Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MAKALAH

CREAM DAN SALEP

DISUSUN OLEH:

1.Juwita Anggun Dini Adinda (F32021160)


2.Ladyes Ramadinri (F320211 61)
3.Layla Ramadhani Nasution(F32021192)
4.Yucika Anike Mbolu (F32021192)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO YOGYAKARTA TAHUN


AJARAN 2022/2023
A. Pengertian Salep.

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III: Salep adalah sediaan setengah padat berupamassa
lunak yang mudah dioleskan dan digunaka untuk pemakaian luar. Menurut farmakopeedisi IV
sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topical pada kulit atau selaput lendir.Menurut
DOM Salep adalah sediaan semi padat dermatologis yang menunjukkan aliran dilatan
yang penting. Menurut Scoville’s

salep terkenal pada daerah dermatologi dan tebal, salep kentaldimana pada dasarnya tidak
melebur pada suhu tubuh, sehingga membentuk dan menahanlapisan pelindung pada area dimana
pasta digunakan. Menurut Formularium Nasional salepadalah sedian berupa masa lembek,
mudah dioleskan, umumnya lembek dan mengandung obat,digunakan sebagai obat luar untuk
melindungi atau melemaskan kulit, tidak berbau tengik. Saleptidak boleh berbau tengik. Kecuali
dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yangmengandung obat keras atau narkotik adalah
10 % ( Anief, 2005).Kerugian salep misalnya pada salep basis hidrokarbon

 sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda pada pakaian serta sulit tercuci
olehair sehingga sulit dibersihkan dari permukaan kulit.

 Hal ini menyebabkan penerimaan pasien yang rendah terhadap basis hidrokarbon
jikadibandingkan dengan basis yang menggunakan emulsi seperti krim dan lotion.

 Sedangkan pada basis lanonin, kekurangan dasar salep ini ialah kurang tepat bila
dipakaisebagai pendukung bahan-bahan antibiotik dan bahan-bahan lain yang kurang
stabildengan adanya airs

 Keuntungan salep misalnya salep dengan dasar salep lanonin yaitu, walaupun
masihmempunyai sifat-sifat lengket yang kurang menyenangkan, tetapi mempunyai sifat
yanglebih mudah tercuci dengan air dibandingkan dasar salep berminyak.

Fungsi salep adalah :

a.Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit

b.Sebagai bahan pelumas pada kulitc.

c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair
danrangsang kulit .

.Persyaratan salep menurut FI ed IIIa.


a. Pemerian tidak boleh berbau tengik..

b.Kadar, kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras atau
narkotik,kadar bahan obat adalah 10 %.c.
c.Dasar salep

d.Homogenitas, Jika salep dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok,harus menunjukkan susunan yang homogen.e.

e.Penandaan,pada etiket harus tertera “obat luar” .


Salep yang baik memiliki sifat

Sifat sebagai berikut :

a.Stabil : baik selama distribusi, penyimpanan, maupun pemakaian. Stabilitas terkait


dengankadaluarsa, baik secara fisik (bentuk, warna, bau, dll) maupun secara kimia (
kadar/kandunganzat aktif yang tersisa ). Stabilitas dipengaruhi oleh banyak factor, seperti suhu,
kelembaban,cahaya, udara, dan lain sebagainya. b.

b.Lunak : walaupun salep pada umumnya digunakan pada daerah/wilayah kulit yang
terbatas,namun salep harus cukup lunak sehingga mudah untuk dioleskan.c.

c.Mudah digunakan: supaya mudah dipakai, salep harus memiliki konsistensi yang tidak
terlalukental atau terlalu encer. Bila terlalu kental, salep akan sulit dioleskan, bila terlalu encer
makasalep akan mudah mengalir/meleleh ke bagian lain dari kulit

d.Protektif : salap salep tertentu yang diperuntukkan untuk protektif, maka harus
memilikikemampuan melindungi kulit dari pengaruh luar misal dari pengaruh debu, basa, asam,
dan sinarmatahari.e.

