Anda di halaman 1dari 13

Vol. 1(1) Agustus 2017, pp.

105-117
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA ISSN : 2597-6893 (online)

PERJANJIAN JUAL BELI HASIL PERTANIAN (SAYURAN) ANTARA PETANI


DENGAN PEDAGANG (PENGUMPUL)
(SUATU PENELITIAN DI WILAYAH ACEH TENGAH)
Khairunnisa
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Abstrak - Penelitian ini diadakan bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk perjanjian jual beli hasil
pertanian (sayuran) antara petani dengan pengumpul, faktor penyebab terjadinya wanprestasi jual beli sayuran
antara petani denganpengumpul dan penyelesaian wanprestasi yang dilakukan oleh petani dan pengumpul. Data
dalam penelitian ini menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mempelajari literatur dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer dengan
cara mewawancarai responden. Berdasarkan hasil penelitian perjanjian jual beli sayuran dilakukan dengan
secara lisan oleh petani dengan pengumpul, perjanjian lisan sering menimbulkan wanprestasi karena tidak ada
bukti yang konkrit. Faktor terjadinya wanprestasi antara petani dengan pengumpul adalah karena tidak ada
iktikad baik, petani tidak menjaga kualitas sayurannya, petani tidak memenuhi prestasinya, pengumpul tidak
memberi harga yang pantas,pengumpul tidak membayar dengan lunas sisa pembayaran, pengumpul menunda
pembayaran, pengumpul tidak jujur saat menimbang sayuran serta keadaan rugi yang dialami oleh pengumpul.
Adapun cara penyelesaian wanprestasi dilakukan dengan cara mengambil barang milik pengumpul sebagi
jaminan, musyawarah, pengembalian uang, pengembalian sayuran, penagihan langsung dan pembayaran uang
berdasarkan jumlah timbangan yang sebenarnya.Disarankan Kepada petani dan pengumpul dalam membuat
perjanjian hendaknya dalam bentuk tertulis, perjanjian didasari dengan iktikad baik serta mengikutsertakan
peran Sarak Opat dalam penyelesaian sengketa wanprestasi.
Kata Kunci : Perjanjian, jual beli, perjanjian jual beli, hasil pertanian, petani dan pedagang (pengumpul).

Abstract - This research aims to give an explanation about the form of agricultural trading agreement between
the farmers and the collector, the factors causing the trading violation between the parties and its dispute
settlement. The resources obtained by conducting a library research for the secunder data by learning from the
books and the suitable regulations to this thesis. And the Primer data obtained by doing the field research by
interviewing some respondents. Based on the research, the agreement used between parties is unwritten
agreement (oral agreement) which oftenly causing the violation of the agreement according to hardhsip to
prove.The factor of the violation of agreement between the farmer and the collector is because there is no
goodwill between the parties, the farmer does not maintain the quality of the vegetables, the farmer does not
fulfill his obligations, the collector does not give the proper price, the collector does not pay the full payment,
the collector delayed the payment, the collector’s act of dishonesty as weighing the vegetables as well as the
loss situation experienced by the collector.In order to solve the issue, they’re taking the collector's goods as a
collateral, conducting a deliberation, refunding the payment, returning the vegetables, direct billing and doing
a payment of money based on the actual number of scales. Suggested To the farmer and collector in making the
agreement should be in written form, the agreement is based on good faith and involves the role of Sarak Opat
in dispute settlement.
Keywords : Agreement, Trade, Agricultural Trading Agreement, Farmer, and Merchant (Collector)

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara agraris yang kaya dengan hasil pertanian. Perkembangan
di sektor pertanian semakin pesat dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan hasil
bumi salah satunya adalah sayur – mayur. Kebutuhan akan sayur – mayur dapat diperoleh
dengan mudah baik di pasar modern maupun di pasar tradisional yang berasal dari petani
melalui pedagang (pengumpul) yang akan menyalurkan sayur – sayuran tersebut ke pasar.
Salah satu daerah yang terkenal dengan sumber holtikultura terbesar di Aceh adalah
Kabupaten Aceh Tengah yang menjadi sumber penyalur sayuran di Aceh khususnya.

