Anda di halaman 1dari 7

Bentuk kelestarian dan kehancuran hutan di riau

KELESTARIAN HUTAN DI RIAU


Upaya Pelestarian Hutan, BBKSDA Riau Garap "Eco Tourism" Di Kampar

Pekanbaru (Antarariau.com) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau
menggarap wisata berbasis lingkungan atau "Eco Tourism" di kawasan konservasi Buluh Cina
Kabupaten Kampar.

"Ini merupakan upaya kita mendorong peningkatan ekonomi masyarakat setempat serta
melestarikan kawasan hutan," kata Humas BBKSDA Riau Dian Indriani di Pekanbaru, Rabu.

Buluh Cina merupakan salah satu dari 16 kawasan konservasi yang ada di Provinsi Riau.

Buluh Cina yang berlokasi di Kecamatan Siak Hulu memiliki luas 963,3 hektare dan ditetapkan
sebagai kawasan konservasi pada 2014.

Buluh Cina memiliki ekosistem hutan dataran rendah dan mayoritas mempunyai topografi data
dengan kemiringan maksimal 25 persen.

Terdapat sejumlah tanaman hutan yang menurut Dian menarik untuk dikunjungi wisatawan, di
antaranya Mempening (Quercus lucida), Balanti (Croton tiglium Linn.), Bongkal (Nauclea Spec.),
Kandis (Garcinia parvifolia Miq.).

Selain itu juga terdapat beragam satwa liar seperti Elang Kijang (Muntiacus sp), Enggang (Buceros sp)
dan Rusa (Cervus sp).

"Selain potensi flora dan fauna, di sana juga terdapat tujuh danau dan sungai yang masih sangat
alami," tuturnya.

Dian menambahkan BBKSDA Riau memastikan jenis satwa akan bertambah dengan dilepasnya 170
ekor kura-kura ambon dan burung elang hasil sitaan beberapa waktu lalu.

Pelepasan itu turut dihadiri oleh Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman di mana Dian mengatakan
pemerintah Provinsi Riau sangat mendukung upaya BBKSDA Riau untuk mengembangkan kawasan
wisata Buluh Cina.
1. Pembalakan Liar dan Upaya Melestarikan Hutan Di Riau
Indonesia dikenal sebagai negeri dengan hutan yang membentang di hampir setiap daratannya. Di
setiap pulau negeri ini terdapat area hijau yang dipenuhi pepohonan. Dari situlah keanekaragaman
hayati hidup dan berkembang.

Berdasarkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2019, luas lahan berhutan
Indonesia mencapai 93,5 juta hektare; 71,1 persen atau 85,6 juta hektare di antaranya berada di
dalam kawasan hutan.

"Modus kedua tersangka adalah dengan menggunakan dokumen terbang. Mereka memiliki SKSHH
(Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan) dari Provinsi Jambi. Namun, asal kayu dari Kabupaten Kampar
dan Kuantan Singingi," ucap dia.

Kedua tersangka yang ditangkap berikut barang bukti berupa 1.477 keping kayu hutan alam dan
tronton bernomor polisi BH-8951-KU itu adalah Suliadi alias Adi (45) dan Edi Saputra alias Putra (21).
Keduanya merupakan warga Provinsi Sumatra Utara.

Pengungkapan yang berlangsung pada Selasa (19/5) lalu itu, kata Andri merupakan hasil
penyelidikan panjang kepolisian dalam usaha membongkar sindikat perusak hutan lindung di Riau.
Berawal dari laporan yang diterima Korps Bhayangkara sepekan sebelumnya, polisi langsung
menurunkan tim untuk melakukan pengintaian.

Hingga akhirnya, polisi berhasil memetakan aktivitas bongkar muat kayu serta rute perjalanan truk
tronton tersebut. Selanjutnya pada Selasa pagi medio pekan ini, polisi berhasil menangkap para
tersangka berikut bukti kuat yang dikumpulkan terlebih dahulu.Saat ini para tersangka masih ditahan
dan menjalani proses hukum lebih lanjut.

Sementara itu, Polda Riau masih akan terus mengembangkan kasus itu guna mengungkap jaringan
yang lebih besar.

