Anda di halaman 1dari 82

IMPLEMENTASI PSAK NO 46 ATAS PAJAK PENGHASILAN BADAN

PADA LAPORAN KEUANGAN PTPN XIV MAKASSAR

Diajukan untuk memenuhi persyaratan ujian sarjana akuntansi

OLEH:

ELISABETH OKTOVIA SUSANTI


18 510 003

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


BIDANG PEMINATAN AKUNTANSI PERPAJAKAN
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA
MAKASSAR
2022

i
IMPLEMENTASI PSAK NO 46 ATAS PAJAK PENGHASILAN BADAN
PADA LAPORAN KEUANGAN PTPN XIV MAKASSAR

Skrip ini Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Ujian Sarjana Akuntansi

OLEH:

ELISABETH OKTOVIA SUSANTI


18 510 003

Disetujui Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Sahabuddin, S.P., S.E., M.Ak Bahri, S.E., M.Ak.


Mengetahui
Ketua STIE-Indonesia

Dr. Ilham Z. Salle, S.E., M.Si., Ak

ii
ABSTRAK

Elisabeth Oktovia Susanti, NPM 18510003. 2022. Implementasi PSAK No.46


Atas Pajak Penghasilan Badan Pada Laporan Keuangan PTPN XIV Kota
Makassar, (Dibimbing Oleh Sahabuddin dan Bahri)

Penelitian ini dilakukan penulis dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana


implementasi PSAK No 46 atas Pajak Penghasilan Badan pada Laporan
Keuangan PTPN XIV Kota Makassar. Penelitian ini dilakukan pada PT.
Perkebunan Nusantara XIV Makassar yang merupakan perusahaan yang bergerak
di bidang perkebunan dan peternakan. Pada penelitian ini digunakan metode
analisis deskripstif kualitatif yang memiliki tujuan mengungkapkan fakta,
keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam pelaksanaannya PTPN XIV belum
sepenuhnya mengimplementasikan PSAK No 46 pada laporan keuangannya. Pada
laporan laba rugi perusahaan, PTPN XIV tidak mengungkapkan atau
mencantumkan beban pajak tangguhan dikarenakan manajemen berpendapat
bahwa realisasi atas pajak tangguhan tersebut belum diyakini akan terjadi.

Kata Kunci: PSAK No.46, Pajak Tangguhan

iii
ABSTRACT

Elisabeth Oktovia Susanti, NPM 18510003. 2022. Implementation of PSAK No.


46 on Corporate Income Tax in the Financial Statements of PTPN XIV
Makassar City, (Supervised by Sahabuddin and Bahri)

This research was conducted by the author with the aim of knowing how is the
implementation of PSAK No.46 on corporate income tax in financial statements
PTPN XIV Makassar. This research was conducted at PT. Perkebunan Nusantara
XIV Makassar which is a company engaged in the plantation and animal
husbandry sector. In this research, qualitative descriptive analysis method is used
which has the aim of revealing facts, circumstances, phenomena, variables and
circumstances that occurred during the research. The results showed that in its
implementation PTPN XIV had not fully implemented PSAK No. 46 in its financial
statements. In the company's income statement, PTPN XIV does not disclose or
include deferred tax expense because management believes that the realization of
the deferred tax is not believed to occur.

Keywords: PSAK No. 46, Deferred Tax

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. atas

segala kasih dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi yang berjudul “Analisis Implementasi PSAK No 46 Atas Pajak

Penghasilan Badan Pada Laporan Keuangan PTPN XIV Makassar”. Penulis

menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan

keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Besar harapan

penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pihak lain

pada umumnya.

Penulis sangat menyadari dan merasakan bahwa terwujudnya skripsi ini

tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua orang

tua tercinta Bapak Laurensius Lado,S.E dan Mama (Almh) Maria Yuventi beserta

keluarga dan teman-teman yang selalu mendo’akan, memberikan semangat yang

luar biasa dan memberikan dukungan moril maupun materil sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan sesuai dengan rencana. Dalam kesempatan baik ini, penulis

menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada :

1. Bapak Dr. Ilham Z. Salle, S.E., M.Si., Ak selaku ketua STIE Indonesia

Makassar, yang telah meneyediakan segala fasilitas selama menjalani

perkuliahan sampai tahap akhir.

2. Ibu Winarti, S.E.,M.Ak. selaku Ketua Program Studi Akuntansi STIE

Indonesia Makassar.

v
vi

3. Bapak Dr. Sahabuddin, S.P., S.E., M.Ak dan Bahri, S.E., M.Ak selaku

Dosen Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah meluangkan

waktunya dengan memberikan bimbingan, arahan dan masukan yang

sangat berguna dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Ahmad Diponegoro selaku SEVP Business Support beserta

Staff PT.Perkebunan Nusantara XIV yang telah memberikan izin

untuk melakukan penelitian dan membantu penulis dalam pengambilan

data.

5. Untuk seluruh Bapak dan Ibu dosen serta staff akademik Sekolah

Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Makassar yang telah memberikan

ilmu pengetahuan dan banyak membantu di bidang akademik dan

kemahasiswaan.

6. Teristimewa ucapan terimakasih ini penulis persembahkan buat

Mikhael Keda Hira, yang selalu memberikan semangat, dukungan dan

doa dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Kepada kawan-kawan seperjuangan angkatan 2018 yang telah

memberikan dukungan dan semangat kepada penulis, terimakasih buat

kebersamaan dan informasi yang diberikan dalam penyelesaian skripsi

ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah

membantu dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam

penulisan dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan


vii

kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun demi perbaikan dimasa yang akan dating. Akhir kata

penulis mengucapkan terima kasih.

Makassar, 22 Oktober 2022

Elisabeth Oktovia Susanti


DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL……………………………………………………………i
PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………………ii

ABSTRAK……………………………………………………………………….iii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………...1

B. Masalah Pokok ......................................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5

D. Kegunaan Penelitian……………………………………………………..6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis...........................................................................................7

1. Laporan Keuangan.................................................................................7

2. Akuntansi Fiskal dan Akuntansi Komersial………....………………12

3. Pajak Penghasilan................................................................................17

4. PSAK No 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan............................25

5. Penyajian Pajak Tangguhan.................................................................33

6. Perhitungan Pajak Tangguhan.............................................................34

B. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 34

C. Kerangka Pikir ........................................................................................ 37

D. Hipotesis ................................................................................................. 38

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 39

B. Metode Pengumpulan Data .................................................................... 39

viii
ix

C. Jenis dan Sumber Data ........................................................................... 40

D. Metode Analisis Data..............................................................................41

E. Definisi Operasional................................................................................42

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

A. Gambaran Singkat PT. Perkebunan Nusantara XIV Makassar ................. 43


B. Visi, dan Misi PT. Perkebunan Nusantara XIV Makassar ........................ 44
C. Struktur Organisasi PT.Perkebunan Nusantara XIV Makassar ................ 45
D. Tugas Dan Tanggung Jawab PT.Perkebunan Nusantara XIV .................. 45
E. Komoditas PT.Perkebunan Nusantara XIV .............................................. 51
F. Produk PT.Perkebunan Nusantara XIV ................................................... 53
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ......................................................................................... 56
B. Pembahasan ............................................................................................... 68
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 70
B. Saran .......................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 72
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak merupakan sebuah peranan penting bagi penerimaan negara yang

kemudian akan digunakan untuk membiayai suatu pengeluaran pemerintah

ataupun pembangunan nasional Indonesia. Penerimaan Pajak secara tidak

langsung memiliki tujuan untuk meningkatkan kemakmuran serta

kesejahteraan dari masyarakat Indonesia itu sendiri. Berdasarkan UU KUHP

No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1 yang menjelaskan terkait pajak adalah

sebuah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

suatu badan yang memiliki sifat memaksa berdasarkan dari Undang-Undang,

dengan tidak mendapatkan suatu imbalan secara langsung yang digunakan

untuk keperluan negara yang semata-mata untuk kemakmuran rakyat

(Nusaibah et al.,2020).

Pajak Penghasilan (PPh) merupakan jenis pajak yang berlaku di

Indonesia. Dikutip dari pendapat Supramono (2005), PPh merupakan suatu

pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarkaat berpenghasilan atas upah

yang diperoleh dalam tahun pajak sebagai bentuk pembiayaan pengeluaran

negara. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) merupakan standar praktis yang

digunakan di Indonesia yang dibentuk oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI).

Setiap tahunnya selalu terdapat ketidaksesuaian yang terjadi pada laporan

keuangan perusahaan, hal ini yang kemudian menjadi pertentangan dengan

sistem perpajakan dan biasa disebut dengan book tax difference. Sederhananya

1
2

BTD merupakan sebuah ketidaksesuaian antara perhitungan laba akuntansi

dan laba fiscal yang kemudian disebabkan oleh perhitungan laba menurut

komersial dan menurut perpajakan (Harum & Syamsudin, 2021).

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 46 (PSAK 46)

merupakan sebuah standar yang berlaku dalam mengatur akuntansi untuk

perpajakan dalam bentuk laporan keuangan baik dalam bentuk laporan laba

rugi serta penghasilan komperensif lainnya. Penerapan PSAK 46 ini

merupakan salah satu Langkah solutif yang diterapkan oleh pemerintah

pertama kali pada tanggal 1 Januari 1999 terhadap perusahaan yang memiliki

tujuan untuk peningkatan pembangunan nasional yang didapatkan dari pajak

perusahaan. PSAK 46 ini mewajibkan suatu perusahaan untuk

mempertanggungjawabkan terkait konsekuensi pajak pada suatu periode

berjalan dan periode yang akan mendatang dengan menghitung serta

mengakui adanya sebuah pajak tangguhan (deferred tax) atas suatu “Future

tax effect” dengan menggunakan sebuah “balance sheet liability method”

ataupun “asset/liabilitas method”. Konsekuensi yang dimaksud diatas berupa

suatu penambahan nilai dasar pengenaan pajak di masa yang akan datang

ataupun berupa pengurangan nilai dasar pengenaan pajak. PSAK 46 tidak

boleh disalah artikan terkait bentuk pengimplementasiannya, PSAK 46

merupakan sebuah pengaturan yang ditujukan semata-mata bukan untuk

menghitung besarnya pajak penghasilan melainkan hanya berupa sebuah

aturan akuntansi dalam mengatur suatu laporan keuangan yang dimiliki oleh
3

perusahan yang berkaitan dengan PPh yang kemudian akan disajikan (Pertiwi

et al., 2019).

Perbedaaan antara sebuah jumlah pajak yang dibebankan perusahaan

dengan jumlah yang terutang kemudian menyebabkan adanya suatu selisih.

Selisih tersebut kemudian disebut sebagai pajak tangguhan. Bila biaya pajak

lebih besar dibandingkan dengan hutang pajak maka ini merupakan sebuah

pajak tangguhan akan tetapi apabila biaya pajak lebih besar daripada hutang

pajak maka akan timbul hutang pajak tangguhan, sebaliknya bila biaya pajak

lebih kecil daripada dengan hutang pajak maka yang timbul kemudian adalah

aktiva pajak tangguhan. Yang menjadi kewajiban dalam suatu perhitungan

Standar Akuntansi Keuangan untuk dihitungan dan diakui sesuai dengan

ketentuan dari PSAK 46 merupakan pajak tangguhan (Witono, 2016).

PT. Perkebunan Nusantara XIV Kota Makassar (PTPN XIV) merupakan

sebuah perusahaan yang bergerak di bidang usaha agroindustry yang

mengusahakan suatu usaha perkebunan dan pengelolaan terkait komoditas

kelapa sawit.

Tabel 1.1 Laporan Keuangan PTPN XIV Makassar

Keterangan 2019 2020


Total Aset 2.399.373.210.132 2.505.179.251.939
Liabilitas 3.102.279.072.856 3.531.876.439.618
Pendapatan 1.018.227.081.076 851.372.597.039
Beban Pokok pendapatan (809.869.807.684) (980.054.520.340)
Laba Bruto 38.172.560.736 41.502.789.355
Pajak final terkait
(234.436.444) (222.003.690)
pendapatan keuangan
Rugi Tahun Berjalan (250.039.597.438) (262.966.652.250)
Sumber : Annual Report PTPN XIV
4

Berdasarkan tabel diatas didapatkan laporan keuangan dari perusahaan

PTPN XIV Makassar tentang Total Asset, Liabilitas, Pendapatan, beban pokok

pendapatan, laba bruto, dan pajak final terkait pendapatan keuangan.

