Anda di halaman 1dari 110

MODUL PELATIHAN

PENINGKATAN KAPASITAS
TENAGA PENDAMPING
PROFESIONAL

Tahun Anggaran 2020


Modul Pelatihan
Peningkatan Kapasitas
Tenaga Pendamping Profesional

PENGARAH :

(Direktur Jenderal Pembangunan Pemberdayaan Masyarakat Desa)

PENANGGUNGJAWAB :

(Direktur Pembangunan Masyarakat Desa)

November 2020

Diterbitkan Oleh :
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi
Republik Indonesia
Jl. TMP Kalibata, No 17, Jakarta Selatan – 12740
Telp (021) 7989924
Kata Penganatar

Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 (UU Desa) merupakan paradigma baru tentang
desa yang dimaksudkan untuk memperkuat kedudukan desa dalam melakukan perubahan
menuju kehidupan dan penghidupan desa yang lebih kuat, mandiri, dan sejahtera. Arah visi
perubahan desa menyakup pengakuan keberadaan desa, kejelasan status desa, pelestarian
adat dan budaya, prakarsa masyarakat desa, penguatan pemerintahan desa, pemberdayaan
masyarakat, meningkatkan ketahanan sosial dan ekonomi, serta penguatan masyarakat desa
sebagai subyek pembangunan (Psl 4). Visi tersebut dicapai melalui mekanisme Pembangunan
Desa berkelanjutan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup
masyarakat desa, menanggulangi kemiskinan (Psl 78 (1)).
Pencapaian visi perubahan UU Desa bukan saja menjadi tanggunggjawab desa, tetapi
juga merupakan mandat bagi pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah
kabupaten/kotamadya dalam melakukan pembinaan dan pengawasan (Psl. 112). Ruang
lingkup pembinaan diatur sesuai dengan jenjang kedudukan masing-masing mulai dari pusat,
provinsi sampai kabupaten/kota.
Kementerian Desa PDTT sebagai kementerian sektoral yang mendapatkan mandat untuk
mengampu urusan desa memprioritaskan arah pembinaan dan pengawasan untuk; a)
meningkatkan kapasitas, efektivitas, dan akuntabilitas pemerintahan Desa dan pembangunan
Desa; b) meningkatkan prakarsa, kesadaran, dan partisipasi masyarakat Desa dalam
Pembangunan Partisipatif; c) meningkatkan daya guna aset dan potensi sumber daya Desa
bagi kesejahteraan dan keadilan; dan d) meningkatkan sinergitas program dan kegiatan Desa,
kerja sama Desa dan Kawasan Perdesaan, (Permen Desa PDTT Nomor 18 Tahun 2019). Untuk
memastikan arah pencapaian tujuan Pembangunan Desa pemerintah juga berkewajiban
melakukan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab melakukan pendampingan dan
pemberdayaan masyarakat desa, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Desa PDTT,
sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden nomor 47 tahun 2015 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dapat dibantu oleh tenaga pendamping profesional,
kader pemberdayaan masyarakat desa, dan/atau pihak ketiga (Psl.128 (2)). Pada pasal
berikutnya ditegaskan tentang kualifikasi pendamping proesional yang bertugas membantu
Kementerian Desa PDTT. Kualifikasi atau kompetensi pendamping profesional penting
ditegaskan mengingat pendampingan dan pemberdayaan merupakan tugas dan
tanggungjawab yang cakupannya luas meliputi berbagai aspek kehidupan dan penghidupan
masyarakat desa. Dalam pelaksanaannya Keneteriaan Desa PDTT menugaskan Pendamping
Lokal Desa dan Pendamping Desa sebagai tenaga yang diharapkan secara profesional
sanggup tinggal dekat bersama (live with) untuk mendampingi dan memberdayakan
masyarakat desa.
Sekalipun demikian, selama lebih dari lima tahun sejak diberlakukannya UU Desa tugas
pendampingan dan pemberdayaan masyarakat desa diakui belum sampai pada pencaian yang
optimal. Tuntutan birokratik dan teknokratik terkait dengan pemutakhiran data di berbagai
aspek kehidupan desa merupakan salah satu yang menjadi faktor penyebab. Dalam berbagai
kesempatan Pendamping Desa, utamanya, menyampaikan tuntutan pemutakhiran data dan
tuntutan tugas mendesak seringkali menyebabkan pendamping tidak fokus pada tugas utama
mendamping dan memberdayakan masyarakat. Faktor penyebab lain, yang menjadi concern
Kementerian Desa PDTT adalah lemahnya komitmen, kemampuan dan keterampilan
Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa sebagai tenaga profesional.
Memahami akan kondisi tersebut Kementerian Desa PDTT berkomitmen mengoptimasi
keberadaan Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa. Optimasi dilakukan melalui
penyelenggaraan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Tenaga Pendamping Profesional. Kegiatan
tersebut dimaksudkan untuk mengintensifkan penguatan kualitas kinerja harian tenaga
pendamping profesional sebagai representasi kehadiran negara, dalam hal ini Kementerian
Desa PDTT. Karena itu kegiatan pelatihan tidak hanya bertujuan meningkatkan keterampilan
dan pengetahuan, tetapi juga penguatan komitmen yang berujung pada perubahan sikap
profesional sebagai agen yang memfasilitasi pemberdayaan masyarakat desa.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar I
Daftar Isi iii

A. LATAR BELAKANG
1. Tujuan Intruksional Umum (TIU)
2. Tujuan Intruksional Khusus (TIK)
B. RUANG LINGKUP
C. TUJUAN PELATIHAN
D. SKEMA ALUR PELATIHAN
E. KERANGKA MODEL PELATIHAN
F. SUSUNAN MATERI PELATIHAN
G. MATRIK SILABUS PELATIHAN
Pokok Bahasan 1: Citra Diri Pendamping Desa
Pokok Bahasan 2: Manajemen Data dan Informasi Dan Analisa Sosial
o Sub Pokok Bahasan 1: Analisa Sosial
o Sub Pokok Bahasan 2: Pembangunan Desa Berbasis Data
o Sub Pokok Bahasan 3: Kajian SDG’s Desa
o Sub Pokok Bahasan 4: Video Broadcast

Pokok Bahasan 3: Laporan Harian Pendamping TPP (Tenaga Pendamping


Profesional)
A. LATAR BELAKANG

Selama lebih dari lima tahun, baik desa maupun Pemerintah Pusat, Provinsi, kabupaten/
Kota telah menjalankan mandat Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 Tenang Desa (UU Desa),
terutama berkaitan dengan upaya mengimplementasikan mandat rekognisi (pengakuan) atas
kewenangan lokal desa sebagai subyek kesatuan masyarakat hukum. Dengan kewenangan
yang dimiliki desa dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pembangunan desa yang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakatat desa dan kualitas hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan
prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal serta pemanfaatan sumber daya alam
dan lingkungan secara berkelanjutan (Psl 78 (1)).
Secara normatif luas ruang lingkup mandat kewenangan lokal berskala desa tersebut
diperjelas dalam Peraturan Presiden nomor 147 tahun 2015 dan Peraturan Menteri Desa
Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi (Menteri Desa PDTT) Nomor 1 Tahun 2015.
Kewenangan berskala lokal desa merupakan ruang bagi masyarakat desa sebagai subyek
untuk menggunakan hak partisipasinya dalam menentukan Pembangunan Desa yang relevan
dengan potensi, aset dan kebutuhan desa.
Undang-Undang Desa juga menegaskan bahwa dalam mengisi kewenangannya, desa
tidak sendirian. Azas subsidiaritas merupakan mandat UU Desa yang menegaskan tugas dan
fungsi Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan pemerintah Kabupaten/Kota melakukan
pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa (Psl 112 (1)). Ruang lingkup
pembinaan diatur sesuai dengan jenjang kedudukan masing-masing mulai dari pusat, provinsi
sampai kabupaten/kota. Sesuai dengan kewenangannya, Kementerian Desa PDTT sebagai
kementerian sektoral yang mendapatkan mandat untuk mengampu urusan desa melakukan
tugas pembinaan dan pendampingan dengan tujuan; (a) Meningkatkan kapasitas, efektivitas
dan akuntabilitas pemerintah desa; (b) Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi
masyarakat Desa dalam pembangunan desa yang partisipatif; (b) Meningkatkan sinergi
program pembangunan Desa antar sektor; dan (c) Mengoptimalkan aset lokal Desa secara
emansipatoris (Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 18 Tahun 2019).

B. RUANG LINGKUP
Kurikulum Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pendamping Desa dimaksudkan sebagai
kerangka acuan bagi para fasialitator atau trainer dan Kementerian Desa PDTT, kususnya
Direktoraj Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa dalam upaya menyelengarakan pelatihan
untuk peningkatan kapasitas Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa.
Untuk itu, dalam kerangka melaksanakan kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas
Pendamping Desa maka disusun kurikulum pelatihan yang terdiri dari:
(1) Tujuan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Penamping Desa dan Pendamping Lokal Desa
(2) Skema Alur Pelatihan
(3) Matrik Silabus Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pendamping Desa dan Pendamping
Lokal Desa
(4) Satuan Modul Rencana Pembelajaran (Lesson Plan) Pelatih Peningkatan Kapasitas
Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa.

C. TUJUAN PELATIHAN
Tujuan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pendamping Dan Pendamping Lokal Desa, yaitu:

1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Peserta memiliki kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan dalam menjalankan
tugas pokok dan fungsinya sebagai Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa

2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Setelah mengikuti pelatihan sesuai dengan setiap materi Pokok Bahasan ini, peserta
diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut:

Pokok Bahasan 1 : Citra Diri Pendamping Desa


1) Mampu memahami arti Pendamping Desa sebagai pilihan pekerjaan profesional
yang merepresentasikan kualitas kehadiran negara.
2) Merefleksikan (mengenal secara kritis dan jujur pada diri sendiri) kualitas kinerja
sebagai pendamping profesional lokal desa.
3) Mengenali kelemahan diri yang harus diatasi dan potensi yang bisa dikembangkan
sebagai penggerak para pelaku perubahan desa.
4) Memilih strategi pengembangan diri sebagai upaya peningkatan kualitas
pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan peran pendamping.
5) Menyatakan sikap keberpihakannya pada desa melalui intensitas
pendampingannya pada masyarakat desa.

Pokok Bahasan 2 : Manajemen Data dan Informasi Pembangunan Desa Dan


Analisa Sosial
1) Mampu mengenali masalah sosial desa yang menjadi perhatian masyarakat desa
2) Mampu melakukan kajian kritis atas data masalah sosial desa
3) Mampu menemukan alternatif penyelesaian masalah sosial desa
4) Mampu mentransformasikan gagasan atas penyelesaian masalah sosial kepada
masyarakat dan Pemerintahan Desa.
5) Kesanggupan untuk menindaklanjuti analisa social secara partisipatif dengan
masyarakat dan pelaku pembangunan desa lainnya.
6) Mampu memahami pendataan sebagai tugas pokok pendamping dalam
pemberdayaan desa, termasuk mampu menjelaskan kepada pelaku pembangunan
di desa.
7) Mampu menjelaskan kerangka logis fungsi dan manfaat data desa dalam siklus
Pembangunan Desa.
8) Mampu melakukan kajian dan validasi data untuk tujuan dan kemanfaatan data
bagi Desa dan Kementerian Desa.
9) Mampu mengolah informasi, data sebagai pengetahuan baru yang bermanfaat:
inspiratif, edukatif dan menggerakkan masyarakat.
10) Mampu memproduksi film/video berbasis data desa sebagai media publikasi, advokasi,
edukasi atau promosi.

Pokok Bahasan 3 : Laporan Harian Pendamping Tenaga Pendamping Profesional

1) Mampu memahami Laporan Harian Pendamping Tenaga Pendamping Profesional


sebagai Laporan Kegiatan Harian Kinerja Fasilitator dalam pembangunan dan
pemberdayaan desa.
2) Mampu menjelaskan kerangka logis tugas, fungsi dan manfaat pendamping sebagai
wujud kehadiran Kementerian Desa PDTT di Desa;
3) Mampu memahami evaluasi kinerja berjalan secara obyektif dan dapat
dipertanggungjawabkan;

D. SKEMA ALUR PELATIHAN


E. KERANGKA LATAR BELAKANG PELATIHAN
F. KERANGKA MODEL PELATIHAN
G. Matrik Silabus Materi Pelatihan

Pokok Sub Pokok


No Kompetensi Dasar Indikator Capaian Metode Media (Bahan) JP
Bahasan Bahasan
1 Citra Diri 1. Kesadaran akan peran ▪ Mampu mengenali • Tutorial (ceramah) • PPT tutorial materi PB
Pendamping keberadaannya sebagai Pendamping Lokal • Dikskusi (sharing) • Infografis materi PB
Desa individu yang Desa sebagai pilihan • Simulasi • Video inspirasi citra diri
bertanggungjawab atas pekerjaan profesional
• Refleksi • Platform Akademi Desa
perkembangan diri dan yang
4.0
lingkungannya. merepresentasikan
kualitas kehadiran • Panduan role play
2. Kemampuan mengenali negara. • Proyektor
“wajah diri” pendamping • Laptop
lokal desa sebagai ▪ Mampu merefleksikan • Kertas plano
individu yang dengan (mengenal secara kritis • Kertas metaplan
kehendak otonom dan jujur pada diri
• Spidol
menyatakan sendiri) kualitas kinerja
komitmennya pada tugas sebagai pendamping
negara dan profesional lokal desa.
keberpihaannya pada
pembangunan dan ▪ Mampu mengenali
pemberdayaan kelemahan diri yang
masyarakat desa. harus diatasi dan
potensi yang bisa
3. Kemampuan memaknai dikembangkan sebagai
pelaksanaan tugas pokok, penggerak para pelaku
fungsi dan peran perubahan desa.
pendamping lokal desa
sebagai perwujudnyataan ▪ Mampu memilih
komitmennya pada strategi
negara dalam pengembangan diri
menggerakkan desa (cerdas emosional,
cerdas sosial dan
mencapai kemandirian cerdas lingkungan)
dan kesejahteraan. sebagai upaya
peningkatan kualitas
4. Kemampuan mengenali pelaksanaan tugas
kelemahan diri yang pokok, fungsi dan
harus diatasi dan potensi peran pendamping.
yang bisa dikembangkan
sebagai penggerak para ▪ Mampu menyatakan
pelaku perubahan desa. keberpihakannya pada
desa melalui intensitas
5. Memahami kecerdasan pendampingannya
emosional sebagai pada masyarakat desa.
bagian integral (tak
terpisah) dari
kemampuan sosial yang
merupakan aspek utama
dalam peningkatan sikap
kepemimpinan
(leadership)

2 Manajemen 2.1. Analisa Sosial 1. Berpikir kritis analitis • mampu berpikir kritis • Tutorial • PPT tutorial materi PB •
Data & dalam mengenali analitis dalam • Dikskusi (sharing) • Infografis materi PB
Informasi Dan berbagai aspek memahami dinamika • Simulasi • Video referensi
Analisa Sosial Pembangunan Desa,
Pembangunan Desa. • Study kasus • Platform Akademi Desa
Pemerintahan Desa, dan
• Praktek lapangan 4.0
kehidupan masyarakat
desa. • mampu mengkaji • Kajian Data • Panduan simulasi
untuk mengenali pola • Proyektor
2. Mengenali peta relasi pemerintah desa, • Laptop
hambatan, tantangan, tokoh desa, dan • Kertas plano, metaplan
potensi, aset dan sumber masyarakat serta dan hvs
daya untuk peningkatan
pengaruhnya dalam • Alat tulis
kualitas kehidupan
masyarakat desa. dinamika
Pembangunan Desa
3. Komitmen keberpihakan,
bela rasa pada
masyarakat desa yang • mampu mengenali
lemah dan terpinggirkan. potensi, sumber daya
desa, serta peluang
4. Kesanggupan menjadi
dan tantangan
bagian dari penggerak
pelaku perubahan desa
yang lebih sejahtera, • mampu mengenali dan
mandiri dan berkeadilan menggerakkan
sosial. anggota masyarakat
yang berpotensi
5. Kesanggupan untuk menjadi penggerak
menindaklanjuti analisa perubahan desa.
social secara partisipatif
dengan masyarakat dan
pelaku pembangunan • Pelaku pembangunan
desa lainnya di desa (Kader, aparat,
pelaku lainnya) mampu
melakukan Analisa
social sebagai dasar
perencanaan
pembangunan

2.2. Pembanguna 1. Kemampuan memahami • Mampu memahami • Tutorial • PPT tutorial materi PB
n Desa siklus Pembangunan pendataan sebagai • Dikskusi (sharing) • Infografis materi PB
Berbasis Data Desa sebagai konteks tugas pokok • Platform Akademi Desa
pentingnya data sebagai pendamping dalam 4.0
basis peningkatan pemberdayaan desa. • Proyektor
kualitas kemajuan desa. • Laptop

• Mampu menjelaskan
2. Kemampuan memahami kerangka logis fungsi
kerangka logis alur fungsi dan manfaat data
dan pemanfaatan data
bagi desa dan dalam siklus
Kementerian Desa. Pembangunan Desa.

3. Kemampuan mengenali • Mampu menjelaskan


variabel data input dan alur dan manfaat data
data output setiap fase bagi desa dan bagi
dalam siklus Kementerian Desa.
Pembangunan Desa.
• Mampu menjelaskan
tentang variabel data
4. Kemampuan memahami
input dan data output
kerja pendataan sebagai
setiap fase dalam siklus
bagian dari tugas pokok
Pembangunan Desa.
pendamping desa dalam
kerja pemberdayaan
desa.

2.3. Kajian SDG’s 1. Kemampuan memahami • Memahami SDGs • Tutorial • PPT tutorial materi PB
Desa fungsi dan jenis data sebagai pembangunan • Dikskusi • Infografis materi PB
sebagai basis berkelanjutan dan • Simulasi praktek • Lembar/form latihan
perencanaan dan evaluasi SGGs Desa; teknis pendataan pendataan
untuk peningkatan • Mengenalkan dan • Praktek lapangan • Platform Akademi Desa
kualitas Pembangunan menjelaskan 8 4.0
Desa. (depalan) tipologi Desa • Proyektor
sesuai SDGs Desa; • Laptop
2. Kemampuan memahami • Mampu memanfaatkan • Kertas plano
format data dan Sistem Informasi Desa
melakukan pendataan sebagai Basis Data
(inputing data) sesuai Pembangunan Desa
format dan tujuan
pendataan terkait aspek • Pelaku pembangunan
Pembangunan Desa desa dan masyarakat
mampu melakukan
3. Kemampuan memahami pendataan secara
prinsip dan etika partisipatif
pencarian data di
masyarakat

4. Menguasai
operasionalisasi teknologi
atau aplikasi sistem
pendataan desa yang
tersedia.

5. Kemampuan
mendeskripsikan hasil
pendataan sebagai
pemutakhiran informasi
terkait perkembangan
Pembangunan Desa.

6. Kesanggupan untuk
menindaklanjuti
pendataan secara
partisipatif dengan
masyarakat dan pelaku
pembangunan desa
lainnya

2.4. Video 1. Kemampuan memahami • Mampu menjelaskan • Tutorial • PPT tutorial materi PB
Broadcast prinsip dan norma prinsip dan kode etik • Dikskusi (sharing) • Infografis materi PB
peliputan dan jurnalistik sebagai • praktek teknis • Video referensi
penyebaran informasi. dasar kerja media (pembuatan • Platform Akademi Desa
broadcast. script, 4.0
2. Kemampuan berpikir pengambilan • Proyektor
kritis-analitis dalam • Mampu melakukan gambar, editing, • Laptop
menerima, memahami kajian kritis atas data pengisian suara) • Kertas plano, metaplan
pesan yang tersampaikan dan informasi terkait • Praktek lapangan dan hvs
melalui media. dengan Pembangunan • Alat tulis
Desa
3. Kemampuan memahami
fungsi strategis media • Mampu mengolah
sebagai sarana informasi, informasi, data sebagai
edukasi, dan advokasi pengetahuan baru
terkait peningkatan yang bermanfaat:
kualitas Pembangunan inspiratif, edukatif dan
Desa. menggerakkan
masyarakat.
4. Kemampuan menguasai
teknis pembuatan video
dan penyebarluasannya. • Mampu memproduksi
film/video berbasis
data desa sebagai
5. Kemampuan teknis- media publikasi,
kreatif memanfaatkan advokasi, edukasi atau
video sebagai media promosi.
penyampaian informasi,
edukasi, dan inspirasi.
3. Laporan Kemampuan teknis bagi • Mampu memahami • Tutorial (ceramah) • LCD Proyektor •
Harian pendamping untuk Laporan Harian • Diskusi (sharing) • PPT tutorial materi PB
Pendamping menjalankan tugas harian Pendamping Tenaga • Platform Akademi Desa
Tenaga
yang sesuai dengan Pendamping 4.0
Pendamping
Tupoksi menggunakan Profesional sebagai • Proyektor
Profesional
Aplikasi Laporan Harian Laporan Kegiatan • Laptop
Pendamping Tenaga Harian Kinerja • Kertas plano
Pendamping Profesional Fasilitator dalam • Kertas metaplan
pembangunan dan • Spidol
pemberdayaan desa.

• Mampu menjelaskan
1. Kemampuan pendamping kerangka logis tugas,
memahami filosofi dan fungsi dan manfaat
kegunaan aplikasi sebagai pendamping sebagai
representasi Kementerian wujud kehadiran
Desa PDTT dalam Kementerian Desa
melaksanakan tugas PDTT di Desa;
pendampingan

• Mampu memahami
2. Kemampuan pendamping evaluasi kinerja
untuk memahami proses berjalan secara
evaluasi kinerja berbasis obyektif dan dapat
aplikasi diary pendamping dipertanggungjawabka
n;
MODUL PELATIHAN
PENINGKATAN KAPASITAS
TENAGA PENDAMPING PROFESIONAL
(LAPORAN HARIAN TPP
PENDAMPING DESA DAN
PENDAMPING LOKAL DESA)
Citra Diri
Pedamping Desa
CITRA DIRI PENDAMPING DESA

Tujuan :

1. Mampu memahami arti Pendamping Desa sebagai pilihan pekerjaan profesional yang
merepresentasikan kualitas kehadiran negara.
2. Merefleksikan (mengenal secara kritis dan jujur pada diri sendiri) kualitas kinerja
sebagai pendamping profesional lokal desa.
3. Mengenali kelemahan diri yang harus diatasi dan potensi yang bisa dikembangkan
sebagai penggerak para pelaku perubahan desa.
4. Memilih strategi pengembangan diri sebagai upaya peningkatan kualitas
pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan peran pendamping.
5. Menyatakan sikap keberpihakannya pada desa melalui intensitas pendampingannya
pada masyarakat desa.

Waktu :
4 Jam Pelajaran

Metode :
• Tutorial (ceramah)
• Dikskusi (sharing)
• Simulasi
• Refleksi

Alat Bantu :
- LCD Proyektor
- PPT tutorial materi PB
- Infografis materi PB
- Video inspirasi citra diri
- Platform Akademi Desa 4.0
- Proyektor
- Laptop
- Kertas plano dan metaplan
- Alat tulis

Aktivitas Pembelajaran :

1. Sampaikan salam dan perkenalkan diri kepada peserta


2. Lanjutkan dengan menyampaikan pengantar ringkas tentang materi pokok
bahasan kali ini serta tujuan pembelajaran selama beberapa jam ke depan.
3. Mulailah dengan curah pendapat (brainstorming) untuk masuk ke materi
“Citra Diri” dengan mengajak peserta membahas tentang arti refleksi diri.
Curah pendapat sekaligus untuk memetakan kebiasaan peserta dalam
melakukan refleksi diri. Sampaikan pertanyaan pemantik curah pendapat:
• Apa artinya refleksi diri?
• Apa manfaatnya refleksi diri bagi orang yang melakukan refleksi?
• Apakah pernah peserta melakukan refleksi diri?

4. Berikan penegasan pada poin-poin jawaban peserta yang relevan dengan arti
refleksi diri. Penjelasan lebih lanjut tentang pengertian refleksi diri bisa juga
dimulai dari poin-poin jawaban peserta.

Refleksi diri merupakan tindakan subyek secara sadar, jernih dan jujur melihat sikap dan
tindakan yang pernah dilakukan di masa lalu sehingga bisa mendapatkan pembelajaran
(lesson learned) yang bermanfaat untuk membuat rencana aksi pribadi dalam melakukan
perubahan sikap dan tindakan ke depan.

5. Lanjutkan dengan membagikan selembar kertas hvs kosong kepada masing-


masing peserta kelas. Mintalah peserta membuat garis empat kolom di atas
kertas hvs, dengan keterangan masing-masing kolom seperti contoh berikut.

