PENINGKATAN KAPASITAS
TENAGA PENDAMPING
PROFESIONAL
PENGARAH :
PENANGGUNGJAWAB :
November 2020
Diterbitkan Oleh :
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi
Republik Indonesia
Jl. TMP Kalibata, No 17, Jakarta Selatan – 12740
Telp (021) 7989924
Kata Penganatar
Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 (UU Desa) merupakan paradigma baru tentang
desa yang dimaksudkan untuk memperkuat kedudukan desa dalam melakukan perubahan
menuju kehidupan dan penghidupan desa yang lebih kuat, mandiri, dan sejahtera. Arah visi
perubahan desa menyakup pengakuan keberadaan desa, kejelasan status desa, pelestarian
adat dan budaya, prakarsa masyarakat desa, penguatan pemerintahan desa, pemberdayaan
masyarakat, meningkatkan ketahanan sosial dan ekonomi, serta penguatan masyarakat desa
sebagai subyek pembangunan (Psl 4). Visi tersebut dicapai melalui mekanisme Pembangunan
Desa berkelanjutan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup
masyarakat desa, menanggulangi kemiskinan (Psl 78 (1)).
Pencapaian visi perubahan UU Desa bukan saja menjadi tanggunggjawab desa, tetapi
juga merupakan mandat bagi pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah
kabupaten/kotamadya dalam melakukan pembinaan dan pengawasan (Psl. 112). Ruang
lingkup pembinaan diatur sesuai dengan jenjang kedudukan masing-masing mulai dari pusat,
provinsi sampai kabupaten/kota.
Kementerian Desa PDTT sebagai kementerian sektoral yang mendapatkan mandat untuk
mengampu urusan desa memprioritaskan arah pembinaan dan pengawasan untuk; a)
meningkatkan kapasitas, efektivitas, dan akuntabilitas pemerintahan Desa dan pembangunan
Desa; b) meningkatkan prakarsa, kesadaran, dan partisipasi masyarakat Desa dalam
Pembangunan Partisipatif; c) meningkatkan daya guna aset dan potensi sumber daya Desa
bagi kesejahteraan dan keadilan; dan d) meningkatkan sinergitas program dan kegiatan Desa,
kerja sama Desa dan Kawasan Perdesaan, (Permen Desa PDTT Nomor 18 Tahun 2019). Untuk
memastikan arah pencapaian tujuan Pembangunan Desa pemerintah juga berkewajiban
melakukan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab melakukan pendampingan dan
pemberdayaan masyarakat desa, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Desa PDTT,
sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2015 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional,
kader pemberdayaan masyarakat desa, dan/atau pihak ketiga (Psl.128 (2)). Pada pasal
berikutnya ditegaskan tentang kualifikasi pendamping proesional yang bertugas membantu
Kementerian Desa PDTT. Kualifikasi atau kompetensi pendamping profesional penting
ditegaskan mengingat pendampingan dan pemberdayaan merupakan tugas dan
tanggungjawab yang cakupannya luas meliputi berbagai aspek kehidupan dan penghidupan
masyarakat desa. Dalam pelaksanaannya Keneteriaan Desa PDTT menugaskan Pendamping
Lokal Desa dan Pendamping Desa sebagai tenaga yang diharapkan secara profesional
sanggup tinggal dekat bersama (live with) untuk mendampingi dan memberdayakan
masyarakat desa.
Sekalipun demikian, selama lebih dari lima tahun sejak diberlakukannya UU Desa tugas
pendampingan dan pemberdayaan masyarakat desa diakui belum sampai pada pencaian yang
optimal. Tuntutan birokratik dan teknokratik terkait dengan pemutakhiran data di berbagai
aspek kehidupan desa merupakan salah satu yang menjadi faktor penyebab. Dalam berbagai
kesempatan Pendamping Desa, utamanya, menyampaikan tuntutan pemutakhiran data dan
tuntutan tugas mendesak seringkali menyebabkan pendamping tidak fokus pada tugas utama
mendamping dan memberdayakan masyarakat. Faktor penyebab lain, yang menjadi concern
Kementerian Desa PDTT adalah lemahnya komitmen, kemampuan dan keterampilan
Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa sebagai tenaga profesional.
Memahami akan kondisi tersebut Kementerian Desa PDTT berkomitmen mengoptimasi
keberadaan Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa. Optimasi dilakukan melalui
penyelenggaraan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Tenaga Pendamping Profesional. Kegiatan
tersebut dimaksudkan untuk mengintensifkan penguatan kualitas kinerja harian tenaga
pendamping profesional sebagai representasi kehadiran negara, dalam hal ini Kementerian
Desa PDTT. Karena itu kegiatan pelatihan tidak hanya bertujuan meningkatkan keterampilan
dan pengetahuan, tetapi juga penguatan komitmen yang berujung pada perubahan sikap
profesional sebagai agen yang memfasilitasi pemberdayaan masyarakat desa.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar I
Daftar Isi iii
A. LATAR BELAKANG
1. Tujuan Intruksional Umum (TIU)
2. Tujuan Intruksional Khusus (TIK)
B. RUANG LINGKUP
C. TUJUAN PELATIHAN
D. SKEMA ALUR PELATIHAN
E. KERANGKA MODEL PELATIHAN
F. SUSUNAN MATERI PELATIHAN
G. MATRIK SILABUS PELATIHAN
Pokok Bahasan 1: Citra Diri Pendamping Desa
Pokok Bahasan 2: Manajemen Data dan Informasi Dan Analisa Sosial
o Sub Pokok Bahasan 1: Analisa Sosial
o Sub Pokok Bahasan 2: Pembangunan Desa Berbasis Data
o Sub Pokok Bahasan 3: Kajian SDG’s Desa
o Sub Pokok Bahasan 4: Video Broadcast
Selama lebih dari lima tahun, baik desa maupun Pemerintah Pusat, Provinsi, kabupaten/
Kota telah menjalankan mandat Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 Tenang Desa (UU Desa),
terutama berkaitan dengan upaya mengimplementasikan mandat rekognisi (pengakuan) atas
kewenangan lokal desa sebagai subyek kesatuan masyarakat hukum. Dengan kewenangan
yang dimiliki desa dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pembangunan desa yang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakatat desa dan kualitas hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan
prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal serta pemanfaatan sumber daya alam
dan lingkungan secara berkelanjutan (Psl 78 (1)).
Secara normatif luas ruang lingkup mandat kewenangan lokal berskala desa tersebut
diperjelas dalam Peraturan Presiden nomor 147 tahun 2015 dan Peraturan Menteri Desa
Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi (Menteri Desa PDTT) Nomor 1 Tahun 2015.
Kewenangan berskala lokal desa merupakan ruang bagi masyarakat desa sebagai subyek
untuk menggunakan hak partisipasinya dalam menentukan Pembangunan Desa yang relevan
dengan potensi, aset dan kebutuhan desa.
Undang-Undang Desa juga menegaskan bahwa dalam mengisi kewenangannya, desa
tidak sendirian. Azas subsidiaritas merupakan mandat UU Desa yang menegaskan tugas dan
fungsi Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan pemerintah Kabupaten/Kota melakukan
pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa (Psl 112 (1)). Ruang lingkup
pembinaan diatur sesuai dengan jenjang kedudukan masing-masing mulai dari pusat, provinsi
sampai kabupaten/kota. Sesuai dengan kewenangannya, Kementerian Desa PDTT sebagai
kementerian sektoral yang mendapatkan mandat untuk mengampu urusan desa melakukan
tugas pembinaan dan pendampingan dengan tujuan; (a) Meningkatkan kapasitas, efektivitas
dan akuntabilitas pemerintah desa; (b) Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi
masyarakat Desa dalam pembangunan desa yang partisipatif; (b) Meningkatkan sinergi
program pembangunan Desa antar sektor; dan (c) Mengoptimalkan aset lokal Desa secara
emansipatoris (Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 18 Tahun 2019).
B. RUANG LINGKUP
Kurikulum Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pendamping Desa dimaksudkan sebagai
kerangka acuan bagi para fasialitator atau trainer dan Kementerian Desa PDTT, kususnya
Direktoraj Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa dalam upaya menyelengarakan pelatihan
untuk peningkatan kapasitas Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa.
Untuk itu, dalam kerangka melaksanakan kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas
Pendamping Desa maka disusun kurikulum pelatihan yang terdiri dari:
(1) Tujuan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Penamping Desa dan Pendamping Lokal Desa
(2) Skema Alur Pelatihan
(3) Matrik Silabus Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pendamping Desa dan Pendamping
Lokal Desa
(4) Satuan Modul Rencana Pembelajaran (Lesson Plan) Pelatih Peningkatan Kapasitas
Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa.
C. TUJUAN PELATIHAN
Tujuan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pendamping Dan Pendamping Lokal Desa, yaitu:
2 Manajemen 2.1. Analisa Sosial 1. Berpikir kritis analitis • mampu berpikir kritis • Tutorial • PPT tutorial materi PB •
Data & dalam mengenali analitis dalam • Dikskusi (sharing) • Infografis materi PB
Informasi Dan berbagai aspek memahami dinamika • Simulasi • Video referensi
Analisa Sosial Pembangunan Desa,
Pembangunan Desa. • Study kasus • Platform Akademi Desa
Pemerintahan Desa, dan
• Praktek lapangan 4.0
kehidupan masyarakat
desa. • mampu mengkaji • Kajian Data • Panduan simulasi
untuk mengenali pola • Proyektor
2. Mengenali peta relasi pemerintah desa, • Laptop
hambatan, tantangan, tokoh desa, dan • Kertas plano, metaplan
potensi, aset dan sumber masyarakat serta dan hvs
daya untuk peningkatan
pengaruhnya dalam • Alat tulis
kualitas kehidupan
masyarakat desa. dinamika
Pembangunan Desa
3. Komitmen keberpihakan,
bela rasa pada
masyarakat desa yang • mampu mengenali
lemah dan terpinggirkan. potensi, sumber daya
desa, serta peluang
4. Kesanggupan menjadi
dan tantangan
bagian dari penggerak
pelaku perubahan desa
yang lebih sejahtera, • mampu mengenali dan
mandiri dan berkeadilan menggerakkan
sosial. anggota masyarakat
yang berpotensi
5. Kesanggupan untuk menjadi penggerak
menindaklanjuti analisa perubahan desa.
social secara partisipatif
dengan masyarakat dan
pelaku pembangunan • Pelaku pembangunan
desa lainnya di desa (Kader, aparat,
pelaku lainnya) mampu
melakukan Analisa
social sebagai dasar
perencanaan
pembangunan
2.2. Pembanguna 1. Kemampuan memahami • Mampu memahami • Tutorial • PPT tutorial materi PB
n Desa siklus Pembangunan pendataan sebagai • Dikskusi (sharing) • Infografis materi PB
Berbasis Data Desa sebagai konteks tugas pokok • Platform Akademi Desa
pentingnya data sebagai pendamping dalam 4.0
basis peningkatan pemberdayaan desa. • Proyektor
kualitas kemajuan desa. • Laptop
• Mampu menjelaskan
2. Kemampuan memahami kerangka logis fungsi
kerangka logis alur fungsi dan manfaat data
dan pemanfaatan data
bagi desa dan dalam siklus
Kementerian Desa. Pembangunan Desa.
2.3. Kajian SDG’s 1. Kemampuan memahami • Memahami SDGs • Tutorial • PPT tutorial materi PB
Desa fungsi dan jenis data sebagai pembangunan • Dikskusi • Infografis materi PB
sebagai basis berkelanjutan dan • Simulasi praktek • Lembar/form latihan
perencanaan dan evaluasi SGGs Desa; teknis pendataan pendataan
untuk peningkatan • Mengenalkan dan • Praktek lapangan • Platform Akademi Desa
kualitas Pembangunan menjelaskan 8 4.0
Desa. (depalan) tipologi Desa • Proyektor
sesuai SDGs Desa; • Laptop
2. Kemampuan memahami • Mampu memanfaatkan • Kertas plano
format data dan Sistem Informasi Desa
melakukan pendataan sebagai Basis Data
(inputing data) sesuai Pembangunan Desa
format dan tujuan
pendataan terkait aspek • Pelaku pembangunan
Pembangunan Desa desa dan masyarakat
mampu melakukan
3. Kemampuan memahami pendataan secara
prinsip dan etika partisipatif
pencarian data di
masyarakat
4. Menguasai
operasionalisasi teknologi
atau aplikasi sistem
pendataan desa yang
tersedia.
5. Kemampuan
mendeskripsikan hasil
pendataan sebagai
pemutakhiran informasi
terkait perkembangan
Pembangunan Desa.
