Anda di halaman 1dari 50

Nama: Maryam Sugianto

Kelas: 12 ipa 2
Tugas: Bahasa indonesia (Novel)
Judul: Ther Melian

1.Perburuan
Kabut gelap menyelimuti hutan. Gadis itu mengedarkan pandangan, mencari kelebar semar atau
getaran lemah di antara semak semak yang memenuhi sela sela pepohonan. Suara gemeristik daun
di sisi kiri elya memberitahunya kemana harus mengarahkan busur. Perlahan dia meraih ke dalam
tabung kulit yang menggantung di punggungnya. Elya mengisikan sebilah anak panah ke busurnya
lalu merentangkan senarnya sejauh mungkin. Bulu di ujung anak panah elya menyentuh daun
telinganya yang runcing, mata birunya menyipit menatap semak kaliandra yang terus bergerak.
Ada sesuatu di sekitar sini elya tahu dia bisa mencium baunya yang busuk. Napas elya tertahan saat
satu sosok berkaki empat mengendap keluar dari balik semak semak itu. Sosok hitam itu melangkah
menuju sebuah celah terbuka di antara pepohonan. Seberkas cahaya samae dari sisik sisik hitam di
sekujur tubuh makhluk tersebut. Makhluk itu besar,seukuran lembu muda. Tubuhnya kukuh dan
sekilas bentuknya menyerupai kucing hutan, tapi dengan sekali lirik pada ekornya yang panjang dan
melecut lecut bagai cemeti, Elya tahu yang ada di hadapannya ini bukanlah kucing hutan apalagi
kerbau,itu adalah Daemon. Makhluk keji, terlahir dari Kabur Gelap yang menyelimuti Benua Ther
Melian, tempat Elya tinggal.

Alphyn. Begitu orang-orang Kota Dominia biasa menyebut Daemon im. Makhluk itu menengadah,
mengendus udara dengan moncongnya yang panjang, mencoba mencium keberadaan Elya. Namun
angin bertiup dari arah si Alphy, mengalihkan keunggulan kepada Elya. Seraut senyum tenka di bibir
Elya, pengalamannya berburu selama beberapa tahun telah mengajarkannya untuk bersabar. Dia
tahu kapan sataya bergerak maju dan kapan harus menunggu sampai Sylvestr sang angin,
mengembuskan aroma buruan ke arahnya.

Elya sadar betul bahwa saat ini dia sedang menghadapi lawan yang berbahaya. Dari kisah-kisah yang
diceritakan ayahnya Soren, Alphyn adalah Daemon yang tangguh. Cakarnya yang tajam mampu
merobek baja, lecutan ekornya mampu menumbangkan pohon, dan sisiknya yang keras bagai zirah
nyaris mustahil ditembus oleh senjata biasa. Pemburu yang tak berpengalaman tidak punya
kesempatan kalau berhadapan satu Lawan satu dengan seekor Alphyn dalam pertarungan. Elya tak
mungkin mengambil risiko bertarung langsung dengan Daemon berbahaya seperti itu, tapi malam ini
dia bisa membereskan makhluk itu tanpa perlu bertarung. Napas Elya tertahan ketika si Alphyn
berada tepat di posisi yang diinginkannya. lalu bersamaan dengan helaan napas, dia melepas ujung
anak panahnya.

Cepat. Senyap. Anak panah Elya melesat membelah kabut dan menusuk tepat ke dalam bola mata
kanan Alphyn hingga ke tulang tengkoraknya. Daemon itu tersentak. Bahkan tanpa sempat
mendengking kesakitan, makhluk itu ambruk dengan debam perlahan,

Kend! Elya menyeringai senang. Setelah menunggu sejenak, memastikan bahwa Daemon

in tidak bergerak lagi, Elya menggantung kembali busurnya dan beranjak menuju Alphyn yang
terbujur miring di tanah Aroma anyir menguar, darah hitam mengalir dari bola mata Alphyn, tempat
anak panah Elya menancap. Gadis itu menutup hidungnya dengan sebelah tangan, berusaha
mengurangi dampak aroma busuk itu. Dia lalu memosisikan dirinya tepat di sisi perut Daemon itu.
Elya berlutut dan mengeluarkan sebilah belari dari sarung kulit yang menggantung di pinggangnya.
ketika sesuatu menyeruak dari semak-semak di belakang punggungnya. Napas Elya tertahan, dia
berbalik cepat dan menyadari ada Alphyn lain tepat di belakangnya. Dia bahkan belum sempur
berdif ketika Daemon itu melompat. Tubuh Alphyn yang hitam besas seolah berhenti di udara tepat
di hadapan Elya, tapi sesuatu berkelebar dari arah samping Alphyn. Kilauan perak melesat di antara
pekatnya kabut dan menghunjam tepat ke bagian bawah tubuh Alphyn, menusuk perut lunaknya
yang tidak terlindungi sik

Bola mata si Alphyn membelalak. kemudian diiringi ge

taman tertahan, makhluk im roboh dan mendarat tepat di

samping Ela. Gadis itu menoleh, mengamati empat lubang

menganga di bagian perut makhluk itu. Darah hitam mengucur

dan lubang-lubang itu, membasahi tanah hingga menyentuh sepasang sepatu kulle berwarna kelabu
gelap. Elya menengadah. sadar beul siapa pemakai sepasang sepatu itu. Seorang pria berkulit
cokelar keemasan, tubuhnya yang

ramping namun-regap dibalu pakaian yang sewarna dengan sepatunju. Pria itu gurar menatap Elya.
Tangannya terkepal. wajahnya berkerut tegang setelah menghabisi Alphyn tadi. La Tanpa sadar Elys
menelan ludahnya, siap mem luyongkan engaran dan murka yang bakal diterimanya.

"Sudah kuhilang, munggu di tempat persembunyian semien rara aku melacak Daemon tudi cecar
Lacea, "Kenapa malah keluyuran di sini Terlambar sedikit saja. kau sudah jadi santapan

Elja menengadah, memandang tepat ke bola mata Lucca

yang berwoma ambar "Mana kutahu kalau Alplivn-nya ada dua."

kara Elya pelan Akn, kun, cuma bermaksud membantumu."

Lucca menghela capas pelan. Dia memutar pergelangan tangannya hingga terdengar suara decit
logam dari mekanisme di jarang tangannya. Cakar-cakar tajam yang menyembul dari buku jari
sarung tangannya tersimpan dengan sendirinya. Dia lalu mengulurkan tangan kepada Elya:

Elya meraih tangan Lucca, membiarkan pria itu mem hantunya berdiri
"Kau tidak apa-apa?" tanya Lucca. Walau wajahnya masih menunjukkan kegusaran,
kekhawatiran jelas terdengar dari sutranya.

Elya tersenyum dan balas mengacak rambut Lucca yang berombak. "Alu baik-baik saja,"
katanya. "Alphyn itu cuma mengejutkanku. Kurasa aku berurang terima kasih padamu."

"Aku sedang mengendap dan siap menghabisinya waktu makhluk itu tiba-tiba berbalik arah
dan berlari seolah kesetanan." kata Lucca. "Sepertinya dia mengendus bau darah temannya
yang kau Patiah itu. Dia melempar pandangan sekilas ke arah Allyn yang tadi dipanah Elya
lalu mengalihkan pandangannya ke Kabut Gelap yang mengungkung mereka "Kurasa hanya
ada dua ekor ini saja, tapi dengan Kabur Gelap sebanyak ini, aku tidak akan terkejut kalau
Daemon kecil lainnya akan terpancing dengan bau darah mereka. Kita harus segera kembali
ke Dominia.
Tunggu. Elya kembali berlutut di samping para Alphyn. "Aku harus mengambil sisik mereka.
"Sisike" Luca mengangkat sebelah alisnya.

"Untuk ditunjukkan kepada Ayah dan penduduk desa."

Elya menjelaskan. "Agar mereka tahu bahwa sekarang hutan ini

sudah aman kembali." Mara Laces menyipit. "Jangan bobong, katakan yang sebenarnya....

Elya tersipu. "Ehm.... Sebenarnya. aku mendengar para pedagang di Mildryd bersedia
membayar mahal untuk sisik Alphyn. Karena kupikit kita toh harus membasmi para Darmon
ini, jadi ya sekalian saja.

Lucca mendengus lemah sambil menggaruk bagian belakang Kepalanya. "Kubantu, kalau
begitu," katanya.

2. Gamu dari Falthemnar

Tak lama setelah tas Elya sudah dipenuhi sisik dari dua Alphyn. dia harus menggunakan dua
tangan hanya untuk mengangkat nya. Tanpa diminta, Lucca meraih tas itu dari genggaman
Elya dan menentengnya dengan satu tangan.

"Trims, kata Elya, yang ditanggapi Lucca dengan anggulan ringan. Kemudian dia memberi
isyarat kepada Elya untuk mempercepat langkah dan meninggalkan area berkabur.

"Jadi...." kata Elya ketika kabur di sekitar mereka mulai me

nipis. "Tugas pertamamu sebagai Penjaga Desa dan kau mem

basmi dua Alphyn, dengan bantuanku teritunya. Tidak terlalu

buruk."

Senyum simpul menghiasi wajah Lucca. "Aku senang bisa berguna untuk kalian," katanya.
Setelah meninggalkan Falthemnar dan kehidupan sebagai Shazin, aku sempar khawatir tidak
dapat beradaptasi di Dominia. Untung kau dan ayahmu bisa memikirkan sesuatu yang sesuai
dengan bakarku." Di antara muramnya cahaya rembulan yang menembus tirai kabut, mata
tampak berbinar.

Tanpa sadar Elya meraih jemari Lucca dan menggandengnya. "Aku senang kau betah di sini,"
katanya "Aku tidak ingin melihatmu pergi lagi...."

Sesaat Lucca tertegun, rona merah menghiasi pipinya, lalu

dia tersenyum. "Aku juga." ujarnya. 1 Lucca memang baru dua bulan ini kembali ke Dominia
snelah pergi selama berminggu-minggu. Dan Elya sama sekali tidak berniat
menyembunyikan berapa senangnya dia bahwa Lucca memilih untuk berada di sini
bersamanya.
Sebelumnya, Lucca tinggal di Falthemnar, ibu kota Bangsa Elvar yang tersembunyi di suatu
tempat di kedalaman Hutan Telsier. Hanya ada satu alasan Elvar seperti Lucca meninggalkan
Falthemnar untuk hidup di Dominia, desa perlindungan bagi kaum Elvar Terbuang, Lucca
telah diusir dari Falthemnar....

Elvar adalah bangsa asli penghuni Benua Ther Melian. mereka awet muda, memiliki
kekuatan sihir dan ketajaman pancaindra di atas rata-rata. Sebagai Vier-Elvsetengah Elvar
setengah Manusia-Elya tidak mewarisi semua itu, kecuali mungkin poin yang terakhir.

Sehingga tidak mengherankan bahwa di antara Bangsa Elvar banyak yang memandang
rendah-bahkan membenci-banga lain, seperti Manusia. Dracg, khususnya Vier-Elv.
Kenyataan bahwa Ratu dan para Tetua Bangsa Elvar tidak pernah mem bicarakan
keberadaan Dominia dan jumlah Kaum Vier-Elv. yang makin bertambah, hanya
memperparah keadaan itu..

Beberapa saat lalu, keadaan menjadi begitu parah. Beberapa Elvar yang merasa bahwa
Bangsa lain tidak layak untuk hidup di Ben Ther Melian, berusaha memulai perang
pemusnahan massal. Dominia tadinya akan menjadi sasaran pertama mereka, sekaligus
lahan uji coba senjara keji yang mereka namalan Necrus Berbeda dengan Daemon yang pada
dasarnya memang bas dan selalu memangsa makhluk lain tanpa pandang bulu, Necrus
adalah pasukan yang tercipta dari mayat. Mayat-mayat itu dihidupkan kembali, bahkan
dirangkai menjadi raksasa yang mampu merobohkan pohon lalu diperintah untuk mem

bumihangoskan Dominis. Daling utama dari tencana tersebut adalah Leidz Recion, ibu laucca
Jasih sebelum Elya mengenal Lucca, bahkan mungkin jauh sebelum Elya lahir mengingat Elya
baru berusia tujuh belas tahun sedangkan Lucca setidaknya sudah berusia dua raties tahun-
Lucca dikenal dengan nama Sylvar

Ayah Sylvar meninggal saar dia masih kecil, karena itulah dia dibesarkan sendiri oleh Leidz
Recion: Sylvar dilatih olch para Shazin, klan elite Bangsa Elvar yang terlatih secara fisik dan
mental unnik membunuh musuh dengan cepat. Sebagai Shazin yang telah ditempa sejak
kecil. Sylvar memiliki kemampuan yang jarang dimiliki oleh Elvar Lainnya: menghabisi lawan
tanpa mereka menyadari kehadirannya, cepat dan mematikan dalam saru serangan, seperti
yang dilakukannya pada Alphyn barusan.

Karena kemampuannya itulah Leidz Rocion mengatus Sylvar

ke Dominia, untuk menghabisi Sorren, ayah Elya. Tapi Sylvar memutuskan untuk
mengkhianati ibunya dan bertarung untuk keselamatan seluruh Dominia. Serangkaian
peristiwa yang terjadi kemudian mempertemukan Elya dengan Sylvar alias L Kini, setelah
rencana Leids Recion digagalkan serta Lucca resmi dinyatakan tidak bersekongkol dengan
ibunya. Lucea dan Elya akhirnya bisa bersama.

Walaupun sekilas semua terlihat sempurna, tetapi kenyataannya tidak sesederhana itu.
Lucca adalah seorang Shazin, ingatannya memang belum kembali sepenuhnya, tetapi tubuh
dan jiwanya belum terbiasa dengan kehidupan damai di desa kecil seperti Dominia. Hari-
harinya yang sebelumnya diisi dengan berbagai kewajiban, seperti misi dan latihan,
mendadak kosong. Walau Lucca tidak mengatakan apa-apa, Elya melihat sendiri bagaimana
kekosongan itu pelan-pelan menggerogoti Lucca, jadi dia mengajak Sorren memikirkan
sesuatu yang dapat dilakukan oleh Lucca.

Tak lama pemandangan di hadapan Elva berubah. Tak lagi dikungkung oleh pepohonan dan
semak belukar, mereka tiba di hamparan tanah lapang. Tepat di ujung tanah lapang itu.
adalah detetan bangunan kecil beratap jerami yang membentuk sebuah desa, Dominia
Deretan dinding bambu setinggi tiga teter mengitari sebagian desa, tapi di beberapa sisi,
dinding bambu itu tidak terlihat.

Itu adalah akibat dari serangan Necrus yang diciptakan Leide Recon beberapa minggu lalu.
Saat itu terjadi serbuan Necus besar-besaran, dinding-dinding pelindung desa pun runtuh
akibat serbuan itu. Sorren dan para prajurit yang mempertahankan Dominia harus
mengorbankan beberapa hangunan untuk dibakar dan menghambat laju Necrus sebelum
mencapai para penduduk yang berlindung di balai kota.

Sekarang Sorren sedang membangun kembali dinding dan rumah-rumah penduduk yang
hancur, tapi tanpa bantuan dari Falthemnar, ditambah setengah kota juga masih berduka
akibat serangan itu, proses tersebur berjalan lebih lambar

Sebagai desa yang terletak tepat di antara hutan belantara, keberadaan dinding sangat
diperlukan untuk mengamankankan penduduk dari berbagai macam hewan buas dan
Daemon yang berkeliaran di hutan. Itulali kenapa peran Penjaga Desa sangat dibutuhkan
dalam masa-masa seperti ini-tapi saat ini Dominia kehilangan nyaris separuh Penjaga Desa-
nya. Dan karena Daemon dan Kabur Gelap tidak mungkin menunggu sampai dinding desa
diperbaiki atau kekuatan Penjaga Desa pulih, maka semua orang yang mampu berburu dan
bertarung harus berkontribusi untuk keamanan Dominia, termasuk Elya.

Mereka akhirnya ciha di alun-alun desa. Selanus ini hanya ada au dua penjaga yang terlihat
berpatroli. Dalam keadaan ini. tanpa diberlakukan jam malam pun tidak ada penduduk yang
nekat berkeliarin di malam hari kalau tidak benar-benar untuk attusan penting.

Alan-alun beralas bam yang terletak di pusat Dominia itu ampak moram di bawah cahaya
lentera-lentera kecil yang cergantung mengelilinginya. Elya melintasi bagian tengah alun
alun, melewati puing-puing bekas mata air Undina. Mata air

megah itu dulunya adalah pusat dan simbol Dominia sebagai desa perlindungan, tapi kini
yang tenisa hanya rumpukan bam dan puing. Tampa sadar. Elya menghela napus panjang.
Beberapa minggu terakhir memang terasa berat bagi Elya, apalagi karena ia adalah putri
Sorren, wali kota Dominia. Elya melihat sendiri bagaimana ayahnya berjuang mati-matian
mempertahankan dan membangun kembali desa mereka di tengah-tengah semu tekanan ini
Kembalinys Lucca dalam hidup Elya membuurnya sejenak melupakan kesedihan. Namun
tiap kali menyaksikan kondisi kampung halamannya yang nyanis luluh lantak. Elya seolah
dungatkan kembali pada kenyataan.

mana burus kuletakkan suara Lucca membayarkan

limunan Elya
"Sisik-sisik ini. ka tidak berniat membawanya pulang ke nimah, lan" Lucca nicicingkan
matanya ke arah tas besar yang ditentengnya. Elya langsung paham, bahkan sekarang saja
dia bisa mencium bau anyir darab Darmon yang menempel di shik-sisik itu.

"Kurasa kita bawa ke pasar saja," kata Elya. "Ada sumur di sena, aku bisa membersihkannya
sambil menunggu pasar buka Semakin cepat terjual semakin baik, ayahku bisa menggunakan
uangnya untuk proses pembangunan ulang." Merela berbelok menuja tanah lapang di
samping alun

alun, beberapa kins kayu sederhana dan tenda kosong berjajar

mememihi area pasat Saat ini memang masih belum terlihat

tanda-tanda kehidupan, tapi dalam beberapa jam, bahkan sebe

lum matahari terbit, para pedagang akan memenuhi area pasar.

Elya dan Lucca berjalan melewati kedai minum desa, yang maill cukup ramai dengan suara
perbincangan para pengun jingnya. Tidak aneh, mengingat kedai minum adalah satu satunya
tempat yang tidak pernah tutup-walau seluruh desa sudah terlelaps. Para Pemburu dan
Penjaga Desa yang selesai berpatroli biasa melepas lelals di sini, demikian juga Sorren yang
lebih suka bekerja di kedai ketimbang di kantornya sendiri.

Nanian malam ini terdengar suara keributan yang tidak seperti biasanya. Alih-alih gelak tawa
dan canda ringan, Elya jums mengegar gerutuan, makian, dan terakhir suara meja yang
Jantam dengan telapak tangan. Elya memutar bola matanya le "Ayahku mungkin
kebanyakan minum lagi." katanya. "Kuharap kau tak keberatan ke sumur lebih dulu. Aku
harus mampir ke kedai untuk memeriksa apakah Ayah masih di sana," Lucca tersenyum
simpul. "Tidak masalah." katanya.

Elya mendorong pintu kayu kedai, segera saja tercium aroma tájam anggor fermentasi yang
bercampur aroma keringar. Awalnya dia menyangka akan melihat Sorren tambang di lantai.
dengan botol mak tercecer di sekitarnya, tapi yang dia temukan sungguh di luar dugaan.

Ayahnya memang mabuk, tapi tidak terkapat. Sebaliknya Sorren berditi repap, kegusaran
terpancar jelas dari mimike wajahnya. Rambutnya yang berwarna perak dan diikat sehatas
leher tampak awur awntan. Penampilan Sarıen ditambah pe mandangan sebuah meja yang
tergaling memberi tahu Elya kalau ayahnya murka.

Elya segera tahu penyebabnya, tepat di hadapan ayahnya adalah segerombol Prajurit Legiun
Falthemnar, Alarm tanda bahaya dalam kapala Elya berdentang keras. Ayahnya dan Pra jurit
Falthemnar bukan kombinasi yang baik! Tambahkan kata 'mabuk di antaranya, hasilnya bisa
jadi bencana.

