Anda di halaman 1dari 20

SYOK NEUROLOGIK

1. Definisi
Syok neurologik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari
syok distributif, Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor
karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh
sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung
(capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah
sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma
kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam. Syok neurogenik,
merupakan tipe lain dari syok distributif, yaitu akibat kehilangan atau
supresi dari tonus simpatik. Kekurangan hantaran tonus simpatik
menyebabkan penurunan perfusi jaringan dan inisiasi dari respon syok
umum (Linda, 2008).

Syok spinal juga diketahui sebagai syok neurogenik adalah akibat


dari kehilangan tonus vasomotor yang mengakibatkan dilatasi vena dan
arteriol umum. Syok ini menimbulkan hipotensi, dengan penumpukan
darah pada pembuluh penyimpan atau penampung dan kapiler organ
splanknik. Tonus vasomotor dikendalikan dan dimediasi oleh pusat
vasomotor di medulla dan serat simpatis yang meluas ke medulla spinalis
sampai pembuluh darah perifer secara berurutan. Karenanya kondisi
apapun yang menekan fungsi medulla atau integritas medulla spinalis serta
persarafan dapat mencetuskan syok neurogenik/syok spinal (Tambayong,
2000).
Syok neurogenik disebabkan oleh kerusakan alur simpatik di spinal
cord. Alur system saraf simpatik keluar dari torakal vertebrae pada daerah
T6. Kondisi pasien dengan syok neurogenik : Nadi normal, tekanan darah
rendah , keadaan kulit hangat, normal, lembab Kerusakan alur simpatik
dapat menyebabkan perubahan fungsi autonom normal (elaine cole, 2009).
2. Etiologi
Syok neurogenik disebabkan oleh gangguan susunan saraf
simpatis, yang menyebabkan dilatasi arteriola dan kenaikan kapasitas
vakular. Tekanan darah sistolik biasanya akan turun hingga dibawah 80-90
mmHg walaupun curah jantung normal atau meningkat. Pingsan yang
biasa merupakan contoh syok neurogenik sementara. Kerusakan medula
spinalis servikalis merupakan sebab tersering syok neurogenik traumatik.
(Boswick, 1997).

Syok neurogenik disebabkan oleh kerusakan alur simpatik di spinal


cord. Alur system saraf simpatik keluar dari torakal vertebrae pada daerah
T6. Kondisi pasien dengan syok neurogenik : Nadi normal, tekanan darah
rendah , keadaan kulit hangat, normal, lembab. Kerusakan alur simpatik
dapat menyebabkan perubahan fungsi autonom normal (elaine cole, 2009).

3. Maniifestasi Klinis
Syok neurogenik spinal ditandai dengan kulit kering, hangat, dan
bukan dingin, lembab seperti yang terjadi pada syok hipovolemik. Tanda
lainnya adalah bradikardia dan bukan takikardia seperti yang terjadi pada
bentuk syok lainnya (Smeltzer & Brenda 2013).
Gangguan neurologis akibat syok neurogenik dapat meliputi
paralisis flasid, reflex ekstremitas hilang dan priapismus (Leksana, 2015).
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok
neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah
cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan
adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan
pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi
bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol,
kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna
kemerahan.

4. Patofisiologi dan Patoflow


Syok neurogenik disebabkan oleh cedera pada medulla spinalis
yang menyebabkan gangguan aliran keluar otonom simpatis. Sinyal-sinyal
tersebut berasal dari kornu grisea lateralis medulla spinalis antara T1 dan
L2. Konsekuensi penurunan tonus adrenergic adalah ketidakmampuan
meningkatkan kerja inotopik jantung secara tepat dan konstriksi buruk
vaskularisasi perifer sebagai respon terhadap stimulasi eksitasional. Tonus
vagal yang tidak mengalami perlawanan menyebabkan hipotensi dan
bradikardia. Vasodilatasi perifer menyebabkan kulit menjadi hangat dan
kemerahan. Hipotermia dapat disebabkan oleh tidak adanya vasokontriksi
pengatur otonomik pada redistribusi darah ke inti tubuh. Lebih tinggi
tingkat cedera medulla spinalis karena lebih banyak massa tubuh terpotong
dari regulasi simpatisnya. Syok neurogenik biasanya tidak terjadi cedera
dibawah T6 (Greenberg, dkk. 2007).
 Patoflow
Etiologi ; kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, industri,dan kecelakaan lain
seprti pada bangunan, luka tusuk, luka tembak, trauma