POSITIF NEGATIF
Orang lain Saya Orang lain Saya

6. Ajak peserta melakukan refleksi pribadi dengan mengenali hal positif (kebaikan,
kelebihan) dan megenali hal negatif (kelemahan, kekurangan) pribadi menurut
diri sendiri dan hal positif (kebaikan, kelebihan) dan megenali hal negatif
(kelemahan, kekurangan) diri yang saya tahu dari orang lain. Mintalah peserta
menuliskan sikap positif dan negatif pada kolom yang sudah dibuat di atas
kertas hvs.

POSITIF NEGATIF
Orang lain Saya Orang lain Saya
1.Komunikatif 1.pekerja keras 1. Sombong 1. Keras kepala
2. 2.komunikatif 2. 2. Tertutup
3. 3. 3. Sulit menerima
4.. pandangan

Panduan mengisi kolom refleksi (total waktu pengisian 10 menit)

1. Apa saja sikap positif dan sikap negatif dari diri saya. (berikan waktu 2 menit
untuk menulis)

2. Setelah tugas pertama selesai, lanjutkan dengan pertanyaan berikut:


Menurut orang lain yang saya tahu, apa saja sisi positif dan sisi negatif dari
diri saya?
(berikan waktu 2 menit untuk menulis)

3. Ajak peserta mencermati hasil refleksinya dan mintalah peserta menemukan


kesamaan (sekurangnya mendekati sama) sisi positif menurut orang lain
dengan sisi positif menurut diri sendiri, begitu juga temukan kesamaan sisi
negatif menurut orang lain dan sisi negatif menurut diri sendiri.

4. Mintalah peserta mencermati dan menggarisbawahi kesamaan sisi positif dan


negatif menurut orang lain dan menurut diri sendiri.

5. Tuliskan di bawah kolom faktor-faktor yang memengaruhi atau menyebabkan


munculnya sikap positif dan sikap negatif dalam diri saya.

7. Setelah tugas refleksi selesai, mintalah kerelaan 2 atau 3 peserta untuk


membagikan (sharing) cerita hasil refleksinya kepada peserta kelas. (waktu
untuk berbagi cerita 15 menit). Fasilitator tidak perlu menanggapi sharing
peserta.
8. Lanjutkan dengan materi pokok Ctra Diri. Sebelum menayangkan materi power
point, ajak peserta sekali lagi mendiskusikan perbedaan mendasar mahkluk
hidup yang disebut hewan atau binatang dengan mahkluk yang disebut
manusia.
Pokok diskusi dimaksudkan untuk menemukan paradigma Citra Diri yang
substansi pokoknya ada ditampilan slide pertama power point bahan tayang
Citra Diri.
1. kerangka logis - pengertian citra diri hanya dapat dipahami dalam konteks
mengenali manusia sebagai mahkluk yang memiliki potensi kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan sosial yang berpusat pada
otak (prefrontal cortex) yang tidak dimiliki kebanyakan mahkluk lain.
2. potensi tersebut menjadikan manusia sebagai mahkluk yang memiliki dan
mampu berkehendak bebas menentukan dirinya.

➢ Perhatikan dengan cermat langkah-langkah fasilitasi berikut,


sesuaikan setiap langkah fasilitasi dengan materi tayang
powerpoint.

9. Mulailah menampilkan bahan tayang (handout) power point tentang “Citra


Diri”. Dengan memanfaatkan jawaban para peserta masuklah ke dalam materi
tentang paradigma “manusia sebagai individu yang berkehendak bebas,
berakal-budi yang berada bersama dengan dunianya”

Dunia yang dimaksud adalah lingkungan hidup manusia, baik lingkungan sosial
(masyarakat) maupun lingkungan alam.

10. Jelaskan paradigma tersebut sebagai cara pandang untuk memahami;


mengapa setiap setiap individu harus bekerja (mengaktualisasi potensi diri)
dan bagaimana cara setiap individu mengaktualisasi potensi dirinya.
Ajak peserta kelas mendiskusikan;
➢ Apa artinya bekerja?
(pahami referensi pada materi bahan tayang tentang “paradgima”)

Point pokok:
➢ Dengan bekerja manusia menyatakan “diri” sebagai mahkluk
berkehendak, berakal-budi
➢ Melalui kerja manusia melakukan perubahan (fisik, budaya)
➢ Kualitas kerja melekat pada kualitas “diri”
11. Dari gagasan hasil diskusi lanjutkan materi penjelasan tentang “Citra Diri”
(struktur materi seperti dalam handout power point)
12. Ajak peserta untuk melanjutkan menuliskan refleksi diri, dengan panduan
berikut;
a) Jelaskan secara tertulis gambaran “diri ideal” anda sebagai pendamping
lokal desa
b) Jelaskan secara tertulis pada saat (peristiwa) seperti apa yang membuat
diri anda merasa dihargai dan pada saat (peristiwa) seperti apa anda
merasa tidak dihargai atau direndahkan. Mengapa?
13. Setelah selesai mintalah 2 atau 3 peserta secara suka rela berbagi (sharing)
hasil refleksinya.
14. Lanjutkan refleksi dengan meminta peserta menyandingkan hasil refleksi
terakhir (diri ideal dan harga diri PLD) dengan hasil refleksi sebelumnya
(tentang sisi positif dan negatif diri). Ajak peserta menemukan kesesuaian
antara hasil refleksi terakhir dengan hasil refleksi pertama.
15. Mintalah peserta menilai sendiri, apakah hasil refleksi pertama (sisi positif dan
negatif) sesuai atau mendukung hasil refleksi terakhir (Konsep diri dan harga
diri).
16. Berikan waktu sekitar 10 menit bagi peserta membagikan cerita hasil
temuannya.
17. Selesai sesi berbagi refleksi, lanjutkan dengan materi bahan tayang tentang
“Citra Diri Pendamping Desa”.
18. Mulailah dengan menyiadakan waktu sekitar 5 menit untuk mengajak peserta
berbagi cerita dengan panduan berikut;
a. Dari mana anda pertama kali mendengar tentang pekerjaan
pendamping desa?
b. Apa yang anda bayangkan/gambarkan tentang pendamping desa
waktu mendengar pertama kali tentang pendamping desa?
c. Mengapa anda memilih pekerjaan pendamping desa?
19. Setelah selesai sharing, tampilkan di layar bahan tayang (handout) “Citra Diri
Pendamping Desa“. Berikan penegasan (highlight) pada dua hal,
➢ Pendamping Desa adalah pekerjaan profesional dengan mandat dan
tujuan yang jelas dan tegas
➢ Setiap peserta memilih pekerjaan pendamping desa karena paham dan
sadar dengan konsekuensi pilihannya.
20. Lanjutkan dengan pembahasan materi tentang “Aspek Kerja Pendampingan
Desa”. Ajak peserta berdiskusi dan memberikan contoh pengalaman terkait
setiap “Aspek Kerja Pendamping Desa”.
➢ Apek Humanis
➢ Aspek ideologi
➢ Aspek normatif
➢ Aspek teknokratik-birokratik
➢ Aspek kreatif-inovatif
➢ Aspek emosional
21. Ajak peserta kembali melakukan refleksi, kali ini dengan meminta peserta
menuliskan 3 (tiga) ciri citra ideal pendamping desa.
(Berikan waktu 3 menit)
22. Berikan kesempatan pada setiap peserta untuk membacakan tulisan
refleksinya tentang “3 ciri citra ideal pendamping desa”. Fasilitasi sharing
peserta dengan menuliskan dan mengelompokkan point hasil refleksi peserta
ke papan tulis/kertas plano.
23. Berikan tekanan (highlight) beberapa point utama hasil refleksi peserta yang
relevan dengan tugas profesional pendamping desa saat ini.

Perubahan Citra Diri, menjadi pribadi pendamping desa yang bermanfaat


sepenuhnya bagi diri, desa, dan negara bergantung pada kehendak masing-
masing individu.
(Dalam konteks tugas pendamping desa, bukan lingkungan yang mengubah
sikap pendamping, tetapi sikap dan kecerdasan (intelektual, emosional)
pendamping yang menentukan perubahan lingkungan.)

24. Akhiri sesi dengan meminta peserta untuk menuliskan resolusi (kehendak
mengubah) diri.

❖ Tuliskan resolusi diri dengan menentukan setidaknya 1 perubahan (memperbaiki


salah satu kelemahan diri atau menguatkan salah satu potensi kekuatan diri).
❖ alasan mengapa perubahan itu yang dipilih sebagai resolus diri
❖ bagaimana menjaga konsistensi perubahan diri supaya bisa menjadi
kebiasaan
2.1. Analisa Sosial
2.2. Pembangunan Desa Berbasis
Data Dan Informasi
2.3. Kajian SDGs Desa
2.4. Video Broadcast
SPB 2.1. ANALISA SOSIAL

Tujuan :

1. Mampu mengenali masalah sosial desa yang menjadi perhatian masyarakat


desa
2. Mampu melakukan kajian kritis atas data masalah sosial desa
3. Mampu menemukan alternatif penyelesaian masalah sosial desa
4. Mampu mentransformasikan gagasan atas penyelesaian masalah sosial
kepada masyarakat dan Pemerintahan Desa.
5. Pelaku pembangunan di desa (Kader, aparat, pelaku lainnya) mampu
melakukan Analisa sosial sebagai dasar perencanaan pembangunan.
6. Pelaku pembangunan di desa (Kader, aparat, pelaku lainnya) mampu
melakukan Analisa sosial sebagai dasar perencanaan pembangunan.

Waktu :
5 Jam Pelajaran

Metode :
• Tutorial
• Dikskusi (sharing)
• Simulasi
• Study kasus
• Praktek lapangan
• Kajian Data

Alat Bantu :
- PPT tutorial materi PB
- Infografis materi PB
- Video referensi
- Platform Akademi Desa 4.0
- Panduan simulasi
- Proyektor
- Laptop
- Kertas plano, metaplan dan hvs
- Alat tulis
Aktivitas Pembelajaran :

Aktivitas Satu (3 Jampel: 135 menit)

Permainan “Perang Bintang”


Simulasi Analisa Sosial

PERSIAPAN

➢ Potongan Kartu Nilai (5x5 cm)


• Kuning = 1/3 jumlah peserta
• Hijau = 2/3 jumlah peserta
• Merah, Biru, Putih = 6 X peserta – (Kuning + Hijau) = (peserta X 5)
• Merah tua = 1 ½ X peserta (sekitar 45)

➢ Amplop (masing-masing berisi 6 kartu nilai)


Sejumlah peserta + 1

• 1/3 beri tanda gambar persegi


• 1/3 beri tanda gambar lingkaran
• 1/3 beri tanda gambar segitiga
• 1 beri tanda “bonus”
Isi semua amplop tanda “persegi” + 1 amplop tanda “lingkaran”

➢ 1 Kartu kuning, 1 kartu hijau + 4 kartu warna lain secara acak


Isi semua amplop tanda “lingkaran” (sisanya) + 1 amplop tanda “segitiga”

➢ 1 kartu hijau + 5 kartu merah, biru, putih secara acak.


Isi amplop tanda “segitiga” (sisanya)

➢ 6 kartu merah, biru, putih secara acak


Isi amplop tand “bonus”

➢ Semua kartu merah tua

PERMAINAN
Sampaikan pengantar:

• “Perangan Bintang” adalah permainan transaksi. Transaksi terjadi beberapa kali.


Peserta diminta cermat memperhatikan secara cermat proses permainan.
• Bagikan satu lembar kertas hvs kosong dan 1 amplop kepada masing-masing peserta
secara acak. Peserta diminta memastikan amplop berisi 6 kartu. Kalau isi kelebihan
kartu dikembalikan ke fasilitator, kalau kurang minta tambah ke fasilitator.
• Sampaikan aturan permainan dan ketentuan nilai kartu (tempelkan “Aturan
Pertukaran” di tempat yang gampang terlihat.

ATURAN PERTUKARAN

1. Selama tidak melakukan pertukaran peserta harus bersilang-tangan dan tidak


boleh berbicara.
2. Ajakan untuk melakukan pertukaran dilakukan dengan menyentuhkan diri
pada badan lawan. Ajakan bisa ditolak dengan menghindarkan diri dari
sentuhan peserta lain.
3. Selama mengadakan pertukaran peserta harus saling bergandengan tangan.
4. Pertukaran dilakukan antara satu kartu dengan satu kartu lain warna.
5. Selama satu kali priode pertukaran peserta boleh melakukan lebih dari satu
kali pertukaran dengan orang yang berbeda
6. Jika tidak terjadi pertukaran maka posisi harus tetap bergandengan tangan
sampai periode pertukaran itu berakhir. Jadi ia akan kehilangan kesempatan
untuk tbertukar kartu selama satu periode transaksi.

ATURAN NILAI

NILAI DASAR NILAI TAMBAH

KUNING : 50 TIGA KARTU SEWARNA :5


MERAH MUDA : 25 EMPAT KARTU SEWARNA : 10
HIJAU : 15 LIMA KARTU SEWARNA : 15
BIRU : 10 ENAM KARTU SEWARNA : 20
PUTIH : 5 KARTU BONUS : 20

• Minta peserta membuat kolom bergaris di kertas hvs berisi jumlah nilai kartu’

Modal/ Kuning Hijau Merah Biru Putih Jumlah


Periode Muda
Modal
Periode I

• Peserta menghitung jumlah nilai modal sesuai jumlah kartu dan menuliskan di kolom
nilai
• Semua peserta berdiri di satu ruang terbuka. Beri tanda untuk memulai periode
transaksi pertama (sekitar 7 menit). Beri tanda kalau waktu yang disediakan sudah
habis.

• Peserta berkumpul di tempat semula. Masing-masing peserta menghitung perolehan


nilai hasil transaksi.

• Fasilitator menuliskan jumlah nilai perolehan di white board atau kertas plano, jumlah
nilai peserta berdasarkan kategori atau ”tanda” yang tertera dalam amplop: persegi,
lingkaran dan segitiga (7 menit).

NO PERSEGI LINGKARAN SEGITIGA


peserta

Bonus

jumlah

• Dari pengamatan jumlah nilai yang diperoleh kelompok, fasilitator menenutkan batas
bawah nilai kelompok bujur sangkar dan batas bawah kelompok lingkaran. Batas
bawah ditentukan sedemikian rupa supaya dalam setiap periode transaksi;
(waktu sekitar 2 menit).

o jumlah peserta yang termasuk dalam kelompok persegi akan lebih kecil dari
jumlah anggota kelompok lingkaran, dan

o jumlah anggota kelompok lingkaran lebih kecil dari jumlah anggota kelompok
segitiga

• Fasilitator membantu mengatur perpindahan peserta sesuai penentuan nilai batas


antar kelompok tersebut di atas;

o (pada sesi ini peserta mulai melihat bahwa hasil penggolongan menurut nilai
perolehan akan mencerminkan suatu susunan jumlah berbentuk kerucut: atas
kecil, tengah sedang, bawah besar) (waktu 5 menit).
▪ Bagikan tiga kartu bonus kepada masing-masing kelompok, kemudian berikan
kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk mencapai kesepakatan tentang
pembagian kartu bonus tersebut selama tiga menit.

• (Bila dalam tiga menit, mereka tidak mencapai kesepakatan, nilai bonus
dicabut. Perubahan nilai pesrta yang mendapat kartu bonus kemudian dicatat
di white board atau papan tulis dengan diberi tanda bintang untuk
mengingatkan bahwa kenaikan nilainya berasal dari bonus, bukan dari hasil
transaksi)

• Mulai lagi dengan waktu transaksi periode kedua dengan proses dan fasiltasi yang
sama dengan periode sebelumnya. (sekitar 20 menit)

• Setelah 2 kali periode transaksi jumlah anggota kelompok ”persegi” menjadi semakin
sedikit. Nyatakan kelompoK ”persegi” sebagai pemenang dan berhak untuk mengubah
aturan transaksi maupun aturan nilai.

• Berikan waktu sekitar 10 menit bagi kelompok ”persegi” untuk menentukan peraturan
baru.

o (kelompok lain, lingkaran dan segitiga, mengirimkan 1 delegasi untuk ikut


berunding mengusulkan perubahan. Keputusan perubahan tetap ada pada
kelompok ”Persegi”

• Setelah kelompok ”persegi” mengumumkan perubahan peraturan, permainan


dilanjutkan dengan Periode Transaksi menurut peraturan baru. (8 menit)

• Hasil perolehan tiap peserta ditabulasikan seperti sebelumnya. Perubahan posisi


anggota dilakukan dengan prosedur seperti sebelumnya juga (3 menit).

• Kelompok ”persegi” baru, hasil periode transaksi dengan aturan baru, diberi
kewenangan yang sama untuk mengubah peraturan dan nilai seperti sebelumnya. (8
menit)

• Setelah kelompok ”persegi baru” mengumumkan perubahan peraturan, permainan


dilanjutkan dengan Periode Transaksi terakhir dengan menggunakan peraturan baru.
(7 menit)

• Hasil perolehan tiap peserta ditabulasikan seperti sebelumnya. Perubahan posisi


anggota dilakukan dengan prosedur seperti sebelumnya juga (2 menit).

Aktivitas Dua (2 Jampel: 90 menit)


1. Mulailah masuk ke materi pengertian dan teori analisa sosial dengan
menjelaskan dinamika dan refleksi permainan “perang bintang” sebagai
simulasi dari proses analisa sosial.
2. Jelaskan pengertian, tujuan dan manfaat analisas sosial dengan memberikan
tekanan (highlight) pada konteks tugas pendamping desa.
3. Ajak peserta untuk diskusi bersama mendalami pengertian prinsip analisa
sosial; (keprihatinan/concern, rasa kebperpihakan/compassion, orientasi pada
perubahan sosial, kesadaran kelas)
4. Lanjutkan diskusi untuk memahami lebih mendalam pengertian, langkah dan
metode analisa sosial sesuai dengan struktur dalam materi tayang (handout)

Fasilitasi peserta dalam mehamahami setiap istilah dan pengertian materi


analisa sosial dengan mencarikan konteks yang relevan dengan persoalan di
desa yang dialami, dikenal oleh peserta.

5. Bagi peserta kelas ke dalam beberapa kelompok kecil (sebaiknya setiap


kelompok tidak lebih dari 5 peserta).
6. Berikan tugas analisa sosial pada setiap kelompok dengan mengkaji masalah
sosial yang relevan dengan yang dialami peserta. Berikan waktu 15 menit
untuk menyelsaikan tugas.

Tugas Kelompok Analisa Sosial

1. Tentukan satu masalah sosial desa yang relevan/terjadi di salah satu desa
anggota kelompok.
2. Deskripsikan masalah dalam 2-3 paragraf
3. Kenali unsur penyebab, akibat, (apa penyebab-akibat, apa dampak
masalah sosial, siapa pelaku/korban, dst)
4. Analisa/kaji kaitan unsur sebab-akibat (kapan menjadi masalah di desa,
bagaimana terjadi, apa dampak masalah sosial, siapa yang dirugikan satu
sama lain)
5. Dari hasil kajian, pastikan akar masalah sosial dan temukan pilihan-pilihan
penyelesaian masalah.

7. Ajak kembali ke kelas. Berikan kesempatan pada setiap kelompok untuk


mempresentasikan hasil studi kelompok, (15 menit)
8. Berikan kesempatan kelompok lain untuk bertanya pada kelompok yang
sedang presentasi (5 menit)
9. Setelah semua kelompok selesai presentasi, fasilitator secara ringkas dan
komprehensif memberikan tinjauan kritis atas hasil studi kelompok dengan
memberikan tekanan (highlight) pada beberapa point temuan kelompok yang
relevan maupun yang kurang relevan dengan kerangka analisa sosial.
10. Akhiri sesi pembelajaran pokok bahasan analisa sosial dengan mengingatkan
akan pentingnya data dan kemamuan kajian data sebagai basis informasi dan
rekomendasi penyelesaian masalah.
SPB 2.2. Pembangunan Desa Berbasis
Data Dan Informasi

Tujuan :

1. Mampu memahami pendataan sebagai tugas pokok pendamping dalam


pemberdayaan desa.
2. Mampu menjelaskan kerangka logis fungsi dan manfaat data dalam siklus
Pembangunan Desa.
3. Mampu menjelaskan alur dan manfaat data bagi desa dan bagi Kementerian
Desa.
4. Mampu menjelaskan tentang variabel data input dan data output setiap fase
dalam siklus Pembangunan Desa.

Waktu :
2 Jam Pelajaran

Metode :
• Tutorial
• Dikskusi (sharing)

Alat Bantu :
- PPT tutorial materi PB
- Infografis materi PB
- Platform Akademi Desa 4.0
- Proyektor
- Laptop

Aktivitas Pembelajaran :

Kegiatan 1: Pembukaan
1. Sampaikan salam dan perkenalkan diri kepada peserta
2. Lanjutkan dengan menyampaikan pengantar ringkas tentang materi pokok
bahasan kali ini serta tujuan pembelajaran selama beberapa jam ke depan;
3. Review PB-SPB sebelumnya terkait pentingnya citra diri, ansos, dalam tugas
pokok fungsi pendampingan, dan manajemen data dan informasi umpan
balikkan;

Kegiatan 2: Menjelaskan materi “Sistem Informasi Desa sebagai pengembangan satu


data pembangunan.”
4. Mulailah masuk ke materi “Sistem Informasi Desa sebagai pengembangan
satu data pembangunan” dengan mengajak peserta dalam waktu singkat
membahas tentang pendampingan desa dalam pembangunan desa berbasis
data dan informas dengan mengajak peserta dalam waktu singkat membahas
tentang arti Data dalam manajemen pembangunan.
5. Paparkan kerangka “Sistem Informasi Desa sebagai pengembangan satu data
pembangunan.” Jelaskan Sistem Informasi Desa secara konsep, sosiologis dan
yuridis. Lanjutkan SID yang telah dikembangkan kementrian dan rencana
pengembangnannya, diskusikan
6. Selanjutnya jelaskan pentingnya pembangunan desa berbasis data.
Diskusikan dengan peserta dan tegaskan;
7. Peserta menemukan fungsi “Sistem Informasi Desa sebagai pengembangan
satu data pembangunan” dalam manajemen pembangunan desa;

Kegiatan 3: Menjelaskan kerangka logis fungsi dan manfaat data desa dalam siklus
Pembangunan Desa
8. Mulailah masuk ke slide materi: Fungsi Dan Manfaat Data Desa Dalam Siklus
Pembangunan Desa”, jelaskan dan ajak peserta membahas tentang
pendampingan desa dalam pembangunan desa berbasis data;
9. Diskusikan Elaborasi dalam fungsi dan manfaat data desa dalam siklus
Pembangunan Desa dan efektifitas kinerja pendampingan yang dilakukan
oleh Tenaga Pendamping Profesional (TPP) dalam manajemen data;
10. Peserta memahami fungsi dan manfaat data desa dalam siklus Pembangunan
Desa terhadap efektifitas manajemen pembangunan desa;

Kegiatan 4: Menjelaskan pendataan sebagai tugas pokok fungsi pendamping dalam


pembangunan dan pemberdayaan desa
11. Diskusikan Elaborasi dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan manfaat
pendamping dalam manajemen data sebagai wujud kehadiran Kementerian
Desa PDTT di Desa;
12. Mulailah masuk ke slide materi “Laporan Harian Pendamping Tenaga
Pendamping Profesional” dengan mengajak peserta dalam waktu singkat
membahas tentang pendampingan desa untuk manajemen data.
13. Lanjutkan untuk paparan kerangka Laporan Harian Pendamping Tenaga
Pendamping Profesional (TPP). Dan jelaskan Laporan Kegiatan Harian
Kinerja Fasilitator dalam pembangunan dan pemberdayaan desa
Diskusikan dengan peserta dan tegaskan;
14. Peserta memahami Tugas, Pokok, Fungsi dan Manfaat Pendamping terhadap
sistem informasi desa;

Kegiatan 5: Kesimpulan dan Penutup


15. Penegasan materi “Pembangunan Desa Dalam Sistem Informasi Desa”;
16. Berikan tekanan (highlight) beberapa point utama hasil diskusi peserta yang
relevan dengan tugas profesional pendamping desa khususnya terkait kinerja
dalam Laporan Harian Pendamping Tenaga Pendamping Profesional dalam
Sistem Informasi Desa.
17. Akhiri sessi pembelajaran.
SPB 2.3. Kajian SDGs Desa

Tujuan :

1. Memahami SDGs sebagai pembangunan berkelanjutan dan SGGs Desa;


2. Mengenalkan dan menjelaskan 8 (delapan) tipologi Desa sesuai SDGs Desa;
3. Mampu memanfaatkan Sistem Informasi Desa sebagai Basis Data
Pembangunan Desa

Waktu :
6 Jam Pelajaran

Metode :
• Tutorial
• Dikskusi
• Simulasi praktek teknis pendataan
• Praktek lapangan

Alat Bantu :
- PPT tutorial materi PB
- Infografis materi PB
- Lembar/form latihan pendataan
- Platform Akademi Desa
- Proyektor
- Laptop
- Kertas plano

