Anda di halaman 1dari 77

Chapter 10

Deadly Nightshade

“Oh ayolah Will, sekali saja. Apakah kau tidak rindu menjadi wujud mu yang
sesungguhnya?” Ujar James. “Benar kata James, apakah kau tidak ingin Will? Kau sudah
cukup lama menahannya. Berubahlah. Tidak akan ada yang tahu kecuali kami bertiga”
“Mmm, tapi.. Aku hanya takut kalau akan terjadi sesuatu yang tidak aku inginkan. Aku...
Belum bisa sepenuhnya mengendalikan wujudku”
“Untuk apa kau menjadi calon Alpha, kalau kau tidak pernah mencoba kekuatan mu? Hanya
sekali ini saja. Lagipula kita dihutan, dan ini jauh dari orang-orang”

“Tapi...” William terlihat ragu, dia hanya takut kejadian-kejadian yang pernah terjadi akan
kembali terulang.

“Ayolah Will, kau menunggu apa? Jangan menyalahi takdirmu sebagai seorang werewolf”
“Kita berempat tidak pernah lagi berburu bersama dihutan, dan sekarang adalah waktu yang
tepat. Apalagi yang kau tunggu?”

“Baiklah”

——

“Semuanya, mari berkumpul!” Mr. Edison, memanggil semua siswa-siswi kelas XII untuk
berkumpul karena ada tugas yang harus diselesaikan.
“Ada apa Mister?” Ryan, mantan ketua OSIS menyahut. Seperti biasa kepimpinannya tidak
pernah hilang dari dalam dirinya.

“Jadi untuk perkemahan kali ini, saya akan membagi tugas untuk kalian semua.”
“Pertama, yang bertugas untuk memasak adalah, Stephanie Lydia, Gisella Hill, Anastasia
Reyes, Bella Scott dan..........”
“Berikutnya, Ryan Guitierrez, Eric Herald, Hendery Stallone, Elena Peter, Angeline Wilsie,
James Smith, dan Edward Johnson. Kalian bertugas untuk mencari air disungai.”
“Maaf Mister, Edward dan James sedang pergi ke belakang. Mereka belum kembali” Seru
Dylan.

“Oh begitu, kalau begitu yang ada saja. Jika mereka sudah kembali beritahu mereka.”

“Baik Mister”
“Dylan Lawrence, William Stewart, David Morgan, Jake Harrison, Laura Alexandra, Alice
Martinez, Adira Nicolas.......”

“Kalian bertugas untuk mencari kayu bakar.”

1
“Dan selanjutnya.....” Mr. Adison terus menyebutkan nama anak beserta tugas nya
masingmasing di perkemahan kali ini.

——

“Huh! Dimana sih William dan saudara-saudaranya? Kenapa mereka menghilang secara
bersamaan?”
“Sudahlah Dir, mungkin mereka ada urusan sesuatu dan harus diselesaikan. Lebih baik kamu
segera mencari kayu bakar untuk memasak.” Ujar Laura.
“Huh, baiklah” Mereka bertiga; Laura, Adira dan Alice sedang mencari kayu bakar dengan
David dan Dylan. Baru sedikit yang mereka cari dan mereka memutuskan untuk mencari nya
lagi sedikit lebih jauh dari area perkemahan.

“Guys, aku kesana ya.” Pamit Laura.


“Iya, jangan terlalu jauh” Pesan Dylan. Laura mengacungkan jempol nya sebelum melangkah
pergi menjauh.

——
Ditengah hutan hanya bersuluh oleh cahaya bulan, dan bunyi bunyian dari binatang malam
seperti jangkrik dan sebagainya. Terdengar suara suara gaduh.
Kadang terdengar suara geraman dan suara langkah lari dari binatang buas.
“Aauuuu”
Suara lolongan serigala mendominasi membuat suasana semakin mencekam.
Srek
Srek

Bugh
Brukh
Brukh

“Arghh”

“Hei! Jangan terlalu bersemangat! Kau hampir melukai kami semua”

“Haha maaf, aku merasa bebas”

“Tadi saja, menolak. Sekarang ketagihan. Kapan lagi kan kau akan seperti ini?”

“Haha, iya”

2
Empat orang laki-laki yang tengah bertelanjang dada ditengah kesunyian malam, mereka
bercanda gurau melepas beban masing-masing.

“Kau menaruh pakaian kami dimana?”

“Aku menaruh nya di tempat yang aman”


“Siapa yang mengusulkan kita harus bertelanjang seperti ini? Jika bukan karena aku sudah
terbiasa kedinginan, mungkin aku sudah mengigil”
“Hahha, kau lucu sekali Edward. Aku yang mengusulkan. Jika nanti kita berubah wujud
maka, pakaian yang kita pakai pasti akan robek karena ukuran serigala kita. Apakah kau mau,
kembali dengan keadaan telanjang?”

“Y-ya bukan seperti itu. Kau pandai juga, aku fikir hanya Laura yang ada dipikiran mu” Yang
dijawab hanya melayangkan tatapan sengit pada lawan bicaranya.
“Sudahlah, ayo kita berburu, sudah lama kita tidak melakukan itu bersama. Biasanya hanya
aku dan Jake”

“Aku ikut”

“Bagaimana dengan mu Will?”

“Entahlah, aku——

“ Dia ikut!”

“Apa?”

“Ayolah Will, tidak akan terjadi apa-apa. Percayalah padaku” “Baiklah”

Final William.

——
“Wahh disini banyak sekali kayu bakarnya, kenapa aku daritadi tidak kemari” Laura dia
sedang membukuk untuk mengumpulkan kayu bakar.
Srek
Srek
“Ggggrrr”

“Uh? Suara apa itu?” Dibalik semak-semak yang cukup rimbun terdengar seperti ada sesuatu
dibalik-nya.
Laura mencoba tidak memperdulikan nya, namun suara itu terus merebut antensi nya.
Srek
Srek

3
“Apakah disana ada binatang buas?”

“Sshh ggrrhh”
Suara geraman berserta suara seperti manusia terdengar begitu menarik perhatian. Apakah
ada seseorang disana? Batin Laura terus bertanya-tanya, takut-takut kalau itu adalah binatang
buas ataupun sejenisnya, atau mungkin manusia serigala jadi-jadian yang akhir-akhir ini
sedang menjadi berita menggemparkan.
Karna rasa penasaran nya melebihi rasa takut nya, Laura dengan ragu-ragu mendekat kearah
semak-semak tadi.
Laura duduk berjongkok melihat dari balik semak-semak. Matanya mencari-mencari sumber
suara sebelum nya.
Tatapan Laura melembut kala melihat hanya seekor rusa yang lewat. Namun tiba-tiba...
Ggrrrhh
Seekor serigala bertubuh besar melompat dan langsung menerjang rusa itu. Serigala berbulu
putih itu langsung mengoyak habis-habisan mangsa nya. Setelah serigala itu merasa rusa
tersebut sudah tidak lagi hidup, serigala itu langsung memakan rusa itu. Serigala itu merobek
isi rusa tersebut hingga tercium bau anyir dari darah rusa itu.
Laura takut sendiri melihat nya. Laura hendak mundur dan pergi, takut-takut kalau serigala
itu tiba-tiba menyerangnya. Namun atensinya tiba-tiba teralihkan kala, serigala itu menjauh
dari makanannya. Laura terus mengamatinya, sampai dia melihat dengan mata kepala nya
sendiri serigala putih itu berubah menjadi sesosok laki-laki bertubuh jangkung, Laura sangat
hafal dengan proporsi tubuh itu.

“Will-william?”
Laura terkejut bukan main kala melihat secara langsung wajah dari wujud manusia dari
serigala putih tadi. Laki-laki itu kembali berjongkok dan dengan rakusnya memakan rusa
yang sudah tak terbentuk itu.
Laura mundur beberapa langkah, namun tatapan nya masih terfokus pada laki-laki itu.
Brukh
Laura kehilangan keseimbangan dan laki-laki itu dengan cepat langsung menyadari ada
seseorang yang sedang mengamatinya sadari tadi. Laki-laki yang tengah memakan seekor
rusa itu langsung melihat kearah Laura yang tengah terduduk karena terjatuh. Laki-laki itu
tersentak. Tubuhnya membeku seketika.

“Laura?” Gumamnya dengan tubuh dan mulut penuh darah. Seketika dia panik.

4
“Lau, ak-aku bisa jelaskan semua ini.” Laki-laki itu mendekat pada Laura dengan tubuh yang
masih terlumur oleh darah rusa tadi.
“Jangan mendekat!” Laura seketika menangis, dia hendak berdiri namun kaki nya seperti
mati rasa.

“Lau, dengarkan aku. Aku bisa menjelaskan nya”

“Tidak ada yang perlu dijelaskan! Jangan menyentuhku!” Teriak Laura.


“Lau, dengarkan aku” Laki-laki itu mencoba mendekati Laura, namun Laura berkali-kali
menepis nya.

“Diam! Diam disitu! Jangan mendekat padaku! Jangan menyentuhku”


“Laura, ak-aku sebenarnya—maaf, aku——“
“KAU PEMBOHONG WILLIAM! KAU MONSTER!!” Laura sekuat tenaga mencoba
berdiri dan berlari menjauh.
Dengan langkah yang tersegal-segal Laura berlari tak tentu arah dengan tangisan yang terus
menerus tak kunjung berhenti.
Brugh
Laura jatuh karena kehilangan keseimbangan.

“Kenapa? Kenapa? Kenapa aku harus tahu dengan cara seperti ini?”

“Aku tidak menyangka kalau serigala itu adalah kamu, William”

“Dan aku tidak menyangka kalau kamu adalah manusia serigala, William. Aku——terlalu
bodoh selama ini”
Laura menangis tersedu-sedu mengingat kembali perkataan William yang selama ini ternyata
telah membohongi nya, tentang bahwa dia bukanlah manusia serigala. Tapi nyatanya?
Laura segera mengelap air mata yang membasahi pipinya dengan kasar. Dia menoleh ke
sekitar dan sadar bahwa dia telah sampai ditempat yang entah berada dimana.
“Sial! Sekarang aku harus tersesat.” Laura bangkit dan segera mencoba mencari jalan untuk
keluar dan segera kembali ke area perkemahan.

——
“Bodoh! Bodoh! Kenapa aku bisa tidak menyadari nya?!” William, dia merasa amat sangat
menyesal karena Laura telah mengetahui siapa dia sebenarnya.
“Sial!” William memukul salah satu pohon. Buku-buku tangannya memutih karena terlalu
lama mengepal erat.

“Maaf Lau”

——

5
“Hei, semua nya sudah siap. Ayo kita kembali” Adira berseru dan teman-temannya
mengangguk setuju.
“Tapi tunggu dulu, dimana Laura? Dia belum kembali sadari tadi. Lebih baik kita mencari
nya. Aku takut dia tersesat” Ujar Alice.
“Baiklah, ayo kita cari dia dulu” Mereka berempat; Adira, Alice, Dylan dan David segera
bergegas untuk mencari Laura. Takut, kalau sesuatu hal bisa terjadi karena mereka berada
didalam hutan.

“LAURA!!!”

“LAURA!?”
“LAURA, KAMU DIMANA?!” Mereka berteriak-teriak memanggil-manggil Laura yang tak
kunjung menjawab panggilan mereka.
“Alice, bagaimana ini? Laura belum ketemu” Adira sadari tadi sudah resah karena sahabatnya
belum kunjung ditemukan.
“Apa sebaiknya kita lapor kepada Mr. Edison? Aku takut terjadi sesuatu pada Laura.” Usul
David.
“Aku setuju. Biar Adira dan Alice kembali. Aku dan David akan terus mencari Laura” Ujar
Dylan. David mengangguk dan Adira bersama dengan Alice segera melakukan hal yang
diusulkan oleh David.

“Kalau begitu kami akan kembali, memberitahukan kepada Mr. Edison” “Ya,

Hati-hati”

——
30menit...
1jam...

“Bagaimana ini? Laura belum juga ditemukan.”


“Sebaiknya kita kembali, Dylan. Hari sudah gelap. Yang lain pasti sibuk mencari dilain
tempat”

“Baiklah”
Mereka berdua akhirnya memutuskan untuk pergi dan kembali.

Laura pov
Flashback on

6
“Suara apa itu? Kenapa seperti terdengar ribut sekali” Aku yang sedang mencari kayu
bakar, atensi ku teralihkan karena dibalik semak-semak yang cukup rimbun terdengar suara
ribut.
Aku menghentikan kegiatan mencari kayu bakar ku dan segera melihat dari semak-semak
apa yang sedang terjadi. Aku mencari-cari sesuatu namun malah hanya ada seekor rusa
yang sedang memakan rumput. Aku tidak menghiraukan nya, namun tak berapa lama aku
mendengar suara geraman dari binatang buas.
Aku segera kembali menyembunyikan tubuhku di semak-semak. Dan tak lama kemudian, lagi
seekor serigala bertubuh besar berbulu putih datang dan segera menyerang rusa tadi. Aku
takut, tapi serigala itu hanya fokus dengan mangsa nya. Serigala itu cukup besar untuk
ukuran serigala biasa, apakah itu serigala jadi-jadian?
Dengan rakus nya serigala itu langsung mengoyak habis-habisan rusa tadi. Aku ngeri sendiri
melihatnya. Aku hendak mundur dan segera pergi supaya serigala itu tidak mengejarku.
Namun lagi, atensi ku terfokus pada serigala itu kala, serigala berbulu putih itu tiba-tiba
saja berubah menjadi sesosok laki-laki yang sangat aku hafal proporsi tubuh nya. Apalagi
laki-laki itu bertelanjang dada.
Aku buru-buru mengusap mataku, aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Dia...?

“Will-william?” Ucapku tanpa sadar. William seperti nya tidak sadar aku yang sedang
mengintip nya. Namun aku langsung dibuat lemas seketika kala dia kembali mengoyak rusa
itu dengan membabi buta.
William dia, memakan rusa itu dengan rakus. Aku menutup mulut ku tak percaya. William..
Jadi dia? Dia benar-benar adalah Werewolf..
Aku mundur beberapa langkah, namun sial! Kaki ku tersandung dan aku terjatuh.
William terlihat mendongak dengan tubuh dan mulut penuh darah dari rusa itu. Aku
menangis. Dia terlihat sama terkejut nya dengan aku.

“Lau, ak-aku bisa jelaskan semuanya.” William berjalan mendekat kearah dan mengusap
mulut dan tubuh nya yang masih terdapat banyak darah rusa.
“Semua sudah jelas! Jangan mendekat!” Aku merasa sangat, argghhhh.. William dia? Aku
benar-benar tidak percaya, William sebenarnya adalah werewolf.

“Lau, aku bisa jelaskan”


“Tidak! Jangan mendekat! Jangan menyentuhku.” Aku berusaha menghindar dari nya, aku
takut. Takut melihat wujud nya yang sebenarnya, takut melihat rupa dari tubuh nya saat ini.

“KAU PEMBOHONG! KAU MONSTER!!!” Teriak ku sambari menangis histeris.

“Laura? Aku...”
Aku tak mendengarnya, aku segera mencoba bangkit dan lari walaupun kaki ku terasa mati
rasa. Sulit sekali aku melangkahkan kaki ku, tubuhku terasa tak berdaya ketika aku

7
mengetahui kebenaran yang amat sangat mengerikan. Aku terus berlari tak tentu arah,
hingga membuatku tidak bisa mencari jalan untuk kembali ke area perkemahan.
Flashback off

“Bagus sekali nasib ku hari ini. Harus dihadapkan fakta yang mengerikan dan kemudian
tersesat di tengah hutan seperti ini” “Andai, aku tidak melihat itu tadi”

Laura pov end

——

“Siapa terakhir kali yang bersama dengan Laura?”


“Kami Mister. Dia sadari tadi mencari kayu bersama kami. Dia bilang ingin mencari lebih
banyak kayu ditempat lain, namun setelah kami semua selesai kami semua tidak melihat nya.
Kami berempat mencari nya namun tak kunjung menemukannya.”
“Saya dan David meminta Adira dan Alice untuk kembali terlebih dahulu, dan kami berdua
mencari nya berdua. Selama satu jam kami mencari, kami tak kunjung mendapatkan hasil”
“Baiklah, mendengar informasi dari Dylan. Saya meminta kalian untuk mencari Laura sesuai
kelompok yang sudah saya tentukan. Jangan pergi mencari sendirian jika kalian takut”
Setelah itu Mr. Edison mengarahkan yang lain untuk segera mencari Laura. Sedikit kesulitan
karena hari sudah gelap dan sedikit pencahayaan yang ada.

“Maaf permisi, Dylan ada apa ini? Kenapa semua berkumpul seperti ini?”

“William? Kau darimana saja? Laura menghilang, dia belum kembali sadari tadi” “Apa?”

William kaget.

“Aku tadi bertemu dengan nya, aku pikir dia sudah kembali kesini. Terimakasih atas
pemberitahuannya”

“Ya”

“Mister! Mister!” Dylan memanggil Mr. Edison.

“Ada apa Dylan?”

“William sudah kembali, dia disana” Dylan memberitahukan kepada Mr. Edison dan guru-
guru yang berada di situ kalau tadi William bertemu dengan Laura.

“Benarkah? Baik. Terimakasih”


“William Stewart! Kemari, ada yang ingin saya bicarakan” William, yang merasa terpanggil
segera bergegas untuk memenuhi panggilan Mr. Edison.

“Ada apa Mister?”

8
“Apa benar tadi kamu bertemu dengan Laura?”

“Benar, Mister. Saya bertemu dengan nya di—“ Ucapan William tidak diteruskan, dia tiba-
tiba teringat oleh Laura yang sudah tahu siapa wujud nya yang sebenarnya.
“Di? Dimana William?! Katakan? Kami semua tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan”
“Saya melihat dan bertemu dengannya di ujung sungai sana Mister. Dia sedang mencari kayu
bakar dan saya fikir dia sudah kembali kemari.”

“Tapi nyatanya? Dia belum kembali. Kamu darimana saja?”


“Maaf mister, saya ada keperluan. Maafkan saya”
“Baiklah, sekarang lebih baik kamu dan ikut yang lain untuk mencari Laura sebelum hari
semakin larut.”

“Baik Mister”
-
“William?! Dimana William?!” Seru seorang perempuan dengan nada bergetar seperti habis
menangis.
William mendengar ada yang memanggil namanya, dia menoleh dan mendapati Adira sedang
berjalan kearahnya dengan raut wajah habis menangis.

“Adira?” Tanya William. Tiba-tiba..


Plak
Wajah William tertoleh kesamping. Pipinya membekas merah, Adira tiba-tiba saja menampar
nya dengan begitu kencang. Alice dan Elena yang berada di belakang nya terkejut. “Kau!
Kau apakan sahabatku?! Dimana dia?!” Adira menunjuk William tepat di depan wajahnya.
Semua atensi kini melihat pada mereka berempat.

“Aku tanya! Dimana sahabatku?!” Tanya Adira sekali lagi dengan nada bergetar, Alice dan
Elena berusaha menenangkan nya.

“Kenapa diam?! Dimana sahabatku?!! Dimana Laura?!!!” William diam.

“Dimana Laura, William?! Dia dimana?! Kau apakan dia?! Kau melakukan apa padanya?!”

“Aku tidak tahu Dir” Lirih William.

“Bohong!! Katakan! Dimana dia William?! Kau melakukan apa padanya?!” Tangan William
terkempal dengan kuat, beribu emosi dia tahan. Tidak mungkin dia membalas memarahi
Adira didepan banyak orang.
“Kenapa diam?! Sekarang! Cari dia! Bawa dia kembali! Jika sampai terjadi sesuatu pada
sahabatku, tak kan kubiarkan kau tenang! Ingat itu!” Alice menarik Adira supaya tidak
berterusan menyalahkan William. Semua orang akhirnya dibubarkan oleh Ryan dan Dylan
hingga semua kembali kepada kegiatan nya mencari Laura.

9
Jujur didalam lubuk hatinya yang terdalam William merasa amat bersalah. William menunduk
menahan rasa kesalnya.

“Hei, serigala”ujar seseorang.


“Kau apakan Laura ku? Apa kau sudah memakan nya? Sayang sekali, jika kau memakannya
maka aku akan membunuhmu!”
William menatap lawan bicaranya dengan sengit.
Apa dia bilang? Serigala? Batin William. Tentu dia tidak terima.
“Coba saja bunuh aku. Aku tidak pernah melakukan apapun pada Laura. Aku selalu
melindungi nya.”
“Melindungi? Melindungi katamu?” Eric. Laki-laki itu tertawa remeh.
“Melindungi apanya? Kau tidak sadar atau memang tidak memiliki otak hah? Laura banyak
menangis saat bersama mu. Berbeda dengan dia saat bersama ku. Dia terlihat ceria”
“Dan sekarang? Lihat, dia hilang. Terakhir kali dia bersama denganmu. Kau apakan dia? Apa
dia sudah melihat wujudmu yang sesungguhnya? Dia lari dan akhirnya tersesat” William
tidak berniat menjawab perkataan Eric. Semua yang dikatakan Eric memang benar adanya.
“Jika nanti terjadi sesuatu pada Laura, tak kan kubiarkan kau hidup dengan tenang! Camkan
itu!” Eric menunjuk William tepat didepan wajahnya. Setelah puas memberikan ancamannya,
Eric pergi dan kembali mencari Laura.
William kembali dilanda rasa bersalah yang amat teramat. Tidak mau tahu, dia harus mencari
Laura dan membawa nya kembali ke perkemahan.
-
“Mama, Papa, Kak Richard.. Laura ingin pulang” Laura menangis dibawah sebuah pohon
besar. Dia duduk disana sambil memeluk lututnya sendiri.
“Mama.. Laura sudah mengetahui kebohongan William selama ini. William sebenarnya bukan
manusia.” Monolog Laura sambil menangis lagi.
Sebenarnya dia merasa takut karena dia berada di tengah hutan. Apalagi sekarang sudah
malam. Dia takut kalau sewaktu-waktu ada binatang buas yang siap menerkam nya. Gggrrhh

“Aauuu”
Laura langsung menghentikan tangisan nya. Apa yang dia fikirkan benar-benar terjadi. Seekor
serigala berbulu hitam tiba-tiba menghampiri nya. Laura bangkit dan mundur ketakutan.

——
Disisi lain..

10
“Pa, perasaan mama kok nggak enak ya?”

“Ada apa sih ma?”

“Nggak tau, Tiba-tiba aja perasaan mama nggak enak. Laura udah tidur belum ya?”
“Udah, mama nggak usah khawatir. Disana kan ada William, dia pasti jagain Laura. Besok
kan
Richard sama temen-temen nya juga mau kesana”

“Iya deh kalo gitu. Mama Cuma khawatir aja sama Laura”

“Udah mama tenang aja. Cuman lima hari kok disana.”

“Iya”
“Udah sekarang mama tidur lagi. Besok kita harus keluar kota.” Semoga
saja Laura dan William baik-baik saja- Mama Laura.