Walau bertanya-tanya apa gerangan yang dilakukan Prajurit Legiun Faltheminar dini hari
begini di Dominia, mau tak mau Elya segera menengahi sebelum terjadi buku hantam. Gadis
itu segera mengambil posii di antara ayahnya dan
pemimpin para prajurit itu. Elya mengamari lawan bicara ayah nya lekar-lekat. Pria ini tidak
terlalu tinggi, rambutnya yang pirang pendek disini tapi ke belakang, Tulang pipinya tirus,
ditambah pandangan matanya yang tidak ramah membuat wa jahnya terlihat masam

Elvar im asing bagi Elya, dengan kata lain bukan Valadin. Reaven, atau salah satu prajurit
yang sebelumnya pernah singgah di desa ini dan membanni mereka melawan pasukan
Necrus. Menyadari lawan hicirinya adalah orang asing, Elya memilih

untuk mencoba menenangkan ayahnya. "Ayah Elya menekankan kara Ayah, rahu benar
Sorren paling tidak suka dipanggil Ayal. "Ada masalah apa?" Ayahnya tidak melepas
pandangan dari lawan bicaranya.

"Tama kita Tuan Kyre, datang kemari untuk mencari Lucca

Aku sudah menjelaskan, Lacca sedang berpatroli dan tidak tahu

kapan akan kembali. "Lourd Kysel Kepala Penyidik Legiun Falthemnar," Kyre
memperkenalkan diri pada Elya "Kami tidak bermaksud mem buar keributan. Kami kemuri
untuk menjemput Sylvar. Serah kan dis pada kami, dan kami akan segera pergi!" Alis Elya
menclat. "Ayahku sudah bilang dia sedang ber

patrull,"arnya, tidak berniat memberitahukan keberadaan

Liicea pada Kyre. "Seperti yang Anda lihar, kami tidak punya

dinding dess patroli kami kadang bisa pergi selama berhari-hari

untuk melacik para Daemon berbahaya. Dia berbohong.

Tak memberikan kesempatan bagi Kyre untuk memban elinya. Elya segera mencar,
"Memangnya kalian mau apa lagi. shDia sudah diinterogasi dan menjawab pertanyaan kalian
selama berminggu-nunggu, bukankah kalian sendiri sudah me yakan dia tidak bersalah
dalam kasus pengkhianatan Recion?"

Kymmendengus lemah. Tidak sepenuhnya tak bersalah, km... Nyaranya dia dibuang dari
Falthemnat. Lagi pula penyi dikan yang inilakukan tidak ada kaitannya dengan kasus
kemarin. Elya tertegun. Tidak ada kaitannya! Lalu, buat apa kalian

mencari dia "Ialah rahasia Legian Falchennar yang tidak perlu dikeriiul orang-orang seperti
kalian," jawab Kyre.

"Drang-orang seperti kami" Elya menaikkan "Warga sigi Kyre langsung menambahkan
sebelum kesa alphaman menambah ranyam masalah. "Aki tak bisa ber kara hayak, sapi unik
kepentingan dan keselamatan kalian, yuhkan Sylvar pada kami.... Dia berbahaya," tegas pria
itu. "Berbahaya apanya!" bantah Elya. Tanpa Lucca. kami semua mungkin sudah tidak ada di
sini sekarang. Dia menghianati ibunya demi menyelamatkan kami! Kejahatan apalagi yang
ingin kallan tuduhkan padanya
Kyre menggeleng "Dia mungkin memihak kalian pada perissiwa beberapa minggu lalu.
Nona... tapi jauh sebelum peristiwa kemarin, Sylvar sudah terlibat dengan sesuatu yang tidak
dapat saya marakan di sini....

Sorren berdeham: "Kalau memang begitu masalahnya;

Iconapa tidak ditanyakan sekalian saat penyidikan kasus kemarin?

Kenapa buru sekarang?"

"Sayangnya, kami baru mengetahui ini saat aku berniat menutup kasus ini dan menemukan
sesuatu yang mencurigakan saat menelusuri misi-misi lama Sylvar." tambah Kyre "Misi lama?
Sorren tertarik. "Oh, maksudmu misi-misi dari

Tetua untuk menyingkirkan siapa pun yang dianggap merugikan

dan membahayakan bangsa kalian? Itulah alasan kerahasiaan

Ini? Kalian tidak ingin rahasia kotor klan kalian terbongkar?"

Napas Elya certahan "Kisn? Maksud Ayah... mereka ini?" "Tidak ada yang namanya Kepala
Penyidik Legiun Falshemnar, kant Mengaku sajalah! Kalian dari Klan Sharin, bukan?" cecar
Sorren.

Kyre menyunggingkin seulas senyum tipis "Instingmu sebagai Prajurit masih tajam. Tidak
heran namamu masih disegani di kalangan Legiun Falthemnar walau sudah lama pensiun,
laatanya. "Kalau kau sudah tahu siapa aku sebenarnya. kau mengerti, kan, kenapa aku tidak
bisa mengatakan apa pun kepadamu, dan berapa pentingnya aku menemukan Sylvart"

"Tidak semudah itu," sanggih Sorren. "Kalian tidak bisa seenaknya datang dan menangkap
siapa pun yang kalian inginkan, sekalipun memang orang yang kalian incar ada di sini. Sylvar
acum Lucca adalah warga Dominia, dan sebagai wali Loca, aku bertanggung jawab atas
dirinya. Jadi katakan apa yang pernah diperbuatnya atau tinggalkan tempat ini!" "Kau tidak
dalam posisi untuk membuat tuntutan itu," jawab Kyre. "Kedatanganku dini hari ini adalah
karena masih memandang posisi sebagai pimpinan di desa ini. Jika aku tidak kembali ke
Telasiet Cicadel sampai pagi, para Shazin yang ikur denganku akan segera menyusul. Dan
biar kuperingatkan. kami tidak sama dengan pasukan Legiun Falthemnar.... Kami tidak akan
ragu menggeledah setiap rumah dan menginterogad semua orang sampai Sylvar ditemukan.

"Aku sudah bilang dia berpatroli, kan?" Elya segera menirupali, "Terakhir kurahu dia
mengejar jejak Daemon ke dalam hutan, mungkin bisa beberapa hari lamanya, apalagi kalau
dia menemukan sarang Daemon itu. Jadi percuma saja walau seluruh desa ini kalian obrak-
abrik sekalipun. Dia sadar dis tengah berbohong, capi firasatnya mengatakan ada sesuatu
yang tidak dikatakan Kyre kepada mereka. Dan lalau mereka menyerahkan Lucca begitu saja
pada Kyre, dia mungkin tidak dapat bertemu Lucca lagi, selamanya.
Kyre melirik penuh minar pada Elya. "Oh, begitukah?". Elya langang menelan ludah dalam-
dalam. Dia tidak terlalu pintar berbohong-yah... dia memang jarang berbohong-dia hanya
berharap kebohongannya cukup untuk mengalihkan Kyre sementara waktu agar dia sempat
memperingatkan Lucca untuk menjauh dari Dominia. Setidaknya sampai semua ini jelas dan
mereka tahu apa yang harus dilakukan.

Jantung Elya nyaris copor ketika Kyre tiba-tiba meraih ke arah lehernya. Namun pria itu
hanya menyentuhkan sedikit jarinya di ujung leher kerah baju Elya. Rupanya dia menyadari

ada percikan darah Alphyn yang terciprat di sana. "Darah.... Masih bart?" katanya.

"Ya dais Daemon. Aku baru saja menyelesaikan patroliku, jawab Elya Di luar duguses Kyre
tersenyum puas. Terima kasih.”" Katanya. Eh "Kau mingulas baur dan panah untuk berhurs.
Sedangkan bentuk opratin di hijiimu itu hanya mungkin terbentik dan sejuta cikar milik
Sylat," katanys. "Beluo datahnya masih segar, jadi kemungkinan Sylvar mh ada di ackitar sini
bersama Daemon buruan Elya terngangs

Terima kasih atas kunja- samara." Kyre momblisk

hormat lah meninggalkan kedai berama iring-iringannya. Selama beberapa detik Elya tidak
bisa berpikir apalagi bereaksi.

la hanya diam menatap Kyte din romibonganya sans per san

berjalan meninggalkan kedai, ketika Sorten memanggid

tamanya, ia tersadar kembali. "Elya, heil" kata Somen Aye. kita harus cepar" Senlah
mengatakannya, Somen begin menyusul Kyre. Elya terkesiap, ia melesat ke luar kedai dan
melihat Kyre telah memerintahkan pakan Sharin-tiya menuju pasar.

Sia pikit Elys. Setelah menyadari dirah Daemon tadi. Kyse hanya perlu mencaci jejak teresan
darali diri dan menuju pinm kedai, yang banyak berserakan karena Lacca memang
membawa tas penuh sisik berlumur durah. Dia pari menemukan salah catu tintesan darah
itu yang mengarah ke pasar

Menyadari bahwa ia tidak akan mencapai Lucca lebih dulu

kalau hanya mengejar mereka, Elya berlari ke samping pasir dan

melesat masuk melalui jalan pintas di antara tenda-tends besit

Untungnya saat ini puas masih kosong sehingga Elyu leh

bergerak, dia bahkan melompat beberapa gerobak dagangan demi mempersingkai walau
Walau sangat letih setelah menyelesaikan patroli di Elya memaksa mibuhnya berlari secepat
mungkin. la berhasil mming jalan dan mendahului Kyse tiba di arca prout pa Tanpa innleh
untuk melihat Kyte yang berlari hanya beben ter di belakangnya, Elya bergegas menuju arca
mencuci y trilerak di bagian belakang pasar la sudah tidak peduli bab saar ind is mungkin
sudah membuat kesal sekelompok Sh allte Falthema. Da ridak akan membiarkan mereka
memb Lucca perd begitu saja, dia harus memperingatkan Lucca apa

Akhirnya Elya sampai di sudut paling belakang area mencuci area terpisah yang memang
dikhususkan untuk membersihkan hasil buruan sebelum dijual di pasar. Di hadapan Elya ade
huzh sumur kecil. Penis di samping sumur itu berjajar dua banh ember, salah satunya penuh
berisi air.Elya menyadari sisik smik Alphyn yang sebelumnya tersimpan di dalam tas sudah
berpindah ke dalam ember yang tidak berisi air. Sepertinya Lucca sudah mulai
membersihkan sistik-sisik itu, tapi hanya ember berisi sisik itu yang ada di sana.

Elys mengedarkan pandangan, berusaha mencari-cari Lucca siapa tahu dia masih berada di
sekitar situ. Tapi tidak ada Lucca, tidak ada siapa pun selain Elya sendiri. Tak lama KyTE dan
rombongannya tiba, mereka berdiri menjajari Elya. Sorren

menyunal beberapa saat setelahnya. "Di mana dia!" tanya Kyre

Elya mengangkat bahu. "Entahlah...." katanya. "Anda tepat di belakangku tadi. Anda lihat
sendiri, kan, tempat ini sudah kosong saat aku tiba."

Kyre segera mengisyaratkan kepada anak buahnya untuk mencari jejak Lucca Tanpa kata-
kata mereka segera menyebar menyelidik tiap jengkal area cuci. Elya sendiri sibuk mencari
penunjuk matanya, tapi dia tidak menemukan jejak apa pun di tanah. Sejak beberapa waktu
lalu hujan memang tidak rarun. tanah hutan yang kering makin menyulitkan mereka mencari
jejak Tetesan darah Daemon yang merembes dari tas Elya juga konsisten dengan rute yang
diambil Lucca untuk menuju ke tempat ini. Selain itu, sama sekali tak ada tanda tanda
pertarungan atau apa pun yang mungkin membahayakan nyawa Lucca. Dan menilik
kesungguhan Kyre beserta anak buahnya menemukan Lucca hidup-hidup, setidaknya Elya
bisa mencoret satu kemungkinan buruk itu dari benaknya.

Tak lama anak buah Kyre melaporkan ke tuannya bahwa mereka juga tidak berhasil
menemukan jejak Lucca atau apa pun yang mencurigakan di sekitar situ. Mereka
menyimpulkan ke mana pun Lucca pergi, atau siapa pun yang membawa Lucca pergi dari
situ, pastilah tahu untuk menyembunyikan jejak mereka.

"Dia tahu kita di sini," Kyre menyimpulkan. “Atau mungkin saja seseorang
memperingatkannya sebelum kita ke sini." Dia melirik Elya dan Sorren.

Sorren mendengus. "Heh, jangan lihat kami begitu, kalian

bahkan tidak tahu harus mencari ke mana kalau putriku nggak

kelepasan bicara, kan?" Elya memutar bola mata gemas. Ya maaf, deh! Rutuknya dalam hati.

"Menyebar!" perintah Kyre.

Nyaris bersamaan para Shazin melesat ke segala arah. Sebagian berlari ke arah desa, sisanya
menuju sisi hutan terlihat dari arah tembok kota yang roboh. Dalam satu kedipan yang mata,
sosok-sosok itu melebur di antara gelapnya malam dan bayang-bayang pepohonan.
Kyre mengangguk pelan ke arah Sorren. "Maaf sudah menyita waktu Anda," kemudian dia
sendiri berjalan ke arah desa dan dalam sekejap sosoknya lenyap dari pandangan Elya. 3
Pengunjung Lain

Lucca baru saja selesai menimba dari sumur dan menuang kan airnya ke dalam ember ketika
ia melihat bayangan sese orang memantul di permukaan ait. Bulu kuduk Lucca mere mang,
seseorang berdiri tepat di belakangnya dan dia tidak menyadari kehadirannya sama sekali,
sampai orang itu sengaja menampakkan diri melalui permukaan air.

Dia mengamati sosok yang terlihat di pantulan itu, seorang Elvar wanita. Rambutnya
pendek, sangat pendek hingga menonjolkan tulang pipi dan warna matanya yang ungu.

Lucca menimbang apakah wanita di belakangnya ini kawan atau lawan. Dia meremas
tinjunya, bermaksud memicu meka nisme pada sarung tangannya dan menyiagakan cakar-
cakarnya. Tapi di luar dugaannya, wanita itu tertawa kecil. "Tidak usah tegang begitu,"
katanya. "Kau sadar, kan, kalau

aku berniat menghabisimu, pasti sudah kulakukan dari tadi."

Dalam satu tarikan napas, Lucca berdiri lalu membalik tubuhnya sambil mengambil jarak
dengan lawan bicaranya. "Siapa kau?" tanya Lucca. Tinjunya terkepal memicu mekanisme di
sarung tangannya, siap menggunakan cakar-cakar besinya untuk menyerang lawan. "Kau
tidak mengingatku, Sylvar?" Wanita itu mengerutkan alisnya "Rupanya kabar itu benar.
Ingatanmu benar-benar hilang

"Kita saling kenal

Wanita itu mengangkat bahunya. "Tergantung apa yang kau maksud dengan kenal" dia
tertawa kecil. "Tapi ya... kita memang saling kenal. Aku pernah menjadi partnermu dalam
bertugas.

"Aku tidak ingat," potong Lucca. "Siapa kau? Dan kenapa kau kemari "Aku Viria, kata wanita
itu. "Aku datang karena kita berdua

dalam bahaya besar." "Bahaya apal Lucca mengerutkan alinya.

Viria melirik ke arah kedai minum di pusar desa. "Keributan yang kau dengar tadi," jelasnya,
"karena ada sepatukan Sharin dari Falthemnar tengah mencarimu di desa, dan dalam
beberapa menit mereka akan sampai ke sini." Mendengar kata 'sepasukan Shazin', insting
tanda bahaya Lucca langsung mengambil alih. dia nyaris melesat kembali ke Dominia, tetapi
Viria menghenti kannya.

"Tenang" katanya. "Kyre tidak akan melukai teman Vier Elf-mu. Dia berniat membawamu
kembali ke Falchemnar, bukan hendak memulai pembantaian." "Kyre!" Sekelebat sosok
melintas cepat di
ingatan Lucca saat nama itu disebut. "Dia di sini!" "Oh, kau mengingatnya!" Viria
menggerutu. "Terserahlah, pokoknya kita harus pergi sekarang. Akan kujelaskan nanti saat

keadaan sudah aman."

"Bagaimana aku tahu kau tidak sedang berbohong?" tukas

Lucca. "Dengar, Nak!" ujar Viria gemas. "Kau tidak percaya padaku? Tidak masalah, silakan
tunggu di sini sampai mereka datang untuk meringkusmu.... Arau, kau bisa ikut denganku,
dengar apa yang harus kukatakan lalu silakan kembali ke sini saat keadaan aman. Kau
puruskan saja sendiri!" Setelah mengatakan itu Viria beranjak menuju hutan. Langkahnya
cepat dan ringan,

tidak meninggalkan jejak sedikit pun di tanah yang dipijaknya. Lucca melemparkan
pandangan ke arah kedai yang saat ini terlihat tenang. Kalau memang ada sepasukan Shazin
di sana mencari dirinya, Elya dan Sorren pasti akan berusaha meng alihkan mereka ke lokasi
lain. Tapi, Lucca tidak yakin berapa lama mereka bisa menahan para Shazin. Dan kalau para
Shazin sampai ke tempat ini, bersama Elya dan Sorren, keadaannya akan semakin runyam.

Dia lalu melirik Viria yang sudah menyelinap di antara pepohonan. Memercayai wanita ini
adalah hal terakhir yang terlintas di benak Lucca. Tapi, mengikuti Viria saat ini-dengan
sukarela terlihat lebih baik dibanding pilihan satunya. Sedikit enggan Lucca menyimpan
kembali cakar di tangannya dan setelah memastikan dia tidak meninggalkan jejak apa pun,
Lucca menyusul Viria.

Matahari pagi mulai menampakkan diri di kaki langit ketika Lucca dan Viria akhirnya keluar
dari lebatnya hutan Tellsier, dan menapakkan kaki di jalan setapak yang membelah hutan.
Sejak semalam dia berjalan mengikuti Viria. Perjalanan itu mereka tempuh nyaris tanpa
bicara, Viria yang memimpin jalan, wanita ini membawa mereka melintasi hutan sehati-hati
mungkin menghindari jalan setapak agar tidak meninggalkan jejak.

Sejauh ini Lucca mengagumi kemampuan Viria: keahliannya menyelinap dan menemukan
celah-celah kecil di antara hutan dan semak-semak tidak perlu diragukan. Siapa pun wanita
ini dan apa pun tujuannya, setidaknya satu hal sudah pasti; Viria adalah seorang Sharin-
sesuai pengakuannya kepada Lucca bahkan mungkin kemampuannya di atas Lucca.

Tapi kini mereka sangat jauh dari Dominia, sepertinya Viria memutuskan sekarang sudah
cukup aman untuk melalui jalan setapak, Lucca mengedarkan pandangan ke sekeliling nya,
dan memutuskan kalau dia tidak mengenali atea ini. Tapi Lucca sudah beberapa kali
menemani Elya ke hutan dan desa desa di sekitar Dominia, jadi dari rate yang diambil oleh
Viria, dia bisa memperkirakan kalau saat ini mereka tidak ter lalu jauh dari Mildryd, desa
perbatasan antara wilayah Elvar dan

Manusia Elya.... Mendadak perut Lucca seperti dililit. Saat ini gadis itu pasti cemas setengah
mati karena Lucca mendadak pergi. Tapi dia tak punya pilihan lain. Kalau dia tetap di
Dominia dan ucapan Viria ternyata benar. Elya akan melakukan apa pun untuk
menghentikan para Shazin membawa Lucca pergi. Termasuk hal-hal yang bisa
membahayakan dirinya sendiri. Lucca tidak ingin melihat Elya terluka karena dirinya, jadi
untuk saat ini sepertinya keputusan Lucca tepat. Lagi pula, jika terbukti Viria
membohonginya, dia bisa kembali ke Dominia dan meminta maaf kepada Elya kapan saja.
Tapi untuk sekarang Lucca perlu mendengar apa yang ingin disampaikan oleh Viria.

Langkah Viria mendadak terhenti, membuyarkan lamunan Lucca. Viria menatap ke depan
dan menyadari bahwa mereka telah tiba di tujuan. Mereka berhenti di depan sebuah rumah
kecil berdinding kayu dan beratap jerami. Rumah itu dikelilingi halaman kecil yang tampak
apik dan terawat, tapi tidak ada bangunan lain di sekitar rumah itu. Lucca juga tidak melihat
tanda-tanda adanya desa atau perkampungan lain di sekitar mereka. Sepertinya rumah ini
sengaja dibangun jauh dari mana pun oleh pemiliknya.

"Rumahmu?" tanya Lucca.

Vitia menggeleng. "Temanku." jawabnya singkat. "Seorang Elvar Terbuang, tapi beberapa
hari ini dia ada keperluan di kota. jadi kita bisa sembunyi di sini sampai keadaan tenang." Dia
lalu melangkah ke beranda rumah dan mengeluarkan kunci dari sakunya. "Masuklah."

