Anda di halaman 1dari 8

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN

REPUBLIK INDONESIA
NOMOR M.07-PL.03.05 TAHUN 1987
TENTANG
TATA CARA PENGADAAN, PENYIMPANAN, PENGGUNAAN DAN
PEMELIHARAAN SENJATA API
DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas Direktorat


Jenderal Pemasyarakatan, khususnya Unit Pelaksana Teknis Rumah
Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan, dipandang perlu
dilengkapi dengan penyediaan senjata api sebagai sarana untuk
menjaga keamanan dan ketertiban;

b. bahwa untuk menjamin terselenggaranya penyediaan senjata api


secara tertib dipandang perlu dikeluarkan keputusan mengenai tata
cara pengadaan, penyimpanan, penggunaan dan pemeliharaan senjata
api di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

Mengingat : 1. Reglemen Penjara Stbl. 1917 No. 798;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan


Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api;

3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 20 Tahun


1960 tentang Kewenangan Perizinan yang Diberikan Menurut Undang-
Undang Mengenai Senjata Api;

4. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1976 tentang


Peningkatan Penggunaan Pengendalian Senjata Api;

5. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.05-PR.07.10


Tahun 1984 tentang Pokok-pokok Organisasi Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG


TATA CARA PENGADAAN, PENYIMPANAN, PENGGUNAAN DAN
PEMELIHARAAN SENJATA API DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL
PEMASYARAKATAN.

BAB I
PENGADAAN

Pasal 1
(1) Pengadaan senjata api dilakukan dengan cara pembelian dari dalam dan
atau luar negeri, atau melalui pinjaman dari jajaran Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia.
(2) Pengadaan senjata api dengan cara pembelian, dilakukan setelah mendapat
izin dari Menteri Pertahanan dan Keamanan atau Panglima Angkatan
Bersenjata c.q. Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
(3) Pengadaan senjata api melalui pinjaman dari jajaran Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia, dilakukan setelah mendapat persetujuan dari
pimpinan satuan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang
bersangkutan.

Pasal 2
(1) Jenis senjata api yang dapat menjadi inventaris adalah senjata api bahu
dan senjata api genggam yang tergolong senjata api ringan non standar
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
(2) Bekal pokok peluru senjata adalah :
a. Untuk tiap 1 (satu) pucuk senjata api bahu paling banyak 200 butir;
b. Untuk tiap 1 (satu) pucuk senjata api genggam paling banyak 50 butir;
(3) Bekal pokok peluru tidak seluruhnya dibawa oleh pembawa senjata api.

Pasal 3
Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman harus mendaftarkan semua
senjata api inventaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang berada didalam
wilayahnya, pada Kepolisian Daerah setempat dengan menyertakan surat data
secara lengkap mengenai senjata api (Lampiran 1).

BAB II
PENYIMPANAN

Pasal 4
(1) Senjata api dan peluru disimpan di dalam ruangan yang terpisah dan
ruangan tersebut harus selalu dalam keadaan bersih dan kering serta
terkunci.
(2) Ruangan tempat menyimpan senjata api dilengkapi dengan :
a. Lemari untuk menyimpan senjata api bahu;
b. Lemari untuk menyimpan senjata api genggam.

Pasal 5
(1) Senjata api yang disimpan harus dalam keadaan bersih dan kering dan
tidak boleh dengan laras tersumbat (kain, kayu dan lain-lain);
(2) Bagian-bagian logam yang berhubungan dengan udara harus diberi lemak
senjata (vet).

Pasal 6
Peluru disimpan di dalam peti yang diberi label yang mudah dibaca mengenai
jumlah dan tanggal penerimaannya.

Pasal 7
Untuk menjaga keamanan senjata api dan peluru yang disimpan serta
pemeliharaannya, ditunjuk seorang petugas yang bertanggungjawab untuk
tujuan itu.

