BAB I
Masyarakat Papua yang terdiri dari berbagai suku dan budaya menunjukan
dan nilai-nilai luhur yang impelementasinya membentuk karakter dan sifat serta
watak dari masyarakatnya sesuai dengan lingkungan dimana mereka hidup. Lebih
dari itu, setiap suku di Papua mempunyai keramahan dan keakraban dengan
keseluruhan alam, yang di dalamnya terpancar prinsip dan harga diri serta identitas
untuk mendorong supaya dapat hidup dalam lingkungannya tetapi juga dengan
masyarakat di luarnya.1
signifikan ditandai dengan pudarnya budaya lokal. Papua dalam kurun waktu 70
tahun di abad ke-19 berhadapan pada berbagai permasalahan global dunia, politik
1
Zulyani Hidayah, Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia ( Jakarta : Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2015),124.
2
F. C. Kamma, Ajaib Di Mata Kita I (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981), p. 65-67
2
sikap yang harus diambil terhadap kebudayaan yang dianggap tidak perlu.3
Berkaitan dengan itu, maka secara khusus masyarakat Moi yang mendiami
kota Sorong (Papua Barat) turut mengalami perubahan 1927-1968 akibat masuknya
dimana pergolakan dan perubahan turut mempengaruhi sistem budaya lokal yang
telah melekat sejak dahulu. Suku Moi sejak dulu telah mengenal sistem nilai dan
norma yang mengatur seluruh kehidupan baik individu ataupun kelompok sosial
masyarakat.
Sistem serta nilai diperoleh melalui pendidikan adat Kambik. Pendidikan ini
dirumah inilah masyarakat suku Moi menjalankan sistem pendidikan lisan yang di
pada hakekatnya bagaimana ia harus berlaku dalam hubungan dengan diri sendiri,
orang lain, Tuhan, serta alam disekitarnya. yang didalamnya ada alat-alat, lembaga
dan petugas untuk mendidiknya5. Pendidikan adat Kambik terakhir dilaksanakan pada
3
Pim Schoorl, Belanda Di Irian Jaya ( Jakarta : Gerba Budaya, 2001 ),7.
4
Ana M. F. Parera, Saksi Sejarah Perang Dunia Ke dua Di Kabupaten Tamrauw (
Yogyakarta : Kapel Press Puri Arsita, 2013 ), 1.
5
Jakobus Runjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesi (Bogor : Ghalia Indonesia, 2006 ), 22.
3
Inti dari pendidikan adat Kambik ialah pendidikan yang dilakukan secara
pendidikan Kambik ini menyangkut pengetahuan unsur-unsur alam yang ada dan
terjadi disekitar kehidupan mereka sehari-hari yaitu menyangkut sistem adat, berupa
perkawinan, pembagian harta, hak ulayat tanah, mengatur perempuan suku Moi,
serta sistem klan marga dengan batas-batas wilayah dari masing-masing keret6 serta
Moi yang lebih berkembang, setiap anak laki-laki ( nedla) suku Moi belajar dalam
pendidikan adat dengan proses waktu berkisar antara 3 hingga 24 bulan, dalam jangka
waktu tersebut setiap anak laki-laki suku Moi menjalani proses pembelajaran dan
dipersiapkan untuk menjadi seorang pemimpin yang mengerti tentang segala hal yang
terjadi dan dilakukan sejak dahulu kala. Setelah selesai dari pendidikan Kambik
dalamnya terkandung nilai dan arti yang harus dijalankan, dipatuhi serta dilaksanakan
keindahan, politik dan keagamaan. Selain itu, pendidikan adat Kambik menciptakan
setiap putra Moi yang ahli dalam berbagai bidang seperti : kehutanan, pertanian,
6
Keret merupakan marga suku
4
masyarakat Kambik terlepukan dengan nilai dan falsafah hidup yang dihidupi secara
turun temurun. Dikarenakan adanya legitimasi kebenaran mutlak dari ajaran barat
bahwa diluar Kekristenan adalah kafir atau salah, standar kebenaran seperti inilah
yang membuat tradisi lokal Kambik didominasi oleh pendidikan Barat akibatnya
hutan tanpa mengetahui tempat sakral, rusaknya hutan yang menjadi mata
pihak pemerintah dan gereja untuk mencoba mengatasi persoalan yang terjadi, namun
dalam upaya yang dilakukan kurang memberikan hasil yang memuaskan, nyatanya
sampai sekarang masih terus terjadi sengketa batas wilayah serta penebangan hutan
yang berkelanjutan. Karena itu para tokoh adat suku Moi ingin mengembalikan