e.Memiliki basis yang sesuai : basis yang digunakan harus tidak menghambat pelepasan obat dari
basis, basis harus tidak mengiritasi, atau menyebabkan efek samping lain yang
tidakdikehendaki.f.

f.Homogen : kadar zat aktif dalam sediaan salep cukup kecil, sehingga diperlukan
upaya/usahaagar zat aktif tersebut dapat terdispersi/tercampur merata dalam basis. Hal ini akan
terkaitdengan efek terapi yang akan terjadi setelah salep diaplikasikan ( Saifullah, 2008 : 63, 64 )

Suatu dasar salep yang ideal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

1.Tidak menghambat proses penyembuhan luka/penyakit pada kulit tersebut.


2.Di dalam sediaan secara fisik cukup halus dan kental.
3.Tidak merangsang kulit.
4.Reaksi netral, pH mendekati pH kulit yaitu sekitar 6-7.
5.Stabil dalam penyimpanan
6.Tercampur baik dengan bahan berkhasiat.
7.Mudah melepaskan bahan berkhasiat pada bagian yang diobati.
8.Mudah dicuci dengan air.
9.Komponen-komponen dasar salep sesedikit mungkin macamnya.
10.Mudah diformulasikan/diracik

Kualitas dasar salep meliputi:

a.Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari inkompatibilitas, stabil
pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam kamar. b.

b.Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan
homogen.Sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi,inflamasi dan ekskloriasi.c.

c.Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan
dihilangkandari kulit d.

d.Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan kimia dengan
obatyang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat aksi terapi dari
obatyang mampu melepas obatnya pada daerah yang diobati.e.

e.Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau cair pada
pengobatan .

Salep dapat digolongkan berdasarkan konsistensi, sifat farmakologi, bahan dasarnya


danformularium nasional antara lain:

Menurut konsistensi, salep di bagi :

a).Unguenta : Salep yang memiliki konsistensi seperti mentega, tidak mencair pada suhu
biasa,tetapi mudah dioleskan b)

b).Krim ( cream ): Salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit, suatu tipe yang
dapatdicuci dengan air.c)

c).Pasta : Salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat ( serbuk) berupa suatu salep
tebalkarena merupakan penutup/pelindung bagian kulit yang diolesi.d)

d).Cerata Salep berlemak yang mengandung persentase lilin ( wax) yang tinggi
sehinggakonsistensinya lebih keras ( ceratum labiale ).e)

e).Gelones / spumae/ jelly : Salep yang lebih halus, umumnya cair , dan sedikit mengandung
atautidak mengandung mukosa ; sebagai pelicin atau basis, biasanya berupa campuran
sederhanayang terdiri dari minyak dan lemak dengan titik lebur rendah. Contoh : starch jelly
( amilum 10%dengan air mendidih).
Menurut sifat farmakologi / terapetik dan penetrasinya:

a).Salep epidermik ( epidermic ointment, salep penutup)Salep ini berguna untuk melindungi
kulit, menghasilkan efek lokal dan untuk meredakanrangsangan / anestesi lokal ; tidak diabsorbsi
; kadang-kadang ditambahkan antiseptik atauastringent. Dasar salep yang baik untuk jenis salep
ini adalah senyawa hidrokarbon

b).Salep endodermikSalep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh melalui kulit, tetapi
tidak melalui kulit ;terabsorbsi sebagian dan digunakan untuk melunakkan kulit atau selaput
lendir. Dasar salep yangterbaik adalah minyak lemak

c).Salep diadermikSalep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh melalui kulit untuk
mencapai efek yangdiinginkan. Misalnya, salep yang mengandung senyawa merkuri iodida atau
belladona.

B. Pengrtian Krim

Krim merupakan sediaan setengah padat, berupa emulsi yang mengandung bahan dasar yang
sesuai dan mengandung air tidak kurang dari 60%. Krim ada dua tipe, yaitu krim tipe minyak
dalam air (M/A) dan tipe air dalam minyak (A/M).

1. Definisi Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini
digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif
cair diformulasikan sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.
Produk krim lebih disarankan terdiri dari emulsi minyak dalam air yang
dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika
dan estetika .