105
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(1) Agustus 2017 106
Khairunnisa

Sebagai sentra tanaman hortikultura di Provinsi Aceh, Kabupaten Aceh Tengah


memiliki potensi lahan untuk pengembangan seluas 32.520 Ha.Berdasarkan luas tanam dan
luas panen yang ada, peluang perluasan lahan masih sangat memungkinkan.Adapun peluang
investasi dan perdagangan yang ditawarkan adalah pembangunan industri pengolahan hasil
pertanian, penyediaan alat pertanian, pengembangan tekhnologi dan pemasaran hasil. Dengan
hasil produksi sayur-sayuran yang saat ini mencapai ± 14.855 ton pertahun1.
Ketersedian sayur – mayur di pasaran tidak terlepas dari peran petani dan pedagang
(pengumpul), dimana Pengumpul berperan sebagai pembeli sayuran tersebut dari petani
dalam jumlah besar.Dengan adanya hubungan hukum antara kedua belah pihak, maka harus
dibuat satu bentuk perjanjian antara kedua belah pihak agar tidak ada yang dirugikan. Para
pihak yang membuat perjanjian itu dapat menentukan klausula-klausula perjanjian yang
mereka kehendaki sepanjang tidak merugikan salah satu pihak dan tidak bertentangan dengan
perundang-undangan.
Menurut pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), untuk
sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal.
Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut di atas ke empat syarat tersebut merupakan hal
mutlak yang harus dipenuhi oleh para petani dan pedagang dalam membuat suatu perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu persetujuan adalah perbuatan
dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih.Apabila
pembeli melakukan persetujuan dengan penjual, maka terjadilah jual beli tersebut.
Menurut Pasal 1457 KUH Perdata jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak
yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain membayar
harga yang telah dijanjikan.2 Adapun syarat terjadinya persetujuan jual beli tersebut juga
diatur dalam Pasal 1458 KUH Perdata menyatakan bahwa jual beli dianggap telah terjadi
segera setelah orang-orang itu telah mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta
harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar. Berdasarkan
penelitian awal yang dilakukan di Kawasan Pertanian Kabupaten Aceh Tengah Kecamatan

1
http://www.Aceh Tengah Kab.go.id, di Akses Pada Tanggal 10 April 2017, Pukul 22.13 WIB.
2
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(1) Agustus 2017 107
Khairunnisa

Bies terdapat beberapa Pedagang (pengumpul) yang menjadi pembeli sayuran dari petani
yang kemudian akan dijual kembali kepada suplier (Penyalur). Para pengumpul akan
mendatangi petani untuk membeli langsung hasil pertanian tersebut baik melalui pembayaran
secara kontan maupun pembayaran dengan sistem panjar. Jika pembayaran secara langsung,
maka pada saat itu juga pengumpul akan membayar sejumlah uang atas barang milik petani
tersebut, namun ada kalanya pembayaran hanya berupa panjar, artinya jika pembayaran harga
sayur-mayur dilakukan dengan sistem panjar maka petani harus menunggu beberapa hari
untuk mendapatkan seluruh uang dari hasil penjualan tersebut. Dalam hal ini tidak ada
jaminan dan kepastian bagi petani untuk mengklaim sisa pelunasan uang tersebut tepat
waktu, karena tidak ada bentuk perjanjian tertulis, maka Pedagang (pengumpul) dapat
menunda pembayaran tersebut dan tidak ada denda atas keterlambatan pembayaran tersebut.
Perjanjian jual beli sayur-mayur dengan sistem panjar ini dilakukan secara lisan antara
pedagang (pengumpul) dengan petani, sehingga apa yang telah dijanjikan oleh kedua belah
pihak terutama pihak pembeli atau pengumpul sering kali tidak menepati janjinya
(melakukan Wanprestasi), karena tidak adanya perjanjian tertulis yang dibuat oleh kedua
belah pihak. Keadaan tersebut sangat merugikan petani yang terlambat mendapat sisa
pembayaran tersebut.
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Artinya,
para pihak dapat membuat perjanjian sesuai yang mereka kehendaki sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang.Kemudian pembatasan terhadap asas kebebasan
berkontrak juga dapat dilihat dalam pasal 1338 ayat (3) yang menyatakan bahwa suatu
perjanjian hanya dilaksanakan dengan itikad baik.Oleh karena itu para pihak tidak dapat
menentukan sekehendak hatinya klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus
didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik.Perjanjian yang didasarkan pada itikad buruk
misalnya penipuan mempunyai akibat hokum yaitu perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
Tidak adanya iktidak baik dari pihak pengumpul menjadi penyebab utama terjadinya
wanprestasi dalam perjanjian jual beli antara pedagang (pengumpul) dan petani.Pedagang
(pengumpul) seringkali mengulur waktu dalam melunasi sisa pemabayaran yang telah
disepakati.Selain itu, pengumpul sering tidak memberikan keterangan dan informasi yang
jelas kepada petani terkait sisa pembayaran terhadap sayur-mayur yang telah di ambil oleh
pengumpul yang bersangkutan.Hal inilah yang menimbulkan wanprestasi dalam perjanjian
jual beli antara petani dan pengumpul di Kecamatan Bies Kabupaten Aceh Tengah.
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(1) Agustus 2017 108
Khairunnisa