——
“Syuh, pergi! Sana pergi!” Serigala berbulu hitam itu menggeram. Seperti nya dia merasa
terancam dengan Laura.
“Pergi! Kubilang pergi!” Bukan nya pergi, serigala itu semakin maju dan membuat Laura
semakin ketakutan.
Serigala itu bersiap-siap untuk menerjang Laura.
Laura sudah pasrah, dia memejamkan matanya. Namun tiba-tiba...
Grep
“Laura!!” Suara yang bagitu Laura kenali. Laura membuka matanya dan melihat William
berada didepan wajah nya. William menghalangi serigala itu dengan punggungnya. Cakar
tajam dari serigala itu berhasil menembus pakaian William dan membuat pakaian yang
dipakai William robek dan meninggalkan luka yang cukup panjang.

“Will-william?”

“Pergi dari sini! Cepat!”

“William? Tap-tapi kamu?”

“PERGI!” Tidak ada pilihan lain, Laura segera menuruti perintah William. Setelah Laura
berlari meninggalkan William bersama serigala itu. William membalikkan keadaan, kini
serigala itu berada di cengkraman William. Tentu saja William tidak ingin Laura melihat nya
menghabisi serigala ini.
Serigala itu seketika tak berdaya, dengan mudah nya William langsung menginjak leher
serigala itu, hingga serigala itu tak lagi bergerak——tak lagi bernyawa.

“William! Dimana kamu?”

11
“William!”

“William!”

William berjongkok, dia dengan segera melepas pakaian nya dan menggunakannya untuk
mengusap luka bekas cakaran panjang yang dibuat oleh serigala itu. Sedikit perih karena luka
itu cukup dalam. Dia mendengar suara teman-teman nya yang memanggil-manggil nama nya.
“Aku disini!” Tak lama kemudian ada Dylan, Ryan, Jake dan Edward datang. Mereka
seketika terkejut melihat keadaan William.

“Astaga! Kau habis melakukan apa?”

“Kenapa bisa seperti ini” Beruntung hanya teman-teman laki-laki nya yang datang hendak
menolongnya.
“Lihat itu” William menunjuk seonggok mayat seekor serigala.

“Kau harus segera diobati William, kau nanti bisa terkena infeksi.”
“Benarkah?” William berpura-pura terkejut mendengar penuturan Ryan.
“Apa kau tidak tahu? Ayo cepat kita kembali ke perkemahan! Akan lebih berbahaya kalau
didiamkan lebih lama”
“Jake, kemarikan jaket mu. Tidak mungkin aku seperti ini kembali ke perkemahan” Jake
langsung melepas jaket nya dan melemparkan nya pada William.
Ryan dan Dylan kemudian membantu membopoh William. Jujur saja Ryan dan Dylan saling
bertatapan, mereka manaruh curiga pada William. Bagaimana bisa dia mengalahkan seekor
binatang buas seorang diri?
-
Laura berlari ketakutan. Disisi lain dia khawatir pada William dan disisi lain lagi dia takut
dan marah pada William.

“Eric, dia benar. Seharusnya aku mendengarkan nya” Gumam Laura dengan nada bergetar.

“Lauraaaa!!”

“Dimana kamu Lauu?!!!!”

“Eric?” Laura segera melajukan larian nya kepada sumber suara itu. Sampai pada akhirnya..

“Laura?”
“Eric?” Akhirnya Laura bertemu dengan pemilik suara tersebut. Laura segera berlari sekuat
tenaga dan memeluk Eric dengan erat. Eric terlihat terkejut dan kemudian membalas pelukan
Laura sambil mengusap kepala Laura dengan lembut.

“Eric, maafkan aku. Aku minta maaf” Laura kembali menangis.

12
“Kenapa, ada sesuatu?”
“Aku minta maaf, aku tidak percaya waktu kamu memberitahu ku tentang William.
Semuanya benar Eric, William tidak seperti yang aku fikirkan. Dia——“

“Shut! Aku mengerti, tidakpapa bukan salah kamu.”


“Aku benar-benar tidak menyangka, kalau William—“ Laura tidak sanggup melanjutkan
kalimat nya.
“Hei, ada aku disini. Jangan takut, aku akan selalu menjaga mu dan melindungi mu” Ucap
Eric dengan pelan.
“Maafkan aku, Eric. Kamu benar, aku benar-benar minta maaf. Aku menyesal karena tidak
percaya perkataanmu”

“Sudah-sudah tidakpapa” Eric kembali mengusap kepala Laura dengan lembut.


“Kamu tidak perlu takut, ada aku. Kamu aman. Sekarang ayo kita kembali ke perkemahan”
Laura melepaskan pelukannya pada Eric dan mengangguk.
Laura mengenggam tangan Eric dengan erat, dia masih merasa ketakutan dengan hal yang
menimpa nya tadi. Mereka mulai berjalan dan tiba-tiba...
Bruk
Laura tiba-tiba kehilangan keseimbangannya, beruntungnya Eric dengan sigap langsung
menahannya.

“Sepertinya kamu kelelehan” Eric lantas berjongkok dihadapan Laura.


“Ayo naik” Tanpa pikir panjang Laura segera naik ke punggung Eric. Eric dengan sigap
langsung menahan Laura supaya tidak terjatuh ke belakang.
Laura kemudian mengalungkan tangannya pada leher Eric dan Eric mulai berjalan menuju ke
tempat perkemahan.
-

“Astagaa!! Bagaimana bisa terjadi seperti ini?!”


“William kamu tidakpapa kan?” William dan yang lain nya sampai di perkemahan dia
langsung disambut oleh Mr. Robert dan Mr. Edison. Mr. Edison yang memang menganggap
semua siswa-siswi disekolah itu anak nya sendiri merasa sangat khawatir ketika melihat
William sedang dibopong oleh Dylan dan Ryan.

“Saya tidakpapa Mister. Tapi, dimana Laura? Bukankah dia sudah kembali? “
“Maaf William tapi dia belum kembali” Bagai disambar petir disiang bolong, William
terlonjak kaget mendengar ucapan Mr. Robert.
“Apa? Bagaimana bisa? Saya sudah meminta nya kembali dulu kemari. Saya fikir dia sudah
kembali, Mister? B-bagaimana bisa?” William shock bukan main.

“Kamu sebaiknya istirahat saja dulu, kami akan terus mencari dimana Laura.”

13
“Tapi Mister, Laura——“
Bruk
Ucapan William terpotong karena tiba-tiba saja Adira datang dan mendorongnya,
membuatnya hampir terjatuh kalau Dylan dan Ryan tidak menahannya.
“Kau, kenapa bisa selalai itu?! Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Laura? Seharusnya kau
kembali bersama dengan Laura. Bukan seorang diri tanpa hasil!! Kau—“ Adira menunjuk
William tepat diwajahnya.

“Adira! Tenangkan dirimu, ini bukan sepenuhnya salah William” James menjauhkan Adira
dari William.
“Bukan salah William kau bilang, James? Laura belum kembali sampai sekarang!! Apa yang
harus ku katakan pada bibi Alexa jika Laura tidak ditemukan?!!”
“Jika Laura tidak bertemu denganmu, dia tidak akan hilang seperti ini!!! Laura sahabatku!
Aku tidak terima jika William tidak bertanggungjawab atas hilangnya Laura!!” Adira histeris
didepan James. Semua nya diam menunduk, tak terkecuali William. Dia merasa amat-sangat
bersalah.

“Hanya Laura sahabatku yang ada selalu menemani ku. A-aku, ak-aku——“ Adira tidak
mampu menahan tangisan nya. James segera membawanya menjauh untuk memenangkan
nya.
Semuanya merasa amat bersalah. Alice juga, dia merasa menjadi teman yang tidak berguna
karena membiarkan Laura sendirian didalam hutan sana. Dia mengedarkan pandangannya
dan samar-samar melihat seseorang.
“Eric? Laura?” Gumamnya, Ryan yang berada disamping nya ikut mengikuti arah pandang
Alice.
“Semuanya!! Itu Eric dan Laura!” Ryan berseru membuat semuanya langsung ikut melihat
kearah yang ditunjuk oleh Ryan.

“Benar, itu Laura dan Eric” Mr. Edison dan para guru-guru yang lain lega melihat nya.

“Laura? Eric?”
Eric datang bersama dengan Laura yang berada di gendongannya. Semuanya terlihat lega
melihat nya. Alice dan Ryan langsung menghampiri mereka berdua. Mr. Robert, dan Mr.
Edison

“Pelan-pelan, punggung ku sakit” “Iya-iya”

Jawab Ryan.

“Laura..... “ William terlihat khawatir.


Eric berjongkok dan dengan perlahan menurunkan Laura, lalu ia menopangkan pahanya
untuk menyandarkan Laura.

14
William mendekat, banyak kekhawatiran di benaknya. Dia juga sedikit terpikir bagaimana
Laura bisa bersama Eric.

“Lau, kamu tidak apa-apa?” Tanya William.

“Menjauhlah dari Laura!” Eric dengan kasar mendorong William untuk tidak mendekati
Laura.

“Hei?! Apa yang kau lakukan!?!” Teriak James tak terima.

“Tidak usah ikut campur! Aku hanya ingin menjauhkan Laura dari laki-laki biadap seperti
dia.” Ujar Eric sembari berdiri, Laura di bantu oleh Alice dan Adira.
William hanya diam, tubuh nya sendiri masih belum kuat melakukan apa-apa karena lukanya.
Ketiga saudaranya mendekat.

“Jaga ucapanmu, Eric!” Peringat Jake.


Eric hanya menyeringai, lalu dengan mudahnya menjawab.
“Apa? Benar kan, Laura hanya akan dalam bahaya kalau dekat dengan dia yang tak jelas asal
usulnya. “ Ujar nya.
Ke-tiga saudara William menyorot tajam, melihat Eric yang berkata seperti itu didepan
banyak teman-teman nya.
Edward yang memang sudah menahan diri dari tadi, kini terpancing.
“KAU, BERANINYA KAU BERKATA SEPERTI ITU.... “ Edward dengan tubuh tegak
penuh amarahnya mendekati Eric.
Srett
Edward berganti mendorong Eric dengan kasar hingga Eric mundur beberapa langkah.
“Tidak sadar diri, kau pikir kau tidak cukup bahaya untuk nya?! Urus saja dia, dan jangan
pernah kau mengusik William. “ Jelas Edward. Kini dia penuh amarah.

“Edward!” Panggil William. Edward tidak menggubris.


Semuanya kini hanya diam melihat, dan Laura masih ditenangkan oleh Alice, Adira dan
Elena. Edward masih menatap Eric dengan tajam, rahang mengeras, dan tangannya yang
menggenggam kuat.
Dia hendak kembali mendekati Eric...
Gepp..
Adira berdiri di tengah-tengah keduanya, hingga membuat langkah Edward terhenti. “Apa
masalah mu?!!” Gumam Edward emosi. Adira dengan gugup tetap berdiri menahan Edward.
“Eric benar, Laura sebaiknya menjauh dari kalian, terutama kau William. “ Ucap adira.
Semuanya terkejut, terutama James.

“Adira??” Ucap James. Adira kini berlagak tak peduli.

15
“Biarkan Eric yang menjaga Laura, lagipula Laura lebih lama mengenalnya bukan? Jadi
Laura lebih aman dengan dia. “ Lanjut Adira.
William, Jake, James, dan Edward hanya diam. Dengan sorotan tatapan tajam mereka,
membuat Adira dan yang lain sedikit takut.
Edward dengan cepat berbalik, lalu langsung ikut membopong William pergi dari sana, walau
sebenarnya William enggan untuk pergi.

“Edward, tidak.... “
“Diam Will, kau harus diobati, jangan hanya memikirkan gadis itu. “ Ujar Edward pada
William.

“Edward benar William, lebih baik kita pergi dulu. “ Tambah Jake.
William kini pasrah sekarang. Sebelum meninggalkan tempat, James menatap Adira dengan
tajam.
Sedikit tidak terbayangkan kalau Adira akan seperti itu. Apalagi Adira tahu tentang mereka,
kini dugaan nya tentang Adira yang bersekongkol dengan Eric semakin kuat dibenaknya.
Adira menjadi tidak enak, di sudah berlebihan pikirnya, dia merasa bersalah sekarang, dia
terpaksa. James menghela nafas kasar, lalu pergi.

“Maaf James.. “ Gumam Adira sendiri.


Eric tersenyum puas penuh kemenangan sekarang.
-
“Akh, pelan-pelan. Kau bersihkan saja lukanya, tubuhku akan meregenerasi dengan
sendirinya. “

“Iya-iya”

“Dimana James dan Edward? Kenapa harus kau yang mengobatiku?”


“Hei, William! Kalau tidak ada aku kau mau diobati oleh siapa? Laura? Sudahlah jangan
bermimpi, dia sudah tidak akan percaya lagi padamu” Kalimat yang keluar dari mulut Jake
seketika membuat William tertohok.

“Lagipula James dan Edward sedang ada tugas untuk kelompok mereka masing-masing, dan
hanya tersisa aku. Jadi aku saja sudah cukup. Kalau bukan aku dan orang lain. Itu akan
semakin memperkeruh keadaan.”
“Aku tidak terima kau diperlakukan oleh Eric seperti itu, dia terlalu berlebihan. Dia bukan
hanya mempermalukan mu, tapi juga kita. Dan kau lihat sendiri Adira membela nya.” “Aku
faham kenapa dia seperti itu, karena dia khawatir dengan Laura sahabat nya. Aku pun juga
seperti itu, begitu juga James dan Edward. Mereka khawatir padamu. Keadaan tadi membuat
semuanya tidak bisa terkendali. Aku bisa dengan mudah memahami nya, tapi ya begitu..”

“Ya, aku faham”

16
“Aku juga mengerti kenapa Laura menjadi seperti itu padaku. Tapi setidaknya aku sudah
menolongnya dari binatang buas tadi. Dan beruntung nya aku datang disaat yang tepat” “Yah,
beruntung karena kau yang menolongnya bukan Eric sialan itu. Aku hanya khawatir dia
malah akan menghasut Laura yang tidak-tidak”
-

“Sudah Lau, jangan terus menangis. Lihatlah matamu sampai bengkak”


“Tapi, Eric.. Aku shock melihat hal seperti itu. Aku tidak bisa membayangkan lagi, William..
Dia mengoyak rusa itu dengan sadis.” Laura menangis sesenggukan dipelukan Eric.
Semua orang sudah masuk kedalam tenda nya masing-masing untuk beristirahat tapi Laura
masih menangis dan bersandar pada Eric setelah kejadian tadi, mereka berdua duduk di
bawah sebuah pohon sambil memandangi api unggun yang sudah hampir redup. Entahlah
hanya Eric yang bisa dia andalkan saat ini, pikirnya.

“Aku mengerti apa yang kamu maksud. Tapi, kamu tidak boleh berlarut-larut. Mungkin kamu
bisa mulai melupakan William supaya fikiran mu tidak terbebani. Aku fikir dia mungkin bisa
membuat mu lebih dari ini. Aku tidak sedang menghasut mu, tapi aku hanya bicara tentang
kemungkin-kemungkinan yang bisa terjadi kedepannya. Dan aku tidak mau kamu terluka.”
Terang Eric dengan penuh kelembutan.
“Sudah tidak perlu terlalu difikirkan, kamu sekarang bisa fokus kedepannya. Jangan terus
memikirkan William. Ada aku disini, aku akan selalu bersama mu.”
“Sekarang lebih baik, kamu tidur dan besok bangun pagi. Besok masih ada kegiatan yang
harus dilakukan.”

“Aku tidak bisa tidur.” Adu Laura.

“Mau tidur bersama ku? Aku akan mengambil alas, kamu bisa bersandar padaku sampai
pagi.”

“Tapi bagaimana kalau kita dituduh yang tidak-tidak?”

“Tenang saja, itu tidak akan terjadi. Kita bangun lebih awal besok, jadi tidak ada yang

curiga.” “Baiklah”

“Tunggu sebentar ya, aku akan mengambil alas dan selimut.” Laura mengangguk dan Eric
segera beranjak untuk mengambil alas dan selimut.
“Seharusnya aku tidak pernah kenal dengannya. Aku merasa menyesal.” Tanpa sadar air mata
Laura kembali menetes.

“Hei! Kenapa melamun?” Eric datang dan mengagetkan Laura.

“Astaga Eric?! Kau mengagetkan ku, bagaimana kalau yang lain bangun?”

Eric tertawa pelan “tidak akan, mereka tidur seperti orang mati. Jadi tenang saja”

17
“Kamu minggir dulu, aku akan menyiapkan semua nya” Laura menurut dan sedikit
menyingkir membiarkan Eric menyiapkan semuanya.

“Sudah, ayo duduk” Eric duduk dan disusul oleh Laura disampingnya.

“Kamu tidak kecewa padaku?” Tanya Laura.

“Kenapa kecewa?”

“Aku jadi terlihat menjadikan mu sebagai pelampiasan ku.” Laura menunduk. “Tapi aku
tidak merasa seperti itu. Aku tahu kamu butuh sandaran dan teman untuk bercerita. Apa
salahnya kan? Aku siap dan bersedia kapan saja menjadi tempatmu bercerita. Lagipula kita
pernah menjadi sepasang kekasih, kita pernah saling mengerti satu sama lain dan menyayangi
satu sama lain.” Laura mengangguk dia kemudian menguap pelan.

“Hahaha, kamu mengantuk rupanya. Cepat tidur besok harus bangun pagi.”

“Iya” Eric kemudian meraih Laura dan menyandarkan nya pada dada bidang nya.
-
Keesokan harinya...
“Hei! Ayo bangun tukang tidur, sudah hampir pagi” Laura bergerak pelan, merasa terganggu
dengan suara yang berada di dekat telinganya.
“Hei, ayo bangun. Ini sudah hampir pagi” Eric mencolek-colek pipi Laura dan meniup-niup
wajah nya pelan.

“Hhhhh, William. Jangan mengganggu ku” Gumam Laura.

“William? Hei, aku Eric” Laura secara langsung membuka matanya.

“Er-eric? Maaf, aku—“ Laura kembali menunduk, dia kembali ingat dengan kejadian
semalam.
“Sudah tidakpapa, ayo kamu segera bersih-bersih atau kembali ke tenda. Sebelum mereka
semua bangun”

“Iya, aku akan kembali ke tenda” Laura hendak berjalan pergi namun tiba-tiba...

“Eumm Lau” Eric menahan tangan Laura.

“Iya, kenapwaaooam” Laura menguap membuat Eric tertawa pelan.

“Tidak usah deh, kamu masih mengantuk kelihatannya”

“Ayo katakan, sebelum aku mengantuk kembali”


“Eumm, kalo mau. Apakah kamu mau melihat sunrise dengan ku?” Tawar Eric dengan nada
ragu-ragu.

“Oohh, ayo”

18
“Kamu mau?” Laura dengan lesu mengangguk.

“Baiklah ayo” Eric dengan senang nya menarik tangan Laura dengan pelan.
-

“Kamu suka?”

“Iya, indah sekali. Kamu tahu tempat ini darimana?”

“Ya, entahlah. Aku hanya asal mencari tempat. Dan ya, disini tempat yang cocok”
Mereka berdua menikmati waktu berdua untuk melihat sunrise yang indah. Angin pagi yang
begitu dingin samar-samar membuat Laura kedinginan.

“Eric ayo kembali, disini dingin”


“Eung? Dingin?” Eric menoleh dan kemudian melepaskan jaket nya dan memasangkannya
pada Laura.

“Eh—kalo kamu kedinginan bagaimana?”

“Tidak akan, kamu pakai saja”

“Baiklah, terimakasih”
Mereka berdua saling menikmati indahnya sunrise dipagi hari. Hingga tak terasa matahari
sudah mulai naik.

“Eric, ayo kembali. Matahari sudah naik. Aku harus bersih-bersih”


“Hm, baiklah.” Ucap Eric dengan nada yang sedikit terpaksa. Kemudian mereka berdua
melangkah pergi, kembali menuju perkemahan.
Ditengah jalanan menurun, Eric mengambil kesempatan untuk menggandeng tangan Laura
secara perlahan.
Laura yang tiba-tiba telapak tangannya diraih sedikit terkejut, Laura lalu memandangi Eric
dengan tatapan kagetnya.
“Agar kau tidak jatuh, makanya aku gandeng.” Jelas Eric. Laura menghela nafas mendengar
alasan yang keluar dari mulut Eric.
Mereka kini saling bergandengan, Laura bahkan kadang tak sengaja memeluk tangan Eric
agar ia tidak terperosok.
-
Kini mereka sampai dibawah...
Saat sampai di bawah, mereka berdua tak sengaja berpapasan dengan William dan Edward.
Keempat-empatnya sama-sama diam, Eric yang menatap William dengan tatapan
mengejeknya, dan Laura yang menatap William dengan entah apa arti tatapan itu.

19
William hanya diam memandangi mereka berdua yang masih bergandengan, Edward disitu
hanya menyorot tajam ke arah Laura dan Eric.
“Lau, aku ingin—”

“Eumm, Eric. Sebaiknya kita cepat-cepat kembali.” Laura memotong kalimat William, dia
mencoba menarik Eric tapi Eric justru balik menariknya.
“Eitss, tunggu dulu, Lau. Jangan terburu-buru, kita baru saja melihat sunrise indah tadi, apa
kita tidak berjalan-jalan dulu saja di sekitar sini” Celoteh Eric. Dia dengan sengaja membuat
William semakin cemburu.
Edward tiba-tiba berceletuk “hah! alasan kuno, kau pikir kami peduli dengan apa yang kalian
lakukan.”

“Edward, diamlah.” Ujar William, Edward malah semakin kesal.


“Bukan apa-apa, aku hanya ingin membahagiakan orang yang ku cintai, bukan malah
membuat nya dalam bahaya setiap saat.” Sindir Eric.
“Eric!” bisik Laura.
“Kenapa Lau? Bukankah itu fakta? Kamu memang lebih baik menjauh dari laki-laki seperti
dia.” Eric kembali berujar.
Laura semakin dibuat tidak nyaman, tapi dia juga sedikit bergidik takut melihat sorot tajam
dari William dan Edward, terutama Edward yang kini terlihat membencinya.

“Ahh, sudahlah terserah mu. Aku kembali sendiri saja.” Laura langsung berjalan
meninggalkan mereka disana.

“E-eh Lau. Tunggu aku...” Panggil Eric. Tapi Laura tetap saja berjalan dengan kesal.
Eric hendak mengejar, tapi sebelum itu ia melangkah maju menatap William. “I’m winner
and you’re loser.” Ucap nya dengan pelan, lalu ia segera berlari menyusul Laura. Terbesit
rasa marah yang mengganjal dibenak William.


Hari ini memasuki hari pertama perkemahan berlangsung, banyak kegiatan yang dilakukan
oleh para siswa dan guru, walau tak sedikit kendala yang menerpa.
Walau begitu semua murid tetap menikmati suasana berkemah dengan santai.

“Wahh aku lelah sekali.” Gerutu Adira yang duduk di batang pohon yang tergeletak di sana.
Dia terduduk sembari memijat-mijat kaki nya sendiri.