Mekanisme trauma; fleksi, kompresi vertikal, hiperekstansi atau


retrofleksi, fleksi lateral dan fraktur dislokasi

Fraktur pada tulang


blakang

Cedera kolumna vertebralis,


cedera medulla spinalis

Perdarahan pada sum-sum


tulang hematomelia

perpindahan cairan dari intra


seluler ke ektra seluler

Penurunan aliran darah Sindroma


Perfusi jaringan tdk efektif
ke jaringan otak kompatemen
penurunan kesadaran

Reaksi peradangan
Resiko perfusi jaringan
serebral tidak efektif

agen-agen
Herniasi saraf/putusnya saraf Resiko injury
peradangan

Nyeri akut Sensasi nyeri


Herniasi saraf/putusnya saraf

Servical Torakolumbalis Sakralis

C1-C4 C4-C7 T1-T12 S2-S4


S2-S3
Torakolumbalis
Blok saraf simpatis
Gangguan
termostat
Kerusakan saraf
Block saraf motorik motorik bawah
Kelumpuhan otot pernafasan

Peningkatan suhu
tubuh secara
Iskemia hipoksemia Kelumpuhan otot- mendadak Tidak mampu
otot ekstremitas menunda defekasi

Hipoventilasi Sesak nafas Hipertermia


Hambatan Inkontinensia
mobilisasi fisik defekasi

gagal nafas
Pola nafas tidak
efektif
T2-T12

Akral dingin, nadi


cepat dan lemah
Dipasang Penis erection
Gangguan saraf
jalan nafas
hipoglosal
buatan

Disfungsi seksual
Kesulitan dalam menelan

Obstruksi jalan nafas krna slem


Syok
Gangguan menelan
b

Tidak efektifan
bersihan jalan nafas

Nutrisi kurang dari kebutuhan


5. Pengkajian
 Identitas Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, suku bangsa,
agama, status perkawinan, alamat.
 Keluhan utama
Menurut Nursalam (2008), keluhan utama adalah keluhan saat
petama kali mengkaji (data baru). Biasanya pada pasien Syok
Neurogenik mengalami defisit neurologis dalam bentuk
quadriplegia atau paraplegia. Sedangkan pada keadaan lanjut,
sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat.
Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler
dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna
kemerahan.
 Riwayat kesehatan saat ini
Menurut Nursalam (2008), riwayat penyakit saat ini adalah hal
yang menjadi penyebab utama klien atau alasan klien datang ke
Rumah Sakit. Biasanya penyebeb utama klien mengalami Syok
Neurogenik adalah karena SCI(spinal cord injury), nyeri hebat
pada fraktur tulang, atau trauma kepala (terdapat gangguan pada
pusat otonom).
 Riwayat penyakit dahulu
Beberapa hal penting yang perlu diketahui pada pasien baik dari
keluarga maupun teman dekatnya dalam pengkajian riwayat
kesehatannya, antara lain: Riwayat trauma, riwayat penyakit
jantung, riwayat infeksi, riwayat pemakaian anafilaktik.
 Psikokultural Mengkaji respon klien terhadap penyakit dan
perannya dalam keluarga dan masyarakat. Adanya kelemahan fisik,
dan prognosis penyakit yang berat akan memberikan dampak rasa
cemas dan koping yang maladaptif pada klien.
6. Pemeriksaan Fisik

