Anda di halaman 1dari 3

JOKOWI

Joko Widodo juga dikenal sebagai Jokowi. Ia lahir pada tanggal 21 Juni 1961. Ia merupakan
Presiden Indonesia ketujuh yang menjabat sejak tahun 2014. Joko Widodo merupakan
keturunan Jawa. Sebelum berganti nama, Jokowi dipanggil Mulyono. Ayahnya berasal dari
Karanganyar, kakek neneknya berasal dari sebuah desa di Boyolali. Pendidikannya dimulai di
Sekolah Dasar Negeri 111, Tirtoyoso, yang dikenal sebagai sekolah bagi warga kurang mampu.
Pada usia dua belas tahun, dia mulai bekerja di bengkel furnitur ayahnya. Penggusuran yang
dialaminya sebanyak tiga kali di masa kecilnya mempengaruhi cara berpikir dan
kepemimpinannya di kemudian hari sebagai walikota Surakarta (Solo) menata perumahan di
kota tersebut. Selepas sekolah dasar, ia melanjutkan sekolahnya di SMP Negeri 1 Surakarta
(SMP). Dia ingin melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 1 Surakarta (SMA), tetapi dia gagal
dalam ujian masuk dan pergi ke SMA Negeri 6 Surakarta sebagai gantinya.
Joko Widodo lulus dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada tahun
1985 untuk mempelajari dan meneliti penggunaan kayu lapis. Jokowi memulai masa jabatannya
di sebuah perusahaan milik negara bernama PT Kertas Kraft Aceh tetapi pulang tidak lama
kemudian karena ketidaktertarikannya. Dia kemudian mulai bekerja di pabrik furnitur milik
kakeknya, sebelum mendirikan perusahaannya sendiri bernama Rakabu, yang namanya sama
dengan nama anak pertamanya.
Produk bagus perusahaan telah mendengar ketenarannya secara internasional, karena juga
diekspor ke Dunia Barat. Di Prancislah produk furniturnya pertama kali mulai merambah pasar
Eropa. Ini membawa Widodo ke pelanggan bernama Bernard, yang memberinya julukan yang
membuatnya terkenal, “Jokowi”. Akhirnya ia terinspirasi menjadi politikus sehingga bisa
mengubah kampung halamannya, Surakarta, setelah melihat tata kota Eropa yang apik
sekaligus mempromosikan furniturnya di sana.
Jokowi mencalonkan diri sebagai walikota pada tahun 2005 bersama pasangannya, F.X. Hadi
Rudyatmo meraih 36,62% suara melawan petahana Slamet Suryanto dan 2 kandidat lainnya.
Saat pertama kali mencalonkan diri sebagai walikota Surakarta, latar belakangnya sebagai
pengusaha properti dan furnitur sempat dipertanyakan. Salah satu makalah akademik
mengklaim gaya kepemimpinannya berhasil karena menjalin hubungan interaktif dengan
masyarakat Solo, di mana ia mampu membangkitkan kepercayaan kuat masyarakat kepadanya.
Ia mengadopsi kerangka pembangunan kota-kota Eropa (yang sering ia kunjungi sebagai
pengusaha) ke kotanya sendiri Surakarta.
Joko Widodo memenangkan pemilihan gubernur provinsi 2012 setelah putaran putaran kedua
dengan petahana Fauzi Bowo. Sementara Gubernur Jakarta, Jokowi mengikuti praktik (dikenal
sebagai blusukan) yang secara rutin mengatur kunjungan yang dipublikasikan dengan baik ke
komunitas lokal, seringkali di daerah yang cukup miskin, di seluruh Jakarta. Penasihatnya di
Jakarta dilaporkan termasuk orang-orang seperti FX Hadi 'Rudy' Rudyatmo, Sumartono
Hadinoto, dan Anggit Nugroho yang merupakan rekan saat dia menjadi walikota Surakarta serta
Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama, wakilnya sebagai gubernur. Jakarta.

Jokowi melanjutkan praktik blusukan yang pernah dianutnya sebagai Wali Kota Surakarta
dengan rutin mengunjungi pusat-pusat pemukiman, khususnya permukiman kumuh. Dalam
kunjungan tersebut, ia mengenakan pakaian informal yang sederhana dan berhenti di pasar
atau menyusuri gang-gang sempit Jakarta untuk mendengarkan dan menyaksikan secara
langsung isu-isu yang dihadapi warga setempat seperti harga pangan, kesulitan perumahan,
banjir, dan transportasi. Jajak pendapat dan liputan media menunjukkan bahwa gaya langsung
Jokowi terbukti sangat populer baik di Jakarta maupun di tempat lain di Indonesia.