Aktivitas Pembelajaran :
Kegiatan 1: Pembukaan
1. Sampaikan salam dan perkenalkan diri kepada peserta
2. Lanjutkan dengan menyampaikan pengantar ringkas tentang materi pokok
bahasan kali ini serta tujuan pembelajaran selama beberapa jam ke depan;
3. Review PB-SPB sebelumnya terkait pentingnya ansos, pembangunan desa
berbasis data dalam tugas pokok fungsi pendampingan dan manajemen data
dan informasi umpan balikkan;

Kegiatan 2: Menjelaskan materi “ SDGs Global dan SDGs Desa”


4. Mulailah masuk ke materi “ Latar Belakang SDGs ” dengan mengajak peserta
dalam waktu singkat membahas tentang SDGs Global yang diterima
pemerintah Indonesia sebagai SDGs dalam pembangunan nasional.
5. Ajak peserta untuk memahami SDGs yang di-lokal-kan dalam kontek nasional
dan provisi-kabupaten/kota sebagaimana Perpres Nomor 59 Tahun 2017.
6. Ajak peserta memahami pelokalan SDGs dalam konteks Desa dan SDGs Desa
sebagai kebijakan Kementerian desa untuk tujuan pembangunan desa.
7. Paparkan bahan tayang PPT (Latar Kontekstual SDGs Desa):

• Latar Belakang Kehadiran SDGs Desa


• Kesesuaian SDGs Desa dengan Pembangunan Desa sesuai UU No. 6
Tahun 2014
• Landasan Teori Pelokalan SDGs Desa
• Strategi pelokalan SDGs menjadi SDGs Desa
• Pelokalan pernyataan tujuan SDGs menjadi SDGs Desa
• SDGs Desa (18 pernyataan dan simbol)

8. Dari 18 tujuan SDGs Desa, Selanjutnya ajak peserta untuk mengidentifikasi


indikator-indikatornya. Misalnya, untuk SDGs Desa 1: Desa Tanpa Kemiskinan
atau SDGs Desa 2: Desa Tanpa Kelaparan, atau yang lainnya. Sebagai pemicu
identifikasi indikator SDGs Desa maka ingatkan tentang indikator IDM yang
relevan.
Penugasan:
• Minta masing-masing peserta untuk berhitung 1 s/d 18, agar seluruh
peserta dapat membuat kelompok.
• Minta masing-masing kelompok untuk mengambil kerta plano dan
spidol untuk melakukan/menuliskan identifikasi indikator dari masing-
masing tujuan SDGs sesuai pendapat masing-masing kelompok.
(Kelompok 1 melakukan identifikasi indikator SDGs Desa no-1,
Kelompok 2 melakukan identifikasi indikator SDGs Desa no-2,
demikian seterusnya)
• Kasih waktu yang cukup untuk masing-masing kelompok melakukan
identifikasi indikator SDGs Desa-nya masing-masing.
• Tempelkan kerta plano yang sudah dituliskan identifikasi indikator
SDGs Desa, di dinding ruangan atau di media lain yang mudah dilihat
oleh seluruh peserta

9. Selanjutnya, minta-lah masing-masing kelompok menyampaikan identifikasi


indikator SDGs Desa yang sudah ditempelkan tersebut. Ajak diskusi, dari
mana indikator yang diidentifikasi tersebut. Perlihatkan ke peserta untuk
membandingkan dengan indikator-indikator yang ada masing-masing SDGs
Desa.
10. Konfirmasi-kan kepada peserta apakah ada indikator-indikator SDGs Desa
yang tidak menjadi tujuan pembangunan desa? (pertanyaan ini untuk
mengajak peserta memahami bahwa SDGs Desa bukanlah ruang lingkup baru
dalam pembangunan desa, tetapi lebih kepada pengkategorian dan
penyamaan istilah-istilah yang sesuai dengan indikator SDGs secara global).
Dengan demikian, SDGs Desa menunjukkan hubungan Desa bersama warga
desa dengan Global.
11. Tegaskan ke peserta bahwa mereka akan menemukan “ SDGs Desa” menjadi
orientasi praktis (tujuan-tujuan konkrit) dalam tujuan pembangunan desa;

Kegiatan 3: Mengenalkan dan menjelaskan 8 (delapan) tipologi Desa sesuai SDGs


Desa;
12. Ajak peserta untuk bersama mengingat kembali di dalam lampiran
Permendes No. 13 Tahun 2020, terdapat 8 Tipologi Desa yang dapat menjadi
ilustrasi atau contoh desa yang mencapai tujuan-tujuan SDGs Desa.
13. Ajak peserta untuk mencermati bersama presentasi tentang 8 (delapan)
tipologi Desa (lanjutan dari bahan tayang: Latar Kontekstual SDGs Desa).
Presentasi-kan bahasan tentang Tipe Desa Sesuai SDGs Desa, yang
dikategorikan dalam Basis Kewargaan dan Basis Kewilayahan →
Pembangunan Desa Yang Komprehensif, yang selama ini pembangunan
cenderung pada basis kewilayahan.
(Basis Kewargaan : 1. Desa Tanpa Kemiskinan dan Kelaparan, 2. Desa Peduli
Kesehatan, 3. Desa Peduli Pendidikan, 4. Desa Ramah Perempuan → Sasaran
Invidu/Setiap Warga Desa; Basis Kewilayahan: 5. Desa Ekonomi Tumbuh
Merata, 6. Desa Peduli Lingkungan, 7. Desa Berjejaring, 8. Desa Tanggap
Budaya → Sasaran Konteks Lingkup Wilayah).
14. Selanjutnya, buatlah sesi diskusi kelompok tentang kasus 8 Tipologi Desa
(dengan waktu yang cukup).
• Minta peserta berhitung 1 hingga 8 untuk mendapatkan 8 kelompok
untuk diskusi kasus masing-masing Tipologi Desa. Kelompok 1
mendiskusikan Tipologi Desa 1, Kelompok 2 mendiskusikan Tipologi
Desa 2, dan seterusnya.
• Mintakan kepada masing-masing kelompok untuk menjadikan salah
satu desa dampingan peserta menjadi desa kasus. Mintakan kelompok
untuk mengidentifikasi keadaan desa tersebut untuk dilihat
kesesuaiannya dengan Tipologi Desa yang diminta didiskusikan.
• Miintakan masing-masing kelompok mempergunakan kerta plano
untuk menuliskan hasil diskusi dengan matrik sebagai berikut:

Kasus Tipologi Desa ............. (tuliskan salah satu dari 8 Tipologi Desa)
Desa: ______________________________
No SDGs Desa Indikator Konfirmasi Kesimpulan
kondisi desa
berdasarkan
indikator
1. a. Terpenuhi/belum
b. terpenuhi
c.
dst
2. a.
b.
c.
dst

15. Tempelkan kerta plano hasil diskusi kelompok di dinding ruangan atau di
media lain yang mudah dilihat oleh seluruh peserta.
16. Selanjutnya, minta-lah masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi
yang sudah ditempelkan tersebut. Minta untuk cek indikator apa saja yang
belum terpenuhi oleh kondisi desa dan bagaimana menjadi agenda
pembangunan desa → SDGs Desa menjadi tujuan pembangunan desa.
17. Ajak Peserta memahami 8 (delapan) tipologi Desa merupakan ilustrasi atau
contoh tentang Desa yang mencapai beberapa tujuan SDGs, bukan
dimaksudkan untuk direplikasi oleh desa secara mentah-mentah. Dengan
contoh tersebut maka desa dapat lebih melakukan prioritas pembangunan
desa yang dipandu oleh SDGs Desa beserta indikator-indikatornya;

Kegiatan 4: Mampu memanfaatkan Sistem Informasi Desa sebagai Basis Data


Pembangunan Desa
18. Masukkan peserta dalam kegiatan ini dengan menjelaskan, bahwa SDGs
Desa merupakan sekumpulan data dan informasi yang memerlukan “rumah”
atau “kamar” agar terkelola secara sistematis. Misalnya, dengan adanya
“rumah” yang menjadi tempat tinggal SDGs Desa maka mudah diakses dan
dipergunakan untuk perencanaan pembangunan desa dan keperluan
pembangunan desa lainnya. Disinilah perlunya Sistem Informasi Desa (SID)
menjadi “rumah” nya data dan informasi SDGs Desa. Mungkin saja, SDGs
desa akan menempati salah satu “kamar” dari “rumah-SID” tersebut.
19. Untuk mengkonsolidasi data dan informasi SDGs Desa seluruh desa-desa
se-Indonesia, maka Kemendesa juga membangun “kamar-SID” di “rumah”
Sistem Informasi Kemendesa. Untuk memperlihatkan “kamar” tersebut, ajak
peserta untuk mengakses portal website Kemendesa PDTT →
https:/kemendesa.go.id, dan memilih menu Sistem Informasi Desa (SID).
Dari menu SID tersebut, perkenalkan menu atau fitur yang ada dengan
membuka data salah satu desa dari peserta.
20. Selanjutnya, ajak peserta untuk menemukenali SID dari desa masing-masing
desa. Minta 3-5 peserta untuk menyampaikan kondisi SID nya dan catat di
kertas plano. Identifikasi-kan SID yang disampaikan mereka, jika kondisi-nya
relatif sama, maka tanya-kan ke peserta yang desa-nya memiliki SID yang
maju (berbasis digital). Jangan lupa, minta-kan informasi kepada mereka
tentang data atau aplikasi apa saja yang sudah dikelola dalam SID desa-
desa mereka.
21. Setelah memperoleh gambaran SID di lapangan (desa-desa peserta), ajak
peserta untuk mengikuti ideal SID dengan memberi presentasi bahan
tayang: Penguatan SID dalam Tata Kelola Desa. Selama presentasi, ajak
peserta untuk memberikan beberapa respon agar peserta dapat Sistem
Informasi Desa secara konsep maupun sosiologis (konteks pembangunan
desa).
22. Sehubungan dengan SDGs Desa maka pengelolaan SID di seluruh desa
perlu dibangun agar bisa mendukung pengelolaan data dan informasi SDGs
Desa masing-masing. Disisi lain, Kemendesa saat ini sedang membangun
sistem dukungan SID-SDGs Desa melalui aplikasi berbasis website dan
android dan yang sudah bisa diakses saat ini adalah informasi SDGs Desa
dan data desa lainnya (IDM, Profil desa, APBDes, Dana Desa, BUMDEs) di
menu SID-Portal website kemendesa (sebagaimana yang telah dijelaskan
pada poin 19)
23. Untuk mengenal keadaan SDGs Desa masing-masing, maka ajak peserta
untuk membuka kembali portal website Kemendesa PDTT →
https:/kemendesa.go.id, dan memilih menu Sistem Informasi Desa (SID).
Minta setiap peserta menemukan desa masing-masing di SID tersebut dan
membuka fitur sdgs.
24. Selanjutnya buat penugasan individu untuk mengenal lebih detil data dan
indikator SDGs Desa masing-masing:

• peserta diminta untuk mengidentifikasi indikator-indikator dari 18


SDGs yang sudah ada data dan yang belum ada data nya dan
dituliskan di kertas plano dengan matrik sebagai berikut

No. SGDs Desa Indikator Ketersediaan Data


1. SDGs – Desa Tanpa a. ... Ada / Tidak ada
Kemiskinan b. ...
2. SDGs – Desa Tanpa a. ... Ada / Tidak ada
Kelaparan b. ...
3. dst

• jelaskan kepada peserta data SDGs yang ada masih data desa dan
belum tersedia data individu, data Keluarga/Rumah Tangga, dan data
RT (Rukun Tetangga). Untuk kelengkapan data tersebut, Kemendesa
secara mengembangkan sistem pendataan dalam aplikasi SDGs Desa
yang nanti-nya akan dipergunakan dalam sensus partisipatoris.
Sensus ini akan dilakukan oleh PLD/PD bersama tim warga desa.
• jelaskan kepada peserta saat ini aplikasi SDGs Desa belum dilengkapi
dengan rekomendasi kegiatan pembangunan, namun sudah
dipersiapkan disain aplikasi SDGs desa yang akan dilengkapi dengan
fitur rekomendasi tersebut sebagaimana aplikasi IDM.

25. Selanjutnya, ajak peserta untuk membuka fitur rekomendasi, untuk


memperlihatkan kepada peserta bahwa dengan membuka fitur tersebut
maka PLD/PD dan pelaku pembangunan desa/publik dapat mengetahui
status kemajuan desa masing-masing dan target kemajuan desa yang harus
dicapai, serta rekomendasi indikator-indikator IDM yang harus ditingkatkan
beserta rekomendasi kegiatannya.
26. Konfirmasi-kan kepada beberapa peserta bagaimana situasi IDM dan
rekomendasi kegiatannya. Pastikan seluruh peserta dapat memahami
rekomendasi kegiatan masing-masing desa, dan ajak diskusi bagaimana
memanfaatkan rekomendasi tersebut untuk bisa menjadi bahan diskusi di
warga serta menjadi basis musyawarah perencanaan pembangunan desa.
27. Ajak peserta mendiskusikan dengan rekomendasi tersebut, kira-kira
membutuhkan berapa tahun anggaran DD agar desa meningkat statusnya
menjadi mandiri.

Kegiatan 5: Kesimpulan dan Penutup


28. Penegasan materi “Kajian dan Validasi Data SDGs Desa”;
29. Berikan tekanan (highlight) beberapa point utama hasil diskusi peserta yang
relevan dengan tugas profesional TPP khususnya terkait kinerja dalam
manajemen data dalam Sistem Informasi Desa.
30. Akhiri sessi pembelajaran
SPB 2.4. Video Broadcast

Tujuan :

1. Mampu menjelaskan prinsip dan kode etik jurnalistik sebagai dasar kerja
media broadcast.
2. Mampu melakukan kajian kritis atas data dan informasi terkait dengan
Pembangunan Desa
3. Mampu mengolah informasi, data sebagai pengetahuan baru yang
bermanfaat: inspiratif, edukatif dan menggerakkan masyarakat.
4. Mampu memproduksi film/video berbasis data desa sebagai media publikasi,
advokasi, edukasi atau promosi.

Waktu :
5 Jam Pelajaran

Metode :
• Tutorial
• Dikskusi (sharing)
• praktek teknis (pembuatan script, pengambilan gambar, editing, pengisian
suara)
• Praktek lapangan

Alat Bantu :
- PPT tutorial materi PB
- Infografis materi PB
- Video referensi
- Platform Akademi Desa 4.0
- Proyektor
- Laptop
- Kertas plano, metaplan dan hvs
- Alat tulis

Aktivitas Pembelajaran :
1. Pengantar Pelatihan:
- Curah Pendapat tentang Pengalaman Pembuatan Video oleh Peserta
- Output: Value dan Keberpihakan PLD
2. Penugasan 1: Pembuatan Naskah Cerita
- Template Disiapkan
- Pertanyaan penggugah peserta
(Hal apa yang menarik dalam melakukan pendampingan, apa dan
bagaimana pengalaman mengesankan dalam pendampingan di Desa
selama 1-3 Bulan terakhir)
- 5W+1H, “Wow Factor”
- Output: Tema dan Naskah
- 2-3 Peserta mempresentasikan Naskah Cerita yang dibuat
3. Penegasan Dasar Komunikasi Media + Dasar Jurnalistik:
- Penegasan Pelatih melalui Media Tayang, tentang Standar Pembuatan
Naskah Cerita (1-2 Slide)
- Paparan Komunikasi Media dan Dasar Jurnalistik
4. Panduan Teknik Pengambilan Gambar
- Pengantar (paparan)
- Praktik pengambilan gambar, suara, warna, cahaya, tata-letak
5. Editing:
- Panduan praktek editing
- Praktek editing video dengan HP
• Edit Gambar
• Edit Suara
6. Teknik Disseminasi Medsos:
- Pembuatan akun youtube dan medsos
7. Refleksi/ Umpan balik
Laporan Harian Pendamping
Tenaga Pendamping Profesional
3.1. Laporan Harian Pendamping
Tenaga Pendamping Profesional

Tujuan :

1. Mampu memahami Laporan Harian Pendamping (diary activity) Tenaga


Pendamping Profesional sebagai Laporan Kegiatan Harian Kinerja Fasilitator
dalam pembangunan dan pemberdayaan desa.
2. Mampu menjelaskan kerangka logis tugas, fungsi dan manfaat pendamping
sebagai wujud kehadiran Kementerian Desa PDTT di Desa;
3. Mampu memahami evaluasi kinerja berjalan secara obyektif dan dapat
dipertanggungjawabkan;

Waktu :
2 Jam Pelajaran

Metode :
• Tutorial (ceramah)
• Diskusi (sharing)

Alat Bantu :
- LCD Proyektor
- PPT tutorial materi PB
- Platform Akademi Desa 4.0
- Proyektor
- Laptop
- Kertas plano
- Kertas metaplan
- Spidol
Aktivitas Pembelajaran :

Kegiatan 1: Pembukaan
1. Sampaikan salam dan perkenalkan diri kepada peserta
2. Lanjutkan dengan menyampaikan pengantar ringkas tentang materi pokok
bahasan kali ini serta tujuan pembelajaran selama beberapa jam ke depan;
3. Review PB-SPB sebelumnya terkait pentingnya citra diri, ansos,manajemen data
dan informasi dalam tugas pokok fungsi pendampingan, umpan balikkan;

Kegiatan 2: Menjelaskan materi “Laporan Harian Pendamping Tenaga Pendamping


Profesional”
4. Mulailah masuk ke materi “Laporan Harian Pendamping Tenaga Pendamping
Profesional” dengan mengajak peserta dalam waktu singkat membahas tentang
pendampingan desa. Paparkan kerangka “Laporan Harian Pendamping TPP”.
Dan jelaskan Laporan Kegiatan Harian Kinerja Fasilitator dalam pembangunan
dan pemberdayaan desa Diskusikan dengan peserta dan tegaskan;
5. Peserta menemukan fungsi “Laporan Harian Pendamping Tenaga Pendamping
Profesional”;

Kegiatan 3: Menjelaskan Prosedur Mekanisme Monitoring Terhadap Efektifitas Kinerja


Pendampingan
6. Diskusikan Elaborasi dalam prosedur mekanisme monitoring terhadap
efektifitas kinerja pendampingan yang dilakukan oleh Tenaga Pendamping
Profesional (TPP);
7. Peserta memahami prosedur mekanisme monitoring terhadap efektifitas
kinerja pendampingan;

Kegiatan 4: Menjelaskan Tugas, Fungsi Dan Manfaat Pendamping Sebagai Wujud


Kehadiran Kementerian Desa PDTT Di Desa
8. Diskusikan Elaborasi dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan manfaat
pendamping sebagai wujud kehadiran Kementerian Desa PDTT di Desa
Pembangunan Desa;
9. Peserta memahami Tugas, Fungsi Dan Manfaat Pendamping terhadap kinerja
pendampingan desa;

Kegiatan 5: Memahami evaluasi kinerja TPP

10. Diskusikan Elaborasi dalam evaluasi kinerja berjalan secara obyektif dan dapat
dipertanggungjawabkan;
11. Peserta memahami evaluasi kinerja berjalan secara obyektif dan dapat
dipertanggungjawabkan;
Kegiatan 6: Menjelaskan fasilitasi pemetaan desa berdasarkan informasi yang
sahih, terpercaya dan update
12. Penegasan Peran Pendamping Tugas Pendamping dalam pemetaan desa
berdasarkan informasi yang sahih, terpercaya dan update (Data).
13. Peserta memahami pemetaan desa berdasarkan informasi yang sahih,
terpercaya dan update;

Kegiatan 7: Kesimpulan dan Penutup


14. Penegasan “Laporan Harian Pendamping Tenaga Pendamping Profesional”;
15. Berikan tekanan (highlight) beberapa point utama hasil diskusi peserta yang
relevan dengan tugas profesional pendamping desa khususnya terkait kinerja
dalam Laporan Harian Pendamping Tenaga Pendamping Profesional.
16. Akhiri ses pembelajaran dengan menegaskan tentang “Laporan Harian
Pendamping Tenaga Pendamping Profesional”.
BAHAN BACAAN
PB. 1 CITRA DIRI

Pendampingan desa adalah kerja-kerja yang berurusan dengan kegiatan memberdayakan


masyarakat desa yang bertujuan meningkatkan kapasitas masyarakat untuk bisa mandiri dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan di desa. Pemerintah, baik pusat, provinsi
maupun daerah, tidak cukup mampu sendirian mengampu kerja pendampingan desa melalui
tugas pembinaan dan pengawasan desa. Dengan kewenangan yang dimiliki, pemerintah
menghadirkan pendamping desa yang bertugas membantu kerja teknis pemerintah dalam
pendampingan desa.

Pendamping seperti apakah yang memiliki kualifikasi ideal sehingga dapat diharapkan
memberikan kontribusi yang optimal dalam mencapai tujuan kerja pendampingan? Tulisan
berikut merupakan pembahasan gagasan tentang citra pendamping desa, yaitu gagasan tentang
gambaran sosok pribadi yang memiliki kualifkasi yang diharapkan. Tentu gambaran berikut tidak
sempurna, namun setidaknya bagi pendamping desa gagasn ini dapat diharapkan sebagai materi
refleksi yang membantu menumbuhkan kehendak untuk senantiasa berkembang mencapai
kemampuan yang lebih optimal.

Tulisan ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama membahas pengertian tentang citra diri
dari perspektif pendamping sendiri. Konsepsi tentang citra diri dibahas dengan menggunakan
pandangan Carl R. Rogers, seorang psikoterapis yang dikenal dengan pendekatan humanis. Fokus
teorinya adalah mendalami tentang konsep diri (self-concept). Citra diri yang dimaksud adalah
“diri sejati” (real self) yang dibedakan dengan gambaran tentang “diri ideal” (ideal self).

Bagian kedua dari tulisan ini membahas citra pendamping desa. Berbeda dengan citra diri
yang merupakan gambaran subyektif pendamping tentang “diri”nya sendiri, yang dimaksud citra
pendamping desa adalah gambaran tentang “diri” pendamping desa dari perspektif orang lain..
Citra pendamping desa merupakan gambaran ideal tentang diri pendamping desa yang dibangun
berdasarkan citra positif dan nilai-nilai konstruktif yang seharusnya diinternalisasi setiap
pendamping desa guna bisa menjadi pribadi pendamping desa yang berfungsi sepenuhnya (fully
function person).

1. Citra Diri
Dalam suatu kesempatan Carl Rogers diundang sebagai pembicara di Universitas Brandeis
– Massachuset, tidak untuk bicara tentang teori psikoterapinya yang mulai populer, tetapi untuk
bicara tentang dirinya. Permintaan yang sama juga pernah datang dari Komite Forum Persatuan
Mahasiswa di Wisconsin. Mereka penasaran untuk mengetahui seberapa jauh Rogers mengenali
“diri”nya sendiri. Bagaimana Rogers bisa memiliki cara pandang, pemikiran, sikap, dan pandangan
ke depan yang oprimistik. Para mahasiswa itu berharap Rogers menggambarkan citra diri-nya
dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok, “Siapakah dirinya?” “Apa tujuan hidupnya?”.

Rasa penasaran para mahasiswa itu yang kemudian mendorong Rogers merasa perlu
untuk memperkenalkan “diri”nya kepada para pembaca bukunya, “On Becoming A Person”.
Memperkenalan citra diri rupanya tak cukup hanya dengan menjawab definisi yang ditulis dalam
dua atau tiga kalimat. Rogers memerlukan 24 halaman untuk menuliskan “diri”nya. Pada tulisan
yang menjadi bab pertama dari bukunya yang diberi judul “Inilah Saya” (This Is Me) Roger
menuliskan secara komprhensif dan kronologis kisah hidupnya. Sekalipun demikian Rogers masih
merasa belum cukup untuk memperkenalkan “diri”nya. Karena itu pada bagian awal dari
tulisannya Rogers menjelaskan bahwa untuk mengenal siapa “diri”nya, apa tujuan hidupnya,
mengapa “diri”nya menjadi seperti saat ini, pembaca harus membaca seluruh isi buku “On
Becoming A Person”.