Bagian dalam rumah itu tidak terlalu luas, hanya ada sedikit perabot dan alat masak, serta
satu kamar di bagian belakang rumah. Sepertinya rumah ini hanya dihuni oleh satu orang.
Viria tidak membuka jendela rumah, khawatir ada orang me lihat mereka, tapi cahaya
matahari yang masuk dari lubang lubang udara di dinding memberi penerangan yang cukup.

Sementara Lucca masih mengamat-amati isi rumah, Viria sudah berjalan menuju dapur dan
membuka tutup sebuah guci besar, Dia lalu meraih gelas di atas meja, mengisinya dengan air
dari dalam guci dan menandaskan isinya. "Haue Lapar?" tawamya. "Ambil saja sendiri.
Temanku tidak akan keberatan." Dia lalu duduk di atas meja dan memotong isa rei yang ada
di sana. Terima kasih, kata Lucca. Dia hanya mengambil segelas air lalu dadak di hadapan
Viria. "Tapi kita sudah aman sekarang, jadi ceritakan segalanya. Kenapa Kyre bersama
sepasukan Sharin

memburuku! Viria mengunyah roti di genggamannya "Baik, tapi pertama tama." katanya,
aku ingin tahu seberapa banyak yang kau ingat dari masa lalumu dan misi-misi kita

"Sejajarnya.. tidak ada," jawab Lacca "Sebagian ingatanku memang sudah kembali, tapi
banyak detail dan peristiwa kecil tidak bisa kuingar. Masi-misku selama menjadi Shazin
misalnya....

Visia tersenyum pahit. Tidak heran," katanya. "Kalau aku kehilangan ingatanku, aku juga
tidak ingin mengingat lagi semua misiku. Dia lalu menatap Lacca tajam. "Tapi kau ingat

"Sedikit," jawab Lucca. "Dia seorang Maister Sharin, dan kurasa dia pernah melanihku."

"Yah, kau tidak salah," Viria membenarkan. "Dia memang salah satu Maister Klan kita, dia
juga yang melatihmu saat kau pertama kali bergabung dengan Klan Shazin. Saat ina kau
masih kecil.

Maister adalah gelar tertinggi dalam Klan Shazin, hanya disematkan kepada Sharin yang
telah mengabdi dan membuktikan kemampuan serta kesetiaan mereka kepada Klan. Hanya
para Maister yang berhak memiliki murid, dan memiliki hak untuk menugaskan misi dari
para Pimpinan Klan pada anggota yang lain.

"Kalau kau ingat siapa dia, kau paham, kan, betapa ber untungnya kau bisa lolos darinya!"
Viria melanjutkan. Aku tidak mengerti kenapu dia tidak mengutus paskannya untuk
menyergapmu saja saat kau berburu di hutan. Kenapa harus repot-repot menemui pimpinan
Dominia berpura-para menjadi Kepala Penyidik Legiun Falthemnar? Mungkin masa damai
yang terlalu lama ini membuatnya lembek, atau mungkin dia

tidak ingin menyakiti murid kesayangannya." "Kau tahu banyak selidik Lucca. "Berapa lama
kau mengikuti dia?"

Beberapa minggu," jawab Viria. "Satu-satunya cara untuk menghindari orang setangkas dia
adalah berada beberapa langkah di depannya. Aku yakin saat ini dia dan para Shazin nya
sedang mencarimu di seluruh Dominia. "

"Kenapa dia memburu kita?" tanya Lucca lagi.

"Karena kita berdua dituduh melakukan kejahatan." Viria menggigit scitis roti.

"Kejahatan apa? Kalau tentang insiden di Dominia beberapa waktu lalu

Viria menggeleng. Tidak, ini bukan masalah itu. Walau mungkin ada kaitannya sedikit," dia
berhenti sejenak. "Ini tentang salah satu misi kita, dulu sekali. Saat aku masih menjadi
partnermu."

"Saat kita masih partner, artinya kita menjalankan misi ini

bersama-sama? Bisakah kau ceritakan detail misi itu?"

"Sayangnya tidak," jawab Viria. "Aku memang partnermu saat itu, tapi saat Maister Kyre
mengurus kita, kau bersikukuh untuk pergi seorang diri. Dan sekarang aku justru dituduh
atas kejahatan yang sama denganmu.... "Persisnya kejahatan apa yang dituduhkan ke kita?"

"Setelah kasus Dominia ditutup dan persidanganmu bulan lalu." Viria menjelaskan, tetua
Bangsa Elvar memberikan teguran keras kepada para Pemimpin dan Maister Klan Shazin.
Mereka kecolongan sampai salah satu anggota Klan-nya menjalankan misi yang bukan
berasal dari para Tetua.

"Sebagai Maister yang melatihmu dan mengatur penu gaan awalmu, Kyre merasa
bertanggung jawab. Dia menyidikkembali seluruh misi lamamu. Dan salah satu nama dari
daftar sasaran yang harusnya kau lenyapkan membangkitkan kecur gaannya.

"Siapa?

Viria mengangkat alisnya. "Enel, sang Pembuar Boneka "Aku tidak ingat nama itu," kata
Lucca. "Siapa dia?"
"Erzel dalunya Vestal terhormat di kalangan elite Falthemna sampai suatu hari, dia
memutuskan meninggalkan Bangsanya dan menjadi Elvar Terbang Lucca mengernyitkan
alinya. "Kenapa dia dijuluki Pembuat

Boneka? Dan apa hubungannya masalah ini denganku?"

"Karena sepeninggalnya dia dari Falthemnat. Erzel sering melakukan percobaan-percobaan


yang tidak wajar. Meng gabungkan ilmu alkimia dan sihir Vestal, dia merajut bagian tubuh
Darmon dengan jasad Manusia maupun Elvar. Men ciptakan makhluk-makhlak mengerikan
di luar nalar.... Aku yakin kau pernah berhadapan dengan makhluk-makhluk tersebut saat
insiden di Dominia kemarin.

Ingatan Lucca langsung berputar kembali ke malam penyer buan Necrus di Dominia. Dia
teringat kembali pada Necrus Necrus raksasa yang terbentuk dari pandukan mayat yang
disambung menjadi satu. Serta makhluk kaki seribu yang ter hubung dengan tubuh Darros
dan Arteon "Aku ingat," kata Lacca singkat. Bahkan mengingat kembali tiap detail dari
makhluk makhluk itu saja sudah membuatnya

mual. "Dia

yang

membuat makhluk-makhluk itu Selama ini

aku pikir semuanya ciptaan ibuku dan Kad Viris menggeleng. "Thumu adalah Necromagsas
yang menemukan cara untuk menyunndan Yabut Gelap ke dalam jasad dan
membangkitkannya kembali sebagai mesin pembunuh. Sementara Kacl menggunakan
pengetahuannya sebagai pencipta Golem untuk memberi batasan dan kendali sederhana
kepada para Necrus. Sementara Necrus rakaata yang kau lawan itu jelas diciptakan oleh
seseorang yang sangat memahami anatomi dan menguasai ilmu alkimia sebagai dasar untuk
mengawetkan mayat-mayat itu dan merajutnya kembali menjadi makhluk baru.

Lucca tertegun, selama ini dia mengira insiden di Dominia hanya didalangi oleh ibunya dan
Kael. Dan dengan tewasnya Recion serta ditangkapnya Kael, maka kasus pun selesai. Tapi
ucapan Viria barusan masuk akal, menciptakan makhluk baru dari mayat-mayat yang
jumlahnya puluhan bahkan ratusan itu bukan pekara sepele, bahkan bagi ibunya sekalipun.
Belum lagi ribuan tong berisi cairan yang digunakan untuk mengawetkan dan menguatkan
kulit Necrus. Ada campur tangan seseorang yang memiliki keahlian khusus. Dengan kata lain,
ada pelaku ketiga selain Recion dan Kael.

"Jadi, kau paham kenapa Kyre memburu kita berdua. kan?" lanjut Viria. "Kau menjalankan
misi itu seorang diri..... Katakan sejujurnya, apa kau benar-benar melenyapkan Erzel sesuai
perintah para Tetua atau justru menyerahkannya ke pada ibumu?"

Vitia menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, kakinya menyilang santai, dan di
tangannya masih tergenggam sekepal roti. Dia terlihat seperti pelanggan yang sedang
menunggu pesanan makanan diantar oleh pelayan kedai, alih-alih sedang menginterogasi
Lucca. Sejak memasuki rumah ini, wanita Elvar itu memang terlihat sangat santai. Tapi Lucca
tahu, Viria sama sekali tidak mengendurkan kesiagannya. Sikap santainya itu hanya
ditunjukkan untuk mendapatkan kepercayaan Lucca.

Lucca menghela napas panjang. "Aku tidak ingat." jawabnya lugas. "Aku yang sekarang tidak
mungkin melakukannya. Tapi Sylvar yang dulu. entahlah.

"Jadi kau tidak membantah kalau kau pernah mengkhianati

Klan Shazin demi ibumu?" "Aku melakukannya sekali ketika ibuku memintaku melenyapkan
Sorren," jawab Lucca. "Aku tidak akan terkejut

kalau aku pernah melakukannya sebelum itu," Viria mendengus. "Yah. Kyre tidak mungkin
memburu kita kalau kau tidak bersalah. Jadi sekarang, aku akan bertanya sekali lagi...
Apakah kau bersedia memperbaiki kesalahanmu? Termasuk menemukan kembali Errel dan
menuntaskan misimu yang dulu?" tanya Viria.

"Jika itu yang harus kulakukan untuk menebus kesalahanku, maka ya jawah Lucca. "Lagi pula
kalau Erzel memang salah satu dalang dari insiden kemarin, aku ingin meringkusnya sebelum
dia mengulang perbuatannya kemarin."

"Bagus," Viria tersenyum. "Sudah kuduga itu yang akan kau katakan,

"Tapi ada satu masalah," kata Lucca. "Kalau Erzel memang komplotan ibuku, dia pasti sudah
bersembunyi saat kami menghancurkan pasukan Necrus di Dominia. Dan kalau Maister
Shazin sekelas Kyre saja tidak bisa melacaknya, apa yang bisa kita lakukan!"

"Itu sebabnya aku buruh bantuanmu." Viria menjelaskan. "Bantuanku?" Lucca


mengembuskan napas. "Kau tahu kondisi ingatanku, kan? Aku bahkan tidak mengingar misi
ini sama sekali, bagaimana mungkin aku bisa membantu?"

Viria menyeringai Tenang," katanya. Dia berdiri dan menuju ke salah satu lemari dapur yang
terbuka. "Aku sudah menduga ingatanmu mungkin bermasalah, jadi aku mem bawakanmu
ini." Viria mengambil setumpuk perkamen yang sebelumnya dia sembunyikan di dalam
lemari dan menye rahkannya kepada Lucca

Lucca memeriksa perkamen yang baru diterimanya. Keningnya berkerut saat dia sadar
bahwa dia mengenali tulisan tangan yang tertera diatas perkamen itu. "Ini... tulisanku!"

"Benar," semua ini adalah dokumen misi yang kau tulis selama kau menjadi Sharin. "Saat
kabar insiden Dominis sampai ke Falthemnar, aku menyadari Kyre akan mencurigai kita
begitu dia melihar Necrus-Necrus raksasa itu. Jadi kucuri seluruh dokumen misimu dari
ruang arsip Klan Shazin." Dengan hati-hati, Lucca membolak-balik tumpukan perkamen itu,
satu per satu. Sebagian sudah berusia cukup tua, kertasnya rapuh dan tintanya sedikit
memudar. Tiap lembar perkamen itu berisikan tulisan cakar ayam yang, kalau dibaca oleh
orang awam, tidak akan ada artinya. Tapi Lucca dengan segera memahami isi dokumen itu.
Pada bagian awal tiap per kamen ada identitas sasaran, diikuti citi citi fisik dan kebia saan
mereka. Setelahnya ada catatan pengamatan yang ditulis oleh Lucca saat melakukan
pengintaian sebelum melenyapkan sasaran. Di bagian akhir tiap lembar perkamen ada
catatan tanggal, lokasi, dan metode yang digunakan untuk meng eksekusi mereka.

Napas Lucca tertahan. Semua nama yang tercantum dalam perkamen-perkamen ini sudah
kehilangan nyawanya di tangan Lucca,

"Wajahmu pucat, Nak" Viria meneguk segelas air. "Maaf tiba-tiba menyodorkan semua ini
padamu, mendadak meng ingatkanmu tentang siapa kau sebelum semua ini terjadi, pa dahal
kau baru saja memulai kembali kehidupanmu dengan identitas baru." Viria meletakkan
gelasnya dan menatap Lucca tajam. "Tapi menyesalinya sekarang tidak akan mengubah
siapa dirimu. Kita harus bergerak cepat kalau ingin menghindari Kyre dan menemukan Erzel.

"Tidak apa-apa," Lucca menggeleng pelan. "Aku sudah lama menyadari siapa aku dan apa
yang kulakukan. Hanya saja aku tidak pernah menyangka seperti ini.... Ucapan Lucca
terhenti. "Aku mengira selewat era Perang Besar, klan kita sudah tidak terlalu dibutuhkan
oleh Para Tetua, jadi aku tak menyangka akan ada sebanyak ini."

"Bagiku bahkan satu nama pun sudah terlalu banyak." Viria tersenyum getit. "Tapi harus
kuakui, daftarmu jauh lebih tebal dibanding yang lain. Yah, tidak mengherankan sih, kau
masih muda, wajar kalau ingin membuktikan diri, khususnya kepada ibumu." Pembakan diri
Lucca menatap tumpukan perkamen di depan matanya. Dia tahu orang-orang dalam daftar
itu akan tetap kehilangan nyawa mereka saat para Tetua menitahkan Klan Shatin untuk
melakukannya. Tapi mengetahui nasib seseorang dan menjadi orang yang bertanggung
jawab memastikan hal itu terjadi adalah dua hal yang sangat berbeda. Lucca menyandarkan
punggungnya di kursi dan menghela napas panjang. Tak ada yang bisa dilakukannya untuk
orang-orang itu sekarang. Sylvat-bukan-dia telah membuat pilihan ini sejak lama, dan
sekarang dia harus hidup dengan konsekuensinya. Meruruki kesalahan kesalahannya di
masa lalu bukan yang terpenting saat ini. Dia harus fokus pada apa yang bisa dia lakukan
untuk memperbaikinya.

"Kalau kau punya catatan semua misiku, kata Lucca, "kenapa tidak mencari Erzel sendiri?"

"Mana mungkin aku sanggup, cibir Viria. "Kau lihat sendiri kan, kita diajarkan untuk
menyandikan seluruh dokumen misi kita menggunakan metode unik yang hanya dipahami
oleh penulisnya sendiri, unnuk mencegah agar dokumen ini tidak dibaca pihak lawan kalau-
kalau Sharin yang tengah menjalankan misi gugur di tengah tugas"

"Jadi kau butuh aku untuk memahami isi dokumen misi ini uling Lucca. "Kalaupun aku bisa
membacanya, ada kemungkinan aku sudah memahukan isinya, kan?"

In alasan lain aku membutuhkan bantuanmu," Vina menjelaskan. "Dan untuk membantumu
mengingat lebih balk, serta menghindari kejaran Kyse, aku menyarankan kita menapak tilas
misimu dahulu. Dengan mengulang kembali setiap langkah yang kan lakukan, kau mungkin
akan menemukan keganjilan dalam dokumen iru, kalau kau memang pernah melakukannya.
Dan siapa tahu, ingatanmu bisa kembali
kurasa itu masuk akal, tapi aku harus mempelajari dala dokumen-dokumen ini. Aku tidak
pernah menuliskan identitas sasaran secara terang-terangan, jadi akan butuh waktu untuk
menemukan dokumen yang sesuai dengan Erzel."

"Kurasa untuk sementara rumah ini cukup aman. Kita bisa bersembunyi sementara kau
mempelajari dokumen-dokumen ini. Tapi usahakan cepat. Kita harus bergerak kembali
sebelum

Kyre melebarkan arca pencariannya hingga ke kawasan Myldrid." Lucca tidak segera
menjawab permintaan itu. Sejak dia setuju membantu Viria, dia tahu dia harus
meninggalkan Dominia. tapi dia tidak bisa pergi begitu saja. Tidak, kalau dia masih berutang
penjelasan dan permintaan maaf pada Elya. Namun kembali ke Dominia untuk menemui
Elya sama saja dengan menyerahkan diri. Viria pun tidak akan pernah menyetujuinya.
Mendadak sebuah ide tebersit di benak Lucca.

"Aku setuju," kata Lucca akhirnya. "Tapi kita perlu mampir ke suatu tempat sebelum
memulai perjalanan ini." 4

Kerinduan

Elya mengerjap beberapa kali. Cahaya matahari yang menyeruak dari sela kerai kamar
menyilaukan matanya. Sudah siang pikir Elya. Kapan aku tertidur...? Dia beringsut turun dari
tempat ridurnya. Kapan aku pindah ke kamar? pikirnya lagi.

Dia beranjak menuju baskom air besar di sudut kamarnya dan membasuh wajah. Semalam-
Elya mengingat-ingat-setelah para Shazin meninggalkan mereka di tengah-tengah pasar, Elya
dan Sorren menyelidiki area di sekitar tempat cuci, kalau-kalau ada petunjuk keberadaan
Lucca yang mungkin luput dari para Shazin. Tapi sia-sia. Bukan tanpa alasan Klan Shazin
begitu disegani di kalangan Bangsa Elvar. Mereka teliti. Dalam. sangat waktu yang terbilang
singkat itu, mereka sudah memeriksa tiap jengkal area pasar dan memastikan bahwa
memang tidak ada jejak apa pun. Lucca seolah menghilang begitu saja di tengah gelapnya
malam.

Elya sempat memutuskan untuk ikut mencari Lucca di hutan sekitar Dominia, tapi Sorren
melarangnya. Lagi pula ada sclusin Shazin berpengalaman yang sudah mendahuluinya. Kalau
mereka saja tidak bisa menemukan Lucca, kecil kemungkinan Elya mampu melakukannya.

Jadi Elya menunggu... Dia terus menunggu di rumahnya, berharap Lucca menyelinap ke
dalam dan mengejutkannya. Tapi sampai subuh tiba, Lucca tak kunjung kembali. Renteran
pertanyaan berkecamuk dalam benak Elya. Kenapa Lucca menghilang Ke mana dia pergi?
Apa dia sudah mengetahui kehadiran Kyre dan kelompoknya lalu bersembunyi sampai
keadaan aman? Atau apakah Kyre sudah menyuruh seseorang untuk meringkus Lucca dan
seluruh pembicaraan mereka di kedai tak lebih dari kedok untuk mengalihkan perhatian Elya
dan Sorren! Dan yang paling penting

Apakah Lucca masih hidup? Sepertinya Elya tertidur saat tenggelam dalam kekhawatir annya
sendiri. Tubuhnya sudah luar biasa lelah, jadi rak heran kalau dia begitu mudah tidur, dan
baru bangun saat matahari sudah di atas kepala. Mungkin Sorren yang memindahkan Elya
dari ruang tengah ke kamarnya.

Elya menyadari dia masih mengenakan pakaian berburunya semalam. Aroma anyir darah
Daemon menguar dari sisa-sisa percikan di kerah bajunya. Sekali lirik, Elya menyadari
percikan darah itu sudah kering. Menghilangkan noda dan aromanya akan sulit. Sambil
menghela napas panjang, dia mengambil pakaian ganti dan beranjak meninggalkan kamar

Lantai dua rumah Elya dulunya terdiri dari dua kamar saja, kamarnya dan kamar Sorren. Tapi
setelah Lucca kembali ke Dominis. Sorren menambahkan satu kamar kecil di ujung koridor
yang menghadap jendela untuk menampung Lucca. Dominia saat ini sedang dalam kondisi
morat-marit setelah serangan Necrus, nyaris mustahil mencari kamar sewa dengan harga
terjangkan di luar sana Jadi, mau tak mau, Lucca harus menumpang tinggal di rumah Sorren.

