Anda di halaman 1dari 500

SD.

Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Seri Dendam Empu Bharadha

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Daftar Isi :
Seri Dendam Empu Bharadha

Daftar Isi :

Dendam Empu Bharada

Prahara

PRASASTI KERTANEGARA 1289

Jilid 1

II

Jilid 2

II

III

Jilid 3

II

Jilid 4

I
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 5

II

Jilid 6

II

III

Jilid 7

II

Jilid 8

II

Jilid 9

II

Jilid 10

II
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 11

II

III

Jilid 12

II

Jilid 13

Jilid 14

II

Jilid 15

II

Jilid 16

II

III
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 17

II

Jilid 18

II

Jilid 19

II

Jilid 20

Jilid 21

II

Jilid 22

II

Jilid 23

I
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

II

Jilid 24

II

III

Jilid 25

II

Jilid 26

II

Jilid 27

II

III

Jilid 28

II

Jilid 29
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

II

Jilid 30

III

Jilid 31

II

Jilid 32

II

Jilid 33

II

Jilid 34

II

III

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 35

Jilid 36 Tamat

II

III

PENUTUP KATA.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dendam Empu Bharada


Dicetak dan diterbitkan oleh:
Penerbit :Margajaya
Surakarta
Karya : SD DJATILAKSANA
Hiasan gambar : Oengki.S
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang

Pembuat Ebook :
Scan DJVU : Koleksi Ismoyo
http://cersilindonesia.wordpress.com/

Convert, edit teks & Ebook : MCH & Dewi KZ


http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kang-zusi.info http://cerita-silat.co.cc/

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Prahara
Arjuna, Kawi. Kelud, Welirang, Anjasmara 
ksatrya‐ksatrya Giri Panca 
tegak berjajar menghambur murka 
enyah, jangan sentuh raganya 
dia gugur, pecah ratna 
di tangan diwna, tombak durhaka 
darah, jasad, cita‐citanya 
kan s'lalu menyemarak kebesaran 
bumi ksatrya Singasari 
Senapati‐senapati Arga Lima 
Brama, Lamongan. Raung. Merapi. Argapura 
menggelegar geram 
hak kami memulia bhakti puja 
Kertanagara raja ksatrya Jenggala 
semayam dikesahduan kawah Arga Lima 
terpuja keabadian batara Siwa‐Buddha. 
Semeru, maharesi Awang Ketawang 
melayang tantang melantang 
Salah engkau. Arjuna Giri Panca Kertanagara bukan milik Singasari 
semata salah engkau, mahapati Brama dia bukan hak Arga Lima 
semesta camkan...... 
lebih bukan pula sesembahan si durna dia milik para insan marsakata 
putera puteri seluruh nuswantara yang tulus akan makna memulia 
gugur bunga teriring doa suhada seribu mahkota anugerah dewa. 
ki Purwacarita. 
 

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

PRASASTI KERTANEGARA 1289


yo pura panditac crestha 
aryyo Bharad abhijnatah 
jnanasiddhim samagamya,  
bhijnatabha muniqvarah 
 
ratnakarapramanan tu 
dvaidhikrtya yavavanim 
katibhedanam samarthya 
kumbhavajrodekena vai 
 
parasparavirodhena 
nrpayor yudahakanksinoh 
etasmaj Janggalety esa 
pamjaluviseya smrta 
 
Dahulu adalah seorang pandita utama bernama Arya Bharada, yang 
telah mencapai kebijaksanaan dalam ilmu. yang sempurna seria 
diberkati ilmu kewahyuan (Abhijna), seorang guru diantara sekalian 
orang bijaksana (muni). 
 
Beliaulah yang dahulu membagi dua pulau Jawa yang banyak 
mempunyai tambang permata, dengan air kendi dan langit, karena dua 
orang anak raja bermusuh‐musuhan menghendaki perjuangan, tanah 
yang bernama Jenggla dan daerah Panjalu. 
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

 
…hitaya sarbasatvanam…. 
prageva nrpates sada 
sopulrapotradarasya 
ksityekibha abarahat 
 
Untuk kebahagiaan segala mahluk 
terutama sekali senantiasa bagi 
Raja, putera. cucu, dan isterinya. 
karena dialah yang melaksanakan  
Persatuani tanah air. 
Prasasti KERTANEGARA – JOKODOLOK 
Saka : 1211. 
SAPTA PARVA : prof. H. M. Yamin 
 
(Oo‐dwkz‐ismoyo‐oO) 
 

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 1

 
Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
 
 
 

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
Bongkah-bongkah tanah yang menganga di penghujung
akhir musim kemarau, tidaklah kuasa untuk mengancam
langkah kaki yang berderap menurut irama hati yang
empunya. Kegersangan pedesaan, kelengangan lembah,
kelayuan alam sekeliling, tidak pula kuasa melunglaikan
semangat yang bersemayam di dada orang itu. Seorang
pemuda, tampan dan berwajah lembut. Tetapi bernyali
singa, berhati baja.
"Tanah bongkah, wajib diolah, bukan disingkiri" pikirnya
seraya memandang retak-retak yang mengurat di bumi ia
berjalan manusia memang lumuh, cari enak saja. Mereka
meninggalkan tanah-tanah yang yang membongkah di
musim kering, pada hal di musim hujan bumi itu
menyerahkan diri pada pacul dan bajak, dihancurkan dan
dipaksa menumbuhkan padi dan jelai. Oleh manusia dan
untuk manusia"
Ia menghela napas.
"Bumi bersifat besar dan pemurah. Dia menampung
manusia, khewan, mahluk yang bernyawa maupun tak
bernyawa dan seluruh isi alam. Dia memberi kebutuhan dan
kehidupan, bahkan menampung tulang-tulang keakhiran
hidup, mayat dan bangkai. Serba adil tanpa membedakan
yang mulia dengan yang hina, yang kaya dengan yang
papa, yang jahat dengan yang baik, raja dengan sudra,
semua akan kembali ke tanah dan menjadi tanah"
"Bumi tidak mengharap balas karena sifatnya hanya
memberi tak pernah meminta. Tetapi manusialah yang
harus tahu dan menyadari akan kebesaran bumi.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Manusialah yang harus malu karena tak mengerti budi.


Tidakkah tanah yang bongkah, ibarat daging tubuh yang
menganga, mengapa mereka tak mau menimbuni supaya
rapat. Tidakkah tanah yang kering ibarat tubuh yang sakit
panas? Mengapa mereka tak mau mengairi supaya segar?"
Ia hentikan tuntutannya karena harus menyingkirkan
ranting semak onak yang berkeliar ke jalan. Kemudian
melanjutkan langkah pula. .
"Menyia-nyiakan bumi, berani tak tahu menerima kasih
kepada Hvang Agung. Bumi adalah karunia-NYA. Dan
Hyang Batara Agung telah melimpahkan karunia besar
kepada kerajaan dan rakyat Singasari, .berupa bumi yang
luas dan subur. Mengapa kita tak bekerja keras untuk
menyambut karunia itu. Mengapa ... " ia tak melanjutkan
pertanyaan karena menyadari sesuatu Menyadari bahwa ia
sendiripun seorang kawula, bahkan kalau menurut silsilah
keturunan, ia masih mempunyai hubungan darah dengari
pendiri kerajaan Singasari yang pertama. Mengapa ia harus
menyesalkan orang lain dan tidak pernah menyesalkan
dirinya sendiri "Ah" ia mendesuh. Tersipu malu.
Penyadaran yang menyengat hati sanubarinya bagai
pancaran kilat yang menyibak kabut kekelaman awan. Dan
serempak bagaikan pula halilintar yang menggelegar di
cakrawala, serentak terngiang-ngiang dalam telinganya
bahwa ia dipesan dari ayahandanya, Lembu Tal, dikala ia
mohon diri.
"Nararya, puteraku" kata Dyah Lembu Tal "sebelum
kenal orang lain. sebelum kenal seisi jagad ini, engkau
harus mengenal dirimu sendiri. Agar engkau dapat
menghayati dimanakah tempatmu, dimanakah engkau
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

harus menempatkan dirimu. Engkau tergolong dalam kasta


ksatrya, angger. Karena eyangmu adalah Batara
Narasingamurti. Sebelum memakai nama ke-resian itu,
kakekmu bernama Mahisa Campaka, putera dari eyang
Mahisa Wonga Teleng. Dan eyang Mahisa Wonga Teleng itu
adalah putera dari moyangmu sri Rajasa sang
Amurwabhumi, rajakula kerajaan Singasari"
"Lalu siapakah baginda Kertanagara yang sekarang
memerintah kerajaan Singasari ini, rama?"
"Baginda Kertanagara adalah putera dari baginda
Wisnuwardana dan baginda Wisnuwardana itu putera
Anusapati. Anusapati putera eyang puteri Ken Dedes
dengan Tunggul Ametung akuwu Tumapel"
"Jika demikian rama masih mempunyai hubungan darah
dengan baginda Kertanagara?"
"Hubungan itu dari garis keturunan eyang puteri Ken
Dedes"
Nararya mengangguk, kemudian bertanya "Rama,
mengapa rama tidak tampil dalam pemerintahan dan lebih
senang tinggal di pertapaan yang sesunyi ini ?"
Lembu Tal menghela napas "Angger, rama hanya
menurutkan pesan eyangmu Batara Narasingamurti. Beliau
memesan, supaya aku jangan ikut campur dalam
pemerintahan dan menyepikan diri di pegunungan.
Memohon kepada dewata agar dikaruniai keturunan putera
lelaki"
"Apakah maksud pesan mendiang eyang itu, rama?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Eyangmu tidak menjelaskan kecuali berpesan wanti-


wanti, apabila kelak dikabulkan dewata mendapat putera
lelaki, supaya dididik menjadi seorang ksatrya utama"
"Lalu?" tanya Nararya.
"Hanya itu, angger" jawab Lembu Tal.
Nararya termenung, merenungkan keterangan ramanya.
Ia berusaha untuk meneliti apa yang tersembunyi di balik
pesan eyang Narasingamurti. Namun tak bersua jua "Rama,
hamba mohon petunjuk, apakah yang rama hendak
titahkan kepada Nararya" akhirnya ia menyerahkan diri
kepada ramanya.
Lembu Tal menghela napas "Dalam hal ini, Nararya,
rama tak mempunyai suatu petunjuk. Melainkan hendak
menganjurkan kepadamu. Cobalah engkau berziarah ke
makam eyangmu Batara Narasingamurti di Wengker. Beliau
seorang resi yang sidik. Mudah-mudahan engkau akan
menerima wangsit di sana, angger"
Nararya mengunjungi gurunya, resi Sinamaya di gunung
Kawi, memohon petunjuk. Berkata resi itu "Nararya, semua
ilmu kanuragan, jaya-kawijayaan yang kumiliki telah habis
kuberikan kepadamu. Juga ilmu sastra dan agama,
engkaupun telah putus. Tiada yang dapat kuajarkan lagi
kepadamu. Hanya pesanku, ilmu itu harus engkau amalkan,
untuk kepentingan dan kesejahteraan negara, rakyat dan
sesama titah manusia"
Nararya mengangguk penuh rasa patuh.
"Nararya" kata empu - Sinamaya pula "aku seorang resi
biasa, seorang manusia yang tak kuasa menentukan
sesuatu dan tak berwewenang melanggar kodrat Prakitri.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Menurut wawasan yang kutanggapi pada keheningan cipta


semedhiku, sudah bertahun-tahun aku seperti terpanear
suatu sinar gaib vang melambangkan pertanda bahwa
dewata hendak menurunkan wahyu yang maha keramat.
Wahyu dari seorang maharaja besar yang akan memerintah
suatu kerajaan baru. Lebih besar dari kerajaan Airlangga,
lebih luas dari daerah kerajaan Daha dan Singasari"
Nararya mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia tahu
dalam kerendahan hati dan kata-kata gurunya, terselip
suatu petunjuk dari seorang resi yang gentur bertapa dan
telah mencapai tataran tinggi dalam semedhi.
"Wahyu luhur Itu, hanya turun dalam seratus tahun
sekali dan merupakan wahyu seorang rajakula dari sebuah
kerajaan baru. Moyangmu, sri Rajasa sang
Amurwabhumipun juga menerima wahyu luhur itu"
"Guru, adakah baginda Kertanagara sekarang ini tidak
menerima wahyu dari dewata? " tanya Nararya.
Empu Sinamaya hanya menjawab "Telah kukatakan
bahwa wahyu luhur itu hanya kepada seorang rajakula,
pendiri dari sebuah kerajaan baru. Anak keturunannya,
memang mendapat wahyu, tetapi tidaklah wahyu mustika
buana yang seperti kusebutkan tadi"
Nararya termenung dalam pergolakan yang hening.
"Nararya" kata pula empu Sinamaya "aku tak dapat
mengatakan apa-apa kepadamu kecuali hanya, terjunlah ke
dalam kancah yang akan disinari wahyu gaib itu"
Meriah wajah Nararya mendengar ucapan empu
Sinamaya. Ia menyadari bahwa bukan tiada suatu alasan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mengapa gurunya yang sakti itu menganjurkannya. Sebagai


seorang muda, tak lepas Nararya dari cita-cita yang besar.
Rupanya empu Sinamaya dapat menilai apa yang
mencercah pada wajah muridnya "Raden Nararya" ujarnya
pelahan tandas, "janganlah engkau tergesa bergirang dulu.
Aku hanya menerangkan tentang sesuatu yang memercik
dalam tanggapan indera pengamatanku. Akupun wajib
menganjurkan engkau supaya ikut terjun dalam menyambut
wahyu luhur itu Dan aku akan merasa gembira apabila
engkau berhasil. Tetapi jangan engkau kecewa karena apa
yang dapat kulakukan hanya terbatas pada menganjurkan
itu. Engkau sendiri, raden, yang harus berusaha untuk
mencapainya. Berhasil atau gagal harapanmu itu semata
tergantung pada usahamu sendiri. Tiada seorang yang
dapat membantumu atau mencarikan untukmu, tidak aku,
tidak pula para dewata. Dewata hanya merestui
permohonan yang disertai dengan usaha yang sungguh-
sungguh”
Wajah Nararya hanya sedikit meredup, namun tak
sampai bermuram durja. Karena selama belajar di
pertapaan, banyak wejangan dan ajaran-ajaran luhur yang
diresapnya. Kemudian ia menerangkan bahwa menurut
ramanya, ia dianjurkan untuk menyepi di candi makam
eyang Batara Narasingamurti agar memperoleh ilham.
Empu Sinamaya menyetujui.
"Tolong ..." tiba-tiba Nararya atau pemuda yang berjalan
menyusur jalan-jalan di tengah belantara yang sepi,
tersentak dari lamunan, ketika mendengar teriak meminta
tolong. Seketika ia teringat bahwa kedua bujang tua yang
menjadi cantrik di pertapaan ramanya dan yang
mengasuhnya sejak kecil, masih tertinggal di belakang. Dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

suara teriakan itu berasal dari Doyo, salah seorang dari


kedua punakawannya.
Lembu Tal amat sayang kepada puteranya. Karena baru
pertama kali itu Nararya pergi jauh ke luar daerah, ia tak
tega dan menitahkan kedua hambanya Noyo dan Doyo,
untuk mengiringkan momongannya. Semula Nararya tak
menghendaki kedua bujang pengasuhnya itu ikut. Mereka
sudah tua dan gemar berolok-olok, suka melakukan hal hal
yang aneh. Lebih leluasa berjalan seorang diri daripada
membawa kedua hamba yang suka bertindak ugal-ugalan.
Tetapi Lembu Tal berkeras menghendaki Noyo dan Doyo
supaya mengiringkan. Noyo dan Doyo sendiri menangis
karena Nararya menolak mereka. Akhirnya, melihat
kesungguhan hati kedua bujang itu dan mengingat bahwa
dibalik tindakan-tindakan yang kurang layak, Noyo dan
Dcyo berhati jujur dan benar-benar sayang kepada
momongannya, akhirnya Nararya meluluskan.
"Mengapa paman Doyo" tegur Nararya setelah
menghampiri.
"Raden" seru Doyo "adakah kita akan melanjutkan
perjalanan pada malam ini?"
"Mudah-mudahan setelah melintas bukit itu kita bersua
dengan desa dan bermalam disitu. Mengapa?" Nararya
balas bertanya.
"Raden" kata Doyo "hutan ini ada penunggunya. Kita
harus lekas-lekas keluar"
Nararya terkesiap lalu tertawa "Penunggu? Siapa?"
"Entah, raden" kata Doyo pula "tetapi rupanya penunggu
hutan disini jahil sekali. Mukaku ditampar"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"O, itulah sebabnya maka engkau berteriak tadi?"


Doyo mengiakan.
Nararya terdiam. Ia tak lekas mempercayai sesuatu yang
belum yakin akan kebenarannya. Memang rakyat desa di
sekeliling pertapaan ayahnya mempunyai kepercayaan
bahwa jin, roh, setan dan bangsa badan halus itu ada.
Mereka percaya bahwa setiap tempat, benda, pusaka serta
patung-patung dalam candi itu memiliki roh atau makhluk
gaib yang menjaga. Namun Nararya sendiri masih belum
menerima keseluruhannya karena selama ini belum pernah
ia berhadapan dengan makhluk-makhluk gaib itu.
Tengah ia merenung tiba-tiba indera pendengarannya
menangkap suara kesiur angin yang menggelepar macam
sayap bertebar. Kemudian iapun dikejutkan oleh teriakan
Noya "Aduh, mukaku ..."
Nararya makin yakin akan dugaan yang direka dalam
merenungkan laporan Doyo tadi. Serentak ia ayunkan
tangan kanan menampar ke udara, ke arah angin bertebar
suara aneh yang telah terlingkup dalam perburuan
perhatian dan pendengarannya. Plok, terdengar bunyi
sebuah benda membentur batang pohon dan meluncur
jatuh ke tanah. Sekali ayunkan tubuh dan menjemput ke
tanah "Paman Doyo, apakah ini penunggu hutan yang
mengganggumu itu?" ia melontarkan sebuah benda kecil
kearah Doyo.
Doyo gopoh menyambuti dan berteriak "O, batara agung,
kiranya engkau"
"Apakah itu, Doyo?" seru Noyo.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Kelelawar" seru Noyo geram "hampir saya aku mati


kaku karena ketakutan. Kukira kalau penunggu hutan yang
jail kepadaku"
"Engkau memang tolol" gumam Noyo.
"Engkaupun juga tolol, kakang Noyo” jawab Doyo
"mengapa engkau ikut ketakutan, eh, kemana raden
Nararya?"
Kedua hamba itu terperanjat ketika tak mendapatkan
Nararya "Hai, raden sudah jauh di muka itu" keduanya
segera bergegas menyusul.
Memang Nararya sudah lanjutkan langkah. Bukan hanya
kali itu tetapi sudah berulang kali selama dalam perjalanan,
kedua hambanya itu menimbulkan hal-hal yang
menjengkelkan, aneh dan sering menggelikan juga. Pernah
Noyo dan Doyo karena hari malam, hendak minta menginap
di rumah seorang penduduk. Yang empunya rumah tidak
ada, mereka terus melahap makanannya. Ketika yang
empunya rumah pulang, mereka marah dan mengusir
kedua orang itu. Pernah pula tanpa sengaja karena hendak
mandi di sebuah pancuran, mereka membikin gempar
beberapa gadis desa yang tengah mandi di situ. Dan tak
jarang di beberapa tempat, kedua bujang tua itu menjadi
buah tertawaan anak-anak yang menyoraki dan melempari
batu.
Memikirkan kedua punakawannya itu, memang Nararya
merasa geli-geli geram. Tetapi ia tak pernah marah ataupun
memaki ataupun memukul mereka. Sejak kecil, merekalah
yang mengasuh dan merawatnya. Ia tahu mereka bukan
jahat melainkan agak aneh dan malah suka membawa
tabiat seperti anak kecil. Iapun tahu bahwa mereka amat
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

setya dan sayang kepadanya. Hubungan mereka hampir


tidak seperti gusti dengan hamba tetapi, hampir seperti
keluarga. Noyo dan Doyo sejak kecil telah dipungut oleh
ayah Nararya. Kedua orang itu sudah sebatang kara.
"Nararya, musuh yang paling, sukar kita kalahkan yalah
nafsu dalam diri kita. Di antaranya nafsu, kemarahanlah
yang sering kali menyerang kita. Oleh karena itu jangan
sampai engkau menyerah dalam kekuasaan nafsu tetapi
kuasailah nafsu. Ketahuilah, angger, orang yang dapat
menindas nafsu kejahatan dalam batinnya, lebih digdaya
daripada kasatrya yang mengalahkan musuh di medan
laga" demikian terngiang pula wejangan empu Sinamaya,
guru yang. dihormatinya itu.
"Mengapa aku harus marah kepada kedua hamba
pengasuhku itu." sering Nararya bertanya kepada dirinya
sendiri dikala ia marah melihat perbuatan Noyo dan Doyo
yang dianggapnya tidak benar, Menelusuri jalur yang
menuju ke sumber Kemarahan, ia menemukan, melihat dan
menganggap bahwa jalur-jalur itu penuh dengan rumput
dan semak onak yang tak menyedapkan mata. Sesuatu
yang dirasa dan dianggap tak berkenan pada citarasa dan
seleranya itulah yang menumbuhkan, membanjir dan
jnengahrkan air bah yang memenuhi telaga kemarahan
sehingga meluap dan menggenangi alam pikirannya, ia
merenung dan termenung, membening dan menghening,
membenam dan akhirnya tenggelam, menyelam dalam
kekelaman dan tibalah ia di dasur telaga Kemarahan.
Ia melihat bahwa dasar daripada telaga yang
permukaannya bergolak-golak, ternyata tenang. Ia
merasakan bahwa telaga yang tampaknya keruh dan gelap
ternyata dasarnya bening. Ia merasakan pula bahwa telaga
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

yang tampaknya panas di permukaan, ternyata sejuk di


dasarnya. Ketenangan, kebeningan dan kesejukan air di
dasar telaga Kemarahan itu. menyegarkan pikiran, dan
jiwanya, membangkitkan semangat dan gairahnya..
Serentak ia melambung ke atas permukaan. Ia
merasakan permukaan telaga itu tidak lagi bergolak
ataupun panas ataupun keruh. Ia berenang ke tepi dan
melangkah, menelusuri jalur-jalur jalan. Baginya rumput-
rumput dan semak onak itu tidak menyengat mata lagi. Ia
terkejut namun tidak heran. Karena ia sudah bersua dengan
suatu kesadaran. Bahwa kemarahan itu timbul dari pikiran
yang telah diselaputi dengan penilaian-penilaian. Penilaian
yang disesuaikan dengan cita rasa dan kehendaknya
sendiri. Ia marah kepada Noyo dan Doyo karena
menganggap tingkah ulah mereka tidak sesuai dengan
kehendak pikirannya. Dalam meniti titik-titik kesadaran itu,
makin jelaslah keadaan dari titik-titik itu dan makin
melambunglah pengertiannya pada suatu puncak
kesadaran. Bahwa secara tak sadar ia telah melakukan
paksaan. Memaksa orang harus menuiut sesuai dengan
kehendaknya, harus bertindak sesuai dengan jalan
pikirannya tiba pada titik penemuan itu ia mendesuh kejut
"aku mengharuskan paman Noyo dan Doyo harus dapat
berpikir seperti apa yang kupikirkan. Harus dapat berbuat
seperti apa yang kuinginkan. Aku marah karena mereka tak
dapat berpikir dan bertindak seperti yang kukehendaki.
Pada hal kedua paman itu orang-orang yang sederhana
pikirannya, sempit pandangan, kurang pengalaman dan
dangkal pengetahuan. Ah" ia mengakhiri penelitian pada
kekhilafannya dengan rasa malu dan sesal karena secara
halus ia memaksa meningkatkan nilai kesadaran Noyo dan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Doyo harus seukuran dirinya. Ia mengharuskan kedua


paman itu sama ukuran nilai segala-galanya dengan dirinya.
Ah, betapa khilafnya.
Berakhirnya ujung penyusuran ke jalur-jalur pema-wasan
diri peribadi, serempak berakhir pula ujung terakhir dari
hutan yang dilintasinya itu. Pada lintasan gerumbul pohon
di bukit sebelah muka, tibalah ia di-sebuah pedesaan kecil.
Ia dan kedua hambanya bermalam di rumah seorang
penduduk. Demikian yang dilakukan selama dalam
perjalanan. Setiap meminta menginap selalu ia disambut
dengan penuh keramahan oleh tuan rumah. Dan untuk
membalas budi, ingin ia menyatakan terima kasih dengan
memberi uang sekedar sebagai pengganti makanan'yang
telah dihidangkan. Tetapi mereka menolak .dengan
mengatakan, mereka menerima orang, bukan menerima
uang. Telah meresap dalam ajaran hidup mereka, rakyat di
desa-desa bahwa adat hidup harus tolong menolong.
Memberi penginapan kepada orang yang kemalaman,
menolong kepada orang yang menderita kesusahan,
merupakan kelayakan adat hidup. Sejernih alam udara di
desa, sejernih pula alam pikiran mereka. Seindah alam
pemandangan di desa, seindah itu pula hati rakyatnya.
Diam-diam tergerak hati Nararya akan kesan yang
diperolehnya dari sikap dan kehidupan rakyat desa. Kesan
itu berkembang dan merekahkan kesimpulan, melahirkan
janji bahwa untuk membalas kebaikan mereka, kecuali
terhadap dirinya pun terhadap kerajaan dan seluruh kawula
karena merekalah penghasil-penghasil yang rajin dari bahan
makanan yang menghidupi seluruh rakyat. Ia harus
melindungi mereka agar mereka tetap memiliki dan
mengolah tanah miliknya, agar mereka tetap hidup
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sejahtera di desa dan agar mereka dihargai dan


diperlakukan sama dengan golongan yang dianggap
berjasa. Ia pun harus memperbaiki jalan-jalan yang
bongkah, agar mereka dapat leluasa membawa barang hasil
bumi ke kota. Demikian janji pertama yang menggores di
lubuk hati Nararya. Untuk melaksanakan janji itu, ia harus
bekerja keras dan berjuang mengabdi negara, memperbaiki
tingkat hidup para kawula, baik di kota maupun di desa-
desa.
Dari Singasari ke Wengker, bukanlah suatu perjalanan
yang singkat tetapi amat jauh. Nararya tahu bahwa ia harus
melalui pura Daha, kerajaan besar dan jaya tetapi sejak raja
Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok maka Daha disatukan
dibawah kekuasaan Singasari. Walaupun dalam kerajaan
Singasari terjadi peristiwa bunuh membunuh diantara
putera Ken Dedes dengan Tunggul Ametung lawan putera
Ken Dedes dengan Ken Arok atau sri Rajasa sang
Amurwabhumi, namun Daha tetap tak berdaya melepaskan
diri dari kekuasaan Singasari. Sebagai pengganti raja
Kertajaya maka diangkatlah oleh baginda Rajasa Jayasaba
sebagai raja Daha, Kemudian raja Sastrajaya lalu
Jayakatwang yang sekarang ini.
Baru pertama kali itu Nararya turun mengembara keluar.
Ia tak faham akan suasana di luar. Iapun tak tahu
bagaimana keadaan tanah Daha dan sikap orang Paha
terhadap Singasari. Hanya pernah ramanya,
memperingatkan, supaya berhati-hati membawa diri
terutama apabila menginjak telatah Daha "Raja
Jayakatwang yang sekarang diangkat baginda Kertanagara
sebagai raja di Daha, seorang yang cerdik dan sakti"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Maka kepada kedua hamba pengiringnya, Noyo dan


Doyo, Nararya berpesan supaya mereka jangan bertindak
sembrono, agar jangan menimbulkan hal-hal yang
menghambat perjalanan.
Saat itu mereka harus melintasi sebuah hutan pula.
Hutan itu merupakan hutan terakhir di mana mereka segera
akan menyusur jalan besar yang menuju ke pura Daha.
Nararyapun berpesan agar kedua pengiringnya berhati-hati
menghadapi ular dan binatang-binatang buas yang masih
banyak terdapat dalam hutan.
Tak berapa lama masuk ke daerah hutan, tiba-tiba
mereka dikejutkan oleh aum yang dahsyat. Jelas aum
seekor harimau "Raden, rupanya seekor harimau akan
mengganggu kita" seru Noyo seraya bersiap dengan
pedang.
Nararya tak menjawab melainkan hanya mengangguk.
Pemuda itu tengah, mempertajam aji Pangrungu untuk
mengikuti jejak harimau itu. Ia dapat menangkap derap
kaki harimau itu yang menerjang semak gerumbul. Namun
ada suatu keheranan yang menyelinap dalam
pendengarannya. Aum binatang itu dahsyat, menunjukkan
kemarahan, tetapi nadanya bergetar rintihan. Demikian pula
derap kakinya tidaklah semantap seekor harimau yang
perkasa. Keheranannya makin meningkat.
Aum yang menggetarkan seisi penghuni hutan itu makin
lama makin terdengar jelas. Angin yang berhembuspun
makin membiaskan bau anyir. Darah. Tetapi tak sempat
Nararya meneliti penilaiannya lebih jauh. Sehembus angin
keras yang menderu, pohon bergetar, ranting berguncang,
daun-daunpun menyiak. Seekor harimau loreng yang besar,
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

hampir sebesar anak kerbau menerobos, la mengaum keras


dan terguling-guling.
Noyo dan Doyo serempak berhamburan hendak
mengayunkan senjata. Walaupun sebelumnya mereka
gemetar karena ngeri mendengar aum yang dahsyat,
namun ketika melihat harimau itu berguling-guling
berlumuran darah, kedua hamba itu serentak bangkit
nyalinya dan hendak membunuh binatang itu.
"Jangan!" teriak Nararya seraya loncat menarik bahu
kedua hambanya. Kemudian ia menyelimpat maju ke muka
harimau.
Harimau itu berbangkit, sejenak mengisar kepala untuk
menjilat darah yang bercucuran pada lambungnya. Nararya
terkesiap. Ia melihat darah merah yang melumuri lambung
harimau itu berasal dari sebatang anakpanah yang
menancap di lambung. Segema ia dapat merangkai suatu
kesimpulan. Harimau itu tentu dipanah orang, kemungkinan
pemburu, lalu melarikan diri. Dalam menerjang gerumbul
pohon dan semak tadi, batang panah yang masih hinggap
di badannya melanggar batang pohon sehingga
menimbulkan nyeri sakit yang hebat dan darahpun
mengucur deras.
Harimau serentak memberingas kala melihat seorang
manusia muda tengah tegak menggagah di hadapannya. Ia
mengaum pula, matanya memandang buas ke arah
Nararya. Nararyapun menatap mata binatang itu dengan
pandang mata yang tajam. Sejenak beradulah pandang
antara seekor harimau loreng dengan seorang anak muda.
Noyo dan Doyo terkejut. Mereka gelisah, sekali. Dilihatnya
raden Nararya tidak membekal senjata sedang harimau itu
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

memperlihatkan taringnya yang besar dan tajam. Noyo


mengeluh dan hendak berseru memperingatkan
momongannya. Doyo siap hendak menghampiri dan
memberikan pedangnya kepada bendaranya. Tetapi
sebelum kedua hamba itu sempat melaksanakan
maksudnya, tiba-tiba suatu peristiwa yang aneh terjadi.

Dari mengaum, harimau itu berganti mengulum.


Sepasang matanya yang berkilat buas, meredup ketakutan.
Kepala yang meregang tegak, menunduk terkulai. Kedua
kaki depan menekuk membawa tubuhnya mengendap ke
tanah. Sepintas menyerupai orang yang sedang
menyembah. Nararya terpukau melihat sikap dan ulah
harimau itu. Seketika timbul rasa iba dalam hatinya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tentulah harimau itu sedang menderita kesakitan yang


hebat dan hendak mohon pertolongan kepadanya. Ia
seorang pemuda yang berhati asih. Ia tak memikirkan
adakah harimau itu akan menggigitnya ataupun
menerkamnya. Tetapi jelas ia melihat binatang itu sedang
menderita kesakitan. Ia tak menghiraukan bahwa harimau
itu jenis binatang yang buas, gemar makan manusia.
Baginya saat itu ia sedang menghadapi seekor binatang
yang menderita luka dan memohon pertolongan. Maka
menapaklah ia ke muka.
"Raden ..." serempak Noyo dan Doyo berteriak hendak
mencegah tetapi Nararya sudah tiba di muka harimau,
merapat di muka binatang itu. Tiba-tiba binatang itu
merundukkan mukanya ke kaki Nararya dan menjilat-jilat
dengan pelahan.
Makin tumbuh kepercayaan Nararay pada diri sendiri
bahwa binatang itu mengharapkan pertolongannya.
Serentak ia berjongkok, mengelus-elus kepala binatang itu.
Harimau itu pejamkan mata, beberapa airmata menitik
turun. Nararya makin iba. Cepat ia beringsut ke sisi
binatang itu. Sebatang anakpanah telah menancap di
lambung tubuh binatang itu, menyusup masuk sampai
dalam hingga tinggal bagian tangkai yang tampak.
Nararya segera bekerja. Tangan kiri mencengkeram
bagian lambung yang berhias anakpanah, agar mengurangi
rasa sakit. Kemudian tangan kanan mulai mencabut
anakpanah. Pelahan tetapi mantap, ia menarik anakpanah
itu, kemudian tiba-tiba ia menariknya dengan cepat.
Harimau mengaum pelahan kemudian memalingkan kepala
dan menjilati liang luka yang mengucurkan darah.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya agak bingung. Ia tak membekal obat apa-apa.


Untunglah ia sempat memperhatikan bahwa setelah dijilati
sendiri oleh harimau, pendarahan pada luka itupun berhenti
dan selang beberapa jenak kemudian binatang itupun dapat
berbangkit.
"Pergilah" Nararya mengangguk ketika harimau itu
memandangnya. Binatang itu merundukkan kepala
ketelapak kaki Nararya, setelah itu ia lari masuk ke dalam
gerumbul lebat.
"Ah ..." terdengar Noyo dan Doyo menghembus napas
panjang. Wajahnya yang dicekik ketegangan pun mulai
berahgsur-angsur tenang. Tetapi Nararya tak
menghiraukan. Pemuda itu masih mengamati batang
anakpanah. Rupanya ia heran dan merenungkan anakpanah
itu. Selain indah buatannya, pun pangkal tangkainya
bersalut sebuah lingkaran emas, menyerupai sebentuk
cincin kecil.
Belum puas meneliti, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara
derap kaki manusia menerjang gerumbul dan me-nyiak
daun. Dua lelaki berpakaian prajurit muncul bergegas-
gegas. Keduanya memelihara kumis tebal, tubuh kekar dan
membawa tombak. Yang satu agak pendek dari kawannya.
Mereka memberingas ketika melihat Nararya tengah
memegang anakpanah
"Hai, siapa engkau!" hardik salah seorang yang bertubuh
agak pendek,
Nararya tak lekas menjawab melainkan memandang
kedua prajurit itu.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Gagukah engkau?" ulang prajurit itu disertai hardikan


marah.
"Aku seorang pejalan yang kebetulan lalu di hutan ini"
sahut Nararya dengan tenang.
"Mana harimau itu?" tiba-tiba prajurit yang bertubuh
tinggi berseru.
Nararya terkesiap. Cepat Nararya dapat merangkai
dugaan bahwa kedua prajurit itulah yang melukai harimau
loreng tadi. Bagaimanakah ia harus memberi jawaban.
Sejenak ia menimang. Sebelum sempat menemukan
jawaban tersebut, prajurit itupun sudah menghardik lagi
"Dimana engkau sembunyikan harimau itu.”
Nararya terkesiap "Ki sanak, pertanyaanmu aneh benar.
Mengapa aku harus menyembunyikan harimau?"
Tiba-tiba muncul pula seorang prajurit yang bertubuh
tinggi besar, gagah perkasa "Ki lurah Menggala, anakmuda
itulah yang menyembunyikan harimau tadi. Lihatlah, dia
memegang anakpanah gusti pangeran" seru prajurit yang
pertama tadi demi melihat kehadiran prajurit tinggi besar.
"Minta kembali anakpanah dan harimau itu!" seru prajurit
tinggi besar yang disebut Menggala. Sepadan dengan
tubuhnya yang tinggi besar, nada suaranya-pun
menggemerontang laksana gelegar halilintar.
Prajurit yang diperintah itu cepat maju menghampiri
dengan langkah angkuh, berhenti tiga langkah di hadapan
Nararya lalu ulurkan tangan dan membentak "Berikan
anakpanah itu dan harimau yang berlumuran darah tadi!"
hardiknya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya mengangguk "Baik. Tetapi sebelumnya sukalah


ki prajurit memberitahu, milik siapakah anakpanah yang
seindah ini ?"
Sebenarnya jika mengenai lain benda, tentulah prajurit
itu akan menolak bahkan akan membentak. Tetapi saat itu
lain halnya. Tiba-tiba ia mendapat pikiran untuk
membanggakan sesuatu yang akan meruntuhkan nyali
pemuda itu "Anakpanah itu milik gusti kami, pangeran
Ardaraja, putera mahkota kerajaan Daha"
"O" desis Nararya seraya mengangsurkan anakpanah
"maaf, aku tak tahu"
Perobahan wajah dan nada getar dari Nararya diartikan
lain oleh prajurit Daha itu. Ia anggap anakmuda itu tentu
ketakutan. Setelah menyambuti anakpanah, ia mengangkat
dengan kedua Tangannya ke muka dan berseru "Jangan
meminta maaf kepadaku tetapi kepada gusti pangeran.
Lekas engkau haturkan sembah kepada anakpanah ini
sebagai engkau berhadapan dengan pangeran sendiri”
Nararya terbeliak, cahaya wajahnya tampak menebar
merah. Ia merasa tersinggung atas ucapan prajurit itu.
Anakpanah telah dikembalikan, mengapa harus di-perintah
untuk menyembah benda itu. Namun mengingat bahwa
perjalanan itu adalah untuk bertapa memohon petunjuk dari
eyang Batara Narasingamurti yang dimakamkan di bumi
Wengker, ia berusaha untuk mengendapkan kemarahan "Ki
prajurit, sesungguhnya aku tak tahu apabila anakpanah itu
adalah milik pangeran Ardaraja. Atas kesalahan itu, aku
telah menghaturkan maaf dan mengembalikan anakpanah.
Tidakkah hal itu sudah cukup ?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Tidak" seru prajurit Daha itu "apabila milikku, aku dapat


menerima. Tetapi anakpanah ini adalah milik gusti
pangeran Ardaraja, putera sang prabu Jayakatwang dari
kerajaan Daha. Tak mungkin engkau memperlakukan
seperti milik orang biasa. Lekas, jangan banyak ucap.
lakukanlah perintahku !"
Nararya mengangguk "Ki prajurit, aku. hendak minta
pernyataanmu yang sungguh-sungguh. Benarkah
anakpanah itu milik pangeran Ardaraja?
"Mengapa aku berbohong? Kami adalah prajurit-prajurit
yang mengiring pangeran berburu di hutan ini"
"Jika demikian" kata Nararya dengan nada masih tenang
"bawalah aku menghadap kepada pangeran"
Prajurit itu terdiam, bersangbi. Ia berpaling ke arah
prajurit tinggi besar yang berdiri beberapa langkah di
belakang dengan masih bercekak pinggang. Prajurit tinggi
besar itu berpangkat lurah prajurit, bernama Sura-
menggala. Suramenggala gelengkan kepala.
"Tidak" sahut prajurit Jkepada Nararya pula "persoalan
ini cukup ditangan kami. Pangeran tak mau sembarangan
menerima orang yang tak dikenal apalagi engkau hanya
orang kecil"
Nararya tersenyum. Setitikpun ia tak marah mendapat
ejekan itu. Memang sejak dari pertapaan ia telah berpesan
kepada kedua hambanya, agar setiap menghadapi
pertanyaan orang, janganlah menyebut dirinya siapa. Cukup
menyebut sebagai putera begawan Sinamaya dari gunung
Kawi. Ia kuatir apabila mengatakan dirinya seorang anak

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

desa, tentu menimbulkan kecurigaan dan ketidak


kepercayaan orang.
"Jika demikian" kata Nararya akhirnya "tolong ki prajurit
sampaikan sembah permohonan maafku ke hadapan
pangeran"
Prajurit itu terbeliak ketika melihat Nararya berputar
tubuh terus hendak ayunkan langkah. Cepat ia berteriak
"Hai, berhenti dulu" serunya seraya mengejar
"kuperintahkan engkau harus memberi sembah kepada
anakpanah gusti pangeran sebagai pernyataan engkau
mohon maaf"
Nararya hentikan langkah, menyahut tenang "Jika
engkau bawa aku ke hadapan pangeran, aku bersedia
menyembah di hadapannya. Tetapi jika ki prajurit suruh aku
menyembah pada sebuah benda, ah, rasanya janggal
bagiku"
"Pokok" seru prajurit itu dengan marah "engkau mau
melakukan perintahku atau tidak. Jika berani
membangkang, tentu kuremukkan tulang lehermu"
Marah sekali Nararya mendengar kata-kata prajurit itu.
Demikiankah sikap prajurit Daha terhadap rakyat kecil?
Tidakkah Daha itu berada di bawah kekuasaan Singasari,
mengapa sikap dan ulah prajurit-prajurit Daha sedemikian
congkak dan sewenang-wenang "Aku putera rama Lembu
Tal, keturunan dari sri Rajasa sang Amurwabhumi rajakula
Singasari. Mengapa aku harus menerima hinaan dari
seorang prajurit kerucuk Daha yang sampai saat ini masih
dibawah kekuasaan Singasari?" demikian barinnya berbisik
dan darah muda pun bergelora meluap-luap. Ia. siap
hendak memberi hajaran kepada prajurit itu. Tetapi tiba-
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tiba terngiang wejangan dari ramanya pada saat ia mohon


diri hendak bertapa "Nararya, berat nian laku orang yang
hendak bertapa itu. Bertapa berarti mengheningkan cipta,
rasa, nafsu dan batin untuk memasuki alam yang hening,
bening dan hampa. Disitulah engkau akan melihat,
mendengar, merasakan dan menanggapi sesuatu yang
sukar diterima pada akal, sukar dirasa pada pikiran, sukar
ditanggapi panca-indera, sukar dihayati nalar. Karena
sesuatu itu hanya memancar pada keendapan batin di
bawah alam sadar yang suwung dan hening, bebas dari
segala sifat. Dan jangan engkau lupa, Nararya, bahwa
dalam menuju ke arah keheningan itu engkau tentu akan
mengalami beberapa gangguan dan godaan. Sesungguhnya
gangguan dan godaan itu dapat engkau hapuskan apabila
engkau menghayatinya. Timbul karena engkau timbulkan,
lenyap karena e.ngkau lenyapkan"
Tersusup akan rangkaian wejangan dari ramanya,
terhentaklah hati Nararya. la menyadari bahwaf apa yang
dihadapinya saat itu, merupakan salah sebuah gangguan
atau godaan. Jelas apabila ia tanggapi, hal itu tentu akan
membangkitkan kemarahannya. Pada hal kemarahan adalah
musuh utama dari batin manusia. Percikan kesadaran itu,
bagaikan bunga api yang berhamburan, memancarkan
cahaya merah dan panas, kemudian berhamburan jatuh
dan padam.
"Baiklah, ki prajurit . . ." baru ia berkata begitu tiba-tiba
Doyo berseru "Jangan, ra . . . Jaka"
Kerena gugup hampir saja Doyo lupa dan menyebut
Nararya dengan panggilan raden. Pada hal Nararya sudah
memesan wanti-wanti jangan menggunakan sebutan itu
apabila dihadapan orang.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Paman, kutahu apa maksudmu. Silahkan paman


mundur" terpaksa Nararva hentikan kata-kata untuk
mencegah Doyo. Kemudian ia melanjut "prajurit, aku
hendak menghaturkan sembah kepada anakpanah
pangeran Ardaraja"
Prajurit itu cepat mengangkat anakpanah ke muka dada;
sebagai langkah untuk menerima sembah Nararya.
Nararyapun segera duduk bersila dihadapan prajurit itu lalu
mengangkat kedua tangan dan menyembah.
Tiba-tiba suatu peristiwa yang luar biasa terjadi. Suatu
peristiwa yang mengejutkan sekalian orang.
Tiba-tiba prajurit itu menjerit keras lalu mematahkan
anakpanah itu "Matilah engkau, ular ...." serunya seraya
membanting kutung-kutung anakpanah itu ke tanah,
menginjak-injak, kemudian tertawa gelak-gelak seperti
seorang yang telah membunuh musuh.
Kawan prajurit yang seorang, terkejut menyaksikan hal
itu. Segera ia lari menghampiri "Arga, mengapa engkau
patahkan anakpanah gusti pangeran?"
Prajurit yang disebut Arga itu merentang mata dan
memberingas "Apa katamu? Engkau gila! Ular itu hendak
menggigit leherku, harus dirobek-robek badannya"
Kawannya makin terkejut. Lebih terkejut pula ketika
memperhatikan gundu mata Arga merah meregang
sehingga urat-urat tampak menyembul. Sikapnya
memberingas buas "Arga, kenapa engkau?" prajurit itu
menghampiri, maksudnya hendak menolong. Tetapi prajurit
Arga serentak menyongsongnya dengan sebuah hantaman
ke dada "Enyah engkau, bedebah!"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Karena tak menyangka, prajurit itu terhunjam dadanya,


terhuyung-huyung ke belakang dan jatuh terduduk "Ha, ha,
ha" prajurit Arga kembali tertawa keras dan panjang.
Bekel Suramenggala melihat kesemuanya itu. lapun
segera loncat menghampiri "Arga, apa engkau gila!"
hardiknya.
"Setan, engkaupun hendak mengganggu aku!" teriak
prajurit Arga lalu menghantamnya. Namun bekel
Suramenggala sudah siap. Beringsut menghindar ke
samping, ia mengirim sebuah tendangan yang tepat
mengenai perut. Arga. Prajurit itu mengerang keras dan
rubuh terguling-guling.
Bekel Suramenggala tak menghiraukan. Ia menolong
prajurit yang dihantam Arga tadi "Darpa, apakah engkau
terluka?"
Darpa mengangguk tetapi mengatakan tak berbahaya
"Arga seperti orang kesurupan setan, ki bekel. Matanya
merah sekali" katanya.
"Ya, aneh mengapa tiba-tiba ia seperti orang gila?" kata
bekel Suramenggala lalu berpaling kearah prajurit Arga
"Hai, dia lenyap!"
Memang pada saat Suramenggala menolong prajurit
Darpa, prajurit Arga bangkit dan melarikan diri. Sayup-
sayup terdengar suara prajurit itu tertawa terbahak-bahak
"Dia gila" tiba-tiba Suramenggala kerutkan wajah
"mendadak sekali"
”Benar" sambut prajurit Darpa "sesaat setelah pemuda
itu menyembahnya, dia terus memberingas gila, mematah-

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

matahkan anakpanah karena dianggapnya seekor ular


berbisa yang hendak menggigitnya"
Suramenggala kerutkan dahi, pandang matanya mulai
menyusur ke arah Nararya. Nararya tegak berdiri tenang
"Hm" Suramenggala mendesuh lalu ayunkan langkah
menghampiri.
"Ki bekel" seru Nararya mendahului "karena perintah
telah kulaksanakan maka akupun hendak melanjutkan
perjalanan lagi"
"Berhenti" teriak bekel Suramonggala ketika melihat
pemuda itu berputar tubuh "engkau apakan anakbuahku
tadi?
"Aku ?" Nararya terkesiap "dia menyuruh aku
menyembah anakpanah dan telah kulakukannya"
"Dia gila!" seru bekel Suramenggala "engkau
menggunakan ilmu hitam untuk mencelakainya"
Alis Nararya menegak, kemudian merebah kembali "Ah.
sama sekali tidak, ki bekel. Aku tak mengerti yang disebut
ilmu hitam itu. Aku hanya melakukan apa yang
diperintahkan"
"Hm" Suramenggala mendesuh. Jawaban pemuda itu
memang tepat seperti yang disaksikannya sendiri. Dan
sukar untuk membuktikan ilmu hitam itu. Namun ia tetap
hendak mempersulit Nararya "Engkau telah mengembalikan
anakpanah itu tetapi anakpanah itu telah hancur"
"Yang mematahkan adalah ki prajurit tadi"
"Benar" sahut Suramenggala "tetapi harimau itu belum
engkau kembalikan”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya terbeliak "Harimau? Aku tak menyembunyikan


harimau itu. Dia sudah lari" Ia segera menuturkan peristiwa
tentang harimau itu.
"Dengan begitu engkaulah yang melepaskan harimau itu"
seru Suramenggala "sekarang engkau harus mencarinya"
"Ah, ki bekel" Nararya menghela napas "bagaimana
mungkin untuk mencari harimau yang sudah lari"
"Harimau itu sudah menjadi milik pangeran Ardaraja dan
engkau berani melepaskannya. Maka engkau wajib
mencarinya pula. Barang siapa mencuri, mengambil dan
menghilangkan benda milik raja, dia harus dihukum potong
tangannya. Jika engkau tak sanggup menyerahkan harimau
itu, serahkanlah kedua tanganmu!”
Nararya menghela napas dalam hati. Apa yang menjadi
pesan ramanya memang benar. Berat nian gangguan dan
godaan yang menghadang pada orang yang hendak
bertapa itu. Menurut pesan ramanya, ia harus berusaha
untuk menekan kemarahan karena kemarahan itu menjadi
perintang dan pantangan besar bagi orang yang hendak
memohon wahyu. Kepada prajurit yang menyuruhnya
menyembah anakpanah milik pangeran Ardaraja, telah ia
lakukan. Walaupun batinnya meronta tetapi pikirannya
menyadari. Namun apabila sekarang ia harus bersabar,
tidakkah ia akan kehilangan kedua tangannya? Cita-citanya
adalah untuk mengabdi negara dan rakyat. Sudah tentu
pengabdian itu menuntut suatu usaha perjuangan yang
berat. Dapatkah ia menunaikan kesemuanya itu apabila ia
seorang cacad yang dada bertangan? Relakah ia kehilangan
kedua tangannya hanya karena sesuatu peristiwa yang tak

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

penting dan tak layak seperti yang dituntut oleh bekel


prajurit Daha itu?
"Dharma seorang ksatrya adalah menegakkan keadilan,
menjunjung kebenaran, berpijak keutamaan dan berlandas
kesucian. Menolong yang lemah dan memberantas yang
lalim, berfihak kepada yang benar serta menentang yang
jahat" demikian wejangan resi Sinamaya. Dan serentak
kata-kata itu berhamburan mendebur telinganya pula. Kelak
dalam tugas-tugas mengamalkan dliarma keksatryaan itu, ia
pasti akan berhadapan dengan orang-orang jahat semacam
Suramenggala. Mengapa harus tunggu kelak? Bukankah
sekarang ia telah berhadapan dengan orang-orang yang
harus diberantasnya? Sekarang dan besok, apa bedanya?
”Lekas serahkan tanganmu!" ulang Suramenggala
disertai merentang mata lebar-lebar seolah hendak menelan
Nararya.
"Ki bekel" sahut Nararya setelah membulatkan keputusan
"aku tak tahu bahwa, harimau it'u adalah binatang
perburuan pangeran Ardaraja. Kulihat binatang itu terluka
dan nalongso meminta pertolongan. Sebagai manusra, aku
wajib memberi pertolongan kepada segala mahluk yang
sedang tertimpa kesusahan. Setelah kucabut anakpanah,
binatang itupun terus lari ke dalam hutan. Jika aku
dipersalahkan untuk kesalahan yang tak kuketahui itu,
akupun menerima. Tetapi yang berhak menjatuhkan
hukuman itu adalah pangeran sendiri. Maka bawalah aku ke
hadapan pangeran"
"Bedebah" bentak Suramenggala "engkau menghina
aku? Aku adalah lurah prajurit Daha yang telah mendapat
kepercayaan penuh dari pangeran Ardaraja. Dan apa yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kujatuhkan kepadamu, adalah hukum yang telah disahkan


dalam kerajaan Daha. Mengapa engkau masih mengada-
ada hendak bertemu dengan gusti pangeran? Sudah,
jangan banyak cakap, lekas serahkan tanganmu atau
terpaksa akan kupaksamu"
"Ki bekel" seru Nararya dengan agak tegang "mengapa
aku berkeras hendak minta dihadapkan pada pangeran
Ardaraja adalah karena aku hendak mohon maaf dan
menghaturkan penjelasan, bahwa sama sekali aku tak tahu
bahwa binatang itu telah menjadi perburuan pangeran.
Mungkin pangeran dapat mempertimbangkan kesalahanku.
Namun jika engkau menolak permohonanku ini, akupun
terpaksa menolak keputusanmu"
Merah wajah lurah prajurit yang bertubuh tinggi besar
itu. Rupanya dalam kalangan prajurit-prajurit Daha, ia
mempunyai pengaruh dan ditakuti sehingga menimbulkan
sikap yang congkak. Ia melangkah maju "jika demikian,
engkau memang sudah bosan hidup" kata-kata terakhir itu
disertai dengan gerak ayunan tangan kanan ke arah dada
Nararya. Waktu pemuda itu menyurut mundur,
Suramenggala tak terkejut karena ia sudah menduga lawan
tentu takkan menyerah begitu' saja. Maka tanpa menarik
kembali tangan kanannya yang masih melayang kemuka
itu, ia melonjak maju dan mengirim sebuah tendangan
keras.
Bahwa untuk serangan yang kedua itu masih tetap luput,
tidaklah mengejutkan Suramenggala. Ia sudah menduga
pemuda itu tentu berisi. Maka secepat menarik tangan dan
kaki, ia terus loncat menerjang dengari silih berganti
melayangkan kedua tinjunya. Kali ini baru ia terkejut.
Serangannya itu dilakukan pada jarak yang dekat sekali,
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

hampir merapat dan dilancarkan dengan gerak yang amat


cepat dan dahsyat, namun tetap tak mengenai sasaran
bahkan ia kehilangan pandang dimana lawan berada.
Karena jelas Nararya tidak berada lagi di sebelah muka.
Ia menduga lawan tentu menghindar ke samping. Cepat
ia berputar ke samping. Tetapi tetap tak ada. Ia berputar
lagi ke belakang dan ternyata lawan sudah berada di
belakangnya. Ia terus hendak mengangkat tangannya untuk
menyambar tubuh dan berhasil mencengkam pinggang
lawan. Dengan kerahkan tenaga ia menggembor keras lalu
mengangkat tubuh Nararya, maksudnya setelah terangkat
di atas kepala hendak dibantingnya ke tanah "Huh" tiba-tiba
ia mendesuh kejut ketika dirasakan tubuh pemuda itu amat
berat sekali. Ia kerahkan lagi segenap kekuatannya dan me-
nyentakkannya ke atas. Tetapi ia harus mendesuh dan
mengerang karena kaki Nararya laksana tumbuh akarnya,
macam pohon kamal yang kokoh sekali. Merah padam
muka Suramenggala.
"Hm. rupanya dia memiliki aji Pengantepan yang hebat"
pikir Suramenggala "jika demikian baiklah kuremas saja
pinggangnya supaya hancur"
Cepat sekali tenaga dihimpun kearah tangan dan secepat
itu pula ia menggerakkan kesepuluh jarinya untuk meremas
pinggang Nararya "Huh" kali ini bukan lagi ia mendesuh
melainkan lebih banyak menyerupai memekik kejut.
Kerasnya remasan tangan hanya menimbulkan rasa sakit
pada tulang-tulang jarinya sendiri karena pinggang yang
diremas itu menyelimpat lepas. Kulit pinggang pemuda itu
tiba-tiba saja berobah selicin badan belut. Makin diremas
kuat-kuat, makin lepas.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Aji Belut-putih" serentak terkilas dalam,angan-angan


Suramenggala. Kilas itu hanya secepat kilat merekah, tak
lebih lama dari sekejab mata. Namun belum sempat ia
membayangkan dalam angan-angan apa yang akan
dilakukan selanjutnya, tiba-tiba bahunya dirasakan
mengencang, makin keras dan makin sakit, seperti
dicengkeram oleh sepit baja. Ia terkejut dan meronta tetapi
lebih terkejut lagi karena merasa tenaganya hilang, bahkan
gerakannya itu hanya menimbulkan rasa sakit pada tulang
bahunya. Iapun masih merasa bahwa pada saat itu
punggung pinggangnya dicengkeram tangan, serta merasa
pula bahwa tubuhnya terangkat naik, namun ia tak kuasa
untuk mengerahkan tenaga melawannya.

Nararya mengangkat tubuh bekel yang tinggi besar itu,


kemudian diputar-putar dan hendak dilemparkan ke-dalam
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

semak. Tetapi belum sempat ia melaksanakan maksudnya,


sekonyong terdengar suara teriak bernada marah dan
memerintah ”LepaskanI"
Kabut kemarahan yang mencengkam benak Nararya saat
itu bagaikan dilanda hembusan angin keras. Pelahan-lahan
kemarahan itupun berangsur mengendap. Kesadaran mulai
memancar. Betapapun ia harus mentaati pesan ramanya.
Mengatasi gangguan dan godaan, bukan berani harus
melakukan pembunuhan. Pembunuhan atas jiwa manusia
bahkan terhadap jiwa binatang maupun lain-lain pada masa
hendak menjalankan tapa-brata, akan merusak tujuan. Tak
mungkin akan mencari kesucian dengan berlumuran dosa
pembunuhan. Bahkan marah saja sudah merupakan
perintang dalam mencapai sesuatu tujuan dalam tapa.
Serentak ia hentikan putaran tubuh Suramenggala dan
meletakkannya di tanah. Namun sesaat lurah prajurit itu
masih rebah tak sadarkan diri. Kemudian Nararya bernaling
kearah suara tadi. Ia terkejut demi melihat seorang
anakmuda berwajah cakap berseri, mengenakan busana
perburuan yang indah. Duabelas prajurit mengiring di
belakang, lengkap dengan alat2 berburu. Ada yang
membawa busur dan anakpanah, tombak, cempuiing, supit
dan jaring. Menilik dandanan, cahaya muka dan pengiring2
yang berjumlah sekian banyak, cepat Nararya dapat
menduga bahwa ia sedang berhadapan dengan pangeran
Daha yang bernama Ardaraja.
"Hai, anakmuda, mengapa engkau hendak membunuh
bekel Suramenggala?" tegur pemuda itu.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya memberi hormat dan dengan penuh kerendahan


hati menjawab "Mohon maaf, raden, hamba tiada
bermaksud hendak membunuh ki bekel"
"Tetapi engkau putar-putar tubuhnya, tentu akan engkau
lemparkan" seru pemuda itu.
Kembali Nararya memberi hormat "Telah terjadi sedikit
salah faham sehingga hamba terpaksa kesalahan tangan
mengangkatnya”
"Hm” pemuda itu mendesuh lalu berpaling memanggil
prajurit Darpa. Prajurit itu tersipu-sipu maju, duduk bersila
dan menghaturkan sembah.
"Prajurit" seru pemuda itu "ceritakan apa yang terjadi di
sini"
Prajurit Darpa melaporkan semua yang terjadi. Tentang
prajurit Arga yang tiba-tiba gila karena menerima sembah
pemuda itu. Tentang pertempuran bekel Suramenggala dan
berakhir bekel itu dikalahkan. Sudah tentu kesemuanya
laporan itu, cenderung untuk menumpahkan semua
kesalahan pada Nararya.
"Benarkah begitu, anakmuda?" selesai mendengar
laporan, raden itu segera bertanya kepada
Nararya. Ia menduga, sebagaimana umumnya orang lain,
tentulah pemuda itu akan menolak dan membela diri atas
tuduhan-tuduhan yang dilancarkan prajurit Darpa. Dan ia
memang ingin mendapat keterangan dari lain fihak yang
berlainan pula dengan laporan Darpa.
"Benar, raden" kata Nararya "memang hambalah yang
bersalah karena tak tahu bahwa harimau itu adalah
binatang perburuan raden. Tentang peristiwa prajurit yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tiba-tiba berobah ingatan itu, sama sekali hamba tidak


mencelakainya melainkan hamba melakukan apa yang
diperintahkannya. Dan tentang ki bekel, hamba hanya ingin
supaya hamba dihaturkan kehadapan raden, tetapi rupanya
ki bekel berkeras menolak dan hendak menghukum hamba"
Tiga kesan yang mengejutkan hati raden itu. Pertama
pengakuan secara terus terang dari Nararya tentang
kesalahannya. Kedua, mengapa prajurit Arga mendadak gila
dan ketiga, kekalahan yang diderita Suramenggala. Untuk
kesan pertama, ia memuji kejujuran Nararya. Yang kedua,
ia heran. Tetapi yang ketiga, benar-benar ia terkejut dan
hampir tak percaya. Suramenggala terkenal digdaya,
bertenaga kuat, menjadi orang kepercayaannya yang setya
dan berani. Ia memandang tajam kepada Nararya untuk
meneliti sesuatu pada diri pemuda itu. Namun tak ada yang
menimbulkan kesan bahwa pemuda itu seorang yang
berilmu sakti ataupun bertenaga kuat. Hanya scoiang
pemuda biasa yang berwajah cakap.
"Siapa namamu?" tanyanya.
Nararya sudah mengetahui dari pembicaraan prajurit
Darpa tadi, bahwa raden yang berhadapan dengan dirinya
itu adalah raden Ardaraja, pangeran mahkota dari Daha.
Dengan kata merendah, iapun memberitahukan nama dan
desa asalnya.
"O, pantas engkau seorang putera resi, Nararya"
pangeran Ardaraja mengangguk "karena wajahmu
menunjukkan engkau bukan pemuda desa"
Nararya mengucapkan beberapa kata merendah.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Aku senang akan kejujuranmu" kata pangeran Ardaraja


"terutama akan keksatryaanmu. Karena di Daha semua
pemuda harus berlatih ilmu kanuragan dan kedigdayaan.
Setiap tahun, di alun2 pura Daha diadakan pertandingan
ksatryaan, adu ilmu kanuragan dan kesaktian. Yang
menang diangkat sebagai prajurit dan bekel. Bahkan di
kampung dan desa2, diadakan juga pertandingan semacam
itu untuk memilih pendekar yang paling sakti"
Nararya mengangguk sebagai tanda menaruh perhatian
atas keterangan pangeran Ardaraja dan memuji Tetapi
dalam hati Nararya terkejut. Baru ia tahu bahwa wa di
kerajaan Daha berlaku peraturan semacam itu Jika rakyat
telah diberi latihan ilmu keprajuritan, jika para pemuda
telah ditanamkan suatu keharusan untuk memiliki ilmu
kanuragan, tidakkah negara Daha menjadi sebuah negara
yang kuat? Tetapi adakah hal itu sudah sepengetahuan dan
seidin kerajaan Singasari?
Namun belum sempat ia menarik garis penyelidikan lebih
panjang, pangeran Ardarajapun sudah melanjutkan kata-
katanya "Aku terkejut, Nararya, bahwa engkau mampu
mengalahkan bekel Suramenggala. Karena dikalangan
prajurit2 Daha, Suramenggala sangat disegani keberanian
dan kedigdayaannya. Maka ingin sekali aku menyaksikan
kedigdayaanmu dalam merobohkan Suramenggala tadi"
"Ah" Nararya menghela napas "apa yang hamba lakukan
tadi hanyalah secara kebenaran belaka. Mana hamba dapat
mengalahkan ki bekel yang gagah perkasa itu"
"Begini, ahakmuda" kata pangeran Ardaraja yang gemar
melihat adu kanuragan "apa yang dikatakan Suramenggala
tadi memang benar. Selayaknya engkau mendapat
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

hukuman. Tetapi kali ini karena senang melihat


kedigdayaanmu, maka kuberimu kebebasan dengan syarat
apabila engkau dapat merobohkan bekel Suramenggala
pula" kemudian berpaling kearah Suramenggala yang sudah
bangun, pangeran Ardaraja bertanya "Bukankah begitu,
Suramenggala?"
Pertanyaan pangeran itu mengandung suatu tawaran
apakah Suramenggala berani menghadapi Nararya lagi.
Sudah tentu di hadapan junjungan dan beberapa
anakbuahnya, Suramenggala harus menerima "Hamba akan
melakukan apapun yang gusti titahkan" sahutnya.
"Nah, engkau dengar Nararya" seru pangeran Ardaraja
"kalian boleh adu kepandaian. Tunjukkan kesaktian kalian
tetapi janganlah sampai mencapai tingkat yang
membahayakan jiwa.”
Dalam pesan itu sesungguhnya pangeran Ardaraja
mempunyai maksud tersembunyi untuk menarik Nararya
sebagai prajurit Daha. Namun Nararya dan Suramenggala
tak menyadarj. Nararya hanya memuji bahwa pangeran
anom dari Daha itu seorang pangeran yang bijaksana.
Sedang Suramenggala agak merasa heran. Kemudian ia
menafsirkan bahwa pangeran Ardaraja bermaksud hendak
membantunya. Apabila ia kalah, Nararya sudah
diperingatkan tak boleh menewaskan jiwanya. Sedang
apabila ia menang, tentulah pangeran takkan murka apabila
ia membinasakan lawan. Demikian penilaian Suramenggala
akan ucapan pangeran Ardaraja sebagaimana perlindungan
yang selalu dilimpahkan kepadanya.
Kini Nararya berhadapan dengan Suramenggala. Dalam
pertarungan tadi, ia sudah mengetahui bahwa lurah prajurit
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

itu memang bertenaga besar sekali. Tetapi karena tubuhnya


yang tinggi dan besar, gerakannya pun kurang gesit.
Sebagai seorang kelana, sebagai seorang yang walaupun
tak sengaja tetapi telah bersalah kepada pangeran Daha, ia
harus tahu menempatkan diri. Apabila ia hendak
membanggakan diri dan mengalahkan Suramenggala,
kemungkinan pangeran Ardaraja tentu kurang senang
karena hal itu dianggap merendahkan kewibawaan
pengiring seorang pangeran. Dan yang pasti, Suramenggala
tentu akan mendendam. Sesungguhnya ia bersedia
mengalah tetapi apabila kalah ia kuatir akan mendapat
hukuman dari pangeran itu.
Dalam keadaan masih bimbang itulah Nararya sudah
diserang oleh Suramenggala dengan pukulan yang gencar
lagi keras. Nararya hanya menghindar dan bertahan.
Beberapa saat kemudian setelah menemukan cara
bagaimana ia harus menghadapi lawan, barulah ia
memperoleh siasat. Ia hendak menghabiskan napas lurah
prajurit itu hingga akan jatuh lemas sendiri. Dia pasti takkan
mendendam dan pangeran Ardarajapun tentu tak
mempunyai alasan untuk marah.
Tetapi Suramenggala juga tahu akan kelemahan dirinya
dan siasat yang digunakan lawan. Ia tak mau terpancing
oleh jerat lawannya. Sekonyong-konyong dalam sebuah
kesempatan di mana Nararya agak lengah, ia loncat
menerkamnya. Nararya terkejut karena selama beberapa
saat tadi, Suramenggala hanya memukul dan menghantam,
menebas dan menepis. Jarak amat dekat sekali. Kecuali ia
menghantam dada lurah prajurit itu, barulah ia dapat
terlepas dari pelukannya: Namun jika berbuat begitu,

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Suramenggala tentu akan menderita luka. Suatu yang tak ia


inginkan terjadi.
Antara arus penimangan Nararya dengan gerak
cengkeraman Suramenggala, ternyata lebih cepat gerakan
Suramenggala. Lurah prajurit itu berhasil menerkam
pinggang Nararya dengan kedua tangannya lalu dengan
menggembor keras ia menyentakkan tubuh lawan ke atas
kepala. Maksudnya hendak membantingnya ke tanah.
Sekalian rombongan prajurit Daha terkejut. Demikian
pula Noyo dan Doyo. Bahkan karena terangsang oleh
kelatahan menirukan gerak orang, Noyo telah memeluk
tubuh Doyo dan diangkatnya juga. Sudah tentu Doyo
meronta-ronta "Kakang Noyo, engkau gila ..."
Teriak Doyo itupun serempak diiring dengan sorak
bergemuruh dari anakprajurit Daha ketika menyaksikan
tubuh Nararya dibanting ke bawah oleh Suramenggala.
Tetapi sorak gemuruh berhenti tiba-tiba ketika melihat
Suramenggala rubuh sendiri ke tanah sedangkan Nararya
ketika melayang di udara dapat bergeliatan dan meluncur
ke tanah dengan kedua kaki tegak berdiri.
Memang prajurit2 Daha itu melihat, ketika tubuhnya
diangkat Nararya bergeliatan meraihkan tangannya ke arah
kedua bahu Suramenggala. Mereka kira pemuda itu tentu
berusaha untuk mencari pegangan untuk bertahan. Dan
merekapun menduga pemuda itu gagal karena tubuhnya
dapat dilempar Suramenggala. Mereka bersorak untuk
menyambut kemenangan lurah mereka. Benar2 diluar
dugaan kalau peristiwa akan berlangsung diluar dari apa
yang mereka bayangkan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Demikian kejadian yang mengejutkan sekalian prajurit-


prajurit, memang baru terlintas dalam benak Nararya pada
detik2 ketika pinggangnya dicengkam Sura"'menggala.
Tiba2 saja ia mendapat siasat. Dibiarkannya saja
Suramenggala mengangkat tubuhnya. Pada saat tubuh
berayun keatas kepala Suramenggala, secepat itu pula
kedua tangannya menyusur ke bawah mencengkeram
tulang teraju Suramenggala. Sesaat lurah prajurit itu
melemparkannya, Nararyapun menyerempaki dengan suatu
remasan yang kuat pada tulang bahu lawan. Remasan itu
berhasil melunglaikan tenaga Suramenggala sehinggga ia
terhuyung-huyung kebelakang dan jatuh ke tanah.
"Cukup" seru pangeran Ardaraja seraya memberi isyarat
kepada Suramenggala dan Nararya supaya berhenti
"Suramenggala telah berhasil melemparkan Nararya tetapi
pemuda itupun berhasil merubuhkan lawan. Dengan
demikian keduanya berimbang tiada yang kalah dan
menang. Hanya menurut penilaian, Nararya lebih unggul
karena walaupun dilempar, tetapi masih dapat berdiri tegak.
Sedangkan Suramenggala jatuh di tanah"
Pangeran Ardaraja tak mau menyinggung perasaan
Suramenggala. Lurah prajurit itu dahulu bekas seorang
kepala penyamun yang amat ganas dan termashyur
digdaya. Mempunyai anakbuah banyak dan berpengaruh.
Kemudian dapat dibujuk untuk masuk menjadi prajurit
Daha, diangkat sebagai lurah dan menjadi orang,
kepercayaan pangeran Ardaraja.
"Bekel Suramenggala seorang prajurit digdaya, jarang
orang dapat menandinginya. Engkau, Nararya, dapat
menandinginya dengan baik. Karena itu layaklah kalau

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

engkau kubebaskan dari hukuman" kata pangeran Ardaraja


pula.
Nararya menghaturkan terima kasih.
"Nararya" seru pangeran Ardaraja pula "orang Daha
selalu menghargai seorang ksatrya yang digdaya., Dan aku
peribadi, senang sekali dengan lelaki yang sakti. Maka aku
akan mengangkatmu sebagai seorang prajurit bhayangkara
yang akan menjaga keselamatan puri keraton Daha"
Prajurit2 Daha bersorak gembira. Mereka mendukung
pernyataan pangeran itu. Mereka mempunyai kesan baik
terhadap pemuda dari gunung Kawi itu. Sikapnya rendah
hati, tidak sombong walaupun menang. Masih muda lagi
tampan.
Nararya terbeliak. Hatinya berdebar keras. Bukan karena
gembira menerima pengangkatan yang tak pernah
diharapkan itu. Masuk sebagai prajurit Daha, harus melalui
penyaringan. Harus bertubuh sehat, kuat, digdaya dan
setya. Untuk menjaga seorang prajurit biasa, sudah harus
menempuh ujian2 kanuragan yang berat. Apalagi menjadi
seorang lurah prajurit atau bekel. Orang yang gagah
perkasa dan bertenaga kuat seperti Suramenggala barulah
sebagai lurah prajurit pangkatnya. Lebih pula untuk
diangkat sebagai seorang prajurit adika-bhayangkara yang
dipercayakan menjadi keselamatan keraton Daha. Tentu
sukar sekali. Harus membuktikan kesetyaannya terhadap
kerajaan, harus membuktikan kedigdayaan yang menonjol.
Sekalian prajurit termasuk Suramenggala, terkejut
mendengar keputusan pangeran Ardaraja terhadap seorang
pemuda yang baru saja dikenal. Namun mereka tak berani
membantah.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Bagi prajurit Daha, diangkat sebagai bhayangkara


keraton itu merupakan suatu kehormatan besar. Namun
tidak demikian dengan Nararya, Tujuannya tidaklah hanya
terbatas sampai di situ. Ia menginginkan sesuatu yang lebih
tmggi lagi. Dan untuk mencapai cita-cita itu maka ia hendak
bertapa.
"Adakah ini termasuk salah satu dari apa yang dimaksud
gangguan atau godaan oleh rama itu?" bertanyalah ia
kepada hatinya sendiri. Godaan itu bermacam-macam sifat
dan bentuknya. Bertemu dengan orang yang hendak
menyamun harta ataupun jiwanya, juga merupakan sodaan.
Sesuatu yang membangkitkan nafsu kemarahannya dapat
digolongkan sebagai godaan. Kemudian bertemu dengan
benda atau harta atau lain2 hal yang berharga, juga suatu
godaan karena hal itu membangkitkan nafsu kemilikan atau
loba. Mendapat tawaran diangkat sebagai bhayangkara,
serupa dengan mendapat harta yang tak tersangka-sangka.
Membangkitkan rasa kemilikan pula.
Demikian renungan yang cepat sekali melintas dan
menghilang dalam benak Nararya. Menghilang karena ia
sudah mempunyai pendirian yang teguh. Maka dengan
tersipu-sipu ia menghaturkan terima kasih kepada pangeran
Ardaiaja kemudian ia menyatakan bahwa ia masih
mempunyai suatu tugas dari ramanya "Hamba dititahkan
rama hamba untuk mengunjungi makam eyang hamba
yang dikebumikan di Wengker, gusti"katanya " oleh karena
itu hamba mohon maaf karena terpaksa hamba harus
menunaikan perintah rama hamba itu lebih dahulu"
"O, tetapi bukankah setelah selesai ke Wengker, engkau
tentu dapat menerima pengangkatanku itu, Nararya?"
pangeran Ardaraja mendesak pula.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Raden" kata Nararya pula "rasanya sukar menumpahkan


rasa terima kasih hamba atas kebaikan raden kepada diri
hamba. Dan rasanya hamba ingin sekali membalas budi
raden itu. Namun hamba adalah putera tunggal dari rama
dan ibu hamba yang sudah lanjut usia. Oleh karena itu
hamba telah berjanji dalam hati untuk merawat mereka
sampai di hari tua sebagai balas bhakti hamba kepada
orang tua. Setelah dari Wengker, hamba terpaksa harus
pulang dulu untuk mohon idin dari kedua orangtua hamba,
raden"
"Tetapi Nararya, tentulah kedua orangtuamu akan
bersyukur apabila engkau menjabat kedudukan itu. Engkau
boleh memboyong mereka ke pura Daha sekali"
Nararya menghela napas "Rama hamba itu seorang tua
yang aneh perangai. Jika hamba menerima anugerah raden
tanpa memberitahukan dulu kepada rama, hamba tak
sampai hati melihat beliau bersedih. Baginya yang penting
adalah bhakti hormat puteranya daripada segala harta dan
pangkat. Rama hamba, raden, tiada menginginkan lagi soal
keduniawian. Hamba tak ingin menyakiti hatinya, raden"
Pangeran Ardaraja menimang. Ada suatu percikan yang
berhambur menimbulkan suatu rasa dalam batinnya.
Ketampanan wajah Nararya itu cukup mendebarkan hati
setiap gadis. Kehalusan tutur bahasanya, menimbulkan rasa
suka orang. Kesaktiannya, menggemparkan setiap lawan.
Dan kebhaktiannya terhadap orangtua menimbulkan rasa
malu pada setiap orang yang tak tahu akan orangtua.
Percik-percik itu menumpuk lapisan kesan yang hampir saja
mendorong perasaan Ardaraja... kearah rasa iri "Ah, apabila
aku bukan seorang putera mahkota yang kelak akan
menggantikan kedudukan rama baginda, tentu aku akan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menyanggah dewata, mengapa Nararya memiliki beberapa


kelebihan dari aku. Bahkan... ia bersangsi untuk
membayangkan bisikan suara hatinya yang menuntut agar
Nararya saat itu dilenyapkan saja. Tetapi ia segera
menghapus bayang-bayang hitam itu.
"Baiklah, Nararya" akhirnya ia melepas juga permintaan
pemuda itu "aku takkan memaksa engkau. Tetapi apabila
semua pekerjaanmu telah selesai dan engkaupun sudah
meminta persetujuan ramamu, hendaknya engkau lekas
menghadap aku di keraton"
Nararya tersipu-sipu menghaturkan sembah terima
kasjjinya atas kebaikan pangeran itu. Demikian setelah
cukup lama berada di situ, akhirnya pangeran Ardaraja dan
rombongan pengiringnya meninggalkan tempat itu.
((Oo-dwkz-ismoyo-oO))

II
Baru pertama kali ini Nararya benar2 merasakan dan
menghayati apakah yang disebut lapar dan haus. Sejak
kecil mula, perasaan itu tak pernah dirasakan benar-benar.
Apa yang ia kata dan rasakan apabila minta makan kepada
ibunya, ataupun diwaktu kecil kepada Noyo dan Doyo yang
memomongnya, hanya apabila perutnya kosong. Atau
mungkin apabila makanan yang berada dalam kandung
pencernahannya sudah habis. Ataupun mungkin pula
karena mulut ingin menikmati hidangan. Adat kebiasaan
dari orangtuanya yang memberinya makan pada waktu
pagi, siang dan malam, juga membawa pengaruh pada

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pikirannya sehingga apabila tiba pada waktu-waktu itu,


iapun seperti merasa lapar.
Tetapi bagaimana sesungguhnya lapar yang benar-benar
lapar itu, baru pertama itu ia menderita. Betapa tidak.
Hampir tujuh hari tujuh malam ia tak menelan sebutir nasi,
meneguk setetes airpun juga. Badannya terasa panas,
lemas, kepala pening, pandang matanyapun berkunang-
kunang.
Tubuhpun terasa ringan, lunglai tiada tenaga. Ruas2
tulang nyeri. Namun kesadaran pikirannya masih memercik,
menggelorakan jiwanya yang telah dibulatkan dalam tekad.
Tekad yang dipateri kemauan baja. Biarlah ia mad
andaikata karena itu ia harus mati "Nararya, tekad atau
kehendak itu merupakan api dari jiwa. Tanpa kemauan dan
tekad, jiwa akan redup. Dan ketahuilah puteraku, tanpa
kemauan, manusia itu hanya hidup dalam hidup, bukan
hidup dalam dharmanya" demikian yang pernah dikatakan
ramanya pada suatu kala "dan tekad itu merupakan senjata
yang p'aling ampuh dari manusia, sampai dewa2 pun harus
meluluskan apa yang menjadi tekad kemauan seorang
ksatrya yang diciptakan dalam tapa-bratanya"
Dan apa yang diwejangkan ramanya itu memang benar.
Dengan tekad kepaserahan yang tulus, pelahan-lahan
mengendaplah pikiran Nararya ke alam keheningan. Dalam
keheningan itulah ia merasakan suatu perasaan yang
tenang dan damai. Tiada rasa lapar itu merintih-rintih, tiada
lagi rasa dahaga itu mencekik-cekik kerongkongannya, tiada
lagi rasa panas menggigil tubuhnya, dada lagi rasa nyeri
menggigit-gigit ruas2 tulangnya, tiada lagi rasa pening
membelit kepala, tiada lagi pandang matanya berkunang-
kunang. Ia rasakan tubuhnya nyaman. Ia rasakan sesuatu
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dalam tubuhnya seolah membawa kesadaran pikirannya


melayang dan membubung ke udara. Terang dan
benderang diangkasa raya. Ia terus melayang dan
melayang, jauh keatas, makin tinggi seiiingga mencapai
suatu alam kehampaan raya. Makin lama makin redup,
redup dan akhirnya gelap gelita.....
Ia tak tahu dimana ia berada karena indera perasaannya
sudah tiada padanya Ia kehilangan diri. Dalam keadaan
hampa itu, tiba-tiba muncul seorang resi tua renta. Rambut
dan janggutnya yang putih hampir menutupi wajah,
sehingga tak jelas. Demikian pula seluruh tubuhnya seperti
diselimuti awan putih "Nararya, cucuku....." tiba2 terdengar
suara selembut angin mendesis, namun cukup jelas.
Nararya terkejut "Eyang, siapakah eyang ini?"
"Adakah engkau tak mengenal aku?" seru pula suara itu.
"Ti . . . dak, eyang".
"O, pantas, Nararya" seru suara itu "karena aku keburu
moksha ketika engkau masih dalam kandungan. Aku
eyangmu Narasing imurti, angger"
"O, eyang" tergopoh Nararya menghaturkan sembah
"Maafkan, eyang"
"Tak apa, angger. Lalu apa maksudmu engkau menyiksa
dirimu di makam ini?"
"Eyang, hamba hanya mengemban titah dari rama,
supaya menghadap kepada eyang"
"Apa keperluanmu?"
"Rama tak dapat memberi keterangan atas pertanyaan
hamba, eyang. Mengapa, rama tinggal mengasingkan diri di
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

gunung, tak mau memegang jabatan pemerintahan.


Padahal bukankah eyang dahulu menjabat sebagai ratu
Angabaya dari kerajaan Singasari? Rama hanya
mengatakan kepada hamba, bahwa rama dititahkan
demikian oleh eyang. Maka rama sekarang menitahkan
hamba untuk menghadap eyang guna memohon
keterangan eyang tentang hal itu"
"Memang keterangan ramamu Lembu Tal itu benar" kata
resi tua itu "akulah yang memerintahkannya supaya hidup
menyepikan diri di gunung. Karena sia-sia belaka ramamu
memegang jabatan di kerajaan. Dia hanya sebagai
perantara dari insan yang akan melaksanakan perjanjianku,
angger"
"Duh, eyang" sembah Nararya "adalah sudah menjadi
cita-cita hamba untuk mengetahui apakah yang
sesungguhnya terjadi pada keluarga kita. Mohon eyang
berkenan memberi keterangan kepada hamba"
Resi tua itu tampak pejamkan mata merenung. Beberapa
jenak kemudian ia membuka mata dan menghela napas
"Sesungguhnya hal ini merupakan rahasia yang telah
disepakati dengan sumpah oleh dua orang, aku dan kakang
Rangga Wuni atau sri baginda Wisnuwardhana. Bahwa kami
berdua tak boleh membocorkan rahasia itu kepada siapapun
juga ..."
Resi berambut putih itu berhenti sejenak, sementara
Nararya mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia tak
mau menukas pembicaraan eyangnya.
"Aku akan bercerita, Nararya" kata resi tua.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Baik, eyang. Hamba akan mendengarkan dengan


sepenuh minat hamba" kata Nararya.
"Sesungguhnya eyangmu ini berlainan garis keturunan
dengan kakang Rangga Wuni atau sri baginda
Wisnuwardana. Aku kala itu bernama Mahisa Campaka,
putera dari Mahisa Wonga Teleng. Dan ramaku Mahisa
Wonga Teleng itu adalah putera dari eyang Ken Arok
dengan eyang putri Ken Dedes. Sedangkan kakang Rangga
Wuni itu adalah putera Anusapati dan Anusapati itu adalah
putera eyang puteri Ken Dedes dengan Tunggul Ametung
akuwu Tumapel. Jadi Anusapati itu anak tiri dari eyang Ken
Arok dan tak mempunyai garis keturunan dari eyang Ken
Arok"
"Eyang Ken Arok mempunyai lain isteri yani eyang puteri
Ken Umang. Dan dari eyang puteri Ken Timang, eyang Ken
Arok mendapat tiga orang putera dan seorang puteri. Di
antaranya yalah Panji Tohjaya. Karena eyang Ken Arok
dibunuh oleh Anusapati maka paman Tohjaya membalas
dendam, membunuh Anusapati kemudian menduduki tahta
kerajaan Singasari.
"Pada suatu hari kami menghadap pamanda baginda
Tohjaya. Tampaknya pamanda baginda berkenan dalam
hati melihat kami. Tetapi entah bagaimana atas hasutan
dari mentri Pranaraja, akhirnya paman baginda marah dan
menitahkan senopati Lembu Ampal untuk membunuh kami.
Oleh seorang resi, kami diberitahukan tentang niat buruk itu
dan kami dianjurkan supaya ke luar dari pura bersembunyi.
Sejak saat itu aku dan kakang Rangga Wuni mengadakan
persekutuan untuk melawan paman Tohjaya. Dia tega
hendak membunuh anak kemanakannya sendiri, mengapa
kami tak tega untuk mengeramannya ? Demikian pikiran
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kami sebagai anak muda yang masih berdarah panas pada


kala itu"
"Entah bagaimana timbullah pikiranku untuk bertapa di
makam eyang Ken Arok. Segera kulaksanakan niatku itu
tanpa sepengetahuan kakang Rangga Wuni. Dalam
bersemedhi di makam eyang Ken Arok itu, aku berhasil
bertemu dengan suatu bayangan yang bentuknya seperti
eyang Ken Arok. Aku segera mengutarakan rencanaku
bersekutu dengan kakang Rangga Wuni hendak
memberontak paman Tohjaya, kemudian memohon
petunjuk eyang Ken Arok.
"Eyang Ken Arok menghela napas dan mengangguk.
Beliau menyatakan bahwa kesemuanya itu memang sudah
kodrat yang digaris oleh Hyang Batara Agung bahwa
Tohjaya tak dapat menjadi raja di Singasari"
"Diam-diam aku gembira mendengar petunjuk itu. Lalu
kumohon petunjuk pula bagaimana akan ikatan
persekutuanku dengan kakang Rangga Wuni apabila kelak
berhasil merebut tahta kerajaan"
"Eyang Ken Arok mengangguk. Beliau mengatakan
bahwa kesemuanya itu sudah digariskan oleh Hyang Batara
Agung. Manusia hanya dibenarkan berusaha tetapi tak
dikuasakan untuk memutuskan kodrat. Kemudian eyang
Ken Arok bertepuk tangan dan tahu-tahu muncullah
sebatang pohon maja. Kata eyang Ken Arok "Mahisa
Gampaka, pohon maja ini hanya berbuah lima biji. Akan
kuberikan kepadamu dan kepada Rangga Wuni. Betapapun
halnya, karena engkau adalah cucu keturunan darahku,
maka engkau boleh memetik tiga butir dan yang dua butir
engkau pelikkan untuk Rangga Wuni"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Akupun segera melakukan titah eyang Ken Arok. Kupetik


kelima buah maja itu dan aku dipersilahkan eyang untuk
mengambil dan memilih sendiri bagianku dan menyisihkan
dua butir untuk bagian kakang Rangga Wuni. Kemudian
eyang Ken Arok berkata pula "Mahisa Gampaka, nah,
sekarang secara bergilir engkau kupaslah buah maja itu dan
cicipilah. Apabila rasanya pahit, berarti takkan mendapat
wahyu yang berupa tahta kerajaan Singasari. Jika manis,
itulah wahyu kerajaan. Nah, sekarang engkau kupas dulu
bagianmu"
"Akupun segera melakukan perintah. Tetapi buah maja
pertama yang kukupas ternyata pahit rasanya.
Eyang Ken Arok menghela napas. Dalam dan panjang.
Kemudian suruh aku mengupas sebutir maja yang menjadi
bagian kakang Rangga Wuni "Manis" seruku ketika
mencicipi daging maja itu. Dan eyang Ken Arok hanya
geleng-geleng kepala "Kodrat dewata tak dapat diungkiri.
Ketentuan Hyang Jagadnata, angger, bahwa untuk
keturunan pertama atau masa sekarang ini, Rangga
Wunilah yang akan direstui menjadi raja ...."
Aku tertegun dalam kelelapan rasa hampa. Tiba-tiba pula
eyang Ken Arok menyuruhku mengupas lagi buah maja
kedua yang menjadi bagianku. Kulakukan perintah itu dan
kucicipi rasanya "Pahit lagi, eyang!"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Eyang Ken Arok memberi isyarat dan akupun lalu


mengupas buah maja kedua yang menjadi bagian milik
kakang Wuni. Ternyata manis. Dua buah maja bagianku,
pahit semua dan dua biji maja bagian dari Rangga Wruni
manis semua. Karena mengkal, kukupas buah maja ketiga
yang menjadi bagianku itu " Manis, eyang ..."
Eyang Ken Arok mengangguk dan mendengus pe-lahan "
Mahisa Campaka, telah menjadi ketentuan Hyang Batara
Agung, bahwa tahta kerajaan Singasari, bukan menjadi
bagianmu. Untuk keturunan yang sekarang dan satu
keturunan lagi, Rangga Wunilah yang akan menduduki
tahta itu"
Aku hanya menengadah dengan ketulusan iba.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Tetapi janganlah engkau berkecil hati, Mahisa Campaka"


kata eyang Ken Arok pula "karena Rangga Wuni hanya
dapat menikmati tahta kerajaan sampai dua turunan saja.
Pada keturunan yang ketiga nanti, keturunanmulah yang
akan menggantikan tahta itu"
Aku hanya memaserahkan segala-galanya kepada
ketentuan Hyang Widhi. Demikian resi tua yang mempunyai
bentuk bayangan sebagai Batara Narasingamurti itu
mengakhiri penuturannya kepada Nararya.
Nararya terkejut, gemetar "Eyang, jadi diri hamba ini ..."
"Nararya, aku tak dapat memberi kepastian apa2. Yang
memberi petunjuk itu adalah eyang buyutmu Ken Arok,
maka mohonlah keterangan kepada beliau. Apa yang
kuberikan kepadamu tadi, hanya renungan dalam
ciptaku.....”
Dikala Nararya sedang mengadakan wawancara dengan
bayang2 yang dalam perasaannya menyerupai seorang resi
tua, kemudian resi tua itu mengaku dirinya arwah dari
Batara Narasingamurti, maka terjadilah suatu peristiwa
yang tak terduga-duga dalam candi itu. Seorang dara cantik
tiba2 berlari-lari memasuki candi. Wajah pucat, napas
terengah-engah, rambut kusut masai dan tubuh gemetar.
Noyo dan Doyo yang menjaga di pintu candi terkejut lalu
menegur "Siapa engkau ?"
Melihat kedua punakawan tua, dara itu terkesiap dan
termangu-mangu "Paman, tolonglah, aku sedang dikejar
oleh gerombolan penjahat" sesaat teringat pula dara itu
akan peristiwa yang tengah dialami dan serentak meminta
pertolongan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Siapa engkau ? Mengapa dikejar gerombolan penjahat


?" seru Doyo.
"Aku anak lurah desa Jenangan, akan menghaturkan
sesaji ke candi ini tetapi di tengah jalan telah bertemu
gerombolan orang jahat yang hendak menangkap aku”
"O" seru Doyo terrtganga karena kesima melihat
kecantikan dara ayu itu "engkau puteri lurah Jenangan,
siapakah namamu roro ayu ?"
Dara itu terbeliak, memandang ke belakang dan berseru
pula dengan gugup "Ah. paman, tolonglah aku. Jangan
tanya yang lain2 dulu.....”
"Jangan takut, roro" serentak Doyo berseru
"bersembunyilah ke dalam candi, bila mereka berani datang
kemari, akulah yang akan menghadapi"
"Terima kasih, paman, engkau sungguh baik" seru dara
itu dengan nada yang lembut.
Sebagai seorang punakawan, belum pernah Doyo
menerima pujian setinggi itu. Apalagi dari mulut seorang
dara jelita. Seketika ia gelagapan "Masuklah, aku akan yang
menghadapi mereka" serunya dengan penuh nada bangga.
"Eh, Doyo, jangan engkau membanggakan diri dihadanan
roro ayu ini. Apa engkau kira aku tak dapat
melindunginya?" tiba-tiba Noyo menyelutuk, kemudian
berpaling kearah dara itu "Masuklah, roro biar aku yang
menghajar mereka"
Kedua bujang itu lupa bahwa saat itu, momongan
mereka sedang bersemedhi dalam candi. Merekapun lupa
bahwa mereka ditugaskan menjaga di pintu agar jangan
ada orang yang menggangu hajat Nararya. Memang ada
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

suatu sifat yang menghinggapi kaum lelaki. Bahwa mereka


sering dirangsang oleh naluri kejantanannya. Terutama
apabila berhadapan dengan kaum wanita, yang cantik pula,
tentu timbul rasa kejantanannya dan ingin mengunjukkan
kepahlawanannya. Biasanya orang-orang mudalah yang
sering dihinggapi oleh sifat-sifat itu. Tetapi tua sekalipun
Noyo dan Doyo itu, namun mereka tetap berhati muda
juga. Dan lupalah mereka akan tugas yang dipercayakan
oleh bendaranya.
Dara itu hendak melangkah tetapi tiba-tiba ia berhenti
puia "Paman berdua, emban pengasuhku yang mengiring
aku kemari telah ditangkap gerombolan orang jahat itu.
Tolonglah dia, paman"
"Jangan kuatir, roro” serempak kedua punakawan itu
berseru, masing-masing membusungkan dada,
menunjukkan sifat keperkasaan.
Dara itu segera melangkah masuk, bersembunyi di-
sebuah sudut. Setelah menenangkan napas, teringatlah ia
akan mimpinya "Adakah ini yang terpancar dalam mimpiku
itu? Jika demikian, aku telah salah tafsir" pilarnya.
Kemudian iapun teringat akan cerita orang-orang tua,
bahwa mimpi itu harus ditafsirkan dari sudut kebalikannya.
Jika dalam mimpi merasa senang atau mendapat sesuatu
benda yang berharga, tandanya akan mendapat kesusahan.
Kebalikannya apabila dalam mimpi menderita kesusahan,
misalnya bertemu dengan harimau buaya yang
menyeramkan, tandanya akan bertemu dengan priagung
yang berpangkat tinggi.
"Ah, benar" dara itu berkata dalam hati "aku salah
menafsirkan arti mimpiku. Kulihat dalam candi ini tumbuh
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sekuntum bunga yang memancarkan cahaya gilang


gemilang. Kutafsirkan tentu wahyu atau sesuatu yang luar
biasa. Tetapi ternyata aku bertemu dengan gerombolan
penjahat yang hendak menawan diriku. Kepala gerombolan
begitu bengis dan menyeramkan, hendak memper ....
memper .... isteri .... aku" dara itu tersipu-sipu merah
wajahnya.
"Tetapi jelas kudengar suara sayup-sayup entah dari
mana, tetapi kurasa seperti dari angkasa. Suara lembut itu
dengan tandas mengatakan "Anak perempuan,
ketekunanmu tiap malam menghaturkan sesaji dan
mempersembahkan doa, telah didengar dewata. Pergilah ke
candi makam di Wengker. Disitu engkau akan bertemu
dengan suatu benda yang luar biasa, sekuntum bunga
wijayakusuma yang suci dan agung. Jika engkau dapat
memetiknya, kelak engkau tentu akan menjadi wanita yang
tinggi derajatmu. Tetapi hati-hatilah, bunga itu amat peka
sekali. Setiap bau manusia, akan melenyapkan bunga itu.
Muda-mudahan kehadiranmu itu takkan melenyapkannya.
Dan itu berarti pengabdianmu diterima....." dara itu tanpa
sadar mengenang pula suara yang didengarnya dalam
mimpi yang anehku. Seumur hidup baru pertama kali itu ia
mendapat impian yang sedemikian gaib.
Iapun menceritakan mimpi aneh itu kepada ayahnya,
lurah desa Jenangan. Lurah Jeuangan dapat menanggapi
sasmita yang dilimpahkan dewata kepada pulennya
"Ambari, rupanya dewata telah mengabulkan doa
permohonanmu, angger. Menurut tafsiranku, kembang
wijayakusuma itu hanya dimiliki oleh Sri Batara Krishna
titisan Batara Wisnu. Apabila dalam candi itu tumbuh
sekuntum bunga wijayakusuma, berarti di situ tentu
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

terdapat seorang insan yang kelak akan menjadi orang


yang berderajat agung"
"Rama, idinkanlah aku ke sana untuk melaksanakan
sasmita yang dihmpahkan dewata itu" dara itu mendesak.
Lurah Jenangan menimang. Isterinya sudah sejak lama
meninggal dunia dan ia hanya mempunyai seorang anak
perempuan yang diberi nama Mayang Ambari. Nama itu
dipilih sesuai dengan impian isterinya dikala mengandung,
telah diberi oleh seorang tua seikat mayang atau bunga
pohon kelapa. Maka setelah lahir dan ternyata bayi
perempuan, lurah Jenangan memberi nama Mayang
Ambari.
"Tetapi candi Wengker itu cukup jauh, angger,
bagaimana rama tega membiarkan engkau pergi seorang
diri" kata lurah Jenangan "seharusnya akulah yang
mengantar. Tetapi saat ini desa kita sedang mengadakan
gotong royong membuat bendungan air. Aku sebagai lurah
yang memimpin pekerjaan itu tak dapat meninggalkan
pekerjaan begitu saja. Bagaimana kalau nanti saja apabila
sudah selesai pembuatan bendungan itu, angger?"
Tetapi dara Mayang Ambari mendesak "Ah, rama,
pembuatan bendungan air itu tentu makan waktu yang
lama. Sedangkan jelas dalam sasmita yang kutanggapi
dalam impianku itu, supaya aku segera menuju ke candi
Wengker"
Lurah Jenangan menghela napas.
"Tetapi aku berani pergi seorang diri, rama" seru Mayang
Ambari pula.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Lurah Jenangan terbeliak "Jangan, Mayang, jangan pprgi


sendiri. Engkau seorang puteri, banyak bahayanya jika pergi
seorang diri"
"Tetapi asal aku menurutkan jalan besar, tentu takkan
bersua dengan harimau. Bukankah tempat harimau itu di
dalam hu tan, rama?"
Mayang Ambari baru menjelang dewasa. Sifat ke-kanak-
kanakannya masih belum lepas. Apalagi ia puteri tunggal
dari lurah Jenangan. Sangat dimanjakan sekali oleh
ayahnya. Berat nian hati lurah itu untuk tak menuruti
permintaan puterinya, seberat rasa hatinya untuk
melepaskannya pergi seorang diri.
Tiba-tiba cerahlah wajah lurah itu. Segera ia memanggil
seorang pengalasan. Gendrek, demikian nama pengalasan
yang sudah belasan tahun ikut lurah Jenangan, sudah iebih
dari tigapuluh tahun umurnya namun belum juga beristeri.
Selain buruk rupa, pun Gendrek agak tolol. Tiada seorang
gadis di desa itu yang mau diperisteri. Namun Gendrek
seorang bujang yang rajin dan setya sehingga mendapat
kepercayaan penuh dari lurah Jenangan.
Setelah menghadap maka lurah Jenangan menitahkan
Gendrek untuk mengawal perjalanan Mayang Ambari ke
Wengker. Di samping itu, nyi Gandik, inang pengasuh
Mayang Ambaripun disuruh ikut serta pula.
Demikian pada hari itu Mayang Ambari diiring emban nyi
Gandik dan bujang Gendrek segera berangkat ke Wengker.
Pada masa itu jalan masih sepi dan harus melalui hutan.
Matahari menjulang di tengah angkasa, memancarkan
sinarnya yang amat terik. Jalan bongkah-bongkah dan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

berselimutkan debu debal. Sawahpun kering, sekeliling


penjuru alam menampakkan suasana kegersangan. Rakyat
di desa-desa berkeluh kesah mengharapkan hujan yang tak
kunjung datang. Musim kemarau tahun itu lebih panjang
dari tahun-tahun yang .lalu. Karena petani-petani tak dapat
mengerjakan sawah, hasil bumi berkurang, bahan
panganpun mulai meningkat harganya. Rakyat desa tiada
lain daya kecuali hanya giat mengadakan sesaji kepada
dewa-dewa agar segera diberi hujan.
Lurah Jenangan mempunyai pendapat lain. Daripada
menghamburkan tenaga dan beaya untuk mengadakan
upacara sesaji, lebih bermanfaat mengajak penduduk
desanya untuk bergotong royong membuat bendungan atau
waduk penampung air hujan. Agar kelak di musim kemarau,
mereka tak perlu cemas tanah-tanahnya kering.
Karena tak tahan akan teriknya matahari, Mayang Ambari
mengajak kedua pengiringnya untuk meneduh di bawah
pohon yang rindang. Mayang Ambari menyatakan
keinginannya untuk meneguk air yang sejuk.
Kerongkongannya terasa kering sekali. Disuruhnya Gendrek
mencari air.
Gendrekpun segera melakukan perintah. Ia sendiri juga
haus. Namun kemanakah ia harus mencari sungai, belik,
sendang atau pancuran. Namun baginya, setiap perintah
dari ki lurah terutama rara Mayang Ambari, harus
dilaksanakan sampai berhasil. Sudah beberapa saat
menerjang ke hutan dan gerumbul, belum juga melihat
sumber air.
"Goblok!" tiba-tiba ia berteriak memaki dirinya sendiri
lalu lari menghampiri sebatang pohon asam yang tinggi. Ia
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

memanjat pohon hingga sampai ke puncak. Dari puncak itu


ia melepas pandang ke sekeliling penjuru. Tiba-tiba ia
memekik "Itulah .... " Rupanya ia melihat sesuatu yang
diinginkan. Diluap rasa girang, Gendrek mengacungkan
kedua tangannya ke atas. Ia lupa kalau saat itu sedang
berdiri di puncak dahan pohon. Karena melonjak,
tergelincirlah ia dari ketinggian puncak pohon, krakk ....
untung pakaiannya terkait pada ranting yang lebat sehingga
ia tak sampai jatuh ke tanah. Sekalipun demikian, muka dan
tubuhnya babak belur juga. Namun ia tak menghiraukan.
Setelah menuruni pohon ia segera lari menuju ke tempat
yang dilihatnya sebagai sebuah sendang kecil atau kolam
yang diairi oleh sebuah saluran air dicelah-celah batu padas
yang terletak di atas.
Sekeliling sendang itu ditumbuhi tanaman alang-alang
yang lebat. Karena tiada manusia yang mengusik tempat itu
maka alang-alang itu tumbuh subur setinggi orang.
Berpuluh-puluh batang alang-alang yang karena sudah tua,
rebah terbenam di dalam air.
Ketika menyiak gerumbul alang-alang, girang Gendrek
bukan kepalang. Sendang itu jernih sekali airnya. Ketika
hendak terjun, Gendrek terkejut karena melihat sendang itu
penuh dengan belut yang karena melihat kedatangan
manusia, mereka serempak menyusup masuk ke dalam
liang di bawah akar gerumbul alang-alang.
Didesanya Gendrek gemar sekali makan belut. Apabila
disuruh memeriksa sawan milik lurah majikannya, tak lupa
ia mencari belut yang banyak terdapat di parit-parit
sekeliling pematang. Melihat sendang itu penuh belut,
lupalah Gendrek akan tugasnya. Serentak ia
menyingsingkan lengan baju dan mulai menyorongkan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kedua tangannya, menyusup ke bawah akar gerumbul


alang-alang, dimana belut-belut itu bersarang. Ia memang
pandai menangkap belut. Dalam waktu yang tak berapa
lama, berhasillah ia menangkap berpuluh ekor belut. Tetapi
ketika ia belum puas dengan hasil penangkapannya itu dan
menyusupkan kedua tangannya ke dalam sebuah liang, ia
menjerit kaget dan menarik tangannya ke luar "Aduh . . .
aduh ..." tak henti-hentinya mulut menjerit kesakitan dan
tangan ditepis-tepiskan. Sesaat memeriksa, ia terbeliak
kaget. Ternyata dua buah ujung jarinya telah berlumuran
darah. Ternyata kedua jari itu berhias luka macam digigit
binatang.
Setelah rasa sakit berkurang, bukan merasa jera karena
jarinya terluka, kebalikannya ia bahkan marah. Mencabut
parang, ia segera membabat gerumbul alang-alang yang
tumbuh disekeliling liang. Karena parang tak dapat
dimasukkan dalam liang, ia naik ke daratan menebang
bambu dan membuat semacam tombak yang ujungnya
diruncingkan. Dengan senjata itu ia terjun lagi ke dalam
sendang lalu menusukkan ujung bambu ke dalam liang.
Setelah beberapa saat, ia yakin bahwa binatang dalam liang
itu tentu sudah mati. Maka iapun memasukkan tangannya
lagi.
"Aduh ..." tiba-tiba ia menjerit lagi. Bahkan kali ini lebih
keras. Ia menarik tangannya tetapi selekas tangan ke luar,
ia menjerit dan melonjak-lonjak "mati aku . . ."
Jari tangan kanan Gendrek digigit oleh binatang yang
sepintas pandang menyerupai seekor ular, tetapi
panjangnya hanya setengah lengan, badan berwarna merah
merabara. Kencang sekali gigitan binatang itu sehingga
karena sakit dan bingung, Gendrek lari naik ke daratan.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Walaupun tolol tetapi dalam menghadapi bahaya dan rasa


sakit yang nyeri itu, memancarlah pikiran Gendrek. Jika ia
menggunakan tangan kiri untuk menarik, kemungkinan
sukar ataupun kalau dapat tentulah jari tangannya akan
ikur hilang. Jika menggunakan parang, ia kuatir akan
membacok jarinya sendiri. Namun ia tak sempat berpikir
lagi karena gigitan itu makin sakit sehingga kepalanya
pening mata berpudar, pikiran mulai gelap. Akhirnya ia
kalap dan terus menggigit kepala binatang itu dan terjadilah
gigit menggigit antara seekor binatang yang menyerupai
belut-ular dengan seorang manusia.
Binatang itu sesungguhnya seekor belut yang luar biasa.
Oleh kawanan belut di sendang itu, dia dianggap sebagai
raja. Tubuhnva yang dua kali lipat dari belut biasa,
warnanya yang merah seperti bara dari umurnya yang
entah sudah berapa puluh tahun. Baik tanaman ataupun
binatang, diantara suatu jenis tentu kadang muncul satu
yang luar biasa. Demikian pula dengan belut raksasa yang
menggigit jari Gendrek. Karena merasa tulang jari hampir
patah, dengan penuh kegeraman Gendrek menggigit leher
belut-uiar itu dan rasa kemarahan yang meluap-luap
menyebabkan Gendrek kalap. Bukan melainkan menggigit,
pun ia menghisap juga darah belut itu. Pada saat mencapai
puncak ketegangan, pandang mata Gendrek terasa gelap,
bumi yang dipijaknya terasa amblong, benda-benda
Jisekeliling terasa berputar-putar, makin lama makin deras
dan akhirnya rubuhlah ia tak kabarkan diri lagi.
Entah berselang berapa lama ketika membuka mata,
Gendrek rasakan semangatnya segar, bahkan terasa
meluap-luap. Badannya terasa panas. Memandang ke
samping dilihatnya belut-ular itu sudah mati karena putus
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

lehernya. Memeriksa jari tangannya ternyata luka bekas


gigitan belut itu kelihatan sudah
Jkering darahnya. Ia heran tetapi serentak iapun teringat
akan tugasnya. Segera ia menghampiri sendang dan
mengambil kantong kulit, diisi air lalu bergegas kembali.
Cukup lama Mayang Ambari dan emban Gandik
menunggu Gendrek "Ah, barangkali dia tersesat di hutan"
keluh Mayang Ambari.
"Mungkin dia diterkam harimau atau jatuh ke jurang"
sambut nyi Gandik dengan geram "kalau hanya tersesat
tentulah sudah kembali. Masakan sampai sekian lama. Dari
tengah angkasa, sekarang matahari sudah condong ke
barat"
Setelah menunggu pula sampai cukup lama, akhirnya
Mayang Ambari segera mengajak emban pengasuhnya
melanjutkan perjalanan lagi "Kalau kita percepat langkah
kaki, menjelang petang kita tentu sudah tiba di candi itu"
kata Mayang Ambari untuk menghibur dan membangkitkan
semangat emban Gandik dan semangatnya sendiri juga.
Saat itu surya sudah hinggap di puncak gunung dan
Mayang Ambari. tiba di sebuah jalan simpang tiga. Yang
satu menjurus ke selatan dan yang lain ke barat. Tiba-tiba
ia terkejut mendengar suara orang berteriak-teriak
memanggil namanya. Makin lama makin jelas. Ketika
berpaling ke belakang dilihatnya Gendreklah yang berlari-
lari menghampiri "Roro, berhenti......berhenti.....”
Mayang Ambari dan emban Gandik hentikan langkah.
Dengan napas terengah-engah Gendrckpun tiba "Maafkan,

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

roro.....inilah airnya" ia menyerahkan kantong air kepada


Mayang Ambari.
Mereka berhenti di tepi jalan. Ketika hendak minum,
dilihatnya airnya agak kotor, ia tak mau dan memberikan
kepada nyi Gandik. Nyi Gandik terus meneguknya.
"Gendrek, mengapa begitu lama sekali engkau mencari
air?" tegur Mayang Ambari.
Saat itu Gendrek duduk di atas sebuah batu. Tetapi
matanya memandang lekat-lekat pada Mayang Ambari.
Mayang Ambari terkejut. Tak biasanya Gen ......
Halaman 59-60 hilang
.... pada ayahnya, yang selama itu menyayang dan patuh
pada perintahnya, tiba-tiba dapat berobah sifatnya seperti
serigala. Iapun tak sempat untuk merenungkan, adakah
demikian itu makna dari impiannya. Yang ada dalam
pikirannya saat itu hanyalah membawa diri lari sekencang
kemampuan kakinya.
Tiba-tiba ia melihat sebuah rombongan orang muncul
dari ujung jalan di sebelah muka. Harapannya timbul
kembali untuk membangkitkan kedua kakinya yang sudah
terasa panas, lunglai tiada bertenaga. Hampir ia hentikan
langkah ketika melihat rombongan itu terdiri dari kawanan
lelaki yang berwajah bengis, muka berlumuran brewok dan
janggut lebat, tubuh kekar dan membawa senjata tajam.
Terutama yang menyentakkan rasa kejutnya adalah salah
seorang lelaki yang berbaju merah darah, kumis lebat
merimbun seperti semak, biji mata bundar besar memancar
sinar bengis, dada bidang berhias segerumbul rambut, urat

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pada kedua lengannya melingkar-lingkar bagai akar pohon


brahmastana.
"Kawanan perampok ?" serentak melintas suatu kilas
dugaan dalam benak Mayang Ambari. Hampir ia berputar
tubuh dan lari balik. Tetapi ketika pandang matanya
tertumbuk pada bayangan Gendrek yang tengah berlari-lari
di kejauhan, iapun bimbang. Apabila lari balik, tentulah
akan diterkam Gendrek yang sedang dirangsang nafsu
setan. Sedangkan apabila ia melanjutkan perjalanan,
tentulah akan berhadapan dengan rombongan lelaki yang
bengis itu. Namun akhirnya ia memutuskan. Dari arah
belakang jelas Gendrek itu merupakan bahaya yang
mengancam dirinya, sedang rombongan lelaki di sebelah
muka itu belum tentu kalau kawanan perampok. Mika
pilihan telah putus dan ia berputar tubuh ialu lanjutkan lari
ke muka.
"Hai. ada peri, kawan" teriak salah seorang dari
rombongan lelaki itu manakala Mayang Ambari tiba di
hadapan mereka
Peri adalah istilah untuk bangsa jin lelembut perempuan.
Demikian kepercayaan mereka. Keluarnya pada malam hari
dalam peragaan sebagai seorang wanita yang amat cantik
dan menyiarkan bau harum. Apabila salah seorang lelaki
dalam rombongan itu meneriakkan peringatan demikian
kepada kawannya, memang cukup beralasan. Saat itu hari
sudah menjelang petang, jalanan sunyi senyap. Apabila
tiba- tiba muncul seorang dara cantik berlari-lari dijalan,
tidakkah hal itu cepat akan membangkitkan pikiran orang
bahwa dara itu tentu bukan bangsa insan manusia
melainkan seorang peri?