a. Sistem Neurologi

Kaji tingkat kesadaran: dengan melakukan pertanyaan


tentang kesadaran pasien terhadap waktu, tempat dan orang, kaji
status mental.
Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk lokasi,
durasi, tipe dan pengobatannya.
Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau mengalami
gangguan. Kaji adanya hilang rasa, rasa terbakar/panas dan baal.
Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan otot,
pergerakan dan postur
Kaji adanya kejang atau tremor. Kaji catatan penggunaan obat dan
diagnostik tes yang mempengaruhi SSP.
Pemeriksaan 12 nervus:
Nervus Olfaktori (N. I): Fungsi: saraf sensorik, untuk penciuman.
Cara Pemeriksaan: pasien memejamkan mata, disuruh
membedakan bau yang dirasakan (kopi, teh,dll)
Nervus Optikus (N. II) : Fungsi: saraf sensorik, untuk penglihatan.
Cara Pemeriksaan: Dengan snelend card, dan periksa lapang
pandang.
Nervus Okulomotoris (N. III), nervus trokhlearis (N. IV), dan
nervus Abdusen (N. VI) dijaki bersama. Fungsi: saraf motorik,
untuk mengangkat kelopak mata keatas, kontriksi pupil, dan
sebagian gerakan ekstraokuler. Cara Pemeriksaan: Tes putaran bola
mata, menggerakan konjungtiva, refleks pupil dan inspeksi kelopak
mata.
Nervus Trochlearis (N. IV), Fungsi: saraf motorik, gerakan mata
kebawah dan kedalam. Cara Pemeriksaan: Sama seperti nervus III.
Nervus Trigeminus (N. V). Fungsi: saraf motorik, gerakan
mengunya, sensai wajah, lidah dan gigi, refleks korenea dan refleks
kedip. Cara Pemeriksaan: menggerakan rahang kesemua sisi,
pasien memejamkan mata, sentuh dengan kapas pada dahi atau
pipi. menyentuh permukaan kornea dengan kapas.
Nervus Abdusen (N. VI), Fungsi: saraf motorik, deviasi mata ke
lateral. Cara pemeriksaan: sama seperti nervus III
Nervus Fasialis (N. VII), Fungsi: saraf motorik, untuk ekspresi
wajah. Cara pemeriksaan: senyum, bersiul, mengngkat alis mata,
menutup kelopak mata dengan tahanan, menjulurkan lida untuk
membedakan gula dan garam.
Nervus Verstibulocochlearis (N. VIII), Fungsi: saraf sensorik,
untuk pendengran dan keseimbangan. Cara pemeriksaan: test
webber dan rinne.
Nervus Glosofaringeus (N. IX), fungsi: saraf sensorik dan motorik,
untuk sensasi rasa. Cara pemeriksaan: membedakan rasa manis dan
asam.
Nervus Vagus (N. X), Fungsi: saraf sensorik dan motorik, refleks
muntah dan menelan. Cara pemeriksaan: menyentuh faring
posterior, pasien menelan saliva, disuruh mengucap ah…
Nervus Asesoris (N. XI), Fungsi: saraf motorik, untuk
menggerakan bahu, cara pemeriksaan: suruh pasien untuk
menggerakan bahu dan lakukan tahanan sambil pasien melawan
tahanan tersebut.
Nervus Hipoglosus, Fugsi: saraf motorik, untuk gerakan lidah. cara
pemeriksaan: pasien disuruh menjulurkan lidah dan menggerakan
dari sisi ke sisi.(Jane Hokanson Hawks,2014)