“Aku juga lelah, dir.” Ujar Laura yang berdiri di depannya.

“Huftt, kenapa hari ini sangat sibuk, dan kenapa porsi makanan juga sangat banyak?” Tanya
Adira.
“Aku dengar akan ada beberapa alumni yang datang, tapi entahlah.” Jawab Laura. Adira
mengerenyit.

20
“Jadi? Kakak mu juga akan datang?” “Mungkin.”
Jawab Laura singkat.

Menjelang Sore Hari....


Semua siswa tengah sibuk sendiri sekarang, ada yang sibuk mempersiapkan makanan untuk
makan malam. Kali ini mereka semua memasak lebih banyak karena akan kedatangan tamu
alumni dari tahun sebelumnya.
Dan benar tak berapa lama kemudian banyak siswi-siswi yang bergerombol. Mereka
berbondong-bondong berlarian untuk menyambut tamu yang datang.
“Kau tidak kesana lau?” Tanya Adira, ia menghampiri Laura yang hanya duduk di dalam
tenda yang terbuka.
“Tidak, untuk apa?” Tanya Laura balik. Adira mengerenyitkan dahinya melihat Laura yang
begitu santai.

“Kan ada kakak mu, kakak ku juga. Kau tidak ingin menyapa nya?”

Laura menggeleng, “Nanti mereka pasti keliling juga, lagipula kau memang tidak bosan
melihat kakak mu?” Ujar Laura.
“Iya, juga ya. Yasudah aku ikut berdiam disini saja.” Tanpa aba-aba, Adira langsung ikut
termenung bersama Laura.
-
Beberapa saat kemudian...
“HEI!!” Laura menoleh mendengar suara yang dengan lantang meneriaki nya dari belakang,
langkahnya terhenti.

“Kakak?!”
Nampak Richard dan Brian yang berdiri kurang lebih 2 meter dibelakangnya, Laura langsung
berbalik menghampiri mereka.

“Kalian sedang apa disini?” Tanya Laura. Richard dan Brian saling pandang lalu tersenyum.
“Terserah kami lah, bay the way kenapa kamu tidak ikut berkumpul menyambut kami para
alumni tadi?! Sudah paling wah sekali kamu ya?!” bisik Richard sinis. Laura menghela nafas.
“Bukan begitu, kak. Aku hanya terlalu lelah saja tadi, lagipula alumni yang datang kan kakak
dan teman-teman kakak yang aku kenal, jadi...taulah ya.” Jawab Laura.

“Jadi kamu bosan melihat dengan kami semua?” Sahut Brian.


“Emm, hehe. Mari kakak-kakak saya ajak berkeliling menikmati keindahan alam disini.”
Laura hanya bisa terkekeh kecil, kemudian dia berlagak mempersilahkan Richard dan Brian
berjalan lebih dulu.

21
Richard masih menatap sinis, lalu Brian mulai merangkul untuk segera melangkah sembari
tertawa kecil. Laura mengekor mereka. Mereka banyak berkeliling di sekitar lokasi
perkemahan dan juga melihat-lihat pemandangan yang membuat mereka tertarik.
“Oh ya, Lau. Dimana William? Kakak sudah lama tidak bertemu dia.” Tanya Richard saat
mereka berjalan. Laura diam sejenak.
“Eumm, di-dia sedang mencari kayu bakar mungkin dengan yang lain, hehe.” Jawab Laura
dengan ragu.

“Kamu satu kelompok kan dengan dia? Kenapa kamu tidak ikut mencari?” Tanya Richard
lagi.
Laura kebingungan, “I-iya, aku sekelompok dengan dia. Tapi tugasku sudah selesai tadi
dengan Adira, William belum kembali mungkin.” Richard mengangguk-anggukkan
kepalanya.

“Kalau Eric?” Brian menyahuti. Laura reflek menoleh.

“Apakah kamu satu kelompok dengan dia?” Tambah Brian. Laura tersenyum tipis dan
menggeleng.
“Hm, padahal aku dulu sangat mendukung hubungan kamu dengan Eric, kenapa sekarang
kandas?!” Ujar Brian. Laura melotot semakin kebingungan harus merespon seperti apa.
“Heh mulutmu, adikku sekarang sudah ada yang baru, yang bisa buat dia berbunga-bunga, iya
kan dek?” Ujar Richard. Laura tersenyum paksa.
“O-oh, y-ya. Emm yasudah kak Richard, kak Brian aku mau ke tenda dulu membantu yang
lain, kurasa banyak yang harus dikerjakan, dah.” Laura langsung pergi begitu saja, sembari
melambai dan berjalan tanpa menengok ke belakang. Richard dan Brian saling bertatapan,
lalu kembali melangkah.

——
“Huh, apa-apaan coba kak Richard dan kak Brian, kenapa malah membahas William dan
Eric, padahal pikiran ku ingin terlepas dari mereka.” Gerutu Laura sembari berjalan. Laura
berjalan sembari terus bergumam sendiri, dan melangkah dengan kasar tanpa memperhatikan
laluan nya.
Srett...

“E-eh.”
Laura reflek menghentikan langkahnya mendadak, dimana ada seseorang yang hampir ia
tabrak. Orang itu berjongkok tengah membetulkan tali sepatu nya yang lepas.

“Maaf-maaf tidak sengaja.” Lelaki itu mendongak.


“William?” Laura terkejut melihat bahwa yang didepannya adalah William, dia langsung
mundur beberapa langkah dengan cepat. William hanya diam memandang Laura yang masih
terlihat takut dan enggan bertemu dengannya.

22
Laura menghela nafas lalu ia hendak melangkah pergi meninggalkan William yang masih
berjongkok.
Gepp...
“Jangan pergi, Lau.” Ucap William yang tiba-tiba menahan tangan Laura.
Laura menghentikan langkahnya, mematung sesaat, sebelum akhirnya dia menarik tangannya
dari William dengan kasar.
“Jangan sentuh aku!!” Bentak Laura. William lalu berdiri dengan perlahan dan menatap Laura
sendu.
“Aku minta kamu jangan pernah datang lagi ke kehidupan ku William. Atau bahkan jangan
pernah muncul di hadapan ku!” Lanjut Laura, kemudian ia langsung berjalan pergi begitu
saja.

“AKU TIDAK AKAN MELAKUKAN ITU, LAU!!” Teriak William. Membuat Laura
lagilagi menghentikan langkahnya.

“Aku tahu kamu kecewa, aku minta maaf. Tapi aku tidak akan pernah bisa jauh dari kamu,
aku akan terus ada untuk melindungi kamu Laura dan itu janjiku...”

“Kamu boleh terus menghindar dan benci aku, tapi tolong biarkan aku untuk terus menjaga
kamu dari dekat maupun dari jauh, aku akan terus melakukan itu.” Ujar William. Laura
seketika menitikkan air matanya, tapi ia sama sekali tak menengok. Dia malah langsung
melanjutkan jalannya.

William hanya diam disana, “Maaf, Lau.” ujar William dengan pelan.
_
Dua hari kemudian...
Suasana berkemah tetap sama seperti sebelum-sebelumnya, murid-murid sibuk dengan
tugastugas yang diberikan oleh para pembina mereka. Namun kini, mereka juga dibimbing
oleh beberapa alumni yang datang kemarin.
“Huftt, lelahnya. Kenapa tugasnya berubah-ubah, padahal kemarin kelompok kita hanya
bagian mencari kayu bakar, sekarang berganti mencari air.” Gerutu Adira.
“Entahlah, mungkin agar adil, aku juga tidak paham alurnya.” Jawab Alice yang juga berjalan
berdampingan dengan Adira juga Laura. Mereka sama-sama sedang mengambil air di sebuah
telaga yang tak jauh dari perkemahan mereka.
“Hm, sudahlah lebih baik kita cepat-cepat ambil air dan cepat kembali.” Adira dan Alice
samasama mengangguk.
-
Sampai....

23
Mereka sampai di sebuah danau yang jernih, benar-benar seperti perawakan dongeng, mereka
kemudian segera bergegas mengambil air. Mereka mencari-cari pusat yang dangkal sehingga
mudah untuk mereka mengambil air nya.
Adira dan Alice sama-sama saling berpegangan untuk mengambil air nya, namun tidak
dengan Laura.

“Aku ambil di bagian sana saja, kurasa lebih dangkal dan jernih.” Laura segera bergegas
menuju tempat yang ia kira. Sedikit terhalang semak dari posisi Adira dan Alice.
Laura berhati-hati untuk menurunkan badannya, mencoba mencari keseimbangan dengan
berpegang pada apa saja yang terlihat kokoh. Tiba-tiba...
Sriett.
“E-eh.” Byurrr.
Laura kehilangan keseimbangan nya dan terpeleset sehingga jatuh ke dalam danau. Namun,
Adira dan Alice masih belum sadar, mereka masih fokus untuk mengisi wadah mereka. Dan
akhirnya terisi penuh, mereka langsung memanggil-manggil Laura.

“Dimana Laura tadi? Lau? Kau dimana?” Panggil Adira. Namun tidak ada jawaban. “Aku
rasa dia ke arah sana tadi, mungkin masih mengambil air di bagian sana.” Mereka kemudian
langsung bergegas menghampiri.
Tapi nihil, Laura tidak ada di sana, namun mereka dikejutkan dengan sebuah topi yang
mengambang disana, mereka tentunya panik dan kalang kabut bingung hendak bagaimana.
“Astaga!! Jangan-jangan dia tercebur?!” Ucap Alice panik.
“Iya, itu adalah topi Laura, apa yang harus kita lakukan sekarang, kita harus menyelamatkan
nya, Alice.” Ujar Adira yang tak kalah panik.
“Kau benar, tapi kita tidak mungkin ikut menceburkan diri, kita sama-sama tidak bisa
berenang, itu akan menambah resiko.” Jelas Alice. Namun Adira tetaplah Adira, dia sudah tak
terkendali karena panik akan kondisi sahabatnya. “Jadi kita harus bagaimana? Kita harus
cepat!!”

“Begini saja, kita cepat kembali, lalu meminta pertolongan dari orang yang kita temui nanti
disana.” Saran Alice. Adira masih ragu, namun Alice tetap meyakinkan nya, demi
keselamatan bersama.

“Baiklah, ayo.” Kemudian mereka segera berlari.


-
Laura masih bergelut dengan air dan tanaman liar di danau yang menjerat kakinya, beberapa
kali ia mencoba terlepas. Laura memang sedikit handal dalam berenang, namun kondisi saat
ini tidak memungkinkan ia akan selamat.
Dengan tenaga paksa, dia mencoba mencapai permukaan, dia berusaha melambai-lambai kan
tangannya berharap seseorang sadar dan melihatnya.

24
Disisi Lain...
William tengah berjalan seorang diri di pinggir danau, dia terus berjalan menunduk sembari
menyakukan tangannya. Raut wajah penuh kegundahan terlihat sekarang.
Shiutt..

“Hah?!”
William tiba-tiba mendongak, dia kebingungan, kemudian tanpa sengaja dia mencium aroma

“Laura?! Kenapa aku seperti merasakan keberadaan Laura disini?” Gumam nya. William
kemudian dengan cepat menoleh kesana-kemari dan mencoba melacak keberadaan Laura dari
penciumannya.
William dengan cepat berlari seperti siluet, dia berhenti tepat dimana Laura tenggelam, dan
dengan jelas William melihat bahwa sebuah topi yang tak asing baginya dan tangan yang
menandakan adanya seseorang yang tenggelam disana.

“LAURA?!”
Tanpa menunggu lama, William langsung melepas jaket nya dan menceburkan dirinya untuk
menyelamatkan Laura.
Byurr
Dengan cepat William menemukan Laura, dan dengan cekatan William langsung mencoba
melepaskan jeratan di kaki Laura dan membawa nya naik.
William berhasil membawa Laura naik, dan membaringkannya. William berusaha
membangunkan Laura yang saat itu tidak sadarkan diri.

“Lau? Laura. Aku mohon bangun, sadarlah, Lau.” William menepuk-nepuk pipi Laura pelan,
dan terus menggenggam tangan nya.
Dia bingung harus berbuat apa, kemudian dengan ragu William mencoba untuk memberikan
nafas buatan pada Laura, agar air yang Laura minum semasa tenggelam dapat keluar. William
segera melakukannya perlahan sembari terus bergumam membangunkan Laura.

“Lau ayo bangunlah, aku mohon...”


“Maaf Lau, maaf aku telah lalai, aku terlambat menyelamatkan mu, tapi aku mohon sadarlah”
William tidak berhenti memberikan nafas buatan untuk Laura.
Tiba-tiba...

“LAURAAAA”
William terkejut mendengar seseorang yang memanggil nama Laura, dan suara itu dia kenal
betul bahwa itu suara Adira. William juga merasakan bahwa sekelompok orang akan datang
untuk mencari Laura.

25
“Aku tidak mungkin disini, mereka pasti tidak membiarkan ku dekat-dekat dengan Laura, aku
minta maaf, Lau. Aku harus pergi.” William kemudian langsung pergi, dan baru saja William
menghilang Laura langsung terbatuk-batuk dan mengeluarkan air dari dalam tubuhnya.
“Uhukk...Uhukkk.” Mata Laura yang awalnya terpejam, kini mulai terbuka perlahan, Laura
telah sadar.
“William?” Gumam Laura pelan, nafasnya masih tersengal-sengal. Dia dengan perlahan
mencoba duduk, dan netranya mencari ke segala arah, namun tidak melihat William sama
sekali.
-
“HEY, ITU DIA.” Alice berteriak sembari menunjuk ke arah Laura. Sekelompok murid-
murid lain langsung bergegas menghampiri Laura.
“LAURAAA...” Adira langsung berlari dan memeluk sahabatnya yang masih terduduk lemas,
dan Laura sedikit tersenyum tipis.
“ASTAGA LAU!! AKU KHAWATIR SEKALI DENGAN MU, BAGAIMANA KAU BISA
BERADA DISINI?! KAU TIDAK APA-APA KAN?!” Lemparan pertanyaan melengking dari
Adira membuat Laura langsung menutup telinganya.

“Aku.. baik-baik saja.” Jawab Laura.


“Lau, jadi kau benar-benar tenggelam? Bagaimana bisa kau naik ke atas? Apakah ada yang
menyelamatkan mu?” Tanya Angeline.
“Kenapa kau bisa tenggelam, Lau? Apa kau melihat sesuatu atau didorong hantu?” Tanya
Dylan.

“Heh, ada-ada saja kau ini.” Ujar James sembari menyenggol lengan Dylan. Laura hanya bisa
memandang teman-temannya dengan sedikit tersenyum kecut.

“Sudahlah, teman-teman. Sebaiknya kita bawa Laura ke tenda dulu, kasihan dia.” Sahut Elena
dengan lembut, kemudian yang lain ikut mengangguk.
Lalu Adira, Angeline, dan Elena membantu membopong Laura sampai ke tenda.
-
Disisi lain...

“Loh? Kenapa kau bisa basah kuyup seperti ini?” Jake terkejut melihat William yang datang
dengan tubuh basah kuyup.
“Aku menyelamatkan Laura, dia terpeleset dan jatuh ke danau saat mencari air”
“Kenapa kau menyelamatkan nya? Dia sudah keterlaluan dengan mu.” sarkas Edward dengan
sinis.
“Kalau aku membiarkan nya, bagaimana kalau dia mati? Aku sudah tidak sanggup menunggu
selama ratusan tahun. Biarlah, bagaimanapun dia Luna ku. Sudah tugas ku untuk melindungi

26
nya. Aku tidak akan mendengarkan apa yang kalian katakan dengan menyuruhku untuk
menjauhinya.” Tegas William.
“Terserah kau.” Edward memutar bola mata malas, dan langsung berlalu begitu saja. William
paham betul adiknya masih tak terima dengan hal kemarin.
“Kau sebaiknya cepat berganti pakaian, Will.” Ujar Jake. Kemudian William mengangguk
dan langsung bergegas mengambil pakaian gantinya.

——

“Gimana? Enak main air nya?”


“Ihhh, apasih kak! Aku hanya tidak sengaja terpeleset, disana licin sekali.” Ujar Laura.

“Bukankah kamu bisa berenang? Oh ya kakak lupa, kemampuan berenang kamu kan masih
level bawah. “ Richard menyeringai.

Laura memandang sinis, “Bukan begitu, kakak tidak tahu susahnya aku melepas jeratan di
kaki ku, tapi untung saja ada Wi...“ Laura menjeda kalimatnya.

“Wi..? William?” tebak Richard.


“Ahh, tidak lupakan saja. “ Laura enggan melanjutkan pembahasan.

“Oh ya, William dimana? Kakak tidak melihatnya.

“Aku tidak tahu, memangnya aku ibu nya?” balas Laura dengan sewot. Richard yang
mendengar nya mendelik.
“Bukannya kalian selalu menempel ya? Kenapa jadi berjauhan? Pasti ada yang nggak beres
nih”
“Apasih kak! Sana ih, sama Brian” Laura mendorong kakak nya. Richard berdecak dan pergi
meninggalkan Laura dan menghampiri Brian yang tengah membantu beberapa siswa disana.
Laura menghela nafas, ucapan kakak nya barusan membuat nya teringat tentang kejadian
beberapa waktu lalu. Dimana dia dengan kepala mata nya sendiri melihat William berubah
menjadi werewolf dan memakan seekor rusa dengan ganas.
Jujur sebenarnya Laura merasa kecewa, dan marah. Sejak awal bertemu dan terjebak
digudang Laura sudah merasa aneh dengan William. Laura mencoba memaklumi nya,
mungkin William ada kelebihan tersendiri dan sebagainya. Tapi, ternyata ini alasannya.

——
“Kenapa nggak dimanakan, William?”
William menoleh dan mendapati Mr. Edison yang tiba-tiba saja duduk di sampingnya.
“Eoh? Mr. Edison. Iya, saya tidak terlalu lapar.” Jawab William sambil menatap piring
berisikan makanan jatah makan malam nya.
“Kenapa? Ada masalah? Atau makanannya kurang enak? Mau saya ambilkan lagi?”

27
“Tidak, mister, tidak usah, terimakasih.” Cegah William.

“Kamu kenapa? Cerita sama saya, kamu sudah saya anggap seperti anak saya sendiri”

“Eh? Mister bisa saja. Saya tidakpapa kok mister.”


“Yasudah kalau begitu. Tumben, kamu tidak dengan Laura? Lihat dia kesal dengan kakak
nya” Mr. Edison menunjuk Laura yang sedang dijahili oleh Richard. Richard mengambil
jatah makanan Laura padahal ditangan nya masih penuh dengan makanan.
William tertawa kecil dan membuat Mr. Edison ikut tertawa.

“Richard itu ya, dari dulu nggak pernah berubah. Nakal nya, kelakuan nya. Tapi dia kelihatan
sayang dengan Laura, saya senang melihat nya”

“Iya, Mister. Kak Richard memang sangat sayang dengan Laura”

“Kamu juga, kamu kelihatan nya juga sayang dengan saudara-saudara kamu”
“Saya? Mister benar. Saya sangat menyayangi saudara-saudara saya, mereka memang bukan
saudara kandung saya. Tapi saya sudah bersama mereka sadari kecil”

“Sudah saya duga. Bagaimana rasanya jadi kakak tertua?”


“Ya seperti itulah mister, saya tidak bisa menjelaskannya. Yang pasti agak susah, karna
saudara-saudara saya memiliki karakter yang berbeda. Kadang saya sendiri juga bingung
hahaha”

“Kamu ini, yasudah dimakan makanannya. Saya mau melihat yang lainnya”

“Ah, iya mister. Silahkan”


William kemudian melanjutkan makanannya. William hanya bisa diam, saudara-saudara nya
sedang sibuk dengan urusan nya masing-masing. Jake dengan Elena, Adira dan James yang
sudah berbaikan, dan Edward dia sadari tadi juga diam sambil memperhatikan Teresa yang
sedang mengomel padanya.
Tidak tahu kapan mereka jadi akrab seperti itu, padahal Teresa sangat sulit didekati oleh
siapapun terkecuali geng nya. Apalagi dia sejenis seperti Lydia.
William memakan makanannya dalam diam, dia merasa sendirian sekarang. Sampai tidak
sadar kalau ada yang datang menghampiri nya lagi.
“Oi William?!” kejut nya. William seketika tersentak. Dia menoleh dan mendapati Richard
dengan piring yang penuh dengan makanan bersama dengan teman-teman alumni nya, ada
Brian dan Angello.
“Kak Richard? Mengagetkan ku saja”
“Kenapa diam? Oh ya, kenapa Mr. Edison menghampiri mu? Kau melakukan kesalahan ya?”
curiga Richard.

“Tidak, aku tidak melakukan apapun. Mr. Edison hanya mengajakku mengobrol kecil”

28
“Ow, kenapa nggak makan? Kok diem aja?”

“Aku sudah kenyang” ucap William. Memang benar dia sudah kenyang dengan semuanya.

“Oh kalau begitu buat aku saja, ya?”

“Ini sisaku, kakak mau?”

“Kenapa tidak? Tidak baik buang-buang makanan. Sini” Richard mengambil makanan
William dan memakannya.

“Kamu William ya? Pacarnya Laura?” William menoleh ke sumber suara.

“Oh! Kita belum berkenalan. Aku Angello, kakak Angeline. Salam kenal” Angello
mengulurkan tangan mengajak William berkenalan. William dengan senyuman membalas
jabatan tangan Angello.

“William, senang bertemu dengan mu”

“Kalau aku kau sudah kenalkan? Haha, kau pernah salah faham dengan ku” Brian menyahut.

“Aku bukan pacar nya Laura, kami hanya berteman”


“Sudah, sama saja itu. Sudah ya aku dan Brian mau kesana. Richard kau ini makan tidak
habishabis”

“Bwiyarin” sewot Richard dengan mulut yang penuh makanan.


“Kau ada masalah ya dengan Laura?” Setelah menelan makanannya Richard langsung
mengajak William berbicara.
“Tidak kak, biasa saja. Jujur saja, mungkin Laura rindu dengan kehidupannya sebelum ada
aku. Laura juga terlihat lebih baik saat tidak bersama ku. Laura mungkin sudah lelah
denganku jadi dia menjauhi aku. Tidakpapa, aku juga merasa kalau aku memberatkan Laura
selama ini. Kakak pasti juga merasakannya”

“Kenapa kau jadi bisa mempunyai presepsi seperti itu? Aku tidak pernah merasa kalau kamu
memberatkan Laura, justru kau yang diberatkan oleh nya”
“William, apa yang membuat mu mengatakan itu? Aku tahu kalian sedang ada masalah,
ceritakan saja”

“Aku tidak mau menceritakannya disini kak, panjang cerita nya. Ada banyak orang disini, aku
tidak ingin mereka semua panik.”

“Kenapa?”

“Kalau kakak ingin tahu, ayo ikut aku.” William beranjak dan pergi dari sana. Richard
kebingungan tapi dia juga ikut beranjak dan mengikuti kemana William pergi.

Setelah beberapa saat....