BAB III
PENGGUNAAN

Pasal 8
(1) Pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang dapat
membawa senjata api adalah:
a. anggota satuan tugas pengamanan Rumah Tahanan Negara dan
Lembaga Pemasyarakatan;
b. petugas khusus yang dalam melaksanakan tugasnya harus membawa
senjata api;
c. pejabat struktural yang karena jabatannya dianggap perlu membawa
senjata api;
d. perorangan yang memiliki senjata api pribadi.
(2) Pegawai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diusulkan
untuk memperoleh izin membawa senjata api apabila:
a. Mempunyai masa kerja paling sedikit 1 (satu) tahun;
b. Telah mengikuti latihan menggunakan senjata api dengan hasil baik;
c. Menunjukkan kematangan dalam bertanggungjawab.
(3) Izin membawa senjata api diajukan kepada Kepolisian Daerah (POLDA)
setempat atau kepada pejabat lain yang ditunjuk untuk itu.
(4) Latihan menggunakan senjata api dilaksanakan dengan bekerjasama
dengan Peralatan Komando Daerah Militer (PALDAM) dan Kepolisian
Daerah (POLDA) setempat.

Pasal 9
(1) Senjata api hanya dapat dibawa dalam keadaan yang dibenarkan oleh
kepentingan dinas dan tidak boleh digunakan di luar lingkup tugas.
(2) Penggunaan senjata api untuk kepentingan pribadi adalah suatu
pelanggaran.
(3) Pemegang senjata api yang karena kelalaiannya menyebabkan kerusakan
atau hilangnya senjata api atau jatuhnya senjata api ke tangan orang yang
tidak berhak dengan alasan apapun, akan dikenakan sanksi dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 10
(1) Senjata api bahu disediakan mempersenjatai petugas penjagaan pada Pos
Atas, pengawalan mutasi tahanan/ narapidana dan pengawalan
narapidana yang bekerja di luar Rumah Tahanan Negara atau Lembaga
Pemasyarakatan.
(2) Senjata api bahu yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas penjagaan
dan pengawalan harus sudah diisi peluru dalam magazijn, tetapi tidak
boleh dikokang (digerendel) dan dalam keadaan terkunci.
(3) Senjata api genggam disediakan untuk mempersenjatai petugas penjagaan
pada Pos Pintu Gerbang, Pos Utama, pengawalan mutasi
tahanan/narapidana dan pengawalan narapidana yang bekerja diluar
Rumah Tahanan Negara atau Lembaga Pemayarakatan.
(4) Senjata api yang dipergunakan selama melaksanakan tugas penjagaan dan
pengawalan tidak boleh terlepas dari pemegangnya.

Pasal 11
(1) Penggunaan senjata api dengan cara menembakkan dengan meletuskan
peluru, hanya dapat dilakukan apabila dalam keadaan yang sungguh-
sungguh penting dan terpaksa (noodweer) yaitu :
a. terhadap tahanan atau narapidana yang menentang dan melawan
petugas;
b. terhadap tahanan atau narapidana yang berkumpul dan mengadakan
demonstrasi;
c. terhadap tahanan atau narapidana yang mengadakan pemberontakan
atau huru hara dan perkelahian massal atau kerusuhan lainnya;
d. terhadap tahanan atau narapidana yang melarikan diri;
e. terhadap tahanan atau narapidana yang memberikan bantuan pada
tahanan atau narapidana yang melarikan diri dan/atau mencoba
melarikan diri;
f. terhadap orang luar yang melakukan serangan terhadap Rumah
Tahanan Negara atau Lembaga Pemasyarakatan;
g. terhadap pegawai Rumah Tahanan Negara atau Lembaga
Pemasyarakatan yang membantu tahanan atau narapidana membuat
kerusuhan.
(2) Sebelum menembakkan senjata api, terlebih dahulu harus memberi
peringatan secara tegas dan penuh wibawa.
(3) Apabila peringatan sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak ditaati diberi
peringatan tembakan ke atas sebanyak 3 (tiga) kali.
(4) Apabila peringatan tembakan sebagaimana dimaksud ayat (3) juga tidak
ditaati, dilakukan penembakan langsung yang diarahkan pada bagian
badan yang tidak membahayakan jiwa yaitu bagian kaki.

Pasal 12
(1) Setiap petugas yang mempergunakan senjata api dengan melakukan
tembakan peringatan dan/atau tembakan langsung bertanggung jawab
terhadap tugas yang dibelanya.
(2) Setiap petugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus membuat
laporan tertulis kepada atasannya (Lampiran II).
Pasal 13
Serah terima senjata api setelah melaksanakan tugas dilakukan secara teliti
dengan membuat Berita Acara (Lampiran III).