Elya berjalan menghampiri kamar Lucca, menyibak gorden yang membatasi antara kamar
dengan koridor. Walaupun sebutannya kamar, ruangan ini sebenarnya hanya ujung lorong
yang disekat dengan kayu seadanya, dan dibatasi kain tebal untuk privasi. Dia melirik dipan
Lucca yang kosong seprai dan selimut Lucca masih terlipat rapi sejak semalam. Dia benar
benar hilang Perut Elya serasa dililit dari dalam. Rasa tidak nyaman yang sejak tadi
menderanya semakin

Mengusir rasa tidak nyamannya, Elya memutuskan untuk mandi. Saat hendak turun ke lantal
bawah, Elya melihat kamar ayahnya juga kosong. Sepertinya sejak semalam Sorren juga
tidak palang, Elya buru-buru mandi lalu membungkuskan sarapan i sekadarnya untuk
ayahnya. Dia sendiri tidak nafsu makan. Elya bergegas meninggalkan rumah Siang hari itu
Kota Dominia tampak ramai diwarnai kesibukan warga kotanya. Para pedagang dan penjual
hilir mudik ke arah pusar, beberapa warga dan pekerja sukarela tampak sibuk memperbaiki
dinding dan fasilitas penting kota. Melintasi keramaian di alun-alun kota. Elya tiba di balai
kota yang ramai seperti biasa. Sepertinya kehebohan semalam tidak diketahui oleh para
penduduk, tidak ada aktivitas selain daripada yang biasanya terjadi di gedung balai kota.
Para stal Sonen sibuk mengoordinasikan rencana dan prioritas pembangunan bersama
beberapa warga

Elya berjalan ceput melewati keramaian itu dan segera menuju ruang kerja Sorren, Kali ini
dia menemukan pemandangan yang tidak bias pintu rung kerja ayahnya tertutup rapat. Elya
mengetuk dua kali dan menunggu beberapa saat hingga pintu dibuka Bersamaan dengan
dibukanya pinnu, beberapa Penjaga Desa meninggalkan nungan. Elya mengenali mereka,
sebagian besar berada di kedai saa keributan dengan Kyre semalam. Mereka semua tampak
letih, gurat-gurat hitam menghiasi ba gian bawah mata mereka

Setelah para Penjaga meninggalkan ruang kerja Sorren, Elya manak dan menutup pinna
ruang kerja rapai-rapat Ruang kerja Soren berbentuk persegi empat, di bagian akhir ruangan
ada lemari jati beur. Lemari ira berisi beragam cendera mata yang dikumpulkan Sorren dari
petualangan penualangannya, tetapi sejak Elva berusia sepuluh tahun dan Dominia menjadi
semakin ramai, dia tak pernah lagi berpetualang

Sebuah meja bundar di tengah ruang digunakan Sorren untuk bekerja. Dahulu, sisi ruangan
itu dihiasi dengan jendela hear dengan kaca patri, tapi kini kaca jendela itu ditutup rapat
dengan papan papan kayu scadanya. Elya ingat dialah yang menjchel jendela ieu ketika
menerobos masuk untuk me

myclamackan ayahnya. Kandid antik yang dulunya terpejang di atas ruangan juga malah
tidak ada, pecah ketika terjadi pertarungan sengit antara Sorren dan Golem raksasa. Sama
halnya dengan lemari pajang besar yang berisi aneka ragam cendera mata antik yang
dikumpulkan Sorren saar ia masih melanglang buana dan menjelajah Benua Ther Melian.
Dinding ruangan yang dulunya putih bersih kini terlihat kelabu dengan noda jelaga dan debu
menempel di mana-mana.

Sorren campak sibuk mengamat-amati sesuatu yang diletakkan di atas meja bundar.
Sepertinya semalam ayahnya juga tidak tidur: rambutnya acak-acakan, bajunya masih sama
dengan yang dipakai kemarin, dan terlihat kusut. Elya mendekat untuk melihat lebih jelas
apa yang menyita perhatian ayahnya. Ternyata selembar perkamen besar yang telah
digambari dengan peta sederhana Dominia. Selain gambar peta, ada pula

bermacam-macam coretan di atasnya. "Apa yang kau temukan?" tanya Elya.

Sorren melirik sekilas ke arahnya. "Oh, kau sudah bangun, katanya. "Setelah para Shazin
meninggalkan Dominia, aku meminta para Penjaga Desa untuk berpatroli, mencari jejak
mereka maupun Lucca Tapi seperti yang kau lihat.... dia menunjuk pada gambar di atas
perkamen. "Mereka tidak menemukan jejak apa pun. Baik Kyre, para Shazin, maupun Lucca,
Semua seolah lenyap ditelan hutan."

Elya menghela napas, tidak terlalu terkejut dengan temuan-atau lebih tepatnya ketiadaan
temuan-oleh ayahnya dan para Penjaga Desa. Mereka berhadapan dengan sekelompok
Sharin. Dan dari pengalamannya bersama Lucca selama ini, menghilangkan diri dan menutup
jejak sudah seperti makanan sehari-hari untuk mereka. Kalau para Shazin itu tidak ingin
ditemukan, maka mereka tidak akan dapat ditemukan.

"Maaf," kata Sorren tiba-tiba. "Kau pasti cemas bukan kepalang, ya Dia tersenyum prihatin
ke arah Elya. Elya menggeleng. "Bukan salahmu, katanya. "Kau juga belum tidur dan makan,
kan?" Dia lalu menyerahkan bekal yang

tadi dibuatnya. "Makanlah." Sorren membuka kain pembungkus bekal dan menemukan
setangkup roti yang dini daging asap dingin, selada keriting, mentimun segar, dan irisan keju.
Dia meraih isinya dan sesaat sebelum menggigit roti, dia melirik ke arah Elya. "Kau sudah
makan?"

"Sudah." Elya aul menjawab, "Jadi sekarang kita harus bagaimana?

mengunyah roti dan menelannya. Dia lalu terdiam beberapa saat "Jujur, aku juga tidak
tahu," katanya. "Tapi kalau kau ingin menemukan Lucca, kau harus memikirkan langkahmu
dengan anggapan bahwa Lucca menyadari Kyre ingin meringkusnya, sehingga ia
menyembunyikan diri. Untuk menghindari bentrok antara Kyre dengan kita."
"Yah, itu masuk akal," kata Elya "Aku juga sempat memikirkan hal yang sama. Tapi kenapa
dia tidak pulang? Kyre dan kelompoknya sudah pergi. Dia bisa pulang atau setidaknya
meninggalkan sesuatu agar kita tahu dia baik-baik saja."

"Pergi Soren mengangkat sebelah alis sambil menggigit roti isinya. "Aku tidak terlalu yakin.
Memangnya mereka mau melacak Lucca ke mana? Kota ini adalah pusat pencarian mereka.
Kalaupun Lucca bersembunyi, dia juga tidak punya uang dan tujuan. Dia harus pulang suatu
saat, dan mereka menantikan saat-saat itu untuk meringkusnya."

Elya menelan ludah Analisis Sorren tidak salah. Tidak hanya ahli bersembunyi, Klan Sharin
juga sangat sabar dalam melakukan pengintaian dan pengamatan. Bahkan, mungkin saja
salah satu dari mereka tengah bersembunyi di ruangan ini, mendengarkan seluruh
pembicaraan Elya dan Sorren. mereka sadari tanpa

Maksudmu Elya merendahkan suaranya, "Lucca tidak bisa kembali karena mereka mungkin
mengawasi kita?"

"Bisa jad jawab Sorren sambil menelan potongan ter akhir toti sinya, dia lalu mengelap
tangannya dengan kain pembungkus bekal Alis Elya bertaut. Jawaban Sorren yang
mengambang sama sekali tidak membantu meredakan kekalutan Elya.

"Aku tahu kata kata uja tidak cukup," kata Sorren "Tapi, coba pikirkan, Lucca juga seorang
Sharin, mustahil meringkusnya tanpa perlawanan sama sekali. Apalagi sampai tidak
meninggalkan jejak begitu. Jadi, untuk sekarang tetaplah berasumsi seperti itu, dan jika
keadaannya tepat, kau mungkin mendengar sesuatu dari dia"

"Jika tidak tanya Elya. Apa yang harus kulakukan kalau dia sama sekali tidak memberi kabur
dan tidak pernah kembali? Sorren menghela napas panjang Mungkin dia memang tidak ingin
kembali.

"Tapi kenapa!" tanya Elya lagi, Sama sekali tidak terpikirkan olehnya satu alasan pun yang
membuat Lucca ingin pergi. Lacca sudah membuang kehidupannya sebagai Sylvat Dia
memilik untuk tinggal di Dominis agar bisa bersama dengan Elya Setelah bermingga-minggu
sabar menanti, mereka akhirnya bisa bersama kembali, kali ini lebih dekat dari sebelumnya.
Memang masa-masa awal adaptasi tidaklah mudah bag) Locca, tapi Elya bisa merasakan
kesungguhan Lucca. Dia benar-benar ingin diterima dan menjalani hidup baru di Dominia,
dia tak alan pergi begitu saja tanpa alasan kuat

"Kenapa Lucca Ingin membuang hidup barunya? Dua mengorbankan segalanya untuk
memulai kembali di sini.

Ayahnya mengangkar bahu. "Entahlah, mungkin dua memang pernah melakukan apa pun
yang Kyre tuduhkan padanya. Arau demi dirinya. agar kita tidak harus berurusan dengan
Kyre

"Aku tidak peduli," rukas Elya. Dia menyadari nada suaranya agak meninggi, matanya juga
mulai terasa panas, tapi Elya menahan air matanya. Aku tidak peduli apa yang pernah dia
lakukan sebagai Sylvar, atau siapa pun yang memburunya. Akan kuhadapi siapa pun yang
hendak menyakiti Lucca." Sorren tersenyum dan menepuk-nepuk pundak Elya. "Yah,
mungkin karena itulah dia tidak kembali. Karena dia tidak ingin melihatmu terluka.

Entah sudah berapa hari berlalu sejak hilangnya Lucca, mungkin tiga atau empat hari, Elya
sudah tidak menghitung. Tapi pagi itu tidak seperti hari-hari sebelumnya. Cuaca yang sampai
kemarin masih bersahabat mendadak berubah drastis. Dari jendela kamarnya, Elya bisa
melihat kabut tipis dan mendung tebal menggelayut. Udara pagi ini pun lebih dingin dari
kemarin.

Elya menutup rapat jendela kamarnya kalau-kalau hujan turun saat ia tidak di rumah. Hari-
hari tanpa Lucca terasa sepi dan berat, tapi hidup terus berlanjut, perbaikan Dominia tidak
dapat menunggu sampai Lucca kembali. Elya juga tidak ingin menjadi beban pikiran ayahnya
lebih lama. Dia hanya harus memercayai Lucca, dan yakin bahwa Lucca akan kembali jika
saatnya tepat. Lagi pula menjalankan rutinitas seperti biasa mungkin bisa mengalihkan
pikirannya dari pria itu.

Setelah memastikan jendelanya terkunci, Elya mengen cangkan mantel bepergiannya,


menyampirkan busur harpies di punggungnya dan bergegas menuju lantai bawah. Dia
mendengar suara dengkur pelan dari kamar Sotren, pertanda ayahnya sudah pulang,
sepertinya selepas tengah malam tadi saat Elya sudah tertidur. Kemarin malam Elya sudah
bilang pada Sorren agar makan siang di kedai saja, karena hari ini ia berniat menuju Mildryd
sejak pagi.

Dua hari yang lalu Elya akhirnya berhasil menjual seluruh sisik Alphyn yang didapatkannya
malam itu. Seorang pedagang di pasar membelinya dengan harga yang sangat pantas, Hari
ini memang jadwal Elys berbelanja di Myldrid dan membeli persediaan obat-obatan untuk
keperluan warga Dominia, jadi dia ingin membelanjakan uang yang didapatkannya untuk
membeli peralatan agar memperlancar proses pembangunan Desa.

Semalam, setelah berdiskusi dengan staf Sorren, Elya sudah membuat daftar barang yang
bisa dipesannya untuk segera diantar ke Dominia. Dia senang setidaknya hasil kerjanya dan
Lucca bisa bermanfaat bagi kotanya. Elya tersenyum getit. Seandainya Lucca di sini, dia pasti
senang juga. Tapi sekarang bukan saatnya memikirkan hal itu

Gerimis tipis mulai turun saat Elya meninggalkan rumah. Dia merapatkan tudung mantelnya
dan bergegas meninggalkan Dominia. Sesaat setelah melewati jalan besar di hutan Tellier.
gerimis pun berhenti, digantikan dengan cahaya keemasan terlihat dari arah kaki langit.

Sebagai kota perbatasan antara wilayah Elvar dan Manusia, Mildryd, kota kecil yang terletak
di tepi hutan Tellsier memang tak pernah sepi. Setibanya di kota itu, Elya langsung menuju
ke Ateliya-bengkel para ahli alkimia-langganan ayahnya.

Sekilas Myldrid tidak terlihat jauh berbeda dari Dominia, sebagai kota yang dibangun di
antara hutan. Tidak banyak bangunan besar berdinding baru di sini, kebanyakan adalah
rumah-rumah kayu sederhana yang beratapkan jerami kering.

Sesampainya di Ateliya, dia mengantre di depan loket, dil belakang beberapa pengunjung
yang sudah tiba lebih awal. Saat gilirannya tiba, dia dilayani oleh asisten pemilik Ateliya.
Seorang gadis Manusia berambut hitam yang kira-kira sebaya dengannya. "Pagi, Elya,"
sapanya.

"Pagi. Elya tersenyum dan memberikan secarik kertas pe sanan dan uang pembayaran
padanya. Sang asisten memeriksa pesanan dan pembayaran Elya. "Seperti biasa, ya?" dia
memastikan.

"Ya. Tidak ada tambahan apa-apa, kok, jawab Elya. "Tolo dniapkan, akan kuambil nanti,"
katanya.

Selesai memesan obat ramuan, dia menuju ke bagi lain Kota Myldrid, ke sebuah toko
peralatan dan baha bahan bangunan. Elya pernah menemani Sorren ke toko i sebelumnya,
saat pembangunan ulang Dominia dimulai. Wak iru Sorren mencoba menegosiasikan
keringanan harga denga pemilik toko. Tidak terlalu berhasil tentunya, tapi setidaknya
mereka jadi diperbolehkan membayar dengan cara mencicl Dengan demikian, pembangunan
dapat berjalan walaupun dana yang dimiliki Sorren sangat terbatas.

Setibanya di toko itu. Elya langsung menemui pemiliknya. seorang pria Manusia bertubuh
agak tambun. Dia menyerahkan koin-koin emas serta daftar pesanan kepada pria itu.

"Aku ingin barang-barang ini segera diantarkan ke Domini kata Elya. "Bisakah Anda usahakan
secepatnya?"

"Tentu saja kata pria iru. "Pesanan Anda akan tiba besok siang. Ah, tolong ingatkan Tuan
Sorren batas waktu pembayaran cicilan akan tiba segera tila, mohon jangan terlambat kali
ini. "Akan kusampaikan," jawab Elya singkat.

Setelah menyelesaikan urusannya di toko bangunan, Elya mendadak sangat lemas. Dia
memang cuma makan sedikit pag tadi-setelah perjalanan panjang, dari Dominia, wajar kalau
mulai merasa lapar Lags pula obat-obatan yang dipesannya saat ini pasti belum siap, dan
Elya juga tidak mungkin pulang dengan perut kosong, Dia memutuskan untuk makan siang di
kedai langganannya.

Elya memesan pilai daging dengan kentang rebus kesu kaannya, dia lalu mengambil tempat
duduk di sudut kedai, Dari tempatnya duduk, dia bisa mengamati semua pengunjung yang
keluar masuk kedai. Dia sogat ini adalah tempat duduk favorit Lucca. Mungkin memang
kebiasaan sebagai shazin yang susah hilang, ke mana pun mereka pergi, Lucca selalu memilih
tempat duduk di mana dia bisa mengamati seluruh ruang, akses masuk dan akses keluar,
serta siapa saja yang datang atau meninggalkan ruangan.

Elya dan Lucca memang pernah mengunjungi kedai ini, sedikitnya tiga kali. Pertama, saat
Lucca mengawal Elya mem beli obat untuk pemburu yang terluka parah saat insiden pem
bunuhan misterius terjadi di Dominia-waktu itu mereka baru saling kenal.

Kunjungan berikutnya setelah Lucca mulai menetap di Dominia. Itu kali pertama mereka
pergi bersama dengan tidak dikejar-kejar prajurit atau menghindari mata-mata musuh.
Waktu itu, mereka benar-benar menikmati kunjungan ke Myldrid, Elya dan Lucca bahkan
memperpanjang waktu kunjungan hingga petang untuk berkunjung ke pasar malam. Mereka
mencoba hampir semua penganan tradisional yang dijual di pasar sampai perut mereka
sakit. Lucca juga sempat mencoba arena permainan ketangkasan di pasar: mereka membuat
kesal para pemilik kios permainan karena Lucca memenangkan hampir seluruh hadiah
dengan mudahnya.

Mendadak Elya meletakkan sendoknya. Mengunjungi kedai ini justru membuatnya merasa
semakin kehilangan. Elya buru buru menghabiskan gulai dagingnya sebelum nafsu makannya
benar-benar lenyap.

Begitu makanan di pitingnya habis, Elya bergegas mening galkan kedai dan kembali ke
Ateliya. Anehnya, hari ini Ateliya tampak sepi, padahal biasanya selewat jam makan siang be
gini pasti ada saja antrean pengunjung yang mengular di depan pintu. Entah mereka yang
hendak meninggalkan kertas pesanan. atau tamu yang mengambil obat-obat racikan.

Elya berjalan ke depan bangunan Ateliya dan menyadari bahwa loket kayu yang biasanya
terbuka kini ditutup rapat. Dia mencoba mengetuk kayu penutup loket, tapi tidak ada
jawaban. Dia menunggu beberapa saat sambil bertanya-tanya apuka si ahli alkimia dan
asistennya sedang pergi makan siang? Tap setahu Elya, pemilik Ateliya ini dan asistennya
tidak pernak meninggalkan bengkel kerja mereka. Mercka selalu memes makan siang untuk
dinikmati di Ateliya agar dapat tetap mela yani pelanggan.

la lalu memutuskan untuk memutar ke gang belakang yang sepi, menuju pintu belakang
Ateliya. Tidak banyak yang tahu tentang pintu ini, hanya pelanggan lama seperti Elya dan
Sorren saja. Setibanya di pintu belakang, dia mengetuk lagi, dan kali ini pintu kayu itu
mendadak terbuka ke arah dalam. Elya mengintip dari celah pintu yang terbuka, bagian
dalam Ateliya gelap gulita. Padahal saat ini siang bolong, dan sudah tak ads lagi awan
mendung menggelayut di langit. Sepertinya semua jendela Ateliya ditutup rapat-rapat.

Anch, pikir Elya. Seharusnya jendela jendela Ateliya selala dalam keadaan serbuka, agar ada
sirkulasi cahaya dan udara supaya aroma tajam obat-obatan tidak memchuni ruang. "Permisi
Penasaran, Elya mendorong pintu agar terbuka

lebih lebar dan melangkah masuk Belum lagi matanya terbiasa dengan kegelapan itu, Flya
merasa pintu di belakangnya ditutup dengan cepat. la baru saja hendak menoleh untuk
melihat siapa yang melakukannya saat seseorang membekapnya. Orang itu merengkuh
kedua lengan Elya dengan satu tangan sampai dia tidak bisa meronta. sementara tangan
satunya menutup mulut Elya "Jangan menjeria!" bisik seseorang persis di samping di te

linganya Jantung Elya terasa mencelos, mengenali suara itu. Lucca Elya berhenti melawan,
dia melisik ke samping, berusaha

memastikan apakah yang bersamanya ini benar-benar Lucca. Kondini Ateliya gelap gulita,
tapi sekarang mata Elya sudah terbiasa Menilik mata ambar dan rambut ikal sewarna
tembaga itu. Elya langsung tahu kalau yang membekapnya memang Lucca. Gadis itu
mengendurkan kewaspadaannya, yang di respons Lucca dengan melonggarkan cengkeraman
tangannya.
"Lucca," bisik Elya tak percaya. "Kau? Benar-benar Lucca.... ulangnya. Dia menghambur
memeluk Lucca erat-erat. Elya merasakan Lucca balas memeluknya dengan agak canggung,
tapi dia tidak ingin memikirkan itu. Setelah berhari-hari kehilangan Lucca, saat ini Elya hanya
ingin mensyukuri kenyataan bahwa Lucca ada bersamanya.

Dia membenamkan kepalanya di bahu Lucca dan menarik napas dalam-dalam. Aroma Lucca
memenuhi indra penciumannya, aroma yang sudah sangat dirindukannya. Tanpa sadar air
mata Elya menetes perlahan. "Ke mana saja kau?"

"Maaf, tapi aku tidak bisa kembali ke Dominia. Kyre dan kawanannya masih mengawasi kota
itu, Lucca menjelaskan, "Tapi kenapa menemuiku di sini?"

"Karena aku tahu kau pasti mengunjungi Ateliya di tanggal yang sama setiap bulan," kata
Lucca. Dia buru buru menambahkan. "Jangan khawatir, pemilik Ateliya dan asistennya hanya
tertidur, kami memberi obar tidur dosis ringan untuk mereka.

