Anda di halaman 1dari 70

PENGUJIAN KURVA PHILLIPS DI INDONESIA

(Studi Kasus 34 Provinsi di Indonesia


Berdasarkan Sektor Utama Penyumbang PDRB
Tahun 2014 – 2018)

SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

Mochamad Choirul Anwar

NIM 7111416088

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
PENGUJIAN KURVA PHILLIPS DI INDONESIA
(Studi Kasus 34 Provinsi di Indonesia
Berdasarkan Sektor Utama Penyumbang PDRB
Tahun 2014 – 2018)

SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

Mochamad Choirul Anwar

NIM 7111416088

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING

ii
PENGESAHAN KELULUSAN

iii
PERNYATAAN

iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

 “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah selalu bersama kita”


(QS. At – Taubah ayat 40)
 “Sesungguhnya setelah kesulitan pasti ada kemudahan” (QS. Al Insyiroh
Ayat 6)
 “Man Jadda Wajada wa Man Saaro’ Alard – darbi Washola wa Man
Shabara zafira”( Al Hadist)

Persembahan

Skripsi ini saya persembahkan kepada;

o Ibu Siti Marsuni dan Bapak Achmad Basyir


selaku kedua orangtua saya yang tiada
hentinya mencurahkan kasih sayang dan
cinta serta doanya kepada saya.
o Kakak dan Adikku tersayang yang selalu
mendukung setiap langkah saya dan seluruh
keluarga besar saya.
o Sahabat dan seluruh teman – teman saya.

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang
telah melimpahkan rahmat serta anugerah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan penulisan skripsi saya yang berjudul “ PENGUJIAN KURVA
PHILLIPS DI INDONESIA (Studi Kasus 34 Provinsi di Indonesia Berdasarkan
Sektor Utama Penyumbang PDRB Tahun 2014 – 2018).

Penulisan skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi, Universitas
Negeri Semarang. Penulis menyadari bahwa terwujudnya skripsi ini karena
adanya bimbingan, bantuan, saran dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena
itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Drs. Heri Yanto MBA, P.hD., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan mengikuti program
SI di Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang.
2. Fafurida, S.E., M.Sc., selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan
fasilitas, sarana dan prasarana selama masa studi di Jurusan Ekonomi
Pembangunan.
3. Avi Budi Setiawan S.E, M.Si, selaku dosen pembimbing saya yang telah
memberikan bimbingan, sumbangan pemikiran dan motivasi selama masa
penulisan skripsi ini.
4. Prof. Dr. Dra. Sucihatiningsih Dian Wisika Prajanti, M. Si., selaku dosen
wali rombel EP B 2016 yang selalu membimbing dan memberikan arahan
selama masa perkuliahan ini hingga selesai.
5. Seluruh dosen dan staf Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang,
yang telah memberikan ilmu pengetahunnya.
6. Teman – teman rombel EP B 2016 terimaksih atas pengalaman dan
persahabatan yang tidak akan terlupakan.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis

Mochamad Choirul Anwar

vi
SARI

Anwar, Mochamad Choirul. 2020. “Pengujian Kurva Phillips di Indonesia


(Studi Kasus 34 Provinsi Di Indonesia Berdasarkan Sektor Utama Penyumbang
PDRB Tahun 2014 – 2018)”. Skripsi. Jurusan Ekonomi Pembangunan. Fakultas
Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Avi Budi Setiawan S.E.,
M.Si.

Kata kunci: Phillips; Industri; Inflasi; Pengangguran.

Teori kurva Phillips menjelaskan adanya hubungan yang negatif antara


pengangguran dan inflasi. Namun hasil penelitian – penelitian terdahulu
menyatakan hal yang sebaliknya, yaitu ada hubungan positif antara pengangguran
dan inflasi. Hubungan positif tersebut memiliki makna bahwa keberhasilan
pelaksanaan kebijakan pengendalian harga akan berkontribusi dalam keberhasilan
pelaksanaan kebijakan pengurangan pengangguran. Adanya kontribusi sektor
industri dalam mengurangi tingkat pengangguran dapat memengaruhi perbedaan
bentuk kurva Phillips di provinsi – provinsi dengan sektor utama penyumbang
PDRB yang berbeda (sektor industri dan sektor primer). Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana hasil pengujian teori Phillips di 34 Provinsi di
Indonesia dan mengetahui hasil pengujian teori kurva Phillips di dua kategori
provinsi yang berbeda. Hasil pengujian tersebut selanjutnya akan memberikan
implikasi penetapan kebijakan tertentu yang tepat di kedua kategori provinsi
tersebut.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisiskorelasi Product Moment untuk mengetahui hubungan antara variabel
tingkat inflasi dan variabel tingkat pengangguran. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data tingkat pengangguran terbuka dan tingkat inflasi yang
diambil di 34 Provinsi di Indonesia dari tahun 2014-2018 yang selanjutnya 34
Provinsi tersebut dibagi menjadi dua kategori yaitu kategori provinsi dengan
sektor industri sebagai penyumbang utama PDRB dan kategori provinsi dengan
sektor primer sebagai penyumbang utama PDRB.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat pola kurva Phillips di 34
provinsi di Indonesia. Sebaliknya hasil penelitian ini menunjukkan variabel
tingkat inflasi dan variabel tingkat pengangguran di 34 Provinsi di Indonesia
memiliki hubungan yang positif namun sangat lemah dengan nilai korelasi sebesar
0,1089. Adanya masalah ketidakstabilan harga (inflasi) berkontribusi meskipun
tidak signifikan terhadap munculnya masalah pengangguran sehingga
keberhasilan pelaksanaan kebijakan pengendalian harga akan berkontribusi
meskipun tidak signifikan dalam keberhasilan pelaksanaan kebijakan pengurangan
pengangguran. Diperlukan kebijakan pemerintah untuk upaya pengendalian
tingkat inflasi dan pengurangan tingkat pengangguran seperti pemberian subsidi
bahan bakar, pengurangan pajak perusahaan, pengurangan pajak ekspor, dan
pengendalian harga-harga bahan baku mengingat berdasarkan hasil penelitian ini
menyebutkan bahwa kenaikan tingkat inflasi akan diikuti dengan adanya kenaikan
tingkat pengangguran.

vii
ABSTRACT

Anwar, Mochamad Choirul. 2020. " Testing of the Phillips Curve in Indonesia
(Case Study of 34 Provinces in Indonesia by Main Sectors of GDRP Contributors
in 2014 - 2018)”. Final Project. Department of Development Economics. Faculty
of Economics. Universitas Negeri Semarang. Advisor Avi Budi Setiawan S.E.,
M.Sc.

Keywords: Phillips; Industry; Inflation; Unemployment.

Phillips curve theory explains the existence of a negative relationship


between unemployment and inflation. But the results of previous studies state the
opposite, namely there is a positive relationship between unemployment and
inflation. This positive relationship means that the successful implementation of
the price control policy will contribute to the successful implementation of the
unemployment reduction policy. a. The contribution of the industrial sector in
reducing the unemployment rate can affect differences in the shape of the Phillips
curve in provinces with different main sectors contributing to the GRDP
(industrial sector and primary sector). This study aims to determine how the
results of testing the Phillips theory in 34 Provinces in Indonesia and knowing the
results of testing the Phillips curve theory in two different provincial categories.
The results of the test will further have implications for determining certain
policies that are appropriate in both categories of the province.
The analytical method used in this study is Product Moment correlation
analysis to determine the relationship between the inflation rate variable and the
unemployment rate variable. The data used in this study are data on open
unemployment rates and inflation rates taken in 34 Provinces in Indonesia from
2014-2018, which are then divided into two categories, namely the province
category with the industrial sector being the main contributor to the GRDP and
the province category with the sector primary as the main contributor to GRDP.
The results of this study indicate there is no Phillips curve pattern in 34
provinces in Indonesia. Instead the results of this study indicate that the inflation
rate and unemployment rate variables in 34 provinces in Indonesia have a positive
but very weak relationship with a correlation value of 0.1089. The problem of
price volatility (inflation) contributes even though it is not significant to the
emergence of the unemployment problem so that the successful implementation of
price control policies will contribute even though it is not significant in the
successful implementation of unemployment reduction policies. Government
policies are needed to control inflation and reduce unemployment rates such as
fuel subsidies, corporate tax reductions, export tax reductions, and control of raw
material prices considering that the results of this study indicate that rising
inflation will be followed by an increase in unemployment.

viii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................ iii

PERNYATAAN ................................................................................................... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v

KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi

SARI ................................................................................................................... vii

ABSTRACT ...................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1

1.2 Identifikasi Masalah ....................................................................................... 11

1.3 Cakupan / BatasanMasalah ............................................................................ 11

1.4 Rumusan Masalah .......................................................................................... 11

1.5 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 12

1.6 Kegunaan Penelitian ....................................................................................... 12

1.7 Orisinalitas Penelitian .................................................................................... 13

BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................ 14

2.1 Teori Dasar (Grand Teori) ............................................................................. 14

ix
2.1.1 Teori Perubahan Struktural Ekonomi (Teori Simon Kuznets)................. 14

2.1.2 Teori Kurva Phillips ................................................................................ 16

2.1.3 Pengangguran .......................................................................................... 18

2.1.4 Inflasi ...................................................................................................... 19

2.2 Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 22

2.3 Kerangka Teoritis ........................................................................................... 46

2.4 Hipotesis Penelitian ........................................................................................ 46

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 47

3.1 Jenis dan Desain Penelitian ............................................................................ 47

3.2 Definisi Operasional Variabel dan Hubungan antar Variabel ........................ 48

3.2.1 Definisi Operasional Variabel Tingkat Pengangguran ......................... 48

3.2.2 Definisi Operasional Variabel Tingkat Inflasi ...................................... 48

3.2.3 Definisi Operasional Variabel Sektor Utama PDRB ............................. 49

3.3 Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ............................................... 50

3.4 Teknik Analisis Data ....................................................................................... 50

3.4.1 Analisis Statistik Deskriptif .................................................................. 50

3.4.2 Analisis Korelasi .................................................................................... 52

3.4.2.1 Uji Koefisien Korelasi ...............................................................52

3.4.3 Uji Signifikasi .............................................................................................. 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 54

4.1 Hasil Penelitian .............................................................................................. 54

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ..................................................... 54

4.1.2 Analisis Statistik Deskriptif ................................................................. 55

4.1.3 Hasil Analisis Korelasi dan Uji Signifikasi .......................................... 57

4.2 Pembahasan .................................................................................................... 58

x
4.2.1 Pengujian Kurva Phillips di 34 Provinsi Indonesia ............................58
4.2.2 Pengujian Kurva Phillips di Kedua Kategori Provinsi yang
berbeda ............................................................................................... 61
4.2.3 Perbedaan Bentuk Kurva Phillips .......................................................65
4.2.4 Implikasi Kebijakan ............................................................................68

BAB V PENUTUP .............................................................................................. 70

5.1 Simpulan ........................................................................................................ 70

5.2 Saran ............................................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 73

xi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Daftar Provinsi berdasarkan Kategori Sektor Penyumbang Terbesar