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tetapi lelaki yang berada di sebelah depan dan paling


dekat jaraknya dengan Mayang Ambari tak menghiraukan
peringatan kawannya. Ia terpesona melihat kemunculan
seorang dara yang cantik, berlari-lari seorang diri "Berhenti,
anak perempuan" seru lelaki itu seraya hadangkan
lengannya.
Mayang Ambari berhenti, memandang lelaki berwajah
bengis itu dengan menggigil. Dugaannya bahwa rombongan
lelaki bersenjata itu gerombolan perampok makin mengesan
"Siapa engkau ...."
"Jangan takut bocah ayu" kata lelaki bertubuh kekar itu
dengan tersenyum lebar "siapa engkau, dan mengapa
engkau berlari-lari di kepetangan hari begini?”
"Aku hendak ke candi Wengker ..." belum selesai Mayang
Ambari menerangkan, tiba-tiba ia mendengar suara derap
langkah orang berlari. Ia berpaling dan gemetar.
"Mengapa engkau ketakutan? Eh, lelaki itu seperti
hendak mengejarmu" seru lelaki bengis itu pula seraya'
menyongsong pandang ke arah Gendrek yang berlari-lari
mendatangi.
”Dia hendak mengejar aku, tolonglah...." Mayang Ambari
makin menggigil manakala Gendrek makin dekat.
"Bersembunyilah di belakang, aku yang akan
menyelesaikan orang itu" seru lelaki bengis itu lalu tampil
ke muka menyongsong Gendrek "Berhenti" bentaknya
Seraya bercekak pinggang.
Gendrek terkejut dan berhenti "Siapa engkau ?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Jangan bertanya! Engkau harus menjawab dua


pertanyaanku. Mengapa engkau hendak mengejar dara
itu?" hardik lelaki bengis itu pula.
"Dia . . . dia calon isteriku yang melarikan diri.
Kembalikanlah dia kepadaku" seru Gendrek.
"Keparat, engkau berani berdusta!" bentak pula lelaki
bengis itu "tak mungkin dara secantik itu menjadi isteri
seorang manusia buruk seperti engkau !"
"Benar, ki sanak. Aku tak bohong"
Lelaki bengis itu merentang mata makin raerabe-ngiskan
raut muka "Bohong atau tak bohong, hanya engkau sendiri
yang tahu. Tetapi dengarkanlah. Baik dara ayu itu calon
isterimu atau bukan, karena dia sudah jatuh di tangan
gerombolanku, maka dia menjadi milikku"
Gendrek terbelalak. Rasa kejut yang mencengkam dirinya
telah menebarkan gejolak nafsu kejantanannya,
berhamburan lenyap. Saat itu nafsu-nafsu itu tertindas dan
dari endapan hati nuraninya, meluaplah kemurnian dari jiwa
peribadinya. Serentak ia teringat akan dirinya, akan
tugasnya dan akan perbuatannya yang melanggar susila.
Sesalnya mulai mengabut, menggumpalkan awan,
memancarkan kilat- kilat kemarahan "Siapa engkau ?" ia
balas menghardik keras.
"Hm, rupanya engkau bernyali juga" seru lelaki bengis
tertawa mengejek "hendak kuuji adakah nyalimu sebesar
macan atau sekecil nyali tikus. Dengarkanlah,
gerombolanku ini adalah anakbuah dari kakang Singa
Barong dan aku sendiri adiknya yang bernama Singa
Sarkara. Jika engkau masih ingin melihat surya esok hari,

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pergilah. Jangan mengganggu dara ayu itu, dia sudah


dimiliki kakang Singa Barong. Tetapi kalau engkau sudah
jemu hidup, majulah"
Gendrek terkejut. Di desa ia pernah mendengar orang
bercerita tentang gerombolan perampok Singa Barong yang
paling ditakuti rakyat Wengker dan Matahun. Gerombolan
itu ganas dan kejam. Ia membayangkan rara Ambari tentu
akan dibawa ke sarang mereka dan dipaksa menjadi isteri
Singa Barong yang terkenal gemar merusak kaum wanita.
Makin membayangkan hal itu makin pecahlah rasa sesal
berhamburan menyayat-nyayat hatinya. Rasa sesal dan
takut akan dosa, apabila sudah meluap tinggi acapkali akan
membobolkan dinding yang melapisi nafsu amarah.
Seketika timbullah tekad Gendrek untuk menyelamatkan
jiwa puteri lurah tuannya. Dalam pandang matanya, Singa
Sarkara yang terkenal buas tak lain hanya seprang lelaki
sama seperti dirinya. Iapun merasa memiliki tubuh kekar
dan lengan-lengan berotot melingkar seperti Singa Sarkara.
Bahkan kalau menilik umur, ia lebih muda dari Singa
Sarkara maka iapun harus lebih kuat. Timbulnya penilaian
itu telah membangkitkan semangat dan membesarkan nyali
Gendrek.
"Perampok, kembalikan dara itu" serunya dengan mata
berkilat-kilat.
Singa Sarkara agak terkejut melihat perobahan wajah
Gendrek. Jika tadi tampak ketolol-tololan dan takut, saat itu
menggagah pandang dengan penuh keberanian seorang
lelaki
"Keparat, engkau berani melawan aku?" serunya lalu
loncat dan menghantam Gendrek. Karena menerima
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

serangan, Gendrekpun tak mau menyerah. Ia tak mengerti


ilmu kanuragan. Bekalnya hanya tekad, tekad untuk
menebus dosa dan menyelamatkan Mayang Ambari. Dan
jiwanya telah dipertaruhkan.
Krakkkk.....
Terdengar dua kerat tulang tangan saling beradu keras
dan terdengar pula pekik kesakitan dari mulut Gendrek
yang terbungkuk-bungkuk, menyurut mundur. Singa
Sarkara tertawa bangga, melangkah maju ia ayunkan
tangan hendak mengakhiri daya perlawanan Gendrek.
Gendrekpun menyadari ancaman itu. Apabila ia tak
memberi perlawanan, habislah sudah riwayatnya. Daiam
detik-detik jiwa terancam maut, timbullah kenekadan
Gendrek. Ketika tangan Singa Sarkara sedang diangkat,
Gendrek nekad loncat dan memekik pinggang orang terus
dijepit sekuat-kuatnya. Gendrek memang memiliki tenaga
kuat. Apalagi tiap hari dia bekerja berat, mengambil air,
menebang kayu dan memandikan kerbau milik lurah
Jenangan. Gendrek suka dengan anak kerbau yang masih
kecil. Waktu menurun ke sungai, dipanggulnya anak kerbau
itu. Dan karena rasa sayangnya, sampai besarpun kerbau
itu tiap hari masih dipanggulnya. Dan hal itu, tanpa
disadari, makin memperkokoh kekuatannya.
Karena tak menduga, Singa Sarkara telah terdahului oleh
Gendrek. Belum tinjunya dilayangkan, perutnya sudah
dicekik Gendrek dan karena hendak membalas tangannya
yang sakit tadi maka Gendrekpun menggigitnya
"Aduh ..." Singa Sarkara menjerit dan meronta sekuat-
kuatnya. Akibatnya, ia malah jatuh terjerembab ke belakang
ditindih Gendrek.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Hai, hajar keparat itu !" teriak lelaki berbaju merah bara.
Dia adalah Singa Barong, pemimpin gerombolan perampok
yang mengganas ditelatah Wengker dan Matahun.
Tujuh orang anakbuah Singa Barong serentak
berhamburan menghajar Gendrek. Tetapi setelah dapat
merubuhkan Singa Sarkara, Gendrekpun terus loncat dan
melawan. Karena tak mengerti ilmu kanuragan, maka
perlawanannyapun hanya secara nekad saja, memukul,
menepis, menyikut, meninju, menyepak bahkan kalau perlu
ia menanduk dengan kepala dan menggigit.
Melihat ketujuh anakbuahnya tak mampu meringkus
Gendrek, marahlah Singa Barong
"Menyingkir !" Selekas anakbuahnya menyurut mundur,
Singa Barong terus melangkah maju dan ayunkan tinjunya
yang sebesar buah kelapa ”Sambutlah"
Setelah dikeroyok tujuh orang, tenaga Gendrekpun habis.
Namun karena hendak membela jiwanya, terpaksa ia
mengangkat tangan menangkis, krak .... Gendrek
membungkuk karena tulang tangannya patah dan tubuhnya
segera melayang seperti bola pada saat Singa Barong
menyusuli sebuah tendangan keras maka tenggelamlah
Gendrek dalam semak lebat.
"Beres" seru kepala gerombolan Singa Barong "mengapa
kamu bertujuh tak mampu membereskan seekor lalat
begitu?" kepala gerombolan itu kerlingkan matanya yang
bundar dan ketujuh anakbuahnya menggigil
Kemudian menghampiri ke tempat Singa Sarkara ia-
menyepak tubuh adiknya "Bangun, mengapa tak malu
dilihat anakbuahmu"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Saat itu Singa Sarkara sudah sadar. Sesungguhnya tak


mungkin iat pingsan apabila kepalanya tak terantuk batu
keras. Dan ketika menggeliat bangun ia masih menjerit
"Aduh . . . keparat itu menggigit perutku sampai berdarah!"
kemudian dengan pelahan-lahan ia berbangkit memandang
ke sekeliling dan berseru "Mana keparat itu?"
"Carilah dalam semak itu" kata Singa Barong geram
tetapi dalam hati sesungguhnya ia merasa geli melihat
adiknya meringis menahan rasa sakit.
Singa Sarkara membersihkan pakaiannya yang kotor,
sesaat kemudian ia bertanya tiba-tiba "Hai, mana dara ayu
tadi?"
Perhatian anakbuah Singa Barong memang tertumpah
ruah pada Gendrek dan kemudian sampai lama mengikuti
pertempuran Singa Barong lawan Gendrek lalu
memperhatikan keadaan Singa Sarkara yang pingsan.
Cukup lama yang telah menghisap perhatian mereka.
Pertanyaan Singa Sarkara telah membangkitkan pikiran
mereka akan dara itu
"Hilang ..." seketika seorang anakbuahnya memekik
kaget. Dan segera di susul pula pekik teriakan dari kawan-
kawannya yang lain.
"Kamu keparat semua!" bentak Singa Barong dengan
marah sehingga sekalian anakbuahnya menggigil seperti
berhadapan dengan harimau buas.
"Kakang Barong, kemana dara itu?" seru Singa Sarkara.
"Tanyakan kepada mereka yang menjaga anak
perempuan itu" sahut Singa Barong geram.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Kemana?" seru Singa Sarkara berpaling kearah


anakbuahnya.
Cempurit, salah seorang anakbuah yang paling bernyali
berani segera menjawab "Tadi dara itu berdiri di belakang
kami. Kami tak memperhatikannya lagi karena kami
bertempur dengan lelaki itu. Kemudian kamipun mencurah
perhatian mengikuti ki lurah Singa menghajar manusia itu.
Setelah itu kami menghampiri untuk memberi pertolongan
ki Sarkara"
"Jadi tidak engkau perhatikan lagi dara itu?" teriak Singa
Sarkara.
"Tidak, ki Sarkara, sesaat kami lupa akan dirinya. Dan
kami tak menyangka dia berani melarikan diri"
"Hayo, kalian maju satu-satu ke sini" teriak Singa Sarkara
seraya mencabut cambuk. Dengan kata-kata itu ia hendak
memerintahkan anakbuahnya maju untuk menerima
hukuman cambuk. Demikian biasanya kalau ia menjatuhkan
hukuman kepada anakbuahnya.
Cempurit tampil lebih dulu. Ia merasa bersalah dan iapun
merasa memang wajib menerima hukuman. Di hadapan
Singa Sarkara yang menjadi pemimpin kedua, ia tegak
berdiri dengan paserah.
"Engkau tahu kesalahanmu?" tegur Singa Sarkara.
"Ya" Cempurit menjawab ringkas.
"Hm, engkau harus menerima hukuman" seru Singa
Sarkara seraya mengangkat cambuk. Tetapi tiba-tiba Singa
Barong membentak "Jangan! Daripada membuang waktu
menghukum orang, lebih baik lekas perintahkan mereka
mengejar anak perempuan itu"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Singa Sarkara terkesiap. Memang apa yang dikatakan


kakangnya itu tepat. Dan pula ia menyadari bahwa dirinya
tak lepas dari kesalahan karena dibanting Gendrek. Kalau
tak sampai terjadi peristiwa itu, bukankah anakbuahnya
masih dapat menjaga dara itu?
"Cempurit" serunya keras "karena kakang Barong
memberimu ampun, lekas engkau menghaturkan terima
kasih kepadanya dan segera mengejar anak perempuan itu"
Cempurit menghadap Singa Barong dan memberi
sembah terima kasih lalu mengajak kawan-kawannya
mengejar ke selatan. Singa Sarkara dan Singa Barong pun
mengikuti dibelakang mereka.
Demikian asal mula seorang dara cantik, Mayang Ambari,
muncul di candi VVengker dan akhirnya di suruh
bersembunyi dalam candi oleh Noyo dan Doyo.
Setelah beberapa saat berada dalam candi yang gelap
itu, akhirnya pandang matanyapun agak terang. Dan
seketika ia terkejut melihat sesosok tubuh manusia duduk
bersila dalam sikap bersemedhi mudra. Beberapa saat
kemudian, pandang matanya makin terang dan seketika ia
terbeliak. Jelas yang bersemedhi itu seorang anakmuda
berwajah tampan. Terutama yang mengejutkan hatinya
adalah wajah pemuda itu memancarkan sinar yang gilang
gemilang bagaikan seorang dewa
"Ih" segera Mayang Ambari mendesih manakala ia
teringat akan perwujutan bunga bersinar gemilang dalam
impiannya.
Sampai beberapa jenak ia mempertajam pandang
matanya, seolah hendak meyakinkan dirinya adakah yang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dilihatnya itu suair kenyataan. Setelah sampai beberapa


saat, wajah yang dilihatnya itu tetap memancar, maka
yakinlah ia kepada dirinya bahwa dalam candi itu terdapat
seorang pemuda yang sedang bertapa. Menilik cahaya
mukanya, pemuda itu tentu bukan orang sembarangan,
tentu keturunan darah priagung
"Ah” ia mendesuh pula "adakah ini yang ditunjukkan
dewata dalam impian itu"
Merenung pada hal itu bertebar merahlah mukanya.
Maklum ia masih seorang dara yang baru saja menjenjang
kewasaan. Di rumah kecuali dengan ayah dan bujang
Gendrek, tak pernah ia bergaul dengan orang laki, apalagi
seorang pemuda priagung yang memiliki perbawa
sedemikian mempesonakan seperti pemuda yang tengah
bersemedhi itu. Tetapi rasa malu itu segera bertebaran
lenyap manakala ia teringat akan bahaya yang tengah
mengancam. Sebentar lagi kawanan perampok itu tentu
akan tiba.
Kemudian ia segera teringat pula akan kedua lelaki tua
yang menunggu di pintu candi. Apabila dikaitkan dengan
keadaan pemuda yang bersemedhi dalam candi itu,
tentulah ada hubungannya. Dan kalau ada hubungan,
tentulah kemungkinan besar antara seorang bendara
dengan hambanya. Dan pada umumnya hanya putera-
putera orang kaya, berpangkat dan priagung yang pergi
diiring hamba. Ah, jika demikian, kemungkinan pemuda itu
tentulah seorang raden. Akhirnya renungannya berkisar di
sekitar diri pemuda itu.
Jika demikian, ia melanjutkan pemikiran, sukarlah kedua
hamba diluar tadi untuk menghadapi gerombolan Singa
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Barong. Kedua hamba itu sudah tua dan tampaknya ketolol-


tololan, bagaimana mungkin ia harus mempercayakan
keselamatan jiwanya kepada mereka
"Ah" ia mendesah dan mulai cemas. Gelisah "Jika
petunjuk dewata dalam impian itu pemuda ini yang
dimaksudkan, tentulah dia seorang ksatrya yang dikasihi
dewa. Dan ksatrya yang gemar bertapa tentu memiliki
kesaktian" akhirnya mengarahlah pikiran Mayang Ambari
pada suatu kesimpulan, dirangkai menurut apa yang
didengarnya dari ayah dan orang-orang di desa Jenangan.
"Jika demikian aku harus melaksanakan petunjuk
dewata. Aku harus minta pertolongan kepada pemuda itu"
akhirnya ia menutup kesimpulan dengan keputusan dan
berayunlah langkahnya menghampiri pemuda itu
"Raden ...." serunya dengan pelahan-lahan . penuh rasa
jengah. Namun Nararya diam saja
"Raden ...." diulangnya pula, kali ini agak keras. Namun
tetap. Nararya diam
"Raden .... raden ..." makin keras dan diulangnya sampai
dua kali ia memanggil namun Nararya tetap diam
mematung.
Akhirnya setelah beberapa kali, mulai dari satu sampai
tiga empat kali memanggil, mulai dengan suara pelahan lalu
lebih keras dan makin keras, tetapi tetap raden itu diam tak
mengacuhkan, bahkan membuka matapun tidak, Mayang
Ambari mulai gugup dan bingung. Sayup-sayup ia
mendengar suara hiruk pikuk bergemuruh. Ia duga tentulah
gerombolan Singa Barong sudah menjelang datang. Karena
gugup ia lupa siapa raden itu, lupa bahwa ia belum

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mengenalnya, lupa pula bahwa tidaklah layak seorang gadis


menjamah tubuh seorang pemuda yang tak dikenal, i'ang
mencengkam benaknya, ia akan minta tolong kepada raden
itu untuk melindungi dirinya.

Maka kedua tangannya serentak mendekap bahu Nararya


dan mengguncang-guncangkan-nya keras-keras "Raden,
raden .... tolong . . . tolonglah hamba, raden ... ."
Namun rintihan meratap tolong yang menyertai gerakan
tangannya mengguncang tubuh orang, tetap tak kuasa
menjagakan raden itu dari semedhinya. Tubuh Nararya
serasa segunduk karang yang kokoh. Ambari makin gopoh.
Rasa ketakutan akan tingkah ulah gerombolan Singa Barong
mengoyak-ngoyak nyali hatinya. Serentak ia lari ke luar,
maksudnya hendak meminta bantuan kedua punakawan
supaya menjagakan bendaranya. Tetapi alangkah kejutnya
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

ketika dilihatnya saat itu si Doyo sudah melangkah maju


menyongsong kemunculan anakbuah Singa Barong dari
balik gerumbul.
"Paman, tunggu dulu" teriak Mayang Ambari seraya
memburu ke luar ke tempat Noyo yang saat itupun hendak
ayunkan langkah kaki menyusul Doyo. Noyo berhenti,
berpaling "Paman, tolong engkau jagakan raden di dalam
candi itu ..." ia segera disambut oleh seruan Mayang
Ambari.
Saat itu barulah Noyo tersadar apa yang dihadapinya. Ia
telah menyuruh seorang anak perempuan masuk ke dalam
candi dan mengusik ketenangan bendaranya. Pada hal itu
telah dipesan wanti-wanti, agar melarang siapa saja yang
akan masuk ke dalam candi.
"O, ampun" beriak Ncyo sesaat kemudian ”jangan sekali-
kali engkau mengganggu raden itu. Dia sedang ...."
"Tetapi paman" Mayang Ambari makin gelisah
"gerombolan perampok itu berjumlah besar dan kejam
sekali . . . ."
Saat itu kebetulan Noyo tengah memaling pandang mata
ke muka, dilihatnya Doyo sudah berhantam dengan seorang
anakbuah gerombolan dan kejut serentak mendebur
jantung Noyo demi melihat Doyo pontang-panting dihajar
lawan. Serentak berhamburanlah selubung bual bahwa ia
sanggup menghadapi gerombolan perampok itu. Kabut
kelinglungan pun taram-temaram berhamburan lenyap.
Saat itu ia dapat berpikir jelas. Gerombolan perampok itu
harus ditahan lajunya dan raden Nararya harus
dibangunkan. Karena hanya raden itulah kiranya yang
sanggup menghalau mereka. Tugas untuk menahan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

gerombolan perampok, akan ia lakukan tetapi tugas untuk


membangunkan raden Nararya harus diserahkan kepada
dara cantik itu. Tetapi demikian tiba-tiba ia teringat, gadis
itu di luar pengetahuannya telah menjagakan raden
Nararya, namun tak berhasil. Jika ingin supaya Nararya
terjaga, ia harus memberi petunjuk pada dara itu.
Ia masih dilibat dalam keraguan ketika tiba-tiba seorang
anakbuah gerombolan menyelinap maju kearah candi. Ia
tersengat kaget "Rara, carilah bulu yang tumbuh pada jari
kakinya dan cabutlah ..."
"O, apakah dia betul-betul akan terjaga?" Mayang Ambari
menegas.
"Jangan buang waktu, lekas lakukan. Aku hendak
menyongsong anakbuah gerombolan itu" seru Noyo seraya
melangkah maju.
Mayang Ambaripun menurut. Cepat ia lari masuk ke
dalam candi, langsung menuju ke tempat Nararya
bersiddlrikara. Ia tak mau mengguncang-guncang tubuh
raden itu ataupun berteriak-teriak memanggilnya. Langsung
berjongkok dan meneliti jari-jari kaki raden itu yang
bersimpuh di atas persada batu. Namun pandang matanya
tak kuasa melihat gerumbul rambut yang tumbuh pada jari-
jari kaki raden itu. Suasana dalam ruang candi meremang
gelap. Namun dara itu tak mau berputus asa. Dengan
melupakan segala perasaan susila, jari jemarinya yang
lentik bagai duri landak, segera menjamah kaki Nararya,
merayap dalam kelembutan dan akhirnya berlabuh pada
sebatang benda halus meregak tinggi ke atas
"Ah, inilah rambut" pikir Mayang Ambari seraya
mencengkam kencang dengan kedua jari tangannya. Sesaat
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kemudian, ia menahan napas mengerahkan tenaga dan


tiba-tiba mencabut sekuat-kuatnya "Aduh ..." ia menjerit
ketika kaki itu meregang getaran keras, membentur lengan
dan mendorong tubuhnya terjerembab ke belakang.
"Ah" terdengar suara mulut mendesah di sisi telinga dan
terasa pula punggungnya telah didekap oleh sebuah tangan
yang kuat, lalu didudukkan tegak "sakitkah engkau?"
terdengar pula suara orang bertanya dengan nada cemas.
Mayang Ambari memang tak terluka karena tak sempat
membentur lantai. Ia hanya menderita getar kejut yang
cukup membuat semangatnya serasa terbang. Namun
setelah mengusap-usap muka, pandang mata-nyapun
cerah, pikirannya terang pula "Terima kasih, aku tak
terluka" sahutnya tersipu malu.
"Engkaukah yang mencabut bulu jempol kakiku?
Engkau?" tegur raden itu agak keras.
"Ya, aku bersalah mengganggumu"
"Siapa engkau anak perempuan?"
"Hamba Mayang Ambari, raden, dari desa Jenangan"
"Mengapa engkau mengganggu tapa semedhiku?"
Mayang Ambari menyembah "Mohon raden memaafkan
kesalahan hamba. Tetapi memang hamba hendak mohon
pertolongan raden"
"Pertolongan?" Nararya terkejut kemudian beralih
memandang kearah pintu "suara apa yang hiruk di luar
itu?"
”Gerombolan orang jahat, raden"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Gerombolan orang jahat? Mana Noyo dan Doyo?"


Nararya makin tak mengerti suasana tempat itu.
"Entah" Mayang Ambari menjawab. Tetapi cepat ia
mereka dugaan bahwa yang dimaksudkan Noyo dan Doyo
kemungkinan besar tentulah kedua paman yang menjaga di
luar pintu candi itu "tetapi diluar pintu ada dua orang
paman yang berkelahi dengan gerombolan penjahat itu . .
."
Nararya tersentak "Tentulah mereka" ia terus bangkit
dan hendak ayunkan langkah. Tetapi pada lain saat ia
berhenti, berpaling "apakah pertolongan yang hendak
engkau minta kepadaku?"
"Tidak lain, raden" kata Mayang Ambari "hamba mohon
raden sudi melindungi diri hamba dari kejaran gerombolan
penjahat itu"
"O, mereka mengejar-ngejar engkau? " Mayang Ambari
mengiakan.
"Dan sekarang dihadang paman Noyo dan Doyo, eh,
mereka tentu menderita" Nararya lanjutkan langkah. Tiba
diambang pintu sejenak ia berpaling pula "sembunyi saja di
sini, tak perlu ke luar" tanpa menunggu penyahutan
Mayang Ambari, Nararya terus bergegas ke luar.
Mayang Ambari masih terpukau. Apa yang dialami saat
itu, seperti ia bermimpi. Baru pertama kali dalam sepanjang
hidupnya, tubuhnya telah dijamah oleh seorang anakmuda.
Alangkah hangatnya jari-jari anakmuda itu, alangkah kokoh
lengannya dan serentak terbayang pula akan wajah
pemuda itu. Tampan .memendam keagungan, dari balik
selongsong kulit yang kuning langsat, memancar cahaya

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

cerah. Sepasang gundu matanya, memercik bara pesona


penuh wibawa.
"Ah . . ." Mayang Ambari tersipu-sipu mengusap butir-
butir keringat yang teruap dari rasa malu yang membara
kedua pipinya, manakala ia teringat betapa dekat wajah
pemuda itu merapat pada mukanya. Bahkan apabila ia tak
lekas beringsut ke samping, pipinya tentu akan beradu
dengan ujung hidung yang mancung dari pemuda itu.
Detik-detik mengenang peristiwa-peristiwa itu, terasa
mendetakkan jantungnya makin keras, darah mengalir
bagai kuda berpacu, makin deras makin menyesakkan
napas.
"Aduh ..." tiba-tiba terdengar pekik melolong keseraman
dari arah luar candi. Serentak lenyaplah pesona yang
memukau pikiran Mayang Ambari. Terlintas pula suatu
kecemasan tentang keselamatan raden itu. Dia yang minta
tolong, enak-enak menyembunyikan diri dalam candi, raden
yang menolongnya harus menghadapi bahava,
kemungkinan menderita kesakitan karena dihajar
gerombolan perampok itu. Hati meronta, serentak kakipun
lari ke luar "Ah" ia mendesah kejut tetapi legah.
Tak kurang dari duabelas orang lelaki, bermacam raut
wajah, bentuk tubuh dan seragam pakaian tampak berjajar-
jajar di muka sebuah gerumbul. Di muka mereka, beberapa
langkah jaraknya, tampak pemuda cakap dari dalam candi
tadi tengah berhadapan dengan seorang lelaki gagah
perkasa, baju merah darah, celana hitam. Pada dada baju
yang tak terkancing, tampak menggerumbul bulu-bulu yang
lebat. Rambut pada kedua pelipis mcnjulai bagai akar

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pohon brahmastana, janggutnya melingkar lebat bagai


sarang burung dikeremangan petang.
Pandang mata Mayang Ambari menyusur makin jauh.
Dilihatnya dua sosok tubuh menggunduk rebah di bawah
pohon. Badannya menggunduk daging berjalur merah,
tampak jelas karena tanpa baju.
"Ah, tentu keduanya anakbuah gerombolan jahat itu"
pikir Mayang Ambari yang masih mengembarakan pandang
mata ke sekeliling. Tiba-tiba ia terbeliak. Seorang dari lelaki-
lelaki yang tegak berjajar itu tengah menginjakkan sebelah
kaki pada sesosok tubuh manusia "oh, batara, adalah
korban itu salah seorang dari kedua paman tadi?"
Belum keresahan hati terjawab, ekor matanyapun
tertumbuk pada sesosok tubuh yang duduk bersandar pada
batang pohon "Ih" pekiknya dalam hati "itulah jelas paman
yang mengajarkan aku mencabut bulu kaki raden tadi"
"Berhenti!" tiba-tiba terdengar pria muda yang tampan
tadi menghardik. Ia terkejut walaupun yang dihardik jelas
bukan dirinya, melainkan seorang anakbuah gerombolan
yang hendak melangkah menghampiri pintu candi. Ia tak
menyangka bahwa pria muda tampan muka yang halus dan
lembut tutur sapa, ternyata mampu memancarkan hardik
yang sedahsyat harimau mengaum. Anakbuah gerombolan
itupun tersentak langkah.
"Selangkah engkau berani mengganggu dara di pintu
candi itu, akan kulempar engkau ke dalam parit" teriak
pemuda cakap itu pula Nadanya menggelegar guruh di
angkasa.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Mayang Ambari terbeliak pula. Jelas raden itu telah


mengetahui dirinya ke luar di pintu candi. Ah, mengapa ia
tak mau mentaati perintah raden itu? "Tentulah ia
bersungguh hati hendak melindungi diriku agar jangan
terlihat gerombolan orang jahat itu" akhirnya ia membuat
penjelasan sendiri untuk dirinya sendiri. Tetapi sesaat ia
membantah pula "Tidak, aku tak ingin raden itu menderita
karena hendak melindungi diriku. Bila perlu biarlah aku
yang berkorban jiwa. Aku tetap hendak menyaksikan
keselamatan raden itu"
"Keparat!" tiba-tiba lelaki baju merah yang gagah
perkasa itu membentak "itu dia dara yang akan kujadikan
isteriku. Engkau berani menyangkal tak tahu?"
"Ya, memang semula aku tahu hal itu"
"Engkau tak mengenalnya?"
"Semula belum"
”Jika begitu" nada lelaki gagah perkasa itu agak mereda
"dapat kuampuni jiwamu. Pergilah engkau melanjutkan
perjalananmu. Dan akupun hendak membawa calon isteriku
itu pulang"
Pemuda cakap atau raden Nararya tak menyahut
melainkan berpaling kearah Mayang Ambari "Nini, benarkah
engkau calon isteri ki sanak ini?"
"Tidak, raden" cepat Mayang Ambari berteriak "jangan
percaya kepadanya. Aku hendak mempersembahkan sesaji
di candi ini, di tengah jalan berpapasan dengan
gerombolannya. Dia hendak memaksa menangkap aku.
Tolonglah aku raden ...."

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya mengangguk lalu menghadapkan pandang


kearah orang tinggi perkasa pula ”Engkau bohong! Dia
bukan calon isterimu. Engkau hendak merampas
kehormatan seorang dara!"
"Keparat!" orang berbaju merah itu berteriak
mengguntur "apa pedulimu, dia bukan apa-apamu !"
"Jawab!" sahut Nararya tenang "bukankah dara itu benar
dan engkau berbohong?"
"Engkau lebih percaya padanya daripada aku?"
"Ya"
"Hm" orang bertubuh gagah perkasa menggeram
"engkau tahu siapa diriku ?"
"Yang penting persoalannya, bukan namamu"
"Kurang ajar, apa engkau tak ingin tahu?"
"Mengapa aku harus ingin tahu? Aku manusia,
engkaupun seorang manusia. Tidak beda. Kalau beda,
hanyalah karena perbuatannya"
"Keparat!" orang itu menggeram pula "aku suka kepada
dara itu. Dia hendak kujadikan isteriku. Jangan ikut campur.
Engkau tentu sudah mendengar bahwa Singa Barong dari
Wengker itu sudah menelan ratusan jiwa manusia. Dia saat
ini berada di hadapanmu"
Selepas berkata, lelaki bertubuh tinggi besar atau Singa
Barong kepala gerombolan perampok, menyelimpatkan
pandang mata ke wajah Nararya. Ia ingin melihat betapa
wajah pemuda itu akan mengeriput kerut-kerut ketakutan,
tubuh menggigil dan terus melarikan diri. Tetapi alangkah

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kejutnya ketika diperhatikannya pemuda itu tenang-tenang


belaka, wajahnya cerah pucat.
"Engkau dengar kata-kataku tadi?" terpaksa Singa
Barong mengulang.
Nararya tertawa peiahan "Aku tidak tuli"
"Lalu engkau mau mentaati perintahku atau tidak?" Singa
Barong menegas.
"Sayang" kata Nararya ringkas.
"Sayang?" ulang Singa Barong terbeliak "apa
maksudmu?"
"Andaikata aku tak melihat peristiwa ini, engkau tentu
akan berbahagia mempersunting dara itu. Tetapi aku telah
melihatnya, itulah yang hendak kusayangkan"
Singa Barong merentang mata lebar-lebar
”Engkau menyukainya?"
"Bukan" Nararya tertawa kecil "bukan menyukai tetapi
melindunginya"
"Keparat busuk! Engkau benar-benar tak sayang akan
jiwamu?" teriak Singa Barong.
"Sudah tentu sayang" jawab Nararya "tetapi aku lebih
suka kehilangan jiwa daripada mempunyai jiwa yang hina"
Singa Barong mendelik. Dia benar-benar tak tahu apa
yang hendak diutarakan pemuda itu dalam kata-katanya
yang terselubung itu
"Apa maksudmu, bicaralah yang jelas, jangan plintat
plintut seperti cacing kepanasan"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya tertawa "Bukan salah kata-kata dirangkai, tetapi


salah orang yang tak dapat menangkap artinya. Baiklah
akan kujelaskan. Aku lebih suka kehilangan jiwa daripada
memiliki jiwa ingkar"
"Apa itu jiwa ingkar?"
"Dara itu meminta perlindungan kepadaku dan akupun
sudah menyanggupi. Jika kubiarkan dia engkau tangkap,
bukankah aku ingkar-jiwa namanya?"
"Ki Singa" tiba-tiba seorang anakbuah yang bertubuh
dempal agak pendek, menyelimpat maju dengan mencekal
sebuah gada "idinkan aku, Arjasa, menangani pemuda liar
kurang susila itu"
Saat itu Singa Barong tengah menggeram. Beberapa
anakbuahnya diam-diam heran mengapa sesabar itu kepala
gerombolan mereka terhadap Nararya. Suatu sikap yang
belum pernah mereka lihat pada diri kepala gerombolan
mereka. Adat kebiasaannya, Singa Barong tak mau
berbanyak kata. Setiap meraung dalam aji Senggara-
macan, Singa Barong tentu sudah segera menerkam lawan.
Tetapi mereka tak tahu bahwa saat itu Singa Barong
sedang dipaksa untuk menimang dan menggunakan
pertimbangan. Seorang anakbuah gerombolan dan Singa
Sarkara yang mendahului menyerang tadi, dalam waktu
singkat telah dirobohkan oleh pemuda itu. Pada hal
adiknya. Singa Sarkara, kedigdayaannya hanya setingkat cli
bawahnya. Apabila iapun kalah, habislah sudah riwayat
kemasyhuran nama gerombolan Singa Barong yang sudah
bertahun-tahun bersimaharajalela di telatah Wengker -
Matahun. Itulah sebabnya maka ia tak segera bertindak
terhadap Nararya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tetapi manakala Arjasa tampil ke muka, segera


bangkitlah semangatnya pula. Betapapun dia adalah Singa
Barong kepala gerombolan yang termasyhur sakti
mandraguna dan pemuda itu hanya seorang anakmuda
yang bertubuh lemah
"Arjasa, mundur!" serentak ia membentak anakbuahnya
itu. Kemudian ia maju selangkah tegak berhadapan dengan
Nararya "Engkau benar-benar hendak melindunginya?"
"Aku sudah terlanjur berjanji" sahut Nararya yang segera
berkemas-kemas melihat Singa Barong mengorak tali
pinggang yang melilit di pinggang. Tarrr, tangan kepala
gerombolan itu menggentak dan terdengarlah bunyi
menggeletar yang nyaring dan tajam. Kumandangnya
bergema jauh menyusup ke lembah sunyi.
"Jika engkau mampu menghadapi cambuk Gebyar Sayuta
ini, aku akan mengajak anakbuahku berlalu dari sini"
serunya melantang.
"Baik" sambut Nararya "jika engkau mampu membunuh
jiwaku, silahkan engkau membawa pulang dara itu"
"Jangan" seru Singa Barong pula segera memerintahkan
supaya Nararya mencabut senjatanva. Tetapi pemuda itu
menolak "Aku tak mempunyai senjata apa-apa lagi kecuali
sepasang tangan"
Singa Earong tak mau banyak bicara lagi. Maju
selangkah, tangannya berayun dan seketika di udara yang
gelap memancar hamburan sinar kilat yang kemilau lalu
diiring dengan letupan dahsyat. Satuan sinar kilat dan
letupan itu menghamburkan seberkas hujan percikan api
yang membias ke atas kepala Nararya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya terkejut melihat ilmu permainan cambuk yang


luar biasa dahsyatnya. Ia cepat loncat mundur diiring oleh
sorak sorai anakbuah gerombolan yang tertawa mengejek.
Tar, tar .... dua kali cambuk Gebyar Sayuta berayun,
menggeletar dan menghamburkan sinar kilat menyambar
tubuh Nararya. Pemuda itu masih belum terlepas dari
selubung kejut dan keheranan. Ia loncat ke samping lalu
loncat ke belakang. Ia tegak tertegun. Sambaran kilat dari
cambuk Singa Barong memancarkan deru angin yang
berhawa panas. Tak ubah seperti kilat.
"Ki Singa, hajarlah pemuda liar itu sampai remuk !"
anakbuah gerombolan Singa Barong bersorak sorai
menambah semangat perbawa pemimpinnya.
Mayang Ambari terkejut, pucat. Ia menyesal meminta
pertolongan kepada Nararya sehingga jiwa raden itu
terancam. Dalam pandangannya, Singa Barong terlalu kuat.
Ia rela mengorbankan diri asal raden itu selamat. Ia harus
cepat-cepat mencegah agar cambuk kepala gerombolan
jangan sampai melukai raden itu.
"Singa Barong.....!"
(Oo=dwkz-ismoyo=oO)

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 2

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
 

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
Gelanggang pertempuran yang tengah menguapkan debu dan
hamburan daun2 yang berguguran diganas cambuk Gebyar
Sayuta dari Singa Barong, tiba-tiba terkerat oleh lengking teriak
yang bernada tinggi.
Singa Barong, kepala gerombolan perampok yang terkenal di
daerah Matahun-Wengker, serasa terdenting pecah anak
telinganya. Getar2 teriakan yang membahana dari seorang dara
yang tengah dicengkam ketakutan, seolah menusuk-nusuk ulu
hati kepala perampok itu. Padahal Singa Barong dikenal sebagai
seorang dedengkot perampok yang berhati dingin, menganggap
jiwa manusia tak lebih sebagai jiwa ayam.
Singa Barong terkesiap, kerutkan dahi dan heran mengapa ia
mau menurut perintah teriakan itu. Tetapi cepatlah wajahnya
merah padam sesaat teringat bahwa orang itu tidak
memerintahkan ia berhenti melainkan memanggil namanya. Ia
malu dan marah. Cepat ia berpaling ke arah orang itu.
Seketika pandang matanya menerkam dara cantik Mayang
Ambari. Ia terkesiap. Dara yang pada saat muncul di pintu candi
tampak pucat dan menggigil ketakutan, saat itu berdiri tegak
memandangnya dengan berani. Rasa heran telah
menghanyutkan kemarahan, menghapus perbekalan kata yang
siap hendak ditumpahkan. Dan kecantikan dara itu makin
menghampakan pikirannya. Ia tegak termangu memandangnya.
"Singa... Barong" gadis itu meluncur kata walau ditengah jalan
harus tersendat. Singa Barongpun gelagapan. Ia malu mengapa
ia harus kesima sehingga didahului pula oleh gadis itu. Untuk
menghapus kesan yang kurang baik pada anakbuahnya, cepat
kepala perampok itu membentak "Jangan banyak ribut, engkau!”
"Singa Barong, aku hendak bicara kepadamu" seru gadis itu
dengan nada agak lebih berani.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Wajah Singa Barong menyeringai. Dua kepal kumis yang


merimbun di atas bibirnya, tampak berguncang-guncang macam
semak, dihembus angin. Kelopak matanya merentang lebar
"Engkau mau bicara dengan aku?" serunya.
"Ya" sahut Mayang Ambari.
"Apa yang hendak engkau katakan?"
"Hentikan perkelahianmu"
"Hah?" sepasang guridu mata Singa Barong yang sebesar telur
ayam, tampak membelalak "engkau berani melarang aku?"
"Bukan melarang"
"Memerintah?" seru Singa Barong pula.
"Bukan memerintah" sahut Mayang Ambari "hanya meminta"
Singa Barong mendesuh "Hm, meminta?" ia mengulang "apa
sebabnya engkau mengajukan permintaan begitu?"
"Tidak ada sebabnya"
"Engkau kasihan kepada pemuda itu?"
"Aku tak ingin melihat orang yang menolong aku akan
menderita sendiri” sahut Mayang Ambari.
"Hm rupanya engkau sayang kepadanya" seru Singa Barong
dalam nada mengguruh "tetapi apa engkau yakin bahwa aku
tentu meluluskan permintaanmu?"
"Bagaimana yang engkau kehendak supaya engkau mau
menerima permintaanku itu?" seru Mayang Ambari.
"Aku tak menghendaki apa2" kata Singa Barong "karena
sudah jelas, pemuda itu akan remuk tulangnya dan engkau
kubawa pulang sebagai isteriku"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Merah wajah dara cantik itu. Dadanya bergelombang


diguncang gempa hatinya "Singa Barong, jangan engkau sekejam
itu. Lepaskan raden itu dan aku bersedia ikut engkau"
"Kalau aku menolak ?" Singa Barong menyeringai tawa.
"Aku akan melarikan diri"
"Ha, ha, ha" kepala perampok itu tertawa membatu roboh
"mampukah engkau meloloskan diri dari pagar anakbuahku yang
serapat gigimu itu, bocah ayu ?"
Namun wajah Mayang Ambari tak berobah. Tetap mengerut
suatu keputusan yang kokoh "Memang, Singa Barong, aku
mungkin tak dapat lolos dari penjagaan anakbuahmu. Tetapi
ketahuilah, apabila engkau dan anakbuahmu menyentuh
tubuhku, akan kubeset kulitku. Apabila mereka berhasil
menguasai diriku, hanya mayat saja yang engkau peroleh, karena
saat itu aku pasti bunuh diri dengan cundrik ini" ia mengeluarkan
sebatang patrem kecil yang disimpan dalam pinggang.
Singa Barong dan anakbuahnya terbeliak dilanda kejut yang
hebat. Tak mereka sangka bahwa dara secantik dan selemah itu,
ternyata memiliki tekad yang sedemikian besar. Akhirnya Singa
Barong mau mundur selangkah "Hm, baru kali ini Singa Barong
harus tunduk pada tuntutan orang. Baik, bocah ayu, kali ini aku
menerima permintaanmu. Tapi ingat, setelah jadi isteiiku jangan
engkau banyak meminta, ha, ha, ha ..."
Merah wajah Mayang Ambari. Tubuhnya gemetar keras,
dilanda malu dan marah namun yang ditekan dan yang
diusahakan untuk diderita '"Jika demikian, lepaskan raden itu"
"Ya, suruh dia enyah, aku takkan mengganggunya" Singa
Barong menekuk ujung cambuk hendak dililitkan ke pinggang,
sambil berpaling kearah anakbuahnya "jangan mengganggu
mereka"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kepala perampok itu menunduk sejenak untuk memeriksa


letak garis pinggangnya yang hendak disalut dengan lilitan
cambuk. Hanya sekejab pikirannya tercurah akan pemasangan
cemeti, atau cepat ia mendengar debur langkah kaki berayun
menyorong sebujur bayang2 hitam merayap di lanah, makin naik
dan naik, menghampiri ke sisinya. Dan pikirannyapun cepat
menyadari bahwa debur langkah kaki itu berasal dari sebetah
muka dan bayang2 hitam itu adalah bayang2 tubuh manusia
ditingkah sinar rembulan remang. Cepat ia mengangkat muka
memandang ke muka dan secepat itu pula pandang matanya
beradu dengan sepasang gundu mata yang berkilat tajam dari
wajah seorang muda yang berdiri menggagah di hadapannya
"Engkau ...... ! " serunya dalam nada teriak.
"Ya" sahut pemuda itu atau Nararya.
"Pergilah" seru Singa Barong pula "aku telah berjanji pada
calon isteriku untuk melepaskan engkau"
"Hm" desuh Nararya "terserah engkau mau bertindak
bagaimana. Tetapi akupun akan bertindak menurut kehendakku"
Singa Barong membeliak " Apa maksudmu?"
"Engkau mau melepaskan diriku atau tidak, terserah " kata
Nararya " tetapi aku takkan melepaskan engkau"
"Keparat!" teriak Singa Barong keras2 "engkau hendak
menantang aku berkelahi lagi?"
Nararya gelengkan kepala ”Hm, pelupa benar engkau ini.
Bukankah pertarungan kita tadi belum selesai? Siapakah yang
menantang perkelahian itu?"
"Iblis laknat" Singa Barong marah "jika tidak karena dara itu,
saat ini engkau tentu sudah rebah menjadi mayat" ia terus
mengorak pula cambuk yang belum sempat dililitkan pinggang.
Melihat ketegangan membara lagi, Mayang Ambari cepat lari
menghampiri Nararya "Raden ..." ia berjongkok menelungkupi
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kaki Nararya "raden, janganlah raden melanjutkan maksud


raden.....”
Namun Nararya tak menjawab sepatahpun juga.
"Raden" Mayang Ambari mulai menengadahkan kepala
memandang wajah Nararya "janganlah raden berkelahi dengan
mereka. Mereka ganas dan kejam. Biarlah aku ikut mereka dan
silahkan raden tinggalkan tempat ini ...."
Nararya merasa bahwa tangan si dara yang menelungkup
kakinya itu dingin dan gemetar. Kemudian terasa pula butir2 air
hangat mencurah pada kakinya. Ia terkejut. Tentulah dara itu
menangis. Namun tenang2 saja ia berkata "Silahkan engkau ikut
kepala perampok itu. Tetapi aku tetap akan menyelesaikan
pertempuran tadi"
"Raden !" Mayang Ambari menjerit. Kaget dan cemas "jangan
raden, percayalah kepadaku dan luluskanlah permintaanku"
Nararya tertawa mendengus "Aku tak pernah menolak
permintaan setiap insan, bahkan bangsa khewanpun kalau minta
tolong kepadaku, tentu akan kutolong"
"Oh, terima kasih, raden" tiba2 nada Mayang Ambari berobah
gembira "biarlah aku berkorban ..."
"Siapakah yang suruh engkau berkorban?" tukas Nararya.
"Aku sendiri, raden" sahut Mayang Ambari "aku tak
menghendaki raden menderita ...."
"Engkau bebas untuk melakukan apa yang engkau kehendaki.
Silahkan engkau berkorban untuk dirimu tetapi aku tak pernah
merasa meminta engkau berkorban untuk diriku"
"Ya" sahut Mayang Ambari "memang aku sendiri yang
mengambil keputusan itu"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Jika demikian" kata Nararya seraya beringsut untuk


melepaskan kakinya dari tangan si dara "silahkan engkau ikut
pada kepala perampok itu"
"Dan bukankah raden segera tinggalkan tempat ini?" Mayang
Ambari menyertai pertanyaan dengan pandang penuh harap.
Nararya gelengkan kepala "Haruskah kuulang lagi
pernyataanku tadi? Aku tetap takkan melepaskan seorang kepala
perampok yang hendak mengganggu wanita, sekalipun wanita itu
dengan serta merta hendak memaserahkan diri kepadanya"
"Raden" teriak Mayang Ambari merintih "bunuh Mayang
Ambari tetapi kumohon janganlah raden perhina diriku
sedemikian rendah"
"Aku berjanji, nini" kata Nararya "apabila engkau menerima
kata-kataku itu sebagai suatu hinaan, takkan kuucapkan lagi.
Engkau sangat perasa sekali, kiranya. Tetapi adakah engkau tak
merasa telah menghina diriku juga?"
Mayang Ambari tersengat kejut "Raden, oh, bilakah Mayang
Ambari menghina raden?"
"O, kiranya engkau belum merasa" kata Nararya "bahwa aku
yang telah menyanggupi untuk melindungi dirimu dari gangguan
perampok, secara tiba-tiba engkau campakkan diriku ke lembah
hina sebagai seorang pengecut, seorang lemah yang pasti akan
mati terbunuh oleh seorang kepala perampok. Tidakkah engkau
menganggap hal itu sebagai suatu tindak mencemohkan diriku?"
"Raden!" Mayang Ambari menjerit "tidak, raden, Mayang
Ambari tak bermaksud demikian. Aku hanya ingin
menyelamatkan ..."
"Seorang ksatrya yang sudah berjanji akan memberi
pertolongan tentu akan melaksanakan janjinya. Janji adalah
kehormatan seorang ksatrya dan mati adalah tebusannya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sudahlah, nini, jika engkau hendak menyerahkan dirimu kepada


perampok itu, pergilah. Aku tetap akan menunaikan janjiku"
"Duh, raden, ampuplah kesalahan hamba ..." Mayang Ambari
menangis dan menelungkup kaki Nararya.
"Diam!" tiba2 Singa Barong menghardik keras "kemarilah!
Akan kuhajamya karena dia berani menghina engkau"
Singa Barong maju pula selangkah kehadapan Nararya.
Namun Mayang Ambari masih tetap menelungkupi kaki pemuda
itu. Nararya terkejut, serunya gopoh "Nini, menyingkirlah ke
samping. Aku hendak menghadapi kepala perampok itu"
Tetapi Mayang Ambari tetap diam. Sesaat terkejutlah Nararya
ketika merasa bahwa tangan dan wajah dara itu terasa dingin
"Nini, bangunlah ...." serunya seraya menggoyangkan kakinya
agar dilepaskan. Tetapi ternyata tangan gadis itu masih
menelungkupi dengan erat, seolah tak mau melepaskan. Nararya
agak mengkal. Tetapi maksud hati hendak menggunakan tenaga
agak keras pada kakinya agar dara itu tersiak, segera tertumbuk
akan rasa kejut ketika merasa hawa dingin dari tangan dan tubuh
dara itu makin terasa sekali menjalar ke kakinya.
"Tangan dan tubuhnya dingin dan dia tak bicara apa2, ah ...."
tiba2 Nararya teringat sesuatu dan tersengat kejut. Cepat ia
membungkuk dan menjamah bahu dara itu, ah, dingin sekali
tubuhnya "Nini ... nini ...." digolek-golekkannya tubuh dara itu
namun tetap tak menyahut "ah, dia pingsan ...."
Nararya memang telah menduga hal itu. Maka cepat ia
mendekap punggung akan kaki dara itu. Maksudnya hendak
diangkat ke bawah pohon disamping. Tetapi saat itu terdengar
Singa Barong menggelegar pekik "Hai, anak liar.. jangan engkau
menjamah tubuh dara itu!"
Terdengar sebuah benda menderu, menghambur angin
dahsyat kearah Nararya, tepat pada saat pemuda itu hendak
membungkukkan tubuh mengangkat Mayang Ambari. Tarrr ....
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Terdengar letupan dahsyat, debu dan keping2 hancuran tanah


bertebaran menyelubungi sekeliling tempat. Beberapa anakbuah
gerombolan berpaling ke belakang, ada yang menutup mata ada
pula yang hanya pejamkan mata. Namun mereka tak terkejut
karena sudah mengetahui bahwa demikianlah keadaanya setiap
kali cambuk Gebyar Sayuta mengunjuk gaya. Kebalikannya, yang
terkejut adalah Singa Barong sendiri.
Dengan timbulnya prahara debu campur hancuran, tanah itu,
jelas bahwa cambuk Gebyar Sayuta telah menghantam tanah.
Sama sekali tak mengenai tubuh pemuda itu. Tidakkah hal itu
layak mengundang rasa kejutnya? Ia ingin melihat bagaimana
keadaan pemuda dan si dara namun kemelut debu yang
bergulung tebal menghambat pandang matanya. Terpaksa ia
harus bersabar menanti. Tetapi selekas debu menipis, ia harus
terkejut pula bahkan sampai membelalak memandang lekat2
seolah hendak menguji adakah yang dilihatnya itu benar2 terjadi.
Saat itu pemuda tadi sudah tampak tegak dihadapannya. Hanya
seorang diri tanpa si dara cantik.
"Kemana dara itu?" tanpa disadari Singa Barong berseru
heran.
"Sudah kuserahkan kepada pamanku" sahut pemuda itu yang
tak lain adalah Nararya "mengapa? Dia pingsan, apakah hendak
engkau ganggu?"
"Oh" dengus Singa Barong sambil mengeliarkan pandang
matanya. Di bawah sebatang pohon, dilihatnya seorang lelaki
setengah tua sedang menjaga seorang anak perempuan yang
rebah di tanah. Lelaki itu dikenalnya sebagai salah seorang yang
berada di candi situ. Sedang anak perempuan itu jelas Mayang
Ambari.
"Sudah puas ?" tegur Nararya pula "jika belum, silahkan
memeriksa lagi. Dan kalau sudah puas, marilah kita lanjutkan
bertempur"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Selama memimpin gerombolan perampok, telah bertahun-


tahun Singa Barong bersimaharajalela di telatah Wengker dan
Matahun. Dia paling ditakuti rakyat dan gerombolan-gerombolan
perampok maupun penyamun lain.
Hukum rimba berlaku juga dalam kehidupan manusia dari
dunia hitam. "Gerombolan perampok, penyamun, maling dan
penjahat menyanjung Singa Barong sebagai pemimpin. Setiap
hari raya, mereka berbondong-bondong menghadap Singa
Barong untuk menghaturkan bulu-bakti berupa hadiah barang2
yang berharga. Juga setiap penjahat yang datang ke daerah
Wengker dan Matahun harus menghadap Singa Barong untuk
melaporkan diri dan minta idin. Pernah sekali terjadi ketika
gerombolan perampok dari tanah Pajang datang ke Matahun, dia
tak mau menghadap Singa Barong. Pada saat ia hendak kembali
ke Pajang, di tengah jalan di tepi bengawan Bogowonto,
gerombolan itu dihadang Singa Barong. Pertempuran terjadi.
Singa Barong menghancurkan seluruh gerombolan itu dan
membuang mayat mereka ke bengawan. Sejak peristiwa itu tiada
lagi orang yang berani menentang Singa Barong.
Dan selama menikmati kehidupan sebagai kepala penjahat
yang disanjung oleh seluruh golongan hitam, jarang sekali Singa
Barong mendapat lawan. Dan apabila mendapat lawan, pun
jarang sekali ia menggunakan cambuk. Ia memiliki ilmu lindung,
kebal senjata tajam dan memiliki ilmu kanuragan tataran tinggi.
Bahwa dalam menghadapi pemuda Nararya ia terus langsung
menggunakan cambuk, memang mengejutkan sekalian
anakbuahriya. Tetapi Singa Barong sendiri menyadari bahwa
pemuda Nararya itu memang harus diperlakukan lain. Seorang
anakbuahnya dan Singa Sarkara dalam waktu singkat dapat
dirubuhkan pemuda itu.
Apa yang diperhitungkan pada diri pemuda itu, ternyata tak
salah. Beberapa serangan cambuk yang dilancarkan dalam babak
permulaan tadi, ternyata tak mampu mengenai pemuda itu. Dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

yang lebih mengejutkan pula yalah serangan cambuknya yang


terakhir, dimana jelas ia melihat pemuda itu tak berjaga2 dan
tengah membungkuk hendak menolong seorang dara. Namun
letupan cambuknya hanya menghantam tanah.
Seorang dedongkot perampok seperti Singa Barong ternyata
bukan manusia maha berani. Dia tetap seorang manusia biasa
yang masih mempunyai rasa gentar juga. Namun ketika
mendengar kata2 yang dilontarkan Nararya, seketika meluaplah
kemarahannya "Keparat, jangan berkokok. Engkau tak lebih
hanya ayam gunung!"
"Singa Barong" tiba2 Nararya berseru. Kali ini nadanya penuh
membahana keberanian "kusangka engkau seorang benggolan
yang perwira maka akupun masih memaksa diri untuk
menghormati. Tetapi aku kecewa, Singa Barong, karena ternyata
engkau tak lebih dari seorang manusia licik yang menabur dirimu
dengan segala tindak kejam dan buas agar orang takut
kepadamu. Tetapi ketahuilah, bahwa apabila engkau tak mau
bertobat, hari ini terpaksa akan kuhancurkan nyawamu !"
"Keparat!" Singa Barong meledak kemarahannya. Cambuk
diayunkan sedahsyat angin prahara. Diserangnya Nararya dengan
taburan cambuk yang berkilat-kilat bagaikan halilintar, menderu-
deru laksana angin prahara.
Cambuk Gebyar Sayuta bukan sembarang cambuk. Apabila
cambuk biasanya terbuat daripada tali atau pun kulit kerbau,
bahkan ada pula yang dari urat2 kerbau, tidaklah demikian
dengan cambuk Gebyar Sayuta. Cambuk itu merupakan senjata
kebanggaan Singa Barong karena dalam dunia hitam, tiada
seorang lain yang menggunakan cambuk semacam itu. Cambuk
Gebyar Sayuta itu terbuat daripada bangkai ular sanca yang
berumur ratusan tahun. Lemas tetapi kerasnya melebihi baja
sehingga senjata yang bagaimanapun tajamnya, tak mampu
menabas cambuk itu. Keistimewaan lain dari cambuk itu, apabila
mengenai lawan, kulit dan daging orang itu tetap utuh tanpa
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

terluka sedikit-pun juga tetapi tulangnya sudah remuk. Dia akan


mati atau cacad tak dapat berdiri selama-lamanya.
Rasa gentar tersapu seketika disaat dia mengayun-ayunkan
cambuk Gebyar Sayuta. Gebyar atau pancaran sinar yang
berhamburan dari cambuk itu telah membangkitkan pula nyali
dan kebanggaan Singa Barong sebagai orang yang dipertuan
dalam dunia golongan hitam.
Nararya diam2 terkejut. Ia pernah dengar juga tentang
seorang kepala gerombolan perampok yang bernama Singa
Barong. Kata orang, Singa Barong itu memiliki tenaga sekuat
singa. Kata orang pula, Singa Barong itu tak mempan dibacok
senjata tajam. Dan lebih kata orang pula bahwa Singa Barong itu
dapat menghilang. Diantara cerita dan kata orang tentang diri
kepala gerombolan perampok itu, ia merasa dan membuktikan
sendiri bahwa Singa Barong itu memang memiliki tenaga yang
amat kuat. Dan hal itu sesuai dengan perawakannya yang tinggi
besar gagah perkasa. Bahwa kepala perampok itu kebal senjata
dan dapat menghilang, ia belum membuktikan dan ingin kiranya
hendak membuktikan. Tetapi untuk mencapai langkah itu,
haruslah terlebih dahulu ia dapat mengatasi kenyataan bahwa
Singa Barong itu memiliki kekuatan yang amat dahsyat.
Dalam minimang-nimang siasat untuk menghancurkan tenaga
serangan lawan yang dahsyat itu, Nararya tak sempat melakukan
serangan balasan. Ia hanya menggunakan siasat menghindar.
Dalam hal itu yang penting ia harus mempertajam indera
penglihatannya untuk mengikuti setiap ayunan cambuk lawan
agar ia dapat menyesuaikan gerak penghindarannya, menyurut
mundur atau loncat ke samping atau melambung ke atas.
Walaupun hal itu baru dirasakan setelah beberapa saat
bertempur, namun tidaklah mengurangkan rasa heran yang
menyelimpat dalam pikiran Nararya. Ia merasa bahwa serangan
cambuk Singa Barong itu hebat dan dahsyat tetapi ia tak merasa
gentar ataupun gugup. Ia merasa tenang. Iapun merasa bahwa
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

ayunan cambuk lawan memancarkan sinar kemilau macam kilat


tetapi ia tak merasa silau. Pun ia merasa bahwa gerak cambuk:
kepala perampok itu secepat halilintar menyambar, namun
pandang matanya selalu dapat mengikuti. Ada. pula lain
perasaan yang sebelumnya tak pernah dirasakan. Bahwasanya
disamping penglihatannya bertambah terang, pendengarannya
bertambah tajam, pun gerak tubuhnya bertambah ringan. Ia
heran tetapi tak sempat memikirkan. Ia ingin merenungkan tetapi
cambuk Singa Barong tak mengidinkan. Hanya sedikit saja yang
sempat ia ingat, bahwa sejak bersemedhi dalam, candi di tempat
itu, sudah beberapa hari ia tak makan dan minum tetapi ia tak
merasa lemas bahkan tubuhnya terasa ringan sekali.
Ayunan cambuk Singa Barong itu menimbulkah hiruk pikuk
yang menyeramkan. Debu campur pasir bertebaran menyelimuti
gelanggang, tanah dan cadas putit hancur memuncratkan
keping-keping, ranting dan dahatt berderak-derak patah, daun2
berguguran memenuhi tanah. Anakbuah gerombolan perampok
itu terlongong-longong menyaksikan keperkasaan pemimpinnya
sebagai mana belum pernah mereka lihat sebelumnya. Mereka
bangga mempunyai seorang pemimpin yang sedemikian perkasa.
Saat itu bulan mulai muncul mengantarkan cahayanya yang
tenang dan damai. Namun Singa Barong tak mengacuhkan
amanat damai dari sang Dewi Malam. Baginya, untuk membunuh
manusia tiada yang dikata siang atau malam. Tenaganya
dihamburkan habis-habisan sehingga dalam waktu tak lama,
tubuhnya sudah mandi keringat dan tak lama pula, napaspun
mulai memburu keras.
Semula Nararya memang menggunakan siasat menghindar
dulu. Kemudian ia memutuskan, siasat itu sebagai suatu cara
yang paling tepat untuk menghadapi lawan yang bertenaga
singa. Ia hendak memeras habis tenaga lawan baru kemudian
melancarkan serangan balasan. Walaupun sudah menentukan
siasat, namun sukar juga dalam pelaksanaannya. Berulang kali

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

hampir saja ia terkena sabatan cambuk lawan. Bahkan karena


cuaca gelap ditambah pula debu bergulung-gulung tebal,
kepalanya hampir tersabat. Untung ia masih sempat menunduk
hingga hanya .ikat kepalanya yang tersambar jatuh. Namun
dengan ketekunan dan kewaspadaan yang tinggi, akhirnya ia
mulai merasakan suatu perobahan dalam gerak lawan. Walaupun
cambuk masih menderu-deru, tetapi perbawanya tidaklah seperti
prahara, melainkan hanya angin biasa. Dan hal itu menunjukkan
bahwa lawan mulai menurun daya serangannya atau yang berarti
tenaganya sudah mulai berkurang.
Saat yang dinantikan Nararyapun tiba. Pada saat itu cambuk
Singa Barong melancar pula, melayang dari udara menghantam
turun. Nararyapun mengisar langkah ke samping, tidak loncat
seperti yang beberapa kali dilakukannya. Selekas ujung cemeti
menghantam tanah dan menimbulkan gelegar kegemparan yang
menghamburkan kabut debu jtebal, dengan suatu gerak yang
tangkas Nararya loncat menginjak ujung cambuk itu. Kemudian ia
menggunakan aji Pengantepan sebagaimana yang telah diajarkan
gurunya di pertapaan.
Masih teringat ketika resi Sinamaya hendak menurunkan ilmu
itu kepadanya. Kala itu Nararya diajak gurunya keluar ke
halaman. Tiba-tiba resi itu mengaduh dan terus terdukuk di
tanah. Nararya gugup menghampiri "Aduh, Nararya, kakiku
terkilir, tolonglah angkat tubuhku ke dalam pondok" kata resi itu.
Nararyapun segera melakukan perintah gurunya. Resi Sinamaya
bertubuh kurus, mudah diangkat, pikir Nararya. Tetapi alangkah
kejutnya ketika mengangkat tubuh gurunya, Nararya tak kuat.
Dicobanya sekali, dua sampai tiga kali, namun tetap ia tak
mampu mengangkatnya. Wajah Nararya merah padam, napas
terengah-engah.
"Bagaimana, Nararya" tegur resi Sinamaya. Nararya tersipu-
sipu merah mukanya "Maaf guru, hamba tak mampu mengangkat
tubuh paduka"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Ah, masakan tak kuat, Nararya. Bukankah tubuhku amat


kurus. Cobalah sekali lagi, angger"
Nararya menurut. Ia terkejut ketika saat itu dengan mudah ia
dapat mengangkatnya. Tubuh gurunya amat ringan. Segera ia
melangkah hendak membawanya masuk ke dalam pondok.
Tetapi baru dua tiga langkah berjalan, tiba-tiba ia menjerit dan
membungkuk ke tanah meletakkan gurunya duduk "Mengapa
Nararya?" tegur resi Sinamaya.
"Duh, guru, turunkanlah kepada hamba ilmu yang aneh itu"
pinta Nararya.
Resi Sinamaya menerangkan bahwa ilmu yang digunakan itu
disebut aji Pengantepan. Jangankan hanya seorang Nararya,
walaupun sepuluh ekor kuda tak kuasa menariknya apabila ia
sedang mengembangkan aji itu.
Dalam menginjak ujung cambuk Singa Barong, Nararyapun
menggunakan aji Pengantepan. Walaupun Singa Barong yang
terkenal amat perkasa itu, namun sampai urat-urat pada dahinya
melingkar-lingkar, tetap tak kuasa menariknya. Nararya tertawa,
tiba-tiba Singa Barong memekik kejut dan tubuhnya terjerembab
kebelakang. Ternyata Nararya menarik aji Pengantepan sehingga
Singa Barong yang masih kemati-matian menariknya, telah
terperangkap dan jatuh terjerembab.
"Uh ..." kepala perampok itu menggeram tertahan ketika
Nararya menginjakkan kaki kanannya ke dada dan kaki kiri ke
tangannya. Singa Barong rasakan dadanya seperti tertindih
segunduk batu besar.
”Jika engkau berani meronta" tiba-tiba Nararya berseru "akan
kuperkeras injakanku sehingga dadamu pecah "
Tetapi rupanya Singa Barong itu memang seorang jantan yang
berani. Walaupun dibawah ancaman maut namun ia masih tak
gentar "Hai, lekas serang keparat ini....." ia tak dapat

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

melanjutkan kata-katanya karena injakan kaki Nararya terasa


lebih berat sehingga ia tak dapat bernapas dan tak sadarkan diri.
Tujuh anakbuah gerombolan Singa Barong taat akan perintah
pemimpinnya. Serempak mereka berhamburan menyerang
Nararya dengan senjata masing-masing.
Nararya terkejut melihat sikap, Singa Barong yang begitu
keras kepala dan anakbuahnya yang sangat taat. Setelah
menginjak dada kepala perampok itu, iapun terus loncat
menghindar serangan mereka. Apabila dengan Singa Barong
hanya satu lawan satu, sekarang ia harus menghadapi tujuh
orang yang bersenjata. Walaupun Singa Barong seorang lebih
sakti daripada ketujuh anakbuahnya namun jumlah mereka jauh
lebih membahayakan dan sukar dihadapi.
Dalam keadaan terdesak, timbullah pikiran Nararya untuk
mematahkan dahan pohon dan digunakan sebagai senjata. Gepat
ia melaksanakan rencana itu. Dengan membawa dahan pohon
yang sebesar lengan orang, untuk beberapa saat ia dapat
menghadapi mereka. Bahkan berhasil juga ia menyapu rubuh
seorang lawan. Tetapi akhirnya dahan pohon itu dapat tertabat
kutung oleh pedang lawan. Kini mereka mengepung Nararya lalu
menyerang dari muka, samping dan belakang.
Beberapa saat kemudian, ketika ia berhasil menghalau
tusukan tombak dari lawan yang di muka, kemudian dapat pula
berputar ke belakang seraya menghantam dua orang lawan, tiba-
tiba ia terkejut karena dari kedua samping kanan dan kiri
melancar tombak dan pedang. Ia tak sempat menangkis maka
cepat ia loncat mundur. Tetapi seorang anakbuah gerombolan
ternyata sudah siap untuk menyambut dengan tombak yang
diarahkan ke lambungnya. Nararya terkejut. Ia benar-benar tak
menduga akan serangan itu. Tanpa banyak perhitungan lagi
iapun segera ayun tubuh melayang kebelakang "Ah..." tiba-tiba ia
mendesuh kesakitan dan terus terdampar jatuh ke tanah.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Cuaca yang gelap dan ancaman yang mendesak tak


menyempatkan Naraya untuk meneliti keadaan dibelakangnya.
Ketika ia loncat ke belakang ternyata kepalanya terantuk pada
sebatang pohon. Keras juga benturan itu sehingga ia merasa
pandang matanya gelap dan jatuhlah ia ke tanah. Anakbuahnya
yang menyerang dengan tombak tadi, dengan tangkas loncat dan
mengangkat tombaknya hendak dibenamkan ke perut Nararya.
Tetapi tiba2 terdengar teriak keras yang melarangnya. Orang itu
cepat mengenali yang mencegah itu. adalah pemimpinnya, Singa
Barong. Maka ia-pun cepat hentikan ujung tombak tepat melekat
diperut Nararya. Untuk mencegahnya supaya pemuda itu jangan
melawan.
Singa Barong memang seorang yang berisi. Sesungguhnya ia
tidak pingsan hanya gelap pandang matanya ketika dadanya
diinjak kaki Nararya. Dalam beberapa kejab ia sudah mendapat
kesadaran pikirannya lagi. Saat itu ia melihat anakbuahnya
hendak menghunjamkan tombak ke perut Nararya yang tengah
rebah telentang di tanah. Tiba2 ia mendapat pikiran dan segera
berseru mencegahnya.
Dengan langkah sarat ia menghampiri ke tempat Nararya "Ikat
tangannya!" perintahnya. Beberapa anakbuahnya segera
berhamburan meringkus Nararya mengikat kedua tangannya
erat2, kemudian ia mengangkatnya dengan kasar supaya berdiri.
"Lepaskan” teriak Singa Barong kepada anakbuah yang masih
memegang tangan pemuda itu. Kemudian ia memberi isyarat
agar anakbuahnya menyingkir "akan kubelah kepalanya dengan
kapak" ia berpaling dan mengulurkan tangan ke arah seorang
anakbuahnya. Anakbuah itu bergegas menyerahkan senjata
kapaknya.
"Jika kalian ngeri, menyingkirlah. Bunuh lelaki kawan pemuda
ini dan tolonglah dara itu supaya sadar" kembali Singa Barong
memberi perintah.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Beberapa orang anakbuahnya segera melakukan perintah.


Sedang Singa Barong segera maju menghampiri ke muka
Nararya. Sekali menggerakkan kaki sebelah kanan, ia menyapu
kaki Nararya sehingga pemuda itupun rubuh berlutut di tanah.
"Hm, keparat, hayo tunjukkan kegagahanmu lagi" Singa
Barong mencemoh.
"Singa Barong" sahut Nararya dengan nada kokoh "hanya satu
yang kuminta kepadamu. Bunuhlah aku tetap jangan sekali-kali
engkau hina diriku!"
"Hm" dengus Singa Barong "dalam saat-saat maut hendak
merenggut jiwamu, engkau masih mengumbar kecongkakan.
Baik, sebenarnya akan kubelah tubuhmu dengan kapak ini tetapi
karena melantangkan kata-kata itu maka akan kurobah
rencanaku. Engkau akan kujadikan manusia yang paling buruk di
dunia. Kedua kaki dan tanganmu akan kuhilangkan dan wajahmu
akan kucacah-cacah, ha, ha, ha .. "
Nararya terkejut mendengar rencana itu. Ia percaya bahwa
manusia macam Singa Barong tentu sampai hati melaksanakan
rencana sekejam itu. Ia pejamkan mata dan berdoa dalam hati
"Ah, apakah memang dewata telah menggariskan nasibku harus
mati di tangan seorang kepala perampok? Ah, pukulun, hamba
menghaturkan jiwa raga hamba kehadapan pukulun.." ia meratap
kepada dewa. Ia memaserahkan diri.
Beberapa saat kemudian tiba-tiba terngianglah u-capan dari
gurunya, resi Sinamaya, dikala ia hendak turun gunung "Nararya,
segala apa terserah kepada dirimu sendiri, kepada usaha dan
dayamu sendiri. Dewapun hanya meluluskan daya usahamu itu"
Kata-kata itu bagaikan lintasan kilat, memancar dan padam.
Namun cukup untuk membangkitkan semangat Nararya.
Mengapa ia harus paserah diri kepada dewa, apabila ia sendiri
tak mau berusaha untuk menanggulangi maut yang tengah
mengancam saat itu? Benar kedua tangan diikat kencang-
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kencang pada tubuhnya, tetapi ia masih memiliki sepasang kaki


yang dapat digunakan untuk menyelamatkan diri. Adakah ia
berhasil atau gagal memberi perlawanan hanya dengan modal
sepasang kaki, ia tak tahu dan tak perlu memikirkan. Yang
penting ia harus berusaha dahulu. Sebelum ajal berpantang
maut.
"Sekarang tanganmu dulu" tiba-tiba Singa Barong berteriak
seraya ayunkan kapaknya membelah bahu Nararya. Nararyapun
sudah siap menghadapi. Setelah memperhatikan bahwa kapak
hendak menghantam bahu kirinya maka cepatlah ia membuang
tubuh ke samping kanan lalu melenting bangun. Bum ... kapak
membelah tanah, menghamburkan keping2 dan percik tanah
keempat penjuru.
Singa Barong terkejut, demikian pula beberapa anakbuahnya
yang mendengar bumi menggetar keras. Mereka buru2 kembali
ke tempat pemimpinnya. Mereka terkejut melihat Singa Barong
meraung dan menyerang Nararya dengan buas. Bukankah
pemuda itu sudah diikat tangannya? Mengapa pemimpin mereka
masih tak dapat membunuhnya? Jawaban itu segera mereka
ketahui setelah tiba di dekat mereka. Dan apa yang disaksikan
hanyalah menyebabkan mereka terlongong keheranan.
Singa Barong dengan buas menyerang dan Nararya dengan
tangan terikat berlincahan menghindar. Ingin para anakbuah itu
membantu menangkap Nararya tetapi mereka cukup faham akan
perangai pemimpinnya. Apabila tidak diperintah mereka berani
campur tangan, walaupun tujuannya hendals membantu, tetapi
Singa Barong tak dapat memberi ampun. Anakbuah itu tentu
akan dihantamnya sendiri karena dianggap lancang. Itulah
sebabnya maka merekapun hanya berdiri bersiap-siap saja.
Betapapun karena kedua tangannya telah terikat pada tubuh,
begitu pula yang dihadapinya itu Singa Barong yang terkenal
digdaya, akhirnya Nararya terdesak juga. Dengan suatu gerak
siasat yang bagus, Singa Barong berhasil mempedayai Nararya
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sehingga pemuda itu terkait kakinya dan jatuh terpelanting. Saat


itu laksana seekor harimau lapar, Singa Barong segera loncat dan
ayunkan kapaknya membelah kepala Nararya. Nararya terkejut
namun ia sudah tak berdaya menghindar lagi. Tahu bahwa tentu
mati maka ia hampakan pikiran satukan semangat dan heningkan
hati menunggu saat2 jiwanya akan melayang tinggalkan badan
wadagnya.
"Uh ..." tiba2 Singa Barong mendesuh kejut dan heran.
Serentak kapak terhenti tepat di atas ubun2 kepala Nararya.
Mata kepala perampok itu merentang lebar, wajah meregang
tegang.

Sekalian anakbuahnya menyaksikan peristiwa aneh itu.


Mereka melihat Singa Barong hentikan kapak di atas ubun-ubun
kepala lawan. Merekapun menyaksikan Singa Barong tegak
terpaku, wajah menampi! rasa seram. Tetapi mereka tak tahu
apa yang telah terjadi. Bukankah pemuda itu duduk terkulai
pejamkan mata dalam kepaserahan yang putus asa?
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Cempurit, anakbuah perampok yang terkenal berani, segera


hendak berseru. Tetapi sebelum ia sempat membuka mulut, tiba-
tiba ia melihat Singa Barong lepaskan dan menyurut mundur.
Dan lebih terkejut pula Cempurit serta kawan-kawannya ketika
melihat Singa Barong duduk bersila di hadapan pemuda itu.
Masih rasa kejut mereka meluap makin hebat ketika tiba-tiba
melihat pemimpin mereka mengangkat kedua tangannya dan
menyembah pemuda itu "Duh, raden, maafkanlah kesalahan
hamba ...."
"Ki Singa!" karena tak kuasa menahan luap kejutnya, Cempurit
serentak berseru "dia adalah .."
Tiba-tiba Singa Barong berpaling dan membentak keras
"Hayo, kamu duduklah dan haturkan sembah kepada raden"
Wajarlah apabila Cempurit dan anakbuah gerombolan itu
terbelalak, kemudian saling pandang memandang dengan penuh
pertanyaan. Tetapi mereka tak sempat meluncurkan kata-kata
karena saat itu Singa Barong berteriak penuh kemarahan "Hayo
lekas, barangsiapa tak mau menurut perintah, tentu kubunuh! "
Anakbuah gerombolan itu ketakutan. Serempak mereka
melakukan perintah kepalanya. Dalam pada itu Nararya merasa
heran mengapa kapak kepala perampok itu tak kunjung
menghunjam tubuhnya "Ah, tak mungkin kepala perampok itu
mau memberi ampun kepadaku. Mungkin karena kapaknya
terlampau tajam sehingga aku tak terasa apa-apa" bantah
Nararya. Ia lebih percaya bahwa dirinya tentu sudah mati "ya,
mungkin beginilah rasa orang mati itu. Sunyi, hening tiada terasa
apa-apa. Hampa dan ringan seperti tiada berbobot ..."
Tiba2 ia terkesiap sendiri "Mengapa aku masih dapat berpikir.
Adakah orang mati itu dapat menggunakan pikirannya ...." belum
ia menemukan jawaban, tiba2 terdengar suara orang meminta
maaf kepadanya "Eh, mengapa aku masih mendengar suara
orang ?" ia makin terkejut dan lebih terkejut pula ketika
pikirannya meningkat bahwa rasanya ia kenal dengan nada suara
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

orang itu "Singa Barong ..." pada saat mencapai pemikiran itu,
seluruh indera perasaannya telah kembali pula dan
mengembanglah kesadaran pikirannya lagi. Selekas ia merasa
telah memiliki kesadaran, selekas itu pula ia membuka mata "Ah,
Singa Barong ...." ia tak melanjutkan kata-katanya karena
terbenam rasa heran melihat kepala perampok itu duduk bersila
di hadapannya "engkau ...."
"Raden" Singa Barong mengangkat muka dan menghaturkan
sembah pula "maafkanlah kesalahanku"
Manakala bermimpi aneh, sekejab saja perasaan aneh, heran
dan menafsir-nafsirkan itu hinggap pada benak orang. Karena
mereka menyadari bahwa kesemuanya itu hanya mimpi, sesuatu
yang mengembang dalam angan-angan waktu tidur. Tetapi apa
yang dialami Nararya, benar2 suatu mimpi yang nyata. Sesuatu
yang tak pernah diangan-angan tetapi benar2 telah terjadi dalam
mimpi. Mimpi tetapi tidak mimpi. Mimpi karena hal itu hanya
dapat terjadi dalam impian. Tidak mimpi karena apa yang
dialaminya itu benar2 terjadi dalam kenyataan.
”Mengapa engkau minta maaf kepadaku ?" akhirnya untuk
membuktikan bahwa ia benar2 masih hidup dan benar2 tidak
mimpi maka Nararya melantangkan suara.
"Karena aku berani hendak membunuh raden" sahut Singa
Barong..
"Ah" Nararya menghela napas longgar karena mulailah timbul
kepercayaan bahwa ia masih hidup, bahwa ia tidak bermimpi
pula "Apakah aku masih hidup? Apakah engkau tidak berolok-
olok?"”
"Tidak, raden" sahut Singa Barong "raden tak kurang sesuatu
dan akupun tidak berolok-olok"
"Tetapi bukankah engkau tadi telah mengayunkan kapakmu
kearah kepalaku? Ah, aku tentu sudah mati ..."

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Benar, raden. Tetapi kapak itu ... kapak itu ....”


"Kapak itu bagaimana, ki sanak?" Nararya me-ngejarkan
pertanyaan.
Dengan suara pelahan bahkan hampir seperti orang berbisik,
Singa Barong berkata "Adakah raden tidak merasakan sesuatu?"
"Merasakan apa?" Nararya makin heran.
"Benarkah raden tidak merasakan apa2?"
Nararya gelengkan kepala "Tidak, ki sanak"
"Yah" Singa Barong menghela napas "pada saat kapak itu
melayang turun, tiba2 dari ubun2 kepala raden telah keluar
segulung asap putih yang sesaat kemudian tiba2 telah berobah
menjadi seekor ular naga yang mengenakan jamang pada
kepalanya. Ular naga itu mengangakan mulut dan menyambar
kapak. Seketika itu kurasakan tubuhku lunglai, raden, sehingga
kulepaskan kapak. Aku menggigil karena tiba2 ular naga itu telah
berobah .... berobah ...."
Kembali Singa Barong tak dapatmelampiaskan kata-katanya.
Tampaknya kesan yang dilihatnya itu masih melekat dan
menimbulkan guncangan hati yang hebat. Sedemikian hebat
sehingga wajahnya tampak pucat.
"Eh, ki sanak, mengaca engkau tersendat-sendat
membawakan keteranganmu ? Apakah yang engkau lihat?”
"Aku melihat suatu perwujutan dari seorang dewa, Hyang
Batara Wisynu .... !"
Nararya tersentak kaget. "Apa katamu ? "
"Batara Wisynu"
"Ah, jangan berolok-olok. Mungkin engkau berkhayal.
Bagaimana engkau tahu perwujutan Batara Wisynu?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Perwujutan itu serupa benar dengan patung Batara Wisynu


seperti yang kulihat dalam candi2, raden"
"Ah" Nararya mendesah, termenung merenungkan ucapan itu.
Ia tak percaya namun menilik seorang kepala perampok seganas
Singa Barong, sampai mau tunduk dan menyembah kepadanya,
kemungkinan tentulah kepala perampok itu tak berdusta. Tetapi
bagaimana mungkin Hyang Batara Wisynu muncul dari ubun2
kepalanya? "Ah ...." kembali ia mendesah dalam-dalam "mungkin
dia berkhayal"
Beberapa jenak kemudian ia berkata pula "Ah, ki sanak,
janganlah engkau percaya hal itu. Aku seorang manusia biasa
dan Hyang Batara Wisynu itu adalah dewa yang tertinggi"
"Benar" sahut Singa Barong "raden boleh mengatakan begitu
tetapi aku, Singa Barong, merasa telah mendapat anugerah
penerangan batin dari Hyang Wisynu. Dikala menghadapi
perwujutan dari Hyang Wisynu itu, aku seperti melihat pada
sebuah cermin. Tubuhku berlumuran darah, wajahku tampak
seperti seekor harimau buas, gigiku bertumbuh caling. Sifatku
bukan lagi seperti manusia tetapi seperti seekor binatang buas.
Duh, raden, tolonglah aku. Tunjukkan jalan bagaimana aku harus
menuju kembali ke jalan yang terang. Agar aku mendapat
kembali sifat ke-manusia-wianku ...."
Makin terkejut Nararya mendengar rintihan kepala perampok
itu. Ia hendak menyangkal bahwa dirinya bukan Hyang Batara
Wisynu, melainkan seorang manusia biasa. Namun ia tak ingin
mengecewakan harapan Singa Barong. Sebagai seorang ksatrya,
tak boleh ia menolak permintaan tolong dari orang yang sedang
menderita. Singa Barongpun sedang menderita. Bukan menderita
luka di tubuh, melainkan menderita batin. Rupanya dia telah
melihat sesuatu kegaiban yang dapat menyadarkan kegelapan
pikirannya. Ia harus membantunya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Ki sanak berbahagialah engkau karena telah menemukan


suatu sinar gaib yang akan menuntun engkau ke jalan yang
benar "kata Nararya "entah apakah yang engkau lihat benar-
benar perwujutan dari Hyang Wisynu ataukah hanya dari angan-
anganmu sendiri, itu bukan soal. Yang penting engkau telah
terketuk pintu hati nuranimu dan engkaU telah membukakan
pintu untuk menerima sinar kesadaran. Ki sanak, jika engkau
telah merasa dan menghayati sinar gaib itu telah menerangi
lubuk hatimu, maka segeralah engkau kembali ke jalan yang suci.
Hentikan pekerjaanmu yang merugikan orang itu dari tuntutlah
kehidupan baru yang tenang dan suci"
"Tetapi raden" kata Singa Barong "tanganku sudah terlanjur
berlumuran darah manusia. Dapatkah dosa-dosaku yang setinggi
anakbukit itu tercuci bersih?"
Nararya menjawab "Soal dosa dan kesalahanmu dapat tercuci
atau tidak, janganlah engkau risaukan. Yang penting mulai saat
ini engkan sudah melangkah ke jalan yang lurus, sudah bertobat
dan akan menjadi seorang manusia yang baik. Serahkan segala
sesuatu dari perbuatanmu yang lampau itu kepada keadilan
Hyang Murbeng Gesang. Karena Dialah yang maha adil, maha
pemurah dan maha tahu serta maha penyayang"
"Raden" seru Singa Barong pula "adakah aku harus menjadi
pandita atau brahmana agar dosa-dosaku itu dapat
pengampunan?"
"Ki Singa" kata Nararya "orang tak dipaksa untuk menjadi
pandita atau brahmana. Hal itu hanya timbul dari kesadaran
orang itu sendiri. Dan ingat, ki sanak, pemaksaan diri untuk
mendapatkan suatu pamrih, tidak bersifat murni, masih kurang
suci. Maka janganlah engkau memaksa diri. Lakukanlah segala
apa menurut kesadaran hatimu. Karena jalan untuk menuju ke
arah yang benar dan suci, tidaklah hanya melalui kepanditaan
atau kebrahmanaan tetapi amat luas. Yang penting ki Singa,
engkau harus menyadari akan sumber dari pemberi kehidupan,
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

manembah kepada Hyang Murbeng Dumadi. Manembah dalam


arti yang luas, bukan hanya sekedar berdoa dan menghaturkan
sesaji tetapi benar2 melakukan amal dan dharma kebaikan dan
kebenaran"
"O, raden" seru Singa Barong "tubuh Singa Barong sudah
berlumuran darah dan dosa. Bagaimana orang akan mau
menerima diriku sebagai manusia baik? Bagaimanakah, raden,
cara aku harus menjalankan kebaikan dan Kebenaran itu?"
"Setiap kesadaran akan kesalahan, merupakan titik tolak
menuju ke jalan yang benar" jawab Nararya "ki Singa, mengapa
engkau masih mengenangkan masa yang lampau. Masa yang
lampau biarlah lampau, kita hidup pada saat ini, maka wajiblah
kita memikirkan, memperbaiki dan meluruskan jalan hidup kita
harini"
Singa Barong menghela napas "Ah, tak mudah orang
melupakan diriku ini siapa"
Nararya tertawa "Ki Singa, mana lebih terkenal Singa Barong
dengan Ken Arok?"
Singa Barong terbeliak. Ia tak tahu apa yang dimaksud
Nararya dalam pertanyaan itu namun ia menjawab juga "Sudah
tentu Ken Arok, raden. Singa Barong hanya kepala perampok,
Ken Arok raja pendiri kerajaan Singasari, bagaimana hendak
menyamakan diriku dengan baginda Singasari?"
"Orangnya lain, pangkatnyapun berbeda" kata Nararya "tetapi
riwayat hidupnya hampir tak beda. Bukankah semasa muda, Ken
Arok itu juga nakal sekali, gemar berjudi, mencuri dan lain-lain
kejahatan. Kemudian setelah dia menjadi raja, adakah orang
masih mengusik riwayat hidupnya yang lampau? Adakah rakyat
menolak beliau sebagai raja karena perjalanan hidupnya pada
masa lampau penuh noda hitam?"
Singa Barong termenung.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Tetapi raden" masih Singa Barong mencari alasan "Ken Arok


dapat menjadi maharaja, sedang aku?"
"Ah, ki Singa" jawab Nararya "memang tidak setiap manusia
mendapat anugerah dewata menjadi raja. Sedemikian pula tidak
setiap manusia mendapat kutuk dewa menjadi perampok. Raja
dan perampok adalah sesama insan titah dewata. Hanya mereka
berbeda dalam pangkat dan cara menuntut kehidupan. Tetapi
siapakah yang menentukan dan membuat perbedaan itu, ki
Singa?"
Singa Barong tertegun pula.
"Kurasa hanyalah diri orang itu sendiri" Nararya melanjutkan
"'jika sudah tahu bahwa pekerjaan perampok itu tidak baik,
mengapa tidak kita robah. Mengapa kita malu .merobah suatu
kesalahan atau kejahatan? Ki Singa, jangan engkau mengeluh
kepada dewata karena engkau tak dijadikan raja semisal jangan
engkau menyesali dewata karena engkau menjadi perampok.
Dewata tidak pernah menitahkan insannya menjadi apa2 dan tak
pernah memberi anugerah begitu saja kepada insan manusia.
Tetapi hanya mengabulkan apa permohonan manusia yang
disertai dengan kesujutan dan upadaya yang sungguh2. Jika
engkau ingin merobah perjalanan hidupmu kembali ke jalan yang
benar, dewata pasti takkan menolak, pasti akan merestuimu"
"Tetapi manusia2 di masyarakat besar ini tentu takkan
menerima aku, raden"
"Jangan engkau berkecil hati, ki Singa" kata Nararya "jangan
engkau hanya mempersalahkan mereka karena tidak menerima
dirimu. Andaikata engkau adalah mereka dan mereka menjadi
engkau, rasanya tentu demikian. Itu sudah wajar. Oleh karena
itu, tunjukkanlah dirimu bukan lagi Singa Barong kepala
perampok yang kejam, tetapi Singa Barong pendekar yang
memberantas Kejahatan, pelindung rakyat yang lemah, penolong
yang selalu terbuka tangan terhadap mereka yang benar2
membutuhkan pertolongan. Percayalah ki Singa, apa yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

engkau peroleh dari rakyat, jauh lebih besar dari pada benda
hasil rampokan itu. Merampok, engkau hanya mendapat benda
tetapi dikutuk dan dibenci manusia, dijauhkan dari kebesaran
dewata. Kebalikannya jika engkau menuju jalan lurus, engkau
akan mendapat hati dan dukungan rakyat, dekat dengan rahmat
dewata. Adakah kebahagiaan hidup yang lebih, bahagia daripada
dicintai sesama manusia dan mengabdi kepada Hyang Murbeng
Dumadi, ki Singa ?"
"Duh, raden" seru Singa Barong dalam nada nenuh
pendambaan "malam ini Singa Barong telah menderita kekalahan
yang bahagia. Seumur hidup Singa Barong belum pernah kalah
tetapi seumur hiduppun Singa Barong belum pernah merasa
bahagia seperti malam ini. Kekalahan itu merupakan
kemenangan bagiku. Radenlah yang telah memberi kemenangan
kepada jiwaku"
"Ah, jangan engkau mengucap demikian, ki Singa" kata
Nararya "aku hanya sekedar memberi penerangan, yang
membuka hatimu adalah engkau sendiri"
"Raden" seru Singa Barong "biasanya kuanggap malam itu
suatu saat yang tegang dan merangsang. Karena malam hari
merupakan waktu aku beker-ia, merampok, menganiaya dan
bahkan membunuh o-rang yang tidak mau menyerahkan harta
bendanya. Saat ini bedalah malam itu dalam perasaanku. Malam
kurasakan tenang dan sejuk. Dulu siang kurasakan panas dan
menyilaukan, aku tak senang. Tetapi sekarang kubayangkan
betapa indah surya itu menyinari jagad ini, raden"
"Berbahagialah engkau, ki Singa" seru Nararya "karena
engkau telah kehilangan dan menemukan kembali. Mungkin bagi
seorang yang tak pernah kehilangan, tentu tak dapat menghayati
arti daripada sesuatu yang hilang itu dan mungkin kurang pula
peresapannya terhadap sesuatu yang dimilikinya"
"Apakah maksud raden ?" tanya Singa Barong. Rupanya
Nararya tahu bahwa seorang kasar dan perampok yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

berkecimpung dalam dunia kejahatan tentu kurang perhatiannya


terhadap hal2 yang menyangkut kejiwaan. Maka iapun
menerangkan "Begini, ki Singa, misalnya pada hari2 biasa engkau
tentu tak merasa dan tak memperhatikan betapa bahagia kita
memiliki tubuh yang lengkap dan sehat. Engkau menganggap hal
itu memang sudah wajar bahkan sudah kodrat. Tetapi cobalah
pada suatu ketika, bila jempol kakimu mengijak duri sehingga
membegap dan bernanah, sakit dibawa jalan. Nah, pada saat itu,
engkau tentu mencurahkan perhatian untuk menyembuhkannya.
Dan pada saat itu baru engkau menyadari betapa penting dan
bahagia kita memiliki jempol kaki. Demikian pula dengan lain2
anggauta tubuh kita, demikianlah yang kumaksudkan dengan
sesuatu itu"
Singa Barong mengangguk-angguk "Benar, raden. Aku
memiliki peri-kemanusiaan, tetapi peri-kemanusia-anku hilang.
Aku hidup dalam kegelapan malam yang penuh keseraman
rayuan iblis jahat. Kini aku menyadari pula bahwa alangkah cerah
dan bahagia hidup dalam alam peri-kemanusiaan itu. Aku adalah
manusia dan manusia itupun aku. Menyiksa manusia sama
halnya dengan menyiksa diriku. Mereka menangis dan merintih
karena kurampok harta bendanya, kubunuh jiwanya. Akupun
tersiksa batinku karena, aku makan nasi airmata mereka, aku
tidur mendengarkan ratap tangis mereka dan aku hidup
dibayang-bayangi arwah2 mereka yang menjadi korban
keganasanku ...."
"Cukup, ki Singa" tukas Nararya "telah kukatakan, jangan
engkau hidupkan pikiranmu pada yang sudah lampau. Hiduplah
sekarang, kuburlah hari2 yang lampau. Sekarang bagaimana
kehendakmu, ki Singa ?"
"Raden" kata Singa Barong "janganlah raden kepalang
tanggung menolong diriku. Aku ingin mengikuti barang kemana
raden pergi. Aku rela menjadi abdi raden"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya terkejut "Tidak, ki Singa. Eh, maaf, bukan aku


menolak engkau karena engkau bekas kepala perampok,
melainkan tidaklah sesuai apabila engkau mengikuti langkahku.
Aku seorang kelana yang tiada menentu arah tujuanku"
"Tetapi, raden ...."
"Ki Singa, engkau telah merugikan rakyat telatah Wengker dan
Matahun, apabila engkau hendak menebus dosa, berbuatlah
kebaikan terhadap mereka"
"Bagaimanakah, raden, cara aku harus berbuat kebaikan itu ?"
”Untuk berbuat kebaikan, banyak sekali cara dan jalannya.
Misalnya, gunakanlah harta benda yang engkau peroleh secara
tak halal itu untuk memberi dana guna pembangunan rumah2
suci, pembangunan desa, menolong orang2 miskin dan lain2
yang bersifat amal dan kepentingan umum"
Singa Barong mengangguk "Terima kasih, raden. Petunjuk
raden itu pasti akan kulakukan. Tetapi betapapun, aku tetap ingin
ikut pada raden"
Nararya menghela napas. Merenung. Beberapa saat kemudian
ia berkata "Ki Singa, baiklah, kuterima pengabdianmu. Tetapi
bukan sekarang. Kelak apabila aku dapat diterima sebagai
prajurit Singasari, tentu akan kupanggil engkau"
"O, apakah raden bermaksud hendak masuk prajurit Singasari
?" tanya Singa Barong.
"Kemungkinan besar demikian" jawab Nararya "karena aku
bertujuan untuk mengabdikan hidupku kepada negara. Dan
sekarang, silahkan engkau pulang. Kuharap engkau benar2 dapat
melaksanakan harapanku kepadamu tadi"
"Baik, raden" kata Singa Barong "akan kutunggu janji raden
kepadaku. Apabila sampai beberapa tahun raden tak mengirim
berita kepadaku, terpaksa aku akan mencari raden kemanapun
juga"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Ah, ki Singa, jangan mendewa-dewakan aku. Aku tetap


seorang manusia. Engkau juga manusia. Gali dan kembangkanlah
dirimu dalam melakukan amal dan dharmamu kepada negara dan
rakyat. Mungkin engkau lebih berguna dari diriku"
Setelah memberi hormat dan minta diri maka Singa
Barongpun berbangkit, menghampiri rombongan anakbuahnya
"Singa Sarkara dan bekas anakbuahku sekalian ..."
Terkejut sekalian anakbuah Singa Barong dikala mendengar
pemimpin mereka menggunakan kata bekas. Namun mereka tak
berani buka suara.
"Mulai saat ini, kalian kubebaskan. Ambillah, sekehendak
kalian barang2 hasil kita dan hiduplah sebagai manusia yang
baik. Namun jika kalian masih ingin melanjutkan, terserah,
akupun tak dapat menghalangi"
"Kakang Singa" teriak Singa Sarkara "hendak kemanakah
engkau?"
"Aku akan kembali ketengah masyarakat rakyatku. Aku ingin
menjadi warga masyarakat yang baik, adi"
"Tetapi kakang, mereka tentu takkan mau menerima kakang
...." belum selesai Singa Sarkara mengucap, sekonyong-konyong
dari balik semak2 terdengar suara melantang yang bernada
mencemoh "Benar, benar, sudah terlambat Singa Barong ...."
Singa Sarkara dan kawan-kawan, Singa Barong dan Nararya,
serempak mencurahkan pandang kearah suara itu. Dimulai dari
sesosok tubuh yang bangkit dari gerumbul semak maka berturut-
turut muncul pula beberapa belas kemudian berpuluh sosok
tubuh lain. Orang yang pertama muncul itu, menyiak semak
gerumbul lalu mempelopori maju menghampiri ke tempat
rombongan anakbuah Singa Barong. Empatpuluh orang dengan
menghunus tombak dan pedang mengiring orang pertama itu,
melingkari rombongan Singa Barong di tengah.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dalam keremangan cuaca malam, tampaklah orang yang


pertama maju itu berpakaian keprajuritan. Demikian pula dengan
keempat puluh pengikutnya.
"Siapa kalian!" tegur Singa Sarkara dengan nada keras.
Dengan langkah tenang orang itu menghampiri, berhenti
beberapa langkah di hadapan rombongan Singa Barong, melekat
pandang kearah Singa Sarkara dan menjawab "Aku, bekel Kuti,
dari pasukan Wengker"
"O" desuh Singa Sarkara. Nadanya agak getar "mau apa kalian
kemari ?" cepat ia melanjutkan kata2 yang sengaja
dikumandangkan tinggi untuk membangkitkan semangatnya.
"Menangkap kawanan perampok yang telah mengganas di
tumenggungan Pura" seru bekel Kuti yang mengepalai prajurit2
Wengker.
Singa Sarkara, terbeliak lalu tertawa "O, benar, memang kami
inilah rombongan Singa Barong yang telah merampok gedung
kediaman tumenggung Pura. Berapa banyak prajurit yang engkau
bawa, bekel Kuti?"
"Empatpuluh orang"
"Ah, terlampau sedikit. Adakah engkau percaya akan mampu
melakukan tugasmu?" seru Singa Sarkara pula mencemoh.
"Mungkin terlalu banyak" sahut bekel Kuti dengan tersenyum
"karena cukup dengan beberapa prajurit saja, kurasa tentu dapat
melaksanakan tugas itu"
Singa Sarkara tertawa "Bekel Kuti, layak kiranya kalau bekel
tak ternama seperti engkau melantangkan kesombongan. Kurasa
engkau memang belum kenal siapa Singa Barong itu.
Tumenggung Pura, jahat dan kejam, suka menindas rakyat.
Adakah tumenggung semacam itu harus kamu bela?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Aku adalah bekel prajurit keamanan Wengker. Setiap


pengacauan dan kerusuhan yang mengganggu keamanan
Wengker, tentu akan kutindak. Soal bagaimana peribadi gusti
tumenggung Pura, bukan hak dan kewajiban kami untuk menilai"
sahut bekel Kuti.