Penyelesaian wanprestasi yang dilakukan oleh pengumpul biasanya diselesaikan secara


individu antara petani dengan pedagang (pengumpul) dengan cara kekeluargaan. Apabila cara
kekeluargaan tidak menemukan titik terang, maka para pihak dapat meminta bantuan pihak
ketiga yaitu Sarak Opat yang merupakan lembaga adat yang berfungsi untuk menyelesaikan
sengketa yang berda di suatu desa (kampung). Lembaga ini sama halnya dengan lembaga
adat yang ada di wilayah aceh yang umumnya di kenal dengan nama Tuha Peut.
Penyelesaian sengketa antara petani dan pengumpul biasanya dengan memberikan
tempo kepada pengumpul untuk melunasi sisa pembayaran. Akan tetapi, bila tempo yang
sudah diberikan tersebut tidak ditepati, maka kedua belah pihak sepakat menjadikan suatu
barang milik pengumpul untuk dijadikan agunan sebagai jaminan bahwa pengumpul akan
membayar sisa pembayaran pada saat waktu yang telah disepakati. Sedangkan, apabila
menggunakan lembaga adat, maka akan dibentuk sebuah perjanjian tertulis antara kedua
belah pihak terkait pelunasan sisa pembayaran tersebut. Dimana isi perjanjian tersebut
bergantung kepada pihak yang membuatnya dan ditandatangani oleh pengumpul dan petani
serta pihak ketiga yang menjadi mediator yaitu Sarak Opat yang ada di Desa tersebut.
Dengan demikian penyelesaian wanprestasi yang dilakukan oleh pengumpul dapat
menemui titik terang dan tidak ada pihak yang dirugikan di dalam perjanjian jual beli sayur-
mayur tersebut.
Maka berdasarkan uraian tersebut, muncullah pertanyaan:
1. Bagaimana Bagaimanakah Bentuk perjanjian jual beli sayur-mayur antara Petani
dengan Pedagang (Pengumpul ) di Kabupaten Aceh Tengah?
2. Apakah faktor penyebab terjadinya wanprestasi jual beli sayur-mayur antara petani
dengan Pedagang (pengumpul) di Kabupaten Aceh Tengah?
3. Bagaimanakah penyelesaian terhadap wanprestasi yang dilakukan oleh petani dan
Pedagang (Pengumpul) di Kabupaten Aceh Tengah?

METODE PENELITIAN
Lokasi dalam penelitian ini adalah di Kawasan Pertanian Kabupaten Aceh Tengah
Kecamatan Bies. Populasi penelitian ini meliputi Petani sayuran dan Pedagang (Pengumpul)
di Kecamatan Bies Kabupaten Aceh Tengah.
Teknik dalam pengambilan atau penentuan sampel dalam penelitian ini akan
menggunakan teknik Purposive Sampling (kelayakan), dimana dari keseluruhan populasi
penelitian akan diambil beberapa orang sebagai sampel yang diperkirakan dapat mewakili
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(1) Agustus 2017 109
Khairunnisa

keseluruhan populasi, yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini adalah mereka
yang memberikan keterangan berdasarkan pengalaman secara langsung, adapun responden
dalam penelitian ini adalah:
a. Petani Sayur Mayur yang ada di Kawasan Pertanian Kecamatan Bies, Kabupaten
Aceh Tengah sebanyak 5 ( lima ) orang.
b. Pedagang (Pengumpul) sebanyak 5 ( lima ) orang.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


