim utusan menghadap maharaja
Kubilai Klian. Dan baginda akan mempertimbangkan permintaan
itu.
Beberapa waktu setelah peristiwa itu maka baginda pun
membuka pasewakan agung untuk membicarakan tentang
permintaan Kubilai Khan. Dengan tandas baginda menyatakan
bahwa Singasari menolak untuk menghadap raja Kubilai Khan.
Apabila hubungan itu berdasar saling hormat-menghormati
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kedaulatan masing2 dan bersifat persahabatan maka Singasari


bersedia. Tetapi apabila bersifat suatu pengakuan terhadap
kerajaan Kubilai Khan sebagai yang lebih tinggi dan tiap tahun
Singasari harus menghaturkan bulubekti, gelondong pengareng-
areng Singasari menolak keras dan bersedia menghadapi segala
akibat dari tindakan yang akan diambil oleh Kubilai Khan.
“Untuk menegaskan sikap kerajaan Singasari hendaknya
paduka berkenan mengadakan persekutuan dengan Sriwijaya
dan kerajaan2 tanah Malayu.”
“Benar” ujar baginda Kertanagara ”tetapi masih kurang tepat,
engkau patih Aragani!.”
Apanji Aragani terkesiap. Bergegas ia menghaturkan sembah
untuk memohon petunjuk baginda.
“Bukan bersekutu” seru baginda ”tetapi mempersatukan
mereka kedalam lindungan Singasari. Bukankah Singasari itu
lebih besar dari Sriwijaya?.”
“Benar, gusti” seru patih Aragani yang pandai mengikuti
hembusan angin ”ibarat surya, sekarang surya di langit Sriwijaya
itu sudah pudar karena hampir silam. Dan surya pagi yang
gemilang mulai muncul dari celah2 gunung Meru, memancarkan
sinar yang gemilang di bumi Singasari.”
Baginda Kertanagara tertawa gembira sekali. Dan sekalian
mentri senopati yang sama menghadap hanya terlongong-
longong dalam damparan gelombang yang menghilangkan segala
kesadaran dan pertimbangan pikiran mereka. Ada beberapa
mentri yang tahu akan hal itu namun mereka masih jeri apabila
teringat akan nasib wreddha mentri patih empu Raganata,
demung Banyak Wide dan tumenggung Wirakreti.
Bahkan ketiga mahamentri kerajaan yani rakryan mentri Ino,
rakryan mentri Sirikan dan rakryan mentri Alu. Rakryan2
pratanda yani patih Kebo Arema atau Kebo Anengah, demung

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Mapanji Wipaksa, rakryan kanuruhan Mapanji Anurida, juga tak


mengemukakan pendapat sesuatu apa.
Beberapa saat kemudian barulah sang Ramapati pimpinan dari
ketiga kementrian yani patih, demung dan kanuruhan,
menghaturkan kata.
“Perkenankanlah hamba, Ramapati menghaturkan sembah
kata2 yang picik kebawah duli paduka” kata Ramapati
”dimuliakan kiranya oleh dewata, keinginan paduka untuk
meluaskan kewibawaan kerajaan Singasari sampai ke Sriwijaya
dan tanah Malayu. Tetapi gusti sesembahan para kawula
Singasari, jina dari Tantrayana yang agung. Dalam menyusun
kekuatan untuk menghadapi kekuatan dari maharaja Kubilai Khan
itu, hendaklah langkah paduka mengarah pada arahan yang
tepat. Sehingga janganlah tujuan yang baik rusak karena cara
yang kurang sesuai.”
“O” desuh baginda Kertanagara ”katakanlah paman Ramapati,
apa2 yang paman kandung. Agar lebih sempurnalah Singasari
melangkah kearah kejayaan.”
“Gusti” kata kepala dari ketiga kementrian itu ”betapa turun
surya krjayuati kerajaan Sriwijaya, namun Sriwijaya masih tegak.
Dan dikerajaan itu masih terdapat seorang patih yang pandai
yani patih Demang Daun Lebar. Apabila paduka menggunakan
kekerasan, tentulah akan timbul pertumpahan darah. Hamba
percaya bahwa pasukan Singasari tentu dapat mengalahkan
Sriwijaya, tetapi hamba tak percaya bahwa baik fihak yang
menang maupun yang kalah, takkan berkurang kekuatannya.
Bagaimana akibatnya, apabila dalam keadaan kedua fihak sedang
menderita luka parah maka raja Kubilai Khan lalu mengirim
pasukan untuk menyerang? Tidakkah kita yang akan menderita
kerugian?.”
Baginda mengangguk-angguk.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Pendapat paman Ramapati itu memang tepat” ujar baginda


”lalu dengan cara bagaimana kita akan bertindak agar terhindar
dari akibat2 itu?.”
“Gusti junjungan hamba yang mulia” tiba2 patih Aragani
berdatang sembah ”mohon dimaafkan apabila hamba lancang
untuk menghaturkan sembah kata2 ini.”
“Bicaralah” seru baginda.
“Pasukan Singasari berjumlah besar dan kuat serta
mempunyai senopati2 yang digdaya sakti. Bahwa pengiriman
utusan dari raja Kubilai Khan itu jelas mengandung tekanan
supaya kerajaan Singasari manungkul dan mengakui kekuasaan
kerajaan Tartar. Kerajaan Singasari diwajibkan menghadap dan
menghaturkan bulu upeti kepada Kubilai Khan. Hamba bukan
seorang senopati atau prajurit perang. Tetapi lebih baik hamba
berkalang tanah daripada bercermin bangkai. Lebih baik hamba
menjadi bangkai daripada melihat Singasari harus menyembah
kepada Kubilai Khan.”
Hiruk suasana sidang agung di balairung ketika mendengar
kata2 patih Aragani. Baginda Kertanagara pun bergeliat dari
tahta singgasana.
“Pasukan Singasari bertumpah ruah memenuhi pura kerajaan.
Mereka siap untuk melaksanakan amanat paduka. Semangat
mereka sedang dalam puncaknya, apabila mereka dibiarkan
memenuhi pura, tentulah akan menimbulkan akibat2 yang
kurang layak bagi keamanan” kata patih Aragani” dan menurut
hemat patik yang picik ini, ada suatu pedoman dalam
keprajuritan bahwa penjagaan yang terbaik adalah penyerangan
yang terbaik. Apabila pasukan Singasari telah menduduki tanah
Malayu dan Sriwijaya, bukankah bala tentara Kubilai Khan dapat
kita hancurkan di tengah perjalanan sehingga pura Singasari tak
menderita kerusakan apa2.”
Bagindapun mengangguk.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hamba bukan bermaksud mencegah pengiriman pasukan


Singasari ke Malayu, melainkan hamba hanya mempersembahkan
pendapat, alangkah baiknya apabila kedatangan pasukan
Singasari itu membawa suatu kedamaian dan persahabatan
dengan mereka, terutama dengan kerajaan Sriwijaya. Rasa
persahabatan itu tentu akan mengikat mereka untuk membantu
perjuangan Singasari apabila Kubilai Khan benar2 mengirim bala
tentara. Maksud persembahan kata hamba tak lain, janganlah
kita terpecah belah sendiri sehingga mudah dihancurkan oleh
musuh dari kerajaan Tartar itu.”
Baginda Kertanagara menyetujui pendapat kedua mentri itu
dan memutuskan. Bahwa pertama-tama, Singasari akan datang
dengan mengulurkan tangan persahabatan dan kedamaian.
Apabila hal itu gagal barulah menggunakan kekerasan untuk
menguasai mereka.
Ketika Baginda meminta pendapat siapa2 senopati yang layak
memimpin pasukan Singasari ke Malayu itu maka patih Aragani
segera berdatang sembah ”Menurut hemat hamba, rasanya tiada
seorang senopati yang lebih cakap, lebih gagah perkasa daripada
ki patih Kebo Arema sendiri.”
Terkejutlah sekalian mentri dan senopati mendengar usul
patih Aragani itu. Demikian pula yang tersangkut atau patih Kebo
Arema sendiri.
“Mohon paduka melimpahkan ampun yang sebesar-besarnya
kepada diri Kebo Anengah, gusti” sembah patih itu ”jauh dari
pikiran hamba untuk menolak titah paduka, tiada pula setitik
noda yang walaupun bagaimana kecilnya dalam hati hamba,
bahwa hamba mengandung hati tak setya kepada kerajaan
paduka. Tetapi justeru karena memiliki rasa tanggung jawab
akan keselamatan dan kewibawaan kerajaan paduka, maka
hamba memberanikan diri untuk menghaturkan kata2 ini. Untuk
melaksanakan titah paduka, rasanya tiada yang lebih tepat
daripada senopati Kebo Anabrang. Selain memiliki pengalaman
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

luas, gagah berani, tegas dan mempunyai kewibawaan dalam


kalangan prajurit, pun Kebo Anabrang sangat terpuji dalam
menghadapi perundingan2 dengan kepala kerajaan lain dan
mengatur serta menentukan langkah. Hamba percaya, gusti,
bahwa ditangan Kebo Anabrang, amanat paduka itu akan
terlaksana dengan tepat dan berhasil dengan gemilang.”
“Hamba setuju dengan hatur sembah” kata patih Kebo
Anengah, gusti” tiba2 rakryan Rama pari berkata ”patih Kebo
Anengah memang perlu sekali untuk menegakkan keamanan
dalam kerajaan paduka. Hamba mendengar bahwa sisa dari
Linggapati di Mahibit yang pernah dibasmi oleh rahyang ramuhun
Kertarajasa, mulai bergerak untuk menyusun kekuatan di gunung
Butak. Juga sisa2 pengikut dari pangeran Kanuruhan di Glagah
Arum, masih mencari kesempatan untuk menimbulkan
kekacauan. Dan disamping itu gusti, hendaknya paduka jangan
mengabaikan pengawasan kepada Daha” Keterangan Ramapati
itu telah menyadarkan sekalian mentri dan senopati, betapa
masih rawan keamanan dalam telatah kerajaan Singasari itu.
Beberapa mentri antara lain demung Mapanji Anurida, juga
mendukung pernyataan Ramapati.
Setelah mendengar pernyataan dari beberapa mentri akhirnya
baginda memutuskan untuk mengangkat senopati Kebo
Anabrang sebagai pemimpin pasukan Singasari yang akan dikirim
ke Malayu. Kepada Kebo Anabrang diperintahkan supaya segera
menyusun pasukan, itu. Dalam waktu singkat baginda akan
memberi amanat tentang keberangkatannya.
Demikian perapatan agung telah paripurna dan pada malam
harinya baginda menitahkan supaya patih Aragani datang
menghadap ke keraton.
“Aragani” tegur baginda ”aku merasa gembira sekali atas
perapatan agung pagi tadi. Para mentri senopati seia-sekata
setya melakukan cita aku meluaskan pengaruh Singasari sampai
ke tanah Malayu.”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Benar, gusti” kata patih Aragani ”perbedaan hanya pada soal


cara tetapi tujuan sama. Kesatuan dan persatuan dari para
mentri hulubalang, senopati dan prajurit Singasari, merupakan
tanda dari suatu jaman baru yang akan disinari oleh kewibawaan
dan kejayaan Singasari.”
Baginda Kertanagara tertawa gembira.
“Engkau tahu, Aragani, mengapa engkau kutitahkan datang
menghadap ke keraton ?” ujar baginda.
“Hamba mohon ampun, gusti, manakala kata2 hamba ini tak
berkenan pada paduka. Paduka tentu merasa letih sehabis
menghadiri perapatan agung hari ini dan paduka perlu dengan
hiburan2 yang dapat melenyapkan kelelahan pikiran dan tenaga
itu.”
“Pintar sekali engkau, Aragani” seru baginda ”bagaimana
engkau dapat mengetahui isi hatiku, Aragani ? Jika begitu engkau
ini manusia berbahaya, ha, ha, ha” baginda tertawa gelak2.
Sebenarnya hampir terasa berhenti darah Aragani tatkala,
baginda mengatakan dia seorang manusia berbahaya. Tetapi
bagai air mencurah dari bendungan yang bobol, maka lepas
banglaslah perasaan Aragani ketika baginda menutup kata2 itu
dengan tertawa gelak2. Jelas baginda hanya berolok-olok.
“Namun hamba persembahkan kebawah duli baginda atas
ucapan2 hamba yang tak senonoh itu, gusti” kata patih Aragani
dengan merangkai kata2 yang mengambil hati ”hamba memang
merasakan hal2 semacam itu pada diri hamba. Entah karena
usia, entah karena memang kegemaran hamba. Setiap hamba
dipontang-pantingkan oleh keresahan, kegelisahan dan kelelahan
bekerja, tentu hamba akan lari kepada sumber yang dapat
memberi kesegaran kepada semangat dan jiwa hamba, gusti.”
“O” desuh baginda terkejut ”sumber apakah itu?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Mungkin bagi lain orang menganggap sumber itu sebagai air


racun yang akan membinasakan raga tetapi bagi hamba sendiri,
gusti. Sumber itu merupakan seperti Tirta Amerta, Air Kehidupan
yang besar daya khasiatnya terhadap diri hamba”
“Katakanlah, Aragani.”
“Apakah paduka takkan murka kepada diri hamba dan
menganggap bahwa hamba ini seorang mentri lapuk?.”
“Aneh” gumam baginda ”aku belum mendengar apa yang
hendak engkau katakan mengapa engkau ketakutan sendiri ?.”
“Karena pada umumnya, orang menganggap demikian, gusti.”
“Adakah engkau percaya bahwa aku juga memiliki anggapan
seperti kebanyakan orang itu, Aragani ?.”
Tersipu-sipu patih Aragani menghatur sembah.
“Ampun, gusti junjungan hamba” katanya ”bukanlah demikian
yang hamba maksudkan. Karena paduka gusti, adalah nata
binatara dari kerajaan Singasari yang besar, seorang jinah dari
agama yang agung. Tentulah beda, sebagai langit dengan bumi,
kebijaksanaan baginda.”
Baginda tertawa. Girang ia mendengar sanjung pujian yang
dilontarkan patih Aragani. Kemudian ia menitahkan patih Aragani
segera mengatakan hal itu.
“Bagi diri hamba peribadi gusti, setiap kelelahan kericuhan
pikiran, tentu hamba segarkan dengan air sari nipah atau sari
singkong atau jemelai. Air sari itu benar mempunyai daya khasiat
yang besar.”
“Tuak ?.”
“Demikianlah, gusti” sembah patih Aragani.
“Ah, mengatakan tuak saja mengapa engkau harus melingkar-
lingkar sedemikian jauh, Aragani.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Mohon paduka melimpahkan ampun kepada, diri hamba,


gusti.”
“Apa yang harus kuberi ampun” ujar baginda ”kegemaran itu
adalah kebebasan peribadi dari setiap orang. Yang penting, dari
kegemaran itu, engkau memperoleh kesegaran semangat, jiwa
dan pikiran untuk dapat disumbangkan kepada kepentingan
kerajaan.”
“Demikian gusti.”
“Banyak nian macam dan ragam orang mendambakan
kegemaran. Dan janganlah engkau mengekang diri dari-
keinginan yang bergejolak dalam hatimu. Mengekang itu suatu
pemaksaan, bukan suatu pelepasan. Mungkin hari ini, besok atau
lusa engkau mampu mempertahankan pengekanganmu itu,
tetapi karena engkau tak menemui pelepasannya, pada suatu
saat tentu akan meletus pula. Beda dengan suatu pelepasan.
Apabila sudah lepas, maka engkau takkan resah dan melekatkan
pikiranmu lagi. Engkau dapat memusatkan pikiran dan
perhatianmu pada tugas2 kerajaan.”
Serta merta patih Aragani menyembah ke bawah kaki baginda
“Jayalah Singasari karena dipertuan oleh seorang junjungan yang
arif bijaksana bagaikan Hyang Wairocana menjelma di bumi.”
“Ah, jangan terlalu tinggi engkau menyanjung, Aragani” tegur
baginda agak tersipu ”kembalilah pada persoalan tuak atau
sumber Tirta Amerta yang engkau katakan tadi. Benarkah air itu
mempunyai daya khasiat yang sedemikian besar?.”
“Demikianlah yang hamba lakukan sejak bertahun-tahun. Kata
orang air itu dapat membinasakan raga, menumpulkan otak.
Tetapi ternyata tidak demikian dengan diri hamba. Hamba
bertambah segar dan pikiran hambapun bertambah terang
sehingga paduka berkenan melimpahkan kepercayaan yang
makin besar kepada diri hamba”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“O, adakah Tirta Amerta itu yang menghidupkan engkau,


Aragani? Benarkah itu?.”
“Demi Batara Agung, demi kehormatan hamba si tua Apanji
Aragani ini” kata patih itu dengan nada dan wajah bersungguh.
“Pernah juga kuteguk air itu tetapi bukan kesegaran
melainkan kepeningan yang kurasakan” ujar baginda.
“Ah, mohon paduka melimpahkan ampun gusti” sembah patih
Aragani” sudah bertahun-tahun hamba meneguk sumber air itu,
sudah pula menjadi darah pada tubuh hamba. Seolah setiap tetes
darah dan butir keringat hamba adalah cucuran dari sumber air
itu.”
“Aneh” gumam baginda ”adakah tubuhmu memiliki kelebihan
dari aku?” '
“Bukan, gusti” sembah Aragani ”bagaimana mungkin tubuh
seorang jnana seperti paduka, takkan memiliki kesucian yang
lebih agung dari diri hamba. Karena makin berada pada tubuh
yang agung, makin sumber air itu memancarkan daya khasiat
yang lebih cemerlang.”
“Aragani” ujar baginda ”katakanlah yang harus engkau
haturkan kepadaku.”
“Menurut hemat hamba, kemungkinan hanya terdapat dua hal
yang belum terlaksana” kata patih Aragani ”pertama, memang
pada mulanya sumber itu akan membuat kepala pening dan
pikiran merana. Tetapi setelah beberapa waktu membiasakan
meneguk, rasa pening dan merana itu akan tiba pada suatu alam
yang tak pernah kita temukan di dunia kecuali di In-draloka
tempat para dewa2.”
“Dan yang kedua, antara sumber air tidaklah sama. Ada
sumber air yang benar2 memiliki daya khasiat dan ada pula yang
kurang memiliki daya khasiat. Oleh karena itu haruslah dipilih
sumber air yang murni”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“O, maksudmu, tuak itu berbeda-beda «khasiatnya ?.”


“Demikianlah gusti.”
“Lalu apakah engkau mempunyai sumber air yang murni?.”
“Oleh karena sumber, air itu merupakan sumber hidup tenaga,
raga dan jiwa. hamha maka hambapun memilihnya dengan
cermat sekali. Bahkan ramuannya adalah menurut peninggalan
kakek moyang hamba turun temurun.”
“Jika demikian” kata baginda ”cobalah engkau haturkan
sumber air milikmu itu kepadaku.”
“Baik, gusti” Aragani segera menghaturkan piala kecil yang
terbungkus dengan kulit rusa ”sesungguhnya hamba ingin
menghaturkan kebawah duli paduka tetapi hamba takut paduka
akan murka kepada hamba.”
“Mengapa murka ?.”
“Karena banyak orang yang menganggap tuak adalah sumber
kebinasaan raga dan jiwa. Walaupun mereka kurang menghayati
khasiat yang sesungguhnya dari tuak itu.”
Baginda segera menyambuti dan meneguknya ”Ah, harum
benar, menyegarkan semangat.”
Aragani menambahkan pula bahwa rasa dan khasiat dari tuak
itu jauh lebih hebat lagi daripada baunya yang harum.
Beberapa saat kemudian baginda berujar bahwa memang ia
merasakan semangatnya lebih segar dan pikirannya lebih lepas,
seolah segala keletihan pikiran dan tubuh, hilang semua.
Sejak itu baginda berkenan menitahkan patih Aragani untuk
membuatkan ramuan tuak. Hubungan antara raja dan patihpun
makin erat. Melalui tuak, keduanya telah mencapai titik
persamaan dalam kenikmatan tuak yang oleh patih Aragani
disanjung sebagai sumber air.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pada suatu hari maka baginda bertitah bahwa baginda hendak


melangsungkan niatnya memungut pangeran Ardaraja sebagai
menantu.
Diam2 Aragani terkejut. Tidakkah hal itu akan memberi
peluang bagi akuwu Jayakatwang menanamkan pengaruhnya
memalui puteranya itu? Dari tidakkah pula. hal itu akan
melengahkan peihatian baginda terhadap pengawasannya
kepada Daha?
Makin merenungkan hal itu makin dibayang pula pikiran patih
Aragani akan hal yang mencemaskan hatinya. Berbahaya.
Akhirnya ia bertemu pada kesimpulan yang menyeramkan.
Tetapi patih itu memang seorang yang licin dan licik.
Walaupun di hati tak setuju tetapi ia harus memaksa mulutnya
tertawa menyetujui. Apabila ia menentang, kemungkinan ia akan
mengalami nasib seperti empu Raganata, Banyak Wide dan
Wirakreti. Pohon jati, keras dan kokoh, tak mudah dilanda angin.
Tetapi kekerasan dan kekokohan itu memerlukan suatu
keimbangan antara akar dan batang. Adakah ia memiliki kedua
syarat itu? Tidak. Ia tidak mempunyai akar atau pengaruh. Tidak
pula memiliki batang keras atau kekuatan yang menguasai
kalangan narapraja maupun pasukan.
Oleh karena itu ia lebih menyukai memilih sifat rumput yang
ikut rebah kemanapun angin meniup. Lemas tetapi ulet tak
mudah patah. Makin ditiup angin makin subur.
“Bagaimanakah sikap akuwu Jayakatwang terutama pangeran
Ardaraja sendiri, gusti ?” ia hanya dapat mengadakan
pertanyaan.
“Sudah tentu akuwu Daha dan puteranya akan girang dan
bersyukur menerima anugerahku itu.”
“Adakah para mentri dan senopati paduka juga demikian ?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Mereka patuh dan setya akan titah raja. Dan bagaimana


dengan engkau sendiri, Aragani?.”
“Suatu langkah yang amat bijaksana, gusti. Dengan ikatan
keluarga itu tentulah Daha takkan mengandung maksud untuk
melepaskan diri dari kerajaan paduka. Dan akan berakhirlah
naluri permusuhan turun temurun antara Singasari-Daha dalam
suatu mahligai kedamaian yang bahagia. Dan hambalah yang
paling bahagia sendiri, gusti.”
“Mengapa ?.”
“Karena hamba tentu akan menikmati tuak istimewa.
Bukankah dalam peralatan pernikahan agung itu, tentu akan
paduka titahkan suatu perjamuan yang mewah ?.”
Baginda tertawa gelak2. Demikian kelicinan patih Aragani.
Walaupun dalam hati menentang tetapi mulut setuju.
Tiba di rumah, ia merenungkan peristiwa itu sampai malam. Ia
membayangkan bahwa kedudukannya sebagai patih tentu akan
terancam. Paling tidak pangeran Ardaraja tentu akan mendapat
tempat di hati baginda. Dan menurut keyakinannya, tak mungkin
pangeran itu akan mendambakan kesetyaannya kepada
ayahanda mertuanya lebih besar daripada ayahnya sendiri.
Betapapun akuwu Jayakatwang itu adalah ayahnya sendiri.
Dalam hubungan itu tentulah dia akan mendapat tekanan dari
ayahnya.
Membayangkan kemungkinan itu, patih Aragani makin cernas.
Ia mendapat laporan dari mata2 yang ditugaskan untuk
mengawasi gerak gerik akuwu Daha, bahwa Daha saat ini sedang
giat memperbesar pasukannya. Apa maksud akuwu
Jayakatwang? Bukankah sebagai bawahan dari Singasari, Daha
harus mempercayakan soal keamanan kepada Singasari ?
Pernah pada suatu kali ia berhasil menganjurkan baginda
untuk menegur tindakan Daha. Tetapi dengan cerdik akuwu Daha
memberi alasan bahwa tindakannya itu justeru sebagai
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pernyataan setya kepada Singasari. Apabila Daha sudah mampu


untuk menjaga keamanan daerahnya, bukankah Singasari dapat
menggunakan pasukannya untuk melaksanakan cita-citanya
meluaskan pengaruh ke tanah seberang. Soal Daha tak perlu
dikuatirkan karena akuwu Jayakatwang selalu mengingat budi
baginda Kertanagara yang telah menobatkan dia menjadi raja
Daha. Demikian alasan Jayakatwang yang dipersembahkan
kehadapan baginda Kertanagara.
Sekonyong-konyong terdengar suara hiruk pikuk di belakang.
Bahkan terdengar pula suara tangis. Aragani terpaksa beranjak
dari tempatnya dan menuju ke tempat itu. Ternyata suara itu
berasal dari ruang tempat tinggal Panca, hamba tua yang sudah
ikut padanya selama berpuluh tahun. Panca menjadi orang
kepercayaan yang diserahi untuk mengurus rumahtangga
kepatihan.
”Mengapa ?” tegur Aragani kepada isteri Panca yang saat itu
sedang menelungkupi Panca. Panca rebah di pembaringan,
dikerumuni oleh beberapa bujang.
“Paman Panca ..... meninggal, gusti” seorang bujang lelaki
segera memberi keterangan.
“Panca meninggal ?” Aragani terkejut ”kenapa?.”
“Menurut keterangan bibi Panca, paman telah minum tuak.”
Aragani makin terkejut ”Hai, nyi Panca, mengapa suamimu
meninggal?.”
Dengan menahan isak, perempuan itu memberi keterangan
”Benar, gusti, memang suami hamba telah meninggal secara
aneh. Pada hal siang tadi dia masih segar bugar.”
“Meninggal secara aneh ? Apa yang aneh ?.”
“Dari lubang hidung, mulut dan telinganya telah mengucurkan
darah.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Apa sebabnya ?.”


Sebelum menghembuskan napasnya yang terakhir, dia sempat
mengatakan bahwa ia telah minum tuak.”
“Dimana ?.”
“Di ruang tempat simpanan tuak paduka, gusti.”
“O” Aragani mendesuh kejut. Ia segera memerintahkan
supaya membuka kain yang menutup muka Panca. Ketika melihat
muka Panca, ngeri juga perasaan Aragani. Hidung, mulut dan
telinga bujang tua itu memang berlumuran darah.
Aragani segera menitahkan supaya Panca dirawat baik2,
kemudian ia menuju ke ruang penyimpanan tuak.
Setelah memeriksa ia makin terkejut, Ternyata tuak yang
berwarna merah dan disimpan dalam sebuah kotak tersendiri
telah terbuka dan isinyapun berkurang.
“Ah” ia mendesuh panjang ”dia tentu minum tuak yang ini.
Mengapa dia tak mau mengatakan kepadaku ?.”
Tuak itu bukan tuak biasa melainkan tuak yang mengandung
ramuan racun. Barang siapa meminumnya tentu mati. Tetapi
apabila hanya dituang sedikit untuk dicampurkan kepada tuak
lain maka orang yang minum itu tidak akan sampai mati
melainkan lama kelamaan daya pikirannya akan tumpul. Dengan
tuak itulah ia hendak mencampurkan kedalam tuak yang
dipersembahkan kepada baginda.
“Karena minum terlalu banyak, maka pecahlah urat nadi
Panca” diam2 ia merangkai dugaan. Tetapi diam2 iapun terkejut
atas keganasan daya tuak beracun itu.
Serentak iapun teringat akan orang yang telah memberikan
tuak beracun itu. Empu Kanda yang tinggal dipuncak gunung
Argapura, terkenal dengan kepandaiannya membuat ramuan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

jamu, termasuk jamu2 yang beracun. Empu itu seorang pawang


ular yang termasyhur.
Pada suatu hari Aragani berkunjung ke tempat empu Kanda
dan menyatakan maksudnya hendak meminta ramuan obat
beracun yang daya kerjanya lambat. Supaya ramuan racun itu
dibuat sebagai tuak dan dapat dicampurkan kedalam tuak.
“Tuak ini beracun sekali. Apabila diminum secawan penuh.
Orang tentu akan mati dengan ngeri. Kelima indera lubangnya
akan mengucurkan darah” kata empu Kanda pada saat
menyerahkan tuak beracun itu ”tetapi kalau sedikit dan
dicampurkan kedalam tuak, orang yang meminumnya akan
kehilangan daya pikirannya dan lama kelamaan akan tumpul
ingatannya.”
Ternyata yang dikatakan empu itu memang benar. Bujang tua
Panca karena mungkin melihat tuak itu terus timbul seleranya.
Dicurinya tuak itu lalu diteguknya sampai puas. Memang rasa
tuak itu harum dan nikmat. Baunya saja sudah memikat selera
minum. Tetapi karena minum terlalu banyak, Panca harus
menemui ajalnya secara mengenaskan.
“Ya, benar” tiba2 patih Aragani terlintas sesuatu gagasan ”aku
harus menemui empu Kanda, Apabila mendapat tuak atau
ramuan racun yang bekerja secara halus, tentulah dapat
kulenyapkan pangeran Ardaraja.”
Serentak terbetiklah suatu rencana jahat dalam hati patih itu.
“Tetapi” beberapa saat kemudian ia terbentur pada lain pikiran
”harus kulihat dulu bagaimana perkembangannya. Apabila
pangeran itu bersikap baik dan bersahabat dengan aku, tak perlu
aku harus menindaknya. Dia dapat kuperalat untuk menguasai
kedua pemerintahan Singasari dan Daha.”
Karena timbulnya gagasan baru itu, maka Aragani menunda
pula rencananya untuk menuju ke gunung Penanggungan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

”Tetapi karena tuak merah hampir habis, baiklah kuperintahkan


seorang pengalasan untuk meminta lagi kepada empu itu.”
Demikian setelah dipertimbangkan dengan masak dengan
dasar bahwa pekerjaan dalam kerajaan Singasari sukar untuk
ditinggal, begitu pula apabila ia tak berada dalam pura Singasari
tentu cepat menarik perhatian para mentri terutama baginda
Kertanagara, maka ia memutuskan mengirim seorang
pengalasan. Pengalasan itu diperintahkan menghadap empu
Kanda di puncak gunung Penanggungan untuk menyerahkan
suratnya.
Keesokan harinya ia segera memanggil seorang pengalasan
yang dipercaya, menyerahkan sepucuk surat dan menyuruhnya
segera berkuda menuju ke puncak Penanggungan, menghadap
empu Kanda.
Beberapa hari kemudian, baginda telah memanggilnya ”Paman
patih” ujarnya baginda ”rasanya tiada lain mentri yang layak
kuserahi tugas ini daripada engkau..”
“O, apakah yang paduka hendak titahkan kepada Aragani,
pasti akan hamba lakukan dengan sepenuh jiwa raga hamba,
gusti.”
“Engkau pandai bicara, mahir merangkai kata,” ujar baginda
”engkau kuutus ke Daha, menghadap Jayakatwang dan
membicarakan tentang pernikahan pangeran Ardaraja dengan
salah seorang puteriku..”
Aragani terkesiap. Ia tak menduga bahwa sedemikian cepat
baginda melaksanakan rencananya untuk memungut menantu
pada pangeran Ardaraja. Namun kesiap itu cepat dihapusnya
dengan mencerahkan airmukanya. ”Baik gusti. Mana2 titah
paduka pasti akan hamba laksanakan.”
“Tetapi rangkailah kata2 dalam pembicaraanmu, agar
Jayakatwang jangan mempunyai kesan bahwa aku mempunyai
maksud lain dalam menjodohkan puteranya dengan puteriku,
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kecuali hanya bersifat lebih memantapkan hubungan antara


Singasari dengan Daha..”
Serta merta patih Aragani menghaturkan sembah sebagai
pertanyaan akan melaksanakan titah baginda. Hari
keberangkatan utusan yang dipimpin patih Aragani itu ditetapkan
dua hari lagi. Patih Aragani dititahkan pula untuk memilih
rombongan pengikutnya.
Segera berita tentang maklumat baginda itu tersiar luas di
seluruh pura Singasari. Dari kalangan mentri senopati di
pemerintah sampai pada para kawula, semua membicarakan, hal
itu. Banyak yang was-was, banyak pula yang tak setuju tetapi tak
kurang yang memuji langkah baginda sebagai tindakan yang
amat bijak. Tetapi pada umumnya, yang setuju dan memuji
tindakan baginda itu, lebih besar jumlahnya.
Malam itu patih Aragani dikejutkan dengan kedatangan
seorang tetamu. Prajurit keputihan yang menghaturkan laporan
tak kenal pada tetamu itu. Tetapi dia mengatakan bahwa tetamu
itu mempunyai urusan penting hendak menghadap patih.
“Siapkan prajurit lengkap untuk menjaga segala
kemungkinan,” perintah patih Aragani. Ia memang agak syak
mendapat kunjungan seorang tetamu yang tak mau
memberitahukan namanya. Kemudian ia suruh prajurit membawa
tetamu itu masuk menghadapnya.
Ia agak terkejut ketika melihat seorang pertapa setengah tua
melangkah masuk dengan membawa sebatang tongkat.
Langkahnya agak terseok.
Atas pertanyaan Aragani, pertapa itu mengatakan bernama
begawan Rangki. ”Hamba hendak membicarakan suatu masalah
penting dengan gusti patih. Mohon gusti patih menitahkan para
pengawal berjaga diluar.”
“Hamba guru dari Mahesa Rangkah dan kedatangan hamba
menghadap ki patih tak lain karena terdorong oleh rasa berat hati
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menolong penderitaan murid hamba,” kata pertapa setelah para


pengawal patih Aragani menyingkir keluar.
“Apakah yang terjadi dengan Mahesa Rangkah?” patih Aragani
agak heran.
“Beberapa hari yang lalu, Mahesa Rangkah telah menemui
hamba dan menangis, menyerahkan jiwa raganya kepada
hamba. Waktu hamba tanya, dia mengatakan bahwa dia sedang
menderita kehancuran hati. Dia menyatakan tak mau lagi bekerja
sebagai bhayangkara keraton Singasari dan akan mengasingkan
diri mengikuti jejak hamba sebagai pertapa.”
“Ah, tentu ada sesuatu yang penting sekali sehingga dia
sampai sedemikian putus asa.”
Pertapa itu menghela napas.
“Anakmuda memang terlalu tinggi cita- citanya, terlalu besar
keinginannya. Rasanya ingin hatinya memeluk gunung apabila
tangan sampai.”
“Hm” desuh patih Aragani ”ki begawan belum menerangkan
persoalan itu dengan jelas” ia memberi peringatan lagi.
“Sebelumnya hamba mohon ampun apabila kata2 yang hamba
persembahkan ini tak berkenan dihati ki patih” kata begawan itu
”tetapi memang beginilah beratnya menjadi seorang guru
menghadapi tangis muridnya.”
“Ki begawan” kata Aragani ”apakah sesungguhnya yang
hendak tuan bawa kemari ?.”
“Benarkah bahwa baginda Kertanagara telah memutuskan
untuk menikahkan puterinya dengan pangeran Ardaraja dari
Daha?.”
Patih Aragani mengiakan.
“Puteri yang manakah akan baginda kenankan menjadi isteri
pangeran itu?.”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Belum tahu” kata Aragani ”baginda mempunyai beberapa


orang puteri.”
“Bukankah puteri yang sulung bernama Dyah Ayu Tribuwana?”
begawan itu menegas pula.
“Ya.”
“Tentulah puteri sulung yang akan dianugerahkan baginda
kepada pangeran itu ?.”
“Ya” kata patih Aragani ”hak baginda untuk memutuskan
puteri yang mana yang akan dianugerahkan kepada pangeran
Ardaraja..”
“Ki patih” kata begawan Rangki ”tidakkah tuan tahu bahwa
sebenarnya dalam keputren keraton Singasari itu telah
berkecamuk bara asmara yang hangat?.”
Patih Aragani terkesiap.
“Apakah yang ki begawan maksudkan?.”
“Dalam lingkungan dinding keraton yang dijaga ketat oleh
puluhan tombak dan pedang prajurit bhayangkara dan
dikungkung oleh adat istiadat keraton yang keras, lelatu itu
timbul, membara dan menyalakan api asmara diantara dua insan
yang digariskan sebagai dwi-tunggal kehidupan oleh dewata
tetapi dipisahkan oleh derajat dan pangkat oleh kehidupan.”
Patih Aragani merentang mata, menatap begawan itu lekat2,
ujarnya ”Ki begawan, benar2 aku tak mengerti apa yang engkau
maksudkan. Ki begawan datang kemari hendak membawa
keterangan ataukah hendak menimbulkan kebingungan?.”
Begawan Rangki tertawa.
“Api itu telah menyala di dada seorang bhayangkara muda dan
sanubari seorang puteri keraton.”
“Siapa?” seru patih Aragani.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tidakkah tuan dapat merangkaikan hal itu dengan


kedatanganku menghadap kemari ?” tanya begawan Rangki.
“Mahesa Rangkah murid ki begawan itu?” seru Aragani.
Begawan Rangki mengangguk. ”Benar, ki patih. Muridku si
Rangkah itu memang tak tahu diri dan tak kenal pada nasibnya
sehingga berani bermain api asmara dengan salah seorang puteri
baginda..”
“Siapa?” kembali patih Aragani bertanya.
“Sang puteri ayu Tribuwana, ki patih.”
“Hai” teriak Aragani ”Mahesa Rangkah berani menggoda puteri
baginda ?.”
Begawan Rangki berkata dengan tenang, ”Jangan tuan
menuduh anak itu menggoda. Asmara bukan digoda, bukan pula
dikobarkan. Karena api itu tumbuh dan membara sendiri..”
Patih Aragani memandang begawan itu dengan tajam,
serunya, ”Begawan, kesalahan murid ki begawan, menjadi
tanggung jawab ki begawan pula. Layakkah seorang prajurit
bhayangkara berani bermain asmara dengan puteri raja ?.”
Begawan Rangki tertawa ringan.
“Asmara adalah perasaan hati yang paling suci dan agung.
Kesuciannya bagaikan bunga padma yang tetap putih bersih
walaupun hidup dalam kolam lumpur. Keagungannya bagai sinar
sang surya yang menerangi alam jagad raya tanpa membedakan
si kaya dan si miskin, raja dengan sudra. Berdosakah Ken Arok
bermain asmara dengan Ken dedes yang telah menjadi isteri
akuwu Tumapel itu ?.”
Patih Aragani tertegun.
“Dalam segala hal, aku sanggup bertanggung jawab atas
tingkah laku muridku si Rangkah, tetapi dalam hal asmara, aku

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tak kuasa mencegahnya. Haruskah Mahesa Rangkah kubunuh


karena berani bermain asmara dengan puteri ayu Tribuwana?.”
“Tuan seorang begawan yang telah mendambakan diri dalam
kesucian. Mengapa masih mencampuri urusan keduniawian ?”
tegur patih Aragani.
“Kedatanganku kemari tak lain hanya atas permintaan
muridku agar peristiwa itu dihaturkan ke hadapan ki patih.”
“Lalu apa maksudnya memberitahukan hal itu kepadaku?”
tanya Aragani.
“Bagi si Rangkah yang telah mabuk kepayang itu, lebih baik
mati daripada hidup tiada bersanding dengan sang puteri.”
“Hm” dengus Aragani ”adakah dia bermaksud hendak
merampas gusti puteri?.”
“Jika demikian” kata begawan Rangki ”tentu Rangkah tak
meminta aku menghadap kemari. Dia dapat langsung
melaksanakan rencana itu..”
Patih Aragani kerutkan dahi.
“Lalu apa maksudnya?.”
“Dia hendak menghaturkan permohonan agar tuan berkenan
menerimanya sebagai anakbuah pengiring tuan ke Daha..”
“Itukah keinginannya?” Begawan Rangki mengiakan.
“Apa maksudnya ?.”
“Ia akan membunuh pangeran Ardaraja ...” '
“Gila!” teriak patih Aragani ”dengan begitu jelas dia hendak
mencelakai diriku !.”
“Bagaimana tuan dapat mengatakan begitu ?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Jika pangeran Ardaraja terbunuh, bukankah baginda


Kertanagara dan raja Jayakatwang akan mempertanggung
jawabkan peristiwa itu kepadaku ?.”
“Tidak” begawan Rangki gelengkan kepala ”ki patih takkan
terlibat dalam peristiwa itu. Rangkah akan melakukan rencana itu
seorang diri. Dia akan mencari kesempatan untuk menyelundup
ke dalam keraton Daha dan membunuh pangeran itu..”
“Bagaimana mungkin?.”
“Tentu tuan masih meragukan kedigdayaan Rangkah. Tetapi
seluruh ilmuku telah kuturunkan kepadanya. Dia dapat
memancarkan aji Penyirepan dan sanggup berhadapan dengan
berpuluh prajurit..”
“Tetapi dengan cara bagaimanakah dia akan melepaskan
diriku dari tanggung jawab atas pembunuhan itu ?” masih
Aragani menegas.
“Sudah tentu dia mempunyai cara tersendiri” kata begawan
Rangki ”dia takkan bertindak sebagai seorang anakbuah
pengiring tuan tetapi sebagai seorang pemuda lain..”
“Adakah ki begawan merelakan dia membunuh pangeran
Ardaraja ?” tiba2 patih Aragani mengajukan pertanyaaan yang
tajam.
“Membunuh termasuk salah satu perbuatan yang dikutuk
dalam agama kami dan agama lain” sahut begawan Rangki ”tak
kurang pula nasehat yang kutanamkan dalam hati anak itu
namun dia tetap tak mengendap keputusannya.”
“Tetapi dia masih bertugas dalam keraton,” kata patih Aragani
pula.
“Dia akan minta idin untuk pulang menjenguk ibunya yang
sakit atau memakai alasan lain yang dapat diterima oleh ki patih
Kebo Anengah.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Baik” akhirnya Aragani menyanggupi ”dia boleh


menggabungkan diri dalam rombongan pengiringku. Tetapi harus
dijaga janganlah dia sebagai Mahesa Rangkah melainkan sebagai
seorang lain.”
Demikian setelah persepakatan telah dicapai, begawan itupun
minta diri. Begawan itu bergegas menuju ke luar pura. Dan
ditempat yang sunyi dia segera menyelundup ke dalam sebuah
gerumbul pohon. Tak berapa lama ia muncul lagi, bukan sebagai
begawan melainkan sebagai Mahesa Rangkah. Ternyata begawan
yang diakunya sebagai guru itu tak lain adalah dirinya sendiri.
Karena hanya dengan jalan itu, dapatlah ia mengiringkan patih
Aragani untuk masuk ke keraton Daha.
Ia bergegas menuju ke pura dan terus menyiapkan segala
sesuatu agar dua hari lagi ia sudah dapat meninggalkan tugas
dan ikut pada rombongan patih Aragani.
Dalam pada itu, patih Aragani masih duduk termenung-
menung mengenangkan pembicaraannya dengan begawan
Rangki tadi.
“Hm, lancang benar Mahesa Rangkah,” gumamnya dalam hati
”dia berani memikat puteri Tribuana, berani pula menyanggupi
untuk membunuh pangeran Ardaraja..”
Tiba2 pula patih Aragani teringat akan beberapa peristiwa.
Kedatangan pemuda yang membawa surat dari pangeran
Ardaraja supaya diserahkan kepada bekel Kalingga. Tetapi bekel
itu menolak untuk memberi keterangan kepada siapa surat itu
harus ia serahkan kemudian karena mendapat tekanan akhirnya
mengaku kalau surat itu sedianya akan ia berikan kepada Kebo
Anengah. Dan ternyata setelah Kuda Panglulut menemui patih
Kebo Anengah di Blambangan, ternyata patih itu menyangkal
sekeras-kerasnya bahkan marah sekali. Dengan demikian jelas,
bekel Kalingga berbohong.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kemudian tentang hilangnya bekel Lingga yang disuruhnya


melaksanakan rencana untuk memancing beberapa orang Daha
yang terlibat dalam peristiwa hilangnya gong pusaka Empu
Bharada itu.
Lalu yang terakhir, munculnya secara aneh, gong kerajaan
Singasari yang dijadikan umpan oleh kedua pengalasan yang
diutusnya yani Seta Arang dan bekel Lingga. Gong itu terletak di
halaman keraton tanpa diketahui oleh seorang prajurit penjaga.
Pada hal jelas prajurit2 pengawal keraton itu tak melihat barang
seorang luar yang masuk kcdaiam keraton.
Merangkaikan beberapa peristiwa itu dengan tingkah ulah
Mahesa Rangkah, hampir renungan Aragani menjurus kearah
bekel bhayangkara itu.
“Bukankah dia yang harus menerima surat dari pangeran
Ardaraja itu ? Bukankah dia yang menyembunyikan bekel Lingga?
Bukankah dia pula yang meletakkan gong itu di halaman keraton
?.”
Sesaat ia menumpahkan pertanyaan2 yang menuduh Mahesa
Rangkah.Beberapa saat kemudian baru berpikir:
”Jika dia bersekutu dengan pangeran Ardaraja, mengapa dia
berkeras hendak membunuh pangeran itu ?” pertanyaan pertama
mendapat tantangan dari jawaban yang dirangkainya. Dan
terbenturlah tuduhan pertama itu pada karang yang keras.
Serentak tuduhan itupun berantakan.
Untuk kecurigaan yang kedua, iapun sukar untuk menemukan
jawaban, mengapa Mahesa Rungkah harus menyembunyikan
bekel Lingga. Apakah kepentingannya ia melakukan hal itu.
Demikian pula dengan tuduhan ketiga. Dari mana Mahesa
Rangkah memperoleh gong kerajaan Singasari sehingga dapat
diletakkan dalam halaman keraton? Bukankah menurut
keterangan Seta Arang, gong itu telah hilang ketika di lembah
gunung Polaman ?
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Makin merenung, makin kacaulah benaknya. Makin ingin


menyingkap peristiwa itu makin terbenamlah ia dalam alam
kegelapan.
Sekonyong-konyong ia terkejut mendengar derap langkah kaki
di luar pintu. Cepat ia berpaling dan serempak pada saat itu
pintupun terbuka… dan ”O, engkau Kuda Panglulut” seru patih
Aragani ketika melihat siapa yang datang.
Kuda Panglulut segera menghadap rama mentuanya.
“Tentu membawa urusan penting engkau sampai menghadap
rama pada saat semalam ini” kata patih Aragani pula.
“Benar, rama” Kuda Panglulut memberi hormat “mohon rama
memaafkan kelancangan hamba ini.”
“Ah, tak apa, anakku” kata Aragani, ”untuk setiap berita yang
penting, terutama dari engkau anakku, rama selalu siap
menerima..”
“Dari seorang anakbuah hamba yang kebetulan habis, datang
dari Tumapel ....”
“Mengapa dia keTumapel?”tukas Aragani.
“Dalam rangka untuk menyelidiki jejak bekel Lingga, rama.”
“O, benar, benar” patih Aragani mengangguk, “lalu bagaimana
laporannya ?.”
“Anakbuah hamba itu melaporkan bahwa di gedung kediaman
dharmadhyaksa seperti tertampak seseorang yang menyerupai
bekel Lingga.”
“Oh” desuh patih Aragani ”jika demikian bawalah pasukan dan
geledah rumah dharmadhyaksa itu.”
Kuda Panglulut menghela napas.
“Rama” katanya ”apabila memang nyata demikian, tentulah
hamba akan membawa pasukan untuk meminta kepada
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dharmadhyaksa empu Raganata supaya menyerahkan bekel


Lingga. Tetapi hamba masih bersangsi, rama. Benarkah orang itu
bekel Lingga, masih belum diketahui jelas. Setiap tindakan yang
tergesa-gesa tentu akan menimbulkan rasa kurang senang pada
dharmadhyaksa empu Raganata..”
“Hm” dengus Aragani ”tetapi masakan dia berani melawan,
kekuasaan kerajaan?.”
Terdengar Kuda Panglulut menghela napas pula.
“Tetapi rama” ujarnya ”persoalan ini tiada sangkut pautnya
dengan kerajaan. Apabila baginda mendengar, urusan bahkan
akan berlarut lebih panjang. Bukankah bekel Lingga rama
titahkan untuk membawa gong kerajaan Singasari ke Daha? Dan
bukankah gong itu telah hilang di lembah Polaman? Jika baginda
mendengar hal itu, kurang baiklah akibatnya bagi rama.”
Aragani tertegun lalu mengangguk kepala.
“Lalu bagaimana rencanamu ?” tanyanya sesaat kemudian.
“Hamba akan melakukan penyelidikan secara terselubung.
Artinya, hamba akan masuk ke gedung kediaman dharmadhyaksa
empu Raganata secara sembunyi. Apabila hamba berhasil
membuktikan bahwa orang itu benar bekel Lingga, barulah
hamba akan membawa pasukan untuk memintanya kepada empu
Raganata.”
Aragani menghela napas.
“Memang cara itu baik sekali” katanya ”tetapi engkau harus
tahu,Panglulut, bagaimana perangai dedongkot tua Raganata itu.
Dia seorang yang keras kepala dan kukuh. Apabila dia memang
telah melindungi bekel Lingga .....”
“Hamba rasa bukan melindungi, rama” tukas Kuda Panglulut
”tetapi menahan bekel Lingga.”
“Menahan ?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ya” sahut Kuda Panglulut ”kemungkinan dia tentu menerima


permintaan dari seseorang untuk menahan bekel Lingga disitu..”
“O, maksudmu bekel Lingga ditawan?.”
Kuda Panglulut mengangguk ”Ya. Karena apabila tak dikekang
kebebasannya tentulah bekel itu sudah menghadap rama..”
“Tetapi angger” masih Aragani cemas ”tidakkah berbahaya
sekali memasuki gedung kediaman empu tua itu ? Ketahuilah,
Panglulut, walaupun Raganata itu seorang tua tetapi dia memiliki
kedigdayaan yang mengejutkan..”
“Ya, benar,” kata Kuda Panglulut ”hamba-pun mendengar
keterangan orang tentang diri empu tua itu. Tetapi hambapun
mendapat laporan bahwa gedung kediaman empu tua itu tak
dijaga prajurit maka agak mudahlah untuk memasukinya..”
“Ah” Aragani menghela napas ”tetapi lebih baik suruh salah
satu seorang anakbuah kepercayaanmu untuk memasuki
kediaman empu tua itu. Jangan engkau terburu nafsu untuk
bertindak sendiri..”
Kuda Panglulut tahu bahwa ayah mentuanya itu mencemaskan
keselamatannya. Pada waktu2 biasa, memang patih Aragani
sangat kasih kepadanya. Ia tak tahu apakah kasih patih itu
memang ditujukan kepada dirinya ataukah demi kepentingan
puterinya yang menjadi isterinya itu. Karena patih Aragani sangat
memanjakan sekali kepada puterinya itu.
“Tetapi rama” kata Panglulut ”rasanya hanya hamba yang
mampu memasuki gedung kediaman empu Raganata..”
“Lebih baik diatur begini, angger” kata Aragani ”suruh salah
seorang anakbuahmu masuk. Apabila dia tak muncul lagi,
segeralah engkau bawa anak pasukan untuk meminta kepada
empu Raganata. Dalam hal ini engkau mempunyai landasan kuat
bertindak atas nama pasukan Singasari yang hendak menolong
seorang anakbuahnya..”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Setelah merenung akhirnya Kuda Panglulut setuju.


Ia segera minta diri dari hadapan rama mentuanya dan
langsung menuju ke tempat rombongan prajurit. Oleh patih Kebo
Anengah, dia diberi tugas untuk mengepalai pasukan keamanan
dalam pura Singasari. Ia memiliki seratus prajurit.
Sebenarnya keselamatan pura Singasari berada di-bawah
penilikan tumenggung Wirakreti yang diangkat sebagai mentri
angabaya. Tetapi karena sungkan dengan patih Aragani maka
patih Kebo Anengah pun membentuk sebuah pasukan keamanan
pura yang bertugas untuk meronda keamanan. Sedang pasukan
yang menjaga pura Singasari tetap di bawah pimpinan
tumenggung Wirakerti.
Kuda Panglulut membawa duapuluh prajurit menuju ke
Tumapel. Memang wewenangnya meliputi keamanan Singasari
dan Tumapel. Ia memerintahkan rombongan prajurit yang
berkuda itu turun dan berjalan menuju ke gedung kediaman
empu Raganata, adhyaksa Tumapel.
“Kepung gedung adhyaksa dari jarak agak jauh,” perintahnya
pula. Kemudian ia memanggil seorang prajurit ”Kamal, bawalah
tiga orang kawan menghadap adhyaksa Raganata..”
Prajurit itu mengiakan dan mengundurkan diri.
“Saprang” ia memanggil seorang prajurit yang bertubuh agak
pendek ”bawalah seorang kawan dan masuklah ke dalam gedung
adhyaksa dari pintu sebelah belakang..”
Sesaat Kamal menghadap pula bersama tiga orang prajurit
”Tanyakanlah kepada adhyaksa apakah bekel Lingga berada
disitu. Usahakan supaya engkau dapat melibat adhyaksa dalam
pembicaraan yang lama supaya memberi waktu bagi Saprang
masuk dari pintu belakang..”
Setelah menerima perintah, Kamal dan bertiga kawannya
segera berangkat, kemudian Saprang bersama seorang prajurit.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Saat itu hampir menjelang tengah . malam. Keadaan gedung


kediaman adhyaksa empu Raganata sunyi senyap. Tentulah
penghuni gedung sudah tidur semua. Namun karena mendapat
perintah, Kamal tak menghiraukan hal itu. Ia mendebur pintu
berulang kuli.
Beberapa saat kemudian terdengar palang pintu dibuka orang
dan pada lain saat daun pintu pun terentang. Seorang lelaki tua
muncul sambil mengusap-usap mata. Rupanya pandang matanya
masih kabur dibuai tidur lelap.
“Siapakah yang tengah malam begini mendebur pintu ?” tegur
lelaki tua itu dengan suara parau.
“Gusti, hamba prajurit keamanan yang sedang meronda” kata
Kamal ”hamba melihat seorang lelaki yang menyerupai bekel
Lingga masuk ke dalam gedung ini..”
“Apa ?” lelaki tua itu rentangkan mata lebar2.
“Hamba melihat seorang lelaki yang gerak geriknya
mencurigakan telah menyelundup masuk ke dalam gedung
paduka, gusti.” Kamal mengulang kata-katanya. Ia tahu bahwa
empu Raganata itu bekas seorang patih kerajaan maka ia tetap
berbahasa ‘gusti' kepadanya.
“Engkau keliru melihat,” sahut lelaki tua itu ”sejak siang tadi
kami tak menerima tetamu barang seorang pun juga. Gusti
adhyaksapun tiada di rumah..”
“Ha ?” Kamal terbeliak ”apakah engkau bukan gusti adhyaksa
Raganata?.”
“Lihat yang jelas, masakan diriku layak menjadi gusti
adhyaksa.”
“Dan siapakah engkau ?.”
“Aku bujang tua Sonto.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Setan !” hardik Kamal ”jika tahu begitu, tak perlu kupanggil


engkau gusti. Lalu kemanakah gustimu ?.”
“Gustiku sedang ke Singasari.”
“Jika demikian engkau tentu dapat memberi keterangan” kata
Kamal ”dimanakah bekel Lingga bersembunyi?.”
Bujang Sonto seorang tua yang jujur. Waktu mendengar
pertanyaan itu wajahnya agak berobah. Tetapi cepat ia menyahut
“Aku tak tahu dan memang tak ada orang yang datang kesini..”
Kamal yang bermata tajam segera dapat mengetahui
perobahan airmuka Sonto ”Hm, bohong engkau! Jika engkau tak
mau memberi keterangan yang benar, terpaksa aku harus
menggeledah gedung ini.”
“Apa ?” Sonto terbelalak ”engkau berani memasuki dan
menggeledah gedung kediaman gusti adhyaksa Raganata ?.”
“Aku adalah anakbuah pasukan keamanan Singasari. Aku
hendak mencari bekel Lingga yang hilang dan menurut
keterangan salah seorang kawan, dia tampak berada dalam
gedung ini..”
“Tidak!” teriak hamba tua itu ”jika engkau mau menggeledah,
engkau harus tunggu dan minta idin kepada gusti adhyaksa..”
“Dia tidak dirumah.”
“Tunggu saja,” Sonto terus hendak mengatubkan daun pintu
tetapi saat itu Kamal sudah maju dan mendorong daun pintu
sehingga Sonto agak terjerembab ke belakang.
“Ringkus dia” Kamal memberi perintah dan seorang kawannya
segera mengikat hamba tua itu. Tetapi tua sekalipun umurnya,
Sonto juga tak mau menyerah begitu saja. Ia meronta, memukul
prajurit itu dan terus lari kedalam.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kamal berempat mengejarnya. Sonto muncul dengan


membawa golok. ”Jika kalian tak mau pergi, aku akan mengamuk
!.”
Kamal tertawa seraya maju menghampiri ”Cobalah engkau
tabas dadaku ini” ia membusungkan dada menantang.
Sonto terkesiap. Ia sudah tua dan tak pernah berkelahi. Tetapi
menghadapi tingkah laku kawanan prajurit yang liar itu, ia nekad.
Tetapi waktu Ramal song-songkan dada menantang supaya
dibacok, Sonto terkesiap.
“Jangan memaksa aku membunuhmu” teriak kakek itu ”lekas
enyah dan datanglah besok saja apabila gusti adhyaksa sudah
berada di rumah.”
“Ha, ha. ha” Kamal tertawa ”tanganmu gemetar, engkau takut
melihat darah, lebih baik engkau berikan golok itu kepadaku,”
sambil berkata Kamal ulurkan tangannya.
“Apakah engkau benar2 tak mau mendengar kata-kataku ?'.”
“Berikan golokmu itu !” tiba2 dengan sebuah gerak yang amat
cepat, tangan Kamal sudah menyambar lengan Sonto dan
dicengkeramnya keras2.
“Auh” Sonto mengerang kesakitan dan lepaskan goloknya.
Rupanya tak puas Kamal hanya merebut golok Sonto, karena
setelah berhasil mencengkeram lengan bujang tua itu, ia terus
memelintirnya ke belakang sehingga tubuh Sonto ikut berputar.
Kini tangannya telah diteliku Kamal, dilekatkan pada
punggungnya.
“Katakan, dimana orang itu” kata Karnal seraya mengisar
lengan Sonto agak naik keatas punggung sehingga Sonto
meraung kesakitan. Dahi bujang tua itu mulai bercucuran
keringat. Namun ia tetap tak mau bicara.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Eh, kakek, apakah engkau benar2 tak mau mengatakan. Jika


begitu, akan kupatahkan tulang lenganmu ....” Kamal terus
hendak menyorongkan lengan Sonto keatas bahu.
“Lepaskan!” sekonyong-konyong Kamal dan ketiga kawannya
terkejut mendengar sebuah lengking teriakan yang nyaring,
penuh kemarahan.
Ketika mereka berpaling ternyata dari dalam sebuah ruang,
muncul seorang anak lelaki berusia lebih kurang duabelas tahun.
Wajahnya yang cakap tetapi sepasang matanya tampak merah
dan berkilat-kilat.
Anak itu menghampiri ketempat Kamal.
Melihat anak itu Sonto terkejut dan ketakutan, ”Raden, jangan
kesini, pergilah raden ....”
Tetapi anak laki itu tetap menghampiri dan menuding Kamal
”Lepaskan! Apa engkau tak dengar ?.”
Entah bagaimana, suara anak laki itu dan terutama sikapnya
yang berani, terasa mempunyai perbawa yang membuat Kamal
lepaskan tangan Sonto ”Siapa engkau ?” seru Kamal seraya
menghadapi anak itu.
“Aku Mandira.”
“Putera gusti Raganata?.”
“Ya” sahut anak laki itu ”siapa kalian dan mau apa kalian
datang kemari ?.”
“Kami prajurit peronda keamanan dari Singasari. Kami melihat
bekel Lingga memasuki gedung ini maka kami hendak
membawanya.”
“Siapa bekel Lingga ?” tanya anak itu. Rupanya dia tak tahu
kalau ramanya, Raganata, telah menerima Lingga berlindung
disitu.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bekel bhayangkara keraton Singasari” sahut Kamal.


“Tidak ada” jawab Mandira ”disini tak pernah terdapat orang
luar yang masuk.”
Sejenak Kamal terkesiap tetapi pada lain saat ia berkata pula
”Ah, raden, janganlah raden melindungi orang yang bersalah. Dia
mendapat tugas dari gusti patih Aragani tetapi kemudian
melarikan diri dan bersembunyi disini..”
“Hm” Mandira mendengus, ”jangan sembarang menuduh. Apa
wewenangmu untuk memasuki rumah ini pada waktu malam
begini..”
“Kami pasukan peronda keamanan. Dimana terlihat sesuatu
yang mencurigakan, kami berhak untuk bertindak..”
“Tetapi disini tak ada orang yang engkau cari itu !.”
“Terpaksa kami akan melakukan penggeledahan, raden,” kata
Kamal ”jika memang tak ada, kamipun segera akan tinggalkan
tempat ini..”
“Tetapi kalian baru menduga, belum pasti. Tidak layak kalau
bertindak pada waktu begini malam” kata Mandira pula.
Kamal tertawa ”Bukankah raden putera dari gusti Raganata?
Jika demikian tentulah raden dapat mewakili gusti Raganata
untuk menyaksikan kami melakukan penggeledahan.”
“Besok rama pulang” jawab pemuda kecil itu dengan nada
lancar ”lebih baik kalian datang besok saja. Aku tak berani
lancang memberi idin..”
“Hm” desuh Kamal ”jika raden yakin bahwa dalam gedung ini
tiada bekel Lingga, mengapa raden takut meluluskan permintaan
kami ?.”
“Bukan karena takut” sahut Mandira ”tetapi karena perbuatan
kalian ini melampaui batas kelayakan. Rama adalah
dharmadhyaksa Tumapel, bekas patih kerajaan Singasari dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kalian hanya rombongan peronda keamanan. Bagaimana berani


kalian hendak melakukan penggeledahan kediaman rama pada
tengah malam begini?.”
Kamal terkesiap. Ia mendapat kesan bahwa pemuda kecil itu
memang berani dan pandai bicara. ”Raden, tugas keamanan
tidak membedakan mentri dengan rakyat, kaya dengan miskin.
Dimana tempat kami menaruh kecurigaan, disitulah kami akan
bertindak.”
“Jika hal itu memang sudah nyata, kalian boleh bertindak”
sahut Mandira ”tetapi baru dugaan, belum pasti. Maka lebih baik
kalian datang kembali besok pagi, jangan pada tengah malam
begini..”
“Tidak bisa” seru Kamal ”waktu amat berharga, siapa tahu
bekel itu akan melarikan diri malam ini.”
“Kalian boleh menjaga rapat disekeliling gedung ini !” seru
Mandira pula.
“Kakang Kamal” tiba2 salah seorang prajurit maju
menghampiri Kamal ”rasanya tak perlu kakang membuang
waktu. Lebih baik kita bertindak.”
“Raden” kata Kamal ”harap memberi idin.”
“Tidak!” Mandira berteriak seraya menghadang dengan
bercekak pinggang ”ini rumahku, jangan engkau bertindak
sekehendakmu.”
Kamal berpaling ketika kawannya yang berada di-samping,
menggamitnya. Ia memberi anggukan kepala. Dan prajurit itu
segera melangkah maju kehadapan Jaka Mandira ”Raden, jika
engkau tak mau memberi idin, terpaksa kami hendak bertindak.”
Prajurit itu ulurkan tangan hendak menyiak pemuda kecil itu.
Sekonyong-konyong Mandira songsongkan tangan menebas.
Yang diarah adalah pergelangan siku lengan orang. Prak ....
prajurit itu menjerit kesakitan. Lengannya serasa dijalari suatu
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

aliran tenaga keras sehingga lunglai. Pada saat tubuhnya ikut


mengendap ke-bawah, Mandira menyerempaki pula dengan
sebuah tebasan ke leher.
“Auh ....” prajurit itu mengerang kesakitan dan terseok-seok
ke belakang.
Peristiwa itu mengejutkan Kamal dan kedua kawannya yang
lain. Mereka tak menduga bahwa anak sekecil itu mampu
merubuhkan kawannya.
“Tangkap!” Kamal memberi perintah dan kedua prajurit itupun
segera menerjang. Tetapi Mandira sanggup menghadapi mereka.
Dia bergerak kian kemari, menghindar dan balas memukul
sehingga kedua prajurit itu hampir kewalahan.
Kamal makin terkejut. Ia memperhatikan bahwa putera empu
Raganata itu memiliki ilmu kanuragan yang baik. Andaikata
tenaganya sudah mencapai tataran tinggi, tentulah kedua prajurit
itu akan rubuh.
“Memalukan” diam2 Kamal mengeluh dalam hati ”apa kata
Kuda Panglulut apabila aku dan ketiga kawanku gagal karena
dikalahkan oleh seorang pemuda kecil.”
Kamal memperhatikan gerak putera Raganata itu. Pada saat
pemuda kecil itu membelakanginya dan tengah menangkis
serangan kedua prajurit, tiba2 Kamal bertindak. Dengan sebuah
gerak yang tak terduga-duga dan cepat sekali, ia segera
menghantam tengkuk Mandira sekeras-kerasnya, krak.....
“Jangan!” teriak Kamal ketika melihat kedua kawannya hendak
memukul tubuh Mandira yang rubuh, “dia sudah pingsan.”
“Kakang Kamal” seru prajurit yang dikalahkan Mandira tadi
”lebih baik kita bunuh saja bersama bujang tua itu. Jika kita
tinggalkan mereka hidup, mereka tentu akan mengadu kepada
empu Raganata dan empu tentu akan melapor kehadapan
baginda”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kamal bersangsi.
“Benar, kakang Kamal” kata pula prajurit yang lain” jika kita
lenyapkan mereka, empu tentu tak tahu siapa yang telah
membunuh puteranya.”
“Tetapi raden Kuda Panglulut tidak memberi perintah kita
untuk melakukan pembunuhan” kata Kamal ”lebih baik kita ikat
dia saja. Kita nanti laporkan pada raden Panglulut.”
Mandira pingsan. Tangan dan kakinya diikat. Demikian pula
bujang tua Sonto. Setelah itu Kamal dan ketiga kawannya lalu
masuk ke dalam. Mereka bertemu dengan Saprang dan
kawannya ”Empu Raganata tak berada di rumah, engkau dapat
melakukan penyelidikan dengan leluasa,” kata Kamal kepada
Saprang.
Kawanan prajurit itu segera menggeledah gedung kediaman
adhyaksa. Tetapi mereka tak menemukan suatu apa. Akhirnya
mereka kembali ke ruang depan ”Mungkin kawan yang melihat
bekel Lingga berada di gedung ini, salah lihat,” kata Kamal.
“Bagaimana dengan anak dan bujang tua ini ?” tanya Saprang
”jika mereka sadar, tentu dapat melapor pada empu Raganata.”
“Kalian tunggu disini” kata Kamal ”aku hendak menemui raden
Kuda Panglulut. Kalau dia memerintahkan supaya dibunuh, kita
bunuh.”
Kamal segera bergegas meninggalkan gedung kediaman
adhyaksa empu Raganata. Ia menghadap Kuda Panglulut dan
melaporkan peristiwa yang terjadi.
Setelah merenung beberapa saat, Kuda Panglulut berkata
”Memang benar. Anak dan bujang tua itu pasti dapat
menimbulkan bahaya bagi kita. Lebih baik selesaikan saja
mereka.”
Bergegas Kamal kembali ke gedung adhyaksa, disambut
dengan pandang penuh penantian oleh beberapa kawannya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Ayam sudah berkokok, mereka harus lekas2 tinggalkan gedung


itu.
Memang dharmadhyaksa empu Raganata hidup dengan sepi.
Walaupun dia bekas patih kerajaan dan kini menjadi adhyaksa di
Tumapel, tetapi dia tak mau menerima penjaga, baik pemberian
dari kerajaan sebagai pengawal atas kedudukannya, maupun
memelihara sendiri.
Ia seorang tua yang jujur dan sederhana. Iapun seorang
mentri yang setya kepada kerajaan. Karena kesetyaannya, ia rela
dicopot sebagai patih daripada menutup mulut melihat tindakan2
baginda Kertanagara yang dianggapnya bersifat ahangkara.
Bukan pangkat yang menjadi ukuran pengabdiannya kepada
kerajaan. Ia tak malu atau kecewa karena tindakan baginda
terhadap dirinya itu. Selama masih menjadi narapraja, bahkan
sebagai kawula biasapun, ia tetap akan membaktikan tenaga dan
pikirannya untuk kepentingan Singasari.
Dalam rumah, ia hanya memelihara seorang bujang tua Sonto,
yang sudah ikut padanya sejak muda. Sonto mempunyai isteri
yang ikut tinggal dalam gedung adhyaksa. Empu Raganata hanya
mempunyai seorang putera yang baru berumur duabelas tahun.
Memang agak terlambat empu Raganata menikah. Pada usia
empat-puluh lima tabun, baru ia menikah dan ketika isterinya
melahirkan putera, isteri itupun meninggal. Puteranya bernama
Lembu Mandira. Walaupun hanya berputera satu tetapi empu
Raganata tak mau memanjakannya. Ia mendidik Mandira dengan
keras. Bahkan dikirimnya putera itu kepada seorang resi yang
tinggal di gunung Arjuna untuk mengaji ilmu. Ia sendiri merasa
tak sempat untuk mendidik dan mengajar puteranya itu.
“Bagaimana kakang Kamal” teriak beberapa prajurit yang
menunggu dengan tak sabar.
“Raden Panglulut memerintahkan supaya mereka dibunuh”
kata Kamal.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Siapa yang ditugaskan membunuh?” seru prajurit itu pula


seraya memandang kepada kawan-kawannya. Tadi mereka amat
bernafsu untuk membunuh putera dan bujang tua dari adhyaksa
Raganata. Tetapi kini mereka tampak gelisah. Rupanya dalam
waktu beberapa jenak pada saat kepergian Kamal tadi, mereka
menyadari bahwa membunuh putera empu Ruganara itu bukan
hal yang sepele. Besar sekali akibatnya.
“Raden Panglulut tidak menunjuk siapa2 tetapi kurasa engkau
saja,” kata Kamal kepada prajurit yang menjadi kawan
rombongannya.
“Aku ?” prajurit itu terbeliak ”ah, lebih baik Kawung ini” ia
menunjuk kawannya.
“Tidak” sahut Kawung ”lebih tepat kalau kalau kakang Kamal.”
“Hm, pengecut” dengus Kamal ”mengapa harus aku?.”
Diam sejenak. Rupanya timbul ketegangan untuk saling
melimpahkan tugas diantara Kamal dan ketiga kawannya.
“Kawan-kawan” tiba2 Saprang berkata ”lebih baik begini. Kita
bawa kedua orang ini ke kebun belakang. Kita hantam kepala
mereka sampai remuk dan letakkan dibawah pohon. Kemudian
kita patahkan cabang pohon dan kita atur seolah-olah mereka
mendapat kecelakaan, jatuh dari pohon.”
Usul Saprang itu mendapat sambutan yang hangat. Berarnai-
ramai mereka segera menggotong Mandira dan Sonto ke kebun
belakang. Mereka mencari sebatang pohon mangga yang besar.
Setelah meletakkan tubuh ke dua orang itu merekapun bersangsi
pula. Siapa yang harus menghantam kepala kedua korban itu ?
Akhirnya Saprang lagi yang berkata ”Kita semua beramai-
ramai turun tangan. Carilah batang pohon atau batu untuk
menghantam.”
Beberapa saat kemudian keenam prajurit itupun sudah siap.
Yang tiga akan menghantam Mandira dan yang tiga akan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

membereskan Sonto. Pada saat mereka hendak mulai


mengayunkan pokok kayu dan batu kearah kepala Mandira,
sekonyong-konyong terdengar suara orang berseru nyaring
”Hai, berhenti.”
Terkejutlah sekalian prajurit itu. Batang dan pokok kayu serta
batu yang sedang terangkat pun berhenti di atas kepala
rnasing2. Mereka serentak berpaling kearah suara itu.
“Bekel Lingga!” teriak mereka hiruk. Dan tanpa menghiraukan
kedua korban itu mereka serempak berhamburan menghampiri
pendatang itu. Dengan masih mencekal batang dan pokok kayu
serta batu, mereka mengepung orang itu.
“Engkau bekel Lingga ?” teriak Saprang.
“Ya” sahut orang itu ”bukankah engkau hendak mencari
aku?.”
“Benar.”
“Aku mau menyerahkan diri dengan syarat” kata bekel Lingga.
“Syarat?” Saprang mengulang setengah mengejek ”adakah
engkau masih berhak berkata demikian?.”
“Hm, prajurit” kata bekel Lingga. Ia tak kenal dengan
Saprang, Kamal dan beberapa prajurit itu ”engkau kira aku tak
dapat membebaskan diri ?.”
Saprang tertawa ”Andaikata engkau mampu mengalahkan
kami berenam, tetapi diluar masih terdapat raden Kuda Panglulut
dengan berpuluh prajurit.”
“Jika aku gagal menerobos kepungan kalian, kalianpun hanya
dapat memperoleh mayatku saja” kata bekel Lingga.
Rupanya Kamal lebih menyadari bahwa dalam keadaan yang
menguntungkan fihaknya, baiklah dia bersikap agak lunak agar

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dapat membawa bekel itu sebagai tawanan ”Ki bekel” serunya


”apakah syarat yang andika hendak ajukan?.”
“Hm” desuh bekel Lingga menghembuskan kesesakan
dadanya ”sebenarnya hal yang akan kuajukan amat sederhana
sekali. Tetapi pun tergantung kepada kalian.”
“Silahkan ki bekel mengatakan.”
“Aku akan menyerahkan diri tetapi kuminta kalian jangan
mengganggu putera dan bujang tua dari empu Raganata. Hanya
begitu.”
“O” desuh Kamal kemudian merenung sejenak. Pikirannya,
yang penting bekel Lingga sudah tertangkap, andai putera dan
bujang tua itu mengadu kepada empu Raganata, tentulah empu
Raganata tak berani menghadap baginda karena kenyataan telah
melindungi seorang bekel yang melalaikan tugas. Dan menilik
luka yang diderita, baik putera empu Raganata maupun bujang
tua itu, hanya pingsan dan tak menderita luka yang berbahaya
”baik, kami dapat menerima permintaan ki bekel. Dan apakah
sekarang kita dapat berangkat menghadap gusti patih Aragani ?.”
“Ya” sahut bekel Lingga. Setelah terlebih dulu minta agar tali
ikatan pada tangan dan kaki Mandira dan Sonto dibuka, baru ia
ikut rombongan Kamal.
“Ho, engkau bekel Lingga” seru Kuda Panglulut saat melihat
kedatangan bekel itu ”mengapa engkau bersembunyi di tempat
adhyaksa Raganata?.”
“Raden” kata bekel Lingga dengan tenang ”bawalah hamba
kehadapan gusti patih. Hamba akan mempertanggung jawabkan
semua perbuatan hamba.”
Demikian bekel Lingga segera dibawa ke Singasari untuk
dihadapkan kepada patih Aragani. Tampaknya bekel itu tenang2
saja. Dan selama dalam perjalanan dia tak mau bicara apa2.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Hari masih pagi ketika penjaga menghadap dan menghaturkan


laporan kepada patih Aragani bahwa raden Kuda Panglulut
hendak menghadap. Patih itu segera menitahkan supaya putera
menantunya menunggu di pendapa.
Kesan pertama saat patih Aragani melangkah ke pendapa
besar, adalah hadirnya bekel Lingga yang duduk bersila
dibelakang Kuda Panglulut.
“Rama, hamba berhasil menangkap bekel Lingga yang
bersembunyi di gedung adhyaksa Tumapel” Kuda Panglulut
membuka pembicaraan ”saat ini hamba haturkan bekel itu
kehadapan rama.”
“Bagus, puteraku” seru patih Aragani kemudian segera
memerintahkan agar bekel Lingga masuk.
Setelah menghaturkan sembah maka berkatalah bekel Lingga
”Hamba tetap setya akan sumpah hamba, gusti patih.”
“Hm, mengapa engkau melarikan diri dan bersembunyi
ditempat adhyaksa Tumapel?” tegur patih Aragani.
“Gusti” sembah pula bekel Lingga itu ”karena hal ini
menyangkut tugas rahasia yang hamba harus merahasiakan,
maka hamba mohon agar hamba diperkenankan untuk bicara
dihadapan gusti sendiri.”
Patih Aragani mengerut dahi. Ia memang menaruh
kepercayaan besar terhadap orang itu. Maka ia terkejut ketika
mendapat laporan bahwa orang itu telah menghilang lalu
bersembunyi di tempat adhyaksa Tumapel ”Baiklah” kemudian ia
meminta agar Kuda Panglulut menjaga diluar.
Kuda Panglulut tampak kurang senang air muka mengapa
rama mentuanya lebih percaya pada bekel itu daripada dirinya.
Namun setelah melihat isyarat kicupan mata dari patih Aragani,
akhirnya mau juga pemuda itu meninggalkan pendapa.
“Nah, sekarang bicaralah” perintah patih Aragani.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kepercayaan paduka yang memilih diri hamba untuk menyaru


menjadi bekel Lingga telah berjalan baik sekali, gusti” bekel itu
memulai pembicaraannya.
“Karena wajahmu mirip dengan bekel Lingga maka kujadikan
dirimu sebagai pengganti bekel itu agar jangan terjadi
kegoncangan dalam keraton. Bukankah anakbuahmu para
prajurit bhayangkara itu tak mencurigai dirimu?” tegur patih
Aragani.
“Berkat restu paduka gusti, hamba telah dapat menjalankan
peran hamba sebagai bekel Lingga dengan baik.”
Diam2 patih Aragani agak terhibur hatinya. Ia teringat di kala
bekel Lingga mati digigit ular weling yang berada dalam kotak
yang telah di bawa bekel Kalingga, bingung juga ia mencari akal
bagaimana ia dapat mengatasi persoalan itu agar jangan sampai
menimbulkan kehebohan dalam keraton karena hilangnya dua
orang bekel, Lingga dan Kalingga. Akhirnya ia teringat bahwa
seorang pengalasan kepatihan yang bertugas sebagai pekatik
atau pakuda mempunyai perawakan dan wajah yang mirip bekel
Lingga. Segera dipanggilnya tukang rawat kuda itu menghadap.
Setelah diberi petunjuk bagaimana harus berulah dan bergaya
sebagai bekel Lingga, akhirnya pakuda itu disuruh mengganti
sebagai bekel Lingga. Karena dia jarang dikenal di lingkungan
kepatihan maka tiada seorangpun yang tahu demikian pula
kemiripan wajahnya dengan bekel Lingga, tiada menimbulkan
kecurigaan para prajurit bhayangkara bawahannya.
Kemudian dengan alasan yang dapat diterima, patih Aragani
meminta kepada patih Kebo Anengah agar untuk sementara
bekel Lingga itu diperbantukan di kepatihan. Setelah itu ia
menugaskan bekel Lingga palsu itu bersama Seta Arang
membawa gong keraton Singasari menuju ke Daha untuk
memancing orang2 Daha yang terlibat dalam pencurian gong
pusaka empu Bharada itu datang ke lembah Polaman.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bajubang” tegur patih Aragani ”mengapa gong keraton


Singasari hilang ?.”
Bajubang, demikian nama orang yang menjadi bekel Lingga
segera menuturkan semua peristiwa yang terjadi di lembah
Polaman. Penuturannya sesuai dengan apa yang dipersembahkan
Seta Arang.
“Lalu mengapa engkau tak lekas menghadap aku?.”
“Harap gusti memberi ampun yang sebesar-besarnya kepada
diri hamba,” Bajubang atau bekel Lingga menghaturkan sembah
”hamba telah berhadapan dengan suatu peristiwa yang tak
hamba sangka2.”
“Apakah itu ?.”
“Dalam keadaan terluka sebenarnya hamba hendak
menghadap paduka tetapi di tengah jalan hamba dihadang
seorang lelaki berkuda. Karena hamba sangka dia penyamun
maka hamba masuk hutan. Hamba pancing supaya dia mengejar,
kemudian hamba akan mengambil kudanya dan membawanya
kabur. Siasat hamba berhasil tetapi pada saat hamba naik
kepunggung kuda, tiba2 dia menerjang hamba. Terjadilah
pergumulan. Hambapun hampir berhasil mencekiknya mati tetapi
tiba2 dia dapat menendang perut hamba sehingga hamba
terjerembab. Dia memberingas hendak membunuh hamba tetapi
hamba cepat mengenal orang itu dan berteriak
menghentikannya.”
“Siapakah orang itu?.”
“Bekel Mahesa Rangkah, gusti.”
“O” desuh patih Aragani ”lalu?.”
“Karena diancam terpaksa hamba menuturkan semua
perjalanan hamba dari Daha.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Juga tentang hilangnya gong keraton Singasari?” tegur


Aragani mulai terkejut.
“Ya.”
“Juga engkau katakan kalau aku yang menitahkan engkau ?.”
“Ya.”
“Bedebah, engkau Bajubang !” karena marah patih menampar
muka pengalasan itu. Namun Bajubang diam saja bahkan
tersenyum.
“Hai, engkau berani mengejek aku?” teriak patih Aragani
makin marah.
“Bukan, gusti” sahut Bajubang ”karena paduka tergesa
memukul hamba sebelum hamba menyelesaikan cerita hamba.”
“Hm” desuh patih Aragani ”teruskan” ia segera mengambil
pedang dan diletakkan diatas pangkuannya ”apabila nyata2
engkau lelah menyimpang ke-arah jalan hianat, akan kupenggal
lehermu.”
Bajubang tak terpengaruh oleh ancaman itu, ia melanjutkan
pula ”Adalah karena hamba berbicara dengan terus terang itu
maka bekel Rangkah pun percaya penuh dan mengeluarkan isi
hatinya. Dia menasehati hamba supaya jangan kembali kepada
paduka dan dia-pun sanggup untuk melindungi hamba lalu
menitipkan hamba ditempat kediaman adhyaksa Tumapel.”
“Dan engkau menurut?” patih Aragani membelalak bengis.
“Ya.”
“Penghianat” patih Aragani menyambar pedang terus hendak
ditabaskan kearah kepala Bajubang. Bukan takut, kebalikannya
Bajubang bahkan menyorongkan batang lehernya ”jika paduka
tak menginginkan keterangan hamba selengkapnya, silahkan
paduka memenggal leher hamba, gusti.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Patih Aragani terkesiap. Diam2 ia menyadari akan tindakannya


yang terburu nafsu dan mulai mengetahui bakat terpendam yang
dimiliki Bajubang ”Hm, mengapa engkau selalu menurut saja
kepada Mahesa Rangkah ?.”
“Gusti” kata Bajubang ”adakah bekel Rangkah itu fihak yang
memusuhi paduka ?.”
Patih Aragani terkesiap. Pertanyaan yang dilontarkan
Bajubang itu memang tepat. Bajubang seorang pakuda, tentu tak
tahu liku2 suasana dalam keraton Singasari. Dan memang sejauh
itu, ia belum melihat bukti2 yang jelas dari tindakan bekel
Rangkah yang sedemikian itu. ”Aku belum melihat sesuatu
padanya yang cenderung kearah itu.”
“Adakah gusti masih memperkenankan hamba melanjutkan
penuturan hamba?” tanya Bajubang.
Patih Aragani terkesiap. Ia segera menyadari kalau tangannya
masih mengangkat pedang. Pedangpun diturunkan dan
menganggukkan kepala.
“Ada dua pertimbangan yang hamba lakukan pada saat itu
mengapa hamba menurut anjuran bekel Rangkah” kata Bajubang
”pertama, rupanya bekel Rangkah mengira bahwa hamba ini
memang benar-benar bekel Lingga. Dia tampak marah dan
hendak menuntut balas atas kematian bekel Kalingga. Oleh
karena itu hamba terpaksa menyerah saja pada anjurannya. Dan
kedua, hamba pikir dengan mengikuti langkah yang
ditentukannya, hamba akan dapat lebih menyelidiki siapa dan
bagaimana sesungguhnya bekel Mahesa Rangkah itu.”
“O” patih Aragani terbeliak sehingga terjerembab pada
sadaran kursi. Ia tak menyangka bahwa seorang tukang kuda
ternyata memiliki pemikiran yang begitu hebat ”teruskan
ceritamu, Bajubang” serunya gopoh.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Dalam perjalanan ke Tumapel hamba berusaha untuk


menanyakan tentang hubungannya dengan bekel Kalingga, apa
sebab dia begitu marah sekali atas kematian bekel Kalingga.”
“Benar, benar” seru patih Aragani ”lalu bagaimana
keterangannya ?.”
“Walaupun tidak langsung mengakui tetapi hamba mendapat
kesimpulan bahwa dia memang mempunyai hubungan dengan
bekel Kalingga .....”
“Jika begitu” teriak patih Aragani serentak ”adakah surat dari
pangeran Ardaraja itu harus diterimakan kepadanya ?.”
Bajupang diam.
“Bagaimana Bajubang?” tegur patih Aragani.
“Hamba hanya seorang pakuda, gusti. Apa yang terjadi
sesungguhnya hamba tak tahu. Yang hamba ketahui, menurut
kesan hamba, bekel Rangkah memang mempunyai hubungan
dengan bekel Kalingga. Hanya sampai disitu pikiran hamba.”
“Lanjutkan lagi ceritamu” seru Aragani.
“Hambapun bertanya, sampai berapa lama hamba harus
bersembunyi di rumah kediaman adhyaksa Tumapel?” Bajubang
melanjutkan ”dia mengatakan, setelah dapat mengumpulkan
bukti2 lengkap, dia akan menggunakan hamba sebagai saksi
untuk mengadu kehadapan baginda tentang tindakan gusti
membunuh Kalingga dan meghilangkan gong keraton.”
“Bedebah si Rangkah” teriak patih Aragani seraya
mengacungkan tinju ”dia berani melawan aku, Panji Aragani?.”
Bajubang diam saja, membiarkan patih itu meluapkan
kemarahannya.
“Bagaimana dengan ulah adhyaksa Raganata?” beberapa saat
setelah tenang, patih Aragani bertanya pula.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Dia memperlakukan hamba dengan baik tetapi jarang bicara


dengan hamba. Dan diapun jarang menerima tetamu. Sulit untuk
mengetahui gerak geriknya. Yang jelas, dia tampak lebih suka
menenangkan diri dalam ruang pemujaan.”
“Hm” desus patih Aragani ”tetapi mengapa engkau tak mau
meloloskan diri dan menghadap kepadaku ?.”
“Gusti” kata Bajubang ”sudah menjadi kebiasaan hamba
apabila bekerja tentu tak mau kepalang tanggung. Demikian pula
dengan peristiwa itu. Hamba sudah terlanjur menghanyutkan diri
dalam langkah yang diatur bekel Rangkah, hamba akan
membiarkan diri hamba terhanyut sampai nanti mencapai tepian.
Hamba ingin tahu apakah yang hendak dilakukan bekel Rangkah
terhadap paduka.”
“Bukankah dia siap2 hendak mengadukan aku kehadapan
baginda.”
“Pada saat itulah, gusti” kata Bajubang dengan nada sarat
”hambapun akan membongkar segala tindakan bekel Rangkah
yang telah menekan hamba dan menculik hamba disembunyikan
di Tumapel.”
“Bagus, Bajubang!” teriak patih Aragani ”sungguh tak kukira
bahwa engkau dapat memiliki akal budi yang begitu pintar. Besar
sekali ganjaran yang akan kuberikan kepadamu, kelak setelah
aku kembali dari Daha. Sekarang engkau harus bersembunyi di
kepatihan. Jangan sampai jejakmu terlihat orang.”
Serta merta Bajubang memberi hormat lalu mengundurkan diri
dari hadapan patih itu.
“Hm” patih Aragani masih merenung seorang diri ”kiranya
Mahesa Rangkahlah yang mengacau di keraton. Jika demikian
.......” ia mengerut dahi ”bukan mustahil, ya, bahkan
kemungkinan besar tentu dia yang meletakkan gong keraton itu
di halaman keraton!.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hm, berbahaya” ia mendesuh ”benar2 berbahaya. Jelas ia


mempunyai rencana untuk menjatuhkan aku, paling tidak
menggeser kekuasaanku. Kemudian dalam arah lain, ia masih
berusaha untuk memikat hati gusti puteri Tribuwana, celaka !”
tiba2 ia tersentak dari duduknya ketika terlintas suatu bayang2
kesimpulan ”jika dia berhasil memikat puteri Tribuwana, sebagai
menantu raja dia tentu akan makin sombong dan makin besar
nafsunya untuk mendepak aku.”
Patih Aragani berhenti sejenak untuk melonggarkan dadanya
yang diamuk kemarahan.
“Celaka” serunya pula ”mengapa baru sekarang kuketahui
tentang diri bekel Rangkah itu. Aku hanya memusatkan pikiranku
kepada Kebo Anengah dan mentri2 serta senopati2 saja sehingga
melupakan diri seorang bekel bhayangkara.”
“Jika dia orang yang mempunyai kemungkinan untuk
menerima surat dari pangeran Ardaraja, mengapa dia meminta
gurunya untuk menyampaikan permohonan kepadaku supaya
diperkenankan ikut dalam rombongan pengiringku demi
rencananya hendak membunuh pangeran Ardaraja?” tiba pada
pertanyaan itu agak bingung patih Aragani untuk menemukan
jawaban.
Ia teringat bahwa masuknya Mahesa Rangkah menjadi bekel
bhayangkara-dalam puri keraton adalah pada masa empu
Raganata, Banyak Wide dan Wirakreti masih berkuasa dalam
pemerintahan kerajaan. Mungkin dia termasuk salah seorang
pengikut dari ketiga orang itu ? Ya, benar. Menilik dia dapat
menitipkan bekel Lingga atau Bajubang kepada adhyaksa
Tumapel, jelas,dia mempunyai hubungan dengan Raganata. Jika
demikian, sisa2 kekuatan Raganata dalam pura kerajaan masirl
ada.
“Dedongkot sudah terbasmi tetapi anakbuahnya masih
merajalela. Harus dibersihkan” kata patih Aragani seraya
mengepal tinju.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sedemikian tegang dan bernafsu patih itu berperang dalam


hatinya sehingga ia lupa untuk memanggil putera menantunya,
Kuda Panglulut, yang masih berjaga di luar.
Karena sudah terlalu lama menunggu belum juga dipanggil.
Kuda Panglulut terpaksa masuk. Tetapi demi melihat betapa
tegang wajah rama mentuanya saat itu, ia tertegun. Kemudian ia
terkejut ketika patih Aragani tengah mengepalkan tinju,
mengacungkannya seraya berseru ”Keparat, enyah engkau ....”
Kuda Panglulut terkejut karena mengira dirinya yang
dimaksudkan. Tergesa-gesa ia melangkah keluar dengan
mengucurkan keringat dingin. Ia tak tahu apa salahnya mengapa
tiba2 rama mentuanya marah kepadanya.
Pada hal saat itu, kemarahan patih Aragani tertumpah pada
diri bekel Mahesa Rangkah dan rencana2 yang telah dirancang
untuk melenyapkan bekel itu.
Diluar halaman, Kuda Panglulut masih mendengar rama
mentuanya berteriak-teriak, kemudian tertawa gelak-gelak ....
-oo~dwkz^ismoyo^mch~oo-

