Anda di halaman 1dari 4

PENGATURAN SENJATA API

DAN

PROSEDUR

KEPEMILIKAN

Oleh: CHRISTIEN NATALIA MUSA (STAFF DIVISI NON LITIGASI LBH MAWAR SARON)

LIMBU,

SH.

Fenomena kepemilikan senjata api makin marak akhir akhir ini yang ditandai dengan banyaknya penggunaan senjata api yang mengikuti aksi kekerasan yang terjadi. Senjata api yang dimilki pun ada yang memilki izin dan ada pula yang illegal. Sehingga bertolak dari fenomena yang terjadi, maka perlu dikaji mengenai pengaturan mengenai senjata api di Indonesia.

Terdapat beberapa pengaturan mengenai senjata api, yaitu : Undang Undang Darurat No.12 Tahun 1951; Undang Undang No.8 Tahun 1948 dan Perpu No.20 Tahun 1960; SK Kapolri No.Skep/244/II/1999 dan; SK Kepala Polri Nomor 82 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Non-Organik.

Sejumlah pengaturan mengenai senjata api yang dianggap ketat ternyata dapat ditembus oleh oknum oknum tertentu, sehingga celah celah dalam pengaturan kepemilikan senjata api dapat dengan mudah ditemukan. Misalnya saja berdasarkan SK tahun 2004 yang mensyaratkan mengenai cara memilki izin kepemilikan senjata api yang mudah, yaitu menyerahkan syarat kelengkapan dokumen seperti KTP, Kartu Keluarga, dan lain lain, seseorang berusia 24-65 tahun yang memiliki sertifikat menembak dan juga lulus tes menembak, maka dapat memiliki senjata api. SK tahun 2004 tersebut juga mengatur mengenai individu yang berhak memiliki senjata api untuk keperluan pribadi dibatasi minimal setingkat Kepala Dinas atau Bupati untuk kalangan pejabat pemerintah minimal Letnan Satu untuk kalangan angkatan bersenjata, dan pengacara atas rekomendasi Departemen Kehakiman.

Sedangkan pengaturan mengenai warga sipil yang memiliki senjata api yaitu diatur dalam undang-undang No. 8 Tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api. Undang-undang ini diberlakukan kembali pada bulan Februari 1999 tepatnya secara garis besar, di Indonesia perizinan kepemilikan senjata api diatur dalam Surat Keputusan KAPOLRI No. POL Nomor SKEP/82/II/2004 tanggal 16 Februari 2004. Untuk kalangan sipil senjata api diperbolehkan dimiliki adalah senjata api non organik TNI/POLRI, berupa senjata genggam Kaliber 22 sampai 32, serta senjata bahu golongan non standard TNI Kaliber 12 GA dan ka Secara garis besar, di Indonesia perizinan kepemilikan senjata api diatur dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol. 82/II/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang petunjuk pelaksanaan pengamanan pengawasan dan pengendalian senjata api non organik TNI/POLRI.

APA ITU SENJATA API ?

Pengertian senjata api sendiri Undang-undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 Pasal 1 ayat (2) memberikan pengertian senjata api dan amunisi yaitu termasuk juga segala barang sebagaimana diterangkan dalam Pasal 1 ayat (1) dari peraturan senjata api 1936 (Stb 1937 Nomor 170), yang telah diubah dengan ordonantie tanggal 30 Mei 1939 (Stb Nmor 278), tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu senjata yang nyata mempunyai tujuan sebagai barang kuno atau barang yang ajaib dan bukan pula sesuatu senjata yang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak dapat digunakan.

Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang senjata api (L.N. 1937. No. 170 diubah dengan L. N. 1939 No. 278) tentang Undang-undang senjata api (pemasukan, pengeluaran dan pembongkaran) 1936, yang dimaksud senjata api adalah :

Bagian-bagian senjata api; Meriam-meriam dan penyembur-penyembur api dan bagian-bagiannya; Senjata-senjata tekanan udara dan senjata-senjata tekanan per, pistol-pistol penyembelih dan pistol-pistol pemberi isyarat, dan selanjutnya senjata-senjata api tiruan seperti pistol-pistol tanda bahaya, pistol-pistol perlombaan, revolver-revolver tanda bahaya dan revolver-revolver perlombaan, pistol-pistol mati suri, dan revolverrevolver mati suri dan benda-benda lain yang serupa itu yang dapat dipergunakan untuk mengancam atau mengejutkan, demikian juga bagian-bagian senjata itu, dengan pengertian, bahwa senjata-senjata tekanan udara, senjata-senjata tekanan per dan senjata-senjata tiruan serta bagian-bagian senjata itu hanya dapat dipandang sebagai senjata api, apabila dengan nyata tidak dipergunakan sebagai permainan anak-anak.

Sedangkan berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1976, senjata api adalah salah satu alat untuk melaksanakan tugas pokok angkatan bersenjata dibidang pertahanan dan keamanan, sedangkan bagi instansi pemerintah di luar angkatan bersenjata, senjata api merupakan alat khusus yang penggunannya diatur melalui ketentuan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1976, yang menginstruksikan agar para menteri (pimpinan lembaga pemerintah dan non pemerintah) membantu pertahanan dan keamanan agar dapat mencapai sasaran tugasnya.

SENJATA API BAGI ORANG ASING.