Awal setelah menjabat pada akhir 2012 Jokowi memperkenalkan program perawatan
kesehatan universal di Jakarta, berdasarkan Kartu Jakarta Sehat (Kartu Jakarta Sehat atau KJS).
Program tersebut terbukti populer, tetapi masalah implementasi menjadi nyata. Permintaan
layanan kesehatan dari rumah sakit di seluruh Jakarta naik 70% dalam beberapa bulan pertama.
Program tersebut melibatkan program asuransi yang disediakan oleh perusahaan asuransi milik
negara PT Askes Indonesia (Persero) dan rencana untuk mengatur biaya kesehatan untuk
perawatan lebih dari 20.000 layanan dan prosedur.

Jokowi meluncurkan “Kartu Jakarta Pintar” pada 1 Desember 2012, untuk membantu siswa
miskin di Jakarta. Kartu ini memberikan uang saku yang dapat ditarik dari ATM untuk membeli
kebutuhan sekolah seperti buku dan seragam. Penggunaan kartu terus dipantau dan tidak
boleh digunakan untuk keperluan lain.

Pada 10 Oktober 2013, Jokowi meresmikan pembangunan MRT Jakarta yang sempat tertunda
bertahun-tahun. Selanjutnya, pada 16 Oktober 2013, Jokowi juga memulai kembali
pembangunan jalur hijau Jakarta Monorail, meski akhirnya proyek monorel dibubarkan demi
LRT Jakarta. Setelah Jokowi menjabat, pajak dan APBD DKI Jakarta meningkat signifikan dari Rp
41 triliun pada 2012 menjadi Rp 72 triliun pada 2014.
Setelah Jokowi menjabat, pajak dan APBD DKI Jakarta meningkat signifikan dari Rp 41 triliun
pada 2012 menjadi Rp 72 triliun pada 2014. Jokowi dan wakil gubernurnya, Basuki,
mempublikasikan gaji bulanan dan APBD provinsi. Mereka juga memprakarsai program-
program yang ditujukan untuk transparansi, seperti pajak online, e-budgeting, e-purchasing,
dan sistem cash management.
Jokowi mengatur aglomerasi pedagang kaki lima yang semrawut di Pasar Minggu dan Pasar
Tanah Abang dengan memindahkan mereka ke gedung baru, karena para pedagang kaki lima ini
menyebabkan kemacetan yang menghebohkan. Ia juga membangun dan merenovasi lima pasar
tradisional pada 2013 dan empat pasar tradisional pada 2014.

Pada 2013, Jokowi memulai proyek pengerukan dan normalisasi waduk untuk mengurangi
masalah banjir. Tiga proyek yang paling menonjol adalah normalisasi Waduk Pluit, Waduk Ria
Rio, dan Kali Pesanggrahan. Proyek-proyek tersebut melibatkan relokasi pemukiman di sekitar
waduk, di mana Jokowi menggunakan taktik “diplomasi makan siang” untuk mendapatkan
persetujuan dari penduduk setempat. Setelah penghuni permukiman ini dipindahkan ke lokasi
baru, pengerukan dimulai, dan proyek tersebut dipuji oleh Perdana Menteri Belanda Mark
Rutte sebagai keberhasilan. Proyek-proyek ini membantu mengurangi tingkat banjir pada tahun
2014.

Joko Widodo mengambil sumpah jabatan presiden saat pelantikannya pada 20 Oktober 2014.
Setelah mendengar hasil Quick Count dari berbagai jajak pendapat, Jokowi mengumumkan
kemenangan pada 9 Juli. Namun, saingannya Prabowo Subianto juga menyatakan kemenangan,
membuat warga negara Indonesia bingung. Pada 22 Juli, beberapa jam sebelum pengumuman
hasil pemilu, Prabowo mundur. Kemenangan untuk Jokowi diharapkan dan direalisasikan
beberapa jam kemudian. KPU memberi Joko Widodo kemenangan tipis 53,15 persen suara
(mewakili 70.997.859 pemilih), untuk Prabowo 46,85 persen (62.576.444 suara), meskipun
kubu Prabowo membantah total ini.

Setelah kemenangannya, Jokowi menyatakan bahwa tumbuh di bawah Orde Baru yang otoriter
dan korup, dia tidak pernah mengharapkan seseorang dengan latar belakang kelas bawah untuk
menjadi presiden. Jokowi adalah presiden Indonesia pertama yang tidak berasal dari militer
atau elit politik, dan komentator politik Salim Said memberikan pandangan populer tentang
politisi tersebut sebagai “seseorang yang merupakan tetangga kita, yang memutuskan untuk
terjun ke dunia politik dan mencalonkan diri sebagai presiden”.

Anda mungkin juga menyukai