b. Sistem cardiovaskuler
Kaji nadi : frekuensi, irama, kualitas (keras dan lemah)
serta tanda penurunan kekuatan/pulse deficit. Periksa tekanan
darah : kesamaan antara tangan kanan dan kiri atau postural
hipotensi
Inspeksi vena jugular seperti distensi, dengan membuat posisi semi
fowlers. Cek suhu tubuh dengan metode yang tepat, atau palpasi
kulit. Palpasi dada untuk menentukan lokasi titik maksimal denyut
jantung
Auskultasi bunyi jantung S1- S2 di titik tersebut, adanya bunyi
jantung tambahan, murmur dan bising. Inspeksi membran mukosa
dan warna kulit, lihat tanda sianosis (pucat) atau kemerahan
Palpasi adanya edema di ekstremitas dan wajahPeriksa adanya jari-
jari tabuh dan pemeriksaan pengisian kapiler di kuku
Kaji adanya tanda-tanda perdarahan (epistaksis, perdarahan saluran
cerna, phlebitis, kemerahan di mata atau kulit. Kaji obat-obatan
yang mempengaruhi sistem kardiovaskular dan test diagnostik.
c. Sistem Respirasi (Pernapasan)
Kaji keadaan umum dan pemenuhan kebutuhan respirasi,
kaji respiratory rate, irama dan kualitasnya. Inspeksi fungsi otot
bantu napas, ukuran rongga dada, termasuk diameter anterior dan
posterior thorax, dan adanya gangguan spinal. Palpasi posisi trakea
dan adanya subkutan emphysema
Auskultasi seluruh area paru dan kaji suara paru normal (vesikular,
bronkovesikular, atau bronkial) dan kaji juga adanya bunyi paru
patologis(wheezing, cracles atau ronkhi). Kaji adanya keluhan
batuk, durasi, frekuensi dan adanya sputum/dahak, cek warna,
konsistensi dan jumlahnya dan apakah disertai darah. Kaji adanya
keluhan sesak napas, dyspnea dan orthopnea. Inspeksi membran
mukosa dan warna kulit. Tentukan posisi yang tepat dan nyaman
untuk meningkatkan fungsi pernapasan pasien. Kaji apakah klien
memiliki riwayat merokok (jumlah per hari) dan berapa lama telah
merokok. Kaji catatan obat terkait dengan sistem pernapasan dan
test diagnostik
d. Sistem Pencernaan
Inspeksi keadaan umum abdomen : ukuran, kontur, warna
kulit dan pola pembuluh vena (venous pattern). Auskultasi
abdomen untuk mendengarkan bising usus. Palpasi abdomen untuk
menentukan : lemah, keras atau distensi, adanya nyeri tekan,
adanya massa atau asites
Kaji adanya nausea dan vomitus. Kaji tipe diet, jumlah,
pembatasan diet dan toleransi terhadap diet. Kaji adanya perubahan
selera makan, dan kemampuan klien untuk menelan. Kaji adanya
perubahan berat badan. Kaji pola eliminasi : BAB dan adanya
flatus. Inspeksi adanya ileostomy atau kolostomi, yang nantinya
dikaitkan dengan fungsi (permanen atau temporal), kondisi stoma
dan kulit disekitarnya, dan kesediaan alat. Kaji kembali obat dan
pengkajian diagnostik yang pasien miliki terkait sistem GI
e. SistemPerkemihan
Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam,
warna, kekeruhan dan ada/tidaknya sedimen. Kaji keluhan
gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria, serta
riwayat infeksi saluran kemih. Palpasi adanya distesi bladder
(kandung kemih). Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys
catheter, silikon kateter atau urostomy atau supra pubik kateter.
Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang
terkait dengan sistem perkemihan
f. Sistem Integumen
Kaji integritas kulit dan membrane mukosa, turgor, dan
keadaan umum kulit (jaundice, kering) . Kaji warna kulit, pruritus,
kering, odor. Kaji adanya luka, bekas operasi/skar, drain,
dekubitus, dsb. Kaji resiko terjadinya luka tekan dan ulkus. Palpasi
adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu. Kaji riwayat
pengobatan dan test diagnostik terkait sistem integument
g. Sistem muskuloskeletal
Kaji adanya nyeri otot, kram atau spasme. Kaji adanya
kekakuan sendi dan nyeri sendi. Kaji pergerakan ekstremitas
tangan dan kaki, ROM (range of motion), kekuatan otot. Kaji
kemampuan pasien duduk, berjalan, berdiri, cek postur tubuh. Kaji
adanya tanda-tanda fraktur atau dislokasi. Kaji ulang pengobatan
dan test diagnostik yang terkait sistem musculoskeletal
h. Sistem Physikososial
Kaji perasaan pasien tentang kondisinya dan penyakitnya.
Kaji tingkat kecemasan, mood klien dan tanda depresi. Kaji
pemenuhan support sistem. Kaji pola dan gaya hidup klien yang
mempengaruhi status kesehatan. Kaji riwayat penyalah gunaan
obat, narkoba, alkohol, seksual abuse, emosional dan koping
mekanisme. Kaji kebutuhan pembelajaran dan penyuluhan
kesehatan.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan CT- scan Berhubungan dengan omen atau lavasi
peritoneal bila diduga ada perdarahan atau cedera berhubungan
dengan ominal (Batticaca, 2008). Menentukan tempat luka/jejas,
mengevalkuasi gangguan structural.
b. Elektrolit serum menunjukkan kekurangan cairan dan elektrolit.
c. Sinar X spinal: menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur ,
dislokasi), untuk kesejajaran traksi atau operasi.
d. MRI: mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan
kompresi.
e. Mielografi: untuk memperlihatkan kolumna spinalis jika terdajat
oklusi pada subaraknoid medulla spinalis.
f. Rongent torak : untuk memperlihatkan keadan paru.
g. Pemeriksaan fungsi paru: mengukur volume inspirasi maksimal
dan ekpirasi maksimal terutama pada kasus trauma servikal bagian
bawah.
h. AGD : menunjukan keefektifan pertukaran gas atau upaya
ventilasi.