Bukan hanya WNI saja yang dapat memiliki senjata api, namun WNA (Warga Negara Asing) juga dapat memiliki senjata api, pengaturan mengenai hal tersebut, diantaranya:

Sesuai Surat Edaran Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor D-184/83/97 tanggal 5 September 1983 yang ditujukan kepada Kepala Perwakilan Diplomatik, Konsuler, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Organisasi-Organisasi Internasional bahwa Warga Negara Asing yang tinggal di Indonesia tidak diizinkan memiliki dan memegang senjata api. Warga Negara Asing yang diizinkan memiliki dan memegang senjata api di Indonesia adalah Pengunjung Jangka Pendek, terdiri dari : Wisatawan yang memperoleh izin berburu; Tenaga ahli yang memperoleh izin riset dengan menggunakan senjata api; Peserta pertandingan olahraga menembak sasaran; Petugas security tamu Negara; Awak kapal laut pesawat udara; Orang asing lainnya yang memperoleh izin transit berdasarkan ketentuan peraturan kemigrasian.

SENJATA API DI TEMPAT UMUM

Ada kriteria khusus bagi pemohon yang ingin mengajukan perizinan kepemilikan senjata api. Pemohon harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan Kepolisian Republik Indonesia atau Polri .Adapun Prosedur untuk Kepemilikan senjata api hanya diperuntukan bagi Satuan Pengaman (Satpam), dan pejabat yang diizinkan untuk memiliki dan menggunakan senjata api, senjata api untuk olah raga menembak sasaran / target menembak reaksi dan olah raga berburu.

Pada saat mambawa senjata api ditempat umum, pemilik harus mentaati ketentuan dalam membawa dan menggunakan senjata api ,yakni : 1. Senjata api harus dilengkapi dengan izin dari Kapolri 2. Dalam membawa senjata api harus selalu melekat di badan 3. Senjata api hanya dibenarkan dipakai atau ditembakkan pada saat keadaan terpaksa yang mengancam jiwanya 4. Senjata api tidak boleh dipinjamkan kepada orang lain 5. Dilarang menggunakan senpi untuk tindak kejahatan, menakut-nakuti, mengancam dan melakukan pemukulan dengan menggunakan gagang atau popor senjata. Tindak kejahatan yang dimaksud adalah segala macam tindakan yang melanggar hukum pidana. Pemukulan dengan menggunakan popor senjata juga tidak dipebolehkan 38dikarenakan bagian lain dari senjata api yang dapat melukai adalah popor senjata, jadi penggunaan popor senjata sebagai alat pemukul dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan senjata api 6. Memiliki kemampuan merawat dan menyimpan senapan. Kemampuan merawat yakni pemohon harus mengetahui bagaimana memberikan pelumas untuk laras senapan, membongkar dan memasang kembali senapan. Sedangkan dalam penyimpanan senjata api, pemilik harus mengetahui tata cara penyimpanan yang baik untuk senapan .

Namun banyaknya kejahatan yang terjadi menggunakan senjata api mengindikasikan banyaknya senjata api yang illegal yang beredar di masyarakat. Senjata api illegal adalah senjata yang tidak sah beredar di kalangan sipil, senjata yang tidak diberi izin kepemilikan, atau senjata yang telah habis masa berlaku izinnya. Peredaran senjata api illegal di masyarakat ini dapat berbentuk standard maupun rakitan. Dari fenomena fenomena yang terjadi di masyarakat mengenai penggunaan senjata api baik yang illegal maupun legal perlu ditelusuri mengenai pengaturan kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil.

PERMASALAHAN YANG MUNCUL KARENA KEPEMILIKAN SENJATA API YANG TIDAK BERTANGGUNGJAWAB.

Beberapa waktu lalu sejumlah anggota DPR didapati memilki senjata api, yang menurut anggota anggota DPR tersebut untuk kepentingan keselamatan mereka padahal hal tersebut tidak diperlukan mengingat terjaminnya keselamatan mereka dengan adanya sistem keamanan atau penjagaan yang sangat ketat dari aparat keamanan. Namun masih belum jelas apakah kepemilkan senjata api oleh anggota DPR tersebut illegal atau legal. Lain halnya dengan tujuan kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil. Masyarakat sipil cenderung memiliki senjata api untuk berjaga jaga, misalnya karena trauma dengan kerusuhan mei 1998 maka warga keturunan tionghoa ada yang memiliki senjata api. Hal tersebut dikarenakan faktor ketidakpercayaan masyarakat terhadap keamanan yang diberikan oleh aparat keamanan.

Efek dari kepemilikan senjata api yang legal maupun illegal yang dengan mudah didapat, adalah kesewenang wenangan dari si pemilik senjata api untuk menggunakan senjata api tersebut untuk menyerang atau bahkan membunuh orang lain. Aparat keamanan yang mempunyai senjata api cenderung untuk bersikap arogan dengan menakuti warga sipil, seperti kejadian beberapa waktu lalu yang melibatkan anggota TNI yang memegang senjata api dan senjata tajam yang turun dari mobil kemudian mengancam warga sipil yang tidak menggunakan senjata. Kejadian tersebut sangatlah disayangkan karena perlindungan warga sipil dari rasa tidak aman harusnya diberikan oleh aparat keamanan, namun yang terjadi adalah sebaliknya.

Bila warga sipil dapat memiliki senjata api hendaknya perizinan tersebut harus betul betul selektif dan diawasi penggunaannya sehingga tidak disalahgunakan. Lebih daripada hal diatas, peningkatan keamanan yang dapat diberikan oleh aparat keamanan sangat penting untuk dilakukan, karena dengan peningkatan keamanan maka orang atau warga sipil tidak perlu menggunakan senjata hanya sekedar untuk memberikan rasa aman.

Anda mungkin juga menyukai