Anda di halaman 1dari 8

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE TOWER DI AREA BANJARBARU

M.Lory Hersani Talaohu, , Tito Yuwono


Jurusan Teknik Elektro, Universitas Islam Indonesia
Jl Kaliurang KM 14.5 Yogyakarta, Indonesia
lorytalaohu@gmail.com
Abstrak - Kota Banjarbaru memiliki beberapa PT.Telkom Akses Banjarbaru sudah melakukan
kecamatan, khususnya Kecamatan Cempaka Utara yang perombakan jaringan akses tembaga menjadi jaringan
akan berubah menjadi lingkungan yang padat karena akses fiber optik sampai ke tower. Maka dari itu
berpindahnya pusat pemerintahan ke area tersebut. PT.Telkom Akses Banjarbaru merancang sebuah
Jaringan Fiber To The Tower berperan untuk melakukan jaringan yang dinamakan Fiber To The Tower (FTTT)
pemerataan pembangunan jaringan serta membantu untuk menunjang jaringan 4G LTE (Long Term
kebutuhan masyarakat dalam hal berkomunikasi. Evolution) yang ada di area Banjarbaru. Dalam
Perancangan Fiber To The Tower ini berbasis teknologi pelaksanaan perancangan FTTT tersebut PT.Telkom
Gigabit Passive Optical Network (GPON). Untuk desain Akses Banjarbaru merekomendasikan dan menggunakan
perancangan ini menggunakan 1 STO, 2 ODC dan 4 teknologi Gigabit Passive Optical Network (GPON)
ODP. Dari perancangan infrastruktur jaringan optik untuk jaringan FTTT. GPON adalah salah satu teknologi
tersebut sudah di analisa nilai redaman total dari STO dari beberapa teknologi sistem komunikasi serat optik.
hingga ONT didapatkan nilai terendah yaitu 19,34 dB Pada penelitian ini akan dibahas tentang
dan nilai tertinggi 21,12 dB, hasil tersebut sudah perancangan jaringan serat optik dari PT.Telkom Akses
memenuhi standar yaitu total redaman dibawah 28 dB. Banjarbaru dengan menggunakan sistem FTTT untuk
Hasil terendah yang didapat pada perhitungan Rise Time menunjang kualitas jaringan 4G LTE di area Banjarbaru,
Budget adalah 0,252029 ns dan tertinggi adalah maka akan dilakukan perhitungan link budget, dan rise
0,269709 ns, hasil ini sudah memenuhi persyaratan nilai time budget untuk menghasilkan bit rate dan bandwith
rise time yaitu tidak lebih dari 0,58 ns. Sehingga hasil yang lebar agar jaringan bisa digunakan secara optimal.
perancangan ini layak untuk diterapkan dilapangan.
II. Studi Literatur
Kata Kunci : Banjarbaru, Fiber To The Tower, Link
Budget, Redaman, Rise Time Budget a. Fiber Optik
I. Latar Belakang
Fiber Optik merupakan media pengiriman data
Teknologi berkembang dari waktu ke waktu, dengan menggunakan bias cahaya. Bahan utama dari
sehingga jaringan internet pun ikut berkembang dengan fiber optik ini dibuat dari bahan serat kaca dan plastik.
cepat. Meningkatnya kebutuhan manusia akan Dalam proses mengirimkan data digunakan objek cahaya