Citra diri adalah persepsi pribadi tentang “diri” yang faktual dalam merasakan dan menilai
yang paling benar tentang siapa dan apa tujuan “diri” yang sebenar-benarnya. Persepsi yang
dimaksud adalah tindakan kesadaran pribadi untuk memaknai informasi yang diperoleh dari
setiap proses interaksi dengan orang-orang lain dan dengan berbagai aspek kehidupan, serta
dengan pengalaman-pengalaman di masa lalu yang memengaruhi “diri”nya . Tujuannya adalah
untuk mendapatkan citra diri yang sebenarnya. Persepsi tentang citra diri degan demikian
menggambarkan kecenderungan dasar “diri” dalam mengaktualisasi keberadaanya (eksistensi)
sebagai “diri” pribadi seperti apa adanya (what I am), peran “diri”nya bagi lingkungan, bagi
dunianya, (what I can do), dan kesadaran untuk mengaktualisasi “diri” menjadi pribadi yang
berfungsi sepenuhnya (becoming fully function person).

a.) Citra Diri Positif


Gagasan Rogers itu tampak dari teorinya tentang “diri” yang menjelaskan bahwa pada
dasarnya setiap pribadi memiliki kecenderungan bawaan untuk mengaktualisasi “diri”. Sebagai
kecenderungan bawaan, proses aktualisasi bukan pertama-tama bergantung pada bakat
seseorang, melainkan lebih bergantung pada kemampuan dan kecerdasan orang dalam
membangun perspesi tentang “diri”nya. Citra diri positif adalah gambaran tentang “diri” yang
menginternalisasi nilai-nilai integritas seperti percaya diri, mandiri, jujur, adil, tegas, toleran dalam
sikap dan tindakan. Dari kisah yang diceritakan para kliennya, Rogers mendapatkan pemahaman
bahwa pribadi dengan citra diri positif adalah pribadi yang sanggup memandang “diri”nya
sebagai pribadi yang hidup, yang bergerak dinamis, yang terus berubah menuju pada tujuan
menjadi pribadi yang sepenuhnya bermanfaat.
Perubahan bukan sesuatu yang mudah dan mengenakkan. Sebaliknya perubahan justru
menghadirkan tantangan dan ancaman seperti rasa tidak pasti, kecemasan, keterancaman,
ketakutan, kawatir,menjadi semakin nyata. Karena itu prbadi dengan citra diri positif adalah
pribadi yang tangguh, yang dengan sadar menyatakan sanggup mengatasi tantangan dan
ancaman dalam mengaktualisasi diri menjadi “pribadi yang berfungsi sepenuhnya” (fully function
person) atau, menurut Soren Kierkegaard sebagaimana dikutip Rogers, “menjadi diri yang
sebenar-benarnya”. (to be that self which one truly is).

Menjadi diri yang berfungsi sepenuhnya menurut Rogers merupakan hal yang faktual,
“diri” yag sedang bergerak, berubah dinamis bukan pernyataan tentang tujuan. Dengan gagasan
Rogers seperti itu bisa dipahami bahwa pribadi dengan citra diri positif adalah pribadi yang
menjalani hidup sebagai proses menjadi “diri”nya yang sesungguhnya. Dalam keseharian sikap
tersebut tampak dari ciri-ciri tindakan diantaranya;

➢ Keberanian mengambil keputusan untuk mengatur diri sendiri dan menanggung


konsekuensinya
➢ Menjauhi kecenderungan untuk hanya menampilkan bagian permukaan dari dirinya
(fasad).
➢ Menjauhkan diri dari sikap yang seharusnya yang ditentukan oleh lingkungan sosial
➢ Tidak bersikap sekadar memenuhi harapan orang lain atau sekadar membuat orang
lain senang
➢ Terbuka pada pengalaman sebagai sumber daya yang bersahabat bukan suatu yang
menakutkan
➢ Terbuka pada diri sendiri dan dengan demikian terbuka untuk menerima orang lain

b.) Citra Diri Negatif


Sebaliknya pribadi yang mempersepsi citra dirinya negatif atau lemah akan cenderung
sulit mengaktualisasikan diri. Rogers mencatat bahwa persepsi “diri” yang lemah atau negatif
sangat potensial menjadi sumber persoalan personal yang berdampak pada pola relasi sosial.
Citra diri lemah bisa terjadi karena pribadi yang bersangkutan mempersepsikan “diri”nya memang
lemah, mudah puas dengan keadaan, merasa rendah diri, menganggap diri tidak punya
kemampuan, tidak pantas. Di samping itu citra diri negatif juga terbangun dari persepsi yang
menganggap kebiasaan sebagai watak bawaan yang tidak bisa dirubah seperti merasa superior,
perfeksionis, ekslusif, tertutup, defensif.

Pada pribadi tertentu persepsi “diri” negatif bisa jadi merupakan pilihan sadar. Artinya
pribadi tersebut memilih untuk secara sadar merendahkan citra dirinya. Penyebabnya bisa karena
pribadi bersangkutan tidak berani menghadapi konsekuensi proses aktualisasi “diri” yang dinilai
mengancam zona nyaman dan aman yang sudah dibangun. Rogers menjelaskan bahwa orang
yang memilih untuk menjadikan citra dirinya seperti itu adalah orang yang berada pada fase
keputusasaan yang paling dalam. Meskipun menurut Rogers pribadi yang berada dalam
keputusasaan sekalipun tetap dapat membalikkan keadaan dirinya menjadi lebih optimistik.
Rogers menegaskan hal itu melalui contoh-contoh pengalaman para kliennya yang berhasil
bangkit dari keputusasaan setelah mereka berani membebaskan diri dari berbagai tekanan di luar
dirinya.

1.1. Pengaruh Unsur Eksternal


Citra diri bukan sesuatu yang sudah ada begitu saja (given), melainkan wujud dari proses
tempaan pribadi. Dari pengalamannya melihat perubahan keprbadian yang dialami para kliennya
Rogers memahami bahwa “diri” atau pribadi bukan sesuatu yang statis melainkan organisme yang
bergerak mencari kepenuhannya. Pengalaman dan lingkungan sosial: keluarga dan kerabat, peer
group atau teman sebaya, masyarakat, merupakan unsur yang berpengaruh membentuk persepsi
citra diri seseorang. Lingkungan sosial merupakan bagian dari ekosistem pertumbuhkembangan
manusia. Lingkungan sosial yang sehat adalah ekosistem dimana setiap individu di dalamnya
dapat memberi dan menerima individu lain sesuai dengan peran, fungsi dan kekhasannya masing-
masing. Lingkungan sosial yang sehat menyediakan atmosfer yang mendukung individu untuk
membangun persepsi citra diri yang positif.

Namun kenyataan memperlihatkan sebaliknya. Kebanyakan klien Rogers memandang


lingkungan sosial dan hal-hal eksternal sebagai sesuatu yang obyektif mengancam, menekan,
menakutkan. Itulah alasan mengapa mereka tidak menghadirkan “diri”nya sendiri, melainkan
hadir sebagai pribadi lain. Mereka merasa terpaksa harus bersikap, bertindak dan berperilaku
dengan cara-cara yang diharapkan oleh lingkungannya. Senioritas dalam lingkungan organisasi
atau institusi merupakan contoh bangunan sosial yang memaksa setiap individu melepaskan
kemerdekaan “diri”nya dan menjadi pribadi lain yang tunduk pada ketentuan yang ditetapkan
senior. Kondisi sosial di sekitar kita saat ini yang ditandai dengan menguatnya sikap fundamentalis
dan intoleran merupakan contoh lain bagaimana lingkungan sosial memengaruhi emosi dan cara
pandang individu di dalamnya.
1.2. Pengaruh Unsur Internal
Salah satu unsur penting yang turut menentukan bagaimana seseorang mempersepsikan
citra diriya adalah kebutuhan akan penghargaan positif (need for positive regard). Setiap manusia
pada dasarnya membutuhkan penghargaan positif seperti perhatian, penghargaan,
penghormatan, cinta-kasih, dan perasaan diterima oleh orang lain. Kebutuhan itu tampak jelas
pada fase kanak-kanak dimana anak-anak akan merasa gembira ketika orang lain menerima
kehadirannya. Demikian sebaliknya anak-anak akan memperlihatkan kekecewaan ketika orang
lain menunjukkan sikap menolak kehadirannya.

Kebutuhan akan penghargaan positif tersebut terbagi menjadi dua, yaitu penghargaan
positif bersyarat (conditional positive regard) dan penghargaan positif tanpa syarat (unconditional
positif regard). Kebutuhan akan pengharagaan positif bersyarat terlihat pada anak kecil yang
bersedia belajar karena tahu ayah atau ibunya akan memberikan penghargaan. Pengalaman
transaksional seperti itu memengaruhi seseorang dalam membangun persepsi tentang citra diri,
tentang gambaran “diri”nya harus seperti apa, tentang apa yang harus dilakukan, supaya menarik
orang lain untuk memenuhi memberikan penghargaan positif.

Rogers menjelaskan bahwa tidak mungkin bagi manusia untuk melepaskan dari
kebutuhan akan penghargaan bersyarat dalam hidupnya. Namun penjelasan tersebut tidak
dimaksudkan untuk menyatakan bahwa kebutuhan tersebut yang mengatur cara hidup manusia.
Sebaliknya manusialah yang justru mampu mengatur kebutuhan dirinya. Salah satu kemampuan
manusia adalah menguatkan komitmen untuk konsisten pada persepsi citra positifnya dengan
melatih emosinya dalam bersikap dan bertindak mengatur kebutuhan untuk mendapatkan
penghargaan positif bersyarat. Sensor internalisasi nila citra diri positif menggerakkan emosi
untuk secara cerdas menentukan kapan kebutuhan akan penghargaan perlu itu dipenuhi dan
kapan kebutuhan itu perlu ditunda atau dikesampingkan.

Demikian halnya meskipun menurut Rogers tidak mungkin manusia melepaskan


kebutuhan akan penghargaan bersyarat, namun menurut Rogers sangat mungkin bagi manusia
untuk memberi dan menerima penghargaan tanpa syarat. Pandangan Rogers itu menegaskan
bahwa pada manusia ada kemampuan untuk dapat diterima, dihargai, dicintai apa adanya.
Demikian juga manusia memilki kemampuan untuk menerima, menghargai, menghormati orang
lain apa adanya, tanpa syarat, tanpa mengharapkan imbalan penghargaan. Contoh yang relevan
untuk tindakan memberikan dan menerima penghargaan tanpa syarat adalah perhatian dan kasih
sayang seorang ibu kepada anaknya. Seorang ibu mencintai anaknya karena dia adalah anaknya
bukan karena anaknya memenuhi kriteria yang diharapkan.
2. Citra Pendamping Desa

Dalam berbagai kesempatan perjumpaan di forum-forum desa tidak jarang terdengar


cerita-cerita bernada negatif tentang kinerja pendamping desa kinerjanya dalam mendampingi
masyarakat di desa. Cerita-cerita negatif itu kebanyakan hanya menjelaskan aspek-aspek tertentu
dari penampakan (performance) pendamping desa seperti sikap, perilaku, cara kerja, atau
kemampuan dalam menjalankan tugas dan perannya. Namun pada kesempatan yang sama tidak
sedikit juga terdengar cerita-cerita yang bernada positif dengan menambahkan gambaran
tentang kinerja pendamping desa yang heroik.

Pada umumnya orang akan menanggapi cerita-cerita semacam itu secara emosional
dengan perasaan sakit hati, tersinggung, atau malahan marah, terlebih kalau cerita-ceritanya
bernada negatif. Sekalipun sebenarnya cerita-cerita tersebut disampaikan sebagai kritik
konstruktif dan tidak dimaksudkan untuk mendeskreditkan pribadi apalagi sebagai bentuk
perudungan (bullying). Bagi pendamping yang cerdas secara emosional akan mampu mengelola
perasaan spontannya secara lebih baik sehingga mampu menempatkan cerita-cerita seperti itu
sebagai masukan yang dapat dijadikan sebagai bahan refleksi pribadi.

Sekalipun tidak menyajikan data konkret bukan berarti cerita-cerita seperti itu tidak
obyektif. Cerita tersebut merupakan artikulasi atau wujud penjelasan gagasan tentang hasil
obyektif yang diperoleh dari kegiatan kesadaran dalam menyandingkan antara kenyataan faktual
dengan gambaran ideal citra pendampig desa.

Dari mana orang lain memperoleh gambaran citra ideal pendamping desa? Dalam
perspektif teori Rogers gambaran ideal pendamping desa merupakan persepsi orang lain tentang
“diri ideal” pendamping desa atau gambaran ideal tentang keberadaan (existence) pendamping
desa yang seharusnya. Pengetahuan dan pengalaman interaksi dengan dunia obyektif merupakan
referensi tindakan orang mempersepsikan orang lain sebagai citra pendamping desa yang ideal
sebagaimana yang diharapkan. Ada beberapa aspek referensial yang memengaruhi tindakan
persepsi orang tentang citra pendamping desa.

2.1 Aspek-Aspek Yang Memengaruhi Persepsi


Mempersepsikan citra pendamping desa adalah menggambarkan pengertian tentang
manusia yang bekerja, dalam hal ini sebagai pendamping desa. Manusia yang dimaksud adalah
mahkluk alamiah yang juga tunduk pada hukum alam. Perbedaannya dengan mahkluk alamiah
lain, manusia harus mengolah alam, harus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Bekerja
merupakan penanda khas manusia sebagai mahkluk yang memiliki kebutuhan alamiah. Dengan
bekerja manusia tidak hanya berusaha memenuhi kebutuhan jasmani yang bersifat materiil, tetapi
juga untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya rohani.
Soren Kierkegaard, filsuf Denmark abad ke-19, memahami kebutuhan hidup manusia pada
dasarnya terdiri dari tiga fase, yaitu estetis, etis, dan religius. Dalam kehidupan estetis manusia
menangkap seluruh semesta yang berada bersamanya merupakan dunia yang mengagumkan.
Bekerja atau berkarya menjadi bagian dari usaha manusia mengungkapkan kebutuhan akan hal-
hal yang mengagumkan. Pada fase etis manusia mengungkapkan jati dirinya sebagai mahkluk
otonom. Manusia bertindak untuk memenuhi kebutuhannya berdasarkan keputusan-keputusan
yang bebas dan dipertanggungjawabkan. Dalam fase religius manusia melakukan tindakan
transendental sebagai upaya mengintegrasikan hidupnya dengan Tuhan.

Gagasan Kierkegaard tersebut membantu memahamkan bahwa pekerjaan tidak selalu


bersifat pragmatis, yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar atau sekadar memenuhi
kebutuhan sesaat, tetapi juga memiliki makna sebagai aktualisasi diri, yaitu pekerjaan yang dipilih
berdasarkan kehendak bebas sebagai tindakan yang menggerakkan orang menjadi dirinya yang
sejati. Dengan kata lain pekerjaan yang dipilih secara bebas tidak dirasa sebagai beban atau justru
mengasingkan diri pribadi dari citranya sebagai manusia.

Dengan kerangka pandang itu maka bisa dimegerti bahwa bangunan persepsi citra diri
tentang pendamping desa dipengaruhi oleh pemahaman akal sehat (common sense) tentang
beberapa aspek yang terkait dengan manusia sebagai pelaku utama atau pekerja dan terkait
dengan pekerjaan sebagai tindakan aktualisasi.

• Aspek Humanis
Humanis adalah aspek terkait dengan kekhasan manusia sebagai mahkluk alamiah yang
berakal budi yang berada di dunianya bersama sesama manusia yang lain. Aspek humanis adalah
aspek etis yang memengaruhi integritas seseorang sebagai pendamping desa, seperti empati,
jujur, adil, toleran, dan tanggungjawab. Orang lain akan mengenali aspek kemanusiaan
pendamping desa dari caranya bertindak. Integritas pendamping desa dilihat dari caranya
bertindak yang mencerminkan implikasi etis seperti intensitas atau daya tahan, dan totalitas atau
tuntas dalam menjalankan pekerjaan.

• Aspek Ideologis
Bekerja tidak hanya berorientasi pada kebutuhan pribadi, tetapi juga wujud tindakan yang
berorientasi pada nilai keberpihakan. Nilai keberpihakan merupakan aspek ideologis, bagian dari
sistem nilai yang menggerakkan orang untuk bertindak. Pendampingan desa merupakan
pekerjaan ideologis. Tindakan mendampingi desa merupakan praksis keberpihakan pada
masyarakat desa yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat desa dalam mencapai
kesejahteraan dan keadilan. Bagaimana orang lain menilai citra pendamping desa salah satunya
dipengaruhi pemahaman orang tentang kualifikasi pendamping dalam kinerjanya mengupayakan
tercapainya tujuan tersebut.
• Aspek Emosional
Pribadi yang memiliki integritas adalah pribadi yang cerdas baik secara rasional maupun
secara emosional. Kecerdasan kedua dimensi kepribadian tersebut tidak selalu tumbuh linier.
Sejauh ini mekanisme rekrutmen pekerja lebih mengutamakan orang yang dinilai cerdas secara
rasional. Meskipun dalam kenyataannya untuk mencapai produktivitas, lingkungan kerja
membutuhkan pekerja-pekerja yang memilki empati, bisa saling memahami, bekerja-sama
membangun harmoni. Terlebih jenis pekerjaan yang berhungungan langsung dengan orang lain,
seperti kerja pemberdayaan yang dilakukan pendamping desa. Empati merupakan salah satu
bentuk kecerdasan emosional yang dibutuhkan pendamping desa. Kerja pendampingan
masyarakat desa hanya mungkin menghasilkan manfaat optimal kalau pendamping desa memiliki
kemampuan merasakan apa yang dirasakan masyarakat desa.

• Aspek Normatif
Pendampingan desa merupakan kerja penugasan yang dalam Peraturan Presiden nomor
47 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 Tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, merupakan bagian
tugas pemerintah dalam melakukan pendampingan dan pemberdayaan desa. Lebih jelas lagi
ditegaskan bahwa pendamping desa merupakan tenaga profesional yang menerima penugasan
untuk membantu pemerintah dalam melaukan pembinaan dan pengawasan. Selanjutnya
pemerintah, dalam hal ini Kementerian Desa PDTT, menerbitkan Peraturan Menteri nomor 18
tahun 2019 tentang Pedoman Pendampingan Masyarakat Desa yang menegaskan tugas
pendampingan, dan tata cara pendampingan. Pemahaman tentang norma-norma tersebut
merupakan pengetahuan yang terinternalisasi dan menjadi referensi bagi orang lain dalam
mempersepsikan atau menilai citra pendamping desa.

• Aspek teknis
Pendampingan desa merupakan kerja pemberdayaan. Artinya pendampingan merupakan
kerja yang bertujuan memfasilitasi masyarakat desa yang daya atau kemampuannya kurang
menjadi berdaya atau lebih berdaya. Ada unsur berbagi pengetahuan dan unsur pelatihan. Karena
itu kemampuan, pengetahuan dan keterampilan merupakan aspek teknis yang tidak bisa tidak,
atau, harus dimiliki oleh pendamping desa. Secara umum orang sudah dapat memahami bahwa
pribadi yang bekerja untuk meningkatkan kapasitas pribadi lain adalah pribadi yang memenuhi
kuaifikasi teknis. Pemahaman akan kualifikasi kemampuan teknis itu yang memengaruhi persepsi
orang lain dalam mengenali citra pendamping desa.
3. Citra Positif Pendamping Desa

Persepsi merupakan tindakan untuk menginterpretasikan informasi yang didengar dan


apa yang dilihat. Dalam proses menentukan kualifikasi kinerja (performance) pendamping desa
persepsi merupakan salah satu tindakan yang dibutuhkan untuk mengartikulasikan gambaran
ideal atau citra positif pendamping desa. Berdasarkan pada persespsi maka kualifikasi citra positif
pendamping desa dapat dilihat dari ciri-ciri yang menandai karakteristik sikap, tindakan, dan
perilaku pendamping desa. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut;

• Mandiri: mengandalkan kepercayaan diri pada keputusan dan kemampuan sendiri


dalam bersikap dan bertindak, kaya inisiatif tidak mengandalkan instruksi atau
petunjuk
• Intensitas kedekatan dengan masyarakat sebagai wujud komitmen keberpihakan
pada masyarakat desa.
• Terbuka pada pengalaman dan pandangan baru sebagai wujud sikap kesetaraan
dan kesediaan berdialog
• Kesediaan belajar yang dapat terlihat dari perubahan sikap, kemampuan dan
keterampilan yang semakin baik dari waktu ke waktu.
• Kreatif dan Inovatif sebagai artikulasi dari sikap yang tidak mudah mengeluh
dengan kondisi dan keterbatasan.
• Konstruktif, sebagai cerminan dari kecerdasannya menyeimbangkan kebutuhan
diri dengam berbagai kebutuhan tugas.
• Tuntas dalam bekerja, sebagai wujud dari kemampuan mengatur cara kerja yang
efektif dan terukur.

Penutup

Dalam bukunya On Becoming A Person, Carl Rogers berkali-kali meyakinkan


kepada pembaca bahwa perubahan “diri” yang dialami para kliennya sangat bergantung pada
masing-masing pribadi. Rogers menganggap dirinya tidak memberikan kontribusi banyak pada
proses perubahan yang terjadi pada kliennya, selain kesedian untuk mendengarkan dengan
penuh hikmat setiap kisah yang diceritakan para kliennya. Rogers menyaksikan dan menemani
dengan para kliennya yang mengalami kondisi kritis, merasakan “kesakitan” pada saat-saat para
kliennya fase proses perubahan menjadi “diri”nya yang sejati.

Pengalaman Rogers dengan para kliennya menegaskan sekuragnya dua hal yang dapat
dipelajar. Pertama bahwa perubahan untuk menjadi “diri” sejati, menjadi pribadi yang bermanfaat
sepenuhnya adalah proses yang bergantung pada diri yang bersangkutan. Kedua, perubahan
menuju yang lebih baik adalah proses yang “menyakitkan” karena ada hal-hal yang harus
ditinggalkan dan di depan pun merupakan zona yang belum bisa dipastikan nyaman atau tidak.
Kedua hal tersebut juga bermakna sebaliknya, hanya pribadi yang memiliki kehendak bebas yang
kuat yang mampu melakukakan perubahan demi perubahan.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Desa PDTT, senantiasa berupaya menjalankan
mandat untuk bisa meningkatkan kapasitas pendamping desa. Berbagai model pendekatan
pelatihan diupayakan untuk bisa memfasilitasi peningkatan kapasitas pendamping desa. Namun
berbagai upaya yang hanya sepihak dilakukan Kementerian Desa PDTT tidak akan optimal selama
pendamping desa bersikap minimalis, kehendaknya untuk berkembang lemah. Untuk mencapai
perkembangan kapasitas yang optimal dan perubahan diri yang lebih baik, pendamping desa
perlu menyusun strategi pengembangan diri yang relevan dan sinkron dengan berbagai upaya
peningkatan kapasitas yang dilakukan Kementerian Desa PDTT.

-----------***********------------
BAHAN BACAAN
SPB. 2.1. ANALISIS SOSIAL

Pengantar

Keberhasilan pembanguan secara umum dipengaruhi oleh relasi Negara (pemerintah


dalam arti seluas-luasnya), Pemilik Modal (pihak swasta/pengusaha) dan Rakyat. Pada praktek
pembangunan, di Indonesia, setelah merebut kemerdekaan hingga saat ini, masih menunjukan
bahwa penumpukan kekuatan/kekuasaan hanya pada negara dan pemilik modal. 1Hal tersebut
disebabkan buruknya relasi kuasa antara Negara-Pemilik Modal-Rakyat, dalam pembangunan
yang pada dasarnya bertujuan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, berbagai kebijakan berupa
regulasi/peraturan perundang-undangan serta bentuk implementasinya di masa lalu, terutama
dalam rangka pelaksanaan prioritas pelayanan pembangunan, pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya alam baik hasil hutan, penguasaan lahan, penguasaan laut, pemanfaatan dan
pengelolaan hasil tambang, dll. Sampai saat ini masih meninggalkan residu permasalahan sosial
yang disertai gejolak dan konflik yang berdampak pada keterpurukan ekonomi yang ditandai
tingginya gini ratio, tingkat kemiskinan, pengangguran, serta penguasaan sumberdaya alam oleh
pemilik modal yang mendapat legitimasi negara sehingga memosisikan rakyat masih
termarginalkan bahkan menjadi korban atas sebuah implementasi kebikajan yang cenderung
kolusi dan kompromi antara kedua aktor (negara dan modal).

Dalam rangka meminimalisir atas residu permaslahan masa lalui akibat penyimpangan
pembangunan yang diakibatkan relasi kuasa yang tidak berimbang antara Negara-Pemilik Modal-
Rakyat. Maka Negara berdasar pada legitimasi warga negara,membentuk sistem dan badan, guna
menyelenggarakan berbagai urusan negara dengan prinsip-prinrsip good governance. Dalam
sistem dan tatanan negara demokratik, badan penyelenggara negara dipilah menjadi: Eksekutif
(Pemerintah), Legislatif dan Yudikatif. Kewajiban, tugas dan tanggung jawab negara untuk
menciptakan kesejahteraan rakyat, dalam konteks bernegara lndonesia, yaitu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat lndonesia, dilaksanakan dengan upaya pembangunan.