Pasal 14
Setiap butir peluru yang digunakan menembak dilaporkan kepada PALDAM
dan POLDA setempat (Lampiran IV).

BAB IV
PEMELIHARAAN DAN MUTASI

Pasal 15
(1) Senjata api yang terus menerus disimpan, paling sedikit dalam waktu 3
(tiga) bulan sekali harus dibersihkan dan bagian-bagian logam senjata api
yang berhubungan dengan udara harus diberi lemak senjata (vet) lagi.
(2) Senjata api yang digunakan setiap hari harus selalu dalam keadaan bersih
dan siap untuk dipakai, dan selama digunakan dalam tugas sedapat
mungkin jangan terjemur matahari.
(3) Senjata api setelah digunakan dalam tugas dan akan disimpan kembali,
terlebih dahulu harus dibersihkan terutama bagian-bagian yang
berhubungan dengan dan peka terhadap udara.
(4) Peluru senjata api setelah digunakan dalam tugas dan akan disimpan
kembali, harus dikeluarkan dari magazijn.

Pasal 16
(1) Sesudah senjata api dipergunakan menembak, harus didinginkan
kemudian dibongkar dan dibersihkan dengan urutan sebagai berikut :
a. Membersihkan laras senjata api dengan menggunakan sikat laras,
lantak laras dan minyak senjata;
b. Membersihkan bagian logam lain yang dikenai gas ledakan, dengan
menggunakan minyak senjata dan sikat kecil sehingga tidak ada bekas
noda hitam yang keluar bersama minyak;
c. Jika sudah bersih seluruh bagian logam senjata diberi minyak senjata
lagi;
d. Sesudah itu bagian senjata api dibersihkan dengan kain halus dan
bersih (planel) sampai betul-betul kering.
e. Untuk membersihkan bagian kayu senjata api, digunakan kain
pembersih yang dibasahi dengan air bersih, kemudian dibersihkan
dengan kain kering dan bersih;
f. Mengeringkan senjata api yang dibersihkan tidak boleh dengan cara
dijemur disinar matahari.
(2) Senjata api yang tidak dipergunakan menembak, tetapi terus menerus
dipergunakan dalam tugas, setiap 1 (satu) minggu sekali harus dibongkar
dan dibersihkan menurut cara sebagaimana disebut dalam ayat (1).

Pasal 17
Untuk memelihara dan memperbaiki senjata api perlu dilakukan koordinasi
dengan PALDAM dan POLDA setempat.
Pasal 18
(1) Senjata api dan peluru yang menjadi inventaris, mutasi serta
penggunaannya harus dicatat secara tertib di dalam register yang khusus
disediakan untuk itu.
(2) Mutasi senjata api hanya dapat dilakukan atas perintah Kepala Kantor
Wilayah Departemen Kehakiman dalam wilayahnya.
(3) Mutasi senjata api antar wilayah Departemen Kehakiman dilakukan atas
persetujuan Direktur Jenderal Pemasyarakatan atau pejabat yang ditunjuk
olehnya.
(4) Setiap terjadi mutasi senjata api dan setiap butir peluru yang digunakan
menembak, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman harus
melaporkan kepada PALDAM dan POLDA setempat.

BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 19
(1) Kepala Rumah Tahanan Negara atau Kepala Lembaga Pemasyarakatan
melaporkan pelaksanaan peraturan ini kepada KAKANWIL, DANDIM dan
DANRES setempat.
(2) KAKANWIL DEPKEH harus melaporkan pelaksanaan peraturan ini kepada
DIRJENPAS, PALDAM dan POLDA setempat.
(3) Kepala Rumah Tahanan Negara atau Kepala Lembaga Pemasyarakatan dan
KAKANWIL DEPKEH harus membuat laporan rutin setiap 3 (tiga) bulan
sekali mengenai keadaan senjata api, peluru dan pegawai yang mengikuti
latihan, kepada DIRJENPAS (Lampiran V, VI, VII).

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20
Dengan berlakunya peraturan mengenai tata cara pengadaan, penyimpanan,
penggunaan dan pemeliharaan senjata api ini, semua surat edaran atau
ketentuan lain yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 21
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 23 Juni 1987

MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA,

TTD

ISMAIL SALEH, SH

Anda mungkin juga menyukai