PDRBTahun 2014-2018 ......................................................................... 9

Tabel 3.1 Interval Koefisien Korelasi ................................................................... 52

Tabel 4.1 Hasil Analisis Statistik Deskriptif ........................................................ 56

Tabel 4.2 Tabel 4.2 Hasil Uji Korelasi dan Uji Signifikasi .................................. 57

Tabel 4.2 Perbandingan Kurva Phillips di Kedua Kategori Provinsi.................... 65

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Data tingkat pengangguran Negara ASEAN 2018 (%) ....................... 2

Gambar 1.2 Data tingkat inflasi Negara ASEAN periode Juli 2019 (%) ............... 3

Gambar 1.3 Perbandingan Persentase Tenaga Kerja berdasarkan Sektor Usaha


( Juta Orang) ..................................................................................... 7

Gambar 1.4 Laju Kontribusi Empat Sektor Terbesar Penyumbang PDB


Tahun 2010-2018 ( Milyar Rupiah) .................................................... 8

Gambar 2.1 Kurva Phillips ................................................................................... 17

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1Tabulasi Data Penelitian

Lampiran 2 Perhitungan Korelasi Product Moment dan Uji Signifikasi

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengangguran dan inflasi merupakan dua dari tiga pokok permasalahan dalam

indikator ekonomi makro. Kedua permasalahan tersebut juga merupakan penyakit

yang sudah tentu ada dan dialami oleh setiap negara khususnya negara

berkembang. Sehingga tidak heran jika kedua permasalahan tersebut sering

dijadikan sebagai komoditas politik pemerintahan. Hal itu terjadi karena sejatinya

kedua permasalahan tersebut menjadi suatu indikator keberhasilan suatu

pemerintahan. Lebih lanjut lagi Rahardja dan Manurung(2008:165) menjelaskan

kategori pemerintahan yang dianggap gagal yaitu apabila pemerintahan tersebut

tidak berhasil mengatasi permasalahan pengangguran dan inflasi.Oleh karenanya,

setiap pemerintahan akan selalu mengontrol inflasi dan pengangguran.

Berdasarkan data dari Global Economic Data, Indicators, Charts and

Forecasts(CEIC) angka pengangguran Indonesia pada tahun 2018 tercatat masih

tertinggi kedua jika dibandingkan dengan delapan negara lainnya di kawasan Asia

Tenggara. Berdasarkan gambar 1.1 dapat dilihat bahwa Negara Indonesia masih

kalah dengan tujuh negara lainnya di Asia Tenggara dalam upaya penurunan

tingkat pengangguran. Sementara posisi pertama di tempati oleh Negara Brunei

Darussalam sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di Asia

Tenggara tahun 2018.

Tingginya tingkat pengangguran memiliki beberapa dampak buruk terhadap

kegiatan perekonomian maupun terhadap individu atau masyarakat secara umum.

1
2

Dampak pengangguran terhadap kegiatan perekonomian antara lain;

pengangguran menyebabkan tidak maksimalnya tingkat kemakmuran yang

mungkin dapat tercapai, pengangguran menyebabkan pendapatan pajak

pemerintah berkurang, pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan terhadap individu atau masyarakat itu sendiri, pengangguran memiliki

beberapa dampak antara lain; pengangguran menyebabkan masyarakat kehilangan

mata pencaharian dan pendapatan, pengangguran dapat menyebabkan kehilangan

keterampilan, serta pengangguran dapat menyebabkan ketidakstabilan sosial dan

politik (Sukirno, 2000:514).

10 9,2
9
8
7
6 5,3 5,1
5
4 3,3
3,1 Tingkat Pengangguran (%)
3 2,1
2 1,6
0,9
1 0,6
0

Gambar 1.1 Data tingkat pengangguran negara ASEAN 2018 (%)


Sumber : Global Economic Data, Indicators, Charts and Forecasts (CEIC)

Sama hal-nya dengan data pengangguran diatas, tingginya tingkat inflasi di

Indonesia juga menempati urutan kedua dengan tingkat inflasi sebesar 3,3% pada

periode bulan Juli 2019. Angka ini dibawah Negara Myanmar yang menempati

urutan pertama dengan tingkat inflasi sebesar 10,9%. Meskipun tingkat inflasi

Negara Indonesia tergolong cukup ringan namun angka tersebut masih diatas
3

angka inflasi negara – negara lain di Asia Tenggara seperti; Laos, Vietnam,

Filiphina, Kamboja, Malayasia, Thailand, Singapura dan Brunei Darussalam.

Meskipun demikian dengan tingkat inflasi yang cukup rendah tersebut artinya

daya beli masyarakat masih dapat dipertahankan dengan baik.

12 10,9
10
8
6
4 3,3 3 Inflasi (%)
2,4 2,4 2,2
2 1,4 1 0,8
-0,5
0
-2

Gambar 1.2 Data tingkat inflasi Negara ASEAN periode Juli 2019 (%)
Sumber : Global Economic Data, Indicators, Charts and Forecasts (CEIC)

Tingginya tingkat inflasi menimbulkan beberapa dampak antara lain;

menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat melalui penurunan daya beli

masyarakat, memperburuk distribusi pendapatan antara golongan yang

berpendapatan tetap dengan para pemilik kekayaan tetap. Selain itu inflasi juga

menyebabkan terganggunya stabilitas ekonomi (Rahardja dan Manurung,

2008:169). Berdasarkan fenomena diatas, maka dirasa sangat diperlukan upaya

pemerintah yang lebih optimal lagi dalam menjaga kestabilan tingkat inflasi dan

penurunan tingkat pengangguran di Indonesia. Namun, upaya mengontrol dua

masalah ekonomi tersebut ternyata memiliki sifat saling bertentangan.Hal ini

dijelaskan oleh sebuah fenomena yang menyatakan adakalanya pada suatu periode

pertumbuhan ekonomi berjalan dengan pesat sehingga mengurangi masalah


4

pengangguran tetapi harus menghadapi masalah inflasi (Mankiw,2006:375).

Dalam kata lain pemerintah mengalami suatu trade-offdalam menangani kedua

permasalahan tersebut. Fenomena tersebut selanjutnya lebih dikenal dengan istilah

“teori kurva Phillips”

Kurva Phillips merupakan kurva yang mengilustrasikan trade-off antara

inflasi dan pengangguran. Menurut teori ini, upaya penurunan tingkat

pengangguran yang dilakukan oleh pemerintah akan berhadapan dengan masalah

tingkat inflasi yang lebih tinggi. Kurva Phillips membuktikan bahwa antara

stabilitas harga dan kesempatan kerja yang tinggi tidak mungkin terjadi secara

bersamaan karenaadanyatrade-off. Trade-off tersebut terjadi karena ketika tingkat

pengangguran tinggi maka pekerja (buruh) tidak mempunyai daya tawar gaji yang

tinggi akibatnya biaya (upah) yang akan dibayarkan oleh pengusaha menjadi

rendah sehingga dapat menekan terjadinya inflasi karena tidak adanya kenaikan

harga produk yang dilakukan oleh perusahaan. Sebaliknya ketika tingkat

pengangguran rendah artinya posisi tawar tenaga kerja (buruh) menjadi lebih

tinggi, sehingga pengusaha harus membayar lebih tinggi biaya upah atau gaji,

kenaikan upah tersebut akan meningkatkan harga produk perusahaan.

.Teori kurva Phillips dijadikan acuan bagi para ekonom dalam menentukan

kebijakan – kebijakan perekonomian di suatu negara. Namun hasil penelitian –

penelitian terdahulu menunjukkan hal yang tidak besesuaian dengan teori / kurva

Phillips. Hasil penelitian yang telah dilakukanoleh Putra (2019) yang menunjukan

bahwa di Indonesia, Malaysia, dan Filiphina tidak terdapat trade-off antara inflasi

dan pengangguran. Kemudian hasil penelitian ini didukung pula oleh penelitian
5

dari Hamidah (2010) yang juga menunjukan bahwa Trade-off antara inflasi dan

Penganguran di Indonesia terbukti tidak ada. Penelitian yang dilakukan

olehRahmat (2018), Ahmad (2007), Hadiyan (2018), dan Maichal (2012) juga

menunjukan bahwa di Indonesia tidak ditemukan adanya trade-off antara inflasi

dan pengangguran.

Melalui hasil penelitian – penelitian terdahulu tersebut dapat di ketahui

bahwa variabel inflasi dan pengangguran di Indonesia memiliki hubungan yang

positif, maka dapat diartikan bahwa kesalahan atau kegagalan dalam

melaksanakan kebijakan pengendalian inflasi akan berdampak pada kegagalan

dalam upaya pengurangan tingkat pengangguran, begitupun sebaliknya kegagalan

atau kesalahan dalam melaksanakan kebijakan penurunan tingkat pengangguran

akan memiliki dampak terhadap keberhasilan upaya pengendalian inflasi. Oleh

karena itu penting untuk melihat hubungan antara pengangguran dan inflasi di

masing - masing provinsi dari sisi sektor penyumbang tenaga kerja terbanyak.

Salah satu sektor ekonomi yang memiliki peran besar dalam penyerapan

tenaga kerja dan pengurangan angka pengangguran adalah sektor industri dan

jasa. Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam teori perubahan struktural ekonomi

yang menyatakan bahwa adanya peralihan kegiatan ekonomi masyarakat dari

sektor pertanian yang sederhana kearah perekonomian yang lebih modern dan

lebih terfokus pada sektor – sektor non primer (Tambunan, 2001:59). Selanjutnya

proses pemindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke industri secara

bertahapdan pertumbuhan kesempatan kerja di sektor modern dapat menyebabkan

peningkatan output di sektor modern. Hal ini menyebabkan laju pertumbuhan


6

sektor industri akan semakin meningkat (Todaro, 1991:83). Seiring dengan

perkembangan zaman, sektor primer / pertanian kini tidaklah menjadi sektor

utama dalam perekonomian mereka, tetapi telah mengalami perubahan dengan

peralihan ke sektor sekunder / industri dan tersier /jasa (Kuznets, dalam Setiawan

2016).

Kontribusi sektor industri terhadap penyerapan tenaga kerja didukung oleh

data BPS yang menunjukkan persentase tenaga kerja di sektor pertanian dari tahun

2011 – 2018 mengalami penurunan. Sedangkan persentase tenaga kerja ketiga

sektor usaha lainnya cenderung mengalami peningkatan. Khusus sektor usaha

industri manufaktur tercatat pada tahun 2016 mampu menyerap tenaga kerja

sebesar 15,97 juta orang atau mengalami kenaikan sebesar 2,8 persen dari tahun

sebelumnya yang hanya menyerap tenaga kerja sebanyak 15,54 juta orang.

Selanjutnya hingga tahun 2018 angka penyerapan tenaga kerja dari sektor industri

manufaktur juga terus meningkat sebanyak 18,25 juta orang atau mengalami

peningkatan sebesar 3,9 persen dari tahun sebelumnya yang hanya menyerap

tenaga kerja sebanyak 17,56 juta orang.