Perbedaan dari suatu Standar Akuntansi Keuangan dengan peraturan

perpajakan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu perbedaan waktu,

sementara atau temporer dan perbedaan tetap atau permanen. Perbedaan waktu,

sementara atau temporer adalah suatu perbedaan yang bersifat sementara

karena adanya suatu ketidaksamaan antara waktu pengakuan penghasilan dan

beban antara peraturan perpajakan dan SAK. Perbedaan tetap atau permanen

merupakan suatu perbedaan yang terjadi dikarenakan peraturan perpajakan

menghitung laba fiskal berbeda dengan perhitungan laba menurut Standar

Akuntansi Keuangan (SAK) tanpa ada suatu koreksi kedepannya. Standar

Akuntansi Keuangan akan menghasilkan suatu laporan laba (rugi) menurut

akuntansi. Namun akan tetapi, untuk sebuah kepentingan pemerintah,

khususnya untuk dasar dari pengenaan pajak, maka suatu laporan laba rugi

akuntansi perlu disesuaikan kembali berdasarkan dari peraturan perpajakan

yang berlaku atau disebut dengan suatu koreksi fiksal, sehingga didapatkan

suatu laba rugi sesuai dengan perpajakan atau laba rugi fiskal. Koreksi fiskal

dilakukan oleh pihak fiskus dan memiliki tujuan untuk mencari laba fiskal.

Sedangkan didalam akuntansi, perbedaan pajak yang dihitung dari laba

akuntansi dan dari suatu laba fiskal dicatat sebagai bentuk pertanggungjawaban

atas pencatatan konsekuensi pajak yang telah diakui sebelum dilakukan koreksi

fiskal. Untuk menjembatani peraturan perpajakan dengan ketentuan akuntansi,


5

maka Akuntansi Indonesia (IAI) menerbitkan PSAK 46 tentang akuntansi

pajak penghasilan yang mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan

pengungkapan pajak penghasilan perusahaan. Dengan PSAK No.46 yang

mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan, dimana perusahaan

mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak tidak hanya pada periode

berjalan, namun juga pada periode mendatang untuk hal-hal seperti, pemulihan

nilai tercatat aktiva dan pelunasan nilai tercatat kewajiban yang disajikan di

dalam neraca dan transaksi atau kejadian lain dalam periode berjalan yang

diakui dan disajikan didalam laporan komersial perusahaan (Novi Utami,

dkk.2019:3).

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian

dengan judul “Analisis Implementasi PSAK No 46 Atas Pajak Penghasilan

Badan Pada Laporan Keuangan PTPN XIV Kota Makassar”.

B. Masalah Pokok

Berdasarkan latar belakang diatas, pokok permasalahan dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana implementasi PSAK No 46 atas Pajak

Penghasilan Badan pada Laporan Keuangan PTPN XIV Kota Makassar?”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini berdasarkan dari Rumusan Masalah diatas

yaitu untuk mengetahui bagaimana implementasi PSAK No 46 atas Pajak

Penghasilan Badan pada Laporan Keuangan PTPN XIV Kota Makassar.


6

D. Kegunaan Penelitian

Adapun beberapa kegunaan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagi STIE Indonesia Makassar

Sebagai bahan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan sebagai

bahan acuan untuk menambah ilmu.

2. Bagi PTPN XIV Makassar

Hasil Penelitian ini dapat menjadi sebuah bahan masukan kepada pihak

manajerial perusahaan PTPN XIV Makassar tentang pentingnya suatu

penerapan PSAK No.46 didalam laporan keuangan perusahaan.

3. Bagi Pembaca

Hasil Penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam menambah informasi

untuk melakukan penelitian sejenisnya.

4. Bagi Peneliti

Sebagai penambah wawasan dan ilmu pengetahuan terkait suatu studi

terhadap laporan-laporan perusahaan yang ada dan bagaimana suatu sistem

PSAK No. 46 diterapkan kedalam suatu perusahaan.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana

pengembangan ilmu khususnya bidang perpajakan, disamping itu dapat

dijadikan sebagai dasar acuan untuk peneliti selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis

1. Laporan Keuangan

Laporan keuangan adalah informasi keu angan yang disajikan serta

disiapkan oleh manajemen dari perusahaan kepada pihak internal maupun

eksternal, yang berisi seluruh rangkaian kegiatan bisnis dari suatu kesatuan

usaha yang merupakan salah satu alat pertanggungjawaban dan komunikasi

manajemen kepada pihak yang membutuhkannya.

Laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan adalah

bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi

neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan yang dapat

disajikan dalam berbagai cara seperti misalnya: sebagai laporan arus kas,

atau laporan arus dana, catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang

merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Sedangkan Munawir

(2016:2), laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat

digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau

aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan

data atau aktivitas perusahaan tersebut.

Berdasarkan beberapa pengertian terkemuka yang disampaikan oleh

banyak ahli, secara umum dapat ditafsirkan bahwa laporan keuangan suatu

perusahaan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang disusun untuk

memberikan gambaran maupun laporan terkait perkembangan usaha per

7
8

periodik serta hasil usaha selama periode akuntansi yang berlangsung

ataupun sedang berjalan.

a. Tujuan Laporan Keuangan

Menurut Kasmir (2013:10) secara umum laporan keuangan bertujuan

untuk memberikan informasi keuangan suatu perusahaan, baik pada saat

tertentu maupun periode tertentu. Jelasnya adalah laporan keuangan

mampu memberikan informasi keuangan kepada pihak dalam dan luar

perusahaan yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan.

Menurut Kasmir (2013:11), berikut ini beberapa tujuan pembuatan

atau penyusunan laporan keuangan, yaitu:

1) Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang

dimiliki perusahaan pada saat ini;

2) Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal

yang dimiliki perusahaan pada saat ini;

3) Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang

diperoleh pada saat periode tertentu;

4) Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang

dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu;

5) Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi

terhadap aktiva, pasiva, dan modal perusahaan;

6) Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam

suatu periode;

7) Memberikan informasi tentang catatan atas laporan keuangan;


9

8) Informasi keuangan lainnya.

b. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan

Menurut SAK (IAI, 2007:5-9), terdapat empat karakteristik kualitatif

pokok yaitu:

1) Dapat Dipahami, kualitas penting informasi yang ditampung dalam

laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dipahami oleh

pengguna. Untuk maksud ini, pengguna diasumsikan memiliki

pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis,

akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan

ketentuan yang wajar.

2) Relevan, agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi

kebutuhan pengguna dalam proses pengambilan keputusan. Informasi

memiliki kualitas relevan apabila dapat mempengaruhi keputusan

ekonomi pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa

masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan, atau mengoreksi

hasil evaluasi pengguna di masa lalu. Selain itu, relevansi informasi

dipengaruhi oleh materialitasnya. Ia dianggap material apabila

kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan untuk mencatat

informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna

yang diambil atas dasar laporan keuangan. Materialitas bergantung

pada besarnya pos atau kesalahan yang dinilai sesuai dengan situasi

khusus dari kelalaian dalam mencantumkan (omission) atau kesalahan

dalam mencatat (misstatement).


10

3) Keandalan, informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari

pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat

diandalkan penggunanya sebagai penyajian yang tulus atau jujur

(faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang

secara wajar diharapkan dapat disajikan. Karakteristik andal

mencakup penyajian jujur, substansi mengungguli bentuk, netralitas,

pertimbangan sehat, dan kelengkapan. Laporan keuangan hendaknya

disajikan secara wajar seperti yang seharusnya, lebih mementingkan

isi daripada sekedar bentuk, penyajian informasi tidak hanya

menguntungkan salah satu pihak yang berkepentingan saja, selalu

mengedepankan unsur kehati-hatian dan pertimbangan rasional saat

melakukan perkiraan dalam kondisi ketidakpastian dan tetap

mengutamakan kelengkapan dalam setiap pengungkapan informasi.

4) Dapat diperbandingkan, implikasi penting dari karakteristik kualitatif

dapat diperbandingkan adalah bahwa pengguna harus mendapat

informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam

penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta

pengaruh perubahan tersebut. Itu sebabnya, pengguna harus dapat

memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk

mengidentifikasi kecenderungan (tren) posisi dan kinerja keuangan.

Pengguna juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan

antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja, serta

perubahan posisi keuangan secara relatif sehingga, pengukuran dan


11

penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang

serupa dapat dilakukan secara konsisten untuk perubahan yang sama

untuk perusahaan yang berbeda. Ketaatan pada standar akuntansi

keuangan, termasuk pengungkapan kebijakan akuntansi yang

digunakan oleh perusahaan, akan membantu pencapaian daya

banding.

c. Pengungkapan Pajak Penghasilan dalam Laporan Keuangan

Pengungkapan pajak penghasilan dalam laporan keuangan sangat

dibutuhkan untuk berbagai alasan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh

Kieso dkk (2002, 97) sebagai berikut:

1) Penaksiran Kualitas Laba (Assessment of Quality of Earning)

Pajak penghasilan perusahaan dapat memberikan pengaruh terhadap

laba perusahaan. Itu sebabnya, banyak investor tertarik pada

rekonsiliasi antara laba keuangan sebelum pajak dan laba fiskal untuk

menaksir kualitas laba perusahaan.

2) Prediksi yang lebih baik atas Arus Kas Masa Depan (Better Prediction
of Future Cash Flow)
Pemeriksaan terhadap porsi yang ditangguhkan dari beban pajak

penghasilan memberikan informasi akankah hutang pajak akan lebih

tinggi atau lebih rendah di masa depan. Pemeriksaan yang telah rinci

dapat mengungkapkan kebijakan perusahaan berkaitan dengan

kapitalisasi biaya atau pengakuan pendapatan dan kebijakan lain yang

menimbulkan perbedaan antara laba akuntansi sebelum pajak dengan

laba fiskal. Sebagai akibatnya, ini memungkinkan untuk memprediksi


12

pengurangan masa depan dalam kewajiban pajak tangguhan yang

mengindikasikan kepada kerugian dari likuiditas karena pembayaran

pajak aktual akan lebih tinggi dari beban pajak yang dilaporkan dalam

laporan laba rugi.

3) Membantu dalam penentuan Kebijakan Pemerintah (Helpful in Setting


Government Policy)
Penahanan jumlah pajak yang kini dibayar oleh perusahaan dan tarif

pajak efektif membantu pemerintah dalam membuat kebijakan.

2. Akuntansi Fiskal dan Akuntansi Komersial

Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai

peraturan perpajakan dan digunakan untuk keperluan penghitungan pajak.

Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak karena terdapat perbedaan

penghitungan, khususnya laba menurut akuntansi (komersial) dengan laba

menurut perpajakan (fiskal). Laporan keuangan komersial atau bisnis

ditujukan untuk menilai hasil usaha (Income statement) dan keadaan

keuangan (Balance Sheet) dari satu entitas, sedangkan laporan keuangan

fiskal ditujukan untuk menghitung penghasilan kena pajak dan beban pajak

yang harus dibayar ke Negara. Laporan keuangan komersil berdasarkan

prinsip akuntansi yang berlaku umum, yaitu Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan (PSAK) atau standar lain, sedangkan untuk kepentingan fiskal,

laporan keuangan disusun berdasarkan Undang-undang dan Peraturan

Perpajakan lain. Perbedaan penggunaan standar atau prinsip dasar dalam

penyusunan Laporan Keuangan terutama laporan Laba Rugi, mengakibatkan


13

perbedaan perhitungan laba rugi suatu entitas (Wajib Pajak) antara laba rugi

komersil dan laba rugi fiskal, yang akan berakibat adanya perbedaan

perbedaan beban pajak komersial dan beban pajak seharusnya dibayar ke

Negara.

Perbedaan antara akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal antara

lain sebagai berikut:

a. Dasar penyusunan

Dasar penyusunan laporan keuangan komersial adalah standar

akuntansi keuangan, sedangkan dasar peyusunan laporan keuangan fiskal

adalah standar akuntansi keuangan yang disesuaikan dengan Undang–

Undang Perpajakan yang berlaku.

b. Konsep

Konsep laporan keuangan komersial terdiri dari:

1) Dasar akrual (accrual basis). Pengaruh transaksi dan peristiwa lain

diakui pada saat kejadian dan bukan pada saat kas atau setara kas

diterima atau dibayar dan dicatat dalam catatan akuntansi serta

dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode bersangkutan.

2) Mempertemukan beban dengan pendapatan yang paling tepat (proper

matching cost and revenue) melibatkan pengakuan penghasilan dan

beban atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan

bersamasama dari transaksi atau peristiwa lain yang sama.