Umumnya krim memiliki konsistensi yang lebih ringan dan kurang


kental daripada salep. Krim mudah menyebar di kulit sehingga mudah
digunakan, mudah dibersihkan karena sifatnya tidak berminyak, krim lebih
cepat berpenetrasi ke dalam kulit. Oleh karena itu, penggunaan krim saat ini
lebih disenangi daripada sediaan salep.

2. Syarat Sediaan Krim


Sediaan krim berfungsi sebagai pembawa obat pada pengobatan topikal,
selain itu juga banyak digunakan dalam bidang kosmetik seperti krim
pelembab dan krim pelindung dari rangsangan luar. Menurut Anif
sediaan krim harus memenuhi kualitas dasar sebagai berikut :

a. Stabil selama penyimpanan pada suhu kamar, dan bebas dari


inkompatibilitas.b. Mudah digunakan dan terdistribusi merata pada kulit serta mudah
dihilangkan.
c. Mengandung zat yang lunak, halus, dan bercampur sehingga sediaan
homogen.
d. Obat terdistribusi merata pada dasar krim.
B. Emulgator
Emulgator merupakan komponen yang penting untuk memperoleh emulsi
yang stabil. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi
yang disebut emulgator (emulsifying agent) atau surfaktan yang dapat mencegah
koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya
menjadi satu fase tunggal yang memisah. Surfaktan dapat mengurangi tegangan
permukaan antarfase sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama
pencampuran.

Emulgator yang digunakan dalam pembuatan


krim antara lain :

1. Asam Stearat
Asam stearat memiliki nama lain Acidum Stearicum berbentuk serbuk
atau kristal padat berwarna putih atau kuning pucat mengkilap dan berbau
tajam. Titik lelehnya adalah 60-70oC. Asam stearat mudah larut dalam
benzene, karbon tetraklorida, kloroform, dan eter. Larut dalam etanol 95%,
heksana, dan propilenglikol, praktis tidak larut dalam air .

Dalam pembuatan sediaan topikal, asam stearat digunakan sebagai


emulgator dan solubilizing agent. Pada pembuatan sediaan krim dan salep
digunakan pada konsentrasi 1-20%. Ketika dikombinasikan dengan alkalib. Mudah digunakan
dan terdistribusi merata pada kulit serta mudah
dihilangkan.
c. Mengandung zat yang lunak, halus, dan bercampur sehingga sediaan
homogen.
d. Obat terdistribusi merata pada dasar krim.
B. Emulgator
Emulgator merupakan komponen yang penting untuk memperoleh emulsi
yang stabil. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi
yang disebut emulgator (emulsifying agent) atau surfaktan yang dapat mencegah
koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya
menjadi satu fase tunggal yang memisah. Surfaktan dapat mengurangi tegangan
permukaan antarfase sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama
pencampuran . Emulgator yang digunakan dalam pembuatan
krim antara lain :
1. Asam Stearat
Asam stearat memiliki nama lain Acidum Stearicum berbentuk serbuk
atau kristal padat berwarna putih atau kuning pucat mengkilap dan berbau
tajam. Titik lelehnya adalah 60-70oC. Asam stearat mudah larut dalam
benzene, karbon tetraklorida, kloroform, dan eter. Larut dalam etanol 95%,
heksana, dan propilenglikol, praktis tidak larut dalam air .
Dalam pembuatan sediaan topikal, asam stearat digunakan sebagai
emulgator dan solubilizing agent. Pada pembuatan sediaan krim dan salep
digunakan pada konsentrasi 1-20%. Ketika dikombinasikan dengan alkali
trietanolamin (TEA), akan terbentuk basis krim setelah pengadukan
selama 5-15 kali dari berat cairannya. Asam stearat merupakan bahan yang
stabil dan dapat ditambahkan dengan agen antioksidan. Sebaiknya
ditempatkan pada wadah tertutup, kering, dan sejuk.
Asam stearat digunakan dalam krim yang mudah dicuci dengan air,
sebagai zat pengemulsi untuk memperoleh konsistensi krim tertentu serta
untuk memperoleh efek yang mengkilap pada kulit. Jika asam stearat
digunakan dalam krim sebagai pengemulsi, umumnya kalium hidroksida
dan trietanolamin perlu ditambahkan secukupnya agar bereaksi untuk
menurunkan keasaman dari asam stearat .