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 9

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor Teks :
MCH

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
Editor : MCH
Dendam merupakan siksa batin yang paling menyiksa. Jika
ditekan, akan merupakan api dalam sekam. Bila diluapkan, akan
menjadi lahar dahsyat dari gunung berapi.
Dalam menghadapi sesuatu, terutama yang menyangkut soal
perasaan, entah sedih, entah benci ataupun dendam kesumat
dari kemarahan dan kebencian, kita hanya menempuh dua jalan.
Menekan atau meletuskan perasaan yang tengah membara itu.
Pada hal akibat dari kedua jalan itu hanya suatu penundaan dari
peletusan. Menekan rasa dendam hanya suatu penundaan waktu,
suatu penghindaran dari kenyataan. Sifatnya hanya seperti api
dalam sekam. Diluar tenang, didalam membara.
Meluapkannya, menimbulkan bahaya bermacam akibat. Akibat
yang memungkinkan segala macam kemungkinan yang tak
mungkin. Semisal lahar gunung berapi ataupun air bah. Segala
kemungkinan bencana, mungkin terjadi.
Dimana pikiran cerah berkabut, maka berarak-araklah awan
gelap perasaan hati. Dan tak lama awan mendung itu akan
berhamburan sebagai hujan lebat. Halilintarpun akan memekik-
mekik seolah merobek angkasa, membelah bumi. Bencana, tetapi
alam menghendaki. Demikian pula dengan rasa dendam
kemarahan atau kesumat. Bencana, tetapi manusia tetap
menghendaki, bahkan menikmati dengan senang.
Hujan menyegarkan bumi, menyejukkan udara, memeriahkan
suasana alam. Adakah rasa dendam juga demikian akibatnya
terhadap alam pikiran dan bumi hati manusia ?
Hujan termasuk unsur Air yang menghidupkan alam semesta.
Tanpa air, alam akan gersang, kering dan binasa. Dendam,
termasuk unsur Nafsu yang menghayat dalam sifat

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kemanusiawian manusia. Adakah tanpa dendam, manusia akan


gersang, kering dan binasa? Tidak. Kebalikannya, karena dendam
dan nafsu2 itulah manusia menderita kegersangan dan
kebinasaan. Gersang karena panas bara dendam, kesadaran
pikiran dan ketenangan hati akan binasa.
Apabila sudah mengetahui dan menyadari hakiki daripada rasa
dendam itu, mengapa manusia masih menyambut, memiliki dan
bahkan menggemarinya? Aneh memang manusia itu tetapi
memang demikian manusia. Manusia yang mempunyai pikiran
dan pikiran yang maha binal sifatnya. Pikiranlah yang menjadi
sumber terciptanya segala macam perasaan, termasuk rasa
dendam yang berbahaya itu.
Untuk meniadakan rasa dendam, sumbernya harus kita cari
pada pikiran. Mencari dalam arti kata menyelidiki, menelaah dan
memecahkan sumber persoalan yang menimbulkan rasa dendam
itu. Menyelidiki, menelaah dan memecahkan persoalan, suatu
cara yang berani menghadapi kenyataan. Beda dengan
menghindari, menekannya. Dengan dalih harus memiliki
kesabaran dan pertimbangan2 yang baik, kita berusaha untuk
menghindari dan menekan rasa dendam kemarahan ataupun
dendam kesumat. Dan berhasillah rasa dendam itu terkuasai dan
diendapkan. Tetapi hal itu bukan berarti menjamin bahwa rasa
dendam itu sudah lenyap, melainkan hanya terkuasai dan
mengendap dalam dasar hati kita. Dan sesuatu yang terkuasai
ataupun mengendap, pada suatu saat, mempunyai kemungkinan
untuk masih dapat meletus pula. Semisal dengan gunung berapi.
Lain pula halnya apabila rasa dendam itu sudah kita selidiki
sebab musababnya, kita telah tahu asal mulanya dan kemudian
kita pecahkan persoalannya, maka rasa dendam itupun akan
lenyap tanpa bekas. Memang sukar untuk menyelidiki, menelaah
dan memecahkan soal rasa dendam itu. Karena pemecahan itu
harus berlandaskan pada kesadaran rasa dan pikiran Kasih
sayang, Welas- asih dan kesucian. Unsur yang sebenarnya

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

terdapat dalam diri insan manusia. Bahkan merupakan unsur inti


dari sifat kemanusiawian manusia. Tanpa inti-unsur itu, sukarlah
dibedakan kelainan manusia dengan segala jenis mahluk lainnya.
Panji Aragani, sang patih dari kerajaan Singasari itu,
memanjakan diri dalam genangan nafsu. Nafsu keinginan untuk
meraih kedudukan tinggi, pangkat dan kekuasaan dalam
pemerintahan Singasari. Dan nafsu2 itulah yang mempunyai
bayang2 dari dendam kemarahan dan dendam kebencian,
terhadap orang yang tak mencocoki seleranya terutama yang
berani menentangnya. Harus diakui bahwa Panji Aragani itu
seorang yang cerdik. Tetapi karena pikiran dan hati berisikan
nafsu2 keinginan besar, maka kecerdikannya itupun hanya
ditumpahkan pada segala sesuatu yang berlumuran nafsu
keinginan.
Dengan kecerdikan pikirannya yang tajam, dia dapat
menemukan bahwa bekel Mahesa Rangkah lah yang telah
melakukan pengacauan selama ini. Bahwa bekel itu seorang
manusia yang berbahaya yang melintang di tengah
perjalanannya menaiki tangga kedudukan tinggi. Maka iapun
segera memutuskan, bekel itu harus dilenyapkan. Dan dengan
kecerdikannya, segera ia dapat menemukan cara untuk
melaksanakan keputusannya terhadap bekel itu.
Keesokan harinya maka berangkatlah patih Aragani beserta
rombongan pengiring, menuju ke Daha. Diantara prajurit2
pengiring itu terdapat pula Mahesa Rangkah. Dia tidak
mengenakan pakaian sebagai seorang bekel, melainkan sebagai
seorang prajurit biasa. Patih Aragani tersenyum seram dalam
hati.
Patih Aragani diterima prabu Jayakatwang dengan penuh
kebesaran dan resmi. Mentri2 dan senopati lengkap hadir dalam
penyambutan itu. Patih Aragani merupakan utusan sang nata
Singasari yang membawahi Daha maka sudah selayaknya apabila
diterima dengan penuh kehormatan.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Setelah menerima persembahan kata dari patih Aragani


tentang maksud baginda Kertanagara, maka raja
Jayakatwangpun mengerut dahi, kemudian tertawa.
“Ah, sungguh besar dan tiada putus-putusnya seri baginda
Kertanagara melimpahkan budi kepada Jayakatwang“ ujar akuwu
dari Daha itu “benar2 suatu anugerah yang tak pernah kuimpikan
bahwa seri baginda berkenan akan memungut menantu kepada
Ardaraja.”
“Semoga dengan tali pernikahan itu, Daha dan Singasari akan
lebih sejahtera dan jaya, gusti “ seru patih Aragani.
“Benar, ki patih“ ujar Jayakatwang pula “tetapi benar2 berat
sekali hatiku menerima budi kebaikan seri baginda yang
sedemikian besar itu.”
“Ah, gusti “ kata Aragani “tetapi hamba rasa perjodohan itu
memang tepat sekali. Pangeran Ardaraja amat tampan, luhur
budi, perwira dan gagah perkasa. Sudah tentu seri baginda amat
berkenan sekali. Karena seri baginda tidak berputera melainkan
puteri2 dan sudah tentu kelak putera menantu baginda itulah
yang akan dilimpahi kepercayaan baginda untuk memegang
tampuk pimpinan kerajaan.”
Akuwu Jayakatwang mengangguk. Wajahnya cerah dan mulut
tersenyum penuh arti. Sinar matanya berkilat-kilat memancarkan
cahaya pelangi. Pelangi yang mengandung tujuh unsur warna
dan perasaan.
“Ki patih” ujarnya sesaat kemudian ”apabila seri baginda
berkenan melimpahkan anugerah yang sedemikian mulia kepada
Ardaraja, sudah tentu aku amat bersyukur sekali. Rasanya tiada
kutemukan rangkaian kata2 untuk menghaturkan sembah terima
kasihku ke bawah duli seri baginda. Hanya .....”
Akuwu Jayakatwang berhenti sejenak. Patih Araganipun tak
terpancing untuk mendesak pertanyaan. Dengan sabar ia
menunggu sampai akuwu itu melanjutkan pula.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hanya“ kembali Jayakatwang memulai pula dengan


mengulang kata-katanya tadi ”kiranya puteri seri baginda yang
manakah yang hendak seri baginda anugerahkan kepada
puteraku itu ?.”
Patih Aragani kerutkan dahi.
“Gusti“ sembahnya kemudian “hamba sendiri juga belum
diberitahu seri baginda tentang gusti puteri yang manakah yang
hendak dijodohkan dengan pangeran raden Ardaraja. Karena seri
baginda berputera beberapa orang. Selain dari gusti ratu yang
sekarang, sebelumnyapun dari gusti ratu yang terdahulu yang
telah wafat. Tetapi hamba percaya, gusti, bahwa seri baginda
tentu takkan mengecewakan harapan pangeran Ardaraja.”
Akuwu Jayakatwang mengangguk.
“Baiklah, ki patih” katanya “sebagai raja bawahan dari
Singasari, sudah tentu aku harus tunduk apapun yang dititahkan
seri baginda Singasari.”
“Ah, hamba mohon jangan gusti mengadakan perbedaan
perasaan semacam itu. Dengan ikatan keluarga itu, kedudukan
Daha dengan Singasari akan duduk sama rendah, berdiri sama
tinggi“ kata patih Aragani.
Akuwu Jayakatwang tertawa. Nadanya penuh teka teki. Antara
riang dan resah, cerah dan cemoh.
“Memang aku ingin sekali melupakan perasaan bahwa Daha
ini menjadi bawahan Singasari selama dua puluh tahun, ki patih “
kata akuwu Jayakatwang tertawa renyah.
Diam2 patih Aragani terkejut ketika mendengar betapa tandas
dan tajam nada akuwu Daha itu ketika mengucapkan masa
penjajahan Singasari atas Daha. Kata2 itupun berarti bahwa
Jayakatwang selalu ingat akan keadaan itu maka ia menyatakan
ingin sekali menghapus. Namun Ingin itu hanya suatu maksud
hati dan maksud hati itu belum menjamin pasti akan mampu
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

melaksanakannya. Dengan demikian pula, jelaslah sudah bahwa


akuwu Jayakatwang masih tetap mendendam akan peristiwa itu.
Diam2 patih Aragani melayangkan pikirannya jauh kesuatu
angan2. Kesan bahwa akuwu Jayakatwang itu masih tak dapat
melupakan peristiwa Singasari menjajah Daha, memberi
dorongan hatinya untuk merangkai rencana. Diam2 ia girang
karena memperoleh kesan itu. Bukankah apabila Jayakatwang
karena dimabuk kegirangan puteranya akan diambil menantu seri
baginda Kertanagara lalu melupakan dendam terhadap Singasari,
akan berbahaya akibatnya terhadap Singasari maupun terhadap
dirinya ? Bukankah dengan kesan itu, ia dapat memperuncing
hubungan antara Jayakatwang dengan seri baginda Kertanagara?
“Gusti“ cepat ia mendapat akal “memang sebagai keturunan
dari raja2 di Daha yang berkuasa dan berwibawa, paduka tentu
tak dapat melupakan peristiwa2 yang dialami Daha dari fihak
Singasari. Karena pada hakekatnya, negara Panjalu itu harus
dibagi dua, Daha dan Singasari, dengan kedudukan yang sama
tingginya. Jika ada satu yang merasa lebih tinggi atau bahkan
telah menginjak-injak kedaulatan yang lainnya, tentu akan
menimbulkan dendam yang menyala-nyala. Itu memang harus
dan sudah selayaknya.”
Panji Aragani berhenti sejenak untuk menyelidiki kesan pada
cahaya wajah akuwu Jayakatwang,
“Tetapi gusti” kata patih Aragani ”kenyataan2 itu harus kita
terima, hadapi. Mengingkari kenyataan, sama dengan
mengingkari garam itu asin dan madu itu manis. Menerima
kenyataan berarti kita berani menghadapi dan berani pula
berusaha untuk merobah supaya sesuai dengan kehendak kita.”
Akuwu Jayakatwang terkejut karena merasa bahwa patih
Singasari itu telah mengungkap isi hatinya. Cepat ia tenangkan
pula perasaannya dan teduhkan cahaya mukanya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kodrat Prakitri itu tak kekal sifatnya“ sebelum akuwu dari


Daha itu sempat membuka suara, patih Aragani sudah
mendahului pula “surya terbit, surya terang dan surya silam.
Tumbuh, jaya dan tenggelam. Demikian kehidupan alam,
manusia dan negara. Jika hal itu sudah menjadi kenyataan,
mengapa paduka harus berduka nestapa mengenang jaman yang
telah lampau ?.”
Akuwu Jayakatwang terkesiap. Ia makin berdebar karena jelas
patih Singasari itu tahu akan kandungan hatinya.
“Ki patih” ujar akuwu Daha itu ”waktu itu merupakan unsur
yang membentuk kehidupan manusia. Sukar rasanya untuk
melepaskan masa lampau yang telah menjadi sebagian dari
hidup kita. Jika engkau menitik beratkan pada kenyataan tadi,
tidaklah masa lampau itu suatu kenyataan pula?.”
“Benar, gusti “ kata patih Aragani “masa lampau memang
menjadi salah satu bagian dari kehidupan kita. Tetapi kurang
perlu kita harus mengenangkannya dengan rasa sesal dan duka.
Mengenangkan dengan penuh keperihatinan akan masa lampau,
tak ubah seperti kita yang sudah menjadi orang tua ini hendak
melamunkan pula kesenangan menjadi anak kecil, masa yang
paling menggembirakan dari kehidupan kita. Diantara hal yang
tak mungkin dalam kehidupan kita, ingin kembali menjadi anak
kecil lagi, merupakan salah satu hal yang paling tak mungkin
diantara yang tak mungkin itu, gusti.”
Akuwu Jayakatwang tertawa.
“Ki patih “ujarnya “memang kata-katamu itu benar untuk satu
hal tetapi tidak untuk semua hal.”
“Dalam hal apa, gusti, kata-kata hamba itu yang tak dapat
diserapkan kebenarannya ?.”
“Orangtua memang tak mungkin akan kembali menjadi anak
lagi“ kata Jayakatwang “tetapi negara bukan suatu hal yang tak

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mungkin, untuk kembali ke masa kejayaannya. Hari ini surya


tenggelam, tetapi bukankah esok surya akan terbit kembali?.”
Diam2 makin jelas patih Aragani akan isi hati akuwu Daha itu
“Benar, gusti “katanya “surya akan terbit dan silam, timbul dan
tenggelam. Demikian pula dengan negara dan kerajaan. Tetapi
masa itu tak dapat dipungkiri kenyataannya, gusti. Bahwa kini,
surya sedang bercahaya gilang gemilang dilangit Singasari,
dapatkah surya itu dipaksa dipindahkan ke lain kerajaan?
“Jika demikian, ki patih “ ujar akuwu Jayakatwang “adakah
surya itu hanya bersinar di langit telatah Singasari belaka ?.”
“Tidak, gusti “ kata patih Aragani “surya akan memancarkan
sinarnya ke seluruh buana. Tetapi surya tak dapat dipaksakan
harus mengunjungi daerah lain apabila belum tiba waktunya”
“Jika demikian, ki patih“ ujar Jayakatwang . “akan sia2
belakakah segala jerih payah usaha itu? Tidakkah kita serahkan
saja pada kodrat dan masa?.”
“Usaha itu wajib manusia, gusti“ sanggah patih Aragani
“manusia yang tak berusaha, berarti mengabaikan wajib
hidupnya, mengingkari wajib kemanusiawiannya. Tetapi
keputusan, tergantung kepada Hyang Widdhi Tunggal. Bukankah
kini surya mulai beralih memancarkan sinarnya ke Daha?.”
”Maksudmu ? “.
“Keputusan seri baginda Kertanagara untuk memungut putrra
menantu kepada pangeran Ardaraja hamba artikan sebagai titik
tolak dari arah surya yang akan menyinari bumi Daha.”
Akuwu Jayakatwang tertawa hambar.
“Benar, ki patih. Mudah-mudahan begitulah “ ujarnya “tetapi
pernahkah engkau mendengar sebuah cerita yang sederhana
tetapi cukup menarik?.”
“Cerita apa, gusti?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Cerita tentang seorang puteri yang tengah ngidam dan


meminta sesuatu kepada suaminya, seorang ksatria.”
Patih Aragani terkesiap. Menilik nada tawa dan seri wajah
akuwu Daha, ia dapat menduga bahwa akuwu itu tentu tak puas
dalam hati. Dan kini bertanya pula tentang sebuah cerita,
tentulah cerita itu mengandung tamsil yang mencerminkan isi
hatinya. Maka patih Araganipun segera mengatakan bahwa ia
belum pernah mendengar cerita itu.
“Dahulu “ akuwu Jayakatwang mulai bercerita “hidup seorang
puteri yang cantik, anak seorang begawan. Pada suatu hari
pangeran putera mahkota kerajaan di negeri itu berburu dan
singgah di rumah sang begawan. Ketika melihat puteri itu, ia
jatuh cinta dan akhirnya menikah. Pada hal pangeran telah
dijodohkan oleh rama prabunya kepada seorang puteri dari
kerajaan lain. Oleh karena itu, terpaksa pangeran tak berani
membawa anak begawan pulang ke keraton. Dan puteri begawan
itupun seorang wanita yang luhur budi. Dia mau menikah dengan
pangeran bukan karena pangeran itu bakal menjadi raja,
melainkan demi cintanya. Bahkan ia tak tahu bahwa suaminya itu
seorang putera raja .....”
“Pada suatu hari gadis itu mulai mengandung dan ngidam.
Ingin sekali ia makan daging ikan bader yang berasal dari telaga.
Pangeran itupun juga menyanggupi dan terus berangkat mencari
idam-idaman isterinya. Tiba di sebuah telaga, ia segera hendak
meneliti dan mengetahui bahwa dalam telaga itu terdapat ikan
bader. Namun sebagai seorang putera raja, ia tak pernah
mencari ikan, apalagi telaga itu cukup dalam airnya. Ia
termenung-menung duduk di tepi telaga, memikirkan bagaimana
cara untuk menangkap ikan bader itu. Girang pangeran itu bukan
kepalang. Ia mengatakan keinginannya untuk mendapatkan ikan
bader dalam telaga itu. Serta merta penangkap ikan itu segera
mengambil segenggam ikan bader dari lukah tempat ikan yang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dibekalnya dan diserahkan kepada pangeran itu. Dia menolak


ketika pangeran itu hendak memberi uang.
“Dengan gembira pangeran itu pulang dan memberikan ikan
bader itu kepada isterinya. Isterinyapun segera menanaknya.
Tetapi ketika dimakan ia muntah-muntah “Duh, kakangmas, dari
manakah gerangan kakang mendapatkan ikan bader itu ? “
“Dari telaga, yayi “sahut pangeran.
“Bagaimana cara kakangmas mendapatkannya?.”
Dengan sejujurnya pangeran menceritakan bahwa ikan bader
itu pemberian dari seorang tukang tangkap ikan. Mendengar itu
seketika puteri begawan itu menangis “O, tidakkah
mengherankan apabila putera paduka menolak makanan itu.
Jelas putera paduka itu kelak akan menjadi seorang ksatrya yang
luhur perwira. Dia tak mau makan barang yang berasal dari
pemberian orang.”
“Lalu bagaimana kehendakmu, yayi?.”
“Jika paduka cinta akan putera paduka, carikan-lah ikan bader
itu pula untuk dinda,“ kata puteri begawan.
Pangeranpun kembali pula ke telaga. Tetap ia duduk
termenung-menung mencari akal untuk menangkap ikan bader.
Ia masih jeri untuk terjun ke dalam telaga. Ia tak pandai
berenang dan kuatir akan tenggelam. Penangkap ikan itupun tak
muncul. Pangeran makin gelisah. Akhirnya ia mendapat akal. Ia
menuju ke pedesaan didekat telaga itu dan berhasil
mendapatkan penangkap ikan kemarin. Ia menyerahkan
sejumlah uang dan minta penangkap ikan itu untuk
menangkapkan ikan bader di telaga. Penangkap ikan itupun
segera melakukan perintah dan pulanglah pangeran itu dengan
membawa ikan bader.”
Puteri begawanpun segera menanaknya. Waktu memakannya,
kembali ia muntah2 “Ah, betapa anyir ikan bader ini.”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pangeran terlongong-longong.
“Bagaimanakah pangeran mendapatkan ikan bader itu ?“
tanya puteri begawan itu.
“Aku mengupah seorang penangkap ikan untuk
mencarikannya, yayi.”
'“Ah, itulah sebabnya putera paduka menolak makan ikan itu,
kakang.”
“Tetapi itu bukan pemberian orang. Aku membayar upah
kepadanya. Aku membelinya dengan uang, yayi “ sanggah
pangeran.
Puteri begawan gelengkan kepala “Putera paduka itu memang
ksatrya utama, kakang. Dia menolak makanan pemberian orang.
Dia pun tak menyukai cara memperoleh makanan yang
diidamkannya itu dengan mengandalkan kekuasaan uang. Dia
menghendakinya secara ksatrya.”
“Apa yang engkau maksudkan dengan cara ksatrya itu, yayi
?.”
“Seorang ksatrya harus menetapi dharma keksatryaannya.
Apabila berjanji hendak mencarikan sesuatu harus dengan jerih
payahnya sendiri. Tidak mengandalkan pada bantuan orang,
pengaruh uang dan pemberian orang.”
Pangeran berangkat pula. Sampai beberapa waktu ia masih
duduk termenung-menung di tepi telaga. Hatinya penuh berkabut
kesangsian. Antara takut mati tenggelam dan permintaan jabang
bayi dalam kandungan isterinya. Betapa kejutnya ketika
menyadari bahwa surya sudah hampir tenggelam di balik gunung
sebelah barat.
'“Aku seorang pangeran, aku putera raja yang kelak
menggantikan rama prabu. Jika mencebur ke dalam telaga saja
aku takut, bagaimana mungkin aku dapat menghadapi berbagai
masalah dan persoalan besar, bahkan bahaya2 yang mengancam
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

negara. Mati? Biarlah kalau memang dewata menakdirkan aku


harus mati tenggelam di telaga, akupun akan rela menerima
kematian itu, akhirnya bangkitlah semangat pangeran itu. Ia
terus terjun ke dalam telaga. Memang pertama kali ia harus
timbul tenggelam minum air, tetapi dengan kemauan keras dan
tekad yang membaja akhirnya ia dapat mengatasi kesukaran itu
dan berhasil menangkap seekor ikan bader.”
“Yayi, aku hanya berhasil mendapatkan seekor saja” pangeran
mengeluh.
Isterinya tak mengatakan apa2 terus memasaknya “Ah,
betapa nikmat dan lezat ikan bader ini, kakang. Puas rasa putera
paduka menikmati ikan yang diidam-idamkan itu..”
“Tetapi aku hanya mendapatkan seekor saja, yayi.”
“Bukan soal seekor atau dua tiga ekor, kakang. Tetapi nilai
daripada ikan itu terletak pada cara memperolehnya. Walaupun
sepuluh, dua puluh ekor, tetapi pemberian orang, sama sekali
tiada bernilai. Walaupun seratus dua ratus tetapi karena
mengupah orang untuk mencarinya, pun juga tiada nilainya.
Sedang sekalipun hanya seekor tetapi hasil dari jerih payah
tenaga sendiri, nilainya tiada tertara.”
“Demikian akhir ceritaku itu, ki patih“ akuwu Jayakatwang
menutup ceritanya ”jelas sudah bahwa sesuatu yang kita peroleh
dari pemberian dan bantuan orang, tidaklah memadai nilainya
dengan hasil yang kita capai dengan perjuangan tenaga kita
sendiri.”
Debar jantung patih Aragani sedemikian keras sehingga ia
pucat karena kuatir kalau terdengar oleh raja Daha.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Sungguh tepat
dan tinggilah suri
tauladan yang
terkandung dalam
cerita paduka itu, gusti
“ akhirnya cepat2 ia
menghambur kata
agar jangan raja Daha
mengetahui perobahan
wajahnya “tetapi
hambapun teringat
akan sebuah ujar2
bahwa seorang ksatrya
itu layak disebut
ksatrya bukan hanya
karena sifat kegagah-
annya, keberaniannya
dan keteguhan
tekadnya untuk
melaksanakan cita2
dan kewajibannya,
semisal dengan
pangeran yang
akhirnya
membenamkan
tekadnya untuk
mencari ikan bader ke dalam telaga itu. Pun yang terutama harus
memiliki jiwa dan budi yang luhur, berlapang dada untuk
memaafkan yang salah, jujur dan tiada pendendam. Terutama
seorang ksatrya harus tahu menghargai budi..”
Terkejut akuwu Jayakatwang ketika mendengar kata2 patih
Aragani. Secara tak langsung, patih itu telah memberi jawaban
atas isi hatinya. Jika demikian, jelas patih itu tentu tahu kemana
arah maksud ceritaku tadi ? Pikirnya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Hanya dalam renungan beberapa jenak, Jayakatwang segera


dapat melihat suatu sinar yang menerangi pikirannya Ia kagum
atas kecerdikan patih Singasari itu tetapi di samping itu iapun
kuatir patih itu akan mencatat dalam hati, apa yang didengarnya
tadi. Tidakkah patih itu dapat mengadu kepada seri baginda
Kertanagara? Dan bukankah konon kabarnya patih Aragani itu
sangat dekat dan dipercaya oleh baginda Singasari ? “Hm …”
desuhnya dalam hati.
“Ki patih “ ujarnya dengan wajah ramah “kuminta ki patih dan
rombongan suka bermalam barang beberapa hari di Daha agar
aku dapat memberikan penyambutan2 yang sesuai dengan
keluhuran utusan baginda “'
Patih Aragani diam-diam menimang. Ia memang ingin
mengetahui dan melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana
sesungguhnya keadaan dan suasana di Daha itu. Maka dengan
kata- kata merendah patih Aragani pun menghaturkan terima
kasih atas kebaikan raja Jayakatwang.
Demikian malam itu patih Aragani dan rombongannya
menginap di keraton Daha dan ditempatkan dalam sebuah
bangsal agung. Hal itu sesuai dengan kedudukan patih Aragani
yang saat itu sebagai duta baginda Kertanagara.
Malam harinya rombongan utusan Singasari itupun dijamu.
Dalam kesempatan itu dapatlah patih Aragani berkenalan iebih
rapat dengan pangeran Ardaraja dan beberapa mentri Daha.
Sempat pula patih itu memperhatikan dari dekat siapa-siapakah
diantara mentri Daha yang paling menonjol dan perlu mendapat
perhatian. Diam-diam ia mencatat patih Kebo Mundarang, mentri
Sagara Winotan, Jangkung Angilo, Kebo Rubuh dan Mahesa
Antaka. Dari barisan senopati yang perlu mendapat perhatian
antara lain senopati Jaran Guyang, Bango Dolok, Prutung, Pencok
Sahang, Liking Kangkung dan Kampinis. Rupanya merekalah
yang menjadi tulang punggung kekuatan balapeka atau angkatan
darat Daha.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Diam2 patih Aragani terkejut mengetahui jumlah dari senopati


Daha yang begitu besar. Sikap mereka yang perkasa dan
berwibawa, menunjukkan suatu sikap yang patuh akan tata tertib
keprajuritan. Hubungan mereka yang begitu akrab, penuh
dengan rasa setya-kawan dan tanggung jawab. Selama dalam
perjamuan, patih Aragani sempat memperhatikan nada
pembicaraan mereka selalu mengarah akan kekuatan dan
kebangkitan kerajaan Daha yang jaya.
“Hm, hebat benar Jayakatwang menghimpun kekuatan“ diam2
patih Aragani menimang dalam hati. Kemudian pikirannya beralih
melintas ke Singasari. Sejak jatuhnya empu Raganata, Banyak
Wide dan Tumenggung Wirakreti dari tampuk pimpinan
pemerintahan, suasana dalam kerajaan Singasari makin
semrawut. Belum tampak suatu keseragaman ucap, sikap dan
tindak dari segenap mentri dan senopati dalam menegakikan
kerajaan Singasari, Bahkan tampak gejala2 untuk saling berebut
pengaruh “Ah“ tiba2 patih Aragani tersipu-sipu merah mukanya
ketika teringat akan dirinya sendiri. Bukankah dia juga salah
seorang yang haus akan kekuasaan itu ?
Perjamuan berlangsung dengan gembira dan meriah. Akuwu
Jayakatwang tidak hadir tetapi diwakili oleh pangeran Ardaraja
dan mentri2 serta senopati Daha.
“Gusti pangeran“ tiba2 dari deretan tempat duduk para
senopati Daha terdengar seseorang berseru kepada pangeran
Ardaraja “saat2 perjamuan seperti malam ini, rasanya jarang
sekali terjadi dalam sejarah kerajaan Daha. Demi merayakan hari
yang bersejarah ini, tidakkah pangeran memperkenankan
harapan hamba agar dalam perjamuan ini dipertunjukkan pula
beberapa acara yang menarik?.”
Pangeran Ardaraja terkesiap. Yang bicara itu adalah senopati
Pencok Sahang. Sebelum ia sempat bertanya, terdengar pula dari
deretan tempat duduk para mentri, seseorang berkata “Benar,

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

raden. Paman setuju akan usul tumenggung Pencok Sahang. Kita


harus menghormat utusan seri baginda Kertanagara.”
Pangeran Ardaraja berpaling dan dilihatnya yang bicara itu tak
lain adalah mentri Kebo Rubuh.
“Apakah yang paman tumenggung dan paman Kebo Rubuh
maksudkan dengan acara itu? “ akhirnya pangeran Ardaraja
bertanya.
“Biasanya dalam perjamuan tentu akan dihidangkan acara
tari- tarian “ kata Pencok Sahang “tetapi karena yang hadir disini
para mentri serta senopati Daha, maka baiklah acara yang akan
kami hidangkan itu sesuai dengan martabat seorang prajurit.”
“O “ desuh pangeran Ardaraja “paman maksudkan acara2
yang sering dipertunjukkan dalam kalangan prajurit?.”
“Benar, pangeran “ sahut Pencok Sahang pula “hamba rasa
gusti patih Singasari tentu akan menikmati dengan gembira.”
“Ah” pangeran Ardaraja kerutkan dahi ”tidakkah hal itu akan
mengganggu suasana perjamuan?.”
“Hamba rasa tidak, gusti “ sahut Pencok Sahang ”karena
dalam pertandingan2 itu akan dibatasi dengan peraturan tertentu
agar jangan sampai menimbulkan luka atau cidera pada lawan.
Cukup apabila lawan jatuh maka yang dapat menjatuhkan itu
dianggap menang. Dan setiap pemenang akan mendapat
pemberian tuak dari gusti patih Singasari yang melambangkan
kehadiran seri baginda Kertanagara dalam perjamuan ini.”
Sebenarnya masih berat rasa hati pangeran Ardaraja
mendengar usul Pencok Sahang itu. la kuatir hal itu akan
merusak suasana kegembiraan perjamuan. Tetapi sebelum ia
sempat menyatakan apa2, tiba2 terdengar suara seseorang
berseru ”Raden, usul tumenggung Pencok Sahang itu cukup
menarik. Sudah tentu hamba merasa mendapat kehormatan
besar dapat menyaksikan ketangkasan dari para senopati dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

perwira2 Daha serta bangga sekali dapat mempersembahkan


tuak kepada mereka yang menang..”
Pangeran Ardaraja terkejut. Yang buka suara itu tak lain
adalah patih Aragani. Karena patih Singasari itu menyatakan
kegembiraannya, terpaksa pangeran Ardaraja menerima juga
“Baiklah, paman Pencok Sahang. Tetapi kuharap jangan sampai
menimbulkan hal2 yang mengganggu suasana perjamuan ini.”
Tumenggung Pencok Sahang mengiakan. Tampaknya ia
gembira sekali. Karena dengan diterimanya usul itu berarti
maksudnya hendak memamerkan kekuatan dari para senopati,
perwira dan tamtama pasukan Daha dapat tercapai. Biarlah patih
dari kerajaan Singasari menderita kejut dan jangan memandang
rendah pada Daha. Kebo Rubuh juga berpendapat demikian.
Diam2 selama dalam perjamuan itu ia dapat mengumpulkan
kesan bahwa patih Aragani itu bersikap angkuh dan congkak
terhadap para mentri senopati Daha.
Pencok Sahang segera menawarkan suatu acara yakni adu
tenaga dengan cara bergumul. Barang siapa dapat merebahkan
tubuh lawan ke lantai, dialah yang menang. Kemudian ia
menitahkan seorang bekel prajurit untuk tampil.
Bekel Sarkara, demikian nama bekel bertubuh tinggi besar
yang tampil ke tengah ruang yang cukup luas, kosong dan
terletak di hadapan para tetamu, segera berseru “Kawan2, kita
adalah prajurit. Maka yang hendak kita persembahkan sebagai
penghormatan prajurit Daha kepada utusan nata gusti patih
Aragani dari kerajaan Singasari, adalah permainan prajurit..”
Seruan itu segera disambut oleh seorang bekel yang bertubuh
kekar perkasa “Kakang Sarkara, mari kutemani kakang bermain-
main sekedarnya. Harap kakang suka mengalah.”
Bekel Sarkara tertawa “Baiklah Liman. Kutahu engkau
bertenaga besar dan pandai bergumul. Tentu engkau yang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menang, asal jangan engkau patahkan tulangku, aku sudah


berterima kasih kepadamu.”
Demikian kedua bekel itu segera tampil berhadapan dan mulai
saling mencengkam pinggang lawan untuk berusaha
merobohkannya. Keduanya seimbang sehingga pergumulan itu
berlangsung seru dan menarik. Akhirnya Liman, bekel yang
bertubuh kekar padat itu berhasil membanting lawannya rebah
ke lantai. Dia dinyatakan menang dan menerima hadiah
semacam tuak dari patih Aragani.
Karena menang, bekel Liman masih berada di tengah
gelanggang untuk menunggu lain lawan. Demikian satu demi
satu bekel Liman berhasil merebahkan lawan-lawannya ke lantai.
Tubuhnya bersimbah keringat seperti orang mandi dan wajahnya
merah padam karena meneguk beberapa piala tuak.
Beberapa bekel telah dirubuhkan dan tiada lagi prajurit yang
berpangkat bekel berani menghadapi bekel Liman. Karena
pengaruh tuak, ia mulai bersikap congkak. ”Kawan2, rasanya
dikalangan prajurit Daha tiada yang berani menghadapi bekel
Liman. Untuk memeriahkan suasana perjamuan ini, apabila
kawan2 dari Singasari bergembira, sukalah maju untuk bermain-
main dengan Liman “.
Sudah tentu tantangan itu memerahkan telinga rombongan
prajurit pengiring patih Aragani. Namun mereka tak berani
bertindak sebelum mendapat idin dari patih Aragani.
Rupanya patih Aragani tersinggung juga dengan kata2 bekel
Liman itu. Diam2 ia ingin memberi pelajaran kepada bekel Daha
itu dan sekalian untuk menunjukkan kepada mereka bahwa
prajurit2 Singasari itu tak boleh dianggap ringan.
“Baiklah, kalau kalian ingin melemaskan urat2, bolehlah maju
untuk bermain-main dengan bekel Liman” katanya kepada
prajurit2 pengiringnya. Ia tahu bahwa beberapa prajurit

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pengiringnya itu juga mahir dalam ilmu bergumul dan bertenaga


kuat juga.
Seorang prajurit yang bertubuh tegap, segera memberi
hormat kepada patih Aragani “Hamba bersedia menemani bekel
Liman, Gusti.”
Ketika melihat yang maju kehadapannya itu prajurit Sawung,
cerahlah wajah patih Aragani. Ia tahu prajurit itu adalah seorang
prajurit kepatihan yang terkenal bertenaga kuat. Segera ia
memberi idin.
Demikian keduanya segera saling berhadapan. Dan sesaat
kemudian berlangsunglah pergumulan yang amat seru antara
bekel Liman dengan prajurit bernama Sawung. Tetapi akhirnya
Sawung harus mengakui keunggulan lawan. Ia dapat direbahkan
ke lantai oleh bekel Liman.
Dua bahkan tiga prajurit pengiring patih Aragani berturut maju
tetapi merekapun satu demi satu dikalahkan bekel Liman. Patih
Aragani mulai merah mukanya. Lebih2 ketika melihat wajah para
senopati Daha tampak mengulum senyum gembira, telinga patih
Aragani makin terasa panas.
Tetapi ia gelisah juga. Siapa gerangan yang layak ditunjuk
untuk menundukkan bekel Liman.
“Gusti patih, hamba mohon diperkenankan untuk melayani
bekel Liman itu” tiba2 seorang prajurit tampil ke hadapan patih
Aragani.
Patih Aragani terkesiap, rentangkan mata lebar2 meneliti
prajurit itu. Serentak cerahlah wajahnya demi mengetahui siapa
prajurit yang minta ijin kepadanya itu.
“Baiklah, Rangkah “sahutnya tersenyum “kupercaya engkau
tentu dapat mengalahkannya.”
Yang maju itu memang bekel Mahesa Rangkah yang saat itu
menyamar dalam busana sebagai seorang prajurit biasa.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ki bekel Liman “ seru Mahesa Rangkah dengan nada datar


“aku ingin benar menemani ki bekel bermain-main, tetapi aku
kuatir dalam beberapa kejab saja aku sudah rebah di lantai.”
“Ah, jangan merendah diri, prajurit” seru bekel Liman “mari
kita mulai “
Keduanyapun segera saling merangkul dan saling berusaha
untuk mencengkam lalu membanting lawan. Alangkah kejut bekel
Liman ketika mengetahui bahwa kali ini dia sedang berhadapan
dengan seorang prajurit dari keraton Singasari yang aneh. Setiap
kali bekel Liman mencengkam atau mencekik tubuh lawan, lawan
tentu dapat meloloskan diri. Tubuhnya mandi keringat sehingga
licin dan tenaganyapun amat besar, ditambah pula dengan gerak
tubuhnya yang aneh, setiap kali bekel Liman hendak mengunci
cengkamannya tentulah tubuh lawan dapat menggelincir lolos
macam belut yang licin.
Berulang kali usaha itu dilakukan bekel Liman tetapi setiap kali
ia hendak mengunci, tentu setiap kali itu juga tubuh lawannya
menggelincir lolos. Bekel Liman makin panas. Pengaruh tuak
memanaskan tubuh, kegagalan mencengkam lawan makin
menambah berkobar hatinya. Makin lama kobar itu menjadi
rangsang kemarahan.
Pada suatu saat ketika mendapat kesempatan bekel Liman
berhasil mencengkam lalu mengunci kuat pinggang lawan. Sekali
ia kerahkan tenaga tentulah ia berhasil memaksa lawan rebah ke
lantai. Apabila lawan nekad, tulang pinggangnya pasti remuk.
Dengan menghimpun segenap tenaganya, mulailah kedua
tangan bekel Liman mendorong agar tubuh lawan rebah ke
belakang. Dan hampir usahanya itu tampak memberi hasil atau
sekonyong-konyong tengkuknya terasa dijepit oleh sepasang
tangan yang kuat, makin lama makin mengencang sehingga ia
hampir tak dapat bernapas. Pada saat ia hendak meronta
melepaskan tengkuknya dari himpitan yang keras itu, tiba2 ia
rasakan tubuhnya terangkat keatas, makin keatas sehingga
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kakinya terpisah dari lantai. Dan sebelum tahu apa yang terjadi,
ia rasakan tubuh membubung naik ke udara dan terus meluncur
deras kebawah, bluk ....
“Aduh .... “ bekel Liman menjerit keras, menggelepar-gelepar
diatas lantai laba tak bergerak-gerak lagi.
Ternyata Mahera Rangkah berhasil memasang siasat. Lebih
dulu ia membiarkan pinggangnya dicengkam lawan. Pada saat
perhatian lawan tercurah hendak merebahkan tubuhnya Mahesa
Rangkah segera bertindak. Ia mencekik tengkuk lawan dengan
sekeras-kerasnya, setelah merasa bahwa tenaga lawan mulai
mengendor, barulah ia mengangkat tengkuk orang ke atas dan
makin ke atas, kemudian dengan menghimpun segenap tenaga,
segera ia menghempaskan tubuh orang ke lantai. Rupanya
bantingan yang dilakukan Mahesa Rangkah itu cukup keras
sehingga kepala bekel Liman berlumuran darah dan orangnyapun
tak ingat diri.
Suasana dalam ruang perjamuan gempar seketika. Bukan
karena bekel Liman dapat dikalahkan tetapi karena kekalahan
bekel itu amat menyedihkan, kepalanya menderita cidera yang
parah.
“Engkau gagah sekali, prajurit “ seru seorang tamtama
bernama Datu dengan wajah merah padam karena marah
melihat kawannya terluka “aku bersedia melayani engkau.”
Mahesa Rangkah memang mempunyai rencana untuk
membuat onar. Dengan begitu akan terjadi sesuatu ketegangan
antara Singasari dengan Daha. Dengan begitu pula, akuwu
Jayakatwang tentu akan berbalik pikirannya terhadap kunjungan
patih Aragani ke Daha. Walaupun tipis kemungkinannya, namun
ia berharap agar akuwu Jayakatwang berani menolak maksud
baginda untuk menjodohkan pangeran Ardaraja dengan salah
seorang puteri baginda.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sebagai pernyataan dari luapan hatinya, Mahesa Rangkah


membanting tubuh bekel Liman sekeras-kerasnya ke lantai.
Kemudian dalam menghadapi tantangan bekel Datu itupun, ia tak
segan2 pula untuk bertindak keras. Bekel Datu berhasil dikuasai
pinggangnya dan dengan mengerahkan segenap tenaganya,
Mahesa Rangkah mencengkam sekuat-kuatnya, krek .... tulang
rusuk bekel Datu patah, tubuh terkulai menggelepar ke lantai.
Peristiwa itu benar-benar menggemparkan suasana
perjamuan. Patih Aragani sendiripun terkejut. Ia hendak
memanggil bekel Mahesa Rangkah tetapi pada saat itu terdengar
dari deretan tempat duduk senopati Daha, seseorang berbangkit
dan berseru “Bagus, prajurit Singasari. Aku kagum atas
kekuatanmu“ sambil berkata orang itupun sudah tampil ke
tengah gelanggang.
Terkejut sekalian hadirin ketika melihat yang maju itu tak lain
adalah tumenggung Pencok Sahang sendiri. Rupanya
tumenggung itu tak dapat menguasai diri melihat perbuatan
bekel Rangkah yang dianggapnya terlalu menghina orang Daha.
Patih Aragani terkejut pula. Menghadap kearah pangeran
Ardaraja ia segera berkata “Pangeran, tidakkah akan terjadi
sesuatu yang akan mengganggu kegembiraan perjamuan
paduka?.”
Pangeran Ardaraja pun tak puas melihat ulah Mahesa Rangkah
yang disangkanya hanya seorang prajurit biasa. Diam2 pangeran
itupun menginginkan agar salah seorang senopati Daha tampil
untuk menghajar prajurit Singasari itu. Ia sendiri tak dapat turun
ke gelanggang karena kedudukannya.
“Ah, biarlah paman patih “ujar pangeran itu “mereka sedang
bergembira, tak baik apabila kita menghilangkan kegembiraan
mereka. Memang demikian itu sudah biasa terjadi di kalangan
prajurit Daha.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Patih Aragani terkejut mendengar jawaban itu. Namun ia tak


sempat melanjutkan kata-kata karena saat itu, tumenggung
Pencok Sahang sudah berhadapan dengan Mahesa Rangkah.
“Ah, hamba hanya seorang prajurit biasa, gusti “ kata Mahesa
Rangkah demi mengetahui bahwa yang berhadapan dengannya
itu seorang lelaki yang mengenakan busana seorang tumenggung
“bagaimana hamba berani menghadapi paduka.”
Pencok Sahang tertawa “Pangkat dan kedudukan hanya suatu
perbedaan tingkat. Tetapi dalam medan laga, prajurit dapat
bertempur melawan seorang senopati. Tak ada lagi
perbedaannya.”
“Tetapi .....”
“Medan laga hanya mengenal siapa yang lebih kuat dan sakti.
Jangan engkau mempersoalkan siapa diriku lagi tetapi anggaplah
kita seorang lawan bergulat. Dan berusahalah engkau untuk
menjatuhkan aku.”
“Tetapi bagaimana mungkin hamba mampu . ..”
“Jika engkau dapat mengalahkan aku, keris pusakaku ini “
Pencok Sahang mencabut keris yang terselip dibelakang
pinggang ”sudah bertahun-tahun ikut aku dan melakukan
tugasnya dengan setya. Sebagai penghargaan atas kesaktianmu,
keris ini akan kuhadiahkan kepadamu..”
Gemparlah suasana perjamuan seketika. Tak pernah mereka
menyangka bahwa adu kekuatan dengan bergumul yang
sedianya hanya untuk memeriahkan perjamuan kehormatan bagi
rombongan patih Aragani, akan berlarut sedemikian rupa.
Patih Aragani berpaling memandang kearah pangeran
Ardaraja tetapi pangeran itu tampak tenang2, seolah-olah seperti
orang yang tak kaget digigit nyamuk. Memang pangeran itu
diam2 gembira. Dengan pernyataan yang didengarnya tadi, jelas

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

bahwa Pencok Sahang bertekad hendak menghancurkan prajurit


Singasari itu.
“Ah, bagaimana hamba berani menerima hadiah itu? “ seru
Mahesa Rangkah yang diam2 juga terkejut serta menyadari
bahwa orang benar2 hendak mengalahkannya.
“Sudahlah, prajurit “ seru Pencok Sahang “hal itu atas
kehendakku sendiri, jangan engkau kuatir apa2. Sekalian yang
hadir disini menjadi saksi atas pernyataanku tadi.”
Sehabis berkata Pencok Sahangpun segera bersiap-siap
mengambil sikap. Mahesa Rangkah terpaksa mengikuti. Diam2 ia
mempertinggi kewaspadaannya.
Memang tampak benar betapa besar nafsu Pencok Sahang,
hendak mengalahkan prajurit kerajaan Singasari itu. Ia segera
membuka serangannya dengan sebuah terkaman yang dahsyat.
Mahesa Rangkah agak gugup juga menghadapi serangan itu
sehingga ia tak sempat mengelak lagi. Dengan kecepatan yang
luar biasa, Pencok Sahang berhasil menguasai lawan lalu
mengangkatnya keatas dan terus dilemparkan ke lantai “Huh
.....”
Gempar pula suasana ruang perjamuan ketika melihat apa
yang terjadi saat itu. Hampir mereka tak percaya akan hal yang
dilihatnya. Tetapi hal itu memang suatu kenyataan.
Tubuh Mahesa Rangkah melayang sampai setombak jauhnya.
Dia bergeliatan di udara dan ketika tiba di lantai, diapun dapat
berdiri tegak pula. Kebalikannya, Pencok Sahang yang melempar
itu, bahkan tampak terhuyung-huyung sendiri sampai beberapa
langkah dan nyaris rubuh ke lantai. Sudah tentu hal itu
mengherankan sekalian hadirin.
Ketika Mahesa Rangkah berputar tubuh menghadap ke arah
lawan, Pencok Sahang masih berdiri dengan pejamkan mata ”Ki
tumenggung, mari kita mulai lagi “ seru Mahesa Rangkah sambil
menanti Pencok Sahang membuka mata.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Rupanya Pencok Sahang masih pening. Beberapa saat


kemudian barulah ia rasakan kepalanya ringan, pikiran terang
pula. Serentak ia teringat apa yang telah terjadi tadi. Ketika ia
hendak melontarkan tubuh prajurit lawannya, tiba2 tengkuk
kepalanya dihantam oleh tangan prajurit itu. Sedemikian keras
tangan prajurit itu menghantamnya sehingga ia merasa hampir
pingsan. Memang sepintas pandang Mahesa Rangkah seperti
orang bergeliatan yang meronta-ronta untuk melepaskan diri dari
bantingan lawan, tetapi tangannya sempat untuk memukul
tengkuk lawan.
”Hm, curang“ dengus Pencok Sahang dalam hati. Namun
untuk menuduh secara terang-terangan, ia merasa malu. Ia tak
mendengar seorangpun dari rombongan orang Daha yang
mengetahui perbuatan Mahesa Rangkah. Diam2 iapun
memutuskan untuk membalas kecurangan prajurit Singasari itu.
Demikian mereka bergumul lagi. Dalam sebuah kesempatan,
Pencok Sahang berhasil menangkap pergelangan tangan lawan,
walaupun saat itu bahunya juga dicengkeram lawan. Dengan
sekuat tenaga ia hendak meremas pergelangan tangan lawan
tetapi sebelum sempat ia melaksanakan rencananya, tiba2
tangan Mahesa Rangkah menurun kebawah ketiak dan terus
mencengkeram sekuat-kuatnya. Bagaikan terkena pagutan ular,
Pencok Sahang melonjak kaget sehingga tangan lawan yang
dikuasainya tadi dapat menggeliat lolos. Dan sebelum ia sempat
memperbaiki kedudukannya, tangan kiri Mahesa Rangkah sudah
mencengkeram pinggangnya dan meremasnya.
Saat itu Pencok Sahang benar2 kehilangan kekuatannya.
Tenaganya serasa merana karena ketiaknya dicengkeram sekuat-
kuatnya dan ditambah pula dengan pinggangnya diremas. Ia
menderita kesakitan yang hebat. Mukanya menyeringai seperti
iblis tertawa dan sebelum ia sempat berusaha menghimpun
kekuatan, tiba2 secara kasar tubuhnya telah didorong kebelakang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sekeras-kerasnya, duk .... pingsanlah seketika Pencok Sahang


ketika kepala dan tubuhnya terantuk pada lantai.
Melihat tumenggung mereka dirubuhkan, beberapa bekel dan
demang segera menerjang Mahesa Rangkah. Tanpa memberi
kesempatan orang berbicara lagi, mereka segera menyerang
dengan tinju dan pukulan. Suasana gaduh seketika.
“Berhenti! “ tiba2 pangeran Ardaraja membentak nyaring dan
beberapa bekel Serta demang yang mengembut Mahesa Rangkah
itupun berhenti “angkut Pencok Sahang ke Balai Prajurit!.”
“Bawa dia ke bangsal “ patih Aragani pun tak mau kalah hati
“tunggu sampai aku pulang memberi hukuman.”
Dua orang prajurit Singasari segera membawa Mahesa
Rangkah keluar. Pangeran Ardaraja terkejut “Hm, pintar benar
patih ini. Dia hendak menyelamatkan anakbuahnya dari
kemarahan para senopati Daha “ gumamnya dalam hati.
“Mohon raden melimpahkan ampun kepada prajurit yang
kurang tata tadi “ kata patih Aragani.
“Ah, tidak paman patih “ kata pangeran Ardaraja tersenyum
“dia tak bersalah, yang salah adalah tumenggung Pencok Sahang
mengapa kalah dengan seorang prajurit saja. Hal itu
membuktikan bahwa pasukan Singasari memang digdaya sekali.”
Demikian perjamuan itu berakhir sampai menjelang tengah
malam. Patih Aragani dan pengiringnyapun kembali ke bangsal
agung tempat penginapannya. Dengan peristiwa tadi, ia tak enak
hati dan besok pagi ia akan pulang ke Singasari.
”Mana prajurit tadi“ patih Aragani bertanya pada prajurit
pengawalnya dan menitahkan supaya Mahesa Rangkah dipanggil
menghadap.
Beberapa waktu kemudian pengawal itu datang dengan
membawa keterangan bahwa Mahesa Rangkah tak berada di
tempat penginapannya. Patih Aragani terkejut.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah, apakah mungkin dia hendak melakukan rencananya


membunuh pangeran Ardaraja?“ pikirnya. Dan pucatlah
wajahnya. Ia menyadari apabila hal itu sampai terlaksana,
tentulah ia takkan lepas dari tanggung jawab “Andai tiada
peristiwa dalam perjamuan tadi, mungkin fihak Daha tak dapat
menyangka siapa yang melakukan pembunuhan itu. Tetapi
setelah terjadi peristiwa itu, tentulah sangkaan akan jatuh pada
diri Mahesa Rangkah, dengan sendirinya patih Aragani-pun akan
terlibat dalam pertanggungan jawab “Celaka manusia itu “ ia
mengeluh.
Setelah keresahan memuncak pada kebingungan, karena tiada
menemukan jalan pemecahan, akhirnya ketegangan hati patih
Aragani mulai berangsur-angsur mengendap turun. Dan mulai
pikirannya dapat bekerja mencari akal.
“Hm, manusia itu memang berbahaya. Inilah kesempatan
yang baik untuk membunuhnya dengan meminjam tangan orang
Daha “ akhirnya ia menemukan akal.
Serentak ia masuk kedalam ruang tidur dan beberapa saat
kemudian keluar memanggil pengawal “Lekas engkau serahkan
surat ini kepada pangeran Ardaraja. Penting sekali!.”
Tanpa banyak pikir, pengawal itupun segera bergegas keluar
menuju ke keraton tempat kediaman pangeran. Tetapi segera ia
mengeluh. Kemanakah ia harus mencari tempat kediaman
pangeran itu ? Dan bukankah tak layak untuk mencari tempat
kediaman pangeran Ardaraja pada waktu semalam itu? Tidakkah
para penjaga keraton akan mencurigainya ?
Pengawal patih Aragani itu mulai bingung. Ia menyesal
mengapa tadi ia tak menanyakan letak kediaman pangeran
kepada patih Aragani. Tampaknya surat itu tentu amat penting
sekali sehingga patih Aragani memberi pesan harus segera dapat
diterima pangeran Ardaraja.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Saat itu tengah malam. Suasana keraton Daha sunyi senyap. ,


Akhirnya ia memutuskan untuk mencoba menyelundup kedalam.
Apabila tertangkap penjaga, ia akan mengaku terus terang.
Tentulah penjaga itu akan membawanya kepada pangeran
Ardaraja.
Dengan berindap-indap langkah, ia menyusup disepanjang
kerindangan yang gelap, agar jangan terlihat orang. Makin lama
ia makin mendekati puri dalam dimana para puteri dan keluarga
raja berdiam. Pikirnya, tempat kediaman pangeran Ardaraja
tentulah terletak disitu. Sebagai seorang putera mahkota tentulah
pangeran itu memiliki keraton kediaman yang indah. Dan ia akan
mencari bangunan yang paling indah dan megah diantara
lainnya.
Pada saat ia hendak melintas sebuah halaman yang
memisahkan batas dengan puri dalam, tiba2 seorang penjaga
berjalan melintasi lorong. Rupanya dia prajurit yang menjaga
keamanan. Melihat itu buru2 pengawal itu menyelundup kedalam
gerumbul pohon yang gelap. Setelah prajurit itu lenyap dan dia
hendak melangkah keluar, tiba2 pula tengkuknya dicekik orang
dari belakang. Sebelum ia sempat bicara, mulutnya sudah
dibungkam oleh sebuah tangan yang kuat.
“Siapa engkau ki sanak ! “seru orang yang menyergapnya itu
dengan nada pelahan tetapi bengis, seraya memutar leher
pengawal itu menghadap ke belakang.
“Uh “pengawal itu terbeliak kaget dan mendesuh tetapi karena
mulutnya dibungkam, ia tak dapat mengeluarkan suara.
Sekalipun begitu, apa yang dilihatnya saat itu, cukup
mendebarkan hatinya.
Ternyata penyergap itu seorang yang berpakaian hitam,
mukanyapun ditutup dengan kain hitam, hanya bagian mata yang
diberi lubang.
”Lekas bilang! “ orang aneh itu menghardik pula.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pengawal patih Aragani gelagapan dan tangannya menunjuk


pada tangan orang yang tengah mendekap mulutnya. Penyergap
itu rupanya sadar lalu melepaskan dekapannya.
“Aku prajurit pengawal gusti patih Aragani “ sahut pengawal
itu sembari hendak berusaha mencari kesempatan meloloskan
diri. Tetapi pada suatu ketika ia beringsut, hendak beranjak,
punggungnya terlanggar oleh sebuah benda yang tajam sehingga
memberikan rasa sakit pada kulit punggung. Ia menyadari bahwa
orang berkerudung kain hitam itu tengah melekatkan senjata
tajam ke punggungnya. Terpaksa ia hentikan gerak tubuhnya.
“Mengapa malam-malam engkau keluar kesini ? “ seru orang
berkerudung kain hitam itu setengah berbisik.
“Aku tak dapat tidur dan keluar mencari angin .... huhhhh “
orang itu mengerang kesakitan ketika benda tajam yang melekat
pada punggungnya itu tiba2 beralih menusuk kulit
tenggorokannya.”
“Bohong “ bentak orang berkerudung kain hitam “lekas bilang
terus terang atau kupotong lehermu.”
Pengawal itu merupakan prajurit pilihan. Tetapi dalam
menghadapi, bahaya seperti saat itu, runtuhlah nyalinya. Dia
menggigil “Baik, jika engkau mau mengampuni jiwaku, aku mau
bilang dengan sejujurnya.”
“Lekas “hardik orang itu.
“Aku diutus gusti patih.”
“O“ orang berkerudung kain hitam itu mendesus kejut
“kemana?.”
“Menyampaikan surat kepada pangeran Ardaraja.”
“O” kembali orang berkerudung kain hitam itu mendesuh lebih
keras “surat apa ?.”
“Entah, aku tak tahu isinya.”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Berikan surat itu kepadaku ! “ perintah orang berkerudung


kain hitam.
Pengawal patih Aragani terdiam. Rupanya ia bersangsi
“Mengapa engkau hendak meminta surat gusti patih itu ?.”
“Aku yang akan menyampaikan kepada pangeran “ kata orang
itu.
“Siapa engkau? “tanya pengawal.
“Aku orang bawahan pangeran yang ditugaskan untuk
melindungi keamanan keraton dan diberi wewenang untuk
membunuh siapa saja yang mencurigakan “ Pengawal patih
Aragani itu terdiam.
“Lekas atau kubunuh engkau” bentak orang berkerudung kain
hitam pula seraya melekatkan pisaunya makin keras ke
tenggorokan orang.
Pengawal itu ketakutan lalu mengambil surat dari dalam baju
dan diserahkan kepada orang berkerudung.
“Engkau tak perlu melapor pada gusti patih tentang diriku.
Cukup katakan kepadanya bahwa surat itu sudah engkau berikan
kepada pangeran, mengerti?.”
Pengawal itu mengangguk.
“Bodoh jika engkau tak menurut nasehatku. Karena patih
Singasari itu tentu akan murka dan mungkin akan menjatuhkan
hukuman mati kepadamu.”
Habis berkata orang itu terus loncat dan menghilang dalam
kegelapan, meninggalkan pengawal yang masih dicengkam
kemenungan. Ia merasa seperti bermimpi buruk. Namun ketika
menggigit bibirnya, ia masih merasa sakit. Setelah menimang
beberapa saat, akhirnya ia membenarkan kata2 orang
berkerudung tadi. Lebih baik ia menghaturkan laporan kepada
patih Aragani bahwa surat itu telah diterima oleh pangeran

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Ardaraja. Segera ia kembali ke bangsal agung tempat


penginapan patih Aragani.
Sementara di keraton kediaman pangeran Ardaraja, saat itu
tampak sesosok bayangan hitam tengah menyusur sepanjang
tempat yang gelap. Gerakan orang itu lincah dan tangkas sekali.
Langkahnya hampir tak menerbitkan suara. Dia mengenakan
pakaian warna hitam dan kepalanya pun memakai kain penutup
hitam hingga sampai ke leher. Sepintas, dia menyerupai hantu
yang berkeliaran pada malam hari.
Dia bukan lain adalah orang yang telah menyergap pengawal
utusan patih Aragani tadi. Setelah memeriksa surat dari patih
Aragani, marahnya bukan kepalang. ”Huh, bedebah Aragani itu
hendak bersekutu dengan pangeran Ardaraja untuk membunuh
aku? Setan” gumamnya ”dia hendak meminjam tangan pangeran
Ardaraja..”
Makin merenung isi surat itu makin meluaplah kemarahannya
“Hm, engkau mengira dirimu cerdik Aragani? Tetapi Mahesa
Rangkah lebih cerdik. Engkau licin, Mahesa Rangkah lebih licin
lagi.”
Ia segera merancang rencana bagaimana harus bertindak.
Segera ia menuju ke keraton kediaman Ardaraja. Setelah dengan
susah payah dan berhati-hati sekali akhirnya ia berhasil masuk ke
dalam ruang peraduan itu melalui jendela yang diungkitnya
dengan ujung belati. Dilihatnya pangeran itu masih tidur diatas
pembaringan “Jika pangeran Daha ini kubunuh, patih Aragani
pasti terlibat dan akan terjepit dalam dua karang tajam. Akuwu
Jayakatwang tentu murka dan menuntut kematian patih Aragani.
Baginda.Kertanagara demi mengambil hati Daha, tentu akan
menghukum patih itu. Dia tak dapat lolos lagi.”
Dengan berjingkat-jingkat ia menghampiri pembaringan
pangeran itu. Setelah memperhatikan beberapa jenak bahwa,
pangeran itu tidur nyenyak barulah ia mencabut pedang pandak
lalu dihunjamkan ke dada pangeran.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kematian seseorang memang sudah digariskan oleh ketentuan


nasib. Dalam keadaan seperti saat itu, sungguh tak mungkin
kalau pangeran Ardaraja akan terhindar dari kematian. Tetapi
rupanya dewata masih belum memperkenankan pangeran itu
harus mati ditangan seorang pembunuh. Rupanya dewata masih
menggariskan suatu kehidupan panjang bagi pangeran Ardaraja
dan kelangsungan kerajaan Daha.
Tiba2 pangeran itu mengeluh dan membalikkan tubuhnya
“Aduh ... “ia menjerit kaget dan kesakitan ketika bahu kirinya
tertusuk ujung pedang. Cepat ia memberingas bangun.
Pangeran Ardaraja memang gemar menuntut ilmu kanuragan.
Ia menyadari bahwa sebagai seorang putera raja yang kelak
mengganti kedudukan ramanya, ia tentu menghadapi segala
macam bahaya. Dan cita-cita yang dihembuskan ramandanya,
raja Jayakatwang, bahwa Daha harus bangkit kembali sebagai
kerajaan yang kuat dan jaya, makin menggelorakan semangat
pangeran itu. Oleh akuwu Jayakatwang, pangeran itu dikirim
kepada seorang resi sakti di puncak gunung Kelud. Dan setelah
menyelesaikan pelajaran ilmu jaya kawijayan, ia menjadi seorang
pangeran yang ditakuti oleh orang bawahannya. Bukan hanya
karena dia putera raja, pun karena kedigdayaannya.
Tusukan pedang yang mengenai bahunya, cepat menjagakan
pangeran itu dari tidurnya dan secepat itu pula ia segera tahu
bahwa seorang yang mukanya tertutup kain hitam tengah
mengacungkan pedang kearahnya. Ia segera tahu dan menyadari
apa yang terjadi saat itu. Cepat ia tebarkan selimut kemuka
orang itu. Orang itu terkejut juga. Cepat ia menyiak tebaran
selimut itu dengan pedangnya tetapi pada saat itu pula perutnya
didupak kaki Ardaraja sekuat-kuatnya.
“Huh .... “orang berkerudung kain hitam itu mendesuh kejut
dan terlempar kebelakang. Dupakan kaki Ardaraja itu cukup
keras, sehingga ia terbungkuk-bungkuk macam kura hendak
bertelur.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dia menyadari kalau rencananya telah gagal. Dan diapun


kuatir apabila Ardaraja berteriak, tentulah para penjaga keraton
segera akan datang mengepungnya. Ia tahu bahwa prajurit Daha
memiliki tata-tertib yang tinggi dan kedigdayaan yang
mengejutkan. Daripada harus tertangkap dan mati, baiklah ia
meloloskan diri.
Dilihatnya saat itu pangeran Ardaraja sudah loncat turun dari
pembaringan. Orang itu tak mau memberi kesempatan lagi. Tiba-
tiba ia taburkan pedangnya kearah pangeran Ardaraja yang tak
gugup. Serentak ia menyambar bantal dan disong-songkan
sebagai perisai untuk melindungi mukanya dari sambaran
pedang. Pada saat ujung pedang menembus bantal itu, ia segera
melepaskan bantal dan loncat ke belakang. Dengan cara yang
cerdik itu dapatlah pangeran Ardaraja terlepas dari bahaya maut.
Serentak ia hendak menyerang pembunuh gelap itu tetapi
alangkah kejutnya ketika bayangan orang itu sudah lenyap dalam
ruang. Ia menduga ketika ia sedang menyongsongkan bantal
untuk melindungi mukanya, tentulah pembunuh gelap itu sudah
menggunakan kesempatan untuk loncat dari jendela dan
melarikan diri.
Pangeran itu seorang yang berani. Ia tak mau berteriak
memanggil penjaga melainkan membuka pintu dan lari keluar
untuk mengejar. Tetapi sejenak berhenti di halaman dan
mengeliarkan pandang ke empat penjuru, ia tak dapat
menemukan jejak penjahat itu. Agar tak membuat kejut para
penjaga, iapun segera kembali ke ruang peraduannya lagi.
Tiba2 ia melihat secarik sampul terhampar dilantai.
Dipungutnya sampul itu. Ketika membaca isinya, ia terbelalak
“Surat dari patih Aragani? Dia hendak memberi peringatan
kepadaku supaya malam ini berjaga-jaga? Adakah dia sudah tahu
akan kemungkinan penjahat itu hendak membunuh aku? “
tanyanya seorang diri “jika demikian, jelas dia harus tahu siapa
pembunuh gelap itu.”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Namun pangeran itu dapat bersikap tenang. Tak mau malam


itu ia membuat gaduh dan mendatangi ke-tempat patih Aragani.
Ia akan menunggu sampai esok hari baru akan bertanya.
Demikian malam itu telah berlalu tanpa suatu peristiwa lain
yang menggemparkan. Keesokan harinya pangeran Ardaraja
mengunjungi patih Aragani.
Agak terkejut patih Aragani menyambut pangeran Ardaraja
yang sepagi itu sudah mengunjunginya. Diperhatikannya wajah
pangeran itu tenang2 saja. Adakah semalam tak terjadi suatu
apa? Pikir patih Aragani.
Setelah dipersilahkan masuk dan duduk berhadapan maka
patih Aragani pun menyatakan keheranannya mengapa sepagi itu
pangeran datang kepadanya.
“Terima kasih paman patih” ujar pangeran “bahwa engkau
telah memberi peringatan kepadaku.”
“O “desuh patih Aragani seketika menyadari mengapa
pangeran itu datang kepadanya “tetapi gusti pangeran, tidakkah
semalam terjadi sesuatu ?.”
“Ada “ pangeran mengangguk “hampir saja seorang penjahat
membunuhku.”
“Oh “ patih Aragani mendesuh “tetapi bukankah raden sudah
bersiap menjaga setiap kemungkinan seperti yang kuhaturkan
dalam surat itu ?.”
Pangeran Ardaraja gelengkan kepala.
“Tidak, paman “ sahutnya “aku tidur dengan nyenyak
sehingga bahuku yang kiri ini te luka“ ia menunjukkan bahu
kirinya yang dibalut dengan kain dan masih berwarna merah.
Patih Aragani terbelalak.
“Raden “ serunya “mengapa raden sampai terluka? Bukankah
paman sudah mengirim berita kepada raden ?.”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ya “ pangeran Ardaraja mengangguk “tetapi setelah peristiwa


itu selesai.”
“Hah ? “ patih Aragani ternganga “apa maksud raden? Sukalah
raden memberi penjelasan kepada paman.”
“Aku mendapatkan surat dari paman itu bertebaran di lantai.”
“Hai “ teriak patih Aragani seperti dipagut ular “tidakkah raden
menerima surat itu dari prajurit yang kuutus?.”
Ardaraja gelengkan kepala “Tidak pernah orang datang
kepadaku, paman patih. Yang datang hanyalah seorang penjahat
berkerudung kain hitam mukanya, hendak membunuh aku dan
meninggalkan surat dari paman itu” '
Dalam mengucapkan kata2 itu nada Ardaraja makin bengis.
Patih Aragani yang cerdik dapat menangkap maksud kata2
pangeran itu. Jelas pangeran itu hendak menuduh bahwa patih
Aragani lah yang mengirim pembunuh itu.
“Ah, tidak, raden” wajah patih Aragani agak pucat “tak
mungkin paman akan mengirim surat itu kepada seorang
pembunuh. Jelas paman telah mendapat laporaran dari pengawal
yang paman suruh, mengatakan bahwa surat itu telah raden
terima..”
“Dimanakah prajurit pengawal yang paman utus itu?” tanya
Ardaraja.
Aragani segera menitahkan pengawal untuk memanggil
pengawal yang dititahkan membawa surat kepada Ardaraja
semalam “Hai, benarkah engkau sudah menyerahkan surat itu
kepada pangeran Ardaraja?”
Ketika melihat pangeran Ardaraja berada disitu, gemetarlah
prajurit Itu ”Hamba . . . mohon ampun, gusti patih . . . .”
Aragani makin curiga “Lekas katakan !.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dengan suara terbata-bata pengawal itu segera menghaturkan


laporan apa yang dialaminya semalam ketika hendak
menghaturkan surat patih Aragani kepada pangeran Ardaraja.
“Bedebah, engkau berani bohong kepadaku,“ patih Aragani
terus mencabut keris lalu hendak ditusukkan ke tubuh
pengawalnya.
“Harap paman patih jangan tergesa membunuhnya “cegah
Ardaraja “aku hendak bertanya lebih lanjut kepadanya..”
Kemudian pangeran itu bertanya kepada pengawal, mengapa
pengawal itu mau menyerahkan surat dari patih Aragani kepada
orang itu.
“Dia mengatakan kalau ditugaskan paduka sebagai pengawal
keraton paduka, gusti pangeran “ pengawal itu lalu menceritakan
apa yang dikatakan orang berkerudung kain hitam kepadanya.
“Dan engkau percaya ? “ pangeran menegas.
“Percaya, gusti.”
“Mengapa ?.”
“Karena hamba belum tahu akan seluk beluk keraton paduka.
Kedua, hamba diancamnya hendak dibunuh apabila tak mau
menyerahkan surat itu. Dan ketiga kali, hamba timbang alasan
yang dikemukakannya itu cukup beralasan.”
“Keparat! “patih Aragani mendamprat pula “mengapa engkau
sebodoh kerbau tercocok hidung ?“
Dengan gemetar pengawal itu memohon ampun atas segala
kesalahannya. Dan Aragani karena merasa sebagai tetamu, tak
layak kalau membunuh prajurit di-depan dan di tempat keraton
orang “Hukumanmu, akan kuputuskan kelak apabila sudah
berada di pura Singasari.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Paman patih “kata Ardaraja. “sekarang persoalan ini sudah


jelas. Walaupun bukan paman yang menitahkan pembunuh itu,
tetapi paman tentu tahu siapakah orang itu.”
“Bagaimana raden dapat menduga begitu ?.”
“Selama belasan tahun ini tak pernah terjadi seorang luar,
terutama penjahat, mampu melalui penjagaan yang ketat dalam
keraton Daha. Baru kali inilah peristiwa itu terjadi “'
“Setelah paman datang ini ?“ patih Aragani menegas.
Ardaraja mengangguk “Betapapun aku hendak menghindari
pernyataan itu tetapi kenyataan memang demikian..”
Patih Aragani tertegun.
“Aku bukan menuduh bahwa paman patihlah yang menyuruh
penjahat itu tetapi kupercaya paman tentu tahu siapa orang itu..”
Patih Aragani memang sudah menduga arah tujuan kata2
pangeran Ardaraja. Dan iapun sudah siap untuk memberi
jawaban “Raden, paman duga orang itu tak lain adalah prajurit
dalam rombongan pengiring paman yang telah merubuhkan
beberapa bekel dan tumenggung Pencok Sahang tadi..”
“Paman masih menduga?“ pangeran Ardaraja agak
mengernyut dahi.
“Selama belum mengetahui pasti, paman tak berani
mengatakan dengan tegas” sahut Aragani “dan dugaan paman
itu berdasar karena prajurit itu telah lenyap dari rombongan
pengiring paman..”
“Siapakah dia, paman? “Ardaraja mendesak.
“Dia sebenarnya seorang bekel bhayangkara dalam keraton
Singasari “ Aragani memberi keterangan dengan terus terang
agar dirinya bersih dari tuduhan “dia menghadap paman dan
mohon supaya diperkenankan ikut serta dalam rombongan
pengiring paman ;”.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

”Apa alasannya?.”
“Karena dia ingin sekali dapat melihat keadaan keraton Daha
dan mengenal para mentri senopati Daha.”
“Siapakah namanya, paman?.”
“Mahesa Rangkah.”
“Mahesa Rangkah? “ Ardaraja kerutkan kening seperti hendak
mengingat-ingat. Tetapi ia tak bersua dengan nama itu dalam
ingatannya.
“Dapatkah paman menduga-duga, mengapa dia hendak
membunuh aku? “ tanyanya pula.
Patih Aragani tak lekas menjawab melainkan berdiam diri
beberapa saat. Ia masih mempertimbangkan bagaimana harus
memberi jawaban.
“Menurut kabar2 yang selama ini paman terima, bekel Mahesa
Rangkah itu memang sudah melampaui batas-batas tugas yang
di berikan kepadanya. Dia telah mendapat kepercayaan dari
baginda untuk mengepalai prajurit bhayangkara yang menjaga
puri keputren. Diapun sering dititahkan kedua puteri baginda,
puteri Tribuwana dan puteri Gayatri untuk mengawal apabila
kedua puteri baginda itu bercengkerama keluar keraton..”
“O “ desuh Ardaraja.
Diam2 patih Aragani girang. Ia melihat suatu kesempatan
untuk menusukkan jarum2 berbisa ke benak putera akuwu
Jayakatwang itu, agar timbul rasa curiga dan cemburu terhadap
hubungan kedua puteri baginda Kertanagara dengan bekel
Mahesa Rangkah.
“Menurut beberapa prajurit bhayangkara yang menjadi
bawahan bekel Mahesa Rangkah itu, tampaknya bekel itu
menaruh hati pada kedua puteri terutama terhadap puteri
Tribuwana..”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Aragani berhenti sejenak untuk menyelimpatkan pandang ke


wajah pangeran itu. Dilihatnya wajah pangeran itu bertebar
merah.
“Makin lama makin jelas tingkah bekel Mahesa Rangkah itu
dalam usahanya untuk memikat hati gusti puteri Tribuwana “
katanya lebih lanjut.
“Hm, adakah puteri juga membalas perhatian kepadanya? “
Ardaraja mulai terpikat.
“Dalam hal itu, paman belum menerima laporan yang jelas “
kata Aragani ”maklumlah, tak mungkin prajurit2 bhayangkara itu
dapat mengetahui sikap dan isi hati seorang puteri agung seperti
gusti puteri Tribuwana. Hanya paman pernah mendapat laporan
yang agak dapat dijadikan dasar rabahan tentang hubungan
puteri dengan bekel itu..”
Ardaraja terbeliak.
“Silahkan paman menceritakan “ katanya. Patih Aragani lalu
menuturkan tentang peristiwa pada waktu kedua puteri baginda
bercengkerama di taman Boboci, pernah hendak diganggu oleh
sekelompok lelaki tetapi dapat dihajar oleh bekel Rangkah. Puteri
Tribuwana memberi pujian kepada bekel itu. Dahi Ardaraja makin
mengerut dalam.
“Paman “ katanya sesaat kemudian dalam nada bersungguh -
sungguh “Aku ingin aku bertanyakan sesuatu kepada paman
patih. Tetapi lebih dahulu, sukalah paman memberi maaf apabila
pertanyaanku itu paman anggap lancang ataupun kurang susila..”
“0h.. sudah tentu paman akan merasa gembira apabila dapat
menjawab pertanyaan raden. Silahkan raden melimpahkan
pertanyaan itu, takkan kiranya paman mengambil di hati ataupun
menganggap yang bukan pada tempatnya..”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Baik, paman “ kata Ardaraja “apakah sesungguhnya yang


terkandung alam amanat baginda yang paman bawa ke Daha ini
?.”
Aragani tertawa.
“Amanat suci yang bermaksud baik agar antara Singasari dan
Daha terikat dengan persatuan keluarga “ sahut Aragani.
“Tidakkah dalam amanat itu mengandung sesuatu yang lain
dari itu?.”
Aragani yang cerdik sudah dapat menduga kemana arah
tujuan pertanyaan Ardaraja itu. Namun ia masih pura2 menegas
“Apakah yang raden maksudkan?.”
“Tidakkah anugerah baginda itu mengandung tujuan lain
disebabkan karena sesuatu?.”
“Sesuatu tentang? “ desak Aragani.
“Tentang puteri baginda yang hendak dijodohkan kepadaku itu
“ akhirnya karena terdesak Ardarajapun meluapkan isi hatinya.
Aragani tertawa. Diam2 ia gembira karena Ardaraja mulai
terpancing “Paman rasa tidak, raden.”
“Paman “ kata Ardaraja “tahukah paman siapakah kiranya
puteri baginda yang hendak baginda anugerahkan kepadaku itu
?.”
“Paman sendiri kurang jelas, raden “ sahut Ardaraja “baginda
mempunyai beberapa orang puteri yang cantik. Paman percaya,
tentulah baginda takkan mengecewakan harapan raden.”
“Mudah-mudahan apa yang paman katakan itu, akan
terlaksana sebagai anugerah baginda. Dalam hal anugerah itu,
bukan soal rupa, bukan soal ilmu kepandaian, bukan pula soal
harta dan benda yang kuharapkan, paman. Melainkan soal
kesucian, jiwa dan ragalah yang hamba dambakan,”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Patih Aragani tahu apa yang dimaksud dalam kata-kata


pangeran itu. Pangeran itu secara halus menolak akan puteri
Tribuwana dan Gayatri yang walaupun belum terbukti, tetapi
sudah terselubung asap desas desus yang kurang layak. Diam2
Aragani gembira sekali. Tusukan jarumnya telah berhasil
membuat Ardaraja marah. Pada hal jelas, puteri Tribuwana itulah
yang berhak atas tahta kerajaan Singasari. Yang jelas apabila
kelak Ardaraja menerima hadiah puteri baginda Kertanagara,
tentu masih harus berebut kekuasaan dengan calon suami puteri
Tribuwana. Yang jelas pula, calon suami puteri Tribuwana itu
tentulah bukan orang Daha.
Legalah sudah hati patih itu;
“Pendirian raden itu benar2 pendirian seorang pangeran yang
luhur“ ia menambah kata2 untuk mengikat pendirian Ardaraja
agar jangan berobah haluan “akan paman bantu sekuat
kemampuan paman agar seri baginda dapat menyelami dan
berkenan meluluskan harapan raden.”
Demikian setelah menghadap akuwu Jayakatwang dan
menerima persetujuan dari raja Daha itu, akhirnya patih Aragani
dan rombongannya meninggalkan Daha.
“Kepergianku ke Daha kali ini, sungguh langkah yang
beruntung “patih itu masih merenung dalam ratha yang
membawanya menyusur sepanjang jalan ke Singasari. Walaupun
di kanan kiri tampak pemandangan alam yang permai, namun
perhatiannya hampa tercurah pada peristiwa2 yang telah
dialaminya selama di keraton Daha.
“Sungguh tak kusangka, bahwa dengan sekali tepuk aku dapat
membunuh dua lalat.”
Pikirnya lebih lanjut “Ardaraja tak mungkin menjadi menantu
raja yang berhak atas tahta Singasari. Mahesa Rangkah pun
tentu tak berani pulang ke keraton Singasari lagi, ha, ha “ ia
tertawa gembira.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kemudian ia merenungkan sikap dan ucapan akuwu


Jayakatwang ”Jelas Jayakatwang itu masih mendendam kepada
Singasari. Cerita yang diperdengarkan kepadaku, menunjukkan
pendiriannya. Bahwa idam-idamannya untuk membangun Daha
lagi, harus dilakukan dengan usahanya sendiri. Dia menolak
suatu pemberian dari baginda Kertanegara, andai baginda
hendak memberi kedaulatan penuh kepada Daha. Diapun tak
ingin mencari bantuan kepada lain kerajaan dalam merebut,
kebebasan Daha dari kekuasaan Singasari. Dia akan merebut
kebangkitan Daha dengan tangannya sendiri.”
“Hm “ desuh patih Aragani “itulah sebabnya Daha giat
mengumpulkan senopati dan memperbesar pasukannya. Menilik
jumlah yang begitu besar dari senopati-senopati Daha yang ikut
hadir dalam perjamuan malam itu, memang tampaknya Daha
makin kuat. Jika senopatinya berjumlah sekian banyak tentulah
prajuritnya juga besar sekali jumlahnya. Berbahaya,“ patih
Aragani tersentak dari lamunan ketika tertumbuk akan dugaan
itu.
“Ah, mengapa seri baginda masih terlelap dalam lamunan
untuk merangkul Daha dengan ikatan keluarga ? “ makin
bergejolak perasaan patih itu “ibarat orang memelihara anak
macan. Betapapun anak macan itu diberi daging sekenyangnya,
dipelihara baik2, tetapi kelak apabila sudah besar tentu akan
menerkam yang memelihara.”
“Sebelum anak macan itu tumbuh kukunya, dia harus dibasmi”
pikirnya lebih lanjut ”tetapi bagaimana caranya. Untuk
menyadarkan baginda Kertanegara akan bahaya itu, rupanya
sukar. Baginda menaruh kepercayaan yang amat besar kepada
akuwu Jayakatwang. Hm” ia mendesuh. Pikirannya melayang-
layang untuk memaksakan keluarnya suatu titik terang tetapi
makin dipaksa, bukan titik terang yang keluar, kebalikannya
pikirannya malah keruh, kepalanyapun panas.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah “ ia melepaskan pandang ke tegal yang hijau. Nun jauh di


sebelah utara, tampak gunung Argapura menjulang dengan
megah. Jauh di belakangnya tampak pula bayang2 gunung
Arjuna.
“Demang Kartika “ tiba2 ia berteriak memanggil demang
Kartika yang mengepalai barisan pengiringnya. Terdiri dari
empatpuluh prajurit berkuda kurang satu yani bekel Mahesa
Rangkah yang telah melarikan diri itu.
Seorang lelaki bertubuh tegap, segera mencongklangkan
kudanya yang berbulu merah kearah ratha patih Aragani.
”Demang Kartika siap menerima perintah gusti patih “ serunya.
“Sampai dimanakah kita sekarang ?“ tanya patih Aragani.
“Kita telah melalui desa Ngantang dan kini melintasi watek-
bumi Daha, dalam perjalanan sepanjang kaki gunung Kelud,
gusti” kata demang Kartika.
“Setelah itu kita akan mencapai telatah Kawi, bukan?.”
“Benar, gusti”
“Ki demang “ kata patih Aragani pula “kudengar bahwa daerah
Kawi itu subur tanahnya dan mengeluarkan beberapa macam
buah-buahan yang lezat.”
“Benar, gusti.”
“Dan kudengar pula bahwa di gunung Kawi banyak tumbuh
palapa.”
“O, hamba kurang tahu, gusti.”
“Engkau tahu buah palapa itu, demang?.”
“Kalau hamba tak salah, palapa itu adalah semacam rebung
dari sejenis pohon bambu yang daunnya kecil dan berwarna
wulung.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ya, benar” kata patih Aragani ”palapa itu lezat sekali untuk
lalap, dicampur dengan parutan kelapa.”
“O “ demang Kartika mengangguk.
“Tetapi sukar sekali mencari palapa itu, karena pohonnya
jarang terdapat dan tidak sembarang tempat tumbuh pohon itu.
Oleh karenanya makanan itu merupakan hidangan mewah dari
para priagung luhur.”
Kembali demang Kartika hanya mengangguk.
“Demang “ seru patih Aragani “sudahkah engkau pernah
memakannya?.”
“Belum gusti” sahut demang Kartika.
“Baiklah “ kata patih Aragani “nanti apabila tiba di telatah
Kawi, kita berhenti dan akan kutitahkan prajurit untuk mencari
buah itu. Engkaupun akan ku-hadiahi bagian, demang.”
“Terima kasih, gusti patih “ demang Kartika menghaturkan
terima kasih.
“Demang” tiba2 patih Aragani berseru pula “sekalian
tangkapkan juga burung kepodang.”
Demang Kartika terkesiap tetapi buru2 ia mengia-kan saja.
“Burung kepodang itu akan kupelihara di kepatihan. Apabila
kelak anak perempuanku, isteri raden Kuda Panglulut itu
mengandung, akan kusuruh dia makan burung kepodang agar
puteranya kelak berwajah rupawan”.
Demikian ratha patih Singasari itu melanjut pula. Debu
berkepul-kepul sepanjang jalan yang dilintasi ratha yang ditarik
oleh delapan ekor kuda tegar. Sebagai patih Singasari yang
menjadi utusan raja, patih Aragani diperkenankan baginda untuk
naik ratha kebesaran dan diiring oleh sedomas atau empat puluh
pasukan berkuda.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Patih Aragani memang ingin menunjukkan kepada orang


Daha, akan kebesaran seorang patih Singasari. Untuk menambah
kewibawaan dan keagungan dari amanat seri baginda yang
dibawanya ke Daha itu.
Patih Aragani memang gemar membanggakan kekuasaannya.
~DewiKZ~Ismoyo~MCH~