3) Konservatif (conservative), yaitu konsep atau prinsip kehati-hatian

dalam pelaporan keuangan dimana perusahaan tidak terburu-buru


14

dalam mengakui dan mengukur asset dan laba serta segera mengakui

kerugian dan hutang yang mempunyai kemungkinan yang terjadi.

Kemungkinan rugi yang ditaksir sudah diakui sebagai kerugian,

dengan membentuk penyisihan (cadangan) pada akhir tahun atau

dengan membuat penyesuaian, contoh: penyisihan kerugian piutang,

penyisihan potongan penjualan, penyisihan retur penjualan,

penyisihan klaim, penyisihan setelah biaya penjualan, penyisihan

penurunan nilai suratsurat berharga, penilaian persediaan dengan

metode harga pokok dan harga pasar mana yang lebih rendah.

4) Materialitas digunakan oleh auditor untuk menyatakan wajar/tidak

wajar dalam penilaian laporan keuangan komersial.

Konsep laporan keuangan fiskal terdiri dari:

a) Akrual stelsel (stelsel accrual). Pengaruh transaksi diakui

penghasilan pada saat diperoleh penghasilan, walaupun

penghasilan tersebut belum diterima tunai, dan mengurangkannya

dengan biaya–biaya pada saat biaya tersebut terutang, walaupun

biaya tersebut belum dibayar tunai. Sebagai contoh misalnya:

pengeluaran untuk suatu pembayaran dimuka. Mempertemukan

antara biaya untuk mendapat, menagih dan memelihara penghasilan

yang merupakan objek pajak penghasilan (proper matching taxable

income and deductible expense) sesuai dengan prinsip 3M

(mendapatkan, menagih dan memelihara) penghasilan, beban

(expense) yang dapat dikurangkan atas penghasilan kena pajak


15

(taxable income) adalah beban yang timbul dalam hubungannya

dengan penghasilan (match and link).

b) Konservatif tidak digunakan.

c) Materialitas merupakan besarnya informasi akuntansi yang apabila

terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang

melingkupinya, mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi

pertimbangan orang yang menaruh kepercayaan atas informasi

tersebut. Materialitas digunakan oleh auditor untuk menentukan

bidang-bidang laporan keuangan yang perlu di audit dan

menetapkan konteks untuk strategi audit menyeluruh serta

merencanakan sifat, waktu, dan luas prosedur audit spesifik. Dalam

penilaian laporan keuangan komersial tidak digunakan (selain bank

dan sewa guna usaha dengan hak opsi, hanya diperkenankan

dengan metode langsung).

c. Tujuan

Tujuan laporan keuangan komersial adalah menghitung laba bersih,

mengukur kinerja, mengukur keadaan posisi keuangan, mengukur

keadaan kekayaan dan laporannya ditujukan untuk pihak ketiga dan

manajemen. Sedangkan tujuan laporan keuangan fiskal adalah

menghitung besarnya pajak yang terutang dan laporannya ditujukan

kepada pihak fiskus.


16

d. Akibat Penyimpangan

Akibat dari penyimpangan dari laporan keuangan komersial,

misalnya pengambilan keputusan yang tidak tepat oleh manajemen,

adanya opini yang buruk terhadap laporan keuangan yang berhubungan

langsung dengan kreditor, investor dan pemilik perusahaan. Sedangkan

akibat penyimpangan dari laporan keuangan fiskal adalah dikenakannya

sanksi di bidang perpajakan antara lain sanksi administrasi yang berupa

denda, bunga kenaikan sedangkan sanksi pidananya berupa kurungan

atau penjara.

Jika kemudian kita tinjau kembali, maka sebenarnya perbedaan

laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal terdapat

pada:

1) Perbedaan mengenai konsep penghasilan atau pendapatan baik

menurut standar akuntansi, ataupun dari sisi fiskal, penghasilan atau

pendapatan merupakan suatu kenaikan atau tambahan manfaat

ekonomi yang diperoleh suatu pihak dalam bentuk apapun. Lebih

lanjut fiskal membedakan penghasilan tersebut menjadi tiga kelompok

yang sesuai dengan UU No 36 Tahun 2008 Pasal 4 Tentang Pajak

Penghasilan, yaitu:

a. Penghasilan yang merupakan Objek Pajak Penghasilan

b. Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final

c. Penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan


17

2) Perbedaan Konsep Beban (Biaya), untuk konsep beban, keduanya

memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Jika menurut standar

akuntansi peristiwa yang menyebabkan penurunan asset, terjadinya

kewajiban atau penurunan ekuitas dapat dikategorikan sebagai beban,

untuk pihak fiskal membatasi peristiwa yang diakui sebagai beban

hanya dengan yang dapat dihubungkan dengan pendapatan yang

diterima, ditagih, ataupun yang diperoleh. Perbedaan-perbedaan ini

berdampak pada jumlah laba. Laba komersial adalah pengukuran laba

yang lazim digunakan dalam dunia bisnis. Laba komersial dihitung

berdasarkan prinsip akuntansi yang berterima secara umum.

Sedangkan Menurut UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak

Penghasilan, ”Laba fiskal atau penghasilan kena pajak merupakan laba

yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku”. Oleh

karena itu, penting untuk melakukan suatu koreksi terhadap

perhitungan laba ataupun rugi perusahaan agar sesuai dengan

peraturan perpajakan demi perhitungan beban pajak.

3. Pajak Penghasilan

Menurut Siti Resmi (2009:88) pajak penghasilan adalah pajak yang

dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau

diperolehnya dalam suatu tahun pajak

Diaz Priantara (2012:171) mendefinisikan Pajak Penghasilan adalah

pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat dan memberikan kontribusi

signifikan kepada penerimaan Negara.


18

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh)

yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1991. Undang-

Undang Nomor 10 tahun 1994, Undang-Undang nomor 17 tahun 2000 dan

terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 mengatur

mengenai pajak atas pajak pajak penghasilan yang diterima atau diperoleh

orang pribadi dan badan ( Mardiasmo, 2018:153).

Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan pajak

penghasilan terhadap subjek pajak yang berkenaan dengan penghasilan yang

diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai

pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang

menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang PPh

disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang

diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai

pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak

subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Undang-Undang PPh

menganut asas materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang terutang

tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak. Dikutip dari PSAK No.46

pengertian Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan

peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas laba kena pajak entitas.

a. Subjek Pajak Penghasilan

Subjek pajak penghasilan menurut Thomas, sumarsan (2015:108-

109) yaitu:
19

1) Orang pribadi

Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau

berada di Indonesia ataupun diluar Indonesia.

2) Warisan

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang

berhak. Dianggap sebagai subjek pajak dalam negri yang berarti

dalam hal ini adalah status pewaris. Adapun untuk pelaksanaan

pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan

kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah

terbagi, maka kewajiban perpajakan beralih kepada ahli waris.

3) Badan

Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan

baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha

yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan

lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha mlik daerah

dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana

pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,

organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk

badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha

tetap. Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah

merupkan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya

sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya,

lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah pusat


20

dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakuka

kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak.

4) Bentuk usaha tetap

Maksudnya adalah bentuk usaha yang diperguakan oleh orang pribadi

yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia

tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka

waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak

bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan di Indonesia.

b. Objek Pajak Penghasilan

Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan

kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik

yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat

dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak

yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:

1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh termasuk gaji, tunjangan, honorarium, komisi,

bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya,

kecuali ditentukan lain dalam UndangUndang ini

2) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan

3) Laba usaha

4) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:


21

a) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,

persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau

penyertaan modal

b) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,

sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan

badan lainnya

c) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,

pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi

dengan nama dan dalam bentuk apapun

d) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau

sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah

dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan,

badan pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau

orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang

ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri

Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,

pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantar pihak-pihak yang

bersangkutan

e) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau

seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan,

atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.

5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai

biaya dan pembayaran tambahan dan pengembalian pajak


22

6) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang

7) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen

dan perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa

hasil usaha koperasi.

8) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak

9) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

10) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

11) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah

tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

12) Keuntungan selisih kurs mata uang asing

13) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva

14) Premi asuransi

15) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang

terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

16) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenakan pajak.

17) Penghasilan dari usaha berbasis syariah.

18) 1mbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang

mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan, dan .

19) Surplus Bank Indonesia.


23

c. Penghasilan yang Dikenai PPh Final

Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:

1) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga

obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan

oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

2) Penghasilan berupa hadiah undian;

3) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi

derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan

saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan

pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

4) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau

bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan

tanah dan/atau bangunan; dan

5) Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan

Peraturan Pemerintah.

d. Metode Penangguhan Pajak Penghasilan

Metode alokasi pajak digunakan untuk mempertanggungjawabkan

pengaruh-pengaruh pajak dan bagai mana pengaruh-pengaruh tersebut

harus disajikan dalam laporan keuangan. Menurut (Kieso dan Weygant,

2001: 1067-1068), ada tiga metode untuk mengalokasikan pajak, yaitu:

1) Metode Penangguhan (Deferred method)

Metode ini menggunakan pendekatan laba rugi (income statement

approach) yang memandang perbedaan perlakuan antara akuntansi


24

dan perpajakan dari sudut pandang laporan laba rugi, yaitu kapan

suatu transaksi diakui dalam laporan laba rugi baik dari segi komersial

maupun fiskal.pendekatan ini mengenal istilah perbedaan waktu dan

perbedaan permanen. Hasil hitungan dari pendekatan ini adalah

pergerakan yang akan diakui sebagai pajak tangguhan pada laporan

laba rugi. Metode ini lebih menekankan matching principle pada

periode terjadinya perbedaan tersebut. Namun, perkembangan dunia

bisnis dan akuntansi telah sedemikian pesatnya sehingga muncul

transaki-transaksi yang tidak diakui dalam laporan laba rugi tetapi

langsung diakui sebagai bagian dari ekuitas misalnya keuntungan atau

kerugian dari surat berharga yang siap untuk dijual kapan saja.

Apabila menggunakan pendekatan laba rugi transaksi seperti itu tidak

dapat terdeteksi, sehingga pendekatan ini dipandang kurang relevan.

2) Metode Aktiva-Kewajiban (Asset-liability method)

Metode ini menggunakan pendekatan neraca (balance sheet

approach) yang menekankan pada kegunaan laporan keuanagan dalam

mengevaluasi posisi keuangan dan memprediksikan aliran kas pada

masa yang akan datang. Pendekatan neraca memandang perbedaan

perlakuan akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang neraca, yaitu

perbedaan antara saldo buku menurut komersial dan dasar pengenaan

pajaknya. Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan temporer dan

perbedaan non temporer. Pada metode ini terjadi pengakuan pajak

tangguhan (deferred tax) atas konsekuensi pajak dimasa mendatang


25

berupa aktiva (kewajiban) pajak tangguhan yang harus dilaporkan di

neraca. Beban pajak tangguhan dilaporkan di laba rugi bagian taksiran

PPh sebagai komponen pajak tangguhan, sedangkan penghasilan pajak

tangguhan harus dilaporkan di laba rugi sebagai komponen negative

dari beban pajak tangguhan.

3) Metode Bersih dari Pajak (Net-of-tax method)

Pada metode ini tidak ada pajak tangguhan yang diakui. Konsekuensi

pajak atas perbedaan temporer tidak dilaporkan secara terpisah.

Sebaliknya diperlakukan sebagai penyesuaian atas nilai aktiva atau

kewajiban tertentu dan penghasilan atau beban yang terkait. Dalam

metode ini, beban pajak yang disajikan dalam laporan laba rugi sama

dengan jumlah pajak penghasilan yang terhutang menurut SPT

tahunan.

4. PSAK No.46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau yang biasa disebut PSAK

No. 46 disusun oleh IAI untuk mengatur tentang penyajian Pajak

Penghasilan pada laporan keuangan serta pengungkapan informasi yang

relevan.

a. Tujuan dan Ruang Lingkup PSAK No.46

Masalah utama dalam perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan

adalah bagaimana mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada

periode berjalan dan periode mendatang untuk hal-hal sebagai berikut:


26

1) Pemulihan nilai tercatat aset atau pelunasan nilai tercatat liabilitas;

sehingga menimbulkan konsekuensi untuk mengakui aset atau

liabilitas pajak tangguhan, dengan beberapa pengecualian.

2) Transaksi-transaksi atau kejadian-kejadian lain dalam periode berjalan

yang diakui pada laporan laba rugi dengan konsekuensinya harus

langsung dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas.