6. Kesanggupan untuk
menindaklanjuti
pendataan secara
partisipatif dengan
masyarakat dan pelaku
pembangunan desa
lainnya
2.4. Video 1. Kemampuan memahami • Mampu menjelaskan • Tutorial • PPT tutorial materi PB
Broadcast prinsip dan norma prinsip dan kode etik • Dikskusi (sharing) • Infografis materi PB
peliputan dan jurnalistik sebagai • praktek teknis • Video referensi
penyebaran informasi. dasar kerja media (pembuatan • Platform Akademi Desa
broadcast. script, 4.0
2. Kemampuan berpikir pengambilan • Proyektor
kritis-analitis dalam • Mampu melakukan gambar, editing, • Laptop
menerima, memahami kajian kritis atas data pengisian suara) • Kertas plano, metaplan
pesan yang tersampaikan dan informasi terkait • Praktek lapangan dan hvs
melalui media. dengan Pembangunan • Alat tulis
Desa
3. Kemampuan memahami
fungsi strategis media • Mampu mengolah
sebagai sarana informasi, informasi, data sebagai
edukasi, dan advokasi pengetahuan baru
terkait peningkatan yang bermanfaat:
kualitas Pembangunan inspiratif, edukatif dan
Desa. menggerakkan
masyarakat.
4. Kemampuan menguasai
teknis pembuatan video
dan penyebarluasannya. • Mampu memproduksi
film/video berbasis
data desa sebagai
5. Kemampuan teknis- media publikasi,
kreatif memanfaatkan advokasi, edukasi atau
video sebagai media promosi.
penyampaian informasi,
edukasi, dan inspirasi.
3. Laporan Kemampuan teknis bagi • Mampu memahami • Tutorial (ceramah) • LCD Proyektor •
Harian pendamping untuk Laporan Harian • Diskusi (sharing) • PPT tutorial materi PB
Pendamping menjalankan tugas harian Pendamping Tenaga • Platform Akademi Desa
Tenaga
yang sesuai dengan Pendamping 4.0
Pendamping
Tupoksi menggunakan Profesional sebagai • Proyektor
Profesional
Aplikasi Laporan Harian Laporan Kegiatan • Laptop
Pendamping Tenaga Harian Kinerja • Kertas plano
Pendamping Profesional Fasilitator dalam • Kertas metaplan
pembangunan dan • Spidol
pemberdayaan desa.
• Mampu menjelaskan
1. Kemampuan pendamping kerangka logis tugas,
memahami filosofi dan fungsi dan manfaat
kegunaan aplikasi sebagai pendamping sebagai
representasi Kementerian wujud kehadiran
Desa PDTT dalam Kementerian Desa
melaksanakan tugas PDTT di Desa;
pendampingan
• Mampu memahami
2. Kemampuan pendamping evaluasi kinerja
untuk memahami proses berjalan secara
evaluasi kinerja berbasis obyektif dan dapat
aplikasi diary pendamping dipertanggungjawabka
n;
MODUL PELATIHAN
PENINGKATAN KAPASITAS
TENAGA PENDAMPING PROFESIONAL
(LAPORAN HARIAN TPP
PENDAMPING DESA DAN
PENDAMPING LOKAL DESA)
Citra Diri
Pedamping Desa
CITRA DIRI PENDAMPING DESA
Tujuan :
1. Mampu memahami arti Pendamping Desa sebagai pilihan pekerjaan profesional yang
merepresentasikan kualitas kehadiran negara.
2. Merefleksikan (mengenal secara kritis dan jujur pada diri sendiri) kualitas kinerja
sebagai pendamping profesional lokal desa.
3. Mengenali kelemahan diri yang harus diatasi dan potensi yang bisa dikembangkan
sebagai penggerak para pelaku perubahan desa.
4. Memilih strategi pengembangan diri sebagai upaya peningkatan kualitas
pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan peran pendamping.
5. Menyatakan sikap keberpihakannya pada desa melalui intensitas pendampingannya
pada masyarakat desa.
Waktu :
4 Jam Pelajaran
Metode :
• Tutorial (ceramah)
• Dikskusi (sharing)
• Simulasi
• Refleksi
Alat Bantu :
- LCD Proyektor
- PPT tutorial materi PB
- Infografis materi PB
- Video inspirasi citra diri
- Platform Akademi Desa 4.0
- Proyektor
- Laptop
- Kertas plano dan metaplan
- Alat tulis
Aktivitas Pembelajaran :
4. Berikan penegasan pada poin-poin jawaban peserta yang relevan dengan arti
refleksi diri. Penjelasan lebih lanjut tentang pengertian refleksi diri bisa juga
dimulai dari poin-poin jawaban peserta.
Refleksi diri merupakan tindakan subyek secara sadar, jernih dan jujur melihat sikap dan
tindakan yang pernah dilakukan di masa lalu sehingga bisa mendapatkan pembelajaran
(lesson learned) yang bermanfaat untuk membuat rencana aksi pribadi dalam melakukan
perubahan sikap dan tindakan ke depan.
POSITIF NEGATIF
Orang lain Saya Orang lain Saya
6. Ajak peserta melakukan refleksi pribadi dengan mengenali hal positif (kebaikan,
kelebihan) dan megenali hal negatif (kelemahan, kekurangan) pribadi menurut
diri sendiri dan hal positif (kebaikan, kelebihan) dan megenali hal negatif
(kelemahan, kekurangan) diri yang saya tahu dari orang lain. Mintalah peserta
menuliskan sikap positif dan negatif pada kolom yang sudah dibuat di atas
kertas hvs.
POSITIF NEGATIF
Orang lain Saya Orang lain Saya
1.Komunikatif 1.pekerja keras 1. Sombong 1. Keras kepala
2. 2.komunikatif 2. 2. Tertutup
3. 3. 3. Sulit menerima
4.. pandangan
1. Apa saja sikap positif dan sikap negatif dari diri saya. (berikan waktu 2 menit
untuk menulis)
Dunia yang dimaksud adalah lingkungan hidup manusia, baik lingkungan sosial
(masyarakat) maupun lingkungan alam.
Point pokok:
➢ Dengan bekerja manusia menyatakan “diri” sebagai mahkluk
berkehendak, berakal-budi
➢ Melalui kerja manusia melakukan perubahan (fisik, budaya)
➢ Kualitas kerja melekat pada kualitas “diri”
11. Dari gagasan hasil diskusi lanjutkan materi penjelasan tentang “Citra Diri”
(struktur materi seperti dalam handout power point)
12. Ajak peserta untuk melanjutkan menuliskan refleksi diri, dengan panduan
berikut;
a) Jelaskan secara tertulis gambaran “diri ideal” anda sebagai pendamping
lokal desa
b) Jelaskan secara tertulis pada saat (peristiwa) seperti apa yang membuat
diri anda merasa dihargai dan pada saat (peristiwa) seperti apa anda
merasa tidak dihargai atau direndahkan. Mengapa?
13. Setelah selesai mintalah 2 atau 3 peserta secara suka rela berbagi (sharing)
hasil refleksinya.
14. Lanjutkan refleksi dengan meminta peserta menyandingkan hasil refleksi
terakhir (diri ideal dan harga diri PLD) dengan hasil refleksi sebelumnya
(tentang sisi positif dan negatif diri). Ajak peserta menemukan kesesuaian
antara hasil refleksi terakhir dengan hasil refleksi pertama.
15. Mintalah peserta menilai sendiri, apakah hasil refleksi pertama (sisi positif dan
negatif) sesuai atau mendukung hasil refleksi terakhir (Konsep diri dan harga
diri).
16. Berikan waktu sekitar 10 menit bagi peserta membagikan cerita hasil
temuannya.
17. Selesai sesi berbagi refleksi, lanjutkan dengan materi bahan tayang tentang
“Citra Diri Pendamping Desa”.
18. Mulailah dengan menyiadakan waktu sekitar 5 menit untuk mengajak peserta
berbagi cerita dengan panduan berikut;
a. Dari mana anda pertama kali mendengar tentang pekerjaan
pendamping desa?
b. Apa yang anda bayangkan/gambarkan tentang pendamping desa
waktu mendengar pertama kali tentang pendamping desa?
c. Mengapa anda memilih pekerjaan pendamping desa?
19. Setelah selesai sharing, tampilkan di layar bahan tayang (handout) “Citra Diri
Pendamping Desa“. Berikan penegasan (highlight) pada dua hal,
➢ Pendamping Desa adalah pekerjaan profesional dengan mandat dan
tujuan yang jelas dan tegas
➢ Setiap peserta memilih pekerjaan pendamping desa karena paham dan
sadar dengan konsekuensi pilihannya.
20. Lanjutkan dengan pembahasan materi tentang “Aspek Kerja Pendampingan
Desa”. Ajak peserta berdiskusi dan memberikan contoh pengalaman terkait
setiap “Aspek Kerja Pendamping Desa”.
➢ Apek Humanis
➢ Aspek ideologi
➢ Aspek normatif
➢ Aspek teknokratik-birokratik
➢ Aspek kreatif-inovatif
➢ Aspek emosional
21. Ajak peserta kembali melakukan refleksi, kali ini dengan meminta peserta
menuliskan 3 (tiga) ciri citra ideal pendamping desa.
(Berikan waktu 3 menit)
22. Berikan kesempatan pada setiap peserta untuk membacakan tulisan
refleksinya tentang “3 ciri citra ideal pendamping desa”. Fasilitasi sharing
peserta dengan menuliskan dan mengelompokkan point hasil refleksi peserta
ke papan tulis/kertas plano.
23. Berikan tekanan (highlight) beberapa point utama hasil refleksi peserta yang
relevan dengan tugas profesional pendamping desa saat ini.
24. Akhiri sesi dengan meminta peserta untuk menuliskan resolusi (kehendak
mengubah) diri.
Tujuan :
Waktu :
5 Jam Pelajaran
Metode :
• Tutorial
• Dikskusi (sharing)
• Simulasi
• Study kasus
• Praktek lapangan
• Kajian Data
Alat Bantu :
- PPT tutorial materi PB
- Infografis materi PB
- Video referensi
- Platform Akademi Desa 4.0
- Panduan simulasi
- Proyektor
- Laptop
- Kertas plano, metaplan dan hvs
- Alat tulis
Aktivitas Pembelajaran :
PERSIAPAN
PERMAINAN
Sampaikan pengantar:
ATURAN PERTUKARAN
ATURAN NILAI
• Minta peserta membuat kolom bergaris di kertas hvs berisi jumlah nilai kartu’
• Fasilitator menuliskan jumlah nilai perolehan di white board atau kertas plano, jumlah
nilai peserta berdasarkan kategori atau ”tanda” yang tertera dalam amplop: persegi,
lingkaran dan segitiga (7 menit).
Bonus
jumlah
• Dari pengamatan jumlah nilai yang diperoleh kelompok, fasilitator menenutkan batas
bawah nilai kelompok bujur sangkar dan batas bawah kelompok lingkaran. Batas
bawah ditentukan sedemikian rupa supaya dalam setiap periode transaksi;
(waktu sekitar 2 menit).
o jumlah peserta yang termasuk dalam kelompok persegi akan lebih kecil dari
jumlah anggota kelompok lingkaran, dan
o jumlah anggota kelompok lingkaran lebih kecil dari jumlah anggota kelompok
segitiga
o (pada sesi ini peserta mulai melihat bahwa hasil penggolongan menurut nilai
perolehan akan mencerminkan suatu susunan jumlah berbentuk kerucut: atas
kecil, tengah sedang, bawah besar) (waktu 5 menit).
▪ Bagikan tiga kartu bonus kepada masing-masing kelompok, kemudian berikan
kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk mencapai kesepakatan tentang
pembagian kartu bonus tersebut selama tiga menit.
• (Bila dalam tiga menit, mereka tidak mencapai kesepakatan, nilai bonus
dicabut. Perubahan nilai pesrta yang mendapat kartu bonus kemudian dicatat
di white board atau papan tulis dengan diberi tanda bintang untuk
mengingatkan bahwa kenaikan nilainya berasal dari bonus, bukan dari hasil
transaksi)
• Mulai lagi dengan waktu transaksi periode kedua dengan proses dan fasiltasi yang
sama dengan periode sebelumnya. (sekitar 20 menit)
• Setelah 2 kali periode transaksi jumlah anggota kelompok ”persegi” menjadi semakin
sedikit. Nyatakan kelompoK ”persegi” sebagai pemenang dan berhak untuk mengubah
aturan transaksi maupun aturan nilai.
• Berikan waktu sekitar 10 menit bagi kelompok ”persegi” untuk menentukan peraturan
baru.
• Kelompok ”persegi” baru, hasil periode transaksi dengan aturan baru, diberi
kewenangan yang sama untuk mengubah peraturan dan nilai seperti sebelumnya. (8
menit)
1. Tentukan satu masalah sosial desa yang relevan/terjadi di salah satu desa
anggota kelompok.
2. Deskripsikan masalah dalam 2-3 paragraf
3. Kenali unsur penyebab, akibat, (apa penyebab-akibat, apa dampak
masalah sosial, siapa pelaku/korban, dst)
4. Analisa/kaji kaitan unsur sebab-akibat (kapan menjadi masalah di desa,
bagaimana terjadi, apa dampak masalah sosial, siapa yang dirugikan satu
sama lain)
5. Dari hasil kajian, pastikan akar masalah sosial dan temukan pilihan-pilihan
penyelesaian masalah.
