Anda di halaman 1dari 123

Lucid Dream And The Dreamer

Karya
Aliyandro N.P

Orang bilang mimpi itu adalah bunga tidur, bunga yang merefleksikan perasaan
kita. Entah itu sedih, bahagia, takut, marah, benci, maka mimpi itu pun juga seperti itu.
Tetapi ada satu hal yang akan membuatmu tidak ingin berhenti bermimpi, yaitu orang yang
kau cinta.
“Kau tahu bahwa Aku lelah menjadi pangeran di Kerajaan ini?”
“Tentu saja, bahkan kau selalu mengeluh tiap bertemu denganku di sini.”
“Ayahku selalu memerintahkanku untuk membereskan masalah di daerah ...”
“Tunggu, kau tidak perlu melanjutkannya lagi!”
“Kenapa?”
“Karena ini yang ke-9 kalinya kau bercerita tentang itu.”
“Huh, ayolah dengarkan lagi Aku bercerita!”
“Tidak perlu, lebih baik kau bangun sekarang. Bangunlah!”
Ini bukan kali pertama Aku bertemunya di dalam mimpi, ini sudah yang kesekian
kalinya. Tetapi Aku tetap saja tidak mengetahui nama dan siapakah sebenarnya dia. Dia
mengenaliku tetapi Aku tak mengenalinya sama sekali, Aku jadi terlihat bodoh. Ohya, hari
ini sepertinya para pelayan telat membangunkanku. Biasanya jam segini Aku sudah
dipaksa untuk ke ruang utama untuk pembagian wilayah tugas harian.
“Maafkan hamba Pangeran Aaron, hamba telat membangunkan Anda.”
“Tak apa-apa, Aku sudah bangun dari tadi. Aku akan mandi dan bersiap-siap
sekarang.”
“Baik pangeran, hamba akan kembali mengerjakan tugas lainnya.”
“Silahkan.”
Menjadi Pangeran sungguh melelahkan, Aku harus melakukan ini itu dan hal
apapun. Mereka bilang bahwa itu akan menjadi bekal untuk menjadi raja. Arghh sungguh
Aku tidak sanggup lagi dengan itu, Aku agak muak tetapi Aku tidak bisa memungkiri
bahwa Aku akan jadi raja.
Kerajaanku ini, Kerajaan Balde Olveyronn, adalah Kerajaan terkuat di dataran
Knittigs. Aku mempunyai dua adik laki-laki dan satu adik perempuan. Adik laki-lakiku
bernama Bryan de Alter Olveyronn dan Claude de Alter Olveyronn. Sedangkan adik
perempuanku bernama Arin de Watson Olveyronn. Aku dan para adik laki-lakiku telah di
ajarkan cara bertarung sejak dini. Aku yakin, pendidikan yang seperti itu hanya untuk
mempertahankan title Kerajaan terkuat, melihat dari ayahku Arthur de Alter Olveyronn,

1
adalah seorang yang mempunyai harga diri yang sangat tinggi. Sedangkan adik
perempuanku, dia diajarkan ilmu eksakta dan ilmu lainnya agar menjadi seorang wanita
cerdas, hal itu juga karena ibuku Sheryl de Watson Olveyronn, berasal dari keluarga
bangsawan yang cukup cerdas.
“Pangeran Aaron telah datang!”
Hari ini pembagian tugasnya akan lebih berat, karena kami para pangeran akan
bermalam di luar kastel Kerajaan. Mungkin ada sedikit masalah rumit yang mengharuskan
kami bermalam di sana.
“Ada kabar bahwa Kota Roostar di serang oleh Kerajaan Alger, lebih tepatnya di
wilayah barat Kota Roostar. Aaron, pukul mundurlah pasukan mereka! Dan jangan
kembali sebelum wilayah itu benar-benar aman!” Ucap ayahku dengan tatapan tajamnya.
“Baik ayah.” Jawabku dengan tunduk.
Aku dan pasukanku pun langsung menuju wilayah itu. Sesampainya di wilayah itu,
Aku sangat terkejut melihatnya. Sekitar 60% wilayah itu telah hancur, serangan itu tidak
hanya dilancarkan di wilayah barat saja, ternyata serangan itu sangat meluas. Aku pun
mengumpulkan korban selamat dan mengungsikan mereka menuju kota aman terdekat
dengan bantuan pasukanku, sekarang pasukanku hanya tersisa setengah dari yang kubawa.
Aku pun merancang strategi untuk memukul mundur pasukan Alger. Strategiku pun
berhasil mengusir sebagian dari mereka, sekarang pasukan mereka tersisa di wilayah
selatan Kota Roostar. Waktu telah berganti malam, wilayah barat telah aman, sebagian
pasukanku bisa tidur dahulu dan sebagian lagi berjaga. Para pasukanku meminta Aku
untuk tidur terlebih dahulu agar kondisiku prima untuk mengatur strategi. Baiklah, Aku
pun langsung tidur di suatu tempat yang seperti penginapan, dan seketika mulai bermimpi.
“Hei, apa kamu menungguku?”
“Tidak, Aku tahu kau sibuk.”
“Ohya, kita sudah seperti ini sejak lama, dan Aku belum tahu namamu. Jadi,
siapakah kamu?” Tanyaku dengan penasaran.
“Tidak akan lama lagi kau akan bertemu denganku. Dan sekarang, bangunlah!”
Aku langsung bangun berkat ucapannya, dan Aku terkejut melihat ada penyusup di
ruang tempatku tertidur. Aku langsung mengejar dan menangkapnya, beruntung Aku tidak
langsung ditikam olehnya tadi. Aku langsung menginterogasi dia, Aku bertanya dimana
para pasukan Kerajaan Alger yang menyerang Kota Rooster. Dan dia bilang mereka ada di
perbatasan Kerajaan Balde Olveyronn dengan Kerajaan Alger, yaitu di hutan Skandiva.
Namun mereka tidak hanya membawa sekedar pasukan, mereka membawa seluruh
pasukan dari Kerajaannya untuk menyerang Kerajaan kami. Kerajaan mereka adalah
musuh bebuyutan kami, jadi tidak heran bahwa suatu saat mereka akan menyerang kami
secara besar-besaran. Namun Aku tidak menduga bahwa hal itu akan terjadi secepat ini.
Aku langsung mengirim bawahanku untuk menyampaikan kabar ini kepada Raja dan
meminta empat perlima pasukan yang ada di Kerajaan untuk ke sini, dan juga meminta
bantuan pasukan Bryan dan Claude. Penyusup tersebut juga kukirim ke Kastel sebagai
tawanan.

2
**********

Waktu masih menunjukkan tengah malam, kami terpaksa tidak tidur untuk
membangun benteng pertahanan di Sepanjang wilayah Kota Roostar yang masih utuh.
Kami ingin meminimalisir kerusakan yang akan ditimbulkan oleh pasukan Kerajaan Alger.
Di Kota Roostar terdapat beberapa toko perlengkapan senjata untuk pemburu, toko
bebatuan besar, dan toko kayu adam yang merupakan kayu terkuat di dataran ini. Kami
membentuk tembok pertahanan sekaligus senjata pertahanan yang mumpuni dari bahan
yang ada di situ, ini cukup untuk menghalau laju pasukan Alger. Dini hari, ternyata bala
bantuan telah datang. Dan bersamaan dengan itu, pasukan Alger menyerang secara gerilya
dari arah hutan Skandiva. Sebenarnya seperti ada pasukan kecil dari arah selatan Kota
Roostar yang memancing kami ke arah hutan Skandiva.
Aku dan Bryan setuju untuk mengejarnya dan mengadakan pertempuran di hutan,
berhubung kami tidak ingin membuat Kota Roostar lebih hancur. Segera seluruh pasukan
memasuki hutan, kami harus mengejar dengan cepat namun harus tetap waspada. Betul
saja, ada perangkap yang menunggu kedatangan kami. Namun hal itu dapat kami
antisipasi, dan kami pun melaju ke dalam hutan sembari menghancurkan jebakan-jebakan
itu. Hingga ada satu perangkap yang luput dari pandangan kami, perangkap itu menembus
perut Bryan. Bryan bilang bahwa Aku harus tetap maju, dan tak perlu pedulikan dia.
Tertusuknya Bryan, memicu kemarahan Claude. Karena di antara kami bertiga, Claude lah
yang paling sadis jika sudah marah. Kemampuan dia masih di bawahku, tetapi tetap saja
dia cukup kuat.
“Aaron, kau adalah yang tertua di sini. Maka berilah Aku perintah untuk tidak
hanya memukul balik pasukan mereka, tetapi juga menghancurkan Kerajaan mereka.”
“Aku tahu kaulah yang paling sensitif tentang persaudaraan. Hancurkanlah mereka
yang telah melukai Bryan!” Titahku yang juga ada sedikit geram.
“Baik!” Jawabnya dengan nada dingin.
“Kau jangan sampai mati!”
“Tidak akan!”
Pasukan Claude sekejap bergerak dengan sangat cepat menembus pasukan Alger.
Aku juga tidak menyadari bahwa pasukan Alger ternyata telah mengepung kami.
Pertempuran tumpah begitu saja, Bryan yang terluka pun tak sempat kami evakuasi. Bryan
terpaksa melarikan diri sendiri dalam keadaan penuh darah. Kami bertempur dengan
keadaan sedikit terpojok.
“Jangan biarkan mereka meremehkan kekuatan kita!” Teriakku.
“Siap!”
“Kau terlalu optimis Aaron de Alter Olveyronn! Kau tahu kenapa kami hanya
menyerang kalian dan tidak langsung menyerang kastel Balde? Karena tujuan utama kami

3
adalah membunuh 3 pangeran Balde.” Ujar pemimpin pasukan Alger, Bosch de Lawrence
Alger.
“Kau kira kami para pangeran selemah itu?” Tanyaku penuh amarah.
“Kalian memang lemah, bahkan salah satu dari kalian terkena jebakan bodoh kami,
haha.”
“Akan kubunuh kau, brengs*k!”
Kami bertempur dengan sekuat tenaga, dengan dendam yang dimiliki masing-
masing. Saling menebas, menikam, memukul, dan membunuh. Aku bertarung melawan
Bosch. Jujur saja, ia cukup kuat. Aku terkena sedikit goresan dari pedangnya di pipiku.
Tetapi Aku juga mampu menusuk perut sebelah kirinya. Hingga akhirnya Aku dapat
membuatnya bertekuk lutut di hadapanku.
“Kau lupa? Tujuan kami adalah membunuh 3 pangeran Balde. Artinya bukan hanya
kau dan Bryan yang menjadi target. Kami pun telah menyiapkan kejutan untuk Claude,
hahaha.” Ujarnya dengan bangga.
Aku langsung bergegas mengejar Claude. Pertarunganku dengan Bosch
berlangsung cukup lama karena mereka tidak membiarkan Aku bertarung satu lawan satu
dengannya. Dan itu juga berarti bahwa Claude telah jauh memasuki wilayah Alger. Aku
menembus pasukan Alger dengan sekilas, ada sekitar ratusan prajurit yang telah Aku tebas.
Aku tidak peduli dengan itu, yang sekarang Aku rasakan adalah kemarahan dan
kekhawatiran yang cukup memuncak.
Aku berpacu dengan salah satu kuda dari prajurit Alger. Dan ketika Aku sampai di
depan kastel Alger, Aku terkejut dan merinding. Ada sekitar tiga perempat pasukan Claude
yang telah tumbang. Aku menuju ke dalam kastel, dan aku lihat juga beberapa prajurit
Alger yang tergeletak. Dan dari jauh Aku melihat Claude yang di sekujur tubuhnya
terdapat bekas tebasan, di pipi, di dada, di lengan, di paha. Aku sangat marah dan Aku tak
sadar apa yang Aku lakukan saat itu, penglihatanku menjadi gelap secara tiba-tiba.

**********

Tubuhku terasa sangat panas, namun Aku tak tahu apa yang terjadi pada diriku
sendiri. Samar-samar Aku sedikit melihat bahwa Aku memasuki suatu ruangan dan
menikam seorang wanita yang ada di ruangan itu. Rasa panas itu perlahan menghilang
hingga Aku sadar dan terkejut menyaksikan itu. Aku menusuk punggung dari wanita yang
sering kutemui selama ini.
“Ada ramalan bahwa dataran knittigs akan hancur oleh beberapa pangeran dari
Kerajaan Balde. Ramalan tersebut muncul pada dinasti kedua Balde, yaitu dinasti Balde
Evezia. Maka setiap pergantian dinasti di Kerajaan Balde, Kerajaan kami selalu
membunuh salah satu pangeran terkuatnya dahulu, lalu pangeran-pangeran lainnya.
Sampai sekarang hal tersebut kami lakukan, demi mencegahnya kehancuran dataran

4
knittigs. Dan kini dengan tertikamnya Aku, adalah tanda keselamatan seluruh Kerajaan di
dataran Knittigs.” Ucapnya.
“Hhh, kau ... Ke, ke, kenapa kau yang tertusuk olehku? Aaa Aku ... Apa ... Apa
yang Aku lakukan?” Ujarku dengan ketakutan.
“Aku tadi bilang bahwa kita akan bertemu, dan sekarang kita bertemu, untuk yang
kedua dan terakhir kalinya.”
“Tapi kenapa kamu yang hanya mimpiku, bisa ada di sini?” Teriakku.
“Aku bukan hanya mimpi, Aku adalah putri dari Kerajaan Alger, Athanasia de
Warrant Alger.” Jawabnya yang telah bersimbah darah.
“Ta, ta, tttt, tapi bagaimana kau bisa ada dimimpiku?” Tanyaku yang terbata-bata.
“Aku menggunakan kekuatanku untuk bertemu denganmu. Cerita-cerita yang kau
sampaikan padaku, semua itu adalah skenarioku. Aku selalu hadir di mimpimu, bukan
hanya sekedar mampir. Tetapi Aku bertujuan untuk menghentikan dirimu. Tetapi seiring
kita bersama, Aku pun jatuh cinta padamu. Dan kau tahu? Mimpi-mimpimu yang
bersamaku dan semakin sebentar mimpi tersebut, itu juga termasuk skenarioku. Agar tidak
ada luka saat Aku benar-benar meninggalkanmu. Dan jangan khawatir tentang dataran
Knittigs, dengan ini sudah aman.” Jelasnya yang semakin kecil suaranya.
“Lalu apa hubungannya diriku dengan dataran Knittigs?” Tanyaku.
“Di dalam dirimu ada Iblis yang bersemayam. Dia adalah Baal dan Beljane.
Merekalah yang ada di ramalan Knittigs, mereka membawa kehancuran di dataran
Knittigs, dan konon katanya pedang terkuat, pedang Xavierus pun tidak mampu
melawannya. Baal dan beljane memang tidak bisa dikalahkan di segi kekuatan. Tetapi bisa
disegel dan dihapus oleh kekuatanku, kekuatan Dewi Diana, dengan syarat sang Iblis
tersebut harus menyentuh darahku. Ohya, Aku juga menyadari bahwa kau adalah pemilik
Iblis karena kejadian 20 tahun lalu. Saat itu kita pertama kali bertemu, kau yang masih
berumur 5 tahun dapat mengalahkan dua beruang. Dan ekspresimu saat itu, jelas bukan
sembarang ekspresi, seperti seorang Iblis.” Jelasnya lagi.
“Ba, bahkan pedang milik ayahku pun tidak dapat mengalahkannya? Dan ah, aa aaa
Aku ingat kita pernah bertemu, sa sa' saat itu Aku sedang berlatih melawan beruang
dengan ayahku. Tetapi kau tiba-tiba muncul di hadapan kami. Dan Aku menolongmu dari
para beruang itu.” Ungkapku yang sudah tidak bisa menahan sedih.
“Akhirnya kau ingat itu, jangan lupakan Aku lagi ya. Maaf Aku telah melukai
perasaanmu karena ini. Aku tak menyesal terbunuh olehmu, yang Aku sesalkan adalah jika
Aku tidak dapat menyelamatkanmu.” Ucap kata-kata terakhirnya sebelum ia meninggal.
“Maafkan Aku, maaf, maaf, maaf!” Tangisku.

**********

5
Aku kembali ke kastel Balde, sesampainya di sana Aku menceritakan semua
kejadian itu. Aku memberi tahu kepada mereka tentang ramalan itu. Alangkah terkejutnya
Aku, ternyata mereka semua telah mengetahui itu. Mereka sengaja mempertemukanku
dengan Athanasia. Dan Aku juga baru mengetahui kebenaran bahwa Alger itu adalah
aliansi kita, bukan musuh bebuyutan kita. Mereka membangun mindset itu agar
skenarionya dapat berjalan dengan lancar. Skenario terbaik yang diciptakan oleh
Athanasia, dan juga Arin. Memang wajar kalau ada Arin dibalik semua kejadian ini, karena
saat ini dia adalah wanita tercerdas di dataran Knittigs.
Aku melihat Bryan dan Claude memasuki ruangan utama, katanya mereka telah
diceritakan oleh para pelayan tentang ramalan itu. Tetapi mereka bingung, karena pada
ramalan disebutkan bahwa 3 pangeran dengan Iblisnya masing-masing akan
menghancurkan dataran knittigs. Hal yang sudah diketahui dan terjadi adalah Aku
memiliki 2 Iblis, yaitu Baal dan Beljane, mereka telah dihapus oleh Athanasia. Dan Arin
mengucapkan bahwa tidak ada Iblis pada Bryan dan Claude. Artinya ramalan tersebut
sedikit meleset.
Setelah kebingungan itu teratasi, Claude mulai menceritakan apa yang terjadi di
kastel Alger saat Aku kehilangan kesadaran. Katanya, tubuhku mengeluarkan api hitam
dan ungu. Api hitam membakar tubuhku sebelah kiri, api ungu membakar bagian
kanannya. Pedangku mulai terselimuti api merah yang sangat pekat, seperti api dari neraka.
Aku menebas semua penghuni kastel Alger, bahkan Aku menghancurkan tiap sisi dan
mengejar satu wanita yang kabur ke dalam suatu ruangan di kastel Alger.

**********

Malam-malamku terasa lebih sunyi, Aku yang merasa kehilangan, mimpiku yang
kosong tanpa sosok dirinya, hanya gelap yang kurasa. Memang benar yang orang bilang,
mimpi itu adalah bunga tidur, bunga yang merefleksikan perasaan kita. Entah itu sedih,
bahagia, takut, marah, benci, maka mimpi itu pun juga seperti itu. Tetapi ada satu hal yang
akan membuatmu tidak ingin berhenti bermimpi, yaitu orang yang kau cinta. Ya, Aku
memang tidak ingin berhenti memimpikannya, tetapi fakta memutuskan untuk Aku tidak
memimpikannya lagi. Hingga pada suatu malam, Aku dapat bermimpi lagi. Mimpi yang
jauh berbeda dari sebelumnya. Mimpi yang sangat mencekam.
“INI BELUM BERAKHIR, INI BARU SAJA DIMULAI!” Ucapnya dengan nada
berat, sosok merah yang seperti asap itu.
“Apa maksudmu?” Tanyaku lugu.
“TAK LAMA LAGI, TERLUKANYA DOMBA ITU AKAN
MEMBANGUNKANKU, MAKA TERCIPTALAH AWAL DARI KEAKHIRAN.”
Ujarnya dengan sangat seram.
Aku langsung terbangun dari mimpiku, Aku duduk dengan napas yang terengah-
engah. Aku memikirkan semua yang ia katakan. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang
6
dia ucapkan. Perlahan, sangat perlahan, Aku menyadari sesuatu. Baal dan Beljane muncul
karena Bryan dan Claude tersakiti begitu parah dihadapanku. Sedangkan di ramalan Iblis
itu ada 3 di masing-masing pangeran, jika Aku mengartikannya dan memahaminya secara
mendalam, itu berarti Iblis itu bukan berada di masing-masing pangeran, pangeran lain
hanya menjadi pemicunya dan Aku menjadi tempat munculnya. Dua Iblis telah terpicu
kemunculannya dan masih ada satu lagi Iblis yang belum muncul. Kalau Aku menjadi
pemicu Si Iblis terakhir, itu tidak mungkin. Karena selama ini tubuhku tersakiti tidak
terjadi apapun. Berarti kemungkinan terakhir adalah Arin. Dia akan menjadi pemicu Iblis
terkuat dan terlicik ini, Bellatrix.

“Je suis désolé, Athanasia.”

7
Peraih Mimpi
Karya
Anis Fitria
Aku tinggal di sebuah desa di ujung pulau Kalimantan. Keluargaku hidup dengan
sangat sederhana. Maklum saja, Ayahku hanya seorang buruh tani dan Ibuku hanya
seorang ibu rumah tangga. Aku anak sulung dari tiga bersaudara. Di tengah-tengah kondisi
ekonomi keluargaku yang rendah, Aku dan kedua adikku masih bisa tetap bersekolah. Aku
saat ini duduk di bangku SMA kelas 3 sedangkan, adikku yang kedua kelas 1 SMP dan
yang terakhir, kelas 4 SD. Ayahku itu sangat ingin semua anak-anaknya bisa mengenyam
pendidikan dan menjadi orang yang sukses di masa depan.
“Kalian itu harus berjuang untuk jadi orang yang sukses supaya tidak
direndahkan oleh orang lain seperti Ayahmu ini.” Pesan Ayahku.
Menjadi anak sulung dan mempunyai dua orang adik yang masih kecil ini, menjadi
beban bagiku. Aku harus bisa merubah nasib keluargaku. Aku harus bisa mengangkat
derajat kedua orang tuaku. Aku bertekad harus bisa menjadi orang yang sukses dengan
kerja kerasku. Sebentar lagi, Aku akan lulus SMA dan Aku sangat bingung ingin menjadi
apa, Aku ini? Jujur, aku masih ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi
tetapi, apakah bisa disaat Ayahku yang hanya seorang buruh tani, dan aku masih
mempunyai dua orang adik yang masih kecil dan masih bersekolah. Aku tidak boleh egois.
Aku harus kerja untuk membantu membiayai sekolah kedua adikku. Mereka berdua harus
bisa sekolah setinggi-tingginya. Bila nanti Aku tidak bisa merasakan bangku perkuliahan
setidaknya, kedua adikku bisa menjadi sarjana, Tetapi, pekerjaan apa yang harus
kulakukan? Aku tidak punya keahlian khusus dan zaman sekarang mencari pekerjaan
memangnya gampang? Susah bukan? Mana ada lowongan yang menerima orang yang
pendidikannya hanya sampai bangku SMA saja? Kalaupun ada, pasti sangat sulit
menemukannya. Sudahlah aku sebaiknya tidur saja, hari sudah semakin larut malam.
Hari ini merupakan hari pertama Ujian Nasional SMA diselenggarakan. Hari yang
ditunggu-tunggu murid SMA selama tiga tahun ini sudah ada di depan mata. Semuanya
sudah Aku persiapkan dari jauh-jauh hari dan tidak ketinggalan restu dari kedua orang tua
pun sudah aku kantongi. Restu dan doa dari kedua orang tua lah yang sangat penting
karena, rida Allah swt adalah rida orang tua. Semoga hasilnya nanti, aku bisa lulus dengan
hasil yang membanggakan.
Hari demi hari berlalu. Tibalah hari dimana pengumuman kelulusanku dan hasil
ujianku diumumkan. Pagi-pagi sekali aku sudah tiba di sekolah dan menunggu namaku
untuk disebutkan. Aku menunggu dengan perasaan cemas, khawatir kalau-kalau hasilnya
nanti tidak memuaskan atau bahkan tidak lulus.
“Bella Ayuningtyas.” panggil Ibu guruku. Aku yang mendengar namaku disebut, lantas
mendekatinya yang kukenal bernama Bu Dewi itu.
“Bagaimana Bu, hasilnya?” Tanyaku.
“Selamat yaa, kamu dinyatakan lulus dengan hasil yang memuaskan. Kamu
mendapat nilai Ujian Nasional dengan rata-rata nilai tertinggi di sekolah ini.
8
Oh iya, kamu juga mendapat beasiswa untuk kuliah. Apa kamu berminat
mengambilnya?”. Jawab Bu Dewi dengan bangganya.
“Terima kasih ya Bu, semua juga berkat didikan dari Bu Dewi yang telah
membantu saya selama ini. Jasa-jasa ibu tidak pernah saya lupakan. Untuk
beasiswa tersebut, nanti akan saya diskusikan dahulu dengan orang tua saya
Bu. Terima kasih banyak Bu.” Kataku sambil bersalaman dengan Bu Dewi.
“Iya sama-sama. Oh seperti itu, yasudah sukses selalu ya.” Ujar Bu Dewi.
Setelah mengucapkan terima kasih kepada Bu Dewi, aku pun langsung bergegas
pulang untuk memberitahukan kepada Ayah dan Ibu bahwa, Aku dinyatakan lulus dengan
nilai yang sangat memuaskan. Aku sangat bersyukur atas keberhasilanku ini. Pasti Ayah
dan Ibu bangga akan keberhasilanku ini. Sesampainya di rumah Aku langsung menemui
Ayah dan Ibuku.
“Ayah!, Ibu!, Aku lulus! Lihat ini!” Kutunjukkan hasil pengumuman
kelulusanku.
“Lihatlah, Aku lulus dengan hasil yang memuaskan. Aku berhasil mendapat
nilai Ujian Nasional tertinggi di sekolahku.” Ujarku.
“Alhamdulillah, Nak Ayah dan Ibu bangga padamu.” Ujar Ayahku.
“Betul, Ibu juga bangga padamu, Nak.” Ujar Ibuku.
“Ayah, Ibu, ada yang ingin Aku bicarakan. Kata Bu Dewi, Aku
mendapatkan beasiswa untuk kuliah. Bagaimana menurut Ayah dan Ibu?”
Tanyaku.
“Alhamdulillah, tetapi kalau kamu kuliah, apakah tidak membutuhkan biaya
juga meskipun, mendapat beasiswa? Lalu, dari mana Ayah bisa
mendapatkannya?”
“Yah, Aku akan kuliah sambil bekerja paruh waktu untuk membiayai
keperluan kuliahku sendiri. Izinkan aku untuk mengambil beasiswa itu.
Yah, bukankah kita harus berjuang untuk meraih kesuksesan? Dengan Aku
yang nantinya akan mendapat gelar sarjana, Aku akan mudah mendapatkan
pekerjaan yang enak dengan gaji yang tinggi. Aku bisa mengangkat derajat
keluarga kita ini dan membantu menyekolahkan adik-adikku nanti.”
“Ayah akan selalu mendoakan dan mendukung apapun yang kamu pilih,
Nak. Semoga kamu nantinya bisa menjadi orang yang berpendidikan dan
sukses menggapai semua impianmu nanti supaya tidak merasakan apa yang
Ayah rasakan selama ini.”

9
True Love
Karya
Avrilya Dwi Ananda

Perkenalkan namaku Elvina. Aku seorang pelajar SMA. Kali ini aku akan
menceritakan tentang kisah cinta pertamaku.
Tiga tahun berlalu,
Namun, kenangan pada masa-masa itu masih tersimpan rapi di dalam hati ini.
Bagiku, tiga tahun bukanlah waktu yang singkat untuk melupakanmu. Telah banyak yang
sudah kulakukan agar aku tak mengingatmu lagi. Bahkan sudah kucoba untuk mencari
penggantimu. Namun, nyatanya semua tak berhasil mengubah perasaanku untukmu.
Sejak awal masuk kelas 8. Tepatnya saat aku duduk dibangku 2 SMP. Ada seorang
lelaki yang menarik perhatianku. Sifatnya yang cuek dan misterius itu justru menjadi daya
tarik bagi kaum hawa, termasuk aku. Semakin hari, rasa ingin tahuku tentangnya semakin
kuat. Dan lelaki itu bernama Alvaro.
Pada awalnya, aku tak mengenal dia. Tetapi karena aku dan dia dipertemukan untuk
menempati satu kelas yang sama. Lama-kelamaan pun kita menjadi akrab. Bagiku, Alvaro
adalah sosok pria yang sangat baik. Kapan pun aku membutuhkannya, dia selalu ada
untukku. Sehingga tak sedikit orang yang mengira bahwa aku dan dia berpacaran.
Tak kusangka, bahwa semakin dekat antara aku dan dia. Semakin aku menyukainya.
Rasa kagumku berubah menjadi rasa suka. Dia bukanlah seorang artis. Dia hanyalah
seorang siswa cerdas nan berkharisma. Ia pun juga ahli di bidang teknologi dan
permusikan.
Tetapi, bisa dibilang aku tidak terlalu memperlihatkan diri bahwa aku sungguh
menyukainya sejak awal aku bertemu dengannya. Dan pada akhirnya, Alvaro pun
mengetahui perasaanku.
Singkat cerita..
Setelah Ia mengetahui bahwa aku menyukainya. Ia secara perlahan mendekatiku.
Setiap hari, kita berbincang tentang apapun itu melalui via chat. Entah membicarakan
tugas ataupun hal yang tak penting sekalipun. Saat aku melakukan suatu kegiatan apapun
itu, tak lupa Ia selalu menyemangatiku. Dia memang laki-laki yang selalu membuatku
nyaman jika berada di dekatnya. Dan dia banyak mengajarkanku tentang hal pengorbanan,
tanggung jawab, dan selalu mengajarkanku arti kedewasaan.
Waktu pun berlalu,
Tiba saatnya aku dan dia berpisah. Aku memilih untuk melanjutkan pendidikanku
ke jenjang SMA. Dan dia memilih untuk melanjutkan pendidikan ke SMK. Di hari
perpisahan dan kelulusan sekolah, perasaanku terasa sangat hancur dan hampa.

10
Malam pun datang..
Penuh dengan kesunyian. Kupandangi bingkai putih yang berada di tepi tempat
tidurku. Lalu, aku pun tersenyum ketika aku menatap benda yang tersembunyi di dalam
bingkai tersebut. Bukan sebuah lukisan ataupun foto. Melainkan hanyalah sebuah kertas
lusuh. Ya, kertas catatan yang pernah ku robek dari buku miliknya 3 tahun yang lalu, yaitu
pada saat perpisahan SMP.
Bahkan robekan catatan itu aku ambil secara diam-diam. Hanya karena untuk
mengingat kenangan indah bersamanya pada masa-masa itu. Aku kembali tersenyum saat
melihat robekan kertas tersebut. Dan aku pun sangat percaya, jika suatu saat nanti kita pasti
akan dipertemukan kembali.
Aku mengeluarkan kertas robekan tersebut dari bingkainya. Kupeluk dengan mesra,
ku ajak kertas tersebut tertawa dan berdansa bersamaku. Sangat gila, konyol memang.
Setelah puas dengan kegiatanku tersebut, aku kembali meletakan kertas tersebut ke dalam
bingkai di atas meja belajarku.
Dan...
Syuuutttt.....
Angin pun bertiup menerbangkan kertas tersebut keluar jendela dan terjatuh di
pekarangan. Dengan sigap aku bergegas menuju pekarangan dan mengejar kertas itu.
Karena hanya kertas itulah satu-satunya benda yang dapat membuatku untuk mengingatnya
selalu.
Saat aku hampir mendapatkannya, angin pun kembali berhembus sangat kencang
menerbangkan kertas tersebut. Aku sempat kesal. Akhirnya aku kejar kembali kertas
tersebut. Ketika aku ingin mengambilnya, kertas tersebut terinjak oleh seseorang. Dan
orang itu kemudian mengambil kertas tersebut. Aku masih menatap jalanan nan berdebu
dengan kesal dan sedikit terbawa emosi.
“Jadi dari tadi kamu yang mengejar kertas ini ya?” ucap seseorang tersebut. Suara
bariton yang aku kenali, kemudian aku pun mendongak ke atas dan menatap wajah dari
sang pemilik suara itu.
DEG..
“Dia.. Dia kan pemilik kertas yang aku robek itu? Al... Alvaro?? Cowok keren dan
cerdas itu? Bagaimana bisa dia ada disini?” tanyaku dalam hati.
“Ma.. maaf. Aku sebenernya pernah ngerobek kertas kamu Al dari bukumu secara
diam-diam.” Jawabku dengan nada gugup.
“Oooh.. gak apa-apa kok Vin. Beneran deh gakpapa. Karena aku juga sering foto
kamu diam-diam waktu itu.” Jawab Alvaro sambil tertawa pelan.
“Foto?? Diam-diam?’ jawabku terkejut.
“Lebih baik kita bernostalgia di taman aja yuk!” ucapnya sambil menarik tanganku
ke taman.

11
Aku pun sangat tak percaya dengan apa yang kulihat dan kurasakan saat ini. Fotoku
ternyata selama ini ada di dompet Alvaro.
“Aku dulu suka banget sama kamu, Elvina.. Karena kamu adalah satu-satunya cewek
yang sangat cuek di kelas dan aku sangat menyukai itu” ucapnya sambil tersenyum.
“Dulu aku berharap bisa jadi pacar kamu. Tapi apa daya, dekat denganmu saja sudah
gemetar dan membuatku bulu kudukku berdiri. Apalagi bisa berbincang hal banyak
denganmu seperti saat ini. Dan aku tau kok, kalau kamu yang udah pernah robek kertas
catatan aku kan? Cuman aku pura-pura enggak tau aja, haha. Aku seneng banget kalau
kamu waktu itu merobek kertas ini. Karena itu berarti, kamu juga suka sama aku kan?
Hayoo ngaku deh!” ucap Alvaro sambil tersenyum malu.
“Jujur aku bingung mau ngomong apa”
“Kamu percaya enggak dengan true love ?” Alvaro kembali bertanya.
“True Love ?? Memangnya ada apa?” tanyaku
“Mulanya aku ragu, tetapi malam ini aku sangat percaya kalau true love itu benar-
benar ada. Dan true love nya udah aku temuin nih, sekarang ada di hadapan aku. Aku suka
sama kamu Elvina..” ucap Alvaro
“Will you be my True Love, Elvina?” tanyanya.
“Apakah dia menyatakan perasaannya kepadaku??” ucapku dalam hati.
Dan tanpa sadar pun, aku mengatakan “Yes I will”

Percaya atau tidak, itulah faktanya.


Cinta sejati akan datang dengan sendirinya
Sejauh apapun, cinta sejati akan mencari jalannya lagi dan lagi untuk kita temukan
Kini, aku dan dia pun sudah jadian, yeayy!

12
Misteri Pohon Beringin
Karya
Bagus Bimo A.

Nama saya Bimo seperti biasanya saya dan teman-teman saya yaitu Ilham, Arif,
Agung, Leo dan Dhimas ingin bermain bola di lapangan dekat dengan rumah Dhimas,
biasanya kami bermain selepas ashar, di dekat lapangan itu terdapat sebuah pohon yang
masyarakat bilang itu pohon keramat karena sudah puluhan tahun usianya, walaupun
pohon tersebut bisa membuat bulu kuduk merinding kami selalu mengabaikannya supaya
kami tidak takut ketika bermain bola di sini.
Ketika kami sedang bermain bola, kami membagi dua tim, tim pertama saya, Ilham
dan Arif dan tim kedua beranggotakan Dhimas, Agung dan Leo. Ketika Dhimas
menyerang tim saya dia hampir membuat gawang saya kebobolan yang di jaga oleh Arif,
Dhimas menendang bola tersebut sangat keras sehingga bola tersebut keluar dari lapangan
dan terpental hingga ke bawah pohon tersebut.
Setelah bola tersebut terpental, kami pun bertengkar karena siapa yang akan
mengambil bola tersebut karena Dhimas tidak mau mengambilnya. Dan akhirnya kami
memutuskan untuk hompimpa, setelah hompimpa ternyata yang terpilih untuk mengambil
bola tersebut adalah Ilham. Kemudian dia bergegas mengambil bola tersebut yang berada
di dekat pohon beringin tersebut, sesampainya di sekitar pohon beringin tersebut ia
merasakan aura yang aneh seperti aura di daerah perkuburan.
"Duh... bolanya mana ya? mana hawanya jadi ga enak begini, aku harus segera
bergegas untuk keluar dari tempat ini." Kemudian Ilham menemukan bola itu di dekat akar
pohon yang menjuntai panjang ke permukaan tanah, "nah itu dia bolanya." ketika Ilham
ingin mengambil bola tersebut tiba-tiba muncul sesosok wanita tua berambut panjang
berdiri persis di depan dirinya "Aaaaaaaaaa.... Setaaannnn!!!." Kemudian Ilham pun
bergegas mengambil bola tersebut kemudian lari dengan sekencang-kencangnya. Lalu
kami pun terkejut mendengar suara teriakan Ilham yang langsung berlari ke arah kami
yang sedang menunggu dia mengambil bola, kamipun bertanya kepadanya "ada apa
ham!?" Ilham berlari keluar dari daerah itu dengan wajah yang panik dan sambil berlari
meninggalkan kami. Dia pun menjawab " Laarriiiiii..!! Ada setaaannnn!!" Kami pun
langsung berlari ke rumah masing" karena waktu juga sudah hampir maghrib.
Keesokan harinya di sekolah, kami membahas kejadian yang telah dialami Ilham
tentang sesosok wanita tua berambut panjang tersebut. Leo bertanya pada Ilham "Ham
emangnya benar yang kamu lihat itu wanita tua berambut panjang ?." Ilham pun menjawab
"iya aku melihat dengan mata kepalaku sendiri." Leo kembali bertanya "Memangnya iya ?
Setahuku di pohon tersebut tidak ada apa-apa." Agung pun ikut menambahkan "iya
setahuku pohon tersebut tidak ada apa-apa, ya memang pohon tersebut sudah puluhan
tahun usianya." Arif tiba-tiba datang menghampiri kami "ada apa ini ramai-ramai ?."
Dhimas menyaut "kita lagi bahas yang kejadian kemarin sore." Arif pun mengangguk

13
sambil berkata "ooohhh..." Setelah itu saya membuat ide untuk memastikan apa yang
Ilham lihat "Hmm... bagaimana kalau nanti malam kita lihat apakah benar di sana ada
penunggunya" "Aku setuju." Arif mengiyakan "oke nanti selepas maghrib kita kumpul di
rumah Dhimas."
Senjapun tiba, saya bersiap untuk memeriksa pohon tersebut apakah benar ada
sesosok wanita tua berambut panjang di pohon tersebut. Saya menyiapkan beberapa alat
yang diperlukan seperti senter dan kentungan siapa tahu bila wanita tua berambut panjang
tersebut muncul aku bisa langsung memukul kentungan ini untuk memberitahu warga
karena memang saya orangnya penakut sekali. Setelah itu saya bergegas ke rumah Dhimas,
sesampainya di sana sudah ada Leo, Arif dan Agung, yang belum Datang hanya di Ilham
entah apakah dia akan datang atau tidak karena mungkin dia masih trauma kejadian
kemarin.
Setelah sekian lama kami menunggu, Ilham pun tak kunjung datang akhirnya kami
memutuskan untuk pergi terlebih dahulu. Setelah sampai di sana, kami langsung membagi
2 tim. Tim 1 beranggotakan Leo, Dhimas dan Agung dan tim dua hanya saya dan Arif,
setelah membuat tim kami pun berpencar mengelilingi daerah itu tetapi kami belum berani
mendekat ke pohon tersebut. Ketika saya dan Arif sedang berkeliling saya merasakan
seperti ada yang sedang mengawasi kita berdua tetapi saya hiraukan. Setelah beberapa saat
saya melihat ada bayangan hitam berbentuk wanita tua dengan tubuh sedikit membungkuk
tetapi saya hiraukan karena teman saya Arif belum melihat bayangan itu, karena saya
penasaran saya arahkan senter saya ke arah bayangan tersebut, betapa terkejutnya saya
melihat sesosok wanita tua berambut panjang tersebut sedang membelakangi saya dan tiba-
tiba wanita tua itu langsung menghadap ke arah saya "Aaaaaaaaa.....setaaaannnn...!!" Dan
saya mengucapkan apa yang Ilham ucapkan ketika melihat sosok tersebut dan seketika
saya lari terbirit-birit meninggalkan Arif sendiri di daerah itu.
Setelah itu saya lari tanpa melihat arah manapun dan tiba-tiba *duuaarr... "aduuhhh...
Kamu kalo lari lihat-lihat dong Bim sakit tau." Kata Dhimas "iyaa memangnya ada apa sih
kamu sampai lari terbirit-birit begitu ?." Tanya Agung "a aa anu tadi aku kan sama Arif
sedang keliling-keliling di sekitar pohon itu, nah aku ga sengaja melihat bayangan hitam di
bawah pohon beringin itu, nah karena aku penasaran aku sorot deh bayangan itu pakai
senter yang ada di tanganku ternyata itu adalah sosok wanita tua berambut panjang
penunggu pohon tersebut yang sedang membelakangiku tiba-tiba dia langsung berbalik
arah melihat ke arah ku dengan mata merah dan senyumnya yang menyeramkan aku pun
langsung lari meninggalkan daerah itu." Jawab saya "Ohh.. eh si Arif mana ?." Tanya Leo
"oh.. iya Si Arif mana Bim ?" Tanya Dhimas dan Agung "astagfirullah jangan-jangan dia
tertinggal di daerah itu." Jawab saya "yasudah bagaimana kalau kita cari dia ketempat
itu ?." tanya Agung "baiklah ayo cepat kita bergegas!" jawabku
Setelah itu kami mencari keberadaan Arif yang masih berada di tempat itu. Setelah
lama mencari Arif tak kunjung ketemu akhirnya kami berempat meminta bantuan para
warga untuk mencari Arif yang mungkin dibawa oleh penunggu pohon itu, akhirnya saya
meminta bantuan warga dan yang lainnya menunggu di rumah Dhimas yang kebetulan
berada tak jauh dari tempat tersebut. Tak berapa lama saya dan para warga datang beramai-
ramai ke rumah Dhimas untuk mencari keberadaan Arif, kamipun bergegas langsung
menuju lokasi hilangnya Arif. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 10 malam tetapi

14
Arif tak kunjung ketemu, tetapi kami tak putus asa kami terus mencari-cari kemanapun
bahkan saya diluar lokasi tersebut. Tak lama kemudian Ilham datang bersama pak Ustad
Anwar, kamipun berhenti mencari dan berkumpul sebentar di rumah Dhimas untuk berdoa
bersama.
Setelah berdoa, kamipun melanjutkan pencarian untuk mencari keberadaan Arif dan
tak lama usaha dan doa kami pun berhasil. Arif ternyata berada di dahan pohon beringin itu
dengan di sampingnya sesosok wanita tua berambut panjang tersebut dan akhirnya kami
berdoa bersama di bawah pohon beringin tersebut yang dipimpin langsung oleh ustad
Anwar supaya penunggu pohon itu bisa segera pergi meninggalkan pohon itu dan supaya
pohon itu tidak dijadikan tempat musyrik oleh masyarakat. Setelah itu kamipun dan para
warga dan juga pak ustad meninggalkan lokasi tersebut dan keesokan harinya daerah
tersebut diberi kawat berduri supaya tidak ada yang bermain dan berbuat kemusyrikan di
tempat tersebut.