3) Mengatur pengakuan aset pajak tangguhan yang berasal dari sisa rugi

yang dikompensasikan ke tahun berikut, penyajian pajak penghasilan

pada laporan keuangan dan pengungkapan informasi yang

berhubungan dengan pajak penghasilan.

Sedangkan ruang lingkup Psak No. 46 adalah sebagai berikut:

1) Mencakup perlakuan pajak penghasilan final, yang artinya bahwa

pelunasan kewajiban pajak yang telah selesai dan penghasilan yang

dikenakan pajak penghasilan tidak dapat digabungkan dengan

penghasilan lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak

final. Sesuai dengan peraturan perundangan perpajakan, penghasilan

yang telah dikenakan PPh Final tidak lagi dilaporkan sebagai

penghasilan kena pajak, semua beban sehubungan dengan penghasilan

yang dikenakan PPh Final tidak boleh dikurangkan. Oleh karena itu,

tidak terdapat perbedaan temporer sehingga tidak diakui adanya aset

atau liabilitas pajak tangguhan.

2) Mencakup pembatalan paragraf 77, dalam PSAK No. 16 yang

menyatakan “apabila perusahaan memilih untuk menghitung pajak


27

menurut laba akuntansi, selisih perhitungan tersebut dengan hutang

pajak yang dihitung (menurut laba kena pajak) yang disebabkan

perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban untuk tujuan

akuntansi dengan tujuan pajak ditampung dalam perkiraan pajak

penghasilan yang ditangguhkan, dikelompokkan sebagian dari aset

lain-lain dan dialokasikan pada beban kena pajak penghasilan tahun-

tahun mendatang.

Didalam PSAK No.46 yang berkaitan dengan pelaporan Pajak

Penghasilan (PPh) terdapat beberapa istilah penting yang perlu diketahui.

Berikut beberapa pengertian pokok dari istilah-istilah berikut :

1) Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan

perpajakan dan pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak

perusahaan.

2) Laba akuntansi adalah laba atau rugi bersih selama satu periode

sebelum dikurang beban pajak.

3) Penghasilan kena pajak atau laba fiskal (taxable profit) atau rugi

pajak (tax loss) adalah laba atau rugi selama satu periode yang

dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan yang menjadi dasar

perhitungan pajak penghasilan.

4) Beban pajak (tax expense) atau penghasilan (tax income) adalah

jumlah agrerat pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan

(deferred tax) yang diperhitungkan dalam perhitungan laba atau rugi

pada satu periode.


28

5) Pajak kini (current tax) adalah jumlah pajak penghasilan terutang

(payable) atas penghasilan kena pajak satu periode.

6) Kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities) adalah jumlah

pajak penghasilan terutang (payable) untuk periode mendatang

sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.

7) Aset pajak tangguhan (deferred tax assets) adalah jumlah pajak

penghasilan terpulihkan (recoverable) pada periode mendatang

sebagai akibat adanya:

a) Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan, dan

b) Sisa kompensasi kerugian.

8) Perbedaan temporer (temporary differences) adalah perbedaan antara

jumlah tercatat aset atau kewajiban dengan DPP-nya Perbedaan

temporer dapat berupa:

a) Perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary differences)

adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena

pajak (taxable amounts) dalam penghitungan laba fiskal periode

mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan (recovered)

atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi (settled); atau

b) Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan (deductible

tempopary differences) adalah perbedaan temporer yang

menimbulkan suatu jumlah kena pajak (taxables amonuts) dalam

perhitungan laba fiskal periode mendatang saat nilai tercatat aset

dipulihkan (recovered) atau nilai tercatat kewajiban tersebut


29

dilunasi (settled).

9) Dasar pengenaan pajak (DPP) aset atau kewajiban adalah nilai aset

atau kewajiban yang diakui oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam

perhitungan laba fiskal.

10) Surat Ketetapan Pajak adalah surat yang diterbtkan oleh Direktorat

Jenderal Pajak yang dapat berupa:

a) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat keputusan

yang menentukan besarnya jumlah pajak terutang, jumlah kredit

pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya

sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar;

b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat

keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang

telah ditetapkan;

c) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat keputusan yang

menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah

kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak

seharusnya terutang;

d) Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat keputusan yang

menentukan jumlah pajak terutang sama besarnya dengan jumlah

kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

e) Surat Tagihan Pajak adalah surat yang diterbitakan oleh

Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan tagihan pajak

dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.


30

b. Pengakuan dalam PSAK No.46

Penyebab terjadinya perbedaan temporer atau beda waktu adalah

adanya perbedaan dasar pengukuran dan pengakuan aktiva dan

kewajiban untuk tujuan perhitungan penghasilan kena pajak dan untuk

tujuan perhitungan laba rugi komersial. Istilah Dasar Pengenaan Pajak

atau DPP digunakan untuk menyatakan dasar pengukuran aktiva dan

kewajiban berdasarkan peraturan perpajakan sedangkan istilah nilai

tercatat digunakan untuk menyatakan dasar pengukuran aktiva dan

kewajiban berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan.

Definisi DPP aktiva adalah jumlah yang dapat diperkurangkan,

untuk tujuan fiskal terhadap setiap manfaat ekonomi (penghasilan) kena

pajak yang akan diterima perusahaan pada saat memulihkan nilai tercatat

aktiva tersebut. Apabila manfaat ekonomi (penghasilan) tersebut tidak

akan dikenakan pajak maka DPP aktiva adalah sama dengan nilai tercatat

aktiva. Sedangkan DPP kewajiban adalah nilai tercatat kewajiban

dikurangi dengan setiap jumlah yang dapat dikurangkan pada masa

depan. Dalam hal pendapatan diterima dimuka, maka dasar pengenaan

pajak yang ditimbulkan liabilitas tersebut merupakan jumlah tercatat

liabilitas dikurangi setiap jumlah pendapatan yang tidak dikenakan pajak

pada periode mendatang.

1) Pengakuan Aktiva Pajak Kini dan Kewajiban Pajak Kini

Jumlah pajak kini yang belum dibayar haruslah diakui sebagai

kewajiban pajak kini. Apabila jumlah pajak yang telah dibayar untuk
31

periode berjalan dan periode-periode sebelumnya melebihi jumlah

pajak yang terhutang untuk periode tersebut, maka selisihnya diakui

sebagai aktiva pajak kini.

2) Pengakuan Aktiva Pajak Tangguhan dan Kewajiban Pajak


Tangguhan
Aktiva pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan

terpulihkan pada periode mendatang sebagai akibat dari adanya

perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi

kerugian. Aktiva pajak tangguhan diakui untuk seluruh perbedaan

temporer yang boleh dikurangkan, sepanjang besar kemungkinan

dapat dimanfaatkan untuk mengurangi laba fiskal pada masa yang

akan datang, kecuali yang timbul dari :

a) Goodwill negative yang diakui sebagai pendapatan tangguhan dari

penggabungan usaha,

b) Pengakuan awal aktiva dan kewajiban dari suatu transaksi yang

bukan transaksi penggabungan usaha dan tidak berpengaruh pada

laba komersial dan laba fiskal. Kewajiban pajak tangguhan adalah

jumlah pajak penghasilan yang terhutang untuk periode

mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak,

kecuali yang timbul dari:

1. Goodwill yang amortisasinya tidak dapat dikurangkan untuk

tujuan fiscal.
32

2. Pengakuan awal aktiva atau kewajiban dari suatu transaksi yang

bukan transaksi penggabungan usaha dan tidak berpengaruh

pada laba komersial dan laba fiskal.

3) Pengakuan Saldo Rugi Fiskal yang Dapat Dikompensasi

Saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi diakui sebagai aset

pajak tangguhan apabila besar kemungkinan bahwa laba fiskal pada

masa yang akan datang memadai untuk dikompensasi. Namun perlu

diketahui, apabila laba fiskal tidak mungkin tersedia dalam jumlah

yang memadai untuk dapat dikompensasikan dengan saldo rugi fiskal

yang dapat dikompensasi, maka aset pajak tangguhan tidak diakui

4) Pengakuan Pajak Kini dan Pajak Tangguhan

Pajak kini dan pajak tangguhan diakui sebagai penghasilan atau

beban pada laporan laba rugi periode berjalan, kecuali untuk pajak

penghasilan yang berasal dari:

a) Transaksi atau kejadian yang langsung dikreditkan atau

dibebankan ke ekuitas pada periode yang sama atau periode yang

berbeda, atau

b) Penggabungan usaha yang secara substansi adalah akuisisi. Pajak

kini dan pajak tangguhan harus langsung dibebankan atau

dikreditkan ke ekuitas apabila pajak tersebut berhubungan dengan

transaksi yang langsung dikreditkan atau dibebankan ke ekuitas.


33

5. Penyajian Pajak Tangguhan

a. Aktiva Pajak dan Kewajiban Pajak

Aktiva dan kewajiban pajak harus disajikan terpisah dari aktiva dan

kewajiban lainnya dalam neraca. Aktiva pajak tangguhan dan kewajiban

pajak tangguhan harus dibedakan dari aktiva pajak kini dan kewajiban

pajak kini. Apabila dalam laporan keuangan, aktiva dan kewajiban lancar

disajikan terpisah dari aktiva dan kewajiban tidak lancar maka aktiva

(kewajiban) pajak tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aktiva

(kewajiban) lancar.

b. Saling Menghapuskan (offset)

PSAK No. 46 tidak menyatakan secara tegas mengenai aktiva pajak

tangguhan boleh atau harus dikompensasi (offset) dengan kewajiban

pajak tangguhan dalam penyajian neraca. PSAK No. 46 menyatakan

bahwa aktiva pajak kini harus dikompensasi (offset) dengan kewajiban

pajak kini dan jumlah netonya harus disajikan pada neraca.

c. Beban Pajak Beban (penghasilan)

Pajak yang berhubungan dengan laba atau rugi dari aktivitas normal

harus disajikan tersendiri pada laporan laba rugi.

d. Pajak Penghasilan Final

Apabila nilai tercatat aktiva atau kewajiban yang berhubungan

dengan pajak penghasilan final berbeda dari DPP-nya, maka perbedaan

tersebut tidak diakui sebagai aktiva atau kewajiban pajak tangguhan.

Atas penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final, beban pajak


34

diakui secara proporsional dengan jumlah pendapatan menurut akuntansi

yang diakui pada periode berjalan. Selisih antara jumlah pajak

penghasilan final yang terhutang dengan jumlah yang dibebankan

sebagai beban pajak kini pada perhitungan laba rugi diakui sebagai Pajak

Penghasilan Final Dibayar Dimuka dan Pajak Penghasilan Final yang

Masih Harus Dibayar. Perkiraan pajak penghasilan final dibayar dimuka

disajikan secara terpisah dari pajak penghasilan final yang masih harus

dibayar.

6. Perhitungan Pajak Tangguhan

Pajak penghasilan tangguhan dapat dihitung dengan mengalikan beda

waktu yang terjadi dengan tarif pajak yang berlaku pada saat aktiva

dipulihkan atau kewajiban dilunasi. Tarif yang digunakan adalah tarif PPh

yaitu 25%. Apabila pada tahun yang bersangkutan terjadi rugi fiskal, maka

PPh tangguhan dapat dikompensasikan dengan kerugian fiskal.

B. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Nama dan Tahun


NO Judul Hasil Penelitian
Penelitian

1. Heri Susanto, Implementasi PSAK Peneliti menemukan beberapa


Crescentiano 46 Atas Pajak PPh penerapan yang telah sesuai
Agung (2022) dengan PSAK No.46 diantara-
nya adalah PT Pembangunan
Jaya Ancol Tbk telah menerap-
kan PSAK No.46 mengenai
Pajak Penghasilan atas penga-
kuan beban pajak sesuai dengan
35

alenia 05, perusahaan juga telah


melakukan perhitungan menge-
nai transaksi atau peristiwa
yang berhubungan dengan
penghasilan komprehensif lain
yang tidak diperhitungkan di-
luar perhitungan laba rugi sesuai
dengan PSAK No.46 alenia 05,
pengakuan selisih pajak dari
pajak terutang dan pajak perio-
de berjalan sebagai aset, penga-
kuan manfaat yang lebih besar
sebagai liabilitas pajak tanggu-
han dan ketentuan saling hapus
atau pengampunan pajak yang
sesuai dengan ketentuan PSAK
No. 46.

2. Armanto Dampak Penerapan Hasil penelitian mengungkapkan


Witjaksono PSAK 46 Revisi dampak implementasi PSAK 46
(2016) 2014 (2014) terhadap Laporan Ke-
uangan lebih disebabkan perbe-
daan filosofis antara tujuan
PSAK dengan Pajak.