Tujuan :
Waktu :
2 Jam Pelajaran
Metode :
• Tutorial
• Dikskusi (sharing)
Alat Bantu :
- PPT tutorial materi PB
- Infografis materi PB
- Platform Akademi Desa 4.0
- Proyektor
- Laptop
Aktivitas Pembelajaran :
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Sampaikan salam dan perkenalkan diri kepada peserta
2. Lanjutkan dengan menyampaikan pengantar ringkas tentang materi pokok
bahasan kali ini serta tujuan pembelajaran selama beberapa jam ke depan;
3. Review PB-SPB sebelumnya terkait pentingnya citra diri, ansos, dalam tugas
pokok fungsi pendampingan, dan manajemen data dan informasi umpan
balikkan;
Kegiatan 3: Menjelaskan kerangka logis fungsi dan manfaat data desa dalam siklus
Pembangunan Desa
8. Mulailah masuk ke slide materi: Fungsi Dan Manfaat Data Desa Dalam Siklus
Pembangunan Desa”, jelaskan dan ajak peserta membahas tentang
pendampingan desa dalam pembangunan desa berbasis data;
9. Diskusikan Elaborasi dalam fungsi dan manfaat data desa dalam siklus
Pembangunan Desa dan efektifitas kinerja pendampingan yang dilakukan
oleh Tenaga Pendamping Profesional (TPP) dalam manajemen data;
10. Peserta memahami fungsi dan manfaat data desa dalam siklus Pembangunan
Desa terhadap efektifitas manajemen pembangunan desa;
Tujuan :
Waktu :
6 Jam Pelajaran
Metode :
• Tutorial
• Dikskusi
• Simulasi praktek teknis pendataan
• Praktek lapangan
Alat Bantu :
- PPT tutorial materi PB
- Infografis materi PB
- Lembar/form latihan pendataan
- Platform Akademi Desa
- Proyektor
- Laptop
- Kertas plano
Aktivitas Pembelajaran :
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Sampaikan salam dan perkenalkan diri kepada peserta
2. Lanjutkan dengan menyampaikan pengantar ringkas tentang materi pokok
bahasan kali ini serta tujuan pembelajaran selama beberapa jam ke depan;
3. Review PB-SPB sebelumnya terkait pentingnya ansos, pembangunan desa
berbasis data dalam tugas pokok fungsi pendampingan dan manajemen data
dan informasi umpan balikkan;
Kasus Tipologi Desa ............. (tuliskan salah satu dari 8 Tipologi Desa)
Desa: ______________________________
No SDGs Desa Indikator Konfirmasi Kesimpulan
kondisi desa
berdasarkan
indikator
1. a. Terpenuhi/belum
b. terpenuhi
c.
dst
2. a.
b.
c.
dst
15. Tempelkan kerta plano hasil diskusi kelompok di dinding ruangan atau di
media lain yang mudah dilihat oleh seluruh peserta.
16. Selanjutnya, minta-lah masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi
yang sudah ditempelkan tersebut. Minta untuk cek indikator apa saja yang
belum terpenuhi oleh kondisi desa dan bagaimana menjadi agenda
pembangunan desa → SDGs Desa menjadi tujuan pembangunan desa.
17. Ajak Peserta memahami 8 (delapan) tipologi Desa merupakan ilustrasi atau
contoh tentang Desa yang mencapai beberapa tujuan SDGs, bukan
dimaksudkan untuk direplikasi oleh desa secara mentah-mentah. Dengan
contoh tersebut maka desa dapat lebih melakukan prioritas pembangunan
desa yang dipandu oleh SDGs Desa beserta indikator-indikatornya;
• jelaskan kepada peserta data SDGs yang ada masih data desa dan
belum tersedia data individu, data Keluarga/Rumah Tangga, dan data
RT (Rukun Tetangga). Untuk kelengkapan data tersebut, Kemendesa
secara mengembangkan sistem pendataan dalam aplikasi SDGs Desa
yang nanti-nya akan dipergunakan dalam sensus partisipatoris.
Sensus ini akan dilakukan oleh PLD/PD bersama tim warga desa.
• jelaskan kepada peserta saat ini aplikasi SDGs Desa belum dilengkapi
dengan rekomendasi kegiatan pembangunan, namun sudah
dipersiapkan disain aplikasi SDGs desa yang akan dilengkapi dengan
fitur rekomendasi tersebut sebagaimana aplikasi IDM.
Tujuan :
1. Mampu menjelaskan prinsip dan kode etik jurnalistik sebagai dasar kerja
media broadcast.
2. Mampu melakukan kajian kritis atas data dan informasi terkait dengan
Pembangunan Desa
3. Mampu mengolah informasi, data sebagai pengetahuan baru yang
bermanfaat: inspiratif, edukatif dan menggerakkan masyarakat.
4. Mampu memproduksi film/video berbasis data desa sebagai media publikasi,
advokasi, edukasi atau promosi.
Waktu :
5 Jam Pelajaran
Metode :
• Tutorial
• Dikskusi (sharing)
• praktek teknis (pembuatan script, pengambilan gambar, editing, pengisian
suara)
• Praktek lapangan
Alat Bantu :
- PPT tutorial materi PB
- Infografis materi PB
- Video referensi
- Platform Akademi Desa 4.0
- Proyektor
- Laptop
- Kertas plano, metaplan dan hvs
- Alat tulis
Aktivitas Pembelajaran :
1. Pengantar Pelatihan:
- Curah Pendapat tentang Pengalaman Pembuatan Video oleh Peserta
- Output: Value dan Keberpihakan PLD
2. Penugasan 1: Pembuatan Naskah Cerita
- Template Disiapkan
- Pertanyaan penggugah peserta
(Hal apa yang menarik dalam melakukan pendampingan, apa dan
bagaimana pengalaman mengesankan dalam pendampingan di Desa
selama 1-3 Bulan terakhir)
- 5W+1H, “Wow Factor”
- Output: Tema dan Naskah
- 2-3 Peserta mempresentasikan Naskah Cerita yang dibuat
3. Penegasan Dasar Komunikasi Media + Dasar Jurnalistik:
- Penegasan Pelatih melalui Media Tayang, tentang Standar Pembuatan
Naskah Cerita (1-2 Slide)
- Paparan Komunikasi Media dan Dasar Jurnalistik
4. Panduan Teknik Pengambilan Gambar
- Pengantar (paparan)
- Praktik pengambilan gambar, suara, warna, cahaya, tata-letak
5. Editing:
- Panduan praktek editing
- Praktek editing video dengan HP
• Edit Gambar
• Edit Suara
6. Teknik Disseminasi Medsos:
- Pembuatan akun youtube dan medsos
7. Refleksi/ Umpan balik
Laporan Harian Pendamping
Tenaga Pendamping Profesional
3.1. Laporan Harian Pendamping
Tenaga Pendamping Profesional
Tujuan :
Waktu :
2 Jam Pelajaran
Metode :
• Tutorial (ceramah)
• Diskusi (sharing)
Alat Bantu :
- LCD Proyektor
- PPT tutorial materi PB
- Platform Akademi Desa 4.0
- Proyektor
- Laptop
- Kertas plano
- Kertas metaplan
- Spidol
Aktivitas Pembelajaran :
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Sampaikan salam dan perkenalkan diri kepada peserta
2. Lanjutkan dengan menyampaikan pengantar ringkas tentang materi pokok
bahasan kali ini serta tujuan pembelajaran selama beberapa jam ke depan;
3. Review PB-SPB sebelumnya terkait pentingnya citra diri, ansos,manajemen data
dan informasi dalam tugas pokok fungsi pendampingan, umpan balikkan;
10. Diskusikan Elaborasi dalam evaluasi kinerja berjalan secara obyektif dan dapat
dipertanggungjawabkan;
11. Peserta memahami evaluasi kinerja berjalan secara obyektif dan dapat
dipertanggungjawabkan;
Kegiatan 6: Menjelaskan fasilitasi pemetaan desa berdasarkan informasi yang
sahih, terpercaya dan update
12. Penegasan Peran Pendamping Tugas Pendamping dalam pemetaan desa
berdasarkan informasi yang sahih, terpercaya dan update (Data).
13. Peserta memahami pemetaan desa berdasarkan informasi yang sahih,
terpercaya dan update;
Pendamping seperti apakah yang memiliki kualifikasi ideal sehingga dapat diharapkan
memberikan kontribusi yang optimal dalam mencapai tujuan kerja pendampingan? Tulisan
berikut merupakan pembahasan gagasan tentang citra pendamping desa, yaitu gagasan tentang
gambaran sosok pribadi yang memiliki kualifkasi yang diharapkan. Tentu gambaran berikut tidak
sempurna, namun setidaknya bagi pendamping desa gagasn ini dapat diharapkan sebagai materi
refleksi yang membantu menumbuhkan kehendak untuk senantiasa berkembang mencapai
kemampuan yang lebih optimal.
Tulisan ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama membahas pengertian tentang citra diri
dari perspektif pendamping sendiri. Konsepsi tentang citra diri dibahas dengan menggunakan
pandangan Carl R. Rogers, seorang psikoterapis yang dikenal dengan pendekatan humanis. Fokus
teorinya adalah mendalami tentang konsep diri (self-concept). Citra diri yang dimaksud adalah
“diri sejati” (real self) yang dibedakan dengan gambaran tentang “diri ideal” (ideal self).
Bagian kedua dari tulisan ini membahas citra pendamping desa. Berbeda dengan citra diri
yang merupakan gambaran subyektif pendamping tentang “diri”nya sendiri, yang dimaksud citra
pendamping desa adalah gambaran tentang “diri” pendamping desa dari perspektif orang lain..
Citra pendamping desa merupakan gambaran ideal tentang diri pendamping desa yang dibangun
berdasarkan citra positif dan nilai-nilai konstruktif yang seharusnya diinternalisasi setiap
pendamping desa guna bisa menjadi pribadi pendamping desa yang berfungsi sepenuhnya (fully
function person).
1. Citra Diri
Dalam suatu kesempatan Carl Rogers diundang sebagai pembicara di Universitas Brandeis
– Massachuset, tidak untuk bicara tentang teori psikoterapinya yang mulai populer, tetapi untuk
bicara tentang dirinya. Permintaan yang sama juga pernah datang dari Komite Forum Persatuan
Mahasiswa di Wisconsin. Mereka penasaran untuk mengetahui seberapa jauh Rogers mengenali
“diri”nya sendiri. Bagaimana Rogers bisa memiliki cara pandang, pemikiran, sikap, dan pandangan
ke depan yang oprimistik. Para mahasiswa itu berharap Rogers menggambarkan citra diri-nya
dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok, “Siapakah dirinya?” “Apa tujuan hidupnya?”.
Rasa penasaran para mahasiswa itu yang kemudian mendorong Rogers merasa perlu
untuk memperkenalkan “diri”nya kepada para pembaca bukunya, “On Becoming A Person”.
Memperkenalan citra diri rupanya tak cukup hanya dengan menjawab definisi yang ditulis dalam
dua atau tiga kalimat. Rogers memerlukan 24 halaman untuk menuliskan “diri”nya. Pada tulisan
yang menjadi bab pertama dari bukunya yang diberi judul “Inilah Saya” (This Is Me) Roger
menuliskan secara komprhensif dan kronologis kisah hidupnya. Sekalipun demikian Rogers masih
merasa belum cukup untuk memperkenalkan “diri”nya. Karena itu pada bagian awal dari
tulisannya Rogers menjelaskan bahwa untuk mengenal siapa “diri”nya, apa tujuan hidupnya,
mengapa “diri”nya menjadi seperti saat ini, pembaca harus membaca seluruh isi buku “On
Becoming A Person”.
Citra diri adalah persepsi pribadi tentang “diri” yang faktual dalam merasakan dan menilai
yang paling benar tentang siapa dan apa tujuan “diri” yang sebenar-benarnya. Persepsi yang
dimaksud adalah tindakan kesadaran pribadi untuk memaknai informasi yang diperoleh dari
setiap proses interaksi dengan orang-orang lain dan dengan berbagai aspek kehidupan, serta
dengan pengalaman-pengalaman di masa lalu yang memengaruhi “diri”nya . Tujuannya adalah
untuk mendapatkan citra diri yang sebenarnya. Persepsi tentang citra diri degan demikian
menggambarkan kecenderungan dasar “diri” dalam mengaktualisasi keberadaanya (eksistensi)
sebagai “diri” pribadi seperti apa adanya (what I am), peran “diri”nya bagi lingkungan, bagi
dunianya, (what I can do), dan kesadaran untuk mengaktualisasi “diri” menjadi pribadi yang
berfungsi sepenuhnya (becoming fully function person).
