Anda di halaman 1dari 871

Kerajaan Biheiril.

Terletak di sebelah timur Benua Tengah, negara ini dikelilingi oleh gunung, laut dan hutan.

Negara ini bukanlah negara adikuasa, dan hanya memiliki 3 kota utama.

Yaitu”

Pertama, Ibukota Biheiril, yang terletak di tengah-tengah wilayah Kerajaan Biheiril.

Kedua, Kota Irel, yang terletak di selatan dan dikelilingi oleh hutan belantara.

Ketiga, Kota Heilerul, yang menghadap laut.

Seperti itulah lokasi ketiganya.

Kerajaan Biheiril tidak memiliki ciri khusus yang menarik perhatian.

Mungkin, salah satu daya tarik negara itu adalah wilayahnya yang begitu luas.

Meski tidak memiliki armada keamanan yang selevel dengan negara-negera tetangga, ukuran Kerajaan
Biheiril dua kali lipat negara tetangga.

Ada jalan raya yang menghubungkan Kerajaan Biheiril dengan dua negara tetangga lainnya.

Meskipun begitu, mereka tidak menyerang Kerajaan Biheiril.


Salah satu alasannya adalah keberadaan Suku Ogre.

Kerajaan Biheiril memiliki hubungan dekat dengan Suku Ogre yang tinggal di pulau Onigashima.

Pada zaman dahulu kala….

Ah tidak…. gak lama-lama amat sih…..

Kerajaan Biheiril terbentuk 50 – 100 tahun yang lalu setelah Laplace mengobarkan perang manusia –
iblis.

Pada saat itu, Suku Ogre yang tinggal di Onigashima, dan manusia yang hidup di ujung utara Benua
Tengah, tidak begitu akur.

Namun, setidaknya Suku Ogre masih berkomunikasi dengan sedikit manusia yang tinggal di pesisir
pantai. Itu berarti, ada juga beberapa Suku Ogre yang tidak egois.

Pada saat itu, Suku Ogre punya masalah.

Mereka diserang oleh Ras Laut yang tinggal di laut.

Suku Ogre bertarung melawan musuh-musuhnya itu. Meskipun mereka cukup kuat, pasukan Ras Laut
terlalu banyak.

Kalau terus diserang, lama-lama suku mereka bisa punah. Maka, satu-satunya solusi adalah menjadi
budaknya Ras Laut.
Namun, di tengah-tengah kekacauan itu, munculah seorang petualang dari ras manusia.

Petualang itu datang ke Pulau Onigashima karena mendengar rumor tentang adanya emas dan perak.

Dari mana mereka berasal? Dan siapakah mereka? Suku Ogre tidak tahu.

Seperti biasa, petualang itu datang bersama anjing, monyet, dan orang berwajah burung. [1]

Petualang itu menginginkan harta, dan siap merebutnya dari Suku Ogre.

Namun, yang dia dapati hanyalah Suku Ogre yang tertindas.

Prajurit Suku Ogre banyak yang terluka, dan jumlah mereka terus berkurang setiap terjadi pertempuran
melawan Ras Laut.

Para wanita hidup dalam ketakutan.

Anak-anak Suku Ogre tidak menjalani hari-harinya dengan senyuman ...

Si petualang tidak tinggal diam melihat itu semua.

Jiwa keadilan dalam dirinya muncul.

Mereka bersumpah untuk menyelamatkan Suku Ogre, dan saat itulah mereka berkonspirasi Dewa Ogre.
Mereka coba menyusup ke dalam Dungeon yang merupakan markas Ras Laut.

Setelah pertempuran sengit terjadi, mereka berhasil menculik kepala suku Ras Laut.

Namun, hasil itu diraih bukannya tanpa pengorbanan.

Kelompok si petualang terbantai, dan hanya menyisakan dirinya sendiri, yang merupakan pendekar
pedang.

Dewa Ogre pun berhutang budi padanya, dia bersumpah akan menjadi teman si pendekar pedang
selamanya, dan Suku Ogre akan menawarkan bantuan apapun jika dia membutuhkan.

Lalu, terungkaplah suatu fakta yang mengejutkan.

Ternyata, pendekar pedang itu adalah seorang pangeran dari negara yang sedang berkembang di Benua
Tengah.

Sang pangeran kembali ke negaranya, dan ketika dia menjadi raja, terjalinlah hubungan yang erat antara
manusia dan Ras Ogre. Mereka akan saling melindungi selamanya.

Negara sang pangeran itu adalah Kerajaan Biheiril, dan itulah cerita di balik hubungan baik antara
Kerajaan Biheiril dan Ras Ogre dari Pulau Onigashima.

Sebenarnya aku tidak tahu apakah cerita itu benar adanya.

Tapi yang jelas, Kerajaan Biheiril dilindungi oleh Suku Ogre dengan jumlah pasukan yang tidak sedikit.
Itulah yang menyebabkan negara tetangga berpikir dua kali jika hendak menyerang Kerajaan Biheiril,
yang memiliki tanah subur.
Sejauh ini, itulah cerita tentang Kerajaan Biheiril yang diyakini banyak orang.

Bagian 2[edit]

Dalam kelompok yang terdiri dari tiga orang, kami berangkat menuju kota terbesar kedua di Kerajaan
Biheiril, yaitu Irel.

Aku bersama orang yang mengaku utusan Ariel. Dia lah Sandor, seorang ksatria yang mengenakan armor
keemasan.

Kemudian, ada juga ksatria yang mengenakan armor kelabu, Doga.

Aku memakai Magic Armor Versi II, dan juga cincin perubah wajah.

Magic Armor Versi II sudah dimodifikasi Roxy dengan menambahkan semacam gulungan sihir di
belakangnya.

Jika tombol di dekat pinggangku ditekan, lalu kualirkan Mana padanya, maka gulungan sihir itu akan
aktif.

Ada 5 gulungan di tiap sisi, sehingga totalnya adalah 10.

Metode ini cukup praktis, karena kau tidak perlu mengeluarkan gulungan sihir untuk mengaktifkannya.

Tapi, 10 gulungan yang tersimpan di bagian punggung cukuplah besar, sehingga aku terlihat seperti
sedang menggendong ransel yang berat.
Atau mungkin, terlihat seperti roket pendorong.

Roxy juga memberikan senapan gatiling pada armor ini.

Inilah senjataku sekarang, gatiling gun, gulungan sihir, dan armor itu sendiri.

Semua itu kubungkus dengan mantel, dan itu membuat tinggiku lebih dari 2 meter. Aku terlihat seperti
armor berjalan.

Yahh, bisa dibilang ini adalah penyamaran yang sempurna.

Kota Irel dipenuhi dengan para pendekar pedang beraliran Dewa Utara, umumnya mereka bekerja
sebagai pengawal. Tapi, tempat ini juga sering digunakan untuk mencari lawan yang kuat.

Sekilas, Sandor tampak seperti pemimpin kelompok kami, karena armornya terlihat begitu mewah dan
menarik perhatian.

Oh ya, aku menggunakan nama samaran “Clay” pada misi kali ini.

Kami berkeliling kota dengan mengendarai kereta kuda.

Tiga orang yang mengenakan armor berat sedang menaiki kereta kuda, sembari mencari informasi.

Ya…. kami memang mencolok, tapi itu bukanlah hal yang tidak wajar di kota ini.

Di Kota Sihir Sharia, kau akan jarang menemukan ksatria ber-armor lengkap, tapi lain halnya dengan
Kerajaan Biheiril.
Nah, sembari bergerak ke tempat tujuan, ijinkan aku memperkenalkan kedua rekan baruku sekali lagi.

Sandor von Grandeur.

Pemimpin ordo ksatria emas Kerajaan Asura.

Awalnya dia hanya seorang prajurit bayaran yang tidak memiliki tuan.

Dia menghabiskan banyak waktu di zona perselisihan, tetapi saat Ariel dinobatkan menjadi raja, menuju
ke Kerajaan Asura.

Dia tertarik pada Ariel, dan berniat menjadi bawahannya. Berbagai cara dia lakukan untuk menjadi
pelayan Ariel, sampai akhirnya sang tuan putri benar-benar memperhatikannya. Akhirnya, dia
mendapatkan posisi ini.

Kalau dilihat dari cerita itu, seakan-akan kemampuan orang ini hanyalah mencari perhatian, tapi Ariel
tidak mengangkat seseorang menjadi pemimpin ksatria tanpa alasan yang kuat.

Pasti orang ini punya keistimewaan.

Aku sudah meminta keterangan Ariel mengenai orang ini, tapi dia mengatakan bahwa Sandor tidak
memiliki riwayat kelam dalam karirnya, dan dia layak dipercaya.

Saat kutanyai tentang identitasnya yang sebenarnya, dia menjawab…. "Aku tidak tahu ~, ufufu ~, itu
rahasia ~”. Sepertinya dia sedang main-main denganku.

Tapi, aku pun tidak merasakan sesuatu yang mencurigakan pada orang ini, jadi biarkan saja.
Ksatria Emas.

Seolah bertentangan dengan namanya, armor itu bukan terbuat dari emas, dan kemilaunya pun tidak
secerah emas.

Meskipun kau terangi armor itu, kemilaunya tetap saja berbeda dari emas. Mungkin jika kau
memolesnya, barulah armornya lebih bersinar.

Jadi, dia bukanlah ksatria emas…. melainkan Ksatria Kuning.

Hey…. itu bukan nama yang buruk, kan?

"Apakah Kerajaan Asura benar-benar memiliki Ordo Ksatria Emas?"

Aku pernah mendengar tentang ksatria hitam dan putih, namun kurasa aku belum pernah mendengar
tentang ksatria emas.

“Itu adalah sekelompok ksatria yang dibentuk oleh Yang Mulia Ariel setelah beliau dinobatkan menjadi
raja. Tugas resmi kami adalah melindungi Ariel-sama. Tetapi, jika Ariel-sama memerintah kami
melakukan hal lainnya, maka kami harus segera menyanggupinya. Bahkan aku siap menggunakan
lingkaran sihir teleportasi yang keberadaannya masih tabu di kalangan masyarakat.”

Dengan kata lain, mereka adalah pasukan pribadi Ariel.

"Tapi, awalnya kami didirikan untuk membantu para sekutu.”

"Oh."
Jadi, mereka memang dibentuk untuk membantu kami.

Ariel memang setia kawan.

Dan sedikit menakutkan.

Apa yang akan diminta Ariel sebagai balas budi nanti?

“Ordo kami baru saja didirikan, jumlahnya sih banyak namun sedikit ksatria elit yang bergabung dengan
kami. Mungkin kau tidak menyadarinya, tapi aku juga bisa menggunakan Teknik Dewa Utara, lho.”

Sandor menyatakan itu sembari tertawa, namun dia sama sekali tidak membawa pedang.

"Tapi, kau tidak punya pedang?"

"Kurasa, ini jauh lebih kuat daripada pedang."

Katanya, sembari mengayunkan galah yang batangnya terbuat dari logam.

Sepertinya dia sudah terbiasa bertarung dengan galah itu.

Baru kali ini aku melihat seorang ksatria bersenjatakan galah.

Di dunia ini tidak banyak pendekar bersenjatakan galah atau tombak, karena mitos buruk tentang Ras
Supard. Itulah sebabnya pedang lebih diminati.
Itu berarti, Teknik Dewa Utara bisa diaplikasikan dengan senjata selain pedang.

Jika dianalogikan dengan duniaku sebelumnya, pria ini lebih mirip Ninja daripada seorang Samurai.

"Semakin panjang senjatamu, semakin baik."

"Ah. Jadi begitu ya. Dengan Teknik Dewa Utara, kau bisa melayangkan lawan dari jarak yang cukup jauh.
Berbeda dengan Teknik Dewa Air yang bisa menangkis serangan, tak peduli dari manapun berasal.
Tampaknya, potensi jurus Dewa Utara semakin baik dengan senjata yang lebih panjang ya.”

Semakin jauh jangkauan suatu senjata, maka semakin mematikan. Ya, seperti itulah teori sederhananya.

Duniaku sebelumnya juga mengenal konsep itu, oleh karena itu mereka berlomba-lomba membuat
senjata yang jangkauan serangnya begitu jauh, seperti halnya pistol, senapan, atau bahkan rudal.

Tapi, aku ragu konsep itu bisa selalu digunakan di dunia ini.

Ada terlalu banyak petarung yang bisa menyalahi konsep jarak di dunia ini, mulai dari penyihir sampai
pendekar pedang.

Terlebih lagi, di dunia ini ada sihir penyembuhan yang bisa menutup luka dalam hitungan detik.
Sehingga, tantangan sebenarnya bagi seorang pendekar pedang adalah membunuh lawannya dalam
sekali tebas.

Senjata panjang Sandor tidak akan berarti apa-apa bila melawan musuh selain manusia. Jika ada
monster atau ras iblis yang memiliki kemampuan regenerasi begitu cepat, maka dia tidak bisa berkutik.
"Doga juga anggota Ordo Ksatria Emas."

"Ya."

Doga.

Dia tidak memiliki nama belakang.

Ia dilahirkan di Negara Bagian Donati.

Awalnya, dia adalah seorang prajurit Kerajaan Asura.

Dia adalah penjaga gerbang Ibukota Kekaisaran.

Tetapi ketika Sandor diangkat, dia menyadari potensi yang dimiliki Doga, sehingga dia pun membinanya.

"Aku masih belajar."

“Melatih ksatria yang terampil juga tugasku sebagai ketua Ordo Ksatria Emas. Aku pun harus merekrut
orang-orang kuat lainnya untuk membentuk ordo yang unggul.”

Pekerjaan ketua, ya?

Aku jadi teringat Therese. Dia adalah kapten yang bijak dan selalu bisa diandalkan. Namun, bukan
berarti dia yang terkuat di antara anak-anak buahnya.
Dalam suatu tim, seorang pemimpin tidak harus yang terkuat.

Yang terpenting adalah kemampuan memerintah mereka.

“Tapi Doga-san, kalau kau adalah anggota Ordo Ksatria Emas, mengapa armor-mu tidak berwarna
emas?”

“Hah, di luar acara resmi, hanya orang bodoh yang terus-terusan mengenakan armor emas.”

Masuk akal juga.

Kalau begitu, Sandor punya armor yang jauh lebih mencolok daripada armor kuningan ini, dong?

"Haha, itulah sebabnya aku membawa sertifikat resmiku. Aku tahu Rudeus-sama akan mencurigai kami.
Mungkin, lebih baik aku mengenakan armor resmiku juga, ya…”

"Ahh, tidak begitu."

Sandor pun tertawa riang.

Sebenarnya aku tidak mencurigainya sebagai orang jahat.

Aku hanya mengiranya bidak Hitogami, dan para pengikut Dewa Manusia belum tentu orang jahat. Bisa
jadi, Hitogami hanya memanfaatkannya, seperti yang terjadi pada Luke.

Orsted dan Ariel sudah mempercayai penuh orang ini, namun tidak ada salahnya tetap waspada.
"Wah, rupanya cukup banyak salju yang menutupi tempat ini."

Saat Sandor mengatakan itu, aku mengamati sekeliling.

Memang ada beberapa tumpukan salju di sana-sini.

Namun, kereta masih bisa berjalan dengan lancar.

Daerah ini terlalu banyak dimanfaatkan untuk pertanian.

Tanahnya sudah gersang, pecah-pecah, dan tidak lagi tumbuh apapun.

Sudah sering terdengar kabar bahwa daratan ini tidak lagi bernyawa.

Di musim ini, salju sudah mulai turun menutupi setiap daratan.

Namun, berbeda dengan dugaanku sebelumnya, salju yang menutupi Kerajaan Biheiril tidaklah begitu
banyak.

Meskipun angin yang bertiup dingin dan kering, hanya sedikit salju yang turun dari langit.

"Aku penasaran, apakah ini karena gunung?"

"Apa hubungannya dengan gunung?"


“Gunung di barat mengalirkan awan yang menyapu salju. Kurasa, itulah yang menyebabkan salju turun
tidak begitu banyak.”

"Oh ... Luar biasa, Rudeus-sama memang berwawasan luas.”

"Tapi aku sendiri juga tidak yakin."

Cuaca di dunia ini mungkin tidak mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku di duniaku sebelumnya.

Hujan yang turun di Hutan Agung bisa selama 3 bulan penuh, bahkan daratan yang subur juga bisa
menjadi gurun.

Kalau bukan karena gunung, mungkin saja daerah ini dialiri Mana yang menyebabkan salju tersapu
dengan sendirinya. Alasan tidak masuk akal seperti itu begitu logis di dunia ini.

"Pamanku juga tertarik dengan ilmu pengetahuan."

"Oh, apakah dia seorang peneliti?"

"Dia sering mempertanyakan dari mana datangnya awan? Kemana perginya? Bagaimana orang
dilahirkan? Mengapa mereka mati? Dia menghabiskan setiap harinya dengan menatap langit sembari
memikirkan hal-hal seperti itu.”

Jangan-jangan dia seorang filusuf.

Tapi….
Saat sudah tua nanti….. mungkin aku juga akan memikirkan hal seperti itu.

Aku membayangkan, saat berumur 60 tahun nanti, aku duduk bersama Sylphy dan Roxy bersama
sebagai nenek dan kakek.

Ah ... tidak juga. Sylphy adalah keturunan ras Elf bertelinga panjang, sedangkan Roxy adalah keturunan
Ras Migurdiaia, jadi mereka tidak akan menua secepat diriku.

Sedangkan Eris…. yahh, dia adalah manusia biasa sepertiku, jadi dia akan menua dengan normal. Tapi,
meskipun sebagai seorang nenek, aku yakin dia tetap enerjik seperti saat masih muda.

Mungkin, akulah satu-satunya yang menua seperti kakek-kakek.

"Dia mirip seorang filusuf."

"Filusuf itu apa?"

"Filusuf adalah ... Hmm, anggap saja semacam sihir."

"Oh… begitu ya….”

Selama perjalanan, kami diserang beberapa kali oleh monster.

Terdapat banyak hutan di negara ini. Sedangkan jalan raya tempat kami melaju tepat berada di sebelah
hutan-hutan tersebut.
Saat monster-monster menyerang, itulah kesempatan bagi kedua orang ini menunjukkan kebolehannya.
"Inilah kekuatan ksatria Kerajaan Asura yang hebat!!” seperti itulah mereka berteriak sembari
membantai para penyerang kami.

Sandor bergerak dengan begitu cepat dan halus, sedangkan Doga menghabisi lawan-lawannya dengan
sekali menebaskan kapaknya.

Kurang – lebih, seperti itulah yang kulihat dengan mataku yang awam.

Sebagai seorang pendekar pedang yang begitu payah, aku pun bisa memahami situasi ini.

Jelaslah mereka bukan petarung biasa, meskipun belum bisa disandingkan dengan Tujuh Kekuatan
Dunia.

Akhirnya, kami pun tiba di kota terbesar kedua, Irel.

Bagian 3[edit]

Irel.

Semenjak memasuki kota ini, aku tidak mendapati suatu hal pun yang mencolok.

Kota ini dikelilingi oleh dinding dan kerumunan pedagang yang berjajar di sekitar pintu masuk.

Itu adalah pemandangan yang wajar di kota-kota besar di dunia ini.

Kota ini juga memiliki banyak bangunan kayu, yang bahkan jumlahnya lebih banyak daripada di Kota
Sihir Sharia.
Ada juga sebuah bangunan kayu yang atapnya begitu miring, terletak cukup jauh dengan rumah lainnya.

Wajar saja jika banyak rumah kayu di kota ini, karena berbatasan cukup dekat dengan hutan.

Setelah menambatkan kuda dan keretanya, kami pun menuju ke penginapan.

Saat itu juga, aku menyadari bahwa jumlah para pedagang mulai berkurang.

Suasananya agak sunyi.

Jika para pedagang mulai berkurang, harusnya tidak banyak pengunjung di kota ini…. tapi anehnya, kami
mendapati begitu banyak petualang di sini.

Semenjak memasuki kota, kami berpapasan dengan banyak prajurit berarmor atau penyihir berjubah.

Jumlah pengunjung dan pedagang tidak setara.

Entah apa penyebabnya.

"Woa."

Ketika aku melihat sekeliling, aku mendapati seseorang di jalan.

"Oh."
Orang itu cukup besar.

Tingginya sekitar 2,5 m.

Bahkan dengan mengenakan armor ini, aku harus mendongak ke atas untuk melihat kepala orang itu.

Andaikan ada ras setengah raksasa, mungkin seperti inilah bentuknya.

Kulitnya cokelat kemerahan, dan rambutnya merah tua.

Otot, lengan, kaki, dan lehernya begitu tebal.

Yang paling menonjol adalah kepalanya.

Kepalanya sangat besar.

Rahangnya juga besar, dan menonjol.

Dari sela-sela mulutnya, mencuat sepasang taring.

Dua taring mengintip dari rahang bawah makhluk itu.

Kemudian, mencuat pula 2 tanduk dari rambut merahnya yang berantakan.

Inilah Ras Ogre.


"Berhati-hatilah."

Ogre itu melihatku sekilas, lalu kembali berjalan menyusuri jalanan kota.

Di punggungnya, ada suatu ransel besar yang terlihat begitu berat. Tapi dia menggendongnya dengan
santai, seolah-olah sama sekali tidak keberatan.

Sangat menakutkan…. inilah pertama kalinya aku melihat Ras Ogre.

Di Kerajaan Biheiril ini, Ogre yang berjalan di jalanan kota adalah pemandangan yang wajar.

Ras manusia di sini juga menganggapnya sebagai hal yang wajar.

Padahal, beberapa ras yang hidup berdampingan adalah pemandangan langka di negara lain.

"Clay, jangan tolah-toleh! Kau kan bukan orang sini!”

"Apa? Oh, Ahh ... "

Sandor menegurku dengan tegas.

Tentu saja dia melakukan itu agar penyamaran kami semakin meyakinkan.

“Lagian, di sekitar sini tidak ada orang yang kuat. Jadi, percuma saja kau tolah-toleh.”
"Ya."

Oh iya, kami kan sedang menyamar menjadi para pendekar Teknik Dewa Utara.

Harusnya aku tidak tertarik pada siapapun yang lemah.

Jika tidak begitu, penyamaran kami akan terbongkar.

"Pertama-tama, kita harus mencari penginapan. Benar kan, Clay, Doga?”

"Ya."

"Ya."

Seperti biasanya, Doga menjawab dengan patuh. Seolah-olah tidak ada bedanya ketika dia menyamar
dan tidak, tapi sandiwara Sandor begitu bagus.

Sandor terus berjalan di depan bagaikan pemimpin kelompok, agar aku tidak mencolok.

Dalam sandiwara ini, aku adalah Clay, yang berprofesi sebagai prajurit, dan adiknya Sandor.

Baiklah.

"Sandor….. setelah mendapatkan penginapan, maukah kau minum-minum di kedai untuk merayakan
kedatangan kita di kota ini?”
"Haa, kau memang bodoh, tapi sesekali idemu itu bagus juga. Doga, catat itu!!”

"Ya pak."

Setelah itu, kami menuju penginapan.

Bagian 4[edit]

Saat memasuki kedai minuman, kami merasakan atmosfer yang tidak nyaman.

"... Hmm?"

Baru kali ini aku merasakan suasana seperti ini saat memasuki kedai. Tampaknya, ini bukan kedai yang
biasa aku masuki sebelumnya.

Ada banyak petualang yang berbaur dengan para penduduk desa. Semuanya terlihat baik-baik saja

Namun, jelas-jelas terasa ada yang aneh.

Sekitar 1 – 2 % pengunjungnya adalah Ras Ogre, namun bukan mereka sumber ketidaknyamanan ini.

Bukanlah hal yang aneh bila beberapa ras berkumpul menjadi satu dalam suatu kedai.

Jadi….. apa yang menyebabkan rasa tidak nyaman ini?

Saat melihat sekeliling, tidak kudapati satu hal pun yang menarik perhatian.
Seolah-olah semuanya normal saja.

Tapi…. pasti ada yang salah di sini.

"Ada apa, Clay?"

"Bukankah ada yang aneh dengan kedai ini?"

Sandor pun melihat sekeliling.

Atau mungkin hanya perasaanku saja?

"…Sepertinya tidak ada yang aneh. Apa kau ingin ganti kedai?”

Sandor menyarankan itu dengan suara rendah.

"Tidak… aku justru ingin tahu darimana kejanggalan ini berasal.”

"Mengerti."

Setelah Sandor mengatakan itu, kami memasuki kedai dengan santai, lalu menuju ke meja kosong
terdekat.

Aku mengikuti keduanya dari belakang Doga.

Saat Doga duduk, kursi itu berderit karena tubuhnya yang berat.
Tapi, harus kuakui bahwa kursi kedai ini cukup kokoh.

Saat mengenakan Magic Armor, biasanya aku menghindari duduk di kursi, namun aku bisa
melakukannya dengan nyaman di sini.

Aku masih penasaran….. apa yang menyebabkan diriku merasa begitu tidak nyaman.

Jangan-jangan…………..

“Beri kami makanan, alkohol, dan bawakan kami orang yang tahu banyak tentang daerah ini. Cepatlah!
Kami sudah capek setelah menempuh perjalanan panjang kemari. Oh iya, beri minuman lain untuk pria
ini, kalian punya jus buah, kan? Kalau tidak punya, susu boleh lah.”

Sementara aku masih berusaha menjaga keseimbangan duduk di kursi, Sandor memberikan 4 koin
tembaga pada si pelayan.

"Terima kasih atas kunjungan kalian."

Si pelayan juga Ras Ogre, tapi perempuan.

Mungkin karena dia wanita, posturnya jauh lebih ramping daripada Ogre lainnya.

Pinggulnya lebar, dan dadanya besar…. tapi secara keseluruhan, dia terlihat cukup mirip manusia.

Mungkin juga dia blasteran ras manusia.


Tapi, bukan dia yang membuatku tidak nyaman.

"Kan sudah kubilang! Jangan tolah-toleh!”

"M-maafkan aku."

Sandiwara Sandor membuatku cukup kebingungan.

"Kau tidak perlu membentakku."

"Haa? Kau tidak terima…!?”

Kata-katanya mungkin terdengar kasar, tetapi sorot matanya mengatakan bahwa dia tidak bermaksud
menyakitiku.

Dengan kata lain, dia hanya coba menegurku karena tingkahku mulai mencurigakan.

"T-terima kok…. aku hanya merasa sedikit gelisah.”

"Gelisah? Jadi, kau merasakan firasat buruk?”

"Tidak ... Tidak begitu buruk, sih."

Aku masih bisa menerimanya, hanya saja aku memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencarinya.
Mungkin ini hanya perasaanku saja, tapi tidak menutup kemungkinan….. Ruijerd dan Gisu berada di
tempat ini.

Aku ingin segera memastikan kebenaran dugaan ini.

Sembari memikirkan itu, tanpa sengaja aku kembali mengamati area di sekitarku.

Kedai ini mulai semakin sibuk.

Sebenarnya kedai ini cukup normal. Kau bisa menemukan kedai serupa di manapun kau berada.

Dengan tawa dan keributan, orang-orang terus makan dan minum di mejanya masing-masing.

Bahkan, hidangannya pun normal. Mereka makan ikan yang bisa ditangkap di setiap sungai yang
mengalir di kota ini.

Namun…… tetap saja…… ada yang janggal dengan kedai ini.

Tidak biasanya aku merasakan ini saat memasuki suatu kedai.

"Jadi, kalian ingin informasi?"

Ketika aku melihat sekeliling, seorang pria datang ke meja kami.

Dia manusia.
Tapi wajahnya terkesan begitu licik.

"Kau punya informasi?"

"Ya, aku tahu segalanya tentang kota ini. Mulai dari jumlah kelompok-kelompok petualang, rute
perdagangan, bahkan para pandai besi."

"Baiklah kalau begitu…. aku minta kau memberitahu kami banyak hal. Kami baru di kota ini, jadi kami
ingin sebisa mungkin menghindari masalah."

Sembari mengatakan itu, Sandor memberikan beberapa koin tembaga pada si pria.

"Boleh saja…..."

“Sebenarnya, aku tidak perlu informasi penting saat ini. Tapi….. berhubung kau adalah seorang informan
yang berpengalaman, maka bisakah kami memintamu mengorek informasi yang lebih berharga?”

Aku tersenyum licik saat mendengar Sandor menanyakan hal yang mengejutkan itu.

Saat ini, aku meminjam wajah salah seorang prajurit PT. Rudo, jadi harusnya terlihat cukup sangar.

"Ya ampun… wajahmu mengerikan juga ya….."

Saat melihat mukaku, si pria sedikit gemetaran, lalu dia mengalihkan wajahnya pada Sandor.

"Sebenarnya.... apa sih yang ingin kalian tahu?"


"Kami ingin tahu aturan apa saja yang berlaku di kota ini, bagaimana para penduduknya, keadaan
geografi, dan pihak-pihak mana saja yang sebaiknya tidak kami lawan ... Oh iya, jika ada pekerjaan yaang
bisa kami lakukan, bolehlah kau memberitahu kami.”

"Baik."

Jangan harap kami mendapat langsung informasi tentang Gisu.

Itu terlalu serakah.

Saat ini kami hanyalah pendekar biasa, yang tidak ada hubungannya dengan konspirasi apapun.

"Aturan ya…. bolehlah. Negara ini punya undang-undang, dan kota-kota pun harus mengikutinya. Aah ...
tapi di kota ini hidup banyak Ogre, jadi berhati-hatilah terhadap mereka. Tapi, kami hidup berdampingan
dengan Ogre di sini, maka…. jika kau adalah penganut ajaran Milis yang setia, sebaiknya jangan
menunjukkan rasa jijikmu pada mereka.”

"Apa yang terjadi bila kami tidak menghormati mereka?"

“Tidak ada seorang pun yang mau berdagang denganmu, bahkan penginapan tidak mau menerimamu.
Jika kau masuk ke dalam suatu kedai yang dimiliki seorang Ogre, dia akan menendangmu keluar dan
menghidangkan sampah padamu.”

Ogre adalah teman bagi siapapun di kota ini.

Jika kau berbicara kasar pada mereka, maka tidak hanya Ogre, manusia pun tidak akan menerimamu.

Banyak ras juga hidup di Sharia, tapi masih ada diskriminasi di sana.
Mereka tidak hidup harmonis seperti di kota ini.

"Kalau keadaan geografi ... kurang-lebih, jika kau berjalan terus ke utara, kau akan sampai di ibukota,
dan jika menuju ke selatan, maka kau akan mendapati desa terpencil. Itu hanyalah desa kecil tanpa ada
suatu hal pun yang istimewa. Hanya ada beberapa pemotong kayu dan kepala desa. Ada juga Dungeon
di sebelah selatan, tapi aku minta uang lebih untuk informasi tentang itu.”

"Katakan saja."

Sandor memberinya beberapa koin tembaga lagi.

Mengenai lokasi Dungeon…..

Sebenarnya kami tidak berniat pergi ke sana, tapi tidak ada salahnya mengetahuinya.

Setelah dia menyampaikan informasi tentang Dungeon, percakapan pun berlanjut.

"Kalau tentang pihak-pihak yang sebaiknya tidak kalian musuhi….. seperti yang kubilang tadi, yaitu para
Ogre. Di negara ini, Ogre dan manusia diperlakukan setara. Kemudian…. ahhh, itu dia….. Jangan pernah
melewati tempat ini, dan kalian harus selalu menjauhinya. Yang kumaksud adalah, Lembah Naga Bumi.”

Sepertinya ada beberapa informasi penting yang dia lewatkan.

Kalau tidak salah, Ruijerd terakhir kali terlihat di desa dekat tempat itu.
"Lembah itu berada di belakang hutan besar ... Tapi hutan itu disebut 'Hutan Tanpa Jalan Keluar’. Sejak
berabad-abad yang lalu, hutan itu dihantui oleh iblis-iblis tak kasat mata, jadi jangan pernah
memasukinya.”

"Iblis tak kasat mata?"

"Yah ... iblis-iblis itu begitu legendaris, seperti halnya dongengan anak kecil. Seperti namanya, Lembah
Naga Bumi adalah sarang bagi para naga. Beberapa petualang pernah nekad memasuki hutan itu,
kemudian membuat kekacuan di sarang naga. Naga-naga Bumi pun marah, dan semua prajurit
keamanan negara ini bahkan tidak akan sanggup menandingi para naga, maka…. habislah mereka.”

Lelaki itu kemudian mengerutkan alisnya seolah sedang mencoba mengingat sesuatu.

"Tapi baru-baru ini ... kalau tidak salah setahun yang lalu, ada rumor tentang iblis yang keluar dari Hutan
Tanpa Jalan Keluar.”

"Oh."

"Tuan Tanah membentuk pasukan untuk memeriksa kebenaran rumor ini, mereka bahkan sampai
memasuki hutan. Tetapi, setelah beberapa hari berlalu, mereka tidak pernah kembali. Para iblis tak
kasat mata itu mungkin menghabisi mereka, atau mungkin Naga-naga Bumi memangsa mereka, atau
mungkin juga mereka terbunuh oleh hewan magis. Hebatnya, tidak semua dari mereka terbantai. Sang
Tuan Tanah hampir melupakan pasukan pertamanya yang ditugaskan menyelidiki hutan, sehingga dia
membentuk pasukan kedua. Namun, saat pasukan kedua memulai misinya, mereka mendapati
seseorang dari pasukan pertama kembali dalam keadaan hidup.”

Tiba-tiba, dia membungkuk, lalu memandang tepat di mata.

Suasananya jadi sedikit horor.


Tapi, dia tidak menatap mataku, melainkan mata Sandor.

"Tapi dia sudah gila. Sorot matanya terlihat begitu menakutkan. Ketika Tuan Tanah bertanya apa yang
telah terjadi, dia hanya bergumam, ‘Iblis-iblis itu di sini, iblis-iblis itu di sini ... ‘ dengan tatapan kosong di
matanya. Setelah melihat itu, Tuan Tanah menjadi sangat ketakutan, lalu dia menghentikan upaya
investigasi. Berita resmi tentang kematian pasukan pertama adalah ‘Terbunuh oleh Naga Bumi’. Karena
kasus ini, mereka melarang siapapun menyebarkan rumor lainnya…… Kebenarannya masih
disembunyikan, dan telah dianggap sebagai kasus yang tidak pernah terpecahkan. Ini terjadi sekitar
setahun yang lalu.”

"..."

“Sebenarnya itu bukanlah hal yang buruk. Belakangan ini, kabar itu mencapai ibukota. Raja pun berkata,
“Di dekat sana ada desa penduduk, jadi kita harus menginvestigasi lebih jauh! Maka, raja pun
membentuk pasukan ketiga. Jadi, saat ini mereka sedang berusaha menghimpun sejumlah pasukan di
ibukota.”

Setelah mengatakan itu, si pria mendongak ke atas.

"Kemudian…. mereka menetapkan hadiah spesial bagi siapapun yang menemukan iblis itu, yaitu 10 koin
emas Biheiril. Mungkin kalian mau mengambil pekerjaan itu?"

Aku paham.

Iblis yang tak terlihat ...

Informasi ini berbeda dengan lokasi ditemukannya Ruijerd terakhir kali.

Aku penasaran, apakah semua informasi ini saling berhubungan?


Awalnya, Ruijerd pergi ke suatu desa seolah tanpa tujuan, kemudian aku mendengar tentang iblis yang
keluar dari hutan.

Iblis yang keluar dari Hutan Tanpa Jalan Keluar.

Kemudian, ada juga iblis-iblis tak kasat mata yang mendiami hutan itu.

Semua informasi ini campur aduk di kepalaku tanpa bisa kupastikan kebenarannya.

Belum lagi informasi dari orang-orang PT. Rudo. Mereka mendapatkan kabar-kabar itu dari informan-
informan lainnya.

Sepertinya, kita harus menyortir terlebih dahulu semua informasi ini.

Tunggu dulu….

Bagaimana kalau….

Iblis yang keluar dari Hutan Tanpa Jalan Keluar adalah Ras Supard berambut hijau?

Jadi….

Iblis yang mereka maksud adalah Ruijerd?

Ah…. belum tentu. Itu hanya kesimpulanku sendiri…. Tidak ada kabar pasti yang menyimpulkan
demikian.
Yahh, tapi bukan berarti itu mustahil.

Ruijerd tidak pernah menunjukkan belas kasihan pada lawan-lawannya, jadi mungkin saja dia yang
membantai pasukan-pasukan itu.

Tapi, kenapa dia berada di hutan itu?

Apakah karena dia ingin menghindari perhatian publik?

Hmmm…?

"Ahh, bagus sekali. Aku mengerti, aku mengerti ... ini sungguh menarik, kan? Bagaimana Clay? Tidakkah
kau sependapat denganku?"

"Hmmm, iblis ya ... memang sangat menarik. Hadiah uang itu juga sangat menarik."

Meskipun berkata begitu, aku memikirkan banyak hal lainnya.

Bagaimanapun juga, kita harus pergi ke hutan untuk memastikan hal ini.

Dengan semua informasi ini, setidaknya aku bisa menduga bahwa Ruijerd terkait dengan masalah ini.

“Kalau hadiahnya…. siapa cepat, dia dapat. Mungkin kalian harus membentuk kelompok untuk ikutan
sayembara itu. Aku bukan seorang petualang, jadi aku hanya bisa menjadi pendukung bila diajak
berpartisipasi dalam suatu kelompok.”
Sandor mengedipkan matanya padaku.

Aku mengerti.

"Baiklah, sepertinya kita harus membentuk kelompok."

"Baiklah bung…. ini bonusmu."

Sandor memberinya beberapa koin tembaga lagi.

"Carikan kami seorang pengintai. Syaratnya adalah, dia bisa melakukan banyak hal sebagai petualang,
dan bisa mengumpulkan banyak informasi. Tidak masalah jika dia tidak mahir bertarung, biar kami yang
menangani urusan itu. Mengenai hadiahnya ... gimana ya…. hmmm, kami akan bernegosiasi lebih lanjut
mengenai pembagian hadiahnya dengan orang itu, jadi… jika kau sudah menemukan pengintai itu,
segera bawa pada kami.”

"Ada tenggat waktunya?"

"Sebaiknya kau temukan orang itu sebelum pasukan ketiga dikirim. Kapan mereka berangkat?”

"Kira-kira sebulan lagi."

“Baiklah, kalau begitu… bagaimana jika kita bertemu lagi di kedai ini 10 hari lagi?”

"Baiklah, siap."

Pria itu mengambil koin pemberian Sandor, lalu buru-buru memasukkannya ke dalam kantong.
Dan ketika kami berdiri, kedai ini mendadak sunyi.

Sandor memang keren, mungkin mereka takut padanya.

Dengan begini, Gisu semakin dekat dengan kami.

Namun, kami sama sekali tidak mendapatkan informasi tentang keberadaan Dewa Utara. Tidak
masalah…. jangan terburu-buru.

Padahal, aku juga ingin tahu dimana dia berada.

"Wah, hari ini dapat banyak rejeki, istriku pasti senang.”

Jadi pria ini sudah menikah ya.

"Ahem…. sekarang, apa yang harus kita lakukan?”

"Kita punya waktu luang selama 10 hari ke depan…. jadi, bagaimana kalau kita berkeliling kota ini? Doga,
apakah kau ingin pergi ke suatu tempat?”

"... Aku ingin melihat tempat penebangan kayu."

"Kita pun bisa mengamati desa di wilayah selatan.”

Kami bersandiwara seolah tidak punya tujuan selama 10 hari ke depan, tapi sebenarnya kami sudah
berencana untuk melihat desa di wilayah selatan.
10 hari.

Desa itu berjarak sehari perjalanan.

Besok pagi aku akan memasang alat sihir komunikasi litograf, kemudian menuju ke selatan.

Besok siang, kami akan memasuki hutan itu, lalu menghabiskan 5 – 6 hari mencari di sana.

Setelah itu, kami akan kembali untuk mengorek informasi tentang Gisu, lalu melaporkannya pada yang
lain melalui alat sihir komunikasi.

Kurang-lebih, seperti itulah susunan rencananya.

"Ya, maaf telah menunggu lama!"

Saat aku masih berpikir, makanan pun tiba.

Ikan rebus dan bir.

Doga meletakkan gelas berisi cairan gelap itu di hadapannya.

Sepertinya dia memesan minuman semacam jus…. mungkin nanti akan kuicipi.

Dalam situasi seperti ini, aku tidak berniat mabuk-mabukan.


Tetapi, jika kau tidak minum alkohol di suatu kedai, maka kau akan mengundang perhatian orang lain.

Kalau hanya segelas, kurasa tidak apa-apa.

"Bersulang… untuk kesuksesan kita!"

"Toss!"

"...Toss!"

Kami pun meminum isi gelas kami masing-masing.

Saat miras itu mengaliri tenggorokanku, rasanya hangat sekali.

"—PFFFTT!"

Tapi, Doga memuntahkan minuman hitamnya.

"Uhuk uhuk…"

"Oi!?"

Orang-orang di sekitar kami mulai melihat kemari, karena ingin tahu apa yang telah terjadi, sedangkan
Doga terus terbatuk dengan kepala tertunduk.

Aku meletakkan tanganku di punggungnya, lalu merapalkan sihir detoksifikasi.


Tapi Doga terus tertunduk, mulutnya menganga ke bawah, dan air liur mulai berjatuhan.

"Oi, bertahanlah!"

Sial, sebenarnya apa yang dia minum!?

Racun!?

Sudah kuduga!

Ada yang salah dengan kedai ini!

Tapi…. aku masih saja belum menemukannya!! Sial!

Apakah sihir detoksifikasiku bekerja?

Tenang….. pada saat seperti ini…. aku harus tetap tenang.

Kalau benar minuman itu mengandung racun…..

"Hey! Kami bukan tontonan!"

"Ahh! Maafkan aku!"


Sandor berteriak pada orang terdekat yang terus memperhatikan kami. Aku harus tenang. Aku
mengambil gelas yang barusan Doga minum.

Aku memegangnya, lalu mencium baunya.

...Hah?

Bau ini….. mungkinkah ...

"Tadinya kukira orang itu Ogre, karena tubuhnya begitu besar….. ternyata manusia.”

"Apa sih yang kau beri padanya!?”

Aku mencelupkan ujung jariku pada cairan yang Doga minum, lalu mencicipinya.

Rasa ini…. ya, tidak salah lagi,

"Umm, itu adalah minuman yang terbuat dari kacang kedelai. Suku Ogre sangat menyukainya, tapi
rasanya cukup keras bagi manusia. Jadi, biasanya ras manusia sedikit mengencerkannya sebelum
meminumnya…. Maaf, ini salahku, aku sangat menyesal!”

"Kamu yakin minuman itu tidak beracun!?"

"Umm, kalau diminum terlalu banyak bisa berbahaya sih… tapi kalau hanya seteguk….”

"Sialan! Oi Doga! Kamu tidak apa-apa?! OI!”


Sementara Sandor panik, aku sudah berhasil menenangkan diriku.

Sepertinya, bau minuman inilah yang membuatku tidak nyaman saat pertama kali memasuki kedai.

Kemungkinan besar, aromanya tercampur dengan bau ikan yang mereka masak.

Aku tahu minuman apa ini…..

Memang benar jika kau minum terlalu banyak bisa berbahaya, tapi Doga sudah memuntahkan hampir
semuanya.

Mungkin dia merasa sedikit mual, tapi itu tidak apa-apa.

"..."

Aku mencelupkan jari sekali lagi, dan mencicipinya untuk yang kedua kalinya.

Ya.

Tidak salah lagi.

Aku sudah terlalu familiar dengan cairan ini, karena hampir setiap hari aku konsumsi di duniaku
sebelumnya.

Ini adalah kecap.

Bab 3: Yang Mereka Cari Adalah….[edit]


Bagian 1[edit]

Ringkasan cerita hingga sekarang.

Rudeus akhirnya menemukan bumbu masakan yang dia cari selama belasan tahun.

Namun, sekarang itu bukanlah hal yang penting.

Dia pun membeli sebotol kecil kecap, kemudian segera meninggalkan kedai.

Keesokan harinya.

Kelompok kami menuju ke pinggiran kota terbesar kedua, Irel, untuk memasang lingkaran sihir
teleportasi dan alat sihir komunikasi litograf.

Setelah itu, kami menuju ke desa tempat Ruijerd terakhir kali terlihat.

Desa itu terletak di dekat Lembah Naga Bumi, atau sekitar satu setengah hari perjalanan dari Irel. Di
peta, desa itu dinamai dengan Desa Marson.

Meskipun nama resminya Desa Marson, namun orang-orang tidak banyak mengetahui nama itu. Desa
itu lebih populer dengan nama Desa Lembah Naga Bumi.

Desa itu hampir kosong.


Desa itu bukanlah tempat wisata, dan juga tidak ada tempat-tempat yang menarik di sana.

Di sekitarnya terdapat lahan pertanian dan rumah-rumah penebangan kayu, namun desa itu bukanlah
tempat yang mengundang banyak pengunjung seperti halnya Buina atau Wilayah Fedoa.

Orang-orang yang tinggal di desa itu berada di bawah naungan Kerajaan Biheiril. Namun, desa itu
terkesan kurang mendapat perhatian dari pemerintah.

Yahh…. setidaknya, begitulah menurutku.

Namun, pengaruh pemerintah bukanlah satu-satunya hal yang penting. Para penduduk lah yang
bertanggung jawab atas perkembangan daerahnya masing-masing.

Semakin jauh kami berjalan, jarak antar rumah semakin lenggang, dan suasana semakin sepi tanpa
adanya tanda-tanda kehidupan. Dan di sana…………. tidak ada apa-apa.

Saat kami datang, desa ini begitu sunyi, seolah tidak dihuni oleh siapapun.

Namun, ada sekumpulan orang yang jelas-jelas bukan penduduk desa yang berkumpul di pintu masuk
desa.

Mereka bersenjatakan penuh dengan armor dan pedang di punggung.

Mungkin mereka adalah para petualang.

Tidak, desa ini terlalu beresiko jika dikunjungi petualang.


Apakah mereka para prajurit bayaran yang menginginkan imbalan uang?

"Sandor, bukankah ini berarti banyak sekali orang yang menginginkan hadiah itu?"

Sandor memang berguna…. ketangkasan dan kecepatan berpikirnya sudah terbukti di insiden kedai
kemaren.

Awalnya aku sempat meragukan om ini, tapi sekarang aku mengerti kenapa Orsted sekalipun begitu
mempercayainya.

Aku selalu ingin mendengar pendapat dalam situasi membingungkan seperti ini.

Malahan, Doga tidak selalu berguna.

Bukannya berarti dia menganggu kami, sih...... tapi…..

Sepertinya dia kurang berpengalaman.

Yahhh, sebenarnya aku belum pantas mengkritik orang sih.

Aku pun belum tentu berguna bagi mereka.

"Tidak, mungkin mereka hanya datang untuk memeriksa keadaan. Seketika mereka mendapatkan
informasi yang berharga mengenai tempat ini, maka di saat itu jugalah mereka memulai pencarian.”

"Tapi, bukankah itu berarti target kita juga ingin diburu oleh mereka semua?”
"Tidak juga, beberapa dari mereka mungkin akan mengurungkan niatnya. Jika mereka hanya memburu
iblis-iblis itu tanpa mempersiapkan strategi yang matang, bisa-bisa mereka hanya pulang dengan tangan
hampa. Sedangkan, pihak pemerintah bisa menyelesaikan masalah ini dengan mengirim pasukan-
pasukan selanjutnya.”

Maka, pilihan terbaik adalah mengorek informasi sebanyak mungkin, mempersiapkan rencana sematang
mungkin, kemudian bergabung dengan pasukan kerajaan untuk membasmi para iblis. Dengan begitu,
mereka bisa pulang dengan selamat bersama hadiahnya.

Jika mereka hanya bersaing satu sama lain untuk memburu iblis, maka kerugian lah yang menanti di
akhir.

Di saat-saat seperti ini, mereka yang bisa mengumpulkan informasi paling akurat akan keluar sebagai
pemenang.

Itulah pentingnya pengumpulan informasi seperti yang mereka lakukan saat ini.

Siapa yang paling tahu, maka dia lah yang menang.

"Kita tidak perlu terlibat dengan mereka."

"Ya, aku pikir juga begitu."

Setelah mengatakan itu, Sandor pun tertawa, lalu kami memasuki desa.

Kami memilih penginapan yang cukup layak di tengah desa.


Meskipun ada banyak orang yang berkerumun di pintu masuk, bagian dalam desa ini begitu sepi.

Yahh, setidaknya dengan adanya para pemburu hadiah itu, suasana desa jadi sedikit lebih hidup.

Mungkin aku bisa bergaul dengan beberapa dari mereka untuk saling bertukar informasi.

"Pergi!"

Tapi….. bentakan itulah yang kudapatkan.

Tidak juga sih… sebenarnya bentakan itu tidak ditujukan padaku.

Aku mendengar sesuatu dari arah gerbang masuk alun-alun desa.

Aku pun melihat beberapa orang berarmor pergi dengan ekspresi tidak senang di wajahnya.

Saat aku menoleh ke arah datangnya bentakan itu, aku mendapati seorang wanita tua yang membawa
tongkat.

"Pergi dari sini! Tidak ada iblis yang keluar dari hutan. Orang-orang hutan selalu melindungi hutan dan
desa ini dengan baik! Siapapun yang ingin melukai orang-orang hutan itu, pergilah jauh-jauh dari sini!”

Orang-orang hutan?

Meskipun langkahnya sudah sempoyongan, nenek itu masih saja mengayun-ayunkan tongkatnya pada
kerumunan orang di alun-alun desa.
DUK! Bahkan dia memukul salah seorang pria berarmor itu dengan keras, sampai suaranya menggema.

"Dasar tua bangka ........!!!"

"Oi! Sudah….sudah…. jika kita membuat keributan di sini, maka Suku Ogre akan…."

"Cih!"

Pria itu hampir saja menghunuskan pedangnya, namun salah seorang temannya yang masih berkepala
dingin berhasil menghentikannya.

Itu sama sekali tidak menghentikan si nenek.

Sambil berteriak, dia menendang sekelompok orang itu, agar menjauh dari alun-alun desa.

Mereka pun berhamburan menghindari amukan si nenek.

Apa-apa’an ini?

Saat pria-pria itu semakin menjauh, si nenek mulai mengarahkan tatapannya pada kami.

"Kalian juga!! Pergi dari sini!!”

Tongkat wanita tua itu mengenai armorku, sehingga menimbulkan suara hantaman yang keras.

Tapi sama sekali tidak sakit.


Magic Armor yang sudah dimodifikasi oleh Roxy tidak akan bergeming dengan serangan seperti itu.

"Jangan pernah ganggu hutan kami!"

Nenek itu terus menghantam armorku dengan tongkatnya.

"Nenek, tenanglah dulu."

"Apanya yang iblis!!? Orang-orang hutan itu justru penyelamat kami! Dan sekarang kalian ingin
membunuh mereka dengan bantuan kami? Sungguh bodoh!?”

Sepertinya dia tidak akan mendengarkan apapun perkataanku, karena pikirannya sedang kacau.

Namun, ada suatu hal yang membuatku tertarik.

Orang-orang hutan.

Aku baru dengar istilah itu.

Mari kita korek informasi lebih banyak mengenai orang-orang hutan ini.

"Apa yang nenek maksud dengan orang-orang hutan .........?"

"Jika kau membunuh mereka, para iblis itu malah akan menyerang!"
Jadi, mereka melindungi desa dari para iblis?

"Apakah iblis dan orang-orang hutan adalah dua makhluk yang berbeda?”

"Tentu saja! Jangan menyamakan iblis-iblis itu dengan mereka!"

"Clay, hentikan, nenek ini sudah tidak waras.”

Sandor datang untuk melerai.

Memang…. orang waras tidak akan memukul armor besi dengan tongkat kayu.

Tapi, aku ingin mendengar cerita si nenek mengenai mereka.

"Aku bukan orang gila! Mereka benar-benar ada! Waktu masih muda dulu, aku pernah diselamatkan
oleh orang-orang hutan saat tersesat di hutan. Bahkan, kakek buyutku juga pernah mereka selamatkan
waktu masih kecil!”

Waktu dia masih muda…. mungkin itu terjadi sekitar 20 – 30 tahun yang lalu.

Umur nenek ini mungkin 60-an tahun.

Maka, kakek buyut wanita ini berarti….. harusnya peristiwa itu terjadi ratusan tahun yang lalu.

Sedangkan, aku berpisah dengan Ruijerd sekitar 10 tahun yang lalu.


Apakah itu berarti Ruijerd tidak ada hubungannya dengan kasus di hutan ini?

Tapi ....... ah.

"Orang-orang hutan bukanlah iblis! Kenapa kalian ingin membunuh mereka!? Dasar bodoh! Pergilah
kalian, bodoh! Bodoh! Haa ..... Bodoh ..... Haa ..... Haa ..... "

Si nenek terus menyerang armorku dengan tongkatnya, sampai akhirnya dia mulai kelelahan.

"Nenek, bisakah aku mendengar ceritamu dengan lebih rinci?”

Kurasa dia sudah lebih tenang sekarang, maka aku pun menanyakan itu sembari tersenyum ramah.

Ruijerd mungkin tidak ada di sini.

Tapi, bukan berarti aku melewatkan kesempatan ini .........

"Jika kau berhasil meyakinkanku bahwa orang-orang hutan itu tidak jahat, mungkin aku bisa berteman
dengan mereka.”

Siapa tahu….. mereka adalah sisa-sisa Ras Supard yang selalu Ruijerd cari selama ini.

Bagian 2[edit]

Si nenek tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya.

Namun, dia berusaha menenangkan diri saat bercerita padaku.


Jadi, siapakah orang yang akan kami hadapi di hutan itu? Apakah sisa-sisa Ras Supard, atau Ruijerd
sendiri?

Aku tidak tahu.

Tetapi, dengan menghubungkan semua kejadian di Kerajaan Bihaeril, tampaknya aku mulai bisa
menduga apa yang sebenarnya terjadi di sini.

Orang-orang hutan.

Sepertinya…. bahkan sebelum si nenek lahir, orang-orang hutan itu sudah ada.

Mereka jarang menunjukkan diri di hutan.

Namun, beberapa kali mereka menyelamatkan orang-orang desa yang tersesat di hutan, atau hampir
mati karena serangan hewan buas.

Para penduduk desa, termasuk si nenek, tidak tahu siapakah mereka.

Tapi, ada suatu cerita rakyat yang berkembang di daerah ini, yaitu………..

Zaman dahulu kala, pada sekitar waktu berakhirnya perang besar manusia dan iblis…..

Para iblis tak kasat mata menghuni Hutan Tanpa Jalan Keluar.
Saat senja, iblis-iblis tak kasat mata itu keluar dari sarangnya untuk menculik anak-anak dan hewan
ternak warga, kemudian memakannya.

Penduduk desa berharap bisa membasmi iblis-iblis itu, namun mereka tidak sanggup, sehingga hanya
bisa hidup dalam ketakutan.

Pada saat itulah muncul orang-orang hutan.

Mereka menawarkan sesuatu pada penduduk desa.

“Biar kami yang urus iblis-iblis itu, tapi sebagai gantinya, biarkan kami tinggal di hutan. Dan keberadaan
kami tidak boleh diketahui oleh orang luar desa.”

Kurang-lebih, seperti itulah bunyi perjanjiannya.

Penduduk desa menyetujuinya, maka mereka pun akhirnya tinggal di kedalaman hutan.

Mereka tidak pernah tahu bagaimana cara orang-orang hutan mengatasi para iblis tak kasat mata itu.

Sejak saat itu, para iblis tak kasar mata tidak lagi mengganggu desa, namun orang-orang hutan tetap
melindungi mereka.

Sebagai ucapan terimakasih, penduduk desa menyampaikan cerita ini secara turun-temurun pada anak-
cucunya, dan mereka pun mengajarkan untuk tidak menceritakan apapun pada penduduk luar desa.

"Sungguh keterlaluan jika kalian ingin membasmi orang-orang hutan yang baik hati itu.”
Si nenek mengatakan itu sebagai penutup ceritanya.

"Jadi begitu ya….. terima kasih banyak, nenek."

Aku tidak tahu apakah cerita itu fakta atau hanya sekedar legenda fiktif.

Cerita itu sudah sangat tua, dan belum tentu kebenarannya.

Tapi, dugaanku adalah….. orang-orang desa itu adalah Ras Supard yang tersisa dari Kampanye Laplace.

Ras Supard memiliki mata ketiga di dahi mereka.

Fungsinya mirip seperti mata iblis, dan mereka menggunakannya untuk merasakan keberadaan makhluk
hidup di sekitar.

Maka, jika menggunakan kemampuan mata ketiga itu, mereka bisa melawan iblis-iblis tak kasat mata
dengan mudah.

Ras Supard hidup berdampingan dengan desa sembari bersembunyi dari dunia luar.

Namun sekitar enam bulan atau setahun yang lalu, terjadilah tragedi yang merusak keseimbangan ini.

Entah karena wabah penyakit, atau apapun itu….. sejumlah besar iblis tak kasat mata keluar, sehingga
orang-orang hutan tidak lagi sanggup menghadapi mereka semua.

Ras Supard memerlukan barang-barang dari desa seperti obat-obatan atau semacamnya.
Sayangnya, si penjual obat di toko bukan lagi orang yang mengenal Ras Supard. Mungkin, kakeknya atau
kakek buyutnya yang mengenal Ras Supard itu.

Saat itulah menyebar rumor tentang iblis yang keluar dari hutan.

Harusnya penduduk desa membantu Ras Supard untuk merahasiakan keberadaannya. Terlebih lagi,
mereka datang ke desa untuk meminta bantuan, tapi…..

Hmmm…. bagaimana bisa ceritanya berubah menjadi seperti yang si pria sampaikan di kedai tempo
hari?

’Kita harus memusnahkan iblis yang keluar dari hutan’

Kurang-lebih, seperti itulah asumsi semua orang sekarang.

Bagaimana bisa cerita ini melenceng begitu jauh?

Apakah ini ulah Gisu dan Hitogami ......? Sepertinya tidak, karena kasus ini terjadi setahun yang lalu.

Bagaimanapun juga, Ras Supard tinggal jauh di kedalaman hutan.

Itu sangat masuk akal.

Tapi….

Pertanyaan lain muncul di kepalaku….


Mengapa aku baru saja mendengar kasus ini?

Selama ini aku telah mencari Ruijerd.

Ini bukanlah kasus kecil.

Harusnya ada orang selain aku yang mengetahuinya.

Contohnya………. Orsted.

Jika sisa-sisa Ras Supard sudah tinggal di tempat ini dalam kurun waktu yang begitu lama…… maka……..
mengapa aku baru tahu sekarang?

Bagian 3[edit]

Hutan Tanpa Jalan Keluar adalah tempat yang sunyi.

Wajarnya, hutan seperti ini diisi oleh berbagai macam monster.

Aliran Mana juga cukup deras di hutan ini, namun…… nyatanya hanya muncul satu-dua ekor monster
per hari di hutan ini.

Kebanyakan monster yang muncul hanyalah Treant.

Treant bisa ditemukan di daerah manapun, dan jumlahnya semakin banyak di hutan.

Bahkan, hutan adalah habitat alami bagi Treant, jadi wajar saja kau menemuinya di tempat seperti ini.
Namun anehnya…. Treant pun tidak sering terlihat di Hutan Tanpa Jalan Keluar.

Tempat ini begitu sepi.

Makhluk yang menghuni hutan ini tidak hanya monster, namun hari ini kami belum bertemu dengan
seekor pun.

Hanya burung dan hewan-hewan kecil yang mengiringi perjalanan kami.

Kesunyian ini justru membuatku merasa tidak nyaman.

"Aneh, ya?"

"Ya."

Sepertinya Sandor juga merasakan hal yang sama denganku.

"......"

Doga hanya terdiam.

Apa yang sedang dia pikirkan? Dia bahkan tidak mengamati area di sekitarnya.

"........."
Selama beberapa saat, kami terus berjalan ke dalam hutan yang sunyi ini.

Semakin masuk ke dalam hutan, hewan-hewan pun semakin jarang terlihat.

Paling-paling yang masih terlihat hanyalah serangga dan burung, sedangkan hewan kecil lainnya pun
sudah jarang.

Masih belum muncul seekor pun monster sampai saat ini.

Pohon-pohon semakin besar, dan daun-daun semakin lebar menutupi langit.

Dalam situasi seperti ini, kau akan merasa semakin sendiri dan tenggelam dalam kesunyian. Namun,
tiba-tiba aku tersentak saat mendengar suara burung.

Apakah sekarang iblis-iblis tak kasat mata itu sedang mengawasi kami……..?

Karena terlalu paranoid, aku pun berbalik untuk melihat ke belakang.

Tapi, setiap kali melakukannya, yang kudapati hanyalah Doga yang masih saja diam tanpa mengucap
sepatah kata pun. Mungkin imajinasiku terlalu liar, aku pun kembali melihat ke depan dan meneruskan
perjalanan.

"Oh?"

Tiba-tiba, saat melirik ke sisi jalan, aku melihat suatu patung yang kukenali.

Itu adalah patung Tujuh Kekuatan Dunia.


Sebenarnya aku tidak mengenali tanda pada patung itu, tapi ......

Sepertinya aku paham maksudnya.

Sampai sejauh ini belum ada perubahan peringkat pada Tujuh Kekuatan Dunia.

"Di tempat seperti ini juga ada patung Tujuh Kekuatan Dunia, ya?"

"Aneh juga, harusnya patung Tujuh Kekuatan Dunia hanya diletakkan di tempat-tempat yang memiliki
kadar Mana tinggi.”

"Ya ...... karena patung ini adalah alat sihir."

Kau tahu banyak tentang Tujuh Kekuatan Dunia, kan? Buktinya kau akrab betul dengan si bos.

Kau bahkan mengerti bahwa patung itu biasanya ditaruh di tempat berkosentrasi Mana tinggi. Jarang
ada orang yang tahu akan hal itu.

"Matahari akan segera terbenam. Ayo mendirikan kemah di sekitar sini."

"Benar juga. Baiklah kalau begitu…. Doga, cari kayu bakar.”

"......Ya."

Hari itu, kami memutuskan untuk mendirikan kemah dekat patung Tujuh Kekuatan Dunia.
Untuk jaga-jaga, aku memperkuat tenda kami dengan sihir bumi, kemudian kami pun tidur dengan
pulas.

Bagian 4[edit]

Keesokan harinya.

Kami melanjutkan perjalanan, masih di hutan yang sunyi ini.

Lalu, tiba-tiba Sandor memikirkan sesuatu.

"Tempat ini terasa mirip seperti Pegunungan Naga Merah, ya….”

"Maksudnya?"

"Di sana jarang ada hewan karena takut pada naga."

Memang seperti itulah sifat hewan, mereka akan selalu menjauhi makhluk yang lebih kuat.

Lembah Naga Bumi terletak jauh di dalam hutan ini.

Tentu saja, Naga Bumi juga makhluk yang kuat.

Hewan-hewan di lingkungan ini pun takut mendekatinya. Seperti itulah aturan alam.

"Jadi, kau pernah melintasi Pegunungan Naga Merah, Sandor-san?"


"Hanya lewat kakinya. Rasanya ya seperti ini…. jarang sekali terlihat hewan di sekitar kita.”

Naga Bumi membangun sarangnya di tebing lembah berbatu.

Pada dasarnya, mereka tidak ingin keluar dari lembah. Naga Bumi adalah jenis naga yang tidak bisa
terbang, namun mereka bisa menggunakan sihir bumi untuk membuat lubang di tanah.

Mereka bukanlah makhluk tempramental. Jika kita tidak menyerangnya, maka mereka pun tidak akan
menyerang kita.

Naga Bumi tidak akan berdaya jika diserang dari udara, namun mereka sangat berkuasa di atas tanah.

Oh iya…. menurut Orsted, Naga Merah dan Naga Bumi adalah musuh bebuyutan.

Kedua spesies yang mendiami habitat berbeda ini hampir mustahil bertemu satu sama lain.

Maka, sarang-sarang Naga Bumi jarang mendapat serangan dari udara.

Semuanya akan baik-baik saja, asalkan sarangnya tidak jatuh ke bawah lembah.

"Oh."

Sepertinya aku terlalu lama tenggelam dalam pikiranku.

Tiba-tiba kami berhadapan dengan tebing curam yang seolah-olah membelah hutan lebat ini seketika.
Tebing itu begitu tinggi, sampai-sampai dasarnya tidak kelihatan.

Mungkin tingginya sekitar 4500 m.

Itu membuatku merasa seperti berdiri di puncak gunung.

Aku tidak tahu banyak tentang keadaan topografi suatu area, seperti lembah. Tapi, mungkin seperti
inilah rasanya berdiri di depan ngarai yang terkenal di duniaku sebelumnya, yaitu Grand Canyon.

"Apakah ini Lembah Naga Bumi?"

"Sepertinya begitu. Apa yang harus kita lakukan? Sepertinya kita sudah sampai ke tempat tujuan tanpa
sedikit pun gangguan…...”

"Wah….."

Aku mulai khawatir, lalu kualirkan Mana ke mata kiriku.

Saatnya menggunakan mata iblis baruku.

Aku bisa menerawang jauh ke dasar lembah.

Karena aku belum terbiasa menggunakan mata iblis ini, aku tidak bisa mengukur jarak ke bawah secara
akurat.

Tapi, aku bisa melihat apapun di dasar sana.


Ada jamur berwarna putih kebiruan dan lumut yang tumbuh di kaki lembah. Dan di dekatnya, ada
monster berwujud kadal dengan tubuh seperti batu yang sedang merangkak perlahan.

Apakah kadal itu yang disebut Naga Bumi?

Menurutku makhluk itu lebih mirip kura-kura daripada naga.

Dengan tubuh seperti itu, dia tidak akan bisa melakukan apapun jika mendapat serangan dari udara.
Mungkin itulah sebabnya mereka tidak pernah bisa menang melawan Naga Merah.

Kemudian, aku mengalihkan pandanganku pada sisi bawah tebing, dan kulihat banyak makhluk serupa
sedang merayap pada dinding tebing. Uhh, itu menjijikkan.

Aku terus mengaktifkan mata iblis keduaku, lalu kuamati area sekitarnya.

Sampai sejauh ini tidak ada yang menarik perhatianku.

Tak lama kemudian, ada sesuatu yang mengganggu penglihatanku pada tebing. Harusnya tebing ini
tegak lurus, tapi ternyata ada lengkungannya juga.

Ada kesalahan di peta.

Sedangkan di sebelah kiri pandanganku ada…. hmmm, tidak ada apa-apa sih…. t-tunggu…. a-apa itu…..

"Ada jembatan gantung di sana."


Ada jembatan gantung yang menghubungkan dua sisi tebing yang menyempit.

"Kalau begitu, kita bisa menggunakannya untuk menyebrang ke sisi lain tebing, kan?”

"Ya, ayo kita coba.”

Masih tersisa 7 hari lagi sampai tenggat waktu yang kami berikan pada si informan.

Jika dipertimbangkan waktu kembali, harusnya tidak masalah jika kami tinggal 1 atau 2 hari lagi di hutan
ini.

Setelah sepakat, kami pun berjalan mendekati jembatan itu.

Tidak lama kemudian, kami pun tiba di jembatan gantung.

Mungkin hanya butuh sekitar 1 jam berjalan kaki.

Aku senang telah menemukan jembatan ini dengan mata iblis baruku.

Bagian 5[edit]

Sayangnya jembatan gantung itu sudah lapuk.

Walaupun terlihat seperti jembatan, sebenarnya secara teknis itu hanyalah batangan kayu tebal yang
direbahkan di antara sisi tebing yang menyempit, lalu ditaruh papan kayu sebagai pijakan.

Sepertinya jembatan ini dibangun oleh seorang amatir yang sama sekali tidak mempertimbangkan
keselamatan penggunanya.
Meskipun terlihat tidak aman, kurasa tidak masalah jika seseorang melewatinya dengan hati-hati.
Tampaknya, jembatan ini masih bisa bertahan jika dilewati oleh seorang dewasa sembari membawa
koper.

"Haruskah kita menyeberanginya?"

Tapi, aku sedang mengenakan Magic Armor. Aku bisa jatuh saat menyeberanginya.

Padahal, aku sendiri yang menyarankan agar kita melintasi jembatan ini, tapi kenapa sekarang malah
ragu?

"Tidak, lebih baik jangan."

"Kalau begitu, kita akan kembali?"

"Tidak juga. Lebih baik kita buat jembatan baru.”

Sambil mengatakan itu, aku berdiri di tepi tebing.

Jika jembatan yang tersedia tidak aman, maka aku hanya perlu membangun jembatan lainnya.

Aku mulai mengumpulkan Mana di tanganku untuk mengaktifkan sihir bumi.

Sihir bumi sangat beguna pada saat-saat seperti ini, terutama teknik Earth Lance.
Aku mengeluarkan tonggak tanah dari satu sisi tebing sampai ke sisi lainnya. Kekerasan tonggak tanah
itu bisa kuatur, jadi tidak perlu mengkhawatirkan kekokohan jembatan baru ini.

"....... Ho."

Aku mengulangi membuat 3 tonggak serupa lainnya.

Semuanya terdiam.

Lalu, kutambah lebar tonggak itu, sehingga kami bisa lewat bersamaan.

Di atasnya, kubuat papan dari tanah.

Papan itu tampak kokoh membentang sampai ke sisi lain tebing.

Yang terakhir, aku juga memperkuat tonggak tanah yang tertancap di sisi lain tebing.

Maka, jadilah jembatan tanah instan.

Apakah perlu pegangan di kedua sisi jembatannya? Ah, kurasa tidak…..

"Luar biasa ...... aku sudah sering dengar bahwa Rudeus-sama ahli menggunakan sihir bumi…. dan hari
ini aku melihatnya dengan mata-kepalaku sendiri.”

Sandor memujiku, tapi itu tidak boleh membuatku lengah.


Sayangnya, aku tidak tahu apa-apa tentang konstruksi dan stabilitas jembatan.

Tapi, jika ternyata jembatan ini masih tidak mampu menahan beban kami, aku hanya perlu
memperkeras tanahnya lagi dengan sihirku.

"Berikan aku tali tambang."

Untuk jaga-jaga, aku mengikatkan tubuhku pada pohon terdekat, lalu aku berjalan menyeberangi
jembatan itu untuk menguji kekuatannya.

Aku bisa berjalan dengan lancar beberapa langkah ke depan.

Tampaknya jembatan tanah ini cukup kokoh menahan beratku.

Kalau menahanku saja kuat, maka harusnya jembatan ini juga kuat menahan berat tubuh Sandor dan
Doga.

Untuk berjaga-jaga, aku terus memperkuat bagian-bagian yang kurasa masih lemah, sembari
menyeberangi jembatan itu bolak-balik.

Sandor terus mengulurkan talinya saat aku menyeberangi setengah dari jembatan.

Kira-kira tambang ini sepanjang 50 m, maka untuk sampai ke ujung aku perlu 100 m. Kurang-lebih,
sepanjang itu jugalah jembatan ini.

"Baiklah."
Setelah sampai ujung, aku memberi isyarat pada Doga dan Sandor dengan mengguncangkan talinya,
pertanda semuanya aman.

Sandor dan Doga pun mulai menyeberangi jembatan ini sembari memegang tali tambang.

Mereka menyeberangi jembatan secara bersamaan.

Kenapa tidak bergantian saja, sehingga salah seorang bisa berjaga-jaga? Apakah mereka begitu yakin
tidak ada musuh di sekitar sini?

Ataukah, mereka begitu percaya padaku? Bahwa aku akan segera menyelamatkan mereka jika terjatuh?

"Yakk…. Ayo kita lanjutkan perjalanannya…."

Aku masih khawatir, tapi Sandor dan Doga sudah selesai menyeberangi jembatan dengan aman.

"Mulai sekarang, tampaknya kita harus lebih waspada."

Sandor mengatakan itu, sembari menatap jauh ke dalam hutan.

Hutan yang gelap dan tak berujung.

Benar saja…. hanya ada satu perbedaan yang terjadi setelah kami melewati jembatan.

Di daerah ini, muncul lebih banyak monster.


Bagian 6[edit]

Tidak kurang dari 100 m sejak kami menyeberangi jembatan, serangan monster pertama dimulai.

Awalnya hanya suara.

Suara gemerisik daun.

Kukira itu bukan suara monster, karena angin bertiup cukup kencang.

Tapi, aku juga merasakan sesuatu yang mendekat ke arah kami.

Jaraknya masih jauh.

Untuk saat ini, kami masih aman.

Namun, tiba-tiba terdengar suara lain tepat di dekat telingaku.

"Wofuu .... Wofuu ...."

Segera setelah mendengarnya, aku mencium bau darah di udara.

Kemudian, ada sesuatu yang menempel pada batang pohon tepat di sebelah kami.

"..........!"
Saat aku menyadarinya, pohon itu bengkok sesaat, lalu daun serta ranting-ranting berdesir.

Kami terdiam sebentar, kemudian suatu benda yang sepertinya berat jatuh tepat di belakangku.

Saat aku menoleh ke belakang, ternyata itu adalah Doga yang telah roboh dengan wajah mengadah ke
atas.

Aku hanya bisa melihat Doga yang jatuh telentang tanpa bisa melakukan apapun.

Tapi, kepala Doga bergetar dengan sendirinya.

Dia menggeleng-gelengkan kepalanya, dan tangannya meraih-raih sesuatu di udara.

Apa yang telah terjadi?

Tunggu dulu…. ada sesuatu di atas kepala Doga. Apakah benda itu yang mengendalikannya?

Saat itu juga, kupukul benda itu sekeras mungkin. Aku tidak bisa menggunakan sihir dalam keadaan
seperti ini.

Dengan tenaga yang diperkuat Magic Armor, kupentalkan benda itu menjauh dari kepala Doga.

Rasanya seperti menghantam segumpal daging bertulang. Dan sepertinya aku telah mematahkan
beberapa tulang pada tubuh makhluk itu.

Kemudian benda itu menghantam pohon, lalu memuntahkan banyak darah ke tanah.
Sedikit demi sedikit sosok makhluk itu mulai terungkap.

Wujudnya seperti seekor binatang berkaki empat.

Ya, berkaki empat…. hanya itu yang bisa kuidentifikasi dari makhluk itu.

Secara refleks, aku segera menembakkan peluru batu pada makhluk itu untuk membunuhnya.

Pada saat yang hampir bersamaan, aku merasakan sesuatu menghantam punggungku.

Aku segera berbalik dan mengaktifkan Mana-ku lagi, tapi………..

"Doga! Berdiri!"

Itu Sandor.

Dia berdiri membelakangiku.

Rupanya dia tadi berusaha melindungiku dari belakang.

".....Ya!"

Doga kembali berdiri, lalu dia meraih kapak besar di punggungnya, lalu memposisikan diri di depan
untuk melindungiku.

Duh, aku tidak bisa melihat apa yang terjadi di depan jika kau berdiri di sana.
"Lawan kita tidak terlihat! Jumlahnya pun tidak diketahui! Doga, jangan mengandalkan indra
penglihatanmu, gunakan telingamu! Tangani semua musuh yang kau rasakan di depanmu saja! Rudeus-
sama, mohon gunakan sihir! Bersihkan mereka dengan sihir jarak jauhmu!”

Sandor langsung meneriakkan instruksi-instruksinya yang tajam.

Memang seperti inilah seharusnya pemimpin Ordo Ksatria Emas Asura.

Gelar yang dia sandang bukan hanya bualan semata.

Sembari terus berpikir, aku mengumpulkan Mana di kedua tanganku.

Haruskah aku menggunakan sihir api?

Tidak, menggunakan api di hutan akan menyebabkan masalah lainnya.

Akan semakin merepotkan bila kita harus memadamkan hutan yang terbakar.

Kalau begitu, pakai saja sihir air, Frost Nova.

"............. Uu!"

Saat aku mulai mengaktifkan sihirku.

Sepersekian detik kemudian……..


Doga bergerak di depanku.

Dia mengayunkan kapak besarnya.

Setiap kali dia menebaskan senjatanya, beberapa batang dan ranting pohon terbelah.

Tidak ada perlawanan berarti dari kawanan monster.

Bersamaan dengan serpihan-serpihan kayu yang berserakan, aku merasakan ada yang tergelincir dari sisi
tubuh Doga, tapi aku tidak bisa melihat wujudnya.

Doga terus melindungiku dengan instingnya.

Tapi setidaknya, aku masih punya perlindungan terakhir, yaitu Magic Armor yang kupakai.

Armor ini cukup keras dan berat, aku tidak akan terluka bila monster-monster itu menancapkan taring
atau kukunya padaku.

Sihir Frost Nova sebentar lagi akan kulepaskan ...... Mana-ku sudah terkumpul, dan semuanya siap.

"Rudeus-sama!"

Tapi, tiba-tiba Sandor mendorongku menjauh.

Apa lagi ini!? Hampir saja aku melepaskan sihirku!


Sepersekian detik kemudan, tiba-tiba ada tombak yang menancap tepat di hadapanku.

Darimana tombak itu berasal? Terbang begitu saja dari udara?

Ah…. ternyata tombak itu tidak ditujukan padaku.

Ada semacam makhluk transparan yang tertancap di ujung tombaknya.

Rupanya, makhluk itu yang diburu si pelempar tombak tersebut.

Tombak itu berwarna putih.

Sangat putih, seolah-olah terbuat dari kapur.

Kalau diamati, tombak itu juga tampak seperti tulang binatang.

Tunggu dulu………. aku mengenal senjata ini.

Ya…. aku sangat-sangat mengenalnya.

Dulu…. ratusan kali aku telah diselamatkan oleh tombak ini.

Kemudian, seseorang melompat ke hadapanku untuk mengambil kembali tombaknya.


Rambutnya hijau.

Tubuhnya putih pucat, seolah terjangkit penyakit.

Dia memakai pakaian khas mirip ponco.

Ya, tidak salah lagi.

Postur tubuhnya, tingginya…. pasti dia.

"Ruijerd!"

Aku bangkit, memanggil namanya, lalu kuulurkan tanganku padanya.

Dia menatapku sembari membawa tombak di tangannya.

Akhirnya aku bisa melihat wajahnya.

"Nh?"

"..........Hah?"

Tidak….

Bukan……..
Dia bukan Ruijerd……….

Aku tidak mengenal wajah itu………….

Wajahnya jelas-jelas mirip Ruijerd…… tapi bukan dia.

Dagunya Ruijerd sedikit lebih….

"Maaf, aku salah orang."

Aku sungguh kecewa.

Tapi setidaknya, aku menemukan Ras Supard selain Ruijerd di hutan ini.

Berarti….. dugaanku benar, kan?

Sial, aku merasa sangat malu…. dengan begitu percaya diri, kuteriakkan nama Ruijerd pada pria ini, tapi
ternyata aku salah orang.

"....... Apakah kamu kenal Ruijerd?"

Pria Supard menanyakan itu sembari menatapku dengan wajah penuh tanda tanya.

Ah iya…..
Jika dia adalah Ras Supard, maka dia mengenal Ruijerd.

Jadi, meskipun aku tidak bertemu Ruijerd di sini…. tidak masalah.

Setidaknya aku bertemu kenalannya.

Ya…. semua ini tidak percuma.

"Eh? Ah… iya…. dia rekan lamaku…. ah tidak…. lebih tepatnya, dia adalah sahabatku…. atau mungkin,
pengawalku?”

"Kalian pasti baru pertama kali memasuki hutan ini…. ikutlah denganku.”

Si Pria Supard mengatakan itu sembari membalikkan badannya dariku.

"Eeh ... tunggu sebenar…. apakah Ruijerd ada di sini?”

"Ya, dia di sini.”

Dengan penuh keyakinan, dia menjawab sambil mengangguk padaku yang masih tercengang.

Bab 4: Desa Ras Supard[edit]

Bagian 1[edit]

Desa itu sangat mirip dengan desa Migurdia.

Desa itu dikelilingi oleh tembok setinggi 2 m, dan banyak rumah sederhana terbuat dari kayo yang
berjajar rata.
Di dekat rumah kayu, ada ladang yang cukup kecil.

Berbeda dengan Desa Migurdia, mereka menanam berbagai jenis sayuran di sini.

Tanahnya tampak subur.

Selain itu, di belakang rumah kayu, beberapa orang sedang mempersiapkan binatang yang hendak
dimasak.

Binatang itu berkaki empat dan bulunya keputihan.

Sepertinya, itulah iblis tak kasat mata yang barusan menyerang kami.

Beberapa saat setelah mati, mereka kehilangan kemampuan tak kasat matanya, dan warna tubuhnya
mulai kelihatan.

Ras Supard menamai monster itu Invisible Wolf.

Nama yang cocok sih.

Di tengah-tengah desa ada air mancur, dan di dekatnya ada kuali besar yang sepertinya digunakan
memasak makanan untuk seluruh penduduk desa.

Budaya mereka benar-benar mirip Suku Migurdia.

Tapi ada satu perbedaan.


Desa Migurdia dipenuhi dengan orang berambut biru, sedangkan di sini….. orang berambut hijau
zamrud.

Mereka adalah Ras Supard.

Saat inilah aku menyadari sesuatu yang menakjubkan.

Ras Supard tidak hanya memiliki permata di dahi dan rambut hijau zamrud, namun mereka juga….

…..sangat mempersona.

Pria-prianya tampan, dan wanita-wanitanya cantik.

Tapi, rata-rata orang di dunia ini memang cantik-cantik dan tampan-tampan.

Yahh, meskipun begitu mereka tetap saja mempesona.

Tentu saja, bukan hanya parasnya yang menawan, namun postur tubuhnya juga ideal.

Lihat di sana, ada gadis Ras Supard yang terlihat begitu imut dengan rambut pendeknya.

Dia ramping, tidak terlalu tinggi, tapi bahunya cukup berotot, wajahnya terlihat berani, dan dadanya
cukup besar. Seolah-olah dia adalah perpaduan keelokan Sylphy dan Eris…..

Hey…. aku tidak terpikat oleh wanita lain ya…. aku hanya berkomentar jujur.
Di desa ini, semuanya cakep.

Tapi, sayangnya………

Menurut orang-orang di dunia ini…..

Ini adalah desa paling menakutkan di dunia.

Karena penghuninya adalah ras paling ditakuti, yaitu Ras Supard.

"Ini desa yang menakutkan."

".........Ya."

Doga menyetujui komentarku.

Doga sedang meringkuk di belakangku, seolah ingin bersebunyi.

Sepertinya dia takut dengan Ras Supard.

Dia lahir di kerajaan Asura, pastinya dia sudah sering dengar cerita tentang ras iblis pemakan anak
manusia, yang tidak lain adalah Ras Supard.

Sebenarnya aku sangat ingin menyangkalnya ......


Bagiku justru sebaliknya, orang-orang Supard jauh dari apa yang selalu manusia tuduhkan pada mereka
selama ini.

Tapi…. apa yang akan mereka lakukan pada kami sekarang? Apakah mereka akan menyambut kami
dengan baik, atau sebalinya?

Yahh, nanti aku akan bicara lagi dengan Doga. Ingat, salah satu tujuanku di dunia ini adalah
membersihkan nama baik Ras Supard.

"Nah sekarang…. mau diapakan kita?"

Sandor tampaknya tidak terlalu takut.

Mungkin karena dia lebih banyak menghabiskan waktu di zona perselisihan, sehingga jarang mendengar
cerita tentang Ras Supard.

Malahan, dia tampak bersemangat saat melihat Ras Supard sebanyak ini.

"Sepertinya kita akan segera dipertemukan dengan Ruijerd."

"Apakah kita harus bertemu dengannya?”

"Apakah dia kepala sukunya?”

"Mungkin saja…. mudah-mudahan kita disambut dengan baik. Atau jangan-jangan, kita malah akan
ditahan?”
Seorang prajurit Supard menghampiri kami, lalu berkata “Ikutlah.” Lalu kami pun mengikutinya.

Kami tidak tahu mau dibawa kemana. Kami hanya mengikutinya tanpa berkata apapun.

"Sepertinya, orang-orang di desa ini tidak terlalu bersemangat ya….."

Itu benar…. mereka terlihat lesu. Sepertinya mereka sedang sakit atau semacamnya.

Terlihat juga seseorang yang sedang menyiapkan makanan sembari batuk-batuk.

Tapi anak-anaknya terlihat sehat.

Ras Supard kecil memiliki ekor, dan mereka terlihat bermain-main dengan riang.

Ah iya..... aku baru ingat, Ras Supard kecil memang berekor.

"Desa ini cukup luas, tapi penghuninya relatif sedikit.”

"Apakah sebagian dari mereka sedang keluar untuk berburu?"

"Tapi, mereka punya ternak, seharusnya tidak perlu berburu, kan?"

"Ah, kamu benar juga."

Tapi, baru saja kami melihat beberapa orang sedang mempersiapkan hewan untuk dimakan.
Bukankah itu hewan buruan?

Mungkin hanya beberapa saja dari mereka yang berburu, dan sebagiannya lagi berternak.

"Sepertinya desa ini terjangkit penyakit."

Ya, aku bisa merasakan ada aura tidak sehat di sini.

Inilah penyebab mengapa salah seorang Supard keluar hutan.

Apakah sebaiknya aku menggunakan masker agar tidak tertular?

"Cepatlah kemari."

Pria Supard yang membawa kami meminta agar kami berjalan lebih cepat.

Akhirnya, kami sampai pada sebuah rumah tua.

Sepertinya, itu adalah rumah terbesar di desa ini.

Pasti itu rumah si kepala desa.

"Kepala suku, aku masuk. Aku telah membawa tamu Ruijerd."


Sembari mengatakan itu, dia membuka pintu rumah.

Bagian dalamnya berupa ruangan yang cukup besar.

Mungkin lebih tepat bila menyebut rumah ini ruangan pertemuan.

Di dalam ada 5 orang Ras Supard yang telah menunggu.

Sepertinya mereka cukup tua.

Kalau dilihat dari wajahnya, mereka tampak lebih ramah daripada Pria Supard yang membawa kami ke
sini.

Mereka semua berkulit putih, berambut hijau, dan tampak cakep.

Sebenarnya sulit membedakan usia Ras Supard, tapi sepertinya mereka lebih tua daripada yang lainnya.

"Unhh."

Salah seorang dari 5 pria itu langsung berdiri saat aku memasuki ruangan.

Dia mengenakan pakaian tradisional Ras Supard ....

Tunggu dulu….

Wajah itu……
Bekas luka di wajah itu….

Tombak putih itu…….

Ikat kepala itu………

Meskipun rambutnya sudah tumbuh, tapi kali ini aku tidak akan salah mengenalinya……..

Ya…. pasti dia……..

"Ruijerd-san!"

Senyum langsung merekah di wajahku tanpa bisa kutahan.

Aku sungguh kangen padanya, sampai-sampai ingin kuterjang Ruijerd. Tapi, aku berhasil menahan diri
sebelum melakukan itu.

Namun….. saat melihat wajahku, kenapa Ruijerd malah tampak bingung?

"Apakah kamu …… ..Rudeus?"

Kau lupa padaku?

Oh, aku sedih sekali.


"…..Kau lupa padaku?"

"Tidak, dulu wajahmu tidak seperti ini.”

"Aah! Aku mengerti….aku mengerti…. aku memang sedang menyamar.”

Aku melepaskan cincin sihir, sehingga wajah asliku kembali.

Para petinggi desa pun mulai berbisik satu sama lain karena kebingungan.

"Oh begitu ya…. lama tak jumpa, Rudeus.”

"Lama tak jumpa, Ruijerd."

Aah, entah kapan terakhir kali bertemu dengannya.

Kalau tidak salah, sewaktu dia mengantar Norn dan Aisha ke Sharia.

Ada banyak hal yang ingin kuceritakan padanya.

Ada banyak hal yang ingin kusampaikan padanya.

Mulai dari tentang Eris, sampai Paul.

Aku pun ingin mendengar banyak hal darinya.


Aku ingin tahu lebih banyak tentang desa ini… dan apa saja yang Ruijerd kerjakan selama ini.

Ah tidak…. cukup dilihat saja, jawabannya sudah jelas.

Ruijerd terus mengembara untuk mencari desa ini, dan akhirnya menemukannya baru-baru ini.

Dia menemukan apa yang sudah lama dicarinya.

"Ruijerd-san ...."

Aku jadi ingin menangis.

Semua memori indah bersamanya berputar-putar di kepalaku.

Aku mengingat saat-saat pertama kali bertemu Ruijerd.

Ketika kami bertemu, dia sendirian tanpa ditemani siapapun. Kami memulai perjalanan di dekat Desa
Mugurdia. Dia tampak tabah, tapi sebenarnya Ruijerd sangatlah kesepian.

Tapi…. sekarang dia tidak lagi sendiri.

"Selamat ya…. akhirnya kau berhasil menemukan keluargamu yang tersisa.”

"Ya."
Ruijerd mengangguk, dan tersenyum padaku dengan lembut.

Dia dikelilingi oleh rekan-rekannya.

...... Ras Supard lainnya tidak banyak merespon, tapi Ruijerd jelas-jelas terlihat bahagia.

"Tapi Rudeus ..... kenapa kamu di sini?"

Oh iya……….

Ini bukan saatnya bernostalgia.

Nanti saja melepas kangennya.

"Ceritanya panjang. Ada banyak hal yang ingin kudengar darimu. Jadi, apakah kalian ada waktu?”

Sambil duduk di ruang pertemuan, aku mengatakan itu dengan wajah serius.

"Kepala suku, kau tidak keberatan?"

Sang kepala suku duduk di barisan paling belakang, bajunya terlihat lebih mencolok daripada yang
lainnya.

Pasti dia pemimpin desa ini.

Dia tampak berpikir serius saat mendengar pertanyaan Ruijerd.


"Bisakah kita mempercayai manusia ini?"

"Bisa."

"Baiklah, beri dia kesempatan……"

Dengan seizin Kepala Suku, pembicaraan pun dimulai.

Bagian 2[edit]

Sebelum menceritakan kisahku, Ruijerd menjelaskan bagaimana dia bisa menemukan Desa Ras Supard
ini.

Cerita dimulai setelah dia mengantarkan Norn dan Aisha ke tempatku.

Setelah itu, Ruijerd melakukan perjalanan untuk menemukan sisa-sisa rasnya yang masih hidup.

Dia terus berkelana dari satu negara ke negara lainnya, sembari menuju ke bagian utara Benua Tengah.

Tapi setelah dia meninggalkan Sharia, Badigadi dengan cepat menyusulnya.

"Dia berkata, 'Aku tahu di mana tempat Ras Supard yang masih hidup.’”

Ruijerd pun tidak lekas mempercayainya.

Namun dia tidak punya pilihan selain mendengarkan keterangan Badigadi.


Selama beberapa tahun mereka mengembara bersama-sama, sampai akhirnya tiba di Kerajaan Biheiril.

Kemudian, mereka memasuki Hutan Tanpa Jalan Keluar dan Lembah Naga Bumi.

Badigadi terus menuntunnya ke tempat Desa Ras Supard.

Setelah sampai, Ruijerd pun diterima dengan baik oleh keluarganya itu.

Dengan santai, mereka banyak bercerita tentang perang di masa lalu

Sejak saat itu, Ruijerd memulai hidupnya di desa dengan damai.

"Tapi wabah penyakit mulai menjalar di desa ini."

Suatu penyakit yang misterius tiba-tiba menyebar.

Gejala awalnya seperti flu biasa, namun tak lama kemudian kau mulai kehilangan tenaga dan badanmu
menggigil gemetaran. Mata ketiga di dahi mulai mendingin, dan akhirnya mereka pun meninggal.

Ruijerd tidak kuasa melihat satu demi satu keluarganya mati, sehingga dia mencari cara untuk
mengobati penyakit tersebut.

Ruijerd sendiri juga terinfeksi, tetapi demi penduduk desa, dia paksakan tubuhnya yang menggigil
berangkat ke Irel untuk mencari obat.
Singkat cerita, dia berhasil mendapatkan beberapa obat dari toko, dan sekarang wabah penyakit di desa
ini mulai berangsur-angsur mereda.

"Tetapi, ada sekelompok monster yang membantai tim investigasi yang terdiri dari beberapa peleton
pasukan. Kalian pasti telah mendengar kabar itu, kan?”

"Ya, monster-monster itu keluar dari hutan karena wabah penyakit.”

Tunggu dulu…. mengapa Ras Supard bermukim di hutan ini?

Cerita ini sama dengan yang telah kudengar dari si nenek.

Itu terjadi beberapa ratus tahun lalu setelah perang besar berakhir.

Ketika Ras Supard tidak lagi mendapat tempat di Benua Tengah, mereka pun menyebar ke berbagai
daerah.

Kemanapun pergi, mereka selalu diburu oleh manusia, termasuk para ksatria dan pasukan militer
kerajaan.

Para pengungsi Ras Supard sengaja menghindari perkotaan dengan bergerak menyusuri hutan dan kaki
pegunungan, demi mencari tempat yang aman bagi mereka.

Jika ada tempat yang tidak didiami manusia, maka di situlah Ras Supard hidup.

Mereka terus mencari tempat-tempat seperti itu, dengan bertualang sampai ke ujung dunia.
Sampai akhirnya mereka temukan tempat ideal ini, yaitu Lembah Naga Bumi, di Hutan Tanpa Jalan
Keluar.

Di sini, monster-monster besar tidak berani mendekat karena ada Naga Bumi. Tapi, hutan ini dihuni juga
oleh iblis-iblis tak kasat mata.

Iblis-iblis tak terlihat, atau Invisible Wolf itu bukanlah monster biasa.

Dengan kemampuan mereka, tiga ekor saja sudah bisa membantai sepeleton prajurit dengan mudah.

Namun monster-monster itu bukanlah ancaman serius bagi Ras Supard, karena mereka memiliki ‘mata
ketiga’.

Ras Supard juga sudah biasa berhadapan dengan monster-monster buas raksasa di Benua Iblis, sehingga
Invisible Wolf adalah lawan yang mudah.

Mereka pun memburunya untuk disantap.

Hutan Tanpa Jalan Keluar menjadi rumah yang ideal bagi Ras Supard.

Tentu saja, mereka pernah mengalami kesulitan tinggal di hutan ini.

Ada desa kecil di dekat Hutan Tanpa Jalan Keluar, maka mau tidak mau mereka harus berurusan dengan
beberapa manusia yang terkadang memasuki hutan. Tempat ini tidak sepenuhnya ideal bagi mereka.

Setelah Ras Supard menetap beberapa lama di hutan ini, mereka pun mulai berinteraksi dengan
manusia.
Beberapa manusia sering keluar-masuk hutan, bahkan begitu dekat dengan Desa Ras Supard.

Akhirnya, Kepala Suku memutuskan untuk membuat kesepakatan dengan penduduk desa manusia.
Mereka akan membantu manusia memburu Invisible Wolf, namun mereka minta diijinkan menetap di
hutan ini.

Itu persis seperti cerita yang disampaikan si nenek.

Namun, itu sudah terjadi 200 – 300 tahun yang lalu, jadi mungkin saja si nenek salah.

Apapun itu, kedua belah pihak bisa hidup berdampingan selama beratus-ratus tahun.

Ras Supard berhasil menjaga keseimbangan ini sembari tetap menjaga jarak dengan ras manusia.

Sayangnya, dengan datangnya wabah penyakit, keseimbangan itu mulai rusak.

"Pihak kerajaan bermaksud menghancurkan desa ini."

Setelah mendengar cerita itu, aku melaporkan tentang rumor yang beredar di Kerajaan Biheiril, dan apa
yang ingin mereka lakukan.

"Aku mengerti......."

Setelah mendengar itu, Kepala Suku tampak kecewa.

Ya… hanya kekecewaan yang tampak di wajahnya…. bukannya semangat untuk memberikan perlawanan
balik.
Dia terlihat lelah dan pasrah.

"Sepertinya kita tidak bisa lagi tinggal di sini ..."

"Di mana kita bisa tinggal sekarang ...?"

"Andaikan saja perang itu tidak pernah terjadi ...."

Kepala Suku seolah sudah kehilangan harapan, sedangkan Ruijerd tampak bersalah.

"Aku minta maaf."

Kepala Suku langsung menggelengkan kepalanya menanggapi permohonan maaf Ruijerd.

"Kami tidak menyalahkanmu, Ruijerd. Toh, saat itu kami juga memutuskan untuk mengikuti Laplace.”

"Saat itu, kita masih menjunjung tinggi kebanggaan sebagai seorang prajurit, sehingga semuanya
bergabung denganmu. Kita semua menanggung dosa yang sama.”

"...... Tapi, kenapa harus seperti ini nasib kita?"

"Kenapa Laplace melakukan hal sekejam itu pada Ras Supard .....?"

Tidak ada gunanya menyalahkan Laplace sekarang. Dalam kasus ini tidak ada yang benar-benar bersalah.
Itu hanya bentuk kefrustasian mereka.

Nasi sudah menjadi bubur ratusan tahun yang lalu.

Tidak ada pilihan selain menjalani semua ini.

Hanya dengan melihat raut wajah dan mendengar suaranya, aku paham betul perasaan mereka.

Perang 400 tahun yang lalu.

Bagi ras manusia, sejarah itu sudah lama berlalu.

Tapi bagi Ras Supard yang berumur panjang, semua itu berlalu hanya seperti kedipan mata saja.

Bagi Ras Supard yang menderita, Kampanye Laplace seakan belum berakhir.

"Jika tidak keberatan, bolehkah aku memberitahu Kerajaan Biheiril tentang fakta yang sebenarnya?"

Secara refleks, pertanyaan itu terselip keluar dari mulutku.

"Eh?"

"Aku adalah ras manusia, maka setidaknya aku punya hak bicara. Aku bisa menyampaikan fakta pada
pihak kerajaan, bahwa selama ini Ras Supard telah berjasa bagi manusia dengan membasmi iblis-iblis tak
kasat mata yang mengancam kehidupan desa manusia. Maka, pihak negara juga diuntungkan. Intinya,
dengan bernegosiasi, aku akan meminta mereka agar mengakui keberadaan Ras Supard di hutan ini.”
Sekarang aku tahu apa yang harus kulakukan.

Memang benar, satu-satunya targetku saat ini adalah Gisu.

Jika permasalahan Ruijerd ini menghalangi usahaku untuk memburu Gisu, maka lebih baik kutinggalkan
saja.

Tapi….. apakah aku bisa melakukan itu?

Apakah aku bisa meninggalkan Ruijerd dan keluarganya begitu saja?

Sampai sekarang pun, aku masih terus menjual figure dan buku tentang Ruijerd.

Untuk apa semua itu?

Bukankah untuk membersihkan nama baik Ras Supard?

Maka…. aku tidak boleh meninggalkan mereka begitu saja, kan?

Aku selalu berusaha membantu Ras Supard dan Ruijerd.

Mungkin aku orang yang plin-plan.

Mungkin aku orang yang tidak bisa membedakan mana yang penting dan tidak.

Tapi….. jika bukan aku…. maka siapa lagi yang bisa menyelamatkan Ras Supard?
"Ras manusia membenci kami, apakah kau pikir bisa merubah pendirian mereka?”

"Kebencian ras manusia terhadap Ras Supard sudah memudar. Di Kerajaan Biheiril, ras manusia dan
Ogre bisa hidup berdampingan dengan damai. Maka, tidaklah aneh bila mereka bisa menerima Ras
Supard layaknya Ras Ogre. Di negara ini, pengaruh Gereja Milis tidak begitu kuat. Selama ini aku selalu
berjuang membersihkan nama baik Ras Supard, maka…. mana mungkin aku mengabaikan kalian begitu
saja saat membutuhkan bantuan?”

Mereka mulai saling berbisik setelah mendengar pernyataanku.

Setidaknya, Kerajaan Biheiril tidak punya alasan kuat untuk menghancurkan Ras Supard.

Tanpa keberadaan mereka, Invisible Wolf akan semakin merajalela, dan akan lebih banyak lagi manusia
yang mati dimangsanya.

Kita tidak tahu seberapa cepat Invisible Wolf menginvasi daerah lain, tapi bukannya tidak mungkin
mereka segera mencapai Irel.

Dalam kasus ini, pihak kerajaan dan Ras Supard sama-sama diuntungkan bila terjalin kerjasama. Maka,
untuk apa saling menyerang?

"Jika Kerajaan Bilheiril menolak, aku akan membantu kalian mengungsi ke negara lain yang kukenal.”

Bagaimana kalau Kerajaan Asura? Tidak…… itu sulit.

Di Asura, penganut ajaran Milis semakin banyak tiap harinya.


Namun, di sebelah utara Asura ada hutan lebat.

Hutan itu bukanlah wilayah kekuasaan kerajaan manapun.

Selama Ras Supard tidak membuat kekacauan saat tinggal di sana, mungkin para penganut ajaran Milis
tidak akan terlalu memperdulikannya.

Terlebih lagi, di hutan itu tinggal komplotan pencuri yang kenal Ariel. Mungkin mereka bisa hidup
berdampingan dan saling berbagi di sana.

Dengan pengaruh Ariel, mungkin aku bisa meyakinkan orang-orang bahwa Ras Supard tidaklah
berbahaya seperti yang selama ini mereka dengar di dongengan kuno.

"Apakah tidak masalah?"

"Hey, apakah kita bisa mempercayai pria manusia ini?"

"Kalau Ruijerd begitu dekat dengannya, maka ....."

"Bisakah kita mempercayai apa yang dia katakan?"

Orang-orang Supard di sekeliling Kepala Suku mulai sibuk berdebat sendiri.

Mereka begitu seru berdebat, sampai-sampai aku tidak percaya bahwa mereka masih satu keluarga
dengan Ruijerd yang sangat pendiam.

Sepertinya mereka masih muda, sehingga perdebatannya begitu kompleks.


Jika kurekam adegan ini, lalu kutunjukkan videonya pada ras manusia, mungkin mereka tidak akan
percaya bahwa yang saling berdebat ini adalah ras iblis.

"Kita tidak perlu memutuskannya sekarang."

Setelah Kepala Suku mengatakan itu, diskusi pun berakhir.

Sebagai ketua, tentu kau akan ragu menuruti perkataan seorang pria yang tiba-tiba muncul entah dari
mana.

"Aku mengerti. Intinya, ras manusia akan datang menyerang dalam 16-17 hari. Masih ada waktu bagi
kalian berdiskusi, tapi lebih baik putuskan dengan cepat.”

Meskipun mereka menolak bantuanku, aku tidak akan menyerah menolong Ras Supard.

"...... Aku mengerti. Kami akan mengambil keputusan dalam beberapa hari ke depan."

Kepala Suku mengatakan itu, lalu dia berdiri dengan wajah yang tampak cemas.

"Hah? Tapi, aku belum menceritakan alasan kedatanganku ke sini.”

"Saat ini ada banyak hal yang harus kami pikirkan, mungkin waktunya kurang tepat bila kau bercerita
sekarang. Lagipula, matahari juga akan terbenam. Simpan saja ceritamu untuk lain waktu. Biarkan aku
persiapkan penginapan untuk kalian.”

Rupanya sekarang waktunya kurang tepat.


Tapi setidaknya mereka menyambut kami dengan baik.

"Kita juga harus menyiapkan makan malam untuk tamu kita."

"Biar aku yang melakukannya."

Yahh, besok juga tidak apa-apa, kami masih punya waktu.

Masalah desa ini belum tuntas, tapi setidaknya di sini tidak ada Gisu atau bidak-bidak Hitogami lainnya.

Besok, akan kujelaskan mengapa aku bersedia membantu mereka.

Maka…. dengan begini, berakhirlah pertemuan kami dengan Kepala Suku hari ini.

Bagian 3[edit]

Malam itu, kami menginap pada sebuah rumah kosong yang telah mereka siapkan.

Doga menutup diri di kamarnya, dan Sandor berkeliling desa saat senja karena masih penasaran dengan
daerah ini.

Aku berada di rumah Ruijerd.

Sepertinya dia menjabat penasehat desa, karena pengalamannya yang banyak sebagai veteran perang.

Rumah Ruijerd.
Saat aku melihatnya, entah kenapa hati ini terasa begitu hangat.

Dia bukan lagi Ruijerd sang pengembara yang terus mencari tanpa henti. Dia sudah menemukan
tujuannya, dan tidak perlu hidup menderita lagi.

Inilah rumah Ruijerd yang selama ini dicarinya.

Sekarang, dia sudah punya tempat pulang, lengkap dengan kamar yang hangat bersama keluarganya.

Rumah adalah suatu hal yang mengagumkan.

Ah gawat….. kalau terus membayangkan hal-hal sentimentil seperti itu, lama-lama aku bisa menangis.

"Duduk saja di sana."

"Ya."

Bagian dalamnya cukup sederhana.

Strukturnya sungguh mirip dengan rumah Suku Migurdia.

Ada kulit binatang yang menggantung di sekitar perapian, dan juga pakaian yang digantung di dinding.

Bagian dalam rumah ini terdiri dari tiga bagian, dan sepertinya Ruijerd tinggal di dekat gudang.
Tampaknya makanan, kendi air, dan sejenisnya terletak di ruangan yang berbeda, dan aku bisa
mendengar suara tetesan air dari sana.

Namun, rumah ini terkesan tidak begitu terawat.

Lantainya ditutupi karpet yang terbuat dari bulu hewan, tapi beberapa serat kayu tampak terkelupas
dari dinding.

Sementara, beberapa bagian tubuh Invisible Wolf juga terpajang di dinding.

Ah, ada benda yang kukenal tergantung di sana. Itu liontin Roxy.

Ah…. kangen juga, sudah lama aku tidak melihat benda itu. Rupanya Ruijerd menyimpannya dengan
baik.

Dan….. rumah ini cukup luas.

"Maaf, Ruijerd-san………"

"Ada apa?"

"Apakah kau tinggal sendirian di rumah ini?"

"Ya."

Tinggal sendirian di rumah sebesar ini.


Tiba-tiba, aku membayangkan tinggal sendirian pada rumahku di Sharia.

Aku bisa tidur sendirian di ranjangku yang luas.

Aku bisa menyimpan barang-barang tidak penting sepuasnya di lantai bawah tanah.

Aku bisa menggunakan kamar mandi, ruang makan, dan dapur sepuasnya…. tapi, tidak untuk ruang
tamu.

Ada banyak kamar yang tidak kugunakan.

Aku bisa menata kamar pribadi semauku.

Aku bisa hidup sebebas-bebasnya seorang diri.

Tapi………………..

Tentu saja aku akan kesepian.

Jika itu terjadi di kehidupanku yang sebelumnya, maka tidak masalah. Tapi kalau sekarang, pasti sangat
mengerikan.

"........ Apakah kau tidak ingin menikah atau semacamnya?"

"Kau pikir aku masih bisa menikah?"


Ah.

Sial.

Sekarang aku ingat, Ruijerd membantai istri dan anaknya dengan kedua tangannya sendiri .......

Jelas dia trauma berkeluarga.

"Maaf."

"Tidak perlu minta maaf. Aku tidak menikah lagi bukan karena masih terbayang-bayang kejadian
mengerikan di masa lalu, tapi…. aku benar-benar tidak punya orang yang kukasihi sekarang.”

Sembari duduk di depanku, Ruijerd mengakui itu dengan senyum di wajahnya.

"Jadi, apa yang telah kau lakukan selama ini?"

Dia terlihat santai.

Tapi….. rasanya ada yang kurang…..

Ah iya…. Eris tidak di sini…..

Dulu, biasanya kami ngobrol bertiga seperti ini.

Setelah semua ini selesai, kami akan melakukannya lagi untuk bernostalgia.
Kami bisa bertemu kapanpun jika mau.

Ya…. kalau kami masih hidup.

Tidak…. tidak… kami harus tetap hidup!

Kami akan hidup bersama-sama lagi… oleh karena itu, tak seorang pun boleh mati!!

"Ceritanya panjang, gak papa nih?"

Mungkin kita punya lebih banyak waktu esok hari, tapi tidak ada salahnya berbicara dengan Ruijerd lebih
cepat.

Aku pun tidak sabar ingin bertanya lebih banyak padanya.

"Tidak apa-apa, ceritakan saja."

"Ya."

Kami mulai bercerita berbagai hal setelah terakhir kali kami berpisah.

Aku pun menceritakan tentang adik perempuanku, kematian Paul, pernikahanku dengan Roxy,
pertemuan kembali dengan Eris, kemudian kami baikan dan akhirnya menikah.

Ruijerd dengan tenang mendengarkan semua itu.


Ekspresinya sedikit suram saat mendengar kematian Paul, tapi kami tidak membahasnya lebih jauh.

Malahan, kami banyak bercerita tentang Eris.

"Jadi…. Eris masih saja kasar seperti dulu?”

"....... ahh, sebenarnya aku tidak ingin menyebutkan kasar, tapi dia memang lebih tegas jika
dibandingkan dengan istri-istriku lainnya.”

"Menikahi tiga wanita sekaligus…. kau memang hebat. Apakah kalian sudah dikaruniai anak?”

"Ya. Ada empat."

"Begitu ya."

Dia tidak mengatakan 'Aku ingin melihat mereka'.

Tapi, aku akan membawa mereka saat berjumpa dengan Ruijerd lain waktu.

Terutama Ars.

Ruijerd ingin melihat anakku dan Eris.

Yahh, kita bisa melakukan itu semua jika Gisu sudah dikalahkan nanti.
"Ruijerd-san."

Aku menegapkan badanku.

Saatnya membicarakan pokok bahasan.

"Sekarang, aku bekerja sebagai bawahannya Dewa Naga Orsted."

Aku mulai menceritakan tujuanku datang ke sini.

Aku pun bercerita tentang Orsted yang sudah bermusuhan lama dengan Hitogami.

……tentang aku yang pernah memihak pada Hitogami, namun dia menipuku.

…….tentang Hitogami yang berusaha membunuh semua keluargaku karena takut dengan anak-cucuku.

……tentang diriku dari masa depan yang datang untuk mencegah semua kebodohanku.

……tentang Hitogami yang marah dan menyuruhku bertarung melawan Orsted.

……tentang aku yang kalah telak dari Orsted, tapi kemudian dia menawarkan kerjasama untuk melawan
Hitogami.

……tentang aku yang berusaha mengumpulkan bala bantuan untuk melawan Laplace yang mungkin akan
bangkit 80 tahun lagi.
……tentang pengkhianatan Gisu yang tidak pernah kuduga sebelumnya.

……tentang Kishirika yang dengan mata iblisnya berhasil menemukan Gisu di Kerajaan Biheiril, lalu aku
mengirimkan semua orang kepercayaanku untuk mengepungnya di negara ini.

Kemudian…. aku pun berkata…..

"Ruijerd-san. Selama ini aku juga mencarimu. Ayo bersama-sama kita lawan Laplace di masa depan.
Kumohon, pinjamkan kekuatanmu….. ah tidak, kumohon bertarunglah bersamaku.”

Aku mengatakan itu sembari menundukkan kepala.

Ruijerd juga memendam dendam kesumat pada Laplace.

".............."

Mungkin dia sudah menduga ajakan ini.

Tentu saja aku berharap dia mau bergabung dengan sekutu kami.

".............."

Tapi Ruijerd tidak menjawab.

Dia hanya memalingkan wajahnya yang tampak tidak senang.


"Eh?"

Aku bahkan tidak pernah mengira Ruijerd bakal menolak ajakan ini.

Kupikir, dia akan menjawab ”Baiklah, tentu saja aku akan membantumu.”, dengan wajahnya yang datar
seperti biasanya. Namun nyatanya tidak begitu.

Dia membuang wajahnya dariku.

Seolah dia menolak ajakanku.

Sikapnya seakan berkata tidak.

Aku tidak percaya ini terjadi.

Ini bohong, kan?

Jadi, kau benar-benar menolak tawaranku?

Kenapa begitu?

Apakah karena kau sudah menemukan kedamaian di desa ini?

Bukankah seharusnya kau masih memendam kebencian pada Laplace?

Harusnya kau tidak bisa melupakannya begitu saja.


Namun…….

Peristiwa itu memang sudah terjadi begitu lama.

Atau jangan-jangan…. dia sudah melupakan semuanya setelah Laplace tersegel oleh Perugius?

Belum lagi, Desa Ras Supard saat ini sedang mengalami masa-masa sulit.

Apakah dia tidak ingin berkomitmen sebelum masalah ini terselesaikan?

"Ruijerd-san, apakah kau sudah tidak ingin membalaskan dendammu? Apakah desa ini alasannya?
Sudah lama kita berpisah, dan sekarang aku sudah menjadi orang yang cukup berpengaruh di dunia ini.
Jadi…. jangan ragu untuk bekerjasama denganku…”

"Bukan itu."

Sepertinya aku salah.

Tapi aku belum menyerah.

Aku membutuhkan jawaban segera, jadi aku memikirkan hal lain untuk membujuknya.

Kehidupan seperti apa yang dia jalani setelah Laplace lenyap?

Apa tujuan Ruijerd?


Melindungi Ras Supard yang tersisa?

Melindungi keluarga yang telah lama hilang?

Ya…. sepertinya begitu….

Tapi…. ada satu hal lagi yang perlu kita perjuangkan meskipun dia sudah bertemu kembali dengan
keluarganya.