3. Dwi Artha Analisis penerapan Hasil penelitian ini menunjuk-


Cahyono Putra pajak penghasilan kan bahwa PT.MNC Sky Vision
(2016) PSAK No. 46 KPP Malang belum menerapkan
Terhadap Laporan pencatatan dan pelaporan
keuangan PT. MNC keuangan berdasarkan PSAK
Sky Vision KPP No.46. Setelah diterapkannya
Malang. PSAK No. 46 ini, meng-
akibatkan timbulnya kewajiban/
hutang pajak tangguhan serta
hutang pajak kini pada neraca
karena beda waktu yang berasal
dari perbedaan metode pen-
yusutan aktiva tetap dan tarif
yang digunakan antara perusaha-
an dengan peraturan perpajakan.
Hasil penelitian juga menunjuk-
36

kan laba bersih perusahaan


menjadi lebih kecil dari tahun
2014 hingga 2015 akibat adanya
beban pajak tangguhan sebagai
dampak dari penerapan PSAK
No. 46.

4. Nazmunisa Analisis Implementa- Berdasarkan penelitian yang


Noor (2019) si Psak 46 Revisi telah dilakukan, pada PT Antam
2014 Pada Laporan (Persero) Tbk yang terdaftar di
Keuangan Pt. Antam Bursa Efek Indonesia (BEI)
(Persero) Tbk Aspek telah sesuai dengan PSAK 46
Pengakuan, Penguku- revisi 2014.
ran, Penyajian, Dan
Pengungkapan
Periode 2016-2017

5. Aprillia Elvira Evaluasi Penerapan Hasil penelitian menunjukkan


Johannes dan PSAK No. 46 atas bahwa PT. Bank Sulut telah
David Paul Elia Pajak Penghasilan menerapkan PSAK No. 46 atas
Saerang (2014) pada PT. Bank Sulut pajak penghasilan tahun buku
(Persero) Tbk 2011 karena mampu untuk
mempertanggungjawabkan kon-
sekuensi pajak masa kini dan
masa mendatang dengan menga-
kui adanya suatu liabilitas/ aset
pajak tangguhan yang timbul
dari perbedaan temporer dan
penerapan antara penerapan me-
tode akuntansi perusahaan dan
ketentuan perpajakan yang di-
atur di dalam Undang-Undang
Perpajakan.

6. Mhd. Al Fachri Analisis penerapan Temuan Penelitian yang didapat


Azmi Siregar psak no. 46 atas PT. Perkebunan Nusantara IV
pajak penghasilan Medan telah menerapkan PSAK
(2020)
badan pada laporan No. 46 pada laporan keuangan-
keuangan pt. nya; Perlakuan akuntansi yang
Perkebunan dilakukan PT. Perkebunan
nusantara iv medan Nusantara IV Medan belum se-
37

penuhnya mengakui konsekuensi


pajak sebagaimana distandarkan
dalam PSAK No. 46. Hal ini
terbukti dengan tidak terdapat-
nya pengakuan akan pengu-
rangan kewajiban jangka pan-
jang perusahaan yang berupa
kewajiban manfaat karyawan
yang kemudian seharusnya
digantikan dengan kewajiban
lancar perusahaan.

C. Kerangka Pikir

Dalam penelitian ini dapat lebih mudah dan sistematik, maka perlu adanya

kerangka piker yang ditunjukkan oleh gambar dibawah ini :

Laporan Keuangan PTPN XIV


MAKASSAR

Implementansi PSAK No. 46


Pajak Penghasilan

Pajak Kini Pajak Tangguhan

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian


38

Kerangka piker ini menjelaskan alur analisis penulis dalam

menginterprestasikan data-data yang diperoleh agar menjadi pembahasan yang

mudah dipahami dan dimengerti.

D. Hipotesis

1. Diduga Pengimplementasian Laporan keuangan PTPN XIV Makassar tidak

sesuai dengan PSAK No. 46 Makassar.

2. Diduga Pengimplementasian Laporan Keuangan PTPN XIV Makassar

sudah sesuai dengan PSAK No. 46 Makassar.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat Penelitian dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara XIV yang

beralamat di Jl. Urip Sumoharjo No.72-74, Karuwisi Utara, Kec. Makassar,

Kota Makassar, Sulawesi Selatan 9011. Waktu penelitian dilaksanakan selama

kurang lebih dua bulan yaitu mulai bulan September sampai dengan Oktober

2022. Peneliti memilih tempat penelitian ini dikarenakan rasa keingintahuan

apakah penerapan PSAK No.46 telah diterapkan pada laporan keuangan yang

dimiliki oleh PTPN XIV Makassar.

B. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data tersebut dilakukan dengan cara :

1. Studi Pustaka

Data dan informasi yang dibutuhkan diperoleh dari berbagai referensi

literatur, jurnal-jurnal media cetak, dokumen arsip dan bacaan lainnya

yang berkaitan dengan masalah tersebut yang dapat digunakan sebagai

landasan teori dan alat untuk melakukan analisis.

2. Dokumentasi

Adalah teknik pengumpulan data melalui pengumpulan bahan-bahan

tertulis seperti buku-buku, data-data yang tersedia dan laporan yang

relevan dengan objek penelitian untuk mendukung data yang sudah ada.

39
40

Selain itu pengambilan data penelitian ini secara langsung ke tempat

penelitian yaitu pada PTPN XIV Makassar.

C. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

a. Data Kualitatif. Data Kualitatif adalah data yang diperoleh penulis yang

sifatnya deskriptif berupa gambaran umum PTPN XIV Makassar dan

struktur organisasi didalamnya.

b. Data Kuantitatif, terdiri dari data berupa angka-angka seperti laporan

keuangan PTPN XIV Makassar.

2. Sumber Data

Sumber data yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Data Primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung

melalui divisi keuangan dan akuntansi yang berupa laporan keuangan

konsolidasian pada tahun 2020.

D. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif kualitatif yang memiliki tujuan mengungkapkan fakta, keadaan,

fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan

menyuguhkan apa adanya, dikaitkan dengan penelitian ini metode deskritif

kualitatif digunakan untuk mengetahui penerapan PSAK No. 46 tentang pajak

penghasilan badan terhadap laporan keuangan PT. Perkebunan Nusantara

XIV.
41

Data yang diperoleh dari perusahaan akan dianalisis sesuai dengan tujuan

peneliti, yaitu:

1. Laporan keuangan komersial yang telah dikoreksi fiskal sehingga

diketahui besarnya pajak penghasilan.

2. Menghitung penghasilan kena pajak dari adanya perbedaan

temporer/waktu (temporary differences) dan perbedaan tetap/biaya yang

tidak bisa dikurangkan (permanen diffrences) yang timbul dari penerapan

PSAK No. 46

3. Menghitung beban dan utang pajak kini perusahaan dari jumlah

penghasilan kena pajak yang telah dihitung dikalikan tarif sesuai dengan

peraturan perpajakan sebesar 22%. Serta menganalisis Pajak Penghasilan

yang diakui dalam penghasilan komprehensif lain yang nantinya akan

berpengaruh terhadap pajak tangguhan

4. Membuat jurnal penyesuaian yang dibutuhkan sehubungan dengan adanya

pengakuan pajak kini dan pajak tangguhan.

E. Defenisi Operasional

1. PSAK No. 46

PSAK No. 46 bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak

penghasilan. Masalah utama dalam perlakuan akuntansi untuk pajak

penghasilan adalah bagaimana mempertanggungjawabkan konsekuensi

pajak pada periode berjalan dan periode mendatang


42

2. Laporan Keuangan

Setiap entitas perusahaan, pastinya memiliki sebuah laporan keuangan

yang didalamnya menjelaskan sebuah hasil pencapaian yang berupa

perhitungan akuntansi terkait asset, pendapatan, liabilitas, laba rugi dan

laba kotor.
BAB IV

GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN

A. Gambaran Singkat PT. Perkebunan Nusantara XIV Makassar

PT. Perkebunan Nusantara XIV Makassar atau biasa disingkat menjadi

PTPN XIV. PTPN XIV adalah anak usaha PTPN III yang bergerak di bidang

perkebunan dan pertenakan. Jenis perusahaan ini adalah perseroan terbatas,

yang bergerak di Industri Perkebunan dan Perternakan. Dengan bidang usaha

yang dikelola adalah bidang perkebunan, dengan komoditi Kelapa Sawit,

Gula Tebu, kakao, karet, Kelapa dan ternak Sapi. Komoditi unggulan yang

menjadi menjadi core bussines adalah kelapa sawit dan gula/tebu.

PT. Perkebunan Nusantara XIV didirikan pada tanggal 11 Maret 1996

berdasarkan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 1996 tanggal 14 februari

1996 tentang peleburan PT. Perkebunan XXVIII (Persero), PT. Perkebunan

XXXII (Persero), PT. Bina Mulya Ternak (Persero), menjadi PT. Perkebunan

Nusantara XIV (Persero), termasuk eks Proyek-proyek pengembangan PT.

Perkebunan XXIII (Persero) di Sulewesi Selatan, Sulewesi Tengah dan

Sulewesi Tenggara.

Akta Pendirian PT. Perkebunan Nusantara XIV(Persero) nomor 47

tanggal 11 Maret 1996 dibuat oleh Notaris Harun Kamil, SH yang telah

mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor

C2-9087.HT.01.01 tahun 1996 tanggal 24 september 1996 (Berita Negara RI

Nomor 81 tanggal 8 oktober 1996, tambahan Nomor 8687).

43
44

B. Visi, dan Misi PT. Perkebunan Nusantara XIV Makassar

1. Visi :

Menjadi perusahaan agribisnis yang sehat, inovatif, tangguh, dan

berkarakter dalam mendukung kemajuan Negeri.

2. Misi :

a. Perbaikan sistem pengelolaan untuk meningkatkan produksi,

produktivitas dan kualitas pada unit usaha secara berkelanjutan

dengan fokus utama pada komoditas kelapa sawit dan tebu.

b. Meningkatkan kompetensi dan profesionalisme sumber daya manusia

melalui pengelolaan organisasi dan engagement karyawan yang kuat.

c. Membangun rantainilai yang handal dan adaptif.

d. Meningkatkan nilai tambah bagi shareholder melalui optimalisasi aset

secara efektif dan efesien dengan menerapkan tata kelola yang baik.

e. Meningkatkan kepercayaan stakholder melalui sinergitas kemitraan

yang harmonis.
45

C. Struktur Organisasi PT.Perkebunan Nusantara XIV Makassar

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PTPN XIV Makassar

D. Tugas Dan Tanggung Jawab PT.Perkebunan Nusantara XIV

1. Pemegang saham

a. Pemegang Saham/Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) RUPS

terdiri atas :

1) RUPS Tahunan untuk mengesahkan Rencana Kerja dan Anggaran

Perusahaan (RKAP) diselenggarakan selambat-lambatnya 30 (tiga

puluh) hari setelah periode akuntansi yang baru dimulai;

2) RUPS Tahunan untuk mengesahkan Laporan Tahunan dan

Perhitungan Tahunan diselenggarakan selambat-lambatnya dalam

6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir;


46

3) RUPS Luar Biasa yang dapat diselenggarakan sewaktu-waktu

apabila diperlukan oleh Pemegang Saham atau atas usulan Dewan

Komisaris dan/atau Direksi.

b. Wewenang RUPS

Wewenang RUPS adalah :

1) Menyetujui atau menolak Rencana Jangka Panjang Perusahaan

(RJPP) dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan;

2) Menetapkan perhitungan alokasi laba perusahaan:

a) Laba yang ditahan dan cadangan;

b) Dividen kepada Pemegang Saham;

c) Bonus Direksi, Dewan Komisaris, dan Pekerja.