Asam stearat berpengaruh terhadap viskositas sediaan krim, hal ini


disebabkan karena asam stearat merupakan bahan solid yang juga berfungsi
sebagai stiffening agent yang dapat membentuk massa krim, sehingga
viskositas sediaan semakin tinggi dengan penambahan konsentrasi yang
digunakan .

2. Trietanolamin (TEA)
TEA merupakan cairan kental tidak berwarna hingga kuning pucat,
memiliki bau lemah seperti ammonia. TEA memiliki titik leleh 20-21oC.
Pada suhu 20oC dapat bercampur dengan aseton, karbon tetrakloridmethanol, dan air. Sangat
mudah larut dalam benzene (1 dalam 24 bagian)
dan etil asetat .

TEA berfungsi sebagai emulsifying agent dan alkalizing agent dengan


konsentrasi 2-4% v/v. TEA akan berubah warna menjadi coklat jika terpapar
cahaya dari udara, sehingga perlu ditempatkan pada tempat yang kering dan
sejuk serta terlindung dari cahaya. TEA akan bereaksi dengan tembaga
membentuk garam kompleks, reaksi TEA dengan reagen tionil klorida dapat
menggantikan gugus hidroksi dengan halogen yang menyebabkan hasil dari
reaksi ini akan sangat beracun .

Konsentrasi TEA dalam krim yang umum digunakan yaitu pada


konsentrasi 2, 3, dan 4%. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka
sediaan yang dihasilkan memiliki viskositas kecil dan volume air yang dapat
tercucikan air kecil. Hal ini karena TEA merupakan emulgator fase air
(Chomariyah dkk, 2019). Konsentrasi TEA 2% dalam krim antioksidan
daun kapas memberikan hasil sesuai dengan parameter uji stabilitas fisik
(Hasniar dkk., 2015), sedangkan konsentrasi TEA 3% sebagai emulgator
krim antioksidan ekstrak etanol bawang memenuhi stabilitas mutu fisik
sediaan krim (Sharon dkk, 2013).C. Evaluasi Sediaan Krim
Karakteristik fisik sediaan krim dapat dipengaruhi oleh pemilihan jenis dan
konsentrasi emulgator yang digunakan. Karakteristik fisik sediaan krim dapat
dilihat dengan melakukan evaluasi terhadap sediaan yang dibuat. Evaluasi
terhadap sifat fisik sediaan krim perlu dilakukan, hal ini karena untuk menjamin
bahwa sediaan memiliki efek farmakologis yang baik dan tidak mengiritasi kulit
ketika digunakan . Parameter pengujian mutu fisik sediaan krim
meliputi :
1. Uji Organoleptis
Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati sedian krim secara
visual, komponen yang diamati meliputi warna, bau, dan bentuk dari sedian
krim .

Hasil uji organoleptis krim yang baik


harus sesuai dengan spesifikasi bahan yang digunakan, memiliki bentuk
semisolid, dan viskositas yang lebih tinggi dibandingkan gel, tetapi lebih
rendah dibandingkan pasta.

2. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat
proses pembuatan bahan aktif obat dengan bahan dasarnya dan bahan
tambahan lain tercampur secara homogen. Uji homogenitas dilakukan
dengan cara diambil 1 gram krim esktrak daun nangka pada bagian atas,
tengah dan bawah kemudian dioleskan pada objek glass, diamati jika terjadi
penggumpalan atau pemisahan fase. Krim dinyatakan homogen apabilatidak terdapat bahan yang
menggumpal pada permukaan cawan.