Melalui data tersebut dapat diketahui bahwa adanya peralihan tenaga kerja

dari yang semula hanya mengandalkan sektor pertanian kini telah beralih ke

sektor industri. Masyarakat lebih memilih bekerja di sektor industri karena

beberapa alasan antara lain; sektor indutsri mampu memberikan nilai tambah yang

lebih tinggi dibandingkan sektor prime dan bekerja di sektor industri mendapatkan

gaji yang lebih tinggi dibandingkan bekerja di sektor primer.


7

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Feb- Feb-
2011 2012 2013 2014 2015 2016
17 18
Pertanian 42,5 39,9 39,2 39 37,8 38,3 31,87 30,46
Pedagangan Grosir, Ritel,
23,2 23,6 24,1 24,8 25,7 28,5
Hotel & Restoran
Jasa Masyarakat, Sosial &
17 17,4 18,5 18,4 17,9 19,8
Pribadi
Industri manufaktur 13,7 15,6 15 15,3 15,5 15,97 17,56 18,25

Gambar 1.3 Perbandingan Persentase Tenaga Kerja berdasarkan Sektor Usaha


( Juta Orang)
Sumber : BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia.

Tidak hanya dari segi penyerapan tenaga kerja, kontribusi sektor industri

terhadap pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) juga mengalami

peningkatan bahkan sektor industri menempati posisi pertama sebagai sektor

ekonomi penyumbang PDB terbesar. Berdasarkan data BPS selama tahun 2010-

2018 terdapat peningkatan kontribusi sektor industri terhadap PDB sebesar 44,98

persen dengan rata – rata peningkatan setiap tahunnya adalah 4,76 persen.

Meskipun peningkatan kontribusi sektor industri tersebut masih dibawah dari

peningkatan kontribusi sektor perdagangan besar dan eceran (sebesar 49,03

persen), namun nilai tersebut masih diatas nilai peningkatan kontribusi sektor –

sektor lainnya, yang dimana peningkatan kontribusi sektor pertanian, kehutanan

dan perikanan hanya sebesar 36,70 persen, serta peningkatan kontribusi sektor

pertambangan dan penggalian yang hanya sebesar 10,91 persen.


8

2500000

2000000

1500000

1000000

500000

0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Pertanian, Kehutanan, dan
956119,7 993857,3 1039440,71083141,81129052,71171445,81210955,51257875,51307025,7
Perikanan
Industri Pengolahan 1512760,8 1607452 1697787,21771961,91854256,71934533,22016876,92103466,12193266,4
Perdagangan Besar dan Eceran 923923,8 1013199,61067911,51119272,11177297,51207164,51255760,81311762,51376937,4
Pertambangan dan Penggalian 718128,6 748956,3 771561,6 791054,4 794489,5 767327,2 774593,1 779678,4 796505

Gambar 1.4 Laju Kontribusi Empat Sektor Terbesar Penyumbang PDB Tahun
2010-2018 (Milyar Rupiah)
Sumber : BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia

Sektor industri kini telah menjadi sektor utama penyumbang PDRB di

beberapa Provinsi . Sebelas provinsi di Indonesia tercatat sektor industri - jasanya

menempati posisi pertama sebagai sektor penyumbang PDRB provinsi tersebut.

Selain itu ada pula beberapa provinsi yang tercatat bahwa sektor non industri -

jasanya (sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, serta sektor pertambangan

dan penggalian) masih sebagai sektor penyumbang PDRB provinsi tersebut.

Provinsi Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Jawa

Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Papua Barat, DKI Jakarta dan Bali

adalah provinsi yang dimana sektor industri-nya sebagai sektor penyumbang

PDRB terbesar pada provinsi tersebut. Sementara provinsi lainnya sektor non

industri masih menjadi sektor utama penyumbang PDRB (Produk Domestik

Bruto).
9

Tabel 1.1 Daftar Provinsi berdasarkan Kategori Sektor Penyumbang Terbesar


PDRB Tahun 2014-2018
Sektor Utama Jumlah
No Provinsi
Penyumbang PDRB Provinsi
Provinsi Riau, Kepulauan Bangka
Belitung, Kepulauan Riau, Jawa
1 Industri Barat, Jawa Tengah, DI 11
Yogyakarta, Jawa Timur, Banten,
Papua Barat, DKI Jakarta dan Bali
Provinsi Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jambi, Sumatera
Selatan, Bengkulu, Lampung,
Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Kalimantan
Primer (Pertanian, Barat, Kalimantan Tengah,
2 Perikanan, Kehutanan, Kalimantan Selatan, Kalimantan 23
dan pertambangan) Timur, Kalimantan Utara,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Gorontalo, Sulawesi
Barat, Maluku, Maluku Utara, dan
Papua,
Sumber : BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia, data diolah

Berdasarkan data penyerapan tenaga kerja di sektor industri-jasa yang

mengalami peningkatan serta kontribusi sektor industri terhadap PDB Indonesia

yang juga mengalami peningkatan setiap tahunnnya maka tidak heran jika sektor

industri-jasa dinyakini mampu menciptakan kesempatan dan lapangan pekerjaan

yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat itu

sendiri. Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat selanjutnya akan

meningkatkan daya beli masyarakat yang tentunya akan berdampak pada

peningkatan produksi perusahaan. Adanya peningkatan produksi perusahaan

kemudian di respon oleh para perusahaan untuk menambah jumlah tenaga kerja

yang selanjutnya akan turut mengurangi tingkat pengangguran dan seterusnya.


10

Penelitian yang dilakukan oleh Ratnaningsih (2013) menjelaskan bahwa

pertumbuhan sektor industri memiliki pengaruh yang signifikan positif atau

searah terhadap penyerapan tenaga kerja di kota Surabaya. Hasil penelitian ini

sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwasih (2017) yang juga

menunjukan hasil bahwa pertumbuhan sektor industri berpengaruh signifikan

positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Sidoarjo. Selain itu

penelitian yang dilakukan oleh Nur (2019) menunjukan hasil bahwaPDRB sektor

industri berdasarkan atas harga konstan berpengaruh secara positif dan signifikan

terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri.

Berdasarkan data peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor industri

yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya sedangakan penyerapan

tenaga kerja di sektor primer (non industri) yang terus menerus mengalami

penurunan maka hal ini akan berdampak pada adanya perbedaan jumlah

pengangguran di kedua sektor tersebut. Kemudian jika dikaitkan dengan kurva

Phillips yang menjelaskan hubungan negatif antara inflasi dengan pengangguran

maka diduga akan ada perbedaan bentuk kurva Phillips. Provinsi sektor industri

yang dinilai lebih banyak menyerap tenaga kerja akan menghasilkan bentuk kurva

Phillips yang berbeda jika dibandingkan provinsi sektor primer yang dinilai tidak

banyak menyerap tenaga kerja.

Perbandingan kurva Phillips di kedua kategori provinsi tersebut dapat

menjadi salah satu referensi dan patokan bagi para pengambil kebijakan di kedua

provinsi tersebut untuk merumuskan sebuah kebijakan yang tepat dalam rangka

mengurangi tingkat pengangguran sekaligus menjaga kestabilan harga.


11

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan teori kurva Phillips, hubungan antara pengangguran dan inflasi

adalah negatif. Menurut teori ini, upaya penurunan tingkat pengangguran yang

dilakukan oleh pemerintah akan berhadapan dengan masalah tingkat inflasi yang

lebih tinggi. Namun ternyata penelitian terdahulu dan fenomena yang ada di

Indonesia justru menjelaskan adanya hubungan yang positif antara pengangguran

dan inflasi. Oleh karena itu, penting untuk melihat hubungan antara pengangguran

dan inflasi di masing - masing provinsi dari sisi sektor utama penyumbang PDRB.

1.3 Cakupan / Batasan Masalah

Penelitian ini hanya berfokus untuk mengkaji pengujian teori kurva Phillips di

Indonesia (Studi Kasus 34 Provinsi Berdasarkan Sektor Penyumbang PDRB

Tahun 2014 – 2018) sehingga batasan tempat dalam penelitian ini adalah 34

provinsi di Indonesia, batasan periode penelitian dalam penelitian ini adalah tahun

2014 – 2018 serta batasan variabel penelitian dalam penelitian ini adalah variabel

pengangguran, variabel inflasi dan variabel sektor utama penyumbang PDRB

sehingga variabel lainnya diluar penelitian ini yang diduga turut memengaruhi

dianggap tetap (konstan).

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam

penelitian ini sebagai berikut :

a. Bagaimana hasil pengujian teori Phillips di 34 provinsi di Indonesia?


12

b. Bagaimana hasil pengujian teori Phillips di provinsi yang sektor

industrinya sebagai sektor penyumbang terbesar PDRB?

c. Bagaimana hasil pengujian teori Phillips di provinsi yang sektor

primernya sebagai sektor penyumbang terbesar PDRB

d. Bagaimana perbedaan hasil pengujian teori Phillips di dua kategori

provinsi tersebut?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat dirumuskan tujuan penelitian

ini sebagai berikut :

a. Mengetahui hasil pengujian teori Phillips di 34 provinsi di Indonesia.

b. Mengetahui hasil pengujian teori Phillips di provinsi yang sektor

industrinya sebagai sektor penyumbang terbesar PDRB.

c. Mengetahui hasil pengujian teori Phillips di provinsi yang sektor

primernya sebagai sektor penyumbang terbesar PDRB.

d. Bagaimana perbedaan hasil pengujian teori Phillips di dua kategori

provinsi tersebut.

1.6 Kegunaan Penelitian

1.6.1 Kegunaan Teoritis

a. Menambah pengetahuan penulis khususnya dalam hal pemahaman

mengenai hubungan antara inflasi dan pengangguran.


13

b. Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan

memberikan sumbangan informasi bagi para ilmuwan ekonomi dan

berbagai pihak terkait sehingga memperkaya dan mengembangkan

ilmu pengetahuan.

c. Sebagai bahan masukan dan referensi serta perbandingan bagi

penelitian lebih lanjut.

1.6.2 Kegunaan Praktis

a. Sebagai penyusunan tugas akhir untuk menyelesaikan studi S1 di

Universitas Negeri Semarang.

b. Sebagai literatur sekaligus sumbangan pemikiran dalam

memperkaya khazanah literatur di Universitas Negeri Semarang.

1.7 Orisinalitas Penelitian

Penelitian inimerupakan pembaruan dari penelitian terdahulu dengan letak

pembaharuan dan perbedaan dari penelitian – penelitian terdahulu antara lain;

melakukan pengujian teori Phillips di semua provinsi di Indonesia dan

melakukan pengelompokkan provinsi menjadi dua kategori. Dua kategori yang

dimaksud dalam penelitian ini yaitu kategori provinsi dengan sektor industri

sebagai sektor utama penyumbang PDRB dan kategori provinsi dengan sektor non

industri sebagai sektor utama penyumbang PDRB.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Teori Dasar ( Grand Theory )

2.1.1 Teori Perubahan Struktural Ekonomi (Teori Simon Kuznets)

Teori perubahan struktural ekonomi menitikberatkan pembahasan pada

mekanisme transformasi yang dialami oleh negara-negara sedang

berkembang, yang semula bersifat subsisten dan menitikberatkan pada sektor

pertanian menuju ke struktur perekonomian yang lebih modern yang

didominasi oleh sektor-sektor non primer (Tambunan, 2001:59).