II
Kunjungan patih Aragani beserta rombongan pengiringnya ke
Daha, diketahui juga oleh Nararya dan kawan2 yang bermarkas
di gua Selamangleng.
Patih Singasari berkunjung secara resmi ke Daha, tentu
membawa berita penting. Nararya menyebar anak-buah bekel
Saloka untuk mencari berita.
Ketika Nararya mendapat laporan bahwa kunjungan patih
Aragani ke Daha itu bermaksud untuk menyampaikan amanat
seri baginda Kertanagara hendak memungut putera menantu
kepada pangeran Ardaraja, Nararya terkejut. Entah apa
sebabnya, ada sesuatu yang meresahkan pikiran hatinya
mendengar berita itu.
Seketika terbayanglah Nararya akan kedua puteri baginda
Kertanagara yang pernah dijumpainya di taman Boboci tempo
hari.
“Adakah salah seorang dari kedua puteri itu yang hendak
dijodohkan dengan pangeran Ardaraja “ ia bertanya dalam hati.
Pertanyaan yang terjawab penuh keraguan dan kecemasan,
bersumber pada reka dan dugaan pikirannya sendiri. ”Tentulah
kemungkinan yang paling besar, baginda akan menjodohkan
pangeran Ardaraja dengan puteri yang sulung, gusti ayu
Tribuwana “ Sebuah jawaban menampil,
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Dan tak mungkin kedua puteri itu akan baginga berikan


semua kepada pangeran Ardaraja” lain jawaban timbul.
“Ya, tentu hanya salah seorang dari kedua puteri itu “ makin
berat kecenderungan dugaannya tetapi pada lain saat ia
menghela napas “ah, mengapa harus kedua puteri itu yang
diberikan kepada raden Ardaraja .....”
Tiba pada pemikiran itu, ia merasa kehilangan sesuatu. Aneh.
Mengapa ia mempunyai perasaan, demikian, ia sendiri tak tahu,
tak mengerti. Tak tahu tetapi merasa. Tak mengerti tetapi
kecewa.
Pikirannyapun melayang kembali ke saat2 ia berhadapan
dengan kedua puteri Tribuwana dan Gayatri. Saat itu ia merasa
seperti melihat sepasang surya kembar memancar di
hadapannya. Dengan pancaran sinar surya kembar itu, ia merasa
dilingkungi oleh kewibawaan dan keagungan. Kemudian setelah
ia kembali ke Daha, ia merasa alam disekeliling ini hampa, surya
tidak gemilang.
Hampir saja semangatnya tenggelam dalam kehampaan dan
kesunyian. Hampir nyala hidupnya mengalami keredupan.
Beberapa hari ia rasakan tubuhnya lunglai, tak nafsu makan,, tak
enak tidur. Ia membiarkan dirinya terhanyut, terhempas dan
akhirnya tenggelam ke dasar laut ke hampaan.
Bekel Saloka sibuk melihat perobahan sikap yang aneh dari
Nararya. Ia mengira pemuda itu sakit. Akan tetapi setelah
mendapat keterangan dari Pamot tentang peristiwa pertemuan
Nararya dengan kedua' puteri baginda Kertanagara di taman
Boboci, bekel Kuda Saloka tertawa dan geleng-geleng kepala.
”Ah, penyakit anakmuda kiranya yang menghinggapi raden
Nararya.”
Ia kasihan juga dan memberi nasehat “Raden, tiada yang
dapat menyembuhkan penyakit di tubuh kita, kecuali kita sendiri.
Banyak nian jenis penyakit itu. Ada sebuah penyakit yang aneh
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

yani yang disebut 'sakit tapi bukan penyakit'. Jenis penyakit aneh
itu, paling sukar diobati. Tabib dan dukun yang pandai tak
mampu mengobati, bahkan dewapun tak sanggup
menyembuhkan. Penyakit itu disebabkan rasa sakit dan rasa sakit
bersumber pada rasa hati peribadi. Oleh karena itu, yang dapat
menyembuhkan adalah rasa hati sendiri, raden.”
Saat itu Nararya terbeliak. Ia terkejut karena bekel Saloka
dapat menebak sakitnya.
“Aku gembira sekali karena raden mengidap penyakit aneh itu
“ kata bekel Saloka pula “karena dengan begitu raden menetapi
kodrat seorang pria yang memiliki cita2 tinggi. Tidak sembarang
anakmuda berani menerima penyakit semacam yang
menghinggapi raden itu. Oleh karena itu, raden harus bangkit
menyambut penyakit itu. Ibarat surya, raden masih seperti surya
menjelang tengah hari. Pancarkan sinar surya raden itu
segemilang-gemilangnya, luaskan daerah penyinarannya sampai
ke seluruh ujung buana. Jangan idinkan awan dan kabut
menutup sinar surya itu. Pancarkanlah sinar raden ke seluruh
alam, agar bunga2 bermekaran dan dewi2 kahyangan turun ke
bumi. Dengan memiliki sinar yang gilang gemilang itu, raden
pasti kuasa mempersunting dewi yang menjadi mustika buana ...
..”
Tergugah seketika semangat Nararya mendengar kata2 bekel
Saloka. Ia malu dalam hati. Bukankah turunnya dari pertapaan
karena dianjurkan oleh gurunya untuk ikut serta menyongsong
Wahyu Agung yang akan diturunkan dewata? Bukankah masih
banyak tugas yang belum ia laksanakan? Hina bagi ksatrya yang
lancung di ujian. Nista ksatrya yang gugur iman karena goda
wanita.
“Jodoh di tangan dewata,“ akhirnya ia menyerahkan segalanya
kepada kehendak Hyang Widdhi.
Namun ketika mendengar laporan bahwa patih Aragani ke
Daha untuk menyampaikan amanat baginda Kertanagara hendak
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

memungut Ardaraja sebagai menantu, sesaat timbul pula


penyakit dalam hatinya itu. Ia termenung-menung.
Bekel Saloka cepat dapat menduga isi hati Nararya. , Ia kuatir
raden itu akan kambuh lagi penyakitnya.
“Raden, malam ini di keraton akan diselenggarakan perjamuan
untuk menghormat patih Aragani “ katanya.
“Lalu ? “ tanya Nararya.
“Mari kita keluar dan menyelidiki di sekitar keraton. Siapa tahu
kemungkinan akan terjadi sesuatu yang di luar dugaan kita.”
Nararyapun setuju. Malam itu bersama Gajah Pagon dan bekel
Saloka, ia menuju ke keraton. Seperti yang diduganya, saat itu
keraton tentu dijaga keras. Tak boleh sembarang orang masuk.
Maka terpaksa Nararya bertiga meneduh di bawah pohon
brahmastana di alun-alun.
Beberapa lama menunggu, hampir saja Nararya mengajak
kedua kawannya kembali ke Selamangleng ”Ah, mereka bersuka
ria menikmati pesta, kita disini menggigil dihembus angin malam
“ katanya “lebih j,baik kita pulang saja.”
“Baiklah kita bersabar sebentar lagi sampai perjamuan itu
selesai, raden “ kata bekel Saloka.
Dalam hati sebenarnya Nararya mendesuh tetapi ia terpaksa
menurut juga.
Beberapa saat kemudian, mereka terkejut ketika melihat
beberapa prajurit Daha menggotong tubuh seorang tumenggung
ke Balai Prajurit.
“Apa yang terjadi ? “ tanya bekel Saloka. Belum pertanyaan itu
terjawab, kembali mereka melihat beberapa prajurit mengiring
Seorang prajurit lain ke bangsal tempat rombongan pengiring
patih Aragani.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Apakah yang terjadi, ki bekel ? “ tanya Nararya penuh


keheranan “adakah dalam perjamuan terjadi suatu peristiwa ?.”
“Mungkin juga, raden,“ sahut bekel Saloka “karena biasanya
dalam setiap perjamuan tentu dihidangkan juga minuman tuak.
Dan tuak sering menjadi sumber keonaran.”
“Tetapi kali ini perjamuan diselenggarakan oleh fihak keraton
untuk menghormat kedatangan patih Aragani yang menjadi
utusan seri baginda Kertariagara. Tentulah akan dihindari hal2
yang mungkin menimbulkan keonaran.”
Nararya mengangguk. Ia merenung. Seketika timbul
semangatnya yang telah lusuh tadi “Ki bekel dan kakang Pagon,
baiklah kita terus berjaga di sekitar keraton ini. Kemungkinan
malam ini dapat timbul pula suatu peristiwa yang tak terduga.”
Mereka terus berjaga. Tak berapa lama perjamuanpun usai.
Para prajurit, demang, senopati dan mentri2 berbondong-
bondong meninggalkan pendapa agung. Tak berapa lama
keratonpun sunyi pula.
Jerih payah mereka ternyata memberi buah. Lewat tengah
malam, tiba2 tampak sesosok tubuh menyelinap ke luar dari
bangsal tempat penginapan prajurit pengiring patih Aragani.
Orang itu menyelundup masuk ke dalam keraton. Nararya dan
kedua kawannya sibuk sekali. Mereka tahu bahwa tentu akan
terjadi sesuatu dalam keraton tetapi mereka tak berdaya
mengikuti orang itu, apalagi hendak mengetahuinya. Penjagaan
keraton terlalu ketat. Dikuatirkan pula jika nekad menerobos ke
dalam keraton akan mengalami hal2 yang tak diharapkan.
Mereka terpaksa menunggu lagi. Lama juga mereka
menunggu baru tampak sesuatu yang mencurigakan. Orang yang
masuk ke dalam keraton tadi:, bergegas keluar dan terus menuju
ke kandang kuda dan tak lama dia menuntun ke luar seekor
kuda.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya bertiga segera memburu. Mereka hendak menegur


orang itu. Tetapi orang itu berjalan lebih cepat menuju ke timur.
Setelah dekat gapura, dia terus naik kepunggung kuda dan
mencongklangkannya ke luar pura.
Nararya dan kedua kawannya berlari-lari hendak mengejar
tetapi terlambat. Gajah Pagon masih sempat untuk berteriak
“Hai, ki sanak, berhenti dulu.”
Tetapi orang itu sudah naik dipelana kuda dan tanpa
menghiraukan seruan Gajah Pagon, terus melarikan kudanya
secepat angin.
“Ah, kita tak punya kuda, ki bekel “ Nararya mengeluh “tak
mungkin mengejar jejak orang itu.”
“Tetapi jelas dia menuju ke timur. Jika dia prajurit Singasari,
tentulah dia akan kembali ke pura Singasari “ kata bekel Saloka.
“Apa alasannya dia kembali ke Singasari seorang diri dan pada
waktu lewat tengah malam begini ?” tanya Nararya.
Bekel Saloka dan Gajah Pagon tak dapat memberi jawaban.
Memang sangat aneh sekali gerak gerik orang itu.
“Bagaimana langkah kita sekarang, raden? “ tanya bekel
Saloka.
“Kita pulang dulu ke Selamangleng “ kata Nararya “untuk
beristirahat memulangkan tenaga. Esok pagi kita suruh anakbuah
mencari berita.”
Demikian mereka pulang. Dan bekel Salokapun
memerintahkan anakbuahnya untuk mencari berita di pura Daha.
Anakbuah itu kembali dengan membawa berita bahwa hari itu
patih Aragani akan bertolak pulang ke Singasari.
Bekel Saloka dan Gajah Pagon meminta pendapat Nararya dan
Nararya segera mengatur langkah. “Menilik gerak gerik orang
yang masuk ke dalam keraton lalu diam2 meninggalkan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

rombongan dengan naik kuda seorang diri semalam, jelas tentu


terjadi sesuatu. Oleh karena dari fihak keraton Daha tak
terdengar berita apa2, kita dapat alihkan dugaan pada fihak patih
Aragani.”
Berhenti sejenak Nararya melanjutkan pula “Jelas orang itu
salah seorang dari rombongan pengiring patih Singasari. Hanya
ada dua kemungkinan yang dapat kita rabah. Pertama,
kepergiannya pada saat malam selarut itu atas sepengetahuan
patih Aragani, artinya memang diutus oleh patih Aragani untuk
menyampaikan sesuatu laporan yang penting ke Singasari. Dan
kedua, orang itu memang telah melarikan diri dari rombongan
patih Aragani.”
“Kemungkinan yang kedua itu lebih mungkin, raden “ seru
Gajah Pagon “karena jelas dia telah masuk ke dalam puri keraton
lalu bergegas keluar dan terus membawa kuda melarikan diri.
Kemungkinan dia telah melakukan suatu perbuatan yang tak baik
didalam puri keraton.”
“Ki Pagon memang benar “ sambut bekel, Saloka “tetapi
mengapa anakbuahku tak berhasil memperoleh berita apa2 dari
fihak puri keraton ? Mengapa keraton Daha tenang2 saja seperti
tak terjadi sesuatu? Bukankah setiap peristiwa gangguan,
betapapun kecilnya, tentu akan menghebohkan kalangan puri
keraton?.”
Gajah Pagon mengangguk “Ya, memang disitulah kelemahan
dari kemungkinan kedua tadi. Jika demikian, kita layak cenderung
beralih pada kemungkinan kesatu tadi.”
“Baik “ kata Nararya “sekarang kita berkemas untuk mengikuti
perjalanan patih Aragani ke Singasari.”
“Kita ke Daha ? “bekel Saloka menegas.
“Ki bekel “ jawab Nararya “yang akan ke Singasari adalah aku
dan kakang Pagon. Ki bekel supaya tetap mengamati keadaan
Daha. Terutama ki bekel harus menyelidiki gerak gerik bekel
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sindung. Rasanya dia mempunyai peran besar dalam kehebohan


selama ini.”
Demikian Nararya dan Gajah Pagon segera bersiap mengikuti
perjalanan rombongan patih Aragani. Agar tidak menimbulkan
kecurigaan, dia dan Gajah Pagon harus menjaga jarak tertentu di
belakang. Jangan sampai jejak keduanya diketahui rombongan
pengiring patih Aragani, tetapipun jangan sampai kehilangan
akan sasaran yang diikutinya.
Demikian pada saat itu, ketika memasuki telatah gunung Kawi,
Nararya dan Gajah Pagon melihat rombongan patih Aragani itu
berhenti disebuah daratan dekat lembah. Nararya dan Gajah
Pagon terpaksa harus berhenti juga, Agar tak tertampak orang2
Singasari, Nararya dan Gajah Pagon bersembunyi dalam sebuah
hutan.
“Tetapi dari hutan ini, kita tak dapat melihat gerak gerik
mereka, raden “ kata Gajah Pagon.
“Benar “ kata Nararya “kita tambatkan kuda di semak rumput
dan marilah kita cari sebatang pohon yang besar dan tinggi.”
Setelah menambatkan kudanya pada pohon disekeliling semak
rumput, keduanyapun berhasil mendapatkan sebatang pohon
randu alas yang tinggi dan rindang daunnya. Nararya mengajak
Gajah Pagon memanjat-sampai mencapai ketinggian yang
tertentu. Dari tempat itu mereka dapat memandang kesekeliling
penjuru, termasuk kearah rombongan pengiring patih Aragani
yang sedang berhenti jauh di sebelah muka. Diam2 Gajah Pagon
memuji kecerdikan Nararya.
“Hendak mengapakah mereka, raden? “ tanya Gajah Pagon.
“Kemungkinan mereka hendak berburu atau beristirahat dulu.
Kita lihat saja apa yang akan mereka lakukan “ jawab Nararya.
Saat itu sebenarnya hari sudah menjelang sore. Rupanya patih
Aragani tidak bermaksud untuk buru2 tiba di pura Singasari.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Apabila yang hendak dicarinya itu, palapa dan burung kepodang


sudah diperolehnya, barulah dia hendak berangkat lagi. Bila perlu
patih itu akan bermalam di tempat buyut desa yang terdekat
agar besok tiba di pura pada siang hari. Dengan demikian ia
dapat langsung menghadap baginda untuk menghaturkan
laporan.
Lama juga Nararya dan Gajah Pagon menunggu di puncak
pohon randu alas itu. Mereka melihat patih Aragani telah
menitahkan duapuluh prajurit pengiringnya untuk mendaki
gunung. Tetapi hingga surya hampir terbenam di balik gunung,
tiada seorangpun dari prajurit2 itu tampak kembali.
“Demang Kartika “ teriak Patih Aragani. Dan sesaat demang
itu menghadap, iapun berkata pula “kemanakah gerangan
keduapuluh prajurit itu ? Mengapa sampai saat ini tiada
seorangpun yang kembali?.”
Demang Kartika juga gelisah.
“Idinkanlah hamba menyusul mereka, gusti patih.”
Patih Aragani mengerut dahi ”Jangan engkau ki demang.
Tetapi kirimkan anakbuahmu ke atas gunung menyusul mereka.”
Diam2 demang Kartika tertawa dalam hati. Ia tahu patih itu
tentu cemas apabila ditinggalkannya. Dan memang benar. Dia
sendiripun enggan untuk pergi. Bukan karena takut menyusul
anakbuahnya ke atas gunung melainkan sebagai pimpinan
prajurit pengiring, ia bertanggung jawab atas keselamatan patih
Aragani.
Dia lalu menyuruh dua orang anakbuahnya menyusul kawan-
kawannya tadi.
Cuaca makin remang, anakbuah yang diperintah menyusul
itupun tak kelihatan kembali. Demang Kartika mulai gelisah. Ia
menghadap patih Aragani “Gusti patih, rupanya terjadi sesuatu

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pada anakbuah kita “katanya “bagaimana kalau kita lanjutkan


perjalanan untuk mencapai desa yang terdekat.”
“Lalu bagaimana dengan mereka?“ tanya patih Aragani.
“Yang penting adalah keselamatan gusti “ kata demang
Kartika ”prajurit2 memang ditugaskan mengawal perjalanan gusti
patih. Andai mereka mendapat halangan, adalah sudah menjadi
tanggung jawab mereka.”
“Tetapi ki demang sebagai pimpinan harus bertanggung jawab
pula atas keselamatan mereka.”
“Tentu, gusti patih “ kata demang Kartika “tetapi yang penting
adalah pertanggungan jawabku atas keselamatan gusti patih.
Karena gusti patih adalah utusan sang nata. Soal mereka, selekas
kita tiba di pura tentu akan kulaporkan pada tumenggung
Wirakreti sebagai mentri angabaya untuk mengirim pasukan ke
puncak kawi.”
Demikian setelah tercapai permufakatan, patih Araganipun
setuju untuk melanjutkan perjalanan. Tetapi alangkah kejutnya
ketika sekeliling tempat itu telah terkepung oleh berpuluh lelaki
berpakaian hitam dan bersenjata. Sikap dan keadaan mereka
menyerupai gerombolan penyamun. Seorang yang mukanya
tertutup kain hitam, tampil ke muka,
“Terlambat, ki sanak “ serunya dengan nyaring.
Demang Kartika segera maju menghadapi “Siapa engkau! “
“Siapa diriku, rasanya tak penting. Aku mengaku siapapun
boleh saja.”
“Gerombolan penyamun ?.”
“Terserah bagaimana engkau hendak menganggapnya. Tetapi
yang jelas, aku bukan penyamun harta benda.”
“Apa maksudmu ? “ tegur demang Kartika pula.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Itu yang penting dan perlu kuketahui!”, sahut orang itu


“dengarkanlah. Aku hendak minta sesuatu dari rombonganmu
ini.”
“Engkau bekel Mahesa Rangkah ! “ tiba2 patih Aragani
berteriak demi mengenal nada suara orang itu.
Orang itu tertawa “Tajam benar pendengaranmu ki patih.
Memang tak perlu aku harus kuatir mengakui diriku ini bekel
Mahesa Rangkah.”
“Bekel Rangkah “ seru patih Aragani “beda benar nada
ucapanmu saat ini. Adakah engkau tak tahu dengan siapa engkau
berhadapan?.”
Bekel Mahesa Rangkah tertawa.
“Sudah tentu aku tahu sedang berhadapan dengan Panji
Aragani patih Singasari yang sedang mengemban tugas dari sang
nata untuk menghadap akuwu Jayakatwang di Daha.”
“Dan engkau menyadari kedudukanmu sebagai seorang bekel
prajurit?” seru Aragani pula.
“Menyadari” sahut Mihesa Rangkah ”mungkin ki patih sendiri
yang belum menyadari kedudukan diriku.”
“Apa maksudmu?.”
“Kemarin Mahesa Rangkah memang bekel bhayangkara yang
ikut dalam rombongan pengiring ki patih ke Daha” kata Mahesa
Rangkah ”tetapi sejak semalam, Mahesa Rangkah sudah bukan
seorang bekel lagi.”
“Lalu ? “ patih Aragani kerutkan dahi.
“Seorang pemimpin gerombolan yang mencegat perjalanan
rombongan patih Singasari. Demikian keadaan Mahesa Rangkah
saat ini.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Patih Aragani terkejut. Namun ia berusaha untuk


menenangkan diri “Mencegat perjalananku ? Apa maksudmu ?
Apakah engkau hendak menyamun harta bendaku?”
Mahesa Rangkah tertawa.
“Bukan “ serunya “aku bukan sekedar merampok harta benda
saja. Tetapi hendak menagih pertanggungan jawab ki patih.”
“Apa ? “ patih Aragani terbeliak “apa maksudmu?.”
“Aku hendak minta pertanggungan jawab ki patih dalam
peristiwa selama kita berada di Daha “ kata Mahesa Rangkah
“mengapa ki patih menghianati aku?.”
Seketika berobahlah cahaya wajah patih Aragani mendengar
kata2 itu “Menghianati engkau? Dalam soal apa aku menghianati
engkau?
“Siapa yang mengutus seorang pengawal untuk
menyampaikan surat kepada raden Ardaraja, memberi-tahu
tentang bahaya yang akan mengancamnya malam itu?.”
Patih Aragani terbeliak.
“Ki patih “ kata Mahesa Rangkah “akan ku-paparkan seluruh
isi hatiku selama ini terhadap ki patih. Siapa yang mendepak
empu Raganata sebagai patih kerajaan Singasari, .siapa yang
menyebabkan demung Banyak Wide dipindah ke Sumenep, siapa
pula yang menjatuhkan kedudukan tumenggung Wirakreti, kalau
bukan demung Aragani yang kini menggantikan kedudukan patih
Singasari itu?.”
“Keparat! “ teriak Aragani “tangkap penghianat itu, Kartika!.”
Mahesa Rangkah tertawa cemoh.
“Jangan sembarang bertindak, demang Kartika. Lihatlah
disekelilingmu. Berpuluh-puluh anakbuahku telah siap dengan
senjata terhunus. Apabila melihat aku diserang, mereka tentu
akan turun tangan. Dan apakah engkau percaya dengan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kekuatan yang tinggal duapuluhan orang itu mampu mengatasi


serangan mereka?.”
Demang Kartika tertegun. Pikirnya, ia harus dapat bertindak
sesuai dengan kenyataan. Yang penting ia harus melindungi
keselamatan patih Aragani. Baiklah ia tunggu perkembangan
lebih lanjut dan tak perlu harus menuruti perintah patih Aragani
yang sedang dirangsang kemarahan itu.
“Kini setelah menjabat patih, engkau makin bernafsu sekali
untuk merebut kekuasaan. Seri bagindapun makin terjerumus
dalam jerat mulut manismu. Engkau racuni baginda dengan
memperkenalkan minuman tuak. Engkau sanjung baginda
dengan rangkaian kata2 madu beracun. Dalam meniti ke puncak
tangga kekuasaan itu, engkau terkejut karena keputusan baginda
hendak memungut menantu pada raden Ardaraja. Engkau
ketakutan. Apabila Ardaraja menjadi putera menantu dan masuk
kedalam-pemerintahan Singasari, engkau kuatir akan kehilangan
pengaruh .....”
“Bedebah ! “ teriak patih Aragani “bukankah engkau meminta
gurumu datang kepadaku supaya diperkenankan ikut dalam
rombongan pengiringku? Apa tujuanmu kalau bukan hendak
membunuh pangeran Ardaraja? Engkau sendiri hendak
membunuh pangeran Daha itu, tetapi mengapa engkau menuduh
aku yang ketakutan menghadapi pengaruh Ardaraja? Bukankah
engkau sendiri seorang bekel yang tak tahu diri berani
memimpikan puteri seri baginda dan nekad hendak melenyapkan
pangeran Ardaraja yang engkau anggap akan merebut puteri
idamanmu itu?.”
Mahesa Rangkah tertawa.
“Benar “ serunya “memang Mahesa Rangkah seorang lelaki.
Salahkah seorang lelaki mengharapkan seorang puteri raja ?
Bukankah secara jantan kuakui rencanaku itu dihadapanmu ?
Kebalikannya, engkau seorang patih yang licin. Engkau hendak
berdiri diatas dua perahu. Engkau setuju akan rencanaku. Apabila
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

aku berhasil membunuh Ardaraja, engkau pasti gembira sekali.


Tetapi apabila aku gagal, engkau akan mengorbankan diriku agar
dapat mengambil muka pangeran itu. Bukankah bukti
menyatakan, bahwa dengan mengirim surat kepada Ardaraja itu,
engkau hendak meminjam tangan pangeran itu untuk membunuh
aku ?.”
Pucat seketika wajah Aragani.
“Mahesa Rangkah “ serunya “aku seorang patih yang sedang
mengemban tugas sebagai utusan nata. Jika engkau membunuh
pangeran Ardaraja, hubungan Daha dan Singasari pasti buruk.”
“Hm “ desuh Mahesa Rangkah “bukankah sebelumnya telah
kujelaskan maksudku itu ? Dan bukankah ki patih telah
menyetujuinya?.”
“Ya “ sahut patih Aragani “tetapi engkau mengatakan hendak
melakukan hal itu dengan secara amat peribadi sehingga tak
melibatkan diriku sebagai utusan sang nata.”
“Dan adakah tindakanku itu dapat melibatkan diri ki patih ?.”
“Setelah engkau mengalahkan tumenggung Pencok Sahang,
engkau telah menunjukkan dirimu kepada fihak Daha. Hanya
orang semacam engkaulah yang mampu menyusup ke dalam
keraton untuk mencidera pangeran Ardaraja. Tidakkah engkau
kira aku dapat bebas dari tuduhan mereka ?.”
“Dan karena itulah maka engkau lantas menjerumuskan aku
sekali dengan mengirim surat kepada pangeran Daha itu agar
aku tertangkap dan terbunuh mati ! “ teriak Mahesa Rangkah.
Kemudian ia tertawa nyaring.
Nararya dan Gajah Pagon yang masih bersembunyi di atas
pohon randu alas, mendengar juga tawa Mahesa Rangkah itu.
Adalah karena jaraknya cukup jauh, keduanya tak berhasil
mendengar perbantahan antara Mahesa Rangkah dan patih
Aragani.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Mahesa Rangkah !” hardik Aragani dengan marah. Ia merasa


tersinggung karena kewibawaannya sebagai seorang patih
utusan sang nata diremehkan “apa maksudmu!.”
“Ki patih “seru Mahesa Rangkah “engkau tentu sudah maklum,
bahwa Mahesa Rangkah tak mungkin lagi kembali ke pura
Singasari. Seri baginda tentu akan mendapat laporan tentang
peristiwa di keraton Daha. Oleh karena itu, akupun tak mau
kepalang tanggung lagi. Jika Mahesa Rangkah lenyap, Panji
Araganipun harus sirna.”
Patih Aragani terbeliak
“Keparat! “ teriaknya sesaat kemudian “engkau sudah berani
melakukan percobaan membunuh pangeran Ardaraja, sekarang
engkau berani pula hendak membunuh patih Singasari?.”
Mahesa Rangkah tertawa.
“Panji Aragani “ serunya “di kerajaan Singasari engkau
memang seorang patih tetapi disini engkau tak lebih hanya
seorang biasa. Dan hanya apabila patih yang bernama Aragani
itu lenyap, kerajaan Singasari pasti takkan tenggelam. Mahesa
Rangkah rela lepas dari kedudukan bekel bhayangkara, rela pula
menjadi buronan negara asal dengan pengorbanan itu aku dapat
menyelamatkan Singasari.”
Patih Aragani terkejut dalam hati. Rombongan prajurit
pengiringnya hanya tinggal dua puluhan orang sedang.anakbuah
Mahesa Rangkah berjumlah lebih besar. Diam2 ia menyesal
mengapa harus berhenti di kaki gunung Kawi. Tetapi karena hal
itu sudah menjadi kenyataan maka tiada lain jalan baginya untuk
menghadapi. Pikiran patih itu bekerja cepat. Ia hendak
menempuh cara lunak dulu.
“Bekel Rangkah .... “ baru dia berkata begitu, Mahesa
Rangkah sudah cepat menukas “Engkau lupa ki patih, aku bukan
lagi seorang bekel.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tidak bekel Rangkah,“ sahut patih Aragani “engkau tetap


kuanggap seorang bekel. Soal kesalahanmu, itu soal lain yang
akan diputuskan oleh ki patih Kebo Anengah. Namun ada suatu
hal yang akan kubicarakan dengan engkau.”
“Silahkan.”
“Engkau mengatakan bahwa aku telah mengirim surat kepada
pangeran Ardaraja tentang tindakanmu hendak membunuhnya.
Ketahuilah, bahwa hal itu karena aku kuatir akan melibatkan
kerajaan Singasari. Hubungan Singasari dengan Daha akan retak
dan berarti pula kegagalanku untuk melakukan titah baginda.
Karena ternyata engkaupun gagal untuk membunuh pangeran
Ardaraja maka aku bersedia untuk melindungi dirimu dari
kemurkaan baginda.”
“Ah, tak mungkin “ seru Mahesa Rangkah.
“Bekel Rangkah “ seru patih Aragani dengan suara yang
bernada keperbawaan ”engkau tentu tahu siapa aku di pura
Singasari itu. Apabila kulaporkan ke hadapan baginda bahwa
pembunuh gelap itu bukan engkau tetapi seseorang yang belum
diketahui, tentulah baginda akan percaya. Soal ki patih Kebo
Anengah lebih mudah lagi.”
Mahesa Rangkah mengerut dahi. Dia juga seorang yang
cerdik. Sukar untuk mempercayai janji patih Aragani itu.
Andaikata patih itu memegang janji, pun selanjutnya ia akan
berada dalam genggaman patih itu. Patih Aragani mengetahui
rahasianya, tiap waktu dia dapat menggunakan rahasia itu untuk
mencelakainya. Bukankah patih Aragani yang saat itu berada di
kaki gunung, akan jauh bedanya dengan patih Aragani di pura
kerajaan ? Demikian pula, mungkinkah untuk menutup mulut
sekian banyak prajurir2 anakbuah demang Kartika yang telah
mendengar pembicaraan tadi dan mengetahui rahasianya.
“Tidak “ katanya dalam hati “lebih aman melepaskan seekor
harimau dari kandang daripada melepaskan seorang patih
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Aragani. Bila dan dimana lagi aku mendapat kesempatan yang


sebaik ini untuk melenyapkan patih itu ? Jika kubasmi patih dan
seluruh rombongan pengiringnya, tentulah sukar untuk mencari
siapa yang melakukan pembunuhan ini.”
“Mengapa engkau diam saja, bekel Rangkah ? “ tegur patih
Aragani pula.
“Aku sedang berunding dan kawanku ternyata tak setuju “
sahut Mahesa Rangkah.
Patih Aragani terbeliak. Jelas dia tak melihat barang
seorangpun yang diajak berunding Mahesa Rangkah, mengapa
bekel itu berkata demikian.
“Bekel Rangkah, jangan bergurau !“ teriak patih Aragani.
“siapa yang engkau ajak berunding?”
Mahesa Rangkah tertawa.
“Ada dua, yang seorang tak kelihatan dan yang satu
kelihatan.”
“Siapa ltu”
“Yang tidak kehihatan itu adalah batinku.”
“Dan mana yang kelihatan itu ?.”
“Ini“ ejek Mahesa Rangkah seraya mencabut pedangnya
”engkau dapat melihatnya, ki patih ?.”
Patih Aragani menyeringai.
“Batinku menentang dan pedangkupun menolak. Maka aku
terpaksa menurut. Sekarang tinggal dua pilihan bagimu, ki patih.”
Dalam saat keduanya bertukar pembicaraan, demang Kartika
telah memberi isyarat kepada anakbuahnya untuk tegak berjajar
melindungi patih Aragani. Kemudian demang itupun beringsut
kesamping patih Aragani dan membisiki “Gusti patih, apabila

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mereka menyerang, harap gusti segera masuk kedalam ratha dan


perintahkan kusir untuk menerjang mereka.”
Patih Aragani mengangguk.
“Engkau menyerah dan kami bunuh kemudian akan kami
kubur secara baik2. Atau engkau melawan dan kami hancurkan
mayatmu beserta seluruh pengiringmu agar menjadi makanan
burung “ seru Mahesa Rangkah.
“Mahesa Rangkah, jangan engkau bermulut besar. Aku adalah
patih kerajaan Singasari. Lebih baik aku mati daripada menyerah
kepadamu” patih Aragani marah dan unjukkan kewibawaannya
sebagai seorang patih.
“Di Singasari engkau seorang patih, disini akulah yang
berkuasa,“ sahut Mahesa Rangkah lalu memberi perintah kepada
anakbuahnya untuk menerjang.
Pekik teriakan yang menggemuruh segera menggema
dikesunyian penghujung senja. Berpuluh-puluh lelaki bersenjata
tembak dan pedang serempak menyerbu rombongan prajurit
pengiring patih Aragani.
Prajurit pengiring patih Araganipun segera menyambut
mereka. Mahesa Rangkah hendak menyerbu patih Aragani tetapi
ditahan demang Kartika. Dalam pada itu sesuai dengan rencana
yang dibisikkan demang Kartika tadi, patih Araganipun segera
masuk ke dalam ratha dan kusir Ranupun segera mengayunkan
cambuk. Roda2 berderak, kedelapan kuda itupun meringkik lalu
mencongklang, menerjang anakbuah Mahesa Rangkah yang
mengepung tempat itu.
Kedelapan ekor kuda tegar itu memang hebat. Beberapa
anakbuah Mahesa Rangkah berhamburan rubuh diterjangnya.
Ada beberapa yang beruntung sempat loncat menghindar.
Rathapun menerobos ke luar dari kepungan tetapi baru beberapa
tombak berjalan, dari kedua samping jalan, melayanglah
berpuluh-puluh tombak menghujani kuda itu. Karena suasana
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

gelap dan hujan tombak sedemikian deras, kedelapan ekor kuda


itupun tak dapat menghindar lagi. Rasa sakit karena tubuhnya
berhias tombak, kedelapan kuda itupun meringkik sekuat-kuatnya
dan terus menerjang maju. Tetapi binatang itu telah kalap
sehingga salah arahnya. Mereka tidak menuju ke timur melainkan
kembali kearah barat lagi.
Juga dibagian barat, sudah siap berpuluh anakbuah Mahesa
Rangkah. Tombak dan pedang diacungkan untuk memagari ratha
agar patih Aragani tak dapat melarikan diri. Tetapi kedelapan
kuda yang terluka itu sudah binal dan tak terkuasai lagi. Kusir
Ranu telah rubuh termakan tombak lawan. Kini tinggal ratha itu
yang gemuruh diseret oleh kedelapan kuda terluka.
Riuh rendah gemuruh kawanan gerombolan ketika kedelapan
kuda itu menerjang. Tombak dilontarkan, pedangpun
dilayangkan. Darah berhamburan pada tubuh kedelapan kuda itu.
Namun merekapun nekad dan kalap. Beberapa kawanan
gerombolan dapat diterjang dan disepak. Jerit teriakan disusul
oleh tubuh2 yang terlempar kian kemari.
Bum ....
Akhirnya kuda yang terdepan tak kuat. Mereka menderita luka
parah. Namun kedua kuda itu memang kuda pilihan, tegar dan
perkasa, pantang menyerah, Mereka lari membinal sekencang-
kencangnya dan akhirnya membentur pohon. Karena yang muka
rubuh, maka kuda yang dibelakangpun ikut terpelanting. Gerbong
ratha terjungkir balik menghantam gunduk batu. Seketika
suasana sekitar tempat ilu makin gelap. Cuaca malam dan debu
serta dahan pohon yang jatuh, menimbulkan kabut yang gelap.
Pertempuranpun mencapai puncak, diakhiri dengan
gelombang jerit teriakan yang mengerikan. Demang Kartika dan
keduapuluh prajurit, akhirnya gugur dalam pertempuran dahsyat
itu. Gerombolan anakbuah Mahesa Rangkah menggunakan juga
anak panah untuk menghancurkan prajurit2 Singasari. Tiada

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

seorangpun yang masih hidup. Mayat2 berserakan tindih


menindih, darah memerah tanah.
Mahesa Rangkah berseru memberi perintah agar anakbuahnya
berkumpul ”Bagaimana dengan patih Aragani ? “teriaknya.
Anakbuahnya serempak berseru “Patih telah binasa bersama
ratha dan kuda penghelanya.”
“Lekas angkut kawan-kawan kita yang terluka dan mati agar
jangan dapat diketahui bala bantuan Singasari esok hari “
kembali Mahesa Rangkah memberi perintah.
Setelah mayat2 dan kawan2 mereka yang terluka dinaikkan di
atas kuda, Mahesa Rangkah segera memberi aba2 untuk
tinggalkan tempat itu.
Malampun makin gelap dan sunyi. Tempat yang beberapa saat
menjadi medan pertempuran berdarah, kini sunyi senyap.
Ditengah jalan masih berserakan mayat-mayat dari prajurit2
Singasari. Prajurit2 pengiring patih Aragani itu merupakan
prajurit2 pilihan. Tetapi karena gerombolan itu jumlahnya lebih
banyak dan .menggunakan senjata panah, merekapun harus
menyerah binasa.
Malampun kelam. Makin membisu. Hanya burung hantu yang
mulai berdendang mengantar arwah2 yang telah meninggalkan
raganya.
Di celah2 kesunyian malam, terdengar suara orang berbisik-
bisik “Ki sanak, terima kasih atas pertolonganmu. Apabila engkau
mau mengantarkan aku ke pura Singasari, besar nian
ganjaranmu.”
“Siapakah sesungguhnya tuan ini? “ tanya seorang suara pula.
Tiada penyahutan. Rupanya orang yang pertama berkata tadi
tengah merenung. Ada sesuatu yang dipikirkannya “Siapakah
engkau, anakmuda ? “ sesaat kemudian ia kedengaran bertanya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kami berdua ini sedang menuju ke Singasari “ jawab orang


yang kedua tadi.
“O “ kata pula orang yang pertama “apa tujuanmu ?.”
“Hanya sekedar melihat-lihat keindahan pura kerajaan.”
“O “ desus orang pertama itu pula “adakah ki sanak ini orang
Daha ?.”
“Bukan “ sahut yang ditanya “kami rakyat didesa gunung Kawi
sini.”
“Hm, baik “ kata orang itu “jika kalian mau mengantarkan aku
ke pura Singasari, akan kuberimu pangkat.”
“Terima kasih, ki sanak “ sahut orang kedua itu “tetapi kami
sudah biasa hidup di alam pedesaan yang bebas. Kami tak
menginginkan pangkat dan kedudukan apa8.”
“Baik “ kata orang pertama pula “akan kuberimu ganjaran
yang setimpal.”
“Terima kasih “ kata orang kedua itu “kami sudah hidup
senang dari hasil bercocok tanam. Kami tak mengharapkan
apa2.”
“Lalu apa permintaanmu?.”
“Kami hanya ingin tahu, siapakah tuan ini?.”
Tanpa sangsi lagi orang pertama itu segera menyahut “Aku
adalah patih Aragani dari kerajaan Singasari” i
Setelah memperkenalkan diri, rupanya patih itu akan
mengharap orang yang diajak bicara itu akan tersipu-sipu
memberi sembah hormat. Tetapi ternyata kedua orang itu
tenang2 saja.
“Hamba Nararya dan ini kakang Pagon, gusti patih “ kata
orang yang bertanya nama dari patih Aragani tadi “hamba
berdua bersedia mengantar gusti patih ke pura kerajaan.”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bagus Nararya “ seru orang itu atau patih Aragani. Dia


memang benar2 patih Aragani. Ketika kedelapan kuda
membentur pohon dan ratha terbalik, patih Aragani beruntung
dapat loncat ke luar. Dilindungi oleh kepul debu yang gelap dan
anak gerombolan sedang sibuk menyingkir, dapatlah patih
Aragani menyusup ke dalam gerumbul pohon dan terus
meloloskan diri.
Karena malam gelap ia tak tahu arah. Pokok asal dapat
meloloskan diri. Entah berapa lama beijalan tiba2 ia dihadang
oleh dua orang lelaki berpakaian hitam, menghunus pedang
“Menyerah saja, engkau patih Aragani “ seru kedua orang itu.
Betapapun kecil nyali nya, tetapi dalam menghadapi
kenyataan yang tiada memungkinkan lain pilihan kecuali harus
mati, akhirnya patih Aragani bangkit semangatnya. Sebelum mati
ia harus berpantang ajal.
“Hm, gerombolan anjing hutan, siapakah sesungguhnya kalian
ini ? “ hardiknya sembari mencabut keris
Kedua orang itu tertawa. Kemudian salah seorang berseru
“Engkau ingin tanya diri kami ? Baiklah agar supaya jangan
engkau mati penasaran, akan kuberitahukan. Dengarkanlah, kami
adalah anakbuah dari gunung Butak !.”
“Hm “desuh Aragani “adakah Mahesa Rangkah itu pemimpin
gerombolan gunung Butak?.”
“Mahesa Rangkah ?“ ulang orang itu “siapakah Mahesa
Rangkah? kami tak mempunyai pemimpin yang bernama Mahesa
Rangkah !.”
“Siapa pemimpinmu ?.”
“Pasirian.”
“Dan siapa yang memimpin gerombolanmu yang menyerang
rombongan utusan kerajaan itu ?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kebo Manyura.”
“Kebo Manyura? Ah, dia jelas bekel Mahesa Rangkah dari
keraton Singasari.”
“Seluruh anakbuah gunung Butak hanya tunduk pada dua
pimpinan, Banyak Pasirian dan Kebo Manyura “ seru orang itu
”sudahlah, sekarang bagaimana maksudmu ? Menyerah atau
melawan !.”
“Aku seorang patih kerajaan Singasari. Lebih baik aku mati
daripada harus menyerah pada gerombolan anjing hutan yang
tak kenal undang-undang.”
“Bagus “ seru orang itu seraya loncat menikam.
Patih Araganipun berusaha untuk melawan. Pada masa muda
iapun juga gemar menuntut ilmu kanuragan dan kedigdayaan.
Namun setelah tua dan bermanja dalam kegemaran tuak yang
berkelebihan, tenaganyapun merosot. Dalam beberapa babak
saja, napasnya sudah mulai memburu keras, kepalanya mulai
berkunang-kunang.
“Ah, mati aku sekarang“ diam2 patih Aragani mengeluh.
Serentak ia memutuskan untuk melarikan diri. Setelah
menyerang dengan nekad sehingga lawan terpaksa loncat
mundur, patih Aragani pun terus berputar tubuh dan lari.
Kedua orang gerombolan itupun mengejarnya. Rupanya
memang masih belum tiba saatnya patih Aragani harus mati.
Secara tak disengaja ia tiba di tempat Nararya dan gajah Pagon
bersembunyi. Melihat pakaian kedua anakmuda itu beda dengan
kawanan gerombolan, timbullah harapan Aragani ” Ki sanak”
serentak ia berseru dengan nada beriba “tolonglah aku. Kedua
penyamun itu hendak membunuhku.”
Walaupun belum pernah berhadapan tetapi Nararya
mendasarkan dugaannya, bahwa lelaki setengah tua yang
berbusana indah tetapi lusuh, wajah ketakutan dan rambut
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

terurai itu, tentulah patih Aragani. Nararya tak tahu bagaimana


sesungguhnya peribadi patih Aragani itu. Yang diketahuinya
Aragani itu seorang patih kerajaan Singasari yang sedang
mengemban titah baginda ke Daha. Nararya pun tak jelas
siapakah gerombolan yang menyerang rombongan patih itu.
Dalam keadaan seperti saat itu, ia hanya memutuskan untuk
melakukan dharmanya sebagai seorang ksatrya, menolong orang
yang membutuhkan pertolongan, menyelamatkan seorang mentri
kerajaan dari gangguan orang jahat.
“Silahkan bersembunyi di belakang kami “ katanya seraya
maju menggagah untuk menyambut kedatangan kedua anakbuah
gerombolan itu ”berhenti ki sanak ! “ serunya.
Kedua lelaki bersenjata pedang itupun berhenti dan
membelalak ”Ho, engkau pengawal patih itu?.”
“Bukan “ sahut Nararya “tetapi aku akan melindunginya ?”
“Jika bukan pengawalnya, jangan engkau ikut campur urusan
ini. Perlu apa engkau melindunginya?.”
“Siapa kalian dan mengapa hendak membunuh ki patih?” seru
Nararya pula.
“Kami anakbuah dari gunung Butak” sahut salah seorang
gerombolan itu tanpa ragu2 lagi ”patih itu biangkeladi
kehancuran kerajaan Singasari, harus dilenyapkan ?.”
“Anak muda” tiba2 patih Aragani berseru dari arah belakang
”jangan percaya ucapannya!.”
“Patih keparat“ teriak orang itu pula ”jangan engkau
menyangkal. Siapa yang menjatuhkan gusti patih empu
Raganata, gusti demung Banyak Wide dan gusti tumenggung
Wirakreti. Mereka mentri2 tua kerajaan yang setya tetapi
menderita fitnah patih itu.”
“Ki sanak“ seru Nararya ”bagaimana engkau tahu jelas akan
persoalan itu ?.”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Pemimpin kami telah memberi penjelasan tentang tujuan


perjuangan anakbuah gunung Butak dan menguraikan tentang
keadaan yang terjadi dalam kerajaan Singasari.”
“Jika demikian kalian bukan gerombolan penyamun ? “
Nararya menegas.
“Raden Pasirian, putera dari gusti Linggapati yang dahulu
dibunuh raja Wisnuwardana, ayahanda baginda Kertanagara
yang sekarang, hendak menuntut balas terhadap Singasari.”
“O, jika hendak menuntut balas, mengapa kalian tak
mendukung tindakan patih Aragani ? Bukankah seperti yang
kalian katakan tadi, bahwa patih Aragani telah bertindak
menghancurkan kerajaan Singasari ? Tidakkah hal itu sesuai
dengan tujuan kalian?.”
“Pimpinan kami yang seorang, raden Kebo Manyura
menentukan sikap lain. Yang akan dihancurkan adalah patih
Aragani, karena patih itu telah mencelakai patih sepuh empu
Raganata.”
“Dia hendak menuntut balas untuk empu Raganata ?.”
“Ya.”
“Adakah dia pengikut dari empu Raganata ? “
“Kami tak tahu. Kami hanya diwajibkan menurut perintah garis
tujuan itu.”
“Sudahlah kakang, tak perlu banyak bicara dengan dia “ seru
kawannya yang seorang “menyingkirlah, jangan engkau
mengganggu urusan kami.”
“Ah, engkau terlalu pemberang, ki sanak“ Nararya tenang2
menjawab “apabila engkau dapat memberi penjelasan yang
dapat kuterima, akupun akan menurut perintahmu menyingkir
dari sini.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Sudah kujelaskan, patih Aragani harus dilenyapkan karena dia


membahayakan kerajaan.”
“Apa wewenangmu untuk membunuh seseorang, terutama
seorang patih kerajaan ? “ tegur Nararya.
“Tanggung jawab pengabdianku terhadap kerajaan
merupakan wewenang yang menghayati tindakanku.”
“Tidak “ bantah Nararya “hanya kerajaan yang berwewenang
untuk mempertimbangkan dan memutuskan salah benarnya patih
Aragani. Bukankah kerajaan sudah memiliki undang-undang?.”
“Kakang, tak perlu berbanyak kata dengan orang itu “ seru
kawan orang itu “jelas dia tentu pengawal patih Aragani. Kita
gempur saja.”
Serentak orang itupun terus loncat menerjang Nararya tetapi
ia segera disambut Gajah Pagon. Dalam beberapa gebrak saja,
dapatlah sudah Gajah Pagon merubuhkan orang itu. Melihat
kawannya terkapar, orang yang pertama tadi terbelalak. Apalagi
ketika melihat Gajah Pagon menghampiri. Tiada sempat berpikir
apa2 lagi, orang itu tiba2 taburkan pedangnya kepada Gajah
Pagon lalu loncat ke belakang, berputar tubuh dan terus lari
menyusup kebalik gerumbul gelap.
“Awas, kakang Pagon “ teriak Nararya ketika melihat orang itu
gerakkan tangan. Untung Gajah Pagon cukup waspada. Ia
condongkan kepala ke samping dan dapat menyelamatkan
mukanya dari taburan pedang. Tetapi sebagian dari ikat
kepalanya di samping kiri, terpapas.
“Jangan kakang Pagon! “ teriak Nararya pula ketika melihat
Gajah Pagon hendak mengejar “berbahaya mengejar musuh
dalam tempat yang gelap.”
Gajah Pagon hentikan langkah dan kembali ke tempat
Nararya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Demikianlah asal mula patih Aragani berada dengan Nararya


dan Gajah Pagon. Saat itu patih Aragani meminta Nararya supaya
mengantarkannya ke pura Singasari.
Mereka kembali ke tempat pertempuran. Patih Aragani ngeri
dan sedih melihat nasib yang diderita pengiringnya. Ia akan
memerintah kepada buyut desa yang terdekat untuk merawat
jenasah mereka.
Singkatnya menjelang siang pada esok harinya, tibalah patih
Aragani bersama Nararya dan Gajah Pagon di pura Singasari.
Langsung patih Aragani menghadap baginda dan mengajak
kedua anakmuda itu. Tetapi Nararya menolak.
“Tugas hamba telah selesai, gusti patih. Hamba mohon
hendak kembali ke desa lagi,“ kata Nararya.
“Jangan“ cegah patih Aragani “engkau harus menghadap
baginda agar baginda dapat lebih lengkap menerima laporan
tentang peristiwa itu.”
Nararya terpaksa menurut. Dalam hal itu bukan karena ia
mengharapkan balas jasa atau ganjaran. Ia tak mengandung
keinginan menerima anugerah ganjaran dari seri baginda.
Pertama, seperti yang dikatakan patih Aragani tadi, agar baginda
lebih jelas tentang peristiwa itu. Kedua, memang ia ingin
mengetahui dari dekat bagaimana sesungguhnya peribadi
baginda Kertanagara yang termashyur itu. Jika tiada peristiwa
itu, tak mungkin ia dapat diterima menghadap baginda.
Disamping itu, ah……. ia tersipu-sipu sendiri karena
mengharapkan mudah-mudahan puteri2 baginda juga ikut hadir
di samping baginda.
Bukan kepalang kejut baginda ketika menerima, patih Aragani.
Hampir baginda tak dapat mengenali bahwa lelaki setengah tua
yang menghadap dihadapannya itu patih Aragani. Saat itu tiada
seorang mentri atau senopati yang hadir. Dan yang menerima
hanya baginda sendiri dengan pengawal-pendamping
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Bandupoyo. Memang pengawal-pendamping yang telah


dianugerahi pangkat tumenggung itu selalu berada di samping
barang kemana baginda berada.
“Apakah engkau benar patih Aragani?” tegur baginda
terheran-heran melihat keadaan diri dan busana Aragani.
“Sesungguhnya hamba adalah patih Aragani, hamba paduka
yang setya, junjungan hamba” sahut Aragani. Ternyata dalam
keadaan yang pontang panting itu, masih Aragani dapat
merangkai kata sanjung yang sedap.
Baginda geleng2 kepala “Bagaimana mungkin keadaanmu
sampai sedemikian rupa, patih ?.”
“Kiranya diperkenankan patih paduka untuk
mempersembahkan laporan tentang perjalanan hamba ke Daha
untuk menunaikan amanat paduka, gusti.”
Baginda memberi perkenan.
“Hamba telah diterima menghadap akuwu Jayakatwang dan
telah pula hamba haturkan segala maksud kedatangan hamba
seperti yang telah tersirat dalam amanat paduka.”
“Lalu ?.”
“Amat bersyukur dan bersukacita kiranya akuwu Jayakatwang
menerima limpahan budi dan anugerah paduka yang tiada
taranya itu, gusti.”
“Ya“ baginda mengangguk “demikian agar dia menghayati
maksud keinginanku untuk mempersatukan Singasari - Daha
dalam suatu ikatan keluarga.”
“Semoga keluhuran titah paduka akan membawa kedamaian
dan kebahagiaan bagi seluruh kawula kerajaan Singasari “
kembali patih Aragani bermain rangkaian kata indah.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kemudian bagindapun bertanya tentang sikap akuwu


Jayakatwang terutama pangeran Ardaraja waktu menyambut
amanat baginda itu.
Patih Aragani memang licin. Ia tahu bahwa saat itu akan sia2
belaka apabila ia mengungkap kandungan hati Jayakatwang yang
tercurah dalam percakapan itu. Lebih baik dia memberi ulasan
lain yang akan menyenangkan hati baginda.
Maka patih Araganipun menghaturkan saja betapa gembira,
bersyukur akuwu Jayakatwang atas amanat baginda itu.
”Lalu bagaimana dengan Ardaraja sendiri ?.”
“Pangeran Ardaraja memang seorang pangeran yang tampan,
gagah dan perwira, gusti “ pada saat itu mulailah patih Aragani
melaksanakan rencananya.
“Bagaimana maksud kata-katamu itu, Aragani.”
“Pangeran Ardaraja gemar melatih diri dalam ilmu
kedigdayaan, ilmu tata-praja dan lain2 ilmu yang berguna bagi
seorang pangeran yang kelak akan menggantikan kedudukan
ayahandanya. Disamping itu pangeran memiliki pambek yang
luhur. Pangeran amat bersukacita atas amanat paduka tetapi
pangeran dengan segala kerendahan hati tak menginginkan
bahwa dengan menerima amanat paduka itu, jangan orang
menganggap bahwa ia mengandung maksud untuk mengarah
tahta kerajaan paduka.”
Baginda terbeliak “Apa maksudnya, patih?.”
“Dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati, pangeran
mohon agar puteri yang paduka hendak anugerahkan kepadanya
itu, janganlah puteri2 paduka yang mempunyai hak atas warisan
tahta kerajaan Singasari. Misalnya gusti ayu Tribuana dan gusti
ayu Gayatri.”
“Ardaraja mempunyai hati yang sedemikian tulus, patih?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Benar, gusti.”
Gerahlah seketika wajah baginda Kertanagara “Memang dalam
hal itu tak lepas dari pemikiranku. Sesungguhnya aku sedang
perihatin untuk mengambil keputusan. Tribuana dan Gayatri
masih mempunyai seorang ayunda yang lahir dari lain ibu.
Sebagai puteri yang sulung, sudah tentu Laksmi harus menikah
lebih dulu. Tetapi aku sudah berkenan menerima permohonan
ibunda Tribuana dan Gayatri, bersedia menjadi permaisuriku
apabila putera keturunannya yang kelak menggantikan tahta
kerajaan Singasari ini. Namun bila kujodohkan Laksmi kepada
Ardaraja, akupun kuatir Jayakatwang dan puteranya akan
tersinggung perasaannya. Kini setelah Ardaraja sendiri
menyatakan keinginannya, tentulah kuperkenankan puteriku
yang sulung itu untuk menjadi isteri Ardaraja. Kelak Ardaraja
tentu akan kuangkat sebagai pengganti ayahanda Jayakatwang.”
Diam2 patih Aragani girang karena rencananya telah menjadi
kenyataan. Singasari takkan jatuh dalam kekuasaan pangeran
Daha.
“Disamping itu, gusti “ katanya pula “mohon diampunkan
segala dosa hamba karena selama hamba berada di keraton,
telah terjadi suatu peristiwa yang hampir saja akan
menggagalkah seluruh titah paduka.”
“Apakah itu, patih ?.”
Dengan panjang lebar, patih Aragani lalu mempersembahkan
laporan tentang peristiwa Mahesa Rangkah hendak mengadakan
percobaan membunuh pangeran Ardaraja. Semua peristiwa yang
telah dialaminya di keraton dihaturkan ke hadapan baginda.
“Keparat! “ teriak baginda ”Mahesa Rangkah berani melakukan
hal itu? “
“Karena dia iri hati dan marah kepada Ardaraja. Menurut
dugaannya, paduka tentu akan menjodohkan gusti ayu
Tribuwana kepada pangeran Ardaraja”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Itu wewenangku sebagai raja dan ayah. Mengapa dia tak


puas ?.”
“Rupanya bekel itu sudah melampaui batas kesusilaan karena
berani mengharapkan gusti ayu Tribuwana” lalu patih Aragani
mengungkap semua tingkah laku selama bekel Rangkah berada
di keraton Singasari.
“Bawa dia kemari dan akan kujatuhi hukuman mati “ seru
baginda murka sekali.
“Ampun, gusti “ sembah patih Aragani pula “bekel itu telah
melarikan diri dan ternyata dia menggabungkan diri dengan
gerombolan gunung Butak yang hendak melawan kekuasaan
paduka “ patih Aragani lalu menuturkan tentang peristiwa yang
dialaminya di lembah pegunungan Kawi ketika diserang oleh
gerombolan gunung Butak yang dipimpin Mahesa Rangkah.
Baginda terperanjat dan makin murka.
”Siapa gerombolan gunung Butak itu?.”
Pemimpinnya adalah Banyak Pasirian, putera dari Linggapati di
daerah Mahibit yang dulu hendak berontak dan ditumpas oleh
ayahanda paduka rahyang ramuhun Wisnuwardana. Dia
menghimpun kekuatan di gunung Butak hendak mengadakan
kraman pula terhadap kerajaan Singasari.”
“Dan si Rangkah itu telah menggabung dengan mereka?” ujar
baginda.
“Dengan membawa beratus anakbuah, dia telah menyerang
dan membunuh semua prajurit pengiring hamba termasuk
demang Kartika, gusti.”
Merah padam wajah baginda Kertanagara.
“Lekas titahkan patih Kebo Anengah menghadap kemari, dan
kutitahkan supaya besok membawa pasukan Singaasari
menumpas gerombolan gunung Butak!.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

~dewikz~ismoyo~mch~

Jilid 10

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor :
MCH
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
Ketika masuk ke keraton, Nararya dititahkan patih Aragani
supaya menunggu di pendapa luar. Patih Aragani masuk
menghadap baginda sendiri. Lama sekali Nararya menanti namun
patih Aragani tak kunjung datang.
Ia hendak menyusul masuk kedalam tetapi ia takut. Takut
kalau dituduh kurang aturan. Mungkin akan menerima teguran
dari para pengawal-dalam. Mungkin pula patih Aragani akan
marah.
Tetapi dia tak sampai pada dugaan bahwa mungkin juga patih
Aragani akan memerintahkan penangkapan atas dirinya. Bagai
seorang penguasa, terutama yang licin dan kejam seperti patih
Aragani, mudah sekali untuk mencari alasan. Bahkan tanpa
alasan, pun patih itu berkuasa untuk menitahkan prajurit
menangkapnya.
Kekuasaan ditangan penguasa yang tak bijaksana, memang
akan dapat menimbulkan derita.
Terpaksa ia menahan diri. Beberapa saat kemudian timbul
keinginannya untuk meninggalkan paseban luar itu. Lebih baik ia
pergi karena ia memang tak mengharapkan balas jasa atau
anugerah apa2 dari seri baginda.
Tetapi tindakan itupun juga menimbulkan akibat yang kurang
baik juga. Keraton penuh dijaga dengan prajurit2 pengawal
keamanan. Apabila terlihat oleh mereka, tentu dia akan di
tangkap.
Selama pengalamannya berkelana ini, ia mempunyai
pengalaman juga dalam keraton dan tempat kediaman mentri,
senopati dan orang2 berpangkat, ia mendapat kesan, bahwa
dalam setiap peristiwa dimana dia harus berhadapan dengan
kawanan prajurit atau penjaga, selalu ia mendapat kesulitan dan
akan berakhir dengan kekerasan Berurusan dengan prajurit
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

bawah, memang lebih sulit. Sering ia harus mengalami perlakuan


kasar. Beda dengan pimpinan atau yang atasan. Mereka lebih
baik dalam perlakuan dan lebih bijaksana dalam tindakan.
Apabila merenungkan hal itu, Nararya meragu dan batalkan
rencananya lagi. Apa boleh buat. Ia harus menahan
kesabarannya untuk menunggu patih Aragani.
Tak berapa lama patih Aragani pun muncul. Dia di ajak pulang
ketempat kediaman patih itu. Setelah dipersilahkan
membersihkan badan menikmati hidangan, Nararya dipanggil
pula oleh patih Aragani.
“Ki bagus” kata patih Aragani ”baginda amat murka
mendengar persembahan laporanku. Maka lebih baik tidak
kubawa engkau menghadap baginda. Soal tindakanmu yang
telah menolong aku dan mengantar aku pulang ke pura
Singasari, takkan kulupakan, Akan kuberimu hadiah yang
setimpal”
Nararya terkejut.
“Terima kasih gusti patih” katanya ”tiada sekali-kali hamba
mengharap hadiah dan anugerah dari paduka.”
“Ah, janganlah engkau menolak, ki bagus” kata patih Aragani
”sudah layak apabila setiap jasa itu mendapat anugerah, setiap
kebaikan mendapat imbalan. Dari aku sebagai patih kerajaan
Singasari, wajib memberi hadiah sebagai tanda penghargaan dan
terima kasihku kepadamu.”
Namun Nararya tetap menolak.
Memang bukan tiada sebabnya patih Aragani tak
menghaturkan Nararya kehadapan seri baginda. Semula dia
memang mempunyai rencana demikian, agar Nararya mendapat
pujian dan kedudukan dari seri baginda. Tetapi entah bagaimana,
ketika tiba di pura kerajaan, pikirannya berobah. Dia teringat
akan putera manantunya, raden Kuda Panglulut. Sebagai seorang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mentua, lebih layak apabila dia berjuang untuk menampilkan


putera menantunya ke tangga kedudukan yang lebih tinggi. Jika
seri baginda berkenan akan Nararya, tidakkah hal itu berarti
suatu rintangan bagi perjalanan Kuda Panglulut dalam menanjak
ke tangga kedudukan yang tinggi ?
Dengan pemikiran yang datangnya secara tiba-tiba itu maka
patih Aragani tidak jadi membawa Nararya ke hadapan seri
baginda melainkan menitahkan pemuda itu di pendapa agung.
Dan kini dia hendak menyelesaikan soal Nararya itu sendiri.
Pikirnya, asal diberi hadiah besar tentulah pemuda itu sudah
puas.
Tetapi patih Aragani kecele ketika mendapat penolakan dari
Nararya. Pemuda itu tak mau diberi hadiah uang dan busana.
“Ki bagus” kata patih Aragani sejenak teringat sesuatu.
”kuminta engkau menunggu di kepatihan sini. Aku hendak
melaksanakan titah baginda untuk memanggil kakang patih Kebo
Arema.”
“O, hamba menunggu disini ?.”
Patih Aragani membawa Nararya ke dalam. Diperintahkan
hambanya untuk menyediakan hidangan kepada pemuda itu.
Kemudian ia meninggalkan Nararya untuk menemui patih Kebo
Arema.
Dayang yang melayani Nararya itu sudah setengah tua. Nyi
Suti namanya yang dalam pekerjaan sehari-hari bertugas
melayani Dyah Arini, puteri patih Aragani yang telah bersuamikan
raden Kuda Panglulut.
Agak terkesiap nyi Suti ketika melihat Nararya. Wajah pemuda
itu dalam pandang matanya seperti memancarkan sinar yang
terang. Menurut perasaannya, belum pernah ia melihat seorang
pemuda yang memiliki wajah seperti Nararya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ki bagus, siapakah nama tuan?” Nyi Suti mengajukan


pertanyaan ketika menghaturkan hidangan kepada Nararya.
“Nararya, bibi.”
“Ah, nama yang bagus seperti orangnya” puji nyi Suti.
Sekalipun baru berumur tigapuluh tahun lebih, tetapi nyi Suti
sudah menjanda karena suaminya meninggal. Nyi Suti memiliki
paras yang terang karena kulitnya bersih dan kuning.
Kemudian dayang itu bertanya juga apa sebab Nararya berada
dalam kepatihan. Dengan terus terang Nararya menceritakan
tentang peristiwa di kaki gunung Kawi.
“Oh” desuh nyi Suti ”jika demikian tentu besar sekali ganjaran
gusti patih kepada ki bagus. Benar ki bagus, hal itu bukan main-
main. Engkau telah menolong jiwa gusti patih. Seharusnya
engkau dihaturkan kehadapan seri baginda agar diberi pangkat.”
Nararya tersenyum.
“Tidak bibi .....”
“Ah, janganlah ki bagus menyebut aku bibi. Adakah aku ini
sudah tua dan layak engkau sebut bibi?” .
“Lalu bagaimana aku harus memanggil ?.”
“Nyi Suti. Namaku Suti” Nararya mengiakan.
“Ki bagus” kata nyi Suti pula ”tidakkah engkau senang tinggal
di pura kerajaan?.”
Nararya diam2 terkejut melihat tingkah ulah dayang kepatihan
yang begitu ramah sekali kepadanya. Namun sebagai seorang
tetamu ia harus bersikap sopan.
“Lalu apa kerjaku di pura?” katanya.
“Ah, gusti patih tentu dapat memberi pekerjaan kepadamu, ki
bagus. Syukur engkau diterima di kepatihan sini ....” nyi Suti
tertawa.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya menghela napas. Sebenarnya ia muak melihat tingkah


ulah dayang yang begitu genit. Tetapi sebagai seorang tetamu,
tak mau ia mengucapkan kata2 kasar. Terutama tak mau ia
menyakiti hati wanita, bujang sekalipun dia itu.
Tiba2 datang pula seorang dayang yang memanggil nyi Suti
”Gusti puteri menitahkan engkau menghadap..”
Bergegas nyi Suti mendapatkan junjungannya.
”Kemana engkau Suti? Mengapa lama benar engkau tak
muncul?” puteri Arini menegurnya.
Karena ketakutan nyi Sutipun menceritakan tentang perintah
patih Aragani yang telah dilakukan terhadap seorang pemuda.
“Siapa?” tanya Arini.
“Namanya Nararya” nyi Suti lalu menceritakan penuturan
pemuda itu kepadanya.
“O, dia tentu seorang pemuda yang gagah perkasa” seru
puteri Arini.
“Tidak, gusti” kata nyi Suti ”dia seorang pemuda yang
tampaknya lemah, berbudi halus dan tampan. Hamba rasa dia
tentu berdarah bangsawan tetapi dia mengaku sebagai seorang
pemuda desa.”
Entah bagaimana seketika timbullah keinginan puteri Arini
untuk melihat Nararya. ”Nyi Suti” serunya ”panggillah dia
kemari..”
Nyi Suti terbeliak ”Tetapi gusti .....”
“Mengapa?.”
“Tidakkah .... raden Panglulut akan marah apabila gusti
bertemu dengan seorang pemuda yang tak dikenal itu?.”
“Mengapa marah?” balas Arini ”aku tak bermaksud apa2
melainkan ingin melihat orang yang telah menolong jiwa ramaku.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Bila perlu, akupun wajib juga untuk memberi anugerah


kepadanya..”
Nyi Suti tak dapat membantah. Ia segera menemui Nararya.
“ i bagus” katanya ”gusti puteri Arini menitahkan engkau
menghadap..”
Nararya terkejut ”Siapa gusti puteri Arini itu?.”
“Puteri gusti patih Aragani.”
“O” Nararya mendesuh. Tetapi ia tak dapat melanjutkan
berkata karena nyi Suti pun sudah siap membawanya. Terpaksa
Nararya mengikutinya.
Nararya tersipu menundukkan kepala ketika pandang matanya
beradu dengan mata Arini. Ia segera duduk bersimpuh dihadapan
puteri patih itu.
Diam2 hati puteri Arini pun tergetar ketika tersambar sinar
mata Nararya yang bercahaya terang itu. Sampai beberapa saat
ia tertegun.
“Gusti” karena melihat Arini diam sampai beberapa saat, nyi
Suti terseru ”inilah pemuda, ki bagus Nararya, yang telah
menyelamatkan jiwa gusti patih.”
Arini agak gelagapan ”O, benarkah engkau yang telah
menolong rama patih, ki sanak ?.”
“Ah, hamba hanya sekedar menyembunyikan gusti patih dari
kejaran gerornbolan, gusti” Nararya menyahut dengan kata2
merendah.
“Menyelamatkan, bukan harus dengan mengadu jiwa. Banyak
sekali jalan dan caranya. Menyembunyikan dari serangan
gerombolan, juga suatu cara penyelamatan yang baik” kata
puteri Arini.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tetapi hamba hanya sekedar melakukan apa yang hamba


wajib lakukan. Sebagai seorang kawula terhadap gusti. Hamba
tak merasa telah berbuat suatu jasa terhadap gusti patih.”
Melihat wajah Nararya yang memancar sinar agung dan tutur
bahasanya yang rendah hati dan sopan, tertariklah perhatian
Arini. Walaupun tak sampai dia meningkatkan pemikirannya akan
sesuatu yang dirasakan antara suaminya, Kuda Panglulut,
dengan Nararya. Namun saat itu terbayang juga ia akan diri
suaminya itu. Ia menghela napas.
Dalam pada waktu Arini sedang bercakap-cakap dengan
Nararya, nyi Suti pun meninggalkan tempat itu. Memang sudah
menjadi peraturan, bahwa apabila gusti puterinya sedang
menerima tetamu tak boleh para hamba sahaya berada disitu
untuk mendengarkan percakapan.
Nararya menunduk diam. Ia tak mau bicara kalau tak ditegur.
“Ki sanak” kata Arini pula ”sungguh amat sayang apabila
seorang muda seperti engkau, hidup terpendam di pegunungan
yang sepi. Tidakkah engkau berminat untuk bekerja di pura
kerajaan ini ?.”
“Terima kasih, gusti” kata Nararya ”tetapi orangtua hamba
sudah tua. Hamba harus bekerja untuk membantu mereka.”
”Apakah pekerjaanmu?.”
“Mengerjakan sawah, berkebun dan bercocok tanam.”
”Engkau senang dengan pekerjaan itu?”
“Sejak dari lahir sampai dewasa ini, hamba sudah biasa hidup
di pegunungan atau pedesaan. Hamba mencintai pekerjaan
hamba itu. Hambapun mencintai suasana pegunungan yang
tenang dan damai, dimana burung2 bebas beterbangan dan
berkicau, air berdesir-desir mengalir sepanjang lembah dan
ngarai, udara yang cerah menghamburkan angin yang sejuk.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dikala Nararya mengucapkan kata itu, Arini pun terbuai.


Seolah ia terhanyut dalam keindahan dan ketenangan alam
pegunungan yang murni. Ingin ia mempunyai sayap untuk
terbang menikmati keindahan itu.
Perasaan manusia memang berobah-robah. Perobahan itu
timbul dari panca indera dan penyerapannya. Seorang yang
berada dalam lingkungan hidup yang berkemewahan, dia akan
kabur perasaannya akan kenikmatan yang dinikmatinya. Dia
takkan merasakan lagi akan kenikmatan hidup itu. Demikian pula
dengan perasaan puteri Arini. Dia hidup dalam kemewahan.
Sebagai puteri seorang patih yang berkuasa. Sebagai seorang
isteri dari raden Kuda Panglulut yang cakap. Mendengar tentang
keindahan suasana alam pegunungan yang penuh ketenangan
dan kedamaian, ia ingin juga untuk menikmatinya.
“Benarkah itu, ki sanak” katanya menegas.
“Demikianlah gusti” kata Nararya ”kenyataan itu telah hamba
rasakan dan menghidupi hamba sampai belasan tahun.”
“Tidakkah engkau merasa hidup di pura kerajaan itu jauh lebih
ramai dan leoih nikmat?.”
“Kenikmatan hidup di alam pedesaan dan di pura kerajaan
memang berbeda, gusti” kata Nararya ”orang di pura kerajaan
hidup dengan penuh kegembiraan. Dilingkungi oleh kehidupan
yang ramai dan mewah. Sedang kenikmatan hidup di alam
pegunungan, dilingkungi ketenangan dan kedamaian.”
“Apa beda kedua kenikmatan hidup itu ?.”
“Kegembiraan dalam lingkungan hidup yang serba mewah,
hanyalah suatu kenikmatan lahiriyah. Suatu kenikmatan yang
bersifat keduniawian. Sedang kenikmatan hidup di pegunungan,
kenikmatan yang tenang dan damai. Kenikmatan batin. Semakin
jauh manusia dari keduniawian, makin,dekat kita pada kebesaran
alam dan keagungan Hyang Widdhi. Demikian gusti puteri,
perbedaan kedua kenikmatan itu.”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tetapi ki sanak” kata Arini ”orang muda semacam engkau,


belum waktunya untuk menenggelamkan diri pada kenikmatan di
pegunungan. Negara masih membutuhkan kaum muda untuk
menegakkan dan memperkuat kejayaan kerajaan. Tidakkah itu
suatu dharma wajib pada kaum muda seperti dirimu ?.”
Nararya terkejut menerima pertanyaan itu.
“Benar, gusti puteri. Memang kerajaan perlu sekali dengan
pengabdian para muda. Banyak sekali bidang yang memerlukan
tenaga kaum muda. Tetapi ah” ia menghela napas ”keadaan
hamba belum memungkinkan hal itu, gusti. Hamba harus
membantu orangtua, hamba yang sudah lanjut usianya.”
“Tidakkah dengan mendapat pangkat dan kedudukan di
kerajaan Singasari, engkau dapat membawa serta orangtuamu ke
pura kerajaan ?.”
“Ah, gusti” kembali Nararya menghela napas ”orangtua hamba
seorang tua yang sudah tak mengharap dan menginginkan
keduniawian. Orangtua hamba ingin melewati sisa hidupnya
dalam alam yang tenang dan damai. Hamba harus berbakti dan
menghormati pendiriannya gusti.”
Arini mengangguk. Pembicaraan yang singkat itu cukup
memberi kesan baik kepadanya. Bahwa Nararya, itu memang
seorang yang berbudi luhur. Dan tanpa disadarinya ia telah
membayangkan sikap serta tingkah Kuda Panglulut suaminya itu.
Kuda Panglulut gagah, berani dan penuh dengan cita-cita yang
tinggi untuk meraih kedudukan yang tinggi. Demikian pula
sifatnya yang selalu keras kepala itu, sering menimbulkan
pertengkaran dalam rumahtangga mereka. Puteri Arini
termenung-menung.
“Adakah engkau dapat menerima apabila rama patih memberi
kedudukan ?” akhirnya ia bertanya.
“Sudah tentu hamba amat berterima kasih sekali atas
anugerah gusti patih itu” jawab Nararya ”tetapi sayang sekali
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

saat ini hamba belum dapat melaksanakan karena keadaan


keluarga hamba.”
Arini benar2 tak dapat memaksa. Dalam diri Nararya, ia
mendapatkan seorang pemuda yang lugu dan jujur. Setiap orang
tentu mengharap ganjaran, harta maupun pangkat. Tetapi
ternyata Nararya menolak semuanya.
“Baiklah, ki sanak” akhirnya puteri patih itu berkata ”aku
gembira dan menghormati pendirianmu yang jujur dan sifatmu
yang amat berbakti kepada orangtua itu. Tetapi betapapun,
akupun hendak mengunjuk bakti kepada ramaku.”
“Syukurlah, gusti.”
“Engkau setuju, bukan ?.”
“Setuju gusti.”
“Baik” kata puteri Arini ”oleh karena rama patih telah
mendapat budi pertolonganmu maka aku sebagai puterinya,
wajib membalas budimu itu. Terimalah ini, ki sanak.”
Puteri Arini segera melolos cincin yang melingkar di jari
manisnya. Ia mengulurkan cincin itu kepada Nararya. Nararya
terkejut sekali.
“Gusti” serunya ”bagaimana mungkin hamba berani menerima
anugerah paduka itu ?.”
“Aku yang memberi, bukan engkau yang meminta.”
“Tetapi hamba merasa tak layak menerima.”
“Yang menilai layak atau tidak, adalah yang memberi bukan
yang menerima.”
“Ah” Nararya mengeluh desuhan.
“Ki sanak, engkau seorang, anak yang amat berbakti kepada
orangtuamu tetapi mengapa engkau tak menghargai orang lain
berbakti kepada orangtuanya? Bukankah begitu artinya engkau
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menolak pemberianku ini sebagai tanda terima kasihku atas


pertolongan yang engkau lakukan kepada ramaku?.”
“Tetapi gusti .....”
“Tidak ada tetapi, ki sanak. Terimalah” Arini terus
menyodorkan tangannya ke muka. Melihat itu Nararya pun
terpaksa menyambuti.
Sekonyong-konyong terdengar angin berhembus tajam
menyambar kearah tangan Nararya yang tengah menyambuti
cincin pemberian puteri patih. Hampir saja benda yang
menyambar itu hinggap dipunggung tangan Nararya. Untunglah
pada detik2 yang berbahaya, Nararya sempat melihat bahwa
benda itu bukan lain sebilah pisau belati.
“Uh ....” cepat ia endapkan tangannya ke bawah sehingga
terhindar dari sambaran belati. Sekalipun begitu tangannya
berdarah juga. Kulitnya tersambar ujung belati yang menggurat
sebuah luka panjang.
“Kakang Panglulut!” teriak Arini demi melihat Kuda Panglulut
tegak di ambang pintu dengan mata berapi-api.
Nararya pun terkejut. Cepat ia berbangkit dan berpaling
menghadap kearah Kuda Panglulut. Ia teringat bahwa Kuda
Panglulut itu adalah suami Arini.
“Keparat, siapa engkau !” Kuda Panglulut tak menghiraukan
teguran isterinya, melainkan maju menghampiri ketempat
Nararya seraya menuding muka pemuda itu.
“Hamba Nararya, raden” kata Nararya seraya memberi
hormat.
Arinipun menyongsong maju ”Kakang Panglulut, dia adalah
orang yang telah menolong jiwa rama patih.”
“Tutup, mulutmu!” bentak Kuda Panglulut lalu maju
kehadapan Nararya ”aku tak peduli engkau yang menolong jiwa

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

rama patih atau bukan, tetapi seorang lelaki yang berani


menyelundup masuk kedalam ruang keputren dan bicara
sedemikian asyik dengan isteriku, dia wajib kubunuh.”
“Kakang . ... . !” teriak Arini seraya menghadang ditengah
kedua pemuda itu ”akulah yang memanggilnya kemari. Dia tak
bersalah!.”
Sepasang mata Kuda Panglulut makin membara.
“Engkau mengundangnya kemari? Apa keperluanmu?
Layakkah seorang puteri, dikala suaminya tak ada rumah,
mengundang seorang pria lain?.”
Karena sudah biasa bertengkar dengan suaminya dan setiap
bertengkar Arini tentu bermanja diri dengan teriakan dan tangis
maka saat itu iapun menjerit.
“Engkau berani menghinaku, kakang!.”
“Jawab pertanyaanku!.”
“Ramalah yang menitahkan supaya dia menunggu di
kepatihan dan menitahkan nyi Suti untuk menghidangkan
makanan kepadanya. Karena heran nyi Suti tak muncul lalu
kutitahkan seorang dayang memanggilnya. Nyi Suti menerangkan
bahwa dia sedang melaksanakan titah rama patih untuk melayani
pemuda itu. Kupanggil pemuda itu dan hendak kuberinya hadiah
uang sebagai tanda terima kasihku atas tindakannya
menyelamatkan jiwa rama. Tetapi dia menolak. Adakah engkau
kira dan menuduh aku mempunyai maksud lain?.”
“Hm” desuh Kuda Panglulut ”engkau boleh dan berhak
bertindak sesuai yang engkau anggap benar. Tetapi akupun
berhak untuk bertindak sesuai apa yang kuanggap wajib.”
“Apakah tindakanmu?”
“Membunuhnya karena dia telah melanggar tata susila berani
masuk kemari.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tetapi aku yang memanggilnya.”


“Aku tidak mengurus dirimu melainkan hendak menghukum
orang itu.”
“Aku yang bertanggung jawab akan peristiwa ini!” teriak Arini
”kalau engkau mau membunuh, bunuhlah aku !.”
Mata Kuda Panglulut makin merentang lebar ”Engkau hendak
melindunginya ?.”
”Bukan” seru Arini ”aku hanya mengatakan apa yang
sebenarnya.”
Melihat puteri patih itu bertengkar dengan suaminya, perasaan
hati Nararya tak enak. Ia kuatir peristiwa itu akan berkelarutan
menimbulkan lain peristiwa yang tak diharapkan.
Pertengkaran mulut antara suami isteri, mudah menimbulkan
bayang2 kecemburuan hati. Suami mencemburui isteri atau isteri
menuduh suami. Dan cemburu itu sesungguhnya timbul dari rasa
cinta isteri atau suami kepada sisihannya. Baik tujuannya, baik
maksudnya. Tetapi karena bertengkar, mulut maupun sampai
gerakan tangan, tentu akan meningkatkan suhu kemarahan. Dan
kemarahan itu kadang melupakan kesadaran pikiran. Walaupun
akan menyesal setelah itu, tetapi kenyataan telah terjadi. Dan
apa yang terjadi sukar dicegah, tak guna disesalkan. Demikian
tujuan yang baik, akan berakibat buruk apabila ditempuh dengan
cara yang salah. Terutama cara bertengkar yang mudah sekali
menimbulkan kebakaran hati.
“Raden” serentak Nararya berseru setelah menimang suatu
keputusan ”memang aku bersalah karena lancang memasuki
keputren ....”
“Ki sanak, engkau.... engkau ...” teriak Arini terkejut.
Tetapi Nararya tak mau memberi tanggapan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hm, engkau seorang jantan juga” seru Kuda Panglulut


dengan nada mencemoh ”engkau tahu bahwa masuk ke dalam
keputren itu suatu larangan bagi orang lelaki?.”
Nararya mengiakan.
“Jika sudah tahu tetapi engkau tetap melanggar, tidakkah hal
itu berarti engkau memang sengaja karena mempunyai maksud
buruk?.”
“Kakang Panglulut” teriak Arini dengan dada bergolak ”jangan
melontarkan fitnah yang sehina itu”'
Walaupun kata2 Kuda Panglulut tadi tidak ditujukan kepada
Arini melainkan kepada Nararya tetapi tak lepas pula dalam
hubungannya dengan diri Arini. Itulah sebabnya maka puteri,
patih itu naik pitam.
“Raden Panglulut” seru Nararya dengan tenang ”betapapun
gusti puteri hendak menjelaskan dan betapapun dengan
kesungguhan hati aku menyangkal hal2 yang raden tuduhkan
kepada diriku, tentulah raden menolak dan tetap menuduh
kepadaku.”
“Seribu keterangan kalah dengan satu kenyataan !.”
“Baik” kata Nararya ”dan dengan kenyataan itu, raden hendak
menghukum diriku ?”
“Mati pidanamu.”
“Benar” sahut Nararya ”tetapi bagaimanakah pidana bagi
orang yang membunuh orang yang tak bersalah ?.”
“Engkau maksudkan aku membunuh orang yang tak bersalah
? Huh .....”
“Di jagad ini masih ada keadilan, raden. Mungkin dengan
pengaruh dan kepandaian berbicara, mampu saja raden terhindar
dari pidana itu. Tetapi keadilan Hyang Widdhi akan menuntut
kemanapun raden akan pergi, bahkan ke liang semutpun juga.”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Keparat” bentak Kuda Panglulut ”engkau hendak mengancam


dan menakut-nakuti aku ?.”
“Jika raden merasa tak.takut, marilah kita nantikan
kedatangan gusti patih untuk mohon keadilan.”
“Tidak perlu” seru Kuda Panglulut ”aku berhak untuk berbuat
apapun disini. Ini urusanku, wajib aku yang menyelesaikan
sendiri.”
“Aku juga berhak” tiba2 Arini melengking ”dan inipun
urusanku, wajib aku ikut menyelesaikan.”
“Hm, Arini” mata Kuda Panglulut membelalak lebar
”tampaknya engkau sangat memperhatikan sekali akan orang
itu!.”
“Karena dia tak bersalah !.”
“Apa engkau ikut menderita apabila dia kuhajar ?.”
“Ya” tanpa tedeng aling2 puteri patih itu menjawab.
“Huh, engkau ....” sepasang mata Kuda Panglulut
memancarkan api.
“Aku ikut menderita rasa malu dan hina, karena mempunyai
seorang suami yang gelap mata, gelap pikiran. Mengandalkan
kekuasaan bersewenang-wenang terhadap orang.”
Kuda Panglulut tertegun.
“Aku puteri patih Apanji Aragani yang berpengaruh besar dan
berkuasa dalam pemerintahan Singasari. Jika kulaporkan
perbuatanmu kepada rama patih, tidakkah engkau akan ditegur
rama ? Bahkan jika aku menginginkan, segala kemungkinan
dapat menimpa dirimu.”
Sebenarnya dalam ketegunan tadi, Kuda Panglulut hampir
terbuka hatinya. Hampir ia mendapat kesadaran pikirannya

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kembali. Tetapi dikala mendengar kata2 Arini yang terakhir,


serentak bangkitlah sifat kepriaannya yang angkuh.
”Silahkan, Arini, engkau melapor pada ramamu” teriaknya
dengan merah padam ”jika engkau memang tak menyukai lagi,
saat ini juga aku akan angkat kaki dari sini!.”
“Itu persoalanmu sendiri. Aku tak menyuruh engkau pergi.
Namun jika engkau hendak angkat kaki, akupun tak kuasa
mencegahmu.”
“Hm, sekarang aku tahu” serunya kemudian mencurahkan
pandang mata kepada Nararya ”engkaulah biangkeladi dari
keributan ini. Engkau harus mati . ...” Kuda Panglulut mencabut
keris terus menerjang Nararya.
“Kakang Panglulut ....!” Arini menjerit kejut dan hendak
mencegah tetapi tak sempat lagi. Tubuh Kuda Panglulut telah
membayangi Nararya.
“Ah ... .” tiba2 Arini mendesah kejut pula. Hanya kejutnya kali
ini beda dengan kejut yang tadi. Jika tadi dia tegang dan cemas,
kini dia terkesiap dan longgar perasaannya. Dilihatnya Nararya
menyelinap ke samping dan loncat ke arah pintu.
Terjangan keris Kuda Panglulut hanya mengenai sasaran
kosong ketika tubuh Nararya menyelinap kesamping. Nararya
terlepas dari bahaya maut dan terus hendak menuju ke pintu. Ia
hendak keluar. Bukan karena ngeri menghadapi serangan Kuda
Panglulut melainkan ia tak ingin pertumpahan darah sampai
menodai keputren. Apabila terpaksa harus berkelahi, perkelahian
itu supaya berlangsung di halaman.
Pada saat Nararya hendak menerobos keluar, ia terkejut
ketika hampir beradu tubuh dengan patih Aragani yang saat itu
tengah melangkah masuk.
Demikian pula dengan Kuda Panglulut. Saat itu dia berputar
tubuh dan hendak menyerang lagi. Tetapi ia terbeliak ketika
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

melihat ayah mentuanya muncul di ambang pintu dengan


pandang terbelalak.
“Kuda Panglulut, mengapa engkau? Apa yang terjadi di sini?”
seru patih Aragani penuh keheranan.
“Hamba hendak membunuh orang yang kurang tata itu, rama”
jawab Kuda Panglulut dengan masih mencekal keris.
“Kurang tata? Mengapa?.”
“Dia berani lancang memasuki keputren, rama”
Patih Aragani makin terbeliak. Sejenak ia memandang
Nararya.
“Akulah yang memanggil kemari, rama” tiba2 Arini berseru
seraya menghampiri.
“Engkau ?” patih Aragani makin heran ”mengapa engkau
panggil dia?.”
Arini segera menuturkan peristiwa tadi. Dan ia-pun
mengemukakan alasannya seperti yang telah dikatakan kepada
Kuda Panglulut tadi ”Salahkah aku, rama?.”
Patih Aragani tak menyahut melainkan bertanya kepada
Nararya ”Benarkah itu, Nararya ?.”
“Benar, gusti patih” kata Nararya ”tetapi hamba memang
merasa bersalah, gusti.”
“Hm” patih Aragani hanya mendesuh kemudian berkata
kepada Kuda Panglulut ”engkau memang layak marah, Panglulut.
Tetapi sebenarnya hal ini hanya suatu kesalahan faham belaka.”
“Hamba memang terburu nafsu” kata Kuda Panglulut. Diam2
ia girang karena mentuanya membenarkan undakannya.
“Nararya ini” patih Aragani menunjuk Nararya ”memang aku
yang mengajaknya ke kepatihan. Dan dia telah berjasa karena

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

telah menyelamatkan rama ketika rombongan rama diserang


kawanan brandal di kaki gunung Kawi.”
“O” desuh Kuda Panglulut.
Kemudian patih Aragani menceritakan hal dia menghadap
baginda di keraton untuk menghaturkan laporan tentang
peristiwa pencegatan di gunung Kawi itu.
“Oh” Kuda Panglulut terkejut ”jadi seluruh pengiring rama
telah dibunuh kawanan penyamun itu ?.”
“Ya” kata patih Aragani ”tetapi mereka bukan penyamun biasa
melainkan gerombolan gunung Butak yang dipimpin Mahesa
Rangkah.”
“Mahesa Rangkah ?” Kuda Panglulut berteriak “bukankah
bekel bhayangkara-dalam di keraton?.”
“Benar” sahut patih Aragani.
“Mengapa, dia memimpin gerombolan untuk menghadang
perjalanan rama?.”
Dengan ringkas dan jelas patih Aragani segera menuturkan
semua peristiwa yang dialaminya selama menjadi utusan baginda
ke Daha.
Selama dalam perjalanan ke pura Singasari, Nararya belum
mendengar jelas cerita patih Aragani. Mungkin karena tak sempat
atau mungkin memang patih itu tak mau bercerita terus terang
kepadanya, Kini dia-pun mencurahkan perhatiannya untuk
mendengarkan cerita yang dibawakan patih Aragani kepada
putera menantunya. Kini ia mempunyai gambaran jelas tentang
pernikahan pangeran Ardaraja. Diam2 dia menghela napas
longgar.
“Karena hendak menemui patih Kebo Arema maka kusuruh
anakmuda ini menunggu aku di kepatihan” patih Aragani
mengakhiri ceritanya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“O, hamba tak tahu, rama” kata Kuda Panglulut.


