MATAKULIAH

OPTIK MODERN

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Jasruddin, M.Si

Oleh :
JUNIAR RASYID
220008301014
PENDIDIKAN FISIKA

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
 3.4 Delta Function / Fungsi Delta
Recall that the spherical mirrors of resonators
act as lenses. We will see that Gaussian beams
are electromagnetic field modes of a spherical-
mirror resonator. A simple way to see this is
that the modes must be Fourier transform of
itself in order to resonate (repeat itself) in the
cavity. The Gaussian function is the most
localized function that has this property.
2. The Fourier transform of an exponential is a
Lorentzian.
(3.35)
(Fourier transform of exponential)
Atoms decay exponentially due to spontaneous
emission. If Ne is the number of atoms in the
excited state, the decay law is Ne(t) =
Ne(0)exp(−Γt). It turns out that the Fourier
transform of the time dependence of the
emission gives the radiation spectrum for
spontaneous emission. For atoms obeying the
exponential decay law, the emission spectrum
is Lorentzian.
3. The Fourier transform of a square pulse is a
sinc function.
(Fourier transform of square pulse) (3.36)
The rectangular function is defined by
(3.37)
The far-field diffraction pattern of a uniformly
illuminated slit is a sinc function for this reason,
a fact that is related to the Fourier-transform
property of a lens as mentioned above.
63
Ingat bahwa cermin bola resonator bertindak sebagai
lensa. Kita akan melihat bahwa berkas Gaussian
adalah mode medan elektromagnetik dari resonator
cermin bola. Cara sederhana untuk melihat ini adalah
dengan mode menjadi transformasi Fourier dari
dirinya sendiri untuk beresonansi (bergatar) di dalam
rongga. Fungsi Gaussian adalah fungsi paling lokal
yang memiliki hak ini.
2.Transformasi Fourier dari eksponensial adalah
Lorentzian.
(3.35)
(Transformasi Fourier dari eksponensial)
Atom meluruh secara eksponensial karena emisi
spontan. Jika Ne adalah jumlah atom dalam keadaan
tereksitasi, hukum peluruhan adalah Ne(t) =
Ne(0)exp(−Γt). Ternyata transformasi Fourier dari
ketergantungan waktu emisi memberikan spektrum
radiasi untuk emisi spontan. Untuk atom yang
mematuhi hukum peluruhan eksponensial, spektrum
emisinya adalah Lorentzian.
3. Transformasi Fourier dari puls persegi adalah
fungsi sinc.
(Transformasi Fourier puls persegi) (3.36)
Fungsi persegi panjang didefinisikan oleh
(3.37)
Karena alasan ini, pola difraksi medan jauh dari celah
yang diterangi seragam adalah fungsi sinc, fakta ini
terkait dengan properti transformasi Fourier lensa
seperti yang disebutkan di atas.
4. The Fourier transform of a constant is a
delta function.
(3.38)
(Fourier transform of constant)
We haven’t yet defined the delta function but
we will do so shortly. For now it suffices to
think of the delta function δ(t) as a unit-area
pulse in the limit as δt tends to zero. In other
words, this relation is the extreme limit of the
uncertainty principle.
5. The Fourier transform of a delta function is
a constant
(3.39)
(Fourier transform of delta function)
This is the opposite extreme of the uncertainty
principle: an arbitrarily short pulse has an
arbitrarily broad spectrum.
3.4 Delta Function
As we just mentioned, a delta function is an
idealized limit of a very short pulse. But this is a
sloppy definition. To do this in a mathematically
well-defined way, we need to consider a
sequence of functions hn(t) that have the
following properties:
1. The hn are ‘‘reasonable’’ (e.g., simply
peaked around t = 0).
2. The width of hn converges to zero as n
−→∞.
3. The hn are normalized: hn (t)dt = 1
for all n.
4.Transformasi Fourier dari konstanta adalah fungsi
delta.
(3.38)
(Transformasi Fourier dari konstanta)
Kami belum mendefinisikan fungsi delta tetapi kami
akan segera melakukannya. Untuk saat ini cukup
memikirkan fungsi delta δ ( t )sebagai pulsa unit-area
dalam batas sebagai δt cenderung nol. Dengan kata
lain, hubungan ini merupakan batas ekstrim dari
prinsip ketidakpastian.
5.Transformasi Fourier dari fungsi delta adalah
konstanta.
(3.39)
(Transformasi Fourier dari fungsi delta)
Ini adalah kebalikan dari prinsip ketidakpastian:
puls/getaran pendek yang tidak beraturan memiliki
spektrum luas yang tidak beraturan pula.
3.4 Fungsi Delta
Seperti yang baru saja di paparkan, fungsi delta adalah
batas ideal dari puls yang sangat pendek. Tapi ini
adalah definisi yang ceroboh. Untuk melakukan ini
dengan cara yang terdefinisi dengan baik secara
matematis, kita perlu mempertimbangkan urutan
fungsi hn (t) yang memiliki sifat sebagai berikut:
1. Itu hn adalah ''wajar'' (misalnya, hanya
memuncak sekitar t =0).
2. Lebar hn konvergen ke nol sebagai n− → ∞ .
3. Itu hn dinormalisasi: hn (t) dt = 1 untuk
semua n .