3) Mengangkat dan memberhentikan Direksi dan Dewan Komisaris;

4) Menetapkan target kinerja masing-masing Direksi dan Dewan

Komisaris;

5) Melakukan penilaian kinerja secara kolektif maupun masing-

masing Direksi dan Dewan Komisaris;

6) Menetapkan auditor eksternal untuk melakukan audit keuangan

atas laporan keuangan;

7) Menetapkan remunerasi Dewan Komisaris dan Direksi

8) Menetapkan kebijakan mengenai kemungkinan adanya konflik

kepentingan yang terkait dengan Dewan komisaris;

9) Menetapkan jumlah maksimum jabatan Komisaris yang boleh

dirangkap oleh seorang Komisaris;


47

10) Menetapkan jumlah maksimum jabatan Komisaris yang boleh

dirangkap oleh Direksi pada Anak Perusahaan;

11) Mendelegasikan kepada Dewan Komisaris tentang pembagian

tugas dan wewenang anggota Direksi.

c. Hak Pemegang Saham

Hak-hak Pemegang Saham adalah :

1) Menghadiri RUPS dan memberikan suara pada RUPS;

2) Memperoleh informasi material (termasuk hak bertanya) baik dari

Dewan Komisaris maupun Direksi mengenai keuangan atau hal-

hal lain yang menyangkut Perusahaan secara lengkap, tepat

waktu, dan teratur;

3) Memperoleh pembagian laba Perusahaan (dividen);

4) Menyelenggarakan RUPS dalam hal Direksi dan/atau Dewan

Komisaris lalai menyelenggarakan RUPS Tahunan dan sewaktu-

waktu meminta penyelenggaraan RUPS Luar Biasa bila

dipandang perlu, misalnya bila Perusahaan menghadapi

penurunan kinerja yang signifikan.

d. Dewan Komisaris

1) Keanggotaan dan Komposisi

Keanggotaan dan komposisi Dewan Komisaris adalah sebagai

berikut:

a) Komisaris terdiri atas sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang,

seorang di antaranya diangkat sebagai Komisaris Utama;


48

b) Sekurang-kurangnya 20% dari anggota Dewan Komisaris

harus berasal dari kalangan di luar Perusahaan dengan

ketentuan bahwa yang bersangkutan :

c) Tidak menjabat sebagai Direksi di perusahaan terafiliasi;

d) Tidak bekerja di Perusahaan atau afiliasinya;

e) Tidak mempunyai keterkaitan finansial, baik langsung maupun

tidak langsung dengan Perusahaan atau perusahaan lain yang

menyediakan jasa dan produk kepada Perusahaan dan

afiliasinya;

f) Bebas dari benturan kepentingan dan aktivitas bisnis atau

hubungan lain yang dapat menghalangi atau mengganggu

kemampuan Komisaris yang bersangkutan untuk bertindak

atau berfikir secara bebas dilingkup Perusahaan.

e. Kualifikasi Personil

Anggota Dewan Komisaris harus memenuhi kualifikasi personil

sebagai berikut :

1) Memiliki integritas, dedikasi, itikad baik, dan rasa tanggung jawab

2) Memahami masalah-masalah manajemen perusahaan;

3) Memiliki keahlian dan pengetahuan yang memadai di bidang usaha

Perusahaan;

4) Dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan

tugasnya;
49

5) Mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah

dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Dewan

Komisaris yang dinyatakan bersalah, menyebabkan suatu

Perusahaan pailit, atau pernah dihukum karena melakukan tindak

pidana yang merugikan keuangan negara dalam kurun waktu 5

(lima) tahun sebelum pengangkatannya;

6) Tidak memiliki benturan kepentingan dalam melaksanakan

tugasnya;

7) Tidak mewakili kepentingan partai politik tertentu.

f. Tugas, Tanggung Jawab dan Kewajiban Dewan Komisaris

1) Dewan Komisaris bertugas:

a) Mengawasi dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam

menjalankan kegiatan Perusahaan;

b) Mengawasi pelaksanaan Rencana Jangka Panjang Perusahaan

(RJPP) serta Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan

(RKAP);

c) Memantau dan mengevaluasi kinerja Direksi;

d) Mengkaji pembangunan dan pemanfaatan teknologi informasi;

e) Mengawasi pelaksanaan manajemen risiko;

f) Mengawasi efektivitas penerapan good corporate governance;

g) Memantau kepatuhan Perusahaan terhadap peraturan

perundang-undangan yang berlaku.


50

2) Dewan Komisaris bertanggung jawab:

a) Mengusulkan Auditor Eksternal untuk disahkan dalam RUPS

dan memantau pelaksanaan penugasan Auditor Eksternal;

b) Menyusun pembagian tugas di antara anggota Dewan

Komisaris sesuai dengan keahlian dan pengalaman masing-

masing anggota Dewan Komisaris;

c) Menyusun program kerja dan target kinerja Dewan Komisaris

tiap tahun serta mekanisme reviu terhadap kinerja Dewan

Komisaris;

d) Menyusun mekanisme penyampaian informasi dari Dewan

Komisaris kepada stakeholders;

e) Mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Dewan

Komisaris kepada RUPS.

3) Dewan Komisaris berkewajiban :

a) Memberikan pendapat dan saran secara tertulis kepada RUPS

mengenai Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) dan

Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) yang

diusulkan Direksi ;

b) Memberikan pendapat kepada RUPS mengenai masalah

strategis atau yang dianggap penting, termasuk pendapat

mengenai kelayakan visi dan misi Perusahaan


51

c) Meneliti dan menelaah laporan berkala dan laporan tahunan

yang disiapkan Direksi, termasuk laporan hasil audit Satuan

Pengawasan Intern (SPI);

d) Menandatangani RJPP dan laporan tahunan;

e) Melaporkan dengan segera kepada RUPS tentang terjadinya

gejala menurunnya kinerja Perusahaan;

f) Menginformasikan kepemilikan sahamnya dan/atau

keluarganya pada perusahaan lain untuk dicantumkan dalam

laporan tahunan.

E. Komoditas PT.Perkebunan Nusantara XIV

1. Kelapa Sawit

PT. Perkebunan Nusantara XIV (persero) memiliki 4 unit usaha

kelapa sawit, yaitu PKS Luwu (kebun da pabrik), kebun Keera-Maroangin,

Kebun Malili dan kebun Asera dengan hasil produk Crude Palm Oil (CPO)

dan Kernel. Areal tanaman seluas kelapa sawit dengan desember 2020

seluas 5.270 ha terdiri dari tanamam dewasa seluas 3.027 ha (57%),

tanaman remeja seluas 541 ha (10%), tanaman muda seluas 1.703ha (32%).

Areal tanamam belum menghasilkan samapi dengan tahun 2020 seluas

5.162 ha sedangkan areal tanaman ulang atau penanaman kembali sampai

dengan tahun 2020 seluas 424 ha.

2. Tebu

PT. Perkebuanan Nusantara XIV (persero) memiliki 3 unit pabrik gula

yang terletak di Provinsi Sulewesi Selatan, pabrik gula Bone, pabrik gula
52

camming dan pabrik gula Takalar, dengan hasil produk Gula Kristal Putih

dan Tetes.

Luas areal yang ditanami tebu seluas 12.625 ha dengan produksi gula

tahun 2020 sebanyak 55.250 ton dan tetes sebanyak 32.274 ton.

3. Karet

PT. Perkebunan Nusantara XIV (persero) memilki 2 unit kebut karet,

yaitu unit kebun Awaya/Telpaputih, Pulau Seram, Provinsi Maluku dan

unit Kebun Beteleme di Kabupaten Morowali Provinsi Sulewesi Tengah,

dengan hasil produk karet kering (SIR-20 dan Brown Crepe). Areal

tanaman karet 2020 seluas 2.512 ha dengan komposisi tanaman renta

seluas 1.467 ha(59%), tanaman muda seluas 740 ha(29%) dan 12% lainnya

adalah tanaman tua, dewesa dan remaja.

4. Kelapa

PT. Perkebunan Nusantara XIV (Persero) memiliki 2 kebun kelapa

yaitu, di kebun Awaya/Telpaputih, Pulau Seram, Provinsi Maluku dan

Kebun Minahasa-Halmahera di sulewesi Utara dan Pulau Halmahera

Maluku Utara, dengan hasil produk kopra dan kelapa kupas. Areal

tanaman seluas 3.800 ha.

5. Ternak Sapi

PT. Perkebunan Nusantara XIV (persero) memilki area selauas kurang

lebih 7.900 ha yang dijadikan sebagai ranch sapi, yaitu ranch Kabaru di

Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, dengan hasil produk sapi. Jumlah

ternak sapi tahun 2020 sebanyak 1.724 ekor.


53

F. Produk PT.Perkebunan Nusantara XIV

1. Gollata

"Gollata" Teman Manis Kita adalah Gula Kristal Putih yang dijamin

kualitasnya karena berasal dari tanaman Tebu yang ditanam di kebun milik

sendiri, diolah di Pabrik sendiri (PG Bone, PG Camming dan PG Takalar).

Gollata telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Pemerintah

Republik Indonesia seperti SNI, BPOM dan sertifikat halal. Gollata

menjamin kebutuhan masyarakat terhadap produk gula yang bersih, segar

dan manis.

2. Gula Kristal Putih (GKP)

Salah satu produk utama yang dihasilkan oleh PT Perkebunan

Nusantara XIV adalah Gula Kristal Putih (GKP) yang berasal dari tebu

yang ditanam di lahan HGU. Gula produksi PTPN XIV yang diberi label

Walini ini merupakan salah satu dari 9 bahan pokok makanan dan

merupakan produk vital stategis dalam ekonomi Indonesia. GKP produksi

PG Takalar, PG Camming dan PG Bone yang terletak di Provinsi Sulawesi

Selatan tersedia dalam kemasan 50 kg.

3. Tetes Tebu

Tetes tebu atau Mollases adalah hasil samping dari produksi gula yang

tidak dapat dikristalkan. Tetes masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan

baku MSG, Ethanol, Kecap, Lysin dan Biofuel (bahan bakar alami). Dengan

proses tertentu tetes tebu bisa juga digunakan sebagai bahan pembuatan
54

pupuk yang banyak digunakan di masyarakat sebagai alternatif pemakaian

pupuk

4. Minyak Sawit Mentah (CPO)

Crude Palm Oil (CPO) merupakan minyak nabati yang dihasilkan dari

buah tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq, Arecaceae). Penggunaan

CPO yang beragam sebagai bahan baku pangan seperti minyak goreng

ataupun non pangan seperti sabun, kosmetik, BBM bio solar dan lain-lain.

CPO yang dihasilkan PT Perkebunan Nusantara XIV berasal dari

Kelapa Sawit yang ditanam di lahan HGU yang tersebar di Sulawesi Selatan

dan Sulawesi Tenggara . Selain berasal dari kebun sendiri, buah Kelapa

Sawit yang diolah juga dibeli dari plasma di sekitarnya baik plasma binaan

PTPN XIV maupun plasma mandiri.

5. Inti

Kernel yaitu inti sawit merupakan produk sampingan dari minyak

kelapa sawit, dengan volume produksi 10-13% dari minyak sawit. Kernel

bisa diolah menjadi minyak inti sawit, bersaing dengan minyak kelapa di

pasar dunia dimana keduanya merupakan produk penting dalam produksi

oleokimia, sabun, dan khususnya lemak nabati. Kernel di PT Perkebunan

Nusantara XIV yang dihasilkan dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Luwu yang

terletak di Ds. Lagego Kec. Butau Kabupaten Luwu Timur Provinsi

Sulawesi Selatan.
55

6. Gumpalan

Produk karet PT Perkebunan Nusantara XIV dijual dalam bentuk

Lump. Lump merupakan getah pohon karet yang telah dibekukan dan diolah

sesuai standar yang telah ditetapkan. Lump merupakan produk unggulan

dari Kebun Beteleme Provinsi Sulawesi Tengah dan Kebun

Awaya/Telpaputih Provinsi Maluku milik PT Perkebunan Nusantara XIV.

7. Sir 20

Salah satu produk yang dijual oleh PT Perkebunan Nusantara XIV

adalah karet olahan yang memenuhi Standar Karet Indonesia yaitu SIR 20.

Bahan baku SIR 20 berasal dari getah pohon karet yang ditanam di atas

lahan HGU di Kebun Beteleme Provinsi Sulawesi Tengah dan Kebun

Awaya/Telpaputih Provinsi Maluku.


BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Laporan Keuangan PT. Perkebunan Nusantara XIV

Laporan Keuangan PT. Perkebunan Nusantara XIV telah diaudit oleh

pihak auditor independen pemegang saham, dewan komisaris, dan direksi

yang bertanggung jawab atas laporan keuangan PT. Perkebunan Nusantara

XIV dengan No. 01448/2.1032/AU.1/01/1609-2/1/VI/2021. Didalam

laporan keuangannya terdiri dari laporan posisi keuangan konsolidasian

tanggal 31 desember 2020, serta laporan laba rugi dan penghasilan (rugi)

komprehensif lain, laporan perubahan defisiensi modal, dan laporan arus kas

konsolidasian untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, dan suatu

ikhtisar kebijakan akuntansi signifikan dan informasi penjelasan lainnya.