"Ruijerd-san, bukankah kita harus membersihkan nama baik Ras Supard? Kau harus tahu Raja Asura dan
Miko dari Milis juga mendukung rencanaku melawan Laplace. Jika dunia tahu kau membantu kami
mengalahkan Dewa Iblis, maka kehormatan kalian akan………”

"Bukan itu."

Hanya itu alasan terakhir yang bisa kugunakan untuk membujuk Ruijerd, namun dia juga menolaknya.

Ruijerd pun berdiri.

Nafsu membunuh mulai terasa dari tatapan matanya, namun wajah Ruijerd juga terlihat bingung dan
ragu.

Mungkin ada alasan lain yang sama sekali tidak pernah kutahu.

"Rudeus, ikutlah denganku."


Ruijerd mengambil tombak yang bersandar di dinding, lalu berjalan menuju pintu keluar.

Aku bergegas mengikutinya.

Bagian 4[edit]

Rupanya kami terlalu asyik bercerita, hari pun sudah gelap saat kuikuti Ruijerd keluar rumah.

Meskipun cahaya bulan masih bersinar melalui celah-celah dedaunan pohon, suasananya begitu gelap,
sampai-sampai aku tidak bisa melihat kakiku sendiri.

Ruijerd menuju ke pinggiran desa.

Aku menggunakan roh cahaya dari gulungan sihir untuk menerangi langkahku.

Ruijerd terus berjalan selama beberapa menit dengan begitu tenang, seolah dia sama sekali tidak butuh
pencahayaan. Lalu, dia berhenti pada suatu tempat terbuka di hutan.

"Rudeus."

"Ya?"

Sepertinya dia akan mengatakan hal-hal yang tidak ingin kudengar.

Firasatku mulai buruk.

"Ada suatu kebohongan yang ingin kuungkapkan padamu."


"............"

"Sayangnya, Kepala Suku dan semua Ras Supard di desa ini begitu percaya pada kebohongan itu.”

Kebohongan.

"Wabah penyakit yang melanda desa ini tidak bisa disembuhkan. Tidak ada obat yang bisa
menyembuhkannya. Kami semua akan mati.”

Aku langsung teringat beberapa penduduk desa yang terlihat begitu pucat.

Mereka batuk-batuk, dan terlihat begitu lesu. Semua orang di desa ini mengidap gejala yang sama.

Bahkan Sandor tahu mereka tidak tampak bersemangat.

"Untungnya, efek penyakit itu bisa sedikit kami redam.”

"........oh ya? Bagaimana caranya?"

Setelah kutanyakan itu, Ruijerd memegang ikat kepala logam yang membungkus dahinya.

"Ini."

Ada sesuatu yang tersembunyi di balik ikat kepala itu.


Harusnya, itu adalah batu permata merah yang biasa tertanam di dahi Ras Supard.

Tapi ternyata bukan…..

Permata itu masih berada di sana, tapi warnanya tidak lagi merah….. melainkan biru tua.

Dan ada pola hitan yang mengelilinginya.

Seolah-olah, lingkaran hitam itu digambar oleh bocah berumur empat belas tahun.

"Apa itu?"

Aku tidak menertawakan atau mengejeknya…. tapi, sepertinya itulah yang membuat Ruijerd terlihat
geram dan putus asa.

Aku mulai merasakan ada yang tidak beres pada batu permata Ruijerd.

"Saat ini, tubuhku telah dirasuki oleh Raja Kegelapan Vita [1].”

Raja Kegelapan Vita.

Kalau tidak salah, dia lah yang tinggal di dalam Dungeon Benua Langit, Hell. Dia lah salah satu kandidat
kuat bidaknya Hitogami.

"Raja Kegelapan Vita bisa membagi dirinya sendiri, kemudian merasuki para penduduk desa. Karena
kekuatan Vita lah wabah penyakit itu bisa sedikit teredam.”
"M-m-merasuki …… ... jadi, Vita sekarang berada dalam dirimu? Apa kau baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja. Justru, karena kekuatan Vita lah aku bisa bertahan dari wabah itu.”

"Apakah dia mempengaruhimu untuk melakukan sesuatu?”

"Tidak."

Raja Kegelapan Vita… aku hanya mengetahui nama itu dari mulut Orsted.

Seperti apakah wujudnya, dan apa tujuannya…. aku sama sekali tidak tahu.

Tapi setidaknya, dari keterangan Ruijerd aku tahu dia punya kemampuan merasuki raga orang lain.

Dia pun bisa membelah dirinya menjadi beberapa bagian.

Bukankah dia mirip bakteri?

"Tapi, seharusnya Raja Kegelapan Vita tinggal pada Dungeon di Benua Langit, Hell…. Jadi, kenapa dia
bisa ke sini?”

"Waktu itu desa sedang kacau, lalu seorang pria muncul di hadapanku sembari membawa Vita dalam
toples.”

"Pria….? Jangan-jangan dia….!!”


"Ya…. dia Gisu.”

Itu dia…..

"Gisu juga mengatakan bahwa akan terjadi perang besar di negara ini, maka dia ingin bersekutu
denganku.”

"..........."

"Aku sudah menerima tawarannya. Sebenarnya aku ragu mengandalkan kekuatan makhluk misterius
seperti Raja Kegelapan Vita, tapi kami tidak punya pilihan lain. Kekuatan Vita benar-benar ampun
meredam keganasan wabah penyakit itu, sehingga banyak orang bisa bertahan hidup.”

Kemudian, Ruijerd tersenyum kecewa, seolah mengejek dirinya sendiri yang tidak bisa berbuat apa-apa.

"Aku tidak pernah menyangka musuh yang ingin kau kalahkan adalah Gisu. Setahuku kalian adalah
rekan, dan tidak pernah terpikirkan olehku dia mengkhianatimu.”

Jantungku mulai berdegup kencang.

Sebenarnya aku pernah berpikir melawan Ruijerd, tapi aku tidak mengira kalau itu menjadi kenyataan.

Ternyata, memang seperti itulah faktanya, dan kami tidak punya pilihan lain.

"Tapi, sekali lagi kukatakan, kekuatan Vita hanya meredam wabah penyakit itu. Vita tidak bisa benar-
benar menyembuhkannya. Setahuku, jika Raja Kegelapan mati, maka bagian tubuhnya yang berada
dalam diriku juga akan mati. Jika itu sampai terjadi, maka desa ini akan musnah oleh wabah.”
".........."

"Dengan kata lain….. kita harus saling berhadapan."

Ruijerd mengatakan itu dengan wajah santai seperti biasanya.

"Tentu saja, sebenarnya aku tidak ingin melawanmu, Rudeus. Jika aku tidak mengenalmu, mungkin aku
masih mengembara tanpa tujuan di Benua Iblis. Aku bisa menemukan desa ini juga karenamu.”

"....... aku pun begitu. Masih banyak hutang yang belum kubayar padamu. Aku juga tidak ingin
melawanmu, Ruijerd-san.”

"Tapi, kita harus bertarung. Memang seperti itulah peraturan di dunia ini.”

"........sepertinya begitu."

Salah seorang yang paling kuhormati di dunia ini akan menjadi musuhku.

Tak peduli siapapun di antara kami yang kalah, pemenangnya akan terluka, baik secara fisik maupun
mental.

Seperti itulah peperangan.

Tidak…. tidak….. tidak!!

Mengapa kami harus bertarung!?


Aku tidak mau melakukannya!!

Ini semua hanya tipu muslihat Gisu!!

Pasti ada cara lain untuk menghindari perang ini!!

Kita harus melenyapkan inti permasalahannya!!

Inti permasalahannya…..?

Apakah inti permasalahannya?

Orsted dan Hitogami?

Apakah aku harus berkhianat pada Orsted? Tidak bisa…. aku tidak bisa mengkhianatinya pada posisi ini.

Tapi jika tidak…….. aku harus melawan Ruijerd.

Ruijerd pun tidak punya pilihan lain.

Dia harus melindungi keluarganya yang selama ini dia cari.

Lalu…….. bagaimana ini…….

Bagaimana ini……..
Siapa yang seharusnya kulawan…..??

Ah…..

Wabah penyakitnya……….

Ya….. itu dia.

Itulah yang menjadi inti permasalahannya.

Itulah yang mengancam keselamatan Ras Supard.

Jika aku menemukan cara mengobati penyakit itu tanpa bergantung pada kekuatan Vita, maka Ruijerd
tidak perlu melawanku.

"Jika aku bisa menemukan cara menyembuhkan penyakit itu….. maukah kau berpihak padaku?”

Setelah kutanyakan itu, Ruijerd menatap tajam padaku.

Aku pun balik menatap tajam padanya.

Gisu…….. dengan kelicikanmu, kau boleh merebut Ruijerd dariku.

Tapi bukan berarti aku akan tinggal diam, dan pasrah pada keadaan ini.
Kalau Ruijerd benar-benar memihak pada Gisu, harusnya dia tidak akan menceritakan apapun tentang
penyakit itu….. namun dia telah memberitahuku semuanya.

Dia pasti kebingungan….. itulah sebabnya dia membawaku ke tempat ini untuk membongkar semuanya.

"............."

Ruijerd mengerutkan bibirnya dan alisnya.

Aku akan menjadikannya sekutu, tak peduli apapun konsekuensinya.

Aku pun yakin Ruijerd memikirkan hal yang sama denganku.

Dia terpaksa menerima tawaran Gisu dan Hitogami untuk menyelamatkan keluarganya.

Tapi, Ruijerd yang jujur tidak pernah menyembunyikan apapun dariku.

"Aku sudah bilang sebelumnya bahwa Hitogami telah mengkhianatiku. Gisu juga telah melakukan hal
yang sama padaku. Mereka semua ingin mencelakai keluargaku. Maka, jangan heran bila mereka juga
akan melakukan itu pada rasmu, Ruijerd-san. Untuk saat ini, memang seolah mereka ingin
membantumu dengan meminjamkan kekuatan Raja Kegelapan Vita, tapi sebenarnya kau sedang
dipermainkan oleh mereka. Semua saran mereka hanya akan berujung pada musnahnya Ras Supard.”

Tidak ada yang baik dari saran-saran Hitogami. Sekarang kau merasa berhutang budi pada mereka, tapi
suatu saat nanti kau pasti akan dikhianati.

Memang selalu seperti itulah Hitogami.


Aku harus memberitahunya semua kebodohanku di masa lalu.

"............"

Ruijerd masih terdiam.

Sembari terus menatapku.

Aku juga masih menatapnya.

Kemudian, dia perlahan membuka mulutnya.

"Jika memang ada cara lain menyelamatkan keluargaku, maka baiklah….. aku akan berpihak padamu.”

"Ruijerd-san ..........!"

Lega sekali rasanya.

Aku senang mendengarnya.

Aku senang kami tidak harus saling membunuh.

"Tapi, benarkah ada cara menyembuhkan penyakit itu?”

"Orsted tahu banyak hal tentang dunia ini. Jika kita meminta sarannya, mungkin dia akan……..”
Tapi…. apakah Orsted bersedia membantu kami.

Dia tidak memberitahu apapun terkait masalah ini.

Bahkan dia tidak memberitahuku bahwa ada perkampungan Ras Supard di hutan ini.

Nanti akan kubahas hal ini bersama Orsted. Si bos memang sering begitu. Terkadang dia tidak
mengungkap hal penting dalam suatu misi. Ini juga pernah kualami saat menjalani misi di Kerajaan
Shirone.

"Apapun jenis penyakitnya, pasti ada obatnya. Kuharap kita tidak saling serang sampai kutemukan
obatnya. Jadi, mohon tunggulah.”

Masalahnya adalah waktu.

Berapa lama waktu yang kuperlukan untuk menemukan obat itu?

Berapa lama orang-orang Ras Supard bisa bertahan dari wabah penyakit ini?

"Sebenarnya Orsted pernah datang kemari sebelum Gisu.”

"Eh?"

Tiba-tiba Ruijerd mengungkap fakta lain yang tidak kalah mencengangkan.

Orsted pernah datang kemari?


"Kapan?"

"Sekitar dua tahun lalu, ketika pertama kali ditemukan pengidap penyakit itu."

"..........."

"Tapi dia tidak melakukan apa-apa, maka kami pun mengusirnya. Jika semua ceritamu itu benar, maka
harusnya saat itu kau sudah bekerjasama dengannya……. tentu saja, waktu itu aku tidak tahu bagaimana
hubungan kalian.”

Apa artinya ini?

Apa artinya ini?

"Apakah kau begitu mempercayai Dewa Naga?"

Orsted tidak melakukan apapun pada Ras Supard yang sedang terinfeksi penyakit mematikan???

T-t-t-tunggu dulu…. mungkinkah saat itu Orsted tidak tahu bahwa ada penyakit berbahaya yang sedang
mewabah di desa ini? Tidak mungkin…. harusnya Orsted tahu hal seperti itu. Dia hampir mengetahui
segalanya di dunia ini.

Jika Orsted tahu tentang penyakit ini….. namun dia tidak melakukan apa-apa….

Bukankah itu berarti….. dia tidak tahu cara mengobatinya….?


T-t-tidak mungkin…. dia sudah berkali-kali mengulangi kehidupan ini…. dia pasti punya cara
menyembuhkan penyakit itu.

“Ya…. aku sangat mempercayainya.”

Aku pun mengatakan itu, namun hatiku dipenuhi keraguan.

Selama ini aku telah bekerjasama baik dengan Orsted, tapi mengapa…..

Mungkin dia punya alasan tertentu.

Mungkin, Ras Supard akan menjadi rintangan baginya di masa depan.

Tapi, jika dia mau membicarakan semua itu denganku, mungkin kita bisa memikirkan solusinya bersama-
sama.

Kini aku tahu Orsted sudah pernah datang ke sini, tapi seakan-akan….. dia ingin semua Ras Supard mati
oleh wabah penyakit itu.

Atau mungkin….. dia datang kemari untuk membantai habis semua Ras Supard yang tersisa….. tapi
urung melakukannya.

Ya…. dia pasti punya alasan yang enggan dibicarakan denganku.

"Tampaknya kau begitu mempercayainya ya…."

Tentu saja, karena selama ini kami selalu bekerjasama.


Memang tidak mudah berkomunikasi dengan Orsted, karena dia tidak banyak bicara. Tapi…. aku
sungguh mempercayai si bos.

Kami sama-sama bermusuhan dengan Hitogami, dan Orsted sudah mengulangi kehidupan beribu-ribu
kali untuk mengalahkannya. Aku tidak punya alasan untuk tidak mempercayai orang yang telah
berusaha begitu keras mengalahkan Hitogami.

"Orsted-san memang tidak banyak bicara. Terkadang, itulah yang membuat kami salah paham. Tapi…..
jika kau tidak mempercayai Orsted…. maka setidaknya percayalah padaku, Ruijerd-san! Aku tidak
mungkin mengabaikan kalian! Aku pasti akan menyelamatkanmu dan semua Ras Supard!”

"..........."

Akhirnya Ruijerd mengalihkan pandangannya, dan berbalik.

Dia berdiri terdiam selama beberapa saat sambil bersedekap. Sepertinya dia sedang berpikir serius.

Tiba-tiba…. seolah telah menyadari sesuatu… dia mengangkat wajahnya ke langit.

Bulan besar terlihat di langit malam.

"......... Gu!"

Kemudian, dia meremas dadanya, lalu berjongkok.

"Ruijerd-san !?"
Apa yang terjadi?

Pada saat itu juga, aku segera menghampirinya.

Dia tiba-tiba mengangkat kepalanya dan meraih pundakku.

".............!"

Aneh sekali.

Wajah Ruijerd berubah.

Matanya menjadi biru pekat.

Bagian putih dan hitam pada matanya berubah menjadi biru pekat.

Mulutnya sebagian terbuka; namun sepertinya dia tidak melakukannya dengan sadar.

Permata di dahinya memerah, namun lingkaran hitam di sekelilingnya memancarkan aura mengerikan.

Tampaknya aku mengerti apa yang sedang terjadi padanya.

"Ruijerd-san!! Apakah kau dikendalikan oleh sesuatu!!?"


Sial.

Dia bilang semuanya baik-baik saja, tapi harusnya aku tidak mempercayai omongannya begitu saja.

Pasti ini ulah Raja Kegelapan.

Terlambat sudah…. Ruijerd semakin mendekat ke wajahku.

Dan menciumku.

Pada saat yang sama, semacam cairan menyusup ke dalam mulutku, lalu merangkak ke tenggorokanku,
bagaikan binatang hidup.

Jump up ↑ Di jilid sebelumnya, Ciu salah menerjemahkan makhluk ini dengan nama Hades, maafkan
ya….

Bab 5: Raja Kegelapan Vita[edit]

Bagian 1[edit]

"Uwahh ......!"

Aku tersentak.

Saat membuka mata, kulihat ruangan yang tidak asing bagiku.

Kakiku terbungkus selimut lembut.

Di sana, kulihat pintu yang mengarah ke lorong.


Angin sepoi-sepoi bertiup dari jendela yang terbuka sebagian.

Ketika berbalik, aku melihat bantal yang terbuat dari bahan Treant.

Ada juga figure Roxy yang ditempatkan pada meja di sampingku.

Ini adalah…. ranjang yang biasa kutiduri.

Ini adalah…. rumahku. Itu berarti, aku sudah berada di Sharia.

"Haahhh ....... Haahhh ......."

Sepertinya… aku barusan bermimpi aneh.

"Hah.......?"

Tetapi aku tidak dapat mengingat apa yang terjadi dalam mimpi itu.

Yang pasti….. itu bukanlah mimpi yang menyenangkan.

Jika tidak… aku tidak mungkin tersentak seperti ini dari tidurku.

Yahh… bagaimanapun juga, mimpi hanyalah mimpi.

"Nh ....... Ngh!"


Aku bangkit dari tempat tidur, lalu menggeliat.

Cuacanya bagus hari ini.

Sebentar lagi, musim panas akan berakhir, lalu diganti musim gugur.

Yang bisa kulakukan saat ini hanyalah menanti kedatangannya.

Sembari memikirkan itu, aku menuruni tangga, kemudian dua anak kecil dengan berisiknya segera
berlari ke arahku

Yang satunya berambut coklat gelap, yang lainnya bertelinga lebar.

"Jangan lari-lari….nanti jatuh."

"Yaaaa!"

Aku mengantar kedua anak itu ke kamarnya, lalu kembali menuruni tangga ke lantai pertama.

Aku melewati lorong, menuju ke ruang makan.

Di sana, seorang wanita sedang menyiapkan makanan.

Tubuhnya yang aduhai terbalut oleh pakaian sederhana. Ada pun ekor yang keluar dari celananya yang
sengaja dilubangi.
Saat menyadari aku memasuki ruangan itu, dia langsung berbalik ke arahku sambil menggerak-gerakkan
telinganya dengan tajam.

"Selamat pagi, Rinia."

"Selamat pagi-Nya."

Dia membalasnya dengan nada yang sedikit datar.

Tiba-tiba aku merasa cemas karena mimpi buruk yang barusan kualami, lalu….. kupeluk wanita itu.

"Rinia!"

"U-nya!?"

Rinia adalah istriku.

Kenapa aku menikah dengannya?

Oh iya, sekarang aku ingat, itu terjadi saat aku masih bersekolah di Akademi Sihir.

Saat itu aku menderita penyakit kelamin, lalu aku coba menyembuhkannya dengan berbagai cara.

Kemudian, Rinia dan Pursena muncul di hadapanku …..


Dua wanita ras hewan itu memiliki tubuh yang bisa membangkitkan gairah pria manapun.

Aku melawan mereka, mengalahkan mereka, lalu menelanjangi mereka. Tapi…. sayangnya itu belum
cukup menyembuhkan impotensiku.

Lambat laun, setelah 1 – 2 tahun berlalu, aku terus berinteraksi dengan mereka di kantin, kelas, dan
berbagai tempat lainnya. Kemudian, aku semakin menaruh perhatian pada mereka.

Sampai akhirnya, pada suatu saat mereka menggodaku dengan begitu mesum. Waktu itu, gajahku mulai
meresponnya sedikit demi sedikit.

Akhirnya, penyakit kelaminku benar-benar sembuh setelah tahun ke-7, selama musin gugur.

Saat itu, mereka berdua tidak bisa mengendalikan birahi karena sedang musim kawin. Kemudian,
mereka pun membawaku ke dalam kamar.

Ah…. kangen juga pada saat-saat itu.

Malam itu…. sungguh malam yang indah.

Kemudian, mereka berduel setelah wisuda, dan Pursena lah pemenangnya.

Pursena kembali ke Hutan Agung, dan Rinia hidup bersamaku.

Kemudian, setiap tahun, ketika musim gugur tiba, kami selalu membuat anak.

"Fushaa!"
"Owww!"

Rinia memukul tanganku, yang entah sejak kapan meremas Oppai-nya.

“Dilarang melakukan itu sampai musim kawin tiba! Kau sendiri yang membuat peraturan itu, Nya!”

"Kalau hanya meremas kan tidak apa-apa ......"

“Kau tidak akan puas hanya dengan meremas dadaku, Nya! Pasti akhirnya kau minta seks, Nya!”

"Gak juga sih ........"

Sambil menghela nafas, aku duduk di atas meja.

Sepertinya, hari ini suasana hati Rinia sedang buruk.

Menurut aturan ras hewan, hubungan intim hanya diperbolehkan selama musim kawin.

Maka, itu berarti, saat musim kawin tiba, Rinia sendiri yang mengundangku masuk ke dalam kamarnya.

Anak-anak lucu terus lahir setelah musim kawin berakhir.

Ahhh… musim yang indah. Hasratku benar-benar terpuaskan selama musim kawin berlangsung.
Tapi…..

Hmmm…. gimana ya bilangnya…….

Apakah perasaan ini…..

….. bisa disebut cinta?

“Hei, semuanya-Nya! Makanannya sudah siap, turunlah ke sini-Nya!”

"Yaaaaaa!"

Rinia memukul panci kosong dengan ribut, lalu anak-anak kami berdatangan dari lantai dua.

Bukan hanya dua anak barusan yang telah kami buat selama ini. Tapi…. totalnya semua ada 12 anak.

Ras hewan bisa melahirkan 2 atau 3 anak sekaligus, itulah mengapa kami memiliki keluarga sebesar ini.

Rumahku dipenuhi dengan kamar anak-anak.

“Cepatlah makan, Nya! Tugas sekolah kalian telah menunggu, Nya!”

"Ya, ya."

Karena direcoki oleh Rinia, aku mulai menyantap sarapanku.


Masakannya cukup lezat.

Ketika kami baru menikah, dia hanya bisa memanggang daging, merebus ikan, dan sayuran.

Beberapa tahun terakhir ini, dia telah belajar banyak dari kursus memasak Sharia.

Sebenarnya bumbunya tidak begitu mantab, namun itu karena indra perasa ras hewan yang lemah.
Yahh… mau bagaimana lagi.

"Terima kasih atas makanannya."

"Ya. Biasa saja, Nya…”

Setelah makan selesai, seperti biasanya, aku mengenakan jubahku lalu pergi bekerja.

Aku bergabung dengan Guild Sihir setelah lulus, dan sekarang aku berprofesi sebagai guru di Akademi
Sihir Sharia.

Aku mengajar teknik sihir tanpa mantra.

Ini adalah teknik tinggi dan begitu praktis digunakan, sehingga aku cukup terkenal sebagai seorang guru.

Jika murid-muridku bisa menguasai teknik yang kuajarkan ini, maka bukannya mustahil suatu saat nanti
aku bisa diangkat menjadi Wakil Kepala Sekolah, atau bahkan Kepala Sekolah.

"Baiklah, aku pergi dulu."


"Semoga harimu menyenangkan, Nya.”

Setelah bertukar beberapa kata, aku pun menuju pintu keluar.

Aku bekerja keras tiap hari mulai pagi untuk menghidupi istri dan anak-anakku.

"Nh?"

Tiba-tiba aku melihat pintu ruang tamu sedikit terbuka.

Aku bisa merasakan kehadiran seseorang dari sini.

Sepertinya aku mengenal orang itu.

"........"

Seolah-olah terbujuk membuka pintu, aku pun mendekatinya dengan penuh rasa penasaran.

Ada seorang pria di sana.

Sembari duduk di atas sofa, dia memegangi punggungnya, berpura-pura tidak melihatku.

Rambutnya berwarna coklat terang, dengan diikat kuncir kuda.


"Nh?"

Pria itu akhirnya berbalik.

"Yo."

Itu Paul.

Kenapa dia ada di tempat seperti ini?

Bukankah dia sudah mat……

Ah, tidak, dia belum mati.

Lihatlah, dia sedang duduk di sana…. dia belum mati.

Dia menyerah mengeksplorasi Dungeon Teleportasi, lalu pulang.

Sekarang, dia tinggal bersama kami di Kota Sihir Sharia.

Ya, itulah yang terjadi.

Lilia, Aisha, dan Norn juga tinggal di kota ini, pada rumahnya Paul.

Awalnya mereka mengutuk tindakanku yang menolak membantu Paul mengeskplorasi Dungeon itu,
namun akhirnya kami baikan.
Ya, wajar saja mereka marah, toh aku memang egois.

"Dia istri yang baik, ya?"

"Ya….. ini bukan pertama kalinya kalian bertemu, kan?”

"Lho…. aku benar-benar baru bertemu dengannya, kok.”

Paul tertawa terbahak-bahak dan melambaikan tangannya.

"Apakah semuanya baik-baik saja?"

"Kenapa bertanya begitu? Apakah kau ingin mengatakan sesuatu?”

"Ah, tidak juga….. aku hanya ingin tahu apakah putraku sedang ada masalah.”

"........... tenang saja, tidak ada masalah. Semuanya berjalan dengan baik akhir-akhir ini.”

Rinia adalah istri yang baik.

Satu-satunya masalah adalah, aku hanya bisa berhubungan badan dengannya sekali dalam setahun.

Namun, itu bukanlah hal yang pantas kukeluhkan.


Sebentar lagi musim kawin akan tiba, dan saat itu….. kami bisa memadu kasih sepuas-puasnya.

Lalu, kita buat anak lebih banyak lagi. Sebagai laki-laki, nafsuku tidak pernah puas.

Puasa ngeseks selama setahun penuh akan terbayar lunas saat musim kawin tiba.

Pekerjaanku juga berjalan lancar.

Aku adalah seorang guru yang populer di Akademi Sihir.

Aku mengajarkan teknik sihir yang langka, dan itulah yang membuatku dikenal banyak orang.

Banyak pelajar ingin mengambil kelasku, dan aku mendapat kepercayaan penuh dari guru-guru lainnya.

Masa depanku cerah.

“Ah…. jadi semuanya baik-baik saja ya. Syukurlah.”

".........ya."

"Tapi, tidakkah kau melupakan sesuatu?”

Dia terus menatapku dengan tajam, seperti seorang ayah yang sedang memarahi anaknya dengan
lembut.
“Bukankah ada seseorang yang telah mengajarimu semua ini… sehingga kau menjadi guru yang hebat
sekarang?”

"Eh ........"

Siapa yang dia maksud?

Seseorang?

Yang telah mengajariku?

Sekilas, aku melihat bayangan seorang gadis kecil berambut biru yang melintas di ingatanku. Namun,
aku segera menggeleng-gelengkan kepalaku, seolah berusaha melupakannya.

Tapi, hatiku mulai gundah.

"Apakah kau melupakan seseorang yang telah mengajarimu berbagai hal saat kecil dulu, sehingga kau
tumbuh menjadi pria yang sukses seperti sekarang ini?”

“...... sejak tadi ayah bicara tidak jelas! Apa sih yang ingin kau katakan!!??”

Aku merasa kesal, lalu kudekati sofa itu.

Kuhadapi Paul tepat di depannya, lalu kuraih kerah bajunya.

Kemudian, tanganku berhenti.


"Baiklah…. biar kukatakan sejelas-jelasnya….. aku sudah mati, lho.”

Tiba-tiba….

Setengah bagian bawah tubuh Paul lenyap.

Bagian 2[edit]

"Uwah!"

Aku tersentak dari tempat tidur.

"Haahhhh ...... Haahhhhh......"

Napasku terengah-engah, tenggorokanku kering, dan punggungku basah kuyup oleh keringat.

Itu adalah mimpi buruk.

Aku melihat mimpi yang mustahil terjadi.

Apa itu ...... Apa itu .......

"Mimpi buruk apa ......"

".....ada apa?"
“Aah, tidak, aku hanya bermimpi aneh. Saat masih bersekolah di Akademi Sihir, ada seorang gadis
bernama Rinia, kan? Dalam mimpiku itu….. aku telah menikah dengan Rinia, dan kami dikaruniai begitu
banyak anak. Aku bekerja sebagai guru di Akademi Sihir, dan aku mengajarkan teknik sihir tanpa mantra.
Itu membuatku cukup terkenal sebagai guru.”

"Kau sebut itu mimpi buruk?”

Ah….. benar juga……..

Apakah itu layak disebut mimpi buruk?

Tidak… tidak buruk sama sekali…..

Malahan…. kehidupanku di dalam mimpi itu cukup baik.

Membuat anak tiap tahun……

Bersama-sama membesarkan anak-anak kami……

Mengajar di sekolah tiap hari sebagai guru yang terkenal……

Itu adalah kehidupan yang bahagia.

Tapi……

"Tidak…. aku yakin itu mimpi buruk.”


Sembari mengatakan itu dengan mata yang masih mengantuk, aku duduk di balkon. Di samping, aku
melihat istriku yang duduk setia mendampingiku.

Dia sungguh cantik bagaikan dewi.

Tubuhnya tidak begitu montok, namun juga tidak kerempeng….. sungguh pas.

Oppai-nya tidak begitu besar, namun juga tidak kecil…. sungguh pas.

Pantatnya cukup kecil, namun begitu pas dengan ukuran Oppai-nya.

Pinggangnya tidak begitu lebar, namun juga tidak begitu sempit.

Kau bisa bilang…. tubuh istriku begitu simetris dan seimbang.

Kalau pun ada yang sedikit mengganggu pemandangan….. adalah rambutnya yang berantakan.

Rambut pirangnya biasanya tampak begitu indah…. namun entah kenapa hari ini agak sedikit
berantakan.

Tapi itu tidak mengurangi pesonanya.

Bahkan dengan rambutnya yang berantakan, mustahil setiap pria bisa menolak pesona erotis wanita ini.

Dia sungguh seksi.


Mungkin, akulah yang mengacak-ngacak rambutnya tadi malam, sehingga jadi berantakan seperti itu.

“Aku memiliki apapun yang kuinginkan di sini. Mulai dari istriku yang cantik, sampai kehidupanku yang
sempurna. Maka… kenapa aku harus menjadi guru di kota yang jauh di sana?”

“Apakah itu pujian? Dasar gombal.”

Istriku.

Ariel Anemoi Asura.

Dia mulai tertawa cekikikan.

"Tapi, mungkin kau menginginkan kehidupan yang lebih santai. Akhir-akhir ini urusan negara semakin
banyak saja, kan? Aku tahu hidup sebagai bangsawan tidaklah mudah. Tugas sekecil apapun memikul
tanggung jawab yang besar, namun itu tidak menjamin kebahagiaan sebagai ganjarannya. Mungkin,
mengajar sebagai guru di tempat yang jauh, dan merawat anak-anak kita yang banyak, jauh lebih
menyenangkan daripada hidup sebagai bangsawan kelas atas. Atau jangan-jangan….. gadis hutan
macam Rinia lebih kau suka daripada putri bangsawan sepertiku?”

Konyol sekali.

Ariel adalah wanita yang sempurna. Dia tidak memiliki satu cacat pun.

Saat aku berbuat salah, dia tidak langsung menegurku di depan umum, dia bahkan tidak pernah malu
memperkenalkanku pada relasi-relasinya.

Lebih hebatnya lagi, dia tidak keberatan jika aku berhubungan dengan wanita lain. Bahkan, dia
mengijinkanku memiliki selir.
Di pekerjaannya, dia juga wanita yang hebat. Semua orang mempercayai Ariel.

Dia adalah bos idaman semua pekerja, dia juga idola negara ini.

Mana mungkin aku protes punya istri seperti dia.

Terkadang dia juga berargumentasi, namun atas dasar logika yang benar.

Selain itu, Ariel punya fetish yang aneh.

Tapi bagiku, itu tidak layak disebut kekurangan.

Aku tidak pernah mempermasalahkan fetish itu.

"Aah, aku minta maaf. Apa aku terlalu banyak bicara?”

"Tidak…. mungkin saja apa yang kau katakan itu benar.”

"Jika kau perlu berlibur, katakan saja. Akhir-akhir ini kondisi kerajaan cukup stabil, maka tidak masalah
jika kita berlibur sejenak. Katakan, kau mau pergi ke mana….. jika mau, kau juga boleh membawa
selirmu.”

“Jika aku boleh berlibur, maka aku ingin menghabiskan waktu seharian hanya bersamamu.”

"Ya ampun ..... kau ini…..”


"Aku tidak bohong.”

Kapan ya terakhir kali aku menghabiskan waktu bersama Ariel……

Kami menerima begitu banyak selir. Tentu saja, itu adalah berkah dari surga bagiku. Tapi….. akhir-akhir
ini aku sudah tidak mendapatkan kesenangan bersama mereka.

Ariel tidak pernah mempermasalahkan kehadiran selir-selir itu.

Jika seseorang bertanya padaku, ‘Apakah yang bisa membahagiakanmu di dunia ini?’, maka jawabanku
adalah: mencintai Ariel Anemoi Asura.

Sembari cekikikan, Ariel pun membalas, “Baiklah, kita akan melakukannya lain waktu.”

Sementara dia terkikik, seorang pelayan datang untuk memakaikan baju pada Ariel.

Aku juga bangun dari tempat tidur, lalu membuka tanganku.

Seorang pelayan segera mendekat untuk mendandaniku.

Kemudian, pelayan lainnya juga datang untuk berbagi tugas mendandaniku. Saat itu, kurasa aku begitu
penting.

Aku jadi teringat saat-saat pertama kali bertemu Ariel di Akademi Sihir.
Waktu itu, Ariel baru saja melarikan diri dari negaranya, kemudian dia berusaha menghimpun kekuatan
di Sharia.

Dia pun segera menjalin kerjasama denganku, karena akulah satu-satunya penyihir di sekolah itu yang
bisa menggunakan sihir tanpa mantra.

Sejak pertama kali bertemu, aku sudah terpesona oleh kecantikan dan karismanya.

Tapi, karena aku masih menderita impotensi, maka aku tidak begitu bernafsu padanya.

Semuanya berubah saat Ariel mulai menyembuhkan penyakitku.

Caranya agak kasar.

Dia menggunakan obat perangsang untuk membakar nafsuku.

Awalnya, aku tidak menyadari rencananya itu.

Aku tidak kuasa lagi menahan om gajah, lalu kuhajar dia sampai KO di ranjang. Sejak saat itu, aku resmi
bergabung dengan fraksi Areil.

Mulanya, aku hanya bekerja sebagai pengawalnya.

Peranku hanyalah melindungi Ariel, tidak lebih.

Namun, lambat-laun kami semakin dekat, dan segalanya berubah.


Ariel begitu terobsesi menjadi pemimpin, dia selalu menunjukkan karismanya yang tinggi setiap saat.
Tapi, ada kalanya juga dia menunjukkan sisi lemahnya sebagai gadis biasa.

Sedikit demi sedikit, aku semakin terpikat olehnya.

Jujur saja, aku ingin memiliki Ariel sepenuhnya. Apakah aku terlalu bernafsu pada tubuh Ariel? Mungkin
tidak…. karena aku juga tertarik pada hatinya.

Itulah yang membuatku berselisih dengan Luke beberapa kali.

Dia pasti juga mencintai Ariel.

Akan tetapi, Luke mati selama pertarungan penting di Kerajaan Asura, meninggalkan Ariel seorang diri.

Lalu, aku memanfaatkan saat-saat itu untuk mengungkapkan cintaku pada Ariel, dan aku pun
mendapatkan segalanya.

Aku mendapatkan wanita dan negara terhebat di dunia ini.

Aku menjadi Raja Kerajaan Asura.

Rudeus Anemoi Asura.

Itulah namaku sekarang.

Namun, Ariel lah yang memegang peranan penting di negara ini. Peranku hanyalah sebagai bonekanya
Ariel.
Ariel menangani semuanya sebagai ratu. Tetapi, akan aneh bila negara ini tidak memiliki sosok seorang
raja, maka akulah yang menjalankan peran itu.

Itu hanyalah simbolis.

Tapi, itu tidak masalah, karena namaku sudah terkenal di Asura, jauh sebelum aku menjadi raja.

Raja Sihir Rudeus.

Itulah julukan yang dunia sematkan padaku.

Kalau aku mendapatkan power up, mungkin aku akan menjadi Super Rudeus.

Tapi sayangnya….

Aku tidak tahu pasti apakah Ariel benar-benar mencintaiku.

Aku tidak tahu, apakah hubungan kami hanya sebatas sekutu politik, ataukah cinta yang ikhlas.

Pernikahan kami mungkin hanyalah sarana untuk melancarkannya mendapatkan tahta.

Terkadang, itu semua membuat kecintaanku pada Ariel goyah.

Lagipula, aku memiliki banyak selir. Mengapa dia mengijinkan aku memiliki selir jika benar-benar
mencintaiku?
Belakangan ini, aku mulai berpikir bahwa diriku tidaklah pantas menjadi kekasih hatinya yang
sesungguhnya.

Setelah kami menikah, Ariel terus menunjukkan cintanya padaku.

Tapi, mungkin saja itu semua hanya sandiwara.

Ariel adalah pekerja keras, jadi tidaklah mustahil dia mereka semua ini.

Yahh, meskipun dia hanya berpura-pura, setidaknya selama ini dia berhasil memuaskanku sebagai
suaminya.

Jika ini adalah tipuan, mungkin inilah yang dinamakan ‘kebahagiaan paslu yang menyenangkan’.

Maka, jika suatu saat nanti aku tidak lagi berguna bagi Ariel….. mungkin dia akan meninggalkanku.

Semuanya tergantung pada seberapa berguna aku padanya.

Itu tidak masalah bagiku…. aku hanya perlu bekerja lebih keras.

“Baiklah…. ayo beranjak dari ranjang. Kita punya setumpuk pekerjaan hari ini.”

"Ya."

Kami bersama-sama bangkit dari ranjang.


Setelah selesai berbenah, kami pun keluar kamar.

Kedua ksatria yang menjaga pintu masuk menundukkan kepalanya pada kami.

Ketika kami berjalan menyusuri lorong, siapapun yang kami jumpai, mereka selalu saja menundukkan
kepala dengan patuh.

Inilah yang disebut kekuasaan.

Jika semisal aku berkata tidak suka cara mereka membungkuk, wajahnya akan langsung pucat, lalu
mereka pun bersujud ketakutan.

Jika aku menyuruh mereka menjilat kakiku, mereka akan melakukannya dengan senang hati.

Fufu, tentu saja aku tidak akan melakukan hal seperti itu, tetapi aku sungguh bisa berbuat semena-mena
begitu. Itu sudah cukup membuatku merasa begitu superior.

Baiklah, pertama-tama pekerjaanku hari ini adalah memeriksa peristiwa apapun yang terjadi selaman.

Sepertinya tadi malam tidak ada kejadian penting, maka seharusnya semuanya baik-baik saja pagi ini.

Biasanya, kami menghabiskan waktu sekitar 2 jam untuk melakukan pengecekan, lalu di tengah hari
nanti, kami ada pertemuan dengan Ketua Ksatria.

Setelah makan, kami juga memiliki janji dengan beberapa bangsawan.


Setelah itu, kami harus meninjau beberapa petisi sampai sore.

Kuharap, kami segera dapat waktu untuk liburan. Aku ingin segera punya anak dari pernikahanku
dengan Ariel.

Ingat, salah satu tugasku sebagai raja adalah membuat anak bersama ratu.

"Yang Mulia!"

Saat aku memikirkan semua itu, tiba-tiba Ketua Ksatria datang menghampiri kami dengan berlari.

Dia segera berlutut di depanku, dan melaporkan sesuatu.

“Ksatria yang dikirim untuk memusnahkan iblis di hutan wilayah timur, kembali dalam keadaan sekarat!
Dia ingin Yang Mulia mendengar kata-kata terakhirnya secara langsung!”

"Hah!"

Iblis di hutan timur?

Ah, begitu ya…..

"Mendadak sekali laporannya."

Aah, masuk akal juga.


"Ini adalah permintaan terakhir ksatria yang selalu berjuang untuk Yang Mulia! Jadi tolong dengarkan
perkataan terakhirnya!”

"Sayang, kau tidak perlu melakukan itu.” kata Ariel dengan dingin.

Tetapi hari ini kami tidak terlalu sibuk.

"Kenapa tidak menemuinya?"

Itulah keinginan terakhir dari seorang prajurit yang telah lama membela negara ini.

Harusnya tidak masalah jika kudengarkan kalimat-kalimat terakhirnya.

Bahkan, harusnya aku mengingat namanya, dan kukenang seumur hidup.

Akhirnya, setelah mempertimbangkan itu semua, aku pun bergegas ke ruang pertemuan.

Ariel tampak tidak senang, tapi dia mengikutiku tanpa komplain.

Pada ruangan itu, sudah banyak rekan kami berkumpul.

Mulai dari Keluarga Notos, Boreas, Euro, dan Zephirus.

Ada juga para pejabat Kerajaan Asura yang ikut berkumpul di sana.

Di tengah-tengah mereka, ada seseorang yang sedang menunggu di karpet berwarna merah velvet.
Dia sedang berbaring sembari terbungkus selimut.

Aku kenal dia. Wajah itu tidak asing lagi bagiku.

"Ayah....."

Itu Paul.

Mengapa Paul ada di tempat seperti ini?

Oh iya.... aku tahu....

Saat Paul mengetahui aku menjadi raja, dia mendaftar sebagai ksatria kerajaan.

Dia memaksa menjadi ksatria, bahkan sampai memohon pada Keluarga Notos, yang berhubungan buruk
dengannya.

Dia selalu ingin melindungiku sebagai ksatria kerajaan.

"Yo... Rudi...."

Paul mengangkat kepalanya untuk menyapaku, seolah tubuhnya sama sekali tidak kesakitan.

"Ayah.... Aku mendengar dari Ketua Ksatria bahwa kau berusaha membasmi iblis di hutan...."
"Iblis? Apa yang kau bicarakan?"

"Hah?"

Aku memiringkan kepalaku kebingungan, dan Paul hanya mengangkat bahunya sambil menghela napas.

"Bukan karena itu aku datang kemari."

"Lalu.... Apa yang membawamu ke...."

Saat aku masih kebingungan, Paul pun melepaskan selimutnya.

Setengah bagian bawah tubuhnya tidak ada.

Dengan luka sefatal itu, dia pun berkata....

"Aku ingin melanjutkan apa yang kubicarakan sebelumnya."

Bagian 3[edit]

"Uwahhh!!!"

Aku terbangun dari tidurku dengan tersentak.

Sungguh mimpi yang buruk.


Lagi-lagi mimpi buruk.

"Apa yang terjadi, sayang?"

Wanita yang berada di sampingku menanyakan itu sambil mengelap keringat dari dahiku.

Senyumnya hangat dan tubuhnya molek.

Istriku kali ini adalah Aisha.

Hmmm..... bagaimana kita bisa menikah ya....

Oh iya.... sekarang aku ingat.

Errrr.... Aku tidak kuasa menahan nafsu saat mandi bersamanya.

Bahkan, tiap hari Aisha mendatangiku, dan merayuku dengan tubuhnya.

T-t-tunggu dulu.....

"Ada apa sih... Apakah kau masih ingin kupanggil Onii-chan? Aduhh, kita kan sudah menikah. Huh... Onii-
chan memang mesum."

".........."

...... di sebelah Aisha, ada Paul.


Dengan tubuh yang hanya setengah, dia duduk di kursi.

Dia melihat ke arahku sambil tertawa.

"Percuma saja lari. Kau sudah tahu apa yang akan kukatakan, kan...."

Paul menggumamkan itu.

Ya, aku tahu.

Ahh....

Harusnya aku sudah tahu apa yang hendak dia katakan.

Aku pun tahu kenapa mimpi buruk ini terus berlanjut.

Aku terus dihantui ketidaknyamanan ini.

Aku terus saja terbangun dengan tersentak.

Ini semua hanyalah mimpi.

Ini pun juga mimpi.


"Akhirnya aku menyadarinya. Ini pasti ulah Raja Kegelapan Vita "

Raja Kegelapan.

Vita.

Ya, aku ingat sekarang.

Bagian 4[edit]

Tanpa kusadari, tiba-tiba aku berada pada suatu ruangan tanpa pintu.

Di ruangan tanpa pintu ini, terdapat 3 kursi.

Tidak ada perabot lain, tapi sepertinya aku mengenal ruangan ini, seperti kamarku sendiri.

Seolah-olah, ruangan ini adalah perpaduan kamarku dulu di kehidupan sebelumnya, dan kamarku saat
ini.

Saat ini, aku sedang duduk pada salah satu dari ketiga kursi tersebut.

Aku menghadapi dua orang.

Ah tidak, lebih tepatnya dua makhluk.

Salah satunya adalah Skeleton.


Tulang-tulangnya tampak menghitam dan kotor, dia pun memakai semacam mahkota di kepalanya.

Yang satunya adalah Slime.

Atau setidaknya, mirip Slime.

Makhluk itu mirip jeli berwarna biru, dan sedang duduk di kursi.

Apakah dia sedang duduk.... ah, kelihatannya sih begitu. Aku tidak bisa tahu, karena dia tidak punya kaki.

"Senang bertemu denganmu, aku adalah Raja Kegelapan Vita."

Itulah kata si Slime yang berwarna biru bening.

Jadi, dia lah Vita.

Lalu, siapa si Skeleton ini?

Sepertinya rangka Paul tidak seperti ini, dan mahkota itu sungguh tidak cocok dengannya.

"Aku mengaku kalah."

Dia mengatakan itu dengan wajah masam..... namun, aku sendiri juga tidak yakin apakah itu wajahnya.

Tapi, setidaknya aku tahu dia begitu kecewa karena mengaku kalah.
Suaranya pun mengindikasikan kalau dia begitu kecewa.

Dia lah yang menunjukkan mimpi-mimpi buruk itu padaku.

Tapi... jika Paul tidak muncul, maka sebenarnya itu semua adalah mimpi indah.

Ya... tentu saja mimpi indah, karena kehidupanku begitu sempurna di sana.

"Jadi.... kau menggunakan semacam teknik ilusi, lalu menunjukkan mimpi-mimpi itu pada tidurku....?"

"Ya... dengan menggunakan ingatanmu, aku memprediksi masa depan yang mungkin terjadi dalam
hidupmu, lalu memadukannya dengan hasratmu. Itu adalah ilusi yang indah."

Teknik ilusi ya....

Memang ada teknik seperti itu di dunia ini.

Aku mengalami masa depan yang mungkin terjadi. Ya, kalau tidak salah ingat, aku memang pernah
menginginkan masa depan seperti itu.

Suatu dunia tanpa Sylphy, Roxy, dan Eris.

"Seharusnya mudah mengendalikanmu, karena hasrat seksualmu begitu tinggi."

"Ya, sebejat itulah dirimu."


Oh, ya ampun, betapa malunya diriku.

Dan istriku adalah..... Rinia, Ariel, dan Aisha.....?

Namun.... jika kubilang aku sama sekali tidak bernafsu pada mereka, itu adalah sebuah kebohongan
besar.

Ah tidak!! Tidak mungkin aku bernafsu pada adikku sendiri!! Itu tidak mungkin!!

"Tapi, ingatanmu tentang istri-istri dan ayahmu menghancurkan semua ilusi itu."

Aku telah melihat ilusi seperti ini berkali-kali pada kehidupanku sebelumnya.

Ah tidak juga sih.... aku hanya melihatnya di Manga. Tapi, setidaknya aku tahu cara mengatasinya.

Mungkin aku mengatasinya secara tidak sadar karena terlalu banyak baca Manga.

"Tidak.... kau benar-benar termakan ilusi itu. Memang benar, tubuh spiritualmu menolak teknik
tersebut. Namun, harusnya itu belum cukup menghancurkannya."

"Lalu.... bagaimana aku bisa mengatasinya?"

"Karena itu...."

Vita mengatakan itu sambil menunjuk si Skeleton.


Jadi, sosok berbentuk rangka itu penyebabnya.

"Dia...?"

"Jangan sok bodoh.... Kau sudah melihat pertarunganku, kan? Sehingga kau sudah menyiapkan semua
ini. Kita memang musuh bebuyutan, Cincin Tulang Laxus."

"......"

"Aku baru sadar ..... rupanya kau membongkar penyamaran di Ruijerd, lalu menyembunyikan cincin di
tangan kirimu."

Cincin Tulang Laxus.

Sepertinya aku tidak pernah memakai benda seperti itu.

"Cincin Tulang Laxus adalah cincin yang sudah disiapkan oleh Dewa Kematian Laxus untuk
membunuhku. Cincin ini bisa membuatmu mengingat kematian orang yang paling berpengaruh dalam
hidupmu untuk menghancurkan ilusiku. Sehingga kau melupakan hidup sempurna yang kau alami di
mimpi, dan kembali ke kenyataan. Tapi, jika tidak ada orang berpengaruh dalam hidupmu yang mati,
kemampuan cincin itu tidak bisa diaktifkan."

Itu cincin Dewa Kematian sebelum Randolph!

Ya, aku memang menggunakan benda itu!

"Sepertinya aku terlalu meremehkanmu."


Aku tidak menduganya.

Dan aku juga tidak bermaksud menyembunyikan cincin itu.

"Aku gagal. Kalau jadi begini, maka sebaiknya aku mengendalikan Ruijerd untuk mengalahkanmu.
Ruijerd sudah membulatkan tekad untuk berpihak padaku, namun kau muncul dan mengacaukan
segalanya. Awalnya kau tidak terlihat meyakinkan, jadi aku pun meremehkanmu. Aku tidak pernah
menyangka kau punya benda sihir seperti itu. Ternyata aku sudah dijebak."

Itu bukan jebakan.

Ah, jadi pengen minta maaf.

Tapi, mungkin saja Orsted dan Randolph sudah menduga kemungkinan ini.

Yahh, sebenarnya kuharap Orsted memperingatkan dulu hal seperti ini padaku.

Oh ya, kalau tidak salah, dia memang memintaku mengenakan cincin itu.

Dia sudah membantuku, tapi tanpa peringatan.

Secara tidak langsung, dia sudah mengingatkanku akan bahaya kemampuan Raja Kegelapan.

Tapi, aku lebih suka diperingatkan secara langsung.

Yahh, memang begitulah Orsted, ini bukan pertama kalinya dia tidak memperingatkan hal penting.
Ini juga bukan pertama kalinya aku tidak diijinkan mendengarkan informasi penting.

"Jadi, kepercayaan dirimu berujung pada kekalahan....."

"Ya, begitulah."

Vita mengakuinya dengan kecewa, sembari mengkerut.

Seolah-olah kekuatan dalam tubuhnya terkuras habis.

Dan pada saat yang sama, Skeleton itu tumbang.

"Padahal, aku adalah Ras Slime terkuat sepanjang sejarah. Tapi, ternyata beginilah aku dikalahkan, kerja
bagus.... Rudeus Sang Quagmire."

......lalu, apa yang terjadi sekarang? Apakah aku masih bermimpi? Bagaimana bangunnya?

Aku tidak menduga bakal bertemu Slime ini di sini.

Aku bahkan tidak menyangka akan diselamatkan cincin itu.

Mungkin, kau boleh menyebut ini semua keberuntungan.

Tapi.... aku berjuang cukup keras saat menghadapi Randolph, sampai akhirnya kami menjadi rekan. Jadi,
itu bukan murni keberuntungan semata.
Jadi, aku berhasil mengalahkan Slime terkuat di dunia nih?

Ah tidak.... meskipun dia sudah berhasil kukalahkan, ada beberapa hal yang ingin kudengar darinya.

"Hey, katakan padaku, apakah kau bidaknya Hitogami?"

"Ya... Aku berhutang banyak pada dewa itu. Dia lah yang membebaskanku dari cengkeraman Dewa
Kematian Laxus, kemudian memberitahu rute menuju Dungeon Benua Langit, Hell. Berkat dia, aku bisa
hidup selama ini. Tapi, seperti inilah nasibku sekarang. Apakah ini semua karena aku mengikuti saran
Hitogami? Ataukah ini takdir?"

Vita terus menyusut dengan cepat.

Saat pertama melihatnya tadi, dia sebesar manusia, namun sekarang lebih kecil dari kepalan tangan.

"Rudeus, ijinkan aku mengatakan hal terakhir."

"........"

"Hitogami adalah dewa yang jahat, tapi karena sarannya, beberapa makhluk sepertiku bisa bertahan
hidup, meskipun jumlahnya tidak banyak."

Sembari mengatakan itu, dia terus menyusut sampai seukuran ujung jari.

Pada saat yang sama, Skeleton itu hancur menjadi pasir.


"Tunggu dulu.... !! Katakan padaku siapa bidak Hitogami lainnya....!!"

Kesadaranku memudar.

Bagian 5[edit]

Lagi-lagi aku terbangun.

Kesadaranku mulai pulih.

Aku ingat mimpi terakhir, dan percakapanku dengan si Slime.

"Uuh ......."

Tiba-tiba perutku terasa sakit, diikuti mual.

"Blughgh ......"

Aku jatuh terjerembab, lalu cairan tumpah melalui mulutku.

Warnanya biru.

Cairan biru yang bercampur makan malam itu mengalir keluar bersama-sama dari mulutku.

Apakah itu ...... jasad Raja Kegelapan Vita?


Saat memikirkan itu, aku mulai merasakan ada yang aneh dengan cincinku.

Aku langsung melepaskan sarung tanganku, lalu Cincin Tulang Laxus terjatuh dalam bentuk serpihan.

Cincin itu jatuh, lalu bercampur dengan cairan muntahanku.

"......."

Cincin itu sudah rusak.

Artinya, percakapanku sebelumnya dengan Raja Kegelapan Vita adalah suatu kenyataan.

.... Jadi, Vita masuk ke dalam tubuhku, lalu terbunuh oleh cincin Dewa Kematian itu.

Menyedihkan sekali.

Bukan berarti Vita melakukan suatu hal yang ceroboh.

Hanya saja…. dia celaka karena dikendalikan oleh Hitogami.

Dan aku tidak melakukan apapun.

Ini hanyalah suatu kebetulan.

Ataukah ini takdir yang tidak terhindarkan?


Cincin Tulang Dewa Kematian Laxus.

Jadi, cincin itu tidak hanya berguna saat bertemu dengan Kishirika.

Melainkan, ada fungsi lain untuk melawan Raja Kegelapan Vita.

Mungkinkah Randolph sendiri tidak tahu fungsi kedua itu?

"Ahh…. dimana Ruijerd?”

Aku menoleh ke kanan – kiri.

Aku berada di dalam suatu bangunan.

Lantai…. dinding…. dan penataan ruangan ini….aku mengenalnya.

Ini rumah Ruijerd.

Mungkinkah…. setelah Vita beralih masuk ke dalam diriku, Ruijerd membawaku kembali ke rumahnya?

".........."

Di luar cerah.
Sudah berapa lama aku tertidur?

Sepertinya sudah subuh.

Aku akan membersihkan muntahan ini nanti.

"Ruijerd-san?"

Tak seorang pun menjawab panggilanku.

Apakah dia pergi ke luar?

Ke mana dia?

Aku berdiri, lalu melihat sekeliling.

Aku harus tahu apa yang terjadi saat ini.

Oh tidak….. Ruijerd tidak ke mana-mana…. itu dia.

Dia sedang berbaring di depan perapian.

"Ruije-"

Dia berbaring di sana, sembari terengah-engah dengan wajah pucat.


Dia memeluk tubuhnya sendiri yang gemetaran.

Saat melihatnya dalam kondisi seperti itu, aku kehilangan kata-kata.

Dia jelas-jelas sedang sakit.

Kemudian aku ingat perkataan Ruijerd sebelumnya.

”Vita membantu meredam dampak penyakitnya.”

Itu artinya, jika Vita mati, maka penyakitnya kembali mengganas.

Dengan kata lain, kondisi Ruijerd saat ini………..

"Wabahnya....."

Tampaknya, kematian Vita juga berdampak bagi tubuh Ruijerd.

Tidak hanya penyakitnya saja yang kembali mengganas, tapi juga terjadi kerusakan serius di dalam
tubuhnya.

Bab 6: Wabah[edit]

Bagian 1[edit]

Jika Vita mati, maka wabah penyakit kembali meluas.

Ruijerd sudah memberitahu akan hal ini sebelumnya, tapi aku tidak mengira bakal seekstrim ini.
Mungkin Vita tidak hanya menunda perkembangan penyakit, tetapi juga melumpuhkannya sementara.

Setelah Vita memasukiku, kemudian mati…. maka tidak ada lagi yang menunda perkembangan wabah
penyakit itu.

Akibatnya, gejalanya menjangkit di mana-mana.

Apakah ini salahku karena telah membunuh Vita?

Tidak…. tindakanku sudah benar.

Aku bahkan tidak tahu kemampuan cincin Laxus itu.

Aku lega salah satu bidak Hitogami sudah mati, tapi…. ini bukan saatnya bergembira.

"Rudeus-sama!"

Aku hanya bisa melihat Ruijerd yang menggigil tanpa bisa melakukan apapun. Aku merenung, apa yang
bisa kuusahakan untuk menyelamatkannya. Tapi…. tiba-tiba Sandor berlari menghampiriku dengan
panik.

"Sandor-san!"

“Akhirnya kau siuman juga. Beberapa saat yang lalu, tiba-tiba orang-orang desa pada berjatuhan! Aku
tidak tahu apa yang telah terjadi pada mereka!”
“Raja Kegelapan Vita telah mati. Sehingga, wabah penyakit kembali mengganas.”

"Eh!? Kapan? Kapan kau mengalahkan Raja Kegelapan Vita!?”

"Baru saja, dia mengaku kalah setelah gagal mengambil alih tubuhku.”

"Mohon beri penjelasan lebih jelas!”

"Baik......"

Aku pun mulai menjelaskan.

Aku memberitahu padanya semua yang kudengar dari Ruijerd semalam.

Mengenai Vita yang bisa berpindah tubuh melalui kontak langsung….

Mengenai ilusi yang kulihat di mimpiku……..

Mengenai Vita yang terbunuh oleh benda sihir pemberian Dewa Kematian Randolph…..

"........Aku mengerti. Dengan kata lain, Raja Kegelapan berusaha menguasaimu, tapi yang terjadi justru
sebaliknya, dan……. Ruijerd-dono juga dia kendalikan, kan?”

“........ aku tidak tahu apa yang terjadi selama pingsan. Tapi yang jelas, Ruijerd tidak bersalah. Dia hanya
berusaha menyelamatkan desanya.”
"Baiklah, aku mengerti."

“Sekarang, giliran aku yang bertanya. Berapa banyak kah warga desa yang jatuh sakit?”

“Aku tidak tahu jumlah pastinya, tapi yang jelas kami sudah berusaha memindahkan mereka ke tempat
perawatan. Aku juga telah meminta beberapa orang yang masih sehat untuk menjaga pintuk masuk
desa.”

Sandor memang hebat, dia bisa bereaksi dengan begitu cepat.

Penyakit itu kembali menyebar malam ini, tapi dia sudah melakukan penanganan yang baik.

"Dan…. dimana Doga?"

"Doga sedang mengumpulkan orang-orang sakit ke tempat yang aman.”

Aku melirik ke luar jendela, dan melihat Doga sedang sibuk berlarian kesana – kemari sambil
menggendong wanita di lengannya.

Terlihat juga beberapa anak-anak Ras Supard yang mengikutinya dengan tampak cemas.

Mereka sedang menuju ke…… ruang pertemuan Kepala Suku.

Itu adalah bangunan terbesar di desa ini, dan sangat baik untuk menampung orang-orang sakit.

Menurut Doga, belum ada yang meninggal.


Tetapi, lebih dari setengah penghuni desa ini mengalami gejala seperti Ruijerd, bahkan mereka sampai
tidak bisa bergerak.

"Rudeus-dono, apa yang harus kita lakukan?"

"......apa ya….”

Aku kehabisan kata saat Sandor menanyakan itu padaku.

Pada situasi seperti ini……

Apa yang harus kami lakukan….

Desa sedang diserang oleh wabah.

Kita harus melakukan sesuatu untuk menyembuhkan mereka.

Kalau begitu….. kami harus menggunakan…….

…….. sihir detoksifikasi.

Tapi, aku sudah coba melakukannya pada Ruijerd.

Dan tidak terjadi apapun.


Bukannya aku ahli sihir penyembuhan, tapi sepertinya…. penyakit ini tidak bisa disembuhkan oleh sihir
detoksifikasi biasa.

Begitu banyak jenis penyakit dan racun di dunia ini.

Jika sihir detoksifikasi tidak berguna….. maka aku harus menghubungi orang yang lebih pakar
menggunakan sihir penyembuhan.

Tapi…. ahli sihir penyembuhan mana yang bisa kutemukan di tengah hutan seperti ini?

Apakah aku harus kembali dan meminta Ariel menyiapkan dokter-dokter terbaiknya?

Tetapi, orang yang paling paham soal penyakit adalah Orsted.

Tapi Orsted dan Ras Supard sepertinya .....

Tidak…. aku akan coba bertanya padanya.

Pertama-tama, gunakan alat sihir komunikasi.

Tapi, butuh tiga hari lagi sampai kami membuat lingkaran sihir teleportasi.

Ah tidak…. aku sudah tahu keadaan darurat seperti ini akan terjadi. Kita bisa menggunakan lingkaran
sihir teleportasi di ruang bawah tanah kantor.

Sekarang, aku tinggal mendirikan alat komunikasi sihir Litograf di desa ini.
Aku akan berteleport ke kantor untuk melaporkan hal ini pada si bos.

Aku juga akan melaporkannya ke kantor-kantor cabang.

Kalau semua itu gagal…. kita akan pikirkan lagi cara lainnya sembari terus berusaha.

Baiklah.

“Kita harus membuat lingkaran sihir teleportasi di tempat ini juga, lalu kita akan berteleport ke kantor.
Dari sana, kita hubungi kantor-kantor cabang PT. Rudo, kemudian memanggil seseorang yang lebih
pakar menggunakan sihir penyembuhan.”

"Siap. Aku akan melindungi desa ini dan merawat para pasien.”

"Mohon bantuannya."

Kami bertukar kata dengan cepat, lalu aku menuju ke gerbang desa.

Karena kami berada di dalam hutan rimba, maka kosentrasi Mana cukup besar.

Dengan begini, lingkaran sihir bisa dibentuk tanpa menggunakan kekuatan dari kristal sihir.

Aku juga harus membangun Litograf di desa ini untuk memperlancar komunikasi.

Sembari memikirkannya dengan serius, aku terus bergerak ke luar desa.


Setelah keluar dari desa, aku menebang pohon, lalu kayu-kayunya kugunakan untuk membangun rumah
pondok.

Atau lebih tepatnya gubuk tanpa pintu masuk.

Aku membentuk gubuk itu dari dalam.

Lalu, aku menggali lubang dari dalam gubuk, sampai menuju ke desa Ras Supard.

Dengan begini, monster tidak akan datang.

Aku mengeluarkan catatan yang berisikan formasi sihir untuk membentuk lingkaran sihir teleportasi.

Kemudian, agar gambarnya tidak hilang, aku membuat lempengan batu dari sihir bumi, lalu kusalin
gambarnya pada batu itu.

Aku tidak boleh tergesa-gesa.

Jika aku membuat kesalahan sedikit saja, maka formasi sihir ini akan gagal.

Mengulang-ulang akan banyak membuang waktu, jadi aku harus berhasil membuatnya dengan sekali
coba.

Aku harus tenang, meskipun keadaannya begitu genting.

"Ah, sial ....."


Aku berusaha sebisa mungkin tidak membuat kesalahan, tapi akhirnya gagal juga.

"Fuu....."

Tarik nafas dalam-dalam.

Setelah menenangkan diri, kucoba menggambar lingkaran sihir itu dengan lebih pelan.

Pertama-tama, buat lingkaran kosong berdiameter 2m.

Jika aku menggambarnya dengan panik, maka aku akan membuat kesalahan lagi.

Maka aku harus melakukannya dengan ekstra hati-hati.

Aku sudah pernah menggambar lingkaran seperti ini berkali-kali sebelumnya.

Harusnya aku menggambar dengan yakin sejak awal.

Sambil mencamkan itu berulang kali dalam pikiranku, aku menyelesaikan lingkaran sihirnya dengan
begitu hati-hati.

"Nah....bagus, kan..."

Aku segera menuangkan Mana pada lingkaran tersebut begitu selesai kugambar.

Setelah terisi cukup Mana, lingkaran itu pun mulai memancarkan cahaya putih redup.
Yakk, berhasil.

"Baiklah....."

Lalu, aku langsung melompat memasukinya.

Bagian 2[edit]

Setelah kesadaranku hilang selama beberapa saat, akhirnya aku bisa melihat ruangan bawah tanah
kantor pusat. Artinya, lingkaran sihir itu bisa bekerja dengan normal.

Segera, aku membuka pintu secepat mungkin.

Aku langsung menuju ke lantai atas, tanpa menghiraukan tulisan, 'Jika ada urusan dengan Rudeus dan
Orsted, maka lewatlah sini.'

Setelah naik dari ruang bawah tanah tempat tersimpannya lingkaran sihir teleportasi, aku menaiki
tangga untuk menuju ke lobby utama.

"Ah, bos.... Selamat datang..."

"Apakah bos besar ada di ruangannya?"

Si gadis Elf menegangkan telinganya kebingungan saat melihatku yang bertanya dengan panik. Dia pun
melihatku dengan ketakutan sambil mengatupkan telinganya, lalu memberikan jawaban.

"A-ada kok...."
Tanpa memperhatikan ucapannya, aku langsung meluncur ke ruangan Orsted, bahkan sebelum gadis itu
menyelesaikan kalimatnya.

Aku melintasi koridor yang pendek, lalu segera kubuka pintu ruangan si bos.

Sebenarnya aku bukanlah orang yang tidak sopan, namun kali ini aku benar-benar lupa mengetuk pintu.

Hasilnya, aku melihat Orsted tanpa mengenakan helmnya.

"Orsted-san....!!!"

Wajahnya tampak canggung saat melihatku.

Namun dia tidak menyembunyikannya, dan langsung menanggapi kedatanganku.

Saat menatapnya selama beberapa menit, aku mulai merasakan amarah menumpuk di dadaku, dan
hampir saja kubentak dia, 'Mau cari masalah kau!!?'

Tapi aku tahu ini bukan saatnya marah-marah.

Namun, sayangnya pertanyaanku terlalu menuntut, karena pikiranku sedang kacau.

"Kenapa kau tidak perduli dengan wabah penyakit di Desa Supard!?"

"Aku peduli kok..."


"Lalu, bagaimana cara menyembuhkannya??"

"Tidak bisa disembuhkan."

Dia menghancurkan harapanku begitu saja.

Bukannya dia tidak tahu cara menyembuhkannya.... tapi, penyakit itu memang tidak ada obatnya.

"Jika kau memberitahuku lebih awal, mungkin aku bisa menelitinya untuk menemukan obatnya. Tapi....
mangapa kau diam saja..."

Saat kukatakan itu, Orsted hanya menggelengkan kepalanya.

"Saat kau menjadi bawahanku, harusnya Ras Supard sudah musnah."

"Harusnya...?? Jadi, maksudmu Ras Supard selalu binasa di perulangan-perulangan sebelumnya?"

Jadi, itukah alasanmu tidak mengatakan apapun padaku?

Dan Ruijerd.... menjadi satu-satunya Ras Supard yang bertahan hidup?

"Tapi, kau menemukan desa itu beberapa bulan yang lalu, kan?"

".....ya."
"Saat itu, kau tahu Ruijerd ada di sana, dan kau tahu mereka menderita penyakit parah.... tapi kau masih
saja tidak memberitahunya padaku?"

"Begitulah."

"Kau tahu Ruijerd bersama keluarganya akan mati karena penyakit itu, dan karena tidak ada obatnya,
maka kau memutuskan untuk tidak mengatakannya padaku...!!?"

Tanpa kusadari, aku membentaknya.

Aku merasa begitu dikhianati.

"Tidak, sebenarnya aku berpikir bahwa percuma saja kuceritakan semua itu padamu."

"Percuma..... katamu ....."

"Benar. Jangan dikira aku tidak pernah berusaha menyelamatkan Ras Supard. Aku sudah mencobanya.
Aku sudah menggunakan sihir detoksifikasi dan berbagai macam obat pada mereka. Aku sudah mencoba
segalanya, tapi hasilnya nihil. Penyakit itu tidak bisa disembuhkan.”

Jadi, Orsted sudah berusaha sebaik mungkin?

“Bagiku, musnahnya Ras Supard adalah suatu ketentuan. Aku tahu kau tidak akan menyerah meskipun
mengetahui fakta ini. Tapi, semua usahamu itu akan percuma saja, dan kau hanya akan melihat mereka
mati satu per satu dengan mata-kepalamu sendiri.”

"Keten……tuan?”
Jadi…. inikah yang namanya takdir? Bahkan Dewa Naga tidak bisa melawan takdir?

Sejak kapan penyakit itu merebak? Dua tahun yang lalu? Kalau tidak salah, saat itu aku baru saja
menyelesaikan misiku di Kerajaan Shirone. Waktu itu, aku kebingungan karena lokasi lahirnya Laplace
tidak lagi bisa dideteksi setelah kematian Pax.

Andaikan saja saat itu aku tahu bahwa Ras Supard sedang membutuhkan bantuan…..

Aku pasti sudah berusaha melakukan apapun untuk menyembuhkan mereka.

Dengan kata lain, semua pencapaianku selama 2 tahun terakhir ini tidak akan terjadi, karena aku sibuk
mencari obat dari penyakit itu.

Aku tidak akan mendapatkan bantuan dari Atofe, Randolph, dan yang lainnya.

Bahkan…..mungkin saja aku tidak akan pergi ke Milis, dan bertemu dengan Miko.

Tentu saja…. itu membuatku tidak menyadari adanya musuh dalam selimut, yaitu Gisu.

Mungkinkah……

Mungkinkah…… itu berarti….. Orsted benar?

Apakah semua pencapaianku selama 2 tahun terakhir ini jauh lebih berharga daripada berusaha mencari
obat penyakit yang tidak bisa disembuhkan?

Mungkinkah…. itu yang dimaksud Orsted dengan ‘percuma’?


"Itukah….itukah…yang….kau sebut….percuma, Orsted…..-san?”

Aku mengerti sekarang.

Tapi hatiku masih belum bisa memahaminya.

Logikaku tidak bisa membenarkan ini semua.

Orsted tidak salah.

Dia hanya tidak mengatakannya.

Dia sengaja melakukan itu agar aku tidak bertemu lebih cepat dengan Ras Supard.

Meskipun tindakan Orsted tidak salah…. tapi…. tapi…. tapi aku tetap saja tidak bisa memaafkannya!!

Orsted coba membantuku bekerja dengan lebih efektif.

Memang seperti itulah si bos. Aku tidak bisa berbuat apapun.

Tapi….. bukan berarti dia bisa mengatakan ‘percuma’ dengan begitu entengnya!

Aku tidak bisa memaafkannya begitu saja!


Ah….

Gawat.

Kendalikan dirimu…. jika terbakar emosi, bisa-bisa kau memusuhi Orsted lagi.

Aku tidak ingin menambah musuh dalam keadaan genting seperti ini.

Belum lagi masalah dengan Gisu yang masih tidak jelas.

Aku harus memikirkan suatu alasan untuk memaafkan si bos….. ya…. aku harus berpikir positif seperti
itu.

"........ Apakah Ruijerd menjadi penghalang rencanamu?"

Tapi, itulah kata-kata yang keluar dari lisanku.

Pertanyaan itu bisa memperkeruh suasana jika Orsted memberikan jawaban yang tidak kuinginkan.

Lalu… apa yang akan kulakukan bila itu benar?

Tapi…. inilah yang Orsted katakan.

"Bukannya penghalang. Justru, Ruijerd penting bagi rencana kita, karena putrinya akan melawan Laplace
di masa depan.”
"Putrinya!? Jadi, Ruijerd juga punya keturunan yang penting bagi kita!? Bagaimana bisa?”

“Sebagai Dewa Iblis, Laplace adalah makhluk abadi, tapi bukan berarti dia tidak punya kelemahan.
Dengan mata ketiganya, hanya Ras Supard yang bisa menemukan kelemahan itu, lalu memberikan
serangan fatal padanya.”

Jadi…. satu-satunya ras yang bisa mencari kelemahan Raja Iblis Laplace, adalah Ras Supard??

"Ah."

Kemudian….. tiba-tiba aku menyadari hal yang seharusnya sudah lama kupahami.

Kelemahan Laplace……

Mata ketiga Ras Supard…..

Mengapa Laplace memberikan kutukan pada Ras Supard…….

Mengapa Ruijerd bisa membantu tiga pahlawan legendaris mengalahkan Laplace, padahal dia bukanlah
tandingannya…….

Mengapa Ras Supard yang masih tersisa terjangkit penyakit yang mematikan……….

Mengapa wabah penyakit itu semakin parah setelah kedatangan Ruijerd di desa itu……….

Mengapa aku berpetualang ke Benua Tengah bersama Ruijerd……….


Mengapa……

Mengapa…….

Mengapa….

………….

…………..

Itu semua……

Itu semua……..

Jangan-jangan itu semua……….

"Itu semua…… rencana Hotgami…..?"

Tubuhku melemas.

Aku melangkah mundur dengan goyah.

Lalu, sesuatu membentur tumitku, dan tak lama kemudian kusadari bahwa itu kursi. Aku pun duduk di
kursi tersebut.

Kucengkram pegangan tangan kursi itu dengan kencang, sehingga tidak lagi bergerak.
"Seharusnya Ruijerd-san selamat, kan?"

"Ya..."

"Karena itulah, dia akan memiliki keturunan yang berguna bagi kita di masa depan, kan?"

"Ya....."

"Orsted-san, kau pun akan bekerjasama dengan anak itu untuk mengalahkan Laplace, kan?"

"Niatnya sih begitu, tapi setelah tahu Laplace abadi, aku tidak lagi berniat memanfaatkan anak itu."

"Begitu ya...."

Maka, ini juga salah satu rencananya Hitogami, kan.....

Aku paham sekarang.

Tentu saja, apapun rencana Hitogami, dia pasti berniat melenyapkanku.

Dengan begini, Ruijerd pun bisa dia singkirkan sekaligus. Ini seperti membunuh dua ekor burung dengan
sekali tembak.

Memang seperti itulah tabiat Hitogami.


"Orsted-san, sepertinya lagi-lagi kita jatuh dalam rencananya Hitogami."

"............"

"Penyakit yang akan memusnahkan Ras Supard itu tidaklah wajar. Ini semua ulah Hitogami. Entah apa
alasannya, tapi sepertinya Hitogami begitu menginginkan Laplace selamat."

Atau..... mungkin saja Hitogami lebih menginginkan Laplace menjadi Dewa Iblis, bukannya Raja Naga
Iblis.

Sepertinya, itu karena Laplace sebagai Dewa Iblis telah melupakan dendamnya pada Hitogami.

Mungkin juga, dia ingin Laplace membantai manusia lebih banyak lagi.

Dulu, selama kampanye Laplace berlangsung, bukannya mustahil dia dikendalikan oleh Hitogami.

Tapi, kurasa Hitogami tidak bisa mengendalikan Ras Naga secara langsung. Mungkin dia punya perantara
sebagai bidaknya.

"Haaa....."

Entah kenapa aku merasa cukup lega setelah mendengar hal ini.

Ternyata, bukannya Orsted tidak mempedulikan Ras Supard, dia hanya tidak tahu cara
menyembuhkannya.
Dia juga tidak membenci Ruijerd seperti yang sebelumnya kuduga. Bahkan, Ruijerd akan memiliki
keturunan yang penting untuk mengalahkan Laplace.

Tapi, Orsted bertindak dengan keputusan yang paling logis, sehingga akhirnya dia meninggalkan Ras
Supard bersama Ruijerd.

Sayangnya, sekarang Ruijerd juga terinfeksi.

Menurut Orsted, memberitahuku akan hal ini hanya akan buang-buang waktu saja. Maka akhirnya, dia
tidak mengatakannya. Dia hanya tidak punya pilihan lain.

"Jika kau tidak lagi menginginkan bantuan Ras Supard, maka bagaimana caramu mengalahkan Laplace?"

"Mungkin kita bisa berbuat banyak jika bersekutu dengan Dewa Pedang. Itu layak dicoba. Lagipula,
bukankah kau sudah bekerjasama dengan banyak pihak untuk mempersiapkan perang di masa depan?
Kurasa kita masih punya peluang, meskipun tanpa bantuan Ras Supard."

"Apakah kau yakin semua kekuatan yang kita miliki saat ini bisa menang melawan pasukan Laplace di
masa depan?"

"Kita tidak tahu apapun sebelum mencobanya. Itulah mengapa kau perlu kepercayaan."

Apakah aku sudah bisa memaafkannya sekarang?

"Sebenarnya, aku sudah berniat mohon maaf padamu. Tapi, aku tidak juga bisa mengatakannya. Dan
sekarang, wabah itu sudah semakin merebak."

Orsted mengatakan itu sembari menundukkan kepalanya.


"Aku mengerti....."

Tak peduli sekuat apapun dia, Orsted tidaklah sempurna.

Kejadian seperti ini tidak bisa terhindarkan.

Aku tidak punya pilihan selain memaafkannya dengan lapang dada.

"Orsted-san, baiklah.... Aku memaafkanmu."

"Terimakasih."

Cukup sampai di sini perselisihannya.

Sekarang saatnya mengahadapi masalah yang jauh lebih besar.

"Biarkan kutegaskan sekali lagi.... Kau membutuhkan Mana yang besar untuk mengalahkan Hitogami,
kan..."

"Benar."

Hitogami sengaja mencegah kelahiran Laplace yang sebelumnya sudah pasti berada di Kerajaan Shirone.

Selain itu, dia coba memusnahkan Ras Supard yang memiliki kemampuan melihat kelemahan Laplace
dengan mata ketiga mereka. Termasuk Ruijerd, seorang prajurit Ras Supard yang sudah terbukti bisa
mengalahkan Laplace bersama tiga ksatria legendaris.
Jika semua Ras Supard musnah, maka peluang Orsted menang melawan Laplace semakin kecil.

Orsted membutuhkan sejumlah besar Mana untuk mengalahkan Laplace.

Setelah itu, dia masih harus meladeni Hitogami di Dunia Hampa.

Jika Orsted kelelahan setelah mengalahkan Laplace, maka Hitogami semakin diuntungkan.

Kami harus mencegahnya.

Orsted harus menghemat Mana-nya sebanyak mungkin.

Aku belum pernah melihat kekuatan Laplace secara langsung. Tapi, sudah pasti dia bukan lawan
sembarangan, sehingga Dewa Naga pun akan kehabisan banyak Mana untuk mengalahkannya. Sisa-sisa
Mana Orsted setelah mengalahkan Laplace tidak akan cukup digunakan untuk melawan Hitogami.

Aku memang sudah mengumpulkan bala bantuan yang tidak sedikit, namun dengan adanya Ras Supard,
peluang menang kami semakin besar.

"Jadi…. kita benar-benar tidak bisa menyembuhkan penyakit yang merebak di desa Ras Supard?”

"........... Setidaknya, aku tidak tahu obat macam apa yang bisa menyembuhkan mereka.”

"Rupanya pengetahuanmu ada batasnya juga ya…..”

"Tentu saja."
Orsted mengatakan itu sambil pasang wajahnya yang menakutkan seperti biasa.

Belakangan ini, aku sudah terbiasa dengan wajah mengerikan seperti itu.

Wajah orang ini memang begitu, bahkan saat sedang malu, dia masih saja tampak menyeramkan.

“Kalau begitu…. anggap saja kita masih belum menemukan cara untuk menyembuhkan mereka.”

Orsted pun akan kesulitan mencoba beberapa cara menyembuhkan mereka, karena kutukannya.

Jika dia meneliti beberapa metode, mungkin kita bisa menemukan caranya. Tapi, seorang dokter pun
harus mendekati pasien untuk memeriksanya. Dan Orsted tidak mungkin melakukan itu karena siapapun
yang didekatnya akan ketakutan.

Baiklah…. aku tidak punya pilihan selain mencoba ini.

"Orsted-san…. ikutlah denganku ke desa. Kita akan coba menyembuhkan mereka bersama-sama.”

“Aku mengerti….”

Orsted mengatakan itu sambil mengangguk.

Bagian 3[edit]

Kami kembali ke desa setelah tiga jam berlalu.


Selama tiga jam itu, aku melaporkan semuanya pada si bos.

Mulai dari Raja Kegelapan Vita yang memasuki tubuhku melalui Ruijerd.

Kemudian, dia terbunuh oleh cincin Dewa Kematian Laxus yang pernah Randolph berikan padaku.

Aku tahu Orsted cukup terkejut mendengarnya, tapi dia hanya menunjukkan wajah menyeramkan untuk
menutupinya.

Sepertinya Orsted juga tidak banyak tahu tentang kemampuan Raja Kegelapan Vita.

Mungkin Vita adalah makhluk yang benar-benar misterius.

Setelah itu, kami menggunakan alat komunikasi sihir untuk menghubungi cabang PT. Rudo.

Kami menginformasikan tentang penyakit yang sedang merebak di desa Ras Supard, beserta ciri-cirinya.
Tidak lupa, kami juga meminta mereka mengirimkan dokter.

Tidak mudah menghubungi orang-orang kami di kantor cabang, karena transmisinya sering terganggu.

Sementara kami menunggu kabar dari mereka, aku menggambar lingkaran sihir teleportasi lebih banyak.

Proses penggambaran lingkaran sihir teleportasi cukup rumit. Pertama-tama, kau harus menggambar
dua lingkaran, setelah kau bisa mengaktifkan salah satunya, maka kau perlu menghapus yang lainnya.
Cara seperti ini memang diperlukan.
Aku tidak perlu mengaktifkan lingkaran sihirnya sekarang, tapi jika saatnya tiba nanti, aku tidak boleh
gagal mengaktifkannya.

Kami meninggalkan si gadis Elf sendirian di kantor pusat. Tugasnya adalah menjawab semua pesan yang
masuk, dan mengarahkan bala bantuan ke lingkaran sihir teleportasi terdekat.

Belakangan ini, dengan kemajuan penelitian Nanahoshi dan Roxy, formasi sihir pada lingkaran sihir
teleportasi semakin berkembang dan beragam. Aku pun kesulitan mengingat lingkaran satu yang
terhubung dengan yang lainnya. Mungkin suatu saat nanti kita memerlukan buku panduan untuk
menggambarnya.

Sayangnya, rute menuju desa Ras Supard juga tidak mudah ditemukan. Mungkin aku juga perlu
menggambar peta untuk mempermudah jalan ke sana, setelah berteleport.

Oh ya, Sylphy sudah berangkat ke Daratan Suci Pedang bersama Ghyslaine dan Isolte.

Ariel bahkan sudah bertemu dengan mereka dan membahas beberapa hal.

Si gadis Elf resepsionis tidak mendapatkan pesan apapun dari mereka, jadi mungkin Ariel hanya
berkunjung sebentar.

Aku jadi sedikit malu kalau bertemu Ariel, ini semua gara-gara mimpi buatan Vita.

Setelah lingkaran sihir teleportasi terpasang, kami juga memasang alat komunikasi sihir agar bisa
berhubungan dengan rekan-rekan yang hendak pergi ke Kerajaan Biheiril.

Semuanya berjalan dengan lancar.

Sepertinya, tim-tim lainnya juga tidak mengalami hambatan yang berarti.


Aku sudah menghubungi mereka.

Aisha dan tim prajurit bayaran tidak menghadapi masalah.

Zanoba melaporkan pasukan-pasukan kerajaan yang sudah mulai berkumpul di ibukota.

Sedangkan Roxy melaporkan perkembangan misi mencari Dewa Ogre.

Aku pun melaporkan perkembangan terkini tentang misiku pada mereka semua.

Di akhir laporan, aku mengatakan, 'Kami baik-baik saja di sini, kami pasti akan menemukan solusinya,
jadi jangan khawatir, dan fokuslah pada tugas kalian masing-masing.'

Kalau aku tidak mengatakan itu, Eris pasti sudah meninggalkan misinya untuk menuju ke sini.

Kemudian, aku juga mendapatkan pesan-pesan mengenai penyakit itu.

Rekan-rekan kami dari negara lain mengatakan, 'Kami akan memeriksa dokumen-dokumen kuno untuk
meneliti penyakit itu.'

Kerajaan Asura sudah siap mengirimkan dokternya besok.

Hanya pihak Kerajaan Milis yang belum memberi kabar tentang pengiriman bantuan.

Tidak mudah mengirimkan Ordo Ksatria Kuil melalui lingkaran sihir teleportasi, jadi prosesnya sedikit
terhambat.
Kemudian, aku kembali ke desa bersama Orsted.

"............"

Orsted mengamati orang-orang Ras Supard yang sakit satu persatu.

Mungkin wawasan Orsted lebih luas ketimbang dokter pada umumnya, namun tetap saja dia tidak
memahami penyakit ini. Jadi, dia tidak bisa berbuat banyak.

Bagaimana pun juga, Orsted hanyalah orang yang sudah mengulang kehidupan ini berkali-kali, dan
bukan seorang dokter yang mendalami ilmu kesehatan dan penyakit.

Mungkin dia bisa menyembuhkan seseorang setelah memahami bagaimana cara mengatasi penyakit
tersebut pada kehidupan sebelumnya. Namun, itu semua hanya berdasarkan pengalaman, bukannya
ilmu pengobatan yang benar.

Selama ini, Orsted bisa menyembuhkan seseorang hanya karena dia sudah pernah melihat penyakit itu
pada perulangan sebelumnya.

Misalnya…..

Aku terinfeksi oleh penyakit aneh, kemudian jatuh sakit.

Lalu, Sylphy dan Roxy mencari cara untuk menyembuhkan penyakit itu, dan untungnya mereka berhasil.

Orsted akan mencaritahu cara penyembuhan yang ditemukan Sylphy dan Roxy itu, lalu
menggunakannya pada perulangan berikutnya jika dia mendapati penyakit serupa.
Kurang-lebih, begitulah cara kerja Orsted selama ini.

Orang-orang di dunia ini hanya bisa menganalisis suatu penyakit berdasarkan catatan di masa lalu.
Teknologi kesehatan di dunia ini cenderung tertinggal karena maraknya penggunaan sihir
penyembuhan.

Itulah kelemahan Orsted….. dia cenderung tidak bisa melakukan apa-apa bila belum menemui kasus
serupa di perulangan sebelumnya.

"Aku masih saja tidak tahu bagaimana menyembuhkan mereka.”

Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan pasrah setelah mengamati pasien-pasien itu.

"Kurasa, gejalanya sedikit berbeda dari penyakit yang pernah kutemui ......"

"Apanya yang berbeda?"

"Harusnya penyakitnya tidak merebak secepat ini."

“...... Tapi, setidaknya kita tahu bahwa Vita bisa menunda merebaknya penyakit ini. Mungkin kita bisa
menyimpulkan sesuatu dari fenomena itu.”

"Vita adalah bidaknya Hitogami. Mudah saja dia melakukan hal seperti itu. Tapi, setiap solusi yang
Hitogami berikan selalu berujung ke malapetaka.”

Aku setuju….. awalnya Hitogami seakan memberikan solusi yang menjanjikan, namun pada akhirnya
yang kita dapatkan hanyalah musibah.
"Apakah kau punya ide?"

".......Tidak."

Orsted masih saja mengamati orang-orang Supard yang sakit, sementara aku membantu memberikan
pertolongan pertama pada para pasien yang kumat.

Beberapa orang terlihat memberikan ramuan yang terbuat dari bahan herbal didapat dari Benua
Tengah, atau sayur-sayuran bernutrisi tinggi. Mereka menghaluskannya, kemudian diberikan pada
orang-orang yang sakit.

Aku tidak tahu-menahu tentang ramuan herbal, jadi aku tidak bisa menyalahkan metode pengobatan
itu.

Gawat…. kalau begini terus, bisa-bisa Ras Supard terbantai habis tanpa kita bisa berbuat apa-apa.

Apa yang harus kulakukan……….

Sial……..

Petunjuknya ada di kemampuan Vita…..

Dia bisa menunda penyebaran penyakitnya…………

Tapi…….. bagaimana caranya dia melakukan hal seperti itu………


Sekarang Vita bahkan sudah mati.

Andaikan saja dia masih hidup, mungkin kita bisa menanyakan berbagai hal padanya….. mulai dari cara
mencegah penyebaran penyakit, sampai siapakah bidak Hitogami lainnya….

Selama ini Vita selalu mengikuti arahan Hitogami, sampai akhirnya dia mati oleh cincin Laxus.

Ah…..

Hitogami……….

Dia pasti tahu bagaimana cara menyembuhkan penyakitnya!!

Tidak….. tidak…. tidak…..

Kalau dia tahu, memangnya kenapa?

Aku akan memohon petunjuk padanya lagi?

Jangan konyol….. itu mustahil terjadi…..

Ya…. Hitogami memang tahu segalanya……

Pengetahuannya bahkan melebihi Orsted.

Sial…. semakin keras aku berpikir, semakin bingung dibuatnya.


Aku tahu siapa yang bisa menyembuhkan mereka, tapi tidak mungkin meminta bantuan padanya.

Ini semakin membuatku frustasi.

Tapi aku tidak boleh putus asa.

Aku bersama Orsted, Doga, dan Sandor di sini.

Setelah ini, bantuan dokter pun akan tiba.

Untuk saat ini, yang bisa kulakukan hanyalah mengamankan para pasien di tempat yang higienis, dan
memberikan makanan yang bernutrisi pada mereka.

Sembari memikirkan berbagai kemungkinan, aku menghabiskan hari membantu orang-orang Ras Supard
bersama Sandor dan Doga.

Bagian 4[edit]

Keesokan harinya, tim dokter dari Kerajaan Asura tiba.

Dua dokter dan empat perawat membawa banyak makanan dan obat-obatan.

Sepertinya mereka tidak begitu takut pada Ras Supard.

Setelah melihat kondisi pasien, mereka mulai memeriksa mereka.


Mereka kemari dengan menggunakan lingkaran sihir teleportasi, apakah mereka akan membocorkan
informasi penting itu? Aku tidak tahu….. saat ini aku hanya bisa mempercayakan semuanya pada
karisma Ariel.

"Kami sudah diberitahu gelajanya, tapi ini pertama kalinya aku melihat penyakit seperti ini.”

Tentu saja, tidak ada jaminan tim dokter ini bisa menyembuhkan mereka.

"Kami pernah melakukan pemeriksaan medis pada Ras Iblis di Kerajaan Asura….. tapi, kami tidak bisa
melakukan apa-apa pada Ras Iblis khusus yang menderita penyakit spesifik seperti ini.”

Aku tidak mengerti sama sekali.

Tapi, itulah pendapat para dokter.

Setidaknya, yang kutahu adalah mereka tidak pernah menangani penyakit seperti ini sebelumnya.

Sayang sekali.

“Kami tetap akan meneliti penyakit ini, tapi jangan berharap terlalu banyak.”

Setelah mengatakan itu, si dokter kembali memeriksa pasien.

Aku mengerti, dok.

Aku tahu kami tidak bisa berharap terlalu banyak…… namun, tetap saja rasa kekecewaan meluap di
hatiku.
"Fuu ......."

Sambil menghela napas panjang, aku mengamati sekeliling.

Di sana, aku melihat barisan pasien yang saling berjajar.

Ada yang mengerang kesakitan…. ada yang tidur kecapekan…..

Tempat ini seperti kamp pengungsian bencana alam.

Untungnya, belum ada yang meninggal….. tapi mereka jelas-jelas tersiksa.

Dan Ruijerd termasuk di antara mereka yang tersiksa.

Saat ini dia sedang terbaring tidak berdaya.

Sesekali dia terbangun, lalu terbatuk-batuk dengan begitu keras. Melihatnya saja, aku tahu betapa
tersiksanya dia.

Aku ingin menyembuhkannya. Tapi bagaimana caranya……

Sembari memikirkan berbagai hal, aku duduk di samping Ruijerd.

Sayangnya, kami belum bisa menemukan satu cara pun untuk menyembuhkannya.
Kami hanya bisa menunggu waktu berlalu.

Dokter dari kerajaan sebesar Asura saja tidak bisa memberikan kepastian, maka jangan harap bantuan
dokter dari Milis dan Kerajaan Raja Naga bisa melakukan sesuatu.

Jika penyakit ini memang tidak ada obatnya, maka apa yang harus kami lakukan?

Pada siapakah aku bisa bertanya, dan dimanakah orang itu berada?

Apa yang harus kulakukan?

Apa yang bisa kulakukan?

"Rudeus-sama."

Saat aku tersadar dari renunganku, tiba-tiba Sandor sudah berdiri di depan.

"Ya?"

"Aku turut prihatin dengan bencana yang menimpa rekan-rekanmu, tapi apa yang akan kita lakukan
pada informan itu?”

Informan….? Informan yang mana?

Ah iya…..
Saat berada di Irel, kami meminta bantuan seorang informan untuk mencari Gisu.

"Berapa hari lagi kita harus bertemu dengannya?”

“Kita sudah menghabiskan sehari perjalanan dari kota ke jalan besar, kemudian 2 hari untuk
menemukan desa ini, kau tertidur lelap sehari, kita sudah berdiam sehari di sini untuk merawat para
pasien, dan hari ini juga hampir berakhir. Kira-kira, kita sudah menghabiskan 5 hari secara keseluruhan.
Kurasa, kita masih punya waktu kembali meskipun menunda perjalanan sehari lagi.

Jadi, kita tidak bisa berlama-lama lagi di sini.

Aku tertidur selama sehari penuh. Hey, itu bukan salahku, itu salah Vita. Jadi….. apa boleh buat?

“Kami sudah memasang lingkaran sihir teleportasi, jadi kurasa jarak bukanlah masalah.”

"Baiklah. Kalau kau sudah siap pergi, hubungi aku kapanpun.”

Aku tidak bisa meninggalkan Ruijerd dan keluarganya dalam kondisi seperti itu, tapi aku harus terus
mencari Gisu.

Aku tidak punya pilihan selain pergi.

"Biar kita saja yang pergi. Doga dan Orsted akan tinggal di sini.”

"Itu tidak baik, Rudeus-sama. Kami harus terus menjagamu.”


Tiba-tiba, aku merasa marah karena Sandor menolak ideku, tapi itu sangat masuk akal. Dalam keadaan
seperti ini, mereka harus terus melindungiku, dan memang itulah pekerjaan mereka.

Gawat, aku mulai tidak bisa berpikir jernih dan uring-uringan. Sepertinya aku semakin frustasi.

“Rudeus-sama, lalu bagaimana dengan pasukan kerajaan?”

"Pasukan kerajaan apa?”

“Sebulan yang lalu, pihak kerajaan membentuk pasukan tambahan untuk menjelajahi hutan. Ada
kemungkinan mereka akan sampai ke sini, dan menyerang desa.”

"Ah...."

Betul juga.

Lagi-lagi aku melupakannya.

“Menurutku, kita harus melakukan sesuatu sebelum mereka datang, tapi apa?”

Tentu saja, kita harus menyelamatkan Ras Supard dengan bernegosiasi bersama pihak kerajaan.

Tapi, aku harus meyakinkan mereka bahwa Ras Supard bukanlah ras mengerikan seperti yang selalu
diceritakan.

Tentu saja, cerita yang selama ini berkembang hanyalah suatu kebohongan.
Apakah aku bisa meyakinkan mereka hanya dengan bernegosiasi?

“Aku tahu kita harus melakukan sesuatu pada pasukan kerajaan itu…. tapi, karena desa sedang dilanda
musibah saat ini, kurasa kita harus memprioritaskan para pasien. Setidaknya, kita harus menunggu
sampai para dokter itu bisa menemukan cara menyembuhkan mereka…..”

"Tapi, berapa lama kita akan menunggu? Apakah kita abaikan begitu saja para prajurit itu?”

"...... ….” Aku terdiam sejenak. “Umm….. tentu saja tidak…. jadi, menurutmu apa yang harus kulakukan
terlebih dahulu?”

"Menurutku kita harus menghubungi informan itu terlebih dahulu, lalu pergi ke istana kerajaan untuk
mengungkap kondisi yang sebenarnya. Kita jelaskan siapakah sebenarnya para iblis yang selama ini
mereka resahkan. Kurasa, mereka akan berubah pikiran jika kita menjelaskannya dengan baik-baik. Jika
kita tidak melakukan apa-apa, mungkin masalah ini akan berakhir dengan pertarungan. Maka, lebih baik
kita mengusahakan solusi damai, kan?”

"Ah ...... aku mengerti."

Sepertinya Sandor berpikiran sama denganku.

Kita hanya punya waktu sekitar 4 hari ke depan.

Ada banyak hal yang harus kita kerjakan, namun belum ada titik terang pada permasalahan ini.

Aku semakin frustasi.

Tapi…. jangan lelah.


Jangan menyerah…..

Sembari terus memikirkan itu, akhirnya aku pun tertidur.

Di rumah Ruijerd yang kosong.

Bagian 5[edit]

Aku dibangunkan oleh seseorang.

Ada seorang gadis cantik di depanku.

Rambutnya pirang dan halus seperti sutra, poninya dipotong rata di atas alis.

Aku kenal dia….sangat mengenalnya…..

"Nii-san, bangunlah, Nii-san ......!"

Itu Norn.

Apakah ini mimpi buruk lagi?

Kali ini aku menikah dengan Norn, ya?

Itulah yang terjadi andaikan saja Vita masih hidup.


Kalau saja ini mimpi….. kumohon, wabah penyakit yang menyerang desa Ras Supard juga mimpi.

"Oh…. ini semua gara-gara Vita.”

“Vita? Apa kau mengigau? Ada banyak hal yang ingin kutanyakan padamu!”

Norn sepertinya sedang marah.

Yah, itulah Norn, dia selalu saja memprotes semua tindakanku.

Aku merindukan Norn yang seperti ini.

"Mengapa Ruijerd-san menjadi seperti itu!? Mengapa kau tidak memberitahuku apa-apa soal ini!?”

Ruijerd menjadi seperti itu?

Setelah mendengar itu, aku terbangun sepenuhnya.

".........!"

Aku pun bangkit dari tempat tidurku, yang hanya terbuat dari karpet bulu binatang yang menyelimuti
lantai.

Ini rumah Ruijerd.


Aku tidak sedang bermimpi.

“Aku banyak berhutang budi pada Ruijerd-san! Mengapa kau tidak mengatakan hal sepenting ini
padaku!”

Air mulai mengalir dari mata Norn.

Dia tidak menyeka air matanya, lalu mencengkram erat karpet bulu.

Aku lah yang mengusap air mata itu dari pipi Norn.

"Ya, maafkan aku....."

Dan pada saat itu juga, suatu pertanyaan muncul di benakku.

Kenapa Norn ada di sini?

Kalau tidak salah, harusnya sekarang Norn sedang disibukkan dengan urusan sekolahnya.

“Norn, errr, mungkin sekarang bukan saat yang tepat menanyakan ini, tapi…. bukankah seharusnya kau
berada di sekolah?”

"Sekarang bukan saatnya sekolah!”

Hah!
Artinya……..

Kau sudah lulus?

T-t-t-tidak mungkin…..

Y-yahh…. tentu saja tidak.

"...... Bagaimana bisa kau ke sini?"

"Cliff-senpai memberitahuku semuanya, lalu dia membawaku ke sini!”

Norn berbicara dengan nada keras dan panik, lalu dia menoleh ke belakang.

Ke arah pintu masuk.

Dua sosok sedang berdiri di sana.

Salah satunya tampak berbadan ramping.

Rambut pirangnya berkilau oleh cahaya matahari.

Telinganya panjang, dan tubuhnya yang molek tampak kokoh.

Kemudian, ada seorang laki-laki di sampingnya.


Posturnya pendek.

Dan kurus.

Namun, dia tampak begitu tangguh dan bisa diandalkan.

Dia juga tampak sangar….. mungkin karena penutup mata yang dia pakai di salah satu matanya.

"Rudeus."

Cliff Grimoire berdiri di sana.

“Maaf datang terlambat. Banyak urusan menundaku ....... belakangan ini aku semakin sibuk saja di
Organisasi Keagamaan Milis.”

Dia datang.

Setelah membaca pesan dari alat komunikasi sahir, dia langsung datang ke sini.

“Tapi sekarang aku sudah di sini, maka tenanglah. Aku mempelajari sihir penyembuhan untuk saat-saat
seperti ini.”

"Tapi, Cliff-senpai ....."

"Ya aku tahu. Aku sudah mendengar semuanya. Aku punya ini. "
Cliff mengatakan itu sembari membuka penutup matanya.

Itu adalah mata iblis yang dia dapatkan dari Kishirika.

Mata iblis pengidentifikasi.

"Apakah mata iblis itu bisa menyembuhkan penyakit Ras Supard?”

“Mungkin tidak. Tapi ketahuilah, Rudeus….. mata iblis ini dimiliki oleh orang yang tepat.”

Cliff mengatakan itu sambil membusungkan dadanya dengan bangga.

"Ingat, aku adalah orang yang jenius."

Mungkin dia mengatakan itu hanya untuk membuat Norn tenang.

Ah, tapi……

Itu bukan hanya bualan semata. Cliff memang cerdas dan dapat diandalkan.

Sial…. dia tampak keren sekali….. sejak kapan dia sekeren ini?

Dia terus berkembang melebihi ekspektasiku.


Apakah dia sudah melampauiku?

Ya…. tentu saja…. Cliff-senpai bisa mengatasi apapun, dia bahkan bisa meringankan kutukan Orsted dan
istrinya.

"Tidak ada yang tidak bisa dilakukan si jenius ini, maka…. serahkan semuanya padaku.”

Ya…. Cliff pasti punya cara…. entah apa itu.

Mungkin dia hanya sesumbar, tapi….. aku percaya padanya.

Bab 7: Si Jenius[edit]

Bagian 1[edit]

Pertama-tama, Cliff menuju ke tempat para pasien dikumpulkan.

"Kita harus memeriksa para pasien terlebih dahulu, itulah dasar dari yang terdasar dari teknik
pengobatan.”

Sambil mengatakan itu, Cliff mulai memeriksa mereka semua.

Namun, tim dokter Asura juga sudah melakukan itu.

Cliff melihat orang-orang yang sakit dengan mata iblisnya, mengajukan beberapa pertanyaan pada
mereka, lalu membandingkan gejala-gejala itu dengan teori yang dia tahu.

Itu saja.
"Aku tidak pernah menyangka bisa berbicara dengan seorang penganut Agama Milis….. Uhuk!.....
Uhuk!.... Uhuk!”

Para pasien tahu Cliff adalah penganut ajaran Milis dari cara berpakaiannya, dan mereka begitu terkejut.
Ada juga beberapa dari mereka yang tampak tidak senang.

Wajar saja, karena selama ini oknum paling kontra dengan keberadaan Ras Supard adalah kaum
agamawan Milis.

Kenangan buruk itu tidak bisa mereka lupakan begitu saja.

"Jawab dengan jujur, bagian tubuh mana yang pertama kali terasa sakit!?”

Apalagi, Cliff orangnya songong.

Kalau aku jadi pasiennya, pasti kesal dengan dokter seperti itu. Saat ini, mereka membutuhkan kasih
sayang dan perhatian, bukannya pertanyaan yang penuh tuntutan begitu.

Tapi memang begitulah Cliff yang kukenal.

"Aku mengerti…aku mengerti."

Setelah selesai memeriksa pasien, Cliff tampaknya mulai memahami sesuatu.

Tapi, kurasa dia belum memahami apapun.


Meskipun Cliff sering menyatakan dirinya jenius, entah kenapa…. kurasa…. masih banyak hal yang tidak
dia pahami.

Kau boleh menyebut Cliff seorang pendeta, penyihir penyembuh, peneliti, atau apalah, tapi yang jelas
dia bukan dokter.

"Selanjutnya, mari kita dengar keterangan dari tim dokter."

Setelah Cliff mengatakan itu, dia mulai berkonsultasi dengan para dokter dari Asura.

Dia mengajukan beberapa pertanyaan pada para profesional itu, seperti bagaimana cara mereka
memeriksa pasien, dan apa yang akan dilakukan setelahnya.

“Pada dasarnya, kami hendak menggunakan obat dan sihir detoksifikasi secara bertahap, lalu mengecek
bagaimana perkembangan kondisi pasien.”

"Jadi kalian hanya coba-coba ya…. ternyata dokter-dokter Asura tidak begitu hebat.”

Aku bisa mendengar bunyi *hmph* dari para dokter setelah Cliff menyindirnya.

Aku pun tercengang melihat tingkah Cliff.

Nih orang memang songong banget ......

Pantas saja orang-orang Ras Supard tidak senang padanya.

"Kalau ini penyakit biasa, pasti Rudeus dan Orsted sudah bisa menyembuhkannya.”
"Kalau begitu, apa yang akan kau lakukan, Cliff-dono?”

"Aku akan menelitinya.”

Rona marah mulai tampak di wajah para dokter.

Bersabarlah pak, temanku memang begitu orangnya.

Kalau dia gagal, kalian boleh menghujatnya sebanyak-banyaknya.

Tapi untuk sekarang, tolong bersabarlah dulu.

Aku mulai khawatir.

Aku memang mempercayai Cliff, tapi…. apakah semuanya baik-baik saja?

Di sana, aku melihat Norn sedang merawat Ruijerd dengan wajah cemas.

"Rudeus…. Ikut aku.”

Setelah itu, kami meninggalkan para dokter di ruang kepala desa.

Bagian 2[edit]

Kemudian, Cliff berhenti lalu meninjau kembali informasi yang telah dia dapat.
“Yahh, ada satu hal yang bisa kupastikan. Tampaknya si petua Ras Supard pernah mendapati penyakit
ini, tapi sudah lama sekali sejak terakhir kali seseorang terjangkit penyakit tersebut.”

“Oh ya? Berapa sih umur si petua itu?”

“Kudengar, umurnya sudah 1000 tahun lebih.”

Wow, Ras Supard memang berumur panjang ya…..

“Mereka terjangkit penyakit setelah tiba di desa ini. Artinya, tempat inilah yang bermasalah.”

"Apakah Hitogami yang membawa penyakitnya?”

"Tidak. Mata iblisku telah mendeteksinya.”

Cliff mengatakan itu dan mulai melihat sekeliling desa.

Pertama adalah ladang.

Dia melepas penutup matanya, kemudian dengan hati-hati mengamati satu per satu sayuran yang
tumbuh. Sesekali dia memotong sebatang sayuran, lalu dia amati lagi dari dekat.

Dia pun memotong sebuah tomat menjadi dua.

Ras Supard hidup dengan bercocok tanam dan berburu di hutan ini. Apakah mereka akan memarahi Cliff
jika melihatnya memotong-motong tanaman seperti itu?
Bagaimana pun juga, makhluk hidup selalu merasa dekat dengan alam yang telah memberikan banyak
manfaat.

"Lanjut."

Kemudian, kami pergi melihat tempat penjagalan hewan.

Ada sisa potongan hewan di sana, tapi dagingnya sudah membusuk.

Sepertinya para penduduk desa mulai jatuh sakit saat memakan hewan itu, sehingga mereka tidak
menyelesaikannya. Tapi, sangat tidak higienis meninggalkan sisa bangkai seperti itu. Maka, dengan
arahan Sandor, kami membuang sisa-sisa jasad tersebut.

Dengan teliti, Cliff mengamati pemotong dan nampannya menggunakan mata iblis.

".....aku mengerti. Rudeus, dimanakah mereka menyimpan daging hasil pemotongan ini?"

"Hmmm..... sepertinya aku tahu. Lewat sini."

Aku tidak tahu apa yang Cliff lihat dengan mata iblisnya, tapi aku tahu letak penyimpanan daging di desa
ini.

Kami menuju ke suatu ruang bawah tanah, di sana terdapat banyak daging yang dikeringkan dan
diasinkan. Tidak hanya itu, ada juga sayuran-sayuran yang tersimpan di sana.

Lagi-lagi Cliff menggunakan mata iblisnya untuk mengamati sekitar ruangan itu satu persatu.
"Apakah.... kau menemukan sesuatu."

"Sabar.... Biarkan aku memeriksa semuanya."

Setelah selesai mengamati ruangan penyimpanan makanan, Cliff beralih ke pemukiman warga desa.

Dia memasuki suatu rumah, lalu menuju ke dapur dan kamar tidur. Dia juga mengamati lemari-lemari.

Sebenarnya ini tidak sopan, tapi apa boleh buat.

Rumah Ras Supard begitu beragam, aku jadi heran mengapa rumah Ruijerd sangat sederhana.

Ada rumah yang didekorasi dengan bunga dan gambar..... kesannya sungguh hidup dan enerjik.

Mungkin ruangan itu untuk anak-anak mereka.

Tentu saja kami meminta ijin sebelum masuk bila rumah itu ada penghuninya.

Tapi......

"Orang-orang Gereja Milis.....!!!!"

"I-i-ibu....!!!"
"Tenang lah nak, kesinilah, ibu ada di sini!! Kau aman!!"

Beberapa penghuni rumah terlihat panik sambil mengayun-ayunkan tombaknya saat melihat pakaian
pendeta Cliff. Tapi, kami tetap meminta ijin untuk melanjutkan investigasi.

"Tenanglah nyonya, kami hanya ingin membantu kalian."

"Bohong!! Tidak ada satupun orang Milis yang baik pada kami!! Ahhh.....ahhh....."

"Ibu....!! Ibu.....!!"

Sepertinya dia mengingat sesuatu yang mengerikan, kemudian gemetar ketakutan.

Melihat ibunya gemetaran, si anak hanya bisa memeluknya sambil menahan tangis.

Ras Supard dan Pendeta Milis.

Ada sejarah panjang dan kelam yang menjembatani kedua oknum ini.

Setahuku, kaum Milis lah yang perlu disalahkan karena mereka terlalu rasis. Tapi, tidak semua penganut
ajaran Milis begitu, buktinya ada juga dari mereka yang mengakui keberadaan Ras Iblis, seperti kakek
Cliff misalnya.

Menurut Cliff kejadian itu sudah berlalu lama sekali. Tapi sepertinya masih ada beberapa orang yang
mengingatnya.

"Nyonya, makanan apa saja yang kau makan? Dan bagaimana cara memasaknya?"
Cliff sama sekali tidak menghiraukan perasaan wanita itu.

Seolah tidak peduli dengan apa yang terjadi pada ibu dan anak itu, Cliff terus menginterogasi mereka.

"Cepat jawab. Kita tak punya banyak waktu."

Akhirnya mereka pun menjawabnya.

Bagian 3[edit]

"Hmmm."

Cliff pun menyelesaikan penyidikannya.

Tapi sepertinya dia belum menemukan apapun yang bisa menyembuhkan penyakit itu.

Dia hanya berinteraksi dengan Ras Supard dan mempelajari cara hidupnya.

"Maaf, Cliff-senpai...."

"Kau tidak perlu minta maaf, Rudeus. Aku mengerti mengapa mereka membenciku. Aku memakai
seragam Pendeta Milis, tentu saja beberapa dari mereka trauma saat melihatnya. Tapi, jika aku bisa
menyembuhkan mereka sembari memakai seragam ini, mungkin saja persepsi mereka pada Pendeta
Milis akan berubah, kan?"

Benarkah semudah itu?


Yahh, setidaknya anak-anak Ras Supard harus berpikir lebih terbuka.

"Baiklah, kalau begitu lanjut lagi."

Sembari mengatakan itu, Cliff melihat beberapa tempat lainnya.

Mulai dari mata air, sumur, dan gudang yang berada di tengah desa. Bahkan, kami memeriksa tempat
pembuangan sampah.

"........"

Cliff dengan hati-hati memeriksa semuanya secara bergiliran.

Wajahnya terlihat serius.

Dia juga mengobrak-abrik sampah berisikan daging busuk.

Sebenarnya apa yang sedang dia lihat dengan mata iblis pengidentifikasi itu?

Yang bisa kulakukan saat ini hanyalah diam dan menjawab jika dia bertanya.

Saat selesai memeriksa sampai seluruh desa, matahari pun terbenam.

Kami kembali ke ruangan perawatan.

"Bagaimana Cliff-senpai?”
"Ada beberapa hal yang bisa kusimpulkan.”

"Ooh."

"Lize, bawa kotak obatku!"

Saat Cliff berteriak ke arah ruang perawatan, Elinalize yang sedang membantu merawat pasien segera
bangkit, lalu berlari menuju suatu tempat.

Dia meraih ransel besar yang diletakkan di sudut ruang perawatan, lalu berlari lagi kemari.

"Nih!"

"Terima kasih, Lize."

Elinalize terlihat senang.

Mungkin karena dia sudah lama tidak dipuji suaminya?