pertukaran data dan informasi menuntut pula yang berasal dari laser karena spektrum yang
perkembangan internet semakin pesat khususnya pada dipancarkan sangat rapat ( sempit ). Media pengirim
penggunaan internet. fiber optik dikembangkan untuk menggantikan media
Melihat perkembangan teknologi informasi di tembaga.
Indonesia dalam bidang telekomunikasi yang Media pengirim fiber optik memiliki berapa
berkembang pesat serta layanan komunikasi di dunia kelebihan dibandingkan media tembaga antara lain:
mobile evolutions, membuat penggunanya dapat saling 1. Spektrum sangat rapat (sempit).
berkomunikasi satu sama lain. Dalam berkomunikasi 2. Kapasitas bandwith lebih tinggi dalam
bukan hanya suara, melainkan data dan video juga mengirimkan data tidak terganggu oleh
diperlukan sehingga membutuhkan alat komunikasi yang gelombang elektromagnetik dan frekuensi radio
dapat menyediakan semua layanan dengan kualitas yang sehingga kerahasiaan data terjamin.
tinggi meliputi layanan triple play yaitu suara, video dan 3. Redaman yang sangat rendah sehingga mampu
data dengan kapasitas bandwith yang besar dalam proses digunakan untuk komunikasi jarak jauh tanpa
pengiriman informasi [1]. penguat.
Kebutuhan layanan masyarakat di area Banjarbaru 4. Fiber optik mampu mengirim sinyal lebih jauh.
terus meningkat dalam hal berkomunikasi. Maka 5. Fiber optik mampu bertahan lama.
dibutuhkan jaringan yang memadai agar mampu Fiber optik memiliki kelemahan. Kelemahan dari
memberikan kualitas yang baik. Untuk memberikan kabel fiber optik diantaranya :
kualitas yang baik diperlukan kapasitas bandwith yang 1. Biaya mahal.
besar dan kecepatan yang tinggi, akan tetapi kapasitas 2. Kabel mudah patah.
bandwith yang besar tersebut belum dapat ditampung 3. Berbahaya saat penginstalasian apabila tidak
dikarenakan keterbatasan jaringan akses tembaga dan mengikuti prosedur.
belum meratanya pembangunan jaringan di area tersebut.
Ada 2 tipe dalam menggunakan fiber optik yaitu
single mode dan multi mode. Dimana, dari kedua tipe
tersebut memiliki perbedaan yaitu single mode
mempunyai ukuran diameter core sangat kecil, bandwith
tidak terbatas dan sumber sinar laser memiliki jangkauan
yang sangat jauh (>60km) sedangkan multi mode
mempunyai ukuran diameter core sangat besar,
bandiwthnya sangat terbatas dan sumber sinar laser atau
light emitting diodes (LED) memiliki jarak yang cukup
dekat yakni 300-500m. Dalam kabel fiber optik terdapat
3 komponen utama seperti pada Tabel 1 [1].
Gambar 1 Arsitektur Jaringan FTTT [3]
Tabel 1 Komponen Utama Penyusun Fiber Optik
c. GPON (Gigabit Passive Optical Network)
No Komponen Fungsi
Gigabit Passive Optical Network merupakan suatu
1 Buffer Sebagai pelindung kabel teknologi yang digunakan pada sistem komunikasi serat