29
“Hey, kau mau melakukan apa disini?“ Tanya Richard kebingungan. Bagaimana tidak,
William mengajak Richard ke tengah hutan dan hanya mereka berdua saja.
“Aku ingin menunjukkan sesuatu, aku tahu reaksi kakak akan sama dengan Laura, tapi aku
hanya berharap kakak masih mau percaya terhadapku. “ Ujar William. Richard
mengernyitkan dahi.
“Kau ini bicara apa William? Tentu aku akan terus percaya padamu, itu pasti. Kau selalu ada
saat Laura membutuhkan” Jawab Richard.
Kemudian William menghentikan langkahnya, kemudian dia menunduk ragu. Richard
semakin bingung, namun dia tetap tenang menunggu.
“Aku minta maaf.” Lalu dia mulai melepas jaket nya, kemudian kaosnya sampai ia telanjang
dada. William kemudian melepas celana panjangnya. Richard melotot dibuat nya pikiran nya
sudah kemana-mana dulu.

“Kau mau apa?!” sentak Richard, William tidak menggubris nya.


Tiba-tiba..
Srett
Grrrhh
Richard memekik kaget, jantungnya hampir loncat dari tempat nya. Dia melihat dengan mata
kepala nya sendiri, William berubah menjadi seekor serigala berbulu putih yang ukuran nya
jauh lebih besar dari serigala biasa.
“Wi-william? Ka-kau?” Jujur Richard takut dan hampir jantungan tapi dia memberanikan diri
untuk mendekat.

William kembali ke aslinya “Maaf, kak. Aku membohongi kalian semua” William menunduk.
“Ja-jadi? Werewolf yang dikabarkan beberapa waktu lalu itu kau? Kau yang membuat
kekacauan?” William dengan ragu mengangguk.
“Kakak sudah tahu sekarang, jadi tunggu apalagi? Aku bersedia jika harus diserahkan ke
pihak berwajib” ujar William dengan pasrah. Richard menggeleng, di peluknya laki-laki yang
sudah dianggap seperti adiknya sendiri itu. William terkejut, baru kali ini ada yang sepercaya
ini padanya.
“Tidaklah, aku tidak mungkin setega dan sejahat itu. Kau ya tetap kau, aku percaya padamu.”
Richard melepas pelukannya.
“Kau sudah berani jujur padaku. Ya, jujur aku takut dan hampir jantungan kau buat. Tapi,
melihat mu aku jadi berubah pikiran. Kau ya tetap kau, kau William tidak ada yang berubah
dari mu, sekalipun kau itu werewolf”
“Terimakasih, kak. Sudah mau percaya denganku. Laura, marah padaku karna aku tidak
memberitahu nya kalau aku sebenarnya adalah werewolf, aku takut. Laura akan takut padaku
dan menjauhi ku, dan sekarang terjadi. Dia melihat ku berubah wujud dan juga melihat ku
memakan rusa dengan rakus. Dia ketakutan dan mengatakan kalau aku monster.”

30
“wajar dia takut, kau makan rusa hidup”batin Richard.
“Iya kak, aku tahu. Kalau aku jadi Laura aku juga takut, melihat orang yang dia suka tiba-tiba
saja memakan seekor rusa hidup-hidup”
“Eh? Tidak kok” Richard tersentak, kenapa William bisa mendengar suara isi hati nya.
“Aku bisa mendengar suara hati siapapun, kak. Percuma saja kalau kakak berbohong, aku
bisa mendengar semuanya”

“Y-yasudah. Sudah pakai kembali pakaian mu, kau tidak malu?”


“Tidak, kita sama-sama lelaki. Kita juga punya sama pe—”
“Sudah—tidak perlu dijelaskan.”
William mengangguk dan segera memunguti kembali pakaiannya dan memakai nya kembali.

“Ayo kembali, akan aku bantu bicara dengan Laura. Sedikit sedikit”cicit Richard diakhir.

“Terimakasih kak”

“Jadi, umur mu sudah tujuh abad lebih?” kaget Richard.

“Y-ya seperti itulah, kak”

“Aku jadi merasa muda” ujar Richard dengan bangga, William tertawa pelan.
“Kau dan saudara-saudara mu jarak berapa tahun?”

“Aku dan Jake berjarak tujuh tahun, aku Jake dan James berjarak lima tahun, James dan
Edward jarak dua tahun. Jadi aku dan James jarak duabelas tahun dan empat belas tahun
dengan Edward.”
“Gilaa, kalau aku dan Laura berapa tahun ya? Lima mungkin, eh tapi tunggu, kalau kau
pangeran brarti ayah mu seorang raja?”
“Begitulah kak, tapi disana disebut sebagai Alpha. Dan aku calon Alpha”

“Sistem nya seperti kerajaan begitu?” William mengangguk.


“Kapan kau bisa jadi Apha dan akan dilantik sebagai Alpha?” Tanya Richard.

“Kakak yakin, ingin mendengar nya?” Richard mengangguk.

“Tapi kakak tidak boleh marah”

“Ya, aku tidak akan marah. Ayo katakan”


“Kami sebagai manusia serigala mempunyai aturan sendiri, Alpha adalah raja atau penguasa
dalam suatu wilayah atau lebih. Alpha punya satu pasangan, yakni Luna mereka sudah
ditakdirkan untuk bersama sampai mati jika salah satu dari mereka mati, tidak akan gantinya.

31
Hanya ada satu cara yakni menunggu sampai salah satu dari mereka hidup kembali dan
bereinkarnasi.”

“Jadi, kau punya Luna juga?”

“Kak, jangan dipotong dulu.”

“Iya-iya maaf, silahkan dilanjut”

“Iya aku juga punya Luna, tapi—” kembali terpotong.


“Lalu? Kau mau apakan Laura? Kenapa suka dengan nya? Jangan menyalahi takdirmu hei!
Kasihan Luna mu”

“Kakk”

“Iya-iya, lanjutkan”

William menghela nafas nya “Sudah kak, aku tidak ingin melanjutkannya”

“Yeuu, William gitu. Ayo lanjut, aku akan diam. Janji”


“Alpha dan Luna, mereka ditakdirkan bersama sampai akhir seperti takdir yang sudah
digariskan. Aku tidak bisa jatuh cinta kepada perempuan lain, aku hanya setia kepada satu
perempuan, yakni Laura”
“Dulu, beratus-ratus tahun dahulu. Laura adalah Anneliese. Anneliese dan Laura sama, wajah
mereka sama dan sifat mereka juga sama. Hanya warna rambut mereka yang berbeda, maka
saat teater kemarin aku seperti bertemu dengan Anneliese lagi.”

“Aku dan Anneliese dulu pasangan yang bahagia, kami hampir menikah dan aku sudah
ditetapkan sebagai putra mahkota. Tetapi kejadian naas menimpanya, dia mati karena
melindungi ku. Dia mengatakan kalau aku harus tetap hidup dan memerintah kerajaan. Dia
berpesan padaku untuk menunggunya. Aku menepatinya dan sekarang Anneliese
bereinkarnasi menjadi Laura. Aku senang kak, karena Luna ku hidup kembali.”
“Tapi aku harus berjuang kembali dari awal. Sampai Laura kembali padaku” William
tersenyum diakhir kalimat nya. Dia menoleh ke Richard yang sudah sesenggukan.
“Apa?!” seru Richard.

“Sial, aku jadi terbawa perasaan. Aku menyakan kapan kau jadi alpha dan kapan dilantiknya.
Bukan malah menceritakan kisah cinta mu yang rumit. Gara-gara kau!”

“Maaf kak” William tertawa kecil.

“Aku bisa menjadi alpha dan akan dilantik jika aku sudah memberikan tanda pada Luna ku.”

“Tanda? Tanda apa? Apa semacam hal untuk mengikat janji?”

“Iya, semacam itu. Percuma kalau aku jadi Raja tapi tidak ada Ratu.”

“Jadi? Kau juga akan memberikan Laura tanda, begitu?”

32
“Apa boleh kak?”

“Boleh, memang nya tanda seperti apa?”


“Kakak tahu apa yang dilakukan pasangan pengantin ketika habis menikah?”

“Apa?”
“Bagaimana ya kak, ini terlalu memalukan untuk dibicarakan. Aku juga belum pernah
melakukannya jadi aku tidak tahu. Tapi ya begitulah caranya. Terimakasih karna sudah
mengizinkan.” William tersenyum kecil.

“Y-ya, sama-sama.” Balas Richard, dia masih mencerna pernyataan William.

——
Tengah malam...
Setelah serangkaian kegiatan yang dilakukan sore tadi yang dibina oleh para alumni, ternyata
tugas mereka adalah menyiapkan acara untuk malam hari dan tiba saat nya tengah malam,
semua peserta kemah yang ikut diperbolehkan untuk istirahat untuk memulihkan tenaga
mereka supaya bisa beraktivitas kembali besok.
Namun ditengah hutan yang keadaan nya sangat minim cahaya, ada dua orang laki-laki
jangkung yang tengah berbicara dengan serius.

“Kenapa? Ada urusan apa mengajakku berbicara tengah malam begini?”

“Kau ini, aku ada hal penting yang ingin ku beritahukan padamu”

“Yaya, cepat katakan.”

Sang lawan bicara tersenyum miring “Kau mau tidak, hidup abadi bersama dengan Laura?”

“Apa? Mustahil aku abadi, kau ini mengada-ada saja”

“Dengarkan aku aku dulu. Kau ini partner ku aku sudah pasti tidak sedang mengada-ada.”
“Iya, bagaimana cara nya? Cepat lanjutkan. ”

“Kau dapatkan William, berikan dia padaku dan kau jadikan dia sebagai wadah keabadian”

“Apa lagi itu?”


“Apa kau tahu, manusia serigala biasa seperti kita bisa mati dengan kelemahan yang kita
miliki. Tapi jika kita ingin abadi kita harus mencari seseorang yang berasal dari golongan
werewolf keturunan murni bangsawan. William, dia calon Alpha tidak mungkin dia tidak
memiliki kekuatan yang luar biasa. Kita berdua mustahil jika melawan nya secara fisik, kita
kalah telak.”

“Jadi? Kau suruh aku mendapatkan William tapi kau bilang kita akan kalah telak dengannya,
apa maumu sebenarnya?”

“Dengarkan aku dulu, Eric!”

33
“Ya, aku dengarkan”
“Kita gunakan Laura sebagai umpan untuk William. Jika kau berhasil mendapatkan William,
bunuh dia dan gunakan dia untuk menjadi wadah keabadian mu.”
“Bagaimana jika Laura tau? Dia akan kecewa, aku juga tidak tega menjadikannya sebagai
umpan”
“Kau ini, jika kau ingin bersama dengan Laura kau harus melakukannya. Tentang
konsekuensinya kau bisa mengatasi nya nanti.”

“Baik, akan aku lakukan setelah perkemahan ini selesai.” Final Eric.

“Tapi, kau harus membantu ku. Suruh bawahan mu untuk menculiknya”

“Itu hal mudah, akan ku perintah kan bawahan ku”


“Satu hal lagi, Dion. Jangan sampai saudara-saudara William tahu.”

“Baiklah”

——
Keesokan harinya...
“Akhirnyaaa, kita akan pulang. Aku pikir berkemah itu menyenangkan ternyata diluar batas
ekspetasi ku. Mulai dari kamu hilang, tercebur, ada ada saja. Aku heran” oceh Adira sambari
mempacking semua barang bawaannya.
“Aku juga tidak mengerti Dir, selama berkemah aku juga menyaksikan hal yang tak pernah
aku bayangkan seumur hidupku.”

“Iyalah kau kan tidak pernah keluar dan melihat betapa indah nya dunia ini”
“Ya itu juga, tapi—”
“Aku tahu, kau dekat lagi kan dengan Eric. Aku juga tidak terbayang kalau James akan
kembali lagi padaku” Adira tersenyum senang.

“Sebaiknya kamu jangan bersama James lagi”

“Kenapa?”
“Sebenarnya James dan saudara-saudara bukan seperti yang kamu pikirkan, mereka
sebenarnya adalah—“
“Laura, Adira.. “ Panggil Elena. Laura dan Adira menoleh bersamaan.

“Apa kalian sudah selesai? Semuanya sudah berkumpul disana. “ Ujar Elena.

“Ahh, iya. Kami sudah selesai, tunggu sebentar. “ Jawab Laura, kemudian ke-tiga nya mulai
segera bergegas.

——

34
Semua siswa siswi dikumpulkan ditempat yang sudah ditentukan oleh para guru. Setelah
sambutan dari kepala sekolah Mr. Edison kemudian dilanjut doa pembukaan dan terakhir
semua siswa-siswi dipersilahkan masuk kedalam bis dan berangkat untuk pulang kerumah
masing-masing.
Laura duduk sebangku dengan Adira, tapi berkali-kali James mengajak Adira untuk duduk
bersama. Jadi sekarang Adira duduk berdua dengan James dan Laura duduk sendiri, karna
sejujurnya masih ada kursi yang kosong.
“Boleh aku duduk disini?” tanya seseorang. Laura menoleh dan kembali mengalihkan
pandangannya.
“Boleh?” Tanya nya sekali lagi, Laura berdahem.

“Kak Richard dimana?”


“Gatau” Jawab Laura tanpa menoleh sedikit pun.

“Dia satu bis dengan kita?”


“Kau, kalau ingin satu kursi dengan kak Richard pergi saja. Jangan duduk dengan ku” sentak
Laura.
“Iya, maaf” Laura mengalihkan pandangan lagi. Hanya ada suara dari anak-anak yang lain.
Tidak ada pembicaraan diantara mereka berdua. Laura kembali menoleh dan masih
mendapati nya duduk disebelahnya.

“Kenapa masih disini? Pergi! Aku tidak ingin duduk dengan mu”

“Aku hanya duduk, apa tidak boleh?”

“Jangan duduk dengan ku. Aku tidak mau duduk dengan pembohong seperti mu.”

“Tapi kau sendiri memperbolehkan ku untuk duduk disini dengan mu”


“Sudahlah, aku malas berdebat denganmu.” Laura menghela nafas kasar.

“Kamu masih marah denganku?”

“Untuk apa? Tidak ada gunanya aku marah padamu, kau sudah membohongi ku dan aku
sudah mengetahuinya. Aku yang dirugikan disini”
“Aku—”

“Seharusnya kau sadar diri dan jangan muncul dihadapan ku lagi, William. Aku sudah tidak
ingin percaya apapun lagi dengan mu. Kau dan saudara-saudara mu telah membohongi ku.”
“Aku kecewa, takut, kau selalu membuat ku merasa dalam bahaya. Kau mencoba melindungi
ku, tapi semua itu tidak akan sanggup membayar seberapa kecewanya aku padamu”
“Aku bahkan berpikir William, harusnya kita memang tidak usah saling mengenal. “ Ucap
Laura. William hanya bisa terdiam, dia dengan rela membiarkan Laura mengolok nya. Laura
menoleh ke arah William yang hanya menunduk diam.

35
“Kenapa kau diam saja? Aku benarkan?” Tanya Laura.
William masih saja menunduk, “Aku akan membiarkan mu meluapkan semuanya. “ Ujar
William.
Laura mulai terenyuh, tapi ia masih berlagak terlihat marah seolah tak peduli.

“Terserah”
Selama perjalanan tidak ada yang membuka pembicaraan. Laura hanya diam sambil menatap
keluar jendela. Dan William yang menunduk sambari memainkan jari-jari nya.
Entah mengapa tiba-tiba saja Laura merasa mual dan kepala nya pening seketika.
“Huekk” William langsung terperajat dan melihat Laura.

“Lau? Kenapa?” tanya William dengan khawatir.


“Aku tidakpapa, jangan menyentuhku. Huekk”hampir saja keluar isi perut Laura kalau Laura
tidak menahannya.

“Aku tidak bawa kantong kresek, sebentar. Aku carikan” William beranjak dan bergegas
menanyai siapapun. Tak berapa lama William kembali dengan kantong kresek ditangannya.
William kemudian kembali duduk dan membuka salah satu kresek.
“Ayo, keluarkan.” William menempatkan nya pada bawah mulut Laura supaya dia lebih
mudah untuk memuntahkan isi perutnya.

“Gamau!” tolak Laura.


“Ayo keluarkan, kau akan terus pusing jika tidak mengeluarkannya” Sudah tidak tahan lagi,
Laura akhirnya mengeluarkan semua isi perutnya.
Masabodo William melihat cara muntah Laura yang sungguh sangat tidak berkelas, lagipula
William yang menawarkan agar Laura muntah.
“Sudah” ucap Laura. William mengikat kantong kresek itu dan menaruhnya dibawah lalu
kemudian mengambil botol air yang sudah disediakan dan membuka nya lalu memberikan
nya pada Laura. Tapi sebelum itu William membersihkan area mulut Laura menggunakan
tissue.

“Kenapa kau mengurusi ku? Aku tidak memintamu membantu ku”


“Ini tugasku”
“Lebih baik kau pergi” seseorang tiba-tiba berujar, Laura dan William reflek menoleh dan
mendapati Eric.

“Aku tidakmau” tolak William terang-terangan.

“Pergi! Sebelum aku memintamu pergi dengan kasar”

“Aku tidak takut” jawab William, dia tidak ingin tinggal diam kali ini.

36
Rasa sakit mendera pada kepala Laura rasanya semakin bertambah saja kala Eric dan William
sedang beradu cekcok.

“William sebaiknya kau yang pergi, biarkan Eric yang disini”

“Tapi Lau—
“Pergi!” sentak Laura, William menatap Laura sendu dan perlahan pergi berpindah kursi. Di
belakang Eric menatap William tersenyum penuh kemenangan.

“Apa yang sakit Lau?”

“Kepala ku Eric”
“Bersandarlah, kau tidur saja aku akan menjaga mu”

“Heh! Ngelamun aja, kenapa?”


“Oh, tidak kak Brian. Aku tidakpapa?” Brian menoleh kebelakang dan melihat Laura tengah
tidur bersandar pada bahu Eric.

“Oh mereka ya, kau yang sabar ya. Makanya kau harus meresmikan Laura, sebelum Eric
kembali mengambil nya.” Ucapan Brian barusan membuat William seketika berpikir keras.
‘Apa aku harus melakukan itu secepatnya? Tapi, apakah Laura akan menerimanya? Apakah
harus? Kalau aku melakukannya, bukankah Laura akan terus mencintaiku'

“Ngelamun lagi? Kesambet baru tahu rasa hahaha” Brian tertawa. William tersadar dan ikut
tertawa kecil.

— “ANAK-ANAK, AYO SEMUANYA TURUN. KITA SEMUA SUDAH SAMPAI” Mr.

Edison memberikan instruksi.


“Lau, ayo bangun. Sudah sampai” Eric mengusap kepala Laura pelan, bukan nya
membangunkan malah membuat Laura akan semakin terlelap.
Laura merasa terusik dan perlahan membuka matanya.

“Bagaimana? Apa sudah baikan?” Tanya Eric lembut, Laura mengangguk. Laura mencoba
berdiri namun tiba-tiba keseimbangannya jatuh hingga dia hampir terjatuh. Beruntung Eric
dengan sigap menahan Laura.

“Mau aku gendong?” tawar Eric, Laura menggeleng.


“Tidak perlu, bantu aku berjalan saja” Eric ikut berdiri dan segera membantu Laura untuk
berjalan keluar dari mobil.

“Will, ayo kita turun.”

“Iya, kak” jawab William dan dia segera berdiri. Namun sebelum dia keluar dia dihentikan
oleh pemandangan Eric yang sedang membantu Laura berjalan, bahkan terkadang Laura

37
oleng dan membuat Eric dengan sigap menahan nya. Lubuk hati terdalam William terasa
seperti teremat kuat.
‘Harusnya kejadian itu tidak terjadi' batin William.
-
Setelah semua peserta keluar dari bis mereka semua di minta untuk berbaris dan mengisi
daftar absen. Setelah dirasa semua sudah ada baru Mr. Edison memberikan ucapan untuk
penutupan perkemahan.
“Terimakasih, kalian diperbolehkan untuk pulang dan kembali kesekolah pada tanggal
tigabelas Januari”
Setelah selesai semua dibubarkan dan kembali ke rumah masing-masing.
“Akhirnya liburan, aku sudah lelah” Adira mengangkat kedua tangan nya ke udara,
meregangkan tubuhnya yang sudah terasa kaku.

“Sabar, beberapa bulan lagi kita akan lulus” jawab Elena.

“Yahh, kita akan jarang bertemu dong” sendu Adira.


“Kita adakan saja jadwal untuk bertemu, lagipula aku tidak akan kemana-mana. Aku selalu
dirumah” Elena tersenyum.
“Kalau kau, Lau?” Elena dan Adira melihat Laura yang sudah sangat tidak bertenaga.

“Aku tidak tahu, aku ingin pulang. Apa ada yang melihat Kak Richard?”
“Mm, tadi aku lihat dia bersama dengan kak Brian dan kak Nico diruang guru” Laura
mengangguk dan pergi tanpa berpamitan pada kedua temannya.

“Laura tadi mabuk perjalanan ya?”

“Iya, untung Eric membantu nya.”

“Bukannya William ya? William tadi meminta kantong kresek padaku”

“Aku heran, kenapa semua memperebutkan Laura?” Adira menggaruk kepala nya yang tak
terasa gatal.

“Laura cantik, dia baik dan—“

“Sudah. Laura sama saja dimataku. Ayo kita pulang”


“Kenapa melamun saja?” tanya Richard menyadarkan lamunan Laura.

“Gapapa kok” jawab Laura seadanya.

“Kakak mau tanya, kamu ada masalah apa dengan William?”

“Tidak, aku tidak ada masalah apapun. Aku hanya sedang lelah”

38
Richard menghela nafas dia mengerti betul apa yang sedang dirasakan oleh Laura dan
William. Dia tahu William tidak bersalah sepenuhnya, namun Laura sudah terlanjur merasa
kecewa dengan William. Richard juga sudah tahu bagaimana kebenarannya.
“Dek, kamu tahu nggak?” Laura yang semula nya hanya diam sambil memandangi keluar
dari kaca mobil seketika langsung menoleh ketika Richard memulai percakapan.

“Tahu apa?”

“Tahu kalau, jangan pernah memandang dari satu sisi. Tapi lihat dari kedua sisi.”
“Maksudnya?” Laura mengernyit bingung memandangi Richard yang sedang fokus menyetir.
“Ya, kalau kamu tahu sesuatu kamu harus melihat dari kedua sisi. Jangan cuman satu sisi, itu
brarti kamu sama saja menyimpulkan hal yang tidak benar tentang sesuatu itu” jelas Richard.

“Apasih kak? Aku ga ngerti” Laura frustasi.


“Kamu tahu satu hal lagi nggak?” tanya Richard kembali tidak menghiraukan pertanyaan
Laura yang sebelumnya.
“Nggak tahu, aku capek” balas Laura lalu memejamkan matanya, dia sudah cukup pusing
dengan penjelasan yang diucapkan oleh Richard.
“William itu nungguin kamu dari lama, dek. Kakak kasihan sama dia” ucap Richard pada
Laura. Dirasa tidak ada respon Richard menoleh dan melihat Laura sudah memejamkan
matanya tertidur.