Kuznets (dalam Setiawan, 2016) mengungkapkan bahwa negara-negara

industri saat ini pada awalnya mengandalkan sektor pertanian sebagai

penopang perekonomian mereka dan memberikan sumbangan yang besar

dibandingkan sektor industri dan jasa dalam pembangunan ekonomi. Seiring

dengan perkembangan zaman, sektor primer (pertanian) kini tidaklah menjadi

sektor utama dalam perekonomian, tetapi telah mengalami perubahan dengan

peralihan ke sektor sekunder (industri) dan tersier (jasa).

Hal ini menyebabkan adanya perubahan persentase penduduk yang

bekerja di berbagai sektor dan tingkat pertambahan produksi sektor industri

adalah lebih cepat dari tingkat pertambahan produksi nasional. Adanya sektor

industri dan jasa akan menyebabkan banyaknya tenaga kerja yang terserap

sehingga akan berdampak pada pengurangan tingkat pengangguran.

14
15

Penelitian Kuznets juga mengumpulkan data mengenai sumbangan

berbagai sektor kepada produksi nasional di tiga belas negara yaitu Inggris,

Prancis, Jerman, Belanda, Denmark, Norwegia, Swedia, Italia, Amerika

Serikat, Kanada, Australia, Jepang dan Rusia. Berdasarkan data yang

diperoleh dapat disimpulkan bahwa: (i) Sektor pertanian produksinya

mengalami perkembangan yang lambat dari perkembangan produksi nasional.

(ii) Tingkat pertambahan produksi sektor industri adalah lebih cepat dari

tingkat pertambahan produksi nasional, dan (iii) Tidak adanya perubahan

dalam peranan sektor jasa-jasa dalam produksi nasional yang berarti bahwa

tingkat perkembangan sektor jasa-jasa adalah sama dengan tingkat

perkembangan produksi nasional.

Sektor industri di Indonesia kini telah menjadi sektor utama

penyumbang PDRB dengan peningkatan kontribusi sektor industri terhadap

PDB sebesar 44,98 persen dengan rata – rata peningkatan setiap tahunnya

adalah 4,76 persen. Nilai peningkatan ini diatas nilai peningkatan kontribusi

sektor – sektor lainnya, yang dimana peningkatan kontribusi sektor pertanian,

kehutanan dan perikanan hanya sebesar 36,70 persen, serta peningkatan

kontribusi sektor pertambangan dan penggalian yang hanya sebesar 10,91

persen (Badan Pusat Statistik).

Selanjutnya sektor industri juga telah menjadi sektor utama

penyumbang PDRB di 11 provinsi menggeser posisi sektor primer yang

semula menjadi sektor utama penyumbang PDRB. Sebelas provinsi tersebut

meliputi Provinsi Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa


16

Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Papua Barat, DKI

Jakarta dan Bali. Hal ini menandakan adanya peralihan kegiatan ekonomi

masyarakat yang semula terfokus pada sektor primer kini telah beralih ke

sektor industri (Badan Pusat Statistik).

2.1.2 Teori Kurva Phillips

“Hubungan paling penting dalam ekonomi makro mungkin adalah

kurva Phillips”. Pernyataan ini dingkapkan oleh ekonom Gregory Akerlof

pada kuliah yang diberikannya pada saat ia menerima Nobel Prize pada tahun

2001. Kurva Phillips adalah hubungan jangka pendek antara inflasi dan

penganggran. Pada tahun 1958, ekonom yang bernama A.W. Phillips

menerbitkan sebuah artikel pada jurnal Inggris “Economica”. Artikel tersebut

berjudul “The Relationship between Unemployment and the Rate of Change

of Money Wages in the United Kingdom 1861-1957”. Dalam artikel tersebut,

Phillips menunjukkan korelasi negatif antara tingkat pengangguran dan

tingkat inflasi. Dengan kata lain, Phillips menunjukkan bahwa tahuntahun

dengan tingkat pengangguran yang rendah cenderung memiliki tingkat inflasi

yang tinggi, sedangkan tahun-tahun dengan pengangguran yang tinggi

cenderung memiliki inflasi rendah (Mankiw, 2012:272) A.W. Phillips

menggambarkan bagaimana sebaran hubungan antara inflasi dengan tingkat

pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan

dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan

agregat, maka sesuai dengan teori permintaan, jika permintaan naik maka
17

harga akan naik. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi

permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan

menambah tenaga kerja (asumsinya tenaga kerja merupakan satu-satunya

input yang dapat meningkatkan output). Akibat dari peningkatan permintaan

tenaga kerja maka dengan naiknya hargaharga (inflasi), pengangguran

berkurang.

Gambar 2.1 Kurva Phillips


Sumber : Mankiw, 2012

Adapun persamaan kurva Phillips adalah:

π = πe − β(U − Un) + v

Di mana π adalah inflasi, πe ekspektasi inflasi, U adalah tingkat

pengangguran dan Un adalah tingkat pengangguran alamiah (NAIRU – Non-

Accelerating Inflation Rate of Unemployment). β menunjukkan besarnya

respon tingkat inflasi terhadap perubahan tingkat pengangguran siklis. Β

dapat menunjukkan besarnya rasio pengorbanan (sacrifice ratio) yang terjadi.

Tanda negatif sebelum parameter β menunjukkan hubungan negatif antara

inflasi dengan tingkat pengangguran.


18

2.1.3 Pengangguran

Sukirno (2000:8) menjelaskan bahwa pengangguran merupakan suatu

keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin

mendapatkan pekerjaan tetapi mereka belum dapat memperoleh pekerjaan

tersebut. Pengangguran dapat terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan pada

pasar tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang

ditawarkan melebihi jumlah tenaga kerja yang diminta.

(a) Pengangguran terbuka

Pengangguran terbuka tercipta sebagai akibat pertambahan

lowongan pekerjaan yang lebih rendah dari pertambahan tenaga kerja.

Sebagai akibatnya dalam perekonomian semakin banyak jumlah tenaga

kerja yang tidak dapat memperoleh pekerjaan. Efek dari keadaan ini di

dalam suatu jangka masa yang cukup panjang mereka tidak melakukan

suatu pekerjaan. Jadi mereka menganggur secara nyata dan separuh

waktu, dan oleh karenanya dinamakan pengangguran terbuka.

Pengangguran terbuka dapat pula wujud sebagai akibat dari kegiatan

ekonomi yang menurun, dari kemajuan teknologi yang mengurangi

penggunaan tenaga kerja, atau sebagai akibat dari kemunduran

perkembangan sesuatu industri (Sukirno. 2000:10).

Pengangguran terbuka di Indonesia disebabkan karena jumlah

angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah

lapangan kerja yang ada untuk mampu menyerapnya. Menurut data BPS

per Agustus 2019, terdapat total 7,05 juta jiwa yang tidak memiliki
19

pekerjaan, jumlah tersebut meningkat 3,3 persen dari jumlah orang yang

tidak memiliki pekerjaan pada bulan Februari 2019 yang sebesar 6,82

juta jiwa. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pun naik dari 5,01

persen pada Februari 2019 menjadi 5,28 persen pada Agustus 2019.

Berdasarkan data BPS, rata – rata tingkat pengangguran di 34

Provinsi di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 5,26 persen. Pada tahun

2018 Provinsi Banten berada dalam provinsi yang memiliki tingkat

pengangguran tertinggi dibandingkan provinsi – provinsi lainnya.

Sedangkan Provinsi Bali pada tahun 2018 menjadi provinsi dengan

tingkat pengangguran terendah sebesar 1,37 persen.

Tingginya angka dan tingkat pengangguran di Indonesia

menyebabkan nilai pendapatan masyarakat menurun. Penurunan nilai

pendapatan masyarakat selanjutnya akan menyebabkan menurunya daya

beli masyarakat. Hal ini akan berdampak terhadap perlambatan

perkembangan ekonomi di Indonesia.

2.1.4 Inflasi

Inflasi merupakan kenaikan harga – harga secara umum dan terus

menerus. Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja

tidak bisa disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau

menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain

(Boediono, 2011).
20

Sedangkan BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia mendefinisikan inflasi

sebagai kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang

berlangsung secara terus menerus. Jika harga barang dan jasa di dalam negeri

meningkat, maka inflasi mengalami kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa

tersebut menyebabkan turunnya nilai uang. Dengan demikian, inflasi dapat

juga diartikan sebagai penurunan nilai uang terhadap nilai barang dan jasa

secara umum.Sukirno (2000:12) menjelaskan, jika dilihat berdasarkan faktor-

faktor penyebabnya, inflasi dibagi menjadi tiga jenis:

(a) Inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation)

Inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation) atau inflasi dari

sisi permintaan (demand side inflation) adalah inflasi yang disebabkan

karena adanya kenaikan permintaan agregat yang sangat besar

dibandingkan dengan jumlah barang dan jasa yang ditawarkan. Karena

jumlah barang yang diminta lebih besar dari pada barang yang ditawarkan

maka terjadi kenaikan harga. Inflasi tarikan permintaan berlaku pada saat

perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dan

pertumbuhan ekonomi berjalan dengan pesat (full employment and full

capacity). Dengan tingkat pertumbuhan yang pesat/tinggi mendorong

peningkatan permintaan sedangkan barang yang ditawarkan tetap karena

kapasitas produksi sudah maksimal sehingga mendorong kenaikan harga

yang terus menerus.


21

(b) Inflasi desakan biaya (cost-push inflation)

Inflasi desakan biaya (cost-push inflation) atau inflasi dari sisi

penawaran (supply side inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat

dari adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan

tingkat produktivitas dan efisiensi, sehingga perusahaan mengurangi

supply barang dan jasa. Peningkatan biaya produksi akan mendorong

perusahaan menaikan harga barang dan jasa, meskipun mereka harus

menerima resiko akan menghadapi penurunan permintaan terhadap barang

dan jasa yang mereka produksi. Meningkatnya biaya produksi dapat

disebabkan 2 hal, yaitu kenaikan harga bahan baku dan kenaikan

upah/gaji. Misalnya, kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha

swasta menaikkan harga barang-barang.

(c) Inflasi karena pengaruh impor (imported inflation).

Inflasi karena pengaruh impor adalah inflasi yang terjadi karena

naiknya harga barang di negara - negara asal barang itu, sehingga terjadi

kenaikan harga umum di dalam negeri. Kenaikan harga-harga ini dapat

terjadi karena kuatnya permintaan masyarakat (demand pull inflation),

meningkatnya biaya produksi secara terus menerus (cost pull inflation)

atau karena perilaku permintaan dan penawaran tidak seimbang. Inflasi

tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya

permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh

membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi

dan memicu perubahan pada tingkat harga.