Menjadi diri yang berfungsi sepenuhnya menurut Rogers merupakan hal yang faktual,
“diri” yag sedang bergerak, berubah dinamis bukan pernyataan tentang tujuan. Dengan gagasan
Rogers seperti itu bisa dipahami bahwa pribadi dengan citra diri positif adalah pribadi yang
menjalani hidup sebagai proses menjadi “diri”nya yang sesungguhnya. Dalam keseharian sikap
tersebut tampak dari ciri-ciri tindakan diantaranya;
Pada pribadi tertentu persepsi “diri” negatif bisa jadi merupakan pilihan sadar. Artinya
pribadi tersebut memilih untuk secara sadar merendahkan citra dirinya. Penyebabnya bisa karena
pribadi bersangkutan tidak berani menghadapi konsekuensi proses aktualisasi “diri” yang dinilai
mengancam zona nyaman dan aman yang sudah dibangun. Rogers menjelaskan bahwa orang
yang memilih untuk menjadikan citra dirinya seperti itu adalah orang yang berada pada fase
keputusasaan yang paling dalam. Meskipun menurut Rogers pribadi yang berada dalam
keputusasaan sekalipun tetap dapat membalikkan keadaan dirinya menjadi lebih optimistik.
Rogers menegaskan hal itu melalui contoh-contoh pengalaman para kliennya yang berhasil
bangkit dari keputusasaan setelah mereka berani membebaskan diri dari berbagai tekanan di luar
dirinya.
Kebutuhan akan penghargaan positif tersebut terbagi menjadi dua, yaitu penghargaan
positif bersyarat (conditional positive regard) dan penghargaan positif tanpa syarat (unconditional
positif regard). Kebutuhan akan pengharagaan positif bersyarat terlihat pada anak kecil yang
bersedia belajar karena tahu ayah atau ibunya akan memberikan penghargaan. Pengalaman
transaksional seperti itu memengaruhi seseorang dalam membangun persepsi tentang citra diri,
tentang gambaran “diri”nya harus seperti apa, tentang apa yang harus dilakukan, supaya menarik
orang lain untuk memenuhi memberikan penghargaan positif.
Rogers menjelaskan bahwa tidak mungkin bagi manusia untuk melepaskan dari
kebutuhan akan penghargaan bersyarat dalam hidupnya. Namun penjelasan tersebut tidak
dimaksudkan untuk menyatakan bahwa kebutuhan tersebut yang mengatur cara hidup manusia.
Sebaliknya manusialah yang justru mampu mengatur kebutuhan dirinya. Salah satu kemampuan
manusia adalah menguatkan komitmen untuk konsisten pada persepsi citra positifnya dengan
melatih emosinya dalam bersikap dan bertindak mengatur kebutuhan untuk mendapatkan
penghargaan positif bersyarat. Sensor internalisasi nila citra diri positif menggerakkan emosi
untuk secara cerdas menentukan kapan kebutuhan akan penghargaan perlu itu dipenuhi dan
kapan kebutuhan itu perlu ditunda atau dikesampingkan.
Pada umumnya orang akan menanggapi cerita-cerita semacam itu secara emosional
dengan perasaan sakit hati, tersinggung, atau malahan marah, terlebih kalau cerita-ceritanya
bernada negatif. Sekalipun sebenarnya cerita-cerita tersebut disampaikan sebagai kritik
konstruktif dan tidak dimaksudkan untuk mendeskreditkan pribadi apalagi sebagai bentuk
perudungan (bullying). Bagi pendamping yang cerdas secara emosional akan mampu mengelola
perasaan spontannya secara lebih baik sehingga mampu menempatkan cerita-cerita seperti itu
sebagai masukan yang dapat dijadikan sebagai bahan refleksi pribadi.
Sekalipun tidak menyajikan data konkret bukan berarti cerita-cerita seperti itu tidak
obyektif. Cerita tersebut merupakan artikulasi atau wujud penjelasan gagasan tentang hasil
obyektif yang diperoleh dari kegiatan kesadaran dalam menyandingkan antara kenyataan faktual
dengan gambaran ideal citra pendampig desa.
Dari mana orang lain memperoleh gambaran citra ideal pendamping desa? Dalam
perspektif teori Rogers gambaran ideal pendamping desa merupakan persepsi orang lain tentang
“diri ideal” pendamping desa atau gambaran ideal tentang keberadaan (existence) pendamping
desa yang seharusnya. Pengetahuan dan pengalaman interaksi dengan dunia obyektif merupakan
referensi tindakan orang mempersepsikan orang lain sebagai citra pendamping desa yang ideal
sebagaimana yang diharapkan. Ada beberapa aspek referensial yang memengaruhi tindakan
persepsi orang tentang citra pendamping desa.
Dengan kerangka pandang itu maka bisa dimegerti bahwa bangunan persepsi citra diri
tentang pendamping desa dipengaruhi oleh pemahaman akal sehat (common sense) tentang
beberapa aspek yang terkait dengan manusia sebagai pelaku utama atau pekerja dan terkait
dengan pekerjaan sebagai tindakan aktualisasi.
• Aspek Humanis
Humanis adalah aspek terkait dengan kekhasan manusia sebagai mahkluk alamiah yang
berakal budi yang berada di dunianya bersama sesama manusia yang lain. Aspek humanis adalah
aspek etis yang memengaruhi integritas seseorang sebagai pendamping desa, seperti empati,
jujur, adil, toleran, dan tanggungjawab. Orang lain akan mengenali aspek kemanusiaan
pendamping desa dari caranya bertindak. Integritas pendamping desa dilihat dari caranya
bertindak yang mencerminkan implikasi etis seperti intensitas atau daya tahan, dan totalitas atau
tuntas dalam menjalankan pekerjaan.
• Aspek Ideologis
Bekerja tidak hanya berorientasi pada kebutuhan pribadi, tetapi juga wujud tindakan yang
berorientasi pada nilai keberpihakan. Nilai keberpihakan merupakan aspek ideologis, bagian dari
sistem nilai yang menggerakkan orang untuk bertindak. Pendampingan desa merupakan
pekerjaan ideologis. Tindakan mendampingi desa merupakan praksis keberpihakan pada
masyarakat desa yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat desa dalam mencapai
kesejahteraan dan keadilan. Bagaimana orang lain menilai citra pendamping desa salah satunya
dipengaruhi pemahaman orang tentang kualifikasi pendamping dalam kinerjanya mengupayakan
tercapainya tujuan tersebut.
• Aspek Emosional
Pribadi yang memiliki integritas adalah pribadi yang cerdas baik secara rasional maupun
secara emosional. Kecerdasan kedua dimensi kepribadian tersebut tidak selalu tumbuh linier.
Sejauh ini mekanisme rekrutmen pekerja lebih mengutamakan orang yang dinilai cerdas secara
rasional. Meskipun dalam kenyataannya untuk mencapai produktivitas, lingkungan kerja
membutuhkan pekerja-pekerja yang memilki empati, bisa saling memahami, bekerja-sama
membangun harmoni. Terlebih jenis pekerjaan yang berhungungan langsung dengan orang lain,
seperti kerja pemberdayaan yang dilakukan pendamping desa. Empati merupakan salah satu
bentuk kecerdasan emosional yang dibutuhkan pendamping desa. Kerja pendampingan
masyarakat desa hanya mungkin menghasilkan manfaat optimal kalau pendamping desa memiliki
kemampuan merasakan apa yang dirasakan masyarakat desa.
• Aspek Normatif
Pendampingan desa merupakan kerja penugasan yang dalam Peraturan Presiden nomor
47 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 Tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, merupakan bagian
tugas pemerintah dalam melakukan pendampingan dan pemberdayaan desa. Lebih jelas lagi
ditegaskan bahwa pendamping desa merupakan tenaga profesional yang menerima penugasan
untuk membantu pemerintah dalam melaukan pembinaan dan pengawasan. Selanjutnya
pemerintah, dalam hal ini Kementerian Desa PDTT, menerbitkan Peraturan Menteri nomor 18
tahun 2019 tentang Pedoman Pendampingan Masyarakat Desa yang menegaskan tugas
pendampingan, dan tata cara pendampingan. Pemahaman tentang norma-norma tersebut
merupakan pengetahuan yang terinternalisasi dan menjadi referensi bagi orang lain dalam
mempersepsikan atau menilai citra pendamping desa.
• Aspek teknis
Pendampingan desa merupakan kerja pemberdayaan. Artinya pendampingan merupakan
kerja yang bertujuan memfasilitasi masyarakat desa yang daya atau kemampuannya kurang
menjadi berdaya atau lebih berdaya. Ada unsur berbagi pengetahuan dan unsur pelatihan. Karena
itu kemampuan, pengetahuan dan keterampilan merupakan aspek teknis yang tidak bisa tidak,
atau, harus dimiliki oleh pendamping desa. Secara umum orang sudah dapat memahami bahwa
pribadi yang bekerja untuk meningkatkan kapasitas pribadi lain adalah pribadi yang memenuhi
kuaifikasi teknis. Pemahaman akan kualifikasi kemampuan teknis itu yang memengaruhi persepsi
orang lain dalam mengenali citra pendamping desa.
3. Citra Positif Pendamping Desa
Penutup
Pengalaman Rogers dengan para kliennya menegaskan sekuragnya dua hal yang dapat
dipelajar. Pertama bahwa perubahan untuk menjadi “diri” sejati, menjadi pribadi yang bermanfaat
sepenuhnya adalah proses yang bergantung pada diri yang bersangkutan. Kedua, perubahan
menuju yang lebih baik adalah proses yang “menyakitkan” karena ada hal-hal yang harus
ditinggalkan dan di depan pun merupakan zona yang belum bisa dipastikan nyaman atau tidak.
Kedua hal tersebut juga bermakna sebaliknya, hanya pribadi yang memiliki kehendak bebas yang
kuat yang mampu melakukakan perubahan demi perubahan.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Desa PDTT, senantiasa berupaya menjalankan
mandat untuk bisa meningkatkan kapasitas pendamping desa. Berbagai model pendekatan
pelatihan diupayakan untuk bisa memfasilitasi peningkatan kapasitas pendamping desa. Namun
berbagai upaya yang hanya sepihak dilakukan Kementerian Desa PDTT tidak akan optimal selama
pendamping desa bersikap minimalis, kehendaknya untuk berkembang lemah. Untuk mencapai
perkembangan kapasitas yang optimal dan perubahan diri yang lebih baik, pendamping desa
perlu menyusun strategi pengembangan diri yang relevan dan sinkron dengan berbagai upaya
peningkatan kapasitas yang dilakukan Kementerian Desa PDTT.
-----------***********------------
BAHAN BACAAN
SPB. 2.1. ANALISIS SOSIAL
Pengantar
Dalam rangka meminimalisir atas residu permaslahan masa lalui akibat penyimpangan
pembangunan yang diakibatkan relasi kuasa yang tidak berimbang antara Negara-Pemilik Modal-
Rakyat. Maka Negara berdasar pada legitimasi warga negara,membentuk sistem dan badan, guna
menyelenggarakan berbagai urusan negara dengan prinsip-prinrsip good governance. Dalam
sistem dan tatanan negara demokratik, badan penyelenggara negara dipilah menjadi: Eksekutif
(Pemerintah), Legislatif dan Yudikatif. Kewajiban, tugas dan tanggung jawab negara untuk
menciptakan kesejahteraan rakyat, dalam konteks bernegara lndonesia, yaitu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat lndonesia, dilaksanakan dengan upaya pembangunan.
1
Richard Harker,Cheelen Mahar,Chris Wilkes: (habitus x Modal) + Ranah = Praktik, Pengantar Paling Komprehensif
Pemikiran Pierre Bourdieu, Jalasutra.
kemiskinan. Selain itu, pembangunan diselenggarakan atas dasar kebijakan tertentu. Kebijakan itu
dikukuhkan dalam berbagai produk negara yang otoritatif (Undang-Undang, RPJP, RPJM, dll).
Seperti apa kebijakan pembangunan itu?Pengalaman pembangunan di lndonesia, sejak Orde baru
hingga saat ini , sebagaimana dipaparkan berbagai hasil kajian, masih menunjukkan praktik
pembangunan yang mengikuti jalan kapitalisme dengan mengintensifkan integrasi perekonomian
nasional ke dalam sistem kapitalisme global, melalui perdagangan bebas dan hutang luar negeri.
Dengan demikian, pembangunan lebih melayani kepentingan kapital ketimbang pemenuhan
amanah konstitusi: kesejahteraan rakyat. Hal itu terlihat dari hampir semua aktivitas yang terkait
erat dengan urusan kesejahteraan rakyat. Misalnya pengelolaan berbagai industri yang mengolah
sumberdaya alam (tambang, gas,dll). Kebijakan upah buruh lebih mementingkan pemilik kapital
dari pada kesejahteraan buruh, dan seterusnya. 2Sebagai gambaran atas relasi kuasa Negara-
Modal-Rakyat dari sudut padang sistem politik dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel. Perbedaan antara Sistem Ekonomi Kapitalis dan Sistem Ekonomi Sosialis
2
Seri 2 Modul CREAM ( Critical Research Methodology ) Tentang Analisis Sosial Hal.17-18. CIPG. Jakarta 2012
Hak atas pembangunan bukan semata hak untuk menikmati hasil dan manfaat
pembangunan, tetapi mencakup diperolehnya pengakuan dan perlakuan yang adil dan
keterlibatan dalam segenap proses pembangunan, serta tanggung jawab bersama untuk menata
perikehidupan bersama yang lebih baik, yakni terselenggaranya pemenuhan dan diperolehnya
hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya bagi semua warga. Esensi dari hak-hak
pembangunan lainnya yang mencakup menentukan nasib sendiri, partisipasi rakyat, persamaan
kesempatan dan peluang, serta menciptakan keadaan yang lebih baik bagi sesama untuk
memperoleh hak-haknya, bukan semata mencakup tangggung jawab pemerintahan negara
namun juga menjadi tanggung jawab warga secara perseorang, kelompok/golongan maupun
kelembagaan.