Lalu, bagaimana dengan anak mereka? Apakah dititipkan ke rumahku?

"Dengarkan baik-baik, Rudeus. Aku tahu bagaimana cara kerja penyakit ini.”

"Hoh."
"Sebenarnya aku tidak begitu yakin, karena aku bukan dokter ....... tapi setidaknya, aku tahu bahwa Ras
Supard terjangkit penyakit setelah bermukim di tempat ini. Itulah kenapa aku melihat semua benda di
sekitar desa ini dengan mata iblis pengidentifikasiku.”

"Ooh, lalu!?"

"Aku tidak melihat apapun yang aneh."

Hahh ......?

"Aku pun tidak melihat bakteri berbahaya yang berkoloni di tanah atau sumber air.”

"Jadi kau bisa melihat bakteri dengan mata iblismu?”

"Ya, dengan mata ini, aku bisa lebih berhati-hati sebelum memakan sesuatu.”

Mata iblis itu adalah pemberian Kishirika si tukang makan. Apakah dia juga selalu berhati-hati sebelum
makan? Sepertinya tidak.

Mungkinkah ada yang salah dengan makanan yang sehari-hari dimakan Ras Supard?

“Tapi….. sayur-sayuran, tanah, dan air di daerah ini mengandung kosentrasi Mana yang begitu tinggi.”

"......."

"Di Milis juga pernah ada kasus kosentrasi Mana tinggi seperti ini, namun jarang terjadi. Baru kali ini aku
melihat kandungan Mana begitu tinggi pada air, tanah, dan sekitarnya.”
Benarkah?

Kalau tidak salah, Aisha juga pernah mengatakan hal serupa.

Tanah yang kubuat dengan sihirku bisa menumbuhkan padi dengan lebih baik.

Mungkin itu juga karena kosentrasi Mana yang tinggi pada tanah tersebut.

"Lalu?"

"Aku penasaran, apakah Ras Iblis sering bertani di daerah asalnya dulu…..”

"Aku tidak tahu apakah Ras Supard sering bercocok tanam di Benua Iblis, tapi setahuku di sana hampir
tidak ada sayuran yang bisa tumbuh seperti di tempat ini. Jenisnya pun terbatas, dan di sana mereka
biasa makan daging hasil buruan.”

"Aku mengerti…. itu sesuai dugaanku."

Cliff mengangkat jarinya lalu dia mengungkapkan hipotesisnya.

“Menanam bahan makanan di daerah yang berkosentrasi Mana tinggi, akan menyebabkan kosentrasi
Mana yang tinggi pula pada makanan tersebut.”

“Belum lagi, jenis tanahnya bermacam-macam. Tanah di Benua Iblis kaya akan Mana, tapi tidak begitu
subur, hanya beberapa tanaman yang bisa tumbuh di sana."
“Hutan Agung juga kaya akan Mana, tapi jarang ditemukan penyakit aneh di sana, mungkin tempat itu
adalah pengecualian. Sedangkan tempat ini, tanah dan airnya mengandung banyak Mana. Bahkan,
tanahnya subur dan penuh nutrisi bagi tumbuhan. Akibatnya, sayur-sayuran yang tumbuh di sini juga
mengandung banyak Mana. Mungkin, itu ada hubungannya dengan tidak banyaknya jenis monster yang
terdapat di hutan ini….. tapi kita bahas itu lain kali saja.”

“Tapi, kurasa mengonsumsi sayur-sayuran yang mengandung banyak Mana bukanlah masalah. Mereka
terus memakannya tiap hari tanpa menyadarinya. Kalau orang jatuh sakit karena makan sayuran kaya
Mana, maka harusnya sudah banyak kasus serupa sebelumnya. Malahan, kita bisa mengeluarkan Mana
yang tersimpan di dalam tubuh kita. Harusnya itu bukan masalah.”

“Tapi, apa yang terjadi jika kita terus mengonsumsi makanan yang mengandung banyak Mana? Tidak
hanya selama 10 – 20 tahun, melainkan 100 – 200 tahun.”

“Jika itu menyebabkan penyakit, maka orang-orang dewasa akan jatuh sakit, sedangkan anak-anak tidak
terpengaruh.”

Kemudian, setelah menjelaskan sebanyak ini, Cliff berbalik menghadapku.

Memang benar, sebagian besar pasien di desa ini adalah orang dewasa.

Sulit membedakan mana Ras Supard yang masih muda atau tua, namun ini tidak ada hubungannya
dengan kekebalan tubuh, kan?

“Hmmm, memang benar kita bisa mengeluarkan Mana dari tubuh. Namun…. bagaimana jika proses itu
terganggu?”

Mana yang tidak bisa keluar dari tubuh?

Hey….. aku sudah pernah mendengar ini sebelumnya…..


Di mana ya……

Bukankah…..

Bukankah…..

Nanahoshi!!

Dia pernah mengalami penyakit serupa!

"Jadi menurutmu….. mereka menderita Sindrom Drain seperti Nanahoshi??”

Tiba-tiba aku tersentak ketika mengingat fakta lainnya.

Gejala awalnya sama. Mereka demam, kemudian lemas seakan kehabisan tenaga, lalu jatuh sakit.

Tapi, kalau itu penyakitnya, harusnya Orsted bisa .......

Tidak, Sindrom Drain adalah penyakit tua.

Mungkin Orsted bahkan tidak tahu namanya, apalagi cara menyembuhkannya.

Ya.
Jika Orsted tidak menemui satu pun orang yang mengalami Sindrom Drain pada perulangan-perulangan
kehidupan sebelumnya, maka dia tidak tahu apa-apa.

Kishirika tahu tentang penyakit ini, namun seperti yang kalian tahu, sulit sekali menemukan bocah itu.

“Tapi, ada suatu hal yang bisa menyalahkan hipotesisku. Penyakit itu terjadi setelah seseorang
mendapat asupan Mana berlebih selama bertahun-tahun. Tapi, mengapa Ruijerd-san barusan saja
terjangkit? Dia bahkan baru beberapa tahun menghuni desa ini.”

"Mungkin…. karena dia dirasuki Raja Kegelapan Vita? Ya, mungkin saja ada hubungannya dengan
makhluk itu. Baiklah….. aku punya cara yang layak dicoba.”

Cliff mengatakan itu, lalu dia mengeluarkan sebuah kotak dari ranselnya.

Ada berbagai macam kertas dan bahan yang terkemas rapat di dalamnya.

Cliff mengambil suatu benda.

Itu adalah rumput Sokasu kering.

"Aku sudah menduganya sebelumnya, jadi aku bawa sedikit rumput ini.”

Persiapan yang sempurna.

"Ayo kita berikan ini juga pada para pasien."

Cliff mengeluarkan buah merah dari dasar ransel.


"Apa itu?"

“Buah ini bisa saja menjadi racun. Efeknya bisa mengacaukan kinerja Mana di dalam tubuh.”

"Racun ...... ?"

"Ah. Bukan racun yang mematikan. Hanya saja, para penyihir tidak bisa menggunakan Mana untuk
mengaktifkan sihir jika mereka memakannya.”

Bolehkah kita makan buah seperti itu? Kelihatannya berbahaya.

"Menurut mata iblisku, orang dulu pernah memakan buah ini bersama teh seduhan rumput Sokasu.
Buah ini biasa dimakan bersama minum teh Sokasu…… setidaknya, seperti itulah yang pernah kubaca.”

Ohh, berarti itu bukan racun.

"Sayangnya, aku tidak tahu pasti apa yang akan terjadi pada Ras Supard jika mengonsumsi ramuan ini.”

"........."

“Menurutku ini bisa menyembuhkan mereka, tapi…… mungkin juga sebaliknya.”

Tidak apa-apa….. kita coba saja.

Tapi, mungkin juga penyakitnya semakin parah, sehingga menyebabkan kematian.


Tidak ada yang pasti.

“Yah, tidak ada gunanya dipikir lama-lama. Ayo kita coba saja.”

Cliff mengatakan itu setelah beberapa saat ragu.

Kemudian, setelah membulatkan keputusannya, dia menuju ke arah ruang perawatan sambil berteriak.

“Aku sudah menemukan obatnya! Maukah kalian mencobanya!?”

"Ah……tunggu dulu……..Cliff-senpai!"

Tak seorang pun menanggapi ajakan Cliff, mereka hanya diam membisu di tempat.

Mereka hanya terdiam melihat Cliff dan pakaian pendetanya dengan wajah pucat.

Ada juga yang membuang muka darinya.

"Coba sekali saja tidak apa-apa! Tapi, aku tidak jamin penyakit kalian bisa sembuh setelah
meminumnya!”

Kita tidak perlu meminta semua orang meminum ramuan itu untuk melihat bagaimana efeknya. Satu
orang saja sudah cukup sebagai kelinci percobaan.

Tapi, sepertinya tidak ada seorang pun yang berkenan.


"Kita tidak bisa mempercayai orang-orang Gereja Millis ......"

Seseorang mengatakan itu.

Dia adalah orang yang kulihat saat kami dijamu oleh ketua suku.

Tampaknya dia adalah salah seorang yang dipercaya di desa ini.

Apa yang harus kami lakukan sekarang?

Kita tidak bisa memaksa mereka meminumnya ......

"Aku akan minum ........"

Ada satu yang mau mencobanya.

Dia bangkit dengan goyah, lalu menatap kami dengan mata yang tajam.

Norn memapah bahu pria itu.

"Ruijerd-san, kau sudah bangun?"

"Ah iya. Nii-san, dia baru saja bangun ....... ”


Norn lah yang menjawab pertanyaanku.

Tapi, orang-orang di sekitar Ruijerd mulai berceloteh dengan gaduh.

"Ruijerd, apakah kamu mempercayai orang dari gereja Milis?"

"Jangan mau! Ingatlah siapa yang paling menolak keberadaan kita setelah perang! Jangan pernah
lupakan apa yang telah mereka lakukan di masa lalu!”

Bahkan pria-pria muda Ras Supard menyatakan penolakan mereka, seolah tahu sejarah.

Tidak hanya Ras Supard, para dokter juga menyatakan sanggahannya.

“Baru kali ini aku lihat orang yang memaksa pasiennya minum obat tanpa ada jaminan apapun!”

"Apakah kau benar-benar tahu cara mengobati pasien tanpa menggunakan sihir penyembuh?”

Mereka juga menghujat Cliff.

Orang-orang Ras Supard yang sebelumnya diam juga mulai menyanggah.

Obat dadakan yang tidak menjamin apapun.

Jika seorang dokter memberiku obat seperti itu, tentu saja aku akan menolaknya.

Terlebih lagi, Cliff mengenakan pakaian pendeta Milis yang menyimbolkan trauma bagi Ras Supard.
Ruang perawatan mulai ribut oleh orang-orang yang memprotes tindakan Cliff.

“APAKAH KALIAN SEMUA LEBIH MEMILIH MATI!!??”

Namun……..

Bentakan keras Ruijerd memecah kegaduhan itu.

Semuanya kembali terdiam dengan wajah pucat.

Setelah berteriak begitu keras, Ruijerd terbatuk hebat, dan Norn membantunya dengan mengusap-usap
punggungnya.

"Rudeus lah yang membawa pria itu, maka aku tidak akan meragukannya. Kalian boleh saja tidak
percaya pada orang Milis itu…… tapi setelah aku mati sesudah minum obatnya.”

Tidak ada yang akan membantah perkataan Ruijerd yang tenang itu.

Ini menunjukkan betapa berpengaruh Ruijerd pada desa ini.

“Baiklah, Ruijerd-san. Cobalah minum ramuan ini, tapi kuperingatkan sebelumnya, mungkin saja
penyakitmu malah semakin parah, dan kau bisa mati.”

"Aku sudah hidup cukup lama. Walaupun aku mati sekarang, aku tidak akan menyesal.”

Mungkin kau tidak akan menyesal, Ruijerd…… tapi bagaimana denganku…..


Aku susah-payah melakukan semua ini untuk Ras Supard, atau lebih khususnya…… untukmu.

Bahkan Norn terlihat syok mendengar pernyataan itu. Kami sama-sama terkejut.

"Kalau Ruijerd bersedia meminumnya, maka aku juga!”

Seorang pria mengangkat tangannya di antara keheningan Ras Supard lainnya.

Gejala pria itu tidak begitu parah, tapi jelas-jelas dia terjangkit.

Apakah dia masih muda? Atau sudah tua? Aku sama sekali tidak bisa membedakannya.

“Aku pernah diselamatkan oleh Ruijerd di Benua Iblis. Jika saat itu Ruijerd tidak membantuku, mungkin
aku sudah mati. Jadi, aku tidak takut!”

Beberapa orang bereaksi, “Aku juga…. aku juga….” setelah si pria menyatakan itu, kemudian mereka
mengangkat tangannya.

Semakin banyak orang yang bersedia meminum ramuan Cliff.

“Kami tidak percaya pada orang-orang dari Gereja Milis. Tapi Ruijerd adalah pahlawan kami. Dan kami
akan mengikuti apapun yang pahlawan kami putuskan.”

Akhirnya, sang kepala suku juga mengangkat tangannya.

Lalu, dia berkata dengan tenang.


“Wahai pemuda-pemuda ras manusia, maafkan perkataan dan tindakan kami sebelumnya. Mohon
bantu kami menyelamatkan desa ini.”

"Ya, percayakan saja pada kami."

Cliff menanggapinya dengan mengangguk dalam-dalam.

Bagian 4[edit]

Setelah minum teh Sokasu dan makan buah merah, Ruijerd dan yang lainnya tertidur.

Paling tidak, kondisi mereka tidak memburuk tiba-tiba, dan mereka tidak mati begitu meminum ramuan
buatan Cliff.

Hasilnya akan jelas besok.

Kurasa, penyakit itu tidak lantas sembuh hanya setelah meminum sekali seduhan teh Sokasu.

Tapi, kuharap kondisi mereka sedikit membaik.

Sembari terus memikirkan itu, hari pun berakhir, dan aku pergi tidur.

Aku akan bermalam di rumah Ruijerd lagi.

Entah kenapa, tubuhku seakan berjalan sendiri menuju rumah itu.


Aku belum minta ijin pada Ruijerd untuk menempati rumahnya, tapi…… ya sudahlah.

"........."

Norn ingin tetap menemani Ruijerd di sisinya, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan saat Ruijerd tertidur.
Jadi, dia pulang bersamaku ke rumah Ruijerd.

Saat ini, aku dan Norn sedang duduk di depan perapian.

Suasananya hening sekali, hanya terdengar suara derakan dari kayu bakar yang termakan api.

Dan juga suara rebusan air pada panci.

Sudah…. hanya itu yang bisa terdengar.

Aku merebus sayuran dan daging yang dibawa oleh tim dokter untuk makan malam kami.

Cliff berkata, tidak masalah jika aku memakan sayur-sayuran dan daging dari desa ini. Tapi setelah tahu
bahwa bahan-bahan makanan itu kemungkinan menyebabkan wabah penyakit ini, aku tidak sanggup
memakannya.

"Nii-san, Ruijerd-san akan sembuh, kan?"

Gumam Norn.

Dia masih saja tampak cemas.


Tapi…. aku pun begitu.

"Ya, dia akan sembuh."

"Sungguh?"

"Selama ini, ketika Cliff menyatakan sanggup menyelesaikan suatu masalah, dia pasti bisa melakukannya
dengan baik. Itulah kenapa, aku percaya padanya. Mungkin mustahil bila Ruijerd sembuh esok hari, tapi
dia suatu saat nanti dia pasti sehat kembali.”

"Apakah Ruijerd-san masih hidup sampai saat itu tiba .......?"

"Aku yakin dia masih hidup. Mungkin kau sudah mendengarnya, Ruijerd pernah dikepung oleh 1000
pasukan selama Kampanye Laplace berlangsung, namun dia bisa kembali hidup-hidup. Jadi….. dia tidak
akan mati hanya karena penyakit seperti ini.”

Aku tidak punya pilihan selain menghiburnya dengan cerita-cerita lama.

"Aku khawatir......"

Norn mengatakan, sembari memeluk lutut dan menundukkan kepalanya.

Suasananya suram.

Rebusan kami belum matang sepenuhnya.

Tidak ada gunanya bersedih hati, Norn.


Lebih baik kita makan, lalu tidur.

Tapi, jangan langsung tidur setelah makan malam, agar kau tidak sakit perut.

"Oh iya, Norn…… bagaimana dengan sekolahmu? Apakah semuanya baik-baik saja?”

Saat kutanyakan itu, Norn sedikit mengangkat kepalanya.

"........ sebenarnya, aku sudah lulus."

"Wahh, luar biasa. Maaf ya…. Nii-san tidak punya waktu menghadiri upacara kelulusanmu.”

Jadi dia benar-benar sudah lulus.

Kenapa dia tidak memberitahu siapapun?

Kalau dipikir-pikir, masuk akal juga…. selama Sylphy menganduk anak kedua kita, mungkin Norn sudah
menyelesaikan sekolahnya.

Harusnya kau beritahu yang lainnya, setidaknya Roxy .....

Yahh, mungkin dia malu.

"Tidak apa-apa…. Nii-san tidak perlu menghadiri upacara wisudaku.”


Tidak, itu adalah hari yang spesial bagi Norn………

Melewatkan acara sepenting itu, agaknya…….

Apa kata Paul di surga ......

"Toh aku bukan murid teladan atau semacamnya ..."

"Tapi kau kan ketua Dewan Siswa. Pastinya kau diminta menyampaikan pidato di depan lulusan lainnya.”

“Tentu saja aku memberikan pidato ucapan selamat untuk murid-murid lainnya. Tapi, saat menaiki
podium aku hampir jatuh, dan itu sungguh memalukan…….”

Aku bisa membayangkannya.

Sosok Norn yang canggung kesulitan menaiki tangga podium, lalu hampir jatuh di tengah jalan.

Aku malah ingin melihat kecerobohan itu.

Kalau saja di dunia ini ada video, pasti akan kurekam adegan itu, lalu kusimpan terus sampai akhir
hayatku.

"Oh iya, sebelum lulus kau berencana melakukan sesuatu, kan? Apa itu?”

"......... waktu Cliff-senpai diwisuda, Nii-san pernah melawan beberapa murid sebagai duel perpisahan,
kan? Aku juga melakukan itu.”
“Kau berkelahi, Norn!? Sepertinya menarik! Tapi, bukankah itu berbahaya??”

“Kami hanya mengadakan sebuah turnamen. Kami membuatnya seaman mungkin. Peraturannya, tidak
boleh membunuh satu sama lain, bahkan pihak sekolah menugaskan beberapa penyihir yang menguasai
sihir penyembuhan kelas Saint untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Sebelum bertarung, para
peserta harus menulis perjanjian untuk tidak melanggar peraturan tersebut. Sampai tunamen itu
berakhir, hanya ada beberapa murid yang cidera, namun tidak ada yang meninggal.”

Itu luar biasa.

Para lulusan Akademi Sihir Ranoa sudah menguasai sihir kelas tinggi. Bukannya mustahil mereka saling
bunuh dengan sihir berkekuatan tinggi.

Namun, meskipun demikian….. tidak seorang pun yang terbunuh.

Mungkin kau boleh menyebutnya keberuntungan, tapi mungkin juga karena persiapan yang baik dari
para panitia.

"Aku ingin sekali melihatnya."

"Bagi Nii-san, mungkin turnamen itu tidak lebih dari pertunjukan olahraga biasa."

"Tapi, pertunjukan olahraga pun bisa membuat jantung berdebar-debar saat menontonnya.”

Dalam kehidupanku sebelumnya, selama aku menjadi seorang Hikkikomori, aku berpartisipasi pada
beberapa perlombaan game online.

Sayangnya, aku tidak punya prestasi yang bisa dibanggakan.


Tapi, menonton adegan perlombaan seperti itu saja sudah cukup membuatku bersemangat.

"Jadi…. apakah mereka juga menyiapkan piala untuk si pemenang, atau semacamnya?"

".......ya."

Norn mengatakan itu dengan cemberut.

“Semua anggota Dewan Siswa bahkan menyumbang uang. Kami juga menyiapkan sertifikat kehormatan,
bunga, dan tongkat sihir sebagai hadiahnya."

Sertifikat kehormatan, bunga, dan tongkat sihir.

Itu cukup sederhana, sih.

Yahh, sepertinya Dewan Siswa tidak punya banyak anggaran, jadi usaha mereka menyiapkan hadiah-
hadiah itu patut diacungi jempol.

“Namun, saat Rimy melihat betapa banyak peserta yang ikut, dia pun mengusulkan, ’Siapapun yang
menang akan mendapat ciuman hangat dari Ketua Dewan Siswa!’”

"Eeh!"

“Itu membuat semuanya semakin bersemangat, baik yang ikut turnamen, maupun tidak.”

Apa-apa’an itu? Pemenangnya akan dicium Norn!??


Aku tidak terima!

Ini kejahatan namanya! Tidak termaafkan!

Jika berada di sana, aku akan memakai topengku, diam-diam ikut turnamen, lalu kuhancurkan mereka
semua .......

Ah, tidak….. itu tidak bijaksana.

"Lalu ....... apakah kau benar-benar menci……?"

".........ya, di pipi."

Di pipi???!

I-itu tidak masalah, kan?? Cuma di pipi, kan??

Tapi, setelah mengatakan itu wajah Norn memerah padam, lalu dia benamkan wajahnya sekali lagi di
lututnya, sembari mengerang, “Uuuuuuuuuuu…..”.

Apakah itu begitu memalukan bagi Norn?

Kemudian, dia menjatuhkan dirinya seperti buku, sembari tetap memeluk lutut.

“Si pemenang mengatakan bahwa dia tidak akan melupakan ciuman itu seumur hidupnya….. tapi, aku
begitu ingin melupakannya.”
"Aku mengerti, siapa nama pria itu? Kalau ada…. beritahu juga alamat dan nomor teleponnya. Mungkin
nanti akan datang seorang penyihir bertopeng yang akan membuat pria itu melupakannya selama-
lamanya.”

"Telepon?"

"Ah, tidak. Lupakan….."

Norn bangkit, lalu duduk di lantai.

Dia duduk santai dengan kaki membentuk W.

“Oh iya, sepertinya turnamen itu sukses besar.”

"Kuharap begitu. Tapi, aku merasa belum mendapatkan suatu pun pencapaian yang bisa kubanggakan.
Aku selalu saja mengalami saat-saat sulit. Sepertinya, masih banyak hal yang perlu kuusahakan.”

“Itu tidak benar, Norn. Kau sudah berusaha dengan baik, dan turnamen itulah buktinya."

"........Ya."

Norn sedikit tersipu, kemudian mengangguk puas.

Wajahnya tidak lagi suram.

“Nah, kentangnya hampir masak. Kau mau makan malam bersamaku, kan?”
"Tentu saja.”

Aku menuangkan sup kentang dan daging ke dalam mangkuk, lalu memberikannya kepada Norn.

Norn menatap isinya, lalu setelah beberapa saat dia bergumam………

"Nii-san……."

"Hmm?"

"Terima kasih banyak."

"Hm."

Aku pun mengambil bagianku.

Aku belum makan apa pun sepanjang hari,

Perutku keroncongan.

"Tapi, rasanya tidak begitu enak."

Ya maaf.
Bagian 5[edit]

Keesokan harinya.

Bersama Norn, aku pergi ke ruang perawatan setelah subuh.

".........."

Satu-satunya hal yang kami pikirkan adalah bagaimana perkembangan kondisi Ruijerd.

Tadi malam kami bisa tidur nyenak setelah menyantap sup kentang. Jika tanpa itu, mungkin kami akan
terjaga semalaman.

Meskipun rasanya tidak begitu enak, setidaknya sup kentang itu dapat sedikit memulihkan stamina kami
untuk merawat para pasien hari ini.

Sembari mempersiapkan diri akan semua kemungkinan yang terjadi, aku pun membuka pintu ruang
perawatan.

"!"

Aku tercengang saat melihat pemandangan yang tersaji di depan mataku.

Sejak kemarin, suasana ruang perawatan begitu suram dan senyap, tapi hari ini….. penuh dengan
semangat.

Ah tidak…. mungkin ini belum pantas disebut semangat.


Mereka tidaklah seenerjik itu.

Tapi setidaknya, suasananya memang lebih hidup daripada kemaren.

"Rudeus-dono!"

Para dokter berlari ke arahku setelah melihat kedatanganku.

"Lihatlah! Obat yang diberikan Cliff-dono kemaren membuat orang-orang itu……….”

Apakah obatnya bekerja dengan baik?

Apakah teh Sokasu manjur melawan penyakit mereka?

“Tadi malam, orang-orang yang meminum obat itu mengalami berak. Setelah dibawa ke toilet, mereka
mengeluarkan cairan berwarna biru muda. Kemudian, setelah itu stamina mereka mulai kembali dengan
cepat! Orang-orang yang mengalami gajala parah belum pulih sepenuhnya, tapi dengan istirahat lebih
lama, aku yakin mereka akan sembuh!”

Aku tidak menyangka bakal mendengarkan kabar sebaik ini pagi ini.

Tapi…. tunggu dulu…. berak berwarna biru muda?

“Saat ini kami sedang berusaha memperbanyak obat buatan Cliff-dono untuk diberikan pada pasien-
pasien lainnya. Yahh, aku jadi merasa bersalah telah meragukan Cliff-dono. Harusnya aku tidak boleh
meragukan seorang Cliff Grimoire, karena kabarnya dia bahkan bisa menangkal kutukan! Ups, ini bukan
saatnya ngobrol. Maafkan kami, ada tugas penting yang harus dikerjakan!”
Si dokter mengatakan itu pada kami, lalu buru-buru kembali ke ruangan perawatan.

Berak berwarna biru muda.

Aku jadi teringat sesuatu.

Biru muda, biru muda ....... jangan-jangan………

"Rudeus."

Saat aku tersadar dari renunganku, tiba-tiba ada sosok besar yang berdiri di depanku.

Pria itu berpakaian putih dan berhelm hitam.

"Ah, Orsted-san."

"Apakah kau pernah melihat berak itu?”

".......Tidak, belum pernah."

Setelah mengatakan itu, Orsted membungkuk mendekat padaku.

Lalu, dia berbisik tepat di telingaku.

"Itu adalah sisa-sisa tubuh Raja Kegelapan Vita."


Raja Kegelapan Vita.

Saat mendengar nama itu lagi, tiba-tiba suatu hal terlintas di pikiranku.

Mungkin……….

Mungkinkah………

Wabah ini bukan Sindorm Drain?

Raja Kegelapan Vita.

Dia membelah diri untuk merasuki orang-orang di desa.

Menurut Ruijerd, dia bisa meredam keganasan penyakit itu.......

Tapi…..mungkinkah…..Vita sudah menyembuhkan penyakit itu…..?

Kemudian, saat sekarat, dia memberikan perintah terakhirnya pada belahan-belahan tubuhnya untuk
melemahkan kondisi fisik Ras Supard sampai mati.

Lalu, sisa-sisa tubuh Vita yang bersembunyi di usus akhirnya dilarutkan oleh ramuan teh Sokasu dan
buah merah.

Benarkah begitu….?
Tidak, ini hanya dugaan belaka.

"Seperti yang kau katakan, kita bisa mengatasi ini.”

"......Ya?"

Baiklah, tidak apa-apa.

Untuk saat ini, kami telah melewati bagian yang sulit.

Kami telah benar-benar mengalahkan Raja Kegelapan Vita.

Ya, anggap saja begitu.

"Di mana Cliff-senpai?"

“Dia merawat pasien semalaman, tetapi akhirnya tertidur setelah fajar. Dia menginap di rumah kosong
terdekat bersama Elinalize Dragonroad."

Aku mengerti.

Dia telah bekerja keras.

Biarkan dia tidur.


Mungkin dia akan berusaha membuat anak kedua bersama istrinya setelah bangun nanti.

"Baru saja, Ruijerd Supardia juga sudah bangun."

"Benarkah!?"

"Ya, pergilah untuk melihatnya."

"Permisi!"

Aku membungkuk padanya, lalu segera menuju ke dalam ruang perawatan.

Aku langsung meluncur ke tempat Ruijerd ditidurkan tadi malam.

Dia masih di sana.

Dia sedang duduk di tempat tidurnya, sembari memakan sesuatu.

"Ruijerd-san!!"

Saat aku semakin mendekatinya, tiba-tiba Norn mendahuluiku, lalu memeluk perut Ruijerd dengan erat.

"Syukurlah....... Syukurlah......"

Norn mulai menangis.


Ya ampun, kau cengeng sekali, Norn.

Dengan wajah cemas, Ruijerd menyeka sisa makanan di mulutnya, meletakkan mangkuknya, lalu
mengusap-usap kepala Norn.

Aku kehilangan kata-kata selama beberapa saat, dan hanya bisa melihat pemandangan mengharukan
ini.

Sepertinya, aku juga tidak kuasa menahan tangis.

"........ Rudeus."

Akhirnya, Ruijerd mengangkat kepalanya padaku.

"Ruijerd-san...... apakah kau baik-baik saja?"

"Yahh... Aku masih belum bisa mengayunkan tombakku sih, tapi itu tidak masalah."

Aku mengerti.

Syukurlah...... Syukurlah.....

Bukannya aku meniru perkataan Norn, tapi.... mungkin hanya itulah ungkapan yang cocok diucapkan
saat ini.

"Lagi-lagi aku berhutang padamu."


"Jangan bilang begitu. Lagian, kau belum pulih sepenuhnya, jadi terlalu cepat kau berterimakasih
padaku. Jangan pernah sungkan padaku."

"Ya...."

Ketika aku berbicara dengan Ruijerd, Norn perlahan-lahan menyingkir sambil bergumam.

Isakan tangisnya semakin terdengar, tapi dia coba menyembunyikan wajahnya di balik tangan.

"Oh ya, ada suatu hal yang perlu kukatakan, Rudeus."

"Apa itu..."

Wajahnya mulai serius, dan aku pun merasakan sesuatu yang tidak nyaman.

Apakah ada yang salah?

Apakah sekarang dia akan mengatakan fakta mengejutkan lainnya?

Aku mulai bersiap diri menghadapi apapun yang akan Ruijerd katakan, lalu.....

"Jika aku sudah pulih sepenuhnya nanti, aku siap menjadi sekutumu."

"........."
Aduhh, perasaan apa yang menyesakkan dadaku ini?

Ruijerd telah menjadi rekanku lagi.

Apakah aku terlalu senang?

Apakah aku terlalu bahagia?

Ya..... kurasa, itulah yang sedang kurasakan saat ini.

"Ya, aku akan menerimamu dengan senang hati."

Tenggorokanku juga terasa sesak.

Sudut mataku mulai berair.

Kujulurkan tangan padanya.

"Mohon kerjasamanya ya."

Ruijerd meraih tanganku dengan mantap. Tangannya terasa hangat dan kuat.

Tanya & Jawab Penulis[edit]

T : Mengapa dokter itu tahu Cliff bisa menangkal kutukan?


J : Mungkin kebetulan saja mereka mendengar kabar bahwa seorang siswa di Akademi Sihir Ranoa bisa
menyembuhkan kutukan. Agaknya, kabar itu tersebar cukup luas sampai ke Kerajaan Asura.

T : Siapa itu Rimy?

J : Salah seorang pelajar di Akademi Sihir Ranoa, sekaligus anggota Dewan Siswa. Tentu saja dia belum
muncul sama sekali dalam cerita sebelumnya.

T : Cliff pernah bisa memeriksa kehamilan Elinalize dengan mata iblis pengidentifikasi, namun apakah dia
tidak bisa melihat Vita yang merasuki tubuh seseorang?

J : Ya, sepertinya memang tidak bisa.

T : Sebenarnya apa yang menyembuhkan penyakit ini?

J : Ramuan buatan Cliff lah yang menyembuhkannya, dan membunuh sisa-sisa belahan tubuh Vita di
dalam korbannya. Namun, bagaimana bisa begitu, dan apakah Ras Supard bisa pulih sepenuhnya….. itu
semua masih misteri.

Bab 8: Ibukota[edit]

Bagian 1[edit]

Rumah yang sunyi.

Sebuah kuali berderik pada perapian di tengah-tengah rumah ini.

Ada seorang pria berambut hijau yang duduk di depannya.

Itu adalah Ruijerd.


Aku duduk berhadapan dengannya, sembari juga menghadap perapian.

"....."

"..........."

Tidak ada percakapan.

Hanya kesunyian yang membungkus ruangan ini.

Tidak ada yang perlu kami bahas.

Ah tidak juga…. mungkin lebih tepat bila dikatakan, tidak ada kesempatan bicara.

Fokus kami tertuju pada apa yang terdapat di hadapanku.

Kami tidak boleh gagal.

Kami terus mengawasinya, sambil menunggu saat yang tepat.

"!"

Dan………. saatnya pun tiba.


Dengan hati-hati aku mengulurkan tangan….. lalu memadamkan api di bawah kuali itu.

Tapi, tidak semudah itu.

Aku tidak boleh terburu-buru.

Setelah hampir 10 menit berlalau, aku pun berhenti bergerak.

Akhirnya kukatakan sesuatu.

"Ruijerd-san, apakah kamu siap?"

"Ya, siap.”

Setelah Ruijerd menyatakan kesiapannya, aku mengambil benda di sampingku.

Benda itu berwarna putih, permukaannya kasar, dan bentuknya menyerupai telur.

Bukannya ‘menyerupai’, itu benar-benar telur ayam.

"......"

Kupecahkan telurnya pada sebuah mangkuk, lalu kuaduk dengan sumpit.

Aku melakukannya dengan begitu fasih, tanpa kesalahan sedikit pun.


Seolah-olah, aku sudah biasa melakukannya bahkan sebelum lahir.

Tapi itu benar…. di kehidupan sebelumnya aku sudah sering melakukan ini.

Jika kau sudah terbiasa melakukan sesuatu, maka kau akan mengingatnya sampai kapanpun.

Memecahkan dan mengocok telur pada sebuah mangkuk sudah seperti insting bagiku.

Aku mengulangi hal itu sekali lagi pada telur lainnya.

Sekarang, ada dua telur yang sedang kukocok dalam mangkuk.

Setelah itu, kubuka penutup kuali yang masih berada di atas perapian.

".....Baiklah….."

Kulihat ke dalam kuali itu, lalu aku mengangguk.

Di sana ada nasi putih yang masih mengepul panas dengan suara derik mendidih.

Kepulan uap panasnya menyebar ke setiap sudut ruangan.

Tanpa sadar, mulutku mulai berair, lalu kutelan ludahku.


Aku ingi sekali menyantap nasi itu panas-panas, tapi tahan dulu…. resepnya belum selesai. Aku perlu
menambahkan kocokan telur ini terlebih dahulu.

Aku mengambil mangkuk lainnya, lalu kutempatkan beberapa gumpal nasi di sana.

Secukupnya saja.

Jangan terlalu banyak, jangan pula terlalu sedikit.

Lalu, aku membuat cekungan di tengah-tengah tumpukan nasi itu dengan sumpitku.

Selanjutnya, kutuangkan kocokan telur pada cekungan nasi tersebut.

Nasi putih bersih itu ternodai dengan cairan telur yang berwarna kuning bak emas.

Tapi belum selesai.

Sekarang saatnya kita tambahkan bumbu penting terakhir pada resep ini.

Inilah yang kutunggu-tunggu sejak datang ke negara ini.

Inilah salah satu keinginan terbesarku selama ini yang belum keturutan.

Aku mengambil sebuah botol kecil di sebelahku.

Kualirkan cairan hitam pekat dari botol itu pada mangkuk penuh nasi berwarna emas.
Sekilas, cairan hitam pekat itu tampak seperti racun, tapi sebenarnya itu adalah…..

Kecap.

Aku menuangkannya sekali saja.

Dua kali juga tidak apa-apa, tapi untuk kali ini….. sekali saja.

Sekarang, nasi berwarna kuning emas itu berubah menghitam.

Ini mirip sekali dengan cairan gula yang dituangkan di atas puding.

Itu semakin membuat perutku keroncongan.

Tenang dulu….tenang dulu…. tak lama lagi kita akan menyantapnya.

Aku telah melakukan 4 kali percobaan untuk mendapatkan resep ini.

Sekarang… aku bisa menyantapnya kapanpun aku mau.

Tapi sebelum itu, kupersembahkan dulu hidangan surgawi ini pada orang yang paling kuhormati.

"..... Ini dia."


"Ya."

Aku memberikannya kepada Ruijerd.

Setelah mengambil mangkuk itu, dia menungguku.

Aku segera mengulangi prosesnya sekali lagi, untuk membuat hidangan kedua.

"Terimakasih atas makanannya. Ayo makan.”

Bersama-sama, kami membungkuk.

Mangkok di sebelah kiri, sumpit di sebelah kanan.

Aku membuka mulutku lebar-lebar untuk melahap suapan pertama.

“—Mmm! —HmMmm!!”

Ini dia.

Rasa ini.

Sempurna.

Ini bukan yang terbaik, tapi…. inilah rasanya.


Inilah rasa yang sudah lama kucari.

"* Nyam * ....... * nyam * .......... * glek * ......!"

Satu kunyahan, dua kunyahan, tiga kunyahan.

Tanpa mengucapkan apapun, aku mengunyah nasi itu beberapa kali, lalu kutelan. Aku sempat terbatuk
sedikit karena terlalu bersemangat, tapi itu tidak masalah.

Yang kulakukan saat ini hanyalah makan…..makan…..dan makan.

"..... ini hidangan yang luar biasa!"

Tanpa kusadari, mangkukku sudah kosong.

Saat-saat penuh kebahagiaan berakhir dalam sekejap mata.

Aku merasa begitu puas setelah kuselesaikan mangkuk itu, tapi….. entah kenapa ada yang kurang.

Aku ingin membuatnya sekali lagi, tapi…. saat kulihat pria yang berada di hadapanku….

Ruijerd masih makan dengan tenang.

Dia memang tidak banyak bicara saat makan, tapi kali ini dia hening sekali.
Ah iya……

Suasananya menjadi sepi, mungkin karena kurang seseorang.

Makanannya lezat, semuanya baik-baik saja, tapi…. Eris tidak di sini.

Kali ini, kami hanya makan berdua.

Aku tidak banyak bicara, begitu pun dengan Ruijerd.

Dia makan dengan begitu pelan.

Sepertinya, dia masih belum menghabiskan separuh isi mangkuknya.

Atau mungkin…. aku yang terlalu cepat makan?

"Um, Nii-san."

"Waah!"

Saat aku memikirkan itu, tiba-tiba Norn duduk di sampingku tanpa kusadari.

"Norn .... kapan kau datang .....?"

"Kapan? Aku sudah di sini sejak tadi. Aku memanggilmu, tapi sepertinya kau terlalu asyik makan.”
Jadi dia tiba saat aku sedang makan.

"Apa yang kamu makan?"

"Sesuatu yang lezat. Kamu mau juga?”

"........ hmmm, boleh lah….."

Norn mengangguk sambil melirik Ruijerd.

Aku segera menyajikan nasi dalam mangkuk, mengocok telur, menuangkannya pada nasi panas, lalu
kutuangkan kecap di atasnya.

Seluruh proses itu hanya berlangsung 10 detik, tapi rasanya tidak berubah.

Mungkin aku sudah terlalu sering melakukannya.

"Makanlah sebanyak yang kau mau.:

"Apa ini.....?"

"Inilah makanan pelipur lara."

"......Selamat makan."
Norn mengambil mangkuk yang kuberikan padanya dan mulai makan perlahan.

"......"

Aku sudah menunggu.

Aku menunggu sementara dia masih mengunyah makanannya.

Aku duduk dan menunggu.

Kau masih belum selesai? Cepatlah sedikit.

Aku ingin mendengar bagaimana pendapatmu. Silahkan berkomentar apapun, aku cuma penasaran.

"......"

Sementara aku menunggu dengan antusias, Ruijerd akhirnya selesai makan.

"Jadi, makanan inilah yang pernah kau ceritakan saat kita masih mengembara?”

"Ya. Bagaimana menurutmu?"

"Lezat."

Dia hanya mengomentarinya dengan satu kata.


Tapi itu sudah cukup membuatku puas.

Rekan terbaikku akhirnya bisa merasakan makanan yang sudah lama kucari-cari.

Aku senang sekali.

Sayang sekali Eris tidak ada di sini.

"..... Terima kasih untuk makanannya."

Norn pun menyelesaikan mangkuknya.

Padahal, barusan saja dia makan….. cepat juga ya…..

"Bagaimana menurutmu, Norn? Inilah makanan yang pernah kubicarakan di rumah.”

“..... Enak kok, tapi aku belum pernah merasakan makanan seperti ini sebelumnya ...... apakah karena
bumbu ini?"

"Ya. Ini adalah kecap asin, si bumbu serba guna. Bumbu ini bisa membuat apapun makananmu menjadi
enak.”

"Hmmm....."

Norn tampak sangat kagum.


Nanti aku akan membuatnya di rumah, sehingga kau bisa menikmatinya setiap hari.

Hari ini adalah pertama kalinya ditemukan Tamago Kake Gohan di dunia ini.

"Tapi, makan terlalu banyak telur mentah bisa membuat perutmu mual, jadi gunakanlah sihir
detoksifikasi untuk menetralkannya.”

"Sihir detoksifikasi?? Hey, jangan membuat makanan yang berbahaya seperti itu!?”

Aku pun membuatnya marah pada hari yang bersejarah ini.

Bagian 2[edit]

Dua hari kemudian.

Perlahan-lahan tapi pasti, kondisi para pasien semakin membaik.

Meskipun ada beberapa yang masih terbaring di tempat tidur, mereka yang sudah mendingan bisa
kembali beraktifitas dengan normal.

Aku membuat sebuah ruangan di tepi desa untuk mengembangbiakkan Rumput Sokasu.

Kami masih belum tahu penyebab penyakit ini. Apakah karena konsumsi Mana yang berlebihan, ataukah
sisa-sisa tubuh Raja Kegelapan Vita?

Tapi yang jelas, kami sudah mendapatkan pengalaman yang begitu berharga untuk menyembuhkan
penyakit yang langka ini.
Kalau penyebabnya adalah Vita, maka harusnya penyakit ini tidak akan muncul lagi, karena Raja
Kegelapan sudah mati.

Kalau penyebabnya adalah lingkungan ini, maka Ras Supard harus pindah.

Mereka harus pindah ke tempat yang tidak terlalu dalam di hutan, atau tempat yang masih terjangkau
dari desa-desa terdekat, sehingga mereka bisa mendapatkan bahan-bahan makanan.

Ya, itulah pilihannya.

Tapi, pihak kerajaan harus mengakui keberadaan Ras Supard jika mereka ingin tinggal di dekat desa-desa
manusia.

Bahkan, kalau memungkinkan, aku ingin mereka pindah ke Kerajaan Asura. Tapi, terlalu banyak
hambatan di sana.

Sepertinya mereka tidak suka meninggalkan tempat yang telah mereka tinggali begitu lama.

Selain itu, pengaruh Gereja Milis di Kerajaan Asura cukup kental.

Cliff terlihat tenang-tenang saja saat pertama kali bertemu dengan orang-orang Supard itu, tapi
bagaimana dengan pemeluk Agama Milis lainnya? Mereka yang terlalu fanatik dengan ajaran Milis tidak
akan mau menerima Ras Supard.

Akhirnya, aku pun memutuskan pergi ke ibukota untuk bernegosiasi dengan pihak Kerajaan Biheiril.

Ada dua tujuan yang harus kucapai.


Buat mereka mengakui keberadaan Ras Supard.

Buat mereka bubarkan pasukan kerajaan yang ditugaskan menginvasi hutan.

Mungkin Ras Supard terkesan tertutup dan suka mengasingkan diri, tapi itu karena mereka selalu
dianiaya dan dikucilkan selama beratus-ratus tahun terakhir. Sebenarnya, mereka semua orang baik.

Pihak Kerajaan Biheiril mungkin akan menolak permintaanku, tapi kita punya banyak cara untuk
merubah pikiran mereka.

Salah satunya adalah, minta mereka mengunjungi desa ini.

Jika mereka melihat sendiri keseharian Ras Supard yang penuh perdamaian di sini, maka mereka akan
mengerti bahwa semua tuduhan yang ditujukan pada Ras Supard tidaklah benar. Belum lagi, Ras Supard
membantu warga sekitar dengan memburu iblis-iblis tak kasat mata yang berbahaya.

Kurasa…… ini akan berhasil.

Ya, setidaknya…. begitulah harapanku.

Atau…… justru sebaliknya.

Jika kebencian mereka terhadap Ras Supard terlalu besar, pastinya mereka akan syok melihat desa ini.

Mereka akan tercengang melihat desa berisikan 100% Ras Supard, bahkan ada juga anak-anak Ras
Supard di sini.
Mungkin mereka akan berteriak, ”Lihatlah!! Orang-orang Supard itu bahkan berkembang biak di sini!!
Cepat hancurkan tempat ini!!”

Jika itu yang terjadi, maka tidak ada jalan selain memindahkan perkampungan Ras Supard.

Jika satu-satunya tempat yang bisa kami tuju adalah Asura, maka aku harus memohon pada Ariel untuk
mengijinkan mereka tinggal di sana. Entah apa lagi yang harus kuperbuat agar Ariel menyetujuinya. Aku
siap memberikan apapun….. bahkan tubuhku jika perlu.

Menurutku anak-anak Ras Supard terlihat lucu dan manis-manis.

Melihat anak-anak seimut itu bermain-main bola kulit dengan damai, harusnya para prajurit Kerajaan
Biheiril juga merasa iba pada mereka.

"Aku memutuskan untuk pergi ke ibukota."

"Ya."

"Cliff akan diam di sini untuk melihat perkembangan penyakit mereka, ditemani dengan Elinalize.
Sedangkan Norn akan terus merawat Ruijerd. Bagaimana denganmu, Orsted-san?”

“Aku juga akan tinggal di sini. Cliff Grimoire saat ini sedang berusaha keras meneliti penyakit tersebut.
Itu akan menjadi informasi yang sangat berharga bagiku di perulangan selanjutnya, karena aku sama
sekali belum pernah mendapati penyakit seperti ini sebelumnya.”

Saat Orsted mengatakan itu, bola kulit yang dimainkan anak-anak Supard itu terbang ke arahnya. Lalu,
dia menangkisnya dengan begitu cepat, sampai-sampai aku tidak bisa melihat pergerakan tangannya.
Bola itu terbang melengkung dengan pelan, lalu mendarat di tangan salah seorang anak.

"Jika kau hanya coba bernegosiasi dengan mereka, kurasa aku tidak perlu pergi denganmu.”

"Benar. Lagipula, kutukanmu akan menjadi masalah nanti. Mereka juga akan ketakutan melihat helm
besarmu itu.”

Setelah mendapatkan kembali bolanya, anak-anak Supard kembali bermain dengan riang.

"Ya, kutukan ini tidak akan hilang sepenuhnya."

"Ya."

Tapi, bola itu kembali melayang pada Orsted, dan dia pun menangkisnya lagi.

"Tapi, jika negosiasi kami gagal, dan prajurit kerajaan tetap menyerang desa ini, maka kita bisa mengusir
mereka dengan kutukanmu itu. Para prajurit pasti akan lari tunggang-langgang saat melihat monster
berhelm yang memancarkan aura begitu mengerikan.”

"Boleh saja."

Bola itu datang lagi, dan Orsted menangkisnya lagi.

"Haruskah aku meminta mereka berhenti bermain?"

Tak peduli berapa kali pun si bos menangkis bolanya, anak-anak Supard itu melemparkannya kembali
padanya.
Kalau dilihat dari sorot matanya, bukannya takut…. sepertinya mereka penasaran pada Orsted.

”Siapa om aneh berkepala besar itu? Ayo kita coba lemparkan bola padanya…..” kira-kira seperti itulah
yang ingin mereka katakan.

Tapi, kalau Orsted tidak memakai helmnya, mungkin mereka sudah melempar batu padanya.

Karena Orsted menangkis bolanya dengan pelan, mungkin mereka semakin penasaran untuk
mengajaknya main bersama.

"Biarkan saja. Mereka hanya ingin mengajakku main bola.”

"Begitukah?"

Apakah si bos menikmatinya?

Aku tidak bisa melihat wajahnya karena tertutup helm, tapi sepertinya suasana hatinya sedang baik.

"Apakah menyenangkan bermain bersama mereka?"

".... lumayan….."

Baiklah kalau begitu…..

"Baiklah, aku pergi dulu."


"Ya."

Setelah Orsted mengatakan itu, aku pun berangkat.

Sandor dan Doga sedang menungguku di dekat lingkaran sihir teleportasi.

Sementara aku menuju ke ibukota, Sandor akan pergi ke Irel untuk bertemu dengan si informan.

Kami memutuskan berbagi tugas agar lebih efektif.

Aku memilih Doga sebagai pengawal.

Lebih baik pergi bersama seorang pengawal daripada tidak ada sama sekali.

"Ah…..."

Tiba-tiba Ruijerd menghalangi jalanku.

Sembari dipapah Norn, dia berjalan dengan sempoyongan.

"Ruijerd-san, apakah kau sudah bisa berjalan?"

"Lumayan….."
Meskipun Ruijerd berkata begitu, sepertinya itu tidak benar, karena wajah Norn tampak begitu tegang.

“Aku akan pergi sebentar untuk bernegosiasi dengan pihak Kerajaan Biheiril. Mungkin aku akan kembali
bersama para prajurit, jadi kumohon sambutlah mereka dengan ramah.”

"Aku mengerti. Aku akan memberi tahu Kepala Suku."

Saat Ruijerd mengatakan itu, aku melihat Orsted.

Anak-anak Supard mengerumuninya, sembari terus mengajaknya main lempar-tangkap bola.

Sekilas, itu terlihat seperti pembullyan, tapi kurasa itu menyenangkan baginya.

Setiap kali Orsted mengembalikan bola dengan pas, anak-anak tertawa girang.

"Dia tidak lagi menyeramkan seperti dulu, kan?”

"Ya."

Aku pun pergi sembari mengatakan itu dengan senyuman.

Bagian 3[edit]

Aku menuju ke Kerajaan Biheiril melalui lingkaran sihir teleportasi.

Tentu saja aku memeriksa litograf komunikasi sihir ketika singgah sejenak di kantor.
Kelompok Zanoba tidak menemui masalah yang berarti.

Aisha dan kelompok prajurit bayaran juga baik-baik saja.

Kelompok Sylphy masih belum memberikan laporan. Namun, itu wajar saja, karena jauhnya jarak dari
lingkaran sihir teleportasi ataupun alat komunikasi sihir.

Sedangkan kelompok Roxy tidak banyak membuat progres.

Sepertinya, saat mereka tiba di Pulau Ogre, Dewa Ogre sudah pergi.

Dan kami tidak tahu lokasi Dewa Ogre.

Tapi orang-orang di Pulau Ogre sedang bersiap-siap bertempur, kurang-lebih seperti itulah informasi
yang kami dengar.

Oh iya…. akhirnya Eris sedang menuju ke sini.

Dia ingin bertemu Ruijerd.

Sebenarnya, aku harap dia lebih fokus pada misinya saja.

Aku juga mengirim informasi bahwa Ras Supard sudah berangsur-angsur pulih.

Mungkin aku terlalu membuat heboh dengan menyampaikan kabar tentang wabah mematikan yang
menyerang perkampungan Ras Supard, padahal kami bisa menyelesaikannya hanya dalam beberapa
hari. Yahh, apa boleh buat, itu semua kulakukan karena panik.
Setelah menyelesaikan dan mendengar semua laporan, aku memakai cincin penyamaran lagi, lalu
melompat ke lingkaran sihir teleportasi yang menuju ke ibukota Kerajaan Biheiril.

Bagian 4[edit]

Zanoba telah memasang lingkaran sihir teleportasi di suatu desa terbengkalai yang terletak di dalam
hutan. Jaraknya dari kota hanya setengah hari perjalanan.

"Shisho, aku telah menunggumu."

Pada saat aku tiba, Zanoba menyambutku dengan menunduk.

Julie dan Ginger juga bersamanya.

"Sudah lama ya?"

"Lumayan. Aku sudah menunggumu sejak kudengar kabar kau akan datang.”

Pria yang setia.

“Jangan khawatir, di sini tidak ada mata-mata musuh, jadi aku bisa menyampaikan laporanku dengan
leluasa.”

"Baiklah. Apa yang hendak kau sampaikan?”

"Sebenarnya, ini bukan masalah besar."


Setelah basa-basi sebentar, Zanoba melaporkan perkembangan situasinya sampai saat ini.

Pertama, setelah menemukan penginapan, dia memasang lingkaran sihir teleportasi di hutan.

Setelah itu, dia mengumpulkan informasi di kota.

Saat itulah dia tahu bahwa kerajaan sedang menghimpun pasukan.

Lalu, Zanoba mengirimkan laporan pertamanya via litograf sihir.

Aku pun sudah membaca kabar itu.

Kemudian, dia juga mendapat informasi yang mengatakan Dewa Utara akan bergabung dalam pasukan
itu.

Sembari masih mencari informasi tentang Gisu, dia coba mencaritahu tentang Dewa Utara Kalman III.

Kurang-lebih, itulah yang dia usahakan selama ini.

"Hanya itu? Kita belum tahu detail rencana mereka?"

"Aku sungguh minta maaf. Ketika mendengar kabar munculnya Dewa Utara Kalman III, kurasa kita bisa
langsung bernegosiasi dengannya, namun ternyata tidak semudah itu…..”

"Tidak, tidak perlu meminta maaf."


Ini adalah pertama kalinya mereka mengunjungi Kerajaan Biheiril, jadi informasi itu saja agaknya cukup.

Memasuki ibukota, memasang lingkaran sihir, dan mulai mengorek informasi.

Itu semua mereka capai hanya dalam 7 hari.

Itu sudah bagus.

"Baiklah, untuk selanjutnya, kita akan bekerja lebih keras.”

"Ya."

Dewa Utara, ya?

Jika dia bergabung dengan pasukan yang akan menginvasi hutan, maka aku harus segera membujuknya
untuk bekerjasama dengan kami. Kalau tidak, bisa bahaya.

Tapi, mengapa Dewa Utara seolah bergerak dengan sembunyi-sembunyi?

Mungkinkah dia sudah bekerjasama dengan Gisu?

Mungkin Gisu segera merubah rencananya setelah tahu bahwa Raja Kegelapan Vita telah dikalahkan,
kemudian sekarang dia mengerahkan Dewa Utara.

Mungkin juga Vita hanyalah pengalih perhatian, buktinya dia kalah dengan begitu mudah.
Atau, mungkin juga berita kekalahan Vita belum didengar oleh Gisu, tapi lebih baik kita memikirkan
kemungkinan terburuk.

Setidaknya, aku sudah berhasil merekrut Ruijerd sebagai sekutuku.

Sekarang, saatnya tantangan yang lebih besar, yaitu bekerjasama dengan Dewa Utara.

"Shisho, kapan kita pergi? Aku akan memandumu ke ibukota.”

"Ya, kita segera bergerak."

Maka, jelaslah apa yang akan kita kerjakan di ibukota.

Bagian 5[edit]

Entah kenapa, menurutku ibukota Kerajaan Biheiril mirip dengan ibukota Kerjaan Shirone.

Berada di Benua Tengah yang besar, negara ini hanyalah negara berkembang.

Meskipun begitu Kerajaan Biheiril kaya akan kayu yang bisa dimanfaatkan untuk konstruksi bangunan.

Pohon pun banyak tumbuh di kota ini.

Itulah yang membuat kota ini terkesan unik.

Kami memasuki kota saat hari sudah malam. Ada banyak api unggun yang dinyalakan di sekitar jalanan
kota.
Kereta kuda dilarang melintas di malam hari.

Itu saja yang berbeda…. selebihnya, kota ini mirip ibukota suatu negara seperti pada umumnya.

Di dekat gerbang masuk kota terdapat banyak penginapan dan pedagang kaki lima.

Semakin ke tengah kota, perumahan semakin bagus, karena para bangsawan tinggal di sana. Dan di
jantung kota ada kastil kerajaan yang berdiri megah.

Kastil itu dibangun di persimpangan dua aliran sungai.

Mirip seperti Kastil Sunomata. [1]

Lokasinya juga mirip Benteng Karon di Shirone.

Adapun, kota yang tampak kumuh di belakang kastil.

Meskipun kukatakan kumuh, sepertinya penduduk yang tinggal di sana tidak miskin.

Pemandangan ini cukup wajar, dan biasanya kau temukan di kota-kota besar lainnya.

"Baiklah, selanjutnya kita akan menghadap sang raja."

"Apakah kita bisa meminta waktu Yang Mulia? Kurasa, pengaruh Ariel tidak begitu kuat di negara ini.”
"Hmm."

Di kamar di penginapan, aku berpikir bersama Zanoba.

Tempat Zanoba tinggal bukanlah penginapan bagi para petualang, melainkan penginapan mewah untuk
para bangsawan.

Agaknya, gaji Zanoba cukup untuk membayar semua ini.

Seharusnya kita menyewa penginapan biasa saja agar tidak mengundang perhatian.

Tapi, kurasa tidak masalah. Toh, penampilan Zanoba tidak begitu menyita perhatian.

"Bagaimana kalau kita berpura-pura bergabung dengan pasukan kerajaan? Raja pasti menyambut baik
orang-orang yang mau bergabung dengan sukarela. Saat ada kesempatan, kita akan mendekati raja,
kemudian meminta waktunya untuk bernegosiasi. Jika tidak ada kesempatan, mungkin kita bisa
menggunakan sedikit cara kasar.”

“Kurasa kita butuh cara yang lebih cepat. Pasukan kerajaan sudah terbentuk dan akan segera
diberangkatkan. Saat perintah sang raja turun, kita sudah tidak punya kesempatan menghentikan
pasukan itu.”

Sebenarnya masih ada waktu, tapi tidak banyak.

Mereka masih harus menyusun ulang pasukan, menyiapkan makanan dan persenjataan.

Tapi, begitu semuanya siap, para pasukan itu tidak akan berhenti meskipun rajanya mengatakan,
‘Mohon tunggu sebentar!’
Raja pun tidak boleh plin-plan dalam memberikan perintah. Jadi, agak sulit baginya mengentikan
pasukan yang sudah siap tempur.

"Jadi, kita harus menghentikan mereka sebelum semua persiapan selesai. Kita harus memberitahu
mereka bahwa Ras Supard bukanlah iblis. Justru mereka lah yang membasmi para iblis yang merugikan
warga desa di pinggiran hutan.”

Pokoknya, kami harus meyakinkan mereka bahwa Ras Supard bukanlah musuh. Jikalau pasukan itu tetap
harus diberangkatkan, mungkin mereka bisa mengalihkan target perburuan pada iblis-iblis tak kasat
mata itu.

Jika mereka tetap bersikeras ingin membantai Ras Supard, maka nyawa mereka lah yang berada dalam
bahaya, karena Orsted ada di sana.

Membantai pasukan sebanyak ini bukanlah masalah bagi si bos.

Itu sebabnya, sebelum mereka dikerahkan, kami harus bertemu dulu dengan raja untuk
menghentikannya.

Aku mulai memikirkan berbagai cara untuk mendekati sang raja.

“Baiklah, kita akan coba cara frontal untuk bertemu dengan raja. Mungkin itu akan membuat
penyamaran kita sia-sia, tapi aku akan memperkenalkan diri sebagai bawahannya Dewa Naga, jika masih
kurang, aku akan bawa nama Ariel, jika masih kurang, aku akan sebut nama Perugius, jika masih tidak
berhasil juga……….. kita akan cari cara lain. Pokoknya, kita harus bertemu dengan raja terlebih dahulu.”

Bagian 6[edit]

Keesokan harinya.
Setelah selesai sarapan, aku memutuskan untuk melihat-lihat kastil kerajaan.

Kastil itu pun mirip seperti Kastil Kerajaan Shirone.

Baik dari segi ukuran dan nuansanya ... namun ada juga bagian-bagian yang membedakannya, yaitu
struktur yang terbuat dari kayu.

Tapi menurut Zanoba, kelemahannya juga sama seperti Kastil Shirone, yaitu rentan terhadap serangan
api.

"Mungkin kita harus lewat gerbang masuk utama."

"Aku harap nama besar Ariel sudah cukup membuat raja menyitakan waktunya untuk bertemu dengan
kita…."

"Tapi, kurasa pengaruh Asura tidak begitu kuat di negara ini ...... jadi, lebih baik kita mengikuti prosedur
biasa untuk bertemu Yang Mulia.”

"Prosedur biasa?"

"Ya, prosedur biasa."

Tidak mudah meminta waktu seorang raja untuk bertemu dengan kita.

Selama ini, aku tidak menggunakan prosedur biasa untuk menemui pemimpin-pemimpin berbagai
negara. Aku selalu menggunakan nama besar Ariel, Orsted, Perugius, atau yang lainnya.
Biasanya, seseorang akan membawa kereta kuda mewah, pakaian bangsawan mahal, dan sertifikat
resmi untuk memperlancar pertemuannya dengan raja.

Setelah pihak kerajaan mempercayaimu, maka tinggal mengatur waktu yang tepat untuk tidak
mengganggu kesibukan sang raja. Lalu, barulah dia bisa bertemu dengan raja.

Normalnya, seperti itulah prosedurnya.

Tanpa adanya koneksi dengan orang dalam, hal seperti itu juga sulit.

Tapi, sulit bukan berarti tidak mungkin.

Jika seseorang datang tiba-tiba, bisa saja dia langsung diperbolehkan bertemu raja, asalkan membawa
kabar yang begitu penting untuk kerajaan tersebut.

Sayangnya, kami tidak boleh tampil begitu mencolok, karena akan terendus oleh hidung licik Gisu.

Tapi, mungkin saja dia sudah mengetahui hal ini sejak lama…..

“Zanoba….. sudah banyak orang yang tahu bahwa kita sering bekerjasama, jadi…. kali ini aku hanya akan
bersama Doga.”

"Baik. Mudah-mudahan sukses, Shisho.”

Aku berpisah dengan Zanoba di tempat yang ramai, lalu pergi bersama Doga menyusuri jalan di
sepanjang parit ibukota, menuju tempat yang dijaga ketat oleh prajurit kerajaan.
Hari masih pagi, dan prajurit sedang sibuk berpatroli kesana-kemari.

Tentu saja, mereka akan menganggapku mencurigakan, jika tiba-tiba meminta menghadap raja.

Ya, itu tetap saja mencurigakan, meskipun aku mengenakan pakaian mewah layaknya bangsawan........

Tapi, aku tidak tahu harus berpakaian apa di negara yang tidak memiliki kedutaan di negara lain seperti
ini.

Hmmm….. sepertinya ada semacam petugas resepsionis di sana.

"Permisi. Bisa minta tolong?"

"Apa yang kamu inginkan?"

Si resepsionis adalah seorang pria berkumis tebal yang tampak terhormat.

Pakaiannya cukup formal, dan dia tidak terlihat seperti prajurit.

Mungkin orang ini bisa membantuku.

"Aku hendak meminta ijin bertemu dengan raja."

"Kapan?"
"Um? Ah, hari ini….tidak…. pokoknya secepat mungkin.”

Menurutku, penampilanku tidak begitu mencurigakan.

Yahh, kita coba saja…….

Jika ini tidak berhasil, maka kita akan pikirkan cara lain.

"......"

Pria berkumis itu melirik padaku, lalu mulai membalik-balik tumpukan kertas.

"Kau harus membayar sekeping emas terlebih dahulu."

"Hah?"

"Tarifnya 1 keping emas."

Apakah kau ingin tip, pak?

"Ini dia……..."

"Ini sih .... Hah?"

Pria berkumis itu mengambil koin emasku dan mulai memeriksanya.


Kemudian dia menggigitnya dengan bunyi, *krek*.

Sepertinya ada yang tidak beres.

Apakah aku tidak sengaja memberinya koin emas palsu ...?

"Ini adalah koin emas Asura, kan?”

"Ah iya. Dari situlah aku berasal.”

Sambil berkata begitu, aku menunjukkan padanya lambang yang kudapat dari Ariel.

"......"

Reaksinya buruk.

Pria berkumis itu menatapku dengan curiga.

Sudah kuduga, pengaruh Kerajaan Asura tidak mencapai negara ini.

Tapi…. apakah reputasi Asura buruk di negara ini?

Sementara aku memikirkan itu, dia mengantongi koinnya.


Dia kemudian menulis sesuatu di tumpukan kertas dan menyerahkannya kepadaku.

"Tulis di sini nama dan mengapa kau ingin bertemu raja.”

"Ah iya."

"Ketika lonceng siang berdentang, kembalilah ke sini lagi.”

"Ya. Terima kasih banyak."

Reaksinya buruk, tetapi mungkin uangku merubah segalanya.

Sepertinya aku bisa menemui raja.

Kekuatan uang memang luar biasa.

Sekarang, anggap saja kita sudah melewati halangan pertama.

Bagian 7[edit]

Tengah hari.

Aku berada di depan ruang tunggu untuk orang-orang yang hendak menghadap raja.

"....."
Aku gugup.

Harusnya tidak hari ini juga aku bertemu dengan raja.

Semuanya butuh proses.

Setidaknya…. itulah yang kupikirkan sebelum masuk ke istana, tapi si pria berkumis itu mengutus orang
lain untuk membawaku ke tempat ini. Dan di sinilah aku berada sekarang.

Mungkin, tak lama lagi aku akan diperbolehkan menghadap raja.

Stage pertama sudah kulewati, saatnya melawan bos terakhir.

Ini semua terlalu mendadak…. pikiranku jadi kosong.

Tidak, tidak, tidak….. aku harus tenang.

Jika ada orang yang terlebih dahulu keluar ruangan pertemuan, aku akan bertanya banyak padanya.

Jadi….. di negara ini, raja akan menerima siapapun selama 2 jam setelah tengah hari.

Tentu saja…… meskipun aku bilang ‘siapapun’, tapi tetap saja ada syarat dan ketentuan yang berlaku.

Pertama, untuk bertemu raja, kau harus membayar 1 koin emas.


Kedua, jatah waktu setiap orang bertemu dengan raja hanyalah 15 menit. Hanya ada 8 orang yang
terlihat hari ini.

Dengan membayar sekeping emas, kau memiliki kesempatan bertemu raja, untuk mengutarakan
pendapat, mengajukan pertanyaan, bahkan meminta bantuan.

Jika kau rasa ada masalah besar, kau dapat mengajukan petisi. Sepertinya, begitulah prosedur di negara
ini.

Namun, sayangnya sekeping emas belum tentu bisa dibayarkan oleh warga-warga desa yang kurang
mampu.

Dengan demikian, orang-orang miskin yang benar-benar membutuhkan bantuan tidak punya
kesempatan bertemu raja.

Sebaliknya, orang-orang kaya yang mampu membayar belum tentu memiliki masalah serius yang perlu
diselesaikan dengan sang raja.

Seperti itulah sistem birokrasi di Kerajaan Biheiril.

Jika seseorang hendak mengajukan petisi pada raja, dia pasti akan melakukan berbagai cara untuk
bertemu raja.

Ini sering terjadi pada pedagang dan orang kaya yang ingin meminta perlindungan dari negara.

Jelas saja, saat aku datang, ruang tunggu dipenuhi oleh beberapa orang.

Tapi, pertemuan beberapa orang telah dibatalkan. Rupanya, kami sedang beruntung.
Sungguh beruntung.

Atau mungkin saja……….. koin emas Asura bernilai 10 kali lipat koin emas Biheiril, sehingga aku lebih
diprioritaskan.

Kesempatan bertemu raja hanya 15 menit.

Itu tidak lama.

Aku jadi mulai resah.

Hanya ada dua hal yang perlu kusampaikan.

Pertama, batalkan serangan.

Kedua, akui keberadaan Ras Supard.

"Rudeus-dono, silakan masuk ke ruangan pertemuan.”

Sementara aku masih memikirkan berbagai hal, namaku dipanggil.

"Baiklah… ayo."

"......Ya."
Setelah Doga menyatakan kesiapannya, aku menarik napas dalam-dalam, berdiri, lalu keluar dari ruang
tunggu.

Sembari mengikuti arahan pelayan, kami berjalan menyusuri lorong menuju ruangan pertemuan.

Akhirnya kami tiba….

Kalau aku boleh memberi nilai, ruangan pertemuan negara ini kukasih C lah…..

Ruangannya tidak begitu besar, tidak ada karpet-karpet mewah yang menghiasi, dan juga tidak ada
prajurit-prajurit sangar yang berjaga-jaga di samping kami.

Sepertinya tidak ada juga dekorasi khusus di ruangan ini.

Sungguh ruangan yang sederhana.

Yahh, kalau dipikir-pikir lagi…. wajar saja. Karena setiap orang dari berbagai kasta diperbolehkan
memasuki ruangan ini. Tapi…… asalkan punya sekeping emas.

"Yang Mulia, suatu kehormatan bagiku diperbolehkan bertemu dengan Anda."

Aku berlutut dengan sopan, sambil membungkukkan kepalaku.

Setelah beberapa saat, raja mulai berbicara.

"Wahai hambaku, angkat kepalamu, lalu sampaikan apa maksud kedatanganmu ke sini.”
Setelah diberi ijin, aku pun mengangkat kepala untuk melihat sosoknya.

Dia sudah tua.

Dia tampak sudah begitu lelah, seolah-olah hampir mati.

Mungkin dia menderita suatu penyakit.

“Namaku Rudeus Greyrat. Aku adalah bawahan Dewa Naga Orsted-sama, yang menduduki peringkat
kedua dari Tujuh Kekuatan Dunia.”

"Ooh ... Dewa Naga .....!"

Raja sama sekali tidak menyembunyikan kekagumannya.

Sepertinya dia bukanlah orang yang menyebalkan dan jaim.

Dia pun tahu tentang nama besar Tujuh Kekuatan Dunia.

Aku penasaran….. apakah itu karena mereka dekat dengan Ras Ogre.

"Apa yang membawa seorang bawahan dari Tujuh Kekuatan Dunia yang agung ke istana ini? Ah tidak….
maksudku ke negara ini.”

"Begini Yang Mulia, aku pernah mendengar kabar tentang pasukan yang akan dikirim ke Hutan Tanpa
Jalan Keluar untuk membasmi para iblis. Kuharap Anda membatalkan serangan itu.”
Ups, maksudku bukan membatalkan.

Aku salah bicara.

Baiklah, baiklah, tidak apa-apa, aku masih bisa mengoreksinya nanti.

"Batalkan?"

"Ya."

"Alasannya?"

"Ada pedesaan tersembunyi di hutan itu.”

Kemudian, aku bercerita tentang Ras Supard.

Sejak dulu…. bahkan mungkin sebelum negara ini didirikan…. Ras Supard sudah mendiami hutan itu.

Aku juga meluruskan kabar bahwa Ras Supard adalah iblis-iblis pemangsa manusia.

Aku pun menceritakan tentang Ras Supard yang membuat perjanjian dengan warga desa terdekat untuk
membasmi monster-monster tak kasat mata yang begitu berbahaya. Mereka memastikan agar iblis-iblis
tak kasat mata itu tidak keluar hutan, dan tidak merusak lingkungan di sekitarnya.

Namun, belakangan ini ada wabah penyakit aneh terjadi di desa Ras Supard, sehingga iblis-iblis tak kasat
mata bisa bebas berkeliaran ke luar hutan.
Berkat bantuan Dewa Naga Orsted, Ras Supard kembali pulih, dan bisa kembali berburu iblis-iblis tak
kasat mata.

Kurang-lebih, begitulah ceritaku….

Aku hanya punya waktu 15 menit untuk meyakinkan raja bahwa Ras Supard tidak berbahaya, sehingga
dia harus menarik kembali pasukannya.

"Ras iblis dan iblis-iblis tak kasat mata….. wow, ceritamu sungguh sulit dipercaya.”

“Aku tahu, Yang Mulia. Siapapun yang pertama kali mendengar cerita ini pasti sulit mempercayainya.
Tapi…. akan kutunjukkan bagaimana kondisi Ras Supard saat ini. Setelah melihatnya, pasti kalian akan
berubah pikiran. Apakah ada yang bersedia ikut denganku ke perkampungan Ras Supard?”

Akan kutunjukkan pada mereka bagaimana kehidupan Ras Supard yang sebenarnya. Akan kutunjukkan
bagaimana wanita-wanita Ras Supard memasak dengan kualinya, bagaimana pria-pria Ras Supard
memburu iblis-iblis tak kasat mata, dan bagaimana seorang Dewa Naga pun bisa bermain dengan damai
bersama-sama anak-anak Ras Supard.

"Aku mengerti......"

Raja meletakkan dagunya di tangan sambil berpikir.

Namun aku perlahan menggelengkan kepala.

“Anggap saja ceritamu itu benar. Tapi, sayangnya aku sudah tidak bisa lagi menghentikan para pasukan
itu. Sudah banyak orang-orang sakti yang berkumpul dan siap menginvasi hutan.”
"Kalau begitu, mohon berikan instruksi pada mereka bahwa orang-orang Supard yang hidup di balik
Lembah Naga Bumi bukanlah iblis. Justru, merekalah yang membasmi para iblis. Jadi, kumohon jangan
menyerang mereka. Aku tidak masalah jika pasukan itu menginvasi hutan dan memburu para iblis, tapi
kumohon jangan menyakiti orang-orang Ras Supard. Kami bahkan sanggup menyiapkan dana untuk
membantu kalian membasmi iblis-iblis tak kasat mata itu.”:

"Hmmm......."

Aku menarik napas lagi.

“Beratus-ratus tahun yang lalu, Ras Supard sudah tinggal di negara ini dengan sembunyi-sembunyi.
Namun, sampai sekarang pun mereka tidak meminta perlakuan istimewa. Yang mereka inginkan dari
negara ini hanyalah tempat tinggal yang damai di hutan. Tapi, jika Yang Mulia tidak menghendakinya,
kami bisa membantu Ras Supard keluar dari negara ini untuk menemukan tempat tinggal yang baru.”

"... sepertinya kau cukup dekat dengan Ras Supard.”

"Saat masih kecil, ada seorang Ras Supard yang menyelamatkanku.”

Saat kukatakan itu, raja membelai-bela dagunya.

Kemudian, saat melirik ke samping, kulihat si pelayan mulai mengkhawatirkan waktu yang semakin tipis.

15 menit hampir berlalu.

Dan akhirnya….

“Waktu habis. Silahkan keluar."


“Dengan segenap kerendahan hati, aku memohon Yang Mulia mempertimbangkannya! Mereka telah
membantu warga desa hidup damai selama beratus-ratus tahun! Mereka sama sekali bukan orang jahat,
Yang Mulia!”

Sebelum pergi, aku memohon sebanyak mungkin sambil menundukkan kepalaku.

"...... Gullickson, Shandor[2]!"

Mendengar perintah sang raja, dua orang prajurit mulai mendekat.

Yang satu berkumis tebal, yang satunya lagi berwajah panjang.

Mau diapakan aku? Diantar keluar? Atau ditendang keluar?

Padahal, kurasa pembicaraan ini berlangsung dengan baik……..

Rupanya, kali ini aku gagal.

Aku akan coba lagi lain kali.

Tapi…………..

"Kalian berdua! Pergilah bersama orang ini untuk melihat desa Ras Supard! Buktikan apakah dia
berbohong atau tidak!”

"Ya!"
Saat raja menyerukan itu, mataku terbelalak lebar-lebar.

"B-b-b-benarkah itu, Yang Mulia…..?”

"Mereka berdua akan pergi bersamamu. Jika kau terbukti berbohong, maka aku tidak akan segan
mengirim pasukan pembasmi ke hutan itu.”

Itu keputusan yang tiba-tiba, tapi…. tampaknya dia bersedia mengirimkan bawahannya untuk pergi
bersamaku ke hutan.

Dia mau mendengarkan suara tamunya.

Dia raja yang bijak.

Mungkin, itu karena dia banyak mendengar keluhan orang lain setiap hari.

Dengan begini, kami bisa mempercayai Kerajaan Biheiril sebagai sekutu.

"Terimakasih banyak Yang Mulia, Anda sangat bijaksana!!!!"

Aku menyerukan itu sambil menundukkan kepalaku sekali lagi.

Sepertinya, semuanya berjalan dengan baik.

Ya….. sepertinya………
Tanya & Jawab Penulis[edit]

T : Rudeus mengungkap semuanya di depan raja, bahkan namanya sendiri. Bukankah itu berbahaya?
Padahal, dia sedang menyamar agar tidak ketahuan oleh Gisu dan kroni-kroninya.

J : Tentu saja itu berbahaya. Tujuan utamanya adalah mencari Gisu, tapi sampai saat ini pun belum ada
perkembangan yang signifikan. Malahan, dia terlibat dalam kasus lain, yaitu menyelamatkan Ras Supard.

T : Apakah cerita tentang wabah penyakit ini ada hubungannya dengan peristiwa 3/11[3]?

J : Kalau memang ada hubungannya, para pembaca pasti sudah memarahi dan mencaciku dengan
berkata, ‘Dasar tidak sopan!’

T : Apakah penghasilan Zanoba dari penjualan figur dan buku cerita begitu besar?

J : Ya…. begitulah. Dia memegang pabrik berskala besar, dan toko-toko pemasaran di ibukota Asura.
Jelas saja dia kaya sekarang.

T : Apakah Rudi tetap menggunakan cincin penyamaran saat bertemu dengan Raja Biheiril?

J : Ya, tentu saja.

T : Kenapa Anda menulis bab yang menceritakan tentang Tamago Kake Gohan [4] secara khusus?
Apakah itu hanya lelucon?

J : Tidak, itu bukan lelucon. Aku ingin menunjukkan betapa bahagianya Rudi setelah sekian lama tidak
makan Tamago Kake Gohan yang enak. Meskipun hanya sebentar, sih.
T : Rudi bilang, dia rela menggunakan tubuhnya untuk memohon pada Ariel. Apakah…. maksudnya
menggunakan tubuhnya untuk “itu”?

J : Menggunakan tubuhnya di sini…. anggap saja seperti….. menggunakan Mana-nya. Ya, menggunakan
sihirnya untuk melindungi Ariel selama sebulan penuh, bukanlah tawaran yang buruk, kan?

Jump up ↑ https://en.wikipedia.org/wiki/Sunomata_Castle

Jump up ↑ Ya, namanya memang hampir sama, tapi orangnya berbeda. Sandor si pengawal Rudeus
masih berada di desa Supard.

Jump up ↑ Itu adalah peristiwa radiasi nuklir di Fukushima, pada tahun 2011 silam. Para fans
menghubung-hubungkan bab ini dengan tragedi tersebut karena ditulis pada tanggal yang relatif
berdekatan, yaitu 3/8.

Jump up ↑ Yang bab tentang nasi panas, telur mentah, dan kecap itu lho….

Bab 9: 4 Hari - 3 Malam: Tur Inspeksi Ras Supard[edit]

Bagian 1[edit]

Aku kembali menuju ke perkampungan Ras Supard bersama dua prajurit dari Biheiril.

Kami kembali dengan mengendarai kereta kuda, agar mereka tidak tahu rahasia tentang lingkaran sihir
teleportasi.

Dalam sehari, kami tiba di kota terbesar kedua, Irel.

Saat menginap di Irel, aku bertemu kembali dengan Sandor untuk menanyakan perkembangan informasi
terakhit tentang Gisu, tapi tampaknya dia belum mendapatkan apa-apa.

Aku cukup kecewa, tapi kami mempunyai misi lain yang tidak kalah penting, yaitu membawa orang-
orang Biheiril ini ke perkampungan Ras Supard, agar raja mempercayai ceritaku.

Selanjutnya, kami butuh sehari perjalanan lagi untuk menuju ke Lembah Naga Bumi.
Kalau tidak salah, kita juga harus melewati desa yang ramai oleh para petualang. Di sana, ada seorang
nenek yang sering memarahi para petualang itu.

Belum sampai 10 hari sejak terakhir kali aku mengunjungi desa itu, dan aku masih mengingat semuanya
dengan begitu jelas.

Aku ingin sekali memberitahu nenek itu bahwa orang-orang hutan sudah selamat, dan semuanya
terkendali seperti sedia kala…… tapi agaknya masih terlalu dini untuk mengatakan itu.

Meskipun kami berhasil membubarkan pasukan penginvasi hutan, masih butuh beberapa waktu untuk
memulihkan semua Ras Supard sepenuhnya.

Sembari terus berpikir, kami menginap semalam di desa, lalu pergi ke hutan keesokan paginya.

"Jika memasuki hutan saat fajar, mungkin kita bisa sampai di desa saat senja. Jadi, mohon bersabarlah.”

"Ya. Lebih cepat, lebih baik.”

"....... Kakiku mulai terasa berat."

Kedua prajurit itu sering mengeluh saat kami melintasi hutan.

Gullickson.

Dia adalah pria berkumis tebal, hampir mirip seperti si pria resepsionis.

Mungkin mereka bersaudara.


Yang berbeda hanyalah suara dan cara mereka berbicara.

Berbeda dari si resepsionis, cara bicara Gullickson terkesan lebih keras dan kasar.

Dia juga orang yang tidak sabaran, dan benci menunggu lama.

Saat di penginapan, aku hendak membayar tagihan kamarku dan mereka berdua, namun dia segera
mengeluarkan uangnya dan melunasi semuanya. Saat di perjalanan, dia menyadari kami butuh
menyalakan api unggun, lalu dia segera mengumpulkan kayu-kayu bakar secepat mungkin. Saat monster
datang menyerang, dia langsung berdiri paling depan untuk menanganinya.

Tentu saja, akhirnya akulah yang membantai semua monster itu. Repot jadinya bila utusan kerajaan ini
terluka.

Shandor.

Pria ini berwajah oval. Kalau kau ingin mengejeknya, sebut saja si wajah panjang.

Dia lebih tenang dibandingkan dengan Gullickson.

Dia selalu tersenyum dengan tenang, dan dia tidak mau repot-repot menghunus pedangnya ketika
monster menyerang.

Dia pun tidak banyak bicara.

Dia hanya mengatakan beberapa kata bila perlu. Jika tidak ada yang menarik, dia hanya akan diam
seperti patung.
Namun, dia mudah penasaran. Saat tahu aku menggunakan sihir tanpa mantra, dia terkejut dan segera
menanyakan berbagai hal padaku.

Dia mengenakan seragam prajurit, tapi mungkin dia adalah penyihir.

"........."

Shandor juga sempat menatapku dengan curiga, seakan dia mengamati semua gerak-gerikku.

Aku merasa seperti sedang diawasi terus. Tapi…. apa boleh buat.

Wajar saja dia mencurigai orang asing yang tiba-tiba meminta raja menghentikan serangan ke hutan
yang terkenal banyak memakan korban jiwa.

Mungkin raja juga meminta mereka tetap waspada, jikalau tiba-tiba aku melakukan hal yang tidak
mereka inginkan.

Jadi, aku tidak keberatan dia mengawasiku, toh aku tidak melakukan apa-apa.

Tapi….. mungkin saja ada alasan lain yang tidak kusadari.

Dua orang ini terkadang membuatku menjadi paranoid.

Tapi anehnya, sepertinya mereka sama sekali tidak tertarik pada Doga.
Meskipun Doga hanya pengawalku, tapi tubuhnya begitu sangar dan besar. Harusnya mereka curiga
jikalau tiba-tiba aku memerintahkan Doga untuk menyerang.

Mungkin mereka berasumsi hal seperti itu tidak akan terjadi, selama bosnya diawasi dengan ketat, yaitu
aku.

Atau mungkin….. aku hanya terlalu khawatir.

“Ras Supard adalah kumpulan orang-orang yang baik hati. Mungkin mereka tidak begitu sopan, tapi jika
kita saling menghargai satu sama lain, maka kita bisa berbicara dengan santai bersama mereka. Dan
mereka juga ramah pada anak-anak.”

Aku coba membangun pencitraan Ras Supard di hadapan teman-teman baruku dari Kerajaan Biheiril.

"..... tapi kami bukan anak-anak."

"Tentu saja, aku tahu itu. Tapi, percayalah mereka akan menyambutmu dengan baik.”

Meski begitu, sepertinya mereka masih saja ragu pada Ras Supard.

Kalau begini terus, bisa-bisa mereka meragukan semua yang akan Ras Supard berikan pada mereka,
mulai dari makanan, minuman, ataupun tempat menginap.

Terlebih lagi, aku sudah memberitahu bahwa perkampungan Ras Supard sedang dilanda wabah
penyakit. Mungkin mereka bahkan tidak sudi menyentuh makanan yang akan disuguhkan oleh Kepala
Suku.

Tapi untungnya, ada dokter-dokter Asura di sana. Jika kami meminta dokter-dokter itu meyakinkan
mereka, kurasa tidak masalah.
Meskipun pengaruh Asura tidak begitu kuat di Kerajaan Biheiril, tapi mereka pasti masih respek pada
orang-orang utusan Ariel itu.

Yang jelas, akan kutunjukkan bahwa citra negatif yang selama ini melekat pada Ras Supard hanyalah
kebohongan belaka, sehingga mereka bisa meyakinkan rajanya bahwa semua perkataanku adalah benar
adanya.

Bagian 2[edit]

Kami tiba di Lembah Naga Bumi.

Ada dua jembatan di depan kami.

"Mengapa ada dua jembatan yang berdampingan?"

Di sana ada jembatan yang sudah lama dibangun, dan jembatan yang barusan saja kubangun dengan
sihir bumi.

"Jembatan aslinya sudah rapuh, maka kubuat lainnya dengan sihir bumiku.”

"Hmmm ..... jadi, yang mana yang harus kita lewati?"

"Yang ini."

Ketika kutunjuk jembatan baru, Gullickson langsung melompat ke sana dan mulai berjalan.

Tanpa pegangan tangan, meskipun tinggi, dia berjalan dengan cepat tanpa ragu-ragu.
Mungkin dia tidak takut ketinggian.

Ya, sepertinya begitu.

Aku mengikutinya. Di belakangku ada Shandor, dan di belakangnya lagi ada Doga.

"Berhati-hatilah agar tidak jatuh."

Jika aku menyeberang duluan, aku bisa menolong siapapun jika tiba-tiba jatuh, namun Gullickson benar-
benar tidak sabar.

Aku jadi teringat Eris.

Mungkin Gullickson juga pengguna Teknik Dewa Pedang, sama seperti Eris.

“Apakah ada Naga Bumi di bawah ...?"

Saat aku menoleh pada Shandor, kudapati dia sedang melihat ke bawah dengan gugup sambil menelan
ludah.

"Shandor-san, kau adalah warga asli negara ini, tapi kau belum pernah ke tempat ini?”

"Aku tahu tempat ini, tapi aku baru pertama kali ke sini.”

Itu terlihat jelas dari wajahnya yang ketakutan.


Sepertinya tidak banyak yang pernah berkunjung ke tempat ini, meskipun cukup terkenal.

Karena lembah ini memang bukan obyek wisata.

Seorang prajurit pun akan berpikir dua kali bila memasuki hutan yang konon katanya tidak ada jalan
keluarnya.

Ini sama seperti Gugusan Pegunungan Naga Merah di sebelah timur Kerajaan Asura. Tidak banyak yang
berani mendaki pegunungan itu.

“Rudeus-dono, aku dengar kau adalah bawahan Dewa Naga Orsted, tapi ...... apakah kamu pernah
bertarung melawan seekor naga bumi?”

"Belum pernah."

"Kamu telah menunjukkan kami sihir yang luar biasa selama perjalanan, tapi…. apakah kau bisa
mengalahkan Naga-naga Bumi dengan sihir itu?”

Shandor mengatakannya dengen gemetaran.

Dia takut.

Dia takut bila tiba-tiba ada Naga Bumi yang memanjat tebing ini, lalu menyerang kami.

Dasar lembah bahkan tidak terlihat. Itulah yang membuatnya semakin takut. Seberapa dalam lembah
ini? Makhluk apa yang mengintai dari dasar sana? Dia semakin cemas saat memikirkan itu semua.
“Tenanglah. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan bila sekawanan Naga Bumi mengerumuni kita,
tapi….. kalau hanya seekor-dua ekor, aku pasti bisa mengatasinya.”

"Begitu ya......"

"Oi, cepatlah!"

Selama kami bercakap-cakap, Gullickson sudah menyeberang ke ujung, dan sudah menunggu kami.

Aku dan Shandor pun buru-buru menyusulnya.

“Setelah melintasi jembatan, kita perlu berjalan sedikit lagi untuk sampai di Desa Ras Supard.”

Oke…. saatnya serius.

Bagian 3[edit]

Tur inspeksi Desa Supard

Pemandu: Rudeus Greyrat

Pengawal: Doga

Jumlah peserta: 2
“Desa Supard hanya memiliki satu gerbang masuk, yang dijaga oleh dua prajurit Ras Supard andalan,
sehingga tidak memungkinkan masuknya monster dari hutan. Berkat kemampuan sensorik Ras Supard
yang luar biasa, tak ada satu pun musuh yang bisa memasuki desa ini dengan bebas. Tentu saja, mereka
juga sudah merasakan kedatangan kita. Namun jangan khawatir, mereka cukup ramah menyambut
orang luar.”

"...... lalu, apa yang terjadi padamu saat pertama kali datang ke sini?"

"Nanti kuceritakan."

Gullickson tampak ragu, dia tidak akan mempercayai perkataanku begitu saja.

Itulah sebabnya aku perlu menjelaskannya dengan meyakinkan.

Sekarang, kemampuan presentasi dan persuasifku sangat dibutuhkan.

“Kita akan melewati gerbang masuk. Seperti yang kalian lihat, para penjaga gerbang masuk itulah Ras
Supard. Mereka sudah menyadari kedatangan kita, meskipun kita masih berada jauh di dalam hutan.”

Saat aku perlihatkan desa itu, tubuh keduanya mulai menegang.

Mereka sedang menyaksikan salah satu ras yang paling ditakuti di dunia ini.

Mungkin, inilah pertama kalinya mereka melihat Ras Suaprd yang asli.

"...... ternyata rambut mereka benar-benar hijau ya."


"Tentu saja. Namun, jangan khawatir. Kalian bahkan bisa rukun dengan Suku Ogre yang berkulit merah
dan bertanduk, kan? Selain rambutnya yang hijau, Ras Supard tidak berbeda dengan kita semua. Tentu
saja, kepribadian orang tidak ada yang sama, tapi secara keseluruhan mereka adalah orang baik. Jika kita
ramah pada mereka, mereka akan ramah pada kita, begitupun sebaliknya. Itu adalah hal yang sangat
manusiawi dalam berkomunikasi. Jadi, kalian tidak perlu ragu berbicara pada mereka. Lihatlah….”

Sambil mengatakan itu, aku mendekati salah seorang penjaga gerbang.

Pertama, aku harus meyakinkan mereka bahwa Ras Supard bukanlah iblis yang selama ini menghantui
hutan.

Kita hanya perlu tersenyum pada seseorang, maka orang itu akan membalasnya juga dengan senyuman.

Itu adalah suatu konsep dasar dalam berinteraksi sesama manusia.

Sambil mengulurkan tangan, aku menyapa si penjaga gerbang.

"JAMBO!" [1]

".........?"

Si penjaga gerbang meraih tanganku, namun dia memandang rekannya dengan wajah bingung.

Oke…. itu tidak sopan.

Sepertinya aku sedikit berlebihan.


"Maaf. Aku telah membawa utusan dari Kerajaan Biheiril. Aku ingin membawa mereka melihat-lihat
lingkungan desa, jadi mohon perkenankan kami lewat.”

".......Boleh saja. Aku sudah mendengarnya dari Ruijerd.”

"Terima kasih banyak. Jika memungkinkan, aku juga ingin berbicara dengan Kepala Suku. "

"Aku mengerti, aku akan menyampaikan padanya."

Salah satu dari mereka mulai berlari menuju ke desa.

"Baiklah, silahkan ikuti aku.”

Aku pun mengantarnya memasuki desa.

Gullickson dan Shandor perlahan memasuki desa dengan wajah kaku.

Mereka gugup.

Perlahan-lahan, aku mulai berjalan menyusuri desa, dan berusaha sebisa mungkin membuat mereka
tidak takut.

“Beberapa hari yang lalu, ada wabah yang menginfeksi banyak warga desa ini. Tapi tenang saja, wabah
itu tidak menyerang ras manusia seperti kita.”

Jujur saja, kami masih belum tahu apakah wabah itu menular pada manusia.
Wabah itu bisa disembuhkan dengan ramuan Teh Sokasu, tapi kami belum tahu apakah sebenarnya
yang menyebabkan wabah itu…. apakah bagian tubuh Vita….. ataukah Sindrom Drain…. ataukah bakteri
tertentu.

Mungkin saja, wabah yang sama akan menyerang Kerajaan Biheiril, kemudian terjadi pandemik setelah
sebulan atau lebih…….

Tapi, tentu saja aku lebih memilih menyelamatkan Ras Supard daripada orang-orang yang tidak kukenal.

“Mereka sudah menyiapkan makanan. Kita akan makan malam bersama Ras Supard dan kepala sukunya.
Nah…. ladang ada di sana, dan di seberangnya ada tempat penjagalan binatang. Kau bisa melihat sisa-
sisa tubuh monster tak kasat mata di sana. Untungnya, kita tidak diserang iblis tak kasat mata selama
perjalanan kemari, tapi…. beberapa saat setelah mereka mati, seperti itulah wujudnya. Mereka mirip
seperti serigala, dan bisa memangsa siapapun, termasuk manusia. Tanpa kemampuan khusus Ras
Supard, tidak akan ada yang bisa memburu mereka.”

Mungkin kepala suku masih sibuk mempersiapkan segala sesuatu, jadi aku harus berjalan pelan-pelan
bersama mereka, sembari mengelilingi desa dan memberikan penjelasan.

Tak seorang pun Ras Supard mendekati kami.

Tentu saja, kami juga tidak mendekati mereka ...... tapi, bukankah citra kalian semakin buruk jika
menjauhi utusan dari kerajaan?

Ah tidak…. tidak masalah…. selama mereka tidak membuat masalah, kurasa kedua orang ini masih bisa
menerimanya.

"........ ohh, ternyata ada juga seorang penganut Agama Milis di sini.”

"….bahkan, ada seorang wanita Ras Elf bertelinga panjang.”


Saat aku menoleh ke arah yang mereka lihat, kudapati Cliff sedang membicarakan sesuatu bersama
Elinalize.

Sepertinya mereka masih membicarakan penyebab wabah ini. Mereka sedang berjalan kesana-kemari
sambil menunjuk-nunjuk tumpukan kertas yang mereka pegang.

"Ah, jadi pria itu adalah pendeta jenius yang berhasil menyembuhkan Ras Supard dari wabah penyakit.”

"Apakah itu berarti orang-orang Milis sudah menerima keberadaan ras iblis?”

"Mungkin itu tidak benar, tapi ada juga fraksi di Agama Milis yang menerima ras iblis. Tidak semuanya
mereka seperti itu. Yahh, paling tidak Kerajaan Suci Milis tidak mengirim pasukannya ke Kerajaan Biheiril
untuk membantai Ras Supard.”

"........."

"Maukah kau memperkenalkan pendeta itu pada kami?”

"Yah, baiklah."

Mereka pun menyapa Cliff, kemudian saling bersalaman.

Dengan adanya Cliff di sini sebagai perwakilan Milis, maka semakin jelaslah bahwa Ras Supard tidak
berbahaya.

"........."
Saat kulihat Gullickson dan Shandor, wajah mereka masih tampak suram.

Kalian mau pulang ......?

“....... Ah, lihatlah itu. Anak-anak Ras Supard sedang berlarian kemari.”

Sembari memegang bola dan cekikikan, beberapa anak berlari-lari melewati kami.

"Ekor mereka bagus, bukan? Setiap Ras Supard terlahir dengan ekor itu, lalu jika sudah besar nanti, ekor
itu akan menjadi tombak yang akan melindungi mereka seumur hidup. Tak peduli apapun rasnya, anak-
anak selalu saja terlihat imut, iya kan…”

Aku mengatakan itu sembari melihat anak-anak yang terus berlarian menjauh, tapi ternyata mereka
berdua melihat ke arah lain.

Apakah mereka membenci anak-anak?

Tidak, sepertinya tidak begitu….

Mereka justru melihat ke arah anak-anak itu pergi.

Di sana berdiri sesosok pria berpakaian putih dan berhelm hitam.

Sinar matahari senja semakin membuat sosok itu terlihat mengerikan, bagaikan setan.

"........ Ngh!"
Gullickson tersentak, lalu dia cepat-cepat meraih pedang di punggungnya.

Saat melihat itu, aku langsung menyela di depannya.

"Tunggu….tunggu….tunggu…. dia bukan Ras Supard, jadi abaikan saja dia.”

"........ kalau bukan Ras Supard, lalu siapa dia?”

“Dia bosku, Dewa Naga Orsted. Dia memang terlihat sedikit aneh, tapi yakinlah orang itu tidak
berbahaya. Setelah urusan di negara ini selesai, dia pasti akan segera pergi.”

"......begitukah?"

Orsted memandang mereka selama beberapa detik, lalu segera memalingkan wajahnya.

Pada saat itu juga, mereka tidak lagi tegang.

Seperti biasa, kutukan Orsted membuatnya begitu sulit berkomunikasi dengan orang lain.

Atau mungkin….. saat melihat Orsted, mereka langsung mengiranya bukan penduduk desa biasa.

"Banyak prajurit hidup di desa ini, namun seperti yang kalian lihat, setengah penduduknya hanyalah
anak-anak dan wanita yang sama sekali tidak berbahaya. Jadi, mohon jangan berpikiran negatif pada
mereka. Jujur saja, apakah mereka terlihat seperti iblis bagi kalian? Apakah mereka terlihat lebih
mengerikan daripada bosku?”
Aku segera menanyakan itu saat mereka berpaling dari Orsted.

Maaf bos, aku terpaksa menggunakanmu untuk membandingkan siapa yang paling mengerikan. Tapi, itu
perbandingan yang logis.

"........... Tidak, mereka tidak mengerikan."

Gumam Shandor.

"Tanpa Dewa Naga, desa ini benar-benar terlihat normal, seperti desa-desa pada umumnya.”

"Betul. Desa ini juga mengingatkanku pada kampung halaman.”

Gullickson menyetujui kata-kata Shandor.

Sepertinya mereka baik-baik saja tinggal di desa ini. Apakah karena perbandinganku dengan Orsted tadi?

Kemudian, dua penjaga gerbang tadi datang mendekati kami.

"Kepala Suku sudah siap bertemu dengan kalian."

"Aku mengerti. Kalau begitu, kalian berdua, silahkan ikut kami. Akan kuperkenalkan dengan Kepala
Suku.”

Sepertinya semuanya sudah siap.


Aku pun mengantar mereka ke ruang pertemuan Kepala Suku, sembari menunggu tanggapan positif dari
mereka.

Bagian 4[edit]

Kepala suku sedang menunggu kami di ruangan lain yang juga cukup besar.

Kami tidak dibawa ke ruangan pertemuan seperti biasanya, karena masih dipakai untuk merawat orang-
orang yang belum pulih.

Ada tiga orang yang menunggu kami.

Yaitu Ruijerd, dan dua pria yang sebelumnya juga menjamu aku, Sandor, dan Doga.

Sepertinya, para petinggi desa lainnya masih dirawat.

Norn berada di samping Ruijerd, sembari membantu menuangkan teh untuk menyambut kedatangan
kami.

Adik perempuanku ini memang sangat memperhatikan tata krama.

Padahal, dulu dia tidak seperti itu.

Apakah dia berubah setelah sekian lama bersekolah di Akademi Sihir?

"Rudeus-dono, apa yang akan kita bahas di sini?”

“Mohon ceritakan sejarah Ras Supard sampai saat ini, dan apa harapan kalian pada negara ini.”
"Aku mengerti."

Percakapan berlangsung cukup tenang, mungkin juga karena suasananya yang santai.

Cerita tentang sejarah Ras Supard sampai masa ini.

Kemudian, apa yang mereka harapkan pada negara ini.

Sebetulnya, itu sudah jelas.

Mereka hanya ingin hidup damai tanpa merugikan siapapun.

Kepala Suku Ras Supard menyampaikan semuanya dengan santai pada kedua utusan kerajaan ini.

Shandor dan Gullickson juga mendengarkannya dengan tenang.

Kurasa, semuanya berjalan dengan lancar.

Ruijerd tampak sedikit resah, tapi aku tahu dia berusaha menenangkan dirinya.

Setelah ceritanya selesai………..

"Aku mengerti, kami akan menyampaikan semuanya kepada Yang Mulia. Tenang saja, kami tidak
membenci kalian.”
Akhirnya, Shandor mengatakan itu, dan selesai lah pertemuan ini.

Kedua utusan kerajaan akan menginap semalam di desa ini, kemudian berangkat kembali ke ibukota
besok pagi.

Mereka akan menginap pada rumah yang sebelumnya ditempati Sandor dan Doga.

Malam ini, Doga akan menginap di tempatku.

Oh iya…. ngomong-ngomong, selama beberapa hari ini Norn menginap di rumahnya Ruijerd.

Rupanya, ikatan emosional mereka cukup kuat.

Aku penasaran, apakah Norn menganggap Ruijerd seperti ayahnya sendiri?

"Apa pendapatmu tentang Desa Ras Supard?"

Sebelum tidur, aku mencoba menanyakan itu kepada mereka.

"Jauh lebih baik daripada yang kuduga sebelumnya."

"Ya, aku setuju."

Kedua prajurit itu mengangguk bersamaan dengan wajah senang.


“Aku pernah mendengar cerita bahwa Ras Supard adalah jelmaan iblis, tapi ...... semuanya berbeda saat
aku melihat desa ini dengan mata kepalaku sendiri.”

“Ini hanyalah desa biasa. Makanannya juga enak.”

"Oh iya…. tentang serigala tak kasat mata itu…. aku tidak begitu percaya ada monster seperti itu.”

“Tapi, hutan ini begitu sunyi. Tidak seperti hutan tempat kita biasa berburu di dekat ibukota.”

“Yahh, mungkin itulah bukti ada monster tidak kasat mata di hutan ini.”

Keduanya membahas ini dan itu sebelum mereka tertidur.

Sepertinya tur Desa Supard ini berakhir dengan sukses.

Bagian 5[edit]

Keesokan harinya, kami membahas beberapa hal sebelum kepulangan dua utusan kerajaan ini ke
ibukota.

Aku menawarkan mereka tinggal lebih lama di desa, mungkin sekitar 2 – 3 hari lagi. Dengan begitu,
mereka bisa melihat Ras Supard memburu iblis-iblis tak kasat mata itu, namun…..

"Kami harus sesegera mungkin kembali ke ibukota dan menginformasikan ini kepada Yang Mulia, agar
pasukan penginvasi hutan cepat dibubarkan.”

Kurasa, itu alasan yang cukup logis, maka kubiarkan mereka kembali.
Aku ingin menggunakan lingkaran sihir teleportasi untuk menghemat waktu, tapi aku harus tetap
merahasiakannya dari orang luar.

Ya…. sabar saja dulu…. gunakan saja cara biasa dulu.

Ada pepatah yang mengatakan bahwa tergesa-gesa hanya akan berakhir dengan penyesalan.

Sembari memikirkan berbagai hal, aku berpamitan pada Ruijerd, "Aku akan mengawal mereka sampai ke
ibukota." Bukannya meremehkan, tapi tampaknya kedua orang ini tidak begitu kuat. Jika ada bahaya di
perjalanan, dan mereka mati, maka aku juga yang susah.

Untuk saat ini, masalah di pedesaan Ras Supard semakin dekat ke titik terang.

Tapi….

Masih tersisa masalah yang jauh-jauh lebih besar.

Yaitu Gisu……….

Aku juga masih memikirkan dimanakah Dewa Utara dan Dewa Ogre berada.

Mungkin juga, Gisu sudah meninggalkan negara ini, lalu pergi entah ke mana…..

Jika benar demikian, maka aku semakin mengkhawatirkan keselamatan Sylphy.

Mungkin juga, Gisu sedang menuju ke tempatnya Dewa Pedang.


Apa ya yang sedang Sylphy lakukan?

Dia juga sedang menuju ke Daratan Suci Pedang untuk bertemu Dewa Pedang, apakah dia baik-baik
saja?

Lalu bagaimana dengan Eris?

Apakah dia membuat masalah lagi?

Kurasa semuanya baik-baik saja, karena dia bersama dengan Roxy….. tapi, Eris selalu saja membuat
kesalahan konyol.

Lalu…. Aisha? Apakah dia juga baik-baik saja bersama yang lainnya?

"....... hanya satu orang yang ikut bersama kami?"

Saat aku berjalan sambal memikirkan semua itu, Gullickson yang berada selangkah di depanku tiba-tiba
menanyakan itu.

"Hah?"

Aku pun terkejut, dan langsung menoleh ke kiri- kanan.

Di sampingku ada Gullickson, dan Shandor.

"Kau mencari pengawalmu? Dia sedang tidur mendengkur di desa….”


Saat Shandor mengatakan itu, aku segera menyadari bahwa Doga tidak ada di sini.

Aku tidak menyadarinya sama sekali.

Yahh, meskipun postur pria itu begitu besar, tapi tidak begitu menonjol. Beberapa kali aku kehilangan
pria itu begitu saja.

Tunggu…..tunggu…. dia ketiduran?

"Y-yahh .......... tenang saja. Serahkan semuanya padaku. Cukup aku yang menjadi pemandu kalian
kembali ke ibukota.”

"........."

"........."

Saat mendengarkan kata-kataku, keduanya saling bertukar pandang.

Seharusnya tidak masalah.

Selama Gisu tidak muncul bersama Dewa Ogre mencegat di tengah jalan…. kurasa semuanya baik-baik
saja.

Tapi…. jika itu benar-benar terjadi, maka kami akan berada dalam masalah besar, meskipun Doga
bersama kami.

Namun, sepertinya mereka lebih nyaman bila ada seorang pemandu lagi.
Apakah aku harus mengamankan mereka sementara dengan sihir Benteng Bumi-ku, lalu aku kembali lagi
untuk membawa Doga?

Tapi, aku juga bisa membawa Sandor saat tiba di Irel nanti….

"Mngh."

Saat aku masih menimbang-nimbang sembari terus berjalan, tiba-tiba kami sudah tiba di Lembah Naga
Bumi.

Ada dua jembatan di depan kami.

Baguslah..... setelah menyeberangi jembatan ini, tidak banyak gangguan dari monster-monster tak kasat
mata.

Baiklah, kita hanya perlu melintasi jembatan ini sekarang.

"Aku duluan."

Gullickson mulai berjalan mendahului kami dengan begitu percaya diri, diikuti oleh aku dan Shandor.

Mungkin lebih baik aku berada di urutan terbelakang, agar bisa menolong jika mereka jatuh.

Tapi, akhirnya aku berada di tengah-tengah mereka, namun aku terus mengawasi keduanya.

".........."
Gullickson tiba-tiba berhenti di tengah jalan.

"Ada apa?"

Dia berbalik.

Ekspresi wajahnya tampak aneh.... dan benar-benar tidak cocok dengan kumis tebalnya yang sangar.

"Oi, kau saja ya?"

Pertanyaan itu tidak ditujukan padaku, melainkan Shandor di belakangku.

Aku berbalik padanya, dan Shandor hanya mengangkat bahunya.

"Tidak, kau saja."

Ada apa ini?

Apa yang sedang mereka bicarakan?

"Umm, kalau ada yang ingin kau bicarakan, nanti saja setelah menyebrang jembatan.” timpalku.

"Hm? Aah ....... ”


Sembari menghela napas seolah pasrah, Gullickson memegang pergelangan tangan kiri dengan tangan
kanannya.

Apa yang sedang dia lakukan?

Dia sedang........ melepas sarung tangan kirinya?

Benar saja, dia melepaskan sarung tangan kirinya dengan perlahan.

"Tadinya aku sudah bersiap-siap ketahuan..... tapi sepertinya aku hanya terlalu khawatir."

Jantungku mulai berdegup kencang.

Ada suatu benda di jari Gullickson.

Itu adalah cincin..... dan aku mengenal cincin itu.

“Jantungku berdebar kencang saat bertemu Cliff Grimoire, karena dia memiliki mata iblis
pengidentifikasi. Jika aku tidak memakai sarang tangan ini, mungkin dia sudah melihat cincinku.”

Aku berbalik.

Shandor juga melepas sarung tangannya.

Dia memiliki cincin yang sama.


Cincin itu.

Aku tahu cincin itu.

Karena aku juga memakai cincin yang sama.

Itu adalah cincin dari Kerajaan Asura yang memiliki kemampuan merubah wajah pemakainya.

"Haaaaa ~ ...... aku sudah muak dengan semua drama ini."

Gullickson mengatakan itu, lalu melepaskan cincinnya.

Dan............ wajahnya pun mulai berubah.

Kumisnya menghilang...... dan mulai berganti menjadi wajah pria paruh baya sekitar 40 tahunan.

Wajahnya tampak begitu ganas bagaikan serigala, dan begitupun suaranya.

Dia berubah menjadi orang yang begitu berbeda dengan Gullickson yang kukenal.

“........ Pesan dari Gisu: alat sihir tidak hanya satu.”

Shandor mengatakan itu di belakangku, dan aku pun berbalik padanya.

Tentu saja, wajahnya juga berubah.


Wajahnya tidak lagi lonjong.

Sekarang, dia tampak seperti bocah muda berambut hitam.

“Sayang sekali Rudeus, semuanya sudah direncanakan. Aku heran, apakah Auber benar-benar terbunuh
olehmu?”

Tenggorokanku mengering.

Tak sepatah kata pun keluar dari mulutku.

Gullickson dan Shandor, aku bisa merasakan aura nafsu membunuh yang begitu pekat dari keduanya.

"Jika pijakannya sempit, maka Senpai tidak akan bisa menggunakan jurus andalannya, kurang-lebih
begitulah arahan Gisu. Oleh karena itu.... jembatan ini adalah tempat yang paling cocok menjadi
kuburanmu.”

"Siapa kalian berdua!!???”

Secara refleks, aku langsung membentak mereka.

Firasatku mulai buruk.

"Aku Gull Farion Sang Dewa Pedang.”

"Aku Dewa Utara Kalman III, Aleksander Ryback."


Keduanya berkata bergantian.

Dewa Pedang Gull Farion.

Dewa Utara Kalman III.

Keduanya sama-sama menyebut nama Gisu.

Musuh.

Berarti...... keduanya adalah musuh.

Saat menyadari itu, aku langsung mengulurkan tanganku ke pinggang.......

..........untuk menekan tombol yang mengaktifkan gulungan sihir pemanggil Magic Armor Versi II.

Tapi.............

..........tanganku tidak mau bergerak.

Karena............

...........entah sejak kapan.........


...........tangan kananku terlepas.............

............dan jatuh ke dasar jembatan...........

Saat aku melihat pada Gullickso, ah tidak...... lebih tepatnya, Gull Farion..... dia telah menghunuskan
pedangnya.

Tanpa kusadari, dia telah memotong tanganku dengan begitu rapih.

"AAHHHHHHHHHHH!"

Rasa sakit yang hebat menjalar di tangan kananku, dan aku berusaha sekuat tenaga menutup lukanya
dengan tangan kiriku.

Tapi...........

Tangan kiriku juga tidak mau bergerak.

Tidak..... bukan karena tangan kiriku tidak mau bergerak.....

...... sebenarnya............

........ tangan kiriku sudah tidak ada di tempatnya.............

Sekilas, aku sempat melihat lengan kiriku juga jatuh ke dasar lembah.
“Oh, jadi itu wajah aslimu. Kamu cukup tampan. Yahh, setidaknya wajahmu lebih baik daripada
sebelumnya.”

Karena kehilangan lenganku, efek sihir cincin itu hilang.

Gull mulai tertawa sambil menatap wajahku.

"Senpai memerlukan tangannya secara utuh untuk mengaktifkan sihir, jadi dia akan kehilangan
kemampuannya jika kau potong pangkal tangannya.....begitulah sarannya.”

Shandor menambahkan itu.

Darah mengucur deras dari kedua tanganku.

Tentu saja......

.......tentu saja dalam kondisi seperti ini aku tidak bisa menggunakan sihirku.

Sirkuit sihir semua penyihir berada di lengannya, jadi kami tidak bisa melakukan apa-apa jika lengan
terpotong.

"Tapi..... bukankah kita bisa menang meskipun tidak memotong tangannya?”

"Sepertinya begitu, tapi kita tidak akan tahu apa yang bisa dia lakukan jika menyerang dengan kekuatan
penuh. Bahkan Gisu memperingatkan kita untuk berhati-hati menghadapinya.”
“Mungkin kalau Kaisar Utara Doga berada di sini, akan lain ceritanya. Tapi, kurasa aku tidak akan kalah
darinya.”

Tapi.........

Aku bisa..........

Aku masih bisa menyalurkan Mana-ku keluar.......

Saat aku menyadarinya, Mana sudah teralirkan pada Magic Armor, dan zirah itu pun membungkus
tubuhku.

"Oh?"

Sembari mengumpulkan Mana di kakiku, aku berbalik.

Aku akan menyerang ke arah Shandor.

Tidak..... tidak mungkin aku bisa menyerangnya dalam kondisi seperti ini.

Yang harus kulakukan saat ini adalah melarikan diri ke pedesaan Ras......

"---- Hmngh."

Aku merasakan sesuatu menghantam punggungku.


Itu adalah tebasan.

Itu adalah teknik yang bahkan bisa membelah Magic Armor bagaikan pisau memotong mentega. Itulah
adalah Longsword of Light.

Tubuhku terpotong jadi dua ...... setidaknya..... itulah yang kurasakan. Tapi..... hantaman di punggungku
terasa sedikit aneh.

Saat aku menyadarinya..... tubuhku sudah melayang di udara.

Pandanganku berputar-putar, tapi aku masih sempat melihat Aleksander dan Gull yang memandang ke
bawah dari jembatan yang mulai runtuh.

Apakah mereka memotong jembatannya? Ataukah jembatannya runtuh karena tidak kuat menahan
beban Magic Armor Versi II?

Tapi.... aku sadar bahwa..... aku sedang jatuh.

Aku jatuh..... tanpa bisa memegang apapun..... karena aku telah kehilangan kedua tanganku.

Tubuhku terasa lumpuh.

Ketakutan mulai menguasai pikiranku.

Aku akan mati.

Saat kata-kata itu menggema di dalam hatiku, tubuhku merasakan suatu hantaman keras.
Rupanya..... aku telah jatuh ke dasar lembah.

Bagian 6[edit]

"Uh oh ...... dia jatuh."

Sambil melihat Rudeus yang jatuh ke dasar lembah, Gull Farion mendesahkan kalimat itu.

Aleksander juga menatap ke dasar lembah sambil mengernyitkan dahinya, seolah tidak senang.

"Gull-san, apakah kau sengaja tidak membunuhnya pada saat-saat terakhir? Seolah-olah, tadi kau tidak
menebasnya dengan serius.....”

"Jangan bodoh ...... lihatlah."

Pedang yang dipegang Gull patah sampai pangkalnya.

Tapi, Gull tidak menggunakan pedang andalannya. Dia hanya menggunakan pedang yang biasa dipakai
oleh para prajurit Kerajaan Biheiril.

Sebenarnya pedang itu tidak begitu buruk, tapi untuk sekelas Dewa Pedang, tentu saja pedang seperti
itu tidak cocok dengannya.

"Armor itu jauh lebih keras daripada yang kuduga sebelumnya ......."

Belum lagi, Gull Farion adalah seorang ahli yang menguasai salah satu teknik pedang terkuat di dunia ini.
Tapi, Dewa Pedang tidak pernah menyalahkan pedang yang dipakainya. Lagipula, dia tidak butuh pedang
legendaris untuk memotong tubuh manusia biasa.

Namun, ternyata zirah Rudeus tidak sesuai dengan ekspektasinya.

Dia sama sekali tidak menduga itu, karena Rudeus tidak memberikan perlawanan yang berarti. Sehingga,
dia pikir bisa membelah punggung Rudeus dengan sekali tebas.

"Harusnya kubawa pedang favoritku.”

Sembari mengatakan itu, Gull membuang pedangnya ke dasar lembah.

"Yahh, mau bagaimana lagi, kalau kita bawa pedang favorit kita, penyamarannya bisa terbongkar.”

Sembari juga melihat ke bawah, Aleksander mengatakan itu dan mengangkat bahunya.

Dia membawa pedang standar Kerajaan Biheiril di punggungnya.

Tentu saja, itu bukan pedang yang biasa dibawa oleh Dewa Utara.

“Jadi, apa yang harus kita lakukan? Haruskah kita turun dan memastikan Rudeus telah terbunuh?”

“...... Hmm. Kedua tangannya sudah terpotong, sehingga dia tidak lagi bisa menggunakan sihir.... jadi,
kita tinggalkan saja dia di bawah.”

"Yah, lagipula, di bawah sana mungkin ada kawanan Naga Bumi.”


“Kata Gisu, Rudeus mungkin bisa menangani seekor-dua ekor Naga Bumi, tapi kalau menghadapi
kawanan Naga Bumi tanpa bisa menggunakan sihir, kurasa habislah dia.”

Sembari memikirkan berbagai kemungkinan, akhirnya Aleksander memutuskan untuk tidak turun ke
bawah.

Tentu saja, mereka juga malas turun ke bawah, karena begitu merepotkan.

Lagipula, tujuan mereka bukan hanya membunuh Rudeus.

“Nah, halangan pertama sudah lenyap..... kalau begitu, kita kembali sekarang?”

“Aku menantikan pertarungan melawan Orsted. Kau kan sudah menghabisi Rudeus, maka biarkan aku
yang menangani Orsted, oke?”

Hebatnya, mereka berdua bisa melintasi jembatan yang sudah roboh, untuk kembali ke ibukota
Kerajaan Biheiril. Mereka berdua pun mengobrol dengan santai, seolah tidak pernah terjadi apapun.

"Haah? Jadi kau juga ingin menaikkan peringkatmu pada Tujuh Kekuatan Dunia? Bukankah seharusnya
yang tua duluan?”

"Kau salah, aku tidak ingin mendapatkan peringkat tinggi pada Tujuh Kekuatan Dunia. Aku hanya ingin
menjadi pahlawan yang bisa melebihi ayahku, yaitu Dewa Utara Kalman sebelumku.”

"Haa."

Tak ada seorang pun yang akan mengejar mereka.


Bahkan di antara Ras Supard yang memiliki mata ketiga, tak seorang pun yang bisa melihat sampai ke
tempat ini.

Setelah pulih dari wabah penyakit, mereka tidak bisa pergi jauh-jauh dari desa.

Meskipun bisa mengejar mereka, sepertinya tak seorang pun bisa mengalahkan dua Dewa ini.

“Bukannya aku tidak setuju denganmu, tapi bukankah seharusnya kita mengikuti rencananya? Memang
seperti itulah aturan mainnya.”

"Cih ....... menyebalkan."

Sembari saling mengobrol, Gull Farion dan Aleksander Ryback menghilang ke dalam hutan.

Mereka pun meninggalkan lembah.

Yang tersisa hanyalah jembatan roboh.

Dan..... kesunyian di dasar lembah.

Tanya & Jawab Penulis[edit]

Penulis : Setelah membaca bab ini, banyak orang berpendapat bahwa Rudeus terlalu ceroboh dengan
meninggalkan Doga di desa. Oleh sebab itu, aku menjelaskan bahwa dia berusaha kembali ke desa untuk
membawa Doga. Apakah kalian menyadarinya? Sebenarnya, aku ingin menggambarkan bahwa Rudeus
sudah begitu mempercayai kedua utusan dari Biheiril tersebut, bahkan seperti teman sendiri. Sehingga,
dia tidak begitu perduli apakah Doga pergi bersamanya atau tidak. Maafkan aku, kurasa gaya
penulisanku kurang jelas untuk mendeskripsikan itu semua. Sepertinya, ini tidak berjalan sesuai
keinginanku.
T : Hmmm, gimana ya .... mengapa tidak kau tulis ‘Rudeus akan mati’, atau ‘Cerita ini akan berakhir di
sini’ pada kolom tanya & jawab? LOL

J : Karena hanya jatuh ke dasar lembah tidak akan menghentikannya .........

T : Apakah Aleksander adalah pamannya Dewa Kematian? Apakah dia sudah tua, tapi wajahnya tampak
muda?

J : Mungkin mereka adalah saudara tiri. [2]

T : Mengapa Gull-san memotong tangan Rudi? Bukankah lebih baik bila dia penggal saja kepalanya?
Apakah karena dia berusaha membunuhnya dengan hati-hati?

Jika Dewa Utara begitu ingin melawan Orsted, maka mengapa mereka tidak langsung saja menuju ke
Desa Supard setelah menghabisi Rudeus?

Mungkinkah mereka tidak yakin bisa mengalahkan Orsted bila tidak melakukan serangan dadakan?

Kemudian, mengapa mereka harus mengungkap penyamaran sebelum membunuh Rudeus? Bahkan,
mereka berbicara cukup banyak, sampai memberitahu nama mereka.

J : Seperti yang sudah kutulis, ada suatu ‘aturan main’ yang harus mereka penuhi, itulah mengapa
mereka tidak langsung menyerang Orsted.

Karena aku ingin menyatakan bahwa, tak peduli sewaspada apapun dirimu, lawanmu tetap saja bisa
mencelakaimu dari hal-hal sepele yang tidak pernah kau duga sebelumnya.

T : Apakah Gullickson dan Shandor yang asli benar-benar bawahan kepercayaan raja?
J : Ya.

T : Kenapa Rudeus tidak berkonsultasi terlebih dahulu pada Orsted sebelum menjamu kedua tamu dari
kerajaan itu?

J : Karena belakangan ini Orsted cenderung tidak memberikan keterangan yang memuaskan.

Jump up ↑ Jambo berarti ‘Hallo’ dalam bahasa Swahili, yaitu bahasanya Afrika.

Jump up ↑ Jangan heran bila seorang penulis pun menggunakan kata ‘mungkin’ dalam menjawab
pertanyaan, karena memang begitulah sifat orang Jepang yang Ciu pahami. Mereka tidak pernah
menyatakan sesuatu dengan begitu pasti, apalagi perihal spoiler seperti ini. Orang Jepang juga sering
menggunakan kata ‘mungkin’ untuk suatu hal yang tidak seharusnya dibicarakan. Seorang Youtuber dari
Inggris bernama Chris pernah menjadi guru Bahasa Inggris di Jepang. Saat dia bertanya, ’Apakah kau
punya kucing?’, seorang muridnya menjawab, ’Mungkin kucingku sudah mati.’ Seketika Chris
kebingungan, bagaimana bisa dia mengatakan ‘mungkin’ pada kucing yang sudah mati? Jadi, kucingmu
itu sekarat atau gimana? Dan setelah banyak mencaritahu, akhirnya dia memahami bahwa seperti itulah
tabiat orang Jepang. Mereka cenderung mengatakan ‘mungkin’ pada suatu hal yang begitu sensitif.
Ternyata, kucing si murid benar-benar sudah mati, dan itu membuatnya sangat sedih. Sehingga, ketika
seseorang menanyakan kucingnya, dia menjawab dengan ‘mungkin’ untuk menutupi kesedihan itu.
Sesama orang Jepang akan langsung memahami ungkapan ini, tapi untuk orang asing, itu sangat aneh.

Bab 10: Menghilang[edit]

Bagian 1[edit]

Kota Sihir Sharia.

Ada sebuah rumah yang terletak di pinggiran kota.

Di rumah itu, seorang gadis Elf sedang menyalin isi surat yang datang melalui alat sihir litograf.

Namanya adalah Faria Steer.


Dia sering dipanggil 'Faria' atau 'Tia' oleh teman-temannya, namun tak ada seorang pun di tempat
kerjanya yang mau repot-repot mengingat nama itu.

Selama si bos dan bos besar tidak ada di tempat, gadis inilah yang menjadi pengawas kantor.

Sedangkan bosnya yang bernama Rudeus, biasa memanggil Faria Steer dengan sebutan Elf-chan.

"Mari kita lihat..... surat dari Sylphiette-san mengatakan ... ’Gelar Dewa Pedang telah diambil oleh orang
lain. Dewa Pedang sebelumnya telah menghilang entah kemana. Nina-san sedang hamil, sehingga dia
tidak bisa membantu kami. Jadi, aku akan menuju ke Kerajaan Biheiril sekarang.’........ apakah pesan ini
harus segera kusampaikan pada yang lainnya?”

Tugasnya adalah menyalin semua berita yang datang dari berbagai informan, kemudian
menyampaikannya pada Rudeus ataupun Orsted saat mereka kembali

Namun, menurut Faria, dia harus segera menyampaikan pesan tersebut pada para pimpinannya jika
teramat penting.

Terlebih lagi, jika berita tersebut mengandung kata ‘Dewa’ atau ‘Raja’, maka dia akan segera
menganggapnya penting.

"Gelar Dewa Pedang telah berpindah tangan, namun keberadaan Dewa Pedang sebelumnya tidak
diketahui. Jadi, kemungkinan besar dia sudah menjadi musuh kita..... baiklah, ayo segera menyampaikan
pesan ini pada bos......”

Aisha sendiri yang mempekerjakan Faria.

Aisha selalu menyeleksi para pegawainya dengan begitu ketat dan harus memenuhi syarat-syarat
tertentu.
Sekilas, pekerjaan kantor Orsted bisa dilakukan oleh siapa saja, tetapi ada begitu banyak informasi yang
tidak boleh bocor. Dengan begitu, mengelola informasi hanya bisa dilakukan oleh orang yang
terpercaya.

Tempat kelahiran Faria adalah ibu kota Kerajaan Ranoa.

Ayahnya adalah pensiunan Elf petualang dan ibunya adalah anak perempuan ras manusia dari pedagang
kota.

Dia anak bungsu dari tiga bersaudara.

Karena dia seorang gadis, dia tidak menerima pendidikan sebagai pedagang.

Akibatnya, dia tidak pernah tertarik menjadi seorang pedagang. Dia sudah sering bekerja pada berbagai
perusahaan sejak kecil, dan dia tumbuh dengan mengamati pedagang-pedagang tua yang licik.

Mungkin, pengalaman itulah yang membuatnya semakin handal.

Saat bersekolah di Akademi Sihir, dia berhasil mendapatkan nilai yang bagus karena pandai
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber.

Maka..... hidung tajam Aisha pun mengendus bakatnya.

Ada banyak orang yang lebih baik dalam urusan mengelola informasi, namun bahkan Orsted pun
mempercayakan pekerjaan itu padanya.
Karena Orsted menguasai banyak pengalaman dari kehidupan sebelumnya, maka kecil kemungkinannya
gadis Elf ini menjadi musuh.

"Pertama-tama aku harus mengirim pesan ini ke desa Supard, tetapi kepada siapa aku harus mengirim
berikutnya…… Ah, mungkin Eris-san. Karena dia adalah Raja Pedang, mungkin informasi ini akan berguna
untuknya.”

Sambil menggumamkan kata-kata itu, dia melihat berbagai informasi di litograf, pada sudut kantor.

Sembari memegang sebongkah kristal sihir pada salah satu tangannya, dia terus berkutat dengan semua
informasi itu.

Faria berusaha mengirim pesan ke desa Supard dan kota terbesar ketiga di Kerajaan Biheiril, yaitu
Heilerul.

Namun.........

Tiba-tiba suatu sosok muncul di belakangnya.

"Fiuh, ini to..........?"

Faria berbalik.

Sosok begitu besar menghalangi pandangannya.

"......... Ah ....... um, maaf, apakah Anda tamunya Orsted-sama .......?"


Tubuhnya seperti tong, dan lengannya setebal batang pohon.

Kulitnya merah, dan ada sepasang tanduk yang mencuat di kepalanya.

Rahang bawahnya begitu lebar layaknya panci, dan ada dua taring keluar darinya.

Itu adalah Ogre.

"Apakah kau perempuannya Orsted?"

"Hah?"

"........."

Saat Faria masih ragu, Ogre itu menebaskan lengannya, *whuuuuussshshhhhh*.

Seketika, alat sihir komunikasi yang baru saja mengirim pesan langsung hancur berantakan.

Bersamaan dengan pintu kantor.

"Kau ini apa? Musuhku? Kalau begitu, ayo bertarung....”

"Ah ...... Uu ......"

Ogre itu menjulurkan tangannya tepat di depan Faria.


Seluruh pandangan Faria tertutup oleh betapa besarnya tangan itu.

Kepalan tinju makhluk itu dua kali lebih besar daripada wajah si gadis Elf. Ada rambut kasar yang
tumbuh di jari-jari dan punggung tangannya, ruas-ruas jarinya juga tampak mengerikan.

Dengan hancurnya dinding dan pintu sekali hantam, maka jelaslah betapa besar kekuatan makhluk ini.

Maka.....tidak perlu ditanya lagi apa yang akan terjadi pada kepalamu jika terhantam oleh tinju itu.

"B-b-b-b-b-bukan.... a-a-a-a-a-aku b-b-b-b-b-bukan musuhmu!”

Sembari terjatuh lunglai di lantai, Faria berusaha menjawab pertanyaan monster itu.

Kakinya lemas seolah tidak sanggup bergerak, tentu saja itu membuatnya tidak bisa berlari.

Satu-satunya yang tersisa di benaknya adalah keinginan untuk tetap hidup.

"Kalau begitu....... keluarlah...... aku tidak akan........ melawan mereka....... yang tidak mau......
bertarung........”

Si Ogre tersenyum sembari mengulurkan tangannya pada Faria.

"Eeekk."

Namun, Faria hanya bisa meringkuk.


Si gadis Elf mengira tubuhnya akan dihancurkan oleh tangan itu, tapi kemudian si Ogre mengangkatnya
dengan lembut, lalu melemparkannya pada lubang di dinding yang barusan dia buat tadi.

"Ahhhhhhh!?"

Faria terlempar sampai keluar kantor, terbang dengan kecepatan tinggi, terpental dua kali, lalu
berguling-giling di tanah, dan akhirnya berhenti.

".......... Ngh!"

Rasa sakit menjalar di sekujur tubuhnya.

Hati kecilnya mengatakan, ”Larilah!! Atau dia akan membunuhmu!!”

Tapi, tak sepatah kata pun terucap dari mulutnya. Dia hanya bisa mengerang sambil terisak-isak.

Apakah kakinya patah setelah terpelanting begitu jauh? Dia tidak tahu..... yang jelas, dia berusaha
berdiri dengan kakinya yang gemetaran dan sempoyongan.

Setelah berlari beberapa langkah, dia terjatuh.

Dia tidak menyerah.

Dia ulangi itu 2 – 3 kali...... sampai akhirnya gemuruh yang mengguntur meraung dari belakangnya.

Dia berbalik.
"....... Aah."

Yang bisa Faria lihat dengan matanya hanyalah kehancuran total.

Ogre merah itu mengamuk, dia menghamburkan kantor Orsted sampai menjadi potongan-potongan
kayu, batu, dan beton.

Faria hanya bisa tercengang, sampai-sampai dia lupa melarikan diri.

Dia hanya bisa melongo melihat kantornya hancur sampai tidak lagi berbentuk.

Tidak ada yang bisa dia lakukan.

Habis sudah.

Dia kesal karena tidak bisa melakukan apapun, selain melihat semua kehancuran itu.

Dia berdoa agar si Ogre merah tidak keluar dari reruntuhan bangunan itu, kemudian berlari
mendekatinya.

Dia berdoa ini semua segera berakhir, dan semuanya kembali tenang.

Dia berdoa agar seseorang datang setelah mendengar suara gemuruh besar itu, kemudian menolongnya
dari ancaman si monster.

Kemudian, sejak saat itu, semua lingkaran sihir yang Rudeus Greyrat buat kehilangan cahayanya.
Bagian 2[edit]

Pada saat yang sama, Roxy dan Eris berada di hutan.

Kota terbesar ketiga, Heilerul, adalah kota pelabuhan.

Pada dasarnya, lautan di dunia ini dipenuhi oleh para nelayan dan makhluk ikan. Mereka lah yang biasa
disebut Ras Laut.

Para penghuni daratan dilarang melewati laut, kecuali area-area tertentu yang sudah disepakati
sebelumnya.

Memancing di dekat kota pelabuhan tidaklah dilarang, tapi jika kau tidak menjaga kapalmu dengan baik,
mungkin Ras Laut akan segera menenggelamkannya.

Akan tetapi, agaknya peraturan itu sedikit berbeda di Heilerul.

Selat yang memisahkan Pulau Ogre dan Kota Heilerul adalah perairan yang sudah menjadi wilayah
Kerajaan Biheiril.

Semua Ras Laut sudah diusir dari selat itu oleh Kerajaan Biheiril, sehingga siapapun dapat menyeberangi
selat dengan aman.

Sehingga, Kota Heilerul menjadi kota pelabuhan yang begitu populer di kalangan nelayan. Di kota ini,
kau bisa menemukan makanan-makanan laut yang tidak ada di daerah lain.

....... setidaknya...... begitulah seharusnya.


"...... aku sudah bosan makan ikan......."

"Begitukah? Tidak enak ya?”

Di pinggiran kota, ada hutan yang dikelilingi oleh tembok besar.

Bukannya untuk mencegah orang-orang memasuki kota, dinding itu dibangun untuk mengamankan kota
dari serangan monster.

Dua orang sedang berjalan menyusuri hutan sambil makan ikan kering.

“Enak sih..... tapi asin. Mengapa mereka menaburkan garam pada ikan ini?”

"Mungkin supaya awet.”

"Kalau untuk menjaga keawetannya, mengapa tidak menggunakan sihir es seperti Rudeus?”

"Tidak semua orang bisa menggunakan sihir es, tahu......"

Roxy terus menimpali keluhan Eris dengan senyuman di wajahnya.

Sebenarnya, Eris bukan tipe orang yang suka mengeluh soal makanan.

Tapi, dia sungguh tersiksa makan ikan yang dikeringkan dengan garam ini.
Katanya sih, kota ini kaya akan hidangan sari laut, tapi yang bisa mereka temukan hanyalah ikan-ikan
yang sudah diawetkan.

Tentu saja, ada alasan di balik pengawetan itu.

Diperlukan waktu sehari penuh perjalanan dengan kapal dari Kota Heilerul menuju Pulau Ogre.

Banyak terdapat nelayan yang handal di Pulau Ogre.

Sudah ada peraturan yang mengatur nelayan dari Ras Ogre dan ras manusia saling bekerjasama
menangkap ikan di sekitar Pulau Ogre.

Namun, sekarang nelayan Ras Ogre jarang mencari ikan.

Mereka sedang sibuk membicarakan perang yang akan datang tak lama lagi, sembari menyiapkan segala
keperluan perang.

Ini menyebabkan penurunan kuantitas hasil laut di kota pelabuhan.

Mengapa Suku Ogre menyatakan perang akan datang? Roxy dan Eris sedang berusaha mengorek
informasi tentang itu.

Alasannya adalah, mereka ikut serta dalam pasukan penginvasi, atas perintah Dewa Ogre, yang
merupakan pemimpin tertinggi mereka.

Dan sekarang, Dewa Ogre Malta sedang berada di kota terbesar kedua di Kerajaan Biheiril, Irel.
Sekarang, mereka bedua sedang berada di dekat gua yang telah dipasangi lingkaran sihir teleportasi,
untuk menyampaikan informasi ini ke Rudeus.

Mereka sedikit terlambat menyampaikan berita ini. Tapi setiap kali mereka melihat papan alat
komunikasi sihir, yang terpampang di sana adalah berita bagus tentang wabah di Desa Supard yang
sudah mereda, dan tercapainya kesepakatan dengan Kerajaan Biheiril untuk mengakui keberadaan Ras
Supard.

Sayangnya mereka tidak yakin apakah situasinya berkembang membaik atau justru memburuk.

“Ras Ogre akan selalu melindungi Kerajaan Biheiril. Itulah sumpah mereka, bahkan sampai saat ini.
Tapi........... mengapa Dewa Ogre malah menuju ke Irel? Apa yang akan dia lakukan di sana? Bukannya
seharusnya dia melindungi Kota Heilerul, atau mungkin ibukota Biheiril?”

"Ingatlah, Gisu sedang mengendalikannya."

“Belum pasti, masih terlalu dini untuk menyimpulkannya. Mungkin Dewa Ogre hanya memeriksa kota
itu untuk menjamin keamanannya. Kita masih punya peluang bekerjasama dengan Dewa Ogre. Akan jadi
masalah jika kita bermusuhan dengan orang seperti itu.”

Meskipun berkata begitu, Roxy mulai merasa cemas.

Jika semuanya berjalan normal, harusnya ini tidak terjadi.

Apakah ini skema musuh?

Atau, ada informasi yang mereka lewatkan .........?

Setidaknya, tidak ada masalah serius sampai hari ini.


Rudeus telah menyelamatkan ras Supard dan menjadikan mereka sekutu.

Sedangkan, mereka belum mendapatkan informasi tentang keberadaan Gisu, tapi setidaknya mereka
sudah tahu di mana Dewa Ogre berada.

Mungkin Zanoba telah mendapatkan informasi tentang Dewa Utara di ibukota.

Atau mungkin saja...... mereka terlalu optimis.

Namun, entah kenapa Roxy merasakan firasat buruk yang tidak berdasar.

Firasat seperti ini pernah dia rasakan saat terjebak di dalam Dungeon teleportasi silam.

Semuanya seakan baik-baik saja, tapi sepertinya ada yang aneh.

Roxy sadar, dirinya sering kali melakukan kesalahan yang sepele, meskipun semuanya terlihat berjalan
tanpa hambatan.

"Dengar, Roxy. Setelah kita menyampaikan informasinya, bukankah kita harus pergi ke tempatnya
Rudeus?"

"Kenapa kau ingin sekali bertemu dengannya?"

“Karena aku juga ingin bertemu Ruijerd! Dia orang yang luar biasa, akan kukenalkan kau dengannya
nanti!”
"Tidak perlu..... aku sudah pernah bertemu dengannya, tau....”

Sepertinya Roxy mulai menyadari darimana datangnya firasat buruk ini. Namun, dia hanya bisa
tersenyum masam menanggapinya.

Rudeus maupun Eris sama-sama tidak takut pada Ras Supard.

Roxy pun yakin, Ras Supard bukanlah iblis-iblis jahat yang selama ini ditakuti banyak orang.

Tapi...... entah kenapa tubuhnya tetap saja menggigil saat mendengar nama ras itu.

Mungkin karena dia terlalu sering mendengarkan dongeng-dongeng seram tentang Ras Supard saat
masih kecil.

Namun, Roxy harus bertemu dengan Ruijerd.

Ruijerd adalah pria yang begitu berjasa pada Rudeus dan Eris, dan mereka sangat menghormatinya.

Itu berarti, Roxy pun harus menghormati pria itu.

Namun, ada perasaan enggan dalam hatinya.

Jika sering berkomunikasi dengan Ras Supard, mungkin saja persepso Roxy terhadap mereka bisa
berubah, tapi...........

Jika tidak, maka..........


Apakah inilah yang menyebabkan firasat buruk yang dia rasakan?

"Hmm, baiklah....baiklah. Karena kita sudah sampai sejauh ini, maka ada baiknya kita meneruskan
perjalanan ke Irel. Jika Dewa Ogre Malta benar-benar berada di sana, maka kita bisa mengonfirmasi
infonya.”

Sekarang, mereka sudah mendapatkan semua informasi yang diperlukan dari Kota Heilerul.

Oleh sebab itu, harusnya tidak masalah jika mereka meninggalkan posnya sekarang, untuk pergi ke Desa
Supard.

Sembari memikirkan berbagai hal, langkah Roxy terhenti tepat di depan gua yang telah dipasang
lingkaran sihir teleportasi.

Gua itu hanya cukup dilewati oleh seorang dalam posisi berjongkok, dan mereka pun sudah
menutupinya dengan timbunan ranting-ranting pohon.

Sebenarnya, gua itu ada penghuninya, yaitu seekor beruang. Hewan itu menyerang mereka saat
pertama kali datang ke gua tersebut, tapi Eris membunuhnya lalu menjadikannya santapan.

Akhirnya, Roxy dan Eris memutuskan memasang titik relay lingkaran sihir teleportasi di tempat yang
cukup strategis itu.

Setelah menyibak dahan-dahan dan ranting pohon, mereka pun memasuki gua.

Gua itu sepanjang kurang-lebih 20 meter, dan di dalam cukup lebar, tapi bau binatang.

Jauh di dalam gua, terdapat lingkaran sihir teleportasi dan alat komunikasi sihir litograf.
"....... Oh?"

Tapi......... ada yang aneh dengan lingkaran sihir itu...........

Lingkaran sihir teleportasi sengaja dipasang di dalam hutan agar mendapatkan intensitas Mana yang
banyak. Biasanya, lingkaran itu terus-terusan memancarkan cahaya biru pucat.

Namun........... entah kenapa sekarang cahaya itu padam.

"Ada apa ini?”

"Tunggu sebentar......."

Roxy dengan hati-hati memeriksa lingkaran sihir tersebut.

Mungkin, dia telah melakukan kesalahan yang tidak disadarinya, sehingga lingkaran sihir itu berhenti
beroperasi.

Sembari terus berpikir, Roxy memeriksanya, tapi tampaknya semuanya normal-normal saja.

Tidak ada yang salah saat terakhir kali mereka menggunakannya, dan tidak ada tanda-tanda seorang pun
yang telah memasuki gua ini, lalu melakukan perusakan.

"Hey, yang ini juga tidak berfungsi.”


Roxy segera menoleh pada Eris yang mengatakan itu.

Eris sedang berjongkok sambil mengamati alat komunikasi sihir yang terletak di sudut ruangan.

Litograf itu juga kehilangan cahayanya.

Roxy bergegas mendekat, lalu mengirimkan beberapa kalimat acak, namun tidak ada jawaban dari
siapapun.

"...... apa-apa’an ini?"

Roxy terkejut, dia hanya bisa berdiri terdiam.

Aneh sekali.... bagaimana bisa Litograf ini rusak.... padahal, Dewa Naga sendiri yang membutanya.

Roxy memang membantu membuat salinan alat komunikasi sihir ini, tapi dia yakin tidak melakukan
kesalahan saat membuatnya...... bagaimana bisa alat ini berhenti bekerja dengan sendirinya.

"Jelas sudah........"

Tapi Eris tidak kebingungan.

Apakah dia tahu penyebab kerusakan tersebut?

Roxy menatap Eris, bersiap mendengarkan keterangannya.


Tapi, Eris hampir tidak punya pengetahuan tentang kesihiran.

Eris bersedekap, merentangkan kakinya, memandang ke bawah pada alat itu, lalu berbicara...........

"Pasti telah terjadi sesuatu!”

"Tentu saja.... harusnya alat ini......”

Roxy menyadari sesuatu sebelum menyelesaikan kalimatnya.

Sesuatu telah terjadi?

Apa?

Dia belum bisa menyimpulkannya.

Tapi yang pasti..........

Ada masalah di tempat lain........

Tidak ada tanda-tanda seorang pun masuk ke gua ini. Semuanya masih tertata rapih. Bahkan, Roxy pun
yakin tidak ada monster yang menjamah gua ini.

Maka..... ada masalah di tempat lain.

Alat komunikasi sihir dan lingkaran sihir teleportasi bekerja secara berpasangan.
Jika titik relay-nya lenyap, maka keduanya akan berhenti berfungsi.

Sedangkan, lingkaran sihir dan litograf di tempat ini masih bagus.

Tapi.... bagaimana dengan titik relay-nya?

"Itu artinya ....... sesuatu telah terjadi di Kota Sihir Sharia?"

Hal pertama yang terlintas di benak Roxy adalah wajah Lara.

Dan kemudian, satu per satu, wajah anak-anak lainnya.

Mulai dari Lucy, Ars, dan Sieg.

Kemudian, wajah orang-orang yang sedang merawat mereka.... yaitu Lilia, Zenith.

Jika sesuatu terjadi di Sharia.... maka mereka.......

"........... Ngh!"

Dia mulai lari tergesa-gesa menuju ke luar gua.

Dia berusaha mencari lingkaran sihir teleportasi lainnya, kalau di sini berhenti bekerja, maka yang
lainnya mungkin masih............
Namun setelah beberapa langkah, kakinya terhenti.

Dia berpikir, bagaimana jika musuh menyerang dan merusak kantor pusat yang berada di Sharia?

Jika pusatnya rusak, maka apa yang akan terjadi dengan lingkaran-lingkaran sihir lainnya?

Andaikan Roxy menjadi musuhnya, tentu saja dia akan merusak setiap titik relay yang terdapat di kantor
pusat, tanpa menyisakan satu pun.

"Apa yang harus kulakukan......... Apa yang harus kulakukan......... Apa yang harus kulakukan.........”

Haruskah dia meminta bantuan seseorang?

Menurut pesan terakhir yang dia terima, Orsted sedang tidak berada di Sharia sekarang.

Jika benar-benar terjadi serangan, siapa yang melindungi kota....?

"Roxy!"

Sontak Eris memanggil namanya, dan Roxy pun berbalik padanya.

"Tolong jelaskan apa yang terjadi dengan alat-alat ini!"

“....... kita tidak bisa lagi menggunakan lingkaran sihir teleportasi dan alat komunikasi sihir. Tapi, tidak
ada masalah dengan keduanya di tempat ini, artinya... telah terjadi sesuatu dengan kantor pusat Orsted
di Sharia. Mungkin musuh telah menyerang kantor dan merusak semuanya di sana. Bahkan mungkin
saja, rumah kita juga diserang..... karena Orsted sedang tidak berada di Sharia sekarang.”
"Aku mengerti."

Setelah mengatakan itu, Eris langsung berdiri.

"Apakah Rudeus tahu tentang ini?"

"Aku tidak yakin..... mungkin saja dia sudah tahu.... mungkin juga belum.”

Kemudian, Eris berhenti bergerak sejenak.

Dia tidak merubah posenya. Masih dengan tangan bersedekap dan kaki terbuka, Eris memasang wajah
cemberut.

Lalu, tiba-tiba dia membuka mulutnya lebar-lebar, seolah telah menyadari sesuatu.

"Serahkan saja persoalan rumah pada Sylphy, mereka akan baik-baik saja!”

"Umm ...... tapi dia sedang menghubungi Dewa Pedang ......."

“Sylphy mengatakan bahwa dia akan melindungi rumah setiap kali Rudeus pergi. Oleh karena itu, aku
yakin semuanya akan baik-baik saja!”

"........."

Pernyataan Eris sama sekali tidak masuk akal .......


Tapi, berkat itu, Roxy pun merubah pikirannya.

Dia tidak tahu sejak kapan keduanya berhenti berfungsi.

Tapi, Sylphy tidak menggunakan lingkaran sihir teleportasi di kantor.

Dia menempuh perjalanan biasa.

Jadi, meskipun dia tidak bisa pergi ke Kerajaan Biheiril, setidaknya Sylphy pasti akan kembali ke Sharia.

Tidak ada yang bisa mereka berdua lakukan saat ini selain mempercayakan semuanya pada Sylphy.

"..........kurasa kau benar."

Lagipula, Perugius juga mengawasi keluarga Rudeus di rumah.

Meskipun Perugius tidak suka pada Roxy, tapi sang legenda begitu menghormati Rudeus, bahkan
menganggap Sieg seperti anaknya sendiri.

Roxy tidak tahu apa yang akan Perugius lakukan untuk melindungi keluarganya, tapi yang jelas..... ada
semacam alat sihir berbentuk peluit di rumah, yang bisa digunakan untuk memanggil Tsukkaima
Perugius.

Lilia bisa menggunakannya kapanpun terjadi ancaman.

Tidak hanya itu.


Rudeus juga sudah memanggil Hewan Suci Leo untuk berjaga-jaga jika terjadi masalah seperti ini.

Leo pasti bisa melakukan sesuatu untuk mengamankan keluarganya, lagipula anjing itu begitu setia
dengan Lara.

Masih banyak rekan yang bisa diandalkan.

Belum lagi para prajurit bayaran dari PT. Rudo, para pengrajin dari bengkel Zanoba, dan jangan lupakan
guru-guru dari Akademi Sihir Ranoa yang merupakan teman sekantor Roxy.

Roxy pun meyakinkan dirinya sendiri bahwa keluarganya akan baik-baik saja.

Lagipula, hanya itu yang bisa dia lakukan sekarang.

"Baiklah.... kalau begitu, ayo pergi ke tempat Rudi.”

"Ya! Ayo pergi!”

Ada info yang perlu mereka sampaikan, dan ada orang yang ingin mereka temui.

Tentu saja, mereka mengkhawatirkan keluarga di Sharia.

Tidak hanya Roxy, Eris juga sudah menjadi ibu yang begitu cemas keselamatan putra kecilnya.

Tapi, mereka harus mengesampingkan semua itu, dan terus melanjutkan misi.
Desa Ras Supard menanti kedatangan mereka.

Bagian 3[edit]

Di saat yang sama, di tempat lainnya.

Zanoba mulai tidak sabar.

Rudeus belum juga kembali.

Pasukan penginvasi sedikit lagi menyelesaikan persiapannya. Waktu keberangkatan mereka juga
semakin dekat.

Rudeus yakin sekali masalah akan segera selesai saat kembali ke desa bersama dua utusan raja.

Zanoba yakin Shishou-nya itu bisa memenangkan negosiasi, dan menghentikan pergerakan pasukan.

Atau jangan-jangan..... negosiasi itu gagal?

Tetapi, informasi terakhir pada alat sihir komunikasi berkata sebaliknya.

Informasi dari Litograf diberikan langsung oleh Orsted, jadi kebenarannya terjamin.

Lalu mengapa sampai sekarang mereka belum kembali?

Mungkinkah mereka diserang oleh para pembunuh di tengah jalan?


Atau.... jangan-jangan mereka sedang berjalan-jalan dengan santai di Irel karena masalahnya sudah
selesai? Ah, itu tidak mungkin.....

Pasukan penginvasi akan berangkat sekitar 10 hari lagi.

Haruskah dia menunggu?

Haruskah dia bergerak?

Zanoba yang kebingungan memutuskan untuk tidak tinggal diam.

Dia ingin menggunakan lingkaran sihir teleportasi untuk berpindah ke Desa Supard.

Dia meninggalkan penginapan, lalu membawa Julie dan Ginger bersamanya.

Setelah mengambil koper, dia bergegas menuju gubuk tempat dipasangnya lingkaran sihir teleportasi.

"Ngh ...... ada apa ........ ini........"

Namun, lingkaran sihir dan Litograf sudah tidak lagi bercahaya seperti biasanya.

Zanoba segera menyadari apa yang terjadi.

Pasti ada masalah di kantor pusat.


Setelah berpikir selama beberapa detik, Zanoba akhirnya bisa menyimpulkan sesuatu.

"Ginger!"

"Ya!"

"Kita akan segera menuju ke Desa Supard!"

"Siap! ......... lewat Kota Irel ya?"

"Tidak, jangan lewat sana. Kita bisa dicegat musuh di sana.”

Lantas, Zanoba mengeluarkan sesuatu dari tasnya.

Itu adalah seruling emas bersimbolkan naga.

Dia langsung saja meniup seruling itu.

Terdengar bunyi *fuuuuuuuuuuuu* panjang.

Tetapi tidak ada yang terjadi.

Tidak ada yang datang.

“Kuh, sepertinya masih jauh. Ginger! Julie! Apakah ada patung Tujuh Kekuatan Dunia di dekat sini??”
"Sepertinya tidak ada!"

"Aku tidak melihatnya!"

Ada cara lain berteleportasi selain menggunakan lingkaran sihir itu.

Zanoba mencoba menghubungi Perugius, lalu memintanya membawa ke Desa Supard dengan teknik
teleportasinya, tapi sepertinya belum bisa .........

“Apa bolah buat?! Kita akan pergi ke Desa Supard dengan cara biasa! Jika kalian melihat patung itu di
sepanjang jalan, segera beritahu aku!”

"Ya!"

Mereka bertiga mulai berangkat ke tempat Rudeus.

Menuju Desa Supard.

Tanya & Jawab Penulis[edit]

T : Apakah Hitogami mengirim Dewa Pedang dan Dewa Utara karena tidak bisa melihat masa depan
Ruijerd dan Vita? Mengapa begitu, apakah karena ada Rudeus dan Orsted di sana?

J : Sebenarnya kurang tepat bila dibilang Hitogami mengirim mereka berdua, karena ini semua adalah
rencana Gisu.

T : Apakah Orsted bisa mengalahkan Hitogami saat masih muda dulu?


J : Mungkin saja, tapi lebih baik dia membentuk tim seperti sekarang ini.

T : Sekarang, mari kita coba bandingkan Gull-san dan Aleks-san dengan gamer profesional. Jikalau
Rudeus adalah game, apakah game tersebut terlalu mudah, sehingga para gamer profesional ini perlu
mengatur levelnya ke Hard agar menarik?

J : Aku tidak begitu mengerti bagaimana pemikiran seorang gamer profesional. Tapi, bukannya mereka
meremehkan Rudeus, melainkan mereka berpikir bisa menang tanpa harus menggunakan strategi
sekalipun.

T : Terjadi urutan kejadian yang cukup rumit saat Rudeus dikalahkan. Pada dasarnya, Rudeus menyamar
untuk menipu lawannya, namun justru dia yang tertipu oleh penyamaran lawannya. Mengapa harus
begitu rumit?

J : Yahh, sebenarnya aku ingin membuat urutan kejadian rumit ini sejak di bab sebelumnya. Tapi entah
kenapa, aku merasa tidak sanggup menulisnya. Yang jelas, hal yang ingin kusampaikan adalah, tak peduli
serapih apapun rencanamu, jika terjadi kesalahan, maka habislah semua. Begitupun sebaliknya.

Bab 11: Dasar Lembah Naga Bumi[edit]

Bagian 1[edit]

Ketika tersadar kembali, kudapati diriku berada dalam suatu dimensi berwarna putih bersih.

Aku merasa begitu tidak berdaya, dan wujudku kembali ke tubuh seperti di kehidupan sebelumnya,

Ahh, sudah lama aku tidak merasakan tubuh ini.

Kemudian, aku merasa begitu putus asa karena telah dikalahkan.


Ya.... aku kalah.

Masalah di desa Ruijerd hanyalah umpan, dan aku memakannya bulat-bulat.

Aku mulai lengah saat Raja Kegelapan Vita dikalahkan. Kukira, semuanya telah berjalan sesuai rencana.

Aku terlalu percaya diri saat Kishirika memberitahuku bahwa Gisu sedang berada di Kerajaan Biheiril.

Aku bahkan menyambut kedatangan Dewa Pedang dan Dewa Utara tanpa curiga sedikit pun.

Akhirnya, aku terjebak mentah-mentah ke dalam perangkap Gisu, dan aku pun kalah.

Hanya desahan penuh penyesalan yang tersisa sekarang.

"..........."

Gisu merencanakan semuanya dengan baik.

Aku tidak pernah tahu jika pangkal tanganku terpotong, aku tidak lagi bisa menggunakan sihir.

Dia juga pintar memilih lokasi untuk menyerangku.

Saat berada di atas jembatan yang rapuh, tentu saja aku tidak bisa memanggil Magic Armor yang
bobotnya begitu berat. Dan aku juga tidak bisa menggunakan Quagmire.

Pemilihan tempat itu pasti sudah terencana matang-matang sejak awal.


Roxy sudah memodifikasi persenjataanku dengan begitu baik, namun Gisu telah menduga semuanya.

Andaikan aku menggunakan Magic Armor Versi II, mungkin aku bisa menang melawan mereka berdua.

Tapi, sepertinya Dewa Pedang dan Dewa Utara juga terkejut saat menyadari jembatan itu tidak kuat
menahan beban Magic Armor Versi II.

Tapi, kalau dipikir-pikir lagi..... ambruknya jembatan membuatku bisa melarikan diri dari mereka.

"..........."

Jadi..... dimana sih Gisu berada?

Apakah Raja Biheiril yang kutemui itu adalah Gisu yang sedang menyamar?

Suaranya berbeda ........ tapi, kalau Gisu sih.... hal seperti itu bisa saja dia lakukan.

Dia punya ribuan trik untuk menipu lawannya.

Tunggu dulu.........

Kalau Dewa Pedang dan Dewa Utara sudah menjadi bawahan Gisu, lantas bagaimana dengan
bawahanku? Apakah Gisu juga sudah mempengaruhi mereka?

Bagaimana dengan Sandor....?


Jangan-jangan, dia adalah Gisu yang menyamar?

Tapi..... wajahnya, suaranya, postur tubuhnya, sama sekali tidak mirip dengan Gisu. Apakah dia juga
menggunakan alat sihir untuk menyamarkan semuanya?

Kemungkinan besar ada saja alat sihir seperti itu.

Mungkin, dia diam-diam menyelinap ke Kerajaan Asura, lalu menyekap Pemimpin Ordo Ksatria Emas.

Dia sangat mahir menyelinap dan menyamar, jadi hal seperti itu mungkin saja terjadi. Bahkan, baru kali
ini Orsted menyadari bahwa Gisu adalah bidaknya Hitogami.

"..........."

Tunggu dulu.....

Kenapa aku terjebak lagi di alam mimpi? Sekarang aku sedang bermimpi, kan?

Apakah ini karena kekuatan Raja Kegelapan Vita? Bukankah dia sudah mati?

Oh.... siapa itu.....?

Ada seseorang di sana......

Kenapa tubuhnya tertutupi oleh semacam mozaik?


Siapa kau!!??

Apakah kau juga ras Slime?

Oh..... ya.....ya..... aku kenal kau..... aku begitu mengenalmu.

Lama tak jumpa ya...... sudah lama sekali kita tidak bertemu.

Kangen juga sama kamu.......

"..........."

Hei--, Hei!

Katakan sesuatu.

Aku jadi terlihat bodoh jika berbicara sendiri!

Sekarang aku sudah kalah! Jadi, ungkaplah semua rahasiamu, dan tertawalah sepuas-puasnya!!

Bukankah kau suka menertawakan seseorang!??

Bukankah kau selalu saja seperti itu!!?


Kau pasti ingin mengatakan, ’Aku menghargai semua kerja kerasmu, kau pantas menang, tapi.... yahh,
sayang sekali.... lagi-lagi akulah yang menang, fufufufu’..... iya, kan!!? Kau ingin mengatakan itu, kan!!?

Hei! Ayolah!! Jangan sampai aku menghajarmu, ya!!

"...........matilah."

Aku memang sudah mati!!

Tapi....

Tapi.......

Tapi.... aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi..... Hitogami-chan.

Ada apa denganmu..... biasanya kau tertawa terbahak-bahak saat melihat kekalahan seseorang....
apakah hari ini kau sedang tidak enak badan, Hitogami-chan......

"Masa depanku berubah-ubah setiap kali kau melakukan sesuatu.”

Jelas.... memang itulah yang kuinginkan.

"Itu membuatku terus mengamati masa depanku sendiri.”

Ya, wajar saja.


Kau bisa melihat masa depan, kan? Tidak hanya masa depanmu, tapi juga masa depan bidak-bidakmu.

Kalau tidak salah, kau hanya bisa mengendalikan paling banyak 3 orang, iya kan?

"Tiga? Aku bisa melihat lebih banyak dari itu. Tapi, aku harus terus mengamati masa depanku sendiri.
Agar tidak merepotkan, maka aku hanya mengamati 3 orang saja.”

...... jadi, kau menggunakan sebagian besar kemampuanmu untuk memantau masa depanmu sendiri,
eh?

"Masa depanku gelap gulita. Mulai gelap sejak saat itu."

Gelap gulita?

"Pada awalnya, lawanku hanya Orsted. Dia hanyalah seekor lalat kecil. Dia tidak pantas menjadi
musuhku. Aku tidak akan kalah oleh gangguan sepele seperti itu.”

Sepele, ya.........

Yah, bahkan Orsted sering membuat kesalahan kecil.

Belakangan ini, dia juga tidak memberitahuku soal Ras Supard.

Tapi, aku tidak berhak menyalahkannya.


"Tapi, sejak hari itu, ada seorang pengganggu lagi selain Orsted. Aku tidak pernah mengenal orang itu.
Dia benar-benar aneh. Mungkin dia tidak berasal dari dunia ini. Masa depanku jadi sedikit gelap setelah
munculnya orang itu.”

Ah.

Yang kau maksud pacarnya Nanahoshi?

Namanya ..... aku lupa.

"Tidak hanya itu, beberapa saat kemudian munculah seorang wanita, lalu masa depanku menjadi
semakin gelap dan sunyi.”

“Semakin banyak kau bergerak, semakin banyak pula sekutu-sekutu Orsted, dan masa depanku juga
semakin gelap. Dan sekarang..... sudah gelap gulita.”

Jadi maksudmu, semua usahaku selama ini tidak sia-sia?

"Tidak.... semuanya sia-sia. Ya.... anggap saja sia-sia.”

Oh, sialan kau.

Tapi, aku sudah tidak bisa melakukan apa-apa...... aku sudah mati.

“Jika kau sudah mati, maka aku bisa memperbaiki masa depanku. Bagaimanapun juga, masa depanku
tergantung oleh orang lain. Aku bisa mengubahnya jika berhasil membunuh orang yang memiliki takdir
kuat. Itulah yang kulakukan sampai saat ini.”
Jika?? Jadi aku masih bisa hidup lagi??

Jadi, aku harus memohon padamu untuk diberi kesempatan hidup lagi??

Atau, haruskah aku memohon padamu, ’Tolong.... setidaknya, selamatkanlah keluargaku....’

Mustahil..... kurasa semua itu mustahil....

“Mati.... matilah di sini....”

Hah....?? Kamu ngambek ya?? Ahahah, seperti anak kecil saja....!

"Matilah, Rudeus."

Hey, dengarkan aku.....

Bagian 2[edit]

Tiba-tiba aku terbangun.

Terbangun dalam kondisi terburuk yang pernah kualami.

Jika aku mati dalam keadaan seperti ini, jelas itu membuatku tidak nyaman.

Aku barusan bermimpi, dan entah kenapa Hitogami bisa muncul lagi di dalam mimpiku setelah sekian
lama menghilang.
Dia mengatakan, ‘matilah’, tapi bukan.... ‘kubunuh kau’. Itu artinya, dia tidak bisa secara langsung
membunuhku. Dia memerlukan orang lain untuk melakukannya. Ya, itulah Hitogami, dia kuasa namun
kekuasaannya begitu terbatas.

Dia tidak bisa bekerja sendirian.

Dia hanya bisa memberikan instruksi dari atas.

Sungguh lawan yang merepotkan.

Tapi yang jelas............

"Aku masih hidup?"

Tadinya kukira aku sudah mati.

Magic Armor Versi II masih utuh meskipun terjatuh dari atas jembatan sampai ke dasar lembah.

Tetapi manusia hanyalah gumpalan daging dan tulang. Masih hidup setelah terjatuh dari atas sana,
merupakan suatu keajaiban.

Harusnya aku tidak selamat.

Tapi nyatanya, aku masih hidup. Apakah itu berarti tubuhku mampu menahan benturan keras dengan
dasar lembah? Sulit dipercaya.....

Mungkin ada sesuatu yang melindungiku saat terjatuh.


Tapi sepertinya...... tidak ada ranting-ranting pohon yang memperlambat jatuhku.

Oh, Paul-san, Zenith-san.... syukurlah kalian telah melahirkan anak yang kuat.

Terima kasih banyak.

".......... Ngh."

Aku coba bangkit.

Gelap sekali di sini.... apakah aku berada di dalam gua?

Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang aneh.

Bagaimana bisa aku bangun? Bukannya..... lenganku sudah terpotong keduanya?

T-t-tapi.... aku yakin barusan benar-benar menggunakan lenganku untuk membantu berdiri.

"Hah? Lenganku masih ada??”

Harusnya kedua lenganku sudah terpotong oleh pedang Dewa Pedang.

Seingatku, aku tidak punya kemampuan regenerasi tingkat tinggi ........


Aku menatap lengan sambil memikirkan itu.

"Woah! Apa-apaan ini ..."

Tanganku ternyata berwarna hitam pekat.

Mirip seperti batu obsidian.

Namun, aku bisa menggerakkannya dengan lancar, seperti lengan sungguhan.

Saat kulihat bahuku, rupanya lengan itu mengakar kuat sampai bahu, bagaikan tanaman rambat.

Ini sedikit menjijikkan.

Magic Armor Versi II yang membungkus tubuhku sudah tidak ada. Siapa yang melucutinya?

Celanaku juga sudah raib.

Aku hanya mengenakan celana dalam.

Ada juga perban yang membalut sekujur tubuhku.

Di sisi tubuhku ada bercak darah.

Mungkin seseorang telah melakukan pertolongan pertama.


Hmmm? Pertolongan pertama? Itu artinya, dia tidak menggunakan sihir penyembuhan?

Apakah orang itu juga yang memasang lengan ini?

".......Ah."

Saat aku melihat sekeliling, kudapati pakaianku sudah terlipat rapih di sana.

Dan..... Ahhhh!! Ada sepotong lengan di sana!!

Lengan yang baru saja terpotong, lengkap dengan darah merah segar yang melumurinya!!

Itu lenganku, kan!!?

Ada gelang naga yang melingkar di potongan lengan itu. [1]

"Aduh......."

Aku mencoba bergerak dengan tergesa-gesa, dan rasa sakit langsung menyengat tubuhku.

Aku segera menggunakan sihir penyembuhan dan menyembuhkan luka-lukaku.

Lalu, aku melepaskan gelang naga dari potongan lengan itu, lalu memakaikannya pada tangan hitamku
yang baru.
Apakah gelang ini kembali berfungsi?

"Di mana ini?"

Aku melihat sekeliling sembari mencoba bertanya.... entah aku bertanya pada siapa.

Aku menggunakan sihir api untuk menyinari sekelilingku.

Ruangan ini berdiameter sekitar 5 m, dan di ujung sana ada dinding dari bebatuan.

Saat kulihat langit-langit, aku pun menyadari bahwa aku sedang berada di dalam gua.

Aku dibaringkan pada sehelai kain yang melapisi dasar gua.

Kain ini ....... apakah ini mantel?

".............."

Sekarang, lebih baik aku mencari pintu keluar untuk memastikan dimanakah aku berada.

Gua ini melengkung, tapi aku langsung bisa melihat cahaya.

Pintu keluar ada di sana.

Namun, seseorang berdiri di pintu keluar.


Punggungnya besar.

Dia juga mengenakan armor yang begitu cocok dengan postur tubuhnya yang besar.

Ketika aku mendekatinya, dia perlahan menoleh padaku, lalu mengangkat helmnya.

Aku kenal dia.

"Doga ........."

"........Ya."

"Apakah kau yang menyelamatkanku?”

"Aku datang tepat saat kau jatuh dari jembatan......Kemudian, kau pingsan.......Aku coba membawamu
kembali ke desa......tapi armor itu terlalu berat.......Lalu, aku melucutinya.......dan mengobati luka-
lukamu.”

Jadi dia yang menyelamatkanku.

Dia melompat tepat saat aku terjatuh dari jembatan, lalu menangkapku.

Uuu, maaf Doga.

Maafkan aku karena telah meremehkanmu.


"Aku mengerti, terima kasih, kau adalah penyelamatku, Doga. Maaf, aku pergi sendiri tanpa
pengawalanmu, dan aku pun telah lengah.”

"...... Yap. Bagaimanapun juga.......ini adalah perintah Sandor.”

Doga mengatakan itu sambil tersenyum lemah.

Dia terus mengemban tugas yang diberikan padanya.

Dia pria yang baik, bukan.....

Mengapa aku meninggalkan pengawal sebaik dirinya....

"Apakah kau yang membuat lengan ini?"

Saat aku menunjukkan lengan hitam ini, dia hanya menggelengkan kepalanya.

"Saat aku menemukanmu..... kau terbungkus di dalam... semacam kepompong..... saat kubuka....
kepompongnya menjadi lenganmu.”

..............?

Aku berada di dalam kepompong? Kemudian, kepompongnya menjadi lengan saat terbuka?

Bagaimana bisa aku terbungkus di dalam kepompong? Siapa yang melakukannya? Apakah semacam
hewan.... atau monster?
Aku terus merenung sembari menatap lengan baruku, lalu Doga berkata dengan gelisah.

"Aku menemukan .... salah satu lenganmu...... tapi, sayangnya aku tidak..... menemukan lengan
lainnya.... maafkan aku.”

"Ah, tidak masalah.”

Aku bisa menumbuhkannya lagi dengan sihir penyembuh tingkat tinggi dari Orsted.

.......... lengan hitam inipun, sepertinya bisa kuputus......

"Di mana kita?"

"Bawah lembah ....... terdalam."

"Oh ... sudah berapa lama aku pingsan?"

"Tidak tahu..... sinar matahari.... tidak sampai sini...... mungkin sudah.... 2 atau 3 hari berlalu.....
semenjak aku..... menyelamatkanmu....”

Doga mengatakan itu sambil nyengir.

Setelah itu, aku melihat secercah cahaya lain.

Cahaya biru yang sedikit redup.


Di gua ini terdapat banyak lumut dan jamur yang bisa memancarkan cahaya.

Jadi, tidak terlalu gelap.

Namun, begitu senyap.

Sedangkan di luar gua.

Seolah menutupi pintu masuk, ada tiga bangkai di sana.

Bangkai makhluk yang wujudnya mirip dinosaurus.

Itu adalah Naga Bumi.

Mengapa ada tiga bangkai?

"........ apakah.... kau yang membunuh Naga-naga Bumi itu?”

"Yap. Aku .... melindungi .... Rudeus."

Aku baru sadar, darah yang melumuri tubuh Doga adalah darah Naga Bumi.

Eh?
Kau bisa membunuh ketiganya sendirian?

Itu luar biasa.

Mungkin aku terlalu meremehkan kemampuan pria ini.

Tunggu dulu..... kalau tidak salah, Dewa Pedang dan Dewa Utara pernah mengatakan sesuatu tentang
Doga......

"Kau adalah seorang..... Kaisar Utara, kan?”

"Yap. Guruku juga mengatakan itu .... sebenarnya aku masih .... tidak berpengalaman, tapi .... mungkin
aku cukup mahir...... berburu monster.”

Awalnya aku sempat meragukan pria ini, namun sekarang tidak lagi.

Ariel tidak pernah salah mengirimkan prajurit terbaiknya.

Maafkan aku.

Aku benar-benar meremehkannya!

"Begitu ya ... kau sungguh luar biasa."

"Ya."
Saat aku memujinya, dia tersenyum senang.

Tetapi jika Doga adalah seorang Kaisar Utara, itu berarti ....

"Bagaimana dengan Sandor? Apakah dia juga sudah mencapai level Kaisar?"

"......... Aku ... tidak bisa mengatakannya."

"Aku mengerti."

Yahh, nanti kalau bertemu lagi dengannya, akan kutanyakan sejelas mungkin.

"Sekarang, bagaimana kita keluar dari tempat ini .....?"

Bagaimanapun juga, kembali ke desa adalah prioritas utama kami saat ini.

Dewa Pedang dan Dewa Utara.

Mereka kuat dan pandai menyamar.

Mungkin, tidak ada yang tahu aku telah dikalahkan, selain Doga.

Jadi, jika mereka adalah musuh, maka pasukan penginvasi akan segera datang ke desa Supard.

Mereka tidak akan segan membantai Ras Supard.


Pasukan itu mungkin terdiri dari 100 – 200 personel. Kurasa, kami masih bisa menangani mereka, namun
beda ceritanya jika Dewa Pedang dan Dewa Utara berbaur dengan mereka.

Kita harus menghentikan mereka.

"....... Doga, bawa aku ke tempatku jatuh. Aku ingin mengambil kembali armor-ku. Mungkin ada
beberapa gulungan sihir yang masih bisa digunakan di sana.”

"Ya."

Doga mengangguk, lalu berangkat.

Aku pun mengikutinya dari belakang.

Bagian 3[edit]

Tak lama berselang, kami tiba di tempat Magic Armor jatuh.

Tentu saja, Doga lah yang mengalahkan beberapa ekor Naga Bumi yang mengganggu selama perjalanan.

Doga membunuh dua ekor Naga Bumi hanya dengan sekali tebas.

Luar biasa.

Dengan kapak besarnya, Doga membelah kepala Naga Bumi yang sudah jatuh tidak berdaya.
Dia sangat bisa diandalkan.

Saat kami diserang oleh kawanan serigala tak kasat mata, Doga hampir tidak bisa melakukan apa-apa.
Tapi sekarang, aku mengerti betapa kuatnya pria ini.

Kurasa, aku akan baik-baik saja selama Doga bersamaku ......

"Hmm ......."

Magic Armor benar-benar sudah hancur.

Gulungan sihir di bagian belakangnya juga sudah tidak bisa digunakan.

Semua gulungan terpotong menjadi dua.

Bercak-bercak darahku masih melekat di zirah itu. Rupanya, aku terluka sangat buruk saat itu. Peralatan
itu tidak berguna lagi.

Padahal.... Roxy sudah susah payah memodifikasi Magic Armor-ku.....

Sepertinya, Magic Armor yang selama ini pertahanannya begitu kuat, masih belum mampu menandingi
serangan Dewa Pedang.

Tapi, pedang yang digunakan Dewa Pedang juga rusak.

Pedang itu patah sebelum bisa memotong Magic Armor sepenuhnya.


Tapi kalau dilihat dari penampilannya, Dewa Pedang hanya menggunakan pedang biasa.

Gull Farion memiliki banyak pedang terkutuk, tapi agar penyamarannya tidak terungkap, mungkin dia
lebih memilih membawa pedang biasa.

Andaikan saja dia menggunakan pedang favoritnya, pasti Magic Armor akan terbelah dua bersama
tubuhku.

Jika itu terjadi.... mungkin sekarang aku sudah mati.

Tapi.... apakah Orsted dan Cliff sama sekali tidak mencurigai kedua utusan dari kerajaan itu?
Maksudku..... Cliff punya mata iblis pengidentifikasi.... dan Orsted ilmunya juga tinggi.... jadi, mengapa
mereka bisa luput dari pengawasan Orsted dan Cliff?

"Kita tidak bisa lagi menggunakannya."

Sepertinya, aku tidak punya pilihan lagi selain membuang gulungan yang telah dimodifikasi Roxy ini.....

Aku tahu Roxy pasti kecewa.....

Mungkin, nanti aku akan ke sini lagi untuk memungut sisa-sisanya, tapi untuk saat ini.... lebih baik kita
tinggalkan saja.

Untungnya, Magic Armor ini masih bisa bergerak.

Salah satu lengannya masih tersambung pada badan, dan bagian kakinya juga masih utuh.
Ini tidak sempurna, tapi .....

Sayang sekali..... aku sudah tidak bisa menggunakan gulungan sihir pemanggil Magic Armor.

Tanpa gulungan itu, mustahil aku bisa mengalahkan dua Dewa itu.

Sekarang, aku harus kembali ke Desa Supard, kemudian menggunakan lingkaran sihir teleportasi di sana
untuk kembali ke kantor pusat, lalu menganbil gulungan cadangan.

Mudah-mudahan aku masih punya waktu.

"............ Nh?"

Aku mencoba melepas gulungan sihir yang telah rusak dari badan Magic Armor, di sana juga masih
tertancap potongan pedang yang digunakan Dewa Pedang untuk memotongku. Kemudian, jatuhlah
sesuatu.

Gulungan? Bukan.... bukan gulungan yang jatuh....

Itu adalah sebuah kotak.

Kotak itu jatuh dari tempat gulungan yang menempel di badan Magic Armor.

Kotak itu sebesar buku kamus.

Ada semacam ukiran bermotif iblis yang mengerikan pada kotak itu. Mungkin.... siapapun yang
membukanya akan terkena kutukan. Tapi.... aku tahu kotak ini......
"Ini adalah kotak yang kuterima dari Atofe ......."

Atofe mengatakan padaku untuk membuka kotak ini dalam keadaan darurat.

Kotaknya tidak lagi utuh, karena sudah terbelah sebagian.

".........."

Dengan ragu-ragu, aku membukanya untuk melihat dalamnya.

Tidak ada apapun di dalam.

Kosong.

Oh tidak.... ada sesuatu yang tertulis di dasar kotaknya.

“Gumpalan daging hitam ini adalah bagian tubuh dari Raja Iblis Abadi Atofe. Gumpalan ini akan
melindungi pembawanya saat berada dalam kesulitan.”

Gumpalan hitam .........?

Dengan penuh pertanyaan, aku segera melihat pada lengan baruku.

......... gumpalan?.......hitam?.......jangan-jangan......lengan ini!!


Aku tidak ingat pernah membuka kotak ini, tapi yang pasti..... Dewa Pedang memotongnya sebagian.
Mungkinkah.....karena tebasan itu, gumpalan hitam ini aktif, kemudian merambat seperti parasit ke
lenganku, menghentikan pendarahannya, membungkus tubuhku, dan bahkan mengganti lenganku yang
sudah terputus??

Itukah yang terjadi ..........?

"Atofe-sama ........ Terima kasih banyak!"

Tentu saja Atofe tidak di sini.

Tapi, aku mengucapkan terimakasih pada Raja Iblis kejam itu dengan sepenuh hati, lho....

Haruskah aku bersujud padanya ke arah timur?

Mungkin dia tidak berada di timur sekarang, tapi jika bertemu nanti, aku akan berterimakasih dengan
layak. Akan kutraktir dia minum arak yang enak.

"Baiklah, ayo kembali."

Perang sudah dekat.

Aku harus kembali secepatnya.

Bagian 4[edit]

Yahh, tapi jelas saja.... kami tidak bisa memanjat tebing.


Aku bisa saja naik ke atas dengan sihir Tombak Bumi, tapi jika semakin ke atas, cahaya dari lumut dan
jamur yang bersinar semakin redup, sehingga suasananya makin gelap.

Jika semakin gelap, maka yang diuntungkan adalah kawanan Naga Bumi yang akan menyerang kami
dengan leluasa.

Benar saja, Naga Bumi terus berdatangan dari kiri dan kanan.

Jumlahnya banyak dan semakin banyak, sehingga kami terpaksa mundur.

Dalam kegelapan, tidak kurang dari 10 ekor Naga Bumi menukik turun pada pijakan yang kubuat dengan
sihir bumiku.

Kami masih bisa menangani beberapa ekor, tapi mereka terus berdatangan dari segala arah.

Mereka datang dari atas, bawah, kiri, kanan..... mereka terus mengepung Tombak Bumi yang kubuat,
sehingga kami kesulitan menerobos.

Naga memang monster yang paling merepotkan.

"Fuuu ......."

Kami mencoba beberapa cara untuk naik ke atas, namun hasilnya masih nihil.

Bahkan kami mencoba melontarkan diri ke atas lembah secara langsung dengan ketapel raksasa yang
juga kubuat dengan sihir bumi. Namun, lagi-lagi kawanan Naga Bumi memblokirnya. . Mereka cepat,
gesit, cerdas, dan keras kepala.
Kami coba melontarkan diri pelan-pelan, tapi mereka selalu saja menyadari gerakan kami.

Saat sudah kelihatan, mereka akan terus memburu kami ke mana-mana.

Tapi..... saat kami kembali ke tempat yang diterangi cahaya lumut dan jamur.... mereka berhenti
mengejar.

Entah kenapa, sepertinya mereka membenci tempat berjamur ini.

Apakah jamur dan lumut ini mengeluarkan semacam zat yang mereka benci.... ataukah naga-naga itu
mengira tempat ini sudah bukan wilayah mereka lagi.

Ah tidak juga..... beberapa ekor masih berani mengejar kami.

Mungkin, ada beberapa pengecualian.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang ...... Doga.... bukankah kau datang ke sini dengan mudah?”

"....... Yap. Saat aku turun ke dasar lembah....... mereka tidak banyak menyerang.”

"Begitu ya ...... "

Sepertinya, Naga Bumi tidak peka terhadap orang yang turun dari atas, melainkan peka terhadap orang
yang naik dari bawah.

Ya.... harusnya begitu. Rasa-rasanya, aku pernah mendengar informasi itu.


Tapi, baru kali ini aku mengalaminya sendiri.

Ini sulit sekali.

Mereka bekerja dalam kelompok seperti burung gagak yang mencari mangsa.

Apakah aku harus menggunakan sihir berskala besar untuk meledakkan mereka semua?

Tidak.... jika dinding lembah sampai hancur, maka kami akan terkubur hidup-hidup.

Lembah ini begitu curam.

Lagipula, Naga Bumi bisa menggunakan sihir bumi untuk berlindung.

Jumlah mereka pun terlalu banyak. Tidak ada artinya jika kita hanya membunuh puluhan ekor dari
mereka.

Aku tidak ingin membuang-buang Mana dalam skala besar, karena aku masih harus melawan Dewa
Pedang dan Dewa Utara.

Saat aku masih berkutat di sini kebingungan, mungkin Dewa Pedang dan Dewa Utara sudah menyerang
Desa Supard.

Atau mungkin juga.... mereka menuju ke tempat lain.

Paling tidak, mungkin mereka sudah tahu keberadaan Zanoba.


Lalu, bagaimana dengan kondisi istri-istriku?

Aku semakin cemas.

Tenang.....tenang....situasi akan semakin memburuk jika aku tidak sabar.

Tapi, saat kuterawang dengan mata iblisku, aku melihat Naga-naga Bumi di atas masih waspada akan
kedatangan kami.

"Apakah ada sisi tebing......yang tidak banyak kerumunan Naga Buminya?”

"......oh, itu ide yang bagus."

Kami pun mencari sisi tebing, dimana Naga-naga Bumi tidak bergerombol.

Dasar lembah tidak gelap, karena ada pencahayaan dari lumut dan jamur.

Tidak hanya Naga Bumi yang menyerang kami, melainkan juga serangga yang berukuran sebesar
manusia, seperti: kelabang dan kumbang bertanduk.

Sepertinya hewan-hewan itu adalah mangsa para naga.

Baru saja, aku melihat seekor naga menggigit serangga, sembari merangkak ke atas tebing.

Aku pun melihat seekor naga malang yang jatuh mati di dasar lembah, dan bangkainya dikerumuni
serangga.
Jarang sekali ada naga yang mati sial seperti itu. Agaknya, itu adalah berkah bagi hewan-hewan di dasar
lembah.

Serangga-serangga itu adalah makanan bagi naga, tapi jika jumlahnya banyak, mereka juga bisa
memangsa naga. Mungkin, karena itulah para naga menghindari dasar lembah.

Sepertinya ada rantai makanan yang aneh di tempat ini.

"........"

Aku terus berpikir sembari berjalan.

"Berjalan di jalur ini relatif lebih mudah."

Ternyata, jalanan setapak di dasar lembah cukup datar.

Namun, beberapa kali kami mendapati jamur raksasa, serpihan batu yang jatuh dari atas, bahkan batu
besar yang menghalangi jalan kami.

Tetapi, secara keseluruhan lebih baik lewat jalur bawah, daripada memaksa naik ke atas.

Aku jadi teringat sesuatu saat berjalan di jalur sempit seperti ini.

"........ Yap, ini seperti..... berjalan di Rahang Naga Merah."

"Ah!"
Kenangan pahit saat dibantai Orsted di tempat itu masih tersisa!

Tapi, Doga benar.

Rahang Atas Naga Merah, Rahang Bawah Naga Merah, dan Jalan Suci Pedang. Aku pernah melewati
jalan-jalan itu di masa lalu.... dan entah kenapa, sensasinya sama saat melewati jalan ini.

Memang tidak ada jamur dan lumut di jalan-jalan itu, tapi..... beginilah rasanya.

"Apakah ada seseorang yang membuat jalan setapak ini ......?"

Ataukah monster yang membuatnya? Sepertinya tidak....

Ya ...... pasti ada orang yang membuatnya.

Tidak.... tunggu dulu....

Kalau tidak salah, pernah ada cerita Laplace memanggil para naga ke Benua Tengah, kan.....

Mungkinkah.... Laplace juga yang memanggil Naga-naga Bumi itu?

Apakah dia juga yang membuat jalan ini?

Untuk tujuan apa?

".........."
Untuk sekaranag, lupakan dulu soal itu.

Aku harus mencari tempat untuk naik ke atas.

Ngomong-ngomong, adakah tempat khusus di mana Naga-naga Bumi membuat sarang?

Sejak tadi kuamati sisi atas tebing dengan mata iblisku, ada beberapa lubang yang tampaknya kuat dan
kokoh. Apakah itu sarang mereka?

Jika diibaratkan dengan duniaku sebelumnya, mungkin tebing ini adalah apartemen susun bagi mereka.

Harusnya terdapat banyak naga di lubang-lubang itu.

Mungkin sampai ribuan.

Ada beberapa naga yang keluar dari lubang, lalu turun untuk mencari makan. Mungkin naga-naga
pencari makan itu kastanya lebih rendah.

Tapi.... adakah cukup banyak persedian makan untuk mereka?

Mungkin cukup, di dunia ini hewan-hewan yang bisa menggunakan sihir tidak selalu memangsa hewan
lain untuk bertahan hidup. Beberapa dari mereka bisa mengonsumsi Mana.

.... sebenarnya.... apa sih yang mereka gunakan untuk memanjat ke atas?

Mereka bisa saja jatuh, dan itu berarti kematian.


Lembah Naga Bumi.

Meskipun tempat ini adalah rumah mereka, tapi kurasa..... lembah ini tidak sepenuhnya aman bagi
mereka. ’Jangan jatuh.... jangan jatuh....’ aku membayangkan, itulah yang mereka khawatirkan tiap hari.

"Rudeus."

"Hmm, ada musuh?"

Aku memasang kuda-kuda, dan bersiap menghadapi serangan serangga, namun ternyata bukan itu yang
dimaksud Doga.

Doga menunjukkan jarinya pada suatu dinding lembah.

Tidak.... mungkin bukan dinding.....

Aku sulit melihatnya karena tertutup oleh bayangan jamur raksasa, tapi sepertinya..... ada lubang di
sana.

Ada jarak yang memisahkan lubang itu dengan dasar lembah, tapi sepertinya.... ini bukan lubang biasa.

Dan ternyata..... di sana juga ada semacam tangga.

Seseorang telah membuatnya.

Bukannya naik, tangga itu justru turun ke bawah.


"........"

Jadi, kita harus turun ke bawah? Bukannya kita sedang berusaha naik ke atas?

"Oh?"

Sesaat berikutnya, tanganku bergerak dengan sendirinya.

Tangan kananku menunjuk ke lubang.

Apa yang terjadi? Aku bahkan tidak bisa mengendalikan tanganku.

Jangan-jangan..... tangan baru ini dikendalikan oleh.... Atofe?

"Atofe-sama, apakah itu jalan keluar ...?"

Tentu saja lengan Atofe tidak memberikan jawaban.

Tapi, tangan baru ini terus menunjuk ke sana.

Sepertinya, kami harus pergi ke sana.

"Baiklah kalau begitu....."


Tampaknya, kami tidak bisa menemukan tempat untuk mendaki naik.

Aku pun yakin, lembah ini akan berakhir di suatu tempat.

Jika kita terus berjalan, kita mungkin akan menemui jalan buntu.

Jika kita berbalik, lalu menuju ke titik awal lembah, itu akan memakan waktu lama.

Jadi, lebih baik kita coba jalan yang ditunjuk oleh lengan Atofe ini.

"Ayo kita coba turun."

"Ya."

Doga mengangguk tanpa ragu.

Mungkin dia sudah menebak sesuatu saat melihat tangga turun itu.

Maka, kami pun menuruni tangga yang gelap.

Bagian 5[edit]

Tepat setelah menuruni tangga, ada altar besar di sana.

Altar itu cukup besar.


Hanya kalimat itu yang bisa kukatakan untuk mendeskripsikannya.

Tempat itu juga diselimuti jamur dan lumut.

Ada juga dua pilar besar yang menopang langit-langit. Ada semacam pahatan pada pilar tersebut.

Di antara kedua pilar, ada rak yang tampaknya terbuat dari potongan batu. Dan di bagian dalam rak,
terdapat lukisan yang bingkainya didekorasi dengan pahatan yang begitu teliti.

Sepertinya.... motif pahatan itu adalah.... naga ya.

Ada juga banyak lukisan lain yang terdapat di berbagai tempat. Tapi aku tidak bisa melihatnya karena
terlalu gelap.

Entah kenapa, sepertinya aku pernah melihat lukisan-lukisan itu.

Dimana ya aku pernah melihatnya....

"Apakah ini..... reruntuhan milik.... Ras Naga?" kata Doga.

Ya.... itu dia.....

Reruntuhan yang terdapat lingkaran teleportasi sihir.

Tempat ini mirip sekali dengan reruntuhan itu.


Sedangkan lukisan-lukisan itu mirip seperti milik Perugius di Kastil Langit.

Jadi..... apakah di tempat ini juga ada lingkaran sihir teleportasi?

Tetapi meskipun ada, belum tentu kita bisa menggunakannya.

Meskipun lingkarannya berfungsi, kita tidak tahu akan ditransfer kemana jika menginjaknya.

Padahal, aku hanya ingin menuju ke permukaan lembah.

Tidak, masih terlalu dini memutuskannya.

Jika dilihat sekelilingnya, tidak ada ruangan selain altar ini.

Lagipula, tangan Atofe menunjuk ke arah lukisan itu.

Atau lebih tepatnya, pada rak batu kecil di bawah lukisan.

Ah tidak.... sebenarnya rak batu ini tidak kecil, hanya saja lukisannya yang begitu besar, sehingga jika
dibandingkan kelihatan kecil.

Seolah tanpa ragu, tangan Atofe terus menunjuk benda itu.

"........."

Tiba-tiba, wajah Afote melayang di pikiranku.


Apakah dia akan memberikan semacam nasehat padaku? Haruskah aku mendengarkan perkataan Raja
Iblis yang bodoh itu?

Sejenak, aku merasa gelisah.

Tapi, kakiku mulai bergerak, kemudian aku berdiri tepat di depan rak yang terus ditunjuk oleh tangan
Atofe.

Di atas rak itu, ada beberapa botol yang berbaris.

Ada botol transparan yang tutupnya telah terbuka.

Di tengah-tengah, ada juga benda yang berbentuk seperti bola kristal yang bening.

"Jangan-jangan, di dalamnya berisi minuman beralkohol.”

Kemudian, aku coba mengangkat salah satu botol.

Botol itu pun berukirkan pola naga.

Jika aku menunjukkan botol ini pada Zanoba, dia pasti akan banyak mengoceh soal nilai-nilai antik dari
suatu karya seni.

Tapi ternyata, isinya kosong.

"..... Jadi, harus kuapakan botol ini?"


Aku bertanya pada tangan Afote.

Tentu saja dia tidak menjawab.

Kemudian, tangan Atofe terulur, seolah ingin meraih sesuatu.

Dia coba meraih benda mirip kristal bening itu.

Si tangan pun memegangnya.

"........."

Apa ini?

Apakah tangan-san coba memberitahu sesuatu?

Botol, kristal, dan altar.

Ini mirip teka-teki RPG.

"Rudeus, lihatlah di sana......”

Tiba-tiba, Doga yang berada di belakangku menunjuk pada sesuatu di atas kepalaku.
Saat aku melihatnya, kudapati puncak pilar menyala biru.

Tidak, itu tidak tepat.....

Bukannya puncak pilar yang bersinar, namun ada semacam cairan berkilauan yang mengalir turun dari
puncak pilar.

Cairan itu mengalir dengan begitu cepat, sampai akhirnya menggenang di altar.

Tampaknya.... altar, pilar, botol-botol, rak, dan bola kristal ini.... semuanya adalah alat sihir.

Dan saat kuambil kristalnya, cairan biru itu mulai mengalir dari puncak pilar.

Kemudian, cairan itu bercampur dengan lumut dan jamur di sekitarnya.

"Cairan apa itu....?"

Apakah aku harus meminumnya?

Tapi, sepertinya tidak menyehatkan ..... warnanya saja aneh.

Mungkin aku tidak perlu meminumnya, melainkan mengisinya ke botol. Ada beberapa botol di rak,
seolah sudah disiapkan untuk menampung cairan itu.

Jika cairan itu kubawa dalam botol, kemudian kutuangkan pada semacam alat di tempat lain, mungkin
akan terbuka segel, lalu aku mendapatkan pedang legendaris.
Tapi aku tidak butuh pedang.

"Mungkin untuk ini?"

Doga menunjuk pada lukisan itu.

Ada gambar manusia dan Naga Bumi pada lukisan tersebut.

Tunggu dulu.... lukisan ini menggambarkan suatu cerita.

Kurang-lebih, beginilah yang bisa kutangkap: ketika alat sihir di ruangan ini aktif, cairan bersinar biru
mulai mengalir dari puncak pilar, kemudian terus menyinari seisi ruangan. Ada seseorang yang
menampung cairan dalam sebuah botol, kemudian menyiramkannya pada beberapa orang lainnya.
Mereka yang sudah bermandikan cairan biru, terlihat sedang memburu naga dan makhluk-makhluk
misterius yang tidak kukenal.

Rupanya, cairan biru ini digunakan untuk memburu naga. Ada beberapa tulisan di dekat lukisan, namun
aku tidak bisa membacanya. Bentuknya sedikit berbeda dengan tulisan Ras Naga kuno yang kukenal.

"Aah, tapi ...."

Tapi tiba-tiba aku memikirkan sesuatu.

Naga tidak turun sampai ke dasar lembah ini.

Lumut biru, jamur biru.


Dan cairan biru.

Mungkin pernah ada manusia yang tinggal di sini.

Dan manusia itu menggunakan cairan biru untuk mengusir naga bumi.

Jangan-jangan, Naga Bumi membenci benda-benda berwarna biru.

Tapi, menurut lukisan ini, orang-orang yang bermandikan cairan terlihat sedang menyerang naga.

Kenapa mereka bisa menyerangnya dengan begitu percaya diri...... setahuku, naga adalah salah satu
monster yang paling ditakuti di dunia ini.

...... mungkin...... naga-naga itu tidak bisa melihatnya?

Naga Bumi tidak bisa melihat apapun yang memancarkan warna biru?

Ya.... mungkin saja.... oleh sebab itu mereka tidak sering turun ke dasar lembah.

Jadi, jika kau melumuri tubuh dengan cairan biru ini, naga-naga tidak akan melihatmu?

"..... apakah kita.... perlu mencoba apa yang dilakukan.... oleh orang-orang yang tergambar pada.....
lukisan itu?"

Saat Doga menanyakan itu, aku langsung menoleh padanya.


"Yap."

Doga pun hanya mengangguk, seolah sudah menduga jawabanku.

Bagian 6[edit]

Dengan menggunakan cara itu, kami pun sampai di puncak lembah setelah beberapa saat.

Kami akhirnya keluar.

Dari Lembah Naga Bumi.

Kami keluar dengan tubuh berlumurkan cairan biru.

Kami sampai ke atas dengan sihir Tombak Bumi-ku.

Kami naik pelan-pelan, karena masih ragu dengan efek dari cairan biru ini.

Bingo.... ternyata cairan itu benar-benar berfungsi mengelabuhi mereka.

Naga Bumi sama sekali tidak bereaksi saat kami melewati mereka dengan tubuh berlumurkan cairan.

Apakah mereka benar-benar tidak melihat kami? Ataukah tidak nafsu memangsa kami? Sebenarnya
belum jelas alasannya.

Yang kami lakukan hanyalah naik perlahan dengan menggunakan sihir Tombak Bumi.
Waktunya mungkin sekitar 1 jam.

Karena kami naik perlahan, hari pun sudah petang saat tiba di puncak lembah.

Di langit terlihat bulan yang begitu indah.

"Kita berhasil."

"Ya!"

Aku menampar pelan punggung Doga, dan dia mengangguk senang.

Cukup lama proses naik ke atas, tapi kami berhasil dengan selamat.

Kami segera menuju ke Desa Supard untuk memberitahu ancaman dari Dewa Pedang dan Dewa Utara.

Tanya & Jawab Penulis[edit]

T : Kini Rudeus sudah punya lengan hitam itu, jadi dia tidak perlu lengan buatan, kan? Tapi, bagaimana
jika dia terperangkap di dalam sebuah sihir penghalang kelas Raja? Bukankah lebih baik jika dia
menembusnya dengan lengan buatan?

J : Bisa saja, selama dia masih punya satu lengan buatan.

T : Lengan hitam itu adalah bagian dari tubuh Atofe, maka dapatkan digunakan untuk mengaktifkan
sihir?

J : Sepertinya bisa.
T : Mengapa lengan Atofe tahu banyak tentang reruntuhan Ras Naga kuno itu?

J : Mungkin lengan itu memiliki suatu insting, atau ingin menyentuh benda-benda sihir itu hanya karena
penasaran.

T : Bicara soal Kaisar Utara, aku jadi teringat Auber. Kaisar Utara Auber sangat ahli dalam menggunakan
trik-trik licik, bukankah itu akan membuatnya mendapat masalah di sekolah?

J : Tidak begitu. Sekolah.... atau lebih tepatnya latihan yang selama ini dia jalani memang menuntutnya
berbuat curang. Jadi, semakin curang dia, maka semakin baik nilainya.

T : Rudeus sempat bilang tangan barunya mirip obsidian. Apakah itu berarti tangan hitam tersebut
keras? Bukankah itu terbuat dari daging? Jadi seharusnya sih lunak.

J : Tangan itu cukup keras seperti batu, tapi lentur dan hangat. Jadi, dia bisa memberikan serangan yang
mematikan dengan pukulan tangan itu.

T : Apakah benar para pengguna Teknnik Dewa Utara lebih banyak daripada teknik pedang lainnya?

J : Bisa jadi, karena kebanyakan pengguna Teknik Dewa Utara adalah ras iblis abadi yang tidak bisa mati
akibat serangan fisik.

T : Dewa Utara dari generasi ke berapakah yang menduduki posisi ke-7 dari Tujuh Kekuatan Dunia?
Generasi ke-2 atau ke-3?

J : Dewa Utara generasi ke-3.


T : Memotong tangan Rudeus apakah ide Gisu, atau saran Hitogami?

J : Ide Gisu.

T : Apa yang terjadi jika kau menggunakan bagian tubuh Atofe pada kepala yang botak? Apakah akan
tumbuh rambut?

J : Mungkin bagian tubuh itu akan memakan otakmu.

Jump up ↑ Mungkin, inilah kenapa Hitogami bisa muncul lagi di mimpinya Rudeus. Gelang naga yang
berfungsi untuk menangkal kemampuan Hitogami sudah lepas bersamaan dengan lengannya.

Bab 12: Mencari Kesempatan Menang[edit]

Bagian 1[edit]

Saat aku kembali ke desa, suasana sedang kacau.

“Musuh sudah di depan mata. Kita harus bersiap untuk melawan.”

"Kan sudah kubilang!! Lebih baik kita mencari Rudeus dulu!!”

Yang sedang membentak itu adalah Eris, rupanya dia beradu argumen dengan Sandor.

Roxy juga ada di sana.

"Doga bersamanya. Dia pasti kembali dengan selamat. Sembari menunggu kedatangannya, lebih baik
kita bersiap dan membuat perangkap.”

"Temanmu itu tidak ada gunanya!!”


"Mungkin penampilannya terlihat tidak meyakinkan, tapi dia sungguh berbakat.”

"Lalu, kenapa tidak kau saja yang pergi menyusul Rudeus!!??”

"Ugh .... itu ...."

Mereka sedang membicarakan apa yang harus dilakukan sekarang.

Apakah harus menyusulku terlebih dahulu.... atau membuat persiapan duluan.

Sepertinya Eris bersikeras menyelamatkanku.

Terimakasih Eris.

"Baiklah! Aku akan pergi ke sana sendirian!!”

Eris yang sudah tidak sabar, segera berdiri, lalu mulai meninggalkan tempat.

Tapi, pada saat yang sama aku muncul di hadapannya.

"Kalau kau pergi ke sana, maka bersiaplah menghadapi kawanan Naga Bumi, terperosok ke dasar
lembah, lalu membasahi tubuhmu dengan cairan biru aneh agar monster-monster itu tidak
mendekatimu.”

"Rudeus!"
Sontak, Eris langsung berlari padaku, lalu memelukku.

Tentu saja dengan kasar.

Duh.... kalau begini terus, bisa-bisa tulang punggungku patah.

"Aku mengkhawatirkanmu!!"

"Maafkan aku Eris."

Kemudian, Roxy juga datang untuk memelukku, dan yang lainnya tampak lega.

Mereka bersyukur sekali melihatku kembali hidup-hidup .....

Terimakasih teman-teman.

"....... Ah, ada apa dengan lenganmu?"

“Ah, ini ...... tidak, aku akan jelaskan dari awal. Tapi pertama-tama....."

Sembari mengatakan itu, aku mengamati sekelilingku.

Lalu, pandanganku terhenti pada seorang pria yang sedang duduk di sana.

"Sebenarnya kau ini siapa?"


Aku berbicara pada Sandor sembari menatapnya dengan tajam.

Bagian 2[edit]

Dewa Utara Kalman II. [1]

Nama aslinya, Alex Ryback.

Dia lah orang yang berhasil mengalahkan raja iblis, mengalahkan Behemoth, mengembangkan
kemiliteran di berbagai negara, dan mampu menjadi Tujuh Kekuatan Dunia. Dia lah jagoan utama dalam
sejarah Teknik Dewa Utara.

Dia juga pernah dikenal sebagai pendekar pedang terkuat di dunia selama beberapa ratus tahun
terakhir. Intinya, dia lah orang yang paling terkenal di antara pendekar Teknik Dewa Utara lainnya.

Sejujurnya, aku tidak begitu terkejut saat menyadari fakta ini.

Aku sudah tahu bahwa Sandor bukanlah orang biasa.

Mungkin, itulah alasan kenapa Orsted diam saja saat bertemu dengannya.

Dan, itulah juga alasan mengapa Ariel mengirimnya sebelum Ghyslaine dan Isolte tiba.

Pantas saja Doga adalah seorang Kaisar Utara.

Rupanya, keduanya adalah petinggi Teknik Dewa Utara.


Ya.... pantas saja.

"Kenapa selama ini kau diam saja?"

"Aku khawatir Hitogami bisa membaca pikiran seseorang, sehingga dia tahu aku adalah seorang Kalman.
Lagipula, aku bisa lebih bebas bergerak dengan nama samaran.”

Aku paham.

Aku bahkan berjumpa lagi dengan Hitogami dalam mimpi setelah terjatuh dari jembatan. Saat
berkomunikasi denganku, mungkin dia bisa membaca semua isi pikiranku. Maka, dia tidak akan
mengetahui siapa Sandor yang sebenarnya, karena aku juga tidak tahu.

".......benarkah begitu?"

"Yahh....gak juga sih. Tapi, aku akan terlihat keren jika mengungkapkan identitasku yang sebenarnya di
saat-saat penting seperti ini.”

"Baiklah....."

Semua itu dia lakukan hanya untuk terlihat keren?

Orang hebat memang nyentrik.

“Lagipula, sudah banyak orang yang tahu bahwa Doga adalah Kaisar Utara. Jadi, cepat atau lambat
identitasku pasti terungkap.”
"Errr ...... kurasa tidak banyak orang yang tahu Doga adalah Kaisar Utara.”

Tapi, aku hampir celaka karena mereka tidak mengungkapkan identitasnya.

Jika aku tahu mereka sekuat ini, maka aku tidak akan ragu memanfaatkan kemampuan mereka.

Ah tidak juga.... jika demikian, maka Dewa Pedang dan Kalman III akan mencari cara berbeda untuk
membunuhku.

“Baiklah, ijinkan aku mengatakannya sekali lagi. Alex-san..... mulai sekarang, aku mohon bantuannya."

"Tentu saja, tapi.... mohon tetap panggil aku Sandor. Aku ingin tidak ada yang berubah dengan
hubungan kita.”

Setelah mengetahui identitas Sandor yang sebenarnya, saatnya menata ulang rencana.

Mari kita ulas sedikit apa yang telah terjadi sampai detik ini.

Pertama, tanpa tahu apapun, aku membawa Dewa Pedang dan Dewa Utara ke desa ini 10 hari yang lalu,
kemudian mereka menyerangku di jembatan.

Aku kehilangan kesadaran setelah terjatuh ke dasar lembah, lalu menghabiskan waktu beberapa hari
untuk keluar dari lembah tersebut.

Satu atau dua hari setelahnya, entah sejak kapan..... lingkaran-lingkaran sihir dan alat-alat komunikasi
sihir kehilangan fungsinya.
Karena merasa ada sesuatu yang tidak beres, Roxy dan Eris segera datang menemuiku di Desa Supard.

Tentu saja, lingkaran sihir di Desa Supard juga tidak lagi berfungsi.

Roxy, Eris, dan yang lainnya memutuskan menunggu sejenak, sembari berharap aku kembali dengan
selamat. Tapi, Eris hampir saja bertindak sendirian, sih.

Orang yang pertama kali menyadari bahwa aku telah menghilang adalah Sandor, yang baru saja tiba dari
Kota Irel.

“Aku terus menunggu Rudeus-dono datang ke Kota Irel, tapi kau tidak kunjung datang. Dua prajurit
kerajaan yang kau bawa juga tidak pernah muncul. Di sisi lain, rumor tentang iblis di Hutan Tanpa Jalan
Keluar terus berkembang pesat di kota. Rumor itu mengatakan bahwa iblis-iblis tersebut ternyata adalah
Ras Supard. Aku berniat menyampaikan kabar itu melalui alat komunikasi sihir, tapi sudah terlambat.
Baik alat komunikasi sihir maupun lingkaran sihir teleportasi sudah berhenti berfungsi. Pada saat itu
juga, kurasa seseorang sedang mengincarku, maka aku pun kembali ke desa.”

Dan saat kembali ke desa, Sandor menyadari bahwa aku telah hilang.

Tapi mereka masih bingung dimanakah aku hilang, apakah di desa, di Lembah Naga Bumi, atau di Irel?

Meskipun sedang memulihkan diri, Ruijerd segera bertindak dengan memimpin tim pencarian.

Singkat cerita, tim pencarian berhasil menemukan jejak kakiku dan Doga yang mengarah ke sekitar
lembah.

Mereka pun menduga kami telah jatuh ke dasar lembah.


Setelah menyadari itu, Ruijerd segera memutuskan untuk turun ke dasar lembah, tapi Sandor
menyarankan untuk tidak melakukannya.

Karena tidak ada jalan kembali begitu kau jatuh ke dasar lembah.

Oleh karena itu, Sandor meyakinkan mereka bahwa aku pasti bisa kembali dengan selamat, karena ada
Doga bersamaku.

Untungnya, penilaian Sandor benar.

Kalau tidak ada Doga, pasti aku sudah menjadi santapan Naga-naga Bumi itu.

"Oh iya, bagaimana dengan informan itu?"

Sandor kembali ke desa dengan membawa beberapa informasi dari Irel.

Mengenai lingkaran sihir dan alat komunikasi sihir yang tidak lagi berguna.....

“Aku juga sudah dapat informasi tentang Gisu dari orang itu. Katanya, seorang pria berwajah mirip kera
pernah terlihat menuju ke Ibukota Biheiril, dari Kota Irel. Sayangnya, kita tidak tahu lokasi persisnya
sekarang.”

"Jadi, kita belum bisa memastikan posisi Gisu?"

"Ya. Namun, beberapa hari yang lalu, kami melihat Dewa Ogre Malta yang muncul di Kota Irel. Dia
muncul sehari sebelum rusaknya semua lingkaran sihir teleportasi dan alat sihir komunikasi, maka
sangat dimungkinkan dia pergi ke Sharia setelah menggunakan lingkaran sihir di Irel, kemudian
melakukan perusakan di kantor pusat.”
"Aku mengerti."

Roxy dan Eris juga membenarkan informasi ini.

Keduanya baru tiba kemarin.

Mereka membutuhkan 10 hari perjalanan menuju Desa Supard, padahal dengan menggunakan lingkaran
sihir hanya memerlukan waktu 4 hari.

Salah satu alasan yang memperlambat mereka adalah, saat melewati ibukota, sedang terjadi upacara
besar.

Itu adalah upacara keberangkatan pasukan penginvasi hutan.

Warga ibukota bersuka cita atas keberangkatan pasukan-pasukan gagah berani yang mereka pikir akan
membasmi iblis-iblis jahat. Pesta pora pun digelar.

Harusnya masih ada sedikit tenggang waktu sebelum pasukan diberangkatkan.

Mungkin ini juga ulah Gisu. Dia mempercepat penyerangan setelah mendengar laporan aku jatuh ke
dasar lembah.

Tapi, Hitogami pun sudah tahu bahwa aku belum mati, karena gelang Orsted sempat terlepas bersama
lenganku.

Mungkin, mereka ingin menyerang Orsted secepat mungkin sebelum aku kembali.
Roxy dan Eris sudah mengintai keberangkatan pasukan penginvasi.

Menurut pengamatan mereka berdua, Dewa Pedang dan Dewa Utara benar-benar bergabung dengan
pasukan itu.

Tapi.... saat itu mereka kebingungan.

Ya, pantas saja, karena kabar terakhir yang mereka dengar adalah negosiasi berjalan lancar, dan pasukan
penginvasi urung dikirim.

Jika pasukan tetap dikerahkan, maka apa yang telah terjadi pada Rudeus?

Saat Roxy dan Eris masih bertanya-tanya, waktu pun habis, dan pasukan penginvasi dikerahkan.

Kemudian, mereka memutuskan untuk membuntuti pasukan itu sembari tetap waspada.

Mereka tahu sedang menuju ke manakah para pasukan itu.

Tapi, Roxy mengatakan, jika mereka terus membuntuti pasukan sampai memasuki wilayah Kota Irel,
maka akan berbahaya.

Jadi, mereka mengambil rute alternatif, untuk mencapai Desa Supard lebih cepat.

Berhari-hari mereka lalui dengan penuh kekhawatiran dan keraguan, sampai akhirnya tiba di Desa
Supard.
Yahh, kurang-lebih begitulah ceritanya.

Oh ya, Eris begitu terharu saat bertemu kembali dengan Ruijerd.

Begitu melihat Ruijerd, Eris sangat ingin memeluknya dengan erat, seperti waktu itu.

Dia juga ingin tahu, sudah sehebat apakah Ruijerd sekarang.

Ya... tentu saja emosi yang begitu besar meluap-luap dalam dirinya, karena selama ini Eris melihat sosok
Ruijerd sebagai pahlawan.

Tapi dia berusaha menahan emosinya itu.

Dia bukan anak kecil lagi.

Dia adalah Eris Greyrat, seorang prajurit yang telah diakui Ruijerd, bahkan sejak kecil dulu.

Eris tahu dia harus menjaga sikapnya agar tidak memalukan.

Seraya menahan segenap emosi di dadanya, Eris memasang pose kebanggaannya, lalu dia berkata pada
Ruijerd.

“Lama tidak jumpa, Ruijerd. Kau tidak banyak berubah."

"Ya, Eris. Sedangkan kau sudah banyak berubah sekarang.”


"Memang."

Mereka hanya bertukar beberapa kata.

Tetapi, itu sudah cukup bagi Eris melepas kangennya.

Dulu, Eris harus mendongak jika bertatapan muka dengan Ruijerd. Tapi kini tinggi mereka setara.

Dulu, mereka adalah guru dan murid. Tapi sekarang, Eris sudah pantas bertarung bahu-membahu
bersama Ruijerd.

Itu sudah membuat Eris cukup puas.

“Kita tidak memiliki banyak waktu. Pasukan penginvasi semakin dekat dengan desa. Tak lama lagi,
pasukan Ras Ogre juga akan datang sebagai bala bantuan."

"Aku mengerti. Sekarang, mohon dengarkan dulu ceritaku."

Aku pun mulai melaporkan berbagai kejadian yang kualami.

Mulai dari, Dewa Pedang dan Dewa Utara yang berbaur dengan pasukan itu.

Kemudian, mereka memiliki cincin penyamaran yang mirip dengan yang kupakai.

Gisu pun mungkin memakai cincin yang sama, sehingga kita akan kesulitan mencarinya.
Aku juga menceritakan tentang Doga dan tangan Atofe yang menyelamatkanku di dasar lembah.

Pada saat itu, gelang Orsted terlepas bersama lenganku, sehingga aku bisa bertemu lagi dengan
Hitogami di dalam mimpi.

Aku pun menceritakan bagaimana bisa keluar dari dasar lembah, melewati Naga-naga Bumi tanpa
ketahuan, kemudian kembali ke sini.

"Rudeus."

Setelah menceritakan semuanya, Eris memanggilku dengan nada rendah.

"Biar aku yang menghadapi Gull Farion."

Kata Eris sambil melihat pangkal lenganku.

“........ yahh, kita akan bicarakan itu bersama-sama nanti. Aku yakin kau bisa melawannya, Eris. Tapi
kumohon jangan gegabah. Kau tidak ingin bernasib sama sepertiku, kan?”

Ya, sekarang mari kita petakan lagi situasinya.

Pertama...... tentang Gisu. Entah dari mana, yang jelas Gisu berada pada suatu posisi, dimana dia bisa
mengendalikan pasukan penginvasi sampai batas-batas tertentu.

Tidak menutup kemungkinan bahwa dia menyamar sebagai Raja Biheiril.


Sampai sejauh ini, aku bisa menyimpulkan Gisu mempunyai 3 bawahan yang kemampuannya tidak bisa
kita remehkan, yaitu Dewa Pedang, Dewa Utara, dan Dewa Ogre. Mungkin di antara mereka ada yang
menjadi bidaknya Hitogami, tapi aku tidak tahu yang mana.

Dewa Utara dan Dewa Pedang sudah melihat setiap sudut Desa Supard, karena penyamarannya tempo
hari.

Sedangkan Dewa Ogre ditugaskan menghancurkan kantor pusat, sehingga menutup semua akses kami
melarikan diri.

Mereka sengaja mengunci kami di Desa Supard, kemudian mendatangkan pasukan penginvasi berjumlah
sekitar 100 orang ke tempat ini.

".........."

Dewa Ogre Malta.

Dia lah yang dikirim Gisu ke Sharia.

Aku semakin mengkhawatirkan keluargaku di rumah.

"Lalu, bagaimana dengan rumah kita ......?"

Saat kutanyakan itu, Roxy hanya tertunduk, Eris bersedekap, dan Sandor mulai mengelus dagunya
seolah resah.

“Kita tidak tahu apakah Dewa Ogre hanya menyerang kantor pusat, ataukah menghancurkan Kota Sharia
secara keseluruhan.”
Aku mencoba berpikir.

Jika dugaan kedua yang benar-benar terjadi, maka apa yang harus kulakukan?

Tidak ada yang menjaga Sharia.

Aku dan Orsted di sini.

Tidak ada seorang pun yang mampu melawan Dewa Ogre.

Apakah kami akan membiarkannya begitu saja.....

Tentu saja tidak.........

Mereka bisa menyerang Sharia kapan saja sebagai sasaran empuk.

"..........."

Semuanya hening.....

Aku bahkan bisa merasakan amarah yang meluap dari Orsted.

Tapi, aku tidak bisa melihat ekspresi wajahnya karena tertutup helm.
"Uh-oh, wah.... sepertinya ada rapat nih.....”

Seseorang mengatakan itu dari pintu masuk ruangan pertemuan.

Aku langsung menoleh padanya, dan yang berdiri di sana adalah......

"Zanoba!"

Ya.... tentu saja dia kemari.

Hampir saja aku melupakannya!

Ya.... dia sudah di sini.

"Shishou, maaf aku terlambat. Aku baru saja tiba.”

“Tidak, tidak apa-apa. Aku juga baru saja tiba.”

Julie dan Ginger ada di belakangnya.

Keduanya tampak lelah.

Sekujur tubuh mereka memar, dan ada lingkaran hitam di sekitar matanya.

Sepertinya mereka tidak sanggup lagi berjalan.


“Dalam perjalanan kemari, kami banyak mendapat gangguan dari monster yang tidak terlihat. Kami pasti
sudah celaka jika tidak ada orang Supard yang datang menolong.”

"Aku mengerti. Kalau begitu, beristirahatlah ........ silahkan duduk di sudut ruangan.”

Setelah kupersilahkan masuk, Julie dan Ginger berjalan sempoyongan ke sudut ruangan. Lalu, mereka
pun duduk di dekat pilar.

Roxy dengan cepat mendekati mereka, lalu memberika sihir penyembuhan.

“Baiklah, Zanoba..... informasi apa saja yang telah kau dapat?”

"Ada beberapa sih, tapi aku ingin Shishou menjelaskan terlebih dahulu apa yang terjadi dengan
lingkaran sihir teleportasi dan alat sihir komunikasi.”

Aku pun menjelaskannya lagi dari awal.

Merepotkan sekali melakukan itu berulang kali, tapi mau bagaimana lagi.....

Karena berbagi informasi sangatlah penting.

"Intinya, sekarang ada 2 permasalahan yang sedang kita hadapi, yaitu datangnya pasukan penginvasi ke
desa ini, dan serangan pada Sharia.”

"Pffft... ahaha."
Zanoba tiba-tiba mulai tertawa.

Apakah ada yang lucu?

Kau tidak akan mengatakan, ’Ahahah, tenang saja Shishou, semua keluargamu sudah berada di sini, jadi
tenanglah....’ itu hanya lelucon, kan?

“Jadi.... sebelum datang ke sini, aku mendapati patung Tujuh Kekuatan Dunia. Melalui patung itu, aku
bisa berkomunikasi dengan Arumanfi-dono, yaitu salah satu Tsukkaima-nya Perugius-sama.”

"Oh!"

Raut gembira langsung merekah di wajah..... bukan wajahku, melainkan Sandor.

Dengan begitu bersemangat, Sandor langsung bertanya.

"Maaf, lalu apa yang terjadi selanjutnya??"

"Dia mengatakan bahwa keluarga Shishou aman."

Desahan lega terdengar serempak memenuhi ruangan ini.

Jadi... mereka sudah aman.

Apakah Leo juga membantu?


Ataukah ada orang lain yang menolong mereka?

Ataukah musuh ragu menyerang Sharia karena ada Akademi Sihir di sana?

“Kalau Perugius-dono membantu kita, maka kita bisa membalikkan keadaan dengan mudah.”

Sandor semakin optimis.

Tapi, entak kenapa Zanoba terlihat sedikit suram.

“Tidak, Perugius-sama hanya akan mengamati pertempuran ini. Kita tidak bisa mengharapkan banyak
bantuan darinya.”

"Begitukah!? Dia masih saja keras kepala pada saat-saat genting seperti ini!?”

Sandor terkejut dengan berlebihan, sampai mendongakkan kepalanya ke belakang.

Sebenarnya, bagaimana hubungannya dengan Perugius?

Jangan-jangan mereka saling mencintai. Homo, dong......

Hmmm, Sandor adalah Kalman II.

Sedangkan rekan Perugius saat mengalahkan Laplace adalah Kalman I.

Harusnya Sandor juga kenal dekat dengan Perugius.


Tapi Sandor benar.

Pada saat genting seperti ini, akan sangat membantu bila Perugius meminjamkan kekuatan 12
Tsukkaima-nya.

Arumanfi Sang Cahaya adalah salah satu pengintai terhebat di dunia ini.

Jika dia membantu kita, informasi dan rencana musuh bisa kita dapatkan dengan begitu mudah.

Tidak berhenti di situ saja.

Tsukkaima-tsukkaima Perugius lainnya memiliki kemampuan spesifik yang begitu berguna untuk
mengalahkan lawan.

Tapi.... yahh, apa boleh dikata.... Perugius tidak bersedia campur tangan dalam pertempuran ini.

Bahkan Orsted pun tidak bisa memaksa Perugius. Hubungan keduanya tidak baik.

"Dewa Ogre Malta memang kuat, namun dia bukanlah orang yang jahat. Dia tidak akan menyerang
orang yang bukan musuhnya.”

Tiba-tiba, Orsted menggumamkan itu.

"Jika Dewa Pedang dan Dewa Utara sudah pergi, mungkin mereka akan menuju Sharia untuk
menyerangnya.”
Kata Orsted dengan tenang dan jelas.

Apakah helm itu membuat suaranya semakin jelas?

"Tapi Gisu sangat licik. Dengan memanfaatkan Dewa Pedang dan Dewa Utara, dia tahu bahwa aku
sedang berada di desa ini, maka dia menggunakan Dewa Ogre untuk menghancurkan kantor pusat,
bersama dengan lingkaran-lingkaran sihir teleportasi. Semua itu dia lakukan agar aku tidak kembali ke
Sharia. Dewa Ogre bukanlah lawan yang mudah, bahkan aku pun memerlukan waktu untuk
mengalahkannya. Gisu tahu benar bahwa menghancurkan lingkaran sihir teleportasi akan mematikan
pergerakan kita, maka mungkin dia menggunakan orang lain untuk menghancurkan lingkaran sihir di
tempat-tempat lainnya.”

Itulah pendapat Orsted.

Aku mengerti.

Untuk memastikan rencananya berjalan dengan baik, dia mengirimkan salah satu bawahannya yang
terkuat, yaitu Dewa Ogre. Untungnya, keluargaku aman.

Tapi, sepertinya dia tidak berniat menghancurkan seluruh Kota Sharia.

Target utamanya adalah aku, lalu keluargaku.

Tiba-tiba, Sandor menyela dengan sebuah pertanyaan.

"Lalu mengapa mereka bertiga tidak pergi bersamaan?"

"Karena Gisu memberikan tugas yang berbeda pada Dewa Pedang dan Dewa Utara.”
Dengan kata lain, Dewa Pedang dan Dewa Utara memiliki targetnya sendiri.

Saat mendengar itu, semuanya memiringkan kepalanya kebingungan.

Satu-satunya yang tidak tampak bingung hanyalah Eris.

"....... sudah jelas, kan!? Gull Farion ditugaskan untuk membunuhmu!”

"Aleksander Ryback juga diberikan tugas yang sama."

Jadi begini........

Orsted berada di Desa Supard.

Saat mereka tahu itu, Dewa Pedang dan Dewa Utara tidak pergi ke Sharia, melainkan tetap di Kerajaan
Biheiril.

Eris benar..... sudah jelas mereka ditugaskan untuk membunuhku.

Tapi, untungnya mereka tidak turun ke dasar lembah untuk memastikan aku telah mati.

Faktanya, mereka meninggalkanku begitu saja dan berasumsi bahwa aku sudah mati.

Nah...... itu artinya, mulai terjadi kesalahan pada rencana Gisu.


Harusnya aku sudah mati di tangan Dewa Pedang dan Dewa Utara..... namun ternyata tidak.

“Yahh, yang jelas aku bersyukur bahwa keluargaku selamat. Tapi.... aku khawatir Dewa Pedang, Dewa
Utara, dan Dewa Ogre datang bersamaan ke sini untuk menyerang.”

Tiga Dewa sekaligus menjadi musuh kami.

Ditambah lagi, pasukan beranggotakan 100 personel.

Sedangkan, hanya sekitar 10 orang Ras Supard yang masih bisa bertarung.

Namun, untungnya ada beberapa rekanku di sini.

Seperti Orsted, Zanoba, Ginger, Julie, Norn, Cliff, Elinalize. Ruijerd, Roxy, Eris, Sandor, dan Doga.

Di desa ini juga ada anak-anak, wanita, dan tim dokter dari Asura.

Tapi, target utama pasukan itu adalah Ras Supard.

Jika mereka menyerbu desa ini, pembantaian akan terjadi.

".........."

Ginger, Julie, Norn tidak mungkin ikut bertarung.

Cliff juga ....... dia bukanlah petarung.


Bahkan, kalau bisa kita tidak mengijinkan Orsted bertarung.

Karena pemulihan Mana Orsted begitu lama.

Semakin banyak dia menggunakan Mana-nya, maka semakin buruk keadaannya.

Satu-satunya alasanku mengumpulkan sekutu sebanyak-banyaknya adalah untuk mengatasi masalah


pemulihan Mana Orsted.

Aku tidak bisa begitu saja meminta Orsted bertarung, sembari mengatakan, ’Boss.... hajar saja semuanya
sampai mampus.... kau kan yang paling hebat di sini....’

Jika situasinya semakin sulit, mungkin kita akan meminta Orsted bertarung. Melawan 2 Dewa bukanlah
masalah baginya, tapi jika ditambah 1 Dewa lagi..... Ortsed pun pasti akan kesulitan.

Lagipula, keberadaan Gisu masih belum diketahui.

Mungkin dia masih punya kartu as yang belum dikeluarkan.

Jika aku berada pada posisi Gisu, aku tidak akan mengirim bawahan terbaikku begitu saja.

Dia pasti sudah punya rencana yang lebih licik.

Orsted adalah senjata terakhir kami.

Kita masih bisa mengandalkannya melindungi desa.


Hufff..... tiga Dewa ya....

Jika kita melawannya tanpa bantuan Ortsed, maka itu akan menjadi pertarungan yang sulit sekali.....

Tapi ......

Bukan berarti kita tidak bisa menang.

Kami juga punya pendekar pedang yang tak kalah hebatnya, yaitu Raja Pedang Eris, Kaisar Utara Doga,
dan Dewa Utara Kalman II, alias Sandor.

Jika kami bertarung bersama-sama, ditambah lagi bantuan Zanoba dan Ruijerd, maka........ yahh, kurasa
kita masih bisa menang.

Tentu saja tidak mudah.... tapi kuyakin kita masih punya kesempatan. Bahkan, kita bisa lari jika
diperlukan.

Aku merasa pertempuran ini berat sebelah, karena ada Gisu di pihak musuh.

Akan lebih baik bila musuh tidak begitu tahu tentangku, namun semua rahasiaku pasti sudah terungkap
karena Hitogami membantu mereka.

Apakah ini akan menjadi pertempuran habis-habisan........?

Ah tidak juga.... Gisu bukanlah orang yang mau mempertaruhkan semuanya. Dia pasti masih punya
rencana cadangan.
Si monyet itu mempunya ribuan rencana licik yang tidak pernah kuduga sebelumnya.

Misalnya, saat dia memanfaatkan Raja Kegelapan Vita untuk menghasut Ruijerd. Hampir saja kami
diadu-domba oleh Gisu.

Bajingan itu sudah tahu aku akan datang ke Kerajaan Biheiril untuk mengejarnya.

Oleh karena itu, dia sudah menyiapkan jebakan-jebakan liciknya di kerajaan ini.

Mulai dari Dewa Pedang dan Dewa Utara yang menyamar menjadi utusan kerajaan, sampai Dewa Ogre
yang diperintahkan mengobrak-abrik kantor pusat.

Andaikan saja Ruijerd menjadi sekutunya, ditambah lagi Vita, Gull Farion, Aleksander Rayback, dan
Malta.... jika mereka semua menyerangku, pasti aku sudah binasa.

Untung saja aku berhasil menggagalkan beberapa rencananya.

Bahkan, rencana pembunuhanku sepertinya juga sudah gagal.

Entah karena aku beruntung, atau apa......

Selain Gisu, aku tidak tahu siapa lagi yang menjadi bidaknya Hitogami.

Sebenarnya.... bagaimana sih cara Gisu mempengaruhi mereka?

Mungkin Gisu menawarkan sesuatu, kemudian mereka tertarik, dan akhirnya saling bekerjasama.
Atau jangan-jangan, Gisu berjanji mengabulkan sesuatu yang hampir mustahil terwujud.

Tapi..... bagaimana bisa dia melakukannya?

Kurang-lebih, kami mengetahui apa yang diinginkan Dewa Pedang dan Dewa Utara sebenarnya.

Mereka ingin bertarung melawan Orsted.

Mereka begitu tertantang mengalahkan Orsted, yang merupakan salah satu orang terkuat di dunia ini.

Ya..... dan Gisu memanfaatkan keinginan mereka.

Tentu saja, Gisu kembali bergerak setelah mendengar kabar aku terjatuh ke dasar lembah.

Dia akan mempercepat pengiriman pasukan penginvasi, dan juga bala bantuan dari Ras Ogre.

Tapi........ kurasa Gisu sudah tahu aku masih hidup.

Ya.... meskipun Gull Farion dan Aleksander Rayback mengabarkan bahwa mereka telah membunuhku,
aku yakin Gisu sudah menyiapkan rencana cadangan jikalau ternyata aku masih hidup.

Selagi aku berusaha keluar dari dasar lembah, dia berusaha mengerahkan pasukan untuk melawan
Orsted.

Tapi, untungnya aku kembali sebelum pasukan itu tiba.


Aku kembali tepat waktu, sehingga yang lainnya tidak lagi mengkhawatirkanku.

Sepertinya, musuh juga belum tahu identitas Sandor yang sebenarnya.

Jadi..... jika kita bisa melawan balik pasukan penginvasi, maka......

"........ mungkin ini kesempatan kita untuk menang."

Ketika aku menggumamkan kata-kata itu, seorang pria muda memasuki ruangan.

Dia adalah seorang prajurit Supard yang sedang menggenggam tombak putih di tangannya.

“Pasukan kerajaan telah tiba. Kira-kira mereka hanya berjarak setengah hari perjalanan dari sini.”

Fyuuhhh.... untungnya aku sudah di sini.

Terlambat setengah hari saja..... mungkin akan terjadi sesuatu yang buruk.

Bagian 3[edit]

Lembah Naga Bumi.

Lembah yang cukup dalam ini akan menjadi medan pertempuran tak lama lagi.

Lebar rata-rata lembahnya adalah 400 m.


Jarak terjauh antar lembahnya mencapai 500 m, namun jarak terdekatnya sekitar 100 – 200 m.

Ras Supard membangun jembatan di jarak antar lembah terdekat, untuk menuju ke hutan di seberang.

Jembatan tersebut diolesi dengan tumbukan rempah-rempah yang tidak disukai oleh serigala tak kasat
mata.

Jumlah musuh banyak, tetapi jembatan inilah satu-satunya jalan ke Desa Supard.

Jangan samakan menyeberangi jembatan dengan menyeberangi sungai. Jika arusnya tenang, kau bisa
menyeberangi sungai dengan mudah, namun tidak dengan jembatan. Kau harus ekstra hati-hati
menyeberangi jembatan, dan jangan sampai membuat kesalahan sedikit pun.

Jika kita merobohkan jembatan itu, maka kita bisa menahan mereka lebih lama.

Sayangnya, aku tidak bisa menggunakan mata iblisku untuk mengawasi mereka, karena tertutup oleh
hutan yang lebat.

"Biarkan dulu jembatan ini utuh, lalu robohkan jika musuh lewat."

Itulah idenya, kita akan merobohkan jembatan tepat saat musuh menyeberang.

Jika mereka jatuh ke dasar lembah, maka akan sulit sekali memanjat naik. Aku sendiri sudah pernah
merasakannya beberapa hari yang lalu.

Posisi kami lebih diuntungkan.


Kami tidak punya waktu untuk memasang perangkap, tapi .....

Setidaknya jebakan itu yang bisa kami lakukan.

Ada 6 orang di sini.

Aku, Eris, Ruijerd, Zanoba, Sandor, dan Doga.

Kami berenam yang akan menangani tiga Dewa itu.

Biar Ras Supard yang menghadapi pasukan penginvasi.

Roxy mendapatkan tugas lain, jadi dia tidak maju ke medan perang.

Roxy dijaga oleh Elinalize dan beberapa prajurit Supard.

Cliff dan sisanya menjaga desa.

Yahh, secara teknis, pada suatu pertempuran para penyihir diposisikan di barisan belakang, sedangkan
para petarung di depan.

Jika ada prajurit yang terluka, kami akan segera membawanya ke desa, kemudian mereka akan kembali
bertarung setelah pulih.

Tentang penyembuhan.....
Akan kuserahkan pada tangan Atofe. Tubuh ras iblis abadi memiliki kemampuan regenerasi yang luar
biasa.

Gulungan sihir penyembuh yang dibawa Roxy dan Zanoba terbatas.

Lengan ini berfungsi lebih baik daripada lenganku sebelumnya.

Yahh, inilah hadiah dari Raja Iblis Abadi Atofe-sama.

Aku akan memanfaatkannya dengan sepenuh hati.

Bagian 4[edit]

Setelah setengah hari berlalu, pasukan penginvasi beranggotakan 100 orang benar-benar muncul.

Ada 3 sosok yang berdiri di barisan paling depan.

Salah satunya adalah seorang pria paruh baya yang menyisipkan pedang di sabuknya.

Dialah Dewa Pedang Gull Farion.

Dia sudah tua, namun kemampuan berpedangnya sama sekali tidak kendor. Aku sendiri telah merasakan
tebasan pedangnya yang mematikan.

Kemudian, ada seorang pria muda yang membawa pedang panjang di punggungnya.
Dialah Dewa Utara Kalman III. Aleksander Ryback.

Dia adalah salah satu dari Tujuh Kekuatan Dunia. Masih belum jelas seberapa kuat pria itu.

Dan yang terakhir, ada sesosok makhluk berkulit merah setinggi hampir 3 meter, bagaikan pohon
beringin. Ada kalung berbentuk lonceng di lehernya, dan corak harimau di pinggangnya. Dialah Ras Ogre
terkuat, Dewa Ogre Malta.

Orsted sudah menduga alasan mengapa dia tidak menyerang keluargaku, namun kami belum tahu motif
yang sebenarnya.

Aku harus bersyukur dia tidak mengancam keluargaku, tapi aku tidak punya niatan berterimakasih
padanya.

Dialah yang telah menghancurkan kantor pusat, bersama-sama dengan lingkaran sihir teleportasi dan
Litograf.

Tentu saja Elf-chan tidak bisa melakukan apa-apa saat menghadapi monster itu.

Apakah dia telah membunuh Elf-chan? Aku tidak tahu..... bahkan sampai sekarang pun aku tidak ingat
nama gadis Elf itu. Tenang saja Elf-chan..... akan kubalaskan dendammu.

"Mana Gisu?"

Sayangnya, tidak ada satu pun orang berwajah monyet di sana.

Apakah dia bersembunyi di sekitar sini?


Atau, apakah dia menunggu di Kota Irel?

Aku juga tidak bisa melihatnya dengan mata iblisku.

Kalau rencananya gagal, tentu saja dia akan segera melarikan diri. Ya..... memang seperti itulah Gisu.

Beberapa prajurit penginvasi tampak takut saat melihat Ras Supard.

Rambut hijau dan tombak seputih kapur.

Sosok iblis yang sering disebut-sebut dalam dongeng, kini berada di depan mata mereka.

Kalau kami menang, aku akan menjual buku dan figure Ruijerd sebanyak-banyaknya di Kerajaan Biheiril,
agar mereka tahu bahwa selama ini dongeng itu hanya omong kosong belaka.

"Tidak perlu takut!"

Sepertinya ketiga dewa menyadari bahwa pasukannya mulai gentar. Maka, mereka menyerukan itu.

"Jumlah kita lebih banyak!"

Dewa Utara Kalman III sepertinya begitu bersemangat.

Dia mengangkat kepalan tinjunya ke atas, lalu berteriak begitu lantang sampai terdengar ke sini, untuk
membakar semangat pasukannya.
Dia mirip sekali seperti panglima perang yang tangguh.

Wajar saja bila anak buahnya takut. Siapa yang tidak gentar melawan Ras Supard di Hutan Tanpa Jalan
Keluar. Hutannya saja sudah mengerikan, apalagi lawannya.

Mereka semua mulai menghunuskan pedangnya, lalu memelototi kami dengan bengis.

Jumlah mereka sekitar 20 orang yang berada di seberang lembah.

Lalu, Aleksander pun mulai menghunuskan pedang di punggungnya.

"Aku adalah Dewa Utara Kalman III, Aleksander Ryback! Kalian harusnya bangga dipimpin oleh orang
sepertiku!”

"...........!"

Kemudian, Aleksander mulai berlari menyeberangi jembatan sembari berseru.

Setelah melihat itu, Sandor dengan cepat berteriak.

"Lakukan sekarang!"

Sesaat berikutnya, aku mulai menggunakan sihirku.

Kutembakkan Stone Cannon dari kedua tanganku.


Sihirku melesat deras, lalu menghancurkan jembatan itu dengan sekali tembak.

Selanjutnya, Ruijerd juga mulai bergerak.

Dengan tombaknya, dia segera memotong pohon yang menambatkan jembatan itu.

"AHHHHHhhhhh!?"

Semuanya melihat itu dengan tercengang.

Jembatannya roboh.

Dewa Utara Kalman III pun jatuh ke dasar lembah.

Musuh tidak bisa melakukan apa-apa selain menyaksikan semua itu dengan tercengang.

Sandor juga berteriak dengan takjub.

Kita sudah mengalahkan Kalman III?

Benarkah?

Semudah itu?

Sulit untuk menyelamatkan seseorang yang jatuh dari ketinggian ini.


Tidak....

Belum berakhir.....

Dia adalah Dewa Utara. Dia akan baik-baik saja.

Jebakan murahan ini tidak akan menghentikannya.

... ... tapi, meskipun Dewa Utara selamat, dia akan membutuhkan waktu untuk naik kembali ke
permukaan.

"........ M-mana yang lainnya? Mana pasukan lainnya!!??"

Tidak ada orang yang menanggapi pertanyaan itu.

Bahkan tidak ada seorang pun yang berani mencela.

Pasukan penginvasi masih terkejut setelah melihat kejadian barusan.

...... ini adalah kesempatan bagi kami.

Aku menuangkan Mana pada tanganku.

Tidak mudah melancarkan serangan dari posisi ini.


Tapi, mari kita coba.

Aku mengangkat tangan kiriku ke atas.

Setelah menuangkan cukup Mana di tangan kiriku, kubuat awan mendung.

Lalu, aku memampatkannya, dan menjatuhkannya. Inilah proses terbentuknya salah satu sihir terkuatku.

"Lightning!""

Halilintar jatuh bersamaan dengan suara bergemuruh.

Cahaya putih memenuhi tempat ini, dan gemuruhnya menggema.

Setelah itu, kepulan debu membumbung tinggi di sana.

Pohon-pohon terlalap api, lalu tumbang satu per satu bebarengan dengan suara menderik.

Aku tidak tahu sampai separah apa sihirku menghancurkan mereka.

Tapi, tiba-tiba ada tanggapan.

Itu cukup membuat tanganku merinding bergetar.

Aku merasakan nafsu membunuh yang pekat.


Aku tidak tinggal diam, kukumpulkan Mana sekali lagi pada tanganku.

"Sekali lagi......"

Saat kuucapkan itu dalam hati.....

Sesuatu melompat keluar dari kepulan debu itu.

Warnanya merah.

Dari kejauhan, makhluk itu tampak tenang dan melompat-lompat dengan santai.

Tetapi kecepatannya luar biasa.

Makhluk merah itu dengan cepat mendekati kami.

Kemudian, dia mendarat dengan dentuman bagaikan meriam yang menghujam bumi. Kabut debu sekali
lagi mengepul di sana.

Makhluk merah itu mendarat dan menghantam sisi kanan pasukan kami.

Dua sosok mulai menampakkan dirinya setelah kabut debu itu mereda.

"........."
Di sana ada raksasa bertubuh merah, dan pria tua yang mungkin berumur 40-an tahun.

Mereka lah Dewa Ogre Malta, dan Dewa Pedang Gull Farion.

Mereka melompati dua lembah tanpa perlu melewati jembatan.

Itu berarti, lompatan itu sejauh lebih dari 100 meter.

Ya, wajar saja, dia bukan manusia.

"Nah ....... siapa yang akan menjadi lawanku?"

Dia menantang kami dengan senyuman ganas di wajahnya bagaikan seekor serigala.

Senyuman itu tampak berbeda dengan saat pertama kali aku menghadapinya.

Dia berdiri di sana sembari memancarkan nafsu membunuh yang pekat.

Di punggungnya, ada sarung yang membungkus sebilah pedang.

Kali ini, mungkin dia membawa pedang favoritnya.

Itu adalah pedang terkutuk.

Tentu saja, kualitas pedang itu berbeda dari pedang yang membelah zirahku tempo hari.
Tanpa sadar, keringat dingin mulai mengalir di punggungku.

"Aku."

Dia maju seolah tanpa beban.

Si anjing gila berambut mera.

Dua pedang tergantung di punggungnya.

Eris bersedekap sembari membuka lebar-lebar kedua kakinya di hadapan Dewa Pedang.

"Sudah kuduga kau yang maju..... ada yang lain?”

"Aku."

Saat aku maju, Dewa Pedang mulai tertawa terkekeh-kekeh.

"Wah...wah...wah... kau sudah sehat, ya?"

"Ya, berkat tebasan pedangmu yang tidak sempurna, aku masih hidup sampai saat ini.”

"Cih, kan sudah kubilang..... mendingan kita potong saja kepalanya.”


Siapa yang dia salahkan?

Gisu?

Tidak hanya aku yang ingin melawan pak tua ini.

Seorang prajurit veteran berambut hijau berdiri di sampingku bersama tombaknya.

Ya.... kami bertiga akan melawannya.

Eris, Ruijerd dan aku.

Kelompok Dead End yang legendaris akan kembali beraksi!

Tiga lawan satu agaknya tidak adil, tapi yang kami hadapi saat ini adalah salah satu Dewa dari Tujuh
Kekuatan Dunia. Bahkan, mungkin kami bertiga belum cukup menandinginya.

Aku dan Sandor awalnya berencana untuk melawan Aleksander, tapi ternyata dia jatuh begitu saja ke
dasar lembah seperti orang bego.

"........."

Sehingga, akhirnya Sandor, Zanoba, dan Doga menghadapi Dewa Ogre.

Aku pernah mendengar gaya bertarung Dewa Ogre adalah tangan kosong. Maka Zanoba dan Doga
adalah lawan yang cocok untuknya karena kekuatan fisik mereka yang unggul.
Aku juga pernah mendengar Dewa Utara Kalman II sering melawan musuh dalam jumlah besar.

Mereka bukanlah lawan yang mudah bahkan untuk Dewa Ogre sekalipun.

Kami bisa menang.

Mungkin salah satu dari kami akan ada yang celaka.

Tapi, kami akan berusaha sebaik mungkin mengalahkan mereka tanpa ada korban jiwa.

"--------- Aaahhhh!"

Setidaknya, begitulah rencananya...... tapi.....

Tiba-tiba terdengar erangan dari belakang kami.

Aku segera berbalik ke arah suara itu, dan kudapati seseorang sedang berusaha memanjat ke
permukaan tebing.

Dia adalah seorang pria berambut hitam yang beberapa saat lalu terjatuh ke dasar lembah.

"Haa .... Haa ...."

Sambil menyeka keringatnya, dia mengacungkan pedangnya ke angkasa.

Dia sebut namanya sendiri dengan sesumbar.


"Aku adalah Dewa Utara Kalman III! Orang yang akan menjadi pahlawan besar dengan mengalahkan
dewa kejahatan Orsted!! Hanya dia lah yang akan menjadi penghalangku!! Kalian semua tidak ada
artinya bagiku!! Bersiaplah menghadapi ajal kalian!!”

J-j-j-jangan bilang..... j-j-jangan bilang.... dia hanya membutuhkan waktu sesingkat itu untuk keluar dari
dasar lembah!!??

Apakah dia berlari sembari mendaki ke permukaan!? Tidak mungkin!

Yahh, tebing ini cukup curam sih, tapi tidak vertikal.

Aku bisa memanjat tebing cepat dengan sihirku, tapi.... bukankah banyak gangguan dari Naga Bumi di
bawah sana?

Apakah dia membantai semua Naga Bumi itu dengan pedangnya.....?

Sehebat itukah kekuatan pendekar pedang yang berlabel Dewa?

“........ Apa boleh buat, Rudeus-dono..... sepertinya kita harus menghadapi si bodoh ini bersama.”

"Ya."

Aku mengangguk saat Sandor mengatakan itu.

Sangat disayangkan aku tidak bisa bertarung bersama Eris dan Ruijerd seperti dulu, tetapi aku tidak
punya pilihan lain. Kita akan jalankan rencana semula.
"Berhati-hatilah dengan pedang itu. Itu pedang terkuat di dunia.”

Hanya ada satu pedang yang dipegang oleh Aleksander.

Pedang itu dibuat ketika pemimpin Kerajaan Raja Naga dikalahkan. Itulah pedang legendaris bernama
Kajakuto [2].

".............kenapa.........?"

Si pengguna pedang itu melihat kami dengan terengah-engah.

".........kenapa kau ada di sini?"

Dewa Utara Kalman III.

Aleksander Ryback menatapku dengan suara goyah.

Kenapa kau begitu terkejut melihatku? Padahal kau sendiri masih hidup setelah terjatuh ke dasar
lembah.

Mungkin Gisu telah memberitahunya bahwa aku masih hidup, namun dia tidak percaya.

Tunggu dulu........

Hah?
Apakah dia menatapku....?

Bukan.....dia tidak melihat ke arahku.....

Yang dilihatnya adalah orang di belakangku......

Matanya tertuju pada Sandor.

Yah..... tentu saja.... wajar saja dia kebingungan........

"Ayah! Kenapa kau di sini!!!??"

Bentakan itu.... menandakan bahwa tak lama lagi pertarungan akan segera dimulai.

"Uoooooaaaaaaahhhh !!!"

Detik berikutnya, Dewa Ogre Malta berteriak sambil mengangkat tangannya di atas kepala, lalu dia
hantamkan ke tanah.

Tanah terangkat, tebing runtuh, dan pohon-pohon berjatuhan.

Yak.... itulah bunyi gongnya.... pertarungan pun dimulai.

Tanya & Jawab Penulis[edit]

T : Kenapa musuh tidak begitu terkejut saat melihat Rudeus yang masih hidup?
J : Hitogami telah memberitahu mereka.

T : Ketika Sandor berbicara dengan Eris, bahasanya sopan sekali [3] sampai-sampai kukira dia Roxy.

J : Maafkan aku. Lain kali akan kubuat lebih mudah dipahami.

T : Dewa Ogre bisa melompati lembah tanpa bantuan jembatan, lalu bagaimana dengan Dewa Pedang?
Apakah dia digendong Dewa Ogre, atau bagaimana?

J : Ya, Dewa Ogre menggendongnya di punggung.

T : Aku masih penasaran, mengapa Dewa Pedang dan Dewa Utara tidak langsung menuju desa untuk
melawan Orsted setelah mengalahkan Rudeus?

J : Karena mereka tidak membawa pedang terbaiknya. Mereka juga harus melaporkan perkembangan
situasinya. Gisu pun meminta mereka menunggu sampai Dewa Ogre beraksi.

T : Mengapa tidak mudah bagi Orsted mengalahkan Dewa Ogre. Bukankah dia bukan termasuk Tujuh
Kekuatan Dunia?

J : Ibarat di game RPG, Dewa Ogre memiliki HP yang banyak dan pertahanan yang kuat.

T : Apakah desa tempat Ruijerd dan rasnya tinggal sudah resmi disebut ‘Desa Supard’?

J : Tidak, itu hanya nama untuk memudahkannya disebut.


T : Aku ingin menanyakan patung Tujuh Kekuatan Dunia. Apakah ada nama yang tertulis di sana?

J : Harusnya sih hanya simbol keluarga.

T : Aku tahu Orsted harus menghemat Mana-nya, sehingga akan lebih baik bila dia tidak bertarung.
Tapi..... bukankah Dewa Naga Orsted juga bisa menggunakan jurus tangan kosong tanpa mengandalkan
Mana sama sekali? Aku ingat dia pernah mengalahkan Ruijerd hanya dengan serangan fisik.

J : Karena situasinya masih tidak menentu. Mereka tahu siapa saja yang mereka hadapi, tapi Gisu belum
terlihat. Mereka juga tidak tahu apakah ada bidak Hitogami lainnya. Begitu pun dengan pasukan musuh,
mereka menduga ada bala bantuan lain yang siap menyerang. Jika ada musuh yang berhasil melewati
Rudeus dan yang lainnya, maka akan berbahaya bila mereka menyerang desa. Oleh karena itu, lebih baik
Orsted berjaga-jaga di desa. Tentu saja Orsted bisa mengalahkan ketiga Dewa itu seorang diri, tapi tidak
dengan tangan kosong. Lagipula, Gisu sangat licik. Dia punya ribuan cara untuk memancing Orsted
meluapkan Mana-nya. Itulah kenapa, strategi terbaik adalah tidak membiarkan si bos bertarung.

T : Aku penasaran, mengapa Rudeus tidak menggunakan mata iblis penerawang untuk mengantisipasi
kedatangan pasukan penginvasi. Kurang-lebih, musuh membutuhkan setengah hari perjalanan melewati
hutan untuk mencapai desa. Bukankah dia bisa menghentikan mereka sebelum tiba?

J : Jadi begini, karena sudah tahu akan membutuhkan waktu lumayan lama untuk menuju desa, maka
musuh sudah memasuki hutan sebelum Rudeus menyadarinya. Lagipula, mata iblis kedua Rudeus hanya
bisa melihat target bila tidak banyak halangan yang menutupinya. Karena hutan ini cukup lebat, maka
Rudeus tidak bisa melihat targetnya meskipun sudah mengamati dari posisi yang cukup tinggi. Tempat
yang paling cocok untuk mengintai musuh adalah dari lembah. Di lembah, musuh akan menyeberangi
jembatan, dan itulah saat yang paling tepat untuk mengurangi jumlah mereka. Sebenarnya, jarak dari
hutan menuju desa tidaklah begitu jauh bagi pasukan kerajaan yang sudah terlatih. Mereka cukup
percaya diri untuk memasuki hutan begitu tiba. Jika jaraknya lebih jauh, maka mereka akan membangun
tenda di dekat hutan, lalu bergerak di hari berikutnya untuk menuju lembah.

Jump up ↑ Sandor sebenarnya adalah Kalman II, sedangkan Shandor sebenarnya adalah Kalman III.
Kebetulan?

Jump up ↑ Kajakuto sendiri bisa diartikan “Pedang Raja Naga”, tapi Ciu lebih suka menggunakan istilah
Jepang-nya.
Jump up ↑ Tentu saja ini di versi Jepangnya, dan tidak bisa Ciu terjemahkan ke Bahasa Indonesia.

Bab 13: Eris Vs Mantan Dewa Pedang[edit]

Bagian 1[edit]

Entah sejak kapan, kelompok Eris sudah menjauh dari lembah.

Saat Dewa Ogre mulai menyerang, Gull Farion berlari ke arah lain.

"Harusnya tempat ini cocok untuk pertarungan kita."

"......."

Gull berhenti pada suatu area terbuka di hutan.

Hanya sekitar 1 menit telah berlalu. Tapi Gull sudah membawa Eris dan Ruijerd ke tempat yang cukup
jauh dari lembah.

Eris merasa sedikit cemas terpisah dari Rudeus, tapi yang harus dia lakukan saat ini hanyalah fokus pada
lawan yang dihadapinya.

"Dewa Ogre selalu membabi-buta saat mengamuk, itulah mengapa aku tidak mau bertarung di
dekatnya.”

Gull mengatakan itu, lalu memandang Eris sekali lagi.

"......."

Tapi dia belum menghunus pedangnya.


Seolah-olah dia berkata, ’Kalau hanya melawanmu.... tangan kosong saja cukup.’

Eris tahu ada banyak celah yang bisa dia manfaatkan untuk menyerang.

Dia mengangkat pedang Naga-Phoenix di atas kepalanya, lalu menantang mantan gurunya itu.

Meskipun hanya mantan gurunya, pak tua itu tetaplah Dewa Pedang.

Selama beberapa saat Eris menimbang-nimbang, apakah harus memanfaatkan kesempatan ini untuk
menyerang.

"..... tampaknya kau cukup bersemangat hari ini."

Herannya.....

Gull terus mengajaknya bicara.

Tapi, itu wajar saja. Bagaimanapun juga, Gull adalah seorang guru, tidak aneh baginya menyapa murid
yang sudah lama berpisah dengannya.

Eris pun memakluminya. Tidak aneh jika seorang pendekar pedang memulai pertarungan dengan
bercakap-cakap terlebih dahulu.

"......."

Sayangnya, Eris tidak bisa menebak apa yang Dewa Pedang ingin sampaikan.
"Apakah kau masih ingat Jino? Jino Blitz."

".....Aku ingat. Aku tidak terlalu menyukainya.”

Saat mendengar balasan itu, Gull tertawa kaget.

"Ya. Meskipun masih muda, ilmunya cukup tinggi. Tapi dia kurang tahu tata krama.”

Gull mengatakan itu sambil melihat ke langit.

Pohon-pohon bergoyang ketika angin bertiup, dan suara gemerisik dedaunan bisa terdengar.

Tidak ada burung atau hewan-hewan kecil lainnya yang biasa seliweran di hutan.

Yang bisa terdengar hanyalah suara gemerisik pohon, dan ledakan dari jarak jauh.

Mungkin ledakan itu berasal dari Dewa Ogre atau Dewa Utara yang sedang bertarung.

Gull pun meneruskan ocehannya.

"Saat ini, dia adalah Dewa Pedang."

"............Hah?"
"Hebatnya, aku sendiri yang telah memberinya gelar itu.”

Eris masih tidak paham apa yang Gull katakan.

Gull Farion bukan lagi Dewa Pedang.

Kalimat itu begitu sederhana, namun Eris masih saja tidak paham maknanya.

"Apa-apa’an bocah itu.... Tiba-tiba dia mengatakan ingin menikahi Nina! Kemudian, aku bilang dia harus
menjadi lebih kuat dariku jika ingin menikahi putriku..... dan dia benar-benar memenuhi persyaratan
itu!”

Gull mengatakan itu dengan kesal, tapi entah kenapa ada sedikit rona senang di wajahnya.

Sembari sedikit tersenyum ganas, dia mengingat kembali saat-saat itu.

“Semuanya terjadi begitu cepat! Tebasan pedang itu..... begitu cepat dan berat! Bahkan saat masih
muda dulu, aku hanya bisa melakukan tebasan seperti itu sekali atau dua kali saja!!..... Ahh, mungkin dia
memang lebih hebat dariku....”

Gull terus bernostalgia sembari mengayun-ayunkan tangannya ke udara.

Dia mengayunkan tangannya dengan kencang, seolah-olah sedang menebaskan pedangnya.

Tiba-tiba, dia menghentikan gerakannya.


“Kenapa aku tidak bisa menebaskan pedangku sebaik itu..... sampai sekarang pun, aku masih tidak
mengerti.....”

Dia kembali tenang.

“Sulit bagiku memahami hal seperti itu. Sejak kecil, aku selalu menjadi yang terkuat dan terbaik. Tapi.....
sepertinya orang biasa pun bisa menjadi lebih hebat dariku. Tampaknya..... siapapun bisa melampaui
bakat dengan kerja keras.”

Gull mengatakan itu sambil menatap langit sekali lagi.

Desahan napasnya seolah mengatakan, ’Ahh....rupanya aku bukan lagi yang terkuat.’

“Bocah itu.... seakan-akan semua yang diinginkannya sudah terwujud. Dia menikahi wanita
idamannya..... mendapatkan gelar tertinggi seantero Daratan Suci Pedang..... dan semua orang sudah
mengakui kekuatannya. Sebentar lagi, akan tiba eranya Dewa Pedang Jino.”

Gull memandang Eris.

Dia akhirnya menatap langsung padanya.

"Lalu...... apa yang telah kau capai selama ini?"

".......hah?"

"Akhirnya kau menikahi lelaki kesayanganmu, tapi kau justru menjadi anak buahnya Orsted yang selama
ini ingin kau kalahkan!!”
Hah!

Gull Farion tertawa, namun tawa yang menyakitkan.

Matanya yang memancarkan amarah menatap Eris.

“Aku telah mempercayakan semuanya padamu!! Aku selalu berharap kau bisa mengalahkan Dewa Naga
Orsted!! Itulah kenapa aku terus melatihmu dengan sungguh-sungguh!! Aku bahkan meminta Reyda dan
Auber mengajarkan Teknik Dewa Air dan Dewa Utara padamu!! Tapi lihat apa yang kau berikan padaku!!
Kau balas semua kepercayaanku dengan pengkhianatan!! Kau sudah kehilangan tajimu!! Apanya yang
Mad Dog!?? Kau tidak lagi menakutkan!! Kau boleh bangga bisa menikahi lelaki pujaanmu!! Tapi lihatlah
statusmu!! Istri ketiga!!?? Konyol sekali!! Apakah kau sudah puas dengan semua itu!!??”

Gull melontarkan semua cacian itu dengan beruntun.

Namun, tidak sepatah kata pun Eris dengarkan.

Dia sama sekali tidak peduli.

Dia sama sekali tidak memikirkannya.

Eris tidak pernah merasa begitu diharapkan oleh gurunya.

Kemudian, Eris pun menjawab.....

"....... jadi kau sudah kalah? Payah sekali kau....”


Gull hanya bisa melotot saat mendengar balasan itu.

Nafsu membunuh yang pekat langsung merebak darinya.

"Dasar tak tahu diri."

"Terserah kau mau bilang apa....."

"Akan kucabut gelar Raja Pedang darimu.”

"Coba saja.”

Eris sudah siap bertarung.

Malahan.... Eris bingung, mengapa lawannya terus saja mengoceh sampai sekarang.

"Kau pikir bisa mengalahkanku?"

“Kau memang sudah kalah, kan? Dasar lemah! Aku hanya perlu mengulanginya sekali lagi. Akan kukirim
kau ke dunia lain dengan sekali tebas.”

"Hah ...... ini kedua kalinya dalam hidupku disebut lemah.”

Gull Farion pun mulai memasang kuda-kudanya.


Dia merentangkan kakinya, merendahkan pinggangnya, meletakkan tangannya di gagang pedang, dan
menutupi pedang tersebut dengan badannya.

Itulah posisi Iaido. [1]

Raja Pedang Ghyslaine Dedorudia juga menguasai teknik pembunuh ini.

"........"

Eris menggertakkan giginya setelah melihat itu.

Umumnya, serangan Teknik Dewa Pedang adalah menusukkan pedang dengan secepat dan seberat
mungkin.

Namun, ada tiga posisi dasar dalam Teknik Dewa Pedang.

Salah satunya adalah langkah menengah.

Itu adalah jurus dasar dalam Teknik Dewa Pedang yang bisa menghadapi serangan macam apapun.

Posisi dasar lainnya adalah langkah lanjut.

Itu adalah jurus yang cocok untuk menangani lawan sebelum bergerak.

Sedangkan, posisi dasar terakhir adalah Iaido.


Jurus ini biasa digunakan untuk bertahan dan mengamati ke manakah alur serangan lawan.

Singkatnya, Iaido digunakan saat seorang pendekar pedang ingin mengamati gerakan lawannya.

Gerakan ini juga biasa dipakai oleh mereka yang kurang menguasai langkah menengah.

Sedangkan, Eris lebih suka menggunakan langkah lanjut, karena Eris biasa menghabisi lawan sebelum
dia bisa berbuat apa-apa. Eris juga memiliki kepekaan yang tajam, sehingga dia tidak perlu membaca ke
mana alur serangan lawan.

Berbeda dengan Ghyslaine, dia lebih suka menggunakan Iaido, karena ras hewan memiliki pendengaran
dan indera penciuman yang peka.

"........."

Kali ini, Gull Farion lebih memilih menggunakan Iaido untuk mengawali pertarungan.

Tapi, mantan Dewa Pedang ini bisa bertarung dengan posisi dasar apapun.

Meskipun Eris mengerti itu, dia sama sekali tidak takut.

Sembari bernapas pelan, dia mendekati lawannya selangkah demi selangkah.

Pada saat itu, Gull mulai merasa tidak nyaman.

Anehnya, Eris cukup tenang.


Eris sang Mad Dog, selama ini dikenal sebagai pendekar pedang yang tidak pikir panjang saat menyerang
lawannya, tapi..... kali ini dia tidak terburu-buru.

Ada sesuatu yang berubah.

Yaitu raut wajah Eris.

Dia tersenyum.

Atau lebih tepatnya, dia menyeringai..... dia menyeringai dengan senyum kejam di wajahnya. Tapi dia
tampak tenang..... dia setenang seorang biksu yang sedang berlatih.

Namun.... jika kau mengenal Eris dengan baik, maka kau akan segera tahu bahwa senyuman itu hanyalah
tipuan.

Gull tidak akan tertipu.

Gurunya hanya diam dengan posisi kuda-kuda siap. Di belakangnya ada pohon besar yang berdiri kokoh.

"........"

"........"

Ini adalah adegan yang aneh.

Bagi mereka yang kenal betul dengan kedua pendekar pedang kawakan ini, mereka akan menyebutnya
aneh.
Karena teknik pedang yang mereka berdua kuasai mengharuskan penggunanya untuk melakukan
serangan secepat mungkin.

Jika tidak melancarkan serangan secepat kilat, maka bukan Teknik Dewa Pedang namanya.

Akan tetapi.... tidak seorang pun di antara mereka bergerak.

Hanya dedaunan yang berjatuhan menari-nari di sekitar mereka. Dedaunan itulah yang menunjukkan
waktu masih berdetak, tetapi mereka masih saja diam.

Ini seperti saat itu.

Beberapa tahun yang lalu, pada hari dimana Eris menjadi seorang Raja Pedang.

Saat itu, juga terjadi duel tanpa gerakan antara pengguna Teknik Dewa Pedang.

Saat itu, terjadi duel antara Eris Greyrat dan Nina Farion.

Mereka tidak bergerak.

Keduanya tidak bergerak.

Umumnya, seorang pendekar pedang pengguna Teknik Dewa Pedang tidak akan betah berlama-lama
berdiam diri seperti itu.
Namun akhirnya, saat itu Nina bergerak terlebih dahulu. Dengan secepat kilat dia menyerang Eris, tapi si
gadis berambut merah bisa mengalahkannya.

Perbedaannya begitu tipis.

Serangan Eris mengenai lawannya hanya sepersekian detik sebelum hal sebaliknya terjadi.

Apakah Eris berniat melakukan hal yang sama pada ayah Nina?

Tapi, jarak mereka berdua saat ini masih jauh. Dia tidak akan bisa menghabisi lawannya dari jarak sejauh
ini.

Seseorang harus mendekat.

"........"

Dalam pertempuran antara Eris dan Nina, siapa pun yang bergerak lebih dulu akan kalah.

Jika Nina menggunakan Longsword of Light yang sempurna sekalipun, Eris pasti bisa mengunggulinya.

Tapi lawannya kali ini adalah Gull Farion.

Meskipun dia sudah kehilangan gelarnya sebagai Dewa Pedang, kecepatan Gull masihlah bukan
tandingan Eris.

Pak tua ini bisa dengan mudah menghindari serangan Eris, kemudian melayangkan serangan balik yang
lebih mematikan.
Tapi nyatanya..... Gull masih juga belum menyerang.

Dia tidak berusaha mencari celah, atau sudut yang sesuai untuk melepaskan serangannya.

Dia hanya berdiri diam, sembari memperhatikan gerakan Eris.

Dia begitu seksama memperhatikan Eris, seolah-olah tidak ada apapun di dunia ini selain Eris.

Akhirnya Eris menemukan celah terbaik untuk memulai serangannya.

Dia yakin bisa menghabisi lawan dengan serangan terkuatnya dalam sekejap.

"......."

Namun.... apa benar dia bisa melakukannya....

Apa benar dia bisa mengalahkan gurunya.

Kekhawatiran kecil mulai merebak di benak Eris.

Gull Farion masih dalam posisi bertahannya. Dia pernah menyandang gelar Dewa Pedang, namun bukan
berarti Eris tidak bisa membunuhnya dengan teknik Longsword of Light yang selama ini Gull ajarkan.

Eris mulai mengingat kembali saat-saat Gull pernah memalukannya di depan hadapan pendekar-
pendekar pedang di Dataran Suci Pedang.
"........ Ngh!"

Detik berikutnya, akhirnya Gull Farion mulai bergerak.

Dia menurunkan pinggangnya beberapa cm, lalu mengumpulkan kekuatan pada cengkraman
pedangnya.

Seolah-olah termakan umpan Gull, Eris pun bergerak.

Sekarang.... atau tidak selamanya.....

Inilah jurus pedang yang menjadi jati diri Teknik Dewa Pedang..... inilah Longsword of Light.... inilah
teknik pedang terkejam yang bisa menghabisi siapapun dalam hitungan detik.

Eris pun menusukkan pedang dengan kecepatan tertingginya.

Akan tetapi..... ada sesuatu yang menarik perhatian Eris.

Dia melihat Gull Farion sedang memegang gagang pedang dengan cengkeraman terbalik.

Hah.... apakah jurus Longsword of Light bisa dilakukan dalam posisi seperti itu?

Eris belum pernah melihat ini sebelumnya.

"Teknik Rahasia Dewa Air...... Flow.”


Ada sensasi rasa geli di tangan Eris.

Longsword of Light Eris berbenturan dengan pedang Gull. Dewa Pedang berhasil menangkis serangan
itu.

Namun, dampaknya terlalu besar untuk dihentikan. Pohon di belakang Gull terpotong oleh dampak
serangan Eris.

Saat pedang keduanya berbenturan, Gull sedikit memberikan tekanan, sehingga keseimbangan tubuh
Eris terganggu.

Dalam benturan sekeras itu, gangguan sedikit saja bisa mengacaukan keseimbangan tubuh lawannya.

Tubuh Eris goyah, lalu mata ganas Gull meliihat leher Eris yang tidak terjaga.

Tebas sampai terpotong..... itulah hukuman bagi pendekar pedang yang tidak melindungi lehernya
dengan baik.

Inilah kesempatan Gull melancarkan serangan balik dengan teknik yang sama.

Sebenarnya, Longsword of Light hanyalah nama. Tidak mungkin kecepatan tebasan pedang menyamai
kecepatan cahaya, paling-paling hanyalah kecepatan suara.

Tapi, dengan jarak sedekat ini..... manusia tidak mungkin menghindar, meskipun tebasan lawannya
hanyalah secepat suara.

Dengan jarak sedekat ini, bahkan Gull tidak perlu menggunakan Longsword of Light kecepatan penuh.
Tebasan sederhana saja sudah cukup memangkas leher Eris.

Pak tua itu pun menebaskan pedangnya dengan ringan.

Desingan tajam terdengar membelah udara.

Namun.... desingan itu berakhir dengan bunyi dentangan.

Rupanya.... ada sesuatu yang menghentikan pedang Gull.

Pedang itu berhenti tepat sebelum menyayat leher Eris.

Yang menghentikan serangan Gull bukanlah pedang.... melainkan tombak.

Seketika, mata Gull terbelalak ketika melihat pengganggu itu.

Dia tidak pernah memperhatikan pria yang tiba-tiba berdiri di belakang Eris.

Pria itu adalah seorang prajurit berambut hijau dengan tombaknya yang tampak seperti kapur.

Bagaikan roh pelindung Eris, pria itu menyelamatkannya tepat di detik-detik terakhir.

Mantan Dewa Pedang terlalu meremehkan lawannya. Kalau saja dia menggunakan Longsword of Light
untuk menghabisi Eris, mungkin tombak putih seperti kapur itu bisa dia tembus bersama dengan leher si
rambut merah.
"GAAAAaaaaaaaa!"

Dengan teriakan sekencang hewan buas, Eris gantian menebaskan pedangnya pada sisi tubuh Gull.

"....... Guh!"

Seketika itu juga, Gull melompat mundur.

Dengan bunyi *brukk*, kaki Gull mendarat di tanah.

"........."

Akan tetapi........

Hanya kakinya yang mendarat...........

Setengah bagian atas tubuh Gull.......... masih melayang di udara.

Potongan tubuh itu sempat berputar 3 kali di udara, lalu jatuh juga ke bumi.

Bagian 2[edit]

Gull Farion memandangi bagian atas tubuhnya yang perlahan jatuh.

Kemudian, mengakui kekalahannya.


"Ah, sial ........"

Sambil menghadap ke atas, dia bergumam.

Dia tidak pernah menyadari kehadiran si prajurit Supard di belakang Eris.

Ah tidak juga..... sebenarnya dia melihatnya.

Dia melihat pria itu..... tapi hanya mengabaikannya.

Dia pikir keberadaan ras iblis itu di sini tidak akan merubah apapun.

Sebenarnya, Ruijerd tidak akan bisa melihat Longsword of Light, meskipun dia adalah seorang prajurit
veteran berpengalaman. Bahkan mata ketiganya tidak akan bisa melihat tebasan pedang secepat itu.

Namun, Gull sengaja tidak menggunakan jurus dasar itu karena dia sudah yakin bisa menang.

Saat melepaskan tebasan terakhir, dia tidak menggunakan teknik Longsword of Light atau apapun itu.

Dia hanya menebaskan pedangnya dengan kecepatan dan kekuatan standar.

Karena Eris hanyalah manusia biasa, tebasan itu pasti sudah cukup untuk membelah lehernya. Dan Eris
tidak punya waktu menghentikan serangan itu, meskipun dia menyadarinya.

Tapi, Ruijerd bisa melakukannya.


Sebagai veteran perang yang sudah hidup selama ratusan tahun, Ruijerd bisa membaca dan
menghentikan tebasan standar itu.

Gull telah meremehkan Ruijerd Supardia.

Eris pun percaya bahwa Ruijerd pasti akan menolongnya.

Jika Eris ragu sedikit saja, maka tebasan balasan itu tidak akan bisa memotong tubuh Gull.

Gull akan melompat mundur tepat waktu, dan serangan balasan Eris hanya memangkas udara.

Tapi yang terjadi justru sebaliknya.

Tebasan Eris memotong sempurna pada tengah tubuh Gull.

"Kenapa kau tidak menggunakan Longsword of Light tadi?"

Dengan sedikit luka sayatan yang meneteskan darah dari lehernya, Eris menanyakan itu pada mantan
gurunya yang sudah terpotong menjadi dua.

Dahi Eris basah kuyup oleh keringat.

"Aku pasti sudah mati jika kau gunakan jurus itu.”

Sebetulnya Gull Farion bisa menggunakan jurus selain Teknik Dewa Air untuk menangkis serangan
Longsword of Light dari Eris.
Tapi dia tidak melakukannya.

Dia tidak bisa.

Masih jelas di ingatan Gull tentang pertarungannya melawan Jino Blitz.

Dia ingat betul apa yang terjadi saat itu.

Waktu melawan Jino, Gull Farion menggunakan teknik yang sama untuk membalas Longsword of Light
milik pemuda itu.

Tanpa diragukan lagi, Gull Farion adalah salah satu pengguna jurus Longsword of Light terbaik di dunia
ini. Tidak ada yang bisa menandingi kecepatannya, bahkan Dewa Air Reyda akan kesulitan
menangkisnya.

Jurus itu sudah dia gunakan selama berpuluh-puluh tahun, dan semakin baik saja setiap saat.

Dia selalu percaya pada pedangnya.

Dia selalu percaya pada jurusnya.

Jikalau ada suatu hal di dunia ini yang tidak akan pernah mengkhianati Gull Farion, maka itu adalah jurus
Longsword of Light.

Tapi...........
Entah mengapa, saat itu....... jurus Longsword of Light dari seorang pemuda ingusan yang nekad
melamar putrinya.... bisa mengalahkan Longsword of Light miliknya yang sudah menemani Gull seumur
hidupnya.

Waktu itu, tangan kirinya patah, dan dia terlempar jauh ke belakang Dojo.

Semua orang melihat kekalahan itu.

Jino puas sudah mengalahkannya

Setelah pertarungan itu, Gull ragu menggunakan Longsword of Light. Ya..... baru kali ini dia ragu
menggunakan jurus yang telah membesarkan namanya.

Gull Farion adalah seorang pendekar pedang jenius.

Untuk Teknik Dewa Pedang, dia lah yang terbaik, tapi dia hanya menguasai level Kaisar untuk Teknik
Dewa Air.

Dia pikir level Kaisar Air sudah cukup untuk mengalahkan Eris.

Dia yakin betul bisa mengalahkan Eris. Dia pun bertarung dengan serius.

Lagipula, sekarang gelar Dewa Pedangnya telah berpindah tangan, sehingga dia tidak perlu gengsi
menggunakan Teknik Dewa Air.

Andaikan saja gelar Dewa Pedang masih dia sandang, maka Gull Farion harus bertarung dengan jurus
Longsword of Light, tanpa mengandalkan teknik pedang lainnya. Itulah kebanggaannya sebagai Dewa
Pedang.
Tapi kali ini berbeda.

Kini dia hanyalah pendekar pedang biasa. Dia bukan lagi dewa. Tidak akan ada yang mencela Gull jika dia
menggunakan teknik selain Dewa Pedang untuk menghadapi lawan-lawannya.

Oleh karena itu, dia memancing Eris dengan kata-katanya yang profokatif.

Dia tidak pernah melakukan hal seperti itu saat masih menyandang gelar Dewa Pedang dulu.

Ini bukan pertama kalinya Gull meremehkan lawannya. Sebelumnya, dia juga tidak memastikan
kematian Rudeus yang sudah terjatuh di dasar lembah.

Jino, Rudeus, dan kini Eris. Semuanya dia remehkan, dan inilah akibatnya.

Kesombongannya sendiri yang telah mencelakainya.

Sungguh ironis, salah satu pendekar pedang terkuat di dunia ini terbunuh oleh arogansinya sendiri.

"M....mungkin....k....kau......b....benar....a....aku.....m....memang....p....payah.....”

Gull tidak bisa lagi mengelak.

Orang yang tidak percaya pada jurusnya sendiri layak kalah.

Begitulah aturan mainnya.


Hanya pengecut yang suka memprovokasi lawan dengan perkataannya. Entah sejak kapan Gull Farion
menjadi pengecut seperti itu.

Tapi, Eris tidak pernah termakan oleh kata-katanya. Bagi Eris, omongan Gull hanya seperti ocehan orang
mabuk di bar.

Saat masih muda dulu, Gull Farion pernah melawan Orsted, dan dia kalah telak. Itulah sebabnya dia
menerima tawaran Gisu untuk bekerjasama. ’Kali ini.... aku harus bisa mengalahkan Orsted.... ini
kesempatan terbaikku...’ begitulah pikirnya.

Sayangnya.... sekarang yang bisa dia lakukan hanyalah menertawai dirinya sendiri yang sudah sekarat.

"...... kenapa kau sekarang jadi seperti ini......"

Sembari memandang mantan gurunya yang tergeletak di tanah, Eris hanya memahami satu hal.... bahwa
gurunya tidak lagi sekuat dulu.

Rasa sedih meluap di hati Eris.

Inilah kesudahan orang yang pernah dia takuti dan hormati.

Kemudian, dia pun menanyakan....

"....... apakah ada kata-kata terakhir?"

Gull menatap Eris dari bawah.


Seorang wanita berambut merah.

Saat pertama kali melihat Eris kecil, Gull Farion tahu bahwa bocah ingusan itu punya bakat.

Dia pikir, suatu saat nanti Eris bisa lebih kuat daripada Ghyslaine. Bocah berambut merah itu hanya
belum terlatih.

Tapi..... tak sekalipun Gull berpikir bahwa si rambut merah ini akan membunuhnya.

Dia selalu menganggap Eris lebih lemah darinya.

Dia pikir bisa mengalahkan Eris tak peduli setinggi apapun teknik pedang yang telah dikuasai gadis itu.

"P......pedang...paling tajam.....a.....adalah pedang.....y.......yang murni.....

P......pendekar terkuat....a....adalah mereka......y.......yang punya tujuan......

S......satu-satunya..... y....yang membuatnya lemah..... a....adalah keragu-raguan.....

S.....sedangkan aku......

A....apa yang kulakukan.....s....selama ini.....?

A....aku punya anak......d.......dan melatih......o.....orang lain....


A.....apalah itu......y.....yang seharusnya dilakukan.....o....oleh Dewa Pedang....?

K.....konyol sekali..........”

Dengan kesadaran yang semakin memudar, Gull mengatakan itu dengan terbata-bata.

Sebenarnya dia tidak perlu mengatakan itu.

Dia bahkan tidak tahu pesan terakhir apa yang pantas disampaikan sebelum mati.

Karena dia tidak pernah mengira bakal mati di tangan muridnya sendiri.

Dia tidak pernah mengira bakal mati di tempat seperti ini.

Itu adalah kata-kata yang keluar begitu saja dari kepalanya.

"E......Eris.........

K...kaulah yang.....t.....terbaik.....

K.....kau t....tidak lemah.....

K.....kau memiliki k....kebebasan.....dan akan s....selalu menjaganya........”

Gumpalan darah menyembur keluar dari mulut Gull.


Tanpa menyeka darah di mulutnya, Gull menyodorkan pedang yang dia pegang pada Eris.

"......Ambil.....lah........"

"Baik."

Entah kenapa Gull memberikan pedang kesayangannya pada Eris.

Tapi Eris segera menerimanya.

Tangan Gull sudah sedingin mayat.

Namun, gagang pedang yang barusan dia lepas masih terasa hangat.

"Haa ......"

Gull menghela nafas sembari melihat pedangnya berpindah tangan.

Paru-parunya sudah tidak lagi bisa memompa udara.

"O....orang bebas sepertimu.......h.......harus kuat.......”

Tangannya jatuh.
Dewa Pedang Gull Farion mati.

Eris berlutut di sampingnya tanpa mengatakan apapun.

Dan melepaskan sarung pedang dari punggung Gull.

Lalu memakainya..... dan menyarungkan pedang itu kembali ke tempatnya.....

"Fiuh -........."

Sambil mendesah lega, dia mengeluarkan gulungan dari dadanya.

Itu adalah gulungan sihir penyembuhan tingkat dasar.

Roxy memberikan gulungan itu agar digunakan saat dibutuhkan. Dan dia pun memakainya sekarang.

Sambil menempelkan gulungan itu pada lehernya, dia mengalirkan Mana untuk mengaktifkan sihir
penyembuhan.

Luka sayatan di lehernya menghilang dalam sekejap.

"....... Eris."

"Ayo pergi membantu Rudeus."

"Ya."
Sembari hanya mengucapkan beberapa patah kata, mereka berdua berjalan meninggalkan jasad Dewa
Pedang ......

Setelah beberapa langkah, Eris berhenti.

Dia berbalik.

Dia ingin melenyapkan jasad Gull Farion yang tergolek di sana.

Eris mengepalkan tangannya, lalu membaca mantra.

"-----Fire Ball."

Rudeus pernah mengajarkan sihir itu padanya, dan itulah satu-satunya teknik sihir yang dia pahami. Dia
bahkan sering melatih sihir itu bersama Ghyslaine.

Bola api yang ditembakkan oleh tangan Eris membakar jasad Gull Farion.

Eris tidak melihat sampai akhir jasad mantan gurunya yang dilalap api.

Dia berbalik, lalu meninggalkan tempat itu dengan langkah cepat.

Pohon-pohon di sekitarnya juga terbakar oleh api, dan asap mulai membumbung tinggi, seolah
menandakan sesuatu.

Api itu terus merambat...... sampai akhirnya padam dengan sendirinya.


Tanya & Jawab Penulis[edit]

T : Apakah Mana Orsted bisa pulih dalam 30 tahun ke depan? Jika iya, maka bukankah lebih baik dia ikut
bertarung? Karena Laplace akan bangkit 80 tahun lagi. Bukankah waktunya cukup untuk memulihkan
Mana?

J : Yahh..... kalau Mana-nya si bos benar-benar pulih dalam jeda 30 tahun ke depan, maka dia pasti
sudah ikut serta dalam pertarungan ini.

T : Berapakah umur Alex Ryback-san, atau Kalman II?

J : Mungkin sekitar 300 tahun.

T : Sebenarnya, apa sih kriteria seseorang masuk dalam daftar Tujuh Kekuatan Dunia?

J : Yang jelas bukan kekuatan fisik. Buktinya Jino bisa mengalahkan Gull.

T : Selama pertarungan ini berlangsung, apakah ada perubahan dalam urutan Tujuh Kekuatan Dunia?

J : Tidak.

T : Apakah Eris membakar seluruh tubuh Gull sampai habis?

J : Sepertinya begitu, kan hutannya ikut terbakar.....

T : Mengapa Gull Farion mati dengan begitu mudah? Bahkan Eris hanya memerlukan satu tebasan untuk
membunuhnya. Begitu lemah kah dia sekarang?
J : Tidak juga..... kalau tidak bersama Ruijerd, pasti Eris sudah mati.

T : Aku cukup terkejut saat tahu Jino menjadi Dewa Pedang!

J : Yahh, dia memang pendekar yang berbakat. Ditambah lagi, dia giat berlatih sejak kecil.

J : Gull Farion-sama masih banyak bicara bahkan setelah tubuhnya terbelah dua. Mungkinkah itu terjadi?

J : Ya bisa saja.... tergantung bagian tubuh mana yang terpotong, kan.....

T : Eris bisa menggunakan sihir...... beneran nih?

J : Beneran kok..... mengapa kau begitu terkejut?

T : Eris dan Ghyslaine. Bisakah mereka mempelajari sihir penyembuhan tanpa mantra dengan bimbingan
Rudeus?

J : Tidak akan bisa.

T : Apakah sekarang Eris sudah lebih kuat daripada Ruijerd?

J : Kalau mereka benar-benar berduel, kurasa Eris akan menang.

T : Tidak bisakah Gull Farion menggabungkan jurus Longsword of Light dengan Flow?
J : Bisa saja.

Jump up ↑ https://id.wikipedia.org/wiki/Iaido

Bab 14: Generasi Ketiga Vs Generasi Kedua + α[edit]

Bagian 1[edit]

Kami terpisah cukup jauh.

Dewa Ogre Malta masih mengamuk.

Bagaikan amukan badai, dia menumbangkan pohon-pohon dan melubangi bumi.

Kami terpisah seolah tersapu badai.

Yang menghadapi Malta adalah Zanoba dan Doga.

Mereka adalah lawan yang sepadan karena sama-sama memiliki kekuatan fisik yang besar.

Zanoba adalah seorang Miko dengan kekuatan fisik di atas rata-rata, sedangkan Doga adalah pria kekar
yang menguasai Teknik Dewa Utara.

Aku tidak punya waktu mengkhawatirkan mereka.

Karena yang kuhadapi adalah salah satu dari Tujuh Kekuatan Dunia.

Dewa Utara Kalman III.


Atau, Aleksander Ryback.

Bersama Dewa Pedang, dia juga berusaha membunuhku di jembatan.

Sayangnya, aku tidak memakai Magic Armor Versi I saat ini...... sedangkan, Versi II masih belum
sempurna.

Dia bukanlah musuh yang bisa kukalahkan tanpa bertarung serius.

Tapi..... bukannya aku tanpa persiapan.....

Dia masih belum melihat Quagmire-ku yang............

"Tunggu dulu!"

Tiba-tiba, teriakan Kalman III menyela pikiranku.

Dia adalah salah satu pengguna Teknik Dewa Utara terbaik di dunia ini.

Dari pengalamanku bertarung melawan pengguna Teknik Dewa Utara sebelumnya, mereka suka
mengalihkan perhatian lawan, kemudian menyerang saat kita benar-benar lengah. Jadi, wajar saja bila
Kalman III melakukan hal yang sama. Mungkin dia akan pura-pura bertanya agar aku lengah.

Aku diam-diam menyiapkan sihir Quagmire-ku.

Akan kukejutkan dia.


Tiba-tiba..... kutembakkan Stone Cannon beruntun padanya.

.......*BRAAAKKK!!*............

"Mari kita bicara sebentar sebelum bertarung!"

Dia menangkis semuanya dengan mudah, dan terus berusaha untuk berkomunikasi.

Bagaimana dia menangkisnya....?

Yang kulihat, batu-batu itu berubah arah saat beterbangan di udara.

Lalu...... kubuat rawa lumpur tepat di bawah kakinya.....

Dan dia tidak tenggelam.

Sehebat inikah kemampuan Dewa Utara?

Tidak..... ada alasan lain.

Aku sudah pernah mendengar kemampuan Kajakuto.

"Kau boleh marah padaku. Kau pasti dendam padaku setelah tanganmu terpotong, dan jatuh ke dasar
lembah. Aku tahu kau ingin bertarung sesegera mungkin. Tapi kumohon tunggu sebentar. Setelah aku
berbicara, aku akan melayanimu sampai puas. Lalat kecil sepertimu pasti mau menunggu saat dua orang
hebat sedang berbicara, kan??”
LALAT KECIL KAU BILAAAAANG.....!!??

Kau meremehkanku!! Akan kucincang kau sampai halus!!

Tapi aku harus tetap tenang.

Sayangnya, aku pun mengakui bahwa diriku tidak ada apa-apanya jika dibandingkan Tujuh Kekuatan
Dunia.

Bertemu dan bekerjesama dengan mereka saja sudah menjadi kehormatan besar bagiku.

"..........."

Tapi, aku tidak mau menunggu.

Dia jelas-jelas sedang mengulur waktu, sedangkan aku ingin mengakhiri pertarungan ini secepat
mungkin agar bisa membantu yang lainnya.

Sembari memikirkan itu semua, aku mundur selangkah, lalu bertukar pandang dengan Sandor.

Dia tidak bergerak, seperti halnya dengan Aleksander.

Jika Sandor tidak mau bertarung, maka aku tidak akan bisa mengalahkannya seorang diri.

"Mau bagaimana lagi....."


Sambil mengangkat bahu, Sandor akhirnya bergerak maju.

“....... apa yang ingin kau katakan, bocah.....?”

"Bocah? Aku? Kau sebut anakmu sendiri bocah? Di dunia ini aku adalah orang yang paling
memahamimu! Kau dingin sekali!”

"Tapi, bukankah ini pertemuan pertama kita?”

“Ayah, pertama kali kita bertemu adalah saat aku keluar dari rahim ibu.”

Aku heran mengapa Sandor seolah-olah tidak mengenali anaknya sendiri.

"Ayah. Kumohon hentikan ini. Aku mengenalmu....sungguh mengenalmu.....meskipun kau menggunakan


helm konyol itu.”

Ya.... Hitogami pasti sudah menceritakan semuanya, termasuk fakta bahwa Sandor adalah ayahnya.

"Kau adalah Dewa Utara Kalman II, Alex Ryback!"

“Aleksander-kun.... harusnya kau baru mengetahui hal itu setelah kulepas helm ini.”

Sambil mengatakan itu, Sandor menghela nafas dan melepas helmnya.

Terlihat wajah pria paruh baya berambut hitam.


Aleksander juga memiliki rambut hitam.

Sekarang aku baru sadar..... ya.... mereka berdua memang mirip.

“Untuk menghargai pertarungan ini, aku akan mengungkap jati diriku yang sebenarnya. Baiklah....
baiklah..... kulepas saja helm ini. Ya, seperti yang kau tahu, aku adalah ayah.....”

“Cukup! Aku pikir kau sudah lama mati, ayah! ....... Apa yang kau lakukan selama ini!!??”

“...... Selama ini aku menjadi guru, dan mengajarkan teknik pedang pada murid-muridku. Belakangan ini,
aku mendapatkan promosi dari Ariel-sama, maka aku pun menjadi ksatria kerajaan.”

"Murid? Kau tidak malu menjadi guru!!? Padahal kau telah menyerahkan pedang ini padaku, dan
meninggalkan Teknik Dewa Utara!!”

Aku bisa merasakan kemarahan yang meluap dari Aleksander.

Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka.

Tapi sepertinya kata-kata Sandor telah memancing emosinya.

"Aleksander-kun, aku tidak pernah meninggalkan Teknik Dewa Utara.”

"Bohong!! Sekarang saja.... kau bahkan tidak membawa pedang!!”

"Hmm."
Sandor mengangkat tongkatnya.

Itu adalah tongkat yang terbuat dari batangan logam.

"Oh.... jadi kau keberatan aku menggunakan tongkat? Kurasa aku semakin kuat dengan menggunakan
tongkat.”

“!!?? Kau sedang mengejekku!!?? Maksudmu..... potongan logam busuk itu lebih kuat daripada Kajakuto
yang kupegang ini!!??”

"Itu tidak benar. Aleksander-kun, pedang itu adalah yang terkuat di dunia. Aku tahu betul pedang itu,
karena telah kupakai selama lebih dari 100 tahun.”

"Lalu mengapa kau katakan itu?"

"Yahh.... hanya saja.... pedang itu terlalu kuat.....”

Itulah jawaban Sandor.

Seolah-olah, dia tidak ingin menggunakan senjata yang terlalu kuat.

"Tak peduli seberapa besar monster yang kau hadapi, tak peduli seberapa cepat hewan buas yang kau
hadapi, tak peduli seberapa kuat prajurit yang kau hadapi.....semuanya akan tunduk di hadapan pedang
itu. Aku telah memenangkan begitu banyak pertarungan bersama pedang itu. Aku menjadi pahlawan
besar bersama pedang itu. Tapi..... suatu hari aku berpikir.... apa yang terjadi padaku jika tidak
menggunakan pedang itu? Saat itulah, aku menyadari bahwa Dewa Utara Kalman II Alex Rayback, tidak
ada apa-apanya jika tanpa pedang Kajakuto. Mulai saat itu, aku tidak bisa bertarung seperti dulu lagi.
Tentu saja, aku tidak berniat membuang pedang yang selama ini menemaniku bertarung, tapi..... hanya
saja aku berpikir, waktuku sebagai pahlawan bersama pedang itu sudah berakhir. Itulah sebabnya aku
menyerahkan pedang itu padamu, dan melepaskan gelar Dewa Utara Kalman II.”
Aku tidak begitu paham apa yang dipikirkan Sandor, tapi yang jelas..... dia tidak lagi ingin bertarung
bersama pedang terbaiknya, lalu lebih memilih menjadi guru yang mengajarkan teknik pedang pada
murid-murid barunya.

Itu membuat anaknya murka.

Ya..... kalau berada di posisi Aleksander.... aku pun akan kecewa pada ayahku.

Jika tiba-tiba ayahmu meninggalkanmu seraya menitipkan tanggung jawab sebesar pedang itu.... maka
tentu saja kau berhak marah.

"Jadi, kau mengajarkan Teknik Dewa Utara pada murid-murid barumu..... apakah hasilnya seperti Auber
dan fraksi anehnya?”

“Ya..... itulah salah satu bukti ajaran Teknik Dewa Utara.”

“Aku tidak pernah mengakui Auber dan fraksinya sebagai pendekar Teknik Dewa Utara!!”

Alexander menggelengkan kepalanya seolah tidak ingin menerima kenyataan ini.

Auber ya .....

Ya..... kurasa dia tidak cocok disebut pendekar pedang.

Dia lebih mirip seperti ninja [1].


"Apakah teknik yang Auber gunakan itu..... layak disebut ilmu pedang!??"

"Auber memang menggunakan banyak senjata selain pedang, sedangkan Kalman I sebagai pemula
Teknik Dewa Utara hanya menggunakan pedang. Tapi menurutku.... kita tidak perlu selalu menggunakan
pedang.”

"Itukah sebabnya kau menggunakan potongan logam itu??"

“Ya, dengan ini, aku bisa merasakan kekuatanku sendiri. Saat seseorang merasakan kekuatannya sendiri,
dan juga perkembangannya.... maka dia akan semakin kuat.”

"...... Aku tidak mengerti."

Aleksander-kun tampak tidak puas.

Dia tidak paham mungkin karena masih muda.

Dia tidak menerima apapun yang menyalahi prinsipnya.

“Aleksander-kun. Sekarang gantian aku yang tanya...... mengapa kau di sini?”

"Aku datang ke sini untuk mengalahkan Orsted. Setelah mengalahkan Dewa Naga, aku akan menduduki
peringkat ke 2 dari Tujuh Kekuatan Dunia.”

“Oh, obsesimu bagus juga. Sebagai ayahmu, aku bangga."

Sambil tersenyum, Sandor memuji Aleksander.


Sandor-san?

Kau boleh saja bangga pada anakmu sendiri..... tapi kau masih berada di pihakku, kan?

Kau tidak akan mengatakan, ’Baiklah.... kalau begitu akan kubantu kau mewujudkan tujuanmu’ lalu
bekerjasama dengan mereka, kan?

“Kali ini, aku akan menjadi lawanmu. Jika kau mampu, tentu saja kau boleh melawan Orsted setelah
mengalahkanku di sini.”

"Itu sudah jelas. Meskipun musuhku adalah ayahku sendiri..... akan kutunjukkan bahwa Kalman III
pantas menjadi pahlawan besar!!”

Begitu terobsesinya kah kau menjadi pahlawan besar? Sampai-sampai kau berani melawan ayahmu?

Yahh, kau boleh terobsesi mengejar apapun.... tapi, jika harus mencelakai keluargamu.... itu agaknya......

Terserah lah..... toh aku tidak berhak menasehati apapun padanya.

“Bukan hanya itu. Aku akan memusnahkan Ras Supard!”

"Hn? Ras Supard bukanlah iblis. Kau sudah melihatnya dengan mata – kepalamu sendiri, kan?”

Aleksander sama sekali tidak menunjukkan keraguan.


“Persetan dengan itu semua! Bagiku, Ras Supard tetaplah iblis yang harus dibasmi. Jika aku
memusnahkan mereka, maka dunia ini akan mengenalku sebagai pahlawan besar!!”

"Pahlawan sejati tidak akan melakukan hal seperti itu.”

"Mungkin kau benar. Tapi jika aku tidak melakukannya, maka aku tidak akan bisa melebihi nama
besarmu! Jika aku tidak melakukannya, aku tidak akan melampaui nama Kalman II!!”

"Menurutmu kau akan menjadi pahlawan jika bisa melampaui nama besar Kalman II?”

"Benar!”

Dengan mulutnya yang sebagian ternganga, Sandor menghadap ke arahku.

Kemudian, dia menundukkan kepalanya.

"Maafkan aku, Rudeus-dono. Tadinya kukira aku bisa membujuknya, tapi ternyata kebodohan bocah ini
jauh lebih besar daripada dugaanku sebelumnya.”

"....... Sepertinya memang begitu."

Tampaknya, mata Aleksander sudah dibutakan oleh obsesinya menjadi pahlawan.

Dia adalah tipe orang yang ingin dianggap sebagai pahlawan dengan melakukan hal-hal yang
menghebohkan..... bukannya dengan melakukan hal-hal heroik.

Tentu saja bukan begitu caranya jadi pahlawan besar.


Bukan berarti aku tahu caranya....... tapi..... yang pasti kau tidak bisa menjadi orang besar hanya dengan
prinsip rendahan seperti itu.

"Ayo kita hentikan dia."

"Siap."

Sandor memasang kembali helmnya, lalu menyiapkan tongkatnya.

Di belakangnya, aku mengangkat tanganku dalam posisi siap menembakkan sihir kapanpun.

Aleksander mulai mendekat dengan wajah cemberutnya.

Aku bisa merasakan amarahnya yang meluap-luap.

“.......... apakah kau pikir bisa mengalahkan Kajakuto milikku? Lihatlah, kau hanya membawa batangan
logam..... dan si lalat kecil itu hanya akan merepotkanmu.”

"Aku yakin bisa menang..... dan akan kuhukum kau nanti sampai kapok.”

Sandor menyatakan itu dengan penuh percaya diri.

Mendengar ‘hukuman sampai kapok’, akhirnya Aleksander kehabisan kesabarannya.

"Jangan meremehkan aku!"


Pertarungan antara Dewa Utara generasi kedua dan ketiga dimulai.

Bagian 2[edit]

"TAAAAaaaaaaa!"

Aleksander lah yang berteriak terlebih dahulu.

Dengan enteng dia pegang pedang Kajakuto di tangannya, lalu di tebas bahu Sandor.

"OOOHHHH!"

Sandor menghentikan tebasan kuat itu hanya dengan tongkatnya.

Itu membuat Aleksander kehilangan keseimbangannya, lalu...... ah, tidak!!

Dengan kontrol stabilitas tubuh yang luar biasa, Aleksander kembali menekan Sandor dengan serangan
lainnya.

Sandor bergerak menghindar, seolah dia sudah tahu arah serangannya.

Sembari memutar tubuhnya, Sandor menangkis serangan Aleksander untuk yang kedua kalinya.

Tidak hanya itu, dia juga sempat menyapu kaki Aleksander.

Seketika, Aleksander terjerembab ke tanah....... ah, tidak juga!!


Jegalan Sandor membuat Aleksander terlempar, namun dia bisa mendarat lagi di tanah dengan begitu
cepat.

Aku tidak tahu manusia bisa bergerak selincah itu.

Tapi, itulah yang terjadi sekarang.

Mungkin, inilah kekuatan Kajakuto.

Ya..... kalau tidak salah.....

Kemampuan khusus pedang itu adalah......

...... manipulasi gravitasi.

"OORYAAAaaaaaaa!"

Tapi Sandor tidak memberikan kesempatan.

Sambil membalikkan tubuhnya, pak tua itu terus menangkis serangan beruntun dari Kajakuto.

Dia perlahan-lahan mengubah arah serangannya, lalu dia menghadap Aleksander.

Tebasan Kajakuto milik Aleksander bukanlah serangan yang bisa dimentahkan dengan mudah.
Setiap kali senjata mereka berbenturan, gelombang kejutnya membuat tanah tercungkil, dan pohon-
pohon di sekitar tumbang.

Bahkan, pipiku tersayat oleh gelombang kejut itu, meskipun aku berdiri cukup jauh dari mereka.

Tapi, serangan demi serangan Aleksander tidak pernah mengenai ayahnya.

Sandor memang luar biasa. Meskipun tanpa pedang terkuatnya, dia tetaplah Dewa Utara Kalman II.

Dia terus menangkis serangan Aleksander dengan sempurna.

Aleksander dapat bergerak bebas ke segala arah karena dia bisa mengendalikan gravitasi. Gerakan-
gerakan akrobatiknya begitu sulit diprediksi.

Tapi, bukan berarti Sandor tidak melakukan apa-apa.

Sekilas, dia terlihat tidak beranjak sama sekali, tapi sebenarnya Sandor bergerak sedikit demi sedikit
untuk mendapatkan posisi yang menguntungkan.

Ini adalah pertarungan sesama pengguna Teknik Dewa Utara.

Kecepatan mereka standar.

Tapi, mungkin karena aku sudah terbiasa berlatih dengan Eris dan Orsted, sehingga aku bisa melihay
gerakan mereka.
Meskipun begitu, variasi gerakan mereka begitu banyak, sampai-sampai aku kebingungan
memprediksinya. Membantu pengguna Teknik Dewa Utara saat bertarung tidaklah mudah.

"WWWHHAAaaaaaa!"

"TOOOOAAaaaaaa!"

Mereka tidak bertarung dengan tenang. Keduanya saling berteriak dan meraung.

Aku harus tetap fokus.

Kuhela napasku, lalu kuamati mereka dengan cermat.

Aku bisa merubah alur pertempuran ini. Sihirku bisa membantu Sandor menang.

Meskipun begitu, tetap sulit menduga gerakan mereka selanjutnya, bahkan dengan mata iblis
peramalku.

Aku masih bisa menduga gerakan Sandor, namun Aleksander lebih sulit.

Ada sebuah pola pada gerakan Sandor.

Dia bergerak ke kanan terlebih dahulu, lalu ke kiri.

Jika aku bisa membaca pola itu, maka aku akan menemukan celah untuk menyerang .......
"Sekarang!"

Aku menembakkan Stone Cannon tepat setelah menemukan momentum yang pas.

Meriam batu mendesing keras, lalu melesat ke arah Aleksander.

Tidak..... arah lintasannya berubah.

Batu itu melengkung ke arahlain setelah menyayat armor Aleksander, kemudian menghilang di balik
hutan.

Tapi, itu sudah cukup membuat Aleksander kehilangan keseimbangannya.

"Haaa!"

Tanpa melewatkan kesempatan itu, Sandor memukul Aleksander tepat di ulu hatinya.

"Ugh ......!"

Namun, Aleksander melompat ke udara sambil sedikit mengerang.

Oh..... tidak..........

Ternyata dia melompat ke arahku!

Dia cepat sekali!


"Jangan mengganggu, lalat kecil!!”

Dia akan menendang secara diagonal dari atas.

Itulah yang kulihat dengan mata iblis peramalku. Aku pun coba menahannya dengan kedua tanganku.

"Ouh ....."

Saat menahan serangan itu, tubuhku merasakan tekanan gravitasi yang luar biasa.

Sarung pelindung tanganku pecah, dan aku jatuh dalam posisi berlutut.

Gawat..... aku merasakan nyeri yang luar biasa pada lenganku......

Apakah lenganku akan patah lagi.....

Setidaknya..... itulah yang kurasakan.... tapi, tangan Atofe melekat begitu kuat, sampai terdengar bunyi
retakan yang keras.

"Lengan itu .......! Apakah itu lengan nenek!?”

Electric!!

Seketika, aku mengumpulkan Mana pada tanganku yang lain, lalu kulepaskan Electric.
Petir ungu menyabet tubuh Aleksander.

Aku melanjutkannya dengan mengumpulkan Mana sekali lagi pada tangan kiri, lalu kutembakkan Stone
Cannon tepat di depan wajahnya.

"TOORYAaaaaaaaa!"

Tapi Aleksander tidak berhenti.

Dia menghindari meriam batuku dengan menekuk tubuhnya ke belakang, lalu melibas kakiku dengan
jegalannya.

Aku langsung melompat untuk menghindar.

Aleksander sudah kembali mendapatkan keseimbangan tubuhnya saat itu.

Pada saat yang sama, dia melepaskan tebasan untuk memangkas leherku.

"HAAaaaa!"

Namun, sebelum itu terjadi, Sandor menusukkan tongkatnya ke sisi tubuh putranya.

Aleksander belum menyerah, dengan gesit dia memutar tubuh, melompat jauh ke sisi kananku...... lalu
mendarat dengan begitu mulus, seolah tidak terpengaruh gaya gravitasi.

"........ Fiuh."
Sekilas, dia tidak terluka sama sekali.

Sepertinya Electric juga tidak banyak berpengaruh padanya.

Apakah itu juga karena kekuatan pedang Kajakuto?

Ataukah armor-nya yang kuat?

Atau jangan-jangan..... dia cuma sok kuat?

Bagaimana dia bisa bertahan? Apakah ini hasil dari latihan kerasnya? Atau memang tubuhnya yang
tangguh?

Yahh.... mungkin salah satu dugaanku ada yang benar.

"Sepertinya aku terlalu meremehkanmu. Baiklah, aku mulai sedikit serius....”

Aleksander mulai mengakui kesalahannya, tapi kelihatannya dia sama sekali tidak tersudutkan.

Mungkin kita punya peluang menang.

Sandor akan terus berhadapan langsung dengannya, sedangkan aku membantu dari belakang.

Jika serangan kami mengenainya, maka sedikit demi sedikit pasti dia akan tumbang.

Dewa Utara Kalman III.


Dia adalah musuh yang tangguh, tetapi Sandor juga kuat.

Dengan bantuanku, pasti Sandor bisa menang

Jadi.... aku bukanlah bebannya!

Aku partnernya!

"Wah... susah juga ya....”

Saat aku mulai optimis, Sandor justru mengatakan itu.

Kenapa, Sandor....? Kenapa kau katakan itu. Apakah kita belum bisa mengunggulinya?

Sandor belum menderita luka sedikit pun.

Pelindung lenganku hancur oleh serangan barusan, tapi lengan Atofe ternyata bisa bertahan dari
serangan Aleksander.

Ayolah.... jangan pesimis begitu.... kita pasti bisa menang.

"Berhati-hatilah Rudeus-dono.... dia masih menyimpan kekuatannya untuk melawan Orsted. Tapi,
sepertinya sebentar lagi dia akan bertarung dengan lebih serius.”

Ah, sial.
Jadi dia belum menggunakan seluruh kemampuannya.

Dia terlalu meremehkanku.

"Apakah Roxy-dono masih lama?"

"Aku tidak tahu."

Roxy akan memberitahuku jika persiapannya sudah siap. Sudah setengah hari berlalu, jadi kurasa
sebentar lagi dia selesai.

Selama Zanoba dan Eris tidak membiarkan musuhnya lewat..... kurasa Roxy masih aman-aman saja.

“Sepertinya dia sudah jauh lebih kuat dibanding terakhir kali kami bertemu. Aku baru menyadarinya
sekarang.”

Sandor mengatakan itu dengan ragu.

Aku lebih suka kau tidak mengatakan hal mengerikan seperti itu, bung....

Tadinya aku yakin sekali bisa membantumu, tapi sekarang.... sepertinya itu tidak mudah....

"Yang jelas.... kita harus menahannya selama mungkin."

"Siap!”
Setelah saling bertukar kata, Sandor pun maju.

Aleksander juga melesat menyerang dengan sigap.

"UUOOO!"

"DORYAAA!"

Sekali lagi, mereka saling beradu serangan.

Ah.... sial..... aku mulai melihatnya...... gerakan Sandor mulai aneh.

Sekilas dia tidak apa-apa, tapi.... langkahnya mulai lambat.

Setiap kali dia menerima serangan.... tubuhnya sedikit membungkuk.

Sedangkan, intensitas serangan Aleksander makin gila.

Kalau dilihat dengan mata awam, seolah-olah serangan Aleksander biasa saja..... tapi, aku tahu tebasan
pedangnya begitu berat. Ya.... itu tidak aneh, karena dia bisa mengontrol gravitsi.

Jika Sandor terus tertekan, aku tidak bisa melancarkan serangan Stone Cannon dari jauh.

Tanpa sudut dan celah yang tepat, seranganku pasti bisa dimentahkan olehnya. Entah ditangkis,
dihindari, atau bahkan dihancurkan.
"........."

Aku tidak bisa menembakkan Stone Cannon dalam keadaan seperti ini.

Sepertinya aku harus coba sihir lain..... sihir bumi mungkin?

Pertama, aku harus menghentikan manuver-manuver udaranya yang aneh itu. Dia hampir bisa
menghindari semua serangan dengan gerakan seperti itu.

Kalau kita membatasi gerakannya, Sandor akan lebih leluasa menyerang, dan aku pun bisa
menembaknya dari jarak jauh.

Baiklah kalau begitu.....

“Earth Lancer!”

Aku membuat 4 pilar bumi mengelilinginya.

Kemudian, sebagai pelengkap.....

“Earth Web”

Aku membuat jaring tanah, mungkin sekitar 50 cm di atas Sandor.

Jika dia tidak bisa melompat tinggi, maka pergerakannya akan........


"Mengganggu saja!"

Dalam sekejap, dia menghancurkan semua sihirku.

Wah.... gagal ya......

"Ada apa ayah?? Cuma sampai segini kemampuanmu??”

Oh tidak.

Sandor terus tersudut.

Sandor tidak kalah teknik, melainkan kalah senjata. Tongkat Sandor sama sekali bukan lawan Kajakuto.

Tongkat itu terlihat semakin bengkok setiap kali berbenturan dengan Kajakuto.

Jika aku menembakkan Stone Cannon sekarang, itu hanya akan mencelakai Sandor.

Bahkan, mungkin dia sudah mulai ragu aku bisa membantunya.

Gawat, kalau begini terus, kita tidak bisa lagi mengulur waktu.

Kalau kami kalah, situasinya akan semakin buruk.


"GAAaaaaa!"

Kemudian.......

Seseorang menyela pertarungan kami.

Dia adalah seorang wanita berambut merah dengan sebilah pedang di tangan. Tanpa ampun, dia
menyerang Aleksander dengan sekuat tenaga.

Aleksander menerimanya bersamaan dengan serangan Sandor, lalu dia pun mundur beberapa langkah
ke belakang.

Pedang wanita berambut merah itu terus mengejarnya.

Setelah mendarat dengan mulus, seolah mengabaikan gravitasi, Aleksander segera membalas serangan
wanita itu dengan tebasan pedangnya.

Wanita berambut merah tidak kuasa menahan tebasan itu.

"HAH .......!"

Namun, saat si rambut merah terhempas ke belakang, seorang prajurit berambut hijau menangkapnya.

"GAAAaaaaa!"

Si anjing gila berambut merah tidak berhenti, dia segera melancarkan serangan lainnya.
Dia menebas Aleksander tepat di lehernya, namun lagi-lagi serangan itu dibelokkan oleh suatu gaya tak
kasat mata.

Tebasan pedangnya meleset, dan hanya menyayat armor Aleksander. Hebatnya, armor itu hanya
meninggalkan lecet setelah tertebas pedang setajam itu.

Kali ini, si anjing gila tidak menekannya lagi.

Begitu menyadari serangannya gagal, dia melompat mundur beberapa langkah ke belakang.

Tepat di tempat yang barusan dia pijak, pedang Aleksander menghujam tanah, dan hanya mampu
memotong beberapa helai rambutnya yang merah.

Si rambut merah dan hijau itu pun berdiri tepat di hadapanku.

"Rudeus, maaf telah membuatmu menunggu!"

Kata Eris sambil melirik padaku sekilas.

Ruijerd tidak berbalik, tapi mungkin dia sudah tahu aku baik-baik saja dengan mata ketiganya.

Mereka datang untuk menyelamatkan kami.

Andaikan aku seorang gadis, aku pasti sudah jatuh cinta padanya.

Ahhh... peluk aku..... Eris-samaaaa....


Ehm.... uhuk....uhuk....

Hanya bercanda....

"Tidak mungkin ......"

Saat aku masih berdelusi, Aleksander memandang kami dengan heran.

Tidak..... bukan heran.... lebih tepatnya terkejut.....

"Tidak mungkin,..... Gull Farion telah kalian kalahkan!!?”

Benarkah itu? Ruijerd dan Eris berhasil mengalahkan Dewa Pedang?

Ruijerd hanya membalas pertanyaan Aleksander dengan anggukan senyap.

"Meskipun dia tidak lagi menyandang gelar Dewa Pedang, harusnya dia tidak mungkin dikalahkan
semudah itu ..... atau mungkin, aku saja yang terlalu menganggapnya hebat, ya.....”

Sembari mengatakan itu dengan bangga, Aleksander tampak sedih.

Kalau tidak salah, waktu membantaiku di jembatan, Aleksander memang terlihat cukup akrab dengan
Dewa Pedang.

"Kami baru saja saling kenal ...... bagiku, dia orang yang cukup baik, sih......"
Aura Aleksander berubah.

Terasa berbeda dari sebelumnya.

Aku bisa merasakan sekarang dia jauh lebih serius daripada sebelumnya.

“Tadinya, kupikir aku bisa mengatasi kalian berdua dengan cepat, lalu segera menuju ke tempat
Orsted.....”

Aleksander sedikit menurunkan pinggangnya, dan kembali memasang kuda-kuda.

Aku mulai merasakan aura yang pekat.

Eris dan Ruijerd juga merasakannya, sehingga mereka pun memasang kuda-kuda dengan waspada.

Tapi.... meskipun dia bertarung dengan sungguh-sungguh.... bukankah sudah terlambat? Sekarang
lawannya adalah kami berempat. Peluang menang Aleksander semakin kecil meskipun dia bertarung
dengan serius.

Meskipun dia masuk dalam daftar Tujuh Kekuatan Dunia ...... melawan 4 orang sekaligus berilmu tinggi
bukanlah hal yang mudah.

"Pedang tangan kanan."

Pedang di tangan kanan Aleksander terangkat, ujungnya menghadap ke langit.

"Pedang tangan kiri."


Aleksander memegang gagang pedang dengan tangan kirinya.

Kali ini, dia menggenggam pedang dengan kedua tangan.

Aku baru sadar, sejak tadi Aleksander bertarung dengan tangan satu...... tapi, sekarang dia
menggunakan kedua tangannya.

Aku jadi penasaran..... bagaimanakah gaya bertarung pria ini yang sebenarnya.

"Gawat....!! Lari....!!”

Sandor berteriak keras, lalu melompat ke kanan.

Tapi sudah terlambat.

“Dengan kedua tangan ini, akan kulenyapkan nyawa kalian...... sampai hanya menyisakan tekad yang
hampa.”

Aleksander mengangkat Kajakuto di atas kepalanya.

"Namaku Aleksandersander Ryback, atau Dewa Utara Kalman III....."

Kemudian, aku menyadari tiba-tiba tubuhku terapung.

Bukan hanya aku.


Eris, Ruijerd, dan Sandor yang barusan melompat ke samping.... juga terangkat.

Kami semua mengambang di udara.

Tentu saja, dedaunan yang sudah jatuh, cabang-cabang pohon, dan benda apapun di sekitar kami......
juga mengapung ke udara.

Kajakuto dapat mengendalikan gravitasi.

Selincah apapun dirimu, jika mengambang di udara seperti ini, kau tidak akan bisa berbuat apa-apa.

Meskipun kau meronta sekeras mungkin, semuanya percuma.

Kami sama sekali tidak berdaya.

Aleksander terlihat sedang menghimpun tenaga.

"Sekarang saatnya membalaskan dendam pak tua itu!!”

Sial.

Saat itu juga, tubuhku bergerak dengan sendirinya.

Kukumpulkan Mana di kedua tanganku, lalu kubuat gelombang kejut.


Eris, Ruijerd, dan Sandor terlempar jauh oleh gelombang kejut itu.

Aku segera meraih batu penyerap sihir di lengan Zariff, lalu kuarahkan ke Sandor.

Aku merasakan sesuatu yang lenyap, kemudian aku pun kembali jatuh ke tanah.

Kubuang batu penyerap sihir, lalu kukumpulkan Mana sekali lagi di tanganku.

Saat aku menghadap Aleksander, dia hampir saja mengayunkan pedangnya ke bawah.....

Dan......

“Teknik Rahasia: Gravity Rupture!”

Terjadi kilatan cahaya dan ledakan.

Lalu......

—————— kesadaranku lenyap.....

Bagian 3[edit]

Ketika aku bangun, aku berada di atas pohon.

Aku telah terhempas..... entah kemana.....


Yang kutahu, tulang kaki dan tanganku patah.

Bahkan kakiku lebih parah lagi. Kakiku benar-benar hancur, dan melengkung ke arah yang tidak wajar.

Tidak..... bukan hanya itu....

Tulang-tulang di bagian tubuhku yang lain juga patah, dan aku merasakan sakit yang luar biasa.

Setidaknya, satu atau dua tulang rusukku patah.

"Uhuk.... Uhuk.... Uhuk.... ........ ghah, ghah!!"

Aku terbatuk begitu keras, dan rasa sakit mencekik leherku..... tapi untungnya aku masih bisa bersuara.

Aku segera mengucapkan mantra penyembuhan dan menyembuhkan luka-lukaku.

"Seberapa jauh aku terhempas ....... uuuohh !?"

Ketika aku berusaha mengangkat tubuhku, ranting pohon tempatku bersandar patah.

Aku terperosok ke bawah, dari tempat yang cukup tinggi.

Tapi....aku masih belum membentur tanah.

Sepertinya aku terpental ke tempat yang cukup tinggi.


Lalu, aku melihat ke bawah.

Ada semacam kawah di sana.

Mungkin diameternya sekitar 20 m.

Perasaan, tidak ada kawah seperti itu di sekitar lembah.

Pasti kawah itu terbentuk beberapa saat yang lalu.

Ya...... mungkin serangan tadilah penyebabnya.

"Astaga....."

Saat aku melihat ke arah lain.....

Aku mendapati sesuatu yang menyala di Desa Supard.

Aku tahu apa yang menyala itu......

"Itu ....... uuuoohhh !?"

Lagi-lagi ranting yang menahanku patah.


Aku jatuh bebas sembari menyasak beberapa dahan lainnya.

"Owww ....."

Aku baru saja menggunakan sihir penyembuhan, tapi sekarang terluka lagi.

Aku dengan cepat merapalkan sihir penyembuhan, lalu menyembuhkan lukaku sekali lagi.

Aku harus tahu apa yang terjadi dengan yang lainnya.

Bagaimana dengan Eris, Ruijerd, dan Sandor?

Dan.......... Aleksander.........?

"!"

Sambil mengkhawatirkan semuanya, aku berdiri, lalu kudapati orang tepat di hadapanku.

Setelah tersentak sejenak..... aku langsung kembali memasang kuda-kuda dengan tubuh masih goyah.

Tapi, dia bukan musuh.

"Sandor-san!"

"..... Bisakah kamu menyembuhkan lukaku juga?”


Dia babak belur.

Armornya hancur sebagian, helm rusak, dan darah merembes keluar dari kepalanya.

Tidak hanya itu, tangan kirinya tergantung lunglai.

"Ya tentu saja."

Aku menyentuh tubuhnya dengan tangan, lalu kualirkan sihir penyembuhan padanya.

"Terima kasih."

"Di mana Eris dan Ruijerd?"

Aku segera menanyakan mereka berdua setelah Sandor mengucapkan terimakasihnya.

Sandor yang hebat sampai terluka seperti ini.

Maka, kondisi Eris dan Ruijerd bisa jadi lebih buruk.

“Mereka hanya luka ringan. Kami terpental cukup jauh dari bocah itu, ini semua berkatmu, Rudeus-
dono. Mungkin mereka bahkan tidak memerlukan sihir penyembuhan. Tapi mereka masih pingsan.”

Ah, syukurlah.
"Lalu, di mana Dewa Utara Kalman III?"

"Sepertinya dia segera meninggalkan tempat ini setelah yakin kita kalah.”

"Jadi..... dia tidak menghabisi kita sebelum pergi?"

“Itu adalah jurus pembunuh terkuat dalam Teknik Dewa Utara. Mungkin dia pikir tidak perlu
memastikan kematian kita.”

Aku tidak merasakan aura Aleksander yang begitu kelam saat mereka membantaiku di jembatan.
Rupanya, kali ini dia benar-benar serius.

Untungnya kami selamat.

Tapi, kami gagal menghadangnya.

Dia pasti segera menuju ke tempat Orsted.

Orsted belum tentu kalah darinya.

Pastinya Orsted pernah menghadapi Aleksander dengan Kajakuto-nya di salah satu perulangan hidup.

Orsted akan bertarung dengan serius jika situasinya memaksa. Seperti saat membunuh Dewa Air Reyda
dengan sekali tusuk.

Tapi..... serangan itu.........


Ada banyak orang di Desa Supard.

Di sana juga ada, Julie, Norn ....... dan para prajurit Ras Supard yang barusan pulih dari penyakit.

Jika Orsted berusaha melindungi warga desa sembari menghadapi jurus itu..... mungkin dia akan
memakai banyak Mana.

Pertarungan sembari melindungi banyak orang jauh lebih sulit daripada bertarung seorang diri.

Tapi, jika Orsted tidak melindungi desa, maka mereka semua akan binasa.

"Sandor-san, apakah kau masih bisa bertarung?"

"Jadi kita akan menyusulnya?"

"Tentu saja kita akan menyusulnya. Ini belum selesai. Aku barusan saja melihat cahaya dari arah desa.
Itu adalah cahaya sihir pemanggilan. Jika persiapan Roxy sudah selesai, maka pertarungan ini baru saja
dimulai.”

Ketika aku mengatakan itu, ada beberapa orang berambut hijau berlari keluar dari hutan.

Mereka ada dua.... mereka adalah prajurit Ras Supard.

Itu bukan Ruijerd.

Setelah melihat kami, mereka langsung berlari mendekat.


“Pesan dari Roxy. Sihir pemanggilannya sukses.”

"Bagus."

Aku mengangguk.

"Kalau begitu, biar aku yang pergi duluan. Ijinkan aku menghentikan Aleksander.”

"Harap berhati-hati, dan jangan memaksakan dirimu.”

"Aku mengerti."

Setelah bertukar kata singkat, Sandor pun berlari meninggalkan tempat.

“Tolong rawat Eris dan Ruijerd. Jika mereka sudah pulih, suruh segera menuju desa untuk
membantuku.”

"Baik!"

"Tunjukkan aku arahnya."

"Ya!"

Aku menitipkan Eris dan Ruijerd pada salah satu prajurit Supard, lalu aku menuju desa bersama prajurit
Supard lainnya.
Aku terus melesat menuju desa sembari melompati akar-akar dan ranting pohon yang mengganggu.

Yahh, sebenarnya aku tidak bisa berlari cepat seperti biasa, karena Magic Armor-ku rusak.

Zirah ini tidak lagi berfungsi, dan hanya menambahi bebanku saja.

Aku pun menanggalkan Magic Armor Versi II di tengah jalan.

Lalu, berlari dengan mengenakan pakaianku yang biasa.

Dewa Utara Kalman III lebih kuat dari yang kita duga.

Tapi kita tidak boleh mundur.

Ini adalah saat yang genting.

"Rudeus ......!"

Akhirnya aku sampai di lokasi.

Roxy tidak ada di sana.

Yang ada hanyalah Elinalize bersama beberapa prajurit Ras Supard.

Tapi, aku sudah menduganya.....


"Kau terlihat berantakan ......"

Meskipun aku telah menyembuhkan diri dengan sihir penyembuhan, pakaianku tetap saja compang-
camping. Itu membuat Elinalize terheran saat melihatku.

Tapi, ekspresi wajahnya kembali menegang.

"Persiapannya selesai."

Di belakangnya...............

Ada lingkaran sihir yang baru saja selesai digambar.

Tapi, lingkaran sihir itu sudah kehilangan cahayanya.

Aku pernah melihat lingkaran sihir itu saat terjebak di dalam lembah.

Tidak salah lagi, lingkaran sihir itu dibuat oleh Roxy Greyrat.

Lingkaran sihir itu sudah rusak karena tertimpa beban berat yang barusan dipanggilnya.

Aku sudah membuat zirah itu sebagai cadangan, untuk jaga-jaga Magic Armor rusak selama perang.

Zirah itu tidak cukup ditempatkan di kantor, sehingga selama ini disimpan di bengkel.
Inilah satu-satunya senjata yang tersisa dari amukan Dewa Ogre pada markas besar di Sharia.

"Inilah Magic Armor Versi I andalanku.“

Yakk..... saatnya kita lanjutnya pertarungan ini ke ronde II, Aleksander..........

Tanya & Jawab Penulis[edit]

T : Sensei, bukankah penamaan Dewa Utara ini sedikit membingungkan?

J : Ya.... Kalman II dan III, Shandor dan Sandor, Alex dan Aleksander. Itulah kenapa aku tulis Aleksander
dan Sandor saja. Aku minta maaf, pasti para pembaca bingung saat pertama kali membacanya.

T : Jika kami meminta Sensei membandingkan Magic Armor dengan Anime Mecha lain..... mirip seperti
apakah bentuknya? Kalau menurutku sih, bentuknya seperti Koubu dari Sakura Wars.

J : Hmmm..... Kobou ya....

Mungkin mirip juga seperti Scopedog dari VOTOMS.

Atau Destroid dari Macross.

Kurasa kau boleh membandingkannya dengan karakter-karakter lainnya selama kau suka.

T : Jadi, selama ini ada dua unit Magic Armor Versi I? Satunya ada di kantor pusat, sedangkan satunya
lagi tersimpan di bengkel milik Zanoba? Kalau tidak salah, memang pernah disebut ada lingkaran sihir
yang menghubungkan kantor pusat dan bengkel Zanoba. Apakah Magic Armor Versi I yang kedua juga
dibuat dari material yang sama?
J : Benar. Rudi sudah memikirkan hal seperti ini akan terjadi, maka dia membuat cadangannya.

T : Apakah Magic Armor Versi I yang kedua ini lebih kuat dari yang sebelumnya?

J : Tidak, sama saja.

T : Aku penasaran, mengapa selama ini tidak ada yang mencuri Magic Armor Versi I di kantor pusat?

J : Ya karena berat. Tidak ada maling yang bisa menggotongnya.

T : Sekarang kita membicarakan Dewa Utara. Mana yang lebih hebat, Kalman II atau Kalman III?

J : Aku tidak sebut mana yang lebih hebat. Setidaknya, Kalman II pernah menjadi pendekar pedang
terkuat selama dia menggunakan Kajakuto dulu. Tapi, putranya juga tidak lemah.

T : Pertarungan Kalman II dan III cukup epik, tapi...... yahh, aku masih tidak puas dengan Jino. Tiba-tiba
dia menjadi begitu kuat, bahkan bisa mengalahkan gurunya sendiri. Menurutku, perkembangan cerita ini
terlalu terburu-buru. Itu sih yang kusesalkan.

J : Gull Farion juga merasakan kekecewaan yang sama denganmu.

T : Bagian tubuh Atofe bisa menggantikan lengan Rudi yang putus. Tapi, jika seandainya Dewa Pedang
membelahnya sebelum bagian tubuh itu melekat, apa yang akan terjadi?

J : Yahh, kurasa bagian tubuh itu tidak akan menjadi lengan.


T : Apakah pedang terkutuk Dewa Pedang bisa membelah lengan Atofe yang keras?

J : Yahh, bayangkan saja kau sedang menggigit daging yang lunak, tapi ternyata ada tulang keras yang
terselip di dalamnya. Maka gigimu juga akan terasa sakit, kan?

T : Kau bilang tidak akan ada perubahan pada peringkat Tujuh Kekuatan Dunia. Harusnya kau tidak
mengatakannya, karena itu spoiler keras.

J : Lah, bukannya posisi Gull sudah diambil alih oleh Jino? Jadi, tidak ada yang berubah setelah Eris
membunuhnya. Kurasa itu bukan lagi spoiler.

T : Alex → Alexander → Alexandor → Sandor → Sandor, begitukah asal nama itu?

J : Tidak, Sandor adalah nama Hongaria untuk Alexandros, itu saja.

T : Jadi, Kalman II, atau Sandor, adalah anaknya Atofe dan Kalman I. Bukankah itu berarti dia setengah
ras iblis? Lantas, mengapa dia perlu sihir penyembuhan dari Rudi? Bukankah ras iblis abadi punya
kemampuan regenerasi yang hebat? Ataukah lukanya begitu parah, sehingga regenerasinya tidak
berfungsi?

J : Begini, ada kalanya Curaga lebih dibutuhkan daripada Regen. [2]

T : Apa yang sedang dilakukan pasukan penginvasi saat ini?

J : Mereka ketakutan setelah melihat jembatan itu jatuh tersambar petir. Mereka sudah tidak
melanjutkan lagi serangannya.

T : Apakah kau masih ingat Wii Taa di arc perebutan kekuasaan Kerajaan Asura? Apakah hubungannya
dengan Aleksander?
J : Wii Taa adalah muridnya Kalman III. Perkembangannya lambat. Tapi, dia berpisah dengan gurunya
saat mengetahui fraksi pendekar Teknik Dewa Utara yang dibentuk Auber. Dia bergabung dengan fraksi
itu, lalu menjadi Raja Utara. Dia bukanlah muridnya Auber. Ada juga beberapa anggota fraksi itu yang
masih mengikuti ajaran Sandor.

Jump up ↑ Dulu di Jepang, pendekar pedang, atau Samurai, dikenal dengan jiwa ksatrianya yang besar.
Mereka selalu bertarung dengan adil dan penuh harga diri. Sebaliknya, ninja dikenal dengan teknik-
teknik kotornya. Samurai dan Ninja adalah dua sisi mata koin yang selalu berlawanan.

Jump up ↑ Yang dia maksud adalah Kearuga, atau Cure3 dari serial Final Fantasy. Cure3 lebih kuat
daripada Cure dan Cura, sehingga memulihkan HP lebih banyak. Intinya, akan lebih efektif bila Sandor
disembuhkan oleh Rudi, daripada hanya mengandalkan kemampuan regenerasinya saja.

Bab 15: Dewa Utara Ketiga Vs Dead End + α[edit]

Bagian 1[edit]

Setelah mengaktifkan Magic Armor Versi I, aku berangkat mengejar Dewa Utara.

Aku terus berlari mengejarnya sembari melintasi hutan yang dipenuhi oleh ranting pepohonan.

Sembari berlari, aku memprediksi jumlah Mana yang tersisa di dalam tubuhku.

Aku hanya memakai sedikit Mana saat berhadapan dengan Aleksander barusan. Mungkin hanya 10%
Mana-ku terbuang.

Itu artinya Mana-ku masih cukup banyak.

Namun, saat aku bertarung melawan Aleksander tadi, aku terus mendengar gemuruh di sisi lain hutan.

Suara itu pasti dari pertempuran Doga bersama Zanoba.

Tak peduli sebaik apa mereka bekerjasama, sepertinya mereka masih bukan tandingannya kelas Dewa.
Aku harap mereka baik-baik saja.

Tapi, jika mereka sudah kalah, berarti lawanku adalah......

Dewa Utara dan Dewa Ogre sekaligus.

Aku harus bertarung menghadapi keduanya.

Apakah Mana-ku cukup untuk meladeni keduanya.

Aku tidak boleh menggunakan lebih dari setengah Mana-ku, seperti saat melawan Orsted dulu.

Ah tidak juga...... momen ini sangat penting.

Aku harus bertaruh.

Jangan pikirkan masa lalu. Hadapi apapun di depanmu.

Tapi, untuk saat ini, target utamaku adalah......... Dewa Utara Kalman III.

Bagian 2[edit]

Saat aku tiba di tempat kejadian, Sandor sudah kalah.

Dia duduk di pangkal pohon dengan mata kosong.


Dia tidak lagi membawa senjata.

Tongkatnya tergeletak patah di dekatnya.

Aleksander memandangnya dari atas.

Dewa Utara Kalman III telah mengalahkan pendahulunya.

“Ayah, sampai kapan kau melanjurkan permainan murahan ini? Kau sudah paham, kan? Kau tidak akan
bisa mengalahkanku, kecuali jika kau menggunakan salah satu pedang terkutuk.”

Sandor tidak menjawab.

Mungkin dia sudah pingsan.

Aku berharap dia belum mati.

“Atau.... jangan-jangan kau sudah merencanakan sesuatu? Kau hanya pura-pura mati, lalu menyerangku
saat aku sudah lengah. Cih, kau mirip sekali dengan Auber dan fraksinya. Mereka menggunakan segala
cara untuk mendapatkan kemenangan. Yahh, itu bukan perkara mudah, sih. Tapi.... cara Auber itu
sungguh kotor. Kenapa ayah.... kenapa kau lebih memilih mengajari mereka, dan meninggalkanku?”

Sandor tidak menjawab.

Dia hanya terus diam.


"Kalau begitu, sudah waktunya aku pergi."

Aleksander mengatakan itu, lalu berpaling dari Sandor.

Sekarang dia menghadap padaku.

".......Hah?"

Saat melihatku dia tampak kaget seperti bertemu dengan seekor beruang.

Sepertinya dia tidak menduga kedatanganku.

Dia mengira aku sudah mati.

Setidaknya, itulah yang bisa kubaca dari raut wajahnya.

Mungkin juga, dia bingung melihat zirahku yang berbeda dengan sebelumnya.

"Anakku. Aku akan menjawab pertanyaanmu.”

Pada saat yang sama..... Sandor merespon.

Sandor berdiri di dekat Aleksander yang masih kaget melihat kedatanganku.

“Waktu bermain sudah habis. Seperti yang sudah kau bilang, tanpa pedang terkutuk, mustahil aku bisa
mengalahkanmu. Itulah sebabnya aku meminjam satu dari Eris. Tapi, itu hanyalah pilihan terakhir.
Meskipun aku menggunakan pedang terkutuk, peluang menangku masihlah tipis. Jadi, aku menunggu.
Aku bertahan, bertahan, dan terus bertahan.... untuk mencari kesempatan mengalahkanmu. Aku
mundur selangkah, untuk maju beberapa langkah.”

Sambil mengatakan itu, Sandor mengeluarkan sebilah pedang dari punggungnya.

Itu adalah pedang kedua yang dimiliki Eris. Pedang terkutuk itu bernama Shisetsu. [1]

“Kenapa aku meninggalkanmu? Karena kau terlalu terobsesi menjadi pahlawan. Padahal, yang kau
lakukan selama ini sama sekali tidak mencerminkan sikap seorang pahlawan sejati. Seorang pahlawan
memiliki tugas mulia yang harus dia emban, dan dia akan mewujudkan itu entah bagaimanapun caranya.
Tidak sepertimu.... kau hanya menyiksa yang lemah untuk mendapatkan ketenaran. Kau bahkan tega
menantang musuh yang jauh lebih lemah darimu. Kau tidak sungkan mengalahkan musuh yang jelas-
jelas bukan tandinganmu. Bukan.... bukan seperti itu ajaran Teknik Dewa Utara yang diturunkan oleh
Kalman I.”

Sandor menghunus pedangnya dengan senyap, lalu memasang kuda-kuda.

Pedang terkutuk Shisetsu adalah pedang yang pendek.

Tapi di tangan Sandor, senjata itu tampak sangat cocok digunakan oleh seorang pendekar besar.

Aleksander melirik ayahnya dari balik bahunya.

".....Aku mengerti. Armor ya ....... Gisu bilang, jangan biarkan Rudeus menggunakan baju zirahnya.
Dengan zirah itu, dia bisa bertarung dengan kekuatan penuh. Tapi.... apakah kalian berdua yakin bisa
mengalahkan Kajakuto ini?”

"Apa yang kau maksud kalian berdua?"


Seolah menanggapi perkataan Sandor, semak-semak di sana mulai bergerak-gerak.

Dua orang keluar dari sana.

Mereka adalah wanita berambut merah dan pria berambut hijau.

Mereka adalah Eris dan Ruijerd.

Sementara aku mengambil Magic Armor, mereka pun sadar.

Mereka berdua masih mengalami cedera, tapi jangan pernah remehkan mereka. Karena mereka jauh
lebih tangguh dariku.

"......."

Eris melirikku.

Lirikan mata itu mengatakan bahwa aku harus mempercayainya.

Ruijerd juga mengatakan hal yang sama dengan lirikannya.

Ini adalah pertama kali Ruijerd melihat Magic Armor Versi I, tapi dia tahu aku di dalamnya karena dia
punya mata ketiga.

Mereka pun mendekatiku.


Dengan Magic Armor-ku, aku akan membantu mereka bertahan.

Mungkin bertahan bukanlah posisi ideal bagiku, tapi itulah yang terbaik saat ini.

Kami akan bertarung seperti saat itu.

Eris di tengah, Ruijerd mengontrol serangan, dan aku membantu dari belakang.

Masih ada Sandor yang bisa membantu kami, tapi.... inilah formasi terbaik Dead End.

"Nah, bersiaplah untuk ronde kedua."

Saat Sandor mengatakan itu, pertarungan pun berlangsung sekali lagi.

Bagian 3[edit]

Eris melesat ke posisi terdepan.

Seperti biasa, bagi pengguna Teknik Dewa Pedang, semakin pendek jaraknya dengan musuh, maka
semakin besar peluang menangnya. Dia menghunuskan pedang, lalu mengacungkannya pada
Aleksander sembari berlari mendekat.

Aleksander menahannya dengan baik.

Mereka saling menebaskan pedang dengan kecepatan yang sulit kulihat.


Mereka saling serang tanpa ada yang terluka.

Eris menyerang bertubi-tubi, seolah tanpa celah, tapi sebenarnya ada jeda-jeda singkat yang tidak bisa
dilihat oleh mataku.

Aleksander memanfaatkan jeda itu untuk memberikan serangan balasan, namun Ruijerd segera
menahannya.

Setiap kali dia mengayunkan tombaknya, tebasan Aleksander gagal mengenai targetnya.

Ruijerd bergerak membayang-bayangi Eris.

Tak peduli selebar apapun celah yang dibuat Eris, Ruijerd selalu melindunginya agar tidak ada satu pun
serangan lawan yang masuk.

Tapi, mereka harus tahu bahwa Aleksander bisa mengontrol gravitasi.

Saat giliran pertahanan Aleksander terbuka, dia akan membuat gerakan-gerakan aneh, untuk
mendapatkan kembali posisi yang sempurna untuk menahan serangan.

Terkadang dia melakukan gerakan akrobatik seolah hendak menghindar, namun ternyata di saat itu juga
dia melancarkan serangan balik yang berbahaya.

Ruijerd bahkan tidak bisa memprediksi gerakan-gerakan anti-gravitasi itu.

Namun, di sana ada Sandor. Saat Ruijerd kewalahan, saatnya Sandor beraksi.
Dialah Kalman II, orang yang sudah begitu mengenal kemampuan Kajakuto lebih dari siapapun di dunia
ini.

Sandor tahu di mana posisi Aleksander akan mendarat, bahkan dia bisa menyerang saat putranya masih
melayang-layang di udara.

Meskipun begitu, Aleksander masih bisa menghindari serangan-serangan langsung. Tapi, jelas sekali
pergerakan Sandor mengganggunya.

Kalau terus ditekan, bukannya mustahil Aleksander kehabisan stamina, dan akhirnya terluka.

Setiap kali mundur agak jauh, dia menjadi sasaran empuk tembakan sihir-sihirku.

Kutembakkan Stone Cannon yang bahkan membuat Orsted kesulitan menangkisnya, sehingga membuat
Kajakuto harus membelokkannya.

Saat Kajakuto mengaktifkan kemampuan pengontrol gravitasi, aku menggunakan batu penyerap sihir
untuk menggagalkannya, sehingga beberapa seranganku tidak bisa dia belokkan.

Aleksander tidak terkena langsung, tapi setidaknya hujan meriam batu bisa membuatnya tidak berkutik,
sehingga dia tidak bisa menjaga jarak dengan Eris.

Aku juga mengombinasikannya dengan Electric yang kutembakkan dengan waktu begitu tepat. Namun,
dia masih saja bisa menghindarinya. Setidaknya itu membuat napas Aleksander semakin pendek.

Kali ini, tidak ada ruang baginya menggunakan jurus pamungkas seperti tadi.

"Ghu .......!"
Aleksander lebih kuat dan cepat daripada kami berempat.

Tetapi karena dia terburu-buru, dan tidak sabar, akhirnya dia ceroboh.

Kecerobohan itu terlihat pada gerakannya yang mulai tidak konsisten.

Kalau kami bisa menjaga kestabilan ini, maka kemenangan akan kami raih.

Beberapa luka mulai terlihat pada tubuhnya.

Namun, gerakannya masih tangkas.

Kami sudah berada di atas angin, tapi belum tentu kami menang.

Jika Aleksander bisa keluar dari tekanan, lalu memberikan serangan balik yang berbahaya, maka formasi
kami akan kacau, dan kami pun kalah.

Stamina dan sihir.

Mana-ku masih banyak, sedangkan stamina Aleksander terbatas. Jika terus begini, harusnya dia akan
kelelahan tak lama lagi.

Tapi..... sebenarnya stamina siapa yang terkuras?

Sejak awal pertarungan, siapa yang tidak bisa menjaga staminanya dengan baik?
Kuharap bukan salah satu dari kami.....

"....... Cih!"

Wajah Eris terkena sayatan pedang.

Itu hanya goresan ringan.

Tapi.... apakah itu pertanda dia sudah lelah?

Ada seorang lagi yang sepertinya kewalahan.

Sandor.

Dewa Utara Kalman II.

Pria yang pernah masuk dalam daftar Tujuh Kekuatan Dunia ini gerakannya mulai aneh.

Tapi.... kurasa itu wajar saja.

Dia telah bekerja keras melindungi Ruijerd dan Eris dari amukan teknik rahasia anaknya.

Dia pun telah mengulur waktu bertarung dengan Aleksander sampai kami datang.
Orang biasa pun tahu gerakan Sandor mulai melambat.

Tapi, setidaknya dia masih bergerak.

Dia melakukan tugasnya dengan baik.

Atau mungkin.... dia masih bisa bertahan karena gerakan Aleksander juga mulai tidak konsisten?

Bagaimanapun, setiap orang punya batasnya.

Tentu saja hal yang sama berlaku untukku, Eris, dan Ruijerd.