“Aku sudah mengatakan begitu kepadamu, tetapi, mengapa
engkau tak percaya kepadaku ?” seru Arini yang merasa
mendapat angin.
“Arini” tiba2 patih Aragani berkata kepada puteri ”memang
maksudmu baik, tetapi tindakanmu itu memang kurang benar.
Rama dapat menyelami hati suamimu ketika melihat seorang pria
tak dikenalnya berada dalam keputren dan bercakap-cakap
dengan engkau”
“Sudah kuberi penjelasan rama, tetapi dia tetap marah dan
menuduh aku yang tidak baik” bantah Arini.
Aragani tertawa mengekeh.
“Engkau tak dapat menyelami perasaan suamimu, Arini. Sudah
tentu dia marah karena mencurigai engkau.”
“Kecurigaan yang buta, tak berdasar!” teriak Arini pula.
“Mengapa tak berdasar?” jawab Aragani ”apakah engkau tak
merasa bahwa kemarahan suamimu itu karena curiga dan
kecurigaannya itu karena cemburu ? Dan apakah dasar dari
seorang suami yang cemburu itu . . ..”
“Rama !” Arini tersipu-sipu merah mukanya terus lari masuk
ke dalam.
Patih Aragani tertawa seraya geleng2 kepala.
“Panglulut” katanya kepada putera menantunya ”engkau harus
banyak kesabaran dan dapat memomong isterimu itu. Dia
memang telah terlanjur berwatak buruk karena terlalu
kumanjakan.”
“Mohon rama memaafkan kekhilafan hamba karena sering
masih bersikap kasar terhadap yayi Arini.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Baiklah, puteraku” kata Aragani ”kehidupan suami isteri itu


memang demikian. Tetapi asal masing2 telah menyadari
kekhilafannya, semua tentu akan baik kembali bahkan akan
menambah kerukunan rumah-tangga.”
Kemudian patih Aragani mengajak Kuda Panglulut dan Nararya
ke luar ke pendapa.
“Kuda Panglulut” patih Aragani memulai pembicaraan ”tadi
rama bersama ki patih Kebo Arema menghadap seri baginda. Seri
baginda menitahkan supaya dikerahkan pasukan untuk
membasmi gerombolan gunung Butak dan menangkap Mahesa
Rangkah.”
Kuda Panglulut mengangguk-angguk.
“Di hadapan seri baginda, aku menghaturkan usul agar untuk
membasmi gerombolan Butak itu janganlah dipimpin oleh
senopati kerajaan yang ternama, terutama ki patih Kebo Arema.
Hal itu hanya merendahkan martabat kerajaan Singasari saja.”
“Bila terdengar oleh lain kerajaan, kewibawaan kerajaan
Singasari akan menurun. Karena hanya untuk menumpas sebuah
gerombolan gunung saja harus mengerahkan pasukan besar dan
dipimpin oleh senopati terkenal, demikian kata2 yang
kupersembahkan kehadapan baginda.”
“Rupanya baginda berkenan menerima saranku itu kemudian
menanyakan pendapatku siapa kiranya yang dapat dipercayakan
tugas untuk memimpin pasukan ke gunung Butak itu.”
“Sebelum menghadap baginda, memang hal itu telah
kupercakapkan dengan ki patih Kebo Arema dan ki patih Kebo
Arema menyetujui semua pendapatku. Maka dihadapan baginda,
patih Kebo Arema lalu menunjuk engkau, Kuda Panglulut, yang
diserahi tugas memimpin pasukan itu.”
“Hamba, rama?” teriak Kuda Panglulut terkejut.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ya” patih Aragani mengangguk ”dan bagindapun telah


berkenan menyetujui. Oleh karena itu, engkau harus bersiap-
siap. Besok berangkat ke gunung Butak untuk menumpas
gerombolan Mahesa Rangkah. Engkau boleh memilih siapa2 yang
hendak engkau ajak dan berapa banyak prajurit yang engkau
perlukan.”
Kuda Panglulut termenung.
“Puteraku Panglulut” kata patih Aragani pula. “inilah
kesempatan yang baik agar engkau dapat naik pangkat.
Tunjukkanlah dirimu, Panglulut, bahwa engkau benar2 seorang
ksatrya muda yang gagah perkasa.”
“Baik, rama” akhirnya Kuda Panglulut berkata ”hamba hanya
menurut saja apa yang rama titahkan.”
Kemudian patih Aragani beralih kepada Nararya
“Nararya, ganjaran apakah yang engkau kehendaki?”
“Hamba tak menghendaki ganjaran apa2, gusti patih. Kecuali
gusti patih .....”
“Apa yang hendak engkau katakan?” tegur patih Aragani
ketika Nararya hentikan kata katanya.
“Kecuali gusti patih berkenan meluluskan hamba segera
pulang ke gunung.”
Mendengar itu tertawa gelak-gelaklah patih Aragani. Ia
geleng2 kepala ”Hanya itu permohonanmu?.”
Nararya mengiakan.
“Nararya” tiba2 patih Aragani berkata dengan nada
bersungguh ”kutahu engkau seorang muda yang jujur, berani
dan digdaya. Tenaga seperti engkau ini, diperlukan sekali oleh
kerajaan Singasari. Mengapa engkau lebih suka tinggal di gunung
? Mengapa engkau tak mau mengabdikan dirimu kepada
kerajaan ?.”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bukan hamba tak mau, gusti patih” kata Nararya ”tetapi


hamba masih mempunyai kewajiban terhadap orangtua kami
yang sudah tua. Kelak apabila kewajiban itu sudah selesai,
hamba tentu akan menyerahkan diri hamba dalam pengabdian
kepada kerajaan Singasari.”
“Ah, salah kata-katamu itu” tegur patih Aragani ”memang
wajib merawat kepada orangtua, merupakan dharmabhakti yang
lebih luhur yani wajib mengabdi kepada negara. Coba jawablah,
Nararya, pertanyaanku ini” kata patih Aragani.
Nararya mengiakan pula.
“Apabila orangtuamu masih diberkahi umur panjang, tidakkah
engkau harus menunggu dengan sia2. Bukankah kewajiban
terhadap negara itu tak dapat dipertangguhkan sampai beberapa
tahun bahkan belasan dan puluhan tahun lagi?.”
Sesungguhnya alasan Nararya yang dikemukakan kepada
patih Apanji Aragani itu hanya menurut rangkaiannya sendiri.
Tetapi ia merasa bahwa tugas yang dipesankan ramanya dan
gurunya untuk turun gunung, belum berhasil diselesaikan.
Apabila ia sampai terikat akan suatu kedudukan pusat di
pemerintahan kerajaan, pastilah ia tak dapat melaksanakan
pesan dari rama dan gurunya. Dan semua alasan yang telah
dihaturkan kehadapan patih Aragani itu, tentu dapat diterima
sehingga ia terhindar dari desakan untuk menerima, kedudukan
di pura Singasari.
“Memang benar, gusti patih” sahutnya, ”kewajiban dan
pengabdian terhadap negara, tak dapat dipertangguhkan sampai
berlarut-larut sehingga tenaga dan semangat kita sudah
berkurang.”
“Hm, kiranya engkau tahu juga.”
“Tetapi” kata Nararya ”pertama, hamba belum mohon ijin
kepada orangtua hamba. Kedua, hamba sendiripun belum siap.
Ilmu kepandaian, pengalaman dan pengetahuan hamba masih
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dangkal. Hamba hendak melanjutkan ilmu yang belum selesai


hamba timba, sekalian untuk merawat kedua orangtua hamba.
Namun sampai pada waktu yang tertentu, dimana hamba
menganggap bahwa negara benar2 terancam bahaya, hamba
pasti akan mengabdikan diri hamba.”
“Justeru itulah, Nararya” seru patih Aragara gembira ”untuk
mencari pengalaman, sekaranglah waktunya. Demikian juga dari
segi pandanganmu, saat ini kerajaan Singasari sedang diancam
oleh kekacauan dan gangguan keamanan yang ditimbulkan oleh
gerombolan gunung Butak.”
“Tetapi gusti patih” sambut Nararya ”kiranya dengan kekuatan
pasukan Singasari dan pimpinan raden Kuda Panglulut, tentulah
gerombolan itu segera dapat terbasmi.”
“Engkau memandang dari sudut yang engkau ketahui” kata
patih Aragani ”tetapi engkau tak mengetahui bahwa saat ini
sesungguhnya kekuatan Singasari sedang berkurang. Sebagian
besar dari kekuatan pasukan Singasari telah dititahkan baginda
untuk menuju ke tanah Malayu. Baginda bercita-cita besar untuk
menguasai seluruh nuswantara. Itulah sebabnya maka aku tak
setuju apabila ki patih Kebo Arema harus memimpin sendiri
pasukan kerajaan ke gunung Butak. Pura kerajaan makin
kosong.”
“Dan” patih Aragani menambahkan pula ”aku memerlukan
seorang pembantu yang gagah seperti engkau untuk Kuda
Panglulut yang akan meminipin pasukan Singasari ke gunung
Butak itu. Apakah engkau tak bersedia untuk menyumbangkan
tenagamu kepada kerajaan, Nararya ?.”
Nararya terdiam hening. Diam2 ia mengakui bahwa patih
Aragani itu memang seorang mentri yang pandai bicara. Iapun
menyadari bahwa saat itu dia sedang berada dalam genggaman
seorang penguasa yang berpengaruh seperti patih Aragani.
Sepatah saja patih itu meluncurkan kata, maka jadilah dia hitam
atau putih menurut yang dikehendaki patih itu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Diam2 iapun heran mengapa patih Aragani sedemikian


bernafsu untuk mengangkatnya sebagai pendamping raden Kuda
Panglulut. Apakah tujuan patih itu?
Selintas pikiran melayang, teringatlah ia akan Lembu Peteng
yang saat ini masih menyelundup dalam gerombolan di gunung
Butak. Sejauh laporan yang diterimanya dari Lembu Peteng,
memang gerombolan gunung Butak memiliki susunan tata tertib
yang beda dengan gerombolan penyamun. Diketahui juga bahwa
pemimpin gerombolan gunung Butak itu bernama Joko Pasirian.
Tetapi mengapa tiba2 Mahesa Rangkah yang menjadi bekel
bhayangkara di keraton Singasari juga menggabungkan diri
bahkan menjadi salah seorang pimpinan gerombolan itu ?
Dalam meneropong keadaan di gunung Butak, mulailah
tertarik perhatian Nararya untuk mengetahui, apa dan siapakah
sebenarnya gerombolan itu ? Apa dan bagaimanakah
sesungguhnya tujuan gerombolan itu?
“Jika gusti patih berkeras menghendaki hamba, ikut serta
dalam pasukan kerajaan Singasari yang ditugaskan menumpas
gerombolan gunung Butak itu, hambapun bersedia ikut, asalkan
permohonan hamba ini gusti patih berkenan meluluskan.”
“Apa yang engkau minta?” cepat2 patih Aragani menanggapi.
“Selekas peristiwa di gunung Butak itu selesai, hamba mohon
supaya diperkenankan pulang ke desa.”
Patih Aragani tertawa gelak2.
“Hanya itu ?.”
“Demikianlah, gusti patih.”
“Baik, Nararya” kata patih Aragani ”tentu akan kululuskan
permintaanmu itu. Tetapi Nararya, apakah engkau benar2 tak
mau menjadi prajurit di Singasari? Menilik jasamu, aku dapat
mengangkatmu sebagai bekel prajurit.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya menghela napas.


“Telah menjadi pendirian hidup hamba” katanya ”bahwa saat
ini belum tibalah waktunya hamba mengabdi kepada kerajaan.
Hamba masih mempunyai beberapa tanggungan yang harus
hamba selesaikan. Terutama tanggung jawab hamba terhadap
kedua orangtua hamba dan terhadap diri hamba sendiri. Hamba
masih merasa kurang dalam segala hal. Oleh karena itu perlulah
hamba menimba pengetahuan dan menuntut ilmu yang lebih
tinggi agar kelak dapat hamba sumbangkan kepada negara.
Hanya itulah cita2 hamba, gusti patih :.”
Diam diam patih Aragani memuji kesopanan tutur bahasa
pemuda itu dan mengagumi pula cita citanya. Diam2 pula timbul
suatu lamunan dalam pikirannya. Andaikata belum terlanjur
memungut menantu raden Kuda Panglulut, tentulah ia akan
bimbang untuk menentukan pilihannya, kepada siapakah Arini itu
akan dijodohkan.
Malam itu Nararya tidur di kepatihan; Diam2 ia menghela
napas mengapa selalu saja dirinya terlibat dalam suatu peristiwa.
Dan setiap peristiwa itu selalu hendak mengikat dirinya pada
suatu kedudukan di kerajaan.
~dwkz~ismo~mch~

II
Kuda Panglulut tak dapat menghayati apa maksud rama
mentuanya mendesak pemuda yang bernama Nararya itu
menjadi pembantunya.
Sebagai kepala dari pasukan keamanan yang menjaga pura
Singasari, Kuda Panglulut sudah mempunyai pembantu yang
dapat diandalkan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dia memiliki lima orang yang menjadi orang kepercayaannya.


Empat orang berpangkat lurah prajurit dan seorang demang.
Keempat lurah prajurit itu yalah Sumarata, Siung Pupuh,
Pringkuku dan Bandung. Masing-masing memiliki kedigdayaan
yang mengagumkan. Dan yang seorang lagi yalah demang Krucil.
Kuda Panglulut membagi pura Singasari menjadi empat
daerah keamanan. Lurah Sumarata ditugaskan untuk menjaga
keamanan pura barat, lurah Siung Pupuh di utara, Pringkuku di
timur, Bandung di selatan dan demang Krucil sebagai pusat
laporan keamanan, bertempat di tengah pura.
Dengan kelima pembantunya itu, cukuplah bagi Kuda
Panglulut untuk menghadapi gerombolan gunung Butak.
Mengapa mentuanya masih mengikut-sertakan Nararya lagi?
“Hm” desuh Kuda Panglulut dalam hati ”memang aneh sekali
kulihat sikap rama terhadap pemuda itu. Biasanya tak mudah
rama tertarik pada seseorang tetapi mengapa dengan Nararya
rama begitu menaruh perhatian besar?.”
“Dan” renungan Kuda Panglulut masih melanjut dan makin
meningkat. Tiba2 teringatlah ia akan peristiwa di keputren.
Adalah karena peristiwa itu hingga sampai sekarang Arini masih
marah ”tidakkah sikap yayi Arini itu juga mengherankan ?
Mengapa ia mengundang pemuda itu ke keputren? Mengapa ia
hendak memberikan cincin kepadanya?.”
Kecurigaan dalam hati Kuda Panglulut makin menebal.
Kecurigaan yang tercampur pula dengan rasa cemburu. Apabila
rasa cemburu sudah memenuhi kalbu maka meletuslah nafsu
geram, penasaran dan marah. Nafsu2 yang selalu menyertai
setiap terjadi pergolakan dalam hati.
Serentak ia teringat akan demang Krucil. Demang yang
bertubuh kecil itu memang cerdas, licin dan kaya akan akal.
Malam itu juga ia mengunjungi tempat kediaman demang Krucil.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kakang demang” katanya setelah duduk berhadapan dengan


tuan rumah ”ada sesuatu yang hendak kubicarakan dengan
kakang demang.”
“O” demang Krucil terkejut ”silahkan raden. Dimana tenagaku
dibutuhkan, aku tentu akan membantu raden dengan sepenuh
hati.”
“Terima kasih kakang demang.”
Demang Krucil merupakan orang kepercayaan Kuda Panglulut
maka tanpa ragu2 lagi Kuda Panglulutpun menceritakan tentang
peristiwa diri Nararya.
Demang Krucil mengangguk-angguk.
“Lalu bagaimana keheridak raden ?
“Menurut kakang demang, bagaimanakah aku harus bertindak
?” Kuda Panglulut balas bertanya.
“Raden, lelatu itu anaknya api. Apabila tak segera dipadamkan
tentu berbahaya. Bukankah demikian yang raden kehendaki?.”
“Tepat, kakang demang” seru Kuda Panglulut ”memang
demikian isi hatiku. Dan kiranya kakang demang tentu sudah siap
dengan caranya, bukan?.”
Demang Krucil pejamkan mata. Merenung. Beberapa jenak
kemudian ia mengangguk-angguk.
“Raden” katanya ”satu-satunya cara yalah raden harus
memberi kepercayaan besar kepadanya.”
“Hah ?” Kuda Panglulut terbeliak ”apa katamu, kakang
demang?.”
“Raden harus memberi kepercayaan besar kepada orang
muda itu” kata demang Krucil pula.
“Ya, benar” sahut Kuda Panglulut ”agar dia memperoleh jasa
dan mendapat pangkat yang lebih tinggi dari aku. Bahkan agar
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dia dipungut menantu rama patih, menggantikan kedudukanku.


Bukankah demikian maksudmu ?.”
Demang Krucil tertawa mendengar kata2 Kuda Panglulut yang
penuh nada ejek itu. Namun ia sudah cukup kenal akan perangai
raden itu.
“Soal itu bukan menjadi wewenang demang Krucil, raden”
jawabnya dengan tenang ”aku hanya menghaturkan rencana
agar keinginan raden itu dapat terlaksana.”
“Dengan memberi kepercayaan besar kepadanya?” Kuda
Panglulut menegas.
“Ya” sahut demang Krucil ”karena jika tak memberi
kepercayaan, tak mungkin raden dapat memerintahkannya
memimpin pasukan untuk maju di garis paling depan.”
Kuda Panglulut terkesiap.
“Agar dia memimpin pasukan penggempur yang didepan?.”
“Begitulah .”jawab demang Krucil ”dengan demikian raden tak
perlu membuang banyak tenaga dan pikiran untuk melenyapkan
orang itu.”
“Ah, engkau benar, kakang demang” Kuda Panglulut tertawa
gembira.
“Dalam pertempuran permulaan, fihak lawan tentu masih
penuh kekuatannya. Mereka tentu akan berusaha sekuat tenaga
untuk menghancurkan musuh pertama yang datang menyerang.”
“Tepat!” seru Kuda Panglulut. Ia tertawa gembira dan
menepuk-nepuk bahu demang itu ”engkau memang benar2
sumber rencana yang hebat, kakang ....” tiba2 ia hentikan kata-
katanya dan mengerut dahi.
Demang Krucil ikut heran.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tetapi bagaimana kalau dia berhasil mengalahkan musuh?”


kata Kuda Panglulut.
“Ah” desuh demang Krucil ”aku masih mempunyai persediaan
rencana yang berlapis-lapis. Tak mungkin dia dapat lolos dari
tangan kita.”
“Tetapi” kata Kuda Panglulut “dapatkah kakang demang
menerangkan kepadaku rencana2 yang kakang siapkan itu agar
kecemasan hatiku berkurang ? Karena apabila rencana pertama
tadi gagal, kakang demang, aku tentu akan menggigit jari sampai
dua kali. Ia mendapat pangkat tinggi dan iapun mendapat
kepercayaan dari rama patih., Siapa tahu misalnya, rama patih
berkenan untuk mengangkatnya sebagai pengawal-pendamping
beliau?.”
“Dengan begitu dia selalu berada di kepatihan ?.”
“Tentu !” seru Kuda Panglulut agak mengkal.
“Ya, kalau sampai demikian tentu begitulah keadaannya” kata
demang Krucil masih tenang, ”tetapi tak mungkin hal itu akan
terjadi, raden.”
Demang itu segera membisiki Kuda Panglulut.
“Ha, ha, ha ... .” Kuda Panglulut tertawa gelak2 seraya
bertepuk tangan ”bagus, kakang demang, bagus sekali
rencanamu itu. Ya, sekarang hilanglah keraguanku, kakang
demang. Tak mungkin dia dapat lolos dari tangan kita.”
Demikian percakapan yang dilakukan Kuda Panglulut dengan
demang Krucil pada malam sebelum berangkat menuju ke
gunung Butak.
Kuda Panglulut membawa dua ribu prajurit. Untuk menjaga
dan melaksanakan tugas keamanan pura, maka Kuda Panglulut
tidak mengajak kelima pembantunya itu melainkan hanya tiga
orang saja. Lurah prajurit Sumarata, lurah prajurit Siung Pupuh

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dan demang Krucil. Pringkuku dan Bandung tetap diperintahkan


berada di pura.
Gunung Butak terletak di selatan gunung Kawi dan di sebelah
timur dari gunung Kelud. Karena sudah petang, Kuda Panglulut
memerintahkan untuk mendirikan kubu agak jauh di kaki gunung
Butak. Untuk memberi istirahat pada sekalian anak pasukan,
disamping untuk merundingkan siasat penyerangan yang akan
dilakukan keesokan harinya.
“Raden” kata demang Krucil ”mari kita keluar berkeliling untuk
mengadakan peninjauan tempat mereka.”
“O.”
“Setelah mengetahui letak dan keadaan tempat mereka,
dapatlah esok kita menentukan siasat untuk menyerang.”
“Tetapi apakah tidak berbahaya kita meninggalkan pasukan,
kakang demang?.”
“Kurasa tidak menjadi soal, raden” kata demang Krucil ”namun
agar lebih tenang pikiran kita, sebelumnya kita memberi pesan
kepada lurah Siimarata dan Siung Pupuh. Agar mereka menjaga
pasukan dan apabila sampai lama tidak juga kita kembali, mereka
supaya menyusul.”
Demikian setelah memberi pesan, Kuda Panglulut dan demang
Krucil segera berjalan menuju ke selatan.
Saat itu belum berapa malam tetapi suasana sudah sesunyi
makam ditengah malam.
“Mari kita mendaki ke tanjakan bukit itu. Dari situ tentu dapat
kita tinjau keadaan gunung Butak,” kata demang Krucil seraya
menunjuk pada anakbukit di sebelah muka.
Keduanyapun tegak berdiri di gunduk tanah tinggi yang
menyerupai sebuah anak bukit itu. Beberapa saat kemudian
demang Krucil berkata, ”Letak gunung itu memang baik sekali

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

untuk markas gerombolan. Agar mereka tak dapat lolos, kita


harus menjaringnya dari tiga jurusan.”
“Ah, menghadapi gerombolan semacam itu, tidakkah cukup
apabila kita serang dengan serempak saja dari satu arah” kata
Kuda Panglulut.
“Baik kita gunakan gelar Supit Urang untuk menjepit mereka,
raden.”
“Memakai gelar barisan ? Tidakkah hal itu terlalu membuang
waktu dan tenaga?.”
“Ah,” demang Krucil gelengkan kepala ”kurasa gerombolan
gunung Butak dengan pimpinan bekel Mahesa Rangkah, tentu
sudah tersusun rapi. Hal itu dapat dibuktikan hasil mereka waktu
menyergap rombongan gusti patih Aragani. Oleh karena itu
baiklah kita jangan mengabaikan kekuatan mereka.”
Kuda Panglulut mengangguk.
“Dan lagi dengan gelar itu, dapatlah kita melaksanakan
rencana yang telah kita putuskan terhadap Nararya itu. Dalam
gelar Supit Urang, barisan akan kita pecah menjadi empat
bagian. Cucug atau mulut barisan, kita serahkan kepada Nararya.
Sepit kanan kita serahkan kepada lurah Sumarata dan sepit kiri
kepada Siung Pupuh. Sementara raden bertempat dibagian
kepala. Dengan ditempatkan sebagai cucug barisan, tidakkah
Nararya segera akan berhadapan dengan kekuatan
gerombolan?.”
Kuda Panglulut mengiakan.
“Karena kekuatan gerombolan terpusat di bagian tengah maka
kedua sepit barisan kita tentu dapat memberi gempuran yang
keras.”
Kuda Panglulut mengangguk pula.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Gelar barisan Supit Urang kita itu telah terbukti


keampuhannya. Dahulu pada waktu terjadi perang besar antara
kaum Korawa lawan Pandawa di Tegal Kurusetra, maka dengan
gelar Supit Urang itu fihak Korawa berhasil menewaskan raden
Abimanyu putera dari raden Arjuna” demang Krucil
membanggakan gelar yang akan dibentuk besok hari itu.
“Tetapi gelar Supit Urang kita itu memang mempunyai
perobahan dalam kekuatannya” kata demang itu pula ”bagian
cucug barisan, cukup dengan duaratus prajurit saja. Bagian
kepala tigaratus, kedua supit masing2 limaratus prajurit.”
“Dengan begitu cucug barisan merupakah bagian yang
terlemah.”
“Benar” sahut demang Krucil ”agar keinginan raden segera
dapat terlaksana.”
“Bagus, kakang de . . .” tiba2 Kuda Panglulut hentikan kata-
katanya. Dahinyapun mengerut tegang.
“Mengapa raden?.”
“Tidakkah kakang mendengar suara burung kulik ?.”
Demang Krucil memusatkan pendengarannya dan mengiakan.
“Ya, memang. Tetapi apa yang mengherankan raden? Bukankah
sudah biasa apabila dalam pegunungan burung kulik berkeliaran
pada malam hari ?.”
“Tetapi malam belum larut benar” bantah Kuda Panglulut ”dan
cobalah kakang dengarkan dengan seksama. Agak janggal
kedengaran bunyi kulik itu.”
Demang Krucilpun segera mencurahkan pendengarannya.
Tetapi ia tak mendengar suatu bunyi apa2.
“Tak terdengar bunyi apa2” ia kerutkan dahi.
“Sudah bernenti. Rupanya mereka sudah dapat saling
menangkap, isyarat bunyi itu.”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Demang Krucil heran.


“Ah, janganlah raden, mengada-ada” katanya ”jika burung
kulik itu berhenti berbunyi karena pindah ke lain tempat, itu
masih dapat dimaklumi. Tetapi kalau raden mengatakan mereka
bukan burung kulik tetapi kawanan gerombolan yang saling
memberi isyarat, aku agak tak percaya.”
“Kekang " demang, “mari kita kembali” kata Kuda Panglulut
seraya ayunkan langkah menuruni tanah tanjakan.
Demang Krucil geleng2 kepala tetapi ia terpaksa mengikuti.
Tiba dibawah tanah tanjakan mereka terus cepatkan langkah.
Tetapi alangkah kejut mereka ketika melihat dua sosok bayangan
hitam menghadang di tengah jalan. Makin dekat makin jelas
bahwa kedua gunduk hitam itu adalah manusia.
”Kakang demang, kita dihadang” kata Kuda Panglulut
”bersiap-siaplah.”
Demang Krucil melihat juga gunduk hitam itu. Saat itu baru ia
menyadari apa yang dikatakan Kuda Panglulut tadi memang
benar. Serentak ia merabah pedang yang terselip pada
pinggangnya.
Kuda Panglulut berhenti pada jarak lima langkah dihadapan
kedua orang tak dikenal itu. ”Siapa kalian !” bentaknya dengan
nada garang.
“Engkau tak berhak bertanya kepada kami.” balas salah
seorang dari kedua penghadang itu.
Setelah membiasakan pandang mata pada suasana gelap
disekeliling tempat itu, barulah Kuda Panglulut dapat melihat
jelas akan kedua orang yang menghadang jalan itu. Dua orang
lelaki bertubuh kekar, berkumis lebat, alis tebal dan bercabang
bauk. Sepasang mata yang bundar besar, tampak berkilat-kilat di
kegelapan malam. Mereka tak memakai baju melainkan
bercelana warna hitam. Dada mereka yang bidang dan urat2
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

yang menonjol melingkari lengan mereka yang besar, menambah


keperkasaan sikapnya.
“Hm, apa maksudmu menghadang jalan ini?” tegur Kuda
Panglulut pula.
“Juga tak berhak engkau bertanya begitu kepadaku” seru
salah seorang yang tadi.
“Setan!” damprat Kuda Panglulut ”engkau hendak cari gara2?
Adakah engkau gerombolan penyamun ?.”
“Benar” sahut lelaki itu pula ”aku memang gerombolan
penyamun. Tetapi aku tak menyamun harta benda melainkan
jiwa dari orang Singasari.”
Kuda Panglulut terkejut. Ia menduga kedua orang itu tentu
anakbuah gerombolan gunung Butak.
“Engkau anakbuah gerombolan gunung Butak” Kuda Panglulut
mencari ketegasan.
“Benar” sahut lelaki itu ”itulah sebabnya mengapa engkau tak
berhak bertanya siapa diri kami dan apa maksud kami
menghadang perjalananmu.”
“Apa hakmu mengatakan demikian?.”
“Daerah gunung Butak sampai kekaki gunung Kawi, adalah
daerah kekuasaan orang2 gunung Butak. Maka yang berhak
bertanya, adalah aku.”
Hampir Kuda Panglulut tak kuasa menahan kemarahannya.
Serentak dia hendak menerjang ke dua penghadang itu. Tetapi
demang Krucil cepat menggamit lengannya. ”Bersabarlah raden.
Kulihat beberapa gerakan yang mencurigakan disekeliling tempat
ini. Kemungkinan bukan hanya dua orang itu saja melainkan
beberapa lagi yang menyembunyikan diri di gerumbul pohon,”
kata demang Krucil dengan berbisik-bisik.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hm, kawanmu lebih cerdik, ki sanak” seru lelaki itu ”kalian


berdua sudah seperti ikan dalam jaring, mengapa masih bersikap
garang?.”
“Hm…” dengus Kuda Panglulut.
“Siapa kalian ini dan apa maksud kalian pada malam hari
berdiri di puncak tanah tanjakan itu ? Bukankah kalian hendak
meninjau keadaan gunung Butak?” tegur lelaki itu.
“Aku prajurit Singasari yang mengemban titah seri baginda
untuk membasmi gerombolan pengacau di gunung Butak. Jika
kalian mau menyerah, tentu kuampuni. Tetapi kalau .....”
”Ha, ha, ha” lelaki itu tertawa nyaring sehingga Kuda
Panglulut terkerat kata-katanya. ”enak saja engkau berkata
seolah seperti berkata kepada bawahanmu di pura Singasari.
Ketahuilah hai, orang Singasari. Disini bukan Singasari. Yang
memerintah di kerajaan Singasari memang baginda Kertanagara
tetapi yang berkuasa di daerah gunung butak adalah pemimpin
kami.”
“Hm, sudah kuduga” sahut Kuda Panglulut ”bahwa kalian
tentu anakbuah gerombolan pengacau itu. Lekas menyerah dan
kuberi ampun atau kubasmi!.”
“Ha, tha, ha” lelaki bercambang bauk itu tertawa pala ”telah
kukatakan. Jangan bersikap sedemikian garang seperti yang
biasa engkau lakukan di pura Singasari. Yang wajib menyerah
adalah engkau dan kawanmu itu. Dan yang layak mengampuni
jiwamu adalah pimpinan kami.”
“Hm, orang Singasari lebih baik mati daripada menyerah pada
gerombolan pengacau!” jawab Kuda Panglulut.
“Gerombolan pengacau?” seru lelaki itu dalam nada mengejek
”bagaimana engkau menuduh kami sebagai gerombolan
pengacau ? Apakah yang telah kami lakukan selama ini ?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Siapakah yang mencegat dan menyerang rombongan patih


Aragani beberapa hari yang lalu?” seru Kuda Panglulut
”perbuatan kalian memang sudah melampaui batas dan kini seri
baginda telah menitahkan untuk membasmi kalian semua”.
“Memang benar” sahut lelaki itu ”kawan2 kamilah yang
menyergap patih Aragani dan rombongannya. Sayang patih itu
dapat meloloskan diri. Dengarkan, memang kawan2 yang
berhimpun di gunung Butak itu mempunyai tujuan untuk
membantu menyadarkan seri baginda dari pengaruh beberapa
mentri jahat, terutama patih Aragani!.”
“Keparat, engkau berani menghina patih kerajaan Singasari !”
teriak Kuda Panglulut marah.
“Bukan hanya berani menghina, pun berani juga
membunuhnya. Dialah patih yang mengacau kerajaan Singasari.
Dan seri baginda telah termakan pengaruh mulut manis mereka
sehingga beberapa mentri yang setya, dilepas dan dihentikan dari
jabatannya”'
“Tutup mulutmu, babi” bentak Kuda Panglulut seraya loncat
menikam. Rupanya ia tak kuasa lagi menahan kemarahannya
ketika mendengar ayah mentuanya dihina dan dimaki.
Kedua lelaki itu pencarkan diri, ke kanan dan ke kiri untuk
menghindar. Yang seorang menyerang demang Krucil. Kini
terjadilah pertempuran antara kedua pasang lelaki itu.
Kuda Panglulut ternyata juga tangkas bermain senjata. Ia
menggunakan pedang. Lawannya pun juga.
Serangan Kuda Panglulut yang menyusul, ditangkis oleh
lawannya. Terdengar bunyi dering keras dari dua buah senjata
yang beradu.
Kuda Panglulut dan lelaki bercambang bauk itu loncat mundur
memeriksa pedangnya. Diam2 keduanya mengakui bahwa
lawannya memiliki tenaga kuat.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Serangan dilanjutkan lagi. Keduanya berhati-hati sekali


memainkan senjatanya masing2. Kuda Panglulut menghindari
adu senjata. Ia lebih mengutamakan gerak-cepat dan ilmu
bermain pedang. Sedang lelaki itu tahu akan kelemahannya. Dia
kalah tangkas dan cepat tetapi menang kuat dalam tenaga.
Dilain fihak, demang Krucilpun bertempur dengan lelaki yang
seorang. Lelaki itu lebih pendek dari kawannya dan
senjatanyapun bukan pedang melainkan bindi.
Memang menjadi ukuran bagi prajurit Singasari, bahwa setiap
kenaikan pangkat itu dipertimbangkan atas dasar keberanian,
kedigdayaan dan jasa. Setiap lurah prajurit tentu sudah
menempuh ujian2 yang berat dalam ketiga syarat itu. Dan
memang Krucil yang lebih tinggi dari lurah prajurit, tentu saja
lebih banyak mengalami ujian2 itu.
Dengan perawakannya yang kecil, demang Krucil amat
tangkas sekali, baik dalam menghindari maupun menyerang.
Dengan ketangkasan itulah dia dapat melayani lawan bahkan
dapat menyibukkannya dengan serangan yang menggebu-gebu
laksana hujan mencurah.
“Auh ...” tiba2 lelaki lawan demang Krucil itu menjerit ketika
lengannya tersabat pedang. Masih untung ia keburu
menggelincirkan tangannya ke samping sehingga terhindar dari
kutung lengan. Tetapi ujung pedang demang Krucil yang sempat
singgah mengguratkan sebuah luka yang memanjang dan cukup
dalam sehingga darahnya berhamburan ke luar.
Orang itu mendekap lengannya dan terus hendak menyurut
mundur tetapi demang Krucil lebih gesit. Sekali loncat, ia
menahas tubuh orang itu.
Tring .... sekonyong-konyong terdengar dering senjata
beradu; keras, lalu hamburan percikan api. Demang Krucil
terkejut ketika pedangnya ditangkis oleh lelaki yang menjadi
lawan Kuda Panglulut. Orang itu ternyata sempat meninggalkan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kuda Pangulut untuk menolong kawannya yang terancam pedang


demang Krucil.
Setelah berhasil menahan pedang demang Krucil, orang
itupun hendak menyerempaki mengayunkan kakinya ke perut
demang Krucil. Tetapi pada saat itu juga Kudai Panglulutpun
sudah loncat menahas kaki orang itu.
“Uh ....” orang itu terkejut serta cepat menekuk betis kakinya
kemudian ayunkan tubuh loncat ke belakang.
Seketika dari empat penjuru muncul empat orang lelaki
berpakaian hitam yang menghunus senjata; Langsung keempat
orang itu segera menyerang demang Krucil dan Kuda Panglukt.
Kuda Panglulut memang digdaya, demikian pula demang Krucil,
Walaupun harus menghadapi empat orang musuh, keduanya
dapat bertahan dengan gigih.
Beberapa saat. kemudian Kuda Panglulut berhasil merubuhkan
seorang lawan. Tetapi saat itu pula muncul empat orang lagi
menyerangnya. Kini Kuda Pangulut dan demang Krucil harus
menghadapi tujuh orang lawan.
Kuda Pangulut menyadari bahwa dirinya telah terperangkap
dalam sergapan gerombolan pengacau. Apabila dia sampai
tertangkap ataupun mati, pasukan Singasari yang dipimpinnya
tentu kocar kacir. Ayah mertuanya, patih Aragani, tentu akan
menderita kejut dan derita besar.
Tiba2 ia teringat akan Nararya. Dan seketika pikirannyapun
telah melalang. Apabila dia mati, tentulah Nararya yang akan
beruntung. Tidak. Dia tak mau mati. Dia harus berjuang untuk
mengalahkan ketujuh lawannya itu.
Dengan tekad itu, cemaslah ketujuh orang yang
mengerubutnya itu. Mereka harus mengakui akan kedigdayaan
anakmuda itu yang berkelahi dengan nekad. Demikian pula
demang Krucil. Apabila Kuda Panglulut laksana, seekor harimau
yang menerjang dan menerkam dengan dahsyat, demang Krucil
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

bagai seekor ular yang licin dan tangkas dalam melancarkan


pagutannya yang berbisa.
Tujuh orang pengerubutnya itu merasa kewalahan. Mereka tak
kuat menahan terjangan kedua orang Singasari itu. Akhirnya
muncul pula empat orang untuk membantu kawannya.
Demikian pertempuran berjalan dengan seru dan cukup
memakan waktu.
Dalam pada itu lurah Sumarata yang diserahi tugas untuk
menjaga kubu, agak cemas karena sampai sekian lama belum
juga kedua pemimpin pasukan itu kembali. Ia segera
memerintahkan empat orang untuk menyusul. Yang dua, menuju
ke barat dan yang dua ke selatan. Kepada mereka dipesan,
apabila melihat hal2 yang berbahaya, harus cepat kembali
memberi laporan.
Tak berapa lama kedua prajurit yang menuju ke selatan telah
kembali dengan tergopoh-gopoh. ”Ki lurah, berbahaya ....”
mereka tak dapat melanjutkan kata-katanya karena napasnya
tersengal-sengal.
Lurah Sumarata terkejut.
“Apa yang berbahaya! Lekas katakan !.”
“Riden .... raden ....” makin, dibentak makin gugup prajurit itu
dan makin kerongkongannya tersekat.
“Lekas bilang !” lurah Sumarata bahkan terus mencengkeram
leher prajurit itu dan mengguncang-guncangnya.
Prajurit itu makin gugup. Untunglah kawannya yang seorang
sudah agak reda napasnya. ”Ki lurah .... raden Kuda Panglulut
dan ki demang Krucil disergap musuh . . . ..”
“Hai!” karena terkejut, tanpa sadar lurah Sumarata telah
mendorong prajurit yang dicengkeram lehernya itu sehingga
prajurit itu terpelanting jatuh terjerembab.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Lurah Sumarata terus bergegas melangkah keluar. Ia hendak


menemui lurah Siung Pupuh untuk merundingkan peristiwa itu.
Rencananya, salah seorang harus segera membawa prajurit
untuk menolong raden Kuda Panglulut.
“Uh ....” tiba2 lurah Sumarata mendesuh kaget ketika
terbentur dengan sesosok tubuh yang muncul dari sebuah kubu.
Lurah itu tersurut mundur. ”Hai, apa engkau tak punya ma . . . .”
tiba2 ia hentikan kata-katanya ketika mengetahui bahwa orang
yang bertubrukan dengan dia itu adalah Nararya, orang yang
diperbantukan pada pasukan itu oleh patih Aragani.
“Maafkan aku, ki lurah” seru Nararya ”karena mendengar
suara ribut2, aku bergegas keluar dan telah membentur ki lurah.”
“O” desuh lurah Sumarata menahan geramnya lalu hendak
lanjutkan perjalanan menuju ke kubu tempat lurah Siung Pupuh..
“Maaf, ki lurah” kata Nararya melihat sikap lurah Sumarata
yang begitu tegang ”adakah terjadi sesuatu dengan diri raden
Kuda Panglulut?.”
“Raden disergap anakbuah gerombolan” kata lurah Sumarata
dengan nada segan lalu lanjutkan langkah.
Nararya tertegun. Ia mendengar dari keterangan dari
beberapa prajurit bahwa raden Kuda Panglulut bersama demang
Krucil hendak meninjau bagaimana keadaan di daerah gunung
Butak. Sebenarnya ia tak setuju. Pertama, pada malam hari,
kemungkinan fihak gerombolanpun akan mengirim anakbuahnya
untuk melakukan sergapan. Kedua, peninjauan itu tentu takkan
banyak memberikan hasil karena cuaca malam itu amat gelap. Ia
tak tahu bahwa raden Kuda Panglulut dan demang Krucil,
disamping mengadakan peninjauan itu juga akan merundingkan
siasat untuk mencelakai dirinya.
Nararya hendak mencegah tetapi ia tahu raden Panglulut
tentu takkan menghiraukannya. Maka diapun diam saja. Tetapi
kini, setelah mendengar keterangan lurah Sumarata bahwa Kuda
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Panglulut dan demang Krucil disergap musuh, iapun terkejut


sekali. Dan rasa kejut itupun segera menggetarkan pikirannya.
Untuk menyelamatkan kedua pimpinan pasukan itu, harus
dilakukan secepat mungkin. Jika lurah Sumarata akan berunding
dengan lurah Siung Pupuh tentu memakan waktu. Pada hal
disadarinya pula bahwa raden Kuda Panglulut dan .demang Krucil
penting sekali artinya bagi pasukan Singasari. Apabila terjadi
sesuatu yang tak diinginkan pada diri kedua pimpinan itu, tentu
akan membawa pengaruh yang tak baik dalam pasukan.
Nararya memutuskan akan berangkat sendiri tanpa menunggu
persetujuan dan pengaturan kedua lurah itu. Yang penting
baginya adalah menyelamatkan kedua pimpinan pasukan itu.
Serentak dia terus lari menuju ke selatan. Dari jarak yang
masih agak jauh, ia telah mendengar hardik bentakan yang hiruk
pikuk dan dering senjata beradu yang melengking nyaring. Diam2
ia menghela napas legah karena jelas raden Panglulut dan
demang Krucil masih bertahan diri.
“Hai, kawanan penyamun, jangan mengganggu, senopati
Singasari” teriak Nararya seraya menerjang kawanan orang yang
sedang menyerang Panglulut dari Krucil.
Betapapun gagah dan digdaya, namun karena menghadapi
keroyokan orang yang lebih banyak jumlahnya, pelahan-lahan
Kuda Panglulut dan demang Krucil mulai lelah. Terutama saat itu
lelaki bertubuh tegap yang rupanya pemimpin gerombolan yang
menyergap itu, pun ikut turun tangan. Keadaan Panglulut dan
demang Krucil makin terdesak.
Betapa kejut gerombolan itu ketika mendengar teriakan
seorang pendatang yang terus, menerjang mereka. Seketika dua
orang gerombolan itu rubuh terkapar. Yang seorang terhantam
lehernya dan yang seorang termakan tendangan pada perutnya.
Pemuda pendatang itu mengamuk dengan pedangnya. Sesaat
kemudian seorang anakbuah gerombolan kena tertusuk bahunya
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dan terseok-seok mundur ke belakang. Cepat sekali kawanan


penyergap itu menderita tekanan yang berat sehingga mereka
agak kacau.
Rupanya lelaki bercambang bauk yang memimpin gerombolan
itu menyadari bahwa pendatang itu amat digdaya. Ia segera
menyelinap, melepaskan diri dari menyerang Kuda Panglulut,
untuk menghadapi pendatang itu.
Ketika saling berhadapan, Nararya tertegun dan lelaki
bercambang bauk itupun terkesiap. Keduanya saling
berpandangan dengan terkejut. Lelaki bercambang bauk itu
hendak membuka mulut, tetapi Nararya cepat gelengkan kepala
lalu menerjangnya ”Jangan bicara kepadaku” bisiknya.
Lelaki bercambang bauk itu rupanya dapat menangkap isyarat
Nararya. Diapun menghindar lalu balas menyerang. Pertarungan
berjalan seru tetapi beberapa saat kemudian terdengar lelaki
bercambang bauk itu mengaduh kesakitan, lalu loncat mundur.
“Kawan-kawan, mundurlah “ teriaknya lalu berputar tubuh dan
lari; Tetapi rupanya Kuda Panglulut masih penasaran. Ia ingin
menunjukkan kedigdayaannya pula. Serentak ia mengejar.
“Raden jangan . . . .” Nararya mencegah. Tetapi Kuda
Panglulut tak menghiraukan. Dia terus lari. Terpaksa Nararya dan
demang Krucil menyusul.
Ketika melintas sebuah gerumbul, tiba2 Nararya terkejut
mendengar pekikan nyaring. Dikenalinya pula nada itu suara
Kuda Panglulut. Serentak ia lari meninggalkan demang Krucil;

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Saat itu seorang lelaki bertubuh tinggi besar sedang


menerkam seorang pemuda. Dan pemuda itu tak lain adalah
Kuda Panglulut. Saat itu Kuda Panglulut terkapar disemak dan
lelaki tinggi besar tengah mencekik lehernya. Betapapun Kuda
Panglulut hendak meronta, namun dia tak mampu melepaskan
diri. Lelaki itu terlalu kuat
tangannya.
Pada saat Kuda Panglulut
hampir lemas, tiba2 sebuah
tangan yang kuat telah
mencengkeram bahu lelaki itu.
Dan sebelum lelaki itu sempat
berpaling, tubuhnya telah
disentakkan kebelakang
”Enyah . . . . !”
Lelaki tinggi besar
terpelanting. Apabila
punggungnya tak membentur
sebatang pohon, dia tentu
rubuh. Entah bagaimana, dia
terus loncat dan melarikan
diri.
Nararya segera menolong
Kuda Panglulut.
“Bagaimana raden? Apakah raden terluka?.”
Kuda Panglulut mengemasi pakaiannya yang lusuh dan kotor
”Bedebah, dia tiba2 menyergap dari belakang.”
“Dia lelaki bercambang bauk tadi” seru demang Krucil yang
saat itupun tiba.
“Memang berbahaya untuk mengejar musuh pada malam
yang gelap” kata Nararya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Mengapa engkau datang seorang diri? Mana lurah Sumarata


dan Siung Pupuh?” tegur Kuda Panglulut tanpa mengucapkan
terima kasih atas pertolongan orang.
“Ki lurah Sumarata dan ki lurah Siung Pupuh masih
dibelakang, raden” kata Nararya. Ia menceritakan apa yang
diketahuinya tentang raden itu waktu di kubu pasukan.
“Raden” kata demang Krucil ”mari kita lekas kembali ke kubu.
Dikuatirkan gerombolan akan melakukan penyergapan lagi.”
Mereka segera berangkat pulang. Di tengah jalan, tampak
lurah Sumarata bersama berpuluh-puluh prajurit menyongsong.
“Raden, bagaimana keadaan raden?” lurah itu lari
menyambut.
”Mengapa engkau terlambat datang?” tegur Kuda Panglulut.
“Maafkan, raden” kata lurah Sumarata ”lebih dulu aku
berunding dengan lurah Siung Pupuh untuk menyerahkan
penjagaan kubu padanya.”
Tiba2 pandang mata lurah itu tertumbuk pada Nararya,
“Engkau, disini ki Nararya?.”
“Maaf, ki lurah” kata Nararya ”karena menguatirkan
keselamatan raden Panglulut, aku terpaksa mendahului ki lurah.”
“O” tiba2 demang Krucil mendesuh ”engkau tak tahu akan
kepergiannya kemari, lurah Sumarata?.”
“Tidak, ki demang.”
“Apakah dia tak memberitahu kepadamu?'.”
“Tidak, ki demang.”
“Hm” dengus demang Krucil kemudian berkata kepada Kuda
Panglulut ”raden, peraturan dalam anak pasukan kita harus
diperkeras. Barangsiapa melanggar harus dihukum.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Peraturan soal apa ?” tanya Panglulut.


“Bahwa setiap prajurit, harus melapor apabila hendak
meninggalkan induk pasukan. Dan setiap lurah atau pimpinan,
harus mengetahui kepergian anakbuahnya. Jangan sampai
terulang peristiwa seperti kali ini. Nararya pergi tanpa idin dan
lurah Sumarata tak tahu kepergian anakbuahnya. Bila kelak
terulang lagi, akan diberi hukuman.”
Nararya diam2 terbeliak dalam hati. Bukan terima kasih yang
didapat, melainkan teguran yang tajam, baik dari Kuda Panglulut
maupun dari demang Krucil. Dan yang mengherankan, mengapa
begitu lantang demang itu mengeluarkan peraturan. Seolah
memberi kesan bahwa dia lebih berkuasa dari Kuda Panglulut.
“Ya, kakang demang memang benar” kata Kuda Panglulut
kemudian ”tanpa peraturan yang keras, tata tertib pasukan tentu
kacau balau.”
Demikian mereka tiba kembali di kubu pasukan. Malam itu
Kuda Panglulut tak dapat tidur pulas. Ia masih membayangkan
peristiwa yang dialaminya tadi. Apabila Nararya tak muncul,
mungkin dia bersama demang Krucil akan mengalami nasib yang
buruk. Mungkin ditawan atau mungkin pula dibunuh gerombolan
itu. Dan apabila Nararya tak lekas datang pula, ia tentu sudah
mati dicekik musuh yang bertenaga kuat itu.
“Ah, dua kali dia telah menolong aku” katanya dengan nada
berkeluh ”jika hal itu sampai terdengar rama patih, tentu dia
akan mendapat pujian dan anugerah besar”
Sedang Nararya juga belum dapat tidur. Ia masih
merenungkan peristiwa tadi. Ia heran mengapa selama ini sikap
Kuda Panglulut dingin kepadanya. Begitu pula demang Krucil dan
kedua lurah itu, juga mengunjuk sikap yang tak bersahabat
kepadanya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Adakah raden Panglulut itu masih mendendam kepadaku ?”


pikirnya. Ia berjanji akan membantu raden itu agar jangan
berkelanjutan mendendam kepadanya.
~dwkz~ismo~mch~

Hyang Baskara yang memancarkan sinarnya ke bumi itu, ingin


membawakan penerangan, keindahan dan kedamaian. Agar
tanam-tanaman, pohon dan palawija, tumbuh subur. Agar
manusia dapat menunaikan kewajibannya hari itu. Kewajiban dari
sekian banyak kewajiban untuk membentuk kehidupan yang
sejahtera.
Direstui kiranya setiap manusia yang menunaikan kewajiban
masing2 dalam bidangnya sendiri. Petani ke sawah dan ladang,
pekerja ke tempat pekerjaannya, resi dan pandita di candi dan
vihara, mentri dan narapraja di pusat pemerintahan.
Namun adakalanya titah manusia tidak memanfaatkan karunia
sinar kehidupan dari Hyang Baskara itu dalam arti yang
sesungguhnya. Seperti halnya dengan pasukan Singasari yang
berkubu di kaki gunung Butak. Bagi mereka, sinar kehidupan dari
Hyang Baskara itu merupakan suatu amanat agar mereka lekas
menunaikan kewajibannya untuk membunuh gerombolan yang
berpusat di gunung Butak.
“Bunuh habis setiap anakbuah gerombolan itu. Jangan diberi
ampun lagi !” perintah Kuda Panglulut selaku pucuk pimpinan
pasukan penumpas gerombolan gunung Butak.
Setelah tiba di lereng gunung, Kuda Panglulut memerintahkan
berhenti. Ia segera memecah barisan sesuai dengan yang
direncanakan demang Krucil.
“Nararya” serunya. Dan ketika Nararya tampil ke muka, Kuda
Panglulut segera memberi tugas ”bawalah duaratus prajurit.
Engkau kupercayakan sebagai cucuk barisan dari gelar Sepit
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

urang yang kita siapkan untuk serangan ini. Majulah dan serang
mereka.”
Nararya terkejut. Mengapa tiba2 raden itu mempercayakan
tugas sebagai cucuk barisan kepadanya. Adakah raden itu sudah
berobah pandangannya terhadap dirinya ?
Nararya memang belum mempunyai pengalaman dalam
pergaulan hidup. Ia masih sering menilai alam pikiran orang
seperti alam pikirannya sendiri. Dan menurut ukuran pikirannya,
perobahan sikap dari Kuda Panglulut itu tentulah karena raden
itu telah menyadari akan pertolongan Nararya kemarin. Menurut
ukuran alam pikirannya, ia tentu akan membalas setiap budi yang
diterimanya dari orang. Raden Kuda Panglulut tentu demikian
juga. Pikirnya.
“Baik, raden” katanya dengan bersemangat. Bukan karena
mendapat tugas itu. Karena diketahuinya bahwa tugas sebagai
cucuk barisan itu berat dan berbahaya. Tetapi dia bersemangat
sebab Kuda Panglulut telah bersikap baik bahkan menaruh
kepercayaan kepadanya.
Diam2 Kuda Panglulut terkejut. Timbul seketika pikirannya
”Ah, jika dia berhasil melaksanakan tugasnya, tentu besar sekali
jasanya ....” diam2 ia membayangkan betapa perkasa pemuda itu
ketika dapat menghalau kawanan gerombolan yang
menyergapnya kemarin malam. ”Celaka, mungkin demang Krucil,
salah hitung .....”
Namun karena sudah terlanjur mengatakan dia tak dapat
menarik kembali perkataannya. Melirik kearah demang Krucil,
dilihat demang yang bertubuh pendek kecil mengulum senyum.
Kemudian ia membagi tugas kepada lurah Sumarata dan lurah
Siung Pupuh. Kedua lurah itu diberi masing2 limaratus prajurit
dan ditugaskan sebagai sepit kanan dan sepit kiri yang harus
menyerang dari kedua lamping gunung.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Apabila kalian terancam bahaya, lekas kirim orang untuk


rneminta bantuan kepadaku. Aku menduduki kepala barisan yang
mengambil tempat ditengah,” kata Kuda Panglulut pula.
Ketiga kelompok barisan itu segera berangkat. Nararya
membawa anakbuahnya langsung menuju lurus ke muka, sedang
lurah Sumarata dan lurah Siung Pupuh membiluk ke arah kanan
dan kiri.
Nararya tak menaruh syak wasangka apa2 terhadap Kuda
Panglulut. Ia pernah mendapat wejangan dari begawan
Sinamaya, bahwa ketaatan yang tulus akan mendatangkan
kebahagiaan. Ketaatan terhadap Hyang Widdhi akan
mendatangkan kepercayaan yang luas dalam arti kata percaya
akan kebesaranNYA dan keagunganNYA, kekuasaanNYA dan
keadilanNYA.
Ketulusan dari rasa ketaatan akan menimbulkan sifat yang
suci. Dan sifat Suci itu akan bebas dari segala pencemaran
bahaya dan kotoran.
“Duh, rama begawan yang hamba hormati” kata Nararya saat
itu ”hamba belum jelas akan arti petuah paduka itu”
“Baiklah, Nararya, sekedar untuk memberi keterangan yang
jelas akan kuceritakan kepadamu tentang diri raden Bratasena,”
begawan Sinamaya lalu bercerita.
Diantara murid2 yang belajar kepada pandita Durna, ternyata
hanya dua orang yang mendapat hasil paling menonjol. Kedua
murid itu yalah Arjuna dan Bratasena. Tak habis pandita Durna
menghambur pujian terhadap kedua muridnya yang cerdas itu.
Hal itu menimbulkan rasa sirik dan dengki pada anak2 Korawa.
Pandita Durna dimintai pertanggungan jawab agar janganlah
Bratasena dan Arjuna mendapat seluruh ilmu kesaktian pandita
itu. Karena hal itu akan membahayakan fihak Korawa apabila
kelak terjadi perang Bharatayuda.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pandita Durna menyadari hal itu. Memang sesungguhnya


dalam batin ia amat sayang akan Arjuna dan Bratasena. Sebagai
seorang guru sudah layak kalau ia senang pada murid yang
cerdas. Tetapi karena dia terikat dalam kedudukannya sebagai
mentri utama dan penasehat agung dari kaum Korawa,
terpaksalah dia harus memperhitungkan kemungkinan2 dalam
perang Bharatayuda yang akan terjadi kelak. Pada hal perang itu
sudah digariskan oleh Dewata. Tak mungkin dihindari lagi.
Maka dicarinyalah akal oleh pandita Durna untuk mencelakai
Bratasena. Dipanggilnya ksatrya itu dan dititahkannya untuk
mencari susuh angin atau sarang angin yang tempatnya ditengah
samudera raya.
Bratasena terkejut dan heran. Namun dia seorang ksatrya
yang berhati bersih dan jujur. Dia tak mau mencurigai perintah
gurunya bahkan dia percaya sepenuhnya bahwa yang dititahkan
pandita Durna itu tentu akan membawa kebahagiaan dan
kesejahteraan bagi dirinya dan kaum Pandawa. Maka
berangkatlah Bratasena ke samudera untuk mencari susuh angin
itu.
Susuh angin hanya suatu khayal yang diciptakan pandita
Durna. Tak mungkin ada. Namun berkat ketaatan Bratasena yang
bersifat ketulusan dan kesucian hati itu, akhirnya bersualah dia
dengan Dewa Ruci yang memberinya wejangan2 dan kesaktian.
Demikian pula ia telah bertemu dengan puteri Nagagini yang
kemudian menjadi isterinya.
“Demikian angger, sesuatu yang berlambar pada ketulusan
dan kesucian hati, pasti akan mendapatkan kebahagiaan dan
menolak segala malapetaka” resi Sinamaya mengakhiri ceritanya.
Nararya berusaha untuk melaksanakan wejangan gurunya
dengan sebaik-baiknya. Terhadap orang dia tak pernah menaruh
kecurigaan ataupun memiliki prasangka. Demikian pula terhadap
Kuda Panglulut. Ia menanggapi perintah Kuda Panglulut itu

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sebagai suatu kepercayaan terhadap dirinya dan ia akan


melakukannya dengan sepenuh tenaga.
“Ki Nararya” kata seorang prajurit yang ia angkat sebagai
pemimpin kelompok. Nararya membagi keduaratus prajurinya
menjadi empat kelompok. Tiap kelompok dikepalai oleh seorang
prajurit yang ia pandang dapat diserahi tugas itu. Prajurit yang
berkata kepadanya itu bernama Putung Ara ”ada sesuatu yang
kurasakan tidak sewajarnya.”
“Dalam soal apa?” tanya Nararya.
“Mengapa kita yang ditugaskan sebagai cucug barisan, hanya
dibekali dengan kekuatan duaratus prajurit.”
“Tentulah raden Panglulut sudah memperhitungkan soal itu”
jawab Nararya.
“Tetapi ki Nararya” bantah Putung Ara ”ada dua kemungkinan
yang kurangkai. Pertama, kita ini diwajibkan untuk menggempur
kekuatan gerombolan. Kedua, kita ini hanya sebagai umpan
untuk memikat perhatian musuh. Coba bagaimana akan
pendapat ki Nararya.”
Nararya termenung.
“Jika menilik tugas yang diberikan raden Panglulut kepada kita
tadi, jelas bahwa kita ditugaskan untuk menggempur musuh
habis-habisan.”
“Kurasa tidak” sahut Putung Ara ”karena kalau memang
ditugaskan begitu mengapa jumlah pasukan kita hanya sekecil itu
jumlahnya. Bukankah kekuatan dari sayap kanan dan sayap kiri
barisan ini lebih besar ?.”
Nararya mengangguk.
“Adakah memang raden Panglulut hendak menjadikan kita
sebagai umpan ?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah, janganlah engkau menduga begitu. Masakan raden


Panglulut hendak mencelakai kita. Bukankah hal itu tidak berarti
melemahkan kekuatannya sendiri?.”
“Jika demikian” kata Putung Ara “jelas kita hanya ditugaskan
untuk memikat dan mengikat perhatian musuh. Agar demikian
kedua sayap barisan kita dapat menyergap mereka.”
”Tetapi kakang Putung” kata Nararya ”raden Panglulut sebagai
pucuk pimpinan telah memberi perintah begitu, kita sebagai
bawahan harus mentaati.”
Putung Ara menghela napas.
“Mengapa kakang Putung ?” tegur Nararya.
“Dibalik keherananku timbul juga rasa kagumku yang besar
kepada ki Nararya” kata Putung Ara ”ki Nararya hanya
diperbantukan kepada pasukan ini atas titah gusti patih Aragani.
Apabila pasukan ini berhasil menumpas gerombolan, yang
mendapat jasa tentulah raden Panglulut sebagai pimpinannya.
Tetapi mengapa engkau, ki Nararya, begitu taat akan perintah
raden Panglulut?.”
“Kakang Putung” jawab Nararya ”aku tak memikirkan adakah
aku ini hanya tenaga bantuan atau bukan. Tetapi aku merasa
saat ini sebagai seorang prajurit. Gerombolanpun takkan
membedakan siapa diriku. Pokok, apabila aku ditangkap tentu
akan dibunuh mereka. Demikian atas diri kakang dan sekalian
prajurit”
“Baik” kata Putung Ara ”tetapi kita, terutama engkau ki
Nararya, harus dapat mengenal tugas apa yang dibebankan pada
kita.”
“Kakang Putung” seru Nararya ”tanggalkan segala prasangka
dan kekuatiran. Itu hanya bayang2 yang timbul dari kecemasan
hati kita. Kecemasan itu warna semu dari ketidak-taatan atas

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

perintah. Sebagai prajurit, hendaknya kita jangan ragu2 akan


menjalankan perintah.”
Putung Ara mengangguk.
“Kakang Putung” kata Nararya pula ”namun apabila kakang
masih merasa ragu2, baiklah kakang kutempatkan dibarisan yang
paling belakang. Agar apabila terjadi sesuatu yang berbahaya,
kakang dapat segera lari meminta bantuan raden Panglulut.”
“Tidak!” teriak Putung Ara ”bukan karena takut mati maka
kurundingkan soal ini kepadamu. Jika aku takut mati, akupun
takkan masuk menjadi prajurit. Soal ketaatan dapat engkau
buktikan sendiri, ki Nararya. Aku akan berada di barisan paling
muka sendiri. Apabila aku sampai lari, bunuhlah!.”
“Akupun percaya engkau tentu seorang prajurit yang berani
dan setya, kakang Putung. Mari kita segera berangkat.”
Dengan siapkan senjata masing2, keduaratus prajurit itu
segera turun ke jalan yang merentang ke arah gunung Butak.
Makin mendaki ke atas, makin teganglah hati prajurit2 itu. Setiap
angin berhembus, daun gugur, belalang melonjak dan lain2
gerakan yang terdengar dan terlihat, betapapun kecilnya tentu
cepat menarik perhatian mereka.
Ketegangan itu menimbulkan hal yang menggelikan. Ketika
melintasi sebuah jalan yang bertepi jurang yang penuh dengan
pohon2 tinggi, sekonyong terdengar ledakan suara yang keras.
Prajurit2 itu cepat2 bersiap mengambil sikap. Tetapi mereka
segera tertawa ketika mengetahui bahwa ledakan suara itu tak
lain dari suara burung gagak yang berbunyi keras ketika terbang
dari sebatang pohon.
Peristiwa itu terulang pula ketika tiba2 dari puncak sebuah
lereng tinggi, sebuah batu besar manggelinding kebawah kearah
barisan itu. Sepanjang jalan menggelinding kebawah, beberapa
pohon kecil dan batu kecil yang terlanggar berhamburan rubuh

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sehingga menimbulkan suara yang gemuruh dan debu yang


mengabut tebal.
Setelah anakbuah Nararya dapat menghindar, maka
berkatalah pemuda itu ”Musuh mulai melancarkan serangan, kita
harus waspada!.”
Tetapi sampai beberapa lama menunggu, tak ada gangguan
apa2 lagi. Nararya memberi perintah supaya maju lagi.
“Ki Nararya” kata Putung Ara pula ”apakah tidak berbahaya
kalau kita bergerak maju? Tiap saat musuh dapat melancarkan
serangan dari atas tebing,” katanya seraya menunjuk pada
tebing karang gunung yang menjulang tinggi.
“Kurasa tidak, kakang Putung” kata Nararya ”jika mereka
memang mau menyerang, saat ini tentu mereka sudah
melakukan. Justeru untuk menjaga kemungkinan itu, kita harus
lekas2 tinggalkan tempat ini. Jika kita masih disini, keadaan kita
berbahaya sekali. Musuh dapat menggelundungkan batu atau
menghujani anakpanah”
Pasukan segera bergerak cepat. Tetapi disepanjang jalan
mereka tak mendapat gangguan apa2.
“Aneh, mengapa tak seorang anggauta gerombolan yang
menyongsong pasukan ini?” diam2 ia menimang. Kemudian
pikirannya teringat akan peristiwa ia menolong Kuda Panglulut
dan demang Krucil dari sergapan anakbuah gerombolan.
“Ah, berbahaya sekali apabila saat itu kakang Lembu Peteng
memanggil namaku. Untung cepat2 aku berseru dan dia dapat
menangkap maksudku” pikirnya. Kemudian ia merangkai dugaan,
adakah pemimpin anakbuah gerombolan yang bercambang bauk
atau Lembu Peteng itu, juga mempersiapkan rencana untuk
menghadapi pasukan Singasari yang dipimpinnya saat itu?

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah, tetapi masakan kakang Lembu Peteng mempunyai


kekuasaan sedemikian besar untuk mengatur barisan gerombolan
?” serentak ia menghapus dugaan itu.
Saat itu mereka akan melintasi sebuah gerumbul yang akan
membawa mereka kedalam sebuah hutan.
“Dimanakah markas mereka?” tanya Putung Ara.
“Aku sendiri juga belum tahu. Pokok, kita terus menyusur
jalan, mendaki keatas. Akhirnya kita tentu akan tiba di tempat
mereka” kata Nararya.
Sesungguhnya ia tak yakin akan ucapannya sendiri itu. Tetapi
sebagai pimpinan pasukan, ia harus tak boleh mengunjukkan
sikap cemas dan ragu2. Tetapi ketika memandang hutan
disebelah muka itu, ia perintahkan pasukannya berhenti.
“Bagaimana, ki Nararya” Putung Ara menghampiri dan
bertanya.
“Jangan kita gegabah memasuki hutan itu. Berbahaya” kata
Nararya.
“Lalu apakah kita harus berhenti sampai disini?.”
“Tidak” jawab Nararya ”kita tetap akan melanjutkan
perjalanan. Tetapi harus menggunakan siasat.”
Ia memanggil keempat kepala kelompok, Putung Ara, Sampir,
Kadal Ijo dan Gandu. ”Kita akan memasuki hutan itu kelompok
demi kelompok. Setiap sepengunyah sirih, sebuah kelompok yang
maju. Dengan cara maju berantai itu, akan cepat diketahui dan
dapat memberi bantuan apabila kelompok dimuka diserang
musuh.”
Keempat prajurit yang diangkat Nararya sebagai kepala,
kelompok itu memuji dan setuju.
“Siapa kelompok pertama yang bersedia berangkat lebih
dulu?” tanya Nararya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Aku” serentak Putung Ara menyambut. Rupanya ia tertarik


akan cara dan sikap Nararya memimpin pasukan. Demikian pula
ia mulai mengindahkan peribadi anakmuda itu.
Semua berjalan lancar. Dan tampaknya rencana yang diatur
Nararya itu tak mendapat, gangguan. Tetapi ketika kelompok
keempat yang dipimpin prajurit Gandu akan mencapai ujung
hutan dan bersatu dengan kawan-kawannya, tiba2 dari arah
timur hutan terdengar suara sangsakala atau terompet dari
tanduk, meraung-raung.
Pasukan Singasari itu terkejut. Serempak mereka bersiap
menghunus senjata masing2. Sangsakala itu berhenti.
“Gerombolan bersembunyi di timur hutan ini”, kata Putung
Ara. Baru ia berkata begitu, tiba2 dari arah barat terdengar
sangsakala mendengung-dengung.
Putung Ara makin terbeliak tegang ”Dari barat juga.”
Sangsakala berhenti. Tiba2 dari sebelah utara terdengar bunyi
sangsakala lagi. Kali ini Putung Ara pucat ”Juga di sebelah
utara!.”
Sangsakala berhenti pula. Dan seperti yang diduga kembali
sangsakala itu meraung dari sebelah selatan.
“Ah, kita dikepung” seru Putung Ara.
Sangsakala itu tak lama. Hanya sebentar lalu berhenti. Tiba2
terdengar suara seruling bertiup keras dan nyaring. Menilik
suaranya, seperti dari arah timur. Dan seperti sangsakala,
seruling itupun silih berganti berbunyi dari empat arah.
Belum kejut anak pasukan reda, tiba2 terdengar suara
kentungan bertalu riuh. Juga silih berganti dari empat arah
penjuru.
“Kakang Putung, jangan gugup” seru Nararya menghentikan
gerak gerik Putung Ara yang kebingungan, sebentar lari ke timur,

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sebentar ke barat, ke utara dan ke selatan ”tenanglah kakang.


Kalau kita memang dikepung musuh, sekalipun bingung juga
takkan menolong keadaan. Lebih baik kita tenang dan bersiap-
siap menghadapi apa yang akan terjadi”
Namun sampai beberapa lama, tiadalah tampak, suatu
gerakan yang menunjukkan tanda2 kearah munculnya anakbuah
gerombolan. Baik secara kelompok maupun perorangan.
“'Aneh,” guman Nararya ”mengapa mereka tak muncul
menyerang kita?.”
“Ah, mungkin mereka hanya mengurung kita,” kata prajurit
Gandu ”kita diam, merekapun diam. Kita bergerak baru mereka
bergerak juga.”
“Hm, mungkin juga,” kata Nararya. Ia memandang ke langit.
Surya sudah agak condong ke barat. Ialu kerutkan dahi ”jika kita
bertahan di sini, kemungkinan kita tak dapat mencapai markas
mereka.”
“Jika perlu, kita terobos kepungan mereka” seru Putung Ara.
“Kakang Putung, akulah yang bersedia menjadi pasukan di
muka” seru Kadal Ijo.
“Hm” dengus Gandu ”akupun sanggup juga.”
“Aku yang berhak menjadi pemuka barisan ini” seru Putung
Ara.
“Kakang sekalian” seru Nararya ”janganlah kakang saling
berebut. Ketahuilah, bahwa pasukan pelopor di depan sendiri
mengandung bahaya. Mengapa kalian saling berebut?.”
“Bagi seorang prajurit hanya satu pilihan. Berjasa atau binasa”
seru Putung Ara.
“Kesempatan naik pangkat hanyalah diperoleh dalam medan
peperangan. Kesempatan ini harus kumanfaatkan benar2” seru
Kadal Ijo.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Jelas kita dapat membasmi gerombolan di gunung ini. Aku


harus memperoleh jasa” seru Gandu pula.
Nararya gelengkan kepala.
“Pandangan kakang bertiga memang benar. Akan tetapi
hanyalah sebagian, tidak seluruhnya” seru Nararya ”perang
adalah suatu tugas. Untuk dapat melaksanakan tugas itu secara
baik, kita harus mengetahui arti tujuannya. Tugas yang kita bahu
ini adalah menumpas gerombolan gunung Butak yang
membahayakan keamanan negara. Berani pula menyerang
rombongan patih kerajaan Singasari. Perang ini, perang untuk
membasmi gerombolan jahat. Dan kita yang melaksanakan tugas
itu, harus mempunyai kesatuan perasaan, tanggung-jawab dan
tujuan.”
Berhenti sejenak, Nararya melanjutkan.
“Dalam rasa kesatuan itulah kita akan merasakan suatu ikatan
batin, setyakawan dan sepenanggungan nasib. Jika kita berhasil
mengalahkan lawan, maka kita semua yang berjasa. Bukan
hanya seorang dua orang saja yang berhak memiliki jasa itu.
Semua ikut bertempur menyambung nyawa dan semua ikut
berjasa kalau menang, ikut menderita apabila kalah. Semangat
kakang bertiga yang menyediakan diri maju paling muka,
memang menggembirakan sekali. Tetapi janganlah hendaknya
kesediaan itu mengandung keinginan apa2, kecuali hanya
melaksanakan tugas sebagai prajurit saja.”
Putung Ara, Kadal Ijo dan Gandu diam.
“Dengan kesatuan itu, maka tiadalah halangan siapa yang
berada di muka barisan, di tengah ataupun di belakang. Semua
berjasa apabila dapat mengalahkan gerombolan itu.”
“Jika begitu, kami harap ki Nararya suka mengatur dan
memberi perintah,” kata Putung Ara yang makin mengindahkan
pemuda itu.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kakang sekalian” kata Nararya ”menurut pengamatanku, kita


telah terperangkap.”
“Terperangkap ?” Putung Ara terkejut.
“Ya” sahut Nararya ”terperangkap dalam siasat mereka”
“O” Putung Ara mendesuh ”maksudmu, kita telah termakan
siasat musuh?.”
“Ya. Pasukan kita telah dapat dikacau mereka sampai
beberapa lama disini.”
“Tetapi dimana musuh itu? Mengapa aku tak melihat
mereka?.”
“Mereka memang tak ada. Yang ada hanya sangsakala,
seruling dan kentungan. Mereka cukup menanam beberapa orang
di empat penjuru untuk membunyikan alat2 itu. Dan karena kita
mengira kalau musuh mengurung, kita tegang dan bersiap siap
ditempat ini sampai beberapa lama.”
“Bagaimana engkau tahu ?.”
“Jika musuh benar mengurung kita, pada saat ini juga mereka
tentu sudah keluar dan menyerang. Karena tempat semacam
hutan ini, merupakan medan yang menguntungkan bagi mereka.
Mereka dapat mempersiapkan serangan dari tempat
persembunyian, sedang kita tidak mengetahui dimana mereka
bersembunyi. Tetapi ternyata mereka tak melakukan serangan.
Jelas kita ini memang tidak terkurung melainkan hanya dikacau
saja.”
“Keparat” teriak Putung Ara ”betapa malu kalau tersiar berita
bahwa pasukan kita dipermainkan oleh gerombolan pengacau.”
“Dalam peperangan” kata Nararya ”tak ada dan tak harus ada
rasa malu. Kalah menang, siasat menyiasati, sudah wajar. Tetapi
yang penting adalah fihak yang merebut kemenangan terakhir.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Putung Ara mengiakan kemudian meminta agar Nararya lekas


mengatur barisan.
“Kita maju dengan cara seperti tadi. Kakang Putung Ara maju
lebih dulu bersama kelompok ke satu. Kemudian berturut-turut
kelompok ke kedua, ketiga dan keempat. Dengan cara itu kita
takkan kehilangan hubungan. Dapat bantu membantu setiap saat
yang diperlukan.”
Beberapa waktu kemudian, mereka mulai mendaki keatas.
Tetapi sejak itu, merekapun mengalami rintangan2. Di sepanjang
jalan, pohon2 bertumbangan malang melintang menutup jalan.
Prajurit2 itu terpaksa harus menyingkirkan pohon2 itu ke tepi.
Sedang Putung Ara tak henti-hentinya menyumpahi gerombolan.
Melihat itu timbullah kekuatiran Nararya. Jika harus bekerja
mengangkut pohon2 itu ke tepi jalan, tentu akan menghabiskan
tenaga dan waktu. Tiba2 ia mendapat akal.
”Biarkan pohon2 itu melintang di tengah jalan” serunya
kepada prajurit2 ”bakar saja pohon2 itu.”
Kemudian ia mamberitahu rencananya kepada keempat kepala
kelompok. ”Kita sembunyi di sekeliling tempat ini. Apabila melihat
kebakaran, tentulah gerombolan itu akan keluar. Saat itu baru
kita serang.”
“Bagus” seru Putung Ara memuji. Dia segera sibuk memimpin
prajurit2 untuk membakar pohon2 itu.
Api menyala dan asappun membubung tebal. Saat itu hari
menjelang senja. Menurut perhitungan, gerombolan tentu
melihat asap kebakaran itu dan tentu akan datang. Maka bersiap-
siaplah barisan Singasari itu.
Tetapi sampai pohon2 itu hampir habis, tetap gerombolan itu
tak muncul.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Aneh” Nararya benar2 tak habis herannya ”kemanakah para


gerombolan itu?.”
Dia memerintahkan pasukannya berhenti di situ untuk
melepas lelah dan makan. ”Malam ini kita akan naik untuk
menyergap markas mereka” katanya.
Tengah prajurit2 itu beristirahat, telinga Nararya yang tajam,
sayup2 dapat mendengar suara hiruk pikuk di kaki'gunung. Ia
menanyakan kepada kepala kelompok tetapi tiada seorangpun
dari keempat orang itupun yang dapat mendengar apa2.
Nararya memanggil dua orang prajurit. ”Kalian berdua kembali
ke bawah gunung dan tinjaulah keadaan pasukan raden Kuda
Panglulut.”
~dwkz~!ismoyo~mch

“Siasatmu memang tepat sekali, kakang demang,” kata Kuda


Panglulut ketika duduk bercakap-cakap dalam kubu ”lalu
bagaimana tindakan kita selanjutnya?.”
“Kita tunggu bagaimana hasil dari ketiga barisan itu” kata
demang Krucil ”kurasa, perhitunganku tentu tak jauh melesetnya.
Cucug barisan yang dipimpin Nararya, tentu akan bobol. Pasukan
gerombolan tentu akan datang dari sebelah muka. Oleh karena
itu…”
Ia berhenti sejenak untuk membenahi duduknya ”kita harus
persiapkan barisan pendam.”
“Ya” Kuda Panglulut mengangguk ”cobalah kakang demang
katakan rencana kakang demang untuk menghadapi kedatangan
musuh itu.”
“Kita masih mempunyai delapan ratus prajurit. Yang separoh,
supaya membentuk barisan di depan kubu kita, tepat pada arah
yang ditempuh Nararya tadi. Tetapi harus menyembunyikan diri.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Yang dua ratus bersembunyi di tepi kanan jalan. Jangan sampai


jejak mereka terlihat musuh.”
Kembali demang itu hentikan kata2, mengerut dahi seolah
sedang berpikir.
“Yang empat ratus lagi”, katanya sesaat kemudian, ”kita pecah
lagi menjadi tiga bagian. Dua ratus prajurit supaya mundur
sepemanah jauhnya dari kubu ini. Yang seratus supaya mundur
dan menyembunyikan diri dihutan sebelah utara dan yang
seratus supaya bersembunyi di hutan sebelah selatan.”
“Dan kubu ini?” Kuda Panglulut terkejut.
“Hanya dua orang yang menjaga.”
“Siapa?”serunya.
“Raden dengan aku.”
“Hah, apakah tidak berbahaya ?.”
“Tidak, raden” jawab demang Krucil ”kita memang sedang
menggunakan siasat untuk memperangkap musuh. Apabila
mereka menyerang, segera kita titahkan pengawal untuk
memukul kentungan atau meniup sangsakala. Prajurit2 yang kita
taruh di hutan utara, selatan dan timur itu tentu segera
menyergap mereka.”
Kuda Panglulut terdiam.
“Memang setiap perangkap harus menggunakan umpan. Dan
umpan yang dapat memikat musuh tak lain hanya raden. Tetapi
akupun sanggup untuk.mendampingi raden. Masakan kita berdua
tak sanggup menahan serangan mereka dalam beberapa saat
saja sehingga pasukan2 kita datang menerkam mereka?.”
“Tetapi apakah siasat kita itu akan berhasil ?.”
“Maksud raden ?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Adakah gerombolan itu tahu bahwa dalam kubu ini hanya


tinggal aku dan engkau ?.”
“Gerombolan sudah lama menguasai gunung ini sehingga
mereka faham sekali keadaannya. Rasanya mereka tentu sudah
menyebar mata2 untuk mengamat-amati gerak gerik kita.”
“Dan siasat itu kita laksanakan setelah petang hari nanti. Agar
pengunduran pasukan kita dari kubu ini, lepas dari pengamatan
mereka.”
Akhirnya Kuda Panglulut menyetujui juga. Tetapi diam2 ia
mengharap agar terjadi perobahan sehingga tak perlu harus
melaksanakan siasat itu.
Sampai surya hampir rebah ke barat, belum juga terdapat
laporan. Baik dari pasukan Nararya, maupun Putung Ara dan
Gandu. Mulailah Kuda Panglulut gelisah.
“Kakang demang” katanya kepada demang Krucil” menurut
perhitungan, tentulah ketiga pasukan itu sudah harus mengirim
laporan. Tetapi mengapa sampai saat ini tiada yang datang ?.”
“Hanya dua kemungkinan, raden” kata demang. Krucil
”mereka belum menemukan perlawanan dari gerombolan atau
mereka mendapat kesulitan dari gerombolan”
“Kukira lebih baik kita mengirim barisan kesana.”
“Maksud raden pada ketiga pasukan kita?”
“Bukan” jawab Kuda Panglulut ”yang kita pentingkan adalah
bagian kedua sayap barisan; Apabila cucug barisan dapat
dihancurkan gerombolan, kita masih dapat menjepit mereka dari
dua sayap.”
Demang Krucil termenung,
“Baiklah. Jika demikian kita kirim seratus prajurit ke selatan,
seratus ke utara dan yang dua ratus tetap bertahan disini.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kakang demang tetap hendak melangsungkan; siasat tadi ?”


tanya Kuda Panglulut.
“Hm, jika raden tak menyetujui, tak apalah. Kita ganti saja.
Yang penting kita tanam sebagian dari prajurit disini ke sebelah
cucug barisan. Karena kuduga, serangan gerombolan pasti akan
datang dari muka. Nararya dan pasukannya tentu tak kuasa
menahan serangan mereka.”
“Berapa yang harus menjaga kubu ini?.”
“Kurasa cukup duapuluh orang saja, raden sendiri dan aku”
kata demang Krucil.
Rencana perobahan itu segera dilakukan. Kini yang berada di
kubu hanya Kuda Panglulut, demang Krucil serta duapuluh
prajurit.
Tak lama kemudian haripun makin gelap. Surya sudah
menghilang dibalik gunung.
“Malam ini penjagaan harus diperkuat” kata Kuda Panglulut.
“Ya, harap raden perintahkan supaya prajurit2 jangan tidur”
kata demang Krucil.
Demikian setelah selesai mengatur dan memberi perintah
maka Kuda Panglulut dan demang Krucil duduk dalam kubu
berbincang-bincang.
“Malam ini kita harus bergilir meronda, kakang demang.”
“Jangan raden” seru demang Krucil ”raden adalah pimpinan
pasukan. Tak ubah seperti seorang senopati dalam barisan.
Raden harus kita lindungi jangan sampai diganggu musuh.
Berbahayalah kalau raden keluar meronda. Kita tak boleh
mengabaikan kemungkinan berulangnya penyergapan seperti
kemarin itu.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Demikian kubu itu dijaga. Tiap kali demang Krucil meronda


keluar setelah itu kembali duduk bercakap-cakap dengan Kuda
Panglulut.
Malam hari hawa di gunung itupun mulai dingin. Dalam hawa
dingin, semangatpun mulai mengendor. Dan rasa kantukpun
mulai merayapi pelapuk mata.
“Raden” tiba2 demang Krucil berkata ”maafkan lebih dulu, aku
hendak mohon idin kepada raden”
“O, soal apa ?.”
“Terus terang raden, aku sudah terlanjur dihinggapi kebiasaan
jelek. Dan kebiasaan itu terpaksa harus dituruti karena apabila
tidak, tubuhku serasa lemas dan kantukpun sukar ditahan.”
“Apakah kebiasaanmu itu?.”
“Minum tuak, raden” kata demang Krucil ”sebenarnya
kebiasaan itu jelek. Tetapi apa mau dikata,” demang Krucil
menghela napas seperti orang menyesal ”sudah terlanjur dan
sudah bertahun-tahun. Seperti saat ini, sebenarnya aku sudah
mulai lemas dan ngantuk. Apabila terjadi sesuatu, tentu mudah
diriku celaka.”
Kuda Panglulut merenung. Ia teringat bahwa rama
mentuanya, patih Aragani, itupun juga seorang peminum tuak
yang hebat. Hampir tiap malam selalu minum sampai mabuk.
Pernah sekali ia mendapat kesempatan untuk memperingatkan.
Tetapi mentuanya itu bahkan menertawakan; Ia mengatakan
bahwa tuak itu mengandung khasiat yang hebat. Dapat
membangkitkan semangat, menyegarkan tubuh dan
mencerdaskan pikiran. Mengapa ia dapat meraih pangkat yang
tiiggi sebagai patih adalah juga berkat gemar minum tuak.
Benarkah tuak itu mempunyai daya khasiat yang begitu hebatnya
? Pikirnya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ya, kalau kakang demang memang sudah terikat dengan


kebiasaan itu, demi melindungi diri kakang, akupun tak
keberatan kakang minum tuak,” akhirnya Kuda Panglulut
meluluskan.
“Terima kasih, raden,” demang Krucil terus mengeluarkan
sebuah kantong dari kulit, warnanya putih ”kantong ini terbuat
dari kulit kelinci. Kusuruh orang membuatkan yang bagus untuk
tempat tuak.”
Setelah membuka sumbat, iapun segera meneguknya
beberapa kali. Segulung hawa harum2 lezat berhamburan
memenuhi kubu.
“Bagiku tuak merupakan Tirta Amerta yang tiada keduanya
dijagad ini” kata demang Krucil ”air kehidupan yang dapat
menghidupkan dan memperindah kehidupan ....”
Ia meneguk lagi beberapa kali. Tampak wajah demang itu
makin meriah merah. Sinar matanya makin terang dan
semangatnya menyala.
Seketika terbetik suatu percikan angan2 dalam batin Kuda
Panglulut. Jika membau baunya yang harum, memang tuak itu
benar2 mengundang selera. Pun kalau melihat kenyataan yang
dihadapinya, betapa tadi demang Krucil sudah lesu dan ngantuk
kemudian sekarang tampak memberingas dan bersemangat,
diam2 timbul pemikiran Kuda Panglulut. Mengapa ia tak
mencobanya. Ayahnya dan orang2 tua didesanya, mengatakan
bahwa tuak itu tidak baik, terutama bagi anak2 dan pemuda.
Tetapi nyatanya orang2 tua yang menasehati begitu, semua
peminum tuak yang paling asyik.
“Hm, memang banyak sekali pepali, petuah dan nasehat
orang-orang tua itu yang tak sesuai dengan kenyataan” pikir
Kuda Panglulut. Ia teringat betapa orang-orang tua sering
melarang anak2 supaya jangan sesekali makan daging ekor ayam
atau yang disebut: brutu. Nanti pelupa. Tapi nyatanya orang2 tua
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

itu paling gemar memakan daging bagian ekor itu sendiri. Orang2
tua itu memang pelupa. Entah karena makan daging ekor itu
atau memang karena umurnya. Yang nyata mereka selalu tidak
melupakan untuk menanamkan nasehat tentang larangan makan
daging brutu itu kepada anak cucunya.
Renungan itu telah membawa Kuda Panglulut pada suatu
keraguan akan setiap hal yang dikatakan orang2 tua itu,
termasuk tentang tuak. Bahwa menilik baunya yang harum dan
pernyataan dari rama mentuanya patih Aragani serta demang
Krucil maka makin timbullah rangsang keinginannya untuk
mencobanya.
“Kakang demang” katanya ”harum benar bau tuak itu.”
“Seorang peminum tuak yang ahli tentu tak mau minum
sembarang tuak. Gusti patih Aragani pun seorang peminum tuak
yang tahu akan selera tuak” kata demang Krucil ”dan jangan
dikira bahwa minum tuak itu asal minum saja, raden. Minumpun
ada juga seninya, tahu pula seni memilih tuak.”
“Bugaimana perasaan kakang demang setelah minum itu?.”
“Serasa segar kembali tulang sunsumku. Darah dapat mengalir
lancar, penglihatan mata makin terang, telinga makin tajam dan
pikiran makin cerdas. Setelah minum ini, semalam nanti aku
tentu kuat berjaga.”
“Bagi orang yang baru mulai minum, tidakkah hal itu akan
memabukkan dan melemaskan tenaga?.”
Demang Krucil tertawa.
“Jika anak kecil, memang” katanya ”tetapi seorang dewasa
seperti raden, tuak takkan membawa pengaruh apa2 kecuali
menambah semangat dan pikiran. 'Marilah” ia menghaturkan
kantong tuak ”silahkan raden mencicipinya. Sedikit sajalah.”
“Apalagi dalam hawa di gunung yang sedingin ini, tuak dapat
menghangatkan tubuh” demang Krucil menambah keterangannya
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pula ”sudah umum pula di perjamuan, setiap tetamu pria tentu


dihidangkan arak. Memang tetamu pria yang tak minum, sering
dicemoh orang.”
Kata2 demang Krucil yang terakhir itu memang suatu
kenyataan. Pernah sesekali dalam perjamuan Kuda Panglulut
menolak hidangan arak, maka beberapa tetamu pria kaum muda,
menertawakannya. Terdengar beberapa kata ejekan yang
menganggap dia bukan seperti seorang lelaki.
Memang sudah agak lama juga ia ingin mencicipi bagaimana
sesungguhnya rasa dan pengaruh tuak itu. Mengapa setiap orang
tentu gemar meminumnya. Namun sampai sekian jauh, ia tak
sempat. Dan yang penting pula, isterinya, melarang.
Tetapi kini, setelah berada di gunung dan dicengkam hawa
dingin, dipengaruhi pula oleh kata2 demang Krucil, maka
mantaplah keinginannya untuk mencobanya. Ia menyambuti tuak
itu dan mulai mencicipi ”Ah,” sengau hidungnya ketika terbaur
hawa tuak yang keras. Hawa itu menyusup masuk ke dalam
kerongkongan, dada dan perut. Perut seketika meluap, darah-
pun bergolak, hampir ia batuk.
Ia pejamkan mata, menenangkan diri. Beberapa saat
kemudian, setelah kemualan dan kesesakan napas itu
mengendap, ia rasakan semangatnya agak segar dan tubuhpun
agak hangat.
“Minumlah, raden” seru demang Krucil ”seteguk saja tentulah
raden akan dapat menikmati khasiatnya.”
Kuda Panglulut sudah terlanjur menerima kantong tuak itu dan
mencicipinya. Adakah ia harus mundur dan mengembalikannya.
Malu. Ia ingin tahu benar2: dan ingin membuktikan apa yang
dikatakan demang; Krucil dan orang2 itu. Segera ia meneguknya.
“Ah, lezat juga” setelah minum seteguk, ia berhenti sebentar
untuk mengetahui pengaruhnya. Terasa perutnya berkerucukan,
darah mengalir deras dan tubuhpun makin hangat.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Seteguk lagi, raden.”