budaya Kambik sebagai warisan budaya yang harus di hidupkan kembali agar dapat
7
https://www.google.co.id. Yang di kutip dari halaman repository.upi.edu. 17-2014
5
dan meliti kembali nilai yang terkandung dalam budaya tradisi lisan masyarakat Moi
gunakan disini ialah memori kolektif dari Maurice Halbwachs.8 Menurutnya memori
kolektif pada dasarnya tidak murni bersifat individu melainkan proses sosial atau
pemaknaan atasnya, dalam arti menciptakan sesuatu dan juga menunjukannya dalam
perubahan dalam masyarakat itu sendiri, ingatan bersama ini pada akhirnya akan
bertujuan menciptakan ulang peristiwa masa lalu demi masa depan yang lebih baik.9
Selain itu juga Memori adalah sebuah penampakan sosial yang isi dan
kegunaanya dijelaskan melalui interaksi dengan orang lain dalam bentuk symbol-
sosial. Ingatan terbentuk melalui dialog dalam kelompok masyarakat, seperti halnya
sebuah ingatan yang terbesar atau bagian kenangan yang terkuat akan menjadi
ingatan yang akurat di dalam komunitas sosial tersebut, dengan frasa “ketika kita
Halbwachs lahir di Reims pada tahun 1877, dia merupakan pengikut filsuf hebat Henri
Bergson dengan pemikirannya memori kolektif pada tingkat kecil Halbwachs' di bawah
mantra Bergson sehingga dia
Memutuskan untuk memulai karir di bidang filsafat. Meskipun nanti berubah ke studi
sosiologi berada di bawah pengaruh Emile Durkheim dalam pemikiran fakta sosial. Namun
dari proses itu dia mencoba menciptakan kombinasi pemikiran kedua tokoh tersebut dengan
tesis memori kolektif merupakan fakta sosial dalam masyarakat.
9
Terinspirasi dari Fowler, The Obituary as Collective Memory (London : Routledge, 2007),
26.
6
berpikir kita sudah melakukanya. Dalam arti ini, tindakan mengingat tersebut adalah
wujud dari realitas tindakan yang telah dilakukan. Tidak semata dilakukan secara
Individu, tetapi secara kolektif, yakni ingatan sebuah kelompok masyarakat, atau
sebuah bangsa. memori kolektif seperti ini menjadi dasar kokoh bagi identitas
keberadaannya.
mengacu pada sebuah proses dan hasil dari proses itu. Hasilnya berupa pesan-pesan
lisan terdahulu, yang setidaknya satu generasi. Proses tersebut menciptakan pesan
yang didapat dalam bentuk perkataan mulut ke mulut. Manusia setiap kali berbicara
maka pesan-pesan dihasilkan dan pesan itu kemungkinan akan diulangi dalam jumlah
yang tak terbatas pada konteks yang mendorong manusia untuk berbicara kepada
manusia yang lain. Inti dari pesan tersebut mengandung nilai yang esensi, sehingga
isi dari pesan tersebut akan selalu diulang dan hal tersebut tidak hanya berasal dari
masa lalu saja melainkan masa kini yang menandakan suatu masa akan datang.
10
Fakta sejaran yang tidak tertulis. Tradisi lisan menyatakan saksi, pengalaman yang
didalamnya melibatkan manusia yang berada secara langsung pada masa itu.
11
Jan Vansina, Tradisi Lisan Sebagai Sejarah (Yogyakarta : Ombak, 2014), 1-2.
7
dalam perubahan yang terjadi baik kearah deskruktif atau konstruktif.12 Tetapi juga
melalui memory kolektif dapat diingat dan ditemukan dalam suatu komunitas
1.1. Signifikansi
melalui media internet guna mengetahui serta melihat persamaan atau perbedaan dari
penulisan yang penulis kembangkan ini, dalam kenyataannya sudah ada yang
menulisnya terlebih dahulu, maka itu penulis meyakini bahwa pembahasan mengenai
sebelumnya sudah ada yang mencoba mengkaji dan mengangkat nilai-nilai budaya
yang terdapat dalam pendidikan adat Kambik. Karena itu sebagaiman penulisan
Wisdom) namun dalam penulisannya sebagian kecil dia menguraikan tentang budaya
lisan, oleh karena itu dalam penulisan ini penulis lebih memfokuskan pendekatan
ingatan-ingatan bersama sebagai suatu tradisi lisan. Berbagai ingatan dari peristiwa
masa lalu yang pudar perlu dikembalikan sekaligus digunakan pada masa kini, karena
12
Bernard Lewis, Sejarah Diingat, Ditemukan Kembali, Ditemu-Diciptakan (Yogyakarta :
Ombak, 2009.