Cempurit, anakbuah rombongan Singa Barong, rupanya tak


sabar lagi melihat sikap bekel Kuti. Ia segera tampil ke muka dan
mefantang "Bekel, cobalah engkau nikmati dulu pukulanku ini
baru engkau berhak berbicara"
Sebuah gerakan maju dalam gaya setengah loncat, dilakukan
oleh Cempurit dikala ia melayangkan tinjunya ke dada bekel Kuti.
"Cempurit, berhenti” tiba-tiba terdengar suara orang berteriak
menggeledek. Namun Cempurit sudah terlanjur menerjang. Dia
mendengar dan mengenali bahwa suara itu adalah suara Singa
Barong namun tak kuasa menghentikan laju terjangannya. Tiba2
bekel Kuti yang dilihatnya masih tegak tenang, berkisar ke

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

samping dan seketika itu ia rasakan sebelah kakinya telah disapu


kaki orang. Kuat sekali tenaga kaki orang itu hingga ia-tak kuasa
mempertahankan keseimbangan tubuhnya. Bluk..... jatuhlah
Cempurit terbaring ke tanah.
"Ah" Singa Sarkara berteriak tertahan seraya maju
menghampiri tetapi saat itu pula Singa Barongpun berseru "Adi,
jangan engkau lanjutkan juga langkahmu"
Singa Sarkara terhenti, berpaling "Mengapa kakang?”
”Sudahlah, adi" seru Singa Sarkara pula "kembalikan barang2
dari tumenggung itu kepada bekel itu"
Singa Sarkara tersengat kaget. Demikian pula sekalian
anakbuahnya "Apa kata kakang Singa?" Singa Sarkara menegas.
"Kembalikan barang2 kepunyaan tumenggung Pura" Singa
Barong memberi penegasan.
"Kakang" teriak Singa Sarkara "aneh sekali sikap kakang
Singa! Dengan pertaruhan jiwa, kita berhasil mendapatkan
barang2 itu mengapa semudah itu harus kita kembalikan. Adakah
kakang takut kepada prajurit2 Wengker?"
Singa Barong tertawa hambar "Jika takut masakan aku
membawa engkau ke tumenggungan Pura. Aku bukan takut
kepada prajurit2 Wengker, adi, tetapj aku takut pada dosa dan
salah"
Singa Sarkara terbeliak "Bilakah kakang belajar takut pada
dosa dan salah?"
"Baru beberapa detik yang lalu ketika bertemu dengan raden
itu" sahut Singa Barong "aku telah melihat wajah Hyang Wisnu,
adi. Aku.harus bertobat dan kembali ke jalan yang benar"
Singa Sarkara tertawa datar. Diam-diam ia menertawakan
perobahan sikap kakangnya. Ketika Singa Barong mengayunkan
tinju ke arah kepala Nararya dan terhenti, Singa Sarkara tak

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

melihat suatu apa kecuali tampak Singa Barong terbelalak


dicengkam rasa kejut dan ngeri yang mengherankan. Ia tak
melihat apa yang dikatakan Singa Barong sebagai Batara Wisnu
dan lain2. Dan sejak saat itu berputarlah beberapa puluh derajat
sikap dan tingkah Singa Barong terhadap Nararya.
Membayangkan peristiwa itu dengan tindakan Singa Barong yang
bermaksud hendak mengembalikan barang rampasan dari
tumenggung Pura, tiba2 terlintaslah sesuatu pada benak Singa
Sarkara "Kakang Singa, engkau telah terkena mantra peluluh dari
pemuda itu"
Singa Barong terkesiap. Ia tahu juga tentang beberapa ilmu
dari aliran hitam yang berupa mantra ataupun guna-guna atau
jimat. Sejenak Singa Barong terpanar dalam keraguan. Sesaat
kemudian ia mengerling pandang kearah Nararya. Nararya
menyongsong pandang pula kepadanya. Walaupun cuaca remang
namun Singa Barong dapat juga menembuskan pandang mata ke
wajah Nararya.. Dalam kecerahan wajahnya yang berseri terang,
ia mendapatkan suatu pancaran sinar mata yang memercikkan
kebeningan dan keteduhan. Keteduhan dari sifat pengayoman
dan kejujuran. Singa Barong pejamkan mata, seolah membawa
berkas pancaran sinar mata Nararya itu kedalam dada
sanubarinya. Sesaat lenyaplah rasa keraguan dan kesangsian
dalam batinnya "Ah" ia menghela napas "mengapa mudah sekali
pikiranku goyah. Prasangka itu. suatu hai yang buruk,
menandakan bahwa batinku masih belum mengendap, masih
bergolak"
Singa Barong membuka mata, serunya "Sarkara, janganlah
mudah engkau menghambur fitnah. Jangan pula engkau coba
mempengaiuhi pikiranku. Adakah raden itu menggunakan mantra
ilmu hitam atau tidak, tetapi saat ini aku sudah menyadari bahwa
perjalanan hidup kita itu, jahat dan berdosa. Bagaimanapun
merampok, membunuh dan menganiaya jiwa manusia itu, adalah
dosa. Aku telah menyadari hal itu, Sarkara. Dan pendirianku

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

memang begitu maka kuminta engkau kembalikan barang2 yang


telah kita rampas dari tumenggungan"
Singa Sarkara menyahut "Oleh karena kakang sudah
membubarkan rombongan kita, maka kakang tak berhak
memberi perintah dan memaksakan pendirian kakang kepada lain
orang"
"Tadi telah kukatakan" kata Singa Barong "bahwa aku
mempersilahkan kalian untuk mengambil jalan hidup sendiri-
sendiri sesuai yang kalian inginkan. Tetapi dalam masalah harta
benda yang kita rampas dari tumenggungan itu, aku masih
berhak untuk memberi keputusan"
Singa Sarkara mendesuh. Ia tak langsung menjawab kepada
Singa Barong melainkan berpaling dan berseru kepada
anakbuahnya "Kawan-kawan sekalian, soal kalian hendak
menuntut kehidiipan lain akupun tak menghalangi. Tetapi sesuai
dengan keputusan kakang Singa Barong yang memberi
kelonggaran kepada kita untuk mengambil barang-barang yang
kita inginkan, maka barang-barang dari tumenggungan inipun
harus kita bagi rata. Apakah kalian setuju?"
Serentak kedua belas anakbuah Singa Barong berseru,
menyetujui pernyataan Singa Sarkara. Melihat itu merahlah muka
Singa Barong. Selama menikmati kehidupan sebagai kepala
perampok, Singa Barong disanjung dalam tahta penghormatan
dan ketaatan. Tetapi dikala ia hendak melepaskan diri dari
lumpur kejahatan untuk kembali ke jalan yang terang, rupanya
adik dan anakbuahnya tak mau taat lagi.
Belum sempat kepala perampok itu mengambil tindakan tiba-
tiba bekel Kuti sudah berseru lantang
"Mengapa kalian ribut-ribut mempersoalkan harta benda gusti
tumenggung Pura? Siapakah yang menjadi pimpinan gerombolan
perampok ini?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Aku, Singa Barong" sahut kepala perampok yang bertubuh


tinggi besar itu.
"Bagaimana maksudmu?" seru bekel Kuti pula.
"Aku sudah sadar akan jalan hidupku yang sesat. Aku hendak
kembali menjadi orang baik. Maka akan kukembalikan barang-
barang milik ki tumenggung itu"
"Hm" desuh bekel Kuti "lalu bagaimana maksud kalian?"
serunya kepada Singa Sarkara dan kawan-kawan.
"Untuk mendapat barang-barang itu, kami tidak
memperolehnya dengan cuma-cuma tetapi dengan taruhan
nyawa dan keberanian. Oleh karena itu aku dan anakbuahku tak
setuju untuk mengembalikan begitu saja"
”Maksudmu? -"bekel Kuti menegas.
"Kita mendapatkan dengan jerih payah dan taruhan nyawa
maka kalau merebut, kalianpun harus dengan kesaktian dan
pengorbanan jiwa"
"Ksatrya!" seru bekel Kuti "aku pasti akan memenuhi
harapanmu. Tetapi mengapa ki Singa Barong yang termasyhur
gagah perkasa, tiba-tiba hari ini berobah seperti tikus? Apakah
dia takut?"
Walaupun sudah menemukan apa yang dirasa sebagai suatu
titik terang kesadaran batinnya, namun hal itu baru saja terjadi.
Bagaimana penghayatannya ia masih belum tahu. Ibarat kabut
malam berganti dengan fajar, sisa-sisa kabut malam yang gelap
itu masih belum lenyap bekasnya. Demikian pula dengan Singa
Barong. Beberapa kejab yang lalu, dia adalah seorang kepala
perampok yang paling ditakuti dan saat itu di hadapan
anakbuahnya dia dihina seorang bekel prajurit sebagai seekor
tikus yang bernyali kecil. Ah, tak mungkin ia dapat menerima hal
itu. Aliran-aliran darah, mulai menimbulkan getar-getar keras
dalam hatinya dan makin lama makin meluap menimbulkan bah
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

atau banjir, menggenangi kepundan hatinya. Lahar nafsu marah


yang sudah hampir mengendap dalam kerak bumi hati nurani,
tiba-tiba meluap dan meletus pula. Tak pernah terdapat manusia
di jagad yang berani mengatakan dia seekor tikus. Bekel yang
lancung mulut itu harus dihajar, jika perlu dibunuh. Untuk
menebus dosa, bila masyarakat tak mau menerima kembalinya
sebagai seorang warga yang baik, ia akan lari dan menyepi di
gunung belantara.
"Ah, apa yang kubayangkan memang menjadi kenyataan.
Bagaimana masyarakat mau menerima diriku kembali pemuda itu
hanya menghibur saja tetapi kurang pengalaman dan tak tahu
kenyataan kehidupan masyarakat. Orang yang jahat tetap akan
dianggap jahat" timbul percakapan dalam hati Singa Barong dan
kesimpulannya cenderung membenarkan anggapan yang telah
dikemukakan kepada Nararya semula.
"Ki bekel" tiba2 ia terkejut mendengar suara orang berseru.
Ketika berpaling, ia makin terkejut. Ternyata suara itu berasal
dari Nararya yang saat itu sudah tegak di hadapan bekel
Wengker "aku hendak memberi keterangan kepadamu "
Bekel Kuti terkesiap ketika melihat seorang pemuda tampan,
menggagali di hadapannya "Siapa engkau?" tegurnya.
"Aku Nararya yang kebetulan menyepi di candi sini" kata
Nararya lalu dengan singkat menuturkan apa yang telah terjadi.
Bekel Kuti mengangguk "oleh karena itu, janganlah engkau
melibatkan diri ki Singa Barong dalam peristiwa ini. Dia sudah
menyesal akan perjalanan hidupnya yang lampau dan akan
kembali ke jalan yang benar"
Bekel Kuti agak menyeringai "Memang suatu tindakan yang
bagus jika dia hendak kembali ke jalan yang lurus. Lalu
bagaimana maksudmu?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Kuminta kebijaksanaan ki bekel untuk melepaskan ki Singa"


kata Nararya "barang2 milik tumenggung Pura, silahkan
mengambil kembali"
Bekel Kuti tertawa datar "Singa Barong sudah menyerahkan
tetapi yang lain belum. Tidakkah hal itu hanya suatu siasat yang
disebut melepas kepala, memegang ekor? Sudahlah, ki sanak, ini
bukan urusanmu, silahkan engkau minggir"
Nararya memandang bekel itu. Masih muda, hampir sebaya
dengan dirinya. Bertubuh langsing, memiliki sepasang mata yang
tajam tetapi agak cekung kedalam, ujung hidungnyapun agak
melingkar kebawah "ki bekel, jika engkau tak mengganggu ki
Singa, aku bersedia minggir" katanya "tetapi jika engkau tetap
hendak mengusiknya, terpaksa aku harus campur tangan"
Nararya telah melihat gejala yang berbahaya pada Singa
Barong. Di saat2 kepala perampok itu sudah menyatakan
bertobat, di saat itulah datang gangguan yang mendesaknya
kembali ke jalan sesat. Semisal ia menyadari terlalu tinggi menilai
kesadaran pikiran kedua bujangnya, Noyo dan doyo, demikian
pula ia menaruh ke-kuatiran pada diri Singa Barang. Memang
untuk kembali ke jalan yang benar, tentu akan menempuh
banyak gangguan dan godaan, coba dan ujian. Dalam perjalanan
bertapa ke candi makam eyangnya di Wengker, ia-pun
menghadapi beberapa peristiwa, namun ia menyadari bahwa hal
itu hanyalah sebagai godaan. Dan ia dapat menghapuskannya.
Tetapi sekuat itukah pikiran Singa Barong? Ah, ia kuatir. Oleh
karena itu maka ia memutuskan untuk turun mencampuri urusan
itu.
Bekel Kuti terbeliak "Ah, mengapa sedemikian besar minatmu
hendak membela Singa Barong, ki sanak? Adakah engkau masih
mempunyai hubungan keluarga dengan Singa Barong?"
"Bukan sanak bukan kadang tetapi kalau mati aku ikut merasa
kehilangan" jawab Nararya "kehilangan seorang yang akan
kembali ke jalan benar tetapi tak mendapat kesempatan"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tiba2 bekel Kuti berganti nada keras "Ki sanak, aku seorang
bekel prajurit yang mendapat titah untuk menangkap gerombolan
perampok yang mengganas di gedung kediaman tumenggung
Pura. Beberapa pengalasan dari tumenggungan telah terluka dan
mati. Bahkan gusti tumenggung Pura sendiri terluka" kata bekel
Kuti "sekarang gerombdian perampok itu sudah dapat»
kukejar..Soal kepala perampok sudah menyesal atau bertobat, itu
bukan urusanku. Tugasku hanya untuk menangkapnya dan gusti
mentri yang mengadili"
"Ki bekel" sambut Nararya "telah kukatakan jika ki bekel
hendak menangkap, tangkaplah anakbuah ki Singa yang
membangkang itu. Tetapi ki Singa sendiri sudah berjanji
kepadaku akan bertobat. Dalam hal ini kumohon kebijaksanaan ki
bekel untuk membebaskannya"
"Kebijaksanaanku adalah kebijaksanaan seorang prajurit yang
melakukan titah atasan. Jangan meminta lebih dari itu, ki sanak"
seru bekel Kuti "baik Singa Barong bertobat atau belum tetapi
dialah yang memimpin gerombolan perampok ke tumenggungan.
Oleh karena itu tetap akan kutangkap juga"
Nararya terkesiap. Ia mengakui bahwa ucapan bekel yang
menyatakan dirinya sebagai seorang prajurit yang menjalankan
tugas, memang benar. Tetapi iapun ingin membantu Singa
Barong supaya mendapat kesempatan untuk membuktikan
janjinya. Jika membiarkan bekel itu menangkap Singa Barong,
Singa Barong pasti marah dan kemungkinan tangannya akan
berlumuran darah manusia lagi. Ia harus mencegah hal itu.
Namun selagi Nararya belum berhasil menemukan langkah-
langkah yang harus diambil, tiba-tiba Singa Barong berseru
nyaring "Raden, tak perlu kiranya raden berkering lidah terhadap
bekel itu" kemudian ia melangkah maju ke hadapan bekel itu "ya,
bekel, memang akulah yang bertanggung jawab akan
perampokan itu. Aku sudah menyerahkan kembali barang-barang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

itu tetapi rupanya engkau masih, belum puas apabila tidak


menangkap diriku. Nah, silahkan tangkap aku"
Bekel Kuti tertawa "Ha, ha, ha. Burung gagak walaupun
bercampur dengan burung merpati yang putih, tetap akan hitam
bulunya, parau membisingkan telinga suaranya"
Amat jumawa sekali sikap bekel itu seolah Singa Barong yang
paling ditakuti rakyat Matahun-Wengker sebagai seorang momok
ganas, dianggapnya sepi belaka.
"Jangan ki Singa" cepat Nararya melangkah ke samping Singa
Barong dan mencekal tangannya manakala kepala perampok itu
sudah siap hendak melolos cambuk Gebyar Sayuta. Singa Barong
rasakan cekalan tangan raden itu amat kuat sekali sehingga
lengannya terasa lunglai. Singa Barong berpaling memandang
Nararya "akulah yang akan menghadapi bekel itu, ki Singa"
Nararya mendahului. Kemudian lepaskan cekalannya, ia
melangkah maju ke muka bekel Kuti "Ki bekel, bagaimanakah
cara penyelesaian yang dapat memuaskan hatimu?" tanyanya.
”Kawanan perampok berikut barang2 rampokannya akan
kubawa ke Wengker" jawab bekel Kuti.
"Memang engkau telah menjalankan tugasmu dengan taat"
kata Nararya "tetapi dalam masalah ini ternyata terdapat sesuatu
yang membawa kepentingan rakyat. Dapatkah engkau
memberikan bijaksanaan yang layak?"
"Apa yang engkau maksudkan dengan kepentingan rakyat
itu?" tanya bekel Kuti.
"Ki Singa Barong telah dikenal rakyat Wengker dan Matahun
sebagai seorang benggolan perampok yang ganas. Tidakkah itu
suatu berita yang menggembirakan bagi rakyat di daerah itu
apabila ki Singa sudah melepaskan pekerjaannya dan kembali
sebagai seorang warga masyarakat yang baik? Tidakkah hal itu
akan merupakan suatu berkah besar bagi para petugas yang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menjaga keamanan di kedua telatah itu, termasuk dirimu sendiri,


ki bekel?"
"Ki sanak" sahut bekel Kuti "janganlah engkau percaya akan
janji seorang penjahat besar. Dia sudah merasakan betapa
nikmat kehidupan sebagai perampok yang ditakuti orang. Tak
mungkin dia mau menjadi rakyat biasa yang harus bekerja
memeras keringat untuk mencari nafkah?"
"Tetapi aku mau. mempercayai sepenuhnya ucapan ki Singa
itu" kata Nararya "dan aku percaya dia tentu akan memenuhi
kepercayaanku"
"Ah, engkau mencari penyakit sendiri, ki sanak" seru bekel
Kuti agak keras.
"Bukan cari penyakit tetapi memenuhi janjiku kepadanya. Aku
akan menolongnya supaya kembali ke jalan yang benar" sanggah
Nararya.
Bekel Kuti merah matanya.
"Jika ki bekel dapat sedikit saja menurunkan kebijaksanaan
maka aku berjanji akan mengembalikan semua harta benda milik
tumenggung Pura"
"Huh" bekel Kuti mencemoh "jelas anak buah Singa Barong itu
tak mau memberikan lagi"
"Itu tanggung jawabku, ki bekel" sahut Nararya "aku sudah
berjanji kepadamu tentu akan kupenuhi. Tetapi maukah engkau
berjanji akan mengabulkan permintaanku supaya jangan
mengganggu ki Singa?”
Bekel Kuti gelengkan kepala "Tidak, aku tak dapat
memberikan janji itu. Aku seorang bekel prajurit yang harus
mentaati sumpah prajurit"
Nararya mengeluh dalam hati. Melihat sikap bekel yang begitu
kukuh dan keras kepala, ia kuatir suasana akan meruncing dan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pertempuran tak dapat dihindari lagi. Namun ia masih dapat


mengekang nafsu perasaannya. Dalam detik2 yang berbahaya
itu, bayang2 keraguan mulai membimbangkan pikirannya.
"Mengapa aku harus melindungi seorang perampok jahat?
Mengapa tak kuserahkan saja Singa Barong kepada bekel itu?
Bukankah mereka prajurit yang menjalankan tugas? Bukankah
mereka difihak yang benar?" demikian silih berganti pertanyaan
melalu lalang dalam benaknya. Ia merasa sukar untuk menjawab
pertanyaan2 itu. Namun dalam relung hatinya memercik secercah
getaran sinar yang merintih dan menuntut keadilan pada jiwa
keksatryaannya. Adakah seorang ksatrya harus ingkar dari
janjinya hendak membantu seseorang? Adakah seorang ksatrya
tetap akan membeku perasaannya terhadap seorang yang sudah
menyatakan bertobat dan berjanji akan kembali ke jalan yang
benar? Adakah seorang jahat itu tetap takkan diterima dalam
masyarakat. Tidakkah seorang jahat itu juga seorang manusia
yang betapapun jahatnya tentu masih mempunyai sisa sepercik
hati nurani yang baik?
Belum sempat Nararya mencapai suatu penemuan cara yang
sesuai, bekel Kuti sudah berseru pula "Ki sanak, menyingkirlah,
sudah terlalu lama kita bicara. Aku segera akan melakukan
tugasku!"
Mulut bicara tanganpun bergerak, menyiak Nararya. Walaupun
melihat ketenangan sikap Nararya, bekel itu menduga bahwa
pemuda itu tentu berisi tetapi dugaannya itu terhapus oleh
pandang matanya yang melihat Nararya itu hanya seorang
pemuda yang tak menunjukkan perwujutan seorang yang
bertenaga kuat ataupun perkasa. Sekali menyiak, tentulah
pemuda itu akan terdorong menyisih ke samping. Pikirnya.
Tetapi alangkah kejutnya ketika ia rasakan tangannya serasa
menyiak karang. Ia salurkan tenaga dan menyiak lebih keras.
Namun tetap tak berhasil mendorong, bahkan bergetarpun tidak.
Untuk yang ketiga kali ia menumpahkan seluruh tenaga dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menyiak..Uh ... ia mendesuh dalam hati. Darahnya bertebar


mewarna merah wajah, mengiring kegagalannya.
Bekel Kuti seorang muda yang penuh cita2. Turun dari
berguru pada seorang resi sakti di gunung Wilis, ia mengayunkan
langkah pulang untuk menjenguk orang-tuanya lebih dulu. Dari
resi sakti di Gunung Wilis itu, ia telah menerima bermacam ilmu
kanuragan dan jaya kawijayan. Rasa puas akan hasil yang telah
dicapainya, ia ber keras mohon diri pada gurunya dengan alasan
hendak menjenguk ibunya yang menderita sakit. Resi Prada,
meminta supaya Kuti belajar tiga tahun lagi untuk menyelesaikan
aji Bandungbandawasa, ilmu kekuatan yang tiada taranya, daya
kekuatannya menyamai gajah. Tetapi rupanya Kuti sudah tak
tahan hidup di puncak gunung. Ia ingin turun ke dunia ramai.
Dalam perjalanan pulang banyak sekali didengarnya cerita
orang tentang kerajaan Singasari, Daha, Wengker, Matahun dan
lain-lain. Ia ingin masuk menjadi prajurit agar kelak menjadi
seorang senopati. Ia sangat tertarik dengan ketataprajaan dan
urusan negara. Ingin mencapai kedudukan tinggi dalam
pemerintahan. Karena hanya dengan begitu namanya akan
cemerlang, dikenang sepanjang masa. Dalam kebimbangan
untuk memilih ke kerajaan mana ia harus menuju, ia mendengar
bahwa kerajaan Wengker membuka sayembara untuk mencari
seorang prajurit sakti yang mampu menangkap
Singa Barong, kepala perampok yang sangat mengganggu
keamanan Wengker. Dia memutuskan akan memasuki
sayembara itu. Untuk menguji sampai dimana ilmu kedigdayaan
yang dimiliki, sekalian untuk mencari pengalaman dalam
keprajuritan. Dia berhasil memenangkan sayembara dan diangkat
sebagai bekel prajurit. Peristiwa perampokan di gedung
kediaman tumenggung Pura, mengharuskan dia menangkap
kepala perampok itu.
Bahwa ternyata seorang pemuda yang mengaku bernama
Nararya hendak menghalangi maksudnya menangkap Singa
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Barong, benar2 diluar dugaannya. Apapula setelah tiga kali ia


menyiak pemuda itu supaya menyingkir ternyata tak mampu. Ia
merasa empat puluh pasang mata prajurit-prajurit anakbuahnya
mencurah pandang mata kepadanya, la merasa mereka tentu
mengernyitkan wajah mengejek, menyeringaikan. cemohan.
Makin merah padam wajah bekel Kuti. Merah dari deburan darah
yang membenam tungku malu dan kemarahan.
"Jika aku gagal menghalau pemuda ini, kemana harus
kusembunyikan mukaku?" ia mengancam dirinya itu. Dan
ancaman itu segera disambut. Sekali lagi ia mengerahkan
tenaganya dan tiba2 pula ia mencengkeram bahu pemuda itu.
Maksudnya hendak diremasnya supaya tulang bahu pemuda itu
remuk, paling tidak tentu sakit dan mau menyingkir.
Tetapi alangkah kejut bekel itu ketika jari2 tangannya yang
telah diperkeras dan diremaskan itu terasa meremas telapak
tangannya sendiri. Sedangkan daging yang menggumpal pada
bahu yang akan diremasnya itu tiba2 tenggelam ke bawah
bersama yang empunya. Rasa kejut bekel Kuti itu bukan
disebabkan karena ia tak tahu kalau Nararya mengendap ke
bawah tetapi karena gerakan yang dilakukan pemuda itu. Jelas
gumpal daging pada bahu Nararya sudah dipegang dan
dicengkeram tetapi selekas hendak diremas, bahu pemuda itupun
menyelinap lolos, macam belut hendak ditangkap.
Hanya sekejab dan bekel Kuti menyadari apa yang telah
berlangsung. Ia gagal mencengkeram bahu Nararya dan
kegagalan itu harus dikejar sampai berhasil. Sekonyong-konyong
ia menebarkan kelima jari tangan dan dengan gerak yang amat
cepat sekali, ia segera memenggalkan tepi telapak tangannya ke
leher orang. Jarak amat dekat karena saat itu Nararya tengah
mengendap di hadapannya. Ia tak percaya bahwa pemuda itu
mempunyai leher dari baja ataupun lebih keras dari susunan batu
merah yang berada di kebun belakang padepokan resi Prada,
dimana dalam latihan ilmu pukulan, sekali menebas tentu hancur.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Singa Barong, Singa Sarkara dan anakbuahnya, keempat


puluh prajurit Wengker terbelalak ketika menyaksikan ulah bekel
Kuti. Singa Barong hampir memekik kejut, Singa Sarkara dan
anakbuahnya terlongong, keempat puluh prajurit Wengker itupun
hampir bersorak. Jarak sedemikian dekat, tak mungkin Nararya
dapat terhindar dari cidera yang mungkin akan menyebabkan dia
cacad patah tulang lehernya.
Tetapi pekik kejut Singa Barong itu menjadi pekik kejut
gembira dan sorak prajurit-prajurit Wengker itu menjadi sorak
terkejut manakala mereka menyaksikan suatu peristiwa yang tak
terduga-duga. Terdengar jeritan, yang jelas suara bekel Kuti, dan
diikuti oleh tubuhnya yang terhuyung-huyung rubuh terduduk.
Sedang Nararyapun tegak ditempat, memandang tenang kearah
lawannya.
Peristiwa itu memang berlangsung lebih cepat dari kejab
mata. Dalam menarik bahunya ke bawah untuk melepaskan diri
dari cengkeraman bekel Kuti, Nararya memang sudah bersiap
menghadapi kelanjutannya. Ia memperhitungkan bahwa bekel itu
tentu akan meneruskan serangannya dengan memukul atau
menghantam kepalanya. Apabila demikian, ia sudah siap hendak
loncat menghindar. Tetapi ia tak menyangka bahwa gerak
tabasan telapak tangan dari bekel Kuti sedemikian cepatnya
sehingga ia gugup dan tak sempat melaksanakan rencananya.
Dalam keadaan yang mendesak, ia tak melihat lain jalan kecuali
menghantam mata lutut "orang. Ia berharap apabila lutut
terhantam bekel itu tentu rubuh dan tak sempat men-capaikan
pukulannya. Tetapi karena cuaca agak gelap, Nararya luput
menghantam lutut melainkan menghantam paha sisi dalam. Ia
sendiripun ikut terkejut ketika mendengar bekel Kuti menjerit
keras dan terdampar jatuh terduduk di tanah. Rasa kejut itulah
yang menyebabkan ia tertegun. Pun pada dasarnya ia tak mau
menyerang lagi musuh yang sudah rubuh. Ia tetap menantikan
bekel itu bangkit.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Bekel Kuti pejamkan mata. Sesaat kemudian ia terus bangkit


berdiri. Nararya menduga bekel itu tentu akan menyerangnya
bahkan mungkin akan mencabut senjata. Maka tenang-tenang
saja ia menanti.
Bekel Kuti memandang lawannya dengan mata membara
kemarahan. Tetapi sesaat kemudian, bara itu-pun padam dan
terluncurlah kata-kata dari mulutnya "Ki sanak, siapakah
namamu?"
"Nararya"
"Dari manakah asalmu?" tanya Kuti pula. Nararya tak lekas
menyahut melainkan menimang.
Apabila ia memberitahukan tempat kediaman ayahnya,
mungkin akan menimbulkan peristiwa yang panjang. Ia tak tahu
mengapa bekel itu bertanya tentang tempat tinggalnya. Namun
sebagai seorang ksatrya ia merasa malu kalau tak berani
menyebutkan tempat tinggalnya "Dari gunung Kawi"
"O" desuh bekel Kuti terkejut dalam hati "jika demikian
engkau tentu murid seorang resi atau pertapa sakti. Siapa nama
guru ki sanak?"
Karena sudah terlanjur memberi keterangan maka Nararyapun
menyebut nama gurunya.
"Adakah engkau kenal kepadaku?" tanya pula bekel Kuti.
Nararya kerutkan dahi dan menggelengkan kepala "Tidak"
jawabnya.
Juga bekel itu kerutkan dahi. Beberapa jenak kemudian ia
berkata "Baiklah, Nararya, persoalan Singa Barong dan
anakbuahnya, kuhapus sampai disini "
"Terima kasih, ki bekel "serta merta Nararya menghaturkan
terima kasih "engkau amat bijaksana"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Bekel Kuti mengernyit alis, memberingaskan mata. Namun


Nararya tak memperhatikan dan berkata lebih lanjut "Semua
barang-barang milik tumenggung Pura akan kusuruh mereka
mengembalikan kepadamu. Akulah yang bertanggung jawab
apabila mereka menolak"
Bekel Kuti menyeringai "Tidak perlu"
"Tidak perlu?" Nararya terbeliak "mengapa?”
"Aku tak menginginkan" kata bekel Kuti dan tanpa memberi
kesempatan pada Nararya untuk melontarkan pertanyaan, ia
sudah melanjut "yang kuinginkan yalah sebuah permintaan"
"Kepada ki Singa Barong atau kepadaku?"
"Kepadamu" sahut bekel Kuti dengan nada sarat "bersediakah
engkau meluluskan?”
Nararya agak heran mengapa sikap bekel itu berobah kaku
dan nadanya sarat. Namun karena orang sudah meluluskan
permintaan untuk melepaskan Singa Barong maka iapun tak mau
kalah hati. Serentak ia menyanggupi.
"Dapatkah kupercaya ucapanmu?" masih bekel Kuti menegas.
"Ki bekel" jawab Nararya "engkau dan orang lain boleh
menganggap apa saja tentang diriku. Tetapi aku mewajibkan
diriku harus mempunyai watak dan jiwa ksatrya. Oleh karena itu,
akupun harus memenuhi setiap ucapanku sebagai seorang
ksatrya"
"Baik" kata bekel Kuti "sekarang dengarkanlah. Aku hendak
minta kepadamu supaya nanti dua tahun atau paling lama tiga
tahun lagi, engkau tunggu kedatanganku di padepokanmu
gunung Kawi"
Mengira kalau bekel itu hendak melangsungkan
persahabatannya, Nararyapun dengan gembira berseru "Ah,
betapa gembiranya hatiku apabila aku dapat menerima

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kunjunganmu, ki bekel. Aku senang sekali bersahabat dengan-


engkau. Apakah hanya itu permintaanmu?"
”Ya, hanya itu" sahut bekel Kuti "tetapi engkau harus
memenuhi janjimu!”
Kali ini Nararya tertegun dan tak lekas membuka pernyataan.
Bahwa bekel itu sedemikian besar minatnya hendak berkunjung
kepadanya, ia harus juga menghargainya. Agar jangan sampai
mengecewakan bekel itu, lebih baik apabila waktunya itu
ditetapkan yang pasti "Ki bekel, agar engkau jangan kecewa dan
dapat bertemu dengan aku, sukalah ki bekel tetapkan waktunya
yang pasti. Aku tentu akan menunggu kedatangan tuan"
Bekel Kuti merenung sejenak lalu berkata "Baiklah, hari
apakah sekarang ini?"
Nararya tercengang. Ia tak tahu apa maksud bekel itu
bertanya tentang hari namun dijawabnya juga "Brehaspati
pancawarna"
"Bulan dan tanggal berapakah sekarang ?" tanya pula bekel
Kuti tanpa menghiraukan keheranan orang.
"Bulan Bhadrapala tanggal satu kresnapaksa"
"Ya" kata bekel Kuti "dua tahun kemudian pada hari
Brehaspati pancawarna, bulan Bhadrapala tanggal satu
kresnapaksa seperti hari ini, aku pasti datang ke puncak gunung
Kawi. Harap engkau menunggu kedatanganku"
Habis berkata tanpa menunggu jawaban orang, bekel Kuti
terus berputar tubuh, memberi isyarat kepada anakbuahnya
tinggalkan tempat itu. Keempat puluh prajurit Wengker itu heran
tetapi mereka menurut saja.
Selama dalam perjalanan ke Wengker, bekel Kuti tak mau
bicara. Wajahnya bermuram durja, sebentar-sebentar menghela
napas dan menengadah memandang cakrawala. Menjelang fajar
ketika tiba disebuah desa maka bekel Kuti berhenti dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

memanggil seorang prajurit setengah tua "Kakang Paguh"


katanya setelah prajurit itu menghadap "mulai saat ini kakang
akan kuserahi tugasku memimpin prajurit2 Wengker. Setiba di
Wengker, menghadaplah gusti tumenggung dan sampaikan
sembah bhaktiku kepada gusti tumenggung. Kemudian haturkan
pula permohonan maafku karena aku tak dapat melanjutkan
pengabdianku kepada kerajaan Wengker ....."
Sekalian prajurit Wengker terkejut "Ki bekel, apakah maksud
tuan?" seru prajurit Paguh.
"Kakang Paguh, karena ilmuku masih rendah, aku telah
menghilangkan kepercayaan gusti tumenggung. Aku malu kakang
Paguh. Aku hendak berguru lagi agar kelak dapat mengabdikan
tenagaku kepada kerajaan Wengker" kata bekel Kuti "selamat
jalan kawan-kawan ...."
Sebelum prajurit Paguh dan kawan-kawannya sempat
berbicara, bekel Kutipun sudah lari menuju ke timur dan terus
menyelinap masuk kedalam hutan meninggalkan prajurit Paguh
dan kawan-kawannya dalam longong kemenungan.
Bekel Kuti lari sekuat kaki membawanya. Ia tak tahu dan tak
mempedulikan akan tiba dimana. Pokok ia lari, mengayunkan
kaki sekencang-kencangnya seolah berpacu dengan luap hatinya.
Luapan yang telah mengeruhkan kesadaran pikiran dan
ketenangan jiwanya.
"Ah ...." ia mendesah manakala pandang matanya terbentur
oleh sebuah sungai. Ia hentikan larinya, memandang kesekeliling
menghampiri segunduk batu cadas yang menjulang tinggi.
Setelah mencari sebuah tempat, ia duduk menghadap sungai,
memandang aliran air yang beriak deras.
"Aneh, mengapa dia tahu pengapesanku" beberapa waktu
kemudian mulutnya mengingau, bertanya dan membayangkan
peristiwa pertarungan dengan Nararya. Ingatannya berpusat
pada detik2 dikala Nararya menghantam pangkal pahanya
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sebelah dalam. Ia menyeringai, pejamkan mata seolah


merasakan pula derita saat itu. Ketika pukulan Nararya
menghantam, ia rasakan tubuhnya menggigil, tenaga merana
dan pandang matanya gejap.
"Aku akan kembali ke,puncak Wilis dan mohon guru supaya
menghapus bagian pengapesanku itu. Syukur dapat dihapus,
sekurang-kurangnya dipindah ke lain bagian. Hm, dua tahun lagi,
Nararya, aku akan mencarimu. Akan kubalas hinaan itu ...."
(Oo-dwkz^ismoyo-oO)

II
Kepergian bekel Kuti dengan membawa kekalahan,
meninggalkan rasa heran pada Nararya dan anakbuah
rombongan Singa Barong yang menyaksikan peristiwa tersebut.
"Raden" kata Singa Barong "apa maksud bekel itu meminta
raden menetapi janji supaya menunggu kedatangannya di
gunung Wilis?"
Nararya tertawa "Dia bermaksud hendak mengikat
persahabatan dengan aku"
"Tidak, raden" bantah Singa Barong "jika dia bermaksud
begitu, mengapa tidak saat ini juga melaksanakannya? Mengapa
harus menunggu sampai dua tahun lagi?"
Nararya terkesiap. Ia mengakui pernyataan Singa Barong itu
tepat- Dan apabila ia merenungkan tentang sikap, ucap dan nada
kata-kata bekel Kuti, maka terpancarlah sesuatu yang tak wajar
pada diri bekel itu. Ia terbeliak. Namun sesaat pula ia tersipu-sipu
dalam hati "Ki Singa" katanya "tak baik kita berprasangka kepada
orang. Aku telah berjanji dan akupun harus menetapi janji itu"
.... Halaman 56 ga ada di bukunya ketuker hal 79 ..

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya mengulang lagi apa yang telah dikatakan. Bahwa


hendaknya Singa Barong kembali ketempatnya dan menuntut
kehidupan yang baik "Bagaimana engkau hendak menyelesaikan
anakbuahmu, terserah. Tetapi yang penting, janganlah
meninggalkah garis2 kebijaksanaan"
"Baiklah, raden" kata Singa Barong. Ia segera mengajak
anakbuahnya tinggalkan tempat itu. Sebelumnya ia menegaskan
janji Nararya pula "Aku akan menunggu panggilan raden. Apabila
sampai dua tiga tahun tiada berita, aku akan mencari raden"
Nararya mengantarkan kepergian rombongan Singa Barong itu
dengan senyum yang cerah. Bukan karena ia dapat mengalahkan
seorang kepala perampok yang ganas, melainkan karena ia telah
mengembalikan seorang yang jahat kearah jalan yang baik.
Walaupun hal itu masih harus dibuktikan dengan kenyataan2
yang lebih lanjut, namun paling tidak ia sudah dapat mulai
menebarkan bibit kesadaran dalam hati kepala perampok itu.
Saat itu cuacapun merekah terang, membiaskan cahaya
kecerahan fajar. Ia menghampiri ke tempat Mayang Ambari yang
dijaga Noyo dan Doyo. Ternyata Mayang Ambaripun sudah sadar
dari pingsannya. Ia menyambut Nararya dengan pandang
ketakutan dan malu.
Nararya melayangkan sebuah senyum "Bagaimana
keadaanmu, nini?"
Gadis itu terkesiap "Apakah raden tak marah kepadaku?"
tanyanya dengan nada getar.
Nararya tersenyum "Marah ? Mengapa aku harus marah
kepadamu?"
"Bukankah raden mengatakan aku merendahkan kewibawaan
raden?" masih nada Mayang Ambari bergetar rasa cemas2 takut.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Bukankah sebenarnya engkau bermaksud hendak


menyelamatkan aku?" Nararya balas bertanya.
Mayang Ambari tersipu-sipu "Tetapi tindakanku itu bukan
menyelamatkan melainkan menghina raden ..."
"Tetapi sesungguhnya engkau hendak menyelamatkan aku"
cepat Nararya menukas.
"Tetapi aku bersalah raden"' Mayang Ambari setengah
mengeluh rintih "mohon raden suka memberi maaf"
Nararya tersenyum "Nini, maaf memang mudah diminta dan
mudah diberikan. Tetapi puaskah engkau karena mendapat maaf
itu?"
Mayang Ambari termangu.
"Aku percaya pada keteranganmu bahwa engkau bermaksud
hendak menyelamatkan diriku. Tetapi kuanggap tindakanmu itu
meremehkan diriku. Dalam soal ini bertemulah tujuan dengan
cara. Tujuan baik, sering dikaburkan oleh cara yang salah. Cara
yang salah itu, apabila kurang hati-hati menilai, memang akan
mudah mempersalahkan tujuan"
Nararya berhenti sejenak untuk memperhatikan tanggapan
Mayang Ambari. Dilihatnya gadis itu masih termangu dalam
wajah yang teduh. Suatu percerminan dari kesederhanaan dan
kepolosan hati "Tetapi karena aku tahu bahwa tujuan baik maka
cara-cara yang engkau tindakkan itu tidaklah kuanggap buruk.
Bukan salah buah durian berkulit duri tetapi salah manusia yang
tak mengetahui bahwa duri itu hanya sekedar kulit, sedang isinya
manis sekali. Bukankah demikian, nini?"
Nararya sengaja mencerahkan nadanya, agar dara itu terlepas
dari cengkam ketakutan dan kekikukan. Dan memang
diperhatikan dahi Mayang Ambari berangsur-angsur membias
ketenangan. Namun tiba-tiba dara itu berseru pula "Tetapi raden,
aku tetap mohon maaf dan pidana"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya tersengat kejut Pidana? Ah" ia mengernyut senyum


semu "baiklah, nini, jika engkau menghendaki maaf, akupun
dapat memberi, tetapi jika engkau meminta pidana, aku takkan
meluluskan. Hanya karena soal itu, aku harus menjatuhkan
pidana kepadamu? Ah, tidak, nini"
"Bukan soal itu, raden" kata Mayang Ambari
Nararya meliuk dahi "Soal apa lagi ?" tegurnya.
"Mencabut bulu kaki raden ...." '
"O" Naraya dipaksa tertawa "sudahlah, lupakan saja soal itu,
kumaafkan" katanya singkat. Rupanya ia merasa sudah cukup
lama di tempat itu dan segera hendak menyudahi pembicaraan.
"Raden dapat mengatakan demikian tetapi aku tak pernah
memaafkan diriku untuk setiap kesalahan apabila aku belum
menerima pidana" bantah Mayang Ambari "setelah mendapat
pidana, barulah aku merasa bebas. Tolonglah, raden, berikan
pidana kepadaku ..."
Nararya memandang lekat2 pada Mayang Ambari. Seorang
gadis yang menjelang dewasa, tetapi mengapa masih membawa
sikap kekanak-kanakan. Seorang dara yang ayu tetapi masih
bersifat alam kehidupan desa, bersahaja, jujur dan kukuh.
Kecantikannya layak disejajarkan dengan puteri keraton tetapi
pakaian dan ucapnya seperti perawan desa.
Pada saat itu pula, Mayang Ambaripun menengadah dan
memandang ke muka. Dua pasang mata bertemu, beradu
pandang. Mayang Ambari tersipu-sipu merah mukanya. Cepat ia
menunduk. Nararya masih termangu-mangu. Pandang sepasang
gundu mata indah berkilau-kilau ba' bintang kejora dari dara itu,
memancarkan sinar yang yang bening teduh, menghanyutkan
semangat Nararya ke alam yang indah dan syahdu. Suatu
perasaan yang belum pernah ia rasakan selama hidupnya. Ia
heran tetapi bahagia dan ingin selalu memiliki alam perasaan itu
....
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Karena sampai beberapa saat tak kedengaran Nararya


berkata, Mayang Ambaripun mengangkat muka dan
memandangnya. Melihat pemuda itu terpukau dalam kemanguan,
Mayang Ambari terkejut tetapi cepat ia menunduk pula,
pejamkan mata dan berbisik dalam hati "Adakah raden itu juga
menderita sesuatu yang aneh, seperti yang kuderita dalam hati
...."
Angin sepoi-sepoi basah yang membawa kelembaban hawa
pagi berhembus menampar muka Nararya. Pemuda itu tersentak
dari lamunan "Ah, hari segera fajar" pikirnya. Ia segera hendak
beringsut langkah tetapi seketika ia teringat akan dara yang
masih berlutut menelungkup dibawah kakinya, menantikan
keputusannya
"Ah, karena sudah terlanjur menolongnya, aku harus tak,
kepalang tanggung" pikirnya pula.
"Baiklah, nini" akhirnya ia berkata "pidana yang kujatuhkan
kepadamu adalah, segera engkau antarkan aku ke rumahmu"
Pada saat mendengar Nararya membuka mulut dan
mengatakan hendak menjatuhkan pidana, legalah perasaan
Mayang Ambari. Tetapi ketika mendengar pidana yang dijatuhkan
Nararya, dara itupun terlongong-longong
"Tetapi itu bukan pidana, raden" ia menyanggah.
Dalam hati Nararya tersenyum tetapi untuk menundukkan
kekerasan hati dara itu, ia harus mengerutkan wajah dan
membengiskan nada kata-katanya "Aku bukan seorang raja,
bukan pula penguasa pemerintahan. Aku orang biasa. Apa yang
kukatakan tadi, adalah pidana menurut caraku. Pidana itu
bermacam-macam. Yang pokok, setiap hal yang mengandung
keharusan untuk melakukan, itulah pidana. Lekas engkau
laksanakan atau akan kutambah lagi pidana itu. Kusuruh engkau
tinggal seorang diri dalam candi ini dan aku akan pergi dari
tempat ini"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Melihat pemuda itu berkata dengan nada bersungguh,


timbullah rasa gentar dalam hati Mayang Ambari. Berada seorang
diri dalam candi makam, apabila malam hari tiba, tentu akan
menimbulkan rasa takut yang mengerikan. Apalagi jika teringat
akan peristiwa yang dialaminya dari gerombolan Singa Barong,
ah, ngeri rasanya. Disamping itu, yang penting ia merasa aman
dan bahagia apabila bersama dengan raden itu. Ia sendiri heran
mengapa ia harus memiliki perasaan demikian. Akhirnya ia
menurut juga.
(Oo^dw.kz^ismoyo^oO)

III
Kesan yang membayang pada Nararya ketika tiba di tempat
kediaman lurah Jenangan, disambut dengan rasa terima kasih
atas pertolongannya melindungi Mayang Ambari dan dijamu
sebagai seorang tetamu agung, tidaklah mengaburkan
kesimpulan Nararya bahwa dalam kegiatannya membangun desa
dan memimpin rakyatnya, lurah itu sampai agak lengah
memperhatikan keselamatan puterinya. Lurah itu seorang ayah
yang baik, bahkan terlampau baik, sehingga menjurus kearah
memanjakan puterinya.
Memang setelah menyelami keadaan rumahtangga lurah yang
hidup hanya bersama puterinya karena iste-rinya sudah lama
meninggal, Nararya dapat memaklumi perasaan kasih sayang
lurah itu terhadap puteri tunggalnya. Namun betapapun halnya,
Nararya tetap tak dapat menyetujui tindakan lurah itu
mengijinkan Mayang Ambari bersama seorang emban dan
seorang abdi lelaki, berziarah ke candi makam di Wengker. Suatu
tempat yang cukup jauh dan harus melalui hutan belantara.
Secara halus Nararya menyinggung persoalan itu dan
menyesalkan tindakan lurah Jenangan. Beberapa penduduk yang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

terpandang dan petugas-petugas kelurahan yang hadir, terkejut.


Ada yang terbatas pada rasa heran tetapi ada pula yang merasa
tak puas atas ucapan Nararya karena dianggap sebagai seorang
tetamu yang lancang mulut.
Tetapi diluar dugaan lurah Jenangan sendiri menerima dengan
lapang hati "Terima kasih, ki bagus, memang aku terlalu
memanjakan anak yang keras kepala itu. Sudah kucegah dan
kuminta bersabar sampai pembuatan waduk bendungan di desa
ini selesai, akan kuantarkan. Tetapi dia tetap berkeras pergi"
Kemudian lurah itu menanyakah tentang maksud tujuan
Nararya menyepi didalam candi makam itu.
"Ah, hanya sekedar melatih diri, ki lurah" sahut Nararya "agar
tahan lapar dan tahan berjaga, di-samping memohon berkah
kepada dewata"
Lurah Jenangan mengangguk. Makin meresap hatinya
terhadap tetamu muda yang tampan, perwira dan sopan santun.
Teringat ia betapa suasana pag tadi telah ditandai dengan hiruk
pikuk rakyat seluruh desa yang berbondong-bondong keluar dan
mengiring Mayang Ambari beserta seorang pemuda bagus
dengan dua orang lelaki tua.
"Ah, betapa serasi sekali sejoli itu" kedengaran salah seorang
penduduk desa berseru. Dan segera yang lain-lain2 pun
menyambut.
"Bagaikan Batara Kamajaya dan Kamaratih turun dari
kahyangan" terdengar seseorang membuat tamsil untuk
melukiskan keadaan Mayang Ambari ketika berjalan disisi
pemuda berwajah agung itu.
Lurah Jenangan dihormati dan dicintai oleh rakyatnya.
Demikian pula Mayang Ambari. Dara cantik itu seolah menjadi
milik kebanggaan seluruh rakyat desa Jenangan. Mereka
mengharap agar kelak Mayang Ambari mendapat jodoh yang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sesuai. Maka ketika Mayang Ambari pulang bersama seorang


pemuda tampan, meluaplah kegembiraan rakyatl
Lurah Jenangan sehdiripun diam-diam memiliki perasaan
begitu juga. Apalagi setelah mendapatkan Nararya itu seorang
pemuda yang gentur bertapa, rasanya i-ngin sekali ia
memaserahkan Mayang Ambari kepada ksatrya muda itu. Namun
mulut masih berat untuk menyatakan. Walaupun menurut
pengakuan Nararya bahwa dirinya bukan keturunan priagung
melainkan hanya murid seorang resi, namun tidaklah berkurang
kemantapan hati lurah Jenangan untuk menjodohkan puterinya
kepada pemuda itu.
Rakyat yang berkerumun di halaman kelurahan masih penuh.
Entah bagaimana mereka tak mau pulang. Lurah Jenangan
segera ke luar dan menanyakan maksud mereka. Ternyata
mereka minta supaya Nararya meluluskan untuk tinggal beberapa
hari di desa Jenangan. Mereka hendak menjamu Nararya sebagai
pernyataan terima kasih mereka karena -Nararya berhasil
mengalahkan Singa Barong.
Noyo dan Doyo terkejut melihat sambutan rakyat Jenangan
sedemikian gempar. Kedua abdi itu girang sekali karena rakyat
mengelu-elu Nararya. Agar dirinya juga ikut dihormati, maka
Noyo dan Doyo lalu menghambur cerita tentang pertempuran
Nararya dengan Singa Barong dan mereka berdua lawan
anakbuah perampok. Kesudahannya, Singa Barong dan
anakbuahnya dapat ditundukkan dan menyerah. Itulah sebabnya
rakyat Jenangan hendak menghormati Nararya dengan suatu
pesta besar serta mengadakan selamatan.
”Ki Bagus" kata Lurah Jenangan setelah masuk ke dalam
"rakyat kami dengan sangat meminta agar ki bagus beristirahat
barang beberapa hari di desa ini. Mereka hendak menjamu ki
bagus"
Nararya terkejut. Dari Wengker, ia hendak menuju ke desa
Kagenengan telatah Singasari, untuk menyepi di makam eyang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

buyut Ken Arok atau baginda Rajasa sri Amurwabhumi, sesuai


dengan petunjuk dari arwah eyang Batara Singa Murti. Jika harus
tinggal di desa itu, bukankah akan menghambat perjalanannya.
Namun sebelum ia sempat menyatakan penolakannya, lurah
Jenangan sudah mendahului pula "Ki bagus, kuharap janganlah
engkau mengecewakan hati rakyat. Mereka sangat memuja
dirimu dan ingin menghaturkan terima kasih kepadamu"
"Ah, sudah wajib jika aku menolong puteri ki lurah Janganlah
menganggap hal itu sebagai sesuatu yang luar biasa. Aku tak
berjasa apa2 lagi"
"Mereka tahu bahwa engkau telah mengalahkan Singa Barong,
kepala perampok yang paling ditakuti rakyat Wengker dan
Matahun ...."
Nararya terkejut karena ia tak merasa mengatakan hal itu
"Siapakah yang mengatakan hal itu ?"
"Kedua pengiring ki bagus yang tua itu"
"O" desuh Nararya. Kiranya Noyo dan Doyo. Mengapa mereka
harus memberitahu kepada rakyat ? Ia akan mendamprat mereka
tetapi saat itu ia harus mencari alasan untuk menolak permintaan
rakyat Jenangan "Aku sungguh berterima kasih sekali atas
sambutan dan kebaikan hati ki lurah dan rakyat Jenangan.
Betapa aku ingin memenuhi permintaan mereka itu namun
karena masih mempunyai tugas penting, terpaksa ....."
Wajah lurah Jenangan berobah seketika. Cepat ia menukas
"Ah, ki bagus. Janganlah tuan menolak permintaan mereka.
Kutahu, adat mereka. Mereka tentu marah"
Nararya tertegun.
"Sudahlah, ki bagus" lurah Jenangan mendesak pula
"beristirahatlah barang dua tiga hari di desa kami, kiranya takkan
menelantarkan tugas tuan. Kasihanilah mereka, rakyat Jenangan
yang bersungguh hati hendak menghormat tuan"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya menghela napas panjang. Ia percaya rakyat desa itu


masih berpikiran sederhana dan jujur. Apabila ia sampai menolak
permintaan mereka, mereka tentu akan merasa terhina dan
marah. Ah, tidak. Ia tak boleh berkelahi dengan mereka yang
hendak menghormat kepadanya. Akhirnya terpaksa ia setuju
untuk bermalam.
Menjadi pusat perhatian dan dihormati sebagai o-rang yang
berjasa, memang menggembirakan hati dan menimbulkan rasa
bangga. Tetapi Nararya tak meng-htnlaki hal itu, ia berusaha
untuk menghindar dari sanjung dan puji yang berhamburan
memenuhi suasana perjamuan. Dengan rendah hati ia
mengatakan bahwa kejahatan itu bagaimanapun menakutkan,
akhirnya pasti akan tertumpas, semisal perobahan alam, prahara,
hujan dan badai, pasti akan reda "Memberantas kejahatan,
bukan suatu jasa. Setiap orang berhak dan wajib menumpas
kejahatan itu" katanya.
Timbul kesan dalam hati Nararya bahwa tindakan yang
membuahkan akibat baik pada kepentingan rakyat, mendapat
sambutan yang menggembirakan sekali "Masih banyak
kepentingan rakyat yang dapat kulakukan" renungannya makin
mengembang "mereka membutuhkan keamanan agar dapat
hidup tenteram. Mereka membutuhkan sandang pangan, rumah,
pendidikan, agama, kebudayaan dan kesejahteraan. Untuk
membaktikan diri, banyak sekali jalannya"
"Nararya, dharma yang indah bagi seorang ksatrya itu tak lain
adalah dharma terhadap manusia" tiba2 ia teringat akan ucapan
gurunya, resi Sinamaya. Dan kala itu ia menyanggah "Tetapi
guru, bukankah setiap manusia itu mempunyai persoalan hidup
yang berbeda satu dengan yang lain sehingga bagaimana
mungkin kita melakukan dharma dalam sekian banyak macam
manusia dengan sekian banyak corak persoalannya?"
Waktu itu resi Sihamaya menjawab "Nararya, Hidup
kuibaratkan sebagai air. Air itu berasal dari satu sumber
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kemudian mengalir dibengawan, terpecah belah dalam berbagai


aliran besar kecil dan menghadapi bermacam pengalaman dan
persoalan, kemudian akhirnya semua itu menuju ke laut"
Demikian sumber hidup dan manusia itu. Dan camkanlah, anakku
bahwa pada dasarnya Hidup itu sudah merupakan persoalan,
lebih tandas pula suatu samsara. Jangan engkau menghindar dari
persoalan hidup, karena sesungguhnya dalam dirimu sudah
mengandung persoalan itu. Jangan engkau jemu menghadapi
persoalan manusia karena engkau sendiri adalah manusia.
Menghindari persoalan hidup berarti engkau mengingkari hidup.
Jemu kepada manusia berarti engkau menyangkal kemanusiaan
manusiamu"
Kini Nararya baru dapat menghayati ucapan gurunya. Ia
merasa tiada kebahagiaan yang lebih membahagiakan hatinya
daripada dapat membahagiakan manusia2, semisal rakyat
Jenangan itu. Dan alangkah bahagianya apabila ia dapat
membahagiakan seluruh rakyat negerinya. Sesaat merenungkan
hal itu makin terasa betapa besar dan berat dharma seorang
ksatrya. Namun betapa mulia.
Selama perjamuan berlangsung, hanya beberapa waktu ia
melihat Mayang Ambari ikut serta menghidangkan makanan dan
minuman. Setelah itu ia tak melihat dara itu lagi. Ia heran
mengapa ia harus memikirkan dara itu. Tetapi ia merasa, tiada
kehadiran dara itu, suasana perjamuan terasa hambar.
Betapapun ia berusaha untuk mengendapkan perasaannya,
namun bayang2 dara itu tetap melalang dalam benaknya. Makin
hendak dihapus makin menggelisahkan.
Akhirnya setelah perjamuan selesai, iapun segera keluar ke
halaman, berjalan-jalan sekedar menenangkan pikiran. Ketika
tiba di halaman belakang ia melihat sesosok tabuh tegak di
bawah sebatang pohon nagasari. Tampaknya orang itu sedang
memusatkan pikiran dalam sebuah doa yang dipanjatkan dalam
sikap muka dan tangannya menyembah ke langit, sehingga tak

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mendengar ketika Nararya melangkah ke belakangnya. Nararya


tak mau mengejutkan orang itu. Ia menunggu sampai orang itu
selesai berdoa.

"Nini Ambari" seru Nararya pelahan setelah orang itu


menyudahi doanya. Dia bukan lain adalah Mayang Ambari. Dara
itu agak terkejut dan cepat berpaling ke belakang "Ah, raden ..."
ia tersipu-sipu menundukkan kepala.
"Mengapa engkau berada disini, nini? Rupanya engkau sedang
berdoa" kata Nararya. Namun dara itu diam saja.
"Apakah aku mengganggumu nini?"
Mayang Ambari terkejut "Tidak, raden. Aku merasa tidak
terganggu dengan kehadiran raden ini"
"Tetapi mengapa engkau diam saja?"
"Aku malu, raden. Malu pada diriku sendiri"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Mengapa ?" Nararya makin heran..


Dara itu mengangkat muka, sejenak memandang Nararya lalu
menunduk pula "Karena rama ... rama ..."
Karena sampai beberapa saat Mayang Ambari tak melanjutkan
kata-katanya Nararyapun menegur "Ramamu mengapa ?"
"Apakah raden tak marah kepada rama apabila kukatakan hal
itu?"
Nararya kerutkan dahi, kemudian tersenyum "Mengapa aku
harus marah kepada ki lurah. Dia seorang tua yang -baik hati dan
seorang lurah tauladan"
Wajah Ambari merekah cerah ketika mendengar pujian itu. Ia
mengucapkan terima kasih ”Baiklah, jika demikian akan
kukatakan. Pada saat perjamuan tadi, tiba2 aku dipanggil rama
masuk dan ditanya apakah ... apakah aku setuju .... apabila ....
apabila ..."
"Ah, mengapa tersendat-sendat engkau bercerita? Hayo,
katakanlah yang jelas"
"Apabila ..." Ambari menunduk dan mengucap dengan pelahan
"dijodohkan dengan ... raden ..."
Nararya terperanjat. Ia tak pernah menyangka bahwa ia akan
menghadapi persoatan sedemikian. Ia menolong Ambari karena
wajib menolong, bukan karena mengandung pamrih hendak
mengambilnya sebagai isteri. Dan ia teringat akan tugas
perjalanannya. Ia harus bertapa ke candi Kagenengan, ia harus
masih berkelana lagi entah kemana dan entah sampai berapa
waktu lamanya. Karena ia tak tahu bagaimana cara dan sampai
batas waktu bagaimana ia dapat memperoleh wahyu agung
seperti yang diisyaratkan gurunya. Adakah ia harus kandas dan
berlabuh dalam ketenangan hidup di desa Jenangan bersama
seorang isteri yang cantik?

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tidak. Cita-citanya masih jauh, jangkauannya masih tinggi,


harapan masih banyak. Ibarat mendaki gunung, ia baru mulai.
Adakah ia harus berhenti? Penolakan atas pertanyaan yang
timbul dan diajukan pada dirinya sendiri, melahirkan rasa tak
puas kepada lurah Jenangan. Timbulnya persoalan itu bersumber
pada salah sangka dari lurah Jenangan bahwa ia mengandung
pamrih dan menghendaki imbalan atas pertolongan yang
dilakukannya kepada Ambari. Ia marah kepada lurah itu. Ia
menganggap dirinya dinilai reiidah. Dan letup kemarahan itu
memercikkan pula rasa geram terhadap Mayang Ambari. Ia
hendak menegur dara itu.
Ia nyalangkan mata, mulutpun siap menghambur kata. Tetapi
ketika pandang matanya tertumbuk akan wajah yang anggun dan
mata yang sejuk dari Mayang Ambari, seketika lenyaplah hawa
amarah yang membadai dalam hati Nararya "Ah" ia menghela
napas. Cukup panjang berkumandang di kesunyian malam.
Kesejukan mata si dara itu menebarkan daya pengaruh yang
mengendapkan luap perasaannya. Dan berkatalah ia dalam hati
"ia tak berdosa, mengapa aku harus marah kepadanya? Bahkan
lurah itupun tak bersalah. Sebagai ayah dia berhak memikirkan
kebahagiaan puterinya yang tunggal. Aku berhak menerima atau
menolak tetapi tak berhak memarahinya"
Nararya mendapatkan ketenangannya kembali. Sesaat
timbultah rasa ingin mengetahui bagaimana perasaan hati dara
itu. Katanya "O, demikianlah maksud ki lurah? Lalu bagaimana
jawabmu, nini?"
Rupanya Mayang Ambari tak menyangka akan menerima
pertanyaan semacam itu dari Nararya. Ia tertegun lalu menyahut
"Aku menangis ...."
"O" Nararya terbeliak "engkau menangis? mengapa ...."
Tiba2 dari arah rumah besar terdengar suara carang berseru
"Ambari, Ambari, dimana engkau?" dan pada lain kejab terdengar
derap langkah kaki orang menghampiri "Ah, engkau disini,
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Ambari" seru orang itu yang tak lain adalah lurah Jenangan "O, ki
bagus juga disini”
Nararya agak tersipu-sipu menerangkan bahwa ketika keluar
mencari angin ia telah melihat Mayang Ambari berada di halaman
belakang.
"O, tak baik pada saat semalam ini berada di-luar" kata lurah
itu tanpa mengunjukkan rasa marah pada nada ucapannya atas
peristiwa saat itu "mari kita masuk"
Nararya dan Mayang Ambari mengikuti lurah itu masuk
kedalam rumah. Lurah menyuruh Ambari masuk ke biliknya
sedang ia berkata kepada Nararya "Ki bagus, aku perlu bicara
kepadamu" katanya seraya mengajak pemuda itu duduk di
pendapa.
Nararya dapat menduga apa yang hendak dibicarakan lurah
itu. Namun ia ingin juga menggunakan kesempatan itu untuk
meluruskan kesalah-fahaman lurah itu atas dirinya.
"Ki bagus" lurah Jenangan memulai pembicaraan "beginilah
beratnya menjadi seorang tua yang mempunyai seorang anak
perempuan yang sudah dewasa. Maafkan bapak yang sudah tua
ini apabila kata2 bapak tak berkenan pada hatimu"
"Ah, janganlah bapak lurah mengucap demikian. Manusia tak
luput dari kesalahan, wajiblah kita saling memaafkan" kata
Nararya.
Setelah mengucapkan terima kasih, lurah itu berkata pula
"Sejak kecil si Ambari itu sudah ditinggal ibunya sehingga aku
harus menjadi ayah dan sekaligus juga ibu; Aku kasihan atas
nasibnya maka kucurahkan seluruh kasih sayangku kepadanya.
Sejak ibunya meninggal, akupun tak menikah lagi, demi
membahagiakan anak itu"
Nararya mengangguk. Dalam hati ia memuji sikap lurah itu
sebagai seorang ayah yang benar2 mencintai anaknya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Siang dan malam, hanya satu yang menjadi doa


persembahanku kepada dewata" kata lurah itu pula "agar anak
itu mendapat suami yang penuh kasih sayang. Aku tak
mengharap seorang menantu yang kaya ataupun berpangkat
tetapi hanya seorang pemuda yang benar2 dapat
membahagiakannya. Ki bagus" lurah itu menatapkan pandang
mata kepada Nararya "rupanya dewata mengabulkan
permohonanku. Sebagai seorang tua, kuperhatikan bahwa
anakku itu setuju kepadamu. Dan aku sendiripun suka
kepadamu. Maka maksud bapak, apabila engkau tak menolak,
akan kujodohkan si Ambari itu kepadamu, ki bagus"
Nararya tak terkejut karena sebelumnya ia sudah menduga
akan hal itu. Namun ia merasa perlu menjelaskan "Tetapi, bapak
luarah ...."
"Menurut adat istiadat di desa kami" lurah Jenangan tak
memberi kesempatan Nararya bicara karena kuatir pemuda itu
akan menolak "lelaki dan perempuan, terutama yang masih
jejaka dan perawan, tidak diperbolehkan bergaul dengan bebas.
Seluruh rakyat desa Jenangan telah menyaksikan ki bagus
berjalan bersama dengan Ambari. Bagi adat kami, hal itu sudah
dianggap sebagai suatu persetujuan dari ki bagus dan Ambari
untuk menjadi suami isteri. Apabila ki bagus menolak, pertama,
ki bagus telah mencontreng arang pada muka bapak ini dan
mencemarkan nama baik si Ambari, karena kelak tentu tiada
pemuda lain yang mau meminangnya. Kedua, rakyat Jenangan
gembira sekali akan mendapat pimpinan ki bagus. Kegembiraan
itu akan lenyap berganti kemarahan apabila hal itu tak
terlaksana. Oleh karena itu, maka bapak mohon dengan sangat
sudilah ki bagus mengabulkan permintaan bapak ini"
Ada beberapa hal yang membuat setiap kali wajah Nararya
berobah. Setelah lurah selesai bicara, iapun berkata "Bapak
lurah, aku hendak mengajukan beberapa pertanyaan. Pertama,
adakah bapak menganggap bahwa tindakanku menolong anak

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

bapak itu mengandung pamrih agar aku dijodohkan dengan anak


itu?"
"O, sama sekali tidak, ki bagus" bantah lurah.
"Adakah, bapak lurah hendak menggertak aku harus menikah
dengan anak bapak?"
Lurah gelengkan kepala "Tidak ada tekanan untuk keharusan
itu, ki bagus. Kata-kata bapak itu hanya sebagai harapan dari
seorang ayah dan harapan kepada seorang ksatrya yang berbudi.
luhur"
Nararya tertegun, jawaban lurah itu benar2 mengena. Luas
sekali nian arti daripada ksatrya yang berbudi luhur itu. Dalam
menghadapi persoalan itu, sebagai seorang ksatrya iapun bukan
hanya bertanggung jawab untuk menyelamatkan jiwa, pun nama
baik Mayang Ambari. Adat istiadat tentang pergaulan antara pria
dan wanita memang masih seperti yang dikatakan lurah itu.
Hampir ia akan membuka mulut untuk menerima permintaan
lurah itu tetapi tiba2 ia teringat akan tugas perjalanannya yang
masih belum selesai. Apakah ia harus menetap di Jenangan ?
Tidak mungkin. Ia harus melanjutkan perjalanannya untuk
mencapai cita-citanya. Namun apabila ia melanjutkan
pengembaraannya, bukankah ia akan melantarkan kewajibannya
sebagai seorang suami.
"Ah" ia menghela napas dan geleng2 kepala.
Melihat itu lurah berseru cemas "Ki bagus, apakah engkau tak
setuju?"
"Bukan" sahut Nararya "saat ini aku belum dapat memberi
keputusan. Aku minta waktu untuk mempertimbangkannya"
Lurah-Jenangan menghela napas legah. Walaupun belum
mendapat persetujuan tetapi sekurang-kurangnya ia masih
mempunyai harapan. Iapun tak berani mendesak dan karena

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

malam sudah larut, mereka lalu menuju ke bilik masing2 untuk


beristirahat.
Nararya tak dapat lekas tidur. Ia masih merenungkan
pembicaraan dengan lurah tadi "Ah, apakah gadis itu setuju?
Tetapi mengapa dia menangis?" ia bertanya dalam hati.
Kemudian melanjut dalam renungan dan tiba dipersimpangan
jalan antara memenuhi permintaan lurah dengan melanjutkah
mengejar cita-citanya, iapun tertidur.
Peristiwa dalam kehidupan manusia itu kadang memang tiada
terduga, bahkan hampir sukar dipercaya. Apa yang tak diharap,
sering tiba. Apa yang tak diinginkan, kerap terjadi.
Jika Nararya tak mengharap apa2 dalam perjalanannya ke
Wengker itu kecuali hendak menyepi di makam eyangnya, maka
muncullah peristiwa gadis jelita Mayang Ambari yang melibatkan
pemuda itu pada suatu lingkaran peristiwa baru dalam
kehidupannya.
Demikian pula dengan lurah Jenangan. Ia tak pernah
mengharap bahkan tak pernah menginginkan pute-rinya akan
dipinang oleh priagung bahkan seorang yang mempunyai
kekuasaan besar dalam kerajaan yang membawahi kelurahan
Jenangan. Tetapi nyatanya peristiwa itu telah terjadi. Dan secara
kebetulan pula pada saat lurah Jenangan sedang berbicara
dengan Nararya mengenai nasib puterinya.
Demikianlah peristiwa itu terjadi pada waktu surya pagi
sedang merekahkan cahaya yang gemilang di kala rakyat
Jenangan sedang turun ke sawah dan kebun atau bekerja dalam
bidang pekerjaan masing2 maka bagaikan datangnya air bah
yang melanda tanpa diduga, jalan yang merentang ke tempat
kediaman lurah Jenangan telah mengemelut debu tebal karena
debur selusin ekor kuda yang mencongklang riuh.
Lurah Jenangan tergopoh keluar ke halaman untuk menjenguk
kehirukan yang menggetarkan lantai rumahnya. Namun
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

terlambat. Dua belas tetamu beipakaian keprajuritan, telah meniti


tangga yang mencapai pendapa. Dan ketika lurah tiba,
rombongan tetamu itupun sudah melangkah ke dalam pendapa.
Lurah tertegun memandang rombongan tetamu. Dua orang yang
berada paling depan, yang seorang mengenakan busana indah
dari seorang pembesar kerajaan yang berpangkat tinggi. Wajah
seram, perawakan gagah perkasa. Bergodek lebat memanjang
sampai ke janggut, sepasang kumis tebal yang melengkung
keatas menyerupai tanduk kerbau jantan. Layak apabila menjadi
seorang hulubalang perang.
Sedangkan yang seorang juga mengenakan, busana orang
berpangkat, perawakan kecil, kumis tipis, berjanggut kambing,
Umur keduanya hampir sebaya masing2 bersalut keris pada
pinggangnya. Kemudian dari sepuluh prajurit terdapat seorang
lurah prajurit, berwajah bersih, masih muda, memiliki pandang
mata yang tenang.
"Hai, lurah, mengapa engkau tak lekas menghaturkan hormat
dan mempersilahkan kami duduk?" menggelegar suara nyaring
dari belah bibir yang tertutup janggut lebat dari orang yang
menyeramkan.
Lurah Jenangan gopoh memberi hormat dan mempersilahkan
rombongan tetamu itu duduk di ruang tetamu. Kemudian dengan
sikap yang menghormat agak ketakutan, lurah memohon
keterangan tentang tetamu2 itu.
"Ho" seru orang yang berwajah seram itu pula "engkau
menjadi lurah tetapi tak pernah menghadap ke keraton Matahun.
Kenalkah engkau dengan seorang narapraja berpangkat demang
dan bernama Tambakbaya?"
"Hamba memang tak pernah menghadap seri baginda di pura
Setana. Hamba hanya diwajibkan memberi laporan pada akuwu
yang membawahi hamba" sahut lurah Jenangan "tetapi hamba
pernah mendengar tentang gusti demang Tambakbaya itu"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Ha, ha, ha," orang berwajah seram itu tertawa bangga "jika
sudah kenal namanya mengapa tak lekas2 engkau menghaturkan
hormat. Akulah demang Tambakbaya itu. Dan ini, adalah demang
Suramreti"
Lurah Jenangan terkejut dan bergegas menghaturkan sembah
memohon maaf atas keterlambatannya menyambut para tetamu
agung itu. Demikian setelah dihidangkan minuman, maka
bertanyalah lurah Jenangan akan maksud kedatangan
rombongan kedua demang itu.
"Lurah" seru pula demang Tambakbaya dengan suaranya yang
menggeledek "pernahkah dalam beberapa malam ini engkau
bermimpi baik?"
Lurah Jenangan tercengang. Tak tahu ia apa maksud ki
demang bertanyakan hal itu "Tidak gusti demang. Hamba tak
pernah bermimpi apa-apa"
Demang Tambakbaya geleng-geleng kepala "Ah, mungkin
karena sudah tua, engkau pelupa. Engkau tentu bermimpi tetapi
tak engkau ingat2 lagi. Buktinya kedatanganku kemari ini tak lain
akan membawa rejeki besar kepadamu, lurah”
Lurah itu makin terlongong. Tambakbaya memandangnya
makin tertawa. Rupanya demang Suramreti tak sampai hati
menjerat lurah itu dalam kebingungan "Ah, adi Tambakbaya,
baiklah segera memberitahu agar ki lurah segera jelas
persoalannya"
Tambakbaya mengangguk. Ujarnya "Begini, ki lurah.
Kedatangan kami kemari ini, tiada lain karena diutus gusti
tumenggung Adikara untuk meminang anak perempuanmu yang
cantik. Engkau sungguh seorang ayah yang beruntung, ki lurah.
Kecantikan anakmu itu termasyhur sampai ke pura Setana,
menarik perhatian gusti tumenggung"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Dan inilah, ki lurah" tiba2 demang Suramreti mengambil


sebuah peti kayu cendana yang berukir indah dan bersalut emas
"emas kawin dari gusti tumenggung, terimalah"
Lurah Jenangan terlongong-longong antara sadar dan mimpi.
Jika sadar, mengapa peristiwa itu hanya seperti terjadi dalam
mimpi. Namun kalau mimpi, mengapa ia dapat merasakan
peristiwa itu. Ia tak tahu bagaimana harus menanggapi hal itu.
Tiba2 ia teringat akan pembicaraannya dengan Nararya semalam.
Bukankah ia telah memaserahkan Mayang Ambari kepada
pemuda itu? Walaupun pemuda itu belum menyatakan
keputusannya tetapi iapun tak mau menarik kembali
pernyataannya. Betapapun dirinya seorang lurah dari sebuah
desa yang kecil dan sepi, namun ia masih mempunyai rasa malu
dan jiwa utama.
"Lurah" tiba2 demang Tambakbaya menggelegarkan suaranya
pula "mengapa engkau terlongong-ldngong? Mungkin diseluruh
telatah kerajaan Matahun, tiada lurah keduanya lagi yang
tertimpa rembulan seperti engkau. Kelak engkau tentu diangkat
sebagai demang, mungkin juru bahkan mungkin tumenggung.
Ketahuilah, anakmu itu memang besar sekali rejekinya. Gusti
tumenggung Adikara hendak mempersembahkan anakmu kepada
gusti patih Sempu. Bahkan kemungkinan gusti patih akan
menghaturkan kepada baginda"
Kali ini lurah Jenangan benar2 seperti tersambar petir.
Wajahnya pucat lesi. Beberapa saat kemudian baru dapat
membuka mulut "Tetapi .... bukankah gusti patih itu sudah
mempunyai isteri? "
"Ha, ha" demang Tambakbaya tertawa "seorang patih yang
besar kekuasaannya seperti gusti patih Sempu, sudah layak kalau
beristeri dua, tiga sampai sepuluh orang. Gusti patih belum
mempunyai putera maka hendak mencari isteri lagi agar dapat
mempunyai putera. Jika kelak anakmu dapat melahirkan, wah,

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

aku tidak bohong, engkau tentu akan diangkat dalam jabatan


yang tinggi":
Lurah terlongong pula. Namun beda longong saat itu dengan
yang tadi. Jika tadi ia memikirkan janjinya kepada Nararya,
sekarang benar2 ia memikirkan nasib puterinya. Jelas sudah
baginya sekarang bahwa Mayang Ambari akan dipersembahkan
kepada patih Sempu atau mungkin kepada baginda sebagai selir.
Didengarnya patih kerajaan Matahun itu sudah tua dan
mempunyai beberapa selir. Demikian pula dengan baginda.
Lurah Jenangan gelisah dan bingung. Sejak Mayang Ambari
masih kecil, lurah Jenangan telah bertekad untuk menjalankan
laku brahmacari atau tidak kawin. Seluruh kasih sayangnya
ditumpahkan pada puterinya. Hidupnya diperuntukkan anak itu
dengan satu tujuan agar kelak Mayang Ambari dapat jodoh yang
bahagia. Dan rupanya segala jerih payah dalam laku dan doanya
itu dikabulkan dewata. Tanpa diduga dan disangka, muncullah
Nararya. Ia setuju dengan pemuda itu dan rupanya Mayang
Ambaripun demikian. Tetapi pemuda itu belum memberi
keputusan.....
Tertumbuk akan hal i.tu, membiaslah menung lurah Janengan
akan peristiwa mimpi Ambari yang lalu. Bunga Wijayakusuma,
bunga yang suci, bunga pusaka dari prabu Batara Kresna. Jelas
Mayang Ambari tentu akan mendapat anugerah besar dari
dewata. Bagi seorang gadis, anugerah dewata itu tak lain
hanyalah seorang suami priagung, bahkan raja.
”Jika demikian" renungnya makin mengembang "tidakkah
pinangan tumenggung ini yang dimaksudkan mimpinya itu?"
Hampir ia menarik kesimpulan sedemikian bahkan makin
diperkuat dengan kesan bahwa Nararya itu hanya pntera seorang
resi, apalagi belum memberi keputusan. Tetapi bayang2
kesimpulan itu segera tersambar suatu lintasan kilat manakala
terngiang pula kata2 dari demang Tambakbaya bahwa Mayang
Ambari itu hanya akan diambil sebagai selir, baik oleh-patih
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sempu maupun andaikata diinginkan oleh baginda. Bertebaran


lapis2 kesimpulan tadi lenyap dan berganti dengan sepercik sinar
terang dalam pikiran lurah itu "Selir betapapun bergelimangan
dalam kenikmatan hidup namun tiada bahagia hatinya. Apalagi
patih Sempu iiu sudah tua, layaknya dia menjadi ayah, bukan
suami bagi Ambari. Tak mungkin anakku bahagia"
Timbulnya kesan itu, melahirkan pula kesan lain. Dahulu dia
seorang prajurit kerajaan Daha. Ketika Daha diserang Singasari,
banyak keluarga raja yang lari meloloskan diri. Dia tak mau
tunduk pada Singasari maka iapun lolos dari Daha, lari ke daerah
barat. Secara tak terduga, ia telah menolong seorang puteri
tumenggung yang hendak ditangkap seorang prajurit Singasari.
Ia dapat membunuh prajurit Singasari itu dan membawa puteri
tumenggung lari. Akhirnya puteri itu menjadi isterinya tetapi
sayang setelah melahirkan anak, isterinya itupun meninggal.
Mayang Ambari mirip dengan ibunya, cantik dan berkulit halus,
kuning langsap. Ia hidup bahagia dengan isterinya dan tahu apa
arti sesungguhnya dari kebahagiaan itu. Bukan harta, bukan
pangkat, bukan wajah tetapi kecocokan hati, saling mencintai.
Serentak ia membayangkan, betapa sikap Mayang Ambari
ketika ditanya persetujuannya hendak dijodohkan dengari
Nararya. Dara itu diam menunduk. Tetapi ia sempat
memperhatican betapa cerah wajah puterinya dalam tebaran
warna merah yang menghambur rautnya. Jelas bahwa anak itu
setuju. Dan ia sendiripun setuju. Teringat akan hal itu, sifat
keutamaan segera bertahta kembali dalam hatinya. Tidak! Ia tak
mau ingkar janji kepada Nararya. Betapapun bahaya yang harus
dihadapinya.
"Hai, mengapa engkau diam saja, lurah!" seru demang
Tambakbaya setengah membentak.
Lurah Jenangan agak terkesiap namun segera wajahnya
tenang kembali "Ki demang, betapa sukar bagiku untuk
menghaturkan rasa terima kasih atas kemurahan hati dari gusti
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tumenggung yang telah melimpahkah anugerah kepada anakku.


Tetapi ampun beribu ampun, ki demang. Sama sekali aku tak
menyangka akan hal itu maka sebagai seorang ayah yang
melihat anaknya sudah akil dewasa, anak itu telah kujodohkah
pada seorang pemuda"'
"Apa? Engkau berani menikahkan anakmu pada lain orang?"
Tambakbaya menggeledek pekikan.
"Karena aku tak tahu akan minat gusti tumenggung terhadap
anakku" sahut lurah Jenangan "maka aku mohon ampun yang
sebesar-besarnya"
Demang Tambakbaya tetap marah tetapi demang Suramreti
cepat mendahului "Lurah, aku ingin tahu bagaimana pemuda
pilihanmu itu. Dan akupun hendak bertanya kepada anakmu,
apakah dia tetap setya kepada suaminya atau ingin menjadi isteri
patih"
Lurah Jenangan tercengang tetapi demang Tambakbaya
segera membentaknya, menyuruh dia lekas melakukan perintah.
Terpaksa lurah itu bergegas masuk ke dalam. Tak lama kemudian
ia keluar dengan diiring seorang gadis cantik dan seorang
pemuda tampan "Inilah anakku dan inilah putera menantuku, ki
demang"
"Aduh, cantik sekali, mengapa ..." Tambakbaya hendak
mencemoh lurah mengapa menikahkan anaknya dengan pemud-i
begitu, tetapi ketika ia melirik pada Nararya dan melihat
wajahnya yang bersinar agung, ia tertegun lalu cepat berganti
kata "engkau tergesa-gesa mencarikan jodoh? Bodoh benar!"
Demang Suramreti tak menghiraukan. Ia tahu akan watak
Tambakbaya yang berangasan. Ujarnya "Baiklah, aku hendak
bertanya kepada mereka. Nini, benarkah pemuda itu suamimu?"
Merah wajah Ambari. Tak tahu bagaimana ia harus menjawab.
Sejenak ia berpaling kearah Nararya. Saat itu Nararya sudah
makin jelas akan persoalan yang dihadapinya setelah tadi ia
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

diberi tahu oleh lurah. Ia tak senang atas tindak sewenang-


wenang dari patih Matahun. Lebih muak pula ketika melihat sikap
dan ulah demang Tambakbaya. Ia harus menolong Ambari pula.
Maka dibalasnya pandang mata gadis itu dengan senyum. Hal itu
sudah cukup bagi Ambari dan menyahutlah dara itu "Benar,
gusti"
"Hai, anakrnuda, benarkah engkau sudah menikah dengan
gadis ini?" seru demang Suramreti pula.
"Benar" Nararya mengangguk pelahan.
"Anakrnuda" kata demang Suramreti pula "apakah engkau
mencintai isterimu?"
"Ya" jawab Nararya singkat.
Demang Suramreti mengangguk "Baik sekali. Tetapi
ketahuilah, bahwa orang yang mencintai itu harus rela berkorban
demi membahagiakan wanita yang dicintai. Bukankah begitu,
anakrnuda ?"
Nararya mengiakan.
"Gusti patih kerajaan Matahun berkenan menunaikan isterimu.
Apabila menjadi isteri patih, jelas isterimu akan hidup mewah dan
senang. Demi cintamu kepadanya, engkau harus rela melepaskan
isterimu"
Merah padam seketika wajah Nararya mendengar kata2 itu.
Namun teringat akan perjalanan hidupnya sendiri dan sekalian
untuk menguji sampai dimanakah isi hati Ambari, ia segera
menyahut "Terserah pada yang menjalani. Aku menurut saja"
"Bagus, engkau berjiwa ksatrya" seru demang Suramreti
gembira. Kemudian ia bertanya kepada Ambari "Engkau, nini,
suamimu telah merelakan. Tentulah engkau akan setuju atas
pinangan gusti patih”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Ambari marah sekali. Jelas demang itu telah memutar balikkan


ucapan Nararya. Maka menyahutlah ia dengan keras "Tidak, aku
tetap setya kepada suamiku sampai akhir hayatku"
Demang Suramreti terkejut. Dengan berbagai keterangan, ia
membujuk agar Ambari suka menerima pinangan itu, kelak tentu
akan hidup dalam genangan kemewahan. Juga ayahnya tentu
akan dianugerahi pangkat yang tinggi. Namun Ambari tetap pada
pendiriannya. Ia tetap setya sampai mati kepada guru lakinya.
Karena putus asa, demang Suramreti segera menyerahkan
kepada demang Tambakbaya.
"Bekel Lembu Sora, bawalah orang muda itu ke luar dan
penggal kepalanya!" teriak Tambakbaya.
Seorang bekel muda yang disebut Lembu Sora, ternyata
prajurit muda yang memiliki wajah dan sinar mata tenang tadi.
Dengan tenang, ia melangkah kemuka tetapi tidak langsung
menghampiri Nararya, melainkan tegak menghadap demang
Tambakbaya.
(Oo^dw.kz~ismoyo^oO)

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 3

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
Cerita Ramayana amat menarik. Sejak dahulu sampai
sekarang. Karena cerita tentang prabu Rahwana dari negeri
Alengka yang telah mencuri Dewi Shinta, isteri prabu
Ramawijaya, banyak meninggalkan kesan dan melahirkan
berbagai kesimpulan. Bahwa perbuatan prabu Rahwana yang
telah menginginkan isteri orang harus menerima kehancuran,
memang sudah wajar. Tetapi yang menanam kesan dan
membenihkan berbagai kesimpulan adalah tentang diri kedua
adinda dari raja Alangka itu yani ksatrya yang berwajah raksasa
Kumbakarna dan ksatrya yang berwajah cakap raden Gunawan
Wibisana.
Kumbakarna tahu bahwa perbuatan kakandanya itu sangat
tercela, namun sebagai seorang putera dan ksatrya Alengka, ia
tetap membela tanah airnya dari serangan pasukan kera yang
membantu prabu Rama.
Gunawan Wibisana tahu pula bahwa nista dan tercelalah
tindakan kakandanya yang mencuri isteri prabu Rama. Demi
menyelamatkan rakyat dan negara dari kehancuran, demi
membela kebenaran, ia rela membantu prabu Rama.
Membela negara di atas kepentingan segala! Salah atau
benar. Demikian pendirian Kumbakarna, seorang raksasa yang
berjiwa ksatrya, ksatrya yang berwajah raksasa.
Kebenaran itu maha utama. Dharma seorang ksatrya mencari,
membela dan menegakkan kebenaran. Dan kebenaran hanya
satu sifatnya. Suci. Dan kebenaran itu tidak pula dipengaruhi oleh
rasa dalam ikatan hubungan. Baik dengan saudara, sanak
keluarga maupun kawan dan lain2. Kebenaran itu suci, kejahatan
itu salah. Tanpa pengorbanan membebaskan diri dari segala
ikatan hubungan, Kebenaran takkan bersemayam di singgasana
kesuciannya. Demikian pendirian ksatrya Wibisana.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Yang tahu membedakan Benar dan Salah, tidak sedikit


jumlahnya. Mungkin setiap hidung, kecuali orang yang
mempunyai kepentingan, tentu dapat mengatakan mana yang
benar, mana yang salah. Tahu pula orang untuk menguraikan
tentang Kebenaran, dengan segala ungkapan, ulasan dan dasar-
dasarnya. Pada hal Kebenaran itu sendiri sudah berbicara
walaupun tak dapat bersuara. Karena Kebenaran itu merupakan
serabut2 halus dari hati nurani manusia.
Tetapi yang berani mengatakan Benar dan Salah, hanya
sedikit sekali jumlahnya. Dan yang paling sedikit diantara yang
sedikit itu adalah orang yang berani menentang kesalahan,
membela kebenaran. Diantara golongan yang paling sedikit sekali
jumlahnya itu, termasuk diri Lembu Sora, bekel muda dari
Matahun.
Dia masih muda. Berwajah sedang, tidak cakap tetapi pun
tidak jelek. Wajahnya bersih, matanya bersinar terang. Kata
orang, mata itu adalah cermin hati. Mata yang terang,
hatinyapun jernih. Demikianlah perangai bekel Lembu Sora yang
selalu bersikap tenang. Suatu sikap yang jarang terdapat di
kalangan kaum prajurit. Kebanyakan mereka memelihara
cambang, kumis dan janggut. Makin tebal makin menyeramkan.
Tingkah ulahnyapun sedapat mungkin, kasar dan bengis.
Perawakan yang kokoh kekar, muka yang bercambang dan kumis
lebatserta tingkah laku yang bengis, merupakan syarat yang
mereka anggap dapat melambungkan kewibawaan. Kewibawaan
terhadap anakbuah dan orang sebawahan, pun ada kalanya
terhadap rakyat.
Lembu Sora tak menyukai hal2 semacam itu. Karena pada
hakekatnya, prajurit itu adalah pelindung rakyat. Demikian pula
merekapun berasal dari rakyat. Semisal seorang ayah dalam
keluarga, berbahagialah apabila dia dicintai anak-anaknya, bukan
ditakuti karena kebengisannya. Demikian pula pendirian Lembu
Sora sebagai seorang bekel prajurit. Dan sikapnya yang tenang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

itu membawakan dia pada suatu pengamatan yang terang,


antara yang salah dan yang benar.
Sora menjadi bekel prajurit di kerajaan Matahun, hanyalah
untuk menimba pengalaman, meneguk pengetahuan.
Sesungguhnya dia dapat mencapai pangkat yang lebih tinggi
apabila dia mau bekerja pada kerajaan Singasari. Karena di
Singasari, dia mempunyai saudara yang menjabat pangkat
sebagai d e m u n g , menteri yang kedudukannya hanya
setingkat dibawah patih, yani demung Wiraraja. Namun Lembu
Sora mempunyai pambek yang perwira. Bukan karena dia
seorang berhati tinggi atau congkak, tetapi dia mempunyai
pendirian akan meraih kedudukan atas dasar usaha dirinya
sendiri. Bukan menggantungkan pada pengaruh saudaranya.
Itulah sebabnya maka ia tak mau bekerja di Singasari melainkan
melanjutkan mengembara dan akhirnya masuk prajurit kerajaan
Matahun dan diangkat sebagai bekel.
Hari itu dia mendapat perintah dari tumenggung Adikara
supaya ikut mengiringkan demang Suramreti dan demang
Tambakbaya ke desa Jenangan. Tidak dijelaskan apa tujuan
perintah itu. Dan bekel Sora pun tak mau bertanya. Perintah
atasannya harui dilaksanakan. Setelah mendengar percakapan
kedua demang dengan lurah Jenangan barulah ia tahu a-kan
persoalannya. Sebenarnya dalam hati, ia sudah tergetar rasa
heran mengapa tumenggung Adikara yang sudah beristeri
bahkansudah mempunyai putera jejaka dan puteri gadis, masih
ingin mencari isteri, yang masih muda. Demikian pula terhadap
patih Sempu yang disebut-sebut oleh kedua demang itu. Patih
Sempu sudah setengah baya, mempunyai isteri dan beberapa
selir. Masih belum puaskah patih itu ?
Keheranan bekel Sora segera dapat diendapkan oleh
pengolahan pikirannya sendiri, hasil dari pengamatannya selama
ini. Sudah bukan sesuatu yang mengherankan apabila dikalangan
para mentri dan narapraja yang berpangkat, memelihara

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

beberapa selir. Adakah mempunyai beberapa selir yang cantik


juga merupakan syarat untuk menegakkan kewibawaan
sebagaimana golongan prajurit memelihara cambang, kumis,
janggut lebat dan wajah seram itu ? Lembu Sora tak dapat
menjawab. Karena ia tak memelihara cambang, kumis maupun
janggut. Juga tak mempunyai selir. Bahkan menikahpun belum.
"Mungkin saja begitu" hanya sesingkat itu reka dugaan bekel
Sora.
Tetapi pengendapan akan rasa heran yang timbul dalam hati
bekel Sora, agak berguncang manakala ia mendengar keterangan
lurah Jenangan bahwa puterinya yang bernama Mayang Ambari
itu sudah bersuami. Guncangan itu makin keras pula, sesaat ia
mendengarkan kata2 kedua demang yang berkeras hendak
meminang puteri lurah Jenangan walaupun sudah mendapat
keterangan gadis itu sudah bersuami.
Ada suatu perasaan yang ia tak mengerti. Perasaan itu timbul
ketika lurah Jenangan membawa keluar gadis Mayang Ambari
yang cantik dengan seorang pemuda yang tampan. Tatkala
memandang wajah pemuda itu, Nararya, bekel Sora terkesiap.
Bukan karena tertarik akan kecakapan wajahnya, melainkan
karena pancaran wajah Nararya yang dalam pandangan bekel
Sora, seperti memancarkan sinar gemilang. Cepat bekel Sora
memejamkan mata, kuatir apabila pandang matanya itu
terselaput debu sehingga tak jelas. Tetapi ketika membuka mata
dan memandang lagi, apa yang dilihatnya itu tetap suatu
kenyataan. Wajah Nararya seolah mengandung sumber sinar
wibawa.
Bekel Sora teringat apa yang pernah diteguknya dalam
pelajaran agama bahwa kematian itu hanya soal raga. Raga akan
menjadi tua, lapuk dan binasa. Tetapi atma tetap hidup dan akan
mengalami tumimbal-lahir atau lahir kembali ke dunia. Juga
pernah ia mendengar tentang cerita yang dibawakan oleh orang2
tua bahwa Hyang Batara Wisynu itu telah berulang menitis ke
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mayapada. Pernah menitis ke dalam diri prabu


Harjunasasrabahu, kemudian ke dalam diri prabu Ramawijaya,
lalu ke dalam diri prabu Sri Batara Kresna.
Apa yang didengarnya itu hanya dalam ajaran dan cerita.
Tetapi saat itu seolah ia merasa, dalam pandang pertama melihat
Nararya, ada suatu tali ikatan batin dengan pemuda itu. Entah
dimana dan entah bilamana, ia sendiri tak tahu. Namun ada
suatu getar perasaan yang mendorong ia supaya ikut kepada
pemuda itu dan melindunginya.
Getar2 yang menggelombang halus dalam hati nurani bekel
Sora cepat terhapus ketika mendengar percakapan demang
Suramreti dan demang Tambakbaya dengan Nararya. Rasa tak
puas mulai mendidih. Mengapa sedemikian sewenang-wenang
kedua demang itu hendak memaksakan kehendaknya? Adakah
wewenang dari seorang narapraja itu digunakan untuk
bersewenang-wenang? Adakah mentri kerajaan itu
disewenangkan untuk mengambil isteri orang? Tidak. Hati bekel
muda itu memantul jawaban tegas.
Puncak dari letupan kemarahan bekel Sora adalah ketika
demang Tambakbaya dengan lagak yang garang memerintahkan
supaya dia menyeret Nararya keluar dan memenggal kepalanya.
Namun bekel itu tetap dapat menguasai perasaannya. Dengan
tenang ia maju ke muka, tanpa memperhatikan Nararya orang
yang harus ditangkapnya itu, langsung ia mencurah pandang ke
arah demang Tambakbaya "Apa perintah ki demang?" ulangnya
nyaring.
Demang Tambakbaya terbeliak. Mengapa bekel itu mengulang
tanya lagi? Jika dia tak mendengar, mengapa maju ke tengah
pendapa? Dan apabila mendengar mengapa harus bertanya pula?
Dan mengapa bekel itu memperlihatkan sikap yang agak keras
dari biasanya. Namun demang Tambakbaya yang beradat kasar
tak memikirkan sampai sejauh itu. Ia marah karena bekel itu

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

membuang waktu "Tuli!" bentaknya "kusuruh engkau lekas seret


pemuda itu ke luar dan sembelih!"
"Ah" bekel Sora tertawa ringan "apakah kesalahannya maka
dia harus disembelih seperti kambing?"
Tambakbaya membelalak. Memandang bekel itu seolah
hendak ditelannya ke dalam gundu matanya yang bundar besar
"Eh, bekel, engkau hanya diharuskan menurut perintah. Bukan
wewenangmu untuk bertanya urusan ini!"
Kembali bekel Sora tertawa "Ki demang, waktu menerima
pengangkatan sebagai bekel prajurit, aku telah disumpah bahwa
aku harus menjalankan kewajiban sebagai seorang prajurit"
"Hm, kiranya engkau sudah tahu" dengus demang
Tambakbaya.
"Seorang prajurit harus membela raja, negara dan tunduk
pada perintah" kata bekel Sora pula.
"Sudahlah, jangan banyak mulut" teriak demang Tambakbaya
makin marah.
"Dan juga menjaga kewibawaan undang2 kerajaan, ki
demang!"
Wajah demang Tambakbaya memberingas "Apa maksudmu?"
"Undang2 itu mengatur segala sesuatu untuk kepentingan
negara dan rakyat. Yang bersalah harus dihukum. Maka kutanya
kepada ki demang, apakah kesalahan pemuda itu?"
"Setan engkau" hardik demang Tambakbaya "tumenggung
Adikara dan gusti patih Sempu adalah orang-orang yang
berkuasa besar. Mentri yang dipercaya baginda untuk mengatur
pemerintahan kerajaan Matahun. Jasa gusti patih tak terperikan
besarnya. Jangankan hanya seorang anak lurah, bahkan .puteri
ke-ratonpun apabila gusti patih memohon tentu baginda
berkenan mengabulkan"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Aku tak mengingkari keadaan itu" sahut bekel Sora "Bahkan


ki lurah Jenangan disinipun seharusnya menghaturkan puterinya
kepada gusti tumenggung ataupun gusti patih, jika anaknya itu
masih gadis. Tetapi kenyataan, puteri ki lurah itu sudah
bersuami, seharusnya janganlah.ki demang memaksakan
pinangan itu. Bukankah martabat gusti tumenggung dan gusti
patih akan menurun apabila peristiwa ini tersiar di kalangan
rakyat? Bukankah menurut kata ki demang tadi, gusti
tumenggung dan gusti patih itu dapat mempersunting gadis yang
mana saja bahkan puteri cantik dari keraton? Ya, mengapa harus
memaksa puteri ki lurah yang sudah bersuami? Mengapa tidak
meminang saja puteri lain yang lebih cantik? Bukankah di
kerajaan Matahun itu tak kekurangan gadis dan puteri yang
cantik?"
Serasa meledak dada demang Tambakbaya mendengar kata2
bekel Sora. Mukanya merah padam. Tetapi sebelum ia sempat
bertindak, demang Suramreti sudah mendahului "Bekel, jangan
kurang tata! Dengan siapa engkau berbicara?"
"Ki demang Tambakbaya" sahut bekel Sora.
"Mengapa engkau berani berbicara sekasar itu? Mengapa pula
engkau berani membantah perintah?"
Bekel Sora beralih memandang demang itu "Ki demang, aku
tidak membantah hanya bertanya. Dan ternyata ki demang
Tambak tak dapat memberi jawaban tentang kesalahan pemuda
itu"
"Hm, lalu bagaimana? Apakah engkau hendak membangkang
perintah?" tegur demang Suramreti.
"Benar, ki demang" sahut bekel Sora.
Sejak bekel Sora tampil ke tengah pendapa dan beradu lidah
dengan demang Tambakbaya, sekalian orang terpukau dalam
rasa kejut. Bahwa bekel itu berani membantah dan
membangkang perintah atasannya telah menimbulkan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kegemparan dalam hati para prajurit yang lain, termasuk lurah


Jenangan. Demikian pula Nararya. Pemuda itu hanya sempat
beradu pandang sebentar di kala bekel itu melangkah ke tengah
pendapa, tetapi selanjutnya ia tak dapat melihat wajahnya lagi
karena bekel itu tegak membelakanginya, menghadap ke arah
kedua demang. Namun menilik ucapan dan nada yang dibawakan
bekel itur timbullah rasa kagum dalam hati Nararya. Dan dengan
penuh perhatian ia mengikuti perkembangan lebih lanjut.

Suramreti cepat berpaling kepada prajurit2 dan menunjuk


kearah bekel Sora "Prajurit2, tangkaplah bekel .itu!"
Kesembilan prajurit itu terbeliak, kemudian saling berpandang
satu sama lain. Mereka adalah anak prajurit yang langsung
dibawah pimpinan bekel Sora. Prajurit2 itu termasuk pasukan
keamanan pura Setana yang langsung dibawah perintah
tumenggung Adikara. Demang Suramreti dan demang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tambakbaya merupakan orang kepercayaan tumenggung


Adikara.
Ketegangan suasana itu tak berlangsung lama karena pada
saat itu, seorang prajurit berkumis lebat segera tampil ke muka
dan memberi hormat kepada demang Suramreti "Apakah ki
demang menitahkan aku, prajurit Tawing ?"
"Ya" sahut demang Suramreti "tetapi mengapa hanya engkau
sendiri? Bagaimana kawan-kawanmu yang lain?"
"Mereka bimbang, ki demang" sahut Tawing "idinkanlah aku
mewakili kawan2 untuk melakukan perintah ki demang"
Prajurit2 yang lain terbeliak atas keterangan Tawing itu. Jelas
Tawing hendak mencari muka kepada demang Suramreti. Namun
mereka tak sempat membantah karena saat itu Tawing sudah
melangkah ke hadapan bekel Sora.
"Ki bekel, maaf" seru Tawing "aku hanya melakukan perintah
ki demang"
Bekel Sora memandang prajurit itu, Pikirannya jauh melayang
kembali ke masa yang lalu. Ketika ia baru mulai menjabat bekel,
ia melihat gejala2 yang buruk di kalangan prajurit2 Matahun. Ada
sekelompok prajurit yang menuntut kehidupan tak genah. Suka
bermabuk-mabukan, gemar memburu wanita, menjadi tulang
punggung kaum penjudi. Bahkan yang lebih gila lagi, melindungi
penjahat2 dengan mendapat imbalan uang yang cukup memadai.
Meneliti lebih lanjut, bekel Sora terkejut ketika mengetahui
bahwa gejala itu hampir merata dari bawah sampai ke tingkat
atas. Itulah sebabnya maka perbuatan2 dari beberapa prajurit itu
tetap berjalan langsung. Mereka pandai mengambil muka kepada
orang atasannya. Dan orang2 yang melakukan kejahatan itupua
tak kepalang tanggung cerdiknya. Mereka dapat menuju
kesenangan prajurit2 itu. Bukan hanya hadiah, uang dan lain2
barang berharga, pun mereka menyediakan wanita2 cantik pula.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sesungguhnya, bekel Sora sudah muak dan ingin berhenti dari


jabatannya. Tetapi dia memang seorang muda yang keras hati
dan suka mencari pengalaman. Dia membantah kehendaknya
sendiri dan memaksa dirinya untuk menanggulangi keadaan itu.
Ia ingin mencari pengalaman bagaimana cara untuk
memberantas keadaan semacam itu. Maka tetaplah ia menjabat
pangkat bekel. Ia bertindak keras untuk menegakkan kembali
undang2 yang hampir lunglai, ia membangkitkan pula
kepercayaan rakyat kepada kaum prajurit dan pemerintahan.
Dalam usahanya itu, walaupun belum seluruhnya berhasil,
namun sudah menampakkan perobahan2 yang memberi harapan
kepada rakyat.
Tawing termasuk salah seorang dari prajurit kelompok hitam.
Disebut hitam karena sebagai penegak, pembela dan pelindung
negara, bahkan malah melanggar sendiri. Bekel Sora menghadapi
kelompok hitam itu dan menyikat mereka. Tawing yang dulunya
sudah berpangkat bekel, diturunkan lagi sebagai prajurit biasa.
Apabila masih melanjutkan perbuatannya yang buruk, akan
dipecat dari pasukan.
"Hm" bekel Sora mendesuh ketika teringat akan peristiwa
yang menyangkut diri Tawing. Memang sejak itu Tawing
membawa sikap dan kelakuan yang baik. Tetapi bukan berarti
bahwa api dendamnya terhadap bekel Sora sudah padam. "Dia
tentu masih mendendam kepadaku" pikir bekel Sora.
"Ki bekel" kembali prajurit Tawing berseru demi melihat bekel
Sora hanya mendesuh "adakah ki bekel bersedia untuk
melaksanakan perintah ki demang?"
Bekel Sora mendesuh pula "Tawing, engkau hanya seorang
alat belaka. Silahkan engkau melakukan perintah"
Merah wajah Tawing "Sebelum berkelanjutan, ingin aku
bertanya kepada ki bekel. Apakah ki bekel ini juga bukan seorang
alat negara?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Ya" sahut bekel Sora "aku memang seorang alat negara


Matahun"
"Apa beda diri ki bekel dengan diri Tawing?"
"Beda jauh" jawab bekel Sora "aku alat negara tetapi engkau
alat penguasa"
"Apa artinya?" Tawing terbeliak.
"Alat negara yalah mereka yang menjalankan tugas dan
kewajiban sesuai dengan perintah dan ketentuan negara
sebagaimana yang telah dituangkan dalam undang2 dan
peraturan. Tetapi alat penguasa yalah alat dari orang yang
berkuasa"
"Tawing, lekas gelandang bekel itu ke luar dan ikatlah
tubuhnya di atas punggung kuda" teriak demang Suramreti yang
tak kuasa lagi menahan kemarahannya.
Mendengar ulasan yang diberikan kepada dirinya oleh bekel
Sora, Tawing marah. Maka setelah mendengar perintah demang
Suramreti, ia terus maju dan mencengkeram bahu bekel Sora.
Maksudnya setelah dapat menguasai, hendak ia remas sekuat-
kuatnya sehingga bekel itu meliuk-liuk, kemudian baru ia seret ke
luar dan diikat.
Tetapi sayang kenyataan tak memenuhi yang terangankannya.
Ia memang berhasil mendaratkan telapak tangannya ke bahu
dan berhasil pula meremas. Tetapii selekas meremas bahu bekel
Sora itu melejit selicin kulit belut sehingga Tawing hanya
meremas kelima jarinya sendiri. Tawing terkejut tetapi secepat
itu, ia mmganggap bahwa mungkin karena basah dengan peluh
maka bahu bekel Sora menjadi licin. Segera ia mengulangi
mencengkeram lagi.
Telah dijamah dan terasa bahwa kelima jarinya benar2
melekat erat pada bahu orang. Kemudian mulai ia mengeriputkan
jari2 itu dan terasa daging pun ikut mengernyut. Setelah yakin
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kali ini tentu berhasil, dengan sepenuh tenaga segera ia


kencangkan cengkeramannya "Uh" ia menjerit dalam hati ketika
merasa bahwa daging yang terangkat kcdalam cengkeramannya
itu, tiba2 melejit lolos. Tawing terlongong-longong. Memandang
kearah bekel Sora tetapi serasa tak memandang. Suatu pandang
hampa karena perhatiannya terbawa terbang oleh semangatnya
yang melayang dalam alam keheranan.
"Tawing, mengapa engkau diam saja?" tegur bekel Sora.
Tawing tersentak kejut. Ia menyadari bahwa bekel itu tentu
memiliki ilmu Belut-putih sebuah ilmu yang dapat menjadikan
tubuh selicin tubuh belut yang sukar ditangkap
"Oh, baiklah" seru Tawing seraya maju dan menghantam dada
bekel Sora. Ia kuatir apabila akan menderita rasa kejut seperti
waktu mencengkeram. Maka ia tak mau menggunakan tenaga
penuh dalam pukulan itu. Pikirnya, apabila bekel Sora berusaha
menghindar, ia akan menyusuli dengan pukulan tangan kiri.
Duk, ternyata tinjunya tiba juga mendarat pada dada bekel
Sora "Ah, mengapa seringan ini engkau memukul, Tawing? O,
apakah .... ya, ya, aku mengerti. Dalam mulut engkau pura-pura
tunduk pada perintah ki demang akan tetapi dalam hati
sebebenarnya engkau hendak membatu aku. Terima kasih
Tawing ... "
Bukan kepalang kejut Tawing mendengar kata2 itu. Dalam
penilaiannya sebagai seorang yang suka mencari muka kepada
atasannya, kata2 bekel Sora itu lebih tajam dari ujung pedang.
Jelas bekel itu hendak memberi kesan kepada kedua demang
bahwa Tawing berfihak pada bekel Sora. Gugup karena takut
kedua, demang itu marah kepadanya, Tawing terus loncat dan
menghantam dada bekel Sora.
Bekel Sora masih tegak ditempat. Padahal jelas diketahui oleh
sekalian orang bahwa apabila ia menghendaki, pada saat Tawing
tegak terlongong sehabis mencengkeram bahu tadi, dapatlah
bekel Sora balas memukul. Tetapi ternyata dia tak mau
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

melakukannya. Hal itu mengejutkan sekalian orang, termasuk


Nararya. Lebih terkejut pula mereka dikala bekel Sora
membiarkan dirinya menjadi landasan pendaratan tinju Tawing.
Nararya ingin berbangkit, beberapa prajurit tampak gemetar
menyaksikan peristiwa itu. Tetapi bekel Sora sendiri masih
tenang "Ah, Tawing, sudahlah, jangan kau lanjutkan permainan
ini. Kita nanti berbicara lagi. Dalam soal ini, aku takkan
mendendam permusuhan kepadamu. Kita sesama kawan prajurit,
mengapa harus bermusuhan?"
Tawing terbeliak ketika pukulannya tak mampu menggetarkan
tubuh Sora, apapula merubuhkan. Beliak makin membelalak
manakala terngiang serangkaian kata2 dari bekel Sora yang
makin menyudutkan dia sebagai seorang sekutu. Ia meregang-
regang, menggemerutukkan geraham lalu hendak menyerang
pula. Tetapi belum sempat ia bergerak, sekonyong-konyong
tengkuknya terasa dicengkeram sebuah tangan yang amat kuat.
Sebelum ia tahu siapa dan apa maksud orang itu, tubuhnya
serasa diayun ke belakang. Rasa kejut dan sakit telah menghisap
perhatiannya sehingga ia tak sempat lagi untuk mempertahankan
keseimbangan tubuhnya ketika terlempar beberapa langkah ke
belakang, terjerembab terbanting ke lantai. Sesaat gelaplah
pandang matanya karena kepala terbentur lantai. Beberapa
kawan, prajurit gopoh menolong.
"Seret dia keluar dan ikat pada kuda" tiba2 prajurit2 terhenti
langkah ketika mendengar suara menggeledek memberi perintah.
Mereka berpaling dan melihat demang Tambakbaya tengah
membelalakkan mata, sebelah tangan bercekak pinggang dan
tangan kanan menuding ke arah Tawing.
"Hm, beginilah cara seorang demang memperlakukan orang
bawahannya" dengus sebuah tiuara.
Demang Tambakbaya terkejut. Jelas bahwa nada itu bukan
suara bekel Sora. Bahkan saat itu bekel Sorapun tengah terkesiap
dan mengerling pandang mata. Pandang, mata demang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tambakbaya dan bekel Sora segera menemukan sasarannya


pada seorang muda yang berdiri disisi seorang gadis.
"Engkau!" teriak demang Tambakbaya.
"Ya" sahut anakmuda itu yang bukan lain adalah Nararya.
Rupanya pemuda itu tak kuasa lagi menahan kesabarannya
ketika melihat tindakan demang Tambakbaya terhadap prajurit
Tawing.
"Apa maksudmu ?" masih demang itu meledak.
"Kutanya pada diriku sendiri, adakah begitu cara seorang
demang kerajaan Matahun itu memperlakukan prajuritnya?"
Nararya mengulang.
Sepasang kumis yang menggerumbul diatas bibir demang
Tambakbaya berguncang-guncang keras "Kusuruh engkau
menangkap, engkau tenang2 saja. Tetapi mengapa engkau
penasarasan ketika aku menindak prajurit yang bersekutu
melanggar perintah itu ?"
"Mengapa aku harus bersikap keras apabila ki bekel yang
engkau perintahkan menangkap aku itu sudah menentang
perintahmu ? Lain halnya dengan prajurit itu. Dia tak ada yang
membela maka akupun wajib membelanya"
Tambakbaya menggeram. Sesaat menimang, ia memutuskan
untuk menangkap pemuda itu, baru kemudian membereskan
bekel Sora. Tetapi belum sempat ia bertindak, bekel Sora sudah
bergerak menghampiri Nararya "Ki bagus" serunya "janganlah
ikut campur. Biarlah aku yang menghadapi kemarahan ki demang
itu"
"Terima kasih, ki bekel" sahut Nararya "sebaiknya aku saja
yang menghadapinya. Jika aku yang melawan, itu sudah hak.
Karena aku membela diri dan isteri. Tetapi jika ki bekel yang
melawan, ki bekel dapat dituduh melanggar perintah. Dapat
dihukum, paling tidak akan dipecat"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Bekel Sora tersenyum "Hidupku bukan memburu pangkat


tetapi mempertahankan pendirian hidup. Aku masih belum
berkeluarga, kehilangan pekerjaan takkan lebih menderita
daripada kehilangan pendirian"
Nararya terkesiap memandang bekel muda itu. Ketika
pandang keduanya beradu, seketika terjalinlah suatu hubungan
batin. Nararya suka kepada bekel itu dan bekel itupun sayang
kepada Nararya. Mereka saling mengagumi keperibadian
masing2.
"Hai, bekel Sora, menyingkirlah engkau" tiba2 demang
Tambakbaya berteriak pula "jika engkau tak mau menurut
perintahku, aku sendiri yang akan menangkap pemuda itu"
"Ki bekel, silahkan menyisih" kata Nararya pelahan.
"Tidak, ki bagus" kata bekel Sora "aku akan menghadapi
demang itu" ia segera bergerak. Tetapi bukan menyingkir
melainkan maju kehadapan demang Tambakbaya "Ki demang,
aku tak setuju tindakan ini" katanya.
Merah padam muka demang Tambakbaya. Melawan kedua
orang itu sekalipun, ia merasa masih sanggup "Hem, engkau
memang pembangkang yang harus dihajar" serunya seraya
ayunkan tinju ke dada bekel Sora.
Bekel Sora menyisih ke samping "Ki demang, aku tak mau
melawan ki demang melainkan hanya sekedar meminta agar niat
tuan hendak menangkap pemuda ijni, tuan batalkan"
Tetapi demang Tambakbaya tak menghiraukan dan menyusuli
pula dengan sebuah serangan yang dahsyat. Gayanya
menyerupai harimau menerkam. Sekali lagi bekel Sora dapat
menghindar ke samping walaupun harus melalui suatu gerak
yang susah payah. Tetapi belum sempat ia membenahi diri,
demang Tambakbayapun sudah berputar seraya mengirim
sebuah tendangan keras.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Plak, dalam kedudukan yang sulit, masih bekel Sora dapat


menyisih. Namun celananya tersambar ujung kaki demang
Tambakbaya. Sulit sekalipun tetapi bekel Sora masih dapat
meloloskan diri.
"Ki demang" serunya tegak beberapa langkah dari tempat
demang Tambakbaya "adakah engkau hendak memaksa
menangkap aku?"
"Aku mendapat wewenang penuh dari gusti tumenggung
Adikara atas prajurit2 yang menjadi pengiringku ini" kata demang
Tambakbaya "engkau membangkang dan membantah
perintahku"
Bekel Sora mengangguk, tiba2 ia melepas busana
keprajuritannya "Baik, ki demang. Mulai saat ini Sora minta
berhenti dari jabatan bekel prajurit. Pakaian beserta senjata,
kuserahkan kembali" serunya seraya menyerahkan pakaian dan
tombak.
Demang Tambakbaya tertegun. Ia diam saja melihat Sora
meletakkan pakaian dan senjata di hadapannya. Sebelum sempat
ia membuka mulut, Sorapun sudah berseru pula "Ki demang,
sebagai seorang rakyat biasa, engkau tak berhak menyuruh aku
menangkap pemuda itu"
Melihat demang Tambakbaya masih diam, demang Suramreti
melantang "Jika demikian, pergilah engkau"
Demang Suramreti tahu bahwa dalam adu kedigdayaan untuk
pengangkatan pangkat bekel prajurit, Sora telah memenangkan
semua lawannya. Begitu pula ketika menghadapi tiga buah
serangan demang Tambakbaya tadi, ia melihat sendiri betapa
Sora telah mengunjukkansuatu ilmu kanuragan yang amat
mempesonakan sehingga demang Tambakbaya tak berhasil
merubuhkannya. Ia tahu bahwa Sora itu tentu berilmu. Oleh
karena itu biarlah dia pergi agar jangan menimbulkan, kericuhan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Ki demang" seru pemuda Sora ”kini aku bukan seorang


prajurit Matahun, tuan tak dapat memerintah sewenang-wenang"
"Aku berhak memerintah rakyat Matahun"
"Aku bukan kawula Matahun" jawab Sora "aku seorang kelana
yang menjalankan dharma ksatrya. Memberantas kejahatan,
menolong yang lemah, membela yang tak bersalah. Maka aku
takkan meninggalkan tempat ini sebelum ki demang kembali ke
Setana"
"Seorang bekel semacam engkau mengaku seorang ksatrya?
Ho, kambing, jangan engkau menepuk dada sebagai harimau"
ejek demang Suramreti.
"Hm, demang bodoh" sahut Sora "jangan selalu engkau
bermimpi dalam kelelapan tidur yang nikmat, jangan engkau
berkhayal dalam kenikmatan pangkat sehingga hidupmu menjadi
budak kenikmatan, jiwamu; menjadi budak nafsu. Engkau
menganggap bahwa ksatrya itu sudah ditentukan dalam kasta
keturunannya. Engkau tentu bermimpikan cita2 untuk naik
pangkat menjadi tumenggung, patih dan priagung. Engkau
pertahankan kedudukanmu sampai agar bisa turun kepada
anakmu maka engkau pertahankan pula soal keturunan itu.
Tetapi ketahuilah, ki demang, ksatrya itu bukan ditentukan oleh
keturunan melainkan oleh jiwa dan amal budinya"
"Keparat!" demang Tambakbaya tak mau banyak bicara
dengan mulut tetapi dengan tinju yang dilayangkan kearah muka
Sora.
Kali ini Sora menangkis "Demang Tambakbaya, sudah tiga kali
aku mengalah, karena aku seorang prajurit bawahanmu. Tetapi
kini aku seorang rakyat bebas, bebas pula aku melawan tindakan
yang sewenang-wenang"
Adu tulang itu telah menghasilkan suara derak yang cukup
keras. Tubuh masing-masing menyorong ke depan. Sora terkejut.
Tambakbaya terbeliak
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pukulan demang Tambakbaya sekeras palu besi menghantam


batu. Tulang Sora selicin batu berpakis lembab. Keduanya
memiliki kelebihan yang tak dipunyai lawan. Kini baru demang
Tambakbaya mau menyadari bahwa bekas bekel sebawahannya
itu memiliki ilmu Belut-putih. Saat itupun baru Sora mengetahui
bahwa demang Tambakbaya memang sembada, tenaga dengan
perawakannya.
Dalam pada itu Nararya menimang-nimang. Ia merasa terharu
karena bekel Sora berani melepaskan pangkat dan pekerjaan
karena hendak membelanya. Untuk membalas budi bekel itu,
kiranya tak cukup hanya dengan ucapan terima kasih saja, pun
harus dengan suatu tindakan yang nyata. Tetapi iapun tahu
bahwa akan tak senanglah hati bekel Sora itu apabila ia bertindak
ikut menyerang demang Tambakbaya. Ia tak tahu siapakah yang
akan unggul dalam pertarungan itu. Namun sebagai seorang
yang dibela, wajiblah ia harus membantu yang membela.
Pikirannya melanjut. Apabila ia menceburkan diri dalam
kancah pertarungan, tentulah akan luas akibatnya. Apabila fihak
demang menderita kekalahan, kemungkinan mereka tentu takkan
putus sampai disitu. Lurah Jenangan tentu akan menderita
akibat yang sukar diketahui. Nararya bimbang dalam
persimpangan jalan antara memikirkan bekel Sora dan lurah
Jenangan.
"Raden, tidakkah, raden akan bertindak untuk membantu
bekel itu?" tiba2 terdengar Mayang Ambari berbisik di dekatnya.
Nararya terkejut. Ia berpaling memandang gadis itu dengan
pandang teduh "Tetapi ayahmu tentu akan menderita akibat
pembalasan demang itu"
Rupanya Mayang Ambari cukup dapat menyadari apa yang
tersembul dalam ucapan Nararya. Ia mengangkat muka
memandang Nararya. "Raden, kutahu sama, hati dan
pendiriannya. Untuk membela keadilan dan kebenaran, dia rela
menderita sekalipun harus kehilangan kedudukannya"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya memandang dengan pandang menegas.


"Hambapun bersedia menanggung segala akibatnya, raden"
bisik gadis itu secara menunduk.
"Baik, Ambari" kata Nararya seraya berbangkit dan langsung
menghampiri demang Suramreti. Ia mempunyai rencana
bagaimana hendak mengatasi keadaan saat itu "Ki Demang"
serunya "aku tak menyetujui segala tindakan ki demang di
kelurahan ini. Kuminta ki demang suka menghentikan tindakan ki
demang Tambakbaya itu dan segeralah kembali ke pura Setana"
Merah padam muka demang Suramreti mendengar kata2
Nararya itu. Ia merasa tersinggung karena diperintahkan pulang
oleh pemuda yang hendak ditangkapnya itu. Dalam hal
kanuragan, demang Suramreti kalah digdaya dengan demang
Tambakbaya. Tetapi dalam soal bicara, mengatur siasat dan
mengambil muka, dia lebih disayangi tumenggung Adikara.
Demang Suramreti menilai Nararya dibawah ukuran.
Dianggapnya pemuda yang cakap dan bertubuh ramping itu
tentulah seorang yang lemah. Ia menganggap keberanian
pemuda itu hendak menantangnya hanyalah didorong karena
malu hati. Maka iapun serentak berbangkit dan maju ke hadapan
Nararya "Jangan engkau bermulut lancung, anakmuda ! Jika
engkau mampu mengalahkan aku, aku bersedia membawa
pulang pengiringku"
"Sungguhkah itu, ki demang" Nararya menegas.
"Hai, pemuda, desa" bentak demang Suramreti "aku seorang
demang kerajaan, masakan ucapanku tak dapat dipercaya"
"Terima kasih ki demang" sahut Nararya "dan sebagai
pernyataan bahwa aku sangat menghargai sikap ksatrya tuan
maka akupun hendak menghaturkan janji juga. Apabila aku
kalah, jiwaku dan gadis itu akan kuserahkan kepada ki demang"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Bagus" seru demang Suramreti "engkau ternyata seorang


ksatrya juga. Hayo, kita mulai"
Nararya tak mau memulai lebih dulu melainkan
mempersilahkan demang itu yang mulai. Suramreti pun segera
membuka serangan. Rupanya ia memiliki ilmu kanuragan yang
mendasarkan pada tamparan2 mengarah muka, terutama bagian
mata.
Agak bingung Nararya semula menghadapi gaya serangan
yang aneh itu tetapi beberapa saat kemudian ia segera tahu
bagaimana harus menghadapi. Ia berhasil mempedayakan
demang itu, kemudian dengan gerak kilat, ia menyapu kaki lawan
"Uh ...." demang Suramreti mendesuh kejut, tetapi tak dapat
menolong tumbuhnya yang terpelanting jatuh ke belakang.
Nararya tak mau melanjutkan serangannya. Ia tegak menunggu
demang itu berbangkit.
"Bagaimana ki demang" serunya sesaat melihat Suramreti
tegak kembali. Merah padam .wajah demang itu. Tiba2 ia
berpaling dan berseru kepada prajurit2 "Prajurit2, tangkaplah
keparat ini!"
Nararya terkejut. Bukan karena takut terhadap kawanan
prajurit itu tetapi ia tak ingin menumpahkan darah. Mereka hanya
prajurit2 pengiring yang tak langsung tersangkut dalam tindakan
kedua demang itu kecuali hanya menerima perintah saja. Yang
penting adalah kedua demang itu yang harus ditundukkan. Maka
Nararyapun cepat bertindak. Melangkah maju, ia gerakkan
kakinya untuk menyapu kaki lawan. Ketika Suramreti
menghindar, bahunyapun sudah tersambar tangan Nararya dan
dalam gerak yang lebih cepat dari kejab mata, tangan demang
itupun sudak diteliku kebelakang punggungnya "Auh ...."
Suramreti menjerit tertahan. Mukanya menyeringai kesakitan.
"Ki demang" bisik Nararya "harap perintahkan prajurit2 itu
keluar. Apabila mereka berani maju, aku tak dapat menjamin
keselamatan jiwa ki demang"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sejak mengabdi pada kerajaan Matahun sehingga diangkat


sebagai demang, belum pernah Suramreti menderita kesakitan
yang seperti saat itu. Ia tahu bahwa hal itu merupakan suatu,
hinaan yang hebat tetapi iapun tahu bahwa jika ia berkeras
kepala, pemuda itu tentu akan membuktikan ancamannya. Lebih
baik ia mengalah dulu. Masih banyak kesempatan untuk
melakukan pembalasan. Apabila pulang ke Matahun, ia akan
menghaturkan laporan sedemikian rupa hingga tumenggung
Adikara akan mengirim pasukan yang besar untuk menangkap
seluruh keluarga lurah Jenangan. Pada saat itulah ia akan
membalas Nararya. Ia akan memintakan hukuman mati untuk
pemuda itu.
"Prajurit2, keluarlah ke halaman ..." serunya dengan penuh
dendam.
"Terima kasih ki demang" kata Nararya pula setelah prajurit2
itu melakukan perintah "sekarang kuminta ki demang
menghentikan ki demang yang seorang itu supaya jangan
melanjutkan perkelahiannya.”
Demang Suramreti kerutkan dahi. Rupanya ia bersangsi
karena kuatir demang Tambakbaya akan marah dan
menuduhnya pengecut. Tetapi tiba2 ia rasakan lengannya makin
mengencang keatas tengkuk dan menimbulkan kesakitan yang
memaksanya meringis "Ki demang, aku tak bermaksud apa2
kecuali hanya mencegah pertumpahan darah" seru Nararya.
"Ki demang Tambak, harap berhenti" akhirnya dengan
menggigit bibir menahan geram, demang Suramreti berseru.
Tetapi rupanya Tambakbaya tak menghiraukan. Suramreti
gelisah, Nararyapun agak bingung.
Rupanya Sora tahu apa rencana Nararya. lapun dapat juga
menjaga kewibawaan demang Tambakbaya. Maka dalam sebuah
kesempatan, cepat ia loncat mundur meninggalkan lawan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tetapi demang Tambakbaya memang keras kepala. Melihat


demang Suramreti dikuasai Nararya, ia marah dan hendak
menolongnya. Segera ia lari dan menyerang Nararya. Duk ...
tinju yang diayunkan Tambakbaya itu mencapai sasarannya.
Hanya sayang bukan Nararya melainkan dada Suramreti yang
memang sengaja disorongkan Nararya untuk menerima pukulan
Tambakbaya. Demang Suramreti menjerit kesakitan dan
menyumpah "Gila engkau, Tambakbaya ..."