Elya mengangkat alisnya. "Kami?"

"Ehm....." terdengar suara deham seorang wanita dari bela kang Elya. Saking terkejutnya,
Elya langsung melepaskan dirinya dari pelukan Lucca dan membalik badannya.

Persis di belakang Elya, seorang wanita Elvar berdiri sambil berkacak pinggang Tinggi wanita
itu semampai, lebih tinggi dari Elya, bahkan Lucca. Rambutnya yang berwarna gelap
dipotong pendek sampai sebatas leher, bola matanya yang berwarna ungu terang terpaku
pada Elya, seolah menusuknya. Tapi Elya tahu wanita itu bukan sembarang Elvar. Posturnya
sigap, tubuhnya ramping namun otot lengannya terlihat kukuh. Sepasang belati dengan
pegangan berukir tersemat di ikar pinggangnya. Wanita itu mengalihkan tatapannya dari
Elya ke arah Lucc "Jadi ini urusan mendesakmu itu? Bertemu dengan kekasihmu? desisnya.
"Dengar. Nale! Aku tidak sudi mempertaruhkan nyawaku hanya agar kalian bisa
bermesraan."

"Tunggu... kata Elya. "Apa yang terjadi, dan siapa kau?" Lucca segera menjelaskan. "Ini Leidz
Viria," katanya.

"Viria saja potong wanita itu. "Aku yang menyelamatkan kekasihmu saat Kyte datang
mencarinya, dan begini cara dia membayarnya, dengan membuang waktu untuk
menemuimu, alih-alih segera melanjutkan perjalanan," gerutunya.

"Sebentar," Elya berusaha memahami. "Jadi selama beberapa hari ini kau bersama Viria?"
tanyanya. "Tapi kenapa Shazin yang bernama Kyre itu memburumu?" Lucca menjelaskan
semuanya kepada Elya. Tentang siapa

Kyre dan Viris, misinya di masa lalu, tentang Erzel, sang

Pembuat Boneka, serta kaitannya dengan insiden Dominia

barusan, dan terakhir rencana mereka untuk menapak tilas misi


Lucca demi mencari Erzel untuk membersihkan nama mereka. Viria mendengus saat Lucca
selesai menjelaskan. "Yah, rencana awalku bagus, kan? Tapi kau merusak segalanya dengan
mampir di kota ini saat kita seharusnya sudah berada jauh dari sini. Bagaimana kalau Kyrre
menugaskan seseorang mengikuti dia? Mereka bisa saja sudah mengepung tempat ini!"

"Aku sudah mengawasi Elya sejak tiba di Mildryd." jelas Lucca. "Dia memang diikuti, tapi
pengikutnya menjaga jarak cukup jauh. Dan tidak ada yang melihat saat Elya masuk dari
pintu belakang tadi. Jadi asal kita segera meninggalkan Ateliya ini, mereka tidak akan
mencurigai apa pun. saja ini risiko yang terlalu besar!

"Tetap Dan kau berbohong agar aku setuju membawamu kemari" rukas Viria. "Maaf telah
membohongimu, kaua Lucca. "Tapi aku harus berpamitan, aku tidak bisa pergi begitu saja
dan membuat Elya Elya segera menyela. "Dari tadi kalian bicara soal pergi," katanya.
Memangnya kalian mau ke mana? Berapa lama?"

*Demi keamananmu, aku tidak bisa mengatakan tujuanku, jelas Lucca. "Dan aku tidak tahu
kapan aku akan kembali. Yang jelas, aku tidak bisa pulang sebelum menemukan Erzel dan

menyelesaikan misiku. Kau mengerti, kan?" "Kalau begitu ajaklah aku," pinta Elya. "Aku bisa
membantu kalian, semakin banyak yang membantumu, semakin cepat juga kita
membersihkan namamu, kan?"

"Tidak, tolak Lucca. "Ini tidak ada hubungannya denganmu, aku tidak ingin menyeretmu
lebih dalam. Cukup aku dan Viria saja yang mencari Erzel."

"Kau tidak perlu mencemaskanku." Elya bersikeras. "Aku bisa menjaga diriku senditi, lagi
pula kalian sudah unggul beberapa langkah dari Kyre, kan?"

Viria mendengus "Tadinya sih begitu, tapi sekarang

entahlah. Kami tidak membutuhkan bantuan anak-anak. Kau

hanya akan memperlambat kami!"

Elya melirik geram ke arah Viria. "Kalau anak buah Kyre mengejarmu, kau bisa memakaiku
sebagai sandera. "Kau pikir mereka bakal peduli?" Viria tertawa sinis. "Tidak,

kali ini lawan kalian bukan sepasukan Legiun Falthemnar dengan komandannya yang sibuk
menjaga citra itu. Mereka Shazin elite langsung di bawah pimpinan Maister Kyre! Kalau kau
sudah paham dan benar-benar ingin membantu kekasihmu, keluar dari sini lalu pulanglah
dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa!"

Elya menggigit bibirnya gemas. Sadar betul semua ucapan Viria-walau terdengar
menyakitkan-benar.

Lucca menggenggam tangan Elya. "Tidak apa-apa kok," katanya. "Aku sudah terbiasa
menjalankan misi seorang diri. Apalagi sekarang Vitia membantuku. Kalau kau tinggal di
Dominia, aku bisa memusatkan perhatianku untuk mencari Ertel. Sedikit tidak rela, Elya
menghela napas. Dia lalu menatap Lucca erat-erat. "Berjanjilah kau akan pulang
secepatnya," katanya.

Lucca tidak menjawab, dia balas menatap Elya dan tersenyum. "Aku akan melakukan segala
yang aku bisa untuk bersamamu lagi," katanya. Dia lalu menarik Elya ke dalam dekapannya
dan menciumnyz.

Menyaksikan pemandangan itu, Viria mendengus dan memalingkan pandangannya ke arah


lain. Elya sendiri merasa wajahnya panas dan jantungnya berdebar kencang. Untungnya
pikiran Elya masih cukup jernih untuk menyadari ada sesuatu yang salah.

Ini sama sekali tidak seperti Luccal

Lucca sangat pemalu, dia tidak mungkin tiba-tiba memeluk dan mencium Elya begitu saja,
apalagi di hadapan orang lain. Tapi sepertinya Lucca memang ingin membuat Viria merasa
tidak nyaman agar mengalihkan perhatiannya dari mereka. Benar saja dugaan Elya! Tepat
saat Viria memalingkan tubuhnya, Lucca berhenti mencium dan ganti membisikkan sesuatu
dengan sangat pelan ke telinga Elya. "Kalau kau merindukanku, kembalilah ke tempat kita
pertama kali bertemu, ujarnya.

Elya langsung paham. Lucca baru saja menyelipkan petunjuk khusus untuk dirinya, dan dia
tidak ingin Viria menyadari itu. "Paham, kan?" tanya Lucca.

Elya mengangguk sekali. "Berhati-hatilah, katanya. "Pasti, Lucca tersenyum sekali lagi. Tapi
kali ini Elya menyadari sesuatu yang lain: bibit Lacca memang menyunggingkan seraut
senyum, tetapi sorot matanya berbeda... Mata Lucca memancarkan kesedihan. 5 Secarik
Petunjuk

Matahari mulai terbenam, menyisakan seraut warna jingga di kaki langit. Lucca menoleh ke
belakang, membelakangi ma tahari yang terbenam. Mildryd sudah hilang dari pandangan
mata, sejauh matanya memandang hanya ada hamparan rumput dan semak yang terlihat
muram. Setelah berpisah dari Elya siang tadi, dia dan Viria berhasil meninggalkan Mildryd
tanpa terdeteksi dan sekarang mereka sudah berjalan cukup jauh dari Mildryd.

Menyadari cahaya matahari sudah hampir hilang sepenuhnya. Lucca memanggil Viria yang
berjalan beberapa meter di depannya. "Tidak ada yang mengikuti kita, kurasa aman untuk
bermalam di sekitar sini. Apa kau mau beristirahat?" katanya.

Tapi Viria tidak menjawab, melambatkan langkahnya pun tidak.

"Hel..." panggil Lucca lagi. "Kita harus menemukan tempat untuk berkemah sebelum malam
tiba." "Terserah!" jawab Viria ketus.

Lucca menghela napas berat, dia tahu Viria masih kesal de ngan kejadian tadi siang. Sejak
mereka meninggalkan Ateliya hingga petang ini, wanita Elvar itu sama sekali tidak mau ber
bicara padanya.
"Aku tahu kau marah," kata Lucca. "Tapi tidakkah ini berlebihan
"Aku? Berlebihan!?" hardik Viria. "Kau bilang perjalanan ke Mildryd penting untuk
menemukan petunjuk dan melacak Frzel. Padahal kau cuma berbohong untuk bertemu
dengan kekasih Vicr-Elf mu itu!" "Aku sudah minta maaf soal itu," kata Lucca. "Bersikap tak

acuh seperti ini tidak akan menguntungkan untuk tujuan kita." "Kau pikir maaf saja cukup?"
bentak Viria. "Aku memercayaimu! Dan kau memanfaatkan kepercayaanku untuk tujuanmu
sendiri!

"Aku benar-benar minta maaf sudah membohongimu, tapi aku harus mengucapkan selamat
tinggal kepada Elya," jelas Lucca. "Aku tidak mungkin meninggalkannya tanpa berpamitan.

Sekarang siapa yang berlebihan?" balas Viria. "Begitu menemukan Erzel, kita selesaikan apa
yang seharusnya kau lakukan sejak dulu, lalu aku akan membawa buktinya untuk
membersihkan namamu. Setelah itu kau bisa bersama kekasih

Viet-Elf mu lagi

Lucca hampir tak kuasa menahan tawa getirnya. "Namaku?" tanyanya. "Maksudmu
namamu?" Tentu saja namaku juga termasuk kata Viria. "Kita

sama-sama dituduh, kan?" "Aku mungkin melupakan banyak hal, tapi apa kau pikir aku
senaif itu?" tanya Lucca. "Kalau Errel memang masih hidup, yang artinya aku memalsukan
kematiannya, para Tetua dan pimpinan Klan Sharin tidak akan membiarkanku hidup. Apa
menurutmu masih ada masa depan untukku bersama Elya di Dominia

Viria terdiam.

"Ya.... Kau sudah tahu jawabannya," kata Lucca. bukan menyelamatkanku dari Kyre karena
kebaikan hatimu. Kau hanya membutuhkanku untuk memastikan dirimu lolos dari hukuman.
Lucca menambahkan. Jadi jangan memarahiku karena membohongimu, kalau kau sendiri
tidak jujur sejak awal. Selama beberapa sant Viria membisu, tapi akhirnya dia

menghela napas pelan. "Dengar. Nak. Aku tidak berniar

membohongimu.... "Tapi kau takut aku tidak akan membantumu kalau tahu

kebenarannya, kan? potong Lucca. Viria tidak menjawab, tapi dia mengangguk pelan.

"Jadi kita sama. Anggap saja kira impas kalau begitu," kata Lucca. Dia lalu bergegas
mendahului Viria "Ayo," katanya. "Aku melihat lokasi bagus beberapa meter di depan, kita
bisa berkemah di sana."

Sepanjang sisa perjalanan menuju lokasi kemah, napas Lucca terasa sesak Ya.... Suka atau
tidak, kalau Erzel masih hidup. artinya Lucca telah berkhianat kepada Klan Shazin dan kepada
para Tetua Bangsa Elvat. Yang artinya Lucca bahkan tidak berani meneruskan pikirannya.

Sepertinya Vitia menyadari perubahan ekspresi di wajah Lucca. Dia bergegas menjajari
Lucca. "Dengar,Nak.... katanya. "Aku bersimpati untukmu, dan yang kau katakan itu benar.
Kalau Kyre tahu kau memalsukan kematian Erzel, dia tidak akan membiarkan
pengkhianatanmu begitu saja. Dia akan memburumu sampai ke ujung dunia.

"Jadi aku punya sanu nasihat untukmu. Kau harus terus bergerak mulai sekarang! Bahkan
nanti setelah kita menemukan Erzel. Pergilah, lupakan Dominia, dan kalau kau benar-benar
peduli padanya, lupakan kekasihmu

Viria lalu menghela napas pendek dan menepuk pundak Lucca. "Aku benar-benar menyesal
harus berakhir seperti ini," katanya. Setelah itu dia menuju pelataran yang cukup lapang
untuk mendirikan tenda dan mulai membongkar ini tasnya.

Lucca bergeming, tapi dia merasa seolah sesuatu dicabik di dalam perutnya. Lucca
merasakan sakit seperti ditusuk, napasnya makin sesak. Bukan karena dia takut Kyre akan
memburunya dia sudah menyadari inu sejak pertama kali Viria menemuinya dan
menyampaikan segalanya-tetapi karena ucapan Viria harusan semakin menegaskan bahwa
sedikit harapan yang masih dia simpan tidaklah lebih dari harapan kosong, Oleh karena
imalah dia membohongi Viria, demi menemui Elya untuk kali terakhir,

Dia menengadah ke langit yang kini sudah dihiasi dengan kilap-kilap kecil. Lucca menyadari
betapa beberapa bulan terakhir ini dia hanya membohongi dirinya sendiri. Tidak pernah ada
masa depan untuk Sharin seperti dirinya. Sebagai Lucca, dia memang tidak ingat pada semua
yang pernah diperbuat oleh Sylvar, tapi bukan berarti dia lepas dari kesalahan-kesalahan itu.
Setelah meninggalkan Falthemnar dan melepas kehidupan lamanya sebagai Shazin bernama
Sylvar, dia kira dia bisa menjalani kehidupan baru sebagai Lucca. Tapi kehidupan lamanya
justru datang mengejarnya, mengingatkan Lucca akan jati dirinya yang sesungguhnya.
Seberapa pun dia ingin memulai kembali dan menebus semua yang pernah dilakukannya,
sepertinya dia memang ditakdirkan untuk menanggung beban sebagai Sharin sepanjang sisa
hidupnya.

Namun walau singkat, beberapa minggu terakhir ini adalah masa-masa terbaik dalam
hidupnya. Lucca sama sekali tidak menyesali seluruh keputusan yang telah dibuatnya sampai
seka rang. Mengkhianati Recion demi menyelamatkan Dominia, sampai bertemu dengan
Elya.

Satu-satunya yang dia sesali adalah bahwa dia pernah menjadi bagian terdekat dalam hidup
Elya. Bukan karena dia tidak peduli pada Elya, justru sebaliknya.... Dia terlalu peduli. sampai-
sampai dia tidak ingin gadis itu sedih karena dirinya.

Elya baru saja selesai makan malan, dia tengah membersihkan dapur dan ruang makan
ketika Sorren pamit berangkat untuk kerja di kedal. Dia mematikan semua lilin dan lampu
minyak di lantai bawah kembali ke kamarnya untuk beristirahat.

Beberapa hari telah berlalu sejak pertemuannya dengan Lucca dan Viria. Walau berat, Elya
berhasil menyimpan rahasia itu untuk dirinya sendiri. Dia tidak memberitahukan kepada pun
tentang pertemuannya dengan Lucca, bahkan tidak kepada ayahnya sekalipun.

Setelah pertemuan dengan Lucca, Elya sekarang benar-benar yakin bahwa Kyre dan anak
buahnya memang masih berkeliaran di Dominia. Mereka belum berhasil menemukan Lucca,
jadi satu-satunya yang bisa mereka lakukan adalah mengawasi elya dan Sorren serta seluruh
penduduk kota lekat-lekar, berharap Lucca akan mengirimkan pesan atau bahkan kembali
menemui Elya

Karena itulah Elya sangat berhati-hati. Dia tahu cara terbaik untuk mengalihkan minat para
Shazin dari dirinya maupun ayahnya adalah dengan bersikap biasa saja.

Ya Lakuhan rutinitas seperti biasa. Tetap sibukkan diri, tidak perlu menunjukkan sikap
gembina atau sedih yang berlebihan, uling Elya dalam hati setiap pagi sebelum memulai
harinya.

Untungnya Sorren juga tidak menanyakan perasaan Elya akhir-akhir ini. Seperti Elya, Sorren
juga lebih banyak menyibukkan diri dengan rutinitas hariannya. Mungkin ayahnya juga tidak
ingin mengungkit-ungkit masalah Lucca dan membuat Elya sedih lagi. Dan Elya lega ayahnya
tidak banyak bertanya. Dia tidak tahu bagaimana harus berbohong pada ayahnya. Kalau saja
Elya salah berucap, dan di saat yang sama ads mata-mata Kyse yang mengawasi mereka,
semuanya akan berantakan

Sejauh ini semuanya baik-baik saja. Hari demi hari Elya mulai terbiasa dengan ketiadaan
Lucca. Hanya ada satu masalah kecil, sebelum pergi Lucca meninggalkan petunjuk untuk
Elya. "Kalau kas merindukanka, kembalilah ke tempat kita pertama

kali bertena Tidak butuh waktu lama bagi Elya untuk memecahkan petunjuk is. Tepian parit
kecil di dekar Sungai Arquus, di sanalah mereka pertama kali bertemu. Entah apa yang
dainggalkan oleh Louca untuknya, tapi pasti sangat penting sampai Lucca metnikokan
menyampaikan pesan tersebut tepan di hadapan Viria

Viria Ferut Elya mal kalau mengingat wanita itu. Bukan kamna benci, apalagi cemburu.
Tidaké Elya memercayai Lucca. lap pula pertalian di antara mereka tidak serapah itu sampai
sampu dia lanas mezasa cemburu pada Viria. Hanya saja... firasat Elya memberitahunya
kalau dia harus waspada terhadap wanita Elvar itu. Ada sesuatu yang disem bunyikan Viria,
sesuatu yang tidak ia ungkapkan kepada Lucca. Elya tidak tahu apa persisnya, tapi dia bisa
merasakannya, dan

dia tahu Lucca juga merasakannya. Kalau tidak, kenapa Lucca berusah payah memberikan
petunjuk dengan cara seperti itu?

Tapi sekarang tidak ada yang bisa Elya lakukan mengenali Viria, dia hanya harus memercayai
kalaupun ada tujuan lain yang disembunyikan wanita Elvar itu, Lucca akan mengetahuinya
sebelum terlambat.

Nah sekarang kembali ke masalah awal... pikir Elya Lucca meninggalkan petunjuk di suatu
tempat di dekat parit itu, tinggal bagaimana mengambilnya tanpa mengundang kecurigaan.
Selama beberapa hari terakhir ini Elya memastikan agar rute berburu dan patrolinya
melewati parit itu. Sambil melintas, dia mulai mengira-ngira lokasi-lokasi yang mungkin
digunakan oleh Lucca untuk menyembunyikan sesuatu.
Apa pun benda itu, Lucca pasti tidak akan gegabah mele takannya agar tidak diambil
sembarang orang. Jadi tempatnya pasti cukup tersembunyi, dan dia pasti mencari tempat
yang cukup kering, jauh dari sungai dan terlindung dari hujan. Tempat yang seperti itu tidak
banyak, jadi Elya bisa menyempitkannya menjadi beberapa lokasi saja. Masalahnya adalah
mencuri ke sempatan untuk memeriksa tempat-tempat itu.

Sudah terpikitkan oleh Elya cara untuk memeriksanya tanpa menimbulkan kecurigaan kalau-
kalau dia diikuti, tapi dia menunggu momen yang tepat untuk melakukan rencananya, dan
kini momen itu tiba juga. Dia melirik ke arah jendela kamarnya yang setengah terbuka.

Gerimis tipis mengguyur Mildryd sejak beberapa hari lalu. Elya tersenyum. Dengan cuaca
seperti ini, wajar jamur-jamur liar mulai bermunculan di hutan, termasuk di lokasi tempat
Lucca menyimpan petunjuk untuknya. Tadi pagi dia sudah memeriksa kondisi di sana,
beberapa tunas jamur sudah mula terlihat. Besok dia bisa memanen jamur-jamur itu
memeriksa lebih teliti agar ada yang mencurigainya.

Keesokan harinya, sebelum matahari terbit, Elya sudah berada di hutan. Hajan sudah
berhenti beberaja jam lalu, tapi hutan masih terasa basah dan dingin. Dan meskipun langit
masih gelap, beberapa pemburu dan pencari jamur sudah terlihat berseliweran di mana-
mana.

Memang jam-jam ini adalah waktu ideal untuk mencari jamur, saat jamur-jamur itu masih
segar. Jadi tidak heran kalau para pencari jamur sudah mulai memenuhi hutan. Mereka
berjalan perlahan-lahan melintasi hutan, mencari di antara rerumputan, lumut, sela-sela
bebatuan, dan akar-akar pohon tempat jamur biasanya tumbuh.