optik. GPON berasal dari passive optical network (PON)
2 Coating Sebagai pelindung kabel yang kemudian berevolusi dan berkembang sampai tahap
sekarang.
3 Core Sebagai inti kabel Gigabit Passive Optical Network merupakan suatu
Bahan utama dalam pembuatan buffer dan coating teknologi dalam FTTX yang berfungsi untuk
terbuat dari plastik agar lebih lentur supaya kabel tidak mengirimkan service menuju premise pelanggan dengan
mudah patah sedangkan core terbuat dari bahan serat perantara kabel fiber optik. Sebelum jaringan fiber optik
kaca agar data yang dikirimkan lebih cepat. berkembang, dalam mengirimkan data pelanggan
menggunakan jaringan tembaga. Dimana, jaringan fiber
b. FTTT (Fiber To The Tower) optik memiliki keunggulan dibandingan jaringan
tembaga antara lain yaitu bandwith yang ditawarkan ke
pelanggan bisa mencapai 2488 Gbps (downstream) [5].
FTTT merupakan salah satu jenis pengembangan dari
jaringan FTTX. Secara umum jaringan FTTX yaitu
jaringan lokal berbasis fiber optik. Dimana dalam sistem c. Link Power Budget
ini terdapat 2 buah atau lebih perangkat aktif. 1
perangkat aktif terdapat di bagian sentral yang bertujuan Link Power Budget adalah hasil dari total redaman
untuk mengubah sinyal elektrik ke sinyal optik optik yang diizinkan sepanjang sumber titik optik sampai
sedangkan 1 perangkat terdapat di sisi pelanggan yang di titik penerima, hasil yang didapat dari redaman kabel.
bertujuan untuk mengubah kembali sinyal optik ke Perhitungan redaman total, daya terima, serta margin
sinyal elektrik. Dimana, lokasi perangkat aktif disisi daya tersebut yang dikenal sebagai analisa Power Link
pelanggan disebut juga titik konversi optik (TKO). Budget. Untuk mendapatkan jaringan yang optimal pada
Dengan demikian dapat diartikan TKO adalah batas perancangan ini dilakukan perhitungan link budget.
akhir kabel optik kearah pelanggan yang berfungsi Perhitungan dilakukan berdasarkan standarisasi ITU-T
sebagai lokasi konversi sinyal optik ke sinyal elektrik. G.984 dan juga peraturan yang diterapkan oleh PT.
Daerah dimana para pelanggan terhubung dengan suatu Telkom Akses Banjarbaru, yaitu jarak tidak lebih dari 20
TKO disebut daerah akses fiber (DAF) [2]. km dan redaman total tidak lebih dari 28 dB.
TKO berada didalam shelter pada bagian tower, Tujuan menghitung Link Budget untuk memastikan
sedangkan terminal equipment system GSM/CDMA daya yang cukup agar sampai ke penerima untuk
dihubungkan dengan TKO melalui kabel tembaga Indoor mempertahankan kualitas yang optimal selama
hingga beberapa meter saja seperti pada Gambar 1. pemakaian sistem. Persamaan 2.1 digunakan untuk
menghitung Link Budget, yaitu [1]:
𝛼𝑡𝑜𝑡 = (𝐿 × 𝛼𝑠𝑒𝑟𝑎𝑡) + (𝑁𝑐 × 𝑎𝑐)
+ (𝑁𝑠 × 𝛼𝑠) + 𝑆𝑃 (2.1)