1. Bentuk Perjanjian Jual Beli Hasil Pertanian (Sayuran) Antara Petani dengan
Pedagang (Pengumpul)

Perjanjian merupakan suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya untuk melaksanakan suatu perbuatan tertentu
sebagaimana yang telah disepakati bersama antara kedua belah pihak yang membuat
perjanjian tersebut.3 Masyarakat yang menjadi petani sayur-mayur di kawasan pertanian
Kecamatan Bies, Kabupaten Aceh tengah umumnya menggunakan perjanjian lisan dalam
melaksanakan perjanjian jual beli sayur-mayur antara petani dan pengumpul. Hal ini
dilakukan karena rasa saling percaya antara kedua belah pihak.
Keadaan yang sering menimbulkan wanprestasi dalam jual beli sayur-mayur antara
petani dan pedagang (pengumpul) adalah umumnya terjadi karena kedua belah pihak yaitu
petani dan pedagang menggunakan perjanjian lisan.Perjanjian dalam bentuk ini rentan terjadi
wanprestasi yang dilakukan oleh pihak Pedagang (Pengumpul) dan petani dikarenakan tidak
ada ketentuan yang di rasa terlalu mengikat dalam perjanjian tersebut. Oleh karena itu
sebagian pedagang (pengumpul) merasa leluasa untuk melakukan wanprestasi karena
menganggap tidak akan ada tuntutan dari petani yang dapat merugikan pihak pedagang.
Artinya kurang adanya iktikad baik dari pihak Pengumpul (Pedagang).4
Wanprestasi ini sering terjadi pada saat petani baru pertama kali melakukan transaksi
jual beli secara lisan dengan pedagang (pengumpul) yang baru, yang menawarkan harga
yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengumpul lainnya yang sudah menjadi pengumpul
langganan para petani. Biasanya, pengumpul ini akan datang langsung ke lahan pertanian
masyarakat untuk melakukan negosiasi dengan pihak petani. Setelah terjadinya kesepakatan

3
Wirdjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Cetakan ke12, Bandung: Sumur Bandung,
1993, Hlm. 17.
4
Dedi, Petani, wawancara, tanggal 20 Juni 2017
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(1) Agustus 2017 110
Khairunnisa

maka akan dilakukan transaksi antara kedua belah pihak dimana pengumpul akan
menyerahkan sejumlah uang dalam bentuk panjar dan sisa pelunasan akan di bayar pada saat
seluruh sayuran telah terjual habis.5
Terjadinya wanprestasi bukan semata-mata karena tidak adanya iktikad baik, akan
tetapi hal-hal lain yang menyebabkan pedagang terlambat melunasi sisa pembayaran seperti
sayuran tidak habis terjual, sayuran tidak dapat digunakan lagi dan hal-hal lain yang tidak
diperkirakan sebelumnya. Karena pada dasarnya terdapat dua sistem pembayaran dalam jual
beli sayur-mayur antara petani dan pedagang yaitu dengan sistem panjar dan pelunasan
langsung (pembayaran kontan). Pada saat pembayaran dilakukan secara kontan, maka tidak
ada masalah yang timbul pada petani karena transaksi sudah selesai, namun tidak demikian
pada pihak pedagang yang belum tentu mendapatkan kerugian atau keuntungan karena hal
tidak terduka sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya yaitu sayur-sayuran tersebut tidak
terjual habis maka akan menjadi resiko bagi pedagang. Sayuran tersebut tidak dapat
digunakan lagi karena kualitasnya sudah tidak terjamin.Oleh karena itu pedagang umumnya
lebih banyak melakukan transaksi dengan memberikan panjar terlebih dahulu agar kerugian
dapat diminimalisir dan ditanggung oleh kedua belah pihak.6
Pembayaran dengan sistem panjar dilakukan untuk menghindari kerugian antara
kedua belah pihak, dimana pedagang akan menyerahkan panjar yang wajar dan sesuai kepada
petani agar tidak saling merugikan satu sama lain. Biasanya, pedagang akan menyerahkan
setengah atau bahkan lebih panjar kepada petani tersebut. Namun pedagang tidak dapat
memprediksi penjualan sayur tersebut dapat menguntungkan atau sebaliknya, oleh karena itu
sebagian pedagang tidak akan menetapkan waktu yang pasti kapan sisa pelunasan uang
tersebut akan di bayar, tetapi melakukan kesepakatan bahwa sisa pelunasan atas uang tersebut
akan dibayarkan pada saat sayur-mayur tersebut telah terjual habis. Akan tetapi, sebagian
pengumpul dan petani juga memberlakukan sistem pelunasan tanpa mempertimbangkan
seluruh sayuran tersebut terjual habis, mereka akan membuat kesepakatan bahwa pengumpul
akan melunasi sisa pembayaran pada saat waktu yang telah disepakati oleh kedua belah
pihak.7
Kerugian yang tidak dapat diprediksi seringkali menimbulkan wanprestasi karena
pedagang (pengumpul) tidak dapat membayar sisa uang tersebut.Oleh karena itu pedagang