Bahkan aku bisa mendengar napas Ruijerd sang prajurit veteran yang mulai ngos-ngosan.

Pertarungan ini tidak mudah.

Kami harus terus memperhatikan celah sekecil apapun dalam bertahan dan menyerang.

Sandor mungkin sudah mencapai batasnya.

"........"

Tetapi dia masih memiliki tenaga.

Sekarang aku memakai Magic Armor Versi I, dari posisi yang cukup tinggi, aku bisa melihat pertarungan
ini dengan lebih jelas.
Jangkauan seranganku juga semakin luas.

Untuk membantu Sandor, kurasa tidak masalah merubah taktik sedikit.

Mungkin aku akan menggunakan Rock Spear dari bawah dan Vacuum Wave dari atas.

Kemudian, aku akan lebih sering menggunakan batu penyerap sihir untuk menggagalkan manuver-
manuver aneh Aleksander.

Bagaimanapun juga, gerakan-gerakan tidak masuk akal Aleksander berasal dari kemampuan pengendali
gravitasi Kajakuto.

Aku sudah mencoba batu penyerap sihir untuk melawan kemampuan Kajakuto, dan beberapa kali
berhasil.

Jika aku semakin sering menggunakannya, maka gerakan Aleksander akan semakin terkunci.

Akibatnya, beban Sandor akan berkurang sekitar 30%.

Hmmm..... hanya 30% ya.... apakah itu cukup....?

Yang pasti, itu belum cukup untuk memulihkan stamina, lalu melanjutkan pertarungan lagi.

Tapi setidaknya.... kami diuntungkan.

Namun, kemenangan masih jauh.


Itulah fakta yang harus kami hadapi saat ini.

....... namun, bisakah aku terus menahannya dengan batu penyerap sihir?

Saat menggunakan batu penyerap sihir, aku tidak bisa menembakkan sihir jarak jauh, karena sihirku juga
akan dilenyapkan. Tapi, dengan Magic Armor Versi I ini, mungkin aku bisa memberikan serangan jarak
dekat.

Jika Aleksander tidak bisa lagi menggunakan manuver-manuver anehnya.... maka, bisakah aku
melawannya dengan serangan fisik?

Tidak..... aku tidak yakin..... sepertinya tidak bisa.

Eris, Ruijerd, dan Sandor.

Mereka juga berada di dekat Aleksander.

Tidak ada ruang bagiku menggunakan Magic Armor di sana. Tak peduli sekuat apapun seranganku, jika
Magic Armor menghalangi Eris, Ruijerd, dan Sandor, maka semuanya sia-sia saja.

Tapi, bagaimana jika aku hanya mengulur waktu?

Dengan begitu, Sandor bisa mundur sejenak untuk memulihkan staminanya.

Beberapa menit saja mungkin cukup.


Bukankah itu akan memberikan perbedaan yang besar?

Tunggu dulu ..... Aleksander adalah Dewa Utara.

Tanpa manipulasi gravitasi pun, harusnya dia menguasai teknik pertarungan tangan kosong yang
mumpuni.

Atau mungkin..... dia tidak punya kemampuan seperti itu?

Tapi yang jelas, dia punya teknik selain gravitasi kontrol.

Sayangnya, kemampuan bertarung tangan kosongku mungkin 2 atau 3 tingkat di bawah Sandor.

Bahkan dari posisi setinggi ini, aku masih kesulitan membaca gerakan Aleksander.

Jika tidak bisa bertarung dengan benar, maka aku hanya akan membebani Eris dan Ruijerd.

Mereka akan mengalami luka yang lebih serius.

Dalam pertarungan seperti ini, kesalahan sekecil apapun bisa membuat nyawa melayang.

Eris sudah habis-habisan.

Sejak awal, dia sudah bertarung dengan menggebu-gebu.

Tapi, dia jelas sudah kelelahan. Karena Aleksander bukan lawan ringan baginya.
Mungkin dia masih kelelahan setelah melawan Dewa Pedang, atau lukanya belum sembuh sempurna
setelah terkena teknik rahasia Aleksander tadi.

Meski begitu, sejauh yang aku tahu, Eris terus bertarung dengan sungguh-sungguh.

Sayangnya, aku tidak tahu sampai kapan dia akan bertahan.

Ruijerd pun masih belum pulih 100% dari penyakitnya.

Harusnya, selama beberapa hari ini, dia masih terbaring di tempat tidur.

Mungkin gerakannya masih tajam sampai detik ini, tapi bukannya mustahil tiba-tiba dia terkapar di
tanah.

Apa yang harus kulakukan?

Gawat.... situasinya sudah berubah..... kalau pertarungan ini terus berlangsung, kami bisa kalah.

Mana-ku masih tersisa banyak, tapi rekan-rekanku sudah mulai kesusahan.

Apa yang harus kulakukan?

Apa yang harus kulakukan?

Apakah aku harus menjalankan rencanaku tadi? Yaitu, menggunakan batu sihir untuk mengunci
gerakannya, lalu melawannya dengan tangan kosong?
Ataukah aku harus menggunakan sihir lain untuk mengubah keadaan ini?

Yang mana yang benar.....

Ini pilihan yang sulit.

"Gah!"

Saat aku masih menimbang-nimbang, tiba-tiba Aleksander mengalihkan targetnya dari Eris ke Sandor.

Setelah tidak lagi berkosentrasi melawan Eris, tubuh Aleksander mulai dipenuhi sayatan senjata Eris.

Tapi tentu saja, Eris belum bisa memberikan serangan mematikan padanya.

Aku tahu apa yang diinginkan Aleksander.

Bila Sandor tumbang, maka formasi kami akan kacau.

Dan jika formasi kami terpecah, maka...... aduh, keringat dingin mulai mengalir di dahiku.

Jika Sandor mati.

Maka kematian Eris hanya tinggal tunggu waktu saja.


Setelahnya Ruijerd.... dan yang terakhir aku.

Kami akan terbantai.

Apakah tidak ada cara lain untuk mengakhiri pertarungan ini lebih cepat.

Kecemasan mulai menumpuk dalam pikiranku. Aku mulai kehilangan ketenangan.

Gerakanku semakin canggung, dalam keadaan seperti ini aku bisa membuat kesalahan kapanpun.

Gawat.

Kalau aku membuat kesalahan, pasti Ruijerd atau Sandor masih bisa mengatasinya.

Tapi..... itu berarti beban mereka semakin banyak.

Gawat.

Sesuatu.......

......Aku harus melakukan sesuatu.....

Saat aku berusaha keras memikirkannya....

"........!"
Saat yang menentukan datang.

Ada yang muncul dari dalam hutan.

Benda yang mirip bongkahan besi abu-abu meluncur entah dari mana.

Benda itu terbang, lalu mendarat, berguling-guling seperti bola, menabrak pohon, dan akhirnya
berhenti.

Tunggu dulu.... itu bukan benda..... bongkahan itu bangun.

Itu manusia, dan aku mengenalnya.

Helmnya lepas, armor tebalnya penyok, darah mengalir dari kepala, dan hidungnya mimisan. Wajahnya
tampak linglung.

Tapi dia masih menggenggam erat senjatanya. Sembari berusaha sebisa mungkin kembali fokus, dia
melotot pada lawan yang membuatnya terpental begitu jauh.

Dia adalah Doga.

Dia tidak sendirian, orang berikutnya juga terpental, kemudian mendarat keras di dekat kami.

Kali ini posturnya kurus, dan armor tubuh atasnya sudah terbuka.

Dengan tubuh kurusnya, dia menabrak Doga yang sudah terlebih dahulu bangkit.
Itu Zanoba.

Kemudian.....

Datanglah sesosok monster berkulit merah dan taring panjang di mulut.

Dia tinggi menjulang lebih dari 2 meter, dan ototnya kekar. Dia jatuh dari atas pohon seperti monyet.

Tidak terdengar suara *BRUKK!!* atau semacamnya saat dia jatuh. Dia mendarat dengan cara yang
begitu aneh.

".......!"

Dialah Dewa Ogre Malta.

Begitu dia muncul, kami berhenti seketika.

Pada saat yang sama, tubuhku mulai gemetaran.

Pikiranku semakin kacau.

Kenapa makhluk ini datang kemari?

Bisakah kita menang?


Apakah kita masih punya harapan menang?

Haruskah kita mundur sekarang?

Atau haruskah kita lanjut menyerang?

"Ooh! Dewa Ogre-dono!"

Hanya Aleksander yang menyambutnya dengan riang.

Begitu dia melihat Dewa Ogre, senyum ceria muncul di wajahnya.

Senyum itu seolah-olah mengatakan bahwa dia mengalami pertarungan yang sulit, namun dia lega
karena kemenangan sebentar lagi akan datang bersamaan munculnya si monster.

Aku paham.... rupanya bukan hanya kami yang kesulitan.

Aleksander juga kesulitan.

Ya..... itu wajar saja.

Dia ingin mengakhiri pertarungan ini secepat mungkin, namun ternyata tidak mudah.

Kami belum kalah, tetapi kami belum menemukan cara untuk membunuhnya.

Dia bahkan tidak punya kesempatan menggunakan teknik rahasianya lagi.


Jika ini terus berlanjut, maka dia akan semakin tersudut, lalu kalah.

"Kau datang tepat waktu!"

Kontras dengan Aleksander yang tersenyum lega, Dewa Ogre hanya pasang wajah cemberut.

Wajah cemberutnya seolah mengatakan : ’Kenapa kalian di sini?’

Jika tadi Aleksander terkejut melihatku seperti bertemu dengan seekor beruang, maka wajah Dewa Ogre
sekarang seperti beruang yang tidak sengaja bertemu manusia pengganggu.

Gawat.

Peluang menang kami semakin tipis.

Saat kami sudah kelelahan...... si monster malah datang.

"Bisakah kau membantuku?"

Dewa Ogre mengangguk setuju.

Bagian 4[edit]

Kami hampir tidak berdaya.

Melawan Aleksander saja aku sudah kewalahan, lantas bagaimana jika Dewa Ogre juga bergabung?
Tapi, sekarang ada sedikit waktu. Aku pun segera memanfaatkannya untuk menyembuhkan Doga dan
Zanoba.

Rupanya mereka berdua masih belum bisa menandingi Dewa Ogre.

Tentu saja Zanoba dan Doga terpental jika Dewa Ogre menghantam mereka dengan kecepatan penuh.

Setelah sedikit pulih, mereka kembali melanjutkan pertarungan.

Zanoba mengangkat batang pohon tebal untuk menyapunya, namun Dewa Ogre tidak bergeming. Dia
pun membalas dengan menghempaskan Zanoba sekali lagi.

Doga segera melanjutkan serangan dengan menebaskan kapak besarnya. Namun, si monster tidak
terluka sedikitpun. Lalu dia melibas Doga seperti nyamuk.

Harusnya Doga dan Zanoba unggul dalam hal kekuatan, tapi...... inilah kenyataannya.

Dewa Ogre menghempaskan mereka dengan begitu mudah.

Mengerikan.... kekuatan fisik Dewa Ogre sungguh mengerikan.

Aleksander tidak mau ketinggalan, ia pun kembali menyerang.

Dengan sisa-sisa kekuatannya, Sandor memaksakan diri untuk meladeninya. Aku tidak mengerti,
bagaimana bisa dia melanjutkan pertarungan dalam kondisi seperti itu.
Gerakan Sandor sudah kacau, dan Ruijerd sudah jelas terlihat lelah.

Mereka terlalu memaksakan diri.

Ini tidak baik.

Dalam keadaan seperti ini, jangankan menyerang, bertahan saja susah.

Tak lama lagi, barisan terdepan kami akan kalah.

Kami harus mundur.

Tapi, jika kami mundur, mereka akan langsung menginvasi desa. Orsted juga ada di sana.

Kurasa Orsted bisa mengatasi mereka berdua.

Tapi.......

Jika Orsted memaksakan diri bertarung, maka sama saja kami kalah.

Apakah tidak ada cara keluar dari kebuntuan ini?

Setidaknya..... kami harus mengalahkan salah satu dari mereka di sini.

Berpikir...... berpikirlah.....
Pasti ada cara.....

Jika aku menggunakan semua potensiku, pasti ada jalan keluar.

Aku sudah tidak lagi membawa gulungan sihir, tapi setidaknya Magic Armor Versi I sudah kudapat.

Magic Armor Versi I memiliki kekuatan, kecepatan, dan juga senjata berupa Gatling Gun.

Apa yang bisa kumanfaatkan dari potensinya itu?

Apakah ada?

Ataukah tidak ada?

Kumohon otakku.... pikirkan sesuatu....

"Gah....!"

Akhirnya Sandor jatuh berlutut.

Yang menjatuhkannya adalah Dewa Ogre.

Zanoba dan Doga tidak bisa menghentikannya, dia mulai ikut campur pada pertarungan kami.
Jika kita tidak menghentikan monster ini, kita tidak akan bisa menang.

Kedatangannya sudah cukup membuat kami mati kutu.

Tapi.... kurasa kami masih punya kesempatan.

Jika kita bisa menahan Dewa Ogre sebentar saja, maka Zanoba dan Doga bisa berganti posisi dengan
Sandor, kemudian beberapa dari kami mundur terlebih dahulu.

Namun......apakah kami memiliki kesempatan untuk kabur?

Kumohon..... sebentar saja......

"AHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA─!"

Kemudian, terjadilah sesuatu.

Tawa keras itu terdengar di sekitar kami.

Dan pada saat yang sama, pangkal lenganku terasa panas.

Aku kenal suara tawa itu. Aleksander dan Sandor tiba-tiba mengangkat kepala mereka, lalu melihat
sekeliling.

"Menarik! Menarikkk sekaliii!!"


Detik berikutnya, sesuatu yang hitam melompat keluar dari semak-semak.

Dengan armor hitam dan pedang yang dipegang satu tangan, dia langsung melesat ke arah Dewa Ogre.

"UGAAAAAAAaaaaa!"

Dia mendaratkan satu tebasan pada Dewa Ogre.

Setelah terdengar suara dentangan keras, pedangnya pun hancur.

Namun, darah mengalir deras dari tangan Dewa Ogre, lalu dia mundur beberapa langkah.

"HAAAAAA!"

Sosok hitam itu terlihat sama sekali tidak khawatir meskipun pedangnya sudah patah.

Tidak menghentikan serangan, sosok itu langsung mendaratkan pukulan tajam pada ulu hati Dewa Ogre.

Malta membungkuk sedikit setelah terkena pukulan itu, lalu dia langsung membalasnya dengan ayunan
tinjunya.

Lawannya sedikit terhuyung, namun dia belum roboh.

Dewa Ogre mengangkat tangannya yang tidak terluka di atas kepala, lalu memukul musuhnya sekali lagi.
Sosok hitam itu terpental beberapa meter ke belakang, lalu dia merentangkan sayapnya, dan mendarat
dengan mulus.

“AAHAHAHAHAHAHA! Bagus, bagus, aku jadi bersemangat!”

Wujud sosok hitam itu seperti iblis.

Aku menarik napas dalam-dalam sebelum menyebut namanya.

"Atofe-sama ........!"

Raja Iblis Abadi Atoferatofe.

Raja Iblis paling ditakuti seantero Benua Iblis.

Dialah ibu Kalman II, sekaligus nenek Kalman III.

"Mengapa.......?"

Dia menoleh menatapku, dengan wajah yang menyeringai ganas.

“Kukuku, dari potongan tubuhku aku merasakan kau sedang dalam bahaya, dan aku bisa merasakan
pertempuran terakhir semakin dekat, maka aku pun bergegas ke sini! Aku tidak tahu apa yang terjadi di
sini, tapi aku sudah datang!! Dewa Ogre, Aleksander ...... Kukuku, fufu ........ AHA, AHAHAHAHAHAHA!"

Atofe tertawa. Tertawa begitu seru, sampai-sampai kau bingung, apanya yang lucu.....
Aleksander hanya bisa berdiri tercengang sembari mendengar tawa yang menggema itu.

Bagian tubuh....?

Oh.... maksudnya pasti lengan ini.

Dia tidak tahu apa yang terjadi di sini, tapi setidaknya Atofe sudah datang.

Kalau Atofe berada di pihak kami, pasti kami bisa melawan balik.

Ini akan berhasil.

“HEY KALIAN!!! AKU RAJA IBLIS ABADI ATOFERATOFE RYBACK AKAN MELENYAPKAN SEMUANYA!!”

Tidak....tidak....jangan semuanya.

Sial, apakah Moore bersamanya?

Bagaimana dengan pasukan pribadinya?

Kalau mereka tidak di sini, maka tidak ada yang bisa mengendalikan Atofe!!

"Ta....pi........"

Atofe menghadap Dewa Ogre.


Tinggi Malta sekitar dua kali lipatnya.

Untuk seukuran wanita, Atofe cukup besar, tapi masih kalah besar jika dibandingkan Dewa Ogre.

Dia tinggi, lebar, dan masif.

"Dewa Ogre Malta!"

"Apakah kamu ingin bertarung denganku?"

Dewa Ogre membalasnya dengan menggunakan bahasa Dewa Iblis yang fasih.

Seolah bertolak belakang dengan wajahnya yang sangar, cara bicara monster itu luwes juga.

Sepertinya, kelas dewa bukanlah orang sembarangan.

“Pulaumu sudah diserang oleh pasukan pribadiku! Cepat tinggalkan tempat ini, atau mereka akan
membantai orang-orangmu!”

".........!"

Dewa Ogre terkejut saat mendengar ancaman Atofe itu.

Sepertinya dia sedang berpikir, apakah ancaman Atofe itu hanya gertak sambal, atau tidak.
Tapi, setahuku Atofe bukanlah seorang pembohong, dan dia tidak suka tawar-menawar.

“Atau.... biarkan saja mereka dibantai! Jadi, bertarunglah melawanku sekarang juga!!”

Atofe merentangkan tangannya lebar-lebar sembari menyerukan itu.

Pose itu.... kata-kata itu....

Entah kenapa, kali ini Atofe terlihat begitu keren.

Dan, yang Dewa Ogre lakukan adalah.....

Seketika, dia meringkukkan tubuhnya, lalu melompat seperti monyet ke atas pohon.

Dari atas sana, dia menatap kami.

“Aa ......! Dewa Ogre-san!?”

Aleksander mulai panik.

Untuk pertama kalinya, Dewa Ogre melihat rekannya itu dengan acuh.

Kemudian dia berkata:

"Aku akan kembali. Pulau dalam bahaya."


Kali ini, dia ucapkan itu dalam bahasa manusia.

Bahasa manusia yang sangat medhok.

Sampai-sampai, aku menduga bahwa bahasa manusia adalah bahasa sehari-harinya, sedangkan bahasa
Dewa Iblis hanya keterampilannya saja.

Luar biasa, siapa sangkah makhluk sebuas dia ternyata begitu terdidik.

Atofe yang seorang raja saja tidak bisa berbahasa manusia!!

"Hah?"

Dewa Ogre segera melompat, lalu menghilang di dalam hutan.

Aleksander hanya bisa tercengang melihatnya pergi.

Tapi, bukan hanya dia yang tercengang.

Ruijerd, Sandor, dan aku.... semuanya melongo.

Jadi, hanya satu yang tersisa.

Aleksander sekarang sendirian.


Dia dikepung aku, Eris, Ruijerd, Sandor, Zanoba, Doga, dan Atofe.

Sungguh mengecewakan, pertarungan besar akan dimulai, tapi Dewa Ogre malah pergi.

"Nah, sekarang dia sendirian!"

"N-N-Nenek a-a-a-aku ........"

Neneknya tidak mau dengar alasan apapun.

Situasi ini sangat menyedihkan bagi Aleksander.

Dia kecewa, kebingungan, dan tidak tahu harus berbuat apa.

Tapi, di antara kami ada orang yang sama sekali tidak memperdulikan itu.

"Gaaa!"

Memanfaatkan momen ini, Eris segera menyerang Dewa Utara dengan segenap kekuatannya yang
tersisa.

"Ngh!"

Aleksander masih bisa menahannya.

Dia tidak mengelak atau menangkis, tetapi menahannya.


Dia bisa menahan teknik Longsword of Light.

Padahal, hampir tidak ada seorang pun pendekar pedang di dunia ini yang bisa menahan teknik
Longsword of Light level Raja. Bahkan Teknik Dewa Air pun hanya menangkisnya.

Tapi..... dia menahannya bukannya tanpa luka.....

Entah sejak kapan, lengan kirinya terbang di udara..... sembari menyemprotkan darah segar.

"Ah."

Lalu, tangan itu jatuh ke tanah dengan cipratan-cipratan darah.

Pertandingan ronde ketiga segera dimulai.

Sebagai pengguna Teknik Dewa Utara, meskipun Aleksander sudah kehilangan salah satu lengannya,
harusnya dia masih bisa melanjutkan pertarungan.

Tapi.... lihat-lihat dulu siapa lawannya.

Jika lawannya adalah Miko, Raja Pedang, Kaisar Utara, Dewa Utara, prajurit veteran, ditambah lagi Raja
Iblis Abadi dan penyihir berarmor kelas Kaisar, maka...... apa yang bisa dia lakukan?

Tanpa lengan kiri, bagaimana mungkin dia bisa bertahan dari serangan monster-monster itu.

Tapi, dia memang keras kepala, Aleksander nekad melanjutkan pertarungan.


Sayangnya, itu hanya berlangsung 5 menit.

Sekujur tubuhnya pun babak belur.

Bagian 5[edit]

"Haa ...... Haa ......"

Dia melarikan diri. Dengan napasnya yang ngos-ngosan, dia berusaha menjauhkan diri dari kami.

Dewa Utara.

Dengan kondisinya yang menyedihkan seperti saat ini, tak seorang pun mengira Aleksander adalah salah
satu anggota dari Tujuh Kekuatan Dunia.

Dia adalah anak orang hebat, selalu mendapatkan apapun yang diinginkan mulai kecil, dan tumbuh
menjadi pendekar yang hebat pula. Hidupnya seakan sempurna.

Namun, semuanya berakhir di sini.

Tak ada lagi tempat melarikan diri baginya.

Dengan begitu menyedihkan, dia berlarian kesana-kemari selama sejam, kemudian akhirnya terpojok di
dekat jembatan yang sudah hancur.

Lima orang mengejarnya.


Zanoba dan Doga tumbang saat berusaha mengejarnya.

Tapi masih ada lima orang.

Sandor, Atofe.

Eris, Ruijerd.

Dan aku.

Di depan kami ada lembah.

Lembah itu tidak sempit, mungkin lebarnya sekitar 200 cm.

Aleksander tidak bisa lari kemana-mana lagi, dan jumlah kami cukup untuk mengatasinya.

"Sialan ......."

Bukankah ini sudah skak-mat?

Ataukah dia masih punya cara lain?

Aleksander berdiri di tepi tebing kehabisan napas.

Sepertinya perlawanannya sudah berakhir.


Tapi kami tidak boleh lengah.

Meskipun salah satu lengannya sudah putus, tapi dia masih memegang Kajakuto di tangannya yang
tersisa.

Dengan kemampuan pengendali gravitasi dari Kajakuto, harusnya tidak masalah meskipun salah satu
lengannya buntung.

Aku juga pernah hidup hanya dengan satu lengan. Waktu itu, aku masih bisa bertarung.

Sementara itu, rona takut mulai muncul di wajahnya.

Bagaimanapun juga, dia adalah Dewa Utara ....

“Menyerahlah, kau sudah tidak mungkin membalikkan keadaan.”

Sandor mengatakan itu..... apakah dia kasihan pada anaknya?

"Ya, mati saja sana!!”

"Ibu, sekarang aku sedang bicara pada Aleksander, jadi tenanglah sebentar.”

"Unh ....... Aahh ......."

Atofe bungkam setelah Sandor menegurnya.


Sejak kapan Atofe menjadi sepenurut itu?

Setelah melihat adegan ini, aku semakin yakin bahwa mereka keluarga.

Meskipun mereka sama sekali tidak mirip.

“Ahem ....... aku tahu kau menyimpan sebagian tenagamu untuk melawan Orsted, tapi lengan kirimu
sudah terpotong. Kau tidak mungkin bisa mengalahkan Orsted dalam keadaan seperti itu. Waktu kau
kecil dulu, bukankah aku sudah sering memperingatkanmu untuk tidak menganggap remeh musuh-
musuhmu?”

Awalnya dia sengaja tidak bertarung dengan serius, tapi saat itulah dia lengah, dan beginilah hasilnya.

Hal seperti itu sering terjadi.

Terutama, saat kau meremehkan lawan-lawanmu.

"Buang pedangmu dan menyerahlah. Sebagai orang tuamu, aku punya kewajiban memaafkanmu."

Kata-kata yang bisaj dari Sandor.

”Sebagai orang tuamu....”<i>

Dulu, aku begitu lemah saat mendengar kata-kata itu.

Sejujurnya, aku tidak bisa memaafkannya karena dia berusaha membantai Ras Supard.
Tapi.......

Kurasa dia bukan bidak Hitogami secara langsung ......... Gisu hanya memanfaatkannya.....

Jika Aleksander menangis dan meminta maaf ........ mungkin aku akan ......... yahh, tapi.....

Dia masih sangat muda.

Mungkin seumuran Paul saat pertama kali aku bereinkarnasi di dunia ini.

Orang seumuran itu tidak pantas juga disebut bocah.

Jika dia bertobat, dan berjanji akan memperbaiki sikapnya .......

Tapi, dengan begitu arogan dan kekanak-kanakan, dia mengatakan ini.......

"Tidak mau!"

Oh ya, aku juga sudah menduga jawaban itu.

“Aku tidak bertarung dengan kekuatan penuhku!! Kebetulan saja wanita itu bisa memotong tangan
kiriku!! Jika Dewa Ogre tidak pergi, maka ini tidak akan terjadi!!”

“Memang karena itulah kau kalah.”


“Jadi, maksudmu kita tidak perlu mengandalkan sekutu!!?? Lihatlah dirimu!! Kalian berlima!!”

“Seorang pahlawan memerlukan sekutu. Tapi.... meskipun tanpa bantuan, pahlawan tidak akan kalah.”

Sandor mengatakan itu dengan jelas.

Seolah-olah, itulah satu-satunya jawaban yang benar.

Anehnya, jawaban itu terasa menyakitkan.

Pahlawan macam apa yang dia maksud? Aku tidak tahu, tapi..... kurasa dia bicara berdasarkan
pengalamannya sebagai pahlawan senior.

“Lagipula, ada penyebab lain yang menjadi kekalahanmu. Yaitu strategimu. Setelah menyerang kami
dengan jurus andalanmu, harusnya kau mundur, lalu melakukan serangan lagi lain hari.”

"Aku tidak akan punya kesempatan lain melawan Orsted!!”

“Siapa yang mengatakan itu?

".......!"

Itu dia....

Pertanyaan Sandor tepat sasaran......


Lagi-lagi......

Seseorang termakan tipu daya Gisu.

Hitogami tidak bisa mengawasi Orsted.

Jadi, bagi Hitogami, Orsted sudah lama hilang.

Satu-satunya petunjuk adalah, mungkin Orsted bisa ditemukan di Sharia.

Tapi, itu hanya kabar burung yang belum tentu kebenarannya. Bagi seseorang yang begitu ingin
bertarung dengan Orsted, maka wajar saja dia mengira inilah satu-satunya kesempatan melawannya.

Apalagi Aleksander masih muda.

'Aku ingin menjadi Pahlawan', 'Aku ingin melampaui ayahku' ..... tiap hari hanya kalimat-kalimat itu yang
bergema di telinganya.

Maka, dia tidak akan melewatkan kesempatan ini.

Meskipun besar resikonya, meskipun dia belum tentu menang..... Aleksander tidak peduli dengan itu
semua.

“Harusnya kau mencari teman sebaya yang memiliki tujuan sama sepertimu.”

"DIAM!!!"
Nasehat Sandor hanya berujung kemarahan Aleksander, dia pun menggenggam erat pedangnya.

Melihat itu, Eris dan yang lainnya segera memasang kuda-kuda siaga.

5 vs 1.

Harusnya dia tidak memiliki kesempatan menang meskipun masih memegang Kajakuto.

“Aku belum kalah!! Seorang pahlawan harus bisa membalikkan situasi ini!! Aku akan mengalahkan kalian
semua!! Aku juga akan membasmi Ras Supard!! Lalu Orsted setelahnya!! Dan aku akan menjadi
pahlawan besar!!!”

Saat merasakan Mana yang terkumpul di pedangnya, aku mengangkat tangan kiriku.

"Hisap!"

Aku menggunakan batu penyerap sihir untuk meniadakan teknik pedangnya.

Sesaat, tubuhku terasa terangkat, namun segera kembali ke tanah.

"URYAAAAaaaaa!"

Detik berikutnya, pedang Aleksander mulai bergetar.

Kami berlima langsung mundur dengan refleks.


Tapi Aleksander tidak membidik siapa pun.

"Khu!"

Tanah......

Aleksander membanting pedangnya ke tanah, lalu menghancurkannya.

Kemudian, tanah berguncang, dan asap debu mulai menyebar.

Jadi dia berusaha melarikan diri dengan teknik mirip bom asap.

Saat itu juga, aku melihat sesuatu dengan mata iblis peramal.

Aku melihat Aleksander mundur, lalu jatuh ke dasar lembah.

Apakah dia berusaha bunuh diri?

Ataukah dia terpental oleh serangannya sendiri .....?

Tidak.

Ada senyum di wajah Aleksander.

Senyum yang menjijikkan.


Senyum penuh kemenangan.

Oh iya .......

Aku baru ingat.

Sebelumnya dia jatuh ke dasar lembah, namun bisa kembali ke permukaan dengan cepat.

Itu pasti karena kemampuan gravitasi kontrol dari pedangnya.

Rupanya dia ingin mengulangi hal yang sama.

“...........!!”

Saat dia terjun ke dasar lembah.

Aku pun mengikutinya.

Jump up ↑ Shisetsu (指折) yang dapat diartikan, “pedang yang unggul”.

Bab 16: Aleksander Vs Rudeus[edit]

Bagian 1[edit]

Sembari terjun ke dasar lembah, aku terus mengawasi Aleksander dengan mata iblis penerawang.

Aleksander juga melakukan hal yang sama.


Namun dia tampak terkejut.

Sembari terjun bebas, jarak di antara kami semakin mendekat.

Itu terjadi karena dia mengontrol kecepatan jatuhnya dengan kemampuan Kajakuto.

Aku berusaha meniadakan kemampuan itu.

"Hisap!!"

Setelah kuangkat batu penyerap sihir padanya, kecepatan jatuh Aleksander kembali normal.

Sekarang, giliran aku memperlambat kecepatan jatuhku dengan sihir angin. Itu kulakukan agar bisa
mendarat dengan mulus.

Ah tidak, aku akan menggunakan gaya gravitasi sebagai senjataku.

Aku tidak bisa menggunakan Touki, itulah kenapa aku harus memanfaatkan hukum fisika di dunia ini.

Kuatur posisi jatuhku, lalu kuarahkan tepat Magic Armor Versi I pada Aleksander.

"OOOOHHhhhhhh!"

Sembari terus jatuh, aku coba menghantamnya dengan Magic Armor.


Aleksander coba menahannya dengan Kajakuto, namun tiba-tiba dia tertabrak sisi tebing, sehingga
gerakannya kacau.

Saat dia terpelanting, aku terus menggunakan batu penyerap sihir agar dia tidak bisa mengaktifkan
kemampuan kontrol gravitasi.

Aku juga semakin mendekati sisi tebing, tapi aku menendangnya untuk mengatur kembali posisiku.

Aku menyusul Aleksander sekali lagi.

"ORRAAaaa!"

Aku memukulnya!

Kugunakan sihir angin untuk mempercepat lajuku, lalu saat mendekat, aku memukulnya lagi.

Aku terus menghajarnya sembari jatuh bebas ke dasar lembah.

Inilah yang kusebut memanfaatkan gaya gravitasi.

"AAAAHHHHH!"

Aleksander berteriak.

Apa yang dipikirkannya?


Apakah dia belum menyerah?

Aku tidak tahu.

Aku sendiri bahkan tidak tahu mengapa melakukan ini.

Aku hanya tidak ingin melewatkan kesempatan ini.

Kupikir, jika aku meninggalkan bocah menyedihkan ini sendirian, maka akan datang bajingan lain seperti
Gisu yang akan memanfaatkannya.

Bocah ini hanya akan kembali lagi padaku sebagai musuh di kemudian hari.

Keluargaku, teman-temanku, dan kolegaku, akan terancam.

"AAAAAAAAHHHHHHHHH!"

Entah kenapa aku juga berteriak.

Aku sudah mendengar masalah keluarga antara Aleksander dan Sandor.

Bukannya aku tidak menaruh simpati pada mereka.

Tapi.... aku hanya tidak bisa menghentikan tanganku memukulnya.

Aku terus memukulnya sembari memacu armor-ku.... kulakukan itu lagi dan lagi.....
Kemudian, kami berdua pun membentur dasar lembah bersamaan.

Bagian 2[edit]

Aku bangkit di dalam kepulan debu yang masih tebal.

Beberapa jamur biru berceceran tertimpa kami yang jatuh barusan.

Tidak begitu jelas di dasar lembah.

Untungnya tubuhku tidak terluka.

Magic Armor Versi I memang tangguh, syukurlah aku memakainya.

Memang ada beberapa retakan, tapi masih bisa bergerak dengan sempurna.

"Fiuh ......."

Dan Aleksander juga baik-baik saja.

Sepertinya lukanya cukup parah.

Armornya pecah, dan salah satu kakinya bengkok aneh.

Tapi, kurasa dia masih bisa bertarung dalam keadaan seperti itu.
Lukanya bisa lebih parah dari itu, tapi dia menggunakan Touki pada saat-saat terakhir untuk
meminimalisir dampaknya.

Dia berdiri dengan satu kaki, lalu menatapku.

Dia mirip monster.

"...... kau menegjarku seorang diri?"

Aleksander menatapku sambil menggumamkan beberapa patah kata.

"Nekad juga kau ......."

Aku sedikit mendongak ke atas.

Beberapa ekor Naga Bumi merayap dari kegelapan.

Tapi tidak ada seekor pun yang mendekati kami.

Aku pikir Atofe dan yang lainnya akan segera turun ke bawah......

“Nenekku sudah terlalu tua, dia tidak akan turun ke sini untuk mengejarku.”

"Konyol sekali, meskipun sudah tua, dia masihlah Raja Iblis. Setahuku, Atofe-sama selalu haus bertarung
dengan lawan-lawannya.”
Tak peduli sudah berapa ratus tahun usianya, Atofe tidak pernah bosan bertarung..... itulah yang kutahu
tentangnya. Itulah yang membuatku selalu kesulitan di masa lalu.

“Kalau yang turun ke sini Eris Greyrat, Ruijerd Supardia, ayahku, atau nenekku..... maka habislah aku.”

“Dengan kata lain, kau yakin tidak akan kalah dariku?”

"Tentu saja, mana bisa lalat kecil sepertimu mengalahkanku.”

Kau masih saja arogan ya....

Aleksander sudah terluka parah.

Satu kaki dan satu lengannya tidak lagi bisa digunakan.

Sedangkan aku memakai Magic Armor.

Butuh Mana yang besar untuk menggerakkan benda ini, tapi kondisiku masih prima karena selama
pertarungan tadi aku hanya membantu dari belakang.

"Bukankah kau terlalu meremehkanku?"

"Tidak. Aku tahu kau tidak bisa menggunakan Touki, selain itu responmu lambat, dan pertahananmu
penuh celah. Tempo hari, kau bahkan tidak sadar aku telah memberikan pil tidur pada Kaisar Utara
Doga. Hasilnya, kau keluar desa sendirian, dan akhirnya jatuh ke tempat ini. Kau lemah dan penakut. Kau
hanyalah seorang amatiran keras kepala.”
Aku tidak tahu harus membalas apa.

Perkataannya tentangku tidak salah.

Meskipun Mana-ku hampir tidak terbatas, tapi aku hanyalah seorang amatiran yang tidak kompeten.

Pada pertarungan kali ini pun, kami akan berada dalam masalah besar bila seandainya Atofe tidak
datang.

“Maka, aku akan mengalahkanmu di sini, lalu melarikan diri. Lain kali aku akan datang lagi, lalu
mendapat kemenangan yang besar!”

“Tidak.... meskipun aku mati di sini, aku masih punya banyak teman yang akan menghabisimu.
Sedangkan kau sendirian. Dewa Pedang sudah mati, dan Dewa Ogre sudah pergi. Kau tidak punya apa-
apa lagi, Kalman III.”

Sebenarnya aku belum memastikan apakah Gull Farion sudah mati, tapi ......

Baiklah, tidak apa-apa! Kita percaya saja sama Eris!

“Kau salah, seorang pahlawan selalu bisa menang di saat-saat terakhir. Begitupun denganku. Lihatlah
dirimu. Kau bahkan tidak bisa membunuhku saat kita jatuh. Padahal aku sudah tidak bisa bertahan dan
tidak punya pilihan selain menerima seranganmu.”

Dia masih penuh percaya diri.

Dia yakin bisa mengalahkanku meskipun hanya bisa menggunakan satu lengan dan satu kaki.
"Aku akan menang. Selanjutnya, aku pun akan menang melawan ayahku, nenekku, dan bahkan Orsted.
Aku akan mengalahkan siapapun, lalu kuukir namaku pada patung Tujuh Kekuatan Dunia! Orang akan
mengenalku sebagai pahlawan besar! Aku, Aleksander Ryback, atau Kalman III, akan dikenal sebagai
Dewa Utara terkuat sepanjang masa!!”

Sekujur tubuhnya penuh luka, tapi bukannya dia tidak sanggup menerima serangan-serangan dariku.

Peluangnya menang tidak nol.

Aku tahu dia masih bisa mencari celah untuk membalik keadaan.

Aku tidak tahu seberapa besar peluang menangnya, tapi aku tidak boleh menganggapnya nol.

Buktinya, dia begitu yakin bisa mengalahkanku dalam pertarungan ini.

Mengapa dia begitu yakin? Apakah karena obsesinya yang besar untuk menjadi pahlawan?

Tidak, bukan begitu.

Karena dia telah melewati begitu banyak kesulitan seorang diri.

Dia tahu sedang terpojok saat ini, tapi ini bukanlah yang pertama baginya.

Dia memang meremehkanku, tapi buktinya aku sangat kesulitan menghadapinya. Jadi, sesumbar itu
bukan hanya omong kosong belaka.
Dia berusaha membunuhku, lalu melarikan diri dari tempat ini.

Dewa Utara Kalman III. Aku tidak mengira bakal berhadapan dengan orang sekuat dia.

Dia lah salah satu pengguna Teknik Dewa Utara terbaik di dunia, dia juga punya pedang terkutuk
terkuat, bahkan dia masuk dalam daftar Tujuh Kekuatan Dunia.

Dia bukan tikus pengecut yang terpojok, melainkan binatang buas yang siap menerkam siapapun
mangsanya.

Aku sendiri tidak yakin bisa mengalahkan lawan sekuat dia.

Apakah persiapanku selama ini cukup untuk mengalahkannya, ataukah aku justru akan kalah dari
Aleksander yang sudah babak belur?

Aleksander tahu bahwa aku bukanlah orang yang bisa membalik keadaan dengan cepat.

Dia sombong, arogan, dan penuh keyakinan.

Tapi.....

......mungkinkah keyakinan itu datang dari omongan Gisu atau Hitogami?

“......... ijinkan aku mengajukan satu pertanyaan terakhir. Apakah kau bidaknya Hitogami?”

"Tidak. Aku hanya mendapatkan informasi dari Gisu. Tapi aku tidak menyangkal bahwa aku membantu
Hitogami.”
"Aku mengerti."

Lalu siapa bidak lainnya?

Tidak.... saat ini jangan pikirkan itu dulu.

Aku harus mengalahkan orang ini terlebih dahulu.

Ngh?

Tunggu, bukankah sebaiknya aku mundur jika tidak yakin menang?

Aku masih punya banyak sekutu.

Jadi, aku tidak perlu bersusah payah mengalahkannya sekarang.

Jika masih ada bidak Hitogami lainnya di luar sana, bukankah seharusnya aku mundur untuk
menemukannya?

Dewa Pedang sudah kalah, dan tak seorang pun dari kami mati.

Maka, jika aku mundur sekarang, apakah kami akan kalah?

Tidak, kan......
".........Tidak."

Salah.

Bukan itu alasannya.

Orsted ada di belakangku.

Jika aku membiarkan siapapun menemukan Orsted, maka itu artinya kami kalah.

Misi terbesar kami adalah melindungi Orsted agar dia tidak memakai Mana-nya.

Mungkin 80 tahun mendatang Mana Orsted akan pulih.

Namun, akan lebih baik jika kami memastikan dia tidak menggunakan Mana-nya sedikit pun selama 80
tahun terakhir.

Gull Farion sudah kalah, dan Malta lari.

Dewa Utara sedang berdiri di hadapanku dengan sempoyongan, seakan dia bisa roboh hanya dengan
sekali tiup.

Kalaupun kubiarkan dia pergi, masih ada rekan-rekanku yang siap menangkapnya.

Kurasa, Orsted juga tidak akan kesulitan menghabisi Aleksander. Di perulangan kehidupan-kehidupan
sebelumnya si bos pasti sudah sering bertarung dengan pendekar terkenal seperti Dewa Utara.
Orsted pasti bisa mengatasinya sembari melindungi orang-orang Supard.

Harusnya, tidak ada yang kukhawatirkan sekarang.

Meskipun aku kalah, posisi Aleksander masihlah tidak diuntungkan.

Ini semua masalah peluang menang, seperti yang dia katakan sebelumnya.

Aku bisa menjamin keselamatanku dengan mundur sekarang. Jika aku memaksakan diri menyerangnya,
aku malah akan celaka.

Aleksander tahu itu, itulah mengapa dia mencemoohku.

Hmmm.....

Semuanya tergantung keberuntungan, peluang, dan momen.

Mungkin sebagian orang lebih mengandalkan kerja keras daripada hal-hal tidak tentu seperti itu.... tapi
ada kalanya itu salah.

Jika aku kalah, Aleksander tetap saja tersudutkan, tapi aku juga merugi.

Huuff..... aku tidak menduga bakal serumit ini.

Tadinya aku begitu yakin bisa mengalahkannya, tapi saat benar-benar berhadapan, ternyata tidak
semudah itu.
".........."

Tidak.......

Aku tidak boleh kalah..........

Aku tidak akan mundur..........

Inilah saatnya aku mengambil resiko dan bertaruh........

Ini pilihan yang sulit........

Tapi aku harus melakukannya........

Aku harus menggunakan semua kemampuanku dengan serius.

"........ Aku, Rudeus Greyrat Sang Quagmire!! Atas nama Dewa Naga Orsted, aku akan
mengalahkanmu!!!”

“Aku, Aleksander Ryback Sang Dewa Utara Kalman III, tidak akan kalah darimu bahkan Orsted
sekalipun!!!”

Aku sudah memutuskannya......

"AAAAAAHHHhhhhhhhhhhh!"
Aku meraung.

Sekencang-kencangnya.

"OOOAAaaaaaaa!"

Aleksander juga melakukan hal yang sama sembari menyiapkan pedangnya.

Kajakuto ada di tangan kanannya.

Dia hanya bisa memegangnya dengan tangan kanan karena lengan kirinya sudah terpotong.

Dia juga hanya bisa menggunakan kaki kanannya.

Kaki kiri sudah bengkok ke arah yang tidak wajar.

Dalam kondisi menyedihkan seperti itu..... dia berlari padaku.

Sepertinya dia tidak lagi punya strategi.

Kurasa, serangan jarak jauh akan sia-sia saja.

Maka, aku pun berlari mendekati Aleksander sembari menundukkan badanku.

Tepat sebelum senjata kami saling berbenturan.


Sosok seseorang muncul di benakku.

Eris...........

Aku cepat-cepat mengangkat Gatiling Gun di tangan kananku, lalu menembakkan Stone Cannon sekuat
mungkin.

"!"

Tapi, tembakan batu itu segera dimusnahkan.

Batu itu hancur sampai menjadi debu tepat di depan hidung Aleksander.

Aleksander segera mengambil langkah maju, sambil melihatku yang terus berlari mendekat.

Saat meriam batu masih berhamburan di udara, dia sedikit menekuk kaki kanannya dengan ragu.

Aku segera memiringkan tubuhku ke kiri.

Aku tahu posisiku sekarang sudah berada dalam jangkauan serang Kajakuto, namun aku tidak
menghentikan langkahku.

Kugunakan sihir pada tangan kanan untuk melontarkan tubuhku semakin cepat. Lalu, dengan posisi
meluncur, aku jegal sisi kiri tubuh Aleksander.

"RYA ..... AAAAaaaaaa!"


Namun, Aleksander menggerakkan tangan kanannya.

Seketika, terlihat kilatan cahaya putih.

Sesuatu mengenai bahu kananku, lalu Magic Armor-ku melayang.

Untung saja lengan Magic Armor tidak melayang bersama lenganku.

Tanpa memperdulikan seberapa parah luka yang kuterima, aku memijak tanah sekuat mungkin, lalu
dengan tinjuku.........

Aleksander menghimpun kekuatan di kakinya. Lalu, dia akan melompat untuk menghindari seranganku.

Itulah yang kulihat dengan mata iblis peramal.

Maka, saat itu juga, kukumpulkan Mana di tangan kiriku.

Aku menyisihkan sementara batu penyerap sihir, lalu kupusatkan Mana cukup banyak di tangan kiriku.
Tapi, aku belum tahu sihir apa yang akan kugunakan.

Tak akan kubiarkan dia lari.

Kuarahkan tangan kiriku yang berisi banyak Mana padanya, lalu............

"Ngh !?"
Kaki Aleksander melayang sesaat.

"AAAHHHhhhhh!"

Sambil berteriak, aku mengayunkan tangan kananku.

Kuluncurkan tangan kananku yang terpasang Gatling Gun dengan sekuat tenaga padanya.

BRUUKK.... tinjuku mengenainya.

Aleksander terpental sampai mengantam dinding lembah.

"Tembaaaaakk!!"

Kukumpulkan Mana pada Gatling Gun sebanyak mungkin.

Lalu kulepaskan Stone Cannon yang kuat.

Batu itu menghujam tebing, sampai retak.

Tetapi aku belum selesai, sekali lagi kuhimpun Mana.

Buat peluru batu yang lebih kuat! Buat peluru batu yang lebih cepat!
Saat memikirkan itu, tangan kananku terasa aneh.

Sayangnya, Gatling Gun mulai retak, lalu pecah berkeping-keping.

"AAAAAAAAAHHHHhhhhhh!!!"

Meski begitu, aku tidak berhenti mengumpulkan Mana pada tangan kananku.

Aku bisa menembakkan Stone Cannon tanpa Gatling Gun.

Karena aku sudah terlalu terbiasa menggunakan sihir ini.

Setelah terbentuk sesuai ukuran yang kuinginkan, aku pun menembakkannya.

Aku menembak, menembak, dan terus menembak.

"AAHH, aahh, hhaaa ......."

Aku terus menembak sambil berteriak sampai suaraku habis, hanya menyisakan napas ngos-ngosan.

Tapi aku tidak menghentikan tembakanku.

Tembak......

Tembak......!!
Tembak terus......!!!

"Haa ...... Haa ....."

Sampai akhirnya aku tidak kuasa melanjutkannya.

Lengan kanan Magic Armor rusak total.

Kenapa....? Apakah rusak karena menghantam Aleksander tadi?

Jika bukan karena lengan Atofe, mungkin tanganku sudah ikutan putus bersama lengan Magic Armor.

"........"

Aku bisa melihat sosok manusia tersemat pada dinding lembah.

Darah merah merembes melalu celah-celah dinding yang retak.

Dia tidak lagi bergerak.

Saat kuamati lebih dekat, dia sudah tidak lagi memegang pedang.

Kudekati Pedang Kajakuto yang tergeletak di dekatnya, lalu kuambil dengan tangan kiri.
Pedang ini panjangnya sekitar 2 m.

Setelah memungutnya, aku melihat sekali lagi pada dinding.

"..........."

Darah masih merembes keluar.

Tidak ada tanda-tanda kehidupan dari pria yang tertambat di dinding lembah itu.

Di atas, aku bisa merasakan sekawanan Naga Bumi yang menggeliat-liat, namun anehnya tidak ada
seekor pun yang mendekati tempat ini.

Yang tersisa di sini hanyalah aku bersama orang yang baru saja kubunuh.

"Hore."

Tanpa sadar, kata itu terselip keluar dari mulutku.

Apakah aku sudah menang?

Padahal, peluangku menang hanya setipis kertas.

Jika aku terlambat sedikit saja, atau Aleksander tidak ragu mengambil keputusan, maka.....

..... tubuhku akan terpotong semudah Aleksander membelah Magic Armor.


Untunglah aku teringat bagaimana gerakan Eris menyerang.

Setelah itu, yang bisa kulakukan hanyalah memberondongnya dengan Stone Cannon tanpa ritme yang
jelas.

Aku bisa merebut peluang menang Aleksander tanpa perencanaan yang jelas.

Itu sungguh mirip gaya Eris bertarung.

Eris selalu saja menyerang tanpa mempertimbangkan resiko dan konsekuensi yang akan terjadi.

Tapi, cara itulah yang membuatku menang kali ini.

Meskipun begitu, sebenarnya seranganku belum bisa dibandingkan dengan serangan brutal Eris.

Faktor lain yang membuatku menang karena Aleksander sudah terluka parah, dan dia meremehkanku.
Jika tidak..... entah apa yang akan terjadi denganku.

Saat melawannya tadi, aku sempat melihat kaki Aleksander mengambang di udara.

Apakah itu karena kemampuan Kajakuto..... atau jangan-jangan, dia memang bisa menggunakan sihir
pengontrol gravitasi?

Ah tidak, itu pasti karena kemampuan Kajakuto.

Faktor terakhir yang menentukan kemenanganku mungkin adalah keberuntungan.


Tapi, sebenarnya aku sendiri tidak percaya kemenangan hanya ditentukan oleh keberuntungan semata.

Yang jelas......

"Aku menang."

Tiba-tiba, aku mengepalkan tangan dan mengangkatnya ke atas.

Bagian 3[edit]

Aku memanjat naik ke permukaan lembah, sembari menghamburkan kawanan Naga Bumi dengan
kekuatan Magic Armor Versi I. Saat aku tiba di permukaan, ada banyak orang menunggu di sana.

Mereka adalah pasukan penginvasi.

Setelah jembatan runtuh, dan tiga dewa dikalahkan, sepertinya mereka hanya bisa berdiri di sana tanpa
tahu harus melakukan apa.

Mereka melarikan diri ke segala arah setelah melihat kedatanganku.

Mungkin mereka menganggapku iblis atau semacamnya.

Lalu, aku menangkap salah seorang di antara mereka yang sepertinya berpangkat komandan.
Tampaknya, pria inilah yang bertanggung jawab pada penyerangan ini. Aku memberitahunya bahwa
Dewa Pedang dan Dewa Utara sudah mati.
Aku juga menyampaikan bahwa jika mereka masih berniat menyerang Desa Supard, maka kami tidak
akan segan melawan balik.

Tapi, tidak lupa juga aku membicarakan kemungkinan mengambil jalan tengah dengan bernegosiasi
secara damai.

Tuntutanku masih sama seperti sebelumnya.

Tentu saja, aku menentang penyerangan mereka ke Desa Supard. Tapi, jika Gisu telah menyamar
sebagai raja, maka Hitogami lah yang bertanggung jawab atas semua ini.

Aku tidak akan mentolelir keputusan mereka.

Untuk jaga-jaga, aku menangkap dua orang dari mereka sebagai sandera.

Tapi, jika Gisu benar-benar menyamar sebagai raja, maka tidak ada gunanya aku menyandera orang-
orang ini.

Kuharap, Gisu belum sepenuhnya menguasai Kerajaan Biheiril.

Jika pihak kerajaan tahu bahwa prajurit penginvasi kembali dengan selamat, maka tidak menutup
kemungkinan kami akan menjalin kerjasama selanjutnya.

Tapi, jika semua usaha negosiasi gagal, maka kurasa satu-satunya jalan adalah pindah. Yahh.....
setidaknya aku masih bisa mengulur waktu sebelum itu terjadi.

Saat aku kembali ke desa sembari merenung, tiba-tiba aku menemui patung Tujuh Kekuatan Dunia.
Di bagian bawahnya......

Tanda di bagian bawah telah berubah menjadi simbol yang sangat kukenal.

"........"

Simbol itu berbentuk tiga tombak yang disatukan bersama.

Bukankah ini........ simbol keluarga Migurdia?

Tunggu dulu.... Roxy hampir tidak turun tangan dalam pertarungan barusan.

Maka...... apakah aku yang dimaksud oleh simbol ini?

Aku kan suaminya Roxy.....

Wow.... aku telah resmi menjadi salah satu dari Tujuh Kekuatan Dunia?

Memang akulah yang membunuh Aleksander..... tapi, sebenarnya aku bertarung bersama Eris, Ruijerd,
dan Sandor sejak awal.

Harusnya aku tidak berhak penuh atas gelar ini.

Atau jangan-jangan..... gelar ini untuk Ruijerd?

Atau mungkin untuk Eris?


Jujur, aku tidak tahu.

".........."

Kalau aku benar-benar menjadi Tujuh Kekuatan Dunia..... kurasa itu tidak pantas.

Ah terserah lah.... yang penting sekarang aku harus kembali ke tempat Eris dan yang lainnya.

Bagian 4[edit]

Setelah itu, aku menyeberangi lembah, lalu bertemu dengan Eris dan yang lainnya.

"Jadi, apa yang telah terjadi?"

Orang yang pertama bertanya adalah Sandor.

Saat kuceritakan bahwa aku telah membunuh Aleksander di dasar lembah, wajah Sandor tampak sedih
sesaat, lalu dia tersenyum sembari mengatakan, “Ah....baiklah.”

"Kau lah pahlawannya. Raja setan yang kejam akhirnya dikalahkan oleh sang pahlawan. Sejak jaman
dahulu kala, memang begitulah ceritanya.”

Ekspresi Atofe tidak banyak berubah.

Tapi setidaknya dia agak sedih. Dia pun mengatakan kata-kata sedu yang jarang dia ucapkan.
"........."

Aleksander sudah mati.

Sampai saat inipun, kurasa dia masih bocah.

Dia memiliki bakat, dan selalu terobsesi menggapai puncak ........

Dia juga memiliki masa depan yang cerah.

Ada banyak hal yang kudengar dari percakapan antara Aleksander dan Sandor.

Sebetulnya, aku berharap Aleksander mau tobat, dan mengintrospeksi segala kesalahannya. Namun....
semuanya sudah terlambat. Harapanku itu tidak akan menjadi kenyataan.

Aku tidak membunuhnya karena kebencian, nafsu, atau semacamnya.

Aku membunuhnya hanya karena dia musuh kami.

Aku akan menyesalinya jika kubiarkan dia lari, jadi.... lebih baik kubunuh saja dia sekarang.

Kurasa, aku tidak perlu minta maaf.

Aku hanya membela diri, karena Aleksander juga berusaha membunuhku.

Memang sudah seharusnya begitu.


"Kau berhasil!"

Eris malah menyambutku dengan gembira.

Aku pun memberitahunya bahwa urutan nama di monumen Tujuh Kekuatan Dunia sudah berubah. Saat
mendengar itu, Eris langsung bersedekap, memasang senyum puas di wajahnya, kemudian bernapas
dengan kasar lewat hidungnya.

Kalau saja aku tidak sedang mengenakan Magic Armor, aku pasti sudah memeluknya.

Sayangnya aku sedang berarmor lengkap saat ini.

".........."

Ruijerd hampir tidak mengatakan apapun, tapi wajahnya membiru pekat.

Rupanya Ruijerd sudah mencapai batasnya, sejak bertarung tadi aku sudah menduganya.

Pasti sulit bertarung dalam keadaan tidak fit seperti itu.

Namun, tak seorang pun di antara kami mendapati cidera parah, atau bahkan meninggal dunia, jadi.....
kurasa inilah kemenangan kami.

Lalu, apa yang harus kami lakukan sekarang?

Sambil memikirkan itu, kami kembali menuju Desa Supard.


Sebagian hutan menghitam setelah terbakar bersama jasad Dewa Pedang, ada kawah raksasa yang
diciptakan jurus rahasia Dewa Utara, dan banyak pohon tumbang selama kami bertarung melawan
Dewa Ogre.... semua itu adalah saksi bisu pertarungan kami yang dahsyat.

Saat berjalan sembari melihat sisa-sisa kerusakan itu, kami bertemu Zanoba yang sedang terkapar.

Sedangkan Doga berjongkok di sampingnya dengan wajah yang benar-benar kelelahan.

Zanoba tampaknya sedang tertidur.

Wajahnya menghadap ke atas, dan tampak biru tua.

Kok seperti mayat ya?

“...... Zanoba. Bangun. Pertarungannya sudah berakhir."

Aku memanggilnya dari dalam Magic Armor.

Tetapi tidak ada jawaban.

"Zanoba .......?"

Tiba-tiba, selama beberapa saat hutan ini menjadi senyap, bahkan angin pun tidak bersuara.

"Hah? Zanoba? Tidak mungkin...?"


"........"

"Jawab aku......."

Zanoba tidak menjawab.

Wajahnya hanya menghadap ke langit, dan dia tergolek bagaikan mayat.

"........ Hmph!"

Eris tiba-tiba menendang kepala Zanoba.

"A-a-a-ada apa ini....!”

“Bangunlah! Kita akan kembali!!"

“..........? OH! Aku minta maaf! Sepertinya tiba-tiba aku tertidur.”

Ah syukurlah.

Tadinya kukira dia sudah tak bernyawa.

Zanoba dan Doga berada dalam posisi yang tidak menguntungkan.


Jika kami tidak bertemu selama pertarungan tadi, mungkin Doga dan Zanoba sudah dibantai oleh Malta.
Mereka tidak akan selamat melawan monster itu.

Sementara merenung, aku bisa melihat bekas-bekas pertempuran Zanoba dan Doga.

Pohon-pohon yang tumbang, dan tercincang, dan ada juga kawah-kawah kecil yang menganga di sana-
sini. Mereka telah bekerja keras.

Syukurlah mereka selamat.

Mereka tidak akan bisa mengalahkan Malta ataupun Aleksander, tapi..... yang jelas mereka selamat.

"Oh iya, kenapa Anda kemari, Atofe-sama?"

"Nmh? Apa kau sungguh ingin tahu?"

"Tentu saja, mohon beritahu aku."

Atofe mulai menjelaskan, tapi aku hampir tidak bisa menangkap maksudnya.

Orang ini memang tidak pandai menerangkan.

“Jadi, Anda menggunakan lingkaran sihir teleportasi peninggalan jaman perang?”

"Ya! Aku menemukannya! Ternyata lingkaran sihir itu masih berfungsi, dan aku pun datang ke sini!”
Gawat.

Jika Atofe menggunakan lingkaran sihir untuk bepergian ke berbagai tempat, maka reputasiku sebagai
pengguna sihir teleportasi akan memburuk.

Yahh, semoga saja dia tidak sering-sering menggunakannya. Orang ini biangnya masalah, di mana pun
dia berada, masalah pasti datang.

Kembali ke pertanyaan tadi.... apa yang akan kita lakukan setelah ini?

Tak terasa kami sudah menang, semua ini seakan-akan terjadi hanya dalam kedipan mata saja.

Tidak diketahui apa yang terjadi pada Dewa Ogre, tetapi hanya dia yang berhasil meloloskan diri.

".........."

Saat kupikir semuanya sudah berakhir, tiba-tiba aku mencium ’aroma wangi’ dari Eris yang berjalan di
sampingku.

Seketika, om gajah mulai berdiri.

Kenapa tiba-tiba aku terangsang? Apakah aku terlalu kelelahan setelah menjalani pertempuran yang
sulit? Apakah aku ingin segera melepas kelelahan ini bersama istri-istriku di ranjang?

Bagaimana kalo kita main malam ini?

Apakah sudah saatnya melepaskan segel om gajah?


"Tidak! Tidak!"

Sebelum Gisu kalah, Rudeus pantang ngeseks.

Kami bahkan belum menemukan posisi Gisu.

Dewa Ogre belum kalah, dia hanya melarikan diri. Kita tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya.

Ada juga bidak Hitogami yang belum jelas identitasnya.

Ini belum selesai.

Tapi.... sebenarnya di mana Gisu berada.

Jaringan intelijen kami sudah berantakan. Kami tidak akan bisa menemukannya dengan mudah.

Apakah dia sudah melarikan diri dari negara ini? Tapi ke mana?

....... mungkin tujuan utamanya datang ke Biheiril hanyalah menjebak kami.

Awalnya, kukira pertarungan di Kerajaan Biheiril akan menjadi pertarungan penghabisan, tapi mungkin
hanya aku yang berpikir begitu. Gisu punya rencana lain, maka dia hanya akan melarikan diri.

Mungkin, saat ini Gisu sudah pergi bersama seorang bidak Hitogami menuju ke perbatasan negara......
Selama pertarungan ini, hampir semua tim yang kami sebar di awal misi, berkumpul kembali di Desa
Supard.

Sayangnya, kami tidak lagi bisa menggunakan lingkaran sihir teleportasi, maupun alat komunikasi sihir.

Meskipun salah seorang sekutu kami melihat Gisu di perbatasan negara, kami tidak bisa berbuat apa-
apa, karena kami terjebak di hutan ini tanpa sarana apapun.

Ya.... mungkin dia sudah lari.

Tapi, sebagian besar sekutu Gisu sudah kami kalahkan, mulai dari Raja Kegelapan Vita, Dewa Pedang
Gull Farion, sampai yang terakhir Dewa Utara Aleksander Ryback.

Logikanya, dalam kondisi seperti ini, langkah paling baik yang dilakukan Gisu adalah melarikan diri
bersama sekutu-sekutunya yang tersisa.

Ya.... jika aku berada pada posisinya, tentu saja aku akan melarikan diri.

"Fiuh ......"

Kami tetap tidak boleh lengah.

Tapi setidaknya, pertarungan yang melelahkan ini kami menangkan.

Aku capek. Aku ingin istirahat.

Aku tidak bisa bertarung lagi hari ini.


Jadi, biarkan saja begini dulu.

Kami memang belum bisa menemukan Gisu, tapi setidaknya rekan-rekan Gisu yang kuat sudah
berjatuhan.

Ruijerd dan Ras Supard juga sudah menjadi sekutu kami.

Aku tidak tahu apa yang akan Gisu lakukan selanjutnya dengan Kerajaan Biheiril dan Dewa Ogre..... tapi,
aku tetap akan bernegosiasi.

Satu-satunya kerugian yang kami derita adalah hancurnya kantor pusat.

Sehingga, semua lingkaran sihir teleportasi dan alat sihir komunikasi berhenti berfungsi.

Untuk beberapa saat, kami tidak bisa bergerak.

Tapi, kerugian itu jauh lebih kecil daripada yang kuduga sebelumnya.

Saatnya kembali ke Desa Supard.

Sepertinya mereka sudah merasakan kedatangan kami, terlihat dari anak-anak Supard yang mengintip
kami dari balik pagar.

Tak lama kemudian, para prajurit penjaga desa keluar.

Selanjutnya, Elinalize, Cliff, Norn, Julie, dan Ginger juga keluar.


Aku pun menanggalkan Magic Armor.

Tubuhku terasa lemas karena terlalu banyak menggunakan Mana.

Julie dan Ginger bergegas menjemput Zanoba.

Norn mendekati Ruijerd.

Cliff menghampiri Doga yang benar-benar tampak letih.

Beberapa dari mereka saling berpelukan dengan wajah yang tampak lega.

Melihat itu, hatiku terenyuh.

"..........."

Akhirnya Orsted keluar.

Lalu mendatangiku.

"Apakah kau menang?"

"Ya."
Sebagai bukti kemenangan, aku menyerahkan Kajakuto pada si bos.

"Kami menang."

Ya... lebih tepat bila dikatakan ‘kami menang’..... bukannya ‘aku menang’.

Kemenangan sejati masih jauh, tapi setidaknya kami berhasil melewati rintangan ini.

Kami menggagalkan rencana busuk Gisu, sekaligus mengalahkan sekutu-sekutunya yang kuat.

Ada banyak hal yang memenuhi pikiranku.

Ada banyak hal yang perlu kupertimbangkan setelah ini.

Tapi, kemenangan tetaplah kemenangan.

"Kerja bagus."

Orsted mengucapkan itu padaku sembari mengambil Kajakuto, lalu aku pun membungkuk.

Tiba-tiba aku merasakan seseorang di sisiku.

Itu Eris.

Sambil bersedekap, dia menatapku.


Lalu, dia merentangkan tangannya.

".........!"

Dan melompat padaku.

Aku merasakan empuknya dada Eris, sembari meyakinkan sekali lagi bahwa.....

Kami menang.

Tanya & Jawab Penulis[edit]

T : Benarkah seharusnya judul bab ini ‘Penipuan’?

J : Ya, tapi aku mengubahnya.

T : Menurutku, setidaknya Rudi bisa mengimbangi Dewa Ogre dengan Magic Armor Versi I.

J : Ya, kau benar. Tapi jika Rudi meladeni Dewa Ogre, maka yang lainnya akan kesulitan melawan Kalman
III.

T : Apakah Pedang Kajakuto begitu terkenal?

J : Orang-orang selalu membicarakan Kajakuto sebagai salah satu pedang terkutuk Yulian. Yang pasti,
pedang itu terkenal bersama Dewa Utara.
T : Apakah Rudi bisa mengalahkan Aleksander jika kondisinya fit 100%? Apakah dia bisa bertahan dari
teknik pengendali gravitasi, sembari terus menyerang dengan Gatling Gun-nya?

J : Harusnya sih tidak mungkin. Jika dia sibuk bertahan dari serangan Kajakuto, sembari menyerang balik
dengan Gatling Gun, dia tidak akan bisa menggunakan batu penyerap sihir.

T : Sensei, kita mengenal sosok Rudi sejak kecil. Kini dia tumbuh sebagai orang dewasa yang
bertanggung jawab. Aku senang melihat dia mengalahkan salah satu lawan terbesarnya.

J : Sebenarnya dia tetaplah pria bejat......

T : Jika Rudi masuk dalam daftar Tujuh Kekuatan Dunia, maka gelar apakah yang pantas untuknya?
Maksudku gelar seperti Dewa Pedang atau Dewa Utara. Apakah dia tetap memakai julukannya sebagai
Quagmire? Jujur, aku tidak tahu gelar Dewa apa yang cocok untuk Rudi..... apakah Dewa Lumpur[1]?

J : Yahh... sebenarnya simbol di monumen itu berasal dari liontinnya Roxy sih.....

T : Jadi, simbol Tujuh Kekuatan Dunia sangat berkaitan dengan orangnya?

J : Tampaknya begitu.

T : Jadi, gelar apakah yang pas untuk Rudi?

J : Karena dia adalah tangan kanan Dewa Naga, mungkin dia akan mendapat gelar Kaisar Naga, Raja
Naga, atau semacamnya. Orang-orang pasti akan memberikan julukan tersendiri untuk Rudi.

T : Rudi sering sekali kehilangan tangannya saat bertarung melawan musuh yang berat. Tapi kali ini
tidak, kan?
J : Tidak, yang lepas hanya lengan Magic Armor.

T : Aleksander bisa menghilangkan gravitasi, sehingga lawannya melayang-layang di udara, lalu


menyerang dengan gaya gravitasi berlipat ganda dari tebasan pedangnya. Begitu kan prinsip teknik
rahasia Aleksander? Itu mengingatkanku pada suatu film robot di jaman Showa.

J : Yak, tepat sekali. Seperti Delta End!

T : Setahuku Mana yang diperlukan untuk mengaktifkan batu penyerap sihir setara dengan besarnya
sihir yang digagalkan. Jadi, Rudi telah menghabiskan begitu banyak Mana, hanya untuk menggagalkan
teknik Kajakuto? Belum lagi, dia membutuhkan Mana yang besar untuk menembakkan Stone Cannon
dari Gatling gun-nya.

J : Ya, itulah kenapa dia kelelahan sekali.

Jump up ↑ Quagmire berarti rawa atau kolam lumpur.

Bab 17: Persetujuan Dewa Ogre[edit]

Bagian 1[edit]

Tiga hari telah berlalu semenjak pertempuran itu berakhir.

Semua yang sakit sudah sembuh, maka datanglah kedamaian pada Desa Supard.

Selama tiga hari ini aku bisa bersantai, namun juga khawatir akan kemunculan musuh lainnya.

Bukannya kami nganggur, tapi memang tidak terjadi apa-apa.

Selama tiga hari ini, kami benar-benar hidup dengan damai.


Rupanya Zanoba sangat kelelahan, dia pun menghabiskan sebagian besar harinya dengan tidur.

Kami khawatir dia terkena penyakit parah, tapi kata dokter itu hanya dampak dari kelelahan ekstrim dan
nyeri-nyeri otot.

Namun, Zanoba memang lebay, dia mengatakan pada Julie: “Seumur hidupku baru kali ini aku merasa
pegal-pegal, mungkin aku akan mati. Aku telah memberimu semua yang kutahu. Jika aku sudah tidak
ada, tetaplah menjadi gadis yang baik ya...” lalu dia pun menuliskan surat wasiatnya.

Dengan polosnya Julie menangis, namun matanya menunjukkan tekad yang membara untuk menjadi
gadis yang lebih baik. Aku hanya tersenyum melihat tingkiah mereka.

Aku langsung mendekati Zanoba, dan kupegang tangannya. Lalu, aku mengatakan, “Kita pasti akan
melihat selesainya proyek patung hidup. Aku bersumpah atas nama Dewiku yang kupuja. Akan
kusembuhkan kau.

Wahai Dewiku, pinjami aku kekuatan untuk memakmurkan dunia ini. Limpahkan juga berkahmu pada
mereka yang kehilangan kekuatan agar bisa kembali bangkit. HEALING!!”

Sembari merapalkan mantra itu, kusembuhkan Zanoba.

Dia pun bangkit dengan takjub, lalu segera memperbaiki zirahku.

Julie hanya menatap kosong padanya.

Di sisi lain, Atofe tidak banyak berulah di desa ini.


Aku lihat dia menyuruh beberapa pria untuk membuatkan kursi kayu, lalu dia duduki kursi itu bagaikan
singgahsananya. Dia juga mengajarkan beberapa teknik bertarung pada prajurit-prajurit Supoard,
namun tidak begitu serius.

Eris pun tidak ketinggalan ambil bagian.

Melihat tingkah ibunya seperti itu, Sandor tampak sedikit malu.

Terkadang, aku masih mendapati raut sedih yang tipis di wajah Sandor.

Rupanya dia masih memikirkan Aleksander.

Aku telah bertanya apakah dia menginginkan Kajakuto kembali, namun kata Sandor pedang itu adalah
hakku, dan aku boleh menggunakannya semauku.

Namun, setelah Sandor mengatakan itu aku malah kehilangan minat menggunakannya.

Aku tidak bisa menggunakan Touki, sehingga Magic Armor lebih cocok untukku. Lagipula ilmu pedangku
payah.

Jadi, untuk saat ini kuberikan saja Kajakuto pada Orsted. Nanti akan kugunakan bila benar-benar
dibutuhkan.

Di sisi lain, Ruijerd menghabiskan banyak waktunya bersama Norn.

Atau lebih tepatnya, Norn lah yang terus mengikuti Ruijerd ke manapun dia pergi.
Dulu, Ruijerd mengajarkan banyak hal pada Norn, seperti yang dia lakukan padaku dan Eris.

Kurasa, itu menunjukkan betapa Norn menghormati Ruijerd.

Kalau sebatas menghormati....... tidak apa-apa, kan?

Sedangkan Doga cukup populer di kalangan wanita dan anak-anak Supard.

Pertamanya dia sedikit takut saat tiba di Desa Supard, namun Doga banyak membantu saat desa ini
dilanda wabah. Sepertinya, mereka sudah saling menerima satu sama lain.

Belakangan ini dia banyak menghabiskan waktunya memahat boneka kayu bersama anak-anak.

Kemudian, si bos......

Tempo hari dia tidak sengaja melempar bolanya terbang entah ke mana, sehingga tidak ada lagi yang
mengajaknya bermain bola. Kasihan si bos.....

Tim dokter mengatakan bahwa kesehatan Ras Supard semakin membaik, jadi mereka punya waktu
untuk menyelidiki penyakit itu lebih dalam.

Sekarang mereka sedang meneliti makanan yang sehari-hari Ras Supard makan ....... atau lebih tepatnya
mereka sedang mengumpulkan sampel.

Mereka membawa pulang semua sampel ke Kerajaan Asura, lalu mendokumentasikannya dalam jurnal
agar bisa dibaca lagi suatu hari nanti.
Adapun.... Cliff, Elinalize, dan Ginger sedang menuju Irel.

Kami akan bernegosiasi sekali lagi dengan Kerajaan Biheiril, tapi kali ini kami membawa sandera dari
pasukan penginvasi.

Dengan begini, setidaknya mereka akan mempertimbangkan tuntutan kami.

Tapi, semuanya tergantung sudah sejauh apa pengaruh Gisu di Kerajaan Biheiril.

Aku juga akan membahas kemungkinan terjadinya perang di negara ini.

Kami tidak akan terjebak dalam perangkap Gisu lagi. Kejadian di jembatan adalah bukti betapa bahaya
dan matang rencana Gisu.

Aku tidak akan terjebak lagi.

Kami harus mengevaluasi semua kesalahan sampai detik ini, agar tidak terulang lagi kemudian.

Kemudian, tentang lengan Atofe......

Aku mengembalikan lengan itu pada Atofe, lalu memulihkan lenganku yang terpotong dengan gulungan
sihir penyembuh.

Setelah tanganku kembali normal, aku mencobanya dengan memeras dada Eris, dan tentu saja..... dia
menghajarku sampai KO.
Setelah itu, aku mengevaluasi pertempuran tempo hari, terutama saat aku berduel dengan Aleksander.
Aku ingin mempelajari teknik gravitasi kontrol yang dikuasai Aleksander. Jelas, kemampuan itu berasal
dari Pedang Kajakuto, namun...... sepertinya Aleksander juga bisa menggunakan sihir pengendali
gravitasi.

Sepertinya aku bisa menguasai teknik yang sama jika mempelajarinya.

Selanjutnya, tentang lingkaran sihir teleportasi yang sudah berhenti berfungsi.

Kalau sudah dibetulkan nanti, kami harus memikirkan cara agar lingkaran sihir teleportasi tidak bisa
digunakan musuh. Percuma saja bila musuh juga bisa memanfaatkan sarana kita. Bisa-bisa hal seperti ini
terjadi lagi.

Bagaimana caranya? Aku masih belum tahu, karena pada dasarnya lingkaran sihir teleportasi bisa
digunakan oleh siapapun yang memijaknya.

Namun, dalam tiga hari terakhir, belum satu pun lingkaran sihir teleportasi kami perbaiki.

Kami sempat memanggil Arumanfi pada hari kedua untuk menanyakan keadaan keluarga, namun
sampai sekarang pun dia belum datang.

Mungkin Perugius mendapati masalah lain yang tidak ada kaitannya dengan Hitogami.

Aku jadi khawatir.

Tapi, aku tidak boleh terus-terusan berpikiran negatif.

Aku harus melakukan apa yang kubisa.


Bagian 2[edit]

Hari keempat.

Sebelumnya kami telah mengirimkan dua pria Supard ke Kota Irel sebagai pemberi kabar bahwa kami
memiliki sandera, dan kami ingin bernegosiasi dengan pihak kerajaan. Kedua pria Supard itu rambutnya
dicukur plontos agar tidak memancing kehebohan di kota.

Dan hari ini..... mereka kembali bersama selembar surat.

Ada banyak hal yang tertulis di surat itu.

Intinya seperti ini:

“Raja Biheiril ingin bertemu denganmu. Jika permasalahan Ras Supard ini berdampak pada pergerakan
pasukan perang di Pulau Ogre, maka raja bersedia berbicara denganmu.”

Kami pun menyampaikan tuntutan kami via surat.

Yang jelas, kami meminta agar Ras Supard diperbolehkan hidup di hutan ini.

Tidak membutuhkan waktu lama, surat balasan segera datang. Intinya, permintaan kami dipenuhi. Surat
itu agaknya ditulis dengan tergesa-gesa, karena terlihat kusut. Tapi, stempel dan tanda tangannya cukup
jelas, jadi surat itu resmi.

Dengan begitu, kami akan menarik Moore dan pasukan elite Atofe dari Pulau Ogre.
Atas perintah Atofe, mereka pun pergi.

Sepertinya, Dewa Ogre tidak perlu turun tangan mengusir mereka secara paksa.

Yahh, tapi negosiasi belum usai. Ada banyak hal yang perlu kami bahas bersama.

"........Baiklah."

Sebenarnya permintaan kami tidak sulit mereka penuhi, asalkan mereka mau menerima keberadaan Ras
Supard yang selama ini ditabukan.

Lalu, soal Gisu..... harusnya mereka pernah mendengar nama itu. Karena Gisu lah yang mengirim dua
utusan kerajaan yang ternyata adalah Dewa Pedang dan Dewa Utara.

"Baiklah, ayo kita pergi."

Aku akan membawa beberapa orang Ras Supard.

Tujuan utama kami adalah negosiasi, jika Ras Supard ingin diterima di negara ini, maka mereka harus
ikut berunding. Ini bukan lagi saatnya bersembunyi.

Jika mereka tidak terbuka, maka akan timbul masalah lain.

Tidak juga menutup kemungkinan beberapa orang akan menyerang kami, saat melihat kehadiran Ras
Supard.
Itu konyol sekali, padahal warga Biheiril sudah menerima Ras Ogre yang wujudnya bahkan lebih
menyeramkan. Kupikir, kami perlu memperlihatkan pemimpin Ras Ogre saling berjabat tangan dengan
pemimpin Ras Supard untuk menunjukkan bahwa mereka sama.

Sambil memikirkan hal-hal seperti itu, aku memilih orang-orang yang ikut denganku.

Yang sudah siap bertarung adalah, Eris, Sandor, Atofe, dan Ruijerd.

Sedangkan Cliff sebagai perwakilan Gereja Milis akan bertindak sebagai negosiator, bersama istrinya,
Elinalise.

Aku juga mengajak dua prajurit Ras Supard untuk ikut dengan kami ke ibukota.

Sisanya akan tinggal di sini untuk bertahan jikalau ada serangan lagi ke desa.

Oh iya, aku juga membawa sandera dari pasukan penginvasi.

Sayangnya, pada surat tersebut, aku tidak membaca adanya permohonan agar sandera dipulangkan
dalam keadaan hidup.

Tapi kami harus sportif.

Kalau pun negosiasinya gagal, aku akan membawa kembali salah satu dari dua orang tersebut sebagai
jaminan.

Sembari memikirkan banyak hal, aku menuju ke gubuk tempat dua orang itu ditahan.
Di dalam gubuk, mereka berdua hanya duduk diam tanpa mengobrol sedikit pun.

Saat aku masuk, mereka menatapku dengan curiga.

"Jadi, bagaimana menurut kalian Desa Supard?”

"......."

“Tempat ini cukup bagus, bukan? Tempatnya indah, dan warganya pun baik-baik. Makanannya tidak
sebaik di kota sih, tapi semuanya alami. Rasanya pun lumayan. Mungkin para prajurit Supard agak kasar
pada kalian, tapi mereka tidak memusuhi ras manusia, kan?”

Sudah beberapa hari mereka ditahan, tapi kami memperlakukannya dengan baik.

Kami terus mengawasi mereka, menyita senjatanya, melucuti armornya, dan memastikan mereka tidak
sedang menyamar. Selebihnya, kami menjamu mereka dengan baik layaknya tamu.

Bahkan beberapa orang Supard terlihat ramah pada mereka.

Kami tidak mengikat kedua orang ini.

Mereka bebas berkeliling desa, bahkan diperbolehkan keluar desa, asalkan tetap dijaga oleh prajurit
Supard.

Kami tidak khawatir mereka melarikan diri.

Mereka pun tidak cukup bodoh melintasi hutan yang penuh dengan iblis tak kasat mata.
Selama dua hari terkahir, mereka melihat sendiri bagaimana Ras Supard berburu iblis tak kasat mata.
Harusnya, mereka tahu bahwa iblis yang selama ini ditakuti bukanlah Ras Supard, melainkan monster
berwujud serigala.

Bahkan, kami memakan serigala itu sebagai hewan buruan.

Mereka takut dengan wabah penyakit, tapi mau bagaimana lagi, hanya serigala-serigala itu yang bisa
kita manfaatkan sebagai sumber protein hewani di hutan ini.

Kami pun memberikan teh Sokasu pada mereka.

“....... Yah, kalian harus tahu rumor yang selama ini beredar di masyarakat tidak benar.”

Tawanan ini tampak putus asa saat pertama kali kami bawa ke Desa Supard, tapi sekarang mereka
terlihat lebih santai.

Itu karena mereka belum tahu seperti apakah Ras Supard yang sebenarnya.

Kuharap mereka mau merubah persepsinya pada Ras Supard.

Namun.... siapa sebenarnya mereka.....

Jangan-jangan, salah satu di antara mereka nanti mengaku, ”Ahahah..... aku adalah bidaknya
Hitogami!!”

Yahh, aku memilih mereka secara acak sih, aku juga sudah memeriksa mereka dengan teliti.
Bahkan Orsted dan Clifff sudah mengamati mereka...... jadi, kurasa hal seperti itu tidak akan terjadi.

“Baiklah..... kita akan segera pergi ke ibukota untuk bernegosiasi, jadi salah satu di antara kalian harus
ikut dengan kami. Kami akan memulangkan kalian bisa negosiasinya berjalan lancar. Sedangkan yang
satunya, akan tetap tinggal di sini.”

"Aku mengerti."

Salah satu prajurit mengangguk, kemudian yang satunya berdiri.

Tampaknya orang ini cukup patuh.

Maaf ya, aku harus memisahkan kalian setelah beberapa hari tinggal bersama.

Yahh, kurasa pihak Kerajaan Biheiril tidak punya alasan untuk menolah tuntutan kami.

Jadi, harusnya negosiasi ini berjalan lancar.

Sembari berharap begitu, kami pun meninggalkan desa.

Bagian 3[edit]

Empat hari lagi berlalu setelahnya.

Negosiasi dengan Raja berjalan lancar.


Raja Biheiril takut.

Dia masih berlagak seperti laga, tapi selama negosiasi, dia jelas terlihat takut padaku. Dia juga takut
pada Eris, Ruijerd, dan Atofe yang datang bersamaku.

Sejauh ini, hanya Dewa Pedang, Dewa Utara, dan Dewa Ogre yang menghalangiku di negara ini.

Saat ketiganya sudah ditangani, bisa dibilang aku sudah menguasai negara ini.

Raja sempat berbasa-basi, tapi akhirnya dia memberikan penjelasan yang lengkap.

Dia pun mengakui ada pria berwajah monyet yang pernah berlindung di istana ini, tapi dia pergi tepat
saat aku hendak berkunjung.

Untuk berjaga-jaga, aku menyuruh siapapun di ruangan pertemuan melepas cincinnya, dan aku juga
menggunakan batu penyerap sihir pada mereka. Tapi sepertinya, tidak ada yang menyamar di sini.

Namun........ waktu itu, aku yakin raja yang kutemui adalah Gisu yang sedang menyamar.

Dia berhasil menipuku.

Kemampuan sandiwara Gisu sungguh tiada tandingannya. Sepertinya, dia pun merubah suaranya untuk
menyempurnakan penyamaran.

Kami menyerahkan sandera sembari melanjutkan negosiasi. Pihak kerajaan setuju membiarkan Ras
Supard tinggal di hutan itu, selama kami tidak menginterverensi Pulau Ogre.
Mereka tidak menuntut ganti rugi, sewa wilayah, atau hal-hal ruwet lainnya.

Orang-orang di negara ini mengakui siapapun yang bekerjasama dengan Kerajaan Biheiril.

Lagipula, Gisu lah dalang di balik pengiriman pasukan penginvasi.

Raja hanya kena tipu.

Jika mereka menolak tawaran kami, hubungan mereka dengan Ras Ogre bisa memburuk.

Satu-satunya yang melindungi negara ini dari ancaman luar adalah Ras Ogre.

Jika hubungan itu terputus, maka habislah Kerajaan Biheiril.

Bagian 4[edit]

Setelah itu, kami menuju ke kota terbesar ketiga di negara ini, Heilerul.

Dari pelabuhan, bisa terlihat samar-samar pulau vulkanis di ujung sana.

Itu adalah Pulau Ogre. Sandor dan Atofe akan pergi ke sana untuk bernegosiasi dengan Dewa Ogre
Malta. Sedangkan aku menunggu di pelabuhan.

Aku meminta mereka pergi ke sana sebagai perpanjangan tanganku.

Sebenarnya aku juga ingin pergi, tapi Magic Armor Versi I terlalu berat dibawa kapal.
Tidak ada kapal yang cukup besar untuk membawa zirah ini.

Sayangnya, aku juga tidak bisa melepaskan Magic Armor Versi I, karena kita tidak tahu apa yang telah
direncanakan Dewa Ogre.

Jika negosiasi dengan Dewa Ogre berlangsung lancar, maka kami benar-benar tidak akan
menginterverensi Pulau Ogre lagi.

Sehingga, Ras Supard bisa hidup lebih dekat ke pinggiran hutan, bukannya di dekat lembah.

Kami masih belum bisa menyimpulkan penyebab wabah penyakit itu, tapi akan lebih baik bila mereka
meninggalkan daerah yang pernah terjangkit penyakit.

Butuh waktu dan tenaga untuk berpindah, tapi itulah yang terbaik bagi mereka.

Kami juga harus mempertimbangkan kemungkinan bertarung lagi dengan Dewa Ogre.

Dewa Pedang dan Dewa Utara sudah tidak ada lagi.

Jadi, peluang menang kami besar.

Tapi, jika ternyata Gisu masih memiliki bala bantuan yang kuat, maka kami terpaksa mundur kembali ke
hutan untuk menyiapkan serangan balasan.

"........."
Sembari memikirkan berbagai kemungkinan, aku naik ke atas mercusuar untuk mengamati pulau dari
jauh, benrsama Eris dan Ruijerd sebagai pengawalku.

Sudah lama aku tidak melihat lautan.

Lautan selalu saja luas, seolah tanpa batas.

Perairan biru membentang di bawah langit yang cerah.

Pulau yang terlihat menutupi cakrawala itu adalah Pulau Ogre.

Tadinya kukira Pulau Ogre berbentuk wajah Ogre atau semacamnya, namun ternyata hanya pulau biasa.

Ada gunung berapi aktif di pulau itu, lengkap dengan asap yang mengepul dari dalam kawah.

Saat melihat pulau itu, aku bisa merasakan kemegahan dan keindahannya, tapi aku sama sekali tidak
merasakan hawa jahat yang mengapung dari pulau tersebut.

Yang jelas, itu hanya pulau biasa, tapi yang mendiaminya tidak biasa.

Karena Ras Ogre tinggal di sana, maka pulau itu dinamakan Pulau Ogre.

Tentu saja, mercusuar ini juga dibangun untuk mengawasi pulau itu.

Dari kejauhan, kulihat ada perahu yang mendekati Pulau Ogre.


Sandor dan Atofe menaiki perahu itu.

Dari puncak mercusuar ini, aku akan mengamati negosiasi mereka dengan mata iblis penerawang.

Jika negosiasi gagal dan Dewa Ogre mengamuk, atau jika Gisu muncul tanpa diduga, aku sudah
merencanakan serangan besar-besaran pada pulau itu.

Tentu saja, serangan itu akan mencelakai banyak Ras Ogre yang tidak bersalah, sekaligus membatalkan
hasil perjanjian kami dengan Kerajaan Biheiril.

Tapi, jika Gisu benar-benar berada di sana, maka aku tidak akan segan.

"....... Hei Rudeus, apakah kau bisa melihatnya dengan jelas?"

"Mau aku ceritakan apa yang kulihat?”

"Tidak perlu."

Dengan senyum masam di wajahnya, Eris terus mengawasi sekitar.

Aku hanya bisa melihat sebagian pulau dengan mata penerawang ini.

Beberapa tempat bisa kulihat tanpa halangan. Di sana ada beberapa orang yang berkumpul.

Itu adalah pantai.


Kami telah memutuskan bahwa pantai itu akan menjadi tempat untuk negosiasi.

Sesosok monster dengan tubuh besar sudah terlihat di sana. Itu adalah Dewa Ogre Malta.

Dia dikelilingi oleh beberapa Ogre lainnya yang kurasa adalah pengawalnya.

Para pengawalnya ada yang diperban, sepertinya mereka sempat melawan anak buah Atofe.

Di hadapan mereka, ada kawanan prajurit berarmor hitam legam.

Mereka adalah pengawal pribadi Atofe, dan Moore juga ada di sana.

Mungkin mereka juga terluka, tapi tidak serius.

Jadi, prajurit Raja Iblis Abadi lebih kuat daripada pasukan Ogre,

Tapi tetap saja, kita tidak tahu apa yang terjadi jika Malta kembali bertarung.

Kami tidak segan menyandera lagi orang-orang Ras Ogre jika itu terjadi.

Mungkin dia akan berpikir dua kali jika rakyatnya terancam.

Aku pun melihat sekitar 5 Ogre perempuan dan anak-anak berada di belakang pasukan pribadi Atofe.
Mereka adalah jaminannya.

Bagaimanapun juga, pada pertempuran ini wajar jika ada korban jiwa.
Jantungku mulai berdebar saat mereka memulai negosiasi. Aku melihat Sandor dan Malta mulai
membicarakan sesuatu.

Aku tak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi Dewa Ogre terlihat santai.

Mata iblis ini hanya bisa melihat pada kejauhan, bukannya menguping.

Bagian 5[edit]

"Rudeus!"

Keesokan harinya.

Aku, sedang tidur di sebuah penginapan di Kota Heilerul, dibangunkan oleh teriakan Eris.

"......Ada apa sayang? Biarkan aku tidur lebih lama."

Sambil mengatakan itu, aku meremas dadanya, dan tentu saja dia langsung menampik tanganku.

Bagi seorang pria, itu sungguh menyakitkan.

Tidak boleh ya meremas Oppai? Sedikiiiit saja.....

Oh iya, aku kan masih puasa ngeseks.

"Dia di sini!"
"Siapa?"

"Orang itu!"

Setelah berteriak, dia berlari keluar kamar.

Hey, jangan pergi..... temani aku lebih lama di sini.....

Tapi.... apa yang dimaksud Eris? Aku tidak mengerti.....

"Orang itu......?"

Sementara masih berusaha memahami apa yang baru saja terjadi, aku mengangkat tubuhku.

Setelah menggosok mataku yang masih mengantuk, lalu melihat ke luar jendela.

Aku melihat sekelompok orang berambut coklat kemerahan berdiri di depan penginapan.

"── ORANG ITU!"

Aku segera bergegas keluar dari kamar dan berlari menuju lantai pertama.

".........."
Dewa Ogre sedang duduk bersila di depan penginapan.

Dia bersama beberapa Ogre mudah yang entah kenapa wajahnya tampak murung.

Mereka pun membawa senjata lengkap, seolah siap menghadapi Eris dan Ruijerd.

Ketika aku melangkah maju, kerumunan orang membuka jalan untukku.

Aku melangkah di depan Dewa Ogre.

Sandor juga ada di sana, lalu dia membisikkan sesuatu ke telingaku.

“Sepertinya Dewa Ogre ingin menyepakati sesuatu. Oleh karena itu, aku membawanya kemari supaya
semuanya jelas.”

".......Aku mengerti."

Jika dia berniat menyelesaikan ini dengan damai, maka aku tidak punya alasan menolaknya.

Aku tidak tahu apa yang coba Sandor pikirkan, tapi sepertinya ini bukan bagian dari rencana Gisu. Atofe,
Eris, dan Ruijerd pun tidak tampak begitu waspada.

Mereka bisa merasakan bahaya lebih baik dariku. Jadi, kalau mereka santai-santai saja, maka ini tidak
berbahaya.

".........."
Dewa Ogre memelototiku, seolah menginginkan sesuatu dariku.

"....... Apakah kau pemimpinnya?"

"Ya. Aku Rudeus Greyrat. Orang yang bertanggung jawab di sini."

"Aku Malta."

Ketika aku membungkuk, Malta juga membungkuk sambil duduk.

"Aku perlu bicara denganmu."

"...... aku juga ingin menanyakan beberapa hal padamu.....”

Aku mengikuti Dewa Ogre dengan bersila di bawah.

Dengan begini, posisi kami sama.

Lalu, beberapa Ogre mudah mendekatiku, dan menyajikan minuman.

Minuman itu adalah Sake.

Mereka tahu bahwa aku adalah manusia, sehingga memberiku Sake.

Tapi untuk Dewa Ogre, mereka memberikan secangkir kecap.


Entah kenapa, tapi aku merasa ada kesamaan Pulau Ogre dengan budaya Jepang.

"Minumlah."

"Terima kasih minumannya."

Dewa Ogre meminumnya dengan sekali tenggak, dan aku pun melakukan hal yang sama.

Tidak mungkin aku mabuk hanya dengan sekali teguk.

Mungkin, minum juga bagian dari norma kesopanan bagi kaum Ogre .......

Tapi, apa yang harus kita bicarakan sekarang?

Yang pertama adalah tentang Gisu.

Atau..... jangan-jangan kau juga bidaknya Hitogami?

Mungkin tidak sopan jika aku langsung menuduhnya seperti itu.

Aku harus menanyakannya dengan sopan, agar tidak terjadi kesalahpahaman di antara kita.

Aku harus sabar, seperti saat mengajar Eris.


"Kudengar........”

Saat aku masih ragu, tiba-tiba Dewa Ogre membuka mulutnya duluan.

“.........pasukan Raja Iblis menyerang desa-desa kami. Mereka bahkan mencuri bahan makanan kami.
Sungguh tidak bisa dimaafkan. Meskipun kami tidak bisa melawan mereka, buktinya kami tetap hidup.”

Dewa Ogre mengatakan itu sambil memandangi pasukan Atofe di sekitar kami.

Tetap hidup ......?

Jadi, sempat terjadi pertempuran di sana? Meskipun hanya pertempuran kecil, mungkin saja ada yang
mati..... tapi, Dewa Ogre bilang, ‘kami tidak bisa melawan’? Bukankah artinya pertempuran itu berat
sebelah?

Harusnya Atofe tahu akan hal itu.

Atau mungkin, itu adalah strategi Moore.

"Bayangkan, rumahmu dihancurkan, sedangkan kau tidak bisa melawan. Kami juga menderita kerugian.”

"......."

“Kaum Ogre melindungi negara ini. Dan aku adalah pemimpin mereka. Aku tidak punya alasan bertarung
lagi. Jadi, kita harus berunding.”

Dia tidak bisa memaafkan orang-orang Atofe yang menyerang desa.


Tapi, dia juga sudah menghancurkan kantor pusat kami.

Bukankah seharusnya kita impas?

Ras Ogre bertugas melindungi negara ini, namun sang raja sudah menyerah, maka Malta memutuskan
untuk tidak melanjutkan pertarungan.

Jadi, kami memang perlu bernegosiasi.

"Tolong ceritakan apa yang Gisu katakan padamu.”

"Gisu bilang kau berniat menghancurkan Kerajaan Biheiril, itulah kenapa aku membantunya. Tapi, dia
sudah melarikan diri. Dan ternyata kau tidak menghancurkan negara ini.”

Gisu mengatakan bahwa aku akan menghancurkan Kerajaan Biheiril.

Tetapi itu hanyalah dusta. Dan Malta sudah mengetahuinya.

Sebaliknya, Gisu malah melarikan diri.

Jika Dewa Ogre melanjutkan pertarungan ini, maka keamanan Kerajaan Biheiril dan Pulau Ogre akan
terancam.

"Gisu berbohong. Aku tidak lagi mempercayainya.”

Aku memang tidak pernah berencana menghancurkan negara ini.


Awalnya, aku malah ingin bekerjasama dengan kalian.

Si monyet itu memang tukang tipu.

"Aku menyerah. Kalian boleh membunuhku, tapi jangan celakai wargaku yang tidak berdaya.”

Sambil mengatakan itu, Dewa Ogre menundukkan kepala lagi di hadapanku.

Bahkan hampir bersujud.

Ogre-ogre muda di sekitarnya tampak sedih.

Mereka mungkin berpikir bahwa aku akan membunuh Dewa Ogre sekarang juga.

Yang kalah akan mati...... begitulah aturannya.

Dan tampaknya mereka bersedia menerimanya dengan enggan.

Mereka tahu sang pemimpin akan mati demi melindungi rakyatnya.

Sekarang mereka sudah tahu seberapa besar kekuatan kami.

Maka..... apakah kita perlu membunuhnya?


Dewa Ogre bilang dia tidak lagi mempercayai Gisu.

Sepertinya dia mengatakannya dengan jujur, jadi tak masalah jika kita mempercayainya.

Aku tahu Dewa Ogre bukan orang jahat.

Dan dia tidak bodoh. Malahan.... IQ-nya mungkin lebih tinggi daripada si keras kepala Atofe.

Tapi.... dengan otak secerdas itu..... mungkinkah dia berniat berbohong padaku?

Sembari merenung sebentar, aku akan menanyainya satu hal lagi.

"Malta-dono, kamu bukan bidak Hitogami kan?"

"Gisu pernah menyebut nama Hitogami, tapi aku tidak pernah mengenalnya. Yang kutahu hanyalah
melindungi pulau.”

Saat menyatakan itu, terlihat kejujuran dan keteguhan pada sorot matanya.

Kalau sampai dia berbohong, maka aku tidak akan lagi mempercayainya.

"Aku mengerti. Aku mempercayaimu sekarang."

Ketika aku mengatakan itu, orang-orang di sekitar kami menghela napas lega.

Tidak ada salahnya membiarkannya hidup.


Mungkin suatu saat nanti dia akan berguna bagi kami.

“Tapi, Malta-dono, kami akan memintamu melawan Gisu. Kalau kau mengkhianati kepercayaan kami,
maka kami tidak akan segan menyerang Pulau Ogre lagi.”

Dengan begini, Gisu akan dihancurkan oleh mantan anak buahnya sendiri.

Mendapatkan dukungan dari Dewa Ogre, berarti bekerjasama dengan seluruh Ras Ogre.

Kuharap ancamanku cukup untuk membuatnya berpikir dua kali jika ingin berkhianat.

"Baiklah, apakah aku harus bertarung sendirian?"

"Tidak, kami akan mendukungmu."

"Lalu, apa yang akan terjadi pada wargaku jika semisal aku terbunuh?”

“Mengenai Ras Ogre..... jika kau mati, maka kami lah yang akan bertanggung jawab atas keselamatan
dan keamanan mereka.”

"Hmmm, kuharap kau memenuhi janjimu."

Dewa Ogre mengangguk.

Kemudian, seorang Ogre muda menuangkan lagi kecap ke gelas Malta, dan alkohol ke gelasku.
Dewa Ogre memegang gelasnya dengan mantap.

Lalu aku menenggak isinya.

“Ya.... aku berjanji atas nama Dewa Naga.”

Saat aku menyatakan itu, Malta mengangguk dengan yakin.

"Hm."

Bersamaan dengan kosongnya gelas kami, pertempuran dengan Ras Ogre resmi berakhir.

Bagian 6[edit]

Malam itu, sebuah pesta diadakan di dekat pantai Heilerul.

Ras Ogre mengeluarkan alkohol terbaiknya dari gudang, dan kami berpesta bersama.

Sepertinya, para Ogre mempunyai tradisi bertukar minuman setelah berdamai dengan pihak lain.

Minumlah alkohol untuk memaafkan dan melupakan semuanya..... begitulah kata orang.

Sepertinya, Ras Ogre juga memahami pepatah itu.

Dewa Ogre membuatku minum begitu banyak, sampai aku tidak kuat lagi. Tapi, ada Atofe yang
melanjutkannya, dan mereka pun saling berlomba minum.
Aku memanfaatkan momen itu untuk meninggalkan mereka.

Setelah meredakan mabuk dengan sihir detoksifikasi, aku pun berjalan-jalan di sekitar.

Tiba-tiba, aku menyadari seseorang yang kukenal sedang duduk di tepi pantai, lalu aku menghampirinya.

Itu Sandor. Dia sedang minum sendirian di sana.

"Ah, hai......"

"Bolehkah aku duduk di sampingmu?"

"Silahkan."

Aku duduk di sebelahnya, sambil menghela napas panjang.

Apa yang dipikirkannya sembari duduk menyendiri.....

Ahh, orang bebal sepertiku pun harusnya tahu......

Dia pasti sedang memikirkan putranya.

Pada saat-saat terakhir, dia mendesak Aleksander untuk menyerah.


Meskipun Kalman III adalah musuhnya dalam pertarungan kali ini, tentu saja seorang ayah lebih memilih
untuk tidak membunuh putranya sendiri.

Tapi sayangnya, aku tidak punya niatan minta maaf padanya.

Jika aku membiarkan Aleksander melarikan diri saat itu, mungkin Dewa Ogre masih menjadi musuh
kami.

Kalman III akan menghubungi Gisu lagi, lalu mereka akan kembali bersama Dewa Ogre dengan pasukan
yang lebih merepotkan.

Kurasa, Sandor tidak akan menyalahkan tindakanku itu.

Tapi..... Sandor tidak mengatakan apa-apa.

Entah apa yang ada di benaknya saat ini.

"Aku sangat menyesalkan apa yang terjadi pada Aleksander."

"Tentu saja."

Kenapa kau tetap diam, Sandor.... setidaknya ungkapkan perasaanmu padaku.

“Anak itu ....... memiliki bakat hebat sejak kecil. Dia bisa menggunakan pedang lebih baik dari siapapun.
Setiap kali bertarung melawan monster, dia bisa mengamati titik lemahnya dengan cepat. Tak ada
seorang pun seumuran dengannya yang bisa mengalahkannya.”
"........."

“Itulah kenapa aku berharap tinggi padanya. Aku memberikan Kajakuto dan gelar Kalman III padanya.
Tapi............ kurasa seharusnya aku tidak melakukan itu.”

Aleksander terobsesi menjadi pahlawan.

“Sebenarnya, Kalman, Dewa Utara, ataupun Tujuh Kekuatan Dunia hanyalah nama..... tapi mengapa dia
begitu menginginkan itu semua.”

Sandor mengatakan itu, lalu meneguk lagi mirasnya.

Aku tidak tahu bagaimana harus menanggapinya.

Jika Aleksander berjuang di jalan yang benar, mungkin dia akan menjadi pahlawan sejati.

Setidaknya, itulah yang kupikirkan..... tapi sepertinya aku tidak berhak mengatakan itu.

Karena Aleksander sudah tiada.

"Yah, yang lalu biarlah berlalu. Aku masih memikirkan bocah itu, tapi kau tidak perlu, Rudeus-dono.....
memang seperti inilah pertempuran.”

"........begitukah?"

“Aku dengar kamu punya banyak anak. Nanti...... akan datang saatnya kau selalu memikirkan mereka.”
Yahh..... kurasa memang seperti itulah perasaan orang tua pada anaknya.

Aku sudah menjadi ayah..... tapi aku belum merasakan hal seperti itu.

Kuharap....... aku tidak menjadi ayah yang terlalu mengkhawatirkan anak-anaknya.

"Yang jelas.... sekarang aku hanya bisa mendoakan anakku bahagia di alam sana.”

"Ya."

Setelah itu, percakapan kami tiba-tiba terhenti.

Deru ombak bergema di depan kami.... dan riuh gempita pesta masih terdengar di kejauhan.

Saat membahas hal sensitif seperti ini, seakan-akan pertempuran kami sudah benar-benar berakhir.

Padahal kami belum menemukan biang dari semua masalah ini..... yaitu Gisu.

Anggap saja, pertarungan kali ini adalah pemanasan, dan kami bisa melewatinya dengan baik.

Meskipun begitu, kami masih mengandalkan faktor keberuntungan untuk meraih kemenangan.

Lalu..... bagaimana dengan langkah selanjutnya?

Apakah kita bisa meraih kemenangan dengan cara yang sama?


Kurasa pertarungan selanjutnya tidak akan semudah ini.

Gisu akan memikirkan cara yang lebih licik untuk mengalahkan kami.

"Aku masih penasaran, siapakah bidak Hitogami yang terakhir."

Pertanyaannya masih sama.

Bukan Dewa Pedang.

Bukan Dewa Utara.

Bahkan sepertinya bukan Dewa Ogre.

Sejauh ini, hanya terungkap dua, yaitu Gisu dan Vita.

Itu artinya, masih ada seorang lagi yang belum kita ketahui.

Menurut Dewa Ogre, Gisu telah melarikan diri.

Mungkin dia pergi bersama bidak terakhir yang masih misterius.

Tapi......... entah kenapa, sepertinya aku telah melupakan sesuatu.


Ada sepotong puzzle yang kulupakan.

Apa ya..... mungkin bidak terakhir ini adalah orang yang sudah kukenal sebelumnya.

"Hmmm..... sepertinya bidak Hitogami terakhir tidak berada di sini. Mungkin dia masih menunggu di
tempat lain.”

Di tempat lain ya.....

Kalau mendengar kata itu, yang kuingat adalah rumah.

Dewa Ogre tidak menyerang rumahku di Sharia.

Tapi, bukannya tidak mungkin orang lain bisa mengusik keluargaku di sana.

Kami belum tahu bagaimana caranya kembali ke Sharia.

Tugas kami di sini sudah selesai. Kesepakatan sudah terbentuk, namun ternyata membutuhkan waktu
lama.

Aku jadi khawatir..... apakah Sharia sedang diserang ya.....

"Fiuh ........"

Aku jadi semakin cemas.


Sayangnya, aku tidak bisa berbuat apa-apa selain mempercayakan sepenuhnya pada rekan-rekanku di
sana.

Aku tidak ingin menjadi orang tua yang kehilangan anak-anaknya, sehingga menjalani hidup dengan
hampa.

Aku akan berusaha sekuat mungkin agar hal seperti itu tidak terjadi.

Sembari berusaha membersihkan pikiranku dari kegelisahan itu, aku menenggak miras di dalam gelasku.

Aku ingin pulang secepat mungkin.

"Hah?"

Sandor tiba-tiba mengangkat wajahnya.

Dia melihat laut.

"Apa yang bersinar itu?”

Kemudian, aku juga melihat ke arah laut.

Hari sudah malam.

Laut benar-benar gelap, tidak ada yang bisa dilihat.


Hanya deru ombak yang bisa terdengar.

Bahkan saat menggunakan mata penerawang, aku tidak bisa melihat apapun.

"Apanya yang bersinar? Di sebelah mana?”

"Di sana! Kau tidak melihatnya? Benda itu mendekati kita.”

Aku coba melihat arah yang ditunjuk Sandor, tapi aku masih belum bisa melihat apapun.

Aku terus mengaktifkan mata iblis, tapi tetap tidak terlihat apa-apa.

Apakah Sandor hanya berilusi karena mabuk?

"Haruskah aku membawa lampu?"

"........ jadi kau benar-benar tidak melihatnya?"

"Aku tidak melihat apa-apa. Sandor-san, mungkin matamu jauh lebih tajam dariku.”

Sandor mengerutkan alisnya dengan bingung.

Pengguna mata iblis penerawang pun mungkin melakukan kesalahan.

Atau.... jangan-jangan aku yang mabuk?


"...... tunggu dulu..... Rudeus-dono!! Tutup mata iblismu!!”

"Hah? Ah, baiklah."

Aku pun berganti menggunakan mata biasa.

"Maksudku.... hentikan aliran Mana ke matamu!!”

".........."

Aku segera melakukan sarannya.

Kali ini, aku sama sekali tidak mengalirkan Mana ke mataku.

"........Hah."

Itu dia..... aku melihatnya.

Dia sedang menuju ke pantai berpasir ini.

Pria itu besar...... tingginya sekitar 2 m mirip seperti Dewa Ogre.

Pria itu mengenakan armor emas di tubuhnya.


Pria itu punya 6 lengan.

Pria itu..... pria itu menggendong seseorang di bahunya.

Orang yang ada di bahunya mengenakan jubah aneh yang membalut tubuhnya.

Saat dia melepas jubahnya..... aku langsung mengenali orang itu.

"Ah, akhirnya kita bertemu juga..... Senpai ........"

Pria berwajah monyet.

Itu adalah Gisu.

"Ya ampun.... tadinya aku berharap kita mendarat tanpa diketahui.... tapi, inilah yang terjadi. Gawat
nih....”

"FUHAHAHAHA, sebaiknya kau bersiap-siap semua rencanamu tidak berjalan sesuai harapan.”

"Ya, mungkin kau benar.”

Yang menjawab Gisu adalah pria berbalutkan armor emas itu.

Aku juga mengenalnya.

Sudah lama sekali aku tidak berjumpa dengannya.


Aku tidak akan melupakan tawanya.

"Badi ......sama........."

Badigadi.

Kenapa dia ada di sini? Kenapa dia memakai armor emas itu? Dan kenapa dia bersama Gisu?

Apakah Dewa Ogre mengkhianati kami?

Atau apakah Sandor memanggil mereka ke sini?

Jangan bilang padaku —tidak— tapi ini — ah..........

Berbagai hal melintas di pikiranku, sampai-sampai aku kehabisan kata.

Tubuhku mulai gemetaran tanpa sebab.

Aku merasakan firasat buruk dari armor itu.

Aku tidak tahu mengapa..... tapi aku bisa merasakan aura jahat yang pekat dari armor itu.

Kalau aku melawannya tanpa Magic Armor, maka habislah aku.


"Sudah lama tak berjumpa..... Rudeus.... Alek.”

Sandor benar-benar tercengang, dan dahinya basah oleh keringat dingin.

Harusnya dia sudah pasang kuda-kuda, tapi dia hanya bisa bengong saat ini.

Tapi...... aku juga bisa merasakan ketakutan yang sama dengan Sandor.

"P-P-Paman..... kenapa kau di sini?”

“Bukankah sudah jelas!? Itu karena aku juga bidaknya Hitogami.”

Begitulah pengakuan Badigadi.

Hebatnya, dia mengakui itu tanpa ragu sedikit pun.

Jadi, dia lah orang yang selama ini kucari.

"..........Ah."

Aku mengerti.

Jadi begitu ya.

Aku lupa....... bukankah seseorang sudah memberitahu kisah ini sebelumnya.....


Kishirika pernah bilang bahwa sangat mungkin Badigadi masih bekerjasama dengan Hitogami.

Dan dia juga orang yang membawa Ruijerd ke desa.

Jadi, ini semua ulah Badigadi.

Kenapa aku melupakan hal yang begitu sederhana.

Inilah potongan puzzle terakhir yang selalu membuatku kebingungan.

“Atas permintaan Hitogami, aku mengantar Ruijerd ke Desa Supard. Lalu, aku mengambil kembali armor
ini yang terbenam di dasar lautan. Dengan memadukan kekuatan Raja Kegelapan Vita, Dewa Pedang
Gull Farion, Dewa Ogre Malta, dan Dewa Utara Kalman III, aku akan mengalahkan kalian dan Orsted
yang tidak bisa lagi melarikan diri, lalu.......”

"Bos, bos."

"Ada apa sih!? Aku baru saja menikmatinya!”

“Kau terlalu banyak bicara. Vita, Gull, dan Aleksander sudah kalah.”

“Hmph, dasar membosankan. Bukankah ini semua karena strategimu yang gagal!?”

Sambil menggaruk pipi dengan jari-jarinya, Gisu mengangkat bahu.

Tapi, atas pengakuan Badigadi tadi, aku mulai bisa membaca semuanya.
Dewa Pedang, Dewa Utara, dan Dewa Ogre.

Mereka bukan bidak Hitogami.

Dan jika aku membiarkan Dewa Utara III melarikan diri maka pertarungan akan terus berlanjut.

Jika pasukan penginvasi tidak mundur, maka kedua orang ini akan diam-diam ikut serta dalam
pertarungan.

Mereka akan mendarat di Pulau Ogre, lalu mengalahkan pasukan Atofe, sehingga Dewa Ogre Malta
tidak lagi mengkhawatirkan nasib warganya.

Melawan Dewa Utara dan Dewa Ogre saja kami sudah kesulitan, bagaimana jika ditambah Badigadi?

Jika Badigadi ikut melawan kami dengan armornya, maka selesailah semuanya.

Tapi sekarang......

Raja Kegelapan sudah mati.

Dewa Pedang sudah mati.

Dewa Utara sudah mati.

Dewa Ogre telah menyerah.


Lawan kami tinggal Gisu dan Badigadi.

"Senpai, aku mendengar dari Hitogami bahwa kau memenangkan pertarungan di hutan. Lalu, kau pikir
aku tidak bisa lagi membalikkan keadaan?”

Gisu payah dalam bertarung.

Itulah kenapa aku yakin bisa mengalahkannya .....

Tapi...... benarkah begitu? Kalau dia payah bertarung, maka mengapa dia menunjukkan diri? Bukankah
sebaiknya bersembunyi saja?