Analisis sosial (Ansos) adalah suatu upaya untuk memperoleh gambaran secara lengkap
mengenai suatu situasi sosial yang ada di dalam masyarakat pada wilayah tertentu, dengan cara
menelaah kaitan-kaitan fenomena historis, sosial, politik dan struktural yang ada di dalam
masyarakat tersebut. Dengan pemahaman seperti ini, maka pelaksanaan analisis sosial otomatis
harus difokuskan pada uraian fakta yang terjadi di masyarakat, yang meliputi suatu peristiwa,
subyek (pelaku-pelaku), obyek (keadaan lapangan), interaksi-konflik sosial (analisis kawan-lawan),
analisis konflik horisontal, analisis resiko, dan membongkar dokumen (study dokumen).
Analisis Sosial dilaksankan pada dasarnya untuk membangun kesadaran kritis masyarakat
berkaitan dengan masalah-masalah dasar atau pokok yang terjadi di wilayah/lingkungannya,
maupun potensi masalah yang mungkin akan terjadi di wilayah/lingkungannya, sekaligus dengan
cara pemecahannya. Dengan Demikian, masyarakat dapat mendapatkan manfaat dari
pelaksanaan Analisa Sosial yaitu :
1. Masyarakat dapat memahami secara mendalam berbagai persoalan yang terjadi di
wilayahnya.
2. Masyarakat dapat mengetahui dan memahami posisi maupun peran dari masing-masing
kelompok yang ada di komunitas atau lingkungan sekitarnya.
3. Masyarakat dapat mengetahui dan memahami secara kritis Sistem yang ada di komunitas
atau lingkungan atau Desa.
4. Masyarakat dapat Merumuskan startegi pemecahan masalah sesuai kebutuhannya sendiri.
Proses Analisis Sosial dilakukan dalam proses pembangunan partisipatif di Desa setelah melalui
tahapan sebagaimana pada gambar berikut :
Perlunya pengorganisasi Rakyat
3
Giddens, Anthony. 1999. Runaway World: Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita (terj. Andry
Kristiawan dan Yustina Koen). Jakarta: Gramedia.
(tentu saja selalu mengalami kelangkaan uang), membawa beban moral hazard karena
kemiskinannya. Sehingga dapat dipahami, bila politik uang semakin mendorong masyarakat
berpikir pendek dan bersikap pragmatis. Yang baik (moralitas sosial) digusur oleh yang tampak
(uang). Ruang terbuka itu dieksploitasi oleh para pelaku kapitalisasi politik: untuk mendapatkan
kekuasaan harus mendapat dukungan suara dari rakyat.
Dukungan itu didapatkan dengan cara membeli dari rakyat. Proses itu potensial
menampilkan elite pemerintah yang korup dan tidak pro rakyat. Dalam situasi seperti itu, kiranya
sulit diharapkan terjadi gerakan rakyat menuju perubahan (penghadiran kembali yang baik.
Prinsip menjadi pemahaman dan kesadaran bersama, bahwa manusia secara perseorangan
maupun masyarakat dan wilayah pemerintahan sekecil desa sekalipun harus disangga oleh
sumberdaya alam (tanah, air, udara dan kekayaan yang terkandung didalamnya). UUD 1945 Pasal
33 ayat (3) menyatakan: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Rakyat sebagai
pemegang kedaulatan adalah sumber legitimasi dan tegaknya negara. Eksistensi negara
diwujudkan dalam kesatuan entitas rakyat, wilayah dan pemerintahan yang dinyatakan dalam
konstitusi negara dan diperkuat oleh adanya pengakuan (dalam pergaulan masyarakat)
internasional.
4
Berikut ini disajikan beberapa isu-isu kemasyarakatan yang dipotret dari kacamata
STEEPV (Social, Technology, Economy, Environment, Politics and Value) yang membantu
memosisikan diri dalam konteks persoalan dunia secara umum, dan Indonesia secara khusus.
4
Seri 2 Modul CREAM ( Critical Research Methodology ) Tentang Analisis Sosial Hal.17-18. CIPG. Jakarta 2012
1. Persoalan Sosial, Beberapa tema persoalan sosial yang dapat disebut dalam kategori ini
adalah mengenai perubahan corak demografi (pengangguran, mobilitas sosial), pendidikan
gender, persoalan anak muda, individualisme, inklusi sosial, dan sebagainya. Fenomena
pengangguran di Indonesia boleh jadi terkait erat dengan tema persoalan sosial yang lain,
yakni migrasi dan/ atau urbanisasi. Dalam hal ini, bisa dicatat bahwa Jawa (terutama DKI
Jakarta dan kota-kota satelitnya) menjadi daerah rujukan migrasi di Indonesia
2. Persoalan Teknologi merupakan persoalan lain akibat timpangnya tingkat kesejahteraan
penduduk dunia dan konsentrasi ekonomi pada titik-titik tertentu juga menyebabkan
kesenjangan teknologi pada warga dunia. Ada kelompok-kelompok tertentu yang begitu
bergelimang dengan kemudahan teknologi, sementara ada kelompok tertentu yang begitu
tertinggal dalam hal teknologi. Kepentingan politis tertentu terkadang juga menjadi
hambatan dalam pemerataan teknologi. Oleh karena itulah, setiap daerah memiliki isu yang
berbeda terkait dengan teknologi. Area yang memiliki masalah dengan keamanan dan
kecepatan transfer file hampir bisa dipastikan bukan area yang tertinggal secara teknologi.
Sebaliknya, daerah yang kesulitan dalam mengakses internet, bisa dibilang merupakan
daerah yang infrastrukturnya tertinggal.
3. Persoalan ekonomi sepertinya menjadi persoalan yang begitu populer dewasa ini. Persoalan
sistem pasar, distribusi pertumbuhan ekonomi, kompetisi ekonomi, hingga imbas langsung
kepada meningkatnya angka kemiskinan di penjuru dunia. Dahsyatnya gelombang
kemiskinan ini bisa dilihat dari jumlah anak yang meninggal setiap harinya.
4. Persoalan lingkungan menjadi salah satu tema yang cukup menarik perhatian banyak orang.
Kepekaan terhadap lingkungan tampaknya tumbuh seiring dampak global warming yang
dirasakan oleh warga dunia. Aneka seruan untuk lebih memperhatikan lingkungan dan hewan
terus tumbuh. Gerakan ‘hijau’ (green movement) menjadi lazim dijumpai, tak terkecuali di
Indonesia. Hal ini tidak aneh mengingat terdapat keprihatinan besar menyangkut lingkungan
hidup.
5. Persoalan Politik Dalam arus perubahan sebagai dampak globalisasi, di dalam politik mulai
berkembang gerakan-gerakan demokrasi dan hak asasi manusia. Ketika terjadi aneka praktik
lobbying dalam politik yang dilakukan oleh aktor-aktor non-negara dan ter- jadi perkawinan
antara politik dan pasar; di dalam masyarakat tumbuh kesadaran untuk mewujudkan ideal
demokrasi: kembali ke rakyat. Oleh karena itu, isu yang muncul juga menyangkut mengenai
partisipasi warga di dalam politik. Di dalam pandangan 5Giddens, inilah letak imperatif civil
society; karena politik dalam kondisi modernitas tidak bisa lagi hanya berada di tangan
pemerintah dan parlemen. Beberapa elemen persoalan politik yang lain adalah sebagai
berikut: mengenai sudut pandang politis yang dominan, ketakstabilan politis, peranan
regulator dan pemerintah, mengenai parpol, dan sebagainya.
5
Giddens, Anthony. 1999. Runaway World: Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita (terj. Andry
Kristiawan dan Yustina Koen). Jakarta: Gramedia.
6. Persoalan Nilai, Globalisasi melalui perkembangan pesat teknologi (terutama teknologi
informasi komunikasi) telah memampatkan bumi ini menjadi seolah seluas desa kecil. Dalam
suasana itu, terjadi pertukaran aneka nilai, adat, kebiasaan lintas negara dan bangsa. Budaya
suatu daerah dapat dikenal di penjuru Bumi lain dan sebaliknya. Namun, kerapkali orang
menjadi lupa bahwa aktor dominan dalam globalisasi juga turut menyebarkan norma dan
gagasan mereka ke seluruh penjuru dunia.
Beberapa pengamat yang kritis melihat bahwa Barat (lebih spesifik adalah Amerika Serikat)
cenderung untuk memaksakan ekspansi gagasan dan norma-norma mereka ke dalam norma
lokal. Salah satu yang terlihat misalnya dalam hal preferensi hiburan. Karena itulah, bisa
dijelaskan pula mengapa kebanyakan generasi muda Jawa cenderung mengambil opsi
menonton film di bioskop (dan produksi Hollywood) dibanding menonton wayang semalam
6
suntuk. Giddens pernah mengingatkan agar mewaspadai revolusi global yang tengah
berlangsung, sebuah revolusi yang bahkan turut mempengaruhi kehidupan manusia yang
paling pribadi: seksualitas, hubungan pribadi, perkawinan, dan keluarga. Hal ini terkait erat
dengan perubahan paradigma menyangkut kesetaraan gender, mulai terbukanya pandangan
akan kaum LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender), maupun perubahan makna
mengenai perkawinan yang kerapkali dipandang sebagai salah satu sebab tumbuh pesatnya
angka perceraian.
6
Giddens, Anthony.
Posisi Desa,Tantangan dan Permasalahannya
“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.” (UU No. 06 Tahun 2014 Pasal 1 angka 1).
Desa sebagai quasi Negara, memiliki persoalan yang tidak jauh berbeda dengan persoalan
pembangunan Daerah dan Nasional. Permasalahan Desa muncul sebagai implikasi permasalahan
dilevel supra Desa, residu kebijakan masa lalu sebelum UU Desa, serta permasalahan ditingkat
Desa itu sendiri.
Terdapat Kutipan kearifan rakyat “membangun dari bawah, membongkar dari atas”
yang disajikan akademisi di atas, tantangan nyata penyelenggaraan pembangunan partisipatif
dan pengintegrasian pembangunan partisipatif ke dalam sistem penyelenggaraan pembangunan
yang telah mapan. UU Desa menjadi harapan baru untuk menata pembangunan dari Desa dengan
“Desa membangun”, serta disisi lain membongkar dari atas adalah bagaimana supra Desa menata
dengan “Membangun Desa”.
7
“Membangun dari bawah,” esensi kerjanya adalah membangunkan ruh, membangkitkan
jiwa dan menggerakkan semangat kerja dan pengkaryaan masyarakat dalam pembangunan. Desa
dalam keseluruhan masyarakat, kelembagaan sosial dan pemerintahannya memiliki daya,
kekuatan, kecerdasan dan kerja pengkaryaan yang memjadikannya tetap ada dan terus
berkembang sampai perwujudannya sekarang. Persoalan-persoalan kemiskinan dan
ketertinggalan, peminggiran peran dan posisi perempuan, lingkungan dan berbagai aspek terkait
dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan pencapaian kemajuan, jawabannya bertumpu pada
perkuatan daya dan penegakan kemandirian bersama. Ruang kedaulatan yang ditegaskan dengan
hak-hak konstitusional negara dan hak-hak asasi kemanusiaan dan kerakyatan dalam
pembangunan yang dijamin oleh masyarakat internasional dapat bermakna, jika sikap dan
perilaku partisipatoris dan emansipatoris dapat diwujudkan.
Pengenalan dan kajian partisipatif terhadap potensi, masalah dan kebutuhan bersama
masyarakat, desa dan hubungan-hubungan antar desa; penuangan gagasan, aspirasi, inisiatif dan
kepentingan bersama atas perbaikan kondisi, arah perkembangan dan pencapaian kemajuan;
7
Bahan Bacaan Kelembagaan.Lokal Div.Pengembangan NMC Jakarta. 2010
keterlibatan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kerja pembangunan;
pelembagaan dan pengorganisasian kerja pembangunan di dalam maupun lintas masyarakat dan
desa, adalah diantara pokok-pokok yang dimaksudkan sebagai upaya “membangun dari bawah.”