5
Suhatsyah, Petani, wawancara, tanggal 1 juli 2017
6
Darwin, pedagang (pengumpul), wawancara, tanggal 21 juni 2017
7
Maskur , Pedagang,wawancara, tanggal 22 juni 2017
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(1) Agustus 2017 111
Khairunnisa

sering melakukan wanprestasi kepada petani, disamping itu tidak adanya iktikad baik dalam
perjanjian juga menjadi meyebab terjadinya wanprestasi dalam bentuk perjanjian lisan
ini.Untuk itu, bentuk perjanjian tertulis lebih efektif sebagai bukti untuk menjamin segala
bentuk kerugian yang di alami oleh petani, karena bukti otentik tersebut dapat diperkarakan
tanpa adanya bantahan dari pihak pengumpul seperti halnya pada perjanjian lisan.

2. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Wanprestasi Jual Beli Sayur-Mayur Antara


Petani dengan Pedagang (Pengumpul)
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di kawasan pertanian Kabupaten
Aceh Tengah Kecamatan Bies, faktor penyebab terjadinya wanprestasi adalah:
a) Tidak adanya itikad baik.
Dalam melakukan perjanjian jual beli sayur-mayur antara petani dan pedagang
(pengumpul) selalu mengutamakan itikad baik antara satu pihak dengan pihak yang
lainnya, apabila te goeder trow atau itikad baik tidak dimiliki oleh para pihak, maka
hubungan hukum yang dibuat tidak akan mencapai tujuan sebagaimana mestinya.
Dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata mengatur bahwa “suatu perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikat baik” asas itikat baik ini sangat mendasar dan penting untuk
diperhatikan terutama didalam membuat perjanjian, maksud itikat baik disini adalah
bertindak sebagai pribadi yang baik. Itikat baik dalam pengertian yang sangat subyektif
dapat di artikan sebagai kejujuran seseorang. Sedangkan itikat baik obyektif yaitu
bahwa pelaksanaan suatu perjanjian itu harus didasarkan pada norma kepatutan atau
apa-apa yang dirasa sesuai dengan yang patut dalam masyararakat. 8
Dalam hubungan hukum perjanjian jual beli antara petani sayur dengan pedagang
(pengumpul) terkadang dapat menyebabkan wanprestasi akibat salah satu pihak atau
kedua belah pihak tidak memenuhi prestasinya.
b) Petani tidak menjaga kualitas sayuran
Kelalaian dari petani sering menyebabkan kualitas dari sayuran tidak terjaga,
setelah panen dilakukan petani sering lalai untuk menjaga kualitas kesegaran tanaman
sayuran yang ia miliki, dengan keyakinan bahwa pedagang (pengumpul) pasti akan
membeli sayuran tersebut dengan harga yang telah disepakati sebelumnya, hal ini
menyebabkan terjadinya wanprestasi antara petani dengan pedagang (pengumpul)
karena para pihak telah membuat perjanjian terlebih dahulu untuk melakukan perjanjian
8
A. Qiromsyamsudin M, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangan, Yogyakarta,
Liberty, 1985, hlm 19.
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(1) Agustus 2017 112
Khairunnisa

