Anda di halaman 1dari 2

Menyoal Kitab al-Jawâhirul al-Kalâmiyah

Assalamualaikum, Ustaz. Saya mau bertanya terkait kitab al-Jawâhir al-Kalâmiyah


karangan Syekh Tahir bin Saleh al-Jazairi. Apakah kitab tersebut bisa dipertanggung
jawabkan, dan merupakan pegangan ulama Ahlusunah walJamaah?
Deni Lord | Via FB
Waalaikumsalam. Perlu diketahui bahwa nama lengkap pengarang kitab ini adalah Syekh
Tahir bin Muhammad bin Saleh bin Ahmad bin Mauhub as-Sam’uni al-Jazairi, lahir pada
tahun 1268 M di Damaskus. Beliau merupakan salah satu ulama yang multitalenta.
Tecatat, karangan kitab beliau lebih dari 20. Di antaranya adalah kitab Tanbîhul-Adzkiyâ’ fî
Qishâsil-Anbiyâ’, ath-Thibyân li ba’dhil-mabâhits al-Muta’alliqât bil-Qurân, Taujîhun-Nadzari
ilâ Ushûlil-Atsâri, at-Tafsîr al-Kabîr, dan al-Jawâhirul-Kalâmiyah.
Nah, sekarang kita akan membahas terkait kitab al-Jawâhirul-Kalâmiyah; apakah kitab ini
masih berpaham Ahlusunah walJamaah atau tidak, sehingga bisa dijadikan tinjauan untuk
dipelajari lebih lanjut.
Kitab al-Jawâhir merupakan kitab yang ditulis dengan model tanya jawab. Di dalamnya
terdapat lima pembahasan rukun iman secara spesifik; iman kepada Allah, malaikat-
malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari kiamat, serta qada dan qadar. Sebagai penutup,
Syekh Tahir menambahkan beberapa pembahasan penting semisal terkait ruh, wali,
ijtihad, isra-mikraj, dll.
Kitab yang menjadi fan Tauhid di kelas lima Ibtidaiyah, Pondok Pesantren Sidogiri ini,
mengajarkan kita tentang tauhid ala Ahlusunah walJamaah. Setidaknya ada tiga poin
dalam kitab ini yang membedakan antara Ahlusunah walJamaah dengan kelompok-
kelompok sesat lainnya.
Pertama, terkait cara memahami ayat-ayat mutasyabih. Dimulai dari sebuah pertanyaan,
“Bagaimana cara kita memahami ayat ar-Rahmânu ‘alal-‘Arsy Istawa (surah Taha ayat
lima)?” Lalu beliau menjawab bahwa istiwa Allah sebagaimana yang Allah kehendaki,
bukan seperti menetapnya manusia pada perahu, punggung hewan, ataupun kasur.
Sebab Allah wajib berbeda dengan makhluknya.
Memang dalam al-Quran ada penyebutan yad, a’yun, dll yang disandarkan pada Allah,
namun hal itu bukan malah mengindikasikan bahwa Allah ber-jisim (memiliki anggota
badan). Sebab Allah tidaklah sama dengan makhluknya. Maka dari itu, cukuplah kita
mengucapkan atau menyampaikan sebagaimana yang Allah atau Nabi sampaikan, tanpa
diotak-atik sedikitpun (tafwid serta tanzih). Ataupun jika terpaksa maka boleh ditakwil
namun dengan tetap menyucikan Allah dari segala sesuatu yang diserupakan pada-Nya
(hal. 23-27).
Penjelasan ini merupakan paham yang benar dalam Ahlusunah walJamaah. Bedahalnya
dengan kelompok sebelah yang memahami ayat al-Quran dengan literal ayat, sehingga
mereka memahami bahwa Allah di atas, punya tangan, dan lainnya. Padahal sifat-sifat itu
tidak pantas dimiliki oleh Allah.
Kedua, terkait orisinalitas al-Qur’an. Ada sebuah kelompok yang meyakini bahwa al-
Qur’an telah mengalami distorsi. Menurut mereka, al-Qur’an yang ada ditengah-tengah
orang Islam sekarang terdapat campur tangan manusia. Sedangkan yang asli ada pada
imam keduabelas mereka; al-Mahdi al-Muntadzhar (yang ditunggu-tunggu).
Pendapat ini secara tidak langsung dibantah oleh Syekh Tahir dalam kitabnya tersebut.
Beliau menyampaikan bahwa al-Qur’an merupakan kitab terakhir yang Allah turunkan
serta hukum-hukum yang ada di dalamnya akan tetap berlaku sampai hari kiamat. Selain
itu al-Qur’an juga tidak akan mengalami distorsi sampai kapanpun. Hal ini sesuai dengan
firman Allah yang berbunyi, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan
pasti Kami (pula) yang memeliharanya.”
Ketiga, terkait pendistorsian kitab Taurat. Pernah suatu ketika, ada seorang tokoh yang
menegaskan bahwa semua agama itu benar dan hukum-hukum dalam kitabnya masih
berlaku hingga sekarang. Sehingga, tidak hanya Islam dan al-Quran yang bisa kita ikuti,
semua agama beserta kitab-kitabnya pun yang telah Allah turunkan masih bisa
diamalkan.
Tentu pernyataan tersebut sangat bertentangan dengan banyak dalil. Di antaranya,
bahwa terutusnya Nabi Muhammad -sebagai Nabi terakhir-, menjadi penutup dari seluruh
Nabi serta syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad juga menjadi syariat yang
menusakh syariat-syariat sebelumnya. Sehingga, semua hukum ataupun syariat para nabi
sebelum Nabi Muhammad sudah tidak berlaku lagi saat ini.
Hal ini selaras dengan dawuh Syaikh Tahir ketika menjawab terkait pandangannya pada
terhadap kitab Taurat:

َ ‫اآلن َق ْد َل ِح َق َها ال َتحْ ِريْفُ َو ِممَّا َي ُد ُّل َع َل َذل َِك اَ َّن ُه َلي‬
َ ‫ْس فِ ْي َها ِذ ْك ُر ْا‬
ِ ‫لج َّن ِة َوال َّن‬
‫ار‬ َ ‫اِعْ ِت َقا ُد ْال ُع َل َما ِء اَألعْ اَل ِم َأنَّ ال َّت ْو َرا َة ال َم ْوج ُْو َد َة‬
‫ضا َعلَى َك ْونِها م َُحرَّ َف َة ذ ِْك ُر َو َفا ِة‬ ً ‫ب اِإللَ ِه َّي ِة َو ِممَّا َي ُد ُّل اَ ْي‬ َ ِ‫لج َزا ِء َم َع َّأ َن َذل‬
ِ ‫ك اَ َه ُّم َما ي ُْذ َك ُر فِي ْال ِك َتا‬ َ ‫لح ْش ِر َو ْا‬َ ‫ث َو ْا‬
ِ ْ‫ال ْال َبع‬ ِ ‫َو َح‬
َ ْ َ ْ ‫ُأ‬ َّ َّ ‫َأ‬ ْ
‫ب ا ِخي ِْر ِمن َها َوال َحا ُل ن ُه ه َُو الذِيِ ن ِزلت َعل ْي ِه‬ ْ ‫َأل‬ ْ ‫اَل‬
ِ ‫الس ُم فِ ْي َها فِي ال َبا‬ َ
َ ‫م ُْو َسى َعل ْي ِه‬
“Para ulama yang berkompeten meyakini bahwa Taurat yang ada sekarang telah
mengalami distorsi. Hal ini bisa kita ketahui ”

Anda mungkin juga menyukai