1. Definisi
Syok neurologik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari
syok distributif, Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor
karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh
sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung
(capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah
sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma
kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam. Syok neurogenik,
merupakan tipe lain dari syok distributif, yaitu akibat kehilangan atau
supresi dari tonus simpatik. Kekurangan hantaran tonus simpatik
menyebabkan penurunan perfusi jaringan dan inisiasi dari respon syok
umum (Linda, 2008).
3. Maniifestasi Klinis
Syok neurogenik spinal ditandai dengan kulit kering, hangat, dan
bukan dingin, lembab seperti yang terjadi pada syok hipovolemik. Tanda
lainnya adalah bradikardia dan bukan takikardia seperti yang terjadi pada
bentuk syok lainnya (Smeltzer & Brenda 2013).
Gangguan neurologis akibat syok neurogenik dapat meliputi
paralisis flasid, reflex ekstremitas hilang dan priapismus (Leksana, 2015).
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok
neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah
cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan
adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan
pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi
bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol,
kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna
kemerahan.
Reaksi peradangan
Resiko perfusi jaringan
serebral tidak efektif
agen-agen
Herniasi saraf/putusnya saraf Resiko injury
peradangan
Peningkatan suhu
tubuh secara
Iskemia hipoksemia Kelumpuhan otot- mendadak Tidak mampu
otot ekstremitas menunda defekasi
gagal nafas
Pola nafas tidak
efektif
T2-T12
Disfungsi seksual
Kesulitan dalam menelan
Tidak efektifan
bersihan jalan nafas
a. Sistem Neurologi
b. Sistem cardiovaskuler
Kaji nadi : frekuensi, irama, kualitas (keras dan lemah)
serta tanda penurunan kekuatan/pulse deficit. Periksa tekanan
darah : kesamaan antara tangan kanan dan kiri atau postural
hipotensi
Inspeksi vena jugular seperti distensi, dengan membuat posisi semi
fowlers. Cek suhu tubuh dengan metode yang tepat, atau palpasi
kulit. Palpasi dada untuk menentukan lokasi titik maksimal denyut
jantung
Auskultasi bunyi jantung S1- S2 di titik tersebut, adanya bunyi
jantung tambahan, murmur dan bising. Inspeksi membran mukosa
dan warna kulit, lihat tanda sianosis (pucat) atau kemerahan
Palpasi adanya edema di ekstremitas dan wajahPeriksa adanya jari-
jari tabuh dan pemeriksaan pengisian kapiler di kuku
Kaji adanya tanda-tanda perdarahan (epistaksis, perdarahan saluran
cerna, phlebitis, kemerahan di mata atau kulit. Kaji obat-obatan
yang mempengaruhi sistem kardiovaskular dan test diagnostik.
c. Sistem Respirasi (Pernapasan)
Kaji keadaan umum dan pemenuhan kebutuhan respirasi,
kaji respiratory rate, irama dan kualitasnya. Inspeksi fungsi otot
bantu napas, ukuran rongga dada, termasuk diameter anterior dan
posterior thorax, dan adanya gangguan spinal. Palpasi posisi trakea
dan adanya subkutan emphysema
Auskultasi seluruh area paru dan kaji suara paru normal (vesikular,
bronkovesikular, atau bronkial) dan kaji juga adanya bunyi paru
patologis(wheezing, cracles atau ronkhi). Kaji adanya keluhan
batuk, durasi, frekuensi dan adanya sputum/dahak, cek warna,
konsistensi dan jumlahnya dan apakah disertai darah. Kaji adanya
keluhan sesak napas, dyspnea dan orthopnea. Inspeksi membran
mukosa dan warna kulit. Tentukan posisi yang tepat dan nyaman
untuk meningkatkan fungsi pernapasan pasien. Kaji apakah klien
memiliki riwayat merokok (jumlah per hari) dan berapa lama telah
merokok. Kaji catatan obat terkait dengan sistem pernapasan dan
test diagnostik
d. Sistem Pencernaan
Inspeksi keadaan umum abdomen : ukuran, kontur, warna
kulit dan pola pembuluh vena (venous pattern). Auskultasi
abdomen untuk mendengarkan bising usus. Palpasi abdomen untuk
menentukan : lemah, keras atau distensi, adanya nyeri tekan,
adanya massa atau asites
Kaji adanya nausea dan vomitus. Kaji tipe diet, jumlah,
pembatasan diet dan toleransi terhadap diet. Kaji adanya perubahan
selera makan, dan kemampuan klien untuk menelan. Kaji adanya
perubahan berat badan. Kaji pola eliminasi : BAB dan adanya
flatus. Inspeksi adanya ileostomy atau kolostomi, yang nantinya
dikaitkan dengan fungsi (permanen atau temporal), kondisi stoma
dan kulit disekitarnya, dan kesediaan alat. Kaji kembali obat dan
pengkajian diagnostik yang pasien miliki terkait sistem GI
e. SistemPerkemihan
Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam,
warna, kekeruhan dan ada/tidaknya sedimen. Kaji keluhan
gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria, serta
riwayat infeksi saluran kemih. Palpasi adanya distesi bladder
(kandung kemih). Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys
catheter, silikon kateter atau urostomy atau supra pubik kateter.
Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang
terkait dengan sistem perkemihan
f. Sistem Integumen
Kaji integritas kulit dan membrane mukosa, turgor, dan
keadaan umum kulit (jaundice, kering) . Kaji warna kulit, pruritus,
kering, odor. Kaji adanya luka, bekas operasi/skar, drain,
dekubitus, dsb. Kaji resiko terjadinya luka tekan dan ulkus. Palpasi
adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu. Kaji riwayat
pengobatan dan test diagnostik terkait sistem integument
g. Sistem muskuloskeletal
Kaji adanya nyeri otot, kram atau spasme. Kaji adanya
kekakuan sendi dan nyeri sendi. Kaji pergerakan ekstremitas
tangan dan kaki, ROM (range of motion), kekuatan otot. Kaji
kemampuan pasien duduk, berjalan, berdiri, cek postur tubuh. Kaji
adanya tanda-tanda fraktur atau dislokasi. Kaji ulang pengobatan
dan test diagnostik yang terkait sistem musculoskeletal
h. Sistem Physikososial
Kaji perasaan pasien tentang kondisinya dan penyakitnya.
Kaji tingkat kecemasan, mood klien dan tanda depresi. Kaji
pemenuhan support sistem. Kaji pola dan gaya hidup klien yang
mempengaruhi status kesehatan. Kaji riwayat penyalah gunaan
obat, narkoba, alkohol, seksual abuse, emosional dan koping
mekanisme. Kaji kebutuhan pembelajaran dan penyuluhan
kesehatan.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan CT- scan Berhubungan dengan omen atau lavasi
peritoneal bila diduga ada perdarahan atau cedera berhubungan
dengan ominal (Batticaca, 2008). Menentukan tempat luka/jejas,
mengevalkuasi gangguan structural.
b. Elektrolit serum menunjukkan kekurangan cairan dan elektrolit.
c. Sinar X spinal: menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur ,
dislokasi), untuk kesejajaran traksi atau operasi.
d. MRI: mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan
kompresi.
e. Mielografi: untuk memperlihatkan kolumna spinalis jika terdajat
oklusi pada subaraknoid medulla spinalis.
f. Rongent torak : untuk memperlihatkan keadan paru.
g. Pemeriksaan fungsi paru: mengukur volume inspirasi maksimal
dan ekpirasi maksimal terutama pada kasus trauma servikal bagian
bawah.
h. AGD : menunjukan keefektifan pertukaran gas atau upaya
ventilasi.
8. Analisa Data
mengatakan
sputum tidak
bisa keluar Blok saraf simpatis
DO : Kelumpuhan otot pernafasan
-batuk tidak
efektif Iskemia hipoksemia
-takipneu
Sesak nafas
-ada bunyi nafas
Pola nafas tidak efektif
tambahan:ronchi,
wheezing, rales,
Dipasang jalan nafas
crakles
buatan(intubasi/trakheostomi
- produksi
)
sputum aktif
- RR >30x/mnt
Ketidak mampuan
membuang slem
-sianosis
Blok saraf simpatis
-adanya nafas
tambahan (wob,
Kelumpuhan otot pernafasan
pch)
-perubahan ritme
Iskemia hipoksemia
dan frekuensi
nafas Sesak nafas
- gelisah
- sianosis Pola nafas tidak efektif
- dispneu
-adanya tanda
tanda saturasi
turun
- takipneu
Sindroma kompatemen
DO :
Kelumpuhan otot-otot
- tampak adanya
ekstremitas
kelemahan pada
ektremitas atas
Hambatan mobilisasi fisik
dan bawah
- kekuatan otot
10) bradikinin
- TD naik
Sensasi nyeri
Nyeri akut
9. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas
b. Pola napas tidak efektif b.d kelumpuhan otot pernapasan
(diafragma), kompresi medula spinalis
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
aliran balik vena dan penurunan curah jantung
d. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
kerusakanfungsi motorik dan sensori.
e. Nyeri akut b.d kompresi saraf
- pantau status
hemodinamik dan status
oksigen pasien
5. Nyeri akut b.d Setelah dillakukan tindakan - Jelaskan dan bantu klien
kompresi saraf keperawatan selama 3x24 dengan tindakan pereda
jam, pasien menunjukan nyeri nonfarmakologi dan
penurunan rasa nyeri non invasi
Dengan kriteria hasil :
-Ajarkan Relaksasi :
- pasien mengatakan nyeri
Tehnik- tehnik untuk
hilang
menurunkan ketegangan
- nadi normal
otot rangka, yang dapat
- dapat mendemontrasikan
menurunkan intensitas nyeri
teknik relasasi
dan juga tingkatkan
- skala nyeri 0 (0-10) relaksasi masase
Daftar Pustaka
Disusun oleh :