Hubungan pemerintah pusat dan daerah yang dalam perspektif pembangunan di masa
lalu bermakna sebagai hubungan atasan dan bawahan memerlukan reorientasi. Hal ini pun bukan
berarti pengallihan pola sentralisme pusat-daerah atau atas-bawah serta merta beralih antara
pemerintah daerah (kabupaten/kota) sebagai pusat dengan desa-desa sebagai daerah atau
pinggirannya. Perubahan paradigma juga berlaku dalam segenap proses perencanaan dan
pengambilan keputusan dalam pembangunan daerah, terutama terkait dengan kepentingan
pembangunan masayarakat dan desa. Rakyat, kelembagaan masyarakat dan kelembagaan
pemerintahan desa memiliki hak dan kewenangan terlibat dan menjalani proses perencanaan dan
pengambilan keputusan atas penetapan arah, tujuan, rencana dan kegiatan pembangunan dan
pencapaian perkembangan dan kemajuan masa depan bersama mereka. “Membongkar dari atas”
adalah membuka ruang seluas-luasnya bagi hak dan kedaulatan rakyat atas pembangunan untuk
menjawab kebutuhan bersama pencapaian perkembangan dan kemajuan, kesejahteraan,
penanganan dan pemulihan hak warga yang terjerat dalam masalah kemiskinan, pengangguran
maupun marginalisasi peran dan posisi yang dialami kelompok rentan, miskin, anak, perempuan
serta kelompok-kelompok yang tereklusi dalam proses pembangunan.
LEMBAR TUGAS
Tabel 4.1. Identifikasi Isu-isu Kontemporer dan Pengorganisasian Rakyat
No Isu-Isu Kontemporer di Di Desa Kelompok Skala Isu/Permasalahan (
/Komunitas terlibat Desa/Kab/Kota/Prop/Nasional)
Tabel 4.2 Rencana Aksi
No Rencana Aksi Penanggungjawab
-----------***********------------
BAHAN BACAAN
SPB. 2.2. PEMBANGUNAN DESA DALAM SISTEM INFORMASI DESA
Pengantar
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, mengamanatkan pengembangan Sistem
Informasi Desa (SID) pasal 82 sd 86. SID dikembangkan sebagai pola manajemen data informasi
yang terintegrasi dari nasional sampai desa. Tujuan utamanya adalah membuka akses informasi
dari level pusat hingga tingkat desa, yang terhubung atau berjaringan secara berjenjang dengan
sistem pemerintahan secara nasional. SID diharapkan dapat mendorong kemajuan desa dengan
mengoptimalisasikan potensi lokal desanya. Sistem Informasi Desa (SID) juga dapat memutus
kesenjangan informasi politik, ekonomi, sosial dan budaya. Sistem Informasi Desa yang baik
kemudian akan mendorong keterbukaan informasi publik hingga ke level perdesaan. Keterbukaan
dan transparansi pasca terbitnya UU Desa menjadi sangat penting, jelas disebutkan bahwa desa
berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi yang dikembangkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota. Ketentuan SID dalam UU Desa pasal 82 sd 86, antara
lain:
1. Desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi Desa yang
dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
2. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan sistem informasi Desa dan
pembangunan Kawasan Perdesaan.
3. Sistem informasi Desa meliputi fasilitas perangkat keras dan perangkat lunak, jaringan,
serta sumber daya manusia.
4. Sistem informasi Desa meliputi data Desa, data Pembangunan Desa, Kawasan Perdesaan,
serta informasi lain yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan pembangunan
Kawasan Perdesaan.
5. Sistem informasi Desa dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat
Desa dan semua pemangku kepentingan.
6. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menyediakan informasi perencanaan pembangunan
Kabupaten/Kota untuk Desa.
Pengembangan SID
Tujuan Pengembangan Sistem Informasi Desa (SID) antara lain di level desa adalah:
Menjadikan data sebagai basis pengambilan keputusan Data sebagai basis penyusunan
perencanaan desa Administrasi kependudukan Pelayanan publik Meningkatkan partisipasi
Memperkuat akuntabilitas. Sedangkan di level supra desa adalah: Dapat mengetahui kondisi
sebenarnya di desa; Dapat memberikan kontribusi (bantuan, “intervensi”, pembinaan) sesuai yang
dibutuhkan desa dan Alat monitoring program-program yang dilaksanakan bagi masyarakat.
Dalam SID informasi yang akan dikembangkan adalah: data Desa, data Pembangunan
Desa, data pembangunan Kawasan Perdesaan, informasi lain yang berkaitan dengan
Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan. Adapun manfaat dari SID antara lain:
1). pelayanan desa lebih efisien efektif, 2). Tata kelola pembangunan desa akan lebih baik dengan
dengan berbasis data yang akurat dan up date, 3 ). Warga desa akan lebihm mudah dan terbuka
dalam memperoleh akses informasi dan kebijakan, 4 ). Tata kelola desa akan lebih partisipatif,
transfarans dan akuntabel.
Dibeberapa Desa yang telah mengembangkan Open SID, kantor desa dapat menyediakan
layanan surat keterangan pada warga jauh lebih cepat dibandingkan cara manual. Dengan Open
SID, data penduduk sudah tersimpan dan dapat diisikan secara otomatis pada surat yang bisa
dicetak langsung. Kantor desa lebih efektif, Sebagai contoh, karena SID menyimpan data
penduduk beserta atribut-atributnya, kantor desa dapat dengan mudah memilah data penduduk
secara akurat berdasarkan kriteria yang diinginkan, sehingga bisa mentargetkan suatu program
pemerintah secara tepat sasaran. Ini berbeda dengan proses serupa tanpa SID, di mana sering
dilakukan penentuan sasaran program secara kira-kira dan tidak berbasis data.
Pemerintah desa lebih transparan, Dengan SID, pemerintah desa dapat mengelola
informasi kegiatan desa dalam bentuk yang mudah disajikan kepada warga dan lebih mudah
diakses warga. Misalnya, kantor desa dapat memakai SID untuk mengelola informasi perencanaan
pengembangan desa dan menampilkan informasi tersebut pada berbagai media, seperti di web
desa, papan pengumuman dsbnya. Pemerintah desa lebih akuntabel, Dengan adanya informasi
perencanaan, kegiatan pembangunan, penggunaan dana desa dsbnya di dalam SID yang mudah
diakses warga, pemerintah desa akan dituntut untuk lebih akuntabel. Kantor desa akan
mempunyai kesempatan untuk secara lebih mudah membuat laporan pertanggung-jawaban
kegiatan, penggunaan dana desa dsbnya.
Layanan publik lebih baik, Seperti disebut di atas, dengan SID kantor desa akan lebih
efisien dan lebih efektif dalam melakukan fungsi dan tugas mereka. Karena salah satu tugas utama
kantor desa adalah memberi layanan publik, fungsi ini pun akan lebih baik. Contoh sederhana
yang diberikan di atas, warga akan bisa memperoleh surat keterangan yang mereka butuhkan
secara lebih cepat dan dengan data yang lebih akurat. Warga mendapat akses lebih baik pada
informasi desa, Dengan SID, informasi kependudukan, perencanaan, asset, anggaran dsbnya akan
terrekam secara elektronik. Semua informasi tersebut mempunyai potensi untuk lebih mudah
diakses oleh warga. Kantor desa mempunyai kesempatan untuk menyediakan fasilitas bagi warga
untuk mengakses informasi desa dengan mudah, misalnya dengan menerbitkan informasi desa
di web desa. Karena tahu data itu ada, warga juga mempunyai kesempatan untuk menuntut
kantor desa untuk menyediakan akses pada informasi yang mereka butuhkan.
Warga dapat berpartisipasi lebih aktif dalam pembangunan desa, Ketersediaan data dan
informasi desa yang mudah diakses akan meningkatkan potensi warga untuk berpartisipasi dalam
pembangunan desa. Warga akan tahu kegiatan apa yang sedang berjalan dan apa yang
direncanakan, sehingga dapat ikut mengawal kegiatan tersebut ataupun memberi usul, saran dan
masukan lain terkait pembangunan desa. Lebih dari itu, SID juga mempunyai potensi untuk
menyediakan media elektronik untuk menggalang partisipasi warga, seperti forum diskusi atau
formulir komentar/usulan elektronik. Aplikasi Teknologi Sistem Informasi Desa tentunya
berhubungan dengan data-data yang ada di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang berisi
tentang data Nomor Induk Kependudukan – NIK dan Nomor Kepala Keluarga. Jadi Sistem
Informasi untuk Desa adalah sistem yang mengawal banyak hal dalam pelayanan kependudukan
salah satu aspeknya adalah keakuratan dan kecepatan dalam pelayanan publik di Desa Aplikasi
Sistem Teknologi Informasi Desa pada perkembangannya bukan hanya alat untuk memantau
pembangunan desa sebagaimana namanya di UU Desa yaitu Informasi Pembangunan Desa dan
Pembangunan Kawasan Perdesaan, namun juga sebagai pustaka desa yang berisi data untuk
merencanakan pembangunan desa, dan kawasan perdesaan tentunya. Database kependudukan
desa ataupun aplikasi SID tidak akan berguna ketika tidak pernah diupdate sesuai peristiwa yang
terjadi di masyarakat desa seperti peristiwa migrasi penduduk, peristiwa kelahiran ataupun
peristiwa ketika ada warga yang meninggal dunia, sehingga akan mengurangi, menambahi
ataupun memutakhirkan data-data kependudukan. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa
implementasi SID tentunya memiliki beberapa hambatan-hambatan antara lain: 1) Kapasitas
perangkat desa, 2) Ketersediaan data awal, 3) Keterbatasan sarana, 4) Anggaran, 5) Kesenjangan.
Sehingga perlunya komitmen pengambil keputusan di kabupaten/kota dalam mendukung
implementasi SID mulai dari tahap perencanaan sampai dengan implementasi.
Dari pengetahuan dan ketrampilan ini tentunya, TPP harus berusaha untuk meningkatakan
pengetahuan dan ketrampilannya dalam menjalankan tugas pokok fungsinya untuk
pendampingan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. SID yang didukung dengan
teknologi informasi akan memudahkan untuk manajemen data dan informasi. Dalam mendukung
SID ini, kementrian terus menerus mengembangkan aplikasi manajemen data dan informasinya.
Dan salah satu upaya dalam mendukung tugas pokok fungsi TPP, ini Kementerian Desa akan
mengembangkan Diari Pendamping (Diary Activity) Tenaga Pendamping Profesional
berbasis teknologi infromasi sebagai bagian dari pengembangan SID.
Diary pendamping (diary activity) Tenaga Pendamping Profesional berbasis aplikasi ini
merupakan Laporan Aktifitas Kegiatan Harian Kinerja Fasilitator dalam kinerja pendampingan
pembangunan dan pemberdayaan desa di lokasi tugsanya. Aplikasi ini akan dikembangkan
seluruh lokasi dampingan TPP, secara bertahap. Dengan aplikasi akan tergambarkan dan terekam
kinerja TPP. Dan secara data akan tergambarkan proses dan aktifitas pembangunan desa dilokasi
dampingannya. Ini juga menguatkan monitoring terhadap efektifitas kinerja pendampingan yang
dilakukan oleh Tenaga Pendamping Profesional.
-----------***********------------
BAHAN BACAAN
SPB. 2.3. KAJIAN SDGs DESA
A. Latar Belakang
Pembangunan merupakan ikhtiar perubahan, dari yang tidak baik (underdeveloped) menjadi
baik (developed), upaya peningkatan kehidupan ekonomi, politik, budaya, serta infrastruktur
masyarakat. Pembangunan sebagai perubahan akan selalu dinamis dan menyesuaikan
tujuannya. Strategi Pembangunan juga berubah sesuai perkembangan yang ada. Dalam
pembangunan Manusia sebagai subjek, alam sebagai objek. Sehingga manusia bebas
melakukan eksploitasi alam dan lingkungan hidup. Dari proses pembangunan selama ini,
minimlanya ada dampak yang ditemui seperti kerusakan alam, pengangguran, ketimpangan,
kemiskinan, konflik sosial. Dari evaluasi dan refleksi terhadap dampak pembangunan, sekarang
ini dikembangkan model pembangunan berkelanjutan 3 (tiga) dimensi yang dipadukan:
Lingkungan, sosial, dan ekonomi. Pada tanggal 25 September 2015, negara-negara anggota
PBB mengangkat rangkaian Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 yang menyertakan 17
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, atau Sustainable Development Goals (SDGs) dalam
bahasa inggris. SDGs disusun berdasarkan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), yang telah
diupayakan dari tahun 2000 sampai 2015, dan akan memandu pencapaian tujuan global yakni
pembangunan berkelanjutan hingga tahun 2030 nanti.