Elya setengah berdoa pada Hamadryad agar para pencari jamur itu tidak berada di sekitar
lokasi yang ditujunya. Tapi sejauh ini semuanya aman, ketika Elya mulai berbelok ke jalan
setapak yang menuju parit di tepi sungai, dia tidak melihat saru pun pencari jamur di sana.

Sepertinya memang tidak ada orang yang mau memanen jamur dan bekas lokasi
pembantaian, pikir Elya. Apalagi kejadian itu baru benselang beberapa bulan lalu, mungkin
orang-orang juga masih enggan mencari sampai ke sini kalau tidak terpaksa. Memang di
tempat ini sebelumnya terjadi peristiwa tragis, sepasukan Prajurit Legiun Falthemnar
terbunuh di tangan para Necrus. Di sinilah pula Elya menemukan Lucca tengah meninggang
nyawa. Dia membawa Lucca pulang dan merawatnya hingga pulih. Kisah mereka pun
berawal dari sana..... Elya akhirnya tiba di sebelah parit kecil tempat dia bertemu Lucca
pertama kalinya. Rumpur dan lumut tumbuh subur memenuhi tanah kosong yang terhampar
di tepi parit. Tempat itu terlihat begitu hijau dan damai, seakan peristiwa tragis beberapa
bulan lalu itu tidak pernah terjadi. Elya mulai berjalan menyusuri pelataran. Memeriksa tiap
ceruk dan celah, sesekali berhenti ketika ia menemukan jamur,

Dia membungkuk, dan tanpa menyentuhnya, memeriksa apakah jamur itu bisa dimakan.
Kalau jamurnya tidak beracun, Elya akan memetiknya dan memasukkannya ke dalam
keranjang yang sudah ia bawa. Pencarian Elya akhirnya membawanya ke sebuah tunggul
pohon yang sudah lama mati. Di bagian akar pohon itu ada banyak sekali jamur. Elya
meletakkan keranjangnya sambil memetik jamur perlahan-lahan. Tapi sementara tangannya
sibuk bekerja, matanya memeriksa ke bagian dalam tunggul.
Buruh waktu beberapa saat sebelum Elya akhirnya menemukan keganjilan di sana. Tepat di
bagian tepi runggul, yang terlindung dari hujan dan panas, ada sesuatu yang amat kecil dan
terbungkus selembar kulit. Kalau tidak memeriks bagian dalam tunggul ini dengan saksama,
Elya mungkin tidak menyadari keberadaan benda itu. Apa pun itu. Lucca
menyembunyikannya dengan sangat baik. Mulai dari warna kulit yang digunakan untuk
membungkusnya, yang senada dengan warna runggul pohon, hingga posisinya yang
tersamar di antara bayang-bayang

Elya memangku keranjangnya, dan sementara tangan kanannya sibuk memetik jamur, dia
menyelipkan tangan kirinya untuk meraih bungkusan kecil di dalam tunggul. Ukuran benda
itu tidak lebih besar dari kepalan tangannya, jadi dia bisa dengan mudah meremainya. Sekali
meraba teksturnya, Elya bisa

mengira-ngira apa yang ada di dalam bungkusan kulit itu. Lucca meninggalkan sepucuk surat
untuknya...
6

Sang Pembuat Boneka

Matahari masih belum juga terbit, tapi Sylvar sudah berlaga Dia merunduk serendah-
rendahnya di antara semak daun beluntas yang tumbuh subur. Cakar besinya telah
dikeluarkan sedari tadi sementara dia menunggu dengan sahar Tak lama kelebar samar
memberitahukan Sylvar balewa sasarannya telah tiba. Dari sempatnya bersembunyi, dia bisa
melihat souk orang inu, tidak masalah walau dedaunan ini menghalanginya untuk melihat
wajah suaran. Dia sudals menghafal kebiasaan sasaran dia sudah raho orang itu akan datang
ke kebun bunga ini setiap

Begitu sasaran bergerak menuju lokasi yang dia inginkan. Sylvar melesat. Cakar terbunus,
tinju terayun Sebelum u sarannya menyadari apa yang menimpanya, tinju Lucca dah
mendarat di bagian samping rusuknya, menembus ke dalam rongga dada hingga menusuk
paru-paru sasarannya.

Darah hangat menetes dari celah tempat cakar Lucca meng hanjam. Cairan pekat ini
mengalir melewati sarung tangan kulitnya, terasa panas saat menyentuh kulitnya. Tubuh
sasaran yang baru saja dihantamnya mendadak kanglai dan roboh ke samping Sylvar
menopangnya sebelum orang itu menghantam tanah. Saat indlah Sylvar melihat wajah
saurannya dengan jelas seorang Elvar Wanita. Walaupun wanita itu mungil, tapi nabuhaya
yang tak bernyawa terasa sangat berat di lengan Sylvan Wanita itu memandang ke arah
Sylvar, tapi tatapannya hampu. Bola matanya terlihat bagai lubang tak berdasar, dan Sybar
seolah terisap ke dalam kegelapan itu.

Lucca tersentak bangun, matanya terbelalak lebar. Keringat dingin mengucur membasahi
punggung dan lehernya. Dia merasa limbung, mencoba mengingat-ingat di tepatnya dia
berada sekarang. Lucca dikelilingi padang terbuka, dengan rerumputan dan semak-semak
liar di kejauhan. Kegelapan me nyelimutinya, dia teringat mimpinya barusan, bagaimana
mata Evat wanita itu seolah menjelma menjadi lubang tak berdasar yang mengisapnya
masuk. Untuk sesaat mimpi itu terasa begitu nyata, tapi kemudian tubuhnya kembali pada
kondisi normal,

Dia merasakan embusan angin malam sepoi-sepoi, terdengar kertak api unggun kecil yang
nyaris padam dari sampingnya. Lucca mengamuti sekelilingnya, malam sudah terlalu larut.
Du mendongak menatap langit malam sehitam arang yang membentang atas kepalanya.
Kerlip-kerlip cahaya pudar menghiasi langit.

Ini sudah malan? pikir Lucca. Jadi yang barusan itu... mimpi? Untuk sesaat, Lucca merasa
tidak yakin apakah saat ini dia sudah terbangan atau masih bermimpi, tapi kemudian
ingatannya memutar mundur ke beberapa jam lalu.

Ya Dia dan Viria saat ini berada di suatu tempat di antara Mildryd dan ibu kota Granville,
kota Manusia terbesar di Benua Ther Melian. Matahari baru mulai terbenam ketika mereka
tiba di padang ini. Mereka memutuskan untuk bermalam, dan Viria memberi kesempatan
pada Lucca beristirahat sejenak. Sepertinya dia sangat lelah sampai terlelap begitu lama
hingga segalanya menjadi gelap. Embusan angin menerpanya sekali lagi, sekaligus nyaris
memadamkan api unggun kecil di samping Lucca. Dia bangkit. mencari ranting dan kayu
untuk ditambahkan ke dalam api. Lucca sudah tidak terlalu khawatir akan Kyre dan anak
buahnya. Dia yakin saat ini dirinya sudah sangat jauh dari Mildryd, di antara padang rumput
tak berpenghuni yang membentang di sekitar Kerajaan Granville. Mereka dalam perjalanan
menuju Pegunungan Anthara, untuk menapak tilas misi terakhir Lucca, demi menemukan
Erzel.

Lucca duduk di tepi api unggun, memejamkan matanya. Seketika mimpi itu seolah kembali,
potongan demi potongan peristiwa itu berkelebat begitu cepat bagaikan kupu-kupu yang
menari-nari di kepala Lucca. Perjalanan ini sudah berlangsung beberapa hari, dan sepanjang
hari-hari itu, dia dihantui mimpi buruk, tapi malam ini mimpi itu terasa begitu nyata. Sensasi
ketika darahnya berpacu kencang sebelum dia menyergap, saat tinjunya dan cakarnya
menghantam sasaran, hangatnya darah yang mengucur dan membasahi lengannya, serta
berat tubuh yang terjatuh di tangannya.

Wajah demi wajah berkelebat cepat dalam benaknya. Wanita yang tadi, dan wajah-wajah
lain yang telah menjadi korban cakar besinya. Semua menatapnya di saat-saat terakhir hidup
mereka, sorot mata mereka kosong.

Perlahan Lucca membuka matanya kembali. Lucca sadar bahwa dirinya telah menghabisi
orang-orang itu. Elvar, Ma usia, pria maupun wanita. Sejak Viria memberikan catatan
misinya, dia membaca nama-nama mereka berkali-kali. Hanya nama. Namun malam ini,
nama-nama dia atas kertas itu tiba tiba memiliki wajah. Mereka memiliki suara, memiliki
jiwa..... Malam ini, nama-nama itu menjadi nyata, dan Lucca-lah yang bertanggung jawab
atas kematian mereka.

Bahkan sekarang, setelah Lucca terjaga sepenuhnya dan menatap ke api unggun yang
berkedip-kedip, wajah-wajah itu masih terbayang jelas. Mereka mengingatkan dirinya
bahwa sebelum menjadi Lucca, dia adalah Sylvar, seorang Shazin. Mendadak seseorang
menyentuh pundaknya. Lucca nyaris terlonjak saking kagetnya, tapi kemudian dia menyadari
ina Vitia
"Maaf mengagetkan,." kata Viria "Nyala api unggunnya mendadak member, kupikir ada
sesuatu.

"Tidak," Lucca menggeleng. "Hanya tidak bisa tidur." "Mimpi buruk lap?" tanya Viria

Lucca mengangguk. Ya ini memang bukan pertama kalinya dia terjaga di tengah malam
dengan keringat dingin mengucuri rubuhnya. Tapi bedanya, kalau sebelum-sebelumnya dia
tidak mengingat segalanya dengan jelas, kali ini semua itu begitu nyata

"Teringat sesuatu yang berguna!" tanya Viria, Tidak ini bukan tentang Erdl. Lucca berhenti.

"Schenarnya, aku ingin menanyakan sesuatu" "Orang orang im Saaran kita, maksudku. Siapa
mereka?

Kenapa mereka layak man!" "Nak" kas Viria. "Aku mengerti kenapa kau menanyakan ini, tapi
sebaiknya jangan kau teruskan lagi

Tapi Percayalah padaku. Jangan lakukan ini pada dirimd "Kenapa

Vinta menghela napas panjang. Du membuang pandangannya ke arah api unggun Cahaya
nga menimpa wajah Vina, me ninggalkan barang bayang gelap di bawah matanya "Karena
dala aku sering menanyakan hal yang sama. Aku selalu bertanya tanya, apa yang sudah
mereka lakukan hingga layak menerima hukuman ini Tapi kemudian aku mencoba
meyakinkan diriku, babwe ini adalah kepunuan pars Terus Bangs vat, siapalah aku
meragukan kebijaksanaan mereka.

Jadi aku berhenti bertanya, dan memasarkan pikiranku wneuk, romyelesaikan min Aka
melenyapkan sasaran s yang diperintahkan, dan meyakinkan diriku bahwa inilah yang Lucca
menatap Vitia lekat-lekat. "Tapi tidak berhenti sampai di situ, kan?

Viria menggeleng pelan. "Pertanyaan-pertanyaan itu tidak pernah benar-benar hilang,"


katanya. "Semakin banyak misi yang kujalankan, semakin banyak pula pertanyaan yang
menghantuiku. Kenapa para Tetua ingin melenyapkan seorang ibu rumah tangga, seorang
suami, bahkan kadang seluruh keluarga......

"Pertanyaan itu terus menggerogotiku," katanya, "Bahkan sampai hari ini. Jadi jangan
biarkan hal itu membebanimu. Kau pernah melupakan masa lalumu sebagai Sylvar, bukan?
Saranku, hupakan semua selagi masih bisa.

Seandainya sesederhana itu." kata Lucca. "Saat perjalanan ini dimulai, ingatan-ingatan itu
bermunculan satu demi satu, makin hari makin jelas dari sebelumnya.

Lucca mengalihkan pandangannya ke arah api unggun. "Kupikir aku sudah membuang
segalanya saat aku memilh menjadi Lucca dan meninggalkan jati diriku sebagai "Sylvar'. tapi
kurasa tidak semudah itu, ya...."
Viria melemparkan senyum bersimpati pada Lucca. "Cobalah hentikan ingatan itu
semampumu," katanya. "Sylvar mungkin bisa mengatasi rasa bersalah yang datang seiring
ingatan itu, tapi kau bukan dia.

"Tidak," kata Lucca. "Aku tidak ingin menghentikannya.

Lagi pula kalau ingin menemukan Erzel, aku perlu mengingat

segalanya. Bahkan hal-hal yang tak mau kuingat sekalipun." Viria mendesah, "Yah... kau
benar, Nak."

Vitia din Lucca membisu selama beberapa saat. Padang itu kembali sunyi, hanya terdengar
desau angin memainkan rumput dan semak serta api unggun yang bekertak.

"Erzel... orang seperti apa dia?" tanya Lucca tiba-tiba. "Aku tahu apa yang dia lakukan
dengan jasad dan Daemon, upi siapa dia sebenarnya Ibuku seorang jenderal, dia menjadi
Necromagus dan menciptakan Necrus untuk memenangkan perang Sedangkan Erzel dulunya
Vestal yang sangat dihormati di Falthemnar, kan? Kenapa dia membuang hidupnya demi
bereksperimen dengan mayat? Kalau aku tahu lebih banyak tentang latar belakangnya,
mungkin aku bisa mengingat lebih back,

Viria mengangkat bahu. "Tidak banyak yang diketahui tentang dia, kecuali apa yang tertulis
di laporan misimu. Memang banyak kabar burung tentang Erzel yang beredar di kalangan
Banga Elvat. tapi.. kita tidak bisa memastikan berapa banyak dari kabar itu yang benar dan
mana yang dibesar-besarkan. "Tidak apa-apa," kata Lucca. "Ceritakan saja semua yang kau

tahu "Pertama-tama, dia hidup jauh sebelum generasimu, bahkan sebelum generasiku, Viru
memulai kisahnya. "Setahuku dia adalah pemimpin Orde Vestal di Falthemnar pada era yang
sama dengan Perang Besar. Kau ingat sejarah Perang Besar, kan?"

"Aku ingat." jawab Lucca. "Terjadi lebih dari seribu tahun lalu, perang antara Banga Elvar dan
Bangsa Drang untuk memperebutkan wilayah benua ini, bukan? Di penghujung perang
panjang imlah ibuku menciptakan Necrus dan menjadi Necromagn

"Benar, Viria menganggak. "Pada masa itu Errel sudah dikenal dengan keahliannya merajut
tubuh. Selain sihir pe nyembuh Vestal, dia juga piawai memperbaiki tubuh pasien yang
terluka parah, pemahamannya atas anatomi tubuh me mungkinkannya untuk merangkai
kembali lengan yang nyaris putus sekalipun. Namun Perang Besar pun pecah, para jenderal
Legiun Falthemnar menitahkan agar para Vestal dikirimkan ke garis depan untuk mendukung
pasukan. Sebagai pimpinan orde

serta penentang perang, Erzel menolak perintah tersebut..... "Sebagai wujud protesnya.
Errel memindahkan pasar Orde Vestal dari Templia Utama di Falthemnar ke Izhrote.

Lucca mengerutkan keningnya. "Izhrote?" tanyanya. "Aku tak pernah mendengarnya


"Wajar kok, kota itu hancur bahkan sebelum perang berakhir." jelas Viria. "Izhrote terletak di
utara Falthemnar, jauh di dalam Hutan Tellsier, Kota itu sangat kecil jika dibandingkan
dengan Falthemnar. Erzel memindahkan seluruh Orde-nya beserta anak dan istrinya ke sana.
Tindakan Erzel inu memicu keberanian banyak Elvar yang menentang perang. Mereka
memindahkan keluarga mereka ke Ishrote, demi menghindari panggilan perang

"Apa yang terjadi pada kota itu?"

Ada banyak versi," kata Viria. Tergantung mana yang kau percaya.... Yang jelas saat perang
berkecamuk, banyak prajurit Legiun Falthemnar yang ditarik dari Irhrote untuk ditempatkan
à garis depan. Sehingga hanya sedikit pasukan saja yang

menjaga Izhrote. "Lalu!

"Lalu di bagian inilah ceritanya menjadi menarik," Viria melanjutkan. "Ada yang percaya itu
malapetaka, ada juga yang yakin bahwa para Terualah yang merencanakan semuanya.
Namun semua saksi yang selamat dari peristiwa itu menceritakan hal yang sama. Kabut
Gelap menelan Izhrote bagaikan air bah

"Dalam sekejap seluruh kota sudah dikuasai oleh Daemon. Sa pasukan Legiun Falthemnar
yang ditinggalkan di sana tidak ap untuk mempertahankan kota. Banyak yang menjadi
keban, termasuk sebagian dari anggota Orde Vestal beserta istri dan anak Erael.

Kabut Gelap bagai air bah?" Ingatan Lucca langsung berputar ke malam penyerbuan Necrus
di Dominia beberapa lalu, sat Kabut Gelap bagai dinding raksasa mengimpit Dominia dari
segala arah. Tapi itu ulah Ibu, pikit Lucca. Ibu Lacca menggunakan Rune khusus untuk
memanggil Kabut Gap yang merupakan penggerak utama bagi para Necrus.

Memang ibu Lucca juga salah seorang Jenderal Legiun Femnat, dan Lucca juga tahu pasti
bagaimana ibunya ben jika perintahnya ditolak apalagi pembangkangan terang gan sepeni
yang dilakukan erzel dan orde vestal. Apakah mungkin kabut dilabrote waktu itu juga ulah
Ibu² Lucca tidak tahu jawabannya, dia juga tidak punya waktu untuk itu. Dia sudah cukup
dipusingkan dengan masalahnya sendiri saat ini dan tidak ingin menambah beban pikirannya
dengan memikirkan perbuatan ibunya.

Viria meneruskan kisahnya. "Setelah insiden itu, Kabut Gelap seolah tidak mau
meninggalkan Izhrote. Seluruh kota pun dikuasai Daemon, dan entah karena disengaja atau
memang kekurangan tenaga, pihak Falthemnar juga tidak berupaya merebut kembali zhrote
dari para Daemon. Ribuan orang kehilangan keluarga dan rumah mereka..... Mereka
terpaksa kembali ke Falthemnar, termasuk para Vestal dan penentang perang yang selamat.
Falthemnar tentu saja membuka pintu bagi para pengungsi, tapi mereka yang dipandang
mampu dan sanggup berperang harus bersedia diturunkan ke garis depan, sebagai imbal
baliknya.

Hingga kini pun labrote tetap menjadi kota mati dan sarang Daemon. Viria mengakhiri
kisahnya. "Lalu bagaimana dengan Erzel! Dia dipaksa turun ke garis

depan? Di situkah dia mengenal ibuku" Sama sekali tidak," kata Visia. "Awalnya, tidak ada
yang tahu bahwa Errel selamat, dia tidak ada bersama para pengungsi Izhrote. Jadi semua
orang berasumsi dia gugur hari itu. Namun bertahun-tahun kemudian, seiring dengan
berlarutnya perang dan ketika Leidz Recion, ibumu, mulai menggunakan Necrus sebagai
senjata, orang-orang mulai melihat penampakan Erzel di medan petang "Para sakai
umumnya adalah orang-orang yang selamat dari lahrone dan kemudian diturunkan di
medan perang. Mereka

melaporkan meldut Elvas yang menyerupai Erzel berkeliaran di sempat-tempat di mana


Necrus dipergunakan Necran Lces mengeruskan alisnya. "Kenapa dia mendadak tertarik
pada Necrus. "Untuk masalah itu, tidak ada yang tahu. Yang jelas, para Varal dan Eldynn
yang bertugas menyucikan para Necrus. melaporkan bahwa bersamaan dengan terlihatnya
Erzel, beberapa jasad Necrus menghilang. Entah itu jasad Elvar maupun Draeg, kelihatannya
pencurinya tidak pandang bulu.

"Setelah itu Manusia mulai membanjiri Benua ini. Bangsa Elvar maupun Dracg terpaksa
menandatangani perjanjian untuk mengakhiri perang berkepanjangan sebelum mereka
semua musnah. Penggun Necrus pun dilarang. Rumor tentang kemunculan Erzel menghilang
seiring dengan dimulainya masa damai. Tapi setelah ratusan tahun menghilang. Erzel mulai
terlihat lagi. Kali ini dia menggali kuburan para Necrus yang telah disucikan di masa perang.
Rumor ini akhirnya menarik perhatian Tetua Bangsa Elvar, dan kuduga Leidz Recion juga,"
lata Viria. "Para Tetua khawatir Erzel bermaksud mempelajari dan menggunakan sihir
Necromagus untuk membalaskan dendamnya kepada Falthemnar setelah kehilangan
seluruh

keluarganya di Izhrote." "Jadi mereka menugaskan Klan Shazin untuk melacak


keberadaannya?" tanya Lucca.