3. Uji pH
Uji pH bertujuan untuk mengetahui keamanan sediaan krim saat
digunakan sehingga tidak mengiritasi kulit. Uji pH dilakukan dengan cara
krim diukur menggunakan alat pH meter. Krim ditimbang 1 gram dan
diencerkan dengan aquadest sebanyak 10 ml. Alat pH meter dimasukkan
kedalam krim yang sudah larut kemudian dibaca hasil pH pada bagian
monitor alat (Murrukmihadi dkk, 2012). Krim yang baik harus mendekati
pH fisiologis kulit, yaitu 4,5-6,5 .

4. Uji Viskositas
Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu
viskositas atau kekentalan dari sediaan, dimana viskositas tersebut
menyatakan besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir. Nilai viskositas
sediaan krim yang baik agar muda dalam pemakaiannya adalah 50 sampai
1000 dpas .

Uji viskositas dilakukan dengan


menggunakan alat viscometer Rion dengan cara memasang rotor pada
viskosimeter kemudian dikunci berlawanan dari awah jarum jam. Sampel
krim dimasukkan kedalam cup, setelah itu rotor ditempatkan tepat ditengah-
tengah cup, kemudian alat dihidupkan. Rotor nomor 2 akan mulai berputar,
kemudian setelah stabil viskositas dapat dibaca pada skala. Satuan yang
digunakan adalah desipascal-seconds .

5. Uji Daya Sebar


Pengujian daya sebar dilakukan untuk mengetahui kemampuan krim
untuk menyebab apabila diaplikasikan diatas permukaan kulit. Kriteria daya
sebar yang baik untuk sediaan topikal adalah 5-7 cm
Krim ditimbang 0,5 gram dan diletakkan diatas cawan. Ditutup
menggunakan cawan dengan posisi terbalik dan didiamkan selama 1 menit.
Diukur diameter krim yang menyebar. Kemudian diberi beban 50, 100, dan
250 gram secara bertahap, didiamkan selama 1 menit dan diameter diukur
tiap penambahan beban.

DAFTAR PUSTAKA

Ayuni, R. S., Rahmawati, D., & Indriyanti, N. (2021, December). Formulasi Sediaan Liniment
Aromaterapi dari Minyak Atsiri Bunga Kenanga (Cananga odorata): Formulation of Liniment
Aromaterapy of Essential Oil Cananga Flower (Cananga odorata). In Proceeding of
Mulawarman Pharmaceuticals Conferences (Vol. 14, pp. 249-253).

Indriyani, N. R., Djamaludin, A., & Helmiawati, Y. (2021). PEMBUATAN SEDIAAN OBAT
GOSOK (LINIMENTUM) DARI BAHAN KELAPA (COCOS NUCIFERA L.) DAN EKSTRAK
DAUN JOTANG KUDA (SYNEDRELLA NODIFLORA). Journal of Holistic and Health
Sciences, 5(1), 57-61.

Ansel C Howard. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi.  Jakarta : UI press

Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia edisi Ketiga. Jakarta : Departemen


Kesehatan RI

Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia edisi Keempat. Jakarta : Departemen


Kesehatan RI

Soetopo dkk. (2002). Ilmu Resep Teori. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Voigt, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi edisi Kelima. Yogyakarta :


UGM Press

Lachman, L, Lieberman, H, A, dkk. (1994). Teori Dan Praktek Farmasi Industri


Edisi Ketiga. Jakarta : UI Press
Departemen Kesehatan RI. (1978). Formularium Nasional edisi Kedua. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI
C.F. Van Duin, Dr., (1947). Ilmu Resep edisi Kedua. Jakarta : Soeroengan
Moh. Anief, Drs. Apoteker. (2006). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM Pres

Anief, Moh . 1997 . Ilmu Meracik Obat . Yogyakarta : Gadjah Mada Universitas Press

Departemen Kesehatan Republik Indonesia . 1979 . Farmakope Indonesia Edisi III . Jakarta :
Dekpes RI

Departemen Kesehatan Republik Indonesia . 1995 . Farmakope Indonesia Edisi IV . Jakarta :


Dekpes RI

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978 . Formularium Nasional Edisi


2 .Jakarta : Dekpes RI

Syamsuni . 2007 . Ilmu Resep . Jakarta

Anda mungkin juga menyukai