Bertopang pada pengalaman dan dengan semakin kompleknya permasalah yang tengah di
hadapi oleh dunia terutama mengenai ancaman perubahan iklim, kesetaraan gender atau
kesehatan, pemberantasan kemiskinan, dan mendorong perdamaian guna masyarakat yang
inklusif. Maka disepakatilah SDGs di COP21 Paris Climate Conference pada tahun 2015 dan
bertepatan dengan kesepakatan bersejarah lainnya.Baru setelahnya, di tahun 2017, Indonesia
menurunkan dengan lahirnya Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan
Pencapaian Tujuan Pembangunan Nasional Berkelanjutan atau SDGs Nasional. Bila merujuk
pada undp.org setidaknya ada 17 sasaran yang perlu dicapai dari program SDGs :
1. Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk dimanapun (No Poverty)
2. Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan gizi serta
mempromosikan pertanian berkelanjutan (Zero Hunger)
3. Menjamin hidup sehat dan meningkatkan kesejahteraan untuk semua usia (Good Healt
and Well Being)
4. Memastikan pendidikan berkualitas yang inklusif dan adil serta memperomosikan
kesempatan belajar seumur hidup (Quality Education)
5. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua wanita dan anak perempuan
(Gender Equality)
6. Memastikan ketersediaan dan pengelolaan air dan sanitasi yang berkelanjutan untuk
semua (Clean Water and Sanitation)
7. Memastikan akses energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern untuk
semua (Affordable and Clean Energy)
8. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, inklusif, dan keberlanjutan
lapangan kerja penuh dan produktif, serta pekerjaan yang layak untuk semua (Decent
Work and Economic Growth)
9. Membangun infrastruktur yang tahan banting, mendorong indrustialisasi yang inklusif
dan keberlanjutan, serta mendorong inovasi (Industry, Inovation, and Infrastructure)
10. Mengurangi ketimpangan di dalam dan antar negara (Reduced Inequalities)
11. Menjadikan kota dan pemukiman aman, tangguh, inklusif, dan keberlanjutan (Sustainable
Cities and Communities)
12. Memastikan pola komsumsi dan produksi yang berkelanjutan (Responsible Consumption
and Production)
13. Mengambil tindakan segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya (Climate
Action)
14. Melestarikan dan secara keberlanjutan menggunakan samudra, laut, dan sumber daya
laut untuk pembangunan keberlanjutan (Life Below Water)
15. Melindungi, memulihkan dan mempromosikan penggunaan ekosistem darat secara
keberlanjutan, mengelola hutan secara keberlanjutan, memerangi pengundulan gunung,
dan menghentikan serta mengembalikan degredasi lahan dan menghentikan hilangnya
keaneragaman hayati (Life On Land)
16. Mempromosikan masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan keberlanjutan,
memberikan akses keadilan bagi semua dan membangun lembaga yang efektif,
akuntabel dan inklusif di semua tingkatan (Peace, Justice and Strong Institutions)
17. Memperkuat sarana implementasi dan merevitalisasi kemitraan global untuk
pembangunan keberlanjutan (Partnership for The Goals).
Terhitung sejak 2012, saat diadakan konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Rio de
Janeiro, menggantikan program MDGs (Millennium Development Goals). Ada sejumlah isu
universal yang diangkat MDGs sebelum akhirnya resmi diganti menjadi SDGs. Isu itu, antara
lain seputar penanganan kelaparan yang ekstrim, mencegah penyakit mematikan, dan
memperluas pendidikan bagi anak diatas prioritas pembangunan lainnya. Sejak 2000,
mengutip undp.org, MDGs telah mendorong kemajuan dibeberapa bidang penting antara lain:
mengurangi kemiskinan, menyediakan akses air dan sanitasi, menurunkan angka kematian
anak, dan meningkatkan kesehatan ibu secara drastis. Selain itu, ada prestasi penting lain yang
telah diraih MDGs secara global, seperti: Lebih dari 1 miliar orang telah dientaskan dari
kemiskinan ekstrem (sejak 1990) Kematian anak turun lebih dari setengah (sejak 1990) Jumlah
anak putus sekolah telah turun lebih dari setengah (sejak 1990) Infeksi HIV / AIDS turun hampir
40 persen (sejak 2000).
Tabel kesesuaian SDGs dengan Norma & Tujuan pembangunan desa sesuai UU 6/2014
Tabel kesesuaian SDGs dengan metode pembangunan desa sesuai UU 6/2014
Upaya pencapaian SDGs Desa dalam situasi dan kondisi Pandemi COVID-19 tidaklah mudah,
karena itulah, penggunaan Dana Desa 2021 diprioritaskan untuk membiayai kegiatan yang
mendukung pencapaian 10 (sepuluh) SDGs Desa yang berkaitan dengan kegiatan pemulihan
ekonomi nasional; program prioritas nasional; dan adaptasi kebiasaan baru Desa. 10 (sepuluh)
SGDs Desa tersebut adalah:
1) Desa tanpa kemiskinan;
2) Desa tanpa kelaparan;
3) Desa sehat sejahtera;
4) keterlibatan perempuan Desa;
5) Desa berenergi bersih dan terbarukan;
6) pertumbuhan ekonomi Desa merata;
7) konsumsi dan produksi Desa sadar lingkungan;
8) Desa damai berkeadilan;
9) kemitraan untuk pembangunan Desa; dan
10) kelembagaan Desa dinamis dan budaya Desa adaptif.
F. Penutup
SDGs Desa merupakan upaya terpadu yang dihadirkan sebagai altenatif aksi percepatan
pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di level Desa. Di level nasional,
menjadikan SDGs Desa sebagai tujuan dengan indikator-indikator yang pasti dalam
pelaksanaan pembangunan desa akan memberikan kontribusi yang bear dalam pencapian
tujuan pembangunan dan percepatan kesejahteraan masyarakat secara nasional. Artinya SDGs
Desa mendukung dan mempercepat pencapian Perpres Nomor 59/2017.
Aksi SDGs Desa berpeluang memberi kontribusi 74% terhadap capaian pembangunan
berkelanjutan nasional. Dengan kata lain, apabila pembangunan desa difokuskan pada upaya
mendukung pencapaian tujuan SDGs atau Tujuan pembangunan berkelanjutan, maka tujuan
SDGs, 74 % akan tercapai dan disumbang oleh Desa.
Diperlukan komitmen dan keberanian bersama, baik kepala desa dan aparatur desa, supra
desa, serta pemangku kepentingan di desa khususnya Tenaga Pendamping Profesional (TPP)
untuk menjadikan SDGs Desa sebagai tujuan pembangunan bersama. Selain pengarusutamaan
SDGs Desa dalam segenap kegiatan di desa, keterlibatan para pihak dibutuhkan dalam sistem
monitoring dan evaluasi maupun penyempurnaan aksi SDGs Desa.
-----------***********------------
BAHAN BACAAN
SPB. 2.4. JURNALISME DESA
1. Jurnalisme
Jurnalisme mempunyai pengertian rangkaian kegiatan penulisan dan penyampaian berita
kepada khalayak melalui saluran media tertentu. Jurnalisme juga dikenal dengan istilah lain yaitu
jurnalistik, namun keduanya mempunyai makna yang sama, hanya berbeda istilah, sehingga
dalam berbagai literatur kedua istilah itu sering digunakan secara bergantian.
3. Berita
Berita merupakan produk utama dari kegiatan jurnalisme. Berita dapat diartikan sebagai laporan
peristiwa berupa paparan fakta dan data tentang sebuah peristiwa. Berita dalam bahasa
inggrisnya yaitu news, mengandung kata new yang berarti baru. Secara singkat sebuah berita
adalah sesuatu informasi baru yang diketengahkan bagi khalayak pembaca, pemirsa atau
pendengar.
Setiap berita berisikan fakta-fakta terkait manusia, benda dan hewan yang ada dalam
masyarakat, dalam penulisannya dapat diungkap melalui enam pertanyaan pokok: yaitu: apa,
siapa, mengapa, di mana, Kapan, dan bagaimana.
a. Apa yang terjadi?
b. Siapa yang terlibat dalam kejadian?
c. Mengapa (apa yang menyebabkan) kejadian timbul?
d. Dimana kejadian itu?
e. Kapan kejadian itu?
f. Bagaimana kejadiannya (duduk perkaranya)?
4. Fakta Versus Opini
Fakta dan opini harus dipisahkan dalam karya jurnalistik. Tugas utama Pewarta Desa adalah
melaporkan peristiwa, bukan menilai, menganalisis, atau menggiring opini pembaca. Jika jurnalis
ingin mengemukakan opini, ia bisa menulis artikel opini (opinion articles, views), bukan berita
(news). Fakta adalah kondisi sebenarnya sedangkan opini menggambarkan sesuatu berdasarkan
penilaian pribadi atau subjektif. Jika jurnalis ingin menulis opini, maka tulislah secara eksplisit
dalam kolom opini. Apakah jurnalis berhak menulis opini? Sangat boleh, asal memang
disebutkan bahwa produk tulisannya adalah opini, bukan berita. Biasanya dalam kolom opini,
artikel atau analisis berita.
Undang-Undang pun memberikan opsi pada terlaksananya pendekatan “kabar/berita baik” ini.
Dalam UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, pers memiliki fungsi sebagai media pendidikan,
hiburan dan alat kontrol sosial. Berita baik ada pada ranah 'media pendidikan’ tersebut, Namun
tentu saja, penulisan berita dengan perspektif kabar baik itu harus juga proporsional. Tidak
menjadikan jurnalis tak lagi kritis. Sebuah kasus,
peristiwa yang memang berdampak buruk bagi warga Desa, baik itu berupa kebijakan atau
perilaku, tidak bisa terus ditutup-tutupi. Penggelapan fakta ini juga bertentangan dengan
prinsip etika jurnalistik. Berita buruk (bad news) ini tetap bisa diangkat menjadi berita tanpa
harus didramatissi dengan narasi yang cenderung memanaskan situasi dan
memprovokasi. Harus obyektif dan berimbang. Ini peran jurnalis sebagai fungsi kontrol sosial.
7. Jurnalisme Damai
Desa sering dipersepsikan sebagai sebuah wilayah dengan situasi dan kondisi warganya yang
harmonis, lugu, teduh dan menenteramkan. Namun, seiring berjalannya waktu, dinamika yang
terjadi di Desa telah sering menimbulkan disharmoni, ketegangan sosial. Hal ini terjadi karena
adanya gesekan kepentingan, baik antarwarga masyarakat maupun antara warga dengan
perangkat desa sebagai penentu kebijakan pemerintahan Desa.
Jurnalisme damai adalah pendekatan penulisan berita dengan menonjolkan aspek moderasi,
“melunakkan” kondisi konfliktual yang terjadi. Jurnalisme damai berperan sebagai pihak yang
netral, pereda konflik. Pewarta Desa diharapkan juga dapat memposisikan diri menjadi peneduh.
Berarti, membuat reportase dengan angle, sudut pandang yang menyejukkan, tak memancing
amarah, dan memanaskan situasi, apalagi
mengadu domba.
Kerja Pewarta Desa itu menyampaikan dan mengungkap fakta, bukan berarti mendramatisasi
kenyataan, atau menjadikannya semakin heboh. Mempublikasi kejaidan kekerasan sosial secara
telanjang kepada publik juga dalam perspektif jurnalis humanis, kurang tepat dilakukan. Harus
dipahami bahwa Pewarta Desa bukan agen propaganda, penebar agitasi. Tugas mulia Pewarta
Desa, termasuk mengedukasi pembaca dan mengintegrasikan masyarakat. Untuk itu, semangat
jurnalisme damai perlu dikobarkan di Desa. Melihat narasumber yang bijak, lunak, moderat,
angle berita yang tepat, memilih kata serta menyusun redaksi dan narasi yang menyejukkan,
akan melahirkan harmoni di tengah masyarakat, yang sedang dilanda konflik. Bukannya malah
memalingkan masyarakat dari ketenangan ke situasi saling seteru. Jurnalis dapat berperan
menjadi penyambung, penghubung dan pemersatu masyarakat.
Spirit jurnalisme damai harus pula berbasis atas realitas. Tidak secara total atau membabi-buta
meniadakan realitas konflik yang ada. Namun, mengangkat isu konflik tadi dengan pilihan
narasumber, pilihan angle atau sudut pandang berita, diksi (pihan kata) yang menurunkan tensi
konflik. Dengan demikian, jurnalis Desa dapat berkontribusi menjadi semacam penengah pihak-
pihak yang bertikai, melalui produk
jurnalistiknya.
3. Jaring Pewarta Desa dapat meningkatkan dan mendukung pemanfaatan Sistem Informasi
Desa (SID) sebagai sarana publikasi untuk mendukung keterbukaan informasi publik di Desa
yang transparan dan interaktif. 4. Jaring Pewarta Desa dapat mendukung perwujudan
pengelolaan pembangunan dan pemberdayaan Desa yang transparan, partisipatif, dan
akuntabel secara Demokratis.
Pemberdayaan partisipasi warga masyarakat dalam membangun Desanya, antara lain dapat
diwujudkan dalam bentuk unggahan-unggahan informasi, aspirasi, keluhan, uneg-uneg, usulan-
usulan dan gagasan, yang dapat disalurkan melalui website resmi yang ada di Desa, atau
WhatsApp Group (WAG) warga desa. Partisipasi warga dalam menyebarkan informasi itu dikenal
sebagai aktivitas jurnalisme warga (citizen journalism).
Jurnalisme warga dengan demikian adalah aktivitas di mana orang biasa mengambil peran aktif
dalam proses mengumpulkan, melaporkan, menganalisis, dan menyebarluaskan berita dan
informasi. Fenomena keberadaan warga yang beraktivitas jurnalistik melalui jurnalisme warga
tersebut, tampaknya akan semakin tumbuh, seiring
dengan mudahnya mengakses internet. Dengan adanya internet yang mudah diakses oleh
masyarakat, mereka mampu menyebarkan informasi dalam bentuk teks, audio, foto, video,
infografis, meme, dll. Apakah dengan demikian warga masyarakat tadi telah berperan sebagai
jurnalis? Pada titik inilah Pewarta Desa memiliki tugas untuk mengawal, mendidik dan
mengarahkan warga yang akan terlibat dalam jurnalisme warga, agar tetap berpegang pada
prinsip-prinsip etika jurnalistik.