Ia menurut. Kiranya memang tak memberi akibat berbahaya.
Tak mungkin dia akan pingsan karena minum seteguk dua teguk
tuak. Maka lapun meminumnya. Bukan hanya seteguk, melainkan
dua teguk. Kemudian mengembalikan kembali kantong tuak itu
kepada yang empunya.
Beberapa saat kemudian tampak wajah Kuda Panglulut mulai
bertebar merah. Panas. Dan rasa panas itupun menjalar
keseluruh tubuhnya.
“Bagaimana raden?” tegur demang Krucil.
“Tak apa2. Badanku terasa panas.”
Demang Krucil tertawa “Dalam hawa sedingin ini, memang
paling tepat minum tuak” ia membuka sumbat kantong tuak dan
meminumnya lagi dengan gembira.
“Selain hangat, juga semangatku lebih menyala” kata
Panglulut.
“Memang begitulah, raden, khasiat tuak itu. Asal jangan
terlalu banyak minum, maka kiia akan memperoleh kehangatan
dan kesegaran semangat.”
“Jika begitu, baiklah para pengawal diluar itu kakang demang
beri juga. Asal sekedar untuk penghangat badan, saja” kata Kuda
Panglulut.
Sebenarnya demang Krucil tak setuju. Pertama, karena tuak
yang dibekalnya itu tuak pilihan yang paling digemari. Dan
kedua, tidaklah selayaknya kalau prajurit2 pengawal itu diberi
tuak yang sedemikian mahal. Namun untuk tidak mengurangi
kegembiraan raden itu, terpaksa ia melakukan juga.
Demang Krucil kembali dan melanjutkan pula percakapannya
dengan Kuda Panglulut. Dalam malam yang dingin, hanya

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dengan bercakap-cakap dapatlah perasaan kantuk itu dapat


dihalau.
Beberapa waktu kemudian, suasana makin sunyi ditelan
kelarutan malam. Tiba2 Kuda Panglulut merasa kepalanya agak
pening. Urat2 pada dahinya berdenyut-denyut keras, pandang
matanya pun berbinar-binar karena gundu matanya panas sekali.
“Kenapa raden” demang Krucil terkejut ketika melihat Kuda
Panglulut berdiam diri sambil mengurut-urut dahinya.
“Kepalaku pening.”
“Ah, sebentar tentu hilang” kata demang itu. Tetapi ketika
melihat raden Panglulut makin pucat, ia terkejut juga. Dan
sebelum ia sempat bertanya, Kuda Panglulut lari keluar kubu dan
muntah-muntah.
Demang Krucil terkejut. Walaupun ia tahu bahwa memang
demikian gejala pertama dari orang yang baru pertama meneguk
tuak. Habis muntah2 tentu akan baik. Tetapi demi tata istiadat,
sebagai seorang bawahan haruslah ia memberi pertolongan. Ia
segera berbangkit tetapi suara muntah2 itupun berhenti.
“Ah, tentu dia sudah sembuh” pikirnya. Namun ia tetap berdiri
agar dapat segera menyongsong apabila Kuda Panglulut masuk.
Tetapi sampai sekian lama belum juga tampak raden itu masuk
kedalam kubu. Mulai timbul rasa heran, menyusul kecemasan
”Apakah dia pingsan . . . . ?.”
Serentak demang itu bergegas keluar.
“Ah ....” tiba2 ia berseru tertahan. Baru dua langkah keluar
kubu, tubuhnya sudah disongsong oleh pagar ujung tombak.
Muka, belakang, kiri dan kanan.
“Menyerah atau mati” seru sebuah suara yang bengis.
Demang Krucil keliarkan pandang mata.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Empat penjuru dia melihat empat lelaki berpakaian serba


hitam. Dan seorang lelaki pula tengah memanggul sesosok
tubuh. Menilik kepala dan tangan orang itu terkulai ke belakang
orang yang memanggulnya, tentulah orang itu pingsan. Dan
ketika memperhatikan tubuh orang itu, demang Krucilpun
melonjak ”Raden Panglulut” serunya dalam hati.
Namun ujung tombak yang melekat pada dada dan
punggungnya menimbulkan rasa sakit. Ia menyadari bahwa
setiap gerak tubuhnya akan menderita kesakitan.
“Siapa kalian !” segera ia berseru.
“Aku tak memerintahkan engkau bicara” bentak seorang yang
di muka ”masuk kedalam kubu.”
Demang Krucil dan kelima orang yang diduganya tentu
gerombolan gunung Butak, segera meletakkan Kuda Panglulut di
sebuah kursi dan mengikat tubuhnya.
“Demang Krucil” seru lelaki yang mukanya tertutup kain hitam
”panggil pengawal2 diluar.”
Demang Krucil bersangsi. Rupanya dia sedang menimang dua
buah hal. Pertama, siapakah gerangan orang berkerudung muka
itu ? Mengapa dia tahu namanya. Kedua, dapatkah dia
menerjang kelima orang itu?
“Asal berteriak kemudian menerjang mereka, para prajurit2
diluar tentu akan menyerbu masuk” demikian ia mempunyai
kesimpulan.
“Tak perlu mengotak-atik pikiran” seru orang itu pula
”sebelum engkau sempat bergerak, kawan-kawanku tentu sudah
menusuk perutmu. Dan yang penting engkau ketahui, Kuda
Panglulut ini tentu segera kubunuh !.”
“Siapa engkau!” seru demang Krucil. Ia sengaja melantangkan
suaranya agar terdengar para pengawal di luar kubu.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Mengapa engkau masih banyak mulut!” bentak orang itu


”kecuali engkau menghendaki mati, baru kuberitahu namaku!.”
Demang Krucil. terpaksa lepaskan maksudnya. Dengan diiring
oleh empat buah tombak yang melekat pada punggungnya ia
melangkah keluar. Ia terkejut ketika melihat pengawal2 itu
tertidur. Ia hendak marah tetapi seketika ia teringat bahwa ia
juga bertanggung jawab atas kesalahan mereka. Tentulah
mereka terkulai karena minum tuak. Saat itu baru ia menyadari
bahwa tuaknya itu memang terlalu keras. Rasanya lezat, baunya
harum tetapi khasiatnya memang keras sekali.
Demang Krucil menyesal tetapi kenyataan yang dihadapi saat
itu tak menyempatkan dan tak memerlukan penyesalan. Harus
dihadapi dengan akal.
Ia membangunkan mereka dengan menyepak. Prajurit2
pengawal itu gelagapan. Serentak mereka loncat bangun ”Ki
demang ....” mereka terkejut ketika melihat bau demang Krucil
dicengkeram dan lehernya dilekati sebatang pedang oleh seorang
tinggi besar yang mukanya tertutup kain hitam.
“Berani bergerak, demang ini tentu kusembelih” seru orang itu
dengan bengis.
“Jangan bergerak” perintah demang Krucil.
“Ki demang” seru orang itu pula ”lekas suruh pengawal-
pengawalmu itu memberitahu kepada pasukanmu supaya mereka
mundur dan kembali ke Singasari”
Demang Krucil terbelalak. Pucat. Bagaimana mungkin ia yang
memerintahkan? Hal itu berarti dialah yang bertanggung jawab.
“Ki sanak” serunya ”pimpinan pasukan bukan aku tetapi raden
Kuda Panglulut.”
“Engkau seorang demang, tentu menjadi wakil pimpinan
pasukan. Dia masih pingsan. Lekas perintahkan prajurit2 itu,”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

orang tinggi besar menghardik dan mengencangkan


cengkeramannya.
“Bunuhlah aku” seru demang Krucil. Ia menyadari perintah itu
sama dengan membebankan, kesalahan besar itu pada dirinya.
Dan iapun tahu bahwa perbuatan itu tentu akan dihukum mati.
“Perintahkan prajurit2 itu membuang senjatanya!” seru orang
itu pula.
Mengira bahwa orang telah merobah keputusannya, dan
perintah itupun tidak mengandung sesuatu bahaya, demang
Krucilpun segera memberi perintah agar kedua-puluh pengawal
itu menyerahkan senjatanya masing2.
Terdengar dering pedang dan tombak prajurit2 bergelimangan
di tanah. Dua orang gerombolan segera maju memunguti.
Tengah keduanya membungkuk tubuh memungut senjata2 itu,
sekonyong dua orang prajurit yang berdiri dibarisan belakang
loncat dari tengah kawannya dan terus menyerang kedua
gerombolan itu.
Serangan yang tak terduga itu menyebabkan kedua
gerombolan terkejut. Tetapi mereka tak sempat menghindar
tusukan pisau yang masih dibawa oleh kedua prajurit itu. ”Huh
.... Huh ....” kedua anakbuah gerombolan itu mengaduh ketika
perut dan dada mereka termakan ujung belati. Dan rupanya
prajurit itu amat tangkas juga. Mereka menyerempaki dengan
tendangan sehingga kedua anakbuah gerombolan itu terkapar
mandi darah.
“Klabang Luntas, berhenti!” teriak lelaki bertubuh tinggi besar
yang mencengkeram bahu demang Krucil ketika meiihat kedua
kawanannya hendak menerjang kedua prajurit itu ”lekas kalian
kemari.”
Kedua anakbuah gerombolan itu cepat menghampiri.
“Gantikan aku, jangan sampai demang ini lolos” setelah
menyerahkan demang itu kepada kedua anakbuah gerombolan,
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

lelaki bertubuh tinggi besar itu segera loncat kehadapan kedua


prajurit. ”Bagus, prajurit, karena serangan yang licik, kedua
anakbuahku rubuh.”
Prajurit2 yang lain, serempak memberingas dan siap
menyerang lelaki tinggi besar itu.
“Jika engkau bergerak, demang ini tentu akan kupenggal
kepalanya” seru kedua anakbuah gerombolan yang menguasai
demang Krucil.
“Dengarkan !” seru lelaki tinggi besar ”yang boleh bergerak
hanyalah kedua prajurit yang dapat merubuhkan kedua
anakbuahku itu. Yang lain2 jangan bergerak !.”
Kedua prajurit itu masih mencekal belati dan menghadapi
lelaki tinggi besar dengan memberingas. ”Apa maksudmu ?” seru
mereka. Rupanya mereka menyadari bahwa tindakannya tadi
tentu akan menimbulkan kemarahan gerombolan. Karena sudah
terlanjur berbuat, kedua prajurit itupun pantang mundur.
“Kalian berdua boleh maju mengerubuti aku. Jika kalian
menang, demang itu akan kubebaskan” seru lelaki bertubuh
tinggi besar.
Wajah kedua prajurit itu memancar sinar cerah. Keduanya
adalah prajurit2 pilihan yang dipilih Kuda Panglulut untuk
menjaga kubu.
“Baik, tetapi apa ucapanmu itu dapat kupercaya” seru salah
seorang prajurit.
“Duapuluh orang kawanku dan demang itu, menjadi saksi atas
kata-kataku itu. Jika aku ingkar, bunuhlah” seru lelaki tinggi
besar itu ”nah, kalian boleh mulai.”
Kedua prajurit itu bersangsi. Mereka tetap tak bergerak dari
tempatnya melainkan memandang orang tinggi besar itu dengan
tertegun ”Apakah engkau tak menggunakan senjata ?.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Apa engkau tak percaya bahwa kedua tanganku kosong?”


balas lelaki tinggi besar itu ”silahkan kalian pakai senjata, aku
tetap dengan kedua tangan saja.”
Setelah mendengar kata2 lelaki tinggi besar itu, ke dua
prajuritpun tak mau menyia-nyiakan kesempatan lagi. Serempak
keduanya berpencar lalu menyerang dari kanan dan kiri.
Lelaki tinggi besar itu menyurut mundur untuk menghindar,
kemudian dengan sebuah loncatan macam harimau menerkam,
dia terus menghantamkan kedua tangannya ke lengan kedua
orang itu, prak!
Kedua prajurit itu menjerit kesakitan, belati mereka terlepas
jatuh dan mereka hendak menyurut mundur. Tetapi sebelum
sempat bergerak, lelaki tinggi besar itupun sudah mencengkeram
leher mereka lalu dengan sekuat tenaga, dia membenturkan
muka kedua prajurit itu, prak ....
.”Aduh ....” terdengar jeritan ngeri dan pekik dari prajurit2 lain
yang ngeri menyaksikan peristiwa itu.
Muka kedua prajurit itu hancur, tulang dahi, hidung dan dagu
remuk, darah membasahi muka mereka. Ketika lelaki tinggi besar
melepaskan cengkeraman tangannya, kedua prajurit itupun
rubuh tak bernyawa lagi.
Suasana ngeri dan seram segera berhamburan menabur
perasaan kedelapan belas prajurit serta demang Krucil. Siapakah
algojo gunung Butak yang bertenaga sedahsyat itu? Demikian
pertanyaan yang menghuni dalam hati setiap prajurit.
“Prajurit2 Singasari, siapa yang hendak bela pati kepada
kedua kawanmu ini, majulah” seru lelaki bertubuh tinggi besar.
“Kita serbu saja, masakan kita tak dapat mengalahkan
seorang saja” bisik seorang prajurit.
Setelah rasa ngeri berangsur-angsur lenyap, timbullah
kemarahan atas tindakan lelaki tinggi besar itu. Semangat dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

jiwa keprajuritan yang ditanam selama ini, mulai bertebaran


bangkit.
“Serang” teriak orang itu dan kedelapan belas prajurit itupun
segera menerjang lelaki tinggi besar. Ada beberapa yang
menggunakan kesempatan untuk menyambar senjatanya yang
belum sempat dikumpulkan oleh kedua anakbuah gerombolan
yang terluka tadi.
Orang tinggi besar itu marah. Ia berhasil menyambar seorang
prajurit yang datang paling dulu,
Kemudian diangkatnya tubuh prajurit itu dan diayun-ayunkan
dengan deras untuk menyongsong serangan prajurit2.
Gemparlah seketika suasana saat itu. Prajurit2 itu menjerit
dan mengaduh ketika dihantam oleh tubuh prajurit yang dikuasai
lelaki tinggi besar itu. Mereka berdesak-desak saling pijak dan
rubuh tindih menindih. Yang terluka mandi darah, yang tidak
terlukapun rubuh karena dipijak dan diterjang kawan sendiri.
Bahkan yang berhasil memakai senjatanya lagi, tak sempat
menggunakannya karena mengenai kawannya sendiri.
Demang Krucil ternganga. Belum pernah ia menyaksikan
pertempuran semacam itu. Lelaki bertubuh tinggi besar itu
benar2 laksana raksasa yang sedang mengamuk.
Dalam sekejab saja kedelapan belas prajurit Singasari itu habis
tersapu.
“Berhenti!” tiba2 demang Krucil berteriak. Ia tak sampai hati
melihat prajuritnya menderita nasib yang sedemikian
mengerikan.
~dewiKZ~ismoyo~mch~

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 11

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor :
MCH

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
Sepandai-pandai tupai meloncat, sekali pasti jatuh jua. Hal itu
dialami pula oleh demang Krucil yang terkenal sebagai sumber
akal dan siasat.
Dia telah mengatur pasukannya dengan rapi dan terperinci.
Menggunakan gelar Sepit Urang untuk menghancurkan
gerombolan pengacau yang bersarang di gunung Butak.
Tetapi dia hanya pandai mengatur pasukannya, kurang dapat
menyelami kekuatan lawan. Gerombolan sekalipun orang2 di
gunung Butak itu, namun mereka dipimpin oleh seorang
pemimpin yang pandai dan memiliki selera tajam.
Sebenarnya pimpinan gunung Butak sudah mendapat laporan
tentang gerakan pasukan Singasari yang hendak menggempur
mereka. Dan merekapun sudah bersiap-siap menyambut.
Pimpinan gerombolan gunung Butak mempunyai perhitungan
akan kekuatan mereka dan kekuatan lawan.
Mereka lebih faham medannya tetapi kalah dalam
kelengkapan senjata. Mungkin juga jumlah orangnya. Karena itu
harus dihindari pertempuran secara terbuka dan secara besar-
besaran. Medan di gunung itupun sesuai pula untuk menghindari
pertempuran secara terbuka.
Merekapun tahu bahwa prajurit itu terikat dengan ketaatan
pada pimpinan. Dan pimpinan merupakan pusat atau jantung
pasukan. Mati hidup, gerak henti pasukan itu tergantung semata
dari pimpinan. Maka diputuskan untuk mengerahkan usaha
gerakan mereka ke-arah penangkapan atau bahkan bila perlu,
penumpasan terhadap pimpinan pasukan Singasari.
Berkat persiapan yang jauh sebelum terjadi gerakan Singasari
itu, telah diperintahkan pimpinan gerombolan di gunung Butak
untuk membangun beberapa tempat tersembunyi, apabila harus
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menghadapi serangan dari kerajaan Singasari, maka tempat2 di


sepanjang gunung Butak itupun memiliki banyak sekali tempat
rahasia. Baik yang berupa gua maupun terowongan2 di-bawah
tanah yang dapat dipergunakan untuk penempatan kekuatan.
Itulah sebabnya ketika Nararya memimpin anak-buahnya naik
keatas, mereka tak menjumpai barang seorang musuh. Demikian
pula yang dialami lurah prajurit Sumarata sebagai pimpinan sepit
kanan dan lurah Siung Pupuh sebagai pimpinan sepit kiri.
Tetapi setelah pasukan2 Singasari itu naik ke puncak, maka
bermunculanlah anakbuah gerombolan dari tempat
persembunyian masing2. Mereka menebang pohon dan
menggelundungkan batu besar untuk merintang jalan. Dan
puncak dari tindakan mereka adalah menyerbu kubu pimpinan
pasukan Singasari yang diketahui mereka adalah raden Kuda
Panglulut, dibantu demang Krucil sebagai penasehat.
Kesemuanya itu tak terjangkau dalam perhitungan demang
Krucil. Perhitungannya, setelah mengatur rencana serangan dari
tiga arah, tentulah gerombolan gunung Butak dapat dihancurkan.
Dan keyakinan itulah yang membuai demang Krucil dalam
kelengahan. Setiap kelengahan tentu menimbulkan kesantaian
dan santai akan cepat mengundang sesuatu keinginan untuk
mengisinya. Dan bagi demang Krucil, tiada pengisi kesantaian
yang lebih santai dari pada berkawan dengan tuak.
Tuak memang suatu kegemaran yang nikmat tetapi tiada
semua yang nikmat itu tentu selalu nikmat. Ada kalanya
membawa bencana. Apalagi demang Krucil mengabaikan suatu
hal yang penting. Bahwa saat itu dia sedang dalam medan
tempur. Sekalipun lawannya gerombolan pengacau, tetapipun
juga harus dihadapi sebagaimana menghadapi musuh dalam
medan perang. Dalam waktu dan tempat seperti saat itu, tidaklah
pada tempatnya kalau dia bermanja-manja dalam kegemaran
minum. Lebih celaka pula, bukan hanya ia seorang yang hendak

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

memenuhi ketagihan minum tuak, pun juga Kuda Panglulut dan


para penjaga, diberinya minum tuak pula.
Dan ada sebuah hal lagi yang tak pernah diduga-duga
demang itu. Bahwa dalam gerombolan gunung Butak itu terdapat
seorang yang amat gagah perkasa kekuatannya.
Beberapa hal itu telah menghancurkan semangat demang
Krucil. Dia dihadapi dengan kenyataan akan kehancuran
beberapa belas penjaganya. Diapun diancam kenyataan bahwa
apabila berkeras kepala, dia sendiri dan Kuda Panglulut pasti
akan binasa.
Kenyataan itu harus dihadapinya. Harus pula diterima sebagai
suatu kenyataan. Dan dalam menghadapi hal semacam itu, dia
cukup berpengalaman. Dia pandai mengenal gelagat dan tahu
arah angin berhembus. Itulah sebabnya ia selalu naik dalam
tangga kehidupannya. Makin mendapat kepercayaan dari raden
Kuda Panglulut.
Ia berteriak menghentikan pertempuran maut itu. Dan lelaki
bertubuh tinggi besarpun hentikan gerakannya.
“Apa yang engkau kehendaki?” tegur demang Krucil tanpa
mengurangi kegarangan nada suaranya sebagai seorang
demang.
“Prajurit2 pengawal perkemahanmu disini telah hancur
berantakan. Maka engkau dan raden itu, harus ikut kami”
“Kemana ?”
“Kemana saja yang kami anggap perlu kehadiranmu,“ sahut
lelaki tinggi besar itu.
“Sadarkan dulu raden Kuda Panglulut” seru demang Krucil
”dialah senopati dari pasukan ini”
“Ah, tiada guna,“ sahut orang tinggi besar itu “dia tentu akan
menolak permintaanku juga.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Permintaan bagaimana?”
“Supaya menitahkan pasukan Singasari mundur dan
tinggalkan gunung ini.”
“Belum tentu “ seru demang Krucil pula ”mungkin raden akan
mempunyai pandangan lain”
“Dan engkau sendiri?”
“Telah kukatakan, aku hanya seorang demang yang menjadi
orang bawahan raden itu.”
“Engkau pandai menghindari tanggung jawab,“ seru lelaki
tinggi besar pula.
Demang Krucil tersipu-sipu.
“Terserah anggapanmu,“ sahut demang Krucil “tetapi tata
tertib pasukan memang menggariskan ketentuan bahwa hanya
pimpinan yang berhak memutuskan sesuatu.”
“Hm “ desuh orang tinggi besar itu “ikut !”
“Kemana? “ teriak demang Krucil terkejut.
“Orang tawanan tak berhak bertanya kecuali menurut “ sahut
lelaki bertubuh tinggi besar itu.
Demang Krucil pucat. Ia tahu bahwa dirinya dan raden Kuda
Panglulut tentu akan dibawa ke markas gerombolan.
Membayangkan betapa siksaan yang akan dideritanya dalam
sarang gerombolan itu, ngerilah bulu-roma demang Krucil.
“Tunggu “ serunya.
“Mau apa ?“ tegur lelaki tinggi besar itu.
”Aku hendak mengajukan perjanjian kepadamu”
“Perjanjian? Engkau seorang tawanan, ba . .”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tiga kelompok pasukan Singasari sedang melakukan


penyerangan ke gunung ini. Belum diketahui siapa yang menang
dalam pertempuran ini”
“Engkau menganggap fihakmu masih belum kalah ?”
“Aku hendak mengadakan perjanjian denganmu”
Lelaki bertubuh tinggi besar itu tertegun sesaat “Katakanlah “
serunya sesaat kemudian.
“Aku bersedia memerintahkan pasukan Singasari itu mundur
tetapi kalian harus membebaskan diriku dan raden itu”
“Hm “ desuh lelaki bertubuh tinggi besar seraya merenung.
Diam2 timbul harapan demang Krucil untuk memperoleh
kesempatan bebas. Walaupun hal itu akan dinilai sebagai suatu
kegagalan oleh pimpinan pasukan kerajaan di Singasari, tetapi
menilik bahwa Kuda Panglulut itu putera menantu patih Aragani
yang berkuasa, tentulah takkan dijatuhi pidana kecuali hanya
teguran dan dibebaskan dari tugas. Hal itu masih ringan daripada
kehilangan jiwa.
“Aku dapat menerima “ kata lelaki tinggi itu. Dan bersinarlah
wajah demang Krucil. Tetapi sebelum ia sempat berkata apa2,
lelaki tinggi besar itu sudah menyusuli kata2 “tetapi hanya
setengah saja”
Demang Krucil terbeliak ”Setengah? Apa maksudmu ?”
“Engkau sanggup memerintahkan pasukanmu kembali ke
Singasari ?”
“Ya “ sahut demang Krueil.
“Dan engkau menghendaki supaya dibebaskan bersama
pimpinanmu itu ?”
“Ya”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Aku hanya menyetujui seorang saja. Engkau atau


pimpinanmu itu yang bebas. Yang seorang tetap kubawa ke
puncak gunung sebagai jaminan”
“Jaminan ?”
“Ya, agar Singasari jangan mengganggu gunung ini lagi, perlu
aku menahan salah seorang dari kalian berdua. Apabila Singasari
tetap mengirim pasukan lagi, maka tawanan itu akan kubunuh.”
“Ah,“ demang Krucil terhempas dalam keluhan. Pilihan yang
sukar, tepatnya memojokkan dirinya.
Jika ia mengusulkan supaya Kuda Panglulut yang ditawan,
tentulah ia akan dijatuhi hukuman oleh patih Aragani. Namun
apabila dia yang menyediakan diri sebagai tawanan,
kemungkinan besar kerajaan pasti tetap akan mengirim pasukan
lagi ke gunung Butak dan akibatnya dia tentu dibunuh
gerombolan itu. Bedanya hanyalah, dia mati dihukum kerajaan
atau mati dibunuh gerombolan.
“Syaratmu terlalu berat, ki sanak“ akhirnya ia menyatakan
keberatan.
“Maka lebih baik kalian berdua kubawa ke markas kami saja.
Engkau bebas dari segala syarat”
”Keparat “ maki demang Krucil dalam hati. Namun ia tahu
bahwa kenyataan yang dihadapi saat itu memerlukan suatu
penanganan yang tepat dan sabar. Setiap dorongan nafsu
kemarahan hanya akan menimbulkan bahaya.
“Apa tujuanmu hendak menawan kami?” ia berusaha
menyelidiki keterangan.
“Besar sekali gunanya” kata lelaki tinggi besar “dengan
menawan kalian berdua, aku dapat memaksa pasukan Singasari
itu enyah dari gunung ini”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Demang Krucil terkejut. Diam2 dia mengakui memang siasat


gerombolan itu tepat sekali. Dan jelas, fihak Singasari akan
menderita kerugian besar. Kehilangan dua orang pimpinan yang
ditawan dan selanjutnya tak berani mengirim pasukan ke gunung
Butak.
Demang Krucil menimang-nimang dalam hati. Jika dia dan
Kuda Panglulut ditawan, mengingat Kuda Panglulut itu putera
menantu patih Aragani, tentulah patih Aragani tak berani
bertindak secara gegabah. Hanya dua kemungkinan yang akan
ditempuh patih itu. Damai dengan gerombolan atau mengatur
siasat lain untuk membebaskan Kuda Panglulut.
Jika ia menerima syarat lelaki tinggi besar itu, masih ada salah
seorang yang akan berusaha untuk membebaskan yang ditawan
gerombolan. Dan yang harus bebas itu haruslah dirinya dulu. Ia
tentu akan berusaha keras untuk membebaskan Kuda Panglulut.
Tetapi apabila dia yang ditawan dan raden itu yang bebas,
kemungkinan raden itu takkan berusaha menolongnya.
“Lekas jawab! “ hardik lelaki tinggi besar.
“Ya“ sahut demang Krucil serentak “aku bersedia menerima
syaratmu”
“Siapa yang menjadi tawanan?”
“Raden itu”
“Hm“ dengus lelaki tinggi besar itu “sampai besuk surya
terbenam, jika pasukan Singasari masih belum mundur dari
gunung ini, raden itu akan kubunuh.”
Lelaki bertubuh tinggi besar itu segera melepaskan demang
Krucil dan mengajak anakbuahnya membawa raden Kuda
Panglulut tinggalkan tempat itu. Tak berapa lama mereka
dihadang oleh sesosok tubuh. Dia juga menutup mukanya
dengan kain hitam. Hanya di-bagian mata yang diberi lubang.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bagaimana kakang Lembu ?“ tegur orang itu ketika


rombongan orang tinggi besar itu tiba.
“Berhasil “ kata orang tinggi besar yang dipanggil Lembu itu.
Kemudian menunjuk pada Kuda Panglulut yang masih dipanggul
seorang anakbuah, dia berkata “itu si Kuda Panglulut sudah kami
bawa.”
“Bagus, kakang“ seru orang itu “dan bagaimana dengan
pasukan Singasari?”
Lelaki tinggi besar segera menuturkan peristiwa penyergapan
di kemah pimpinan pasukan Singasari “Demang Krucil akan
menarik pasukan Singasari dari gunung ini.”
“Baik, kakang“ kembali orang itu berseru “jasamu besar sekali.
Kuda Panglulut akan kujadikan alat untuk menekan patih
Aragani. Jagalah dia baik2”
Kemudian orang itu mengajak lelaki tinggi besar dan
rombongannya melanjutkan perjalanan. Tetapi alangkah kejut
mereka ketika di tengah jalan sudah berjajar beberapa lelaki
bersenjata. Dan dibawah sinar rembulan sisa, meieka melihat
jelas bahwa lelaki2 bersenjata itu adalah prajurit2 Singasari.
“Setan“ gumam orang itu “kakang Lembu kita dihadang
prajurit2 Singasari.
“Ya“ sahut lelaki tinggi besar “tetapi jumlah mereka tak besar.
Kita dapat menghancurkan mereka”
“Kakang Lembu, jagalah tawanan itu. Aku yang akan
menghadapi mereka“ kata orang itu seraya maju menghampiri
pada seorang lelaki yang diapit oleh dua orang prajurit.
“Eng. . . kau“ tiba2 orang itu tersurut mundur setengah
langkah demi berhadapan dengan lelaki yang dianggapnya
sebagai kepala prajurit musuh” siapa ?”
“Aku Nararya “ sahut orang itu “dan engkau?”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kepala gerombolan gunung Butak“ jawab orang itu.


“Tanpa nama?”
“Tidak perlu“ sahut orang itu ”nanti setelah ajalmu tiba, baru
kuberitahu.”
Orang yang diapit oleh dua prajurit itu memang Nararya.
Kedua prajurit yang diperintahkan untuk meninjau ke kemah
Kuda Panglulut, bergegas kembali dengan laporan yang gugup.
“Celaka, raden “ kata prajurit itu ”kemah raden Kuda Panglulut
diserbu gerombolan.”
Nararya cepat memanggil prajurit Putung Ara “Kakang Putung
Ara” katanya ”kemah raden Panglulut diserbu gerombolan. Aku
harus kesana untuk membantu. Engkau tetap bertahan di tempat
ini.”
Dengan membawa duapuluh prajurit, Nararya bergegas turun
gunung. Disitulah dia tepat berpapasan dengan gerombolan yang
membawa Kuda Panglulut.
“Apakah engkau juga menjadi prajurit Singasari? “ tanya lelaki
yang mengaku sebagai pemimpin gerombalan.
Nararya terkesiap. Pertanyaan itu menimbulkan dugaan bahwa
agaknya orang itu telah kenal pada dirinya. Cepat dia dapat
merangkai dugaan.
“Ha, ha“ ia tertawa “pertanyaanmu mengatakan siapa
sebenarnya dirimu.”
Pemimpin gerombolan itu terkejut “Bagaimana engkau
menganggap begitu?”
“Dengan pertanyaan itu engkau menyatakan kalau kenal
kepadaku. Dan yang kenal kepadaku tak lain hanyalah Mahesa
Rangkah, lurah bhayangkara yang mengawal rombongan puteri
Tribuana dan puteri Gayatri waktu bercengkerama di taman
Boboci tempo hari”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pemimpin gerombolan itu tersentak.


“Dan engkau tentulah Mahesa Rangkah!“ Nararya memberi
penegasan.
“Keparat! “ teriak pemimpin gerombolan itu.
“Tak perlu marah dan malu mengakui namamu. Bukankah
engkau sudah berani memberontak kepada kerajaan Singasari?
Mengapa engkau takut mengakui namamu? Engkau
merahasiakan dirimu atau tidak, serupa halnya. Kerajaan
Singasari sudah menganggapmu sebagai pemberontak yang
harus ditangkap”
“Keparat!“ teriak Mahesa Rangkah seraya menerjang.
Nararya sudah siap. Ia menghadapi bekas bekel bhayangkara
itu dengan tenang. Keduanya segera terlibat dalam serang
menyerang yang seru.
Dalam pada itu Kuda Panglulut sudah sadar dari pingsannya.
Ketika menyaksikan suasana yang terjadi dihadapannya, ia
terkejut bukan kepalang. Kemana demang Krucil ?
“Ah“ tiba2 ia mendesuh kejut pula “mengapa Nararya tengah
bertempur dengan seorang lelaki yang mukanya bertutup kain
hitam ?”
Ia meronta-ronta dari bahu anakbuah gerombolan yang
memanggulnya, Plak.....
“Aduh“ ia menjerit ketika kepalanya ditampar oleh tangan
orang itu. Ia memang tak mampu membalas karena kedua
tangannya diikat. Namun ia nekad juga untuk berontak sekuat
tenaga. Akibatnya orang yang memanggulnya itu terpelanting
rubuh bersamanya.
“Keparat“ orang itu marah dan menghantamnya pula. Kuda
Panglulut menjerit kesakitan karena hidung dan mulutnya
berdarah, sebuah giginya tanggal.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dalam pertempuran itu Mahesa Rangkah mulai terdesak.


Bahkan karena agak lambat menangkis, dadanya termakan tinju
Nararya sehingga dia terhuyung-huyung ke belakang.
Jerit kesakitan dari Kuda Panglulut itu membangkitkan
pikirannya. Sejak waktu bertempur tadi, diam2 ia heran melihat
sikap orang tinggi besar yang dipanggilnya dengan nama kakang
Lembu. Mengapa tak menggunakan siasat untuk mengancam
jiwa Kuda Panglulut dan menekan Nararya supaya menyerah?
“Goblok“ dampratnya dalam hati kepada kakang Lembu itu.
Kini setelah dia terhuyung-huyung ke belakang dan mendengar
jerit Kuda Panglulut, cepat2 ia loncat ke tempat Kuda Panglulut
yang masih rebah telentang di tanah. Diinjaknya leher Kuda
Panglulut seraya mencabut pedang.
“Nararya“ teriaknya ”jika engkau tak menyerah, si Kuda
Panglulut ini tentu akan kubunuh!”
Nararya terbeliak. Ia tak pernah menduga bahwa Mahesa
Rangkah akan melakukan siasat sedemikian licik. Sesaat ia tak
dapat berbuat apa2 kecuali memandang Mahesa Rangkah
dengan terlongong.
“Lepaskan, ki lurah“ tiba2 bahu Mahesa Rangkah dicengkeram
orang dan disentakkan ke belakang sehingga dia hampir
terpelanting.
“Engkau Lembu Peteng!“ teriak Mahesa Rangkah ketika
mengetahui siapa yang menyentak dirinya itu.
Lelaki tinggi besar itu mendengus.
“Dia tawanan penting, jangan dibunuh.” serunya.
Merah muka Mahesa Rangkah. Dia bekas bekel bhayangkara
keraton Singasari yang biasa memberi perintah dan ditaati. Dia
kenal dengan mentri dan senopati-senopati, termasuk patih Kebo
Anengah. Di gunung Butak, diapun merupakan salah satu dari
pimpinan. Tetapi saat itu, di hadapan anakbuah gunung Butak
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dan prajurit2 Singasari terutama Nararya, dia telah disentakkan


kebelakang oleh Lembu Peteng yang dikenalnya sebagai kepala
kelompok gerombolan gunung Butak.
Memang demikian sifat dan perangai seorang yang
berkedudukan tinggi. Mudah tersinggung dan tak mau menerima
bantahan dari orang bawahannya.
“Aku bertindak dengan
rencana. Mengapa engkau
berani merintangi!“
teriaknya.
“Tawanan itu penting
sekali artinya bagi seluruh
kawan2 kita. Apabila
dibunuh, kerajaan Singasari
tentu akan mengirim
pasukan secara besar-
besaran untuk menumpas
kita.”
Anakbuah gerombolan
yang mengikuti Lembu
Peteng, membenarkan
pandangan Lembu Peteng.
Diam2 Mahesa Rangkah pun
mengakui juga. Tetapi dia
malu. Dia merasa
tersinggung karena tindakan
Lembu Peteng itu dilakukan
didepan sekian banyak orang.
“Aku pemimpin di gunung ini. Semua tindakanku aku yang
bertanggung jawab. Apa engkau hendak menentang aku ?“
Mahesa Rangkah menantang.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ki lurah“ seru Lembu Peteng “engkau memang salah seorang


pemimpin kami tetapi bukan pimpinan yang tertinggi. Pimpinan
yang tertinggi adalah raden Pasirian”
“Keparat! Engkau berani menghina aku!” teriak Mahesa
Rangkah marah “hai, kamu para anakbuah gunung Butak,
tangkap keparat si Lembu Peteng ini!.”
Beberapa belas anakbuah gerombolan terkesiap. Mereka
bimbang.
“Lekas! “ teriak Mahesa Rangkah “barang siapa yang tak
menurut perintahku, tentu kubunuh!”
Mendengar itu beberapa anakbuah gerombolan segera maju
hendak menangkap Lembu Peteng. Tetapi Lembu Peteng sudah
mendahului menghajar mereka.
Tiba-tiba Nararya memberi isyarat kepada prajurit
anakbuahnya untuk membantu Lembu Peteng. Dalam pada itu
diapun terus menghampiri Mahesa Rangkah “Ki Rangkah, mari
kita lanjutkan pertarungan kita yang belum selesai.”
Mahesa Rangkah memang sudah menyadari bahwa suasana
telah berobah ricuh. Karena diburu oleh nafsu kewibawaannya
sebagai seorang pimpinan, ia telah menghancurkan anakbuahnya
sendiri.
“Sudah terlanjur. Aku harus cepat2 menyelesaikan pemuda
ini,“ pikirnya. Sifarnya memang masih belum terlepas dari
keadaan dirinya dalam lingkungan keraton. Ia masih belum
menghapus perasaannya bahwa saat itu dia sudah bukan bekel
bhayangkara keraton lagi melainkan seorang pemberontak.
Mahesa Rangkah segera menyerang Nararya dengan pedang.
Serangan itu dilancarkan dengan cepat dan dahsyat sehingga
untuk beberapa saat, Nararya harus membela diri.
Dalam pada itu anakbuah gerombolan telah menderita
kekalahan. Menghadapi Lembu Peteng yang gagah perkasa dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

prajurit2 Singasari, akhirnya susul menyusul anakbuah


gerombolan itu rubuh.
Prajurit2 Singasari itu hendak menolong Kuda Panglulut tetapi
merasa masih ragu2. Mereka takut kepada Lembu Peteng. Tiba2
Lembu Peteng memberi isyarat kepada mereka supaya menolong
Kuda Panglulut.
Mahesa Rangkah menyadari apa yang dihadapi saat itu. Jelas
Lembu Peteng telah berhianat dan rencana membekuk Kuda
Panglulut yang sudah berhasil, telah hancur berantakan. Dan kini
dirinya terancam bahaya. Mungkin terbunuh, mungkin tertangkap
oleh lawannya.
Dia sudah menyadari bahwa akibat dari tindakannya
memberontak kepada kerajaan tentulah mati. Sebenarnya ia
memang mempunyai hubungan dengan gerombolan gunung
Butak yang dipimpin oleh Joko Pasirian. Dan Joko Pasirian itu tak
lain adalah putera dari Linggapati dari tanah Mabibit yang telah
memberontak kepada baginda Wisnuwardhana. Dalam
pertempuran, Linggapati telah ditumpas.
Pasirian tetap melanjutkan perjuangan mendiang ayahnya. Dia
tak mau tunduk pada kerajaan Singasari.
Pasirian telah berhasil menghimpun kekuatan di gunung Butak
dan tiba2 pula ia mendapat tambahan tenaga baru yang amat
berharga yani Mahesa Rangkah, bekel bhayangkara keraton
Singasari.
Penggabungan diri Mahesa Rangkah dengan gerombolan
gunung Butak itu timbul karena rasa tak puas dalam hati bekel
bhayangkara itu terhadap baginda Kertanagara yang bertindak
sewenang-wenang memecat patih sepuh empu Raganata yang
setya, demung Wiraraja alias Banyak Wide dan tumenggung
Wirakreti juga dilorot kedudukannya.
Sebenarnya Mahesa Rangkah telah menyusun kekuatan dalam
kalangan bhayangkara keraton untuk mengadakan tindakan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menculik patih Aragani yang dianggapnya sebagai biangkeladi


dari kericuhan dalam pemeriniahan kerajaan Singasari. Tetapi dia
kalah cepat dengan patih Aragani.
Setelah diangkat menjadi patih bersama Kebo Anengah, patih
Aragani dengan gesitnya telah melakukan beberapa
penangkapan dan pemecatan pada beberapa mentri maupun
senopati yang dianggapnya menjadi pendukung patih sepuh
Raganata. Bahkan diapun mengadakan pembersihan dikalangan
bhayangkara.
Mahesa Rangkah tak dapat berbuat apa2 kecuali geram.
Namun dia tak putus asa. Dia tetap hendak menunggu
perkembangan dan dia yakin pasti akan tiba perobahan yang
menguntungkan.
Tiba2 Mahesa Rangkah melihat suatu titik yang terang,
bahkan akan memancarkan sinar gilang gemilang apabila dapat
menguasainya. Ia menemukan suatu batu mustika yang apabila
dia berhasil dapat menggosoknya, kelak pasti akan merupakan
mustika yang tiada taranya. Batu mustika itu tak lain adalah diri
kedua puteri baginda Kertanagara, yani sang dyah ayu puteri
Tribuwana dan puteri Gayatri.
Sebagai seorang muda, iapun tak lepas dari alam khayalan
yang muluk. Diapun menyadari bahwa dirinya dikaruniai dewata
dengan tampang yang cakap. Tiap hari dapatlah ia melihat dan
dekat dengan kedua puteri itu. Sebagai seorang kepala
bhayangkara dalam dia mempunyai kesempatan besar untuk
setiap saat menghadap kedua puteri itu. Maka peluang itu tak
disia-siakannya. Ia berusaha keras untuk menarik perhatian
kedua puteri baginda. Bahkan karena dirangsang nafsu, ia telah
pergi pada seorang pertapa untuk meminta aji Pengasihan. Aji
yang dapat menundukkan hati wanita. Diapun menjalankan laku
puasa dan lain sebagaimana yang diajarkan pertapa itu.
Memang tampaknya kedua puteri baginda itu bersikap ramah
dan baik kepadanya. Tetapi ia belum yakin apakah dibalik sikap
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

keramahan itu, juga terkandung suatu rasa untuk menyambut


permohonannya. Atau apakah dia hanya bertepuk sebelah
tangan.
Menurut penilaiannya, jalan yang paling sempurna antuk
mencapai segala yang diinginkan, baik kebahagiaan diri peribadi
maupun untuk membalas budi bekas patih sepuh Raganata
adalah berjuang untuk merebut hati ke dua puteri baginda.
Apabila berhasil menjadi menantu raja, barulah segalanya dapat
ia laksanakan.
Di samping usahanya ke dalam keraton Singasari, ke luar
diapun melancarkan tindakan2 untuk meretakkan hubungan
antara Daha dengan Singasari. Rencana ini disetujui oleh
Pasirian, pemimpin gerombolan gunung Butak.
Demikian usaha2 Mahesa Rangkah, seorang peribadi bekel
bhayangkara dalam keraton Singasari, Dia selalu ingat akan budi
empu Raganata yang tatkala masih menjabat patih, telah
mengangkat dirinya sebagai bekel bhayangkara.
Tetapi usaha yang tampaknya berkembang baik itu telah
hancur berantakan bagaikan awan tersapu angin, ketika
mendengar berita tentang keputusan baginda yang hendak
menjodohkan salah seorang puteri raja dengan raden Ardaraja,
pangeran anom Daha. Betapa marah dan kalap Mahesa Rangkah
saat itu sehingga ia berani mengambil tindakan nekad. Ikut
dalam rombongan pengiring patih Aragani dan hendak
membunuh pangeran Ardaraja.
Walaupun rencananya itu gagal namun ia sudah terlanjur
basah. Maka ia nekad melakukan pencegatan pada rombongan
patih Aragani di kaki gunung Kawi. Keputusannya, jika dia harus
meninggalkan keraton Singasari, patih Aragani pun harus mati
juga. Dengan demikian apabila ia gagal untuk meraih cita-citanya
merebut hati kedua puteri baginda, paling tidak dia dapat
membalaskan hinaan yang diderita patih sepuh Raganata.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Ketika rencana penyergapan rombongan patih Aragani itu


sudah menjelang berhasil, dengan tiba-tiba digagalkan Nararya.
Kini berbalik gunung Butak yang diserang oleh pasukan
Singasari.. Diam2 ia gembira pula karena mendapat laporan
bahwa pimpinan pasukan kerajaan itu berada di tangan raden
Kuda Panglulut, putera menantu patih Aragani yang dibencinya.
Ia segera mempersiapkan rencana. Dan berhasillah ia
menyergap Kuda Panglulut yang dijadikannya tawanan dan
hendak dibawa ke markas. Diapun sudah merancang rencana
lebih jauh, bagaimana ia harus memberi tekanan kepada patih
Aragani. Tetapi lagi-lagi rencananya itu berantakan ketika tiba-
tiba Nararya muncul menghadang.
Nararya! Nararya! Berulang kali hanya pemuda itu yang selalu
muncul menghadang yang direncanakan. Ia benci sekali kepada
pemuda itu sejak peristiwa di taman Boboci. Ketika melihat puteri
Tribuana menganugerahkan sebentuk cincin kepada Nararya,
betapa ingin ia merobek-robek tubuh pemuda itu.
Saat itu dia berhadapan pula dengan Nararya. Ingin ia
menumpahkan segala dendam kebenciannya terhadap pemuda
itu. Tetapi ternyata ia tak dapat berbuat banyak. Pemuda itu
digdaya sekali. Dan yang lebih membuat darahnya meluap adalah
ketika diketahuinya bahwa Lembu Peteng telah berhianat. Dan
Kuda Panglulutpun hendak dibebaskan oleh prajurit-prajurit
Singasari.
“Aku harus cepat bertindak! “ hatinya menggeram marah dan
secepat itupun ia loncat mundur, menghantam prajurit-prajurit
yang hendak menolong Kuda Panglulut “Mampus engkau, babi!”
Terdengar prajurit-prajurit itu mengaduh dan berlamuran
darah ketika pedang Mahesa Rangkah menyambar-nyambar
laksana kilat. Bahkan ada beberapa yang rubuh pula.
Melihat itu Lembu Peteng marah. Dia loncat menerkam dan
menepis tangan Mahesa Rangkah. Demikian pula Nararya. lapun
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

loncat untuk menolong Kuda Panglulut. Disambarnya tubuh


pemuda itu lalu dibawanya kepada prajurit2 Singasari “Jagalah
raden Panglulut ini.”
Kemudian ia loncat pula ke tengah gelanggang. Tepat pada
saat itu Lembu Peteng tengah melancarkan serangan yang
dahsyat. Ia menubruk lawan tanpa menghiraukan lagi bahwa
lawan membawa pedang sedang dia hanya bertangan kosong.
“Jangan kakang“ Nararya berseru mencegah. Tetapi
terlambat. Dengan suatu gerak yang lincah, Mahesa Rangkah
berhasil melepaskan diri dari ancaman Lembu Peteng. Kemudian
dengan sebuah gerak yang tak terduga-duga, ia berbalik tubuh
seraya menyabat, cret....
“Hm ...“ Lembu Peteng mendesuh ketika bahunya terbacok
pedang. Darah segera mengucur deras.
Berhasil dengan serangan itu, Mahesa Rangkah cepat hendak
menyusuli pula dengan sebuah tabasan yang kali ini ditujukan ke
kepala orang “Penghianat, ternyata engkau komplot si bedebah
Nararya itu!”
Tetapi ketika pedang tengah terangkat keatas, tiba-tiba
bahunya dicegkeram orang dan sebelum ia sempat berbuat apa-
apa, tubuhnya telah disentakkan kebelakang, lengannyapun
ditepis keras “Ih . , . “ Mahesa Rangkah terpelanting, pedangnya
terpental jatuh. Dengan kerahkan semangat, barulah dia berhasil
untuk mempertahankan keseimbangan tegaknya.
“Pengecut !“ dia memaki ketika melihat yang melakukan
sentakan dan tepisan itu Nararya.
“Hm, silahkan engkau menghambur hambur makian,“ seru
Nararya tenang “yang penting aku hendak menyelamatkan jiwa
kakang Lembu itu.”
“Keparat, kalian telah berkomplot untuk menyelundup
kedalam markas gunung Butak”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Serupa dengan engkau yang telah menyelundup kedalam


keraton Singosari. Apa bedanya?“ balas Nararya.
“Engkau licik, menyerang aku dari belakang !“ Mahesa
Rangkah mengulang pula kemarahannya.
“Aku hanya berusaha menolong jiwa kakang Lembu. Jika aku
bertindak licik, bukankah amat mudah untuk menusukmu dari
belakang. Aku tidak melakukan hal itu melainkan menyentakkan
tubuhmu ke belakang saja”
“Mahesa Rangkah, mari lawanlah aku!“ Lembu Peteng
melangkah maju terus hendak menyerang.
“Jangan kakang Lembu,“ cegah Nararya, ”biarlah aku yang
menghadapinya”
“Hm, kalian boleh maju serempak agar aku dapat menghemat
waktu dan tenaga,“ seru Mahesa Rangkah mengejek. Ia takut
kalau kedua orang itu akan mengerubutinya maka sengaja ia
mengucapkan kata-kata ejekan itu. Ia tahu Nararya pasti takkan
berbuat sedemikian rendah.
“Engkau telah berhasil melukai kakang Lembu,“ kata Nararya
“aku mengagumi kedigdayaanmu. Oleh karena itu aku ingin
sekali mencari pengalaman dan mengaji pelajaran dari engkau.”
“Hm “ dengus Mahesa Rangkah “percuma. Lekaslah engkau
perintahkan prajurit-prajuritmu yang sekian banyak untuk
menangkap aku.”
“Ki sanak,“ seru Nararya “engkau seorang ksatrya, aku
menghormatimu. Tetapi engkaupun kuminta hendaknya
menghormati diriku juga. Jangan engkau selalu menghina aku
menyebut sebagai seorang pengecut yang hendak main kerubut.”
“Lalu?”
“Marilah kita bicara secara terbuka dan memegang sifat
keksatryaan,“ kata Nararya “aku hendak mohon tiga buah

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

keterangan kepadamu. Dan dari keterangan itu, dapatlah


kujadikan pertimbangan untuk langkah dan sikap kami
kepadamu.”
“Hm, apa yang hendak engkau tanyakan?”
“Pertama “ kata Nararya “siapa pemimpin gunung Butak ini?”
“Joko Pasirian”
“Siapa Joko Pasirian?”
“Putera dari Linggapati dari Mahibit yang dibinasakan rahyang
ramuhun Wisnuwardana”
“Yang kedua,“ kata Nararya pula “apa tujuan Joko Pasirian
mengumpulkan orang di puncak gunung Butak ini ?”
“Membalas dendam atas kematian ayahnya yang telah
dibunuh raja Singasari”
“Terakhir “ kata Nararya “mengapa ki sanak menggabungkan
diri dengan mereka? Apa tujuan ki sanak?”
“Aku benci kepada patih Aragani yang telah memfitnah patih
sepuh empu Raganata sehingga beliau dilorot sebagai adyaksa di
Tumapel”
“Hanya itu ?“ Nararya menegas “ah, tak mungkin. Jika soal itu
tak perlu ki sanak harus menggabung dengan gerombolan
gunung Butak. Engkau dapat memperjuangkan hal itu dari
dalam.”
“Aku terdesak ....“ tiba-tiba Mahesa Rangkah hentikan kata
katanya. Ia menyadari kalau kelepasan omong.
“Apa dan siapa yang mendesakmu?“ cepat Nararya mengejar
pertanyaan.
“Jangan menegas terlalu jauh,“ seru Mahesa Rangkah “cukup
kukatakan begitu. Aku terdesak oleh keadaan”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Sehingga, engkau hendak membunuh pangeran Ardaraja?


Mengapa?”
Merah muka Mahesa Rangkah.
“Aku telah menjawab,“ kata Mahesa liangkah “jangan
bertanya lagi”
“Baik“ kata Nararya “aku akan menghaturkan dugaan yang
kurangkai menurut wawasanku.”
Berhenti sejenak, ia melanjutkan pula “Mengapa engkau
hendak membunuh pangeran Ardaraja, tak lepas dari dua
kemungkinan. Pertama, engkau hendak melimpahkan tanggung
jawab pembunuhan putera mahkota Daha itu kepada patih
Aragani. Kemudian agar Daha dan Singasari perang.
Kemungkinan kedua, engkau marah karena baginda hendak
menjodohkan salah seorang puteri baginda dengan pangeran
Ardaraja ...”
“Tutup mulutmu, babi,“ teriak Mahesa Ringkah dengan
kemarahan meledak-ledak.
“Hai, aku tak menginginkan engkau mengakui atau
menyangkal rangkaianku itu. Pun tak mengundang engkau
supaya marah dan menghambur makian kepadaku.”
“Sudahlah “ teriak Mahesa Rangkah “tak perlu banyak cakap.
Lekas selesaikan urusan kita sekarang ini.”
“Baik“ kata Nararya “segala dasar dari tindakanmu
menggabungkan diri dengan gerombolan gunung ini, hanya
alasan2 peribadi. Yang penting engkau telah berusaha untuk
memperuncing hubungan Daha dengan Singasari agar retak dan
perang. Kemudian yang lebih nyata pula, engkau telah
memberontak kepada kerajaan Singasari. Oleh karena itu baiklah
engkau serahkan diri agar dapat kami bawa ke pura kerajaan dan
menerima keputusan baginda”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Keparat!“ Mahesa Rangkah memaki “adakah engkau kira


Mahesa Rangkah seorang senopati yang sudah kalah dan
menjadi tawananmu? Hm, Mahesa Rangkah akan menyerah
apabila sudah menjadi mayat!”
“Jangan terburu mengucapkan pernyataan“ seru Nararya “aku
akan mengajukan usul”
“Apa? “ diam-diam Mahesa Rangkah heran.
“Engkau sebagai salah seorang pimpinan gunung Butak tentu
berusaha untuk melindungi anakbuahmu. Dan aku sebagai orang
yang ditugaskan untuk menyertai pasukan Singasari kemari,
tentu juga akan berusaha untuk menangkap gerombolan disini.
Maka tiada lain jalan kecuali harus kita selesaikan secara seorang
prajurit. Maksudku tak lain. Kalau aku kalah, engkau bebas
kembali ke markasmu. Tetapi kalau engkau kalah engkau harus
bersedia menyerah.”
“Tidak! Lebih baik aku mati daripada menyerah”
“Engkau salah“ seru Nararya “mati memang jalan yang
terakhir, tetapi bukan suatu penyelesaian. Bukankah cita-cita
yang engkau perjuangkan itu akan ikut terkubur bersama
mayatmu?”
Mahesa Rangkah diam tak: menjawab.
“Percayalah, ki sanak,“ seru Nararya pula “bahwa keadilan itu
masih ada dan memang masih bersemayam di negara Singasari.
Jika dalam peradilan, engkau memang bersalah, engkau harus
dihukum. Tetapi jika engkau dapat mengemukakan bukti2 bahwa
engkau tak bersalah, engkau tentu takkan dihukum.”
“Huh“ desuh Mahesa Rangkah “jangan engkau bersikap lebih
tahu daripada orang yang tahu. Sudah bertahun-tahun aku
mengabdi di keraton Singasari. Aku cukup tahu bagaimana
hukum itu dilaksanakan. Hukum telah dipermainkan oleh patih
Aragani”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tidak, ki sanak“ bantah Nararya “Singasari penuh dengan


mentri dan senopati yang setya dan jujur. Berdasarkan bahwa
engkau sudah mengabdi bertahun-tahun itu, tentulah engkau
akan mendapat pengampunan.”
“Sudahlah, jangan membuang waktu. Mari kita mulai,“ seru
Mahesa Rangkah seraya terus menerjang Nararya. Ia tak mau
menyatakan menerima atau menolak usul Nararya. Tetapi dia
sudah yakin bahwa apabila dapat mengalahkan Nararya, pemuda
itu tentu akan pegang janji.
Demikian pertempuran segera berlangsung dan cepat.
Memang Mahesa Rangkah tak kecewa mendapat kedudukan
sebagai bekel byayangkara keraton. Dia memiliki ilmu kanuragan
yang hebat dan tenaga kuat.
Dalam hal kekuatan, Nararya merasa masih kalah dengan
lawan. Tetapi ia mempunyai keunggulan dalam hal ketangkasan
dan kegesitan gerak. Berulang kali ia dapat lolos dari ancaman
berkat kelincahannya.
Lembu Peteng diam-diam cemas. Bukan karena mencemaskan
Nararya akan kalah melainkan kuatir apabila terlalu lama
pertempuran itu, kemungkinan fihak gerombolan akan mengirim
bala bantuan.
Namun Nararya mempunyai perhitungan sendiri. Dia akan
memeras napas dan tenaga lawan baru akan mengakhiri
pertempuran itu. Ia bermaksud hendak menangkapnya hidup.
Beberapa waktu kemudian, tiba-tiba Nararya agak terkecoh
dan lambat untuk menghindar. Bahunya dapat dicengkeram
Mahesa Rangkah dan saat itu Mahesa Rangkah pun sudah
mengangkat tinju hendak dihunjamkan kedada lawan. Tetapi
tiba-tiba sesosok tubuh loncat dari kerumun prajurit dan terus
langsung menerjang Mahesa Rangkah.
“Aduh ....“ Mahesa Rangkah menjerit dan bergeliatan.
Kepalanya meregang, tubuh menegang ke belakang.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Raden Panglulut, mengapa engkau ....“ teriak Nararya ketika


melihat apa yang terjadi.
Sosok tubuh yang menerjang dari tengah kelompok prajurit itu
tak lain adalah Kuda Panglulut. Dan pada saat Mahesa Rangkah
sedang mengacungkan tinju keatas, Kuda Panglulat pun telah
menusuk pinggangnya dengan keris. Karena tak menyangka-
nyangka dirinya akan ditusuk dari belakang, Mahesa Rangkah tak
dapat menjaga diri lagi. Ia menjerit laksana singa mengaum.
“Terkutuk engkau Kuda Panglulut .... engkau pengecut hina
...”
“Keparat, mampuslah ...” keris yang masih bersarang
dipinggang belakang Mahesa Rangkah itu di-jungkitkan keatas
sehingga putuslah urat jantung Mahesa Rangkah. Seketika bekas
bekel bhayangkara itu terkulai tak bernyawa. Tubuhnya
bersimbah darah merah ...
Ngeri sekali pemandangan saat itu. Prajurit-prajurit
terlongong-longong seram. Lembu Peteng bahkan Nararya pun
terbelalak.
“Engkau pengecut!“ tiba-tiba Lembu Peteng berteriak
menuding Kuda Panglulut sesaat ia mendapat kesadaran
pikirannya pula.
“Setan, engkau juga harus kubunuh,” Kuda Panglulut marah
dan menyerang. Tetapi cepat Nararya menyambar lengannya
“Jangan, raden”
“Mengapa? Bukankah dia juga anakbuah gerombolan
pemberontak?” kata Kuda Panglulut.
Nararya gelengkan kepala.
“Bukan“ katanya “dia adalah seorang kawanku yang
menyelundup kedalam gerombolan gunung ini.”
Kuda Panglulut terkesiap.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Menyelundup kedalam gerombolan mereka? Apa tujuannya?”


“Kami ingin membantu kerajaan Singasari untuk menumpas
gerombolan pengacau. Agar dapat mengetahui keadaan dan
kekuatan mereka, maka kakang Lembu setuju untuk
menyelundup kedalam gerombolan mereka.”
“Ah, siapa mau percaya?“ dengus Kuda Panglulut “dia seorang
anakbuah gerombolan yang licin dan berbahaya. Karena tahu
gelagat akan kalah maka dia tak segan menghianati Mahesa
Rangkah dan hendak menggabungkan diri dengan kita”
“Tidak, raden “ seru Nararya dengan tegas, “tindakan kakang
Lembu itu telah kuketahui dan kusepakati”
“Mengapa harus bertindak begitu? Bukankah lebih baik dia
masuk sebagai prajurit di Singasari agar dapat membaktikan
tenaganya untuk memberantas pengacau dan gerombolan2
pemberontak macam di gunung ini? Mengapa dia harus bertindak
sendiri?”
Merah muka Nararya mendengar kata-kata itu. Namun ia
masih cukup sabar untuk memberi penjelasan lagi.
“Raden, untuk memberantas pengacau dan gerombolan jahat
yang merugikan keamanan negara dan rakyat, setiap orang
mempunyai hak untuk melakukannya. Kami sebagai kawula
Singasari, sudah tentu wajib untuk membantu negara.”
“Nararya“ seru Kuda Panglulut dengan nada angkuh “aku
adalah pimpinan yang berkuasa dari pasukan Singasari yang
mendapat titah kerajaan untuk menumpas gerombolan gunung
Butak. Aku tak dapat menerima bantuan tenaga dari seorang
anakbuah gerombolan yang telah menghianati gerombolannya.
Karena manusia semacam itu kelak tentu akan menghianati juga
pasukan kerajaan.”
“Keparat engkau!“ Lembu Peteng tak kuasa menahan ledak
kemarahan. Ia hendak menerkam Kuda Panglulut tetapi Nararya
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

cepat lintangkan lengannya mencegah “Jangan kakang Lembu . .


. ,”
“Hm“ Lembu Peteng mendesuh, berputar tubuh terus ayunkan
langkah selebar-lebarnya.
“Tangkap pengacau itu!“ seru Kuda Panglulut kepada
prajurit2. Tapi prajurit2 itu tertegun.
“Jika raden menangkap kakang Lembu. Aku akan menjadi
lawan raden!“ seru Nararya. Kemudian keliarkan pandang,
melihat adakah seorang prajurit yang berani bertindak melakukan
perintah Kuda Panglulut.
Prajurit2 itu termasuk kelompok dari cucug barisan yang
dipimpin oleh Nararya. Sejak mendaki ke atas, dalam waktu yang
singkat, mereka mempunyai kesan yang baik terhadap pemula
itu. Diam-diam dalam hati setiap prajurit mempunyai suatu
perasaan yang tak berani mereka utarakan, bahwa mereka lebih
senang terus dibawah pimpinan Nararya daripada Kuda Panglulut
yang angkuh dan bengis.
Mendengar perintah Kuda Panglulut, prajurit-prajurit itu
tertegun. Tak seorangpun yang bergegas melakukan perintah
Kuda Panglulut, mereka makin enggan bergerak.
“Engkau hendak membela orang itu?” tegur Kuda Panglulut
mulai marah.
“Ya“ jawab Nararya ”dia adalah sahabatku yang setya dan
jujur.”
“Engkau hendak menentang perintah pimpinan pasukan
Singasari ?”
“Karena kuanggap perintah itu tidak adil”
“Tata tertib keprajuritan harus ditegakkan. Setiap prajurit
harus tunduk pada perintah atasannya,“ seru Kuda Panglulut.
“Apakah raden tetap hendak menangkapnya?”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ya“ karena terlanjur, malu Kuda Panglulut untuk menarik


perintahnya.
“Jika begitu, aku akan menyusul kakang Lembu dan tolong
raden sampaikan kehadapan gusti patih bahwa aku mohon maaf
karena tak dapat melaksanakan tugas yang dipercayakan gusti
patih kepadaku. Aku hendak pulang ke desa.”
“Engkau berani meninggalkan tugas?” teriak Kuda Panglulut
terkejut.
“Ya“ sahut Nararya “karena aku tak dapat menerima
kebijaksanaan raden. Pertama, raden telah membunuh Mahesa
Rangkah yang sebenarnya hendak kutangkap hidup agar dapat
kuserahkan kepada kerajaan.”
“Akulah pimpinan pasukan ini !”
“Dan cara raden membunuhnya itupun tak layak bagi seorang
ksatrya”
“Setan, engkau berani menghina aku?“ teriak Kuda Panglulut
pula seraya mencabut keris dan hendak menyerang Nararya.
Prajurit-prajurit itu terkejut. Mereka mencemaskan terjadinya
pertumpahan darah. Namun Nararya tenang-tenang saja.
“Raden Panglulut” serunya ”sesaat tadi aku masih
melaksanakan tugas dalam pasukan. Walaupun aku bukan
prajurit Singasari, tetapi aku merasa terikat dalam tata
keprajuritan. Harus tunduk pada pimpinan. Tetapi saat ini aku
sudah bukan seorang prajurit lagi. Aku seorang rakyat bebas”
“Maksudmu ?”
“Jika tindakan prajurit itu jelas merugikan rakyat, terpaksa aku
akan menentang. Dan keris atau pedang itu tak bermata. Dia
untuk mengenal raja atau orang berpangkat. Pokok dia itu lawan,
maka keris atau pedangpun akan menurut perintah tuannya!”
Habis berkata Nararya terus lari menyusul Lembu Peteng.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Keparat!” Kuda Panglulut bersikap pura-pura hendak


msngejar Nararya, tetapi beberapa prajurit segera mencegah dan
menghaturkan kata2 agar jangan sampai terjadi pertempuran
antara sesama kawan sendiri.
“Betapapun kami mohon agar raden suka mengingat jasanya
telah menolong raden dari tangan gerombolan tadi,“ kata
seorang prajurit yang agak tua.
Walaupun mulut masih menghambur hamun makian, namun
Kuda Panglulut tak bersikap hendak mengejar.
Kemudian ia memerintahkan prajurit itu untuk mengiringnya
ke kemah. Diantara penjaga yang disergap anakbuah Lembu
Peteng tadi, ada beberapa yang masih hidup walaupun menderita
luka. Dari mereka Kuda Panglulut mendapat keterangan tentang
apa yang terjadi.
“Dimana demang Krucil?” seru Kuda Panglulut.
Prajurit2 itu hanya mengatakan bahwa mereka melihat
demang Krucil itu telah mengadakan pembicaraan dengan Lembu
Peteng. Demang Krucil menyetujui syarat kepala gerombolan itu
dan menyerahkan Kuda Panglulut sebagai tawanan. Sedang
demang itu sendiri menyusul pasukan sayap kanan dan sayap kiri
untuk memerintahkan mereka mundur.
Bukan kepalang marah Kuda Panglulut. Ketika demang Krucil
datang bersama pasukan2 sayap kanan dan kiri, Kuda Panglulut
merintahkan supaya demang itu ditangkap.
Kuda Panglulut melanjutkan pula serangannya. Pimpinan
gunung Butak, Pasirian, marah mendengar berita tentang
kematian Mahesa Rangkah. Ia mengerahkan segenap kekuatan
untuk menggempur pasukan Kuda Panglulut. Dalam pertempuran
itu pasukan Kuda Panglulut banyak menderita korban dan
terpaksa mundur.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kuda Panglulut mengirim pengalasan untuk meminta bala


bantuan dari ayah mentuanya, patih Aragani.
~dewiKZ~ismoyo~mch~

II
Narararya terkejut ketika tak berhasil menemukan jejak
Lembu Peteng. Ia heran. Padahal jarak waktu ia tertahan dalam
pembicaraan dengan Kuda Panglulut hanya sepengunyah sirih
lamanya. Kemudian dia terus lari menyusul. Tetapi mengapa tak
berhasil melihat bayangannya.
Mungkin arahnya berlainan. Pikir Nararya. Ia segera
mengambil arah yang lain. Tetapi tak dapat menemukannya.
“Aneh, benar-benar aneh,“ gumam Nararya “ke-manakah
gerangan kakang Lembu itu? O, mungkin dia menyusup kedalam
hutan.”
Namun usahanya untuk mencari jejak Lembu Peteng tak juga
menemukan hasil sekalipun sampai terang tanah.
“Apakah dia kembali pada gerombolan gunung Butak?“
Nararya merangkai dugaan. Tetapi cepat ia membantahnya, ”tipis
kemungkinan dia berbuat begitu. Karena pimpinan gunung Butak
tentu sudah mendengar peristiwa dia menghianati Mahesa
Rangkah.”
“Mungkinkah ia menggabung pada pasukan Singasari ? Ah, tak
mungkin. Lebih tak mungkin lagi. Dia tentu ditangkap mereka.”
“Lalu kemanakah dia? “ akhirnya setelah menjelajah hutan ia
bertanya kepada diri sendiri “hanya satu kemungkinan. Mungkin
dia menyembunyikan diri dari kedua belah fihak yang tengah
bertempur itu. Dia terjepit diantara dua fihak.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“O, mungkin juga dia sudah lolos dan kembali ke Daha untuk
bertemu dengan bekel Saloka. Jika tak berada disana,
kemungkinan karena kecewa dan marah, dia terus kembali ke
gunung Kelud lagi”
Akhirnya Nararya menarik kesimpulan dan dia pun segera
turun gunung, menuju ke Daha. Disana ia disambut bekel Saloka,
Gajah Pagon dan beberapa kawan.
Ia terkejut ketika mendapat keterangan bahwa Lembu Peteng
tak berada disitu “Hai, kemanakah gerangan iakang Lembu
Peteng ini?”
“Bukankah dia berada di gunung Butak? “ kata bekel Saloka.
Nararya segera menuturkan pengalamannya selama ini.
Terdengar beberapa suara menggeram dari orang2 yang berada
disitu.
“Hm, kelak jika bertemu dengan Kuda Panglulut, tentu akan
kuhajar dia“ seru Gajah Pagoa dengan geram.
Bekel Saloka menghela napas “Memang setiap yang tumbuh
tentu akan mengalami gangguan.. Demikian pula halnya dengan
kerajaan Singasari. Baginda Kertanagara amat termasyhur
sebagai seorang raja besar yang tiada taranya dalam segala ilmu.
Namanya mencuar sampai ke tanah Malayu. Tetapi dalam
kerajaan sendiri, banyaklah bermunculan kaum dorna yang
hendak menggerogoti kewibawaan baginda. Kasihan kalau
kerajaan Singasari sampai runtuh”
“Bukan hanya kasihan tetapi menjadi suatu wajib bagi kita
semua, para kawula Singasari, untuk membela kerajaan dari
rongrongan musuh dalam selimut itu,“ kata Nararya.
“Lalu bagaimana perihal gong Prada itu, raden? Apakah
selama ini raden menemukan suatu jejak?“ tanya demang
Saloka.
Nararya menghela napas.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Keadaan telah berobah cepat diluar persangkaanku,“ katanya


“disamping terpaksa harus melakukan titah patih Aragani untuk
membantu pasukan Singasari yang hendak menggempur
gerombolan gunung Butak, akupun mempunyai tujuan tertentu
hendak menyelidiki keadaan gerombolan itu. Menurut pengakuan
Mahesa Rangkah, pimpinan gerombolan gunung Butak itu
bernama joko Pajisiran, putera dari Linggapati di tanah Mahibit
yang karena hendak memberontak maka di tumpas oleh rahyang
ramuhun Wisnuwardhana. Joko Pasisiran mendendam dan
hendak melakukan pembalasan. Diapun patut dicurigai sebagai
salah seorang yang ikut berkecimpung dalam peristiwa pencurian
gong pusaka itu”
“Tetapi bukankah yang mengambil prajurit-prajurit Daha atas
perintah bekel Sindung?” tanya bekd Saloka.
“Benar “ sahut Nararya “tetapi rasanya gong pusaka itu telah
menimbulkan kericuhan besar. Seperti yang kualami bersama
kakang Gajah Pagon ketika di goa lembah Polaman yang lalu.
Kami melihat rebutan antara Suramenggala dengan pengalaman
dan Singasari yang dikirim patih Aragani. Disamping itu terdapat
pula bekel Sindung. Dengan begitu dapatlah kita merangkai
dugaan bahwa gong pusaka itu tidak berada pada bekel Sinduug
ataupun di Daha dan Singasari. Yang mengherankan adalah
orang yang telah mengambil gong pusaka itu dari tempat dimana
pengalasan Singasari menyembunyikan gong pusaka itu. Besar
kemungkinan orang itulah yang sempat melarikan gong Prada.
Dan orang itu, kemungkinan besar tentulah salah seorang
pimpinan dari gunung Butak”
“Bagaimana raden menarik kesimpulan begitu? “ sela bekel
Saloka.
“Adanya seorang bekel bhayangkara Mahesa Rangkah yang
ikut dalam gerombolan itu. Jika seorang bekel bhayangkara
seperti Mahesa Rangkah sampai taat pada pimpinan gunung
Butak, tentulah pimpinan itu seorang yang mempunyai kelebihan,
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

baik dalam hal ilmu kedigdayaan, kewibawaan maupun


kepandaian merancang rencana. Dan kalau menilik Joko Pasirian
itu putera dari Linggapati yang dibunuh ayahanda baginda
Kemanagara, tentulah Joko Pasirian itu akan membalas juga
kepada baginda Kertanagara. Dengan hilangnya gong Prada itu
dia tentu mengharap agar hubungan Singasari dan Daha akan
retak”
Bekel Saloka mengangguk.
“Apa yang raden rangkai itu, kemungkinan dapat terjadi“
katanya. Kemudian ia menuturkan juga pengalamannya selama
berada di Daha.
“Aku melakukan penyelidikan pada bekel Sindung dan
menyaksikan suatu peristiwa yang cukup menarik” kata bekel
Saloka.
Rupanya pangeran Ardaraja menaruh kecurigaan juga
terhadap bekel itu. Pada suatu hari patih Mundarang memanggil
bekel itu menghadap dan memerintahkan bekel itu ke bandar
Tuban untuk membeli bahan2 pakaian dan perhiasan dari para
pedagang manca nagara. Memang hanya dua bandar yang ramai
dikunjungi oleh pedagang2 dari luar pulau, Canggu dan Tuban.
Bahan-bahan kain terutama kain sutera yang halus, untuk
busana para puteri-pureri ketika apabila berlangsung suatu
upacara peralatan mempelai agung, pangeran Daha raden
Ardaraja dengan puteri baginda Kertanagara.
Walaupun heran mengapa dirinya yang dipercayakan tugas
itu, padahal dirinya hanya seorang bekel, namun bekel Sindung
berangkat juga ke Tuban.
Pada malam kedua sepeninggal bekel Sindung dari Daha,
rumah bekel itu telah didatangi gerombolan penjahat yang
mukanya dicontreng dengan kapur putih dan merah. Setelah
melumpuhkan beberapa pengalasan dan keluarga bekel, maka

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pemimpin gerombolan itu segera melakukan penggeledahan


dirumah bekel Sindung.
Tetapi mereka tak menemukan apa2. Akhirnya mereka
mengancam nyi bekel supaya menunjukkan di mana suaminya
menyimpan gong. Karena tak tahu menahu soal benda itu,
walaupun diancam hendak dibunuh, tetap nyi bekel tak dapat
memberi keterangan apa2. Karena geram, nyi bekel yang masih
muda usia itupun segera dibawa gerombolan.
Kepada pengalasan, gerombolan meninggalkan pesan. Apabila
bekel Sindung pulang supaya lekas menyerahkan gong.
Penyerahan itu harus dilakukan di lembah Wukir Polaman. Jika
bekel Sindung menolak, maka nyi bekel akan dibunuh.
“Apakah kakang bekel menyaksikan peristiwa itu? “ Nararya
terkejut.
“Ya“ kata bekel Saloka “aku bersembunyi digerumbul pohon
tak jauh dari rumah bekel Sindung dan dapat melihat peristiwa
itu”
“Dan ki bekel tak bertindak apa-apa?”
“Sebenarnya aku ingin menghajar mereka. Tetapi aku hanya
membawa Seorang anakbuah dan mereka berjumlah sepuluh
orang serta bersenjata lengkap. Kedua kali, akupun meragukan
diriku sendiri. Dalam kedudukan apakah maka aku harus ikut
campur dalam peristiwa itu ?”
“Setiap orang wajib memberantas orang jahat, ki demang “
kata Nararya.
“Benar“ sahut bekel Saloka “hal itu memang sesuai dengan
tuntutan hati nuraniku. Tetapi aku menyadari bahwa diriku
adalah penduduk Lodoyo, bagaimana aku harus memberi
keterangan kepada petugas keamanan Daha apabila aku harus
menghadapi pertanyaan mereka setelah berhasil menghalau

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kawanan penjahat itu? Tidakkah pertanyaan itu akan berlarut-


larut sehingga akan diketahui juga gerak gerikku di Daha ini?”
“Hm“ Nararya mendesuh “lalu apa tindakan ki bekel saat itu?”
“Secara diam2 kuikuti langkah mereka. Aku ingin tahu siapa
dan dimanakah tempat gerombolan penjahat itu”
“Dan kakang berhasil menemukannya?”
“Ya “
“Dimana?”
“Keraton”
“Keraton ? Keraton Daha ?“ Nararya seperti terpagut ular.
Bekel Saloka mengangguk “Benar, raden. Gerombolan
penjahat itu masuk ke dalam keraton Daha dan akupun tak dapat
melanjutkan penyelidikanku lagi”
“Hebat“ seru Nararya “bagaimana mungkin gerombolan itu
masuk kedalam keraton?”
“Memang tak mungkin kedengarannya tetapi memang
mungkin kenyataannya. Jelas bahwa kawanan penjahat itu bukan
penjahat biasa, melainkan memang telah direncanakan.
Untunglah aku tak bertindak menghajar mereka sehingga
terhindar dari kesulitan yang tak diinginkan”
Nararya termenung-menung. Ia merenungkan peristiwa yang
amat ganjil itu.
“Apakah sekarang bekel Sindung sudah kembali dari Tuban?”
tanyanya sesaat kemudian.
“Belum”
“Hm“ desuh Nararya “peristiwa ini tentu akan menimbulkan
kericuhan besar. Jelas bekel Sindung tentu akan bertindak. Jika

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dia memang menyembunyikan gong pusaka itu, tentulah akan


diserahkannya”
“Belum tentu, raden” tiba2 Gajah Pagon menyelutuk.
“Maksud kakang ?” tanya Nararya.
“Menurut wawasanku selama menyelidiki bekel itu. Dia seperti
mengandung suatu rahasia. Bekel itu menyimpan suatu rencana
tertentu. Walaupun belum lagi mengenal dari dekat, tetapi
kulihat bekel itu seorang yang berhati keras, memiliki pendirian
yang teguh”
“Dan bagaimana apabila bekel itu tak menyimpan gong
pusaka?” tanya bekel Saloka.
“Berdasarkan penilaian kakang Pagon tadi,“ jawab Nararya
“kemungkinan besar dia tetap akan memenuhi permintaan
kawanan penjahat itu untuk datang ke lembah Polaman”
“Bukankah dia akan dibunuh kawanan penjahat itu?” seru
bekel Saloka.
Nararya gelengkan kepala.
“Apabila kita kenangkan kembali peristiwa di lembah Polaman
yang lalu dimana bekel Sindungpun tersangkut, kurasa dia
memang seorang bekel yang berisi. Tentulah dia tak gentar
menghadapi kawanan penjahat itu. Dan, kemungkinan itu
tambah besar pula, karena dia tentu marah dan bernafsu sekali
untuk mendapatkan isterinya kembali. Dia tentu akan
mempertaruhkan jiwanya untuk melawan kawanan penjahat itu”
“Lepas dari bekel Sindung itu menyimpan gong pusaka atau
tidak“ kata Gajah Pagon “tetapi cara yang dilakukan kawanan
penjahat itu memang licik dan pengecut”
Nararya mengangguk.
“Dan menyedihkan, kawanan penjahat itu berasal dari
keraton. Mungkin ....”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Mungkin bagaimana, raden?“ desak bekel Saloka.


“Mungkin pangeran Ardaraja terlibat dalam peristiwa itu”
“Maksud raden, pangeran itulah yang menitahkan orang untuk
menyamar sebagai penjahat dan menggeledah rumah bekel
Sindung?”
“Memang suatu peristiwa yang kebetulan sekali bahwa sehari
setelah bekel Sindung berangkat, datanglah kawanan penjahat
ke rumahnya. Tidakkah hal itu memberi kesan bahwa antara
kepergian bekel Sindung dengan kawanan penjahat itu
mempunyai rangkaian yang direncanakan?”
Bekel Saloka terkesiap.
“Benar, raden“ serunya “kemungkinan besar pangeran
Ardarajalah yang berdiri dibelakang kawanan penjahat itu”
Nararya diam. Merenung. Ia ingin menyelidiki kedalam keraton
Daha. Dan baginya, mudah sekali diterima pangeran Ardaraja.
Tetapi sesaat teringat apabila akan berjumpa pula dengan pateri
Kiswari, ia tersipu-sipu merah.
“Ah, makin jauh dan makin lama peristiwa2 yang melibat
diriku ini dengan tujuan langkahku semula. Bukankah aku masih
harus menuju ke makam Kagenengan untuk memohon restu dari
eyang prabu Sri Rajasa sang Amurwabumi?”
Teringat akan pesan yang masih harus dilaksanakan itu, ia
terkesiap. Setelah beberapa waktu terlibat dalam suasana
keadaan pemerintahan, baik di Daha maupun di Singasari, ia
mendapat kesan bahwa keadaan negara masih belum setenang
seperti tampaknya.
Berkelanjutan dalam layang renungan yang makin
membubung itu terbayang pula wajah gurunya, resi Sinamaya
yang sedang duduk diatas sebuah persada batu dan tengah
memberi petunjuk kepadanya “Nararya, telah terasa suatu
getaran halus yang menyentuh dalam semedhiku, bahwa Hyang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Batara Agung akan menurunkan wahyu keramat ke arcapada.


Wahyu semacam itu hanya diturunkan seratus tahun sekali.
Karena wahyu yang lama telah pudar dayanya”
“Apakah makna daripada wahyu agung itu, bapak guru?”
“Lambang munculnya seorang manusia besar. Entah
pujangga, entah nabi, entah seorang rajakula dari sebuah
kerajaan baru. Pada masa yang lalu, pandita Lohgawe telah
menuju ke jawidwipa untuk mencari wahyu agung. Dan pandita
itu telah menemukan wahyu agung telah bersemayam pada diri
Ken Arok. Ken Arokpun menjadi rajakula pendiri dari kerajaan
Singasari sehingga turun sampai baginda Kertanagara yang
sekarang. Tetapi Nararya. Wahyu itu tak dapat dimiliki dan
dinikmati oleh anak cucu turun temurun. Apabila tiba masanya,
Hyang Batara Agung akan menurunkan wahyu lagi”
Teringat akan ucapan gurunya, serentak Nararya pun teringat
pula akan tugasnya berlelana-brata. Dia dianjurkan oleh resi
Sinamaya untuk ikut berusaha menyongsong turunnya wahyu itu.
“Tidak mudah, angger” kata resi Sinamaya pada saat itu pula
“untuk menerima wahyu itu. Manusia yang akan menerima
wahyu itu tentulah manusia pilihan yang telah teruji sifat2
kemanusiawiannya. Suci, luhur dan seorang ksatya linuwih”
Menyerapkan pesan resi Sinamaya kedalam suasana negara
pada saat itu, timbullah suatu percik penghayatan bahwa kelak
pasti akan timbul perang antara Singasari dengan Daha.
Memang pada dewasa itu, kerajaan Singasari masih kuat dan
jaya. Tetapi menilik kekuatan2 yang dipupuk oleh raja
Jayakatwang dan menilik pula betapa susunan pemerintahan
kerajaan Singasari yang makin dikuasai oleh patih Aragani, bukan
mustahil bahwa akan timbul suatu perubahan besar.
Merenungkan hal itu bergeloralah darah Nararya. Ia sebagai
seorang putera Singasari, wajib berjuang menyelamatkan
keadaan negara. Dan untuk melaksanakan cita2 itu ia harus
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

segera melaksanakan segala sesuatu yang bertalian dengan


pesan resi Sinamaya. Ia telah bertapa di makam eyang Batara
Narasingamurti. Dan jelas bahwa ia telah memperoleh wangsit
gaib yang menyuruhnya bertapa ke candi makam eyang buyut Sri
Rajasa sang Amurwabhumi di Kagenengan.
“Apakah aku akan memperoleh sesuatu di makam eyang
buyut itu? “ tanya Nararya dalam hati. Namun ia tak memperoleh
jawaban. Yang didapatinya hanyalah suatu kesan, bahwa pesan
gurunya, resi Sinamaya itu memang sesuai dengan sesuatu yang
diperolehnya. Ia telah bertapa di makam eyang Batara
Narasingamurti dan mendapat wangsit.
Resi Sinamaya seorang resi linuwih yang sidik. Apa yang telah
ditanggapinya dalam getaran halus itu, bukanlah suatu khayalan.
Melainkan suatu wangsit gaib. Sedangkan wangsit yang di
makam eyang Batara Narasingamurti itu tentulah juga suatu
wangsit yang lebih gaib, mengingat eyang Narasingamurti itu
suatu arwah halus.
“Bagaimana raden“ tiba2 bekel Saloka memecah suasana
hening “apakah langkah yang harus kita tempuh ?”
Nararya tersentak dari lamunan. Ia menyadari bahwa bekel
Saloka dan Gajah Pagon tengah menanti pembicaraannya.
“Gong Prada telah mengembangkan peristiwa2 yang makin
meluas. Tetapi yang jelas, siapapun yang telah mencuri dan
menyembunyikannya, mempunyai maksud tujuan hendak
mengeruhkan suasana dan meretakkan hubungan Singasari dan
Daha”
“Tetapi” kata Ntrarya pula “tujuan itu telah terbenam dalam
gelombang yang dilancarkan rencana baginda Kertanagara, untuk
mempererat hubungan Singasari-Daha. Langkah baginda untuk
memungut pangeran Ardaraja sebagai menantu,, akan
menggagalkan, setidak tidaknya memperkecil arti daripada fihak

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

yang mencuri gong Prada dengan tujuan supaya Singasari retak


dengan Daha”
Bekel Saloka dan Gajah Pagon mengangguk.
“Itupun kalau peristiwa hilangnya gong Prada sampai
terdengar baginda“ kata Nararya pula.
“Apakah baginda belum mendengar peristiwa itu?” tanya
Gajah Pagon.
“Kurasa” kata Nararya ”peristiwa itu baru sampai di tangan
patih Aragani”
“Jika demikian sungguh berbahaya” seru Gajah Pagon.
“Bagaimana maksud kakang?” tanya Nararya.
“Menurut pendapat raden, bagaimana sikap patih Aragani
terhadap Daha ?”
“Patih Aragani seorang yang licin dan pandai bersiasat “ jawab
Nararya “sukar untuk meraba isi hatinya. Kadang sikap dan gerak
gerik serta ucapannya, lain dengan isi hatinya. Mungkin dia masih
menunggu perkembangan selanjutnya setelah pangeran Ardaraja
sudah menjadi menantu baginda. Dan sikapnya akan ditentukan
pada saat itu”
“Jika begitu, apa yang kukatakan berbahaya tadi, memang
meidekati kenyataan“ kata Gajah Pagon. “maksudku yalah
hendak mengatakan bahwa sikap tiada menentu dari patih
Aragani itulah yang menimbulkan bahaya. Apabila ia mendapat
kesan bahwa kehadiran pangeran Ardaraja di keraton Singasari
itu tak menguntungkan atau membahayakan kedudukan patih
Aragani, maka patih itu tentu akan menimbulkan pula hilangnya
gong pusaka itu kehadapan baginda”
“Dengan tujuan supaya baginda menegur akuwu
Jayakatwang? “ tanya Nararya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bukan saja menegur, pun akan menuduh akuwu Daha itu


mempunyai maksud yang tak baik”
“Bagaimana hal itu dapat terjadi?”
“Patih Aragani telah berusaha untuk mengirim orang ke
lembah Polaman. Dengan begitu jelas diapun menginginkan gong
itu”
“Untuk?”
“Untuk pegangan“ kata Gajah Pagon “apabila dia tak melihat
suatu bahaya dari pangeran Ardaraja, tentulah gong itu akan
dikembalikan ke candi Lodoyo. Tetapi apabila dia merasa
terancam kedudukannya, maka gong itu akan diselundupkan ke
Daha kemudian akan menghaturkan tuduhan kehadapan
baginda, bahwa akuwu Daha telah menyembunyikan gong itu
untuk menambah kewibawaan Daha. Sudah tentu diapun akan
menyertakan juga laporan2 tentang kegiatan akuwu Daha dalam
menyusun pasukan”
Nararya mengangguk.
“Penilaian kakang Pagon itu, memang mungkin“ katanya
“dengan demikian jelas bahwa pencarian gong pusaka itu tentu
akan memakan waktu lama”
Kemudian ia berkata kepada bekel Saloka “Mengenai
hilangnya gong pusaka itu, kukira tak perlu ki bekel cemas.
Secara tak terduga-duga gong pusaka itu telah menjadi barang
berharga yang dijadikan rebutan oleh beberapa fihak. Masing2
dengan tujuan untuk kepentingannya sendiri”
“Benar“ kata bekel Saloka “rasanya pencarian gong pusaka itu
akan memakan waktu yang cukup lama. Kurasa, baiklah kita
mengatur rencana jangka lama tanpa mengabaikan kepentingan
masing-masing”
“Bagaimana maksud ki bekel?”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kukira penyelidikan ini dapat kulakukan sendiri. Karena jelas


gong pusaka itu hanya berada di dua tempat, kalau tidak di Daha
tentulah di Singasari. Walaupun belum menemukan, tetapi paling
tidak kita sudah dapat memperoleh jejaknya. Soal gong pusaka
itu, hanya soal waktu. Kita pasti dapat menemukannya kembali”
Berhenti sejenak bekel Saloka melanjutkan “Kuingat raden
masih menanggung kewajiban untuk melaksanakan pesan guru
raden. Apabila raden terus menerus terlibat dalam lingkaran
penyelidikan yang berbelit-belit ini, tentu waktu raden akan
terbuang. Oleh karena hal ini menjadi pertanggung jawabku,
maka kuminta raden melanjutkan perjalanan raden semula. Soal
pencarian gong pusaka itu, biarlah aku yang akan
menyelesaikannya”
“Tidak, kakang bekel“ bantah Nararya “aku sudah berjanji
hendak membantu ki bekel untuk mencari gong pusaka itu”
Bekel Saloka gelengkan kepala.
“Sudah cukup lama raden membantu kami,“ kata bekel Saloka
“kinipun sudah terdapat titik2 terang tentang gong pusaka itu.
Kurasa, aku dapat menyelesaikannya sendiri”
“Ah, tidak ki bekel “ Nararya berkeras.
Gajah Pagon heran. Ia memang belum tahu keadaan Nararya
yang sebenarnya dan bagaimana tujuannya berkelana-brata itu.
Ia meminta keterangan kepada bekel Saloka. Setelah mendengar
penjelasan bekel itu, Gajah Pagonpun serentak memberi
pernyataan.
“Raden“ katanya “kurasa tentu merupakan sesuatu yang
penting maka sang resi mengutus raden untuk lelana-brata dan
bertapa ke makam para leluhur. Seorang resi yang sidik seperti
guru raden itu tak mungkin menitahkan sesuatu apabila tiada
sesuatu yang mempunyai arti penting. Soal pencarian gong
pusaka itu, idinkanlah aku mewakili raden untuk membantu ki
bekel disini”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya terkejut mendengar pernyataan Gajah Pagon.


Walaupun hanya bergaul dalam waktu yang singkat tetapi
Nararya mempunyai kesan baik terhadap Gajah Pagon. Ia
terharu. Berat rasa hatinya untuk berpisah dengan orang yang
jujur itu.
“Tetapi kakang Pagon“ kata Nararya “kemana kah tujuan
kakang setelah berhasil menyelesaikan peristiwa gong pusaka
ini?”
“Akupun mempunyai tujuan yang sama dengan raden” kata
Gajah Pagon “Aku hendak berkelana mencari pengalaman”
“Kakang Pagon“ kata Nararya pula “tidakkah lebih baik apabila
kakang mengabdikan diri kepada kerajaan Singasari saja?”
Gajah Pagon tertawa.
“Manusia tak lepas dari tanggung jawab batas bumi kelahiran
dan negaranya. Gajah Pagonpun demikian juga. lbarat burung,
aku masih beterbangan kemana-mana untuk mencari pohon yang
layak kuhinggapi. Memang Singasari ataupun Daha adalah
telatah bumi Jawadwipa. Ke manapun aku mengabdikan diri,
adalah serupa tetapi tidak sama. Artinya, walaupun serupa bumi
Jawadwipa tetapi tidak samalah akuwu Jayakatwang dengan
baginda Kertanagara. Terus terang raden, saat ini aku belum
mempunyai keinginan yang tetap, kemana aku harus
menempatkan diriku”
Nararya mengangguk.
“Baiklah, kakang Pagon. Memang keinginan tak dapat dipaksa.
Dia akan tumbuh dan berkembang sendiri secara sadar dan
wajar. Tetapi kupercaya, pilihan kakang Pagon pasti pada tempat
yang sesuai dan tepat”
“Apabila kakang bersedia untuk membantu ki bekel dalam
usahanya mencari gong pusaka yang hilang itu, legalah hatiku.
Baiklah ki bekel dan kakang Pagon,“ kata Nararya menghela
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

napas “betapapun berat rasa hatiku akan berpisah dengan kalian


berdua, tetapi aku terpaksa harus melaksanakan tugas kewajiban
yang belum selesai. Hal itu bukan berarti aku lebih
mementingkan urusan peribadi dari pada urusan negara,
melainkan aku hanya menetapi laku sebagai seorang ksatrya
yang harus melaksanakan setiap beban kewajiban yang telah
disanggupinya.”
Bekel Saloka dan Gajah Pagon mengangguk.
“Aku berjanji ki bekel dan kakang Pagon, selekas tugasku itu
selesai aku tentu akan menuju kemari untuk mendapatkan kalian
berdua”
“Ah, raden,“ seru bekel Saloka penuh haru “apabila aku sudah
pulang ke Lodoyo, aku tentu bangga dan gembira sekali
menyambut kedatangan raden”
“Raden“ seru Gajah Pagon pula “selama surya masih bersinar,
kita pasti berjumpa kembali”
“Baiklah, ki bekel dan kakang Pagon, aku akan melanjutkan
perjalananku. Tetapi pertama aku hendak singgah ke gunung
Kelud untuk mencari kakang Lembu Peteng. Dari sana aku terus
menuju ke Singasari”
Demikian setelah selesai pembicaraan, Nararya lalu
mengambil selamat berpisah. Sebelum ia menitipkan kedua
punakawannya, Noyo dan Doyo, kepada bekel Saloka.
~dewiKZ~ismoyo~mch~

III
Nararya tak berhasil menemukan Lembu Peteng digunung
Kelud. Ia heran dan agak cemas. Namun mengingat bahwa
Lembu Peteng seorang yang gagah, bekas pengawal pendamping

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dari pangeran Kanuruhan saudara dari baginda Kertanagara,


maka berkuranglah rasa kecemasan Nararya.
Ia tak menyangsikan kesetyaan Lembu Peteng. Bahwa
mungkin karena menghadapi sesuatu perasaan yang meluap,
seketika orang itu marah. Atau karena melihat suasana yang
menguatirkan keselamatannya, mungkin jaga dia untuk
sementara waktu harus menyembunyikan diri.
Tetapi setelah kemungkinan2 itu lenyap, Lembu Peteng tentu
akan muncul pula mencari kawan kawan ke gua Selamangleng.
Nararya percaya akan hal itu.
Kini ia mulai merencanakan arah tujuannya sendiri. Ia akan
melaksanakan wangsit yang diterimanya dari eyang Batara
Narasingamurti.
Ia menuju ke Kagenengan.
Tiba2 timbul suatu pikiran yang aneh dalam hatinya. Ia
hendak bertapa memohon wangsit di makam eyang buyut Sri
Rajasa sang Amurwabhumi atau yang pada masa mudanya
terkenal dengan nama Ken Arok.
“Alangkah suatu langkah yang membangkitkan kenang dan
kesan apabila aku menelusuri jejak perkelanaaa rahyang
ramuhun eyang buyut Rajasa waktu masih muda “ katanya dalam
hati.
Dan iapun segera menuruti suara hati dan ayun langkahnya.
Ia mencari desa Saganggeng. Di itulah dahulu Ken Arok bersama
putera lurah Saganggeng, pemuda Tita, sering menghadang dan
mengganggu orang yang lalu lintas dijalan. Kemudian pada suatu
hari Ken Arok memikat seorang gadis cantik anak seorang
penyadap enau. Anak perempuan itu diajaknya kedalam hutan
Adijuga. Dan di hutan itulah Ken Arok makin membuat rusuh.
Menghadang orang jalan, mengganggu wanita.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Berita itu terdengar juga oleh akuwu Tumapel yang


membawahi desa itu. Akuwu yang bernama Tunggul Ametung
segera mengirim prajurit untuk menangkap Ken Arok.
Oleh lurah Saganggeng, Ken Arok dianjurkan supaya pergi ke
lain tempat. Dia menyembunyikan diri ke tempat keramat Rabut-
gorontol.
Dalam mengayun langkah diantara jalan yang membelah tegai
dan ladang, timbullah kesan Nararya, betapa subur daerah2
ladang itu.
Ia teringat akan cerita ramanya, Lembu Tal, bahwa Ken Arok
pernah menjatuhkan kutuk kepada prajurit2 dari Tumapel itu.
“Semoga tergenang di dalam air, orang yang akan
melenyapkan aku ...”
Kutuk itu bertuah. Daerah disitu selalu tak pernah kering air.
Setelah suasana mengidinkan maka Ken Arok lantas pindah
mengungsi ke desa Wayang. Kembali ditempat itu, di ladang
Sukamanggala Ken Arok telah kambuh pula kenakalannya. Ia
mengganggu pula wanita yang sedang memikat burung pipit di
ladangnya. Karena merasa tak aman, dia pindah lagi ke tempat
keramat Rabut-katu. Ia heran melihat pohon2 katu yang tumbuh
disitu sebesar pohon brahmastana atau beringin.
Ia pindah lagi ke Junwatu tetapi daerah itu ketat sekali
keamanannya. Terpaksa ia menuju ke desa Lulumbang. Dan
untunglah dia diterima dan disuruh tinggal di rumah seorang
prajurit bernama Gagak Inget.
Agak lama dia tinggal disitu. Namun akhirnya penyakitnya
kambuh pula. Ia menghalang dan mengganggu pejalan2, bahkan
mengganggu pula wanita. Sudah tentu hal itu menimbulkan
kemarahan penduduk sehingga terpaksa dia pindah lagi ke
Kapundungan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Disamping suka mengganggu wanita dan menghadang orang,


pun Ken Arok gemar berjudi dan mencuri. Karena waktu masih
kecil dia pernah diambil anak angkat oleh seorang pencuri
bernama Lembong.
Rupanya karena semakin tumbuh dewasa, kebutuhan
hidupnyapun makin meningkat. Dan karena dia segan bekerja
berat di ladang, maka dia melakukan pula pekerjaan sebagai
pencuri.
Namun tak selalu pekerjaan yang penuh bahaya itu membawa
selamat dan berkah. Ketika mercuri di desa Pamalantenan, dia
telah dikejar dan dikepung penduduk desa itu.
Karena ketakutan, ia lari ke tepi sungai. Ah, disitu tiada
perahu ataupun rakit untuk menyeberang. Karena gugup, ia
segera memanjat sebatang pohon taI.
Rakyat berbordong-bondong tiba dengan membawa senjata,
parang, golok, arit, palu, tombak dan bindi. Mereka heran karena
tak dapat menemukan jejak Ken Arok. Pada hal jelas tak tampak
barang sebuah sampan atau rakit yang menyeberangi sungai.
Rakyat yang sudah terlanjur marah dan geram, merasa
penasaran sekali. Mereka tak mau pulang sebelum mendapatkan
pencuri itu. Seluruh perairan tepi sungai itu dijelajahi hingga pagi
hari. Setelah terang hari, barulah mereka melihat ternyata Ken
Arok bersembunyi diatas pohon tal.
Rakyat segera mengepung dibawah pohon itu sambil memukul
canang. Karena itu Ken Arok tak mengindahkan teriakan mereka
supaya turun, akhirnya rakyat marah benar2. Segera mereka
mulai menebang pohon itu.
Ken Arok meratap-ratap ketakutan. Kali ini dia tentu
tertangkap dan pasti dibunuh rakyat marah. Entah bagaimana, ia
ingat kepada sang Maha Pengasih atas dirinya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tiba2 ia seperti mendengar sabda dari angkasa yang


menyuruhnya supaya menebang daun pohon tal itu dua keping,
untuk dikepit dibawah ketiak kanan dan kiri sebagai sayap. Tentu
dapat lepas dari bahaya maut.
Ia menurut. Memotong dua helai daun tal lalu dikepit dibawah
ketiak kanan dan kiri. Kemudian dengan menyebut nama Sang
Maha Pengasih, ia segera mengepakkan sayap itu lalu melayang
terbang. Ah, hampir dia tak percaya akan kemujijadan yang
menjadi pada dirinya. Ia dapat terbang melampaui sungai dan
melayang turun diseberang tepi.
Secepat mendarat, ia terus lari menuju ke desa Nagamasa.
Namun rakyat masih tetap penasaran. Dengan membuat rakit,
mereka melakukan pengejaran lagi.
Ia lari ke desa orang tetapi tetap diburu. Akhirnya ia kembali
kedesa Kapundungan lagi. Rakyat tetap mengejarnya. Tiba2 Ken
Arok melihat lima orang lelaki sedang menanam di ladang.
Dengan beriba-iba, Ken Arok mohon bantuan supaya dilindungi
dari amukan rakyat.
Ternyata yang sedang bertanam di ladang itu adalah lurah
desa Kapundungan. Ia merasa kasihan kepada Ken Arok dan
disamping itu ada suatu perasaan aneh yang menghayati
perasaannya. Bahwa ia harus menyelamatkan anak itu.
Kebetulan saat itu yang seorang sedang pergi mengeringkan
empang. Tinggal lima. Maka yang pergi itupun segera disuruhnya
Ken Arok menggantikan.
Ketika rakyat datang dan menanyakan tentang seorang
pencuri yang melarikan diri kearah desa itu maka lurah
Kapundungan mengatakan tak tahu. Ken Arok diaku anaknya
yang berjumlah enam orang.
Diantara rakyat yang mengejar itu memang kenal bahwa lurah
Kapundungan itu mempunyai enam orang anak. Maka mereka
pun terpaksa pulang dengan tangan hampa.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Lurah Kapundungan kuatir kalau peristiwa itu diketahui orang


maka ia menyuruh Ken Arok mengungsi kelain daerah yang lebih
aman.
Ken Arokpun bersembunyi di hutan Patang-tangan, lalu pindah
ke desa Ano bersembunyi di hutan Terwag.
Lurah desa Luki membawa nasi untuk anak penggembala
lembu milik lurah itu. Dan lurah itupun lalu membajak tanah
untuk ditanami kacang. Nasi itu dimasukkan dalam tabung dan
diletakkan diatas onggokan.
Ketika anak penggembala datang dan nasi dalam tabung itu
hendak diberikan, alangkah kejut lurah itu ketika nasi itu sudah
hilang, tinggal tabung saja.
Lurah heran. Hari kedua juga demikian sampai hari ketiga.
Akhirnya pada hari keempat ia menyuruh anak penggembala
yang membajak tanah, tabung nasi diletakkan di onggokan dan
lurah itu bersembunyi mengintai.
Pada waktu Ken Arok keluar dari hutan hendak mengambil
nasi itu maka tertangkaplah dia. Dengan terus terang dia
mengakui memang mengambil nasi karena perutnya lapar.
Lurah itu baik hati budinya. Ia mengajak Ken Arok pulang dan
menyuruhnya tiap2 hari datang mengambil nasi kepadanya.
Tangannya selalu terbuka untuk tetamu. Bahkan ia mengharap-
harap agar tiap hari menerima tetamu.
Beberapa waktu kemudian Ken Arok pindah ke desa. Banjar-
kocapet di daerah Lulumbang. Pada suatu hari pandai emas
bernama mpu Palot berhenti, di Lulumbang. Dia takut pulang ke
desanya Turyantapada karena mendengar kabar tentang Ken
Arok yang suka menghadang orang. Mpu Palot habis pulang
berguru pada buyut Kebalon yang ahli dalam pandai emas.
Setelah selesai ia pulang ke Turyantapada dengan membawa
bahan emas seberat lima tahil.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Ken Arok menyanggupkan diri untuk mengawalnya pulang.


Mereka tiba dirumah dengan selamat. Mpu Palot berterima kasih
dan senang akan keberanian anak-muda itu. Ken Arok diaku anak
dan diajari ilmu kepandaian membuat barang-barang emas. Ken
Arok memang berotak cerdas. Cepat dia dapat menguasai ilmu
kepandaian itu, tak kalah dengan ayah angkatnya.
Mpu Palot telah menurunkan seluruh ilmu kepandaiannya dan
ia merasa masih kurang sempurna. Maka disuruhlah Ken Arok ke
Kebalon untuk berguru lagi lebih lanjut.
Tetapi orang Kebalon tak percaya kepada Ken Arok yang
mengaku sebagai anak angkat mpu Palot. Ken Arok marah, lalu
menikam orang itu. Kemudian dia lari menemui buyut Kebalon.
Peristiwa itu menggemparkan seluruh penduduk Kebalon.
Pertapa2, para guru hyang sampai pada murid2 sama keluar
membawa palu perunggu. Mereka hendak membunuh Ken Aiok.
Tiba2 dari angkasa terdengar suara yang melarang orang2 itu
jangan membunuh Ken Arok. Karena Ken Arok itu adalah
puteranya dan masih banyak tugasnya di arcapada.
Para pertapa dan guru-guru itu terkejut. Mereka percaya
bahwa suara itu tentulah suara gaib dari dewata. Mereka segera
menolong Ken Arok bangun dan kemudian buyutpun memberinya
kepandaian yang lebih tinggi.
Ken Arok menetap di Tucyantapada. Karena mpu Palot itu
ayah-angkatnya maka ia menamakan daerah itu daerah Bapa.
Namun pemuda Ken Arok itu selalu tak betah tinggal lama di
suatu daerah. Ia menuju ke desa Tugaran.
Buyut Tugaran tak senang menerima kedatangan Ken Arok.
Pemuda itu marah. Arca penjaga pintu di desa itu diambil dan
diletakkan di desa Bapa. Kemudian ia menemui anak perempuan
buyut Tugaran yang sedang menanam kacang di ladang. Dengan
kepandaiannya merayu, berhasillah Ken Arok merenggut
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kegadisan anak perempuan itu. Tak lama kemudian kacang yang


ditanam menghasilkan kacang yang berkampit-kampit.
Ken Arokpun pulang ke desa Bapa lagi. Dalam pada itu
kerajaan Daha mendengar bahwa Ken Arok bersembunyi di
daerah Turyantapada. Daha tetap hendak melenyapkannya
karena menganggap Ken Arok itu seorang penjahat yang
membahayakan keamanan. Mereka mengirim pasukan untuk
mencari ke Turyantapada.
Ken Arok terpaksa meninggalkan daerah Bapa mengungsi ke
gunung Pustaka. Kemudian ke desa Limbeban. Buyut Limbeban
kasihan lalu menyuruhnya bersembunyi di telatah rawa Panitikan.
Ia mendapat wangsit pula yang menyuruh supaya pada hari
Buddha-cemeng (Rebo Wage) minggu Wariga-pertama, menuju
ke gunung Lejar. Pada hari itu para dewa akan mengadakan
rapat musyawarah.
Seorang tua, nenek dari kebayan desa Panitisan bersedia
membantu Ken Arok. Nenek itu akan menyembunyikan Ken Arok.
Dan supaya tidak menimbulkan kecurigaan, nenek itu akan
menyapu di gunung Lejar di kala para dewa sedang
bermusyawarah.
Demikian pada hari Buddha-hitam (cemeng), Ken Arok menuju
ke gunung Lejar. Ia disuruh sembunyi di tempat sampah dan
ditimbuni dengan semak belukar oleh nenek kebayan Panitikan.
Ken Arok menahan semua siksa itu.
Tak berapa lama kemudian tiba2 terjadi keajaiban alam. Di
angkasa serentak terdengar tujuh buah nada suara dari guntur,
petir, gempa guruh, kilat, taufan, angin besar dan hujan lebat.
Bumi seolah-olah hancur. Gelap gelita di seluruh angkasa.
Tujuh nada suara itu tak henti hentinya merobek angkasa,
membelah bumi. Dahsyat tiada terperikan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Para dewa itu bermusyawarah membicarakan soal daerah


yang akan dipilih sebagai pusat kekuatan Jawadwipa.
“Siapakah yang layak menjadi raja di Jawadwipa ?“ demikian
para dewa saling bertanya-tanya.
Hyang Dewa Guru bersabda.
“Ketahuilah dewa2 semua. Adalah anakku, seorang manusia
yang lahir dari orang Pangkur, itulah yang akan memperkokoh
nusa Jawadwipa ....”
Mendengar itu Ken Arok serentak keluar dari timbunan tempat
sampah. Para dewa terkejut tetapi serta melihat wajah Ken Arok
yang memancar sinar terang, mereka menyetujui dan merestui.
Selanjutnya para dewa memberi petunjuk agar Ken Arok
mengaku ayah kepada seorang brahmana yang bernama
Danghyang Lohgawe yang datang dari Jambudwipa.
Ken Arok melaksanakan titah dewa itu. Danghyang
Lohgawelah yang membimbing dan mengasuhnya hingga
berhasil menjadi raja.
“Ah ... . “ Nararya tersentak dari menung ketika saat itu
berhadapan dengan gunung Lejar. Apa yang melalu lalang dalam
benaknya tadi adalah menurut cerita dari ayahnya, Lembu Tal
yang gemar menceritakan riwayat hidup dari para leluhur,
terutama eyang buyut Ken Arok.
“Mengenal riwayat hidup leluhur kita, dapat menimbulkan
kenangan, melahirkan kesan tentang perjuangan mereka, amal
mereka terhadap negara, bangsa dan manusia,“ kata Lembu Tal
“Kesan itu akan menjadi suatu kesimpulan yang dapat kita
jadikan suri tau-ladan dan pegangan hidup. Mengambil yang
baik, membuang yang buruk”
Nararya amat terkesan mendengar riwayat hidup eyang buyut
Ken Arok. Itulah sebabnya, tiba2 saja timbul keinginan dalam
hatinya untuk napak- tilas atau menelusuri jejak di tempat2 yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pernah menjadi tempat menetap maupun bersembunyi dari


eyang buyut itu.
Setiap kali datang di tempat petilasan itu, selalu timbul kesan2
dalam hatinya. Bahwa eyang buyut Ken Arok itu semasa
mudanya memang nakal. Banyak perbuatan jahat yang
dilakukannya. Berjudi, mencuri, me-nyamun dan mengganggu
wanita.
Ia merenungkan lebih lanjut. Apa sebab eyang buyut itu
sedemian buruk perbuatannya semasa masih muda ?
Ketika menggali pada ingatannya, ia teringat akan cerita
ayahandanya tentang asal usul eyang buyut Ken Arok itu.
Berhamburanlah percik2 penyusuran dalam batinnya untuk
mengungkap perbuatan buruk dari eyang buyut Ken Arok dengan
latar belakang kelahirannya.
Ken Arok anak dari seorang wanita di desa Pangkur yang
bernama Ken Endok. Walaupun Ken Endok menikah dengan
Gajah Para dari desa Campara, tetapi Ken Arok itu bukan anak
hasil pernikahan Ken Endok dengan Gajah Para.
Pada suatu malam Ken Endok menolak untuk melayani tidur
suaminya. Gajah Para marah dan memaksa isterinya. Akhirnya
Ken Endok mengaku terus terang. Bahwa ketika ia mengirim
makanan untuk suaminya yang bekerja di ladang Ayuga, tiba2 di
ladang Lalateng, ia bertemu dengan dewa Brahma. Dengan
kesaktiannya dewa Brahma telah melepaskan aji Senggama
kepadanya. Setelah itu dewa Brahma berpesan agar Ken Endok
jangan melayani suaminya tidur karena janin yang berada dalam
kandungan Ken Endok itu adalah putera dewa Brahma. Itulah
sebabnya Ken Endok tak mau melayani permintaan suami karena
takut kutukan dewa Brahma.
Bukan main marah Gajah Para. Ia menuduh isterinya telah
berbuat zinah dengan lain pria lalu mengemukakan alasan
bertemu dengan dewa Brahma. Gajah Para lalu menceraikan Ken
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Eadok dan pulang ke desa Campara. Tetapi lima hari kemudian ia


mati.
Ketika tiba waktunya melahirkan seorang anak laki, maka
bingunglah Ken Endok. Jika ia menceritakan tentang
pertemuannya dengan dewa Brahma, setiap orang tentu akan
mengejeknya. Suaminya, Gajah Para pun tak percaya dan marah
menerima keterangan begitu.
Ken Endok meratap dan malu karena mempunyai anak tanpa
suami. Penduduk desanya tentu tak mau percaya cerita apapun
juga kecuali melihat kenyataan bahwa ia melahirkan anak tanpa
suami. Karena bingung dan malu, akhirnya jabang bayi itupun
dibuang disebuah kuburan.
Teringat akan asal usul kelahiran eyang buyut Ken Arok,
seketika meremanglah buluroma NNrarya. Diam2 ia mengakui
akan keadilan Karma. Dewapun takkan terlepas dari hukum
Karma apabila perbuatannya tak senonoh.
Jika benar keterangan Ken Endok itu, maka dewa Brahma
telah melanggar susila. Setiap perbuatan yang tak baik tentu
akan menghasilkan buah yang tak baik. Ken Arok semasa
mudanya, menuntut kehidupan yang hitam.
Perkembangan hidup itu juga terpengaruh oleh lingkungan
hidup seseorang. Karena bayi Ken Arok itu ditemu oleh seorang
pencuri yang bernama Lembong maka lambat laun setelah besar,
Ken Arokpun terjerumus dalam kehidupan sebagai pencuri.
Kemudian karena gemar berjudi dan menghabiskan harta benda
Ken Endok serta Lembong. Ken Arok menjadi penggembala
kerbau milik buyut Lebak. Pun kerbau buyut itu dijualnya untuk
judi.
Ken Arok minggat dan bertemu dengan Bango Samparan
tukang judi. Bango Samparan mengajak anak itu ke tempat
perjudian. Ternyata Ken Arok pandai sekali berjudi sehingga
semua bandar judi kalah.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dengan makin meningkat usianya ke alam dewasa, mulailah


timbul berahi dalam hati pemuda Ken Arok. Karena tiada
mendapat bimbingan dari orangtua dan orang2 yang
memungutnya sebagai anak, tingkah laku Ken Arokpun sukar
dikendalikan lagi. Dia gemar mengganggu wanita secara paksa.
Adakah ibunya, Ken Endok, benar bertemu dengan dewa
Brahma atau dengan lelaki biasa, yang jelas wanita itu telah
berbuat serong dan zinah. Dan lahirlah seorang anak yang penuh
bergelimangan perbuatan-perbuatan zinah.
Membayangkan hal2 itu Nararya hanya menghela napas.
Hampir ia bingung memikirkan, adakah eyang buyutnya yang
termasyhur itu seorang anak yang tiada berbapak? Seorang anak
gelap?
Sampai lama ia termenung-menung mencari jawaban. Dan
akhirnya bersualah. dia akan titik yang memancarkan sinar
terang.
Pencuri Lembong melihat benda yang memancarkan sinar
gemilang. Ketika dihampirinya ternyata seorang bayi yang
terbungkus kain. Dan diambilnya bayi itu dari kuburan lalu
dipeliharanya sebagai anak.
Penjudi Bango Samparan yang karena kalah habis-habisan dan
tak dapat membayar hutang lalu bersembunyi menyepi di tempat
kramat Rabut Jalu. Disitu dia seperti menerima suara gaib yang
menyuruh mencari seorang anak bernama Ken Arok. Anak itulah
yang akan menolong kesukarannya.
Guru di desa Sagenggeng yang mengajar Ken Arok ilmu
sastera, pun melihat suatu keajaiban. Karena Ken Arok mencuri
tanaman buah jambu, maka guru itu marah dan mengusirnya.
Ketika guru itu melongok keluar, ia terkejut melihat di tengah
gerumbul ilalang memancar sinar yang terang sekali. Bergegas ia
menghampiri ke gerumbul ilalang itu dan ternyata yang menyala
terang itu adalah Ken Arok.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Ketika Ken Arok mencuri di desa Pamalantenan, kepergok lalu


dikejar penduduk desa, ia memanjat pohon tal. Pohon dikepung
dan hendak ditebang penduduk yang mengejarnya, tetapi
dengan menggunakan dua helai daun tal dapatlah Ken Arok
terbang melintasi sungai.
Ketika para pandai emas di desa Kabalon tak percaya akan
keterangan Ken Arok yang mengaku sebagai anak angkat mpu
Palot, Ken Arok marah lalu menikam seorang pandai emas itu.
Dia dikepung dan hendak dibunuh tetapi tiba2 terdengar suara
gaib yang mencegah perbuatan para pandai ernas itu.
Ketika Ken Arok bersembunyi dalam lubang sampah, ia
mendengar para dewa sedang rapat bermusyawarah dan
menjatuhkan pilihan bahwa dirinya yang akan dijadikan raja
Jawadwipa.
Bahwa seorang pandita sakti bernama Lohgawe jauh2 dari
tanah Jambudwipa datang ke Jawadwipa adalah karena
brahmana itu telah mendapat wangsit bahwa sang Wisnu yang
dipujanya itu telah pindah ke Jawadwipa dan menjelma dalam
diri seorang anak bernama Ken Arok dengan ciri kedua
tangannya menjulai panjang sampai melampaui lutut kaki.
Tangan kanannya berrajah cakra dan tangan kiri, sangka.
Bahwa ketika di taman Boboci, Ken Aroklah yang melihat
rahim Ken Dedes, isteri akuwu Tunggul Ametung, memancarkan
sinar. Menurut keterangan brahmana Lohgawe, wanita begitu
disebut nariswari , wanita yang paling utama. Meskipun orang
yang telah banyak melakukan kejahatan dan dosa, jika
mengawini wanita itu tentu akan menjadi raja.
Bahwa maksud Ken Arok untuk membunuh Tunggul Ametung
telah direstui brahmana Lohgawe. Kemudian setelah dengan
siasat yang licin, ia berhasil membunuh Tunggul Ametung, maka
Ken Arokpun menjadi raja.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Bahwa raja Kertajaya atau Dandang Gendis dari Daha pernah


sumbar bahwa tiada seorang mahluk manusia di dunia ini yang
mampu mengalahkan, kecuali Batara Guru turun dari angkasa,
barulah dia kalah. Ternyata Ken Aroklah yang dapat
mengalahkan.
Demikian renungan Nararya menelusuri segi2 keunggulan dari
eyang buyut Ken Arok, Dan segera terlintaslah suatu kesan
bahwa memang eyang buyut Ken Arok itu, seorang manusia
unggul. Seorang manusia yang benar2 dikasihi dan direstui oleh
dewata. Jika tidak, tak mungkin seorang anak yang berasal dari
keturunan bawah din hidup berkecimpung dalam kejahatan, akan
dapat naik tahta sebagai raja besar, rajakula Singasari.
Diam2 ia meragukan bahwa keterangan Ken Endok itu tidak
nyata. Ken Arok adalah bibit keturunan dari dewa Brahma.
Namun lepas dari benar atau tidaknya keterangan Ken Endok itu,
yang nyata manusia Ken Arok memang mempunyai kecerdasan
dan keberanian serta kedigdayaan yang luar biasa.
Tiba pada kesimpulan itu, Nararyapun hentikan langkah
memandang ke gunung yang tegak dihadapannya. Itulah gunung
Lejar, Tempat dimana dahulu eyang buyut Ken Arok bersembunyi
dalam liang sampah untuk mendengarkan keputusan rapat para
dewa2.
Seketika tertariklah perhatiannya untuk mendaki dan meninjau
tempat yang pernah dibuat bersembunyi eyang buyut Ken Arok
dahulu. Apabila perlu, iapun akan bersemedi di tempat itu untuk
memohon restu dewata.
Gunung itu tak berapa tinggi sehingga dapatlah dalam waktu
singkat Nararya mencapai puncaknya. Ia terkejut ketika melibat
sebuah candi dibangun diatas tanah datar yang dikelilingi oleh
pohon2 rindang.
Gandi itu sudah tak terawat, banyak dinding dan bangunannya
yang hancur. Didalamnya terdapat beberapa arca dari para dewa.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dari tulisan yang terpahat pada atas pintu, Walaupun sudah tak
kelihatan karena tertutup pakis dan galagasi, namun Nararya
masih dapat membacanya. Dewagraha atau candi tempat dewa2.
“Ah, kemungkinan eyang buyut rahyang ramuhun Sri Rajasa
telah menitahkan membangun candi ini demi mengagungkan
tempat yang pernah dibuat musyawarah oleh para dewa,“
Nararya menduga-duga.
Ia segera masuk dan hendak bersujut menghaturkan sembah.
Tetapi tiba2 ia terkejut ketika melihat dibawah deretan arca itu,
terdapat sesosok tubuh manusia yang duduk bersila. Rupanya dia
tengah bersemedhi, mungkin bertapa.
Remang2 ia melihat bahwa orang yang sedang duduk bersila
seperti bertapa itu, seorang lelaki yang masih muda. Mungkin
belum mencapai tigapuluh tahun umurnya. Ia heran, mengapa
orang itu bertapa dalam candi disitu.
“Siapa dia ?“ timbul pertanyaan dalam hati Nararya. Serentak
diapun hendak menegurnya. Tetapi pada lain kejab, ia teringat
bahwa suatu perbuatan dosa apabila mengganggu usik seorang
yang sedang bertapa. Bukankah karena terganggu, orang itu.
akan membuka mata dan membatalkan pengheningan ciptanya.
Nararya sendiri juga gemar bertapa. "Dan dia dapat
merasakan betapa pedih perasaannya apabila dalam bertapa itu
dia mendapat gangguan. Bukankah dengan menyingkir ketempat
sepi seperti di puncak gunung Lejar, orang itu memang
menghendaki ketenangan?”
Demikian setelah melangsungkan sembah sujut kepada arca2
para dewa, Nararyapun segera ayunkan langkah keluar.
“Hai, ki sanak ...”
Tiba2 terdengar suara manusia dan Nararyapun terkejut. Ia
hentikan langkah, berputar tubuh dan memandang kesekeliling.
Ternyata sekeliling ruang candi itu sunyi senyap tak tampak
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

barang seorang manusia kecuali lelaki yang sedang bertapa itu.


Ah, tentu dia yang bicara, pikir Nararya.
“Apakah ki pertapa yang bicara kepadaku ?” akhirnya ia
memberanikan diri menegur.
Pertapa itu tetap pejamkan mata dan tak beringsut. Tiba2 dia
menjawab “Ya”
“O“ desuh Nararya “silahkan ki pertapa melanjutkan maksud
tuan”
“Siapa engkau ?“ seru pertapa itu dengan masih memejamkan
mata.
“Seorang kelana yang tak sengaja tiba di tempat ini. Maaf jika
sekiranya kedatanganku ini mengganggu tuan “
Pertama itu diam.
“Siapa namamu? “ serunya pula.
“Nararya dari lereng Kawi. Dan siapakah nama mulia dari ki
pertapa? “ Nararya balai bertanya.
“Itu tak penting“ diluar dugaan pertapa itu menolak “sebut
saja diriku pertapa”
“Ha, baiklah“ diam2 Nararya heran melihat nada dan sikap
orang yang tak mau memberitahu namanya.
“Nararya ?“ kembali pertapa itu mengulang.
“Ya”
“Agaknya pernah kudengar nama itu? O, apakah engkau
pernah ke gunung Butak?”
Nararya terkejut sekali. Mengapa tiba2 saja pertapa itu
menyebut-nyebut tentang gunung Butak. Menilik perawakan
yang tegap, pertapa itu lebih sesuai apabila dahulu sebagai
seorang prajurit. Dan timbul pula keheranannya. Apabila

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menyebut gunung Butak, tidakkah pertapa itu pernah ke gunung


itu, atau mungkin pernah menetap disana. Dan yang menetap di
gunung Butak tak lain adalah gerombolan yang dipimpin oleh
seorang yang bernama Jaka Pasirian dan Mahesa Rangkah.
Sebenarnya Nararya merencanakan untuk roenyangkal saja.
Tetapi karena dia tak biasa berbohong dan lagi berhadapan
dengan seorang pertapa, maka wajiblah dia menghormati. Ia
wajib bicara dengan terus terang.
“Ya, memang pernah “ akhirnya ia berkata.
“Tahukah engkau bahwa gunung Butak baru2 ini telah
diserang oleh pasokan Singasari ?”
“Ya“ kembali Nararya bersikap terus terang.
“Jika demikian engkau tentu ikut serta dalam pasukan
Singasari itu”
Nararya menghela napas.
“Sebenarnya, aku terpaksa mentaati perintah patih Singasari
....”
“Siapa? Patih Aragani maksudmu? “ tukas pertapa itu.
“Benar“ jawab Nararya “aku diperintahkan patih Aragani untuk
ikut serta dalam pasukan Singasari yang menyerang gerombolan
gunung Butak”
“Dan engkau mau?”
“Kedudukanku saat itu amat sulit. Jika aku menolak, pasti
akan mendapat pidana dari patih yang berkuasa itu”
“Hm, hanya karena takut pada patih Aragani maka engkau
mau ikut dalam pasukan Singasari yang menyerang gunung
Butak?”
“Masih ada lagi“ seru Nararya “bahwa gerombolan gunung
Butak itu memang menunjukkan perbuatan yang menentang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kerajaan Singasari. Rombongan utusan Singasari yang dipimpin


patih Aragani ke Daha untuk menyampaikan amanat baginda
hendak menjodokan puterinya kepada pangeran Ardaraja, waktu
pulang telah dihadang oleh sekelompok anakbuah gunung Butak”
“Bagaimana engkau tahu peristiwa itu demikian jelas ?“ seru
pertapa itu.
“Karena secara tak terduga-duga, saat itu aku sedang berada
dalam hutan dan patih Aragani lari meminta perlindungan
kepadaku. Prajurit2 pengiringnya telah habis dibunuh
gerombolan gunung Butak”
“Dan engkau mau melindungi patih itu ?”
“Pertama, kuanggap dia adalah patih dari kerajaan Singarari.
Kedua, aku menetapi wajib seorang ksatrya yang memberi
pertolongan kepada mereka yang membutuhkan pertolongan”
“Hm“ desuh pertapa itu “lalu ? Bukankah engkau menerima
hadiah pangkat tinggi atau harta benda berlimpah karena jasamu
merolong patih itu? “
“Tidak sama sekali“ teriak Nararya “akupun tak menginginkan
jasa apa2”
“Tetapi patih Aragani harus berterima kasih kepadamu!”
“Juga tidak kecuali menitahkan aku ikut serta dalam pasukan
Singasari ke gunung Butak itu !”
Orang itu tertawa nyaring. Nadanya penuh dendam dan
kesedihan. Dalam candi di petang hari yang sesunyi itu,
kumandang tawanya menimbulkan rasa seram.
“Engkau yang goblok atau memang patih Aragani yang cerdik“
serunya beberapa saat kemudian “seharusnya engkau mendapat
ganjaran. Mengapa memerintahkan engkau ikut ke gunung Butak
lagi? Bukankah itu berarti dia menginginkan kematianmu ?”
“Tetapi nyatanya aku masih hidup”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Itu soal lain,“ kata orang itu “tetapi yang nyata patih Aragani
memang mengandung suatu maksud bersembunyi yang buruk.
Dia hendak meminjam tangan orang gunung Butak untuk
membunuh”
Nararya tertegun.
“Ki pertapa“ akhirnya ia berseru ”dari nada ucapanmu,
rasanya engkau mempunyai hubungan dengan orang gunung
Butak?“
“Engkau bebas untuk menduga-duga”
“Ketahuilah, bahwa sesuai dengan pendirianku, maka
gerombolan gunung Butak itu kuanggap membahayakan
keamanan mau akupun setuju ikut serta dalam pasukan
Singasari”
Pertapa itu mendengus.
“Hm, engkau mengatakan mereka membahayakan
keamanan,“ kata pertapa “tetapi tahukah apa latar belakang
mereka bertindak begitu ?”
Nararya kernyitkan alis.
“Menurut pengakuan Mahesa Rangkah, pemimpin gunung
Butak itu bernama raden Pasirian. Dia hendak menuntut balas
atas kematian ayahnya, Linggapati, yang telah ditumpas oleh
rahyang ramuhun Wisnuwar-dhana”
“O, Mahesa Rangkah mengatakan begitu ?“ seru pertapa itu
“jika demikian engkau yang menangkap dan membunuhnya?”
Agak terkejut Nararya mendengar nada suara pertapa itu kian
tegang. Namun karena sudah terlanjur memberi keterangan,
diapun melanjut.
“Ya, memang aku yang menangkap ki Mahesa Rangkah tetapi
aku tak membunuhnya”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Siapa yang membunuhnya ?”


“Kuda Panglulut putera patih menantu Aragani”
“Bedebah! Kelak dia tentu akan menerima pembalasanku,“
diluar dugaan pertapa itu tak kuasa lagi mengekang diri.
Nararya terkejut. Dugaannya makin nyata. Pertapa itu jelas
orang gunung Butak. Bahkan menilik nada ucapannya, dia seperti
pimpinannya.
“Adakah ki pertapa ini raden ....”
“Tutup mulutmu, budak Singasari !“ cepat pertapa itu
membentak “engkaupun harus menerima bagian dari apa yang
telah engkau lakukan di gunung Butak”
Nararya terkejut. Jelas orang itu tak menyangkal kalau dirinya
Jika Pasirian, pemimpin gunung Butak. Jika dia sudah berada
ditempat situ, apakah gunung Butak sudah hancur?
“Ki pertapa, apakah gerombolan gunung Butak sudah
berantakan diserang pasukan Singasari?“ Nararya balas bertanya,
“Karena ada penghianat dalam tubuh kita”
“Siapa ?”
“Seorang kepala kelompok yang bernama Lembu Peteng”
“O, bagaimana seorang Lembu Peteng yang berhianat maka
seluruh gerombolan gunung itu hancur berantakan ?”
“Dari depan diserang oleh pasukan Singasari yang besar dan
dari belakang tiba2 Lembu Peteng membawa kawan-kawannya
untuk mengobrak-abrik tempat mereka”
Nararya mendesuh dalam hati. Kiranya Lembu Peteng menuju
ke gardu di lereng barat gunung Butak. Di situ dia memang
mempunyai anakbuah dari gunung Kelud. Kini baru dia
menyadari apa sebab dia tak berhasil menemukan Lembu
Peteng.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ki sanak“ kata pertapa itu pula “engkau harus


mempertanggungjawabkan apa yang telah engkau lakukan di
gunung Butak itu”
“O, jelas tuan ini raden Pasirian”
Tiba2 pertapa itu berbangkit dan membuka mata memandang
Nararya “Benar, akulah Pasirian”
“Raden Pasirian“ kata Nararya “aku hendak menghaturkan
penjelasan tentang peristiwa itu. Telah kukatakan, memang aku
yang menangkap Mahesa Rangkah. Tetapi penangkapan itupun
harus disertai dengan jerih payah mengadu jiwa. Jika aku kalah,
akupun tentu dibunuh Mahesa Rangkah”
“Jika begitu, aku ingin menguji kedigdayaanmu,“ seru Pasirian.
“Tunggu dulu sampai aku selesai bercerita“ kata Nararya
“setelah berhasil menangkap Mahesa Rangkah, aku tak
bermaksud membunuhnya melainkan hendak kuhaturkan ke pura
Singasari supaya mendapat peradilan”
“Engkau melamun“ seru Pasirian “apa itu peradilan. Di
Singasari tak ada peradilan, yang ada hanyalah kekuasaan patih
Aragani keparat itu”
“Jika demikian, bukan salah Keadilan itu sendiri melainkan
salah dari manusia-manusia yang tak menghormat Keadilan”
“Keadilan telah diinjak-injak keparat Aragani”
“Itupun bukan salah patih Aragani melainkan salah para
mentri, senopati lain yang membiarkan dia bertindak begitu.
Bukankah di pura Singasari penuh dengan mentri yang pandai
bijaksana dan senopati yang gagah perwira?”
“Enak saja engkau menggoyangkan lidahmu “ ejek pertapa itu
“tetapi kenyataan, siapa yang berani melawan kekuasaan patih
Aragani? Bahkan engkau sendiripun tunduk pada perintahnya”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Agak merah muka Nararya terkena sentilan itu. Diam2 ia


mengagumi ketajaman dan ketetapan orang itu berbicara.
“Akan kulanjutkan keteranganku tadi“ katanya “sungguh tak
kusangka bahwa Kuda Panglulut yang sebelumnya telah ditawan
oleh anakbuah gunung Butak, setelah bebas lalu tiba2 menikam
Mahesa Rangkah dari belakang”
“Keparat si laknat Panglulut itu!“ pertapa itu menggeram
keras2.
“Aku tak suka melihat tindakan Kuda Panglulut yang licik itu.
Akhirnya kami berbantah dan akupun segera meninggalkan
pasukan Singasari”
“Engkau melarikan diri?”
“Ya, karena tak setuju kepada sikap dan ulah Kuda Panglulut”
Tampak Pasirian pejamkan mata dan merenung. Sesaat
kemudian ia membuka mata pula.
“Ki sanak” serunya “kiranya engkau memiliki laku seperti
seorang ksatrya. Aku menyukai sikapmu itu. Engkau harus
menabas sebelah lenganmu dan segera engkau tinggalkan
tempat ini!”
Nararya terkejut. Dahinya mengerut dalam.
“Mengapa engkau menghendaki demikian ?“ serunya.
“Karena engkau ikut dalam pasukan Singasari yang
menyerang gunung Butak. Dan walaupun secara tak langsung,
engkau yang menjadi penyebab gugurnya Mahesa Rangkah,
maka engkau harus mengganti dengan jiwamu. Tetapi mengingat
engkau telah menunjukkan sikap ksatrya dengan tinggalkan
pasukan Singasari, maka kuringankan hukumanmu. Aku tak
mengambil jiwamu melainkan hanya sebelah lenganmu saja.
Tidakkah itu sudah suatu kemurahan hatiku?”
Nararya tertawa panjang.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ki Pasirian“ serunya “aku dapat memahami perjuanganmu di


gunung Butak. Engkau sebagai putera dari Linggapati yang
terbunuh raja Singasari, hendak menuntut balas kepada raja
Singasari. Itu memang layak. Tetapi adakah engkau sudah
menyelami apa sebab mendiang ayahmu sampai ditumpas raja
Wisnuwardaua?”
“Ayahku tak mau tunduk dibawah kekuasaan Singasari”
”Itulah, raden Pasirian,“ sambut Nararya “setiap orang
memang bebas untuk memperjuangkan pendiriannya. Tetapi
negara harus diatas segala kepentingan. Jika setiap daerah,
setiap kadipaten mempunyai pendirian seperti ayahmu apakah
jadinya dengan kerajaan Singasari? Tidakkah bumi Singasari itu
akan terpecah belah menjadi kerajaan kecil2? Tindakan rahyang
ramubun Wisnuwardana adalah tepat. Andaikata engkau menjadi
raja Singasari, pun engkau tentu akan bertindak demikian”
“Dan karena aku putera dari mendiang ayahku, maka aku
hendak menuntut balas .”
“Baik“ sambut Nararya pula “engkau bebas melakukan hal itu.
Tetapi ingat, urusan negara, tak layak dicampurkan dengan
urusan dendam peribadi. Kiranya, banyak tentu prajurit ataupun
senopati yang gugur dalam peperangan. Apakah putera2 mereka
harus menuntut balas juga? Jika demikian halnya, dunia ini tentu
penuh peristiwa balas membalas yang tiada akhirnya”
“Persetan dengan kata2mu kosong itu!“ teriak Pasirian “aku
berhak dan harus membalas dendam kematian ayahku!”
Nararya tertawa kecil.
“Raden Pasirian ....”
“Sudahlah, muak aku mendengar kata2mu yang tiada
berfaedah itu!“ teriak Pasirian.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Namun dengan tenang Nararya tetap berkata “Raden Pasirian,


aku hendak mengajukan sebuah pertanyaan lagi. Dan setelah itu,
aku bersedia mengiringkan apapun yang menjadi kehendakmu”
“Hm, yang terakhir“ kata Pasirian.
Diam2 Nararya tak senang melihat sikap orang yang angkuh
dan congkak. Namun ia dapat memaklumi juga tentang perasaan
Pasirian yang jiwanya telah dibebani tugas membalas dendam
oleh mendiang ayahnya atau mungkin ibunya.
“Ya“ akhirnya ia menjawab “raden Pasirian” katanya dengan
nada yang jernih “siapakah yang membunuh mendiang ayahanda
raden?”
“Raja Wisnuwardana dari Singasari”
“Dan raden hendak menuntut balas, bukan?”
“Ya”
“Silahkan raden membunuh raja Wisnuwardana.”
“Hah? Dia sudah mati!”
“Itu lain soal. Tetapi yang berhutang jiwa kepada ayahanda
raden adalah baginda Wisnuwardana. Selayaknya raden harus
membalas kepada raja itu”
“Jangan ber-olok2! “ teriak Pasirian.
“Tidak, aku tidak ber-olok2“ sahut Nararya “memang
kenyataan adalah baginda Wisnuwardana yang membunuh
ayahanda raden. Maka yang harus raden bunuh, juga raja itu.
Apabila dia sudah mati, itu terserah kepada raden. Ataukah
hendak menghapus atau masih tetap hendak melangsungkan
balas dendam itu. Jika masih, carilah di candi makam baginda”
“Hutang ayah, anak yang membayar. Jika Wisnuwardana
sudah mati, maka Kertantigara yang sekarang masih hidup. Aku
hendak menagih hutang ayahnya itu kepadanya”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Anak yang dilahirkan, bebas dari segala ikatan orangtuanya.


Dia lahir karena kehendak dewata. Bahwa ucapan yang
mengatakan 'hutang ayah, anak yang bayar' itu hanyalah suatu
tata kehidupan yang dibuat oleh manusia, Tetapi susunan tata
kehidupan itu hanya yang menyangkut kelahiran dan kebendaan.
Karena pada umumnya, harta benda orangtua tentu jatuh
kepada anaknya, maka jika orangtua itu mempunyai hutang,
wajiblah anak yang membayarnya. Tetapi harus begitukah
Karma? Karma orangtua, anak yang menyandang?”
“Betapa tidak! “ seru Pasirian “bukankah anak pencuri itu akan
menjadi pencuri juga!”
“Tampaknya demikian walaupun tidak semua anak pencuri itu
tentu akan menjadi pencuri“ kata Nararya “lebih tepat apabila
raden mengatakan, bahwa anak dari orang jahat atau berdosa,
tentu kehidupannya juga sengsara dan penuh kesukaran”
“Hm“ dengus Pasirian.
“Dalam hal itu, tidaklah dapat kita melihat kenyataan yang
ada, tetapi harus menilai dari asal mula kenyataan itu. Bahwa dia
yang dilahirkan sebagai anak dari orang jahat atau berdosa,
tentulah termasuk jiwa yang dalam kehidupan atau penitisan
dahulu, juga seorang yang penuh dosa. Dan sebagai penebus
dosa dia dilahirkan ditempat orang yang berdosa ....”
“Sudahlah, jangan banyak cakap!“ seru Pasirian “apakah
engkau masih mempunyai pernyataan lain lagi?”
“Apakah raden masih tetap hendak menuntut balas kepada
raja Singasari?”
“Ya” sahut Pasirian “yang membunuh ayahandaku adalah raja
Singasari maka raja Singasari yang harus kubalas”
“Rajakula Singasari, sri Rajasa sang Amurwabumi atau Ken
Arok, tak tahu menahu soal peristiwa pembunuhan itu. Dan
mungkin baginda tak pernah membayangkan bahwa puteranya,
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Wisnuwardhana, kelak akan membunuh ayahmu. Adakah


misalnya sri Rajasa itu masih hidup, juga harus engkau bebani
dengan kesalahan baginda Wisnuwardhana ?”
“Tiada ada perbedaan. Yang ada hanya setiap raja Singasari,
baik dia itupun siapa saja, harus kubalas “ seru Pasirian.
“Jika begitu jelas raden membabi buta !”
“Apa katamu!“ Pasirian mulai merah matanya.
“Kukatakan, raden membabi buta dalam menuntut balas“
sahut Nararya.
“Apa pedulimu, babi!”
“Aku harus mempedulikan. Jika raden menuntut balas pada
rahyang ramuhun Wisnuwardhana, itu hak raden. Tetapi jika
raden pun menganggap eyang buyut rahyang ramuhun sri Rajasa
itu juga disama-ratakan sebagai musuh yang harus menerima
pembalasan raden, maka aku Nararya, bersedia untuk mewakili”
Mendengar Nararya menyebut eyang buyut kepada sri Rajasa,
Pasirian terbeliak. Direntangkan matanya lebar2 untuk
memandang pemuda itu. Dan diam2 ia mendapat kesan memang
wajah Nararya bersinar terang.
“Engkau menyebut eyang buyut pada Ken Arok? Siapakah
engkau!”
“Aku Nararya, anak Lembu Tal, cucu Mahesa Campaka dan
cicit dari Ken Arok. Aku bersedia untuk mewakili mereka dari
pembalasanmu”
“O, bagus, bagus“ seru Pasirian “itukah sebabnya engkau mau
membantu pasukan Singasari menyerang gunung Butak?”
“Tidak!“ bantah Nararya “sebagaimana pernyataan raden tadi,
akupun berpendirian demikian. Sebagai seorang putera Singasari,
kawula Singasari, aku akan menentang siapapun yang hendak
mengganggu keamanan Singasari. Gerombolan gunung Butak
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

memberontak kepada Singasari, andaikata bukan raden yang


menjadi pimpinan, akupun tetap akan menentangnya.
Pendirianku ini tidak kudasarkan siapa peribadi raden ini,
melainkan siapa yang menjadi pemimpin gerombolan itu”
“Bagus, Nararya“ seru Pasirian “tetapi apakah engkau sudah
mempunyai nyawa rangkap untuk menghadapi aku ? Jika engkau
tak punya nyawa rangkap tujuh, baiklah engkau menyerah saja.
Sia-sia engkau akan melawan aku!”
Nararya tersinggung akan ucapan yang dianggapnya tekebur
itu. Namun ia masih dapat mengendalikan diri dengan tertawa.
“Nyawa pemberian Dewata agung itu hanya satu. Jika rangkap
tentulah nyawa dari jejadian yang jahat. Mati hidup ditangan
Hyang Widdhi. Andaikata aku mati, akupun rela karena membela
eyang dan eyang buyutku”
“Baik, jika engkau sanggup bertanding dengan aku dan
sanggup pula menerima gada pusakaku, engkau akan kuberitahu
sebuah rahasia penting. Rahasia yang saat ini menjadi perburuan
dari orang Daha dan Singasari”
Nararya terlejut. Diam2 ia merangkai dugaan apakah
gerangan rahasia yang dikatakan sangat penting dan menjadi
perburuan Daha dan Singasari itu ?
“Ah, apakah rahasia tentang gong pusaka Empu Bharada?“
tiba2 hatinya tersentak dengan pertanyaan “mungkin juga karena
menurut kesan2 dalam penyelidikan selama ini, Mahesa Rangkah
dan gunung Butak, ikut campur dalam peristiwa perebutan itu”
“Rahasia tentang gong pusaka empu Bharada, yang raden
maksudkan? “ tanyanya untuk menyelidiki.
Pasirian terkesiap.
“Bagaimana engkau dapat menduga. begitu ?”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Karena dewasa ini baik orang Daha maupun Singasari


memang sedang sibuk mencari gong pusaka Empu Bharada yang
hilang”
“Engkau tahu juga tentang peristiwa itu?”
“Ya“ sahut Nararya “yang mengambil adalah seorang bekel
dari Daha tetapi ternyata pusaka itu hilang lagi dan sampai kini
belum diketahui berada dimana”
Pasirian terdiam.
“Jika kusangkal hal itu?”
“Rasanya tak mungkin lagi terdapat suatu rahasia yang lebih
penting dari peristiwa itu.”
“Mengapa tidak? Bukankah pernikahan agung antara puteri
raja Kertanagara dengan pangeran Ardaraja dari Daha juga
merupakan peristiwa penting?”
“Tetapi apa hubungannya dengan rahasia yang raden hendak
ungkapkan itu?”
“Jika kuadakan tentu ada. Misalnya, engkau tentu setuju
menganggap rahasia itu penting karena menyangkut rencana
untuk menggagalkan pernikahan anak raja itu”
“Bagaimana mungkin”
”Bagaimana tak mungkin? Jika Ardaraja terbunuh, bukankah
pernikahan agung itu akan gagal?”
“Tetapi tak mudah untuk melakukan hal itu. Penjagaan di
keraton Daha seketat hutan rimba yang tumbuh tombak dan
pedang”
“Hm“ desuh Pasirian “jika kukatakan rahasia itu benar
mengenai gong pusaka Bharada ?”
“Aku akan berterima kasih sekali kepada raden?”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hm, apa yang engkau persembahkan dalam terima kasihmu


itu? “
“Jiwaku“ sahut Nararya “akan kupertaruhkan”
“Bagus“ seru Pasirian “jika demikian layak kiranya engkau
mendapat imbalan rahasia itu”
“Lalu bagaimana maksud raden ?”
“Kita keluar di halaman candi ini,“ kata Pasirian “tempatnya
cukup luas untuk mengadu tenaga”
Nararya menyetujui dan mengikuti orang itu berjalan keluar.
Keduanya segera tegak berhadapan di halaman candi.
Saat itu malam hari. Suasana disekeliling penjuru hening dan
kelam. Tetapi bagi kedua orang itu, bukan suatu halangan
bahkan lebih leluasa karena lebih dapat mencurahkan segenap
pikiran dan tenaga.
Ada dua macam anggapan yang menghinggapi benak kedua
orang itu. Nararya tak berani memandang ringan kepada lawan.
Sebagai pimpinan gerombolan gunung Butak, tentulah Pasirian
memiliki suatu kelebihan yang mengagumkan. Mungkin
kecerdasan tetapi paling mungkin tentulah kedigdayaannya. Oleh
karena itu ia harus berhati-hati dan mencurahkan segenap
semangat dan kepandaiannya untuk menghadapi.
Pasirian belum faham siapa Nararya. Sekalipun sudah
mendengar bahwa pemuda itu dapat mengalahkan Mahesa
Rangkah, tetapi belumlah suatu hal yang meyakinkan kepadanya
bahwa pemuda itu mampu mengalahkannya juga.
Demikianlah setelah saling memberi pernyataan supaya
masing2 siap, keduanya lalu mulai melakukan serangan.
Serangan pertama yang dibuka Pasirian itu memberi rasa kejut
dalam hati Nararya. Angin pukulannya lebih dulu telah
menimbulkan gelombang keras yang menampar muka Nararya
sebelum pukulan itu tiba.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Dia memiliki pukulan yang kuat sekali“ pikir Nararya. Ia


beringsut menghindar ke kanan lalu gerakkan tangan kanan
menepis rusuk lawan.
“Bagus“ Pasirian berseru “engkau dapat balas menyerang
cepat sekali”
Sekalipun mulut mengatakan begitu namun bekas pimpinan
gunung Butak itu tak mau beringsut. Bahkan ia ayunkan langkah
merapat untuk menerkam leher Nararya.
Nararya terkejut. Jelas lawan menghendaki sama2 kena
pukulan. Tetapi yang jelas, walaupun tepisan pada rusuk lawan
itu menimbulkan sakit tetapi lehernya-pun pasti akan tercekik
tangan orang. Nararya terpaksa menarik tangan dan tubuhnya
mundur ke belakang.
Demikian dengan awal yang cukup mengejutkan itu,
pertempuran melanjut dalam serang menyerang yang keras dan
makin cepat. Nararya memperhatikan bahwa setiap kali lawan
tentu mengajak sama2 terpukul. Dan lebih banyak pula memberi
peluang agar dipukul.
Iapun mendapat kesan bahwa tata langkah maupun gerak
pukulan lawan itu amat teratur dan terarah menurut ilmu
kanuragan yang tinggi mutunya.
Akhirnya Nararya tak dapat menahan diri lebih lama. Dia
menganggap bahwa lawan bersikap congkak dan terlalu
meremehkan dirinya. Betapapun Nararya masih muda. Seketika
panaslah hati dan darahpun meluap “Ingin kucoba betapa keras
kulitnya”
Demikian Nararya mengambil keputusan dan kesempatan
yang diperkirakan akan dapat melaksanakan keputusannya itu
dengan berhasil, pun datang.
Setelah menangkis pukulan Nararya, Pasirian merentang
tangan kiri untuk menerkam bahu. Dengan begitu jelas dadanya
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

terbuka tak terlindung lagi. Kesempatan itu tak disia-siakan


Nararya. Secepat kilat ia menghunjamkan tinjunya ke dada
lawan. Keras sekali.
Duk. . . tinju tepat mengenai dada tetapi alangkah kejut
Nararya ketika ia merasa seperti meninju sekeping papan yang
amat keras sekali. Dan lebih terkejut pula ketika saat itu bahunya
dicengkeram tangan lawan yang bertenaga kuat sekali sehingga
karena tak tahan, Nararya mengendap ke bawah.
Namun sebelum Nararya sempat berbuat apa2, tangan orang
itu sudah beralih mencekik kerongkongannya sehingga hampir
dia tak dapat bernapas.
Tiba2 tangan kanan Pasirian merogoh ke dalam baju dan
mengeluarkan gada besi kuning, lalu dihantamkan ke kepala
Nararya.
“Mampus engkau . . .!”
~dewiKZ~ismoyo~mch~

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 12

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor :
MCH

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
Nararya terkejut sekali. Semangatnya serasa terbang
ketika melihat sinar kuning memancar kearah kepalanya.
Dia sedang berjuang untuk melepaskan tangan lawan
yang mencekik lehernya. Dan itupun belum berhasil.
Bagaimana mungkin dia dapat menghadapi sinar kuning
itu?
Karena tiada berdaya, Nararya pejamkan mata dan
meratapkan doa kepada Hyang Widdhi. Memaserahkan
jiwa raga dan menyerahkan diri akan kehendak Hyang
Maha Agung.
Pasirian menumpahkan seluruh perhatiannya kearah
ubun2 kepala Nararya yang hendak dihantam dengan besi
kuning itu. Dan ia yakin pasti dapat menghancurkan kepala
pemuda itu.
Namun hidup mati manusia itu tak dapat ditentukan oleh
manusia. Hanya Hyang Widdhi Agung yang kuasa
memutuskan. Karena dialah sang Maha Pencipta.
Sekonyong-konyong ubun2 kepala Nararya memancar
kepul asap. Pasirian terkejut sekali. Dalam pandangannya,
kepul asap itu berbentuk seperti kuntum bunga putih yang
merekah besar. Lebih terkejut pula ketika kepul asap
berbentuk bunga, yang sesungguhnya merupakan bentuk
bunga wijaya, dapat menahan laju besi kuning.
Dan yang paling mengejutkan Pasirian adalah ketika
bahunya dicengkeram sebuah tangan dan disentakkan
kuat2 ke belakang.
“Jangan melakukan pembunuhan disini!” terdengar
suara orang membentak keras.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pasirian terhuyung beberapa langkah. Setelah dapat


menegakkan keseimbangan tubuh, ia berpaling menghadap
orang itu.
“Setan! Siapa engkau!“ hardiknya seraya menatap
orang itu. Seorang pemuda yang berkulit kuning, berwajah
bersih. Tubuhnya agak kurus, tiada mengunjukkan seorang
yang bertenaga kuat. Tetapi jelas dirasakan Pasirian betapa
kuat tenaga pemuda itu dikala menyentakkannya ke
belakang tadi.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pemuda itu berwajah teduh. Sikapnya tenang serupa


dengan nada suaranya ketika menjawab “Aku Nambi dari
puncak gunung Lejar “
“Mengapa engkau ikut campur urusan ini ? Apakah
engkau kenal dengan pemuda itu?” seru Pasirian.
Nambi gelengkan kepala “Tidak kenal“
“Mengapa engkau ikut campur?“
“Ki sanak“ sahut pemuda yang bernama Nambi “untuk
menolong seseorang, tidaklah diperlukan harus
mengenalnya dulu. Itu sudah suatu wajib dari seorang yang
mempunyai sifat kemanusiaan “
“Hm“ Pasirian mendesuh.
“Mengapa engkau hendak membunuh ki sanak itu?
Apakah kesalahannya?” Nambi berbalik mengajukan
pertanyaan.
“Dia berkali-kali merugikan aku. Bahkan menjadi
penyebab dari terbunuhnya seorang sahabatku “
Nambi beralih pandang kearah Nararya yang sementara
itu sudah tegak dengan tenang. Ketika beradu pandang,
Nambi terkesiap. Ia terkejut menyambut pancaran sinar
mata Nararya yang teduh tetapi tajam. Wajahnya yang
memancarkan sinar terang, menimbulkan daya yang aneh
agar mematuhi dan mengindahkannya.
“Ki sanak ... “
“Terima kasih atas pertolonganmu, ki Nambi“
Nararyapun cepat menanggapi “Aku Nararya. Apa yang
dikatakan ki Pasirian tadi memang benar semua. Kini aku
sedang mempertanggung jawabkan semua tindakan yang
pernah kulakukan kepadanya “
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nambi diam2 terkejut dan memuji akan kejujuran dan


keberanian pemuda itu “Tetapi raden, mengapa dia sampai
hendak membunuh raden? Adakah raden telah melakukan
sesuatu yang layak menimbulkan kemarahannya
sedemikian rupa? “
Diluar kesadarannya, demi terpesona akan wajah
Nararya dan sikapnya yang berlainan dengan pemuda
kebanyakan, Nambi telah menggunakan sebutan raden. Dia
duga, Nararya tentu seorang pemuda yang mempunyai
darah keturunan priagung. Ia teringat akan pesan gurunya.
“Masing2 mempunyai penilaian sendiri“ jawab Nararya
“akan sesuatu yang dilakukan dan dideritanya “
“Raden“ kata Nambi “apabila tiada keberatan sukalah
raden melimpahkan keterangan kepadaku tentang peristiwa
ini “
“Sudahlah, jangan banyak cakap!“ bentak Pasirian
“apakah engkau menganggap dirimu teramat digdaya
sehingga berani menempatkan diri sebagai dhyaksa dalam
urusanku ini.”
“Bukan kesaktian atau kedigdayaan yang berhak mutlak
untuk mencampuri persoalan ini. Bukan pula kekuasaan
dan pengaruh yang mempunyai hak khusus tetapi rasa
keadilan dan kebenaran, ki sanak “ sahut Nambi.
Pasirian tertawa mengejek.
“Ki sanak“ serunya “perbuatanmu mencengkeram
bahuku dari belakang, tidak sesuai dengan kata-katamu
yang segarang itu. Pasirian akan menghadapimu dengan
gaya apapun juga.“
Kedua pemuda itu segera saling melangkah
berhadapan.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ki Nambi“ tiba2 Nararya berseru “urusan ini adalah


antara raden Pasirian dengan aku. Sebaiknya, biarlah
kuselesaikan sendiri. Aku sangat menghargai sekali
perhatian dan bantuanmu, ki Nambi.“
“Raden ....“ belum sempat Nambi melanjutkan kata-
katanya, Pasirianpun sudah menyerang. Nambi masih
sempat menghindar. Ia marah melihat sikap dan tindakan
Pasirian. Dan makin cenderung anggapannya bahwa dalam
persoalan itu tentulah Pasirian yang difihak salah. Karena
Pasirian tampaknya tak menghendaki persoalan itu
diketahui orang lain.
Nambi balas menyerang dan keduanya segera terlibat
dalam serang menyerang yang seru. Nararya agak gugup.
Ia dibantu Nambi, seharusnya saat itu ia harus
membantunya pula. Tetapi dia tahu bahwa tindakan itu
akan menimbulkan kesan yang tak layak. Pasirian tentu
akah menganggap dirinya dikerubuti dua orang. Nararya tak
menghendaki cara berkelahi yang bersifat tak ksatrya. Pun
ia tak mcnghendaki tindakan yang mengecewakan Nambi.
Ia tahu bahwa pantang seorang ksatrya yang tengah
berkelahi itu, dibantu orang.
Pertimbangan2 itu menyebabkan dia terkatung dalam
kemanguan. Ia tak tahu apa yang harus dilakukan kecuali
melihat dengan pandang menunggu.
Ia sempat memperhatikan bahwa Nambi memang lincah
dan memiliki ilmu kanuragan yang tinggi. Namun iapun tak
dapat menutup kenyataan bahwa sesungguhnya Pasirian
lebih unggul setingkat dari lawannya. Gerak pimpinan
gunung Butak itu lebih hebat, baik jurus2 serangan maupun
tenaga pukulannya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya tahu bahwa Nambi hanya melakukan tindakan


sesuai dengan ajaran2 yang biasa diterima oleh murid
seorang resi atau guru yang luhur kebatinannya. Tetapi
Nambi tak tahu siapa yang dihadapinya. Pasirian adalah
pemimpin gerombolan gunung Butak yang berilmu sakti dan
cakap memimpin. Karena tak mungkin orang yang tak
mempunyai kewibawaan dan kelebihan-kelebihan akan
mampu menghimpun dan menguasai suatu gerombolan
yang berjumlah ribuan orang.
Beberapa saat kemudian mulai timbullah pikiran
Nararya untuk mencari kesempatan terjun ke gelanggang.
Ia merasa Nambi masih belum sesuai sebagai lawan
tempur Pasirian. Dan kesempatan itu cepat sekali tiba, lebih
cepat daripada yang ia duga.
Sebuah gerak tipu yang dilakukan Pasirian berhasil
mengecoh Nambi. Nambi gugup hendak loncat menghindar.
Tetapi kalah cepat. Kaki Pasirian mendahului menyapu dan
terpelantinglah Nambi ke tanah.
“Pasirian, akulah musuhmu yang sesungguhnya“ seru
Nararya seraya melangkah maju demi Pasirian hendak
menghampiri Nambi.
Pasirian terhenti langkah, berputar ke belakang,
memandang pemuda berwajah agung itu dengan tatap
yang mengembangkan kesan. Betapa tadi ia melihat suatu
keanehan pada pemuda itu. Besi kuning yang hampir
mendarat ke kepala pemuda itu, tiba2 tertahan oleh
hamburan asap yang berbentuk seperti bunga mekar.
Bunga itu hampir menyerupai teratai, tetapi jelas bukan
bunga teratai. Dan diketahuinya bahwa teratai itu lambang
padma suci dari kaum Buddha.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Adakah pemuda itu seorang guru atau acarya agama


Buddha? Mungkin karena telah mencapai kesucian batin,
dia dapat memancarkan daya kesaktian semacam itu“
pikirnya. Tetapi cepat pikirannya membantah sendiri.
Menilik umurnya, tak mungkin pemuda itu mampu mencapai
tingkat kesucian yang sakti seperti itu.
“Jika demikian, adakah dia memang mendapat restu
dari dewata sebagai seorang ksatrya linuwih yang kelak
akan menjadi manusia besar ?“ ia mulai beralih pada lain
pemikiran.
Dan pemikiran itu hampir menembus alam hatinya.
Namun sekilas naluri akalnya, membantah “Ah, mungkin
peristiwa itu hanya suatu khayal dari pandang mataku. Aku
akan mencobanya pula. Apabila terlihat lagi peristiwa
semacam itu, barulah aku percaya “
Perbantahan yang terjadi dalam batin Pasirian
menimbulkan gelombang pasang surut pada cahaya
mukanya.
“Adakah sesuatu yang raden hendak utarakan ?“ tegur
Nararya.
Pasirian terbeliak dan gelengkan kepala.
“Jika demikian marilah kita mulai lagi. Apabila raden
Pasirian dapat merubuhkan aku lagi, aku bersedia
menyerahkan jiwaku “
“Baik“ kata Pasirian yang membulatkan bekal
keputusannya.
Nararya telah menyadari akan kesalahannya tadi. Dia
terlalu diburu nafsu sehingga melakukan sesuatu langkah
tanpa memperhitungkan langkah lawan. Dia telah terkecoh

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dalam perangkap yang diluangkan lawan. Kini dia tak mau


melakukan kesalahan itu lagi.
Pembukaan serangan segera diikuti dengan
serangkaian serangan yang gencar. Namun tak semudah
itu Pasirian dapat dikuasainya. Pasirian amat gagah dan
perkasa. Demikian pertempuran itu berjalan amat seru dan
cepat.
Nambi tercekat menyaksikan pertempuran itu. Diam2 ia
malu dalam hati. Jelas Nararya yang ditolongnya itu
memiliki ilmu kedigdayaan yang hebat.
Juga dalam hati Pasirian diam2 terkejut. Saat itu ia
menyadari bahwa kemenangan yang direbutnya tadi adalah
berkat berhasilnya sebuah siasat yang diumpankan kepada
lawan. Jelas untuk memenangkan pertempuran itu, dia
harus menggunakan siasat lagi. Tetapi keadaan saat itu,
beda dengan tadi. Nararya melakukan serangan yang
menggebu- gebu bagaikan arus sungai yang mengalir tiada
berkeputusan. Hal itu benar2 tak memberi kesempatan
kepadanya untuk melakukan suatu siasat.
Pasirian terpaksa harus mengimbangi. Dia harus
bergerak cepat apabila tak menghendaki tinju lawan akan
singgah ditubuhnya. Namun setelah berlangsung setengah
jam tanpa berhenti, dia merasa mulai lelah. Memang untuk
bergerak cepat, mencurahkan perhatian dan menegangkan
uratsyaraf selama setengah jam, bukan suatu pekerjaan
yang ringan. Kepala dan tubuh mulai bersimbah peluh.
Memang Nararya menggunakan siasat untuk memeras
tenaga lawan. Dia tak mau terburu nafsu lagi walaupun
beberapa kali ia melihat peluang baik. Ia menyadari bahwa
lawan memang digdaya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Rupanya Pasirian menyadari akan siasat yang


dilakukan Nararya. Lawan lebih muda, tenaga dan
napasnya lebih kuat. Apabila dia menuruti siasat lawan,
tentulah akhirnya ia harus menderita kekalahan. Jika
hendak merebut kemenangan dia harus mempercepat
pertempuran. Adapun kesempatan untuk melaksanakan
keputusannya itu, tidak harus ditunggu melainkan harus
ditimbulkan. Hal itu sesuai dengan perintahnya kepada
anakbuah di gunung Butak dahulu “Jika ingin melaksanakan
apa yang kita inginkan, kita harus bergerak. Jangan
menunggu kesempatan itu tiba melainkan harus mencari
dan bahkan bila perlu menimbulkan kesempatan“ katanya.
Kini dia menghadapi sesuatu seperti yang pernah ia
katakan kepada anakbuahnya. Sebagai seorang yang
mengajarkan, dia harus lebih dapat melaksanakannya.
Dalam kesempatan menghindari sebuah pukulan,
sebenarnya dia dapat mengirim serangan balasan. Tetapi
sengaja ia bergerak lamban untuk memancing serangan
lawan.
Nararya tahu akan peluang itu. Diapun sudah
memperhitungkan bahwa pertempuran yang berlangsung
cukup lama dan melelahkan itu tentu sudah mengurangi
tenaga dan napas lawan. Ia menduga bahwa lawan tentu
sengaja melakukan siasat pula. Maka kali ini dia hendak
melakukan serangan ganda. Yang satu hanya suatu gerak
tipu untuk mengetahui adakah peluang itu benar-benar
dikarenakan lawan sudah kehabisan tenaga ataukah hanya
suatu siasat belaka. Jika memang karena lawan kehabisan
napas, maka iapun akan mengisi gerak tipu itu dengan
serangan yang sungguh. Tetapi apabila hanya daya tipu
maka diapun sudah menjagai dengan sebuah gerak yang
lain.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Perhitungan Nararya memang tepat. Pada saat tinjunya


menyusup diantara kedua tangan lawan yang terbuka dan
langsung menuju ke dada, tiba2 kedua tangan Pasirian
mengacip, hendak mengunci. Pada saat itu Nararyapun
sudah bersiap. Sesaat lawan bergerak, diapun segera
menyerempaki dengan gerak tangan kiri menerpa bahu
orang, krek ....
Pasirian tak menduga bahwa lawan akan bergerak
sedemikian cepat. Walaupun ia telah menyentuh tangan
kanan lawan, tetapi gerak penguncian yang hendak
dilakukannya itu berantakan karena bahunya terasa sakit
sekali sehingga lunglai. Dan sebelum ia sempat menarik
tangannya, Nararyapun sudah menebas bahu lawan yang
sebelah lagi.
Kedua belah bahu ditebang oleh tepi telapak tangan
Nararya, sesaat kedua tangan Pasirian lunglai tak
bertenaga. Apabila Nararya menyusuli pula dengan sebuah
pukulan ke dada atau tendangan ke perut, Pasirian tentu
akan terpelanting rubuh.
Pasirian menyadari akan hal itu. Ia terkejut dan siap
hendak loncat kebelakang tetapi ia terkesiap ketika melihat
Nararya hanya memandangnya dengan tersenyum
“Silahkan berdiri tegak, raden Pasirian“ seru pemuda itu.
Pasirian terpukau akan sikap lawan.
“Mengapa engkau tak menyusuli pula dengan sebuah
pukulan ?“ serunya.
“Ah, tidak“
“Bukankah engkau mengetahui akan kesempatan itu? “
“Ya“
“Dan engkau mampu melakukannya, bukan?“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Benar“
“Mengapa lak engkau lakukan? “
“Mengapa harus kulakukan? Bukankah tidak ksatrya
untuk menyerang lawan yang sudah terdesak?“
Pasirian tersipu-sipu dalam hati. Apa yang
direncanakan, tak terlaksana. Dia tak sempat untuk
membuktikan lagi apa yang dilihatnya ketika ubun2 kepala
Nararya memancar asap berbentuk bunga mekar. Tetapi
sikap Nararya itu telah menyentuh hatinya. Bahwa yang
dihadapinya itu memang seorang pemuda yang memiliki
peribadi menonjol dan sifat ksatrya.
Tiba2 Pasirian tersentak kaget manakala dia teringat
akan pemunculan aneh pada waktu ia melakukan semedhi
tapabrata dalam kuil. Antara sadar dan tak sadar, pada
tengah malam yang sunyi senyap, ia seperti melihat seekor
burung garuda terbang melayang dan turun dihadapannya.
Kuatir kalau burung itu akan menyerangnya, diapun
mendahului menghantam. Tetapi burung itu menerjang dan
Pasirianpun rubuh terjerembab.
“Pasirian, jika aku mau, dapatlah kuhancurkan
nyawamu. Tetapi kali ini engkau kuampuni. Hanya engkau
harus ingat, entah esok entah lusa, akan datang seorang
ksatrya muda kemari. Engkau harus tunduk kepadanya. Dia
adalah junjunganku ... “
“Raden Pasirian“ tiba2 Nararya menegur sehingga
Pasirian gelagapan dan buyarlah lamunannya “apakah
engkau sudah bersiap pula untuk melanjutkan
pertempuran? “
“Ya, tentu“ karena tak sempat menimang, tanpa disadari
Pasirianpun serentak menjawab “mari kita memakai

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

senjata“ dan diapun terus mengeluarkan senjatanya,


selempeng besi kuning mirip gada.
Nararya terkejut. Dia tak membekal senjata apa2.
“Raden, pakailah pedangku ini“ tiba2 Nambi lari
memberikan senjata. Sebuah pedang yang agak suram
matanya.
Sebenarnya Nararya merasa enggan untuk memakai
senjata karena pertempuran dengan memakai senjata,
berat sekali akibatnya. Namun iapun menyadari bahwa
senjata besi kuning dari Pasirian itu bukan senjata biasa
melainkan sebuah senjata pusaka. Berbahaya apabila dia
menghadapi dengan tangan kosong. Akhirnya setelah
merenung, ia menemukan suatu keputusan. Diterimanya
angsuran pedang Nambi, kemudian dia tegak bersiap
dihadapan Pasirian.
“Adakah raden benar2 hendak menyelesaikan
pertempuran ini dengan senjata?” tegurnya.
“Apakah engkau kira aku sedang bermain-main seperti
anak kecil? “
“O, raden menghendaki jiwaku?“
“Aku harus bertanggung jawab atas rintihan ratusan jiwa
anakbuah gunung Butak yang telah melayang itu.
Sebenarnya masih ringan apabila engkau hanya mengganti
dengan sebuah jiwamu “
“Jika demikian kehendak raden, akupun hanya menurut
perintah saja untuk mengiringkan raden“
Besi kuning yang dimainkan Pasirian itu segera
menimbulkan lingkaran sinar kuning yang bergulung-gulung
bagai angin prahara.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya agak tergetar hatinya. Namun cepat ia


menyadari apa yang harus ia lakukan. Pada waktu
menerima ajaran ilmu kanuragan dari gurunya, resi
Sinamaya dengan tandas memberi pesan. Bahwa segala
ilmu dan senjata bahkan pusaka sekalipun, hanyalah
sekedar sarana dan alat pelengkap. Tetapi yang penting
adalah diri manusia itu sendiri. Tabah, tenang dan cepat
dapat menyesuaikan diri pada setiap perobahan. Gentar,
merupakan pantangan besar. Karena rasa gentar itu akan
meluapkan rasa takut dan takut akan membuyarkan
ketenangan, mengacaukan pikiran sehingga hilanglah
segala ilmu yang dimilikinya.
Nararyapun segera mengendapkan luap rasa gentar
kemudian menghapusnya. Dia harus menghadapi lawan
dengan ketabahan dan ketenangan. Setelah memiliki
ketenangan mulailah dia dapat meneropong gerak
permainan pedang lawan. Betapapun cepat dan dahsyat
permainan pedang Pasirian namun tak lepas dari tata
permainan ilmupedang yang disebut jurus2 gerak. Setelah
mengetahui gerak sambaran pedang lawan, mulailah ia
dapat menyesuaikan diri untuk menghadapi.
Demikian pertempuran itu berjalan dalam waktu yang
cepat dan jurus2 yang dahsyat. Berulang kali mereka harus
adu senjata. Namun keduanya tak sempat meninjau
bagaimana tenaga lawan, tak sempat pula memeriksa
bagaimana senjata masing2 setiap habis beradu. Karena
setiap benturan tentu segera disusul dengan tusukan atau
sabatan berikutnya.
Mendapat perlawanan yang gigih dari Nararya, Pasirian
makin penasaran. Besi kuning itu bukan sembarang besi
tetapi sebuah besi yang bertuah. Jika teringat akan
perjalanan hidupnya sejak ayahnya dibunuh, Pasirian
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

merasa sedih sekali. Ia dilarikan oleh seorang pengawal


ayahnya, dikejar-kejar oleh prajurit2 Singasari, kemudian
ditolong oleh seorang pertapa tua. Kemudian dia ikut pada
pertapa itu sebagai murid. Pertapa tua itu menurunkan ilmu
kesaktian kepadanya. Tetapi belum sempurna semua ilmu
diterimanya, pertapa itu karena usianya yang amat lanjut,
sudah keburu meninggal dunia.
Pasirian terpaksa turun gunung mengembara. Banyak
sekali penderitaan yang dialaminya sampai pada suatu hari
ia nekad bertapa. Ia merasa seperti mendapat wangsit
untuk menuju ke gunung Butak. Di puncak gunung, dia
diamanatkan supaya mencari sebuah arca yang memegang
gada. Gada itu supaya di pecah dan didalamnya akan
terdapat sebuah pusaka.
Pasirian melakukan amanat dari wangsit yang
diterimanya itu. Tetapi sampai beberapa bulan, dia tak
berhasil menemukan barang sebuah arcapun juga. Selama
berada di puncak gunung Butak dia tinggal di sebuah gua
yang berhadapan dengan sebuah air-terjun. Curahan air-
terjun itu ditampung dalam sebuah telaga kecil yang penuh
batu.
Pada suatu hari karena putus asa, dia sudah mengambil
keputusan untuk turun gunung. Mungkin wangsit yang
diterimanya itu bukan wangsit sesungguhnya.
Pada malam harinya, seperti biasa tiap malam, ia
melakukan semedhi, duduk diatas sebuah batu besar
menghadap kearah air-terjun.
Malam kelam, bulan tak muncul, bintang pun jarang.
Sunyi senyap diseluruh penjuru. Tiba2 terdengar guruh
menggelegar di angkasa. Rupanya akan hujan. Karena
sudah cukup lama bersemedhi, iapun membuka mata dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

akan menyudahi semedhinya. Yang tampak dibadapannya


adalah permukaan telaga yang bening airnya. Dalam cuaca
malam yang gelap, telaga itu tampak makin nyata. Tanpa
maksud tertentu, ia menyusurkan pandang mata keseluruh
tepi telaga, mengikuti lekuk2 yang penuh berkeluk- keluk
itu. Sesaat tiba pada ujung tepi yang terakhir, dia terkesiap.
Dalam pandangannya, garis yang dibentuk oleh tepi
telaga itu merupakan bentuk seperti sebuah arca. Segera ia
merentang mata dan mencurah perhatian. Dan makin jelas
pula bahwa bentuk telaga itu memang menyerupai sebuah
arca. Serentak ia mencurahkan pandang kearah bagian
tangan. Seketika dia menjerit. Dia menemukan gambaran
bentuk tangan dan pada bagian itu memang merupakan
suatu lingkaran bentuk sebuah gada.
Setelah menunggu dengan perasaan tak sabar,
akhirnya pagipun tiba. Langsung dia turun menuju ke-
bagian tangan dari bentuk arca itu. Dia tak mendapatkan
apa2 kecuali hanya batu terbenam air. Setelah merenung
sejenak akhirnya ia mengangkat batu2 yang berada di
dalam air. Ketika mengangkat sebuah batu yang paling
besar, dia mendapatkan dibawah batu itu terdapat kutungan
arca, kutungan bagian tangan. Diambilnya tangan arca batu
itu. Setelah dihancurkannya ternyata didalamnya berisi
sebatang besi kuning. Pasirian girang tiada terperikan.
Untuk mencoba kesaktian besi kuning itu, dihantamkannya
pada segunduk batu. Batupun hancur berkeping-keping.
Sejak itu dia mulai mengumpulkan anakbuah di gunung
Butak sehingga setelah dipandang cukup kuat, dia mulai
mengadakan pengacauan. Dia tahu perasaan akuwu dan
rakyat Daha terhadap Singasari yang diperintah baginda
Kertanagara. Ia mengadakan rencana untuk memperuncing
hubungan kedua kerajaan itu. Apabila mereka berperang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

maka dialah yang akan mengail di air keruh. Demikian


sekelumit riwayat Pasirian.
Besi kuning telah memberi bukti sebagai senjata yang
amat ampuh. Beberapa anakbuah gunung Butak semula
berasal dari para gerombolan, kepala penyamun atau
penjahat yang termasyhur kesaktiannya. Tetapi Pasirian
dapat menundukkan mereka berkat besi kuning yang
ampuh itu. Senjata itu memiliki daya kesaktian
melumpuhkan tenaga lawan.
Demikian sekelumit sejarah besi kuning yang dimiliki
Pasirian itu.
Tiba2 dia mendapat kesempatan. Besi kuning segera
diayunkan menghantam lambung. Nararya terkejut dan
menangkis dengan pedang tetapi agak terlambat.
Walaupun dapat menjaga tulang rusuknya tak sampai
hancur, namun ujung besi kuning sempat pula memukul
pinggang Nararya. Tidak berapa keras hanya menyentuh
saja.
Pasirian terkejut ketika Nararya tak kurang suatu apa
dan masih dapat melanjutkan serangan. Selama ini
jangankan terkena hantaman, sedang tersentuh saja lawan
pasti gemetar dan lumpuh teiaganya. Tetapi mengapa
Nararya tak kurang suatu apa?
“.... ingat, dia adalah junjunganku ....“ seketika terngiang
pula suara burung garuda dalam mimpinya itu. Dan iapun
dapat mengingat kelanjutan dari kata2 burung garuda itu
“berani mengganggunya, nyawamu pasti kucabut ....“
Pasirian terkesiap. Tiga buah hal telah menghantui
benaknya. Ubun2 kepala Nararya memancarkan asap yang
berbentuk bunga mekar, dia tak mempan disabat besi
kuning dan mimpi teatang burung garuda. Pasirian
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tercengkam dalam longong yang dalam. Plak ... tiba2 kaki


Nararya berayun tepat mengenai siku lengan Pasirian
sehingga besi kuning terlempar jatuh.
Pasirian gelagapan namun terlambat. Ia mengira kalau
lawan tentu akan menyerangnya. Tetapi diluar dugaan
Nararya hentikan gerakannya, memandang kepadanya.
“Silahkan ambil“ seru pemuda itu. Walaupun tahu
bahwa kekalahannya itu adalah karena dia sedang
terlongong memikirkan beberapa hal, namun Pasirian
terkesan akan sikap Nararya.
“Apakah engkau kira aku kalah?“ seru Pasirian.
“Tidak“ Nararya gelengkan kepala “tetapi mengapa
engkau diam saja? “
Pasirian menghela napas “Siapakah sesungguhnya
engkau ini? Benarkah engkau keturunan dari
Wisnuwardana raja Singasari itu? “
Sebenarnya dalam hati Nararya tidak membenci
Pasirian. Gerakan Pasirian menghimpun anakbuah dan
hendak memberontak adalah demi hendak melakukan
balas dendam atas kematian ayahnya yang dibunuh
baginda Wisnuwardana. Bagi kerajaan Singasari, Pasirian
memang seorang pemberontak yang harus dihancurkan.
Tetapi bagi keluarganya, bagi laku seorang ksatrya, dia
telah menetapi kewajibannya. Sebagai seorang ksatrya, ia
dapat menaruh rasa kagum dan hormat kepada seorang
ksatrya lain.
“Aku putera Lembu Tal, rama Lembu Tal adalah putera
Mahesa Campaka atau Batara Narasingamurti. Eyang
Batara Narasingamurti adalah putera Mahisa Wonga
Teleng. Mahisa Wonga Teleng adalah putera dari Ken Arok

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

atau baginda Rajasa sang Amurwabhumi dengan eyang


buyut puteri Ken Dedes “
“O“ desuh Pasirian “dan siapa baginda Wisnuwardana
dan bagaimana silsilah keturunannya? “
“Baginda Kertanagara yang sekarang ini adalah putera
baginda Wisnuwardana. Sebelum dinobatkan sebagai raja
baginda Wisnuwardana bernama Rangga Wuni dan putera
dari Anusapati. Dan Anusapati adalah putera eyang buyut
puteri Ken Dedes dengan Tunggul Ametung “
“Hm, jika demikian,“ kata Pasirian “rama dan eyang-
eyangmu itu dari keturunan Ken Dedes “
“Benar “
“Engkau dengan raja Kertanagara masih kemanakan
dari garis keturunan Ken Dedes “
“Ya“
“Sesungguhnya engkaulah keturunan dari Ken Arok dan
raja Kertanagara itu keturunan dari Tunggul Ametung “
“Demikianlah “
”Mengapa engkau begitu mati-matian membelanya? “
“Raden Pasirian“ kata Nararya. dengan tenang “yang
kubela adalah Singasari karena kerajaan itu didirikan oleh
eyang buyut sri Rajasa. Bahwa ketentuan kodrat saat ini
kerajaan Singasari diperintahkan oleh raja keturunan dari
Tunggul Ametung dan eyang buyut puteri Ken Dedes, hal
itu rupanya memang sudah garis kehendak dewata. Eyang
Batara Narasingamurti tentu sudah menyadari hal itu dan
merelakannya.“

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Engkau salah raden Nararya. Seharusnya engkau


berusaha untuk merebut warisan dari sri Rajasa. Engkau
lebih berhak.“
“Dewata Agung telah menentukan garis hidup pada kita.
Kuserahkan saja kesemuanya itu kepada kehendak Dewata
Agung. Yang penting, perjuanganku saat ini adalah
menjaga dan membela kerajaan Singasari dari setiap
gangguan dari manapun datangnya “
”Hm“ desuh Pasirian “apakah yang engkau harapkan
dari aku? “
“Aku tak berani mengharap terlalu banyak kecuali hanya
sebuah harapan yang tak berarti bagi raden tetapi
mempunyai arti besar bagi perjuanganku.“
“O, apakah itu? “
“Aku dapat memaklumi tujuan perjuangan raden. Tetapi
kitapun harus mau menerima kenyataan yang telah
diberikan oleh Hyang Batara Agung.“
“Tetapi kita manusia harus berusaha“
“Benar“ sambut Nararya “karena Hyang Batara Agung
hanya merestui pada manusia yang berusaha. Karena
manusia yang berusaha adalah manusia yang menetapi
dharma kemanusiaannya. Tetapi hendaknya kita dapat
meningkatkan kecerdasan dan indera kemanusiaan kita
pada kenyataan yang diberikan Hyang Batara Agung itu.“
Pasirian merenung.
“Baiklah“ sesaat kemudian ia berkata “aku dapat
menerima harapanmu itu. Marilah kita tempuh jalan
perjuangan kita masing2. Silahkan engkau melanjutkan
perjalananmu “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“O, raden berkenan menghabiskan pertempuran ini? “


“Kurasa demikian“ jawab Pasirian “karena tiada
membawa pengaruh besar pada tujuan perjuanganku.“
“Baik, terima kasih“ kata Nararya “sampai jumpa,
raden,“ dia terus menghampiri Nambi dan menghaturkan
terima kasih atas bantuannya. Setelah itu dia terus ayunkan
langkah menuruni gunung.
“Raden Nararya “ tiba2 Pasirian berseru.
“O, apakah raden hendak memberi pesan lagi
kepadaku?“ Nararya hentikan langkah berpaling
menghadap ke arah Pasirian.
“Mengapa engkau tak menagih janji kepadaku ?“ tegur
Pasirian.
“Janji? “
“Bukankah aku telah berjanji, apabila engkau dapat
mengalahkan aku, aku bersedia memberitahu tempat
penyimpanan gong Prada kepadamu? “
“O“ desuh Nararya “tetapi raden tidak kalah, bagaimana
aku mempunyai muka untuk menagih janji? “
“Aku memang terlongong karena teringat sesuatu.
Akibatnya engkau dapat menendang jatuh senjataku. Tetapi
itu bukan alasan untuk meniadakan kemenanganmu. Dan
hal itu merupakan kesalahanku sendiri. Menurut penilaian,
engkau telah memenangkan pertempuran itu ... . “
“Tetapi aku mendapatkannya karena raden sedang
termenung bukan karena gerak pertempuran yang
sewajarnya “
“Penilaian pada pertempuran diberikan atas kenyataan
dari kesudahannya. Bukan karena alasannya dari
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kekalahan itu. Kalah adalah kalah dan menang tetap


menang. Tanpa alasan “
“Ah, raden terlalu merendah diri “
“Bukan merendah diri melainkan mengakui kenyataan.
Bukankah engkau meminta kepadaku supaya melihat
kenyataan? Jika engkau menyangkal hal itu berarti engkau
mengingkari permintaanmu sendiri.“
Nararya menghela napas.
“Lalu bagaimana kehendak raden?“ tanyanya.
“Sudah tentu aku harus menepati janji.“
“Ah“ Nararya mendesah kejut.
“Akan kuberitahu kepadamu dimana sesungguhnya
gong pusaka itu berada,“ kata Pasirian seraya memberi
isyarat agar Nararya mendekat.
Nararya terkejut, Nambipun kaget. Tetapi agak beda
perasaan kedua pemuda itu. Nararya terkejut karena tak
menyangka akan sikap Pasirian. Dia tahu bahwa rahasia itu
amat penting dan hanya diperuntukkan kepadanya. Ia tentu
akan membisiki sepelahan mungkin agar supaya Nambi
jangan sampai mendengarnya. Tiada setitikpun ia menaruh
kecurigaan.
Sedangkan rasa kejut Nambi agak diliputi oleh rasa
kecurigaan dan kecemasan. Menilik betapa sikap Pasirian
beberapa saat tadi, ia cenderung untuk menduga bahwa
Pasirian akan melakukan sesuatu yang membawa akibat
menguatirkan terhadap Nararya.
“Raden ....“ cepat ia berseru.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tetapi Nararya berpaling dan mengangguk sebuah


senyuman kepadanya. Pandang matanya memberi isyarat
bahwa Nambi tak perlu menguatirkan keselamatannya.
Nararya maju kedekat Pasirian dan Pasirian dengan
nada bisik2 berkata “Raden Nararya, sesungguhnya gong
pusaka itu memang berada ditanganku. Tetapi aku berjanji
kepadamu, akan kukembalikan lagi ke tempat semula di
Lodoyo “
Nararya kerutkan dahi.
“Dapatkah engkau mempercayai janjiku?“ seru Pasirian.
Tanpa ragu3 Nararya mengangguk “Ya. Aku percaya
penuh atas janji raden“
“Nararya“ kata Pasirian “aku merasa malu dalam hati
menerima kepercayaanmu. Aku berjanji, demi Batara
Agung, tentu akan mengembalikan gong itu.“
“Terima kasih, raden“ kata Nararya. Kemudian ia
menanyakan lebih lanjut apakah Pasirian masih punya lain2
persoalan yang hendak disampaikan kepadanya.
“Selamat jalan, raden Nararya“ Pasirian menyudahi
pembicaraan itu seraya masuk pula kedalam kuil.
Nararyapun segera hendak lanjutkan perjalanan. Tiba2
ia merasa sesosok bayangan mengikuti dibelakangnya.
Ia cepat dapat menduga siapa orang itu.
“Ki Nambi“ serunya “hendak kemanakah tuan?“
“Aku hendak mengikuti raden ?“
“Ah“ Nararya hentikan langkah dan berpaling “mengapa
hendak mengikuti langkahku? “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sementara itu mereka sudah jauh dari candi tempat


