Anda di halaman 1dari 7

Kliping

Energi Listrik Masa Depan

Disusun oleh :
Nama : Tsabita Prima Asyifa
Kelas : IX H
No.Absen : 30

SMP Negeri 1 Padamara


Tahun Pelajaran 2021/ 2022
Masa Depan Sistem Tenaga Listrik

1. Pendahuluan
Struktur sistem tenaga listrik di berbagai belahan dunia sedang mengalami perubahan yang
signifikan di era milenial ini. Walaupun di Indonesia belum terlalu tampak, bukan tidak mungkin
dalam beberapa tahun ke depan akan terasa perubahannya. Pernahkah pembaca sekalian
bayangkan kalau suatu hari daerah/kampung tempat tinggal pembaca memiliki sumber energi
listrik sendiri yang dikelola secara mandiri, menghasilkan energi listrik berlebih, dan kemudian
menjualnya ke PLN? Kurang lebih seperti itulah struktur sistem tenaga listrik yang
sedang emerging di berbagai negara. Struktur yang seperti menghasilkan klaster-klaster sistem
tenaga kecil yang disebut sebagai microgrid. Berbeda dengan sistem tenaga konvensional yang
berukuran raksasa dan dikelola secara terpusat oleh satu pengelola (di Indonesia, fungsi ini
dijalankan oleh PLN), microgrid sifatnya terdistribusi dan bisa menjangkau daerah-daerah
terpencil yang tidak terjamah grid utama.
Secara garis besar, terdapat perbedaan paradigma antara sistem tenaga berbasis pembangkit
konvensional dengan sistem tenaga “terdistribusi” ini. Sistem tenaga konvensional dibangun
berdasarkan lokasi sumber energi. Dimana sumber energi berada, di situlah pembangkit dibangun
dan dari situlah kemudian dibangun saluran transmisi dan distribusi yang sangat panjang untuk
menjangkau konsumen. Sayangnya, terkadang tidak semua konsumen bisa terjangkau oleh sistem
ini, terutama konsumen di daerah terpencil dengan aksesibilitas terbatas. Hal inilah yang
menjadi concern di sistem tenaga terdistribusi. Sistem tenaga terdistribusi dibangun berdasarkan
lokasi beban/konsumen. Dimana konsumen berada, di situ atau di dekat situlah sistem tenaga
dibangun. Karena kedekatan dengan konsumen ini, saluran transmisi dan distribusi praktis tidak
diperlukan lagi.
Microgrid bukannya tanpa kelemahan/kekurangan. Namun demikian, pada kenyataannya utilisasi
microgrid terus bertambah dengan pesat dan menjadi solusi yang efektif untuk mengatasi
kekurangan energi listrik di berbagai wilayah. Salah satu faktor pendorongnya adalah biaya
investasi pembangkit berbasis energi terbarukan yang semakin turun. Hal ini karena teknologi
terkait, seperti teknologi panel surya dan turbin angin, yang telah memasuki fase mature sehingga
dimungkinkan produksi masal dalam jumlah besar. Walaupun sumber energi di microgrid tidak
harus berupa energi terbarukan, pertumbuhan utilisasi energi terbarukan yang sangat pesat [1]
akan tetap menjadi driving-force utama pertumbuhan microgrid di tahun-tahun mendatang.
Contoh microgrid di dunia nyata ditunjukkan pada Gambar 1. Microgrid ini dibangun di area
kampus University of California, San Diego dan ditenagai oleh tiga pembangkit, yakni solar
panel, sel bahan bakar, dan combined heat and power (CHP). Selain itu, microgrid ini juga
dilengkapi dengan beragam perangkat penyimpan energi, yang meliputi baterai, ultrakapasitor,
dan perangkat berbasis termal. Proyek ini adalah contoh success story dalam implementasi
microgrid, dibuktikan dengan banyaknya investasi yang datang untuk pengembangan lebih lanjut
[2].
Gambar 1. Sebuah microgrid yang dibangun di area kampus University of California, San Diego
[2]