“Tidur, tidur yang nyenyak ya” Richard mengusap kepala Laura dengan tangan kiri nya.
Dia tidak tahu kalau Laura masih sadar dan hanya berpura-pura memejamkan matanya. Jauh
didalam benak Laura, dia juga kasihan pada William, tapi disisi lain dia masih sangat marah
dan kecewa padanya.

“Gimana campingnya? Seru?”


“Iya, seru. Tapi jadi nggak seru gara-gara kak Richard datang. Kak Richard jadi pengisi acara
malam malah kayak ngajak ribut”
“Enak aja! Kakak itu udah berusaha bikin acaranya makin seru, Mr. Edison aja sampe bilang
kalo kakak sama temen-temen kakak itu hebat. Kamu aja, yang iri sama bakat kakak”
“nggak ya, wleee” Laura mengejek Richard. Richard tidak terima dan hendak membalas
Laura.

“Sudah, sudah. Kalian ini berantem terus ya, nggak ada satu hari yang tenang. Laura kamu
nggak boleh kayak gitu ke kakak kamu.” Nasehat mama mereka.

“Wlee, dengerin tuh” Richard ganti mengejek Laura dan mama mereka tahu.

“Richard, kamu juga. Satu hari aja nggak bikin Laura teriak, bisa nggak? Pusing mama
lamalama”

39
“Hehe, maaf ma.” Jawab Richard dan Laura bersamaan.

“Oh ya, papa mana ma?”

“Masih perjalanan, biasanya papa pulang larut. Papa dapet jatah libur”

“Yeessss, asik. Liburan dong ma” seru Richard.


“Iya, boleh. Kebetulan mama dan papa juga sudah membahas ini, kita menginap di villa papa,
Ajak temen-temen kalian supaya seru”

“Ajak William ma” bukan, bukan Laura melainkan Richard.


“Aku nggak ikut kalo ada William, kalian aja” Laura pergi begitu saja setelah mendengar
nama William disebut.

“Kenapa?” tanya mama Laura.

“Lagi berantem ma, biasa. Aku samperin ya ma”

“Iya gih, samperin”


“Kenapa sih dek?”


“Gapapa” jawab Laura tanpa menatap Richard.

“Cerita sama kakak, siapa tahu kakak bisa bantu.”


“Gaada masalah apa-apa kak”
“Bohong, kakak tahu kamu. William boleh ikut ya? Tapi kamu juga harus ikut, kamu
emangnya mau? Terus-terusan marah sama William?” Laura masih tidak menggubris
kakaknya.
Richard menghela nafas “Kamu ya dek, kamu nggak kasihan sama William? Dia udah
berusaha buat minta maaf sama kamu, kamu nggak boleh kayak gini sama dia. Dia udah
berusaha ngertiin kamu yang marah sama dia, harus nya kamu juga harus ngertiin permintaan
maaf nya” Laura seketika menoleh.
“Ngertiin dia? Kak, William itu udah bohongin kita semua dari awal, udah banyak bukti yang
aku kumpulin tapi dia selalu ngelak. Dia selalu bohongin aku, dan kita semua. Aku tahu, dia
udah berusaha minta maaf sama aku, tapi maaf nya dia. Nggak akan pernah bisa gantiin rasa
kecewa aku ke dia” tekan Laura.
“Dek! Please lah.. Kamu jangan egois, yang merasa kecewa itu bukan kamu aja! William juga
kecewa. Nggak pernah sekalipun dia berfikir kalau akan terjadi seperti ini! Kakak ngerti
kamu gimana, dan William juga. Kalo kamu terus-terusan ngehindar dari masalah, itu nggak
akan ada habis nya. Kakak ngomong gini karna kakak udah tahu ujungnya bakal kemana”
tekan Richard tak mau kalah, Laura seketika menunduk.
“Kakak tahu kamu benci dibohongi, kamu kecewa, kamu sakit hati, tapi tanpa sadar kamu
juga sudah menyakiti dia dengan sikap kamu selama ini, kamu harus intropeks, Lau. “

40
“Bayangin dek, William itu sendiri disini, dia cuman ada saudaranya. Dia kesini buat cari
teman yang bakal bisa selalu ngertiin dia, William udah beneran percaya banget sama kamu.
Kalo kamu kayak gini sama dia, itu sama aja kamu ngebunuh William secara perlahan.
Cuman kamu yang dia butuhin.” Lirih Richard.
Setelah William menunjukkan semuanya pada Richard hari itu, dan mulai hari itu juga
Richard mengerti dengan apa yang dirasakan oleh William selama ini. Jujur dia merasa
sedikit kecewa karna telah dibohongi oleh William dan saudara-saudara nya, tapi disisi lain
dia jauh merasa lebih kasihan karna apa yang menjadi latar belakang itu semua.
“William itu baik, kakak tahu. William banyak cerita sama kakak, tentang semuanya,
keluarga nya, kehidupannya, bahkan mantan-mantan nya” Kata-kata terakhir Richard
membuat Laura memicingkan tatapannya.
“Tuh, kamu aja masih cemburu kakak ngomong gitu. Udah ya dek, kakak minta pengertian
kamu. William boleh diajak ya? Gapapa pendekatan lagi, biasanya kamu juga yang paling
semangat kalau bahas tentang William”
“Kakak keluar duluan ya, goodnight” Sebelum pergi Richard menyempatkan untuk
mengecup pelan puncak kepala sang adik keras kepala nya itu.
Setelah dirasa pergi, pikiran macam-macam mulai memenuhi pikirannya.
“Aku takut, gimana kalo William tiba-tiba mengamuk dan berubah menjadi werewolf?”

——

“Laura mau kok, ma. Kapan jadinya?”

“Bentar, nunggu Papa kamu pulang. Nanti mama kasih tahu”

“Yaudah deh, Richard ke kamar dulu ya ma. Ngantuk”


“Iya, goodnight”

——
Beberapa hari kemudian..
“Wehh, beli dimana pa? Papa beli ilegal ya?” seru Richard kala melihat papa nya sedang
membokar sebuah tas dan berisikan beberapa senapan.
“Enak aja, ini papa beli nya legal ya, ini mahal tahu. Waktu di Aussie”

“Buat berburu ya pa?”


“Iya. Papa ada lebih nih, nanti buat kamu. Nanti kita liburannya dipuncak. Disana ada Villa
nya papa— Oh ya, gimana? William udah kamu kasih tahu?”

“Aman, nanti aku, mama, papa, Laura sama William. Berlima hehe, Laura biar minta maaf
sama William. Kasihan William pa”

“Iya, papa tahu kok. Papa juga pernah muda”

41
“Bisa aja papa, Richard bantuin ya”
Disisi Lain....
Laura dan mamanya tengah memasak di dapur, keduanya saling berbincang-bincang sembari
mengerjakan masakannya.
“Ma, biar aku saja yang memotong sayuran-sayuran ini, mama kerjakan yang kecil-kecil saja.
“ Ucap Laura. Mama nya tersenyum sembari menggeleng.

“Tidak apa-apa, sayang. Ini sudah hampir selesai kok. “ Jelas mamanya.
Laura menghela, “baiklah, kalau begitu“ Laura kemudian kembali fokus pada pekerjaan nya
memanggang daging.

“Eumm, Lau. Kira-kira apa ya makanan kesukaan William? “


“Aduhh.” Tiba-tiba Laura berteriak. Seketika mamanya menghampiri nya.

“Kenapa? “
“Ahh tidak apa-apa, ma. Tidak sengaja terkena pemanggang nya. “ Ucap Laura, kemudian
mama nya melihat tangan Laura yang terlihat memerah.

“Hm, kamu ini tidak hati-hati sih, yasudah tunggu dulu, mama ambilkan obat. “
Akhirnya mereka berdua menunda sebentar kegiatan memasak mereka, mama Laura meminta
Laura untuk duduk di meja makan agar lebih mudah diolesi obat.
Namun, mama Laura juga berniat untuk membahas banyak hal ke putrinya itu.
“Lau, apa hubungan kamu dan William sedang tidak baik-baik saja?” Tanya mamanya, Laura
hanya terdiam.
“Oke, mama paham, dari gelagat kamu menjelaskan bahwa memang kalian sedang
bertengkar.” Lanjut mama nya.
“Tidak ada apa-apa kok, ma. Hehe...” Ucap Laura.

Mama nya menggeleng, “Hm, percintaan anak muda jaman sekarang memang rumit, ya..”
Ujar mamanya, Laura hanya bisa terkekeh pelan.
“Oh iya, kamu tadi belum menjawab pertanyaan mama, apa makanan kesukaan William?”
Tanya mamanya lagi.
Laura tidak menjawab, dia malah melamun, mama nya semakin heran, dan mulai
menyadarkan Laura.

“Hey.”
“Ahh, daging rusa, ma.” Ujarnya tiba-tiba, mama Laura mengerenyitkan dahi. Dan Laura
malah seperti orang bingung. Dia seperti tidak sadar akan ucapan nya barusan.

“Daging rusa? Maksud kamu William karnivora begitu?”

“Eumm, bukan begitu.”

42
“Kira-kira dimana ya ada daging rusa?” Tanya mamanya.
“Aku rasa di supermarket ada, mungkin.” Jawab Laura.
“Wahh, pas sekali. Besok kita coba cari, sekalian membeli semua perlengkapan untuk
liburan.” Ujar mamanya.

“I-iya, ma.”

Besoknya.....
Laura dan keluarganya tengah sibuk menyiapkan berbagai perlengkapan yang akan mereka
bawa saat berlibur.
Dari yang berbelanja, menyiapkan koper masing-masing, serta mencuci bersih mobil milik
keluarga itu.
Kini mereka telah selesai berbelanja...

“Hm, kita tidak mendapatkan daging rusa, padahal sudah beberapa toko kita datangi tadi.”
Ucap mama Laura murung.
“Tidak apa-apa, ma. Kan kita sudah menggantinya dengan daging sapi, William pasti tetap
akan suka.” Ujar Laura menenangkan.
Mama Laura mengangguk, “Oh ya, Richard. Kamu sudah beritahu William kan? Kalau kita
mengajaknya berlibur.” Tanya mama nya saat Richard baru keluar dari mobil.

“Sudah, ma. Dia sangat senang kemarin.” Ujar Richard, sembari menatap Laura lalu
tersenyum jahil.
Laura hanya memutar bola mata malas, “Baiklah kalau begitu.” Lalu mereka semua mulai
memasuki rumah.

——
Keesokan Harinya....
“Laura, kopernya cepat bawa kesi–“
“Loh? William? Kamu sudah sampai ternyata.” Mama Laura yang tadinya super sibuk dan
mengomel tiba-tiba sumringah saat melihat William yang sudah duduk disana.
Mama Laura menghampiri lalu memeluknya...

“Hehe, iya bu. Maaf mengejutkan, maaf juga kalau William sedikit terlambat.” Ucap William.
Mama Laura menggeleng sembari tersenyum.

“Tidak, sayang. Kita disini juga belum selesai bersiap, kamu duduk dulu ya, ibu buatkan
minum, oh atau kamu sarapan dulu ya? Ibu sudah sisihkan makanan khusus untuk kamu.”
Ujar mama Laura.

43
“Eumm, maaf sebelumnya bu, William tadi sudah sarapan dengan saudara-saudara William.”
Jawab William dengan senyuman ramah.
“Oh begitu, tapi ibu siapkan bekal ya, nanti makan diperjalanan atau disana, ya.”
“Eumm, i-iya bu.” William tidak berani menolak lagi, karena ia sangat tahu mama Laura
benarbenar sangat overprotektif pada dirinya, dan itu yang dia dambakan.

“Yasudah, tunggu dulu ya.”


“Eh, Laura. Sini kamu, temani William disini.” Ujar mama nya saat Laura baru saja turun dari
tangga.

“Ma, tapi aku masih harus menyiapkan perleng–“


“Sudah, biar mama saja, sini cepat.” Laura tak membantah lagi, dia kemudian mulai turun
dengan lesu.
“Mama tinggal ke belakang dulu, ya.” Mama Laura langsung pergi meninggalkan mereka
berdua.
Laura dengan perasaan terpaksa nya menghempaskan bokongnya ke sofa dengan kasar, dan
William yang semula berdiri mulai turut duduk.
Dan benar saja, saat William mulai duduk, Laura menjauh dari William, dia seperti membuat
jarak.
“Aku minta jangan dekati aku selama disana, jujur kalau bukan karena mama, aku tidak ingin
kau ikut.” Ujar Laura pedas.
Sungguh, kata-kata tadi sebenarnya sudah sangat William duga, tapi tetap saja perasaannya
bagai digores, Laura benar-benar telah membencinya.
“Aku paham, aku akan menuruti mau mu.” Jawab William. Laura kemudian melirik William.
“Aku sudah tidak ingin terlalu percaya padamu, William. Kamu sudah membohongi ku
terlalu jauh. Aku tidak suka dibohongi” Batin Laura.
“Maaf, Laura” jawab William dalam hati, tentu saja William dapat mendengar isi hati Laura.
Kini mereka bagai anak yang baru dipertemukan dan tidak saling mengenal, mereka hanya
diam. Dan sama-sama menatap keluar.
Richard yang dari luar membantu papa nya langsung tertegun melihat mereka berdua.
Suasana benar-benar menjadi berbeda.

“Ekhem, mencekam sekali auranya disini.” Ujar Richard. Laura kemudian mengarahkan
atensi nya kedepan menatap Richard. Dan William hanya memandang kosong ke arah
samping tidak memperdulikan sekitar.

Richard tiba-tiba menelan ludah, “Oke lah, lanjutkan. Bye...” Dia kemudian langsung
menyusul mama nya ke belakang.
-

44
Beberapa saat kemudian....
Mereka telah diperjalanan, Richard yang menyetir mobil, dan papa nya di kursi depan,
sementara William, dan Laura dibelakang, dan mamanya di tengah-tengah mereka.
Kecanggungan masih terasa disana, William dan Laura hanya sama-sama diam, dan William
hanya tertawa kecil saat digoda mau pun diajak berbicara.
Dan Laura tak mengucap sepatah katapun, Richard semakin geleng-geleng kepala
melihatnya.
Setelah beberapa jam perjalanan...
Mereka Sampai....
Mereka semua turun dari mobil, lalu papa William mulai membuka bagasi dan mengambil
barang-barang bawaan mereka.

“Biar saya bantu, pa.” Ucap William. Papa Laura kemudian tersenyum.
“Iya, terimakasih ya, William.” Lalu William, papa dan mama Laura mulai memasuki villa
untuk meletakkan barang mereka.
Dan Richard, dan Laura masih tertinggal dengan membawa koper mereka sendiri.
“Lau, tunggu.” Laura seketika berhenti dan menoleh, ketika kakaknya memanggil nya.

“Hm?”

“Kakak masih heran dengan kalian, kenapa malah semakin jauh seperti tadi.” Ujar kakaknya.

Laura hanya berlagak santai, “Jadi? Bukannya bagus kalau seperti ini, kakak tidak ingin aku
dalam bahaya kan? William itu berbahaya, dia lebih baik menjauh dari kita.”
“Jadi kamu memang tidak paham ucapan kakak waktu itu, jangan hanya karena gengsi, dan
ego, kamu akan menyesali semuanya.” Ujar kakaknya, lalu kakaknya segera kembali
berjalan. Dan kakak nya tiba-tiba berhenti disamping Laura.

“Apa yang kakak katakan tidak main-main, Lau. Kakak harap kamu paham kali ini.” Lanjut
kakaknya, kemudian Richard mulai berjalan lagi.
Laura hanya diam berdiri, dia melihat betapa keseriusan kakaknya saat berucap seperti tadi,
membuat nya sedikit bergidik dan overthinking.
Namun dia tetap berlagak tidak peduli, dia berpikir kakaknya sengaja menakut-nakuti nya.
“Kenapa sih kak Richard, aku tahu dia sengaja berkata seperti itu, dia pikir aku akan
kepikiran begitu?” Gumam Laura pelan.

“Padahal memang iya.” Pikirnya.


Laura kemudian frustasi sendiri, dan akhirnya mulai masuk ke villa.
-

45
Di dalam, mereka semua telah selesai meletakkan barang-barang di kamar masing-masing.
Dan William sekamar dengan Richard.

“Hufttt, astaga lelahnya.” Ucap Richard sembari melempar tubuhnya di kasur empuk villa itu.
William yang masih membereskan kopernya, tersenyum.

“Kau tidak kelelahan, Will?” Tanya Richard. William kemudian ikut duduk disamping
Richard yang tengah berbaring.
Mereka kini sama-sama diam, sembari menatap langit-langit.
-

“Ekhem.”
William dan Richard sama-sama mendongak, dan sudah ada Laura diambang pintu.
“Dipanggil mama, diruang tengah.” Ujar Laura dingin, lalu pergi begitu saja. William dan
Richard bertatapan sebentar, kemudian langsung beranjak.

“Ada apa ma?” Tanya Richard.


“Duduk sini, dulu.” Ucap papanya. Richard dan William segera duduk.
“Jadi begini, nanti kan kita akan mengadakan acara kecil, tapi kita adakan nya diluar saja,ya.”
Ujar mama Laura.

“Bagus dong ma, pasti seru.” Ujar Laura.


“Iya, jadi Richard kamu nanti bantu papa mencari kayu disekitar sini, kita sekalian buat api
unggun nanti, papa rasanya ingin berkemah sekalian.” Ujar papa Laura.
“Hm, kalau begitu kenapa juga harus menginap di villa.” Gumam Richard. Membuat William
terkekeh kecil.
“Eumm, nanti biar William bantu pa.” Tawar William.

“Iya, nak. Tapi sekarang lebih baik istirahat dulu.” Jawab papa Laura. Semuanya mulai
bubar..
Namun bukannya masuk ke kamar Laura malah keluar dari villa, dia bilang akan mencari
angin sebentar.
“Hufttt, segarnya disini.” Ucap nya. Dia sibuk berkeliling di sekitar villa. Dia banyak
memandangi panorama hijau dari tanaman-tanaman di villa itu, dan kicauan burung di
pepohonan.
“Villa ini tidak berubah, masih sama seperti aku kecil dulu.” Gumam nya. Laura terlalu fokus,
hingga dia lengah kalau dia tidak berpijak pada pijakan yang tepat.

“E-eh.”
“LAURA, HATI-HATI!” William segera dengan cepat sigap.
Brukk...

46
“Akh.” Mereka berdua jatuh, namun Laura tak merasakan sakit sama sekali, dia yang semula
menutup matanya kini mulai membukanya.

“William?”
“Kamu baik-baik saja?” Tanya William. Benar, William berada dibawah Laura untuk
melindungi nya dari benturan.
Laura berdiam sejenak, lalu berdiri dengan kasar dan menghempaskan William.

“Kenapa kau disini? Kan aku sudah bilang jangan dekati aku.” Ucap Laura.

“Aku hanya ingin melindungi mu, Lau. Apa itu salah?!” William sedikit meninggikan
nadanya, melihat sikap Laura yang seakan tak sadar apa yang akan menimpanya jika William
tidak dengan cepat menopangnya.
“Sudahlah, aku tidak ingin berdebat denganmu.” Laura langsung pergi meninggalkan William
begitu saja.
William hanya diam disana, tidak berniat ia mengejar Laura.
Laura berhenti sejenak memikirkan kejadian barusan.

——
Menjelang Sore....
William, Richard dan papa nya mulai pergi mencari kayu bakar di belakang villa yang
memang arahnya yang mengarah ke hutan.
Dan Laura dan mamanya yang menyiapkan bahan-bahan makanan untuk nanti malam. Dan
tak berapa lama kemudian William, Richard dan papa nya datang dengan membawa
sebongkahan kayu bakar, tapi yang paling banyak membawa ada William.

“Wah, dapat banyak. Ini cukup untuk seminggu kita disini” ujar mama Laura.
“Aduh, papa keseringan kerja sama komputer. Cari kayu bakar sedikit aja udah encok”
“Kasihan suamiku, sini-sini. Tapi mandi dulu ya” Papa Laura langsung cemberut, Richard
sudah tertawa terpingkal-pingkal dan William yang tersenyum melihat nya.
Laura sadari tadi hanya menekuk wajahnya dan tetap melanjutkan kegiatan nya.
-

“Nahh, sudah siap. Ayo panggil semuanya kesini, kita makan bersama”
“Ma, bisa nggak sih? William nggak usah ikut? Aku nggak mau” Rengek Laura kepada mama
nya.

“Heh! Nggak boleh kayak gitu. Udah sana panggil papa, kakak dan William” Laura
mendengus dan berjalan dengan menghentakkan kaki nya kesal.

“Papa, Kakak makanannya sudah siap. Ayo makan” Ajak Laura.

“Papa sama Kakak aja nih? William nggak?”

47
“Hm, ya. Dan William” Ucap Laura malas.
-

“Mama ambilin ya?” Tawar mama Laura pada William.

“Tidak perlu, ibu. William bisa kok”

“Sudah, tidak perlu sungkan-sungkan. Ibu suapin juga ya” Belum sempat William membalas,
mama Laura sudah mengambil nasi lengkap dengan lauk nya seporsi besar untuk William. Ini
sama seperti waktu pertama kali mama Laura menawarkan William untuk makan bersama
dan malah menjadi sebuah pemaksaan. William tidak berani menolak, tapi disisi lain itu bisa
membuat nya kekenyangan dan berakhir tidak bisa berdiri.
William sudah terbayang-bayang porsi makanan yang menggunung didepan wajah nya.
Richard yang melihat ekspresi William yang seperti itu langsung tertawa.

“Kamu mau makan buat persediaan seminggu?” Canda Richard, papa nya pun seketika ikut
tertawa kecil.

“Mama ini, kebiasaan. Kasihan William nya”


“Ini tuh, buat anak laki-laki kesayangan mama. Masa kurus begini? Kan jadi berkurang
ganteng nya”

“Kurus luarnya ma, dalem nya sixpack” Celetuk Richard.

“Uhuk! Uhuk!”
Laura yang sedang makan seketika tersedak mendengar penuturan Richard.

“Kenapa dek?” Tanya Richard. Semua menatap kearah Laura.

“Gapapa kok” Richard yang faham langsung melemparkan senyuman jahil nya.
“Kamu... Hayolo..” Goda Richard. Laura yang merasa malu langsung melanjutkan makan nya
dengan pipi yang merona.
“Ada-ada saja” Gumam Papa Laura.
“Beneran kamu nggak kurus banget?” Tanya mama Laura terkejut, pasalnya William dari luar
terlihat seperti kekurangan gizi. William hanya melempar senyum sebagai jawaban. “Tapi
kamu kayak kekurangan gizi, sini ibu suapin” Mama Laura menyodorkan sendok yang berisi
penuh nasi dan lauk nya. William dengan bingung harus bagaimana menerima nya akhirnya
hanya membuka mulutnya.

“Gimana?” William mengangguk dengan mulut penuh. Terlihat lucu bagi mama Laura.