For example, we can use Gaussian functions. In
normalized form, we can write
(3.40)
and if we choose σn = 1/√2πn, the functions
become
(3.41)
Then consider the integral
(3.42)
for an arbitrary test function f(t), which we
again assume to be ‘‘reasonable.’’ We will
define the delta function δ(t) such that
(3.43)
or in inner-product notation
(3.44)
Notice that the order of the integral sign and
the limit are important; i.e., the integral and
the limit don’t commute. This is because
limn−→∞hn (t) does not exist. Thus, the delta
function only makes sense as part of the
argument of an integral. But as physicists, we
often write
(‘‘definition’’ of delta function) (3.45)
as a shorthand for the above (more careful)
definition.
Similarly, note that limn−→∞hn(t) = 0 for all t
6= 0, so it is useful to think of δ(t) as a ‘‘unit-
area function that is zero everywhere but ∞ at
t = 0,’’ as long as you are careful about it.
64
Sebagai contoh, kita dapat menggunakan fungsi
Gaussian. Dalam bentuk normal, kita dapat menulis
(3.40)
dan jika kita memilih σn = 1/√2πn, fungsinya menjadi
(3.41)
Kemudian pertimbangkan integralnya
(3.42)
untuk fungsi tes tidak beraturan f(t), yang sekali lagi
kami asumsikan sebagai ''wajar''. Kami akan
mendefinisikan delta fungsi δ (t) seperti yang
(3.43)
atau dalam notasi hasil kali dalam,
(3.44)
Perhatikan bahwa urutan tanda integral dan limitnya
penting; yaitu integral dan limit jangan bolak- balik . Ini
karena lim n−→∞ hn (t) tidak ada. Dengan
demikian,fungsi delta hanya masuk akal sebagai bagian
dari argumen integral. Tapi sebagai fisikawan, kita
sering menulis
(''definisi'' fungsi delta) (3.45)
sebagai singkatan dari definisi di atas (lebih hati-hati).
Demikian pula, perhatikan bahwa lim n− →∞ hn (t) = 0
untuk semua t 6 = 0,sehingga berguna untuk dipikirkan
δ (t) sebagai '' fungsi unit-area yang nol di mana-mana
tetapi ∞ pada t = 0,''selama Anda berhati-hati tentang
hal itu.
Now we will review and derive a few properties of Sekarang kita akan meninjau dan mendapatkan
the delta function. The list that follows is by no beberapa pilihan dari fungsi delta. Adapun daftar
means exhaustive. fungsi delta sebagai berikut :

1. δ(t) is normalized: 1. δ (t) adalah dinormalisasi

(3.46) (normalization of delta function) (3.46) (normalisasi fungsi delta)

Proof. Since the functions hn(t) are normalized, Bukti. Sejak fungsi hn (t) dinormalisasi,

(3.47) (3.47)

2. Projection property of δ(t): 2.Properti proyeksidari δ (t):

(projection property of delta function) (3.48) (properti proyeksi fungsi delta) (3.48)

Proof. Assuming f has a Taylor expansion about t = Bukti. Asumsi f memiliki ekspansi Taylor tentang t =
0, 0,

(3.49) (3.49)

Noting that Memperhatikan itu

for the Gaussian hn(t)’s defined above, we can untuk Gaussian hn (t) didefinisikan di atas, kita dapat
write menulis

(3.51) (3.51)

Sebagai n−→ ∞ , semua istilah orde yang lebih tinggi

As n −→∞, all the higher order terms vanish, menghilang, hanya menyisakan F (0).
leaving just f(0)
 65

3. Shifted projection property of δ(t): 3.Properti proyeksi bergeser dari δ (t):

(shifted projection property of delta function) (3.52) (properti proyeksi bergeser dari fungsi delta) (3.52)

This can be proved by letting t −→ t + a in the Hal ini dapat dibuktikan dengan membiarkan t -→
integral, and then using Eq. (3.48) to evaluate the t + A dalam integral, dan kemudian menggunakan
result. Persamaan. (3.48) untuk mengevaluasi hasilnya.