jual beli sayuran dengan harga yang sudah disepakati antara para pihak dan dengan
kualitas sayuran yang baik (segar). Akan tetapi, setelah perjanjian tersebut disepakati
petani tidak memenuhi prestasinya untuk menjaga sayuran miliknya sebagaimana
mestinya.9
Wanprestasi seperti ini sering terjadi selain dikarenakan kelalaian dari petani juga
disebabkan oleh tingkat ketahanan sayuran setelah di panen, seperti sayuran hijau yang
tingkat ketahanannya tidak sama seperti umbi yang mampu bertahan satu hingga dua
minggu. Selain itu, akibat dari tidak ditentukannya dengan jelas kapan waktunya
pedagang (pengumpul) akan mendatangi petani untuk mengambil sayuran milik petani
tersebut yang membuat petani melakukan panen terlebih dahulu beberapa hari sebelum
pedagang (pengumpul) membeli sayuran tersebut. Terkadang pedagang (pengumpul)
datang terlambat dari waktu yang biasanya, kondisi seperti ini tidak dapat dikatakanan
pedagang (pengumpul) melakukan wanprestasi karena pedagang (pengumpul) tidak
pernah menyebutkan dalam perjanjian bahwa kedatangannya sesuai dengan waktu
biasannya.
c) Petani tidak memenuhi prestasi
Petani tidak memenuhi prestasinya sesaat sesudah melakukan ikatan perjanjian
dengan pedagang (pengumpul), yaitu dengan menjanjikan bahwa ia akan menjual hasil
tanaman sayurannya pada saat panen kepada pedagang (pengumpul) dengan syarat
pedagang (pengumpul) harus membayar dimuka, yaitu pada saat perjanjian itu dibuat.
Akan tetapi , setalah sayuran tersebut dipanen petani tidak menjual sayuran tersebut
kepada pedagang (pengumpul) yang bersangkutan sebagaimana yang telah
diperjanjikan sebelumnya, karena petani tersebut mendapat tawaran harga yang lebih
tinggi dari pedagang (pengumpul) yang lain.
d) Pedagang (pengumpul) tidak memberikan harga yang pantas
Penyebab terjadinya wanprestasi antara petani dengan pedagang (pengumpul)
yaitu dimana petani telah membuat perjanjian dengan pedagang (pengumpul) bahwa
harga yang akan diberikan pedagang (pengumpul) harus selalu sesuai dengan pasaran,
akan tetapi setelah perjanjian itu disepakati pedagang (pengumpul) tidak memenuhi
prestasinya dengan membeli sayuran di bawah harga yang ditetapkan pasar yaitu
apabila harga sayuran di pasar menurun, maka pedagang (pengumpul) akan membeli

9
Bilal, pedagang (pengumpul), wawancara, tanggal 1 juni 2017
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(1) Agustus 2017 113
Khairunnisa

dengan harga yang lebih rendah dan apabila harga naik maka pedagang (pengumpul)
tidak menaikan harga sayuran tersebut, sehingga menimbulkan wanprestasi.10
e) Pedagang (pengumpul) tidak membayar lunas sisa pembayaran
Pembayaran dengan sistem panjar adalah pembayaran yang dilakukan oleh
pedagang (pengumpul) dengan hanya membayar sebagian harga sayur kepada petani
dengan mengambil sayuran yang dimiliki petani untuk diperdagangkan dipasar,
sedangkan pembayaran akan dilunasi setelah pedagang (pengumpul) menjual habis
sayuran tersebut. Akan tetapi saat sayuran telah habis terjual, pedagang (pengumpul)
tidak melunasi pembayarannya kepada petani sebagaimana yang telah disepakati
sebelumnya.hal ini menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian yang
diseapakati oleh petani dan pedagang (pengumpul).11
f) Pedagang (pengumpul) menunda- nunda pembayaran
Faktor penyebab wanprestasi selanjutnya yaitu pedagang (pengumpul) menunda-
nunda pembayaran, walaupun pada akhirnya pedagang (pengumpul) melunasi
pembayaran tersebut namun pelunasan tersebut baru akan dilakukan setelah
melewati jangka waktu yang ditentukan. Saat petani mengingatkan dan melakukan
penagihan secara berulang-ulang kepada pedagang (pengumpul), tindakan petani
tersebut tidak membuahkan hasil, dan pembayaran secara lunas baru akan diberikan
oleh pedagang (pengumpul) setelah jauh dari tempo waktu yang ditentukan.12
g) Pedagang (pengumpul) tidak jujur saat menimbang/menghintung jumlah sayur13
Pada saat panen hasil perkebunan bersamaan dengan panen sayuran petani
tersebut akan lebih fokus untuk mengurus hasil perkebunan dari pada sayuran. Oleh
karena itu, pada saat pedagang (pengumpul) datang ke perkebunan petani, petani
tersebut akan mempercayakan seluruh hasil panen sayuran tersebut kepada pedagang
(pengumpul) mulai dari memetik sampai menimbang sayuran tersebut. Hal ini
dikarenakan jual beli tersebut dilandasi rasa saling percaya. Akan tetapi terdapat
pedagang yang tidak jujur dalam menimbang hasil panen tersebut karena tidak
diawasi oleh petani yang bersangkutan, hal demikian sangat merugikan petani.
h) Keadaan rugi yang dialami pedagang (pengumpul)
Keadaan rugi yang tidak dapat diprediksi membuat pedagang terlambat dalam