8
tradisi masa lalu menyimpan kekayaan nilai-nilai yang berguna dimasa sekarang.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas maka penulis
Moi?
kehidupan bersama
Dalam perjalanannya penulisan tesis ini diharapkan dapat berguna baik secara
memahami makna dibalik kenyataan, yang dapat di amati atau di indra secara
sebagai makna.13 Penelitian ini akan menyajikan data dalam bentuk verbal bukan
dalam bentuk angka.14 Bogdan dan Taylor, Lexy J. Moleong mengatakan bahwa
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
13
Meryaeni, Metode Penelitian Kebudayaan (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), 3.
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), 29.
Sementara Hadawi dan Mimi Martin mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik, bahwa datanya dinyatakan dalalm
keadaan sewajarnya, atau sebagaimana aslinya (natural setting), dengan tidak dirubah dalam
bentuk simbol-simbol atau bilangan. Penelitian kualitatif ini tidak bekerja menggunakan data
dalam bentuk atau diolah dengan rumusan dan tidak ditafsirkan atau diinterpretasikan sesuai
ketentuan statistik/matematik. Hadawi dan Mimi Martin, Penelitian Terapan (Yogyakarta:
Gajahmada University Press, 1996), 174.
15
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Rosdakarya, 2002), 3.
10
secara khusus yang berkaitan dengan pokok penelitian. Pendekatan ini akan
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata lisan dari masyarakat yang diteliti,
mengumpulkan informasi yang telah digunakan sejak lama secara ilmiah dalam
cara face to face dengan responden yang ditentukan. Namun dalam proses ini hal
yang penting diperhatikan ialah menciptakan pencitraan diri yang baik agar dapat
sehingga lebih mudah dalam mendapatkan data dari responden. Dari metode ini
maka data yang di dapat merupakan data primer, sedangkan data sekunder akan
diperoleh melalui dokumen- dokumen seperti buku, jurnal, atau sumber tertulis
secara langsung lokasi beserta individu atau kelompok masyarakat yang hidup
pada masa pendidikan adat yang masih menyimpan memori pengetahuan tentang
makna bagi kehidupan pada masa kini sebagai upaya pengembangan Sumber
pengetahuan dan pemahaman tentang pendidikan adat Kambik. Setelah itu dalam
analisis deskriptif yakni suatu metode penelitian yang dimaksud untuk membuat
berjarak beberapa menit dari pusat Kota Sorong ketika melakukan perjalanan
tersebut merupakan basik pemukiman masyarakat suku Moi yang ada di daerah
kepala burung serta pusat Lembaga Masyarakat Adat Suku Moi ( LMA ).
19
Orang-orang yang hidup pada masa pelaksanaan Kambik
12
Secara garis besar, hasil penelitian akan disusun dalam lima bab pembahasan.
Kelima bab pembahasan itu dimuat dalam sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab II akan membahas kajian Teori, pada bagian ini berisikan teori-teori
pendukung yang sesuai dengan topik yang penulis kaji yaitu Sejarah Lisan
Pendidikan Adat Kambik Suku Moi Tahun 1962-1984. Bab III membahas pemaparan
hasil penelitian yang penulis dapatkan melalui wawancara dengan para responden di
lapangan, serta buku-buku yang terkait dengan Memori Kolektif Pendidikan Adat
Kambik Suku Moi Sebagai Tradisi lisan. Pemaparan hasil penelitian tersebut penulis
sajikan secara deskripsi. Bab IV ini membahas analisis hasil penelitian, bagian ini
penulis memaparkan analisis dari hasil penelitian yang dihubungkan dengan teori.
Acuan dalam analisis ini adalah apa yang telah dipaparkan dalam rumusan masalah
dan tujuan penelitian. Bab V akan membahas penutup, bagian akhir tulisan ini