8. Analisa Data

NO Data Etiologi Diagnosa

1. DS : Putusnya saraf Ketidak


-pasien efektifan
mengatakan Servical bersihan jalan
sesak nafas
-pasien C1-C4

mengatakan
sputum tidak
bisa keluar Blok saraf simpatis
DO : Kelumpuhan otot pernafasan
-batuk tidak
efektif Iskemia hipoksemia

-takipneu
Sesak nafas
-ada bunyi nafas
Pola nafas tidak efektif
tambahan:ronchi,
wheezing, rales,
Dipasang jalan nafas
crakles
buatan(intubasi/trakheostomi
- produksi
)
sputum aktif
- RR >30x/mnt
Ketidak mampuan
membuang slem

Obstruksi jalan nafas

Ketidakefektifan jalan nafas

2. DS : Putusnya saraf Pola nafas tidak


-pasien efektif
mengatakan Cervical
sesak
DO : C1-C4

-sianosis
Blok saraf simpatis
-adanya nafas
tambahan (wob,
Kelumpuhan otot pernafasan
pch)
-perubahan ritme
Iskemia hipoksemia
dan frekuensi
nafas Sesak nafas
- gelisah
- sianosis Pola nafas tidak efektif
- dispneu
-adanya tanda
tanda saturasi
turun
- takipneu

3. DS : Fraktur pada tulang belakang Gangguan


DO : perfusi jaringan
- hipotensi Cedera kolumna vertebralis
- bradikardi Cedera medulla spinalis

Perdarahan pada sum-sum


tulang hematomiela

Perpindahan cairan dari


intraseluler ke ekstra seluler

Sindroma kompatemen

Perfusi jaringan tidak efektif

4. DS : Putusnya saraf Hambatan


-pasien mobilitas fisik
mengatakan Torakolumbalis , C4-C7
tidak dapat
bergerak Block saraf motorik

DO :
Kelumpuhan otot-otot
- tampak adanya
ekstremitas
kelemahan pada
ektremitas atas
Hambatan mobilisasi fisik
dan bawah
- kekuatan otot

5. DS : Fraktur pada tulang belakang Nyeri akut


-pasien
mengatakan
nyeri pada bekas Cedera medulla spinalis
trauma
DO : Reaksi peradangan
- takikardi
- skala nyeri (0- Agen-agen peradangan

10) bradikinin

- TD naik
Sensasi nyeri

Nyeri akut

9. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas
b. Pola napas tidak efektif b.d kelumpuhan otot pernapasan
(diafragma), kompresi medula spinalis
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
aliran balik vena dan penurunan curah jantung
d. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
kerusakanfungsi motorik dan sensori.
e. Nyeri akut b.d kompresi saraf

10. Rencana Perawatan

N Diagnosa Tujuan Intervensi


O
1. Ketidak Setelah dilakukan tindakan - monitoring ttv
efektifan keperawatn 3x24 jam, pasien
- monitor status respirasi :
bersihan jalan diharapkan menunjukkan
adanya suara nafas
nafas b.d status pernapasan kepatenan
tambahan, sianosis
obstruksi jalan jalan nafas efektif
nafas - jaga kepatenan jalan nafas
Dengan kriteria hasil :
- identifikasi kebutuhan
- pasien dapat batuk efektif
insersi jalan nafas buatan
- tidak ada bunyi nafas
- buka jalan nafas,
tambahan (ronchi, wheezing,
fisioterapi dada sesuai
rales, crakles)
indikasi
-pasien dapat mengeluarkan
- Ajarkan teknik nafas
sputum
dalam & batuk efektif
- RR 16-20 x/mnt
- AGD
-
- lakukan pengisapan oral
atau trakhea sesuai
kebutuhan

- pantau status
hemodinamik dan status
oksigen pasien

- catat jenis dan jumlah


sekret

- atur posisi pasien 45°


untuk pengembangan dada

2. Pola napas setelah dilakukan tindakan Kelola oksigen dengan


tidak efektif keperawatn 3x24 jam, pasien metode yang sesuai, misal
b.d diharapkan menunjukkan masker, nasal kanul,
kelumpuhan status pernapasan ventilasi intubasi.
otot
- Berikan oksigen masker
pernapasan tidak terganggu. 3lpm
(diafragma),
Dengan kriteria hasil : - Memelihara kepatenan
kompresi
jalan nafas; menjaga kepala
medula - tidak adanya gangguan
dalam posisi yang tepat.
spinalis pernapasan
Menggunakan jalan nafas
- AGD dalam batas normal tambahan

- tidak ada tanda-tanda -Memeriksa serangan tiba-


sianosis tiba dari dipsneu, sianotis
dan tanda lain yang
- CRT <2detik
mengarah pada distress
- tidak adanya nafas nafas
tambahan
- Auskultasi bunyi nafas.
- nafas tdk takipneu Catat area dimana terjadi
perubahan suara nafas