Penurunan deforestasi

photoPengunjung menikmati suasana hutan mangrove Lantebung di Makassar, Sulawesi Selatan,


Sabtu (15/2/2020). Kawasan hutan mangrove yang menjadi penahan abrasi tersebut menjadi salah
satu tempat wisata di Makassar yang ramai dikunjungi wisatawan untuk berswafoto dan menikmati
matahari tenggelam saat libur akhir pekan. ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/pd - (ANTARA
FOTO/Arnas Padda)

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, mengatakan, konservasi keanekaragaman
hayati dilakukan telah menunjukkan laju penurunan deforestasi. Angka deforestasi menurun tajam
di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi bukti komitmen pemenuhan target
dan sasaran global yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati hutan.

“Deforestasi global baru-baru ini menurun hampir 40 persen dan Indonesia berkontribusi penting
dalam penurunan tersebut. Deforestasi tahunan Indonesia pernah mencapai lebih dari 3,5 juta
hektar dalam periode 1996 hingga 2000, namun telah turun tajam menjadi 0,44 juta dan akan terus
turun di masa mendatang," kata Siti Nurbaya dalam diskusi panel State of the World’s Forests 2020
(SOFO 2020) virtual launch, Jumat (22/5).

Pertemuan virtual tersebut dihadiri 492 peserta dari Negara-negara anggota FAO. Pada tingkat
ekosistem, Siti menjelaskan Indonesia memiliki 51 juta hektar kawasan lindung atau lebih dari 28
persen daratan. Ini belum termasuk 1,4 juta hektar Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (HCVF) yang ada
di dalam konsesi perkebunan kelapa sawit. Selain itu, pun cukup banyak di dalam konsesi hutan
tanaman industri (HTI) yang diperkirakan bisa mencapai tidak kurang dari 2 juta hektar.

KLHK bekerja keras konsolidasikan high conservation value kawasan berupa kebijakan kawasan
lindung dalam upaya melakukan konektivitas habitat satwa yang terfragmentasi selama ini karena
perijinan konsesi. Pada tingkat spesies, Siti menjelaskan, Indonesia telah menyusun peta jalan
memulihkan populasi 25 spesies target yang terancam punah. Dari 270 lokasi pemantauan, diketahui
beberapa populasi spesies meningkat dalam lokasi pemantauan, seperti Jalak Bali, Harimau Sumatra,
Badak Jawa, Gajah Sumatra, dan Elang Jawa.

Pada tingkat genetik, Indonesia telah mempromosikan bioprospeksi (bioprospecting) untuk


keamanan dan kesehatan pangan, seperti Candidaspongia untuk anti-kanker, dan gaharu untuk
disinfektan, yang produksinya telah ditingkatkan selama pandemi COVID-19 ini.

Inilah Bukti Kerusakan Hutan di Riau

Akhir Juni lalu, dalam jurnal ilmiah Nature Climate Change, peneliti Belinda Margono dan Hansen dkk
mengungkapkan laju deforestasi di Indonesia 2000-2012 mencapai angka 6,02 juta hektar atau
pertahunnya terjadi peningkatan 47,6 ribu hektar. Studi ini juga memperkirakan pada tahun 2012
Indonesia kehilangan hutan alam seluas 840 ribu hektar atau dua kali lipat laju deforestasi di Brasil
yang hanya 460 ribu hektar di tahun yang sama.

Studi ini juga mengungkapkan hilangnya tutupan hutan juga terjadi di hutan dataran rendah atau 43
persen total deforestasi  ini berlangsung di lahan basah termasuk gambut. Jika diambil angka rata-
rata, maka sekitar 217 ribu hektar hutan alam lahan basah Indonesia hancur setiap tahunnya.

Pemerintah Indonesia kebakaran jenggot dan membantah studi ini dengan menyatakan bahwa
perbedaan dalam definisi deforestasi membuat angkanya jauh berbeda. Hadi Daryanto, Sekretaris
Jenderal Kemenhut mengatakan perhitungan Hansen dan Kemenhut memiliki cara pandang yang
beda. “Kalo perbedaan perubahan land cover, forest cover, besar, kalo deforestasi hutan
sama, ga jauh beda kan.” Apa tanggapan terhadap riset ini?  “Rugikan image Indonesia. Apalagi
dibilang kado pahit.”