Pembangunan sebagai upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat, memiliki legitimasi moral


karena melekat pada tujuan dasar negara, dan legitimasi konstitusional, karena konstitusi negara
dan berbagai peraturan perundangan turunannyanya mengamanahkan demikian. Selain itu,
terdapat alasan praktis mengingat banyaknya warga negara / rakyat yang masih hidup dalam

1
Richard Harker,Cheelen Mahar,Chris Wilkes: (habitus x Modal) + Ranah = Praktik, Pengantar Paling Komprehensif
Pemikiran Pierre Bourdieu, Jalasutra.
kemiskinan. Selain itu, pembangunan diselenggarakan atas dasar kebijakan tertentu. Kebijakan itu
dikukuhkan dalam berbagai produk negara yang otoritatif (Undang-Undang, RPJP, RPJM, dll).
Seperti apa kebijakan pembangunan itu?Pengalaman pembangunan di lndonesia, sejak Orde baru
hingga saat ini , sebagaimana dipaparkan berbagai hasil kajian, masih menunjukkan praktik
pembangunan yang mengikuti jalan kapitalisme dengan mengintensifkan integrasi perekonomian
nasional ke dalam sistem kapitalisme global, melalui perdagangan bebas dan hutang luar negeri.
Dengan demikian, pembangunan lebih melayani kepentingan kapital ketimbang pemenuhan
amanah konstitusi: kesejahteraan rakyat. Hal itu terlihat dari hampir semua aktivitas yang terkait
erat dengan urusan kesejahteraan rakyat. Misalnya pengelolaan berbagai industri yang mengolah
sumberdaya alam (tambang, gas,dll). Kebijakan upah buruh lebih mementingkan pemilik kapital
dari pada kesejahteraan buruh, dan seterusnya. 2Sebagai gambaran atas relasi kuasa Negara-
Modal-Rakyat dari sudut padang sistem politik dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel. Perbedaan antara Sistem Ekonomi Kapitalis dan Sistem Ekonomi Sosialis

Hak Rakyat atas Pembangunan

2
Seri 2 Modul CREAM ( Critical Research Methodology ) Tentang Analisis Sosial Hal.17-18. CIPG. Jakarta 2012
Hak atas pembangunan bukan semata hak untuk menikmati hasil dan manfaat
pembangunan, tetapi mencakup diperolehnya pengakuan dan perlakuan yang adil dan
keterlibatan dalam segenap proses pembangunan, serta tanggung jawab bersama untuk menata
perikehidupan bersama yang lebih baik, yakni terselenggaranya pemenuhan dan diperolehnya
hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya bagi semua warga. Esensi dari hak-hak
pembangunan lainnya yang mencakup menentukan nasib sendiri, partisipasi rakyat, persamaan
kesempatan dan peluang, serta menciptakan keadaan yang lebih baik bagi sesama untuk
memperoleh hak-haknya, bukan semata mencakup tangggung jawab pemerintahan negara
namun juga menjadi tanggung jawab warga secara perseorang, kelompok/golongan maupun
kelembagaan.

Di dalam hak-hak asasi setiap warga manusia, terkandungi kewajiban-kewajiban asasi


berupa penghormatan dan pengakuan terhadap hak-hak asasi warga manusia yang lain. Di dalam
hak- hak sosial warga, terkandungi kewajiban akan penghormatan dan pengakuan hak-hak
kebersamaan yang menjadi tanggung jawab untuk membangun perikehidupan bersama bagi
seluruh warga atau masyarakat. Di dalam hak-hak rakyat dan kewarganegaraan, terkandungi
kewajiban-kewajiban rakyat dan kewarganegaraan dalam penyelenggaraan negara.

Rakyat berdaulat, rakyat bernegara. membangun pemahaman bersama, menuang


gagasan, menyampaikan aspirasi, inisiatif dan kepentingan atas masa depan, partisipasi,
melakukan kontrol dan pengawasan, serta kesediaan membangun kehidupan dan masa depan
bersama yang lebih baik dan berkeadilan adalah esensi hidup bernegara dan menyelenggarakan
pembangunan berlandaskan harkat dan martabat kemanusiaan yang berkeadilan sosial.
“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” sebagaimana
dimaksud dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (1), mengandungi maksud penyelenggaraan bersama
perekonomian nasional dalam keutuhan bersama seluruh rakyat dalam keluarga besar Negara
Republik Indonesia. Ditegaskan kemudian dalam ayat (4), bahwa: “Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.” Sangat mendasar bahwa “Cabang-
cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh Negara” dengan prinsip yang asasi demi …sebesar-besarnya kemakmuran rakyat!.

Memahami Analisis Sosial dan Alur


Hak rakyat atas pembangunan seperti diurai diatas maka rakyat atau masyarakat Desa
harus memahami kondisi sosial yang ada dan terjadi di Desanya. Rakyat harus memahami situasi
sosial, dan melakukan analisa untuk sama-sama dapat memecahkan persoalan yang mereka
hadapi bersama. Berkaca pada sejarah proses perkembangan paradigma sistem pembangunan di
Indonesia dari masa kemerdekaan hingga saat, maka pembaharuan menuju perubahan
kehidupan bernegara di Indonesia yang lebih baik hingga tingkat Desa adalah sesuatu yang tidak
bisa ditawar lagi dan untuk itu pada "Era Demokrasi" sekarang ini diperlukan suatu gerakan
perubahan agar dapat merubah kondisi ini. Gerakan perubahan harus dilakukan secara terencana,
sistemik dan mengarahkan tindakan pada sasaran-sasaran tertentu. Dalam rangka membangun
suatu Gerakan pembaharuan di Desa, maka salah satu syarat yang paling penting dilakukan
adalah melakukan pemetaan partisipatif atau Analisis Sosial (Ansos) bersama rakyat.

Analisis sosial (Ansos) adalah suatu upaya untuk memperoleh gambaran secara lengkap
mengenai suatu situasi sosial yang ada di dalam masyarakat pada wilayah tertentu, dengan cara
menelaah kaitan-kaitan fenomena historis, sosial, politik dan struktural yang ada di dalam
masyarakat tersebut. Dengan pemahaman seperti ini, maka pelaksanaan analisis sosial otomatis
harus difokuskan pada uraian fakta yang terjadi di masyarakat, yang meliputi suatu peristiwa,
subyek (pelaku-pelaku), obyek (keadaan lapangan), interaksi-konflik sosial (analisis kawan-lawan),
analisis konflik horisontal, analisis resiko, dan membongkar dokumen (study dokumen).

Analisis Sosial dilaksankan pada dasarnya untuk membangun kesadaran kritis masyarakat
berkaitan dengan masalah-masalah dasar atau pokok yang terjadi di wilayah/lingkungannya,
maupun potensi masalah yang mungkin akan terjadi di wilayah/lingkungannya, sekaligus dengan
cara pemecahannya. Dengan Demikian, masyarakat dapat mendapatkan manfaat dari
pelaksanaan Analisa Sosial yaitu :
1. Masyarakat dapat memahami secara mendalam berbagai persoalan yang terjadi di
wilayahnya.
2. Masyarakat dapat mengetahui dan memahami posisi maupun peran dari masing-masing
kelompok yang ada di komunitas atau lingkungan sekitarnya.
3. Masyarakat dapat mengetahui dan memahami secara kritis Sistem yang ada di komunitas
atau lingkungan atau Desa.
4. Masyarakat dapat Merumuskan startegi pemecahan masalah sesuai kebutuhannya sendiri.

Proses Analisis Sosial dilakukan dalam proses pembangunan partisipatif di Desa setelah melalui
tahapan sebagaimana pada gambar berikut :
Perlunya pengorganisasi Rakyat

Pelaksanaan Analisis Sosial dalam prosesnya memerlukan partisipasi rakyat atau


masyarakat melalui proses pengorganisasian rakyat, untuk terlibat dalam proses-proses
pengambilan keputusan pembangunan di Desa. Pengorganisasian rakyat menjadi, sarana yang
memampukan rakyat dan memungkinkan rakyat melakukan mobilitas vertikal untuk merubah
nasibnya (pendidikan), telah terkapitalisasi sedemikian rupa, sehingga semakin tidak terjangkau
oleh rakyat. Proses determinasi kapital telah merasuk ke semua sektor kehidupan dewasa ini. Hal
itu menyebabkan segala yang bersifat kepentingan umum ditundukkan pada logika kapital. Pada
tingkat tertentu, praktik pembangunan dan kondisi masyarakat dewasa ini di lndonesia, seolah
membenarkan konsep Marxis orthodok, dimana kelas borjuis dengan kepentingan modalnya
menggunakan negara (lndonesia) sebagai mesin yang memproduksi mereka yang terpinggirkan
dan tertekan (rakyat), dan membentuk bangunan atas (sistem hukum, politik, dan kesadaran
masyarakat) lndonesia atas dasar uang (material). Pancasila sebagai ajaran yang sakral, yang
menjadikan elemen esensial dalam citra masyarakat Durkheimians, menjadi omong kosong
belaka.

Pengorganisasian Rakyat diperlukan pada saat dihadapkan pada praktik komersialisasi


(politik uang) dewasa ini, bisakah menampilkan kembali rakyat sebagai kekuatan perubahan?
3
Kapitalisasi dan komersialisasi, yang berlangsung intensif itu, potensial dan terbukti efektif
menghancurkan kepentingan bersama, seraya, meminjam istilah Bergson, menguatkan moral
tekanan. Uang memiliki daya goda yang dahsat sehingga kepentingan bersama yang menjadi
pengikat dan menyatukan rakyat, menjadi rentan dan rapuh dihadapan kuasa uang. Rakyat miskin

3
Giddens, Anthony. 1999. Runaway World: Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita (terj. Andry
Kristiawan dan Yustina Koen). Jakarta: Gramedia.
(tentu saja selalu mengalami kelangkaan uang), membawa beban moral hazard karena
kemiskinannya. Sehingga dapat dipahami, bila politik uang semakin mendorong masyarakat
berpikir pendek dan bersikap pragmatis. Yang baik (moralitas sosial) digusur oleh yang tampak
(uang). Ruang terbuka itu dieksploitasi oleh para pelaku kapitalisasi politik: untuk mendapatkan
kekuasaan harus mendapat dukungan suara dari rakyat.

Dukungan itu didapatkan dengan cara membeli dari rakyat. Proses itu potensial
menampilkan elite pemerintah yang korup dan tidak pro rakyat. Dalam situasi seperti itu, kiranya
sulit diharapkan terjadi gerakan rakyat menuju perubahan (penghadiran kembali yang baik.
Prinsip menjadi pemahaman dan kesadaran bersama, bahwa manusia secara perseorangan
maupun masyarakat dan wilayah pemerintahan sekecil desa sekalipun harus disangga oleh
sumberdaya alam (tanah, air, udara dan kekayaan yang terkandung didalamnya). UUD 1945 Pasal
33 ayat (3) menyatakan: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Rakyat sebagai
pemegang kedaulatan adalah sumber legitimasi dan tegaknya negara. Eksistensi negara
diwujudkan dalam kesatuan entitas rakyat, wilayah dan pemerintahan yang dinyatakan dalam
konstitusi negara dan diperkuat oleh adanya pengakuan (dalam pergaulan masyarakat)
internasional.

Kedaulatan rakyat atas negara bermakna kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan


pemerintahan dan juga kedaualatan rakyat atas wilayah atau “bumi dan air dan kekayaan yang
terkandung didalamnya.” Pembangunan dalam berbagai segi dan dimensinya merupakan upaya
sistemik bagi pelaksanaan mandat pemerintah yang bermuara kearah cita-cita terwujudnya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Upaya pewujudan ini tidak dan bukan merupakan
tanggung jawab tunggal pemerintah semata. Rakyat dalam entitasnya adalah subyek pembentuk
dan pemegang kedaulatan hidup bernegara. Kesanggupan dan kesediaan seluruh rakyat
mewujudkan kedaulatan hidup bernegara, berbangsa dan bermasyarakat di lingkungan
terkecilnya sekalipun dan dalam peri kehidupan sehari-hari merupakan penentu, apakah
pembangunan dapat berjalan dan mampu mencapai tujuannya.

Memahami Isu-Isu Kontemporer

4
Berikut ini disajikan beberapa isu-isu kemasyarakatan yang dipotret dari kacamata
STEEPV (Social, Technology, Economy, Environment, Politics and Value) yang membantu
memosisikan diri dalam konteks persoalan dunia secara umum, dan Indonesia secara khusus.

4
Seri 2 Modul CREAM ( Critical Research Methodology ) Tentang Analisis Sosial Hal.17-18. CIPG. Jakarta 2012
1. Persoalan Sosial, Beberapa tema persoalan sosial yang dapat disebut dalam kategori ini
adalah mengenai perubahan corak demografi (pengangguran, mobilitas sosial), pendidikan
gender, persoalan anak muda, individualisme, inklusi sosial, dan sebagainya. Fenomena
pengangguran di Indonesia boleh jadi terkait erat dengan tema persoalan sosial yang lain,
yakni migrasi dan/ atau urbanisasi. Dalam hal ini, bisa dicatat bahwa Jawa (terutama DKI
Jakarta dan kota-kota satelitnya) menjadi daerah rujukan migrasi di Indonesia
2. Persoalan Teknologi merupakan persoalan lain akibat timpangnya tingkat kesejahteraan
penduduk dunia dan konsentrasi ekonomi pada titik-titik tertentu juga menyebabkan
kesenjangan teknologi pada warga dunia. Ada kelompok-kelompok tertentu yang begitu
bergelimang dengan kemudahan teknologi, sementara ada kelompok tertentu yang begitu
tertinggal dalam hal teknologi. Kepentingan politis tertentu terkadang juga menjadi
hambatan dalam pemerataan teknologi. Oleh karena itulah, setiap daerah memiliki isu yang
berbeda terkait dengan teknologi. Area yang memiliki masalah dengan keamanan dan
kecepatan transfer file hampir bisa dipastikan bukan area yang tertinggal secara teknologi.
Sebaliknya, daerah yang kesulitan dalam mengakses internet, bisa dibilang merupakan
daerah yang infrastrukturnya tertinggal.
3. Persoalan ekonomi sepertinya menjadi persoalan yang begitu populer dewasa ini. Persoalan
sistem pasar, distribusi pertumbuhan ekonomi, kompetisi ekonomi, hingga imbas langsung
kepada meningkatnya angka kemiskinan di penjuru dunia. Dahsyatnya gelombang
kemiskinan ini bisa dilihat dari jumlah anak yang meninggal setiap harinya.
4. Persoalan lingkungan menjadi salah satu tema yang cukup menarik perhatian banyak orang.
Kepekaan terhadap lingkungan tampaknya tumbuh seiring dampak global warming yang
dirasakan oleh warga dunia. Aneka seruan untuk lebih memperhatikan lingkungan dan hewan
terus tumbuh. Gerakan ‘hijau’ (green movement) menjadi lazim dijumpai, tak terkecuali di
Indonesia. Hal ini tidak aneh mengingat terdapat keprihatinan besar menyangkut lingkungan
hidup.
5. Persoalan Politik Dalam arus perubahan sebagai dampak globalisasi, di dalam politik mulai
berkembang gerakan-gerakan demokrasi dan hak asasi manusia. Ketika terjadi aneka praktik
lobbying dalam politik yang dilakukan oleh aktor-aktor non-negara dan ter- jadi perkawinan
antara politik dan pasar; di dalam masyarakat tumbuh kesadaran untuk mewujudkan ideal
demokrasi: kembali ke rakyat. Oleh karena itu, isu yang muncul juga menyangkut mengenai
partisipasi warga di dalam politik. Di dalam pandangan 5Giddens, inilah letak imperatif civil
society; karena politik dalam kondisi modernitas tidak bisa lagi hanya berada di tangan
pemerintah dan parlemen. Beberapa elemen persoalan politik yang lain adalah sebagai
berikut: mengenai sudut pandang politis yang dominan, ketakstabilan politis, peranan
regulator dan pemerintah, mengenai parpol, dan sebagainya.

5
Giddens, Anthony. 1999. Runaway World: Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita (terj. Andry
Kristiawan dan Yustina Koen). Jakarta: Gramedia.
6. Persoalan Nilai, Globalisasi melalui perkembangan pesat teknologi (terutama teknologi
informasi komunikasi) telah memampatkan bumi ini menjadi seolah seluas desa kecil. Dalam
suasana itu, terjadi pertukaran aneka nilai, adat, kebiasaan lintas negara dan bangsa. Budaya
suatu daerah dapat dikenal di penjuru Bumi lain dan sebaliknya. Namun, kerapkali orang
menjadi lupa bahwa aktor dominan dalam globalisasi juga turut menyebarkan norma dan
gagasan mereka ke seluruh penjuru dunia.

Beberapa pengamat yang kritis melihat bahwa Barat (lebih spesifik adalah Amerika Serikat)
cenderung untuk memaksakan ekspansi gagasan dan norma-norma mereka ke dalam norma
lokal. Salah satu yang terlihat misalnya dalam hal preferensi hiburan. Karena itulah, bisa
dijelaskan pula mengapa kebanyakan generasi muda Jawa cenderung mengambil opsi
menonton film di bioskop (dan produksi Hollywood) dibanding menonton wayang semalam
6
suntuk. Giddens pernah mengingatkan agar mewaspadai revolusi global yang tengah
berlangsung, sebuah revolusi yang bahkan turut mempengaruhi kehidupan manusia yang
paling pribadi: seksualitas, hubungan pribadi, perkawinan, dan keluarga. Hal ini terkait erat
dengan perubahan paradigma menyangkut kesetaraan gender, mulai terbukanya pandangan
akan kaum LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender), maupun perubahan makna
mengenai perkawinan yang kerapkali dipandang sebagai salah satu sebab tumbuh pesatnya
angka perceraian.

6
Giddens, Anthony.
Posisi Desa,Tantangan dan Permasalahannya

“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.” (UU No. 06 Tahun 2014 Pasal 1 angka 1).

Dalam konstruksi penyelenggaraan negara dan pemerintahan kewenangan otonomi dan


desentralisasi berada di jenjang wilayah pemerintahan kabupaten dan kota. Desa menduduki
posisi khusus dan diakui dalam UU Desa berdasarkan azaz rekognisi dan subsidiaritas yaitu
berdasarkan kewenangan asal-usul dan Kewenangan berskala lokal Desa. Pemerintahan desa,
Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa, dan Masyarakat melalui ruang Musyawarah Desa
penentu otoritas merencanakan program pembangunan dan penganggaran serta memiliki dan
mengelola kekayaan desa yang ada untuk kesejahteraan Desa.

Pengalaman panjang sentralisme politik pembangunan di masa lalu, budaya paternalistik


yang mendarah-daging, perasukan nilai budaya dan sikap-perilaku pragmatis-materialistik, serta
oportunisme terhadap berbagai bentuk paket bantuan dan target-target keproyekan banyak
dianggap sebagai penanamapatisme masyarakat dalam menyikapi proses penyelenggaraan
pembangunan, serta penanaman sikap pragmatisme dan sektoralisme kerja pelaksanaan kegiatan
pembangunan di berbagai lini.

Desa sebagai quasi Negara, memiliki persoalan yang tidak jauh berbeda dengan persoalan
pembangunan Daerah dan Nasional. Permasalahan Desa muncul sebagai implikasi permasalahan
dilevel supra Desa, residu kebijakan masa lalu sebelum UU Desa, serta permasalahan ditingkat
Desa itu sendiri.

Terdapat Kutipan kearifan rakyat “membangun dari bawah, membongkar dari atas”
yang disajikan akademisi di atas, tantangan nyata penyelenggaraan pembangunan partisipatif
dan pengintegrasian pembangunan partisipatif ke dalam sistem penyelenggaraan pembangunan
yang telah mapan. UU Desa menjadi harapan baru untuk menata pembangunan dari Desa dengan
“Desa membangun”, serta disisi lain membongkar dari atas adalah bagaimana supra Desa menata
dengan “Membangun Desa”.

7
“Membangun dari bawah,” esensi kerjanya adalah membangunkan ruh, membangkitkan
jiwa dan menggerakkan semangat kerja dan pengkaryaan masyarakat dalam pembangunan. Desa
dalam keseluruhan masyarakat, kelembagaan sosial dan pemerintahannya memiliki daya,
kekuatan, kecerdasan dan kerja pengkaryaan yang memjadikannya tetap ada dan terus
berkembang sampai perwujudannya sekarang. Persoalan-persoalan kemiskinan dan
ketertinggalan, peminggiran peran dan posisi perempuan, lingkungan dan berbagai aspek terkait
dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan pencapaian kemajuan, jawabannya bertumpu pada
perkuatan daya dan penegakan kemandirian bersama. Ruang kedaulatan yang ditegaskan dengan
hak-hak konstitusional negara dan hak-hak asasi kemanusiaan dan kerakyatan dalam
pembangunan yang dijamin oleh masyarakat internasional dapat bermakna, jika sikap dan
perilaku partisipatoris dan emansipatoris dapat diwujudkan.

Pengenalan dan kajian partisipatif terhadap potensi, masalah dan kebutuhan bersama
masyarakat, desa dan hubungan-hubungan antar desa; penuangan gagasan, aspirasi, inisiatif dan
kepentingan bersama atas perbaikan kondisi, arah perkembangan dan pencapaian kemajuan;

7
Bahan Bacaan Kelembagaan.Lokal Div.Pengembangan NMC Jakarta. 2010
keterlibatan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kerja pembangunan;
pelembagaan dan pengorganisasian kerja pembangunan di dalam maupun lintas masyarakat dan
desa, adalah diantara pokok-pokok yang dimaksudkan sebagai upaya “membangun dari bawah.”

“Membongkar dari atas,” esensi kerjanya adalah perubahan paradigma pembangunan


yang melahirkan perubahan sudut dan cara pandang, perubahan premis-premis atau anggapan
dasar yang menjadi landasan perubahan kebijakan, sistem perencanaan, pengelolaan, pelayanan
publik serta implementasi pembangunan. Politik otonomi, demokratisasi dan pelimpahan
wewenang kepada daerah melalui desentralisasi pada satu aspek yang cukup mendasar adalah
mendekatkan proses pengambilan keputusan sedekat-dekatnya kepada rakyat sebagai
konstituen utama pembangunan dan pemberi mandat politik pemerintahan.

Hubungan pemerintah pusat dan daerah yang dalam perspektif pembangunan di masa
lalu bermakna sebagai hubungan atasan dan bawahan memerlukan reorientasi. Hal ini pun bukan
berarti pengallihan pola sentralisme pusat-daerah atau atas-bawah serta merta beralih antara
pemerintah daerah (kabupaten/kota) sebagai pusat dengan desa-desa sebagai daerah atau
pinggirannya. Perubahan paradigma juga berlaku dalam segenap proses perencanaan dan
pengambilan keputusan dalam pembangunan daerah, terutama terkait dengan kepentingan
pembangunan masayarakat dan desa. Rakyat, kelembagaan masyarakat dan kelembagaan
pemerintahan desa memiliki hak dan kewenangan terlibat dan menjalani proses perencanaan dan
pengambilan keputusan atas penetapan arah, tujuan, rencana dan kegiatan pembangunan dan
pencapaian perkembangan dan kemajuan masa depan bersama mereka. “Membongkar dari atas”
adalah membuka ruang seluas-luasnya bagi hak dan kedaulatan rakyat atas pembangunan untuk
menjawab kebutuhan bersama pencapaian perkembangan dan kemajuan, kesejahteraan,
penanganan dan pemulihan hak warga yang terjerat dalam masalah kemiskinan, pengangguran
maupun marginalisasi peran dan posisi yang dialami kelompok rentan, miskin, anak, perempuan
serta kelompok-kelompok yang tereklusi dalam proses pembangunan.

LEMBAR TUGAS
Tabel 4.1. Identifikasi Isu-isu Kontemporer dan Pengorganisasian Rakyat
No Isu-Isu Kontemporer di Di Desa Kelompok Skala Isu/Permasalahan (
/Komunitas terlibat Desa/Kab/Kota/Prop/Nasional)
Tabel 4.2 Rencana Aksi
No Rencana Aksi Penanggungjawab

-----------***********------------
BAHAN BACAAN
SPB. 2.2. PEMBANGUNAN DESA DALAM SISTEM INFORMASI DESA

Pengantar
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, mengamanatkan pengembangan Sistem
Informasi Desa (SID) pasal 82 sd 86. SID dikembangkan sebagai pola manajemen data informasi
yang terintegrasi dari nasional sampai desa. Tujuan utamanya adalah membuka akses informasi
dari level pusat hingga tingkat desa, yang terhubung atau berjaringan secara berjenjang dengan
sistem pemerintahan secara nasional. SID diharapkan dapat mendorong kemajuan desa dengan
mengoptimalisasikan potensi lokal desanya. Sistem Informasi Desa (SID) juga dapat memutus
kesenjangan informasi politik, ekonomi, sosial dan budaya. Sistem Informasi Desa yang baik
kemudian akan mendorong keterbukaan informasi publik hingga ke level perdesaan. Keterbukaan
dan transparansi pasca terbitnya UU Desa menjadi sangat penting, jelas disebutkan bahwa desa
berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi yang dikembangkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota. Ketentuan SID dalam UU Desa pasal 82 sd 86, antara
lain:
1. Desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi Desa yang
dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
2. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan sistem informasi Desa dan
pembangunan Kawasan Perdesaan.
3. Sistem informasi Desa meliputi fasilitas perangkat keras dan perangkat lunak, jaringan,
serta sumber daya manusia.
4. Sistem informasi Desa meliputi data Desa, data Pembangunan Desa, Kawasan Perdesaan,
serta informasi lain yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan pembangunan
Kawasan Perdesaan.
5. Sistem informasi Desa dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat
Desa dan semua pemangku kepentingan.
6. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menyediakan informasi perencanaan pembangunan
Kabupaten/Kota untuk Desa.