“Lucu banget sih anak ibu satu ini” Mama Laura dengan gemas mengusap kepala William.
“Kamu lucu banget sih kalo mulut nya penuh” Mama Laura tersenyum senang melihat
William.

48
Belum semua makanan yang William kunyah ditelan, mama Laura sudah menyodorkan lagi
makanan penuh di sendok. William bingung, mau menerima nya bagaimana. Dia melihat
kearah Laura, tapi Laura tidak terlihat peduli dan tidak mempermasalahkan nya.
Mau tidak mau William membuka mulut nya dan disuapi kembali oleh mama Laura. Mama
Laura juga terlihat senang bisa menyuapi William.

“Rasanya mama jadi punya anak kecil lagi”

“Ma, kasihan William nya. Jangan penuh-penuh kalo nyuapin” Saran Papa Laura.

“Iya nih, mama”

“Iya-iya” Mama Laura cemberut tapi tetap saja dia menyuapi William dengan penuh. “Aduh,
jadi kotor semua. Sini-sini ibu bersihkan” Mama Laura mengambil tissue dan membersihkan
sudut bibir William yang terdapat sisa makanan akibat suapan tidak biasanya. “Nah, kalo
gini kan bersih. Ayo aaaa” William menurut saja, tidak enak jika menolak mama Laura.

“Pokoknya seminggu disini, berat badan kamu harus naik 3kilo” William membelalak kaget.

“Nahloh..” Goda Richard, papa Laura tertawa mendengarnya.

“Biar tambah lucu, tambah gemes” Mama Laura mencubit pipi William. Laura bahkan tanpa
sadar ikut tersenyum melihat itu.

“Ma, udah ma, William jangan dijadikan seperti anak kucing”


“Gapapa, kan emang lucu” William merasa malu, astaga disini dia bagaikan anak kecil yang
dimanja oleh ibu nya.
-

“Kenapa, William? Mau ibu suapin lagi” William tersenyum dan kemudian menggeleng.
“Sudah, ibu. Terimakasih. William kekenyangan” Jawab William sambari menepuk pelan
perutnya.

“Mama, sixpack nya William hilang nanti”


“Emang ada?” Tanya mama Laura terkejut saat mendengar ucapan Richard.
“Ada lah, mama gimana sih? Susah tahu bikin begituan. Mama ini tau nya gendutin badan
aja” Jawab Richard, mama nya dibuat kesal.

“Tunjukin Will, tunjukin, kasih faham”


“Tidak, kak. Aku tidak punya seperti itu. ”

“Bohong kamu. Sini-sini” Richard dengan paksa menyingkap kaos yang dipakai William.

“Tuh ma, adakan. Agak buncit, gara-gara mama ngasih makan kayak kuli”

“Oh iya! Ibu nggak tahu, maaf ya”

49
“Kak, udah. Aku malu” Bisik William pelan.

“Laura juga tahu lo mah ini” Ucap Richard sambari menutup kembali kaos William.

“Oh ya? Emang tahu darimana? Mereka ngapain?”

“Mereka...” Richard melemparkan senyuman jahil nya lagi.

“Aku nggak ngapa-ngapain sama Laura” Jawab William jujur. Richard dan mama nya tertawa
mendengarnya. Mereka merasa seperti sedang menjahili anak kecil.

“Nggak kok, Will. Serius amat” William bernafas lega.


“Iya, ibu percaya kok. Kamu anak baik-baik. Udah ayok keluar, tadi ayah ngajak main kita
semua” Mama Laura kemudian keluar dengan menggandeng William. Richard mendengus.

“Mama, yang anaknya siapa yang digandeng siapa”


-

“Main apa kita?” Tanya papa Laura.


Disini lah mereka sekarang, di halaman villa dengan api unggun di depan. Duduk melingkar
bak sebuah keluarga yang hangat.

“Lah? Tadi bukannya papa yang ngajak kita main ya, kok nggak tahu”

“Papa bingung habisnya, gimana kalau mainnya berpasangan?” “Terus

aku?” Richard berseru.

“Ya kamu jadi wasitnya, papa sama mama William sama Laura. Gimana?” “Aku

gamau sama William” Terang Laura.

“Kenapa, sayang? Kan berpasangan, Richard kan nggak punya pasangan. Jadi kamu sama
William”

“Gamau, aku sama kak Richard aja”


“Oh, tidak bisa. Kakak nggak mau sama kamu, kamu kan rewel nggak bisa diajak kerja sama.
Mending kakak jadi wasitnya.” Laura mendengus mendengarnya dan kemudian menatap
William yang hanya diam saja menyimak apa yang dikatakan oleh Richard.
“Jadi permainan yang pertama adalah, tatap mata. Jadi cara mainnya, harus bertatap mata
dengan pasangan masing-masing jika tertawa maka akan diberi hukuman dan yang menang
boleh mencium pasangannya, setuju?” “Setuju” Jawab papa Richard.

“Nggak setuju!” Seru Laura.

“Kenapa?” Tanya Richard.

“Kami masih sekolah kak” Sahut William.

50
“Oh iya lupa! Begini saja yang berhasil boleh makan kue yang didapur, sebentar aku ambil”
Richard berlari dan tak lama dia datang sambari membawa sekotak penuh kue.

“Nah, begitu saja”

“Oke, sekarang duduk dan saling berhadapan dengan pasangan nya masing-masing.”
“Tatap dalam matanya dan, akan dihitung sampai 30 detik. Kalau tertawa atau berkedip brarti
kalah” Saat Richard memerintahkan untuk saling berhadapan, Laura dan William merasa
sangat canggung. Mereka tidak berani untuk saling melakukan kontak mata.
Richard memegang kertas diantara kedua pasangan mama dan papa nya begitupun Laura dan
William.

“1, 2,3, mulai” Seru Richard sambari menarik kertas tadi.

“1”

“2”

“3”
Richard mulai menghitung tapi keduanya belum juga ada yang goyah sedikit pun. Sampai
akhirnya dari mama dan papa nya tersenyum.
“Pemenangnya, Laura dan William” Bagaimana tidak menang. Mereka tidak saling menatap,
hanya William yang menatap mata Laura, Laura hanya memandangi kosong belakang
William.

“Okay, permainan kedua adalah...”

“Gimana kalau truth or dare? Nanti bisa ikut semuanya”

“Nah mama setuju”

“Yaudah deh”
-
Richard memutar botol kaca yang diletakan ditengah-tengah diantara mereka semua. Sampai
botol berhenti dan menujuk pada Richard sendiri.

“Truth or Dare?” tanya Laura.


“Truth” jawab Richard.

“Aku yang tanya ya” ucap Laura, semua mengangguk.


“Kakak kan yang makan kue ku kemarin malam waktu dirumah?” tanya Laura dengan galak,
Richard tersenyum tak bersalah.

“Hehe iya, enak tau”

“Kalo mau ya bilang, jangan ngambil seenaknya kayak maling.”

51
“Iya-iya, maaf”
Kemudian Richard kembali memutar botol. Dan sampai botol itu berhenti dan menunjuk pada
papa nya.

“Truth or Dare pa?”

“Dare aja deh biar seru”

“Cium mama” seru Laura heboh. Mama dan Papa nya terkejut.
“Oh, oke” Setelah itu papa nya pun melakukan hal yang diminta oleh Laura. Cup

“Yeeayyyy” Richard dan Laura heboh sendiri, padahal papa nya juga sering mencium kening
mama nya ketika hendak berangkat berkerja.
“Papa ih, malu tahu dilihat anak-anak” tuan Alexander malah memeluk istrinya itu dengan
erat.
“Ya, gitu aja terus. Lupain aku, lupain” dengus Richard kesal. Mama dan papa nya tertawa,
begitupun Laura dan William. Namun tanpa sengaja pandangan mereka bertemu dan Laura
langsung mengalihkan pandangannya kearah lain.

“Mungkin lain kali aku harus mencari pasangan” ujar Richard.

“Gaboleh! Nanti aku?” protes Laura.

“Kan ada William, kakak juga pengen cari kebahagiaan kakak sendiri” Laura mendengus
mendengar nama William.
“Okay, kita mulai lagi. Papa yang putar ya” semua mengangguk dan tuan Alexander segera
memutar botol nya.
“William!” seru semua kecuali Laura saat ujung botol mengarah pada William.

“Truth or Dare?” tanya Richard.

“Truth” jawab William.


“Okay aku yang tanya. Kenapa kau dan Laura terlihat seperti sedang menjauh? Apa ada
masalah?” skakmat, William dibuat bungkam oleh Richard.
“Iya, kalian kenapa sih? Mama nggak enak liat nya, biasanya kalian kan nempel kayak
perangko, ya kan pa?” tuan Alexander mengiyakan ucapan istrinya.
William terlihat kebingungan, dia melihat kearah Laura yang sudah menatapnya dengan
tajam.
“Eumm.. Kami hanya merasa kalau kalau terlalu dekat dan hanya sedikit menjauh”
“Menjaga jarak lebih tepatnya, aku takut kalau terlalu dekat aku bisa dimakan” jawab Laura
malas. William tersentak mendengarnya tidak menyangka kalau Laura akan menyindir nya.

“Hahahhahah.. Lucu sekali” tawa Richard pecah seketika.

52
“Kak” tahan papa nya, Richard langsung berhenti tertawa.

“Kalian berbaikan dong, jangan saling menjauh.” Pinta mama nya.


“William tidak menjauh dari Laura, bu. Tapi Laura yang menjauhi William” jawab William
jujur.

“Benar Lau?”
“Iya. Aku tidak mau liburan ke villa ini bersama dia, kalau semuanya tidak memaksa ku
untuk menyetujui nya. Sudah cukup waktu perkemahan itu saja, aku tidak mau kejadian
seperti sebelumnya terulang kembali. Aku selesai!” ucap Laura dengan nada marah dan
kemudian beranjak dan masuk kedalam villa.
“Anak itu, selalu saja hanya memikirkan dirinya sendiri. Apakah yang diucapkannya barusan
tidak difikir terlebih dulu?” ucap papa Laura ikut marah.
“Pah, sudah. Laura mungkin sedang tidak mood. Biarkan saja, dia akan kembali kalau sudah
baik” tenang mama nya.
“Maaf ya William, Laura kadang memang kadang suka seenaknya sendiri.”

“Tidakpapa, ayah. Memang William yang salah.”


“Yasudah, kalau begitu mari masuk. Ini sudah terlalu malam. Richard, kamu padamkan api
nya ya supaya tidak merambak dan terjadi kebakaran jika dibiarkan.” “Iya. Will, ayo bantu
aku” Richard menarik William.


Disisi lain..

“Apa rencana mu selanjutnya, Dion?”

“Seperti yang sudah ku beritahu sebelumnya, kita culik William dan ambil tubuhnya. Aku
yakin setelah itu kau akan menjadi tak terkalahkan”
“Dan juga sekarang hubungan Laura dan William merenggang, kita akan semakin mudah
untuk menculiknya.” Ujar Dion.
“Tapi, apakah kau lupa? Saudara-saudara William? Mereka hampir sama kuat nya dengan
William, percuma saja kita bisa menculik William tapi saudara-saudara nya?”
“Aku sudah jauh-jauh hari memikirkan itu. Eric, apakah kau ingat kejadian pembunuhan
beberapa waktu lalu?”

“Hm ya, terjadi di dekat area rumah William itukan?”

“Aku membawa barang bukti”

“Apa?” Dion tersenyum meremehkan “Dean, ambilkan barangku yang waktu itu”
“Ini” Dean, laki-laki itu menyerahkan sebuah kantong hitam. Dion kemudian mengambil nya
dan membuka nya lalu menyerahkannya pada Eric.

53
“Apa ini?” Eric membuka nya. “Sial! Bau apa ini?” Eric melemparnya mentah-mentah.

“Hei! Itu tidak bau. Itu bau dari William.”

“Apa maksudmu? Jelaskan dengan jelas.”


“William pelaku dari semua kejadian itu, bukan aku yang melakukannya. Aku hanya
memakanmu waktu itu. Aku mengambil nya dari bekas mayat yang makan oleh William. Itu
bukti yang cukup kuat untuk menjatuhkan nya”
“Jadi? William?! Dia pelaku nya? Wah aku tidak menyangka, werewolf seperti dia ternyata.
Ck, ck dia sama saja dengan werewolf rendahan.”
“Maka dari itu, kita gunakan ini. Ini akan membuat saudara-saudara William menjauhi nya,
sehingga tidak akan ada lagi yang akan membantu nya nanti. Percayalah, dia akan kalah
dengan mudah oleh kita berempat. Aku sudah memperhitungkan nya”

“Aku beruntung sekali mempunyai rekan seperti mu. Kau memang cerdas dan licik, aku suka
itu” jawab Eric. Dion tersenyum miring sambari menatap rekan nya yang lain, Dean dan
Antonio.
“Yasudah, aku akan menyimpan ini. Kita gunakan ini setelah hubungan Laura dan William
semakin runyam.”

“Baiklah, aku tidak sabar untuk menghajar William “ ucap Eric dengan geram.

“Kau sekarang adalah bagian dari kami, apa kau mau kami ajak berburu?”

“Dimana? Dihutan?”

“Dimana lagi? Apakah kau mau berburu manusia seperti William?” jawab Dion.

“Tidak, aku tidak seperti itu. Baiklah, aku ikut”

“Ikut kami”


Seorang laki-laki bertubuh jangkung sedang duduk sambari menatap lurus kedepan, tak lupa
tatapannya yang seakan memohon sesuatu. Beberapa kali helaan nafas keluar memberi tanda
bahwa dia sedang bersusah hati.
“Sudah, tidak usah terlalu difikirkan. Cepat atau lambat Laura pasti akan menerima mu apa
adanya” sebuah suara bariton datang menginterupsi lamunannya.

“Eoh? Kak Richard. Tidak kak, aku baik”


“Wajah mu tidak dapat berbohong, William. Laura memang seperti itu. Dia hanya belum bisa
menerima keadaan, dia akan sadar setelah merasa ada sesuatu yang dia hilangkan”

“Brarti aku harus pergi dulu, baru Laura akan menerima ku lagi kak?”

“Mungkin, tapi tidak mungkin kan kau akan pergi dari Laura?”

54
“Entahlah kak, jika memang itu yang terbaik maka aku akan pergi. Menjauh dari Laura dan
kembali lagi ketika dia membutuhkan, begitukan?” jawab William.

“Kau akan pergi?”

“Tidak, tapi aku tak tahu apa yang akan terjadi kedepannya nanti.”

“Kuharap kau tetap berada disisi Laura sampai kapanpun.”

“Ya, aku harap bisa begitu”


Keesokan harinya..

“William? Kenapa tidak dimakan? Mau ibu suapin?”


“Oh, tidak perlu bu, William bisa kok” ucap William merasa tidak enak. William kemudian
kembali memakan makanan nya.
Merasa kesal William sangat lambat memakan makanan, Laura secara tiba-tiba merebut
piring William dan menyendok kan makanan penuh dan dengan paksa memasukkan nya
kedalam mulut William. William terkejut dibuatnya.

“Dimakan! Tidak baik buang-buang makanan” ucap Laura dengan galak.


Richard dan mama nya reflek saling menatap satu sama lain. Bahkan papa nya yang sedang
makan saat itu dibuat terheran-heran oleh sikap Laura.

“Dek, pelan-pelan dong. Kasian William nya” ucap mama nya.


“Uhukk uhukk” dan benar saja William dibuat tersedak oleh Laura. Laura langsung
menyodorkan segelas air minum untuk William.
“Makanya, kalau makan itu pelan-pelan” setelah William meminum air yang diberikan Laura.
Laura dengan kasar menarik dagu William dan mengambil sebuah tissue dan mengelap sudut
bibir William. William kembali membelalak terkejut dengan sikap Laura.

“Udah kan?” setelah mengatakan itu Laura beranjak dan pergi entah kemana.

“Ma, tadi Laura—?” Richard terheran-heran.

“Wahhh, baikan nih” goda mama nya.

“Berapa hari William disana?”

“Entahlah, seminggu mungkin.”


“Lama sekali? Sebentar lagi bulan purnama, akan sangat merepotkan jika William berubah
wujud disana. Laura dan kak Richard mungkin tidak akan kaget, tapi papa dan mama nya?”

“Bagaimana kalau, kita susul mereka besok? Aku takut William akan berubah ditengah
mereka dan membuat mereka semua terkejut”

55
“Selalu saja, sudahlah percayakan saja semua pada William. Dia pasti bisa”
“Heh! Mentang-mentang Adira sudah kembali padamu lagi, kau jadi melupakan William
huh!?”

“Y-ya bukan begitu. Baiklah, kalau begitu besok kita susul William”

“Nah gitu dong. Kau, Edward? Kau ikut kan” Edward mengangguk.

“Oke, sekarang. Siapkan—” terpotong.


Tok.. Tok.. Tok..
Jake seketika menghentikan kalimat nya kala mendengar suara pintu yang diketuk.

“Siapa itu?” tanya Jake.

“Entahlah, akupun tak tahu” jawab James.

“Edward, buka pintu nya. Lihat siapa yang datang. Aku curiga, itu orang asing”

“Mungkin” Edward beranjak dan berjalan membukakan pintu.

Cklek
Pintu terbuka dan tidak ada siapapun disana, hanya ada suara angin yang berhembus. Tapi
Edward tidak bodoh, dia tahu ada yang bersembunyi. Edward mengedarkan pandangannya
dan benar saja ada sesosok yang tengah bersembunyi dibalik pilar rumah.
Edward berjalan dengan pelan dia sudah berancang-ancang sadari tadi. Takut kalau tiba-tiba
orang itu menyerang Edward tanpa aba-aba. Saat orang itu mulai sadar dan mulai
membalikkan tubuh nya. Secara bersamaan mereka terkejut dan reflek Edward memukul
tengkuk orang itu.
Bugh

“Aduhh, hei! Sakit tau” Adu nya. Sepertinya Edward kenal suara ini.

“Rion?” tebak Edward. Dia masih ragu karena orang itu memakai jubah hitam yang menutupi
wajahnya. Orang itu membuka penutup kepala nya dan..

“Hei? Kau pikir aku siapa?! Seenaknya saja” kesal nya.

“Astaga Rion! Aku tidak tahu. Aku minta maaf” Rion mengerucutkan bibir nya. Edward
tertawa dan menarik Edward untuk masuk.
-

“Siap—
Rion?” seru Jake terkejut melihat siapa yang di belakang Edward.
“Astaga Rion!!!??” James tanpa aba-aba langsung memeluk Rion dengan erat.

56
“Hei! Hei! Lepaskan, sesak tau” keluh Rion. James langsung melepaskan pelukan nya.

“Sejak kapan kau datang?” tanya Jake.

“Sejak tadi pagi.” Jawab Rion.


“ayo duduk” Ucap Jake.

“Apa yang membuat mu datang kemari?”

“Apa di Istana mengalami masalah?”


“Apa ada sesuatu?” lemparan berbagai pertanyaan ditanyakan untuk Rion yang baru saja
menempatkan bokongnya duduk di salah satu sofa empuk.

“Sebentar kakak-kakak ku. Adikmu ini lelah, nanti saja okay? Biarkan aku bernafas sebentar”
Jake, James dan Edward menghela nafas.
Setelah dirasa Rion sudah cukup mengambil nafas. Jake mulai menanyakan ada apa gerangan
Rion datang.

“Kenapa Rion? Apa disana ada masalah?” tanya Jake.

“Bukan hanya masalah untuk kalian semua, ini tentang William” “Oh,
bagus. Pasti paman lagi kan” tebak Edward tepat sasaran.
“Ya begitulah. Paman berpesan William harus segera memberikan tanda untuk Luna nya.
William sangat dibutuhkan di Istana, tidak sanggup jika hanya Paman Nero dan Beta nya
saja.
Jika William tidak segera kembali dalam kurun waktu secepatnya, maka..”

“Maka apa Rion?”

“William harus melakukan exile”

“APA?!” seru Jake, James dan Edward bersamaan.


“Ya tidak bisa begitu, kami berempat juga ikut. Kami juga harus menjalaninya. Tidak bisa
kalau hanya William. Bukankah kita berempat sudah sepakat. Kalau aku James dan Edward
ikut William maka kami siap untuk menanggung yang nantinya juga ditanggung William?
Bukan kah, kita sudah sepakat kalau kau di Istana dan kami berempat disini” ujar Jake tidak
terima.

“Iya! Memang begitu. Tapi kalian sendiri juga tahu, bagaimana paman Nero”

“Aku sudah melakukan pembelaan, tapi tetap saja” Rion menghela nafas pasrah. Edward
terlihat menggeram pelan.

“Kalau begitu, besok ikut kami. William sedang tidak ada dirumah. Aku ingin kau yang
menjelaskannya sendiri supaya William dapat memikirkan nya. Karna jujur disini kami
sedang kesulitan. Identitas kami semua terancam.”

57
“Baiklah”

——

“Cepetan dong! Lama banget!”


“Iya sabar” William menghela nafas. Kali ini dia Richard dan Laura sedang dalam perjalanan
menuju bukit didekat Villa mereka. Karena jalanannya cukup curam Laura tergelincir dan
menyebabkan kaki nya keseleo. Dan William dengan inisiatif nya membantu Laura untuk
berjalan.
Dan disaat seperti ini Laura memanfaatkan kebaikan William, dia membuat William
kuwalahan karena dirinya meminta untuk William menggendongnya di punggungnya. Laura
sudah tahu jika kelemahan William ada di punggung nya, maka dari itu. Memang terdengar
kejam tapi Laura masih kesal dengan William.

“Kalo lama gini, mending aku nggak ikut aja”

“Ya mending emang nggak ikut, nyusahin orang daritadi” Sahut Richard emosi. Entah dia
jadi kesal dengan adiknya sendiri. Siapa yang mengajari Laura seperti itu? Tanya nya dalam
hati.

“Kak udah, gapapa kok. Kasihan Laura, kakinya sakit”


“Tapi kan Will, punggungmu itu sakit. Itu lebih parah daripada luka kecil dikaki Laura. Sudah
turunkan saja, menyusahkan mu daritadi”
“Gapapa kok kak” jawab William. Richard memperhatikan Laura di gendongan William,
Laura mengejeknya dengan menjulurkan lidah nya kepada Richard.
Awas saja- batin Richard.
Dan tak lama kemudian mereka bertiga sampai dipuncak bukit tersebut. William menurunkan
Laura.
“Akhirnya sampai juga” ujar Laura. William langsung duduk dan menselonjorkan kakinya.

“Masa gitu aja capek?” tanya Laura.


“Dek! William gendong kamu ya, nggak jalan sendiri. Kalo jalan sendiri kakak yakin dia
udah sampe duluan daripada kita”

“Yayaya, makasih udah bantuin” jawab Laura tak ikhlas.

“Iya, sama-sama”
-

“Kak, ayo kembali. Aku sudah lelah” keluh Laura.


“Sebentar, kau tidak lihat? Aku dan William sedang seru-seruan disini.”

“Aku tidak bisa memanjat, salah siapa?”