Tambakbaya tertegun. Ia menyesal kemudian marah. Dengan


kalap ia segera menerjang Nararya. Tetapi hasilnya lebih parah
lagi. Kali ini Nararya tidak sekadar menyongsongkan tubuh
Suramreti sebagai perisai tetapi mendorongnya membentur-
Tambakbaya.
"Uh ... uh ..." terdengar dua buah suara mendesuh dan
mengeluh dari kedua demang yang saling berbentur keras dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

terdampar rubuh. Sengaja Nararya mendorong sedemikian rupa


sehingga kepala demang Suramreti tepat menyodok dada
Tambakbaya dan tinju Tambakbaya tepat menghantam
punggung Suramreti. Keduanya rubuh tak sadarkan diri.
"Ki Sora" seru Nararya "lekas panggilkan prajurit itu kemari"
Ketika prajurit2 jtu masuk, Nararya berkata "Silahkan
mengangkut pulang kedua demang ini. Dan katakan kepada
atasanmu, bahwa lurah Jenangan tak tahu menahu soal
perkelahian ini. Yang bertanggung jawab atas peristiwa di
kelurahan Jenangan ini adalah aku, Nararya"
Pada saat prajurit2 itu hendak tinggalkan kelurahan dengan
membawa kedua demang, tiba2 Sora berseru "Kawan-kawan,
katakan kepada tumenggung Adikara bahwa Sora juga
bertanggung jawab atas peristiwa ini karena tak setuju dengan
tindakan kedua demang itu. Katakan pula bahwa Sora
meletakkan jabatannya sebagai bekel prajurit Matahun"
Kesembilan prajurit itu adalah anakbuah bekel Sora. Mereka
lebih patuh kepada bekel itu daripada demang Suramreti atau
Tambakbaya "Tunggu" tiba2 Sora berteriak menghentikan
mereka "bawa juga kawan Tawing ini"
Setelah rombongan prajurit itu pergi, Nararya menghampiri
Sora "Terima kasih ki Sora atas bantuanmu" katanya.
"Ah, raden" kata Sora "aku tak membantu raden melainkan
melakukan dharma untuk menegakkan keadilan dan kebenaran
belaka"
Lurah Jenanganpun menghampiri kedua pemuda itu dan
mempersilahkan mereka duduk.. Tiba2 lurah itu menghela napas
"Ah, tak kusangka,bahwa aku telah merugikan ki Sora"
"Rugi?" Sora kerutkan dahi.
Lurah Jenangan mengangguk "Ya, karena ki Sora telah
kehilangan pangkat"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"O, soal itu" Sora tertawa ”sama sekali tidak, ki lurah" ia lalu
menuturkan kisah dirinya yang karena ingin mencari pengalaman
maka sampai masuk menjadi prajurit di Matahun.
Perkenalan antara kedua pemuda itu, amat menggembirakan.
Cepat sekali keduanya terjalin, dalam hubungan batin yang erat.
Nararya senang akan sifat Sora dan menaruh kepercayaan. Sora
mengagumi keperibadian Nararya dan menaruh perindahan.
"Ki lurah" tiba2 Nararya menegur setelah memperhatikan
lurah itu tampak bermuram durja "apabila ki lurah menaruh
kepercayaan kepadaku, ingin aku mengetahui apa sebab ki lurah
tampak bersedih Adakah ki lurah mencemaskan tumenggung
Adikara akan mengirim prajurit kemari untuk menangkap ki lurah
?"
Lurah itu mengangguk sarat "Benar, raden. Tetapi bukan
karena aku takut kehilangan kedudukan lurr.h, melainkan yang
kupikirkan hanyalah tentang diri anakku si Ambari itu"
"O" seru Nararya "dalam soal apa?"
"Kemungkinan besar, tumenggung Adikara tentu akan
mengirim pasukan kemari. Lalu bagaimana aku dapat
membuktikan bahwa si Ambari itu sudah menjadi isteri raden,
sehingga mereka tak dapat mencari alasan untuk menganiaya
aku ?"
Nararya terkesiap. Melirik kearah Ambari, dilihatnya wajah
gadis itu tersipu-sipu merah. Saat itu baru Nararya tersadar
bahwa ia harus menyelesaikan sebuah persoalan lagi. Jika ia
menolak sebagai suami Ambari karena ia masih harus
melanjutkan perjalanannya bertapa, tidakkah hal itu akan
menjerumuskan lurah Jenangan dan puterinya dalam ancaman
hukuman yang berat. Bahkan kemungkinan besar, Ambari tentu
akan diselir tumenggung Adikara ataupun diberikan kepada patih
Sempu yang kedua-duanya sudah tua. Tidakkan hal itu berarti

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

bahwa tindakannya untuk menolong mereka yang dilakukan hari


itu, akan terhapus sia-sia?
Namun jika ia menerima keadaan untuk menjadi suami
Ambari, tidakkah hal ituakan menyalahi tujuaniiya ? Tidakkah hal
itu akan berarti ia telah tergoda wanita cantik? Iapun teringat
akan cerita yang pernah dibawakan ramanya. Cerita tentang
raden Somba yang dititahkan ramanya, prabu Batara Kresna,
agar bertapa untuk menyambut turunnya Wahyu Cakraningrat.
Somba berhasil menerima wahyu itu tetapi muncullah seorang
wanita cantik penyamaran dari bidadari untuk menggodanya. Ia
tergoda dan wahyu itupun terlepas lagi.
"Tidakkah diriku akan serupa dengan raden Somba" bertanya
Nararya dalam hati. Dan pertanyaan itu hanya makin menambah
kebimbangan hatinya dalam menghadapi persoalan gadis jelita
Mayang Ambari.
"Raden" tiba2 lurah Jenangan berkata pula "adakah raden.tak
menyukai anakku yang jelek itu?"
Nararya terbelalak "Jangan salah faham, ki lurah" serunya
gopoh "bukan begitu maksudku. Tetapi karena masih mempunyai
tugas yang belum selesai, aku tak dapat menetap lama disini"
Lurah Jenangan tertawa "Ah, soal itu mudah diselesaikan,
raden. Aku bersedia menjaga Ambari apabila raden pergi. Yang
penting, anak itu harus diselamatkan dari kehancuran hati"
Nararya menghela napas.
"Rama" tiba2 Mayang Ambari berseru "janganlah rama
mempersulit raden Nararya. Aku malu rama. Aku harus tahu diri
dan menerima ...." suaranya mengandung isak sehingga tak
dapat melanjutkan kata-katanya. Dengan menitikkan airmata ia
lari masuk kedalam.
Lurah Jenangan geleng2 kepala, menghela napas panjang.
Nararyapun terpukau. Tiba2 Sora berbangkit.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Raden" serunya "ingin kupersembahkan serangkai kata2


kepada raden. Mungkin pandangan Sora ini picik. Mungkin raden
tak berkenan menerima. Tetapi Sora akan berbicara tanpa suatu
pamrih" ia berhenti sejenak, kemudian melanjutkan pula
"Dharma seorang ksatrya memang berat karena, semua yang
berdasar tujuan suci dan luhur itu memang berat. Seorang
ksatrya akan selalu siap menolong orang yang benar2
memerlukan pertolongan. Ragu, takut mencerminkan
kebimbangan hati. Hati yang bercabang akan menimbulkan
kegelisahan. Rasa takut, menggambarkan kurang menghayati
dan kurang kokohnya landasan jiwa ksatrya. Seorang ksatrya
akan bertindak menurut jiwa ksatryaan-nya, tanpa
membayangkan apapun akibatnya, tanpa memperhitungkan
untung ruginya. Dia bertindak karena wajib"
Sora berhenti sejenak "Dalam menghadapi peristiwa di
kelurahan Jenangan ini, jelas keselamatan rumah tangga ki lurah
terancam. Di hadapan kedua demang dari Matahun itu, raden
telah mengakui bahwa ni Ambari itu adalah isteri raden. Raden
melakukan hal itu karena hendak menolong ni Ambari. Jelas
raden telah melakukan suatu dharma sesuai dengan sifat seorang
ksatrya. Tetapi apabila pengakuan itu terancam oleh suatu
pembuktian, tidakkah raden akan melanjutkan pertolongan itu?
Ataukah raden hanya ingin bertindak setengah jalan belaka?
Kukatakan hal ini karena, kemungkinan besar Matahun akan
mengirim pasukan untuk mempidana ki lurah. Betapa besar dosa
ki lurah, betapa berat pidana yang akan dijatuhkan pada diri ki
lurah apabila ternyata keterangannya bahwa ni Ambari itu sudah
bersuami ternyata hanya suatu siasat untuk membohongi utusan
tumenggung Adikara? Bukankah pertolongan raden itu bahkan
hanya akan merupakan bencana maut bagi ki lurah?"
Nararya tertegun. Sesaat kemudian ia baru dapat menjawab
"Tetapi aku masih mempunyai tugas yang belum selesai"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Apakah tugas itu, raden?" seru Sora "apabila raden


mempercayai diriku, aku sanggup untuk melakukannya"
Nararya gelengkan kepala "Ah, memang ingin benar aku
menyatakan kepercayaan kepadamu, ki Sora. Tetapi tugas itu
bukan suatu pekerjaan yang nyata, melainkan derita yang belum
nyata, belum tahu pula bila derita itu akan berakhir"
Sora terkesiap. Timbul rasa keinginannya untuk mengetahui
apa sesungguhnyatugas yang akan dilakukan Nararya.Maka ia
memberanikan antuk bertanya.
"Tidak nyata tetapi nyata. Sukar tetapi mudah. Mudah tetapi
sukar" kata Nararya tersenyum "bertapa, ki Sora"
"O" desuh Sora kemudian pikirnya melayang pada keterangan
Nararya itu. Bertapa tentu mempunyai tujuan yang besar. Ia tak
mau menegas tujuan Nararya melakukan tapabrata itu. Namun
iapun pernah menerima wejangan dari para orangtua maupun
guru, tentang beberapa hal yang mengenai tapa. Setelah
merenungkan ajaran itu dan mengaitkan dengan alam pikiran
Nararya, bersualah Sora akan suatu kesimpulan.
"Raden" katanya sesaat kemudian "tapabrata merupakan
sarana untuk mencapai sesuatu dang dicita-citakan. Entah hal itu
benar atau tidak, tetapi pada hakekatnya, setiap dharma yang
baik, yang bersifat menolong, akan membuahkan sesuatu yang-
memberi kebaikan kepada kita. Termasuk pula salah sebuah hal
yang akan memberi isi kepada laku tapabrata. Dalam bertapa,
kita mengosongkan pikiran, menghampakan seluruh gerak
indera, mengheningkan cipta dan mensucikan batin. Karena
hanya- apabila jiwa dan raga.kita sudah bersih, sudah hening
maka kita akan dapat menanggapi sesuatu getaran gaib.
Melakukan dharma pertolongan kepada yang membutuhkan
pertolongan, tidaklah akan mencemarkan laku kita dalam
bertapa. Bahkan kebalikannya akan menambah nilai dari apa
yang hendak kita capai itu"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya terkesiap. Dipandangnya Sora. Pemuda itu hampir


sebaya dengan dia tetapi mengapa mampu mengungkap isi
hatinya "Ki Sora" serunya pula "adakah engkau mengerti apa
yang menjadi keresahan hatiku?"
"Semoga demikian, raden"
"Tetapi Sora" kata Nararya pula "dalam tapabrata, hal itu
harus dijauhkan"
"Benar, raden" sambut Sora "memang selayaknya demikian.
Tetapi keadaan raden berbeda. Apa yang raden tindakkan adalah
sekedar memenuhi dharma seorang ksatrya yang selalu bersedia
menolong kepada sesamanya, Kurasa, tidaklah hal itu akan
mencemarkan laku tapabrata yang sedang raden laksanakan"
"Tetapi ki Sora ...."
"Ah. panggil saya Sora, raden. Aku lebih senang"
Nararya mengangguk "Tetapi aku tak dapat menetap lama di
desa ini dan harus melanjutkan perjalananku. Tidakkah hal itu
akan menimbulkan siksa kepada gadis itu ?"
"Soal itu dapat dirundingkan. Kurasa bukan Halangan dan
Sorapun bersedia untuk menjaga desa ini dari ancaman
tumenggung Adikara, apabila raden akan melanjutkan
perjalanan"
Nararya terbeliak. Dipandangnya anakmuda itu dengan penuh
perasaan.
"Yang penting" kata Sora seolah tak mengacuhkan pandang
Nararya "adakah raden berkenan hati kepada gadis itu atau tidak
?"
Nararya tersenyum. Tanpa menjawab ia terus ayunkan
langkah menuju ke dalam
"Raden, hendak kemanakah engkau?" tegur Sora terheran-
heran.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Memberi penjelasan kepada Ambari. Rupanya dia salah


faham" kata Nararya tanpa berpaling.
Lurah Jenangan tertawa. Sorapun tertawa. Keduanya girang
karena Nararya bersedia mempersunting Mayang Ambari. Demi
kebahagiaan puterinya, lurah Jenangan bersedia melepaskan
kedudukannya. Demi membela Nararya, Sorapun rela
mengundurkan diri sebagai bekel prajurit. Bahkan ia bersedia
tinggal di Jenangan untuk melindungi keluarga ki lurah dan
Ambari apabila Nararya melanjutkan perjalanan.
Memang aneh sekali langkah Sora itu. Ia baru bertemu
dengan Nararya tetapi ia sudah bersedia memberi pengorbanan.
Ia sendiri tak tahu mengapa ia melakukan hal itu.
Rakyat Jenangan menerima kehadiran Nararya dan Sora
dengan penuh kegembiraan.
(Oo-~dwkz^ismoyo~-oO)

II
Memang cepat sekali waktu berlalu. Lebih cepat pula dalam
perasaan orang yang sedang menikmati kebahagiaan. Rasanya
hanya sekejab belaka waktu secandra itu. Hal itu dialami
Nararya. Tanpa terasa sudah secandra ia menetap di Jenangan,
menikmati kebahagiaan di samping Mayang Ambari. Andai tak
mengemban tugas dari ramanya, rasanya ia tentu enggan
meninggalkan desa itu.
Sora menyempatkan diri untuk menuju ke Matahun,
menyelidiki berita tentang tumenggung Adikara. Perlu ia lakukan
hal itu agar apabila tumenggung Adikara benar2 hendak
mengirim pasukan, dapatlah ia memberi kabar kepada lurah
Jenangan dan mengadakan persiapan seperlunya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Berita yang diperolehnya, cukup menggembirakan. Apa yang


dicemaskan ternyata tak terjadi dan mungkin tak akan terjadi.
Tumenggung Adikara telah diutus baginda Matahun menuju ke
bandar Ganggu, selanjutnya berlayar ke Taliwang (Sumbawa)
membeli kuda. Perjalanan itu tentu memakan waktu berbulan-
bulan. Mudah-mudahan peristiwa di desa Jenangan itu takkan
menarik selera tumenggung itu lagi.
Walaupun kemungkinan bahaya sudah berkurang, namun
masih cemas juga Noyo dan Doyo, kedua punakawan tua, karena
melihat bendaranya seolah tenggelam dalam alam kebahagiaan.
Kedua punakawan itu mencari kesempatan untuk menjumpai
Nararya.
"Raden" kata Noyo dan Doyo "sudah cukup lama hamba rasa
raden menetap di desa-ini. Tidakkah raden sudah tak berminat
lagi untuk melaksanakan pesan rama raden ?"
Nararya terkesiap. Apa yang diingatkan kedua punakawan itu
memang benar. Jenangan hanya merupakan suatu persinggahan
dari perjalanannya yang panjang. Bukan tujuan terakhir. Ia
memberi jawaban "Baik, besok kita berangkat ke Singasari"
Malam itu ia menyatakan maksud hatinya kepada lurah dan
Mayang Ambari. Demikian pula Sora. Walaupun hal itu lambat
atau cepat pasti akan tiba dan sebelumnya sudah diberitahu
Nararya, namun berat juga hati Ambari melepasnya pergi. Belum
cukup empat puluh hari ia meneguk kebahagiaan bersama raden
Nararya, ia harus berpisah pula "Adakah aku bermimpi ?" ia
berkata pelahan ketika malam itu berdiri di muka jendela
memandang cakrawala.
"Tidak Ambari, engkau tak bermimpi" tiba2 terdengar
penyahutan dari belakang.
Ambari berpaling dan menjerit tertahan "Raden ...." ia lari
menghampiri dan disongsong kedua lengan Nararya dengan
mesra. Tiada pernah perasaan itu berbeda bahwa setiap kali
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dalam pelukan Nararya, ia merasa amat sentausa dan bahagia.


Hidup itu suatu berkah, suatu keindahan yang berarti. Tetapi kali
itu, ia merasa cemas dalam pelukan Nararya. Cemas dan takut
akan kehilangan lengan yang pernah membelainya dengan penuh
kasih sayang, lengan yang menjadi penampung jiwa raganya,
lengan tempat ia berlindung dan lengan yang pernah menerima
penyerahan seluruh apa yang dimilikinya.
Siapa yang akan membelai-belai dengan penuh kemesraan?
Siapa pula yang akan memeluknya, memberinya kehangatan
yang menyalakan api hidupnya? Siapa pula yang akan
melindungi? Bukankah malam2 akan terasa dingin dan sepi?
Bukankah impian hanya bersambut kebisuan hampa?
"Ambari" kata Nararya "demikianlah perputaran roda
kehidupan. Jalan itu tiada selalu rata. Ada kalanya naik, ada
kalanya menurun, lurus, berkeluk, bahkan ada kalanya penuh
batu dan duri. Jangan kita menyumpah keadaan jalan itu tetapi
yang penting bagaimana kita dapat mengatur langkah kaki agar
tetap dapat melintasinya"
"Tetapi raden" bisik Ambari tersendat "bukankah kesemuanya
itu kita sendiri yang menciptakan ? Bukankah perpisahan ini
takkan terjadi apabila raden tak menghendakinya ?"
"Ambari" kata Nararya "engkau harus menyadari bahwa aku
ini seorang ksatrya. Pantang bagi seorang ksatrya apabila tak
dapat menunaikan tugas yang telah disanggupinya. Masih banyak
tugas yang harus kulakukan terhadap negara dan rakyat. Dan
engkau Ambari, kupercaya tentu dapat menghayati cita2
hidupku. Jangan kita persempit kebahagiaan itu dengan dinding2
rumah tangga tetapi luaskan kebahagiaan itu seluas negara kita
dansebanyak rakyat kita. Jangan kita batasi kebahagiaan kita
pada diri kita sendiri tetapi luaskan kebahagiaan itu pada anak
cucu kita kelak. Dan kebahagiaan mereka tak mungkin akan
berarti apabila saat ini tidak kita mulai tanamkan benih2

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kebahagiaan itu keselumh negara kita. Engkau dapat meresapi


kata-kataku, Ambari ?"
Ambari serta merta melepaskan diri dari pelukan Nararya terus
berlutut mencium kaki raden itu "Duh, raden junjungan nyawa
hamba. Ambari seorang gadis desa yang picik pengetahuan. Kini
terbukalah hati hamba akan langkah raden yang luas mencapai
tujuan yang luhur itu. Berangkatlah, raden, Ambari akan
mengantar dengan doa puji kepada dewata. Hamba akan
menanti kedatangan raden sampai pada akhir hayat
Perpisahan yang berat itu terasalonggar manakala masing2
telah memiliki penghayatan dan pengertian. Walaupun dalam hati
menangis namun Ambari melepas keberangkatan Nararya itu
dengan senyum bahagia. Sora menepati janji untuk tetap
menetap di Jenangan sehingga ia yakin bahwa ancaman dari
tumenggung Adikara itu benar2 tak dilaksanakan.
Sarat langkah Nararya yang meninggalkan kelurahan
Jenangan bersama kedua pengiringnya itu, akhirnya lenyap
ditelan kelebatan gerumbul pohon yang menjadi watek-bumi atau
batas dari suatu desa. Nararya membayangkan, apabila ia
menempuh jalan besar, tentu akan tibalah ia di pura Daha.
Teringat pula akan janjinya kepada pangeran Ardaraja bahwa
apabila telah selesai melakukan tugas, pangeran Daha itu
memintanya supaya masuk menjadi prajurit Daha. Tetapi ia pun
teringat pula akan Suramenggala yang pernah dikalahkannya itu.
Tidakkah lurah prajurit itu akan mendendam kepadanya dan akan
berusaha untuk merintangi agar dia jangan sampai masuk
menjadi prajurit Daha.
"Ah, ternyata manusia2 di pura kerajaan itu, temaha akan
pangkat dan rakus kedudukan" pikirnya. Membayangkan gerak-
gerik orang2 Daha itu, timbullah suatu dugaan dalam hati
Nararya. Mengapa pangeran itu mengatakan bahwa Daha sedang
giat mempersiapkan pasukan yang kuat dan mengumpulkan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

prajurit2 yang gagah perkasa? Adakah suatu rencana yang


tersembunyi di balik persiapan Daha itu.
Serentak iapun teringat akan cerita ramanya mengenai
hubungan antara Daha dan Singasari. Kedua kerajaan itu dahulu
merupakan satu kerajaan Panjalu. Kemudian sebelum wafat,
prabu Airlangga menitahkan empu Bharada seorang mahayogi
yang sakti untuk membagi dua dan diwariskan kepada kedua
putera baginda: Maksud baginda, apabila baginda wrft.
hendaknya kedua putera yang masing rmsing memiliki kerajaan
Mendiri, dapat hidup rukun. Tetapi ternyata harapan baginda itu
bukan saja tak terlaksana, bahkan akibatnya berlawanan dengan
yang diharapkan. Daha dari Singasari selalu bermusuhan. Sampai
kemudian Ken Arok berhasil merebut kekuasaan Singasari,
mengalahkan prabu dandang Gendis dari Daha dan
mernpersatukari Daha dengan Singasari. Sejak saat itu Daha
dibawah kekuasaan Singasari.
Kemudian ramanya pun menguraikan tentang istilah
keturunannya. Ramanya, Lembu Tal, putera dari Mahisa
Campaka yang kemudian bergelar Batara Nayasingamurti. Mahisa
Campaka putera dari Mahisa Wonga Teleng. Dan Mahisa Wonga
Teleng itu putera Ken Arok dengan Ken Dedes. Dengan demikian
jelas Nararya itu keturunan dari Ken Arok atau baginda sri Rajasa
sang Amurwabhumi. Sedangkan baginda Kertanagara yang
sekarang menjadi raja Singasari, adalah putera dari Rongga Wuni
atau baginda Wisnuwardhana. Rangga Wuni putera dari
Anusapati. Ansapati putera Tunggul Ametung dengan Ken Dedes.
Dengan demikian Nararya itu menurut tingkat, adalah
kemanakan baginda Kertanegara dari garis keturunan Ken Dedes.
Teringat akan garis silsilah keturunanya, Nararya merasa
memiliki hak atas tahta kerajaan Singasari apabila terjadi sesuatu
pada diri baginda Dalam hubungan itu, secara wajib, ia harus
membela Singasari. Gerak gerik orang Daha, cenderung
menimbulkan prasangka yang akan merugikan kepentingan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Singasari. Kemungkinan Daha akan menunggu kesempatan untuk


memberontak, melepaskan diri dari kekuasaan Singasari.
"Ah" akhirnya Nararya mendesuh napas "jika rangkai
dugaanku itu benar, wajiblah aku membela Singasari. Namun
benar atau tidak hal itu, kurang seyogya apabila aku bekerja
pada Daha"
"Paman, kita biluk ke selatan" serunya tiba2.
Noyo dan Doyo yang sudah terlanjur berada beberapa tombak
meninggalkan Nararya di belakang, terkejut "Mengapa ?
Bukankah kita harus mengambil jalan ini apabila akan menuju
Singasari?" seru mereka heran.
"Ya, tetapi kita akan tiba di pura Daha" jawab Nararya "pada
hal aku tak menghendaki kita tertahan lagi di pura itu. Lebih baik
kita mengambil jalan ke selatan. Sedikit mengitar tetapi bebas
dari rintangan"
Lebih nyaman bagi perasaan Nararya berjalan. Alam pedesaan
yang sepi dan pegunungan yang sunyi. Keheningan alam terbuka
menyedapkan mata, menyejukkan pikiran. Terbuka pula hatinya
akan suburnya bumi, indahnya alam dan luasnya telatah negara.
Hutan2 masih membelantara, tanah2 masih memadang. Mereka
menanti tangan2 manusia untuk dibuka dan digarap. Dan betapa
makmur dan kaya hutan dan bumi itu akan memberi kehidupan
kepada para kawula.
Hutan takkan terbuka sendiri, bumipun takkan merekah
sendiri. Pohon2 takkan berbondong-bondong mengantar diri
kepada manusia, bibit2 takkan tumbuh sendiri, apabila manusia
tak mau berusaha. Tiada yang turun sendiri dari langit kecuali
hujan. Pun hujan itu turun bukan semata-mata untuk memberi
kesegaran dan kesejukan pada manusia, melainkan untuk
memberi imbalan atas jasa bumi. Karena tanpa bumi, sumber2
air, sungai2 dan parit2 akan bertumpah ruah menjadi lautan. Air
menguapkan awan, awan mencairkan hujan. Hujan meresap ke
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dalam bumi, kembali kepada sumbernya. Demikian Nararya


melambung dalam angkasa lamunan walaupun kakinya masih
berjalan di bumi "Mahabesarlah keagungan Hyang Widdhi yang
telah menciptakan bumi, langit dan seisi alam dengan
sempurnanya. Manusia merupakan insan yang terkasih. Apa yang
diminta dengan segala kesungguhan hati oleh manusia, tentu
direstuiNYA. Tetapi harus dengan sarana usaha dan daya upaya.
Dewata takkan menghujankan berkah apabila manusia itu tidak
berusaha. Demikian pula, hutan dan alam bumi yang terbentang
luas ini, tak mungkin memberi manfaat kepada kita apabila kita
tak mengusahakannya"
Tiba2 ia teringat akan ucapan gurunya, resi Sinarnaya
"Nararya, aku hanya dapat memberi pet unjuk tetapi tak kuasa
memberimu. Segala sesuatunya semata-mata tergantung pada
usahamu sendiri"
"Jika demikian" ia melanjut pula "bertapa ke makam eyang
buyut Ken Arok di Kagenengan itu hanya mencari petunjuk.
Kemudian yang penting adalah usaha untuk melaksanakan
petunjuk itu"
Bukan karena tak mau mengajak bicara kedua punakawannya
itu untuk menghilangkan kesepian dalam perjalanan, tetapi
berbicara dengan mereka hanya menambah beban pemikiran dan
mungkin kemengkalan. Karena sikap dan alam pembicaraan
mereka seolah masih seperti kanak-kanak. Lebih baik ia mengisi
kesepian itu dengan merenung dan melamunkan apa yang
pernah terjadi dan apa yang akan terjadi. Sedaplah kiranya
berjalan melamun ditempat yang sunyi.
Beberapa hari kemudian ketika tiba di sebuah jalan
pegunungan mereka terkejut mendengar suara riuh macam kaki
kuda menderap bumi. Ditempat yang sesunyi seperti saat itu,
hembusan angin, derak pohon, bunyi burung mengepak sayap
bahkan daun kering yang berguguran jatuh, mudah terdengar.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dan suara riuh di kejauhan itupun cepat menyusup kedalam


telinga mereka.
"Hujan, raden" seru Noyo
Nararya gelengkan kepala "Bukan, derap kuda mencongklang"
sahutnya. Ia memberi isyarat agar kedua punakawannya itu
berhenti dan waspada "mudah-mudahan jangan terjadi sesuatu.
Lebih baik kita menyingkir ke tepi jalan apabila mereka tiba" ia
memberi pesan kepada Noyo dan Doyo.
Suara riuh itu makin terdengar dekat dan beberapa kejab
kemudian dari tikung jalan dibalik sebuah gerumbul pohon,
muncullah lima ekor kuda yang dilarikan kencang oleh
penunggangnya. Saat itu surya sudah condong ke barat.
Sekeliling penjuru, alam menampakkan kelengangan yang sayu.
Derap kuda itu memecah kesunyian, menyibak ketenangan tanah
pegunungan di-penghujung hari. Debu mengepul, bumi bergetar.
Ketika tiba pada sepelepas pandang mata, Nararya segera
dapat melihat orang-orang yang mengendarai kuda itu. Kuda
berjumlah lima ekor tetapi penunggangnya hanya empat orang.
Lelaki2 yang bertubuh perkasa dan berwajah seram, membekal
pedang dan tombak. Sebagai ganti daripada kuda yang tak
berpenunggang itu. tampak menggunduk sebuah buntalan kain
hitam, entah apa isinya. Dengan hati2 keempat orang itu
pengawal kuda bermuat buntalan kain hitam, Yang dua disebelah
kanan, yang dua di kiri.
Tentulah buntalan itu sebuah benda yang berharga. Pikir
Nararya "Ah, lebih baik aku menyingkir ke tepi" ia hendak
mengajak kedua punakawannya tetapi terlambat. Rombongan
penunggang kuda itu pada lain kejabpun sudah tiba. Hanya
terpisah dua tombak dari tempat Nararya.
"Hai, berhenti" tiba2 salah seorang penunggang yang
terdepan dari sebelah kanan berteriak. Sambil melarikan kuda,
diapun sudah menyiapkan tombak.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya terkejut. Ia dan kedua punakawannya berhenti. Akan


menimbulkan kecurigaan apabila ditegur orang tidak menjawab
tetapi menyingkir pergi. Nararya hendak menjawab pertanyaan
orang itu. Dia sudah siap dengan keterangan bahwa, ia hanya
seorang pejalan yang kebetulan lalu ditempat itu.
"Mampuslah!" selekas tiba, penunggang kuda bertubuh
perkasa itu terus menusuk Nararya. Sudah barang tentu pemuda
itu terkejut sekali. Ia tak kenal dan tak bersalah kepada orang
itu, mengapa dia hendak membunuhnya? Cepat Nararya loncat
menghindar ke samping. Maksudnya hendak memberi
keterangan agar orang jangan salah faham. Tetapi penunggang
kuda itu memang liar sekali. Luput menusuk Nararya, ia gerakkan
tombak menyapu Noyo dan Doyo yang masih tegak terlongong
karena terkejut.
"Aduh! Aduh!" susul menyusul Noyo dan Doyo menjerit dan
rebah ditanah, Bahu kedua punakawan itu termakan tombak,
berlumuran darah dan berguling-guling jatuh dan menjerit-jerit.
Tanpa menghiraukan korbannya, rombongan penunggang kuda
itupun segera memacu kudanya kencang2.
Peristiwa itu terjadi cepat sekali. Hampir secepat mata
mengejab. Nararya terpisah jauh dengan kedua punakawannya.
Ia sendiri tertegun melihat perbuatan penunggang kuda itu.
Serangan penunggang kuda kepada Noyo dan Doyo hanya
menyibak rasa kejutnya tetapi tak menyempatkan ia untuk
memberi pertolongan. Bahkan sebelum ia sempat bergerak,
rombongan penunggang kuda itupun sudah mencongklang jauh
"Hai, berhenti!" cepat ia lari memburu tetapi debu2 yang
mengepul tebal itu menghalang pandang matanya. Ketika kepul
debu menipis, rombongan penunggang itupun sudah merupakan
titik2 hitam dalam keremangan senja.
Terpaksa Nararya kembali ke tempat punakawannya. Mereka
Sudah duduk tetapi masih meraung-raung kesakitan, diseling
dengan hamun makian dan sumpah, serapah kepada
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

penyerangnya "Jika tahu keparat itu hendak membunuh aku,


tentu lebih dulu akan kuhantam kepalanya"'
"Pengecut itu menyerang tanpa memberitahu. Jika kelak
berjumpa lagi, aduh ..." Noyo mendekap erat2 luka pada
bahunya yang karena ia bergerak maka luka itupun merigalirkan
darah lagi.
Geli dalam hati Nararya mendengar sesumbar kedua
hambanya itu. Tetapi ia kasihan juga mereka menderita luka
maka dibiarkannya saja mereka mengingau menurut dendam
kemarahannya. Biasanya, rasa sakit akan berkurang apabila si
penderita dapat menumpahkan isi hatinya, entah merintih entah
menyumpah. Tetapi heran juga Nararya terhadap kedua
punakawannya itu. Walaupun sudah menghambur makian,
melantangkan sesumbar, tetapi mereka masih merintih-rintih
kesakitan pula.
"Coba kuperiksa" kata Nararya seraya menghampiri. Noyo
terluka pada bahunya, Doyo pada lengannya. Untung karena
menusuk sambil melarikan kuda, luka itu walaupun berdarah
tetapi tak parah.
"Tunggu dulu disini, kucarikan obat" kata Nararya seraya
melangkah ke dalam gerumbul pohon. Ia mencari pohon
kemlanding, memetik daunnya lalu diremas sampai lembut. Ia
kembali lagi ketempat kedua pengiringnya, melumurkan remasan
daun kemlanding itu pada luka mereka.
"Siapakah mereka, raden" tanya Noyo setelah lukanya tak
mengalirkan darah dan rasa sakitpun berkurang.
Nararya gelengkan kepala "Aku sendiripun tak tahu tetapi
yang jelas gerak gerik mereka memang mencurigakan"
"Apakah buntalan kain hitam yang dimuatkan dipunggung
kuda itu, raden" tanya Doyo.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Entahlah" jawab Nararya "kemungkinan benda yang amat


berharga ...." tiba2 ia hentikan kata2, mengerut dahi. Serentak
teringat akan peristiwa di candi Wengker. Tidakkah keempat
penunggang kuda, sejenis kaum perampok seperti gerombolan
Singa Barong itu? Jika demikian halnya, jelas buntalan kain hitam
itu tentu barang2 hasil rampasan. Serentak Nararya berbangkit
"Noyo, Doyo, tunggulah disini"
"Hendak kemanakah. raden?" seru kedua hamba itu terkejut.
"Mengejar kawanan perampok berkuda tadi" sahut Nararya
seraya lepaskan langkah.
"Jangan raden" Noyo dan Doyo serempak berbangkit dan
melangkah "amat berbahaya mengejar orang pada petang hari
menjelang malam. Dan lagi belum tentu mereka itu kawanan
perampok. Yang ketiga, apabila mengejar tidakkah raden akan
terhambat dalam perjalanan ke Kagenengan ?"
Nararya tertegun, menghela napas. Beralasan juga kata2
kedua hambanya itu. Memang kadang2 mereka dapat
mengeluarkan pendapat yang baik ”Baiklah" katanya "apakah
kalian sudah kuat berjalan?"
Karena yang terluka bahu dan lengannya, kedua hamba
itupun mengatakan sanggup untuk beijalan. Merekapun kuatir
akan kemalaman di hutan. Nararya segera melanjutkan
perjalanan. Hari makin gelap, malam segera tiba. Mereka
gegaskan langkah agar mencapai sebuah desa.
Belum berapa lama berjalan, mereka mulai melihat bayang2
hitam yang menggunduk dikeremangan malam. Nararya girang
karena menduga bayang2 hitam itu tentu gerumbul pohon yang
menjadi tanda batas desa. Tiba2 mereka terkejut melihat suatu
pemandangan yang aneh. Sekerumun api merekah dari
kegelapan, bergerak-gerak maju,makin lama makin besar makin
banyak pula jumlahnya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Obor" kata Nararya setelah memperhatikan beberapa saat


dan melihat api2 itu bertangkai, dipegang oleh bayangan hitam.
Tentulah kawanan penduduk yang hendak mencari katak atau
berburu binatang. Pikirnya.
Secepat ia menerka, secepat itu pula kerumun api itu makin
dekat. Dan Nararya tak meragukan dugaannya lagi. Memang api
itu adalah batang obor yang dibawa oleh sekelompok orang.
Ditingkah cahaya obor, Nararya dapat melihat bahwa orang2 itu
membekal senjata. Walapun pakaiannya bukan seragam
keprajuritan tetapi mereka adalah lelaki2 yang bertubuh tegap.
Dan cepat mepekapun tiba di hadapan Nararya. Melihat Nararya
dan kedua pengiringnya, mereka segera berhamburan
mengelilingi dan berteriak-teriak "Inilah penjahatnya, hayo kita
tangkap!"
Nararya terkejut ketika mendapatkan dirinya bersama Noyo
dan Doyo telah dikepung. Seorang lelaki berbaju hitam pendek,
menghunus pedang, segera melangkah maju "Lekas bilang,
siapakah kalian bertiga ini!" ia memberi isyarat agar
rombongannya yang berjumlah hampir duapuluh orang itu
menghentikan gerak dan teriakannya.
Setelah memberitahu nama dan perjalanannya. Nararya
bertanya "Siapakah yang ki Sanak cari itu?" diam2 ia sudah
mempunyai dugaan bahwa rombongan orang itu tentu hendak
mengejar penjahat.
Melihat wajah Nararya yang tampan dan tutur bahasanya
lembut, rombongan lelaki2 itu saling bertukar pandang,
sementara lelaki yang melangkah ke hadapan Nararya itu berkata
"Jawablah dengan jujur, apakah engkau bukan kawan dari
penjahat2 berkuda?"
"O" seru Nararya makin jelas "ki sanak hendak mencari
rombongan orang berkuda? Ya, benar, memang mereka telah
lewat di jalan ini"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Hm" desuh orang itu "jika tahu bahwa mereka lalu disini,
mengapa tidak kalian tangkap? Jelas kalian tentu kawan mereka"
"Ya, tangkapi Bunuh!" serempak menggelegarlah rombongan
orang2 itu bersorak-sorak.
Namun Nararya tak terkecoh oleh kehirukan itu
"Ki sanak sekalian" serunya nyaring "lihatlah" ia Segera
menarik Noyo "bukankah lengan paman ini terluka? Dan lihat
pula ini" ia menarik Doyo dan menunjukkan bahunya "juga
paman ini terluka bahunya. Salah seorang penunggang kuda itu
telah menusuk mereka"
Rombongan itupun sirap seketika. Teriakan Nararya amat
mengejutkan mereka. Bagaikan halilintar menelan bunyi
cengkerik. Dan luka pada kedua orang itu pun menyerap
perhatian mereka. Lelaki yang berhadapan dengan Nararya
tadipun terkesiap "O" desuhnya
"mereka menyerang kalian?"
"Ya" sahut Nararya lalu menuturkan perbuatan salah seorang
dari keempat penunggang kuda dikala berpapasan dengan
mereka bertiga tadi "hendak kukejar manusia liar itu tetapi dia
mencongklangkan kudanya sepesat angin sedang aku hanya
berlari"
Orang itu meminta maaf dan memerintahkan kawan-
kawannya supaya berkumpul lagi. Atas pertanyaan Nararya orang
itu menerangkan "Kami adalah petugas2 kademangan Lodoyo
yang hendak mengejar perampok2 berkuda tadi"
"O" seru Nararya "memang kuduga mereka tentulah kawanan
perampok. Apakah yang dirampok?"
"Benda pusaka peninggalan kerajaan Panjalu"
"Oh" teriak Nararya "apakah benda pusaka itu? Pedang,
tombak atau senjata pusaka?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Orang itu gelengkan kepala "Bukan, melainkan sebuah gong


peninggalan empu Bharada"
"Hai" Nararya melonjak kaget "gong pusaka peninggalan
empu Bharada yang sakti itu?"
Orang itu mengangguk "Tiada dua Bharada kecuali empu
Bharada yang pernah dititahkan prabu Airlangga untuk
membelah kerajaan Panjalu jadi dua dan empu itu
melaksanakannya dengan terbang sambil mencurahkan air kendi
dari langit"
"Jika demikian gong itu memang sebuah pusaka yang amat
berharga sekali" kata Nararya "tetapi mengapa berada di
kademangan? Kademangan manakah itu? Dan daerah manakah
tempat ini?"
"Engkau sudah memasuki telatah Balitar. Apabila terus ke
selatan akan tiba di kademangan Lodoyo. Disitu terdapat sebuah
candi bernama Gandi Simping. Gong empu Bharada itu oleh
baginda Kertanagara dari kerajaan Singasari dititahkan disimpan
dalam candi itu dan demang Lodoyo dititahkan pula untuk
menjaganya baik-baik"
"O" desuh Nararya pula agak heran "mengapa pusaka
semacam itu tak disimpan saja dalam keraton Singasari ?
Bukankah lebih aman ?"
"Aku bernama Kebo Saloka, berpangkat bekel bhayangkara
dari, keraton Singasari. Melihat kesetyaan dan keberanianku,
karena umurku sudah setengah tua, maka baginda Kertanagara
berkenan menitahkan aku sebagai penjaga gong pusaka itu,
bersama resi Para yang dititahkan baginda untuk mengepalai
candi itu. Demang Lodoyopun diperintahkan untuk membantu
tenaga2 penjaga"
"Apakah resi Para dan ki demang berada disini?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Tidak, mereka masih berada di candi untuk memeriksa


bekas2 jejak penjahat itu"
"Lalu bagaimana tujuan ki bekel sekarang ini?" tanya Nararya
pula.
"Mengejar penjahat itu"
"Kemana?" tanya Nararya.
Kebo Saloka tertegun tak dapat menjawab. Ia hanya
mengatakan hendak menyusur jejak penjahat itu melalui jalan2
yang telah dilalui mereka.
"Sayang ki bekel tak berkuda" kata Nararya "sekalipun begitu,
aku bersedia ikut ki bekel untuk mengejar mereka"
Noyo dan Doyo terkejut "Raden" seru mereka gopoh "kita
belum tahu siapa penjahat itu. Tidakkah hal itu akan makan
waktu lama?"
Nararya tertegun. Memang benarlah kata2 kedua hambanya
itu. Namun kali ini lain pula penilaiannya. Gong peninggalan
empu Bharada itu merupakan pusaka yang wajib diselamatkan
dan dijaga. Entah siapa kawanan penjahat yang telah mencuri
itu, tetapi wajiblah ia membantu usaha orang2 kademangan itu
untuk membekuk penjahatnya. Kemungkinan tentu ada sebabnya
mengapa prabu Kertanagara menaruhkan gong pusaka itu di
Lodoyo. Mengapa tidak disimpan di keraton atau di lain tempat
yang lebih sentausa.
Tertarik perhatian Nararya akan rahasia yang menyelimut di
balik gong pusaka empu Bharada. Biarlah tujuannya ke
Kagenengan terhenti beberapa waktu tetapi gong pusaka itu
memang berharga untuk didapatkan, kembali. Adakah ini suatu
titik2 permulaan daripada jalan kearah menyongsong Wahyu
Agung itu?
"Tidak" cepat Nararya menghapus pemikiran semacam itu
"bukan karena wahyu itu yang mendorong aku akan merebutnya
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kembali. Bukan pula keinginan apa2 yang bersifat peribadi, tetapi


memang gong pusaka itu harus direbut kembali dari tangan
penjahat. Pusaka peninggalan semacam itu tak boleh hilang atau
jatuh di tangan penjahat"
"Tetapi benarkah engkau melihat sendiri sebuah buntalan kain
hitam di punggung kuda mereka?" ulang bekel Kuda Saloka.
"Ya" sahut Nararya "buntalan kain hitam sebesar pemeluk
tangan orang. Tampaknya kuda itu berlari sarat membawanya"
kata Nararya.
"Benar" sabut Kuda Saloka "jika demikian tentulah gong
pusaka itu. Ketahuilah, bahwa walaupun besarnya hanya
sepemeluk tangan orang tetapi gong Pradaitu beratnya sama
dengan seekor lembu"'
"Jika demikian mari kita lekas berangkat, ada harapan kita
dapat mengejar mereka" seru Nararya.
Tetapi bekel Kuda Saloka mencegah "Jangan terburu nafsu.
Siapakah sesungguhnya dirimu ini, ki bagus? Mengapa kedua
orang itu menyebutmu raden?"
Nararya terkesiap. Walaupun telah dipesan ternyata Noyo dan
Doyo telah lupa dan menyebutnya raden. Tetapi hal itu tak
mengapa. Yang menjadi pemikirannya adalah kedua
punakawannya yang terluka. Memang benar, kurang layak kalau
mengajak mereka ikut dalam pengejaran itu "Ki bekel,
sesungguhnya aku bernama Nararya, putera resi Sinamaya di
gunung Kawi. Aku habis melakukah perintah rama ke Wengker
dan dalam perjalanan pulang aku sengaja mengambil jalan di
daerah selatan. Untuk menambah pengalaman sekalian
menikmati pemandangan alam"
Memang sejak melihat wajah Nararya, bekel Kuda Saloka
sudah menarik kesimpulan bahwa pemuda itu tentu bukan
pemuda kebanyakan. Ia mempunyai kesan baik terhadap Nararya
dan ia percaya penuh atas keterangan pemuda itu "Baiklah
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

raden. Apabila raden setuju, akan kusuruh salah seorang


rombonganku untuk membawa kedua pengiringmu itu ke
kademangan. Biarlah mereka menunggu di kademangan sampai
nanti kita kembali"
Nararya girang sekali. Ia menerima usul itu lalu
memerintahkan Noyo dan Doyo ikut ke kademangan. Setelah
seorang dari rombongan kademangan membawa Noyo dan Doyo
pergi, barulah Nararya berangkat bersama rombongan bekel
Kuda Saloka.
Malam makin sunyi ditelan kekelaman. Bekel Kuda Saloka tak
tahu bagaimana harus menyusuri jejak kawanan penjahat itu. Ia
hanya menurutkan jalan besar yang merentang ke arah utara.
Pikirnya, karena naik kuda, kawanan penjahat itu tentu
menempuh jalan besar.
Untuk menghilang rasa sepi dan dingin maka Nararya
bertanya tentang peristiwa hilangnya gong Prada itu.
"Aku tinggal disebuah bangunan batu, dekat candi Simping
dan resi Para tinggal dalam candi bersama seorang murid yang
bernama putut Gubar. Kemarin siang, putut Gubar disuruh resi
Para ke Balitar untuk berbelanja keperluan sesaji dan bahan-
bahan untuk dapur. Petang hari putut Gubar tergopoh-gopoh
pulang dengan membawa berita bahwa resi Para dan aku,
diundang ki demang Lodoyo karena perlu diajak berunding
tentang persiapan2 upacara pemandian dan sesaji untuk Gong
Prada. Memang tiap tahun gong pusaka itu tentu dimandikan
dengan suatu upacara"
"O" seru Nararya "mengapa?"
"Hal itu dimulainya sejak baginda Kertanagara naik tahta
menggantikan rahyang ramuhun baginda Wisnuwardhana" kata
bekel Kuda Saloka "oleh titah baginda maka tiap Asyura, Gong
Prada supaya dimandikan dengan sebuah upacara yang khidmat
dan doa mantra agar gong suci itu tetap memancarkan daya
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kesaktian untuk menangkal kutuk yang dilimpahkan sang


mahayogi empu Bharada kepada pohon kamal tetapi yang
kemudian akibatnya memancarkan daya malapetaka sehingga
Daha dan Jenggala yang telah dipecah dari kerajaan Panjalu oleh
empu sakti itu, selalu pecah benar-benar. Kedua kerajaan itu
selalu bermusuhan dan perang"
Nararya terpikat perhatiannya sehingga ia tak merasakan
kedinginan malam di tengah musim kemarau.
"Telah berjalan bertahun upacara pemandian Gong Prada itu
dan nyatanya sampai sekarang, baginda Kertanagara dapat
memerintah dengan aman" lanjut bekel Kuda Saloka pula.
"O, jika demikian" tukas Nararya "amat pentinglah arti gong
pusaka itu bagi keamanan dan keselamatan negara"
Bekel Kuda Saloka mengangguk "Benar, raden. Itulah pula
sebabnya maka baginda menitahkan aku, seorang bhayangkara-
pendamping baginda, untuk menjaga candi tempat penyimpan
gong pusaka itu"
"Tetapi ki bekel" seru Nararya "bukankah tugas sebagai
bhayangkara-pendamping yang selalu menjaga keselamatan
baginda itu lebih penting dari tugas di candi Simping?"
Bekel Kuda Saloka menghela napas "Ah, raden, apabila
membicarakan peristiwa itu, mungkin darahku akan naik lagi"
Nararya matan tenggelam dalam rasa keinginan tahu. Maka
dengan ramah ia meminta bekel Kuda Saloka untuk menceritakan
hal itu "Tetapi apabila ki bekel berat hati, akupun tak memaksa"
katanya.
Bekel Kuda Saloka tertawa. Entah bagaimana, walaupun
perkenalannya dengan Nararya itu baru berlangsung beberapa
saat, namun ia sudah menaruh kepercayaan penuh kepada
pemuda itu. Ada suatu perasaan, yang ia tak mengerti sendiri,

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

bahwa pemuda itu seolah mempunyai kewibawaan yang layak


ditaati.
"Baik, raden" katanya "menurut wawasanku dalam
pemerintahan di pura Singasari memang terdapat gejala2
perebutan pengaruh diantara para menteri. Di-antaranya yang
berhasil menonjolkan diri adalah demang Aragani. Sejak demang
itu berhasil mempersembahkan siasat dalam peperangan di
Gelagah Arumantara pasukan Singasari dengan pasukan
pangeran Kanuruhan sehingga dalam peperangan itu pangeran
Ka-nuruhan menderita kekalahan, maka demang Aragani segera
dinaikkan pangkat sebagai tumenggung dan makin mendapat
kepercayaan penuh dari baginda"
"Sedemikian dekat hubungan antara tumenggung Aragani
dengan baginda Kertanagara sehingga menimbulkan kecemasan
para mentri2 lain, terutama patih sepuh Raganata dan demung
Wirakreti, kepala angkatan perang Singasari"
"Tetapi ki bekel" tak tahan Nararya untuk tak bertanya
"apabila untuk mengatur pemerintahan, apa buruknya baginda
erat berhubungan dengan tumenggung Aragani. Bukankah
Aragani telah berjasa dalam peperangan di Gelagah Arum? Eh,
siapakah pangeran Ka-nuruhan itu, ki bekel?"
"Pangeran Kanuruhan adalah putera dari rahyang ramuhuh
Wisnuwardhana yang dilahirkan dari seorang selir. Sesungguhnya
rahyang ramuhun Wisnuwardhana amat kasih kepada putera
sulungnya itu karena baik wajah maupun perangainya, hampir
sama dengan ayahandanya. Tetapi karena putera sulung itu lahir
dari selir maka baginda Wisnuwardhana hanya memberinya bumi
di Gelagah Arum dan menggiatnya sebagai kanuruhan. Antara
baginda Kertanagara dengan kakandanya pangeran Kanuruhan,
tak akur. Baginda Kertanagara menghendaki agar Glagah Arum
tunduk pada Singasari. Dalam eh a-citanya untuk
mempersatukan seluruh nuswantara, perabu Kertanagara hanya
menghendaki sebuah kerajaan yalah Singasari. Tetapi pangeran
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kanuruhan menolak dan akhirnya terjadilah peperangan diantara


kedua saudara itu"
Bekel Kuda Saloka berhenti sejenak lalu melanjutkan pula
"Dan sesungguhnya, tumenggung Araganilah yang menjadi
biangkeladi dari peperangan itu. Diapun menghasut baginda agar
menggempur Glagah Arum. Patih sepuh Raganata dan demung
Wirakreti berusaha untuk mencegah tetapi tak dihiraukan
baginda. Baginda lebih percaya pada Aragani. Dan setelah Gkigah
Arum dapat dihancurkan maka baginda makin erat dan percaya
kepada Aragani" ia berhenti pula "jika hubungan itu dalam
rangka mengatur pemerintahan, memang layak. Tetapi ternyata
Aragani hendak merusak jiwa baginda dan melemahkan
semangat baginda"
"O" Nararya terkejut "bagaimana caranya?"
"Tumenggung itu selalu menghaturkan tuak apabila
menghadap baginda. Dengan dalih bahwa tuak itu merupakan
obat pelipur yang dapat menghilangkan segala keletihan pikiran
dan menambah kesegaran semangat, bagindapun mulai terpikat.
Aragani makin giat mengumpulkan tuak hingga sampai membeli
tuak dari Bali. Melihat gejala2 yang tak sehat itu, pada suatu hari
aku memberanikan diri untuk menyongsong kedatangan
tumenggung Aragani ke keraton. Kuperingatkan bahwa
hendaknya janganlah dia merusah jiwa dan semangat baginda
dengan tuak. Dia hanya tertawa mencemoh. Beberapa bulan
kemudian, baginda memindahkan aku ke Lodoyo untuk menjaga
Gong Prada, sedang kedudukanku diganti oleh senopati-
pendamping Bandupoyo yang sekarang"
"Eh, ki bekel, bagaimana dengan kelanjutan cerita putut Gubar
itu?" tiba2'Nararya teringat.
"O, benar" kata bekel Kuda Saloka "malam itu aku bersama
resi Para menuju ke Lodoyo. Tetapi ki demang pergi ke Balitar
dan kami terpaksa menunggu di kademangan. Kami menunggu-
sampai-jauh malam baru ki demang pulang. Tetapi alangkah
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kejut kami ketika ki demang, mengatakan bahwa dia tak merasa


mengundang kami berdua. Bahkan diapun marah karena merasa
telah dipermainkan orang yang mengatakan bahwa buyut Lodoyo
mengundangnya datang ke Balitar. Sampai disana, buyut
Balitarpun tercengang karena merasa tak memanggil ki demang”
"Siapakah yang menyampaikan undangan kepada ki demang?"
tanyaku.
"Putut Gubar, murid ki resi Para" sahut demang Lodoyo.
Saat itu aku menyadari bahwa ada sesuatu yang tak wajar.
Karena putut Gubarlah yang menyampaikan berita tentang kami
dipanggil ki demang Lodoyo. Kemudian demang itupun menerima
undangan dari putut Gubar yang mengatakan kalau buyut Balitar
memanggilnya.
Demang Lodoyo dan resi Para juga terkejut ketika kuutarakan
tentang kecurigaanku terhadap putut Gubar. «Segera kuajak resi
Para pulang. Ternyata putut Gubar tak berada dalam candi.
Setelah kami cari beberapa waktu, barulah kami ketemukan dia
terikat pada sebatang pohon, mulutnya disumbat, kaki tangan
dan tubuhnya diikat. Setelah kami tolong, ia memberitahu bahwa
sepulang dari berbelanja ke Balitar, tiba2 ia dihadang oleh empat
orang lalu ditangkap dan diikat pada pohon. Pakaiannya dilucuti.
"Jika demikian jelas kalau putut Gubar yang menyampaikan
berita kepada kita itu, bukan putut Gubar ini melainkan salah
seorang dari keempat orang yang menghadangnya itu" kataku
kepada resi Para.
Resi Para kerutkan dahi "Mari kita periksa keadaan candi"
katanya. Setelah memeriksa dengan teliti, tiada terdapat suatu
apa yang hilang. Tetapi ketika kami memeriksa tempat
penyimpanan gong Prada, kami menjerit kaget. Gong suci itu
telah hilang. Jelas keempat orang yang. menghadang putut
Gubar itulah yang mencuri. Mereka menggunakan siasat yang
cerdik, memanggil aku dan resi Para ke
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Ledoyo sementara demang Ledoyo disiasati supaya pergi ke


Balitar, Waktu setengah malam itu cukup bagi mereka untuk
mengangkut gong Prada. Demikian bekel Kuda Saloka mengakhiri
ceritanya,
Nararya mengangguk. Diam2 ia memuji kecerdikan penjahat
yang telah berhasil mengambil gong pusaka itu "Ki bekel"
katanya sesaat kemudian "menurut jejak dan dugaan, siapakah
kiranya yang melakukan pencurian itu?"
Bekel Saloka menghela napas "Sukar untuk mengatakan
dengan pasti. Karena sudah berpuluh tahun gong pusaka itu
tersimpan dalam candi Simping dengan selamat dan baru kali ini
peristiwa itu terjadi"
"Menurut dugaan ki bekel, kira2 siapakah yang cenderung
untuk dicurigai melakukan pencurian itu?" kata Nararya.
"Menilik jalan yang mereka tempuh ini, akan menuju ke pura
Daha" kata bekel Kuda Saloka "tetapi kusangsikan apakah akuwu
Daha yang memerintahkan pencurian itu? Karena sukar untuk
menduga, apa tujuannya jika benar fihak Daha yang
memerintahkan pencurian itu?"
"Ki Demang" kata Nararya sesaat kemudian ”kecuali Daha,
adakah di daerah lain terdapat gerombolan penjahat yang sering
mengganggu keamanan?"
Bekel Kuda Saloka merenung sejenak "O, benar raden"
serunya sesaat kemudian "digunung Kelud sudah beberapa lama
muncul sebuah gerombolan perampok yang sering melakukan
perampokan ke beberapa daerah. Namun sampai sekian lama
belum pernah Balitar diganggu"
Saat itu hari sudah menjelang terang tanah dan merekapun
tiba di desa Ponggok. Bekel Kuda Saloka mengajak
rombongannya beristirahat di desa itu. Mereka singgah ditempat
lurah Ponggok. Lurah terkejut menerima kedatangan mereka
namun disambutnya juga dengan ramah. Ketika mendengar
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tentang peristiwa hilangnya gong Prada, lurah itu makin terkejut.


Atas pertanyaan bekel Saloka, lurah menyatakan bahwa sejak
semalam didesanya tak pernah dilalui oleh rombongan orang
berkuda.
"Pernahkah ki lurah mendengar tentang gerombolan gunung
Kelud yang mengganggu rakyat?"
"O, benar" seru lurah Ponggok "memang sejak beberapa
waktu ini di gunung Kelud telah muncul gerombolan penyamun.
Tetapi agak istimewa juga mereka itu"
Nararya terkesiap "Bagaimana?"
"Mereka tidak mau mengganggu rakyat jelata tetapi hanya-
merampok orang2 kaya terutama pembesar2 kerajaan Singasari"
"O, jika demikian" sambut Nararya "apakah mereka memusuhi
Singasari atau sekurang-kurangnya orang-orang yang
mendendam kepada Singasari?"
Lurah Ponggok mengangguk "Kemungkinan begitu, tetapi
entah bagaimana keadaan yang sebenarnya"'
Setelah mendapat keterangan dari lurah maka Nararya segera
berunding dengan bekel Kuda Saloka "Ki bekel, dalam mengejar
jejak penjahat itu, kita harus menyusuri setiap kemungkinan
yang mengandung kemungkinan. Desa ini, mempunyai dua
simpang jurusan. Yang ke barat, akan mencapai Daha dan yang
ke utara akan tiba di gunung Kelud. Kedua fihak itu mempunyai
kemungkinan yang layak kita selidiki"
Sejenak merenung, bekel Kuda Saloka memberi tanggapan
"Jika keterangan ki lurah itu benar, maka gerombolan di gunung
Kelud itu mempunyai kemungkinan yang lebih besar"
"Mengapa?" tanya Nararya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Mereka bersikap memusuhi Singasari. Sedang Dahar jelas


mengunjuk sikap setya dibawah kekuasaan Singasari. Apakah
alasan Daha untuk mencuri gong pusaka itu?"
Nararya tak lekas menyahut melainkan merenung. Peristiwa
pertemuannya dengan pangeran Ardaraja. putera akuwu
Jayakatwang di Daha, terbayang pula. Betapa jelas ia mendengar
keterangan putera akuwu Daha yang menyatakan bahwa Daha
giat sekali membentuk pasukan yang kuat, mencari prajurit2
yang. gagah. Walaupun tak jelas mengatakan tentang maksud
tujuannya, tetapi apakah tujuan gerakan mereka itu? Dan menilik
sejarahnya, Daha selalu berperang dengan Singasari. Daha mau
tunduk pada Singasari karena kalah.
Tetapi apabila Daha sudah memiliki pasukan yang kuat,
adakah mereka masih taat kepada kekuasaan Singasari?
Kemudian teringat pula ia akan keterangan dari ramanya bahwa
akuwu Jayakatwang yang sekarang memerintah Daha itu seorang
akuwu yang pandai dan digdaya, memiliki senopati dan mentri
yang pandai. Dalam hubungan itu apabila mereka sudah
mempunyai angkatan perang yang kuat, tidakkah akan terjadi
per-obahan dalam alam pikiran mereka?
Namun karena ia belum memiliki gambaran yang jelas tentang
keadaan Daha, tak beranilah ia mengemukakan pendapatnya
secara pasti "Ki bekel, segala sesuatu dalam dunia ini tak
langgeng sifatnya. Terutama pikiran dan pendirian manusia.
Mudah sekali goyah dan berobah. Dan untuk mencari jejak gong
pusaka itu setiap kemungkinan harus kita telusur"
"Tetapi akan makan waktu lama apabila kita harus menyelidiki
ke Daha kemudian ke gunung Kelud" sanggah bekel Kuda Saloka.
Nararya tersenyum kemudian berkata dengan nada
bersungguh "Ki bekel, aku sudah berjanji akan menyediakan
tenaga dan pikiran bahkan bila perlu jiwaku untuk mendapatkan
gong Prada itu. Karena gong itu merupakan pusaka peninggalan
yang bersejarah. Dan apabila benar mempunyai daya pengaruh
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

gaib untuk menolak bala dari empu Bharada, maka lebih wajib
kita mendapatkan kembali"
"Maksud raden?" tanya bekel Kuda Saloka.
"Berilah aku lima orang pengikut yang akan menyertai aku ke
gunung Kelud. Sedangkan ki bekel bersama sisa kawan2
rombongan ini yang menuju ke Daha" kata Nararya.
Bekel Kuda Saloka menimang sejenak lalu menjawab "Ah,
lebih baik aku yang ke gunung Kelud dan-raden yang ke Daha"
"Mengapa? " tanya Nararya.
"Karena lebih besar kemungkinan gerombolan gunung Kelud
itu yang melakukan pencurian. Bila raden ke gunung Kelud,
bahayanya tentu lebih besar. Padahal akulah yang bertanggung
jawab atas hilangnya benda pusaka itu dan raden hanya
membantu saja"
Nararya tertawa "Ki bekel, salah pandanganmu itu. Berbicara
tentang tanggung jawab, pendirianku beda dengan ki bekel.
Gong Prada itu benda pusaka yang telah menjadi milik kerajaan.
Dan gong pusaka itu dianggap mempunyai khasiat gaib untuk
menolak bala agar negara jangan sampai -terlanda bahaya
peperangan lagi. Sehingga demikian gong pusaka itu mempunyai
nilai sebagai suatu sarana yang mendatangkan keamanan dan
ketenteraman rakyah Berbicara soal keamanan negara dan
ketenteraman rakyat, bukanlah semata tanggung jawab dari para
narapraja melulu tetapi setiap kawula negara juga mempunyai
tanggung jawab. Karena rakyat dan negara ibarat tanah dengan
pohon"
Bekel Saloka tertegun.
"Mengapa kuminta ki bekel yang menuju Daha, bukanlah
karena Kelud lebih besar kemungkinannya untuk diduga. Karena
dalam soal itu, kita masih belum dapat memastikan dan menurut
hematku, kedua-duanya memiliki kemungkinan yang sama.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Hanya aku merasa sebagai seorang pemuda gunung yang belum


pernah menjelajah pura, tentu akan canggung dan tak leluasa.
Hal itu mudah menimbulkah kecurigaan orang atau petugas2
pemerintah Daha. Beda halnya apabila ki bekel yang sudah
pernah menjabat sebagai bhayangkara keraton tenfu lebih faham
akan seluk beluk keadaan dan alam kehidupan pura. Demikian
pula dalam cara2 untuk menyelidiki, ki bekel tentu jauh lebih
berpengalaman dari diriku. Bukankah demikian, ki bekel?"
Bekel Kuda Saloka mengangguk. Alasan yang di-kemukakan
pemuda itu memang tepat. Akhirnya ia menerima saran Nararya
"Tetapi raden, bilakah kita akan bertemu kembali?"
"Sepuluh hari kemudian, hasil atau tidak hasil, kita bertemu di
desa ini lagi" kata Nararya.
Demikian setelah beristirahat beberapa waktu, kedua
rombongan itupun segera berangkat. Nararya membawa lima
orang menuju ke gunung Kelud. Bekel Kuda Saloka dengan
duabelas orang menuju ke Daha.
Dalam menempuh perjalanan ke gunung Kelud, Nararya
seolah membebaskan pikiran., dari tujuannya bertapa di candi
Kagenengan. Ia menganggap bahwa bertapa itu adalah untuk
kepentingan diri peribadi. Dan ia pun belum dapat
membayangkan, apakah hasil daripada usahanya bertapa itu
nanti. Hal itu bukan berarti ia tak menganggap hal itu penting.
Tetapi hilangnya Gong Prada itu ia anggap lebih penting untuk
diusahakan kembalinya. Hal itu sesuai dengan dharmanya baik
sebagai seorang ksatrya. maupun sebagai seorang kawula.
Sebagai seorang ksatrya ia membantu pada bekel Kuda Saloka
yang bertanggung jawab atas keamanan gong pusaka itu.
Sebagai seorang kawula, ia menunaikan wajib untuk
memperjuangkan benda milik negara yang dicuri orang. Dan
pusaka itu mempunyai arti besar bagi keamanan negara.
Pada hari kedua menjelang petang, tibalah Nararya di kaki
gunung Kelud. Nararya mengajak kelima pengiringnya berhenti.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Ia memutuskan akan mendaki ke puncak gunung pada keesokan


harinya. Karena tiada perumahan penduduk, ia mencari sebuah
tempat peristirahatan di bawah pohon besar. Ketika malam tiba,
sekonyong-konyong ia mendengar suara sungu atau terompet
dari tanduk, melengking memecah kesunyian. Serentak ia
melonjak bangun "Apakah itu?"
"Macam bunyi sungu ditiup" sahut salah seorang
rombongannya yang bernama Juwaru.
"Mungkin tak jauh dari tempat ini terdapat perkampungan"
seru pula kawannya yang lain.
"Lalu apa bunyi sungu itu?" tanya Juwaru.
"Mungkin anak2 bermain meniup sungu" kata kawannya itu.
"Tidak mungkin" tiba2 seorang kawannya yang lain bernama
Bera membantah "bukarikah di kademangan Lodoyo tak pernah
terdengar anak2 bermain meniup sungu?"
Bera tak dapat menjawab dan juwarupun membenarkan "Jika
demikian, tentu ...." belum selesai ia berkata, tiba-tiba terdengar
pula suara sungu menyambut suara sungu pertama yang sudah
hampir reda itu. Kemudian ketika nada suara sungu yang kedua
itu menurun, terdengar pula suara sungu yang ketiga. Tiap kali
jaraknya makin jauh keatas gunung.
"Hm" desuh Juwaru "jika demikian jelas suatu pertandaan dari
gerombolan yang bersarang di gunung ini"
Nararya mengangguk "Ternyata mereka mempunyai susunan
penjagaan yang teratur. Cepat sekali kedatangan kita mereka
ketahui dan segera melaporkan kepada pimpinannya"
Kemudian Nararya mengatur siasat "Kawan2, sebentar lagi
gerombolan perampok itu tentu akan turun kemari. Jelas mereka
tentu lebih besar jumlahnya. Maka baiklah kita atur, siasat.
Mudah-mudahan siasat ini dapat mengurangi kekuatan mereka.
Paling tidak memecah perhatian mereka"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Silahkan raden memberi petunjuk. Kami pasti akan siap


melakukan" kata Juwaru dan kawan2.
"Aku dan salah seorang dari kamu berlima, yang akan
menyambut mereka. Sedang yang empat orang supaya
memencar diri bersembunyi di empat penjuru sekeliling tempat
ini. Apabila terjadi pertarungan, buatlah gerakan agar mereka
ketakutan karena mengira bahwa kita membawa sejumlah besar
anakbuah. Apabila mereka membagi orang untuk memburu
ketempat kalian jangan melawan tetapi pancinglah agar mereka
mengejar kalian dan tercerai berai dari induk gerombolannya.
Sementara aku yang akan menghadapi kepala gerombolan itu
dan menangkapnya"'
Kelima orang itu setuju. Seorang yang bernama Pamot dipilih
untuk menemani Nararya. Yang empat orang segera berpencar
ke empat penjuru.
Tak lama dari lereng gunung turun serombongan orang
lelakientah berapa jumlahnya. Tetapi menilik jumlah batang obor
yang mengiring perjalanan mereka, jumlahnya tak kurang dari
duapuluh batang. Tak berapa lama merekapun tiba di tempat
Nararya menunggu.
Kesan pertama, Nararya melihat gerombolan itu memiliki
suatu tata peraturan yang teratur. Dari keseragaman pakaian
mereka yang serba hitam sampai dengan susunan mereka
berjalan yang diatur seperti sebuah barisan yang berjalan dua
orang. Pada tiap lima pasang terdapat seorang kepala kelompok
yang berjalan disamping. Juga langkah kaki mereka menarik
perhatian Nararya karena teratur dalam derap yang seragam.
Agak heran Nararya ketika pandang matanya yang mencari
kepala gerombolan itu, masih tetap belum bersua. Karena pada
umumnya dalam pasukan, pemimpinnya tentu mengenakan
busana yang berbeda dengan anakbuahnya. Juga dalam
gerombolan penyamun tentu demikian juga. Misalnya
gerombolan Singa Barong. Singa Barong cepat dapat dikenal
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sebagai kepala gerombolan. Tetapi tidak demikian dengan


gerombolan gunung Kelud ini. Siapakah gerangan kepala
gerombolan itu? Nararya bertanya-tanya dalam hati.
Gerombolan itu berhenti pada jarak lima langkah dari tempat
Nararya. Begitu berhenti maka anakbuah yarig bagian belakang
terus bergerak melingkari Nararya. Nararya terkejut tetapi
terlambat. Ia dan Pamot sudah berada dalam kepungan mereka.
Tiba2 dari tiga kepala kelompok tadi, tampillah seorang lelaki
muda, bertubuh tegap, ke hadapan Nararya "Siapakah ki sanak
ini ?" serunya tenang dan nyaring.
"Aku pengalasan dari kademangan Lodoyo" sahut Nararya
yang kemudian,balas bertanya orang itu.
"Tanpa tedeng aling2, ki sanak sedang berhadapan dengan
Lembu Peteng kepala gerombolan gunung Kelud" kata orang
muda itu "lalu apa maksud kedatangan ki sanak kemari?"
"Akan meminta agar ki sanak suka mengembalikan gong
Prada kepadaku" kata Nararya "karena gong pusaka itu adalah
milik kerajaan Singasari"
Nararya tak mau terlalu panjang menanyakan adakah
gerombolan Lembu Peteng itu yang mencuri gong pusaka. Ia
tahu, pencuri tak mungkin mau mengaku. Maka langsung saja ia
meminta kembali gong pusaka. Dalam hal itu dia memang benar.
Tetapi pada lain langkah, secara tak disadari ia telah melakukan
kesalahan. Wajah kepala gerombolan Lembu Peteng yang semula
tenang walaupun dituduh sebagai pencuri gong Prada, tiba2
berobah tegang demi mendengar Nararya menyebut kerajaan
Singasari.
"Ki pengalasan" serunya dengan getar "jika gong itu milikmu
ataupun milik rakyat, walaupun bukan aku yang mengambil
tetapi aku bersedia mencarikan sampai ketemu. Tetapi karena
gong pusaka itu milik kerajaan Singasari, hm, jangan harap aku,
Lembu Peteng, akan mengembalikannya"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"O" desuh Nararya "mengapa ki Lembu bersikap demikian?


Tidakkah kita ini kawula kerajaan Singasari yang wajib membantu
negara. Gong Prada itu mempunyai hikmah yang dapat menjaga
ketenangan dan kesejahteraan negara"
"Pengalasan" seru Lembu Peteng "kepadamu tak perlu ku
uraikan mengapa alasanku bersikap demikian. Cukup kukatakan,
jika raja Singasari yang datang kemari meminta kepadaku,
barulah kukembalikan benda itu"
"Dan kalau aku ?" tanya Nararya.
Lembu Peteng menatap wajah pemuda itu,sahutnya "Baik,
engkaupun akan kuberikan asal engkau dapat memenuhi
imbalannya"
Mendengar itu berserilah wajah Nararya "Terima kasih, ki
Lembu Peteng. Berapakah imbalan yang engkau kehendaki?"
Lembu Peteng tertawa cemoh "Bukan uang yang kuminta
tetapi benda pusaka harus diganti dengan benda pusaka juga"
Nararya tak terkecoh walaupun keliru menduga. Ia menegas
"Benda pusaka apakah yang engkau kehendaki, ki Lembu
Peteng?"
"Benda pusaka dari setiap orang yang hendak meminta
kembali gong pusaka itu kepadaku" sahut Lembu Peteng.
"Benda pusaka dari diriku? Pada hal aku tak memiliki pusaka
apa2" seru Nararya.
"Ada" jawab Lembu Peteng "engkaupun mempunyai benda
pusaka yang kuinginkan itu"
Nararya terbeliak, serunya "Apakah itu ?"
"Batang kepalamu !" seru Lembu Peteng tertawa.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya terbeliak "Oh" desuhnya "janganlah ki Lembu


bergurau. Benarkah engkau menghendaki benda pusaka
kepalaku ini? "
"Lembu Peteng tak pernah menjilat kata" seru kepala
gerombolan itu "jika. engkau serahkan batang kepalamu, gong
Prada itu tentu akan kukembalikan"
Nararya sudah siap dengan jawaban yang segera
dilancarkannya "Baik, ki Lembu, aku bersedia menyerahkan
batang kepalaku ini. Tetapi aku kuatir, apakah engkau mampu
mengambilnya"
"Untuk mengambil batang kepalamu?" ulang Lembu Peteng
kemudian tertawa gelak2 "mungkin lebih sukar memetik buah
kepala daripada mengambil batang kepalamu, pengalasan"
"Jika demikian, silahkan" sambut Nararya "tetapi akupun ingin
mengajukan permohonan"
"Katakan"
"Yang mengambil batang kepalaku ini harus engkau sendiri ki
Lembu. Jangan anakbuahmu"
Lembu Peteng tertawa "Baiklah"
"Nanti dulu" tiba2 Nararya berseru ketika melihat Lembu
Peteng bersiap "apa katamu jika engkau tak mampu mengambil
batang kepalaku?"
Lembu Peteng kerutkan dahi tetapi secepat itu ia tertawa pula
"Aku bersedia memenuhi permintaanmu"
"Baik, ki Lembu" kata Nararya "kita nanti bicara lagi setelah
kita selesai adu kesaktian"
"Mengapa tak mau mengatakan sekarang?" seru Lembu
Peteng.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Aku belum tentu menang" sahut Nararya "mengapa aku


harus berkokok dulu? Nanti apabila aku menang barulah aku mau
mengatakan. Bukankah engkau bersedia memenuhi apa saja
yang kuminta?"
Karena sudah terlanjur mengatakan maka Lembu Petengpun
mengiakan. Kemudian ia bersiap. Sekalian anakbuah
gcrombolanpun berbenah, menyurut mundur agar gelanggang
lebih lapang dan mengatur tempat penjagaan.
Dalam meniti sikap dan gaya serangan yang dibuka Lembu
Peteng, tahulah Nararya bahwa kepala gerombolan gunung Kelud
itu memandang rendah kepadanya. Sesungguhnya ingin Nararya
marah. Tetapi setelah beberapa saat bertukar cakap dengan
Lembu Peteng, ia mendapat kesan bahwa kepala gerombolan itu
memiliki sifat2 yang tegas, berani dan teguh peraturan. Juga
dalam nada bahasanya, bukanlah seorang golongan kasar dan
jahat tetapi lebih menyerupai seorang prajurit yang bengis. Dan
masih ada sebuah hal yang menarik perhatian, bahwasanya
Lembu Peteng mengunjuk sikap yang tak senang kepada raja
dan kerajaan Singasari.
Dalam merangkai kesan kcarah suatu kesimpulan tibalah
Nararya pada suatu titik keputusan, bahwa ia akan mengalahkan
kepala gerombolan itu dengan cara yang lunak, jangan sampai
membuatnya malu atau mendendam. Apabila mungkin, ia ingin
tahu apakah yang terjadi pada diri kepala gerombolan itu dalam
hubungannya dengan kerajaan Singasari.
Setelah menghindar dari sebuah terjangan tinju Lembu
Peteng, Nararya segera berkisar ke samping dan menampar bahu
kepala gerombolan itu. Tetapi ia segera, tertumbuk kejutan besar
ketika sambil berputar tubuh, Lembu Peteng mengirim sebuah
tendangan kearah perut. Pada jarak yang sedekat itu dan
menghadapi gerak kaki yang sedemikian cepat, Nararya tak
sempat menghindar ataupun menangkis lagi. Dalam saat yang
berbahaya hanya sebuah jalan yang dapat ia tempuh. Sambil
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

agak mengisar sedikit ke samping ia terus menyongsong maju


merapat lawan. Dengan demikian ujung kaki Lembu Peteng
berada disisi tubuh Nararya, agak menjorok ke belakang. Dan
tubuh Nararya saat itu berada disisi paha Lembu Peteng.
Bukan kepalang kejut Lembu Peteng atas gerakan lawan yang
tak terduga-duga itu. Memang dengan cara itu, Nararya hanya
menderita kesakitan kecil karena pahanya terlanggar lututnya
tetapi kini ia berbalik terancam. Untuk menolong agar Nararya
jangan sempat mencengkeram paha maka dengan menggembor
keras, Lembu Peteng segera ayunkan kedua tangannya dalam
gerak mengacip leher lawan. Tetapi serempak dengan
gerakannya itu, ia rasakan dadanya agak sakit dan tiba3 Nararya
loncat mundur melepaskan diri.
Gemparlah sekalian anakbuah gerombolan gunung Kelud
ketika menyaksikan pertandingan yang seru itu. Gerakan yang
berlangsung amat cepat itu tak menyempatkan mereka untuk
dapat melihat jelas apa yang telah terjadi. Dalam pandang
mereka, setelah melancarkan ilmu bentakan aji Senggoro Macan
yang kumandangnya menyerupai aum harimau, kemudian kedua
tangan bergerak mengacip kearah leher, tampak Nararyapun
loncat mundur. Mereka menganggap Nararya tentu terluka. Maka
mereka segera menghambur sorak gegap gempita menyongsong
kemenangan Lembu Peteng.
"Berhenti!" tiba2 Lembu Peteng memekik nyaring sehingga
gema sorak yang bergempita itu, sirap seketika. Kini seluruh
anakbuah gunung Kelud memandang kearah pemimpinnya
dengan heran. Tampak Lembu Peteng tegak dengan wajah
gelap. Sedang ketika mereka beralih pandang, tampak Nararya
berdiri dengan tenang'
Apakah yang terjadi ? Demikian mereka bertanya-tanya dalam
hati, namun tak bersua jawaban. Terpaksa mereka menunggu
dengan penuh perhatian.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Ki Lembu Peteng" tiba2 Nararyalah yang membuka


pembicaraan lebih dulu "aku tak sanggup melawan engkau. Aku
menyerah, terserah bagaimana engkau hendak mempedaya
diriku"

Sekalian anakbuah gunung Kelud hampir hendak meledakkan


pekik teriak yang menggetarkan angkasa tetapi mereka meragu
karena kuatir akan dibentak Lembu Peteng lagi. Dan keraguan itu
lebih dipertandas ketika melihat pemimpin mereka yang diam
saja. Sama sekali tak mengunjukkan sikap seorang jago yang
menang bertanding. Tampak pemimpin gerombolan itu
menundukkan kepala memeriksa dadanya, kemulian mengangkat
muka dan memandang Nararya dengan terbeliak.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Maaf, ki Lembu" seru Nararya seraya melangkah


menghampiri "aku lancang mengambil benda yang tentunya
engkau sayangi. Maka sekarang hendak kukembalikan
kepadamu"
Nararya menyongsongkan tangan kanannya yang
menggenggam lalu membuka genggamannya. Lembu Peteng
termmgu-mangu ketika melihat bahwa dalam telapak tangan
pemuda itu ternyata berisi sejemput bulu rambut. Jelas bulu itu
adalah rambut yang tumbih pada dadanya. Dalam memeriksa
tubuhnya tadi, diam2 ia terkejut karena bulu lebat yang
menghias dadanya telah hilang dan gundul dibagian tengahnya.
Kini tahulah Lembu Peteng apa yang telah terjadi. Rasa sakit
aneh yang terasa pada dadanya tadi tak lain adalah ketika
Naraiya mencabut segenggam bulu dadanya. Ia malu, marah dan
penasaran. Tetapi pada lain saat, pikiran yang sadar segera
melintas "Ah, ternyata pemuda itu bukan hendak menghina aku
melainkan karena tak mau mencelakai diriku. Bukankah jika mau,
ia dapat meninju dadaku daripada hanya mencabut bulu dada
saja" Pemikiran itu segera mengembangkan, suatu rasa syukur
atas. kebaikan hati Nararya. Kemuiian timbul pula suatu rasa
kesadaran bahwa jelas pemuda yang dihadapinya itu berilmu
lebih tinggi dari dirinya.
Menyadari akan semua yang terjadi pada sekelilingnya, lembu
Peteng melangkah maju sehingga rapat berhadapan dengan
Nararya "Sinatrya, apa yang engkau kehendaki? Aku bersedia
menyerahkan jiwaku" serunya seraya menegakkan kepala.
Nararya tertegun, menatapnya "Mengapa, ki Lembu Peteng?"
"Engkau telah melepaskan kebaikan kepadaku" kata Lembu
Peteng "Sebagai ganti menghunjam dadaku, engkau hanya
mencabut segenggam bulu dadaku"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Karena kupercaya, dadamu tentu berlapis kekuatan sekeras


baja, tak mungkin tinju akan berhasil membobolkannya" seru
Nararya.
"Sinatrya" seru Lembu Peteng dengan nada sarat "jangan
bergurau, lekas engkau sebutkan permintaanmu"
Nararya terkesiap, kemudian berkata "Sebelum mengatakan
apa2, aku hendak bertanya. Maukah ki sanak menjawab dengan
jujur?"
"Silahkan"
"Adakah gong Prada itu berada padamu?"
"Tidak!"
Nararya terbeliak, menatap Lembu Peteng lekat2, seolah
hendak menembus isi hati kepala gerombolan itu. Beberapa
jenak kemudian, ia berkata "Jika demikian, silahkan ki sanak
pergi"
Kini berganti Lembu Peteng yang tertegun "Pergi?" ulangnya
setengah tak percaya "bukankah engkau belum menjatuhkan
pidana kepadaku?."
Nararya tersenyum "Mengapa harus menjatuhkan pidana? Kita
tak bermusuhan. Aku hendak mencari gong Prada yang hilang
itu. Jika engkau tak mengambil, mengapa aku harus bermusuhan
denganmu"
"Tetapi aku sudah berjanji akan menerima apapun yang
engkau kehendaki apabila aku kalah" bantah Lembu Peteng.
"Ya, dan aku sudah mengatakannya. Silahkan engkau
membawa anakbuahmu pulang" kata Nararya.
"Tetapi itu bukan hukuman"
"Kedatanganku kemari bukan hendak menghukum orang
tetapi hendak mencari gong pusaka itu”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Apakah engkau tak marah karena seolah tadi aku mengakui


bahwa gong pusaka itu aku yang mengambil?" masih Lembu
Peteng bertanya.
"Tidak" jawab Nararya "aku tidak marah melainkan justeru
tertarik perhatianku untuk mengetahui, apa sebab engkau
bersikap begitu ?"
"O, jika demikian" kata Lembu Peteng "akan kuterangkan.
Tetapi rasanya kurang layak berbicara disini. Maukah tuan
singgah ke tempat kami di Lembah Badak?"
Nararya gelengkan kepala "Maaf, aku tiada waktu. Aku harus
cepat2 ke Daha menyusul kawan2 yang menyelidiki ke sana"
Habis berkata Nararya terus berputar tubuh dan ayunkan
langkah. Tetapi ia terkejut ketika anakbuah Lembu Peteng masih
tetap tegak ditempatnya, bahkan serempak menghunus tombak
dan pedangnya. Dengan begitu jalan Nararya terhadang
"Kawan2, sukalah memberi jalan. Persoalanku dengan ki Lembu
Peteng sudah selesai"
Tetapi anakbuah gunung Kelud itu tetap tegak di tempatnya,
memandang Nararya dengan sikap hendak menyerang apabila
pemuda itu melanjutkan langkah. Nararya terkejut. Cepat ia
berputar tubuh hendak menegur Lembu Peteng. Ternyata kepala
gerombolan itu sudah berada di belakangnya.
"Ki Lembu Peteng, harap suruh anakbuahmu menyisih ke
samping" seru Nararya..
Lembu Peteng tersenyum "Mereka sudah mendapat
perintahku dan melaksanakannya"
Nararya terbeliak "Engkau sudah memberi perintah ?" ia
menegas.
Lembu Peteng mengangguk "Mereka telah mendengar aku
mengundang tuan ke Lembah Badak maka rnerekapun siap
mengiring tuan ke sana"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya tertawa mencemoh "O, kutahu, ki sanak. Bukankah


engkau hendak menawan aku ? Jika demikian akupun terpaksa
akan menghadapi"
"Sinatrya" seru Lembu Peteng "engkau salah faham.
Walaupun Lembu Peteng saat ini hanya sebagai seorang kepala
gerombolan di gunung, tetapi jiwaku masih jiwa ksatrya seperti
dulu. Engkau telah mengunjukkan kebesaran jiwa yang
menundukkan hatiku. Sebagai ganti melukai diriku, engkau hanya
mencabut segumpal bulu dadaku. Dan akupun sudah berjanji
akan rela menerima hukuman apapun yang hendak engkau
jatuhkan. Walaupun engkau ternyata tak mau menghukum,
tetapi aku tetap akan menjalankan hukuman itu"
"Ki Lembu Peteng ...."
"Walaupun gong Prada itu bukan aku yang mencuri, tetapi aku
sanggup akan mencarikan sampai ketemu. Maka kuundang tuan
ke pesanggrahan kami untuk bicara lebih lanjut. Jika tuan ingin
mendengar, akan kuceritakan kissah perjalanan hidupku
mengapa sampai menjadi kepala gerombolan digunung ini. Pun
kuminta, apabila tuan tak keberatan, memberi keterangan,
tentang peristiwa hilangnya gong pusaka itu agar kami dapat
segera mulai melakukan pencarian"
Nararya terkesiap. Ia agak malu hati karena telah menduga
salah terhadap kepala gerombolan itu. Akhirnya ia menerima
undangan Lembu Peteng. Dikala belum jauh menempuh
perjalanan, tiba2 mereka mendengar suara gemuruh dari empat
penjuru. Antara mirip derap langkah kaki orang dengan derap lari
kuda.
"Siap" teriak Lembu Peteng memberi perintah kepada
anakbuahnya " barisan Jaladri-pasang dan panah"
Nararya terkejut mendengar aba-aba yang dikeluarkan Lembu
Peteng. Jaladri-pasang atau laut pasang merupakan gelar tata
barisan perang. Adakah gerombolan gunung Kelud itu dilatih
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dengan barisan yang menggunakan gelar dalam peperangan?


Ah,makin keras dugaannya bahwa Lembu Peteng itu tentu bukan
berasal dari golongan penjahat. Kemungkinan bekas perwira atau
lurah prajurit.
"Jangan” cepat ia mencegah "tak perlu menyiapkan barisan.
Mereka adalah para rombongan pengalasan dari kademangan
Lodoyo yang menyertai aku dan kuperintahkan mereka
bersembunyi dibeberapa tempat"
Untuk melonggarkan keraguan Lembu Peteng, Nararya
mengiring keterangannya dengan tertawa kecil. Lembu Peteng
ikut tertawa "Jika demikian ajaklah mereka ke pesanggrahan
kami" katanya. Tetapi Nararya mengatakan tak perlu. ”Biarlah
mereka menunggu di kaki gunung”
Selama melakukan pendakian, Nararya sempat pula
memperhatikan keadaan gunung itu. Terdapat beberapa desa.
Setiap tiba disehuah desa, tentu disambut dengan beberapa
orang penduduk. Hubungan penduduk dengan gerombolan
Lembu Peteng, baik sekali. Mereka tak menganggap Lembu
Peteng sebagai gerembolan jahat, bahkan kebalikannya sebagai
pelindung pedesaan itu. Memang Lembu Peteng amat keras
sekali memegang tata tertib peraturan. Anakbuahnya dilarang
mengambil, mengganggu milik penduduk, mengganggu kaum
wanita, menerima pemberian apabila tanpa memberi jasa.
Bahkan wajib memberi pertolongan dan membantu kebutuhan
dan kepentingan mereka. Berkat peraturan yang keras dan tertib
dari Lembu Peteng, ada beberapa anakmuda di pedesaan daerah
situ yang menyatakan hendak masuk menjadi anakbuah.
Lembu Peteng keras sekali dalam tata peraturan. Siapa yang
melanggar, tentu akan diberi hukuman berat bahkan kalau tak
dapat diampuni, tentu dibunuh. Tetapi ia amat memperhatikan
kepentingan anakbuahnya. Sebagai pemimpin ia tak mau
diistimewakan tetapi menghendaki pelayanan yang sama dengan
anakbuahnya, baik makan, pakaian dan tempat tinggal. Itulah
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sebabnya di kaki gunung tadi Nararya bingung mencari siapa


yang menjadi pimpinan gerombolan itu.
Setelah beberapa waktu mendaki, mereka menuju sebuah
puncak yang disebut gunung Sumbing yang bentuknya lurus
mirip sapu lidi. Tiba di bawah puncak itu mereka menyusur
lereng dan akhirnya tiba disebuah lembah.
"Inilah sarang kami" kata Lembu Peteng mengajak tetamunya
masuk ke dalam sebuah gua. Gua itu telah dibangun dan
diperlengkapi dengan segala pekakas sehingga merupakan
sebuah bangunan yang luas dan tenang. Di muka gua terbentang
sebuah halaman yang luas di kelilingi pohon2. Memandang
kearah selatan, samar2 tampak daerah Balitar.
Sehabis makan dan minum, Lembu Peteng memerintahkan
anakbuahnya kembali ke tempat masing2, sementara ia duduk
bercakap-cakap dengan Nararya
"Benarkah engkau seorang pengalasan dari kademangan
Lodoyo?" Lembu Peieng mulai mengajukan pertanyaan.
Setelah menyaksikan, bicara dan meresapi keadaan
gerombolan gunung Kelud, terutama peribadi Lembu Peteng,
timbullah kesan yang baik dalam hati Nararya. Dengan terus
terang ia menuturkan tentang dirinya.
"O, pantas" seru Lembu Peteng "memang aku tak percaya
apabila raden seorang pengalasan. Baiklah raden, akan
kuceritakan sekelumit perjalanan hidupku"
Ternyata Lembu Peteng seorang pimpinan pengawal pangeran
Kanuruhan di Glagah Arum. Karena hanya berpangkat rendah di
kerajaan Singasari, Aragani pernah menghadap pangeran
Kanuruhan dan menawarkan kerjasama. Ia sanggup membantu
pangeran Kanuruhan untuk merebut tahta Singasari dari tangan
baginda Kertanagara, asal pangeran Kanuruhan berkenan
mengangkatnya sebagai patih apabila kelak berhasil menjadi raja
Singasari. Pangeran Kanuruhan menolak karena betapapun
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kertanagara itu adalah adindanya. Ia rela menjadi pangeran


Kanuruhan di Glagah Arum dan tak menginginkan tahta kerajaan
karena Kertanagara sebagai putera yang lahir dari permaisuri
lebih berhak atas tahta itu.
Tetapi Aragani tetap melancarkan bujukan2 antara lain
dengan mengemukakan bahwa walaupun dilahirkan dari ibu
garwa selir tetapi pangeran Kanuruhan lebih tua dan merupakan
putera sulung dari rahyang ramuhun Wisriuwardhana: Juga para
mentri dan kawula Singasari lebih suka pangeran Kanuruhan
yang menjadi raja daripada baginda Kertanagara yang keras.
Bujukan lidah beracun dari Aragani itu tetap ditolak bahkan
karena jengkel, pangeran Kanuruhan menitahkan Lembu Peteng
mengusir Aragani. Seketika itu Aragani diseret ke luar. Rupanya
karena kesakitan ia marah dan memukul. Lembu Peteng
membalas. Dengan langkah terseok-seok ia tinggalkan Glagah
Arum. Namun sebelum pergi, ia melantangkan ikrar bahwa kelak
ia pasti akan membalas hinaan dari pangeran Kanuruhan itu.
Beberapa tahun kemudian benar juga tentara Singasari
menyerang Glagah Arum. Karena kalah besar jumlah
pasukannya, Glagah Arum pecah dan pangeran Kanuruhanpun
menderita luka parah. Pada saat itu Lembu Peteng mengajak
kawan2 mengamuk. Tetapi pangeran Kanuruhan memanggil dan
mencegahnya. Saat itu pangeran mandi darah dan tengah
menghadapi maut "Lembu Peteng, apakah engkau setya
kepadaku?"
Lembu Peteng berlutut menyembah kaki pangeran serta
menyatakan kesetyaannya sampai diakhir hayat. Pangeran
Kanuruhan tersenyum "Baik, tinggalkan aku dan lekas engkau
cari puteraku. Lindungi dan selamatkanlah dia dari kematian"
Lembu Peteng meragu tetapi pangeran Kanuruhan segera
membentaknya. Akhirnya dengan bercucuran airmata dia
tinggalkan pangeran di tengah medan laga yang bergenangan
darah. Dia mengamuk membuka jalan darah dalam kepungan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

prajurit Singasari. Walaupun menderita beberapa luka, akhirnya


ia dapat lolos juga. Gedung kediaman pangeran telah dibakar.
Seperti orang gila, dia kalap menerjang api untuk mencari putera
pangeran yang masih kecil. Tetapi sia2. Dan pangeran
Kanuruhan akhirnyapun gugur.
Peperangan telah selesai, Glagah Arum diduduki prajurit
Singasari. Lembu Peteng terpaksa lolos tinggalkan kota dan
melanjutkan usahanya mencari putera pangeran Kanuruhan.
Sampai beberapa hari ketika tiba disebuah desa, ia mendengar
keterangan dari seorang tua bahwa apabila datang seorang
prajurit Glagah Arum yang hendak mencari putera pangeran,
supaya disampaikan kepadanya bahwa putera pangeran
Kanuruhan selamat. Tak perlu mencarinya. Kelak apabila sudah
tiba saatnya, putera pangeran Kanuruhan itu akan disuruhnya
muncul ke Singasari untuk membalas dendam kematian
ayahandanya.
Lembu Peteng terkejut. Tetapi ia tak dapat bertanya
keterangan apa2 lagi kepada orang desa tua itu karena orang itu
hanya menerima pesan dari seorang brahmana tua.
"Demikianlah raden" Lembu Peteng mengakhiri kissahnya
"sejak itu aku mengembara ke berbagai daerah. Aku tetap benci
kepada Singasari. Lebih pula apabila melihat tingkah laku
narapraja atau prajurit2 yang sewenang-wenang mengandalkan
kekuasaan untuk menindas rakyat, aku marah sekali. Pernah
kubunuh beberapa prajurit yang tengah membawa lari seorang
wanita. Bahkan pernah kutikam seorang demang yang
memungut pajak pada rakyat secara sewenang-wenang"
Nararya. mengangguk dan memuji tindakan Lembu Peteng
"Tetapi bagaimana kakang Lembu menetap di gunung Kelud ini
?" tanyanya.
"Peristiwa itu memang cukup menggemparkan" kata Lembu
Peteng "kudengar berita tentang tawanan prajurit2 Glagah Arum
yang dijatuhi hukuman kerja paksa membuat candi Jajaghu yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

akan menjadi tempat persemayaman terakhir dari jenazah raja


Wisnuwardana, ayahanda baginda raja Kertanagara. Aku segera
menuju ke tempat pembuatan candi itu di sebelah tenggara
Singasari. Apa yang kusaksikan ketika itu, membuat darahku
meluap. Tawanan2 prajurit Glagah Arum itu dipaksa mengangkut
batu. Tubuh mereka kurus2 seperti kurang makan dan apabila
agak lambat, mereka tentu mendapat pukulan, paling tidak
hamun makian. Karena tak tahan, segera kuserang penjaga2 itu
dan kuajak prajurit2 Glagah Arum melarikan diri ke barat.
Akhirnya kami bersembunyi di gunung ini"
Tertarik hati Nararya melihat perjuangan Lembu Peteng yang
begitu gigih dalam pengabdiannya kepada pangeran Kanuruhan.
Dia tak mau bekerja pada Singasari dan rela hidup mengasingkan
diri di lembah gunung Kelud. Dia membentuk gerombolan tetapi
hanya menggarong orang2 kaya dan narapraja Singasari yang/
jahat. Dengan setulus hati ia memuji sepak terjang Lembu
Peteng dan menyatakan kekagumannya.
Kemudian ia beralih pada pembicaraan tentang gong Prada
yang hilang. Berkata Lembu Peteng "Raden, bagaimana pendapat
raden tentang hilangnya gong pusaka itu? "
"Kami berangkat dari kademangan Lodoyo dengan membekal
dua tujuan. Ke Daha dan ke gunung Kelud. Karena hanya kedua
tempat itulah tempat kami mencurahkan kecurigaan" kata
Nararya "tetapi karena jelas kakang Lembu tidak tahu menahu
tentang, benda pusaka itu maka tiada lain jalan lagi kecuali harus
menumpahkan penyelidikan ke Daha"
Lembu Peteng merenung sejenak lalu berkata "Memang
kemungkinan begitu tetapi belum pasti begitu. Dalam hal ini
Singasaripun layak diperhitungkan dalam kemungkinan itu"
"Heh?" Nararya terkesiap "Singasari? Bukankah gong Prada itu
milik kerajaan Singasari?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Lembu Peteng tersenyum "Disitulah letak kemungkinan itu,


raden"
"Kakang Lembu, aku benar2 tak mengerti ucapanmu" seru
Nararya.
Lembu Peteng membenahi sikap dan suara "Raden, memang
yang paling besar kemungkinannya adalah Daha.. Tetapi
janganlah kita menutup pintu kemungkinan itu kepada Singasari.
Walaupun aku tak sempat menyelidiki keadaan pemerintahan di
pura Singasari tetapi aku sempat mendengar cerita orang
tentang diri Aragani yang kini telah naik pangkat menjadi
tumenggung dan makin mendapat kepercayaan baginda"
Nararya mulai terpikat perhatiannya.
"Menilik dahulu Aragani pernah menghasut pangeran
Kanuruhan supaya merebut tahta kerajaan Singasari, bukan
mustahil apabila dalam peristiwa hilangnya gong Prada kali ini,
Aragani juga ikut campur" kata Lembu Peteng.
"Tetapi kakang Lembu" sanggah Nararya "Bukankah Aragani
sudah menjadi tumenggung dan mendapat kepercayaan dari
baginda? Mengapa dia masih harus menimbulkan gara2? Apakah
manfaat kepada dirinya?"
"Demikian jalan pikiran orang pada umumnya" kata Lembu
Peteng " tetapi apabila raden pernah berhadapan dan mengikuti
gerak gerik orang itu, tentulah raden takkan terkejut mendengar
dugaan yang kuurai-kan ini. Dia memang berbakat besar dalam
soal kelicikan dan penghianatan"
"Tetapi aku tak melihat sesuatu yang bermanfaat baginya
apabila dia ikut campur dalam peristiwa gong Prada ini, kakang
Lembu"
Lembu Peteng tersenyum "Baiklah, raden, akan kututurkan
dasar daripada dugaanku itu. Begini. Dia tentu sudah
memperhitungkan bahwa karena gong Prada itu milik kerajaan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Singasari, orang tak akan menuduh dia atau orang2 Singasari


yang diperalatnya, yang mencuri gong pusaka itu. Orang tentu
cepat akan menduga bahwa Dahalah yang melakukan hal itu.
Apabila hilangnya benda pusaka itu terdengar baginda, baginda'
tentu murka dan akan menitahkan supaya mencarinya sampai
ketemu. Nah, pada saat itulah Aragani akan menyemburkan
lidahnya yang beracun, menjatuhkan tuduhan kepada Daha.
Walaupun baginda tak percaya tetapi Aragani tentu akan
mendesak supaya dilakukan penyelidikan. Bahkan kalau perlu, ia
sanggup untuk melaksanakan titah baginda"
Lembu Peteng berhenti sejenak lalu melanjut "Apabila Aragani
sudah mendapat titadi baginda, maka dia tentu akan menuju ke
Daha. Pada tahap ini, akan timbul dua kemungkinan. Pertama,
mungkin Aragani akan mengulangi perbuatannya kepada akuwu
Jayakatwang dari Daha sebagaimana dulu pernah ia lakukan
kepada pangeran Kanuruhan..”
"Menghasut akuwu Daha supaya berontak kepada Singasari?"
tukas Nararya.
Lembu Peteng mengangguk "Benar. Seorang yang haus akan
kekuasaan dan temaha pangkat, tak mungkin pejamkan mata
melihat setiap kesempatan yang terbuka. Dan kemungkinan
kedua, dia akan menciptakan suasana yang buruk, misalnya
dengan menghaturkan laporan buruk terhadap akuwu
Jayakatwang, agar baginda curiga. Dengan begitu hubungan
Singasari dan Daha akan retak. Disitulah ia akan menarik
keuntungan. Dia akan menunggu pecahnya perang antara Daha
dan Singasari dan melihat mana yang menang. Apabila Daha
yang menang, dia tentu akan bertindak untuk menghancurkan
baginda Kertanagara agar dia memperoleh jasa dari Daha. Tetapi
apabila Singasari yang menang, diapun segera akan melakukan
pembunuhan menumpas akuwu Jayakatwang agar dia mendapat
jasa dan kenaikan pangkat dari baginda Singasari. Pokok, untuk
mencapai cita-citanya, negara harus selalu goncang tak boleh

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

aman, agar dia mempunyai kesempatan untuk mengail di air


keruh "
Nararya terkejut mendengar uraian itu. Ia tak menyangka
bahwa Lembu Peteng dapat memberi ulasan yang begitu
menarik. Walaupun belum tentu tepat, tetapi cara2 pengulasan
itu hampir menjangkau keseluruhan persoalan. Diam2 ia kagum
terhadap bekas bekel prajurit Glagah Arum itu "Menurut
pendapat kakang Lembu, bagaimana tindakan kita sekarang?"
"Aku setuju akan langkah raden yang hendak menuju ke
Daha" kata Lembu Peteng "apa yang kukemukakan tadi hanyalah
suatu reka dugaan terhadap tumenggung Aragani. Hal itu akan
kita selidiki juga setelah, tak menemukan gong pusaka itu di
Daha"
Nararya setuju. Ia menyatakan esok segera akan berangkat ke
Daha "Baik, raden, aku akan menyertai raden" kata Lembu
Peteng.
"Ah" Nararya terkejut "mengapa kakang Lembu berjerih payah
sedemikian rupa? Kurasa kakang lebih baik tetap di lembah ini
memimpin kawan-kawan disini"
Lembu Peteng gelengkan kepala "Sekali aku sudah berjanji
akan mencarikan gong pusaka itu, tentu akan kulaksanakan janji
itu. Soal anakbuah di lembah ini, takkan menjadi persoalan.
Mereka sudah terlatih hidup mengatur diri. Ada atau tiada
pimpinan, serupa bagi mereka. Dan mereka memiliki rasa
gotong-royong setya-kawan yang tinggi. Sudahlah, raden, jangan
berbanyak hati. Besok aku bersama seorang anakbuahku akan
menyertai raden ke Daha"
Melihat kesungguhan hati Lembu Peteng, Nararya pun tak
mau menolak lagi. Demikian setelah malam itu bermalam di
Lembah Badak, keesokan harinya ia dan Lembu Peteng dengan
diantar oleh seluruh anakbuah gerombolan gunung Kelud, turun

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

ke kaki gunung. Mereka disambut oleh empat orang kademangan


yang menyertai Nararya.
Lembu Petengpun menyediakan lima ekor kuda. Nararya
dipersilahkan naik kuda putih, ia sendiri naik kuda hitam. Sedang
yang tiga ekor kuda diperuntukkan anakbuah Lembu Peteng dan
pengiring Nararya. Memang dengan naik kuda, perjalanan ke
pura Daha itu dapat lebih lancar dan cepat. Tiba di desa
Ponggok, Nararya mendapat keterangan bahwa Kebo Saloka
belum kembali dan belum mengirim berita apa-apa.
Menjelang petang, tibalah rombongan Nararya diluar pura
Daha. Agar tak menarik perhatian orang maka kuda mereka
disembunyikan disebuah hutan. Begitu pula waktu masuk
kedalairi pura, mereka tidak berkelompok tetapi berjalan dua
seiring.
Sebelumnya mereka telah bersepakat menyelidiki secara
berpencar, kemudian berkumpul kembali di hutan tempat mereka
menyembunyikan kuda. Kebetulan pula, Nararya berkawan
dengan Pamot dan secara kebetulan pula, Pamot faham akan
keadaan pura Daha karena dulu pernah tinggal di pura ilu.
Atas pertanyaan Nararya, Pamot menerangkan bahwa
kekuasaan pasukan Daha berada di tangan patih Kebo
Mundarang. Dan patih itu mempunyai seorang kepercayaan
tumenggung Pangelet "Jika demikian kita selidiki tempat
kediaman tumenggung Pangelet" kata Nararya.
Malam itu tiada rembulan. Bintang kemintangpun tak penuh.
Suasana sekeliling alam sunyi senyap. Gedung kediaman
tumenggung Pangelet seolah terlelap dalam kegelapan. Sesekali
hanya terdengar suara burung kulik memecah kesunyian.
Nararya dan Pamot bersembunyi di balik gerumbul, tengah
berunding "Hampir tengah malam" bisik Nararya "sebentar lagi
kita memasuki gedung itu"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Tetapi pagar tembok cukup tinggi, bagaimana mungkin kita


masuk, raden? " Pamot meragu.
"Mudah, punggungmu akan kujadikan tempat pijakan. Selekas
aku loncat ke puncak tembok, engkau akan kutarik ke atas"
jawab Nararya.
Pamot tak menjawab melainkan mengerut dahi. Tiba2
terdengar bunyi kentung peronda. Makin lama makin dekat.
Nararya memberi isyarat agar Pamot lebih rapat
menyembunyikan diri agar. jangan terlihat. Tak berapa lama,
tampak dua orang pengalasan berjalan. Yang seorang memukul
kentung, yang seorang menyanggul tombak. Mereka berjalan
berjajar. Orang itu menghentikan talu kentung "Tumenggung
Pangelet memang aneh dan selalu ada saja akal yang baru.
Seperti kali ini, tumenggung mengadakan sayembara ganjil.
Bukan adu ilmu kesaktian dan kanuragan tetapi mengumumkan,
barang siapa dapat memperoleh benda pusaka dari kerajaan
Singasari akan. mendapat hadiah besar dan pangkat. Apabila
benda pusaka itu benar2 hebat, akan diberi pangkat
tumenggung" katanya.
”Benar” sahut kawannya yang rnembekal tombak "sayembara
itu telah memberi perangsang yang menggelorakan semangat
prajurit dan para perwira untuk berlomba-lomba mencari pusaka"
"Tetapi adakah hasilnya ?"
"Tentu" sahut peronda yang bertombak ”ku dengar banyak
sudah yang memperoleh pusaka itu. Di-antaranya sebuah pusaka
yang hebat sekali"
"Apa? Keris, tombak, gada? " tanya peronda yang membawa
kentung.
Kawannya gelengkan kepala "Bukan" katanya lalu
mengeliarkan pandang ke sekeliling seolah hendak meyakinkan
diri bahwa tiada orang atau sesuatu yang menimbulkan
kecurigaan. Kemudian dia berkata "Sebuah gong"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Gong?" teriak kawannya yang tanpa sadar karena terhunjam


rasa kejut telah melantangkan suara keras.
"St" cepat peronda yang membawa tombak mendekap mulut
kawannya "jangan keras2. Apakah engkau tak teringat akan
perintah ki tumenggung yang mengumumkan larangan untuk
membicarakan tentang pusaka2 yang dibawa ke Daha sebelum
dipertandingkan nanti?"
"Ih" peronda yang membawa kentung mendesuh seraya
meraba lehernya.
"Ya benar, lehermu akan dipenggal " kata peronda bertombak.
"Aku tak sengaja, kakang" kata peronda pembawa kentung itu
"aku tersengat rasa kejut mendengar kata-katamu tadi. Gong
apakah itu, kakang?"
"Gong peninggalan dari empu Prada ...."
"Wah, hebat sekali" diluar kesadaran peronda pembawa
kentung itu berseru agak keras lagi.
"St" peronda bertombak cepat mendesis peringatan "sudahlah,
hayo kita lanjutkan perjalanan. Jangan membicarakan hal itu lagi.
Lekas bunyikan kentung lagi"
Irama kentung ronda kembali mengalun di tengah kesunyian
malam. Makin lama makin jauh dan lenyap.
Pamot berpaling kearah Nararya yang berada di gerumbul
sebelah kanan. Tampak pemuda itu masin termenung "Raden ..."
serunya seraya mendekat "jelas gong Prada diambil oleh orang
Daha"
"Ya" sahut Nararya "kita harus berusaha mencarinya. Mari kita
kembali, tak perlu masuk gedung ini"
Dalam perjalanan menuju ke luar pura, Nararya merangkai
beberapa rencana. Pertama, menyelidiki siapa yang mencuri dan
menyimpan gong pusaka itu. Kedua, bilakah sayembara itu akan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

diselenggarakan. Ia harus mendahului bertindak sebelum


sayembara itu dilaksanakan.
Bergegas Nararya ayunkan langkah karena ia ingin mendengar
juga laporan2 yang dibawa oleh lain2 pengalasan, terutama
Lembu Peteng.
Ketika hampir tiba di gapura, tiba2 ia terkejut mendengar
desuh napas menggeram kemarahan dan dering senjata beradu.
Cepat ia membilukkan langkah menuju kesebuah gerumbul
pohon. Dugaannya tepat. Tampak beberapa sosok tubuh sedang
bertempur dengan senjata. Ia berhenti dan memperhatikan
mereka.
"Ah" tiba2 Nararya mendesuh kejut.
(Oo^dw.kz~ismoyo^oO)

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 4

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
Gagah perkasa, bersemangat kokoh kuat dalam pendirian,
cakap, ulet dalam perjuangan, pemurah hati dan agung, adalah
kodrat dari kaum Ksatrya.
Demikian wejangan yang pernah diterima Nararya dari
gurunya, resi Sinamaya.
"Manusia barulah mencapai kesempurnaan jika menjalankan
apa yangt sudah ditetapkan oleh kodrat masing2" resi dari
gunung Kawi itu menambahkan pula "janganlah mengabaikan
sifat pembawaan dari lahir atau kodrat. Meskipun hal itu terlekat
dengan kesalahan atau cacat, sebab tak ada pekerjaan yang tak
bercacat seperti juga tak ada api yang tak berasap"
Pada saat itu, Nararya masih belum dalam menyerap kata2
gurunya. Ia bertanya "Tetapi guru, adakah sifat dari kodrat
seorang ksatrya itu harus berperang?"
Resi Sinamaya mengangguk.
"Benar, Nararya" kata resi itu "sebagaimana dahulu ketika
Arjuna bimbang hati dalam menghadapi peperangan dengan
kaurnKorawa, Sri Kresna memperingatkan akan kodratnya
sebagai seorang ksatrya. Berkata Sri Kresna "Kalau engkau
berkukuh dalam niatmu untuk tidak berperang, itu sia2 belaka,
sebab kodratmu yang akan mendorong engkau berjuang. Karena
engkau sudah terikat pada kodratmu sebagai seorang ksatrya,
akhirnya mau tak mau engkau akan berjuang juga diluar
kehendakmu sendiri"
"Nararya" sambung pula resi Sinamaya "ksatrya harus
berjuang bahkan berperang untuk melenyapkan kejahatan.
Berperang anakku, bukan selalu harus berperang dalam medan
laga, bunuh membunuh. Tetapi dalam batin kitapun mengalami
peperangan antara nafsu2 satwa dengan rajas-tamas. Kalau

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

engkau berkukuh tidak berniat berperang, itu akan sia2 belaka.


Engkau akan kehilangan sifat kodratmu sebagai seorang ksatrya"
Wejangan resi yang berilmu tinggi itu tak pernah terlupa
dalam hati Nararya. Dalam perkelanaan untuk melakukan anjuran
gurunya supaya ikut berkecimpung dalam menyongsong Wahyu-
agung yang akan diturunkan dewata, Nararyapun bertapa ke
makam eyang Batara Narasinga di Wengker. Setelah itu ia akan
bertapa juga ke makam candi Kagenengan tempat
persemayaman jenazah eyang buyut sri Rajasa sang
Amurwabhumi.
Tetapi setelah mengalami beberapa peristiwa selama ini,
timbullah suatu kesadaran dalam batin. Bahwa laku untuk
mencapai harapan menerima anugerah besar dari dewata itu,
bukanlah semata dengan laku tapa-brata, melainkan juga dengan
laku nienjalankan dharma sesuai dengan kodratnya sebagai
seorang ksatrya.
Ia telah melambari pendirian dan langkah perjalanan hidupnya
dengan alas intisari wejangan gurunya itu.
Maka tergeraklah hati Nararya ketika berhadapan, dengan
peristiwa hilangnya gong Prada di candi Simping, Lodoyo. Gong
Prada adalah milik kerajaan Singa sari. Bukan karena baginda
Kertanagara itu masih ada hubungan keluarga dengan dirinya,
tetapi sebagai seorang kawula Singasari, wajiblah ia melindungi
kepen tingan kerajaan. Dan pula, karena gong itu merupakan
tumbal keselamatan dan kedamaian agar jangan terjadi
peperangan lagi antara Daha dengan Singasari, maka lebih wajib
lagi Nararya mewajibkan diri untuk melindunginya.
Bukan karena ia tak kokoh pendirian tetapi bukankah kodrat
seorang ksatrya itu harus berjuang membasmi kejahatan?
Bukankah perjuangan itu memang dan telah menjadi suatu
kenyataan dalarn batin pikiran orang setiap hari? Bukankah
melakukan dharma itu termasuk salah suatu yoga yang disebut

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sankhya Yoga? Bukankah amal dharma itu juga mempunyai nilai


seperti orang bertapa mensucikan batin?
"Ah" tiba2 ia teringat pula akan pesan gurunya, resi
Sinamaya"Nararya, dalam melakukan sesuatu, jangan engkau
mengikat pikiranmu dengan suatu keinginan atau harapan.
Karena keinginan itu, baik keinginan untuk berhasil
menyelesaikan tugas itu ataupun keinginan untuk mendapat
balas, jasa dan anugerah, akan merusak kemurnian dari amal
dharmamu itu. Karena kemungkinan, amal dharmamu itu bukan
keluar dari suara hati nuranimu yang murni, melainkan karena
didorong oleh keinginan mendapat balas. Keinginan2
mendapatkan sesuatu itulah yang menjadi pendorong utama
dalam amal dharmamu. Jika demikian, hilanglah sifat dari pada
kodrat keksatryaanmu, angger"
"Guru benar sekali" pikir Nararya "mencari gong Prada yang
hilang itu bukan karena didorong oleh keinginan akan mendapat
balas jasa dari baginda Kertanagara tetapi aku menetapi
kodratku sebagai seorang ksatrya, melindungi keselamatan para
kawula. Andaikata karena dalam melakukan dharma ini aku
sampai melakukan sesuatu yang melanggar pantangan orang
bertapa, misalnya terpaksa harus mengalirkan darah orang jahat,
sehingga dewata tak merestui dan tak berkenan
menganugerahkan Wahyu Agung itu kepadaku, akupun rela"
Demikian Nararya menimang-nimang pikiran menjalin
keputusan dan membulat-bulat tekad. Maka iapun mengajukan
diri untuk ikut serta dalam rombongan bekel Kuda Saloka untuk
mencari gong pusaka itu.
Kemudian setelah mendengar percakapan dua orang peronda
di gedung tumenggung Pangelet, bahwa gong Prada itu benar
telah berada di Daha ditangan salah seorang perwira yang akan
maju dalam sayembara mencari pusaka, Nararya bergegas
mengajak Pamot menuju keluar kota untuk menemui bekel Kuda
Saloka. Ia hendak merundingkan masalah yang didengarnya itu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tetapi ketika hampir tiba di gapura, disebuah gerumbul yang


agak jauh dari jalan, ia mendengar suara napas memburu keras
berseling desis dan desus serta gemerincing senjata beradu.
Cepat, ia menghampiri dan kejutnya makin meluap demi
diketahuinya siapa yang bertempur dua orang melawan empat
orang.
"Berhenti, kawan-kawan" serunya seraya lari menghampiri.
Keenam orang yang sedang berkelahi itupun berhenti, mencurah
pandang ke arah Nararya.
"Kalian ini kawan sendiri" kata Nararya "jangan berkejahi"
Keenam orang itu terbeliak, memandang makin lebar kepada
Nararya dengan pandang meminta penjelasan
"Kedua kawan ini" Nararya menunjuk pada dua orang lelaki
kekar "adalah anakbuah dari ki Lembu Peteng. Dan keempat
orang ini" ia segera menunjuk pada empat orang yang lain
"adalah anakbuah bekel Saloka"
Walaupun sudah mendengar keterangan itu tetapi keenam
orang itu tak jelas. Apa hubungan bekel Kuda Saloka dengan
Lembu Peteng? Pikir mereka.
"Mari, ikut aku menemui ki bekel" kata Nararya yang
walaupun tahu akan kebimbangan mereka tetapi ia tak mau
memberi penjelasan lebih lanjut karena hanya membuang waktu
saja. Hanya dalam perjalanan secara singkat Nararya
menyinggung bahwa apa yang disebut gerombolan Lembu
Peteng dari gunung Kelud itu kini sudah tiada persoalan dan mau
membantu orang2 Lodoyo untuk mencari gong Prada itu.
Agak lama juga Nararya berjalan, sejak keluar dari gapura
pura sampai saat itu "Kemanakah kita sekarang ini?" akhirnya ia
bertanya kepada keempat orang Lodoyo.
"Ki bekel telah memilih gua Selamangleng sebagai tempat
kami berkumpul" sahut salah seorang pengalasan Lodoyo.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Dimana gua Selamangleng itu ?" tanya Nararya.