"Benar." Viria melanjutkan. "Pimpinan Klan Shazin mengirimkan beberapa pengintai untuk
melacak keberadaan Enel. Namun dia selangkah lebih unggul dari mereka. Para pengintai
yang dikirimkan oleh klan kita hanya berhasil menemukan bengkel kerja Erzel yang telah
ditinggalkan." "Apa yang mereka temukan di bengkel itu?"

"Sesuatu yang sudah bisa mereka duga," kata Viria. "Erzel memang mencuri semua jasad itu.
Seluruhnya dia awetkan dengan semacam cairan khusus, sepertinya hasil dari ilmu kimia
yang-entah bagaimana dia pelajari dari para ahli akimia Kerajaan Lavanya. Tapi kekejian Erzel
tidak berhenti sampai disitu.....

"Dia merajut kembali jasad-jasad itu, menggabungkan Manusia, Elvar, Draeg, bahkan hewan
dan Daemon ke dalam saru wujud baru yang mengerikan." Alis Viria berkerut gusar saat
menceritakan hal itu. "Untungnya makhluk-makhluk itu tetap dalam keadaan mati, entah
Erzel belum bisa meniru sihir Necromagus, atau-dan ini yang lebih mungkin dia sendiri
khawatir tidak dapat mengendalikan ciptaannya, jadi memutuskan tidak menghidupkan
mereka terlebih dahulu. "Kenapa dia dijuluki Pembuat Boneka?" tanya Lucca.

"Karena, para Sharin yang menemukan menemukan bengkel kerja Erzel melaporkan bahwa
makhuk-makhluk itu digantung dengan rantai yang terhubung ke tangan dan kaki mereka.
Persis seperti boneka bertali yang bisa dikendalikan dengan tangan, karena itulah dia dijuluki
Erzel Sang Pembuat Boneka." 7 Perpisahan

Eya sedang dalam perjalanan ke Mildryd, kali ini menjalankan tugas dari ayahnya. Saat
kunjungan terakhirnya, pemilik toko bangunan sudah mengingatkan tentang pembayaran
cicilan yang akan jatuh tempo. Jadi hari ini mampung dananya sudah imedia, Elya bertugas
mengantarkan cicilan pembayaran, seka ligus memesan barang-barang untuk bulan depan.

Cuaca hari itu sangat cerah. Langit di atas kepala Elya terlihat biru, hanya ada awan-awan
tipis serupa kapas putih menghiasi langit Angin berembus sepoi-sepoi, udara hari ini tak
terasa panas apalagi pengap. Dedaunan dan rumpur Pumput bergemerisik pelan mengiringi
langkah Elya.

Cuaca yang ideal untuk melintasi Hutan Tellsier dan berang kat ke Mildryd, tapi Elya sama
sekali tidak merasa senang.

Beberapa hari yang lalu dia akhirnya menemukan surat dan Lucca. Menemukan dan
mengambilnya secara diam-diam yata tidak sesulit dugaan Elya. Bagian yang lebih sulit
adalah membacanya.

Setelah pertemuannya dengan Lucca, Elya tahu dia selalu dawa oleh anak buah Kyre. Jadi dia
harus benar-benar hari han memilih waktu dan lokasi yang tepat untuk membaca surat
Setelah menimbang-nimbang beberapa saat, Elya akhirnya mutuskan Hari itu juga, saat jam
makan siang ketika kedai sedang ramai. ramainya, Elya masuk ke dalam kedai dan duduk di
bangku paling ujung yang membelakangi dinding. Dari tempatnya, Elya bisa mengawasi
pintu dan semua orang di dalam kedai, sekaligus memastikan tidak ada yang bisa mengintip
dari belakangnya.

Dia memesan makanan seperti biasa. Setelah pesanannya tiba, Elya mengeluarkan seluruh
berkas catatan belanja yang dia bawa. Memang sejak dulu Elya selalu menyempatkan waktu
untuk menghitung keuangan rumah tangga sambil makan siang di kedai. Keberulan minggu
ini dia belum sempat mengerja kannya, jadi siapa pun yang mengawasinya tidak akan curiga.

Namun di antara tumpukan berkasnya, Elya sudah menye lipkan secarik surat dari Lucca. Di
sela-sela menikmati makanan dan mencoret-coret catatan keuangannya Elya mencuri baca
surat itu sesekali.

Suara kertak ranting patah membuyarkan lamunan Elya. Dia kini melalui wilayah hutan yang
pepohonannya lebih rapat. Jalan setapak yang dia lalui dipenuhi dengan guguran daun dan
patahan ranting yang berserakan. Sesekali Elya mendengar suara kertak serupa dari balik
pepohonan di sekitarnya.

Elya mendengus, rupanya dia masih diikuti. Selama ini dia hanya tahu dia diikuti, tetapi tidak
pernah melihat keberadaan atau mendengar apa pun dari penguntitnya. Dipikir-pikir lagi,
memang baru kali ini penguntitnya menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

Mungkin siapa pun yang diperintahkan untuk menguntit Elya sudah lelah melakukannya
selama ini, sampai-sampai melakukan kesalahan sepele seperti menginjak ranting dan daun
kering, pikir Elya. Bagaimana tidak? Elya hanya melakukan tugasnya sehari-hari tanpa
perubahan. Berberes rumah, berburu. memasak, berbelanja, berjualan, membantu Sorren
bekerja. Begits terus setiap hari, tanpa ada tanda-tanda menemui atau daknya mengetahui
keberadaan Lucca-walau sebenarnya dia tau. Tidak! Elya tidak berniat membiarkan mereka
menemukan Locca. Setidaknya tidak melalui dirinya. Elya bahkan sudah menghancurkan
surat dari Lucca sesaat setelah membacanya. Da meremasnya menjadi gumpalan kecil lalu
melemparkannya le api tungku saat memasak makan malam. Dengan begini, lain dirinya,
tidak akan ada yang tahu ke mana Lucca pergi. Elya juga sudah menghafalkan isi surat itu,
seandainya suatu saat dibutuhkan....

Dia mengembuskan napas berat, tahu pasti bahwa hal itu mostahil. Meskipun tahu ke mana
Lucca pergi, Elya tidak akan dapat menyusulnya, walaupun itulah satu-satunya hal yang
paling dia inginkan saat ini.

Pertama, menyusul Lucca adalah tindakan bodoh. la tidak akan mencapai desa terdekat dari
Mildryd sebelum para Shazin menangkapnya dan menginterogasinya sampai dia
mengatakan di mana Lucca berada. Kedua, selain menceritakan tentang tujuannya, Lucca
sudah menuliskan dengan sangat jelas di suratnya bahwa setelah menuntaskan misinya, dia
akan pergi jah. Dengan Kyre dan Shazin-nya memburu dirinya, dia dak mungkin kembali ke
Dominia. Bahkan nanti setelah ia menuntaskan misinya sekalipun, dia tetap bersalah karena
telah mengabaikan perintah langsung dari Klan Shazin dan Tetua Banga Elvar. Lucca akan
diburu oleh mereka sepanjang sisa

Pertemuan di Ateliya Mildryd kemarin benar-benar

merupakan pertemuan mereka yang terakhir. Tidak ada masa depan untuk Lucca. Di mana
pun. Lucca harus terus berlari, mengubah-ubah identitas, berpindah-pindah kota, begitu
terus mah sampai kapan.

Membayangkannya saja membuat perut Elya sakit seperti dilir. Lucca memilih tinggal di
Dominia bersama Elya karena a tak mau lagi menjalani hidup sebagai Shazin seorang diri. Da
menginginkan sebuah keluarga, dan sejujurnya Elya pun memimpikan hal yang sama. Impian
mereka hampir saja ter. wujud, sementara Lucca mulai beradaptasi dengan kehidupan
barunya. Mereka bahkan sudah membicarakan tentang mencari tempat tinggal sendiri
setelah pembangunan kembali Dominia selesai.

Tapi sekarang.... Sekarang Lucca akan menghabiskan hidup abadinya sebagai pelarian, dan
tidak ada yang bisa dilakukan Elya untuk mengubah hal itu. Elya menarik napas dalam-
dalam, berusaha menahan air matanya yang hampir menetes.

Aku tidak boleh menangis ulang Elya dalam kepalanya.

Kalau aku menangis, mereka akan tahu Dia mempercepat langkahnya, ingin segera tiba di
Mildryd dan menuntaskan tugasnya agar tidak perlu memikirkan masalah ini. Saat itulah Elya
merasa ada yang janggal. Suara kertak daun

yang mengikutinya terdengar makin cepat. Dia sadar penguntitnya sudah melakukan
beberapa kecero

Ini anch! pikir Elya.

bohan sedari tadi. Tapi ini terlalu ceroboh.


Jangan-jangan mereka mengira aku hendak melarikan diri dan

kini mereka hendak menyergapku?

Ita sinting Selama ini dia sudah berkali-kali pergi ke Mildryd atau tempat-tempat lainnya dan
tak sekali pun penguntitnya bereaksi seperti ini. Apakah mungkin..... Yang mengantiku ini
bukan Shazin suruhan Kyre?

Ingatan Elya langsung berputar mundur ke kejadian beberapa

bulan lalu, waktu dia dan Lucca pertama kalinya meninggalkan

Dominia untuk menuju Myldrid. Saat itu mereka melewati

jalanan ini dan disergap gerombolan perampok. Sontak tangan Elya dingin, jantungnya
berdebar kencang, Kenangan buruk melintas di kepalanya: betapa tak berdaya dirinya
sementara para perampok itu mengikatnya. Itulah pertama kalinya dalam hidup Elya
merasakan ketakukan yang sebenarnya. Sepenuhnya digerakkan insting. Elya berbalik, dia
meng angkat busurnya dan mengisinya dengan sebatang anak panah. Telinga Elya
menangkap suara gemerisik dari arah semak semak langsung saja dia melontarkan anak
panahnya.

Terdengar suara erangan tertahan, suara seorang pria. Panah Elya mengenai seseorang. Jadi
memang ada penguntit yang bersembunyi di balik semak

Suara dari semak-semak terdengar semakin keras dan sema kin dekat. Elya tersentak, ada
lebih dari satu penguntit. Dis mengisi kembali busurnya dengan anak panah dan melontar
lannya lagi tepat ketika seorang pria Elvar menyeruak keluar dari balik rerimbunan semak,
tapi kali ini penyerangnya lebih

Alih-alih mengenai penyerangnya, anak panah Elya meng hantam selubung putih keperakan
yang melingkupi pria itu. Saat itulah Flya menyadari sebatang tongkat sihir kayu tipis di
genggaman tangan pria itu, tapi terlambat untuk melakukan apa pun sekarang.
Penyerangnya sudah tepat di depan mata.

Pria itu menjatuhkan diri hingga menimpa Elya. Sekarang da bisa melihat penyerangnya
dengan jelas bukan Kyre, bukan pala salah satu Shazin-nya. Bahkan Elya sudah benar-benar
rakin kalau penyerangnya ini memang bukan Shazin. Shazin tak akan pernah membawa-
bawa tongkat sihir.

Pria yang menyerang Elya juga tidak terlalu kuar, tapi dia h lebih tinggi dari Elya. Dia
menahan Elya dengan kedua tangannya, dan sebelum Elya sempat meronta, dia merapalkan
etu. Kabut tipis berwarna putih menguar dari kedua tangan priu, menyelimuti wajah Elya
sampai dia tidak bisa bernapas. kehilangan kesadarannya seketika itu juga. Sam Elya
membuka matanya kembali, dia sudah berada di tempat yang asing. Elya beringsut bangun
dan merasa tangannya tidak bisa digerakkan dengan bebas. Setelah sesaat. barulah dia
menyadari kalau tangan dan kakinya terikat erat. Elya mengedarkan pandangan dengan
waspada. Dia berada di sebuah bangunan tua yang sepertinya sudah lama ditinggalkan,
rumput-rumput dan bunga liar tumbuh memenuhi lantai bangunan dan sela retakan-retakan
besar di dinding.

Elya beringsut mundur dan bersandar pada salah satu sudut bangunan, mengambil posisi
paling jauh sekaligus menghadap ke arah pintu.

Sudah berapa lama Dilihat dari posisi jatuhnya cahaya matahari yang masuk lewat lubang-
lubang di atap. sepertinya sekarang sudah menjelang tengah hari. Artinya, sudah beberapa
jam berlalu sejak dia diserang di hutan.

Walaupun bangunan ini asing baginya, tapi Elya cukup yakin mereka tidak terlalu jauh dari
Mildryd. Bentuk bangunan ini masih menyerupai bangunan yang umumnya ada di kota ina,
Artinya, penyerangnya sengaja membawanya ke sini dan membiarkannya tetap hidup,

Tapi untuk apa

Mendadak pintu ruangan menjeblak terbuka. Dua pria Elvar masuk ke ruangan. Pria yang
satu berbadan besar dan bersenjatakan sebilah pedang serta belati yang disampirkan di ikat
pinggangnya, sementara Elvat yang satunya lagi tidak skekar temannya; dia agak kurus, tapi
mereka berdua sama tingginya.

Elya mengenala si Elvar kurus sebagai Magus yang tadi menyerangnya. Dia tidak pernah
melihat yang satunya, tapi dari perban bernoda darah yang terlilit di bahunya. Elya bisa
menebak kalau ini penyerang satunya yang terkena panah nys.

aku tidak sadarkan diri? "Oh, sudah sadar." kata si Magus, "Bagus! Sekarang kita bisa bicara.
"Siapa kalian?" tanya Elya. "Kenapa membawaku ke sini?"

"DIAM!" bentak Elvar satunya. "Kami yang harusnya ber

tanya, bukan kau!"

"Tenang. Kak Diemir!" kata si Magus.

"Kau sih enak saja bicara tanpa lubang panah di tanganmu!" balas Dremir kerus. Dia lalu
menatap keji ke arah Elya. "Harus nya waktu dia tidak sadar tadi, kita lubangi juga tangan
atau

kakinya." Tanpa sadar Elya beringut mundur. Dia tidak biasanya mudah terintimidasi seperti
ini, bahkan Kyre dan Shazin-nya saja tidak membuatnya gentar. Tapi ada sesuatu yang
berbeda dari Dremir dan Magus saudaranya, dia merasakan sesuatu yang sudah
diketahuinya sejak kecil karena jati dirinya sebagai Vier

Kebencian...

Tidak berniat menunjukkan ketakutannya pada dua Elvar itu. Elya balas menatap mereka.
"Apa yang kalian inginkan dariku?
"Kami ingin Sylvar!" si atau aku benar-benar akan melubangi lenganmu!" Elya mengerutkan
alisnya. "Kalian pikir aku tahu di mana

jawab

Magus. "Katakan di mana dia,

dia?" jawabnya. "Sudah lebih dari seminggu sejak dia menghilang

tanpa pamit. Para Shazin juga sudah mencarinya Ucapan Elya terpotong ketika Dremir
meludah tepat ke wajahnya.

"Jangan bohongi kami, Darah-Campuran kotor!" makinya. "Sabar, Kak, sabar...." kata si
Magus. "Lagi pula, kalau kau ingin seekor anjing melakukan perintahmu, kau perlu bermanis
manis padanya.

Elya menggerakkan giginya geram. Dibandingkan Dremit, tutur kata si Magus memang lebih
halus, tapi dia tidak segan segan menunjukkan betapa dia memandang rendah Elya. Da dan
Demir sama saja, kaum pembenci Bangsa lain. Selama ini, Elya memang sudah beberapa kali
bertemu orang-orang seperti mereka, baik Elvar maupun Manusia. Tapi Dremir dan
saudaranya tidak sekadar membenci Vier-Elf. Mereka memandang Elya sedemikian rupa
seolah Vier-Elf adalah hama penganggu yang harus dimusnahkan dari permukaan Terra
Terakhir kalinya Elya bertemu dengan orang-orang seperti Dremir dan saudaranya adalah
saat dia dan Lucca berhadapan dengan Darros, Shazin suruhan Leidz Recion. Seketika itu
juga

Elya langsung tahu siapa dua Elvar ini. "Kalian pengikut Recion, kan?" pancing Elya. "Kenapa
mencari Lucca? Apa kalian dendam karena dia sudah menghabisi majikan kalian? Elya
menahan diri untuk tidak mengatakan apa-apa tentang

Erzel. Jika Lacca memang menghilang' malam itu tanpa pernah

bertemu lagi dengannya, maka seharusnya Elya pun tidak

mengetahui apa-apa tentang Erzel. Dua Elvar itu tampak terperanjat karena Elya mendadak
menyebut nama junjungan mereka. Sebaliknya, Elya menyeringai puas, dugaannya benar.
Mereka memang pengikut Recion. Tahu-tahu Dremir sudah menghampiri Elya dan
melayangkan tinjunya sampai menghantam wajah Elya. Dremir memukul sangat keras
sampai Elya tersungkur di tanah.

"Kau tidak pantas mengucapkan nama Leidz Recion, Darah Campuran laknat!"

Elya merasa kepalanya berdengung sesaat setelah tinju Deemir menghantamnya. Cairan
pekat memenuhi hidung dan mulutnya, tanpa sadar Elya terbaruk dan memuntahkannya.
darah.

Seketika rasa gentar yang tadi sempat muncul kembali menguasai Elya. Dremir dan
saudaranya tidak salang main main, mereka sanggup dan tidak ragu menyakiti dirinya elya.
sadar orang-orang inilah yang diceritakan Lucca padanya, peng ikut fanatik Recion yang
memiliki hasrat sama dengan Sang Necromagus melenyapkan Bangsa selain Elvar dari Benua
Ther Melian. Setelah kematian pimpinannya, sekarang mereka pasti putus asa menemukan
Erzel demi melanjutkan kembali perjuangan mereka.

Mendadak Elya merasa sangat bodoh. Dia sudah menyadari bahwa dirinya tengah diikuti
sejak meninggalkan Mildryd, tapi dia tidak melakukan apa pun karena mengira mereka
hanya para Shazin suruhan Kyre. Sekarang dia sadar betapa tidak bijaksananya tindakan itu.
Meskipun mereka suruhan Kyre, mestinya dia tetap melakukan sesuatu. Normalnya, jika
orang merasa diikuti, mereka akan bertindak agar terhindar dari hahaya, tapi Elya tidak
melakukan apa-apa.

Membaca surat Lucca kemarin, mengetahui bahwa pria itu tidak akan kembali untuk
selamanya, telah membuat Elya sangat terpuruk sampai dia tak mampu berpikir jernih. Ya...
Lucca telah pergi dan tak akan kembali. Tak peduli

betapa pun Elya berusaha menafikannya, hal itu memengaruhi

nya lebih dari yang ia duga. Tiba-tiba Elya merasa scolah ada sebuah lubang besar menganga
di dalam dirinya, tempat di mana Lucca biasanya berada. Seketika itu juga dia merasa
sendirian dan ketakutan. Tanpa sadar, air mata yang tak terbendung lagi mulai memenuhi
matanya. La menangis.

"Lihat. Dremir," kata si Magus. "Kau membuat tamu kita

menangis.

Elya merasa seseorang menarik rambutnya dengan kasar dan engangkatnya dari permukaan
lantai, memaksanya untuk duduk kembali. Elya mendongak, darah dan air mata mengucur
deras dari hidung dan matanya. Kau takur, Gadis Kecil?" tanya si Magus. "Memang
seharusnya. Dia menahan rambut Elya dengan satu tangan sementara tangan satunya
meraih tongkat sihit yang terselip di ikat pinggangnya. Lalu sambil memutar tongkat sihirnya,
dia bisikkan seuntai mantra dengan cepat. Mendadak Elya merasa kedinginan, rasa dingin
yang menusuk kulitnya datang dari arah lantai dan punggungnya. Dia melirik ke bawah
kakinya dan menyadari rumput-rumput yang tumbuh di bawah kakinya telah diselimuti
kristal es tipis, begitu juga dengan dinding di belakang punggungnya. mem

Bunga es terus memenuhi lantai hingga menutupi betis Elya, Dia merasa dingin bukan
kepalang saat kakinya diselimuti es. Tak cukup sampai di sana, si Magus mengentakkan
tongkat sihirnya sekali lagi dan lapisan es di dinding belakang Elya tumbuh semakin besar
hingga membentuk puluhan pasak es tajam, Pasak-pasak itu terus bertambah besar hingga
salah

satunya hampir menusuk tengkuk Elya. Elya menjerit tertahan ketika ujung tajam es
menoreh kulitnya, sakit dan dingin bercampur menjadi satu.