Heru Prasetyo, Kepala BP REDD+. Heru mengatakan studi Belinda dkk ini telah memberikan
perbandingan yang mudah terhadap data deforestasi pemerintah, yakni  “satu telanjang” dan satu
ditutupi.“Saya akan percaya data Kemenhut jika mereka sudah bekerja transparan. Sampai sekarang,
Kemenhut bekerja secara internal. Kita hanya tahu hasil, tetapi tak tahu proses. Belinda melakukan
semua terbuka.”

Lain halnya dengan Agus Punomo, Staf Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim dan Kepala
Sekretariat Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) menilai penelitian dari Universitas Maryland
Amerika ini terkesan bermuatan politis. “Alih-alih mengusulkan pelestarian hutan, artikel Belinda dkk
memberikan argumen untuk membatalkan kebijakan moratorium yang membuka peluang
diterbitkannya izin-izin pemanfaatan hutan di 63 juta hektar hutan primer dan lahan gambut yang
masih baik. Dengan berbagai keterbatasannya, kebijakan moratorium kehutanan yang diberlakukan
Presiden SBY telah menekan laju deforestasi dan nafsu mengobral izin pemanfaatan hutan di lingkup
pemerintah daerah.”

Di lain pihak, Greenpeace menganggap studi ini sebagai panggilan mendesak. Penghancuran hutan
yang meningkatkan emisi gas rumah kaca Indonesia, telah menyebabkan hewan seperti harimau
sumatera menuju ambang kepunahan dan menciptakan kondisi kebakaran hutan dan bencana kabut
asap yang dahsyat di Asia Tenggara.

“Penegakan hukum lemah dan bahkan taman nasional juga sedang dijarah – tetapi sekarang adalah
saat untuk bertindak. Presiden Indonesia, SBY, memiliki kesempatan untuk memperkuat warisan
hijaunya: ia akan mengambil tindakan segera untuk memperkuat hukum yang melindungi semua
hutan dan lahan gambut kaya karbon sebelum masa jabatannya habis, ataukah akan ia melihat
kebijakannya tersebut hilang ditelan asap?,”ujar Yuyun Indradi, Jurukampanye Hutan Greenpeace.

Terlepas dari pro-kontra ini, Mongabay Indonesia mencoba menyaksikan kerusakan di hutan-hutan
alam yang kali ini dipusatkan di Riau. Apa sebenarnya yang terjadi di lapangan?

Usai pemilihan presiden pekan lalu, Mongabay Indonesia mendokumentasikan kerusakan hutan itu
langsung ke lokasi dan berikut adalah foto-foto deforestasi yang dilakukan perusahan pulp and
paper di Pulau Padang, Riau dan penjarahan kayu alam oleh masyarakat di Suaka Margasatwa
Kerumutan, Pelalawan, Riau.

Gergaji mesin (chainsaw) milik penebang kayu liar di hutan Suaka Margasatwa Kerumutan,
Pelalawan, Riau, pada Sabtu (12/07/2014). Foto: Zamzami
Pondok-pondok milik penebang liar di hutan Suaka Margasatwa Kerumutan, Pelalawan, Riau, pada
Sabtu (12/07/2014). Saat foto diambil kayu di tungku sedang memasak sesuatu namun penebang
sudah menghilang. Foto: Zamzami

Tumpukan kayu yang baru ditebang secara liar di Suaka Margasatwa Kerumutan, Pelalawan, Riau
pada Minggu (12/07/2014) ditumpuk dan siap untuk diangkut melalui sungai menuju

Desa Kapau, Indragiri Hulu, Foto: Zamzami


Pembukaan hutan gambut secara masif terjadi pada areal konsesi PT RAPP, anak perusahaan
APRIL/Royal Golden Eagle, di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, pada

Pembukaan hutan gambut secara masif terjadi pada areal konsesi PT RAPP, anak perusahaan
APRIL/Royal Golden Eagle, di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, pada

Seorang penebang liar di hutan Suaka Margasatwa Kerumutan beristirahat di tengah-tengah


aktifitasnya, pada Sabtu (12/7/2014). Penebang yang berumur 27 tahun ini mengaku terpaksa
melakukannya setelah hutan sumber matapencahariannya dihancurkan perusahaan pulp and paper.
Foto: Zamzami
TUGAS BMR
“ Kelestarian Dan Kehancuran Hutan di Riau ”

DI SUSUN OLEH :
Nama : Vemi Elizabeta
Kelas : VIII 2

SMP NEGERI 6 MANDAU


TP.2022/2023

Anda mungkin juga menyukai