22

2.2. Penelitian Terdahulu

No Penulis Tahun Alat Analisis Hasil Penelitian Perbedaan Kekurangan Sebagai Pembaharuan
& Judul
1. Irdam Ahmad Uji - Hasil penelitian ini Alat analisis, Belum mengkaji secara panel di
(2007) stasionaritas, menunjukkan bahwa teori tahun beberapa provinsi di Indonesia.
uji kausalitas kurva Phillips yang penelitian, dan
“Hubungan antara antar menyebutkan adanya trade jenis data. Belum melakukan pembandingan
Inflasi dengan variabel, uji off atau hubungan negatif bentuk kurva Phillips berdasarkan
Tingkat kointegrasi, antara inflasi dengan kategori tertentu.
Pengangguran ; dan uji error tingkat pengangguran
Pengujian Kurva correction ternyata tidak terbukti
Phillips dengan model dengan menggunakan data
Data Indonesia, (ECM). Indonesia tahun 1976-
1976-2006” 2006. Hubungan antara
inflasi dengan tingkat
pengangguran di Indonesia
justru positif dan satu arah,
2. Choirul Hamidah Analisis - Trade-off antara inflasi Tahun Belum mengkaji secara panel di
(2010) korelasi dan pengannguran di penelitian dan beberapa provinsi di Indonesia.
Indonesia terbukti tidak jenis data.
“Keterkaitan antara ada. Belum melakukan pembandingan
Inflasi, bentuk kurva Phillips berdasarkan
Pengangguran, dan kategori tertentu.
Pertumbuhan
Ekonomi
(Pengujian Kurva
Phillips untuk
23

Indonesia)”
3. Maichal (2012) OLS method - Theresults obtained by Alat analisis, Belum mengkaji secara panel di
and GMM using OLS method shows Tahun beberapa provinsi di Indonesia.
“Phillips Curve in method that the expectations Penelitian dan
Indonesia” augmented Phillips curve Jenis Data. Belum melakukan pembandingan
Metode OLS and the New Keynesian bentuk kurva Phillips berdasarkan
“Kurva Phillips di dan metode Phillips curve models kategori tertentu.
Indonesia” GMM cannot give a clear results
of Philips curve exixtence
in the Indonesia economy.
Shocks variable such as
percentage change of
exchange rates and crude
oil prices provide a very
small effect on the
inflation rate in Indonesia.
Furthermore, the results
obtained by using GMM
method on the hybrid
model of the New
Keynesian Phillips curve
shows that the Phillips
curve exists in the
Indonesian economy.

Hasil yang diperoleh


dengan menggunakan
metode OLS menunjukkan
24

bahwa ekspektasi kurva


Phillips yang diperbesar
dan model kurva
Keynesian Phillips yang
baru tidak dapat
memberikan hasil yang
jelas dari keberlangsungan
kurva Philips dalam
perekonomian Indonesia.
Variabel guncangan
seperti perubahan
persentase nilai tukar dan
harga minyak mentah
memberikan pengaruh
yang sangat kecil terhadap
tingkat inflasi di
Indonesia. Selanjutnya,
hasil yang diperoleh
dengan menggunakan
metode GMM pada model
hybrid kurva New
Keynesian Phillips
menunjukkan bahwa kurva
Phillips ada dalam
perekonomian Indonesia.
25

4. Muhammad Iqbal Alat analisis - Tingkat pengangguran Tempat / Belum mengkaji secara panel di
Surya Pratikto dan vector tidak berpengaruh lokasi beberapa provinsi di Indonesia.
Lucky Rachmawati autoregressiv signifikan terhadap Penelitian, alat
(2013) e (VAR). variabel inflasi di Kota analisis, tahun Belum melakukan pembandingan
Surabaya. penelitian, dan bentuk kurva Phillips berdasarkan
“Pengaruh Tingkat jenis data. kategori tertentu.
Pengangguran
terhadap Inflasi di
Kota Surabaya”
5. Isti Qomariyah Analisis - variabel tingkat inflasi Alat analisis, Belum mengkaji secara panel di
(2013) regresi berpengaruh tidak Tempat / beberapa provinsi di Indonesia.
berganda signifikan terhadap lokasi
“Pengaruh Tingkat pengangguran, variabel penelitian, Belum melakukan pembandingan
Inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahun bentuk kurva Phillips berdasarkan
Pertumbuhan berpengaruh signifikan penelitian, dan kategori tertentu.
Ekonomi terhadap pengangguran di jenis data.
terhadap Tingkat Jawa Timur.
Pengangguran di
Jawa Timur”
6. Artriyan Syahnur Analisis - Ada pengaruh antara Alat analisis, Belum mengkaji secara panel di
Tirta (2013) regresi data inflasi, pertumbuhan Tempat / beberapa provinsi di Indonesia.
panel dan ekonomi, dan investasi lokasi
“Analisis Pengaruh path analysis terhadap pengangguran di penelitian, Belum melakukan pembandingan
Inflasi, Provinsi Jawa Tengah. tahun bentuk kurva Phillips berdasarkan
Pertumbuhan penelitian, dan kategori tertentu.
Ekonomi, dan jenis data.
Investasi terhadap
Pengangguran di
26

Provinsi Jawa
Tengah”
7. Yurnalis (2013) Regresi - Pembuktian yang Alat analisis, Belum mengkaji secara panel di
linear dilakukan dengan Tempat / beberapa provinsi di Indonesia.
“Pengaruh Inflasi sederhana menggunakan uji t lokasi
terhadap diperoleh bahwa inflasi penelitian, Belum melakukan pembandingan
Pengangguran berpengaruh secara partial tahun bentuk kurva Phillips berdasarkan
di Kabupaten terhadap jumlah penelitian, dan kategori tertentu.
Nagan Raya” pengangguran di jenis data.
Kabupaten Nagan Raya
8. SitiZilfiyah(2013) Analisis - Variabel upah minimum Tahun Belum melakukan perbandingan antara
regresi data dan jumlah penduduk penelitian penyerapan tenaga kerja sektor industri
“Analisis panel berpengaruh signifikan, (sekunder) dan sektor pertanian
Kontribusi Sektor sedangkan PDRB sektor (primer).
Industri terhadap industri dan
Penyerapan Tenaga pengangguran tidak
Kerja Sektor signifikan. Hal ini
Industri di dikarenakan sektor
Indonesia (Periode industri Indonesia lebih
Tahun 2004-2010)” banyak yang bersifat
padat modal dan
perubahan pada tingkat
pengangguran tidak
berdampak terhadap
sektor industri melainkan
pada sektor-sektor yang
lain yakni sektor
informal.
27

9. Eka Suci Analisis - Variabel pertumbuhan Alat analisis, Belum melakukan perbandingan antara
Ratnaningsih regresi sektor industri memiliki Tempat / penyerapan tenaga kerja sektor industri
(2013) liniersederha pengaruh yang signifikan lokasi (sekunder) dan sektor pertanian
na positif atau searah penelitian, (primer).
“Pengaruh terhadap penyerapan tahun
Pertumbuhan tenaga kerja di kota penelitian, dan
Sektor Industri Surabaya. jenis data.
terhadap
Penyerapan Tenaga
Kerja di Kota
Surabaya”
10. Arifatul Chusna Analisis - Laju pertumbuhan sektor Alat analisis, Belum melakukan perbandingan antara
(2013) regresi linear industri tidak Tempat / penyerapan tenaga kerja sektor industri
berganda berpengaruh terhadap lokasi (sekunder) dan sektor pertanian
“Pengaruh Laju penyerapan tenaga kerja penelitian, dan (primer).
Pertumbuhan sektor industri, tahun
Sektor Industri, sedangkan investasi dan penelitian.
Investasi, dan Upah upah berpengaruh
Terhadap terhadap penyerapan
Penyerapan Tenaga tenaga kerja sektor
Kerja Sektor industri di Provinsi Jawa
Industri di Provinsi Tengah.
Jawa Tengah
Tahun 1980-2011”

11. Imam Buchori, analisis - Berdasarkan pengujian Alat analisis, Belum mengkaji secara panel di
Lina Ambarwati regresi prediktor (uji t) Tempat / beberapa provinsi di Indonesia.
Priono (2014). sederhana menunjukkan bahwa lokasi
28

terdapat pengaruh yang penelitian, Belum melakukan pembandingan


signifikan antara tingkat tahun bentuk kurva Phillips berdasarkan
“Pengaruh Tingkat pengangguran terhadap penelitian, dan kategori tertentu.
Pengangguran tingkat inflasi di Propinsi jenis data
terhadap Tingkat Jawa Timur pada tahun
Inflasi di Propinsi 2003-2011, dengan nilai
Jawa Timur korelasi sebesar 0,462,
Tahun 2003-2011” dan thitung sebesar 1,377.
- Berdasarkan hasil analisis
yang menunjukkan bahwa
nilai korelasi sebesar
0,462 berarti bahwa faktor
yang menyebabkan nilai
naik turunnya inflasi di
Jawa Timur pada tahun
2003 sampai dengan tahun
2011 sebagian kecil
adalah karena tingkat
pengangguran yang terjadi
di Jawa Timur, sedangkan
sebagian besar lainya
adalah karena adanya
faktor lain.
12. Ilham (2015) Uji pearson - Inflasi tidak berpengaruh Tempat / Belum mengkaji secara panel di
correlation signifikan terhadap tingkat lokasi beberapa provinsi di Indonesia.
“Analisis dan Uji pengangguran serta tidak penelitian, alat
Hubungan spearman's terdapat hubungan analisis, tahun Belum melakukan pembandingan
Kausalitas rho. kausalitas pengangguran penelitian, dan bentuk kurva Phillips berdasarkan
29

Pengangguran, dan inflasi. jenis data. kategori tertentu.


Inflasi - Ada hubungan signifikan
dan Pertumbuhan peng-angguran dengan
Ekonomi Kota pertumbuhan ekonomi di
Palopo” Kota Palopo.
- Tidak ada hubungan
signifikan inflasi dengan
pertumbuhan ekonomi di
Kota Palopo

13. Handicky Julius Granger - Hasil dari penelitian Tempat / Belum mengkaji secara panel di
Sanjaya (2016) Causality periode 1998-2015 lokasi beberapa provinsi di Indonesia.
Test dan menunjukkan adanya penelitian, alat
“Hubungan Error hubungan positif satu arah analisis, tahun Belum melakukan pembandingan
Kausalitas antara Correction antara tingkat penelitian, dan bentuk kurva Phillips berdasarkan
Tingkat Inflasi dan Model (ECM pengangguran yang jenis data. kategori tertentu.
Pengangguran di menyebabkan perubahan
Provinsi Lampung tingkat inflasi.
Periode 1998-2015
(dengan
pendekatan kurva
Phillips)”
14. Yudhi Afrianto Causallity - Terdapat hubungan Tempat / Belum mengkaji secara panel di
(2016) Granger kausalitas dua arah antara lokasi beberapa provinsi di Indonesia.
inflasi dengan penelitian, alat
pertumbuhan ekonomi, analisis, tahun Belum melakukan pembandingan
“Hubungan
dan hubungan kausalitas penelitian, dan bentuk kurva Phillips berdasarkan
30

Kausalitas antara dua arah antara jenis data kategori tertentu.