Keterangan :
𝛼𝑡𝑜𝑡 = Redaman total
L = Panjang serat optik (km)
𝛼𝑠𝑒𝑟𝑎𝑡 = Redaman serat optik (dB/km) = (0,01364 ns/nm.km) x (1 nm) x (L km)
Nc = Jumlah konektor
= x ns
𝛼𝑐 = Redaman konektor (dB/konektor)
Ns = Jumlah splice 2 2 + 𝑡2
tr = √𝑡𝑡𝑥 + 𝑡𝑟𝑥 𝑓 (2.3)
𝛼𝑠 = Redaman splice (dB/splice)
SP = Redaman splitter (dB) =√0,15 + 0,2 + 𝑥 2
2 2
Nilai redaman pada masing–masing komponen
=√𝑦 = z ns
jaringan fiber optic yang digunakan dalam perancangan
ini bisa dilihat pada Tabel 2. 0,7
tsis < (2.4)
𝐵𝑅
Tabel 2 Nilai Redaman [4]

Perangkat Redaman Keterangan :


No tf = Rise Time optic (ns)
1 Serat Optik 0,35 dB/km D = Koefisien disperse (ns/nm.km)
2 Splitter 1:2 3,70 dB 𝜎𝜆 = Lebar spektral (nm)
L = Jarak (km)
3 Splitter 1:4 7,25 dB
ttx = Rise Time sumber optic (ns)
4 Splitter 1:8 10,38 dB trx = Rise Time detector optic (ns)
5 Splitter 1:16 14,10 dB tsis = Rise Time Sistem
BR = Bit Rate
6 Splitter 1:32 17,45 dB
7 Konektor 0,25 dB e. Teknologi 4G LTE (Long Term Evolution)
8 Splicing 0,1 dB
Jaringan 4G LTE menggunakan jaringan kabel fiber
Daya Keluaran Sumber
9 5 dBm optik yang terbuat dari bahan kaca atau plastik. Dimana,
Optik
bertujuan untuk mengirimkan sinyal cahaya dari satu
tempat menuju tempat lain. Cahaya dalam serat optik
d. Rise Time Budget
sangat sulit untuk keluar karena disebabkan oleh indeks
bias dari kaca yang sangat besar dibandingkan indeks
Rise Time Budget adalah sebuah metode untuk
bias yang dihasilkan oleh udara. Sumber cahaya dalam
menentukan batasan dispersi suatu link serat optik.
teknologi 4G yang digunakan berupa laser, karena sinar
Metode ini berfungsi untuk menganalisa sistem transmisi
laser mempunyai spektrum yang sangat kecil. Kecepatan
yang bertujuan untuk menganalisa apakah kerja jaringan
jaringan serat optik sangat baik digunakan dalam saluran
secara keseluruhan sudah layak dan mampu untuk di
komunikasi yang menggunakan teknologi 4G LTE.
terapkan dilapangan. Umumnya degradasi total waktu
Long Term Evolution atau LTE adalah suatu standar
transisi dari link digital tidak melebihi 70 persen dari
dalam komunikasi yang digunakan untuk mengakses
satu periode bit untuk data NRZ (Non-Return-to-Zero)
data tingkat tinggi yang menggunakan jaringan
atau 35 persen dari satu periode bit untuk data RZ
GSM/EDGE atau UMTS/HSPA. Dalam jaringan LTE
(Return-to-Zero). Tabel 3 adalah spesifikasi dari alat
ada beberapa kelebihan dan kekurangannya, yaitu :
yang digunakan.
• Kelebihan
Tabel 3 Parameter Perancangan Jaringan [6]
1. Tingkat kecepatan download sampai 300
mbps dan upload sampai 75 Mbps.
No Parameter Nilai
2. Sebagai media pendukung dalam system
1 Rise Time sumber optic 0,15 ns ITU – R dan sistem IMT yang
menggunakan gelombang frekuensi.
2 Rise Time detector optic 0,2 ns 3. Memiliki frekuensi band yang lebih
3 Koefisien dispersi 0,01364 ns/nm.Km tinggi.
4. Mampu menetralisir gangguan.
4 Lebar spectral 1 nm
• Kekurangan
Untuk mencari nilai rise time budget dapat
menggunakan Persamaan 2.2 - 2.4 [6]. 1. Biaya infrastruktur sangat mahal.
2. Peralatan yang digunakan tergantung
.𝑡𝑓 = 𝐷. 𝜎𝜆 . 𝐿 (2.2) jaringan yang dibutuhkan.
3. Membutuhkan mobile device jika jaringan penekanan terhadap penggunaan anggaran yang akan
di perbaharui. dikeluarkan [7].
2. High Level Design
III. Perancangan Sistem Pada proses ini dilakukan pemetaan
mengguanakan aplikasi Google Earth agar dapat melihat
a. Perancangan Sistem potensi daya nilai suatu kawasan tersebut sehingga
menentukan proses pembuatan desain [7].
Dalam perancangan jaringan Fiber To The Tower hal 3. Low Level Design
yang paling dasar adalah menentukan peta lokasi yang Kegiatan Low Level Design adalah kegiatan
akan digunakan. Karena lokasi sangat perperan penting yang hampir sama dengan High Level Design namun
dalam perancangan jaringan FTTT. Perancangan ini perbedaannya terletak pada informasi survei yang sudah
bertujuan untuk menghasilkan jaringan FTTT mampu dituangkan ke dalam desain perencanaan, sehingga
menunjang tingkat keandalan dari jaringan 4G yang memungkinkan terjadinya perbedaan ataupun perubahan
telah ada. Gambar 2 adalah diagram alir penelitian desain dari High Level Design [7].