Sehubungan dengan penelitian ini, peneliti hanya akan menggunakan data

laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain yang telah diaudit

tetapi tidak menutup kemungkinan akan saling berkaitan dengan laporan-

laporan lainnya. Didalam surat pernyataan direksi atas laporan keuangan

untuk tahun-tahun yang berakhir 31 desember 2020 PT. Perkebunan

Nusantara menyatakan bahwa :

1) Bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian laporan keuangan;

2) Laporan keuangan telah disusun dan disajikan sesuai dengan Standar

Akuntansi Keuangan di Indonesia;

3) Semua Informasi dalam laporan keuangan telah dimuat secara lengkap

56
57

dan benar;

4) Laporan keuangan tidak mengandung informasi atau fakta material

yang tidak benar, dan tidak mengilangkan informasi atau fakta material;

5) Bertanggung jawab atas sistem pengendalian intren dalam Perusahaan.

Tanggung Jawab Auditor atas Laporan keuangan PT. Perkebunan

Nusantara XIV, yaitu untuk menyatakan suatu opini atas laporan keuangan

tersebut berdasarkan audit, melaksanakan audit berdasarkan Standar Audit

yang ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia dan Standar

Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan oleh Badan

Pemeriksa Keungan Republik Indonesia (BPK). Standar tersebut

mengharuskan untuk mematuhi ketentuan etika serta merencanakan dan

melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah

laporan keuangan bebas dari kesalahan penyajian material. Suatu audit

melibatkan pelaksanaan prosedur untuk memperoleh bukti audit tentang

angka-angka dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Prosedur yang

dipilih bergantung pada pertimbangan auditor, termasuk penilaian atas

risiko kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan, baik yang

disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan. Dalam melaksanakan

penilaian risiko tersebut, auditor mempertimbangkan kefektivitasan

pengendalian internal yang relevan dengan penyusunan dan penyajian wajar

laporan keuangan entitas. Suatu audit juga mencakup pengevaluasian atas

penyajian laporan keuangan secara keseluruhan dan auditor yakin bahwa

bukti audit uang telah diperoleh adalah cukup dan tepat untuk menyediakan
58

suatu basis opini audit. diperoleh adalah ukup dan tepat untuk menyediakan

suatu basis opini audit. Didalam Laporan Keuangan PT. Perkebunan

Nusantara juga telah menerapakan beberapa Standar Akuntansi Keuangan

Baru dan Revisi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi

Keuangan (DSAK) dan Dewan Standar Akuntansi Keuangan Syariah

(DSAS) dari Ikatan Akuntan Indonesia yang relevan dengan operasinya dan

efektif untuk periode akuntansi pada tanggal 1 januari 2020.

Berikut akan ditampilkan Laporan Laba Rugi dari PT. Perkebunan

Nusantara XIV Makassar untuk tahun 2020.

Table V.1. Laporan Laba Rugi PT Perkebunan Nusantara XIV


Makassar per 31 Desember 2020
2020
Pendapatan 851.372.597.039
Beban Pokok Pendapatan (809.869.807.684)
Laba kotor 41.502.789.355
Keuntungan atas perubahan nilai wajar asset biologis 38.395.083.028
umum dan administrasi (98.236.849.848)
pemasaran dan penjualan (1.929.811.734)
Pendapatan operasi lain 6.765.357.416
Beban operasi lain (16.706.525.882)
Bagian atas rugi entitas asosiasi (12.664.463.050)
Rugi Usaha (42.874.420.715)
Pendapatan keuangan 1.110.018.451
Pajak final (222.003.690)
Beban keuangan (220.980.246.296)
Rugi Sebelum Pajak Penghasilan (262.966.652.250)
Beban Pajak Penghasilan -
59

Rugi Tahun Berjalan (262.966.652.250)


Rugi komprehensif lain:
Item yang tidak direklasifikasi ke laba rugi:
Pengukuran kembali atas liabilitas imbalan (60.824.672.705)
kerja, neto perusahaan
Rugi komprehensif lain-neto (60.824.672.705)
Total Rugi Komprehensif Tahun Berjalan (323.791.324.955)
Total rugi komprehensif tahun berjalan yang
dapat diatribusikan kepada:
(323.790.535.713)
pemilik entitas induk
(789.242)
kepentingan non pengendali
Total Rugi Komprehensif Tahun Berjalan (323.791.324.955)
Sumber: Laporan Keuangan PT.Perkebunan Nusantara XIV, 2020

2. Rekonsiliasi Fiskal

Laporan keuangan komersial dapat diubah menjadi laporan keuangan

fiscal dengan melakukan koreksi seperlunya melalui rekonsiliasi antara

standar akuntansi dan ketentuan perpajakan yang disebut rekonsiliasi fiskal.

Tahap awal yang dilakukan untuk merekonsiliasi laporan keuangan

komesial yaitu dengan melakukan koreksi beda temporer/waktu. Beda

waktu tersebut terdiri dari amortisasi asset tak berwujud dan penyusutan

aktiva tetap yang disajiikan dalam table berikut:

Table V.2. Beda Temporer Antara Komersial dan Fiskal Tahun 2020

Tahun 2020
No Ket Beda Temporer
Komersial Fiskal
Amortisasi asset
1 170.894.700 1.013.307.813 (842.413.113)
tak berwujud
2 Penyusutan asset 59.866.275.590 59.869.341.623 3.066.033
60

tetap dan property


investasi
Jumlah 60.037.170.290 60.882.649.436 839.347.080
Sumber : data diolah, 2022

Dari table V.2. di atas diketahui bahwa biaya Amortisasi asset tak

berwujud sebelum dikoreksi sebesar Rp. 170.894.700, dan biaya penyusutan

asset tetap dan property investasi sebelum dikoreksi sebesar Rp.

59.866.275.590. Setelah dilakukan koreksi fiskal atas biaya asset tak

berwujud dan penyusutan asset tetap dan property investasi diketahui bahwa

biaya Amortisasi asset tak berwujud setelah dikoreksi menjadi sebesar Rp.

1.013.307.813.

Pada amortisasi aktiva tidak berwujud terjadi perbedaan antara laporan

keuangan komersial dan fiskal. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan

menurut akuntansi dan perpajakan. Dari hasil koreksi tersebut maka

menghasilkan beda waktu negatif yaitu sebesar Rp. 842.413.113. Angka ini

didapat berdasarkan hasil pengurangan antara biaya komersil dan biaya

fiskal.

Sedangkan hasil koreksi fiskal atas biaya penyusutan asset tetap dan

properti investasi diketahui bahwa biaya penyusutan asset tetap dan properti

investasi sebesar Rp. 59.869.341.623. Pada penyusutan aktiva tetap terdapat

perbedaan antara komersial dan fiskal. Perbedaan ini disebabkan karena

perbedaan penentuan tarif dan estimasi umur ekonomis asset tetap. Dari

hasil koreksi tersebut maka menghasilkan beda waktu positif yaitu sebesar
61

Rp.3.066.033. Angka ini didapat berdasarkan hasil pengurangan antara

biaya komersial dan biaya fiskal.

3. Implementasi PSAK No.46 Tentang Penghasilan Pajak Tangguhan

Efektif tanggal 1 januari 2015, PTPN XIV Makassar

mengimplementasikan PSAK No.46 tentang pajak penghasilan (revisi 2014)

yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia, yakni pertama

memberikan ketentuan tambahan untuk asset pajak tangguhan atau liabilitas

pajak tangguhan yang timbul dari asset yang tidak disusutkan diukur

dengan menggunakan model revaluasi, yang kedua dalam hal mengatur

asset dan liabilitas pajak tangguhan yang timbul dari property investasi yang

diukur dengan menggunakan model nilai wajar, selain itu terdapat

penjelasan bahwa pajak final tidak diatur dalam ruang lingkup PSAK

No.46.

PTPN XIV Makassar telah mengimplementasikan PSAK No.46 tentang

pajak penghasilan, dimana dalam catatan atas laporan keuangan yang berisi

standar baru PSAK No.46 (revisi 2014), yaitu menghilangkan pengaturan

tentang pajak final yang sebelumnya termasuk dalam ruang lingkup standar.

Auditor PTPN XIV menjelaskan bahwa Implementasi PSAK No. 46 ini

tidak menimbulkan perubahan besar terhadap kebijakan akuntansi

perusahaan dan efek material serta tidak memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap laporan keuangan konsolidasian.

Berikut penyajian perhitungan beban pajak perusahaan PTPN XIV :


62

Table V.3.
Pajak Penghasilan PT. Perkebunan Nusantara XIVTahun 2020
Laba sebelum pajak Rp. 262.966.652.250
Beda temporer:
Bebsn manfaat karyawan Rp. 27.400.988.146
Penyisihan piutang usaha Rp. 9.230.376.402
Beban amortisasi Rp. (170.894.700)
Penyusutan asset tetap dan property investasi Rp. 59.866.275.590
Rp. 96.326.745.438
Beda tetap:
Biaya yang tidak dapat dikurangkan Rp. 254.322.110.465
Penghasilan yang dikenakan pajak final Rp. (222.003.690)
Rp. 254.100.106.775
Taksiran penghasilan kena pajak Rp. 613.393.504.463
Taksiran penghasilan kena pajak dibulatkan Rp. 613.393.505.000
Tariff pajak 22%
Beban pajak kini Rp. 134.946.571.100
Kredit pajak
PPh Pasal 22 Rp. (3.992.771.952)
PPh Pasal 23 Rp. (75.213.640)
PPh Pasal 25 -
Jumlah Kredit Pajak Rp. 4.067.985.592
Pajak Penghasilan Badan Kurang Bayar Rp. 130.878.585.508
Sumber : data diolah, 2022

Berdasarkan table V.3. di atas terlihat penghasilan kena pajak PTPN

XIV tahun 2020 sebesar Rp. 613.393.504.463, dibulatkan menjadi Rp.

613.393.505.000. Kemudian setelah dilakukan rekonsiliasi fiskal pada beda


63

waktu maka dapat terlihat penghasilan kena pajak PTPN XIV tahun 2020

menjadi sebagai berikut:

Table V.4. Pajak Penghasilan Fiskal PT. Perkebunan Nusantara XIV


Dengan Pendekatan Laba Rugi Tahun 2020
Laba sebelum pajak Rp. 262.966.652.250
Beda temporer:
Bebsn manfaat karyawan Rp. 27.400.988.146
Penyisihan piutang usaha Rp. 9.230.376.402
Beban amortisasi Rp. (1.013.307.813)
Penyusutan asset tetap dan property investasi Rp. 59.869.341.623
Rp. 95.487.398.358
Beda tetap:
Biaya yang tidak dapat dikurangkan Rp.254.322.110.465
Penghasilan yang dikenakan pajak final Rp. (222.003.690)
Rp.254.100.106.775
Taksiran penghasilan kena pajak Rp.612.554.157.383
Taksiran penghasilan kena pajak dibulatkan Rp.612.554.158.000
Tariff pajak 22%
Beban pajak kini Rp.134.761.914.760
Kredit pajak
PPh Pasal 22 Rp. (3.992.771.952)
PPh Pasal 23 Rp. (75.213.640)
PPh Pasal 25 -
Jumlah Kredit Pajak Rp. 4.067.985.592
Pajak Penghasilan Badan Kurang Bayar Rp. 130.693.929.168
Sumber : data diolah, 2022

Berdasarkan table V.4. di atas terlihat setelah dilakukannya rekonsiliasi

fiskal maka penghasilan kena pajak menjadi sebesar Rp. 612.554.157.383,

dibulatkan menjadi Rp. 612.554.158.000. Angka ini didapatkan setelah


64

dilakukannya koreksi positif terhadap beda waktu pada penyusutan aktiva

yang terjadi karena adanya perbedaan antara laporan keuangan komersial

dan fiskal sebesar Rp. 3.066.033. Pada amortisasi aktiva tidak berwujud

terdapat beda waktu negatif yang terjadi juga karena adanya perbedaan

komersial dan fiskal sebesar R.p 842.413.113.

Setelah mengetahui jumlah penghasilan kena pajak maka selanjutnya

akan dilakukan perhitungan jumlah pajak kini yang ditanggung oleh

perusahaan sebagai berikut:

Table V.5. Perhitungan Pajak Kurang/Lebih Bayar PT. Perkebunan


Nusantara XIV Dengan Pendekatan Laba Rugi Tahun 2020
Penghasilan Kena Pajak 22% x 612.554.158.000

Beban Pajak Kini (22%) 134.761.914.760

PPh Dibayar Dimuka (Kredit Pajak)

PPh Pasal 22 3.992.771.952

PPh Pasal 23 75.213.640

PPh Pasal 25 -

Jumlah Kredit Pajak 4.067.985.592

PPh Kurang Bayar . 130.693.929.168

Sumber : data diolah, 2022

Berdasarkan table V.5. di atas terlihat beban pajak kini yang ditanggung

PTPN XIV tahun 2020 sebesar Rp. 134.761.914.760 (612.554.158.000 x

22%). Pada tahun 2020 perusahaan memiliki pajak dibayar di muka sebesar

Rp. 4.067.985.592 yang dapat dikreditkan diakhir tahun. Dari perhitungan


65

penyajian table di atas maka diketahui PTPN XIV memiliki PPh kurang

bayar sebesar Rp. 130.693.929.168.