Inflasi, pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan dengan tingkat
pengangguran. Serta
Ekonomi, dan
terdapat hubungan satu
Tingkat arah antara inflasi dengan
Pengangguran di tingkat pengangguran di
Indonesia Tahun Indonesia periode 2000-
2000-2014” 2014
-
15. Prihartini Budi Analisis - Untuk kesesuaian kurva Tahun Belum mengkaji secara panel di
Astuti (2016) korelasi Phillip dengan kondisi penelitian, dan beberapa provinsi di Indonesia.
perekonomian Indonesia jenis data.
“Analisis Kurva pada tahun 1986-2016, Belum melakukan pembandingan
Phillips dan dari hasil analisis data bentuk kurva Phillips berdasarkan
Hukum Okun diperoleh nilai koefisien kategori tertentu.
di Indonesia Tahun korelasi sebesar -0,16
1986-2016” dengan nilai signifikansi
0,931. Dari angka
tersebut, dapat
disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang
negatif tetapi tidak
signifikan antara inflasi
dan pengangguran di
Indonesia pada tahun 1986
– 2016.
- Untuk kesesuaian hukum
31

Okun dengan kondisi


perekonomian Indonesia
pada tahun 1986-2016,
dari hasil analisis data
diperoleh nilai koefisien
korelasi sebesar -0,110
dengan nilai signifikansi
0,556. Dari angka
tersebut, dapat
disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang
negatif tetapi tidak
signifikan antara
pertumbuhan ekonomi dan
pengangguran di
Indonesia pada tahun
1986-2016.
16. Agista Nugraheny Analisis - Pertumbuhan industri Alat analisis, Belum melakukan perbandingan antara
(2016) regresi formal (X1) dan industri Tempat / penyerapan tenaga kerja sektor industri
berganda non formal (X2) lokasi (sekunder) dan sektor pertanian
“Pengaruh berpengaruh signifikan penelitian, dan (primer).
Pertumbuhan terhadap penyerapan tahun
Industri terhadap tenaga kerja (Y). penelitian.
Penyerapan Tenaga
Kerja di Kabupaten
Ponorogo”
17. Annissa Nabella Granger Hasil penelitian Alat analisis, Belum mengkaji secara panel di
dan Aliasuddin Causality menunjukkan bahwa tahun beberapa provinsi di Indonesia.
32

( 2017) variabel inflasi secara penelitian, dan


signifikan memengaruhi jenis data. Belum melakukan pembandingan
“Analisis pengangguran dan begitu bentuk kurva Phillips berdasarkan
Kausalitas antara pula sebaliknya variabel kategori tertentu.
Inflasi dan pengangguran
Pengangguran di memegaruhi variabel
Indonesia” inflasi.Hasil uji kausalitas
menunjukkan adanya
hubungan dua arah antara
inflasi dan pengangguran
di Indonesia pada tahun
2005 sampai dengan tahun
2016.
18. Mutiara Shifa Metode - Hasil penelitian Alat analisis, Belum mengkaji secara panel di
(2017) regresi linear menunjukkan bahwa Tempat / beberapa provinsi di Indonesia.
berganda,uji t tingkat inflasi memiliki lokasi
“Analisis Pengaruh dan uji pengaruh negatif dan tidak penelitian, Belum melakukan pembandingan
tingkat Inflasi koefisien signifikan terhadap tahun bentuk kurva Phillips berdasarkan
terhadap determinasi pengangguran. Hal ini penelitian, dan kategori tertentu.
Tingkat membuktikan bahwa teori jenis data.
Pengangguran di kurva Philips tidak bisa
Kota Medan” diterapkan di Kota Medan
19. Mangaradot Saur Regresi linier - Hasil penelitian Alat analisis, Belum mengkaji secara panel di
A. Sinaga (2017) berganda menunjukkan bahwa Tempat / beberapa provinsi di Indonesia.
tingkat inlasi dan PDRB lokasi
“Analisis Faktor- berpengaruh tidak penelitian, Belum melakukan pembandingan
Faktor yang signifikan terhadap tingkat tahun bentuk kurva Phillips berdasarkan
Mempengaruhi pengangguran di Sumatera penelitian, dan kategori tertentu.
33

Tingkat Utara. Oleh karena itu jenis data


Pengangguran di diiharapkan PEMDA
Sumatera Utara Sumatera Utara terus
Tahun 2005 sampai meningkatkan dan
2015” menjaga kesetabilan
pertumbuhan ekonomi.
20. Rika Amelia Regresi linier - Hasil uji F menunjukkan Alat analisis, Belum mengkaji secara panel di
(2017) berganda bahwa pertumbuhan Tempat / beberapa provinsi di Indonesia.
dengan ekonomi dan inflasi lokasi
“Analisis teknik berpengaruh signifikan di penelitian, Belum melakukan pembandingan
Determinan Ordinary kota Makassar. Sedangkan tahun bentuk kurva Phillips berdasarkan
Tingkat Least secara parsial hanya penelitian, dan kategori tertentu.
Pengangguran Square. variabel pertumbuhan jenis data
di Kota Makassar ekonomi yang
Periode 2005– berpengaruh signifikan
2015” terhadap pengangguran
dengan koefisien sebesar
mines 0,183. Adapun
variabel inflasi tidak
signifikan berpengaruh.
21. Muhtamil (2017) Analisis - Hasil penelitian Alat analisis, Belum melakukan perbandingan antara
regresi data menunjukkan terdapat Tempat / penyerapan tenaga kerja sektor industri
“Pengaruh panel pengaruh positif yang lokasi (sekunder) dan sektor pertanian
Perkembangan signifikan antara variabel penelitian, alat (primer).
Industri terhadap unit usaha, nilai investasi analisis, dan
Penyerapan Tenaga dan nilai produksi tahun
Kerja di Provinsi terhadap penyerapan penelitian.
Jambi” tenaga kerja pada
34

kabupaten/kota di
Provinsi Jambi.
22. Rizki Herdian Analisis - Jumlah industri masih Alat analisis, Belum melakukan perbandingan antara
Zenda&Suparno regresi linier berpengaruh positif dan Tempat / penyerapan tenaga kerja sektor industri
(2017) sederhana signifikan terhadap lokasi (sekunder) dan sektor pertanian
penyerapan tenaga kerja penelitian, (primer).
“Peranan Sektor di Kota Surabaya. tahun
Industri terhadap penelitian, dan
Penyerapan jenis data
Tenaga Kerja di
Kota Surabaya”

23. Herawati Purwasih Analisis - Hasil penelitian ini Alat analisis, Belum melakukan perbandingan antara
(2017) regresi linier menunjukkan bahwa Tempat / penyerapan tenaga kerja sektor industri
sederhana pertumbuhan sektor lokasi (sekunder) dan sektor pertanian
“Pengaruh industri berpengaruh penelitian, (primer).
Pertumbuhan signifikan positif tahun
Sektor Industri terhadap penyerapan penelitian, dan
terhadap tenaga kerja di jenis data.
Penyerapan Tenaga Kabupaten Sidoarjo
Kerja di Kabupaten tahun 2009-2015.
Sidoarjo”
24. Vijay Victor, Maria A structured - This study shows the Tempat / Belum melakukan pembandingan
Fekete Farkas cointegration presence of a long-term lokasi bentuk kurva Phillips berdasarkan
&Florence Jeeson approach relationship between penelitian, alat kategori tertentu.
(2018) and vector inflation and analisis, tahun
error unemployment. The penelitian, dan
“Inflation correction cointegration test results jenis data.
35

unemployment model. prove the existence of a


dynamics in long run dynamics
Hungary – A Pendekatan between these variables
structured kointegrasi and the vector error
cointegration and terstruktur correction model depicts
vector error dan model that the variables would
correction model koreksi adjust to long run
approach” kesalahan equilibrium path quickly
vektor. in case of short run
“Dinamika disturbances to the
Pengangguran model. The results stand
Inflasi di Hongaria in contrast with the cases
- Pendekatan of many of the developed
Model Kointegrasi countries like USA where
dan Koreksi recent studies proved that
Kesalahan Vektor the long run relationships
Terstruktur” between these two
variables are vanishing.

- Studi ini menunjukkan


adanya hubungan jangka
panjang antara inflasi dan
pengangguran. Hasil uji
kointegrasi membuktikan
adanya dinamika jangka
panjang antara variabel-
variabel ini dan model
koreksi kesalahan vektor
36

menggambarkan bahwa
variabel akan
menyesuaikan diri
dengan jalur
keseimbangan jangka
panjang dengan cepat jika
terjadi gangguan jangka
pendek ke model. Hasil
ini sangat kontras dengan
kasus di banyak negara
maju seperti AS di mana
penelitian terbaru
membuktikan bahwa
hubungan jangka panjang
antara kedua variabel ini
menghilang.
-
25. Gatot Sasongko & Granger - . The results show that Alat analisis, Belum mengkaji secara panel.
Andrian causality test there is a one-way tahun
Dolfriandra Huruta and vector causality between penelitian, dan Belum melakukan pembandingan
(2018). autoregressio inflation and jenis data. bentuk kurva Phillips berdasarkan
n unemployment. The kategori tertentu.
“The Causality findings imply that
between Inflation unemployment causes
and Uji kausalitas inflation, but not vice
Unemployment: Granger dan versa. Next inflation and
the Indonesian autoregresi unemployment are also
Evidence” vektor closely related to other
37

determining factors, such


“Kausalitas antara as season, household
Inflasi dan income, and the decisions
Pengangguran: to attend school or to
Bukti Indonesia” perform the housekeeping

- Hasilnya menunjukkan
bahwa ada kausalitas satu
arah antara inflasi dan
pengangguran. Temuan
ini menyiratkan bahwa
pengangguran
menyebabkan inflasi,
tetapi tidak sebaliknya.
Inflasi dan pengangguran
berikutnya juga terkait
erat dengan faktor-faktor
penentu lainnya, seperti
musim, pendapatan
rumah tangga, dan
keputusan untuk
bersekolah atau untuk
melakukan pekerjaan
rumah tangga.
26. Dorin Jula & ARMA - The data support the Tempat / Belum mengkaji secara panel.
Nicoleta Jula (Autoregressi hypothesis of a lokasi
(2018) ve Moving significant relationship penelitian, alat Belum melakukan pembandingan
Average) between inflation and analisi, tahun bentuk kurva Phillips berdasarkan
38

“The Phillips Model. unemployment, with the penelitian, dan kategori tertentu.
Curve for the shape described by the jenis data.
Romanian Model Phillips curve, namely the
Economy, 1992- ARMA coefficients of
2017” (Autoregressi unemployment gap were
ve Moving negative, econometrically
“Kurva Phillips Average) significant and
untuk Ekonomi comparable as dimension
Rumania, 1992- in both models of
2017” inflation dynamics. We
have calculated that the
coefficient of
unemployment gap is -
0.344 in the Phillips
curve model where the
errors follow an
ARMA(2, 2) process and
-0.386 in the model which
includes the inflation
inertia.