c. Penentuan Titik Optik

Kegiatan yang dilakukan pada penentuan titik optik


yaitu pelaksanaan pendataan jaringan yang sudah
dibangun dilapangan tetapi belum di inventory ke dalam
sistem yang dimiliki oleh PT.Telkom Akses Banjarbaru.
Setelah melakukan pendataan tahap selanjutnya yaitu
Provisioning.
Provisioning adalah suatu proses yang ditujukan
untuk proses penyediaan suatu layanan kepada
pelanggan. Berikut adalah hasil dari penentuan titik optik
menggunakan aplikasi Google Earth pada Gambar 3.

Gambar 2 Diagram Alir Penelitian

b. Survey Data Lapangan


Gambar 3 Rute Jaringan FTTT Area Banjarbaru
Proses survey data lapangan atau biasa disebut
dengan outside plan fiber to the tower di PT. Telkom c. Penentuan Titik Optik
Akses Banjarbaru hingga perangkat siap untuk
digunakan melalui 3 tahap proses. Proses ini melibatkan Topologi adalah hubungan beberapa perangkat yang
penggunaan data existing yang sudah dibangun saling terhubung berupa struktur jaringan fisik. Dalam
dilapangan dan juga analisa area yang akan dibangun perancangan sebuah jaringan fiber optik terdapat
terhadap kebutuhan pelanggan. Kebutuhan terhadap beberapa tipe topologi yang biasa digunakan yaitu:
potensi pelanggan yang cukup tinggi menjadi titik 1. Topologi Bus
penentuan desain rute kabel distribusi. Berikut adalah Topologi Bus digunakan apabila lokasi
tahapan yang dilakukan pada survey data lapangan. perancangan tidak memungkinkan untuk menggunakan
1. Dekstop Survey Topologi Ring. Berikut adalah contoh Topologi Bus pada
Pada proses ini keberadaan data existing Gambar 4.
menjadi hal yang penting karena perencanaan yang
memiliki data yang sudah dibangun memilik dampak
Gambar 4 Topologi Bus [6]
2. Topologi Ring
Topologi Ring adalah topologi yang berbentuk
lingkaran yang rangkaiannya saling terhubung satu sama
lain. Topologi Ring digunakan jika lokasi dan kondisi
geografis di lapangan mendukung untuk membuat
jaringan berbentuk Ring. Berikut adalah contoh Topologi
Ring pada Gambar 5. Gambar 7 Distribusi BBR 201
Redaman Kabel STO-ODC = 2,15 Km x 0,35 dB
= 0,75 dB
Redaman Kabel ODC-ODP = 0,18 Km x 0,35 dB
= 0,06 dB
Redaman Kabel ODP-Tower = 0,01 Km x 0,35 dB
= 0,0035 dB
Redaman Splitter ODC = 1:4 = 7,25dB
Redaman Splitter ODP = 1:8 = 10,38 dB
Gambar 5 Topologi Ring [6] Redaman Splice Total = 3x 0,1 = 0,3 dB
3. Topologi Star Konektor yang digunakan = 3x 0,2 = 0,6 dB
Topologi Star merupakan suatu bentuk jaringan Redaman Total Tower BBR 201
dimana terdapat satu penghubung sebagai pusat dan = 0,75+0,06+0,0035+7,25+10,38+0,3+0,6 = 19,34 dB
setiap perangkat terhubung ke penghubung tersebut.
Berikut adalah contoh Topologi Star pada Gambar 6.