"Di desa Pohsarang tak jauh dari pura Daha" kata orang itu
pula.
Nararya tak bertanya lagi. Ia beralih kepada kedua anakbuah
Lembu Peteng "Mana ki Lembu Peteng ?"
"Waktu masuk pura, kami berpencar. Bapak memerintahkan
kami berdua supaya berpencar ketempat kediaman mentri yang
berpengaruh, yani senopati Sagara Winotan dan ki Lembu Peteng
menuju ke kepatihan ...."
"Tempat kediaman patih Kebo Mundarang?" Nararya menegas
agak kejut.
Orang itu mengiakan.
"Adakah dia sudah kembali ketempat kita berkumpul lagi?"
tanya Nararya.
Orang itu mengatakan tak tahu karena tadi sebetulnya ia
hendak menuju ketempat itu tetapi di tengah jalan telah
berpapasan dengan keempat orang dari Lodoyo. Karena saling
curiga, akhirnya mereka berkelahi.
Tiba2 Nararya berhenti "Jika demikian baiklah kalian berdua
kembali ketempat itu dan menunggu ki Lembu Peteng. Apabila
datang, ajaklah dia berkumpul ke gua Selamangleng"
Kedua orang Lodoyo itupun segera mohon diri. Sedang
Nararya bersama keempat pengalasan Lodoyo melanjutkan
perjalanan.
Tak berapa lama kemudian tibalah mereka di tempat, tujuan.
Gua Selamangleng terletak di kaki gunung Wilis, walaupun tak
berapa besar tetapi suasananya yang tenang, menimbulkan rasa
hening tenteram. Bekel Kuda Saloka telah membagi keduabelas
pengikutnya menjadi empat kelompok. Tiga kelompok masing2
terdiri dari empat orang pengalasan, sedang bekel itu seorang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

diri "Cobalah kalian berusaha untuk mendengar kabar2 di


kalangan prajurit2 dan rakyat. Mungkin ada sesuatu yang
memberi petunjuk kepada penyelidikan kita"
"Tetapi mengapa ki bekel hanya seorang diri?" tanya seorang
pengalasan Lodoyo.
"Aku pernah tinggal di Daha dan kenal dengan beberapa
prajurit yang mungkin kini sudah menjadi bekel" jawab bekel
Kuda Saloka "hendak kutemui mereka. Mudah-mudahan dapat
memperoleh sesuatu. Maka lebih baik aku pergi seorang diri agar
jangan menimbulkan kecurigaan"
Beberapa orang Lodoyo telah menyambut kedatangan Nararya
bersama keempat kawan mereka "Mana ki bekel?" demikian
ucapan pertama yang dilontarkan Nararya kepada orang2 Lodoyo
itu.
"Belum kembali" sahut mereka.
Nararya terkesiap "Malam sudah selarut ini, mengapa dia
belum juga kembali? Adakah sesuatu yang terjadi .pada dirinya?"
ia berkata seorang diri "Apakah sejak kalian datang ke sini, juga
demikian adat kebiasaan ki bekel?"
"Tidak, raden" sahut mereka "biasanya paling lambat sebelum
tengah malam, ki bekel tentu sudah kembali"
Nararya merenung. Terlintas sesuatu kekuatiran dalam
perasaannya. Kekuatiran dari suatu kemungkinan, yang
walaupun tipis, namun tetap dapat terjadi juga "Baiklah, jika
demikian aku akan menemui ki Lembu Peteng dulu. Akan kuajak
dia kemari bertemu dengan ki bekel" akhirnya ia berkata kepada
beberapa pengalasan Lodoyo.
"Siapa Lembu Peteng itu ?" mereka bertanya.
Nararya segera memberi keterangan tentang segala sesuatu
yang dialaminya di gunung Kelud dengan Lembu Peteng "Ki
Lembu Peteng bukan gerombolan penyamun, tetapi bekas
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

prajurit dari pangeran Kanuruhan di Glagah Arum, yang tak mau


tunduk pada kerajaan Singasari. Dia bersedia membantu kita
untuk mencari gong pusaka yang hilang itu"
Salah seorang pengalasan yang rupanya dapat berpikir segera
menyela "Tetapi tidaklah janggal kedengarannya bahwa seorang
yang mendendam kepada kerajaan Singasari mau berusaha
untuk mencarikan pusaka milik Singasari yang hilang, raden?"
Nararya mengangguk "Engkau benar. Tetapi ki Lembu Peteng
memang berwatak aneh dan ksatrya. Karena kalah bertanding
dengan aku, dia hendak menebus janji untuk menerima apa yang
kujatuhkan kepadanya. Aku tak mau membunuh ataupun
menuntut suatu pidana kepadanya, kubebaskan dia dari
perjanjian yang telah kita sepakati sebelum berkelahi. Tetapi
rupanya dia tetap bersitegang dan sebagai' ganti dari pidana
yang tak kujatuhkan, dia akan membantu usahaku mencari gong
pusaka itu"
"O, jika demikian bantuannya itu bersifat bantuan peribadi
kepada raden?"
"Katakan begitu" jawab Nararya "dan soal itu tak perlu kita
perbincangkan lebih lanjut. Pokoknya, dia telah bersedia
membantudan bahkan telah bertindak nyata bersama ?aku ke
Daha"
Setelah memberi keterangan dan meninggalkan pesan agar
apabila sudah kembali, ki bekel supaya menunggu
kedatangannya, Nararya segera pergi.
"Raden ...." tiba2 ia terkejut karena seseorang memanggilnya.
Ia berpaling dan melihat yang berseru itu adalah Pamor,
pengalasan dari Lodoyo yang sejak di desa Ponggok selalu
menyertainya "baiklah, Pamot, mari ikut aku"
Tiba di hutan sebelah luar pura, juga Nararya mendapat
keterangan dari keempat anakbuah gunung Kelud bahwa Lembu
Peteng belum kembali. Nararya kerutkan dahi. Hatinya makin tak
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

enak dibayang oleh duga dan reka dalam kemungkinan2 yang


dikuatirkan "Jika demikian aku hendak masuk kedalam pura pula"
katanya kepada keempat anakbuah gunung Kelud itu "katakan
kepada ki Lembu Peteng, apabila kembali, supaya menunggu
kedatanganku"
Ia segera mengajak Pamot masuk kedalam pura. Suasana
makin lelap, cuaca gelap dan malampun kelam. Bintang
kemintang mulai memenuhi cakrawala. Nararya dan Pamot
menyusur lorong2 yang sepi. Keraton dan gedung2 kediaman
para mentri, senopati dan para pri-agung, hanya merupakan
gunduk2 bangunan yang sunyi. Para penghuninya dilelap dalam
mimpi masing2. Ada yang bermimpi indah, bercengkerama dalam
taman bunga diiring dayang perwara yang cantik. Ada yang
bermimpi rebah disebuah pembaringan beralaskan permadani
indah, dipijati dan dilayani oleh wanita2 cantik dan dara2 ayu.
Ada pula yang bermimpi naik pangkat, memakai busana
kebesaran yang cemerlang. Dan lain2 mimpi indah yang hanya
menjadi mimpi para mentri, senopati dan narapraja berpangkat
tinggi.
Beda dengan mimpi para kawula. Tentulah mereka tak
mengalami mimpi seperti yang sering menjadi buah tidur dari
para priagung itu. Mereka jarang atau bahkan tak pernah
bermimpi. Selepas kerja dengan penuh tenaga sehari, akan
membawa mereka dalam tidur yang lelap. Dan mereka adalah
kawula biasa, biasa pula keinginannya, sederhanalah cita-citanya.
Mereka tidak menginginkan suatu kehidupan yang mewah
megah, cukup asal dapur selalu berasap setiap hari. Mereka tidak
men-cita-citakan pangkat dan kekuasaan yang melangit, cukup
asal pekerjaan atau usaha mereka dapat lancar, negara aman
dan kehidupan rakyat sejahtera "Mereka rakyat yang bersahaja
dalam kehidupan dan alam pikirannya. Mereka tak menuntut
suatu apa melainkan menginginkan keamanan negara dan
kesejahteraan hidup. Tidakkan hal itu wajib dilakukan oleh para
mentri, senopati dan narapraja yang memegang kekuasaan di
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pemerintahan" Nararya mengakhiri lamunan dengan suatu


pertanyaan. Pertanyaan yang tiada bersahut karena pertanyaan
itu hanya memancar dari pikirannya. Pikiran yang menampung
suara hatinya.
"Pamot" tiba2 ia hentikan langkah "tidakkah engkau
mendengar, suara orang merintih-rintih ?"
Pamot mempertajam .pendengarannya. Dalam keheningan
malam, lapat2 ia mendengar suara orang mengerang-erang
"Benar, raden" sahutnya.
Nararya bergegas menuju kearah suara itu. Sesungguhnya
setelah habis menelusuri lorong2 dalam pura dan tak
menemukan suatu apa, Nararya ayunkan langkah menuju ke
gapura utara. Selama belum menemukan jejak kedua orang itu,
ia hendak menjelajahi seluruh tempat di pura Daha. Dan ketika
tiba di gapura timur, ia mendengar suara aneh itu.
Setelah melintas sebuah gerumbul pohon, mereka,
berhadapan dengan sebuah lapangan rumput yang tak berapa
luas. Nararya dan Pamot terkejut ketika melihat dua sosok tubuh
menggeletak di tanah. Yang satu disebelah selatan dan yang
seorang rebah dibawah sebatang pohon. Nararya cepat lari
menghampiri kepada orang yang rebah dibawah pohon itu
karena dialah yang mengeluarkan suara erang itu.
"Kakang Lembu Peteng!" Nararya menjerit kejut ketika melihat
siapa yang rebah dibawah pohon itu. Segera ia mengangkat
tubuh orang itu "Kakang Lembu Peteng, mengapa engkau ?"
belum mendapat jawab Nararya sudah menjerit pula "ah,
bahumu berdarah! Engkau tentu terluka" buru2 ia meletakkan
tubuh Lembu Peteng lagi kemudian merobek baju dan membalut
bahu Lembu Peteng.
"Terima kasih, raden" sesaat kemudian Lembu Peteng berkata
"ya, aku memang terkena tabasan pedang"
"Siapa yang menabas?"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Setelah dibalut, rasa sakit Lembu Petengpun agak berkurang.


Dia dapat duduk "Orang yang terkapar diatas rumput itu, raden.
Entah dia pingsan atau mati" katanya seraya menunjuk ke sosok
tubuh yang menggeletak di rumput,
"O" desuh Nararya setelah melihat sosok tubuh itu "siapakah
dia?"
"Entah" sahut Lembu Peteng "tetapi dia hendak merebut gong
pusaka .... hai. kemanakah gong itu!" tiba2 dia berpaling
memandang kearah segunduk batu yang terletak di ujung
lapangan sebelah timur. Serentak ia berbangkit dan lari
menghampiri tempat itu "Keparat, gong pusaka dilarikan orang
itu lagi!" teriaknya seraya hendak lari.
Sudah tentu Nararya tak mengerti apa yang diucapkan Lembu
Peteng. Lebih tidak mengerti pula mengapa sikap Lembu Peteng
aba2 berobah sedemikian tegang dan memberingas "Nanti dulu,
kakang Lembu Peteng" serunya seraya memegang bahu Lembu
Peteng "siapakah yang hendak engkau kejar”
"Pencuri Gong Prada itu" sahut Lembu Peteng.
Nararya terkejut "Bilakah peristiwa itu terjadi?"
Lembu Peteng mengerut dahi, menengadahkan kepala
memandang cakrawala "Lebih kurang dua jam yang lalu, raden"
"Ah" Nararya, mendesah "dua jam cukup panjang bagi
seorang yang melarikan diri"
"Ya, ya" akhirnya Lembu Peteng berkata geram "dia memang
naik kuda"
Nararya mengajaknya duduk dibawah pohon lagi. Kemudian ia
meminta kepada Lembu Peteng supaya menceritakan
pengalaman yang dialaminya.
"Sampai surya terbenam, belum juga aku berhasil mendengar
suatu berita apa2" Lembu Peteng mulai menutur "karena geram

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

akupun mulai memberanikan diri masuk kesebuah kedai. Sambil


makan kudengar beberapa tetamu membicarakan soal
sayembara yang dir langsungkan besok lusa. Aku terkejut dan
tertarik ketika mendengar bahwa sayembara itu bukan
pertandingan adu kedigdayaan, melainkan suatu sayembara aneh
yang baru kali ini kudengar. Cobalah engkau terka, sayembara
apakah itu?"
Nararya tersenyum "Sayembara mencari pusaka, bukan ?"
sahutnya.
"Hai!" Lembu Peteng berseru kejut "ternyata raden juga tahu
akan hal itu"
Nararya mengangguk "akupun telah memperoleh berita
tentang sayembara itu, kakang. Rupanya makin dekat
berlangsungnya sayembara makin luas tersiarnya berita, itu.
Teruskan, kakang"
"Pucuk dicinta ulam tiba" kata Lembu Peteng pula "tengah aku
hendak bertanya lebih lanjut tentang sayembara itu, tiba2
masuklah dua orang yang mengenakan dandanan sebagai
prajurit. Memang di kedai itu banyak dikunjungi orang yang silih
berganti datang dan pergi. Melihat kehadiran kedua prajurit,
orang yang membicarakan tentang sayembara itupun hentikan
ceritanya. Rupanya mereka takut kepada prajurit itu"
"Bukan tiada sebabnya mereka takut itu, kakang" kata Nararya
"menurut keterangan dari orang yang membicarakan tentang
peristiwa itu, memang sayembara itu takkan dibuka untuk semua
rakyat, melainkan berlaku untuk semua kaum prajurit dan hanya
disaksikan dalam lingkungan mereka sendiri. Dengan begitu
orang yang bercerita di kedai itu tentu takut apabila sampai
terdengar oleh kedua prajurit pendatang itu"
Lembu Peteng mengangguk dan membenarkan, kemudian
melanjutkan pula "Terpaksa aku tambah makanan dan minuman
agar dapat berada lebih lama di-situ dan mungkin akan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mendengar sesuatu dari kedua prajurit itu. Ternyata harapanku


tak sia2. Sambil makan kedua prajurit itupun mulai bercakap-
cakap. Prajurit yang agak tua mulai membuka mulut dengan
bersungut-sungut "Aneh benar, mengapa sampai terjadi bunuh
membunuh diantara keempat orang itu ?"
Sahut prajurit yang lebih muda dan bertubuh tegap "Ya,
kutahu. Seta, Gita, Tumbuk dan Kalila itu merupakan kawan yang
karib dan disayang sekali oleh bekel Sindung, mengapa akhirnya
mereka saling bunuh membunuh sendiri?"
"Apakah engkau tak tahu pula bahwa beberapa hari yang lalu
keempat prajurit itu telah menuju ke daerah selatan?" tanya
prajurit yang agak tua.
"Ke daerah selatan? Kemana?" tanya Prajurit bertubuh tegap.
"Apakah engkau benar2 tak tahu?" prajurit agak tua itu
menegas.
"Ah, kakang Galuh" kata prajurit bertubuh tegap "kalau tahu
masakan aku bertanya"
Prajurit yang disebut Galuh itu mengangguk. Sejenak ia
lepaskan pandang kearah tetamu2 yang berada di kedai itu. Tak
berapa banyak. Saat itu Lembu Peteng pura2 menunduk untuk
menyuap hidangannya, seolah-olah tak memperhatikan keadaan
sekelilingnya.
Kemudian terdengar prajurit Galuh itu berkata kepada
kawannya "Mereka berempat diutus ki bekel ke Lodoyo"
"Celaka raden" kata Lembu Peteng kepada Nararya yang
mendengarkan penuturan itu dengan penuh perhatian "saat itu
aku tengah menggigit paha ayam. Ketika mendengar kata2
prajurit setengah tua itu, karena terkejut, tulangnya sampai
meluncur ke dalam kerongkonganku. Aku ketulangan dan batuk2
tak henti-hentinya. Kedua prajurit itu terkejut juga. Mereka
menghampiri. Setelah tahu keadaan diriku, tiba2 prajurit yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

agak tua itu menampar punggungku sekeras-kerasnya. Akupun


menguak dan tulang itu meluncur keluar juga"
Terpaksa Nararya tertawa mendengar cerita Lembu Peteng
yang dibawakan dengan lucu itu "Lalu bagaimana setelah itu?"
"Akupun menghaturkan terima kasih dan mereka dengan
tertawa-tawa lalu kembali ke tempat duduknya. Sengaja aku
masih mengurut-urut leherku agar mereka mengira aku benar2
masih kesakitan. Entah bagaimana aku pura2 membawa sikap
sebagai seorang desa yang tolol. Ternyata siasatku itu berhasil
menghilangkan kecurigaan mereka. Tetapi prajurit Galuh itu
memang bedebah sekali"
"Mengapa kakang Lembu ?" Nararya heran,
"Walaupun sudah tak mencurigai diriku, namun ketika
menerangkan tentang tujuan keempat kawan mereka ke Lodoyo,
dia merapatkan muka ke hadapan kawannya dan berkata dengan
bisik2 sehingga aku tak mendengar apa yang dikatakan itu"
"O, engkau tak mendapat keterangan apa2 ?" tanya Nararya.
"Akhirnya mendapat juga tetapi harus peras keringat" kata
Lembu Peteng. Kemudian ia menuturkan kissah peristiwa itu
lebih lanjut.
Kedua prajurit itu masih melanjutkan percakapannya. Tanya
prajurit yang bertubuh tegap "Lalu apakah keempat orang itu
berhasil memperoleh bendaku?"
Prajurit Galuh mengangguk "Soal itu sangat dirahasiakan bekel
Sindung. Dan keempat prajurit itupua dipesan keras supaya
jangan menceritakan hal itu kepada siapapun juga"
"Hm, bekel Sindung memang cerdik benar" seru prajurit
bertubuh tegap.
Prajurit Galuh tersenyum "Tetapi manakah api yang tiada
berasap, Wrasta"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"O" seru prajurit bertubuh tegap yang disebut Wrasta "adakah


rahasia itu bocor?"
Prajurit Galuh mengangguk sarat "Secara kebetulan, aku
bertemu dengan prajurit Seta. Dia mengeluh dan tampak sedih.
Atas pertanyaanku, dia mengatakan bahwa manusia itu sukar
diduga hatinya. Ketiga kawannya, Gita, Tumbuk dan Kalila yang
begitu akrab dan dianggap seperti saudara sekandung, ternyata
sampai hati hendak mengambil jiwanya. Lalu kutanyakan tentang
sebabnya. Karena hubunganku dengan dia erat sekali, maka
dengan terus terang dia menuturkan peristiwa itu"
Berhenti sejenak prajurit Galuh melanjutkan "Dia mengatakan
telah diperintah bekel Sindung untuk mencari sebuah pusaka di
Lodoyo bersama dengan Gita, Tumbuk dan Kalila. Mereka
berhasil mendapat pusaka itu dan diserahkan kepada bekel"
"Lalu mengapa Seta kuatir jiwanya terancam? Bagaimana dia
tahu kalau jiwanya hendak diarah oleh ketiga kawannya ?"
"Ki bekel yang memberitahu kepadanya supaya dia berhati-
hati terhadap ketiga kawannya itu"
Prajurit bertubuh tegap mengerut dahi. Sejenak kemudian ia
bertanya pula "Mengapa mereka saling bunuh membunuh di
lembah itu?"
"Soal itu aku tak tahu" sahut prajurit Galuh. Kemudian ia
mengajak kawannya pulang
Bercerita sampai disini, Lembu Peteng berhenti sejenak untuk
membenahi kain pembalutnya yang agak melongsor. Setelah itu
ia melanjutkan "Karena ingin mendapat kepastian pusaka apakah
yang berhasil diperoleh keempat prajurit itu diam-diam aku
mengikuti perjalanan kedua prajurit tadi. Tetapi malang benar.
Rupanya kedua prajuri itu tahu jejakku dan curiga. Tiba-tiba
mereka berputar tubuh dan menyergap. Karena terkejut
segeralah kuhantam mereka.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Prajurit bertubuh tegap terpelanting jatuh menimpa batu,


sedang prajurit Galuh rubuh terkapar di tanah. Rupanya prajurit
bertubuh tegap itu terkena dadanya sehingga tak ingat diri,
sedang prajurit Galuh hanya mengerang-erang kesakitan, budah
terlanjur melukai mereka, kupaksa prajurit Galuh untuk memberi
keterangan tentang pusaka dari Lodoyo itu. Karena takut
kubunuh, dia mengaku terus terang bahwa pusaka itu tak lain
adalah gong Prada dan gong pusaka itu masih berada di rumah
bekel Sindung. Dibawah ancaman pedang dia-pun mau
menunjukkan letak rumah bekel itu "Maaf, ki sanak, terpaksa
engkau harus kusuruh menderita sedikit "kataku lalu menampar
kepalanya hingga pingsan. Kedua prajurit itu kuikat pada pohon
dan kusumbat mulutnya supaya jangan berteriak"
"Segera aku menuju ke rumah bekel Sindung" kata Lembu
Peteng pula "tetapi tiba2 kulihat sesosok bayangan hitam
menggunduk dibelakang pohon yang tumbuh di samping rumah.
Akupun lalu bersembunyi dibalik gerumbul dan melihat apa yang
akan dilakukan orang itu. Setelah malam makin larut, diapun
menyelinap masuk kedalam rumah bekel. Aku berdebar-debar
menunggu. Hanya ada dua kemungkinan. Orang itu seorang
pencuri biasa atau memang bertujuan hendak mencuri gong
pusaka"
Ketika Lembu Peteng berhenti memulangkan napas, Nararya
menunggu dengan penuh perhatian. Ia tertarik dengan
penuturan Lembu Peteng.
"Tak lama kemudian, orang itupun keluar dari rumah bekel
Sindung dengan membawa sebuah benda yang ditutup dengan
kain hitam. Saat itu aku segera hendak bertindak menyergapnya
tetapi tiba2 muncul seorang kawannya yang membantu
membawa gong pusaka itu. Mereka berdua menuju kesebuah
gerumbul. Di situ mereka sudah mempersiapkan seekor kuda
hitam. Mereka mengangkut gong pusaka itu pada punggung
kuda" kata Lembu Peteng melanjutkan ceritanya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Aku tetap tak mau bertindak. Nanti setelah tiba diluar gapura
barulah aku akan turun tangan. Tetapi alangkah kejutku ketika
terjadi suatu peristiwa yang tak pernah kuduga sama sekali.
Tatkala kedua pencuri itu hampir mendekati gapura, sekonyong-
konyong dari balik sebuah gerumbul di tepi jalan, loncat keluar
seorang lelaki yang terus menyerang kedua pencuri itu "Hm,
bedebah engkau berani mencuri gong pusaka dari Lodoyo!"
teriak orang itu seraya menghantam"
"O" desuh Nararya "adakah orang itu yang menyergapnya"
tanyanya seraya menunjuk ke sosok tubuh yang masih
menggeletak di rumput.
Lembu Peteng mengiakan "Benar, memang dia. Ternyata dia
digdaya juga. Dalam beberapa gebrak salah seorang dari pencuri
itu telah rubuh sedang yang seorang berusaha hendak melarikan
diri. Karena kulihat yang melarikan diri naik kuda bersama
dengan gong pusaka maka aku tak dapat menahan diri lagi dan
terus loncat menerkamnya. Orang itu pun terpelanting jatuh.
Akupun segera hendak mengambil buntalan kain hitam yang
termuat dipunggung kuda tetapi sekonyong bahuku dicengkeram
orang dan disentakkan kebelakang sehingga aku terpelanting ke
tanah"
"Marahku bukan kepalang ketika melihat yang menyentakkan
bahuku itu bukan lain adalah orang yang-menyergap pertama
kali tadi "Keparat, engkau hendak merampas benda itu !" akupun
berteriak dan loncat menerkamnya.”
"O, kakang berganti lawan dengan orang itu ?" tanya Nararya.
"Benar" jawab Lembu Peteng "dia juga perkasa sekali. Aku
harus memeras keringat sampai beberapa waktu baru dapat
menyelesaikannya. Ah, hampir saja aku kalah ketika dalam
sebuah terjangan dia berhasil menabas bahuku. Aku tak tahu
kalau diam2 karena terdesak dia lantas mencabut pedang. Aku
terhuyung-huyung mundur karena itu. Rupanya dia masih belum
puas dan hendak membunuh aku. Cepat ia memburu dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

ayunkan pedangnya pula. Dia telah termakan siasatku. Memang


aku membawa sikap seperti orang yang sudah tak berdaya
karena menderita luka maka dia hanya mencurahkan perhatian
untuk menabas tanpa memikirkan pertahanan. Kesempatan itu
tak kusia-siakan. Tiba2 aku melangkah maju dan menendang
perutnya. Kuhimpun seluruh tenagaku dalam tendangan itu dan
hasilnyapun mengerikan sekali. Orang itu mengaum seperti singa
kesakitan, tubuh terlempar sampai beberapa'langkah dan ketika
jatuh ke tanah tak berkutik lagi. Entah masih hidup atau sudah
mati. Aku sendiri karena terlalu banyak mengeluarkan darah,
lemas lunglai dan rubuh dibawah batang pohon ini"

"Dan kakang tak memperhatikan lagi kedua pencuri itu?"


tanya Nararya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Lembu Peteng gelengkan kepala "Bagaimana aku mungkin


membagi perhatian kepada orang itu? Sedikit pikiran terpecah,
tentu aku sudah mati dibawah pedang orang itu"
"Baiklah " kata Nararya "mari kita periksa siapakah orang yang
menyerangmu itu. Rupanya dia juga mempunyai kepentingan
dengan gong pusaka dari Lodoyo. Kalau masih hidup kita dapat
menggali keterangan dari mulutnya"
Keduanya segera menghampiri orang yang masih terkapar di
rumput. Ketika dekat, tiba2 Nararya memekik "Ki bekel Saloka
...." ia terus lari menghampiri dan mengangkat tubuh orang itu.
Orang itu tak lain memang bekel Kuda Saloka. Nararya
memeriksa dadanya, pernapasannya masih berjalan walaupun
lemah "Dia masih hidup" serunya penuh harapan.
"Siapa dia ?" Lembu Petengpun terkejut.
"Kita tolong dulu, baru nanti kuceritakan" jawab Nararya
seraya sibuk mengurut-urut dada bekel Saloka dan memijat-mijat
kaki tangannya.
"Minumkan air ini " kata Lembu Peteng seraya mengangsurkan
kantong air yang dibekalnya. Setelah beberapa saat diberi
pertolongan akhirnya bekel Salokapun mulai merintih. Dan
beberapa saat lagi, iapun dapat membuka mata.
"Engkau raden ... hai, keparat ... !" tiba2 mata bekel Saloka
membelalak dan wajah memberingas memandang Lembu
Peteng. Serentak dia hendak bangun tetapi ia harus pejamkan
mata dan mengerut dahi karena menahan sakit. Rupanya luka
pada perutnya cukup berat sehingga masih sakit untuk bergerak.
"Ah, ki bekel salah faham" kata Nararya yang segera mengerti
duduk perkara bekel itu dengan Lembu Peteng "dia adalah kawan
kita sendiri"
"Huh?" bekel Saloka membuka mata "kawan sendiri ? Siapa ?"
"Kakang Lembu Peteng dari gunung Kelud"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Hah!" bekel Saloka memberingas lebih tegang "bukankah


Lembu Peteng itu kepala gerombolan gunung Kelud ?"
Nararya mengangguk "Benar. Tetapi mereka bukan
gerombolan jahat melainkan pelarian dari bekas prajurit2 Glagah
Arum yang tak mau tunduk pada Singasari. Kini kakang Lembu
Peteng membantu usaha kita dalam mencari gong pusaka itu"
Bekel Saloka menegas dengan pandang mata menatap wajah
Nararya. Mata Nararya yang memancar sinar tenang
mengandung wibawa itu, memberi kepastian akan kebenaran
dari ucapannya "Ki bekel tak perlu sangsi. Jika keteranganku
bohong, kuserahkan batang kepalaku kepada ki bekel"
"Ki bekel, maaf" setelah mendengar percakapan mereka,
Lembu Peteng dengan dada lapang meminta maaf "kita telah
saling salah faham. Karena belum kenal, kukira ki bekel hendak
merampas gong itu. Pada hal sejak kedua penjahat itu mengincar
rumah bekel Sindung, aku sudah mengawasi gerak-geriknya.
Apabila aku marah karena ki bekel telah mendahului hendak
merebut pusaka itu, tentulah ki bekel dapat memaklumi"
Bekel Kuda Saloka juga seorang yang berwatak terbuka dan
jujur. Cepat ia dapat menerima peristiwa itu sebagai suatu
kesalahan faham. Iapun meminta maaf kepada Lembu Peteng
"Aku sendiripun juga mengikuti gerak gerik kedua penjahat itu
tetapi terus tinggalkan tempat itu dan menunggu mereka di jalan
yang sepi. Karena kita berkelahi mereka sempat melarikan diri
membawa pusaka itu. Ah, sayang. Tetapi aku tak kecewa,
kebalikannya bahkan merasa gembira"
"Mengapa?" Lembu Peteng terkesiap.
"Bukankah kalau kita tak berkelahi tentu tak saling kenal ?
Walaupun kehilangan jejak gong pusaka itu tetapi hanya untuk
sementara waktu. Kelak kita pasti dapat menemukan kembali.
Aku yakin. Yang menggembirakan, aku dapat bersahabat dengan
ki Lembu Peteng yang disohorkan orang sebagai gerombolan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

gunung Kelud yang suka mengganas rakyat, tetapi yang ternyata


bukan begitu " kata beisel Kuda Saloka.
Demikian setelah perkenalan yang dijalin dengan saling
meminta maaf karena masing2 telah sama2 melukai, akhirnya
Nararya berkata "Ki bekel, bagaimana dengan penjahat yang ki
bekel sergap itu?"
Bekel Saloka seperti disadarkan "O, benar, dia masih terkapar
di jalan" ia berbangkit lalu berjalan. Ternyata perutnya masih
sakit sehingga ia berjalan dengan mendekap perut dan agak
terbungkuk-bungkuk.
Orang itu masih menggeletak di tepi jalan. Ketika Nararya
bertiga memeriksa, ternyata orang itu sudah mati "Aneh" kata
bekel Saloka sambil memeriksa perut orang itu "mengapa
perutnya ternganga sebuah luka besar ?"
"Rupanya luka akibat tusukan senjata tajam " kata Nararya.
"Itulah yang mengherankan" gumam bekel Saloka "pada hal
jelas kuserangnya dengan tinju, bukan dengan senjata tajam.
Siapakah yang telah membunuhnya ?"
Tiada yang dapat menjawab. Setelah hening beberapa jenak,
Nararya berkata "Menurut dugaanku, tetapi entah benar entah
tidak, kemungkinan yang membunuh orang ini adalah kawannya
sendiri itu"
Lembu Peteng dan bekel Saloka terkesiap "Mengapa?
Bukankah mereka bekerja bersama dan layaklah kalau mereka
harus tolong menolong, tetapi mengapa bahkan membunuh
kawan sendiri?" seru Lembu Peteng.
Nararya mengangguk "Benar. Memang menurut alam pikiran
ki Lembu Peteng maupun ki bekel yang jujur, kawan
seperjuangan itu harus tolong menolong dalam kesukaran. Tetapi
janganlah kita mengukur kaum penjahat menurut nilai ukuran
pikiran kita. Bagi mereka, kawan itu diwaktu masih sama2
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

berkepentingan dan sama memerlukan tetapi apabila sudah tak


membutuhkan, kawan itu harus disingkirkan, bahkan kalau perlu
dibunuh. Kawan, bagi mereka hanyalah soal kebutuhan, bukan
soal orang"
Lembu Peteng dan bekel Saloka mengangguk.
"Mungkin penjahat yang kedua yalah yang disergap kakang
Lembu Peteng, tidak menderita luka parah. Dia teringat akan
kawannya dan karena kakang Lembu masih asyik berkelahi
dengan ki bekel, maka sempatlah orang itu mencari kawannya
yang seorang. Kemungkinan kawannya itu pingsan atau
menderita luka parah dan orang itu merasa suatu beban berat
apabila harus membawa kawannya yang pingsan itu. Tentulah
timbul pikiran jahat dalam hati orang itu. Daripada kawannya
yang terluka itu jatuh ke tangan kakang Lembu atau ki bekel
sehingga dapat membuka rahasia diri mereka, lebih baik kawan
yang pingsan itu dibunuh sekali agar dapat melenyapkan bukti.
Dan kedua kali, orang itu dapat membawa gong pusaka kepada
pimpinannya. Jasa atau hadiah tentu dapat diterimanya sendiri.
Ki bekel dan kakang Lembu, memang dalam kalangan penjahat,
sering terjadi tindakan demikian, membunuh kawan yang terluka
parah agar jangan sampai dapat memberi keterangan kepada
musuh"
Panjang lebar Nararya menguraikan dugaannya. Baik Lembu
Peteng maupun Kuda Saloka diam2 memuji kecerdasan pemuda
itu.
"Lalu bagaimana tindakan kita, raden ?" tanya bekel Kuda
Saloka.
"Sayembara itu akan diadakan lusa, kita harus berusaha
menyelidiki dan mencari berita bagaimana hasil sayembara itu.
Yang penting, adakah Gong Prada itu juga diikut-sertakan dalam
sayembara itu atau tidak"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Jelas tidak, raden" tukas Lembu Peteng "bukankah gong


pusaka itu sudah dicuri orang ?"
Bekel Salokapun hampir cenderung dengan pendapat Lembu
Peteng tetapi Nararya berkata "Memang seharusnya demikian.
Tetapi bagaimana kenyataannya baik kita tunggu saja keadaan
bekel Sindung. Jika dia melakukan gerakan mengirim orang
untuk mencari jejak pencuri itu, jelas gong pusaka itu tentu
sudah hilang. Tetapi kalau bekel Sindung tenang2 saja, terpaksa
kita harus menunggu sampai terselenggaranya sayembara itu"
Bekel Kuda Saloka dan Lembu Peteng setuju. Oleh karena
sudah menjelang terang tanah, mereka bertigapun kembali ke
gapura selatan, setelah mengambil kedua anakbuahnya Lembu
Peteng dan Nararya segera ikut bekel Saloka ke gua
Selamangleng.
Hari itu Nararya meminta supaya bekel Saloka dan Lembu
Peteng beristirahat untuk menyembuhkan lukanya. Dia_
sendiripun tak keluar melainkan suruh dua orang anakbuah Kuda
Saloka untuk menyelidiki keadaan tempat bekel Sindung.
Nararya heran ketika menerima laporan dari kedua pengalasan
Lodoyo itu bahwa keadaan dirumah bekel Sindung tenang2 saja
seperti tak terjadi sesuatu
"Aneh" gumam Nararya ketika menyampaikan laporan itu
kepada bekel Saloka dan Lembu Peteng "adakah kakang dan ki
bekel tak salah lihat peristiwa pencurian di rumah ki bekel
Sindung ?"
Bekel Saloka dan Lembu Peteng dengan tandas mengatakan
bahwa mereka menyaksikan sendiri penjahat itu mengangkut
sebuah benda yang dilipat dengan kain hitam.
"Tetapi mengapa bekel Sindung tak gempar ? Mengapa dia
tenang2 saja?" tanya Nararya. Kedua orang itu tak dapat
memberi jawaban.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"O, ki bekel belum menceritakan pengalaman yang ki bekel


lakukan kemarin" tiba2 Nararya berkata.
Bekel Saloka mengatakan bahwa ia berkunjung ke rumah
seorang kawannya yang kini menjadi prajurit kerajaan Daha. Dia
termasuk prajurit di bawah senopati Sagara Winotan "Karena aku
mengatakan kepadanya bahwa kini aku tinggal di daerah Balitar
sebagai petani maka diapun tak menaruh kecurigaan suatu apa
dan dalam percakapan malam itu, dia mengatakan tentang
keluhannya" kata bekel Saloka "dia mengeluh karena tak mampu
memperoleh benda pusaka sehingga tak dapat ikut dalam
sayembara”
"Atas pertanyaanku" kata bekel Saloka "dia menuturkan
tentang sayembara yang diadakan oleh tumenggung Pangelet itu
"Sebenarnya aku sudah mempunyai pandangan sebuah benda
pusaka yang hebat, tetapi sayang....." katanya sambil menghela
napas.
"Sayang bagaimana ?" tanyaku.
"Eh, kakang Saloka" katanya "apakah di daerah kediamanmu
tak terjadi suatu peristiwa apa-apa ?"
Bekel Saloka terkejut dan diam2 menduga bahwa yang
dimaksudkan kawannya itu tentulah tentang peristiwa hilangnya
gong Prada. Tetapi dia pura2 tak tahu "Peristiwa apa ? Selama ini
alcu tak mendengar peristiwa suatu apa"
"Kakang" kata orang itu "akan kuberitakan kepadamu suatu
peristiwa yang menggemparkan tetapi janganlah kakang
menceritakan kepada orang lain. Maukah kakang berjanji ?"
Bekel Saloka memberikan janjinya.
Ternyata arang itu menceritakan tentang gong pusaka dari
Lodoya yang saat itu telah diangkat oleh empat pengalasan bekel
Sindung ke rumah bekel tersebut "Bekel itu akan maju dalam
sayembara dengan gong itu" katanya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Setelah mendapat keterangan, malam itu akupun diam2


hendak menyelidiki rumah bekel Sindung tetapi alangkah kejutku
ketika seorang penjahat telah mendahului masuk ke dalam
rumah Sindung dan mencuri gong pusaka. Cepat2 kutinggalkan
tempat itu untuk mencari tempat yang sunyi. Setelah kedua
orang itu tiba, maka kuserangnya. Sayang yang seorang sempat
lari. Setelah kubereskan yang seorang lalu kukejar kawannya
yang membawa kuda itu. Tetapi alangkah kejutku ketika kulihat
ki Lembu menyerang orang itu. Karena mengira ki Lembu hendak
merampas gong pusaka dan karena masih belum kenal maka
kuseranglah ki Lembu. Waktu kami berkelahi dengan seru,
penjahat itu sempat melarikan gong Prada"
Bagaimana kelanjutan cerita itu, Nararya sudah mengetahui.
Hari itu mereka berada di gua, beristirahat merawat luka dan
bercakap-cakap sampai malam.
Keesokan harinya atau hari kedua, Nararya minta kedua orang
itu tetap tinggal di gua, sedang dia sendiri yang akan masuk ke
pura untuk mencari berita tetapi Kuda Saloka menolak "Lukaku
sudah hampir sembuh. Aku faham akan keadaan pura Daha.
Akupun mempunyai beberapa kenalan di dalam pura. Kalau aku
yang pergi, tentu tak menimbulkan kecurigaan. Beda dengan
raden yang tentu cepat menarik perhatian orang maka lebih baik
aku sajalah yang menyelidiki"
Nararya menganggap kata2 ki bekel Saloka memang
beralasan. Akhirnya ia mengalah. Pikirnya, nanti malam saja
dialah yang akan ganti masuk ke pura. Bekel Saloka disertai
seorang pengalasan Lodoyo berangkat ke pura.
Bekel Saloka cukup berhati-hati. Ia tak mau mengunjungi
sahabatnya yang menjadi prajurit itu lagi melainkan mencari lain
sahabatnya yang bernama Sarawita, bekerja sebagai p r a h a s t
i atau pawang gajah dari akuwu Jayakatwang.
Sejak raja Kertajaya atau Dandang Gendis dari Daha
dikalahkan oleh raja sri Rajasa sang Amurwabhumi atau Ken Arok
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dari Singasari maka Dahapun menjadi bawahan Singasari.


Baginda Rajasa mengangkat raja Jayasaba sebagai pengganti
Dandang Gendis. Dan berturut-turut terjadilah pergantian raja di
Daha oleh kera-jaan Singasari. Yang terakhir setelah baginda
Kertanagara naik tahta maka yang diangkat sebagai raja di Daha
adala-h Jayakatwang yang memerintah Daha sampai sekarang.
Sebagai raja bawahan dari Singasari, sesungguhnya kedudukan
Jayakatwang tak lain hanya sebagai akuwu. Tetapi demi menarik
perasaan Jayakatwang dan rakyat Daha, baginda Kertanagara
menganugerahkan gelar raja kepada akuwu itu.
Baginda Kertanagara memang cerdas dan mempunyai
pandangan yang jauh dan cita2 yang tinggi. Ia hendak
meluaskan pengaruh kekuasaannya, mempersatukan
nuswantara. Untuk mencapai gagasan besar itu, yang pertama
keadaan dalam negeri harus aman dan tenteram. Iapun tahu
bahwa diantara raja2 dan adipati bawahan Singasari, hanya
Dahalah yang harus dijaga dan diperhatikan agar jangan sampai
berontak. Oleh karena itu disamping menganugerahkan gelar
kepada Jayakatwang dan memberi kelonggaran2 kepada Daha
dalam menjalankan pemerintahannya, pun baginda Kertanagara,
berniat heridak mengambil menantu putera Jayakatwang yang
bernama pangeran Ardaraja, akan dijodohkan dengan salah
seorang puteri baginda. Dengan menimbuni segala kebaikan dan
mengikat hubungan keluarga dengan Daha baginda Kertanagara
yakin Jayakatwang tentu takkan mempunyai pikiran untuk
berontak lagi.
Sarawita menyambut kedatangan bekel Kuda Saloka dengan
gembira. Lama mereka tak berjumpa. Pun kepada Sarawita,
bekel Saloka tetap mengatakan menuntut kehidupan sebagai
petani di Balitar.
"Mengapa hari ini kakang berada di rumah?" tanya bekel
Saloka.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Sebenarnya hari ini pangeran Ardaraja hendak berburu


dengan mengendarai gajah tetapi dibatalkan karena hari ini
pangeran menerima seorang tetamu" kata Sarawita.
"O" desuh bekel Saloka "tentulah seorang tetamu yang
penting hingga pangeran sedemikian besar menaruh
penghargaan"
Sarawita mengangguk "Ya. Tetapi bukan penghargaan
melainkan perhatian. Karena setiap tetamu itu datang, tentu
pangeran melayani dengan penuh perhatian"
"Siapakah tetamu itu, kakang?" tanya Bekel Saloka.
"Pernah sesekali aku bertemu, dia seorang lelaki masih muda,
lebih kurang berumur tigapuluh tahun, berasal dari Singasari. Eh,
kudengar seorang bhayangkara keraton Singasari"
Bekel Saloka terkejut "Prajurit bhayangkara keraton Singasari,
siapakah namanya ?"
"Kalau tak salah bernama Kebo Muncar"
"Adakah dia utusan dari raja Singasari?" tanya, bekel Saloka.
Sarawita mengangkat bahu "Soal itu aku kurang jelas karena
setiap kali pangeran tentu mengajak masuk ke dalam ruang
tersendiri"
"Untung engkau datang hari ini, kalau besok pagi aku tentu
sibuk sekali menjalankan tugas yang telah dititahkan pangeran"
kata Sarawita pula.
"Berburu ?" bekel Saloka coba memancing.
"Bukan" kata Sarawita "lebih berat dari itu"
"O " desuh bekel Saloka "mungkin pangeran akan berkunjung
keluar daerah?"
Sarawita gelengkan kepala "Juga tidak. Hanya didalam pura
tetapi cukup melelahkan juga"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Bekel Saloka kerutkan dahi. Sebenarnya hal itu tak penting


tetapi tiba2 timbul pikiran untuk mengumpulkan segala macam
keterangan yang dapat diperolehnya. Dalam melakukan
penyelidikan, tak boleh mengesampingkan atau sebelumnya
sudah menganggap bahwa sesuatu keterangan itu tak penting
"Aneh juga, kakang ini. Masakan tugas dalam pura saja kakang
menganggap payah"
Terhanyut dalam arus percakapan, Sarawitapun teridap dalam
pikiran bebas "Sudah tentu melelahkan. Cobalah engkau
bayangkan, besok aku harus pagi2 sudah mempersiapkan gajah
tunggangan pangeran karena hari itu pangeran akan
mengadakan upacara peperiksaan pasukan"
"O" bekel Saloka terbeliak "melakukan pemeriksaan pasukan?
Adakah Daha hendak mempersiapkan pasukan untuk
menghadapi musuh?"
"Ah" Sarawita tiba2 menghela napas. Ia menyadari bahwa
telah kelepasan bicara. Sejenak ia me-nyelimpatkan pandang ke
wajah bekel Saloka. Wajah sahabatnya itu masih seperti dahulu,
seorang yang jujur dan terbuka. Jika ada perobahan hanyalah
lekuk2 kerut dahi, pertanda dari keusaian usia "Ah, adi Saloka"
katanya sesaat setelah mendapat kesan baik "masakan engkau
lupa ? Bukankah waktu engkau masih berdiam di pura sini, setiap
tahun tentu diadakan upacara memeriksa barisan ?"
Bekel Saloka mengiakan. Memang demikianlah keadaan pura
Daha sewaktu dulu ia masih tinggal di situ.
Ada suatu sifat yang sering menghinggapi orang, bahwa ia
akan merasa senang atau bangga apabila dalam waktu
pembicaraan, ia lebih pandai dan lagi lebih banyak
pengetahuannya. Rupanya prahasti Sarawitapun dihinggapi sifat
itu pula. Di samping ingin menunjukkan keramahan sebagai tuan
rumah, pun dia ingin membanggakan tentang pengalaman dan
pengetahuannya yang lebih luas dari tetamu "Walaupun adi
sudah tahu tentang upacara peperiksaan pasukan itu, tetapi
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tahukah engkau apa sesungguhnya yang terkandung dalam


upacara itu?"
Bekel Saloka terkesiap. Kemudian mengatakan kalau selama
ini dia tak tahu soal itu. Pada anggapannya peristiwa itu hanya
merupakan suatu peperiksaan umum, mungkin untuk menanam
semangat dan jiwa keprajuritan dalam hati anak pasukan.
"Ya, hal itu memang ada" kata prahasti Sarawita "tetapi
disamping itu, pun ditanam juga dalam hati dan jiwa setiap
prajurit Daha bahwa hari itu adalah hari duka, hari malapetaka
bagi Daha"
"Hari duka ? Hari malapetaka ?" ulang bekel Saloka terkejut.
"Ya" jawab prahasti Sarawita makin terhanyut dalam sikap
ingin dipandang sebagai orang yang lebih tahu "karena hari itu,
adalah hari kehancuran dari kerajaan Daha dibawah raja
Dandang Gendis dahulu. Karena hari itu, mulailah Daha dikuasai
oleh Singasari. Karena hari itu lenyaplah kemerdekaan Daha"
"Oh" desus bekel Saloka. Diam2 ia mengakui bahwa walaupun
bertahun-tahun tinggal di Daha, ia tak tahu makna daripada
upacara peperiksaan pasukan di Daha.
"Maka pada setiap tahun pada hari itu, setelah diadakan
peperiksaan tentang kekuatan pasukan, beberapa senopati dan
pangeran Ardaraja berkenan untuk memperingatkan makna
daripada upacara itu dan dianjurkan supaya setiap prajurit Daha
jangan melupakan malapetaka yang hina itu bagi Daha"
"Apakah dari fihak kerajaan Singasari tiada mengirim utusan
untuk menghadiri upacara itu ?”
Prahasti Sarawita gelengkan kepala "Tidak. Baginda
Kertanagara terlalu percaya dan bermurah hati kepada raja
Jayakatwang. Agaknya baginda Kertanagarapun tak menaruh
keberatan Daha memperbesar pasukannya"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Sampai sedemikian jauhkah kepercayaan baginda


Kertanagara kepada Daha?" bekel Saloka menegas.
Prahasti Sarawita tersenyum bangga "Bahkan rupanya
baginda. Kertanagara setuju dan gembira apabila Daha memiliki
pasukan yang kuat karena dengan begitu Singasari akan dapat
menggunakannya apabila kelak baginda hendak meluaskan
pengaruh kekuasaannya ke luar daerah"
"Ah" bekel Saloka mengeluh.
"Mengapa, adi ?" tegur prahasti Sarawita.
"Kakang Sarawita" kata bekel Saloka "kini aku hidup sebagai
seorang petani. Bagiku kerajaan mana yang berdiri dan raja siapa
yang memerintah, tiada soal. Pokok, negara aman dan kehidupan
rakyat sejahtera. Tetapi kakang Sarawita, kita omong kosong
saja. Tidakkah sesungguhnya raja Jayakatwang mengandung
maksud tertentu dalam usahanya untuk membentuk kekuatan
pasukan itu ?"
Karena tahu bahwa dulu sahabatnya itu seorang yang jujur
dan tahu pula bahwa kini Kuda Saloka hidup sebagai petani,
maka Sarawitapun tak mau merahasiakan sesuatu "Tak mungkin
harimau akan mengaum apabila tiada sesuatu. Sesungguhnya,
raja Jayakatwang yang sekarang ini, seorang raja yang cerdik
dan digdaya. Baginda tahu akan sejarah keruntuhan Daha dan
baginda tak pernah sejenakpun melupakannya. Eh, Saloka, ada
sebuah cerita tentang raja kami. Tetapi itu hanya kabar2 dari
beberapa prajurit saja. Entah bagaimana kebenarannya"
”Bagaimana ceritanya, kakang ?" desak bekel Saloka yang
makin tertarik.
"Kabarnya diatas peraduan baginda Jayakatwang itu
digantung sebilah tombak pusaka. Tangkai tombak ditalikan pada
tiang penglari, dan ujung tombak menjulai kebawah tepat
menghadap tempat baginda beradu"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Oh" bekel Saloka mendesuh kejut "benarkah itu ? Dan


apakah maksud baginda ?"
"Telah kukatakan, kudengar peristiwa itu hanya dari beberapa
prajurit keraton, tentang kebenarannya entahlah. Aku belum
pernah melihat sendiri. Tujuan baginda, inipun menurut cerita
orang, tak lain agar baginda jangan melupakan peristiwa ketika
dahulu moyang baginda, raja Dandang Gendis telah gugur
karena tombak baginda Rajasa dari Singasari"

Bekel Saloka menghela napas "Ah, dengan demikian raja Daha


takkan melupakan dendam darah kepada Singasari"
"Nyatanya sampai sudah berganti beberapa aku-wu keturunan
raja Dandang Gendis, Daha tetap tak berani dan tunduk pada
kekuasaan Singasari " kata Sarawita.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Beker Saloka bertanya pula "Adakah hal itu hanya dilakukan


oleh raja Jayakatwang yang sekarang ini atau sudah berlangsung
beberapa keturunan yang lalu ?"
Sarawita kerutkan dahi "Soal itu tak kutanyakan kepada orang
yang menceritakan kepadaku. Tetapi menurut dugaanku,
kemungkinan memang sudah sejak beberapa akuwu Daha yang
lalu sehingga kebiasaan itu menjadi warisan. Tetapi sekali lagi
kukatakan, soal itu hanya kabar cerita orang, aku sendiri belum
pernah melihat maka entah bagaimana kebenarannya"
Bekel Saloka mengangguk-angguk. Hanya dalam hati ia
mempunyai beberapa kesan dan penilaian tetapi tak diutarakan
kepada tuan rumah.
"Kakang Sarawita" beberapa saat kemudian ia bertanya
kembali "benarkah di kalangan pasukan Daha akan
diselenggarakan suatu sayembara ?"
Prahasti Sarawita terkejut "Bagaimana engkau tahu hal itu, adi
? Pada hal itu sangat dirahasiakan sekali"
Kebo Saloka tersenyum dan mengatakan bahwa hal itu ia
dengar dari seorang sahabatnya yang menjabat prajurit dari
pasukan bawahan senopati Sagara Winotan "Tetapi masakan aku
akan menceritakan hal itu pada orang? Telah kukatakan, aku kini
hidup sebagai petani. Asal sawahku menghasilkan panen yang
baik, asal anak isteriku dapat makan sehari-hari aku sudah puas.
Bagaimana urusan kerajaan dan pemerintah, tiada sangkut
pautnya dengan aku. Itu sudali diurus oleh para gusti mentri dan
senopati. Jika ,kakang Sarawita kuatir, tak perlulah kakang
menceritakan peristiwa sayembara itu.”
Rupanya ucapan bekel itu telah mengena pada perasaan
Sarawita. Karena sudah terlanjur menceritakan tentang keadaan
pura Daha, mengapa ia harus merahasiakan peristiwa sayembara
itu ? Dan bukankah Saloka sudah mengetahui juga ?

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

”Jangan salah faham adi" kata Sarawita "bukan aku tak mau
bercerita melainkan aku ingin tahu dari sumber manakah adi
telah mendengar cerita itu. Jika dari seorang prajurit, itu masih
tak apa karena sayembara itu hanya berlaku pada lingkungan
anak prajurit saja. Tetapi jika adi mendengar dari orang luar,
kumaksudkan dari orang biasa, orang itu harus ditangkap karena
membahayakan rahasia yang tak boleh disiarkan"
Bekel Saloka mengangguk.
"Benar, memang setelah selesai upacara peperiksaan pasukan,
prajurit2 disuruh masuk ke Balai Prajurit dan disitu akan
dilangsungkan pembukaan sayembara. Siapa yang dapat
menghaturkan pusaka yang paling tinggi nilainya, dialah yang
akan mendapat hadiah dan kenaikan pangkat"
Demikian setelah surya condong ke sebelah barat maka bekel
Salokapun segera pamit. Ia bergegas kembali ke gua
Selamangleng.
Nararya dan Lembu Peteng terkejut mendengar laporan dari
bekel Saloka.
"Jika demikian jelas gong pusaka itu masih berada pada bekel
Sindung" seru Lembu Peteng.
"Bagaimanamungkin ?" bantah bekel Saloka "bukankah kita
berdua menyaksikan sendiri kedua penjahat itu telah
mengangkut benda besar yang di-bungkus kain hitam?"
Lembu Peteng tersenyum "Mengapa tak mungkin? Kurasa
bekel Sindung itu tentu sudah bersiap menjaga kemungkinan
gong pusaka itu dicuri orang. Sebelumnya dia tentu membuat
sebuah gong lain yang bentuknya serupa dengan Gong Prada"
"O" desus bekel Saloka "benar juga"
Tetapi Nararya membantah "Jika memperhitungkan waktunya
Gong Prada itu dicuri orang Daha, mungkinkah bekel Sindung
sempat membuat tiruannya? Kurasa tidak, kakang Lembu"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Lembu Peteng tak dapat menjawab.


”Tetap dapat" sekarang bekel Saloka yang membela dugaan
Lembu Peteng "kemungkinan bekel itu sudah memiliki gong yang
besarnya hampir sama dengan gong pusaka itu. Karena
dibungkus dengan kain hitam, tentu orang sukarmelihat gong itu
aseli atau tiruan"
Kini Nararya diam dan mengangguk. Ia dapat menerima
sanggahan bekel itu.
"Atau begini" tiba2 Lembu Peteng berseru tegang "memang
dugaan raden itu benar. Waktunya terlalu sempit bagi bekel
Sindung untuk membuat gong tiruan, kecuali dia memang sudah
memiliki sebuah gong yang besarnya sama. Kemungkinan yang
ketiga, penjahat itulah yang membawa gong tiruan kemudian
ditukarkan dengan Gong Prada yang disimpan bekel Sindung ...."
"Benar !" sambut bekel Saloka dengan tegang "sehingga bekel
Sindung tak mengadakan gerakan apa2 karena mengira gong
pusaka itu masih berada padanya. Pada hal gong itu sudah
ditukar oleh penjahat itu"
Nararya merenung diam. Ketiga kemungkinan itu memang
mungkin. Pertama, bekel Sindung membuat gong tiruan. Gong
Prada disimpan dan gong tiruan itu sengaja diletakkan ditempat
yang mudah dilihat orang sehingga penjahat itu terperangkap
mengambilnya. Memang jika bekel Sindung itu seorang ;yang
cerdik, dia tentu menyadari akan bahaya yang akan muncul
akibat Gong Prada berada padanya. Kedua, bekel itu kebetulan
mempunyai gong yang besarnya sama dengan Gong Prada dan
gong itulah yang dibuat umpan kepada mereka yang hendak
coba mencuri atau merebutnya. Ketiga, penjahat itu telah
membekal gong dan gong itu ditukar dengan Gong Prada
sehingga bekel Sindung masih menganggap kalau Gong Prada
tetap selamat berada dirumahnya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Ketiga kemungkinan itu memang mempunyai nilai


kemungkinan yang sama besarnya" akhirnya Nararya berkata
"maka penting sekali kita mencari berita tentang hasil daripada
sayembara itu. Jika dalam sayembara itu terdapat gong yang
diajukan bekel Sindung dan pengajuan itu diterima oleh yang
berwajib memberi penilaian, jelas penjahat itu telah termakan
umpan bekel Sindung karena mengambil gong tiruan"
"Dan jika bekel Sindung tak mengajukan gong, jelas gong itu
tentu sudah diambil penjahat sambung Lembu Peteng.
"Demikian pula apabila dalam seyembara itu timbul
kegemparan karena diketahui bahwa gong itu ternyata tiruan
maka jelas kalau Gong Prada telah dilarikan penjahat malam tadi"
lanjut Nararya.
Dalam pada bercakap-cakap memperbincangkan peristiwa
Gong Prada itu, haripun mulai malam. Nararya mengatakan
bahwa ia akan masuk pura untuk melakukan penyelidikan.
"Kemanakah raden hendak menyelidiki?” tanya bekel Saloka.
"Yang penting ke rumah bekel Sindung untuk mendapat
kepastian tentang Gong Prada itu" kata Nararya.
Ketiga Nararya hendak melangkah ke luar, tiba2 Lembu
Peteng berseru "Raden, harap tunggu dulu"
"Mengapa kakang?" terpaksa Nararya menghampiri pula.
"Menurut keterangan ki bekel Saloka, pangeran Ardaraja telah
menerima kedatangan seorang tetamu penting dari Singasari.
Tidakkah hal itu patut kita selidiki ?" tanya Lembu Peteng.
Nararya tertegun. Merenung.
"Ya, memang membangkitkan perhatian kita tentang
kunjungan tamu itu dan diri tamu itu juga" kata Nararya
"sekarang kita bagi tugas saja. Karena ki bekel siang tadi sudah
bekerja, malam ini baiklah beristirahat. Sedang aku dan kakang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

yang bekerja. Kakang hendak menyelidiki yang mana, ke rumah


bekel Sindung atau ke keraton ?"
"Aku yang menyelidiki ke keraton" seru Lembu Peteng.
"Mengapa ?" tanya Nararya.
"Karena dulu aku pernah bekerja sebagai senopati-
pendamping pangeran Kanuruhan. Maka akupun mempunyai
pengalaman dan pengetahuan tentang keadaan keraton"
Nararya mengangguk. Memang walaupun ia putera dari
Lembu Tal yang masih berdarah keturunan raja, tetapi sejak kecil
ia sudah hidup di daerah yang jauh dari pura, kemudian berguru
pada resi Sinamaya. Ia mengakui memang tiada pengetahuan
dan pengalaman tentang seluk beluk keraton
"Baiklah, kakang"' akhirnya ia setuju "tetapi hasil atau tidak,
sebelum fajar kita harus pulang kemari"
Mereka segera berangkat. Nararya tetap disertai Pamot,
sedang Lembu Peteng membawa seorang anak-buahnya juga.
Nararya dan Pamot menyembunyikan diri pada gerumbul
pohon tak jauh dari rumah bekel Sindung. Mereka hendak
melihat bagaimana keadaan di kediaman bekel itu.Lewat
tengahmalam barumereka
Nararya melihat beberapa sosok tayangan mondar-mandir
dalam rumah bekel itu. Rupanya rumah bekel itu dijaga ketat.
Makin timbul dugaan Nararya bahwa gong pusaka itu masih
berada pada bekel itu. Ia menimang-nimang keputusan. Adakah
ia harus menyerbu dengan kekerasan dan merebut gong itu atau
harus menunggu kesempatan lagi yang lebih baik.
Tengah Nararya sedang mencari akal, tiba2 ia melihat
seseorang keluar dari rumah bekal Sindung. Nararya terkesiap.
Orang itu berpakaian hitam sehingga dalam kegelapan malam,
sukar untuk diketahui jelas.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Mari kita ikuti dia" Nararya menggamit lengan Pamot.


Keduanya segera mengikuti orang itu yang ternyata menuju ke
utara. Karena malam sunyi, Nararya tak mau bercakap-cakap
dengan Pamot karena kuatir suaranya akan terbawa angin dan
terdengar oleh orang itu. Pun ia menjaga jarak cukup jauh di
belakang orang itu.
"Mungkin gong pusaka itu disimpan dalam sebuah tempat
rahasia dan saat ini bekel Sindung memerintahkan
pengalasannya untuk mengambil" demikian Nararya menduga-
duga.
Dengan hati2 sekali Nararya dan Pamot mengikuti jejak orang
itu. Tampak orang itu berjalan dengan bergegas-gegas. Hampir
sejam menempuh perjalanan, akhirnya tibalah dia di sebuah
lembah dari sebuah gunung.
"Lembah apakah itu ?" terpaksa Nararya bertanya bisik2
kepada Pamot.
"Jika tak salah, itulah lembah Trini Panti" sahut Pamot dengan
suara yang di tekan pelahan.
Makin keras dugaan Nararya bahwa orang itu tentu di
perintahkan bekel Sindung untuk mengambil sesuatu yang
kemungkinan besar tentulah Gong Prada.
Orahg itu langsung menyusup sebuah gerumbul dan lenyap ke
dalam lembah. Nararya terkejut. Ketika berpaling kearah Pamot
tampak pengalasan dari Lodoyo itu juga memandang kearahnya
dengan pandang bertanya. Nararya mengangguk dan menggamit
pula lengan Pamot lalu menghampiri ke gerumbul. Disiaknya
gerumbul rumput alang2 yang setinggi orang lalu menerobos
masuk. Kini dia berhadapan dengan mulut lembah yang
merupakan sebuah jalan kecil. Sejenak memandang Pamot,
Nararya melanjut maju masuk kedalam lembah.
Tak berapa lama berjalan, lembah makin luas, penuh dengan
batu2 besar kecil "Kemanakah orang itu?" bisiknya pelahan.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Malam gelap dan lembah itupun makin gelap. Gun-duk-


gunduk batu yang memenuhi lembah, bagaikan bayang2 hitam
yang menyeramkan. Sunyi senyap kecuali bunyi cengkerik yang
melengking-melengking menambah keseraman suasana.
"Baik kita bersembunyi dibalik batu itu" kata Nararya seraya
menunjuk segunduk batu besar di sebelah kanan "begitu dia
keluar, kita sergap"
Keduanya segera menuju ke batu besar itu. Tetapi belum lama
menempatkan diri, sekonyong-konyong mereka mendengar suara
orang tertawa seram. Kemudian disusul pula dengan suara orang
merintih-rintih minta ampun.
Nararya memandang Pamot. Dahinya mengernyit kencang
"Aneh, apakah ...." ia tak dapat melanjutkan kata-katanya karena
terdengar suara orang berkata dengan keras disertai umpat caci
yang tajam.
Nararya cepat menarik lengan Pamot diajak keluar. Dengan
langkah yang seringan mungkin, ia menghampiri ketempat suara
itu. Makin lama makin jelas.
"Seta, sekarang lekas engkau bersiap menerima kematianmu"
seru orang itu dengan bengis.
"Rembang ...." terdengar suara orang lain yang bernadp,
lemah dan sayu "jangan engkau salah faham. Bukan aku
bermaksud hendak membunuh kakangmu Tumbuk ... tetapi ..."
"Jangan banyak mulut!" hardik orang yang disebut Rembang
"kutahu engkau memang berniat jahat kepada saudaraku agar
engkau dapat memiliki gong pusaka itu sendiri"
"Rembang ..." terdengar orang yang hendak dibunuh itu
berseru. Tetapi nadanya kedengaran amat dipaksakan karena
nyata dari napasnya yang terengah-engah "siapa yang
memberitahu hal itu"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Kakang Tumbuk sendiri" seru Rembang, "engkau seorang


manusia berhati serigala. Baik kakang Tumbuk memperlakukan
engkau. Engkau sudah dianggap sebagai saudaranya sendiri
tetapi hm, ternyata engkau sampai hati membunuhnya. Engkau
ajak dia ke lembah sunyi agar orang tak tahu jejak kematiannya.
Tetapi Seta, ketahuilah! Setiap kejahatan tentu berbicara. Dan
saat ini, Seta, engkau harus memetik buah yang engkau tanam.
Siaplah ..."
Tiba2 terdengar jerit mengaduh dan hardik makian ”Keparat
engkau ...!"
Ternyata Nararya dan Pamot telah berhasil menemukan
tempat suara orang yang hendak melakukan pembunuhan itu.
Selepas melintas segunduk aling batu, Nararya melihat seorang
lelaki berpakaian hitam sedang ayunkan pedang kearah seorang
lelaki yang duduk bersandar pada kaki batu. Walaupun orang itu
membelakangi sehingga tak tampak wajahnya tetapi Nararya
dapat mengenalnya dari pakaian hitam yang dikenakan orang itu.
Jelas dia adalah orang yang keluar dari rumah bekel Sindung
tadi.
Nararya terkejut dan gugup. Serentak ia memungut sebutir
batu lalu dilontarkan kearah orang berpakaian hitam. Lontaran itu
tepat mengenai punggung sehingga orang berpakaian hitam itu
mengaduh kesakitan lalu berputar tubuh dan memaki.
"Siapa engkau" teriak orang berpakaian hitam yang disebut
sebagai Rembang.
"Jangan membunuh orang" Nararya tak menjawab pertanyaan
melainkan memberi peringatan "apalagi dia sudah tak berdaya
memberi perlaWanan"
"Keparat" teriak Rembang seraya maju menyerang "jangan
mencampuri urusanku"
Nararya mengisar langkah ke samping, kemudian menebas
dengan telapak tangan. Maksudnya hendak menepis tangan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kanan Rembang agar pedangnya terlepas. Tetapi saat itu


Rembang, setelah terjangannya luput, hendak berputar tubuh.
Duk, punggungnya termakan tangan Nararya dan pengalasan
dari bekel Sindung itupun terdorong ke muka dengan tubuh
terbungkuk-bungkuk hendak jatuh.
Pada saat Nararya masuk ke tempat itu, Pamot tetap
mengiring di belakangnya. Dan dia tetap tegak di belakang. Dia
marah melihat tindakan Rembang yang dianggapnya liar. Ketika
Rembang terhuyung-huyung menghampiri kearahnya, Pamot
mengisar ke samping lalu menendang pantat Rembang.
Waktu ditebas punggungnya oleh Nararya tadi, Rembang
sudah kehilangan keseimbangan diri. Belum ia berhasil berdiri
tegak, ia sudah menderita tendangan kaki Pamot. Pengalasan itu
tak dapat menguasai diri lagi ketika tubuhnya melaju dan
membentur gunduk batu, prak .... ia menggelepar jatuh karena
mukanya hancur. Setelah meregang-regang beberapa saat,
akhirnya melayanglah jiwanya.
"Ah, Pamot, mengapa engkau membunuhnya?" tegur Nararya,
"Aku tak sengaja dan tak menyangka ia akan membentur
batu, raden" kata Pamot.
"Sayang" kata Nararya "sebenarnya kita dapat menggali
keterangan dari dia"
Nararyapun tahu memang Pamot tak bermaksud membunuh
orang itu. Karena sudah terlanjur mati, maka iapun tak mau
menyesali lagi Ia berpaling kearah Seta, orang yang hendak
dibunuh Rembang tadi laluu menghampirinya.
"Terima kasih ... ki sanak" orang itu berkata dengan napas
terengah-engah.
"Siapa engkau?" Nararya makin mendekat dan berjongkok
"engkau terluka ?" serunya ketika melihat perut orang itu
berdarah. Ia heran. Darah itu masih segar, tentu baru mengalir
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dari luka yang baru. Pada hal ia tahu jelas, Rembang tak sempat
mengayunkan pedangnya.
Orang itu mengangguk "Ya. Aku memang terluka dan tiada
harapan hidup lagi" ia berhenti sejenak untuk memulangkan
napas yang makin memburu keras "lekas katakan apa
kehendakmu ... aku ... aku sudah tak kuat lagi ...."
"Ceritakan siapa dirimu dan mengapa engkau hendak dibunuh
orang itu" kata Nararya.
Orang itu pejamkan mata. Beberapa saat kemudian baru ia
berkata "Aku bernama Seta, prajurit yang menjadi bawahan
bekel Sindung ... aku dengan tiga kawan, diperintah bekel ....
untuk mengambil gong Prada ... di Lodoyo ..."
"O" Nararya mendesuh kejut "dan berhasil ?"
"Ya. Gong itu telah kami serahkan kepada bekel Sindung ....
kemarin kami berempat diperintah pula ....untuk mengambil ....
keris pusaka di lembah ini ...."
"Bekel Sindung yang memberi perintah ?" tanya Nararya.
"Ya. Tetapi ketika tiba di lembah ini .... tiba-tiba .... tiba-tiba
salah seorang kawanku membacok punggungku .... diapun
ditikam oleh kawan yang lain .... tetapi kawan yang lain itupun
dihantam kepalanya dengan gada oleh kawan yang keempat ....
kami bertiga rubuh ... kecuali Tumbuk yang menggada kepala
kawan ketiga itu. Dia menghampiri aku hendak ..."
"Menggadamu juga ?" tukas Nararya.
Seta mengangguk "Ya. Dalam keadaan luka parah aku sempat
melontarkan pedang ke dada ... Tumbuk. Dia mati seketika ...."
"Dimana mayat mereka ?" tukas Nararya pula.
Seta mengeliarkan pandang ke arah utara "Di bagian yang
lebih dalam dari sini ...."

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Siapa orang yang hendak membunuhmu tadi?" tanya


Nararya.
"Rembang, adik dari Tumbuk .... dia hendak menuntut balas
kematian kakangnya" kata Seta "entah siapa yang memberi tahu
.... kepadanya ...."
"Mengapa engkau terluka ?" Nararya teringat akan darah yang
mengalir dari perut Seta "pada hal Rembang belum sempat
menabasmu"
Keadaan Seta makin payah. Wajahnya pucat lesi dan napas
makin lemah. Namun di paksakannya juga untuk menyahut "Aku
seorang prajurit .... hina kalau mati dibunuh orang .... maka tadi
.... tadi kutusuk perutku sendiri ...."
Sampai di sini Seta pejamkan mata dan kepalanya melentuk
"Seta .... Seta .... apa pesanmu ..." Nararya menggolek-golekkan
kepala prajurit itu.
Dengan mata tetap memejam, mulut Seta bergerak-gerak
berkata lemah "Beri .... tahu .... adikku .... Wariga ...."
"Seta .... Seta .... di manakah rumah Wariga ...." tetapi sampai
di ulang beberapa kali, Seta tak dapat menjawab lagi. Jiwanya
telah melayang, tubuhpun mulai kaku.
Nararya meletakkan di tanah dan berbangkit, menghela napas
"Dia mati"
Pamot tak berani mengusik Nararya yang masih tegak
termangu-mangu. Tak tahu ia apa yang sedang direnungkan
raden itu. Ia duga raden itu tentu terharu atas kematian Seta.
Kemudian karena cukup lama Nararya tak tampak bergerak,
akhirnya Pamot memberanikan diri "Raden, mari kita tinggalkan
lembah ini"
"O, engkau Pamot" seru Nararya agak gelagapan "ya, ya,
mari"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Ternyata saat itu sudah hampir mendekati terang tanah. Atas


pertanyaan Pamot, Nararya mengatakan lebih baik kembali ke
Selamangleng.
Tiba di gua Selamangleng, ternyata Lembu Peteng masih
belum kembali. Diam2 Nararya mulai cemas "Mudah-mudahan
tak terjadi sesuatu dengan diri kakang Lembu" katanya.
Sambil menunggu, ia menuturkan tentang peristiwa yang
dialaminya malam itu "Jelas gong Prada itu telah berada pada
bekel Sindung. Dia mengutus empat orang pengalasan untuk
mencuri dari candi Simping. Dan ini sesuai dengan keempat
penunggang kuda yang berpapasan dengan aku di jalan itu"
Bekel Saloka mengangguk "Ya. Kini kita sudah memiliki hasil
dari penyelidikan selama ini. Dan jelas bahwa penjahat yang
mencuri benda terbungkus kain hitam itu, tentu juga membawa
gong pusaka itu. Soalnya kini hanya, adakah gong yang di bawa
penjahat itu gong pusaka yang asli atau gong tiruan ?"
"Bagaimana pandangan ki bekel tentang ke empat pengalasan
yang saling bunuh membunuh di lembah Trini Panti itu ?"tanya
Nararya.
Bekel Saloka mengerut dahi "Mereka di kuasai oleh nafsu
serakah hendak mengambil jasa sendiri maka lalu saling bunuh
membunuh."
Nararya gelengkan kepala "Tidak. Bukan ke empat orang itu
yang dikuasai nafsu serakah tetapi adalah bekel Sindung sendiri.
Dialah yang ingin menguasai hasil perplehan yang sangat
berharga sehingga mengatur siasat untuk mengadu domba
mereka agar saling bunuh membunuh. Setelah keempat orang itu
mati, maka hadiah tentu akan dinikmati bekel itu sendiri"
Bekel Saloka mengangguk "Benar, hal itu memang mungkin
terjadi apabila menilik kelicinan cara kerja bekel itu dalam
menjaga Gong Prada"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Maka besok pagi, kita perlu sekali untuk mencari berita


tentang hasil sayembara itu" kata Nararya.
Terdengar kokok ayam hutan bersahut-sahutan. Cahaya fajar
mulai menguak kabut malam. Namun belum juga Lembu Peteng
kembali. Nararya dan bekel Saloka, mulai cemas.
"Adakah benar2 terjadi sesuatu pada diri kakang Lembu
Peteng?" berkata Nararya setelah fajar tiba.
Bekel Salokapun bingung "Peristiwa ini makin lama makin
mencengkam perasaan kita. Kita harus menghadapi berlapis-
lapis kabut rahasia. Aku merasa bingung, raden"
Nararya mengangguk "Ki bekel, untuk mencari sesuatu dalam
air yang keruh, memang sukar. Kita tak melihat apa2, kitapun
bingung. Tetapi apabila air itu sudah mengendap bening, barulah
kita dapat melihat benda yang hendak kita cari itu.”
"Tetapi yang kita cari itu jelas Gong Prada. Kita tak tahu
bahwa suasana tempat gong pusaka itu di sembunyikan, ternyata
keruh dan berkabut sehingga aku merasa bingung" kata bekel
Saloka.
"Benar" sahut Nararya "tetapi biarlah suasana yang keruh,
asal kita jangan ikut terkeruh. Ibarat berjalan di malam gelap,
berbahaya sekali apabila pikiran kita ikut gelap. Adalah dalam
melintas kegelapan itu, kita lebih2 harus tenang hati dan terang
pikiran, ki bekel"
Bekel Saloka mencurah pandang bertanya ke arah pemuda itu
"Menurut raden, apakah sebenarnya peristiwa yang kita hadapi
ini ?"
"Ki bekel" kata Nararya "Marilah kita hampakan pikiran agar
dapat menyatukan diri dengan peristiwa yang kita hadapi.
Pertama sudah jelas bahwa Gong Prada itu di curi oleh bekel
Sindung yang hendak merebut hadiah kenaikan pangkat dalam
sayembara yang diadakan oleh senopati Pangelet. Kedua, apakah
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tujuan senopati Pangelet mengadakan sayembara yang


sedemikian ganjil yalah suatu anjuran kepada prajurit2 Daha
untuk berlomba-lomba mencari pusaka milik, kerajaan Singasari.
Jawaban soal itu, dapat kita sesuaikan keterangan yang ki bekel
peroleh dari prahasti Sarawita, bahwa Daha giat berusaha
membangun pasukan yang kuat. Mereka tak pernah melupakan
dendam kepada Singasari. Dalam hubungan itu, kemungkinan
Gong Prada itu akan diperuntukkan pembangkit dan
menggelorakan semangat perjuangan pasukan Daha ...."
"Tetapi raden, bukankah baginda Kertanagara akan mendapat
laporan tentang hilangnya gong pusaka itu dan tentu akan
memerintahkan untuk mencarinya? Mungkinkah Daha akan dapat
mempertahankan gong' pusaka itu ?" tukas bekel Saloka.
"Itulah sebabnya, ki bekel" jawab Nararya "bahwa sayembara,
itu hanya berlaku di lingkungan anak prajurit Daha dan
merupakan suatu rahasia dalam kalangan pasukan yang tak
boleh dibocorkan keluar. Kemungkinan, pimpinan pasukan Daha
tentu sudah menekankan hal itu kepada setiap prajurit dengan
ancaman pidana yang berat"
"Hem" bekel Saloka mendesah.
"Kemudian tentang tetamu dari Singasari yang diterima
pangeran Ardaraja itu" sambung Nararya pula "ini masih
memerlukan penyelidikan sebelum kita dapat merangkai suatu
kesimpulan. Namun memang agak ganjil rasanya bahwa seorang
prajurit bhayangkara keraton Singasari akan mengunjungi
pangeran Daha itu secara peribadi. Jelas prajurit itu tentu akan
membawa rombongan apabila benar diutus baginda., Hanya ada
dua kemungkinan, dia dikirim oleh seorang mentri tertentu dari
Singasari atau memang atas kehendaknya sendiri"
Bekel Saloka bertanya "Andaikata dia datang atas
kehendaknya sendiri, apakah tujuannya?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Sudah tentu mempunyai tujuan tertentu" jawab Nararya


"kemungkinan besar tujuan itu tentu mengandung sifat yang
mencurigakan"
Bekel Saloka mengangguk.
"Ada suatu perasaan dalam hatiku " kata Nararya pula";
bahwa dalam dua peristiwa itu seperti mempunyai jalinan satu
sama lain. Tetapi baiklah kita tunggu dulu. Hari ini kita harus
membagi tugas pula, ki bekel. Ki bekel yang masuk pura,
mengikuti upacara peperiksaan pasukan Daha dan mencari berita
tentang hasil sayembara itu. Sedang aku hendak mencari kakang
Lembu Peteng"
"Tetapi raden" bekel Saloka agak terkejut "ke manakah raden
hendak mencari ki Lembu ?"
"Pertama, akan kuselidiki adakah tetamu dari pangeran
Ardaraja itu masih berada di Daha. Jika sudah kembali, tentulah
kakang Lembu juga mengikuti perjalanan orang itu. Karena dia
dari Singasari maka akupun hendak menelusur jalan yang
menuju ke Singasari"
Demikian setelah mencapai persepakatan, keduanya lalu
beristirahat. Ternyata sampai surya naik sepengga-lah tingginya,
Lembu Peteng belum juga kembali.
Waktu berkemas hendak berangkat, berkatalah bekel Saloka
"Raden, bagaimanakah usaha raden hendak menyelidiki tentang
tetamu dari Singasari itu ?"
Nararya terkesiap. Memang setelah direnungkan, ia mendapat
kesulitan dalam hal itu: Ia masih asing dengan orang2 Daha. Jika
langsung bertanya kepada portg-gawa keraton, tentu sukar
memperoleh keterangan, bahkan kemungkinan akan dicurigai.
Sedangkan bertanya kepada orang biasa, tak mungkin mereka
tahu.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Menurut pendapatku" kata bekel Saloka "baiklah kita bersama


masuk ke dalam pura. Raden dapat ikut menyaksikan upacara
peperiksaan pasukan itu. Sementara aku hendak mencari
kesempatan untuk mencari kenalan lama, jika terpaksa, aku akan
menemui pahasti Sarawita pula. Karena hanya dialah yang dapat
memberi keterangan yang kita perlukan"
Nararya setuju. Untuk tidak menimbulkan kecurigaan, mereka
hanya berangkat bertiga. Bekel Saloka faham akan keadaan
tempat dalam pura, tetapi Nararya tidak, maka perlu disertai
Pamot yang faham akan jalan-jalan di pura itu.
Alun-alun keraton Daha penuh dengan orang yang ingin
melihat upacara peperiksaan pasukan. Mereka ingin tahu
betapalah kekuatan pasukan Daha saat itu. Nararya, bekel Saloka
dan Pamot menyusup diantara kerumun rakyat yang memenuhi
sepanjang tepi alun-alun.
Terkejut Nararya melihat barisan2 yang dibagi menjadi
beberapa pasukan. Masing2 pasukan membawa pataka dan
panji2, mengenakan seragam yang rapi. Ada pasukan yang
membawa tombak, pasukan bersenjata pedang, pasukan
pemanah dan pasukan yang terdiri dari prajurit2 muda, bertubuh
tegap kekar. Sebuah kelompok prajurit yang disebut barisan
Pininglai atau peniup terompet tanduk, mengiring seorang
prajurit yang membawa panji Merah-putih dengan genderang
dan seruling yang meraung-raung membangkitkan semangat
juang.
Tak berapa lama tibalah delapan orang senopati naik kuda
yang tegar. Seluruh anak pasukan serempak tegak memberi
hormat. Kedelapan senopati yang tampak gagah perkasa di atas
kuda masing-masing, berjajar di hadapan pasukan. Tak lama
kemudian rakyat bersorak gegap gempita ketika sebuah iring-
iringan terdiri dari pangeran Ardaraja yang naik gajah masuk
dengan diiring oleh berpuluh prajurit bhayangkara. Diatas gajah

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

yang berjalan sambil mengobat-abitkan belalainya itu, tampak


pangeran putera mahkota Daha itu makin cakap dan berwibawa.

Seluruh pasukan tegak dengan khidmat ketika gajah yang


membawa pangeran adipati anom itu berjalan, di hadapan
mereka. Tiba2 pangeran itu berhenti di muka barisan pemanah
"Menggala" serunya.
"Hamba,gusti" seorang pengiring yang bertubuh tinggi besar
gagah perkasa segera tampil kehadapan pangeran itu.
"Panggil prajurit pemanah yang di belakang itu” perintah
Ardaraja.
Prajurit tinggi besar itu tak lain adalah bekel Suramenggala,
pengiring peribadi dari pangeran Ardaraja. Bekel yang pernah
beradu kekuatan lawan Nararya ketika rombongan pangeran
Daha itu berburu. Tak lama Suramenggala telah membawa
prajurit pemanah itu ke hadapan pangeran Ardaraja.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Barisan pemanah pasukan Daha diperlengkapi dengan gelang


pada kedua tangannya. Tetapi mengapa engkau hanya memakai
sebuah gelang?" tegur pangeran itu.
Prajurit yang menyanggul perbekalan busur dan anakpanah,
terkejut. Pucat. Lalu memberi hormat "Gelang pada tangan kiri
hamba telah putus ketika berbaris tadi, gusti"
"Dimanakah engkau simpan gelang itu?" seru Ardaraja
meminta bukti. Bergegas prajurit itu mengambilnya dari baju dan
dihaturkan. Gelang itu telah patah dan tak dapat dipakai lagi.
Tiba2 Ardaraja melolos gelang pada tangan kiri dan
diserahkan kepada prajurit itu "Pakailah ini. Ingat, prajurit Daha
harus rapi dan lengkap busana serta kelengkapannya"
Prajurit itu terperanjat dan makin pucat. Ardaraja mengulangi
"Lekas, terima ini"
Mendengar itu barulah dengan tangan gemetar prajurit itu
menerimanya seraya menghaturkan sembah terima kasih. Ia
diperintah kembali ke dalam barisannya.
Sedemikian cara pangeran Daha itu menguasai dan
menundukkan hati prajurit2 kerajaan Daha. Dari senopati sampai
menurun ke prajurit biasa, semua menghormat, tunduk dan setya
kepada pangeran itu.
Ardaraja merupakan buah hati akuwu Jayakatwang, senopati
agung dari pasukan Daha dan tumpu harapan dari para kawula.
Nararya menyaksikan juga semua peristiwa yang terjadi di
alun-alun itu. Diam2 ia memuji akan kecakapan pangeran adipati
anom itu. Bukan saja cakap wajah, pun cakap menanamkan
kewibawaannya pada seluruh prajurit dari pasukan Daha. Iapun
mendapat kesan bahwa Daha benar2 memiliki pasukan yang
besar, tertib dan bersemangat. Tertib, merupakan pertanda dari
latihan2 keprajuritan yang berhasil. Semangat, memancarkan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

jiwa keprajuritan yang siap melaksanakan tugas, membela


negara dan rakyat.
Dalam mengikuti upacara selanjutnya, Nararya makin terkejut.
Karena perintah2 yang diberikan oleh para senopati itu bernada
suatu kesiap siagaan untuk memperkuat Daha, membangun
kerajaan Daha yang pernah jaya pula. Walaupun tidak secara
tegas tetapi Nararya dapat menarik kesimpulan bahwa memang
Daha benar2 mempunyai suatu tujuan besar.
Lewat tengah hari barulah upacara itu selesai, pangeran
Ardarajapun meninggalkan lapangan. Sekonyong-konyong
pangeran itu hentikan gajah tunggangannya, memanggil lurah
Suramenggala dan mengucapkan beberapa perintah.
Suramenggala tak ikut mengiringkan pangeran itu ke keraton.
Barisanpun segera tinggalkan alun2, demikian rakyat yang
mengikuti upacara itu.
Saat itu Nararya dan bekel Salokapun sudah berpencar. Bekel
Saloka mengikuti barisan prajurit. Ternyata prajurit2 itu masuk
kedalam balai prajurit sehingga bekel Saloka terpaksa
melanjutkan perjalanan. Ia hendak mencari pahasti Sarawita
yang diduganya tentu berada di kandang gajah.
Sedang Nararya menuju ke gapura timur. Menurut dugaannya,
tentulah prajurit bhayangkara dari Singasari itu sudah pulang.
Belum berapa jauh ia berjalan tiba2 terdengar derap orang
berjalan cepat dari arah belakang. Dan pada lain saat ia
mendengar orang berteriak "Hai, ki bagus, berhentilah"
Nararya hentikan langkah berpaling "Ah, ki Suramenggala"
serunya ketika melihat orang.
Orang tinggi besar itu menghampiri "Ya. Ternyata engkau tak
lupa kepadaku? Ki bagus, gusti pangeran Ardaraja
mengundangmu ke keraton"
Nararya tersengat kejut "Adakah pangeran telah melihat aku?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Hm" dengus Suramenggala "engkau berada di antara


kerumun orang2 yang menonton di sekeliling alun-alun tadi"
Nararya termenung. Jika ia menolak, sukar untuk memberi
alasan yang dapat diterima. Nyatanya dia terlihat ikut
menyaksikan upacara tadi. Namun jika meluluskan, ia tentu tak
dapat mencari Lembu Peteng. Bahkan mungkin ia akan
menghadapi tawaran Ardaraja untuk bekerja pada Daha. Paling
tidak, waktunya tentu terhambat di keraton.
Hampir Nararya menolak panggilan itu atau tiba-tiba ia
teringat bahwa sebaiknya ia dapat memperoleh keterangan
tentang tetamu dari Singasari itu baru ia mengambil langkah
yang pasti untuk mengejar/ ke Singasari. Akhirnya ia menerima
perintah dari pangeran Ardaraja.
Menilik wajah dan nada kata-katanya, Nararya mempunyai
kesan bahwa lurah prajurit Suramenggala itu masih mendendam
kepadanya. Mungkin kekalahan waktu berkelahi di hutan tempo
hari, tak pernah dilupakan bekel prajurit itu "Ki Sura" seru
Nararya dengan nada ramah "gagah benar tampaknya andika
waktu berbaris tadi"
"Hm, kurasa biasa saja" sahut Suramenggala dingin.
"Ah, ki Sura merendah diri" kata Nararya pula "prajurit2 Daha
rata2 masih muda dan bersemangat dan pasukannya tertib
sekali. Pangeran Ardaraja pandai mengatur bala tentara. Rakyat
Daha gembira dan bangga mempunyai pasukan yang gagah"
"Hm" desus bekel prajurit itu pula,
Nararya menghela napas "Sayang, aku tak memiliki selera
menjadi prajurit"
Suramenggala berpaling, mencurah pandang kearah wajah
Nararya yang saat itu berjalan beriring disampingnya "Aku gemar
berkelana dan suka akan kehidupan bebas" kata Nararya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Ya" kata Suramenggala "memang berat menjadi prajurit itu.


Sewaktu-waktu diperlukan, harus melakukan perintah"
Diam2 tersenyum Nararya dalam hati. Ia tahu bahwa
Suramenggala tidak menyukai kehadirannya sebagai prajurit di
Daha. Mungkin dia kuatir akan mendapat saingan "Tetapi ki Sura
tentu lain" katanya.
"Lain bagaimana?" tanya Suramenggala.
"Ki Sura adalah pengawal yang terkasih dan dipercaya
pangeran Ardaraja. Beda dengan prajurit2 lain" kata Nararya.
"Beda bagaimana ?" ulang Suramenggala "lebih-lebih menjadi
pengiring pangeran Ardaraja, harus mengabdikan seluruh waktu,
tenaga dan pikirannya. Tak jarang aku harus mengiring pangeran
ke daerah2 untuk berburu. Karena harus menjaga
keselamatannya, sering aku kurang tidur. Demikian pula tak
pernah aku mempunyai waktu luang untuk bersenang-senang
diri. Orang mengatakan enak menjadi kepercayaan pangeran,
tetapi aku yang merasakan sendiri, merasa setengah mati"
Kembali Nararya tersenyum dalam hati. Makin jelas
Suramenggala memasang rintangan untuk menghalangi apabila
ia bermaksud hendak menjadi prajurit bhayangkara pangeran
Ardaraja "Adakah ki Sura juga diharuskan berjaga apabila
pangeran menerima tetamu?"
"Bagaimana tidak?" sahut Suramenggala "misalnya kemarin,
sedang aku layap-layap hendak tidur, terpaksa harus bangun dan
menjaga pangeran Ardaraja yang menerima seorang tetamu.
Sampai hampir fajar, baru tetamu itu pulang. Kemudian baru dua
tiga jam pejamkan mata sudah harus bangun lagi karena
bertugas mengiring pangeran yang melakukan peperiksaan
barisan di alun-alun pagi ini"
"O" Nararya mengangguk-angguk kepala. Diam2 ia girang
karena sudah memperoleh keterangan tentang tetamu dari
Singasari itu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Ki bagus masih muda, tampan dan ramah" kata


Suramenggala memuji "tentu banyak orang2 tua dari gadis, yang
menginginkan ki bagus sebagai menantu ...."
"Ah, janganlah ki Sura memuji aku setinggi itu"
"Benar" wajah Suramenggala mengerut kemantapan "aku
sendiri apabila mempunyai anak gadis tentu ingin mengambil ki
bagus sebagai menantu. Tetapi kurasa ki bagus tentu menolak
karena masih banyak dara2 anak orang berpangkat yang
menginginkan engkau"
Nararya tertawa.
"Andai akupun diberkahi dewata dengan wajah setampan ki
bagus, alangkah bahagiaku. Aku tak perlu menjual jiwa sebagai
bhayangkara tetapi sudah dapat menikmati kehidupan yang
senang"
"Ah" kata Nararya "pengabdian ki Sura itu mempunyai nilai
yang mulia dan luhur. Sebagai putera Daha, ki Sura telah
berbakti kepada kerajaan Daha"
"Adakah ki bagus bukan kawula yang tinggal di telatah Daha?"
Nararya gelengkan kepala "Bukan. Kalau tak salah. tempat
kelahiranku itu termasuk telatah Singasari"
"O" seru Suramenggala agak cerah "jika begitu ki bagus harus
membaktikan pengabdian kepada kerajaan Singasari"
Nararya menghela napas "Telah kukatakan, ki Sura. Aku tak
mempunyai minat menjadi prajurit. Baktiku kepada negara
hanyalah aku akan berusaha untuk menjadi seorang kawula yang
baik"
Dalarri bercakap-cakap itu mereka sudah tiba dikeraton.
Nararya dipersilahkan menunggu di pendapa sementara
Suramenggala masuk kedalam untuk menghaturkan laporan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kepada Ardaraja. Tak lama kemudian bekel bhayangkara itu


keluar pula "Ki bagus, pangeran masih berada di Balai Prajurit"
"O" seru Nararya.
"Tetapi pangeran telah meninggalkan perintah, agar ki bagus
menunggu di ruang kediaman pangeran. Mari kubawa engkau
kedalam" kata Suramenggala. Nararya mengikutinya.
Ardaraja mendiami sebuah bangunan tersendiri. Letaknya di
sisi kanan dari keraton. Tempat kediaman pangeran itu amat
indah dan mewah. Sebuah taman yang penuh bunga-bunga
mekar dan kolam yang ditengahnya dihias dengan arca bidadari
sedang bercengkerama mandi dipancuran, makin
menyemarakkan gedung kediaman sang pangeran.
"Ki bagus" kata Suramenggala setelah berada di serambi
"tunggulah disini. Aku hendak menyusul pangeran di Balai
Prajurit"
Nararya terpaksa mengangguk. Dan Suramenggala pun segera
tinggalkan tempat itu. Seorang diri berada dalam istana seorang
pangeran, timbullah berbagai kesan dalam hati Nararya.
Dalam gedung pangeran itu, suasananya tenang dan
menyedapkan. Sekeliling pandang mata, selalu bersambut
dengan hiasan2 yang indah, taman bunga yang asri, arca2 yang
seolah hidup buatannya. Serba indah serta mewah. Namun ada
suatu perasaan lain dalam hati Nararya, disaat teringat akan
suasana di pondok pertapaan resi Sinamaya di gunung Kawi.
Suasananya di pertapaan itu tenang juga tetapi tak seindah
seperti gedung ke diaman pangeran Ardaraja, Namun dalam
menghayati ketenangan itu, ada dua macam rasa dalam
perasaan Nararya. Ketenangan dalam gedung kediaman
pangeran Daha itu berselumbung keindahan dan kemewahan.
Menimbulkan suatu rangsang nikmat pada sifat2 keduniawian.
Sedang ketenangan dalam pondok pertapaan gurunya,
mengandung rasa teduh dan jernih. Jernih dari rasa keduniawian.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

.Air yang mancur dari bokor yang dikempit oleh patung


bidadari yang melambangkan air Tirta Amerta, mencuatkan
hamburan percik air yang indah teratur atau keindahan yang
teratur. Tidaklah sama dengan air terjun yang berada
dipertapaan gunung Kawi. Air mengalir bebas, menunggal kodrat
dengan alam sekelilingnya. Burung2 di sangkar yang menghias
taman sari kediaman pangeran itu, pun sahut menyahut seolah
berlomba mera perdengarkan bunyi yang merdu. Suatu
perlombaan untuk memikat hati yang memeliharanya. Beda
dengan burung2 yang berkeliaran bebas di alam pegunungan
tempat pertapaan resi Sinumaya. Mahluk2 yang dikarunia sayap
itu dapat menikmati karunia dewata, terbang bebas dicelah-celah
kerimbunan daun dan buah. Berkicau riang gembira
mendambakan puja syukur kepada Hyang Batara Agung atas
kerunia alam yangindah dan subur untuk kehidupan mereka.
Sama2 berkicau, namun beda makna burung2 pemeliharaan
keraton Daha yang tinggal di sangkar emas, dengan burung2
yang hidup bebas di alam pegunungan.
Saat itu menjelang rembang petang. Suasana taman
kediaman pangeran Ardaraja itupun mulai meremang dan makin
sunyi. Nararya masih duduk disebuah bangku batu yang
menghadap ke kolam. Pikirannya terhanyut dalam keheningan
alam, Ikan2 dalam kolam dilihatnya sudah mulai mengendap
kebawah batu2, bunga-bungapun mulai menguncup. Sekonyong-
konyong ia terkejut sekali ketika pandang matanya gelap. Ia tak
dapat melihat apa2 lagi. Dunia ini serasa gelap.
Aneh, pikirnya. Pada hal jelas baru beberapa kejap yang-lalu
ia masih melihat taman dan kolam yang indah. Masih merasa
bahwa hari belum sangat gelap, Tetapi mengapa tiba2 matanya
sedemikian gelap. Adakah tiba2 ia menjadi buta ?
Karena beberapa saat tetap belum juga ia dapat melihat apa2,
akhirnya ia menggerakkan tangan merabah matanya. Ah....
kejutnya makin mendebar manakala tangannya menyentuh suatu

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

benda yang halus2 lunak, hangat2 kuku suam. Belum sempat ia


menerka benda apa yang dijamahnya itu, tiba2 ia terpagut kejut
ketika mendengar lengking suara yang sedap "Kangmas, engkau
membohongi aku, ya ?
Serasa berhenti debar jantung Nararya demi mendengar kata2
itu. Jelas suara itu dari seorang anak perempuan. Tetapi siapa ?
Mengapa berani benar anak parempuan itu mendekap kedua
matanya dengan tangannya yang halus. Ya, kini baru ia
menyadari apa sebab tiba2 matanya tak dapat melihat apa2. Ia
heran mengapa ia tak mendengar langkah dara itu
menghampirinya. Ah, segera ia teringat bahwa tadi pikirannya
sedang melayang terbawa lamunan dan kenangan. Sedemikian
lelap pikiran dan perhatiannya sehingga ia tak mendengar
langkah dara itu,
"Eh, kakangmas, mengapa engkau diam saja? Bukankah
engkau menjanjikan kepadaku untuk membawa seekor anak
macan mana sekarang?"
"Huh, uh ...." Nararya gelagapan tak tahu bagaimana harus
menjawab.
"Eh, kakang mas Arda, mengapa hari ini engkau termenung-
menung seperti orang yang kehilangan semangat ?" kembali dara
itu berseru.
"Maaf....."akhirnya Nararya dapat juga memaksa mulutnya
meluncur kata,
"Maaf?" ulang dara itu agak terkejut "aneh, aneh benar.
Mengapa engkau meminta maaf, kakangmas?"
"Tolong .... lepaskan dulu ... eh, mataku..."
"Tidak" lengking dara itu pula "jika engkau tak memenuhi
janjimu membawakan seekor anak macan untukku, takkan
kulepaskan tanganku. Engkau mau memenuhi janji atau tidak?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Hati Nararya sibuk bukan kepalang. Bagaimana ia harus


memberi jawaban. Namun apabila tak mau menjawab, kedua
matanya tentu masih didekap tangan dara itu. Pikirnya baiklah ia
meluluskan janji agar ia dapat berhadapan dan mengetahui siapa
dara itu. Hampir terluncur kata2 dari mulutnya atau tiba2 ia
teringat akan kata2 dara itu yang menyebut dirinya dengan
kakangmas Arda. Bukankah pangeran Ardaraja yang
dimaksudkan? Jika demikian bukankah dara itu puteri akuwu
Jayakatwang atau adik dari pangeran Ardaraja? Ah, gemetarlah
mulutnya sehingga kata2 yang siap dilontarkan itu tersekat dalam
kerongkongannya, kemudian terhanyut dengan air liur yang
menggelombang masuk kedalam kerongkongan.
"Kakang mas, mengapa engkau diam saja?" kata dara itu agak
kurang senang.
"Tuan .... puteri ....hamba ...."
"Eh, makin aneh sekali tingkah lakumu, kakangmas. Mengapa
engkau memanggil aku tuan puteri dan menyebut dirimu dengan
hamba?"
Sesungguhnya sedap rasanya didekap oleh sebuah tangan
yang halus seperti yang dialami saat itu. Hidungnya terbaur
dengan bau harum yang menyerbak dari tangan itu. Tetapi ia
merasa kurang susila apabila peristiwa itu diketahui orang,
terutama pangeran Ardaraja yang mungkin akan menjelang
pulang "Tuan puteri, hamba bukan pangeran Ardaraja ...."
akhirnya diberanikan juga hatinya untuk mengucapkan kata-kata.
"Hah ?" dara itu berseru kejut seraya lepaskan dekap
tangannya "engkau bukan ...."
Nararya cepat berputar tubuh, sehingga dara itu terkerat kata-
katanya. Keduanya terbeliak dan terkesiap. Di hadapan Nararya,
tegak seorang puteri yang cantik, tengah memandangnya dengan
Iongong kejut dan heran, kemudian wajahnya bertebar merah

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

karena malu "Engkau .... siapa?" sesaat kemudian puteri itu


menegurnya.
"Hamba Nararya, gusti" kata Nararya seraya memberi hormat
"hamba mohon maaf karena kekurang susilaan hamba kepada
gusti"
Wajah cakap dari Nararya yang memancarkan cahaya
keturunan darah priagung, telah menimbulkan kesan yang
mempesona hati puteri itu. Budi bahasa yang halus dalam
rangkaian kata2 yang rendah hati dan penuh susila, makin
mencengkam perasaan puteri cantik itu "Ki sanak, engkau tak
bersalah ...." puteri itu tersipu-sipu malu.
Tak kurang pula daya pesona yang mengikat hati Nararya
ketika memandang wajah puteri itu. Seorang puteri yang cantik,
dalam usia remaja yang sedang mekar, makin memancarkan
kecantikan dari wajahnya yang berseri-seri gemilang. Suatu sifat
dari puteri2 keraton dan keturunan priagung. Namun segera ia
tundukkan kepala tak berani beradu pandang mata. Ia menyadari
hal itu kurang susila dan tak layak "Gusti, hamba memang
bersalah karena hamba telah menyebabkan gusti menyangka
hamba sebagai pangeran Ardaraja"
"Tidak" puteri itu menolak "engkau tak bersalah. Yang
bersalah adalah aku sendiri ...."
"Ah, gusti" Nararya tetap merasa bersalah "jika hamba tak
berada disini, bukankah gusti takkan menyangka hamba sebagai
pangeran Ardaraja ? Kesalahan hamba berada disinilah yang
menyebabkan hal itu, gusti. Maka hamba tetap merasa bersalah
dan mohon ampun"
Puteri itu tak mau berbantah. Ia melihat kekerasan kepala
pemuda itu namun ia menyukai kejujurannya.
"Mengapa engkau berada di taman kediaman kakangmas
pangeran?" kata puteri itu.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Hamba telah mendapat titah dari pangeran agar menghadap.


Tetapi saat ini pangeran masih berada di balai prajurit dan
hamba diperintahkan menunggu di sini oleh ki bekel
Suramenggala"
"Di manakah kakangmas pangeran berkenalan dengan
engkau?" tanya puteri itu pula.
Dengan singkat Nararya menuturkan tentang perkenalannya
dengan pangeran Ardaraja ketika pangeran itu Sedang berburu di
hutan.
"O" seru puteri itu "benar, benar. Kakangmas Arda memang
pernah bercerita tentang seorang pemuda yang karena salah
faham telah berkelahi dengan paman Suramenggala dan paman
Suramenggala kalah ..."
Agak lancar mulai bicara puteri. Rupanya sang puteri memang
peramah dan periang, masih bersifat kekanak-kanakan.
"Ah, bagaimana mungkin ki lurah Suramenggala kalah dengan
diri hamba, gusti. Dia mengalah" ucap Nararya dengan rendah
hati.
"Kakangmas Arda juga mengatakan bahwa dia senang
kepadamu dan minta engkau bekerja di keraton ini. Benarkah?"
"Benar, gusti"
"Mengapa engkau menolak?" tanya puteri itu.
Nararya menghela napas pelahan. Ia mendapat kesan bahwa
puteri itu amat ramah. Tentu menyinggung perasaannya apabila
ia mengatakan menolak tawaran pangeran Ardaraja itu "Ah,
gusti, hamba bukan menolak ..."
Cerah wajah puteri itu ketika mendengar kata2 Nararya dan
cepat ia menukas "Jadi engkau menerima tawaran kakangmas,
bukan?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dari nadanya, jelas puteri itu merasa gembira apabila dia mau
bekerja di keraton Daha. Mengapa? Ah, ia sendiri tak tahu,
karena baru saja berkenalan dengan puteri. Itupun karena salah
sangka.
"Sungguh tak terperikan terima kasih hamba atas kebaikan
pangeran Ardaraja" katanya "seharusnya hamba ingin membalas
budi kebaikan pangeran. Tetapi sayang hamba masih sedang
melakukan perintah ayah hamba. Kepada pangeran, hambapun
telah menghaturkan keterangan bahwa setelah hamba selesaikan
menunaikan perintah ayah hamba, hamba baru dapat menerima
tawaran pangeran"
"O" desuh puteri agak kecewa "apakah perintah dari
ayahmu?"
Diam2 terkejut Nararya atas pertanyaan puteri itu. Bukankah
kurang layak apabila seorang dara mendesakkan keinginan
tahunya akan urusan seorang pemuda? Tidakkah hal itu
melampaui batas2 kesusilaan? Hampir saja ia menarik suatu
kesimpulan tentang diri puteri itu tetapi pada lain saat ia teringat
bahwa yang dihadapinya saat itu bukan seorang dara biasa
melainkan seorang puteri keraton Daha. Seorang puteri dari
akuwu Jayakatwang. Dan tentulah puteri itu menganggap dirinya
seorang pemuda dari kalangan rakyat sehingga batas kesusilaan
itu terhapus oleh hak yang diwenangkan bagi seorang puteri raja
terhadap seorang kawula. Nararya mengangguk dalam hati.
"Aku adik pangeran Ardaraja. Rama prabu menganugerahkan
nama, Dyah Nrang Keswari kepadaku" tiba2 puteri itu memberi
keterangan tentang dirinya. Rupanya karena melihat sampai
beberapa saat Nararya diam saja, ia menduga mungkin pemuda
itu masih meragukan siapa dirinya. Dengan keterangan itu,
dapatlah keraguan Nararya terhapus dan menimbulkan suatu
kewajiban bagi pemuda itu untuk menghaturkan jawaban.
"Ayah hamba mengutus hamba untuk mencari paman hamba
yang tinggal di Wengker. Tetapi ternyata paman telah pindah ke
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Singasari. Terpaksa hamba harus mencarinya ke Singasari,


mudah-mudahan dia masih tinggal di Singasari dan tak pindah ke
lain daerah lagi" akhirnya Nararya merangkai suatu keterangan.
Wajah putri Dyah Keswari tampak bertebar cerah pula
"singasari tak jauh dari Daha. Tentu dalam waktu yang tak lama,
urusanmu itu akan selesai"
"Hamba harap mudah-mudahan demikian,gusti"
"Dan engkau tentu akan menetapi janjimu untuk mengabdi
sebagai bhayangkara keraton Daha, bukan?"
Nararya menghela napas dalam hati, namun ia menjawab juga
"Semoga tiada aral melintang pada janji hamba itu, gusti"
Puteri Keswari diam beberapa jenak. Kemudian berkata "Ki
sanak, engkau berhutang kepadaku"
"Hutang" Nararya terkejut tetapi tiba2 ia teringat akan janjinya
itu "tentang janji itu, gusti ?"
"Bukan" sahut Dyah Nrang Keswari. Nararya mernbeliak mata
"Lalu hutang apakah yang gusti maksudkan ?"
"Aku telah memberitahukan namaku tetapi engkau belum.
Apakah itu bukan hutang ?"
Nararya terpaksa tertawa walaupun harus ditekan nadanya
"Jika gusti puteri menitahkan demikian .."
"Aku tidak meminta atau menitahkan" tukas puteri "melainkan
mengingatkan engkau akan suatu kesusilaan bahwa kepada
orang yang telah memberitahukan namanya harus kita balas
dengan memberitahukan nama kita juga"
Diam2 Nararya mempunyai kesan bahwa dara puteri dari
akuwu Jayakatwang itu selain cantik juga cerdas dan lincah
bicara "Hamba bernama Nararya, gusti. Mungkin tadi hambapun
telah memperkenalkan nama hamba. Paduka lupa barangkali"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dyah Nrang Keswari gelengkan kepala "Tidak, aku tidak lupa


hanya kurang jelas."
Nararya tersipu-sipu.
"Ki Nararya" tiba2 puteri Keswari berkata pala "hari sudah
malam, engkau tentu belum makan. Mari ketempat kediamanku
dikeputren. Akan kutitahkan menyediakan hidangan"
Nararya terkejut sekali la tak pernah menduga akan menerima
perintah sedemikian. Ingin juga ia menikmati hidangan keraton
yang tentu lezat rasanya. A-palagi ia memang lapar. Tetapi tiba2
ia teringat bahwa seorang ksatrya harus dapat menahan lapar
"Terima kasih, gusti. Hamba mohon maaf, bukan karena
bermaksud menolak kebaikan paduka, tetapi hamba sudah
makan"
"Jangan engkau menolak kehendakku ini, ki Nararya" kata
Dyah Nrang Keswari.
"Tetapi hamba takut kepada pangeran Ardaraja dan sang
prabu, gusti"
Dyah Nrang Keswari kerutkan sepasang alisnya yang indah
lalu berkata dengan nada sarat "Ki Nararya, aku memerintahkan
engkau ke keputren. Ini perintah, bukan tawaran"
"Tetapi gusti ..."
"Murka kakangmas dan rama prabu, aku yang menyelesaikan"
kata puteri itu lalu ayunkan langkah berjalan mendahului.
Nararya bimbang Ragu. Apabila ia menolak, puteri Kiswari
tentu murka. Namun apabila ia menurut, banyak bahaya yang
harui dihadapi. Tentu suatu larangan yang terancam pidana berat
apabila seorang pria masuk ke keputren keraton. Namun ia
mendengar jelas bahwa puteri itu akan menanggung semua
kemurkaan pangeran Ardaraja dan prabu Jayakatwang. Terpaksa
ia beranjak dari tempat duduk dan mengikuti langkah putri
Keswari.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Walaupun dalam lingkungan keputren, tetapi putri Keswari


juga berdiam disebuah gedung sendiri. Sudah tentu ruang
kediaman sang puteri itu lebih indah dan semarak daripada
gedung kediaman pangeran Ardaraja. Ruang muka merupakan
sebuah pendapa tempat peranginan. Disitulah Nararya
dipersilahkan duduk.
Nararya geleng2 kepala dan menghela napas dalam hati. Ia
heran mengapa tak putus-putusnya pengalaman aneh selalu
merundung dirinya. Dan pengalaman2 itu tak hanya harus
menghadapi lawan2 yang digdaya dan perkasa, pun juga harus
menghadapi wanita2 cantik. Adakah hidup seorang ksatrya itu
memang harus demikian? Atau adakah hal itu disebabkan karena
ia memiliki wajah yang tampan? Ah, jika memang benar begitu,
tidakkah ia harus merasa bahwa wajah tampan itu kurang
membahagiakan? Bahagia dalam arti kata ketenteraman dan
ketenangan hati sehingga dapat melaksanakan setiap tujuan
yang dicita-citakan. "Bahagia dalam segi2 petualangan sebagai
seorang ksatrya muda,memang dapat menimbulkan rasa iri pada
para muda yang kurang beruntung tak memiliki wajah tampan.
Tetapi tidakkah segala petualangan itu mengandung suatu
bahaya ?”
Nararya tersentak dari lamunan ketika dua orang dayang tiba
dengan membawa penampan berisi hidangan yang mengejutkan
hatinya. Ia tak tahu apa nama hidangan yang jangankan pernah
memakan, melihatpun belum jua. Sementara dayang yang
seorang menghaturkan minuman tuak brem yang sedap dan
harum "Ki bagus, gusti puteri sedang siram dan ganti busana. Ki
bagus supaya mendahar hidangan ini"
Nararya lagi2 bingung. Jika ia memakan hidangan itu,
mungkin akan menimbulkan kesan kurang tata tak tahu susila.
Paling tidak akan dianggap orang yang rakus makan. Namun jika
tak memakan, iapun kuatir puteri akan marah lagi. Bukankah

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

puteri sudah menitahkan kedua dayang supaya mempersilahkan


makan ?
Akhirnya ia mengambil jalan tengah. Ia mulai makan tetapi
pelahan-lahan agar pada saat puteri hadir, ia masih belum selesai
sehingga masih sempat untuk mengucapkan kata2 terima kasih
dan menghaturkan tawaran. Demikian mulailah ia memakannya.
Ketika mencicipi hidangan yang mirip dengan rebung tetapi halus
dan lunak sekali, ia merasa lezat sekali "Benarkah rebung
hidangan ini?" pikirnya seraya mengamati sampai beberapa saat.
Namun tetap ia tak tahu. Kemudian iapun menuangkan guci
berisi tuak brem. Ah, nikmat dan harum sekali rasanya.
Semangatnya terasa segar, nafsu makanpun bangkit.
Sesaat perhatiannya tertumpah pada hidangan dan minuman
sesuai dengan seleranya itu, sekonyong-konyong ia mendengar
derap langkah orang bergegas tiba. Ketika ia berpaling "Hai,
berani benar engkau menyelundup kedalam keputren! Siapa
engkau, pemuda liar!" seru orang itu.
Nararya terkejut sekali sehingga tuak yang berada dalam
mulutnya itu tertumpah keluar. Yang muncul dan yang
mendamprat itu seorang pemuda gagah mengenakan busana
indah. Belum sempat Nararya memberi keterangan, pemuda
yang gagah itu loncat menerjang, menghantam dadanya.
Nararya terkejut sekali. Tak sempat ia menangkis ataupun
menghindar. Dalam keadaan terdesak ia hanya mampu mengisar
tubuh, memberikan bahu sebagai perisai daripada dadanya. Duk
pukulan pemuda gagah itu tepat menghantam pada bahu
Nararya. Kemarahan pemuda itu ditumpahkan dalam pukulannya
yang amat keras sehingga Nararya terhuyung-huyung ke
belakang, membentur tiang.
Pemuda itu masih belum puas. Rupanya ia ingin
menghancurkan kepala Nararya. Serentak ia mencabut bindi dan
loncat menghantam kepala Nararya, brak ... Walaupun masih
dicengkam rasa kejut dan sakit, namun masih sadar juga pikiran
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya apa yang mengancam dirinya saat itu. Cepat ia


menyelinap ke samping.
"Kakangmas Natpada!" tiba2 terdengar lengking suara puteri
Keswari berteriak kejut.
Pemuda gagah itu terkejut juga dan berpaling memandang
puteri Keswari "Yayi Keswari tunggu kubunuh dulu keparat itu!"
Pemuda yang disebut Natpada itu terus hendak menyerang
Nararya lagi tetapi saat itu, puteri Keswari memekik marah
"Kakangmas Natpada, berhenti!"
Kali ini seperti tersambar halilintar kejut pemuda bernama
Natpada ketika mendengar lengking teriak puteri Keswari yang
murka. Ia hentikan gerakannya dan berpaling "Bukankah keparat
itu hendak mengganggu, yayi ?"
"Tidak!" teriak puteri masih bernada murka "dia bukan
bermaksud jahat. Aku yang mengundangnya kemari"
"Engkau yayi?" Natpada terbelalak "mengapa?"
"Aku hendak menjamunya" seru puteri.
Natpada makin tercengang kemudian pandang matanya
mencurah pada hidangan tadi "Engkau memberinya hidangan
palapa yang semulia itu kepadanya, yayi?"
Puteri Keswari memberi jawab dengan pandang mata.
"Siapa dia, yayi?" seru Natpada.
"Engkau tak perlu tahu. Pokok, dia adalah tetamu yang
diundang kakangmas Ardaraja"
Natpada terkejut tetapi cepat ia bertanya pula
"Apabila tetamu dari kakangmas pangeran, mengapa berada
di keputren sini?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Kakangmas Natpada, siapakah yang melarang aku


mengundang tetamu ?" balas puteri Keswari.
"Tetapi yayi" bantah Natpada "aku telah ditugaskan paman
prabu untuk mengepalai pasukan bhayangkara penjaga keraton.
Keputren termasuk bagian keraton yang menjadi tanggung
jawabku. Bila terjadi sesuatu, paman prabu tentu akan
menghukum aku"
"Tetapi aku tak merasa terganggu dan nyatanya tak kurang
suatu apa. Mengapa engkau menyibukkan dirimu sendiri?"
Natpada yang ternyata menjabat sebagai pasukan
Kalanabhaya atau bhayangkara keraton, terkesiap mendengar
jawab puteri yang bernada menusuk telinga itu
"Yayi, keputren, merupakan bagian keraton Daha yang paling
gawat dan terlarang. Tanpa idin, tiada sembarang orang dapat
masuk. Bagaimana apabila paman prabu sampai mendengar
peristiwa ini ?"
Puteri Keswari tak mundur atas gertakan halus dari kepala
Kalanabhaya itu "Rama prabu belum mendengar, silahkan
kakangmas menghadap dan menghaturkan laporan tentang
peristiwa ini"
"Tetapi engkau, yayi ?"
"Aku dapat bertanggung jawab atas diriku dan atas peristiwa
ini dihadapan rama prabu"
"Ah ...." Natpada mengeluh. Belum sempat ia bicara, tiba-tiba
muncul lurah Suramenggala. Melihat puteri Keswari dan Natpada,
tergopoh memberi hormat.
"Mengapa engkau kemari, Suramenggala?" tegur Natpada.
"Hamba diutus pangeran untuk mencari anak muda itu, raden"
sahut Suramenggala.
"O, apakah dia memang dipanggil kakangmas pangeran?"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Suramenggala mengiakan.
"Dia memang disini, diundang oleh yayi Keswari dan dijamu
dengan hidangan istimewa. Palapa, kegemaran kakangmas
pangeran itu, dihidangkan juga kepadanya"
"O" Suramenggala hanya mendesuh karena ketika pandang
matanya beralih kearah puteri, tampak puteri itu masih marah
"raden, mohon diperkenankan hamba untuk menghadapkan
pemuda itu kepada gusti pangeran"
"Bawalah" seru Natpada.
"Ki bagus, mari, gusti pangeran sedang menunggumu" seru
Suramenggala. Dan Nararyapun segera menghampiri.
"Berhenti" tiba2 puteri Keswari berteriak sehingga
Suramenggala dan Nararya terhenti "hai, Suramenggala, berani
benar engkau menghina aku!"
Pucat seketika wajah Suramenggala ketika mendengar
dampratan itu "Hamba tidak merasa menghina paduka, gusti"
sahutnya gopoh.
"Hm" desuh puteri "tahukah engkau siapa yang memiliki ruang
keputren ini?"
"Paduka, puteri"
"Mengapa engkau berani membawa seorang yang kuundang
kemari tanpa meminta persetujuanku ?"
Suramenggala yang bertubuh tinggi besar gagah perkasa,
gemetar saat itu "Hamba .... hamba telah memohon perkenan
dari raden Natpada"
"Itu hak kakangmas Natpada untuk mengidinkan tetapi
akupun berhak untuk melarang. Ruang ini adalah milik
kekuasaanku"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Natpada dan Suramenggala tertegun. Demikian pula Nararya.