- Data mendukung
hipotesis tentang
hubungan yang signifikan
antara inflasi dan
pengangguran, dengan
bentuk yang dijelaskan
oleh kurva Phillips, yaitu
39

koefisien kesenjangan
pengangguran adalah
negatif, signifikan secara
ekonometrik dan dapat
dibandingkan sebagai
dimensi pada kedua
model dinamika inflasi.
Kami telah menghitung
bahwa koefisien
kesenjangan
pengangguran adalah -
0,344 dalam model kurva
Phillips di mana
kesalahan mengikuti
proses ARMA (2, 2) dan
-0,386 dalam model yang
mencakup inersia inflasi.

27. Mohd Shahidan Analisis Adanya hubungan dua Alat analisis, Belum mengkaji secara panel.
Shaari, Diana Regresi Data arah antara tingkat Tempat /
Nabila Chau Panel. pengangguran dan tingkat lokasi Belum melakukan pembandingan
Abdullah, Razleena inflasi dalam jangka penelitian, dan bentuk kurva Phillips berdasarkan
Razali, & panjang dan pendek. Oleh tahun kategori tertentu.
Mohamad Luqman karena itu, pemerintah penelitian.
Al-Hakim Md harus memilih untuk
Saleh (2018) menstabilkan tingkat
inflasi atau mengurangi
tingkat pengangguran
40

“Empirical
Analysis on The
Existence of The
Phillips Curve”

“Analisis Empiris
tentang
Keberadaan Kurva
Phillips”
28. Suci Basuki Analisis - Hasil penelitian Alat analisis, Belum mengkaji secara panel di
Rahmat (2018) kausalitas menunjukkan bahwa tahun beberapa provinsi di Indonesia.
Granger tingkat pengangguran penelitian, dan
“Analisis menyebabkan inflasi di jenis data Belum melakukan pembandingan
Kausalitas antara Indonesia tahun 1987 – bentuk kurva Phillips berdasarkan
Inflasi dan 2015 pada tingkat kategori tertentu.
Pengangguran signifikansi sebesar 0,01
di Indonesia Tahun dengan nilai probabilitas
1987 – 2015” sebesar 0,0002. Sedangkan
inflasi tidak menyebabkan
tingkat pengangguran di
Indonesia tahun 1987 –
2015 pada tingkat
signifikansi sebesar 0,01
dengan nilai probabilitas
sebesar 0,6501
29. Fakhry Hadiyan Vector Error - Hasil analisis data Alat analisis, Belum mengkaji secara panel di
(2018) Correction menunjukan bahwa dalam tahun beberapa provinsi di Indonesia.
Model jangka pendek variabel penelitian, dan
41

“Analisis (VECM) Tingkat Pengangguran lag jenis data. Belum melakukan pembandingan
Hubungan Inflasi 2 menunjukan terdapat bentuk kurva Phillips berdasarkan
dan Pengangguran hubungan negatif yang kategori tertentu.
di Indonesia signifikan antara variabel
periode 1980-2016 Tingkat Pengangguran dan
dengan Pendekatan IHK. Lalu dalam jangka
Kurva Phillips” waktu 3 tahun (lag 3)
variabel IHK dan Tingkat
Pengangguran saling
mempengaruhi dengan
hubungan positif yang
signifikan. Dalam jangka
panjang Variabel Tingkat
Pengangguran mempunyai
pengaruh positif terhadap
variabel IHK. Selanjutnya
Analisis Impluse Response
Function (IRF)
menjelaskan dampak dari
guncangan (shock) pada
satu variabel terhadap
variabel lain. Pada periode
pertama sampai periode
kedua variabel IHK belum
merespon shock yang
diberikan, kemudian
mengalami penurunan ke
arah negatif pada periode
42

ketiga. Lalu pada periode


keempat, variabel IHK
merespon ke arah positif.
Lalu trend menunjukan
hubungan positif sampai
periode kesepuluh.
30. Sapta Hamdallah Analisis - Periode Tahun 1991 – Tempat / Belum melakukan pembandingan
Putra (2019). Error 2016 di Indonesia variabel lokasi bentuk kurva Phillips berdasarkan
Correction yang signifikant dalam penelitian, alat kategori tertentu.
“Analisis Dinamika Model memengaruhi inflasi analisis, tahun
Inflasi di Emppat (ECM) dan adalah nilai tukar dan suku penelitian, dan
Negara ASEAN Granger bunga dalam jangka jenis data
dengan Pendekatan Causality pendek maupun panjang.
Kurva Phillips” Test - Periode Tahun 1991 –
2016 di Malaysia variabel
yang signifikant dalam
memengaruhi inflasi
adalah nilai tukar dalam
jangka panjang sedangkan
suku bunga berpengaruh
signifikan dalam jangka
panjang maupun pendek.
- Periode Tahun 1991 –
2016 di Filiphina variabel
yang signifikant dalam
memengaruhi inflasi
adalah nilai tukar dalam
jangka panjang dan suku
43

bunga dalam jangka


panjang maupun jangka
pendek.
- Di Indonesia, Malaysia,
dan Filiphina tidak
terdapat trade off antara
inflasi dan pengangguran.
- Periode Tahun 1991 –
2016 di Singapura terdapat
trade off antara inflasi dan
pengangguran, nilai tukar
dalam jangka pendek
memiliki pengaruh yang
signifikant, serta variabel
suku bunga memiliki
pengaruh yang signifikant
dalam jangka panjang.
- Hanya negara Indonesiua
yang terdapat hbubungan
kausalitas antara inflasi
dan pengganguran.
31. Rizky Firmansyah Uji - Variabel Jumlah Tempat / Belum melakukan perbandingan antara
Akbar (2019) Kausalitas Penduduk berpengaruh lokasi penyerapan tenaga kerja sektor industri
Granger dan positif signifikan dalam penelitian, alat dan sektor pertanian.
“Analisis Pengaruh Uji Vector jangka pendek dan analsisi, tahun
(Jangka Pendek & Error berpengaruh negatif penelitian, dan
Jangka Panjang) Correction signifikan dalam jangka jenis data.
Jumlah Penduduk, Model panjang. Variabel Jumlah
44

Jumlah (VECM) Pengangguran tidak


Pengangguran, berpengaruh dalam
UMK dan PDRB jangka pendek, namun
Sektor Industri berpengaruh negatif
terhadap signifikan dalam jangka
Penyerapan Tenaga panjang. Variabel UMK
Kerja Sektor berpengaruh negatif
Industri di signifikan dalam jangka
Kabupaten pendek dan berpengaruh
Pasuruan Tahun positif signifikan dalam
1995-2017” jangka panjang. Variabel
PDRB Sektor Industri
tidak berpengaruh dalam
jangka pendek, akan
tetapi berpengaruh
negatif signifikan dalam
jangka panjang.

32. Kurniawan Analisis - Secara parsial Alat analisis, Belum melakukan perbandingan antara
Muhammad Nur regresi data menunjukkan bahwa (1) Tempat / penyerapan tenaga kerja sektor industri
(2019) panel PDRB yang diukur lokasi dan sektor pertanian.
melalui PDRB sektor penelitian, dan
“Pengaruh PDrb, industri berdasarkan atas tahun
Jumlah Industri, harga konstan penelitian.
dan Upah berpengaruh secara
Minimum Provinsi positif dan signifikan
terhadap terhadap penyerapan
45

Penyerapan Tenaga tenaga kerja sektor


Kerja di Pulau industri (2) Pertumbuhan
Jawa Tahun 2010- Industri berpengaruh
2017” positif dan signifikan
terhadap Penyerapan
Tenaga Kerja (3) Upah
Minimum Provinsi
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap
Penyerapan Tenaga
Kerja.
46

2.3. Kerangka Teoritis

Korelasi negatif
Inflasi(X1) Pengangguran / TPT (Y)
Korelasi negatif

Provinsi Sektor Utama PDRB Industri Provinsi Sektor Utama PDRB Primer

TPT rendah TPT tinggi


Inflasi tinggi Inflasi rendah

Kurva Phillips menjelaskan hubungan negatif antara inflasi dengan pengangguran maka diduga akan ada perbedaan bentuk kurva

Phillips. Provinsi sektor industri yang dinilai lebih banyak menyerap tenaga kerja akan menghasilkan bentuk kurva Phillips yang

berbeda jika dibandingkan provinsi sektor primer yang dinilai tidak banyak menyerap tenaga kerja.

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

H0.1 = Tidak adanya korelasi negatif yang antara tingkat perngangguran dan inflasi

H1.1 = Adanya korelasi negatif yang antara tingkat perngangguran dan inflasi
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut:

1. Hasil penelitian secara panel di 34 provinsi di Indonesia menunjukkan

variabel tingkat inflasi memiliki hubungan yang positif namun tidak

signifikan dengan variabel tingkat pengangguran. Jika tingkat inflasi

cenderung mengalami kenaikan akan diikuti oleh tingkat pengangguran

yang cenderung mengalami kenaikan pula meskipun kenaikan tersebut

tidak signifikan.

2. Hasil pengujian teori kurva Phillips di provinsi dengan sektor industri

sebagai sektor utama penyumbang PDRB menunjukkan variabel tingkat

inflasi memiliki hubungan yang positif namun tidak signifikan dengan

variabel tingkat pengangguran.

3. Hasil pengujian teori kurva Phillips di provinsi dengan sektor primer

sebagai sektor utama penyumbang PDRB menunjukkan variabel tingkat

inflasi memiliki hubungan yang positif namun tidak signifikan dengan

variabel tingkat pengangguran.

4. Nilai konstanta kurva Phillips di provinsi sektor primer lebih kecil

dibandingkan nilai konstanta kurva Phillips di provinsi sektor industri. Hal

ini menunjukkan bahwa sebagian besar provinsi yang sektor primernya

sebagai sektor utama penyumbang PDRB memiliki tingkat pengangguran

lebih rendah dibandingkan provinsi yang sektor industri-nya sebagai sektor

70
71

utama penyumbang PDRB. Derajat kemiringan (nilai slope) kurva Phillips

di provinsi sektor primer juga lebih kecil dibandingkan derajat kemiringan

(nilai slope) kurva Phillips di provinsi sektor industri. Hal ini menunjukkan

bahwa dibandingkan dengan provinsi sektor industri, pengaruh inflasi di

provinsi sektor primer lebih kecil pengaruhnya terhadap tingkat

pengangguran.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti memberikan beberapa saran

sebagai berikut:

1. Pemerintah bahwa dalam merumuskan kebijakan harus mencakup dua

indikator yaitu kebijakan yang dapat menurunkan angka pengangguran

sekaligus dapat menurunkan tingkat inflasi mengingat berdasarkan hasil

penelitian ini kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang positif di

34 Provinsi di Indonesia.

2. Pemerintah sebaiknya lebih fokus pada pembangunan industri yang

berbasis padat karya khususnya di provinsi – provinsi yang sektor

industri-nya menjadi sektor utama penyumbang PDRB sehingga dapat

lebih menyerap tenaga kerja. Selain itu, provinsi yang sektor industrinya

menjadi sektor utama PDRB memerlukan kebijakan upaya pengendalian

harga dikarenakan pada provinsi tersebut kenaikan tingkat harga akan

berkontribusi terhadap kenaikan tingkat pengangguran pula meskipun

kontribusinya tidak signfikan.