Pasirian tadi. Nambi menawarkan kepada Nararya untuk
duduk beristirahat dibawah sebatang pohon yang tumbuh
ditepi jalan “Hari masih gelap dan raden tentu lelah, marilah
kita beristirahat sambil ber-cakap2.“
Heran akan sikap orang, diam2 Nararya ingin
mengetahui siapakah sesungguhnya pemuda yang
bernama Nambi itu. Dia mendapat kesan baik terhadap
pemuda itu. Bukan karena gembira mendapat bantuan
melainkan karena menghargai tindakan Nambi tadi. Hanya
pemuda yang berjiwa ksatrya, berani bertindak melerai
sebuah pertempuran yang berbahaya.
“Baiklah“ kata Nararya lalu menghampiri ke arah
sebatang pohon yang dimaksud Nambi.
“Raden“ mulailah Nambi membuka percakapan sesaat
keduanya duduk dibawah pohon “mungkin raden tentu
heran dan ber-tanya2 dalam hati, mengapa aku tiba2
muncul pada saat raden sedang melangsungkan
pertempuran dengan Pasirian tadi. Dan mengapa pula aku
hendak mengikuti perjalanan raden.“
Nararya mengangguk “Benar katamu, ki Nambi. Apabila
engkau tak keberatan, sukalah engkau memberi penjelasan
kepadaku “
“Memang demikianlah maksudku, raden,“ kata Nambi
“ayahku bernama Pranaraja, pernah bekerja sebagai
narapraja kerajaan Singasari ketika masih di perintah
rahyang ramuhun Wisnuwardana. Tetapi pada waktu
baginda Kertanagara naik tahta, banyaklah mentri-mentri
tua yang dilepas dan dipindah. Ayahpun di pindah ke
Lumajang. Aku tak mau tinggal di Lumajang lalu aku

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mengembara. Walau rama tak bilang apa2, tetapi aku ikut


perihatin dan malu atas kepindahan rama itu.
Berhenti sejenak, Nambi melanjutkan pula.
“Suatu pemindahan ke daerah, sama dengan suatu
pelorotan kedudukan .... “
“Ah, jangan terlalu mengadakan suatu penafsiran yang
keliwat tajam “ seru Nararya “di manapun, di pura kerajaan,
di daerah maupun di puncak gunung, tiadalah berbeda.
Karena masih menjadi kawasan kerajaan Singasari dan
masih tetap mengabdi kepada Singasari.“
“Benar raden “ sabut Nambi “apabila memang demikian
tentulah tiada hal2 yang patut disesalkan. Sebagai contoh,
patih sepuh empu Raganata, dipindah sebagai adhyaksa di
Tumapel, tumenggung Wirakreti dijadikan mentri angabaya,
demang Wiraraja dipindah ke Sumenep. Jelas mentri tua
yang setya itu telah disingkiikan dari pura kerajaan “
“Tetapi bukankah pemindahan2 itu atas titah baginda? “
kata Nararya.
“Titah memang baginda yang melimpahkan tetapi
rencana patih Aragani yang merancang. Pembersihan
beberapa mentri tua itu, akan memberi peluang pada patih
Aragani untuk merebut pengaruh di pura kerajaan.
Demikian yang dialami rama.“
Nararya mengangguk. Memang peristiwa itu diapun
sudah mendengar.
“Nambi, demikian pesan rama kepadaku “Nambi
melanjutkan penuturannya pula “memang sukarlah menjadi
narapraja yang jujur. Lihatlah betapa menyedihkan
keakhiran nasib dari empu Raganata, patih sepuh yang
amat setya pengabdiannya kepada kerajaan Singasari itu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Hanya karena tak setuju akan tindakan baginda


Kertanagara yang hendak meluaskan pengaruh ke tanah
seberang, mengirim pasukan Singasari ke Melayu, maka
patih empu Raganata telah dilorot dan dipindah ke
Tumapel. Rama sudah terlanjur mengabdi sebagai
narapraja tetapi engkau Nambi, janganlah engkau mengikuti
jejak rama “
Nararya kerutkan dahi.
“Bagaimana mungkin seorang narapraja kerajaan akan
menasehati puteranya agar jangan menjadi narapraja
kerajaan? Bukankah hal itu dapat mengingkari
pengabdiaannya? “
“Benar raden“ kata Nambi “tetapi rama tidak
mengingkari rasa pengabdian kepada negara. Rama
mengatakan, untuk mengabdi kepada negara dan kerajaan,
terdapat banyak sekali jalannya. Tidaklah selalu
pengabdian itu harus diwujutkan sebagai seorang
narapraja“
Nararya terkesiap lalu mengangguk. Ucapan rama
Nambi itu memang benar. Rama dari Nararya sendiri juga
tak mau menjadi narapraja melainkah hidup di pertapaan
yang sunyi.
“Aku dapat menghayati makna dari ucapan rama itu“
kata Nambi pula “akupun lalu mengembara dengan tujuan
hendak menuntut ilmu yang berguna dan kelak dapat
kupersembahkan kepada negara. Setelah bertahun2
mengembara, akhirnya aku berguru pada begawan Maya
Lejar di puncak gunung Lejar“
“O“ desuh Nararya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tiba2 kemarin sang begawan memanggil aku


menghadap. Dia mengatakan bahwa dalam semedhinya
semalam dia melihat sebuah sinar gemilang meluncur dari
langit dan tiba di candi lereng gunung ini. Guru menitahkan
aku supaya lekas turun gunung.“
Nararya terkesiap.
“Cahaya yang bundar sebesar buah kelapa dan bersinar
terang itu, hanya dua macam. Apabila bukan suatu ndaru
atau sinar gaib yang memperlambangkan kebahagiaan atau
peristiwa yang besar, tentulah lambang dari seorang yang
menjadi kekasih dewata, seorang manusia yang
mempunyai sejarah besar. Lekaslah engkau turun gunung,
Nambi “
“Setelah aku berkemas dan menghadap untuk mohon
diri, sang begawanpun menyerahkan pedang kepadaku
dengan pesan supaya digunakan dalam keadaan yang
penting“
Nararya diam.
“Pada saat aku turun dari puncak dan menuju ke candi,
aku terkejut ketika melihat sinar yang menyilaukan,
memancar dari candi itu,“ kata Nambi pula “bergegas aku
lari menghampiri. Dan pada saat itu yang kulihat raden
sedang menghadapi serangan Pasirian. Betapa kejut hatiku
ketika melihat raden hendak dihantam besi kuning oleh
Pasirian. Sambil berlari akupun meneriakinya supaya
menghentikan tindakannya yang ganas itu. Demikianlah
raden asal mula mengapa aku tiba2 muncul di candi dan
menyentakkan bahu Pasirian “
Nararya terkejut.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Dimanakah sinar gemilang itu?“ tanyanya. Ia teringat


akan pesan gurunya untuk mencari wahyu gaib yang akan
diturunkan oleh dewata. Dengan penuh harap ia
menantikan keterangan Nambi. Dalam alam pikirannya,
benda gemilang yang dilihat oleh begawan Maya Lejar
dalam impian dan dilihat dengan mata kepala sendiri oleh
Nambi, tentulah benda yang gaib. Mungkin wahyu yang
hendak dicarinya itu.
“Sinar terang itu hilang manakala aku melihat raden
sedang bertempur dengan Pasirian“
“Ah“ Nararya menghela napas. Ketegangan ha tinya
melonggar tetapi perasaannya masih kecewa seperti
kehilangan sesuatu yang belum pernah dimilikinya
“mungkin sinar itu adalah diri Pasirian yang sedang bertapa“
akhirnya ia mencetuskan uneg2 dalam hatinya.
Nambi kerutkan dahi.
“Berapa lamakah raden tiba di candi itu ?“ tiba2 ia
bertanya.
“Baru malam itu juga “
“Oh“ tiba2 Nambi berteriak “jika demikian, benda
bercahaya itu jelas bukan dari diri Pasirian“
“Bagaimana engkau mengatakan begitu? “
“Karena guru baru dua hari ini mendapat wangsit gaib
itu dan baru kemarin menitahkan aku turun ke candi.
Bukankah Pasirian sudah beberapa hari bertapa di candi
itu? “
Nararya terbeliak “Lalu? “
“Raden “ seru Nambi agak tergetar “sinar cahaya itu
tentulah pada diri raden sendiri “
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Nambi ! “ Nararya melonjak dari duduknya, “jangan


engkau berkata begitu! “
Nambi terkejut melihat sikap dan nada ucapan Nararya
yang begitu keras. Hal itu sungguh diluar dugaan nya.
Cahaya sinar gaib pada diri orang, merupakan pancaran
kewibawan, keagungan dan kebesaran dari peribadi orang
itu. Tiada sembarang orang akan memancarkan cahaya
sedemikian. Hanya calon raja, orang besar dan priagung
yang berdarah luhur. Tidakkah seharusnya Nararya
berbangga hati karena memiliki sinar luhuritu? Tetapi
mengapa dia bahkan tampak kurang senang?
“Raden “ seru Nambi “tidakkah hal itu menyatakan
bahwa raden kelak.....”
“Nambi! “ bentak Nararya makin membengis, “jangan
mengatakan hal itu lagi! “
Nambi makin terkejut “ Maaf, raden, apabila kata-kataku
itu menyinggung perasaan raden. Tetapi benar2 aku hanya
mengatakan apa yang kulihat tanpa memiliki maksud
hendak menyinggung perasaan raden “
“Ya “ sahut Nararya “ tetapi kata-katamu tak layak
apabila engkau tujukan kepadaku. Apakah diriku ini? Aku
hanya seorang pemuda desa, seorang insan biasa.
Bagaimana mungkin mempunyai hal2 yang engkau katakan
tadi? Nambi “ nada Nararya berobah sarat “silahkan engkau
melanjutkan perjalananmu. Demikianpun aku. Budi
pertolonganmu, kelak tentu akan kubalas.“
“Raden “ Nambi gopoh berkata “apa yang kukatakan
tadi, hanya suatu kesimpulan itu tak selamanya benar.
Baiklah, apabila raden menolak untuk kesimpulan yang
kukatakan tadi, akupun takkan mengucapkan lagi. Namun
hal itu tetap akan menjadi sesuatu yang membayang dalam
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

keherananku. Apakah sesungguhnya sinar yang bercahaya


terang itu ? “
“Hanya dua kemungkinan,“ kata Nararya “mungkin
sesuatu yang kebetulan memancar pada pandang
pikiranmu. Atau, dalam candi itu tersimpan suatu pusaka
yang ampuh sekali “
“O….“ Nambi mendesuh kaget “mungkin ulasan raden
itu benar. Mengapa Pasirian bertapa dalam candi itu jika
tiada sesuatu yang akan diarahnya ? “
“Raden“ seru Nambi pula “jika demikian kita harus,
berusaha untuk menyelidiki hal itu. Siapa tahu pusaka itu
benar2 ampuh tiada taranya“
Nararya gelengkan kepala “Aku masih mempunyai lain
urusan yang perlu harus kulakukan. Maaf. Silahkan engkau
melakukan ha! itu sendiri “
“Tetapi raden, bukankah berbahaya apabila Pasirian
berhasil mendapatkan pusaka yang ampuh? Bukankah dia
bertujuan hendak memusuhi kerajaan Singasari? “
Nararya terkesiap. Apa yang dikatakan Nambi memang
perlu mendapat perhatian. Jika seorang seperti Pasirian
mendapatkan pusaka yang benar2 ampuh, bukah hal itu
akan mendorongnya lebih memperkeras perjuangannya?
Lepas dari rasa hormat atas perjuangan Pasirian
sebagai seorang putera yang hendak menuntut balas ke-
matian ramanya, Nararya merasa cemas dan menentang
tujuan perjuangan pemuda itu.
“Bagaimana raden? “ Nambi mendesak pula manakala
melihat Nararya termenung.
“Nambi “ kata Nararya “memang persoalan itu patut
mendapat perhatian. Tetapi apa yang kukemukakan tadi,
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pun baru tafsiran, belum suatu kenyataan. Kita hanya


menduga bahwa dalam candi itu mungkin terdapat pusaka
yang keramat. Tetapi belum pasti kebenarannya. Sedang
aku saat ini masih-harus melaksanakan perintah dari rama
dan guruku. Betapapun aku terpaksa tak dapat tinggal di
gunung Lejar ini lebih lama. Soal Pasirian mungkin akan
mendapat sesuatu yang penting, yah, kuserahkan saja
kepada kehendak Batara Agung .... “
“Tidak raden “ bantah Nambi “salah apabila kita tahu
tetapi tak bertindak. Walaupun ramaku menderita perlakuan
yang tak adil dari baginda Kertanegara tetapi aku tetap
akan mengabdi dengan caraku sendiri kepada Singasari.
Jika raden masih mempunyai lain kepentingan, silahkan.
Biarlah aku sendiri yang tinggal di gunung ini untuk
menyelidiki gerak gerik Pasirian “
“Nambi “ teriak Nararya dengan penuh haru. Ia
memeluk pemuda itu “tiada terlukiskan betapa terima kasih
dan hormatku atas keputusanmu itu. Engkau benar2
seorang ksatrya yang benar2 layak menjadi kawan
seperjuanganku “
“Ah, janganlah raden menjunjung diriku setinggi itu,“
jawab Nambi “Nambi hanya melakukan kewajiban sebagai
seorang kawula negara Singasari “
Nararya, mengangguk.
“Raden “ kata Nambi pula “jika raden besar-benar
menganggap Nambi sebagai seorang sahabat, dapatkah
Nambi memohon keterangan tentang langkah yang hendak
raden tuju ?
“Aku hendak ke candi di Kagenengan “
“O “ seru Nambi “ kemudian? “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Tergantung dari keadaan. Karena akupun sedang


lelanabrata tanpa suatu tempat tujuan tertentu “
Nambi merenung diam.
“Raden “ katanya sesaat kemudian “sesungguhnya ingin
sekali saat ini aku mengikuti raden. Aku pun mendapat titah
guru untuk melakukan lelanabrata. Tetapi karena aku
berjanji akan tinggal disini untuk mengawasi gerak gertk
Pasilian, terpaksa aku belum dapat mengikuti raden. Sudah
tentu tugas kita akan berakhir dan pada waktu itu bila dan
dimanakah kita dapat berjumpa kembali ? “
Nararya terhening sejenak kemudian menghela napas “
Ah, sukar untuk memastikan. Namun selama surya masih
menyinari bumi Singasari, kita pasti akan berjumpa lagi “
“Baiklah raden “ akhirnya dengan berat hati Nambi
melepas “akupun mempunyai firasat bahwa kelak kita pasti
akan jumpa lagi “
Setelah terang tanah Nararyapun berpisah dengan
Nambi. la menuruni gunung dan melanjutkan perjalanan
pula.
Ia tak melanjutkan langkah untuk menyusuri jejak
perjalanan Ken Arok dahulu. Diketahuinya setelah
menampakkan diri dari timbunan sampah, para dewa yang
sedang bermusyawarah di gunung Lejar merestui Kea Arok
sebaga insan yang dipercayakan tugas untuk memerintah
Jawadwipa oleh para dewa. Dan selanjutnya datanglah
seorang pandita sakti bernama Lohgawe dari Jambudwipa,
yang mengayuh dan memberi petunjuk Ken Aiok supaya
bekerja pada Akuwa Tunggul Ametung hingga menjadi raja
Singasari.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dalam perjalanan, Nararya masih merenungkan


peristiwa2 yang dialaminya selama di gunung Lejar. Dan
setiap peristiwa tentu melahirkan kesan.
Diantaranya yang paling berkesan adalah soal diri
Pasirian. Secara tak sengaja ia telah berjumpa dengan
pemimpin gerombolan gunung Butak. Hal itu menandakan
bahwa gerombolan gunung Butak yang selama ini selalu
mengacau keamanan negara, telah berantakan. Suatu
kebahagiaan bagi, rakyat Singasari.
Sedangkan gong prada yang selama ini menghebohkan
ternyata berada di tangan Pasirian. Kemungkinan orang
yang melarikan gong ketika terjadi perebutan di gua
Polaman itu adalah utusan Pasirian. Dengan demikian
terkecohlah pangeran Ardaraja yang mengirim
Suramenggala dan patih Aragani yang mengirim orangnya.
Bahwa Pasirian berjanji akan mengembalikan gong
pusaka itu ke Lodoyo, sungguh suatu hal yang tak pernah
disangka-sangkanya. Kelak ia akan menyempatkan waktu
untuk meninjau ke Lodoyo. Apabila Pasirian benar2
menetapi janji, ia segera akan memanggil demang Kaloka
yang tentu masih berada di Daha agar kembali ke Lodoyo.
Iapun akan meminta kepada demang itu agar peristiwa
kembalinya gong Prada ke Lodoyo dirahasiakan. Karena
jelas gong pusaka itu diincar oleh fihak tertentu untuk
dijadikan alat mencapai kepentingannya.
Kemudian peristiwa kedua yang amat berkesan dalam
benak Nararya adalah soal sinar aneh yang gemilang itu.
Walaupun dihadapan Nambi dengan tegas ia menolak
anggapan bahwa sinar ajaib itu berasal dari tubuhnya tetapi
sesungguhnya dia tak dapat menolak suatu kenyataan yang
diperoleh begawan Maya Lejar dari semedhi dan yang
dilihat Nambi dengan mata kepala sendiri.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Ia mengatakan bahwa sinar gemilang itu tentu berasal


dari sebuah pusaka yang amat keramat. Tetapi benarkah
itu? Apabila memang di candi itu tersimpan sebuah pusaka
keramat, mengapa ia tidak melihat sama sekali, juga tidak
Pasirian? Pada hal sebuah benda keramat yang
memancarkan sinar gemilang tentu dapat diketahui dan
dilihat oleh setiap orang. Tetapi mengapa yang mengetahui
hanya sang begawan dan Nambi?
Nararya terkesiap. Ia menimang lebih lanjut. Mengapa
baru sehari sebelum ia datang ke gunung Lejar, begawan
Maya Lejar mendapat wangsit dalam semedhinya? Pada
hal begawan itu sudah lama menetap di puncak gunung
Lejar. Apabila dalam candi itu benar tersimpan pusaka yang
keramat tentulah sudah dari dulu begawan itu akan
memperoleh ilham.
Kemudian ia teringat akan sikap Pasirian saat
bertempur. Ia telah dapat dikuasai Pasirian dan Pasirianpun
sudah mengeluarkan senjata besi kuning untuk
menghantam kepalanya. Tetapi mengapa tiba2 Pasirian
terhenti. Saat itu ia sempat melihat betapa tegang dan kejut
wajah Pasirian. Seolah orang itu telah melihat sesuatu yang
mengguncangkan perasaannya.
Mengapa ?
Mengapa begawan Maya Lejar baru mendapat wangsit
sehari sebelum ia tiba di gunung Lejar? Mengapa Pasirian
terkejut ketakutan ketika mengayunkan besi kuning ke
ubun2 kepalanya?
Nararya berusaha untuk menghindarkan diri dari
lingkaran peristiwa aneh itu. Namun ia tak berhasil
menemukan sasaran lain kecuali harus berpaling pada
dirinya sendiri.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Aku ? “ akhirnya keluar tuntutan kepada dirinya “akulah


yang .... ah “ ia menghela napas dan tak berani melanjutkan
kata-katanya.
Ia berusaha mengendapkan pikiran yang hendak
melibatkan dirinya kedalam persoalan itu. Ia berhasil tetapi
pada dasar dalam endapan hatinya itu ia bertemu pula
dengan sebuah lapisan endapan lain yang berupa suatu
peristiwa lama. Peristiwa yang hampir terlupakan tetapi tak
pernah terhapus.
Kala itu ia sudah berguru di pertapaan Kawi. Dalam
rangka membuat ramuan obat, gurunya menitahkan dia
mencari binatang trenggiling. Berhari-hari dia harus
menyusup ke daerah pedalaman hutan belantara. Akhirnya
di sebuah lembah ia berhasil menemukan jejak binatang itu.
Binatang itu teramat gesit sehingga dia menunggu pada
malam hari. Dia harus bermalam sampai beberapa malam
disebuah gua.
Pada suatu malam menjelang pagi, dia dikejutkan oleh
suara hiruk pikuk yang gemuruh diluar gua. Dan ketika ia
melongok keluar, kejutnya makin besar. Pada malam2 yang
lalu, suasana disekitar tempat itu sunyi dan gelap. Tetapi
mengapa saat itu tampak terang benderang.
Ia segera beranjak dan melangkah keluar. Apa yang
disaksikan, benar2 mengejutkan sekali. Dihalaman luar gua,
kira2 terpisah sepuluhan tombak jauhnya, tampak belasan
lelaki tegak berjajar sambil membawa obor. Mereka
memandang dengan wajah ngeri ke muka gua. Ketika
Nararya beralih ke arah tempat yang menjadi sasaran
orang2 itu, diapun makin terbelalak.
Di muka gua, tampak segerombolan binatang yang
mengerikan. Ular, babi hutan, harimau, musang, anjing
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

hutan, kera, tupai, selira dan beberapa jenis binatang kecil,


tengah mendekam menghadap kearah gua. Kini tahulah
Nararya, mengapa orang2 pembawa obor itu tak berani
mendekati gua.
Nararya tahu apa yang terjadi di sekeliling gua tempat ia
bermalam tetapi dia tak tahu apa artinya semua itu.
Orang2 itu riuh bergemuruh ketika melihat Nararya
muncul. Tetapi binatang2 itu masih mendekam tak
bergerak.
“Hai, siapakah ki sanak sekalian ini? “ seru Nararya.
Tiada terdengar jawaban. Orang2 itu saling berbisik
dengan kawannya. Ketika Nararya mengulangi tegurannya
barulah salah seorang diantara mereka menjawab dengan
bertanya, siapakah diri Nararya itu. Nararya-pun memberi
jawaban yang sebenarnya.
“Kami datang kemari karena melihat cahaya yang
memancar terang di tempat ini “ orang itu menerangkan.
“Lalu apa yang kalian dapatkan ? “
“Ketika tiba di gua ini cahaya itu lenyap dan kami
melihat berjenis-jenis binatang tengah mendekam di muka
gua ini lalu tuan muncul,“ kata orang itu.
“O, binatang2 ini bukan peliharaan kalian? “
“Bukan,“ sahut orang itu “bagaimana mungkin kami
memelihara sekian banyak dan sekian jenis binatang2 itu.“
Nararya heran. Sampai saat itu binatang2 di muka gua
itu masih mendekam diam. Ia memperhatikan beberapa
binatang itu masih bergerak, jelas belum mati. Ia heran apa
sebab binatang2 itu mendekam di muka gua dan apa pula

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sebabnya binatang2 yang buas itu tidak menyerang masuk


ke dalam gua.
Nararyapun mendapat ilmu dari gurunya untuk
menundukkan binatang. Betapapun buas binatang itu
apabila ia mengucapkan mantra tentulah binatang itu akan
menyingkir. Maka saat itu Nararyapun segera
mengucapkan mantra.
Satu demi satu binatang-binatang itupun mulai beringsut
mundur lalu meninggalkan tempat itu. Kembali orang2 itu
hingar bingar karena heran tercampur cemas.
Dengan sumpah orang2 itu mengatakan bahwa mereka
memang benar melihat cahaya yang memancar terang di
lembah itu dan ternyata ketika beramai-ramai mereka
mencarinya, cahaya gemilang itu berasal dari dalam gua.
Peristiwa aneh itu Nararya ceritakan juga kepada resi
Sinamaya. Resi tua itu menghela napas “Kodrat dewata
sudah menentukan jalan hidupmu. Gencarkan tapabrata
dan tuntutlah ilmu sedalam-dalamnya untuk
mempersiapkan dirimu dalam suatu tugas berat yang
dipercayakan dewata kepadamu.“
Hanya itu yang dikatakan resi Sinamaya. Ia tahu bahwa
gurunya itu selalu berhati-hati dalam menerangkan sesuatu
rahasia alam. lapun tak mau mendesak lebih lanjut.
Teringat akan peristiwa itu, tersibak pula endapan yang
sudah berada didasar hatinya “Aneh, mengapa dua kali ini
aku mengalami peristiwa tentang cahaya terang ?“
Ia mulai bertanya-tanya tetapi tak dapat menemukan
jawaban. Jauh dari pikirannya untuk mengaitkan dirinya
dalam peristiwa itu namun dua buah peristiwa itu makin
berkesan dalam hatinya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Diam2 Nararya merasa bahagia karena tak dapat


menemukan jawaban sehingga iapun tak dapat menarik
kesimpulan. Dengan demikian hati pikirannya masih kosong
dari segala rasa bangga dan khayal yang berke-larutan.
“Berbahaya,“ diam2 ia berteriak dalam hati “tak boleh
pemikiran2 semacam itu menghuni dalam hatiku. Hal itu
akan menimbulkan rasa ke-akuan yang tinggi pada diriku.
Pada hal semua itu baru bersifat dugaan dan anggapan.
Kenyataannya hanyalah kuasa Hyang Widdhi Agung. Wajib
manusia hanya berusaha, bukan merasa dan menduga-
duga “
Selama dalam perjalanan menuju ke candi makam
Kagenengan yang terletak dilingkungan Singasari, banyak
pula ia melihat dan mendengar keadaan kehidupan rakyat.
Di berbagai tempat orang giat membangun candi, vihara
dan rumah2 sudharma. Seolah pemerintah kerajaan
Singasari sedang giat mengembangkan agama.
Diam2 timbul pertanyaan dalam hati Nararya. Adakah
negara Singasari itu benar2 sudah aman sejahtera
sehingga tampaknya bidang2 pembangunan lain2 tiada
perlu dipergiat lagi? Pada hal ia mendapat kesan bahwa
dibatas belahan barat, Daha sedang giat mengumpulkan
dan memperbesar kekuatan pasukannya.
Tetapi kecemasannya itu segera terhibur ketika di
daerah2 yang makin dekat dengan pura kerajaan, orang
ramai mempercakapkan tentang wara-wara yang
disebarkan oleh bentara kerajaan Singasari.
Menurut keterangan dari beberapa penduduk, wara-
wara itu berisikan suatu seruan kepada seluruh rakyat
khusus kaum muda, agar ikut serta sayembara yang akan
diadakan oleh kerajaan.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Sayembara? Sayembara apakah yang akan


diselenggarakan kerajaan Singasari“ ia bertanya lebih
lanjut.
“Sayembara memilih senopati, perwira, bintara dan
prajurit “ jawab orang itu.
Nararya terkejut. Ia meminta penjelasan lebih jauh.
“Akan diadakan sayembara adu kedigdayaan. Yang
menang akan diangkat sebagai senopati. Demikian pula
yang tidak beruntung memenangkan sayembara, pun akan
diterima dalam pasukan kerajaan “
“Tetapi apakah maksud kerajaan membuka sayembara
demikian? “
“Ah, anakmuda“ kata orang itu, seorang lelaki tua
“bagaimana engkau tak tahu akan keadaan pura kerajaan
Singasari? Bukankah baginda telah mengutus senopati
Kebo Anabrang membawa pasukan Singasari ke tanah
Malayu? Dengan demikian kekuatan dalam kerajaan tentu
berkurang.“
Nararya mengangguk. Diam2 ia gembira. Mudah2an
bukan hanya paman itu saja yang mengikuti perkembangan
keadaan pura kerajaan tetapi setiap kawula Singasaripun
demikian. Jika keadaan negara diikuti oleh segenap lapisan
kawula maka hal itu akan memberi pertanda, rakyat
mempunyai rasa tanggung jawab akan keadaan negara.
Bahkan rasa itu tentu akan meningkat pada suatu ikatan
batin dan dicetuskan dalam sikap dan langkah bertanggung
jawab.
Kerajaan adalah raja dan kawula atau negara dan
rakyat. Kerajaan yang mendapat perhatian rakyat tentu
akan mendapat dukungan rakyat. Hanya kerajaan yang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mendapat dukungan rakyat akan dicintai rakyat dan akan


berkembang menjadi kerajaan yang besar dan kuat. Oleh
karena itu suatu wajib bagi para narapraja yang duduk
dalam pemerintahan kerajaan untuk membangkitkan rakyat
akan rasa cinta kepada negara dan ikut merasa memiliki
kerajaan. Hanya dengan rasa cinta dan rasa ikut memiliki
itu maka rasa ikut bertanggung jawab akan berkembang
dan rasa pengabdian akan dihayati.
Dibalik kesannya terhadap pembicaraan dengan orang
itu, beralihlah pikiran Nararya ke pura kerajaan Singasari.
Benarkah dalam pemerintahan Singasari telah terjadi
perobahan haluan dan pendirian? Bukankah pendirian
supaya memperkokoh keadaan dalam negeri, telah
dipelopori oleh bekas patih sepuh empu Raganata dan
beberapa mentri, telah menimbulkan kemurkaan baginda
sehingga mentri2 sepuh itu dilorot dan dipindah dari pura
Singasari?
Bukankah kekuasaan dalam pemerintahan kerajaan
masih direnggut patih Aragani ? Dan bukankah patih itu
menentang pendirian bekas patih Raganata sehingga ia
diangkat sebagai penggantinya oleh baginda? Mengapa
sekarang kerajaan hendak mengadakan sayembara?
Adakah patih Aragani sudah berobah haluan ataukah dalam
pusat pemerintahan di Singasari muncul pula seorang tokoh
yang kuat pengaruhnya?
“Ah“ Nararya akhirnya menghela napas dalam hati. Ia
bukan seorang narapraja tetapi seorang kelana yang
sedang melakukan lelana-brata untuk melaksanakan titah
gurunya. Ia selalu jauh dari pura Singasari yang menjadi
pusat pemerintahan kerajaan. Bagaimana mungkin ia tahu
apa yang terjadi dalam tubuh pemerintahan di pusat?

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tetapi betapapun halnya, diam2 ia merasa girang juga


mendengar pengumuman dalam wara- wara itu. Hal itu
berarti satu langkah perobahan yang baik dari kerajaan.
“Bilakah sayembara itu akan dilangsungkan, paman ? “
tanyanya kepada orangtua itu.
“Nanti pada awal bulan Caitra, masih kurang tiga bulan
dari sekarang “
“Dimana sayembara itu akan diselenggarakan? “ tanya
Nararya pula.
“Di alun-alun pura Singasari “
“Apakah banyak pemuda2 di daerah yang akan ikut
serta? “
“Entahlah “ sahut orang itu “kurasa hal itu tergantung
pada daerah masing2. Bagaimana kebijaksanaan kepala
daerah masing2 memimpin daerahnya “
Nararya dapat menyetujui ucapan orangtua itu.
~dewiKZ~ismoyo~mch~

II
Brehaspati Kuning atau hari Kamis Pon, waktu
senjakala setelah surya terbenam, ketika orang telah
memasang lampu maka sang Amurwabhumi sedang
bersantap malam. Tiba2 masuklah seorang pengalasan
berasal dari desa Batil dengan membawa keris empu
Gandring yang amat bertuah. Serentak orang Batil itu
menusuk sang Amurwabhumi ....

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Gegerlah seluruh istana. Orang Batil itupun lari mencari


perlindungan kepada Anusapati, putera Ken Dedes dari
Tunggul Ametung atau putera tiri dari sang Amurwabhumi.
“Sudah wafatlah ayahanda baginda oleh hamba,“ orang
Batil itu menghaturkan laporan dengan cemas2 gembira.
Pandang matanya mengharap puji dan ganjaran.
“Benar? “ Anusapati menegas.
“Benar, gusti “ pengatasan itu menghaturkan sembah.
“Bagus, terimalah ini penghianat!“ Anusapati terus
menusuk orang Batil itu.
Demikian peristiwa pembunuhan yang terjadi pada diri
Sri Rajasa sang Amurwabhumi, seperti yang dituturkan
ramanya kepada Nararya.
“Rama, betapa mungkin seorang pengalasan masuk
kedalam keraton apabila dia bukan orang dalam, abdi atau
bhayangkara ? “ saat itu Nararya memberi sanggahan.
Lembu Tal mengangguk.
“Benar, Nararya,“ kata pangeran yang mengundurkan
diri dari dunia keramaian “tetapi pengalasan itu adalah
pengalasan dari pangeran Anusapati.“
“Rama “ Nararya terkejut “jika demikian ... jika demikian,
apakah bukan pangeran Anusapati yang .... “
“Sst “ Lembu Tal memberi peringatan “jangan keras2
engkau bicara, puteraku. Soal itu menjadi rahasia keraton,“
kemudian dengan nada berbisik bisik Lembu Tal berkata
“sang Amurwabhumi telah ditusuk dengan keris buatan
empu Gandring yang amat bertuah “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah “ desah Nararya. Kemudian ia mengerut dahi “tetapi


bagaimana pengalasan itu dapat memperoleh keris bertuah
itu ? Bukankan keris itu milik sang Amurwabhumi, rama? “
“Benar, anakku“ kata Lembu Tal tetap tenang
“Anusapati telah berhasil mendapatkan keris itu dari
ibunya.“
“Eyang buyut puteri Ken Dedes? “ seru Nararya.
“Ya “
“Adakah eyang buyut puteri sengaja hendak menyuruh
puteranya membunuh sang Amurwabhumi? “
Dengan tenang Lembu Tal lalu bercerita.
Anusapati merasa bahwa sikap dan perlakuan
ayahanda sang Amurwabhumi sangat berbeda terhadap
dirinya dengan adinda-adindanya yang lain. Keluhan itu
disampaikan Anusapati kepida ibundanya Ken Dedes.
Sebagai seorang ibu, sudah tentu Ken Dedes tersinggung
dan sedih atas nasib puteranya. Ken Dedes menghela
napas duka.
“Ibu, benarkah hamba ini bukan putera dari ayahanda
sang Amurwabhumi?” tiba2 Anusapati mengajukan
pertanyaan.
Serasa tertikamlah hati Ken Dedes menerima
pertanyaan itu “Anusapati, siapakah yang mengatakan
demikian?” serunya dengan napas terengah.
“Inang pengasuh hamba, ibu,“ kata Anusapati “tetapi
benarkah demikian, ibu ? “
Ken Dedes tersayat hatinya mendengar keterangan
Anusapati tadi bahwa sang Amurwabhumi pilih-kasih dan
membeda-bedakan perlakuannya terhadap Anusapati
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dengan saudara-saudaranya yang lain. Walaupun kini Ken


Dedes sudah menjadi permaisuri dari sang Amurwabhumi
dan sudah mendapat beberapa putera, tetapi sebagai
seorang ibu, tentu dia tak mengadakan pilihan kasih
terhadap putera-puteranya semua.
“Tak kusangka bahwa sang Amurwabhumi akan
bersikap sedemikian tak adil “ pikir Ken Dedes “bukankah
sebelum memperisteri aku, dia sudah tahu bahwa aku
sedang mengandung calon putera dari Tunggul Ametung?
Bukankah dia sudah berjanji akan memperlakukan puteraku
dari Tunggul Ametung itu sama seperti putera kandungnya
sendiri? Ah, pria memang sukar dipegang janjinya. Setelah
mendapatkan putera keturunan sendiri, berobahlah sikap
sang Amurwabhumi terhadap Anusapati. Oh, Anusapati,
betapa malang nasibmu, puteraku .... “ Ken Dedes
menangis dalam dalam hati.
“Ibu, bukankah hamba ini putera kandung ibu? “ kata
Anusapati.
Ken Dedes terkesiap “Anusapati, engkau adalah
puteraku sejati. Tubuhmu berasal dari dagingku, napasmu
dari darahku .... “
“Jika demikian mengapa ibu sampai hati menyiksa hati
hamba? Tidakkah lebih baik ibu titahkan supaya hamba
dibunuh saja agar jangan berkepanjangan jua kiranya derita
yang hamba sandang? “
“Duh, puteraku Anusapati “ rintih Ken Dedes jangan
dikau mengucapkan kata2 itu. Kata2mu itu lebih tajam dari
ujung keris yang menikam uluhati ibu “
“Terima kasih ibu,“ sahut Anusapati “dengan demikian
ibu tak merelakan nyawa hamba merana? “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Anusapati“ seru Ken Dedes seraya memeluk dan


mengecup ubun2 kepala Anusapati “kasih seorang ibu
kepada puteranya lebih dari pada nyawanya sendiri.
Kelahiranmu di mayapada ini kusertai dengan pertaruhan
nyawaku, angger. Kelak apabila engkau sudah beristeri,
engkau baru menghayati betapa maha berat perjuangan
isterimu itu dikala melahirkan puteramu. Nyawa taruhannya,
angger.“
“Jika ibu tak merelakan kematian jiwa hamba, mengapa
ibu tak berkenan melindungi raga hamba? “
“Apa maksudmu, Anusapati.“
“Raga adalah wadah sang nyawa. Raga tersiksa,
nyawapun akan merana. Bila ibu menginginkan nyawa
hamba tetap hidup, hamba mohon ibu berkenan
menyelamatkan raga hamba.“
“Apakah yang engkau inginkan, angger? “
“Suatu hal yang wajar sekali, bukan hal yang
berkelebihan dan takkan memberatkan pikiran ibu. Hamba
hanya mohon jawaban ibu, benarkah hamba ini bukan
putera kandung dari sang Amurwabhumi? “
Ken Dedes mengangguk pelahan.
“Duh bunda sesembahan hamba, lalu siapakah
ayahanda hamba itu? Bukankah akuwu Tunggul Ametung?“
Ken Dedes mengangguk pula.
“Ah “ Anusapati mendesah “hamba dengar rama hamba
itu telah dibunuh sang Amurwabhumi. Benarkah? “
Ken Dedes mengangguk.
“Kemudian sang Amurwabhumi menikahi ibu dan
merebut tahta Singasari, benarkah itu ? “
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Ken Dedes mengangguk.


“Dan ibu menerima sang Amurwabhumi? “ Ken Dedes
terkesiap.
“Mengapa? Apakah ibu tidak mencintai ramaku? “ Ken
Dedes terbeliak.
“Tetapi ramamu sudah wafat, Anusapati “ kali ini dia
memberi pernyataan dengan kata-kata.
“Tetapi kematian rama karena dibunuh sang
Amurwabhumi .... “
“Bukan sang Amurwabhumi tetapi Kebo Ijo “ cepat Ken
Dedes menukas.
“Waktu hamba masih kecil, memang setiap dayang
pengasuh mengatakan demikian. Tetapi setelah hamba
dewasa dan mengerti persoalan dunia ini, barulah hamba
dapat menggali keterangan bahwa kematian ratna hamba
itu sebenarnya sang Amurwabhumi yang membunuh. Kebo
Ijo tertipu dan dijadikan alat belaka “
“Anusapati .... “
“Ibu belum menjawab pertanyaan hamba,“ tukas
Anusapati “mengapa ibu merelakan kematian rama dan
berkenan menerima pinangan sang Amurwabhumi? Apakah
ibu tidak setya kepada rama hamba? “
Pucat wajah Ken Dedes menderita dakwa puteranya.
Namun karena hal itu sudah merupakan kenyataan yang
telah dimiliki Anusapati maka Ken Dedespun harus
memberi keterangan. Dan ia menganggap, sudah tiba
saatnya untuk mencurahkan kandung hatinya kepada sang
putera yang kini sudah akil dewasa. Ia menyadari bahwa
kenyataan itu tak mungkin dapat ditutupi. Kenyataan harus
dihadapi dan dicairkan dengan penjelasan.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Anusapati “ katanya dengan nada tenang.


Wajahnyapun tampak menggayut kemantapan “mungkin
sekarang walaupun belum mengalami tetapi engkau sudah
dapat menghayati soal2 hidup dan peristiwa dalam dunia
ini, terutama yang menyangkut soal2 hubungan pria dan
wanita. Anusapati, kiranya engkau pasti menolak apabila
ibu pilihkan seorang puteri sebagai isterimu tetapi engkau
tak suka pada gadis itu, bukan? “
Ken Dedes berhenti sejenak.
“Jika engkau seorang pria dibenarkan untuk melakukan
sesuatu yang tak sesuai dengan suara hatimu, tentulah
kaum wanita juga demikian. Walaupun karena tata
kehidupan dan adat tak membenarkan wanita menyatakan
dan melakukan hal2 seperti pria, namun dalam hati
kecilnya, mereka tetap mempunyai perasaan sedemikian
pula “
“Nah. itulah yang taajadi pada diriku“ kata Ken Dedes
lebih lanjut “akuwu Tunggul Ametung jauh lebih tua dari aku
dan sebenarnya tak sesuai menjadi pasanganku .... “
“Tetapi bukankah hal itu sudah terjadi? Bukankah ibu
telah menikah dengan rama ? “ seru Anusapati.
“Anusapati “ cepat Ken Dedes menanggapi “andaikata
engkau jatuh hati pada seorang gadis, entah dia itu puteri
siapa, berpangkat atau tidak, pokok asal kawula Singasari,
beranikah orang itu tak memberikan puterinya kepadamu ?“
Anusapati tetap diam. Hanya dahinya agak melipat
segurat lipatan.
“Peristiwa itulah yang ibu alami. Akuwu Tunggul
Ametung yang memerintah dan berkuasa di Tumapel.
Ketika sedang berburu, beliau melihat aku dan terus jatuh

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

hati. Aku tinggal di desa Panawijen sebelah timur gunung


Kawi bersama ramaku, mpu Parwa. Karena tak dapat
menahan nafsunya, akuwu terus membawa aku ke
Tumapel dan di peristerinya. Aku takut akan kekuasaan
akuwu dan terpaksa menuruti kehendaknya. Tetapi rama
mpu Parwa murka sekali akan tindakan akuwu yang
berbuat sewenang-wenang karena mengandalkan
kekuasaan itu. Rama menjatuhkan kutuk agar yang
melarikan aku itu tidak selamat hidupnya dan mati tertikam
keris .... “
Anusapati terkesiap.
“Kutuk seorang empu sakti seperti rama Parwa itu amat
bertuah sekali. Akhirnya akuwupun mati terbunuh oleh Kebo
Ijo .... “
“Atas perintah sang Amurwabhumi! “ cepat Anusapati
menukas.
Ken Dedes menghela napas “siapapun yang membunuh
akuwu dengan keris, itu bukan soal. Yang penting karena
dia hanya menjadi alat dari terlaksananya kutuk empu
Parwa.“
Anusapati tenang2.
“Demikianlah keteranganku, semoga dapat engkau
simpulkan sebagai jawaban atas pertanyaanmu tadi,“ kata
Ken Dedes “yang jelas, pernikahanku dengan akuwu itu
terjadi karena akuwu memaksa secara kekerasan dan aku
takut akan kekuasaannya.“
“Karena itukah ibu merelakan kematian rama hamba?”
tiba2 Anusapati melancarkan pertanyaan tajam.
“Telah kukatakan Anusapati “ sahut Ken Dedes “segala
sesuatu dalam hidup itu timbul dari Sebab dan tenggelam
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dalam Akibat. Engkau berhak dan layak untuk marah


karena menganggap ibumu tidak setya. Pun rama empu
Parwa wajib dan layak untuk marah dan menjatuhkan kutuk
kepada akuwu karena menganggap akuwu seorang
penguasa yang se-wenang2. Aku sendiri tetap
menganggap, semua peristiwa itu hanyalah suatu lingkaran
Sebab dan Akibat yang telah digariskan oleh kodrat Prakitri.
Karena engkau menuduh aku tak setya dan rela menerima
pinangan sang Amurwabhumi, maka akupun terpaksa
membuka suatu rahasia kepadamu.“
Anusapati merentang mata, mempertajam telinga dan
memusatkan perhatiannya.
“Pertama, aku seorang titah dewata. Tak mungkin aku
dapat menolak ketentuan yang diberikan Dewata Agung.
Dewata telah melimpahkan amanat gaib melalui sebuah
wangsit, bahwa jika aku ingin menerima wahyu agung
sebagai wanita yang kelak akan menurunkan raja2 besar di
Singasari dan Jawadwipa, aku harus menerima pinangan
sang Amurwabhumi.“
“Kedua, bukan se-mata2 begitu saja aku menerima
pinangannya, tetapi akupun tetap memikirkan engkau. Aku
hanya mau diperisteri sang Amurwabhumi apabila kelak
yang mengganti duduk di tahta kerajaan itu engkau, angger.
Dan demi cintanya yang tulus, sang Amurwabhumi telah
menyanggupi.“
Anusapati terkejut. Ia merasa cemas dan malu dalam
hati karena mengandung anggapan yang tak benar
terhadap ibunya. Namun pada saat keluhan itu hampir
terjadi dalam hatinya, tiba2 ia teringat bahwa dirinya adalah
putera akuwu Tunggul Ametung yang dibunuh oleh sang
Amurwabhumi. sebagai seorang putera, dia wajib menuntut
batas. Kemudian diapun merasa bahwa dialah yang berhak
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

atas Singasari. Adakah janji sang Amurwabhumi kepada


ibunya, Ken Dedes, dapat dipercaya? Ah, apabila menilik
sikap dan perlakuan sang Amurwabhumi terhadap dirinya,
rasanya tiada harapan bahwa sang Amurwabhumi betul2
akan menetapi janjinya.
“Ah, jika ingin memakan buah mangga, harus berusaha
mengambilnya dari pohon. Apabila menunggu sampai buah
itu jatuh, tentu sudah busuk, mungkin tak dapat dimakan.
Hanya mangga yang sudah busuk, luluh dagingnya dan
mungkin mengandung ulat, baru jatuh dari pohon,“
Anusapati menimang.
Menunggu sampai sang Amurwabhumi wafat baru
menerima tahta, sama dengan mengharap sesuatu yang
belum tentu. Hati manusia mudah berobah, janji mudah
berganti. Jelas sang Amurwabhumi tentu lebih senang
menyerahkan tahta kerajaan kepada puteranya sendiri
daripada putera tirinya. Demikian Anusapati membolak-
balikkan alas hatinya. Permukaan hitam, dibaliknyapun
hitam. Hitam semua.
Akhirnya tergodalah hati Anusapati untuk mengambil
keputusan. Keputusan itu berpijak pada tiga landasan yang
kokoh. Sebagai seorang putera, ia wajib menuntut balas
atas kematian ayahandanya. Sebagai seorang pewaris
tahta, dia harus merebut tahta itu dari genggaman orang.
Dan sebagai seorang anak tiri, ia akan menghapus
perlakuan yang tak adil dari ayah tirinya.
“Bunda yang hamba hormati “ seru Anusapati “hamba
mohon bunda perkenankan menghaturkan sebuah
permohonan kebawah duli bunda “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“O, tentu akan ibu kabulkan. Katakanlah apa


permohonanmu, angger. Apakah engkau ingin meminang
seorang puteri juwita ? “
Anusapati menghela napas “Ah, bukan itu maksud
hamba, ibu “
“Tetapi engkau sudah dewasa. Sudah layak memangku
seorang wanita. Ibunda sudah merindukan menimang
seorang cucu, angger.“
Anusapati gelengkan kepala. Ia menjawab dalam batin.
“Engkau telah memberi beban derita kepada puteramu.
Mengapa engkau masih hendak menimbun derita kepada
cucumu? Mengapa engkau tak mengharapkan cucu dari
puteramu dengan sang Amurwabhumi? Bukankah cucu dari
puteramu yang lain itu akan lebih disayang sang
Amurwabhumi? “
“Anusapati, katakanlah angger, mengapa engkau diam
saja,“ melihat Anusapati termenung, Ken Dsdes puri
menegurnya.
“Hamba takut, ibu. Takut ibu akan marah kepada
hamba“
“Marah? Mengapa angger? Aku takkan marah
kepadamu, Anusapati. Karena engkau adalah puteraku.“
Setelah didesak beberapa kali akhirnya Anusapati
berkata “Baiklah, ibu, akan hamba katakan permohonan
hamba itu. Hamba tak memohon puteri ataupun harta
pusaka, melainkan hendak mohon melihat keris empu
Gandring yang termasyhur bertuah itu.“
Ken Dedes terkejut.
“Maksudmu, keris empu Gandring yang pernah
digunakaa Kebo Ijo untuk membunuh ramamu? “
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hamba dengar, rama akuwu itu juga seorang pria yaig


sakti mandraguna tetapi mengapa sampai terlena dengan
tusukan Kebo Ijo? Karenanya hamba ingin tahu betapa
bentuk keris empu Gandring yang termasyhur itu? “
Wajah Ken Dedes tampak bergayut kelesian
“Anusapati, apakah engkau .... engkau hendak membunuh
sang Amurwabhumi? “
“Membunuh sang Amurwabhumi? Ah, tidak, ibu. Hamba
tiada mengandung maksud begitu. Bukankah apabila sang
Amurwabhumi wafat, hamba akan berduka karena
kehilangan seorang ayah tiri? Bukankah bunda akan
kehilangan seorang suami? Dan bukankah saudara-
saudara hamba akan kehilangan seorang ayah ? Rakyat
Singasari kehilangan junjungan yang gagah perkasa ?
Cobalah ibu renungkan, prabu Kertajaya dari Daha yang
begitu digdaya, mati juga oleh sang Amurwabhumi.
bagaimana mungkin aku Anusapati, mampu melecetkan
kulit kakinya saja ? Tidak, ibu, aku hanya ingin melihat keris
pusaka itu “
Setelah mendengar berbanyak- banyak uraian
Anusapati, Ken Dedes mengakui bahwa apa yang
dikemuka kan Anusapati itu memang benar. Sekalipun
bersenjata keris empu Gandring, Anusapati tentu tak
mampu membunuh sang Amurwabhumi yang sakti digdaya.
“Baiklah, angger “ dengan pertimbangan agar jangan
dipandang puteranya ia mencurigainya dan lebih menaruh
perhatian besar kepada sang Amurwabhumi. Agar pula
untuk menghibur hati Anusapati yang merasa kecewa atas
lingkungan hidupnya di keraton, maka Ken Dedespun
beranjak dari tempat duduk dan masuk kedalam bilik
peraduan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tak berapa lama Ken Dades keluar pula dengan


membawa sebuah benda yang tertutup kain sutera “Inilah
keris yang ingin engkau lihat itu, puteraku.“ Ken Dedes
terus hendak membuka selubung kain penutup keris.
“Jangan ibu,“ cegah Anusapati “rasanya sudah cukup
lama hamba menghadap ibu. Hamba kuatir apabila sang
Amurwabhumi datang. Beliau tentu murka apabila
mengetahui peristiwa ini.“
Ken Dedes kerutkan alis.
“Lalu bagaimana maksudmu? “ serunya.
“Perkenankanlah hamba membawanya ke bilik hamba
barang semalam saja. Agar puas hati hamba meneliti keris
pusaka itu. Besok malam pada saat seperti ini, akan hamba
haturkan kembali kehadapan bunda. Dan hamba mohon
hendaknya jangan ibu menyampaikan hal ini kepada sang
Amurwabhumi, agar hamba tak tertimpa kemurkaan beliau.“
Ken Dedes menganggap hal itu tak membahayakan jiwa
sang Amurwabhumi dan disamping itu dapatlah ia
menyenangkan hati Anusapati. “Baiklah, Anusapati. Tetapi
ingat, besok malam engkau harus mengembalikan kepada
ibu agar jangan sampai diketahui sang Amurwabhumi.“
Dalam ruang tempat tinggalnya, semalam itu Anusapati
memeriksa keris buatan empu Gandring yang termasyhur
itu. Kemudian ia duduk bersila menghadap keris itu dan
bersemedhi memohon doa. Ia pernah mendengar
keterangan dari seorang dayang keraton bahwa tatkala
sang Amurwabhumi yang saat itu masih bernama Ken Arok
marah lalu menikam empu Gandring maka empu Gandring
pun menghembuskan napas. Pada detik2 jiwanya
melayang, empu itu masih sempat menurunkan kutuk
“Engkau Ken Arok, tanpa sebab telah membunuh aku ....
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kelak keris itu akan meminta jiwa tujuh orang


keturunanmu!“
Maka Anusapatipun berdoa dalam semedhinya “Duh
sang empu Gandring yang mulia, hamba Anusapati, putera
akuwu Tunggul Ametung yang dibunuh Kebo Ijo dengan
keris buatan paduka. Kebo Ijo telah membayar dengan
jiwanya juga karena ditusuk sang Amurwabhumi. Tetapi
sang Amurwabhumi sendiri saat ini masih selamat tak
kurang suatu apa. Paduka empu Gandring, Kebo Ijo dan
rama hamba Tunggul Ametung telah mati menjadi korban
keganasan Ken Arok. Relalah paduka, duh empu Gandring
yang bijaksana, membiarkan orang yang telah membunuh
paduka itu menikmati kebahagiaan diatas jenasah paduka?
Jika paduka berkenan, berilah hamba restu dan keberanian
untuk menuntut balas .... “
Lama sekali Anusapati terbenam dalam persembahan
doa dan permohonan, tiba2 ia mendengar bunyi yang
mula2 pelahan tetapi makin lama makin riuh, macam orang
sedang menumbuk sirih dalam tabung.
Anusapati terkejut dan membuka mata. Ia segera
melihat benda yang berkelotekan itu tak lain adalah keris
pusaka yang dihadapannya. Batang keris itu tertarik keatas,
ber- guncang2 dalam kerangkanya. Anusapati terkejut.
Mengapa keris itu dapat melolos sendiri ke atas dan ber-
gerak2 ?
Serentak Anusapati tersentak ketika menarik suatu
kesimpulan bahwa kemungkinan arwah empu Gandring-lah
yang melakukan itu sebagai suatu isyarat bahwa
permohonan Anusapati dikabulkan. Demikian tafsiran
Anusapati.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Memang setiap orang yang sedang mengharap,


memohon dan men-cita2kan sesuatu dengan sepenuh hati,
akan memberi tafsiran kepada sesuatu yang didengar,
dilihat dan diketahuinya. Pada umumnya, tafsiran itu selalu
diarahkan pada tanda2 atau alamat2 yang baik, disesuaikan
cita seleranya.
Setelah merasa mendapat restu, seketika timbul pula
rencana untuk melaksanakan maksud hatinya. Keesokan
harinya Anusapati memanggil seorang pengalasan yang
menjadi orang kepercayaannya.
Orang itu terkejut dan pucat seketika pada saat
mendengar perintah Anusapati “Raden .... hamba, hamba
.... takut .... “
“Babi! “ hardik Anusapati “pilih, engkau mau mati atau
mukti! “
Pengalasan itu ternganga dengan pandang bertanya.
“Jika engkau tak mau melakukan perintahku, engkau
kubunuh,“ kata Anusapati “tetapi kalau engkau menurut
perintahku, setelah aku jadi raja, engkau akan kuangkat
sebagai buyut Batil dan kuhadiahi uang serta isteri cantik.“
Pengalasan itu berasal dari daerah Batil. Ia menuju ke
pura Singasari dengan membawa dua macam ke-patahan
hati. Pertama, keluarganya telah difitnah oleh buyut Batil
sehingga ayahnya dihukum dan akhirnya mati. Akibatnya
keluarganya berantakan hidupnya. Kedua, gadis yang
dicintai dan sudah memadu janji akan menjadi isterinya,
telah direbut oleh putera buyut yang dengan menggunakan
kekuasaan ayahnya, berhasil memfitnah keluarga dan
merebut gadisnya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Waktu meninggalkan Batil, dia bersumpah. Kelak pada


suatu hari pasti akan menuntut balas pada buyut dan
puteranya itu.
Sesaat mendengar janji Anusapati, orang itu tampak
menyala matanya. Ia teringat akan keadaan ayahnya yang
mati dibunuh, ibunya yang mati bersedih dan saudara-
saudaranya yang melarikan diri entah kemana.
“Benarkah raden akan memegang janji? “ tanyanya
menegas.
Terangsang oleh nafsu hedak melaksanakan rencana
pembunuhan itu, tanpa banyak pikir, serentak Anusapati
menjawab “Jika aku ingkar janji, biarlah aku mati ditikam
keris .... “
Orang Batil itu menerima perintah. Ia memilih waktu
senja dikala lampu2 telah disulut. Menurut rencana,
Anusapati akan berada di keraton dan ia akan pura2
memberi keterangan kepada penjaga2 keraton, hendak
mencari pangeran Anusapati. Dan memang para penjaga
keraton tahu bahwa dia adalah pengalasan dari pangeran
Anusapati. Demikian semuanya telah berjalan sesuai
dengan rencana. Sang Amurwabhumi tewas ditusuk
dengan keris dari empu Gandring.
Tetapi ketika orang Batil itu lari kepada Anusapati untuk
mengabarkan tugasnya yang telah berhasil maka
Anusapatipun segera membunuhnya. Dengan demikian
gemparlah seisi keraton dan seluruh kerajaan Singasari
atas berita kematian sang Amurwabhumi. Rakyat
berkabung atas wafatnya sang Amurwabhumi. Merekapun
menyanjung Anusapati sebagai pangeran yang gagah
berani dan setya kepada ayahanda baginda. Atas jasa

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

itulah maka Anusapati lalu naik tahta mengganti sang


Amurwabhumi sebagai raja Singasari.
Anusapati telah mencontoh dan melaksanakan rencana
Ken Arok ketika membunuh Tunggul Ametung. Ken Arok
meminjam tangan Kebo Ijo, Anusapati tangan orang Batil.
Namun tangan2 itu hanyalah pelaksana dari keris keramat
yang telah dinafasi dengan kutuk sang pembuatnya, Empu
Gandring.
Demikian renungan Nararya akan cerita yang pernah
dibawakan ramanya beberapa tahun yang lalu.
“Lalu bagaimana kelanjutan dari pangeran Anusapati,
rama? Apakah sumpah seseorang itu tak bertuah?” pada
waktu itu, ia bertanya pula kepada ramanya.
“Sumpah adalah janji, harus dipenuhi karena telah
terdengar oleh dewata. Oleh karena itu angger, janganlah
engkau mudah menjatuhkan sumpah. Terlebih2 pula
engkau tergolong kasta ksatrya “ kata Lembu Tal.
“Anusapati berhasil mengelabuhi seisi keraton bahkan
seluruh rakyat Singasari bahwa orang Batil telah
membunuh sang Amurwabhumi, bahwa pangeran
Anusapati telah membalas membunuh orang Batil itu.
Tetapi dewata telah menjadi saksi akan sumpah Anusapati
kepada orang Batil itu. Akhirnya Anusapatipun tewas
ditikam oleh pangeran Tohjaya, putera sang Amurwabhumi
dengan Ken Umang .... “
“Juga dengan keris Empu Gandring, rama? “ tukas
Nararya.
“Kutuk seorang empu sakti, takkan luput dari
sasarannya, angger,“ sahut Lembu Tal “Pangeran Tohjaya
mengajak kakanda prabunya menyabung ayam, kemudian

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

meminjam keris Empu Gandring dan terus ditikamkan


kepada sang prabu Anusapati.“
Kala itu Nararya masih seorang jejaka tanggung. Ia
tertarik sekali mendengar cerita ramanya. Ia menanyakan
apakah pangeran Tohjaya juga tewas oleh keris Empu
Grandring itu.
“Tohjaya memerintah tak lama. Raden Rangga Wuni
putera Anusapati dan Mahisa Gampaka putera Mahisa
Wonga Teleng .... “
“Eyang Mahisa Gampaka? “ tiba2 Nararya menukas.
Lembu Tal mengangguk “Ya, eyangmu Mahisa
Campaka bersekutu dengan raden Rangga Wuni untuk
melawan Tohjaya. Akhirnya kedua pemuda itu berhasil
mengalahkan Tohjaya.“
“Apakah raja Tohjaya juga terbunuh dengan keris Empu
Gandring?” tanya Nararya.
“Tidak, beliau tertusuk tombak, lolos dari keraton dan
akhirnya meninggal di desa Katang Lumbang.“
“Lalu, dimanakah keris Empu Gandring itu? “ tanya
Nararya. Pemuda itu memang beiotak cerdas. Pertanyaan
yang diajukan, menyibukkan ramanya.
“Keris itu memang menimbulkan keanehan. Setelah
Rangga Wuni dan Mahisa Campaka berhasil merebut
keraton dan setelah suasana negara aman kembali maka
keris itupun tiada kabar beritanya.“
“Mengapa rama ? Apakah eyang Mahisa Campaka tak
pernah menceritakan tentang keris itu ? “
Lembu Tal gelengkan kepala.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Eyangmu Mahesa Campaka pernah menghadapi


pertanyaanku seperti yang engkau ajukan tetapi eyangmu
hanya mengatakan bahwa kemungkinan keris itu tentu
dibawa lari oleh pangeran Tohjaya atau mungkin disimpan
oleh Rangga Wuni yang kemudian dinobatkan sebagai raja
Wisnuwardarja. Eyangmu enggan untuk bertanya soal keris
itu kepada baginda Wisnuwardana, karena dalam hati
ejangmu lebih senang apabila keris itu dilenyapkan.
Eyangmupun pesan wanti-wanti agar anak cucunya jangan
sekali-kali memiliki keinginan untuk mendapatkan keris itu.“
“Mengapa rama? “
“Karena keris itu berisi kutuk empu Gandring terhadap
Ken Arok dan anak cucunya. Kita ini, angger, adalah
berasal dari darah keturunan eyang buyut sang
Amurwabhumi dan kita tentu dilingkupi oleh bahaya dari
kutuk empu Gandring itu.“
“Apakah baginda Wisnuwardana tidak? “
“Seperti engkau ketahui, baginda Wisnuwardana itu
adalah putera dari Ranga Wuni dan Rangga Wuni itu putera
Anusapati. Sedang Anusapati adalah putera Ken Dedes
dengan Tunggul Ametung maka mungkin anak keturunan
mereka terbebas dari kutukan itu.“
Nararya mengangguk.
Kesemuarya terbayang pula dalam renungan Nararya
ketika langkahnya menuju ke candi Kagenengan. Candi
yang menjadi tempat makam jenasah sri Rajasa sang
Amurwabhumi.
Terlintas pula akan hal yang dialaminya ketika bertapa
di candi makam Wengker. Di makam eyang Batara
Narasinga. ia telah mendapat wangsit gaib berupa

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

percakapan dengan segumpal bayangan putih yang


mengatakan tentang sang Amurwabhumi menyuruh
Rangga Wuni dan Mahesa Campaka memilih buah maja.
“Jika demikian ada beberapa soal yang hendak
kumohonkan penjelasan andaikata aku berhasil bertemu
dengan arwah eyang buyut sang Amurwabhumi nanti.
Tentang buah maja dan tentang keris empu Gandring “
demikian percakapan yang berlangsung dalam hatinya.
Ketika pertama kakinya menginjak tanah dalam
lingkungan candi di desa Kagenengan, Nararya merasakan
sesuatu suasana yang atis atau terpencil. Pohon2 yang
tumbuh di sekeliling halaman candi itu, mekar dengan
bebas seolah-olah tak pernah bertuan. Semak belukar
meranggas subur, bahkan ada pula yang menjalari batang2
pohon. Suasana terasa lengang.
Kemudian ketika melangkah ke halaman dan tiba
dimuka candi, ia berdiri tegak. Sejenak ia memandang
candi itu. Ada pula suatu perasaan yang timbul dalam
pikirannya. Candi di Kagenengan itu merupakan makam
dari Sri Rajasa sang Amurwabhumi, rajakula dari kerajaan
Singasari. Memang candi itu besar dan megah
bangunannya. Karena, pikir Nararya, demi mengambil hati
saudara-saudara tiri atau putera2 dari Ken Dedes dengan
sang Amurwabhumi, Anusapati tentu menitahkan
pembuatan suatu candi yang mewah dan megah untuk
persemayaman arwah sang Amurwabhumi.
Tetapi kini, setelah terjadi beberapa pergantian dalam
tahta kerajaan Singasari, tampaknya candimakam itu
kurang mendapat perhatian. Dinding candi yang semula
terbuat daripada batu warna kelabu dan merah, kini hampir
berwarna hitam2 hijau. Hitam karena kotoran2 yang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tertampung bertahun-tahun dan warna hijau dari pakis yang


makin merajalela tumbuhnya.
“Adakah baginda Kertanagara tak pernah menitahkan
untuk membersihkan candi ini? Pernahkah baginda
mengunjungi candi ini? “ demikian pertanyaan yang timbul
dalam hati Nararya.
Saat itu ia sudah melangkah diambang pintu dan
melihat keadaan didalam. Serta merta ia berjongkok
memberi sembah kepada arca Syiwa yang berada dalam
candi itu. Arca itu sebagai lambang untuk mengabadikan
kebesaran sang Amurwabhumi.
Setelah itu ia mengelilingkan pandang memeriksa
kesekeliling ruang. Ternyata keadaan dalam ruang candi itu
bersih dan memancarkan suasana yang khidmat. Dilihatnya
pula didepan altar patung Syiwa itu, tebaran bunga2 yang
sudah layu, dan tempat perapian untuk membakar
wewangian dikala menghaturkan sesaji.
“Kiranya masih ada yang menghaturkan sesaji dan
membakar wewangian di candi ini “ diam2 Nararya
mendapat kesan.
Saat itu surya sudah suram. Rembangpun menjelang
petang. Nararya bersiap hendak memulai semedhi. Untuk
mencapai ke alam kekosongan dalam pengheningan cipta
semedhinya itu, kadang memerlukan waktu yang lama. Dan
apabila sudah berhasil memanunggal atau menyatukan
kesatuan diri dengan alam hampa maka haruslah dipelihara
adanya suatu suasana yang tenang. Setiap gangguan,
betapapun kecilnya, akan menimbulkan kerisauan pikiran.
Mungkin hanya semalam tetapi mungkin juga sampai
dua malam, tiga, empat dan entah berapa malam. Hal itu
tergantung dari apa yang dialaminya dalam alam kegaiban
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

itu nanti. Dan apabila hal itu berlangsung sampai beberapa


hari, bukankah patut dicemaskan tentang kemungkinan
gangguan yang antara lain berasal dari orang yang datang
hendak menghaturkan sesaji ?
Nararya memutuskan untuk mencari tempat yang
terlindung, demi mengamankan diri dari setiap gangguan
yang tak diinginkan. Akhirnya ia memilih sebuah tempat di
belakang patung Syiwa.
Malampun makin merayap gelap. Saat itu dia belum
berhasil menghampakan pikiran. Masih banyak peristiwa2
yang melalu lalang dalam benaknya. Dan dia-pun tak mau
memaksa diri untuk menghapusnya. Bahkan setiap
peristiwa yang membayang, dia curahkan pikiran untuk
menafsirkan, menelaah dan kemudian menarik kesimpulan
bahkan kalau perlu memecahkannya.
Setiap selesai menarik kesimpulan atau memecahkan
maka tanpa memaksa diri untuk melupakan, peristiwa
itupun lenyap sendiri.
Dia merasa suatu pemaksaan hanya berhasil
mengendapkan saja. Dan sesuatu yang mengendap itu
bukan berarti hilang tetapi masih. Dan sesuatu yang masih
tentu mewarnai alam hati pikirannya. Setiap warna, belum
mencapai pada alam kehampaan yang kosong. Ia hendak
mencapai pada alam kehampaan itu dengan kekosongan
yang bulat. Kekosongan itu harus melalui kewajaran, bukan
pemaksaan.
Berjam- jamnya ia bersemedhi mengheningkan cipta.
Walaupun belum mencapai alam kehampaan yang kosong,
namun suasana keheningan tempat disekeiiling, banyak
menciptakan pembentukan iklim yang menyerap kerisauan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Entah berapa lama, ia merasa indera2 penyerapannya


mulai menajam. Desir angin lembut, layang daun2 gugur
dan bahkan gerak gerik serangga yang meningkah tanah
disekeiiling, mulai dapat tertangkap. Dari yang dekat, makin
lama makin dapat mencapai agak jauh, jauh diluar candi
dan di sekeliling rimba belukar.
Tiba ada sesuatu yang terserap dalam indera
pendengarannya. Sayup2 ia seperti mendengar derap
langkah kaki manusia mendebur tanah. Bermula berasal
dari gerumbul pohon kemudian makin mendekat, menapak
di halaman candi. Makin lama makin menghampiri pintu
candi dan kemudian melangkah masuk.
“Dua orang “ pikiran Nararya menyeloteh “siapa
gerangan mereka? Apa tujuan mereka datang ke candi ini?“
Pertanyaan itu memang wajar memercik dalam benak
Nararya karena bukan suatu hal yang wajar apabila tengah
malam orang datang ke candi untuk menghaturkan sesaji
“Apakah mereka juga setujuan dengan aku, hendak
bersemedhi dalam candi ini?” berbisik pula pikiran Nararya.
“Bantar,“ tiba2 terdengar salah seorang berkata.
Walaupun hanya pelahan tetapi dalam keheningan malam
yang lengang, suaranya menggema keras. Jantung Nararya
terasa seperti didebur “sebelum kita bertindak lebih lanjut,
aku hendak meminta penegasanmu. Benarkah ceritamu
itu? “
“Benar kakang” sahut yang ditanya “sebelum eyang
meninggal, aku pernah mendapat ceritanya bahwa keris
empu Gandring itu telah ditanam bersama abu jenasah
sang Amurwabhumi “
“Mengapa begitu? Pernah engkau bertanya kepada
eyangmu?” kata kawannya pula.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Eyang buyutku bernama Kebo Randi, putera dari eyang


Kebo Ijo, telah diangkat sebagai pekatik oleh sang
Amurwabhumi. Maka eyang buyut Kebo-Randi tahu juga
akan beberapa rahasia dalam keraton Singasari.“
Mendengar itu mau tak mau, penyatuan cipta Nararya
yang hampir mencapai pengendapan, bertebaran bagai
daun kering tertiup badai.
“Hm, eyangmu Kebo Randi memang seorang yang
paserah dan bodoh. Ayahnya, Kebo Ijo, dibunuh Ken Arok
tetapi kemudian dia masih mau mengabdi kepada baginda
sri Rajasa sebagai pekatik. Jarang sekali orang yang
mempunyai pendirian seperti dia.“
“Ah, mungkin eyang buyut Kebo Randi menyadari akan
keadaan masa itu. Sri Rajasa sang Amurwabhumi adalah
titah yang telah direstui dewa sebagai wadah dari Batara
Wisnu yang akan mengejawantah di dunia, mengukuhkan
kerajaan di Jawadwipa ini. Melawan garis kepastian dewa,
sama dengan menentang surya.“
“Suatu pembelaan yang baik, Bantaran,“ seru orang
yang kedua itu pula “yang sudah mati memang mati. Kebo
Ijo, sang Amurwabhumi, Anusapati dan Panji Tohjaya, mati
karena keris empu Gandring. Jika eyangmu Kebo Randi
merelakan ayahnya, Kebo Ijo, mati ditikam keris bertuah itu,
itu urusan eyangmu Kebo Randi. Tetapi ramaku selalu
memberi pesan kepada puteranya supaya selalu ingat akan
kematian Panji Tohjaya yang dibunuh Rangga Wuni, anak
Anusapati itu.“
“Tetapi bukankah Panji Tohjaya juga telah membunuh
Anusapati, ayah Rangga Wuni “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Benar, karena Panji Tohjaya tak merelakan kematian


sang Amurwabhumi yang dibunuh oleh pengalasan dari
Anusapati “
“Tetapi sang Amurwabhumipun telah menitahkan eyang
buyut Kebo Ijo untuk membunuh akuwu Tunggul Ametung,
ayah dari Anusapati “
“Yang membunuh Tunggul Ametung adalah Kebo Ijo “
bantah orang itu.
“Atas perintah sang Amurwabhumi “ sahut yang
bernama Bantaran “dan Ken Arok atau sang Amurwabhumi
itu telah membunuh empu Gandring yang membuatkan
keris untuknya maka empu Gandring lalu menjatuhkan
kutuk“
“Berapa jiwa yang harus mati oleh keris itu? “
“Tujuh orang “
“Dan sudah berapa yang mati? “
“Empu Gandring, Kebo Ijo, Tunggul Ametung, Ken Arok,
Anusapati, lima orang “
“Bukankah yang dimaksud kutuk itu, anak keturunan
Ken Arok?“
“Jika demikian baru Ken Arok seorang. Bisa juga
ditambah dengan Anusapati.“
“Jika demikian masih kurang banyak.“
“Ya “ sahut Bantaran “ itulah sebabnya maka Panji
Tohjaya telah memberi perintah rahasia agar keris itu
ditanam dicandi makam sang Amurwabhumi ini “
“Tetapi mengapa rama tak tahu ? “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Rama siapa? Apakah ramamu? “ cepat Bantaran


menanggapi karena heran mendengar pernyataan
kawannya.
Rupanya orang itu merasa telah kelepasan omong. Ia
merenung sejenak kemudian mengangguk “Ya, ramaku”
“Ramamu? Siapa? “ Bantaran terbeliak.
“Putera Panji Tohjaya.“
“Hai !“ Bantaran berteriak sehingga kumandangnya
bagai dengung gong yang menggetarkan ruang candi itu
“menurut eyang buyut, Panji Tohjaya tak berputera “
“Memang dari isteri pertama, Panji Tohjaya belum
berputera. Tetapi dari garwa ampil, ketika keraton diserang
oleh Rangga Wuni dan Mahisa Gampaka yang membawa
lasykar orang2 Rajasa dan Sindir, Panji Tohjaya lolos dari
keraton. Dia terluka parah. Saat itu dia menitahkan supaya
seorang hamba yang dipercaya menyelamatkan jiwa garwa
ampil yang sedang mengandung itu, ketempat yang tak
mungkin dikejar oleh musuh. Ketika tiba saatnya, garwa
ampil itupun melahirkan seorang putera.“
“O “ Bantaran mendesah.
“Untuk mengenal keturunan Panji Tohjaya maka semua
anak cucunya memakai nama Toh. Putera yang lahir dari
ibu garwa ampil itu bernama Tohnyawa, kemudian dia
berputera Tohpati.“
“Kakang Katang, bagaimana engkau tahu sejelas itu?
Seolah engkau mengalami sendiri hal itu “
“Memang benar “
“Apa katamu, kakang Katang? Engkau mengalami
sendiri? Apakah engkau putera dari Tohnyawa? “
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hm “ sahut Katang “engkau pandai menduga “


“Engkau puteranya? Engkau Tohpati? “ teriak Bantaran
terkejut sekali.
“Ya “
“Tetapi bukankah engkau bernama Katang Lumbang ? “
Bantaran menegas.
“Itupun benar “ sahut Tohpati “aku memang
menggunakan nama itu dikala masuk menjadi prajurit
Singasari dahulu“
“O “ desuh Bantaran.
“Engkau tahu apa sebab kupakai nama itu? “
“Untuk menyamar agar jangan diketahui orang siapa
dirimu “
“Ya, itu juga benar “ sahut Tohpati “tetapi yang penting
nama itu mempunyai arti yang besar kepadaku.“
Bantaran membelalak dengan pandang heran.
“Katang Lumbang adalah nama desa dimana dahulu
Panji Tohjaya karena luka-lukanya telah meninggal. Maka
kupakai nama itu agar aku selalu teringat akan peristiwa
itu.“
“O “ Bantaran mendesuh pula.
“Sudahlah, Bantaran “ kata Tohpati “jangan membuka
rahasia itu kepada siapapun juga. Tetap panggil, namaku
Katang Lumbang sajalah.“ Bantaran mengiakan.
“Telah kukatakan kepadamu, Bantaran,“ kata Katang
Lumbang yang tak mau memakai nama Tohpati, “bahwa
kita berdua ini keturunan orang yang terlibat dalam

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

peristiwa bunuh membunuh di Singasari akibat kutuk empu


Gandring. Kita senasib.“
Bantaran mengangguk pula.
“Maka apabila rahasia yang engkau ketahui tentang
keris empu Gandring itu benar dan kita dapat
menemukannya di candi ini, maka sejarah kerajaan
Singasari akan berobah.“
“Maksud kakang? “
“Bila kudapatkan keris bertuah itu, akan kubunuh
baginda Kertanagara.“
“Kakang Katang! “ Bantaran berteriak kaget, “mengapa
engkau mengandung cita2 itu? “
“Yang membunuh Panji Tohjaya adalah Rangga Wuni.
baginda Kertanagara sekarang ini adalah putera dari
Rangga Wuni. Aku akan menuntut balas atas kematian
eyangku Panji Tohjaya “
“O “ desuh Bantaran untuk yang kesekian kali,
“bukankah baru2 ini kakang diangkat menjadi bhayangkara
keraton. Mengapa tak kakang laksanakan maksud kakang
itu ? Mengapa harus menunggu sampai berhasil
mendapatkan keris empu Gandring ? “
Katang Lumbang tertawa pelahan.
“Ketahuilah Bantaran,“ katanya “baginda Kertanagara
itu seorang raja yang sakti mandraguna. Mungkinkah aku
mampu membunuhnya? Tidak, Bantaran, aku tak mau
mempertaruhkan nyawaku untuk suatu hal yang aku tak
yakin akan berhasil. Aku harus mendapatkan keris empu
Gandring itu. Hanya keris bertuah itulah yang pasti mampu
melenyapkan jiwa baginda! “

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah “ desah Bantaran “tidakkah kakang akan ditangkap


dan dibunuh ? Tidakkah pura Singasari akan kacau?
Tidakkah kerajaan Singasari akan goncang? “
Katang Lumbang mendengus “Hm, jika memikirkan
soal2 dalam pertanyaanmu itu, lebih baik aku tidur dan
membuat impian bercengkerama di taman loka yang indah
dengan puteri2 yang cantik. Bukankah hati kita akan
terhibur dengan khayal2 dalam impian itu walaupun
sesungguhnya tidak nyata? Engkaupun demikian, Bantaran.
Engkau boleh menciptakan impian menjadi raja yang
dikelilingi oleh puteri-puteri cantik. Atau kalau ingin lebih
hebat lagi, engkau boleh membuat impian menjadi dewa
yang bersenang-senang di kahyangan.“
“Ah, kakang Katang,“ sela Bantaran “bukan maksudku
begitu tetapi aku memikirkan nasib kakang karena akibat
pembunuhan itu.“
“Setiap tindakan tentu akan menimbulkan akibat, baik
atau buruk,“ jawab Katang Lumbang “tetapi aku merasa
mempunyai tugas batin yang selalu menuntut perasaanku.
Hutang jiwa harus bayar jiwa. Jika tidak demikian aku
berani menuduh bahwa dewata itu tidak adil. Betapapun
aku harus menagih hutang jiwa eyangku kepada baginda
Kertanagara.“
“Kakang “ seru Bantaran “percayalah, Hyang Batara
Agung itu adil dan maha kuasa. Tetapi adakah harus
kakang yang menagih hutang jiwa itu? Bukankah tanpa
kakang bertindak, nanti tentu tiba masanya hutang itu akan
terhimpas oleh kodrat hidup? “
“Bantaran,“ seru Katang Lumbang “ramaku gagal
melaksanakan pembalasan itu. Dimana rama gagal, aku
harus berhasil. Apakah aku harus mengharapkan anakku
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

yang melaksanakan pembalasan itu? Kemudian anakku,


mengharapkan puteranya dan puteranya mengharapkan
puteranya lagi, sehingga tak berkeputusan harap itu
berlangsung dari anak, cucu sampai ke buyut. Tidak,
Bantaran, sekarang juga aku harus melaksanakan. Semua
akibat telah kupikirkan dan nyawaku taruhannya.“
“Jika demikian kehendak kakang, akupun tak dapat
berkata apa2 lagi.“
“Tetapi engkau harus berkata lagi Bantaran.“ Bantaran
terkesiap.
“Engkau harus berkata kepadaku, bersediakah engkau
membantu aku? Lebih tandas lagi, sanggupkah engkau
bekerja-sama dengan aku untuk melaksanakan karya besar
ini ? “
Bantaran berobah cahaya mukanya. Ia tampak pucat
dan agak gemetar.
“Bagaimana Bantaran ?“ desak Katang Lumbang.
“Ya, baiklah “ jawab Bantaran. Tetapi Katang Lumbang
tahu bahwa Bantaran ragu2 karena takut. Wajahnya yang
pucat dan suaranya yang tergetar, memancirkan isi hatinya.
“Ya, baiklah “ Katang Lumbang mengiakan tetapi dalan
hati dia timbul rencana lain terhadap Bantaran. Dia
menganggap sikap Bantaran yang yang ragu2 dan
ketakutan itu berbahaya. Ia harus bertindak menumpas
bahaya itu sebelum bahaya itu menghancurkan dirinya.
Kemudian Katang Lumbang mengajak Bantaran mulai
bekerja. Keduanya mencari letak tempat penanaman abu
jenajah. Tiba2 Katang Lumbang menyulut api untuk
menyuluhi persada batu yang berada didepan patung
Syiwa.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dari sinar api yang dinyalakan Katang Lumbang itu,


Nararya berhasil mengintai melalui celah2 kaki patung
Syiwa bagaimana raut wajib kedua orang itu. Namun
sebelum sempat melihat jelas, apipun sudah padam.
“Bantaran, lekas engkau gali persada ini. Mungkin
disinilah tempatnya,“ seru Katang Lumbang.
Rupanya Bantaran menurut karena sesaat kemudian
terdengar suara batu persada di depan patung Syiwa itu
dihunjam dengan senjata tajam. Bantaran mulai bekerja.
Ditempat persembunyiannya, Nararya berpikir keras
mencari akal untuk menggagalkan tindakan kedua orang
yang tak bertanggung jawab itu. Pertama, kedua orang itu
merupakan persekutuan jahat yang hendak melenyapkan
jiwa baginda Kertanagara. Bahwa Katang Lumbang ingin
menuntut balas atas kematian eyangnya, Panji Tohjaya, itu
persoalan dia. Tetapi yang jelas, tindakan itu tentu akan
menimbulkan geger dan malapetaka besar kepada kerajaan
Singasari. Tahta kerajaan goncang, daerah2 akan timbul
pembangkangan. Dan yang jelas, Daha akan menggunakan
kesempatan itu untuk melaksanakan rencananya.
“Berbahaya “ tersentak pikiran Nararya manakala
membayangkan akibat2 itu. Dan makin keras ia mencari
akal untuk memberantas perbuatan kedua orang itu.
Suasana dalam ruang candi itu gelap dan hal itu
menguntungkan Nararya untuk melaksanakan rencana
yang sudah diperolehnya. Ia tak membekal senjata apa2
kecuali hanya sebilah pisau yang sebenarnya
diperuntukkan memotong dan mengupas buah-buahan
manakala dia harus mencari makanan di hutan. Segera
diambilnya pisau itu lalu dengan hati2 agar jangan
menimbulkan suara, ia berbangkit. Setelah menentukan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

arah tempat Katang Lumbang yang saat itu membelakangi


Bantaran karena sedang memeriksa tempat sekitar persada
patung maka Nararya lalu menaburkan pisaunya diarahkan
ke punggung.
“Aah .... “ Katang Lambang menjerit, meliuk- liuk tubuh
dan meringis kesakitan karena punggungnya terobek pisau.
Darahpun bercucuran mengalirkan rasa sakit yang nyeri.
“Keparat, engkau berani menghianati aku, Bantaran! “
teriak Katang Lumbang seraya menerkam Bantaran,
mencekik lehernya dan membenturkan kepalanya pada
batu persada, prak .... Jidad Bantaran pecah, tubuh
menggelepar dan orangnyapun tak dapat berkuiik lagi.
Rupanya Katang Lumbang atau Tohpati mewarisi
perangai eyangnya, Panji Tohjaya, yang berangasan dan
banyak curiga. Kesan buruk terhadap Bantaran yang
dianggapnya ragu2 dan takut, melahirkan pula kesimpulan
bahwa tentulah Bantaran yang manikamnya dari belakang.
Adalah karena ketakutan atau mungkin tak setuju maka
Bantaran hendak membunuhnya. Demikian anggapan yang
memenuhi benak Katang Lumbang. Ia merencanakan,
setelah berhasil mendapatkan keris empu Gandring, akan
melenyapkan Bantaran maka ia menilai Bantaranpun
memiliki rencana begitu juga. Demikian alam pikiran
seorang yang penuh prasangka apabila merencanakan
perbuatan jahat.
Katang Lumbang dengan cepat segera menuduh
Bantaran yang menikamnya. Maka tanpa memberi
kesempatan bicara lagi kepada Bantaran, dia terus
menerkam, mencekik dan membenturkan muka Bantaran
ke batu persada. Dahi Bantaran pecah, darah berlumuran
dan terus tak dapat bergerak, entah mati entah hidup.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Katang Lumbang beristirahat sejenak untuk mengusap


darah dipunggungnya. Ia mencari sawang atau sarang
galagasi untuk melumuri lukanya agar berhenti dari
pendarahan.
Sesaat selesai mengenakan baju lagi, tiba2 ia
mendengar kokok ayam di kejauhan. Ia terkejut. Jika ia
tetap berada di candi itu, dikuatirkan penjaga atau mungkin
penduduk di sekeliling tempat itu akan mengetahui tentang
pembunuhan yang dilakukannya.
Kemarahan dapat menimbulkan kegelapan pikiran,
dapat melakukan perbuatan apa saja pun yang dapat
melonggarkan luap amarah itu. Tetapi setelah hawa amarah
reda, kejernihan hatipun mulai memancar maka timbullah
rasa takut, sesal akan apa yang telah dilakukannya.
Demikian Katang Lumbang. Saat itu ia menyadari kalau
membunuh kawannya dan kesadaran itu membangkitkan
rasa takut apabila perbuatannya diketahui orang.
“Lebih baik kukubur saja agar tiada yang tahu jejaknya,“
serentak timbul pikirannya. Lalu diangkatnya tubuh
Bantaran, dibawa keluar. Dibawah sebatang pohon weru,
dia segera menggali lubang. Tetapi menggali liang dengan
senjata pedang, memang memakan waktu lama. Dan baru
lebih kurang selengan dalamnya, ayam hutanpun berkokok
makin gencar. Cuaca mulai meremang terang.
“Ah, hari makin mendekat pagi. Apabila ada orang yang
melihat apa yang kulakukan, pasti celakalah aku,“ ia makin
cemas. Akhirnya ia menyeret tubuh Bantaran kedalam liang
yang masih dangkal lalu ditimbuni dengan tanah dan daun.
Asal tertutup sajalah, tak sempat lagi untuk menimbuni
secara padat. Setelah itu bergegas ia meninggalkan tempat
itu. Ia harus cepat2 mencapai asrama agar tiada diketahui
kawan2 yang lain bahwa malam itu dia pergi.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Saat itu juga muncul sesosok tubuh yang langsung


menuju ke timbunan tanah lalu mulai membongkar tanah
dan timbunan daun. Dia bekerja cekatan sekali. Tak lama
tubuh Bantaranpun segera dikeluarkan dari liang.
Orang memeriksa dada Bantaran, ternyata masih terasa
hangat dan jantungnya masih mendebur pelahan. “Untung
aku keburu mengeluarkannya sehingga dia tak sampai
dikubur hidup-hidupan,“ gumam orang itu.
Setelah diurut-urut beberapa waktu, Bantaran dapat
menggeliat dan merintih. Orang itu segera mencari daun
kemlanding, dilumat lalu dilumurkan pada dahi orang yang
telah pecah. Kemudian diapun mencari air dan diminumkan
orang itu.
Setengah jam kemudian, orang itu dapat sadar. Dia
memang belum mati tetapi hanya pingsan.
“Siapa engkau ..... “ serunya lemah kepada
penolongnya.
“Aku Nararya “ jawab orang yang menolong itu “jangan
banyak bergerak dulu. Lukamu masih belum merapat.“
Orang itu mengangguk lalu pejamkan mata lagi. Lewat
tengah hari beristirahat, Bantaran makin kuat. Ia membuka
mata dan memandang Nararya.
“Apakah yang telah terjadi pada diriku? “ tanyanya
kepada Nararya.
Nararya terpaksa berbohong. Ia mengatakan bahwa ia
sebenarnya hendak berkunjung ke candi untuk
memanjatkan doa. Tetapi ia terkejut ketika melihat dua
orang sedang menabas batu persada patung Syiwa.
“Itulah aku dan Katang Lumbang “ kata Bantaran.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“O “ desuh Nararya “sebenarnya aku hendak masuk dan


menegur perbuatan kalian. Tetapi tiba2 kudengar kawanmu
menjerit kesakitan sembari mendekap punggungnya. Dan
entah bagaimana tiba2 dia menerkam engkau lalu
membenturkan mukamu pada batu persada. Kemudian dia
membawamu keluar dan menanam tubuhmu dalam liang
ini.“
“Oh, dimana dia sekarang? “ seru Bantaran.
“Sudah pergi,“ sahut Nararya “sebenarnya aku hendak
mengejarnya tetapi kurasa lebih perlu menolongmu “
“Terima kasih, ki sanak,“ kata Bantaran “budi
pertolonganmu pasti kuingat selamanya.“
“Ki Bantaran” kata Nararya “bagaimanakah rencanamu
sekarang? Apakah engkau hendak pulang dan
mengadukan perbuatan kawanmu itu.“
Bantaran terdiam.
“Bagaimana baiknya kalau menurut ki sanak.“ Bantaran
meminta pendapat “nyawaku engkau yang menghidupkan
maka akupun menurut apa yang engkau perintahkan.“
Nararya meminta keterangan apa maksud kedatangan
Bantaran dan kawannya ke candi situ. Sebenarnya dia
sudah tahu tetapi agar jangan diketahui bahwa sebenarnya
dia bersembunyi di belakang patung Syiwa, maka sengaja
ia bertanya keterangan.
Dengan jujur Bantaran menceritakan semua yang
terjadi. Diam2 Nararya menaruh kepercayaan bahwa
Bantaran seorang jujur.
“Bantaran,“ kata Nararya “aku hendak bertanya
kepadamu dengan sejujurnya. Benarkah keris empu

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Gandring itu tertanam dalam candimakam sang