10
Nur Hasidah, petani, wawancara, tanggal 1 juli 2017
11
Rahmi yanti, petani,wawancara, tanggal 20 juni 2017
12
Fitri,Petani,wawancara,Tanggal 21 juni 2017
13
Suhatsyah, Petani, wawancara, tanggal 1 juli 2017
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(1) Agustus 2017 114
Khairunnisa

melunasi sisa pembayaran kepada petani yang dalam hal ini termasuk kedalam
katagori wanprestasi.

3. Penyelesaian Wanprestasi Yang Dilakukan Oleh Petani dan Pedagang


(Pengumpul)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di kawasan pertanian Kabupaten


Aceh Tengah Kecamatan Bies didapatkan hasil bahwa penyelesaian wanprestasi dilakukan
dengan beberapa cara yaitu :
1. Mengambil barang milik pedagang sebagai jaminan
Upaya ini dilakukan apabila pedagang (pengumpul) tidak memiliki itikad baik
dalam melunasi sisa uang hasil penjualan sayuran kepada petani.Selain itu petani telah
berulang kali melakukan upaya penagihan kepada pedagang (pengumpul) namun
tidak menemukan titik terang. Maka, langkah ini merupakan alternatif terakhir dalam
penyelesaian sengketa wanprestasi yang dilakukan oleh pedagang (pengumpul) yaitu
dengan cara mengambil barang milik pedagang yang memiliki harga yang sesuai
dengan jumlah hutang yang dimiliki oleh pedagang tersebut atau mengambil barang
yang harganya mendekati nominal hutang pedagang (pengumpul) tersebut sebagai
jaminan.
2. Musyawarah14
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Musyawarah adalah pembahasan
bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah.15Apabila
petani melakukan wanprestasi dengan tidak memenuhi prestasinya dalam bentuk tidak
menjaga kualitas dari sayuran yang dimiliki, maka langkah penyelesaian yang diambil
oleh pedagang (pengumpul) adalah dengan cara melakukan musyawarah dengan
petani, biasanya dengan menurunkan harga jual sayur-mayur tersebut atau mengambil
jalan tengah dengan menetapkan harga yang sesuai antara keinginan petani dan
pedagang (pengumpul), Selain itu musyawarah ini juga dapat diterapkan pada
sengketa wanprestasi yang dikarenakan keadaan rugi yang dialami pedagang.

14
Bilal, pedagang (pengumpul),wawancara, tanggal 1 Juli 2017
15
Tim Penyusun Pusat Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI), Balai Pustaka, 2007
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(1) Agustus 2017 115
Khairunnisa

3. Mengembalikan uang16
Mengembalikan uang adalah langkah yang akan dilakukan oleh petani apabila
petani sayur tidak memenuhi prestasinya pada saat menjual sayuran miliknya kepada
pedagang (pengumpul) yang lain, saat petani menerima uang panjar dari pedagang
(pengumpul) dengan menjanjikan bahwa ia akan menjual hasil panen sayurannya
kepada pedagang (pengumpul), namun kenyataannya setelah tiba waktu panen, petani
mengingkari janji, yaitu petani melakukan wanprestasi dengan alasan pedagang
(pengumpul) lain dapat membeli sayuran miliknya dengan harga yang lebih mahal.
Penyelesaian dengan cara mengembalikan uang ini sering mengakibatkan
ketidakharmonisan hubungan dari para pihak, karena salah satu pihak yaitu pedagang
(pengumpul) merasa telah dibohongi petani karena tidak menjual sayuran yang
dijanjikan tersebut kepadanya, sehingga berakibat putusnya hubungan baik dalam
melakukan perjanjian jual beli sayuran diantara para pihak.17
4. Mengembalikan sayuran18
Hal ini terjadi karena pedagang (pengumpul) tidak memenuhi prestasinya untuk
memberikan harga sesuai dengan yang diperjanjikan, dimana awalnya para pihak
sepakat untuk menetapkan harga dari sayuran yang akan dijual sesuai dengan
perkembangan harga pasaran, apabila harga pasaran naik maka harga sayuran juga
secara otomatis akan ikut naik akan tetapi apabila harga pasaran turun maka harga
barang juga akan ikut turun, hal ini berlaku apabila sayuran yang diambil oleh
pengumpul dengan tidak membayar harga terlebih dahulu sebelum sayuran itu terjual
di pasar dengan kata lain pedagang (pengumpul) membayar panjar kepada petani.
Untuk mengatasi wanprestasi tersebut maka langkah yang di ambil oleh para pihak
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah dengan mengembalikan sayuran
yang telah diambil oleh pedagang (pengumpul), akan tetapi apabila barang tersebut
sudah terjual sebagian, maka pedagang (pengumpul) wajib mengembalikan sayuran
yang belum terjual.
5. Penagihan langsung19
Apabila pedagang (pengumpul) melakukan wanprestasi dengan cara menunda-
nunda pembayaran, sehingga melebihi jangka waktu yang telah ditentukan atau tidak