Pengembangan SID
Tujuan Pengembangan Sistem Informasi Desa (SID) antara lain di level desa adalah:
Menjadikan data sebagai basis pengambilan keputusan Data sebagai basis penyusunan
perencanaan desa Administrasi kependudukan Pelayanan publik Meningkatkan partisipasi
Memperkuat akuntabilitas. Sedangkan di level supra desa adalah: Dapat mengetahui kondisi
sebenarnya di desa; Dapat memberikan kontribusi (bantuan, “intervensi”, pembinaan) sesuai yang
dibutuhkan desa dan Alat monitoring program-program yang dilaksanakan bagi masyarakat.
Dalam SID informasi yang akan dikembangkan adalah: data Desa, data Pembangunan
Desa, data pembangunan Kawasan Perdesaan, informasi lain yang berkaitan dengan
Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan. Adapun manfaat dari SID antara lain:
1). pelayanan desa lebih efisien efektif, 2). Tata kelola pembangunan desa akan lebih baik dengan
dengan berbasis data yang akurat dan up date, 3 ). Warga desa akan lebihm mudah dan terbuka
dalam memperoleh akses informasi dan kebijakan, 4 ). Tata kelola desa akan lebih partisipatif,
transfarans dan akuntabel.
Dibeberapa Desa yang telah mengembangkan Open SID, kantor desa dapat menyediakan
layanan surat keterangan pada warga jauh lebih cepat dibandingkan cara manual. Dengan Open
SID, data penduduk sudah tersimpan dan dapat diisikan secara otomatis pada surat yang bisa
dicetak langsung. Kantor desa lebih efektif, Sebagai contoh, karena SID menyimpan data
penduduk beserta atribut-atributnya, kantor desa dapat dengan mudah memilah data penduduk
secara akurat berdasarkan kriteria yang diinginkan, sehingga bisa mentargetkan suatu program
pemerintah secara tepat sasaran. Ini berbeda dengan proses serupa tanpa SID, di mana sering
dilakukan penentuan sasaran program secara kira-kira dan tidak berbasis data.
Pemerintah desa lebih transparan, Dengan SID, pemerintah desa dapat mengelola
informasi kegiatan desa dalam bentuk yang mudah disajikan kepada warga dan lebih mudah
diakses warga. Misalnya, kantor desa dapat memakai SID untuk mengelola informasi perencanaan
pengembangan desa dan menampilkan informasi tersebut pada berbagai media, seperti di web
desa, papan pengumuman dsbnya. Pemerintah desa lebih akuntabel, Dengan adanya informasi
perencanaan, kegiatan pembangunan, penggunaan dana desa dsbnya di dalam SID yang mudah
diakses warga, pemerintah desa akan dituntut untuk lebih akuntabel. Kantor desa akan
mempunyai kesempatan untuk secara lebih mudah membuat laporan pertanggung-jawaban
kegiatan, penggunaan dana desa dsbnya.
Layanan publik lebih baik, Seperti disebut di atas, dengan SID kantor desa akan lebih
efisien dan lebih efektif dalam melakukan fungsi dan tugas mereka. Karena salah satu tugas utama
kantor desa adalah memberi layanan publik, fungsi ini pun akan lebih baik. Contoh sederhana
yang diberikan di atas, warga akan bisa memperoleh surat keterangan yang mereka butuhkan
secara lebih cepat dan dengan data yang lebih akurat. Warga mendapat akses lebih baik pada
informasi desa, Dengan SID, informasi kependudukan, perencanaan, asset, anggaran dsbnya akan
terrekam secara elektronik. Semua informasi tersebut mempunyai potensi untuk lebih mudah
diakses oleh warga. Kantor desa mempunyai kesempatan untuk menyediakan fasilitas bagi warga
untuk mengakses informasi desa dengan mudah, misalnya dengan menerbitkan informasi desa
di web desa. Karena tahu data itu ada, warga juga mempunyai kesempatan untuk menuntut
kantor desa untuk menyediakan akses pada informasi yang mereka butuhkan.
Warga dapat berpartisipasi lebih aktif dalam pembangunan desa, Ketersediaan data dan
informasi desa yang mudah diakses akan meningkatkan potensi warga untuk berpartisipasi dalam
pembangunan desa. Warga akan tahu kegiatan apa yang sedang berjalan dan apa yang
direncanakan, sehingga dapat ikut mengawal kegiatan tersebut ataupun memberi usul, saran dan
masukan lain terkait pembangunan desa. Lebih dari itu, SID juga mempunyai potensi untuk
menyediakan media elektronik untuk menggalang partisipasi warga, seperti forum diskusi atau
formulir komentar/usulan elektronik. Aplikasi Teknologi Sistem Informasi Desa tentunya
berhubungan dengan data-data yang ada di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang berisi
tentang data Nomor Induk Kependudukan – NIK dan Nomor Kepala Keluarga. Jadi Sistem
Informasi untuk Desa adalah sistem yang mengawal banyak hal dalam pelayanan kependudukan
salah satu aspeknya adalah keakuratan dan kecepatan dalam pelayanan publik di Desa Aplikasi
Sistem Teknologi Informasi Desa pada perkembangannya bukan hanya alat untuk memantau
pembangunan desa sebagaimana namanya di UU Desa yaitu Informasi Pembangunan Desa dan
Pembangunan Kawasan Perdesaan, namun juga sebagai pustaka desa yang berisi data untuk
merencanakan pembangunan desa, dan kawasan perdesaan tentunya. Database kependudukan
desa ataupun aplikasi SID tidak akan berguna ketika tidak pernah diupdate sesuai peristiwa yang
terjadi di masyarakat desa seperti peristiwa migrasi penduduk, peristiwa kelahiran ataupun
peristiwa ketika ada warga yang meninggal dunia, sehingga akan mengurangi, menambahi
ataupun memutakhirkan data-data kependudukan. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa
implementasi SID tentunya memiliki beberapa hambatan-hambatan antara lain: 1) Kapasitas
perangkat desa, 2) Ketersediaan data awal, 3) Keterbatasan sarana, 4) Anggaran, 5) Kesenjangan.
Sehingga perlunya komitmen pengambil keputusan di kabupaten/kota dalam mendukung
implementasi SID mulai dari tahap perencanaan sampai dengan implementasi.

Pembangunan Desa Dalam Sistem Informasi Desa


Dalam SID peran fungsi Pemerintah, Pemerintah Daerah utamanya Kabupaten/Kota
sangat strategis. Dimana informasi data pembangunan juga harus terbuka dan dapat diakses oleh
pemerintah desa. Dokumen pembangunan yang terintegrasi dalam SID adalah: a). Dokumen
Perencanaan Pemerintah Pusat dan Daerah (RPJPN/D, RPJMN/D, RKP/RKPD, b). Pelaksanaan
program sektoral yang masuk ke Desa, c). Prioritas penggunaan Dana Desa. Sedangkan
Pemerintah Desa dalam SID juga mengembangkan informasi pembangunan berupa: 1. Data profil
dan potensi desa data kondisi dasar (kondisi geografis, prasarana, ekonomi, pendidikan) potensi
bencana alam potensi penyakit endemik Potensi komoditas ekonomi, dsb. 2. RPJMDesa, RKPDesa,
APBDesa 3. Pelaporan hasil musrenbang desa 4. Pelaporan pemanfaatan dan pengelolaan dana
desa.
Saat ini secara umum proses pemenuhan dokumen pembangunan dalam integrasi SID
masih berjalan pengembangannya. Untuk itu pembangunan desa dalam sistem informasi desa
menjadi hal utama untuk pemenuhannya. Pengembangan sistem informasi Pembangunan Desa
berisi tentang Data Potensi Desa, Data Pembangunan Desa (perencanaan, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban), Kawasan Desa, dan Informasi lain yang berkaitan dengan pembangunan
desa menjadi sangat penting. Informasi berkaitan dengan pembangunan kawasan perdesaan juga
wajib disediakan oleh pemerintah di tingkat Kabupaten/Kota. Informasi-informasi ini dibuka
menjadi data atau informasi publik yang dapat diakses dengan mudah oleh pemerintah desa dan
warga desa.
Kementerian Desa PDTT telah mengembangan SID antara lain: IDM, SiPEDE, PPDI, SIPBM,
eHDM, eDMC, adalah wujud untuk melayani data informasi yang akurat, pasti dan update. Dan
saat ini juga akan dikembangkan pendatan Sustainable Developmnet Goal’s (SDG’s) Desa. Dimana
ada 8 tipologi desa dengan 18 indikator untuk Pembangunan Desa. Berkaitan dengan Sistem
Informasi Pembangunan Desa, yang mana dalam aturannya, juga harus disediakan oleh pihak
pemerintah Kabupaten, sebenarnya kepentingannya dapat kita lihat sebagai berikut: a) Untuk
penguatan pengawasan pembangunan Desa, dengan adanya Sistem Informasi Pembangunan
Desa yang terbuka bagi publik maka pengawasan pembangunan Desa akan semakin jelas dan
tepat sasaran. b) Untuk penguatan pemetaan kondisi dan potensi desa, dengan adanya Sistem
Informasi Pembangunan Desa kondisi dan sektor-sektor yang menjadi potensi unggulan desa
dapat didokumentasikan dan dikedepankan dengan baik. c) Untuk penguatan kualitas pelayanan
publik Desa, dengan adanya Sistem Informasi Pembangunan Desa, data-data dan dokumen surat
menyurat untuk pelayanan publik Desa akan lebih akurat dan cepat didapat, sehingga kualitas
pelayanan publik desa meningkat.
Demikianlah beberapa manfaat dari Sistem Informasi Pembangunan Desa, namun seperti
dilihat di atas manfaat ini terkesan hanya bermanfaat bagi Desa saja, bagaimana mungkin
pemerintah Kabupaten penyedia fasilitas tidak bisa memanfaatkannya. Manajemen data haruslah
terpusat dan harus ada koordinasi antar wilayah untuk manajemen data. Koordinasi data antar
sektor di Desa juga mempengaruhi koordinasi data antar sektor di Kabupaten. Dengan melihat
profil sektor-sektor yang merupakan potensi unggulan di Desa akan diprepresentasikan juga di
tingkat Kabupaten, sektor-sektor apa yang menjadi potensi Desa akan diinformasikan juga dalam
profil Kabupaten. Begitu juga untuk melihat sektor-sektor apa saja yang menjadi potensi risiko-
risiko, contohnya seperti data risiko bencana di suatu desa, akan didapatkan dengan cepat dan
akurat, baik di tingkat desa maupun tingkat kabupaten. Dengan demikian arah pembangunan
Kabupaten juga akan dimulai dari pembangunan dan pengembangan potensi yang ada di wilayah
Pedesaan, sesuai dengan yang disebut oleh Roberts Chambers ''pembangunan dimulai dari
belakang, dimulai dari desa''. Dari hal ini, Tenaga Pendamping Profesional menjadi pelaku yang
strategis untuk mengembangkan tata kelola pembangunan desa dengan manajemen data dan
sistem informasi desa.

Tantangan dan Pendampingan SID


Dalam proses pelaksanaan SID, masih menghadapi berbagai kendala. Selain persoalan
teknis dan SDM, kebijakan SID belum sepenuhnya didukung secara optimal oleh pemerintah
daerah dan pemerintah Desa itu sendiri. Selain itu bagai yang sudah berjalan, produksi konten
SID belum berjalan lancar sehingga belum mengoptimalisasi potensi lokal dan belum dapat
menjawab kebutuhan riil warga desanya. Potensi pemanfaatan SID ini akan bersinergi dengan
upaya pemerintah untuk mendorong program pembangunan desa, pengembangan
pembangunan kawasan perdesaan, serta pengembangan ekonomi desa baik produk unggulan
desa dan kawasan perdesaan.
Kelembagaan ekonomi desa seperti pembentukan dan pemberdayaan Badan Usaha Milik
Desa (BUMDes) sebagai salah satu insitusi penggerak potensi ekonomi desa menjadi sangat
strategis kalau di dukung dengan SID yang mumpuni. Untuk itu, perlu dilakukan upaya strategis
dan sistematis untuk menjembatani idealita dan realita melalui kemitraan antar pemangku
kepentingan yang berlangsung sinergis dan berkelanjutan SID. Untuk itu Tenaga Pendamping
Profesional sebagai agen penggerak pembangunan dan pemberdayaan punya posisi penting dan
strategis. Data data yang selama di input oleh TPP seperti IDM, SiPEDE, SIPBM, eHDW, eDMC, dsb,
menjadi penting untuk mengembangkan SID Kementerian Desa PDTT. Tentunya ini dibutuhkan
SDM yang mampu untuk mengelola dan Data dan informasi secara baik.
Dalam pengembangan SID, pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan dalam
pengembangannya adalah:
a) Manajemen penyelenggaraan pemerintahan Desa secara partisipatif, transparan dan
inovatif. Sistem Informasi Desa untuk mendukung Manajemen Pemerintahan.
b) Metode perencanaan pembangunan Desa yang visioner, inovatif, terpadu lintas sektoral
dan berbasis pendayagunaan sumberdaya Desa.
c) Manajemen swakelola pembangunan Desa secara transparan, partisipatif dan akuntabel.
d) Metode pengawasan pembangunan Desa berbasis partisipasi masyarakat Desa
e) Pengembangan kerjasama dengan pihak ketiga (investor/mitra usaha) dalam
pengembangan Produk Unggulan Desa/Produk Unggulan Kawasan Perdesaan yang
dikelola oleh BUMDesa/BUMDesa.
f) Teknologi Tepat Guna untuk mendayagunaan sumberdaya alam berskala lokal (tambang,
hutan, kebun, perikanan dan sebagainya) untuk kemakmuran rakyat.
g) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pengembangan investasi pembangunan perdesaan
(seperti hutan, kebun, ternak, perikanan, agroindustri kerakyatan dan sebagainya) dengan
pola shareholding yang melibatkan desa dan warga desa sebagai pemegang saham.

Dari pengetahuan dan ketrampilan ini tentunya, TPP harus berusaha untuk meningkatakan
pengetahuan dan ketrampilannya dalam menjalankan tugas pokok fungsinya untuk
pendampingan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. SID yang didukung dengan
teknologi informasi akan memudahkan untuk manajemen data dan informasi. Dalam mendukung
SID ini, kementrian terus menerus mengembangkan aplikasi manajemen data dan informasinya.
Dan salah satu upaya dalam mendukung tugas pokok fungsi TPP, ini Kementerian Desa akan
mengembangkan Diari Pendamping (Diary Activity) Tenaga Pendamping Profesional
berbasis teknologi infromasi sebagai bagian dari pengembangan SID.
Diary pendamping (diary activity) Tenaga Pendamping Profesional berbasis aplikasi ini
merupakan Laporan Aktifitas Kegiatan Harian Kinerja Fasilitator dalam kinerja pendampingan
pembangunan dan pemberdayaan desa di lokasi tugsanya. Aplikasi ini akan dikembangkan
seluruh lokasi dampingan TPP, secara bertahap. Dengan aplikasi akan tergambarkan dan terekam
kinerja TPP. Dan secara data akan tergambarkan proses dan aktifitas pembangunan desa dilokasi
dampingannya. Ini juga menguatkan monitoring terhadap efektifitas kinerja pendampingan yang
dilakukan oleh Tenaga Pendamping Profesional.

-----------***********------------
BAHAN BACAAN
SPB. 2.3. KAJIAN SDGs DESA

A. Latar Belakang
Pembangunan merupakan ikhtiar perubahan, dari yang tidak baik (underdeveloped) menjadi
baik (developed), upaya peningkatan kehidupan ekonomi, politik, budaya, serta infrastruktur
masyarakat. Pembangunan sebagai perubahan akan selalu dinamis dan menyesuaikan
tujuannya. Strategi Pembangunan juga berubah sesuai perkembangan yang ada. Dalam
pembangunan Manusia sebagai subjek, alam sebagai objek. Sehingga manusia bebas
melakukan eksploitasi alam dan lingkungan hidup. Dari proses pembangunan selama ini,
minimlanya ada dampak yang ditemui seperti kerusakan alam, pengangguran, ketimpangan,
kemiskinan, konflik sosial. Dari evaluasi dan refleksi terhadap dampak pembangunan, sekarang
ini dikembangkan model pembangunan berkelanjutan 3 (tiga) dimensi yang dipadukan:
Lingkungan, sosial, dan ekonomi. Pada tanggal 25 September 2015, negara-negara anggota
PBB mengangkat rangkaian Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 yang menyertakan 17
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, atau Sustainable Development Goals (SDGs) dalam
bahasa inggris. SDGs disusun berdasarkan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), yang telah
diupayakan dari tahun 2000 sampai 2015, dan akan memandu pencapaian tujuan global yakni
pembangunan berkelanjutan hingga tahun 2030 nanti.

Bertopang pada pengalaman dan dengan semakin kompleknya permasalah yang tengah di
hadapi oleh dunia terutama mengenai ancaman perubahan iklim, kesetaraan gender atau
kesehatan, pemberantasan kemiskinan, dan mendorong perdamaian guna masyarakat yang
inklusif. Maka disepakatilah SDGs di COP21 Paris Climate Conference pada tahun 2015 dan
bertepatan dengan kesepakatan bersejarah lainnya.Baru setelahnya, di tahun 2017, Indonesia
menurunkan dengan lahirnya Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan
Pencapaian Tujuan Pembangunan Nasional Berkelanjutan atau SDGs Nasional. Bila merujuk
pada undp.org setidaknya ada 17 sasaran yang perlu dicapai dari program SDGs :
1. Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk dimanapun (No Poverty)
2. Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan gizi serta
mempromosikan pertanian berkelanjutan (Zero Hunger)
3. Menjamin hidup sehat dan meningkatkan kesejahteraan untuk semua usia (Good Healt
and Well Being)
4. Memastikan pendidikan berkualitas yang inklusif dan adil serta memperomosikan
kesempatan belajar seumur hidup (Quality Education)
5. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua wanita dan anak perempuan
(Gender Equality)
6. Memastikan ketersediaan dan pengelolaan air dan sanitasi yang berkelanjutan untuk
semua (Clean Water and Sanitation)
7. Memastikan akses energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern untuk
semua (Affordable and Clean Energy)
8. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, inklusif, dan keberlanjutan
lapangan kerja penuh dan produktif, serta pekerjaan yang layak untuk semua (Decent
Work and Economic Growth)
9. Membangun infrastruktur yang tahan banting, mendorong indrustialisasi yang inklusif
dan keberlanjutan, serta mendorong inovasi (Industry, Inovation, and Infrastructure)
10. Mengurangi ketimpangan di dalam dan antar negara (Reduced Inequalities)
11. Menjadikan kota dan pemukiman aman, tangguh, inklusif, dan keberlanjutan (Sustainable
Cities and Communities)
12. Memastikan pola komsumsi dan produksi yang berkelanjutan (Responsible Consumption
and Production)
13. Mengambil tindakan segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya (Climate
Action)
14. Melestarikan dan secara keberlanjutan menggunakan samudra, laut, dan sumber daya
laut untuk pembangunan keberlanjutan (Life Below Water)
15. Melindungi, memulihkan dan mempromosikan penggunaan ekosistem darat secara
keberlanjutan, mengelola hutan secara keberlanjutan, memerangi pengundulan gunung,
dan menghentikan serta mengembalikan degredasi lahan dan menghentikan hilangnya
keaneragaman hayati (Life On Land)
16. Mempromosikan masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan keberlanjutan,
memberikan akses keadilan bagi semua dan membangun lembaga yang efektif,
akuntabel dan inklusif di semua tingkatan (Peace, Justice and Strong Institutions)
17. Memperkuat sarana implementasi dan merevitalisasi kemitraan global untuk
pembangunan keberlanjutan (Partnership for The Goals).

Terhitung sejak 2012, saat diadakan konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Rio de
Janeiro, menggantikan program MDGs (Millennium Development Goals). Ada sejumlah isu
universal yang diangkat MDGs sebelum akhirnya resmi diganti menjadi SDGs. Isu itu, antara
lain seputar penanganan kelaparan yang ekstrim, mencegah penyakit mematikan, dan
memperluas pendidikan bagi anak diatas prioritas pembangunan lainnya. Sejak 2000,
mengutip undp.org, MDGs telah mendorong kemajuan dibeberapa bidang penting antara lain:
mengurangi kemiskinan, menyediakan akses air dan sanitasi, menurunkan angka kematian
anak, dan meningkatkan kesehatan ibu secara drastis. Selain itu, ada prestasi penting lain yang
telah diraih MDGs secara global, seperti: Lebih dari 1 miliar orang telah dientaskan dari
kemiskinan ekstrem (sejak 1990) Kematian anak turun lebih dari setengah (sejak 1990) Jumlah
anak putus sekolah telah turun lebih dari setengah (sejak 1990) Infeksi HIV / AIDS turun hampir
40 persen (sejak 2000).

Sebagaimana diketahui Sustainable Development Goals disingkat SDGs sebenarnya sudah


tidak asing lagi dalam model pembangunan. Dan untuk pembangunan desa berkelnajutan atau
SDGs desa yang akan dikembangkan, sebagi role pembangunan berkelanjutan SDGs nasional
yang akan masuk dalam program prioritas penggunaan dana desa tahun 2021. Dan Menteri
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim
Iskandar berkomitmen dalam kebijakannya merumuskan dan mewujudkan tujuan
pembangunan nasional berkelanjutan melalui Sustainable Development Goals (SDGs) kedalam
tujuan pembangunan desa dalam SDG’s Desa. Tujuan SDGs Desa ini menjadi kebijakan dalam
PermendesaPDTT No 13 tahun 2020, yang mengatur prioritas penggunaan dana desa tahun
2021.

B. Kesesuain SDG’s Dengan Pembangunan Desa


Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo pada 22 Oktober 2019: 1). Dana desa harus
dirasakan seluruh warga desa, terutama golongan terbawah. 2). Dampak pembangunan desa
harus lebih dirasakan, melalui pembangunan desa yang lebih terfokus. Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) terus berupaya untuk
wujudkan tujuan pembangunan nasional berkelanjutan melalui Sustainable Development
Goals (SDGs) Desa. SDGs Desa merupakan turunan dari Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun
2017 tentang pelaksanaan pencapaian tujuan pembangunan nasional berkelanjutan atau SDGs
Nasional. SDGs Desa diharapkan sebagai acuan untuk pembangunan desa tahun 2020-2024.
Tujuannya agar SDGs Nasional tercapai, SDGs Desa ini sebagai upaya terpadu untuk
mewujudkan tercapainya tujuan pembangunan nasional berkelanjutan tersebut. Namun
demikian, pelaksanaan dan adopsi SDGs Desa tetap memberikan keleluasaan kepada
pemerintah desa untuk menentukan arah pembangunan desa yang sesuai dengan kondisi
faktual di desa. Dan untuk memperkuat kearifan lokal dan adat istiadat di desa, maka dalam
SDGs Desa ditambahi satu poin atau tujuan ke 18 kelembagaan desa dinamis dan budaya desa
adaptif. Tujuan ini yang mengatur tentang kearifan lokal, agar pemerintah desa membangun
desanya sesuai dengan budaya dan kearifan lokal yang ada. Dari 17 (Tujuh Belas) Tujuan SDGs
Nasional, sangat sesuai dan mendukung pembangunan desa yang diatur dalam UU Desa.
Berikut ini tabel yan menjelaskan kesesuaian SDGs dengan Norma, Tujuan dan Metode
pembangunan desa yang diatur dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

Tabel kesesuaian SDGs dengan Norma & Tujuan pembangunan desa sesuai UU 6/2014
Tabel kesesuaian SDGs dengan metode pembangunan desa sesuai UU 6/2014

C. Sustainable Development Goals (SDGs) Desa


Undang-Undang Desa memandatkan bahwa tujuan pembangunan Desa adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan
melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa,
pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan
secara berkelanjutan. Yang dimaksud dengan berkelanjutan adalah pembangunan Desa untuk
pemenuhan kebutuhan saat ini dilakukan tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan
generasi Desa di masa depan. Untuk mengoperasionalkan tujuan pembangunan Desa yang
dimandatkan oleh Undang-Undang Desa, maka penggunaan Dana Desa diprioritaskan untuk
mewujudkan 8 (delapan) tipologi Desa dan 18 (delapan belas) tujuan SDGs Desa sebagai
berikut:
1. Desa tanpa kemiskinan dan kelaparan
SDGs Desa 1: Desa tanpa kemiskinan; dan
SDGs Desa 2: Desa tanpa kelaparan.
2. Desa ekonomi tumbuh merata
SDGs Desa 8: pertumbuhan ekonomi Desa merata;
SDGs Desa 9: infrastruktur dan inovasi Desa sesuai kebutuhan;
SDGs Desa 10: desa tanpa kesenjangan; dan
SDGs Desa 12: konsumsi dan produksi Desa sadar lingkungan.
3. Desa peduli kesehatan
SDGs Desa 3: Desa sehat dan sejahtera;
SDGs Desa 6: Desa layak air bersih dan sanitasi; dan
SDGs Desa 11: kawasan permukiman Desa aman dan nyaman.
4. Desa peduli lingkungan
SDGs Desa 7: Desa berenergi bersih dan terbarukan;
SDGs Desa 13: Desa tanggap perubahan iklim;
SDGs Desa 14: Desa peduli lingkungan laut; dan
SDGs Desa 15: Desa peduli lingkungan darat.
5. Desa peduli pendidikan
SDGs Desa 4: pendidikan Desa berkualitas.
6. Desa ramah perempuan
SDGs Desa5: keterlibatan perempuan Desa.
7. Desa berjejaring
SDGs Desa 17: kemitraan untuk pembangunan Desa.
8. Desa tanggap budaya
SDGs Desa 16: Desa damai berkeadilan; dan
SDGs Desa 18: kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif.