“Tapi.... kau tahu.... om yang bersamaku ini cukup legendaris, lho.”

Disebut legenda, Badigadi pun menyombongkan diri.

“4200 tahun yang lalu, aku bertarung imbang melawan Raja Naga Iblis Laplace. Kalian harus tahu, akulah
Raja Iblis terkuat di dunia ini....”

Aku hanya bisa menelan ludah saat melihat armor Badigadi yang bersinar, seolah hidup.

“....... tidak, tidak, mungkin nama Raja Iblis tidak tepat bagiku. Panggil saja aku dengan nama yang sudah
dikenal banyak orang, yaitu..... Dewa Tempur.”

Ya.... itu benar..... itulah identitas Badigadi yang sebenarnya. Dia lah Dewa Tempur Badigadi.
Baju zirah yang penuh menutupi tubuhnya memancarkan aura aneh.

Aku mulai merasakan kengerian yang sama seperti saat pertama kali melawan Orsted.

Entah kenapa, aku punya firasat kami tidak akan menang jika melawannya.

Kemudian, Badigadi merentangkan tangannya yang semula bersedekap.

“Aku!! Dewa Tempur Badigadi!! Menantangmu, Rudeus Sang Quagmire, dan....”

“Aku Alex Ryback!! Dewa Utara Kalman II!! Aku menantang Raja Iblis Abadi Badigadi untuk berduel!!
Atas nama besar keluarga iblis abadi, terimalah tantanganku!!”

Badigadi terhenti.

Kemudian memandang Gisu dengan kebingungan.

"Mmmh ...... sebenarnya aku lebih ingin menantang Rudeus, sih...”

"Kalau begitu tolak saja, tidak masalah kan....”

"Tidak bisa begitu. Aku Raja Iblis Abadi, sejak jaman dahulu kala sudah bersumpah akan menerima
tantangan siapapun.”

Gisu tertegun.
Aku tidak tahu sejak kapan mereka berteman, tapi sepertinya keduanya sudah begitu akrab.

Bahkan aku tidak seakrab itu dengan Atofe.

"Rudeus-dono."

Lalu, Sandor berbisik padaku.

“Aku akan coba menahannya. Kau cepatlah memanggil bantuan. Lalu, kita serang balik mereka.”

"Apakah kau yakin bisa menahannya, Sandor-san?"

"Mungkin aku tidak akan selamat.”

Saat mendengar itu, dadaku sesak.

Aku tidak bisa langsung menjawabnya.

Tapi, aku pun mengangguk.

Sekarang aku tidak mengenakan apapun selain pakaian.

Meskipun dengan memakai Magic Armor, aku tidak yakin bisa mengalahkannya.

Magic Armor dibuat berdasarkan armor emas Dewa Tempur. Bagaimana bisa aku melawan
prototypenya?
Peluang menang kami tipis.

Dalam kondisi seperti ini, aku hanya akan menjadi penghalang jika ikut bertarung.

"Baiklah..... kumohon jangan mati.”

Aku mengatakan itu, lalu berlari menjauh.

Aku terus berlari menjauh, sembari mendengar bunyi dentangan senjata yang saling berbenturan di
belakangku.

T & J penulis[edit]

T : Lambang keluarga Migurdia muncul di patung Tujuh Kekuatan Dunia. Jadi, jika ada orang yang ingin
menantang Rudeus, dia mungkin akan pergi ke Desa Migurdia, kan?

J : Ya mungkin saja.

T : Kishirika dikenal sebagai rajanya mata iblis. Apakah mata iblis pemberian Kishirika bisa menjadi
sangat kuat setelah penggunanya berlatih keras?

J : Ya mungkin saja. Jika penggunanya memiliki Mana yang besar, itu bisa saja terjadi.

T : Mengapa Rudeus tidak bisa melihat Badigadi saat menggunakan mata iblis penerawang?

J : Ada sesuatu pada diri Badigadi yang tidak bisa dideteksi oleh mata iblis.
T : Aku masih penasaran dengan teknik gravitasi kontrol Aleksander. Apakah teknik itu terlihat seperti
para pendekar Kung-fu yang beterbangan di udara seperti film-film laga Hong-Kong?

J : Pokoknya, dia bisa mengendalikan gerak tubuhnya dengan bebas di udara. Jika kau sulit
membayangkannya, tonton saja game Arcana Hearts.

T : Gisu terlihat sedang memakai jubah yang aneh. Apakah jubah itu alat sihir yang membuatnya bisa
bernapas di dalam laut?

J : Sebenarnya, jubah itu adalah alat sihir yang menghalangi penglihatan mata iblis. Badigadi juga
mengenakan jubah sihir yang membuatnya tidak tenggelam, sehingga bisa berjalan di lautan.

T : Andaikan saja Sandor mau menerima Kajakuto, mungkin dia bisa menahan Badigadi lebih lama.

J : Aku tak yakin Sandor mau menggunakan pedang itu lagi, tak peduli siapapun lawan yang dihadapinya.

T : Kalau tidak salah, Rudi pernah memasukkan pedang peninggalan Paul pada lengan kiri Magic Armor.
Apakah senjata itu masih di sana?

J : Ya, masih kok.

Bab 18: Ancaman Dewa Tempur[edit]

Bagian 1[edit]

Saat mendengar ada serangan musuh, satu-satunya orang yang kegirangan adalah Atofe.

"Di mana musuhnya!?"

"Di pantai. Dia adalah Badigadi! Sandor-san sedang melawannya sekarang, jadi kita harus mundur
sementara untuk.......”
“AHAHAHAHAHAHA! Jadi Badi sudah jadi musuh! Dia adalah lawan yang tangguh! Wahai prajuritku,
ikutlah denganku!”

Tanpa membiarkanku menyelesaikan kalimat, Atofe segera membawa orang-orangnya ke pantai.

Aku tidak punya waktu menghentikannya.

Tentu saja, Ruijerd dan Eris ikut denganku, lalu Cliff menggunakan sihir detoksifikasi untuk menyadarkan
semuanya dari mabuk.

Kemudian, kami mengevakuasi para Ogre.

"Aku juga akan bertarung."

Tapi Dewa Ogre punya pendapatnya sendiri.

Seolah ingin menepati janjinya pada kami, dia segera mengikuti Atofe.

Mereka pun pergi ke medan perang.

Melihat itu, aku sempat berubah pikiran dari melarikan diri, menjadi menyerang.

Sandor, Atofe, dan Dewa Ogre Malta.

Jika mereka bertarung, lalu kalah, maka kami akan kehilangan sekutu-sekutu terkuat.
Aku segera menyimpulkan bahwa, meskipun keadaan kami tidak diuntungkan, namun pertarungan ini
penting untuk menjaga keutuhan tim.

Ternyata, pertempuran belum usai.

Ronde berikutnya sudah menanti.

Aku, Eris, Ruijerd, beberapa prajurit Ras Suaprd, Cliff, Elinalize, Atofe, 10 prajurit pribadi Atofe, dan
Dewa Ogre.

Harusnya kekuatan kami cukup untuk merepotkan mereka.

Hati kecilku mengatakan bahwa kami punya peluang menang.

Aku berlari menuju loby penginapanj, lalu segera memakai Magic Armor yang kuletakkan di sana.

Bagian 2[edit]

Setelah menyuruh Ras Ogre meninggalkan tempat ini, aku langsung menuju pantai dengan zirahku.

Tak butuh waktu lama, pertempuran pun kembali pecah.

Di pesisiran pantai Kota Heilerul, Atofe dan Badigadi saling beradu kekuatan dengan sebagian tubuhnya
terbenam di air.

Malta juga ambil bagian.


Badigadi bertarung melawan mereka berdua secara bersamaan, sambil membawa Gisu di bahunya.

Perbedaan kekuatan mereka terlihat jelas. Bahkan saat membawa Gisu di pundaknya, dia dengan
mudah bisa bertahan dari serangan Atofe dan Malta.

Luar biasa.

Di mana Sandor.

Aku tidak melihatnya di manapun.... apa dia sudah.....

Prajurit pribadi Atofe yang mengepung Badigadi saling menembakkan sihir.

Panah es, panah api, dan meriam batu.... semuanya memberondong Badigadi bagaikan hujan deras.

Tapi sihir-sihir itu lenyap sebelum mengenai targetnya.

Tak satu pun serangan sihir jarak jauh itu mengenai Gisu dan Badigadi.

Apakah itu kemampuan Armor Dewa Tempur?

Ataukah Gisu menggunakan benda semacam batu penyerap sihir?

Kalau kemungkinan kedua yang terjadi, maka aku harus membunuh Gisu secepatnya.

Harusnya aku menghabisi Gisu saat Badigadi disibukkan oleh Sandor.


Ah, mungkin tidak..... sepertinya Sandor sudah tumbang saat kami berpisah beberapa saat yang lalu.

Meskipun dia payah bertarung, aku perlu beberapa waktu menghabisi Gisu, dan saat itulah Badigadi bisa
menghabisiku.

Pilihanku meninggalkan Sandor untuk memanggil bala bantuan adalah yang terbaik saat ini.

Harusnya Gisu sudah banyak mengetahui teknik-teknikku.

Dia sudah merencanakan semuanya dengan matang sebelum menampakkan diri di depanku.

Lihatlah, dia begitu tenang seakan tidak punya beban.

Mungkin teknik Stone Cannon-ku tidak akan berdampak apapun padanya.

Tapi, sekarang bukan waktunya berpikir.

Aku harus bertindak secepat mungkin.

Atofe dan Malta sama-sama tangguh, tapi jelas terlihat Badigadi mengungguli mereka.

Petarung lini depan kami bisa tumbang kapanpun.

"Aku juga akan bertarung!"


"Jangan!"

Sembari mengisi Mana di senjataku, aku melarang Eris yang hampir saja meluncur ke medan
pertempuran.

Untungnya, berkat Atofe dan Malta, jarak kami dan musuh cukup terbuka.

Aku akan membidik Badigadi saat Atofe dan Malta tidak lagi berada di dekatnya.

“Cliff-senpa, aku akan coba menembakkan sihirku pada mereka!! Tolong bantu aku dari belakang!”

"Baiklah, serahkan padaku!"

Aku ragu-ragu, karena tembakanku mungkin akan mengenai Atofe dan Malta

Tapi aku bisa melihat Gisu dengan jelas. Aku tidak tahu apakah sihirku bisa mengenai mereka, tapi
setidaknya aku harus menoba.....

Inilah kesempatanku. Yakin saja, jangan pesimis dulu......

Tidak apa-apa, coba saja satu serangan dulu.

Aku akan memakai teknik yang sudah beratus kali kugunakan.... yaitu, Stone Cannon.

Ah tidak....tidak.... mungkin lebih baik Lightning?


Tadi pasukan Atofe juga menembakkan sihir bumi, dan musuh menghancurkannya dengan mudah.

Kurasa Stone Cannon cocok untuk menghalangi mereka, tapi sepertinya kita perlu coba teknik lain.

Baiklah......

"Suu─"

Sambil menarik napas dalam-dalam, aku mengangkat tangan kiriku.

Kukumpulkan Mana pada tangan kiriku.

Lalu,kuangkat ke langit. Akan kubuat awan mendung dengan sihirku.

Dengan sabar, aku menghabiskan waktu untuk memperbesar ukuran awan mendung.

Hujan pun mulai turun di sekitar pantai.

Guntur bisa terdengar dari kejauhan.

Angin bertiup kencang dan ombak di laut mulai mengganas.

Belum selesai, awan mendung ini harus dikompresi untuk menjadi halilintar.

Tapi, aku malah mengembangkannya.


Kilatan petir keluar bersama angin yang menggulung-gulung di udara.

Hujan deras mengguyur pantai.

Belum..... ini belum selesai.

Ombaknya semakin tinggi, dan melibas tiga orang yang masih bertarung di pantai.

Sedikit lagi.

Awan gelap membungkus langit malam.

Jarak pandang semakin menipis, mungkin hanya 5 m saja.

Tapi untungnya aku punya mata penerawang.

Mata iblisku terus memantau tiga orang yang masih beradu otot di pantai.

Nah..... sekarang saatnya melepas Mana yang sudah menumpuk di tangan kananku.

Awan mendung langsung menyusut.

Aku terus menggumpalkan dan memusatkannya pada satu titik.


Atur waktunya.... bidik dengan setepat mungkin......

Badigadi semakin mengamuk, dia menghempaskan Atofe dan Malta sekaligus.

Sekarang.....!!

Aku menjatuhkan awan mendung yang terkosentrasi pada satu titik.

"Lightning!!”

Yang turun dari langit bukanlah kilatan petir.

Melainkan pilar cahaya masif, yang seakan membelah angkasa.

Suara gemuruh belum terdengar.

Hujan berhenti sesaat, yang ada hanyalah cahaya putih membutakan mata, dan keheningan.

Pilar cahaya itu mengiris lautan, sehingga terbentuk dinding ombak yang tinggi.

Akhirnya, terdengar gemuruh yang memekakkan telinga.

Bisingnya suara halilintar menyiksa gendang telinga kami.

"......... tangan ......... adalah ....... bumi ........"


Dalam deru gemuruh itu, aku nyaris tidak bisa mendengar lantunan mantra Cliff.

Tapi, aku tahu mantra yang sedang dia baca dari belakangku.

Gelombang air mulai menghampiri kami.

Massa air itu menyapu apapun yang dilewatinya.......

.......dengan sangat cepat...........

"Sandstrom!!"

Seketika, muculah dinding pasir yang mengimbangi ombak itu.

Air ombak menjadi berwarna coklat keruh, kemudian melebur di pesisir pantai.

Dengan mata iblis penerawang, aku coba mencari sosok berarmor emas di sekitar perairan.

"..............."

Aku tidak bisa melihat apa-apa.

Aku sudah mengaktifkan mata iblisku, tapi ........


Ketika melihat sekeliling, aku tidak bisa menemukan apa-apa.

Keruh..... hanya itu yang bisa kulihat.

Tidak ada satu sosok pun yang tertangkap penglihatanku.

"Apakah berhasil?"

Tanpa sadar aku menggumamkan itu.

Sayangnya, biasanya pertanyaan seperti itu adalah pertanda buruk.

"!"

Sudah terlambat ketika aku menyadarinya.

Eris dan Ruijerd.

Mereka sama-sama lihat ke atas karena merasa ada yang tidak beres.

Sesaat berikutnya, pilar pasir berdiri di depanku.

Lalu, sesuatu jatuh dari langit.

Benda itu tertutup tanah, namun tidak kehilangan kemilau emasnya.


"Ough."

Begitulah rintihnya.

Pria itu mendarat tepat di depanku.

Armor emas.

Ya.... tentu saja tidak semudah itu aku mengalahkannya.

"Tadinya kupikir aku mati.”

Suara itu terdengar dari dalam zirah emas tersebut.

Ada seseorang berwajah monyet yang menaiki armor emas itu.

“Akulah Badigadi!! Akulah sang Dewa Tempur, sekaligus hamba setia Hitogami!! Rudeus Greyrat,
kutantang kau duel sekarang juga!!”

"A-aku menolak."

“FUAHAHAHAHAHA! TIDAK ADA ALASAN!!"

Entah sejak kapan..... Badigadi meluncur ke arahku, lalu menghantamku.


Hanya satu pukulan.....

Cukup satu pukulan.....

Magic Armor-ku hancur berantakan.

Aku terbang, dan kesadaranku semakin pudar.

Saat hampir menutup mata..... aku melihat Eris, Ruijerd, dan Malta menyerang Badigadi secara
bersamaan.

───────Hari itu, Kota Heilerul musnah.

Bagian 3[edit]

Ketika sadar, aku mencium bau yang enak.

Aku bisa mencium sedikit keringat juga, tapi aromanya wangi.

Aku kenal bau keringat wangi ini.

Saat kubuka mataku, aku melihat rambut merah yang memenuhi bidang pandanganku.

Pada saat yang sama, aku merasakan kehangatan di pipiku.

Pipiku menyentuh sesuatu.


"........ Kau sudah sadar?"

Suara keluar dari sesuatu yang menyentuh pipiku.

Itu suara Eris.

"!"

Lalu, kesadaranku kembali.

Eris memapahku di pundaknya.

"........Apa yang terjadi?"

Dengan cepat aku berdiri, lalu mengamati sekelilingku.

Banyak orang seliweran seperti pengungsi.

Cliff, Elinalize, dan Ruijerd.

"Kami kalah."

Setelah itu, Eris dan yang lainnya menantang Dewa Tempur, lalu kalah total.

Eris pingsan hanya dengan satu pukulan, dan perisai Elinalize hancur.
Malta dan Atofe melakukan perlawanan yang bagus, tapi mereka bukan tandingan Badigadi.

Moore mengambil alih kepemimpinan ketika aku pingsan, lalu dia menyuruh semuanya mundur.

Ruijerd membawa Eris dan aku. Waktu itu Sandor sudah siuman, lalu dia bersama Atofe, pasukannya,
dan Malta sama-sama menahan Badigadi. Berkat mereka lah kami bisa melarikan diri dengan selamat.

"Aku mengerti."

Ini mengejutkan.

Mengejutkan sekali bahwa kami begitu mudah dikalahkan.

Aku tidak pernah menganggap diriku hebat..... tapi kekalahan ini tetaplah mengejutkan.

Bahkan ketika melawan Orsted, Magic Armor-ku tidak kalah hanya dengan sekali pukul.

Ini sungguh mengerikan.

Sebelumnya, aku selalu memenangkan pertarungan.

Mulai dari mengalahkan Atofe, sampai yang terakhir Aleksander.

Yahh, bukannya aku menang melawan Aleksander seorang diri sih..... tapi kami tetaplah menang.
Baru kali ini aku dikalahkan hanya dengan sekali pukul.

Magic Armor kebanggaanku pecah, dan aku langsung pingsan.

....... sepertinya aku terlalu meremehkan Badigadi.

Apakah karena aku pernah mengalahkannya dengan sekali serang waktu itu?

Apakah karena aku selalu menang melawan Raja Iblis selama ini?

"Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?"

Aku hanya bisa merenung saat Eris mengatakan itu.

Berikutnya......

Apa yang harus kita lakukan berikutnya.....

Kami masih punya pilihan.

Tapi, bisakah aku menang melawan Dewa Tempur tanpa persiapan yang matang?

Kami sudah tidak bersama Atofe, Sandor, dan Malta.

Aku tidak ingin memikirkan ini..... tapi, mungkin saja mereka sudah tiada.
Kekuatan kami tidak pasti.

Masih ada Eris, Ruijerd, Elinalise, Cliff, dan beberapa prajurit Supard.

Meskipun begitu, belum tentu aku bisa membantu mereka bertarung, karena Magic Armor Versi I sudah
hancur.

Seperti yang pernah dikatakan Aleksander..... aku hanya lalat sekarang.

Dengan kondisi seperti ini, peluang menang kami semakin tipis.

"Tidak ada cara selain lari."

"...... Ruijerd-san."

Ruijerd mengatakan itu sambil menatapku.

“Dia adalah Tujuh Kekuatan Dunia posisi ketiga. Kita tidak akan bisa mengalahkan orang itu meskipun
menyerangnya dalam kelompok.”

Hanya lari pilihan kami.

Kami harus kembali ke Desa Supard ........

Lalu ....... setelah itu apa?


Di desa masih ada Orsted.

Tapi ....... apakah kami akan membiarkan Orsted melawan Badigadi dan Gisu?

Tujuan mereka adalah membunuhku, dan menguras Mana Orsted.

Jika Orsted bertarung melawan Dewa Tempur, dia bisa saja menang, tapi Mana-nya pasti akan habis. Ini
sama saja dengan membiarkannya melawan Dewa Pedang dan Dewa Utara sekaligus.

Dengan kata lain, usaha kami selama ini sia-sia saja.

Sama saja kami kalah.

Gisu tidak akan berhenti. Dia akan memburu kami ke ujung dunia demi mewujudkan rencananya.

Ini sungguh ironis, awalnya kami lah yang memburu Gisu, tapi hanya dalam semalam, keadaan pun
berbalik, dan kini giliran Gisu memburu kami.

Tidak ada lagi tempat yang aman untuk kami.

"....... kalau terus melarikan diri....... bagaimana bisa kita menang."

“Kalau begitu, tidak ada pilihan selain bertarung. Meskipun kalah, kita akan kalah terhormat.”

Sial..... meskipun terhormat, kekalahan tetaplah kekalahan.


Jika kami mati, maka berakhilah semuanya.

Mungkin itu tidak berarti apapun bagi Orsted, karena dia bisa mengulangi kehidupan ini sekali lagi.

Tapi bagiku............

"........ Rudeus, tenangkan dirimu."

Eris tiba-tiba memegang tanganku.

Tangannya kuat dan hangat.

Tangan itu sudah menyelamatkanku berkali-kali.

Tangan itu jugalah yang membesarkan anak-anakku.

"Ah."

Aku sedikit tenang sekarang.

Pikirkan.

Pikirkan cara untuk menang.


Pertama, aku memerlukan informasi lebih banyak lagi tentang keadaan ini.

Misalnya, kelemahan armor emas Dewa Tempur.

Tapi, aku pernah mendengar bahwa armor emas adalah zirah terbaik yang bahkan dibuat oleh Laplace
sendiri.

Sungguh ironis, si pembuat armor celaka oleh armor buatannya sendiri.

Apakah benda itu punya kelemahan?

Kalau pun tidak ada, mungkin ada cara menyegelnya. Menghentikan musuh tidak selalu dengan
mengalahkannya.

Atas dasar itu, mungkin kita bisa menemukan petunjuk untuk menghentikan Badigadi.

Siapa yang tahu banyak tentang armor itu?

Atofe? ....... ah, dia tidak di sini.

Orsted?

Benar, aku harus bertanya padanya.

Dan jika kita masih tidak bisa mendapatkan apa-apa ........


"........"

Tidak.

Meskipun kita tidak bisa mendapatkan apa-apa, kita tetap harus melawan Badigadi entah apapun
konsekuensinya.

Atofe, Malta, dan Sandor tidak lagi bersama kami.

Pasti ada cara untuk menang...... tapi apa....?

Di samping itu, kami harus mengurangi resiko seminimal mungkin.

Kalau bisa, aku tidak ingin melibatkan Desa Supard dalam pertempuran ini.

Karena Norn ada di sana juga.

Pasti ada peluang menang.

Meskipun kurang dari 1%.

Ya..........

Akhirnya aku ingat masih ada satu kartu as yang belum kukeluarkan.

Awalnya aku berencana menggunakannya lebih cepat.


"......... kita akan mundur sampai desa, lalu bertahan di sana."

Aku memutuskan untuk mengambil pertaruhan ini.

"Oke."

Semuanya mengangguk.

Bagian 4[edit]

Kemudian, kami kembali ke Desa Supard.

Kartu as terakhirku masih dipersiapkan.

Sudah sampai mana persiapannya?

Apakah kita masih punya waktu menunggu?

Sembari memberanikan diri, aku duduk bersimpu di hadapan Orsted, lalu kuceritakan semuanya yang
terjadi sampai saat ini.

"Begitulah..... kami tidak tahu apa yang terjadi dengan Sandor, Atofe, dan Malta.”

"........."

Wajah Orsted tampak kaku.


"Dewa Tempur Badigadi?"

"Apakah bos tahu cara menghentikannya?"

".......Tidak. Aku tahu tentang armor emas, tapi aku tidak pernah melawan Badigadi saat mengenakan
zirahnya.”

"Jadi begitu ya....."

Aku sudah menduga jawaban itu, tapi aku masih saja tidak bisa menyembunyikan kekecewaaanku.

Tapi sudahlah.....

"Kalau begitu, ceritakan tentang armor Dewa Tempur yang kau ketahui."

“Armor Dewa Tempur adalah zirah terbaik yang dibuat oleh tangan Laplace sendiri. Armor itu tenggelan
ke dasar samudra, yang disebut Cincin Laut. Ketika dialiri Mana, permukaan armornya gemerlapan
keemasan, dan memberikan pemakainya kekuatan yang tidak terhingga. Tapi, lama-kelamaan kekuatan
yang besar itu akan menguasai pemakainya.”

"Tapi, sepertinya Badigadi tidak sedang dikendalikan?”

Setidaknya, aku tidak merasa Badigadi sedang dimanipulasi oleh apapun.

Dia adalah Badigadi yang selama ini kukenal.


Yahh, tidak menutup kemungkinan dia dikendalikan, tapi sepertinya semuanya normal-normal saja.

Dia tidak basa-basi saat melawan Atofe, Malta, dan Sandor, dan memang seperti itulah tabiatnya.

“...... butuh beberapa saat sampai armor itu menguasai pemakainya. Setelah kau mengenakannya, maka
armor Dewa Tempur akan perlahan-lahan mengendalikan pikiranmu. Lambat-laun, kau tidak bisa lagi
membedakan mana yang baik, dan mana yang salah. Yang kau inginkan hanyalah bertarung. Tapi,
Badigadi bukanlah ras iblis biasa. Tubuhnya terbuat dari zat yang tidak bisa dideteksi oleh mata iblis.
Jadi, mungkin armor itu tidak bisa menguasainya sepenuhnya.”

Dengan kata lain, barusan saja Badigadi menggunakan armor itu.

Kalau tidak salah, aku pernah dengar tentang armor yang mengendalikan penggunanya ini.

“Armor Dewa Tempur mirip dengan Magic Armor milikmu, hanya saja perbedaannya adalah, zirahmu
memerlukan bahan bakar berupa Mana, sedangkan armor Badigadi menyerap Mana sampai si
pemakainya mati. Sebelum kehabisan Mana lalu mati, si pengguna tidak akan bisa melepaskan zirah
emas itu. Jika Badigadi memakainya, maka zirah itu akan beroperasi selamanya, karena dia adalah ras
iblis abadi yang tidak bisa mati. Ketika armor itu terpasang, maka akan menyesuaikan semuanya dengan
si pemakai. Oleh sebab itu, zirah Dewa Tempur adalah senjata yang ideal, tak peduli siapapun yang
memakai. Jangkauan serang armor itu tergantung dari senjata apa yang dipakai si pengguna. Kalau
Badigadi yang menggunakannya, maka jangkauan serangnya tidak begitu jauh, karena dia adalah
petarung jarak dekat. Kemilau keemasan yang terpancar dari armor tersebut memiliki kemampuan mirip
batu penyerap sihir, yaitu meniadakan Mana. Tapi, kemampuan itu ada batasnya. Jika kau
menyerangnya dengan Stone Cannon kekuatan penuh, mungkin kau bisa menembus pertahanan itu.”

Rupanya si bos tahu banyak.

Aku paham, jadi lebih baik aku menggunakan Stone Cannon daripada Lightning.

"Orsted-san, siapakah Dewa Tempur sebelumnya yang juga mengenakan armor tersebut?”
"Salah seorang dari Ras Laut. Tapi, dia mati karena Mana terserap habis oleh armor itu.”

"Ada orang lain lagi yang pernah memakainya?"

"Seorang manusia dan ras iblis pernah memakainya. Bahkan, aku pernah menggunakannya beberapa
kali.”

Jadi kau pernah memakainya?

Wajar saja, kalau tidak salah, Laplace pernah menjadi gurunya Orsted.

Kalau tidak pernah memakainya, harusnya Orsted tidak tahu sebanyak itu.

"Jadi, bagaimana cara mengalahkan armor itu?"

"......Aku tidak tahu."

"Tidak tahu?"

"Saat mengenakan Armor Dewa Tempur, kau tidak merasakan sakit atau kelelahan. Kau akan bersenang-
senang selamanya dalam pertempuran. Tapi sebenarnya, armor itulah yang memaksamu bergerak,
bukan sebaliknya. Armor itu tidak bisa menyembuhkan luka si pemakainya. Maka, jika kau terluka
selama pertarungan, luka itu akan semakin parah. Semakin banyak lawanmu, maka armor itu akan
semakin kecanduan bertarung.”

Armor Dewa Tempur akan terus bergerak sampai pemakainya mati.


Sedangkan Badigadi abadi.

Itu adalah senjata yang sangat cocok untuknya.

"Bagaimana Laplace mengalahkannya?"

"Dia menembakkan sihir sekuat-kuatnya untuk menembus pertahanan armor itu, kemudian terbuka,
dan terpisah dari penggunanya. Sihir Laplace juga mengakibatkan samudra terbelah, itulah yang disebut
Cincin Laut. Lalu, armor emas pun dibenamkan di sana.”

"......begitu ya......"

Jadi, aku masih bisa menembus pertahanan armor itu, tergantung dari seberapa kuat seranganku.

Sepertinya aku baru saja dapat ide......

"Aku dengar, si pengguna Armor Dewa Tempur terakhir sudah mati. Tapi ternyata, pemakainya adalah
Badigadi.”

"Jadi kau baru tahu?"

"Pada waktu itu, Laplace sendiri tidak tahu siapa yang memakai armor buatannya. Setelah aku
mendengar Laplace dikalahkan oleh Perugius, aku tidak lagi tertarik dengan armor emas itu. Tapi
ternyata, zirah itu muncul lagi di hadapan kita sebagai musuh.”

"Apakah kau...... mendengarkannya dari Laplace sendiri di perulangan sebelumnya?"


"Ya, ingat aku adalah anak Dewa Naga pertama. Jadi, aku tahu hampir semua hal yang terjadi pada ras
naga.”

".... kurasa Laplace bukan orang jahat. Tapi...... sayangnya kita harus membunuhnya suatu saat nanti.”

"Memang begitulah adanya. Untuk mencapai tempat Hitogami berada, kita harus membunuh lima
Prajurit Naga Legendaris, kemudian menggunakan pusaka naga yang mereka miliki.”

"......."

Kurasa, baru kali ini si bos menyatakannya dengan jelas.

Jadi begitu ya....

Kalau begitu, kita juga tidak bisa mengharapkan bantuan Perugius, karena kekuatan armor itu mungkin
setara atau bahkan lebih tinggi darinya.

Lebih baik kita pikirkan cara lain saja.

"Mungkin kau tidak suka membahas ini, Orsted-san."

".....Tidak juga."

Aku harus fokus dengan apa yang kami hadapi saat ini.

Yaitu, Badigadi.
Dari percakapan terakhirku dengan Hitogami, dia mengakui tidak bisa mengendalikan lebih dari 3 orang
karena dia juga perlu mengamati masa depannya sendiri. Itu artinya, Badigadi adalah bidak terakhir,
sekaligus kartu asnya Hitogami.

Saat berbicara padanya tempo hari, sepertinya dia hampir kehabisan cara untuk mengalahkan kami.

Dewa Tempur Badigadi.

Sejak awal, Badigadi adalah bidaknya Hitogami.

Orsted belum pernah melawan Badigadi yang menggunakan armor emas Dewa Tempur, itu artinya baru
kali ini Hitogami memerintahkan Badigadi untuk berkonfrontasi dengan Orsted. Bagi si bos, ini adalah
pengalaman pertamanya, itulah sebabnya dia tidak tahu bagaimana cara mengalahkan Dewa Tempur
Badigadi.

Kenapa baru kali ini Hitogami memanfaatkan Badigadi? Apakah hanya kebetulan saja? Ataukah karena
faktor keberadaanku?

"Jadi, apa yang ingin kau lakukan?"

"Kita tidak punya cara selain melawannya.”

"Baiklah. Aku ikut. Aku memang belum pernah melawannya sebelumnya. Tapi, bukan berarti aku tidak
bisa melakukan apa-apa.”

Ketika Orsted mengatakan itu, dia bangkit dari duduknya.


Namun, aku segera menyelanya.

"Tidak.... tunggu dulu."

Orsted pun duduk kembali.

Aku tidak bisa melihat raut wajahnya karena tertutup helm, tapi sepertinya dia cukup terkejut saat
kusela.

"Jika Mana Orsted-san terbuang banyak pada pertarungan ini, maka semua usaha kami selama ini sia-sia
saja.”

"Jika kau mati di sini, sama saja kita kalah.”

"...... Yah, itu benar juga.”

Apakah aku harus mengambil resiko ini sekarang juga? Ataukah ada saatnya yang tepat nanti?

Tetapi aku sudah mencoba yang terbaik sampai sekarang.

Setidaknya, aku ingin bertahan sampai titik darah penghabisan.

"Tetapi meskipun Orsted-san tidak ikut bertarung, kurasa masih ada cara mengalahkan Badigadi.”

"...sulit.... konsekuensinya nyawamu sendiri.”


"Kalau pun aku harus mati, setidaknya tolong jaga keluargaku!!”

Tentu saja aku tidak ingin mati. Aku tidak ingin satu pun di antara kami mati.

Tapi, sudah jelas bahwa pertarungan ini adalah pertaruhan antara hidup dan mati.

Dewa Tempur adalah senjata pamungkas Hitogami dan Gisu.

Mungkin mereka masih punya senjata cadangan, tapi setidaknya, Vita, Gull, Aleksander, dan Malta
sudah tidak bisa lagi digunakan.

Semua kartu musuh sudah hampir terbuka.

Ini adalah pertarungan terakhir kami.

Jika kami berhasil mengalahkan Dewa Tempur, maka mereka pasti akan kesulitan melawan balik.

Kami harus berusaha keras, pantang menyerah, dan yakin.

"Aku mengerti. Tapi, saat kau merasa sudah tidak punya harapan menang lagi, maka segera mundurlah.”

"Terima kasih banyak atas kesempatannya, Orsted-san."

Aku menundukkan kepalaku, lalu berdiri.

"Jadi ........ Apakah Roxy sudah menghubungimu?"


"Belum."

"Begitukah? Kalau ada kontak, segera kabari aku.”

Setelah melihat Orsted mengangguk, aku segera keluar dari ruangan.

Para prajurit Supard sedang menunggu.

Eris juga menunggu dengan tatapan mata setajam pisau, dan aura pembunuh yang pekat.

Ruijerd juga bersamanya.

Cliff terlihat sedikit takut dan gugup, tapi sorot matanya memancarkan semangat.

Sedangkan Elinalise tampak tenang seolah siap melindungi suaminya kapanpun.

Doga masih tampak sedih setelah mendengar kekalahan Sandor.

Zanoba bersamanya. Dia kehilangan pakaiannya selama pertarungan tempo hari, jadi dia mengenakan
pakaian prajurit Ras Supard.

Kami semua ingin melindungi desa.

Jujur saja, aku gelisah.


Tanpa Atofe, Sandor, dan Malta, kekuatan kami berkurang drastis.

Tapi Zanoba dan Doga adalah pengganti yang hampir setara dengan Dewa Ogre.

Badigadi adalah tipe petarung jarak dekat. Jadi, kurasa Zanoba dan Doga bisa berbuat banyak.

Logikanya, Doga dan Zanoba akan kalah telak saat melawan Dewa Tempur, karena Malta pun bukan
tandingan Badigadi. Tapi tak ada yang tahu hasilnya sebelum mencoba.

Mungkin saja, kami bisa mengulur waktu selama 1 atau 2 hari.

Tenggat waktu selama 2 hari kurasa belum cukup untuk menyiapkan kartu asku.

Meskipun sudah siap sekalipun, tidak ada jaminan bisa mengalahkan Badigadi dengan kartu asku itu.

Bahkan, mungkin saja rekan-rekanku akan mati sia-sia.

Tapi.............

"Ayo pergi."

Inilah pilihanku.

Aku punya rencana, meskipun belum pasti keberhasilannya.

Aku pun tidak tahu apakah ini keputusan yang tepat.


Kami punya waktu memasang jebakan, tapi musuh adalah monster yang bisa menembus jebakan
apapun.

"........"

Tanpa mengungkapkan pendapat sedikit pun, rekan-rekanku hanya mengikutiku dalam diam.

Saatnya ronde kedua pertarungan melawan Dewa Tempur.

Tanya & Jawab Penulis[edit]

T : Mengapa Dewa Ogre menggunakan bahasa manusia saat bernegosiasi dengan Rudeus? Apakah
karena dia mengaku kalah pada Rudeus, yang sejatinya adalah ras manusia, sehingga dia ingin
menghormatinya dengan berbicara bahasa manusia?

J : Ya, kurang lebih begitu.

T : Pernyataan Orsted sedikit aneh. Dia bilang pernah melawan beberapa orang yang mengenakan
armor Dewa Tempur, maka mengapa dia tidak tahu kelemahan armor emas tersebut? Bahkan katanya
dia sendiri pernah memakainya.

J : Dia memang pernah melawan beberapa orang pengguna armor emas, tapi dia tidak berpengalaman
melawan Badigadi dalam mode Dewa Tempur. Itulah sebabnya dia bilang tidak tahu kelemahannya.

T : Tapi, bukankah pengetahuan Orsted sudah seperti Google di zaman sekarang?

J : Bahkan Google pun tidak bisa menemukan beberapa halaman yang memang tidak ada.
T : Sebetulnya apakah itu Dewa Tempur? Apakah semua orang bisa menjadi Dewa Tempur hanya
dengan memakai armor emas itu?

J : Tidak. Dewa Tempur adalah Badigadi yang mengenakan armor emas, bukannya siapapun yang
mengenakan armor emas. Jadi, tidak sembarang orang bisa menjadi Dewa Tempur hanya dengan
memakai zirah itu. Tolong dibedakan.

T : Kota terbesar ketiga hancur di tangan Badigadi. Kok bisa? Bukankah Badigadi hanya bertarung
dengan tangan kosong? Bagaimana bisa seluruh kota hancur lebur? Hancurnya seperti apa nih? Benar-
benar musnah, atau masih ada puing-puing bangunan?

J : Mungkin saja. Ingat, saat Badigadi menyerang kota, dia mendapatkan perlawanan dari Moore beserta
pasukan pribadi Atofe. Mereka bisa menggunakan sihir tingkat tinggi. Jika Badigadi bisa menangkis
semua sihir itu, maka tidaklah mustahil kota menjadi korbannya.

T : Armor emas akan menyerap semua Mana penggunanya sampai habis, itu artinya zirah tersebut baru
bisa lepas setelah pemakainya mati. Nah, jika Orsted pernah memakainya, maka bagaimana bisa dia
melepasnya?

J : Tidak bisa. Akhirnya Orsted mati saat menggunakan zirah itu. Tapi, dia kan bisa mengulangi
kehidupan. Jadi, itu tidak masalah.

T : Sepertinya Mana si bos benar-benar tidak bisa dipulihkan oleh sesuatu. Jadi, tidak ada pilihan selain
menunggu sampai Mana-nya pulih dengan sendirinya?

J : Errr....... seseorang di masa depan akan meneliti ini.

T : Pendekar pedang level dewa sudah banyak keluar, lantas bagaimana dengan penyihir level dewa?
Jika ada penyihir level dewa yang bisa menggunakan sihir penyembuhan, bukankah dia bisa
menyembuhkan penyakit kristal sihir dengan mudah? Sayangnya, seri ini akan segera berakhir. Apakah
penyihir level dewa tidak akan dimunculkan?
J : Ya, aku tidak berencana memunculkannya.

T : Situasinya sedang kritis, tapi mengapa tidak banyak pertumpahan darah?

J : Rudeus sempat pingsan, kan? Saat itulah hal seperti itu bisa terjadi.

T : Eris dan Ruijerd masih hidup setelah melawan Badigadi, apakah itu berarti sang Dewa Tempur tidak
serius melawan mereka?

J : Hey, jangan salah. Eris dan Ruijerd adalah pendekar yang tidak akan mati dengan begitu mudah.

T : Kalau sudah tahu betapa berbahayanya Armor Dewa Tempur, harusnya Orsted membuang jauh-jauh
zirah itu di perulangan kali ini.

J : Zirah itu sudah dibuang pada tempat yang hampir mustahil ditemukan oleh siapapun, yaitu di dasar
samudra. Justru karena armor itu sangat berbahaya, Orsted pikir tidak ada orang yang mau
memakainya. Tapi...... yahh, seperti yang sudah Orsted bilang sebelumnya...... dia tidak menduga
Badigadi bakal memakainya. Karena, hal ini baru pertama kali terjadi selama dia melakukan perulangan.

Bab 19: Kartu As[edit]

Bagian 1[edit]

Dewa Tempur muncul lagi setelah dua hari berlalu.

Ini semua berkat kerja keras Atofe dan yang lainnya menahannya.

Tetapi, tak satu pun dari rekan-rekanku itu kembali.


Kurasa, ras iblis abadi tidak akan mati semudah itu ...... tapi lawannya kali ini tidak biasa. Hal seperti itu
bisa saja terjadi jika kau melawan musuh sekelas Dewa Tempur.

Apapun itu, berkat mereka persiapan kami sudah selesai.

Dewa Tempur mendatangi kami secara langsung.

Dia datang dengan tenang, tanpa sedikit pun berusaha menyembunyikan dirinya.

Gisu masih saja bertengger di bahunya dengan santai, seolah mengatakan bahwa apapun yang kami
lakukan tidak akan bisa menghentikan Badigadi.

Bagian 2[edit]

Pertempuran dimulai di pinggiran hutan.

Aku sedang berdiri di atas tembok raksasa yang dibuat di perbatasan hutan.

Tingginya sekitar 10 meter dan tebalnya 2 meter.

Dari atas tembok yang dibuat seolah untuk melindungi hutan ini, aku akan menembakkan salah satu
sihir andalanku, Stone Cannon.

Aku akan menggunakan sejumlah besar Mana, untuk setidaknya merobohkan Gisu.

Mata iblis penerawang tidak berguna terhadap Badigadi.


Bahkan Orsted tidak begitu tahu alasannya. Mungkin Badigadi punya kemampuan khusus seperti Miko,
atau sesuatu telah terjadi di masa lalu, sehingga tubuhnya kebal terhadap efek mata sihir.

Tapi, dengan mata biasa pun..... aku bisa melihat kemilau keemasan dari kejauhan.

Sejak dilahirkan di dunia ini, sihir bumi adalah sihir yang paling sering kugunakan.

Aku berusaha mengenainya secara langsung.

Mungkin peluangnya tepat sasaran sekitar 10%.

Tapi, meskipun tembakanku kena sasaran, harusnya dia tidak akan terluka parah karena jaraknya masih
jauh.

Setelah menunggu beberapa saat........ sekaranglah saatnya!

Aku menembakkan Stone Cannon beberapa kali dengan kekuatan penuh.

Tembakanku mengenai sasaran.

Pertahanan armor emas terbuka sesaat, namun segera tertutup kembali.

Peluru tanahku bahkan tidak menembusnya.

Aku gagal menghentikannya, dan Badigadi pun terus maju.


Meskipun Stone Cannon kulepaskan dengan kekuatan penuh, sepertinya dampaknya melemah karena
jarak antara kami masih begitu jauh.

Jadi, aku harus menembaknya lagi dari jarak yang lebih dekat.

Oh..... lihat itu........

Ternyata salah satu tembakanku mengenai Gisu.

Dia jatuh dari pundak Dewa Tempur!

Tapi, dia segera bangkit kembali, seolah tidak terjadi apapun. Sepertinya dia sama sekali tidak terluka.

Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas dari jarak sejauh ini, tapi aku yakin dia jatuh.

Atau...... mungkin dia sengaja turun dari pundak Badigadi untuk berlindung?

Kalau saja lebih dekat, mungkin tembakan Stone Cannon-ku sudah cukup untuk merenggut nyawanya.

Tapi, tempo hari dia tidak mati bahkan setelah terkena Lightning. Jadi, kurasa Gisu mempunyai
pertahanan yang baik. Entah dari mana dia mendapat kemampuan seperti itu.

Ini tidak cukup menghentikan mereka.

Saat Dewa Tempur sudah cukup dekat pada dinding, aku menembakkan sihir api, lalu mundur ke dalam
hutan.
Aku harus menjaga jarak dengan mereka.

"Masih ada harapan........."

Tanpa sengaja aku menggumamkan itu, lalu kulihat dinding pembatas hutan hancur di belakangku.

Aku tahu ini akan terjadi.

Ketika Dewa Tempur memasuki hutan, aku langsung mengaktifkan sihir air untuk membentuk kabut.
Dan hutan pun diselimuti oleh kabut yang tebal dan gelap.

Aku juga membuat rawa dengan teknikku yang terkenal, Quagmire.

Prajurit-prajurit Supard sudah menyebar di sekitar hutan untuk membuat keadaan semakin kacau.

Badigadi boleh kebal terhadap efek mata iblisku, tapi tidak untuk mata ketiga Ras Supard.

Mereka bisa melihat Dewa Tempur dengan jelas.

Tampaknya taktik ini sukses, Dewa Tempur bekeliling hutan tanpa tujuan yang jelas selama berjam-jam.

Aku harap dia tidak sengaja keluar hutan setelah berkeliling kebingungan seperti itu, agar waktu
tertunda semakin lama.

Pada saat yang sama, aku memperluas jangkauan rawa dan kabut dengan sihirku.
"Dewa Tempur telah berubah arah."

Kemudian, Ruijerd pun muncul untuk melaporkan itu.

Tampaknya Dewa Tempur sekarang bergerak ke arah Lembah Naga Bumi.

Mungkin Gisu yang mengarahkannya.

Tampaknya, Gisu sudah mengenal hutan ini dengan sangat baik.

Aku heran, mengapa dia masih tahu jalannya, padahal kabut, rawa, dan para prajurit Supard terus
mengganggu. Apakah dia punya alat sihir yang bisa menunjukkan arah?

Tidak, jika dia memiliki alat sihir semacam itu, harusnya mereka tidak perlu berkeliling selama berjam-
jam.

Atau mungkin, Gisu menggunakan waktu berjam-jam itu untuk menganalisis hutan ini, lalu dia bisa
menemukan jalan yang benar. Dia memang bekerja sebagai pengintai di grupnya Paul dulu, maka tidak
aneh jika dia menguasai keterampilan seperti itu.

Kabut, rawa, dan gangguan dari para prajurit Supard.

Meskipun diganggu oleh semua itu, kurang-lebih Gisu hanya membutuhkan 3 jam untuk menemukan
arah yang benar.

Sayangnya, sudah mulai berjatuhan korban.


Tiga orang prajurit Supard yang terlalu dekat dengan Badigadi, langsung dia bereskan.

Sial.....

Terkutuk kau, bidak Hitogami.....

Tenanglah kawan, kematian kalian tidak akan sia-sia.

Berkat gangguan mereka, matahari segera terbenam.

Namun, tiba-tiba Dewa Tempur berhenti bergerak.

Armor itu tidak bertenaga surya, kan? Aku tidak tahu, tapi yang jelas dia berhenti bergerak saat senja
tiba.

Tentu saja, ini bukan saatnya beristirahat.

Aku tidak mengendurkan sihir kabut dan rawa, para prajurit Supard juga tidak berhenti mengganggu
mereka.

Sesekali aku juga menembakkan Stone Cannon dari kejauhan.

Aku tidak berharap banyak dari serangan itu, tapi setidaknya bisa menyibukkan mereka.

Tak akan kubiarkan mereka tidur atau istirahat, maka aku terus menembakkan sihir-sihirku padanya.
Mungkin saja Badigadi semakin kelelahan, tapi lain halnya dengan Gisu. Dari tadi dia hanya duduk
bertengger di pundak Badigadi. Aku tahu dia sudah menyiapkan cara licik untuk mengalahkanku.

Bagian 3[edit]

Pada hari kedua, strateginya tidak berubah. Kami berusaha sekuat tenaga menggiring Dewa Tempur ke
arah Lembah Naga Bumi.

Fajar hari kedua.

Aku menyeberangi lembah.

Dari kejauhan, aku terus mengawasi ke arah hutan.

Ruijerd berdiri di sampingku sembari melihat ke arah yang sama.

Topografi Lembah Naga Bumi sangat cocok untuk bertahan.

Jurangnya sedalam lebih dari 1 km.

Aku tidak sadar saat pertama kali menyeberanginya, tapi tebing yang mengarah ke Desa Supard lebih
tinggi.

Umumnya, daratan tinggi lebih baik untuk bertahan daripada daratan yang rendah, tapi lain ceritanya
jika lawan bisa menggunakan sihir.

Setidaknya, seseorang bisa melihat dengan jelas dari daratan lebih tinggi, dan lawan akan kesulitan
mendaki tebing karena gaya gravitasi.
Atas dasar logika itu, aku membuat dinding dari sihir bumi pada sisi tebing yang mengarah ke desa.

Tingginya kurang dari 20 m, jadi lebih rendah daripada dinding pembatas di pinggiran hutan. Tapi
medannya cukup menguntungkan bagi kami, jadi itu tidak masalah.

Aku membuat lubang pada dinding itu untuk jalan masuk, tapi setelah melewatinya, aku menutupnya
kembali.

Dengan begini, lawan tidak akan mudah menyeberangi lembah seperti yang pernah dilakukan Dewa
Ogre...... ya, mudah-mudahan saja begitu.

Aku tidak akan meremehkan kemampuan Dewa Tempur, tapi inilah dinding terkuat dan tertinggi yang
bisa kubuat dalam waktu sesingkat ini.

Jika dia bisa melompati ini, maka aku menyerah.

Kalau dia tertahan di muka dinding, maka saat itulah aku akan memberondongnya dengan Stone
Cannon.

Armor itu kebal sihir sampai pada batas tertentu, tapi mereka tidak bisa merubah medan pertempuran.
Itulah yang kusimpulkan dari pertarungan sebelumnya.

Setidaknya, Stone Cannon-ku bisa menyusahkan mereka. Aku hanya perlu mencari celah yang tepat.

Kemampuan fisik Gisu payah. Jika dia berusaha menaiki dinding, kemudian kutembaki Stone Cannon dari
atas, maka dia akan terjun bebas ke dalam lembah, persis seperti yang pernah aku dan Aleksander
alami.
Atau mungkin, aku akan menumpahkan air dalam jumlah besar dari atas, sehingga mereka terseret ke
dasar lembah.

Gisu memang otaknya encer, tapi dalam pertarungan langsung seperti ini dia tidak banyak berguna.

Tapi, aku tidak boleh meremehkan strategi yang sudah mereka siapkan. Baru kali ini aku melihat Gisu
begitu berani menampakkan diri di hadapan musuh. Dia pasti sudah menyiapkan sesuatu.

Belum lagi, dia begitu kompak bertarung bersama Badigadi. Itu wajar saja sih, karena mereka sama-
sama bidaknya Hitogami.

Aku harap mereka tidak menemukan cara lain menyeberangi lembah dari tempat yang benar-benar
tidak kuduga.

Di puncak lembah ada Cliff, Ruijerd, prajurit Supard, dan aku.

Prajurit Supard yang tersisa ditempatkan di suatu tempat di luar dinding.

Maka, jikalau Gisu dan Badigadi menyerang dari arah lain, para prajurit Supard yang berjaga di sisi lain
dinding akan segera mengetahuinya.

Tepat di belakang dinding, ada Eris dan yang lainnya sedang berjaga.

Tapi....... jikalau mereka benar-benar bisa menerobos dinding ini, maka akan terjadi pertarungan besar-
besaran.

Mungkin kami tidak bisa menang, tapi setidaknya kami akan berusaha menunda waktu.
Seharusnya mereka bisa mencapai Desa Supard hanya dalam sehari, tapi sekarang sudah hampir tiga
hari berlalu.

Berkat usaha kami, mereka terlambat dua hari.

Tapi...... sayangnya masih belum ada kabar dari Roxy.

Mungkin sia-sia saja kami menahan mereka di sini, tapi ini bukan waktunya merubah strategi. Lakukan
saja apa yang sudah direncanakan.

Dari pertempuran di kota pelabuhan, aku tahu kami tidak akan bisa menang melawan mereka secara
langsung.

Aku harus bertaruh pada kartu asku.

"......."

Fajar tiba.

Kami tidak tahu kapan mereka akan datang.

Aku terus mengamati hutan bersama para prajurit Supard. Menurut mereka, Badigadi dan Gisu
mendirikan tenda untuk beristirahat semalam, tapi tenda itu berada di luar jangkauan mata ketiga
mereka.

Aku tidak yakin harus berkata apa.


".......Itu dia!! Mereka datang!!"

Saat aku masih berpikir, tiba-tiba Ruijerd berseru.

Aku melototkan mataku sekuat mungkin pada hutan yang remang-remang. Aku tidak menggunakan
mata iblis, karena itu percuma saja.

Itu dia, aku juga bisa melihatnya.

Ada bayangan hanya sebesar bintik di kejauhan, tapi hampir pasti kalau itu orang.

Tapi..... kenapa sosok itu tidak berkilauan?? Bukankah Badigadi selalu memakai armor emasnya?

Dia malah mengenakan jubah putih.

Itu....

Itu.....

Itu Gisu!!

Mungkin saja aku salah lihat, tapi dari kejauhan dia benar-benar tampak seperti Gisu!

"Siapa itu?"

"Gisu."
Ruijerd berkosentrasi melihat untuk memastikannya.

Jaraknya sudah dalam jangkauan mata ketiga Supard.

Oleh karena itu, Ruijerd tidak mungkin salah.

Bukannya di tepi lembah, dia masih berada jauh di dalam hutan, lalu dia bergerak melewati semak-
semak.

Suasana masih gelap, jadi agak sulit melihatnya, tapi kami cukup yakin itu Gisu.

Mana Badigadi? Aku sama sekali tidak melihat kemilau emas di sekitar sini.

Gisu sendirian.

"Hah?"

Sendirian?

Berani sekali dia sendirian kemari?

Gisu tahu betul aku sangat ahli menembakkan sihir jarak jauh, dan dia berani sendirian kemari?

Mengapa dia begitu percaya diri?


Ataukah Badigadi berada di dekatnya dalam keadaan siaga?

Jarak Gisu dari tepi lembah mungkin sekitar 100 m, jika Badigadi berada di dekatnya, pasti mata ketiga
Ruijerd sudah mengetahuinya.

Dari jarak sejauh ini, apakah seranganku bisa membunuhnya?

"!"

Saat memikirkan itu, jantungku berdegup semakin kencang.

Aku yakin Stone Cannon-ku bisa mencapainya.

Atau mungkin, Gisu hanya sedang mengintai? Apakah dia sadar telah kami lihat?

Aku bisa mengenainya.

100 meter.

Kalau dihitung dari perbedaan tinggi, jarak terdekatnya tidak sampai 120 m.

Jika aku membidiknya dengan benak, maka tembakanku pasti bisa mengenainya.

"......."

Apakah harus kutembak sekarang juga?


Tidak....bagaimana kalau ternyata itu orang lain?

Mungkin dia hanya petualang tersesat yang kebetulan mengenakan jubah putih?

.......Tidak.

Rawa dan kabut buatanku kemarin masih ada.... tidak seorang pun bisa melewati hutan dalam kondisi
seperti itu.

Tidak mungkin seseorang bisa sampai sejauh ini.

Sepertinya pertarungan akan segera dimulai.

Aku akan memanfaatkan kesempatan ini untuk mengalahkan Gisu.

Tapi..... apa yang harus aku lakukan? Menembaknya?

Bagaimana kalau jebakan?

Tapi.... jebakan macam apa?

Rencana apa yang sedang dipersiapkan lawan?

Siapa yang lebih diuntungkan dalam kondisi seperti ini?


Apakah sosok itu hanya Gisu palsu?

Apakah sosok itu sebenarnya adalah salah satu rekan atau keluargaku?

Tidak..... tidak mungkin.

Mustahil.

Hingga kemarin, hanya mereka berdua yang berhasil menembus hutan ini.

Tidak mungkin tiba-tiba saja datang orang lain.

Bukankah ini kesempatan yang bagus?

Sampai detik ini pun yang bisa kulakukan hanyalah menunda waktu. Aku belum melancarkan satu
serangan pun.

Sejak kemunculan mereka di pantai, Gisu dan Badigadi terlihat begitu percaya diri bisa mengalahkan
kami. Sehebat itukah rencana mereka?

Tapi, yang mereka lakukan sejauh ini hanya menyerang tanpa sedikit pun bertahan. Aku khawatir Gisu
masih menyimpan rencana liciknya.

Ataukah mereka lengah, sehingga tanpa sengaja menunjukkan diri di hadapan kami? Benarkah Gisu
seceroboh itu?

Aku harus mengambil resiko sekecil mungkin, dan menyerangnya secepat-cepatnya.


Apakah aman jika aku menyerangnya sekarang?

Yang paling kutakutkan adalah, ternyata sosok mirip Gisu itu adalah seseorang yang seharusnya tidak
kubunuh.

Tapi..... secara taktik, mengapa dia melakukan hal seperti itu?

Apakah itu hanya umpan?

Apakah dia sengaja melakukan itu agar aku ragu-ragu menyerang? Tapi kenapa?

......aku bingung..... aku bimbang.......

..... semua masih belum jelas.

Sepertinya ini perangkap, tapi kurasa tidak apa-apa bila kuserang setidaknya sekali.

".........."

Baiklah.

Kita coba tembak.

Aku duga ini jebakan, tapi tidak ada salahnya coba menyerang.
Kalau memang jebakan, kita hadapi saja.

"Akan kucoba menyerang."

"Baiklah."

Kupusatkan Mana di tangan kananku.

Aku lebih berkonsentrasi pada akurasi daripada kecepatan dan kekuatan.

Aku tidak bisa melihatnya dengan mata penerawang seperti biasa, tapi setidaknya aku bisa melihat apa
yang terjadi selanjutnya dengan mata iblis peramal.

Aku masih ragu-ragu selama beberapa menit.

Tapi, saat keraguanku mulai sedikit berkurang, tiba-tiba tanganku melepaskan sihirnya.

Stone Cannon pun tertembak secara lurus langsung pada target.

Tidak ada suara.

Aku bisa melihat seranganku mengenai tepat sasaran, lalu sosok itu jatuh bagaikan boneka yang tidak
berdaya.

Setelah itu, dia tidak bergerak.


Tidak ada respon.

"........."

Waktu terus berjalan beberapa saat, seolah tidak terjadi apa-apa.

Sosok itu masih tidak bergerak.

Tidak terdengar apapun selain desir angin di pepohonan.

10 menit berlalu.

20 menit berlalu.

Tidak.... sebenarnya aku tidak tahu lama waktunya, tapi yang jelas waktu terus berjalan.

Aku semakin gelisah.

Aku sangat ingin pergi ke sana untuk memastikan apakah sosok itu Gisu atau bukan.

Apakah dia sudah mati atau tidak.

Aku ingin ke sana secepat mungkin, lalu segera kembali.

Semua pertanyaan itu terus memuncak dalam benakku.


Tapi....pada saat yang sama, aku juga semakin yakin akan satu hal.

Ini pasti perangkap.

Menyerangnya mungkin bukan perangkap, tapi bisa jadi menghampirinya adalah perangkap.

Jika yang tergeletak itu benar-benar Gisu, maka aku harus menghabisinya sekarang juga.

Namun, jika yang di sana ternyata adalah Sylphy atau sekutu kami lainnya, maka aku harus segera
menolongnya. Entah apa yang membuatnya bisa menipu mata ketiga Ruijerd.

Tapi, jika aku ke sana.... mungkin Dewa Tempur akan segera keluar dan menghabisiku.

Harusnya aku tidak boleh ke sana.

Sial......

Mana yang benar.....

".........."

Tak terasa sejam berlalu.

Keraguanku semakin menjadi.


Apakah aku telah melakukan kesalahan yang tak termaafkan...

Apakah harusnya aku tidak menembaknya?

Apakah aku sudah termakan rencana Gisu? Apakah dia menginginkan aku berdiam diri di sini karena
ragu tidak tahu melakukan apa....

Apakah mereka sedang berusaha melintasi lembah dengan cara lain saat aku masih kebingungan di sini?

Tidak, jika mereka cari jalan lain, harusnya para prajurit Supard sudah mengetahuinya, karena mereka
tersebar di berbagai tempat.

Aku percaya kemampuan mengintai mereka.

2 jam berlalu.

Bagaimana ini.... ke sana.... atau tidak.....

Apakah aku bisa membaca rencana Gisu selanjutnya?

Apakah aku tidak punya cukup nyali ke sana? Apakah aku hanya lari dari masalah?

3 jam berlalu.

Masih belum ada pergerakan.


Pikiranku mulai kemana-mana.

Sampai-sampai aku lelah mengikutinya.

Kalau rencana Gisu adalah membuatku lelah berpikir, maka dia berhasil.

4 jam berlalu.

Aku yakin sosok itu sudah menjadi mayat.

Karena sudah 4 jam lamanya dia sama sekali tidak bergerak.

Tapi masalahnya adalah....... mayat siapa itu ....

Jika yang mati itu Gisu, maka mengapa Badigadi masih tidak bergerak.

Huffff.... andaikan saja Roxy di sini, dia pasti akan memberikan saran yang baik padaku.

Sedangkan Cliff......daritadi dia hanya menggeleng dengan wajah cemberut.

6 jam berlalu.

Kami bahkan selesai makan siang. Lalu, kami terus mengamati mayat itu.

Masih tidak bergerak.


8 jam berlalu.

Hari semakin sore.

Berjam-jam telah berlalu.

Karena terlalu banyak memikirkan kemungkinan, kepalaku mulai pusing.

Jika tidak terjadi apa-apa sampai besok, aku tidak ragu lagi untuk menghampiri mayat itu.

10 jam berlalu.

"Rudeus, dia di sini."

Saat Ruijerd mengatakan itu, aku langsung mengambil langkah mundur, lalu kuamati hutan.

Di kejauhan, mulai tampak warna kemilau emas.

Si armor emas itu mendekati mayat.

Hebatnya....

Mayat itu bangkit.


Mereka saling berhadapan, lalu membicarakan sesuatu. Kemudian, si mayat menghadap kemari.

Dia juga mengangkat bahunya. Gestur itu.... aku yakin dia Gisu.

Tak lama berselang, mereka pun kembali ke kedalaman hutan.

"Fyuhhhh......."

Jadi itu memang jebakan.

Jadi dia benar-benar Gisu.

Dia memancingku mendekatinya.

Sungguh berbahaya.

Kami masih punya sedikit waktu sebelum malam.

Aku harus istirahat, aku capek.

Aku percayakan sisanya pada prajurit Supard.

Sepertinya mereka tidak akan kembali malam ini, jadi biarlah aki tidur sebentar.

"Aku mau tidur sebentar.'


Lalu, kubungkus tubuhku dengan selimut.

Hari ketiga berakhir.

Bagian 4[edit]

Pada malam hari ketiga.

Sepertinya musuh tidak bisa begitu saja melompati dinding buatanku.

Kalau bisa, mereka sudah melakukannya sejak tadi.

Maka, inilah kesempatan kami.

Kami lebih diuntungkan pada medan ini.

Aku juga meragukan pertahanan Gisu, karena sihirku mengenainya dengan telak.

Itu pukulan yang cukup telak.

Sepertinya juga, mereka tidak bisa menembus dinding ini. Aku tahu Badigadi dengan armornya bisa
melakukan itu dengan mudah. Tapi nyatanya mereka tidak menerobos. Entah apa alasannya.

Kalau dilihat dari cara bertarung Badigadi selama ini, harusnya dia tidak akan pikir panjang menerobos
dinding penghalang kami. Ya, dia adalah tipikal orang seperti itu, meskipun tidak mudah menembus
dinding pertahanan kami.
Atau mungkin, dia sengaja berpisah dengan Gisu agar bisa beraksi dengan lebih bebas?

Tapi, jika mereka berpisah, seseorang akan lebih mudah membunuh Gisu, karena pada dasarnya Gisu
tidak bisa apa-apa selain berlindung pada Badigadi.

Atau jangan-jangan, ada bala bantuan yang akan datang? Tidak.... kurasa tidak semua orang bisa
melintasi hutan ini.

Bahkan, mungkin saja Atofe bangkit kembali, lalu mengejar mereka bersama para prajuritnya.

Apapun itu, jika ada orang lain yang memasuki hutan ini, pasti prajurit Supard yang berjaga di tepian
hutan akan segera mengetahuinya.

Aku tidak boleh lengah sedikit pun, lawan segila Badigadi bisa melakukan apa saja kapanpun. Dia bahkan
mungkin melompati dinding itu secara paksa, seperti halnya Malta melompati tebing.

Tapi...... sampai detik ini pun tidak ada bantuan yang datang. Baik dari pihak lawan, maupun kawan.

Bagian 5[edit]

Hari keempat.

Dewa Tempur kembali bersamaan matahari terbit.

Sudah kuduga, kali ini dia sendirian.

Dia mengambil ancang-ancang jauh, lalu berlari secepat mungkin menuju lembah.
Ini juga sudah kuduga..... dia akan melompatinya seperti yang pernah dilakukan Malta.

Dia datang......

Tapi...... dia tidak mampu melompati dinding penghalang, dan hanya menempel di bawah dinding.

Yakk, aku juga sudah menduganya.

Aku tidak melihat Gisu yang biasa bertengger di punggungnya.

Saat menyadari itu, aku langsung menghadap ke depan lembah, lalu kutembakkan sihir api.

Sihir api berjangkauan luas, Flashover!

Dalam sekejap hutan terlalap api.

Aku tidak tahu sampai seluas apa kebakaran akan terjadi.

Tapi aku tidak punya waktu untuk memikirkan itu.

Sembari sesekali melirik ke arah hutan yang terbakar, aku berkosentrasi penuh pada musuh yang
semakin mendekat.

Dewa Tempur memanfaatkan 6 lengannya untuk memanjat dinding penghalang dengan cepat, bagaikan
laba-laba.
Kami harus menjatuhkannya, maka Cliff dan aku menembakkan sihir bumi dan sihir air padanya, tapi
percuma saja.

Dewa Tempur terus memanjat dinding dengan gesit. Dia pun semakin mendekati kami.

"Cliff-senpai! Tidak ada gunanya, mundur! Ruijerd-san! Mohon bawa kami!”

"Oke!"

Ruijerd menggendong kami berdua, lalu melompat menuruni dinding.

Tentu saja, aku tidak menunggu sampai Dewa Tempur menangkap kami.

Saat kami mendarat, aku menggunakan sihir dan merobohkan dinding.

Dinding penghalang pun runtuh ke dasar lembah.

Tapi........ semua itu percuma saja.

Di tengah-tengah serpihan batu yang berhamburan ke udara, sesosok monster berwarna emas
melompat keluar.

Tidak sedetik pun kualihkan tatapanku pada monster itu, sembari berusaha menghindari serpihan batu
yang menghujani kami.

Dewa Tempur mendarat di dekatku, pada jarak sekitar 5 m.


"Hmm. Hmm."

Perlahan, dia mendekati kami.

"Nah, ayo bertarung lagi.”

Sepasang lengan atasnya bersedekap, lengan tengahnya menunjuk padaku, sedangkan lengan
terbawahnya memegang pinggang.

Badigadi menantangku.

“Aku adalah Dewa Tempur Badigadi! Akulah pengikut setia Hitogami! Aku menantangmu berduel secara
jantan!"

"ADA SATU HAL YANG KUMINTA SEBELUM KITA BERDUEL!"

Aku langsung berteriak.

Meskipun hati kecilku berkata percuma saja berdebat dengan orang seperti Badigadi, namun aku tetap
saja meneriakkan permohonan itu.

“Badi-sama, mengapa kamu mengikuti Hitogami!? Untuk apa? Kenapa kau begitu setia padanya!?
Apakah sebelumnya kau tidak pernah tertipu oleh Hitogami!?”

“Tentu saja dia pernah menipuku! Aku tertipu ketika harus melindungi Kishirika, aku mencoba
membunuh Laplace dengan mengenakan armor ini! Tapi akhirnya aku membunuh Laplace bersama
Kishirika!”
"Lalu mengapa kau masih setia padanya!?”

“Waktu itu Hitogami meminta maaf padaku sampai bersujud! Kemudian dia memohon untuk
bekerjasama denganku! Aku tidak bisa menolak tawaran itu!”

Hitogami meminta maaf?

Itu bohong.

Aku tidak yakin dewa terkutuk itu mau mengakui kesalahannya.

Perminta maafan Hitogami hanyalah candaan semata. Mungkin dia hanya nyengir sambil mengatakan,
’Ahahaha....maaf.....maaf....yang kemarin itu aku tidak sengaja....’

"Dia hanya menipumu lagi!”

“Aku tidak peduli! Meskipun dia menipuku, selama dia terus meminta maaf, aku akan memaafkannya!
Aku adalah Raja Iblis Abadi! Aku akan selalu bangkit kembali meskipun mati, begitu juga dengan
Kishirika! Aku selalu percaya saran-saran Hitogami akan membawaku ke arah yang benar!!”

Dia terlalu pemaaf.

Sebenarnya dia tidak jahat. Memaafkan adalah hal yang baik.

Tapi............

Lihat dulu siapa yang meminta maaf.


Hitogami bukanlah makhluk yang pantas dimaafkan. Bagaimana bisa dia dimaafkan setelah membantai
semua keluarga si kakek.

Jika keluargaku mati, mereka tidak bisa bangkit kembali seperti halnya ras iblis abadi. Jadi, pemikiranku
beda dengannya.

"Apakah kau tidak tertarik berpindah kubu?"

"Tidak! Sejak awal aku tidak tertarik memihak Dewa Naga! Tapi, jika kau memenangkan pertarungan ini,
mungkin aku akan berubah pikiran!”

Jadi keyakinanmu ditentukan oleh pertarungan ya........

Sikapnya itu begitu mirip dengan Atofe.

Kalau tidak salah, dulu aku bisa berteman dengan Badigadi setelah mengalahkannya.

Apakah aku bisa mengulanginya lagi?

Sebenarnya.... waktu itu tidak bisa dikatakan aku mengalahkannya. Tapi, Badigadi sudah mengakui
kekuatanku.

".......Aku mengerti. Aku akan menerima tantangan Badi-sama.”

Namun, ada satu hal yang Badigadi lupakan......


Yaitu..... aku tidak bertarung sendirian.

"Kami semua akan melawanmu.”

Saat aku mengatakan itu, Eris, Elinalize, Zanoba, dan Doga muncul dari semak belukar di belakangku.

Selanjutnya, beberapa prajurit Ras Supard yang tadinya berjaga-jaga di sekitar lembah, satu per satu
mendekat kepadaku.

Baiklah.......... pertarungan penghabisan akan segera dimulai.

Bagian 6[edit]

Zanoba dan Doga akan menahannya di barisan depan.

Eris dan Ruijerd bertugas sebagai penyerang di barisan depan juga.

Prajurit Supard dan Elinalise mendukung dari barisan tengah.

Aku juga menyerang, tapi dari barisan paling belakang, bersama Cliff sebagai penyembuh.

Ini adalah formasi dan strategi bertarung yang standar.

Zanoba dan Doga akan menahan serangan Badigadi secara langsung, sedangkan Eris dan Ruijerd akan
menyerang balik.\

Elinalise dan para prajurit Supard bisa memberikan gangguan kecil dari lini tengah untuk memecah
kosentrasi lawan.
Fisik Zanoba dan Doga cukup tangguh, kurasa mereka tidak akan tumbang hanya dengan sekali serang.

Dengan saling membahu dan menutupi kelemahan masing-masing, kita bisa mengurangi resiko fatal.

Meskipun begitu, cidera ringan atau bahkan patah tulang sangat mungkin terjadi, tapi Cliff siap
menyembuhkan itu semua.

Setidaknya, kami berusaha menghindari kematian dan luka fatal lainnya.

Kalau soal sihir penyembuhan, aku percaya pada Cliff.

Aku juga akan membantunya merapalkan mantra-mantra sihir penyembuhan, sembari terus
memberikan serangan pada lawan.

Aku tidak bisa melihat Badigadi dengan mata penerawang.

Namun, aku masih bisa menggunakan mata peramal. Dengan mengalihkan pasokan Mana pada mata
peramal, setidaknya aku bisa memprediksi gerakan-gerakan Badigadi.

Baru kali ini aku menggunakan teknik ini.

Aku belum berlatih menggunakannya.

Tapi, aku harus bisa melakukannya.

Ini dia....
Kami mulai.....

Sejauh ini semuanya berjalan lancar.....

Tidak seperti pertarungan melawan Aleksander, kali ini aku lebih bisa memahami gerakan lawanku.

Aku pun terkejut.... ternyata gerakan Badigadi tidak serumit itu.

Kenapa aku bisa membacanya dengan lebih mudah.... apakah karena dukungan dari rekan-rekanku?

Atau karena gerakan Badigadi terlalu sederhana?

Setidaknya..... aku bisa bilang teknik bertarung Badigadi tidak setinggi Aleksander.

Meskipun dikepung Eris, Ruijerd, dan Sandor, Aleksander terus memberikan perlawanan, bahkan dia
hampir tidak cidera.

Tapi Badigadi tidak sehebat itu.

Kali ini jumlah kami lebih banyak, dan sudah berkali-kali Badigadi terkena serangan kami.

Semuanya berjalan baik sampai detik ini.

Aku bisa melihat dan memprediksi gerakan lawan dengan benar.


Akan tetapi........

Mengapa.......

Mengapa.......

Aku tidak bisa merasakan kemenangan berpihak pada kami.

Hampir semua serangan kami mengenai Badigadi.

Tapi hanya itu.

Meskipun Eris menebasnya, meskipun Ruijerd menikamnya, dia segera menyembuhkan luka-lukanya.

Armor emas bergerak seperti makhluk hidup, lalu menutupi celah-celah yang terbuka.

Mungkin armor itu juga bisa beregenerasi.

Sekilas serangan kami kena telak, namun itu sama sekali tidak berdampak padanya.

Dia juga tidak terlihat kelelahan.

Awalnya seolah kita akan memenangkan pertarungan ini dengan mudah, namun lama-kelamaan
kelelahan mulai terakumulasi, seperti yang terjadi pada pertarungan melawan Aleksander.

Seakan-akan, kami sedang menjalani pertarungan yang tidak ada habisnya.


Peluang menang yang awalnya terbuka, lambat-laun mulai menipis.

Akhirnya, kami hanya bisa bertahan.

Tinggal tunggu waktu saja sampai formasi ini berantakan, lalu salah seorang di antara kami tumbang.

Pertarungan ini sudah berlangsung selama beberapa jam, dan kami terpaksa harus bertahan.

Kami tidak tahu apa yang akan terjadi jika terus bertahan seperti ini, tapi yang pasti waktu terus berlalu.

Dan benar saja........... akhirnya seseorang di antara kami roboh. Dia adalah salah seorang prajurit
Supard.

Orang-orang Supard adalah petarung yang kuat.

Namun, para prajurit ini belum bisa dibandingkan dengan ketangguhan petarung veteran macam
Ruijerd.

Ya...... perbedaan pengalaman berbicara.

Atau mungkin juga para prajurit ini belum lahir saat kampanye Laplace berlangsung.

Selama ini mereka hanya bisa berburu serigala tak kasat mata di hutan, maka pantas saja mereka
kewalahan saat melawan musuh setangguh Dewa Tempur.

Mereka pun tumbang satu per satu seperti kartu domino yang jatuh.
Ada yang mati seketika, ada yang terluka parah tapi masih berusaha bertarung, dan ada pula yang tidak
jelas keadaannya.

Awalnya ada sekitar 10 orang Supard yang membantu kami, tapi kini hanya tinggal 3.

Yang roboh selanjutnya adalah Elinalise.

Harusnya, wanita ini bukan petarung sembarangan. Dia tidak lemah.

Dia selevel di atas para prajurit Supard itu.

Setahuku Elinalise adalah petualang kelas S yang sudah sering keluar-masuk Dungeon.

Tapi pertarungan ini bukan kelasnya petualang.

Elinalise mahir memainkan perisainya untuk bertahan. Kemampuan serangannya juga tidak buruk.

Tapi perisai yang sudah biasa dia pakai tidak lagi bersamanya.

Sejauh ini dia menggunakan perisai yang kubuat dari sihir bumi, tapi sepertinya itu tidak cukup untuk
membendung serangan Dewa Tempur.

Elinalize terpental ke udara, lalu menabrak pohon sampai tidak sadarkan diri.

Itu membuat keseimbangan tim semakin kacau.


Ketika Elinalize pingsan, kosentrasi Cliff terpecah.

Tanpa pikir panjang, dia segera berlari menghampiri istrinya. Namun, Dewa Tempur memanfaatkan
kesempatan itu dengan baik.

Bagaikan ditabrak truk, Cliff terpental oleh hantaman Badigadi, lalu menghilang di balik semak-semak.

Apakah dia bisa bertahan dari serangan itu, atau jangan-jangan sudah mati? Aku tidak tahu..... aku tidak
bisa memastikannya. Yang jelas Cliff tidak kembali.

Minimal, dia juga pingsan.

Dengan hilangnya Cliff, maka pasokan sihir penyembuhan pada Doga dan Zanoba juga berkurang drastis.

Tadinya mereka berdua hanya sesekali terkena serangan Badigadi, tapi dengan hilangnya dukungan dari
Elinalise dan Cliff, maka intensitas serangan yang mereka terima semakin banyak.

Mereka masih bisa bertahan karena pasokan sihir penyembuhan dariku, tapi itu sangat kurang.

Tidak mungkin aku bisa terus memberikan sihir penyembuhan pada mereka sembari menembakkan
Stone Cannon.

Jika saja aku masih menggunakan Magic Armor Versi II, mungkin aku bisa melakukannya.

Akhirnya aku kecolongan, dan mereka pun terpentalkan oleh serangan Badigadi.
Setelah itu, target selanjutnya adalah Eris, tapi Ruijerd tidak akan membiarkannya begitu saja.

Aku baru saja mau menyembuhkan Doga dan Zanoba yang terpental, tapi tidak sempat. Badigadi
menumbangkan Eris dan Ruijerd dengan begitu mudah.

Sekelebat, aku melihat tinju Badigadi mendarat telak pada badan Eris.

Eris terjatuh sampai muntah darah.

Itu pukulan yang fatal. Firasat memaksaku untuk segera menyembuhkannya, atau semuanya akan
terlambat.

Tapi aku tidak punya kesempatan.

Dewa Tempur mendekat ke arahku dan Zanoba.

"UUOOOOoooooooooo!"

Zanoba melolong.

Dengan sisa-sisa tenaganya dia menahan Dewa Tempur dengan mengunci kedua tangannya.

Namun kunciannya tidak cukup kuat, Badigadi berhasil melepaskan diri, lalu mendaratkan pukulan telak
pada perut Zanoba, sampai dia membungkuk 90°.

Belum cukup, lalu Badigadi menyikat kepalanya yang condong ke depan. Zanoba pun melesat entah ke
mana.
Gangguan sudah disingkirkan, kini Dewa Tempur mendekatiku.

Habis sudah.

Aku coba melepaskan gelombang kejut dengan sihir di tanganku, lalu tubuhku terpental ke belakang
karena gaya dorongnya. Namun, aku tidak bisa ke mana-mana, pada saat itu juga Badigadi melepaskan
tinjunya padaku.

Kepalan tangan kanannya melesat lurus padaku.

Aku coba menahan pukulan itu dengan lenganku, tapi sia-sia saja.

Hantaman Badigadi terlalu keras, sampai-sampai kukira badanku terpisah menjadi dua.

Tapi aku selamat, bahkan pingsan pun tidak. Apakah aku hanya beruntung?

Ataukah justru sedang sial?

Aku bisa merasakan semua tulang dari pundak sampai rusukku patah.

Mungkin saja tulang belakangku juga patah, karena aku tidak bisa lagi merasakan tubuh bagian
bawahku.

Aku tidak bisa bergerak.

Tubuhku berguncang keras, sampai-sampai aku tidak bisa lagi merasakan sakit.
"......... Haaugh ....... haa ........."

Aku cepat-cepat merapalkan sihir penyembuhan, lalu kembali berdiri.

Namun, yang tersaji di hadapanku adalah pemandangan yang mengerikan.

Semuanya roboh, tak seorang pun bangkit.

Pada saat aku terkapar, Dewa Tempur membasmi semua rekanku.

Para prajurit Supard yang tersisa sudah dilibas habis.

Aku salah karena tidak segera mundur.

Sekarang kami tidak lagi punya kesempatan melarikan diri.

Benar juga...... harusnya kami sudah mundur saat Elinalise tumbang tadi.

Harusnya saat itu aku tahu tidak bisa menahan Badigadi lebih lama lagi, lalu mundur ke Desa Supard.

Di sana, aku bisa meminta Orsted melawan Badigadi. Ya..... itu sungguh disayangkan, namun itulah satu-
satunya pilihan kami.

Tapi sekarang semuanya sudah terlambat.


Akhirnya, Dewa Tempur berdiri di depanku.

"........ Apakah kamu punya permohonan terakhir?"

"Jujur saja, aku ingin dibiarkan hidup."

“Aku mendengar permintaanmu, tapi tidak bisa mengabulkannya. Karena Hitogami ingin nyawamu.”

Kalau begitu, setidaknya aku ingin menyembuhkan Eris.

Kepalaku pusing, pikiranku kacau.... dalam keadaan seperti ini aku tidak bisa membuat keputusan.

Kumohon....... lakukan sesuatu........... entah apa itu............

Aku hanya butuh 5─tidak, hanya 3 menit— untuk mendekati Eris.

Di mana Cliff? Kumohon Cliff, sembuhkan Eris terlebih dahulu.

Oh tidak..... Cliff juga tidak ada di sini.

“Kau boleh saja mencabut nyawaku, tapi........ maukah kau berjanji melindungi keluargaku?”

"Oh, keluarga ya?"

"Mungkin Badi-sama belum tahu, tapi sebenarnya aku sudah beranak 4. Dan mereka semua anak-anak
yang bersemangat.”
“Aku selalu kagum dengan anak-anak. Aku juga ingin membuat beberapa anak bersama Kishirika.”

Badigadi mengangguk.

"Baiklah. Tapi aku tidak akan memaafkan anak-anakmu yang berani menentangku.”

"Silahkan saja....."

Setelah kematianku, Hitogami akan melenyapkan anak-anakku.

Apakah janji bidak setia seperti Badigadi bisa dipercaya?

Mungkin janjinya hanya omong kosong semata......

Tapi...... aku tidak punya pilihan selain mempercayainya.

"FUHAHAHAHA, HAAHAHAHAHAHAHAA!"

Badigadi tertawa lantang, lalu mengangkat tinjunya.

"Baiklah, selamat tinggal."

Saat Dewa Tempur mengatakan itu, aku mengangkat kedua tangan padanya.
Setidaknya, aku ingin menembakkan Stone Cannon terkuat dan terakhir padanya......

"TIARAP!"

Entah siapa yang menyerukan itu, tapi aku segera bersujud seperti anjing.

Sesuatu yang pendek melewatiku.

Mungkin tingginya hanya sepaha Dewa Tempur. Sosok itu lewat begitu saja, lalu berdiri di depannya.

Kulitnya gelap, telinga mirip binatang, dan memiliki ekor seperti kucing. Wujudnya tampak seperti
serigala hitam.

Entah sejak kapan, lutut Dewa Tempur terkoyak sampai menjadi serpihan. Badigadi kehilangan
keseimbangan, namun hanya sebentar. Lalu lukanya beregenerasi kembali seperti sedia kala.

Armornya juga kembali utuh seperti tidak terjadi apa-apa. Kemudian, Badigadi segera mengayunkan
tinjunya ke bawah.

Pada saat itu, tiba-tiba sekelebat rok berkibar menutupi pandanganku.

"Uowhaa!"

Aku tidak bisa melihat apapun. Apa yang terjadi setelah Badigadi mengayunkan tinjunya ke bawah?

Aku merasakan hembusan angin kencang di belakangku.


Setelah jeda beberapa saat, aku mendengar suara jatuh yang keras, * BU-BAM *.

Apa yang terjadi?

Satu-satunya yang bisa kulihat hanyalah sempak berwarna biru muda di dalam rok itu.

Sempak ini....... sepertinya aku pernah melihatnya...... entah di mana.....

Tapi, akhirnya aku mengingat sosok mirip serigala itu.

Mana mungkin aku melupakannya.

Gerakannya.... rambut berwarna cokelat pasir..... tubuh montok berkulit gelap....

Juga.... ekor dan telinga anjing....

"Ghyslaine!"

Tunggu dulu...... lalu..... seorang wanita yang bersamanya adalah........

Isolte!! Kaisar Air Isolte!!

Ghyslaine dan Isolte sudah tiba.

Kalau begitu...... orang terakhir yang bersama mereka seharusnya.....


"Sylphy!"

Sylphy berlari dengan cepat di antara kami seperti seekor tikus.

Dia segera mendekati rekan-rekanku yang berjatuhan, lalu memberikan sihir penyembuhan pada
mereka.

Dia juga menyembuhkan Doga dan Zanoba dalam sekejap.

Memang inilah kelebihan Sylphy. Sihir penyembuhan tanpa mantra.

Lalu, Eris dan Ruijerd keluar dari semak-semak dan segera menuju kemari.

Tak butuh waktu lama, formasi kami sudah kembali terbentuk.

Sekarang, Isolte yang berdiri di barisan terdepan sebagai perisai utama tim. Teknik Dewa Air memang
terkenal dengan gaya bertahannya yang kokoh. Sedangkan Zanoba dan Doga membantu bertahan dari
belakangnya.

Eris, Ruijerd, dan Ghyslaine sebagai penyerang.

Dan Sylphy menggantikan posisi Cliff sebagai penyembuh utama tim.

Formasi tim kembali terbentuk dengan beberapa anggota baru.

Ini belum berakhir.


"Rudi! Kami akan menahannya! Kau segera pergilah ke tempat Roxy!”

“! Oke!"

Saat kudengar perintah itu, aku langsung bergegas berlari ke arah Desa Supard.

Aku berlari sekuat tenaga.

Baru kali ini seumur hidup aku berusaha berlari sekencang ini.

Sylphy telah tiba.

Aku tidak tahu bagaimana bisa dia melewati lembah itu, namun...... faktanya, dia benar-benar ada di
sini.

Akhirnya, perjudianku membuahkan hasil.

Setelah melewati akar-akar dan ranting-ranting pohon yang tebal, aku menembus hutan, dan sampai di
Desa Supard.

Aku melihatnya.

Aku menemukan apa yang selama ini kutunggu kedatangannya.

Aku senang sekali.


Di sana ada lingkaran sihir teleportasi yang telah kami gambar sebelumnya..... sudah dalam keadaan
hancur.

Beserta benda yang akan merubah jalannya pertempuran ini.

Aku berlari menghampirinya.

Aku berlari sekuat tenagaku.

"Nii-san!"

"Master!"

"Ah, Onii-chan─"

Di sana ada Julie, Norn, dan Aisha..... tapi aku mengabaikan ketiganya.

Perhatianku hanya terpusat pada benda itu.

Di dekat lingkaran sihir teleportasi yang hancur, duduk seorang wanita berambut biru.

"Roxy!"

"........ Ah, Rudi."


Saat aku berteriak memanggil namanya, dia menoleh padaku.

Ada lingkaran hitam di bawah matanya.

Apakah dia begadang semalaman? Yahh.... sepertinya begitu.

“Aku sungguh minta maaf. Aku salah melakukan prosedurnya. Aku menggambar lingkaran sihir setelah
menggali dan mengelurakannya. Kalau saja aku menggambar lingkaran sihir terlebih dahulu, kemudian
memintamu menggalinya, pasti akan lebih..........”

“Tidak apa-apa! Kau sudah melakukan yang terbaik! Setidaknya kau datang tepat waktu!"

Benda di belakangnya.

Adalah armor raksasa.

Tingginya sekitar 3 meter.

Berwarna biru tua.

Ada Gatling Gun di lengan kanan, dan senapan di lengan kirinya.

Ada juga pedang yang terpasang di ujung pergelangan tangannya. Itu adalah pedang pusaka yang konon
bisa menembus pertahanan apapun.

Armor yang bentuknya mirip pegulat Sumo itu terbaring telungkup di sana.
Penampilannya tidak terlalu berbeda dengan Versi I.

Tapi, itu bukan Magic Armor Versi I.

Aku sudah menyiapkannya untuk jaga-jaga. Inilah kartu asku.

Armor ini menyerap Mana dua kali lebih banyak dari biasanya. Kecepatan dan pertahanannya juga jauh
lebih baik.

Armor ini tidak pantas disebut Versi III, karena Magic Armor harusnya semakin ramping dan ringan.

Kalau begitu.......... kita namai saja.............

"Inilah Magic Armor Versi 0."

Inilah senjata terakhir sekaligus pamungkasku.

Jika tidak bisa menang dengan senjata ini..... maka, sejak awal kami memang ditakdirkan kalah.

Jelas peluang menang kami rendah...... tapi, setidaknya aku harus mencobanya........

"Roxy! Aku pergi dulu!”

"Rudi! Berhati-hatilah!"

Kunaiki Magic Armor Versi 0.


Aku merasa pusing karena sejumlah besar Mana terserap dariku. Lalu, aku melihat Orsted di tengah
desa.

Dia memegang pedang besar di tangannya.

“Rudeus! Ambil ini!"

Dengan enteng, si bos melemparkan pedang besar itu padaku.

Aku langsung menangkapnya.

Pedang besar sungguh cocok digunakan oleh armor setinggi 3 meter ini.

Inilah pedang legendaris yang pernah menjadi pedang terkuat di dunia.

Inilah Kajakuto.

Ilmu pedangku payah, tapi aku bisa merasakan energi luar biasa yang mengalir dari pedang legendaris
ini.

"Orsted-san! Aku pergi dulu!"

Orsted tidak menjawab.

Dia hanya mengangguk.


Aku pun menggerakkan Magic Armor Versi 0 sekuat tenaga kembali ke medan pertempuran.

Tanya & Jawab Penulis[edit]

T : Jika Badigadi ingin melepas armor emas, apa yang akan dia lakukan? Apakah dia akan membiarkan
armor itu menyerap habis Mana-nya sampai mati, kemudian dilepas, lalu hidup kembali?

J : Ya, ada beberapa cara melepas armor emas Dewa Tempur. Pertama, cara seperti itu. Kedua,
menyerangnya dengan kekuatan penuh sampai tidak bisa beregenerasi lagi. Tapi, logikanya si pemakai
sudah tewas jika terkena serangan yang tidak bisa dipulihkan oleh armor emas.

T : Apa yang Roxy maksud dengan ‘menggali’ pada percakapan terakhinya di bab ini?

J : Maksudnya ya Magic Armor Versi 0 itu. Armor itu terkubur di dalam tanah. Roxy membuat kesalahan
dengan menggali tanah terlebih dahulu, mengeluarkan armornya, lalu baru menggambar lingkaran sihir
teleportasi. Seharusnya, dia cukup menteleportasi tanah beserta Magic Armor di dalamnya, kemudian
suruh Rudi menggali dengan sihir buminya. Cara itu jauh lebih cepat daripada yang sebelumnya.

T : Harusnya Rudi memberondong Gisu yang sudah terkapar di dekat lembah.

J : Dia kebingungan. Jika sosok mirip Gisu itu ternyata Roxy atau Sylphy, mungkin Rudi sudah gila karena
membunuh keluarga tersayang dengan tangannya sendiri.

T : Pedang yang bisa menembus pertahanan apapun itu pastilah pedang peninggalan Paul. Di bagian
mana pedang itu terpasang? Lengan kiri atau kanan.

J : Pedang itu terpasang bersama Gatling Gun, jadi mungkin kanan.


T : Kalo boleh menyampaikan pendapat jujur, kurasa karakter Rudi kurang dewasa. Dia memang masih
lemah, tapi seharusnya dia tidak perlu ragu dalam mengambil keputusan atau membuat rencana.
Kuharap, karakter Rudi mendapatkan lebih banyak waktu untuk mengembangkan mentalnya.

J : Jadi menurutmu karakter dewasa adalah tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan dan
merencanakan sesuatu? Tidak, kurasa tidak begitu.

T : Jika si bos mati, kemudian dia mengulangi kehidupan lagi, maka bagaimanakah dunia yang dia
tinggalkan? Apakah akan berakhir saat itu juga, atau tetap lanjut?

J : Harusnya sih tetap lanjut, tapi tak seorang pun tahu bagaimana nasib dunia tersebut.

T : Aku masih tidak paham alasan Badigadi menjadi bidak setia Hitogami. Apakah permintamaafan saja
cukup untuk membuatnya setia dengan Hitogami?

J : Dewa Naga dan Dewa Manusia sudah berselisih sejak zaman dahulu kala. Badigadi hanya
memposisikan dirinya di tengah-tengah perselisihan itu. Dia memihak siapapun yang dianggapnya baik.
Tampaknya, permintamaafan Hitogami sudah cukup mengambil hatinya. Lagipula, dia tidak bisa mati,
jadi sebanyak apapun Hitogami mencelakainya, itu tidak masalah. Yang ada di pikiran Badigadi hanya
bertarung, itulah mengapa dia tidak segan berhadapan dengan Atofe meskipun masih memiliki
hubungan keluarga.

T : Berapa bab dan jilid lagi cerita ini akan berakhir?

J : Cerita ini akan berakhir di jilid ke 24 sebagai kesimpulan penutup, sedangkan jilid ini akan berisi
sekitar 21 bab. Tapi, kurasa aku akan menulis jilid ke 25, dan beberapa bab tambahan. Aku juga akan
menulis cerita-cerita yang selama ini belum sempat kupublikasikan.

Bab 20: Titik Balik 5[edit]

Bagian 1[edit]
Ketika aku kembali, Eris dan yang lainnya masih bertahan.

Mereka hebat.... padahal sudah tidak ada dukungan dari Cliff, Elinalise, dan para prajurit Supard.

Mereka sungguh stabil dalam bertahan.

Ghyslaine terus bergerak aktif di sekitar medan laga.

Dia harus melakukan itu untuk menghindari serangan-serangan Badigadi, karena jangkauannya begitu
luas.

Dengan membungkuk begitu rendah, dia terus berlarian ke sana-sini, sembari sesekali menyerang
menggunakan teknik Sword of Light.

Serangan tersebut tidak begitu berarti bagi Dewa Tempur, tapi setidaknya itu bisa mengganggunya.

Sylphy juga memainkan peran penting.

Sihir penyembuhan tanpa mantra bekerja dengan begitu baik, dan pemulihan juga lebih cepat.

Ketika Zanoba dan Doga lagi-lagi terpental karena serangan Dewa Tempur, Sylphy segera berlari
menghampiri mereka untuk memberikan sihir penyembuhan.

Sayangnya, aku meragukan stamina Sylphy karena dia sudah lama tidak bertarung.

Namun, sebagai penyembuh, kualitasnya tidak kalah dariku atau Cliff.


Kemudian, yang memainkan peran penting juga dalam tim ini adalah Isolte.

Dia mampu berlindung di barisan terdepan dari serangan-serangan Badigadi, bahkan dia masih sempat
melancarkan beberapa serangan balasan.

Gerakannya begitu akurat dan cepat.

Sekali pukulan Badigadi saja bisa membunuh lawan-lawannya, tapi pertahanan Isolte bisa menangkis
hampir semuanya. Inilah teknik bertahan Dewa Air yang terkenal itu.

Tapi........ tentu saja itu belum cukup.

Tak peduli sebanyak apa Isolte melancarkan serangan balik, bahkan dia sempat memotong lengan
Badigadi, itu semua seakan sia-sia saja. Seluruh luka Badigadi sembuh dalam sekejap. Itulah kemampuan
regenerasi ras iblis abadi dan armornya, dia bahkan tidak memerlukan sihir penyembuhan.

Jika Isolte bertarung satu lawan satu melawan Badigadi, dia lebih unggul dalam hal teknik. Tapi, tetap
saja dia tidak bisa mengalahkan monster itu.

Hanya butuh waktu sampai dia kelelahan, kemudian tumbang.

Tapi, Isolte sudah bekerja sangat bagus untuk menunda waktu sampai kedatanganku.

"Maaf karena membuat kalian menunggu lama!"

"Rudi .......! Semuanya mundur!”


Saat Sylphy meneriakkan itu, semuanya pun mundur.

"Oh."

Dewa Tempur tidak mengejar mereka. Dia tidak perlu melakukannya.

Tanpa melirik lawan-lawannya yang menjauh, dia segera mengalihkan pandangannya padaku.

Perbedaan ukuran armor kami tidak jauh.

Armor Dewa Tempur tingginya 2,5 meter.

Sedangkan Magic Armor Versi 0 tingginya 3 meter.

Itu artinya, armorku hanya lebih tinggi sekitar 50 cm.

Jarak di antara kami sekitar 10 meter, jadi Badigadi tidak perlu mendongak untuk melihat wajahku.

“Jadi ini ya...... armor yang telah diakui kehebatannya oleh Dewa Naga sekalipun. Bahkan kau juga
menggunakannya untuk mengalahkan kakakku. Ini ya.... ini ya.... Magic Armor....??”

".......... kenapa kau begitu terkejut? Bukannya kau sudah menghancurkan Versi I di pantai?”

"Hmm, benarkah?"

"Ya, kau bahkan menghancurkannya menjadi serpihan kecil hanya dengan sekali hantam.”
Kalau dipikir-pikir lagi, pertarungan itu cukup gila...... bagaimana bisa dia menghancurkan Versi I hanya
dengan sekali pukul.....

Aku terlalu mempercayai pertahanan Versi I, karena selama ini hanya Orsted yang bisa menembusnya.
Tapi, Eris dan Ruijerd juga terkena pukulan yang sama, dan mereka masih hidup.

Mungkin, itulah bedanya pertahanan dengan dan tanpa Touki.

Kalau begitu..... aku jadi mengkhawatirkan Cliff.

Dia tidak terkena pukulan langsung sih..... tapi dia sama sekali tidak bisa menggunakan Touki sepertiku.

“Kalau yang waktu itu Versi I, jadi yang ini berbeda ya.....”

"Cari tahu saja sendiri.....”

Sambil mengatakan itu, aku melihat sekelilingku.

Rekan-rekanku melihat kami dari kejauhan.

Mereka berada cukup jauh, tapi tidak menutup kemungkinan terkena serangan kami.

Seperti biasa, Sylphy sedang sibuk mengobati mereka yang terluka.

Sylphy..... kumohon carilah Cliff.... dia membutuhkan bantuanmu.


"Baiklah, bisakah kita mulai sekarang?”

Maka, ronde baru pun dimulai.

Bagian 2[edit]

Gong pertempuran dibunyikan oleh tembakan Stone Cannon-ku.

Sembari bergerak mundur, aku menembakkan Stone Cannon, tapi Badigadi berlari mendekat.

Aku menggunakan pola serangan yang sama seperti saat melawan Orsted.

Aku akan terus menembakkan Stone Cannon secara acak, sambil bergerak mundur.

Jujur saja, tadinya kukira sangat sulit menggerakan armor seberat ini. Tapi dengan adanya Kajakuto yang
bisa memanipulasi gravitasi, gerakannya jadi lebih lancar dan halus.

Jadi..... inilah keuntungan mengendalikan gravitasi..... pantas saja gerakan Aleksander begitu gesit.

Karena tidak pernah berlatih bertarung dengan cara seperti ini, jadi kurasa aku tidak akan bisa
menguasainya dengan sempurna.

“FUHAHAHAHAH! Seranganmu bahkan lebih payah daripada gigitan nyamuk!”

Dewa Tempur terus bergerak sembari menembus pohon-pohon tebal, dan memperpendek jarak di
antara kami.
Yang dikatakannya tidak salah. Serangan Stone Cannon hanya seperti angin sepoi baginya.

Dia bahkan tidak menghindar atau menangkisnya.

Bahkan dari jarak sedekat ini, tembakan Stone Cannon tidak berdampak apapun bagi Badigadi. Seolah-
olah, dia menyerap semua seranganku.

Melihat sekilas saja aku tahu dia sama sekali tidak terluka.

Mungkin taktikku ini bekerja melawan Orsted, tapi tidak bagi Badigadi.

"Apakah kau akan terus menghindar!!?”

Tentu saja aku tidak berniat begitu.

Setelah mencapai lokasi yang kuinginkan, aku mencongkel tanah di bawah kaki Badigadi.

Itu membuat Dewa Tempur kehilangan keseimbangan tubuhnya.

Selama beberapa detik dia oleng.

Aku harus memanfaatkan kesempatan ini.

"Wowaa!?"

Aku menebasnya dengan pedang pusaka Paul yang konon bisa menembus pertahanan apapun.
Lengan armor emas terbelah, lalu terlihat daging hitam di dalamnya.

Kemudian, kuberondong tangannya dengan Gatling Gun.

Berhasil! Lengan Badigadi terlepas, lalu melayang entah kemana.

"FUAHAHAHAHAHAHAHA, saatnya pembalasan."

Tapi, dia melayangkan keempat tinjunya secara beruntun. Dan semuanya mendarat telak pada zirahku.

Getarannya merambat ke sekujur tubuhku, sampai aku terhuyung mundur beberapa langkah.

Tapi aku tidak apa-apa.

Pukulannya sangat telah, tapi yang jelas aku masih bertahan.

"Hmph!"

Aku bergerak ke tempat lengan Badigadi tergeletak, lalu memungutnya.

Lengan itu masih menggeliat sedikit, dan ada potongan armor emas yang masih bersamanya.

Rupanya aku menembaknya dengan keras.


"FUAHAHAHAHAHAHAHA.... percuma.... percuma...."

Saat Badigadi mengatakan itu, lengannya yang putus mulai tumbuh kembali.

Lengannya muncul begitu saja seperti makhluk planet Nam*k.

"Mngh."

Maaf Badi-sama, kurasa seranganku itu tidaklah percuma.

Lihatlah, lengan baru yang tumbuh itu, tidak terlindungi dengan armor emas.

"Hmm!? Jadi ini maumu? Kau cukup terencana juga ya...."

Kupungut lengannya, lalu kulemparkan pada lingkaran sihir yang telah kusiapkan sebelumnya. Saat
itulah, armor emas berhenti beregenerasi.

Entah kenapa, sepertinya tubuh Badigadi juga sedikit menyusut.

Aku tidak tahu kenapa bisa begitu.

Tapi, setidaknya aku punya petunjuk bagaimana mengalahkannya.

Dewa Tempur Badigadi.

Saat memakai armor itu, dia mendapatkan tambahan kekuatan dan kecepatan yang signifikan.
Sebenarnya, kecepatannya tidak begitu tinggi, setidaknya masih lebih lambat jika dibandingkan
pendekar-pendekar pedang yang pernah kuhadapi sebelumnya.

Bahkan Orsted dan Sandor lebih cepat darinya.

Namun, tetap saja dia lebih cepat dariku.

Untungnya, aku masih bisa mengimbangi kecepatannya dengan Magic Armor ini

Lagian, aku sudah sering berlatih bersama Orsted dan Eris, jadi aku tidak akan kalah semudah itu.

Yang merepotkan adalah pertahanan dan ketahanan armor emas itu.

Zirah itu juga sangat keras.

Bahkan lebih keras daripada Magic Armor.

Jika Eris menebasnya dengan sekuat tenaga, kurasa armor itu masih bisa tergores, tapi belum tentu dia
bisa memotong lengan dan leher zirah emas itu.

Belum lagi, armor itu bisa beregenerasi, seolah menjadi baru lagi.

Meskipun begitu, normalnya si pengguna tidak akan bertahan meskipun zirahnya bisa kembali memulih.

Sayangnya Badigadi tidak normal.


Serangan Eris ataupun Ruijerd bisa melukai si pengguna armor dengan mudah, tapi Badigadi abadi. Luka
apapun bisa beregenerasi dalam sekejap.

Tak peduli tusukan atau tebasan, semua bisa disembuhkan seperti semula.

Sebaiknya, si penyerang akan semakin kelelahan saat berhadapan dengan Badigadi, kemudian sewaktu
dia lengah, keenam lengan Dewa Tempur siap menghancurkannya.

Lalu, bagaimana cara kami mengalahkannya?

Petunjuknya ada di kakaknya Badigadi, Atofe.

Raja Iblis Abadi Atofe.

Dia adalah simbol ketakutan di Benua Iblis. Dia sangat keras kepala, dan tidak pernah bosan menantang
bertarung lawan-lawannya.

Namun, setidaknya aku tahu 2 cara mengalahkannya.

Pertama, potong bagian tubuhnya, lalu segel dengan sihir penghalang. Itu membuat bagian tubuhnya
tidak beregenerasi lagi.

Ini adalah cara paling umum untuk mengalahkan ras iblis abadi. Aku pernah dengar, setidaknya Atofe
pernah kalah 2 kali dengan cara serupa di masa lalu.

Harusnya, kami menggunakan segel yang bisa menahannya selama ratusan tahun. Tapi untuk saat ini,
cukup buat dia berhenti beregenerasi.
Cara kedua adalah buat dia mengaku kalah.

Atofe memiliki prinsip tidak takut pada siapapun. Dia akan menghadapi semua yang dianggapnya lawan.

Tapi, bukan berarti dia tidak mau mengaku kalah.

Jadi, aku harus memikirkan suatu alasan sederhana yang membuat Badigadi berhenti bertarung.

Sayangnya, Badigadi adalah bidak Hitogami yang setia. Akan sangat sulit membuatnya menyerah hanya
dengan beradu kata. Maka kita akan menggunakan cara pertama.

Bukannya tanpa persiapan, aku dan Cliff sudah memasang lingkaran-lingkaran sihir penghalang di sekitar
hutan.

Lingkaran sihir itu akan aktif menyegel bagian tubuh Badigadi yang jatuh padanya.

Awalnya aku tidak yakin cara ini bisa menghentikan armor emas, tapi ternyata cukup efektif.

Oleh karena itu aku menggunakan pedang pusaka Paul untuk memotong lengan, lalu menyegelnya
dengan sihir penghalang.

Jika aku bisa melakukan hal yang sama pada kelima lengan lainnya, bukannya tidak mungkin Badigadi
akan menyerah.

Sebenarnya aku juga ingin menyegel badannya, tapi tanpa Cliff di sini, kurasa itu tidak mudah.
"AAAAaaaaaa!"

Aku menyerangnya sembari berteriak.

Aku tidak peduli lagi dengan lukaku.

Aku juga tidak tahu sampai kapan Versi 0 terus bertahan.

Berkat Kajakuto, pemakaian daya Magic Armor lebih efektif, namun jangan heran bila tiba-tiba zirah
raksasa ini berhenti beroperasi.

Oleh karena itu, semakin cepat aku mengalahkannya, maka akan semakin baik.

"KEMARILAH!! JAGOAN!!"

Dewa Tempur merentangkan lengannya lebar-lebar untuk menyambutku.

Kemudian, dia juga mengayunkan tangan kanannya.

Untuk meresponnya, aku mengayunkan pedangku dan bersiap melancarkan serangan balik.

Gerakan enam lengan itu sulit diprediksi.

Tapi aku semakin terbiasa menghadapinya.

Kondisiku sedang baik hari ini. Jadi, aku pasti bisa menghindarinya.
Dalam sekejap mata, aku mendapatkan celah untuk melancarkan serangan balik, lalu kupotong lengan
kiri bawahnya.

Pada saat yang sama, aku mengangkat senapanku pada luka itu, lalu kutembak dengan Stone Cannon.
Salah satu lengan kiri Badigadi meledak, dan terpisah dari pangkal tangannya.

Tapi, pertahananku terbuka setelah melepaskan tembakan itu.

Salah satu lengan Badigadi melayang padaku, lalu menghantamku dengan begitu kuat. Aku pun
terpelanting menjauh.

"....... Ngh!"

Permukaan Magic Armor retak.

Sudah kuduga, Versi 0 sekalipun tidak cukup kuat menahan tinjuan Dewa Tempur. Tapi setidaknya, dua
lengan sudah terpotong.

Tinggal empat.

Setidaknya, Magic Armor harus terus berfungsi sampai keempat lengan Badigadi berhasil kupangkas.

"!"

Ada hal lain yang mencuri perhatianku.


(Segelnya ...)

Lingkaran sihir penghalang yang telah digambar di tanah dihancurkan saat kami saling beradu tadi.

Apakah ada sesuatu yang kulewatkan?

Tentu saja masih ada beberapa lingkaran sihir yang tersisa, tapi aku tidak tahu mana yang masih
berfungsi.

"... Sialan!"

Aku segera membuang lengan yang barusan kupotong.

Aku melemparkannya ke Lembah Naga Bumi.

Semakin jauh potongan anggota tubuh terpisah dengan pangkalnya, maka semakin lama proses
regenerasinya.

Akhirnya Badigadi akan kembali sembuh, tapi setidaknya dia pasti kerepotan jika bagian tubuhnya
terpencar.

(... Hmm?)

Potongan armor emas juga tidak kembali utuh.

Apakah semakin kecil aku memotong bagian-bagiannya, maka semakin lemah armor itu?
Atau mungkin pemulihannya melambat karena armor emas sudah beratus-ratus tahun tidak digunakan
bertarung?

Atau jangan-jangan, ini hanya jebakan Badigadi?

Tidak..... aku tidak boleh mengkhawatirkan hal-hal yang tidak beralasan pada saat seperti ini.

Aku harus memanfaatkan pemulihan armor yang melambat untuk memangkas semua lengan Badigadi.

"Grrr ..."

Badigadi terus mengerang, tetapi lengan barunya tidak tumbuh.

Tapi, lengannya yang sudah pulih kini tertutup oleh semacam pelindung mirip tempurung kura-kura.

"!"

Benda apa itu.

Beberapa saat kemudian, dari empat lengan tersisa, dua menghilang.

Seolah-olah dua lengan yang hilang terserap, kemudian bersatu dengan dua lainnya membentuk lengan
yang lebih besar.

Kini, dia hanya punya 2 lengan, tapi lebih besar dan kekar.
Sial..... apakah aku bisa memotong lengan setebal itu?

Aku pasti bisa, percaya saja pada pedang pusaka Paul. Konon katanya, semakin kuat pertahanan lawan,
maka pedang ini akan semakin tajam. Jadi, tidak ada gunanya lawan memperkuat pertahanannya.

Setelah membulatkan tekad, aku memijak tanah, lalu meluncur mendekati Dewa Tempur.

Aku mulai merasakan firasat buruk.

Tapi, tak peduli apapun yang musuh rencanakan, aku tidak boleh mundur.

Tidak ada waktu untuk bimbang, karena setiap detik berlalu, Mana-ku semakin terkuras.

Jika aku tidak menyerang, aku tidak bisa menang.

"AAAAAAaaaaa!"

Aku hanya bisa berteriak.

Karena dengan melakukan itu, aku bisa memompa semangatku.

Secercah keberanian muncul di benakku, di antara lautan ketakutan dan ketidakpastian.

Tapi, secercah keberanian itu semakin membesar.

Serang saja......serang tanpa rasa takut sedikit pun....serang untuk meraih kemenangan.....seperti Eris.
Aku pun berhasil menghantam Dewa Tempur.

Dia tidak menghindar. Badigadi menerima pukulanku mentah-mentah, tapi dia terhuyung beberapa
langkah ke belakang.

Lalu, aku mengayunkan tangan kananku.

Pedangku mengait di lengan kirinya, kemudian aku coba memotongnya sekuat tenaga.

Setelah terbuka sedikit luka di lengannya, aku menodongkan Gatling Gun pada luka tersebut, lalu
kuberondong dengan Stone Cannon.

Aku melakukannya sembari meneriakkan nama teknik andalanku itu.

“STONE CANNON!!”

Lengan Badigadi melayang bersama potongan armor emas yang masih membungkusnya.

Tetapi pada saat yang sama, dia melayangkan pukulan balasan.

Aku pun terhempas ke belakang.

Badigadi menghantamku dengan satu-satunya lengannya yang tersisa.

Pukulan yang luar biasa..... seluruh bagian depan Magic Armor Versi 0 hancur berantakan.
Getarannya merambat sampai ke dalam tubuhku, rasanya seperti ditumbuk oleh palu raksasa.

Aku jatuh terlentang.

"Ghaough ..... ghaohu ....."

Aku batuk darah.

Tapi jiwaku berteriak, “Masih belum selesai!!”

Aku salah membaca pergerakannya.

Rupanya, Badigadi sengaja menggabungkan keempat lengannya agar serangannya semakin brutal. Itulah
kenapa bagian depan Magic Armor luluh lantah oleh hantamannya.

Mungkin inilah yang dimaksud oleh pepatah, ‘Biarkan musuh menyayat dagingmu, asalkan bisa kau
potong tulangnya.’

Dia sengaja melakukan itu untuk menghancurkan zirahku.

Tapi...........

Seperti yang kukatakan tadi.........

Ini belum berakhir...........


"!"

Sial.......

Tapi aku tidak bisa bergerak.

Gerakan Magic Armor goyah.

Kerusakannya tidak bisa diperbaiki.

Tepat di balik tubuhku, tersimpan inti dari Magic Armor.

Jika inti ini rusak, maka Magic Armor akan berhenti berfungsi saat itu juga.

Aku masih bisa menggerakkannya secara manual sih, tapi gerakannya lambat sekali. Dalam pertempuran
seperti ini, jika kau kalah cepat, maka fatal akibatnya.

Aku mulai mentransmisikan Mana dengan cepat.

Benar, aku masih punya Mana yang tersisa.

Aku masih bisa menggerakkannya.

Mana-ku belum habis.


Aku masih bisa bertarung.

Tapi.....mengapa armor ini tidak bisa bergerak juga....

"Rencanamu bagus ...... semangatmu juga bagus....."

Badigadi mulai mendekatiku yang tidak bisa bergerak.

"Pertarungan ini pun sangat seru. Tapi....selamat jalan Rudeus. Bahkan Laplace sekalipun tidak berpikir
serumit dirimu.”

Badigadi mengangkat tinju di atas kepalanya.

Kepalan tangannya sebesar bola meriam.

Kemudian dia menghujamkannya padaku.

"GAA!"

Namun, tiba-tiba aku melihat sekelebat sosok berambut merah yang memotong lengan itu. Tangan
Badigadi pun terputus, lalu melayang di udara.

"Mngh!"

Itu Eris.
Kenapa dia bisa datang tepat waktu? Apakah dia mengawasi pertarungan kami sejak tadi?

Aku tidak tahu.

Tapi yang jelas..... Eris datang untuk menyelamatkanku.

Sayangnya, aku menyadari sesuatu yang aneh setelahnya.

Pedang.

Pedang Eris pecah.

Pedang Naga – Phoenix pecah sampai pangkalnya.

Bahkan sejak melawan Orsted aku tidak pernah melihat pedang itu retak, tapi kali ini pedang legendaris
itu pecah sampai pangkalnya.

"GAAAAAAaaaaa!"

Tetapi itu tidak menghentikan Eris.

Seolah-olah dia tidak menyadari bahwa pedangnya pecah, dia terus melawan Dewa Tempur sembari
meraung.

Tapi..... ternyata bukan hanya dia yang turun tangan.


Mereka keluar dari hutan satu per satu seakan mengikuti Eris, mulai dari Sylphy, Ruijerd, Ghyslaine, dan
Isolte.

Namun mereka terlambat.

"Ceroboh sekali kau menghadapiku sendirian!"

Badigadi mendekati Eris.

Tidak ada seorang pun yang melindunginya.

Saat itu juga, aku keluar dari zirahku.

Sembari keluar, aku tidak lupa mengambil pedang yang terselip di belakang Magic Armor ini.

Ini bukan pedang sembarangan. Konon pedang ini pernah menjadi yang terkuat di dunia. Saat
memegangnya, aku merasakan energi begitu luar biasa yang tersimpan di dalamnya.

Dengan segenap Mana yang tersisa, aku mengalirkannya pada Kajakuto.

Di hadapanku, ada istriku yang sedang dalam bahaya tanpa senjata apapun.

Dia telah mengorbankan pedang terbaiknya untuk melindungiku.

Aku pun melemparkan Kajakuto pada Eris.


"Eris!"

Pedang itu terlempar melengkung di udara.

Eris berbalik dan meraihnya.

Itulah pedang terkutuk yang dibuat oleh pandai besi legendaris bernama Yulian.

Eris memegangnya di atas kepalanya.

"GAAAAAAAHH!"

"GH, Itu kan .....!"

Eris mengayunkannya ke bawah.

Saat hampir menebas targetnya, tiba-tiba tubuh Badigadi melayang.

Itu membuat Badigadi tidak bisa menghindar. Dia hanya bisa meronta-ronta di udara, tanpa beranjak
sedikit pun.

Ya.... itulah kemampuan khusus Kajakuto..... yaitu kontrol gravitasi.

Akhirnya pedang itu menebas tepat di pangkal tubuh Dewa Tempur.

Dan pada saat yang sama, kilatan cahaya memenuhi bidang penglihatanku.
Kemudian, diikuti suara mengguntur yang memekakkan telinga.

Luar biasa.... yang tersaji di hadapanku hanyalah kehancuran.

Tapi tidak ada ledakan.

Ataupun gelombang kejut.

Hanya kesunyian.

Kehancuran yang senyap.

Mana yang kualirkan pada Kajakuto berubah menjadi semacam bola yang membungkus tubuh Badigadi.

Pedang terkutuk itu tidak hanya melepaskan Mana-ku, melainkan juga tenaga Eris yang dia hempaskan
dengan sekuat-kuatnya.

Dan di dalam bola Mana itu aku melihatnya.....

Sembari masih melayang-layang di udara, armor emas Dewa Tempur pecah lalu hancur berkeping-
keping.

Kemudian, bola Mana itu mengecil, terkompres, dan lenyap bersama Badigadi di dalamnya.

Aku pikir Badigadi akan melakukan perlawanan.


Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Armor emas Dewa Tempur sudah hancur, begitu pun dengan jasad Badigadi.

Setelah bola Mana menghilang, serpihan-serpihan armor emas yang bertaburan di udara jatuh ke
Lembah Naga Bumi.

Dengan suara gemerincing, potongan-potongan armor itu menghilang ke dasar lembah.

Kajakuto juga jatuh bersamanya.

Aku terus menatap serpihan armor emas yang jatuh ke dalam lembah, sampai tidak lagi bersuara.

Tubuh utama Badigadi lenyap entah kemana.

Tapi, ternyata masih ada sepotong lengan yang tersisa.

Lengan itu tidak bergerak, bahkan tidak berkedut.

Tidak ada tanda-tanda regenerasi.

Apakah dia sudah mati?

Apakah kita menang?


Apakah masih ada yang lain?

Dia tidak akan muncul lagi tiba-tiba, lalu tertawa FWAHAHAHAHAH..., kan?

Sembari memikirkan semua itu, aku terus menatap ke dasar lembah.

Tidak ada yang bangkit kembali.

Tidak ada tanda-tanda sesuatu yang naik.

Hanya keheningan yang tersisa di tempat ini.

Lalu, aku mendengar suara seseorang yang jatuh di belakangku.

Ketika berbalik, aku mendapati Eris jatuh berlutut.

Dengan wajah pucat yang mengerikan.

"............"

Aku bergegas menghampirinya.

Apakah dia terluka?

Apakah Badigadi sempat memberikan serangan balik pada saat-saat terakhir?


Aku segera mengulurkan tangan untuk merapalkan sihir penyembuhan pada Eris, tapi tiba-tiba aku juga
jatuh berlutut.

".... aah."

Ini bukan cedera.

Rasa lelah ini..... dan wajah Eris yang pucat.... ya, inilah yang disebut kehabisan Mana.

Kajakuto telah menyerap hampir semua Mana-ku dan Eris.

Mungkin inilah pertama kalinya sejak kecil Eris kehabisan Mana.

Sambil berkedip kaget, dia duduk.

"Eris."

"Rudeus ..... rambutmu memutih lagi."

Dia berkata begitu, lalu menyentuh kepalaku.

Aku tidak punya cermin, jadi aku tidak bisa melihat rambutku.

Tetapi sebagian rambut Eris juga menjadi putih.


Banyak helaian rambut putih di kepalanya seperti uban.

"Kau juga......"

"Sungguh? ...... sama dong."

Setelah mengatakan itu, Eris jatuh telentang di tanah.

Dia tidak kehilangan kesadaran.

Dia hanya tidak kuat lagi duduk.

Aku ingin jatuh bersamanya, tapi aku masih bisa bertahan.

"Rudi!"

Sylphy tampak khawatir saat melihat wajah kami.

Bukan hanya Sylphy.

Ruijerd, Ghislaine, dan Isolte juga .......

"Sylphy, dimana Cliff!?"


"Umm, setelah menyembuhkan luka yang lainnya, Zanoba dan Doga membawanya kembali ke desa.
Tadinya kami ingin membantumu, tapi kami takut hanya membebanimu saja..... tapi, Eris menyerang
begitu saja tanpa pikir panjang...... hah?”

Sylphy memiringkan kepalanya kebingungan saat melihat kondisi Eris.

Dia segera memberikan sihir penyembuhan padanya.

Tapi Eris tidak terluka.

Dia tidak akan siuman dalam waktu dekat. Dia perlu banyak istirahat.

“Dia kehabisan Mana. Pedang Kajakuto menyerap habis Mana kami.”

"... Ah.... jadi begitu ya....."

"Sylphy, untuk saat ini, bisakah kau meletakkan potongan lengan yang tergeletak di sana itu pada
lingkaran sihir penghalang? Kemudian, bawa Eris kembali ke desa, lalu laporkan semua yang terjadi pada
Orsted. Setelah itu, kembalilah kemari bersama Cliff. Kau paham?”

Aku berdiri.

Magic Armor Versi 0 sudah hancur.

Mana-ku sudah terkuras habis, tapi setidaknya aku masih bisa berjalan.

Kami tidak tahu apakah Badigadi bisa bangkit kembali. Tapi yang jelas, potongan tubuhnya masih di sini.
Setelah terkompresi oleh bola Mana itu, harusnya tubuhnya hancur sampai partikel-partikel terkecil.

Potongan lengan itu tampaknya juga tidak beregenerasi.

Sepertinya kita masih punya waktu.

Tapi kami tidak boleh lengah.

Aku tidak lagi bisa bertarung, Magic Armor Versi 0, 1, dan 2 sudah tiada. Jika masih ada musuh yang
menyerang kita sekarang, maka habislah semuanya. Saat ini, kita harus cepat-cepat memanggil Cliff
untuk menyegel potongan tubuh Badigadi sepenuhnya. Aku ingin memastikan monster itu tidak bangkit
lagi.

Tapi.......... kalau saja Badigadi masih bisa bangkit lagi, maka kita tidak punya cara mengalahkannya
selain membiarkan Orsted ikut bertarung.

Tentu saja aku tidak ingin si bos menggunakan Mana-nya sedikit pun, tapi sepertinya kita tidak punya
pilihan.

Aku sudah habis. Kartu di tanganku sudah kupakai semua.

Aku sudah melakukan yang terbaik.

Andaikan Badigadi bisa bangkit kembali..... darimanakah dia akan keluar? Dari dasar lembah mungkin?
Karena ada beberapa potongan badannya yang jatuh ke lembah?

"Ruijerd, Ghyslaine, dan Isolte juga..... tolong ikuti aku."


"Apa yang akan kamu lakukan? Rud."

Masih ada satu hal yang harus kupastikan.

Dengan sisa-sisa Mana ini, aku harus melakukannya!

"Aku akan mengejar Gisu!"

Bagian 3[edit]

Ternyata, di luar dugaan, menemukan Gisu tidaklah sulit. Bahkan kami tidak perlu waktu lama
mencarinya.

Dengan sisa Mana-ku yang hampir habis, aku bisa menemukannya.

Setelah kami menyeberangi lembah, kami tiba di hutan yang sudah menghitam karena terbakar.

Di dekat pohon yang sudah menjadi arang............

...........Gisu terkapar di sana.

Dengan luka bakar hampir di sekujur tubuhnya, dia berbaring menghitam di sana.

Sepertinya dia ikut terpanggang saat aku membakar hutan tadi.

Saat pertama kali menemukannya, kukira dia sudah menjadi mayat.


Tapi mata ketiga Ruijerd mengungkap bahwa dia masih hidup.

"...... Gisu."

"Yo, Senpai."

Dia belum mati, tapi jelas sekali dia sedang sekarat.

Tentu saja aku tidak berniat menyembuhkannya.

Aku juga tidak ingin segera menghabisinya.

"Heheheeee.... bagaimana Senpai? Aku hebat, kan..... tak peduli sihir bumi, sihir air, mata iblis, bahkan
Magic Armor..... aku bisa mengalahkan semua teknikmu, kan....”

Gisu memakai banyak alat sihir.

Di tubuhnya terpasang rompi biru, pelindung dada berwarna cokelat muda, dan pelindung mirip armor
rantai.

Semuanya sudah hangus terbakar, tapi sepertinya alat-alat sihir itu dia gunakan untuk bertahan dari
seranganku.

Itu berarti, dia bisa bertahan saat Kota Heilerul terbakar habis bukan karena perlindungan dari armor
emas Badigadi. Tapi.... kenapa dia tidak bisa bertahan saat hutan ini terbakar?
“Jika sekarang kau bisa menemukanku di sini....... maka itu berarti rencana terakhirku sudah gagal.”

Gisu mengelus pipinya yang sudah menghitam.

Rencana terakhir.

Jadi, rencana terakhirnya adalah mengirim Badigadi seorang diri untuk melawanku?

"Dewa Pedang, Dewa Utara, Dewa Ogre, Raja Kegelapan ..... jika salah satu saja dari mereka masih
hidup........... mungkin akan lain ceritanya........ huh, andaikan saja mereka mau mendengar arahanku
lebih baik.”

"Yahh, sepertinya mereka punya egonya masing-masing.”

Aku menanggapi omongan Gisu yang terdengar seperti mengigau.

“Berbeda denganmu, Senpai..... lihatlah orang-orang di sekitarmu...... Eris, Atofe, Ghyslaine, Ruijerd......
semuanya mendengarkan perkataanmu dengan patuh.”

"Itu ...... mungkin hanya karena aku lebih beruntung."

"Tidak, itu tidak benar, Senpai. Itu semua karena kerja kerasmu. Kau menceritakan semuanya apa
adanya pada mereka, lalu mendapatkan kepercayaan mereka, dan mereka pun mau mengikutimu
dengan ikhlas. Mereka adalah rekan-rekanmu yang sempurna. Itulah sebabnya mereka selalu ada saat
kau membutuhkan.”

Ya.... mungkin kau benar.


Tapi..... kalau Atofe dan Malta..... memang benar sih mereka sekutuku, tapi mereka tidak mendengarkan
perintahku.

Sandor dan Doga juga tidak mendengar perintahku secara langsung. Tapi, ada sosok Ariel yang punya
kendali penuh atas mereka berdua.

“Selama ini aku selalu melakukan semuanya secara sembunyi-sembunyi........ mulai dari menyiapkan
pasukan, mengumpulkan sekutu-sekutu hebat, sampai merancang strategi...... jika aku melakukannya
terang-terangan......... aku tidak mungkin sampai tahapan ini.”

Dia benar. Dewa Pedang maupun Dewa Utara tidak begitu mengikuti arahan Gisu.

Mereka hanya berusaha mewujudkan tujuannya masing-masing.

Oleh karena itulah aku masih hidup.

“Aku tahu ini akan terjadi......... tapi aku tidak begitu memperdulikannya............ aku selalu meyakinkan
diri bahwa rencanaku pasti akan berhasil, entah bagaimana caranya...... Tapi, sebenarnya yang paling
kecewa......... bukanlah aku............”

Gisu tertawa sebelum melanjutkan kalimatnya.

“Melainkan Hitogami...... sampai terakhir kali aku bertemu dengannya, dia selalu marah-marah, sambil
berteriak ’Kenapa....kenapa....kenapa begini....!!’ ahahah, itu semua karena ulahmu, Senpai.”

Sembari tertawa, Gisu mengatakan itu dengan senyum bodohnya.


"Bukankah itu sudah jelas..... ? Siapa yang mau bekerja keras untuk orang sepertimu!!? Kau selalu saja
mempermainkan dan membodohi orang lain!! Lantas mengapa aku harus susah-susah menuruti
perintahmu!?"

"Gisu... Lalu mengapa kau melakukan semua ini?"

"Aku? Ahaha, aku hanya tidak punya pilihan. Lihatlah, akhirnya aku hanya bisa menyerang secara brutal,
tanpa pikir panjang. Bahkan aku tidak melakukannya dengan sembunyi-sembunyi lagi."

Gisu terbatuk dengan kencang.

Sesuatu berwarna hitam merembes dari mulutnya.

"Aku dan Badigadi berbeda. Kami tidak punya teman sebaik dirimu, Senpai. Mungkin itulah yang
membuat kami gagal. Bahkan Hitogami pun tidak bisa membantu kami."

Cairan hitam terus keluar dari mulutnya, seolah-olah itu nyawanya.

Terlihat jelas dia semakin melemah.

"Tapi, bagaimanapun juga, Hitogami tetap berjasa bagiku. Jika dibandingkan dengan pertolongan yang
selama ini dia berikan, ini tidak seberapa. Aku masihlah diuntungkan."

".........."

"Kau tidak akan mengerti, Senpai. Orang sepertimu yang bisa mendapatkan apapun di dunia ini, tidak
akan bisa memahaminya. Kau tidak akan tahu perasaan orang yang tidak mampu melakukan apa-apa
sepertiku."
Aku mengerti kok....

Aku juga pernah menjadi orang tidak berguna yang tidak bisa melakukan apa-apa.

Singkatnya, Gisu adalah aku di kehidupan sebelumnya.

Tapi sedikit berbeda.

Dulu aku tidak pernah mencoba apapun.

Tapi Gisu masih mau berusaha.

Dia sedikit lebih baik dariku.

Yang kulakukan dulu hanyalah lari dari kenyataan.

Sedangkan Gisu bisa sampai sejauh ini.

Bayangkan....dalam dunia yang penuh kekerasan dan bahaya ini, dia tidak bisa menggunakan Mana
ataupun Touki.

Tapi dia bisa terus bertahan hidup...... bahkan sampai begitu merepotkanku.

"Tidak Gisu..... kau salah."


Itulah kenapa aku membantahnya.

Aku tidak begitu memahamimu, Gisu. Tapi...... bukan berarti aku tidak tahu apa-apa.

“Heh, Rudeus. Cepat habisi aku. Kau sudah mengalahkanku, jadi jangan ragu untuk membunuhku. Di
dunia ini, yang menang selalu benar, sedangkan yang kalah selalu salah. Oleh karena itu, busungkan
dadamu, nikmati kemenanganmu, lalu bunuh aku secepat mungkin. Atau.... jika kau belum puas, kau
boleh memakiku sebanyak-banyaknya. Salahkan aku atas semua masalah yang menyusahkanmu selama
ini. Kau juga bebas menasehatiku seperti, ’Harusnya kau jangan pernah mendengarkan kata Hitogami.....
harusnya kau bergabung menjadi sekutuku...’ silahkan..... kau bebas melakukan semuanya sekarang.”

Setelah Gisu mengatakan itu, dia menarik napas panjang.

Kemudian, dia melanjutkan omongannya dengan ekspresi kosong di wajah.

"Aku, Badigadi, dan Raja Kegelapan sudah kalah. Maka Hitogami sudah tidak punya bidak lagi. Kau lah
pemenangnya. Sebenarnya Hitogami pernah berkata, bila kami kalah pada pertarungan ini, maka tidak
ada lagi yang bisa menghentikan Rudeus Greyrat. Hitogami tidak bisa meramalkan apapun dengan pasti
selama kau masih hidup.”

Kemudian, tanpa sadar aku membalas perkataan itu.

"...... Itu bohong, kan?"

Gisu tertawa.

“Terserah jika kau mau berkata begitu. Aku sudah tidak tahu harus berbuat apa. Tapi yang jelas,
pergerakan Hitogami semakin terbatas dengan kematian kami.
Oi, oi, kenapa wajahmu malah suram. Seperti itukah wajah seorang pemenang? Kau benar-benar
anaknya Paul, kan? Kalau Paul berada pada posisimu sekarang, dia pasti akan tertawa terbahak-bahak,
lho.

Ah.... tidak juga, mungkin Paul tidak akan menertawakan kematianku. Karena bagaimanapun juga, kami
pernah menjadi rekan setim. Harusnya kau bangga punya ayah sepertinya.”

“Kau tidak segagal itu, Gisu. Lihatlah semua usahamu ini. Kau berhasil menghasut Dewa Pedang, Dewa
Utara, dan Dewa Ogre untuk melawanku. Aku sudah mengumpulkan banyak sekutu di dunia ini, namun
semuanya seakan percuma saat aku berhadapan denganmu. Strategimu sungguh luar biasa. Kau bahkan
bisa merusak hampir semua fasilitasku, mulai dari markas pusat, lingkaran sihir teleportasi, litograf,
bahkan Magic Armor.”

“Tetap saja aku kalah.... itu karena aku tidak bisa mengendalikan sekutuku dengan baik. Aku mengambil
resiko besar dengan mengirim Badigadi untuk melawanmu secara langsung. Dan kau tahu sendiri
akhirnya. Bahkan lawan sehebat Badigadi bisa kau kalahkan dengan taktik yang jitu. Yahh.... setidaknya
dia sudah sangat merepotkanmu. Mungkin, Badigadi adalah salah satu lawan terkuat yang pernah kau
hadapi.”

Tiba-tiba, Gisu mulai menitihkan air matanya.

Noda hitam yang menutupi wajahnya sedikit tersapu oleh air matanya.

Saat itulah, aku menyadari bahwa Gisu tidak pernah mengambil jalan pintas dalam berusaha.

"Gisu..... kau memang kuat. Kemenanganku kali ini hanya karena keberuntungan semata. Salah sedikit
saja, maka aku pasti mati. Tidak diragukan lagi, pertempuran ini adalah yang tersulit seumur hidupku.”

"Heh ...... hehe. Terima kasih atas pujiannya, Rudeus."


Aku tidak bohong..... dia memang kuat.

Butuh waktu setahun untuk mengalahkannya.

Aku berusaha keras selama setahun penuh, mulai dari memburunya, sampai beradu taktik dengannya.

Mana bisa lawan seperti Gisu kubilang lemah.

"Gisu."

Ghyslaine mendekat.

Dia menatap Gisu.

Wajahnya tertutup rambut, jadi aku tidak bisa melihat ekspresinya.

"Yo, Ghyslaine, lama tak jumpa ya......"

"Ya."

"Aku mati dulu ya....."

"Ya, sampaikan salamku untuk Paul di alam sana."

"Ah..... aku jadi teringat saat-saat itu. Biasanya, Paul datang bersama mirasnya, kemudian mengajak kita
mabuk-mabukan. Kemudian dia hilang kendali, lalu menggosok-gosokkan wajahnya pada dadamu. Itu
membuat Zenith sebal, dan..... dan...... ahahahha..... aku ingin melihatnya lagi...... mungkin tidak ya kita
melakukan itu sekali lagi di alam baka.”

“Mungkin saja. Tapi sepertinya Zenith masih lama matinya. Mungkin aku duluan yang akan menyusul
kalian.”

"Heh, baiklah..... baiklah...... nanti kalau kita benar-benar berjumpa lagi.....”

Gisu berhenti bergerak.

Dia roboh ke samping.

Dia mati sebelum menyelesaikan kalimatnya.

"......"

Telinga Ghyslaine berkedut.

Ekornya terkulai.

"...Dia mati."

Gisu sudah tiada.

Bagian 4[edit]

Gisu kalah.
Kabar itu harusnya sudah cukup membuatku senang, tapi entah kenapa aku masih galau.

Ini semua sungguh mengejutkanku.

Perasaanku selalu campur aduk saat melihat orang yang kukenal mati tepat di hadapanku.

Dia adalah musuh. Aku tahu kami harus mengalahkannya.

Tapi sepertinya aku tidak begitu membenci Gisu.

Namun, jika aku yang kalah, mungkin Gisu akan membunuh keluargaku, dan itu akan membuatku sangat
membencinya.

Apakah akhir seperti ini yang kuharapkan?

Aku tidak tahu.

Mungkin, satu-satunya alasan aku masih berempati pada Gisu, karena tidak ada seorang pun rekanku
mati selama pertempuran ini.

Bisa dikatakan aku sudah menang.

Aku sudah menghabisi semua bidak Hitogami tanpa membuang sedikit pun Mana Orsted.

Kami menjalani pertempuran yang sulit, sempat kalah, namun akhirnya meraih kemenangan. Itu
bukanlah suatu hal yang biasa bagiku.
Mungkin seharusnya aku membunuh Gisu dengan tanganku sendiri, untuk melengkapi pertarungan yang
epik ini. Tapi, apa mau dikata, dia mati dengan cara seperti itu.

Atau mungkin..... akan lebih baik bila aku menyadarkan Gisu, lalu bekerjasama dengannya seperti dulu.
Jauh di dalam hatiku, aku memendam keinginan itu.

Tapi..... beginilah kesudahannya.

Yahh, setidaknya aku akan membawa jasad Gisu untuk dikuburkan dengan lebih layak.

Kukira tidak masalah jika kutempatkan makamnya di dekat Paul.

Sembari memikirkan itu, aku mengkremasi jasad Gisu.

"........"

Ghyslaine menatap kami yang sedang membakar jasad Gisu.

Saat aku mengumpulkan sisa-sisa serpihan tulang Gisu, entah kenapa telinga dan ekor Ghyslaine
berkibas dengan semangat.

Aku tahu kau setengah anjing, tapi ini tulang temanmu, lho...... jangan dimakan.

"Mari kita kembali, oke?"

"Ya."
Kami pun menyeberangi lembah.

Apapun yang terjadi.... yang jelas pertarungan ini sudah berakhir.

Aku lelah.

Mana-ku hanya tersisa beberapa bar saja.

Staminaku benar-benar terkuras.

Aku pasti akan tertidur cepat saat berbaring di kasur nanti.

Tapi, aku tidak boleh tidur sebelum menyegel Badigadi sepenuhnya ......

Ahhh..... aku ingin kembali ke Sharia secepat mungkin.

Aku ingin tidur lelap di rumahku yang sudah lama kutinggalkan.

Kalau bangun nanti, aku ingin segera makan.

Makan nasi yang lezat.

Oh iya.... negara ini kan memproduksi kecap.


Pasti enak kalau makan Tamago Kake Gohan.

Aku akan makan sepuasnya kalau sudah pulang nanti.

Aku akan makan sekenyang-kenyangnya kalau sudah pulang nanti.

Lalu setelahnya..... waktunya ngent*d.

Om gajah terus berpuasa. Tapi Gisu sudah dikalahkan, jadi saatnya berbuka.

Sylphy, Roxy, atau Eris ...... yang mana dulu ya.....

Gimana kalau tiga-tiganya saja sekaligus?

Mungkin Eris tidak setuju, tapi kalau cuma sekali saja..... masa tidak boleh?

Sudah lama aku menunggu saat-saat ini.

Yap..... sudah lama sekali.....

Nanti saja membahas pertempuran ini.... yang penting bersenang-senang saja dulu.

Lupakan semua yang telah dikatakan Gisu.

Saatnya liburan.
Karena aku sudah sangat capek.

"....... Rudeus."

Saat aku berjalan menyeret tubuhku yang benar-benar letih, seseorang memanggilku dari belakang.

Itu Ruijerd.

Dia berjalan di barisan paling belakang.

Tapi tiba-tiba, dia memperingatkanku akan sesuatu.

"Ada apa?"

"Musuh."

Dia mengatakan itu sembari menunjuk ke arah Lembah Naga Bumi.

"Hah?"

Benar saja.

Sepotong lengan terangkat dari tepi lembah.


Tangan.

Itu benar-benar tangan.

Dia memanjat keluar dari dasar lembah.

Tangan siapa itu.....?

Kenapa aku mempertanyakan itu....

Bukankah sudah jelas.....?

Tangan itu berwarna emas.

"T-t-t-tidak mungkin......”

Badigadi.

Ini terlalu cepat.

Kenapa bisa begini....

Aku tidak tahu.....

Armor emas sudah hancur berkeping-keping.


Tubuh utama Badigadi juga sudah lenyap.

Tapi....... serpihan armor itu jatuh ke dasar lembah, kan......

Kalau tidak salah.... aku juga sempat melempar sepotong lengan ke dalam lembah.

Apakah.....

Serpihan-serpihan itu bergabung menjadi satu lalu beregenerasi kembali?

".........."

Tanpa sepengetahuan kami, potongan lengan itu merangkak keluar dari dasar lembah.

Tunggu dulu.....

Tidak....

Tidak hanya sepotong lengan yang merangkak keluar......

Lebih dari itu.....

Ternyata ada 2 lengan.


Tidak..... tidak juga.....

Tampak sebuah sosok di sana.

Sosok itu mengenakan helm yang sedikit berbeda.

Posturnya pendek, bahkan tidak sampai 2 meter.

Dia.....

Dia juga memegang pedang???

Apa??

Pedang itu.....

Aku sangat mengenal pedang itu.....

Itu adalah pedang yang pernah menjadi terkuat di dunia ini.....

Itu Kajakuto.....

D-d-dia.....

Dia bukan Badigadi, kan....?


Wujud Badigadi tidak seperti itu.....

"Pahlawan akan bangkit kembali tidak peduli berapa kali pun dia dikalahkan. Begitulah, seharusnya
seorang pahlawan.”

Dia bisa bicara.....!!?

Dia membicarakan pahlawan....?

Aku mengenalnya......

Hanya satu orang yang begitu terobsesi menjadi pahlawan.....

"Dewa Utara Kalman III ......!? Aleksander Ryback!?"

Dia masih hidup?

Harusnya kau sudah mati!!

Kau sudah tidak lagi bergerak saat itu!!

Aku tidak mengerti kenapa bisa begini.

Tunggu dulu.....
Aleksander adalah cucunya Atofe, kan.....

Bukankah itu berarti.....

Dia keturunan ras iblis abadi....?

Dia bisa beregenerasi asalkan diberi waktu yang cukup.

Tapi......

Tapi.....

Apakah.......

Ini juga salah satu rencana Gisu?

Apakah dia sudah merencanakan ini sejak awal!!?

Ataukah ini rencana cadangannya?

Ini aneh.....

Ini tidak masuk akal......

Bagaimana bisa armor emas kembali beregenerasi setelah pecah berkeping-keping.


Lalu, bagaimana bisa Aleksander memakainya?

Kurasa semua ini sudah direncanakan Gisu sebelum kematiannya.

Pasti ada suatu cara untuk membangkitkan Aleksander dan juga armor emas yang tidak kupahami.

Sial.

Apakah kita harus bertarung lagi?

Aku sudah lelah.

Aku sudah bosan.

Kenapa tidak kita akhiri saja semua ini?

Kenapa..... kenapa harus sekarang kau bangkit lagi!!? Apa tidak ada waktu lain!!?

Ah..... tapi ini juga salahku.

Aku tidak membereskan tubuh Aleksander waktu itu.

Aku membiarkannya begitu saja, lalu meninggalkannya. Disamping itu, aku sangat lelah waktu itu.
Mungkin akan lain ceritanya jika kubakar jasadnya sampai menjadi abu.

Jadi..... waktu itu dia masih bernapas? Itu agak sulit dipercaya.

Baiklah ...... tidak apa-apa.

Yang lalu biarlah berlalu.

Apa yang harus kita lakukan sekarang?

Aku bahkan tidak mempunyai Magic Armor lagi.

Versi 0, 1, 2..... semuanya hancur.

Aku sudah sangat kelelahan.

Tidak hanya aku.

Ghyslaine, Ruijerd, dan Isolte..... semuanya tidak mungkin bertarung lagi.

Tidak ada senjata, tidak ada Mana, tidak ada rencana..... semuanya nol.

Mana mungkin kita bisa menang pada kondisi seperti ini.

Apa yang bisa kulakukan?


Sedangkan, lawan kami adalah Kalman III yang dipersenjatai lengkap dengan Armor Dewa Tempur dan
Kajakuto.

Ini pertarungan yang tidak seimbang.

".........."

Aleksander balas menatapku saat aku melihatnya dengan wajah tercengang.

Dia terlihat begitu tenang, seolah-olah sudah tahu ini semua akan terjadi.

"Rudeus Greyrat ........ aku minta maaf telah menyebutmu lalat. Ternyata kau adalah seorang petarung
hebat. Kau adalah lawan yang pantas untukku. Terimakasih, berkatmu aku menjadi lebih kuat lagi.”

Aku membalikkan tubuhku yang benar-benar kelelahan untuk menghadapinya.

Kalau kami melarikan diri, dia pasti akan mengejar.

Kami juga tidak sanggup meladeninya, sembari mengulur waktu sampai bantuan datang.

Lagipula, bantuan apa yang akan datang? Bantuan dari Orsted? Tidak....

Apakah pilihan kami hanya melawannya?

Melawannya sampai titik darah penghabisan.


Sambil memikirkan itu, aku melangkah maju—

".......Ah?"

Tanpa kusadari, tiba-tiba tubuhku roboh dengan sendirinya.

“Sekarang aku tidak akan kalah melawan siapapun.”

Tidak.... ternyata aku tidak jatuh dengan sendirinya.

Ternyata Aleksander baru saja menyerangku, dengan kecepatan tak kasat mata.

Tidak hanya aku yang roboh.

Ruijerd, Ghyslaine, dan Isolte juga terkapar.

Kami semua dirobohkan hanya dengan sekali serang.

“Sebagai ucapan terimakasih telah membuatku semakin kuat, maka akan kubiarkan kau hidup, Rudeus
Greyrat.”

Tertunda beberapa detik, akhirnya rasa sakit menjalar di seluruh tubuhku.

Kakiku patah.
Gerakan Aleksander terlalu cepat.

Harusnya aku masih bisa memprediksi gerakannya dengan mata iblis peramal, tapi aku sama sekali tidak
bisa meresponnya.

Jangankan aku, tiga orang pendekar hebat di sana juga sama sekali tidak bisa meresponnya.

Apakah ini kekuatan Armor Dewa Tempur yang sebenarnya.

Jika penggunanya kuat, maka armor itu akan semakin kuat.

Bukan berarti Badigadi lebih lemah..... tapi, sepertinya Aleksander bisa menggunakan armor emas itu
lebih baik darinya.

Sial.... kau sudah menyandang gelar Dewa Utara, sekarang kau juga punya Armor Dewa Tempur. Aku
tidak pernah membayangkan dua kekuatan dewa menjadi satu seperti ini.

Aku pun menyadari armor emas bisa berubah bentuk tergantung siapa yang memakainya.

"Baiklah, selamat tinggal."

Aleksander pun pergi.

Ini bukan waktunya bengong.

Aku segera menggunakan sihir penyembuh padaku dan ketiga orang rekanku.
Ketiganya pingsan.

Atau mungkin, lebih tepatnya mereka sekarat.

Apakah Aleksander sengaja tidak membunuhnya? Jadi, aku harus berterimakasih padanya? Sial, dia
telah meremehkan kami.

Tapi.... syukurlah. Tak seorang pun di antara kami mati.

Setelah menyembuhkan mereka bertiga, aku mengamankannya di Earth Fortress, lalu aku mengejar
Aleksander sendirian.

Aku hanya mengejarnya, tanpa tahu harus berbuat apa. Aku tidak punya rencana.

Apakah Sylphy sudah tiba di desa? Apa yang akan dilakukan Orsted sekarang?

Aku tidak tahu.

Tapi yang jelas, aku harus melindungi mereka dengan cara apapun.

Eris, Sylphy, Roxy, Norn, Aisha..... semuanya harus aman.

Begitu pun dengan warga Desa Supard.

Tidak akan kubiarkan kau menyentuh mereka.


Kakiku bergerak dengan sendirinya.

Meskipun langkahku begitu berat...... aku masih terus mengejarnya.

Bagian 5[edit]

Desa Supard sunyi..... bahkan terlalu sunyi.....

Seolah-olah, semuanya sudah dipindahkan.

"... Kenapa..... kenapa tidak ada seorang pun di sini...!!?”

Aleksander berteriak.

Aku tiba beberapa saat setelahnya. Dan benar saja.... tidak ada seorang pun yang menjaga di gerbang
masuk desa.

Ras Supard sudah tidak lagi di sini.

Julie atau Norn juga tidak ada.

Cliff yang terluka seharusnya dibawa kemari...... tapi dia juga tidak ada.

Eris dan Sylphy harusnya menemui Orsted..... namun ketiganya juga tidak ada.

Semuanya hilang seolah tanpa jejak.


"Apa-apa’an ini?? Bukankah tempat ini yang selalu Rudeus lindungi??”

Ya, kau benar.

Aku melawan kalian semua demi melindungi Desa Supard.

Tapi.... aku juga tidak mengerti kenapa desa ini sekarang kosong.

Sudah berapa lama kami meninggalkan desa?

Padahal, perjalanan dari sini ke lembah hanya tiga jam.

Bahkan, aku hanya butuh sejam jika mengendarai Magic Armor Versi 0.

Setelah mengambil zirah itu, aku pergi lagi melawan Badigadi, kemudian mencari Gisu..... semuanya
hanya memakan waktu sekitar 5 – 6 jam.

Saat terakhir kali kemari, semuanya masih di sini.

Waktu itu aku terburu-buru, jadi tidak mengamati sekeliling dengan baik, tapi seharusnya semuanya
masih di sini.

Hah?

Tidak.....tidak.....
Tidak mungkin sesepi ini.

Harusnya masih ada orang yang menunggu di sini, kan.....

"Sialan ...... apakah ini semua tipu dayamu ...... Rudeus Grayrat!?"

Aleksander berbalik menghadapku.

Wajahnya tampak berang.

Hoi.... kau salah sangka.... aku juga bingung dengan apa yang terjadi di sini......

Aku tidak tahu apa-apa.

Jika Orsted tidak di sini, mengapa aku harus mengikutimu?

Bukankah itu bodoh?

Harusnya aku memanfaatkan kesempatan ini untuk berlari ke tempat yang lebih aman, kan?

Tapi, karena aku harus melindungi semua orang di desa ini, maka aku mau bersusah payah mengejarmu
ke sini.

Andaikan aku tahu tidak ada orang di sini..... buat apa aku mengejarmu!?

"Jadi.... sejak awal Orsted dan Ras Supard tidak ada di desa ini..... begitu, kan!!?”
"...... Tidak..... itu tidak benar..... harusnya semuanya masih di sini..... termasuk Orsted-san.....”

Aleksander terus menatapku dengan beringas, aku pun mundur beberapa langkah ke belakang.

Aku benar-benar tidak tahu apa-apa.

Ataukah..... semua yang kulihat hanyalah ilusi?

Apakah Raja Kegelapan Vita masih hidup.... lalu dia tunjukkan semua ilusi ini di dalam mimpiku?

Jadi.... aku masih tertidur ya?

"Tadinya aku ingin membiarkanmu hidup lebih lama. Tapi..... kalau kau ingin bertarung sampai mati di
sini.... ayo, akan kuladeni kau!!”

Gawat.

Dia tambah ngamuk.

Dia ingin melampiaskan kekesalannya padaku.

Aku harus segera pergi.

Aku tidak punya alasan bertarung di sini, karena semua orang yang kulindungi telah pergi. Jadi.... lebih
baik aku lari saja.....
Ketika aku memikirkan itu, dan berbalik—

Tiba-tiba, punggungku membeku.

Kakiku berhenti.

Apakah Aleksander melakukan sesuatu?

Tidak..... sepertinya bukan dia.....

Karena tubuh Aleksander juga membeku.

"A-apa-apa’an ini.... kenapa dingin sekali.....!!”

Aleksander mulai gugup, lalu dia melihat sekeliling dengan panik.

Bahkan setelah memakai armor emas, masih ada yang membuatmu ketakutan?

Tunggu dulu..... ini bukan rasa takut biasa.....

Aku mengenal rasa takut ini.....

Ini.....
Rasa takut karena kutukan.....

Sebenarnya, aku tidak terpengaruh dengan kutukan ini. Tapi, tetap saja mengerikan, karena aku dua kali
hampir terbunuh oleh orang yang memiliki kutukan ini

Ya, sudah jelas...... hanya satu orang yang memiliki kutukan seperti ini.

"........"

Dari dalam Desa Supard...... sosok itu mulai muncul. Dia lah pusat dari rasa takut ini.

Dia mengenakan helm hitam yang tidak asing bagiku.

Rambutnya berwarna perak, dan matanya tajam mengerikan.

Monster itu perlahan mendekati kami.

"Rudeus."

"Orsted-san ..... kenapa ......"

Orsted.

Dia melepaskan helmnya, lalu melemparkannya padaku.

Aku cepat-cepat menangkapnya.


"Sylphiette sudah menceritakan semuanya padaku. Aku tahu kau berencana menyegel tubuh Dewa
Tempur Badigadi. Tapi, Mana Cliff Grimoire sudah terkuras habis, maka akulah yang menggantikan
tugasnya. Itulah sebabnya aku sedikit terlambat, maafkan aku.”

Tidak.... bukan itu yang ingin kutanyakan.

Aku tidak keberatan kau datang terlambat, tapi.....

Dimana semuanya....?

"Aku tidak pernah mengira ini akan terjadi ......"

Orsted mengatakan itu, lalu memandang Aleksander.

Dia memandang Dewa Utara Kalman III yang mengenakan Armor Dewa Tempur.

"Biar aku yang tangani."

Orsted maju selangkah sembari mengatakan itu.

Aleksander yang tampak ketakutan hanya bisa mundur selangkah.

Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi.

Aku hanya bertanya kepada Orsted.


"Tapi, Orsted-san, Mana-mu ......"

"Tidak apa-apa. Kau sudah banyak bekerja keras. Toh, aku juga ingin merasakannya......."

Orsted menggelengkan kepalanya.

"Merasakan apa ......"

Dia melihatku dan sedikit tersenyum, tetapi wajahnya tampak cukup kaku.

Lalu, orang paling menakutkan di dunia ini berkata......

"Aku ingin merasakan bertarung bersama teman-teman kepercayaanku.”

Balasan yang cukup singkat....

Tapi, perkataan itu meresap ke dalam hatiku.

Aku tahu apa yang Orsted maksudkan.

"...... Aku mengerti. Kalau begitu.... kuserahkan semuanya padamu.”

Aku pun melangkah mundur.


Tidak ada lagi yang bisa kukatakan.

Harusnya aku tidak memperbolehkan Orsted bertarung sedikit saja..... namun setelah melihat senyum
itu.... kurasa aku mengerti perasaannya.

Selama ini aku telah salah.

Tadinya kupikir Orsted sama sekali tidak memperhatikan kami, karena meskipun kami gagal, dia masih
bisa mengulangi kehidupan ini..... tapi, ternyata tidak demikian. Dia cukup memperhatikan kami.
Mungkin..... inilah pertama kalinya Orsted memiliki rekan-rekan yang bisa dia andalkan.

Ini bukan soal Hitogami atau apa.... Orsted hanya ingin merasakan mempunyai teman.

Sekarang.... giliran dia yang akan melindungi rekan-rekannya.

Mulai sekarang, dia tidak sendirian.

Mulai sekarang, dia akan terus berjuang bersama kami.

Dia bukanlah tipe orang yang suka menggunakan rekan-rekannya seperti alat. Melainkan orang yang
menghargai ikatan pertemanan yang kuat.

Dia orang baik.

"Nah, Dewa Utara Kalman III.... Aleksander Ryback."

"Jadi kau ya..... Dewa Naga Orsted......”


Setelah mendengar namanya dipanggil, Aleksander mencengkeram pedangnya semakin erat.

Kajakuto....

Dia sudah sangat terbiasa menggunakan pedang itu.

Tapi..... tidak hanya itu.... sekarang dia bahkan memakai Armor Emas Dewa Tempur.

Dua senjata legendaris yang tidak terbayangkan kekuatannya jika digunakan bersamaan.

Apakah aku masih bisa membantu Orsted? Setidaknya.... bisakah aku menahan salah satunya?

"Bagus sekali...... ini sempurna........"

Tapi, Orsted justru mengatakan itu.

Sepertinya si bos punya pemikiran lain.

Saat Aleksander mengangkat pedangnya, Orsted malah tersenyum tenang.

Itu adalah senyum yang menakutkan dan dingin.... sedingin es.

"Sekarang kau memiliki Kajakuto dan Armor Emas Dewa Tempur. Jadi.... tidak ada alasan kalah bagimu.”
"Apa!?"

Aku bisa merasakan amarah Aleksander yang meluap-luap.

"Kau mengejekku!?"

"Bukan begitu......"

Orsted mengatakan itu, lalu dia menyatukan kedua tangannya.

Kemudian.... memisahkannya perlahan.

Dia mengambil sesuatu dari tangan kirinya.

Sebilah Katana.

Saat melihat pedang itu, kakiku gemetaran.

Aku pernah melihat Katana itu sekali.

Orsted menggunakannya saat melawanku di hutan.

Setahuku, pedang itu mengonsumsi Mana begitu besar.

“Akan kukalahkan kau..... akan kuhancurkan jiwa dan ragamu sampai serpihan terkecil.”
Orsted mengulurkan Katana tepat di antara kedua matanya.

Aleksander sangat marah.

Dengan amarah yang pekat, dia mengacungkan Kajakuto pada Orsted.

"COBALAH JIKA KAU BISA!!!”

Dewa Naga Orsted Vs Dewa Utara & Dewa Tempur Aleksander Ryback.

Maka.... pertarungan terakhir dari yang terakhir pun dimulai.

Bagian 6[edit]

10 menit kemudian.

Hampir seperempat hutan di sekitar lembah terbakar habis.

Hutan belantara ini menjadi tumpukan arang yang berserakan.

Seorang pria muda sedang duduk berlutut tanpa kedua lengannya.

Sebilah pedang diacungkan di dekat lehernya.

Pria itu memandang takjub pada si pemegang pedang.


Dia adalah seorang berambut perak, dengan mata sipit yang tajam.

Seluruh tubuhnya benar-benar tanpa cedera.

Pakaiannya masih rapih, seolah-olah tidak pernah bertarung.

Ah.... tidak juga.... ada sedikit robek pada pakaiannya. Tapi hanya itu.

“Kau mau mati, atau menjadi sekutuku?”

".........."

Itulah yang ditawarkan Dewa Naga pada Dewa Utara yang mengenakan armor Dewa Tempur.

Mungkin tidak melebih-lebihkan jika kita sebut ini pertarungan legendaris.

Bukannya tidak mungkin, kedua dewa ini akan menjadi sekutu di masa depan.

Tapi...... sayangnya pertarungan legendaris ini berat sebelah.

Jujur saja, sulit menjelaskan pertarungan ini dengan lisan.

Aku menyaksikan semuanya..... tapi begitu sulit menggambarkannya.


Aku hampir saja terbunuh saat melihatnya..... itu karena pertarungannya begitu dahsyat.

Tapi, ada beberapa adegan yang tidak bisa kulihat dengan mata awamku.

Bahkan dengan menggunakan mata iblis peramal, aku tidak bisa melihat apa yang mereka lakukan.

Satu-satunya yang kutahu adalah Orsted terus mendominasi pertarungan.

Jelas bahwa Aleksander berusaha sekuat tenaga membalikkan keadaan, tapi semua upayanya gagal.

Perbedaan kekuatan mereka terlalu jauh.

Bahkan dengan dipersenjatai Kajakuto dan Armor Dewa Tempur, Aleksander bukanlah tandingan
Orsted.

Armor Dewa Tempur luluh lantah.

Armor emas mulai beregenerasi kembali, tapi sudah terlepas dari tubuh Aleksander.

Sedangkan Kajakuto tergeletak di dekatnya.

Aleksander tidak lagi memberikan perlawanan.

Mulutnya menganga gagap, ketakutan terlihat jelas di wajahnya, dan matanya berair.

Dia terlihat mirip seorang pecundang, yang tidak pantas lagi koar-koar ingin menjadi pahlawan besar.
Semangat juangnya sudah pupus, dan obsesinya telah lenyap..... sekarang, dia hanyalah seorang
pengecut yang gagal.

"............... a-a-a-a-aku akan menjadi ..... s-s-s-s-s-sekutumu."

Setelah kesunyian panjang.... akhirnya Aleksander menjawab tawaran Orsted.

Kali ini.....

Aku yakin......

Pertempuran sudah benar-benar berakhir.......

Tanya & Jawab Penulis[edit]

T : Apakah Pedang Dewa Naga milik Orsted benar-benar mengonsumsi banyak Mana? Jika pedang itu
semakin tajam dengan menyerap Mana, kurasa Rudi juga bisa menggunakannya.

J : Ya, memanggil Pedang Dewa Naga saja membutuhkan banyak Mana. Pedang itu juga memiliki batas
waktu penggunaan. Begitulah.

T : Sebenarnya, apakah Cliff menggunakan mata iblis pengidentifikasi saat bekerja di Organisasi
Keagamaan Milis?

J : Ya, dia ditugasi menganalisis apakah ada racun di hidangan untuk kakeknya. Dia sendiri tidak luput
dari ancaman pemberian racun di makanannya.
T : Mana yang lebih kuat, Dewa Tempur Badigadi, atau Dewa Tempur Aleksander?

J : Ya tergantung. Kalau dari segi kekuatan fisik, ya Badigadi, kalau dari teknik, ya Aleksander. Kalau dari
segi pengalaman bertarung, mungkin Aleksander lebih unggul, karena sekarang dia punya pengalaman
melawan Orsted. Tapi.... Badigadi juga pernah melawan Laplace, sih.

T : Bagaimana dengan teknik bola Mana yang membuat Badigadi hancur? Apakah itu jurus rahasia
Kajakuto? Apakah jurus itu muncul setelah Kajakuto menyerap Mana Rudi?

J : Bisa jadi.

T : Sebenarnya, kenapa Gisu, Vita, dan Badigadi bisa begitu loyal pada Hitogami? Apakah Hitogami
punya kutukan yang merupakan kebalikan dari Orsted?

J : Yahh, harusnya tidak ada seorang pun yang mau mendengar perkataan penipu seperti Hitogami.
Tapi.... kalau konteksnya dirubah, mungkin saja terjalin semacam hubungan pertemanan di antara
Hitogami dan para bidaknya.

T : Sensei, pada beberapa bab, Anda menggunakan judul ‘Titik Balik’.... sebenarnya apa maksudnya?

J : Titik Balik adalah momen-momen yang menentukan perubahan sejarah. Jadi, takdir perselisihan
Orsted dan Hitogami berubah pada saat terjadinya Titik Balik tersebut.

T : Aku jadi khawatir dengan Doga. Dia masih muda dan naif. Dia diajak Sandor untuk bergabung dengan
Ordo Ksatria Emas. Jangan-jangan, selama ini Doga memendam niat jahat?

J : Doga memang naif, tapi dia jujur, jadi jangan berpikiran negatif padanya.
T : Rudi meninggalkan Kajakuto begitu saja. Bukankah itu sangat ceroboh? Bagaimana bisa dia
melalaikan senjata sehebat itu? Apakah karena dia ingin segera menemukan Gisu?

J : Kan Kajakuto jatuh ke dasar lembah..... jadi mengambilnya tidaklah mudah.

T : Apakah Pedang Dewa Naga milik si bos juga buatan Laplace?

J : Tidak. Pedang itu buatan Dewa Naga generasi pertama, yang juga membentuk 5 Prajurit Naga
Legendaris.

Bab 21: Akhir Pertempuran[edit]

Bagian 1[edit]

Sebulan telah berlalu semenjak pertarungan terakhir.

Sekarang, aku sedang berdiri di tepian hutan dekat Lembah Naga Bumi.

Di sana ada barisan bangunan kayu yang sedang didirikan.

Ada juga beberapa pria dan wanita yang sedang sibuk wara-wiri di suatu area terbuka dalam hutan. Di
area itu, pohon-pohon sudah ditebangi.

Mereka adalah penebang kayu, buruh, dan tukang kayu dari ras manusia yang telah dipekerjakan oleh
Kerajaan Biheiril. Sebagiannya adalah orang-orang kami dari PT. Rudo.

"Onii-chan, bisakah kau membuka sedikit area di timur hutan ini?”

Aisha juga di sini.


Dia memberikan banyak instruksi pada para pekerja itu, seolah-olah dia lah bosnya di sini.

Perintahnya didengar oleh Rinia dan Pursena, kemudian diteruskan ke bawahannya.

Aku jadi bingung, siapa bosnya di sini. Aku.... atau adikku.

"Ya, aku mengerti."

Aku juga ikut membantu mereka.

Jadi..... sebenarnya kami sedang membangun ulang Desa Supard.

Dengan sihir bumi, aku membuka hutan, menggali pondasi, dan juga membuat jalan dari Lembah Naga
Bumi menuju ke desa.

Ada banyak hal yang harus kami kerjakan.

Lalu..... mengapa Aisha dan pekerja PT. Rudo ada di sini?

Kenapa waktu terakhir kali melawan Aleksander, desa begitu kosong melompong?

Baiklah..... aku akan menjelaskannya.

Meskipun begitu.... kurasa satu kalimat saja sudah cukup menjelaskan semuanya.
Singkatnya, ini semua ulah Aisha.

Ah tidak.... tidak.... tampaknya kata ‘ulah’ tidak cocok. Itu membuat Aisha seakan telah berbuat jelek.
Maka, akan lebih tepat bila dikatakan, ‘ini semua ide Aisha’.

Ya, dengan kata lain, Aisha lah yang merencanakan ini semua.

Saat lingkaran sihir teleportasi dan alat komunikasi sihir berhenti berfungsi, Aisha dan orang-orang PT.
Rudo sedang berada di daerah kutub, tentu saja mereka kebingungan.

Mereka terpisah jauh dengan kami, dan tidak punya cara untuk kembali. Maka, mereka pun
kebingungan.

Tapi, dalam situasi seperti itu, Aisha masih bisa berpikir dengan tenang.

Dengan kepala dingin dia mempertimbangkan berbagai hal, lalu menyusun suatu rencana.

Jika mereka kembali tanpa menggunakan sihir teleportasi, maka akan menghabiskan waktu lama. Dan
jika sudah terjadi pertempuran di sini, maka mereka akan melewatkan banyak hal. Bisa-bisa,
sesampainya di sini, semuanya sudah selesai, dan mereka tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Kalau aku berada di posisi Aisha, mungkin aku sudah menyerah.

Karena aku berada di tempat antah-berantah, dan aku tidak bisa pulang. Maka, yang tersisa hanyalah
keputusasaan.

Tapi.... Aisha bukanlah aku. Pikirannya jauh lebih positif dariku.


Dia pun memikirkan sebuah ide.

Idenya simpel sekali, yaitu ’Jika lingkaran sihir teleporasi rusak, maka kita hanya perlu menghubungi
tukang reparasinya.’

Tukang reparasi? Memangnya ada tukang reparasi lingkaran sihir teleportasi?

Tentu saja ada. Siapa lagi kalau bukan orang yang pertama kali mengajariku teknik sihir teleportasi, Sang
Raja Naga Armor, Perugius Dola.

Dia mencari monumen Tujuh Kekuatan Dunia di sekitar perbatasan negara, kemudian menggunakan
peluit pemanggil Arumanfi untuk mengantarnya ke Chaos Breaker.

Awalnya Perugius enggan membantu karena dia tahu kami berusaha menolong ras iblis.

Setelah Aisha berkali-kali membujuk Perugius, akhirnya dia melunak dengan mengatakan, “Baiklah,
kubantu sekali saja.” kemudian Aisha meminta Perugius membenarkan lingkaran sihir teleportasi yang
mengarah ke Desa Supard.

Itulah sebabnya Aisha bisa datang tepat waktu di Desa Supard.

"Kau bisa membujuk orang keras kepala seperti Perugius?”

“Awalnya dia menolak, tapi setelah kubilang Dewa Naga Orsted juga terlibat dalam peristiwa ini,
akhirnya dia berubah pikiran.”

Lalu, Aisha dan orang-orang PT. Rudo berteleport ke Desa Supard, saat aku masih sibuk menghadapi
Badigadi.
Setelah sampai di Desa Supard, Aisha mengarahkan Ras Supard untuk mengungsi ke pinggiran kerajaan,
juga melalui lingkaran sihir yang sama.

Itulah kenapa tidak ada seorang pun di desa saat aku dan Aleksander kembali.

Itu adalah ide yang sangat simpel namun brilian. Aku dan Roxy juga berusaha menggambar kembali
lingkaran sihir teleportasi, tapi kami ingin memindahkan Magic Armor Versi 0. Tak pernah sedikit pun
terlintas dalam pikiranku mengungsikan Ras Supard melalui lingkaran sihir teleportasi.

Roxy malah merasa bersalah, lalu dia ngambek.

"Mana? Yang ini?”

“Ya!! Bersihkan seeeemuanya di situ. Kita membutuhkan area yang luas, kan?”

"Okelah."

"Kalau sudah selesai panggil aku, ya. Nanti akan kusuruh pekerja kita mengangkat kayu-kayunya.”

"Yaaa."

Begitulah, tak terasa sudah sebulan berlalu semenjak pertarungan terakhir.

Kami tetap waspada akan datangnya musuh lain, tapi sepertinya selama ini belum ada tanda-tanda
bahaya.
Tampaknya tidak akan terjadi pertarungan lagi dalam waktu dekat.

Oleh karena itu, aku meminta Sylphy, Roxy, dan Zanoba kembali ke Sharia. Aku juga meminta Eris
pulang. Awalnya dia tidak mau, tapi dengan dalih melindungi keluarga, akhirnya dia pun pergi bersama
mereka.

Sayangnya, lingkaran sihir teleportasi yang digunakan memanggil Magic Armor Versi 0 dan digunakan
oleh Aisha sudah rusak selama pertarungan Orsted melawan Aleksander. Tapi tidak masalah, kami
meminta bantuan Perugius lagi untuk memperbaikinya.

Di Sharia, banyak tugas menanti mereka, mulai dari membangun kembali kantor pusat yang hancur,
menggambar kembali semua lingkaran sihir yang rusak, sampai membenarkan alat komunikasi sihir
litograf.

Sepertinya Kota Sihir Sharia masih aman-aman saja.

Si Elf-chan juga baik-baik saja.

Adapun yang rusak adalah persenjataan, dan dokumen-dokumen yang selam ini ditulis Orsted.

Para pengungsi Ras Supard sudah dibawa dari perbatasan kerajaan menuju kota terbesar kedua, Irel.
Lalu, mereka kembali lagi ke desa melalui lingkaran sihir teleportasi yang sudah dibetulkan.

Pihak Kerajaan Biheiril sudah menerima mereka.

Raja Biheiril sendiri yang menyanggupinya.

Mereka tidak mungkin menolak tuntutan kami setelah kehilangan Dewa Ogre dan Kota Heilerul.
Tapi, mereka menambahkan syarat khusus agar Ras Supard diakui sebagai warga negara yang sah. Yaitu,
setidaknya 3 orang Ras Supard harus bekerja demi kepentingan kerajaan.

Syarat yang sama pernah mereka berikan pada Ras Ogre.

Kami pun sudah menunjuk tiga orang itu. Dan sekarang, tinggal pekerjaan membangun desa yang belum
selesai.

Jika rekonstruksi ini terus berlanjut tanpa kendala, bukannya tidak mungkin Ras Supard bisa tinggal di
pinggiran kota.

Kami telah mengalahkan semua bidak Hitogami, bahkan Ras Ogre dan Ras Supard pun sudah menjadi
sekutu.

Singkatnya, kami menang.

Tapi..... apakah ini kemenangan penuh?

"Rudeus-dono."

"Sandor-san."

Sementara aku merenung, kayu-kayu terus berdatangan. Tanpa kusadari, tiba-tiba Sandor sudah berdiri
di belakangku.

Bukan hanya Sandor.


Ghyslaine, Isolte, dan Doga juga ada di sana.

Sandor kembali setelah sekitar 10 hari berlalu semenjak pertarungan itu berakhir.

Dia terlempar ke laut setelah bertarung melawan Badigadi, lalu dia terdampar di Pulau Ogre, kemudian
bersusah payah kembali ke sini.

Hebat kan dia.... masih hidup setelah berduel sendirian menghadapi Dewa Tempur Badigadi.

"Terimakasih atas semua kerja kerasmu..... ummm, ada apa ini|?”

“Tidak ada apa-apa. Tapi, sepertinya sudah saatnya kami kembali ke Kerajaan Asura. Jadi kami datang
untuk berpamitan.”

"...........Ah."

Pekerjaan Sandor dan yang lainnya telah berakhir.

Tak perlu diragukan lagi, mereka adalah bawahan Ariel terbaik yang pernah kutemui.

Jika keadaan sudah aman, maka mereka bisa kembali.

“Sandor-san. Terima kasih banyak. Jika bukan karenamu, semua ini tidak akan bisa kami capai.”

"Yang Mulia Ariel lah yang lebih pantas menerima ucapan terimakasih itu."
"Tentu saja. Tolong sampaikan kepada Ariel-sama, bahwa jika terjadi sesuatu di Kerjaan Asura, segera
lah menghubungiku. Aku pasti akan datang secepat mungkin.”

"Aku mengerti."

Sandor, Doga, Ghyslaine, dan Isolte.

Semuanya adalah pendekar pedang kelas Raja ke atas.

Ungkapan terimakasih saja tidak akan cukup kuberikan pada mereka atas semua bantuannya selama
pertarungan ini.

"Ghyslaine-san juga, terima kasih banyak."

"Tidak perlu berterima kasih ..... lain waktu akan kusambangi makam ayahmu."

"Aku mengerti. Akan kutunggu kapanpun kedatanganmu di Sharia."

Ghylaine hanya mengucapkan beberapa patah kata.

“Doga juga... terima kasih banyak. Jika tanpa bantuanmu, mungkin aku sudah membusuk di dasar
Lembah Naga Bumi.”

"Ya."

"Jika kau punya masalah, segera beritahu aku. Ingat, aku masih berhutang nyawa padamu.”
"Yap!"

Doga hanya mengatakan "Yap", tapi dia terlihat sedikit kesepian.

“Isolte-san juga, terima kasih banyak. Jika kau tidak datang pada saat itu, entah bagaimana nasibku
sekarang.”

“Tidak perlu berkata begitu.... aku juga belajar banyak hal dari peristiwa ini. Akulah yang harus
mengucapkan banyak terima kasih.”

Setelah membungkuk dengan anggun, dia tersenyum.

Sama seperti sebelumnya, parasnya selalu saja cantik.

Wanita secantik ini belum menikah? Wahai pria-pria Asura.... apa saja kerja kalian selama ini...!!

"Tolong sampaikan juga ucapan terimakasihku pada para dokter."

"Ya, tentu saja...... kalau begitu ..... kami pamit dulu."

Sandor membungkuk sekali lagi, lalu berbalik.

Saat melihatnya pergi menjauh, tiba-tiba aku teringat suatu hal yang ingin kutanyakan.

“Sandor-san! Anu.... bagaimana dengan.....”


Sandor sudah tahu apa yang hendak kubicarakan.

Ya.... sayang sekali.... Atofe masih hilang.

Jika dia hilang tersapu ombak di laut, maka butuh waktu lama mencarinya.

Demikian pula dengan Moore. Dia juga masih hilang.

“...... tidak perlu mengkhawatirkan ibu. Dia adalah keturunan asli ras iblis abadi. Kemampuan
regenerasinya jauh lebih baik dariku. Suatu saat nanti, dia pasti akan muncul kembali, entah dimana.
Satu-satunya hal yang perlu disayangkan adalah...... kematian Dewa Ogre.”

"Benar."

Seperti yang Sandor katakan, kami sudah memastikan kematian Malta.

Dia bertarung hebat melawan Badigadi.

Sayangnya, dia melawan seseorang yang tidak bisa mati. Akhirnya dia kehabisan tenaga, lalu mati di
tangan Badigadi.

Padahal dia sudah bersedia menjadi sekutuku ...

"Sudahlah.... tidak ada gunanya terus-menerus larut dalam kesedihan."

"Ya, kau betul.... kita harus fokus pada usaha kita kedepannya.”
Tapi aku telah berjanji pada Malta untuk melindungi semua Ras Ogre meskipun dia telah tiada.

Untuk saat ini, semuanya aman-aman saja. Tidak ada ancaman pada Ras Ogre ataupun Ras Supard. Tapi,
jikalau aku tidak berjanji pada Malta, aku tetap akan melindungi mereka.

"Baiklah, selamat tinggal. Sampai jumpa lagi....."

"Ya. Terima kasih banyak atas semua bantuannya.”

"Oh iya, satu lagi......... tolong jaga Aleksander.”

"......Ya."

Sandor mengatakan itu, lalu pergi.

Tak beberapa saat berselang, Cliff dan Elinalize pun datang, seolah bergiliran dengan mereka.

"Rudeus."

"Cliff-senpai.... kalian juga mau pamit?”

"Ya. Relokasi selesai ...... sampai saat inipun aku belum menemukan penyebab yang pasti dari wabah
penyakit itu. Tapi sudah hampir sebulan Ras Supard pindah kediaman, kurasa tidak akan terjadi apa-apa.
Mungkin ini saatnya bagiku pamit undur diri.”
Aku juga berhutang banyak pada Cliff. Tanpanya, wabah penyakit itu tidak akan bisa disembuhkan. Tapi,
kuduga penyebabnya adalah Raja Kegelapan Vita.

"Cliff-senpai. Terima kasih banyak. Entah apa yang akan terjadi dengan desa ini jika kau tidak datang.”

“Sudahlah.... meskipun aku tidak datang, kau pasti akan melakukan sesuatu untuk menyelamatkan
mereka, aku yakin itu. Jika gejala penyakit itu muncul lagi, segera hubungi aku.”

“Ya ....... tetap saja aku berhutang budi padamu, Cliff-senpai. Bagaimana aku bisa membayarnya?”

"Jangan sungkan-sungkan, toh aku bisa bekerja dengan tenang di Milis karena keluargamu selalu
membantu Elinalise dan Clive. Kita sudah impas.”

Kalau begitu syukurlah.

“Baiklah, aku akan mampir sebentar di Sharia sebelum kembali ke Milis. Ada pesan untuk keluargamu?"

"Katakan saja pada mereka aku akan segera pulang."

"Oke."

Cliff mengatakan itu, lalu pergi.

Elinalize sempat mengedipkan matanya padaku sebelum pamit. Aku juga sudah banyak merepotkannya,
tapi aku tidak mengatakan apapun padanya ...... Yahh, lain kali aku akan bicara banyak dengannya, toh
rumah kita dekat.
Begitu banyak rekan yang menyelamatkanku kali ini.

Pertama.... Cliff. Kalau bukan karenanya, mungkin Ras Supard sudah punah oleh wabah penyakit itu.

Kemudian, Sandor dan Doga. Jika bukan karena bantuan mereka, aku tidak tahu bagaimana caranya
mengalahkan Aleksander.

Lalu, Atofe....

Tanpa kedatangan Atofe, mana mungkin aku bisa bernegosiasi dengan Malta.

Bahkan tanpa Atofe, mungkin Gisu tidak perlu meminta bantuan Badigadi untuk mengalahkan kami.

Sekarang dia malah hilang di lautan. Jika semuanya sudah selesai, aku pasti akan mencarinya nanti.
Setidaknya, itulah caraku berterimakasih padanya.

Pertempuran telah berakhir, dan semuanya kembali.

Gimana ya.....

Pertarungan ini bagaikan pesta yang besar, kemudian setelah acaranya berakhir, teman-temanku pulang
satu per satu.

Aku pun merasa kesepian.

“Baiklah....”
Sembari aku merenungkan berbagai hal, pembersihan lahan selesai.

Area luas dan kosong terbentang di hadapanku.

Aku menggunakan sihir bumi untuk mencabuti pohon-pohon sampai akarnya.

Sepertinya pekerjaanku tidak buruk juga.

"Aishaaaa.... aku sudah.... hmm?"

Ketika aku berbalik, kudapati Norn dan Ruijerd sedang berjalan ke arahku. Wah, pas sekali.

"Ah, Nii-san."

"Norn, kau datang di waktu yang tepat. Bisakah kau bilang pada Aisha bahwa aku sudah selesai
membersihkan lahannya?”

"Ya, aku mengerti."

Norn berbalik, kemudian segera kembali ke desa.

Dia meninggalkan Ruijerd sendirian, kemudian kami saling bicara.

"Rudeus."

"Ruijerd-san."
"Maaf. Selama ini aku hanya menyusahkanmu.”

“Kau sudah berjanji tidak mengatakan itu, kan?"

"Aku tidak ingat pernah membuat janji seperti itu."

"Yahh....."

Ruijerd juga membantu pembangunan desa.

Mungkin setelah ini kami akan banyak bertemu di kantor pusat, karena Ruijerd sudah resmi menjadi
sekutu kami. Atau mungkin, dia akan kami tempatkan di kantor cabang Kerajaan Biheiril sebagai
perantara.

Norn selalu saja bersama Ruijerd.

Norn juga bersedia membantu pembangunan desa sampai selesai.

"Setelah desanya selesai, berkunjunglah ke Sharia."

"Ya, aku juga ingin melihat anak-anakmu."

"Mereka sangat imut."

"Aku tahu itu."


Ruijerd tertawa, lalu dia menatapku serius.

Tingginya tidak banyak berubah.

“..... Kau sudah tumbuh menjadi sangat kuat, Rudeus. Aku tidak pernah menyangka kau menjadi salah
satu dari Tujuh Kekuatan Dunia.”

"Kau lah yang pantas mendapatkan posisi itu. Kalau Ruijerd-san mau, kau bahkan bisa mengalahkanku
hanya dengan sekali pukul.”

"Jangan bercanda."

"Tapi, yakinlah aku mendapatkan posisi itu bukan karena kerja kerasku sendiri."

"Tetap saja kau sudah menjadi semakin kuat."

"Kuharap begitu."

".........."

Ruijerd menatapku sebentar, tertawa kecil, lalu melepas liontin yang menggantung dari lehernya. Dia
mengulurkan liontinnya padaku.

Itu adalah liontin Roxy.

"Ini....... kukembalikan."
"Tapi ini....."

"Ini milikmu kan......"

Aku memberikan kalung ini pada Ruijerd saat pertama kali kami berpisah.

Liontin Roxy.

Tanpa kuduga, liontin ini menjadi simbolku.

Simbol liontin inilah yang muncul di monumen Tujuh Kekuatan Dunia saat aku mengalahkan Aleksander
di dasar lembah. Karena itulah, Ruijerd mengembalikannya padaku.

"Aku mengerti."

Aku pun menerimanya.

Sebelum kuberikan pada Ruijerd, kukira kalung ini hanyalah benda biasa.

Dan setelah kuberikan pada Ruijerd, kuharap dia akan menyimpannya selamanya.

Aku ingin kalung ini menjadi simbol pertemanan kami.

Tapi akhirnya dia mengembalikannya.


Kurasa, kami tidak lagi memerlukan simbol pertemanan, karena hubungan kami sudah sangat dekat.

Dan kami tidak lagi harus berpisah.

"Ruijerd-san, kumohon kerjasamanya mulai sekarang."

"Ya. Aku akan selalu membantumu, meskipun aku bukanlah orang yang bisa diandalkan.”

"Tidak masalah. Kita akan saling mengisi kelebihan dan kekurangan masing-masing."

"Pfft, itu benar."

Aku tertawa dan Ruijerd pun tersenyum.

Bagian 2[edit]

Norn kembali bersama orang-orang dari PT. Rudo, lalu dia jalan lagi bersama Ruijerd.

Aku pun meninggalkan tempat, untuk menuju ke lingkaran sihir teleportasi.

Mungkin aku bisa pulang sebentar ke Sharia......

"!"

Kemudian aku menyadari bahwa seseorang sedang mendekatiku dari belakang.


Itu Orsted.

Seperti biasa, dia mengenakan helm hitamnya.

Dia tidak sendirian.

Di belakangnya ada seorang pria berambut hitam yang terus mengikutinya dengan setia.

Itu Aleksander Ryback.

"......."

Sejak hari itu, dia terus mengikuti Orsted sebagai bawahannya.

Seperti Moore yang selalu mendampingi Atofe.

Atau Sylvaril, yang selalu mengikuti Perugius.

Seolah dia ingin memberitahu dunia bahwa dia lah bawahan Dewa Naga paling setia.

Sebenarnya aku ingin dia mengakuiku sebagai seniornya, tapi..... kalau kukatakan itu mungkin dia akan
marah, dan kalau kami bertarung, tentu saja aku tidak akan menang.

Secara teknis kami sudah berteman, tapi aku masih saja waspada jika dia berada di dekatku.

"Ada apa??"
"..........Tidak......"

"Kalau ada yang salah bilang saja. Aku akan segera memperbaikinya."

Meskipun aku selalu waspada, Aleksander tidak lagi berbahaya.

Kurasa, dia masih dendam padaku, tapi ternyata tidak.

Dia benar-benar taat pada Orsted, dan juga aku.

“Aku tahu kau kurang nyaman berada di dekatku. Tapi semenjak pertarungan tempo hari, yakinlah
bahwa aku bukan lagi musuhmu. Waktu itu aku masih terlalu naif dan keras kepala. Tapi sekarang, aku
sudah mengabdikan hidupku pada Orsted-sama. Aku akan belajar lagi makna menjadi seorang
pahlawan, ataupun Dewa Utara. Sebagai tanda kesetiaanku, aku telah menyegel tanganku seperti ini.”

Sembari mengatakan itu, Aleksander menunjukkan tangan kanannya padaku.

Pergelangan tangannya sudah terpotong, dan ada pola tertentu yang tergambar pada penampang
potongannya.

Itu adalah sihir penyegel dari Orsted.

Jangan lupa, Aleksander adalah keturunan ras iblis abadi, dia bisa menumbuhkan kembali bagian
tubuhnya yang terpotong. Tapi, tentu saja kecepatan regenerasinya tidak sebaik Atofe dan Badigadi.

Sihir penyegel itu diperlukan untuk mencegah tangannya tumbuh kembali, sekaligus sebagai bukti
kesetiaannya pada Dewa Naga.
Nah, kebetulan... akulah orang yang mengaktifkan segel itu dengan Mana-ku.

"Tangan dominanku adalah tangan kanan. Jika tangan kananku tersegel, aku tidak bisa berbuat banyak."

“........ tapi, aku yakin kau masih bisa mengalahkanku meskipun hanya memiliki tangan kiri. Bahkan, kau
bisa mengalahkanku dengan sundulan kepala, gigitan, atau semacamnya.”

“Kau terlalu merendah, Rudeus-dono ..... tapi, kurasa aku perlu belajar dari sifat rendah dirimu itu. Jadi,
kumohon bimbinglah aku.”

"Ya.....tentu saja."

Tampaknya Orsted sudah percaya betul dengan Aleksander. Itulah mengapa mereka selalu bersama.
Setahuku, Orsted hanya mau berjalan bersama orang yang paling dipercayainya, contohnya Nananhoshi.

Tapi........uughh, jujur saja aku masih takut padanya. Aku punya firasat suatu hari nanti Aleksander akan
kembali menjadi musuhku.

“....... ummm, kalau kau menginginkan kembali posisimu sebagai Tujuh Kekuatan Dunia, bilang langsung
saja padaku. Dengan senang hati aku akan mengembalikannya.”

"Tidak, aku sudah mengakuimu sebagai seorang pendekar hebat. Jadi, nikmati saja gelar itu.”

“Kau tidak akan menusukku dari belakang suatu hari nanti, kan?”

"Tidak. Tapi, mungkin aku akan menantang seseorang dari Kuil Pedang. Kalaupun aku harus melawanmu
lagi, aku akan bertarung secara adil dan terbuka.”
"Kalau mau melawanku, jangan gunakan pedang yang tajam, ya..... aku tidak ingin kita saling bunuh
hanya karena berebut gelar.”

"Ya!"

Sekarang, aku sudah resmi menjadi salah satu dari Tujuh Kekuatan Dunia. Kira-kira beginilah
peringkatnya:

Peringkat Pertama, Dewa Teknik Laplace.

Peringkat Kedua, Dewa Naga Orsted.

Peringkat Ketiga, Dewa Tempur Badigadi.

Peringkat Keempat, Dewa Iblis Laplace.

Peringkat Kelima, Dewa Kematian Randolf.

Peringkat Keenam, Dewa Pedang Jino Britt.

Peringkat Ketujuh, Quagmire Rudeus Greyrat.

Namaku pada daftar itu sungguh tidak sedap dipandang mata, karena akulah satu-satunya yang tidak
bergelar Dewa.
Aku yakin, orang-orang sok jagoan yang ingin masuk dalam daftar itu akan mencariku terlebih dahulu
untuk dikalahkan. Karena akulah yang kelihatannya paling lemah dan mudah dikalahkan.

Aku kecewa.

Lagipula, statusku adalah Ras Migurdia.

Untungnya, aku jarang menunjukkan liontin itu di depan umum. Aku pun barusan menerimanya kembali
dari Ruijerd. Jadi, itu akan sedikit menyulitkan para pemburu gelar yang ingin mencariku.

Aku bukanlah orang terkenal. Jadi, wahai kalian para penggila ketenaran, jangan repot-repot mencariku
ya......

Anggap saja si peringkat ketujuh adalah pendekar tidak dikenal.... ya, semoga saja begitu......

Kebetulan, pasca pertarungan tempo hari, posisi Badigadi tidak berubah.

Menurut Orsted, peringkatnya tidak akan berubah sampai armor emas benar-benar hancur sepenuhnya.

Aku memalingkan muka dari wajah Aleksander yang begitu bersemangat, lalu menatap Orsted.

"Orsted-san ..... bagaimana dengan kondisimu?"

Orsted terdiam sejenak, namun akhirnya dia berkata.....

"Aku tidak apa-apa. Sepertinya aku tidak berlebihan menggunakan Mana-ku pada pertarungan tempo
hari.”
Padahal setahuku Katana itu membutuhkan Mana yang besar.

Bahkan, mungkin saja Orsted sudah menggunakan lebih dari setengah kapasitas Mana dalam dirinya.

Dengan menggunakan sekitar setengah total Mana-nya, Orsted begitu mudah mengalahkan Aleksander.
Jadi, tersisa MP = 50%, sedangkan HP = 100%.

Sayangnya, akan sangat lama memulihkan 50% Mana tersebut.

Orsted harus memiliki Mana yang cukup untuk mengalahkan Laplace dan Hitogami di masa depan.

Kami memang menang.

Tapi Hitogami juga bisa disebut menang jika Orsted tidak sanggup memulihkan Mana-nya tepat waktu.

Lalu... untuk apa kemenangan ini.....

“Sekutu kita semakin bertambah, sedangkan musuh jauh berkurang. Tapi, mulai sekarang aku harus
menggunakan Mana-ku seefektif mungkin.”

Meskipun kelihatannya Orsted tidak begirtu perduli, aku yakin dia sudah merencanakan ini dengan
matang.

"Ya.... semoga begitu."

"Mungkin kali ini aku agak ceroboh. Tapi, aku memang menginginkannya.”
Itu berarti Orsted semakin percaya padaku.

Orsted tahu, seharusnya dia sama sekali tidak menggunakan Mana-nya sebelum bertarung melawan
Laplace dan Hitogami. Tapi, karena ada aku di sini.... dia tidak lagi khawatir.

Dia semakin yakin, bahwa pada perulangan kali ini..... Hitogami akan dikalahkan.

Jika Orsted sendiri sudah seyakin itu, maka aku tidak perlu ragu lagi.

Kemenangan akhir sudah hampir pasti kita raih.

Meskipun begitu, pertarungan kali ini bukannya tanpa korban jiwa. Beberapa prajurit Supard mati,
begitu pun dengan pasukan pribadi Atofe. Dan yang paling merugikan, kematian Dewa Ogre Malta.

Itu memang menyakitkan, namun setidaknya semua anggota keluargaku selamat.

"Lalu, apa yang harus kita kerjakan sekarang?"

"Pertama-tama, aku akan kembali ke Sharia."

"Aku mengerti. Kurasa, aku juga akan kembali ...... oh iya, kita juga belum memperbaiki kantor pusat,
kan?”

"Aku ikut, tapi setidaknya beri aku tempat untuk tidur.” tungkas Aleksander.
Menurut informasi yang kami terima, lingkaran-lingkaran sihir teleportasi di ruang bawah tanah kantor
pusat rusak total. Sepertinya, ada banyak pekerjaan yang menanti kami di Sharia.

Aku belum melihat separah apa kondisi kantor pusat setelah diporak-porandakan oleh Dewa Ogre.

Bahkan, aku tidak pernah mengira kantor pusat kami akan diserang oleh musuh. Peristiwa rusaknya
kantor pusat sangat mengejutkan bagiku.

Kalau begitu, lain waktu kami harus memperketat pertahanan kantor pusat.

"Tapi sebelumnya, aku ingin kau menemui pria itu."

"........"

Pria itu........? Yang mana.............?

"Biarkan aku menemanimu."

Bagian 3[edit]

Malam itu, Orsted dan aku berjalan menuju Lembah Naga Bumi.

Kami pergi ke dasar lembah melalui jalan setapak yang dipenuhi lumut dan jamur biru.

Ada lubang yang tersembunyi di dinding lembah.

Lubang berdiameter sekitar 1 m itu sudah agak bengkok. Jika dilihat sekilas, dinding lembah seperti jalan
buntu, tapi sebenarnya ada lubang di sana.
Jika memasukinya, sekitar 10 m ke dalam kau akan mendapati sebuah ruangan.

Ada sebuah lingkaran sihir besar bercahaya di sana, dan di tengah-tengahnya ada sebilah pedang yang
menancap.

Meskipun kukatakan lingkaran sihir itu besar, paling-paling diameternya hanya 5 m.

Seseorang sedang terbaring di atas lingkaran itu.

"Hmm, jadi kau sudah datang ya........"

Itu.......

I-itu.............

I-itu kan..............

Dewa Tempur Badigadi.

Tubuhnya terbagi menjadi 5 potongan, dan masing-masing tersegel di tempat yang berbeda.

B-b-bagaimana bisa........

K-k-kenapa begini.....
S-s-sejak kapan dia di sini.........

Setahuku, tubuh Badigadi lenyap tanpa bekas bersama bola Mana Kajakuto.

Hanya beberapa lengannya saja yang tersisa.....

Aku berencana menyegel lengannya sih..... tapi waktu itu Cliff sudah K.O.

Apakah dia sudah beregenerasi kembali.....??

Tubuh utamanya ada di sini.

Sihir penghalang ini tidak akan hancur, kecuali keempat segel lainnya dirusak terlebih dahulu.

Lingkaran sihir ini diaktifkan oleh Mana Badigadi sendiri, yang diperkuat oleh Kajakuto, dan Armor Emas
Dewa Tempur.

Lingkaran sihir ini aktif hampir selamanya.

Sedangkan, si pembuat segel ini adalah Perugius.

Ini adalah sihir penghalang kelas Dewa yang digunakan untuk menyegel Dewa Iblis.

Jika makhluk yang disegel meronta-ronta, atau kekuatannya bertambah, maka segelnya juga akan
semakin kuat.
Terlebih lagi, segel ini diperkuat oleh pasukan Mana Kajakuto dan armor emas. Bahkan Orsted sekalipun
belum tentu bisa melepaskan diri dari segel ini.

Mungkin saja menggunakan dua senjata kelas dewa seperti itu tidak efektif.

Tapi, tetap saja menakutkan.

Formasi segel ini juga berfungsi untuk mengunci Kajakuto dan armor emas. Dengan begini, tidak seorang
pun bisa menggunakan dua senjata mengerikan itu lagi.

Tapi.... kalau sampai segel ini lepas, maka sekali lagi kami akan menghadapi musuh yang menggunakan
Kajakuto dan armor emas sekaligus, seperti yang pernah dilakukan Aleksander.

Kalau itu sampai terjadi, mungkin pilihan kami hanyalah menyerah kalah.

Kurang – lebih, itulah yang bisa kusimpulkan.

Orsted telah meminta Perugius untuk memasang segel ini.

Katanya, dia sampai memohon dengan sangat pada Raja Naga.

Aku heran Perugius mau membantu Dewa Naga, padahal hubungan mereka berdua tidak begitu bagus.

Terlebih lagi, di masa depan Orsted harus membunuh Perugius untuk mengambil pusaka naga.

Sungguh hubungan yang aneh. Aku jadi bingung harus memihak pada siapa nanti. Keduanya sama-sama
berjasa dalam hidupku.
Apakah hanya itu cara membuka jalan ke tempat Hitogami berada? Tidak adakah metode lain?

Aku tidak tahu, lagipula aku tidak bisa merubahnya jika memang itu jalan yang dipilih si bos.

Andaikan aku bisa menemukan jalan ke tempat Hitogami berada tanpa menggunakan pusaka naga,
mungkin Orsted dan para prajurit naga legendaris tidak perlu saling bunuh. Tapi.... aku tahu cara seperti
itu hampir mustahil ditemukan. Buktinya, si kakek menghabiskan hidupnya untuk meneliti cara tersebut,
namun selalu gagal.

Yahh, mungkin aku tidak perlu memikirkannya terlalu serius.

Yang jelas..... sekarang ada musuh di depanku.

"Badigadi, hanya ini cara yang bisa kami lakukan untuk mencegahmu menjadi bidaknya Hitogami lagi.”

“Ini sungguh tidak nyaman...... setidaknya ijinkan aku sedikit bergerak.....”

Badigadi berkata dengan angkuh sambil berbaring dalam pose yang mirip dengan Budha tidur.

Aku sendiri mengakuinya..... penjara ini sungguh tidak nyaman.

Tapi, kurasa Orsted benar. Hanya inilah cara untuk menghentikan Badigadi.

Aku jadi teringat pesan Kishirika padaku untuk tidak membunuhnya.


"Badi-sama, aku minta maaf. Kurasa apa yang dikatakan Orsted-san benar. Inilah cara terbaik untuk
menghentikanmu.”

"Hmm. Yahh, apa boleh buat....”

Badigadi mengatakan itu, lalu tertawa FWAHAHAHAHAAH seperti biasa.

Ada dua lengan yang masih menempel pada tubuhnya, namun begitu kecil.

Mungkin, itu karena segelnya.

“Jadi, mau apa kalian ke sini? Apakah kalian ingin pesta minum bersamaku?”

“Aku ingin mengatakan sesuatu padamu, Raja Iblis Badigadi.” kata si bos.

“Wah, wah, wah.... selamat malam Orsted-dono. Apa yang membawamu jauh-jauh kemari?”

"Lupakan Hitogami, lalu bergabunglah denganku.”

Badigadi tampak bengong selama beberapa detik.

Namun, dia segera tertawa terbahak-bahak.

"FUHAHAHAHAHA!"

Tawa Badigadi bergema di dalam gua.


"Bagaimana bisa musuh terbesar Hitogami menawarkan itu pada pengikut Hitogami paling setia!!??”

"Lihatlah semua keluargamu..... semuanya sudah berpihak pada kami. Mulai dari Atofe, Sandor, dan
bahkan Aleksander.”

"TIDAK!"

Dia menyatakannya dengan jelas.

"Kenapa kau menolaknya, kakek!!?”

Aleksander yang sejak tadi menunggu di gerbang masuk, akhirnya mendekat.

“Kau sudah kalah kakek!! Menurut hukum Raja Iblis Abadi.....”

"Jangan salah paham wahai cucuku, Aleksander. Itu bukan hukum Raja Iblis Abadi, melainkan hanya
aturan yang dibuat-buat Atofe....”

"Sebegitu kuat kah sumpahmu pada Hitogami, kakek...!?”

"Kau salah."

Badigadi mengangkat tubuhnya, lalu menggelengkan kepalanya.

Lalu, dia bersedekap sambil duduk bersila.


“Sebenarnya aku bukanlah orang yang suka berkelahi. Yang kusukai adalah bepergian, tertawa sambil
minum alkohol, menggoda wanita lalu menidurinya, membuat Kishirika mengomel-ngomel, bernyanyi,
dan melihat wajah mengantuk orang-orang yang kelelahan. Aku melakukan ini semua karena Hitogami
memohon padaku dengan sangat. Dia memintaku membunuh Rudeus Greyrat dan Dewa Naga Orsted,
tak peduli apapun caranya. Taukah kau betapa berjasanya Hitogami padaku dan Kishirika. Berkat
pertolongan Hitogami, kami bisa hidup selama ini. Jadi, aku ingin membayar hutang budi 4200 tahun
yang lalu, meskipun hanya sekali saja.”

".........."

"Dan sekarang, sekali saja itu sudah berakhir. Mulai saat ini, aku tidak akan menjadi sekutu siapapun.
Jika aku diberi pilihan bertarung atau disegel di sini selamanya, maka aku akan memilih yang kedua.”

Kalau memang begitu, maka tidak masalah kita meninggalkannya di sini.

Tapi, tentu saja aku jadi kasihan padanya, karena Badigadi begitu mudahnya tertipu oleh Hitogami.
Bisakah kita melakukan sesuatu padanya?

Hmmm.....

“Lalu, kalau suatu hari nanti perselisihan kalian dan Hitogami berakhir, apakah aku akan dibebaskan?”

Dengan senyum lebar di wajahnya, Badigadi menanyakan itu padaku.

".......kurasa begitu."

Orsted pun mengangguk.


Ya.

Saat Orsted melawan Hitogami di masa depan, mungkin umurku sudah habis. Tapi, saat itu kami tidak
lagi punya alasan menyegel Badigadi.

"Kira-kira 100 tahun lagi."

“Itu tidak lama bagiku. Kalau begitu, aku hanya perlu menunggu dengan sabar di sini."

Badigadi mengatakan itu, lalu dia berbaring lagi.

Orsted mengangguk, kemudian berbalik meninggalkannya.

Pembicaraan pun selesai.

Cepat juga ya......

"Badi-sama..... mungkin ini bukan saat yang tepat mengatakannya...... tapi, terimakasih atas semua
bantuannya di Akademi Sihir.”

"Ya. Rudeus, aku tidak tahu apakah ini terakhir kalinya kita bertemu, tapi setidaknya.... aku perlu
mengucapkan selamat padamu.”

"Selamat untuk apa?"

"Tentu saja untuk kemenanganmu."


"Aku tidak yakin apakah ini pantas disebut kemenangan....."

Ya..... itulah yang kukhawatirkan selama ini.

Kami gagal mencegah Orsted menggunakan Mana-nya.

Kesalahan fatal terjadi pada saat-saat terakhir.

Namun, Badigadi tidak menyinggung itu sedikit pun.

"Ya..... setidaknya kau telah membuat Hitogami merasa kalah.”

"Benarkah?"

"Ya.... kau mengajarkan Hitogami, bahwa semua rencananya tidak selalu berjalan sesuai keinginan. Dia
sudah patah arang melanjutkan rencananya. Aku tidak begitu yakin apa yang sedang dipikirkan
Hitogami, tapi dia terlihat seperti seorang pecundang. Maka, pantaslah jika dibilang kaulah
pemenangnya.”

".......Benarkah itu?"

"Jika kau masih tidak percaya, coba saja lepaskan gelang itu, siapa tahu dia akan menemuimu lewat
mimpi."

Saat Badigadi mengatakan itu, aku secara refleks menyembunyikan gelangku.

"Sepertinya...... gak usah deh......"


"Terserah kau lah."

Jangan coba menipuku ya.... trik murahan seperti itu tidak akan berhasil.

Aku tidak ingin lagi bertemu dengan dewa pembohong itu.

Tapi............

Memang benar, saat terakhir kali kami bertemu lewat mimpi, Hitogami terlihat begitu frustasi.

Jadi, Badigadi mungkin benar bahwa Hitogami merasa kalah dalam pertarungan kali ini.

Namun, aku tidak yakin dewa itu akan berhenti sampai di sini.

"Sudah cukup bicaranya?"

"Tidak ada lagi yang perlu kusampaikan."

"Baiklah kalau begitu.... sampai jumpa lagi.”

Aku berbalik, lalu mengikuti Orsted.

Kemudian, dengan wajah begitu kacau Aleksander mendekat pada Badigadi.


"Kakek.....a-a.....aku........."

"Aleksander, aku punya satu saran untukmu. Jika kau ingin menjadi pahlawan sejati, maka temukan
orang yang pantas menjadi musuhmu. Asal tahu saja, ayahmu tidak pernah menemukan musuh
sejatinya. Jadi, jika kau berhasil menemukan dan mengalahkannya, kau bisa melampaui capaian
ayahmu.”

".........a-aku mengerti."

Akhirnya Aleksander juga meninggalkannya.

Mungkin, ini adalah perpisahan terakhirku dengan Badigadi.

Aku masih bisa mengunjunginya beberapa tahun sekali, tapi jika aku terlalu sering memasuki tempat ini,
aku takut ada orang yang mengetahuinya, lalu melepas segelnya. Jadi, lebih baik tempat ini tidak
dijamah siapapun.

Aku pun tidak perlu memberitahu orang-orang di Akademi Sihir bahwa Badigadi tersegel di sini.

Hanya 5 orang yang tahu tempat ini, yaitu aku, Orsted, Aleksander, Perugius, dan Ruijerd.

Aku juga sudah berpesan pada Ruijerd untuk menjaga tempat ini.

Lagipula, tidak banyak orang yang bisa menuruni dan mendaki Lembah Naga Bumi.

Setidaknya selama 100 tahun berikutnya, segel itu tidak akan terlepas kebetulan.
Dan, selanjutnya—

"Rudeus, pintu masuknya....."

"Ya."

Aku kembali menutup lubang itu dengan sihir bumi.

Tidak akan ada orang luar yang bisa menemukan, bahkan menggali penjara ini.

Selamat tinggal, Raja Iblis Abadi Badigadi.

Sebelum lubangnya benar-benar tertutup, kami bisa mendengar Badigadi mengatakan sesuatu....

“Semoga suatu hari nanti kutukanmu bisa disembuhkan..... Dewa Naga muda.”

Bagian 4[edit]

Keesokan harinya.

Pagi-pagi buta sebelum matahari terbit, aku kembali ke Sharia.

Aku ingin melihat kondisi terakhir kantor pusat, agar kami bisa cepat-cepat membangunnya kembali.

Setelah sampai, ternyata kantor pusat sudah mulai dibangun kembali.


Zanoba dan orang-orang PT. Rudo yang mengerjakannya. Mereka sedang tidur berkerumun di sana.

Rupanya Zanoba sudah berinisiatif melakukannya. Aku selalu berhutang banyak pada pangeran
terbuang ini.

“Rudeus, kuserahkan semuanya padamu....”

Oh iya, aku juga bersama si bos.

"Siap."

Kami berpisah, lalu aku terus menuju ke pusat kota yang masih diselimuti kabut pagi.

Aku membawa banyak oleh-oleh dari Kerajaan Biheiril untuk keluargaku.

Sebagian besarnya sih kecap.

Dengan adanya kecap, kehidupanku semakin sempurna.

Kota Sharia sama seperti sebelumnya.

Orang-orangnya juga tidak berubah.

Di pagi buta ini, ada orang-orang yang sudah bekerja di ladang, dan para petualang yang berlatih di
pelataran penginapan.
Para penyihir berjubah dan guru-guru Akademi Sihir Ranoa juga sudah terlihat.

Sembari melewati mereka semua dan tumpukan-tumpukan salju, aku terus menuju ke distrik
perumahan.

Entah kenapa aku merasa kangen sekali dengan suasana ini, padahal baru beberapa bulan saja aku
meninggalkan tempat ini.

Toh, aku juga sering sekali melewati jalanan ini, tapi mengapa terasa begitu kangen.

Dari jalanan utama, aku masuk ke gang-gang sempit.

Gang itu cukup sempit, bahkan tidak bisa dilewati kereta kuda.

Aku pun biasa melewati gang ini sebagai jalan pintas pulang.

Setelah keluar dari gang, aku langsung tiba di depan rumahku.

Beet si monster Treant langsung membukakan gerbang saat menyadari kedatanganku.

Kebun depan tampak sedikit kurang terawat.

Di sana ada Jirou si Armadilo. Begitu melihatku, dia langsung meringkuk manja.

Aku berjongkok, lalu membelai kepalanya. Dia merespon dengan berguling-guling dan menunjukkan
perutnya. Dia peliharaan yang lucu.
Tanpa membuat kegaduhan, aku langsung membuka pintu, dan masuk ke dalam rumah.

Yang pertama menyambutku adalah Eris dan Leo si Hewan Suci.

“Ara, Rudeus. Selamat datang kembali."

"Aku pulang. Di mana yang lainnya?"

"Mereka aman-aman saja kok."

"Bukan itu maksudku..... apa yang sedang mereka lakukan?"

“...... Lilia dan Sylphy sedang menyiapkan makanan. Roxy, anak-anak, dan Ibu Mertua masih tidur. Aku
baru saja mau jalan-jalan pagi bersama Leo.”

"Baiklah....."

Setelah membisikkan itu, lalu kupegang tangan Eris erat-erat.

Apakah dia barusan berlatih mengayunkan pedang? Tangannya terasa hangat.

Saat aku melihat wajahnya, dia sedikit merona.

"A-a-a-apa yang kau lakukan?"

"Eris, pagi ini jangan kemana-mana ya....”


"Aa-a-a-aku mengerti."

Dia mengatakan itu, seolah tahu apa yang akan kita lakukan nanti.

“Maaf ya Leo.... tapi hari ini sepertinya kita tidak bisa jalan-jalan.”

".......Guk...guk...."

Dia tampak kecewa, tapi kemudian dia menjilat tanganku, lalu masuk kembali ke dalam rumah.

Masih menggenggam tangan Eris, kami pun masuk ke rumah lebih dalam.

Lalu menuju dapur.

Di dapur, Lilia dan Sylphy sedang berkutat menyiapkan makanan.

"Aku pulang."

"Ah, selamat datang kembali, Rudi."

"Selamat datang kembali, Rudeus-sama."

Seperti biasa, Lilia dan Sylphy tersenyum padaku dengan lega.


"Lilia-san, terimakasih banyak selama ini telah menjaga rumah."

"Tidak perlu mengatakan itu. Aku senang Anda pulang dengan selamat, Rudeus-sama.”

"Norn dan Aisha masih ada kerjaan di sana.”

"Aku mengerti."

Setelah membungkuk pada Lilia, aku menghadapi Sylphy.

"Sylphy, pagi ini jangan kemana-mana ya....."

"Eh? Jadi aku boleh istirahat nih ……. ?”

Berbeda dengan Eris, Sylphy yang polos memiringkan kepalanya kebingungan, seolah tidak tahu apa
yang akan kita lakukan.

Tapi sepertinya Lilia menyadarinya dengan cepat.

"Aku mengerti. Nyonya, biar aku yang mengurusi dapur.”

"Ah ... aku mengerti sekarang."

Sambil tersenyum malu-malu, dia mencengkeram lenganku di sebelah Eris.

Tangannya agak dingin, mungkin dia barusan mencuci piring.


"Lilia-san. Nanti siang kita makan bersama ya. ”

"Aku mengerti."

Senyumnya seolah mengatakan dia sudah tahu semuanya.

Ah, aku jadi malu.......

Tidak apa-apa kan ngewe’ pagi-pagi?

Sembari menggandeng Eris dan Sylphy kami menuju ke kamar anak-anak.

Kubuka pintunya pelan-pelan, lalu kudapati 4 malaikat kecil sedang tertidur dengan damai.

Lucy, Lara, Ars, dan Sieg.

Leo meringkuk di sudut ruangan, seolah sedang melindungi mereka.

Saat bertarung beberapa minggu yang lalu, aku selalu mengkhawatirkan rumah dan anak-anakku.

Akan tetapi, seolah berkebalikan dengan kekhawatiranku, ternyata mereka semua baik-baik saja.
Mungkin sempat ada bahaya yang mengintai mereka, tapi Leo bisa menanganinya.…….

Setelah memastikan semuanya baik-baik saja, aku pun keluar ruangan dengan menutup pintu pelan-
pelan.
Kemudian, aku menuruni tangga menuju kamar Roxy.

Setelah sampai, aku mengetuk pintu kamar Roxy dengan sopan.

".......masuklah....."

Setelah beberapa detik mengetuk, terdengar balasan dari dalam.

Pintu terbuka, dan yang muncul adalah seorang wanita mungil berambut biru yang masih setengah
mengantuk.

Rambut birunya masih acak-acakan, dan ada bekas air liur di mulutnya.

"Ah ... ... Rudi. Selamat datang kembali."

"Aku pulang, Roxy. Hari ini kau tidak usah pergi mengajar ya....”

Setelah menatapku kosong selama beberapa saat, akhirnya dia tahu maksudku.

Dia pun tersipu malu sembari memainkan poni birunya.

"Aku tidak masalah sih, tapi ......"

Di antara dua wanita yang kubawa, dia mengalihkan pandangannya pada yang berambut merah.
"Apakah kau tidak keberatan, Eris?"

Aku memandang Eris.

Dengan sedikit bingung, wajahnya merona kemerahan.

Lalu, aku berkata.....

"Eris.... emm, sebenarnya kami mau ’berempat’, apakah kau ikut?"

Eris tampaknya sudah tahu apa yang hendak kutanyakan.

Wajahnya semakin memerah dan cemberut.

Kalau tidak kugandeng seperti ini, dia pasti sudah menunjukkan pose andalannya.

"Kalau memang itu yang diinginkan Rudeus..... ya apa boleh buat ......"

Maaf Eris.

Aku ingin memanjakan diri setelah berjuang begitu keras selama ini.

Aku ingin buka puasa setelah sekian lama menahan nafsu.

"Terima kasih."
Aku berterima kasih padanya.

Aku tidak akan melakukan ini, kecuali Eris sudah mengijinkannya.

Ini juga merupakan ucapan terimakasihku pada ketiga istri yang selalu membantuku.

Aku bersyukur tidak ada seorang pun keluargaku yang celaka setelah pertarungan itu berakhir.

Kekalahan Gisu dan Badigadi adalah pertanda berakhirnya pertarungan ini.

Kurasa, Hitogami tidak akan lagi menggangguku dalam waktu dekat.

Tentu saja, bukan berarti aku boleh lengah.

Selama Hitogami masih hidup, dia akan selalu menjadi musuhku.

Tapi untuk sekarang, bolehlah kita libur sehari saja.

Agar besoknya, aku bisa bekerja dengan lebih semangat.

Agar besoknya, kami masih bisa tertawa lepas.

Ah tidak..... hanya bercanda.


Sebenarnya aku hanya ingin bersenang-senang.

Yakk, mulai hari ini, pantangan Rudeus sudah resmi dicabut.

Sembari memikirkan itu semua, aku masuk kamar bersama ketiga istriku.

Tanya & Jawab Penulis[edit]

T : Akhir yang bagus, Sensei. Terimakasih banyak.

J : Sama-sama.

T : Mengapa Gisu seolah tidak memprediksi bahwa Rudeus akan membakar hutan? Bahkan, dia mati
karena kebakaran hutan itu.

J : Karena setahu Gisu, Rudeus lebih mahir menggunakan sihir air dan tanah. Lagipula, jika dia membawa
alat sihir penangkal semua elemen, maka itu terlalu berat.

T : Badigadi bilang, dia berhutang banyak pada Hitogami, sehingga dirinya dan Kishirika bisa hidup
sampai sekarang. Bukankah mereka memang tidak bisa mati?

J : Yahh, pada dasarnya ras iblis abadi hanyalah makhluk hidup yang bisa beregenerasi dengan cepat.
Dan semua makhluk hidup pasti mati, kan. Jadi jangan heran bila ada suatu cara membunuh mereka.

T : Maaf, aku ingin membahas tentang Mana Orsted lagi. Aku pernah melihat suatu jurus yang pernah
digunakan Orsted dan Perugius. Mereka membuka semacam gerbang yang bermotifkan naga, lalu
menyerap Mana lawannya. Nah, mengapa Orsted tidak memanfaatkan jurus ini untuk memulihkan
Mana-nya. Mungkin dia bisa meminta Rudeus menghimpun sejumlah besar Mana, lalu ditembakkan
padanya. Kemudian, Orsted menyerapnya dengan teknik gerbang naga itu. Bukankah itu cara yang
praktis untuk memulihkan Mana Orsted?
J : Begini, teknik gerbang naga itu hanya digunakan untuk menyerap Mana, bukannya ditransferkan ke
penggunanya. Lagipula, jurus itu baru bisa digunakan bila lawan sama sekali tidak bergerak.

T : Mari membahas Jino Britts. Apakah dia juga menjadi Dewa Pedang di perulangan-perulangan
sebelumnya?

J : Tidak, kurasa itu hanya terjadi pada kehidupan ini.

T : Saat melawan Kalman III, Orsted mengatakan bahwa Aleksander tidak lagi punya alasan kalah, karena
dia sudah menggunakan Kajakuto dan armor emas bersamaan. Memangnya, pada perulangan
sebelumnya, Aleksander suka beralasan ketika kalah melawan Orsted? LOL

J : Aleksander adalah lawan yang tangguh. Dia ulet, licik, dan tak pernah ragu. Tapi, dia memang sering
berdalih saat menyadari tidak mungkin menang melawan Orsted. Dia akan melarikan diri, melepas
senjatanya, atau semacamnya. Jadi.... mungkin kau benar, Aleksander memang suka cari-cari alasan.

T : Jadi, apakah Hitogami benar-benar kalah pada pertarungan kali ini?

J : Rudi meragukan kemenangan ini karena pada akhirnya Orsted tetap saja menggunakan Mana-nya.
Tapi menurut Badigadi, Rudi layak disebut pemenang karena bisa membuat Hitogami frustasi. Jadi,
kukembalikan pada pembaca, bagaimana kalian menilainya.

T : Akan sangat menarik bila si bos bisa mensuplai Mana pada Rudi, seperti yang terjadi di Highschool
DxD.

J : Ya.... pasti menarik sekali kalau bisa begitu.


T : Rudi memiliki kapasitas Mana yang begitu besar seperti Laplace. Tapi, itu belum cukup mengalahkan
Orsted. Sebenarnya, bagaimana sih kekuatan Laplace ini? Dia membelah dirinya menjadi Dewa Teknik
dan Dewa Iblis. Bahkan dalam wujud Dewa Iblis (yang seharusnya kapasitas Mana-nya hanya setengah)
dia bisa mendominasi Benua Iblis. Itu sungguh luas biasa, bagaimana bisa itu terjadi?

J : Itu karena Laplace tahu bagaimana cara menggunakan Mana-nya dengan benar. Rudi memang
memiliki banyak Mana, tapi teknik yang dikuasainya terbatas. Itulah yang membuatnya kalah dari
Orsted, yang hampir menguasai setiap teknik di dunia ini. Sedangkan Orsted mempelajari teknik itu dari
Laplace. Jadi, wajar saja bila gurunya Orsted bisa memberikan kerusakan yang begitu besar pada dunia
ini.

T : Kita tahu bahwa kapasitas Mana Rudi hampir menyamai Laplace, tapi dia pun kehabisan Mana
setelah sekian lama bertarung menggunakan Magic Armor. Lantas, mengapa Badigadi yang
menggunakan Armor Emas Dewa Tempur tidak kehabisan Mana? Padahal dia sudah memakainya
selama beberapa hari.

J : Jadi begini.... Magic Armor adalah tiruan Armor Emas Dewa Tempur. Maka, tentu saja efektifitas
Armor Emas lebih baik daripada Magic Armor. Terlebih lagi, Armor Emas adalah hasil penelitian Laplace
selama 10.000 tahun. Bahkan Orsted dan Hitogami tidak sepenuhnya tahu tentang armor itu.

T : Apakah tidak masalah Aleksander tidak lagi menggunakan Kajakuto? Kalau dia tidak bisa
menggunakan senjata andalannya, kurasa tangannya tidak perlu disegel.

J : Tidak masalah, karena Aleksander berpikir: ’Mungkin tidak baik jika aku terus mengandalkan
Kajakuto.’ Dengan kata lain, dia mulai memahami mengapa ayahnya tidak lagi menggunakan Kajakuto,
meskipun telah menemaninya bertarung selama ratusan tahun.

T : Sepertinya di dunia lain tidak wajar bila seorang suami bersetubuh dengan istri-istrinya secara
bersamaan.

J : Jangankan di dunia lain, di negara kita pun perbuatan seperti itu memang tidak wajar. Tapi setidaknya
Sylphy tidak menganggapnya aneh.
T : Aku ingin tahu bagaimanakah hubungan antara Ruijerd dan si bos. Apakah mereka sudah saling
mengenal, setidaknya di kehidupan-kehidupan sebelumnya?

J : Ya, terutama saat mengalahkan Laplace.

T : Aku jadi penasaran dengan dokumen Orsted yang terkubur di bawah reruntuhan kantor pusat. Apa
ya isinya.... apakah nama-nama Magic Armor yang ditolak oleh Rudi..... atau daftar nama-nama anak
Rudi yang hendak dia ajukan?

J : Catatan itu hanya berisikan masa lalu yang kelam!

T : Apakah kantor pusat baru akan didirikan di tempat yang berbeda dari semula?

J : Ya, pertama-tama mereka harus mengeruk puing-puing bangunan, lalu mendirikan bangunan baru
yang lebih kuat. Proses pembangunannya masih berlanjut secara berkala.

T : Aku bingung, mengapa Badigadi tahu banyak tentang musik. Apakah ada makhluk reinkarnasi selain
Rudi, Nanahoshi, dan pacarnya yang muncul di masa lalu, kemudian mengajarkan berbagai macam
musik padanya?

J : Ah tidak. Badigadi hanya menyukai bunyi-bunyian yang enak didengar. Sebenarnya dia tidak begitu
tahu tentang musik.

T : Tiba-tiba aku kepikiran sesuatu. Sebenarnya, bagaimana hubungan antara Raja Kegelapan dan Dewa
Kematian? Apakah Raja Kegelapan mendapatkan bantuan Hitogami untuk menghindari dari Dewa
Kematian?

J : Ini bukan topik utama yang mempengaruhi jalannya cerita, jadi lebih baik aku tidak menjawabnya.
T : Tentang Perugius. Bagaimanakah kemampuan Perugius pada sihir penyembuhan atau serangan?

J : Sihir penyembuhan dan serangan Perugius setara dengan kelas Saint. Tapi untuk sihir pemanggilan
dan sihir penghalang, dia sudah menguasai kelas Dewa.

T : Akhirnya Orsted memutuskan untuk bertarung. Bukankah itu keputusan yang sembrono?

J : Bisa jadi. Tapi Rudeus sudah tidak punya cara mengalahkan Aleksander. Maka Orsted rela
menggunakan Mana-nya untuk gantian melindungi teman-temannya. Tentu saja, ini pengalaman baru
bagi Orsted, dia hampir tidak pernah berkorban untuk siapapun, karena dia memang tidak pernah punya
teman.

T : Apakah Badigadi bisa menjadi rekan Rudeus nanti?

J : Mungkin saja. Tapi, asal kau tahu, Badigadi bukanlah orang yang begitu jujur. Dia bisa saja
mengatakan, ’FWAHAHAHAHAHA, aku bohong!’ jadi lebih baik menjauhi orang seperti itu.

T : Semisal terjadi keadaan darurat, dan si bos terpaksa harus bertarung lagi, apa yang bisa dia lakukan?

J : Ya, dalam keadaan seperti ini, Orsted tidak boleh menggunakan Mana-nya lagi. Karena hanya tersisa
sekitar 30% saja. Tapi ingat, dia masih punya Touki.

T : Sensei, aku juga penganut agama Roxy. Andaikan aku punya figure Roxy 1/10, pasti sangat
menyenangkan. Kira-kira ada yang jual tidak ya....?

J : Ada kok..... sepertinya aku pernah melihatnya.


T : Kalau tidak salah, Moore pernah menyebut ayah Atofe adalah Raja Iblis besar di jaman dahulu.
Bagaimana dia mati?

J : Kan sudah kubilang sebelumnya. Ras iblis abadi bukannya tidak bisa mati. Ada saja cara membunuh
mereka.

T : Sebelum terpisah menjadi Dewa Teknik dan Dewa Iblis, Laplace adalah Dewa Naga generasi kedua.
Lantas, mengapa Dewa Naga ditempatkan pada posisi kedua dari Tujuh Kekuatan Dunia? Bukankah
seharusnya no.1?

J : Ini pernah diterangkan pada jilid-jilid sebelumnya. Peringkat Tujuh Kekuatan Dunia baru ada setelah
Dewa Teknik lahir. Dia jugalah yang mengurutkan nama-nama dewa itu. Dewa Teknik adalah orang yang
begitu terobsesi dengan kekuatan, oleh karena itu dia menempatkan dirinya sendiri di urutan teratas.

T : Rudi menjadi satu-satunya Tujuh Kekuatan Dunia yang tidak memiliki gelar Dewa. Sebenarnya,
bagaimana sih cara kerja patung Tujuh Kekuatan Dunia? Bagaimana bisa patung itu mengenali Rudi
dengan nama Quagmire?

J : Sebenarnya, hanya simbol saja yang muncul di patung Tujuh Kekuatan Dunia. Sedangkan, Rudi dikenal
dengan sebutan Quagmire karena itulah nama populernya selama masih menjadi petualang.

T : Aku menyayangkan fakta bahwa Badigadi adalah Dewa Tempur yang menduduki peringkat ketiga.
Kuharap, Dewa Tempur adalah seseorang yang jauh lebih sangar.

J : Kau harus menerimanya. Lagipula, armor emas memiliki kesadaran sendiri. Dia tahu Badigadi adalah
orang yang kuat, jadi dia memilihnya. Meskipun armor emas dihancurkan, kesadarannya masih tetap
ada.

T : Jika ada ’Mushoku Tensei Zero’, maka cerita apakah yang akan dibahas? Apakah perang besar
manusia – iblis yang dipimpin oleh Laplace?
J : Hmmm..... kurasa jauh sebelum itu. Yaitu, pertarungan antara ayah Orsted dengan Hitogami.

T : Pernah ada suatu legenda tentang ksatria berzirah emas, bernama Aldebaran. Jadi, dia adalah
Badigadi, kan?

J : Tidak. Masih belum jelas siapakah Aldebaran ini. Tapi, yang pasti dia adalah salah satu pengguna
Armor Emas Dewa Tempur.

T : Sensei, jika ada pertanyaan, apakah yang akan Anda lakukan setelah serial Mushoku Tensei berakhir?

a. Libur dari semua aktivitas menulis, atau pensiun. b. Mulai menulis serial baru yang benar-benar
berbeda. c. Mulai menulis ‘Side Story’ Mushoku Tensei dengan protagonis yang berbeda. d. Masih
belum memutuskan apa-apa. e. Rahasia.

J : Setelah fokus menyelesaikan versi LN, aku akan menulis Bab Extra dengan santai. Kemudian, aku akan
menulis cerita baru yang benar-benar berbeda, atau mungkin Side Story Mushoku Tensei. Tapi jika aku
lelah dengan itu semua, maka aku akan berlibur sejenak, atau bahkan pensiun.

Anda mungkin juga menyukai