2. Struktur Microgrid

Pada prinsipnya, struktur microgrid mirip dengan grid (sistem tenaga) utama/konvensional, hanya
ukurannya yang jauh lebih kecil. Namun tidak semua sistem tenaga berskala kecil bisa disebut
sebagai microgrid. Definisi formal microgrid yang dipopulerkan US Department of Energy
berikut bisa menjadi acuan [3],

“A microgrid is a group of interconnected loads and distributed energy resources within clearly
defined electrical boundaries that acts as a single controllable entity with respect to the grid. A
microgrid can connect and disconnect from the grid to enable it to operate in both grid-
connected or island-mode.”
Jadi, untuk bisa disebut microgrid, sebuah sistem tenaga berskala kecil harus memenuhi syarat-
syarat berikut: (i) memiliki batas-batas yang jelas secara elektrik, (ii) mampu mengkonsolidasi
pembangkitan terdistribusi (distributed generation atau disingkat DG), beban, dan penyimpan
energi sebagai sebuah entitas tunggal, (iii) dapat beroperasi dalam mode islanding, yakni
memiliki self-sufficiency untuk menyuplai beban-beban kritis ketika tidak terhubung ke grid
utama, atau terhubung ke grid utama.
Dalam operasinya, sebuah microgrid bisa beroperasi secara mandiri (stand-alone microgrid)
ataupun terhubung ke grid utama (grid-connected microgrid). Microgrid yang didesain untuk
beroperasi secara mandiri lebih sederhana dalam perencanaannya, namun sangat rawan terhadap
fluktuasi dengan kondisi alam apabila menggunakan sumber energi terbarukan dalam porsi yang
besar. Karena itulah, operasi microgrid yang terhubung ke grid utama menjadi pilihan di banyak
tempat. Gambar 2 menunjukkan struktur sebuah microgrid yang terhubung ke grid utama melalui
sebuah titik koneksi yang disebut point of common coupling (PCC).
Gambar 2. Struktur microgrid terhubung ke grid utama (grid-connected micrgrid)

Komponen utama dalam sebuah microgrid adalah pembangkitan, yang di microgrid biasa disebut
dengan pembangkitan terdistribusi (DG). Sumber energi DG bisa berupa sumber energi
terbarukan maupun non-terbarukan. Yang menjadi catatan penting adalah walaupun porsi DG
berbasis sumber energi terbarukan (seperti energi surya dan angin) terus meningkat, microgrid
tidak mungkin mengandalkan energi terbarukan 100%. Hal ini karena sifat intermitensi yang
sangat tinggi dari kedua energi tersebut, terlebih-lebih angin. Karenanya, pembangkitan berbasis
sumber non-terbarukan (seperti unit diesel and turbin gas mikro) masih terus akan dipakai.
Berbagai tipe pembangkit yang umumnya digunakan di microgrid ditunjukkan di Tabel 1.

Tabel 1. Tipe-tipe pembangkit yang digunakan di microgrid

Pembangkit Prinsip Kerja

Mengkonversi energi kinetik angin menjadi menjadi energi listrik


Turbin angin (wind turbine) melalui generator

Panel surya (solar panel) Mengkonversi energi cahaya matahari menjadi energi listrik.

Mengkonversi energi panas dari gas alam (atau bahan bakar lain)
menjadi energi mekanik. Energi mekanik ini yang menjadi input bagi
Turbin gas mikro (micro turbine) generator untuk menghasilkan energi listrik.

Mengkonversi energi kimia dari bahan bakar (biasanya hidrogen) dan


agen oksidasi (biasanya oksigen) menjadi energi listrik melalui
Sel bahan bakar (fuel cell) mekanisme reaksi redox.