- Kaji warna kulit dari


sianosis, kehitam hitaman

- Kaji distensi abdomen dan


spasme otot

3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan - Pertahankan ekstrimitas


perfusi keperawatn 3x24 jam dapat dengan posisi tergantung
jaringan mengembalikan perfusi
-Mempertahakan
berhubungan jaringan yang adekuat
ekstrimitas Hangat
dengan Dengan kriteria hasil :
penurunan - tekanan darah dalam - Auskultasi frekuensi dan
aliran balik rentang normal irama jantung. Catat
vena dan - nadi perifer kuat terjadinya bunyi jantung
penurunan - tidak terjadi perubahan ekstra
curah jantung sensasi
- Observasi perubahan
- tidak terjadi perubahan
status Menta
warna kulit
- Observasi warna dan suhu
- suhu ektremitas hangat kulit/ membran mukosa

- Berikan cairan IV sesuai


indikasi

4. Hambatan Setelah dilakukan tindakan -Kaji fungsi-fungsi sensori


mobilitas fisik keperawatan 3x24 jam, dapat dan motorik pasien setiap 4
yang memperbaiki mobilitas jam
berhubungan Dengan kriteria hasil :
-Ganti posisi pasien setiap 2
dengan - pasien mampu
jam dengan memperhatikan
kerusakan menggunakan alat bantu
kestabilantubuh dan
fungsi motorik dengan baik
kenyamanan pasien.
dan sensori - pasien mamopu melakukan
aktifitas secara - Beri papan penahan pada
mandiridengan menggunakan kaki
alat bantu
-Gunakan otot orthopedhi,
- pasien mampu membalikan
edar, handsplits
posisi tubuh
- pasien mampu menggerakan - Lakukan ROM Pasif
sendi dan otot setelah 48- 72 setelah
-pasien mampu bergerak cedera 4-5 kali/hari
dengan mudah
- Monitor adanya nyeri dan
kelelahan pada pasien

5. Nyeri akut b.d Setelah dillakukan tindakan - Jelaskan dan bantu klien
kompresi saraf keperawatan selama 3x24 dengan tindakan pereda
jam, pasien menunjukan nyeri nonfarmakologi dan
penurunan rasa nyeri non invasi
Dengan kriteria hasil :
-Ajarkan Relaksasi :
- pasien mengatakan nyeri
Tehnik- tehnik untuk
hilang
menurunkan ketegangan
- nadi normal
otot rangka, yang dapat
- dapat mendemontrasikan
menurunkan intensitas nyeri
teknik relasasi
dan juga tingkatkan
- skala nyeri 0 (0-10) relaksasi masase

- Ajarkan metode distraksi


selama nyeri akut.

- Observasi tingkat nyeri,


dan respon motorik klien,
30 menit setelah pemberian
obat analgetik untuk
mengkaji efektivitasnya.
Serta setiap 1 - 2 jam
setelah tindakan perawatan
selama 1 - 2 hari.

Daftar Pustaka

Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada klien dengan


Gangguan Sistem persarafan. Jakarta : Salemba Medika. .
Cole, Elaine. 2009.Trauma Care: Initial Assessment and Management in
the Emergency Departement.
Greenberg, Michael I. dkk. 2007.Teks-Atlas Kedokteran
Kegawatdaruratan Greenberg. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Corwin, Elizabeth J. 2009.Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta. EGC.
Leksana, Ery. 2015.Dehidrasi dan Syok . Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. Vol 42 No. 5 hal 393.
Nurarif, Amin Huda Kusuma, Hardhi, (2012), Aplikasi Asuhan
Keperawatan NANDA NIC-NOC , Jakarta, Medi Action Publishing.
Smeltzer, Suzanne C. & Brenda G. Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan
Medikal- Bedah Brunner & Suddarth.Jakarta.EGC

Tambayong, Jan. 2000.Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Urden, Linda D., Stacy Kathleen M, & Lough, Mary E. 2012.Prioritas in


Critical Care Nursing-Seventh edition.St, Louis, Missouri: ELSEVIER
Buku Keperawatan Medikal Bedah oleh Joyce M. Black dan Jane
Hokanson Hawks tahun 2014
SYOK NEUROLOGIK
(SYOK SPINAL)

Disusun oleh :

KRISTIANTI, Amd. Kep

Anda mungkin juga menyukai