Walaupun Citizen Journalism yang membuat khalayak atau warga, berita yang dibuat mestilah
akurat dari segi penulisan dan konten isi. Faktafakta yang didapatkan, serta data-data yang
dimiliki tetaplah dapat dipertanggungjawabkan sumber informasinya. Karena itu, semua
memerlukan verifikasi atau cek – ricek data yang dimiliki. Jika warga
masyarakat asal mengunggah informasi yang tidak akurat, hanya berdasarkan kasak-kusuk,
sumir sumber beritanya, dan berbau gosip murahan, atau bahkan hoax dan ujaran kebencian,
jurnalisme warga justru akan menjadi produk yang berbahaya, dan akan berdampak pada
kehidupan warga dan pemerintahan di Desa. Untuk itu, pewarta Desa sedapat mungkin memiliki
tugas untuk membentuk semacam komunitas warga yang memiliki ketertarikan di bidang
jurnalistik, untuk bersama-sama secara periodik melakukan diskusi atau rembug komunitas.
Materi yang dibahas bisa berupa inventarisasi isuisu di Desa, dan dapat pula diolah menjadi
perencanaan liputan yang akan digarap menjadi pemberitaan yang bisa dikerjakan secara
perorangan
maupun kolektif.
Dengan demikian, semangat warga untuk dapat ikut menyebarkan informasi, opini maupun
aspirasi lewat media yang tersedia di Desa, tetap dalam pendampingan pewarta Desa sebagai
kader Desa, yakni aktivis Desa yang diharapkan memiliki komitmen, visi dan semangat untuk
memajukan Desa lewat partisipasinya dalam bidang jurnalistik. Jika ini menjadi jejaring dengan
pewara Desa dan pelaku jurnalisme warga dari Desa-desa yang lain, maka akan menjadi sinergi
modal sosial yang dapat secara bersama-sama menciptakan iklim pemberitaan yang positif
(good news) dan inspiratif bagi kemajuan dan kesejahteraan warga Desa secara lebih luas.
-----------***********------------
BAHAN BACAAN
PB. 3. LAPORAN HARIAN PENDAMPING
TENAGA PENDAMPING PROFESIONAL
A. Pendahuluan
B. Tujuan
Laporan Harian Pendamping Tenaga Pendamping Profesional dilakukan dengan menggunakan
data faktual dengan aplikasi yang diperoleh dari sumber pelaporan mandiri agar memberikan
hasil penilaian yang objektif sesuai dengan TOR. Activity Diary akan menjadi penilaian kinerja
ditujukan untuk menilai tingkat pencapaian kinerja, menentukan kemampuan dan kelayakan yang
dicapai sebagai pendamping profesional. Hasil penilaian kinerja ini diharapkan juga akan
memberikan umpan balik (feed back) sebagai masukan untuk pembimbingan dan peningkatan
kapasitas pendamping profesional.
Tujuan Laporan Harian Pendamping Tenaga Pendamping Profesional, adalah:
1. Menilai kinerja pendamping profesional berdasarkan tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi);
2. Menjadi alat ukur peningkatan kinerja dan menjadi bagian dari analisis kebutuhan pelatihan
pendamping;
3. Menjadi alat menegakkan aturan pekerjaan;
4. Menjadi dasar yang objektif untuk mempromosikan pendamping tingkat Desa, Kecamatan,
dan Kabupaten ke jenjang yang lebih tinggi;
5. Menjadi dasar objektif untuk pemberian peringatan, prasyarat melanjutkan kontrak, dan atau
pemutusan hubungan kerja (PHK).
C. Bentuk Kegiatan dalam Mekanisme Laporan Harian Pendamping Tenaga Pendamping
Profesional
Dalam Laporan Harian Pendamping Tenaga Pendamping Profesional atau kegiatan harian
pendampingan akan mendiskripsikan kegiatan harian pendampingan dalam lingkup tugas
sebagai berikut:
a. Monitoring adalah ruang lingkup kegiatan pendampingan yang dijalankan dalam
pendampingan reguler pembangunan desa baik dari perencanaan, pelaksanaan dan
pertanggungajwaban pembangunan desa, pengawasan masayarakat. Selain itu juga
pendataan secara reguler baik IDM, SIPEDE dsb.
b. Inisiatif adalah kegiatan pendampingan dalam kegiatan untuk pendampingan kader desa
baik Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), kelompok kepentingan sektoral
lainnya dalam Lembaga Kemasyarakat Desa (LKD) dan sebagainya. Selain itu juga kegiatan
pemberdayaan masayarakat desa yang dijalankan baik pengorganisasian dan
pengorganisiran.
c. Fasilitasi adalah kegiatan untuk kinerja supervisi dimana unjuk kerja pendamping
profesional Pendamping Desa dalam bekerja sesuai Tupoksi sebagai Supervisor untuk
PLD. Kegaitannya meliputi In services Training (IST)-On The Job Training (OJT). Fasilitasi
musrenbang kecamatan, fasilitasi Musyawarah Aantar Desa (MAD), dan kegiatan fasilitasi
lainnya
d. Advokasi adalah pendampingan TPP dalam pengembangan regulasi, penanganan
masalah dalam proses litigasi dan non litigasi, sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dan
regulasi antara desa dengan supra desa.
e. Insidental adalah kegiatan pendampingan dalam menjalankan tindak lanjut tugas dari
kementerian atau pungasan lainnya untuk mendukung pembangunan dan pemberdayaan
masayarakat desa.
Pendampingan 10 %
Inisiatif 10%
b. Kinerja Pendampingan Laporan Harian Pendamping Pendamping Desa (PD)
Sosialisasi 15 %
Fasilitasi 50 %
Insendental 10 %
Inisiatif 10 %
Secara umum, kegiatan harian atau diary activity akan menggambarkan kegiatan sebagai berikut:
a. Kegiatan Pendampingan.
Kegiatan pendampingan adalah unjuk kerja pendamping profesional dalam bekerja sesuai
Tupoksi. Untuk itu, pendamping profesional berkewajiban memenuhi pelaksanaan Tupoksi
dengan mengacu pada:
▪ Etika profesi sebagai pendamping profesional;
▪ Norma kebijakan yang secara substansial terkandung dalam asas-asas Undang-undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni, rekognisi, subsidiaritas, keberagaman,
kebersamaan, gotong royong, kekeluarga-an, musyawarah, demokrasi, kemandirian,
partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan dan keberlanjutan;
▪ Uraian tugas, yakni paparan tugas teknis penjabaran Tupoksi pendamping profesional.
Kegiatan pendampingan oleh pendamping profesional dinilai berdasarkan pencapaian output
sesuai dengan Tupoksi setiap individu dengan rincian indikator penilaian sebagai berikut:
▪ Konsistensi dan ketegasan pendamping profesional menerapkan etika profesi;
▪ Kemampuan pendamping profesional dalam memfasilitasi pelaksanaan Undang-undang
Nomor 6/2014 tentang Desa dan peraturan pelaksanaannya;
▪ Kemampuan pendamping profesional untuk memfasilitasi penggunaan data dalam
pengambilan keputusan;
▪ Kemampuan pendamping profesional untuk menganalisis situasi untuk mengambil
tindakan yang tepat dan memberikan solusi terhadap masalah yang terjadi.
b. Kegiatan Supervisi
Kinerja supervisi adalah unjuk kerja pendamping profesional dalam bekerja sesuai Tupoksi
sebagai Supervisor. Untuk itu, Pendamping profesional berkewajiban memenuhi
pelaksanaan Tupoksi dengan mengacu pada:
▪ Norma kebijakan yang secara sistematik terkandung dalam asas-asas Undang-undang
Nomor 6/2014 tentang Desa yakni: rekognisi, subsidiaritas, keberagaman,
kebersamaan, gotong royong, kekeluargaan, musyawarah, demokrasi, kemandirian,
partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan dan keberlanjutan;
▪ Uraian tugas, yakni paparan tugas teknis penjabaran Tupoksi pendamping profesional
sebagai supervisor.
Kinerja supervisi oleh pendamping profesional dinilai berdasarkan pencapaian output sesuai
dengan Tupoksi sebagai supervisor untuk setiap individu dengan rincian indikator penilaian
sebagai berikut:
▪ Kemampuan pendamping profesional dalam melakukan pelatihan dan peningkatan
kapasitas masyarakat;
▪ Kemampuan pendamping profesional dalam memberikan bimbingan kerja dan umpan
balik;
▪ Kemampuan pendamping profesional dalam memantau pelaksanaan kegiatan;
c. Kegiatan Koordinasi/Fasilitasi
Pendamping profesional berkewajiban untuk berkoordinasi dan bekerja sama dengan pihak
lain seperti; birokrasi, supervisor, sesama pendamping, lembaga lain dan tokoh masyarakat
dalam setiap kegiatan seperti: pendampingan masyarakat, supervisi, pelatihan, penanganan
masalah dan lain-lain.
Pendamping profesional dinilai kinerjanya terkait kualitas koordinasi dan kerjasama dengan
pihak lain berdasarkan indikator penilaian sebagai berikut:
▪ Kemampuan pendamping profesional dalam kerjasama dengan SKPD Kabupaten/Kota,
Camat, Kepala Desa, pendamping profesional lainnya serta pemangku kepentingan
terkait;
▪ Kemampuan pendamping profesional memanfaatkan peluang kerjasama dan
koordinasi secara optimal;
▪ Kemampuan pendamping profesional untuk bekerja secara sistematis dan terkontrol
sesuai standar pelayanan maupun prosedur kerja sehingga pihak-pihak yang
berkoordinasi dapat bekerja sama secara baik;
▪ Kemampuan pendamping profesional dalam memfasilitasi kerjasama Desa dengan
SKPD Kabupaten/Kota dan kerjasama Desa dengan pihak lain;
▪ Kepemimpinan pendamping profesional dalam pengelolaan pekerjaan secara kolektif.
Penilaian Kinerja
Laporan harian akan menjadi penilaian kinerja. Dan semua tenaga pendamping profesional, baik
tingkat desa maupun tingkat pusat akan dievaluasi kinerjanya dalam periode tertentu oleh
supervisor yang membawahinya. Semua tenaga pendamping profesional, baik tingkat desa,
kecamatan dan kabupaten akan dievaluasi kinerjanya dalam periode setiap 6 (enam) bulan sekali
oleh supervisor yang membawahinya.
-----------***********------------
Daftar Pusataka
A. Halim Iskandar, 2020. SDGs Desa: Percepatan Pencapaian Desa, Tujuan Pembangunan Nasional
Berkelanjutan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Bertens, K. 2000. Etika. Seri Filsafat Atma Jaya: 15. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Denhardt, Kathryn G. 1988. The ethics of Public Service. Westport, Connecticut: Greenwood Press.
Dwiyanto, Agus dkk., 2003, Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Ibe Karyanto. Dkk (2015) Modul Pelatihan Penyegaran Tenaga Pendamping Profesional , Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Kartasasmita, Ginandjar, 2004, Administrasi Pembangunan, Jakarta: LP3ES.
Mochammad Zaini Mustakim, 2015. Buku 2 Kepemimpinan Desa. Jakarta: Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Naeni Amanulloh, 2015. Buku 3 Demokrasi Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Nyoman Oka 2009, Perencanaan Pembangunan Desa: Seri Panduan Fasilitator CLAPP (Community
Learning And Action Participatory Process), MITRA SAMYA dengan dukungan AusAID
ACCESS.
Osborne, David dan Ted Gaebler, 1996, Mewirausahakan Birokrasi, Jakarta: Pustaka Binaman
Pressindo.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539).
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang
Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang
Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717);
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5558) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana
Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5864);
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2020 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021;
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Musyawarah Desa;
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Pedoman Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa ;
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pendampingan Masyarakat Desa;
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, danPembubaran
Badan Usaha Milik Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015Nomor 161);
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Jakarta;
Roni Budi Sulistyo. Dkk (2017) Modul Pelatihan Pra Tugas Tenaga Pendamping Profesional ,
Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.
Sutoro Eko, 2015. Regulasi Baru, Desa Baru: Ide, Misi dan Semangat UU Desa. Jakarta: Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Syarief, Reza M. 2002. Mengembangkan Inovasi dan Kreativitas Berpikir : pada Diri dan Organisasi
Anda.Bandung : Asy Syamiamil Cipta Media.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
Wahyuddin Kessa, 2015. Buku 6 Perencanaan Pembangunan Desa. Jakarta: Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Wahjudin Sumpeno. Dkk., (2015) Modul Pelatian Penyegaran Pendamping Desa dalam rangka
Pengakhiran PNPM Mandiri Perdesaan dan Implementasi Undang-Undang Desa, Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Wahjudin Sumpeno. Dkk., (2015) Modul Pelatihan untuk Pelatih Pendamping Desa, Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.