Gambar 6 Topologi Star [6]

IV. Hasil dan Pembahasan


Perancangan jaringan Fiber To The Tower di area Gambar 8 Distribusi BBR 076
Banjarbaru berawal dari STO yang lalu dihubungkan ke
ODP terakhir sebelum disambungkan ke Tower yang Redaman Kabel STO - ODC 2 = 4,21 Km x 0,35 dB
lokasi nya sudah ditentukan. = 1,4735 dB
Redaman Kabel ODC 2-ODP = 0,44Km x 0,35 dB
a. Perhitungan Link Budget = 0,154dB
Redaman Kabel ODP-Tower = 0,01 Km x 0,35 dB
Perhitungan ini diperlukan untuk mendapatkan hasil = 0,0035 dB
yang sesuai dengan standar yang mengacu kepada Redaman Splitter ODC = 1:4 = 7,25dB
standar parameter ITU-T G.984.2. Untuk mengetahui Redaman Splitter ODP = 1:8 = 10,38 dB
jaringan tersebut sudah bisa dikatakan optimal atau tidak Redaman Splice Total = 3x 0, 1 = 0,3 dB
akan terjadi gangguan secara teknikal dari media Konektor yang digunakan = 3x 0,2 = 0,6 dB
transmisi dan perhitungan redaman juga menentukan Redaman Total Tower BBR 076
apakah link distribusi optik sudah layak = 1,4735+0,154+0,0035+7,25+10,38+0,3+0,6 =20,16 dB
diimplementasikan atau belum. Gambar 7-10 adalah
hasil perhitungan distribusi tiap link.
contoh perhitungan yaitu BBR 021 yang mempunyai
nilai 19.34. Berikut adalah hasil yang di dapat dari
Optical Power Meter pada Gambar 10.

Gambar 9 Distribusi BBR 068


Redaman Kabel STO-ODC 2 = 5,83 Km x 0,35Db
= 2,04 dB
Redaman Kabel ODC 2-ODP =1,58 Km x 0,35 dB
= 0,55 dB
Redaman Kabel ODP-Tower = 0,01 Km x 0,35 dB Gambar 11 Output Optical Power Meter
= 0,0035 dB
Redaman Splitter ODC = 1:4 = 7,25dB Dibawah ini merupakan hasil perhitungan distribusi
Redaman Splitter ODP = 1:8 = 10,38 dB 021 yang kemudian hasilnya dibandingkan dengan nilai
Redaman Splice Total = 3x 0,1 = 0,3 dB yang ada di Optical Power Meter.
Konektor yang digunakan = 3x 0,2 = 0,6 dB Redaman Kabel STO-ODC = 2,15 Km x 0,35 dB
Redaman Total Tower BBR 068 = 0,75 dB
= 2,04+0,55+0,0035+7,25+10,38+0,3+0,6 = 21,12 dB Redaman Kabel ODC-ODP = 0,18 Km x 0,35 dB
= 0,06 dB
Redaman Kabel ODP-Tower = 0,01 Km x 0,35 dB
= 0,0035 dB
Redaman Splitter ODC = 1:4 = 7,25dB
Redaman Splitter ODP = 1:8 = 10,38 dB