“Salahmu sendiri itu, tidak bisa memanjat”

58
“Ishh.. Kak Richard jahat. Aku sebel. Yaudah deh aku pulang sendiri aja”
“Pulang aja sana, gapenting juga disini. Wleee” Richard menjulurkan lidahnya mengejek
Laura. Laura mendengus dan dengan kesal menghentakkan kaki nya meninggalkan Richard
dan William yang tengah memanjat sebuah pohon pir yang lumayan tinggi.

“Kak, aku duluan sama Laura. Kasian dia kalau kembali sendirian. Aku takut dia
kenapakenapa, disini kan hutan. Aku kesana ya kak?”

“Nggak usah, biarin aja. Dia udah nggak sopan sama kamu tadi” cegah Richard.

“Tapi kak—
“Udah! Biarin aja. Aku juga kesal dengan nya.”
-
“Ck! Mentang-mentang ada temannya aku dilupakan. Awas saja kak Richard. Huh! William
kan juga mau-mau aja. Kenapa malah dibelain sih?”
“Bikin mood makin nggak enak aja. Aku aduin mama sama papa. Awas aja, kak Ri—
charrdddd..”pekik Laura diakhir
Srukkk
Brukk
Terlalu sibuk mengoceh Laura tidak sadar kalau sedang berjalan ditempat yang curam dan
membuatnya terpeleset, namun aneh kenapa dia tidak merasakan sakit sama sekali. Seperti
ada yang menahannya. Apakah William. Laura tidak tahu, dia sedang memejamkan matanya.
Perlahan Laura membuka matanya dan langsung terkejut melihat siapa yang sedang
menahannya supaya tidak jatuh.

“Si-siapa kau?” tanya Laura.

“O-oh maaf, aku kebetulan lewat sini. Apakah kau melihat kakak ku?” seorang laki-laki
bertubuh jangkung yang menahannya Laura, sepersekian detik mereka saling bertatapan
namun laki-laki cepat sadar dan segera melepaskan Laura.

“Jawab pertanyaanku dulu”

“Mm.. Nama ku Rion, aku sedang mencari kakak ku. Apa kau melihat nya?”
“Kakakmu hilang?” Laki-laki itu menggeleng. Oh astaga laki-laki didepan Laura ini
sepertinya terlihat lebih muda darinya dan terlihat menggemaskan.

“Baiklah, kalau begitu aku akan mencari kakak ku.” Laki-laki tadi hendak pergi.

“Mmm, aku akan membantu mu.”

“Tidak perlu, aku sudah tahu dia ada dimana. Kamu duluan saja”
“Aku memaksa. Lagipula aku juga sedang kesal dengan kakak ku jadi aku meninggalkan
nya”

59
“Baiklah, ayo”
-
Laura heran kenapa laki-laki ini berjalan dengan arah yang sudah Laura lewati tadi. Ini adalah
arah menuju pohon diatas bukit yang William dan Richard panjat tadi.

“Kenapa kesini?”
“Oh sepertinya kakak ku ada disana, ayo” sudahlah Laura tidak mau memikirkan apapun, dia
hanya sedang bosan karena tidak ada teman. Dan jadilah laki-laki yang menggemaskan yang
baru dia kenal ini dia ikuti.

“Siapa nama kakakmu?”


“Oh, nama nya—

Itu dia” Rion menunjuk keatas bukit. Apa? Jangan-jangan—


“Ayoh” Laki-laki itu menarik Laura dan berlari kecil untuk mendaki bukit.

“WILLIAM?! INI AKU” Laura tersentak.

“Kakakmu, William?”

“Iya, terimakasih sudah menemani ku” ucap nya dengan sopan.


“Rion?” gumam William sambari melihat kebawah melihat siapa yang sedang melambaikan
tangannya dengan riang.

“Siapa?”

“O-oh itu adik ku, ayo turun kak” tak butuh waktu lama William dan Richard turun secara
bergantian dari pohon itu. Dan tak lupa membawa beberapa buah pir.

“Rion? Kenapa kamu di—“

“Aku merindukanmu” Rion berlari dan menerjang William dengan pelukan eratnya.
“Aku pikir siapa, ternyata dia” gumam Laura pelan dengan sinis.
Rion melepaskan pelukan nya “Kau kenapa belum pulang juga? Ayahmu sudah meminta mu
untuk pulang.”
“Masih belum, Rion. Sudah, jangan bahas disini. Disini, ada..” William menjeda kalimatnya,
Rion paham dan melihat ke Richard dan juga Laura.
“Yasudah ayo bicara ditempat lain” Rion menarik William dan sedikit menjauh dari situ.
Namun pembicaraan mereka tetap saja terdengar oleh Richard dan Laura.
Richard dan Laura saling bertatapan tapi sedetik kemudian mereka saling memalingkan
wajah merajuk.

60
“Paman, meminta mu untuk segera pulang. Semua membutuhkan mu, tidak bisa kalau hanya
aku. Jake, James dan Edward juga. Tapi yang terkhusus kau. Bisa-bisa paman Nero marah
besar jika kau tidak kunjung pulang. Sudah lama kau tidak pulang.” Jelas Rion.

“Iya, aku tahu. Tapi aku belum bisa memberikan tanda untuk nya. Aku tidak dalam keadaan
baik-baik saja sekarang. Aku harap kau bisa mengerti” jawab William. Kepala nya terasa
berat seketika mendengar yang dijelaskan oleh Rion.
“Aku bisa mengerti, tapi ayahmu? Aku tidak tahu. Aku tidak bisa membayangkan jika
ayahmu menghukum mu dengan parah. Itu terlalu kejam”

“Tapi, Rion.. Aku tidak bisa cepat untuk pulang” Jawab William.

“Itu keputusan mu, aku hanya diminta untuk menyampaikan.” William menghela nafasnya.
Rion dan William kemudian berbalik dan menemukan Richard dan Laura berada semakin
dekat dengan mereka. Tak sadar jika kedua kakak beradik itu mendengarkan percakapan
mereka.

“Ka-kalian? Kalian dengar?!” panik Rion. Laura dan Richard merenges.


“Will, apa mereka—?”

“Mereka tahu, siapa aku. Ayo, pergi” Jawab William dan kemudian berjalan mendahului dan
disusul oleh Rion. Richard dan Laura hanya melihat dari belakang interaksi William dan
Rion.
Benar-benar menggemaskan. Rion selalu saja mencari cara agar bisa naik ke punggung
William, seperti anak kecil saja yang sedang meminta gendong kepada kakaknya. William
selalu menghindar, tapi melihat Rion William berjongkok dan Rion dengan senang naik ke
punggung William dengan ceria.
Rion memang terlihat sangat muda, dia seperti baru memasuki masa sekolah menengah
bawah.
Wajahnya juga terlihat sangat seperti bayi. Benar-benar sangat lucu meminta gendong
William.
Richard dan Laura kembali bertatapan sepersekian menit mereka berdua saling tertawa.
Sudahlah, mereka tidak bisa terlalu berlama-lama bermusuhan.

“Aku minta maaf ya kak soal tadi” ucap Laura memulai pembicaraan.

“Iya, kakak juga minta maaf. Kakak nggak bermaksud kok ngomong gitu tadi”
“Iya, jadi baikan kita?” tanya Laura, Richard mengangguk. Laura memekik senang dan tanpa
aba-aba langsung naik ke punggung Richard. Richard terkejut dan dengan sigap langsung
menahan Laura supaya tidak terjatuh.
“Hehhe, ayo kembali. Mama nanti marah” iming Laura. Richard menghela nafas dan
kemudian tersenyum lalu berjalan sambari menggendong Laura.
Iri mereka dengan William dan Rion

61
——

“Kapan kau datang? Aku tidak mendengar kalau kau akan datang kesini?”
“Kejutan, hehe.. Habisnya aku bosan disana tidak ada teman main. Sudah lama, kita tidak
mainmain lagi berlima. Aku rindu itu” Rion menghela nafasnya dipundak William.
“Sekarang sudah berbeda, tidak ada waktu untuk bermain-main lagi” ucap William. “Tapi
aku rindu, ayo kapan-kapan kita main lagi” William menghela nafas, tidak enak jika terus
menolak Rion. Dan akhirnya mengatakan iya, membuat Rion kegirangan. Rion masih kecil,
untuk William.

“Kesini dengan siapa? Kenapa tahu aku ada disini?”


“Jake yang memberitahu, aku kesini sendirian. Hanya memberitahu mu, kau kan pelupa.
Nanti malam bulan purnama. Aku pikir dimana tempat nya, ternyata dipinggir hutan.
Yasudah, aku tidak khawatir lagi” jelas Rion.
“Nanti malam ya?” William berpikir keras. Dia mulai berfikir dimana dia bisa melakukan itu
nanti malam.


Malam harinya...
“Fyuhhh.. Aku lelah sekali. Kau lelah tidak?” Tanya Richard sambari merebahkan tubuhnya
keranjang.
“Aku—” Tiba-tiba William merasakan sesuatu gejolak dari dalam tubuh nya, panas. Richard
terkejut dan langsung bangkit dari tidur nya.

“Kenapa? Kau kenapa Will?” tanya Richard panik, William sudah tergeletak dilantai sambari
menggelinjang hebat.

“Kak, ada tempat sepi disini?” tanya William lirih.

“Kenapa? Hei?! Kau kenapa?!”


“Ma-malam, i-ini. Purnama” ucap William terbata-bata. Richard segera memutar otak nya.
Dia sangat panik, dia takut William berubah dan membuat seisi rumah terkejut.
“Eee.... Sepertinya, di loteng bawah. Nah! Iya loteng bawah” Richard membantu William
berdiri dan membantu nya untuk berjalan. Dengan bersembunyi-sembunyi, Richard takut
mama atau papa nya tahu.
Beruntung keadaan villa sedang sepi dan mungkin mama papa nya ada diluar dengan Laura.
Richard dengan terburu-buru membuka kunci loteng. Keadaan loteng itu cukup gelap dan
hanya ada sebuah lampu kecil sebagai penerangan.
William sudah gelisah sadari tadi, keringat mulai bercucuran dan panas didalam tunuhnya
kian bertambah.

62
“Te-rimaka-sih, kak” ucap William. Jujur saja William trauma berubah menjadi wujud
serigala nya. Dia benci itu, tapi dia juga benci harus menahan dirinya sendiri semalaman
penuh dengan rasa sakit di seluruh tubuhnya.

“Kak, bisakah. Kamu mengikat ku dengan rantai disana? Aku tidak ingin lepas kendali”
“Tapi, Will? Kenapa menyakiti dirimu sendiri? Kau bebas disini, hanya ada aku. Tidak akan
ada yang mendengarmu.”
“Kumohon, kak” pinta William, Richard menghela nafas dan mengambil rantai yang ditunjuk
William dan mengikat William menggunakan itu.
“Tinggalkan aku disini kak, aku tidak bisa keluar dengan keadaan seperti ini. Bilang pada
ayah dan ibu, aku tidur duluan”dengan berat hati Richard mengangguk dan meninggalkan
William. Tak lupa dia mengunci William dari luar. Dan menyakukan kunci itu pada
celananya.
Namun tak disangka, saku nya berlubang. Richard tidak sadar kalau saku nya memiliki celah.
-

“Darimana kak? Kok dari bawah?” Richard terlonjak kaget saat sebuah suara datang
menginstrupsi kegiatannya.
“O-oh, y-ya? Ta-tadi ada barang yang ketinggalan. Barang yang waktu itu loh, waktu kita
kesini waktu itu. Ya, barang itu loh” ucap Richard gugup.

“Kenapa kakak jadi gagap? Nggak biasanya? Ada yang kakak sembunyikan ya??”
“Nggak! Sudahlah, Lau. Ayo kedepan” Richard berjalan duluan meninggalkan Laura yang
tengah menatapnya bingung.
Ting!
Sebuah benda terjatuh dari saku celana Richard, Laura yang berada dibelakangnya terkejut
dan berjongkok untuk mengambil nya.
“Bukannya ini kunci loteng? Kenapa kak Richard kesana? Dan kenapa aku juga tidak melihat
William bersama nya? Apa jangan-jangan—” terlintas ingatan pembicaraan Rion dan William
tadi sore.

“Oh ya! Malam ini kan bulan purnama, apa William sedang—? Ah, pasti itu. Apakah dia
meminta bantuan kak Richard untuk ke loteng?” Laura berfikir. Rasa penasaran memenuhi
pikirannya.
“Aku jadi penasaran, apa aku ke loteng saja ya? Sudahlah, William pasti juga tidak akan
melakukan apapun padaku” Laura dengan percaya diri nya mengambil kunci loteng yang
terjatuh dari saku Richard dan berjalan dengan pelan menuju tangga bawah untuk ke loteng.


“Kenapa tidak ada tanda-tanda ada sesuatu?” monolog Laura, karena keadaan loteng masih
sama saja.

63
“Apa benar di dalam ada William? Aku jadi ragu?” Laura mengedikkan bahu tak peduli dan
dengan mudah nya membuka pintu loteng.
Cklek

“tidak ada siapa-siapa” batin Laura.


“Kenapa gelap sekali?” Laura merogoh saku nya dan menyalakan flash pada handphone nya.
Prangg!!
Ponsel yang dipegang Laura seketika terjatuh. Dia menganga tak percaya. Didepan nya?
William?
“Lau-laura?” lirih William. Laura ingin menjerit seketika.
Laura melihat dengan mata kepala nya sendiri, William dengan rupa nya yang sudah sangat
mengenaskan. Dia membiarkan dirinya diikat oleh rantai besi dan tubuhnya yang menolak
untuk ditahan. Membuat dua sisi dalam dirinya beradu. Dan membuat besi yang mengikatnya
melukai tubuhnya.
Laura mendekat “Ja-jangan kesini.. Lau, ak-aku. Argghh” William menggeram masih
menahan dirinya sendiri. Laura menggeleng dan berjongkok didepan William.

“Kenapa seperti ini? Bagaimana bisa?” tanya Laura dengan nada khawatir. Laura menangkup
wajah William yang sudah dipenuhi oleh keringat yang bercucuran.
“Pergii!!, Lau..” Ucap William lemah. Laura dengan kekeh menggeleng. Entah perasaan nya
menjadi berubah melihat keadaan William yang seperti sekarang. Baju yang sudah tidak
terbentuk, bercak darah dimana-mana dan wajah yang memerah dengan keringat yang
membasahi pelipis nya.
“Kenapa kau menyakiti dirimu sendiri seperti ini? Aku tidak bisa meninggalkan mu seperti
ini. Kamu harus lepas” Laura berusaha mencari cara agar William terbebas dari rantai yang
mengikat tubuhnya.
-
“Loh? Kenapa loteng nya terbuka? Pasti Richard lupa menutup nya, dasar anak itu” Tuan
Alexander tidak sengaja lewat di depan loteng dan menemukan loteng nya terbuka.
Dia tidak merasa curiga sama sekali, karena kunci itu berada diluar pintu. Dengan segera tuan
Alexander menutup pintu loteng dan mengunci nya.
Tanpa dia sadari kalau masih ada William dan Laura didalam nya.
-

“Tidak, jangan. Biarkan seperti ini. Ku mohon tinggalkan aku”


“Tidak! Kamu harus lepas!” Laura menoleh kesana kesini mencari sesuatu agar bisa
membebaskan William.
“Nah, ketemu” Laura mengacungkan sebuah kunci dan membuka kunci rantai yang mengikat
tubuh William.

64
Lantai terlepas dan buru-buru Laura menyingkirkan nya dari William.

“Sekarang kau sudah bebas” ucap Laura.

“Tidak Lau, kau salah. Aku, ti-tidak bisa menahan ini.. Arrghhh”
“Kumohon.. Pergilah.. Aku tidak ingin, menakutimu”
“Tidak William, aku akan disini. Aku tahu, kau pasti tidak akan menyakiti ku kan? Iyakan?
Kau akan melindungi ku kan?” ucap Laura dengan tatapan satu nya.

“Iyahh, itu pasti.. Kumohon, pergilah. Aku tidak ingin menakutimu.”


“Percaya padaku, aku tidak akan takut kali ini. Kamu bisa menjadi wujudmu yang
sesungguhnya dihadapan ku.” Tekan Laura diakhir kalimat.
“Shhh, arghhh.. Sakit” erang William. Cahaya bulan purnama tidak dapat menyentuhnya
sepenuh nya. Jujur Laura sudah dilanda ketakutan, dia takut akan menjadi mangsa William.
Tapi disisi lain dirinya dia yakin William tidak akan melakukan itu padanya.
-
Sudah lebih dari satu jam, William belum kunjung berubah. Laura masih berada disitu dan
merasa kasihan pada William. William pasti sangat kesakitan saat ini. Tubuh nya seakan-akan
malah menolak untuk berubah wujud. Apa karena yang melihat adalah Luna nya?
Tubuh William semakin mengenaskan, pakaiannya sudah tidak dapat disebut pakaian karena
sudah sobek sana sini, darahnya sudah berceceran sana sini. Merasa risih, William merobek
pakaian nya hingga dia bertelanjang dada didepan Laura.
Tidak bisa, dirinya sudah tidak berubah malam ini. Merasa lelah, William tergeletak dilantai
dengan nafas yang memberu.

“Will, tidak perlu dipaksa kan. Kau menyakiti dirimu sendiri”


“Sakit” lirih William membuat Laura berkaca-kaca. Namun detik selanjutnya Laura dibuat
terkejut karen tiba-tiba saja sebuah ekor muncul dari balik belakang tubuh William. Dan
sepasang telinga atas kepala William.
Laura sangka William akan segera berubah, namun tidak. Karena William kemudian mulai
tenang dan bernafas dengan beraturan.

William membuka matanya “Ap-apa aku menyakitimu?” Laura menggeleng. Atensi Laura
terfokus pada sepasang telinga yang mirip dengan telinga serigala diatas kepala William,
menempel lebih tepatnya dan sebuah ekor yang bergerak kesana kemari.
William mengikuti arah pandang Laura “hup!” William sadar Laura sedang memperhatikan
nya, dengan segera William menutup kedua telinga serigala nya dan menyembunyikan ekor
nya.
“Jangan menatapku seperti itu, aku malu” William menunduk berusaha sebisa mungkin agar
Laura tidak terus memperhatikan nya.

65
“Aku, aneh ya? Jangan terus menatapku kalau tidak nyaman. Aku akan menutup nya.” Ucap
William.
“Apanya yang aneh?! Ini lucu, kamu terlihat menggemaskan. Astagaaa” ucap Laura dengan
gemas dan menyingkirkan tangan William yang menutupi telinga serigala nya.
“Kenapa bisa selucu ini?” Laura mengusak kepala William dan mengusapnya seperti sedang
mengelus kucing. Ingatannya berubah saat pertama kali melihat wujud William, ini 180°
berbeda. William terlihat lucu.

“Kamu, suka?” tanya William, Laura mengangguk semangat. “Iya, ini lucu. Aku suka”

“Sangat menggemaskan” Laura kembali mengusak rambut William dan mencubit pipi nya
dan memainkannya.

“Aku, jadi seperti serigala jadi-jadian” ujar William.

“Kan, memang serigala jadi-jadian. Kenapa, tidak berubah seperti ini saja? Ini lebih baik”
“Kamu suka?” Laura kembali mengangguk, ekor William bergerak kesana kemari
menandakan dia senang.

“Kalau begitu, aku akan sering seperti ini. Walaupun nanti sakit, tidakpapa” jawab William.

“Sakit? Bagaimana itu?”

“Aku, tidak bisa menjelaskannya Lau. Kamu bisa tanyakan pada kak Richard”
Sial! Jadi dia tahu?- batin Laura

“Ayo keluar” ajak Laura. William menggeleng.

“Aku tidak bisa, wujudku seperti ini. Aku tidak mau ibu tahu”
“Kalau begitu, aku akan keluar dan mengambilkan jaket untuk mu, untuk menutupi telinga
mu”Laura beranjak dan berjalan kearah pintu. Laura memutar knop nya namun pintu tidak
kunjung terbuka. Laura mencoba nya berulang kali, namun nihil.

“Astaga, aku meninggalkan kunci nya di depan. Jangan-jangan ada yang mengunci nya.
Bagaimana ini? Tidak mungkin aku berteriak dan semua orang datang dan melihat wujud
William.”
Laura kembali menghampiri William yang sedang duduk sambari menunduk dan kembali
mendongak kala Laura kembali.

“Bagaimana?”

“Ada yang menguncinya dari luar. Aku tidak bisa membukanya. Kamu bisa”

“Maaf, aku kehabisan tenaga ku.”

“Apa kita harus bermalam disini? Apa besok pagi kamu bisa membuka pintunya?” William
mengangguk.

66
“Sebentar” Laura kembali beranjak, William menatap Laura bingung dengan satu telinga
serigala nya bergerak.
Laura membongkar sebuah kotak kayu dan membuka nya.
“Ini selimut dan bantal lama ku disini. Tidak jelek kok, masih bisa dipakai. Aku selalu
meminta ganti yang baru kalau kesini. Kita bisa memakai ini untuk alas tidur” jelas Laura,
William hanya mengangguk patuh.

“Kamu, mau tidur denganku?”

“Kenapa? Hanya tidur? Tidak melakukan apapun”

“Sebaiknya, kamu sedikit menjauh dariku. Aku tidak tahu, aku akan kembali berubah atau
tidak. Malam ini bulan purnama akan penuh” Jelas William.
“Tidak. Aku akan berada didekatmu. Kamu tidak mungkin menyakiti ku kan? Kamu tidak
akan melakukannya kan?” William menggeleng.
“Yasudah, jadi biarkan aku didekatmu, sini......” Lanjut Laura. Dia lalu menepuk pahanya,
memberi kode agar William membaringkan kepalanya disana.
William masih diam, dia ragu, namun Laura meyakinkan lewat tatapannya. Hingga akhirnya
William langsung menidurkan kepalanya di paha Laura.
Laura kemudian mengelus rambut William dengan lembut. Hingga membuat William
perlahan menutup mata nya hampir terlelap.

“Kamu pasti kelelahan. Maafkan aku atas semua perlakuan ku kepadamu. Aku
menyayangimu..” Gumam Laura. William dan Laura akhirnya bermalam disana.


Keesokan paginya...
Richard kebingungan mencari keberadaan Laura dan William, karena memang dari kemarin
malam mereka tidak terlihat.
Tak hanya Richard, mama dan papa Laura juga mencari-cari keduanya.

“Apa Laura dan William ada izin ingin papa untuk pergi keluar?” Tanya mama Laura. Papa
Laura menggeleng.

“Tidak ada, ma. Papa dari semalam kan bersama mama.” Jawab papa Laura.
“Benar juga, ya. Jadi kemana mereka? Mama khawatir sekali, apa tidak ada yang melihat
mereka sama sekali?” Mama Laura semakin bingung.
“Richard, apa kamu tidak melihat atau bertemu mereka berdua kemarin malam?” Tanya Papa
Laura. Richard berpikir sejenak.

“Eumm, aku sempat bersama William, dan berpapasan dengan Laura, di...” “Eh,
atau jangan-jangan!?!” Richard tiba-tiba terkejut sendiri.