Amurwabhumi?”
“Aku sendiri juga belum yakin sungguh2. Hanya ayah
yang mengatakan hal itu dan ayahpun mendengar
keterangan dari eyang “
“Ki Bantaran,“ kata Nararya dengan nada sarat “adakah
keris itu berada di candi ini, masih belum pasti. Dan dengan
bekal yang belum pasti itu, engkau hendak merusak sebuah
candi makam dari seorang raja besar yang mendirikan
kerajaan Singasari. Apakah engkau tak takut akan
kemarahan rakyat bila perbuatanmu itu diketahui mereka?
Kedua, apakah kau tak takut akan tulah keramat dari arwah
sang Amurwabhumi yang menjadi titisan Hyang Wisnu?
Ketiga, apakah engkau tak berdosa karena akan
memunculkan kembali sebuah keris yang berisikan kutuk
Empu Gandring ? Walaupun eyang buyutmu ki Kebo Ijo
telah terbunuh, tetapi sang Amurwabhumi telah membalas
jasanya dengan mengangkat puteranya, Kebo Randi
menjadi pengalasan keraton dan selanjutnya anak
keturunannya tetap diberi pangkat sebagai pekatik.
Tindakan budi yang telah dilimpahkan oleh sang
Amurwabhumi dan kerajaan Singasari kepada kakek
moyangmu sudah cukup untuk menghimpas peristiwa itu?
Tidakkah dengan membantu Katang Lumbang untuk
mendapatkan keris itu, berarti engkau ikut serta dalam
perbuatan jahat untuk membunuh baginda Kertanagara
yang berarti juga engkau akan mengacaukan keamanan
dan ketenteraman pura Singasari? Kakek, ayah dan engkau
adalah rakyat Singasari. Tidakkah sudah layak bagi
seorang kawula untuk mengabdikan diri dengan
pengorbanan jiwa seperti yang dilakukan oleh eyangmu
Kebo Ijo itu? Tidakkah engkau berarti akan membantu lain

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kerajaan untuk menyerang Singasari apabila kerajaan itu


geger akibat baginda Kertanagara terbunuh? “
Dihujani dengan pertanyaan yang menggebu-gebu itu,
Bantaran terlongong-longong tak dapat menjawab.
“Aku hanya menurut apapun yang hendak engkau
perintahkan, ki Nararya,“ akhirnya dia hanya
memaserahkan diri.
“Baik, Bantaran “ kata Nararya “sebenarnya pantang
bagiku untuk mengungkai- ungkat saal budi dan
pertolongan. Karena pertolongan yang kuberikan kepadamu
ini, kuanggap sebagai wajib dari dharma hidupku. Tetapi
apabila engkau bermaksud hendak membalas budi
pertolonganku itu. Aku merasa berterima kasih dan
menganggap engkau benar2 sudah membalas budi
kepadaku apabila engkau tak melanjutkan rencana untuk
mencari keris empu Gandring itu. Lepaskanlah tanganmu
dari pusaka yang berlumuran darah. Maukah engkau
Bantaran? “
Bantaran merasa bahwa ia telah menerima budi
pertolongan yang tiada taranya dari pemuda itu. Dia
menyadari bahwa Katang Lumbang seorang kawan yang
berbahaya. Apa yang diuraikan Nararya memang benar.
Sebagai seorang kawula Singasari, dia harus dapat
memisahkan kepentingan keluarga dengan negara. Apalagi
peristiwa itu terjadi antara eyangnya, Kebo Ijo, dengan sang
Amurwabhumi. Sedang baginda Kertanagara yang
sekarang adalah keturunan dari Tunggul Ametung.
“Baik ki Nararya,“ akhirnya ia memberi pernyataan
“kurasa keris itu memang mengandung tulah yang
berbahaya. Biarlah dia lenyap dari muka bumi agar jangan
menimbulkan malapetaka.“
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Terima kasih, Bantaran,“ kata Nararya “lalu bagaimana


rencanamu sekarang ? “
“Inilah ki Nararya “ kata Bantaran “yang meresahkan
hatiku. Aku memang masih bingung menentukan langkah,
kembali ke Singasari atau menyembunyikan diri.
Bagaimanakah pendapat tuan? “
“Jika tahu engkau masih hidup, Katang Lumbang tentu
terkejut,“ kata Nararya “dan ketakutan pula. Oieh karena itu
dia tentu berusaha untuk membunuhmu lagi agar
rahasianya jangan sampai terdengar orang.“
“Hm, benar “
“Maka lebih baik jangan engkau kembali ke pura dulu.
Tetapi apakah engkau mempunyai tempat meneduh? “
Bantaran mengatakan bahwa ia mempunyai seorang
paman yang tinggal didesa. Kesanalah dia akan menetap.
Nararya menyetujui dan Bantaranpun segera berpisah
untuk menuju ke tempat pamannya. Sementara Nararya
kembali masuk kedalam candi.
Peristiwa Katang Lumbang dan Bantaran itu menyerap
waktu yang lama dalam renungannya. Makin mengenang
kembali ke masa lampau, makin banyak peristiwa yang
menimbulkan renungan. Berdirinya kerajaan Singasari tak
lepas dari sejarah kehidupan seorang manusia bernama
Ken Arok. Baik sejarah asal keturunan maupun kissah
sepanjang masa mudanya, penuh dengan hal2 yang luar
biasa.
Seorang bayi yang tak diakui ibunya dan dibuang di
kuburan, seorang pemuda yang terjerumus dalam
kehidupan di lembah hitam. Judi, mencuri, menyamun,
mengganggu wanita dan lain2. Tetapi yang jelas pemuda itu
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

memiliki kecerdasan dan keberanian, kesaktian dan


keperibadian yang menonjol.
Mungkin Ken Arok memang seorang manusia yang
dikasihi dewa dan mendapat wahyu agung untuk
mengemban tugas besar memerintah kerajaan Singasari.
Tetapi yang jelas, dia tentu menempuh perjalanan panjang
itu dengan penuh penderitaan dan ketabahan. Untuk
mencapai kejenjang puncak yang gemilang bukanlah suatu
perjalanan diatas alas beludru yang lunak, melainkan
disepanjang jalan yang penuh dengan kerikil tajam, bahkan
bertabur duri dan onak, berpagar tombak dan pedang.
“Lepas dari segala perbuatannya semasa masih muda,
sang Amurwabhumi memang seorang manusia besar. Jika
tidak tak mungkin seorang pemuda yang berasal dari
keturunan bawah, mampu menjadi seorang raja besar yang
menguasai kerajaan Singasari,“ bagai lapisan awan yang
berarak di angkasa, maka berarak-arak pula lapisan kesan
dalam hati Nararya. Makin lama makin tebal, makin cerah.
Dia makin menghayati hakekat dari perjuangan.
Jer basuki mawa bea. Tiada kebahagiaan tanpa
penderitaan. Sekali pun Ken Arok itu benar menjadi kekasih
dewa, menjadi insan yang telah dipilih dewa untuk
menenteramkan kerajaan dijawadwipa, tetapi tidaklah
begitu saja dewa menganugerahkan kebesaran hidup
kepadanya. Dia masih harus berusaha dan berjuang keras,
masih harus membuktikan bahwa dialah insan pilihan dewa
yang tepat.
Dengan renungan2 itu mulai mantap, mulai menyatu
dan mulai mengarahlah pikiran Nararya kedalam suatu jalur
pemusatan. Lambat tetapi tertentu mulai mengalir kearah
suatu muara laut, makin lama makin luas dan luas. Tiada
ujung tiada tepi, tiada lagi batas antara air dan bumi, bumi
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dan langit. Semua telah bersatu dalam suatu kekosongan


yang penuh tetapi hampa, hampa tetapi penuh.....
Nararya telah kehilangan diri. Dia tak tahu berada di
mana, karena dia telah kehilangan daya pengetahuan, daya
pengenal dan daya pemikir. Dia tak merasakan dirinya itu
masih atau hilang, karena dia tak mempunyai daya rasa itu.
Dia tahu dalam tak-tahu. Dia tak tahu dalam tahu. Diapun
merasa dalam tak-merasa. Diapun tak merasa dalam
merasa. Dia hanya merasa berada dalam suatu kehampaan
alam raya tetapi dia tak tahu dirinya berada dimana dalam
alam kosong raya itu.....
Sayup2 ia seperti mendengar suara isak tangis seorang
gadis, yang menebarkan bau harum dan tangannya yang
halus mengguncang-guncang kakinya “Raden .... raden
bagus .... tolonglah hamba raden . . . . hamba dikejar orang
jahat.....”
Namun Nararya sudah hilang ditelan kehampaan.
Semua indera perasa, pemikir, telah hilang. Bahkan dirinya,
isi dirinya atau yang bisa disebut aku dalam dirinya, pun
sudah tiada lagi padanya. Dia laksana sebuah patung
dalam sila semedhi ....
Suara perawan ayu merintih-rintih pertolongan itupun
hilang lenyap. Beberapa saat2 kemudian ia merasa seperti
dipegang oleh sebuah tangan yang berbulu, jari2 kasar
sebesar pisang, meraba-raba leher seperti hendak
mencekiknya.
Tetapi kehilangan yang diberikan Nararya adalah suatu
penyerahan, suatu pemaserahan bulat. Sehingga tiada lagi
indera2 dalam dirinya itu dapat memancarkan daya. Dia
sudah kehilangan daya penyerap, pemikir dan perasa.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Maka sia2 pula gangguan tangan berbulu dan jari besar


yang mengerikan itu kepadanya.
“Ho, inilah manusia yang menjadi gara2 candi ini seperti
dibakar api. Hayo, kita bunuh dia! “
Serentak terdengar bunyi yang aneh, macam benda
berat merayap di tanah dan bau yang luar biasa anyir,
menghampiri Nararya.
~dewiKZ~ismoyo~mch~

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 13

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor:
MCH

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
Nararya telah mendapat pelajaran Hatha-yoga dari gurunya,
resi Sinamaya di gunung Kawi. Tujuan daripada ilmu pelajaran itu
satu tepi mempunyai landasan yang luas dan tinggi.
Satu, yani untuk mencapai alam bahagia, nirwana dan moksa,
mencapai inti hakekat kebenaran, menjelang manunggalnya jiwa
kepada kebenaran atau para-murtha. Disitulah tujuan utama dari
hubungan jiwa dengan Sanghyang Widdhi.
Landasan yang luas dan tinggi karena sarana2 yang wajib
ditempuh melalui tingkat2 latihan melepaskan pengaruh nafsu
dasendriya atau sepuluh indera dan panca tanmatra atau
bayangan nafsu dalam linggasarira, dari alat2 lapis badan
manusia. Sehingga pengaruh nafsu dari alat2 lapisan badan itu
terlepas dan tidak berpengaruh lagi terhadap gerakan jiwa.
Sesungguhnya samadhi itu merupakan tingkat terakhir dimana
telah dapat mencapai alam bahagia, nirwana dan moksa,
manunggal dengan Sang Hyang Widdhi dalam alam
Anandasarira.
Hatha-yoga yang dipelajari Nararya, belumlah mencapai
tingkat yang tertinggi. Namun berkat kemauan dan tekad yang
keras, ia telah mampu mencapai Dharana, tingkat kelima dari
tingkat2 yang berjumlah delapan buah.
Demikian yang dilakukan di candi-makam Kagenangan. Ia
telah mulai dapat mengalahkan rayas dan telah dapat menguasai
semangat bathin serta memusatkan kepada suatu tempat atau
tujuan tertentu.
Tujuannya tak lain hendak mohon wangsit dari eyang buyut
sang Rajasa Amurwabhumi. Sedemikian teguh dan paserah
semangat bathin Nararya, sehingga ia telah berhasil keluar dari
Lingga-sarira, tempat rayas berkuasa mereka-reka sifat kama.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pikiran, bathin dan perasaannya sudah 'mati' dari segala daya-


reka sehingga apapun yang bertubi-tubi mengganggunya, tiada
bersambut dalam perasaan.
Setelah tangis gadis ayu yang merintih-rihtih minta tolong,
membujuk rayu dengan bisikan-bisikan yang syahdu, kemudian
tangan berbulu dan jari2 kasar yang meraba-raba leher seperti
hendak mencekik, suara2 beraneka nada yang seram,
mengancam, tak bersambut, maka muncul mahluk yang merayap
menghampirinya dengan membiaskan hawa yang luar biasa
anyirnya.
Mahluk itu berwujut sebagai seekor ular besar yang terus
melilit tubuh dan leher Nararya. Bahkan terasa seolah mulut ular
besar itu menganga hendak mencaplok kepala.
Namun pemaserahan Nararya sudah bulat. Pikiran, bathin,
jiwa dan kesepuluh indera, telah dileburkan dalam kekosongan
yang hampa. Sehingga semua godaan itu berguguran lenyap.
Nararya telah membebaskan diri dari rayas2 Lingga-sarira,
mematikan daya-reka kama.
Dalam keadaan alam kehampaan yang suwung itu, sayup2
seperti terdengar suara halus yang menyusup ketelinga “Kulup,
mengapa engkau mengganggu aku . . .”
Nararya seolah tersentuh oleh suara itu. Dan sesaat itu
sebuah benda kecil mulai memercik di alam yang suwung. Makin
lama percik benda itu makin membesar, membesar dan akhirnya
meletus, membaurkan gulung asap putih. Pelahan-lahan asap itu
mulai mengumpul, menggunduk, makin tebal, tebal, dan akhirnya
menjadi suatu perwujutan dari seorang lelaki yang perkasa,
mengenakan sebuah mahkota.
“Kulup ... “ seru orang itu, “hentikan semedhimu”
Nararya seperti terperangah.
“Siapa engkau kulup ? “ seru orang itu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hamba Nararya pukulun ... “ Nararya seperti menyahut. Tidak


dengan mulut melainkan dengan rasa batin.
“Nararya? Siapa Nararya? Menilik wajahmu yang bercahaya
terang, engkau tentu berasal dari keturunan satrya”
“Hamba hanya putera dari rama Lembu Tal. Dan Lembu Tal
adalah putera dari Batara Narasingamurti atau Mahesa Campaka.
Mahesa Campaka putera dari Mahesa Wonga Teleng dan Mahesa
...”
“Cukup” seru lelaki itu ”kutahu siapa Mahesa Wonga Teleng.
Jadi engkau ini keturunan Mahesa Wonga Teleng”
“Demikian, pukulun.”
“Aku bukan dewa, tak perlu engkau menyebut pukulun
kepadaku ...”
“Oh, maafkan. Lalu siapakah paduka ini ?”
“Engkau tak kenal kepadaku ?”
“Tidak.”
“Tidakkah ramamu pernah berceritera tentang leluhurnya?” .
“Rama hamba sering bercerita begitu “
”Siapakah cikal bakal leluhurnya?”
“Eyang buyut Ken Arok yang kemudian menjadi raja Kula
Singasari bergelar sri Rajasa sang Amurwabhumi”
“Pernahkah engkau melihat wajah sang Amurwabhumi? “'
“Hamba pernah melihat patung sang Amurwabhumi yang
terdapat di beberapa candi.”
“Cobalah engkau pandang diriku ...“ Nararya memang serasa
melayang-layang dalam alam kesemuan. Antara kosong dan isi,
nyata dan semu. Mendengar titah itu, serentak ia mencurahkan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pandang mata dan menatap wajah orang itu dengan sepenuh


perhatian.
“Duh, eyang buyut sang Amurwabhumi, ...“ serta merta
Nararya menghadap, menghaturkan sembah sekhidmat-
khidmatnya “ampunilah hamba yang tak tahu adat.”
“Jadi engkau sudah tahu diriku?”
“Demikian, eyang baginda yang mulia”
”Dan apa maksudmu bersemedhi memantek aji Panuwun
untuk menemui aku? Ketahuilah, bahwa tempatku bersemayam,
di alam kelanggengan yang amat jauh sekali. Bukan suatu
perjalanan yang mudah untuk kembali kesana. Hanya karena
pancaran semedhiimi yang keras laksana sinar surya menembus
bumi itu, maka panaslah tempat persemayamanku itu. Adakah
engkau mempunyai keperluan yang amat penting sekali sehingga
engkau berani mengusik ketenanganku?”
Kembali Nararya tersipu-sipu menghaturkan sembah sujut
sedalam-dalamnya “Eyang baginda yang hamba junjung dialas
segala kemuliaan hamba. Hamba mohon ampun atas tindakan
hamba yang kurang beradap terhadap paduka. Hamba hanya
menyerahkan jiwa dan raga hamba kebawah duli paduka apabila
paduka hendak mencabut nyawa hamba …..”
“Hm“ desuh bayang2 yang menurut pengakuan yang tak
dinyatakannya, adalah arwah sri Rajasa sang Amurwabhumi “soal
itu tergantung dari keteranganmu nanti. Adakah soal yang
hendak engkau haturkan itu sesuai dengan tindakanmu mengusik
ketenangaaku”
“Jika paduka idinkan“ kata Nararya ”hamba akan
mempersembahkan peristiwa2 yang menyangkut kedatangan
hamba kemari”
“Katakanlah”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya lalu mulai menuturkan sejak ia mendapat anjuran dari


kedua orang yang paling dihormatinya yani ramanya Lembu Tal
dan gurunya, resi Sinamaya. Menurut wawasan gaib yang terasa
pada sentuhan syahdu dalam kesuwungan semedhi purna, ada
petunjuk gaib bahwa pada waktu yang tak lama lagi, Hyang
Jagadnata akan menurunkan wahyu agung, wahyu yang akan
menyinari persada bumi Jawadwipa sebagai tempat yang akan
melindungi, mengembangkan dan menyuarkan cahaya purnama
raya, bagi para titah dewata, kesejahteraan kehidupan dan
kemakmuran negara. Demikian pula akan menjadi penampung
dan pengemban tugas kehendak dewata untuk menyiarkan
agama.
“Atas anjuran guru sang resi Sinamaya, hamba-pun bertapa di
candimakam eyang Batara Narasingamurti di Wengker. Berkat
kemurahan dewata, hamba-pun diperkenankan berjumpa dengan
eyang Batara Nara-singamurti ….. .”
Kemudian Nararya lalu menuturkan percakapan yang terjadi
antara Batara Narasingamurti dengan dirinya.
“Eyang Batara Narasingamurti yang waktu itu masih bernama
Mahisa Campaka mengatakan bihwa beliau pernah bersemedhi di
makam paduka sini dan paduka berkenan menemui eyang . ..” '
“Pada kesempatan bercakap-cakap, eyang Batara
Narasingamurti mohon kehadapan paduka untuk bersama eyang
Rangga Wuni melawan eyang Tohjaya”
“Hm”
“Paduka melimpahkan sabda bahwa eyang Tohjaya tak lama
menduduki tahta Singasari, karena menurut kodrat yang telah
digaris Hyang Batara Agung, bukanlah eyang Tohjaya yang layak
menjadi raja Singasari”
“Hm”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kemudian padukapun telah menitah eyang Narasingamurti


untuk memilih lima butir buah maja. Yang tiga untuk eyang
Narasingamurti dan yang dua untuk eyang Rangga Wuni. Buah
maja yang manis rasanya, lambang wahyu kerajaan. Akhirnya,
dari tiga butir maja, eyang Narasingamurti hanya mendapat
sebutir yang manis. Yang dua pahit rasanya. Sedang dua butir
maja untuk eyang Rangga Wuni ternyata manis semua. Dengan
demikian keturunan eyang Rangga Wunilah yang berhak
menduduki tahta kerajaan lebih dahulu”
“Hm”
“Namun menurut eyang Narasinga, dua butir maja manis yang
jatuh pada eyang Rangga Wuni itu adalah berarti eyang Rangga
Wuni sendiri dan putera-nya. Setelah itu, jika memang petunjuk
parduka itu benar, maka keturunan, eyang Narasingamurtilah
yang akan mengganti di tahta Singasari”
“Hm”
“Demikianlah apa yang hamba terima dari pesan gaib di
makam eyang Narasingamurti”
“Adakah engkau meragukan pesan Eyangmu itu ? “ kali ini
bertanyalah bayang2 itu.
“Duh, eyang prabu yang hamba muliakan “ kata Nararya
“bukan soal keraguan ataupun percaya atau tak percaya yang
mendorong hamba menghadap paduka, melainkan keinginan itu
timbul dari hati sanubari hamba sendiri, hendak mohon
menghadap paduka.”
Dengan jawaban itu Nararya menghindarkan diri dari kesan
bahwa dia masih ragu2 akan keterangan arwah Batara
Narasingamurti. Karena apabila mengunjukkan kesan ketidak-
percayaan terhadap pesan gaib itu, mungkin arwah sri Rajasa
sang Amurwabhumi ini akan merasa kurang puas. Ketidak-
puasan itu timbul dari penilaian bahwa pemuda itu tak
mempercayai percakapan gaib dengan arwah seseorang yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

telah tiada. Entah itu eyangnya Batara Narasingamurti, entah sri


Rajasa sendiri. Apabila tercipta lingkungan alam kesimpulan
begitu, niscaya sang Amurwabhumi tak mau memberi petunjuk
apa-apa.”
”Apa yang engkau kehendaki?“ seru arwah sang
Amurwabhumi.
“Duh, eyang prabu, tak lain hamba hanya akan mohon
petunjuk kepada paduka agar diri hamba dalam menempatkan
diri di dalam masyarakat ramai, di negara dan di alam kehidupan
sebagai pelaksanaan dari dharma-hidup hamba itu, dapatlah
hamba mempunyai pegangan. Agar terhindarlah diri hamba dari
keadaan seperti perahu lepas kemudi di tengah samudera raya
....”
“Hm” tampak bayangan arwah sang Amurwabhumi
mengangguk-angguk “engkau titis dalam mengarah tujuan, tatas
dalam merangkai kata dan titis dalam melaksanakan kewajiban.
Siapakah namamu yang lengkap?”
“Nararya Sanggramawijaya”
“Nama yang baik“ kata arwah sang Amurwabhumi “akan
kukabulkan permohonanmu. Karena tidaklah mudah dewata akan
meluluskan permohonan cipta-semedhi seseorang, terutama
apabila cipta itu diarahkan kepada arwah yang sudah moksa
dalam alam kelanggengan. Hanya insan yang memiliki rejeki
besar dan dikasihi dewata, baru dapat diterima persembahan
ciptanya itu ……..”
Diam2 Nararya terkejut mendengar ucapan arwah sang
Amurwabhumi. Namun ia tak mau mengikat diri kedalam
pengaruh sesuatu yang walaupun luar biasa tetapi masih belum
meyakinkan. Ia kuatir pengikatan diri pada hal itu akan
menimbulkan gejala yang kurang bermanfaat kepada dirinya
dalam menempuh perjalanan hidupnya. Karena hal itu dapat

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menimbulkan rasa besar diri, rasa bangga dan segala rasa ke-
aku-an yang tak selayaknya.
“Memang benar apa yang dikatakan eyangmu Mahisa
Campaka dalam percakapan melalui pertemuan gaib dengan
engkau itu,“ kata arwah sang Amurwabhumi pula “telah
kuberikan lima butir buah maja kepadanya. Dan karena dia
keturunanku sendiri maka kuberikan tiga butir kepadanya sedang
Rangga Wuni hanya dua butir. Tetapi kodrat dewata tak dapat
ditolak lagi. Dia mendapat tiga butir tetapi yang manis hanya
sebutir. Sedang Rangga Wunilah yang direstui dewata menjadi
raja Singasari. Setelah itu lalu puteranya”
“Maaf, eyang prabu” kata Nararya “bukankah yang dimaksud
putera dari eyang Rangga Wuni itu adalah baginda Kertanagara
yang sekarang ini?”
“Hm, benar,“ sahut arwah sang Amurwabhumi “Kertanagara
yang sekarang ini adalah kelanjutan dari buah maja manis yang
kedua untuk Rangga Wuni itu”
“Setelah itu ?”
“Karena terbatas hanya dua butir maja, maka kemulyaan
keturunan Rangga Wunipun akan usai dan akan tiba giliran
keturunan Mahisa Campaka?”
“Demikianlah, eyang prabu. Dan eyang Mahisa Campaka itu
adalah keturunan paduka juga”
“Hm“ desuh arwah sang Amurwabhumi “aku memikirkan
keturunanku, tetapi bukanlah itu yang menjadi landasan utama
dari hidupku dahulu. Yang penting adalah negara Singasari
karena kepercayaan dewa2 kepadaku dahulu, seperti yang
kudengar ketika dewa2 mengadakan musyawarah di gunung
Lejar, adalah hendak memelihara, mengembangkan dan
memperkokoh suatu tempat atau negara untuk memelihara
kesejahteraan titah dan kelestarian agama sebagai tujuan hidup
manusia.”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bisa saja para dewa2 memilih putera akuwu Tumapel


Tunggul Ametung atau putera dari raja2 di lain kerajaan. Tetapi
mengapa menjatuhkan pilihan atas diriku. Bukankah mereka
menganggap bahwa diriku ini layak menjadi wadah dari
pengejawantahan sang Hyang Wisnu? Dan ketahuilah, bahwa
manusia yang dipilih menjadi wadah dari penjelmaan Hyang
Wisnu itu tentu telah dinilai memiliki kelebihan dan kelainan dari
titah lain. Oleh karena itu, haruslah manusia yang terpilih itu
membuktikan diri benar2 bahwa dia memang layak untuk pilihan
itu”
“Jadi jelas bukan soal keturunan, melainkan diri peribadi
manusia itu yang akan dinilai oleh dewata,“ kata arwah sang
Amurwabhumi “kutahu kemana arah tujuan ucapanmu itu. Jika
Mahisa Campaka i|u keturunanku, engkaupun juga keturunanku
karena engkau cucu dari Mahisa Campaka”
Tersipu- sipu dalam hati Nararya mendengar pengungkapan
itu.
“Keturunan itu memang penting tetapi bukan mutlak utama,“
kata arwah sang Amurwabhumi pula “Hyang Wisnu takkan
menitis dalam suatu tempat yang sama. Pernahkah eyangmu
atau ramamu bercerita tentang prabu Batara Kresna yang
termasyhur itu ?”
“Pernah,“ sahut Nararya “tetapi entah bagian mana yarg
paduka maksudkan”
“Sri Batara Kresna adalah titisan dari Hyang Wisnu,
seharusnya wahyu agung yang diturunkan dewata, diberikan
kepada puteranya yang bernama raden Somba. Walaupun Sri
Kresna telah menetapi peraturan yang telah digariskan dewata,
dengan menyuruh puteranya ikut berkecimpung dalam usaha
untuk mengarah turunnya wahyu agung dari dewata, namun
selelah berhasil mendapatkannya, tetap wahyu itu hilang dari
tangannya. Karena apa? Karena raden Somba tak kuat menahan
goda rayuan dari seorang wanita cantik. Dengan begitu jelas
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sudah, bahwa bukan keturunan seorang raja agung seperti Sri


Kresna yang layak dan harus menerima wahyu agung juga,
melainkan atas dasar diri peribadi dan sifat batinnya. Jelaskah
engkau?”
“Terima kasih, eyang prabu” Nararya menghaturkan sembah.
“Demikian pula berlaku pada anak cucu keturunanku.
Walaupun eyangmu Mahisa Campaka memiliki sebutir buah maja
yang manis, tetapi kemanisan itu bukan tiba dari langit dm sekali-
kali jangan yakin pasti akan mendapatkannya. Melainkan harus
ditebus dengan usaha keras yang berlandaskan keluhuran budi
dan kesucian batin”
Kembali Nararya menghaturkan sembah.
“Entah siapa diantara kalian yang masih hidup akan
memperoleh wahyu itu. Yang penting eyangmu Mahisa Campaka
telah memperoleh sebutir buah maja yang manis, maka
berusahalah kalian termasuk engkau, kulup, untuk mewujutkan
anugerah yang telah dijanjikan dewa kepada lingkungan
keturunanmu. Dan yang paling benar pula, janganlah engkau
mengarah dan menggantungkan buah maja manis yang diterima
Mahisa Campaka itu. Lebih seyogya kalau engkau tak memiliki
pengetahuan tentang hal itu. Kosongkan pikiranmu dengan
segala sesuatu rasa pasti. Tetapi bersihkan batinmu untuk
memperjuangkan yang belum pasti itu akan menjadi pasti.
Jangan engkau mengandalkan dirimu ini anak Lembu Tal cucu
Narasingamurti. Jangan pula engkau menyandarkan perjuangan
itu hanya pada asal keturunanmu. Tetapi lepaskan, kosongkan
dirimu dari segala kecenderungan yang bersifat mengandalkan
itu. Engkau adalah engkau. Hadapkan dan arahkan sembah
harapan dan sujud permohonanmu ke duli Hyang Widdhi
Tunggal. Sertakan sembah sujudmu dengan hati yang suci,
nafaskan kesungguhan dan kesetyaan kepada perjuanganmu.
Jangan mencemarkan semangat dan jiwa perjuanganmu itu
dengan suatu rasa milik akan hasilnya. Karena setiap perjuangan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

yang dicemari rasa milik akan hasilnya itu, pasti akan kecewa.
Kecewa apabila tidak berhasil dan kecewa pula kalau berhasil,
kecewa yang dipancarkan dari sifat rasa milik yang tak kenal
puas. Serahkan kesemuanya itu kepada Hyang Widdhi karena
hanya Dialah yang kuasa menentukan”
“Duh eyang prabu, rasanya tiada ilmu apapun yang dapat
menjadikan kekuatan diri hamba, serta tiada harta benda yang
lebih menggirangkan hati hamba, kecuali wejangan paduka ini.
Hamba seperti orang dahaga yang mendapat air, seperti orang
berjalan di tengah malam gelap yang mendapat pelita”
“Jangan cepat2 bergirang dan jangan pula cepat2
mendambakan sesuatu. Agar engkau jangan terlena dalam
imbauan kata2 atau pengaruh. Karena bukan wejangan atau
siapa yang memberi wejangan, dewa sekalipun, yang akan
menentukan hasil atau tidak perjuanganmu itu. Tetapi
kesemuanya itu hanya tergantung pada dirimu sendiri. Wejangan
atau guru maupun orang atau dewa yang engkau dambakan itu,
hanya sanggup memberi petunjuk. Ibarat hanya memberi
penyuluh. Sedang untuk melintasi perjalanan malam yang kelam
mencapai tempat yang engkau tuju itu, semua tergantung pada
langkah dan kesungguhan serta kewaspadaanmu sendiri.
Dapatkah engkau menghayati maksud ucapanku ini, kulup ?”
“Akan hamba simpan dalam kalbu dan mendarahkannya
dalam jiwa raga hamba, eyang prabu.”
“Ingat, kulup, hanya engkau sendiri yang mampu menjadikan
engkau ini engkau atau engkau ini bukan engkau. Nah, apakah
engkau sudah cukup dengan pertanyaanmu ?”
“Jiwa dan hati hamba sudah teramat kenyang setelah
mendengar wejangan paduka,“ kata Nararya “namun pikiran
hamba masih memercik keinginan untuk mengetahui sesuatu.
Dapatkah eyang prabu berkenan menjernihkan bintik2 yang
menebar dalam pikiran hamba ini?”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Katakanlah”
“Pertama, hamba mohon petunjuk,“ kata Nararya “apakah
dasarnya maka eyang prabu berkenan memberi lima butir buah
maja, yang tiga butir untuk eyang Mahisa Campaka dan yang dua
butir untuk eyang Rangga Wuni. Maksud hamba, sekalipun eyang
Mahisa Campaka hanya mendapat sebutir yang manis, tetapi
eyang Mahisa Campaka tetap memperoleh. Berarti eyang Mahisa
Campaka punya harapan. Sedangkan eyang Rangga Wuni
memperoleh manis semua. Jelas bahwa antara eyang Mahisa
Campaka dan eyang Rangga Wuni itu sudah mempunyai garis
akan mendapatkan tahta. Apakah hal itu memang kodrat yang
telah digariskan dewata Agung ataukah disebabkan eyang prabu
memang merelakan demikian?”
“Telah kukatakan bahwa aku tak menitik-beratkan pada
keturunan dan menyerahkan kesemuanya itu pada kehendak
Hyang Widdhi”
“Tetapi menurut percakapan gaib antara eyang
Narasingamurti dengan hamba, eyang prabu telah terikat janji
dengan eyang ratu Ken Dedes ....”
“Hm, benar,“ sahut sang Amurwabhumi “memang demikianlah
peristiwa itu terjadi ketika aku meminang Ken Dedes. Kala itu aku
masih muda, penuai dendam berahi kepadanya. Janganlah hanya
soal tahta, bahkan apabila dia menghendaki lebih dari itu
misalnya busana dan perhiasan bidadari, pun tentu akan
kulaksanakan juga. Kelak engkau tentu akan merasakan betapa
rasa dendam berahi seorang pria itu terhadap wanita yang
menjadi idamannya. Kedua, Ken Dedes adalah seorang puteri
yang memiliki sifat seorang nariswari. Barangsiapa yang
memperisterikannya, kelak tentu akan menjadi raja-diraja ....”
“Eyang prabu .... “ tiba2 Nararya berteriak kaget.
“Mengapa kulup?”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Adakah eyang prabu berhasil dinobatkan sebagai raja


Singasari itu berkat dari kejayaan diri eyang puteri Ken Dedes?”
“Tidak, kulup “ rupanya arwah sang Amurwabhumi menyadari
apa makna pertanyaan Nararya “ketahuilah, kulup. Semua
peristiwa itu hanyalah merupakan akibat dari rangkaian kesatuan.
Hawa, air, api, surya, rembulan dan seluruh unsur merupakan
rangkaian kesatuan dari kehidupan jagat ini. Demikian dengan
peristiwa yang terjadi pada diriku. Aku diserahi kepercayaan para
dewa tentulah dewa juga sudah mengatur segala sesuatunya.
Ken Dedes menjadi isteriku dan kemudian aku berhasil
mendirikan kerajaan Singasari, tak lain merupakan suatu
rangkaian daripada kesatuan kodrat yang telah digariskan
dewata. Dapatkah engkau menghayati ucapanku ini, kulup”
“Apapun yang paduka sabdakan selain menjadi penyuluh yang
menerangi pikiran hamba. Tetapi masih ada sepercik kabut yang
masih menutup bumi hati hamba. Jika demikian halnya, mengapa
paduka rela meluluskan permintaan eyang puteri Ken Dedes
menyjlagkut tahta kerajaan untuk anak cucu paduka ?”
“Engkau maksudkan perjanjianku dengan eyangmu puteri Ken
Dedes itu?”
“Demikianlah, eyang prabu”
“Ha, ha “ sang Amurwabhumi tertawa renyah “aku beruntung
mendengar pembicaraan dalam musyawarah para dewa di
gunung Lejar itu, sebenarnya termasuk suatu pantangan. Tetapi
kebetulan, aku telah berkenan menjadi pilihan para dewa,
sehingga aku terhindar dari siku-denda. Sekalipun begitu, apa
yang kudengar dan kuingat dalam hati mengenai pembicaraanku
dengan para dewa itu, seturun dari gunung, telah hilang lenyap
tak berbekas dalam ingatanku. Aku tak ingat suatu apa lagi.
Dewa telah memancarkan kesaktian untuk menghapus segula
ingatanku tentang peristiwa di gunung Lejar itu. Itulah sebabnya,
kulup, maka aku meluluskan permintaan Ken Dedes bahwa yang
akan menggantikan tahta kerajaan Singasari, apabila kelak aku
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

wafat, adalah putera Ken Dedes dengan Tunggul Ametung.


Karena sudah berjanji maka sudah selayaknya apabila berturut-
turut dua kali anak dan cucu dari Anusapati yang menduduki
tahta Singasari”
“Ingat, kulup, jangan sembarangan engkau menjatuhkan janji
karena setiap janji tentu akan disaksikan oleh dewa. Demikian
pula dengan janjiku kepada Ken Dedes. Dewa telah menjadi saksi
sehingga harus demikianlah perputaran sejarah”
“Eyang prabu ....”
“Tak usah engkau tanyakan aku sudah tahu. Seperti engkau
akan tahu dan mengalami, bahwa setiap anak muda tentu
berdarah panas, bercita-cita tinggi dan keras hati. Kesemua
pembawaan masa muda itu akan menumpah dan meletus apabila
dia dimabuk rindu kepayang deaigan wanita cantik. Ada dua hal
yang mendorong aku melupakan segala apa dan mudah untuk
menurunkan janji. Pertama-tama cita-citaku untuk membangun
negara Singasari dari kekuasaan Tunggul Ametung yang tak
mampu membangun negara, serta menolong derita kaum
pandita brahmana dari kecongkakan, prabu Kertajaya yang
menganggap dirinya lebih tinggi dari kasta brahmana dan
memaksa para pandita tunduk kepadanya. Dan yang kedua,
keinginanku sebagai seorang pria yang harus mempersunting
seorang wanita yang disebut nariswari. Wanita yang bukan saja
amat indah rupawan pun merupakan mustika dari wanita yang
tiada keduanya di nuswantara ini. Demikian unsur2 yang
mendorong aku terpaksa mengabulkan permintaan Ken Dedes.
Jelaskah engkau, kulup?”
Nararya mengangguk.
“Apakah masih ada hal lain lagi yang hendak engkau
tanyakan?”
“Masih eyang prabu dan yang terakhir”
“Katakan”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya lalu menceritakan tentang peristiwa kedua orang,


Tohpati putera dari panji Tohjaya dengan Bantaran cicit dari
Kebo Ijo, yang bersekutu hendak menggali makam baginda sang
Amurwabhumi, karena akan mencari keris bertuah buatan empu
Gandring.
”Eyang prabu, hal itulah yang hendak hamba mohonkan ke
hadapan paduka tentang penjelasannya”
“O “ desuh sang Amurwabhumi “mengapa engkau ingin tahu
tentang keris itu ?”
“Hamba teringat akan cerita rama hamba tentang keris itu.
Bahwa empu Gandring telah mempersenyawakan kehadiran keris
itu di dunia dengan kutuk yang mengerikan. Kutuk yang tertuju
kepada paduka dan anak cucu paduka”
“O, karena engkau termasuk keturunanku maka engkau
khawatir akan kutuk itu?”
“Demikianlah eyang prabu”
“Engkau salah, kulup,“ seru sang Amurwabhumi “kutuk empu
Gandring itu hanya berlaku pada manusia yang telah berbuat
dosa kejahatan. Tunggul Ametung mati dengan keris itu karena
dia melarikan Ken Dedes dan dikutuk empu Parwa. Kebo Ijo mati
dengan keris itu karena dia membunuh Tunggul Ametung. Dan
akupun mati oleh keris itu karena telah membunuh Kebo Ijo.
Pengalasan orang Batil mati ditikam keris itu karena membunuh
sang Amurwabhumi. Anusapatipun juga harus memberikan
jiwanya kepada keris itu karena telah membunuh orang Batil.
Enam jiwa telah mati menjadi korban keris itu”
“Apakah tidak lima orang jumlahnya, eyang prabu ?”
“Tidak“ sahut sang Amurwabhumi, “enam jiwa. Mereka
berlima dan ditambah yang pertama menjadi korban yani
pembuatnya sendiri.”
“Empu Gandring ?”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ya”
“Jika demikian bukankah masih kurang seorang jiwa yang
harus menjadi korban lagi ?”
“Tidak!” sahut sang Amurwabhumi “sudah cukup”
“Sudah cukup? Apakah hanya enam orang itu?”
“Tujuh”
Nararya terbeliak. Kemudian ia menghaturkan sembah dan
memohon penjelasan.
“Korban yang ketujuh adalah Tohjaya”
“Tetapi eyang prabu,“ kata Nararya “menurut cerita rama
hamba, eyang Tohjaya itu wafat karena menderita luka tertusuk
tombak, bukan karena keris empu Gandring itu”i
“Hm“ desuh sang Amurwabhumi “Tohjaya anak yang
kuperoleh dari Ken Umang itu memang berwatak berangasan dan
pemberang. Dia pun memiliki rasa curiga yang besar terhadap
orang. Adalah karena wataknya itu maka sampai Rangga Wuni
dan Mahisa Campaka bersekutu untuk memberontak kepadanya”
Nararya mengangguk.
“Memang benar dalam pertempuran dengan Rangga Wuni dan
Mahisa Campaka yang membawa pasukan orang Sinelir dan
orang Rajasa, Tohjaya telah memderita luka dan terpaksa lolos
dari keraton. Di tengah jalan, di desa Katang Lumbang, karena
banyak mengeluarkan darah, jiwanya tak tertolong lagi. Tetapi
pada detik-detik terakhir rupanya ia mempunyai kesadaran yang
tinggi. Bahwa selama keris empu Gandring itu masih muncul di
dunia, serta sebelum kutuk empu Gandring itu lunas, tentulah
keris keramat itu akan selalu mendatangkan bencana pada
keturunan baginda Rajasa sang Amurwabhumi. Tohjaya merasa
bahwa dirinya memang tak direstui dewata untuk menggantikan
tahta kerajaan. Tetapi dia tak putus asa dan berharap agar anak

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

cucu keturunan ayahnya, sang Amurwabhumi, tanpa


membedakan dari keturunan lain ibu dapat menjadi raja
Singasari”
“Keinsyafan itulah“ kata sang Amurwabhumi pula “yang
menggugah jiwanya. Dalam saat2 yang terakhir, dia telah
melakukan suatu tindakan yang baik. Ia berpesan kepada
pengiringnya supaya apabila dia sampai meninggal, maka keris
empu Gandring yang ikut dibawanya itu, supaya dibuang ke
bengawan Brantas. Juga kepada isterinya ia meninggalkan pesan
demikian. Apabila mereka tak melaksanakan pesan itu, akan
mendapat kutuk mati diujung keris itu. Setelah meninggalkan
pesan, ia mencabut keris itu dan menusuk dirinya. Dengan
demikian keris itu berarti telah memperoleh korbannya yang ke
tujuh. Karena keadaannya sudah gawat, sekalipun tanpa disertai
tusukan keris empu Gandring, dia tetap akan meninggal.
Tindakan Tohjaya itu hanya sekedar menolak bala dari kutuk
empu Gandring yang amat bertuah”
“O“ Nararya mendesuh panjang dan tergetar rasa kejut.
“Dengan demikian kutuk empu Gandring harus dianggap
himpas”
“Jadi keris itu telah dilabuh ke bengawan, eyang prabu?”
“Hm”
“Tetapi mengapa Tohpati dan Bantaran berdua hendak
mencari keris itu di makam ini?”
“Soal keris empu Gandring itu memang sangat dirahasiakan
sekali. Dan setelah melenyapkannya maka sengaja disiarkan
desas desus bahwa keris itu berada di makam ini agar
menyesatkan perhatian orang”
“Terima kasih eyang prabu,“ Nararya menghaturkan sembah
“rasanya sudah cukup hal2 yang menghuni dalam hati pikiran

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

hamba selama ini. Sekarang apabila paduka berkenan, sudilah


kiranya paduka melimpahkan petunjuk kepada hamba”
“Kulup “ kata sang Amurwabhumi “rasanya sudah cukup lama
aku turun ke arcapada. Aku harus lekas kembali. Sebelum itu,
aku hendak memberimu beberapa hal”
Serta merta Nararya menghaturkan sembah sebagai tanda
terima kasih dan mengindahkan.
“Pertama, sejak saat ini, jangan engkau memakai nama
Nararya tetapi pakailah namamu yang terakhir yani Wijaya. Yang
berarti jaya atas musuh-musuh, baik yang dari luar maupun dari
dalam batinmu”
”Terima kasih eyang prabu “ Nararya bersujut sembah “akan
hamba laksanakan titah paduka”
“Kedua, ingat selalu dan laksanakan apa yang kukatakan
kepadamu tadi semuanya”
“Akan hamba cantumkan dalam hati sanubari hamba dan
laksanakan dalam amal perbuatan hamba segala petunjuk dan
wejangan eyang prabu”
“Ketiga, sebagai kenangan bahwa hanya engkau seorang dari
sekian banyak anak cucu keturunanku yang mampu dan berhasil
mengarah cipta-semedhi untuk menghadap aku, maka akan
kuberikan mahkota diatas mustakamu ini kepadamu”
“Eyang prabu ... “ Nararya menjerit.
Tetapi saat itu sang Amurwabhumi sudah membuka
mahkotanya dan diangsurkan ke muka Nararya “Terimalah”
Nararya terkejut. Sesaat ia meragu tetapi karena arwah sang
Amurwabhumi itu memancarkan kewibawaan yang menimbulkan
ketaatan, Nararya atau yang sekarang telah berganti nama
Wijaya, mengangsurkan kedua tangan menerimanya.
“Wijaya, engkau ingat semua pesanku? “ Wijaya mengiakan.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Wijaya, aku harus kembali ke alam kelanggengan lagi. Nah,


periksalah mahkota itu ... .”
Wijaya menunduk mengamati dengan cermat apa yang
dikatakan mahkota dari sang Amurwabhumi itu. Tetapi dia
terkejut ketika mendapatkan bahwa mahkota itu tak lain hanya
serangkai bunga putih. Ia heran. Adakah harus mengenakannya
di kepala.
”Eyang .... “ ia
mengangkat rnuka
memandang kedepan.
Tetapi alangkah
kejutnya ketika
gumpalan awan putih
yang menyerupai
bentuk sang
Amurwabhumi tadi
sudah lenyap.
Sebenarnya ia
hendak bertanya
keterangan tentang
mahkota itu. Karena
sang Amurwabhumi
sudah lenyap, ia
menunduk pula untuk
memeriksa mahkota
itu pula. ’Ah, memang
benar. Mahkota itu tak
lain hanya seuntai
bunga putih yang
dirangkai dalam suatu
lingkar yang menyerupai, mahkota. Karena eyang prabu telah
memberikan kepadaku, mahkota ini walau apapun wujutnya,
harus kupakai.’ Pikirnya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Ia segera mengangkat mahkota itu dengan kedua tangan dan


pelahan-lahan dikenakannya pada kepala. Sesaat mahkota itu
melekat pada kepala, sekonyong-konyong Wijaya rasakan
kepalanya amat berat. Sedemikian rasa berat itu mencengkam
kepalanya seperti gelang besi yang menjepit “Uh .... “ ia
mendesuh dan terus rubuh.
~dewiKZ~ismoyo~mch~

Entah berapa lama, ketika tersadar, Wijaya merasa seperti


berada dalam suatu tempat yang aneh sekali. Ia merasa seperti
bergerak walaupun dia tak merasa bergerak. Bahkan gerak yang
dirasakan itu seperti orang berjalan pesat.
Memandang ke atas, ia tak melihat suatu apa. Hitam gelap.
Berpaling ke kanan, kiri dan memandang ke muka, gelap semua.
Ada suatu perbedaan antara saat itu dengan tadi. Tadi dia tak
merasa, tak melihat dan tak mengetahui apa2. Entah dimana dan
bagaimana. Seluruhnya merupakan kekosongan yang suwung.
Kemudian terdengar letusan, asap bertebaran, bergulung gulung
mengumpul pula, kemudian berbentuk seperti sesosok tubuh
manusia. Gumpalan asap putih yang berbentuk manusia itu
mengaku sebagai baginda sri Rajasa sang Amurwabhumi yang
telah lama wafat.
Kemudian terjadi percakapan dengan gumpalan asap sang
Amurwabhumi. Lama sekali. Terakhir sang Amurwabhumi
memberinya sebuah mahkota lalu dipakainya dan dia terus
pingsan.
“Ah “ tiba2 Wijaya terbeliak “kini aku mempunyai daya ingatan
lagi. Apakah aku ini masih hidup? Ah, mungkin sudah berada di
alam lain barangkali.”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Orang yang baru mengalami peristiwa seperti Wijaya memang


sukar untuk membedakan antara kenyataan dan kehampaan, ada
dan tiada, hidup dan mati.
Tiba2 ia mendapat akal. Ia menggigit bibirnya keras2 “Uh” ia
mendesis kesakitan dan serentak timbullah kesadaran pikirannya
“jelas aku masih hidup. Tak mungkin orang mati merasa sakit”
Dengan bekal perasaan itu, ia berusaha untuk menggeliat
bangun. Uh .... tiba2 ia merasa di sebelah kanan dan kiri
terhimpit oleh benda yang lunak, sepanjang tubuhnya. Cepat ia
berpaling.
“Hai ....!” menjeritlah ia sekeras-kerasnya ketika tepat
disebelah mukanya, hampir berhadapan muka dengan muka,
sebuah muka manusia lelaki setengah tua, berkumis lebat, kedua
mata terkancing rapat.
“Siapa engkau, ki sanak “ serunya setelah ketegangan hatinya
mereda. Tetapi orang itu diam dan tak membuka mata.
“Mengapa aku tidur bersama seorang lelaki ini? “ pikir Wijaya.
Kemudian ia menggeliat hendak bangun, Tetapi “uh ... . “
kembali ia mendesuh kejut ketika tangan kirinya terasa
melanggar sesosok tubuh manusia. Cepat ia berpaling pula “uh
... . “ ia memekik karena di sebelah kiri, seperti pula di sebelah
kanan tadi, mukanya tengah berhadapan dengan muka
seseorang. Kali ini seorang lelaki tua.
“Dimanakah aku ini? Siapakah mereka?“ bertanyalah Wijaya
kepada dirinya. Kemudian ia menumpahkan pertanyaan itu
kepada lelaki tua “paman siapa? “
Tetapi lelaki tua itu juga diam dan tetap pejamkan mata. Dan
kali ini hidung Wijaya terbaur bau yang busuk, bau seperti mayat.
“Apakah mereka orang mati? “ keheranan Wijaya memuncak
dan merangsang tangannya untuk menghimpaskan himpitan
kedua sosok tubuh di sebelah kanan kirinya. Kemudian ia
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menyentakkan diri untuk bangun, duk . . . kepalanya terantuk


benda keras yang menyerupai atap. Karena tempat gelap ia tak
mengetahui bahwa diatas, terpisah hanya beberapa kilan,
terdapat suatu perintang yang berbentuk benda keras. Bukan
karena sakit yang dideritanya karena kepala membentur benda
keras itu melainkan karena rasa kejut yang tak terhinggalah yang
melontarkan dirinya jatuh rebah kembali.
Saat itu terasa pula guncangan yang keras sehingga tubuhnya
ikut tersentak-sentak bagai dikocok. Kedua lelaki yang tidur di
sebelah kanan dan kirinya tadipun ikut tergentak dan
menumpang tindih tubuhnya
“Uh, . . “ serentak berdiri bulu kuduk Wijaya ketika merasa
tubuh kedua lelaki itu dingin dan kaku. Cepat ia meronta dan
menyiak mereka.
“Tempat apakah ini?” makin keras keinginan tahunya akan
keadaan diri dan tempat ia berada.
“Setan engkau, Bubak!“ tiba-tiba terdengar suara orang
memaki.
Wijaya terkejut. Jelas itu suara manusia. Dan diperhatikan
pula bahwa suara itu berasal dari sebelah belakang. Bahkan saat
itu ia merasa gerak yang membawa dirinya itu berhenti.
Terdengar suara orang mendesuh dan benda berat yang
bergerodakan. Kembali Wijaya rasakan tubuhnya seperti
dibanting.
“Kenapa tanpa bilang engkau lepaskan saja pikulanmu ?“
terdengar suara seseorang menegur keras.
“Keparat “ seru seorang dari belakang tadi, “mengapa engkau
hendak mencelakai aku ?”
“Mencelakai ?”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Sudah tahu tanah berlubang, mengapa engkau tak memberi


tahu sehingga aku terperosok,“ seru orang dari belakang tadi.
Diam sebentar. Kemudian orang di sebelah muka berseru lagi,
”Siapa suruh engkau tak melihat jalan ?”
“Babi “ orang yang di belakang itu makin marah, “engkau
berani menyalahkan aku?”
“Habis siapa yang menjerumuskan kakimu ke dalam liang
kalau bukan engkau sendiri?” sahut orang yang di muka.
“Engkau, jahanam!” teriak orang di sebelah belakang “jika
engkau mau memberitahu, tentulah kakiku tak sampai terkilir
begini”
“Sukra” seru orang itu ”jangan seenakmu sendiri saja
menghambur makian. Apa pangkatmu berani memperlakukan
aku seperti seorang hamba sahayamu?”
“Bubak, sejak lama kuperhatikan engkau memang
mendendam kepadaku. Sebenarnya apabila Krisak tidak sakit,
aku tak mau menerima bantuanmu.”
“Siapa sudi membantumu ?” sahut orang di sebelah muka, ”ini
adalah perintah ki bekel. Andai tidak, akupun tak sudi bersama
engkau.”
“Hm, dengan begitu jelas sudah,“ kata orang di belakang yang
disebut Sukra itu ”bahwa engkau memang sengaja hendak
mencelakai aku.”
“Sebenarnya aku sendiri juga tak tahu kalau di belakang tadi
terdapat lubang karena saat ini cuaca malam begini gelap. Tetapi
percuma saja aku memberi alasan, karena engkau tentu tak
percaya,“ kata Bubak, “maka bagaimana kehendakmu sekarang,
aku siap melayani!”
Sebenarnya Sukra hanya ingin menumpahkan kemarahannya.
Andai Bubak diam, mungkin diapun takkan menarik urusan itu

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

lebih panjang lagi. Tetapi demi mendengar kata2 Bubak yang


bernada menantang, seketika meluaplah kemarahan Sukra.
“Hm, sekarang jelaslah sudah isi hatimu, Bubak. Baik,
mumpung kita berada di tengah perjalanan yang sunyi, marilah
kita lampiaskan segala uneg2 yang terkandung dalam hati kita.”
“Baik, Sukra “ sambut Bubak.
Wijaya terkejut mendengar percakapan itu. Jelas itu suatu
tantangan perkelahian. Ia menduga-duga siapakah kedua orang
itu. Mereka tentulah kawan tetapi mengapa tiba2 berkelahi. Yang
satu menuduh kawannya memang sengaja membiarkan
kawannya terperosok dalam lubang.
“Jika demikian mereka itu tentu sedang berjalan di sepanjang
jalan. Dan jika demikian, mereka tentu membawa aku dan kedua
lelaki disampingku ini. Hm, menilik tempat yang gelap dengan
keping benda yang keras, mungkin aku berada dialam sebuah
tandu tertutup “ Wijaya mereka-reka dugaan.
Kemudian ia teringat lebih lanjut bahwa, dari percakapan tadi,
kedua orang itu saling mengungkat soal dendam. Dengan
demikian dapatlah diduga bahwa mereka tentulah sekelompok
kawan yang bekerja dalam lapangan yang sama.
“Tetapi siapakah mereka itu ? “ akhirnya tiba Wijaya pada
suatu titik untuk menarik kesimpulan.
Tiba2 pikirannya direnggut oleh suara getaran tanah dari
tubuh yang berloncatan, disusul dengan bunyi gedebak-gedebuk
dari tinju yang mendarat ditubuh orang.
“Mampus engkau Bubak Picik …”
Terdengar suara Sukra menghambur kemarahan. Rupanya dia
berhasil menghunjamkan pukulan ketubuh Bubak.
Tetapi apakah bunyi berdepak yang sekeras itu ? Bukankah itu
bunyi sebuah tendangan yang tepat mengenai sasarannya?

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Uh ... . “ terdengar sebuah suara mendesuh menahan


kesakitan dan kemudian kesiur tubuh yang loncat menerjang.
Ternyata perkelahian itu telah mencapai titik yang gawat.
Sukra berhasil mendaratkan tinjunya ke dada Bubak tetapi Bubak
sempat melayangkan kakinya ke perut lawan. Karena tak
menduga Bubak masih mampu melakukan serangan balasan itu,
apalagi jarak amat rapat, Sukra termakan tendangan dan
mengaduh, terseok-seok mundur sambil mendekap perut.
Rupanya Bubak tak memberi kesempatan lagi. Ia loncat
menerjang sehingga Sukra terjerembab. Bagai harimau
kelaparan, Bubak menerkam lawan dan mencekik lehernya.
“Uh ... . ah .... “ Sukra melupakan rasa Sakit pada perutnya.
Ia berusaha untuk mengorak tangan Sukra yang menjepit
lehernya. Namun karena tenaganya lemas akibat tendangan tadi,
Sukra tak mampu menyiak tangan Bubak. Bahkan tangan Bubak
yang mencekiknya sekeras jepitan besi itu makin menyesakkan
pernapasan dan makin melenyapkan daya kekuatan-annya. Sukra
mulai lemas dan dan makin lemah. Pelahan-Iahan ia terkulai.
Hanya sepasang matanya yang masih dapat memandang Bubak
dengan pandang penuh dendam kebencian.
Wijaya terkejut. Ia memperhatikan bahwa perkelahian itu
sudah berhenti tetapi sebagai gantinya terdengar suara napas
yang berat dan mulut yang tersekat-sekat. Ia terkejut. Jelas
bahwa perkelahian itu sedang mencapai titik yang berbahaya.
Salah seorang kemungkinan besar tentu Bubak, berhasil
menerkam lawan dan mencekiknya.
“Berbahaya,“ pikirnya. Walaupun ia sendiri belum tahu
keadaan dirinya, tetapi rasa sebagai seorang ksatrya yang wajib
memberi pertolongan, bangkit serempak. Pertolongan, bukan
harus membantu salah satu fihak karena ia belum jelas siapa
mereka dan bagaimana peristiwa yang terjadi diantara mereka.
Melainkan ia harus mencegah suatu pembunuhan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Brakkk ....
Tiba2 keping papan yang menutup sebuah peti terlempar ke
udara, melayang jatuh beberapa tombak, menimbulkan deburan
debu dan guguran daun ketika keping papan itu menghantam
tanah yang bertumbuh semak. Kemudian Wijayapun melenting
keluar. Selekas berdiri tegak segera ia menyaksikan dua orang
lelaki tengah bergumul. Yang seorang tertelentang di tanah
sedang yang seorang menindih dan tengah mencekik leher
lawan.
Bubak terkejut ketika mendengar suara menggerodak keras.
Ketika ia berpaling tiba2 sesosok tubuh sudah berdiri di
belakangnya dan sebelum sempat mengetahui siapa orang itu,
bahunyapun sudah dicengkeram dan disentakkan ke belakang
“Uh ... “ Bubak mendesuh kaget karena tak kuasa
mempertahankan tubuhnya yang terlempar ke belakang dan
jatuh terguling-guling. Cepat ia melenting bangun “Keparat, siapa
engkau!”
Wijaya tak sempat menolong orang yang masih rebah di
tanah, ia berputar tubuh menghadapi Bubak. Dipandangnya
orang itu lekat2. Dalam kegelapan malam ia masih dapat melihat
bahwa orang yang disebut dengan nama Bubak itu mengenakan
pakaian seorang prajurit.
“Siapa engkau! “ bentak Bubak pula dengan suara makin
keras, bahkan maju selangkah menghampiri.
”Aku orang dari dalam peti itu,“ seru Wijaya “bukankah
engkau yang membawa peti itu ?”
“Engkau. . .? “ Bubak terbelalak agak gemetar suaranya.
“Bukankah engkau yang membawa peti itu? “ kali ini Wijaya
yang mengulang tanya.
“Engkau . . . sudah mati .... mengapa hidup lagi ?”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kini Wijaya mempunyai pegangan kuat. Bahwa memang


Bubak dan kawannya tadi yang membawa peti itu. Ia marah
terhadap perbuatan orang itu. Namun pada lain kilas, ia
menyadari bahwa kemarahan hanya menimbulkan peristiwa yang
tak diinginkan. Yang penting ia ingin mengetahui apa sebab
kedua prajurit itu memasukkan kedalam peti atau tandu yang
tertutup. Apakah maksud mereka dan hendak dibawa kemanakah
sebenarnya ia nanti.
“Benar,“ sahutnya dengan nada agak tenang “aku memang
yang berada dalam peti tandu itu. Aku belum mati”
“O “ desuh Bubak.
“Siapa engkau ini ? “ tanya Wijaya.
“Aku prajurit Bubak dari Singasari”
“Dari Singasari ? “ Wijaya terkesiap “mengapa engkau
memasukkan aku kedalam peti tandu itu ?”
“Kami mendapat perintah untuk mencari mayat”
“Hah ? “ Wijaya makin terbeliak “mencari mayat? Siapa yang
memberi perintah begitu?”
“Orang atasan kami, demang Srubung”
“Mengapa kalian disuruh mencari mayat ?”
“Titah itu dari istana”
“Dari istana Singasari?” Wijaya makin terkejut. Sesaat
kemudian ia tenang kembali, ”ki prajurit, jawablah yang benar.
Jangan bicara tak keruan”
“Siapa bicara tak keruan “ sahut Bubak “siapa sudi mencari
mayat kalau tak karena terpaksa melakukan perintah”
“Untuk apa ? “ Wijaya memperhatikan bahwa sikap dan kata2
Bubak itu memang sungguh-sungguh tampaknya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Aku tak tahu. Perintah itu hanya untuk dijalankan bukan


untuk diselidiki keterangannya”
“Hm “ desuh Wijaya. Ia mendapat kesan bahwa Bubak itu
seorang prajurit yang kasar “mengapa engkau angkut diriku
juga? Apakah aku ini sudah mati?”
“Ketika kami meneduh dari hujan di candi Kagenengan, kami
melihat tubuhmu terkapar di lantai candi. Kami kira engkau
sudah mati karena berulang kali kami bangunkan engkau tetap
diam saja. Maka kami angkut dan masukkan kedalam peti”
“Dan siapa kedua orang yang berada-dalam peti. dengan aku
itu ? “ seru Wijaya pula.
“Mereka orang mati yang kami ambil dari keluarganya”
“Orang mati? “ teriak Wijaya terkejut sekali. Perasaan ngeri
dan muak segera menguak hatinya “jadi selama beberapa jam ini
engkau campurkan diriku dengan majat?”
“Apakah harus kuberimu tempat lain apabila kukira engkau
inipun juga sebuah mayat?“ balas Bubak dengan nada mengejek.
Kini rasa kejut dan seram bahwa orang yang dikira sudah mati
tetapi dapat hidup lagi, mulai hilang. Karena jelas yang
dihadapinya itu memang seorang manusia yang masih hidup.
“Hm”
“Jangan banyak cakap,“ bentak Bubak “kembalilah lagi
kedalam peti itu”
“Hah ? Apa katamu? “ Wijaya terbelalak.
“Engkau sudah kuanggap mati”
”Ki sanak, jangan engkau kegila-gilaan begitu,“ kata W jaya.
Walaupun nadanya tenang tetapi jelas ketenangan yang berasal
dari tekanan kemarahan sehingga nadanya menggelombangkan
alun getaran.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Siapa yang kegila-gilaan?”


“Engkau! Masakan aku masih hidup hendak engkau suruh
masuk ke dalam peti dan tidur bersama mayat?”
“Telah kukatakan bahwa engkau sudah kuanggap mati”
”Engkau gila! Aku manusia hidup”
“Itu anggapanmu, mungkin juga benar. Buktinya engkau
dapat bicara dan berani membantah perintahku. Tetapi bagiku,
engkau sudah mati maka engkau harus masuk ke dalam peti itu
lagi atau terpaksa kumasukkan”
Saat itu Wijaya tak kuasa lagi menahan kemarahannya..
Berhadapan dengan seorang macam Bubak rasanya sukar untuk
bicara dengan damai.
“Jika aku menolak?”serunya.
“Engkau memang berhak menolak tetapi engkau tak mampu
mempertahankan penolakanmu itu”
“Maksudmu? “ .
“Akan kujidikan engkau sebuah mayat lalu kumasukkan lagi ke
dalam peti itu”
”Engkau hendak membunuh aku?”
“Tidak “ sahut Bubak “karena telah kukatakan engkau sudah
kuanggap mati”
“Gila” teriak Wijaya ”engkau seorang prajurit kerajaan
Singasari. Seharusnya engkau wajib melindungi rakyat. Bukan
seperti ulahmu yang begitu gila. Masakan orang yang masih
hidup engkau anggap sudah mati dan harus menjadi mayat”
“Jangan banyak mulut!” bentak Bubak, “engkau mau masuk
ke dalam peti atau harus kupaksa?”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Wijaya menyurut setengah langkah. Jelas sudah baginya


bahwa prajurit itu tak dapat diajak bicara dengan bahasa mulut
“apakah engkau merasa yakin pasti dapat memayatkan diriku?”
“Sombong!” teriak Bubak terus loncat menghantam. Memang
Bubak seorang prajurit yang tinggi besar, gagah perkasa. Dengan
memelihara sepasang kumis yang lebat macam sarang burung
pipit, dilengkapi pula dada bidang dan sepasang lengan yang
berhias urat2 yang melingkar-lingkar bagai akar pohon
brahmastana, dia memang amat sembada sekali.
Sejak bertapa menyatukan cipta semedhi di candi-makam
Kagenengan, sudah beberapa hari Wijaya hampir tak makan dan
minum. Itulah sebabnya mengapa ketika ia pingsan, prajurit itu
mengira kalau sudah mati. Dalam menghadapi kebuasan seorang
prajurit tinggi besar seperti Bubak, seharusnya ia merasa gentar.
Karena kurang makan dan minum, tenaganya lemas, bagaimana
mungkin dia mampu menghadapi Bubak?
Namun ia selalu ingat akan pesan gurunya dikala menurunkan
ilmu kanuragan dan jaya kawijayan, “Angger Nararya,“ kata resi
Sinamaya “semua ilmu kanuragan dan jaya kawijayan yang
kuberikan kepadamu ini, hanyalah suatu alat pelengkap,
terutama adalah untuk membela diri. Dan kedua, apabila perlu,
harus untuk menolong mereka yang terancam oleh orang jahat
dan lalim. Dapat atau tidak engkau melaksanakan segala tata
ilmu kanuragan tergantung pada dirimu sendiri. Yang penting,
engkau harus mengemasi dirimu dengan ketenangan dan
ketabahan. Yang kumaksud dengan ketenangan yalah, janganlah
engkau lekas gugup karena terpengaruh dengan gerak serangan
lawan. Dan ketabahan itu bermaksud, jangan engkau gentar atau
takut menghadapi lawanmu, tak peduli siapapun dia. Adakah dia
seorang yang tinggi besar gagah perkasa, ataukah dia membawa
senjata atau pusaka ampuh, jangan engkau hiraukan. Anggaplah
engkau berhadapan dengan seorang lawan yang pasti dapat
engkau kalahkan”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Wijaya masih dan selalu ingat akan pesan ajaran gurunya itu.
Maka dalam menghadapi seorang lawan macam prajurit Bubak,
diapun tak gentar. Kelunglaian tenaga karena beberapa hari tak
makan itu, sirna dilindas oleh tekadnya yang menyala-nyala,
bahwa betapapun, ia harus menundukkan Bubak yang liar itu.
Secepat tinju Bubak melayang, secepat itu pula Wijaya
menghindar ke samping. Ia terkejut karena merasa gerak
tubuhnya amat ringan sekali. Dan apa yang diperhatikan
beberapa saat tadi, kini baru dia dapat merasakan,. bahwa saat
itu daya penglihatan dan pendengarannya amat terang sekali.
Dalam cuaca malam yang gelap, ia dapat memperhatikan betapa
terkejut pandang mata dan muka Bubak ketika tinjunya memukul
tempat kosong.
Cepat prajurit tinggi besar itu berputar langkah hendak
menyerang lagi. Tetapi Wijaya sudah mendahului loncat
kebelakang dan tiba-tiba ia menepis tengkuk Bubak, plak ....
”Uh .... “ Bubak terhuyung-huyung ketika tengkuknya terasa
seperti dipukul palu. Dan sebelum ia sempat berdiri tegak,
punggungnyapun kembali menerima sebuah pukulan yang
membuatnya terseok- seok seperti kura2 mau bertelur.
Wijaya hendak memburu untuk memberi hajaran kepada
prajurit yang tak kenal tata itu tetapi tiba2 dari arah belakang
terdengar suara orang berseru “ Ki sanak, jangan dikejar. Biarkan
dia lari membawa kesakitan ... .”
Wijaya hentikan langkah dan berpaling. Ternyata yang bicara
itu adalah kawan Bubak yang dicekiknya tadi. Orang itu sudah
berdiri, menghampiri Wijaya,
“O, engkau sudah sadar? “ Wijaya mendahului bertanya.
Orang itu mengangguk “Terima kasih. Berkat pertolongan
tuan, aku tak sampai mati”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Juga orang itu mengenakan busana sebagai seorang prajurit.


Hanya bedanya, dia tak memiliki wajah yang bengis dan
perawakan yang tinggi besar gagah perkasa seperti Bubak.
Tampaknya dia lebih ramah.
“Ah, jangan engkau ingat soal sekecil itu. Sudah wajib orang
hidup tolong menolong “ kata Wijaya.
“Terima kasih “ kata orang itu “tetapi memang demikian
kenyataannya. Apabila tuan tak datang... tepat pada saatnya,
tentulah aku sudah menjadi mayat”
“Siapakah engkau, ki sanak,“ Wijaya meminta keterangan.
“Aku kawan Bubak, juga prajurit Singasari”
“O “ desuh Wijaya “engkau juga dititahkan untuk mencari
mayat?”
“Ah, tuan baru habis berkelahi, tentu lelah. Marilah kita duduk
dibawah pohon itu sambil bercakap-cakap dengan tenang,“ kata
prajurit itu.
Waktu sedang dirangsang oleh kemarahan dan berkelahi
memang Wijaya tak merasa apa-apa. Tetapi setelah perkelahian
itu usai dan prajurit yang seorang itu mengingatkan akan
keadaan dirinya, tiba2 ia merasa lelah dan lunglai.
“Baiklah “ sahut Wijaya.
Keduanya segera duduk dibawah sebatang pohon. Tiba-tiba
prajurit itu mengambil kampil atau kantong air, kemudian
dihaturkan kepada Wijaya “Raden, silahkan minum. Engkau tentu
lelah”
Setelah berhadapan dekat, orang itu makin jelas akan wajah
Wijaya. Dalam cuaca malam gelap, wajah pemuda itu tampak
bercahaya terang. Walaupun tampaknya pucat tetapi sinar
wajahnya memancarkan keturunan priagung.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Wijaya mengucap terima kasih, menyambuti kampil air lalu


meneguknya. Beberapa hari tak menyuap sebutir nasi dan tak.
meminum seteguk air, saat itu Wijaya rasakan suatu kenikmatan
yang luar biasa ketika mulutnya terbasah air. Walaupun pada
hari2 biasa, ia minum air tetapi tanpa mengenyam rasa air yang
diminumnya itu. Namun saat itu baru ia terkejut karena sesuatu
yang didapatinya. Yang diminumnya itu jelas air biasa. Tetapi
dikala membasahi kerongkongan dan mengalir kedalam perut, ia
benar2 merasa nikmat sekali. Belum pernah ia merasakan suatu
minuman yang sedemikian nikmat seperti saat itu. Masih kalah
kiranya rasa segar dan nikmat dari segala minuman yang pernah
diteguknya selama ini, baik dikediaman ramanya maupun di
tempat pertapaan resi Sinamaya.
Air merupakan sumber kehidupan. Seketika itu ia teringat
akan sari pelajaran yang pernah diberikan gurunya mengenai air
yang disebutnya sebagai Tirta Amerta, air kehidupan.
Memang karena setiap hari, tiap jam bahkan tiap detik, orang
sudah terbiasa dengan minum, maka tiadalah orang tahu akan
kenikmatan air yang diminumnya itu. Bahkan mereka merasa air
yang diminum tiap hari itu hambar rasanya. Orangpun segera
beralih untuk mencari-cari jenis minuman lain yang lebih enak,
antara lain, minuman daun jeruk kingkit, nira dan kemudian tuak
dari beberapa bahan tanaman.
“Manusia memang tak kenal puas,“ pikir Wijaya “minum air
masih kurang dan mencari lain minuman, yang lebih nikmat,
lebih keras. Tetapi sesungguhnya, tiada minuman yang lebih
berkhasiat dan menghidupkan daripada air. Air adalah sari bumi
yang telah bersenyawa dengan hawa. Sari dari segala kehidupan”
Wijaya benar2 dapat menikmati dan merasakan daya khasiat
gaib dari air. Setelah minum beberapa teguk tenaga dan
semangatnyapun pulih segar. Cahaya mukanya yang pucat, kini
tampak bersinar pula.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Terima kasih, ki prajurit,” katanya seraya menyerahkan


kampil air itu kepada Sukra.
Setelah beberapa jenak kemudian, barulah mereka memulai
percakapan. Atas pertanyaan Wijaya, Sukra memperkenalkan diri
dan namanya.
“Kami memang dititahkan demang Srubung untuk mencari
mayat “ kata Sukra.
“Untuk apa?”tanya Wijaya.
“Menurut kabar yang kami dengar“ kata Sukra “baginda
Kertanagara hendak mempersiapkan diri menerima pentahbisan
sebagai Jina dari agama Bairawa. Dalam upacara itu, baginda
akan duduk di atas sebuah lapangan mayat”
“Oh “ desuh Wijaya terkejut ”mengapa pentahbisan itu harus
dilakukan di atas lapangan mayat?”
“Hamba sendiri juga kurang jelas, raden” kata Sukra ”hanya
menurut cerita orang, baginda Kertanagara itu menganut dua
aliran., Buddha dan Syiwa. Syiwa yang dimaksud disini adalah
dalam bentuk Hari-hara yang setengah Syiwa dan setengah
Wisnu. Atau boleh pula dewa ganda yang mempunyai sifat Wisnu
dan Syiwa. Syiwa-bhairawa namanya”
“O”
“Baginda Kertanagara hendak melaksanakan upacara
pentahbisan sebagai Jina. Oleh karena yang dianut baginda
Kertanagara itu aliran Syiwa-bhairawa yani Bhairawi dewa yang
khas daripala lapangan mayat daa khusus dengan tabiat
Aksobhya, maka upacara pentahbisan itu harus dilakukan diatas
lapangan mayat”
“Dimanakah upacara pentahbisan itu akan dilangsungkan? “
tanya Wijaya.
“Di kuburan Wurare”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Bila?”
“Pada tithi masa awal kresnapaksa, bulan Phalguna, dikala
bintang Kartika memancar di barat, pada hari Buddha cemeng”
“O, kalau tak salah hanya tinggal setengah warsa lagi dari
sekarang “ kata Wijaya.
“Benar “ Sukra mengiakan.
“Dan karena itu maka engkau mendapat perintah untuk
mencari mayat? “ tanya Wijaya pula.
“Demikianlah, raden“ jawab Sukra “kami diharuskan
mendapatkan mayat2 itu, baik yang sudah lama maupun yang
baru meninggal. Jika tak berhasil maka kami akan menerima
pidana berat. Tetapi kalau dapat membawa mayat dalam jumlah
besar, kami akan mendapat hadiah kenaikan pangkat dan uang”
“O, itukah sebabnya maka kawanmu tadi ngotot hendak
menjadikan diriku sebuah mayat?”
Sukra mengiakan.
“Biasanya aku pergi dengan seorang kawan lain. Karena
kebetulan kawanku itu sakit maka Bubak yang menggantikan. Dia
sangat bernafsu sekali untuk mendapatkan mayat se-
banyak2nya. Bahkan dia mengatakan kepadaku, apabila tiada
mayat yang dapat kita peroleh, dia akan membuat mayat”
“O, membuat mayat? Mau membunuh orang?“ Wijaya
terkejut.
“Ya“ kata Sukra “karena dia takut pidana yang akan
diterimanya apabila tak berhasil memperoleh sebuah mayatpun
juga”
“Hm, tentu tidak begitu yang dikehendaki baginda“ gumam
Wijaya. Namun sekilas ia teringat bahwa untuk mengumpulkan
ber-puluh2 mayat, tentulah bukan suatu pekerjaan yaag mudah.
Bukan mustahil bahwa prajurit, pergalasan dan mereka2 yang di
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tugaskan untuk mencari mayat itu terpaksa harus menyimpang


dari tujuan perintah itu. Demi membebaskan diri dari pidana,
mungkin mereka dapat melakukan pembunuhan.
Saat itu Wijaya mendapat kesan baru bahwa setiap perintah
dari atasan, mempunyai kemungkinan untuk berobah sifat dan
tujuannya apabila sampai pada lapisan bawahan.
“Kakang Sukra“ tanya Wijaya pula ”dari manakah engkau
memperoleh kedua mayat itu?”
“Yang pertama memang secara terang2an kami minta kepada
keluarganya dengan janji bahwa sehabis upacara itu, mayatnya
akan kami kubur dengan sebaik2nya sebagai jasanya kepada
raja. Yang kedua, memang terpaksa dicuri oleh Bubak dari liang
kubur”
“Mengapa harus sekarang sudah mengumpulkan mayat?
Tidakah setengah warsa kemudian mayal2 itu akan sudah
membujuk?”
“Benar “ kata Sukra “tetapi kami mempunyai ramuan untuk
mengawetkan mayat itu sehingga dapat tahan sampai sewarsa
dua warsa”
Wijiya mengangguk, kemudian bertanya “Lalu bagaimana
maksudmu sekarang? Adakah engkau juga seperti pendirian
kawanmu tadi?”
“Maksud raden?”
“Mengenai diriku, apakah engkau tetap hendak memayatkan
diriku?”
“Ah, tidak raden,“ kata Sukra “sesungguhnya kami hanya
diharuskan mendapat sebuah mayat. Boleh lebih tak boleh
kurang. Dengan kedua mayat itu, kiranya sudah cukup untuk
jatah wajib kami berdua. Karena bernafsu untuk mendapat
hadiah maka Bubak memperlakukan raden begitu tak layak”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Hm, terima kasih kakang Sukra” kata Wijaya “sebenarnya aku


tak ingin mengganggu dan merugikan kepentinganmu. Tetapi
apa boleh buat, karena masih hidup sudah tentu aku harus
menolak akan dijadikan mayat. Lalu bagaimana cara kakang
hendak mengangkut peti itu ?”
“Yah,“ desah Sukra “terpaksa akan kupanggul sendiri”
“Akan kubantumu, kakang Sukra”
“Raden?”
“Rasanya aku tertarik hendak menyaksikan upacara
pentahbisan baginda. Peristiwa itu tentu merupakan peristiwa
yang amat penting dan besar dalam kerajaan Singasari “
“Benar, raden “ kata Sukra “memang dengan pentasbihan
sebagai Jina itu, derajat baginda akan terangkat naik. Pamor
kerajaan Singasari pasti akan lebih gemilang karena diperintah
oleh sang Harihara atau Syiwa Buddha”
“Apakah hal itu mempunyai sangkut paut dengan kerajaan? “
tanya Wijaya.
“Dalam suatu kesempatan, pernah kudengar ki demang
Srubung bercakap-cakap dengan seorang tetamu yani
tumenggung atasannya, mempersoalkan langkah baginda untuk
melakukan upacara pentahbisan itu”
“O “ Wijaya mulai mengemas perhatian.
“Antara lain ki tumenggung mengatakan bahwa keputusan
baginda untuk menyelenggarakan upacara pentahbisan sebagai
Jina itu akan membawa pengaruh besar, bukan saja didalam
kerajaan Singasari, Daha, pun akan meluas sampai ke Bali dan
kerajaan Malayu. Hal itu akan menapaskan suatu kewibawaan
pada pasukan Singasari yang dikirim baginda ke Malayu”
Wijaya terkejut. Kiranya sedemikian penting dan luas
pengaruh daripada pentahbisan baginda itu terhadap

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pengokohan kedudukannya sebagai raja maupun cita-citanya


untuk menguasai tanah Malayu dan seluruh Nuswantara. Diam2
makin tertarik hati Wijaya untuk menyaksikan upacara
pentahbisan yang jarang terjadi di kerajaan Singasari.
Tiba2 ia teringat sesuatu, tanyanya “Ki Sukra, kenalkah
engkau akan seorang prajurit bhayangkara keraton Singasari
yang bernama Katang Lumbang?”
“Katang Lumbang ?“ ulang Sukra seraya kerutkan dahi
“belum, aku belum pernah mendengar nama itu. Mungkin dia
tergabung dari pasukan lain. Aku berada dibawah perintah
demang Srubung. Mengapa raden tanyakan orang itu?”
Adalah teringat akan peristiwa Katang Lumbang dan Bantaran
yang mencari keris empu Gandring maka Wijaya bertanya soal
bhayangkara Katang Lumbang. Apabila ia mengetahuinya,
dapatlah dia merancang rencana bagaimana harus bertindak
apabila kelak dalam upacara pentahbisan baginda itu terjadi
sesuatu yang tak diinginkan.
Oleh karena Sukra tak tahu maka Wijaya pun menghentikan
pembicaraan. Tak mau ia berterus terang menceritakan tentang
peristiwa Katang Lumbang hendak membunuh baginda. Karena
apabila hal itu sampai tersiar, tentulah kemungkinan Katang
Lumbang akan mendengar. Dan karena tahu rencananya
diketahui, dia tentu akan membatalkan.
Memang suatu hal yang menggembirakan apabila Katang
Lambang membatalkan rencananya itu. Tetapi Wijaya dapat
menarik kesimpulan dari pembicaraan mereka, bahwa Katang
Lumbang tetap akan melakukan pembunuhan kepada baginda.
Pembatalan rencana pembunuhan di pekuburan Wurare nanti
hanyalah bersifat penundaan sementara waktu. Bukan berarti
Katang Lumbang akan benar2 menghapus rencananya yang jahat
itu. Tentulah prajurit bhayangkara putera Tohjaya itu akan tetap
mencari kesempatan untuk melampiaskan dendam kesumatnya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Berbahaya“ kata Wijaya dalam hati “lebih baik rencana itu


dilaksanakannya ditempat upacara pentahbisan sehingga dia
lekas tertangkap. Demikian rencana yang diangan-angankan
Wijaya. Tiba2 ia mempunyai pikiran lain “ah, baiklah aku ikut
prajurit Sukra ini ke pura kerajaan”
“Raden” tiba2 Sukra menegur ketika melihat Wijaya diam
merenung “mengapa raden hendak membantu aku mengangkut
peti itu ? Jika raden mempunyai kepentingan lain, harap raden
jangan sibuk membantu aku. Aku dapat mencari orang desa
untuk membantu memikul peti itu”
“Kakang Sukra “ kata Wijaya “sesungguhnya aku berasal dari
laladan Kawi, tujuanku hendak berkelana, melihat-lihat pura
kerajaan Singasari yang termasyhur agar dapatlah rasa cinta
tanah air dan kerajaan, makin berkembang dalam hati
sanubariku”
“O “ desuh Sukra “maksud raden hendak melihat-lihat pura
Singasari ?”
“Benar kakang “ sahut Wijaya “itulah sebabnya aku bersedia
membantumu untuk membawa peti itu”
“Raden” tiba2 Sukra berkata “apakah raden bermaksud
hendak masuk menjadi prajurit?”
“Bagaimana maksud kakang Sukra?”
“Saat ini Singasari memang benar-benar membutuhkan
prajurit karena dengan diberangkatkannya sejumlah besar
pasukan ke Malayu, pura Singasaripun seperti kosong”
“O “ desuh Wijaya “tidakkah baginda menyadari bahwa
pengiriman pasukan ke Malayu itu akan melemahkan kekuatan
Singasari?”
“Itulah salah satu sebab mengapa gusti patih Raganata
digeser sebagai adhyaksa di Tumapel karena gusti patih tak
menyetujui rencana itu. Kemudian gusti patih Aragani yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mendukung rencana itu telah diangkat menjadi patih-dalam,


sedang gusti patih Kebo Arema menjadi patih-luar”
“Lalu bagaimana tindakan baginda untuk melindungi pura
kerajaan?”
Prajurit sekalipun Sukra itu, tetapi dia juga ikut memikirkan
kepentingan negara. Ia menghela napas “Baginda amat yakin
akan kekuasaan dan kewibawaannya sehingga tak merisaukan
soal dalam pura kerajaan”
“Tidakkah kakang pernah mendengar dalam-percakapan
diantara para demang dan tumenggung serta lain2 narapraja
mengenai hubungan antara Singasari dengan Daha?”
“Secara langsung tidak “ jawab Sukra “tetapi hanya secara
mereka-reka kesan, kira2 aku dapat merasakan bahwa suasana
di kalangan narapraja pura Singasari, memang diliputi oleh rasa
tak tenang”
“Mengapa ? “ Wijaya terkejut.
“Pertama, tentang keadaan pertahanan pura yang terasa amat
kurang. Dan kedua, tentang pengaruh patih Aragani yang makin
menonjol, makin mendapat kepercayaan baginda”
“Tetapi urusan tentara tentu diurus oleh. seorang mentri
hulubalang atau mentri angabaya. Siapakah yang berkuasa
dalam pasukan Singasari ?”
“Seharusnya gusti patih Kebo Arema”
“Lalu apakah ada yang tidak seharusnya?”
“Ada “ jawab Sukra “banyak hal2 yang ganjil telah terjadi di
pemerintahan. Pengangkatan yang tidak tepat orang dengan
bidangnya, kecakapan dengan tugasnya. Yang penting, siapa
yang pandai mengambil hati kepada atasan, dialah yang akan
memperoleh kedudukan”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Wijaya terkesiap. Ia tak menyangka bahwa seorang prajurit


seperti Sukra dapat memberi ulasan yang sedemikian tajam
terhadap pemerintahan. Dengan begitu, diam2 ia mencatat
dalam hati, bahwa pemerintahan itu suatu hal yang peka. Tidak
mudah untuk mengatur secara bijaksana. Karena pemerintahan
adalah alat pengatur dari sebuah negara, sebuah kerajaan.
Dimana bukan hanya baginda yang memiliki kepentingan besar,
pun rakyat sebagai inti dari suatu perumahan negara atau
kerajaan, merupakan suatu unsur utama yang diurus dan ikut
mengurus, yang diatur dan ikut mengatur, yang ditentukan dan
ikut serta menentukan.
Diam2 pula Wijaya memperoleh bayang2 kesan bahwa
kerajaan Singasari dewasa itu sedang diselubungi kemelut.
Kemelut wibawa, kemelut pengaruh, kemelut kedudukan.
Kemelut Wibawa, timbul dari tindakan baginda yang merasa
bahwa kerajaan Singasari sebuah kerajaan besar dan kuat. Patut
menguasai seluruh nuswantara. Bagindapun merasa, bahwa
dirinya seorang maha-diraja dalam arcapada, seorang Jina yang
telah mencapai tingkat bhumityaga, lepas dari bumi, pemenang
atas hal2 keduniawian.
Kemelut pengaruh, karena dipusat pemerintahan kerajaan,
timbul perebutan pengaruh antara fihak yang dipimpin patih
Aragani dengan kelompok2 penganut bekas patih sepuh empu
Raganata, demung Wiraraja dan tumenggung Wirakreti.
Kemelut kedudukan, karena terjadi pergeseran-pergeseran
dikalangan mentri, senopati dan narapraja sehingga terasa suatu
demam ketakutan yang mencengkam di kalangan mereka.
Akibatnya dari kemelut2 itu maka timbullah kemelut luas, yani
kemelut batin di kalangan para kawula. Kemelut batin dari rakyat
yang melihat, mendengar dan merasakan keadaan kerajaan
Singasari. Prajurit Sukra termasuk salah seorang yang menderita
kemelut batin di dalam merasakan keadaan kerajaan Singasari.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Kakang Sukra“ kata Wijaya sesaat kemudian “lalu


bagaimanakah tindakan kerajaan untuk menutup kelemahan2
pasukan dalam pura ?”
“Baru2 ini kerajaan telah mengumumkan wara-wara untuk
membuka sayembara, menerima prajurit dan memilih senopati”
“Ya “ Wijaya mengangguk karena ia sudah mendengar perihal
itu “adakah langkah itu timbul dari kebijaksanaan baginda
ataukah saran dari patih Aragani?”
“Entah raden” kata Sukra ”tetapi menurut perasaanku sendiri,
setelah berlangsung pernikahan antara puteri baginda dengan
pangeran Ardaraja putera raja Daha, rasanya baginda makin
tenang dan makin yakin bahwa keadaan dalam kerajaan pasti
tenteram dan damai. Tentulah ada salah seorang mentri yang
mengajukan saran itu kehadapan baginda. Dan diantara mentri2
yang mempunyai kemungkinan untuk mengajukan saran itu,
kiranya hanya tiga orang, yani gusti patih Aragani, gusti patih
Kebo Arema dan gusti tumenggung Bandupoyo” .
“Tumenggung Bandupoyo? Siapakah tumenggung itu?” tanya
Wijaya. Akan kedua orang patih itu dia sudah pernah mendengar.
Hanya tumenggung Bandupoyo yang belum.
“Tumenggung Bandupoyo adalah senopati pendamping dari
baginda. Dia cukup berpengaruh dalam keraton”
“Lalu siapa diantara ketiga mentri yang menanyai
kemungkinan besar mengajukan saran itu?”
“Entahlah raden “ jawab Sukra “tetapi hamba percaya pasti
bukan gusti patih Aragani”
“Ki demang Srubung itu termasuk bawahan siapa ?”
“Termasuk bawahan senopati Mahesa Bungalan yang masih
mempunyai hubungan keluarga dengan gusti patih Kebo Arema
atau Kebo Anengah” .

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Wijaya tak menyatakan apa2 tetapi dalam batin ia merangkai


suatu angan2. Bahwa senopati Kebo Bungalan itu tentulah bukan
orang patih Aragani.
Demikian percakapan itu berlangsung sampai hampir larut
malam dan tak berapa lama terdengar kokok ayam hutan
bersahut-sahutan.
“Ah, hari sudah menjelang fajar” kata Wijaya, “baiklah kita
beristirahat beberapa waktu menunggu sampai terang tanah”
Setelah cuaca terang, merekapun berangkat menuju ke pura
Singasari. Dalam perjalanan itu Wijaya minta agar Sukra
menganggapnya sebagai seorang pemuda desa dan jangan
memanggilnya dengan sebutan raden. Ia akan memakai nama
Jaya.
Ketika siang itu tiba di sebuah desa, Sukra dan Wijaya singgah
ditempat rumah seorang penduduk. Yang empunya rumah amat
bersuka cita menerima kedatangan Wijaya. Sudah tentu Wijaya
heran dibuatnya, ketika ia dijamu dengan hidangan yang mewah.
Sedemikian sibuk Srono, yang empunya rumah, menyembelih
kambing, ayam dan mengundang beberapa tetangga untuk bantu
menyiapkan hidangan. Seolah seperti orang yang punya hajat
kerja.
“Kang Srono” tegur salah seorang tetangga, “mengapa engkau
tampak begitu sibuk benar mempersiapkan hidangan ? Siapakah
tetamu yang berkunjung kerumahmu ?”
Bermula Srono tak mengaku tetapi setelah didesak ia
menerangkan bahwa tetamu itu memang tepat seperti yang
dilihatnya dalam mimpi. Beberapa hari yang lalu ia bermimpi
bertemu dengan seorang kakek tua berambut putih. Kakek
berambut putih itu mengatakan, janganlah dia bersedih hati
memikirkan kelakuan anaknya yang pemalas dan tak mau
disuruh mengerjakan kebun dan ladang. Nanti beberapa hari
engkau akan kedatangan seorang tetamu seorang priagung yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  

Anda mungkin juga menyukai