4. Fourier transform of δ(t): 4.Transformasi Fourier dari δ ( T )

(3.53) (Fourier transform of delta function) (3.53) (Transformasi Fourier dari fungsi delta)

The proof of this follows trivially from the previous Pembuktian ini mengikuti secara sederhana dari
property and the definition (3.20) of the Fourier sifat sebelumnya dan definisi (3.20) dari
transform. transformasi Fourier.

5. Integral representation of δ(t): 5.Representasi integraldari δ (t):

(integral representation of delta function) (3.54) (representasi integral dari fungsi delta) (3.54)

This important representation of the delta Representasi penting dari fungsi delta ini
function follow sfrom the inversion of the previous mengikuti inversi dari properti sebelumnya,
property,

(3.55) (3.55)

and the application of the inverse transform dan penerapan invers transformasi integral (3.19).
integral (3.19).
This final property above, the integral
representation (3.54) of δ(t) is useful, for example,
for showing the orthogonality of the harmonic
basis functions. As in the periodic case, we can
define two suitable functions f(t) and g(t) to be
orthogonal if
(3.56) (orthogonality of functions)
which is just hf,gi = 0 in inner-product notation.
For harmonic functions, exp(−iωt) and exp(−iω0t)
are orthogonal because
(orthogonality of harmonic functions) (3.57)
which is zero if ω 6= ω0. Also, since δ(t) is
normalized, we see that in the form exp(−iωt)/2π
[or alternately, exp(i2πνt)], the harmonic functions
can form an orthonormal set. Subject to the
conditions on hn(t) above, the delta function (and
the properties we have derived) are independent
of the particular choice of hn(t). However,
sometimes, some ambiguous integrals of delta
functions sometimes crop up, such as
(3.58)
which has no well-defined value. Depending on
the functions hn(t) used to define δ(t), this
function can take on essentially any value (though
more reasonably, one could expect it to be
between zero and unity). This is one case where
the more rigorous definition helps in physics; the
physical model leading to the delta function
defines the choice of hn(t), and thus the value of
this integral.
Properti terakhir di atas, representasi integral
(3,54) dari δ (t) berguna, misalnya, untuk
menunjukkan ortogonalitas fungsi basis harmonik.
Seperti dalam kasus periodik, kita dapat
mendefinisikan dua fungsi yang sesuai f(t) Dan g (t)
menjadi orthogonal jika
(3.56) (ortogonalitas fungsi)
Dimana hf gi = 0 dalam notasi hasil kali dalam.
Untuk fungsi harmonik, exp( −iωt )dan exp( −iω0t )
adalah ortogonal karena
(ortogonalitas fungsi harmonik )(3.57)
yang nol jika ω 6 = ω0 . Juga, sejak δ (t)
dinormalisasi, kita melihat bahwa dalam bentuk
exp( −iωt )/2 π [atau bergantian, exp(−iωt)/2π],
fungsi harmonik dapat membentuk himpunan
ortonormal. Tunduk pada ketentuan di ht (t) di
atas, fungsi delta (dan properti yang kami peroleh)
adalah mandiri dari pilihan tertentu hn (t). Namun,
terkadang, beberapa integral fungsi delta yang
ambigu terkadang muncul, seperti
(3.58)
yang tidak memiliki nilai yang terdefinisi dengan
baik. Tergantung fungsinya hn (t) digunakan untuk
mendefinisikan δ (t), fungsi ini pada dasarnya
dapat mengambil nilai apa pun (meskipun lebih
masuk akal, orang dapat mengharapkannya antara
nol dan satu). Ini adalah satu kasus di mana
definisi yang lebih ketat membantu dalam fisika;
model fisik yang mengarah ke fungsi delta
menentukan pilihan hn (t), dan dengan demikian
nilai integral ini.