Redaman Splice Total = 3x 0,1 = 0,3 dB
Konektor yang digunakan = 3x 0,2 = 0,6 dB
Redaman Total Tower BBR 201
= 0,75+0,06+0,0035+7,25+10,38+0,3+0,6 = 19,34 dB
Kedua hasil memiliki nilai yang berbeda , namun
kedua hasil diatas masih sesuai dengan standar yang
ditentukan yaitu 28dBm. Hal ini dapat dinyatakan bahwa
Gambar 10 Distribusi BBR 117
sistem yang dirancang sudah sesuai dengan hasil
Redaman Kabel STO – ODC 2 = 4,21 Km x 0,35 dB
perhitungan dan mampu memberikan jaringan yang
= 1,4375 dB
optimaldan layak digunakan di area Banjarbaru.
Redaman Kabel ODC 2-ODP = 1,19 Km x 0,35 dB
= 0,41 dB
c. Perhitungan Rise Time Budget
Redaman Kabel ODP-Tower = 0,01 Km x 0,35 dB
= 0,0035 dB Perhitungan rise time budget dengan menggunakan
Redaman Splitter ODC = 1:4 = 7,25dB Persamaan 2.2 dan 2.3.
Redaman Splitter ODP = 1:8 = 10,38 dB
Redaman Splice Total = 3x 0,1 = 0,3 dB • Rise Time optik BBR 201
Konektor yang digunakan = 3x 0,2 = 0,6 dB
Redaman Total Tower BBR 117 𝑡𝑓 = 𝐷. 𝜎𝜆 .Ltotal
= 1,4375+0,41+0,0035+7,25+10,38+0,3+0,6 = 20,08 dB = (0,01364 ns/nm.km) x (1 nm) x (2,34 km)
= 0,031917 ns
b. Output Hasil Optical Power Meter
2 2 + 𝑡2
tr = √𝑡𝑡𝑥 + 𝑡𝑟𝑥 𝑓
Hasil di Optical Power Meter menunjukkan hasil
yang berbeda dengan hasil perhitungan yang dilakukan. = √0,152 + 0,22 + 0,0319172
Untuk melakukan perbandingan, diambil salah satu = 0,252029 𝑛𝑠
• Rise Time optik BBR 076 pada perancangan ini. Topologi Bus bisa dibilang
sebagai Topologi yang sederhana dibanding Topologi
𝑡𝑓 = 𝐷. 𝜎𝜆 .Ltotal yang lainnya dan karena lokasi tidak memungkinkan
= (0,01364 ns/nm.km) x (1 nm) x (4,75 km) untuk menggunakan untuk menggunakan Topologi Ring.
= 0,06479 ns Konfigurasi jaringan FTTT menggunakan Topologi Bus
2 2 + 𝑡2
juga di pilih karena hemat dalam penggunaan kabel dan
tr = √𝑡𝑡𝑥 + 𝑡𝑟𝑥 𝑓 biaya ivestasi lebih kecil daripada menggunakan tipe
= √0,152 + 0,22 + 0,064792 topologi yang lain. Panjang kabel yang digunakan pada
perancangan ini sepanjang 19,92 km. Skema konfigurasi
= 0,258259 𝑛𝑠
jaringan FTTT menggunakan topologi Bus dapat dilihat
• Rise Time optik BBR 068 pada Gambar 12.

𝑡𝑓 = 𝐷. 𝜎𝜆 .Ltotal
= (0,01364 ns/nm.km) x (1 nm) x (7,42 km)
=0,101208 ns
2 2 + 𝑡2
tr = √𝑡𝑡𝑥 + 𝑡𝑟𝑥 𝑓

= √0,152 + 0,22 + 0,1012082


= 0,269709 𝑛𝑠
• Rise Time optik BBR 117 Gambar 12 Skema Konfigurasi FTTT menggunakan
Topologi Bus
𝑡𝑓 = 𝐷. 𝜎𝜆 .Ltotal
= (0,01364 ns/nm.km) x (1 nm) x (5,41 km)
= 0,073792 ns V. Kesimpulan dan Saran
2
tr = √𝑡𝑡𝑥 2 + 𝑡2
+ 𝑡𝑟𝑥 a. Kesimpulan
𝑓
Kesimpulan dari pengujian dan analisa yang telah
= √0,152 + 0,22 + 0,0737922
dilakukan didapat :
= 0,260663 𝑛𝑠
Perhitungan rise time bduget dilakukan agar 1. Pada perancangan jaringan Fiber To The
mengetahui kerja keseluruhan apakah sudah memenuhi Tower di area Banjarbaru membutuhkan
kapasitas yang dibutuhkan. Pada teknologi GPON nilai kabel fiber optik sepanjang 19,92 km.
bit rate pada uplink yaitu 1,2 Gbps dan nilai bit rate Perangkat yang digunakan adalah 1 buah
untuk downlink yaitu 2,4 Gbps. Hasil dari perhitungan OLT, 2 buah ODC dan 4 buah ODP dengan
memiliki perbedaan yang tidak begitu signifikan, karena konfigurasi FTTT menggunakan Topologi
nilai rise time hanya dipengaruhi jarak dari OLT sampai Bus dengan configuration speed 1 Gbps
ke tower. Untuk memastikan sistem sudah memiliki yang dapat dicakup oleh 1 buah OLT
kapasitas yang dibutuhkan bisa dipastikan dengan cara memakai 4 port dengan kapasitas masing-
diuji menggunakan Persamaan 2.4. Dan hasil yang masing port 1,2 Gbps untuk uplink dan 2,4
didapatkan sudah memenuhi kapasitas yaitu untuk uplink Gbps untuk downlink.
dibawah 0,58 ns dan untuk downlink 0,29 ns. 2. Perancangan jaringan Fiber To The Tower
di area Banjarbaru membuthkam hasil
Bit Rate Uplink 1,2 Gbps : redaman yang baik untuk menghasilkan
0,7 0,7 jaringan yang optimal, menurut standar
tr = = = 0,58 ns threshold yang mengacu pada standar ITU-T
𝐵𝑅 1,2 𝑥 109
G.984 adalah Link Budget dengan jarak
Bit Rate Downlink 2,4 Gbps : yang tidak lebih dari 20 km yaitu 28 dBm.
0,7 0,7
Hasil perhitungan link budget pada
tr = = = 0,29 ns perancangan ini rata rata memiliki nilai di
𝐵𝑅 2,4 𝑥 109
bawah 28 dBm. Hasil rise time budget
g. Konfigurasi Jaringan FTTT Menggunakan didapatkan hasil yang sudah sesuai dengan
Topologi BUS yang diharapkan yaitu dibawah 0,58 ns
dengan bit rate pada uplink 1,2 Gbps. Hasil
Konfigurasi jaringan FTTT dengan Topologi Bus ini menandakan bahwa perancangan ini
adalah konfigurasi yang dipilih untuk diimplementasikan sudah mampu menghasilkan jaringan yang
optimal dan layak untuk di aplikasikan di
area Banjarbaru.
b. Saran
Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis, maka
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai saran:
1. Dalam perancangan jaringan FTTT lebih
baik tidak memperbanyak sambungan
kabel fiber optik karena dapat berpengaruh
pada nilai redaman yang dihasilkan.
2. Menentukan lokasi perancangan sesuai
kebutuhan agar dapat menghasilkan
kualitas jaringan yang merata.
VI. DAFTAR PUSTAKA
[1] R. A. I. Asyari, “Perancangan Jaringan Oprik
Untuk Distribusi 4G Long Term Evolution Di
Kabupaten Sleman,” 2016.
[2] N. Prabowo, I. M. Akhmad Hambali, and S. M.
Afief Dias Pambudi, “Perancangan Desain Fiber
To The Tower ( FTTT ) Untuk Komunikasi
Broadcast Sebagai Backhaul Jaringan PARIZ
VAN JAVA TV Bandung Design Fiber To The
Tower ( FTTT ) For Broadcast Communication
As A Network Backhaul Of Pariz Van Java TV
Bandung,” vol. 4, no. 1, pp. 154–164, 2017.
[3] P. T. A. Indonesia, Overview FTTx. 2013.
[4] P. T. A. Indonesia, MODUL-3 DESIGN FTTx.
2013.
[5] A. Nugroho, “Teknologi Gigabit-Capable
Passive Optical Network (GPON) Sebagai Triple
Play Services.”
[6] O. Nur and T. Yuwana, “Perancangan Jaringan
Fiber To The Home ( FTTH ) Dengan Teknologi
GPON Di Kecamatan Cibeber,” 2017.
[7] A. Delano, Makalah Overseas Training Survey
Dan Desain Terhadap Perencanaan
Pembangunan Outside Plan ( OSP ) FTTH.
2017.
[8] M. M. Al-quzwini, “Design and Implementation
of a Fiber to the Home FTTH Access Network
based on GPON,” vol. 92, no. 6, pp. 30–42,
2014.

Anda mungkin juga menyukai