Tak pernah diduganya bahwa sampai sejauh itu puteri Dyah
Nrang Keswari bertindak untuk melindungi dirinya. Diam2 ia
girang namun kegirangan itupun cepat mengumandangkan guruh
yang menggetarkan hatinya. Tidakkah mengandung suatu
maksud, puteri itu hendak melindungi dirinya ? Sebagai seorang
anakmuda yang masih berdarah muda, berperasaan remaja dan
berhati gelora ia segera membayangkan sesuatu dalam alam
pikiran kaum muda remaja.
Bertanyalah Nararya dalam hatinya. Mengapa ia berani
melindungi Mayang Ambari, puteri lurah Jenangan itu? Bukankah
ia merasakan suatu ketidak-adilan apabila dara secantik itu harus
dipersunting secara paksa oleh tumenggung ataupun patih
Matahun yang sudah tua? Bukankah perasaan tak adil itu timbul
karena seorang dara yang masih remaja dan cantik, seharusnya
berpasangan dengan seorang pria muda yang cakap, bukan
dengan seorang tua yang layaknya menjadi ayah dari dara itu?
Kemudian ia menuntut dan menuduh kepada dirinya sendiri
bukankah sebenarnya dalam hati kecilnya ia suka juga akan
Mayang Ambari itu?
"Ah, aku tak dapat membohongi perasaan hatiku sendiri"
akhirnya ia terpaksa harus mengaku. Jika demikian, tidakkah
serupa itu keadaan puteri Keswari terhadap dirinya saat itu? "Ah"
ia menghela napas dalam hati. Betapa bahagia dan senang
hatinya apabila mendapat jodoh seorang puteri raja yang cantik
dan cerdas seperti Dyah Nrang Keswari itu. Bukankah ia akan
bergelimangan dalam kenikmatan hidup. Ia akan dipuja dan
dihormati oleh seluruh kawula Daha.
Hati yang mengulum senyum itu segera tergetar oleh percikan
sinar cahaya yang membias pikirannya. Bukankah tujuannya ke
Daha itu hendak membantu orang Lodoyo mencari Gong Prada
yang hilang? Bukankah masuknya ke pura Daha pada pagi tadi
karena hendak mencari jejak Lembu Peteng yang menghilang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

itu? Bukankah ia masih mempunyai suatu tujuan, bertapa di


makam Kagenengan, yang belum terlaksana? Dan bagaikan
halilintar meletus, terbukalah seketika gerbang hatinya bahwa dia
adalah keturunan rajakula kerajaan Singasari. Dia harus
mengabdi kepada kerajaan Singasari. Mengapa semudah itu
terpincut hatinya kepada seorang puteri cantik?
"Duh, guru yang hamba hormati. Maafkan kelemahan hati
hamba" diam2 ia mengucap doa penyesalan tertuju kepada resi
Sinamaya dipertapaan gunung Kawi.
Selekas terbuka pikirannya, selekas itu pula ia membuka mulut
"Gusti puteri, ki Sura hanya melaksanakan titah gusti pangeran
Ardaraja. Yang salah adalah hamba, mengapa dititahkan
menunggu di kediaman pangeran tetapi ternyata berada disini.
Hamba mohon gusti berkenan mengidinkan hamba untuk
menghadap gusti pangeran agar pangeran tak murka kepada
hamba"
Cerah pula wajah dan nada kata2 yang dilantangkan Dyah
Nrang Keswari kepada Nararya "Baiklah. Apabila kakangmas
Ardaraja marah, katakanlah aku yang mengundangmu kemari.
Jika kakangmas tak percaya, aku akan datang kepadanya"
Setelah memberi hormat, Nararya dan Suramenggala. segera
melangkah keluar. Dalam perjalanan menuju ke tempat
kediaman pangeran Ardaraja, Suramenggala bersungut-sungut
"Adalah gara-garamu, maka puteri sampai mendamprat aku"
"Maaf, ki lurah. Sesungguhnya akupun tak mau tetapi, puteri
telah memaksa aku makan"
"Hm, enak juga engkau makan hidangan palapa itu" kata
Suramenggala setengah iri "Engkau tahu hidangan itu hanya
didahar oleh baginda, pangeran dan para priagung. Entah
bagaimana nanti pangeran Ardaraja apabila mendengar engkau
makan hidangan yang menjadi kegemarannya itu"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Mudah-mudahan pangeran dapat memaklumi keadaanku"


kata Nararya "namun apabila pangeran menjatuhkan pidana,
akupun menerima saja karena memang aku bersalah"
"Apakah raden Natpada tadi tak marah kepadamu?" tanya
Suramenggala pula.
"Marah sekali bahkan telah memukulku"
"O, tentu saja" kata Suramenggala dengan gembira "jika
puteri tak cepat datang, mungkin engkau tentu dibunuhnya"
"Ya, benar" kata Nararya "siapakah raden itu, ki lurah ?"
"Dia bernama raden Kuda Natpada, seorang kemanakan" dari
gusti ratu, permaisuri sang prabu Jayakatwang. Dia diangkat
sebagai kepala Kalanabhaya yang menjaga keamanan keraton
oleh sang prabu"
"O" desuh Nararya "bukankah ki Sura ini juga seorang lurah
bhayangkara keraton?"
Suramenggala mengangguk "Pasukan bhayangkara keraton
Daha dibagi dua, luar dan dalam. Raden Kuda Natpada
mengepalai pasukan bhayangkara dalam, sedang aku
bhayangkara luar. Tetapi kemudian aku khusus ditugaskan untuk
menjadi pengawal pendamping pangeran Ardaraja"
"O” desus Nararya.
"Engkau tahu apa sebab raden Natpada sangat marah
kepadamu?" tanya Suramenggala pula.
"Ya" sahut Nararya "aku memang bersalah karena berani
masuk ke keputren"
"Itu sebab pertama" kata Suramenggala "masih kurang
penting, apalagi engkau diundang oleh gusti puteri"
"Lalu apa ?" Nararya kerutkan dahi.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Sebab kedua dan ini yang pokok" kata Suramenggala "bahwa


raden Kuda Natpada itu memang menaruh hati kepada puteri
Keswari. Rupanya gusti ratupun merestui hal itu. Maka dapat
dimaklumi, apabila raden Natpada hendak membunuhmu”
Nararya berseru kejut "tetapi akupun tak berani mengandung
setitik perasaan apa2, terhadap gusti puteri"
"Mana raden Natpada tahu hatimu" seru Suramenggala
"melihat sikap puteri yang jelas memberi hati kepadamu, tentu
saja raden Natpada makin marah dan menumpahkan dendamnya
kepadamu"
Nararya tertegun. Sesaat kemudian ia mengangguk "Ya, aku
memang bersalah. Apabila ada kesempatan bertemu, aku akan
memberi penjelasan dan memohon maaf kepada raden Natpada"
Dalam pada bicara itu tibalah mereka di tempat kediaman
pangeran Ardaraja. Pangeran menyambutnya dengan gembira,
dan mengajaknya masuk bercakap-cakap.
"Sura, mengapa lama benar engkau menjemput Nararya ini"
sebelum melangkah masuk, pangeran menegur Suramenggala.
Suramenggala segera melaporkan apa yang telah terjadi di
keputren "Hampir saja ki bagus ini dibunuh raden Natpada"
katanya mengakhiri laporan.
"Hm" desuh Ardaraja "engkau jaga diserambi. Aku akan
bercakap-cakap dengan Nararya" katanya seraya melangkah
masuk.
"Bagaimana asal mula puteri Keswari memanggilmu ke
keputren" tanya Ardaraja setelah mereka berdua dalam sebuah
ruang.
Nararya segera menuturkan apa yang dialaminya selama
menunggu pangeran itu tadi "Hm" Ardaraja geleng2 kepala
"puteri itu memang masih kekanak-kanakan. Apabila tak

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kuberikan apa yang telah kujanjikan kepadanya, dia tentu marah


atau menangis seperti anak kecil"
Diam2 Nararya bersyukur bahwa pangeran itu tak mau
memperpanjang peristiwa di keputren "Nararya" katanya beralih
nada dan pembicaraan "bagaimana dengan dirimu? Apakah
urusanmu sudah selesai?"
"Belum raden" sahut Nararya lalu merangkai cerita bahwa
orang yang hendak dicarinya itu sudah! tak berada di Wengker.
Menurut keterangan tetangganya, dia sudah pindah ke Singasari,
mungkin ke lain daerah.
Mendengar itu berserilah wajah Ardaraja "Dengan begitu
engkau tentu harus mencarinya ke Singasari?"
"Hamba terpaksa melaksanakan perintah ayah hamba, raden"
kata Nararya.
”Dan engkau belum memikirkan permintaanku kepadamu
supaya bekerja pada Daha?"
Nararya meminta maaf karena soal itu ia harus meminta idin
dari orangtuanya lebih dahulu. Sesungguhnya berat rasa hatinya
meninggalkan orangtuanya yang sudah tua.
"Baiklah, Nararya" kata Ardaraja "aku senang mengetahui
engkau seorang putera yang baik, berbakti kepada orangtua.
Nararya, aku ingin bertanya kepadamu. Jawablah dengan
sungguh2"
"Baik, raden"
"Andaikata engkau dapat melakukan, maukah engkau
mengabdikan tenagamu kepada Daha?"
Terkejut hati Nararya mendapat pertanyaan semacam itu. Jika
ia mengatakan tidak, tentulah urusan akan berkelarutan,
mungkin banyak kesulitan yang harus dihadapinya selama berada

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

di Daha itu. Namun jika mengatakan bersedia, tidakkah hal itu


bertentangan dengan tujuannya?
"Telah hamba haturkan tadi, raden. Bahwa kesemuanya itu
tergantung dari keputusan orangtua hamba"
"Ya. Itu apabila kuminta engkau mengabdi kepada kerajaan
Daha, memang engkau harus menunggu persetujuan
orangtuamu. Tetapi yang akan kuminta saat ini, hanyalah
sekedar bantuan tenagamu. Suatu bantuan yang tentu mampu
engkau lakukan asal engkau mau, Nararya"
Nararya tertegun pula. Ia bingung untuk menjawab karena tak
dapat menerka apa yang dimaksud putera akuwu Daha itu "Gusti
pangeran, hamba tak mengerti apakah yang hendak paduka
titahkan"
"Nararya" kata pangeran Ardaraja "aku sangat menghargai
akan kebaktianmu terhadap orangtua dan rasa tanggung
jawabmu yang besar terhadap suatu tugas yang engkau pikul.
Oleh karena itu aku pun tak-kan memaksa engkau harus saat ini
juga memenuhi permintaanku supaya engkau bekerja di sini"
Diam2 Nararya menghela napas legah dalam hati. Namun
kemudian timbul pertanyaan, apakah yang dikehendaki pangeran
itu dari dirinya?
"Oleh karena ia hendak menuju ke Singasari" kata Ardaraja
pula "maka akupun hendak meminta bantuanmu untuk
melakukan sesuatu yang kuanggap takkan menyulitkan dirimu
dan pasti dapat engkau lakukan”
"Jika demikian, raden," kata Nararya gopoh "silahkan paduka
segera memberi titah kepada hamba"
Ardaraja mengangguk "Baiklah" ia segera mengambil sepucuk
sampul dari dalam baju "aku hendak minta bantuanmu untuk
menyampaikan surat ini kepada seseorang di keraton Singasari"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"O, jika demikian mohon raden limpahkan surat itu agar


hamba segera membawanya ke Singasari" seru Nararya gopoh.
Ardaraja tersenyum "Jangan tergesa-gesa, Nararya. Tahukah
engkau kepada siapa surat itu harus diterimakan?"
Nararya terkesiap "Mohon raden memberitahu kepada siapa
hamba harus memberikannya" katanya a-gak kemalu-maluan.
"Berikanlah surat ini kepada seorang prajurit bhayangkara
keraton Singasari yang bernama Kalingga" kata Ardaraja.
"Apakah yang harus hamba katakan kepadanya raden ?" tanya
Nararya.
"Tak perlu mengatakan apa2" kata Ardaraja "dia akan tahu
sendiri"
Selesai menyerahkan surat, Ardaraja minta supaya Nararya
bermalam di Daha tetapi Nararya mengatakan bahwa ia masih
ditunggu seorang kawan. Malam itu juga ia dan kawannya akan
melanjutkan perjalanan ke Singasari. Diam2 Ardaraja gembira
karena surat itu akan segera tiba di tangan Kalingga. Ia memang
menginginkan demikian karena isinya penting sekali.
"Baiklah" kata pangeran Daha itu "tetapi kuminta janganlah
engkau salah menyerahkan surat itu kepada orang yang tak
berhak menerimanya. Dan jangan mengatakan apa2 tentang
surat itu kepada siapa-pun"
Nararya berjanji akan melaksanakan titah pangeran itu.
Kemudian iapun mohon diri. Ia diantar bekel Suramenggala
keluar dari keraton.
Tiba di pintu keraton dalam, sekonyong-konyong terdengar
langkah orang berlari dari arah belakang
"Ki bagus, berhentilah dulu"
Nararya dan Suramenggala terkejut. Serentak mereka berhenti
dan berpaling. Seorang dayang remaja berlari-lari menghampiri.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kedua tangannya menjinjing sebuah penampan berisi sebuah


bokor diatasnya. Selekas tiba di hadapan Nararya dayang itu
segera memberi hormat "Ki bagus, maafkan apabila mengejutkan
engkau. Hamba diutus gusti puteri untuk menghaturkan isi bokor
kencana ini kepada ki bagus"
Bukan kepalang kejut Nararya mendengar keterangan dayang
remaja itu. Demikian pula Suramenggala. Namun bekel itu tak
berani berbuat apa2 karena takut akan sang puteri. Sejenak
Nararya memaling pandang kearah Suramenggaladan bekel itu
hanya diam saja
"Maksudmu dari gusti puteri? Gusti puteri siapa?" Nararya
menegas.
"Gusti puteri Dyah kusuma ayu Nrang Keswari, ki bagus"
sahut dayang pewara itu.
"Dan supaya diberikan kepadaku?"
"Ya"
"Tidak keliru?"
"Tidak"' Sahut dayang itu dengan mantap "gusti puteri
menitahkan hamba supaya menunggu ki bagus keluar dari
keraton kediaman gusti pangeran, baru hamba dititahkan
menghaturkan bokor ini"
Nararya geleng2 dalam hati. Adakah memang garis hidupnya
setiap kali harus terlibat dalam hubungan dengan wanita? Ia tak
berani menolak tetapi takut untuk cepat2 menerima "Ki lurah
Suramenggala, bagaimana pendapat ki lurah, adakah pemberian
gusti puteri ini harus kuterima atau kutolak?"
Suramenggala menggeram dalam hati. Mengapa Nararya
hendak melibatkan dirinya dalam, urusan itu. Jika ia
menganjurkan supaya menolak, dayang itu tentu akan
menghaturkan laporan dan puteri Keswari tentu akan murka
kepadanya. Namun jika ia menganjurkan supaya Nararya
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menerima, tidakkah ia juga akan terlumur kesalahan? "Setan


engkau" gumamnya dalam hati kepada Nararya. Namun ia
mendapat akal "Kalau gusti puteri yang memberi, terimalah"
katanya. Dengan anjuran itu, ia takkan mendapat kemurkaan
puteri Keswari, pun nanti ia akan memberitahu juga kepada
pangeran Ardaraja. Dengan demikian bebaslah ia dari ancaman,
dan kesalahan.
Nararya segera membuka bokor itu. Ternyata isinya sehelai
kain sutera dewangga, bersulam sepasang kijang kencana diatas
dasar warna merah. Indah sekali kain sutera dewangga itu,
seindah pula sepasang kijang yang tampak sedang asyik
bercumbu-cumbuan itu.
"Ah" Nararya menghela napas "mengapa gusti puteri berkenan
menghadiahkan sutera dewangga yang seindah ini? Apakah titah
gusti puteri?"
"Gusti puteri dyah kusurna ayu berpesan agar sutera
dewangga bersulam sepasang kijang, buatan dari gusti puteri
sendiri itu, ki bagus peruntukkan sebagai sabuk"
"Ah" Nararya menghela napas pula.
"Gusti puteri mengatakan bahwa sutera dewangga itu
mempunyai khasiat penolak segala bala"
Nararya menghela napas. Suramenggala mendesuh dalam
hati. Nararya segera melilitkan sabuk sutera dewangga itu ke
pinggangnya kemudian berkata kepada dayang "Sampaikan
kepada gusti puteri, tak dapat Nararya melukiskan haru dan
terima kasih dengan-kata2. Budi kebaikan gusti puteri tak kan
kulupakan selama-lamanya"
Setelah dayang itu pergi maka Suramenggalapun segera
mengantarkan Nararya keluar. Namun di tempat peristiwa
Nararya menerima anugerah sabuk sutera dewangga dari puteri
Keswari itu, masih tertinggal sesosok tubuh yang bersembunyi di
balik pohon nagasari. Dengan mata berkilat-kilat memancarkan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

api dendam kemarahan dan kebencian, dia menyaksikan semua


peristiwa itu.
"Hm, pemuda itu harus dilenyapkan agar amanlah perjalanan
cita-cita hidupku" desisnya.
Mulutnya berbuih. Buih dari api dendam kebencian yang
menyala-nyala.
(Oo^dwkz~ismoyo^oO)

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 5

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
DENDAM merupakan bara dan Amarah adalah apinya. Api
dapat menyala keras dan panas tetapi kemudian redup dan
padam. Demikian pula dengan Amarah. Meletus, menumpah dan
meranggas tetapi kemudian reda, mengendap dan lenyap.
Tetapi apabila api itu tidak sekedar menyala melainkan
membakar kayu atau suatu benda, maka benda itupun akan
membara. Mengandung bara api yang a-kan menghangus dan
menghancurkan benda itu. Bara merupakan kelestarian dari api
yang telah bersenyawa dalam suatu benda. Lebih berbahaya.
Demikian yang disebut Dendam. Karena Dendam merupakan
bara dari api Amarah. Dendam yang meletus dari api Amarah itu,
akan meluap dan mengalir ke lembah Kesumat. Dendam
kesumat, dendam permusuhan atau dendam kebencian.
Dimana permusuhan dan kebencian berkuasa, manusia akan
kehilangan diri-manusianya, akan menjadi hamba ibiis laknat.
Sanggup melakukan apa saja yang tak mungkin, tak dapat
dipercaya dan tak layak dilakukan oleh insan manusia.
Dendam akan memanusiakan manusia sebagai bukan
manusia.
Orang yang mengintai dari celah2 ranting pohon nagasari itu
telah menderita kebakaran hati. Ia menyaksikan apa yang telah
terjadi pada diri Nararya. Ia melihat betapa Nararya telah
menerima, hadiah ikat pinggang kain dewangga dari puteri Dyah
Ntang Keswari. la memperhatikan betapa berseri wajah Nararya
menerima hadiah itu. Dan kesemuanya itu hanya menambah
cepat kehangusan hatinya yang sudah terbakar api kemarahan.
Kehangusan itu membuahkan arang hitam. Dendam kesumat
yang menghitamkan kesadaran pikirannya. Hitam kelam adalah
kerajaan iblis laknat. Iapun telah menghitamkan dirinya, kerajaan
hati dan singgasana akal budinya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Ibarat orang menyalakan api, sebelum sempat di-bakarkan


pada lain benda, lebih dulu orang itu sudah harus menderita
panas nyala api itu. Demikian halnya dengan dendam. Sebelum
dapat melampiaskan kepada orang yang didendamnya, dia
sendiri sudah tersiksa oleh rasa dendam yang panas dan
menyakitkan. Mendendam lebih tersiksa dari yang didendam.
Sebagaimana yang dialami oleh orang yang bersembunyi
dibalik pohon nagasari itu. Dia seperti dibakar, darah mendidih,
urat2 tegang. Tidak demikian dengan Nararya. Dengan langkah
gontai, ia melangkah keluar dari keraton Daha.
"Bagaimana raden?" tiba2 sesosok tubuh menguak keluar dari
sebuah gerumbul pohon ditepi jalan.
"Engkau,Pamot" seru Nararya "mari kita pulang"
Atas pertanyaan Pamot, Nararya mengatakan bahwa selama
diterima pangeran Ardaraja dalam keraton ia tak berhasil
mendapat keterangan tentang tetamu yang menghadap
pangeran ku. Demikian tak sepatahpun pangeran Ardaraja
mengusik tentang gong Prada.
"Jika demikian tentulah gong pusaka itu masih berada di
Daha, raden"
"Kemungkinan begitu dan mudah-mudahan saja"
"Tetapi bagaimana pendapat raden?"
"Sebelum bertemu dan mendengar hasil penyelidikan ki bekel
Saloka, sukar untuk merangkai suatu kesimpulan" jawab Nararya.
Tak berapa lama merekapun tiba di gua Selamangleng. Bekel
Saloka sudah berada disitu.
"Langkah kanan, ki bekel, tetapi arahnya menuju ke hutan"
kata Nararya atas pertanyaan bekel Saloka.
"Apa maksud, raden?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Langkah kanan, langkah yang tepat. Aman dan rata.


Pangeran Ardaraja telah menerima aku dengan baik. Tetapi
arahnya hanya menuju ke hutan. Karena walaupun langkah
sudah aman dan tepat tetapi hanya hutan yang kucapai. Hutan
yang berkabut pohon2 dan gerumbui semak lebat sehingga sukar
untuk mencari yang kukehendaki. Jelasnya, aku tak berhasil
mendapat keterangan apa2 tentang gong pusaka maupun tetamu
dari Singasari itu, ki bekel"
"O" seru bekel Saloka.
"Dan bagaimana dengan hasil penyelidikan ki bekel ?" Nararya
balas bertanya.
Bekel Saloka menceritakan pengalamannya sehari itu.
"Kesal sekali hatiku saat itu karena sampai surya tenggelam
belum juga kulihat pahasti Sarawita keluar dari keraton" bekel
Saloka memulai ceritanya" saat itu kuputuskan pulang saja
karena kurasa kurang leluasa apabila harus mengunjungi rumah
pahasti Sarawita pada waktu malam. Mudah menimbulkan
kecurigaan"
"Ketika tiba di sebuah lorong yang menuju ke pintu gapura
selatan, tiba2 kulihat dua orang lelaki berpakaian prajurit sedang
berjalan menuju ke pintu gapura. Kuduga mereka tentulah
prajurit yang akan menggantikan penjagaan pintu gapura.
Karena tiada lain jalan lagi, akhirnya aku nekad. Kuserang kedua
prajurit itu. Mereka berhasil kurubuhkan. Kupaksa mereka untuk
memberi keterangan tentang hasil sayembara di balai prajurit
sore tadi. Mereka menerangkan bahwa yang paling menonjol
p!an mendapat hadiah adalah benda yang dibawa bekel Sindung.
Sebuah gong pusaka. Kata kedua prajurit itu. Setelah kuikat
mereka pada sebatang pohon, akupun segera bergegas pulang
kemari. Nah, begitulah hasil yang kuperoleh raden" bekel Saloka
mengakhiri penuturannya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"O, jika begitu, gong Prada itu masih berada di Daha" kata
Nararya.
"Adakah raden juga memiliki kesimpulan begitu" tanya bekel
Saloka.
"Aku masih asing akan suasana keraton Daha, tak kenal pula
dengan mentri dan narapraja disini, maka sukarlah untuk
menarik kesimpulan yang pasti"
"Apakah hubungan hal itu dengan gong pusaka, raden?"
"Kurasa ada, ki bekel" jawab Nararya" karena untuk menilai
sesuatu haruslah kita memiliki batuan2 keterangan yang luas.
Jika dipandang sepintas pandang dari apa yang kualami dalam
percakapan dengan pangeran Ardaraja dan keterangan dari
kedua prajurit yang kakang paksa itu, kemungkinan besar
memang gong pusaka itu masih tetap berada di Daha"
"Masih suatu kemungkinan, raden?"
"Ya" jawab Nararya "dengan landasan dari pengetahuan kita
tentang keadaan pemerintah Daha sampai saat ini, kita harus
membatasi diri kita untuk memastikan kebenaran dari setiap
kesimpulan. Kesimpulan itu lebih layak apabila masih kita
selubungi dengan sifat kemungkinan"
Bekel Saloka terkesiap. Ia lebih cenderung untuk memastikan
kesimpulannya bahwa gong pusaka itu masih berada di Daha.
"Misalnya" sambung Nararya pula "diri lurah Sindung itu. Dia
jelas seorang manusia yang licin, penuh memiliki reka-reka
muslihat yang licik. Peristiwa dari keempat prajurit anakbuahnya
yang berakhir dengan saling bunuh membunuh itu, memberi
gambaran jelas tentang sifat-sifat kelicikan lurah itu. Oleh karena
itu, hendaknya kita dapat membatasi diri antuk tidak tergesa
menarik suatu kepastian tentang gong pusaka itu"
Bekel Saloka mengiakan dan lalu menanyakan tentang
rencana selanjutnya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Ki bekel" kata Nararya "aku mendapat titipan dari pangeran


Ardaraja untuk menyerahkan surat kepada seseorang di pura
Singasari"
"Kepada siapa, raden?"
"Seorang prajurit bhayangkara keraton Singasari yang
bernama Kalingga"
"Aneh" bekel Saloka mendesah lalu merenung.
"Mengapa, ki bekel?"
"Aku teringat akan keterangan pahasti Sarawita bahwa tetamu
dari Singasari yang berkunjung kepada pangeran Ardaraja itu
bernama Kebo Muncar, seorang prajurit bhayangkara keraton
Singasari. Kukira surat itu tentu ditujukan kepadanya, dengan
demikian dapatlah menemukan jalur arah penyelidikan kita.
Tetapi ternyata bukan Kebo Muncar melainkan Kalingga"
Tiba2 Nararya tertawa kecil "Disitulah kita harus membatasi
diri lagi untuk tidak lekas2 memberi kepastian, ki bekel"
"Maksud raden?"
"Juga dalam soal orang itu, kitapun harus menaruh suatu
keraguan. Karena seorang prajurit bhayangkara Singasari
mengadakan hubungan dengan pangeran dari Daha itu sudah
mengandung suatu rahasia, maka dalam soal nama mereka,
tentulah tidak bersifat terus terartg"
"Maksud raden, prajurit bhayangkara itu memakai nama
palsu?"
"Mungkin palsu tetapi mungkin sesungguhnya" sahut Nararya
"aku hanya menilai bahwa sesuatu yang tidak terang itu, tentu
serba rahasia, serba tak sungguh"
Bekel Saloka terdiam.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Ki bekel" kata Nararya pula "gong pusaka masih belum dapat
kita ketemukan. Oleh karena mendapat titipan dari pangeran
Ardaraja, aku terpaksa harus ke Singasari, sekalian akupun dapat
mencari jejak kakang Lembu Peteng. Mudah-mudahan di
Singasari aku memperoleh kesempatan untuk menyelidiki
hubungan antara prajurit bhayangkara itu dengan pangeran
Ardaraja"
Bekel Saloka mengangguk. Ia hendak bicara tetapi Nararya
sudah melanjutkan pula "Ki bekel tentu masih berada di sini
untuk melanjutkan penyelidikan gong pusaka i.tu, bukan ?"
"Ya" sahut bekel Saloka "selama gong pusaka itu masih belum
kembali ke tangan, kami, aku tentu, akan tetap berusaha untuk
mendapatkannya"
"Ya, baik" kata Nararya "memang tugas kita untuk
mendapatkan kembali gong pusaka itu belum selesai. Masalah itu
tak semudah yang kuduga. Karena sampai saat ini, jangankan
tabu pasti di mana gong pusaka itu berada, bahkan apakah gong
itu masih berada di Daha atau tidak, kita pun belum tahu pasti"
"Ki bekel" kata Nararya pula "dalam melakukan penyelidikan
dan merebut kembali gong pusaka ini, kita harus bertindak
secara bati2. Karena yang kita hadapi bukanlah gerombolan
penjahat atau fihak yang lemah, tetapi kita berhadapan dengan
pasokan Daha, dengan beberapa nayaka dan pejabat
pemerintahan Daha, Bahkan kemungkinan dengan pangeran
Ardaraja dan beberapa senopati. Mereka tentu digdaya dan sakti,
tambahan pula memiliki kekuatan anakbuah yang besar
jumlahnya"
Berhenti sejenak, Nararya menyelimpatkan pandang untuk
menyelidik kesan pada wajah bekel Saloka.
"Keteranganku ini jauh dari maksud hendak melemahkan
semangat ki bekel" katanya pula "bahkan justeru untuk
memupuk kekuatan diri dengan rencana yang lebih teratur.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kurasa, usaha untuk merebut kembali gong pusaka itu tentu


akan memakan waktu panjang. Oleh karena itu, ki bekel,
heudaknya kita mempunyai rencana yang mantap, agar jangan
sampai kita menderita kegagalan, Jemu, putus asa, nekad,
merupakan sumber2 kegagalan. Karena menghadapi kesulitan;
besar, kita putus asa. Karena harus berjuang terlalu lama tanpa
suatu ketentuan, kita merasa jemu. Dan karena didorong rasa
geram, kita dapat melakukan perbuatan2 nekad misalnya
membunuh mereka yang kita anggap menyimpan gong pusaka
itu ataupun menyerbu fihak yang diduga tersangkut dalam
pencurian pusaka itu. Akibatnya kita tentu menemui kegagalan,
ibarat anai2 menyerbu api"
Bekel Saloka tertegun mendengar uraian dari Nararya. Diam2
ia merasa bahwa rencana2 yang telah terkandung dalam hati,
ternyata banyak yang salah karena bersifat terburu nafsu. Ia
anggap pandangan raden, itu memang benar. Ia harus
mengadakan rencana menghadapi suatu perjuangan jangka
panjang.
"Baik, raden" akhirnya bekel Saloka menyambut "akan
kuperhatikan dan kulaksanakan pesan raden itu. Akan
kusadarkan para anakbuahku akan keadaan yang kita hadapi ini.
Akan kupateri semangat mereka dengan suatu tekad. Takkan
kembali ke Lodoyo sebelum berhasil memboyong gong pusaka
itu"
"Baik sekali, ki bekel" seru Nararya "Tekad adalah jiwa
daripada setiap perjuangan. Tanpa tekad, perjuangan itu bagai
pancaran kilat yang secepat memancar, secepat itu pula padam.
Tetapi tekad tanpa pengarahan, juga berbahaya. Dapat menjurus
pada kenekadan yang membabi buta. Dia akan mati tenggelam
ibarat harimau lapar yang nekad menyerbu ikan dalam sungai"
Bekel Saloka mengangguk.
"Bagaimana rencana yang ki bekel hendak persiapkan,
terserah kepada ki bekel untuk mengaturnya. Oleh karena aku
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

harus ke Singasari, maka besok aku harus segera berangkat. Aku


hanya ingin menitipkan kedua pengiringku itu, Noyo dan Doyo,
agar untuk sementarawaktu biar tinggal di Lodoyo"
Bekel Saloka akan mengurus kedua pengiring Nararya,
kemudian dia berkata juga "Tetapi raden, baiklah raden
membawa pengiring, untuk kawan bicara dan penunjuk jalan"
Oleh karena memang baru pertama kali itu turun gunung
maka Nararya memang tak faham akan tempat2 yang akan
ditujunya. Maka ia mengajak Pamot sebagai kawan lagi. Pamot,
anakbuah dari Lembu Peteng, waktu kecil memang tinggal di
Singasari, kemudian dia masuk prajurit dan ikut pangeran
Kanuruhan pindah ke Glagah Arum.
Keduanya berkuda, kuda yang disediakan Lembu Peteng untuk
Nararya dan tiga orang anakbuah gunung Kelud ketika Lembu
Peteng bersama Nararya menyusul bekel Saloka ke Daha. Kuda
yang dipakai Nararya berbulu putih, tegar dan pesat larinya.
Sedangkan kuda yang digunakan Pamot, seekor kuda dawuk
yang tegar juga. Sekalipun begitu, karena harus menempuh
perjalanan yang melintas hutan, menyebrang sungai, menjelajah
kaki pegunungan, maka makan waktu beberapa hari juga.
Agar tidak menarik perhatian orang Daha maka Nararya dan
Pamot mengambil jalan di luar pura. Mereka tak mau masuk lagi
kedalam pura Daha. Saat itu hari sudah rernbang petang, mereka
harus menuruni sebuah bukit untuk mencapai sebuah gerumbul
yang tampak meriggunduk sepemandang mata jauhnya di
sebelah muka. Mereka duga gerumbul itu merupakan pohon2
yang menjadi wates-desa.
Hampir tiba diujung kaki bukit, mereka melintas sebuah hutan
kecil
"Ah" Pamot mendesuh kejut ketika melihat sesuatu "raden,
sebatang pohon rubuh melintang ditengah jalan"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Kita periksa" kata Nararya seraya turun dari kuda dan


menghampiri batang pohon yang rebah melintang di jalan "Aneh"
gumamnya.
Tetapi saat itu Pamot sedang menghampiri pangkal pohon
"Raden" serunya tegang "pangkal pohon ini seperti ditebang
orang"
"Benar" sahut Nararya "hari ini dan beberapa hari yang lalu
tak pernah timbul angin besar. Bagaimana pohon sebesar ini
dapat tumbang merebah dijalan?"
"Hm, mungkin penebangnya sedang mengajak kawan untuk
mengangkut pohon ini ke tepi jalan" kata Pamot seraya
membungkuk untuk memeriksa pohon itu"
"Mereka sudah datang" kata Nararya, Pamot terkejut. Ia
melirik dan dilihatnya Nararya berada tak jauh di sampingnya,
juga sedang menghadap dan mengamati batang pohon.
Mengapa tiba2 raden itu berkata demikian? Mengapa ia tak
mendengar suara langkah kaki berderap-derap menghampiri. Ia
mengangkat muka memandang ke depan lalu berpaling ke
belakang "Mana raden ? Mengapa aku tak melihaj seorangpun
juga?"
"Tentu saja" sahut Nararya "karena mereka memang
menyembunyikan diri dibalik pohon dan digerumbul semak ditepi
jalan"
Pamot terkejut dan cepat berpaling kesamping jalan. Tiba2
dari balik gerumbul pohon, muncul beberapa sosok tubuh
manusia "Engkau benar, anak muda, memang sudah lama kami
menunggu kedatanganmu" seru seorang lelaki berdada bidang,
penuh ditumbuhi bulu rambut yang rimbun. Kepala besar, wajah
sebundar bulan purnama, dihias sepasang mata yang sebesar
buah jengkol, sederet gigi besar2 bagai pagar yang menopang
jalur tanaman rambat yang lebat. Hanya kalau tanaman itu
berwarna hijau tetapi yang ditopang pagar gigi orang itu benda
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

berwarna hitam. Hitam karena benda itu tak lain adalah sepasang
kumis tebal berujung runcing melengkung ke atas. Sepintas
pandang seperti tanduk kerbau.
Tiada habis kata-kata untuk melukiskan keadaan orang itu.
Pada keseluruhannya dia memang seorang lelaki gagah perkasa,
seorang lelaki jantan. Dengan punggung yang agak membungkuk
karena gunduk daging keras yang membenjol pada bahunya, ia
berjalan dengan gaya macan lapar.
Pamot terkejut dan berpaling memandang Nararya, Nararya
melontar senyum kepadanya "Di samping kanan jalan, pun juga
ada"
Pamot makin terbeliak. Segera ia berpaling ke kanan "Ah" a
mendesuh ketika melihat dari gerumbul pohon di tepi jalan
sebelah kanan, muncul beberapa lelaki bertubuh tegap.
Merekapun menghampiri ke tempat Nararya dan Pamot
"Pamot" isik Nararya bersiaplah menghadapi sesuatu.
Kemungkinan mereka hendak membunuh kita"
Pamot meraba pinggangnya. Pedngnya masih melekat pada
sarung kulit yang terselip di pinggang celananya Baik, raden"-
bisiknya.
"Jika terjadi sesuatu, engkau harus meniru apa yang
kulakukan" bisik Nararya pula.
"Ki bagus" seru lelaki gagah perkasa tadi. Rupanya dia
pemimpin gerombolan lelaki2 berpakaian serba hitam dan berikat
kepala hitam "engkau dari mana dan hendak ke mana ?" '
"Aku dari Daha hendak ke Singasari, ki sanak" sahut Nararya
tenang2.
"Menilik wajahmu, engkau tentu seorang, sinatrya putera
orang berpangkat"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Salah, ki sanak" Nararya gelengkan kepala "aku seorang


rakyat biasa. Aku hendak mencari seorang pamanku di Singasari"
"O, baik sekali laku budimu, ki bagus. Bukankah sudah lama
engkau tak bertemu dengan pamanmu itu ?"
Walaupun tahu bahwa ada sesuatu yang terkandung dalam
kata2 lelaki gagah perkasa itu, namun Nararya sengaja
menurutkan kemana angin bertiup. Ia mengiakan.
"Kami takkan menghalangi perjalanan ki bagus ke Singasari.
Siiahkan ki bagus melanjutkan perjalanan agar tidak kemalaman
di sini" kata lelaki gagah perkasa itu.
Pamot terkejut. Serentak cerahlah wajahnya. Ia berpaling
maksudnya hendak mengajak Nararya segera naik keatas kuda
dan melanjutkan perjalanan pula. Tetapi Nararya, walaupun
wajahnya tenang, tidaklah secerah yang diduganya.
"Terima kasih, ki sanak" seru Nararya "tetapi tidaklah ki sanak
menghendaki sesuatu dari kami?"
Lelaki gagah perkasa itu tertawa "Ah, ternyata engkau
seorang muda yang tahu peraturan. Tidak seperti pengiringmu
itu" ia mengerling pandang ke arah Pamot. Dan Pamotpun segera
mengerut dahi "Hm, kata-katamu hanya ulasan bibir belaka"
desuhnya dalam hati.
"Katakanlah apa maksudmu" seru Nararya.
"Kami terlanjur menuntut kehidupan begini. Dan aku harus
menanggung hidup belasan anakbuahku maka setiap orang yang
lewat didaerah ini, harus memberi dana"
Dugaan Nararya bahwa gerombolan itu tentu bangsa
penyamun, ternyata benar. Kini ia makin jelas siapa yang
dihadapinya itu "Ki sanak, kulihat ki sanak seorang yang gagah
perkasa. Demikian pula dengan anak-buah ki sanak itu"
"Terima kasih" jawab lelaki itu.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Mengapa ki sanak tidak masuk saja menjadi prajurit di


kerajaan tempat kelahiran ki sanak ...."
"Singasari" tukas orang itu.
"O" seru Nararya "apalagi kerajaan Singasari yang besar itu.
Tentulah membutuhkan sekali tenaga2 seperti ki sanak sekalian
ini. Kerajaan Singasari pasti akan menyambut pengabdian ki
sanak sebagai prajurit pasukan kerajaan"
"Benar, ki bagus" seru orang itu "kami memang bekas prajurit
Singasari"
"O" Nararya berseru kejut "bekas prajurit? Mengapa ki sanak
sekalian keluar dari pasukan kerajaan Singasari?"
"Baginda Kertanagara seorang raja yang lemah" seru lelaki itu.
Nararya makin terkejut "Mengapa ki sanak berkata demikian ?
Adakah baginda telah menjatuhkan pidana kepada ki sanak?"
"Secara langsung, tidak" lelaki gagah perkasa itu gelengkan
kepala "tetapi secara tak langsung, memang benar. Aku telah
menjadi korban kelemahan baginda"
"O" desuh Nararya makin tertarik "bersediakah ki sanak
menceritakan kepadaku tentang soal itu?"
"Kerajaan Singasari .dibawah perintah baginda Kertanagara
memang makin kuat. Tetapi semakin kuat, semakin besar pula
jumlah mentri2 dan senopati yang hendak berebut pengaruh
kekuasaan. Mereka berlomba-lomba untuk mengambil hati
baginda sehingga baginda tenggelam dalam laut sanjung puji
dan kenikmatan tuak2 beracun. Dalam perlombaan itu, mentri
Aragani rupanya paling berhasil. Patih Raganata yang tua dan
setya, dilorot menjadi adhyaksa di Tumapel dan Aragani diangkat
sebagai pengganti. Demung Wirakreti dan mentri Wiraraja pun
dilorot dan dipindah. Patih Aragani bertindak tak kepalang
tanggung. Dia mengadakan pembersihan di kalangan nayaka dan
prajurit yang menjadi pengikut bekas ketiga mentri itu"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Jika demikian, ki sanak sekalian ini tentulah prajurit yang


termasuk pengikut salah seorang dari ke tiga mentri itu, bukan?"
tanya Nararya.
"Tidak" seru lelaki perkasa itu "aku bukan prajurit pengikut
ketiga mentri itu tetapi prajurit dari patih Aragani"
"O" Nararya berteriak terkejut "ki sanak prajurit2 bawahan
patih Aragani"
"Heran ?" lelaki perkasa itu mencemoh "habis manis sepah
dibuang. Demikian suasana dalam kerajaan Singasari dewasa ini"
Tanpa disadari, perhatian Nararya makin terhanyut dalam
pembicaraan dengan lelaki bekas prajurit patih Aragani itu
"Bagaimanakah asal mula maka ki sanak dan anakbuah ki sanak
itu keluar dari pasukan Singasari ?"
"Rupanya engkau ingin tahu akan tingkah laku patih Aragani
dan nasibku dengan kawan2 ini ?"
"Apabila ki sanak tak keberatan"
"Baiklah" sahut orang itu "mudah-mudahan pengalamanku ini
akan menjadi pengetahuan ki bagus tentang suasana kerajaan
Singasari"
Berhenti sejenak, orang itu melanjutkan pula "Aku mendapat
tugas untuk membersihkan prajurit2 dan pengikut2 dari ketiga
mentri itu. Semua itu telah kukerjakan dengan berhasil.
Kemudian aku diberi tugas terakhir. Tugas yang paling berat
yang pernah kurasakan sepanjang perjalanan hidupku sebagai
seorang lurah prajurit. Engkau tahu ki bagus, tugas apa yang
dilimpahkan kepadaku itu ?"
Nararya tersenyum sambil gelengkan kepala.
"Cobalah engkau bayangkan dan terka, ki bagus"?
"Ah, bagaimana aku mampu" Nararya menolak.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kepala gerombolan itu tertawa "Aku dapat memberi


kesempatan yang indah kepadamu, ki bagus. Cobalah engkau
terka. Apabila salah, engkau tak menderita kerugian apa2. Tetapi
apabila tepat, engkau kubebaskan dari segala syarat yang akan
kutuntut kepadamu"
Cuaca makin gelap. Malampun mulai menebarkan kepekatan.
Nararya merasa aneh atas tingkah ulah dan ucapan kepala
gerombolan itu. Dari kata2 yang terakhir, jelas gerombolan itu
tentu akan menuntut sesuatu kepadanya. Entah benda entah
apa. Mungkin nyawa juga. Ia telah mempersiapkan diri untuk
menghadapi mereka. Tetapi sebagaimana pendirian hidupnya,
sesuatu persoalan sedapat mungkin dalam kemungkinan yang
paling mungkin, akan diselesaikan dengan cara yang damai dan
adil. Berpijak pada landasan itu maka apa salahnya kalau ia
menuruti permintaan kepala gerombolan itu. Mungkin dalam
pembicaraan selanjutnya, ia dapat memberi kesan yang baik
kepada kepala gerombolan itu hingga hal2 yang tak diharapkan
dapat terhindar.
"Baiklah, ki sanak" setelah merenung dan menimang beberapa
jenak, akhirnya ia menerima "akan kucoba menerka, walaupun
kemungkinan terkaan itu benar, hanya setipis kulit bawang"
Kepala gerombolan itu tertawa"Rupanya engkau pandai
merangkai kata2 kiasan, ki bagus. Silahkanlah"
"Ki sanak tentu ditugaskan untuk mengambil jiwa seorang
yang menjadi musuh atau duri dalam daging patih Aragani" seru
Nararya.
"Ada harapan" seru kepala gerombolan itu "memang aku
ditugaskan untuk membunuh seseorang. Jika hanya ditugaskan
untuk membunuh, memang suatu tugas yang biasa dan telah
banyak kulakukan untuk ki patih. Tetapi siapakah gerangan yang
harus kubunuh itu? Nah, disitulah letak kunci dari jawaban yang
kuperlukan"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Salah seorang dari ketiga mentri itu" serentak Nararya


berseru karena merasa hampir menemukan kunci jawaban itu.
"Sebutkan namanya yang pasti. Tidak boleh hanya salah
seorang dari ketiga mentri"
Nararya pejamkan mata. Merenung dan mereka-reka. Diam2
ia gembira karena tanpa disadari, kepala gerombolan itu telah
membuka jalan sendiri. Jawaban, salah seorang dari ketiga
mentri yang telah dilorot kedudukannya itu, diam2 diakui
kebenarannya oleh kepala gerombolan itu. Kini tinggal
menentukan namanya. Ia harus menyebutkan namanya. Namun
pengetahuan tentang keadaan mentri2 kerajaan Singasari sangat
sedikit sekali. Ia berpaling kearah Pamot. Ia ingat Pamot bekas
prajurit dari Singasari yang ikut pindah ke Glagah Arum. Tetapi
secepat itu pula ia mengisar muka memandang ke depan lagi. Ia
malu untuk mencari bantuan karena kepala gerombolan itu
hanya memintanya yang menerka, bukan Pamot.
"O, boleh" kepala gerombolan itu tertawa seraya
mengangguk-angguk "boleh ki bagus berunding dengan
kawanmu itu"
Nararya agak jengah tetapi Pamot tak menghiraukan suatu
apa. Ia mendekati Nararya dan berbisik "Diantara ketiga mentri
itu, adalah patih Raganata yang amat besar pengaruhnya.
Seorang wredda mentri yang jujur dan bersih sehingga paling
ditakuti oleh mentri2 durna"
Nararya mengangguk.. Memang ia juga cenderung akan
kesimpulan itu.
"Bagaimana ki bagus? Apakah sudah menemukan jawaban?"
tiba2 kepala gerombolan itu berseru.
"Ya" sahut Nararya agak terperangsang oleh rasa geram
melihat sikap orang yang sedemikian congkak "mentri yang ki
sanak diperintahkan itu membunuh itu adalah gusti patih
Raganata"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Ha, ha, ha" kepala gerombolan itu tertawa kencang2


sehingga Nararya dan Pamot terlongong dalam kebingungan.
Benar atau salahkah terkaannya, itu?
"Terkaanmu itu salah" tiba2 kepala gerombolan berseru
gembira "dan hilanglah kesempatan yang kuberikan kepadamu,
ki bagus"
Nararya dan Pamot terkejut. Ia tak cemas karena kehilangan
kesempatan itu tetapi Nararya benar2 ingin mengetahui siapakah
yang hendak dibunuh bekas lurah prajurit itu.
"Baiklah, ki sanak" kata Nararya "kalau memang tak benar,
akupun menyerah kalah. Tetapi bolehkah aku mengetahui, siapa
dan bagaimanakah jawaban yang benar itu ?"
"Jawaban yang benar" kata kepala gerombolan itu "baginda
Kertanagara sendiri ..."
"Hai!" Nararya melonjak, kejutnya seperti disambar petir
"engkau dititahkan untuk membunuh baginda Kertanagara?"
"Ya"
"Yang memerintahkan tumenggung Aragani yang sekarang
menjadi patih Singasari itu?" Nararya menegas tegang.
"Ya"
Merah membara wajah Nararya seketika namun secepat itu
pula segera berangsur-angsur reda, bagai air laut yang pasang
kemudian menyurut pula. Nararya sangat terkejut dan marah
atas tindakan patih Aragani. Betapapun keadaan ayahnya, namun
ia merasa bahwa keluarganya itu masih keturunan dari rajakula
Singasari dan walaupun hanya pudar tetapi tidaklah sampai
lenyap harapan dari keturunan Mahesa Gampaka atau batara
Narasingamurti akan tahta kerajaan Singasari.
Walaupun andaikata baginda Kertanagara benar2 terbunuh,
Nararya mempunyai peluang besar untuk menduduki tahta,

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

namun dia bukan manusia yang temaha akan sesuatu yang


bukan haknya. Atau pun senang melihat seseorang menderita
kemalangan. Ia akan menyerahkan segala sesuatu jalan kearah
tahta kerajaan itu kepada kekuasaan Hyang Jagadnata. Dibalik
itu pada pokoknya, ia benci kepada manusia yang berhia-nat. Ia
lebih menghargai seorang musuh yang terang-terangan
menyatakan sikapnya daripada seorang kawan yang culas.
Disaat gempa amarah itu meletus dalam rongga dadanya,
tiba2 ia teringat akan pesan ramanya dan guru yang
dihormatinya, resi Sinamaya "Nararya, betapa besar
amarahmupun, tetapi janganlah engkau menyerahkan dirimu
secara bulat2 kepada nafsu amarah itu. Manusia yang benar2
sakti dan kuat, bukanlah mereka yang dapat membunuh lawan-
lawannya di medan pertempuran tetapi adalah mereka yang
dapat mengalahkan nafsu2, terutama amarah, dalam diri
peribadinya"
"Ah" diam2 ia menghela napas legah karena merasa telah
terhindar dari suatu kelemahan. Kemudian iapun teringat akan
kata-kata yang pernah di-ucapkan oleh Lembu Peteng "Raden,
dalam usaha kita mencari gong Prada itu, kemungkinan kita akan
menjelajah Daha dari Singasari, akan bertemu dengan segala
lapisanmanusia, dari rakyat biasa sampai pada narapraja yang
berpangkat tinggi. Hendaknya, janganlah kita mudah terperosok
akan kata-kata orang ataupun lekas mempercayai keterangan
dari orang yang belum kita kenal"

"Dewata, maha adil" tiba2 Pamot berseru. Kepala gerombolan


itu terkejut dan memandang Pamot "Apa maksudmu?" serunya.
"Baginda telah bertindak kejam terhadap saudaranya,
pangeran Kanuruhan di Glagah Arum, sehingga pangeran
Kanuruhan binasa. Tidakkah adil kalau baginda akhirnya juga
dihianati oleh patihnya sendiri ?”
"Salah" seru kepala gerombolan.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Salah? Mengapa salah?" tanya Pamot.


"Jika benar2 baginda dihianati patih Aragani., mungkin
omonganmu itu benar. Tetapi patih Aragani hanya mengatur
siasat belaka"
Pamot terkejut. Nararyapun heran "Mengapa ki sanak berkata
demikian?" tanya Nararya.
"Karena pembunuhan itu gagal" kata kepala gerombolan.
"Hm, memang tak mudah untuk membunuh seorang raja
seperti baginda Kertanagara". kata Nararya "tetapi bagaimanakah
kelanjutan dari perintah itu, ki sanak"
"Patih Aragani telah menjanjikan pangkat dan kedudukan
tinggi kepadaku apabila aku dapat melaksanakan perintah itu
dengan berhasil. Tetapi dia minta agar kesemuanya itu atas
tanggung jawabku sendiri, jangan sekali-kali menyangkut diri
patih itu"
"Apakah ki sanak menerimanya?" tanya Nararya.
"Tiada lain pilihan bagiku" kata kepala gerombolan "karena
sebagai penutup, patih Aragani menegaskan kepadaku, bahwa
bila aku menolak dan kelak sampai menyangkut namanya, aku
akan dibunuh ki patih, demikian pula seluruh keluargaku"
"Lalu?"
"Sudah tentu aku terpaksa menerima. Pada malam itu akupun
sudah bersiap-siap.. Menjelang tengah malam, aku akan masuk
ke dalam istana.Tetapi entah, mungkin karena dewa hendak
menghukum perbuatanku, tiba2 saja perutku sakit. Sakit sekali
dan berulang-kali harus buang air besar sehingga tenagaku
lemas"
"Aku bingung dan gelisah. Bagaimana dalam keadaan seperti
malam itu, aku dapat menunaikan perintah ki patih? Namun
perintah patih Aragani, malam itu pembunuhan harus

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dilaksanakan karena ia hendak mengatur sedemikian rupa


sehingga baginda berada dalam ruang peraduannya seorang diri,
menikmati tuak. Hanya saat itulah merupakan suatu kesempatan
yang takkan didapatkan lagi"
"Adakah ki sanak tetap melaksanakan perintah itu ?" tanya
Nararya.
"Tidak" jawab kepala gerombolan "dalam keadaan tubuh
seperti malam itu, tak mungkin aku dapat berhasil membunuh
baginda. Namun jika tak kulaksanakan, patih Aragani tentu akan
marah. Akhirnya aku mendapat akal. Kupanggil seorang
anakbuahku, Salya namanya, untuk menggantikan tugasku.
Kuberinya kelengkapan pakaian dan kain kerudung muka hitam,
sebilah pedang dan janji akan memberinya sejumlah besar
hadiah dan pangkat; Juga seperti patih Aragani, kupesannya,
apabila terjadi sesuatu, supaya jangan menyangkut diriku dan
harus diakuinya sendiri"
"Adakah Salya menerima?" tanya Nararya.
"Ya" jawab kepala gerombolan "pertama, karena takut
kepadaku. Kedua karena dia milik akan hadiah dan pangkat yang
kujanjikan. Dia mempunyai perawakan seperti aku maka dengari
mengenakan kain kerudung muka warna hitam, sukar orang
membedakan lagi dengan diriku"
"Setelah dia pergi, aku segera memerintahkan seorang
anakbuahnya yang lain untuk mengikuti secara diam-diam.
Apabila Salya terancam bahaya, supaya anakbuah itu bantu
melindungi keselamatannya. Aku menunggu dengan berdebar-
debar. Tepat lewat tengah malam, tiba-tiba anakbuahku itu
bergegas pulang dengan napas tersengal-sengal dan wajah pucat
lesi. Atas pertanyaanku dia menerangkan bahwa Salya telah
dibunuh oleh patih Aragani. Hampir aku tak dapat mempercayai
keterangannya dan mencekik lehernya. Kukira dia hendak
memfitnah tetapi dengan bersumpah ia hendak mengajak aku
untuk membuktikan hal itu ke istana ...."
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya terbelalak. Iapun serupa keadaannya dengan kepala


gerombolan pada saat menerima laporan dari anakbuahnya. Tak
percaya!
"Melihat kesungguhan sikap dan wajah orang itu, akhirnya aku
percaya. Sekalipun begitu, kupanggil seorang anakbuahku yang
lain untuk bersama ariakbu-ahku yang membawa laporan itu,
membuktikan kebenarannya ke istana. Dan memang benar. Salya
telah mati ditikam keris patih Aragani. Bermula aku bingung
memikirkan tindakan patih itu. Tetapi kemudian seiring dengan
berkurangnya rasa sakit pada perutku, pikiran-kupun jernih.
Dengan gamblang aku dapat menilai bahwa tindakan patih
Aragani itu - hanya suatu siasat yang cerdik untuk meraih
kedudukan dan kepercayaan baginda. Dan untuk kepentingan itu
patih Aragani hendak mengorbankan diriku" kata kepala
gerombolan itu.
"Sekali dayung dua tepian" seru Pamot yang terbawa
perhatiannya dalam arus peristiwa itu.
"Hm, engkau pintar juga. Sayang terkaanmu tadi meleset"
kata kepala gerombolan menertawakannya "ya, memang benar.
Patih Aragani memang memiliki rencana untuk membunuh aku
karena akulah orang satu-satunya yang menjadi alatnya untuk
menyingkirkan beberapa nayaka kerajaan yang menentang patih
Aragani. Aragani hendak melenyapkan aku agar rahasia
perbuatannya itu tertutup. Tetapi dalam rencana hendak
membunuh aku itu, dia takkan membunuh begitu saja. Dia
hendak menjadikan mayatku sebagai tumbal dari tangga
kedudukan yang hendak dibangunnya. Dia hendak menjadikan
darahku sebagai rabuk penyubur kepercayaan baginda kepada
dirinya"
Nararya mengangguk-angguk. Diam2 ia bersyikur karena tadi
ia tak lekas meluapkan kemarahan sesaat mendengar tentang
rencana patih Aragani hendak membunuh baginda Kertanagara.
Kiranya dalam peristiwa itu memang mengandung suatu siasat
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

yang sukar diduga. Dengan demikian rencana itu bukan


sesungguhnya hendak membunuh baginda melainkan hendak
membunuh si pembunuh.
"Lalu bagaimana langkah ki sanak setelah mengetahui hal
itu?" tanya Nararya.

"Esok tentu segera ketahuan siapa pembunuh yang ditikam


mati patih Aragani itu. Apabila patih mengetahui bahwa yang
dibunuh itu bukan aku, dia tentu terkejut dan bingung. Dia tentu
akan mengirim orang untuk membunuhku. Oleh karena itu, aku
harus mendahului langkahnya. Malam itu juga aku segera
meloloskan diri dari Singasari. Beberapa anakbuahku yang setya,
mengikuti jejakku. Demikianlah asal mula mengapa aku
menuntut kehidupan di daerah hutan ini"
Lelaki perkasa itu menutup ceritanya dengan sebuah gelak
tawa "Aku telah menentukan suatu peraturan. Barangsiapa yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

lewat ditempat ini harus menyerahkan salah satu miliknya. Jiwa


atau hartanya. Dan karena engkaupun gagal untuk
memanfaatkan kesempatan yang kuberikan tadi, maka kalian
berduapun harus mentaati peraturan itu"
Nararya terkejut "Apa yang ki sanak kehendaki dari kami
berdua ?"
"Tinggalkan semua harta milikmu atau nyawamu"
"Semua?" ulang Pamot.
"Ya. Kuda, uang dan pakaian kalian berdua"
"Ah, jangan bergurau engkau! Masakan kami harus
melanjutkan perjalanan dengan telanjang?" seru Pamot.
"Tidak telanjang bulat, engkau masih diperbolehkan
mengenakan celanamu" jawab kepala gerombolan itu.
Merah wajah Nararya. Sebelumnya ia sudah menduga bahwa
ia akan menghadapi kesulitan dengan gerombolan itu. Tetapi tak
pernah diduganya bahwa tuntutan mereka sedemikian tak layak.
Ia hendak menjawab tetapi Pamot sudah mendahului.
"Ki sanak" serunya "aku setuju menerima peraturanmu itu.
Kuda, pakaian dan lain2 yang ada pada diriku, kuserahkan
semua"
"Bagus" seru kepala gerombolan "ternyata engkau seorang
yang cerdik dan pandai melihat gelagat. Silahkan engkau
menyerahkannya sekarang"
"Tunggu" seru Pamot "tetapi hanya sebuah benda yang tetap
setya mau ikut aku"
"O" seru kepala gerombolan "apakah itu? nyawamu ?"
"Bukan. Pengawal nyawaku"
Kepala gerombalan mengerut dahi "Jangan bergurau, lekas
katakan apakah benda itu!"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pamot tertawa "Inilah" ia menunjuk pada sarung pedang yang


terselip di pinggangnya "dia tak mau ikut engkau !"
Seketika merah padamlah wajah kepala gerombolan itu. Ia
tahu kemana arah tujuan kata2 Pamot "Setan, engkau berani
mengolok aku!" hardiknya bengis lalu loncat menerkam Pamot. '
Pamot juga seorang bekas prajurit yang menjadi anakbuah
Lembu Peteng. Diapun ikut Lembu Peteng. menuntut
penghidupan sebagai gerombolan di gunung Kelud. Ia yang biasa
menghardik dan mengancam orang, pantang dihardik
gerombolan lain. Dalam melancarkan kata2 tadi, ia sudah
waspada memperhatikan setiap gerak gerik orang. Maka pada
saat kepala gerombolan itu loncat menerkam, iapun sudah
menyerempaki dengan gerakan menghindar ke samping. Dan
sesaat kepala gerombolan itu menerkam tempat kosong, Pamot
dengan kecepatan yang tinggi, segera menghantam lambung
orang.
Dukkk.....
Kepala gerombolan itu mengaduh dan terseok-seok langkah.
Tubuhnya yang tinggi besar hampir rubuh ke-arah Nararya.
"Ah, ki sanak terlalu diburu nafsu" seru Nararya seraya
songsongkan telapak tangan kirinya untuk menyanggah tubuh
orang itu sehingga tak sampai jatuh.
Sesaat kepala gerombolan itu berdiri sambil mengerut
geraham, menahan rasa sakit pada lambungnya. Dia memang
seorang yang gagah perkasa, memiliki daya tahan yang kuat.
Apabila lain orang, tentulah sudah tak kuat berdiri menerima
pukulan keras dari Pamot itu.
Ia terkejut. Bukan karena kerasnya pukulan dari Pamot
melainkan atas sikap Nararya. Setelah menyanggah dan
mendorong tubuhnya supaya tegak, Nararya-pun melepaskan
tangannya pula. Dan tersenyum tenang.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Aneh, mengapa pemuda ini tak mau meringkus diriku, pada


hal sudah jelas mudah sekali ia melakukan hal itu jika
menghendakinya" diam2 kepala gerombolan itu heran.
Rasa heran itupun menghinggapi benak Pamot juga. Mengapa
Nararya tak mau menangkap kepala gerombolan yang sudah
kehilangan keseimbangan badannya? Mengapa raden itu
melepaskannya lagi?
Kepala gerombolan itu memandang lekat2 pada Nararya
dengan pandang penuh pertanyaan dan keheranan. Namun
berkatalah Nararya "Ki sanak, silahkan engkau melanjutkan adu
kanuragan dengan kawanku"
"Mengapa engkau tak menangkap aku ?" akhirnya terluncur
juga kata2 dari mulut kepala gerombolan itu.
"Mencelakai orang yang sedang menderita kecelakaan, suatu
perbuatan yang licik. Jika engkau menghendaki, aku bersedia
menunjukkan bagaimana tanpa cara yang licik aku dapat
menguasai dirimu" seru Nararya. Tenang dan tegas.
Kepala gerombolan terkesiap kemudian merah mukanya, ia
benar2 merasa terhina. Namun iapun menyadari bahwa pemuda
itu memang bersikap ksatrya. Hampir ia bersedia untuk menelan
hinaan itu atau beberapa anakbuahnya terdengar berteriak-teriak
marah "Bunuh!"
Dan merekapun telah menyerbu Pamot. Pamotpun melawan
dan kekacauan itu mengacau pula pikiran kepala gerombolan. Ia
harus menyelesaikan tugasnya, menangkap atau membunuh
Nararya "Baik, mari, lawanlah aku" serunya seraya menghantam.
Nararya terkejut karena Pamot telah diserbu oleh lima enam
orang. Masih ada beberapa anakbuah gerombolan yang
mengepung di sekeliling. Rupanya mereka takkan memberi
kesempatan Pamot lolos. Ketika ia hendak membantu Pamot,
kepala gerombolan itupun sudah menyerangnya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sejak berhadapan dengan Suramenggala dan bertempur


dengan gerombolan Singa Barong, Nararya sudah memiliki
pengalaman dalam pertarungan. Memang ia telah mendapat
ajaran ilmu kanuragan dari gurunya namun sebelum
dilaksanakan dalam pertempuran yang sungguh, tentulah ia
masih kurang pengalaman. Dan kekurangan pengalaman itu akan
menimbulkan kecanggungan dan keraguan dalam menghadapi
musuh.
Kini Nararya sudah memiliki kemantapan dalam gerak2 ilmu
kanuragan yang dimilikinya. Ia terkejut karena kepala
gerombolan itu menyerang secara tiba2. Sebelum ia sempat
menghindar, pukulanpun sudah melayang tiba. Nararya terpaksa
menangkis, krak ... ketika beradu dengan tangan orang,
tangannya tersiak, rasanya sakit dan linu. Cepat ia menyurut
mundur karena kuatir lawan akan menyerang dadanya yang
terbuka.
Tetapi ternyata kepala gerombolan itu tertegun dan
terlongong. Dari kerut wajahnya, menunjukkan kesan bahwa dia
terkejut. Ketika tangannya beradu dengan tangan Nararya, terasa
suatu aliran macam rasa-kesemutan, mengalir menjalari lengan
sampai ke bahu. Kerasnya aliran rasa kesemutan itu
menyebabkan lengannya lunglai melentuk kebawah.
Sejenak Nararyapun heran mengapa kepala gerombolan itu
tertegun diam. Namun ia menyadari bahwa kepala gerombolan
itu merupakan kunci yang penting untuk menyelesaikan
pertempuran. Agar tidak berlarut-larut dan tidak banyak darah
tertumpah. Nararyapun cepat loncat, menebas bahu dan tangan
kiri cepat menyambar pergelangan tangan orang, lalu diputar ke
belakang sekuat-kuatnya.
Loncat, menebas, mencengkeram dan memutar tangan orang
kebelakang itu, dilakukan Nararya dengan cepat sekali sehingga
walaupun kepala gerombolan itu segera menyadari apa yang
akan terjadi, namun sudah terlambat. Ia meraung kesakitan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

ketika lengan kanannya yang kesemutan tadi terteliku kebalik


punggung dan dijulangkan naik keatas hingga sampai ke bahu.
Penguasaan yang dilakukan Nararya itu sangat menyakitkan
sekali. Tidak mengakibatkan luka tetapi kepala gerombolan itu
rasakan lengannya seperti patah. Sakitnya sampai menggigit ke
uluhati. Dia seorang lelaki perkasa, memiliki daya tahan pukulan
besar sehingga pukulan Pamot tak mampu merobohkannya.
Tetapi ketika lengannya diteliku kebelakang punggung, ia benar2
lupa akan kejantanannya. Ia meraung keras, pejamkan mata dan
mengucurkan keringat.
Duk
"Keparat ...." tiba2 ia rasakan tubuhnya dikisarkan kesamping,
sebelum ia sempat membuka mata apa yang dilakukan Nararya
kepada dirinya, sebuah tinju yang keras telah menghunjam
dadanya. Seketika pandang matanya pudar dan kepala berbinar-
binar karena pukulan itu telah menimbulkan tekanan kuat
sehingga pernapasannya serasa berhenti. Selekas denyut2
kesakitan itu berhamburan lenyap, ia merentang mata dan
dengan menghimpun seluruh sisa tenaganya ia berontak sekuat-
kuatnya seraya menendang.
Pandang matanya masih belum terang. Ia mengira yang
memukul dadanya itu tentulah Pamot, kawan Nararya. Maka
iapun nekad dan berhasil. Orang yang memukulnya dan yang
masih tegak termangu-mangu di hadapannya itu segera menjerit
dan terlempar ke belakang. Tetapi ia masih tak berhasil
melepaskan diri dari kekuasaan Nararya. Tangannya masih
dilekatkan pada punggungnya. Lehernya terasa dingin.
"Jika engkau bergerak lagi, lehermu tentu putus" terdengar
serangkaian bisik2, pelahan tetapi cukup jelas.
Lengan yang melekat ke punggung, agak menurun ke bawah
sehingga mengurangi rasa sakit dan saat itu-pun pandang
matanya mulai terang. Tetapi hal itu bahkan menimbulkan siksa
pada hatinya. Pandangan pertama yang menyengat matanya
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

yalah tertelentangnya seorang anakbuahnya yang merintih-rintih


kesakitan "O" kepala gerombolan itu mendesis sesaat menyadari
bahwa yang ditendang tadi bukanlah Pamot tetapi anakbuahnya
sendiri.
Dan kejut kedua yalah waktu mendengar bisik2 ngeri dari
Nararya itu "Ah" ia mengeluh dalam hati ketika menyadari bahwa
benda dingin yang terasa menyentuh lehernya itu tak lain adalah
pedang. Dan pedang itu tentulah pedangnya. Ia tak asing akan
pedangnya, pedang peninggalan ayahnya yang entah terbuat
dari bahan apa tetapi yang nyata, pedang itu terasa amat dingin
apabila melekat pada daging. Dan dugaannya itu makin kuat
ketika ia teringat bahwa Nararya tadi tak tampak membekal
pedang.
"Ki sanak" kembali terdengar Nararya berbisik dibelakang
telinga kepala gerombolan itu "harap perintahkan kawan-
kawanmu berhenti"
Kepala gerombolan itu marah sekali karena dirinya
diperlakukan sebagai seorang tawanan. Seketika itu bangkitlah
rasa keangkuhannya. Ia harus menebus sifat kelemahannya tadi.
Ia tak mau kehilangan gengsi terhadap anakbuahnya. Jika harus
mati, biarlah ia mati "Tidak" serunya getas.
Nararya dapat menduga isi hati kepala gerombolan itu. Ia tak
mau memaksa. Ia hendak mengambil cara sendiri.
"Hai, berhenti" tiba2 Nararya berteriak nyaring. Sedemikian
nyaring sehingga kepala gerombolan itu sampai menyeringai
karena anak telinganya serasa pecah. Sedangkan anakbuah
gerombolan itupun terkejut lalu serempak berhenti menyerang
Pamot.
"Kamu setya kepada pemimpinmu atau tidak?" seru Nararya
pula "jika kamu memang setya, pemimpinmu ini tentu masih
dapat melihat surya esok hari. Tetapi jika kamu memang benci

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dan merelakan-jiwa-nya, saat ini juga segera akan kupenggal


lehernya"
Beberapa belas anakbuah gerombolan itu terbeliak ketika
melihat leher pemimpin mereka mengucurkan darah "Berhenti"
teriak salah seorang dari mereka.
"Mengapa?" tegur Nararya "bukankah kalian merelakan aku
untuk memenggal lehernya ?"
"Berhenti !" anakbuah itu mengulang teriakannya "kami belum
menyatakan apa2 mengapa engkau sudah bertindak sendiri?"
"O, kukira kalian meluluskan"
Anakbuah itu menggeram "Katakan, apa kehendakmu ?" ...
"Tiada yang kukehendaki apa2 dari kalian kecuali hanya
mempersilahkan kalian pulang. Jangan mengganggu aku lagi"
jawab Nararya.
Melihat kepala gerombolan mandi darah, anakbuah itupun
segera menurut "Baik, lepaskan pemimpin kami dan kami akan
segera pulang"katanya
Nararya tertawa "Silahkan kalian berjalan dulu. Setelah kalian
tiba di ujung tikungan sana itu" ia menunjuk kearah tanjakan
tanah yang selepas anak panah jauhnya "segera pemimpinmu ini
kulepaskan"
Anakbuah itu tertegun dan berpaling kearah kawan-kawannya.
Terdengar mereka berbisik-bisik. Kemudian anakbuah itu
berpaling pula "Baik. Tetapi ingat, jika engkau membunuh atau
seringan-ringannya melukai kilurah, kami akan mengejarmu ke
Singasari"
Nararya memberikan janjinya dan bergeraklah gerombolan itu
menuju kearah bukit. Dalam pada itu Nararya segera menyuruh
Pamot untuk mengikat kaki dan tangan kepala gerombolan itu.
Kemudian ia mengajak Pamot mengendarai kuda dan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

melarikannya, meninggalkan kepala gerombolan yang


menghambur hamun makian.
"Raden, siapakah kiranya gerombolan penyamun itu ? Jika
me&ilik pakaian dan orangnya, rasanya mereka seperti bukan
orang desa" kata Pamot di tengah perjalanan.
"Benar" sahut Nararya "mereka lebih dekat menyerupai
prajurit2 pura. Entah Daha entah Singasari"
"Jika menurut keterangan kepala gerombolan itu, mereka
memang bekas prajurit2 kerajaan Singasari" kata Pamot pula
"benarkah keterangan mereka itu?"
"Kemungkinan begitu" sahut Nararya "tetapi janganlah kita
mudah mempercayai keterangan mereka"
Masih Pamot berkata "Jika demikian, hanya ada kemungkinan
dibalik tindakan mereka mencegat kita ini, raden"
"Coba katakan"
"Kemungkinan pertama, mereka memang benar seperti yang
diceritakan oleh kepala gerombolan itu. Dan kemungkinan kedua,
mereka tentu diperintah oleh seseorang untuk melakukan
pencegatan kepada kita"
"Siapa ?" tanya Nararya.
"Soal itu hanya raden yang tahu. Bagaimanakah suasana
waktu raden menghadap pangeran Ardaraja di keraton. Mungkin
raden dapat membayangkan sesuatu yang bertalian dengan
peristiwa gerombolan yang mencegat kita itu"
"Hm" Nararya hanya mendesuh. Memang ada sepercik
bayang2 ingatannya akan sesuatu yang dialaminya di istana.
Peristiwa ketika ia berada di ruang keputren tempat kediaman
puteri Nrang Keswari. Saat itu ia harus mengalami peristiwa yang
tak sedap dari Kuda Natpada

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Hah, adakah peristiwa puteri memberi aku ikat pinggang


sutera dewangga itu diketahui juga oleh raden Natpada?"
serentak ia terbeliak ketika teringat akan hal itu. Tetapi ia merasa
bahwa saat itu tiada yang mengetahui kecuali Suramenggala.
"Adakah Suramenggala memberitahu hal itu kepada Kuda
Natpada ?" ia bertanya dalam hati "ah, mungkin. Rupanya
Suramenggala masih mendendam kepadaku dan kesempatan itu
tentu digunakannya untuk mencari muka kepada Kuda Natpada"
akhirnya ia memberi jawaban sendiri. Dan serentak iapun
teranjak kejut "Adakah Kuda Natpada yang memerintahkan
gerombolan itu untuk membunuh aku?"
Walaupun mempunyai dugaan tetapi mau tak mau ia
memberitahukan kepada Pamot. Dugaan itu baru merupakan
bayang2 kesan dan kesimpulan. Mungkin benar, mungkin salah.
Dan peristiwa itu menyangkut diri peribadinya. Kurang perlu
memberitahu sekarang.
Pada hari kedua, pura Singasari dengan bangunan2 yang
indah, pintu gapura yang kokoh dan puncak mercu istana yang
megah, mulai tampak dari. kejauhan. Nararya dan Pamot
mencongklangkan kuda menuju ke pintu gapura. Rencana
Nararya lebih dulu ia hendak mencari prajurit bhayangkara
yangbernama Kaiingga.
Setelah masuk ke dalam pura maka Pamotpun berkata "Agar
tidak menimbulkan perhatian orang, baiklah kita titipkan dulu
kuda kita kepada seorang kenalanku"
Nararya setuju. Dirumah kenalan Pamot, mereka diterima
dengan manis budi oleh tuan rumah. Seorang pandai besi
bernama Gadu. Pertemuan Pamot dengan kenalannya itu amat
menggembirakan. Mereka berkawan sejak kecil, sampai
kemudian Pamot masuk prajurit dan Gadu menjadi pandai besi,
mereka masih sering berkunjung.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Demikian setelah menitipkan kuda di rumah pandai besi Gadu,


Nararya dan Pamot Segera menuju ke keraton. Rupanya Pamot
tahu akan tempat2 yang diperlukan. Ia mengajak Nararya
menuju kesebuah bangunan yang disebut Balai Prajurit. Memang
disitulah seluruh kegiatan prajurit2 dipusatkan.
"Ki lurah" kata Pamot setelah berhadapan dengan seorang
prajurit yang saat itu kebetulan baru keluar dari bangunan itu
"apakah ki Kalingga berada dalam balai itu?"
Sejenak prajurit itu tertegun, mengamati Pamot "O, ada"
katanya.
"Kami hendak bertemu dengan ki Kalingga. Sungguh amat
berterima kasih sekali apabila ki lurah mau menolong kami untuk
mengundang ki Kalingga keluar" kata Pamot.
Rupanya prajurit itu hendak bergegas pulang. Namun ia kenal
dengan orang yang hendak dicari Pamot itu. Tanpa mengucap
sepatah kata, ia terus berputar tubuh dan melangkah masuk
kedalam balai. Tak lama kemudian muncullah seorang lelaki
mengenakan pakaian prajurit bhayangkara bersama dengan
prajurit yang tadi. Setelah mempertemukan prajurit bhayangkara
itu dengan Pamot, prajurit yang pertama tadipun terus pergi.
"Apakah tuan ini ki Kalingga?" Nararya menghampiri dan
memberi salam.
"Lingga?" prajurit itu menegas.
"Ya, benar" sahut Nararya "adakah tuan ki Lingga?"
Prajurit itu mengangguk lalu menanyakan keperluan Nararya.
"Aku mendapat titipan surat dari pangeran Ardaraja untuk
tuan" kata Nararya seraya mengambil sepucuk surat.
"Pangeran Ardarajadari Daha itu ?" prajurit yang mengakui
dirinya bernama Lingga itu menegas.
"Ya" Nararya menyerahkan surat itu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Surat apakah ini ?" Lingga menyambuti seraya mengerut


keheranan.
"Entahlah. Pangeran Ardaraja hanya menitahkan supaya
diterimakan kepada tuan dan tuan tentu sudah tahu sendiri"
habis berkata Nararya segera pamit. Ia segera mengajak Pamot
tinggalkan tempat itu tanpa menghiraukan lagi bekel
bhayangkara yang masih tegak terlongong-longong.
Tak berapa lama muncul pula seorang prajurit bhayangkara
"Hai, kakang Lingga, mengapa engkau tegak mematung disitu ?"
serunya seraya menghampiri.
Lingga gelagapan. Ia hendak menyimpan surat itu ke dalam
baju tetapi kawannya telah melihat surat itu "Hai, kakang Lingga,
apakah yang engkau masukkan ke dalam bajumu itu ?"
"Ah, tidak apa-apa" kata Lingga.
"Tidak, kakang" seru prajurit itu "jelas sebuah surat, mengapa
engkau menyembunyikan kepadaku? Rahasia?"
Lingga berusaha menyembunyikan kegugupannya dengan
tertawa "Ah, sudah kukatakan bukan sesuatu yang penting.
Mengapa engkau masih mendesak saja"
"Tidak, kakang Lingga" prajurit itu tetap bersitegang "engkau
keluar, engkau tegak seperti terpaku dan engkau
menyembunyikan sepucuk surat. Tak mungkin kalau surat itu
bukan suatu rahasia penting"
"Ah, Pirang, sudahlah, jangan mempersoalkan hal itu. Hendak
kemana engkau sekarang ?" Lingga berusaha untuk mengalihkan
pembicaraan.
Rupanya bhayangkara yang disebut Pirang itu masih tak puas
"Kakang Lingga, jika engkau merahasiakan sesuatu kepadaku
akupun tak dapat melarang. Tetapi aku pun bebas untuk
memberitahukan kepada kawan-kawan tentang kelakuanmu yang
aneh hari ini"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Pirang!" seru Lingga agak keras. Ia menyadari hal itu maka ia


lantas mengeliarkanpandang ke sekeliling. Ia menghela napas
longgar setelah tak-melihat seseorangpun "Pirang, mari kita
mencari tempat lain. Disini tak leluasa untuk berbicara"
Kedua prajurit bhayangkara itu segera menuju ke-sebuah
tempat yang agak sepi "Pirang" kata bekel Lingga setelah
mengajak kawannya duduk di bawah sebatang pohon "jangan
engkau salah faham. Masakan aku hendak menyembunyikan
rahasia kepadamu"
"Ah, maaf, kakang. Akupun tak bermaksud hendak
menyinggung perasaan kakang"
"Begini, Pirang. Aku memang menghadapi suatu peristiwa
aneh" Lingga segera menuturkan apa yang terjadi tadi "aneh,
aku merasa tak pernah mempunyai hubungan apa2 dengan
pangeran Ardaraja. Bahkan kenalpun tidak. Tetapi mengapa
pangeran itu mengirim surat kepadaku"
"Ya, memang aneh" kata Pirang "cobalah kakang periksa
mungkin surat itu ditujukan pada seseorang"...
Bekel Lingga segera mengeluarkan surat itu dan
memeriksanya "Sampul surat ini tiada tertulis nama orang yang
akan menerimanya"
Setelah ikut memeriksa, Pirangpun berkata "Jika demikian
jelas untuk kakang sendiri"
Tetapi bekel Lingga mengerut kening. Ia memang lebih
berhati-hati daripada kawannya "Tetapi tadi orang itu
mengatakan bahwa aku tentu tahu sendiri kepada siapa surat ini
harus diberikan" Lingga merenung sejenak lalu melanjutkan "jika
menilik kata-katanya, tentulah surat ini bukan untukku tetapi
harus kuserahkan kepada seseorang"
Pirang terkesiap. Ia membenarkan penilaian Lingga. Lingga
seorang yang jujur kepadanya. Jika Lingga mengatakan bahwa ia
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tak pernah kenal apalagi mengadakan hubungan dengan


pangeran Ardaraja, tentulah dapat dipercaya "Lalu bagaimana
keputusan kakang ?" tanyanya.
Bekel Lingga tak cepat menyahut melainkan masih merenung.
Sesaat kemudian baru ia berkata "Rupanya dalam peristiwa ini
tentu terjadi kesalahan-fahaman"
"Apa maksud kakang?"
"Pengalasan itu tentu keliru menyerahkan surat ini kepadaku.
Benar!" tiba2 bekel Lingga beranjak dari tempat duduknya
"benar, benar...."
"Bagaimana, kakang?" prajurit Pirang terkejut melihat ulah
kawannya.
"Kalau tak salah orang itu mengatakan kepadamu apakah aku
bernama Kalingga ..."
"O, Kalingga!" teriak prajurit Pirang menukas.
"Ya, dia mencari Kalingga tetapi ketika aku mengatakan
namaku bekel Lingga, dia segera menyerahkan surat ini
kepadaku"
"Jika demikian" prajurit Pirang tertawa riang "dia tentu
menganggap bahwa Lingga itu kependekan nama dari Kalingga.
Pada hal ada dua orangnya. Kalingga, prajurit bhayangkara-
dalam dan Lingga, bekel prajurit bhayangkara-luar. Ya, memang ,
diantara kita sendiri, sering mengalami kekeliruan dalam kedua
nama itu"
"Sebenarnya dia juga bernama Lingga. Karena sering terjadi
kekeliruan maka gusti patih lalu menambah namanya menjadi
Kalingga. Dan akulah yang tetap diperkenankan memakai nama
Lingga"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Kakang Lingga" kata Pirang "setelah kita dapat menemukan


letak kesalahan peristiwa ini, adakah kakang bermaksud hendak
menyerahkan surat ini kepada bhayangkara Kalingga ?"
"Bagaimana pendapatmu, pirang"
Pirang membenahi letak duduknya. Setelah itu baru ia berkata
"Surat itu dari pangeran Ardaraja, putera raja Jayakatwang dari
Daha. Mengapa pangeran Ardaraja memberi surat kepada
Kalingga. Dan apa maksudnya mengatakan bahwa Kalingga tentu
tahu sendiri bagaimana menyerahkan surat itu?"
Bekel Lingga mengangguk ”Ya, memang mencurigakan.
Tidakkah hal itu memberi kesan bahwa pangeran Ardaraja
mempunyai hubungan dengan orang-dalam di keraton
Singasari?"
"Menilik Ardaraja itu seorang putera raja, tentulah, apabila dia
benar mengadakan hubungan, dengan mentri atau senopati yang
berpangkat tinggi. Tak mungkin dia hanya berhubungan dengan
seorang prajurit bhayangkara seperti Kalingga saja" Pirang
menambah.
"Dan pangeran Ardaraja itu jelas tiada kepentingan apa2
dalam urusan pemerintahan Singasari..."
"Kecuali dia memang mengadakan hubungan rahasia dengan
seorang mentri tertentu untuk mengetahui keadaan dalam
pemerintahan Singasari"
"Benar" seru bekel Lingga "menurut keterangan gusti patih
Aragani, memang Singasari tak boleh lengah perhatian terhadap
Daha. Menurut kabar2, Daha tengah mempersiapkan
pembentukan suatu pasukan yang besar"
"Jika demikian, Kalingga itu tentu bekerja pada pangeran
Ardaraja" seru Pirang.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Bukan" sambit bekel Lingga "dia hanya suatu alat untuk


menjembatani hubungan antara pangeran Ardaraja dengan
mentri atau senopati di kerajaan Singasari itu"
"Kakang Lingga" akhirnya berkatalah Pirang dengan nada
sarat "penilaian dan kesimpulan kita hampir sama. Dengan
demikian jelas, secara tak sengaja, kakang bakal menerima
anugerah besar"
Bekel Lingga terbeliak "Apa maksudmu?"
"Jika kakang serahkan surat itu kepada gusti patih, apabila
benar isinya mengandung suatu rahasia yang penting, tidakkah
kakang akan menerima hadiah dari gusti patih ?" kata Pirang;
Bekel Lingga terbeliak "O, benar, Pirang. Tetapi aku tak mau
menikmati sendiri. Marilah kuajak engkau menghadap gusti patih
Aragani. Apabila mendapat hadiah, kita bagi dua"
(Oo-dwkz^ismoyo-oO)

II
NARARYA dan Pamot kembali ke rumah pandai-besi Gadu.
Karena hari sudah sore, Gadu minta kedua tetamunya bermalam.
Pada malam hari, Pamot mengiring Nararya berjalan-jalan
melihat kehidupan malam di pura Singasari.
Lorong2 penuh orang berjalan. Gelak tawa dan kecerahan
wajah orang2 itu menunjukkan bahwa suasana kehidupan di pura
Singasari benar2 aman dan tenteram. Juga di candi2 dan rumah2
sudharma, asap sesajian bertebaran mewangi dihembus angin
malam. Suatu pertanda bahwa agama berkembang luas.
Tetapi disamping hai2 yang mengesankan itu, tampak pula
beberapa hal yang kurang memberi kesan sedap bagi Nararya. Ia
sering melihat prajurit2, baik berkawan sampai lima enam
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

ataupun hanya seorang dua orang, yang berkeliaran di lorong2.


Demikian pula di-sementara kalangan rakyat, judi dan tuak
menjadi kegemaran yang mendarah daging. Adakah kerajaan tak
menaruh perhatian untuk memberantas hal2 yang dapat
memberi akibat tak baik kepada rakyat itu?
Namun kesan itu hanya dikandung dalam hati karena saat itu
Nararya lebih mencurahkan perhatian untuk mencari jejak Lembu
Peteng. Tetapi sampai lorong-lorong mulai sepi, belum juga ia
berhasil menemukan suatu apa. Baik mendengar percakapan di
kedai2 maupun langsung bertanya dengan cara yang agak
tersembunyi, kesemuanya telah ditempuh. Namun tak berhasil.
Akhirnya Nararya mengajak Pamot pulang ke rumah pandai-
besi Gadu. Malam itu mereka tidur nyenyak.
Keesokan harinya ketika mohon diri dan menghaturkan terima
kasih kepada Gadu, pandai besi itupun berkata"Karena sudah tiba
di pura, sayang apabila kalian tak pesiar melihat-lihat taman
Boboci yang indah"
"Aku sudah pernah ke sana" kata Pamot.
"Ya, beberapa tahun yang lalu. Tetapi kini atas titah baginda,
taman itu diperbaiki, diperluas dan diperindah. Untuk tempat
hiburan para kawula" kata pandai besi Gadu.
"O, baiklah" kata Pamot. Setelah meninggalkan rumah Gadu,
bertanyalah Pamot kepada Nararya "Apakah raden pernah pesiar
ke taman Boboci itu?"
Nararya gelengkan kepala dan mengatakan belum pernah.
Memang benar. Karena sudah berada di pura Singasari,
sayanglah apabila tak pesiar ke taman yang indah itu. Pikir
Pamot.
"Jika demikian, maukah raden kuantar ke taman yang indah
itu ?" tanya Pamot.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tatkala masih berada di gunung, Nararya pernah mendengar


kissah kehidupan dari moyangnya, Ken Arok atau baginda Rajasa
sang Amurwabhumi. Di taman itulah pertama kali Ken Arok
melihat Ken Dedes. Suatu pertemuan yang menjadi titik tolak
dari berdirinya sebuah kerajaan baru Singasari dibawah raja Sri
Rajasa sang Amurwabhumi. Apa salahnya kalau ia pesiar
ketempat yang termasyhur ifu ?
"Baiklah" katanya. Dan mereka berdua lalu membilukkan arah
menuju ke taman Boboci. Mereka menambatkan kuda di luar
taman kemudian merekapun masuk.
Taman Boboci berhiaskan pintu gapura yang indah. Dua buah
patung berbentuk raksasa, menjaga di kedua samping taman itu.
Nararya segera merasakan suatu alam suasana yang sedap,
teduh dan asri ketika memasuki taman itu. Setiap lorong terdapat
patung2 yang setinggi manusia, karya dari ahli2 pahat Singasari
yang pandai. Sepanjang lorong berhias petak2 pohon bunga.
Pohon2 yang tinggi rindang beiserakan di sana sini. Di tengah2
taman, dibangun sebuah, kolam besar. Ditengah kolam, sebuah
arca bidadari yang tengah menebarkan tangan. Dari ujung
jarinya mencurah butir2 air yang menimpa ke arah patung2
burung dan meriwis di sekeliling. Sepintas pandang, bidadari itu
tengah menebarkan makanan kepaia burung2 yang
mengelilinginya.
Permukaan kolam penuh ditumbuhi bunga2 teratai merah dan
putih. Berjenis ikan yang indah, berenang-renang dengan bebas
dan gembira dalam kolam. Burung2 hinggap di dahan2 pohon
dan bersiul mendendangkan suaranya yang merdu.
Taman Boboci memang tak kecewa menjadi kebanggaan
kawula Singasari. Keindahannya menyerupai suasana taman
dalam, keraton. Baginda Kertanegara menginginkan agar para
kawula dapat meresapi keindahan suatu taman. Sumber segala
ilham, penampung segala duka.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tengah Nararya dan Pamot menikmati keindahan kolam itu,


tiba2 terdengar derap lari kuda yang mengumandangkan suara
gemuruh. Nararya terkejut. Jelas gemuruh lari kuda itu tentu
bukan hanya seekor tetapi tentu beberapa ekor kuda, mungkin
sebuah kelompok prajurit.
"Hah ..." tiba2 Nararya tergetar hatinya manakala teringat
sesuatu. Tidakkah gemuruh derap kaki kuda itu berasal dari
sekelompok prajurit yang hendak menangkapnya ia mengaitkan
bayang2 kecemasan itu dengan peristiwa yang dilakukan
kemarin, menyerahkan surat titipan pangeran Ardaraja kepada
prajurit bhayangkara Kalingga.
Untuk menjaga kemungkinan2 yang tak diinginkan Nararya
membisiki Pamot "Mari kita menuju ke balik pohon itu"
"Mengapa ?" Pamot mengerut dahi.
"Lihat patung lembu itu" kata Nararya seraya melangkah.
Pamotpun mengikutinya.
Tak berapa lama gemuruh derap kuda itu berhenti di muka
gapura. Dari balik gerumbul pohon dapatlah Nararya melihat apa
yang terjadi. Ia berdebar ketika melihat sebuah kereta bercahaya
kuning emas, ditarik oleh delapan ekor kuda tegar, berhenti.
Dibelakang kereta itu mengiring empat prajurit menunggang
kuda. Mereka gagah dan bersenjata.
"Ah" diam2 Nararya mengeluh dalam hati "tentulah seorang
tumenggung atau senopati bersama pengiringnya. Mungkin
hendak menangkap ...."
Tiba2 kata terakhir yang hendak meluncur dari kerongkongan
Nararya itu terhenti seketika sehingga mulutnya ternganga ketika
melihat suatu pemandangan yang hampir2 meragukan pandang
matanya. Ia merentang dan menyalangkan mata selebar
mungkin ....

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Seorang penunggang kuda turun, menghampiri ke samping


kereta dan membukakan pintunya. Dari busananya yang indah,
jelas dia bukan prajurit biasa melainkan seorang perwira.
Mungkin seorang bekel prajurit. Selekas pintu terbuka maka
muncullah seorang puteri kemudian disusul pula oleh seorang
puteri lagi. Terakhir baru dua orang perempuan setengah tua,
berpakaian sebagai dayang perwara.