67
“Kenapa Richard?!.” Tanya papa dan mama nya bersamaan. Richard kemudian langsung
berlari ke belakang diikuti papa dan mamanya.

Disisi lain...
Laura terbangun dari tidurnya, dan dia melihat William masih pulas dalam pangkuannya.
Laura memandang wajah cerah itu.
Laura tersenyum tipis kala memandang wajah tampan William yang sedang tertidur. “Saat
tidur saja kamu sudah setampan ini, Will. Kau seperti pangeran.” Gumam Laura. Dia bahkan
terkekeh sendiri.
Laura kemudian dengan perlahan mulai membangunkan William.

“Will, bangunlah.” Ucap Laura. William dengan perlahan mulai membuka matanya. Dalam
pandangan pertamanya dia melihat Laura dengan senyum cerah mengelusnya.
“Lau? Mmm, kita masih disini?” Tanya William yang juga dengan perlahan bangun dan
terduduk di samping Laura.

Laura mengangguk, “Iya, Will. Ini sudah pagi, aku juga baru saja terbangun.” William
kemudian memandangi pintu gudang yang masih terkunci.
Cklek....

Seseorang membuka pintu, “Laura? William?” Mama Laura langsung berlari menghampiri
mereka yang sedang terduduk lesu.

“Astaga! Mama khawatir sekali, kalian kenapa bisa ada disini?!” Tanya mamanya.
“William? Kamu kenapa, nak? Kenapa kamu terlihat pucat?” Tanya papa Laura yang sadar
William terlihat lemas dan pucat.

William tersenyum kecil, “Emh, aku baik-baik saja, ayah.” Jawab William.
“Jadi kalian semalaman disini? Dan kamu Lau? Kenapa kamu juga bisa ada disini? Kamu
tahu kalau kakak digudang bersama William?” Tanya kakaknya panjang kali lebar.
“Aku hanya penasaran, kak. Dan aku kemarin melihat kunci yang kakak bawa, makanya aku
masuk.” Jelas Laura.
“Oh, jadi kemarin didalam sini ada kalian, papa yang tidak sengaja mengunci gudang ini,
kemarin ada kunci jatuh, papa kira tidak ada siapa-siapa.” Ujar papa Laura.
“Hm, ternyata papa tersangkanya.” sinis mama Laura.

“Hehe, papa minta maaf, papa kan tidak tahu.” Mereka semua tertawa.

68
“Yasudah, ayo keluar. Disini berdebu, lihat kalian ini.” Kemudian mereka semua segera
keluar.
William berdiri dibantu oleh Richard, Richard kemudian membopongnya.

“Maaf ya Will, karena aku Laura jadi tahu.” Bisik Richard.


“Tidak masalah, kak. Aku malah berterimakasih, karena akhirnya aku bisa merasakan lagi
cinta dari Laura.” Jawab William.
“Waahh, apa ada yang sudah baikan? Haha.” William dan Richard sama-sama tertawa kecil.
Membuat Laura dan mama papanya menoleh ke belakang menghadap mereka.

“Kenapa kalian ini?” Tanya papa Laura. William dan Richard sama-sama menggeleng
sembari tersenyum tipis.


Setelah William dan Laura berganti, mereka semua kini berada diruang makan untuk sarapan.
Laura turut membantu mama nya menyiapkan hidangan.

“Nanti kalian berdua ikut papa pergi berburu, ya..” Ucap papa Laura pada William dan
Richard.

“Iya, pa.” Ucap William dan Richard bersamaan.


“Papa ini mulai deh jiwa-jiwa mudanya, ingat papa itu sudah berumur, kan mama sudah
pernah larang papa untuk berhenti berburu.” Timpal mama Laura.

“Sekali-kali, ma. Papa rasanya rindu masa berburu waktu muda dulu.” Jelas papa Laura.

“Senapan nya dimana pa?” Tanya Richard.

“Ada digudang villa ini, nanti kalian ambil ya setelah sarapan, papa tunggu didepan.” Ujar
papa nya.

“Sudah-sudah, makan dulu. Jangan malah janjian.” Sahut Laura yang kini ikut duduk karena
hidangan telah siap disantap. Mereka semua sarapan sembari mengobrol satu sama lain
dengan harmonis.


“Ini, pa.” Ucap Richard. Sembari menurunkan dua senapan di tangannya. Dan William
menyusul dari belakang dengan satu senapan.

“Nah, sekarang lap menggunakan kain ini.” Papa Laura memberikan sebuah kain untuk
William dan Richard untuk membersihkan senapan itu dari debu.
Sembari mengelap, William memandangi senapan itu dengan berbinar, dia bingung dan
sedikit kagum dengan benda itu.

“Semua senapan ini yang ayah gunakan saat berburu?” Tanya William penasaran.

69
Papa William mengangguk, “Iya, Will. Ayah memang suka sekali dengan hal-hal yang
menyangkut alam, tapi ibumu itu cerewet sekali.” Jawab papa Laura sembari tertawa kecil.
William juga turut terkekeh, “Papa memang penjelajah.” Ucap William membuat gelak tawa
diantara mereka mulai terdengar ricuh.

“Itumah bukan penjelajah, Will. Orang hutan lebih tepatnya.” Sahut Richard.

“Heh, Richard. Mau Papa potong uang saku kamu bulan ini, ya?!”
“Tidak pa, hehe hanya bercanda. Maaf-maaf..” William yang melihat itu ikut terkekeh kecil,
anak dan ayah itu memang lucu. Jujur dia merasa sedikit iri mengingat ayah nya yang terlalu
keras padanya.


Setelah beberapa saat....
William, Richard dan papanya sudah mulai berangkat untuk berburu di hutan belakang.
Mereka berbekal tas yang berisi air minum dan sedikit amunisi. Dan senapan tentunya....
“Memangnya kita mau berburu apa sih pa?” Tanya Richard yang memang dari tadi penasaran
dan masih bingung.

“Apa saja, asal jangan serangga dan hewan-hewan aneh.” Jawab papa nya santai. Richard
menghela mendengarnya.

“Eumm, begini saja, kita lebih baik berpencar, papa yakin dihutan ini masih banyak
hewanhewan buruan yang menjadi target kita.” Jelas papanya. “Target apanya, daritadi tidak
dijelaskan hewan apa yang akan diincar.” Gumam Richard pelan. Dan hanya William yang
mendengar nya, hingga membuat dia tersenyum geli.

“Nah, William ke arah barat, papa ke utara, dan kamu Richard ke sisi timur.” Ujar papa nya
sembari menunjuk arah yang dimaksud.
“Tapi, tidak apa-apa kah? Kalau kita berpencar? Bukankah sebaiknya bersama-sama saja,
pa.” Ujar William. William menyimpan banyak pikiran was-was dalam benaknya.
“Tidak apa-apa, Will. Kamu jangan khawatir, tidak akan ada apa-apa disini, semua akan
kembali dengan aman.” Jawab papa Laura meyakinkan.
William terdiam sejenak, dia masih agak gundah dengan keputusan ini.
“Tapi apakah hutan ini benar-benar aman, pa? Tidak ada dinosaurus kan?” Tanya Richard.
Sempat-sempatnya.
“Kamu ini...ya tidak ada lah, sudah kalian tidak usah berpikiran macam-macam, sini
berkumpul dan berjanji untuk kembali dengan aman disini.” Ujar papa nya.
Kini mereka bertiga berpelukan tiga sekaligus, benar-benar seperti seorang ayah yang
mengasuh anak kembar.

“Oke, kita berkumpul lagi disini, ya.”

70
William mengangguk paham, walaupun hatinya masih ragu.
“Yasudah, ayo mulai berpencar..” Ucap papa Laura, kini mereka berdua mulai berjalan ke
arah yang berbeda-beda dengan terus memandangi sekitar.


Disisi lain...

“Dion sialan, gara-gara dia aku jadi ketagihan memakan hewan yang ada dihutan”
“Aku faham sekarang kenapa William memakan rusa itu dengan rakus, ternyata memang
seenak ini”

“Eric, Eric. Kenapa tidak dari dulu” Eric, pemuda itu sekarang berada ditengah hutan dan
tengah mengoyak dia ekor rusa berukuran besar. Tak bisa dipungkiri bahwa Eric juga telah
berubah menjadi seorang werewolf. Namun dia masih berada jauh jika dibandingkan dengan
William. Karena Eric baru mencapai half werewolf.
Half werewolf ada fase bawah dimana jika seorang manusia bisa berubah menjadi seorang
werewolf. Memang secara arti werewolf adalah manusia setengah serigala, tapi disini half
werewolf adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut seberapa besar kekuatan
yang dimiliki oleh werewolf. Sedangkan manusia yang memang telah sadari kecil dilahirkan
menjadi werewolf kebanyakan adalah, hanya werewolf biasa pada umumnya. Namun mereka
lebih unggul daripada manusia biasa.
Tapi berbeda lagi dengan mereka yang sudah hampir mencapai kekuatan kesempurnaan,
mereka disebut sebagai perfect werewolf atau lycan. Mereka adalah golongan terkuat diantara
werewolf lain.
Baru beberapa werewolf yang dapat mencapai fase ini. Dikarenakan mereka harus mencari
wadah yang sesuai dengan kekuatan jiwa mereka. Namun disisi lain, hanya werewolf tertentu
yang mempunyai wadah untuk kesempurnaan nya.
“Kenapa William memakan banyak orang? Apakah itu juga dapat membuatku menjadi
werewolf seutuhnya? Aku akan mencoba”


Dor!
Dor!
“Kenapa perasaan ku tidak enak ya? Apa sesuatu terjadi pada kak Richard?” Gumam William
setelah dia selesai menembak seekor ular tepat pada kepala ular itu. Sudah tidak diragukan
jika tingkat ketajaman mata William lebih unggul daripada manusia biasa, jadi dengan mudah
dia bisa menembak tepat sasaran.
William berjalan menghampiri ular itu. Dia berjongkok dan mengambil seekor buntalan bulu
putih yang lembut.

71
“Laura suka kelinci tidak ya?” monolog William. Dia tidak berencana sama sekali memburu
ular tadi, dia hanya menyelamatkan seekor kelinci yang akan dijadikan mangsa oleh ular
tersebut.
Melihat kelinci itu cukup menggemaskan jadi William menembak ular tadi dan menangkap
kelinci putih itu.
“Apa aku kembali saja ya? Aku cari kak Richard dan ayah dulu saja” ucap nya tanpa pikir
panjang.


Dor!
Dor!
“Yess kena! Papa pasti tidak akan meremehkan aku lagi. Iyalah, dokter Richard gituloh”
Richard tersenyum penuh kebanggaan pada dirinya sendiri karena berhasil menembak seekor
burung.


Disisi lain..

“Kamu beneran udah baikan sama William? Nggak marahan lagi kan?” Tanya mama Laura
menyakinkan.
Laura tersenyum tipis dan menundukkan kepalanya.
“Ya, gitulah. Aku juga masih agak ragu. Aku takut” sebenarnya Laura hanya sedang
memikirkan apa yang akan dia katakan pada mama nya, karena takut membuat mama nya
terkejut berlebihan.

“Kenapa? Emang nya William kenapa?”


“Aku pengen cerita, tapi ini bukan hak aku ma” Laura memandang kedepan.

“Cerita saja, mama akan mendengarnya”

“Aku nggak yakin ma, aku takut mama kaget” ucap Laura diakhiri dengan kekehan kecil.

“Mama bisa jaga rahasia kok. Kamu bisa cerita sama mama” ucap mamanya menyakinkan.
Setelah memikirkan apa yang akan Laura ucapkan pada mama nya Laura akhirnya
mengangguk.
“Awalnya, Laura ketemu sama William itu cuman gara-gara William murid pindahan baru.
William murid aneh, jadi Laura penasaran. Dan nggak sengaja terjebak digudang dan mau
nggak mau William smaa Laura berduaan didalam.”
“Sampai, William bilang kalau dia suka sama aku. Aku juga gitu ma, siapa sih yang nggak
suka sama William? William baik, dia tampan, selalu pengertian sama saudara-saudara nya,
pokoknya banyak nilai plus dari William. Tapi ada satu hal yang William lakuin bikin Laura
jadi susah buat maafin dia lagi, bikin aku jadi ragu buat percaya sama William lagi.”

72
“William bohongin kamu?” tanya mama nya setelah Laura menarik nafas nya.
Laura tersenyum “Tapi janji mama nggak kaget ya? William bukan manusia seutuhnya ma,
William bohongin kita semua. Aku gak mau cerita karena aku takut itu bikin William dijauhin
sama semua orang, jadi biar aku aja yang jauhin dia. Aku butuh waktu buat nerima
semuanya” mama nya terkejut masih ada rasa kurang percaya dihati nya.
“Mama nggak percaya kan kalau William sama saudara-saudaranya itu werewolf” ucapan
Laura yang terakhir membuat mama nya shock bukan main.

“Aku lihat sendiri ma, William berubah wujud jadi serigala besar. Aku takut, tapi William
nggak nyerah buat dapetin maaf dari aku, William nggak berhenti buat minta maaf ke aku.
Tapi aku masih ragu ma, aku takut kalau William bikin ulah”
“Mama tau nggak? Eric juga tahu soal ini, kak Richard juga, tapi mereka diam. Memang Eric
coba buat ngasih tau Laura, tapi Laura nggak percaya dan sampai akhirnya Laura buktiin
sendiri. Dan kejadian pembunuhan yang banyak terjadi di kota ini, itu mungkin juga karena
William.”

“Aku juga nggak nyangka ma, sama kayak mama. Tapi kebenarannya emang gitu. Jadi,
sekarang mama ngerti kan? Mama tahu kan alasan Laura tiba-tiba jauh dari William” Laura
tersenyum kearah mama nya yang sadari tadi sudah berfikiran tidak karuan.
“Semalam bulan purnama, dan Laura lihat lagi William jadi serigala. Tapi nggak bisa,
William nggak bisa maksain dirinya, jadi Laura nemenin William. William tetep nggak
nyerah dia tetep berusaha buat ngasih permintaan maaf nya buat Laura. Dan itu bikin Laura
mulai percaya lagi sama William. Aku harap mama nggak mikir macam-macam ya sama
William, William tetep baik kok ma. William tetep sayang sama mama kayak ibu nya
sendiri.”
“Mama juga tahu kan kalau William udah nggak punya mama? William sayang banget sama
mama. Aku ngomong gini karena nggak mau mama ikut nggak percaya sama William.”
“Mama bisa mengerti William kan?” Mamanya mengangguk dan tersenyum walaupun
pikiran nya masih tidak menyangka.

“Terimakasih ma”

——
Snap! Snap!
Dor!Dor!
“Astaga kenapa peluruku terus meleset” Seorang laki- laki paruh baya yang berperawakan
tinggi, lengkap dengan tubuhnya yang terbilang sudah tua dan lumayan berumur.
Dia adalah tuan Alexander’ ayah dari Laura dan Richard. Tuan Alexander membuka sebuah
tas kecil yang terpasang apik di pinggangnya olan kemudian merogohnya. Mengeluarkan
beberapa benda kecil, yang dapat di gunakan untuk Membidik mangsa / hewan
buruannya.Dan benar, tak berapa lama seekor rusa bertubuh besar muncul dan membuat
minat Tuan Alexander Semakin menggebu.

73
Dan dengan segera memasang peluru itu pada Senapannya dan membidik rusa itu.
Dor! Dor!

“Yah, tidak kena lagi. Apalah nasibku hari ini? Padahal aku sudah fokus” Tuan Alexander
menggumam kesal karena Sadari tadi dia tidak dapat membidik dengan tepat.
Disisi lain..

“Aku harus seger mencari mangsa. Sial! Kenapa tidak ada apapun di sekitar sini?!” Seorang
laki-laki yang berperawakan cukup tinggi berjalan dengan terseok-seok dan Seperti belum
makan beberapa hari. Dia terlihat pucat dan lemas. Nyata nya beberapa waktu lalu dia baru
saja menghabiskan dua ekor rusa secara bersamaan.
Dan diwaktu yang bersamaan tuan Alexander Sedang berjalan untuk dapat masuk lebih ke
dalam hutan. Dan pada waktu itu juga laki jangkung itu bertemu dengan Tuan Alexander.
Keduanya cukup kaget dapat bertemu disana.

“Eric?!”

“Papa?!” Seru keduanya secara bersamaan.

“Sedang apa kamu disini, nak?” Tanya Tuan “ Alexander, mencoba mendekat pada Eric.

“Jangan Mendekat, Papa. Aku sedang tidak baik” Tepis Eric Pelan
“Kenapa Eric? Kenapa kamu ternat Pucat? Kamu belum makan? Astaga, Herald. Kenapa
kamu seperti ini Pada Eric?”

“Sebaiknya Papa Menjauh dariku. Aku Sedang tidak baik”


“Kamu kenapa? Hei, Eric?” Tuan Alexander Semakin mendekat pada Eric. Tak tahu dia kalau
Eric sedang menahan sesuatu didalam dirinya. Dua yang ada pada tubuh Eric seolah-olah
meronta- ronta untuk segera dikeluarkan, namun ada sisi lain yang mencoba untuk
menahannya supaya tidak keluar dan membahaya kan Seseorang.

“kamu kenapa, Eric? Katakan, Papa akan membantumu”

“Tidak perlu, pa. Eric baik-baik saja.”


“Tapi kamu terlihat kurang baik, ayo papa antar ke vila Milik Papa” Tuan Alexander mencoba
meraih tangan Eric.
Namun diluar dugaan. Eric menepis Alexander dengan kencang.

“Eric? Ada apa?” Tuan Alexander menatap Eric tak percaya.


Tuan Alexander membelalakan mata dan perlahan mundur menjauhi Eric.

“Eric? Kamu ke- kenapa, nak?” Dengan gemetar ruan Alexander terus melangkah mundur.

“Aku lapar. Maukah papa membantuku?” Eric berjalan Semakin mendekat.

74
Bola mata tadinya yang berwarna Coklat, kini berubah menjadi coklat keemasan. Dan gigi
yang semulanya Normal kini, mengeluarkan sepasang taring yang tajam dan menakutkan.
“Eric? Jadi, Sebenarnya-ka-kamu, werewolf?” Eric tertawa seperti seorang penjahat.

“Papa tidak tahu?” Fric tertawa lagi. “Papa akan memberikan ku makanan kan – di Villa
Milik Papa? Tidak usah, disini Saja Pa”
“Diam di situ!! Jangan mendekat!” Bentak tuan Alexander. Eric tak menggubris, pikirannya
sudah penuh dengan hawa nafsu sehingga dia sudah tidak bisa mengendalikan dirinya lagi.
Tuan Alexander mengambil senapan dan mengerahkan nya pada Eric bermaksud
membuatnya mundur. Eric kembali tertawa bak orang kesetanan.
“Lakukan itu, lakukan saja. Aku tidak akan mati hanya dengan sebuah peluru kecil yang
menembus tubuhku. Dan juga, bukan hanya aku werewolf nya disini, tapi juga William” Ujar
Eric seraya terus mendekat.

“Tidak! William anak baik, dia tidak seperti kamu!”


“Dasar tua bangka tidak mengerti!! Bagaimana kalau papa jadi santapan ku hari ini? Seperti
nya lezat, atau seperti William yang papa banggakan itu?”
“Mundur, jangan berani-berani nya mendekat!!” Dor!
Dor!
Dor!
Peluru itu dengan mudah nya menembus dada kiri Eric tapi tidak membuahkan hasil apapun.

“Maaf, papa”
Semua terjadi begitu cepat, Eric dengan mudah nya menerjang tuan Alexander dan mulai
membuat nya tak bisa melakukan apapun.
“Eric!!!” pekik tuan Alexander nyaring sebelum suara nya semakin melemah dan semuanya
berubah menggelap.

——
“Lau, perasaan mama kok nggak enaknya? Apa terjadi sesuatu pada mereka bertiga?” Laura
yang sedang membantu mama nya memotong sayuran untuk makan malam tiba-tiba saja
berhenti.

“Kenapa ma?”
“Nggak tahu, tapi mama merasa kalau ada sesuatu yang terjadi” Mama Laura terlihat sangat
cemas.
“Mama duduk aja deh, biar Laura yang masak” ucap Laura, mama nya mengangguk dan
duduk dikursi meja makan.

75
Merasa perasaan dan pikiran nya semakin kalut, mama Laura mengambil gelas dan
mengisinya dengan air untuk diminum nya guna sedikit meredakan perasaan cemas nya.
Prangg

“Astaga!!” pekik Laura kaget dia menoleh dan mendapati gelas yang sudah pecah tak
terbentuk.

“Mama? Kenapa ma?” Laura berjongkok dan mengambil pecahan beling itu.

“Lau, kenapa mereka bertiga belum pulang ya? Apa mereka tersesat?” “Iya,

juga ya ma. Mereka belum kembali juga. Laura susulin aja gimana?”

“Memang nya kamu berani?” Laura mengangguk yakin.

“Yasudah Laura siap-siap dulu, Laura tahu kok tempatnya” mama nya mengangguk dan
tersenyum padanya.


“Loh? Kak Richard? Kenapa sendirian? Dimana Papa dan William?” tanya Laura ketika dia
baru melewati beberapa puluh meter. Dia cukup terkejut melihat penampakan kakak nya yang
penuh dengan darah. Dia berusaha berpositif thinking mungkin karena hewan buruan.
Richard hanya menatap kosong kebawah, tatapan nya seperti tidak ada semangat untuk hidup.
Laura curiga, ada apa sebenarnya?

“Kak? Ada apa? Kenapa kakak jadi seperti ini?” Richard menatap Laura, iris hitam itu
menatap Laura dengan tatapan tak terbaca.
“Kak?” panggil Laura sambari memegang bahu Richard. Richard menepis nya dengan kasar
membuat Laura terkejut bukan main. Apakah ini kakak nya?
Richard melepaskan senapan yang berada dipunggung nya dan melemparnya membuat Laura
terjengit kaget. Dia merasa takut, penasaran dan khawatir sekarang.
“Kak?! Kenapa?! Katakan?!!” Bentak Laura, Richard menatap Laura dengan dalam. Laura
melihat dengan jelas wajah merah padam milik kakaknya serta air yang sudah menumpuk
dipulupuk mata kakaknya.

“Papa” ujar Richard.


“Papa kenapa kak? Ada apa? Papa kenapa?!” panik Laura. Richard tidak menjawab apapun
tangan nya bergerak dan menujuk ke arah yang berlawanan. Laura tak tahu, tapi pikirannya
langsung mengarahkannya untuk berjalan kesana. Tak merasa puas dengan jawaban kakaknya
Laura berlari ke arah yang ditunjuk oleh Richard.


Tubuhnya membeku seketika. Nafasnya seakan berhenti, detak jantung seperti tak berdenyut
kembali. Rasa marah, kecewa, sedih, takut bercampur aduk jadi satu. Mata nya tak berhenti

76
mengeluarkan cairan bening itu. Hati nya seakan mengganjal karena sesuatu. Dengan suara
yang tak terbendung lagi..

“PAPAAAA!!!!!!!!!”

To be continuoud~~

77

Anda mungkin juga menyukai