Si Magus membisikkan mantra lain dan menghentikan pasak es itu sebelum menembus
leher Elya. "Satu mantra dariku dan kau bisa bernapas langsung dari lubang di lehermu,"
katanya. "Sekarang, setelah kau sadar betapa seriusnya kami, bisa kau katakan di mana
Sylvar?"

"A-Aku tidak tahu," jawab Elya di antara darah dan air mata

yang mengacur tanpa henti. "Bohong hardik Demir.

"Tidak!" kata Elya. "Kalau aku tahu di mana dia, apa kalian pikir aku akan berdiam di sini

"Justru karena kau tetap di sini, kami tahu kau berbohong. kata si Magas dengan senang
"Biasanya kalau ada seseorang yang menghilang, orang-orang akan panik dan mencari ke
mana-mana. Tapi kau ungat tenang, menjalani aktivitasmu seolah tidak ada yang terjadi. Sial
Elya merutuk dalam hatinya.

Sejak pertemuannya dengan Lucca di Mildryd, Elya terlalu terpaku untuk menunjukkan
seolah dia tidak mengetahui ke beradaan Lucca dengan bersikap normal. Lupa kalau dia juga
perlu pura-pura panik dan terus mencari-cari pria itu.

"Jadi... lanjut si Magus. "Katakan di mana dia berada, atau. Dia menyentakkan tongkar
sihirnya dalam gerakan berputar dan membuat pasak-pasak es di punggung Elya ber putar
maju.

Elya menjerit sejadi-jadinya saat pasak-pasak itu menghun jam kulitnya. Rasa dingin yang
menguar dari tiap pasak menam bah parah sakitnya. Dia sudah sempat mengira pasak-pasak
es in akan menembus sampai ke dalam dan menghabisinya, tapi si Magus mengentakkan
tongkat sihirnya lagi dan pasak-pasak itu pun berhenti berputar.

Napas Elya terengah menahan sakit. "Silakan saja!" ujarnya setelah rasa ngilu di sekujur
rubuhnya mereda. "Lakukan apa yang kau mau! Aku tak akan mengatakan apa pun!"

"Kesetiaanmu padanya mengagumkan," kata si Magus. "Tapi

bagaimana dengan ayahmu?"

Elya membelalak. "Apa" "Kau memang tidak peduli apa yang akan kami lakukan padamu,"
jawab Dremir. "Tapi bagaimana kalau kami menya kiti ayahmu?

"Jangan membual!" hardik Elya. "Majikan kalian Sang Necromagus saja tidak berani
berhadapan langsung dengan ayahku dan harus mengurus Sharin untuk menghabisinya!"

Dremir hampir menghantam Elya lagi setelah dia melon kan hinaan itu, tapi si Magus
menahannya. "Tentu saja kami tidak akan melawan ayahmu terang-terangan, katanya.
Walau berstatus Elvar Terbuang, kemampuan sihir ayahmu ah termasuk salah satu yang
disegani di Falthemnat. Dia lala mengencangkan cengkeraman tangannya di rambut Elya
Menarik kepala Elya ke belakang hingga ujung-ujung taja pasak es itu menusuk ke leher dan
bahunya. Elya menggigit bibirnya kuat-kuat, menahan rasa sakit yang teramat sangat ketika
es tajam itu merobek kulitnya. Si Mag
mencondongkan badannya hingga persis di samping Elya, du

lalu berbisik "Tidak Kami tidak sebodoh itu menantang ayahmu bertarung. Tapi, saat ini kami
memiliki kelemahan terbesarnya di genggaman kami. Kalau kami membawamu sebagai
sandera, dia tidak akan melawan balik apa pun yang kami lakukan padanya...

"Dan setelah itu, aku akan membuatmu menyaksikannya saat kami menyilau dan
menghancurkan ayahmu perlahan lahan. Saat itu, aku ingin tahu siapa yang kau pilih,
kekasihmu atau ayahmu!"

Akal sehat Elya seolah berhenti bekerja saat mendengar pertanyaan itu. Entah apa yang
merasukinya, tahu-tahu saja ia sudah menggigit telinga si Magus sampai pria itu menjerit
keras, tapi Elya tidak peduli. Dia tidak mengendurkan gigitannya sampai-sampai Demir harus
mendorong paksa Elya demi melepaskan telinga saudaranya dari cengkeraman gigi Elya.

Elya merasa ada sesuatu yang lunak di antara piginya, lalu ia memuntahkannya ke lantai Elya
mengenali bentuknya; benda itu tampak merah di antara darah yang melumurinya. Itu ujung
telinga si Magus. Rupanya Elya telah menggigitnya sampai putus.

Pria itu merintih memegang) telinganya yang mengucurkan darah. "Gadis Kepara makinys.
Tapi Elya sama sekali tidak protar, di justru balas menatap si Magus dan menyunginggkan
senyum mengejek

Tindakan Elys membuat Demir hilang kesabaran. Dia menghunus sebilah belati dari
pinggangnya. "Cukup sudah! Akan kahabisi makhluk Darah-Campuran ini "Jangan. Kaksi
Magus berusaha mencegah. Tapi Dremir tak memedulikannya dia mengayunkan berlati ke
depan. Elya sama sekali tidak berkedip ketika belati itu menghunjam ke arahnya. Dia tidak
tahu apakah itu karena dia sudah siap mati atau karena akal sehatnya sudah tumpul akibat
semua yang terjadi hari ini. Yang jelas, Elya lebih baik mati daripada ayahnya harus
menderita karena dirinya. Tapi sedetik sebelum ujung belati Dremir menancap di lehernya,
benda itu seolah berhenti di udara, Elya mengerjapkan mata dan menyadari ada seseorang
pria mencengkeram tangan Dremir, menghentikannya sebelum dia menusuk Elya. Cahaya
matahari yang menyinari dari arah punggung orang itu menyulitkan Elya untuk melihat
wajahnya, tapi dia tidak terlalu jangkung. Bahkan dia tidak lebih tinggi dari Dremit.

Mata Dremir membelalak lebar, terkejut bukan kepalang karena seseorang menghentikan
belatinya. Dia bahkan belum sempat melirik ke belakang, untuk melihat siapa yang
mencengkeram pergelangan tangannya ketika tiba-tiba saja tiga belati kecil menembus
punggung hingga menyembul keluar dari dadanya.

Napas Elya tertahan. Dia tidak mungkin salah mengenali

sjung cakar besi itu.

Tapi mana mungkin?


Pria itu menarik cakar besinya dari rongga dada Dremir. dan dalam satu kedipan mata, dia
sudah berbalik ke arah si Magus, Magus itu bahkan belum menyadari apa yang menimpa
saudaranya ketika tiba-tiba cakar besi yang sama bersarang di tenggorokannya.

Dua Elvar itu tumbang tepat di hadapan Elya, januh bertindih yang satu di atas yang lain.
Masing-masing dengan tiga lubang menganga di dada dan leher mereka. Darah yang
mengucur dari lubang-lubang itu menggenang di atas lantai dan memerahkan permukaan
bunga es di sekeliling Elya.

Elya mendongak. Pria yang menyelamatkan nyawanya kini

bendiri tepat di hadapannya, tetapi wajah pria itu tidak tampak jelas. "Lu-Lucca..." tanya Elya
dengan suara bergetar. "Bukan, aku bukan dia, pria itu menjawab dengan suara yang dalam.
Bukan suara Lucca. "Siapa kau?" tanya Elya.

Pria itu berlutut, kini Elya bisa melihat wajahnya dengan

jelas. Itu Kyre, tetapi hari ini dia terlihat berbeda. Rambut

pirangnya yang sebelumnya disisir rapi ke belakang sesuai

standar Legiun Falthemnar kini dibiarkan sedikit berantakan.

Dan kali ini Kyre mengenakan pakaian kulit khas klan Shazin,

bukan seragam Legiun Falthemnar. Elya tidak mengatakan apa-apa saat Kyre mulai
memecahkan bpisan es tebal yang membelenggu kakinya. Barulah ketika lakinya terbebas
sepenuhnya, dan darahnya kembali mengaliri betisnya, Elya merasa sakit seolah-olah
kakinya ditusuk ribuan jarum. Dia melirik ke arah kakinya dan menyadari kulitnya memucat,
sepertinya akibat terlalu lama berada dalam belenggu es tadi. Kyre membantu Elya duduk
dan meluruskan kaki.

Sementara Elya menghangatkan kakinya yang nyaris membeku di bawah cahaya matahari.
Kyre dengan cekatan menuang air dari wadah kulit yang dibawanya dan memeriksa haka-
luka di punggung Elya.

"Tidak ada luka yang serius, tabib yang berpengalaman bisa menyembuhkannya, katanya.
Dia lalu menyerahkan sehelai kain yang sudah dibasahi kepada Elya. "Pakailah!"

"Terima kasih." ujar Elya dengan suara lemah. Dia menerima kain itu dan menggunakannya
untuk membersihkan wajahnya, menghapus ludah dan darah yang mengotorinya.

Mati-matian Elya bertahan untuk tidak menangis lagi. Dia belum pernah dipermalukan dan
diperlakukan serendah itu sebelumnya. Dremir dan saudaranya tidak memandang Elya
sebagai makhluk yang layak hidup. Bagi mereka, Kaum Vier-Elv seperti dirinya mungkin tak
ubahnya bagai kecoak yang layak dunjak dan dibasmi tanpa sisa.
Dia pernah menghadapi kebencian seperti ini, saat insiden Penyerangan Necrus yang
didalangi Recion beberapa minggu lalu. Dan saat semuanya berakhir dengan damal, Elya
sempat selena dan merasa keadaan akan baik-baik saja.

Tidak... Dia salah. Akan selalu ada Elvar-Elvar seperti Recion, Darros, Dremir, dan
saudaranya. Kebencian yang sudah Pengakar dan dipupuk selama ribuan tahun tidak bisa
hilang dalam semalam saja.

"Kakimu bisa digerakkan?" tanya Kyre tiba-tiba. Blya terperangah namun dia langsung
tanggap dan mencoba eggerakkan pergelangan dan jari-jari kakinya. Untunglah kedua
kakinya masih merespons dengan baik. Walau kini mereka mulai membengkak dan
kesemutan, tapi setidaknya, tidak mati rasa. Artinya, Elya tidak terkena radang beku.
Memang, bagi orang yang hidup di hutan tropis seperti Elya, terkena radang beku sepertinya
mustahil, tapi ayah Elya seorang Magus, jadi ia sedikit banyak tahu bagaimana sihir-sihir
Magus bisa sangat mematikan. Salah satunya sihir es yang bisa mengakibatkan radang beku.

...ya, tidak apa-apa," jawab Elya gugup. Dia sadar sedari "Eh... tadi Kyre sudah menolongnya,
tetapi dia belum mengucapkan terima kasih dengan layak.

Semuanya serai perkataan Lucca: Kyre dan anak buahnya memang mengawan selurub
Dominia, termasuk Ayah, dan aku,

pikir Elya. Tapi, kalau dia mengikutiku, kenapa tidak meringkus Dremir dan saudaranya
sebelum mereka menangkapku? Apa mungkin. semua ini sandiwara yang dia buat sendiri?

Seolah bisa membaca jalan pikiran Elya. Kyte tiba-tiba menjelaskan. "Maaf tidak ikut campur
lebih cepat,." katanya. "Aku harus memastikan mereka berdua sendirian. Bisa runyam kalau
mereka membawa bala bantuan."

Elya tidak menjawab Kyre. Dia memang setengah masih terguncang setelah peristiwa tadi,
tapi dia juga tahu apa tujuan Kyre menyelamatkannya. Pria itu pasti telah mencuri dengar
pembicaraan tadi, dan memutuskan bahwa Elya punya informasi berharga mengenai
keberadaan Lucca. Karena itulah ia tidak boleh dibiarkan mati.

"Aku tahu apa yang kau pikirkan," kata Kyre lagi. "Kau menimbang-nimbang untuk sebaiknya
memercayaiku atau tidak. Ya, salah satu alasanku menyelamatkanmu memang karena aku
butuh informal." Dia lala melempar pandangan ke arah Dremir dan

saudaranya yang terkapar beberapa meter di samping mereka. "Setidaknya, untuk sekarang
aku bisa yakin kalau Erzel masih hidup. Namun sepertinya kelompok mereka pun tidak tahu
di mana dia berada Elya nyaris tersedak mendengarnya. Apa Kyre barusan me

nyebut nama Ertel Kyre balas menatapnya ekspresinya nyaris tak berubah. Tidak usah
terkejut begitu." dia lalu melanjutkan. "Saat kau pergi ke Mildryd beberapa hari lalu, aku
mengutus saru anak buahku untuk mengikutimu dari jauh, tapi kemudian dia kehilangan
jejakmu selama beberapa menit. Saat itu kau menemui Sylvar, kan?"
Elya terdiam, tidak menjawab pertanyaan itu. "Tidak apa, tidak perlu menjawab," kata Kyre
lagi. "Jadi,

kau bertemu Sylvar, dan melihat dari betapa mudahnya kau mengetahui bahwa dua Elvar
tadi adalah pengikut Leidz Recion, kuduga Sylvar juga sudah memberitahumu tentang Erzel."

Kyre menghentikan kisahnya sejenak, seolah menunggu reaksi Elya, tapi dia tetap membisu.
'Diam-nya Elya langsung diartikan oleh Kyre bahwa sejauh ini dirinya benar. Dia lalu
melanjutkan.

"Sayang sekali anak buahku tidak berhasil melacak keberadaan Sylvar setelah pertemuanmu
dengannya. Jadi aku memerintahkan mereka untuk memperluas daerah pencarian sampai
ke area di sekitar Mildryd," katanya. "Sementara mereka mencari Sylvar, dia melirik ke arah
Dremir dan saudaranya,

"aku tetap di Dominia, karena aku tahu cepat lambat cecunguk cecunguk ini akan datang."
Dengan enggan Elya mengikuti arah tatapan Kyre. Tatapan matanya tertumbuk kembali ke
Dremir dan saudaranya yang

terharing berkubang darah mereka sendiri. "Apa masih banyak yang seperti mereka?" tanya
Elya. "Mustahil untuk mengetahuinya secara pasti," kata Kyre. "Tapi benar yang mereka
katakan. Recion punya banyak pendukung. Banyak di antara pendukungnya berasal dari ka
langan terhormat bahkan sering berhubungan dengan Bangsa lain. Di permukaan mereka
terlihat baik-baik saja, tapi di balik semua itu, mereka menyembunyikan kebencian yang
mendalam Setelah kegagalan Recion membumihanguskan Dominia malam itu, mereka kini
bersembunyi kembali menunggu kesempatan lain untuk menyerang.

Dia lalu balas menatap Elya. "Sekarang kau paham kenapa aku harus menemukan Syvar?
Aku harus memastikan kematian Ersel, dan menghabisinya jika perlu, sebelum para pengikut
Recion mendahuluiku. Atau kengerian yang kalian saksikan beberapa waktu lalu akan
terulang lagi."

"Kalau memang itu tujuanmu sejak awal, kenapa tidak terus terang pada kami?" tanya Elya.
"Kenapa berpura-pura menjadi prajurit Legian Falthemnar segala? Kalau kau berterus
terang, Lucca pasti bersedia membantumu melacak keberadaan Erzel.

"Karena aku tidak berencana mengembalikan Sylvar kepada kalian," jawab Kyre. "Dia telah
menghianati Klan dan para Terua dengan membiarkan Erzel hidup. Karena itu, aku
membuatnya seolah dia dijemput secara resmi untuk penyelidikan urusan lain, setidaknya
kalian sempat mengucap selamat tinggal." Elya menggigit bibinya. Tentu saja, bagaimana
mungkin

dia lupa. Lucra sudah mengatakannya. Klan Shazin tidak akan

mengampuninya atas pengkhianatan ini. Itulah alasan dia tidak

bisa kembali
Mengacap selamat tinggal desis Elya. "Jadi kau tetap akan menghakim Lucca setelah semua
yang dia lakukan untuk menebus kesalahan-kralshannya Inutidak mengalah kenyataan
bahwa dia telah mengkhianati kam ja Ks datas "Dan sebagai Maister-nya, adalah

wak menjatuhkan hukuman

Maya mengerukan keningnya. "Apa itu? Kau se macam majikan lucca begitu. Kyre
menggeleng. "Tidak ada padanan kata yang tepat untuk menjelaskan apa itu Maistet. Tapi
gambaran singkatnya, aku yang melatih Sylvar saat dia masih bukan siapa-siapa hingga dia
čakui menjadi Sharin. Karena itulah, dia bertanggung jawab padaku dan aku juga
bertanggung jawab atas tindakannya. malah kenapa aku menyadari masalah Erzel ini
sebelum para Maister lainnya bahkan para Tetua." "Kenapa?"

"Karena akulah yang telah memberi Sylvar misi untuk melenyapkan Ezzel," kata Kyre. "Saat
mendengar kabar tentang Necrus-Necrus raksasa di Dominia, aku langsung teringat pada
Enel dan boneka ciptaannya. Tidak ada Elvar lain yang memiliki kemampuan untuk
menciptakan makhluk gabungan seperti in Satu-satunya penjelasan adalah Sylvar tidak
menuntaskan misinya dan berbohong padaku."

"Mungkin dia yang dulu melakukan itu," bantah Elya. "Tapi za karena perintah ibunya! Lagi
pula saat ini dia dan rekannya ngah melacak Erzel, untuk menyelesaikan misinya!"

Kye mengangkat sebelah alisnya. "Rekan?" Tanpa sadar Elya menutupkan kedua tangan ke

sadar bahwa lagi-lagi-dia kelepasan bicara "Kau baru bilang rekan?" tanya Kyre sekali lagi.

bibirnya.

Elya menghela napas panjang, sadar benar membohongi Ke saat ini tidak ada gunanya. "Ya,
Viria rekannya, yang juga Aut kau tuduh berkhianat.

"Trida Viria?" Kyre terbelalak. "Kau yakin itu dia? Seperti apa rupanya?" Rambut gelap, bola
mata ungu cerah, berwajah oval." Jelas

"Jadi itu benar-benar dia, Kyre terperangah.

"Memang kenapa? Siapa dia sebenarnya?" tanya Elya.

"Leidz Viria adalah salah satu Maister Shazin dari generasi di waku. Dia adalah salah satu dari
yang terbaik dan telah melatih banyak Maister andal lainnya, termasuk Maister-ku sendiri.
Kyre menjelaskan.

"Tu-tunggu.... Elya tidak paham. "Kalau dia sudah sangat senior, kenapa dia ditugaskan
bersama Lucca?"

"Sylvar tidak pernah punya rekan," jelas Kyre.

"Apa?"
"Leidz Viria sendiri sudah lama menghilang dari Falthemnar, dan tak ada yang tahu ke mana
dia pergi." Kyre terdiam sesaat. "Bahkan kalau kuingat-ingat, dia menghilang saat para Tetua
mulai menugasi Klan Shazin untuk menyelidiki rumor mengenai Sang Pembuat Boneka.

"Tapi kalau begitu, apa yang dia inginkan?" tanya Elya. "Kenapa dia harus berpura-pura
menjadi rekan Lucca?"

"Entah," jawab Kyre singkat. "Bisa saja dia kawanan mereka," dia melempar pandang ke arah
Dremir dan saudaranya. "Arau mungkin juga tidak. Tapi semuanya jadi masuk akal sekarang
"Apa maksudmu?"

"Sebelum datang ke Dominia dan menghadapi Sylvar," kata Kyre. "aku berusaha memastikan
dugaanku dengan memeriksa berkas-berkas misi lama Sylvat. Tapi semua berkas itu sudah
dicuri.

"Dicuri? Maksudmu, pelakunya Viria tanya Elya. "Aku tidak melihat adanya tersangka lain.
Kyre mengangkat

rahasia yang berada di desa Klan kami, pelakunya pasti kenal seluk-beluk desa, dan memiliki
kemampuan tinggi. Kyre melanjutkan "Jadi apayaku yang berikutnya adalah memata-matai
dan menyeladiki para Elvat yang diduga simpatisan Recion. Tapi setiap kalinya, seseorang
selalu mendahuluku. Entah rumah mereka diacak-acak, atau mereka daintergani secara
brutal

bahunya. "Lagi pula semua berkas kami disimpan di ruang arsip

"A-apa yang diinginkan pelakunya?" Sama denganka, informasi Erzel.

Anda mungkin juga menyukai