Merupakan gabungan dari mesin diesel dan generator, bekerja untuk


Mesin diesel (diesel engine) mengkonversi energi dari bahan bakar solar menjadi energi listrik.

Merupakan skema pembangkitan untuk menghasilkan energi listrik dan


energi termal (panas atau dingin) secara simultan. Pembangkitan secara
Kombinasi pembangkit panas dan daya simultan ini menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi dibanding
(combined heat and power) pembangkitan termal dan listrik secara terpisah.

Mengkonversi energi kinetik air yang mengalir dari ketinggian menjadi


energi mekanik, yang selanjutnya menggerakkan generator untuk
Turbin air (hydro) menghasilkan energi listrik.
 

Komponen kedua dari sebuah microgrid adalah beban. Beban adalah alasan utama kenapa
microgrid dibangun. Idealnya, microgrid harus mampu mensuplai beban kapan saja tanpa ada
restriksi yang rumit. Namun karena keterbatasan sumber energi, beban perlu diatur sedemikian
rupa agar keekonomisan operasi microgrid bisa dicapai. Pengaturan ini umumnya dilakukan
dengan membagi beban berdasarkan beberapa kriteria, seperti tingkat kepentingannya,
fleksibilitas, dan tingkat konsumsinya. Diagram di Gambar 3 menunjukkan pembagian ini.
Dengan pembagian ini, perencana operasi microgrid dapat menjadwalkan suplai microgrid sesuai
dengan beban yang tepat. Misalnya, ketika suplai daya dari DG benar-benar dalam kondisi yang
rendah, beban critical sepeti rumah sakitharus mendapatkan prioritas terlebih dahulu dibanding
beban yang lain.

Gambar 3. Pembagian beban di microgrid [4]

Komponen ketiga dari sebuah microgrid adalah media penyimpan energi (energy storage).
Komponen ini merupakan pembeda microgrid dari grid konvensional. Pada umumnya, grid
konvensional tidak memiliki penyimpan energi. Media penyimpan energi yang paling umum
dipakai di microgrid adalah baterai, karena secara teknologi baterai-lah yang paling mapan
teknologinya. Namun demikian, media penyimpan energi lain juga telah digunakan di microgrid.
Secara garis besar, media penyimpan energi yang dipakai di microgrid dapat dibagi menjadi lima
kategori, yaitu (i) penyimpan energi berbasis mekanik, (ii) penyimpan energi berbasi
elektrokimia, (iii) penyimpan energi berbasis kimia, (iv) penyimpan energi berbasis elektrik, dan
(v) penyimpan energi berbasis termal. Berbagai perangkat yang masuk dalam lima kategori ini
ditunjukkan di Tabel 2. Masing-masing kategori penyimpan energi memiliki kelebihan dan
kekurangan. Skema operasi terbaik adalah dengan menggunakan perangkat hibrid, yakni
kombinasi dari beberapa perangkat. Dengan skema ini, kelebihan dari masing-masing kategori
bisa dieksploitasi secara maksimal.
Tabel 2. Kategori perangkat penyimpan energi

Kategori Contoh Perangkat

Penyimpan energi berbasis mekanik Flywheel, compressed-air, gravity

Baterai dengan beberapa tipenya: Li-Ion, PbA, NaS, NiCd/NiMH,


NaNiCl2, redox

flow
Penyimpan energi berbasis elektrokimia

Penyimpan energi berbasis kimia Hydrogen fuel cell

Penyimpan energi berbasis elektrik Ultrakapasitor, super magnetic

Penyimpan energi berbasis termal Low temperature, high temperature

3. Keunggulan dan Kekurangan Microgrid

Sebagai sistem yang “non-konvensional”, tentu saja microgrid memiliki beberapa kekurangan, di
samping kelebihan-kelebihan. Diantara kelebihan microgrid adalah sebagai berikut:

 Pada umumnya, unit pembangkit-nya dekat dengan konsumen


 Pemilihan lokasi microgrid yang tepat bahkan mampu mengurangi rugi-rugi daya
secara signifikan
 Tidak memerlukan infrastruktur transmisi dan distribusi, penghematan biaya bisa
mencapai 40% (menurut International Energy Agency)
 Karena berskala kecil, variasi sumber energi untuk microgrid lebih banyak dibanding
grid konvensional
 Microgrid memiliki spektrum keandalan yang lebih luas dibanding grid konvensional

Adapun diantara kekurangan microgrid adalah sebagai berikut:

 Untuk microgrid yang pembangkitnya menggunakan bahan bakar fosil, terkadang


pengangkutan bahan bakar ke lokasi pembangkit bukan pekerjaan yang mudah
 Memerlukan inpeksi rutin terhadap perangkat-perangkatnya
 Teknologi yang dipakai di microgrid belum terbukti kehandalannya untuk dipakai
dalam jangka waktu yang sangat lama. Hal ini karena mayoritas microgrid yang ada saat
ini usianya memang masih muda

4. Manajemen Microgrid

Untuk dapat beroperasi sesuai keinginan pemiliknya, microgrid memerlukan manajemen operasi
yang rapi, sebagaimana sistem-sistem yang lain. Terdapat beberapa hal terkait yang perlu
diperhatikan dalam manajemen operasi microgrid, namun pada prinsipnya terdapat dua aspek
besar, yaitu aspek kendali dan aspek optimisasi. Aspek optimisasi dalam berbagai literatur sering
disebut juga “manajemen energi”.

Tujuan dari aspek optimisasi adalah minimisasi atau maksimisasi kuantitas operasi tertentu, yang
disebut sebagai fungsi objektif. Biasanya yang menjadi fungsi objektif adalah biaya operasi total
microgrid. Biaya operasi ini mencakup biaya pemakaian energi dan biaya start-up unit-unit non-
renewable, biaya degradasi perangkat penyimpan energi, biaya kompensasi rugi-rugi daya, dll.
Untuk microgrid yang terhubung ke grid utama, komponen biaya mencakup juga biaya transaksi
energi dengan grid utama. Fungsi objektif bisa juga berupa profit yang didapat dari menjual
energi ke grid utama.

Adapun tujuan dari aspek kendali adalah untuk mempertahakan kuantitas-kuantitas operasi
tertentu agar tidak keluar dari rentang yang telah ditetapkan. Kuantitas tersebut bisa berupa
tegangan, frekuensi, daya aktif, dan daya reaktif. Kuantitas-kuantitas ini tidaklah
dimaksimalkan/diminimalkan secara mutlak, tetapi diatur agar tidak lebih dari batas maksimal
atau kurang dari batas minimal. Bergantung pada bagaimana microgrid dioperasikan, terdapat
berbagai skema kendali yang bisa dipakai.

Referensi

[1]        International Energy Agency, “Renewables 2019 – Analysis and forecast to 2024,” 2019.

[2]        L. Margoni, “Microgrid: Keeping The Lights On,” Triton: A UC San Diego Alumni
Publication. [Online]. Available: https://www.alumni.ucsd.edu/s/1170/emag/emag-interior-2-
col.aspx?sid=1170&gid=1&pgid=4665. [Accessed: 26-Nov-2020].

[3]        U.S. Department of Energy – Office of Electricity Delivery and Energy Reliability Smart
Grid R&D Program, “DOE Microgrid Workshop Report,” 2011. [Online]. Available:
http://energy.gov/sites/prod/files/Microgrid Workshop Report August 2011.pdf. [Accessed: 07-
Feb-2020].

[4]        M. A. Jirdehi, V. S. Tabar, S. Ghassemzadeh, and S. Tohidi, “Different aspects of


microgrid management: A comprehensive review,” J. Energy Storage, vol. 30, p. 101457, 2020.

Anda mungkin juga menyukai