72

3. Diperlukan kebijakan dalam upaya pengembangan industri padat karya di

provinsi – provinsi yang sektor primernya menjadi sektor utama

penyumbang PDRB sehingga tingkat pengangguran di provinsi – provinsi

tersebut dapat terserap penuh. Kebijakan upaya pengendalian harga juga

diperlukan mengingat pada provinsi tersebut kenaikan tingkat harga akan

berkontribusi terhadap kenaikan tingkat pengangguran pula meskipun

kontribusinya tidak signfikan.

4. Dalam merumuskan kebijakan di suatu daerah (provinsi) pemerintah

sebaiknya turut mempertimbangkan sektor apa yang menjadi sektor utama

penyumbang PDRB mengingat berdasarkan hasil penelitian ini terdapat

perbedaan mengenai besarnya jumlah pengangguran dan besarnya

kontribusi kenaikan harga terhadap kenaikan tingkat pengangguran di

kedua kategori provinsi tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, Yudhi. (2016). Hubungan Kausalitas antara Inflasi, Pertumbuhan


Ekonomi, dan Tingkat Pengangguran di Indonesia Tahun 2000-2014.
Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Ahmad, Irdam. (2007). Hubungan antara Inflasi dengan Tingkat Pengangguran ;


Pengujian Kurva Philips dengan Data Indonesia, 1976-2006.
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=irdam+Ah
mad+hubungan+antara+inflasi+dengan+tingkat+pengangguran&btnG=#d
=gs_qabs&u=%23p%3Diy7YmiBFzuYJ. (diuduh tanggal 20 September
2019).

Akbar, Rizky Firmansyah. (2019). Analisis Pengaruh (Jangka Pendek & Jangka
Panjang) Jumlah Penduduk, Jumlah Pengangguran, UMK Dan PDRB
Sektor Industri terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di
Kabupaten Pasuruan Tahun 1995-2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB,
Volume 7 No. 2. Hal 22-36. Malang: Universitas Brawijaya.

Amelia, Rika. (2017). Analisis Determinan Tingkat Pengangguran di Kota


Makassar Periode 2005–2015. Skripsi. Gowa: UIN Alauddin Makasar.

Astuti, P Budi.(2016). Analisis Kurva Phillips Dan Hukum Okun di Indonesia


Tahun 1986-2016. Jurnal Fokus Bisnis, Volume 15 No. 1. Hal 27-91.
Kebumen: STIE Putra Bangsa.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2019). Diakses pada 12 September 2019, dari
https://www.bps.go.id/

Boediono. (2011). Ekonomi Makro. Yogyakarta: BPFE-UGM.

Buchori, Imam dan Lina Ambarwati P .(2014). Pengaruh Tingkat Pengangguran


Terhadap Tingkat Inflasi Di Propinsi Jawa Timur, Jurnal El Qist, Volume
4 No. 2. Hal 879-902. Surabaya: UIN Sunan Ampel.

Chusna, Arifatul. (2013). Pengaruh Laju Pertumbuhan Sektor Industri, Investasi,


dan Upah Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Provinsi
Jawa Tengah Tahun 1980-2011. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.

Global Economic Data, Indicators, Charts And Forecasts (CEIC). (2019). Diakses
pada 12 September 2019, dari https://www.ceicdata.com/id

73
74

Gujarati, D. N. (2006). Dasar - Dasar Ekonometrika Jilid 1. Yogyakarta:


Erlangga.

Hadiyan, Fakhry. (2018). Analisis Hubungan Inflasi dan Pengangguran di


Indonesia Periode 1980-2016 dengan Pendekatan Kurva Phillips. Skripsi.
Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

Hamidah, Choirul. (2010). Keterkaitan antara Inflasi, Pengangguran, dan


Pertumbuhan Ekonomi (Pengujian Kurva Phillips untuk Indonesia). Jurnal
Ekuilibrium, Volume 6 No. 1. Hal 1-12. Kabupaten Ponorogo: Universitas
Muhammadiyah Ponorogo.

Ilham.(2015). Analisis Hubungan Kausalitas Pengangguran, Inflasi dan


Pertumbuhan Ekonomi Kota Palopo. Jurnal Muamalah, Volume 5 No. 1.
Hal 27-38. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Jula, Dorin & Nicoleta Jula. (2018). The Phillips Curve for the Romanian
Economy, 1992-2017. Computational Methods in Social Sciences Journal,
Hal 36-48. Bucharest: University of Bucharest

Maichal. (2015). Kurva Phillips di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan,


Volume 13 No. 2. Hal 183-193. Surabaya: Universitas Ciputra.

Mankiw, N. Gregory. (2012). Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: Salemba


Empat.

Mankiw, N. Gregory. (2006). Makro Ekonomi edisi Keenam, Terjemahan Fitria


Liza, Imam Nurmawan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Muhtamil. (2017). Pengaruh Perkembangan Industri terhadap Penyerapan Tenaga


Kerja di Provinsi Jambi. Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan
Daerah, Volume 4 No. 3. Hal 199-206. Batanghari: Dinas Sosial, Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Batanghari.

Nabella, Annissa dan Aliasuddin. (2017). Analisis Kausalitas antara Inflasi dan
Pengangguran di Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Volume 02 No. 3.
Hal 423-430. Aceh: Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

Nugraheny, Agista dan Retno Mustika D. (2016). Pengaruh Pertumbuhan Industri


Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Ponorogo. Jurnal
Pendidikan Ekonomi, Volume 04 No. 3. Hal 1-8. Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya.
75

Nur, Kurniawan M. (2019). Pengaruh PDRB, Jumlah Industri, Dan Upah


Minimum Provinsi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Di Pulau Jawa
Tahun 2010-2017. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Purwasih, Herawati dan Yoyok Soesatyo. (2017) Pengaruh Pertumbuhan Sektor


Industri terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Sidoarjo. Jurnal
Pendidikan Ekonomi, Volume 5 No. 1. Hal 1-6. Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya.

Putra, Sapta H. (2018). Analisis Dinamika Inflasi di Empat Negara ASEAN


dengan Pendekatan Kurva Phillips. Skripsi. Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijaga.

Qomariyah, Isti. (2013). Pengaruh Tingkat Inflasi dan Pertumbuhan EKonomi


Terhadap Tingkat Pengangguran di Jawa Timur. Jurnal Pendidikan
Ekonomi. Volume 1 No.3. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.

Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. (2008). Teori Ekonomi Makro.


Jakarta: LPFEUI.

Rahmat, Suci B. (2018). Analisis Kausalitas antara Inflasi dan Pengangguran di


Indonesia Tahun 1987 – 2015. Skripsi. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Ratnaningsih, Eka S. (2013). Pengaruh Pertumbuhan Sektor Industri Terhadap


Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Surabaya. Jurnal Pendidikan Ekonomi.
Volume 1 No.3. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.

Samuelson, PA dan Nordhaus WD. (2004).Ilmu Makroekonomi Edisi Ketujuh


Belas. Jakarta: PT Media Global Edukasi

Sanjaya, Handicky J. (2016). Hubungan Kausalitas antara Tingkat Inflasi dan


Pengangguran di Provinsi Lampung Periode 1998-2015 (Dengan
Pendekatan Kurva Phillips). Skripsi. Bandar Lampung: Universitas
Lampung.

Sasongko, Gatot & Andrian Dolfriandra Huruta. (2018). The Causality Between
Inflation and Unemployment: The Indonesian Evidence. Verslas: Teorija
Ir Praktika / Business, Volume 20. Hal 1-10. Salatiga: Universitas Kristen
Satya Wacana.

Setiawan, Abdul O. (2016). Analisis Perubahan Struktural Ekonomi di Provinsi


Jawa Timur.Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.
76

Sinaga, Mangaradot Saur A. (2017). Analisis Faktor - Faktor yang Memengaruhi


Tingkat Pengangguran di Sumatera Utara Tahun 2005-2015. Seminar.
Medan: Universitas Negeri Medan.

Sudjana, Nana. (2001). Penelitian dan Penilaian Pendidikan.Bandung: PT.Sinar


Baru Algensindo .

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:


CV. Alfabeta.

Sukirno, Sadono. (2000). Makro Ekonomi Modern, Perkembangan Pemikiran


dari Klasik Hingga Keynesian Baru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Surya, M Iqbal. (2013). Pengaruh Tingkat Pengangguran Terhadap Inflasi di


Kota Surabaya. Jurnal Pendidikan Ekonomi, Volume 1 No.3. Surabaya :
Universitas Negeri Surabaya.

Shaari, Mohd Shahidan; Diana Nabila Chau Abdullah; Razleena Razali &
Mohamad Luqman Al-Hakim Md Saleh. (2018). Empirical Analysis on
The Existence of The Phillips Curve. MATEC Web of Conferences 150.

Shifa, Mutiara. (2017). Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi Terhadap Tingkat


Pengangguran di Kota Medan. Seminar. Medan: Universitas Negeri
Medan.

Tambunan, T. (2001). Perekonomian Indonesia. Teori Dan Temuan Empiris.


Jakarta: Ghalia Indonesia.

Tirta, A.S. (2013). Analisis Pengaruh Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan


Investasi Terhadap Pengangguran di Provinsi Jawa Tengah. Skripsi.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Todaro, Michael P dan Smith C. Stephen (1991), Pembangunan Ekonomi Dunia


Keiga, Edisi ke delapan. Jakarta: Erlangga

Victor, Vijay; Maria Fekete Farkas & Florence Jeeson . (2018). Inflation
unemployment dynamics in Hungary – A structured cointegration and
vector error correction model approach. Theoretical and Applied
Economics Journal, Volume 25 No. 2. Hal 195-204. Godollo: Szent Istvan
University.

Yurnalis. (2014). Pengaruh Inflasi Terhadap Pengangguran Di Kabupaten Nagan


Raya. Skripsi.Aceh: Universitas Teuku Umar.
77

Zenda, Rizki Herdian dan Suparno. (2017). Peranan Sektor Industri terhadap
Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Surabaya. Jurnal Ekonomi & Bisnis,
Volume 2 No. 1. Hal 371-384. Surabaya: Universitas 17 Agustus 1945
Surabaya.

Zilfiyah, Siti. (2013). Analisis Kontribusi Sektor Industri Terhadap Penyerapan


Tenaga Kerja Sektor Industri Di Indonesia (Periode Tahun 2004-2010).
Thesis. Malang: Universitas Brawijaya.

Anda mungkin juga menyukai