15
Desiderium
Karya
D. Kirana S.A.

Sigdal, Buskerud, 02 April 1990.

Desa Eggedal.
Daerah berlembah yang terbentang luas dari Gunung Andersnatten ke utara Hallingdal,
bersebelahan dengan Gunung Norefjell yang ekstensinya di arah timur sana terlihat jelas.
Meski sudah mulai memasuki musim semi, pada saat itu puncak Norefjell masih saja
berselimut dinginnya salju musim dingin lalu. Begitu pula dengan dataran berlembah kami;
hijaunya rumput dan hamparan bunga beraneka warna belum menampakkan diri untuk
menyambut datangnya si musim panas ini. Semuanya terlihat putih sejauh mata
memandang.
Di dataran terendah lembah Eggedal, berdekatan dengan bagian ujung utara Danau
Solevatn, di sanalah Nedre Eggedal berdiri; bukan sebuah desa kecil yang memiliki daya
tarik tersendiri sebagai objek wisata, melainkan tempat persinggahan para turis dan
perantau sebelum mereka melanjutkan perjalanan ke kota selanjutnya. Cuman desa kecil di
pinggiran danau, kata orang. Tidak lebih dari itu.
Hanya saja, yang demikian tidak berlaku bagiku sekarang. Nedre Eggedal akan selalu
menjadi bagian penting dari ingatanku.
Kala itu, aku–seorang bocah naif yang baru saja menginjak usia 7 tahun–sangat
mengagumi ayahku. Beliau adalah seorang pengemudi taksi yang berpangkalan di kota
Stavanger, pusat administratif provinsi Rogaland yang berjarak kurang lebih 500 kilometer
dari Eggedal. Oleh karena itu, akan sangat melelahkan baginya jika harus pulang ke rumah
setiap hari, meski sebenarnya shift-nya tidak lebih dari 8 jam. Terkadang ia harus
menghabiskan malam-malam panjang di pinggir jalan hingga fajar menyingsing.
Tidak satu hari pun berlalu tanpa aku bertanya,
“Ibu, Ayah kapan pulang?”
Saat itu, ibu hanya bisa tersenyum lemah sambil mengacak-acak rambut hitamku.
“Bersabarlah. Ayah pasti akan pulang besok.”
Jawaban klasik yang ia lontarkan padaku itu setiap kali aku menanyakan soal ayah tidaklah
lebih dari sekedar penghiburan untukku. Kenyataannya, ayah tidak pulang lebih dari dua
kali dalam seminggu.

16
Semua itu ia lakukan demi menafkahi istri tercintanya yang di kala itu sedang
mengandung, dan ketiga orang anaknya yang masih berusia belia: kakak perempuanku
Agne, saudara kembarku Fritz, dan aku, si bungsu. Tentu saja jika waktu itu adikku lahir,
saat ini aku sudah bukan anak bontot lagi.
Bagiku, kepulangan ayah ke rumah sama saja dengan hadiah ulang tahun yang kudapat
setiap tahunnya. Perbedaannya, aku tidak perlu menunggu sampai satu tahun untuk melihat
kedatangan ayah yang selanjutnya. Di sela-sela penantian itu, aku menghabiskan waktuku
dengan membaca buku-buku pelajaran sekolah dasar, di dampingi dengan ibu yang selalu
siap sedia memimbingku. Jika aku suntuk, Fritz akan menemaniku bermain di luar. Kami
biasanya bermain gjemsel atau tikken di sekitar pekarangan rumah sampai matahari
menggulung. Begitu ayah tiba di rumah, kami selalu menyambutnya dengan hidangan
lutefisk, menu favorit ayah. Selepas makan malam, kami akan berbincang-bincang sambil
menonton televisi di ruang keluarga, ditemani dengan minuman coklat panas spesial
buatan Agne. Sepanjang malam.
Terdengar sederhana, bukan?
Namun hal-hal kecil seperti inilah yang membuatku ingin mengulang kembali masa-masa
itu, tanpa harus beranjak dewasa.

***

Sigdal, Buskerud, 02 April 1990.


Pukul 23.00 CET

Ayah sudah bersiap-siap untuk bergegas kembali ke pusat kota. Ibu, Agne, dan aku
mengantar ayah sampai depan rumah untuk melihat kepergiannya. Sebelum ayah sempat
meraih handle pintu mobil, dengan tergesa-gesa aku berlari menghampirinya.
“Ayaaaaah,” kutarik ujung mantel berbulunya dengan harapan berhasil mencegahnya
pergi.
“Tidak bisakah kau libur untuk sehari lagiiii saja?” aku memohon kepadanya dengan
tatapan penuh harap. Manik matanya yang beriris biru itu memandangku layu.
“Bukankah hari ini sudah cukup?”
Kupeluk kaki ayah seerat mungkin dan menggeleng-gelengkan kepalaku, menghalanginya
untuk melangkah lebih jauh. Namun, Ibu menarik lengan mungilku dengan kuat,
memastikan agar aku tidak bisa lepas dari cengkeramannya. Sementara itu, ayah masuk ke
dalam mobil dan menyalakan mesinnya.
“Jangan lupa…setelan alat rajutnya ya, yah…hoahm…” Agne melambaikan tangannya
kepada ayah sambil menguap terkantuk-kantuk. Kalau bukan karena ayah, Agne mungkin
sudah tertidur pulas layaknya Fritz saat ini.

17
“Tentu saja, nak. Oh, dan aku juga akan membawakanmu mainan yang bagus jika kau
membiarkanku berangkat kali ini, Frey.” ayah menunjuk ke arahku dari dalam jendela
mobil.
“Hati-hati di jalan ya, sayang. Kami mencintaimu.”
Dalam hitungan detik, taksi hitam milik ayah sudah melesat jauh sebelum akhirnya luput
dari pandangan kami. Dengan kemampuan menyetirnya yang luar biasa, aku tidak heran
kalau ayah bisa sampai di Stavanger hanya dalam waktu 6 jam, dua jam lebih cepat dari
durasi perjalanan orang normal.

“Baiklah anak-anak, waktunya tidur.” ibu mematikan semua sumber cahaya yang berada di
ruang tengah–baik itu televisi maupun lampu pijar–memberi isyarat kepada anak-anaknya
untuk segera kembali ke kamar masing-masing dan tidur. Yang tersisa hanyalah remang-
remang cahaya dari tungku perapian.
“Hari ini, ibu tidur dengan Agne lagi?” tanyaku sebelum memasuki ruang kamarku, atau
mungkin lebih tepatnya kamar ‘kami’, karena aku dan Fritz tidur di ranjang yang sama.

Ibu mengangguk. “Habisnya, ibu merasa kesepian. Lagipula, sepertinya adikmu ini juga
butuh teman tidur lagi.” ia terkekeh sambil mengelus-elus perutnya yang hari demi hari
kian membuncit.

“…Baiklah. Selamat malam, bu!”


Ceklek
Fritz sudah terlelap di kasur, bersembunyi di balik selimut coklat yang melindungi badan
kurusnya itu dari dinginnya hembusan angin malam pada awal musim semi yang menusuk.
Meniliknya sekilas, aku seperti sedang melihat diriku sendiri yang sedang tertidur.
“Sedikit menyeramkan, tapi keren.” pikirku waktu itu. Aku pun beringsut ke sebelah Fritz
dan membaringkan diri. Kupejamkan mataku erat-erat, berharap mentari akan segera
menampakkan sinarnya di ufuk timur.

***

Sigdal, Buskerud, 02 April 1990.


Pukul 00.47 CET

Belum sejam aku terlarut di alam bawah sadarku, desiran angin yang semakin menjadi-jadi
membangunkanku kembali. Bahkan selimut setebal ini tidak mampu menangkas dingin
yang menyapa tubuhku. Aneh, padahal jendela berpagar itu sudah ku kunci dengan rapat.
Rupanya hanya dengan bermodalkan ventilasi saja, angin malam kali ini bisa membuatku

18
mati kedinginan. Aku terheran-heran, bagaimana Fritz bisa tidur nyenyak sejak tadi malam
sementara aku di sini uncang-uncit kedinginan?
Tiba-tiba saja, aku teringat akan sesuatu.
Oh iya. Bukankah perapian di ruang tamu masih menyala? Sepertinya ibu lupa
memadamkannya. Mau tak mau, aku harus menghangatkan diri sejenak.
Ceklek
Semoga suara gagang pintuku tadi tidak membangunkan siapapun.
Satu-satunya sumber cahaya yang masih menerangi ruangan ini adalah bara api pada
tungku tersebut. Aku mengambil posisi duduk bersila menghadap perapian, mengulurkan
tanganku kemudian menggosokkan kedua telapak tanganku maju mundur, satu sama lain.
Selang beberapa menit, suhu badanku lama kelamaan menghangat.
“Terima kasih, tuan api. Kau keren sekali.”
Ya. Dulu aku selalu berpikir kalau…api itu keren.
Soalnya Ibu pernah bilang, bahwa api adalah penemuan paling mendasar yang membantu
manusia menerangi gelapnya dunia pada zaman purba. Berawal dari jentikan ranting dan
kayu, munculah sumber kehidupan terbesar manusia setelah air. Bahkan, matahari yang
membentangkan sinarnya di siang hari itu, tidak lain merupakan sebuah bola api raksasa!
Mungkin lebih besar dari raksasa Ymir?
Selain itu, ibu juga mengatakan bahwa api tidak sekedar menciptakan; ia juga mampu
menghancurkan kehidupan. Meski begitu, tuan api bukanlah zat yang abadi. Di saat ia
mengobarkan kehancuran dan membuat kekacauan, nona air akan selalu datang untuk
menenangkannya.
Duh, ibu. Kau benar-benar berpikir bahwa aku bisa mencerna ceritamu? Saat itu, aku
bahkan tidak makna dari kelompok kata ‘zaman purba’.

Api tidak sekedar menciptakan; ia juga mampu menghancurkan kehidupan.

Aku jadi penasaran dengan ucapan ibu waktu itu. Bagaimana bisa, bara api yang semula
kecil dan jinak ini, yang melindungi kami dari kejamnya malam bersalju di musim dingin,
berubah menjadi monster yang mengerikan?
Mataku mendelik, meneliti setiap sudut ruangan yang redup. Di dekat pintu masuk,
terdapat seonggok balok kayu bakar yang berceceran begitu saja. Aku sedang bosan, jadi…
apa boleh buat. Aku ingin membuat api yang lebih besar!
Tanpa ragu, aku mengambil dua balok kayu dari tumpukan tersebut, kemudian
kulemparkan baloknya satu per satu ke dalam tungku, persis seperti apa yang ayah lakukan
setiap kali angin yang berhembus kencang hendak membunuh api itu. Dan aku berhasil!
Begitu ia melahap balok-balok tersebut, tuan api menjadi sedikit lebih besar, solah-olah
aku telah memberinya makan.

19
Woosh
Merahnya bara api itu semakin menyala-nyala, seperti mulai menunjukkan jati dirinya.
Sayangnya, aku belum bisa menangkap pertanda itu.
“Keren, keren!” aku bersorak gembira
Sekali lagi, aku berjalan menuju tumpukan kayu itu untuk mengambil satu balok terakhir
guna memperbesar api. Saat aku mengarahkan potongan balok kayu yang ada pada
genggamanku kepada tungku perapian, si merah langsung melahap balok kayunya dan
menyambar tanganku.
“AAH!!”
Sontak, aku yang merasakan kulitku melepuh langsung menjatuhkan balok kayu yang
sudah setengah terbakar itu ke lantai.
Woosh
Seketika itu juga, api dari balok kayu itu kemudian menyebar, menyatu dengan bara api
pada tungku perapian. Aku langsung melompat mundur dari sana, melihat kobaran api
yang semakin membesar hingga mampu menghanguskan sebagian kayu yang melapisi
tungku perapian. Tidak hanya itu, bara apinya kemudian meluap keluar dari tungku dan
langsung menjalar dari satu ubin ke ubin lainnya.
Menyaksikan gejolak api yang tidak terkendali itu, aku panik gelagapan. Keringat yang
terus bercucuran membasahi pipiku, bahkan masih bisa kurasakan alirannya hingga saat
ini, setiap kali aku teringat akan kejadian itu. Pikiranku yang kacau balau saling bertengkar
satu sama lain, membuatku semakin gelisah, tidak tau arah.
Aku yang mulai kehabisan akal pun mengambil karpet kain berbahan katun yang
bergantung pada sofa, lalu mengibaskannya ke arah kobaran api untuk memadamkannya.
Alih-alih mengecil, kobaran api itu malah semakin menggila. Ia bahkan berhasil merembet
naik ke dinding-dinding ruangan.
Aku bisa membayangkan bagaimana ekspresi wajah ibu jika ia tahu aku sudah membakar
sebagian dari ruang tengahnya. Aku takut. Aku tidak mau kena marah. Aku terus berpikir,
menyusun cara agar aku bisa memadamkan apinya tanpa harus membangunkan
seorangpun.

Di saat ia mengobarkan kehancuran, nona air akan selalu datang untuk


menenangkannya.

Ya…air! Itu dia!


Dengan cepat, aku melaju ke dapur. Ku nyalakan semua lampu yang ada untuk membantu
menerangi pencarianku. Kuobrak abrik semua laci, rak cucian piring, lemari, bahkan
gudang dapur, dengan harapan menemukan wadah yang cukup besar untuk membawa air
yang tidak sedikit. Sayangnya, aku hanya bisa menemukan baskom dan wadah kecil-

20
kecilan. Sekalipun aku menemukan panci presto milik ibu di gudang, aku tidak sanggup
membawanya kesana kemari bahkan dalam keadaan kosong. Uhh, rasanya seperti ingin
menangis dan menyerah saja sambil berteriak:
“Ibuu! Kakakk!! Rumah kita kebakaraan!!”
Sayangnya, waktu itu aku cuma seorang cecunguk yang sok-sokan ingin menanggung
semuanya sendiri.
Melalui pintu belakang dapur, aku berlari keluar depot yang berdiri terpisah di belakang
rumahku. Aku ingat biasanya kak Fritz mengambil ember dari sana untuk membawa
perlengkapan bersih-bersih setiap gilirannya mencuci bak. Ia selalu mengembalikan barang
ke tempatnya semula setelah menggunakannya.
Begitu aku sampai di depan depot, aku melihat pintu depot yang digembok rapat.
Frustrasi, air mataku pun mulai jatuh berlinangan. Tidak peduli berapa kali aku mencoba
menyekanya dengan tangan jari jemariku yang gemetaran, aku tidak dapat menghentikan
pecah tangis seorang anak laki-laki yang hendak membakar keluarganya hidup-hidup.
Sementara itu, aku bisa melihat dari kejauhan, cahaya si jago merah telah menguasai
bagian dalam ruang tamu mulai membakar bagian depan atap rumah. Perlahan, kabut asap
mulai muncul dari atap rumah kayu tersebut, yang mana di dalamnya keluargaku sedang
tertidur.
Di ambang keputusasaan, aku melesat dengan sekuat tenaga menuju rumah tetangga
sebelah: Einar. Aku memggedor-gedor pintunya, sekeras mungkin–tidak menghiraukan
fakta bahwa ia baru saja membenahi pintunya tiga hari yang lalu.
Dor dor dor
“Tolong! Tolong aku!!” Selagi aku menyuarakan keputusasaanku, kobaran api itu sudah
melahap sebagian atap rumahku.
DOR DOR DOR
“TOLONG AKU! RUMAHKU TERBAKAR!!!” aku bisa merasakan napasku tersengal,
suaraku bergetar. Air yang membludak keluar ini masih terus membanjiri mataku.
Jantungku rasanya mau copot.
1…2…3…
Sunyi.
4…5…6…
Tidak ada jawaban.
7…8…9…
Aaah! Sial! Sial! Sial!
Kali ini, aku benar-benar berniat memukul pintu rumah si kebo ini dengan kepalan
tanganku sampai remuk! Entah itu pintunya, maupun pertulangan telapak tanganku!

21
DOR DOR DOR DOR
Tidak sampai satu detik kemudian, aku bisa mendengar dengan jelas bunyi langkah kaki
orang dewasa yang tergesa-gesa, berdegup dengan kerasnya. Dia beruntung aku belum
sempat menghancurkan pintu kesayangannya itu.
“Frey! Ada apa-” kalimatnya terhenti begitu ia melihat keadaan rumahku yang semakin
parah. Kabut asap yang menyelimuti atapnya semakin tebal. Bagian depan rumahku sudah
terbakar.
“Ya Tuhan! Apa-apaan ini!? Frey, bangunkan tetangga yang lain! Aku dan istriku akan
mengambil air!”
“Ibu dan kakak-kakakku juga berada di dalam sana! Mereka sedang tertidur di dalam
kamar, dan aku tidak bisa membantu mereka keluar! Aku tidak tahu lagi!”
“Kalau begitu aku akan mencoba megeluarkan mereka! Kau telpon stasiun pemadam
kebakaran dan cari bantuan!”
Rupanya, bukan hanya Einar yang berhasil kubangunkan. Begitu mendengar teriakanku,
Emma, gadis muda yang tinggal sendirian sekitar dua rumah dariku langsung tersadar. Ia
mencium aroma gosong yang masuk lewat jendela kamarnya yang tidak begitu tertutup
rapat. Setelah ia selidiki, ternyata sumbernya berasal dari rumahku. Begitu melihat
penampakan apinya, ia langsung memanggil bantuan pemadam kebakaran terdekat dengan
menelepon 110. Ia juga membantuku mencari bantuan dengan membangunkan para warga.
Kami berteriak sekeras mungkin, dari rumah ke rumah. Satu-persatu, mereka keluar dari
kediamannya masing-masing. Dengan sigap, mereka langsung ikut membantu
memadamkan si jago merah sebelum ia meluas ke rumah penduduk lain. Sebagian warga
sibuk mondar mandir mengambil air dan melemparkannya ke kobaran api; ada pula yang
menyemprotkan busa dengan alat pemadam api portabel. Sayangnya, upaya mereka masih
belum cukup untuk memadamkan api yang merembet ke bagian belakang rumahku.
Beberapa saat kemudian, Einar berhasil keluar dari pintu belakang dapur dengan membawa
tubuh Fritz yang tidak sadarkan diri di rangkulannya. Orang-orang langsung berkerumun
menghampirinya untuk memastikan nasib ibu dan Agne, tidak terkecuali aku dan Emma.
Dengan susah payah, kami akhirnya berhasil menyelinap melewati riuhnya warga yang
berkumpul.
“FRITZ!!” aku langsung berteriak histeris ketika melihat keadaan Fritz. “Di mana Ibu dan
Agne!? Einar, katakan padaku kalau kau berhasil menyelamatkan mereka juga! Kau sudah
membawa mereka keluar! Iya ‘kan!!?”
Einar menggeleng. “Begitu aku masuk, uhuk uhuk! Satu-satunya ruangan yang masih
selamat dari kobaran api setelah dapur, adalah kamar Fritz. Uhuk uhuk!” kalimatnya
tersendat karena ia terus terbatuk. Einar terlihat sedikit sesak dengan napasnya yang
terengah-engah. “Saat ini…uhuk, kita hanya…bisa menunggu bantuan dari Pos Pemadam
Kebakaran Prestfoss. Uhuk uhuk!”
Tatkala itu, aku sudah tidak dapat berkata-kata.
“Aku…benar-benar minta maaf.” lanjut Einar lirih dengan lirih.

22
Emma, yang sejak tadi berdiri di sebelahku, tidak tinggal diam. Begitu ia melihat mataku
yang berkaca-kaca dan tubuhku yang terhuyung lemas, ia langsung merentangkan
tangannya dan mendekap badanku ke pelukannya.
“AAAAAAAAAHH!!!”
Lagi-lagi, air mataku memancur dengan derasnya.
Aku tidak bisa menolak pelukkan hangat itu. Aku memasrahkan diri, membiarkan
tangisanku membludak untuk yang ke sekian kalinya pada hari itu. Namun, kali ini, aku
menjerit sejadi-jadinya, menumpahkan segala emosi yang kurasakan sembari
mencengkeram punggung Emma dengan erat. Gadis itu tidak berusaha menghentikanku
atau mengusap air mataku dan mengatakan “Semuanya akan baik-baik saja”. Ia bahkan
tidak menghiraukan jaketnya yang semakin basah, dan malah mengusap-usap kepalaku.
“Tidak apa-apa, Frey.” ia berbisik lembut. “Aku paham betul bagaimana perasaanmu saat
ini.”

Selang 7 menit berlalu, dua unit mobil pemadam kebakaran beserta satu unit mobil
ambulans tiba di tempat. Fritz langsung dilarikan ke Rumah Sakit Nume di Rollag,
sementara para petugas langsung turun untuk memadamkan kobaran apinya sebelum
menjalar ke rumah-rumah penduduk lain. Tidak sampai satu jam, mereka berhasil
menenangkan amarah tuan api yang telah melahap habis rumahku. Aku bisa melihat puing-
puing dan sisa-sisa dari kerangka rumahku.
Ibu dan Agne, mereka benar-benar tidak dapat diselamatkan. Tubuh mereka terbakar
hidup-hidup bersamaan dengan rumah kayu itu. Begitu mendengar kabar mereka, ayah
langsung shock berat. Di saat itulah, aku melihat ayah meneteskan air mata untuk yang
pertama dan terakhir kalinya dalam hidupku.
Setiap kali aku dimintai keterangan mengenai awal mula kejadian tersebut, aku hanya
menjawab: “Saya tidak tahu apa-apa. Saya sedang tidur di kamar belakang bersama
saudara saya. Begitu saya bangun, apinya sudah sampai di kamar belakang”
Dengan begitu, mereka berhenti bertanya kepadaku, kemudian bersimpati padaku. Bahkan,
mereka memujiku, “Kau sudah berusaha semampumu menyelamatkan mereka. Kau adalah
anak yang hebat.”

***

Sigdal, Buskerud, 02 April 2019.

Kejadian itu benar-benar mengubah hidupku.


Setelah Fritz keluar dari rumah sakit, Ayah mengantar kami ke residen kakek dan nenek di
Pressfost. Ia bilang, kami akan tinggal di sana mulai hari itu. Tidak lama setelahnya, ia

23
pamit ‘berangkat kerja’. Tiga hari kemudian, ia dikabarkan bunuh diri di kediaman
temannya di Bryne.
Fritz yang semula periang dan aktif, lambat laun mulai menutup diri dariku. Pada ulang
tahun kami yang ke-17, seorang kerabat jauh dari ibuku mengunjungi kami. Ia mengajak
Fritz untuk tinggal bersamanya dan menjadikannya bagian dari sebuah ‘keluarga yang
utuh’. Aku tidak tahu pasti di mana, namun Fritz menerima tawaran tersebut mentah-
mentah. Semenjak saat itu, aku tidak pernah melihatnya lagi.
Dan sekarang, aku sudah mengikhlaskan hal itu. Tidak adil baginya kalau harus hidup
berdampingan dengan seorang pembunuh sepertiku.

Sepanjang hidupku, aku sibuk berusaha meyakinkan diriku sendiri, bahwa baik-baik saja.
Bahwa saat itu, aku hanyalah seorang anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Aku tidak
berniat melakukannya, dan aku memaafkan diriku untuk itu.
Nyatanya? Aku tidak bisa hidup tanpa bantuan dokter terapiku. Aku tidak bisa
menenangkan diriku tanpa menyimpan sebungkus pil anti depresan di kantong celanaku.
Selama 29 tahun, aku sibuk berperang melawan masa lalu yang menghantuiku.
Tidak satu hari pun aku lewati tanpa bertanya pada diriku sendiri,
Bisakah aku tidur dengan tenang malam ini?
Bagaimana kabar Fritz? Apa dia baik-baik saja?
Kira-kira, kapan praktik euthanasia di legalkan di Norwegia?
Jika saja saat itu aku memilih untuk tetap tidur dalam kedinginan, aku tidak perlu pergi
keluar kamar untuk menghangatkan diri pada bara api di perapian itu. Dengan begitu, aku
tidak akan pernah mempertanyakan kemampuan api sebagai penghancur kehidupan,
Dan dengan begitu, aku tidak perlu mengetahui jawabannya.

24
Cerita Akhir SMA
Karya
Dwi Mega Yuniar

Jam menuju pukul 06.30


Aku bergegas berangkat sekolah, aku adalah siswi kelas 3 SMA. Setelah menempuh
perjalanan kurang lebih 10 menit akhirnya aku sampai disekolah, kedua temanku sudah
sampai lebih dulu dariku. Ini adalah salah satu bagian dari hidupku, yang kan
membentukku di masa depan. Semua yang ku lalui sekarang adalah potongan-potongan
kehidupan yang harus ku lalui, walaupun kadang tidak sesuai dengan keinginanku, tapi itu
lah hidup semua tidak berjalan sesuai dengan keinginanku.
Hari ini jadwalnya kelasku ulangan kimia, semua sibuk bergelut dengan buku bukunya
walaupun tidak semua teman temanku belajar, aku menaruh tas dan langsung
mengeluarkan buku catatan dan mengulang kembali materi yang minggu lalu telah
dibahas, semua yang penting sudah aku tandai tadi malam sekarang tinggal mengulang
saja, tak terasa bel berdering tanda jam pelajaran sudah dimulai, dan jam pelajaran pertama
adalah kimia, setelah berdoa kami langsung bersiap untuk ulangan.
Jam berdetak waktu sudah berlalu sekitar 45 menit tak terasa, sebagian soal telah aku
selesaikan. Semua temanku sedang berusaha yang terbaik agar nilai mereka tidak
mengecewakan. Karena ini tahun terakhir kami bersekolah di SMA kami semua sibuk
mempersiapkan diri untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, waktu untuk ulangan pun
habis kami satu persatu mengumpulkan hasil kerja kami, beberapa temanku terlihat kurang
puas atau bahkan kecewa karena mereka pikir mereka tidak cukup baik dalam ulangan kali
ini. Setelah ulangan kami pun lanjut pelajaran Matematika sekarang kami hanya
mengulang materi karena materi sudah selai jadi kami hanya mengulang materi dan
membahas soal-soal untuk ujian nasional dan sbmptn.
Tidak terasa sudah hampir tiga tahun aku bersama dengan teman temanku, yang awalnya
kami sangat canggung satu sama lain, dan perlahan kami dekat karena seiring berjalannya
waktu, dan sekarang adalah tahun terakhir kami, semua berlalu bagai kedipan mata,
sebentar lagu kita akan menempuh jalan kita masing-masing mempersiapkan diri untuk
masa depan.
Melihat teman temanku yang sibuk dengan modul modul tebal di mejanya, teringat
pertama kali kami memasuki tahun terakhir kami menulis universitas yang akan kami tuju
setelah lulus dari SMA semua harapan itu kami tempel di dinding belakang kelas saat
menulis itu kami harap semua yang kami tulis akan menjadi kenyataan. Dan aku teringat
akan percakapanku dengan kedua temanku saat awal memasuki kelas 3
“Kita mau lanjut sekolah dimana nih? “ Tanya marsha
“Nggak tau mar bingung.” Jawab chaca

25
“Tau dah gua juga bingung, nggak tau masuk mana.” Ucapku
“Masuk UGM yuk nanti kita tinggal bareng deh.” Usul marsha
“Iya seru banget kali yaa kalo kita tinggal bareng masuk univ yang sama.” Sambung chaca
dengan antusias
“Amiin ya allah.” Ucapku mengaminkan ucapan kedua teman ku
Mengingat kenangan itu membuat sudut bibirku terangkat, waktu kenapa kau berlalu
dengan cepat. Bel berdering menandakan waktu istirahat, hanya sebagian temanku yang
keluar kelas sisanya makan bekal dan tetap belajar, mereka begitu semangat
mempersiapkan ujian yang akan kami hadapi beberapa bulan lagi. Melihat keadaan ini
sangat berbeda saat kami awal masuk SMA saat waktu istirahat semua keluar kelas untuk
jajan atau sekedar berjalan jalan di sekitar sekolah, mereka bercanda lari larian atau bahkan
bernyanyi bersama semua begitu menyenangkan kami merasa bahagia dengan masa remaja
kami, tidak ada harga yang dapat membayar itu semua. Di luar matahari beranjak turun
jam telah menunjukkan pukul 15.10 WIB, waktunya kami kembali ke rumah. Aku dan
kedua temanku tidak langsung pulang kami akan pergi ke rumah marsha untuk belajar
bersama, kami akan membahas soal-soal kami melakukan ini seminggu dua kali, dan hal
ini sangat membantu kami memahami materi.
Sampainya di rumah marsha kami makan mengisi perut kami yang sudah lapar, kami
mengobrol hal hal yang mendasar sampai membahas masa depan. Masa depan begitu
menakutkan tapi kami tetap harus melaluinya, setelah selesai makan kami langsung
belajar, di luar hari sudah gelap kamipun menyelesaikan pekerjaan kami kemudian aku dan
chaca bergegas pulang, kami berpamitan dengan orang tua marsha dan mengucapkan
terima kasih karena telah mengizinkan kami belajar di rumahnya.
Hari-hari berlalu dan tibalah kami di waktu ujian.
Seminggu lagi kami akan ujian nasional dan setelah selesai ujian nasional kami akan
mengikuti sbmptn. Hari ini jadwalnya kami berdoa bersama sebelum ujian dimulai, kami
semua berkumpul di lapangan sekolah, kami berdoa dengan sepenuh hati dan sungguh-
sungguh semoga kami dimudahkan saat menjalani ujian nanti dan diberikan hasil yang
terbaik, setelah berdoa kami meminta maaf kepada guru-guru dan meminta maaf kepada
semua teman-teman, kami saling mendoakan semoga semua berjalan sesuai dengan
rencana.
Sekaranglah waktunya aku akan menghadapi ujian nasional, sepertinya baru kemarin aku
menjadi anak SMA dan sekarang aku akan menghadapi ujian nasional. Semua sudut
disekolah ini menjadi saksi bisu dari kenangan-kenangan yang aku buat bersama teman
temanku selama tiga tahun, dan kenangan itu akan tersimpan rapi di kepalaku dan
mempunyai ruangan tersendiri.
Seminggu berlalu ujian nasional selesai lalu minggu depan aku akan mengikuti sbmptn.
Ujian minggu depan akan menentukan akan kemana kah aku dari SMA ini. Apakah semua
akan sesuai rencanaku?.
Harinya tiba aku akan mengikuti sbmptn, aku langsung memasuki ruangan dimana ujian
itu diadakan, setelah berdoa aku langsung mengerjakan ujian ku, ku kerahkan semua

26
kemampuanku mengingat kembali apa saja yang sudah aku pelajari dan berusaha untuk
tetap tenang. Sampai akhirnya sbmptn telah selesai dan aku menjalankan ujian dengan baik
dan semoga hasilnya akan baik juga.
Sekarang kami bebas dari modul modul tebal dan soal-soal, sekarang waktunya kami
merefresh otak kami, aku menghabiskan waktu ku bersama teman temanku, kami sekelas
pergi ke salah satu tempat hiburan. Kami sangat bahagia sejenak kami melepaskan beban
beban yang menyesakkan itu kami menikmati masa remaja kami. Dua hari lagi akan
diadakan acara graduation dan minggu depan pengumuman sbmptn akan diumumkan.
Kami di sini di ballroom salah satu hotel tempat diadakannya acara graduation kami
semua-temanku terlihat cantik dengan balutan kebaya dan gagah dengan balutan jas. Tak
terasa waktu kami bersama telah habis namun ini bukanlah akhir tapi ini adalah awal
perjalanan kami untuk dunia yang lebih luas.
Aku duduk dengan rasa cemas di depan laptop menunggu hasil sbmptn, semua doa yang
aku ingat telahku panjatkan sekitar 5 menit lagi pengumuman akan diumumkan, tanganku
bergerak bebas di atas laptop betapa terkejutnya aku namaku tertera di salah satu
perguruan tinggi negeri. Tak henti hentinya aku mengucap syukur dan kedua temanku juga
masuk di perguruan tinggi negeri walaupun kami tidak satu perguruan tinggi, tapi itu tidak
masalah, karena kami akan menempuh jalan hidup kami masing-masing, dan kami akan
sukses dengan cara kami sendiri, walaupun kadang semua sangat membebani tapi itu tidak
membuat kami patah semangat.

27
Kisah
Karya
Fiqie Firmansyah

Kisah ini berawal saat aku duduk di kelas x. saat memasuki jenjang sma, aku merasakan
ada sesuatu yang berubah dari diriku. Mungkin itu semua karena ada seorang wanita yang
menarik perhatianku. Wanita itu tidak begitu cantik, namun ia manis. Dia juga menarik
perhatian beberapa orang karena parasnya yang manis itu.

Kisahku berlanjut hingga suatu saat aku merasakan apa itu jatuh cinta. Saat itu aku mulai
menunjukkan kalau aku tertarik padanya. Dia pun seperti membukakan dirinya padaku.
Hari ke hari kami semakin dekat, ruang chat kami mulai dipenuhi candaan-candaan dan
terkadang ada kata-kata romantis yang menghiasi. Minggu ke minggu pun juga sama, aku
terus berusaha agar dapat lebih dekat dengannya. “aku ingin memilikinya, aku ingin
mendapatkan hatinya.” Itulah hal yang sering lewat di pikiranku.

Pada suatu hari, ocha sahabatnya, bertanya padaku, “kamu suka ya… sama fira?”
“ngga ah, biasa aja.” Jawabku cuek. Ocha bertanya lagi “udah jujur aja kali, cara kamu
perlakuin dia tuh beda, ngga kaya yang kamu lakuin ke orang. Lagi pula aku bisa bantu
kok kalo mau, gimana?”
Mendengar pertanyaan itu, membuat perasaanku menjadi bingung. “mungkin memang ini
kesempatannya?” tanyaku dalam hati. “Apa sudah saatnya aku mengungkapkan apa yang
aku pendam.”

Hingga akhirnya…..
Pada suatu hari di bulan oktober, setelah bel pulang berbunyi, ocha memanggil fira “fir fir,
nanti kamu jangan balik dulu ya, temenin aku piket. Trus ada yang bilang mau ngomong
sama kamu.”
“hmm… siapa? Ngomong apasi sampe harus nunggu gitu?” jawab fira. Ocha langsung
piket dan tidak menjawab lagi.

Saat itu aku sedang di depan kelas bersama anak-anak yang lain. Setelah ocha selesai piket,
kelas sudah lumayan sepi, hanya tersisa beberapa anak dan teman-teman dekatnya fira.
Ocha menemuiku “fiq udah tuh, dia penasaran, terus katanya kalo lama dia mau pulang
aja.”

28
Aku pun langsung menemui fira, “fir fir, mau ngomong dong. Boleh ga?” tanyaku dengan
sedikit senyuman.
“hmm… jadi kamu yang mau ngomong, ya bolehlah tinggal ngomong. Emang ngomong
apaansi kayanya penting amat?”
“lumayan serius si kayanya, siapa tau baper hahaha.” Jawabku dengan candaan.
“idih apasi hahaha.” Balasnya dengan senyuman yang manis.
“hmm… jadi gini, kan aku tuh kenal kamu kurang lebih 3 bulanan lah.” Lanjutku dengan
sedikit gugup.
“terus kenapa gitu?” jawabnya yang menjadi sedikit dingin.
“kalo misalnya aku mau kenal kamu lebih jauh lebih dalem gitu, gimana? Pengen lebih
deket gitu sama kamu atau kalo bisa emang beneran deket, boleh?”
“hmm.. boleh aja, emangnya kamu mau? Kenapa baru bilang sekarang? Terus niatnya
cuma mau bikin baper doang?”
“kalo akunya ga mau ga mungkinlah aku tanya kamu. Terus niatnya yaa… bukan baperin
doanglah , kalo bisa si dapetin hatinya gitu.”
“ohh yaudah, mau dijawab kapan? Ato kapan-kapan aja?” tanya fira sambil ngasih sedikit
candaan.
“terserah kamu si kalo itu, tapi yaa.. jangan lama-lama, kan nunggu yang ga pasti itu ga
enak.”
“iyaiya, ga lama-lama banget kok, paling taun depan haha.”
“iyadeh iya hahaha.”

Saat itu kelas sudah sangat sepi, hanya aku dan fira yang berada di sana. Namun, meja dan
kursi di kelas masih sedikit berantakan. “yaudah qi, sekarang bantuin rapihin meja aja
dulu.” Kata fira sambil menikan kursi ke atas meja.
“masa cewenya rajin cowonya males?” lanjutnya.
“hah? Gimana-gimana?” tanyaku yang penasaran mendengar perkataannya.
“ehh, yah.. katauan deh jawabannya. Padahalkan mau dilama-lamain jawabnya hehe.”
Saat itu perasaanku menjadi bercampur-campur antara senang, kaget, Bahagia, bingung,
semua bercampur. Setelah selesai, karena kami tinggal berdua, lalu hari juga semakin
gelap dan fira tidak membawa kendaraan, jadi aku yang mengantarnya pulang.

Selama di perjalanan, kami saling bertukar cerita tentang masa lalu. Mungkin itu terdengar
aneh dan membuat bingung. Fira menceritakan bagaimana masa lalunya, begitu pun
denganku. Aku menceritakan beberapa hal tentang masa laluku. Selama perjalanan aku

29
merasakan berbagai macam hal, yang pasti aku Bahagia karna bisa mendapatkan hatinya,
walaupun belum sepenuhnya.

Jadi begitulah ceritaku, sedikit kisah yang bisa aku bagikan. Sekarang, mungkin aku juga
masih sedikit bingung. Bingung dan penasaran apakah yang sudah aku punya sekarang,
apa yang sudah aku dapat sekarang, bisa aku jaga dan aku pertahankan bersama dia?

30
Cinta & Restu
Karya
Fitri Khirunnisa

Muhammad Rizky Alfarizii, siswa SMA kelas 11

‘ky’ sebutan nama yang pertama kali aku dengar saat berjalan di kantin.
Laki-laki yang bisa dibilang suka mainin hati cewe siihh,tengil, jail, kalau ke kantin ga
pernah tuh yang namanya sendirian selalu bergerombol sama temen-temen nya.
Liburan kenaikan kelas telah usai, kini tiba awal semester 1 dikelas 11
‘’Upacara bendera merah putih senin 12 januari 2018 segera dimulai” ucap MC
Upacara selesai, aku menuju ke mading sekolah untuk melihat namaku di data kelas yang
baru. Ternyata namaku ada di kelas 11 ipa 2 dan juga nama si cowo tengil.. yupss siapa
lagi kalo bukan alfarizii.
“ah hari awal masuk sekolah yang sangat menjengkelkan, aku kesal” batinku
Oiya hampir lupa aku belum memperkenalkan diri namaku nayla putri syabina
Nama panggilannya nayla, postur badanku yang mungil ini yang membuat teman teman
sering meledekku tetapi tak apa.
Saat jam pelajaran Matematika dimulai, aku berusaha memperhatikan guru yang sedang
mengajar didepan tetapi tiba-tiba ada yang melempar kertas ke meja ku. Lalu aku menengok
ke kanan
‘’haii nayla, ini katanya alfarizii mau kenalan’’ ucap Fero, Fero ini adalah temen sejoli nya
alfarizii
‘’apansi ah’’ ucapku
Tiba waktunya jam istirahat, ‘’ayo nay kita ke kantin’’ ucap Tania
Nah Tania ini adalah temen sebangkuku yang seneng banget ke kantin
‘’duluan aja tan’’ ucapku. Saat aku berjalan menuju koridor kelas 12 tiba-tiba alfarizii dan
teman teman nya mengikuti di belakangku ‘’jangan galak galak dong mba’’ bisik alfarizi.
Sudah hampir 6 bulan berjalan aku dan alfarizii mulai berdamai dan berteman atau
bahkan sekarang bisa dibilang sahabat. Alfarizii sering mengantar jemput aku sekolah
memang kebetulan rumahnya tidak jauh dari rumahku dan mamanya dengan mamaku
ternyata juga sudah saling kenal.
‘’itu yang sering anter jemput kamu sekolah siapa nak? Pacarmu ya?’’ ucap mama
Sambil menyediakan roti
‘’bukan mah itu temen sekelas aku, namanya alfarizii’’ ucapki
‘’mama lihat si dia anaknya baik, sopan juga’’ kata mama
‘’mama tidak tau aja kelakuannya disekolah, hampir membuat semua orang kesal’’
batinku.
Aku dan alfarizii sering bercakap via whatsapp, akhir-akhir ini dia sering sekali chat
bilang
‘’kamu dimana?’’
‘’udah makan belom? Jangan sampe telat makan ya nanti sakit’’
‘’besok berangkat bareng aku ya’’
Dan sebelum dia tidur, dia juga sering ucapin
‘’selamat tidur yaa’’
Mulai dari perhatian kecil yang dia sering berikan itu, aku jadi sering merasa ge’er
‘’Ah mungkin cuma perhatian sebatas sahabat doang, lagi pula dia emang suka baperin
cewe sana sini’’ batinku

31
Aku juga gapernah berfikiran jauh bakal jadi lebih dari sahabat sii, tapi temen-temen
bilang ‘’udah cocok tau kalian berdua’’ bahkan mamaku sendiri juga bilang seperti itu.

Hari-hari mulai berganti..

Hari ini hari sabtu aku tidak ada kegiatan, kerjaannya cuma tidur-main hp-tidur, tiba-
tiba hp ku bergetar ternyata ada telfon dari alfarizii ‘’halo nay, kamu bisa nemenin aku ga
ke toko buku aku mau nyari buku novel’’ kata alfarizii
‘’hmm bisa si tapi nanti ya sorean dikit kalo sekarang masih panas’’ ucap ku
‘’oke nay, jangan lupa mandi ya sama dandan yang cantik heheheh’’ ucap alfarizii
Setelah aku pulang dari toko buku, ternyata alfarizii ngasih aku bunga sama coklat dan
disitu juga dia nembak aku. Aku gatau harus jawab apa.

8 bulan kemudian..

setelah aku resmi berpacaran dengan alfarizii, mamanya tidak setuju dengan hubungan
aku yang lebih dari teman ini
‘’mama udah bilangin sama kamu ky jangan lebih dari temen sama nayla’’ kata mama
‘’mama pokoknya ga pernah ngerestuin kamu sama dia’’ kata mama
Tetapi kita masih tetap bertahan dengan hubungan ini. Saat aku pergi bersama alfarizii ke
mall Jakarta dan berpapasan dengan mama nya
‘’mama udah bilang berapa kali si ky sama kamu, jangan terlalu deket sama nayla’’
ucap mama dengan nada tinggi
Aku disitu langsung diem perlahan meninggalkan mereka berdua.
‘’memang aku kenapa, kok keknya mama kamu gasuka banget sama aku ky’’ jariku
mengetik di layar hp
‘’mama cuma gamau kita lebih dari temen nay, kamu ga kenapa-napa kamu baik’’ balas
alfarizii

‘’Yauda baik nya kita pisah aja ky, daripada mama kamu sikapnya kek gasuka sama aku,
aku gapapa kok :)’’ ucap ku
‘’maafin mama ya nay, berat banget sebenernya kek gini, makasih nayla’’ ucap Alfarizii

‘Semesta terkadang lucu ya, mendatangkan bahagia namun setelah itu


mendatangkan kesedihan. Banyak sudah cerita kita.
Rasa kita sudah sama tapi sayang restu yang menjadi halangan’
-salam perpisahan nayla-

32
Kenangan Pahit
Karya
Khairina Athalia A.

Udara pagi terasa begitu menyegarkan, dinginnya udara pagi begitu menusuk
tubuhku. Dengan terpaksa aku beranjak dari tempat tidurku, langkah membawaku untuk
keluar kamar. Mataku dengan tidak sengaja menatap tanggal yang terpampang, "Tanggal
ini lg, aku benci", gumamku dalam hati. 7 Agustus, tanggal yang selalu berhasil
membuatku teringat akan kenangan pahit. Ia hanya sebuah angka, tetapi selalu berhasil
membuat duniaku berubah dalam 1 hari. Aku ingin melupakan dan mengikhlaskan
semuanya, tapi mengapa sulit sekali? Aku lelah selalu mengingat kenangan itu. Semua
berawal dari dia yang tiba-tiba datang tanpa permisi dan berhasil mengacak isi hatiku.
"Bel, kantin yuk!!" suara Saskia berhasil mengintrupsiku, aku langsung
menatapnya dan menggelengkan kepalaku tanda menolak ajakannya. Aku lebih suka
menghabiskan waktuku di kelas sambil belajar dari pada ke kantin, itu hanya membuang-
buang waktuku saja, "Ayolah, jangan belajar mulu wahai anak osis yang terhormat"
katanya sambil meledekku, "Ya udah iya, kita ke kantin" jawabku dengan terpaksa, aku
melihat wajahnya yang sangat berbinar setelah mendengar ucapanku, "Tapi janji ya?
setelah makan langsung balik ke kelas, aku mau lanjut belajar lagi", "Dasar kutu buku"
kata Saskia. Aku bingung kenapa dia selalu saja meledekku, tidak ada yang salah dengan
suka belajar kan? Ya memang sih kalau aku sudah belajar, aku selalu lupa akan segalanya.
Setibanya di kantin Saskia memesan makanannya, sedangkan aku hanya memesan
minuman. Saat aku sedang fokus membaca buku tiba-tiba ponselku berbunyi tanda notif
chat masuk, aku melirik ke arah ponselku untuk melihat siapa yang telah mengganggu
acara membaca bukuku. Setelah melihat aku sedikit terkejut, lalu Saskia yang berada tepat
di depanku langsung merasa penasaran, wajahnya menatapku dan seakan-akan bertanya
kenapa?. Aku langsung memberikan ponselku kepada Saskia, lalu tiba-tiba saskia
berteriak, "KOK BISA???" Aku yang mendengarnya langsung terkejut, "Saskia, pelankan
suaramu!! ini kantin", "Dia mendapatkan kontak line mu dari mana?" Aku mengangkat
kedua bahuku sebagai jawaban, "Syibelku sayang, kau tahu dia siapa?", "Tentu saja aku
tahu" Saskia merasa geram dengan jawaban ku yang kelewat santai, "Kenapa kau tidak ada
senang-senangnya dichat seorang Arka Revano?" Aku menggelengkan kepalaku, aku
merasa biasa saja, hanya sedikit terkejut karena dia mendapatkan kontak lineku, padahal
tidak banyak yang tahu, "Ya tuhan, temanku ini sungguh aneh, dichat seorang laki-laki
ganteng tetapi reaksinya sungguh datar", "Kau sudah selesai makan kan? Mari balik" aku
langsung berdiri dan berjalan menuju kelas tanpa persetujuan Saskia, lagian aku tuh kesal
kenapa dia cerewet sekali.
Sepulangnya dari sekolah aku langsung mandi dan berganti pakaian yang lebih
santai. Aku langsung menuju meja belajarku untuk mengerjakan tugas-tugasku, baru aku
ingin mengerjakan tugas tiba-tiba ponselku berbunyi, aku melihat notif yang terpampang,
'ah aku lupa membalas chat kak Arka, gara-gara Saskia tadi' gumamku setelah melihat
pesan dari orang yang sama, ya kalian benar itu dari kak Arka, sedikit informasi untuk

33
kalian kak Arka ini adalah kakak kelasku di sekolah, dia dari eskul basket, kalian pasti
langsung tau seterkenal apa dia di sekolah, tentu saja dia tinggi, putih, dan ganteng. Tapi
sayangnya itu semua percuma, dia senang sekali mendekati banyak perempuan cantik di
sekolahku. Tapi walaupun seperti itu aku tidak boleh menilainya dengan sebelah mata kan?
Siapa tau saja dia sebenarnya baik, tidak ada yang tahu kan. Aku langsung membalas pesan
kak Arka setelah membacanya.

Arka Revano
"Hai"
"Kok gk di bales sih?"

Syibel Velicia
"Eh iya kak maaf, tadi gk buka handphone di sekolah"

Arka Revano
"Lagi ngapain bel?"
"Yah udah tidur ya?"
"Ya udah deh, good night"

Setelah membalas chat dari kak Arka aku langsung mengerjakan tugasku hingga semuanya
selesai tanpa membuka ponselku lagi dan aku langsung tidur karena besok aku masih harus
sekolah.
Sudah seminggu ini aku dekat dengan kak Arka, semenjak dia mengechat ku pada
hari itu, aku selalu chatingan dengannya, di sekolah pun kak Arka suka menyapaku
walaupun tidak terlalu sering. Jujur aku senang dengan kedekatanku dan kak Arka,
ternyata dia baik dan tidak seburuk yang aku pikirkan. "Woy, ngelamun mulu, hati-hati
kesambet" suara Saskia berhasil memecahkan lamunanku, "Heh mulutnya! Sembarangan
banget kalau ngomong" jawabku kesal, "Makanya jangan bengong mulu, mikirin apa sih
emangnya? Kak Arka ya?" Aku terkejut, mengapa dia bisa tahu? Seperti cenayang saja
"Gk usah ngarang deh" jawab ku senatural mungkin, agar Saskia tidak curiga, "Ngomong-
ngomong gimana hubungan mu dengan kak Arka? Kapan jadian? Aku menunggu kabar
baiknya ya" jawabnya sambil terkekeh, "Gk gimana-gimana, baru seminggu deket kenapa
udah nanyain jadian sih? Dasar aneh", "Kita tidak ada yang tahu yang namanya cinta, dia
bisa tumbuh secara tiba-tiba" aku mengangguk tanda membenarkan perkataannya, "Ya tapi
sas, kak Arka gk mungkin suka sama aku, kita juga sebatas kakak kelas sama adek kelas
aja kok, gk lebih", "Yahhh, adek kakak zone dong?" Saskia berbicara dengan mukanya
yang disedih-sedihkan, "Kamu tuh ya seneng banget ngeledek temen sendiri, udah ah aku
mau belajar lagi, pembicaraan kita ngelantur kemana-mana karena kamu" Saskia tertawa
terbahak-bahak melihat reaksiku. Dasar teman menyebalkan, senang sekali dia
menggodaku, tidak ada satu hari tanpa godaannya Saskia.
Sepulang sekolah aku dan Saskia menunggu dijemput di depan gerbang sekolah,
ternyata Saskia sudah dijemput lebih dulu dengan grabnya, "Syibel, Saskia duluan yaa"
pamitnya padaku sambil melambaikan tangannya, "Iya, hati-hati dijalan" lalu Saskia
membalas dengan tangan membentuk tanda ok. Saat aku sedang menunggu grab datang
tiba-tiba ada yang memanggilku "Syibel" aku terlonjak kaget, karena aku sedang melamun

34
tadi, lalu aku menengok ke arah suara dan aku lebih terkejut lagi siapa yang memanggilku,
ya itu kak Arka, "Eh kak Arka" jawabku dengan senyum yang gugup, "Pulang bareng sama
aku yuk", "Makasih kak sebelumnya atas tawaran kakak, tapi aku udah mesen grab hehe"
tolakku dengan sedikit kekehan, sebenarnya aku tidak enak menolak kak Arka, lagi pula
kalau aku pulang dengannya aku tidak perlu mengeluarkan ongkos, tetapi aku lebih tidak
enak lagi kalau aku membatalkan pesanan grabku ini, "Yah, ya udah deh kapan-kapan aja"
jawabnya dengan wajah yang kecewa, tetapi sedetik kemudian dia tersenyum dengan
manis, 'kenapa senyumnya manis banget sih' gumamku, "Aku duluan ya bel, kamu hati-
hati", "Syibel" suaranya sedikit meninggi dan berhasil memecahkan lamunanku, "Eh iya
kak, hati-hati juga" kak Arka tersenyum lagi, lalu menyalakan motornya dan melambaikan
tangannya kepadaku, lalu aku membalasnya, 'aduh Syibel sadar dong!!! kok tiba-tiba
terpesona gitu sih' aku merutuki diriku sendiri.
Drtt
'Siapa sih yang telfon malem-malem, udah tau lagi pusing ngerjain tugas, ganggu aja'
gumamku sedikit merasa kesal
"Hallo"
"Hai Syibel"
Aku terkejut akan suara itu, lalu aku langsung melirik siapa orang yang menelefonku,
ternyata kak Arkan, kenapa aku tidak lihat-lihat dulu sih kalau ingin menjawab telfon,
kebiasaan.
"Bel, kamu masih disana kan?"
"Eh iya kak, ada apa ya? Kok tiba-tiba telfon"
"Lagi bosen aja hehe"
"Oh iya, aku gk ganggu kamu belajar kan?"
"Gk kok kak" sebenarnya sih ganggu, sedikit.
"Aku mau ngajak kamu jalan deh lusa, bisa gk?"
"HAH?? Jalan?"
"Iye bel, kenapa? Gk bisa ya?"
"Bi-bisa kok kak, emangnya mau kemana?"
"Kemana aja asalkan aku sama kamu"
"Apa sih kak, gombal deh" jawabku malu-malu.
"Serius kak mau kemana?"
"Serius-serius banget sih nanti baper loh"
"Kakak mah!!! Males ah, aku tutup aja ya"
"Eh-eh jangan dong, aku kan bercanda doang, abisnya kamu lucu kalau di godain"
"Lucu gimana coba, liat muka aku aja gk"
"Kan aku suka merhatiin kalau kamu lagi digodain sama temen kamu, reaksi kamu lucu
banget wkwkw"
"Kak aku tutup beneran ya" jawabku jutek.
"Eh iya-iya maaf, jutek banget sih"
"Liat lusa aja ya Syibel kita mau kemana, nanti kamu juga tau kok" lanjutnya.
"Ya udah deh kak, aku tutup telfonnya ya, mau lanjut belajar lagi soalnya"
"Oke, semangat Syibel belajarnya"
Setelah itu telfon mati secara sepihak, ya aku yang mematikannya, aku tidak kuat dari tadi
jantungku terus-terusan berdegup kencang, ada yang salah dengan ini, gk mungkin kan aku
suka dengan kak Arka? Tau deh aku gk mau mikirin, mending tidur aja, besok aku harus

35
bangun pagi-pagi untuk belajar kembali, karena besok aku ada ulangan.

Sekarang sudah hari sabtu, aku senang banget karena aku bisa bebas dari segala
tugas di sekolah dan yang paling penting adalah aku tidak perlu bangun pagi-pagi. Tapi
nyatanya aku harus bangun pagi-pagi, memang sih tidak sepagi saat aku bangun untuk
pergi ke sekolah, tetapi tetap saja itu menggangku waktu hibernasiku. Suara mamah ku lah
yang berhasil membangunkan ku "Bel bangun, ada temen kamu tuh di depan", "Eugh,
siapa sih mah? Pagi-pagi udah bertamu aja" jawabku dengan suara khas orang baru bangun
tidur, "Katanya sih namanya Arka, dia izin sama mamah mau ngajak kamu jalan-jalan hari
ini" setelah mamah berbicara aku langsung reflek bangun karena mendengar nama kak
Arka. Kalian tahu? Aku lupa kalau aku punya janji dengannya hari ini, Syibel bodoh sekali
kamu, "Ya udah sana mandi, kasian temen kamu nunggunya jadi kelamaan" perintah
mamahku sambil meninggalkan kamarku, sebelum menutup pintu mamah berbicara lagi,
"Sebelum pergi ajak temen kamu sarapan dulu disini, sekalian mamah mau kenalan",
"MAMAHHHH!!!" terdengar kekehan dari luar sana, sudah jelas mamah menggodaku
beliau sama saja dengan Saskia.
Setelah mandi dan bersiap-siap aku langsung turun ke bawah, "Hai kak, udah
nunggu lama ya?maaf ya" sapaku padanya sekaligus merasa tidak enak karena sudah
membuatnya menunggu, "Hai, gk kok tenang aja" jawabnya dengan senyuman, "Oiya kak,
mamah nyuruh kakak sarapan dulu, mau?" Tawarku, "Gk usah bel, aku udah sarapan kok
tadi" jawabnya dengan senyuman, "Ya udah, mau langsung berangkat?", "Boleh, tapi
pamit dulu sama mamah kamu" setelah berpamitan aku dan kak Arka langsung menuju
tempat yang ingin kita datangi, sebenarnya sampai sekarang aku pun tidak tahu kak Arka
ingin membawaku ke mana, tapi setelah aku bertanya dan mendapat jawaban, "Liat nanti
aja ya Syibel, biar jadi kejutan" setelahnya aku tidak bertanya lagi.
Setelah menempuh perjalanan selama 20 menit, akhirnya kita berdua sampai
tujuan, "Aku kira kemana kak, kenapa harus jauh-jauh sih, kan yang deket ada", "Di sini
pemandangannya lebih bagus hehe" kalian tahu kak Arka membawaku ke mana? Hanya
sebuah cafe, ya walaupun aku akui cafe ini sangat berbeda dengan cafe pada umumnya
karena di lantai atas kita disuguhkan oleh pemandangan alam yang amat sangat indah.
Setelah berbincang-bincang dan sedikit memakan cemilan, kak Arka mengajakku untuk
melihat pemandangan di luar, ya tempat duduk ku kebetulan di lantai atas, hanya saja aku
di dalam ruangannya, "Indah banget ya bel" kak Arka berbicara dengan menutup mata
sambil menikmati angin yang sesekali menyapa kulit ini, aku mengangguk sebagai
jawaban, "Bel" panggil kak Arka, "Iya, kenapa kak?" Balasku, "Aku suka sama kamu, mau
jadi pacar aku gk?" Aku terkejut akan pernyataan cinta dari kak Arka, karena itu terlalu
tiba-tiba, saking terkejutnya aku sampai membisu dan bingung ingin menjawab apa, jujur
aku nyaman di dekat kak Arka, tetapi aku belum yakin kalau aku suka sama kak Arka dan
kak Arka sendiri suka sama aku, jelas-jelas kita baru aja deket, masa sih semudah itu dia
suka sama aku? "Bel? Kok malah diem?", "E-eh iya kak", "Maaf ya kak sebelumnya, tapi
aku belum bisa ngasih jawaban sekarang" lanjutku, yang langsung di hadiahi wajah
kecewa kak Arka, aduh aku jadi tidak enak sama dia, "Gpp kok bel, aku gk maksa kamu
juga untuk jawab sekarang" balasnya dengan senyuman yang manis seperti biasanya,
"Makasih kak" jawab ku dengan menundukan kepala, karena merasa tidak enak dengan
kak Arka, "Ya udah kita pulang yuk, udah mau malem nih, aku harus balikin anak orang

36
dulu", "KAKK!! Emang aku barang apa" jawabku dengan rasa kesal, dibalas dengan
kekehan dari kak Arka.
Seminggu kemudian,"SYIBEL, KA ARKA NUNGGU DI DEPAN KELAS" teriak
Saskia dari arah pintu, "Berisik sas, gk usah teriak-teriak gitu deh kebiasaan banget" dia
hanya tertawa menanggapi perkataan ku, "Hai kak" sapaku, "Hai" balasnya dengan
senyuman yang khas, "Nanti pulang sekolah bareng aku ya, sekalian mau ngajak jalan
kamu, soalnya kita udah lama gk jalan berdua hehe", "Aku kira ada apa, ya udah nanti aku
izin mamah dulu ya" kak Arka membalas perkataanku dengan anggukan, "Ya udah aku
balik ke kelas ya, dadah syibelku" aku hanya tersenyum malu-malu mendengarnya, oiya
kalian belum ku beri tahu ya? Aku dan kak Arka sudah jadian, sehari setelah kak Arka
menyatakan perasaannya aku langsung bercerita ke Saskia malamnya dan Saskia
menyarankanku untuk menerima kak Arka, kalau kata Saskia 'jalanin aja dulu bel' dan yap,
aku akhirnya menerima kak Arka.
Sudah 1 bulan aku dan kak Arka jadian, pada awalnya semua baik-baik saja, kita
berdua layaknya 2 muda mudi yang sedang jatuh cinta, tapi tepat pada hari ini kak Arka
memutuskan hubungannya denganku secara sepihak, aku sudah bertanya-tanya alasan apa
hingga dia ingin putus denganku, tetapi jawaban yang kak Arka berikan tidak pernah
membuatku puas dan dengan terpaksa aku melepasnya begitu saja tanpa tahu alasan yang
sebenarnya mengapa dia ingin sekali memutuskan hubungannya denganku, dan ini sudah
seminggu setelah kejadian kak Arka memutuskanku kalian tahu? Aku masih dalam
keadaan yang sama seperti awal kak Arka mengajakku putus, aku sepulang sekolah sering
sekali menangis, nafsu makanku sampai berkurang, dan yang lebih parahnya lagi aku
sempat tidak mau masuk sekolah hanya karena aku tidak siap jika harus bertemu dengan
kak Arka dan bertegur sapa dengannya, Saskia sampai cemas melihat keadaanku yang
seperti ini, dia selama ini yang selalu di sampingku dan memberi ku semangat, sekarang
aku sudah masuk sekolah, tetapi aku tidak ada semangat untuk belajar, "Jangan melamun
terus bel, gk usah dipikirin" Saskia selalu berkata seperti itu saat aku sudah mulai
melamun, "Hmm" hanya deheman yang bisa kuberi sebagai jawaban, "Ayo dong
semangat, mana Syibel Velicia Alison yang gua kenal?", "Ya memang sih biasanya juga gk
semangat-semangat banget, tapi kan gk selemes ini juga dong" lanjutnya, aku hanya
membalas dengan senyum yang di paksakan, "Bel, jangan dipikirin lagi, itu semua sudah
lewat coba lah untuk melupakan nya perlahan", "Semoga bisa" jawabku singkat, "Pasti
bisa lah!!!" Jawabnya dengan menggebu-gebu, sebenarnya setelah aku menceritakan
semuanya pada Saskia dia langsung merasa kesal dengan kak Arka, dia selalu saja ada
niatan ingin berbicara langsung dengan kak Arka dan memaki-makinya karena telah
menyakiti hatiku, tetapi semua itu selalu aku tahan, aku gk mau lagi berurusan dengan
makhluk yang bernama Arka Revano, sudah cukup dia membuat luka yang besar di hatiku.
Setelah semua kejadian itu aku mulai disibukkan dengan acara dari osis, soal kak
Arka aku sudah mulai melupakannya perlahan, walaupun sampai detik ini rasa sakit itu
masih bisa kurasakan. Saskia masih sama, dia masih sering menyemangatiku setiap hari,
sungguh aku sayang sekali dengan sahabatku yang satu ini. Pasti kalian bertanya-tanya
tentang kak Arka, aku pun tidak tahu bagaimana kabarnya, karena setelah kejadian itu aku
tidak pernah melihatnya lagi, jangankan melihatnya, mendengar kabarnya saja tidak
pernah. Ia seakan-akan hilang ditelan bumi, ‘Syibel apa sih kok jadi mikirin kak Arka lagi’
aku menggerak-gerakkan tanganku di atas kepala untuk mengusir semua pikiran itu.

37
Setidaknya untuk saat ini aku sudah bisa bangkit, aku gk boleh terpuruk lagi dalam
kesedihan.
“Syibel Velicia Alison!!” panggil Saskia dengan geram, karena aku tidak
menghiraukan panggilannya sedari tadi, “Berisik banget sih sas, ini di tempat umum loh”
ya kita sedang bertemu di sebuah cafe dekat kampus kami, sebenarnya memang ini
rutinitas Saskia untuk menemaniku ditanggal 7, dia akan selalu datang dan menghiburku
agar aku bisa lupa akan kenangan pahit itu, “Makanya jangan melamun bel!!”. Kalian
benar, sudah 2 tahun lamanya setelah kejadian itu, tapi aku belum bisa melupakannya sama
sekali, lebih tepatnya aku masih menerka-nerka alasan dibalik dia memutuskan
hubungannya denganku, tetapi setiap aku memikirkannya Saskia selalu saja
menceramahiku, “Lupain, udah lama juga masih aja diinget”, “Gk penting bel untuk
diinget, mending mikirin skripsi” kurang lebih seperti itulah kata-kata yang akan Saskia
keluarkan, memang sedikit berlebihan apa lagi soal skripsi, baru juga masuk tahun pertama
sudah gaya memikirkan skripsi saja. “Sas balik yuk, aku mau ngerjain tugas lagi di
rumah”, “Gk ada berubahnya ya dari dulu, masih seneng sama tugas” balasnya sambil
terkekeh. Ya seperti itulah kisahku di masa SMA, memang menyedihkan tapi cukup
memberikanku banyak pelajaran soal percintaan.

38
ANGAN
Karya
Lutfia Azzahra
🍃"Ketika sebuah rasa tumbuh tanpa di sadari, entah kau memiliki rasa yang sama
atau tidak aku pun tidak tau. Aku selalu berharap dan berdoa agar kita memiliki rasa yang
sama"🍃

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

🌤️⛅️️☁
☁ ️️️
Pagi itu, hari yang biasa saja menurutku, namun seperti biasa aku selalu ceria,
bersenda gurau bersama sahabat-sahabatku. Tanpa sengaja aku bertemu dengannya, saat
pertama bertemunya hanya satu kata yang dapat menggambarkannya yaitu 'dingin'.

🍂🍂🌳🍂🍂
"Siapa namanya? Udah tau?" ucap Ailyn yang membuat aku terdiam dengan
sebuah gelengan. Aku dengan bantuan Ailyn langsung mencari tahu namanya dengan
diam-diam mengambil absen kelasnya, and bravo! Aku mengetahuinya. Aku telah
mengenalnya tapi aku tahu ia tak mengenalku, dan aku ingin membuatnya terbiasa dengan
keberadaanku. Itu sebabnya aku sering berada di sekitarnya dan aku yakin dia
menyadarinya, aku sangat menginginkan sebuah momen dimana aku bisa saling mengenal
dengannya. Momen itu memang belum terjadi, dan aku selalu berharap agar mendapatkan
momen itu.

Ia yang tak pernah menunjukkan senyuman dan tawanya kepada siapapun


terkecuali saat bersama teman dekatnya. Aku pernah melihatnya tersenyum bahkan tertawa
dengan temannya, aku menikmati itu walau hanya berlangsung sementara, namun aku
selalu dapat mengingatnya hingga kini. Hingga suatu ketika,
"Sei, aku mau kasih tau sesuatu. Tapi janji ya jangan sedih!" aku hanya diam
sambil menunggu Ailyn melanjutkan ucapannya.
"Nih, aku mau kasih tau ini, Liat deh!"
Entahlah apa perasaanku saat itu, sebuah foto yang berisi dirinya dengan seorang
wanita yang sedang memegang lengannya. Saat itu aku ingin mengakhiri perasaanku
begitu saja. Akan tetapi, setelahku coba, aku memang hampir berhasil menghilangkan rasa
itu. Namun, semua usahaku gagal dan rasa itu muncul lagi. Aku tak bisa menghilangkan
rasaku kepadanya. Selalu ada rasa yakin dan percaya bahwa ia akan memiliki rasa yang

39
sama denganku, itu yang membuatku tak bisa menghilangkan rasaku. Tetapi itu semua
semu, itu semua hanya sebuah harapan yang aku ingin menjadi kenyataan.

🌧️🌦️🌈
Hingga suatu ketika, saat tatapan kami tak sengaja bertemu, kami hanya saling
diam untuk waktu yang begitu singkat, tak ada senyuman ataupun sapaan yang keluar dari
bibir kami masing-masing. Mulai saat itu aku menjadi lebih sering melihatnya membalas
tatapanku, meski terkesan aneh saat ia melihatku. Tatapan yang begitu datar terpancar dari
matanya begitu indah, dengan bulu matanya yang panjang dan melengkung, terkesan
cantik, jika ia seorang wanita. Juga bola matanya yang selalu terpancar indah setiap kali
pandangan kami tak sengaja bertemu. Meski aku sering berada di sekitarnya, aku juga
sering tidak menyadari ketika ia berada di sekitarku, aku baru akan menyadarinya ketika
Ailyn, Kiara, Indy, ataupun Qila memberi tahuku.

Sore itu, aku, Ailyn, Kiara, Indy dan Qila sedang berada di taman sedang
berkumpul seperti biasa. Saat itu, Ailyn, Kiara, dan Indy sedang membeli makanan ringan,
hingga tinggal lah hanya aku dan Qila. Saat kami sedang asik mengobrol, tak sengaja aku
melihat ia lewat bersama dengan temannya.
"Subhanallah Qilaa, nikmat Tuhan mana lagi yang engkau dustakan." ucap Seira
dengan spontan.
"Apa sih, Sei?" jawab Qila kebingungan.
"Itu loh, liat deh ke situ ada dia."
"Dia siapa? Mana sih? OH ITU! ANZA, WOI ANZA" Qila teriak memanggil nama
nya.
"Ish Qila ih, dia nengok kan tuh ah Qila mah!" ucap ku kesal dengan teriakan Qila.
"Hah dia nengok? Oh." jawab Qila dengan watadosnya.
Hingga lanjutlah perdebatanku dengan Qila tentang teriakan Qila itu sampai Ailyn,
Kiara, dan Indy kembali.

☁️☁️☁️☁️
"Lyn, kantin yuk!" ajak aku kepada Ailyn.
"Ayo. Kiara, Indy, Qila mana?" tanya Ailyn.
"Mereka masih olahraga, kita duluan aja." Akhirnya aku dan Ailyn pergi ke kantin,
sesampainya di kantin tanpa sengaja aku bertemu dengannya, bahkan berpapasan dengan
nya.
"Oh gitu, Sei? Oh jadi gitu? HAHAHAHA." goda Ailyn ke Seira.

40
"Apa sih Lyn!? Kenapa sih?" kesalku sekaligus bertanya.
"Kamu tau ga si, Sei? Tadi tuh Anza ngelirik kamu, ya ampun lucu banget sii
kalian." kata nya dengan muka seperti orang yang membayangkan sesuatu yang lucu.
Obrolan kami berlanjut dengan di temani makanan dan minuman yang kami pesan
sampai Kiara, Indy dan Qila sampai di kantin.

Mulai saat itu hubungan antara aku dan dia semakin lebih baik, namun suatu ketika
aku mendapat sebuah kabar bahwa ia telah memiliki pasangan.
"Sei! Liat deh cepet!"
Aku pun melihat apa yang di beritahu oleh Ailyn. Setelah melihat foto yang di
berikan Ailyn, aku hanya menatapnya menunggu penjelasan.
"Yaa balik lagi ke saran aku yang waktu itu. Menurut aku, kamu jangan yang
berlebihan suka gitu ke dia apalagi dia gatau kan, mending yaa kayak biasa ajaa, atau ga
cari yang lain gitu yang menurut kamu ganteng gitu" perkataan Ailyn berusaha
menyadarkan ku, menyadarkan perasaan ku terhadap dia yang bernama Anza.
"Heh? Kamu kata gampang apa, asal ngomong aja cari yang ganteng. Mana mau
mereka sama aku yang buluk ini, hahahaha." jawab ku di selingi dengan candaan.
"Aku pukul nih, buluk dari mana coba." jawab Ailyn kesal dengan jawaban ku.
"Jadi kamu mau move on nih? Ih gara-gara aku nih? Aku jadi ga enak ya ampun."
pertanyaan Ailyn dengan rasa bersalah.
"Sudah lah Lyn, itu bukan karna kamu kok. Aku juga ga mau taruh perasaan aku ke
orang yang ga pasti lagi, percuma endingnya akan sama. Lagi pula kalau dia udah bahagia
dengan yang lain aku bisa apa? Makasih ya Lyn udah nyadarin aku." kataku.

Meski aku telah tak menginginkan rasa itu, meski telah menghilangkan rasa itu.
Entahlah, namun harapan itu masih ada. Seperti bulan yang menginginkan bintang selalu
ada di sisi nya, agar dapat menghiasi langit dengan cahayanya yang terang dan indah untuk
di pandang. Namun, saat bintang tak ada maka langit akan terasa kosong.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
🍁"Segala harapan dan doa yang selalu di semogakan, semoga kelak akan
tersemogakan"🍁

41
Scarlet Mist Incident
Karya
Mahardika Marshal I.

Selama musim panas yang damai Di Gensokyo, kabut merah yang tidak wajar muncul
secara tiba-tiba dan menutupi sebagian besar daratan Di Gensokyo. Kabut ini cukup tebal
untuk menghalangi sinar matahari, sehingga menyebabkan semua area yang tertutup oleh
kabut ini menjadi gelap dan dingin. Reimu Hakurei, seorang gadis kuil dari kuil Hakurei,
menyadari bahwa jika kabut tersebut di biarkan, maka kabut itu mungkin akan menyebar
sampai melintasi perbatasan ke dunia manusia. Dengan kata lain, ini adalah tugas nya
untuk menemukan penyebab kabut yang tidak wajar ini. Dengan mengandalkan intuisinya,
dia langsung menuju Danau Misty yang tampaknya seperti tempat kabut tersebut muncul.
Ketika Reimu pergi untuk menemukan sumber kabut ini dia Di cegat oleh Rumia,
seorang youkai yang bisa memanipulasi kegelapan. Tanpa basa-basi mereka pun langsung
bertarung dengan aturan yang sudah Di tetapkan Di Gensokyo, yaitu "Spell Card Rules".
Dimana kita tidak boleh membunuh lawan dan siapa yang paling indah akan menang. Dan
pertarungan ini di menangkan oleh Reimu. Saat berada di Danau Misty, Reimu bertemu
dengan Cirno, seorang peri es yang hidup Di danau tersebut. Karena merasa terganggu,
Cirno mengajak Reimu untuk bertarung menggunakan Spell Card Rules. Mau tidak mau
Reimu pun menerima ajakannya. Cirno pun kalah. Namun, baik Rumia maupun Cirno
tidak ada hubungannya dengan kabut merah ini.
Reimu lalu melihat sebuah rumah besar bak istana Di ujung danau yang tampaknya
seperti sumber dari kabut merah ini. Setelah sampai di depan gerbang rumah tersebut,
Reimu langsung di serang oleh banyak penjaga. Serangan tersebut dipimpin oleh seorang
penjaga gerbang bernama Hong Meiling. Hong Meiling dengan kemampuan Bela dirinya
yang handal mencoba menghentikan Reimu. Namun Hong Meiling gagal untuk mengusir
Reimu Dari tempat itu. Reimu pun memaksa Hong Meiling untuk menunjukan jalan
menuju rumah besar itu. Setelah Reimu memasuki rumah besar tersebut, dia melalui
sebuah perpustakaan yang minim cahaya. Disana Reimu disergap oleh Koakuma, tetapi
Reimu dengan mudah mengalahkannya. Lalu majikannya Patchouli Knowledge, seorang
penyihir berumur 100 tahun yang juga pemilik perpustakaan tersebut mencoba
menghentikan Reimu untuk melangkah lebih jauh. Tetapi Patchouli pun gagal
menghentikan Reimu Di karenakan asma nya yang kambuh. Reimu pun kemudian sampai
di lorong utama. Di sana Reimu bertemu dengan Sakuya Izayoi, seorang kepala pelayan
dengan kemampuan untuk memberhentikan waktu dan handal Dalam melempar pisau.
Sakuya dengan pisau dan kemampuannya mencoba untuk menghentikan Reimu dengan
sekuat tenaga. Melawan seseorang yang dapat memberhentikan waktu adalah sesuatu yang
mustahil. Tetapi Reimu memiliki kemampuan untuk keluar dari realitas, sehingga dia
masih bisa bergerak walau waktu telah berhenti. Tetapi walaupun tanpa menghentikan
waktu, Sakuya masih menjadi lawan yang menyulitkan, Karena kemampuan melempar
pisau nya yang sangat akurat. Setelah mengalahkan Sakuya, Reimu bertemu dengan
pemilik rumah besar ini. Dia adalah Remilia Scarlet, seorang vampir yang dapat
memanipulasi takdir Dan pencipta kabut merah ini. Reimu meminta Remilia untuk

42
mengilangkan kabut ini, tetapi Remilia menolak. Remilia mengungkapkan bahwa dia
menciptakan kabut merah ini karena dia ingin menutup sinar matahari supaya dia bisa
berjalan diluar saat siang hari tanpa menggunakan payung. Ini di karenakan diri nya adalah
seorang vampir, dan sinar matahari adalah salah Satu kelemahannya. Dan pertarungan pun
tak dapat di hindarkan. Pertarungan berlangsung sangat lama dan sangat sengit, sampai
Remilia mengeluarkan tombak Gungnir. Tombak yang konon katanya tidak pernah meleset
dari target nya. Namun Reimu dengan kemampuannya untuk keluar Dari realitas, dia
menjadi mustahil untuk terserang. Remilia pun terkalahkan, dan semua kembali seperti
sedia kala.
Setelah insiden ini di selesaikan, Reimu kembali me kuilnya. Beberapa hari
kemudian saat Reimu sedang menyapu halaman kuil, Remilia datang dengan
menggunakan payung. Remilia pun meminta maaf atas insiden yang ia sebabkan.
Walaupun Remilia sudah menyebabkan sebuah insiden, Reimu dengan sifatnya yang
carefree langsung memaafkannya tanpa berpikir panjang.

43
Pembunuh Ayah
Karya
Maulana Habib Alfahri

Di sebuah kota besar bernama Milli, Sepasang suami istri yang bernama Emma dan Brian
terlihat sangat bahagia, karena sang istri “Emma” akan melahirkan sebuah anak. Pada
suatu malam hari, kandungan yang ada pada perut Emma sudah mencapai proses
melahirkan, Brian dengan sigap membawa istrinya “Emma” ke rumah sakit terdekat.
Setelah lama menunggu akhirnya dokter keluar dari ruang persalinan dan memberitahukan
kenyataan yang pahit kepada sang ayah “Brian”. Saat proses persalinan “Emma”
meninggal dunia dikarenakan pendarahan yang sangat banyak menyebabkan sang ibu
“Emma” kekurangan darah. Brian sangat terpukul dan seketika dia meneteskan air matanya
kelantai. Anak tersebut diberi nama “Clayman” yang diberikan oleh sang istri “Emma”
disaat – saat terakhir meninggal dunia. Brian membawa anaknya “Clayman” pulang
kerumah.
12 tahun setelah “Emma” meninggal, Clayman sudah bersekolah di SD Negeri dan
ayahnya “Brian” menghabiskan waktunya dengan mabuk, pergi ke club malam, dan
berjudi. Setelah pulang dari kasino Brian mendapatkan uang yang sangat banyak. Dia tidak
tahu bahwa dia diikuti oleh 3 orang saat berjalan dari kasino menuju kerumah. Saat
dirumah dia disambut oleh anaknya “Clayman”, Brian langsung menampar dan
menendang anaknya “Clayman” karena kesal. Anak laki – laki “Clayman” tersebut hanya
tersenyum peluh. Brian pergi menaruh uangnya di brankas, lalu pergi kekamar dan tertidur
lelap. Saat tengah malam terdengar suara gaduh dari arah berangkas yang berisi uang
banyak. Brian dengat sigap pergi ke brankasnya sambil membawa senjata tajam. Dia kira
anaknya ingin mengambil uangnya untuk pergi dari rumah. Dari belakang salah satu dari 3
orang tersebut memukul kepala dengan kayu dan menusuk di bagian perut Brian dengan
menggunkan pisau dapur. Brian seketika meninggal dunia. Clayman bangun dari tempat
tidurnya dan pergi menuju ke tempat kegaduhan. Dia melihat ayahnya “Brian” bersimpah
darah di lantai dan dari belakang dia dipukul dengan kayu tepat di bagian punggungnya,
Clayman langsung tak sadarkan diri. Mendengar suara kegaduhan tersebut tetangga
mereka langsung menelpon polisi. Saat polisi melakukan investigasi terlihat sebuah mayat
dan anak yang tak sadarkan diri memegang pisau bersimpah darah, dari semua investigasi
tidak ada satupun sidik jari orang lain selain mereka “Brian” dan “Clayman”.
Clayman yang tak sadarkan diri langsung dibawa ke kantor polisi. Saat Clayman sadar, dia
di introgasi oleh polisi. Clayman banyak di beri pertanyaan dan akhirnya harus dibawa ke
meja hijau. Saudara dari ibunya “Rina” membatu Clayman dan menyewa pengacara
terkenal. Clayman bebas karena hasil evaluasi kejiwaannya, Clayman diadopsi oleh
keluarga dari ibunya “Rina”. Clayman masih bersekolah di sekolah lamanya. Temannya
dan sahabatnya bukannya menyemangati malah mencemooh dan membullynya, ternyata
berita tentang Pembunuh ayah menyebar luas dan viral di sosial media. Saat istirahat
Clayman sering mendegar kata – kata “Pembunuh ayah” sampai dia lulus.

44
Saat di SMP, Clayman masuk sekolah negeri terkenal di kota Milli. “Mungkin kehidupan
baruku akan dimulai disini” gumam Clayman, tapi Clayman salah besar teman - temannya
waktu di sekolah dasar masuk ke SMP yang Clayman sekolahi, Clayman di cap buruk oleh
murid sekolah SMP yang Clayman tempati, karena teman – teman Clayman menyebarkan
berita tidak benar terhadap Clayman. Selama 3 tahun di SMP sampai lulus, Clayman
menjadi penyendiri, tidak pernah terbuka, dan percaya kepada siapapun, bahkan Clayman
sering mencoba bunuh diri, tapi dihentikan oleh Rina.
Clayman bersekolah di SMA N Violet, Clayman hanya menghabiskan waktunya dengan
belajar dan belajar. Sampai pada suatu hari ada seorang gadis “Luna” yang menyapanya
saat dia berdiri di tengah jembatan. “Apa yang kau lakukan?” ujar Luna. “Aku hanya
berdiri saja, sambil mengingat hal yang sering kulakukan” ujar Clayman. “Bolehkah aku
ikut?” ujar Luna, sambil berdiri disamping Clayman. “Kamu bodoh, terlihat jelas aku mau
bunuh diri” sambil membentak dan Clayman berkata “Maafkan aku” Clayman menyesal
berbicara seperti itu. “Kamu yang bodoh, mana bisa mati, kalau sungainya dangkal dan
tingginya pendek, yang ada malah menderita saja” ujar Lina, sambil memasang muka
serius. “Bisa lah, kalau kepala duluan” ujar Clayman, sambil meyakinkan. “kalau begitu,
kamu yang coba saja” ujar Lina, tanpa sengaja memukul pundak Clayman. Clayman
kehilangan keseimbangan, tanpa disadari Clayman menarik Luna dan mereka terjatuh
bersama – sama. “kenapa kamu menarikku?” ujar Lina, merintih kesakitan. “kamu sendiri,
kenapa memukul, aku jadi hilang keseimbangan?” ujar Clayman, melihat keadaan. “Tadi
mau bunuh diri bukannya” ujar Lina. “Aku lupa membakar buku harianku” ujar Clayman,
memasang muka malu. “Anak SD” ujar Luna, sambil menahan ketawa. “Aku pulang” ujar
Clayman, pergi meninggalkan Luna sendirian. “Kamu sekolah di SMA Violet yaa, sampai
ketemu besok Clayman” Ujar Luna, sambil tersenyum. “Kenapa dia bisa tau namaku, ouhh
dia melihat tanda pengenal dan lokasi bajuku” ujar Clayman, berkata dalam hati.
Keesokan harinya, pak guru memasuki kelas dan membawa gadis cantik disebelahnya
“Harap diam! hari ini kita kedatangan teman baru?” murid – murid tiba – tiba gaduh dan
bertanya – Tanya “Siapa?”, “Kamu kenal”,”Cantikk”, dan sebagainya. Hanya satu orang
yang tidak memperdulikannya yaitu Clayman. “Harap tenang semua! Dan silahkan
memperkenalkan diri Luna” ujar pak guru. “Baik pak, perkenalkan semua, nama saya Luna
Histoire, asal sekolah SMP McBert, alamat di dekat rumah Clayman yang sedang sibuk
dengan bukunya” ujar Luna, sambil menunjuk Clayman. “HAAAH” ujar semua murid di
kelas, sambil melihat Clayman. Suara gaduh makin menjadi. “Harap tenang, ayo kita mulai
KBMnya!” ujar pak guru dan menyuruh duduk Luna. Luna duduk di sebelah Clayman dan
berkata pelan “Mohon kerjasamanya Clayman”. Luna meminta Clayman, mengajaknya
berkeliling sekolah. Clayman menolaknya, karena dia pikir itu tidak ada gunanya. Luna
terus memaksa Clayman dan akhirnya Clayman menerima permintaanya. Saat berjalan,
Clayman berkata “Kenapa aku?” sambil melihat Luna. “Hmmm, gak tau, mungkin karena
aku mengenalmu” ujar luna. Setelah Clayman dan Luna berkeliling sekolah, mereka
pulang kerumah melewati jalan yang sama.
Keesokan harinya perlakuan teman sekelas Clayman terhadapnya semakin menjadi – jadi
saja. Luna membela Clayman dan berteriak kepada semua orang dikelasnya “Kenapa
kalian melakukan ini?” Oda menjawab pertanyaan Luna “Kenapa? Itu sudah jelas,
PEMBUNUH AYAH, tidak pantas disini”. “Sudah cukup Luna, mending kamu duduk di
tempat lain. Jangan bersimpati terhadapku!” ujar Clayman, sambil membersihkan meja

45
yang kotor, Luna pindah tempat duduk. Sepulang sekolah Luna menunggu Clayman di
depan gerbang sekolah. Saat Clayman melewati gerbang sekolah, Clayman menghiraukan
Luna. Luna hanya mengikuti Clayman saja. Saat tidak ada siapapun hanya mereka berdua
saja, Clayman memulai pembicaraan “Sudah cukup, tidak usah sok simpati” Clayman
memalingkan wajah. “Terserah aku, jalan rumah kita juga searah si” ujar Luna. “Jangan
simpati kepadaku! Kan sudah kubilang” ujar Clayman, sambil membentak Luna dan
berlari meninggalkan Luna. “Apa yang kulakukan? Dasar bodoh” ujar Clayman dalam
hatinya. Luna mengejar Clayman dan berkata “Kalau punya masalah bilang donk, jangan
memendamnya sendiri!” Clayman mendengar kata – kata yang Luna ucapkan, baru
pertama kali dalam hidupnya, dia menangis seketika dan berbicara yang dia alami selama
ini.
Keesokan harinya Clayman dan Luna hanya saling menyapa saja, begitupun keesokan
harinya, sampai suatu hari, hari dimana semua orang menuju satu tempat saja. Clayman
berdiri di atas menara dan ternyata pada hari itu 3 orang yang merampok rumah Clayman
tertangkap, kerena merampok sebuah rumah di sekitar rumah Clayman, saat di inrogasi dia
membeberkan semua perampokannya dan salah satu dari mereka berkata “Kami pernah
merampok dan membuat seorang anak kecil menjadi tersangka sekitar beberapa tahun
lalu”. Beberapa jam kemudian media massa sudah menyebar berita, Oda dan Luna
membaca sebuah artikel di internet tentang perampokan itu. Luna dan Oda berfikir bahwa
itu ada sangkut pautnya dengan hal yang dia alami saat waktu kecil. Luna dan Oda yang
tadinya ingin menikmati kembang api bertemu dan mencari Clayman, mereka terus
mencari dan sampai di Menara, mereka melihat Clayman ketakutan saat ingin melompat.
Oda melangkahkan kakinya naik keatas menara. “Jangan bergerak? Nanti aku akan
melompat” Ujar Clayman, dengan nada serius. “Mana berani kamu melompat dari menara
setinggi itu” ujar Luna, dengan nada serius. “Berani, sudah jelas tidak ada alasan untukku
hidup” ujar Clayman dengan nada serius. “Bagaimana dengan mbak Rina? Yang membatu
dirimu saat kau sedang kesusahan” ujar Luna, dengan nada serius. “Berisikk, berisik,
berisik” ujar Clayman, kehilangan keseimbangan dan terjatuh. “Akhirnya bisa terjatuh juga
selama menunggu lama” ujar Clayman, didalam hatinya. Oda dan Luna dengan gerak cepat
menahan Clayman. “Apa yang kalian lakukan” ujar Clayman. Oda memukul Clayman
“Aku sudah tau, bahwa kau tidak bersalah, maafkan aku!” Oga mengatakannya dengan
tulus. “Lain kali jangan seperti itu lagi Clayman! Aku takut” Ujar Luna, sambil menangis.
“Maafkan aku juga!” ujar Clayman, menundukan kepala. “Dari pada mengatakan maaf,
lebih baik terimakasih Clayman” Ujar Oda, sambil memukul Clayman. “Kenapa aku
dipukul terus sihh?” ujar Clayman. “Karena kau bodoh” ujar Oda dan Luna berbarengan.
Oda, Clayman, dan Luna tertawa bersama. Keesokan harinya semua orang yang
mencemooh dan membully Clayman meminta maaf.

46
Kembali
Karya
Muhammad Agung N.

Ditemani suara burung yang menghardik hujan, aku baca sepucuk surat dari lelaki
yang pernah menyakitiku. Kata demi kataku eja perlahan dengan tanganku yang terus
meraba di atas surat sebagai penuntun ejaanku. Tiba di sebuah kalimat
"Tunggu aku datang ya"
Rupanya kata tersebut mengunciku di antara lorong untuk pergi darinya.
Aku eja kembali kata-katanya, dan ku mengerti secara perlahan maknanya. Dan
benar saja semakin aku membacanya, semakin sulit kunci lorong dibuka. Aku mengikuti
setiap kata yang ada dalam surat tersebut, termasuk tidak berpaling dari penulis surat
tersebut. Padahal dia bukan siapa-siapaku lagi, namun kata-katanya mampu membuatku
menjadi babu. Hari demi hari aku lewati dengan sejuta perintah yang ada di surat tersebut,
semakin aku kerjakan rupanya aku semakin merindu.
Pada akhirnya penulis surat tersebut datang, membawa senyum yang seakan
meyakinkanku untuk kembali padanya. Sungguh tak kuat lagi aku menahan sejuta rindu
ini, ingin aku dekap dirinya. Namun aku teringat kembali pernah ada luka yang ia beri
padaku.
"Apa kabarmu?" tanyanya saat kita duduk di taman berdua
"Baik, bagaimana denganmu?" tanyaku sedikit sinis
Sinisku itu sebenarnya aku beri untuk sekedar jual mahal, agar aku tak terlihat murah di
depannya.
"Baik, bagaimana orang tuamu?" ia bertanya kembali
"Hmm, mungkin baik. Kalau kau tak menyakitiku lagi." jawabku sedikit ketus
"Maafkan aku, biarkan semua cerita lalu itu hilang. Aku ingin membuka lembaran baru
denganmu." jawabnya dengan mata yang berbinar-binar
"Semudah itu?" jawabku sembari pergi meninggalkannya
Saat aku meninggalkannya ia tak mengejar atau bahkan memanggilku, padahal aku
berharap dia akan memperjuangkanku. Sesampainnya aku di rumah aku benar-benar
menyesal membicarakan masalah lalu yang menjadi masa kelam antara aku dan dia, andai
aku tak singgung masalah itu. Barangkali aku dan dia sudah membuka lembaran baru saat
ini, tak aku lanjut dengan kepusingan kuambil jalan untuk melupakan dengan cara tidur.
Saatku tidur alam bawah sadarku terus mengingatkan aku pada lelaki tersebut.
Pagi telah tiba, asisten rumah tanggaku tiba-tiba mengetuk pintu kamarku.
"Tok... Tok... Tok" suara ketukan pintu

47
"Ada apa Bi, tidak biasanya mengetuk di jam segini." jawabku dengan mata masih sedikit
tertutup
"Ada surat tertulis di sini untuk gadis cantik yang kemarin bertemuku di taman ,Non. Apa
benar ini punya Non?" jawab Bibi sembari bertanya
"Selipkan dibawah pintu Bi." jawabku sembari memerintahkan Bibi
Aku perintahkan Bibi menyelipkan suratnya di bawah pintu, karena aku masih ngantuk
sekali.
Ketika nyawa sudah berkumpul aku ambil surat yang diselipkan di bawah pintu oleh
Bibi. Aku lihat surat tersebut dan benar di surat tersebut tertulis
"Untuk gadis cantik yang kemarin bertemuku di taman."
Mulai aku buka suratnya, dan aku baca suratnya.

Hai, ini aku yang kemarin membuatmu kecewa. Maafkan aku ya, kutunggu kamu malam
ini di taman kembali.

Tertanda

Yang mengecewakanmu

"Kamu tidak membuat aku kecewa, namun kamu membuat aku lebih percaya. Bahwa masa
lalu bukanlah patokan untuk maju." jawabku di dalam hati
Tak menunggu lama, malam pun tiba. Aku mempersiapkan diri untuk bertemunya di
taman. Saat menyusuri jalan ke taman, aku bingung harus apa aku di sana. Sesampainya di
taman, aku melihatnya menunggu tepat di tempat duduk yang kemarin. Aku hampiri dia
dengan sejuta kebingungan
"Hai, rupanya kau ingin datang." sapanya
"Ada apa?" tanyaku sedikit lebih lembut dari kemarin
"Minta maaf dan membuka lembar baru denganmu, maukah kamu memaafkan dan
membuka lembaran baru denganku?" tanyanya dengan keseriusan
Sungguh pertanyaan itu lebih susah dibanding soal ujian, di satu sisi aku ingin bersamanya
lagi. Tapi di lain sisi ada luka yang pernah ia beri, setelah berseteru dengan pikiran
akhirnya aku jawab.
"Ya, aku memaafkan dan menerima tawaranmu untuk membuka lembaran baru."
Akhirnya aku dan dia kembali bersama dengan cerita yang berbeda.

48
Surat Tilang Di Malam Kemenangan
Karya
Muhammad Althaf Ramadhan

“Allahuakbar...Allahuakbar.....Allahuakbar...”
Ya, ini adalah malam setelah satu bulan aku melaksanakan puasa ramadhan. Tepat
dua tahun ke belakang Aku dengan Keluargaku pergi berlebaran di rumah Nenekku
didaerah Muntilan, Jawa Tengah. Setelah Aku melaksanakan shalat isya,Aku pergi menuju
Masjid untuk bertakbiran.Saat sedang bertakbiran, Aku diajak Pakdeku untuk ikut takbir
keliling bersama beberapa anak-anak dan remaja lainnya.
Disaat yang lain pergi dengan menaiki mobil pick up, Aku dengan Pakdeku pergi
menggunakan sepeda motor.Dipertengahan jalan Pakdeku berbisik padaku,
“Mas, kita duluan saja,kita mampir ke apotek dulu.” Perintah Pakdeku.
“Enggeh, Pakde” Jawabku.
Memang belakangan ini Budheku sedang terkena penyakit, walaupun hanya flu dan
pusing.
Setelah sampai di apotek dan mendapatkan obat yang dibutuhkan, Aku pun pergi
melanjutkan perjalanan menyusul rombongan jamaah yang lain.
Di perjalanan mencari rombongan yang lain, Aku pun melewati sebuah Polsek
yang nampaknya sedang melakukan razia, sebenarnya Aku ragu untuk terus jalan melewati
Polsek itu.Benar saja,saat Aku lewat ada seorang Polisi yang memberhentikan motorku.
Tetapi saat itu Aku tidak terlalu panik, karena Aku adalah seorang anak Perwira.
“Selamat malam,Mas.Bisa tunjukkan surat-suratnya?” Ujar sang Polisi.
“Waduh,surat-suratnya tidak dibawa,Pak.” Jawab Pakdeku.
“Ya sudah berarti Bapak harus mengikuti sidang untuk mendapatkan kembali kunci ini!”
Perintah Pak Polisi sambil mengambil kunci motor Pakdeku.
“Pie iki,Mas?” Tanya Pakdeku dengan wajah bingung.
Aku pun mencoba menelpon Ayahku lagi, namun Ayahku tidak mengangkat
teleponku juga. Aku pun mulai panik dan karena Aku tidak dapat menunjukkan surat-surat
dan Ayahku pun tidak dapat ditelpon, Aku pun mendapatkan surat tilang dan harus sidang
di Polsek. Setelah menunggu hampir dua jam, Aku pun disidang.
“Baik, karena bapak tidak dapat menunjukkan surat-surat dan tidak menggunakan
keselamatan berkendara maka bapak dengan masnya harus membayar denda tilang
sebesar Rp 500.000!”Perintah Pak Polisi.
“Baik,Pak.Ini uangnya.” Jawab Pakdeku sembari membayar uang denda.
49
“Lain kali kalau berkendara bawa surat-surat dan memakai helm ya, Pak!” Nasihat Pak
Polisi sambil bersalaman denganku dan Pakdeku.
“Siap, Ndan” Jawabku dengan bersikap hormat kepada Pak Polisi.
Untung saja Pakdeku membawa uang lebih. Aku pun dapat kembali melanjutkan
perjalanan setelah melewati sidang dan membayar denda. Aku pun mengurungkan niat
untuk menyusul rombongan yang lain karena waktu pun sudah malam. Pada pukul 11
malam aku pun sampai kembali di rumah Nenekku diantar Pakdeku dan ternyata
rombongan yang lain sudah sampai setengah jam yang lalu. Sebelum pulang Pakdeku
berpesan padaku,
“Kejadian tadi jangan diberitahukan ke yang lain ya!” Pinta Pakdeku.
“Baik,Pakde.” Jawabku.
Setelah bersih-bersih, Aku pun lekas tidur karena besok harus bangun pagi.
Setelah melewati malam yang melelahkan, Aku pun bangun dan segera bersiap-
siap untuk melaksanakan sholat ied.Pada pukul 06.30 Aku melaksanakan sholat ied di
Masjid sekitar rumah Nenekku. Setelah sholat ied, Aku pun makan bersama Keluarga
besarku di rumah Nenekku. Setelah makan bersama, Aku dengan Saudaraku saling
bersalaman dan bermaaf-maafan dan sungkem kepada seluruh Orang tua.
Setelah bermaaf-maafan, Aku pun ikut bercakap-cakap dengan sanak saudaraku
yang lain. Saat sedang mengobrol, tiba-tiba ada Saudaraku yang bertanya,
“Kenapa semalam pulangnya tidak bareng dengan rombongan yang lain?” Tanya salah
satu Saudaraku.
“Tidak apa-apa, kemarin cuma mampir sebentar ke apotek.” Jawabku sambil tersenyum.
“Lah, terus ngapain semalam mampir ke Polsek?” Sindir Masku.
“Loh, Mas kok tahu?“ Sahutku.
“Kenapa Mas nggak ngelolosin Aku?” Sambungku.
Ternyata Masku ini kemarin sedang bertugas jaga di Polsek.
“Ouhh, ternyata semalam kena tilang, pantesan pulangnya malam.” Ledek Ayahku.
Ibuku dan Saudaraku yang lain pun ikut tertawa mendengar ledekan Ayahku itu.
Walaupun Aku menjadi malu karena hal ini, tetapi ini adalah lebaran yang sangat
berbeda dan berkesan bagiku dibanding lebaran sebelumnya, apalagi ini adalah pertama
kalinya Aku ditilang dan harus sidang. Tetapi ini bisa menjadi pelajaran dan pengalaman
dalam hidupku terutama saat berkendara.
(Muhammad Althaf Ramadhan/berdasarkan kisah nyata saat Hari Raya Idul Fitri 1439 H)

50
J.E.A.G.E.R
Karya
Nabil Dzakwan

Suatu pagi yang tenang Caesar atau yang sering dipanggil dengan nama Sesar
bangun diruang asramanya seperti biasa ia bersiap untuk melakukan apel rutin setiap
minggunya. “Selamat pagi prajurit” sapa Erwin pmpinan pasukan tersebut “PAGI PAK!!”
balas seluruh prajurit didalam asrama. “Semua segera berbaris di lapangan utama kita akan
segera melaksanakan apel rutin dan melanjutkan latihan kalian, SEMUA MENGERTI!!”
ucap Erwin “SIAP PAK!!” balas seluruh orang. Singkat cerita saat mereka akan
melakukan latihan tiba-tiba suara alarm berbunyi menandakan ada ancaman yang sedang
terjadi dan benar saja terjadi penyerangan oleh KAIJU disalah satu kota didekat markas
milter tersebut.
Setelah alarm tersebut berbunyi seluruh pasukan langsung bersiap termasuk Sesar
ia segera mengambil peralatan dan segera bergabung dengan pasukannya. Tak lama setelah
sampai di kota ia turun sontak terkaget dengan yang ia lihat ia langsung berkata dengan
gemetar “m...monster apa itu kenapa ukuranya melebihi gedung yang ada disana dan
ke..kenapa kita harus melawan monsterseukuran tersebut?” “kenapa kau diam segera
masuk ke formasi kita melawan mereka untuk melindungi umat manusia, CEPAT!”
samabr Erwin,caesar pun langsung pergi mengikuti pasukan nya.
Dua jam telah berlalu dan seluruh pasukan hanya dapat mengores kulitnya
sedangkan monster tersebut tetap menghancurkan yang ia lalui. Tiba-tiba saat monster
tersebut masih mengamuk dan meratakan kota dan seisinya ia pun langsung berjalan
mengarah salah satu pasukan tersebut ia makin mengamuk dan merata kan seluruh pasukan
dan mulai berjalan dan menghabisi semuanya tanpa tersisa. Banyak pasukan baru yang
panik dan lari berhamburan kecuali pasukan nya caesar ia tetap teguh menghajar monster
tersebut meski ternyata pasukan tersebut tetap hancur seperti yang seperti yang lain. Ajaib,
Ceasar tetap hidup meski mengalami luka kritis saat dirumah sakit ia bercerita pada Erwin
“saat disana ada sesuatu yang terang dan ia memberiku sesuatu seperti sarung tangan dan
aku bermimpi aku mengalahkan monster tersebut dengan tangan,tapi kuberharap itu hanya
mimpi”.ucap Ceasar. “Tidak kau benar nak kau mengalahkan makhluk tersebut dan
sesuatu membuat mu menjadi bercahaya dan semua hal tersebut direkam oleh stasun tv
ditempat kejadian” ucap Erwin sambil menyalakan TV dan melihat siaran yang menayang
kan kejadian tersebut sontak Ceasar tercengang dan tidak bisa berkata apa apa.
Dua minggu berlalu dan keadannya mulai memulih ia mulai melakukan latihan
khusus untuk mengetahui kemampuan yang ia memiliki sejauh ini yang ia ketahui bahwa
ia bisa mengaktifkan kekuatan ia saat merasakan sakit dan memiliki tekad kuat untuk
melakukan sesuatu, kekuatan yang ia miliki seperti mebuat ia melebihi manusia normal
tapi sayangnya ia tak bisa menguasai kekuatan tersebut. Meski begitu ia tetap dapat
membantu pasukannya sebagai kekuatan tambah saat melawan para KAIJU.
Suatu hari ia bertemu dengan seorang asing yang berkata bahwa mereka sama.
Caesar kebingungan dan segera pergi beberapa jam kemudian terdapat serang KAIJU lagi
dan kali ini yang menyerang terdapat dua KAIJU sekaligus. Dengan percaya dirinya ia
segera datang untuk membantu tanpa tahu bahwa serangan kali ini berbeda dengan
sebelumnya. Ia pun langsung datang dan membantu dengan kekuatan miliknya dan
mengahajar monster itu tapi sayang sekali lawan kali ini berbeda dari yang biasa ia lawan.
Beberapa jam berlalu ia hanya bisa menahan serang monster tersebut tanpa melawan sama
sekali hingga tiba-tiba datang sesuatu yang menyerupai perubahan wujud Caesar tanpa

51
lama ia langsung mengahajar kedua monster tersebut dengan sekali serangan. Dia pun
segera pergi setelah mengurus monster tersebut dan Caesar mengejarnya dan menanyakan
beragam pertanyaan. Pria tersebut ternyata adalah orang yang ditemui tadi dan ia berkata
“nama ku Dio dan aku adalah salah satu manusia terpilih sepertimu dan kami menamainya
dengan nama YAEGER akan kujelaskan segera saat kita bertemu lagi sampai nanti”
ucapnya lalu pergi dan menghilang di gang gelap tersebut. Caesar masih penasaran dengan
yang pria itu ucapkan dan ia pun segera berpergian untuk mencari pria tersebut.

52
Salah Paham

Karya

Nada Safira

Gicca Almeera, lebih akrab dipanggil Gicca atau Cica. Hanya kakak keduanya
yang memberi nama panggilan paling unik, yang malahan katanya menarik, spesial, dan
langka, Cicak. Gicca terkenal dengan ketidaksukaannya pada nyamuk yang selalu
menganggunya ketika sedang belajar. Maka dari itu, Gerry, kakak keduanya, memanggil
dia Cicak, yang kebetulan cocok dengan nama aslinya.

Gicca 4 bersaudara, kakak pertamanya, bernama Gisya Shafeera, seorang


pramugari cantik, baik hati, cepat beradaptasi akan hal baru, dan tentunya paling banyak
meraih prestasi. Sejak kecil, yang menjadi panutan Gicca untuk meraih apa yang
diimpikannya adalah kakak tertuanya sendiri. Gicca selalu memiliki pemikiran, bagaimana
kak Gisya mengatur waktunya dengan sangat amat baik sehingga ia bisa sukses sampai
saat ini. Selanjutnya, ada Geraldaf Alhusein, akrab dipanggil Gerry, kakak kedua dari
seorang Gicca Almeera. Ketua BEM Fakultas Teknik di salah satu Universitas di Bandung.
Kakaknya yang satu ini bisa dibilang petakilan, tidak bisa diam, dan mempunyai hobi unik
yaitu gangguin Cicak, adiknya. Akan tetapi, prestasi dia juga tidak main-main. Gerry
mengambil Jurusan Arsitektur, dan berkali-kali memenangi lomba design di berbagai
daerah. Hanya karena kejailannya lah, Gicca tidak mau menjadikan ia sebagai kakak
panutannya. Terakhir, Geordan Arrafi bayi kecil berusia 1 tahun nan lucu dan
menggemaskan. Selisih umurnya dengan 3 kakaknya bisa dibilang cukup jauh. Oleh
karena itu, Geor sangat amat disayangi dan dilindungi oleh kakak-kakaknya.

Gicca pov (point of view)

Hari ini, bertepatan dengan ulang tahun kakak tertua ku, Gisya. Ayah pun memberi
hadiah dengan mengajak kita semua berlibur di salah satu Negara kesukaan Kak Gisya,
yaitu Turki. Sembari mengantri untuk pengecekan barang, tiba – tiba ada yang menarik
kunciran ku hingga terlepas seutuhnya,

“Bisa ga si, Bang, sehari aja ga gangguin aku?” kesalku.

53
“Gabisa paling serius sedunia, tangan aku gatel kalau ga jailin kamu,” ucapnya dengan
mimik muka paling menyebalkan yang pernah ada.

“Yaudah, kalau gatel tuh ya tinggal garuk, ribet amat si hidupnya, balikin kunciran aku
sekarang!” ucapku dengan amarah yang mulai memuncak.

“Ga mau, sedih hati ini, dek, dibilang ribet hidupnya,” ujarnya dengan sangat berlebihan.
Mungkin kalau ditawarin untuk test main sinteron, langsung lulus dengan sempurna tanpa
hambatan.

“Ger, kalau adikmu nangis, kamu harus tanggung jawab, lho, inget!” ucap Bunda dengan
senyum gelinya.

“Bunda, kok bisa si kuat punya anak kayak bang Gerry?” rengekku.

“Iya ya, kok Bunda kuat ya,ca?” berbalik tanya dengan wajah cantiknya yang berubah jadi
bingung.

Ah, sudahlah, memang langka sekali memiliki keluarga yang saling menjaili satu
sama lain. Selesai pengecekan barang, kita semua langsung kembali mengantri untuk drop
bagasi dan check in untuk mengetahui tempat duduk kita di pesawat nanti. Ayah mendapat
nomor duduk 7D, Bunda 7B, Geor 7A, Kak Gisya 7C, Bang Gerry 7F, dan aku 7E.

“Malangnya seorang Cica yang cantik ini, ga bisa tenang selama perjalanan di pesawat
nanti,” ucapku sembari mengelus dada dengan sabar.

“Bilang aja senang, duduk sebelahan sama abang ganteng.” ucap bang Gerry dengan
senyum jailnya.

“Abang tukang siomay kali.” ucapku masih kesal dengan kenyataan yang ada.

“Cica mau tukeran tempat duduk sama Ayah?” ucap Ayah sambil menepuk pundakku,
membuatku menjadi kaku, dan tiba-tiba bingung untuk menjawab apa. Bang Gerry, yang
cepat menyadari keadaan itu, langsung menarikku.

“Eits, ga boleh, Yah. Cicak pokoknya sebelahan sama aku, titik, ga pake koma, tanda seru,
tanda tanya, tanda kurung, tanda titik dua, tanda….” celotehnya, yang kalau ga
diberhentiin, bisa sampai tahun depan.

54
“Ssttt, gapapa aku sama bang Gerry aja, kalau aku pindah, bisa-bisa dia ngamuk di
pesawat, kan kasihan penumpang lainnya jadi ga tenang nanti.” ucapku dengan pandangan
tetap menuju ke bang Gerry.

Setelah proses check in selesai, kita semua menuju ke imigrasi, kebetulan sedang
tidak ramai, jadi proses ini bisa dibilang cukup cepat. Sekarang, menunjukkan pukul
18.20, sedangkan Boarding pukul 19.40. Jadi kita harus menunggu sekitar 1 jam lebih
untuk masuk ke pesawat.

“Cak, kamu gapapa, kan?” tanya bang Gerry, yang tiba-tiba duduk di sebelahku.

“Hah? Emangnya aku kenapa, Bang?” tanyaku, yang sebenarnya aku pun tahu maksud dari
pertanyaan bang Gerry itu apa.

“Gausah pura-pura ga tau gitu, Cicak.” ucapnya, sambil menepuk pelan pundakku.

“Lain kali aja ya, Bang, bahasnya. Ga mau aku jadi ga mood kan?” ucapku, yang langsung
ditanggapi dengan anggukan oleh bang Gerry.

Di keluarga ku, tempat berkeluh kesah paling nyaman adalah bang Gerry, Bunda
juga, tetapi aku lebih sering menumpahkan amarahku kepada bang Gerry, yang otomatis
menjadi tempatku bercerita jika ada masalah yang sedang menganggu pikiranku.

Jam menunjukkan pukul 19.40, kita semua beranjak untuk memasuki pesawat.
Karena spesial ulang tahun kak Gisya, Ayah membelikan tiket pesawat Business Class. Ya,
itu juga, karena hari ini adalah hari paling spesial untuk Ayah. Lucu, kan, ulang tahunnya
siapa, yang merasa senang siapa.

Setiba di dalam pesawat, aku langsung mengaktifan layar yang berada di depanku,
dan mencari album lagu yang selalu ku dengar ketika di pesawat. Perjalanan ke Turki ini,
memakan waktu kurang lebih 12 jam. Aku hanya bisa berdoa, semoga bang Gerry tidak
kelewatan menganggu ku. Belum ada 5 menit take off, hobi Bang Gerry pun keluar.

“Cicak, jangan dengerin musik terus, abang mau ditemenin nonton film,” rayunya dengan
tingkat kelebayan yang cukup tinggi.

“Ya gimana caranya, kan cuma bisa connect ke 1 headset aja, Bang.” ucapku dengan
sedikit kesal.

55
“Yaudah kamu yang pake headsetnya, abang gausah, udah pernah nonton soalnya, jadi bisa
diramal – ramal tokohnya lagi bicara apa.” ucapnya dengan santai.

“Aneh, yaudah sini headsetnya!” ucapku singkat. Karena ia sudah membantuku dalam
situasi canggung di bandara tadi, jadi untuk kali ini, ku turuti kemauannya.

Setelah dipakaikan headset olehnya, kita berdua menikmati film yang dipilihkan
bang Gerry sebelumnya dengan tenang. 2 jam kemudian, film selesai. Tanpa sadar aku
menguap dan kemudian terlelap dengan sendirinya.

Tepukan pelan di pundak, membuat ku terbangun dari tidur nyenyak singkatku.

“Sorry, Miss. Would you like to eat?” ucap pramugara yang sudah berdiri di sebelahku.
Jam masih menunjukkan pukul 22.55, yang berarti perjalanan baru 3 jam lamanya. Aku
pun hanya menggelengkan kepala karena separuh jiwaku masih terbang entah dimana.
Kemudian, terdengar suara orang sedang berbicara di sebelahku. Ketika menyadari itu
adalah suara ayah dan kakak tertuaku, aku pun memfokuskan pendengaranku ke arah
mereka.

“Gapapa, Ayah tuh bangga banget sama kamu, Gis. Makanya Ayah memberi hadiah ini
spesial untuk kamu, yang kebetulan kemarin juga kamu mendapat gelar Pramugari Ter-
Ramah di maskapai penerbanganmu.” ucap ayah dengan nada yang sangat bangga.

Seumur hidup, ketika hari ulang tahunku tiba, bahkan saat aku menjuarai Lomba
Tari Tingkat Internasional, sepertinya tidak terbesit selintas pun di pikiran Ayah untuk
memberi ku hadiah se istimewa itu. Malahan, Ayah sama sekali tidak merasa bangga
dengan hal itu. Padahal aku juga berusaha keras untuk memenangkan lomba itu, demi
mendapat setidaknya pujian dari Ayah.

Aku pun menahan rasa tangis dan amarah ini sebisa dan semampu mungkin. Aku
teringat kata-kata bang Gerry, kalau kita tidak boleh menimbulkan rasa iri terhadap
saudara satu sama lain. Tapi kurasa ini sudah kelewatan, apalagi dengan kejadian di
bandara tadi. Ayah bertanya seakan akrab denganku. Tiba – tiba, bang Gerry terbangun
dari tidur nyenyaknya.

“Kenapa ga makan? Kan, kamu tadi ga ikut makan malam.” tanya nya, masih dengan suara
orang bangun tidur yang parau.

56
“Sejujurnya, yang tadi di bandara, ganggu pikiran aku, Bang.” ucapku dengan menahan
tangis yang dari tadi ku tahan.

“Tuh kan, aku tuh tau kamu masih kaget dengan kejadian di bandara tadi, makanya aku
suruh kamu cerita, tapinya kamu gamau.” ucapnya dengan nada tidak suka.

“Aku capek, berusaha keras untuk suatu hal yang memang tidak mungkin terjadi. Seperti
berharap akan layang-layang yang putus bisa kembali ke kita dengan sendirinya.” suaraku
semakin terdengar serak dan membuat bang Gerry mengangkat kepala ku yang sejak kapan
aku menundukkannya.

“Sekarang cerita, kamu abis denger apa lagi, abis lihat apa lagi, Ca?” tanya nya dengan
suara yang ia kontrol sebisa mungkin agar tidak menganggu penumpang lain.

Aku hanya diam, tidak bisa menumpahkan kekesalan dan kesedihanku. Aneh,
padahal kalau bang Gerry sudah hampir marah seperti ini, aku akan langsung bercerita
semuanya. Tetapi tidak untuk kali ini, pita suaraku seperti putus, mulutku seperti di lem
dengan lem besi yang membuat mulutku tertutup rapat sempurna.

“Jawab.” singkat, padat, jelas. Yang paling ku takuti dari seorang Geraldaf Alhusein,
berbicara singkat dengan nada yang teramat datar.

Perasaan kesal, marah, sedih, dan kecewa ku pun tumpah menjadi satu dalam
tangisan yang sedari tadi ku tahan. Menyadari hal itu, bang Gerry pun memelukku sambil
menepuk pelan pundakku.

“Nah, ini yang aku tunggu dari tadi. Kalau memang udah ga terbendung lagi, tumpahin aja,
Ca, ga baik ditahan terus-terusan.” ucapnya dengan nada yang cukup bisa menenangkanku.

Aku pun mulai bisa membuka mulut untuk bercerita.

“Tadi... Aku merasa seperti bukan anak Ayah. Sampai berpikir, kalau aku tiba-tiba hilang,
mungkin Ayah juga ga bakal peduli dan diam saja. Yang penting Gisya-nya aman.” ucapku
yang entah kenapa diselingi dengan tawa menyedihkan.

Bang Gerry diam, pertanda aku harus menyelesaikan ceritaku sampai selesai.

“Waktu aku menang lomba Internasional, emang ada ya, perasaan bangga dari Ayah untuk
aku? Sehabis mendengar kabar itu, Ayah hanya mengucapkan selamat, dan itu pun dengan

57
perantara Bunda. Aku tegasin, aku ga iri sama sekali, hanya merasa usaha aku selama ini
tuh percuma adanya.” ucapku sambil menghapus kedua air mata ku kemudian tersenyum.

“Kalau aku hilang tiba-tiba, gimana ya, Bang? Tapi nanti pas aku hilang, kita harus tetap
kontak-kontakan. Abang harus kasih tau aku, gimana Ayah bereaksi akan kejadian itu.”
ucapku yang membuat bang Gerry diam membisu.

Kalau keadaannya sudah seperti ini, pasti ia akan memilih untuk diam saja. Karna
dia pun tau, sepatah kata apapun itu, akan Gicca lawan dengan berbagai kalimat
menyakitkan lagi. Jadi, bang Gerry hanya mengelus pelan pundak ku sampai aku terlelap
dalam mimpi.

Terbangun dengan mata yang berat, dan bengkak memang sangat tidak enak. Jam
menunjukkan pukul 03.00 waktu Turki. Perbedaan jam antara Turki dengan Indonesia
adalah 4 jam. Berarti sekarang di Jakarta sudah pukul 07.00 pagi. Pesawat akan mendarat
sekitar 1 jam lagi. Senang rasanya, bisa menghirup udara segar kembali.

Tanpa sadar, ternyata sudah terletak dengan rapih sarapan di depanku. Nasi goreng
ayam kesukaanku, yang selama ini terngiang di pikiran ku. Bahkan, dalam mimpiku
semalam, aku sedang menunggu masakan nasi goreng Bunda yang enaknya tidak ada yang
bisa menandingi. Walaupun bukan ayam kampung yang dipakai dalam nasi goreng ini, tapi
sudah cukup membuat moodku naik. Aku pun langsung menyantap dengan lahap.

“Gausah lebay gitu makannya, nanti keselek baru tau deh tuh rasanya gimana.” celoteh
orang disebelahku, siapa lagi kalau bukan orang paling jail sedunia, tetapi juga
menenangkan, bang Gerry.

“Ehehehe, makasih ya semalem udah baik banget, sayang deh kali ini.” ucapku dengan
senyum selebar mungkin.

“Ooh, cuma ‘kali ini’ ya, Cicak. Ya cukup tau, sih.” ucapnya dengan nada ngambek yang
dibuat-buat.

“Iya selamanya, ya, Bang. Udah ya gausah lebay, males tau liatnya.” ucapku dengan nada
jengkel yang membuat bang Gerry tertawa cengengesan.

Sang pilot pun mulai memberi tahu agar duduk dan mengenakan sabuk pengaman,
karena bersiap untuk mendarat. Sesudah mendarat, kita langsung menuju ke tempat

58
pengambilan barang dan proses lainnya sampai selesai. Kita dijemput oleh supir kenalan
Bunda, dan langsung menuju ke hotel untuk beres-beres dan beristirahat sebentar.

“Cica, aku nanti mau ngomong sama kamu sebentar, ya.” ucap kak Gisya, yang tiba – tiba
membuka obrolan denganku setelah sekian lama.

“Sekarang aja disini, aku capek, sampai hotel mau langsung tidur.” ketusku yang langsung
mendapat sikutan dari bang Gerry. Tidak tahu kenapa, aku pun bingung, kenapa aku
menjawab dengan alasan yang sebenarnya bukan karena itu.

Dikarnakan jawabanku yang diluar ekspektasi, kak Gisya hanya menganggukkan


kepalanya lalu diam dan mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Ingin rasanya aku
meminta maaf sekarang juga, tetapi hal itu kalah dengan ego ku yang sedang memuncak
ini.

Sesampai di hotel, aku pun membereskan barang-barang ku dan bersih-bersih.


Setelah selesai, aku pun bersiap-siap untuk mencari udara segar di luar.

“Mau kemana, Cica?” tanya seseorang di belakangku yang kuyakini adalah suara dari
Ayah.

“Kemana aja, yang penting udaranya segar.” Tanpa sadar aku memberi balasan seperti itu
kepada Ayah.

“Ga mau ayah temenin?” tanya nya masih dengan nada yang tenang.

“Ngapain? Mending ayah temenin kak Gisya aja, tuh, siapa tau sama kayak aku, pingin
nyari udara segar juga.” aku membalas pertanyaan ayah tanpa sadar lagi. Seperti ada orang
lain dalam diriku yang menyuruhku untuk berucap hal itu.

“Abang ikut kamu, Ca, nanti tersesat ngerepotin orang lagi,” celetuk bang Gerry, yang
membuatku tambah kesal sampai menghentakkan kaki dan berlalu keluar kamar. Bang
Gerry mengikutiku, tapi tidak lupa untuk pamit kepada Bunda dan Ayah.

“Maaf ya, Bun, Yah, Cicak emang kadang begitu kalau belum nemu nyamuk buat ditepok.
Pamit, ya aku temenin dia dulu, pantau dia, siapa tahu nanti ngerepotin orang.” ucap bang
Gerry dengan suara yang sengaja agak dikeraskan, supaya aku bisa mendengarnya.

“Ngeselin banget si…” ku cubit lengan bang Gerry sekuat tenaga ku, yang langsung
disambut dengan teriakannya yang membuat orang-orang di sekitar kita menoleh.

59
“Sumpah, kalau lagi nari kok bisa ayu banget, tapi kalau lagi gini ayu nya sirna, hilang,
bagaikan ditelan merkurius.” masih dengan ringisan kecilnya karna menahan rasa sakit
akibat cubitanku.

“Lebay banget paling serius sedunia.” hentakku.

“Oiya, Cak. Kamu ga mau terus terang aja sama Ayah dan Kak Gisya tentang ini? Biar
mereka juga paham kamu itu lagi kenapa,” pertanyaan bang Gerry membuatku jadi
memikirkan hal itu.

“Ga mau, biar nyadar sendiri aja.” singkatku.

“Ah, yakali abang kalau ditanyain kamu kenapa sama mereka, jawabnya ‘lagi kesurupan
nyamuk’ terus. Kan, kasihan mereka juga dengar jawabannya kesal.” celotehnya

“Kok gitu, sih, jawabannya? Ngawur banget, heran aku punya abang spesiesnya kayak
gini.”

“Ya makanya, ngomong aja, sih, selama masih dikasih suara. Kalau tiba-tiba kamu bisu
kan bingung merekanya nanti.” Karena kekesalanku yang benar-benar sudah di ubun-ubun.
Aku mencubit keras perut bang Gerry, dan berlalu kembali ke hotel, meninggalkannya
yang sedang kesakitan.

“Gicca Almeera, aku mau bicara sama kamu sekarang juga.” Suara yang sangat amat
kukenali, suara kakak panutanku sejak kecil, kak Gisya. Aku pun menoleh, dan mendapati
kak Gisya yang sedang tidak berdiri sendiri. Di sebelahnya ada pelindungnya, yang selalu
merasa bangga akan semua hal yang telah dilakukan kak Gisya, yaitu Ayah.

“Yaudah tinggal bicara, kak Gisya Shafeera yang sangat membanggakan ini. Toh, aku
sama sekali ga melarang kakak untuk berbicara kok.” ucapku dengan senyum paling lebar.

“Gicca, kenapa sih kamu dari tadi? Kok berbicaranya seperti itu sama kakaknya sendiri?”
tanya Ayah dengan nada geram.

“Dari sananya juga aku bicaranya emang seperti ini, kok. Terus ini jadinya mau marah-
marah atau bicarain sesuatu, sih?” tanyaku dengan kesal.

“Cica, ikut abang sekarang.” entah dari mana munculnya, bang Gerry langsung menarikku
menuju kamar. Sesampai di kamar, ternyata tidak ada Bunda dan Geor. Berarti mereka
juga sedang menikmati udara segar di luar hotel.

60
“Serius, Ca, kamu kelewatan udah berbicara dengan cara kayak tadi sama Ayah. Abang ga
suka ya kamu jadi kayak gini.” ucap bang Gerry dengan sedikit hentakkan.

“Emang ga kelewatan juga ya, perlakuan Ayah sama aku selama ini, Bang? Bener ya
ternyata, aku tuh emang ga pernah benar adanya. Mending membisu aja biar ga ngeribetin
orang.”

“Gicca, ga gitu juga caranya,” belum selesai berbicara, aku pun sudah memotongnya.

“Iya, cara aku, kan, emang ga pernah benar, salah mulu. Mending diam membisu aja,
kan?” bang Gerry terdiam, bingung menanggapi omongan Gicca dengan bagaimana lagi.

“Ga bisa jawab kan, Bang? Aku tuh cuma ingin mendapat apresiasi, setidaknya sepatah
kata pujian dari Ayah aku sendiri, Bang. Aku ingin melihat wajah senang dengan perasaan
bangga Ayah sama aku. Sesusah itu, kah?” ucapku dengan suara parau.

Tiba-tiba, suara pintu terbuka terdengar, disana sudah ada Ayah, kak Gisya, Bunda, dan
Geor.

“Aku paham sekarang, Ca. Kenapa kamu ga terus terang dari dulu, sama aku dan ayah?”
tanya kak Gisya dengan muka khawatir.

“Aku ga bisa, aku terlalu takut mengungkapkan perasaan aku yang sebenarnya sama kalian
berdua. Cuma sama bang Gerry, aku bisa numpahin semua amarahku, Kak.”

“Kamu selama ini salah paham, Gicca. Apa yang terlintas di pikiran kamu selama ini, tuh,
tidak benar.” ucap Ayah dengan nada yang tenang.

“Kamu menganggap bahwa selama ini, cuma aku yang bisa membanggakan Ayah, kan?
Kamu salah. Malahan kamu, yang selalu dibanggain sama Ayah dan Bunda. Aku yang
selalu iri sama kamu, Cica. Kamu bisa meraih apapun yang kamu perjuangkan. Walaupun
aku jarang pulang, tapi aku selalu pantau kamu dengan perantara Ayah. Aku tau semua
penghargaan yang kamu raih selama ini. Maka dari itu, aku jadi merasa ga percaya diri
dalam semua hal yang aku lakuin. Aku cerita semuanya ke Ayah masalah ke tidak percaya
dirian aku. Dan ayah membantu aku dengan memberi kata motivasi setiap harinya dan juga
selalu memujiku akan semua hal yang aku lakuin.” ucap panjang lebar kak Gisya.

“Karna ke tidak percaya dirian kakakmu, dia menangis berminggu-minggu sendirian, di


negara orang. Tidak mau bekerja sama sekali, Ca. Makanya ayah berusaha semaksimal
mungkin agar kakakmu bisa membaik.” jelas Ayah.

61
“Dan yang sebelumnya kamu bilang, kalau Ayah mu tidak pernah mengapresiasi usaha
mu, kamu salah besar, Gicca.” ucap Bunda dengan wajah menenangkan.

“Kalung yang selama ini kamu ingin-ingin kan, dan sekarang selalu kamu pakai setiap
saat, itu adalah pemberian Ayah, Gicca. Ketika Ayah tahu berita tentang kemenanganmu
dalam Lomba Tari Internasional, Ayah tidak hanya diam. Ayah mu menangis, sayang.
Terlalu bangga dengan anaknya yang berhasil meraih apa yang telah diusahakannya
selama ini. Ayah langsung membelikan kalung itu dan dititipkan ke Bunda. Ayah juga
menyuruh bunda untuk tidak mengetahui siapa yang memberikan hadiah kalung seindah
itu.” Bunda menambahkan dengan senyuman di bibir indahnya.

Pikiranku melayang kemana-mana, bingung menanggapi semua penjelasan yang


telah diberikan oleh mereka. Kesalah pahamanku selama hampir setahun ini yang membuat
pikiranku selalu kacau, akhirnya terungkap kebenarannya. Dan sekarang aku merasa,
diriku lah disini yang paling jahat. Karena aku lah, semua orang disini jadi kerepotan untuk
memberi penjelasan dari awal.

“Aku ga tau mau menanggapi semua penjelasan ini dengan gimana. Sepertinya permintaan
maaf pun, ga cukup, ya.” ucapku.

“Kamu sama sekali ga salah kok, disini. Kita yang salah, ga ngejelasin ke kamu dari awal.
Maaf ya, Cica. Jangan kesal-kesal lagi sama kakakmu ini.” ucap kak Gisya dan langsung
memelukku dan ku balas pelukannya.

“Akhirnya, aku ga perlu ngomong kalau Cicak lagi kesurupan nyamuk ke kalian lagi.”
celetuk bang Gerry yang mendapat tatapan tajam dari ku.

Terjawab sudah pertanyaanku selama ini, yang ternyata hanyalah sebuah kesalah
pahaman yang terlambat untuk diungkapkan. Berawal dari sifat iri antar saudara, yang
berlomba-lomba ingin membanggakan kedua orang tua yang sangat mereka sayangi.
Prestasi demi prestasi mereka raih hanya karna 1 tujuan, membuat Bunda dan Ayahnya
bangga akan hal itu. Kita boleh berlomba-lomba dalam membanggakan kedua orang tua
kita. Akan tetapi, jangan diselingi rasa iri dalam hati yang bisa memperenggang tali
persaudaraan yang sangat erat awalnya.

62
Berbagi Ilmu
Karya
Naurah Nabihah

Namanya Andika, dia salah satu murid SDN 3 Jonggol. Andika adalah anak dari
keluarga yang sederhana dan cukup, namun ia selalu berusaha membantu kedua
orang tuanya. Andika adalah anak yang pintar di kelas, bahkan ia selalu mendapatkan
peringkat pertama di kelasnya. Tapi menurut dia bukan itu yang penting, yang terpenting
adalah ia dapat membagi ilmunya kepada orang lain
Sepulang sekolah Andika pergi ke toko buku. la ingin membeli buku ensiklopedia
sains yang sudah diinginkannya 3 bulan terakhir la berniat membeli buku tersebut
menggunakan uang jajan yang sudalah ia tabung beberapa bulan ini Andika berjalan
menuju
toko buku dengan jantung yang berdebar karena dia sudah tidak sabar untuk membaca
buku
tersebut. Untuk sampai ke toko buku dia harus melewati jalanan di bawah flyover. Di
perjalanan, ia melihat banyak anak kecil yang sedang belajar di pinggir jalan. Anak-anak
itu
berpakaian lusuh dan tidak pantas untuk seorang anak-anak. Andika tau mereka adalah
anak-
anak yang biasa meminta-minta dan mengamen di lampu merah dekat jalan itu. Mereka
diajarkan oleh beberapa orang yang lebih dewasa. Anak-anak yang diajarkan terlihat
sangat
antusias. Dalam benaknya ia bertanya-tanya, siapa mereka? Apa yang orang itu lakukan?
Andika menghampiri dengan rasa penasaran, padahal toko buku sudah tinggal 30
meter lagi. Jantungnya yang berdebar karena tidak sabar membeli buku ensiklopedia hilang
karena rasa penasarannya terhadap anak-anak yang sedang belajar di pinggir jalan itu.
Andika
melihat mereka dari jauh, ia terlalu takut untuk melihat secara lebih dekat. "Hey!" tiba-tiba
seseorang menepuk pundak Andika. Seseorang itu menggunakan baju yang sama dengan
pengajar-pengajar tersebut. Andika mengasumsikan bahwa ia adalah salah satu dari
mereka.

63
"Kamu ngapain ngumpet-ngumpet? Ayo ikut ke sana." kata kakak tersebut dengan ramah.
Andika yang penasaran pun mengikuti kakak tersebut. "Nama kamu siapa? Kenapa tadi
ngumpet-ngumpet? Hahaha jangan takut sama saya. Oh ya perkenalkan nama aku Diva,
kamu bisá panggil aku Kak Diva." katanya sembari mengulurkan tangan dan tersenyum.
Andika yang takut pun akhirnya berjabat tangan dan menjawab pertanyaan kakak tersebut
"Aku Andika kak, tadi aku pengen ke toko buku tapi liat kakak kakak ini dan penasaran
kakak-kakak ini lagi apa hehe." jawabnya. Kami dari komunitas Belajar Anak, komunitas
ini berisi relawan-relawan muda yang ingin mengajarkan anak-anak yang gak sekolah,
contohnya kaya anak-anak ini, kami berharap bisa membagi ilmu lewat acara social seperti
ini. kata kak Diva panjang lebar. Andika pun mengangguk "Wah, aku berharap bisa kaya
kakak nanti." jawab Andika dengan antusias "Anak-anak ini seharusnya di sekolah belajar
seperti kamu, namun karena kekurangannya ia pun bekerja di jalanan, kami datang setiap
hari
Jumat, kamu boleh datang dan ikut belajar di sini juga." kata Kak Diva dengan ramah.
Andika merasa senang. Dia pun ikut duduk bersama dengan anak-anak lain untuk belajar.
Setelah itu, Andika pun izin pamit ke Kak Diva dan pengajar lain dan mempercepat
jalannya menuju toko buku karena langit sudah mulai gelap, ibu Andika di rumah mungkin
sudah khawatir. Setelah mendapatkan buku tersebut ia segera kembali ke rumah dan
menceritakan kepada ibunya mengapa ia pulang terlalu sore. la menyadari bahwa banyak
sekali kebahagiaan dan ilmu yang dia dapatkan hari ini. Dia berharap dapat menjadi orang
yang berguna seperti Kak Diva dan kakak-kakak yang ia temui tadi.

64
Kumandang Adzan Meminang Senja
Karya
Nursita Mawadah

Sudah berapa tempat yang telah dikunjunginya, beribu peluh telah mengucur dari dahi
Sampai ke tubuhnya hingga membuat basah pakaian yang dikenakan olehnya. Jikalau ini
dilakukannya tanpa sebab, pastilah ia sudah mengeluh berpuluh-puluh kali. Kalau bukan
ada sebuah syarat yang menjanjikan, mungkin sekarang ia sudah berhenti.
Adam Zein Alatas, seseorang yang bekerja di bagian marketing olfice pada
perusahaan kecil la baru saja diterima oleh perusahaannya, masih baru. Jadi untuk seorang
Adam yang masih amatir, tentu saja tidak mudah untuk menaklukkan hati klien. Adam
berjuang bukanlah tanpa alasan, ia bekerja sedemikian rupa untuk memenuhi syarat calon
mertuanya dan dengan sesegera mungkin meminang putrinya, wanita yang ia cintai.
Mengingat hal itu, Adam tersenyum, semangatnya kembali, dan segera melanjutkan
pekerjaannya.
Hari sudah menjelang sore, berbagai penolakan sudah Adam terima, mulai dari
penolakan secara halus sampai penolakan secara mentah-mentah. Hingga pada klien
terakhir,
titik puncak lelahnya pada hari itu, yang dimana klien Adam memaki dengan segala
perkataan yang tak pantas, mengomentari segala pembicaraan yang Adam sampaikan lalu
pergi begitu saja tanpa sepatah kata salam penutup. Akhirnya Adam pun pulang dengan
rasa
kecewa dihati. Tapi sebelum itu, ia menyempatkan diri untuk melihat sang surya
tenggelam
dimakan gelapnya malam, senja, panorama favoritnya. Tak lama dari itu, lafadz adzan
maghrib berkumandang dan sepenggal kalimat pun terangkai.
'Gelombang adzan mendayu
Meminang senja
Disanalah Tuhan,
Melahirkan segala rindu'.
Selepas sholat maghrib, Adam pulang ke rumah dan langsung membersihkan badan,

65
lalu beristirahat sejenak. Sembari menunggu adzan isya dikumandangkan, Adam meng-
evaluasi diri atas segala hal yang terjadi pada hari ini. la selalu seperti itu, sudah menjadi
hal
wajib bagi dirinya untuk meng-evaluasi diri setelah melakukan aktivitasnya selama
seharian
Saat lafadz adzan isya dikumandangkan, Adam segera mengambil wudhu dan
melaksanakan
sholat berjama'ah dimasjid dekat rumahnya. Dan pulang dengan ketenangan hati, lalu tidur
dengan kenyamanan.
Adam bangun dengan kesegaran dan semangat yang kembali terisi. ini berkat sholat
tahajud dan sholat istikharah yang dilakukannya semalam. Saatnya menata hari menjadi
lebih
baik dan memulai pekerjaannya kembali.
Adam terus menerus tersenyum, hari ini berjalan lancar, beberapa penawarannya
diterima walau tak hegitu besar tetapi ia tetap bersyukur. Sudah memasuki waktu dzuhur.
Adam segera mencari masjid tcrdekat dari tempatnya dan melakukan sholat dzuhur
berjama'ah. Selepas itu, Adam menemui kliennya kembali, membuat janji di sebuah cafe
lalu
tak berapa lama keluar dengan wajah yang cerah.
Sampai pada klien terakhirnya hari ini, ada sesuatu yang diharapkan Adam. Namun
tak disangka, klien yang menjadi harapannya justru membanting dinding pertahanannya.
Adam telah ditipu, perusahannya rugi besar. Entah apa yang akan atasannya lakukan pada
Adam, ahh ia telah frustasi, harus bagaimana? Apa yang harus ia lakukan? Berbagai
pertanyaan dan pikiran negatif muncul dalam benak Adam. Tetapi Adam berusaha
menenangkan diri, didengarnya dan dijawab olehnya lafadz adzan ashar yang
berkumandang,
ia tenang namun otaknya berkecamuk. Segera lah ia mencari masjid dan melaksanakan
sholat
ashar berjama'ah. Selesai sholat, Adam berdzikir, meminta petunjuk dan keikhlasan kepada
sang Khaliq.
Pukul 17.30, Adam termenung di atas gedung perusahannya, ia telah menerima
kemarahan dari atasannya. la mendongak, terlihat semburat cantik yang dikirimkan senja
kepada langit, membuatnya indah namun hatinya sedang bertolak arah. Adam hampir
putus
66
asa, tak ada lah kesempatan untuk dirinya memenuhi persyaratan calon mertuanya itu.
Hancur sudah keinginan Adam untuk meminang wanita yang ia cintai.
Beberapa lama dengan hati yang berkecamuk, dering ponselnya berbunyi, memutus
keheningan, 'Mungkin Ayah' pikirnya. Lalu saat diangkatnya telpon tersebut, Adam
terlonjak,
tidak menyangka, ternyata itu adalah telpon dari seorang klien yang menerima
penawarannya
dengan jumlah yang sangat besar. Adam segera berterima kasih sebanyak-banyaknya. Ia
sangat gembira, tanpa ba-bi-bu lagi, ia segera memberi tahu atasannya dan menelpon
mertuanya bahwa ia akan datang bersama keluarganya ke rumah calon mertuanya dengan
persyaratan yang telah digenggam.
Lalu setelah sholat maghrib dilaksanakan, Adam dan keluarga langsung menuju
rumah calon mertuanya. Sesampainya di sana, disambutlah Adam dan keluarga dengan
ramah nan hangat. Setelah menerima jamuan makan malam, Adam meminta waktu untuk
berbicara kepada Arum, calon istrinya.
Saat keduanya telah berada di balkon lantai dua rumah Arum, lafadz adzan isya
berkumandang, Adam memulai, "Arum, lafadz adzan telah dikumandangkan dengan
mendayu. Lafadz adzan itu, yang menjadi pembuka atas apa yang akan kusampaikan
kepadamu. Aku telah meminta restu kepada siapa yang lebih berhak atas dirimu. Maka,
maukah dirimu menjadi istri sholehah dan ibu dari anak-anak kita nanti?" Arum yang
mendengar pertanyaan itu pun dengan haru menjawab, "Adam, jika kedua orang tuaku
telah
merestui dirimu untuk menjadi imam bagi diriku, maka, Aku mau dan bersedia menjadi
istri
sekaligus ibu yang baik untuk dirimu". Keduanya tersenyum dan bersama turun untuk
melaksanakan sholat isya berjama'ah.
-Bahwasannya setiap usaha yang disertai doa, pasti akan membuahkan hasil yang
Setara-

67
Sesuatu Tak Kasat Mata
Karya
Raden Mas Bimo Satrio H.P.

Bel pulang sekolah berbunyi, temanku merencanakan untuk kerja kelompok


di sekolah. Di antara kelompokku ini termasuk sebagian besar teman dekat yaitu Rizky,
Vino, Gilang, Nadila, dan Karin. Saat pekerjaan kelompok sudah selesai, Vino ingin
membuka topik pembicaraannya tentang kisah-kisah mistis. Semua temanku sangat
memercayai kisah tersebut, kecuali aku “Tidak mungkin adanya hantu, hantu itu
hanyalah mitos dan fantasi belaka.” kataku dengan membawa pikiran berpositif.

Keesokan harinya, aku berjalan menuju gerbang sekolah sambil memikir


-kan apa yang dibicarakan oleh vino kemarin “Aku tidak percaya hantu” aku berkata
dalam hati “Hantu itu hanyalah fantasi belaka dan kebohongan yang diberitahukan
kepada anak-anak agar mereka tidak nakal.” sambungku. Seketika aku membuyarkan
lamunanku, bel sekolah sudah berbunyi, artinya gerbang sekolah akan segera ditutup.
Tetapi syukurlah aku tidak terkena hukuman dengan berbaris sambil mendengarkan
nasehat dari guru untuk siswa telat. “Bim!!” sapa Rizky “Hampir saja telat.” aku pun
menuju ke arah Rizky “Iya nih, bangun telat.” aku duduk di sebelah Rizky sembari
menunggu guru masuk ke kelas.

Kelas berjalan seperti biasa, membosankan. Aku berharap ada hal seru hari
ini. Tetapi belum menemukan hal seru satupun. Saat bel pulang berbunyi, aku me-
mutuskan untuk langsung pulang saja. Saat sedang di jalan, Langit berubah menjadi
gelap, ditutupi awan hitam yang menandakan akan terjadi hujan badai. Hujan rintik-
rintik mengawali perubahan cuaca tersebut, aku memutuskan untuk mencari tempat
berteduh sebelum badai menerjang.

Di sanalah aku, berteduh di halte dekat sebuah rumah tua dengan dua lantai.
Rumah itu seperti rumah telah lama ditinggalkan oleh pemiliknya, tidak terawat. Ru-

68
mah itu seperti rumah Belanda yang memiliki halaman yang dikelilingi semak liar,
jendela yang sudah hampir lepas, dan langit-langit dipenuhi lumut dan sarang laba-
laba yang begitu lebat, tetapi aku tidak terlalu peduli dengan rumah yang lebih mirip
rumah hantu itu. Aku sangat tidak percaya dengan hantu.

Beberapa suara aneh mengganggu telingaku. Seperti suara ketukan dari pintu
Bagian dalam rumah. Aku penasaran, aku mulai mencari tahu asal sumber suara ter-
sebut. Saat aku memasuki halaman rumah itu, hawanya terasa sangat berbeda. Aku
mendorong pintu dengan perlahan untuk memastikan itu hanyalah tikus yang sedang
menggigiti pintu. Bunyi itu berhenti sejenak. Kemudian bunyinya semakin keras
“TOK!!!TOK!!!TOK!!!” Aku mendorong dengan lebih keras. Ternyata, pintunya
Terbuka dan tidak terkunci.

Aku memberanikan diri untuk masuk, seluruh ruangan sangat kotor dan
berantakan begitupun juga gelap. “Sepertinya sudah tidak ada orang yang tinggal
di tempat kotor ini” seruku. Aku menyalakan handphone ku sebagai sumber cahaya.
Aku melangkah lebih jauh ke dalam rumah.

Bunyi yang sama terdengar kembali, tetapi kali ini arah lantai dua. Aku
masih penasaran apa yang membuat bunyi itu. Aku naik ke lantai dua yang di-
penuhi sarang laba-laba di pegangan tangganya. Anak tangganya dipenuhi debu
yang sangat tebal, hingga menimbulkan jejak kaki saat menginjaknya. Aku me-
naiki anak tangga satu persatu sambil memperhatikan sekitar secara perlahan.

Petir dan gemuruh membuat suasananya menjadi cekam. Aku menaiki


anak tangga terakhir dan menuju ke sebuah ruangan dimana suara itu berasal.
Ketika aku masuk ke dalam ruangan, petir menyambar dengan sangat kuat se-
hingga terlihat kilauannya dari kaca jendela ruangan tersebut. Sesosok makhluk
halus menyerupai perempuan berbaju belanda berwarna abu-abu dengan muka
-nya yang sangat menyeramkan. Cahaya dari petir tadi membuat aku benar-benar

69
melihat makhluk itu dengan cukup jelas.

Makhluk itu mendekat, semakin mendekat ke arah ku. Saat itu, aku langsung
melupakan pikiranku tentang hantu itu mitos, makhluk ghaib tidak mengganggu manusia.
Aku lari dengan sangat cepat keluar dan menuruni tangga tersebut. Aku terjatuh saat
menuruni tangga. Aku melihat ke belakang. Makhluk itu sudah berada tepat di anak tangga
paling atas. Aku bergegas keluar dari rumah itu walaupun suasana di luar masih hujan
deras.
Aku bergegas pulang dan masuk ke kamarku sambil menggigil.

Besoknya, aku bercerita kepada teman-teman dekatku. Mereka heran kenapa aku
beranggapan bahwa hantu itu seperti di film-film , padahal aku tidak pernah percaya soal
hantu. “Bim, dimana kamu melihatnya?” tanya Vino. Aku menjawab “Rumah tua di jalan
Siliwangi dekat SMP kita vin!” “Ohh! rumah Belanda itu ternyata, kalau tidak salah pemi-
lik rumah itu seorang perempuan Belanda yang meninggal sangat tragis.” Vino memper-
jelas “ Dia mati bunuh diri.” sambung Vino. “Nahh! sekarang kamu sudah percaya bahwa
hantu itu ada kan??” kata Karin. “Iya, sekarang saja aku masih merasa merinding kejadian
kemarin.”

Dan akhirnya aku sudah benar-benar percaya bahwa hantu itu ada. Hantu itu akan
menghampiri kita jika kita merasa ketakutan, dan hantu itu jika kita mengganggunya, hantu
itu akan membalasnya atau mungkin lebih.

70
Janji Berujung Pilu
Karya
Raisya Nasywa Ayuningtyas W.

Bulan datang bersama bintang, tapi mengapa kantuk ikut datang bersama air mata?
Selalu seperti ini diriku di saat ingin tidur, tiba- tiba saja mengingatmu. Kamu yang tanpa
merasa bersalah pergi begitu saja memaksa keluar dari hatiku hanya untuk masuk ke dalam
hati
yang lain.
Aku benar-benar mengingat tanggal 9 Juli 2016, di saat kamu menyatakan perasaanmu
kepadaku dan aku menerimanya dengan sebuah senyuman yang tentu saja hari itu sangat
ikhlas. Aku selalu mengingat hari itu dengan rasa bahagia yang sangat dalam, sampai aku
lupa
bahwa penyebab air mata itu keluar adalah kamu.
Hari itu pada tanggal 11 Juli 2018, aku sangat ingat hari itu, di saat kita merencanakan
bertemu karena tanggal 9 Juli kemarinnya adalah hari jadi kita yang ke 2 tahun. Hari itu
aku
menemuimu dengan senyuman yang sangat indah, dengan hati yang siap untuk diberikan
kata-
kata indah, dan dengan kebahagiaan yang aku bahkan tidak bisa merasakannya lagi
sekarang.
Saat itu kita bertemu di taman dekat rumahku, tempat itu adalah tempat yang membuat aku
selalu mengingatmu.
Aku melihatmu sedang duduk dan asik memandang handphone mu, aku memanggilmu,
"Kayn! aku memanggilmu dengan keras namun kamu tidak menghiraukannya, aku
menghampirimu dan berkata "aku terus panggil kamu tau hish!" Kayn menjawab dengan
suara
lembutnya kepadaku "iya maaf princess tadi temen aku ngehubungin aku". Kata-kata
seperti
itu saja sudah dapat membuatku melayang kemana-mana.
Lalu aku berjalan-jalan dengan Kayn di taman itu, aku membeli gulali yang sangat
manis hari itu, tapi tentu saja masih manisan senyum Kayn yang terus memandang-ku.
Aku

71
mengajak dia duduk dibangku panjang berwarna emas di taman itu. Aku dan Kayn duduk
di sana, lalu Kayn pergi membeli minum untukku dan dia, kayn meninggalkan
handphonenya
padaku. Karena aku bosan aku membuka hanphonenya lalu muncul 5 notifikasi dari
perempuan
yang bernama Safit. Aku kenal dengan Safit karena dia adalah teman ku dan Kayn, namun
aku
tidak terlalu dekat dengan dia. Aku membaca isi chat mereka, mereka chattingan hampir
setiap
hari, aku menganggapnya masih wajar karena mereka adalah teman dekat.
Setelah Kayn datang dia langsung mengambil handphonenya dengan kasar. "kamu tuh
ngapain sih buka-buka handphone aku!" aku kaget karena baru pertama kali melihat dia
membentakku. Aku menjawab dengan rasa takut "aku cuman buka handphone kamu
sebentar
kok, lagipula kan aku emang suka buka handphone kamu, kok kamu marah sekarang,
kamu
juga suka buka handphone aku kan" Kayn makin terlihat kesal karena jawabanku, lalu dia
membalik badan dan berkata "okey, mulai sekarang kita berhenti cek handphone masing-
masing, aku mau kamu terima keputusan aku tanpa menolak dengan alasan apapun itu!"
dia
melanjutkan perkataannya " udahlah aku mau pulang, kamu hati-hati pulangnya". Hari itu
aku tertegun tak percaya karena kay tiba-tibs berubah seperti itu dan meninggalkan ku
sendirian
ditaman yang huas
Semenjak hari itu sikap Kayn menjadi berubah, di kampus pun dia menjadi sangat acuh
kepadaku. menyapa saja tidak dichat sekaang dia sadah terlalu sibuk sampai-sampa
menjawab pesan ku hanya sebisanya saja, seperti 1 hari hanya menjawab 3 kali saja. kata-
katanya pun tidak banyak. Aku bingung dengan perubahan dia yang bahkan untuk
mengerti
saja aku tidak bisa benar-benar tidak ada alasan di dalamnya Aku lebih sering melihat dia
bersama Safit, seperti datang keckampus bersama, pulang bersama dan aku masih wajar
saja
karena mereka memang teman dekat
10 hari semenjak hari itu, dia sudah acuh kepadaku. akhirnya aku memberanikan diri

72
untuk mengajak dia bertemu. Namun, jawaban yang kudapat sangat mengecewakan. Saat
itu
aku menelponnya dan berkata "Kayn aku pengen ketemu, sepertinya kita harus ngomongin
tentang sesuatu" Kayn menjawab dengan cueknya, "sorry aku lagi sibuk" hanya itu
jawaban
dia sebelum dia mematikan telponku. Aku bingung dengan keadaan ini, keadaan dimana
aku
merasa bahwa apa aku mempunyai salah kepadanya, tapi aku tidak tau salah ku dimana
Aku memutuskan untuk keluar rumah mencari udara segar agar tidak terus memikirkan
Kayn yang bahkan tidak lagi bisa memberi waktu untuk-ku. Aku memutuskan untuk
melangkahkan kakiku menuju taman yang tidak jauh dari rumahku. Tapi saat tiba disana
aku
terus mengingat Kayn, karena taman itu adalah tempat aku dan Kayn biasa bertemu. Saat
menuju ke bangku yang biasa kududuki dengan Kayn, aku melihat Kayn sedang duduk
sendirian. Tentu saja aku sangat bahagia, aku berpikir bahwa Kayn pasti sedang
menungguku.
Namun, ternyata pikiranku sangat salah. Aku melihat ada seorang perempuan, dan
ternyata dia adalah Safit teman dekat Kayn. Aku melihat Kayn sangat bahagia saat
bertenmu
Safit. Saat itu aku sangat kaget, Karena Kayn memeluk Safit saat itu. perasaan ku menjadi
aneh, dan setelah itu mereka pergi sambil bergandeng tangan. Saat itu perasaan ku sangat
hancur aku pulang ke rumah dengan perasaan yang benar-benar hancur, bagaimana bisa
aku
berpikir mereka hanya teman dekat selama ini. Aku merasa sangat bodoh dengan apa yang
selama ini aku pikirkan.
Aku sangat frustasi hari itu, aku menangis, aku benar-benar merasa kecewa dengan
Kayn yang seperti ini. Dan, saat malam hari tiba-tiba teman ku Rida menelponku Ca. kamu
lagi dimana?" aku menjawab dengan tenang " di rumah, kenapa memangnya? Tumben
banget
nelpon" Rida menjawab dengan antusias "aku kan lagi di kafe mawar nih dan aku ngeliat
Kayn
pacar kamu lagi berduaan sama perempuan, awalnya aku pikir dia cuman temannya atau
apa,

73
tapi tiba-tiba perempuan itu pegang tangan Kayn." Aku merasa seperti kosong pada saat
itu,
pikiran ku menjadi kosong. Aku tau perempuan itu pasti Safit,"coba fotoin dong Rid?
Siapa
tau aja saudara dia hehe" lalu Rida ngevideo call aku dan menunjukkan Kayn dan
perempuan
itu
Aku merasa hancur malam itu, rasa sakit, kecewa, marah, dan bodoh itu datang, benar
pikiran ku, perempuan yang aku lihat lewat video call permpuan yang sedang mesra
memegang tangan Kayn, dia adalah Safit. Perempuan yang selama ini ku pikir hanya
teman
Kayn, hanya teman yang mungkin Kayn memang suka ngechat dia karena alasan kampus
Namun, aku salah mereka sangat terlihat seperti dua orang yang saling mencintai, dua
orang
yang sangat bahagia bersama. Aku mencoba untuk tidak menangis malam itu, namun hati
dan pikiranku berbanding terbalik. Hatiku merasa hancur dan ingin segera meluapkan
amarah-ku
kekecewaan-ku, dan rasa sakitku. Namun, pikiranku berkata bahwa aku hanya harus sabar
dan
kuat.
Malam itu akhirnya aku mengikuti kata hatiku untuk menangis meluapkan semuanya
sekecewa ini aku dengan kamu Kayn, aku pikir kamu beda, kamu akan setia. kamu bukan
laki-
laki yang sebelumnya pernah kutemui, tapi nyatanya kamu sama. Saat itu aku berpikir
mengapa
Kayn mendekati Safit namun tidak mengakhiri hubungannya dengan-ku. Aku sangat ingin
tahu
alasan dia mengapa tidak mengakhirinya dengan-ku. Namun, benak-ku berpikir ke masa
lalu
bahwa dulu Kayn pernah berjanji untuk tidak meninggalkan ku dan untuk tidak
memutuskan
hubungannya denganku. Tapi bukankah dengan sikapnya seperti ini sudah sama seperti
kata
meninggalkanku?
Aku tidak bisa menahan lagi amarahku, aku memutuskan untuk pergi ke kafe mawar

74
itu, untuk hanya berpura-pura bahwa aku bertemu mereka secara tidak sengaja. Aku cuci
muka
dan memakai make-up agar mata setelah menangis ku tidak terlihat lagi, setelah siap aku
langsung pergi ke kafe itu. Di perjalanan aku memastikan bahwa hati-ku akan kuat
menahan
semuanya. Sampai di sana aku langsung memasuki kafe dan melihat Kayn dan Safit yang
sedang mengobrol dengan senyuman yang aku sangat benci melihatnya.
Aku menyapa mereka "Hai Kayn Safit wah kebetulan banget ya kita ketemu" mereka
kaget melihat keberadaan-ku saat itu. Kamu kok kesini ngapain?" Kayn bertanya
kepadaku.
"aku iseng aja tadi, bosen banget di rumah" aku menjawab dengan senyuman-ku. " oh gitu,
yaudah aku sama Safit udah mau pulang nih, udah lama soalnya disini Aku menjawab
dengan
terheran-heran,"loh kok gitu, aku kan baru sateng Kayn. kamu gak kangen sama aku apa?
Kita
udah larna banget gak ketemu kan" Aku memegang tangan Kayn. Kayn melepas tangannya
dengan paksa lalu meninggalkan aku tanpa menjawab pertanyaan-ku.
Saat itu aku benar-benar kesal, sakit hati, dana muak dengan sikap Kayn yang benar-
benar acuh kepadaku, sangat jelas terlihat saat aku datang dia sangat merasa terganggu.
Aku
menangis di kafe itu, aku sudah tidak peduli lagi orang melihat-ku aneh, namun yang pasti
perasaanku benar-benar hancur saat itu.
Keesokan harinya aku ke kampus dengan kondisi hati yang sangat tidak baik, aku
memberanikan diri untuk menghampiri Kayn dan meminta penjelasan darinya. Aku
berjalan
ke arah pinggir lapangan yang biasa dia tempati bersama teman-temannya. Namun, pagi itu
aku merasa sangat tidak beruntung karena di sana aku melihat Kayn yang sedang
mengobrol
dengan Safit dengan raut wajah yang sangat bahagia. Aku menguatkan hati untuk
menghampiri mereka.
Aku sampai di depan mereka, Kayn langsung kaget melihat keberadaanku dan dia
bertanya "ko kamu ada di sini bukannya pagi ini gak ada jadwal?" aku menjawabnya
dengan
senyuman lalu berkata " aku pengen ketemu aja sama kamu, aku kangen banget berdua-an
75
sama kamu" aku melihat raut wajah Safit yang sudah tidak enak, dia mungkin merasa
cemburu
denganku dan Kayn karena aku langsung memegang tangan Kayn di depannya. Safit pun
pergi
meninggalkanku dan Kayn.
Kayn melepas tanganku dengan kasar lalu berkata "apaansih kamu gausah lebay deh
sebenarnya dari sebelum aku memutuskan untuk berbicara dengan Kayn aku sudah
menguatkan hatiku jika saja dia membentak dan berucap kasar padaku. "emang salah aku
kangen sama kamu?" Kayn menjawab dengan raut wajah malas "terserah deh" Aku
tersenyum
kepadanya lalu berkata "aku pengen ngomong sebentar aja lalu Kayn hanya pasrah, aku
duduk
sambil menatap langit yang sangat biru hari itu, langit itu menguatkanku untuk berbicara
semuanya kepada Kayn.
Aku berbicara sembari menatap langit, Namun Kayn terus melihat handphone-nya "aku
mau jujur sekarang sama kamu, jujur sebenarnya aku tau semuanya sejak awal kamu
mungkin
mendekati dia karena merasa bosan denganku, tapi aku gak tau sebenarnya alasanmu
melakukan itu apa" Kayn melepaskan pandangannya dari handphone-nya lalu menatapku
yang
masih menatap langit yang indah, lalu aku melanjutkan ucapanku " Kayn kalau kamu suka
sama dia kejar dia, tapi kamu harus ingat kamu masih punya aku, kamu harus lepasin aku
dulu.
Mungkin kamu ingat janji kamu saat dulu bahwa kamu gak akan pernah ninggalin aku dan
mutusin hubungan kita, tapi Kayn lebih baik kamu memutuskan hubungan kita dari pada
kamu
membuat aku jadi perempuan bodoh yang selalu menunggu laki-lakinya namun, laki-
lakinya
sudah bersama orang lain Kayn, kalau dibayangin lucu tau di posisi aku" aku memaksakan
diri
untuk terlihat bahagia di depan dia dan terus tersenyum.
Kayn mulai benar- benar terdiam dan mematikan hanphone-nya, telpon dari Safit pun
tidak dia hiraukan. Aku melanjutkan perkataanku kepadanya " Dan Kayn sepertinya aku
benar-benar kecewa sama kamu, jadi buat ngelanjutin hubungan yang ada orang lain

76
didalamnya, aku udah ga sanggup Kayn" aku sudah tidak memandang langit, aku sudah
memandang dia yang sedari tadi memandangku. Jadi, kamu bisa ko terus menjaga janji
kamu
ke aku, untuk ga memutuskan hubungan kita, karena Kayn, aku yang akan mengakhiri
semuanya Kayn memanggilku dan memegang tanganku "Ca, maafin aku", aku segera
melepaskan
tangan ku dari genggamannya dan berkata "aku emang suka banget memaafkan orang
Kayn.
tapi hatiku gak tau deh hehe, sudah dulu ya kamu temui dia, kasian sudah menunggu" aku
menunjuk Safit yang sedari tadi memperhatikan kita berbicara. Aku pergi dan
meninggalkan
Kayn begitu saja dengan senyuman yang tentu saja tidak ikhlas. Kayn merasa sangat
menyesal
telah mengecewakanku sampai seperti ini.
Aku meyakinkan diriku untuk tidak menangis namun, air mataku terus saja turun
dengan deras, aku merasa seperti ada sebuah paku yang sangat besar di dalam hatiku yang
baru
saja tertancap. Sejak hari itu malamku tidak indah, karena setiap kantuk-ku selalu datang
bersama dengan air mataku.

77
Langit Abu-Abu
Karya
Ratih Putri Salsabila

Siang ini langit terlihat sedang bersedih, yang pada biasanya memancarkan sinar
menderang namun kali ini tidak.
“tikk… tikk… tikk..” bunyi air hujan yang semakin lama semakin deras.
Entah kenapa aku merasa malu. Iya, malu karena ku yakin semesta sedang
menangis seperti turut bersedih dengan keadaanku sekarang. Aku yang sedang duduk di
pojok balkon sekolah menangis sejadi-jadinya meluapkan semua rasa yang telah ku tahan
selama ini.
“Bulan lu kenapa?”
Ah, suara itu. Entah kenapa aku benci mendengarnya setelah sekian lama suara itu
menjadi suara kesukaan ku.
Aku bangkit dari posisi duduk. “ haa? Gapapa kok.”
“ Jangan bohong itu lu kenapa nangis? Masa iya bisa nangis gitu aja tanpa sebab.”
“ Serius gua gak kenapa-kenapa Dito. Gua Cuma sedih aja keinget kucing gua si
Larry yang meninggal 2 minggu lalu, dia lagi apa ya sekarang? Biasanya jam segini dia
lagi main sama gua. Ah, tuh kan gua jadi sedih lagi to hahaha.” Iya gua bohong dan terlihat
seperti orang konyol yang sedang menangis di pojok balkon sendirian hanya karena
teringat dengan kucingnya yang telah mati 2 minggu lalu.
“ ya Allah lan, hahahha gua kira lu kenapa. Gak sekalian aja tuh lu tangisin juga
kucingnya Nana yang kemaren mati ketabrak mobil? Hahaha lucu lu.”
“hahaha rese lu ya kebiasaan.”
Aku kembali duduk di lantai balkon dan entah mengapa Dito juga ikut duduk di
sebelahku. Dia terlihat sedang senang karena wajahnya yang terlihat berbinar-binar seperti
tidak sabar ingin menceritakan suatu hal kepada ku. Ya, tanpa dia bercerita pun aku sudah
tau.
Dito Pribumi, seorang laki-laki yang pintar, humoris, dan baik hati. Kekurangannya
hanya satu. Dia tidak jago dalam bidang olahraga. Namun, di mataku dia sempurna. aku
dan Dito sudah berteman sejak kelas 1 SMA. Ya, memang baru satu tahun aku berteman
dengannya tapi aku sudah berasa seperti bertahun-tahun. Kenapa ya? Mungkin karena
pertemanan kita berdua bisa dibilang sudah sangat dekat.
”eh Bulan, gua mau cerita deh.”
“cerita apaan? Hmm kayaknya gua tau nih lu mau cerita apa.” Semoga tebakkan ku
salah. Karena aku tidak mau Dito menceritakan perempuan itu.

78
“hehehe. Iya nih gua lagi seneng banget deh. Aura nerima ajakan gua buat nonton
Frozen 2. Ya ampun padahal gua kira dia bakal nolak ajakan gua.”
“lahhh katanya lu mau nonton frozen 2 sama gua dit? Ah parah banget lu.” Saat ini
rasanya seperti tidak ada oksigen di sekitarku. Dadaku sesak sekali saat mendengar
ceritanya. Ha? Serius? Bukannya dia sudah mengajakku duluan untuk menonton film itu
minggu lalu? Mengapa dia malah mengajak Aura? Tolong, air mataku rasanya ingin
tumpah lagi.
“hehehe, maaf ya lan. Nanti sebagai gantinya gua traktir deh lu lan.”
“iya, gapapa santai aja udah. Kayak gak kenal gua aja sih.” Iya, lu tuh gakenal
sama gua dit. Seharusnya lu tau kalo gua itu kecewa sama lu. Mana ada sih orang yang
bakal bilang gapapa kalau misalkan dia dikasih harapan palsu? Gaada dit gaada.
“heheh, ya maaf lan.” Dito pun meminta maaf lagi.
Aku hanya terdiam dan melihat langit yang berwarna biru ke abu-abuan. Wah
sungguh tidak masuk akal. Aku kembali mengingat masa-masa itu. Masa-masa aku dan
Dito terasa sangat dekat dan sejalan seperti mentari dengan bumi.
“dorrrr .”
“astagfirullah Allahuakbar. Heh sumpah gua kaget parah banget sih lu.”
“hahahahaha, gapapa gua suka liat lu kaget. Soalnya lucu banget.”
“mana ada coba orang lagi kaget terus lucu. Kocak lu.” Ha? Lucu, jujur sebenarnya
aku hampir terbang Dito bilang begitu.
“hehehehe, nih gua beliin lu eskrim. Baik banget kan gua sama lu.” Ucap Dito
sembari memberikan ku eskrim yang ia pegang. Hmm eskrim coklat. Dito memang salah
satu orang yang mengetahui rasa eskrim kesukaanku selain ibuku dan ayahku. Mungkin
bisa dibilang Dito itu adalah orang spesial dalam hidupku.
“wah, makasih ya dit. Untung aja lu beliin gua eskrim kalo enggak gua udah
bakalan ngambek sama lu.”
“Bulan, sini liat gua.”
Aduh ada apa ini. Kok tiba-tiba si Dito kayak gini sih. Sumpah, rasanya jantungku
ingin jatuh keluar. Aku meliahat kedua matanya. Matanya berwarna coklat tua. Namun,
terdapat garis-garis berwarna biru di matanya. Sungguh indah.
“lu harus tau Bulan, gua ini orangnya memang jail. Tapi lu harus inget, gua gak
bakal bikin lu sedih, kesel sampai ngambek gitu.” Di sini Dito terlihat sangat serius akan
kata-katanya itu. Aku pun percaya dia akan seperti itu pada ku dan aku sudah memberi
kepercayaan kepadanya.

“eh kok lu malah bengong sih lan. Gua kan lagi cerita.” Dito mendorong bahuku
pelan, berusaha menyadarkanku.

79
“ah iya.. iya, kenapa dit ulang?” Ya aku pun tersadar dan kembali pada keadaan diri
ku sekarang ini.
“ya gitu deh, gua sama Aura. Hmm, gua laper deh lan lu mau makan gak di
kantin?”
“aah.. gua belum laper dit duluan aja nanti gua nyusul.” Padahal perutku sudah
berbunyi, mengamuk minta untuk diisi. Namun, aku malas bila harus pergi berdua dengan
Dito ke kantin. Jujur diriku ini sedang tidak baik-baik saja.
“ohh gitu, yaudah gua duluan ya lan.”
“iya.” Ucapku singkat dan jelas.
Dia pun pergi meninggalkan langkah dan harum yang bagiku keduanya adalah
kenangan terindah sekaligus tersakit. Ah.. salahku juga yang sudah menyimpan harapan
lebih kepadanya.
Kamu tau Dito? Bahwa aku sudah iklhas. Eh tunggu, sepertinya bukan begitu kata-
katanya. Aku sedang berusaha untuk iklhas. Nah ini yang benar. Kalau kamu bertanya
mengapa aku masih berusaha, ya kamu seharusnya sadar aku itu juga punya hati. Aku
punya perasaan. Tidak ada satu pun wanita di dunia ini akan langsung iklhas jika diberi
harapan lalu dibawa pergi dan digantikan oleh sebuah kepedihan. Sakit Dito.. sakit.
Tapi tak mengapa. Memang hidup itu seperti ini, kalau belum merasa disakiti ya
namanya bukan hidup dan bukan aku saja yang pernah mengalami seperti ini. Kita semua
pasti pernah beri segalanya, tapi dibalas percuma. Gapapa, iya gapapa.
Mungkin karena aku adalah Bulan dan kamu adalah Bumi, kita tidak dapat bersama
Dito. Karena apa? Karena pada hakikatnya Bulan dan Bumi tidak akan dapat sejalan Dit.
Mereka akan berputar dengan arah yang saling berlawanan. Iya, itu seperti kita. Walau
begitu aku selalu berharap kamu dapat bertemu dengan sebuah Mentari yang dapat sejalan
dengan mu walaupun mentari itu bukan aku.
Aku juga berharap dapat menemukan bintang yang walaupun sinarnya kecil saat
malam hari bahkan pada siang hari sinarnya tidak terlihat. Namun, dapat menemani ku di
siang maupun digelapnya langit malam.
Terimakasih Dito, kamu tetap akan menjadi bumi ku yang selalu ingin ku lindungi.
Namun, tetap tak bisa ku pungkiri bahwa kamulah langit abu-abuku.

80
KECEWA
Karya
Rifqi Fauzan

Saat pertama kali aku masuk SMP dan melihat ada ekskul basket pada saat demo
ekskul di sekolah tersebut, aku tertarik sekali untuk mengikutinya karena dari SD aku
penasaran sekali dengan yang namanya olahraga basket, dan kebetulan banyak temanku
yang juga tertarik untuk mengikuti ekskul basket.
Dan setelah selesai demo ekskul, perwakilan setiap ekskul memasuki setiap kelas
untuk membagikan formulir pendaftaran, banyak sekali ekskul di smp ku. Mulai dari
Rohis,Pramuka,PMR,Paduan suara,Futsal,Basket dan lainnya. Aku hanya mengambil
formulir ekskul basket karena aku sendiri suka dengan kegiatan olahraga dan aku ingin
mencoba olahraga baru bagiku.
Hari pertama aku latihan basket aku seperti orang yang tidak mengerti tentang cara
bermain basket, ya seperti yang aku bilang basket adalah olahraga yang baru bagiku tetapi
aku percaya bahwa dengan mengikuti latihan dengan rutin lama kelamaan aku akan
terbiasa dengan olahraga basket.
Singkat cerita aku mengikuti pertandingan bola basket antar sekolah pertamaku saat
aku masih duduk di kelas 1 smp dan aku sangat senang telah diberi kesempatan untuk
bertanding mewakilkan sekolahku bersama teman-teman kelas 1 SMP ku. Dan hasil
pertandingan pertama kita lumayan buruk karena kita dibantai dengan skor 39-0 dan timku
langsung gugur.
Setelah pertandingan usai kita di suruh pelatih untuk berkumpul di ruang ganti
untuk membahas pertandingan tadi, setelah kita semua berkumpul pelatihku mulai
berbicara
“Tadi adalah hasil yang wajar, karena kalian juga baru belajar olahraga basket dan
sedangkan lawan kalian tadi rata-rata sudah duduk di kelas 2 dan kelas 3 smp yang
secara logika kemampuan mereka jauh di atas kalian.” kata pelatihku
Lalu setelah seluruh pembicaraan telah usai kita dipersilahkan untuk pulang dan
beristirahat di rumah.
Sesampainya aku di rumah aku membersihkan badanku yang lengket, setelah
membersihkan badan aku makan malam bersama orang tua dan adik ku dan selama makan
malam aku bercerita tentang pertandingan basket pertamaku yang tidak begitu memuaskan.
“Untuk kedepannya kamu harus berlatih lebih giat lagi, untuk mendapatkan hasil
yang memuaskan.” kata ibuku
Seusai makan malam aku beristirahat dan tidur dengan nyenyak karena hari itu adalah hari
yang cukup melelahkan bagiku.

81
Keesokan harinya aku minta kepada ayahku untuk dibelikan bola basket dan
kebetulan hari itu adalah hari minggu, jadi ayahku libur kerja. Ayahku memenuhi
permintaanku dan mengajakku ke toko olahraga untuk membeli bola basket, di sana
banyak sekali pilihannya, sampai-sampai aku bingung untuk memilih bola basket yang
mana. Dan akhirnya aku memilih bola basket bermerek “molten” yang menurutku itu bola
basket yang paling bagus kelihatannya dibandingkan pilihan yang lain nya.
Karena telah dibelikan bola basket akhirnya aku bermain basket hampir setiap hari
sampai-sampai ibuku kesal mendengar dentuman bola basket di dalam rumah, saat itulah
aku mulai sering berlatih basket sendiri dan kelamaan aku jatuh cinta dengan olahraga
basket.
Saat naik ke kelas 2 SMP tim basketkulah yang selalu bertanding mewakilkan
nama sekolah karena saat itu hanya angkatanku saja yang aktif di basket dan angkatanku
pun hanya tersisa 12 orang sehingga hanya dapat membentuk satu tim saja.
Berkali-kali timku mengalami kekalahan dan paling tinggi prestasi kami pada tahun
itu hanya mendapatkan peringkat ke-4 di sebuah tournament yang diadakan di Jakarta
Selatan.
Kami akhirnya bisa meraih juara satu di pertandingan “BCI Cup” itu adalah hal
yang paling menyenangkan dan sekaligus menyedihkan karena itu adalah pertandingan
terakhir kami karena saat itu kami sudah kelas 3 SMP dan sebentar lagi menghadapi ujian
nasional.
Setelah lulus SMP aku meneruskan sekolah ke SMA, seperti sekolah pada
umumnya SMA ku juga mengadakan demo ekskul untuk mengenalkan ekskul-ekskul yang
ada di SMA tersebut dan lagi-lagi pilihanku jatuh kepada ekskul basket.
Setelah aku mengikuti latihan dalam beberapa bulan akhirnya aku terpilih juga
untuk mengikuti tournament di Jakarta Utara dan tempatnya lumayan jauh, aku cukup
senang setelah cukup lama aku berlatih akhirnya aku diberi kesempatan juga untuk
bertanding mewakilkan sekolah.
Saat hari dimana pertandingan pertama akan dimulai aku berangkat bersama ke dua
orang tuaku menggunakan mobil dan kebetulan hari itu adalah hari minggu sehingga
jalanan sangat macet, aku sampai di tujuan 30 menit sebelum pertandingan di mulai dan
sampai sana adzan dzuhur berkumandang lalu aku sholat terlebih dahulu setelah sholat aku
bersiap siap mengganti pakaianku dan aku berkumpul bersama temanku yang lain nya di
ruang pemain bersama pelatihku.
Di ruang pemain pelatihku membahas strategi yang akan dipakai begitu juga
pemain yang akan bermain duluan dan saat itu aku dimasukkan ke dalam daftar pemain
cadangan. Pertandingan pun dimulai.... satu babak pun berakhir dan aku belum juga
dikasih kesempatan untuk bermain, babak ke dua pun di mulai dan cuaca menjadi sangat
terik lalu ada salah satu temanku yang sudah kelelahan dan meminta untuk digantikan, lalu
akhirnya pelatih pun menunjukku untuk menggantikan temanku yang kelelahan itu. Baru
beberapa menit aku bermain menggantikan temanku yang kelelahan aku langsung
digantikan lagi karena membuat sedikit kesalahan, memang itu merugikan sedikit bagi tim.

82
Tetapi itu bukan sepenuhnya kesalahanku. Pelatih memarahiku dipinggir lapangan dan aku
hanya bisa diam mendengarkan celotehnya.
Hingga akhir pertandingan aku tidak lagi diberi kesempatan bermain olehnya.
Setelah usai pertandingan kita disuruh berkumpul di ruang pemain di sana aku dimarahi
habis-habisan oleh pelatihku walaupun kesalahan tadi bukan karena aku saja melainkan
karena kakak kelaskku juga tetapi tetap saja aku yang disalah salahkan, padahal
pertandingan tadi juga dimenangkan oleh tim kita.
Aku pun pamit pulang duluan, karena sudah tidak nyaman lagi berada di suasana
seperti itu. Selama perjalanan pulang aku tidak berhenti menggerutu karena terngiang-
ngiang ucapan pelatihku tadi, sampai ibuku bertanya
“kamu kenapa si?” tanya ibu
“gapapa bu, hanya kesal saja pada pelatihku yang tadi menyalah nyalahiku” jawab
aku
“kalau begitu di pertandingan selanjutnya kamu harus membuktikan kepada
pelatihmu agar dia tidak bersikap seperti itu lagi kepadamu” balas ibu
Aku hanya mengaggukkan kepala.
Sampai di rumah aku membanting sepatu dan tasku dan dalam hati berkata “aku harus
membuktikan kepada pelatihku di pertandingan selanjutnya”
Lalu saat pertandingan selanjutnya aku pun benar-benar membuktikan kepada
pelatihku dengan mengerahkan semua kemampuanku aku dapat mencetak banyak skor
tetapi aku sangat kecewa karena respon pelatihku tidak seperti yang aku bayangkan dia
tidak terlihat senang ketika permainanku membaik dari sebelumnya. Dan di babak final
pun aku tidak dimainkan sama sekali dengan alasan aku belum pantas bermain di babak
final.
Setelah pertandingan itu aku mulai malas untuk bermain basket lagi dan lama
kelamaan ekskul basket pun sering aku tinggalkan karena sikap pelatih kepadaku, dia
seperti tidak menganggapku ada dalam ekskul basket.
Hingga akhirnya aku memutuskan keluar dari ekskul basket karena dengan kondisi
seperti itu menurutku sudah tidak ada kesempatan lagi bagiku untuk menunjukkan
kemampuanku percuma saja mau aku berlatih sekeras apapun tetapi pelatih tidak
menganggapku.
“Terima kasih untuk pelatihku yang telah memberikan banyak ilmu dan
pengalamannya tentang basket kepadaku semoga semua yang telah engkau berikan
kepadaku bermanfaat bagiku dan maaf apabila aku tidak bisa menjadi seperti yang engkau
inginkan karena inilah aku dan seperti inilah kemampuanku”

83
Makna Kehilangan
Karya
Sabila Adzhani

[Sabtu, 3 Agustus 2019]


kukira hari ini adalah hari yang indah, silau matahari memaksa menerobos masuk melalui
celah-celah jendela yang masih tertutup rapat. Burung-burung bersiul dengan indahnya,
seakan-akan memberi tahuku, meyakiniku bahwa hari ini adalah hari yang bisa ku lewati
dengan tenang. Aku memaksa diriku untuk meyakini bahwa hari ini akan indah.

Ini sudah 5 bulan semenjak kepergiaannya,


Sejak saat itu hari hariku terasa berat. Sangat berat.
Kau tahu? Aku bahkan tidak memakan apapun untuk beberapa waktu saat ia memutuskan
untuk meninggalkanku dengan sejuta pertanyaan yang sampai saat ini aku belum
mendapatkan jawabannya

Kalau boleh aku cerita, aku bisa ceritakan sampai detailnya.

Salahku memang memaksanya untuk terus bersamaku padahal aku tahu, ia lebih bahagia
tanpaku.
Dikecewakan, dikecewakan dan terus di kecewakan untuk kesekian kalinya. Aku rasa
diriku yang lebih banyak berkorban. Aku lebih banyak berkorban untuknya. menurunkan
berat badanku, bersabar dengan sikapnya yang sebenarnya tidak ku suka, tidak
memarahinya ketika ia seharusnya pantas untuk kumarahi.

Kau tahu? dengan kasarnya ia menggunakan semua pengorbananku yang dijadikan alasan
untuk berpisah. Seakan akan aku salah mengorbankan segalanya.

Ya aku tidak boleh berburuk sangka. Mungkin memang aku yang salah. Aku yang terlalu
baik kepadanya sampai dia bisa berlagak seperti itu. Aku yang terlalu percaya kepadanya
yang membuat luka kecewaku semakin sakit rasanya, membuat goresan demi goresan di
hati dan menjadikannya luka yang perlu aku tata lagi.

Kalau mengenang tentangnya, mengingat kenangan memang sangat aku sukai, karena lagi-

84
lagi tentangnya.

[Senin, 5 Agustus 2019]


Hari ini aku menghela nafas dengan beratnya.
Hari ini mendung, mungkin langit sedang memberi tahuku bahwa hari ini adalah hari yang
nyaman.

Kau tau? Aku sangat menyukai hujan dan sangat menyukai bau tanah yang basah terkena
air hujan yang deras mengenai tanah. Menyukai segalanya tentang hujan.

Setelah ku letakan tasku di bangku milik kelasku, aku bertanya kepada teman sebangkuku,
ya kau taulah, apa yang ditanyakan ketika seorang murid baru saja datang ke kelas, ya
menanyakan tugas.
Betapa bahagianya aku ketika mengetahui bahwa tidak ada tugas untuk hari senin yang ya,
sedikit mendung ini.

Suara pak dino menggelegar ke seluruh penjuru sekolah melalui speaker yang terpasang di
pojok dinding-dinding bangunan sekolah. Bergeming , menyuruh seluruh murid sekolah
untuk segera berbaris di lapangan upacara.

Dengan sangat cepat aku berlari ke keluar kelas, membawa topi, dan seraya membenarkan
dasi yang tergantung indah di leher milikku.

Tanpa di sengaja tanganku tersentuhan dengan seseorang ya, agak bertubuh sedikit besar,
dan hampir saja badanku ini terhempas jatuh kalau saja seseorang bertubuh besar ini tidak
memegang lenganku. Dengan cekatan aku mengatur keseimbanganku dan berdiri,
melepaskan tangannya yang masih memegang lenganku.

Lelaki ini hanya memasang raut muka sedikit panik lalu tertawa pelan. Huh kau kira ini
lelucon?!

Setelah kami saling menatap ia mengeluarkan suaranya “eh, maaf ya”

Aku hanya memasang muka kesal, dan sedikit senyum terpaksakan. Lalu aku berjalan
menjauhi dirinya. Tak peduli dengan sekarang ia bagaimana, yang terpenting aku tidak

85
ingin membuat pagi yang-menurutku-nyaman ini hancur dengan hal kecil seperti itu.

Murid berhamburan ketika petugas upacara mengumumkan bahwa upacara telah selesai
dilaksanakan.

Seperti biasa, aku menunggu lorong kelas sepi, menunggu murid-murid memasuki
kelasnya masing-masing.

Aku bersama temanku fea menunggu lorong kelas sepi dengan percakapan ringan. Fea
adalah teman kelasku dulu. Sekarang aku dengannya berpisah kelas, ia belum lama ini
dekat denganku, padahal dulu aku sama sekali tidak dekat dengannya, ia tipikal perempuan
yang tidak aku sukai, cerewet, berisik dan mengganggu. Tetapi setelah kami pertama kali
saling mencurahkan hati satu sama lain, kami merasa kami sangat cocok menjadi teman
dekat.

Fea berparas cantik, membuatnya banyak yang menyukainya dari anak-anak seangkatan,
kakak kelas maupun adik kelas.

Ia sekelas dengan mantanku, kau tahu? Ia selalu menceritakan apapun yang mantanku
lakukan di kelasnya. Senang bercampur sakit hati, itulah Perasaanku ketika ia
menceritakan tentang apa yang dilakukan masa laluku dikelasnya.
Dulu aku selalu mendengarkan dengan seksama ketika Fea menceritakan gerangannya,
tetapi sekarang aku selalu menolak mendengarnya, bukannya aku bosan, tetapi kabar dia
yang sekarang tak ingin ku ketahui lagi.

Waktu berjalan dengan cepatnya, jam pelajaran untuk hari ini sudah habis, segera ku
menuju rumahku yang terletak tidak terlalu jauh dari sekolah.

‘Line!” begitulah dering salah satu dari aplikasi chat di handphone milikku.
Ku lihat sekilas notifikasi yang muncul di handphoneku

Bara : Sabila

‘Bara? siapa?’ aku bertanya tanya dalam hatiku.

86
Ku ingat-ingat, aku tidak punya teman yang bernama Bara. Karena penasaran Aku pun
membalas pesannya.

Siapa ya?

Dengan cepat ia membalas pesanku

Bara : maaf, tadi tidak sengaja menabrakmu

Aku menghela nafas berat, dasar. Dengan malas aku mematikan handphoneku, malas
untuk membalas pesan yang menurutku tidak penting itu. Membaringkan tubuhku di kasur
yang nyaman dan terasa dingin ini. Memejamkan mata sejenak. Memikirkan hal-hal
kutakutkan yang selalu terbenak di pikiranku. Aku selalu cemas ketika memikirkan itu,
karena aku belum bisa menemukan jalan keluar dari masalah-masalah itu.

Kelas 11 ini aku merasa tertekan, sangat tertekan. Masalah di hidupku datang dengan
beratnya. Tetapi aku tahu bahwa bukan aku saja yang mempunyai masalah seperti ini, pasti
masih banyak orang yang di luar sana memiliki masalah yang lebih berat dari pada aku.
Kata-kata biasa yang selalu ku ingat adalah “bahwa tuhan selalu memberikan hambanya
cobaan sesuai dengan kemampuannya”. Aku percaya akan hal itu.
Semakin banyak masalah, semakin kita mendekatkan diri pada tuhan.
Aku malu kepada tuhan, aku mengaku diriku sudah dewasa, tetapi aku mendekatkan diri
kepada tuhan cuma hanya ada maunya.

[Kamis, 15 Agustus 2019]


Bara namanya, untuk kedua kalinya aku melihatnya secara langsung

“Sabila..”

Ia memanggil namaku dari kejauhan, ketika cahaya senja dengan anggunnya keluar dari
celah celah langit.
Aku menoleh kearah sumber suara itu berada. Orang itu… Bara namanya.
Aku hanya tersenyum dan meninggalkan dia. Meninggalkan ia dengan sejuta pertanyaan.

87
Semakin lama aku dan ia senang bertukar pesan satu sama lain, membicarakan banyak hal-
hal yang konyol seperti “mengapa senja berwarna keemasan” “mengapa ketika mandi kita
selalu mendapatkan ide” dan “mengapa kita mempunyai alis”, absurd memang, tetapi
itulah dia, humoris bercampur sedikit bumbu-bumbu romantis, itulah yang menyebabkan
aku nyaman dengannya. Tetapi aku tidak bisa seperti ini, rasa nyaman ini tidak boleh
berlebihan dan bergantikan dengan rasa sayang. Itulah sebab aku selalu menahan diriku
untuk merasakan nyaman dengannya,

karena aku tidak mau lagi terjatuh ke lubang yang berbeda tetapi dengan luka yang sama.

Aku tahu Bara sedang menginginkan hatiku, bukannya aku kepedean tetapi sudah terlihat
jelas dengan caranya mengirim pesan kepadaku setiap saat, melacak keberadaanku yang
dulu sampai sampai ia membuka akun facebook lamaku.
Aku sempat takut kepadanya, karena ia mengetahui nama tetanggaku hingga saudaraku! Ia
memang stalker yang hebat.

Tapi maaf Bara, aku tak mau berbagi perasaan denganmu. Akan ku hargai jika benar kau
menyukaiku. Aku hanya tidak bisa,
Tidak bisa untuk saat ini untuk menerima seseorang datang kehidupanku membuka luka
lamaku dan sangat hebatnya menghancurkan seluruh hatiku.
Aku perlu membutuhkan waktu yang lama untuk mengobatinya.

Ini sudah sebulan semenjak Bara datang kehidupanku, ya, aku bersyukur bahwa Bara
mempunyai sifat yang bertanggung jawab atas semua ucapannya, iya tidak langsung
meninggalkanku atau mengacuhkanku walaupun ia tau bahwa aku mengabaikan
perasaannya. Kami masih bertukar pesan, sama seperti dulu. Bertukar kabar dan
membicarakan hal konyol sekalipun.

[Rabu,11 September 2019]


Perkenalkan, teman kelasku, Ranz. Ia adalah teman melukisku, belum lama ini aku baru
tahu kalau ia juga menyukai lukisan-lukisan indah, sama sepertiku. Kami selalu bertukar
pikiran ketika melihat nilai estetika dari sebuah lukisan.

Pendapatku dengannya selalu terhubung bak kanvas dan kuas ketika kita sedang melukis,
selalu menuju ke arah yang sama. Wajahnya tampan membuatnya banyak digemari oleh
para gadis disekolahku,

88
Kukira aku dan ia sangat nyaman sebagai teman, tetapi kabar tidak baik datang kepadaku,
bahwa teman dekat Renz, Leo memberitahuku bahwa Renz menyukaiku. Hatiku saat itu
bingung, sangat bingung. Tetapi aku berusaha biasa saja di depannya seolah olah aku tidak
tahu bahwa ia menyukaiku. Sampai pada akhirnya ia menyatakan perasaannya kepadaku

Saat itu, detik itu aku langsung meminta maaf padanya bahwa aku tidak bisa perasaanku
hancur, aku berpikir bahwa aku akan kehilangan patner melukisku.
Dan benar saja ia menjauhiku, begitupun dengan aku.

Sedih bukan ketika persahabatan dengan mudahnya hancur karena rasa cinta yang keluar
dengan tanpa diketahui. Aku sudah muak dengan ini semua, persahabatan-cinta-
permusuhan. Aku tahu ketika persahabatan di jadikan cinta maka sudah tidak ada lagi nilai
ketulusan dalam bersahabat seperti dulu. Atau bahkan bisa menjadi bermusuhan antara satu
sama lain, tidak saling tegur sapa. Menjadi orang yang jauh sekali, jauh rasanya. Yang aku
lakukan hanya membuat partner lukis yang baru, atau tidak aku tak punya partner lukisku.

Meninggalkan atau ditinggalkan adalah pilihan, dan kita punya hak untuk memilih dari
kedua pilihan itu.

Aku pernah marah dengan tuhan, mengapa tuhan mengabulkan doa yang aku panjatkan
kepadanya di sela-sela ibadahku.
Doa yang selalu ku langitkan ;bahwa pengharapan yang besar agar kami bisa bersatu.

Kalau begini akhirnya, lebih baik tuhan tidak mengabulkan permintaanku untuk
bersamanya begitulah kira-kira keluhku yang menyalahkan tuhan karena telah menerima
doaku

Seperti tuhan berkata kepadaku ‘aku taruh perasaan menyukaimu di hatinya, akan ku
satukan kalian, agar kamu tahu rasanya saling mencintai dengan orang yang salah’
seharusnya aku senang bahwa tuhan masih mau mengabulkan doa dari hambanya yang
hanya mendekatinya ketika ingin meminta sesuatu kepada-Nya.

Harusnya aku senang pernah menjadi masa lalunya, yang mau sampai kapan pun kisah
kami menjadi bukti bahwa kami pernah bahagia bersama.

Tuhan maha baik, ia tahu mana yang baik untukku.

89
Untuk saat ini memang aku sedang memaafkan apa yang telah ia lakukan. Yang
membuatku sehancur ini, yang membuatku menyalahkan tuhan, dan membuatku
menyalahkan diri sendiri. Aku merasa bahwa separuh duniaku runtuh, menyalahkan tuhan
karena telah mengabulkan doaku untuk bersatu dengannya dan merasa bahwa aku tidak
pantas untuk siapapun.

Aku berharap semua yang aku alami ini adalah sebuah kisah dari buku
novel yang sedang kubaca atau hanya sekedar skenario dari drama yang biasanya kutonton.

Sangat sakit rasanya ketika tahu kalau ini adalah kisahku, yang dimana harusku hadapi
semuanya. Menghadapi bahwa seseorang yang aku sangat cintai pergi meninggalkanku
tanpa aku di sampingnya.

Mungkin ia bahagia dengan jalan yang ia ambil; berjalan tanpaku.

90
Trauma
Karya
Shafira Nurdifa S.

Sudah saatnya kini senja berani menampakkan dirinya, matahari pun seakan
tertelan oleh bumi. Seperti biasanya, ia hanya menyisakan sinar oranye yang tegas
menyusup masuk ke dalam gedung-gedung pencakar langit di Jakarta. Kanya, Fitha, dan
Chantika tiga perempuan dengan kepribadian bertolak belakang dan melakukan setiap hal
dengan caranya masing-masing.
Mereka berjalan menyusuri lorong gedung sekolahnya dengan canda gurau mereka
yang tak pernah tertinggal. Kanya yang selalu tertawa sampai-sampai matanya seakan
tertutup, anak yang selalu antusias mendengar setiap kalimat yang dilontarkan oleh kedua
sahabatnya, tetapi siapa sangka diamnya wanita berambut lurus ini tak pernah diartikan
sebagai apapun oleh Fitha maupun Chantika, karena memang Kanya tak terbiasa untuk
memberikan solusi pada suatu masalah. Fitha yang selalu melakukan hal konyol di depan
sahabat-sahabatnya dan selalu menganggap bahwa tanpa sahabatnya ini ‘Ia tak dapat
memamerkan gigi cantiknya setiap hari’. Ya, Fitha memang anak yang lebay. Chantika
adalah orang yang seakan menjadi penengah di antara sahabat-sahabatnya, karena sifatnya
yang cuek walaupun saat sedang bersama dengan kedua sahabatnya dan seakan tak peduli
pada lingkungan sekitarnya, tetapi sebenarnya dia selalu menjadi yang pertama dalam
memerhatikan suasana hati sahabatnya, tanpa disadari oleh Fitha maupun Kanya pastinya.
Disela canda gurau, Fitha mulai bertanya tentang apa yang tadi dibahas oleh wali
kelasnya di dalam kelas sesaat sebelum pulang sekolah “Kanya! Chantika! Menurut kalian
bagusnya kita pake lagu apa buat pagelaran seni?” Kanya tampak menimang-nimang lagu
apa yang pas untuk mereka tampilkan saat pagelaran seni, tetapi tidak dengan Chantika
yang seakan tak peduli apa yang dibahas oleh sahabatnya. “Ah, Chantika mah kebiasaan di
ajak ngomong gapernah nyaut, sebel!” Fitha yang menggerutu karena tingkah sahabatnya
yang terlalu cuek itu, sedangkan Kanya hanya tertawa melihat tingkah kedua sahabatnya
itu, “Gimana kalau kita pake lagu ‘Sebuah Kisah Klasik’ aja?” jawab Kanya dengan sangat
antusias sembari menatap Fitha dan Chantika dengan matanya yang berbinar seakan
merasa bangga terhadap saran yang ia sampaikan. “Lagunya Peterpen aja yang judulnya
‘Semua Tentang Kita’ ga susah lagunya” seperti biasa, sahabat Fitha dan Kanya yang satu
ini memang selalu seperti ini, tak peduli ‘pada lingkungannya’ bukan pada sahabatnya.
“Nah ide bagus banget tuh Kan!” celetuk Fitha sembari tersenyum menahan tawa melihat
Kanya, tetapi matanya melirik pada Chantika “Kita pake lagu ‘Semua Tentang Kita’ aja”
lanjut Fitha dan setelahnya tertawa. “Dih aneh” Chantika bergugam dan bergidik ngeri
dengan kelakuan sahabatnya, tetapi dapat didengar oleh kedua sahabatnya. Kanya hanya
tertawa dan berlari kecil menyusul langkah Chantika, wanita dengan kulit putih itu berjalan
sedikit cepat meninggalkan Fitha, “Dadah Fitha jangan lupa pulang ya! Hahaha” teriak
Kanya pada Fitha yang tertinggal di belakang. Sedangkan yang ditinggal hanya memasang
muka masam yang sebenarnya merasa sangat bahagia memiliki sahabat-sahabat yang bisa
membuatnya selalu tertawa dengan cara mereka masing-masing.

91
Hari baru yang bisa dibilang hari terakhir ‘penyiksaan’ dari pelajaran bagi siswa/i
setiap minggunya. Tiga serangkai yang berjalan bersama menuju ruang kelas dengan
kesibukan masing-masing tampak menikmati pagi ini. “Yeeyy, besok sabtu kita libur,
kalian ada acara apa nih besok?” celetuk Fitha yang merasa sangat bahagia dengan
hadirnya hari Sabtu esok hari “diemin aja terus diemin orang ngomong” Kanya lagi-lagi
tertawa dengan kelakuan sahabatnya yang selalu saja merajuk dikala Chantika yang tak
pernah menghiraukan omongannya, jangankan menghiraukan, melirik dan menganggap
bahwa Fitha sedang bertanya saja seakan menjadi hal yang berat untuk dilakukan oleh
Chantika “Besok Kanya mau istirahat aja di rumah, lagian kalau liburnya cuma hari Sabtu
sama Minggu mah ga berasa apa-apa” jawab Kanya sambal memasukkan handphone pada
saku rok sekolahnya, karena mereka telah berada di ambang pintu ruang kelas. “Ga berasa
liburnya juga tetep nikmatin aja kali, nanti aku mau beli cemilan yang banyak trus aku
nonton drama korea deh!” jawab Fitha dengan sumringah membayangkan apa yang
nantinya akan ia lakukan. Tetapi, tiba-tiba ada suara yang seakan menginterupsi
pembicaraan Fitha “Siapa bilang bisa ngelakuin itu Fit? Besok aja udah mulai jadwal
latihan buat pagelaran seni, kan pagelaran udah tinggal satu minggu lagi, yang sabar ya
harus menghilangkan semua jadwal drakor besok hahaha” celetuk Reno-ketua kelas XI
IPA 5 dengan menepuk pundak Fitha beberapa kali dan tertawa meninggalkan tiga
serangkai itu. Kanya dan Chantika pun menahan tawanya “Giliran gini aja kalian ketawa,
kalian itu bahagia di atas penderitaan orang lain tau! Reno udah nyabotase hari libur Fitha”
Fitha hanya bisa terus mengomel dan menggerutu pada kedua sahabatnya “Gausah lebay
Fit” satu kalimat yang keluar dari mulut Chantika dengan muka yang memerah menahan
tawanya, tetapi cukup untuk membuat Fitha kesal. Di saat keadaan kelas yang sedang
ramai Reno pun angkat bicara untuk menghentikkan aktivitas teman-teman kelasnya
“Selamat pagi temen-temen, bisa duduk sebentar? Jadi disini saya mau membahas masalah
pagelaran seni, kita akan mulai latihan dari pulang sekolah hari ini sampai dengan hari
Kamis, hari Jumat kita enggak ada latihan, tapi buat yang kelompoknya mau latihan
gapapa asalkan bisa jaga kesehatan, karena pagelaran seni hari Sabtu” suasana kelas yang
sempat hening sejenak kembali menjadi sedikit ricuh, ada yang merasa antusias, tetapi ada
juga yang merasa tidak bisa merelakan hari Sabtu dan Minggu mereka besok. “Kalian bisa
latihan di luar sekolah, tapi setiap pemimpin kelompok harus membuat hasil latihan setiap
harinya dan kasih ke saya, makasih temen-temen”.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar 15 menit yang lalu, menyisakan Kanya,
Fitha, Chantika, dan Reno di dalam kelas. “Sekarang kita sepakatin dulu aja lagunya apa,
baru mulai latihan sebentar hari ini, diusahin maksmial di latihan berikutnya” Chantika
membuka pembicaraan selaku ketua tim band di kelasnya, teman-temannya hanya
menyimak yang disampaikan oleh sang ketua tim. “Jadi kemarin aku kasih saran lagunya
itu ‘Semua Tentang Kita’ gimana?” tambah Chantika sembari melirik temannya satu per
satu. “Aku setuju Chan, lagunya ga terlalu susah, karena waku kita cuma satu minggu”
jawab Kanya sambil memakan camilannya, “Tapi apa alesan kamu milih lagu itu Chan?”
tambah Reno yang masih menimang-nimang saran dari Chantika, “Simple aja Ren, ini
pagelaran terakhir kita, liriknya pas” tegas Chantika “Ok setuju, Fitha gimana?” Reno
bertanya pada Fitha, yang ditanya hanya mengedikkan bahu tak acuh. “Balas dendam Fit?
Giliran aku yang ngomong kamu diem?” tanya Chantika memastikan dengan dahi yang
sedikit mengkerut “Hehehe ketauan ya, tapi aku sih yes” hanya itu kalimat yang
dilontarkan Fitha karena merasa sedikit malu di depan temn-temannya yang seketika

92
tertawa dan sang ketua hanya menghela napsnya. Suasana di kelas mulai terisi dengan
senandung-senandung kecil dan bunyi petikan gitar yang dimainkan oleh si rambut sebahu-
Dhafitha, “Kita ke ruang musik sekarang ya, cepet” imbuh Chantika sembari
meninggalkan ruang kelas. Latihan terus dilakukan, tak terasa sudah saatnya pulang,
“Cukup latihan hari ini ya, besok dilanjut di sini lagi jam 10 pagi, jangan telat” Chantika
menutup latihan hari ini, Kanya dan Reno hanya mengiyakan apa yang disampaikan oleh
sang ketua, sedangkan Fitha antara rela dan tidak apabila hari Sabtunya di pakai untuk
berada di sekolah. Hening seketika menyergap. Reno yang melihat Kanya hanya diam
menunduk sambil meminum minuman dingin seketika memecah keheningan “Chantika,
Fitha kalian ga berniat nyari tau sesuatu gitu tentang diemnya sahabat kalian?” Kanya
sedikit tersentak dengan apa yang dikatakan Reno dan segera mengambil tas lalu
melenggang pergi “Temen-temen aku duluan ya. udah di jemput”. Chantika yang hanya
mengerutkan dahinya sembari mentap Reno seakan bertanya “siapa? Kanya? Kenapa?”
dan Fitha yang langsung menyerbu Reno dengan pertanyaan-pertanyaannya “Siapa Ren?
Kanya? Emang dia begitu kan anaknya, kamu satu SMP kan sama dia? Emang dulu dia
cerewet? Kalau ada apa-apa kok dia gapernah cerita ya?” yang diserang dengan pertanyaan
hanya mengedikkan bahunya “Iya Kanya, cari tau sendiri aja ya, mau balik bye”. Ya, Reno
meninggalkan ruang musik dengan ribuan pertanyaan yang mendekap Fitha maupun
Chantika.
Hari demi hari dan latihan demi latihan terus mereka lakukan. Chantika yang selalu
memimpin latihan dengan baik dan Fitha yang selalu menyerbu Reno dengan pertanyaan-
pertanyaan, sedangkan Kanya hanya seperti biasa latihan lalu pulang. “temen-temen hari
ini udah cukup latihannya, Kanya sering-sering latihan lagi biar nadanya stabil, Reno
pertahanin permainan bass-nya, dan Fitha tolong fokus, perhatiin setiap petikannya”
Chantika mengizinkan teman-temannya untuk kembali ke rumah, dan dia pun segera pergi
meninggalkan ruang latihan. “Fit, dulu Kanya itu kayak kamu, selalu ceria dan dia yang
bikin suasana jadi ceria, dia jarang diem ada masalah sekalipun di ga akan diem dia tetep
ketawa” Reno seakan ingin menceritakan segalanya, tetapi ia tahu bahwa Kanya tak akan
menyukai hal tersebut akhirnya Reno memilih diam. “Thanks Ren” Fitha segera
meninggalkan ruangan untuk mengejar Chantika “Chan!” Fitha segera menahan lengan
Chantika yang sedang menyusuri koridor sekolah menuju gerbang sekolah, yang dipanggil
hanya menengok dan memasang wajah seakan bertanya. “Harus ya kamu se-cuek itu?
Udah beberapa hari ini aku liat, aku kira kamu bakal nyari tau juga tentang Kanya, tapi
kayaknya emang kamu ga pernah peduli sama orang lain, aku jadi sadar kalau sekali
orangnya ga pedulian ya udah ga akan pernah bisa di andelin buat masalah kayak gini”
Fitha masih berusaha untuk sedikit meredam amarahnya, entah apa yang membuat Fitha
merasa kesal dengan Chantika, “Maksudnya apa Fit?” tanya Chantika dengan tenang “Aku
capek-capek nyari tau tentang Kanya, apa masalah dia, tapi kamu? Kamu Cuma diem
seakan gatau apa-apa dan seakan Kanya emang bukan siapa-siapa” wajah Fitha mulai
memerah menahan amarahnya “Emang Kanya siapa? Kamu merasa sebagai sahabat
terbaiknya dia dengan cara kayak gini? Emang kamu tau apa tentang dia?” jawab Chantika
dengan nada dinginnya. Kanya yang sedari tadi mendengar obrolan kedua sahabatnya
mulai sedikit terisak dan menghampiri sahabatnya “Udah Fit, Chan, jangan berantem
mending kita pulang” Kanya berusaha tersenyum walau sebenarnya dia seketika mengingat
kejadian kala itu dan merasakan lagi pedihnya saat itu, “Aku duluan Kan, udah males
bareng sama orang ga pedulian kayak dia” pamit Fitha sembari menunjuk Chantika dengan

93
tatapan matanya, “Fit, Chan kalian yang kayak gini itu ngebuka lagi luka lama aku,
makasih” Kanya langsung berlari meninggalkan dua sejoli yang sedang bersitegang itu.
“Aku harap kamu sadar apa yang udah kamu omomngin dan suatu saat sadar apa yang aku
lakuin Fit”.
Latihan yang biasa dilakukan dengan suasana yang menyenangkan seketika
berubah, mereka memang tetap profesional terhadap apa yang sedang mereka lakukan,
tetapi tetap tak bisa di bohongi betapa tegang suasana saat ini dan Reno yang tak tahu apa-
apa merasa suasana saat ini sedikit mencekam untuknya. Ketika latihan selesai Reno
langsung angkat bicara seolah menjadi tokoh tritagonis di antara tokoh protagonis dan
antagonis “Udah tinggal 3 hari lagi, tapi kalian malah kayak gini” bukannya menggubris
perkataan Reno, Fitha malah menarik tangan Kanya untuk mengajaknya segera pulang.
“Fit aku mau ada urusan dulu, kamu pulang duluan aja, bye!”. Disini sekarang Chantika
berada, di café mentari bersama seorang perempuan dengan perawakan yang tinggi, putih,
rambut yang bawahnya sedikit bergelombang, dan sudut matanya yang tajam namum,
teduh bila menatap orang terdekatnya-Kirana-kakak Kanya. “Jadi? Mau tanya tentang
masalah Kanya dulu? Kamu udah tau tentang apa aja emangnya?” Kirana memecah
keheningan di antara dia dan Chantika yang merasa sedikit canggung, “Saya udah ketemu
sama mamah kakak dan saya juga udah temuin teman-teman Kanya waktu dulu” jawab
Chantika seramah mungkin. “Berarti kamu udah tau kalua Kanya ‘itu’ ya?” pertanyaan
yang sudah Chantika tebak sebelumnya dan pemilik mata dengan manik cokelat muda
tersebut mengangguk. “Kak Kirana!” ya, Chantika mengenali suara tersebut, suara milik
sahabatnya yang baru-baru ini mengomelinya-Dhafitha, si pemilik suara sedikit terhentak
kaget dengan keberadaan Chantika yang sepertinya sudah kenal cukup dekat dengan
Kirana. Mereka yang duduk bertiga dalam satu meja bundar kecil hanya saling bertatap
tanpa ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut salah seorang dari mereka. “Kak, jadi
ada apa?” Chantika membuka obrolan, karena dia memang cuek, tetapi membenci suasana
canggung yang menghinggap begitu lama, “Jangan tanya Kanya kenapa, kalau kalian aja
belum bisa selesai-in masalah kalian sendiri, jangan jadi hero buat orang lain kalau kalian
aja belum bisa jadi hero buat diri kalian sendiri”. Chantika dan Dhafitha semakin terdiam.
“Chantika, maaf ya” orang yang di ajak berbicara memasang senyum yang belum pernah ia
tunjukkan pada sahabatnya di depan ini dan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
“Jadi gimana kak?” tanya Fitha yang merasa semakin penasaran, karena memang sejuh ini
dia belum mendapat informasi yang cukup tentang Kanya, hanya mendapat informasi
simpang siur yang berlalu lalang.
“Dulu Kanya anak yang lebih ceria dari sekarang, semua berubah saat itu kita
broken home dan yang parahnya lagi adalah pengkhianatan sahabat-sahabatnya Kanya
dulu” Kirana berhenti sejenak mengembangkan senyuman yang seakan mengisyaratkan
“jangan jadi seperti sahabatnya Kanya yang dulu”. “Kak Kirana gapapa?” tanya Fitha
yang mulai sedikit khawatir pada keadaan Kirana, Chantika yang terdiam menantikan
kelanjutan cerita Kirana pun ikut angkat bicara “Kalau kak Kirana gabisa cerita gapapa
kak”. Tanpa aba-aba Kirana langsung menguatkan dirinya dan melanjutkan ceritanya yang
sempat terhenti “Awal kenaikan kelas 9 keluarga kita tiba-tiba berantakan, aku yang saat
ini kuliah di luar negeri ga tau apa-apa tentang permasalahan itu. Kanya yang menyaksikan
semua perdebatan-perdebatan keluarga bahkan kekerasan fisik yang dilakuin Ayah kita ke
Mamah, Kanya cuma sendirian. Setelah seminggu dan aku baru tau, karena keluarga

94
temenku yang memang dekat dengan keluarga kita saat itu, aku langsung pulang ke
Indonesia, tapi semuanya seperti terlambat. aku masuk ke dalam rumah, biasanya Kanya
akan selalu lari buat meluk aku, mamah akan teriak-teriak kesenangan, dan ayah yang akan
tersenyum hangat menanti aku di ruang keluarga. Tapi, setelah kejadian itu, yang aku
dapetin cuma rumah yang berantakan, hening tanpa suara apa pun yang aku denger sangat
jauh berbeda dari apa yang biasanya aku dapetin saat aku pulang ke rumah. Yang ada di
pikiran aku adalah Kanya kabur. Tapi, ternyata Kanya ada di kamar ketakutan, dia sudah
ga nangis lagi, tapi dia berantakan dan cuma terdiam, matanya kosong. Semakin hari
Kanya semakin aneh ditambah dengan sikap Mamah yang semakin hari semakin menekan
aku dan Kanya, Ayah juga sudah entah dimana. Saat aku harus kembali ke kampus untuk
memersiapkan wisuda, Kanya tinggal dengan nenek kita yang rumahnya lumayan dekat
dengan keluarga temenku, setelah selesai wisuda dan aku mulai bekerja, Kanya kembali
sekolah aku pikir semua sudah baik-baik aja, karena Kanya sangat semangat seperti
biasanya dia pun sudah banyak berbicara bahkan lebih sering dari biasanya” Fitha yang
sedang mendengarkan tiba-tiba tak tahan untuk bertanya akan suatu hal kepada Kirana
“Tapi kenapa dia sekarang pendiem kak? Dia juga ga pernah cerita apa-apa ke kita”
Chantika yang merasa gemas dengan sahabatnya yang tidak sabaran ini mencubit kecil
lengan Fitha “Ssst”. “Ya, setelah dia masuk sekolah dan teman-temannya tau bahwa dia
sedang dalam masalah satu per satu dari teman-temannya mulai menghilang, bukan karena
Kanya broken home, tapi muncul desas-desus kalau Kanya itu menderita Bipolar. Tanpa
mereka tau apa diagnosis itu benar, berita itu tersebar ke satu sekolah. Kanya yang sangat
periang sedang tertawa bahagia, tiba-tiba menangis karena temannya yang bercerita
tentang liburan keluarganya, Kanya yang tidak bisa menahan emosinya menyampaikan
ketidaksukaannya terhadap topik yang sedang di bahas dan karena kata-kata Kanya saat itu
juga teman-teman Kanya membenci Kanya, bertepatan dengan kondisi mental Kanya yang
menurun Kanya di jauhi oleh seluruh murid di sekolahnya dulu, karena memang Kanya
cukup terkenal, berita tentang Kanya sangat cepat menyebar, setelah kejadian itu dia ga
pernah berani memunculkan diri dia yang seperti dulu, karena dia takut hanya karena
ucapan dia yang seharusnya bisa di terima, tapi malah menghancurkan segalanya, dia
masih merasa bahwa suatu saat kalian bisa juga seperti sahabatnya yang dulu” setelah
Kirana menyelesaikan ceritanya, Fitha langsung berlari keluar dengan raut wajah kesal
meninggalkan Chantika dan Kirana. “Kak berarti bener kalua setelah pagelaran ini Kanya
bakal ikut kakak ke luar negeri untuk terapi?” tanya Chantika dengan sedikit terisak, ia tak
menyangka sahabat yang ia piker selalu Bahagia saat Bersama, ternyata sangat sulit untuk
Kanya menahan semuanya, rasa sakit karen keluarga dan temanteannya yang bertubi-tubi
tak akan mudah untuk di lupakan betapa pedihnya itu semua “Ya, karena kamu udh tau
kalua Kanya memang mengidap Bipolar, jadi jangan perlakukan dia dengan perlakuan
yang berbeda. Kakak pamit ya, mau mengurus untuk keberangkatan Kanya, dah Chantika
see you”.
“Hari ini latihan terakhir kita ya, kalau besok mau latihan bisa kita sesuaikan
jadwalnya lagi, fokus ya temen-temen” hari ini mereka kembali latihan menyiapkan
pagelaran seni yang akan diadakan pada hari Sabtu besok lusa. Penampilan mereka sudah
cukup memuaskan, Chantika menyudahi latihan hari ini agar teman-temannya dapat
beristirahat. “Besok kita latihan seperti sebelum-sebelumnya aja Chan, aku balik duluan ya
bye” saran Reno dan si pemberi saran segera meninggalkan ruang latihan menyisakan tiga
serangkai yang saat ini suasanya seakan mencekam. Chantika berusaha membuka

95
pembicaraan dan memberi isyarat pada Fitha agar seakan tak mengetahui apa yang terjadi
pada Kanya sampai Kanya benar-benar siap menerima mereka menjadi sahabatnya “Hmm,
Fit, Kan makan yuk?” tanpa menjawab pertanyaan Chantika, Fitha bersiap meninggalkan
ruang latihan dan berkata dengan tegas “Kanya, kalau emang gabisa buat berteman gausah
di paksa Kan, jadi kita yang capek buat coba ngertiin kamu yang ternyata selama ini
menganggap kita sama kayak mereka-mereka yang berbuat jahat, kalau selama ini kamu
menganggap kita sejahat itu kenapa cuma diem? Ga pergi sekalian” Kanya merasa tertohok
dengan ucapan Fitha barusan, tanpa mengeluarkan suara Kanya yang menangis pergi
meninggalkan Chantika sendirian. Chantika mengejar Fitha yang dia yakin kalau
sahabatnya ini belum pulang ke rumah, karena ia tau bahwa sahabatnya ini saat memiliki
masalah akan mecari ruangan kososng untuk menangis sendirian. Dan benar saja, Fitha
sedang berada di kelas kosong dekat parkiran sekolah mereka, Chantika langsung
menemuui Fitha dan memeluknya dengan hangat “Fitha, udah Fit” Fitha hanya bisa
menangis di pelukan sahabatnya “Chan aku bingung Chan, kenapa aku bisa bilang sejahat
tadi, tapi aku kesal Chan kenapa Kanya bisa-bisanya anggap kita orang yang sama kayak
teman-temannya yang dulu?” Fitha berkata sambil sesekali sesenggukan, karena tangisnya
yang semakin menjadi-jadi. “Kita yang harusnya ngertiin posisi dia Fit, bukan dia yang
harusnya ngertiin posisi kita nanti kamu bakal tau kenapa dia kayak gitu. Sekarang kita ke
rumahnya dan minta maaf sama dia” Fitha hanya mengangguk kecil.
Sesaat tiba di depan pintu kamar Kanya, Dhafitha meyakinkan diri untuk bertemu
Kanya dan menerima kondisi sahabatnya yang sedang terpuruk saat ini. “Kanya kita masuk
ya” Fitha dan Chantika segera masuk ke dalam kamar Kanya. Fitha yang langsung
memeluk Kanya yang sedang mendekam di pojok kamar dengan mata yang bengkak,
tetapi tak mengeluarkan air mata mirip dengan apa yang di dekskripsikan Kirana saat
menceritakan masa lalu Kanya. “Kanya aku minta maaf ya, aku ga berniat kayak gitu ke
kamu, cuma pikiran aku lagi kacau aja, maaf ya sekali lagi” Fitha yang berkata dengan
mengeluarkan sedikit air mata yang seakan menjadi saksi bisu penyesalan dirinya terhadap
apa yang sudah ia ucapkan tadi pada sahabatnya. Kanya mengangguk dan seketika
tersenyum “Iya Fit, gapapa maaf juga ya. Oh iya aku ambilin minum dulu ya” Kanya
langsung meninggalkan kamarnya. “Fitha kamu juga harus tau kenapa Kanya bisa
langsung senyum lagi dan balik kayak awal lagi” celetuk Chantika yang berniat
memberitahu perihal penyakit Kanya pada Dhafitha “Hah?” Fitha hanya memasang wajah
yang bertanya-tanya. “Jadi, lusa di hari pagelaran kita Kanya bakal pergi ke luar negeri
sama kak Kirana buat berobat karena Kirana emang mengidap penyakit bipolar”. Dhafitha
yang terdiam berusaha menahan tangisnya seolah-olah tak ingin mengetahui kebenaran
tentang sang sahabat. Kanya yang masuk kamar merasa sedikit bingung dengan Fitha dan
Chantika yang hanya diam. “Aku mau kasih tau ke kalian, kalau hari Sabtu aku bakal pergi
ke luar negeri” omongan Kanya yang sedikit mengejutkan, karena tiba-tiba memberitahu
sahabat-sahabatnya yang sebenarnya sudah tahu. “Kalau gitu hari ini kita seneng-seneng
aja, besok juga engga usah latihan supaya kita bisa istirahat, nanti biar Reno aku kabarin”
teriak Chantika dengan bersemangat, tidak seperti biasanya. Awalnya sahabat-sahabatnya
hanya terdiam terkejut dengan perubahan sang Ratu Es, tetapi sesat kemudian mereka
menyetujui dan mulai bersenang-senang.
Di hari pagelaran seni, mereka bersiap-siap untuk segera menampilkan hasil jerih
payah mereka selama ini. Satu minggu ini yang merupakan minggu terberat bagi mereka

96
pun sudah mereka lewati. Mereka yang sedang bersiap bersama merasa bahwa suasana
tiba-tiba menjadi menyedihkan, karena mereka teringat bahwa setelah ini sang sahabat
akan meninggalkan mereka. Tetapi, mereka tetap profesional dan menampilkan performa
maksimal mereka, Kanya yang bernyanyi, Chantika dengan pianonya, Fitha dengan
petikan-petikan gitarnya, dan Reno dengan bass-nya.
Waktu terasa semakin berlalu
Tinggalkan cerita tentang kita
Akan tiada lagi kini tawamu
Tuk hapuskan semua sepi di hati

Ada cerita tentang aku dan dia


Dan kita bersama saat dulu kala
Ada cerita tentang masa yang indah
Saat kita berduka saat kita tertawa

Teringat di saat kita tertawa bersama


Ceritakan semua…
-Peterpan
Kanya yang mengeluarkan air matanya di kala bernyanyi mengenang semua kejadian
dengan sahabat-sahabatnya, Chantika dan Fitha pun turut mengeluarkan air mata, sehingga
membuat seluruh penonton merasa terharu dengan tiga serangkai ini.
Selesai menampilkan yang terbaik mereka saling berpelukan di belakang panggung
dan suara Reno meninterupsi mereka “Makasih Chan, Fit, karena kalian ga kayak sahabat-
sahabat Kanya yang dulu. Dan Kanya semangat ya! sampai ketemu lagi Kan” Reno
mengembangkan senyumnya menatap satu per satu dari tiga serangkai itu. Chantika dan
Fitha membalas senyuman Reno dan Kanya yang berlari memeluk Reno “Makasih Ren,
karena kamu yang tau semuanya, tapi ga pergi seperti mereka”. Mereka bergegas
mengantar Kanya ke rumahnya untuk segera berangkat ke bandara dengan kak Kirana.
“Tapi Chan aku penasaran, kenapa kamu bias cuek banget dan tiba-tiba kamu udah tau
segalanya?” pertanyaan yang di ajukan Fitha kepada Chantika juga hal yang sama dengan
apa yang ingin Kanya tanyakan, “Karena setiap orang punya cara masing-masing untuk
menghadapi masalah mereka, dan setiap orang mempunyai tameng sendiri dalam diri
mereka supaya mereka menjadi lebih kuat, aku memang tak peduli dengan lingkungan,
tetapi aku tak pernah tak memedulikan sahabat-sahabatku. Cara aku untuk memahami
kalian berbeda dengan cara kalian memahami aku, jadi apa yang kalian lihat sebagai hal
negatif dari orang lain belum tentu nyatanya itu hal yang negatif bisa jadi hal tersebut
mebuahkan hasil positif tanpa di sadari oleh siapa pun”. Lagi-lagi tiga serangkai itu saling
berpelukan dan meneteskan air mata, karena tak terasa mereka sudah tiba di bandara dan

97
Kanya harus segera check-in. “Dah Kanyaaa, semangat ya! kita disini bakal selalu doain
kamu dan kamu harus cepat pulang ke Indonesia” Chantika dan Dhafitha yang
mengucapkan selamat tinggal dengan air mata yang terus saja berderai sembari
melambaikan tangannya pada Kanya dan kak Kirana. “Dah sahabatku, kalian jangan
berantem ya! I Love You All”.

98
Friendzone

Karya

Shinta Rahmah

Hai ! perkenalkan namaku Hani Hamidah, biasa dipanggil Hani. Di sini Aku akan
menceritakan bagaimana kisah cintaku semasa SMA dengan seseorang yang sangat akrab
dipanggil Farel, yang katanya masa-masa SMA itu indah karena kisah cinta nya. Tapi
menurut Aku si tidak, karena apa? tidak semua orang merasakan cinta yang indah,
semuanya pasti ada suka dukanya. Aku dan dia bertemu dengan keadaan yang tidak
sengaja, ketika Aku menabrak dia di lorong sekolah karena Aku sedang buru-buru untuk
masuk ke kelas, akhirnya Aku minta maaf dan dia mengajak kenalan. Awalnya Aku kira
dia itu anak yang sombong, karena memang dia anak yang sudah dikatakan terkenal
dengan seluruh warga sekolah.

Dalam hitungan hari kita pun mulai dekat sampai sangat akrab, Aku mengira bahwa aku
tidak bisa akrab dengannya. Dengan seiring berjalannya waktu Aku dan dia sering jalan
berdua hingga dia memiliki cara untuk membuat bad mood aku itu hilang hingga Aku bisa
tertawa seperti hari-hari biasanya. Lama kelamaan perasaan Aku kepadanya mulai muncul
tanpa dugaan. Tapi dibalik itu semua, sebenarnya Aku memiliki pacar yang memang
hubungan Aku dengannya itu LDR-an, jadi dia nggak akan tahu kalau Aku di sini lagi
dekat dengan seseorang. Karena si Farel ini orangnya selalu ada untuk Aku dibandingkan
dengan pacar Aku yang jauh di sana dan entah kapan aku dan dia bisa bertemu lagi. Aku
dan Farel pun sebenarnya sering jalan berdua, bahkan bisa dikatakan hampir setiap hari
kita nge-date.

Beberapa hari kemudian, pacar Aku minta putus karena dia bilang sudah tidak nyaman.
Oke fine, Aku terima permintaan putusnya, dan Aku pun sebenarnya sudah tidak nyaman
dengannya karena menjalani hubungan LDR. Tapi, hitungan hari setelah Aku putus dengan
dia, Aku mendengar bahwa mantan pacar aku sudah memiliki hubungan spesial dengan
sahabat yang sudah Aku anggap seperti saudara aku. Keren banget ya kan? Semenjak Aku
mendengar kabar itu, dalam waktu seminggu Aku merasa galau, sedih, tapi kalau aku
benar-benar memiliki perasaan lebih ke Farel, kenapa Aku harus larut dalam sedih seperti
ini? Bukannya Aku harus move on dari nya? Aku pasti bisa! Aku harus bisa bahagia tanpa
mantan pacar aku itu.

Setelah hubungan mereka berjalan kurang lebih dua minggu, di situlah Farel mulai hilang
tanpa kabar yang entah kemana, walaupun kita bertemu di Sekolah, dia hanya tersenyum
tanpa mengajak Aku untuk mengobrol tentang suatu hal apapun itu. Dia yang biasanya
hangat kepadaku, tapi kenapa sekarang dia berbeda? Apa aku ada salah dengannya?
hmm…
Dan ternyata dibalik itu semua, Farel sudah memiliki seseorang yang spesial di hidupnya,
ya bisa dikatakan sebagai pacar.

99
Setelah hubungan mereka jalan sebulan, nggak lama aku jadian dengan sahabat laki-laki
Aku yang bernama Fathur *ini bukan Mas Fathur Ketua BEM UGM loh ya hehehe…
tapi selama Aku pacaran dengannya Aku merasa tidak bisa melupakan kisah-kisah Aku
dengan Farel. Setelah hubungan Aku dengan Fathur sudah berjalan sebulan, Aku
mendengar bahwa hubungan Farel dengan pacarnya itu mulai berantakan, dan akhirnya
dalam hitungan beberapa hari ketika aku mendengar berita itu, mereka pun putus. Pada
akhirnya Farel mulai kembali kepadaku, namun keadaan aku di situ sedang memiliki
hubungan istimewa dengan Fathur. Farel tetap berusaha untuk menarik Aku agar kembali
padanya dengan cara baik-baik. Tapi aku mikir, bahwa dulu aku pernah terjebak situasi
friendzone-nya Farel dan perasaanku digantung.

Hubungan aku dengan Fathur akhirnya kandas karena dia ketahuan selingkuh dan tidak
mau mengaku, padahal aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Setelah beberapa hari
Aku putus dengannya, Aku merasakan hal yang sama seperti Aku putus dengan mantan
pacarku yang dulu itu… aku galau, sedih, selalu melamun kenapa Aku bisa memiliki
hubungan istimewa dengan Fathur? Ya mungkin dia bukan yang terbaik untuk Aku.
Setelah Farel mendengar bahwa hubungan Aku dengan Fathur sudah kandas, dia berusaha
untuk datang ke rumah Aku yang awalnya Aku pun tidak tahu tujuan dia ke rumah Aku itu
untuk apa. Namun, akhirnya Aku tahu tujuan dia ke rumah Aku itu untuk membuat Aku
ceria seperti hari-hari biasanya bersama Farel.

Akhirnya hubungan Aku dan Farel kembali seperti dulu lagi, dan dalam waktu jangka
pendek Fathur datang ke Rumah untuk meminta maaf kepadaku dan mengajak balikan
lagi, ya Aku memaafkan dia tapi Aku menolak untuk balikan, karena hati Aku sudah
dimiliki oleh Farel. Tepat pada tanggal 19 Februari 2017 Aku dan Farel resmi pacaran
(udah kayak lagi resmiin rumah aja, iya resmi menuju jadi rumah tangga hehe…) akhirnya
aku tidak terjebak lagi hubungan friendzone dengannya. Aku menjalani hubungan
dengannya dengan sangat bahagia, andaikan dari dulu hubungan Aku dengan Farel seperti
ini, tidak banyak liku-liku yang harus di lewati.

100
MEREKA CANTIK YA !
Karya
Syahla Rifdah Nabilah

Hari ini adalah hari pertama pengenalan siswa baru, aku baru saja masuk SMA. Hari
pertama ini sekaligus menjadi hari teraneh bagiku dimana kebanyakan siswa dan siswi
memperhatikanku. Apa yang salah? Baru kali ini aku seperti ini.
"Hai Intan!" kudengar suara tersebut dari belakang, aku tidak asing mendengarnya, suara
itu familiar di telingaku. Aku membalikkan badanku dan ternyata dia adalah Citra teman
SMP ku "Citraaaa, gak nyangka ya kita satu sekolah aku pikir kamu jadi masuk
pesantren" ucapku dengan nada semangat. Belum sempat Citra membalas ucapanku,
senior-senior ku memanggil semua siswa baru untuk berbaris.
Sudah 1 jam kami dijemur layaknya pakaian basah, aku gak tahu kenapa mereka
lebih memilih berteriak-teriak dibandingkan memberi informasi di dalam kelas atau aula
sekolah. "ini mau sampai kapan ya? Kulitku tambah hitam yang ada" keluhku. Tiba - tiba
pandangan ku beralih ke siswi baru, dia diminta maju kedepan berhadapan dengan ratusan
siswa baru.
"Cit, dia cantik ya! Kalau aku yang diminta untuk maju 100% aku menolak, aku takut
menjadi omongan harian disekolah baru, kamu tahu aku kan?" ucapku berbicara tanpa di
rem seperti mobil yang melaju dengan cepat.
Citra tertawa kecil dan berkata "aku tahu ko, kamu gimana aku juga sudah bosan
mendengar keluhan kamu soal cantik, cantik, cantik". "Tapi memang benar, dia sangat
cantik makanya dia pede berbicara di depan, lihat saja cowok-cowok disini matanya
langsung terbuka lebar, coba kalau aku yang maju bisa-bisa cowok-cowok disini ilfiel
padaku dan tutup mata!" ucapku. "Intan, kamu ini hahahaha ada ada saja sudah lah perut
ku sakit mendengar lawakanmu" kata citra. Aku mencubit kecil tangan citra dan berkata
"hey aku sedang tidak melawak".
Hari ketiga, ini adalah hari terakhir berjemur dilapangan dan sekaligus pengumuman
jurusan. "oke adik - adik semua, pertama saya mengucapkan selamat kepada kalian siswa
SMA Citra Bakti, kedua saya akan umumkan jurusan dan kelas kalian" ucap ketua osis
SMA Citra Bakti. "Tan, dia ganteng banget gakuat liatnya" sahut Citra. "iya tahu, banyak
tuh yang ngejar dia dan pasti cantik cantik semua, kamu ga ikutan ngejar ka Farel? Kamu
cantik ko!" ucapku. "sudah sudah dengarkan pengumuman siapa tau kita sekelas" ucap
Citra. Setelah banyak nama yang disebut dan aku sudah bosan menunggu di tengah
matahari yang terik ini, akhirnya namaku disebut dan aku mendapat kelas 10 Ipa 2. "YEYY,
KITA SEKELAS LAGI" ucap Citra. Sebenarnya aku malu, banyak pasang mata yang
memperhatikan aku dan Citra tapi tak apa Citra terlihat begitu senang.
Jam sudah menunjukkan waktu pulang sekolah, sesegara mungkin ku langkahkan
kakiku keluar dari sekolah ini "Badanku... Aku mau cepat-cepat mandi rasanya gerah
sekali" ucapku sambil berjalan melewati koridor kelas 12.

101
Sesampainya dirumah aku langsung menuju kamar dan mandi. Setelah selesai mandi
aku bercermin dan... "aku benci gadis didalam cermin itu, bekas jerawat yang tidak
hilang, hidung yang tidak mancung, pipi yang terlalu tembam, serta luka - luka dalam hati
yang tidak terlihat" entahlah setelah 3 hari disekolah bertemu banyak gadis cantik aku
berpikir bahwa aku tidak cocok ditempat seperti itu, mereka sangat cantik.
Lalu, aku menjauhi cermin itu dan menghampiri kasurku, serta bermain ponsel. Ku
buka aplikasi bernama instagram, aku melihat foto-foto gadis yang cantik itu dan aku
membandingkannya dengan diriku.
"Coba kalau hidungku lebih mancung, coba kalau pipiku nggak setembam ini, coba kalau
lenganku nggak sebesar ini, coba kulitku lebih cerah sedikit lagi "
Keluhku sedih tiap kali aku membuka instagram. Aku melihat, dan mengagumi wajah
gadis cantik yang ku lihat. Karena aku sudah bosan melihat foto-foto mereka yang terlalu
indah dan aku terlalu lelah untuk hari ini aku pun tertidur.
Waktu berjalan cepat dan tak terasa sudah pagi hari, "bagaimana ya teman-teman
baruku sekarang? Apakah mereka suka padaku? Apakah mereka baik? Ah sudahlah
banyak berpikir nanti aku telat" ucapku.
Ketika sudah sampai sekolah, aku segara memasuki kelas baru ku. Baru satu langkah
memasuki kelas tersebut rasanya aku ingin kembali melangkah mundur saja, aku sekelas
dengan gadis cantik itu! Iya.. dia. Dia yang bicara di depan banyak orang waktu itu. "ah
tidakk, semua orang akan membandingkanku dengannya" ucapku dalam hati. Pelan-pelan
aku melangkah mundur.
Citra yang sudah melihatku dari kejauhan dia menghampiriku dan berkata "kenapa
tan? Ada yang salah?". "eh em ini.. Dia..itu..." ucapku gagu. "hah? Kamu ngomong
apasi?" tanya Citra. Selama aku di depan kelas bersama Citra,banyak gadis cantik yang
memasuki kelas itu, apa ini beauty class. "sekelas dengan banyak gadis cantik?" dalam
hati aku bergumam seperti itu. "hey, jangan melamun! Kenapa?" ucap Citra. "eh iya,
mereka cantik ya!" ucapku. Lalu, Citra menarik tanganku memasuki kelas tersebut.
Mereka tidak memperhatikanku sejauh ini, apa karena aku yang telalu berlebihan
ya?? Tetap saja ini tidak adil bagiku, 1 tahun aku akan bersama gadis - gadis cantik,yang
indah untuk dilihat.
Saat istirahat tiba, aku dan Citra berjalan ke arah kantin sekolah, saat berjalan aku
mendengar gumaman seseorang "Key, bandingkan dengan wajahmu deh sama dia
hahahaha jauh banget, dia seperti tidak bisa merawat tubuhnya ya key". Saat aku menoleh
ke kanan ternyata dia teman sekelasku dan sedang bersama Kesya si gadis cantik itu. "ya
jelas saja jauh, kamu membandingkan diriku dengan ia yang luar biasa cantik jangan
bertingkah bodoh" gumamku dengan kesal namun berbisik pelan. Citra bingung aku
berbicara dengan siapa "Tan, bicara sama siapa?". "itu orang itu membandingkan diriku
dengan Kesya. Cit, aku tidak cantik ya? Tidak usah dijawab aku tahu jawabannya"
tanyaku. "kamu cantik ko, cantik itu banyak definisinya, duduk dulu yuk capek nih berdiri"
ucap Citra.
Kami mencari kursi kosong, sialnya kursi kosong itu bersebelahan dengan gadis
cantik itu. "definisi cantik buat kamu sendiri apa si?" tanya Citra. "Cantik itu kaya mereka

102
citra, tapi sebenarnya cantik itu bukan dari luar saja tapi dari dalam diri juga contohnya
hati" ucapku. "nah itu kamu tahu, kenapa kamu masih nggak percaya diri?" tanya Citra.
"Bagaimana tidak, kamu lihatkan di kelas semua gadis cantik termasuk kamu, disini aku
dijadikan bahan pembicaraan" ucapku. "kamu lucu ya, kamu mendefinisikan cantik
menurutmu, lalu tersiksa dengan definisi yang kamu buat sendiri" ucap Citra dengan kata -
kata yang membingungkan. "hah? Kamu ngomong apasi?" tanyaku penuh bingung. Bel
selesai istirahat berbunyi kami pun segera memasuki kelas.
"Pelajaran hari ini mudah dimengerti semoga besok juga sama" ucapku dalam hati.
Pelajaran selanjutnya adalah Bahasa Indonesia, baru saja masuk sudah dibentuk kelompok
untuk tugas drama. Citra sebagai sekretaris kelas menulis nama-nama siswa, di dalam hati
aku berharap agar tidak bersama Kesya dan teman-temannya yang cantik itu..."ah tidak,
sial sekali hari-hariku, kali ini aku sekelompok dengan mereka dan 3 orang murid laki-
laki. Untung saja ada Citra" gumamku dalam hati.
Sudah 8 jam disekolah dan waktunya pulang, aku tidak ingin berlama-lama di
sekolah, dengan terburu-buru ku langkahkan kakiku menuju gerbang sekolah. Saat
menunggu jemputan aku melihat Kesya dengan seorang laki-laki, tidak hanya kesya tetapi
banyak kok yang seperti itu.
"Mereka sih enak, lebih cantik, banyak yang ingin dekat dengan mereka, diperlakukan
lebih baik, sementara aku? Mengharapkan seperti itu saja tidak berani karena aku sadar
diri" ucapku dalam hati.
Sesampainya dirumah, aku kembali bermain dengan ponselku, menggulir linimasa
instagram dan kembali melihat gadis cantik yang bergaya elok di layar ponselku. Tiba-tiba
terlintas untuk bercermin dengan berharap gadis dicermin itu lebih baik dibanding hari
kemarin. Lalu, aku melangkah menuju cermin dan senyumku memudar, tatapanku pun
sayu sedih "harusnya aku tidak perlu berharap, memangnya ini dunia dongeng bisa cantik
dalam sekejap? Hahaha Intan, Intan bodoh sekali dirimu...kalau sudah jelek ya tetap
jelek" ucapku di depan cermin itu.
"Ting ting" ponselku berbunyi saat kubuka nomor tidak dikenal yang menghubungiku. Saat
ku lihat profil fotonya dia adalah Kesya "sial, kenapa aku jadi begini melihat Kesya?
Seperti phobia Kesya aneh banget" ucapku. Saat aku membuka pesan nya, dia memintaku
untuk kerja kelompok hari Sabtu besok dirumahnya, lalu dia mengirimkan alamat
rumahnya. Saat ku lihat alamat rumahnya ternyata dia satu komplek denganku anehnya
sudah hampir 5 tahun aku tidak pernah melihatnya, tapi ini si wajar karena biasanya orang-
orang dikomplek lebih senang berdiam di dalam rumahnya.
Esok nya pukul 10 pagi, aku sudah dirumah Kesya bersama teman-temanku yang
lain. Kita berdiskusi sudah hampir satu jam namun tidak ada hasil yang memuaskan,
mereka para gadis cantik asyik berselfi, siaran langsung di instagram, sementara aku dan
lainnya berpikir untuk tugas ini.
Waktu sudah siang, Kesya menyediakan kami beberapa makanan enak, aku dan
teman - teman lainnya pun menikmati makanan tersebut "terimakasih ya Kesya ini sangat
enak" ucapku kepada Kesya. " iya Intan, dihabiskan saja nggak apa apa kok" ucap Kesya.
" iya tan, tapi hati-hati pipimu makin bulat loh hahaha" ucap Nayla salah satu teman
Kesya. Aku hanya terdiam mendengarkan itu aku tidak ingin bermasalah dengannya. Citra

103
pun menoleh kearah ku dan menjulurkan jarinya ke arah bibirnya dan membentuk
lekungan senyum, aku pun paham dan tersenyum.
Tak lama setelah itu, teman-teman ku pulang dan tersisa aku, Citra, dan teman dekat
Kesya. "Intan kamu tau ga? Coba deh kamu pake skincare ini kayanya wajah kamu bakal
lebih cerah, kalau ga cocok coba cari skincare yang cocok sama kamu" ucap Nayla. Kesya
pun menambahkan "makan kamu jangan lupa diatur ya Intan! Olahraga bareng aku sama
Nay juga, lengan kamu harus dikecilin tuh, kayanya kalau tubuh kamu ideal kamu cantik
banget deh tan" dan responku mendengar itu hanya tersenyum dan aku pun mengajak Citra
pulang, aku sudah tidak tahan ditempat ini terlalu lama.
Saat perjalanan pulang tadi, Citra memintaku untuk tetap mengikuti diri sendiri,
percaya diri, dan tidak perlu mengikuti mereka. Dirumah aku hanya berdiam diri,
melamun, mengurung diri tidak mau bercermin..."apa si? memangnya setiap gadis harus
dituntut cantik? Kalau aku ingin mencari masalah dengan mereka sudah sejak tadi aku
membela diriku sendiri... Eh tapi kalau aku cantik semua orang nggak akan
memperhatikan kekurangan ku lagi kan? Kenapa harus aku Tuhan?...kenapa setiap gadis
tidak disamaratakan untuk cantik?" air mata pun berlinang di pipiku sebagai pertanda
tidak terima dengan keadaan dan nasib yang menimpaku.
Hari senin tiba, setelah upacara mereka menghampiriku "bagaimana sudah kamu
coba? Kamu akan lebih cantik, lihat aku ! setiap hari aku pakai skincare itu, dulu aku
kaya kamu loh tan. Kulitku gelap, banyak bekas jerawat tapi lihat aku sekarang" ucap
Nayla. Aku hanya menggelengkan kepala "loh kok tidak ? Kamu akan lebih cantik percaya
deh" ucapnya seakan membujukku. "iya tapi aku masih bingung Nay" kataku. "kenap..."
omongan Nayla dipotong oleh Citra, ia berkata "Nay, kamu tau gak cara kamu itu salah,
kamu menasihatinya dengan meninggikan diri kamu lalu memojokkan dia, membuat dia
bertanya kenapa hidupnya tidak seperti milikmu paham?"
"ih apasi Cit, sensitif banget deh ini kan cuma cara dari aku supaya dia cantik" ucap
Nayla.
"udah Cit, aku makasi banget kok sama Nayla kan aku jadi tahu caranya aku juga mau
seperti mereka" ucapku. Dia menepuk pundakku dan berkata...
"awan nggak pernah butuh definisi tertentu untuk menjadi indah tan" .
"maksud kamu apa?" lagi lagi aku dibuat bingung dengan perkataannya itu. "pulang
sekolah aku kasih tahu, lihat di jendela sudah ada Pak Dandi yang mau masuk kelas" ucap
Citra.
Tak sabar menunggu waktu pulang, akhirnya bel pulang pun terdengar aku dengan
segera menghampiri Citra meminta nya memberi tahu maksud ucapannya dan dia pun
berkata...
"coba keluar sejenak, ke jendela dan lihat awan-awan diatas. Mereja nggak simetris kan?
Nggak selalu berpola, berantakan. Tapi awan nggak butuh definisi tertentu untuk menjadi
indah... Awan tetap menjadi awan, indah dan menakjubkan tanpa butuh standar
kecantikan apapun. Paham nggak gini-gini kamu nggak paham nih?" ucapnya dengan
panjang lebar.

104
"iya paham tapi kan..." ucapku. "kalau kamu tidak ingin dinilai berdasarkan fisik, kenapa
kamu harus nilai diri kamu dari fisik?" pertanyaannya membuat aku terdiam dengan penuh
tanya.
"tapi kan kamu tahu sendiri, sekarang orang - orang itu melihat sesuatu dari penampilan
kalau dia putih ya cantik, kalau tubuhnya ideal ya cantik, kalau mancung ya cantik,
sedangkan kebalikannya ada di aku semua" ucapku dengan sedih.
Tiba-tiba Nayla dan Kesya menghampiri aku dan Citra yang tengah mengobrol "loh,
kalian belum pulang? Kebetulan nih aku sama Nay mau beli skincare, tan mau ikut ga?
Sekalian nyari yang pas buat kamu" ucap Kesya. Nayla menarik tangan aku dan Citra,
kami pun gabisa menolaknya dan akhirnya ikut dengan mereka.
Sesampainya di Mall tepatnya di toko kecantikan, "Tan ini nih pake ini nanti wajah
kamu lebih cerah deh" ucap Nayla. 15 menit sudah mereka menawariku banyak produk
sebenarnya aku sedikit kesal mereka terlalu mengaturku tapi aku bisa apa nanti aku
dibilang sudah tidak cantik, diajak cantik tidak mau, jadi jelek jual mahal sekali. Citra yang
geram atas perlakuan mereka berkata "ini masih lama? Kalau iya aku dan Intan pulang,
kalau sudah kita makan ada yang mau aku sampaikan". Kesya pun berkata "gamau nanti
aja ? Olahraga dulu yuk ! Ngurangin lemak kamu tan" Nayla dan Kesya pun tertawa
terbahak-bahak atas ucapannya yang meledekku. Huh, mau marah tapi aku bisa apa?.....
"kalian ini terlalu banyak bicara yang tidak penting kalau tubuh kalian lebih besar dari
Intan, aku akan berkata ih kalian gendut banget.... saking gendutnya pipi kalian mau
tumpah lalu leher kalian hanya tampak terlihat sedikit" ucap Citra. "tapi nayatanya
sekarang tubuh kami ideal hahahaha" ucap Nayla.
Setibanya kami di salah satu tempat makan, tak banyak basa basi Citra mulai
melontarkan kekesalannya itu "kalian tahu gak, kalian itu terlalu banyak mengatur kalian
pikir cantik itu harus seperti kalian? Putih, tinggi, berat tubuh ideal,mancung ? Gak !"
ucap Citra dengan tegas.
"loh loh kamu ngomong apa? Kalau kita menyinggungnya ya semua nggak sengaja" tanya
Kesya.
"sensitif banget si, jelas jelas aku melihat Intan nggak masalah kita juga tertawa bareng"
tegas Nayla.
Aku tetap diam dan akan terus diam sampai Citra berhenti bicara.
"kalian itu nggak tahu apa-apa, kalian hanya tahu bagaimana cara menilai fisik
seseorang. Yaaa kalian baik menasihatinya, tapi jangan jatuhkan dia karena nasib yang
menimpanya, jangan samakan dia dengan kalian. Sebelum kalian banyak menilai fisiknya
Intan percaya diri. Kalian cantik tapi tidak untuk masalah hati. Intan tidak cukup cantik
untuk kriteria kalian tapi untuk hati Intan jauh lebih baik dari kalian" ucap Citra yang
meluapkan emosinya itu.
"tajam juga kata-katamu" sahut Nayla.
"kalau kecantikan adalah hal terpenting di dunia ini, well semua orang akan cantik menua
lalu lenyap. Kenapa kalian hanya memperhitungkan kecantikan?" ucap Citra.
"jadi kita gaboleh cantik?" tanya Nayla.
105
"bukan, bukan kita gaboleh cantik, tapi cantik itu bukan tentang wajah saja dan yang
kalian tau hanyalah cantik wajah, well menurutku ini ga adil tentang mereka yang hatinya
luar biasa cantik namun tidak untuk wajah" Citra mempertegaskan ucapannya.
"sekali lagi ya Cit, kalau Intan tersinggung kita ga pernah bermaksud, kita bercanda kok"
ucap Kesya.
"itu body shamming tau ga? candaan bagimu bisa menjadi tikaman baginya. Jangan
sentuh urusan personal, kamu nggak tahu ada luka yang masih basah. Sekarang dia
mencari kecantikan wajah yang kalian bangga-banggakan, padahal Intan itu punya
kecantikan yang nggak nampak dipermukaan,jauh ada di dalam hatinya, sembunyi tapi
bersinar lewat kata dan sikap" ucapnya seperti dalam satu nafas, tanpa henti.
"udah Cit?" tanyaku yang sudah pegal mendengar ocehannya. "belum, ini terakhir semoga
berkesan" jawab Citra.
"apa? Akhirnya....kamu itu terlalu banyak bicara" sahut Kesya.
"ada 2 orang sakit mereka sedang berobat di rumah sakit, penyakit mereka sama, dokter
yang sama, obat yang sama. Tapi salah satunya meninggal... Kalian tahu kenapa? Nggak
semua hal bisa disamaratakan, ada takdir yang nggak bisa diganggu gugat. Dia cantik
atau jelek itu bukan urusanmu, kalian membuatnya menyalahi takdir" ucapnya.
"lagi-lagi salah kita" ucap Nayla.
"pahami kata-kataku ! Intan setelah dari sini aku mau kamu bercermin dan jangan
membenci gadis didalam cermin itu, gadis itu adalah kamu dan jangan pernah kamu
membeli ekspetasi yang nggak pernah dijual" ucap Citra.
Mendengar ucapan Citra, Kesya dan Nayla diam seribu bahasa, dan menyesal.
Sesampainya dirumah, aku mengikuti saran Citra aku melangkahkan kaki ku menuju
cermin itu. Ketika sudah berada tepat di depan cermin itu aku memejamkan mataku dan
menarik napas dalam-dalam dan tersenyum "oke cermin, kita damai dan bekerja sama ya
jangan buat aku membenci diriku lagi!".

106
Antara sahabat dan cinta
Karya
Trio Dharma Riskiyanto

Aku memiliki sahabat putra, yudha, ichsan. Pada suatu hari kami di dalam kelas setelah
pergantian jam pelajaran berbunyi kami mengobrol, sementara, yudha dan ichsan selalu
ngomongin cewek sampai sampai putra jengkel dengan mereka. Taulah sifat putra
gimana? Ia tak suka mikirin pacaran apalagi cewek. Di antara kami berempat yang masih
lajang aku, putra. Yudha, ichsan telah punya pacar dan sudah beberapa kali putus jadian
dengan cewek yang berbeda. “yudha tau gak cewek gua itu cantik banget” kata ichsan.
“kalau gua biarpun kurang cantik tapi kaya lho” sahut yudha. “oh ya? San! Pacar lu itu
yang keberapa ?” sindir putra. “apa lu bilang? “ kata ichsan, tiba-tiba guru masuk. “selamat
siang!” kata guru. Kami pun bubar dan menunda percakapan kami.
Setelah kejadian itu hubungan kami semakin buyar. Biasanya kami menyantap makan
siang bersama kini hanya aku dan putra sedangkan yudha dan ichsan makan siang bersama
cewek mereka “put sepertinya jarak kita semakin jauh “ kataku “ biarkan saja mereka.,yo
makasi ya lu masih mau dengan gw “ katanya sambil merangkul ku hingga pada suatu hari
yudha diduakan pacarnya dan dia minta tolong pada kami “plizz bantu gw ya “ kata
yudha. Putra diam saja dan meninggalkan kami begitu saja “riz” kata yudha. Akupun
menjelaskan kenapa putra tidak menjawab “ yud asal lu tau kenapa putra tdk menjawab
permintaan mu, lu pikir ya! Lu udh nge jauhin gw ama putra demi cinta, gua masih maafin
lu tapi gak tau putra? Gua saranin lu harus minta maaf sama putra, pikirkan itu! “ kata ku
aku pun meninggalkan nya, udha pun bersedih dan menunduk
Setelah itu yudha mencoba meminta maaf kepada putra “put!, maafin ya? “ kata yudha “lu
minta maaf? Apa tujuan lu? “ kata putra. Aku berusaha untuk membujuk putra agar ia mau
untuk memaafkan yudha “put maafin ya? Gw yakin yudha minta maaf hanya untuk
kembali ke persahabatan kita yang dulu “kataku. “bener begitu yud? “tanya putra, yudha
pun mengangguk dan berpelukan bersama sama .
Setelah kejadian itu kami semakin kuat, pada suatu hari teman sekelas kami yaitu Adam ia
mengirim pesan singkat yang berisi tentang ichsan sahabat kami, membutuhkan doa dari
kami semua untuk kesembuhan nya dari penyakit tipes. Dan kami pun kaget, keesokan
harinya kelas kami ramai dengan kesedihan, “put maafin ge! ,gw salah telah menginkari
janji gw untuk menjadi sahabat selamanya “ kata yudha. “ iya yud, gw maafin” kata putra.
“nah gini yang gw mau “ kataku. Kami pun merangkul dan saling bersumpah untuk
menjadi sahabat selamanya.

107
AKAR
Karya
Yasmina Eka A.T.

Della, namanya.
Gadis SMA biasa yang duduk di kelas 11. Bukan orang pintar—malah cenderung ceroboh,
namun hampir seluruh sekolah mengenalinya.
Bukan, dia bukanlah si ranking pararel. Justru dirinya mungkin menempati posisi 5
terbawah di kelasnya. Bukan juga seseorang yang hampir setiap minggunya dipanggil
setelah upacara selesai, membawa piala yang mengharumkan nama sekolahnya. Bukan
seorang Ketua OSIS ataupun MPK, bukan juga tipe anak yang aktif dalam eskul. Bukan
seseorang dengan paras yang cantik, yang digilai semua orang. Bukan orang yang bisa
berpikir kritis, apalagi bisa berbicara di depan umum. Tidak, itu semua bukanlah Della. Ia
hanya—seorang Della. Tidak ada yang istimewa dari dirinya, namun selama ini, Della
bahagia menjalani hidupnya. Sosok yang selalu melihat hal dari sisi positif.

“Ranking terakhir lagi, Della?” wajah seorang pria paruh baya mengeras, matanya menatap
Della yang menunduk di hadapannya. Kedua tangannya ia kaitkan di depan, seolah takut
menghadapi kemarahan ayahnya.
“A—aku udah berusaha, yah. Maaf,” berusaha tegar, Della memberikan pembelaan. Meski
bibirnya bergetar menahan tangis.
“Ayah bahkan tidak percaya kamu adalah adik Sena. Lihat kakakmu itu, Del. Kedokteran
di universitas ternama, jalur undangan pula. Di SMA nya ia ketua OSIS, sekarang dia aktif
di BEM. Kenapa kamu tidak bisa, meniru kakakmu?”
“Apakah kamu bisa, sekali saja, berguna?”
Della semakin menunduk. Dirinya benci ketika ayahnya sudah membawa bawa kakaknya,
lebih benci lagi kepada dirinya sendiri, kenapa ia tidak bisa membuat ayahnya bangga,
sedikit pun? Kenapa ia tidak bisa melakukan semua hal dengan baik?
Segera saja Della beranjak pergi dari ruang tamu, tempat ayahnya berada. Ia berlari
memasuki kamarnya. Menutupi kepalanya dengan bantal, merendam tangisannya.
Ia sudah sering diperlakukan seperti ini oleh ayahnya. Namun, entah kenapa yang kali ini
benar-benar terasa menyakitkan. Ah—bukan, mungkin Della sudah mencapai titik
lelahnya. Lelah, capek dengan semuanya. Ayahnya tidak pernah menghargai usahanya
sama sekali.
Mata sembabnya melirik ke arah bingkai foto yang diletakkan di dekat meja belajarnya.
Menampilkan sesosok wanita dengan senyum yang menyejukkan, bak embun di pagi hari

108
—menggendong seorang bayi mungil yang terlihat lucu. Di sebelahnya terdapat laki-laki
kecil berumur sekitar 4 tahun, memeluk pinggang sang wanita.

Mata Della melunak ketika melihat figur wanita tersebut,


"Ibu, Della kangen... Surga pasti nyaman, ya Bu? Hehehe,"

Keesokkan harinya, ada yang aneh dengan Della. Ia menjadi pendiam. Teman kelasnya
juga menyadari perubahan sikap Della. Tapi, ketika dirinya ditanya, Della hanya
menanggapi nya dengan gelengan sambil berkata, “gak apa-apa, kok.”
Padahal, jelas. Suasana kelas menjadi sepi. Apalagi saat pelajaran Sejarah. Dimana hampir
80 persen seisi kelas tidur, karena tidak kuat mendengar dongeng dari Guru Sejarah.
Biasanya, saat-saat seperti ini, Della akan memecah keheningan. Menyeletuk guyonan
yang membuat kelas menjadi terbangun dan tertawa, membuat kelas yang awalnya sepi
menjadi hidup kembali. Namun, sekarang Della malah ikut tidur.

“Della, kenapa sih? Sumpah aneh banget kamu hari ini,” kata Arin, teman sebangku Della.
“Gak apa-apa, Rin. Udah ku bilang dari tadi, kan.” jawab Della menatap Arin yang
memandangnya dengan raut cemas.
“Tapi kamu beda gitu,” Arin menghela nafas, “suasana kelas jadi aneh aja, pas kamu diem
gini.”
Della hanya tersenyum tipis, Arin—adalah teman sebangkunya. Sosok yang mungkin
ayahnya akan bangga banggakan kalau saja Arin menjadi anaknya. Si juara kelas, dan
ketua OSIS. Namanya selalu dipanggil saat upacara, karena memenangkan beberapa lomba
debat.
Della senang saat Arin mendapatkan semuanya. Sementara dirinya hanya bisa bermimpi,
sudah Della bilang bukan? Della bukanlah orang pintar, bukan juga orang yang berani
berbicara di depan umum. Tidak ada yang bisa dibanggakan dari dirinya.

Dipikir pikir, ucapan ayah ada benarnya juga. Selama ini Della memang selalu mengambil
hal positif dari semua hal, ia bahagia menjalani hidupnya. Namun, ketika ayahnya berkata
ia bukanlah anak yang berguna, Della sadar. Ternyata kekurangannya banyak sekali,
mungkin terlalu banyak sehingga ia tidak memiliki satupun kelebihan.

109
Selama ini, Della terus menjalani hidupnya dengan motto,
"Gak apa apa kamu gak bisa, kamu bukan dia. Jangan samakan dirimu dengan orang lain,
Della ya Della."

Tapi sekarang ia merasa menjadi orang yang tidak berguna. Apa yang bisa ia lakukan?
Apakah ibunya bahagia di atas sana? Melihat anaknya tidak bisa melakukan apapun
dengan baik, bukan menjadi orang yang bisa dibanggakan seperti kakaknya.
Cklek!
Pintu kamar Della terbuka. Sesosok laki laki dengan kemeja dan celana bahan—khas
mahasiswas kedokteran, bersender di ambang pintu kamar Della.
“Kak Sena?” Della mengerut kan dahi bingung, “kok di sini?”
“Kamu ngusir kakak atau gimana sih,” kata Sena kesal, “orang nih ya, kalau kakaknya
pulang tuh seneng, disambut baik, ini kok ngusir.”
“Ya lagian, tiba tiba banget. Gak ada angin gak ada ujan tiba tiba pulang,” protes Della.
“Pasti lagi mau minta duit ya kak, makanya pulang?”
Sena mendelik, dirinya masuk ke kamar sang adik. Menjitak pelan dahi Della yang sedang
duduk di kasur nya, “sembarangan.”
“Ck, sakit.” Della meringis, reflek memukul tangan Sena dengan pelan.
“Del,” Sena merubah pandangannya menjadi serius. Della otomatis menegakkan badannya,
ketika mendengar nada serius dari si kakak.
Sena duduk di kursi meja belajar Della, yang tempatnya berada di seberang kasur Della.
Dimana posisi mereka sekarang berhadap hadapan, dengan Sena yang menumpu dagunya.
“Hm,” gumaman Della terdengar.
“Abis bagi rapot ya, kemaren?” tanya Sena.
Della mengangguk seadanya, “rapot bayangan doang sih, kak.”
“Ayah gimana?” Sena menatap Della khawatir, “maaf, kakak telat pulang.”
Della terkekeh, “gimana apanya, kan kakak tau ayah gimana.”
“Diapain lagi kamu?”
“Kak,” Della sengaja tidak menjawab pertanyaan Sena, “kalo ibu tau, anaknya jadi gak
berguna gini, ibu sedih gak ya?”
“Gak usah aneh aneh, gak ada yang gak berguna di sini. Tuhan nakdirin kamu buat lahir
lewat rahim ibu, pasti ada alasannya. Jangan dengerin kata ayah, buktiin ke ayah kalo
kamu berguna.” Kata Sena.
Della terdiam, matanya masih meredup. Ia menghela nafas lalu mengambil posisi
berbaring. Menarik selimutnya dan berbalik membelakangi Sena. “Udah ah, kakak juga
gak bakal ngerti rasanya. Della mau tidur dulu,”

110
Sena baru akan menjawab, namun segera diurungkannya. Matanya hanya bisa
memandangi punggung adiknya yang terlihat rapuh itu. Sena benci ketika melihat Della
murung seperti ini, apalagi ketika ia mengucapkan kata tidak berguna itu. Jujur, Sena
kaget. Della adalah pribadi yang ceria, jarang sekali Sena melihat adiknya itu murung. Ia
tidak rela, ketika senyum Della hilang begitu saja saat ayahnya mengucapkan kata-kata
menyakitkan seperti itu.

Karena, Sena tahu

Sena paham, betapa berharganya Della bagi ibunya.


Ibunya mungkin kecewa kepada Sena, karena tidak bisa menjaga malaikatnya dengan baik.
“Baca doa dulu, jangan lupa.” Sena beranjak dari bangku Della, mematikan lampu kamar
Della dan menutup pintu.

Sudah hampir seminggu, Della murung. Lesu, dan tidak ada semangat. Hubungannya
dengan ayahnya yang sedari awal sudah buruk, makin memburuk.
“Della! Della!”
Della yang sedang berjalan menuju gerbang sekolah untuk pulang, menoleh. Matanya
menangkap ke arah sosok yang baru saja memanggil namanya, Tina.
“Kenapa?” tanya Della.
“Duh, susah banget sekarang nemu kamu,” keluh Tina mengatur nafasnya, yang benar saja.
Tadi Tina berlari dari lantai 2 ketika melihat sosok Della yang berjalan ke arah gerbang.
Della menaikkan alisnya, heran. Ia diam untuk memberi kesempatan Tina bernafas dan
menjelaskan.
“Jadi,” Tina memulai, “ini buatmu. Gak perlu dibaca semua, kok. Cukup baca bagian
konten ‘Sekolah Memilih’ aja.” Tina memberikan sebuah majalah sekolah yang rutin di
keluarkan tiap bulannya. Ah, Della baru ingat kalau Tina ini ketua eskul jurnalis.
“Untuk apa?”
“Udah, dibaca aja pas sampai dirumah,” Tina tersenyum, “jujur, aku pas interview aja
kaget, jadi kamu harus baca, Del. Sudah dulu, ya, aku masih rapat.”
Tepukan di pundak Della menjadi akhir dari percakapan mereka berdua. Meninggalkan
Della yang heran sambil memandang majalah tersebut.

111

Della duduk di kasurnya sambil membuka majalah tersebut. Di segmen, "Sekolah


Memilih" dimana segmen tersebut berisi tentang wawancara warga sekolah—pendapat
warga sekolah. Di edisi bulan ini, pertanyaannya adalah,
“Siapa murid yang paling kalian kagumi?”
Tau apa yang membuat mata Della membulat? Hampir seluruh dari peserta wawancara
menyebutkan satu nama.
Namanya.

Ada Gina, si pemenang lomba pidato nasional. Di tulisannya ia menjelaskan kenapa ia


mengagumi Della. Della sosok yang menyemangatinya ketika ia akan maju ke podium
lomba, karena Della, ia bisa menjadi juara.
Ada Arin, teman sebangkunya yang menjelaskan kalau Della selalu ada ketika dirinya
lelah dengan tugasnya sebagai ketua OSIS. menyemangati dirinya.
Ada Danis, juara lomba Fashion Show internasional, mengatakan bahwa Della lah yang
membuat kepercayaan dirinya kembali dan bisa berdiri diatas panggung.
Ada Haris, pemenang olimpiade Fisika, yang menceritakan bagaimana dorongan dari Della
membuatnya memberanikan diri untuk mendaftar olimpiade tersebut, dan dapat meraih
juara.
Ada Pak Janu—satpam sekolah. Beliau menuliskan di bagian interviewnya kalau Della
adalah sosok yang selalu menyapanya dengan ceria. Terkadang, Della mengobrol
dengannya atau bahkan sekedar memberi beliau kue ketika dirinya pulang telat.
Bahkan, ada Bu Fara—Guru Sejarah Della, mengatakan bahwa beliau mengagumi sosok
Della yang selalu bisa membuat suasana kelas hidup kembali. Di tengah pelajaran Sejarah
yang membuat suntuk, Della selalu melontarkan guyonan yang bukan hanya membuat
murid tertawa, dirinya sendiri juga tertawa mendengar lelucon Della.
Ada sekitar 20 dari 25 orang yang diwawancara, menyebutkan namanya semua.
Yang dirasakannya sekarang? Senang. Hatinya menghangat melihat tulisan teman
temannya dan para warga sekolah. Senyumnya mengembang, ia menyadari satu hal.
Hidup bukan semata mata menunjukkan siapa yang paling penting, siapa yang paling
hebat, siapa yang paling berperan. Namun, tentang siapa yang paling bermanfaat bagi
orang lain.
Dibanding menjadi super hero yang diagung agungkan semua orang, Della memilih
menjadi sebuah akar.
Akar yang tidak terlihat, namun tugasnya penting. mengokohkan tanaman, pondasi
tanaman, membuat tanaman tersebut berdiri tegak.
Akar yang bertugas memelihara si tumbuhan.
Akar memang tidak terlihat, tapi seluruh bagian tumbuhan butuh akar.

112
Kakaknya benar, bahwa semua orang didunia mempunyai alasan kenapa ia dilahirkan.
Tidak ada manusia yang tidak berguna, semuanya mempunyai peran masing-masing,
tugasnya masing-masing.
Della mungkin bukanlah orang jenius, orang yang pintar berbicara di depan umum,
ataupun orang yang bisa berpikir kritis.
Tapi, kehadiran Della dapat membuat orang-orang di sekitarnya menjadi nyaman dan
senang. Kehadirannya dapat membawa kedamaian orang di sekitarnya, manfaat bagi orang
lain. Bagi Della, itu adalah sebuah berkah.
Soal ayahnya?
Hm, Della akan mencari jalan lain untuk membanggakan ayahnya. Ia tidak pernah
membenci sosok yang mungkin sering menyakitinya, ia bertekad suatu saat akan membuat
ayahnya tersenyum ketika melihat dirinya, sukses di jalan yang berbeda dengan kakaknya.
Ia akan membuktikan, kalau dirinya juga bisa menjadi orang berguna.

“Ibu! Ibu! Nama adek Sena siapa?” tanya anak laki-laki kecil memandang ibunya dengan
mata membulat penasaran.
Si wanita yang sedang menimang sosok bayi tersebut menoleh ke arah anak laki laki yang
berada di sebelah ranjangnya. Matanya kemudian menatap lembut si bayi yang ada di
dekapannya,
“Adara Fredella Ulani.”
Senyum si laki laki kecil mengembang, melompat lompat kecil menunjukkan rasa
ketertarikannya, “uwaaahhh! Namanya bagus, Bu. Artinya apa?”
Wanita tersebut menatap jari telunjuknya yang dipegang erat oleh tangan mungil si bayi,
lalu menjawab,
“Anak perempuan yang cantik dan periang, yang membawa kedamaian bagi semua
orang.”

113
SLEK
Karya
Yulis Fitria

Hai kenalin nama gua Yulis Fitria lebih akrab lagi kalau dipanggil sayang hehe canda.
Kalian bisa panggil gua Yulis atau Sulis, gua salah satu siswa sekolah menengah atas yang
bernama SMA NEGERI 8 DEPOK yang biasa kalian kenal dengan sebutan SMANDE.
Satu tahun sudah gua lewati bersama teman-teman yang gua sayangi dan gua cintai. Senin
15 Juli 2019, hari pertama masuk sekolah ditahun ajaran baru. Rasa senang bercampur
malas yang gua rasa saat memasuki gerbang smande tercinta. Senang karna kembali
bertemu dengan teman-teman dan malas karna merasa kurang lama waktu liburannya.
Hehe
Mempersingkat waktu. Selesainya upacara bendera, gua yang awalnya degdegan karna
panik takut kalau ternyata gua engga naik kelas dan nama gua engga ada di daftar kelas XI.
Kenapa gua panik ? Jawabannya, karna gua belum ngambil rapot kenaikan kelas hehe.
Jadi gua engga tahu hasilnya dan itulah sebab mengapa gua menjadi panik kalang kabut
sampai keringat dingin. Hmmmmm
Setelah menunggu begitu lama di lapangan utama SMA NEGERI 8 DEPOK. Seluruh
siswa pun dibubarkan dan dipersilahkan mencari kelasnya masing-masing dengan melihat
namanya didaftar absen kelas yang sudah pihak sekolah tempel di jendela-jendela kelas.
Gua pun mencari sambil ngegerutu sendiri dalem hati ... " hmmm, mana ini yaa nama gua?
Kaga ada-ada. Apa bener gua kaga naek kelas? " seruan gua sambil panik
...............
Setelahhhhhh gua carii-cariiiiii......
Dannnnnnn akhirnyaaaaaa.... gua pun menemukan kelas gua yaitu di XI.IPA 5.
" Alhamdulillah, Allah masih baik sama gua. Makasih yaa Allah. " ungkapan rasa syukur
gua
Dan yang paling bikin gua senangnya bukan kepalang adalahh....
Apaa ... hayooo??? Penasaran gaa??? Okee gua kasih tau nih apa yang paling bikin gua
seneng banget seneng masuk XI.IPA 5, yaituuu gua ternyata sekelas sama Naurah dan
Agung .. pliss itu gua senang banget siii ga ngerti lagii dah. Uhuyyy
Dan kita bertiga pun sekelas. Agung yang jadi temen sebangku gua dan naurah sebangku
sama temen SD nya agung.
Ohiyaaa guaa mau ngenalin Naurah sama Agung nihh ...
Muhammad Agung Nugroho alias agung, agung itu baik, tinggi orangnya, berkaca mata,
hitam kulitnya, dan engga pinter-pinter banget sii orangnya cuman dia jago dibidang sastra
indonesia woii.... Dan ada Naurah Nabihah alias naurah, naurah itu baik, tinggi orangnya,
cantik, rajin, dan pinter banget pinter anaknya, beuh apa aja ngerti. Ohiyaaa naurah abas
juga nihh....
Okee balik lagi ke ceritaa...
XI.IPA 5, hmmm itulah kelas gua sekarang. Kelas dimana menjadi tempat gua bersama
teman-teman menimba ilmu dan membuat history tentang sebuah arti perjuangan di SMA
dengan sifat dan karakter orang-orang yang berbeda-beda.
Mempersingkat waktu lagi. Gua, naurah, agung yang awalnya cuman bertiga-tiga doang
sekarang sudah memiliki teman yaitu mega dan fitri. Bisa dibilang kita udah berteman
baik, dan melewati hari-hari kita bersama seperti belajar bersama, bercanda bersama,
tertawa bersama, kekantin bersama, bermain bersama, pokoknya semua serba bersamaaa...
Hayooo... pasti kalian berfikir kalau pertemanan kita adem-adem ajaa kan ... karena sering
bareng-bareng teruss.

114
Hmmmmm......
Seperti layaknya pertemanan pada umumnya. Pertemanan kita pun tidak luput dari yang
namanya entah itu marahan, kecot, berantem, ribut, bertengkar, slek dan lain sebagainya.
Dann diantara kita berlima yang paling sering entah itu kecot, berantem, marahan,
bertengkar, atau pun slek itu gua sama naurah. Hehe
Mungkin teman-teman gua sampai bosan ngeliat gua sama naurah slek, diem-dieman,
baikan, slek lagi, diem-dieman lagi, baikan lagi, dan begitu teruss sampai semester satu
pun ditahun ajaran baru ini mau selesai. Kaya engga ada selesai-selesainya, engga ada
abisnya, dan ada aja hal yang bisa bikin kita slek. Dari hal sepele sampai hal gede yang
ujung-ujungnya pasti slek.
Hmmmmm... manusia manusia ada aja gebrakannya
Tapi yang iya mah selama lagi slek engga pernah nyelesain baik-baik. Pasti diem-dieman
dulu sampai salah satu dari kita ada yang berani ngomong atau ngepc duluan. Yaa kaya
nanya kenapa, minta maaf, mencoba menjelaskan semuanya dengan cara mengeluarkan
kata-kata yang bisa ngademin suasana kita berdua lagi, atau bisa minta bantuan agung atau
mega untuk baikan. Hehe
Nih yaa sebenernyaa gua tuh engga bisa marah sama naurah. Mau naurah ngelakuin
apapun gua tuh emang engga bisa marah sama naurah. Hehe
Tapiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii........
Pernah waktu itu ada hal yang bikin gua sama naurah slek sampai kita diem-dieman
selama kurang lebih 2 minggu. Karena gua disitu bener-bener kesel banget sama naurah,
dan engga mau ngomong sama naurah, bahkan gua engga mau ketemu naurah waktu itu.
Hayoo pada kepo kan apa masalahnyaa?? Yaudah okee gua kasih tau masalahnya apaa ...
Jadi tuh masalahnya ada seseorang yang engga gua kenal tapi dia ngata-ngatain gua di pc
tanpa sebab dan tujuan yang jelas dan dia ngaku kalau dia temennya naurah ....
Chattingan
PA:"p"
Gua : " ha? "
P A : " yulis smande? "
Gua : " bukan, gua yulis fitria bukan yulis smande "
P A : " iyaa, maksudnya lu yulis anak smande? "
Gua : " iyeeiyee, siapa ya? "
P A : " temen naurah "
Gua : " iyee siapa? Temen naurah banyak "
P A : " putri "
Gua : " oh. Ga kenal "
P A : " iyaa emang "
Gua : " terus kenapa? "
P A : " cuma mau bilang, kalo bertemen jangan suka panjat napa siii. Upss "
Gua : " lahh, panjat apa dulu nih? Pohon? Tebing ? Apa nih? "
P A : " bisa banget si nyari temennya. Haha "
Gua : " lahh, maap2 nih gua mah bertemen ama siapa aja. Lu nape sirik amat "
P A : " iyaa sama siapa aja kan mau panjat. Upss "
Gua : " hmmm... mau lu apa dh skrng mah? "
P A : " jangan bertemen sama naurah kalo cuman mau panjat "
Gua : " oh ok. "
.............
P A inisialnya. Jadi dia ngatain guaa kalau gua main sama naurah tuh numpang hits doang,
panjat lahh, apa lahh, pokoknya yang berhubungan dengan dunia sosialita . Padahal yaa
gua paling anti bangett sama yang kaya gituan sosialita gitu-gitu dahh.

115
Hmmm .....dasar masyarakat +62 suka gitu
Dannnnn.....
Yang bikin gua makin kesel sama naurah ituu naurah engga percaya sama apa yang gua
ceritain ke dia dan naurah malah balik nuduh gua. Naurah kira gua lagi ngeprank dia.
Hmmm
Kita pun berdua slek karna masalah itu dan diem-dieman kurang lebih dua minggu, engga
ngomong, engga tegur sapa, dan selalu buang muka.
Di saat lagi panas-panas nya slek, mega yang mengetahui masalah ini mencoba
mendamaikan kita berdua dengan cara mega menjadi prantara komunikasi antara kita
berdua. Dan akhirnya mega berhasil mendamaikan kita berdua dengan caranyaa... yeyyyy
makasihh meg mwahh....
Sebenernya gua suka kangen kalau lagi slek diem-dieman sama naurahh kaya gituu.....
hmmmmm

116
If You Could Turn Back Time
Karya
Zahirah Salsabila

Malam itu musim dingin di kota Dunster, tanggal 19 di bulan Desember, saat langit
diselimuti gelap, jalanan membeku dan orang terburu-buru dalam perjalanan pulang untuk
menghangatkan diri, ketika yang dilakukan oleh Blue justru hanya berdiam diri di trotoar
selama tiga puluh menit lamanya, memandangi seseorang yang tengah duduk nyaman
dalam kedai kopi sambil terus memeriksa ponselnya.

Mr. Murberry
Apa kau terjebak macet?

Blue menghela nafas lalu mengusap wajahnya kasar setelah memeriksa isi pesan
itu, menyesali keputusannya untuk menghadiri kencan buta yang direncanakan Scarlet,
salah satu proyek konyol sang karib untuk membuatnya mendapatkan kekasih agar mereka
dapat melakukan kencan ganda saat malam natal, alih-alih membiarkan gadis itu
mendapatkan ketenangan dari menata buku di Jo's Library.
“Ya ampun, apa yang harus ku lakukan?” gumam gadis itu mulai frustasi, tubuhnya
merosot hingga Ia berjongkok di atas heelsnya yang tenggelam dalam salju. Namun
pandangannya tetap mengarah pada laki-laki yang juga mulai gelisah dalam duduknya,
sampai seorang pelayan datang untuk menawarkan untuk mengisi ulang cangkirnya dan Ia
mengangguk kecil lantas mengucapkan terima kasih sebelum pelayan itu benar-benar
pergi. Itu cangkir kopi kelimanya selama tiga puluh lima menit terakhir, setidaknya itu
yang terhitung sejak gadis itu berdiam diri di trotoar.
Blue melirik tas kertas berisi kue yang dipanggangnya sebelum datang ke sini.
Scarlet bilang tanggal 19 Desember adalah hari ulang tahun laki-laki itu, jadi sebelum
semua keresahan itu menguasainya, gadis itu menyempatkan diri untuk membeli bahan kue
dan memanggangnya. Mungkin.. mungkin jika Ia memandangi laki-laki itu sekali lagi dan
perasaannya tidak berubah, maka Ia akan kembali pulang. Lalu, Ia hanya tinggal
melupakannya. Seperti bagaimana Ia selalu melupakan bunga tidur yang mampir setiap
malam ketika bangun di pagi hari. Melupakan bahwa Ia telah memanggang kue dan
membiarkan dirinya membeku di trotoar seperti gelandangan hanya untuk mematahkan
hati seseorang di hari ulang tahunnya.
Namun semuanya sudah sangat terlambat, karena saat Blue mendongakkan
kepalanya Ia justru mendapati laki-laki itu juga sedang melihat ke arahnya, namun dengan
ekspresi terluka.
Seusai dipergoki memandangi laki-laki itu dari sebrang kedai kopi, sebuah
panggilan suara masuk ke ponselnya, layarnya terus terusan berkedip dalam mode getar di
cengkramannya yang mengerat. Saat dering kelima, gadis itu baru berani menekan tombol
terima. Lantas, suara seorang laki-laki yang terdengar dari pengeras suara langsung
memenuhi indra pendengarannya tanpa membiarkan gadis itu mencernanya lamat-lamat.

117
Blue hanya sempat mengatakan “ya” atas ajakan minum kopi dan berbicara sebentar
walaupun Ia tidak tahu apa yang harus mereka bicarakan, sebelum akhirnya menyebrang
dan memasuki kedai kopi yang hangat.
Jadi di sinilah gadis itu, duduk di hadapan seorang yang sama sekali asing.
“Apa aku membuatmu terpaksa ikut kencan buta ini, Nona Wisthley?”
“Kau bisa memanggilku Blue.”
“Baiklah Blue, namaku Jill. Jadi soal-“
“Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu tersinggung. Tolong jangan marah.”
“Harusnya aku yang minta maaf karena membuatmu membeku di luar sana.
Maafkan aku.”
Blue yang sejak memasuki kedai kopi dan duduk di hadapan Jill terus-menerus
merendahkan pandangannya, kini justru jadi berani menatap laki-laki itu tepat di matanya
yang sewarna lautan lepas.
Biru.
Lucu sekali, itu kan namanya.
“Tidak apa-apa, itu salahku.” Kata Blue, lagi-lagi merendahkan pandangannya
setelah sadar bahwa Ia memandangi laki-laki itu terlalu lama.
“Apa kau mau minum dulu?” tawar Jill setelah mendapati jemari gadis itu bergetar
karena terlalu lama berdiam diri di luar saat cuacanya cukup untuk membunuh seseorang
karena hipotermia.
Blue kemudian mengangguk kecil sebagai jawaban sebelum laki-laki itu beranjak
menuju konter dan memesankan minuman untuknya, kini gadis itu hanya berhadapan
dengan cangkir milik Jill yang sudah kembali kosong.
Karena terlalu sibuk dengan kegelisahan tak berartinya, Ia bahkan tak sadar belum
memberikan kue ataupun mengucapkan selamat ulang tahun untuk laki-laki itu. Ah, Ia
benar-benar orang yang buruk.
“Kau tidak bisa minum kopi, kan? Scarlet bilang kau suka teh mint.”
Blue mendongak lantas mendapati Jill tengah meletakkan secangkir teh hangat
yang uapnya masih mengepul sehingga aroma mint yang menyeruak di udara masuk
memenuhi indra penciumannya, menghangatkan hatinya. Jill diam-diam tersenyum
melihatnya.
Lalu karena teringat rencananya yang tertunda, gadis itu langsung saja meletakkan
tas kertas di atas meja lalu mendorongnya tepat ke hadapan laki-laki itu.
“Terima kasih sudah khawatir dan.. selamat ulang tahun. Maaf membuatmu
menunggu lama.” Blue dapat melihat laki-laki itu begitu senang padahal dirinya hanya
sempat memanggangkan kue, senyumnya sangat sumringah sampai-sampai Ia tahu bahwa
laki-laki itu memiliki lesung di pipi kirinya.
Dia manis sekali.

118
“Terima kasih, Blue. Apa Scarlet yang memberitahumu? Wah, ini coklat dan
almond,ya?” Blue hanya mengangguk seakan itu menjadi kebiasaan barunya sejak
berhadapan dengan Jill. Saat laki-laki itu sibuk mengagumi hadiahnya, Blue diam-diam
jadi memperhatikan sosok asing di hadapannya. Tubuhnya setinggi 180 cm, surai hitamnya
tumbuh melebihi telinga, bibirnya tipis, tulang pipinya agak menonjol, rahangnya tegas,
tatapannya tajam, dan bahunya lebar.
“Apakah kau masih mau melakukan kencan buta ini?”
“Hanya jika kau tidak keberatan.”
Hanya jika kau tidak keberatan. Padahal jika itu orang lain, Blue sudah akan
mendengar banyak cacian mengenai betapa tidak sopannya membuat orang lain
menunggu, atau tentang bersikap munafik dengan mengingkari janji yang sudah disepakati.
Tapi gadis itu bersyukur, karena Jill bukan “orang lain” itu.
“Baiklah. Jadi apa aku boleh tahu pekerjaanmu?”
“Hm, aku hanya seorang juru foto, studioku terletak tiga blok dari sini. Bagaimana
denganmu?”
“Aku suka buku, aku bekerja sebagai pustakawan di Jo's Library.”
“Benarkah? Jo's Library adalah tempatku mencari inspirasi. Bagaimana bisa aku
tidak pernah melihatmu?”
“Mungkin karena aku hanya bekerja saat sif malam.”
“Ah, ternyata begitu. Lalu, apa kau memiliki rencana untuk pindah ke kota besar?”
“Entahlah, aku tinggal sendirian di sini. Apa kau akan pindah?”
“Belum lama ini ada tawaran kerja sama untuk proyek besar di Toronto. Scarlet
mungkin tidak suka dengan ide itu jadi aku belum memutuskan untuk mengambilnya.”
Lalu mereka berakhir membunuh waktu dengan menanyakan satu sama lain
mengenai banyak hal, Blue jadi tahu bawa karibnya adalah sepupu jauh Jill. Selain itu juga
muncul pertanyaan seputar makanan kesukaan Jill, hobi Blue, kebiasaan buruk Jill, fobia
Blue, kekhawatiran terbesar dan rencana jangka panjang mereka berdua. Blue bahkan
tanpa sadar sudah tak merendahkan pandangannya lagi karena mulai merasa nyaman
berhadapan dengan Jill yang membuatnya berharap dapat memutar waktu dan menghadapi
laki-laki itu sejak awal.
Karena gadis itu rasa, Ia menyukainya.
Bagaimana cara laki-laki itu menatapnya penuh antusias.
Bagaimana cara laki-laki itu terus cekikikan dan hidungnya jadi berkerut.
Bagaimana cara laki-laki itu bersikap kasual dan belum menekannya dengan
menuntut hubungan penuh komitmen yang mengekang.
Blue menyukai semuanya.
“Boleh kah aku bertanya sesuatu, Blue?”
“Ya, tentu.”

119
“Aku tahu ini sangat konyol, tapi jika seandainya kau bisa memutar waktu , apa
yang ingin kau lakukan?”
Blue membeku di bangkunya. Otaknya mereka ulang kejadian di masa lalu, suatu
hari di musim panas dua belas tahun silam. Saat Ia duduk bersama seseorang di tepi kolam
renang, makan es loli sambil memandangi langit yang anehnya begitu cerah padahal dua
sejoli itu yakin hati mereka sedang dilanda mendung.
“Apa yang akan kau lakukan jika bisa memutar waktu?”
“Apa aku bisa melakukan semuanya sesukaku?”
“Ya, kau bisa melakukan apapun sesukamu.”
“Kalau begitu aku akan memutar waktu dan menemukanmu lebih awal.”
“Mengapa begitu?”
“Supaya aku tidak menyesali karena belum menghabiskan cukup banyak waktu
denganmu.”
“Maaf, aku harap bisa menolak tawaran untuk pindah ke Chicago.”
“Berapa lama kau akan pergi?”
“Entahlah, mungkin sekitar sepuluh tahun.”
“Ya ampun, melelahkan sekali. Mungkin aku akan berhenti menunggumu setelah
seminggu.”
“Jangan menungguku, Blue. Seminggu atau sepuluh tahun, jangan menungguku.”
Lalu, hari itu berakhir begitu saja dengan sisa es loli gadis itu yang meleleh di sela-
sela jarinya bersamaan dengan kepergian laki-laki itu yang sampai akhir tidak pernah
menoleh ke belakang sedikit pun. Gadis itu sempat menangis selama beberapa malam, lalu
tiba-tiba Ia berhenti begitu saja. Tahu betul bahwa laki-laki itu tidak akan pernah kembali
padanya.
“Blue? Kau baik-baik saja?” tanya Jill kebingungan begitu mendapati tatapan sang
gadis berubah kosong dalam sekejap karena pertanyaannya. Apa Ia salah bicara? Apa gadis
itu marah?
“Kau penuh harapan, ya. Ingin memutar ulang waktu.” Jawab Blue sembari
terkekeh kecil begitu kembali dari rekaan ulang ingatan menyakitkannya. “Benarkah?
Lalu, apa kau akan menjawabnya?”
“Apa menurutmu itu keputusan yang bijak untuk terus tinggal di masa lalu, Jill?”
pertanyaan sang gadis membuatnya termangu untuk seperkian sekon. “Tidak, tapi jika ada
seseorang yang ingin kau lihat atau ada sesuatu yang ingin kau ubah, bukan kah itu akan
sangat membantu?”
“Kurasa begitu.”
“Lalu apa yang akan kau lakukan?” Blue memperhatikan ekspresi laki-laki itu yang
penasaran setengah mati, alisnya berkerut selama menunggu jawaban.
“Bagaimana ya.. kurasa tidak ada yang ingin ku lakukan.” Dan seperti dugaannya,
jawabannya hanya akan membuat laki-laki itu bingung. Mungkin Jill berpikir bahwa Ia

120
sedang bermain-main sekarang, tapi itu lah jawabannya. Ia berharap waktu tak akan pernah
punya kesempatan untuk berputar kembali ke masa lalu.
“Mengapa begitu?”
“Karena aku bahagia sekarang.”
“Eh?”
“Aku bahagia ada di sini, aku bahagia bisa bertemu denganmu. Aku bersungguh-
sungguh akan itu.” Kali ini jadi Jill yang membeku di bangkunya.
“Orang-orang yang berharap dapat memutar waktu adalah orang-orang yang hidup
dalam penyesalan, Jill. Setelah berhasil memutar waktu, mereka mungkin menjalani
kehidupan yang lebih baik, tapi tidak sedikit pun ada yang merasa bahagia. Aku tidak ingin
hidup seperti itu. Hidup dengan banyak penyesalan atau melewatkan kesempatan-
kesempatan seperti saat ini. Kesempatan untuk mengenal orang baru dan merasakan
simpati terhadapnya. Kesempatan yang akhirnya membawaku untuk menjalani kehidupan
yang utuh.” Mungkin saat itu, pikiran yang sama juga terbesit dalam benak laki-laki itu.
Mungkin jika laki-laki itu tetap mempertahankan Blue sampai akhir, tidak akan ada satu
pun dari mereka yang bahagia. Gadis itu juga tak akan pernah punya kesempatan untuk
menjalani kehidupan yang utuh karena terus mempertahankan hubungan mereka yang Ia
sendiri tahu sudah tidak ada harapan di dalamnya.
“Menurutmu begitu?” Blue mengangguk mantap sebagai jawaban.
“Aku tahu bahwa aku akan baik-baik saja, karena semuanya sudah ditakdirkan.”
Jill memperhatikannya dengan seksama, seakan-akan Ia takut melewatkan bagian
terpenting dalam film yang sedang ditontonnya.
“Lalu, kau akan membiarkan waktu berjalan begitu saja?”
“Ya, tentu saja.”
“Tapi, mengapa?”
“Karena masa lalu adalah mimpi buruk tersendiri bagi sebagian orang, sehingga
mereka memutuskan lebih baik hidup tanpa harus mengingatnya.” Blue tahu laki-laki itu
ingin bertanya apakah Ia juga masuk di dalamnya, tapi terlalu takut jika hal itu justru
menyinggungnya. Jadi gadis itu melanjutkan, “Aku juga bagian dari mereka, orang-orang
yang menganggap masa lalu lebih baik jika dilupakan.” Namun, tak ada jawaban dari Jill.
Satu.
Dua.
Tiga.
Empat.
Lim-“Berbicara denganmu membuatku lupa waktu,ya.” Blue bahkan tak sadar
cangkir tehnya susah kosong dan pengunjung lain satu persatu mulai meninggalkan kedai
kopi. Saat mengedarkan pandangannya pun, hanya tersisa seorang mahasiswi yang masih
berkutik dengan kertas dan laptopnya di ujung lain kedai, dan seorang laki-laki bersetelan
jas yang minum kopi hitam sendirian, tak jauh dari sang mahasiswi.
“Boleh kah aku mengantarmu?”

121
“Ah, tentu.” Blue lantas terburu-buru memakai jaketnya saat mendapati Jill sudah
beranjak dari duduknya sambil menenteng tas kertas pemberiannya, kemudian mereka
berdua meninggalkan kedai kopi menuju halte bus.
Mereka terus diam sampai akhirnya tinggal 100 meter lagi hingga mereka sampai
di halte, saat suara Jill tiba-tiba menginterupsi dan membuat langkah mereka sama-sama
terhenti.
“Jika hari ini juga hanya menjadi bagian dari masa lalu mu, apa kau akan
melupakannya?” Blue yang sebelumnya hanya diam karena terkejut, seketika meledak
dalam tawanya. “Tentu saja tidak, Jill. Ya ampun, kau ternyata takut akan hal itu,ya?” Jill
yang ditatap Blue tepat di mata dan disenyumi seperti tak ada hari esok jadi salah tingkah
sendiri. Gadis itu benar-benar cantik, sejak tadi Ia berharap dapat tinggal lebih lama namun
ketika mendengar jawaban Blue tadi, rasanya Ia tidak punya keberanian tersisa untuk
mengajak gadis itu untuk bertemu lagi. Bagaimana jika Blue tidak ingin menemuinya lagi?
“Padahal aku tidak tahu apa ini akan berhasil nantinya, tapi aku tetap ingin
mencoba untuk menjalaninya bersamamu. Mungkin saja ini satu-satunya kesempatanku,
kan?” setelah mengatakan itu Blue melanjutkan langkahnya sendirian, beberapa langkah di
depan Jill, meninggalkan laki-laki itu yang kembali salah tingkah.
“Kalau begitu apa kita akan bertemu lagi?” seru Jill kemudian, sedikit berteriak
sembari mengejar langkah Blue yang lebar. “Ya!” Bertepatan dengan mereka yang sampai
di halte, bus yang akan mengantarkan Blue sampai ke rumah juga datang tak lama
kemudian. Itu lah saat bagi mereka untuk benar-benar berpisah, setidaknya untuk hari ini.
Namun, sebelum benar-benar naik gadis itu berbalik dan memandangi wajah laki-laki itu
yang disinari lampur temaram halte. Memindai sosok Jill dan menyimpan potret laki-laki
itu dengan baik dalam ingatannya.
Jill setinggi 180 cm.
Bahunya lebar.
Tatapannya tajam.
Tulang pipinya agak menonjol.
Rahangnya tegas.
Ada lesung di pipi kirinya.
Dan surainya tumbuh melebihi telinga.
Blue tersenyum dalam diam-diam.
“Kau tahu, aku harap waktu tidak pernah punya kesempatan untuk berputar
kembali.”
“Mengapa?”
“Karena aku memilikimu sekarang dan itu sudah cukup.”
“Benarkah? Apa menurutmu ini cukup?” Blue mengangguk dengan cepat karena
antusias, mengingatkan Jill pada anak anjingnya yang menggemaskan.
“Kau tahu kan harus ke mana untuk mencariku?.”
“Hm, tentu. Aku akan datang nanti.”

122
“Kalau begitu, sampai jumpa.”
“Ya, sampai jumpa.”
Lalu, hari itu diakhiri dengan Blue yang menyempatkan untuk menoleh dan
melambaikan tangan pada Jill untuk terakhir kalinya sebelum bus berbelok di tikungan dan
menghilang dari jangkauan laki-laki itu.

123

Anda mungkin juga menyukai