16
Susi,pedagang (pengumpul), Wawancara,Tanggal 2 Juli 2017
17
Susi, pedagang (pengumpul), Wawancara,Tanggal 2 juli 2017
18
Nur Hasidah, Petani, wawancara, Tanggal 1 Juli 2017
19
Surahman, Petani, Wawancara, Tanggal 20 Juni 2017
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(1) Agustus 2017 116
Khairunnisa

membayar lunas sama sekali, maka langkah yang akan dilakukan oleh petani sayuran
adalah dengan cara mengingatakan pedagang (pengumpul) untuk memenuhi
prestasinya, dengan cara penagihan berulang-ulang yang dilakukan oleh petani kepada
pedagang (pengumpul).
6. Membayar uang berdasarkan jumlah timbangan yang sebenarnya20
Wanprestasi yang terjadi antara petani dengan pengumpul yaitu pada saat
pengumpul tidak memenuhi prestasinya sebagaiamana mestinya dengan melakukan
penimbangan atau penghitungan yang tidak jujur terhadap sayuran yang dibelinya, hal
ini terjadi karena kurangnya pengawasan petani saat pedagang (pengumpul)
melakukan penimbangan atau penghitungan sayuran. Adapun penyelesaian yang
dilakukan oleh para pihak untuk menyelesaikan wanprestasi seperti ini adalah dengan
cara pedagang (pengumpul) harus membayar sejumlah uang kepada petani
berdasarkan jumlah timbangan yang dikatakan pedagang (pengumpul) kepada
masyarakat.

KESIMPULAN
Perjanjian jual beli sayuran antara petani dengan pengumpul di lakukan dalam bentuk
lisan. Dimana bentuk perjanjian lisan dalam jual beli sayuran antara petani dan pedagang
(pengumpul) ini sering menimbulkan wanprestasi karena pengumpul tidak merasa terikat
akan perjanjian tersebut.
Faktor penyebab terjadinya wanpestasi antara petani dan pengumpul yaitu (a) Tidak
adanya itikad baik dari pedagang (pengumpul), (b) petani tidak menjaga kualitas sayuran, (c)
petani tidak memenuhi prestasinya, (d) pedagang (pengumpul) tidak memberikan harga yang
pantas, (e) pedagang (pengumpul) tidak membayar lunas sisa pembayaran, (f) pedagang
(pengumpul) menunda-nunda pembayaran, (g) pedagang (pengumpul) tidak jujur saat
melakukan penimbangan/penghitungan jumlah sayuran, (h) keadaan rugi yang dialami oleh
pedagang (pengumpul).
Penyelesaian wanprestasi yang dilakuikan antara petani dan pengumpul dapat
dikategorikan sebagai berikut yaitu (a) Mengambil barang milik pedagang sebagai jaminan,
(b) Melakukan musyawarah, (c) Pengembalian uang, (d) Pengembalian sayuran (e)
Penagihan langsung dan (f) Pembayaran uang berdasarkan jumlah uang yang sebenarnya.

20
Suhatsyah, Petani, wawancara,Tanggal 1 Juli 2017
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 1(1) Agustus 2017 117
Khairunnisa

DAFTAR PUSTAKA

Qiromsyamsudin M, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangan, Yogyakarta,


Liberty, 1985

Tim Penyusun Pusat Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI), Balai Pustaka, 2007

Wirdjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Cetakan ke12, Bandung: Sumur


Bandung, 1993

Http://www.AcehTengah Kab.go.id

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Anda mungkin juga menyukai