Selanjutnya dilakukan perhitungan kewajiban pajak tangguhan PTPN

XIV tahun 2020 sebagai berikut:

Kewajiban pajak tangguhan =Tarif PPh Badan x Jumlah Beda


Temporer
= 22% x Rp. 839.347.080
= Rp. 184.656.358
Maka berikut merupakan kewajiban pajak tangguhan PTPN XIV pada

tahun 2020 adalah:

Beban Pajak = Pajak Kini + Pajak Tangguhan


= 130.693.929.168 + 184.656.358
= Rp. 130.878.585.526
Berikut jurnal penyajiannya yaitu:

Beban Pajak Tangguhan 130.878.585.526

Kewajiban Pajak Tangguhan 130.878.585.526

Adapun pengungkapan penyajian pajak tangguhan PTPN XIV

tahun 2020 dapat dilihat pada table dibawah ini:

Table V.6. Penyajian Pajak Tangguhan PT. Perkebunan Nusantara


XIV Dengan Pendekatan Laba Rugi Tahun 2020
Laba Sebelum Pajak Rp. 262.966.652.250
Beban (Manfaat PPh):
Pajak Kini Rp. (130.693.929.168)
Pajak Tangguhan Rp. (130.878.585.526)
Total Laba Bersih Rp. 1.394.137.556
Sumber : data diolah, 2022
66

Berdasarkan table V.6. diatas terlihat bahwa laba sebelum pajak PTPN

XIV tahun 2020 sebesar Rp. 262.966.652.250, sedangkan beban pajak kini

sebesar Rp. 130.693.929.168 dan beban pajak tangguhan sebesar Rp.

184.656.358. sehingga didapatkan total bersih PTPN XIV pada tahun 2020

sebesar Rp. 1.394.137.556

Selanjutnya dalam laporan neraca, pihak PTPN XIV tidak mencatat

asset pajak tangguhan sebesar Rp. 408.811.275.140 dan pajak tangguhan

sebesar Rp. 46.899.597.660, dikarenakan manajemen berpendapat bahwa

realisasi atas pajak tangguhan tersebut belum diyakini akan terjadi..

berdasarkan PSAK No 46 mengenai timbulnya perbedaan temporer yang

apabila jumlah tersebut merupakan jumlah yang material maka perusahaan

diharuskan menghitung pajak tangguhan. Oleh sebab itu langkah

selanjutnya adalah dengan melakukan perhitungan pajak tangguhan

perusahaan.

Perhitungan pajak tangguhan pada PTPN XIV dalam pendekatan

neraca setelah dilakukan rekonsiliasi fiskal pada perbedaan temporer dapat

dilihat pada table dibawah ini:


67

Table V.7. Perhitungan Pajak Tangguhan PT. Perkebunan Nusantara XIV


Dengan Pendekatan Neraca Tahun 2020
Tahun 2020
Keterangan Beda Waktu
Komersial Fiskal
Amortisasi asset tak 170.894.700 1.013.307.813 (842.413.113)
berwujud
Penyusutan asset tetap 59.866.275.590 59.869.341.623 3.066.033
dan property investasi
Perbedaan Temporer 839.347.080
Tariff Pajak 22%
Beban Pajak Tangguhan 184.656.358
Asset Pajak Tangguhan 408.811.275.140
Pajak Tangguhan 46.899.597.660
Kewajiban Pajak Tangguhan Tahun 2020 361.911.677.480
Sumber : data diolah, 2022

Berdasarkan perhitungan dari table V.7. di atas maka dapat dilihat

bahwa perbedaan temporer sebesar Rp. 839.347.080 dengan tarif pajak 22%

maka beban pajak tangguhan PTPN XIV sebesar 184.656.358, asset pajak

tangguhan sebesar Rp. 408.811.275.140, dan Kewajiban pajak tangguhan

sebesar Rp. 46.899.597.660, sehingga menghasilkan kewajiban pajak

tangguhan PTPN XIV pada tahun 2020 menjadi sebesar Rp.

361.911.677.480.

Berikut jurnal penyajiannya yaitu:

Aktiva Pajak Tangguhan 361.911.677.480

Beban Pajak Tangguhan 361.911.677.480


68

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti

menyimpulkan bahwa PTPN XIV belum sepenuhnya mengimplementasikan

PSAK No 46 pada laporan keuangannya (laporan laba rugi). Pada laporan laba

rugi perusahaan, PTPN XIV tidak mengungkapkan atau mencantumkan beban

pajak tangguhan dikarenakan manajemen berpendapat bahwa realisasi atas

pajak tangguhan tersebut belum diyakini akan terjadi. Auditor PTPN XIV

menjelaskan bahwa Implementasi PSAK No. 46 ini tidak menimbulkan

perubahan besar terhadap kebijakan akuntansi perusahaan dan efek material

dan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap laporan keuangan

konsolidasian.

Dalam perhitungan rekonsiliasi fiskal pada laporan keuangan PTPN

XIV dilakukan, terdapat koreksi positif terhadap beda waktu pada penyusutan

aktiva yang terjadi karena adanya perbedaan antara laporan keuangan

komersial dan fiskal sebesar Rp. 3.066.033. Pada amortisasi aktiva tidak

berwujud terdapat beda waktu negatif yang terjadi juga karena adanya

perbedaan komersial dan fiskal sebesar R.p 842.413.113.

Perhitungan ini berdasarkan koreksi peraturan Undang-undang

perpajakan yang berlaku. Menurut penulis koreksi positif yang dilakukan

perusahaan sebagian sudah memenuhi unsur-unsur menjadi koreksi positif

karena merupakan biaya yang tidak diperkenankan oleh fiskal dalam

merealisasikan laba. Demikian juga halnya dengan koreksi negatif yang


69

diterapkan perusahaan sudah cukup baik karena yang menjadi unsur-unsur

pengurang laba yang dikoreksi perusahaan.

Berdasarkan hasil penelitian pada laporan keuangan PTPN XIV

mengenai implementasi PSAK No 46 atas pajak penghasilan badan serta

penyajiannya dalam laporan keuangan untuk periode tahun 2020 yang telah

dijabarkan di atas, maka diketahui bahwa PTPN XIV telah mengakui semua

konsekuensi atas pajak di masa kini dan masa yang akan datang.
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. PT. Perkebunan Nusantara XIV, adalah salah satu Badan Usaha Milik

Negara Indonesia yang bergerak di bidang perkebunan dan peternakan

yang tidak dikecualikan dalam implementasi PSAK No 46 atas pajak

penghasilan badan mengenai pajak tangguhan juga wajib diterapkan.

Namun dalam pelaksanaannya PTPN XIV belum sepenuhnya

menginpmlementasikan PSAK No 46 pada laporan keuangannya.

2. Perlakuan akuntansi yang dilakukan PTPN XIV Kota Makassar belum

sepenuhnya mengakui konsekuensi pajak sebagaimana distandarkan

dalam PSAK No. 46. Hal ini terbukti dengan tidak terdapatnya pengakuan

akan pengurangan kewajiban jangka panjang perusahaan yang berupa

kewajiban manfaat karyawan yang kemudian seharusnya digantikan

dengan kewajiban lancar perusahaan.

B. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis yang dilakukan, penulis

menyarankan agar perusahaan melaksanakan penerapan PSAK No. 46 dalam

membuat laporan keuangan supaya informasi yang disajikan menjadi lebih

relevan dan dapat diandalkan informasinya bagi pih ak yang berkepentingan.

Selain itu, hal terpenting yang perlu dilakukan pihak perusahaan, yaitu harus

70
71

senantiasa mengikuti perkembangan atau perubahan di dalam standar

akuntansi keuangan, aturan-aturan perpajakan, serta isu-isu yang terkait, agar

mampu men ghasilkan laporan keuangan yang lebih informatif dan sesuai

dengan standar yang berlaku.


DAFTAR PUSTAKA

Hans Kartikahadi, dkk. 2012. Akuntansi Keuangan berdasarkan SAK berbasis


IFRS. Jakarta Selatan: Salemba Empat

Harum, A. P., & Syamsudin. 2021. Analisis Penerapan Psak No. 46 Tentang
Akuntansi Pajak Penghasilan Terhadap Koreksi Fiskal Pada Laporan
Keuangan Pt. Adhi Karya (Persero) Tbk. In Jurnal Ilmu Akuntansi (Vol. 19,
Issue 2). http://journal.unas.ac.id/akunnas/article/view/1200/987

Haryanto, A. C., Elim, I., Pusung, R. J., Perhitungan, A., Pemotongan, D. A. N.,
Penghasilan, P., Akuntansi, J., & Ekonomi, F. 2021. Analisis Perhitungan
Dan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Pegawai Tetap Pada Pt.
Jasaraharja Putera Cabang Manado. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi,
Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 9(1), 153–162.

Ikatan Akuntansi Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan Per 1 Juli 2009.
Jakarta: Salemba Empat

Johannes, A. E., & Saerang, D. P. E. 2014. Evaluasi Penerapan PSAK No.46 atas
Pajak Penghasilan Badan pada PT. Bank Sulut (Persero) Tbk. Jurnal EMBA:
Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 2(46), 1510–1520.

Kasmir. 2013. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta : Raja Grafindon Perasada


Kieso,dkk. 2002. Intermediate Accounting (vol 2 IFRS EDITION). University of
California, Santa Barbara : Coby Harmon.

Kusmala, A. R., & . H. 2018. Pengaruh Penerapan PSAK No. 46 Terhadap


Laporan Laba Rugi Pada Tiga Perusahaan Yang Terdaftar di BEI. Jurnal
Ilmiah Akuntansi Kesatuan, 2(1), 031–046.
https://doi.org/10.37641/jiakes.v2i1.44

Mardiasmo. 2018. Perpajakan – Edisi Terbaru 2018. Yogyakarta : Andi

Munawir, S. 2016. Analisa Laporan Keuangan Perbankan. Yogyakarta : Liberty.

Nazir, 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia

Ng Eng Juan dan Ersa Tri Wahyuni. 2012. Panduan Praktis Standar Akuntansi
Keuangan (Edisi 2). Jakarta : Salemba Empat

72
73

Nusaibah, A., Indrayono, Y., & Budianti, W. 2020. Analisis Penerapan PSAK No.
46 Tentang Pajak Penghasilan Dilihat Dari Aspek Pengukuran, Pengakuan,
Penyajian, Dan Pengungkapan Pada Laporan Keuangan PT. Bukit Asam
(Persero) Tahun Periode 2015-2017. Jurnal Universitas Pakuan, Bogor, 1(7),
1–13.

Pertiwi, A. R., Sutarti, S., & Hasibuan, D. H. M. 2019. Pengaruh Penerapan


Penurunan Nilai Aset Tetap Menurut Psak 48 Terhadap Laporan Keuangan
Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek. Akuntansi. 7(1).
https://jurnal.ibik.ac.id/index.php/jiakes/article/view/203.

Priantara, Diaz. 2012. Perpajakan Indonesia. (Edisi Revisi Kedua). Jakarta : Mitra
Wacana Media.

Sandra, Novi Utami, dkk. 2019. Penerapan PSAK No.46 Tentang Pajak
Penghasilan Terhadap Koreksi Fiskal Pada Laporan Keuangan PT.Bank
Panin Syariah TBK. Tahun 2015-2017. Akuntansi. (hal 3).

Santoso, Iman, 2007. Akutansi Keuangan Menengah Bandung: PT Refika


Aditama.
Siti Resmi. 2011. Perpajakan : Teori dan Kasus. (Edisi 6-Buku 1). Jakarta :
Salemba Empat

Supramono, S. E., & SE, T. W. D. 2010. Perpajakan Indonesia-mekanisme dan


perhitungan. Penerbit Andi.

Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia (Edisi 11-Buku 1). Jakarta : Salemba Empat

Witono, B. 2016. Peran Pengetahuan Pajak Pada Kepatuhan Wajib Pajak. Riset
Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 7(2), hal 196–208.

Anda mungkin juga menyukai