Tabel SDG’s Desa

Upaya pencapaian SDGs Desa dalam situasi dan kondisi Pandemi COVID-19 tidaklah mudah,
karena itulah, penggunaan Dana Desa 2021 diprioritaskan untuk membiayai kegiatan yang
mendukung pencapaian 10 (sepuluh) SDGs Desa yang berkaitan dengan kegiatan pemulihan
ekonomi nasional; program prioritas nasional; dan adaptasi kebiasaan baru Desa. 10 (sepuluh)
SGDs Desa tersebut adalah:
1) Desa tanpa kemiskinan;
2) Desa tanpa kelaparan;
3) Desa sehat sejahtera;
4) keterlibatan perempuan Desa;
5) Desa berenergi bersih dan terbarukan;
6) pertumbuhan ekonomi Desa merata;
7) konsumsi dan produksi Desa sadar lingkungan;
8) Desa damai berkeadilan;
9) kemitraan untuk pembangunan Desa; dan
10) kelembagaan Desa dinamis dan budaya Desa adaptif.

D. Tujuan dan Indikator SDGs Desa


Untuk mencapai 18 (Delapan Belas) Tujuan SDGs Desa dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. SDGs Desa 01: Desa Tanpa Kemiskinan
Tujuan ini menargetkan pada tahun 2030 kemiskinan di desa mencapai 0 %. Artinya, pada
tahun 2030, tidak boleh ada penduduk miskin di desa. Untuk mencapai target tersebut
tentunya harus didukung kebijakan dari pusat, daerah sampai desa seperti : meningkatkan
pendapatan penduduk miskin, menjamin akses terhadap pelayanan dasar seerta
melindungi seluruh masayarkat dari segala bentuk bencana.

b. SDGs Desa 02: Desa Tanpa Kelaparan


Pada tahun 2030, tujuan ini menagetkan tidak ada kelapran di desa, juga desa mencapai
kedaulatan pangan, memperbaiki nutrisi dan mempromosikan pertanian berkelanjutan.

c. SDGs Desa 03 : Desa Sehat dan Sejahtera


Tujuan ini dimaksudkan untuk menjamin kehidupan warga desa yang sehat demi
terwujudnya kesejahteraan. Tujuan ini mensyaratkan tersedianya akses yang mudah
terhadap layanan kesehatan bagi warga desa.

d. SDGs Desa 04: Pendidikan Desa Berkualitas


Tujuan ini dimaksudkan peningkatan kualitas sember daya manusia (SDM) desa.
Pendidikan merupakan bentuk investasi yang menentukan masa depan bangsa. Pendidikan
menjadi syarat peningkatan kualitas dan daya saing SDM desa.

e. SDGs Desa 05: Keterlibatan Perempuan Desa


Tujuan ini, dimaksudkan pemerintah desa dengan dukungan dari berbagai pihak menjadi
garda terdepan dalam pengarusutamaan gender. Pada tahun 2030, adalah terciptanya
kondisi yang menempatkan semua warga desa dalam posisi yang adil, tanpa diskriminasi
terhadap perempuan dalam segala aspek kehidupan.

f. SDGs Desa 06: Desa Layak Air Bersih dan Sanitasi


Tujuan ini dimaksudkan, air bersih dan sanitasi adalah kebutuhan dasar manusia, akses
rumah tangga terhadap air minum dan sanitasi yang layak mencapai 100% pada tahun
2030. Terjadi efisiensi penggunaan air minum, serta adanya aksi melindungi dan
merestorasi ekosistem terkait sumber daya air, termasuk pengunungan, hutan, lahan basah,
sungai, air tanah dan danau.

g. SDGs Desa 07: Desa Berenergi Bersih dan Terbarukan


Tujuan ini dimaksudkan untuk memastikan semua orang memiliki akses terhadap energi
terbarukan. Pada tahun 2030, konsumsi listrik rumah tangga di desa mencapai minimal
1.200 kWh, rumah tangga di desa menggunakan gas atau sampah kayu untuk memasak,
penggunaan bauran energi terbarukan di desa.

h. SDGs Desa 08: pertumbuhan Ekonomi Desa Merata


Tujuan ini dimaksudkan pertumbuhan ekonomi yang disertai pemerataan hasil
pembangunan menjadi target utama. Menciptakan lapangan kerja yang layak, serta
membuka peluang ekonomi baru bagi semua warga desa.

i. SDGs Desa 09:Infrastruktur dan Inovasi Desa sesuai Kebutuhan


Tujuan ini dimaksudkan, keandalan infrastruktur desa untuk mendukung pencapaian
pertumbuhan ekonomi yang positif. Infrastruktur jalan desa, jalan poros desa maupun
infrastruktur lainnya yang mendukung aktivitas ekonomi warga desa, seperti infrastruktur
bidang pertanian, perikanan, serta sektor-sektor lainnya. Selain infrastruktur desa, SDGs
Desa juga menekankan lahirnya inovasi di desa dalam semua bidang, seperti ekonomi,
pelayanan publik, serta produk-produk unggulan desa.

j. SDGs Desa 10: Desa Tanpa Kesenjangan


Tujuan ini dimaksudkan, untuk mengurangi dan menghilangkan kesenjangan, pada tahun
2030. Hal ini akan diukur dengan koefisien Gini desa, tingkat kemiskinan di desa, status
perkembangan desa, serta indeks kebebasan sipil di desa.

k. SDGs Desa 11: Kawasan Pemukiman Desa Aman dan Nyaman


Tujuan ini dimaksudkan, pada tahun 2030 manargetkan terwujudnya desa yang inklusif,
aman, kuat, dan berkelanjutan, degnan beberapa target capaian kawasan pemukiman yang
bersih dan sehat, terciptanya keamanan lingkungan melalui swadaya masyarakat, serta
terbangunnya partisipasi semua pihak dalam pembangunan desa.

l. SDGs Desa 12: Konsumsi dan Produksi Desa Sadar Lingkungan


Tujuan ini dimaksudkan, berkaitan dengan upaya mengurangi dampak lingkungan yang
ditimbulkan terhadap bumi mellaui pola produksi dan konsumsi yang sewajarnya. Indikator
keberhasilan SDGs Desa ini diantaranya dapat dilihat dari kebijakan desa yang mengatur
tentang pengelolaan limbah dunia usaha, terjadinya efisiensi penggunaan sumber daya
alam, serta usaha pengelolaan sampah rumah tangga maupun sampah dunia usaha.

m. SDGs Desa 13: Desa tanggap Perubahan Iklim


Tujuan ini dimaksudkan, untuk membantu pengurangan dampak perubahan iklim global,
dengan beberapa program yang dapat dilakukan oleh pemerintah desa sesuai dengan
tugas pokok fungsinya. Keberhasilan capaian tujuan ini dapat dilihat dari salah satunya
indikator indeks risiko bencana di desa.

n. SDGs Desa 14: Desa Peduli Lingkungan Laut


Tujuan ini dimaksudkan, untuk melindungi pantai dan lautan. Untuk mengukur
keberhasilan capaian tujuan ini, digunakan indikator di antaranya kebijakan desa terkait
perlindungan sumber daya laut, terjadinya peningkatan penangkapan ikan secara wajar,
serta tidak terjadinya illegal fishing.

o. SDGs Desa 15: Desa Peduli Lingkungan Darat


Tujuan ini dimaksudkan, untuk melindungi sumber daya alam dan margasatwa. Untuk
melihat keberhasilan capaian tujuan ini, digunakan indikator di antaranya kebijakan
peemrintah desa terkait upaya pelestarian keanekaragaman hayati, luas lahan terbuka
hijau, serta jumlah satwa terancam punah.

p. SDGs Desa 16: Desa Damai Berkeadilan


Tujuan ini dimaksudkan, untuk mewujudkan kondisi desa yang aman, sehingga dapat
memastikan pemerintah desa dapat bekerja secara adil dan efektif. Pada tahun 2030, tidak
adanya kejadian kriminalitas, perkelahian, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), sert
kekeraan terhadap anak, lestarinya budaya gotong royong di desa, meningkatkan indeks
demokrasi di desa, serta tidak adanya perdagangan manusia dan pekerja anak.

q. SDGs Desa 17: Kemitraan Untuk Pembangunan Desa


Tujuan ini dimaksudkan, untuk mencapai tujuan pembangunan desa pada dasarnya
merupakan sarana pelaskanaan dan merivitalisasi kemitraan desa untuk mewujudkan
seluruh tujuan pembangunan berkelanjutan. Digunakan beberapa indikator capaian,
diantaranya: keberadaan dan bentuk kerjasama desa degnan pihak ketiga, ketersediaan
jaringan internet di desa, statistik desa serta komoditas dan aktivitas ekspor oleh desa.
r. SDGs Desa 18: Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaftif
Tujuan ini dimaksudkan, untuk mempertahankan kearifan lokal, serta melakukan revitalisasi
dan menggerakkan seluruh elemen lembaga-lembaga di tingkat desa. Keterlibatan semua
elemen desa, kuat dan berfungsinya lembaga di desa dalam kehidupan masyarakat, akan
menjadi penopang kehidupan kebhinekaan di desa yang dinamis serta pendorong
tercapainya SDGs Desa. Indikator capaiannya adalah: lestarinya kegiatan tolong menolong
dan gotong royong, partisipasi tokoh agama dalam kegiatan pembangunan desa,
perlindungan warga desa te3rhadap kaum lemah dan anak yatim, pelestarian budaya desa,
serta penyelesaian masalah warga berdasarkan pedekatan budaya.

E. Pengembangan Sistem Infromasi Desa Untuk SDGs Desa


Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, mengamanatkan pengembangan Sistem
Informasi Desa (SID) pasal 82 sd 86. SID dikembangkan sebagai pola manajemen data informasi
yang terintegrasi dari nasional sampai desa. Tujuan utamanya adalah membuka akses informasi
dari level pusat hingga tingkat desa, yang terhubung atau berjaringan secara berjenjang
dengan sistem pemerintahan secara nasional. SID diharapkan dapat mendorong kemajuan
desa dengan mengoptimalisasikan potensi lokal desanya. Sistem Informasi Desa (SID) juga
dapat memutus kesenjangan informasi politik, ekonomi, sosial dan budaya. Sistem Informasi
Desa yang baik kemudian akan mendorong keterbukaan informasi publik hingga ke level
perdesaan. Keterbukaan dan transparansi pasca terbitnya UU Desa menjadi sangat penting,
jelas disebutkan bahwa desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi
yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota.
Dalam rangka mendukung Satu Desa-Satu Data, dengan SDGs Desa akan dikembangkan SID
oleh kementerian yang mendukung data data SDGs secara menyeluruh. Tahapan yang akan
dikembangkan Kementerian antara lain:
a) Menyediakan Informasi Pembangunan untuk Desa.
b) Pengembangan Sistem Informasi Desa yang terintegrasi.
c) Menyusun regulasi yang terkait Sistem Informasi Desa. Dan Regulasi yang dibutuhkan
dalam rangka implementasi Integrasi Data Desa dalam Perencanaan Pembangunan Desa.
d) Pengalokasian Anggaran dukungan SID.
e) Fasilitasi Pendataan SDGs dengan pendampingan dan pelaskanaan sensus
f) Peningkatan kapasitas pelaku dan mendorong kaderisasi.
g) Pelatihan Tenaga Pendamping Profesional untuk manajemen pengelolaan dan
pemanfaatan data.
h) Pelibatan seluruh stakeholder terkait.
i) Publikasi dan Advokasi Data.

F. Penutup
SDGs Desa merupakan upaya terpadu yang dihadirkan sebagai altenatif aksi percepatan
pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di level Desa. Di level nasional,
menjadikan SDGs Desa sebagai tujuan dengan indikator-indikator yang pasti dalam
pelaksanaan pembangunan desa akan memberikan kontribusi yang bear dalam pencapian
tujuan pembangunan dan percepatan kesejahteraan masyarakat secara nasional. Artinya SDGs
Desa mendukung dan mempercepat pencapian Perpres Nomor 59/2017.
Aksi SDGs Desa berpeluang memberi kontribusi 74% terhadap capaian pembangunan
berkelanjutan nasional. Dengan kata lain, apabila pembangunan desa difokuskan pada upaya
mendukung pencapaian tujuan SDGs atau Tujuan pembangunan berkelanjutan, maka tujuan
SDGs, 74 % akan tercapai dan disumbang oleh Desa.

Diperlukan komitmen dan keberanian bersama, baik kepala desa dan aparatur desa, supra
desa, serta pemangku kepentingan di desa khususnya Tenaga Pendamping Profesional (TPP)
untuk menjadikan SDGs Desa sebagai tujuan pembangunan bersama. Selain pengarusutamaan
SDGs Desa dalam segenap kegiatan di desa, keterlibatan para pihak dibutuhkan dalam sistem
monitoring dan evaluasi maupun penyempurnaan aksi SDGs Desa.

-----------***********------------
BAHAN BACAAN
SPB. 2.4. JURNALISME DESA

A. Konsep Dasar Jurnalisme


Dalam panduan Jaring pewarta desa terdapat beberapa istilah dasar yang perlu dipahami
maknanya, diantaranya:

1. Jurnalisme
Jurnalisme mempunyai pengertian rangkaian kegiatan penulisan dan penyampaian berita
kepada khalayak melalui saluran media tertentu. Jurnalisme juga dikenal dengan istilah lain yaitu
jurnalistik, namun keduanya mempunyai makna yang sama, hanya berbeda istilah, sehingga
dalam berbagai literatur kedua istilah itu sering digunakan secara bergantian.

2. Jurnalis dan Pewarta Desa


Merujuk pada pengertian jurnalisme atau jurnalistik di atas, jurnalis merupakan orang yang
melakukan kegiatan jurnalisme. Di Indonesia, jurnalis juga dikenal dengan nama lain yaitu
wartawan. Namun dalam panduan ini sebagai bentuk identitas tersendiri kegiatan jurnalisme di
desa, jurnalis diperkenalkan dengan nama pewarta desa, yaitu orang yang melakukan kegiatan
jurnalisme di tingkat desa.

3. Berita
Berita merupakan produk utama dari kegiatan jurnalisme. Berita dapat diartikan sebagai laporan
peristiwa berupa paparan fakta dan data tentang sebuah peristiwa. Berita dalam bahasa
inggrisnya yaitu news, mengandung kata new yang berarti baru. Secara singkat sebuah berita
adalah sesuatu informasi baru yang diketengahkan bagi khalayak pembaca, pemirsa atau
pendengar.

Setiap berita berisikan fakta-fakta terkait manusia, benda dan hewan yang ada dalam
masyarakat, dalam penulisannya dapat diungkap melalui enam pertanyaan pokok: yaitu: apa,
siapa, mengapa, di mana, Kapan, dan bagaimana.
a. Apa yang terjadi?
b. Siapa yang terlibat dalam kejadian?
c. Mengapa (apa yang menyebabkan) kejadian timbul?
d. Dimana kejadian itu?
e. Kapan kejadian itu?
f. Bagaimana kejadiannya (duduk perkaranya)?
4. Fakta Versus Opini
Fakta dan opini harus dipisahkan dalam karya jurnalistik. Tugas utama Pewarta Desa adalah
melaporkan peristiwa, bukan menilai, menganalisis, atau menggiring opini pembaca. Jika jurnalis
ingin mengemukakan opini, ia bisa menulis artikel opini (opinion articles, views), bukan berita
(news). Fakta adalah kondisi sebenarnya sedangkan opini menggambarkan sesuatu berdasarkan
penilaian pribadi atau subjektif. Jika jurnalis ingin menulis opini, maka tulislah secara eksplisit
dalam kolom opini. Apakah jurnalis berhak menulis opini? Sangat boleh, asal memang
disebutkan bahwa produk tulisannya adalah opini, bukan berita. Biasanya dalam kolom opini,
artikel atau analisis berita.

5. Kode Etik Jurnalistik


a. Berita harus akurat.
Jurnalis harus memiliki sikap kehati-hatian dalam merekonstruksi fakta maupun mengutip suatu
informasi dari sumber yang jelas. Jangan sampai suatu isu diangkat oleh jurnalis dari sumber
yang sumir, seperti ”katanya”, ”menurut bisik-bisik yang berkembang di masyarakat”, ”menurut
rumor yang beredar”, dan sebagainya. Jangan
sampai mengangkat informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan akurasinya.
Kecerobohan jurnalis dalam menelusuri sumber berita, akan dapat menuai gugatan. Untuk itu
perlu adanya check and re-check untuk memastikan keakuratan fakta
yang ditulisnya.
b. Berita harus adil dan berimbang.
Sebuah berita tidak boleh ditulis secara sepihak. Dalam pemberitaan yang bernuanasa konflik,
apalagi, pihak-pihak yang bertentangan harus diberi porsi pemberitaan yang sama. Ini yang
disebut dengan cover both side dan aspek balancing, dua pihak diberi
porsi yang berimbang. Jika salah satu pihak saja yang dikonfirmasi, maka bisa mengarah pada
terjadinya penghakiman oleh pers atau menjurus ke fitnah.
c. Berita harus obyektif.
Pemberitaan sebaiknya mencerminkan tulisan yang obyektif, tidak diwarnai oleh pandangan
subyektif jurnalis. Artinya, opini jurnalis tidak boleh mengubah substansi rangkaian fakta yang
seharusnya ditulis. Tidak boleh ada penggelapan fakta maupun penambahan fakta sesuai selera
jurnalis.

6. Jurnalisme “Good News”


Selama ini pemberitaan di media massa, hampir selalu didominasi oleh berita-berita yang
“negatif”, mencemaskan, menakutkan, memprovokasi dan bahkan mengadu domba. Misalnya
berita tentang korupsi terus menerus, konflik politik, serangan teroris, banjir, kelaparan, dan lain-
lain. Ini cerminan dari adagium yang klasik di dunia jurnalistik: kabar buruk adalah berita yang
bagus (bad news is good news). Berita baik itu bukan
berita.
Jarang media memberitakan kabar baik, sebagai produk jurnalistik yang dapat membuat
masyarakat menjadi lebih optimis, terinspirasi dan lebih produktif dalam menjalani
kehidupannya. Jurnalis dalam kerja-kerja jurnalistiknya, sebenarnya tidak harus mengikuti arus
besar berita negatif ini. Meskipun faktual, “kabar-kabar buruk” itu dapat menimbulkan
kecemasan, bisa berdampak buruk bagi psikologi para pembaca dan pemirsa. Apalagi di era
media sosial seperti sekarang, ketika kekerasan verbal dan hoax tersebar seperti tak ada
hentinya.
Pewarta Desa, diharapkan juga lebih berorientasi pada penerapan jurnalisme positif ini. Praktik
jurnalisme “kabar baik” ini akan menjadikan warga masyarakat lebih optimis dalam menjalani
aktivitas kerja mereka sehari-hari. Tokoh-tokoh Desa yang inspiratif, hasil-hasil pembangunan
insfrastruktur Desa, hasil panen yang melimpah, transparansi
pemerintahan Desa yang bisa diakses warga, tradisi gotong royong yang masih lekat di Desa,
kerukunan dan toleransi, kebersamaan dalam keberagaman, karya-karya kreatif industri kecil-
menengah anak-anak muda, kegiatan Karang Taruna, ibu-ibu Dasawisma dan lain-lain, adalah
sudut pandang berita (angle) yang dapat dibuat dengan kemasan dan perspektif kabar baik
(good news) tadi. Setiap berita artikel, produk visual, dan informasi yang dibuat sedapat mungkin
akan membawa harapan dan inspirasi pada khalayak pembaca dan pemirsa di Desa.

Undang-Undang pun memberikan opsi pada terlaksananya pendekatan “kabar/berita baik” ini.
Dalam UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, pers memiliki fungsi sebagai media pendidikan,
hiburan dan alat kontrol sosial. Berita baik ada pada ranah 'media pendidikan’ tersebut, Namun
tentu saja, penulisan berita dengan perspektif kabar baik itu harus juga proporsional. Tidak
menjadikan jurnalis tak lagi kritis. Sebuah kasus,
peristiwa yang memang berdampak buruk bagi warga Desa, baik itu berupa kebijakan atau
perilaku, tidak bisa terus ditutup-tutupi. Penggelapan fakta ini juga bertentangan dengan
prinsip etika jurnalistik. Berita buruk (bad news) ini tetap bisa diangkat menjadi berita tanpa
harus didramatissi dengan narasi yang cenderung memanaskan situasi dan
memprovokasi. Harus obyektif dan berimbang. Ini peran jurnalis sebagai fungsi kontrol sosial.

7. Jurnalisme Damai
Desa sering dipersepsikan sebagai sebuah wilayah dengan situasi dan kondisi warganya yang
harmonis, lugu, teduh dan menenteramkan. Namun, seiring berjalannya waktu, dinamika yang
terjadi di Desa telah sering menimbulkan disharmoni, ketegangan sosial. Hal ini terjadi karena
adanya gesekan kepentingan, baik antarwarga masyarakat maupun antara warga dengan
perangkat desa sebagai penentu kebijakan pemerintahan Desa.

Jurnalisme damai adalah pendekatan penulisan berita dengan menonjolkan aspek moderasi,
“melunakkan” kondisi konfliktual yang terjadi. Jurnalisme damai berperan sebagai pihak yang
netral, pereda konflik. Pewarta Desa diharapkan juga dapat memposisikan diri menjadi peneduh.
Berarti, membuat reportase dengan angle, sudut pandang yang menyejukkan, tak memancing
amarah, dan memanaskan situasi, apalagi
mengadu domba.

Kerja Pewarta Desa itu menyampaikan dan mengungkap fakta, bukan berarti mendramatisasi
kenyataan, atau menjadikannya semakin heboh. Mempublikasi kejaidan kekerasan sosial secara
telanjang kepada publik juga dalam perspektif jurnalis humanis, kurang tepat dilakukan. Harus
dipahami bahwa Pewarta Desa bukan agen propaganda, penebar agitasi. Tugas mulia Pewarta
Desa, termasuk mengedukasi pembaca dan mengintegrasikan masyarakat. Untuk itu, semangat
jurnalisme damai perlu dikobarkan di Desa. Melihat narasumber yang bijak, lunak, moderat,
angle berita yang tepat, memilih kata serta menyusun redaksi dan narasi yang menyejukkan,
akan melahirkan harmoni di tengah masyarakat, yang sedang dilanda konflik. Bukannya malah
memalingkan masyarakat dari ketenangan ke situasi saling seteru. Jurnalis dapat berperan
menjadi penyambung, penghubung dan pemersatu masyarakat.

Spirit jurnalisme damai harus pula berbasis atas realitas. Tidak secara total atau membabi-buta
meniadakan realitas konflik yang ada. Namun, mengangkat isu konflik tadi dengan pilihan
narasumber, pilihan angle atau sudut pandang berita, diksi (pihan kata) yang menurunkan tensi
konflik. Dengan demikian, jurnalis Desa dapat berkontribusi menjadi semacam penengah pihak-
pihak yang bertikai, melalui produk
jurnalistiknya.

B. Pengertian Jaring Pewarta Desa


1. Arti Penting Pewarta Desa
Pewarta desa memiliki peran dan arti yang penting bagi dinamika pembangunan Desa. Kegiatan
Jurnalisme oleh pewarta desa dilakukan dalam rangka mendukung pembangunan dan
pemberdayaan Desa yang transparan, partisipatif dan akuntabel secara demokratis untuk
mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bersama di Desa. Jurnalisme desa juga untuk
mendorong dan memperkaya proses pembangunan Desa
melalui Berita sebagai produk utama pewarta desa, maupun opini yang positif – inspiratif dan
diiringi juga dengan kritik konstruktif. Di sinilah Pewarta Desa secara kreatif dan inovatif
menempatkan diri sebagai agen – kader perubahan Desa ke arah yang lebih baik sesuai mandat
UU Desa.