Bahwa terkaan Nararya tak benar, memang membuat pemuda


itu terkejut. Tetapi yang lebih mengejutkan adalah ketika yang
turun dari ratha kencana itu dua orang puteri. Tetapi yang paling
mengejutkan adalah wajah kedua puteri itu.
Cantik, adalah kata sanjungan yang menjadi kebanggaan
setiap wanita. Tetapi cantik, mungkin takkan mengejutkan hati
Nararya. Banyak wanita cantik yang dijumpahinya. Tetapi cantik
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

yang memancarkan cahaya gilang-gemilang, hanyalah dimiliki


oleh para bidadari sebagaimana ia sering mendengar cerita dari
ibundanya. Dewi Supraba, merupakan ratu cantik dari sekalian
bidadari di khayangan. Demikian cerita itu.
"Adakah dewi Supraba itu benar2 cantik tiada taranya?" diam2
ia merenung. Kemudian timbul bantahan"ah, rasanya sukar untuk
mencari kecantikan yang lebih cantik dari kedua puteri itu ;"ia
hampir tak percaya bahwa di dunia terdapat insan yang
dikaruniai kecantikan sedemikian mulus.
"Pamot, siapakah gerangan kedua puteri itu?" ia menggamit
tangan Pamot.
"Puteri Dyah Ayu Tribuana dan Dyah Ayu Gayatri"
"Puteri baginda Kertanagara ?" bisik Nararya pula.
"Ratna mutu manikam yang menyemarakkan kewibawaan
kerajaan Singasari itu adalah putri kesayangan baginda, raden"
kata Pamot.
"Hm" desuh Nararya dalam hati "wanita cantik itu memang
besar daya pengaruhnya. Sampai2 seorang seperti Pamot dapat
merangkai untaian sanjung puji yang hebat"
Namun ia tak berkata apa2 lagi. Seluruh pandang mata,
perhatian dan semangatnya tertumpah ruah pada kedua puteri
itu.
Kedua puteri itupun mulai ayunkan langkah yang lemah
gemulai memasuki taman Boboci. Dalam pandangan dan
perasaan Nararya, sinar surya yang menerangi taman itu serasa
kalah cemerlang dengan pancaran sinar wajah kedua puteri itu.
Suasana taman tampak berobah meriah. Angin berhembus
silir. Bunga-bunga merundukkan kuntum, daun2 pohon diam
hening, burung2 berkikau, air mendesir dan ikan2 dalam
kolampun serempak muncul ke-permukaan air. Bunga2, pohon,
burung, ikan .dan seluruh penghuni taman itu seolah-olah
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

menyambut khidmat akan kunjungan sang puteri jeKta. Dan


Nararya makin menahan napas.
Keempat prajurit itu mengiring di belakang kedua puteri.
Mereka bangga, Mungkin lebih bangga daripada pulang dari
medan laga dengan membawa kemenangan. Terutama wajah
dan sikap dari prajurit yang membukakan pintu kereta tadi.
Matanya memancarkan sinar kebahagiaan yang meluap-luap.
Baginya merupakan berkah besar dan kebanggaan hidup karena
dapat mengiring kedua puteri cantik itu. Tetapi ada sesuatu yang
menimbulkan perhatian Nararya. Ia memperhatikan ulah prajurit
yang seorang itu beda dengan ketiga prajurit yang lain. Jika
ketiga prajurit itu senantiasa mengeliarkan pandang kesekeliling
sebagaimana layaknya pengiring yang bertugas menjaga
keselamatan tuannya. Tidaklah demikian dengan prajurit yang
seorang tadi. Pandang matanya tak henti hentinya diarahkan
kepada kedua puteri cantik itu.
Entah bagaimana tetapi memang benar, bahwa melihat ulah
prajurit itu, timbullah rasa tak puas dalam hati Nararya. Ia sendiri
tak tahu apa yang menjadi dasar dari rasa tak puas itu. Entah
karena menganggap tingkah prajurit itu tak layak. Entah karena
hatinya cemburu "Ah" desah Nararya dalam hati ketika
menyadari akan perasaan yang mencengkam hatinya saat itu
"apa hakku untuk memiliki rasa cemburu?"
Ia merasa tak berhak. Ia menyadari dirinya tak kenal dengan
kedua puteri itu. Namun ia tak kuasa untuk menghapus perasaan
itu.
Setiap kilatan pandang mata yang terpancar dari kedua puteri
dikala memandang ke sebelah kiri kemudian beralih memandang
ke sebelah kanan, pada deretan bunga dan patung, hati Nararya
serasa berdebar-debar dan bergetar keras. Jelas kedua puteri tak
mengetahui dirinya berada di balik gerumbul pohon yang agak
jauh, tetapi Nararya tetap memiliki debar2 yang serasa
menghentikan detak jantungnya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kedua puteri itu berhenti pada patung burung garuda yang


terletak tak jauh dari kolam "Burung apakah itu, kakang Rangkah
?" tiba2 puteri yang agak tinggi dari puteri yang seorang,
bertanya.
Prajurit yangmembukakan pintu kereta tadi, segera tampil ke
muka "Burung garuda, gusti. Burung, garuda yang bernama
garuda Jathayu, pernah menolong Dewi Shinta ketika sang dewi
dilarikan oleh Rahwana-raja, prabu. Dasamuka"
”O"desis puteri itu.
"Juga garuda yang dapat berbicara, merupakan burung yang
menjadi tunggangan prabu Bomanaraka-sora, puteera prabu
Batara Kresna, gusti" kata prajurit yang .disebut dengan nama
Rangkah itu.
”O" kembali puteri mendesis.
"Juga Sanghyang Batara Wisynu mengendarai burung garuda.
Demikian pula rahyang ramuhun prabu Airlangga dari kerajaan
Panjalu dahulu, mengabadikan burung garuda sebagai lambang
kewibawaan baginda"
Kali ini puteri hanya mengangguk saja.
"Burung garuda merupakan lambang keperkasaan dan
kesaktian yang melindungi dirgantara bumi kerajaan paduka,
gusti. Itulah sebabnya maka baginda junjungan hamba,
menurunkan titah supaya di taman ini dibuat pula patung seekor
burung garuda"
"Pamot" kembali Nararya menggamit lengan Pamot "siapa
puteri yang bicara dengan prajurit itu?"
"Jika tak salah pandangan hamba. Puteri itu adalah gusti
puteri sang Dyah Ayu Tribuwana, raden. Sedang yang seorang
yang agak kecil, adalah gusti puteri sang Dyah-Ayu Gayatri"
"Siapa prajurit itu?" bisik Nararya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Entahlah. Tetapi kalau menilik busananya, dia tentu seorang


lurah prajurit bhayangkara dalam keraton” jawab Pamot.
Nararya mengangguk. Namun diam2 ia mengkal terhadap
sikap dari lurah bhayangkara yang dianggapnya berlebih-lebihan
itu. PuteriTribuwana hanya bertanya sepatah tetap! bekel
bhayangkara itu memberi keterangan tiada henti hentinya bagai
hujan mencurah. Rupanya bekel bhayangkara itu mengharap
sekali kesempatan untuk berbicara dengan puteri.
Kedua puteri itupun beralih ke kolam. Memandang dengan
penuh gairah kepada bunga2 teratai dan ikan2 yang berenang-
renang muncul dipermukaan air, seolah hendak mengucapkan
selamat datang kepada tuan puteri.
"Apakah di taman ini dipelihara margasatwa juga?" tiba2
puteri Gayatri bertanya tanpa menyebut narna bhayangkara itu.
"Hanya burung2, gusti" sahut bekel bhayangkara itu.
"Mengapa ?" tanya puteri Gayatri.
"Karena binatang2 lain tak dapat dilepaskan berkeliaran, harus
ditaruh dalam kandang. Tetapi kalau burung2, dapat dilepas.
Kicau burung2 itu dapat menambah semarak taman ini, gusti
puteri"
"Tetapi apabila kembali ke keraton, aku hendak mohon
kepada ramanda baginda supaya di taman ini dilepas beberapa
ekor kijang" kata puteri Gayatri "kijang tak membahayakan para
pengunjung tetapi merupakan binatang2 yang sedap dipandang"
"Akupun hendak mohon kepada ramanda baginda" puteri
Tribuwana ikut bicara "agar di taman ini dibangun sebuah
bangunan yang tinggi. Bagian bawah dapat digunakan untuk
tempat beristirahat, bagian atas harus merupakan bangunan
semacam pagoda, agar dari tempat itu orang dapat menikmati
keseluruh penjuru alam"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Ah, sungguh indah pendapat paduka, gusti puteri" bekel


bhayangkara itu memuji "baginda tentu berkenan mengabulkan"
Nararya yang dapat menangkap pembicaraan itu, diam2
memuji juga akan pandangan kedua puteri itu untuk menambah
kesemarakan taman itu..
Tiba2 tampak sesuatu yang mengejutkan. Sekawan lelaki
bertubuh kekar, empat orang jumlahnya, masuk ke dalam taman.
Wajah dan sikap mereka amat kasar. Gelak tawa berhamburan
dari mulut mereka ketika melangkah ke dalam taman.
"Ho, beginilah taman Boboci yang termasyhur itu" seru salah
seorang yang berkumis tebal "jika aku seorang pengantin baru,
terjjtu kuajak isteriku pesiar kemari"
"Sayang tiada seorang wanita yang mau menjadi
pengantinmu, kawan" seru seorang kawannya.
"Siapa bilang? Apakah aku kurang gagah?" kata orang
berkumis seraya menegakkan tubuh dan memelintir kumisnya
"jangankan wanita biasa, puteripun tentu akan jatuh hati apabila
melihat aku"
"Benar"sambut kawan yang lain pula"jika puteri itu seorang
puteri cantik tak bernyawa seperti patung bidadari di tengah
kolam itu"
Terdengar gelak tertawa makin gemuruh dari keempat lelaki
pendatang itu.
"Setan" guman lelaki berkumis itu "apa,engkau tak percaya ?"
"Apa yang harus menyebabkan aku percaya?" sahut kawannya
pula.
Mata lelaki berkumis itu berkeliaran memandang kesekeliling
taman. Tiba2 matanya terbeliak "Baik, akan kubuktikan
kepadamu"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Lelaki berkumis itu terus melangkah lebar, menghampiri


ketempat kedua puteri. Ketiga kawannya mengikuti di belakang.
"Bagus" teriak lelaki berkumis itu "impian akan menjadi
kenyataan. Aku akan mendapat puteri yang hendak kujadikan
pengantinku"
Ketiga lelaki kawannya mencurah pandang kearah puteri
Tribuana dan puteri Gayatri. Mereka terbelalak memandang
kecantikan kedua puteri itu.
"Hai, puteri ayu. Siapakah engkau?" teriak lelaki berkumis
seraya menghampiri.
"Keparat engkau !" tiba2 bekel Bhayangkara yang disebut
Rangkah tadi segera loncat ke muka seraya menghardik marah.
Lelaki berkumis itu menyurut mundur selangkah "Kurang ajar!
Engkau berani memaki aku?" teriak nya.
"Berandal dari mana engkau ini? Mengapa engkau berani
kurang tata terhadap gusti puteri kerajaan Singasari!" bentak
bekel Rangkah pula.
"Dia seorang puteri? Ah, sungguh kebenaran sekali. Memang
sudah lama sekali aku merindukan seorang puteri sebagai
mempelai ..."
"Keparat!" belum lelaki berkumis itu menyelesaikan kata-
katanya, bekel Rangkah sudah loncat menerjangnya.
Lelaki berkumis itu tak sempat menghindar. Cepat ia
menangkis, krak ... tubuhnya segera terlempar beberapa langkah
ke belakang. Untung ketiga kawannya cepat menyanggapi
sehingga ia tak sampai terjerembab ke tanah.
Ketiga lelaki itupun serempak maju "Siapa engkau !" bentak
mereka dengan wajah memberingas kemarahan.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Aku bekel Mahesa Rangkah dari keraton Singasari. Basar


sekali nyalimu berani mengganggu gusti puteri. Apakah nyawamu
rangkap tujuh?"
"Tidak peduli" teriak salah seorang dari ketiga lelaki itu "di
dalam keraton, dia puteri raja. Tetapi disini, dia seorang wanita
cantik"
Rupanya bekel Mahesa Rangkah tak dapat menguasai
kemarahannya lagi. Ia terus menerjang ketiga lelaki berandal itu.
Segera ia dikerubut oleh empat orang. Lelaki berkumis tadipun
mencabut pedang dan menyerang Mahesa Rangkah.
Mahesa Rangkah tak gentar. Ia menyambar tombak trisula
dari seorang anakbuahnya lalu menghadapi keempat lawannya.
Pertarungan berlangsung seru. Mahesa Rangkah ternyata gagah
perkasa. Ia dapat mendesak keempat lawan dan dapat
menombak lelaki berkumis itu lagi. Akhirnya keempat lelaki kasar
itu lari pontang panting.
"Kejar?" perintah bekel Mahesa Rangkah. Dan ketiga prajurit
anakbuahnyapun segera mengejar. Tak berapa lama mereka
bergegas datang dengan wajah lesi dan gugup "Ki..bekel,
berandal2 itu tetap melarikan kuda kita"
"Mereka berani?" teriak Mahesa Rangkah dengan marah sekali
"kejar sampai ketemu ...." ia-pun terus melangkah pergi.
"Kakang bekel" tiba2 putera Tribuana berseru "hendak
kemanakah kakang mengejar mereka?"
"Kemanapun Saja sampai ketemu" sahut bekel Rangkah
dengan penuh semangat.
Puteri Tribuana gelengkan kepala "Tak perlu, kakang bekel.
Mereka mencuri kuda, tentu sudah lari jauh. Bagaimana mungkin
kakang bekel hendak mengejar mereka. Dan bagaimana dengan
keselamatan kami berdua apabila kakang bekel mengejar
mereka?"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Bekel Mahesa Rangkah tertegun "Maaf, gusti, hamba hanya


menuruti rangsang kemarahan"
"Siapakah kiranya kawanan manusia liar itu ?" tanya puteri
Tribuana.
Mahesa Rangkah merenung. Sejenak kemudian memberi
keterangan "Jika kawula Singasari, tentulah akan tahu siapa
kiranya gusti puteri berdua. Tentu tak berani seliar itu hendak
mengganggu. Rasanya mereka tentu gerombolan penjahat dari
lain daerah yang kebetulan singgah di taman ini"
"O" desuh puteri Tribuana "peristiwa ini benar2 aneh.
Ditengah hari, di taman Boboci yang menjadi pusat keramaian di
pura Singasari, ternyata muncul juga kawanan penjahat yang
berani mengganggu kami. Tidakkah ini berarti keamanan dalam
pura masih belum terjaga dengan baik"
"Itulah, gusti puteri" kata bekel Rangkah ”maka baginda yang
mulia segera menitahkan penggantian pada beberapa mentri.
Tumenggung Wirakreti di-lorot sebagai mentri dan ditugaskan
untuk menjaga keamanan pura dengan pangkat mentri
Angabhaya"
Mahesa Ranggah menghela napas "Tetapi nyatanya keamanan
di pura masih belum terjamin. Titah gusti hamba, yang mulia
baginda Kertanagara, rupanya telah diabaikan oleh tumenggung
Wirakreti"
"Tetapi kakang bekel" kata puteri Tribuwana "penilaianmu tadi
tepat. Kawanan, penjahat itu tentu berasal dari luar daerah yang
kebetulan saja singgah di taman ini. Dalam hal itu paman
tumenggung Wirakreti tentu tak menduga"
"Gusti puteri" kata Mahesa Rangkah "setiap nayaka yang
ditugaskan menjaga keamanan harus mempunyai tanggung
jawab yang penuh. Misalnya, langkah paduka yang berminat
bercengkerama di taman Boboci ini seharusnya mendapat
pengawasan dan pengawalan dari yang berwajib menjaga
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

keamanan. Dalam hal menjaga keselamatan gusti puteri, tidaklah


tepat kalau hanya didasarkan pada dugaan saja. Dugaan bahwa
tak mungkin kawula atau penjahat dalam pura ini berani
mengganggu gusti puteri"
Puteri Tribuwana mengangguk.
"Dalam peristiwa ini, mau tak mau timbullah kesan hamba
terhadap diri tumenggung itu" kata Mahesa Rangkah pula.
"Kesan bagaimana?" tanya puteri Tribuwana.
"Atau tumenggung Wirakreti itu memang tak cakap,
melaksanakan tugasnya. Atau memang sengaja menghapus
semangatnya untuk melakukan tugas"
Puteri Tribuwana kerutkan dahi, ujarnya "Jika tak cakap, itu
memang dapat saja kemungkinannya. Tetapi apabila paman
tumenggung tak bersemangat dan sengaja melalaikan tugas, hal
itu kurang dapat kuterima. Karena paman Wirakreti itu seorang
mentri narapraja yang sudah lama dan setya"
"Gusti puteri" kata Mahesa Rangkah "adakah gusti
memperkenankan hamba untuk memberi ulasan?"
"Ya"
"Acapkali terjadi bahwa seseorang yang telah menjabat
kedudukan tinggi itu, akan kecewa, malu dan marah dalam hati
apabila diturunkan kedudukannya. Demikian kiranya hal yang
terjadi pada tumenggung Wirakreti. Beliau dahulu seorang mentri
besar kekuasaannya dalam pemerintah, telah dihapus dan
dipindah dalam tugas keamanan. Dengan demikian dia tak
mempunyai pengaruh kekuasaan lagi dalam pemerintahan.
Apabila tumenggung Wirakreti melaksanakan tugas baru dengan
setengah hati, tentu mudah dimengerti"
Puteri Tribuwana tak memberi pernyataan apa2.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Tetapi tumenggung terlalu melampaui batas. Entah


bagaimana tindakan baginda apabila baginda mendapat laporan
tentang peristiwa hari ini. Dikuatirkan tumenggung akan
menerima hukuman yang lebih tegas" bekel Mahesa Rangkah
menghela napas.
"Paman tumenggung sama sekali tidak melalaikan tugas" tiba2
puteri Gayatri yang sejak tadi diam, membuka suara.
Bekel Rangkah terkejut "Mohon gusti puteri berkenan
memberi penjelasan kepada hamba"
"Kepergian ayunda Tribuwana bersama aku ke taman ini
sebelumnya tiada rencana. Tiba2 saja timbul minat kami untuk
pesiar ke taman ini" kata puteri Gayatri "dengan demikian sudah
tentu kamipun tak memberitahu kepada kepala keamanan
keraton"
"Benar" puteri Tribuwana ikut memberi suara "kami hanya
menitahkan kakang bekel membawa beberapa anakbuah,
mengiringkan perjalanan kami ke taman ini"
"Akulah yang bersalah, bukan paman tumenggung. Karena
kepergian kami secara diam2 itu, apabila sampai terjadi hal2
yang tak diinginkan seperti tadi, akan mempersulit tugas paman
tumenggung"
Bukan kepalang sibuk hati Mahesa Rangkah. Ia berusaha
untuk menghitamkan tumenggung Wirakreti dihadapan kedua
puteri. Agar kedua puteri itu akan memberitahu kepada baginda.
Tetapi di luar dugaan, puteri Gayatri telah menyatakan bahwa
tumenggung Wirakreti tak bersalah. Kedua puteri itu akan
bertanggung jawab atas semua peristiwa yang terjadi dalam
taman itu tadi.
Sampai beberapa saat Mahesa Rangkah tak dapat berkata-
kata.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Kakang bekel" akhirnya puteri Tribuwana yang luhur budi


berkata "betapapun halnya, namun aku dan adinda Gayatri amat
berterima kasih kepadamu karena dapat menghindarkan kami
berdua dari suatu musibah yang hina"
"Gusti puteri" serta merta bekel Rangkah menghaturkan
sembah "apa yang hamba lakukan hanya suatu kewajiban dalam
tugas hamba. Mengapa gusti harus berterima kasih?"
"Benar" ujar puteri Tribuwana "memang kakang bekel hanya
melakukan tugas. Tetapi bagaimana apabila kakang bekel gagal
dan dikalahkan kawanan penjahat itu? Tidakkah keamanan diri
kami juga akan menderita?"
Bekel Rangkah tak dapat menyahut.
"Oleh karena itu, tiada berkelebihan apabila aku berterima
kasih kepadamu. Dan sebagai pernyataan dari rasa terima kasih
itu, terimalah pemberianku ini, kakang bekel"
Puteri Tribuwana melolos cincin yang berada dijari tengah dan
diberikan kepada bekek, Rangkah. Bekel itu terkejut "Gusti
puteri" serunya dengan nada tergetar "bagaimana gusti puteri
hendak menganugerahkan hamba cincin pusaka gusti puteri"
"Terimalah" seru puteri Tribuwana.
"Tetapi gusti puteri" masih Mahesa Rangkah gemetar "sudah
amat berterima kasih tak terhingga dan girang tak terperikan hati
hamba karena gusti puteri terhindar dari suatu peristiwa yang tak
terduga. Bagaimana hamba masih mengharapkan pemberian
anugerah gusti puteri ?"
"Aku telah mengatakan alasanku" kata puteri Tribuwana "dan
anugerah ini telah menjadi keputusan-ku. Apakah engkau hendak
menolak pemberianku kakang bekel ?"
Mahesa Rangkah menyadari makna dari pertanyaan puteri
Tribuwana. Apabila ia berkukuh menolak tentulah puteri akan
murka karena menganggap penolakan itu suatu hinaan. Maka
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

serta merta Mahesa Rangkahpun segera menerima anugerah itu


seraya menghaturkan sembah terima kasih.
Peristiwa itu disaksikan dengan jelai oleh Nararya dari tempat
persembunyiannya. Iapun memperhatikan betapa cahaya muka
bekel Mahesa Rangkah dikala menerima pemberian cincin dari
puteri Tribuwana. Lebih bangga dari seorang pahlawan yang
berjasa dalam peperangan "Hm" Nararya mendesuh dalam hati.
Ia tak tahu perasaan hatinya saat itu. Entah geram entah iri.
Yang jelas dadanya terasa sesak dihimpit oleh kemuakan yang
meluap.
Ia tak tahu mengapa ia membiarkan dirinya memiliki perasaan
begitu. Pada hal ia sadar sesadar-sadarnya bahwa ia tak
mempunyai hak sama sekali untuk melahirkan penilaian dan
membentuk kesimpulan.
"Aduh ...."
Nararya terkejut mendengar teriakan mengaduh itu. Ia
berpaling ke samping karena ia tahu suara itu berasal dari mulut
Pamot "Mengapa Pamot ?" tegurnya.
Pamot sibuk merogohkan tangannya ke paha celana "Bedebah
...."
"Mengapa Pamot?" Nararya mengulang.
"Semut, raden, binatang itu menggigit pangkal pahaku sampai
seperti kena api rasanya" kata Pamot.
"Ah" Nararya hendak tertawa tetapi dihentikan seketika
manakala ia merasa dihadapannya berdiri sepasang kaki orang.
Ia terkejut. Namun ditenangkan-nya perasaan itu. Pandang
matanya mulai menelusur merayap keatas pinggang, tubuh dan
akhirnya muka orang itu "Ah, bekel Rangkah" desuhnya dalam
hati.
Pandang mata Nararyapun beradu pandang dengan mata
bekel Rangkah. Tampak mata bekel itu berkilat-kilat tajam,
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

memancar hawa kemarahan "Siapa engkau" hardik bekel itu


sebelum Nararya sempat bangkit memberi salam.
"Maaf, ki bekel" serta merta Nararya berbangkit menghaturkan
maaf. Demikianpun Pamot.
"Siapa engkau!" bekel Rangkah mengulang hardikannya.
Matanya menjelajah pandang ke sekujur tubuh Nararya.
"Aku dan kawanku ini juga sedang menikmati keindahan
taman Boboci. Maaf apabila teriakan kawanku yang digigit semut
tadi, mengganggu ki bekel"
"Aku tak sengaja, ki bekel" kata Pamot pula.
"Hm, kalian tentu anggauta gerombolan berandal tadi" teriak
bekel Rangkah dengan mata berkilat-kilat.
"Berandal? Ah, tidak sama sekali, ki bekel" kata Nararya
"kecuali kami berdua, juga terdapat beberapa orang yang tengah
menikmati keindahan taman ini"
"Lekas mengaku terus terang sebelum kesabaranku habis"
teriak bekel Rangkah.
"Harus mengaku bagaimana, ki bekel?"
"Bahwa kalian ini benar anggauta gerombolan berandal radi"
Pamot merah mukanya. Ia hendak marah tetapi Nararya
memberi isyarat mata supaya dia menahan diri. Kemudian ia
berkata "Adakah kami berdua ini serupa dengan golongan
berandal?"
"Berandal tak dapat diukur dengan keadaan tampang orang.
Hati orang siapa yang tahu" kata bekel Rangkah "yang jelas,
tingkah ulah kalian bersembunyi dibalik gerumbul pohon ini,
bukankah karena hendak menggintai kedua gusti puteri kami ?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Ah, ki bekel, harap jangan menduga sehina itu kepada kami"


masih Nararya berkata dengan tenang "kami lebih dulu datang ke
taman ini sebelum rombongan gusti puteri tiba"
"Itu bukan halangan" sahut bekel Rangkah "karena kalian
hendak mempersiapkan diri lebih dulu di taman ini"
"Tetapi sama sekali kami tak tahu bahwa gusti puteri akan
bercengkerama ke taman ini. Kamipun hanya secara kebetulan
saja singgah dalam perjalanan kami pulang ke Daha"
"Hm, engkau prang Daha ?"dengus bekel Rangkah ”dan
engkau menyelundup ke taman ini untuk menunggu kedatangan
gusti puteri"
"Aku tidak menyelundup" teriak Pamot yang marah melihat
sikap bekel itu.
"Ki bekel" kata Nararya dengan nada tenang "adakah suatu
peraturan yang melarang bahwa orang Daha dilarang masuk ke
taman Boboci ini ? Jika memang ada, akupun rela menerima
pidana menurut peraturan itu"
"Hm, pandai benar engkau membalas kata2" cemoh bekel
Rangkah "memang taman Boboci ini tak mempunyai peraturan
hegitu. Tetapi ketahuilah bahwa ada suatu peraturan dalam
rangka tugas pengamanan dan melindungi keselamatan gusti
puteri, pimpinan pengawal diwenangkan untuk mengambil
tindakan terhadap seseorang yang dicurigai akan mengganggu
keselamatan gusti puteri"
"Adakah ki bekel menganggap bahwa aku dan kawanku ini
layak dicurigai?" tanya Nararya.
"Ya" sahut bekel Rangkah.
"Apa dasarnya, ki bekel?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Peristiwa dari empat orang berandal yang hendak


mengganggu gusti puteri itu, mengharuskan aku untuk mengusir
atau menangkap setiap orang lelaki yang berada di taman ini"
"Ah, tiada semua pengunjung lelaki tentu sejahat mereka tadi"
bantah Nararya.
"Mereka jelas bukan kawula Singasari. Demikian-pun engkau
berdua. Maka kalian harus keluar dari taman ini atau terpaksa
kutangkap" bekel Rangkah mengancam.
Sesungguhnya apabila menuruti perintah bekel itu, amanlah
Nararya. Dia tak perlu menghadapi urusan-urusan lebih lanjut.
Tetapi entah bagaimana, ada dua buah hal yang menguasai
pertimbangannya. Pertama, ia tak puas akan sikap bekel
Rangkah yang congkak. Kedua, berat rasa hatinya untuk tak
dapat memandang kedua puteri itu. Suatu pemikiran yang
mustahil diadakan tetapi mustahil pula ditiadakan. Baginya,
meniadakan bayangan wajah kedua puteri itu, semustahil hendak
meniadakan sinar sang surya. Lenyapnya surya, dunia akan
gelap. Lenyapnya bayangan kedua puteri itu, hatinyapun pekat..
"Aku bersedia pergi" katanya kepada bekel Rangkah "atas
dasar tindakan pengamanan kedua gusti puteri"
Mahesa Rangkah mengangguk.
"Tetapi kuminta ki bekel menarik kembali tuduhan ki bekel
bahwa kami berdua adalah anggauta dari gerombolan penjahat
tadi"
Bekel Rangkah terkesiap "Engkau menuntut?"
"Ya" sahut Nararya "kami berdua masuk ke taman ini sebagai
orang bersih dan keluarpun harus sebagai orang bersih. Jika kami
keluar karena berlumur tuduhan yang ki bekel lontarkan kepada
diri kami, kami terpaksa menolak"
Mahesa Rangkah masih muda. Angkuh dan tinggi hati.
Sebenarnya apabila ia mau menarik kembali tuduhannya tadi,
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya dan Pamot akan keluar dan u» rusanpun selesai sampai


disitu. Tetapi bekel itu sedang dimabuk pujian, temaha akan jasa.
Dia telah berhasil memikat perhatian puteri Tribuwana sehingga
puteri itu berkenan menganugerahi cincin atas jasanya
menghalau kawanan pengacau tadi. Alangkah kagum dan makin
meninggi pujian puteri itu apabila ia dapat menuduh Nararya dan
Pamot sebagai kawan2 dari pengacau2 tadi lalu kemudian dapat
dihajarnya ? Tidakkah puteri itu akan membalas lagi dengan
imbalan yang lebih besar dengan melaporkan kegagahan bekel
Rangkah ke hadapan ramanda baginda Kertanagara ? Tidakkah
baginda Kertanagara akan menganugerahinya pangkat dan
kedudukan yang lebih tinggi?. Tidakkah, kegagahan dan
keberaniannya untuk melindungi keselamatan puteri itu akan
menimbulkan kesan dalam hati sang puteri ?
Bermacam pertimbangan itu makin memantapkan
keputusannya bahwa ia akan menangkap Nararya dan Pamot
sebagai kawan dari gerombolan pengacau tadi.
"Jangan banyak tingkah! Engkau berani membantah
perintahku?" hardik bekel bhayangkara itu.
"Aku tak bersalah, mengapa ki bekel menuduh aku dengan
prasangka seburuk itu?" Nararyapun terhanyut dalam rangsang
kemengkalan terhadap sikap bekel yang - sewenang-wenang itu.
"Keparat" bekel Rangkah serentak mengayunkan tinjunya ke
dada Nararya. Melihat itu Pamotpun segera bergerak hendak
menyongsong tetapi diapun sudah diserbu oleh dua orang
prajurit pengiring rombongan kedua puteri itu.
Mendengar hiruk pikuk, teriak hardik dan debu yang
berhamburan dari balik gerumbul pohon, puteri Tribuwana dan
puteri Gayatri segera menghampiri. Alangkah kejut kedua puteri
itu demi melihat bekel Rangkah sedang berkelahi dengan
seorang pemuda yang cakap wajahnya. Sedang dua orang
prajurit sedang mengembut seorang lelaki.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Berhenti" tiba2 puteri Tribuwana berseru memberi perintah


karena melihat saat itu bekel Rangkah dapat diteliku oleh
pemuda itu.
Mendengar kehadiran kedua puteri, pemuda itupun terkejut.
Serta mendengar perintah Tribuwana, pemuda itupun segera
lepaskan tubuh Rangkah dan menyurut mundur, terlongong-
longong memandang kedua puteri.
Bahwa ketika dari balik gerumbul pohon melihat kecantikan
kedua puteri Singasari itu, Nararya sudah berdebar-debar tak
keruan. Dan kini setelah hanya terpisah beberapa langkah
jaraknya dari puteri itu, semangatnya, serasa terbang.
Sukar ia membedakan siapakah diantara kedua puteri itu yang
lebih cantik. Dalam pandang matanya, kedua puteri itu seperti
dua bidadari yang turun ke mayaloka. Dalam pandang hatinya, ia
seolah berhadapan dengan suatu kegaiban yang berupa
sepasang surya atau matahari kembar.
"Duk ...." sekonyong-konyong Nararya gelagapan ketika
dadanya terhunjam sebuah tinju yang keras sehingga ia
kehilangan keseimbangan, terhuyung dua tiga langkah ke
belakang. Ia terus pejamkan mata menahan debar jantungnya
yang berdetak keras.
"Engkau curang, kakang bekel!" teriak puteri Gayatri demi
menyaksikan peristiwa yang dilakukan oleh bekel Rangkah
kepada Nararya.
"Dia kawan penjahat tadi, gusti" Mahesa Rangkah hendak
memburu Nararya lagi.
"Berhenti!" teriak sebuah suara yang bernada lembut tetapi
mengandung wibawa. Itulah puteri Tribuwana yang
melengkingkannya.
Entah bagaimana, Mahesa Rangkah kuncup nyalinya ketika
mendengar suara puteri Tribuwana. Kepada puteri Gayatri yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

memakinya tadi, ia masih tak tunduk tetapi kepada puteri


Tribuwana ia mati langkah "Mengapa gusti puteri? Dia adalah
kawan dari kawanan berandal tadi? Perkenankanlah hamba untuk
menghajarnya"
"Tidak, kakang bekel" seru puteri Tribuwana dengan nada
berkuasa sehingga-bekel Rangkahpun tak berani bergerak "aku
hendak bertanya dulu kepadanya. Jika dia benar kawan dari
gerombolan penjahat tadi, kakang bekel boleh menangkapnya"
"Telah hamba tanya, gusti puteri" kata bekel berusaha untuk
menghalangi puteri berbicara langsung dengan pemuda itu
"walaupun dia menyangkal tetapi dia mencurigakan sekali. Kalau
tak hamba hajar, dia tentu tak mengaku"
"Baik, kakang bekel, tunggulah" kata puteri Tribuwana. Puteri
baginda Kertanagara yang sulung itu memang lebih sabar dan
tak suka melukai perasaan o-rang, walau orang bawahanpun.
"Ki sanak" puteri Tribuwana berkata kepada Nararya
"siapakah.engkau berdua ini? Mengapa berkelahi dengan
pengiring kami?"
Nararya membuka mata lalu memberi hormat ”Hamba
bernama Nararya dan kawan hamba Pamot. Hamba sedang
melihat keindahan taman ini entah apa sebabnya ki bekel,
menuduh hamba, sebagai penjahat dan dengan paksa hendak
mengusir hamba dari taman ini"
"O" desuh puteri Tribuwana.
"Mohon gusti puteri memberi ampun atas kesalahan hamba
karena berani melawan pengiring paduka" kata Nararya pula.
Puteri Tribuwana dan puteri Gayatri diam2 terkejut atas
pernyataan pemuda itu. Setitikpun pemuda itu tak menampakkan
dendam kemarahannya terhadap bekel Rangkah yang telah
memukulnya secara curang. Bekel yang sudah ditangkapnya itu
karena mendengar perintah puteri Tribuwana, telah dilepas oleh
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pemuda itu. Tetapi bekel Rangkah bahkan malah memukul


sesaat pemtida itu tak bersiap.
Kedua puteri itu memandang Nararya dengan penuh
perhatian. Wajah pemuda itu memancarkan cahaya yang terang,
tutur bahasanya rendah hati, sikapnya yang penuh susila,
menimbulkan kesan kepada kedua puteri itu bahwa dia tentu
bukan pemuda kebanyakan. Raut wajah seperti pemuda itu
hanya dimiliki oleh putera2 keturunan priagung.
Rupanya Nararya yang menunduk, merasa dirinya terpancar
oleh sesuatu yang menggelisahkan hatinya, lapun mengangkat
muka. Ah, bagaikan terkena pancaran kilat, darah Nararya serasa
bergejolak keras demi pandang matanya beradu pandang dengan
kedua puteri itu.
Pernah ia berhadapan dengan Singa Barong dan
gerombolannya, pernah ia melayani Suramenggala dan pernah ia
harus menghadapi godaan2 dari indera ciptanya ketika bertapa di
makam candi Wengker. Tetapi kesemuanya itu tidaklah sehebat
pancaran sinar mata kedua puteri yang menatap pandang
matanya terus tembus ke hati. Baru pertama itu dalam hidupnya
ia mengalami suatu goncangan hati yang sukar dilukiskan.
Rupanya hal itu sempat diperhatikan pula oleh bekel Rangkah.
Marahnya bukan kepalang "Jangan kurang tata, bedebah !"
bentaknya dengan mata merentang lebar, selebar mungkin untuk
menghanguskan tubuh pemuda itu dengan sorot matanya yang
memancarkan api kemarahannya.
Puteri Tribuwana dan puteri Gayatri tersipu-sipu merah
mukanya. Walaupun kemarahan bekel itu ditujukan pada
Nararya, tetapi karena merekalah yang menjadi lawan pandang
mata Nararya, kedua puteripun merasa tersinggung pula.
Sesungguhnya tak layak mereka mengandung perasaan itu.
Seorang puteri raja, tidaklah sama dengan seorang gadis biasa.
Berhak untuk memandang orang2 bawahannya. Dalam hal itu
tiada menyangkut kesusilaan melainkan kekuasaan.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Tetapi puteri Tribuwana dan Gayatri mempunyai perasaan


lain. Berhadapan pandang mata dengan Nararya, mereka merasa
bukan seorang puteri melainkan seperti seorang wanita atau
gadis. Hilang rasa keangkuhannya sebagai puteri raja. Mereka
benar2 merasakan perasaan hati dan perasaan diri sebagai gadis
remaja. Remaja yang cerah bergelora bagaikan kuntum mekar di-
pagi hari menanti kedatangan kumbang.
"Ki sanak" akhirnya puteri Tribuwana mendapat kembali
keperibadiannya, rasa dan duduk dirinya. "bekel yang mengawal
kami itu mempunyai tanggung jawab akan keamanan perjalanan
kami. Oleh karena itulah maka ki bekel telah mengambil tindakan
kepadamu"
"Hambapun menerima tindakan ki bekel, gusti puteri" kata
Nararya.
"Engkau melihat juga akan peristiwa keempat orang yang
hendak mengganggu kami tadi?" tanya puteri pula.
"Ya"
"Tetapi kupercaya penuh keteranganmu. Engkau bukanlah
kawan mereka" kata puteri.
"Terima kasih, gusti" Nararya memberi hormat.
Bekel Rangkah cemas geram melihat kedua puteri asyik
berbicara dengan Nararya. Ia sempat pula memperhatikan
betapa cerah wajah kedua puteri itu dikala bercakap dengan
Nararya. Bahkan puteri Gayatri yang mahal senyum dan selalu
tampak membawa wajah sarat apabila berkata-kata kepadanya,
pun tampak mengulum senyum kepada Nararya.
"Bedebah" makin berkobarlah kemarahan bekel Mahesa
Rangkah demi melihat betapa gembira cahaya wajah Nararya,
betapa bersinar kedua mata pemuda itu pada saat berhadapan
dengan kedua puteri. Sebagai sesama jenis lelaki, tahulah ia apa
yang terkandung dalam sikap dan cahaya wajah Nararya itu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kemudian ia mendengar ucapan puteri Tribuwana yang tak


percaya bahwa Nararya itu anggauta dari kawanan penjahat tadi.
Ah, berbahaya apabila ia sampai kehilangan muka dihadapan
puteri itu. Ia tahu bagaimana harus menghadapi puteri
Tribuwana. Jika ia tetap berkukuh mengatakan Nararya itu
seorang anggauta kawanan penjahat, tentulah puteri Tribuwana
tak senang hati kepadanya. Ia harus menggunakan akal.
"Ki sanak" tiba2 ia berkata kepada Nararya "maafkan
pukulanku tadi. Demikian pula ucapanku yang kasar kepadamu.
Tetapi engkau tentu dapat memaklumi, betapa berat tugas
mengawal keselamatan gusti puteri itu"
Nararya terkejut, cepat ia menyahut "Ah, ki bekel merendah
diri. Memang akulah yang bersalah. Ki bekel seorang yang tahu
akan kewajiban. Jangankan hanya memukul, membunuh diriku,
pun kurasa ki bekel tak bersalah"
Umpannya berhasil, bekel Rangkah tak mau me-nyia-nyiakan
kesempatan yang bagus. Ia harus mengikat Nararya dalam
pembicaraan agar kedua puteri itu tak sempat berbicara lagi
dengan pemuda itu "Ki sanak kurasa engkau tentu memiliki ilmu
yang tinggi"
"Ah, janganlah ki bekel menyanjung diriku sedemikian tinggi"
"Memang ki sanak sendiri yang memberitahu kepadaku" kata
Mahesa Rangkah.
"Aku? Ah, ki bekel ...."
"Sesungguhnya kutahu dan tak percaya bahwa engkau
seorang anggauta gerombolan penjahat tadi. Tetapi aku tetap
berkeras mengatakan begitu kemudian menyerangmu, tak lain
karena hendak menguji sampai-dimana kesaktianmu. Ternyata
engkau telah lulus dari ujian itu. Peluang yang serigaja kuberikan
dapat engkau gunakan sebaik-baiknya untuk meneliku tanganku.
Demikian juga hantaman yang kuhunjamkan ke dadamu itu
dapat engkau tahan dengan ilmu kepandaianmu yang sakti.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Bukankah hal itu kesemuanya engkau sendiri sudah memberi


tahu kepadaku?"
"Ah, ki bekel" Nararya menghela napas "betapa rasa terima
kasih hatiku atas pelajaran yang tuan berikan kepadaku.
Memang, apabila ki bekel tak mengalah, bagaimana mungkin aku
mampu mengalahkan ki bekel ?"
Puteri Tribuwana dan puteri Gayatri mendengar jelas
pembicaraan itu. Diam2 mereka terkesiap dan mengetahui apa
yang terjadi tadi. Kedua puteri itu tak mengerti ilmu kanuragan
maka merekapun percaya saja apa yang dikatakan bekel
Rangkah. Bukankah Nararya sendiri juga mengakui hal itu ? Di
situlah letak kepandaian dan kelicinan Mahesa Rangkah. Dia tahu
kemana angin bertiup. Diapun tahu pula bahwa lebih baik
mengikuti arah angin bertiup daripada harus bertahan apalagi
menyongsong. Dengan kata2 itu, cepat ia dapat memulihkan
kepercayaan kedua puteri atas kedigdayaan yang dimilikinya.
"Ki sanak" kata bekel Rangkah pula "tidakkah engkau
mempunyai cita2 untuk masuk prajurit? Kurasa gusti senopati
Anabrang tentu gembira sekali menerimamu"
Nararya terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia memang
mempunyai cita cita untukmenjadi prajurit
Singasari karena hanya dengan jalan itulah dia dapat
mengabdikan diri pada negara. Tetapi saat ia masih mempunyai
beberapa tugas yang belum selesai dikerjakan. Maka dengan
halus ia menolak tawaran bekel Rangkah.
Bekel Rangkah sempat memperhatikan betapa cerah berseri
cahaya kedua puteri ketika ia menawarkan Nararya supaya
masuk sebagai prajurit Singasari. Geramnya makin berkokar.
Hujan setahun terhapus panas sehari. Sudah bertahun-tahun ia
memiliki suatu angan-angan yang tinggi. Memang ia merasa
betapa tinggi a-ngan-angan itu harus digapainya, betapa sukar ia
akan berhasil mencapainya bahkan kemungkinan berhasilnya
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

amat tipis sekali. Tetapi menjadi pendirian Mahesa Rangkah,


sama2 berangan-angan atau bercita-cita, sama2 harus berusaha
untuk mencapai cita-cita itu, mengapa ia tak bercita-cita
menggapai rembulan daripada hanya menggapai bintang.
Dengan tekun, rajin dan penuh pengabdian, akhirnya ia makin
mendekati dengan arah cita-citanya itu. Ia telah diangkat sebagai
bekel bhayangkara-dalam. Ia telah dipercayakan untuk mengawal
keselamatan kedua puteri baginda. Dengan demikian makin
dekatlah ia a-kan cita-citanya itu. Tetapi selama mengabdi
kepada kedua puteri itu. masih belum ada suatu tanda2 yang
dirasakan bahwa ia mempunyai harapan untuk mencapai cita-
citanya itu. Bagaikan rembulan, tampaknya dekat tetapi jauhnya
bukan kepalang. Jauh tetapi tampak dekat sekali. Demikian yang
dirasakan dalam hubungannya dengan kedua puteri baginda itu.
Kini dengan indera penglihatan dan indera perasaan, ia
memperhatikan bahwa kedua puteri itu cepat sekali sudah
mempunyai kesan baik dalam pertemuan pertama dengan
Nararya. Tidakkah hal itu akan menghapus jerih payahnya untuk
mencapai cita-cita yang diangan-angankannya itu? Tidakkah hal
itu sama dengan panas sehari yang menghapus hujan setahun
itu ?
"Jahanam” teriak hati Mahesa Rangkah kepada Nararya
"engkau harus mati, ki sanak !"
Walaupun kemarahan itu timbul dalam batin, tetapi bekel
Rangkah tak kuasa menahan tebaran warna merah yang
menyelimuti seluruh wajahnya. Ia cepat menyadari hal itu karena
pangkal telinganya terasa panas. Buru2 ia menekan perasaannya
dan menenangkan wajahnya pula "O. apabila engkau masih
belum sempat membaktikan dirimu kepada kerajaan Singasari,
aku-pun tak mau memaksa, ki sanak"
"Terima kasih, ki bekel" kata Nararya dengan hati jujur karena
ia tak tahu sama sekali bisa yang diselubungi dengan rangkaian
kata manis yang bernada ramah dari mulut bekel itu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Namun engkau tetap dapat membaktikan dirimu kepada


kerajaan Singasari, ki sanak. Asal engkau mau" kata bekel
Rangkah.
"O, apakah itu, ki bekel?"
"Kawanan berandal yang berani mengganggu kedua gusti
puteri kemudian melarikan diri dengan melarikan empat ekor
kuda kami, harus ditangkap. Apabila engkau dapat melaksanakan
hal itu, besar sekali ganjaranmu, ki sanak"
"Ah, ki bekel ...."
"Tangkaplah kawanan berandal itu, mati atau hidup, kalau
mati laporkanlah kepadaku. Kalau hidup pun bawalah mereka
kepadaku. Carilah aku, bekel bhayangkara Mahesa Rangkah, di
keraton Singasari. Jasamu pasti akan kuhaturkan kepada gusti
senopati"
"Benar, ki .... ki sanak" tiba2 puteri Gayatri ikut bicara "jasamu
akan kuhaturkan kepada ramanda baginda"
Sebenarnya tak tertarik hati Nararya pada anjuran bekel
Rangkah. Tetapi demi mendengar puteri Gayatri ikut
menganjurkan, seketika ia menerima "Baik, gusti. Hamba akan
berusaha untuk menyelidiki jejak mereka dan menangkapnya"
"Engkau sudah berjanji dihadapan gusti puteri, ki sanak" cepat
pula bekel Rangkah menambahi "harus engkau tepati"
Nararya terkejut mendengar kata2 itu. Dengan begitu secara
tak disadari ia telah melibatkan diri dengan suatu tugas dari
puteri Tribuwana dan puteri Gayatri serta dengan bhayangkara
penjaga keamanan keraton. Namun ketika matanya yang
menunduk ke tanah itu melihat gunduk bayang2 yang rebah
merentang di hadapannya, hatinyapun berdebur. Bayang2 itu
adalah bayang2 tubuh kedua puteri yang terpancar sinar surya.
Sedemikian dekat bayang2 itu sehingga bagian kepala dari kedua
puteri seolah rapat berhadapan. Ia sempat memperhatikan pula
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

bahwa bibi kedua puteri itu seolah bergerak-gerak, seperti orang


membisikkan kata kepadanya ....
"Ah, bayang2. Bilakah engkau benar2 akan menjelma sebagai
pemilikmu sesungguhnya" diam2 bertanyalah Nararya kepada
bayang2 itu. Pertanyaan dari dalam hati dengan bahasa rasa.
Rupanya kemenungan Nararya itu diperhatikan pula oleh
kedua puteri. Dan kedua puteri itupun tahu apa yang sedang
dipandang Nararya. Entah adakah hal itu hanya menurut reka
khayal Nararya atau memang sesungguhnya demikian. Tetapi
Nararya samar2 melihat pula salah seorang puteri telah
menganggukkan kepalanya dan yang seorang melambaikan
tangan. Ah.....
"Baik, ki bekel" akhirnya ia berkata dengan semangat
bergelora "aku akan berusaha untuk memenuhi keinginan ki
bekel"
"Bukan keinginanku yang penting, ki sanak" buru2 bekel
Rangkah mendesak pula "tetapi janjimu dihadapan gusti puteri.
Ksatrya harus memenuhi janji dan takkan menghadap apabila
belum berhasil memenuhi janji itu"
Karena sudah terlanjur, ibarat telah didudukkan di atas kuda,
maka tiada lain jalan bagi Nararya kecuali harus mencongklang
maju. Ia mengiakan saja kata2 bekel bhayangkara itu.
"Jika demikian, sebaiknya ki sanak lekas saja mengejar
mereka. Tentulah mereka belum sempat lari jauh" kata bekel
Rangkah. Sepintas ucapannya itu memang enak di dengar. Tetapi
sesungguhnya kata2 itu berselubung maksud untuk mengusir
Nararya agar lekas pergi dari hadapan kedua puteri.
Sebenarnya puteri Gayatri terkejut dan tak senang karena
bekel itu secara halus mengusir Nararya. Tetapi dia malu untuk
mencegahnya. Ia harus memegang kedudukannya sebagai
seorang puteri raja. Bukan karena seorang puteri harus angkuh
tetapi keangkuhan itu hanya merupakan suatu sikap yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dituntut kewibawaan peribadinya. Tetapi diam2, sebagai seorang


gadis, puteri itu mengeluh dalam hati.
Nararya berhati jujur dan kurang pengalaman. Sejak berada di
gunung menuntut ilmu kepada gurunya, dia hanya dekat dengan
alam, melihat keindahan alam dan ketenangan suasana
pegunungan. Hanya mendengar kicau burung yang merdu dan
wejangan2 yang bermutu dari resi Sinamaya. Ia menganggap
dunia ini indah. Ia memandang setiap orang dari segi keindahan
alam dan kehidupan. Demikian pandangannya terhadap bekel
Mahesa Rangkah. Ia tak menyangka bahwa dibalik kata2 yang
ramah bersahabat dari bekel itu mengandung racun yang amat
berbisa. Demikian setelah menghaturkan sembah kepada kedua
puteri dan hormat kepada ki bekel. Nararya segera mengajak
Pamot keluar dari taman. Boboci.
"Kakang Pamot" Nararya menghela napas "sungguh tak kira
kalau di taman Boboci, kita dapat berjumpa dengan kedua puteri
baginda"
Pamot geleng2 kepala "Tetapi radenpun telah mengikat diri
dengan sebuah tugas lagi"
"Maksudmu menangkap kawanan berandal yang menganggu
gusti puteri itu ?"
"Ya" sahut Pamot.
Demikian percakapan mereka sambil mencongklang-kan kuda
menempuh jalur jalan yang merentang panjang.
"Ya" sahut Nararya "memang demikian hidup manusia itu.
Selalu dirundung dengan peristiwa dan masalah yang silih
berganti"
"Tetapi raden" tiba2 nada Pamot berobah sungguh2 "tidakkah
raden memperhatikan, sesuatu selama menghadapi peristiwa di
taman Boboci tadi?"
"Apa maksudmu, Pamot?"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Tentang diri bekel bhayangkara itu"


"O, tidak. Mengapa dia ?"
"Aku mendapat kesan bahwa bekel bhayangkara itu seorang
yang licik dan kurang jujur terhadap kita"
"O" desuh Nararya pula "mengapa engkau memiliki pendapat
yang sedemikian ?"
"Pertama, bagaimana mungkin seperti yang dikatakan
dihadapan kedua puteri, bahwa dia pura2 mengalah untuk
memberi kesempatan kepada raden agar dapat membekuknya?
Adakan raden mempunyai perasaan dan kesan begitu ?"
"Apa yang kurasakan ketika berkelahi saat itu, bekel itu
memang menyerang dengan sungguh2, penuh kemarahan.
Sampai pada saat tangannya berhasil kutangkap dan kuteliku, dia
masih berusaha sekuat tenaga untuk melepaskannya"
"Dan tidakkah raden sempat memperhatikan betapa cahaya
muka bekel itu dikala raden terlibat dalam pembicaraan dengan
kedua puteri?"
Nararya gelengkan kepala "Tidak, Pamot. Aku hanya
mencurahkan perhatian kepada kedua gusti puteri saja"
"Akulah yang sempat memperhatikan bekel itu, raden" seru
Pamot "kulihat wajahnya tampak mem-beringas dan matanya
berkilat-kilat merah. Dia mencurah pandang kemarahan kepada
raden"
"Ah, Pamot, janganlah engkau berprasangka terhadap orang"
kata Nararya.
"Tidak raden" bantah Pamot "aku tidak berprasangka tetapi
memang melihat kenyataannya. Maka tak habis keherananku
ketika secara tiba2 bekel itu dapat beralih nada bersahabat
dengan raden"
"Itu tanda bahwa prasangkamu keliru" kata Nararya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Tetapi segera kurangkaikan pula dengan dua buah tindakan


bekel itu terhadap raden. Pertama, bekel itu seolah mendesakkan
tugas untuk menangkap kawanan berandal itu kepada raden.
Tidakkah hal itu menyulitkan beban raden? Kemanakah raden
harus mencari jejak mereka? Bukankah mereka tak meninggalkan
nama dan tempat sarangnya? Adakah raden harus menjelajah ke
seluruh pelosok untuk mencari keempat orang itu ?"
Nararya tertegun.
"Dan kedua, bekel itu menandaskan tentang arti janji bagi
seorang ksatrya. Dia menganggap raden sudah memberikan janji
dihadapan kedua puteri. Dan ditambahkannya pula, bahwa
selama raden belum berhasil menangkap kawanan berandal itu,
janganlah raden menghadap ke keraton Singasari. Bukankah
secara halus, dia hendak mengatakan bahwa raden jangan
menginjak lagi pura Singasari apabila belum menangkap
kawanan berandal itu?"
Nararya terbeliak.
"Apakah maksud yang terkandung dibalik kata2 bekel itu"kata
Pamot lebih lanjut" jika kusesuaikan dengan sikap dan pandang
matanya yang berapi-api ketika raden sedang bercakap-cakap
dengan kedua puteri, tidakkah aku harus memiliki kesan bahwa
rupanya bekel itu tak senang apabila raden dapat berhubungan
dengan kedua puteri ? Tidakkah kesan2 itu mendorongku untuk
mengambil kesimpulan bahwa bekel itu agaknya mempunyai
maksud tersembunyi kepada kedua puteri baginda?"
"Pamot!" teriak Nararya "apa katamu?"
"Tidakkah bekel itu sebenarnya mengandung maksud
tersembunyi terhadap kedua puteri baginda?"
Nararya pejamkan mata. Seolah hendak mengenangkan
kembali saat2 ia berbicara dengan kedua puteri serta sikap bekel
Mahesa Rangkah waktu itu. Sayang ia gagal untuk menghimpun
kesan karena pada saatituseluruhperhatiandansemangatnyater-
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kini ia menyadari bahwa apa yang dikemukalcan Pamot itu


memang mempunyai kemungkinan. Namun kesemuanya itu telah
terjadi dan terjanji. Dapatkah ia menarik kembali janjinya?
"Tidak mungkin" bantah hati Nararya "lebih baik aku tak
menginjak pura Singasari daripada harus ingkar janji"
Walaupun perbantahan itu terjadi dalam batin, namun Pamot
dapat memperhatikan perobahan cahaya muka Nararya yang
berobah-robah
"Raden" segera Pamot menyusuli kata2 "semua telah terjadi
dan kupercaya raden tentu tak mau menarik kembali janji raden
itu"
"Hm"
"Apa yang kukemukan kepada raden" kata Pamot pula "hanya
suatu penilaian pada diri bekel bhayangkara itu agar kita dapat
tahu apa yang sesungguhnya menimpa diri kita"
"Pamot" kata Nararya "engkau telah mengungkap awan yang
menyelimuti puncak tujuan bekel bhayangkara itu. Tetapi kurasa,
andaikata kutahu hal itu, pun sukar bagiku untuk menolak
permintaannya. Karena jelas, bekel itu berlindung dibawah
kekuasaan kedua puteri untuk membebankan kewajiban itu
kepadaku,"
"Benar, raden" sahut Pamot "kecuali gusti puteri berkenan
mencegah tindakan bekel itu"
Nararya menghela napas "Kurasa kedua puteri itupun kurang
memahami apa yang terkandung dalam hati bekel bhayangkara.
Andaikata mengerti, kupercaya, kedua gusti puteri tentu akan
bertindak"
"Mencegah bekel itu ?"
"Ya"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pamot mengangguk-angguk "Lalu bagaimana tindakan raden


sekarang ini ?"
"Kita kembali ke Daha"
"Adakah kita tak melakukan penyelidikan berita tentang
hilangnya gong Prada itu di Singasari?"
Nararya mengangguk "Sebenarnya apabila kita dapat
menyelidiki bekel Kalingga yang menerima surat pangeran
Ardaraja itu, kemungkinan kita dapat menyelidiki pula jejak gong
pusaka itu. Tetapi hal itupun belum pasti. Karena sekalipun
sudah dapat diketahui bahwa bekel Kalingga itu mempunyai
hubungan dengan pangeran Ardaraja, tetapi belum pasti bahwa
surat pangeran Ardaraja itu menyangkut soal gong Prada"
"Dan sukar pula untuk menyelidiki diri bekel Kalingga itu
mengingat dia seorang bekel bhayangkara-dalam" sambut
Pamot.
"Benar" kata Nararya pula "dan masih ada kesukaran lain.
Adakah surat pangeran Ardaraja itu memang diberikan kepada
bekel Kalingga ataukah bekel Kalingga itu hanya sebagai orang
perantara yang akan memberikan surat itu kepada lain orang
yang berhak menerima"
Dalam pada bercakap-cakap itu mereka sudah jauh dari pura
Singasari. Tiba2 saja Nararya berseru "Pamot, kita berhenti dan
beristirahat dulu di bawah pohon itu"
"Mengapa raden?" tanya Pamot kepada Nararya yang
sementara itu sudah menuju ke sebuah pohon brahmastana yang
tumbuh tak jauh dari tepi jajjan.
"Kita dinginkan dulu kepala kita untuk mencari pikiran" kata
Nararya seraya turun dari kuda, melepaskan kuda itu supaya
makan rumput di tanah lapang sekeliling tempat itu.
"Pekerjaan kita bertambah lama bertambah ruwet" kata
Nararya sambil membaringkan diri di atas akar brahmastana yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

melingkar-lingkar menguasai tanah "belum berhasil menemukan


jejak kakang Lembu Peteng, kini harus menghadapi beban untuk
mencari kawanan penjahat )ang mengganggu kedua puteri di
taman Boboci itu"
"Benar, raden" kata Pamot "tak kira kalau pencarian gong
pusaka itu akan menimbulkan peristiwa2 yang lebih luas
sehingga kita makin bingung"
"Perkembangan lebih cepat dari pemikiran kita, sehingga kita
seolah tertimbun oleh perkembangan2 itu" kata Nararya "oleh
karena itu apabila kita tak berusaha melepaskan diri dari
timbunan2 peristiwa itu, tentulah kita akan tenggelam dalam
suatu kisaran yang tiada pangkal ujungnya"
Pamot sependapat dengan pernyataan Nararya. Ke-duanyapun
lalu berdiam diri, tenggelam dalam renungan masing2.
Sekali lagi untuk yang kesekian kalinya, renungan Nararya
membayang pada pengalaman2 sejak ia turun dari gunung
menuju ke WengkeK Ia senang dan mewajibkan diri, setiap kali
menggali renungan, tentu dimulai sejak ia turun gunung. Karena
hal itu akan selalu mengingatkan kepadanya akan tujuan yang
sedang dilaksanakan. Dengan selalu berpegang pada garis2
tujuan itu, ia berharap dapat berpijak pada Iandasan murni dari
tujuan itu. Karena apabila tidak selalu mengingat akan tujuan,
banyaknya macam peristiwa2 yang dialami selama dalam
perjalanan melaksanakan tujuan itu, mungkin akan menyesatkan
pikiran dan membilukkan arah tujuan itu.
Sesaat renungannya tiba pada peristiwa di candi Wengker, ia
terkejut. Kemudian ketika mencapai pada pengalamannya di
Daha, ia terkejut lagi. Lalu sesaat membayangkan peristiwa di
Boboci, kejutnya makin meregang keras. Kejutan demi kejutan,
mendebarkan hati, menggelorakan darah dan menggelisahkan
pikirannya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Di desa Jenangan, menunggu Mayang Ambari. Di keraton


Daha, dianugerahi sabuk pinggang kain sutera dewangga dari
puteri Nrang Keswari. Di taman Boboci, bertemu dengan kedua
puteri Tribuwana dan Gayatri, ah" ia menghela napas "adakah
jalan hidupku ini penuh bertebaran bunga2 yang harum?"
Pertanyaan itu tak diketahui jawabannya. Namun ia merasS,
bahwa setiap kali mengalami pertemuan dengan wanita cantik
dan puteri2 agung, semangatnya terasa lebih bergairah.
Kehidupan lebih meriah, langit lebih cerah dan alam lebih indah.
Suatu perasaan yang tak pernah dimiliki selama ia berguru di
gunung.
Di gunung ia merasakan hidup itu tenang, dunia ini tenteram,
alam bersemarak dalam keheningan, semangatnya sentausa.
Gurunya hanya mengajarkan ilmu kesempurnaan batin dan ilmu
kanuragan serta kesaktian. Tak pernah guru yang dihormatinya
itu menyinggung tentang soal2 wanita.
Kini setelah mengalami beberapa peristiwa dengan wanita, ia
mulai lebih menyelami sifat hidup dan keadaan alam. Dulu di
gunung ia tak menaruh perhatian akan indahnya bunga2 yang
mekar, merdunya burung2 berkicau dan silirnya semilir angin.
Kini ia baru merasakan apa arti bunga2 memekarkan keindahan,
burung2 berimbau merdu dan angin berhembus silir. Dulu ia
menganggap bahwa bunga mekar, burung berkicau dan angin
berhembus, karena harus mekar, berkicau dan berhembus.
Sesuai dengan kodrat alam hidupnya. Suatu hal yang wajar.
Tetapi kini ia dapat menghayati bahwa bunga2 itu mekar bukan
hanya sekedar mekar, melainkan untuk memberikan sari
madunya kepada sang kumbang dan untuk memeriahkan
keindahan alam dunia. Alam tanpa bunga2 akan terasa hambar,
kurang sedap, kurang serasi. Burung berkicau, pun bukan karena
sekedar berkicau. Melainkan mengimbaukan kedatangan pagi,
mendambakan puji syukur akan kebesaran dan kemurahan
Hyang Jagadnata pencipta alam semesta yang serba lengkap.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Angin berhembus bukan sekedar harus berhembus. Tetapi


mempunyai tujuan untuk menyejukkan insan dari terik surya,
membawa udara yang segar dan menerbangkan uap bumi yang
tercampur kotoran debu.
Merangkaikan lamunan tentang bunga, burung dan angin
dengan peristiwa2 pertemuannya kepada beberapa puteri cantik,
melambunglah lamunan Nararya kesuatu penghayatan yang lebih
lanjut. Seperti alam kurang indah tanpa bunga, kehidupan kurang
meriah tanpa wanita. Semerdu-merdu kicau burung, masih kalah
merdu dari nada lemah lembut seorang wanita. Sesilir silir
hembusan angin masih lebih menyejukkan hembusan napas yang
mengantar ucapan seorang puteri. Secantik cantik bunga,
seharum-harum baunya, masih lebih cantik puteri jelita, masih
lebih harum bau yang bertebaran dari tubuhnya.
"Ah, kiranya dapat kumaklumi mengapa, menurut cerita rama,
putera prabu Batara Kresna yang bernama raden Somba itu,
sampai melepaskan Wahyu agung yang telah dicapai, karena
tergoda oleh puteri cantik. Adakah raden Somba itu seorang
pemuja dari seni keindahan anggun yang tercangkup dalam
kecantikan yang sempurna dari seorang puteri?" Nararya berhenti
sejenak dan pejamkan mata "ataukah raden itu seorang yang tak
kuat imannya melawan godaan? Ah, benar. Puteri cantik itu
memang sengaja hendak menggoda untuk menguji keteguhan
iman raden Somba. Jika begitu, apakah aku juga tergoda. O,
benar, akupun tergoda ...." tanpa disadari Nararya berteriak dan
membuka mata.
"Hah ..." seketika ia terpukau.
Dihadapan, entah kapan datangnya, saat itu tegak sesosok
tubuh seorang lelaki yang memiliki wajah lebar, mata bundar,
hidung besar dan sepasang kumis yang lebat. Orang itu segera
mengangakan bibir sehingga gigi2 besar yang memagari mulut,
tampak merekah tawa, ketika melihat Nararya membuka mata
dan memandangnya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Engkau ...."
"Benar, raden ..." belum Nararya sempat menyelesaikan
kata2, orang itu sudah mendahului. Tetapi sebelum dia sempat
menghabiskan kata-katanya pula, tiba2 Pamot menukas "Ki
Lembu Peteng ... !"serunya seraya beranjak bangun.
"Benar, Pamot, aku memang Lembu Peteng" orang itu
mengangguk kepada Pamot. Kemudian beralih menghadap ke
arah Nararya.
"Kakang Lembu Peteng" akhirnya Nararya mendapatkan
ketenangannya kembali "mengapa engkau berada disini ?"
"Menunggu kedatangan raden" kata Lembu Peteng tertawa.
"Eh, kakang Lembu, apakah engkau bergurau ?"
"Tidak raden" kata Lembu Peteng dengan nada bersungguh
"aku tidak bergurau. Bukankah raden habis bertamasya di taman
Boboci?"
Nararya makin nyalangkan mata "Eh, kakang Lembu,
mengapa engkau tahu? Apakah engkau juga berada disana?
Mengapa aku tak melihatmu?"
"Aku memang berada di taman itu dan melihat raden bersama
Pamot. Tetapi saat itu aku tak sempat menghadap raden. Dan
memang tak dapat"
"Mengapa?" tanya Nararya.
"Karena terpancang oleh keadaan. Apabila kulakukan hal itu,
tentulah raden terancam bahaya"
Nararya bingung memikirkan keterangan Lembu Peteng.
Keadaan? Keadaan apakah yang melarang Lembu Peteng tak
dapat menemuinya itu? Ah, cerita Lembu Peteng itu langsung
dimulai dari tengah tanpa memberi penjelasan pangkal dan ujung
ceritanya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Kakang Lembu, aku benar2 tak mengerti kata-katamu.


Apakah yang engkau maksudkan ?" katanya.
Lembu Peteng tertawa "Baiklah, raden. Memang kata2 itu
merupakan bagian tengah dari cerita yang hendak kuhaturkan
kepada raden. Maaf, apabila sampai membingungkan raden"
"Raden, pada saat raden berada di taman Boboci, apakah
yang telah terjadi disitu?" berhenti sejenak Lembu Peteng mulai
bicara. Tetapi pembicaraannya itu bukan awal dari sebuah cerita
melainkan mengajukan pertanyaan.
"Kedua puteri baginda Kertanagara juga berkunjung ke taman
itu”
"Benar" jawab Lembu Peteng "lalu apa yang terjadi
selanjutnya?"
"Tiba2 muncul empat gerombolan lelaki liar yang hendak
mengganggu kedua puteri"
"Benar" seru Lembu Peteng pula "lalu apa lagi yang raden
saksikan"
Nararya menceritakan tentang pertempuran antara bekel
bhayangkara dengan keempat lelaki liar itu dengan kesudahan
bekel itu dapat mengalahkan mereka "Lalu dimanakah engkau
saat itu, kakang Lembu"
"Disitu juga, raden" Lembu Peteng tertawa.
"Jika begitu .... jika begitu adakah kakang Lembu ikut serta
dalam kawanan lelaki liar itu?" tiba2 Nararya berseru kejut sesaat
menyadari akan hal itu.
Lembu Peteng tertawa "Benar, raden. Memang salah seorang
dari keempat lelaki liar itu, adalah aku sendiri"
"Kakang Lembu, bagaimana mungkin hal itu ?" teriak Nararya
yang benar2 tak percaya akan keterangan Lembu Peteng.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Raden, memang hal itu tampaknya tak mungkin" kata Lembu


Peteng "tetapi manakala raden sudah mendengar ceritaku, hal itu
tentu mungkin"
Nararya meminta Lembu Peteng menuturkan ceritanya yang
lengkap dan Lembu Petengpun mulai bercerita.
"Malam itu aku menunggu di luar keraton. Tepatnya di pintu
utara karena dari situ dapat menuju ke Singasari. Menjelang
tengah malam, aku dan Tugul, anakbuah yang ikut aku itu,
melihat sesosok tubuh keluar dari keraton dengan menuntun
kuda. Segera kami mengikuti orang itu. Saat itu kami agak
bingung. Dia naik kuda dan kami berjalan kaki. Sebenarnya hal
itu dapat menyembunyikan gerak gerik kami, karena kalau kami-
pun berkuda, tentulah dia cepat mengetahui"
"Tetapi bagaimanapun kami payah sekali harus berlomba
dengan seekor kuda. Terpaksa kuajak Tugul berlari. Untunglah
malam sunyi senyap sehingga dengan mengandalkan indera
pendengaran untuk menangkap derap lari kuda, aku berhasil
mengikuti terus tanpa kehilangan jejak orang itu"
"Entah sudah berapa lama kami berlari, yang jelas kudengar
napas Tugul sudah menderu-deru seperti ombak berkejar-kejaran
dilaut. Demikian pula sayup2 kudengar kokok ayam hutan mulai
menggelegar di kedinginan pagi. Ah, jika kulanjutkan terus,
kemungkinan Tugul tentu pingsan karena kehabisan tenaga.
Pikirku. Lalu kuajak dia berhenti dan beristirahat dulu ...."
"Tiba2 aku terkejut karena teringat sesuatu. Derap kaki kuda
itu tak kedengaran lagi. Tiba2 saja lenyap. Seketika timbullah
pikiranku bahwa orang itupun tentu berhenti. Dengan bisik2
kuajak Tugul melanjutkan berjalan pelahan-lahan. Saat itu kami
mencapai tanjakan sebuah bukit. Sehabis menanjak, Tugul tak
kuat lagi. Ia minta berhenti dulu untuk beristirahat. Keremangan
malam mulai terkuak kecerahan, menyongsong kedatangan fajar
hari. Setelah sepenanak nasi beristirahat, kami berjalan lagi.
Tetapi alangkah kejut kami ketika melihat sekeliling tempat itu
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

penuh dengan lelaki2 bersenjata. Wajah merekapun dicontreng


dengan kapur dan hangus"
"Siapakah kalian ini, ki sanak" tegurku setelah menenangkan
diri.
"Engkau tak berhak dan tak perlu menanyakan soal itu.
Karena saat ini kalian berdua sudah menjadi tawanan kami"seru
salah seorang dari orang2 bersenjata itu"
"Aku ?" teriakku terkejut "kalian hendak menawan aku?
Mengapa?"
Sahut orang itu "Jika engkau menanyakan tentang
kesalahanmu, aku dapat memberi keterangan. Dengarlah,
mengapa engkau berani memata-matai dan mengikuti jejak
kawan kami yang datang dari Daha ?"
"Hah ?" aku makin terkejut.
"Nah, tak perlu terkejut karena terkejutpun tak berguna.
Sekarang pilihlah, menyerah atau melawan" seru orang itu.
"Kalau aku melawan ?" aku menegas.
"Mayatmu akan kami lempar ke bawah jurang menjadi
makanan burung gagak"
"Kalau aku menyerah ?"
"Engkau harus masuk menjadi warga kami"
"Apakah, sifat tnjuahmu? Pejuang atau penyamun?"
"Engkau tak berhak bertanya. Tugasmu hanya menurut
perintah" seru orang itu
”Kukeliarkan pandang mata untuk memperhatikan keadaan
mereka. Ternyata yang mengepung kami itu tak kurang dari
tigapuluh orang yang masing2 membekal senjata tajam.
Kuperhitungkan, jika aku berkeras melawan, mungkin aku masih
dapat bertahan atau dalam keadaan yang buruk, aku masih
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mampu melarikan diri. Tetapi bagajmana dengan Tugul yang


sudah tampak letih karena kehabisan tenaga itu ? Bukankah dia
akan dibunuh orang2 itu.
"Aku bersedia menyerah tetapi lebih dulu aku ingin
mengetahui siapakah ki sanak sekalian ini dan bagaimanakah
keadaan ki sanak sekalian yang sebenarnya" akhirnya aku
memberi keputusan.
"Tanpa kuceritakan, kelak engkau tentu akan mengetahui
sendiri" kata orang itu. Ia memberi perintah kepada anakbuahnya
untuk melucuti senjataku dan menggiring aku serta Tugul
kedalam sarang mereka.
Aku terpaksa menurut.
(Oo-dw.kz^ismoyo-oO)

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 6

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
ANGIN merupakan salah sebuah unsur dari keempat unsur
alam yang penting. Angin, Air, Api dan Tanah. Bahkan tubuh
manusia itupun terbentuk dari zat keempat unsur itu.
Angin atau hawa, menghidupkan kehidupan alam dan
manusia. Mendatangkan kehidupan, kesejukan tetapipun
kehancuran.
Karenanya, angin atau badai atau apapun hawa luar yang
melanda tubuh kita akan menyibak unsur angin dalam tubuh kita
itu. Dapat menimbulkan nafsu dan gejolak perasaan lain2. Hanya
apabila kita sudah dapat menguasai keinginan nafsu itu maka
angin itu a-kan tetapmerupakan angindalam sifat kewajarannya.
Dan sesungguhnya angin itu memang unsur alam yang wajar.
Tercipta dari gerak kehidupan alam, untuk kepentingan gerak
kehidupan alam itu pula.
Menurut cerita, angin pernah menggegerkan dewa2 dan
menggagalkan jerih payah dan kesujutan hati seorang maharaja-
diraja yang bernama prabu Mahabisa.
Prabu Mahabisa seorang maharaja yang berkuasa besar,
gagah perkasa dan taat akan kewajibannya memberi sesaji
kepada para dewa2. Karena ketaatan dan ke-setyaannya itu
maka dewa2 pun meluluskan sang prabu untukberhimpun di
kahyangan.
Pada suatu hari dewa2 hendak menghadap Sang-hyang
Brahma untuk mempersembahkan sujut. Para dewa itu
mengenakan pakaian serba putih. Prabu Mahabisa dan Dewi
Gangga, puteri dari dewa sungai Gangga, pun ikut dalam
rombongan itu.
Dengan kesaktiannya, para dewa itupun melayang ke angkasa
atas. Dikala mereka terbang melayang-layang maka
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

berhembuslah angin kencang sehingga pakaian dewa2 itu


berkibaran keras.
Tiba2 terjadilah suatu peristiwa yang mengejutkan. Pakaian
Dewi Gangga yang cantik itu, terlepas dari tubuhnya ....
Para dewa gemetar menyaksikan pemandangan yang
mendeburkan darah, mendebarkan jantung. Buru2 mereka
memejamkan mata agar terhindar dari Rupa atau perwujutan,
yang akan memikat Vedana atau Perasaan, membentuk Sanna
atau penyerapan, melahirkan Sainkhara atau pikiran dan
menciptakan Vinnana atau Kesadaran. Lima Skandha atau Lima
kelompok Kegemaran yang dapat mencemarkan kesucian batin
mereka.
Tetapi tidak demikian dengan prabu Mahabisa. Ia seolah-olah
terkena pesona ketika menyaksikan keindahan tubuh tanpa
busana dari Dewi Gangga yang gemilang. Kulit tubuh yang putih
mulus, lekuk2 yang sedemikian indah dan o, dewa batara ....
seluruh keindahan yang lengkap dan sempurnalah kiranya tubuh
sang puteri Gangga yang cantik tiada taranya itu . . .
Seketika bergolaklah nafsu birahi prabu Mahabisa. Darah
terasa panas dan denyut jantungnyapun berdetak keras. Tetapi
serempak pada saat itu juga, ia telah menerima kutuk Sanghyang
Brahma supaya kembali turun ke dunia bersama Dewi Gangga.
Batinnya belum suci
Prabu Mahabisa masih seorang manusia. Tetapi seorang pria.
Dia belum dapat melepaskan ke-manusiawi—annya, belum dapat
melupakan ke-priaannya.
Demikian cerita tentang peristiwa Angin yang menggegerkan
dewa2. Konon Sanghyang Brahmalah yang sengaja menciptakan
angin itu untuk menguji batin para dewa dan kedua insan
manusia itu.
Entah berapa banyak peristiwa yang telah dilakukan Angin
dalam tugasnya untuk menghidupkan kehidupan alam dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

manusia. Ada yang merasa sejuk, gembira, sedih, takut, marah,


terangsang dan lain2.
Angin tetap angin, tetap dalam kekuasaan Batara Bayu
sebagaimana menurut kepercayaan agama Hindu. Adakah angin
dari Hyang Bayu itu akan menimbulkan sesuatu pada diri
manusia, tergantung dari Angin atau Hawa dalam tubuh manusia
itu sendiri karena apabila Angin yang merupakan salah sebuah
unsur dari tubuh manusia itu, masih belum terkendalikan, maka
mudahlah Angin dalam itu tersibak oleh angin luar.
Angin memang kadang jahil karena dia berada di-mana2 dan
dimanapun terdapat kehidupan. Entah sudah berapa banyak
peristiwa2 yang timbul dari kejahilan angin itu. Salah sebuah
peristiwa besar yang timbul karena kejahilan angin itu yalah
peristiwa di taman Boboci pada jeman Tumapel diperintah oleh
seorang akuwu yang bernama Tunggul Ametung.
Akuwu Tunggul Ametung mempunyai seorang isteri yang
cantik gemilang. Saat itu isteri Tunggui Ametung, Ken Dedes
namanya, sedang hamil. Entah bagaimana, pada suatu hari Ken
Dedes ingin sekali bercengkerama menikmati keindahan taman
Boboci. Tunggul Ametung menitahkan pengaiasan untuk
menyediakan ratha kencana dan menitahkan pula sekelompok
prajurit untuk mengiringkan isterinya ke taman Boboci.
Bersama dengan Tunggul Ametung maka Ken Dedes
naikrathakencana ke taman Boboci. Ikut serta pula seorang
pengalasan bernama Ken Arok, seorang pemuda yang nakal
kemudian dipungut anak oleh seorang brahmana sakti Lohgawe.
Brahmana Lohgawelah yang menghadap akuwu Tunggul
Ametung dan minta agar akuwu suka menerima Ken Arok
sebagai abdi.
Adakah Hyang Bayu dititahkan untuk menguji iman Ken Arok
seperti ketika peristiwa pada dewa2 dan prabu Mahabisa dahulu
itu, atau memang hanya secara kebetulan saja. Tetapi yang jelas
telah terjadi pula suatu peristiwa yang hampir serupa dengan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dewi Gangga. Hanya apabila ketika melayang ke dirgantara


pakaian dewi Gangga lepas semua karena dihembus angin jahil,
tidaklah demikian dengan Ken Dedes.
Ketika turun dari ratha, tiba2 berhembuslah angin jahil
menyiak kain wanita itu hingga betis sampai ke anggauta
rahasianya terbuka. Peristiwa itu terjadi cepat sekali dan secepat
itu pula Ken Dedes menyambar kainnya dan membenahi pula.
Walaupun agak tersipu merah wajahnya namun Ken Dedes yakin
bahwa hal itu tak terlihat oleh siapapun juga. Ia merasa kurang
cermat untuk melingkupkan kainnya. Karena perut wanita biasa,
lain dengan pinggang dari seorang wanita yang hamil.
Namun pada saat itu pemuda Ken Arok yang tegak pada
jajaran sebelah kiri jalan dari kelompok pengiring akuwu Tunggul
Ametung melihat apa yang seharusnya tak boleh dilihatnya. Ia
terlihat betapa betis Ken Dedes yang menguning padi itu. Ia pun
terlihat sesuatu yang benar2 mengejutkan. Anggauta tubuh yang
paling suci dari Ken Dedes yang tersembunyi pada pangkal
pahanya, tampak mempesonakan. Bukan karena ia tak pernah
melihat anggauta rahasia dari wanita sehingga terpesona. Bukan.
Iapun seorang pemuda yang penuh kenakalan dan kejalangan
dalam lembaran hidupnya. Mencuri, berjudi dan berjinah. Minum,
main dan madon atau main wanita, semua pernah dilakukannya.
Tetapi yang benar2 membuat Ken Arok ternganga seperti
kena pesona, adalah karena anggauta kesucian Ken. Dedes itu
memancarkan sinar seperti bara.
"Tidak mungkin" bantah hati Ken Arok ketika pulang di rumah.
Namun matanya jelas menyaksikan hal itu, penyerapan
pikirannyapun membenarkan, kesadarannya mengukuhkan juga.
Dulu Ken Arok pernah berbuat hal2 yang nakal. Bersama
putera lurah Sagenggeng yang bernama Tita, kedua pemuda itu
membuat dukuh disebelah timur desa Sagenggeng. Disitu Ken
Arok dan Tita menghadang para pedagang yang lalu. Kemudian
Ken Arok berani pula menggoda gadis2 penyadap di desa
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kapundungan. Bahkan pernah pula menggumuli mereka. Tetapi


selama itu belum pernah ia melihat anggauta rahasia dari
seorang wanita yang mencarkan sinar membara seperti milik Ken
Dedes.
Brahmana Lohgawe heran melihat ulah Ken Arok hari itu.
Tidak seperti biasanya. Termenung-menung dan mengoceh
seorang diri. Kemudian brahmana itu menegurnya.
Karena tak kuat menahan dendam berahinya, Ken Arokpun
menceritakan apa yang dilihatnya di taman Boboci tadi.
"Wanita yang rahimnya memancarkan sinar, itulah wanita
nariswari atau mustikaningrat. Betapapun sengsara seorang
laki2, tetapi apabila menikah dengan wanita seperti itu, akan
menjadi raja besar" kata brahmana Lohgawe.
Dengan bekal pengetahuan itu maka bertekadlah Ken Arok
untuk memperisteri Ken Dedes. Akhirnya ia berhasil
mempersunting wanita idamannya itu setelah membunuh akuwu
Tunggul Ametung.
Berkat angin jahil di taman Boboci, maka berobahlah sejarah
kerajaan di Singasari. Ken Arok benar2 menjadi raja bergelar Sri
Rajasa sang Amurwabhumi dan berhasil mempersatukan
Tumapel-Daha menjadi sebuah kerajaan Singasari yang besar.
Adakah peristiwa akan terulang pula? Dan adakah dewata
telah menentukan bahwa, taman Boboci memang ditentukan
sebagai tempat pertemuan antara dua insan, pria dan wanita,
yang akan merebah wajah dunia dan nasib kerajaan ?
Entahlah. Tetapi yang jelas Nararya pun terpana pesona
sebagaimana dahulu Ken Arokpun demikian. Pun kali ini angin
kembali memerankan kejahilannya. Angin kembali berhembus
seolah menyambut kunjungan kedua puteri agung, Tribuwana
dan Gayatri.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pandang mata Nararya yang mencurah ke arah pintu ratha


kencana, serentak terbeliak ketika melihat puteri Tribuwana turun
lebih dahulu. Agak membungkuk tubuh puteri itu ketika harus
melongokkan kepala keluar kemudian kakinya menjulur kebawah
untuk menginjak pijakan besi. Entah bagaimana anginpun
berhembus dan agak melongsorlah kain dada puteri itu. Seketika
Nararya terbeliak ketika melihat suatu pemandangan yang
menakjubkan. Sepasang buah dada yang menguning ranum
seolah memancarkan sinar gemilang.
Nararya terpukau. Walaupun tempatnya agak jauh dari ratha
sang puteri tetapi ia dapat melihat jelas keanehan itu.
Nararya tersipu-sipu malu. Ia merasa telah terlihat oleh
sesuatu yang seharusnya tak boleh dilihat. Namun yang terlihat
itu tetap dilihatnya. Kemudian karena merasa bahwa hal itu
kurang senonoh, iapun buru2 tundukkan kepala.
Tetapi pada saat itu puteri Gayatripun turun. Ketika kakinya
meluncur kebawah pada besi pijakan ratha, tepat pada saat itu
pula pandang mata Nararya mencurah kebawah. Ah ....
Hampir Nararya memekik karena dicengkam oleh suatu rasa
kejut yang belum pernah dialaminya selama ini.
Kembali angin menunjukkan kenakalan dan kejahilannya. Kain
yang menutup betis puteri cantik itu tersiak. Dan betis sangputeri
yang menguning padi itu tiba2 seperti memancarkan sinar
kemilau. Untuk yang kedua kalinya, darah Nararya serasa
berhenti mengalir ....
Sampai setelah meninggalkan taman Boboci, masih dibawalah
pemandangan gaib itu dalam renungannya
"Dada puteri Tribuwana memancarkan cahaya gemilang dan
betis puteri Gayatri mencuat cahaya kemilau yang menyilaukan
pandang mata. Apakah artinya itu?" demikian pertanyaan yang
timbul dalam hatinya. Pertanyaan yang tak pernah mendapatkan
jawabannya yang sesuai.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Lepas dari pelengkap keindahan bentuk tubuh seorang


wanita, buah dada merupakan sumber kehidupan yang
menghidupkan putera puteri yang dilahirkannya" ia coba
merangkai suatu penilaian dan tafsiran "buah dada mencorong
gemilang, tidakkah hal itu lambang dari seorang wanita yang
kelak akan menurunkan putera puteri yang agung? Tidakkah
putera puteri itu akan menjadi seorang manusia besar yang
berkuasa besar pula, seorang raja atau maharaja ?"
"Ah, tentu, ten:u" ia menjawab sendiri "karena puteri
Tribuwana adalah puteri raja Kertanagara, sekar kedaton
kerajaan Singasari. Sudah tentu putera puterinya kelak
mempunyai harapan untuk menjadi raja besar"
Kemudian ia melanjutkan pula penafsirannya akan diri puteri
Gayatri "Mengapa betis sang putri juga mencuatkan cahaya kilau
kemilau? Mengapa dibagian dari lain2 tubuhnya tak
memancarkan sinar sedemikian?"
"Betis memancarkan sinar kemilau, apakah artinya?" ia mulai
menafsir dan menilai "ah, kaki adalah tempat dimana orang
menumpahkan sembah hormatnya. Mentri, senopati dan seluruh
narapraja kerajaan tentu akan menyembah ke kaki baginda. Jika
demikian....." tiba2 merekahlah suatu penemuan dalam pikiran
Nararya "tidakkah putri Gayatri itu memiliki suatu perbawa dan
kekuasaan agung yang ditaati oleh para kawula? Tidakkah hal itu
menunjukkan bahwa puteri Gayatri itu kelak akan menjadi puteri
yang berkuasa dan berpengaruh besar?"
Walaupun berhasil membuat tafsiran atas keanehan yang
terdapat pada kedua puteri raja itu, namun Nararya tetap masih
belum yakin akan kebenarannya. Kelak apabila bertemu -dengan
gurunya, empu Sinamaya, ia akan memohon keterangan tentang
hal itu.
Ketika ia mengajak Pamot untuk beristirahat dibawah pohon
brahmastana, dalam suatu kesempatan bertanyalah ia kepada

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Pamot "Pamot, apa yang mengesankan engkau selama berada di


taman Boboci tadi?"
"Bertemu dengan kedua puteri baginda Kertanagara yang
cantik, raden"
"O, hanya cantik itu belaka?"tanya Nararya.
"Lalu apa maksud raden ?" Pamot balas bertanya.
"Kumaksudkan apakah dikala kita menghadap kedua gusti
puteri itu, adakah engkau merasakan sesuatu yang ajaib?"
"Tidak, raden" jawab Pamot "yang kurasakan hanyalah bahwa
kedua gusti puteri itu memang puteri keraton yang agung dan
cantik"
"Pamot" tiba2 Nararya berganti nada bersungguh "tidakkah
engkau melihat sesuatu yang memukau perasaan hatimu ketika
kedua puteri itu turun dari ratha kencana ?"
Pamot diam seolah hendak mengenang dan mengingat
peristiwa itu "Tak ada, raden" akhirnya ia menjawab.
"Benar?"
"Benar, raden" Pamot agak heran "mengapa raden
bertanyakan hal itu? Adakah raden melihat sesuatu yang aneh
pada diri kedua tuan puteri itu ?"
"Yang pertama turun adalah gusti puteri Tribuwana, bukan?"
"Apa yang engkau lihat, Pamot?"
"Tidak ada sesuatu lagi kecuali seorang puteri yang cantik
gemilang, raden"
"Hanya itu?"
Pamot mengiakan.
"Aneh" gumam Nararya dalam hati. Kemudian ia bertanya pula
"dan yang kedua turun dari ratha, bukankah puteri Gayatri?"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Benar, raden"
"Dan engkau tak melihat sesuatu yang aneh?"
"Tidak, raden"
"Heran" kembali Nararya mendesah dalam hati. Adakah
keajaiban pada diri kedua puteri itu hanya terlihat olehnya
seorang? Pikirnya. Ia termenung pula. Dalam kemenungan itu
jauhlah ia mencapai suatu jangkauan dari masa yang lampau. Ia
teringat akan cerita dari ramanya, Lembu Tal. Cerita itu
dituturkan ramanya dalam suatu tempat yang sepi dan nada
yang pelahan sekali. Seolah hal itu suatu rahasia yang gawat
sekali.
"Apa yang kuceritakan kepadamu, Nararya" kata Lembu Tal
"adalah suatu rahasia keraton yang juga menyangkut leluhur
kita. Oleh karena itu, janganlah engkau menyiarkannya kepada
orang. Simpanlah sendiri sebagai pengetahuan"
"Baik, rama" Nararya agak berdebar. Rahasia apakah yang
akan dituturkan ramanya sehingga ramanya tampak sedemikian
tegang ?
Ternyata cerita Lembu Tal itu mengenai asal usul kerajaan
Singasari, termasuk riwayat dari rajakula atau pendiri dari
kerajaan itu, yalah Ken Arok yang kemudian bergelar Sri Rajasa
sang Amurwabhumi. Semua telah diceritakan oleh Lembu Tal
termasuk peristiwa Kea Arok melihat anggauta kesucian dari Ken
Dedes di taman Boboci.
Nararya mendengarkan dengan penuh perhatian. Namun ia
tak mengerti apa sebab ramanya menuturkan juga tentang
bagian2 hal itu.
Renungan Nararya tiba juga kepada cerita itu. Dan
renungannyapun segera melahirkan renungan lagi.
"Adakah sesuatu dari bagian tubuh wanita yang memancarkan
sinar ajaib itu memiliki suatu daya gaib yang memberi lambang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

nasib dari dirinya sendiri dan kepada pria yang


mempersuntingnya?" bertanya Nararya dalam hati. Karena hanya
bertanya itulah yang mampu ia lakukan walaupun jawabannya
tak pernah diperolehnya. Atau kalau memperoleh jawaban itu,
pun masih diragukannya.
Adalah dikala sedang terbenam dalam laut renungan yang
tiada bertepi itu, muncullah Lembu Peteng. Suatu kemunculan
yang tak pernah diduga sama sekali.
Lembu Peteng ternyata telah ditawan dan dipaksa masuk
menjadi anggauta sebuah gerombolan yang belum diketahui jelas
tentang tujuan dan pemimpinnya. Lembu Peteng terpaksa
menyerah pada tuntutan gerombolan itu karena anakbuahnya,
Tugul, sudah kehabisan tenaga. Pun jumlah gerombolan itu jauh
lebih banyak.
"Kami berdua dibawa kesebuah guha dari lembah gunung
yang pelik letaknya" kata Lembu Peteng melanjutkan ceritanya.
"Gunung apakah namanya?" tanya Nararya.
"Terpaksa aku berusaha untuk menunjukkan sikap taat
kepada mereka agar dapat menyelidiki lebih mendalam tentang
gerombolan itu. Beberapa waktu kemudian barulah aku berhasil
menemukan keterangan tentang mereka" kata Lembu Peteng.
Nararya dan Pamotpun segera mendengarkan dengan penuh
perhatian.
"Gunung itu ternyata gunung Butak" Lembu Peteng mulai
menutur "dan kepala gerombolan bernama Banyak Pasiran.
Menurut cerita anakbuah gerombolan, Banyak Pasiran itu sakti
mandraguna, suka bertapa dan meniliki sebuah senjata pusaka,
tombak yang diberi nama Udanpati"
"Menurut cerita?" Nararya menyela "adakah kakang belum
pernah menghadapnya ?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Gerombolan gunung Butak itu rupanya mempunyai susunan


yang rapi dan teratur. Setiap anggauta baru, baru dapat
berhadapan muka dengan kepala gerombolan setelah setahun
kemudian dan membuktikan bahwa anggauta baru itu benar2
setya dan berani"
"O, benar2 sebuah gerombolan yang hebat" seru Nararya
"berapakah jumlah anakbuah mereka ?"
"Yang berada di pusat markas gunung itu tak kurang dari lima
ratus orang. Juga di pura Daha maupun di pura Singasari
rrierekapun mempunyai orang2 kepercayaan”
Nararya terperangah.
"Jika demikian bukan buatan kekuatan gerombolan itu, kakang
Lembu" serunya "apakah tujuan mereka, kakang? Adakah
mereka juga semacam gerombolan penyamun dan perampok
biasa?"
"Kurasa tidak, raden" kata Lembu Peteng "menilik susunan
mereka yang diatur menurut keprajuritan tentulah mereka
mempunyai tujuan yang lebih jauh. Selama beberapa waktu
disitu, belum pernah kudengar mereka mengadakan penyamunan
atau perampasan harta benda. Daerah gunung itu telah digarap
sedemikian rupa, antara lain mereka giat bercocok tanam dan
menggarap tanah, sehingga hasilnya cukup untuk memberi
makan kepada seluruh anakbuah"
Nararya makin terkejut "Jika demikian jelas kepala
gerombolan yang bernama Banyak Pasiran itu tentu bukan orang
sembarangan. Maksudku, kemungkinan besar dia tentu bekas
prajurit atau nayaka kerajaan, entah Daha entah Singasari"
Lembu Peteng mengangguk "Ya. Akupun mempunyai dugaan
begitu juga. Sayang aku belum mempunyai kesempatan untuk
berhadapan muka. Pun anakbuah yang lain, jarang sekali
bertemu muka dengan kepala gerombolan itu"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kemudian Nararya bertanya bagaimana Lembu Peteng dapat


ditugaskan ke taman Boboci.
"Setiap anggauta baru harus diuji dulu bagaimana kesetyaan
dan keberaniannya. Dalam rangka itulah maka aku mendapat
tugas bersama tiga orang kawan menuju ke Singasari"
"Ke taman Boboci?" sela Nararya.
"Pada waktu berangkat hanya diperintahkan ke Singasari saja.
Baru setelah tiba di Singasari, seorang lelaki menghampiri
rombonganku dan memberitahu supaya ke Taman Boboci. Dia
membisiki beberapa patah kata kepada Kasipu, yang mengepalai
rombongan kami, Kemudian kami menuju ke taman Boboci.
Setiba di taman itu, Kasipupun baru mengatakan bahwa di taman
Boboci itu terdapat dua orang puteri yang cantik. Kedua puteri itu
supaya direbut dan dibawa pulang ke gunung"
"Hal itu telah kami laksanakan dengan baik. Tetapi ketika
bekel bhayangkara pengiring kedua puteri itu menyerang, Kasipu
memberi tanda supaya kita mengalah dan melarikan diri" kata
Lembu Peteng.
"Hm" desuh Nararya "jika demikian, ya, jika demikian ...."
Belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya, tiba2 terdengar
suara orang tertawa seram dan kemudian sebuah seruan
bernada cemoh "Hm, Kebo Galar, ternyata engkau mempunyai
kawan2. Tetapi ketahuilah, sekali engkau sudah masuk kedalam
lembah Songgoriti, jangan engkau bermimpi dapat meloloskan
diri lagi kecuali hanya nyawamu ...."
Lembu Peteng terkejut dan cepat berpaling tubuh. Nararya
dan Pamotpun terkesiap melihat tiga lelaki bertubuh kekar dan
membekal pedang, muncul dari balik gerumbu. Sebelum Nararya
sempat menegur, Lembu Petengpun sudah mendahului "Hm,
engkau Kasipu"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Ya" sahut salah seorang yang bertubuh kekar, berkumis lebat


”bagaimana maksudmu Kebo Galar?"
"Sederhana sekali" sahut Lembu Peteng "aku ingin bebas dan
kembali ke desaku. Aku tak mau ikut dalam gerombolanmu,
Kasipu"
Lelaki perkasa yang disebut Kasipu itu tertawa "Kutahu
maksudmu tetapi sayang, Kebo Galar. Peraturan lembah
Songgoriti menetapkan, setiap orang yang masuk sebagai
anggauta, seumur hidup dia harus menjadi anggauta, kecuali
sudah mati"
"Siapa yang menetapkan peraturan itu?" seru Lembu Peteng.
"Pemimpin kita, ki Banyak Pasiran"
"Adakah dia sedemikian kuasanya sehingga berani
menentukan kebebasan seseorang? Ingat Kasipu, aku masuk
kedalam gerombolanmu karena terpaksa"
"Ya" sahut lelaki perkasa itu "memang kami masih belum
percaya penuh kepadamu. Tadi karena agak lengah maka engkau
sempat melarikan diri"
"Bukan melarikan diri, Kasipu" seru Lembu Peteng "tetapi
membebaskan diri"
"Kebo Galar "seru Kasipu "apakah engkau tak ingat akan
kawanmu itu ?"
Kini Nararya dan Pamot baru menyadari bahwa yang dipanggil
Kebo Galar itu tak lain adalah Lembu Peteng. Rupanya Lembu
Peteng tak mau mengatakan namanya yang aseli tetapi
menggunakan nama Kebo Galar.
Lembu Peteng tertawa "Mengapa tidak, Kasipu? Apabila
engkau kembali ke lembah, tentulah kawanku itu sudah lolos
karena sebelum ke Singasari, sudah kuberinya petunjuk
bagaimana untuk meloloskan diri dari sarang gerombolanmu itu"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kasipu tertawa, mengejek "Engkau boleh mengatakan begitu,


tetapi kenyataannya tentu lain. Karena sekalipun lalat, apabila
sudah masuk ke lembah Songgoriti tak mungkin dapat
meloloskan diri"
"Jika demikian" sahut Lembu Peteng "kami berdua harus
merasa bangga karena merupakan orang pertama yang dapat
membebaskan diri dari cengkeraman gerombolan gunung Butak"
"Belum tentu" sahut Kasipu "karena aku terlanjur menemukan
engkau"
"O, engkau tetap hendak memaksa aku kembali ke gunung?"
seru Lembu Peteng.
"Jika engkau tak mau" kata Kasipu "nyawamu kuidinkan
tinggal disini tetapi mayatmu tetap akan kubawa kembali ke
lembah"
"O, baiklah Kasipu" seru Lembu Peteng juga dengan nada
yang longgar "silahkan engkau membawa mayatku. Asal engkau
dapat menghalau nyawaku"
Kasipu membawa dua orang kawan. Kedua kawan Kasipu itu
mencabut pedang sementara Kasipu berseru "Bukankah kedua
kawanmu itu akan membantu engkau, Kebo Galar?"
Lembu Peteng serentak menyahut "Kukira tidak, Kasipu.
Rasanya mereka segan untuk menyentuh tubuhmu. Dan lagi
mereka berdua percaya penuh kepadaku tentu dapat menjaga
diri"
Kasipu melangkah maju, langsung ia menyambar bahu Lembu
Peteng. Ia memandang rendah akan kekuatan Lembu Peteng.
Dan memang ketika Lembu Peteng disergap dan menyerah
tempo hari, dia tak memberi perlawanan. Dengan begitu
anakbuah gerombolan itu belum sempat mengetahui betapa
kedigdayaan Lembu Peteng.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Oleh karena jumlah anakbuah gerombolan yang tinggal di


gunung Butak itu mencapai limaratusan orang, maka pemimpin
mereka segera mengadakan susunan dan penertiban. Mereka
dibagi dan ditempatkan dalam sepuluh perkampungan. Tiap
perkampungan terdiri dari limapuluh orang dan dikepalai oleh
seorang lurah. Tiap lima lurah dikepalai oleh seorang rangga.
Kemudian kedua rangga itu dibawahi seorang patih. Setelah patih
baru pemimpin gerombolan yang mengangkat diri sebagai
seorang akuwu.
Kesepuluh perkampungan itu dibagi dua. Yang lima
perkampungan melakukan tugas luar, misalnya menjaga
keamanan, dikirim keluar daerah baik untuk menghubungi orang
atau fihak yang diperlukan. Yang lima perkampungan, ditugaskan
melakukan pekerjaan dalam. Bercocok tanam, mengurus hutan,
perairan dan bangunan serta ransum makanan.
Kasipu seorang lurah sebuah perkampungan yang termasuk
tugas luar. Pemilihan lurah berdasarkan pada kedigdayaan dan
kesetyaannya. Memang gerombolan gunung Butak itu dibentuk
dan diatur menurut tata keprajuritan.
Sebagai seorang lurah, tentulah kedigdayaan Kasipu sudah
teruji. Dan kedudukan sebagai lurah dalam gerombolan di
gunung Butak itulah yang menyebabkan dia bangga dan
mengabaikan kemampuan Lembu Peteng. Walaupun merasa
bahwa cara mencengkeram bahu lawan itu mudah dihindari
ataupun ditangkis namun ia tetap melangsungkan juga. Ia hend
ik menguji betapalah tinggi kepandaian Lembu Peteng. Dan ia
tetap yakin akan mampu mengatasinya.
"Uh ..." tiba2 Kasipu mengerang menahan kesakitan ketika
secara tak terduga-duga Lembu Peteng membuat gerakan,
tangan kiri menyambar pergelangan tangan dan tangan kanan
mencengkeram siku lengan orang lalu ditekuknya dengan sekuat
tenaga, krek... seketika patahlah tulang Kasipu. Dan serempak

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

pada saat ia mengerang kesakitan, Lembu Petengpun sudah


memutar lengan Kasipu kebelakang, dilekatkan pada punggung.
Merah padam cahaya muka Kasipu karena menahan rasa sakit
yang hebat. Keringatpun bersimbah memenuhi dahi. Bahkan
pandang matanya terasa berku-nang-kunang
Kedua anakbuah Kasipu terkejut sekali. Mereka tak pernah
menyangka bahwa hanya dalam sebuah gerak saja, Kasipu sudah
dikuasai lawan. Kedua anakbuah itu menyadari apa yang terjadi.
Serempak mereka berdua menyerbu Lembu Peteng seraya
ayunkan pedang.
Tetapi Lembu Peteng bergerak cepat dan gesit sekali. Sambil
mendorongkan lengan Kasipu hampir ke-tengkuk, ia segera
mendorong tubuh lurah gerombolan itu ke muka, menyongsong
kedua anakbuah yang menerjang itu.
"Ah ..." salah seorang dari kedua anakbuah gerombolan itu
rupanya lebih tangkas. Cepat ia loncat menyingkir ke samping.
Tetapi Lembu Peteng sudah siap. Ia menyerempaki loncat maju
dan menerpa bahu orang sekuat-kuatnya. Orang itupun,
mengaduh lalu terjerembab jatuh ke tanah. Sekali loncat, Lembu
Peteng menginjak tangan kanan orang dan sebelah kaki yang
kanan menginjak dada orang.
Anakbuah yang seorang tadi, karena agak terlambat
menghindar terbentur oleh kepala Kasipu, terjerembab jatuh,
kepalanya membentur tanah, masih ditindih pula oleh tubuh
Kasipu yang pingsan. Anakbuah itupun ikut pingsan.
Dalam waktu hampir hanya beberapa kejab mata, Lembu
Peteng telah dapat merubuhkan ketiga lawannya, anakbuah
gerombolan gunung Butak. Nararya terkejut dan diam2 memuji
kedigdayaan Lembu Peteng.
"Kakang Lembu, engkau sungguh hebat" serunya memberi
pujian.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Ah, tidak, raden" kata Lembu Peteng "kemenanganku ini


disebabkan kelengahan mereka. Rupanya Kasipu terlalu
memandang rendah kepadaku sehingga dia harus menderita
kekalahan"
Lembu Peteng terus mengikat kaki dan tangan ketiga orang
itu lalu diikat pada sebatang pohon "Jika kubunuh mereka,
memang mudah tetapi akan mengundang kemarahan
gerombolan gunung Butak"
Nararya menyetujui pendapat itu "Benar, kakang Lembu. Jika
mereka mati, kawan-kawannya tentu marah dan pimpinan
gerombolan tentu akan mengerahkan seluruh anakbuahnya
untuk mencari engkau. Jika mereka dibiarkan hidup, walaupun
juga akan menimbulkan kemarahan mereka, tetapi mereka tidak
akan bernafsu sekali"
Lembu Peteng mengangguk, menyetujui. Ketiga carang itu
diikat pada batang pohon. Setelah selesai, Nararya segera
mengajak Lembu Peteng melanjutkan perjalanan lagi.
"Tunggu dulu, raden" kata Lembu Peteng. Kemudian ia
berlari-lari disepanjang jalan yang menuju ke timur atau kearah
Singasari. Tiba2 ia membiluk masuk kedalam sebuah hutan.
Nararya tak mengerti apa maksud Lembu Peteng melakukan
hal itu. Tak berapa lama, tiba2 Lembu Peteng muncul dari balik
gerumbul disebelah muka.
"Apa yang engkau lakukan, kakang?" tegur Nararya.
Lembu Peteng tertawa "Sekedar membuat bekas telapak kaki
agar mereka, kawan2 anakbuah gerombolan gunung Butak itu,
mengira aku menuju ke pura Singasari dan mengejar ke sana.
Sedang kita menuju ke Daha"
Nararya memuji tiadakan Lembu Peteng yang teramat dan
cerdik. Tiba2 ia bertanya "Kakang Lembu tidakkah lebih baik kita
mencari keterangan dari mereka ?"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Lembu Peteng gelengkan kepala "Anggauta gerombolan


gunung Butak, terutama yang berkedudukan lurah
perkampungan seperti Kasipu itu, telah teruji ke-setyaan dan
keberaniannya. Mereka lebih senang menyerahkan nyawa
daripada memberitahu tentang rahasia mereka"
Nararya mengangguk-angguk.
"Raden, manurut pendapatku" kata Lembu Peteng pula "lebih
baik kita kembali ke Daha untuk meninjau keadaan di pura itu.
Dan bagaimanakah perkembangan usaha kita memburu jejak
pencuri gong Prada itu, raden? Mengapa pula raden tiba2 berada
ditempat ini bersama Pamot?"
Dengan singkat Nararya lalu menuturkan pengalamannya
selama ini. Ia dan Pamot ke pura Singasari karena hendak
mencari jejak Lembu Peteng yang menghilang dan kedua kali
karena hendak menyerahkan surat titipan dari pangeran Ardaraja
kepada seorang bekel bhayangkara keraton Singasari. Setelah
selesai sebenarnya dia dan Pamot hendak kembali ke Daha tetapi
karena tertarik nama yang termasyhur dari taman Boboci, iapun
singgah sebentar. Di taman itu kembali ia harus mengalami
peristiwa dan dapat bertemu dengan ke dua putri raja.
Selanjutnya ketika sedang beristirahat di bawah pohon
Brahmastana, muncullah Lembu Peteng.
Nararya menutup ceritanya dengan sebuah helaan napas yang
cukup panjang "Ah, tiada kusangka sama sekali bahwa soal
mencari gong Prada yang dicuri orang itu dapat menimbulkan
peristiwa2 yang makin lama makin melibatkan diri kita ke dalam
suatu kisaran peristiwa yang ruwet"
Lembu Peteng mengangguk. Demikian Nararya bertiga segera
melanjutkan perjalanan menuju ke Daha bersama renungan dan
pemikiran tentang peristiwa2 yang telah dan bakal dihadapinya.
Belum berapa lama mereka menempuh perjalanan tiba2
Nararya mengajak berhenti dan duduk ditepi jalan. Walaupun tak
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mengerti akan maksud raden itu tetapi Lembu Peteng dan Pamot
menurut juga.
"Kakang Lembu" Nararya membuka pembicaraan setelah
duduk disebuah batu "menempuh perjalanan pada malam hari
begini, memang kurang sedap. Lebih baik kita beristirahat saja
disini sambil bercakap-cakap lebih lanjut"
"Baik, raden" kata Lembu Peteng pula.
"Mengapa tiba2 saja aku mengajak kakang berdua berhenti
disini" kata Nararya pula "tentulah kakang Lembu dan Pamot
ingin mendapat keterangan. Dalam berjalan tadi, kakang Lembu,
tiba2 aku mendapat pikiran"
"O, silahkan raden memberitahu kami" kata Lembu Peteng.
"Begini kakang Lembu" kata Nararya"kupikir, kita makin jauh
terlibat dalam suatu lingkaran peristiwa yang makin luas. Dimulai
dari mencari hilangnya gong pusaka Empu Bharada itu, kita telah
menginjak di pintu sebuah gelanggang yang luas. Gelanggang
dari suatu kegiatan2 yang berlangsung dalam pemerintahan
Daha dan pemerintahan Singasari. Kulihat dalam gelanggang itu
kakang Lembu, beberapa mentri2 yang berpangkat tinggi dan
berkuasa, sedang mengadakan suatu kegiatan kasak kusuk,
menjalin suatu mata-rantai hubungan, tukar menukar keterangan
dan lain2 kegiatan yang kukuatirkan, apabila keadaan sudah
makin meningkat, pada suatu saat yang tepat waktunya, tentu
akan meletuskan suatu gerakan besar yang membahayakan
kerajaan"
Lembu Peteng mengangguk "Ulasan raden itu sangat
mengena dalam hatiku. Perasaankupun demikian pula raden.
Hanya aku masih bingung dan gelap, siapa2 yang terlibat dalam
gelanggang kegiatan itu dan apa pula tujuan daripada kegiatan
mereka itu. Raden menyinggung tentang bahaya yang akan
menimpa kerajaan. Kerajaan manakah yang raden maksudkan?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya tertawa dan balas bertanya ’Adakah Lain kerajaan


pula dari kerajaan Singasari?"
"Daha"
"Daha bukan kerajaan yang penuh sebagai Singasari.
Melainkan lebih mendekati dengan akuwu"
"O, raden maksudkan kerajaan itu kerajaan Singasari?"
Nararya mengiakan "Benar, kakang Lembu. Kurasa kegiatan2
mereka itu tak lepas dari arah dan tujuan kepada kerajaan
Singasari"
"Dapatkah raden memberi gambaran kepada Lembu Peteng
sumber daripada kesan2 raden itu?" tanya Lembu Peteng.
"Karena pangeran Ardaraja sendiri juga terlibat dalam
mereka2 yang tengah melakukan kegiatan2 itu"
"O, raden menduga bahwa surat pangeran Ardaraja yang
dititipkan raden supaya diterimakan kepada seorang bekel
bhayangkara keraton Singasari itu, menyangkut suaiu hubungan
rahasia antara penerima surat itu dengan pangeran Ardaraja?"
"Tepat, kakang Lembu" sahut Nararya "tak mungkin pangeran
itu akan memberi surat2 yang bersifat peribadi, kecuali urusan2
negara. Dengan demikian jelas bahwa pangeran Ardaraja
mempunyai orang dalam pemerintahan pura Singasari"
"Benar, raden" tiba2 Lembu Peteng berseru "apabila kita
merenungkan tentang kegiatan Daha untuk membangun dan
memperbesar pasukannya, bukan mustahil kalau kita merangkai
dugaan bahwa pangeran itu akan melakukan sesuatu kepada
kerajaan Singasari. Tetapi apabila hal itu memang benar, raden,
aku pun ikut merasa bersyukur"
Nararya terbeliak.
"Engkau merasa bersyukur, kakang Lembu? Mengapa?"
tegurnya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Perjalanan hidup itu tak lepas dari mata rantai Sebab dan
Akibat, raden. Baginda Kertanagara telah sampai hati untuk
menumpas saudaranya sendiri, pangeran Kanuruhan di Gelagah
Arurn. Tidakkah dewata berlaku adil apabila Daha akan
membalas dendam kepada Singasari ?"
"Tidak, kakang Lembu" Nararya menolak "pertikaian antara
raja Kertanagara dengan pangeran Kanuruhan itu sifatnya
pertikaian antara saudara. Mungkin berebut pengaruh atau
kekuasaan. Tetapi Singasari dan Daha itu lain sifatnya.
Merupakan pertikaian antar dua buah kerajaan yang sejak lama
menjadi musuh bebuyutan"
Lembu Peteng tertawa dengan nada yang aneh.
"Kakang Lembu, jangan kakang menyangka bahwa aku
berfihak kepada baginda Kertanagara dan tak senang terhadap
pangeran Kanoruhan. Karena waktu terjadi pertikaian itu
mungkin aku masih seorang anak. Tetapi kini dalam kesadaranku
sebagai seorang pemuda yang sudah memiliki alam pikiran
dewasa, aku dapat membedakan pula antara kepentingan
perorangan dengan negara. Jika nada kata-kataku seolah
berfihak kepada Singasari, bukan berarti bahwa aku menyetujui
tindakan baginda Kertanagara terhadap pangeran Kanuruhan.
Tidak. Aku tak menyinggung persoalan itu. Itu persoalan antara
dua orang kakak beradik. Tetapi letak daripada dasar pendirianku
yalah pada negara Singasari ini. Terus terang, kakang Lembu,
aku seorang putera yang dilahirkan di bumi Singasari. Wajiblah
aku membela kepentingan bumi Singasari itu. Soal siapakah yang
menjadi raja yang dipertuan di Singasari, entah baginda
Kertanagara entah pangeran Kanuruhan, yang penting bagiku dia
harus; seorang raja yang benar2 memikirkan kepentingan
kerajaan dan kawula Singasari"
Lembu Peteng tertegun.
"Dalam rangka kewajiban rasa dan pekerti sebagai seorang
putera Singasari itulah maka aku akan membela bumi Singasari
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dari mana dan siapa pun juga yang hendak mengganggunya.


Dengan demikian, apabila pangeran Ardaraja mengadakan gerak-
gerik untuk membentuk gerakan yang membahayakan kerajaan
Singasari, terpaksa aku harus menghadapinya"
Kembali Lembu Peteng mengangguk. Rupanya ia dapat
menyelami hati raden itu dan menghayati pendiriannya.
"Aku menghormati kesetyaan kakang Lembur-Peteng terhadap
pangeran Kamiruhan. Tetapi kuminta pula kerelaan dan
kesediaan kakang Lembu untuk ber-setya kepada kerajaan
Singasari" kata Nararya.
Lembu Peteng terbeliak.
"Kerajaan Singasari adalah bumi dan kawula Singasari"
Nararya melanjutkan pula ”bukan baginda Kertanagara. Andai
kakang Lembu tidak setuju dengan baginda yang sekarang,
akupun tak merintangi pendirian kakang itu. Kita berjuang demi
kejayaan dan kebesaran bumi Singasari dan kesejahteraan
kawula Singasari belaka. Dan marilah kita menarik suatu garis
pengertian antara kerajaan Singasari dengan raja Singasari.
Maukah kakang menerima ajakanku ?"
Hati Lembu Peteng tersentuh akan kata dan pendirian raden
Nararya. Ia mengaku dan dapat menerima apa yag dikatakan
raden itu. Diapun seorang putera bumi pertiwi telatah Singasari.
Diapun merasa sebagai seorang pejuang Singasari.
"Kakang Lembu Peteng" tiba2 Nararya menyusuli kata2 pula
"sifat seorang ksatrya itu pemurah, pengampun dan pengayom.
Tidak layak seorang ksatrya itu pendendam. Pernah kakang
Lembu mendengar cerita tentang seorang ksatrya raksasa dari
negara Alengka?"
"O, maksud raden ksatrya Kumbakarna itu?"
"Benar, kakang Lembu" kata Nararya "dialah yang
kumaksudkan. Walaupun seorang raksasa, dia seorang ksatrya
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

yang berhati luhur dan berjiwa ksatrya. Dalam menentukan


keputusannya membantu kakandanya, raja Rahwanaraja, ia
menitikkan pada pendiriannya sebagai seorang ksatrya yang
wajib, membela kemerdekaan negaranya. Dia tidak membela
tindakan Rahwanaraja yang salah tetapi semata-mata memenuhi
kewajiban seorang ksatrya terhadap negaranya yang sedang
diserang musuh. Nah, pandangan hidup ksatrya Kumbakarna
itulah yang hendak kuminta kepada kakang Lembu supaya
menghayati dan menerimanya. Lepas dari segala pendirian
kakang Lembu terhadap diri peribadi baginda Kertanagara"
Lembu Peteng termangu.
"Tugas kita yang pertama, selamatkan dahulu kerajaan
Singasari dari segala gangguan dari siapa dan fihak manapun
jua" Nararya menyusuli pula "soal diri peribadi baginda, akan kita
rundingkan pula setelah segala ancaman dan gangguan itu
lenyap. Dapatkah kakang Lembu menyetujui tawaranku ini?"
Tergugah seketika semangat Lembu Peteng. Bukan karena
teringat akan dendamnya terhadap baginda Kertanagara,
walaupun dendam itu sesungguhnya hanya timbul dari rasa
kesetyaannya terhadap junjungannya yang lama yalah pangeran
Kanuruhan, namun karena terpesona akan sikap dan wibawa
pemuda Nararya dalam membawakan kata2 dan melantangkan
pendiriannya terhadap negara "Baik, raden, Lembu Peteng akan
menyerahkan diri untuk mengabdi kepada raden. Apapun yang
raden perintahkan, tentu akan kulaksanakan"
Nararya terkejut. Ia tak pernah menyangka dan mengharap
akan mendengar pernyataan Lembu Peteng yang sedemikian. Ia
hanya mengajak Lembu Peteng untuk berjuang bahu membahu
didalam menanggulangi awan gelap yang akan mengancam
cakrawala langit Singasari. Dengan nada haru, Nararya berkata
"Kakang Lembu, aku seorang muda, seorang manusia pula.
Tentu tak lepas dari kekurangan dan kehilafan. Apabila kakang
melihat dan merasa bahwa segala tingkah ulah dan sepak
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

terjangku, menjurus keluar dari garis2 kelurusan dan kebenaran


sifat2 seorang ksatrya, sukalah kakang menegur"
"Ah, raden" Lembu Peteng menghela napas dan tersenyum. Ia
puas dengan sikap Nararya yang rendah hati tetapi luhur budi
itu. Kemudian ia menanyakan apa .kehendak pemuda itu.
"Begini, kakang Lembu" kata Nararya "gong Prada telah
merupakan suatu persoalan yang pelik dan rahasia. Tentu
memakan waktu yang lama dalam mencarinya. Pada hal dalam
pencaharian itu, kita telah menemukan suatu hal lain, maksudku,
suatu gerakan yang kuduga keras, mempunyai kaitan dengan
kepentingan Singasari. Jelasnya, gerak-gerik pangeran Ardaraja
dan orang kepercayaannya dalam tubuh pemerintahan pura
Singasari itu, wajib meminta-curahan perhatian kita. Sedangkan
disamping itu pula, kita menemukan sebuah gerombolan di
gunung Butak yang gerak geriknyapun sangat mencurigakan.
Menilik bentuk susunan dan peraturannya, kemungkinan mereka
bukan suatu gerombolan biasa tetapi mempunyai tujuan lain”
Nararya berhenti sejenak lalu melanjutkan pula
"Menghadapi sekian macam persoalan, kitapun harus dapat
menyesuaikan diri dengan keadaan mereka. Artinya, jika kita
selalu menggerombol satu untuk terus menerus mencari gong
Prada itu, kemungkinan kita akan terlambat untuk mengetahui
sesuatu yang menyangkut nasib negara dan nasib para kawula"
Rupanya Lembu Peteng dapat menangkap akan tujuan
Nararya "Baik, raden, aku bersedia apapun yang raden hendak
perintahkan"
"Terima kasih,kakang Lembu" kata Nararya
"Jelasnya begini. Jika kakang meloloskan diri dari gunung
Butak, ada dua macam hal yang tidak menguntungkan.' Pertama,
kita akan kehilangan suatu mata rantai dari usaha kita untuk
memberantas gangguan2 yang mengancam negara Singasari.
Karena siapa lagi yang dapat menyelidiki keadaan gerombolan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

itu? Kedua kali, seperti kata Kasipu tadi, mereka tentu takkan
berhenti untuk mencari jejak kakang. Dan mereka mempunyai
banyak kaki tangan yang tersebar di mana2. Tidakkah hal itu
akan merupakan gangguan bagi sepak terjang kakang Lembu?"
Lembu Peteng mengangguk "O, maksud raden, supaya aku
kembali kepada gerombolan gunung Butak itu lagi ?"
"Agar kita dapat menyelidiki keadaan mereka kemudian kita
dapat menentukan langkah. Jika mereka benar2 bertujuan
hendak mengacau kerajaan Singasari, kita dapat memberantas,
paling tidak dapat menghalang-halangi tindakan mereka"
Merenung beberapa jenak, akhirnya Lembu Peteng dapat
menerima pandangan Nararya "Baik, raden, aku akan kembali
menyusup ke dalam gerombolan gunung Butak itu. Akan
kutolong Kasipu dan kedua anakbuahnya itu untuk kuajak
kembali ke lembah mereka. Lalu bagaimana agar kita selalu
mempunyai hubungan, antara lain setiap kali yang kuanggap
perlu, aku tentu akan mengirim berita laporan tentang keadaan
gerombolan itu kepada raden"
"Benar, kakang Lembu" kata Nararya "memang kita harus
selalu terikat dalam hubungan itu. Lalu bagaimana menurut
pendapat kakang?"
Setelah berpikir beberapa saat, Lembu Peteng mengemukakan
"Begini raden. Letak gunung Kelud itu tak berapa jauh disebelah
barat gunung Butak. Supaya anakbuahku di gunung Kelud itu
mendirikan sebuah tempat rahasia di daerah kaki gunung Butak.
Setelah aku dapat menemukan tempat mereka itu, akan kuatur
lebih lanjut tentang cara kerja kita selanjutnya"
Kemudian Lembu Peteng berkata kepada Pamot "Pamot, sejak
saat ini pimpinan kawan2 kita di gunung Kelud kuserahkan
kepada raden Nararya. Sampaikan perintahku ini kepada mereka.
Mereka harus tunduk dan melakukan semua perintah raden
Nararya. Dan beritahukan juga tentang rencanaku tadi, supaya
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mereka mendirikan sebuah tempat rahasia di sekitar kaki gunung


Butak"
Pamot menyatakan akan melakukan perintah itu.
"Raden" kata Lembu Peteng pula "aku akan kembali ketempat
Kasipu dan kedua anakbuahnya tadi. Dan silahkan raden
melanjutkan perjalanan ke Daha. Apapun yang raden perlu dan
kehendaki, perintahkan-lah kepada anak2 di gunung Kelud.
Mereka pasti akan taat kepada perintah raden"
"Kakang Lembu" kata Nararya dengan nada haru
"sesungguhnya berat sekali rasa hariku untuk melepaskan
kakang kembali kepada gerombolan itu. Tetapi keadaan
membutuhkan tenaga dan perhatian kita semua. Semoga dewata
memberkahi langkah kakang"
(Oo-dwkz^ismoyo-oO)

II
KALINGGA terkejut ketika ia mendapat panggilan dari patih
Aragani. Namun bekei bhayangkara-dalam itu terpaksa harus
menghadap juga. Ia tahu bahwa saat itu di tubuh pemerintahan
kerajaan Singasari sedang berlangsung perobahan besar.
Suasana masih hangat.
Pembahan itu berkisar pada keputusan baginda Kertanagara
untuk mengganti beberapa wredda mentri.
Patih sepuh empu Raganata yang setya, telah dilepas dari
kedudukannya sebagai patih amangkubhumi dan dipindah
menjadi ramadhyaksa di Tumapel. Patih Raganata tiada bersalah
apa2, kecuali sering menentang dan tak setuju tentang tindakan2
baginda. Pada hal keberanian patih tua itu patut dipuji karena ia
bekerja dan mengabdi pada kerajaan bukan karena kedudukan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dan kehidupan nikmat melainkan demi kepentingan dan kejayaan


Singasari.
Adalah karena dianggap selalu menentang kehendak baginda
maka patih sepuh yang sudah mengabdi berpuluh tahun dengan
seiya itu, dilorot dan dipindah ke Tumapel.
Rupanya baginda tak kepalang tanggung untuk mengadakan
pembersihan di kalangan pucuk pimpinan pemerintahannya.
Setelah patih Raganata maka rakryan Banyak Wide atau Wiraraja
juga dicopot dan dipindah ke Madura. Rakryan Banyak Wide
semula menjabat kedudukan demung, suatu jabatan di bawah
patih. Rakryan Banyak Wide dianggap juga terlalu banyak mulut,
suka menyatakan pendapat2 yang bertentangan dengan
keinginan baginda.
Masih ada pula seorang mentri yang menerima nasib seperti
patih Empu Raganata dan rakryan Banyak Wide, mentri itu
adalah tumenggung Wirakreti yang semula termasuk salah
seorang dari lima menteri utama dalam pucuk pimpinan
pemerintahan, dilorot sebagai mentri angabaya atau mentri
keamanan. Sebagai mentri angabaya, tumenggung Wirakreti
tidak mempunyai kekuasaan lagi untuk ikut campur dalam urusan
pemerintahan. Tugasnya kebanyakan di luar keraton, menjaga
keamanan.
Sebagai ganti patih Raganata maka baginda mengangkat Kebo
Anengah atau Kebo Arema sebagai patih dan Apanji Aragani
sebagai pembantunya. Sekalipun hanya pembantu, ternyata patih
Aragani lebih dapat memikat kepercayaan baginda. Dia seorang
yang pandai bicara dan pandai mengambil muka. Berkat
ketajaman lidah dan kelicikannya, baginda cenderung untuk
mengangkat Apanji Aragani sebagai patih-dalam. Sedangkan
Kebo Anengah sebagai patih-luar.
Demikian kekuasaan patih Apanji Aragani dalam pemerintahan
Singasari sehingga berdebarlah hati bekel bhayangkara Kalingga
ketika mendapat panggilan supaya menghadap kepada patih itu.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dengan membawa berbagai pertanyaan dan peneropongan


atas tugasnya selama ini dimana mungkin ia telah melakukan
kesalahan-kesalahan bekel Kalingga menuju ke gedung kepatihan
"Tidak sari-sarinya gusti patih menitahkan aku menghadap.
Apalagi pada malam hari begini. Mungkin ada sesuatu perintah
penting yang harus kulakukan. Atau ...." tiba2 ia terkejut ketika
melihat sesosok bayangan hitam muncul dari sebuah lorong dan
berjalan menghampiri ke arahnya.
"O, engkau adi Rangkah" serentak bekel Kalingga berseru
agak terkejut ketika orang itu tiba dan segera mengenalinya,
sebagai Mahesa Rangkah, bekel bhayangkara puri-dalam yang
bertugas menjaga keselamatan keputrian dan seluruh keluarga
baginda.
Saat itu memang belum terlalu malam sehingga dalam puri
keraton masih terdapat dayang2 atau prajurit2 bhayangkara yang
berlalu lalang melakukan tugas masing-masing.
"O, kakang bekel Kalingga" seru orang itu pula "hendak
kemanakah kakang? Mengapa tampak kakang bergegas
langkah?"
Bekel Kalingga memandang ke sekeliling penjuru sebelum ia
menjawab. Setelah melihat tiada orang lain, ia segera menarik
tangan bekel Mahesa Rangkah kese-buah tempat yang agak
gelap. Melihat ketegangan sikap bekel Kalingga, Mahesa Rangkah
kerutkan dahi. Tetapi ia menurut saja.
"Adi" kata bekel Kalingga dengan suara pelahan "aku hendak
menghadap gusti patih"
Mahesa Rangkah terkejut "Mengapa kakang?"
"Entahlah, adi. Aku hanya diperintah menghadap ke kepatihan
saja"
"Gusti patih siapa?"
"Apanji Aragani"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"O" seru bekel Rangkah agak kejut "pada waktu malam begini,
gusti patih itu memanggil kakang?"
"Itulah, adi" kata bekel Kalingga "yang membuat aku heran
juga. Bukankah perintah dapat di sampaikan pada esok hari,
mengapa harus malam ini juga?"
"Mungkin ada suatu tugas yang penting sekali" kata bekel
Rangkah.
Bekel Kalingga gelengkan kepala "Kurasa tidak adi. Karena
tidak sari-sarinya dan baru pertama kali ini gusti patih Aragani
memanggil aku menghadap ke kepatihan"
"Lalu apa sajakah maksud gusti patih, menurut dugaan
kakang?"
"Aku lebih cenderung untuk menduga bahwa gusti patih akan
memberi hukuman atau sekurang-kurangnya teguran keras atas
kesalahanku"
"Apakah kakang merasa melakukan kesalahan?"
Bekel Kalingga gelengkan kepala, menghela nafas "Itulah adi
yang menjadi pemikiranku. Aku merasa dalam menjalankan tugas
sebagai bekel bhayangkara selama ini, tak pernah aku melalaikan
kewajiban. Bahkan sakitpun aku paksakan diri untuk masuk"
Tiba2 bekel Rangkah kerutkan dahi, katanya dengan nada
dalam "Kakang Kalingga"
Bekel Kalingga terkejut melihat perobahan airmuka dan nada
suara bekel Rangkah "Mengapa, adi ?"
"Cobalah engkau jawab pertanyaanku ini"
"Ya"
"Menurut perasaan, pengamatan dan dugaanmu, adakah patih
Aragani telah mengetahui atau sekurang-kurangnya mencium
bau akan kerjasama kita selama ini?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Mendengar itu bekel Kalingga terbeliak "Maksudmu ...."


"Ya, kakang, itulah yang kumaksudkan" tukas bekel Rangkah
"ingatlah kakang, patih Aragani itu seorang yang cerdik, licin,
banyak akal muslihat dan mempunyai kaki tangan yang
menyelundup di segala tempat"
Bekel Kalingga tak lekas menjawab melainkan merenung.
Rupanya ia tengah menggali ingatannya untuk membayangkan
hal2 yang cenderung kearah yang ditanyakan bekel Rangkah itu.
Sampai lama ia tetap berdiam diri.
"Bagaimana kakang Kalingga ?" karena cukup menunggu lama
akhirnya bekel Rangkah memecah kesunyian.
"Kurasa tidak, adi" kata bekel Kalingga "karena selama ini, aku
bertindak dengan sangat hati2. Tidak kuperluas kawan2 kita
melainkan kubatasi apa yang sudah ada saja. Pun mereka tetap
kuawasi gerak geriknya. Tetapi selama ini tiada tanda2 mereka
akan berpaling haluan"
Bekel Rangkah mengangguk "Kupercaya penuh kepada
kakang Kalingga. Tetapi masih juga kekuatiran itu menghinggapi
perasaanku"
"Apa yang engkau kuatirkan, adi?"
"Aku kuatir akan adanya hal2 dari luar yang dapat
menggagalkan atau sekurang-kurangnya mengganggu rencana -
kita, kakang"
"O" bekel Kalingga terkesiap "dapatkah adi menjelaskan lebih
lanjut tentang hal2 semacam itu?"
Kali ini bekel Rangkah yang mengeliarkan pandang untuk
meneliti keadaan disekeliling. Setelah tak melihat sesuatu yang
mencurigakan ia segera melekatkan muka kedekat telinga bekel
Kalingga dan membisikinya "Baru2 ini aku menerima berita dari
fihak gunung Butak, bahwa ada seorang pemuda yang tampak
menunjukkan kegiatannya untuk mencari gong pusaka empu
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Bharada yang hilang. Pemuda itu sempat berkenalan pula dengan


pangeran Arjadaraja dan rupanya dia datang ke pura Singasari"
"Bagaimana adi tahu akan hal itu ?"
"Ketika mengiring kedua gusti puteri ke taman Boboci, aku
sempat bertemu dengan pemuda itu dan seorang pengiringnya.
Bahkan pemuda itupun sempat diterima menghadap gusti puteri,
kakang"
"O" desuh bekel Kalingga "tetapi adakah pemuda itu
mempunyai hubungan erat dengan rencana kita, adi ?"
"Sampai saat ini aku belum melihat suatu tanda kearah itu,
kakang. Tetapi perasaanku mengatakan bahwa kita harus
waspada dan menaruh perhatian terhadap pemuda itu"
"Adi Rangkah" kata bekel Kalingga "adi mengatakan bahwa
pemuda itu datang ke pura Singasari. Dapatkah engkau memberi
keterangan, apakah maksud tujuan pemuda itu ke pura ini?"
"Soal itu kakang" jawab bekel Rangkah "aku belum menerima
laporan apa2. Kuduga, dia hanya sekedar melihat-lihat saja
keindahan pura kerajaan Singasari ini"
"O" seru bekel Kalingga, kemudian memandang cakrawala
"baiklah, adi. Kuperhatikan pesanmu itu. Betapapun, berlaku
hati2 jauh lebih baik daripada lengah, bukankah begitu?"
"Terima kasih, kakang" kata bekel Rangkah "kakang Kalingga"
seru bekel Rangkah seraya mengeluarkan sebuah kotak kecil dari
dalam bajunya "entah bagaimana, tetapi kurasa tindakan gusti
patih Aragani memanggil kakang pada waktu malam begini,
cukup menimbulkan kecurigaan. Kita tahu siapa dan bagaimana
gusti patih Aragani itu. Sesuai dengan pedoman cara kerja kita
bahwa lebih baik berhati-hati daripada lengah, maka akupun
hendak memperlengkapi bekal kakang dalam menghadap gusti
patih Aragani nanti"
"Apakah maksudmu, adi?"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

”Jika gusti patih Aragani hendak memberi perintah yang


berhubungan dengan tugas, kita tentu merasa bersyukur" kata
bekel Rangkah "tetapi apabila terjadi sesuatu yang menyimpang
dari hal itu, terutama apabila menyangkut hubungan kita, dalam
keadaaan yang sangat mendesak dan terpaksa sekali, dalam
kedudukan yang terjepit dan berbahaya, segeralah kakang
membuka kotak ini. Kutanggung, segala keruwetan, ancaman
dan bahaya yang akan menimpah diri kakang, pasti akan lenyap"
"O" desuh bekel Kalingga terkejut "apakah isinya adi ?"
"Jangan kakang tanyakan atau buka dulu apa isinya.
Bukankah kakang percaya kepadaku ?"
"Percaya penuh"
"Terima kasih,kakang" kata bekel Rangkah. ”kotak itu hanya
sebagai penjagaan bilamana kakang benar2 terancam bahaya
dan tak dapat menemukan jalan untuk menyelamatkan diri.
Apabila kakang masih merasa dapat mengatasi persoalan yang
kakang hadapi, janganlah kakang membuka kotak itu. Begitu
pula apabila kakang tak jadi menggunakannya, besok kembalikan
lagi kepadaku".
Demikian kedua bekel yang bersahabat karib itu saling
berpisah. Sebelumnya sekali lagi, bekel Rangkah memeluk tubuh
bekel Kalingga "Apapun yang terjadi kita harus tetap bersatu dan
setya pada janji kita. Senang dan susah kita tetap akan
"bersama"
Bekel Kalingga segera melanjutkan perjalanan ke kepatihan.
Ia menyimpan kotak kecil itu walaupun tak tahu apa isinya. Ia
peicaya penuh akan bekel Rangkah. Dan pikirannyapun agak
longgar karena sekurang-kurangnya langkahnya ke gedung
kepatihan itu diketahui oleh bekel Rangkah.
Segera ia diterima oleh prajurit penjaga gedung kepatihan dan
langsung dibawa masuk kedalam menghadap patih Aragani.
Tampak patih yang bertubuh agak gemuk dan bermata seperti
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

orang ngantuk itu, duduk disebuah kursi beralas beludu merah.


Disamping patih Apanji Aragani itu tegak seorang pemuda
berparas cakap. Busananyapun indah.
Bekel Kalingga agak heran. Ia belum pernah mendengar
bahwa patih itu mempunyai putera tetapi hendak memungut
putera menantu yang menurut cerita para nayaka dan hamba
sahaya seorang pemuda yang cakap. Inilah gerangan calon
menantu patih itu ? Ah, mungkin, pikir Kalingga.
"Gusti patih, hamba bekel Kalingga menghadap dan
menghaturkan sembah hormat kebawah kaki paduka" kata bekel
Kalingga seraya memberi sembah.
"O, engkau bekel Kalingga" patih itu seperti seorang yang
gelagapan terjaga dari tidur. Lapat2 hidung bekel Kalingga
terbaur hembusan angin lembut yang berbau tuak.
"Engkau tentu terkejut mengapa kupanggil engkau datang
menghadap aku pada waktu malam ini" kata patih Aragani pula.
"Benar, gusti"
"Ah, tak perlu kaget, bekel" kata patih Aragani "karena tiada
lain maksud yang kukandung kepadamu kecuali hendak memberi
hadiah, seperangkat busana dan uang"
Bekel Kalingga terperangah ketika ia melihat dihadapan
pemuda cakap itu memang telah tersedia sebuah penampan
besar yang berisi sesusun pakaian serta sebuah pundi2 uang.
"Tetapi gusti patih" seru bekel Kalingga "atas dasar apakah
maka hamba layak paduka karuniai hadiah yang sedemikian
besar ?"
"Jasa"
"Jasa, gusti?" bekel Kalingga makin terbeliak "hamba merasa
tak pernah melakukan sesuatu yang layak dinilai sebagai jasa,
gusti ?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Patih Apanji Aragani tertawa. Nadanya kering kerontang


seperti suara burung gagak yang kehausan di-musim kemarau.
"Engkau seorang bekel yang jujur, Kalingga" seru patih Apanji
Aragani pula "kuminta engkau selalu melaksanakan kejujuranmu
itu, maukah?"
"Baik, gusti" bekel Kalingga mengiakan walaupun tak tahu
kemanakah sesungguhnya arah tujuan kata-kata patih itu.
"Engkau berjanji dengan sungguh2, bekel?" masih patih itu
mendesak.
"Demi kehormatan hamba, gusti"
Tiba2 patih itu berpaling ke samping "Panglulut, puteraku,
engkau kuminta menjadi saksi atas pernyataan bekel Kalingga
ini" kemudian patih itu berpaling pula "bekel Kalingga, inilah
calon putera menantuku, raden Kuda Panglulut"
Bekel Kalingga gopoh memberi hormat dan mohon maaf
karena terlambat menghaturkan sembah.
"Dan raden menantuku inilah yang menjadi saksi dari
pernyataanmu tadi, bekel" seru patih Aragani.
Walaupun tak mengerti mengapa patih Aragani selalu
menekankan soal itu, namun bekel Kalingga terpaksa mengiakan
juga.
"Memang benar, bekel Kalingga, apabila engkau merasa tak
melakukan sesuatu yang layak diberi penghargaan sebagai suatu
jasa" kata patih Aragani pula.
"Tetapi jasa itu harus engkau ciptakan"
Dalam menginjak pembicaraan itu jelas kata2 patih Aragani itu
mulai menghambur laksana hujan mencurah. Beda sekali dengan
kesan yang dirasakan bekel Kalingga pada saat melihat sikap dan
pandang mata patih Aragani yang sekuyu orang mengantuk tadi.
Kini mulailah ia mengakui bahwa apa yang disohorkan para
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

narapraja tentang diri patih Aragani yang pandai bicara, memang


benar.
"Gusti patih" bekel Kalingga menghatur sembah "hamba
benar2 bodoh sekali sehingga tak mengerti apakah yang
sesungguhnya hendak paduka titahkan kepada hamba. Mohon
gusti patih sudi melimpahkan keterangan"
"Kukatakan engkau harus menciptakan jasa itu" patih Apanji
Aragani mengulang kata-katanya tadi.
"Tetapi gusti patih, bagaimana cara hamba menciptakan jasa
itu?"
"Mudah sekali, bekel" patih Aragani tertawa.
"Mudah ?"bekel Kalingga terbeliak.
"Ya. Mudah" patih Aragani memberi penegasan "hanya
tergantung dari kemauanmu sendiri"
"Tetapi hamba benar2 tak tahu bagaimana cara untuk
menciptakan jasa itu, gusti patih"
"Benarkah engkau ingin menciptakan jasa ?" tiba2 patih Apanji
Aragani bertanya dengan nada bersungguh.
"Gusti patih" kata bekel Kalingga "hamba adalah seorang
nayaka yang menjabat bekel bhayangkara-luar dari keraton
Singasari. Sudah tentu demi kepentingan negara, hamba ingin
sekali Untuk menghaturkan jasa itu"
"Sungguhkah itu?"
"Sungguh, gusti patih"
Apanji Aragani cepat berpaling pula kearah raden Kuda
Panglulut "Panglulut, engkaulah yang menjadi saksi dari
pernyataan bekel itu"
"Baik, rama" sahut pemuda tampan itu pula.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Bekel Kalingga" seru patih Apanji Aragani "dengan mudah


sekali engkau akan menciptakan jasa besar apabila engkau mau
memberi, keterangan yang sejujurnya atas pertanyaanku ini”
Bekel Kalingga terkesiap pula. Namun karena ia belum tahu
apa yang tersembunyi dibalik ucapan patih itu maka iapun segera
menjawab "Mohon gusti patih segera melimpahkan pertanyaan
itu kepada hamba"
"Bekel" seru patih Apanji Aragani "kenalkah engkau dengan
pangeran Ardaraja, putera akuwu Jayakatwang dari Daha itu ?"
Diam2 bekel Kalingga terkejut mendengar pertanyaan itu.
Namun ia berusaha sekuat mungkin untuk menguasai perobahan
cahaya pada mukanya "Hamba tahu, gusti"
"Aku tak bertanya engkau tahu atau tidak. Pertanyaanku itu
adalah, engkau kenal atau tidak"
"Kenal, gusti patih"
"Kenal baik sekali ?"
Bekel Kalingga terbeliak. Ia tak menduga akan menerima
pertanyaan semacam itu dari patih Aragani. Iapun heran
mengapa patih Aragani bertanyakan hal itu sedemikian
bersungguh "Perkenalan hamba dengan pangeran Ardaraja,
ketika dahulu pangeran itu berkunjung menghadap seri baginda
Kertanagara untuk menghaturkan sembah bhakti akuwu
Jayakatwang kebawah duli baginda. Sejak itu hamba tiada
hubungan lagi dengan pangeran"
"Kuperingatkan kepadamu, bekel" tiba2 patih Aragani berseru
"bahwa disaksikan oleh putera menantuku ini, raden Kuda
Panglulut, engkau tadi telah memberi pernyataan hendak
bersikap jujur kepadaku"
"Hamba merasa tak mengingkari pernyataan hamba itu, gusti
patih"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Bekel Kalingga" patih Apanji Aragani tak menanggapi


jawaban bekel itu "Berapa kalikah pangeran Ardaraja memberi
surat kepadamu? Apakah isi surat itu ?"
Jika saat itu petir meletus disampingnya, tidaklah bekel
Kalingga akan lebih kaget daripada mendengar serangkaian
pertanyaan yang menghambur dari mulut patih Apanji Aragani
saat itu. Seketika cahaya muka bekel itu pucat.
"Bekel Kalingga" seru patih Aragani yang kali ini dimeriahkan
dengan tertawa ramah "mengapa engkau perlu terkejut, pucat
dan berdebar-debar? Pertanyaanku itu mudah sekali engkau
jawab dan dengan mudah pula engkau akan menciptakan jasa
yang layak kuberi hadiah ini. Bahkan kemungkinan akan
kuusahakan supaya engkau naik pangkat"
Bekel Kalingga menyadari keadaannya saat itu. Suatu
perobahan dari setiap gejolak perasaan hatinya, akan
mempersulit bahkan membahayakan jiwanya. Maka cepatlah ia
menghapus semua lipat kerut yang menghias dahinya "Gusti
patih, hamba belum pernah menerima surat apa2 dari pangeran
itu"
Patih Apanji Aragani tertawa.
"Bekel" serunya "akan hal yang semudah itu mengapa pula
engkau harus berusaha untuk menutupinya ? Tidakkah lebih
bahagia bagi dirimu apabila engkau memberi keterangan sejujur-
jujurnya ? Bekel Kalingga, engkau tentu menyadari bahwa saat
ini aku telah memiliki kekuasaan yang dapat menghitam-putihkan
setiap rnentri, nayaka dan semua narapraja di keraton Singasari.
Dan akupun sanggup untuk melindungi keselamatan jiwamu
manakala engkau kuatir pengakuanmu itu akan membahayakan
jiwamu. Janganlah engkau takut akan hal itu, bekel"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Benar, gusti patih" seru bekel Kalingga pula "hamba memang


tak pernah menerima barang sepucuk suratpun dari pangeran
Ardaraja itu"
"Bekel Kalingga" seru patih Apanji Aragani "perlukah engkau
menghendaki saksi untuk membuktikan bahwa keteranganmu itu
tidak benar ?"
Karena sudah terpojok, mau tak mau bekel Kalingga
menerima juga "Baik, gusti patih. Hamba mohon dipadu dengan
saksi itu"
Patih Apanji Aragani segera berpaling dan membisiki raden
Kuda Panglulut. Raden itu beranjak dari tempatnya dan
melangkah keluar.. Tak berapa lama dia muncul kembali diiring
oleh dua orang bekel bhayang-kara-luar, Lingga dan Pirang.
"Bekel Lingga" seru patih Apanji Aragani "cobalah engkau
terangkan tentang peristiwa yang engkau alami kemarin agar
bekel Kalingga puas"
"Kemarin" bekel Lingga mulai menutur "ketika hamba sedang
berada di Balai Prajurit, tiba-tiba ada seorang kawan yang
memberi tahu hamba bahwa di luar ada seorang pemuda yang
hendak mencari hamba. Hambapun bergegas keluar. Pemuda itu
belum hamba kenal. Dia menyerahkan sepucuk surat kepada
hamba setelah hamba memperkenalkan nama hamba kepadanya.
Pemuda itu mengatakan bahwa sarat itu dari pangeran Ardaraja,
supaya diserahkan kepada bekel Kalingga. Ketika hamba
menegaskan bahwa nama hamba bekel Lingga, diapun
mengangguk dan teras menyerahkan surat itu kepada hamba.
Kemudian hamba beritahukan hal itu kepada adi Pirang ini.
Hamba merasa tak kenal dengan pangeran Ardaraja dan menilik
keraguan sikap pemuda itu waktu mendengar nama Kalingga
dengan Lingga, timbullah kesan hamba hahwa dia tentu keliru
menyerahkan surat itu. Seharusnya yang dicari tentulah bekel
Kalingga, bukan hamba bekel Lingga. Tetapi dia tentu
menganggap bahwa Lingga itu sama dengan Kalingga. Demikian
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

gusti patih, peristiwa yang hamba alami kemarin dan surat itu
telah hamba haturkan ke hadapan paduka"
"Bekel Kalingga" seru Aragani sudah dengarkah engkau akan
penuturan bekel Lingga tadi? Jelas pangeran Ardaraja hendak
menyerahkan surat ini kepadamu. Maka sekali lagi kuperingatkan
engkau, bekel agar suka memberi keterangan yang sejujur-
jujurnya, sesuai dengan pernyataanmu tadi"
"Bekel Kalingga, engkau mau mengaku atau tidak" seru patih
Aragani yang menyongsongkan ujung keris ke dada bekel
Kalingga sehingga dada bekel itu mengucurkan darah. Tiba2
bekel itu mendapat akal. . ...
"Hamba tak merasa mempunyai kewajiban untuk menerima
surat dari pangeran Ardaraja, gusti patih" bantah bekel Kalingga,
"Hm, ternyata engkau ingkar janji" kata patih Apanji Aragani
"baik, sekarang kubenmu sebuah kesempatan lagi tetapi
kesempatan ini yang terakhir. Isi surat itu menyatakan tentang
lenyapnya gong Prada di Daha. Maka diminta, supaya melakukan
penyelidikan di pura Singasari. Siapakah diantara mentri,
senopati kerajaan yang cenderung untuk diduga
menyembunyikan gong pusaka itu. Demikianlah isi surat itu"
"Siapakah yang diminta untuk menyelidiki itu, gusti patih?"
"Mungkin engkau, bekel"
"Sama sekali tidak benar, gusti patih. Hamba tak tahu menahu
soal gong pusaka itu. Dan tak merasa mempunyai kewajiban
untuk menerima surat dari pangeran Daha itu"
"Mungkin engkau hanya seorang perantara. Agar seterimanya
surat ini engkau segera menghaturkan kepada orang yang harus
menerima"
"Siapa gusti patih ?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Itulah yang hendak kutanyakan kepadamu. Mengapa engkau


berani mengajukan pertanyaan itu kepadaku? Jika aku tahu,
mengapa aku harus memanggil engkau datang kemari, bekel
Kalingga"
Kalingga benar2 terkejut. Diam2 ia mengakui bahwa ia
memang pernah menerima surat dari pangeran Ardaraja, Tetapi
pada saat sebelumnya, ia telah mendapat keterangan dari
Mahesa Rangkah bahwa jika ada orang yang menyerahkan surat,
supaya bekel Kalingga menerima dan menyerahkan kepada
Mahesa Rangkah.
Tetapi kali ini benar2 tiada berita apa2. Mahesa Rangkah tak
memberi suatu petunjuk apa2. Ia sendiri tak tahu menahu soal
hubungan Mahesa Rangkah dengan Ardaraja. Waktu ia bertanya
hal itu, Mahesa Rangkah hanya memberi penjelasan singkat,
bahwa surat itu diperuntukkan patih Kebo Arema.
Namun betapapun ia sudah terikat janji dengan bekel
Rangkah untuk tidak mengatakan peristiwa surat2 dari pangeran
Ardaraja itu kepada siapapun juga. Bekel Rangkah memberi
gambaran tentang suasana dalam pemerintahan di pura Singasari
"Kakang Kalingga, keadaan pemerintahan di pura Singasari
dewasa ini, bagaikan api dalam sekam. Diluar tampak tenang
tetapi didalam membara. Baginda mulai dimabuk sanjung puji.
Baginda mempunyai beberapa rencana besar untuk mencapai
kekayaan kerajaan Singasari. Kini sedang dijajagi kemungkinan
untuk mengirim pasukan Singasari. ke Malayu. Karena
menentang rencana itu maka gusti patih sepuh empu Raganata
telah dipecat dan dipindah ke Tumapel sebagai adhyaksa.
Demikian pula rakryan Banyak Wide dan tumenggung
Wirakretipun telah dicopot dan dipindah ke luar daerah"
"Mengapa gusti patih Raganata tak menyetujui rencana
baginda itu ?" saat itu bekel Kalingga menyatakan keheranannya.
"Gusti patih Raganata menitik beratkan pada kekuatan dalam
negeri. Yang penting keadaan dalam negeri sudah aman dan
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

benar2 sentausa, barulah melangkah pada pemikiran rencana


mengirimkan pasukan ke Malayu. Sebaliknya baginda, setuju
dengan pendapat tumenggung Apanji Aragani, bahwa saat ini
keadaan dalam negeri Singasari sudah aman sentausa. Apabila
Singasari hendak mencapai kekayaan, haruslah kebesaran dan
pengaruhnya meliputi negara2 seberang Malayu. Baginda lebih
condong pada pandangan tumenggung A-panji Aragani. Patih
Raganata dan rakryan Banyak Wide serta tumenggung Wirakreti,
dibersihkan dari pucuk pimpinan kerajaan, diganti oleh patih
Kebo Arema dan Apanji Aragani"
Bekel Kalingga masih ingat jelas akan pembicaraan itu yang
oleh bekel Rangkah kemudian ditingkatkan kearah suatu
kerjasama, demi melindungi kepentingan kerajaan Singasari,
akan menentang sepak terjang patih Aragani. Itulah pula
sebabnya mengapa bekel Kalingga setuju untuk menerima surat2
dari pangeran Ardaraja untuk bekel Rangkah, karena ia
mendapat keterangan dari bekel Rangkah bahwa baginda hendak
mengambil pangeran Ardaraja sebagai putera menantu.
"Bagaimana bekel Kalingga" seru patih Aragani pula "adakah
masih ada lain keberatan bagimu untuk tak memberi keterangan
sejujurnya?"
"Benar, gusti patih" kata bekel Kalingga "karena betapapun
hamba hendak memberi keterangan, namun hamba tak tahu
akan peristiwa itu. Kemungkinan pemuda itu memang benar
hendak memberikan surat dari pangeran Ardaraja kepada bekel
Lingga"
"Tidak" seru patih Aragani "karena jika benar begitu, tak
mungkin bekel Lingga akan menyerahkan surat itu kepadaku.
Dan isinya jelas mengenai hal2 yang tiada sangkut pautnya
dengan diriku. Bekel Kalingga, telah kujanjikan kepadamu,
hadiah busana, uang serta kenaikan pangkat, kujanjikan pula
suatu jaminan untuk melindungi keselamatan jiwamu. Maka bekel
Kalingga, janganlah engkau takut atau ragu2 lagi. Gukup asal
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

engkau memberitahu, kepada siapakah surat dari pangeran


Ardaraja harus engkau berikan?"
Bekel Kalingga sudah membenahi diri. Kini jelas apa maksud
patih Aragani memanggilnya malam itu. Dengan mudah ia dapat
memberitahukan siapa yang akan menerima surat itu. Dan
dengan pengakuan itu ia tentu akan menerima hadiah dan
kenaikan pangkat serta perlindungan keselamatan jiwa. Ia
percaya patih Aragani tentu mampu melakukan hal itu semua
karena saat ini patih Araganilah yang paling dekat dengan
baginda.
Tetapi dengan pengakuan itu jelas bekel Rangkah pasti akan
celaka. Bahwa bekel Rangkah akan ditangkap patih Aragani
bahkan kemungkinan akan dibunuh, baginya peribadi, tidak
menambah ataupun mengurangi kepentingannya. Tetapi bagi
kepentingan perjuangan dan menjaga kepentingan tahta
kerajaan dari rongrongan patih Aragani, matinya bekel Rangkah
akan merupakan suatu kehilangan yang besar sekali. Tidak. Ia
tak mau berhianat. Upah bagi penghinatannya hanya
seperangkat busana dan sepundi uang, setingkat pangkat. Tetapi
akibat dari tindakannya berhianat itu akan jauh lebih besar
daripada imbalan yang diperolehnya.
"Gusti patih" kata bekel Kalingga dengan nada mantap "telah
hamba haturkan keterangan yang sejujurnya bahwa hamba tak
tahu tentang surat itu. Hamba kuatir, gusti patih, bahwa dalam
suasana seperti saat ini, banyak sekali fitnah dan tuduhan2 yang
berhamburan mencari sasaran"
"Apa maksudmu bekel?"
"Sejak dalam pucuk pimpinan pemerintahan di pura Singasari
terjadi perobahan maka suasana dalam purapun ikut bergolak.
Pergunjingan menjadi buah bibir mulut usil, fitnah menjadi
pekerjaan dari mereka yang ingin merebut kedudukan lain orang"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sebenarnya bekel Kalingga bermaksud hendak mengatakan


bahwa orang yang menuduh dia, Kalingga, yang sebenarnya
akan menerima surat dari pangeran Ardaraja itu, hanyalah suatu
fitnah yang bertujuan untuk menjatuhkannya dari jabatan
sebagai bekel bha-yangkara. Tetapi justeru kata2 itu mengena
sekali pada diri patih Aragani yang dengan kepandaiannya
bermulut manis merangkai fitnah, telah berhasil menjatuhkan
patih Raganata dari jabatan patih.
Barangsiapa terluka tentu perih atau barangsiapa berbuat
tentu merasa. Ucapan itu memang tepat. Patih Apanji Aragani
marah sekali ketika mendengar kata2 bekel Kalingga. Ia
menganggap bekel itu berani menyindirnya "Tutup mulutmu,
keparat! Kesabaranku ada batasnya. Engkau mau mengaku atau
tidak?"
Bekel Kalingga terkejut melihat perobahan sikap patih itu.
Walaupun ia sudah menduga bahwa pada a-khirnya patih
Aragani tentu marah, tetapi tidaklah disangkanya bahwa
kemarahan patih itu disebabkan karena mendengar kata-katanya
tadi "Gusti patih, betapapun hamba ingin mengaku tetapi
sesungguhnya hamba tak merasa ...."
"Tangkap keparat itu!" teriak patih Aragani.
Seketika bekel Lingga dan Pirang segera loncat menyergap
bekel Kalingga. Dalam waktu yang amat singkat bekel Kalingga
telah diikat tangannya.
Bekel Kalingga tak mau melawan. Ia tahu bahwa melawanpun
tiada guna. Masuk kedalam gedung kepatihan, ibarat masuk
kedalam sarang harimau.
Tiba2 bekel Lingga melepaskan cekalan pada bahu bekel
Kalingga dan maju kehadapan patih Aragani "Gusti patih, hamba
mohon idin untuk menggeledah bekel Kalingga. Karena hamba
mendapat kesan, bekel itu tentu, masih menyimpan hal2 yang
mempunyai hubungan dengan bukti2 lainnya"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Bagus, bekel Lingga" kata patih Aragani "jika engkau


menemukan bukti2 yang lain, apabila dia tetap tak mau
mengaku, potonglah lidahnya"
Bekel Lingga segera menggeledah badan bekel Kalingga.
Tiba2 ia berteriak kaget "Hai, dia menyimpan sebuah kotak kecil.
Tentu berisi sesuatu yang penting. . ."
Bekel Kalingga terkejut juga ketika bekel Lingga mengambil
kotak kecil pemberian dari bekel Rangkah. Ia tak tahu apa isinya.
Tetapi mengingat pesan bekel Rangkah bahwa kotak itu jika
dibuka, akan dapat menyelamatkan diri bekel Kalingga dari
segala mara bahaya dan ancaman, ia duga isinya tentu sesuatu
yang benar2, penting sekali. Kotak kecil itu jelas
diperuntukkannya, apabila sampai jatuh ke tangan bekel Lingga,
tentulah bekel Lingga akan mengetahui juga tentang diri bekel
Rangkah. Hal itu berarti rahasia bekel Rangkah akan pecah.
"Jangan, bekel Lingga" cepat ia berseru gugup "kotak itu berisi
sebuah cincin permata yang hendak kuberikan kepada isteriku.
Jangan engkau ganggu isinya!"
Mungkin karena gugup maka bekel Kalingga mengeluarkan
kata2 itu. Tetapi ia lupa bahwa yang dihadapinya itu adalah patih
Aragani yang cerdik dan licin. Demikian pula dengan bekel
Lingga. Kata2 bekel Kalingga itu bahkan merupakan suatu
pernyataan bahwa kotak itu berisi sesuatu yang penting dan
berharga sekali. Mereka percaya bahwa isinya tentu bukan cincin
permata seperti yang dikatakan bekel Kalingga.
Bekel Lingga memandang kearah patin Aragani.
"Bukalah Lingga!" seru patih Aragani "apapun isinya, ambillah.
Kecuali bekel Kalingga merobah pendiriannya”
"Kakang Kalingga" kata bekel Lingga "sebagai sesama kawan
yang sudah lama saling mengenal, aku ingin menawarkan suatu
hal kepadamu"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Percuma Lingga" bekel Kalingga gelengkan kepala "aku tak


tahu menahu soal itu bagaimana aku harus membuat
pengakuan?"
Bekel Lingga tertawa mengejek "Rupanya engkau masih
terlena dalam keasyikan tidurmu yang lelap, kakang Kalingga.
Kawan2 kita yang dulu mengabdi kepada gusti patih Raganata
atau rakryan Banyak Wide ataupun tumenggung Wirakreti,
banyak yang sudah beralih kiblat",
Bekel Kalingga tertawa "Kiblat itu hanya satu, Lingga Yang
salah bukan kiblat tetapi manusia2 itu sendiri jika mereka beralih
kiblat"
"Benar" sambut bekel Lingga "memang kiblat; itu hanya satu.
Tetapi yang satu itupun tak abadi. Mengapa kita tak mau
menyongsong matahari hari ini tetapi memburu matahari yang
telah silam kemarin. Kiblat memang satu bagi matahari. Tetapi
manusia tak boleh terus mengarahkan kiblatnya kearah silamnya
matahari kemarin, melainkan harus beralih kiblat kearah matahari
yang terbit hari ini"
Bekel Kalingga terdiam.
"Kakang Kalingga" seru bekel Lingga pula "semua kawan2
kita, baik yang tergabung dalam kelompok bhayangkara-dalam
maupun bhayangkara-luar, sekarang beralih mengabdi kepada
gusti patih Aragani. Tindakan kami ini sesuai dengan amanat dari
langkah baginda yang telah melimpahkan kepercayaan penuh
kepada gusti patih. Cobalah engkau renungkan kakang Kalingga.
Jika baginda junjungan kita sudah berkenan melimpahkan
kepercayaan kepada gusti patih Aragani, adakan kita masih
berkeras kepala tak mau mengabdi gusti patih ?"
"Lingga" seru bekel Kalingga "apa yang harus kukatakan?
Cobalah engkau tunjukkan kepadaku, Aku tentu menurut"
"Kakang Kalingga" tiba2 Lingga berganti nada keras "kita
sudah sama2 seorang tua. Betapapun engkau hendak
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

mengingkari, aku memang tak dapat mengetahui. Tetapi hanya


batinmu sendiri yang tak dapat engkau bohongi. Karena jelas
engkau tak mau menerima anjuranku, akupun tak dapat berkata
apa2 lagi. Sekarang ini kita bukan berhadapan sebagai bekel
Lingga kawan dari bekel Kalingga, tetapi sebagai dua orang bekel
yang bertentang pendirian. Nah, untuk membuktikan betapa isi
hatimu, kotak ini akan kubuka. Aku tak percaya kalau isinya
cincin permata tetapi pasti berisi benda yang bersangkutan
dengan rahasiamu"
"Lingga ...." seru bekel Kalingga "untuk yang terakhir kalinya
kuminta janganlah engkau membuka kotak itu"
"Aku bukan anak kecil" seru bekel Lingga seraya terus
mendekatkan kotak itu kearah mukanya dan tangannyapun mulai
membuka tutupnya.
Termasuk bekel Kalingga sendiri, semua mata yang berada di
ruang itu, tertumpah ruah pada isi kotak itu. Sekonyong-konyong
mereka melihat sepercik cahaya kuning keemasan meluncur dan
melayang kemuka bekel Lingga.
"Auhhhhh ...." sekonyong-konyong pula bekel Lingga menjerit
keras dan panjang. Nadanya penuh kejut dan ketakutan serta
kesakitan yang hebat. Dan seketika itu pula tubuh bekel itu
terjerembab jatuh ke lantai. Bergeleparan seperti orang yang
tengah meregang jiwa dan kemudian diam tak bergerak ....
"Ular weling" seketika menjeritlah Pirang ketika melihat
sebuah benda kecil meluncur hendak keluar dari ruang itu. Cepat
ia loncat dan membacok dengan pedang. Benda itupun kutung
menjadi dua.
Sehabis membunuh ulur kecil yang sangat berbisa itu, Pirang
segera memburu ketempat bekel Kalingga "Keparat, engkau
membunuh kakang Lingga ...."
"Jangan!" tiba2 patih Aragani berteriak keras sehingga pedang
yang sudah terangkat diatas kepala Pirang itu, terhenti seketika.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Mengapa gusti patih ?" seru Pirang dengan mata berkilat-kilat


buas.
"Jangan dibunuh dulu" seru patih Aragani seraya turun dari
tempat duduknya dan menghampiri ke tempat bekel Kalingga
berdiri.
Peristiwa terbunuhnya bekel Lingga karena tergigit ular kecil
yang amat berbisa dari dalam kotak itu, benar2 menggemparkan
sekalian orang. Termasuk bekel Kalingga sendiri juga terkejut
sekali sehingga ia terbelalak. Benar2 ia tak menyangka bahwa
kotak yang diterimanya dari bekel Rangkah itu ternyata berisi
ular weling, jenis ular yang kecil tetapi ganas sekali. Orang yang
digigit ular itu, dalam beberapa kejab saja tentu sudah melayang
jiwanya. Ular itu terkenal sekali memiliki bisa yang menyebabkan
kematian secara cepat dan ganas.
Kini bekel Kalingga menyadari apa yang dimaksud oleh bekel
Rangkah. Bahwa bekel Rangkah mengatakan, apabila
menghadapi bahaya dan ancaman maut, bukalah kotak kecil itu,
tentu akan dapat mengatasi segala bahaya. Tak lain adalah suatu
penyelesaian untuk bunuh diri. Benar, memang dengan mati
digigit ular weling yang sangat berbisa itu, segala penderitaan,
ketakutan dan bahaya, akan selesai.
"Bekel Kalingga" tiba2 ia dikejutkan oleh suara patih Apanji
Aragani yang sudah tiba dihadapannya "jelas sudah bahwa
engkau telah mempersiapkan dirimu lebih dulu sebelum
menghadap kemari. Dengan membawa kotak berisi ular kecil
yang amat berbisa itu, engkau telah membulatkan tekadmu
untuk menutup mulut"
Patih Aragani berhenti sejenak, memandang muka bekel
Kalingga dengan tajam "Perbuatan itu memang layak dilakukan
untuk suatu tujuan yang penting dan mulia. Misalnya, demi
menjaga rahasia negara agar jangan jatuh sampai ke tangan
musuh"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Sejenak berhenti, berkata pula patih Aragani "Dengan bukti


yang telah ada, jelas engkau tentu takkan terlepas dari hukuman.
Namun bekel Kalingga, aku bersedia menghapuskan peristiwa
saat ini. Engkau tak perlu takut. Soal bekel Lingga, biarlah dia
meninggal karena melakukan tugasnya. Aku yang akan
mempertanggungkan kesemuanya ini. Tetapi engkaupun harus
bertanggung jawab kepadaku. Nah, sekali lagi untuk yang
terakhir kalinya, akan kuberimu kesempatan. Kepada siapakah
surat itu hendak engkau berikan ?"
"Hamba benar2 tak tahu tentang surat itu, gusti patih" bekel
Kalingga tetap pada pendiriannya.
"Bukan yang kali ini" kata patih Aragani "karena mungkin saja
bukan engkau yang harus menerima. Yang kumaksudkan yalah
pada biasanya. Engkau tentu tahu dan berilah keterangan yang
jujur"
Kesempatan itu tak disia-siakan bekel Kalingga. Ia tetap akan
bertahan pada pendiriannya "Gusti patih, hamba benar2 tak tahu
menahu soal surat dari pangeran Ardaraja. Hamba tak pernah
berhubungan dengan pangeran itu ... ."
Bekel Kalingga tak dapat melanjutkan kata-katanya karena
seketika itu juga dadanya sudah terlekat oleh sebuah benda yang
dingin "Kalingga, engkau mau mengaku atau tidak !"
Bekel Kalingga terperangah. Ketika menunduk, ia melihat
dadanya telah terjamah oleh ujung keris patih Aragani. Saat itu
timbullah pertentangan batin yang hebat dalam hatinya. Apabila
ia mau mengaku dengan mudah ia akan selamat, mendapat
hadiah dan kenaikan pangkat. Tetapi Mahesa Rangkah akan
ditangkap dan dibunuh. Perjuangan untuk membela kerajaan
Singasari pasti akan gagal. Wajahnya merah padam diamuk oleh
gelombang pertempuran dalam batinnya. Keringatpun mulai
bercucuran membasahi dahinya ....

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Lekas, Kalingga" bentak patih Aragani seraya menyorongkan


ujung keris kemuka "mau bilang atau tidak!".
Seketika darah mengucur dari dada bekel Kalingga. Bekel itu
sudah pejamkan mata untuk menyongsong kedatangan
kematiannya. Tiba2 rasa nyeri pada-dadanya itu agak berkurang
dan pada lain kejab terdengar patih Aragani bersuara pula.

”Tiada manusia yang lebih bodoh dari dia yang tak tahu
gelagat" seru patih itu "jelas saat ini engkau sudah tiada harapan
lagi, mengapa engkau masih mempertahankan rahasia itu
kemati-matian ? Kalau engkau mati, yang menderita adalah anak
isterimu. Orang yang engkau lindungi rahasianya itu, takkan
menderita suatu apa dan belum tentu dia akan bertanggung
jawab atas kehidupan anak isterimu. Dan orang yang engkau
lindungi itu, tak mungkin dapat mengungguli kekuasaanku, patih
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Aragani saat ini. Cobalah engkau pikir sekali lagi untuk yang
terakhir kali, bekel Kalingga. Kalau engkau memang menganggap
bahwa pengorbananmu itu layak bagi kelanjutan hidup
keluargamu, akupun tak keberatan untuk mengantarkan engkau
kepada batara Yamadipati. Tetapi sebagai seorang patih harus
melindungi orang sebawahannya, sebagai seorang manusia yang
sadar akah peri-kemamusiaannya, aku masih mengharapkan
kesadaranmu"
Tiba2 terlintaslah sesuatu dalam benak bekel Kalingga.
Akhirnya ia menghela napas "Baik, gusti patih. Hamba akan
mengaku. Memang apa yang gusti ucapkan itu benar. Jika hamba
mati, keluarga hambalah yang menderita"
Bagai awan terhembus angin, seketika itu cerahlah wajah
patih Aragani. Segera ia menarik keris yang sudah dilekatkan
pada dada bekel itu dan berkata "Syukurlah, bekel Kalingga,
bahwa engkau telah mendapat kesadaran. Rupanya dewa masih
memberi berkah kepadamu. Nah, katakanlah, jangan engkau
cemas lagi"
"Jika hamba menerima surat dari pangeran Ardaraja, maka
surat ini hamba haturkan kepada gusti patih Kebo Arema ...."
"Hai" teriak patih Aragani seperti terpagut ular kejutnya
"jangan engkau mencari-cari, bekel Kalingga!”
"Gusti patih" kata bekel Kalingga dengan tenang "adalah
berkat titah paduka tadilah hamba memperoleh kesadaran bahwa
sia2 hamba mengabdi kepada lain gusti kecuali kepada paduka.
Oleh karena itu maka hamba telah mengatakan dengan
sejujurnya apa yang hamba ketahui dan lakukan selama ini,
gusti"
"Bekel Kalingga" seru patih Aragani dengan nada bengis
"persoalan ini bukan soal kecil. Ini menyangkut soal negara, soal
nasib kerajaan .Singasari dan seluruh kawula, engkau dan aku
juga. Jangan engkau mengada-ada menciptakan nama yang
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tidak benar. Apa tujuanmu mengatakan kalau patih Kebo Arema


yang menerima surat dari pangeran Ardaraja itu”
"Gusti patih" kata bekel Kalingga "soal bagaimana isi surat itu,
sama Sekali hamba tak tahu. Hamba hanya mendapat titah dari
gusti patih Arema, bahwa apabila ada pengalasan dari Daha yang
memberikan surat dari pangeran Ardaraja, supaya segera
dihaturkan kepada gusti patih Kebo Arema. Jika gusti patih tak
percaya, hamba diadu kesaksian ini dihadapan gusti patih Kebo
Arema"
Melihat kesungguhan wajah dan nada bekel Kalingga,
tergeraklah hati patih Aragani. Dia menilai jiwa bekel Kalingga itu
seperti yang dibayangkan. Seorang manusia kerdil yang takut
mati takut kehilangan pangkat demi menyelamatkan jiwa dan
keselamatan keluarganya. Memang berkali-kali dengan siasat
mengingatkan seseorang akan jiwa anak isterinya, patih Aragani
berhasil memaksa orang memberi pengakuan yang sebenarnya.
Bekel Kalingga sempat menyelimpatkan pandang untuk
mencari kesan pada wajah patih Aragani. Diperhatikannya bahwa
ketegangan wajah patih itu sudah mulai reda, pertanda bahwa
patih itu sudah mau mempercayai keterangannya.
Diam2 bekel Kalingga gembira. Ia tak mau mendesakkan
keterangan tambahan yang berlebih-lebihan. Ia kuatir setiap
pembicaraan dan sikap yang terlalu menonjol, akan menimbulkan
kecurigaan patih Aragani. Dibiarkannya patih itu membenam diri
dalam renungan yang kelam.
Patih Aragani memang sedang merenung keras. Sejauh
ingatannya, ia dapat bekerja sama dengan patih Kebo Arema
sehingga berhasil menggulingkan patih Raganata, rakryan
Banyak Wide dan tumenggung Wirakreti. Juga dalam melakukan
pembersihan pengikut2 mereka, ia dan patih Kebo Arema dapat
bekerja sama dengan baik. Mungkinkah patih Kebo Arema akan
mengadakan persekutuan rahasia dengan pangeran Ardaraja ?

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Patih Aragani makin meningkatkan penyorotannya. Patih Kebo


Arema tampaknya jujur dan baik kepadanya. Tetapi .... tiba2
ketika ia menyorot dirinya sendiri, sikap dan batinnya terhadap
patih Kebo Arema, patih Aragani tak berani melanjutkan lagi. Ia
merasa bahwa ia mengandung nafsu yang lebih besar untuk
mendapat kekuasaan dalam pemerintahan Singasari. Iapun
merasa bahwa untuk melaksanakan cita-citanya itu, ia harus
mengambil hati baginda. Kesemuanya itu telah dilaksanakan
dengan berhasil. Kini baginda Kertanagara lebih menumpahkan
kepercayaan kepadanya daripada ke patih Kebo Arema. Bahkan
walaupun belum resmi, tetapi baginda seolah telah menggariskan
suatu tugas untuk kedua patih itu. Patih Kebo Arema ditugaskan
untuk mengurus pasukan dan lain2 hubungan dengan luar
daerah. Sedangkan patih Aragani diserahi tugas khusus dalam
keraton.
"Perkembangan hati orang memang sukar diduga" pikir patih
Aragani "dengan menyisihkan patih Kebo Arema kepada tugas2
luar, aku memang dapat lebih dekat dengan baginda. Tetapi
patih Kebo Aremapun tentu mendapat pengalaman2 baru selama
di luar itu"
"Kebo Arema sendiri mungkin tidak mengandung pikiran apa-
apa" pikirnya lebih lanjut "tetapi betapapun dia juga seorang
manusia. Manusia yang mencita-citakan kekuasaan besar karena
terbukti dia setuju untuk diajak bersekutu menggulingkan patih
Raganata, Banyak Wide dan Wirakreti. Bukan suatu hal yang
mustahil Kebo Arema itu hendak melanjutkan cita-citanya lebih
luas lalu bersekutu dengan pangeran Ardaraja. Kebo Arema juga
seorang manusia yang mempunyai perasaan iri, dengki dan
dendam. Bukan mustahil pula diam2 ia iri dan dendam kepadaku
karena telah mendapat kepercayaan lebih besar dari baginda!"
Mencapai pada penyorotan atas diri dan hati patih Kebo
Arema dengan ukuran seperti jiwa dan pikirannya sendiri, patih
Aragani tertumbuk akan suatu batu karang. Karang yang

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dianggap menghadang perjalanannya meniti puncak tangga


kekuasaan dalam pura Singasari.
"Tiada sesuatu yang tak mungkin dalam hati dan pikiran
seorang manusia" akhirnya patih Aragani mengambil kesimpulan
terhadap diri patih Kebo Arema.
"Bekel Kalingga, engkau sanggup menyerahkan jiwa ragamu
untuk mengukuhkan keteranganmu itu ?" tiba2 ia mengajukan
pertanyaan.
"Hamba telah merelakan jiwa dan raga hamba kebawah kaki
paduka, gusti patih" kata bekel Kalingga.
"Apa yang engkau inginkan?"
"Hamba tak mohon apa2 kecuali perlindungan atas jiwa
hamba dan keluarga hamba"
"Hm, baik bekel" kata patih Aragani dengan nada dingin"
jangan takut, jiwamu akan kulindungi seaman-amannya. Tiada
seorangpun, walaupun baginda, yang akan sanggup
mengganggu ketenanganmu"
"Terima kasih ...."
Belum sempat bekel Kalingga menyelesaikan kata-katanya,
sekonyong-konyong patih Aragani ayunkan kerisnya dan cret.....
Dada bekel Kalingga menghambur darah, mulut mengaum
jeritan ngeri dan seram ketika ujung keris patih A«ragani
terbenam kedada bekel itu.
"Bekel Kalingga, tenang-tenanglah engkau beristirahat. Tiada
seorang, sekalipun baginda, yang dapat mengganggumu lagi"
patih Aragani mengiring kata2 ketika mencabut keris dari dada
bekel itu.
Tubuh Kalingga terkulai rubuh bersimbah darah. Tiba2 ia
menggelepar-gelepar dan mulutnya berseru

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Apanji Aragani, kotor sekali manusia semacam engkau ....


aku mati di tanganmu . . . tetapi ingat . . . . Aragani, kelak
engkaupun akan mati ditikam keris juga ...."
"Penghianat!" patih Aragani ayunkan kaki dan tubuh bekel
Kalingga terdampar beberapa langkah. Diam tak berkutik lagi.
Jiwanya telah melayang.
Kuda Panglulut ngeri juga menyaksikan pemandangan itu.
Namun ia tak berani membuka suara kecuali memandang calon
mertuanya itu dengan pandang keheranan.
"Demikian upah bagi seorang penghianat, puteraku Panglulut"
serunya kepada calon menantunya itu "engkau tentu heran
mengapa rama masih membunuhnya sekalipun dia sudah
mengaku"
"Ya, rama"
"Manusia yang bertulang hianat, sukar untuk dipercaya. Dia
menghianati Kebo Arema, kelak dalam keadaan tak
menguntungkan, diapun sanggup pula untuk menghianati aku.
Maka lebih baik manusia semacam dia kulenyapkan saja"
Kuda Panglulut terkejut tetapi diam2 ia menyetujui tindakan
mentuanya itu.
Aragani segera menitahkan orang untuk menyingkirkan mayat
bekel Kalingga dan bekel Lingga. Sedang ia sendiri lalu mengajak
Kuda Panglulut masuk ke dalam.
Semalam itu patih Aragani merenungkan langkah2 yang akan
diambil terhadap Kebo Arema.
(Oo-dw~kz^ismoyo-oO)

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

III
Nararya bersama Pamot telah tiba di Daha. Mereka langsung
menuju ke guha Selamangleng untuk menemui bekel Saloka dan
rombongannya.
Nararya menuturkan semua pengalamannya selama di pura
Singasari. Ketika Nararya menceritakan telah bertemu dengan
Lembu Peteng, anakbuah dari gunung Kelud menyambut dengan
gembira sekali.
"Tetapi sayang" kata Nararya "untuk sementara waktu
terpaksa kakang Lembu Peteng kuminta tetap menggabungkan
diri dalam gerombolan gunung Butak"
Para anakbuah gunung Kelud agak kecewa.
"Kawan-kawan" kata Pamot "jangan kalian kecewa atau putus
asa. Karena hal itu memang ki Lembu Peteng juga menghendaki
sendiri. Dalam perjuangan tak kenal kecewa atau putus asa. Ki
Lembu Peteng pesan, bahwa kalian, kita semua, harus tunduk
pada perintah raden Nararya. Kita menghadapi tugas yang lebih
berat dari mencari gong Prada"
Nararya menyampaikan pesan Lembu Peteng supaya
anakbuah gunung Kelud membuat jalur perhubungan ke gunung
Butak "Kakang Lembu menghendaki, agar kalian membuat
sebuah markas rahasia disekitar kaki. gunung Butak. Kakang
Lembu akan mencari markas kalian itu dan selanjutnya akan
mengadakan hubungan untuk memberi laporan tentang gerak
gerik gerombolan gunung Butak"
"Bukankah laporan itu harus dihaturkan kepada raden?" tanya
seorang anakbuah Lembu Peteng.
"Ya"
"Lalu dimanakah kami dapat menghadap raden?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Untuk sementara, gua Selamangleng ini kita jadikan tempat


persembunyian kita di Daha. Apabila mendapat laporan dari
kakang Lembu, berikanlah kemari" kata Nararya.
Demikian diputuskan, keesokan harinya rombongan anakbuah
gunung Kelud, kembali ke gunung untuk melaksanakan perintah
Lembu Peteng.
Dalam merencanakan bagaimana langkah yang akan -diambil
selanjutnya, berkatalah Nararya "Ki bekel Saloka, kedudukan kita
memang serba sulit. Kita hendak mencari jejak gong pusaka itu
tetapi kita tak leluasa untuk menyelidiki. Misalnya diriku. Jika
orang sebawahan atau para abdi pangeran Ardaraja yang pernah
mengetahui aku pernah menghadap pangeran ke dalam kera-*-
ton, tahu aku berada di Daha, mereka mungkin akan melaporkan
pada pangeran. Dan pangeran tentu segera menitahkan
memanggil aku ke keraton"
Bekel Saloka terbeliak "Tidakkah hal itu suatu langkah yang
baik untuk melakukan penyelidikan, raden ?"
Nararya menghela napas.
"Ki bekel" ujarnya lamban "memang cara menyelidiki yang
langsung dapat membuahkan hasil seperti yang kita inginkan
adalah dengan jalan masuk kedalam keraton. Tetapi ki bekel,
bagiku hal itu kurang leluasa"
Bekel Saloka terbeliak lalu berusaha mengingat-ingat dan
akhirnya teringat juga akan sesuatu "O, tentulah raden merasa
tak leluasa kepada pangeran Ardaraja yang selalu mendesak,
raden agar mau bekerja padanya”
Nararya mengangguk "Ya. Tetapi disamping itu masih ada
beberapa persoalan lagi"
Bekel Saloka tidak terbeliak tetapi terbelalak "Persoalan
apakah yang akan raden hadapi ?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Tidakkah ki bekel...." tiba2 Nararya tak melanjutkan kata-


katanya. Ia teringat bahwa ia belum menceritakan tentang
pengalamannya dengan puteri Dyah Nrang Keswari, adinda
pangeran Ardaraja.
Bekel Saloka makin tercengang.
"Maaf, ki bekel" kata Nararya "sebenarnya ada suatu peristiwa
yang belum sempat kuceritakan kepada ki bekel tatkala aku
dipanggil pangeran Ardaraja ke dalam keraton"
Dengan singkat Nararya lalu menuturkan pengalamannya
bertemu dengan puteri Nrang Keswari dan perkelahiannya
dengan raden Kuda Natpada.
Bekel Kuda Saloka mengangguk-angguk.
"Jika demikian" katanya "memang raden akan menghadapi
kesulitan apabila orang2 pangeran Ardaraja tahu raden berada di
pura Daha. Tentulah pangeran akan memanggil raden juga.
Mungkin raden akan mendapat tugas, paling tidak pangeran
tentu akan mengulang desakannya agar raden bekerja pada
Daha"
Nararya mengiakannya.
"Begini sajalah, raden" kata bekel Saloka pula "kita bergantian
melakukan penyelidikan. Aku yang keluar pada siang hari dan
raden melakukan penyelidikan pada malam hari"
"Ki bekel" tiba2 Nararya berseru cerah "aku teringat sesuatu.
Mungkin hal itu dapat kita jadikan sebagai pembuka jalan usaha
kita"
"O" bekel Saloka segera mengemasi perhatiannya.
Dipandangnya raden itu dengan tatapan penuh gairah penantian.
"Ki bekel tentu masih ingat akan peraturanku ketika pada
malam hari mengikuti perjalanan seorang bernama Rembang ke
lembah Trini Panti, bukan?

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"O, ya, ya"


"Rembang hendak membunuh Seta, seorang pengalasan dari
bekel Sindung yang diutus bekel itu untuk mencuri gong Prada"
kata Nararya pula "karena Rembang telah diberi keterangan
bekel Sindung bahwa Seta telah membunuh Tugu, kakang dari
Rembang"
"Benar, raden, aku ingat" kata bekel Saloka "selama ini
akupun pernah menyelidiki rumah bekel Sindung itu. Tetapi
sampai saat ini, belum kuperoleh suatu jejak maupun keterangan
yang meyakinkan tentang gong Prada itu. Rupanya pimpinan
prajurit Daha sangat ketat sekali menjaga rahasia"
"Maksud ki bekel" kata Nararya "gong pusaka itu masih sukar
diketahui bagaimana keadaan yang sebenarnya?"
"Benar, raden" sahut bekel Saloka "pertama, di manakah gong
pusaka itu berada. Kedua, adakah gong yang tersimpan di Daha
itu benar2 gong pusaka empu Prada ataukah gong yang palsu"
Nararya mengangguk.
"Memang gong Prada itu merupakan suatu pencaharian yang
sulit dan pelik. Tetapi entah bagaimana, aku merasa makin
tertarik untuk mencarinya. Karena menurut bayang2 yang
kurangkai dalam resunganku, dalam menelusur jejak gong
pusaka itu kita akan dapat pula menyingkap suatu rahasia lain.
Rahasia yang menyangkut kepentingan Singasari"
Bekel Saloka mengangguk pula" Memang tepat kiranya
pandangan raden itu. Dalam menghadapi pertanyaan yang paling
sederhana saja, mungkin kita harus berhadapan dengan
beberapa tafsiran"
"Pertanyaan bagaimanakah yang ki bekel maksudkan ?"
"Yalah" kata bekel Saloka "apa tujuan orang hendak mencuri
gong Prada itu? Jika yang melakukan itu orang Daha, apakah

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

maksudnya? Untuk kebanggaan, kejayaan dan kebesaran


angkatan perang Daha? Adakah hanya itu?"
Nararya merenung.
"Jika hanya itu yang menjadi tujuannya, adakah mereka tidak
kuatir bahwa hilangnya gong pusaka itu tentu akan menimbulkan
kehebohan kerajaan Singasari? Sepanjang-panjang lorong masih
panjang jua kerong-kong. Betapapun ketat Daha akan menjaga
rahasia itu, namun akhirnya pasti akan bocor dan pasti Singasari
akan mendengar juga. Dan apabila Singasari mengetahui
peristiwa itu, tidakkah baginda akan mengambil tindakan? Dan
apakah tindakan itu takkan meretakkan hubungan Singasari-
Daha ? Adakah kebanggaan dari pimpinan prajurit Daha itu layak
dengan imbalan yang akan diderita akibat tindakan baginda
Singasari?"
"Ki bekel" kata Nararya "Memang tepat ulasan ki bekel itu.
Tetapi kenyataan Daha berani menindakkannya. Tentulah para
pimpinan pasukan Daha termasuk pangeran Ardaraja, sudah
memperhitungkan akibat2 itu. Dan apabila mereka tetap berani
melakukan, tentulah mereka sudah mempunyai rencana untuk
menghadapinya"
Kali ini bekel Saloka harus mengangguk, membenarkan ulasan
Nararya.
"Ki bekel" kata Nararya pula "oleh karena kenyataan yang kita
hadapi adalah demikian, maka marilah kita lanjutkan usaha kita
untuk mencarf jejak gong pusaka yang hilang itu. Tetapi ki bekel
...." tiba2 Nararya hentikan kata2.
"Adakah ki bekel sudah mengadakan perundingan dengan ki
demang Lodoyo?"
"Soal apa, raden?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Bahwa ki demang bersedia memberi kelonggaran waktu


kepada kita dalam mencari jejak gong itu. Artinya, janganlah ki
demang terburu-buru memberi laporan ke Singasari"
"Ya" kata bekel Saloka "dalam hal itu ki demangpun telah
mempertimbangkan langkah yang bijaksana. Dia memberi waktu
secandra kepadaku. Apabila ternyata gagal, terpaksa ia akan
memberi laporan ke Singasari. Tetapi ia lebih suka apabila kita
berhasil menemukan gong itu. Melapor ke pura kerajaan, tentu
akan mendapat hukuman, paling tidak teguran"
"Walaupun sudah setengah candra kita mulai melakukan
pencarian tanpa berhasil, tetapi waktu secandra itu memang
cukup longgar" kata Nararya "ki bekel, menyambung
pembicaraanku tadi. Kumaksudkan apa yang kualami di lembah
Tiini Panti itu. Rembang disuruh membunuh Seia. Walaupun kami
berdua berhasil menghukum Rembang tetapi Setapun tak dapat,
ditolong jiwanya. Sebelum mati, Seta minta tolong kepada kami
supaya menyampaikan peristiwa itu kepada seorang adiknya
yang bernama Wariga. Nah, kepada Wariga inilah kita dapat
langkahkan tujuan kita untuk mencari hubungan2 yang
diperlukan dalam usaha penyelidikan kita ini"
Bekel Saloka mengangguk "Ya, benar, raden. Tetapi
dimanakah Wariga itu bekerja? Di pura Daha terdapat banyak
mentri dan senopati"
Nararya menghela napas "Itulah ki bekel, soal yang
meresahkan pikiranku. Karena ketika saat itu kuminta keterangan
tentang diri Wariga ternyata Seta sudah keburu meninggal akibat
luka yang dideritanya"
Bekel Saloka merenung kemudian berkata "Baiklah raden.
Daripada berjalan dalam kegelapan, sepercik sinarpun berguna
juga. Akan kuselidiki orang itu"
Maka hari itu bekel Saloka masuk pula ke pura Daha untuk
menemui beberapa kenalan.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Aku belum berhasil menemukan keterangan tentang diri


Wariga itu, raden" kata bekel Saloka ketika sore itu ia pulang dan
duduk bercakap-cakap dengan Nararya "tetapi aku mendapat
sebuah berita yang-penting"
"O" Nararya terkesiap "berita apakah itu, ki bekel?"
"Di pura Daha akan berlangsung suatu pernikahan agung.
Antara puteri tumenggung Sagara Winotan dengan putera dari
tumenggung Mahesa Antaka. Saat ini kedua tumenggung itu
merupakan senopati2 yang menjadi tiang utama kerajaan Daha"
"O" desuh Nararya "pernikahan diantara puteri putera mentri,
narapraja dan Priagung, merupakan peristiwa yang jamak terjadi.
Dalam hal apakah maka ki bekel, pernikahan kali ini suatu
peristiwa yang penting?"
"Raden Nararya" kata ki bekel "oleh karena kedua
tumenggung itu merupakan tiang andalan dari pemerintah Daha
dan menduduki jabatan yang penting dalam pasukan Daha,
sudah tentu segenap mentri narapraja Daha akan menghadiri.
Disitulah raden, kita harus mencari kesempatan untuk mengenal
wajah2 mereka. Syukur apabila dalam perjamuan itu akan terjadi
sesuatu sehingga kita dapat memperoleh keterangan2 penting
tentang gong pusaka itu"
"Benar, ki bekel ..." Nararya cepat berseru tetapi cepat pula ia
berhenti terlongong.
"Mengapa raden?"
"Kenyataan sering tak memenuhi keinginan" kata Nararya
"memang rencana ki bekel itu bagus. Aku setuju sekali. Tetapi
tidakkah pelaksanaannya sukar? Bagaimana mungkin kita dapat
mendengar berita2 itu apabila tidak ikut masuk dalam perjamuan
? Tapi bagaimana mungkin kita dapat ikut dalam perjamuan itu?"
"Raden" bekel Saloka tersenyum "dalam hal ini secara tak
kusangka, aku telah memperoleh jalan untuk melaksanakan hal
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

itu. Yalah, Pinaka, kenalanku prajurit yang bekerja pada senopati


Sagara Winotan, menawarkan suatu pekerjaan padaku sebagai
tenaga yang menghidangkan hidangan dan minuman kepada
para tetamu. Diperkirakan tenaga pelayan tentu tak mencukupi
karena tetamu2 yang diundang banyak sekali"
"Dan ki bekel menerimanya?
"Ya" sahut bekel Saloka "bahkan prajurit kenalanku itu pesan
supaya aku mencarikan lagi dua atau tiga orang"
"Bagus, ki bekel" seru Nararya "jika demikian ki bekel dapat
mengajak beberapa anakbuah ki bekel untuk menerima
pekerjaan itu. Aturlah sedemikian rupa, agar ki bekel dan
anakbuah ki bekel itu dapat menangkap pembicaraan para
priagung di perjamuan itu. Bilakah pernikahan itu akan
dilangsungkan?" tanya Nararya.
"Dua hari lagi" kata bekel Saloka.
Demikian setelah bercakap-cakap maka Nararya menyatakan
malam itu akan melakukan penyelidikan kedalam pura "Mungkin
dengan adanya pernikahan itu, para tumenggung dan nayaka
menghentikan kegiatannya. Tetapi daripada disini, lebih baik aku
coba berjalan-jalan kedalam pura. Mungkin akan menemukan
sesuatu"
Bekel Saloka menyetujui, ia menyertakan Pamot lagi untuk
mengiring Nararya sekalian menjadi penunjuk jalan.
Nararya berjalan dalam kesepian malam. Kebanyakan rumah2
dan lorong2 serta jalan2 sudah sepi. Tetapi karena tiada tujuan
tertentu, Nararyapun tak menghiraukan suasana itu. Ia berjalan
bersama Pamot menelusuri lorong2 gelap. Ia tak mengharap
banyak dakrn penyelidikan malam itu.
Ia hanya minta Pamot supaya membawa ke tempat kediaman
para mentri dan senopati yang mempunyai kedudukan penting

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dalam pemerintahan Daha. Barangkali saja ia akan melihat


sesuatu.
Malam makin larut dan tibalah Nararya di sebuah bangunan
besar yang memiliki halaman luas. Letaknya agak diujung pura.
"Inilah tempat kediaman tumenggung Mahesa Antaka, raden"
kata Pamot.
"O" Nararya agak terkejut "yang puteranya akan dinikahkan
dengan puteri tumenggung Sagara Winotan itu ?"
"Ya"
"Mengapa sepi2 saja?"
"Entah, raden" kata Pamot "tentulah mereka telah bekerja
pada siang hari. Kemungkinan besok malam, hari widodaren,
tentu lebih ramai"
Demikian setelah tengah malam tiba, karena merasa takkan
mendapat sesuatu, Nararya segera mengajak Pamot pulang.
Tetapi belum berapa jauh mereka berjalan, tiba2 Nararya terkejut
mendengar derap orang berjalan. Walaupun pelahan sekali kaki
orang itu melangkah tetapi karena malam amat sunyi dan
pendengaran Nararya memang tajam, iapun segera dapat
menangkap derap langkah itu.
"Pamot, kita menyusup kebalik pohon itu" Nararya menarik
tangan Pamot untuk diajak menyelinap dibalik sebatang pohon
besar yang tumbuh tak berapa jauh dari tepi jalan.
Pamot heran. Ia tak mendengar ataupun melihat, sesuatu
yang mencurigakan tetapi mengapa raden itu hendak
mengajaknya menyembunyikan diri. Namun ia menurut juga.
Belum berapa lama mereka menempatkan diri dibalik
gerumbul pohon, tiba2 sesosok tubuh melintas di jalan dan
menuju ke dalam pura. Langkah kaki orang itu ringan dan cepat.
Nararya dan Pamot terbeliak kejut ketika menyaksikan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

perwujutan orang itu. Mengenakan pakaian warna hitam dan


mukanyapun memakai topeng.
"Berjalan di tengah malam, menimbulkan keheranan orang.
Apalagi memakai topeng dan pakaian hitam, tentu
mencurigakan" diam2 Nararya menimang dalam hati "dan
memang, apabila menilik gerak gerik-nya, orang itu tentu
mempunyai maksud yang penting"
"Biasanya, orang yang keluar pada waktu tengah malam sepi
dan berdandan begitu, tentulah hanya bangsa penjahat. Garong
atau pencuri ataupun ptenjahat yang hendak melakukan
pembunuhan atau penganiayaan" pikirnya pula.
Ia segera menggamit lengan Pamot"Hati2, kita ikuti orang itu"
Dengan menjaga jarak yang tertentu jauhnya tetapi yang
terhindar dari pendengaran orang yang diikuti, Nararya dan
Pamot berindap-indap membayangi orang itu.
Orang itu ternyata menuju ke gedung kediaman tumenggung
Mahesa Antaka. Dia mengitar ke bagian belakang gedung.
Sejenak ia berhenti, mengeliarkan pandang ke empat penjuru.
Tentulah dia hendak memastikan bahwa gerak geriknya aman
dari pembayangan orang dan sekeliling tempat itu aman dari
orang atau peronda.
Dibalik gerumbul pohon tempat ia bersembunyi, Nararya dan
Pamot dapat melihat apa yang dilakukan orang itu. Orang itu
mengeluarkan segulung tali. Ujung tali diikat dengan seperangkat
alat besi, menyerupai ujung trisula tetapi melengkung bengkuk
seperti kait.
Setelah membaling-balingkan tali dan kait, orang itu lalu
melontarkannya kepuncak pagar tembok, lalu ditarik-tariknya
beberapa-kali. Setelah yakin bahwa kait telah menyusup pada
lingkupan puncak tembok, barulah orang itu mulai memanjat
keatas dengan bantuan tali. Dalam beberapa kejab tibalah ia di

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

puncak pagar tembok, memindahkan kait ke lingkupan puncak


tembok bagian luar, kemudian menuruni tali itu ke bawah.
"Jelas seorang penjahat yang hendak mengganggu keamanan
keluarga tumenggung Mahesa Antaka" bisik Nararya. Pamot
mengiakan, kemudian bertanya bagaimana raden itu hendak
bertindak.
"Kita tak boleh tergesa-gesa. Lebih baik nantikan saja
bagaimana perkembangannya"
Hampir sepeminum teh lamanya, tiba2 Nararya dan Pamot
terkejut mendengar suara hiruk orang berteriak-teriak "Tangkap,
penjahat! Tangkap penjahat!"
Gedung kediaman tumenggung Mahesa Antaka yang semula
terlelap dalam kesunyian malam, saat itu mengumandangkan
suara yang hiruk dan tegang. Bahkan beberapa saat kemudian
terdengar titir kentung bertalu-talu menjagakan tidur penghuni
dan kantuk penjaga gedung tumenggungan.
Secepat itu pula Nararya melihat kemunculan sosok tubuh
manusia aneh yang mengenakan topeng tadi dipuncak pagar
tembok. Rupanya orang itu tak sempat menggulung tali kait alat
pemanjat pagar tembok lagi. Bahkan tak sempat pula ia
menggunakan tali itu. Bagaikan seekor kelelawar meluncur dari
cerobong daun pisang, orang itu melayang dari ketinggian
puncak pagar tembok. Selekas tiba di tanah, ia terus lari
menyusup kedalam kegelapan.
"Pamot, kita ikuti dia" Nararya segera mendahului menyusul
orang itu.
Tindakan Nararya itu memang tepat. Karena selang beberapa
saat kemudian, beberapa pengalasan gedung tumenggungan
serempak keluar untuk mencari jejak. Mereka menyelidiki
kesekeliling pagar tembok luar.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Dalam pada itu memang agak mengalami kesulitan bagi


Nararya untuk mengikuti jejak orang itu. Pertama ia harus tak
boleh menonjolkan diri sehingga jejaknya diketahui orang itu. la
harus menjaga suatu jarak tertentu agar jangan kehilangan
bayangan jejak orang itu. Kemudian lapun harus memperhatikan
Pamot agar jangan ketinggalan terlalu jauh dibelakang.
"Pamot, pelahan-lahan saja engkau berlari" akhirnya Nararya
memberi perintah "aku akan mengimbangi lari orang itu agar
jangan sampai kehilangan jejaknya. Apabila aku tak kembali
menemui engkau, langsung engkau pulang ke guha dan
menunggu aku di-sana"
Setelah meninggalkan Pamot, agak leluasalah Nararya
bergerak. Selang beberapa waktu, orang itu tiba2 menghilang ke
dalam sebuah gerumbul semak. Nararya terpaksa menunggu.
Tengah ia menduga-duga apakah gerangan yang dilakukan orang
itu, tiba2 muncullah sesosok tubuh dari gerumbul semak. Orang
itu hanya mengenakan kutang, memakai ikat kepala dan berjalan
dengan tenang.
Nararya terkejut. Hampir ia merangkai suatu dugaan lain.
Tetapi untunglah dalam pengamatannya yang tajam, walaupun
jaraknya agak jauh, tetapi ia segera mendapat kesan bahwa
tinggi dan perawakan orang itu sama dengan orang yang
mengenakan pakaian hitam dan bertopeng tadi. Cepat iapun
dapat menduga bahwa orang bertopeng tadi telah melucuti
pakaian dan topeng, berganti dengan pakaian biasa.
Dengan makin hati2 Nararya mengikuti langkah orang itu dari
jarak yang cukup jauh. Tak lama kemudian orang itu menuju ke
sebuah rumah yang luas halamannya. Tak lama kemudian lenyap
masuk ke dalam.
Sampai beberapa saat Nararya mengawasi rumah besar
dengan halamannya yang luas itu. Tiba2 ia terperanjat
"Bukankah rumah itu tempat kediaman bekel Sindung?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Ditimbulkannya pula ingatannya untuk mengingat-ingat lebih


tajam. Memang tak salah kiranya kalau ia memastikan bahwa
rumah itu memang kediaman bekel Sindung. Pernah sekali ia
datang menyelidiki rumah itu pada malam hari.
"Siapakah gerangan orang itu?" kini mulailah ia bertanya-
tanya dalam hati "seorang pengalasan atau mungkin bekel
Sindung sendiri ?"
Timbul sedikit rasa sesal dalam hatinya, karena ia belum
fahatn akan wajah serta perawakan bekel Sindung. Sukar untuk
menemukan ciri2 orang itu dengan bekel Sindung. Namun timbul
pula pertanyaan lebih lanjut "Mengapa orang itu hendak
melakukan kejahatan di gedung kediaman tumenggung Mahesa
Antaka ? Hendak mencuri ? Atau mempunyai tujuan lain ?"
"Ah, bekel Sindung benar2 penuh rahasia. Pencurian gong
Prada, dialah yang memerintahkan pengelasannya,. Dan kini
diapun menyuruh seorang pengatasan untuk masuk ke dalam
tumenggungan. Bahkan mungkin dia sendiri yang masuk ke
tumenggungan itu" pikir Nararya.
Setelah menimang beberapa saat, akhirnya Nararya kembali
untuk menemui Pamot yang tertinggal di belakang. Ia akan
mengajak Pamot untuk memberi keterangan, benarkah rumah
besar dengan halaman yang luas itu, tempat kediaman bekel
Sindung.
Hampir tiba ditempat ia berpisah dengan Pamot tadi, ia
terkejut ketika mendengar suara orang merintih-rintih kesakitan.
Nararya berhenti dan memandang ke sekeliling penjuru tetapi tak
melihat sesuatu apa. Ah, mungkin salah mendengar, pikirnya.
Tetapi ketika ia hendak lanjutkan langkah, telinganya yang tajam
dapat menangkap pula suara orang mengerang dengan lirih,
seperti takut kalau terdengar orang. Namun angin malam yang
berhembus, mengantar napas dan erang orang itu ke telinga
Nararya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Nararya mengeliarkan pandang dan akhirnya melekatkan


pandang matanya ke arah sebuah gerumbul lebih kurang tiga
tombak jauhnya dari tepi jalan.
"Ki sanak, siapakah engkau? Mengapa engkau merintih rintih
seperti kesakitan?" tegurnya seraya menghampiri dan berdiri di
depan gerumbul itu.
"O. raden Nararya .... aku berada di balik gerumbul ini . . ."
tiba2 terdengar suara orang berseru lemah.
Cepat Nararya menyelimpat ke belakang gerumbul "Engkau
Pamot" serunya ketika melihat sesosok tubuh terbaring di tanah.
Cepat ia menghampiri "mengapa engkau!"
Bukan kepalang kejut Nararya ketika melihat tubuh Pamot
berlumuran darah "Pamot, engkau ...."
"Aku telah dikeroyok orang2 tumenggungan, raden" Pamot
menahan kesakitan, memberi keterangan. ,
"Mengapa?" Nararya makin terperanjat. Tetapi melihat Pamot
mengerang kesakitan, Nararya suruh dia tenang dulu. Kemudian
ia menolongnya, mengurat-urut tubuh pengalasan dari Lodoyo
itu. Merobek ujung baju dan membalut bahu kiri Pamot yang
terluka tusukan senjata tajam. Selang beberapa saat kemudian,
sakit Pamot agak berkurang, napaspun mulai tenang.
"Ketika sedang berjalan, tiba2 serombongan pengalasan
tumenggungan yang bersenjata, muncul. Karena kuatir salah
faham, akupun segera bersembunyi dibalik gerumbul. Tak lama
kemudian, tiba2 dari arah barat muncul seorang lelaki. Langsung
orang itu berha-dapan dengan rombongan pengalasan
tumenggungan. Orang2 tumenggungan yang terdiri dari peronda,
penjaga dan pengalasan, segera berteriak-teriak hendak
menangkap orang itu. Orang itu terkejut dan berteriak-teriak
"Aku tak salah apa2, mengapa hendak kalian tangkap ?"Tetapi
orang2 tumenggungan itu tetap tak menghiraukan dan
menganggap orang itu tentulah penjahat yang masuk kedalam
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

gedung tumenggungan tadi. Melihat itu akupun kasihan dan


muncul. Kuterangkan kepada pengalasan2 bahwa orang itu baru
saja datang dari luar pura. Dia tak tahu apa2 tentang peristiwa
yang terjadi di tumenggungan"
Pamot berhenti sejenak untuk memulangkan napas, kemudian
melanjutkan pula "Ternyata mereka tak percaya bahkan
menuduh aku sebagai kawan orang itu. Kami berdua terus
dihajar. Karena mereka berjumlah lebih banyak dan bersenjata
tajam, akhirnya aku terkena tusukan dan rubuh pingsan.
Sebelum pingsan aku masih sempat mendengar orang itu
mengatakan mau menyerahkan diri asal mereka jangan
mengganggu aku. Demikian dia terus dibawa ke tumenggungan
dan akupun dibiarkan pingsan ditempat ini"
"Kenalkah engkau pada orang itu?" tanya Nararya.
"Tidak raden" kata Pamot "dia masih muda, mungkin lebih tua
sedikit dari raden. Bertubuh kekar, dada bidang. Andaikata para
pengalasan tumenggungan itu tidak membekal senjata,
kemungkinan sukar untuk mengalahkan pemnda itu walaupun
jumlah mereka jauh lebih banyak"
"Siapakah namanya ?" Nararya mulai tertarik.
Pamot tertegun "Ah, sayang dia tak memberitahukan
namanya. Dan aku sendiripun karena menderita kesakitan tak
sempat bertanya"
"Dengan begitu dia masih berada di tumenggungan bukan ?"
tanya Nararya.
"Ya, dia diperlukan sebagai tawanan. Kedua tangannya diikat.
Pada hal jelas dia bukan penjahat yang masuk ke tumenggungan
tadi"
Nararya menghela napas.
"Berjalan seorang diri di malam gelap, memang menimbulkan
kecurigaan orang. Dan justeru terjadi peristiwa penjahat di
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

tumenggungan itu sehingga dengan mudah pengalasan2


tumenggungan menjatuhkan tuduhan bahwa dialah penjahat itu"
"Benar, raden" kata Pamot "memang sering para pengalasan
itu mencari mudah. Kuatir karena mendapat teguran dari
tumenggung karena telah melalaikan tugasnya menjaga
keselamatan gedung tumenggungan maka pengalasan itu segera
menjadikan orang itu sebagai kambing hitam. Sebagai tumpuan
kesalahan mereka agar setelah berhasil menangkap penjahat itu,
merekapun terlepas dari hukuman atau teguran ki tumenggung"
Nararya diam sejenak. Rupanya ia tengah memikir sesuatu.
"Pamot, apakah engkau sudah dapat berjalan?" tiba2 ia
bertanya. Dan ketika Pamot mengatakan kalau ia sudah dapat
berjalan maka Nararyapun mengajaknya pulang.
Dalam perjalanan itu Pamot serrtpat bertanya bagaimana
langkah yang akan diambil Nararya. Berkata Nararya "Pamot,
sebenarnya aku sangat berkesan akan pemuda yang merelakan
diri ditangkap pengalasan tumenggungan itu karena hendak
menolong engkau. Kita wajib membebaskannya, Pamot"
"Tetapi raden, tumenggungan tentu dijaga keras. Tidakkah
sangat berbahaya apabila raden hendak masuk kesana ?"
"Pamot" kata Nararya dengan nada tak kenal kecewa
"berbicara soal bahaya, disegala tempat dan segala waktu, kita
selalu dikelilingi bahaya itu. Jika dia seorang yang belum
mengenal engkau, berani mengorbankan diri untuk menolongmu,
adakah kita tak berani berusaha untuk menolongnya hanya
karena takut menghadapi bahaya?"'
Pamot terkesiap.
"Menolong orang, sudah kewajiban kita. Menolong orang yang
pernah menolong kita, lebih dari wajib lagi" kata Nararya "soal ini
Pamot, aku sudah mempertimbangkan. Malam ini, tentu belum
sempat orang itu diperiksa atau dihukum. Demikian sampai besok
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

dan lusa, karena tumenggung Mahesa Antaka masih sibuk


dengan peralatan pernikahan puteranya, tentulah belum sempat.
Orang itu tentu masih ditahan dulu di tumenggungan. Dalam
kesempatan selama dua hari itulah, Pamot, aku akan berusaha
untuk menolongnya"
"Raden"
"Engkau masih terluka. Jangan engkau sibukkan pikiranmu
hendak ikut serta. Aku seorang diri dapat melakukannya" kata
Nararya.
"Tetapi raden ...."
"Pamot" kata Nararya dengan nada tegas "aku seorang
ksatrya. Dan perbuatan orang itu kuanggap laku seorang ksatrya.
Maka sebagai seorang ksatrya wajiblah aku menghormati dan
menolongnya. Menurut perasaanku, dia tentu bukan orang
sembarangan. Aku suka bersahabat dengan pemuda yang
berjiwa ksatrya seperti itu"
Demikian ketika tiba di guha Selamangleng, peristiwa itupun
dibawa Nararya dalam percakapan dengan bekel Saloka.
"Jika demikian, bekel Sindung patut kita selidiki, raden" kata
bekel Saloka "tetapi sayang, karena aku sudah terlanjur
menerima tawaran menjadi pelayanan dalam perjamuan di
gedung tumenggung Sagara Winotan, terpaksa hal itu baru dapat
kulakukan setelah pernikahan itu selesai"
"Ki bekel" kata Nararya "menjadi pelayan dalam perjamuan
yang dihadiri oleh tetamu2 kalangan pembesar kerajaan Daha,
merupakan suatu kesempatan yang penting sekali. Tugas ki bekel
bukan kecil. Usahakan sedapat mungkin untuk mencari
keterangan sebanyak-banyaknya. Juga apabila mungkin, carilah
keterangan pada bujang2 dan orang2 gajihan ditumenggungan
situ"
"Dan bagaimana raden akan bertindak selama dua hari ini ?"
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Tetap melakukan penyelidikan dan terutama akan menolong


membebaskan anakmuda yang telah ditangkap oleh pengalasan
tumenggung Mahesa Antaka itu. Kurasa tumenggung Antaka dan
seluruh penghuni tumenggungan sibuk sekali selama dua hari itu.
Dan itu merupakan kesempatan yang baik bagiku untuk masuk
ke dalam tumenggungan"
Bekel Saloka menghela napas.
"Mengapa ki bekel?" tegur Nararya.
"Apa yang raden katakan, memang benar" kata bekel itu
"dalam mencari jejak hilangnya gong Prada, makin lama kita
makin terjun dalam suatu kalangan yang luas. Makin banyak
peristiwa dan rahasia yang harus kita selidiki"
"Ya, memang begitu, ki bekel" sahut Nararya "ibarat air,
setelah keluar dari sumber terus mengalir ke sungai dan
sungaipun mengalir ke laut. Apa yang dialami dan dihadapi air itu
makin luas dan makin lepas. Tetapi ki bekel, aku mendapat
kesan, bahwa diantara mentri-mentri, senopati dan tumenggung
Daha ini, tampaknya mereka bersatu dan rukun. Tetapi benarkah
begitu? Mungkin tidak. Karena sifat manusia itu temaha, penuh
nafsu keinginan. Terutama dfkalangan narapraja tentulah
keinginan untuk mencapai pangkat dan kedudukan tirggi itu lebih
menggelora. Dan dimana keinginan berhadapan dengan
keinginan, nafsu bertarung dengan nafsu, maka timbullah
perasaan iri, dengki, tindakan jegal menjegal saling
menjatuhkan"
Bekel Saloka mengangguk.
"Benar, raden" katanya "memang sering keinginan diri
peribadi itu mengaburkan tujuan pengabdian yang luhur. Mereka
lupa bahwa bekerja pada pemerintah dan kerajaan itu, suatu
pengabdian. Pengabdian kepada raja, pemerintah dan lakyat. Arti
daripada kata mengabdi itu adalah memberi. Memberi atau
menyerahkan tenaga, pikiran, kepandaian bahkan jiwa raga
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sebagaimana seorang pejuang, seorang ksatrya yang telah gugur


di medan bhakti. Pengorbanan mereka itu suatu pengabdian
yang tulus dan luhur"
"Ya" sahut Nararya "memang manusia selalu mengabdi
kepada nafsu. Jararg yang mengabdi kepada pengabdian yang
wajib diabdi"
"Apakah pengabdian yang wajib diabdi itu, raden" ingin bekel
Saloka menyelami alam pikiran Nararya.
"Mengabdi pada sumbernya. Kepada yang menciptakan,
Hyang Suksma Kawekas. Kepada yang melahirkan, ibu dan ayah.
Kepada guru, kepada raja kepada rakyat dan kepada umat
manusia" kata Nararya "terakhir kepada diri peribadi kita sendiri"
Bekel Saloka mengangguk.
"Hidup itu sesungguhnya suatu pengabdian. Pengabdian
kepada asal, arti dan tujuan Hidup"
"Tetapi raden" kata bekel Saloka "bukankah ada pula orang
yang hidup mengasingkan diri ?"
"Jika mereka itu kaum brahmana, resi ataupun ptrtapa,
mereka telah menghayati pengabdian dari Tridharma hidup itu.
Merekapun mempunyai tujuan hidup. Bukan hanya
mengasingkan diri karena sekedar mengasingkan diri. Tetapi jika
mereka yang mengasingkan itu tak atau belum menghayati
Tridharma hidup itu, maka mereka hanya menghindarkan diri dari
kenyataan hidup, menghindarkan diri dari pertanggungan jawab
atas pengabdian mereka. Mereka ibarat orang yang gelap yang
melarikan diri ke alam kegelapan"
Bekel Saloka diam2 memuji akan uraian Nararya. Semua itu
usianya namun Nararya telah dapat membawa uraiannya ke
tingkat yang terang.
Demikian karena malam sudah, larut, keduanya segera
beristirahat. Keesokan harinya, bekel Saloka keluar lagi. Pada
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

waktu pulang sore harinya, ia membawa beberapa laporan.


Pertama, perjamuan pernikahan puteri Sagara Winotan dengan
putera Antaka itu tentu akan meriah karena pangeran Ardaraja
juga berkenan menghadiri. Kedua, gedung kediaman
tumenggung Mahesa Antaka mulai sibuk mempersiapkan
peralatan nikah. Tampaknya mereka; tak terpengaruh oleh
peristiwa semalam. Dari seorang pengalasan tumenggungan,
bekel Saloka berhasil mendapat keterangan bahwa semalam
gedung tumenggungan telah kemasukan penjahat yang hendak
membunuh putera ki tumenggung Mahesa Antaka.
"O" desuh Nararya "dengan demikian penjahat bertopeng
semalam itu bukan penjahat biasa tetapi bertujuan hendak
membunuh pangeran Ardaraja"
Siapakah penjahat itu? Pengalasan yang dikirim bekel Sindung
atau mungkin bekel itu sendiri? Apa tujuannya hendak
membunuh putera tumenggung Antaka?
Demikian pertanyaan yang mulai membayang di benak
Nararya namun tiada terjawab. Makin tetaplah keputusannya.
Nanti malam ia akan menyelundup ke-dalam tumenggungan dan
menolong orang yang ditangkap karena dituduh sebagai penjahat
yang hendak membunuh putera tumenggung Antaka itu. Tentang
bekel Sindung, iapun telah menetapkan rencana untuk
menyelidiki.
Setelah malam tiba maka Nararyapun segera bersiap hendak
masuk ke dalam pura. Bekel Saloka menyatakan hendak ikut
"Perjalanan raden kali ini penuh bahaya, idinkanlah aku
menyertai raden" kata bekel itu.
Tetapi Nararya menola k"Ki bekel mempunyai tugas yang
penting. Besok pagi bersama beberapa anakbuah ki bekel, akan
menjadi pelayan di gedung tumenggung Sagara Winotan. Tugas
itu amat penting. Jika di kediaman tumenggung Antaka terjadi
sesuatu, bukankah ki bekel tak dapat menunaikan tugas ?"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

"Lebih baik tidak menjadi pelayan dalam perjamuan itu


daripada melihat raden terancam bahaya"
Nararya tertawa "Tetapi ki bekel, aku dapat mawas diri dan
berhati-hati. Aku menyadari bahwa perjuangan kita ini
menyangkut kepentingan kerajaan Singasari. Aku tak mau
bertindak gerusah-gerusuh yang akibatnya hanya akan
menggagalkan usaha kita"
Bekel Saloka mengangguk. Tetapi ia tetap mencemaskan
Nararya yang jelas akan masuk ke dalam gedung tumenggungan.
Sebagai salah seorang senopati kerajaan Daha, sudah tentu
tempat kediaman tumenggung Antaka itu dijaga oleh pasukan
penjaga. Apalagi telah terjadi peristiwa percobaan membunuh
putera tumenggung, tentulah penjagaan semakin diperkuat.
"Baiklah, raden" kata bekel itu "tetapi betapapun raden harus
suka menerima salah seorang anak-buahku sebagai pengiring.
Andaikata raden menganggap berbahaya, suruh ia tinggal di luar
gedung. Apabila sampai pagi raden belum keluar dari
tumenggungan, berarti raden tentu tertimpa bahaya dan suruh
dia lekas pulang kemari untuk memberitahu kepadaku"
Setelah menimang, akhirnya Nararva mau juga menerima
orang itu. Dia bernama Reja. Keduanya segera berangkat masuk
ke dalam pura.
Seperti yang telah diduga, saat itu gedung tumenggungan
sangat ramai dan terang benderang. Sanak keluarga. tetamu2
dan pengalasan2 tumpah ruah berada di pendapa muka.
Nararyapun mengitar ke belakang pagar tembok. Empat
tombak tinggi tembok itu. Suatu ketinggian yang sukar dicapai
dengan loncatan "Kakang Reja, terpaksa aku hendak minta
tolong kepadamu. Agak sakit juga, kakang Reja"
Nararya memberitahu kepada pengalasan Lodoyo itu supaya
bersedia membungkukkan tubuh. Nararya hendak berdiri diatas

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

punggung dan akan loncat mencapai puncak pagar tembok "Jika


hanya begitu, silahkan raden" Reja terus bersiap diri.
Setelah berhasil hinggap di puncak pagar tembok, Nararya
berseru "Kakang Reja, engkau tunggu disini. Apabila menjelang
pagi aku tak kembali, lekaslah engkau pulang ke Selamangleng"
Setelah memberi pesan, Nararyapun segera loncat turun
kedalam. Ia girang karena suasana di bagian belakang gedung
itu tampak sunyi. Kecuali bagian dapur yang penuh dengan
p6rempuan yang tengah mempersiapkan hidangan, lain2 bagian
sunyi senyap.
Nararya berjalan dengan hati2. Ia memandang kian kemari,
meniti ruang demi ruang dan menjaga kemungkinan diketahui
penjaga. Akhirnya jerih payahnya berbuah juga. Disebuah
ruangan yang terpisah dari bangunan gedung, ia melihat sebuah
rumah batu yang gelap. Dimuka pintu bangunan itu tampak
seorang penjaga bersenjata tombak "Ah, tentu di rumah inilah
orang itu ditahan"
Dengan berjingkat-jingkat, kadang harus membungkuk dalam
kegelapan, akhirnya ia berhasil menghampiri kebalik gerumbul
pohon bunga yang tumbuh dimuka rumah itu "Hanya seorang,
harus kukuasai secepatnya"
Setelah mengambil ancang2, ia segera loncat dan
menghantam tengkuk penjaga itu "Uh" penjaga itu mendesuh
kesakitan dan terkulai rubuh. Nararya cepat mengambil tombak
penjaga itu. Dilihatnya pada sisi pintu terdapat sebuah jendela
terali besi yang agak tinggi. Tetapi Nararya dapat menggampai
"Ki sanak, terimalah tombak ini. Bongkarlah pintu, dan lekas lari
keluar"
Tepat pada saat ia melempar tombak ke dalam rumah,
sekonyong-konyong seorang penjaga lain datang dam berteriak
"Penjahat! Penjahat membongkar rumah tawanan"

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Orang itu segera menyerang Nararya dengan tombak. Nararya


masih sanggup melayani tetapi yang paling mengejutkan,
penjaga itu menyerang sambil berteriak-teriak minta tolong dan
memanggil bala bantuan. Tak berapa lama, terdengar derap
orang berlari.
Nararya mulai gugup. Dilihatnya beberapa belas penjaga
bersenjata tengah lari menghampiri "Celaka" ia mengeluh "kalau
tak kupikat mereka tinggalkan tempat ini, tentulah pemuda
dalam rumah itu tak sempat membobol pintu dan meloloskan
diri"
Setelah mengambil keputusan, iapun lari tinggalkan penjaga
itu. Penjaga itu segera lari mengejar seraya berteriak-teriak
menyerukan kawan-kawannya supaya mengikutinya.
Nararya makin gugup. Memang ia berhasil melepaskan orang
tawanan itu dari perhatian para penjaga tumenggungan. Tetapi
ia sendiri hendak lari kemana? Untuk lolos melalui pagar tembok
di belakang, ia kualir tak mampu loncat sedemikian tinggi. Dan
kalau gagal, kedudukannya tentu lebih berbahaya. Kawanan
penjaga bersenjata itu tentu akan mengepungnya.
Nararya tak kenal akan seluk beluk keadaan gedung
tumenggungan. Ia bingung dan gelisah. Sedangkan beberapa
puluh penjaga dan prajurit tumenggungan sedang mengejarnya.
Dalam keadaan yang sulit dan terdesak itu, tiba2 ia mendapat
akal. Daripada tertangkap lebih baik ia mencoba untuk masuk
kedalam gedung tumenggungan. Disitu orang sedang ramai
bertandang. Dan sebagian besar adalah kaum puteri. Tentu
takkan sembarangan kawanan penjaga itu hendak mengejarnya
ke situ.
Demikian Nararya segera berganti arah. Melintas jalan dan
gerumbul pohon bunga, akhirnya ia dapat menyelundup ke dalam
sebuah bagian bangunan yang indah dari gedung
tumenggungan. la tak sempat memperhatikan lagi ruang apakah

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

yang berada disitu. Yang pokok, ia dapur menyembunyikan diri.


Selekas suasana reda, mudahlah ia keluar lagi. Pikirnya.
Tiba2 ia melihat sebuah ruang besar yang daun pintunya
berukir lukisan bunga yang indah. Cepat ia menghampiri dan
mendorong pintunya. Ah, tak dikunci. Cepat ia menyusup masuk,
menutup pula pintunya rapat2.
Dalam keremangan lampu yang redup, ia melihat sebuah
pembaringan yang indah. Demikian pula perabot kamar itu serba
indah dan sedap. Serentak ia menghampiri pembaringan indah
itu lalu menyusup kebawah kolong. Kain alas pembaringan,
menjulai sampai ke lantai sehingga dapat menyembunyikan
dirinya rapat sekali.
"Ah" ia menghela napas untuk melonggarkan ketegangan
hatinya. Tetapi secepat itu ia hentikan pernapasannya karena
saat itu terdengar suara hiruk. Suara itu jelas suara kawanan
penjaga yang sedang bertanya jawab dengan beberapa wanita,
"Ada penjahat masuk ke keputren sini. Aku akan menggeledah
setiap ruang" seru salah seorang penjaga yang bernada kasar.
Sesaat kemudian Nararya mendengar debur langkah beberapa
orang tengah memasuki gedung. Makin lama makin terdengar
jelas.
Nararya mulai berdebar-debar.
(Oo-dwkz^ismoyo-oO)

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Jilid 7

Persembahan :
Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/
Dengan
Ismoyo
Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/
Editor : Mch

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

I
Tiap kesalahan tentu terhukum. Tak mungkin terhindar. Dan
berlaku untuk semua manusia. Yang kaya yang miskin, yang
kuasa yang lemah. Tanpa pandang bulu.
Jika orang menepuk dada, merasa dapat terhindar dari
hukuman dan pidana atas kesalahannya maka dia hanya seperti
ayam berkokok. Ayam berkokok hanya memberi pertanda bahwa
dia ayam jantan, bukan betina. Tetapi ayam yang berkokok itu,
bukan mesti jago dalam gelanggang penabungan.
Orang yang menepuk dada, mengatakan dapat terhindar dari
hukuman pidana, hanyalah suatu pertanda atau untuk
menandakan bahwa dia itu kuat dan berkuasa. Tetapi bukanlah
dia itu benar2 terlepas dari hukuman. Hukuman yang dapat
dihindarinya hanyalah hukuman manusia yang membentuk
masyarakat, yang mendirikan negara, yang menciptakan tata
peraturan undang2, yang mengatur hukuman untuk pidana
kesalahan, yang menciptakan ketertiban dari, oleh dan untuk
kesejahteraan manusia.
Tetapi hukum Yang Kuasa, hukum alam, tak mungkin
dihindari. Hukum Sebab dan Akibat atau karma, tak mungkin
juga diingkari. Dan lebih pula hukum Hakekat atau hukum yang
tercipta dari rasa batin dan pikiran. Rasa dari sumber perasaan.
Dia akan menderita siksa dari hukum batin dan pikirannya
sendiri. Dan siksa itu bagaikan bayangan. Disiang hari lenyap, di
malam hari muncul. Siksa itu akan selalu dirasakan di-mana dan
di saat apapun dia berada.
Demikian pula dengan Nararya saat itu. Kolong pembaringan
tempat ia bersembunyi itu, bersih dan membias harum. Bilik
itupun bersih, indah dan asri. Namun ia merasa seperti berada di
dalam sarang harimau. Setiap saat harimau itu akan datang,
menerkam dan merobek-robek tubuhnya. Bahkan mendengar
aum ataupun bau anyir yang dihembus angin sebagai pertanda
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

kedatangan binatang itu, cukup akan mengoyak nyalinya


sebelum kulit dan tulang belulangnya dirobek-robek binatang itu.
Derap langkah dan hiruk suara para penjaga yang hendak
memasuki ruang keputren tetapi dilarang para dayang, makin
mendebarkan jantung Nararya. Bagaimana apabila penjaga2 itu
diperbolehkan masuk untuk memeriksa setiap ruang? Dan apabila
ia merenungkan ruang yang dimasukinya itu, timbullah suatu
bayang2 yang menegangkan. Tidakkah ia memasuki ruang
keputren? Tidakkah ruang yang semewah itu, ruang kediaman
salah seorang puteri dari tumenggung Antaka?
“Ah ...” ia mendesah berkepanjangan dalam hati. Kemudian
pejamkan mata, menenangkan pikiran. Setelah mendapatkan
ketenangan, pikirannyapun jernih. Ia membayangkan bahwa
semula ia sudah menyadari apabila memasuki gedung
tumenggungan itu, penuh bahaya. Tetapi ia sudah memutuskan
untuk menempuh bahaya apapun karena hendak menolong
pemuda yang telah menolong Pamot dengan merelakan dirinya
ditangkap prajurit2 tumenggungan. Dengan demikian bahaya itu
sudah disadaridanditempuhnya. Jika demikian halnya, mengapa
sekarang ia harus gentar menghadapinya. Bukankah ia sudah
mempersiapkan penyerahan jiwanya ? Ah, kembali ia mendesah
dalam hati. Hanya kali ini desah yang longgar, desah yang
paserah. Kepaserahan yang berlandas suatu pendirian bahwa
pengorbanannya itu, pengorbanan yang ksatrya.
Dengan desah2 yang bernapaskan kejernihan dan kesadaran
hati itu, maka mengendaplah pikirannya dalam keheningan. Dia
tidak merasa gentar lagi, tidak pula gelisah cemas. Karena segala
bayang2 ketakutan telah dihanyutkannya dalam kelepasan tekad.
Tiba2 renungannya tersibak oleh suara lengking seorang
wanita muda. Dia jelas dapat mendengarkan kata-kata yang
dilontarkan suara itu ”Hai, kalian berani memasuki keputren
hendak melakukan pemeriksaan?”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Maaf, rara ayu, kami hendak mencari seorang penjahat yang


masuk ke tumenggungan” kata salah seorang penjaga.
“Penjahat masuk ke tumenggungan dan kalian tak dapat
menangkapnya ?”
“Dia melarikan diri dan menyusup ke dalam kaputren. Kami
mohon rara ayu memperkenankan kami untuk memeriksa ruang2
di keputren ini”
“Tidak” seru suara yang disebut rara ayu itu ”tak mungkin
penjahat itu masuk ke dalam keputren. Tentu dia melarikan diri
ke arah lain atau mungkin sudah lolos dari tumenggungan”
“Tetapi kami melihat dia benar2 menyelundup kemari” bantah
penjaga itu.
“Adakah kalian sudah memeriksa lain2 tempat?”
“Sudah”
“Dan tidak menemukannya?”
“Tidak, karena dia melarikan diri kemari”
“Memang mudah kalian hendak menutupi kesalahan tak
mampu menangkap penjahat yang hanya seorang itu dengan
mengatakan dia masuk ke keputren”
“Tetapi ...”
“Jangan banyak bicara!” hardik dara cantik itu ”jika kalian
berani masuk ke dalam keputren ini, aku segera akan
melaporkan kepada rama.”
Ketika mendengar ancaman itu, reduplah nyali kawanan
prajurit penjaga itu. Mereka segera memberi hormat dan
mengundurkan diri.
“Bagaimana kakang” kata salah seorang penjaga kepada
kawannya ”apakah gusti tumenggung takkan murka kepada
kita?”
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Yang dipanggil kakang itupun menyahut ”Kita sudah berusaha


tetapi tertumbuk dengan puteri gusti menggung, dyah Savitri.
Apabila gusti menggung memanggil kita, dapatlah kita
menghaturkan kesulitan yang kita jumpai di keputren tadi”
“Tetapi apakah kakang yakin bahwa penjahat itu masuk ke
dalam keputren?” tanya orang tadi pula.
“Jelas” sahut kawannya.
“Kakang Dambha” tiba2 prajurit penjaga tadi memekik
”celaka, kakang! Bagaimana kalau penjahat itu sampai
mengganggu rara ayu ? Bukankah gusti menggung akan melipat
gandakan pidana kepada kita?”
Penjaga yang disebut Dambha itu tertegun. Rupanya dia
cemas juga akan kemungkinan terjadi hal itu. ”Lalu apa daya
kita, Barat ?”
Prajurit Barat juga tak mempunyai pandangan suatu apa. Ia
memandang Dambha dengan pandang menyerah. Akhirnya
prajurit Dambhalah yang mengemukakan pendapat ”Begini saja,
Barat. Kita pecah rombongan kita menjadi dua. Yang satu, terus
melanjutkan penyelidikan. Dan yang satu, berjaga jaga di luar
keputren. Apabila mendengar suara atau gerak gerik yang
mencurigakan, kita segera turun tangan”
Rupanya usul Dambha itu disetujui karena dianggap tiada lain
cara lagi yang lebih baik dari itu.
Sementara para prajurit tumenggungan bersiap-siap maka
dalam keputrenpun tenang2 saja suasananya. Malam itu sehabis
sibuk membantu ibundanya, nyi tumenggung Antaka,
menyiapkan hidangan untuk para tetamu, maka dyah Savitri pun
kembali ke keputren. Ia merasa lelah karena sehari suntuk telah
menyingsingkan lengan baju untuk menyiapkan peralatan nikah
kakandanya.

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Baik tumenggung Sagara Winotan maupun tumenggung


Mahesa Antaka menikah dalam usia muda sehingga putera puteri
mereka sudah dewasa pada saat kedua tumenggung itu masih
muda.
Rasa letih hilang seketika sesaat dyah Savitri mendengar hiruk
pikuk dalam keputren. Ia marah karena para pengatasan
tumenggungan yang bertugas sebagai penjaga keamanan,
hendak memasuki keputren. Ia menolak dan mengenyahkan
mereka.
“Hm, penjaga2 itu memang hendak cari enak saja” gumamnya
ketika berada dalam bilik peraduannya, ”masakan hanya
menangkap seorang penjahat saja mereka tak mampu. Pun
kemarin malam juga terjadi peristiwa semacam saat ini. Kakang
Prabhawa hampir dibunuh penjahat”
Nararya terkejut ketika mendengar gumam puteri itu. Karena
ternyata sejak pintu bilik tempat ia bersembunyi didorong dan
terdengar derap langkah kaki yang halus disertai dengan bau
harum yang membias ke dalam bilik, Nararya mulai didera oleh
getar2 kejut.
Kini ia menyadari bahwa bilik tempat ia bersembunyi itu
ternyata bilik kediaman puteri tumenggung. Hal itu diketahui
ketika terjadi perbantahan antara puteri dengan kawanan
penjaga yang hendak masuk ke dalam keputren tadi. Kemudian
ketika tiba di muka pintu, puteri itu memerintahkan dayang
pengiringnya supaya pergi. Tiada keraguan yang harus diragukan
lagi, bahwa yang melangkah masuk ke dalam bilik itu adalah
puteri tumenggung sendiri. Langkahnya yang halus gemulai serta
bau harum yang menyerbak. Karena setelah bercengkerama
dalam taman asmara dengan Mayang Ambari dyah Nrang
Keswari puteri raja Daha, tahulah kini Nararya akan suatu bau
harum yang lain dengan keharuman bunga. Bau harum dari
tubuh seorang perawan ayu dan puteri cantik, merupakan

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sesuatu yang tersendiri, baik jenis baunya maupun makna serta


daya yang dipancarkannya.
Serta hidung terbias dengan semilir bau harum yang
memancar dari tubuh orang yang masuk ke dalam bilik itu,
dengan cepat pula Nararya dapat mengenal jenis bau harum itu.
Itulah bau harum yang pernah dikenalnya pada masa ia
berdampingan dengan Mayang Ambari dan puteri dyah Nrang
Keswari. Ia heran mengapa tubuh dara ayu dan puteri jelita itu
dapat memancarkan bau harum. Adakah tubuh mereka memang
harum ataukah-keringat mereka yang harum. Tetapi saat itu ia
tak sempat pula untuk merenungkan hal-hal mengenai bau
harum yang mempesona itu. Karena kesadaran pikirannya
menyadarkan bahwa saat itu ia berada dalam bilik peraduan
puteri tumenggung Mahesa Antaka.
Kesadaran itu segera menimbulkan kegelisahan dan
ketakutan. Apabila puteri itu tahu lalu berteriak, tentu para
penjaga akan berhamburan datang dan membunuhnya. Ataupun
kalau ia menyerah dan dibawa mereka kehadapan tumenggung
Antaka, pun tentu akan diputuskan mati. Bahkan betapapun ia
menyangkal tetapi tentu tetap dituduh sebagai penjahat yang
hendak mengambil jiwa putera tumenggung itu kemarin malam.
Bau harum itu makin memukat keras ketika puteri
tumenggung itu melepas busana, berganti dengan busana tidur
lalu merebahkan diri di atas peraduan. Dan getar2 yang
mendebur jantung Nararyapun makin keras. Sedemikian keras
jantungnya berdetak sehingga buru-buru ia menahan
pernapasan. ”Ah, apabila detak jantungku sampai terdengar
puteri tumenggung itu, bukankah sang puteri akan terkejut dan
memeriksa kolong pembaringan ini?” pikirnya.
“Aku harus mengatur dan menguasai pernapasan” katanya
dalam hati ”untuk mencegah puteri itu mendengar bunyi debur
jantungku”

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

Kolong pembaringan tak cukup tinggi untuk ia duduk maka


terpaksalah ia rebah di lantai. Setelah mengatur pernapasan
maka pikirannyapun berangsur tenang. Malam makin larut.
Suasana dalam dan diluar keputren makin senyap. Ia mulai dapat
mendengar hamburan napas puteri dalam kelelapan tidurnya.
“Tidak, bu, tidak, Savitri tak mau menikah. Aku ingin terus
berada disamping rama dan ibu agar dapat meladeni dan
merawat rama ibu sampai tua .......”
Bukan kepalang kejut Nararya ketika tiba2 ia mendengar suara
orang bicara. Jelas nadanya sama dengan nada yang
didengarnya ketika terjadi kehirukan di keputren tadi. Dan jelas
pula bahwa suara itu amat dekat sekali “Ah, tentu puteri
tumenggung ini yang bicara” ia menduga-duga. Ia heran
mengapa puteri itu bicara. Pada hal jelas saat itu tengah malam
dan tiada orang lain lagi dalam bilik peraduan itu.
“Mengapa Savitri harus menikah? Bukankah ibu dan rama
akan lebih bahagia apabila Savitri tetap mendampingi disini ....”
terdengar pula puteri itu bicara. Agak keras.
Nararya makin terkejut. Tetapi ia mulai menyadari keadaan
hal itu. Diberanikan diri untuk menyiak kain pembaringan.
Sejenak memandang kian kemari, ia tak melihat barang
seorangpun juga. Ia menyurut pula.
“Ah, tetapi Savitri belum memikirkan soal itu, bu. Aku masih
senang seorang diri. Aku masih rindu untuk mengabdikan bhakti
kepada rama dan ibu ... ”
“Ah, jelas puteri ini sedang mengingau dalam tidurnya”
akhirnya Nararya tiba pada kesimpulan demikian ”rupanya
iaterkesan dalam pembicaraan dengan ibunya”
Serempak dengan kesimpulan itu timbullah suatu rencana.
Bahwa orang yang mengingau itu tentu tidur nyenyak sekali. “Ya,
mengapa aku tak berusaha keluar dan meloloskan diri dari bilik
ini?” pikirnya lebih lanjut.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

“Ah, baiklah kutunggu beberapa waktu lagi” tiba2 ia teringat


akan penjaga2 tumenggungan. Ia kuatir penjaga2 itu masih
menjaga rapat diluar keputren. “Tentu mereka masih ingin
menunggu aku keluar dari keputren”
Demikian setelah menimang-nimang, akhirnya ia memutuskan
untuk bersabar beberapa waktu lagi. Menjelang pukul tiga, baru
ia akan keluar. Diperhitungkannya bahwa pada saat seperti itu
para penjaga tentu sudah lelah dan tertidur.
Waktu dirasakan berjalan amat lambat sekali. Namun Nararya
berusaha sekuat mungkin untuk menekan keinginannya.
Malampun merayap-rayap dalam kelarutan. Sunyi senyap di bilik
itu. Yang terdengar hanya hamburan napas puteri yang tidur
nyenyak. Kadang disela oleh cicak yang mendecak-decak di
dinding bilik.
Ia mulai hilang kecemasannya. Disiaknya pula kain alas
pembaringan. Memandang kesekeliling bilik, segera pandang
matanya tertumbuk akan sepasang cicak yang sedang ....”Ah,
kurang ajar sekali binatang itu. Masakan aku bergelut dengan
kecemasan dibawah kolong pembaringan, sepasang cicak itu
sedang memadu kasih”
Memandang akan sepasang cicak yang sedang beradu mulut
seolah berciuman, perasaan Nararya terkenang akan
pengalamannya yang lampau. Dan seketika itu terbayang pula
hari2 bahagia bersama Mayang Ambari. Ia termenung-menung
dalam kenangan yang indah.
“Malam adalah saat yang syahdu bagi insan manusia atau
mahluk yang tahu akan kesyahduan itu. Termasuk sepasang
cicak itu”
Tengah perhatian Nararya melekat pada sepasang cicak yang
sedang bercumbu-cumbuan itu, tiba2 ia menangkap suatu bunyi
yang aneh. Seperti daun gugur di tanah tetapi lebih berat. Kucing
? Ah, hampir serupa dengan itu. Tetapi setelah menunggu
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

sampai beberapa saat, belum juga ia mendengar kucing itu


berbunyi.
Nararya segera mantek-aji atau mengembangkan daya aji.
Mengosongkan pikiran, menghampakan batin dan menyatukan
pancaindera dalam suatu kehampaan bulat. Samar2 segera ia
menangkap suara benda ber-indap-indap menuju ke jendela
”Langkah kaki orang!” serentak indera penyerapannya
memantulkan suatu kesimpulan.
Kesimpulan itu segera menyibak pikiran dan mengguncang
batinnya ”Siapakah pendatang ini ?” pikirnya. Tengah malam
menjelang dinihari, memasuki gedung tumenggungan dan
langsung menyelundup ke keputren, menuju ke bilik kediaman
puteri tumenggung, jelas tentu tak bermaksud baik. Hanya
bangsa maling haguna atau pencuri sakti mandraguna yang
melakukannya. Dan dengan tujuan ke bilik peraduan puteri
tumenggung, tentulah penjahat itu mempunyai tujuan tertentu.
Bukan hanya penjahat biasa yang hendak mencuri harta benda
dan emas picis rajabrana.
“Adakah penjahat itu hendak bermaksud buruk terhadap
puteri?” seketika bangkitlah pertanyaan dalam lubuk hati
Nararya. Dan serentak itu iapun terkait ingatannya akan peristiwa
kemarin malam. Bahwa seorang penjahat telah memasuki
tumenggungan karena hendak membunuh putera tumenggung
Antaka.
“Jika benar penjahat yang malam ini masuk ke tumenggungan
karena hendak bermaksud buruk terhadap puteri tumenggung,
jelas tentu mempunyai tujuan tertentu. Adakah hal itu
mempunyai kaitan dengan pernikahan putera tumenggung?
Ataukah dengan kedudukan tumenggung dalam pemerintahan
Daha ? Ataukah ....”
Tiba2 ia hentikan reka dugaannya karena saat itu terdengar
suara berderit-derit. Ia terkejut. Jelas suara itu berasal dari

Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  
SD.Djatilaksana  Tiraikasih Website http://kangzusi.com/   

jendela sebelah luar. Dan bunyi itu berasal dari kayu jendela
yang tengah diungkit senjata tajam.
“Ah, jelas penjahat itu hendak membongkar jendela” pikir
Nararya. Seketika timbul ingatan untuk menerobos keluar dari
pintu dan menghajar penjahat itu.
“Ah .....” tiba2 selintas pikirannya membantah ”apakah hakku
untuk melakukan hal itu? Bukankah diriku sendiri juga seorang
penjahat dalam anggapan mereka?”
Sesaat kendorlah semangatnya untuk menghadapi penjahat
itu. Tetapi pikirannya masih tetap gelisah. Dan kegelisahan itu
tanpa disadari tertuju pada keselamatan puteri tumenggung.
Puteri yang belum dikenalnya, bahkan bagaimana wajahnya
belum pernah ia melihatnya. Sekalipun begitu, darah
keksatryaannya tetap menggelora, menuntut suatu dharma bakti.
Lalu bagaimana ia harus bertindak ?
Sesaat timbul hasratnya untuk menjagakan puteri itu agar
mengetahui bahwa bilik kediamannya terancam dimasuki
penjahat. Tetapi bagaimana cara ia menjagakan puteri itu?
Tertumbuk pada hal itu, ia bingung. Bagaimana apabila puteri itu
terjaga tiba2 dan serentak melihat dirinya? Bukankah puteri itu
akan terkejut dari menjerit ? Memang dengan cara itu, si
penjahat tentu akan lari ketakutan tetapi bagaimana dengan
dirinya? Bukankah hal itu sama halnya dengan kata orang
'menjagakan anjing tidur'? Anjing yang sudah baik2 tidur lalu kita
bangunkan. Akibatnya anjing itu tentu akan menyalak.
Krakkk .......
Belum sempat Nararya menemukan akal, tiba-tiba
berhamburanlah pikirannya sesaat mendengar daun pintu telah
mulai bergerak-gerak. Dan sebelum ia dapat
memutuskanlangkah,daun jendelapun mulai pelarian-lahan
terentang. Sebelum debar Nararya mereda, muncullah sebuah
wajah hitam. Ia terkejut sekali “Setan?” pikirnya.
Dendam Empu Bharada http://dewi‐kz.inco/  

Anda mungkin juga menyukai