5. Proxy War
Saat ini, perang proksi tidak harus dilakukan dengan menggunakan
kekuatan militer. Segala cara lain bisa digunakan untuk melemahkan atau
menaklukkan lawan. Dimensi ketahanan nasional suatu bangsa bukan
hanya ditentukan oleh kekuatan militernya, tetapi juga ada aspek ideologi,
politik, ekonomi, dan sosial-budaya, aspek-aspek ini juga bisa dieksploitasi
untuk melemahkan lawan. Indonesia pernah punya pengalaman pahit dalam
perang proksi ini. Dalam kasus lepasnya provinsi Timor Timur dari Indonesia
lewat referendum, Indonesia sebelumnya sudah diserang secara diplomatik
dengan berbagai isu pelanggaran HAM oleh berbagai lembaga non-
pemerintah internasional, serta sekutu-sekutunya di dalam negeri. Berbagai
pemberitaan media asing sangat memojokkan posisi Indonesia.
Isu proxy war berikutnya adalah isu pertentangan Sunni versus Syiah di
Indonesia, semarak lewat “gerakan anti-Syiah” di media sosial, hal ini bisa
dipandang sebagai wujud perang proksi, antara Arab Saudi yang Sunni dan
Iran yang Syiah. Medan konfliknya bukan di Arab Saudi dan bukan pula di
Iran, tetapi justru di Indonesia. Konflik ini bisa berkembang menjadi
bentrokan besar terbuka, jika tidak diredam oleh ormas Islam moderat
seperti NU dan Muhammadiyah.
Isu perang proksi yang ada dapat melemahkan dan menghacurkan
bangsa sehingga kita harus membangun kesadaran anti-proxy dengan
mengedepankan kesadaran bela negara melalui pengamalan nilai-nilai
Pancasila.
6. Kejahatan Mass Communication (Cyber Crime, Hate Speech, dan Hoax)
Ada empat tipe kejahatan dalam komunikasi massa yang terjadi di
masyarakat, yaitu:
a. White Collar Crime (Kejahatan Kerah Putih), contohnya penghindaran
pajak, penggelapan uang perusahaan, manipulasi data keuangan
sebuah perusahaan (korupsi), dan lain sebagainya.
b. Crime Without Victim (Kejahatan Tanpa Korban), misalnya perjudian,
mabuk-mabukan, dan hubungan seks yang tidak sah tetapi dilakukan
secara sukarela.
RESUME MATERI MOOC