2. Desa dalam Pusaran Informasi dan Isu


Di Desa terdapat banyak isu yang bisa dibahas oleh pewarta Desa, setidaknya akan menyentuh
isu-isu sebagai berikut :
a. Penyelenggaraan Desa yang demokratis dan berkeadilan sosial
Kegiatan Jurnalisme Desa selayaknya membuka ruang akses yang luas kepada warga Desa untuk
mengetahui apa yang sedang dikerjakan pemerintah Desa, mengapa kebijakan itu dilakukan,
dan untuk tujuan apa.
b. Penyelenggaraan pembangunan desa yang berbasiskan kewenangan desa (kepastian hukum
atas dasar kewenangan desa berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala desa).
Warga mendapat informasi yang memadai dan transparan tentang kewenangan desa dalam
proses pembangunan.
c. Kepastian berlakunya peraturan desa di dalam wilayah administrasi
desa (penetapan dan penegasan batas desa). Jurnalisme Desa berkompeten mempromosikan
peraturan desa agar diketahui warga. Peraturan disusun berdasar kepentingan bersama di desa.
d. Pendayagunaan sumber daya di Desa (keuangan dan asset) untuk
mewujudkan pembangunan Desa. Warga mendapat informasi yang memadai dan transparan
tentang berbagai langkah pembangunan Desa. Misalnya, bagaimana sumber-sumber ekonomi
desa didistribusikan secara adil, investasi apa saja yang masuk ke Desa, transparansi dalam
pembangunan infrastruktur Desa, dsb. Intinya, warga Desa pantas untuk tahu arah perubahan
dan pembangunan Desanya.
e. Penyelenggaraan pembangunan Desa yang bertujuan terpadu – transparan – akuntabel dan
partisipatif, warga Desa memperoleh ruang untuk terlibat dalam forum-forum pengambilan
keputusan, yang menyangkut kepentingan bersama atau kesejahteraan bersama. Masyarakat
Desa juga selayaknya memiliki kewenangan dalam mengawasi pelaksanaan pembangunan yang
telah diberikan melalui Badan Permusyawaratan Desa.
f. Kerja sosial budaya; revitalisasi adat dan budaya desa dan
membumikan pancasila untuk memperkuat ketahanan masyarakat dan ketahanan nasional.
g. Potensi Desa
Pewarta Desa memiliki kesempatan dalam melestarikan, mengembangkan dan mempromosikan
seni tradisi, budaya dan kearifan lokal, sebagai modal sosial yang akan dapat mendukung
kehidupan harmonis warga Desa, sekaligus mengkonversikannya
menjadi aset yang berpotensi ekonomis.

C. Tujuan Jaring Pewarta Desa


Pelaksanaan Jaring Pewarta Desa memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Menumbuhkan pewarta-pewarta Desa yang dapat mengisi website Desa dan
menginformasikan kegiatan serta potensi Desanya.
2. Melalui Jaring Pewarta Desa, pewarta Desa dapat memperoleh wawasan pemahaman dan
meningkatkan kemampuan sebagai jurnalisme warga Desa yang akan membuat berita atau
informasi tentang potret Desa yang memuat kegiatan pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat di Desa seperti potensi Desa dan permasalahannya serta strategi pemecahan
masalah Desa yang dipublikasikan melalui media online.

3. Jaring Pewarta Desa dapat meningkatkan dan mendukung pemanfaatan Sistem Informasi
Desa (SID) sebagai sarana publikasi untuk mendukung keterbukaan informasi publik di Desa
yang transparan dan interaktif. 4. Jaring Pewarta Desa dapat mendukung perwujudan
pengelolaan pembangunan dan pemberdayaan Desa yang transparan, partisipatif, dan
akuntabel secara Demokratis.

D. Pelaku Jaring Pewarta Desa


Pewarta Desa dapat dilakukan oleh siapapun warga Desa yang memiliki minat dan bakat
(passion) di bidang jurnalistik dan senang menulis. Pewarta Desa sebaiknya dilakukan oleh
warga Desa itu sendiri, sehingga untuk menghimpun informasi, dan menyebarkannya menjadi
bagian dari sistem informasi yang memperkuat kinerja demokrasi di Desa.

1. Tugas Pokok Pewarta Desa


Pewarta Desa adalah orang yang memiliki kegiatan:
a. Mengumpulkan dan menginventarisasi fakta dan data.
b. Inventarisasi fakta itu diseleksi dan ditulis dalam bentuk berita.
c. Memperkaya berita yang dibuat dengan muatan opini/tanggapan dari pihak-pihak yang
mempunyai kompetensi dan kapasitas untuk menanggapi informasi/isu yang diangkat.

2. Langkah-langkah Menjadi Pewarta Desa


a. Aktif untuk memonitor perkembangan situasi Desa, baik dalam bidang ekonomi, sosial dan
budaya, lewat forum-forum rembug desa, mulai dari musyawarah dusun sampai musyawarah
Desa.
b. Secara horizontal, membangun relasi/interaksi yang intens dengan warga Desa, baik tokoh-
tokoh informal desa maupun warga Desa biasa, untuk menjaring dan menyerap aspirasi,
keinginan dan kebutuhan warga Desa.
c. Secara vertikal, mengakses pamong /aparat Desa dari semua tingkatan, untuk mengetahui
tata kelola pemerintahan Desa, kebijakan dan sikap pemerintah Desa terhadap dinamika
kebutuhan warga Desa nya.
d. Menguasai teknologi informasi, karena penyebaran informasi sudah didominasi oleh media
berbasis internet, seperti media online dan media sosial.
e. Membuat reportase/peliputan berita.

3. Pewarta Desa sebagai Pelopor Jurnalisme Warga


Pewarta Desa sebagai kader Desa, diharapkan memiliki visi untuk memberikan kesadaran bahwa
sudah saatnya warga masyarakat di Desa lebih peka terhadap keterbukaan informasi. Sejalan
dengan perkembangan teknologi informasi, pewarta Desa diharapkan pula dapat menularkan
pengetahuan, keterampilan, dan wawasannya mengenai aktivitas jurnalistik.

Pemberdayaan partisipasi warga masyarakat dalam membangun Desanya, antara lain dapat
diwujudkan dalam bentuk unggahan-unggahan informasi, aspirasi, keluhan, uneg-uneg, usulan-
usulan dan gagasan, yang dapat disalurkan melalui website resmi yang ada di Desa, atau
WhatsApp Group (WAG) warga desa. Partisipasi warga dalam menyebarkan informasi itu dikenal
sebagai aktivitas jurnalisme warga (citizen journalism).

Jurnalisme warga dengan demikian adalah aktivitas di mana orang biasa mengambil peran aktif
dalam proses mengumpulkan, melaporkan, menganalisis, dan menyebarluaskan berita dan
informasi. Fenomena keberadaan warga yang beraktivitas jurnalistik melalui jurnalisme warga
tersebut, tampaknya akan semakin tumbuh, seiring
dengan mudahnya mengakses internet. Dengan adanya internet yang mudah diakses oleh
masyarakat, mereka mampu menyebarkan informasi dalam bentuk teks, audio, foto, video,
infografis, meme, dll. Apakah dengan demikian warga masyarakat tadi telah berperan sebagai
jurnalis? Pada titik inilah Pewarta Desa memiliki tugas untuk mengawal, mendidik dan
mengarahkan warga yang akan terlibat dalam jurnalisme warga, agar tetap berpegang pada
prinsip-prinsip etika jurnalistik.

Walaupun Citizen Journalism yang membuat khalayak atau warga, berita yang dibuat mestilah
akurat dari segi penulisan dan konten isi. Faktafakta yang didapatkan, serta data-data yang
dimiliki tetaplah dapat dipertanggungjawabkan sumber informasinya. Karena itu, semua
memerlukan verifikasi atau cek – ricek data yang dimiliki. Jika warga
masyarakat asal mengunggah informasi yang tidak akurat, hanya berdasarkan kasak-kusuk,
sumir sumber beritanya, dan berbau gosip murahan, atau bahkan hoax dan ujaran kebencian,
jurnalisme warga justru akan menjadi produk yang berbahaya, dan akan berdampak pada
kehidupan warga dan pemerintahan di Desa. Untuk itu, pewarta Desa sedapat mungkin memiliki
tugas untuk membentuk semacam komunitas warga yang memiliki ketertarikan di bidang
jurnalistik, untuk bersama-sama secara periodik melakukan diskusi atau rembug komunitas.
Materi yang dibahas bisa berupa inventarisasi isuisu di Desa, dan dapat pula diolah menjadi
perencanaan liputan yang akan digarap menjadi pemberitaan yang bisa dikerjakan secara
perorangan
maupun kolektif.

Dengan demikian, semangat warga untuk dapat ikut menyebarkan informasi, opini maupun
aspirasi lewat media yang tersedia di Desa, tetap dalam pendampingan pewarta Desa sebagai
kader Desa, yakni aktivis Desa yang diharapkan memiliki komitmen, visi dan semangat untuk
memajukan Desa lewat partisipasinya dalam bidang jurnalistik. Jika ini menjadi jejaring dengan
pewara Desa dan pelaku jurnalisme warga dari Desa-desa yang lain, maka akan menjadi sinergi
modal sosial yang dapat secara bersama-sama menciptakan iklim pemberitaan yang positif
(good news) dan inspiratif bagi kemajuan dan kesejahteraan warga Desa secara lebih luas.

-----------***********------------
BAHAN BACAAN
PB. 3. LAPORAN HARIAN PENDAMPING
TENAGA PENDAMPING PROFESIONAL
A. Pendahuluan

Pendampingan Desa yang dilaksanakan dalam rangka implementasi Undang-undang Nomor 6


Tahun 2014 tentang Desa akan dinilai kinerjanya secara rutin. Evaluasi kinerja pendamping Desa
Profesional merupakan bagian dari rangkaian manajemen pengelolaan pendampingan Desa.
Mengingat kondisi rentang manajemen (span of management), Kementerian Desa, PDT dan
Transmigrasi selaku pemberi kerja melalui Satker Provinsi tidak dapat secara terus-menerus
mengawasi kinerja pendamping profesional dikarenakan lokasi tugas antara kedua pihak saling
berjauhan.
Laporan Harian Pendamping Tenaga Pendamping Profesional atau kegiatan harian
pendampingan merupakan bagian penilaian kinerja secara reguler yang dilakukan setiap
semester. Diary Activity merupakan sarana untuk menilai unjuk kerja pendamping profesional
dalam memenuhi tugas dan tanggung jawabnya. Hasil evaluasi kinerja adalah simpul pendapat
pemberi pekerjaan tentang kelayakan terhadap kontrak kerja pendamping professional untuk
dipertahankan, atau sebagai masukan untuk mengambil langkah koreksi dan perbaikan
implementasi kebijakan. Penilaian akan dilakukan terhadap pendamping profesional agar dapat
menjalankan tugasnya sesuai dengan TOR.

B. Tujuan
Laporan Harian Pendamping Tenaga Pendamping Profesional dilakukan dengan menggunakan
data faktual dengan aplikasi yang diperoleh dari sumber pelaporan mandiri agar memberikan
hasil penilaian yang objektif sesuai dengan TOR. Activity Diary akan menjadi penilaian kinerja
ditujukan untuk menilai tingkat pencapaian kinerja, menentukan kemampuan dan kelayakan yang
dicapai sebagai pendamping profesional. Hasil penilaian kinerja ini diharapkan juga akan
memberikan umpan balik (feed back) sebagai masukan untuk pembimbingan dan peningkatan
kapasitas pendamping profesional.
Tujuan Laporan Harian Pendamping Tenaga Pendamping Profesional, adalah:
1. Menilai kinerja pendamping profesional berdasarkan tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi);
2. Menjadi alat ukur peningkatan kinerja dan menjadi bagian dari analisis kebutuhan pelatihan
pendamping;
3. Menjadi alat menegakkan aturan pekerjaan;
4. Menjadi dasar yang objektif untuk mempromosikan pendamping tingkat Desa, Kecamatan,
dan Kabupaten ke jenjang yang lebih tinggi;
5. Menjadi dasar objektif untuk pemberian peringatan, prasyarat melanjutkan kontrak, dan atau
pemutusan hubungan kerja (PHK).
C. Bentuk Kegiatan dalam Mekanisme Laporan Harian Pendamping Tenaga Pendamping
Profesional
Dalam Laporan Harian Pendamping Tenaga Pendamping Profesional atau kegiatan harian
pendampingan akan mendiskripsikan kegiatan harian pendampingan dalam lingkup tugas
sebagai berikut:
a. Monitoring adalah ruang lingkup kegiatan pendampingan yang dijalankan dalam
pendampingan reguler pembangunan desa baik dari perencanaan, pelaksanaan dan
pertanggungajwaban pembangunan desa, pengawasan masayarakat. Selain itu juga
pendataan secara reguler baik IDM, SIPEDE dsb.
b. Inisiatif adalah kegiatan pendampingan dalam kegiatan untuk pendampingan kader desa
baik Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), kelompok kepentingan sektoral
lainnya dalam Lembaga Kemasyarakat Desa (LKD) dan sebagainya. Selain itu juga kegiatan
pemberdayaan masayarakat desa yang dijalankan baik pengorganisasian dan
pengorganisiran.
c. Fasilitasi adalah kegiatan untuk kinerja supervisi dimana unjuk kerja pendamping
profesional Pendamping Desa dalam bekerja sesuai Tupoksi sebagai Supervisor untuk
PLD. Kegaitannya meliputi In services Training (IST)-On The Job Training (OJT). Fasilitasi
musrenbang kecamatan, fasilitasi Musyawarah Aantar Desa (MAD), dan kegiatan fasilitasi
lainnya
d. Advokasi adalah pendampingan TPP dalam pengembangan regulasi, penanganan
masalah dalam proses litigasi dan non litigasi, sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dan
regulasi antara desa dengan supra desa.
e. Insidental adalah kegiatan pendampingan dalam menjalankan tindak lanjut tugas dari
kementerian atau pungasan lainnya untuk mendukung pembangunan dan pemberdayaan
masayarakat desa.

Aspek Penilaian dari Laporan Harian Pendamping Tenaga Pendamping Profesional


Aspek penilaian dalam Laporan Harian Pendamping Tenaga Pendamping Profesional
yaitu: kinerja pendampingan, kinerja supervisi, kinerja koordinasi, dan kinerja administrasi. Berikut
ini gambaran diary activity yang akan di update/disi oleh TPP berdasarkan kagiatan aktifitas harian
pendamping baik PLD, PD dan juga TA. Namun untuk saat ini aplikasi sedang dikembangkan dan
dalam proses penyelesaiannya.
TPP nanti akan merekam aktifitas hariannya dengan memasukkan data, foto/video
kegiatan dan aktifitas lainya ke aplikasi Diary Activity. Berikut ini kegiatan harian pendampingan
atau diary aktivity yang akan terekam dalam aplikasi.
a. Kinerja Pendampingan Laporan Harian Pendamping Lokal Desa (PLD)

Pendampingan 10 %
Inisiatif 10%
b. Kinerja Pendampingan Laporan Harian Pendamping Pendamping Desa (PD)

Sosialisasi 15 %
Fasilitasi 50 %

Insendental 10 %
Inisiatif 10 %

Secara umum, kegiatan harian atau diary activity akan menggambarkan kegiatan sebagai berikut:
a. Kegiatan Pendampingan.
Kegiatan pendampingan adalah unjuk kerja pendamping profesional dalam bekerja sesuai
Tupoksi. Untuk itu, pendamping profesional berkewajiban memenuhi pelaksanaan Tupoksi
dengan mengacu pada:
▪ Etika profesi sebagai pendamping profesional;
▪ Norma kebijakan yang secara substansial terkandung dalam asas-asas Undang-undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni, rekognisi, subsidiaritas, keberagaman,
kebersamaan, gotong royong, kekeluarga-an, musyawarah, demokrasi, kemandirian,
partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan dan keberlanjutan;
▪ Uraian tugas, yakni paparan tugas teknis penjabaran Tupoksi pendamping profesional.
Kegiatan pendampingan oleh pendamping profesional dinilai berdasarkan pencapaian output
sesuai dengan Tupoksi setiap individu dengan rincian indikator penilaian sebagai berikut:
▪ Konsistensi dan ketegasan pendamping profesional menerapkan etika profesi;
▪ Kemampuan pendamping profesional dalam memfasilitasi pelaksanaan Undang-undang
Nomor 6/2014 tentang Desa dan peraturan pelaksanaannya;
▪ Kemampuan pendamping profesional untuk memfasilitasi penggunaan data dalam
pengambilan keputusan;
▪ Kemampuan pendamping profesional untuk menganalisis situasi untuk mengambil
tindakan yang tepat dan memberikan solusi terhadap masalah yang terjadi.
b. Kegiatan Supervisi
Kinerja supervisi adalah unjuk kerja pendamping profesional dalam bekerja sesuai Tupoksi
sebagai Supervisor. Untuk itu, Pendamping profesional berkewajiban memenuhi
pelaksanaan Tupoksi dengan mengacu pada:
▪ Norma kebijakan yang secara sistematik terkandung dalam asas-asas Undang-undang
Nomor 6/2014 tentang Desa yakni: rekognisi, subsidiaritas, keberagaman,
kebersamaan, gotong royong, kekeluargaan, musyawarah, demokrasi, kemandirian,
partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan dan keberlanjutan;
▪ Uraian tugas, yakni paparan tugas teknis penjabaran Tupoksi pendamping profesional
sebagai supervisor.
Kinerja supervisi oleh pendamping profesional dinilai berdasarkan pencapaian output sesuai
dengan Tupoksi sebagai supervisor untuk setiap individu dengan rincian indikator penilaian
sebagai berikut:
▪ Kemampuan pendamping profesional dalam melakukan pelatihan dan peningkatan
kapasitas masyarakat;
▪ Kemampuan pendamping profesional dalam memberikan bimbingan kerja dan umpan
balik;
▪ Kemampuan pendamping profesional dalam memantau pelaksanaan kegiatan;

▪ Jumlah kunjungan lapangan dalam rangka supervisi pendampingan sesuai wilayah


tugasnya.

c. Kegiatan Koordinasi/Fasilitasi
Pendamping profesional berkewajiban untuk berkoordinasi dan bekerja sama dengan pihak
lain seperti; birokrasi, supervisor, sesama pendamping, lembaga lain dan tokoh masyarakat
dalam setiap kegiatan seperti: pendampingan masyarakat, supervisi, pelatihan, penanganan
masalah dan lain-lain.

Pendamping profesional dinilai kinerjanya terkait kualitas koordinasi dan kerjasama dengan
pihak lain berdasarkan indikator penilaian sebagai berikut:
▪ Kemampuan pendamping profesional dalam kerjasama dengan SKPD Kabupaten/Kota,
Camat, Kepala Desa, pendamping profesional lainnya serta pemangku kepentingan
terkait;
▪ Kemampuan pendamping profesional memanfaatkan peluang kerjasama dan
koordinasi secara optimal;
▪ Kemampuan pendamping profesional untuk bekerja secara sistematis dan terkontrol
sesuai standar pelayanan maupun prosedur kerja sehingga pihak-pihak yang
berkoordinasi dapat bekerja sama secara baik;
▪ Kemampuan pendamping profesional dalam memfasilitasi kerjasama Desa dengan
SKPD Kabupaten/Kota dan kerjasama Desa dengan pihak lain;
▪ Kepemimpinan pendamping profesional dalam pengelolaan pekerjaan secara kolektif.

d. Kegiatan Pendataan dan Administrasi


Pendamping profesional berkewajiban memenuhi tanggung jawab pendataan dan
administrasi yang meliputi:
▪ Laporan Individu (Rencana dan Realisasi Kegiatan Bulanan)
▪ Laporan Pendataan
▪ Laporan Kegiatan.
▪ Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL)
▪ SPPD dan laporan hasil kunjungan lapangan (jika ada kegiatan kunjungan lapangan)

Unjuk kinerja pendataan dan administrasi meliputi:


▪ Kepatuhan pendamping profesional pada standar pelayanan maupun prosedur kerja;
▪ Ketaatan dan kedisiplinan dari pendamping profesional dalam menyusun dan
menyampaikan laporan, dokumen dan bukti-bukti administrasi kepada Satker Provinsi
melalui supervisor secara reguler;
▪ Kemampuan pendamping profesional untuk menyusun laporan, data-data program,
dokumen dan bukti-bukti administrasi secara benar sesuai dengan format yang berlaku;
▪ Akurasi pendamping profesional dalam pembuatan laporan, dokumen administrasi
secara lengkap sesuai ketentuan yang ditetapkan;
▪ Kemampuan pendamping profesional untuk menyampaikan dokumen administrasi
secara cepat dan tepat waktu sesuai jadwal yang ditetapkan.

Penilaian Kinerja
Laporan harian akan menjadi penilaian kinerja. Dan semua tenaga pendamping profesional, baik
tingkat desa maupun tingkat pusat akan dievaluasi kinerjanya dalam periode tertentu oleh
supervisor yang membawahinya. Semua tenaga pendamping profesional, baik tingkat desa,
kecamatan dan kabupaten akan dievaluasi kinerjanya dalam periode setiap 6 (enam) bulan sekali
oleh supervisor yang membawahinya.

Manajemen dan Administrasi Penilaian Kinerja


Satker Provinsi, menjadi tanggung jawab penuh TA Pengelolaan SDM (HRD) tingkat Provinsi di
bawah pengendalian TL Provinsi. Pengarsipan angket dan rekapitulasi di kantor TL Provinsi juga
menjadi tanggungjawab TA Pengelolaan SDM (HRD) tingkat Provinsi. Sedangkan dokumen Berita
Acara hasil penilaian Forum Konsultasi Masyarakat (FKM) cukup didokumentasikan oleh
supervisor di tingkat kecamatan.
Sistem penilaian kinerja ini sangat tergantung pada format/angket penilaian. Oleh karena itu
dokumentasi penilaian harus dijaga dan diarsipkan secara rapi agar dapat dipakai sebagai umpan
balik, pembimbingan, analisis kebutuhan pelatihan, promosi pendamping dan pemberian sanksi.
Dokumen-dokumen tersebut juga akan secara berkala diperiksa oleh Satker P3MD Provinsi dan
Tim Audit Konsultan Nasional, Seknas dan Satker P3MD Ditjend PPMD Kementerian Desa,
Pembangunnan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
C. Penutup
Standar Operasional Prosedur (SOP) evaluasi kinerja pendamping profesional ini merupakan
dokumen yang ditetapkan oleh Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi sebagai dokumen
Pemerintah Republik Indonesia. Dan SOP ini merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan dari
pengelolaan program secara umum, oleh karenanya semua pihak yang berkepentingan harus
menggunakan SOP ini dalam melakukan evaluasi kinerja terhadap pendamping profesional.

-----------***********------------
Daftar Pusataka

A. Halim Iskandar, 2020. SDGs Desa: Percepatan Pencapaian Desa, Tujuan Pembangunan Nasional
Berkelanjutan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Bertens, K. 2000. Etika. Seri Filsafat Atma Jaya: 15. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Denhardt, Kathryn G. 1988. The ethics of Public Service. Westport, Connecticut: Greenwood Press.
Dwiyanto, Agus dkk., 2003, Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Ibe Karyanto. Dkk (2015) Modul Pelatihan Penyegaran Tenaga Pendamping Profesional , Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Kartasasmita, Ginandjar, 2004, Administrasi Pembangunan, Jakarta: LP3ES.
Mochammad Zaini Mustakim, 2015. Buku 2 Kepemimpinan Desa. Jakarta: Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Naeni Amanulloh, 2015. Buku 3 Demokrasi Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Nyoman Oka 2009, Perencanaan Pembangunan Desa: Seri Panduan Fasilitator CLAPP (Community
Learning And Action Participatory Process), MITRA SAMYA dengan dukungan AusAID
ACCESS.
Osborne, David dan Ted Gaebler, 1996, Mewirausahakan Birokrasi, Jakarta: Pustaka Binaman
Pressindo.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539).
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang
Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang
Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717);
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5558) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana
Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5864);
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2020 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021;
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Musyawarah Desa;
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Pedoman Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa ;
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pendampingan Masyarakat Desa;
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, danPembubaran
Badan Usaha Milik Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015Nomor 161);
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Jakarta;
Roni Budi Sulistyo. Dkk (2017) Modul Pelatihan Pra Tugas Tenaga Pendamping Profesional ,
Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik
Indonesia.
Sutoro Eko, 2015. Regulasi Baru, Desa Baru: Ide, Misi dan Semangat UU Desa. Jakarta: Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Syarief, Reza M. 2002. Mengembangkan Inovasi dan Kreativitas Berpikir : pada Diri dan Organisasi
Anda.Bandung : Asy Syamiamil Cipta Media.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
Wahyuddin Kessa, 2015. Buku 6 Perencanaan Pembangunan Desa. Jakarta: Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Wahjudin Sumpeno. Dkk., (2015) Modul Pelatian Penyegaran Pendamping Desa dalam rangka
Pengakhiran PNPM Mandiri Perdesaan dan Implementasi Undang-Undang Desa, Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Wahjudin Sumpeno. Dkk., (2015) Modul Pelatihan untuk Pelatih Pendamping Desa, Jakarta:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai