Penyusun:
Tanjung Nugroho
Susilo Widiyantoro
Modul ini disusun dengan maksud untuk membantu para mahasiswa dalam
mempelajari Pembuatan Gambar Ukur dan Pengembalian Batas. Modul ini dimulai dari
hal-hal yang mendasari pekerjaan pembuatan Gambar Ukur, teknis pembuatan Gambar
Ukur dengan berbagai peralatan dan media, penggambaran halus, penghitungan luas
bidang, dan pengembalian batas bidang tanah. Semua pekerjaan tersebut dilakukan
mengikuti ketentuan yang berlaku. Dengan mempelajari modul Pembuatan Gambar Ukur
dan Pengembalian Batas ini, secara umum mahasiswa/taruna diharapkan mampu membuat
Gambar Ukur dan melaksanakan pengembalian batas sesuai peraturan yang berlaku dan
memenuhi kaidah pengukuran kadastral.
Sekalipun modul ini masih jauh dari kata sempurna, tetapi akan membantu para
mahasiswa/taruna untuk lebih memahami pembuatan Gambar Ukur dan pengembalian
batas. Akhir kata kami ucapkan selamat belajar dengan kesungguhan!
Penyusun
i
PETUNJUK PENGUNAAN MODUL
1. Pelajari modul pembelajaran secara berurutan dimulai dari modul paling awal
sampai akhir modul, disesuaikan dengan kecepatan kemampuan belajar
mahasiswa/taruna;
3. Setelah mempelajari materi pada setiap modul, untuk setiap sub materi modul
mahasiswa/taruna menuliskan poin-poin yang telah dipelajari pada ruang kosong
yang telah disediakan dalam modul “Saya Telah Belajar”:
4. Kerjakan soal-soal latihan yang terdapat pada setiap akhir modul dengan jujur, ini
dimaksudkan untuk mengukur pencapaian hasil belajar. Setelah mengerjakan soal,
cocokan jawaban saudara dengan kunci jawaban yang terdapat pada akhir modul,
jika hasilnya masih dibawah nilai standar ketuntasan materi kegiatan belajar, maka
pelajari kembali materi yang terdapat di dalam modul.
Demikian petunjuk penggunaan modul ini, untuk dijadikan acuan bagi mahasiswa/taruna
dalam proses mempelajari modul mata kuliah.
Penyusun
ii
PETA MATERI MODUL MATA KULIAH
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER
PENGANTAR PENYUSUN
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
PETA MATERI MODUL MATA KULIAH PEMBUATAN GAMBAR UKUR DAN
PENGEMBALIAN BATAS
DAFTAR ISI
iv
II.6. Soal Latihan
MODUL IV FOTO UDARA DAN CITRA SATELIT SEBAGAI BAGIAN GAMBAR UKUR
PETUNJUK MATERI
A. Deskripsi Materi
B. Petunjuk Belajar Materi
C. Capaian Pembelajaran
FOTO UDARA DAN CITRA SATELIT SEBAGAI BAGIAN GAMBAR UKUR
IV.1. Fotografi Dalam Pembuatan Gambar Ukur
IV.2. Ketentuan Penggunaan Foto Udara/Citra Ssatelit Dalam Pembuatan Gambar Ukur
IV.3. Rangkuman
IV.4. Daftar Referensi
IV.5. Soal Latihan
v
MODUL VI PENGKARTIRAN BIDANG TANAH
A. Deskripsi Materi
B. Petunjuk Belajar Materi
C. Capaian Pembelajaran
PENGKARTIRAN BIDANG TANAH
VI.1. Pengertian
VI.2. Tata Cara Penulisan Data Ukuran
VI.3. Aturan Penggambaran
VI.4. Rangkuman
VI.5. Daftar Referensi
VI.6. Soal Latihan
vi
IX.2. Rekonstruksi Secara Terestris
IX.3. Rekonstruksi Tidak Langsung Secara Ekstraterestris Dengan Citra Dan GNSS
IX.4. Memberdayakan Masyarakat Lokasi Bencana Untuk Rekonstruksi Dan Pemulihan
Data Pendaftaran Tanah
IX.5. Rangkuman
IX.6. Daftar Referensi
IX.7. Soal Latihan
vii
MODUL I
PETUNJUK MATERI
A. Deskripsi Materi
Di dalam Modul I ini akan disampaikan mengenai pengertian, tata cara pembuatan,
dan pengadministrasian Gambar Ukur.
Pelajarilah konsep dasar Gambar Ukur mulai dari pengertian, cara pembuatan,
sampai dengan pengadministrasiannya. Kemudian kerjakan soal-soal latihan.
C. Capaian Pembelajaran
i
Sub Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
Sub CMPK 1
2
bidang tanah baik berupa jarak, sudut, azimuth ataupun sudut jurusan. Selain data-data
pengukuran tersebut, dicantumkan juga keterangan-keterangan pendukung lain yang
digunakan untuk penatausahaan GU.
Ditinjau dari mekanisme pengukuran, terdapat 2 macam pengukuran kadastral dalam
rangka mendapatkan kepastian letak batas bidang tanah yaitu:
1. Pengukuran bidang tanah secara sistematik adalah proses pemastian letak batas
bidang-bidang tanah yang terletak dalam satu atau beberapa desa/kelurahan atau
bagian dari desa/kelurahan atau lebih dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran
tanah secara sistematik.
2. Pengukuran bidang tanah secara sporadik adalah proses pemastian letak batas satu
atau beberapa bidang tanah berdasarkan permohonan pemegang haknya atau calon
pemegang hak baru yang letaknya saling berbatasan atau terpencar-pencar dalam satu
desa/kelurahan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah secara sporadik.
Dengan memperhatikan pada kedua macam mekanisme pengukuran dalam rangka
pendaftaran tanah tersebut maka terdapat 2 macam format Gambar Ukur yaitu :
1. Gambar Ukur untuk pendaftaran tanah sistematik, atau disebut D.I. 107
2. Gambar Ukur untuk pendaftaran tanah sporadik, atau disebut D.I. 107A
Walaupun terdapat dua macam format GU, kedua macam format GU dalam rangka
pendaftaran tanah memiliki kesamaan bentuk atau spesifikasi sebagai berikut:
1. Format kertas yang digunakan adalah ukuran standar A4 dengan ketebalan seperti
kertas kartun manila, berwarna hijau tosca, dan penggunaannya tidak boleh
disambung-sambung;
2. GU terdiri dari dua halaman yang digunakan bolak-balik;
3. Halaman 1 berisikan informasi mengenai nomor GU, letak administrasi bidang tanah
secara administrasi, letak bidang tanah pada peta pendaftaran, keterangan pelaksana
pengukuran, keterangan pembatalan jika ada, keterangan penunjuk batas dan/atau
pemilik bidang tanah berbatasan, dan sketsa lokasi;
4. Halaman 2 berisikan informasi mengenai sketsa gambaran bidang tanah beserta
dengan data ukur lapangan dan simbol-simbol yang digunakan;
5. Penggunaan peta foto/blow up foto udara yang digunakan dalam pengukuran, maka
copy peta foto/ blow up foto udara ditandatangani oleh petugas ukur dan ditambahkan
dalam GU atau D.I.107 (D.I.107A) sebagai lampiran; dan
3
6. Penggunaan peralatan-peralatan yang data ukurannya dalam bentuk digital (seperti
Total Station dan GPS), maka print out data ukuran dan hasil hitungan ditambahkan
dalam GU atau D.I.107 (D.I.107A) sebagai lampiran dan ditandatangani oleh petugas
ukur.
Saya Telah Belajar
(Tuliskan poin-poin inti dari materi yang telah dipelajari)
4
I.3. Informasi Awal Dan Syarat Pembuatan Gambar Ukur
Sebelum suatu bidang tanah diukur dan dibuatkan GU, terdapat ketentuan yang harus
dipenuhi yaitu :
1. Si pemohon atau penguasa bidang tanah diwajibkan menunjukkan batas-batas dan
memasang tanda batas bidang tanah yang bersangkutan sesuai dengan kesepakatan
batas antara pemohon/penguasa bidang tanah yang dimohon dan pemilik/penguasa
tanah berbatasan (asas kontradiktur delimitasi terpenuhi);
2. Jika pada saat pengukuran bidang tanah tidak dapat dihadiri oleh pemohon/penguasa
bidang tanah maka penunjukkan batas dapat diwakilkan/dikuasakan ke orang lain
melalui surat kuasa tertulis;
3. Tanda-tanda batas dipasang pada setiap sudut batas tanah dan apabila dianggap perlu,
oleh petugas yang melaksanakan pengukuran, dapat pula dilakukan pemasangan pada
titik-titik tertentu sepanjang garis batas bidang tanah tersebut. Terhadap bidang tanah
yang telah memiliki batas berupa pagar beton, pagar tembok atau tugu penguat pagar
kawat maka tidak wajib/harus dipasang tanda batas;
4. Setelah tanda-tanda batas dipasang, kemudian dilakukan Penetapan Batas bidang
tanah dan dituangkan dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas
(d.i.201). Penetapan Batas dilakukan oleh Panitia Ajudikasi pada kegiatan pendaftaran
tanah sistematik dan oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pegawai Kantor Pertanahan
yang ditugaskan pada kegiatan pendaftaran tanah sporadik;
5. Apabila tanda batas yang sudah dipasang ternyata tidak sesuai letaknya dengan hasil
Penetapan Batas, pemohon pengukuran memindahkan tanda batas tersebut sesuai
dengan batas yang telah ditetapkan; dan
6. Apabila dalam Penetapan Batas sekaligus dilakukan Penataan Batas, maka hasil
Penataan Batas harus diketahui oleh pemegang hak yang bersangkutan dan dituangkan
dalam Berita Acara Penataan Batas (daftar isian 201A).
Saya Telah Belajar
(Tuliskan poin-poin inti dari materi yang telah dipelajari)
5
I.4. Ketentuan Umum Pembuatan Gambar Ukur
Pengukuran bidang tanah dapat dilaksanakan dengan cara terestris, fotogrametris,
atau metode lainnya seperti penginderaan jauh dengan satelit. Pengukuran tersebut secara
prinsip wajib memenuhi kaidah-kaidah teknis pengukuran dan pemetaan sehingga bidang
tanah yang diukur: (1) dapat dipetakan; (2) dapat dihitung luasnya; dan (3) dapat
direkonstruksi batas-batasnya apabila suatu ketika hilang. Dengan demikian, GU sebagai
sebuah dokumen otentik untuk menuangkan data ukur harus dapat digunakan untuk: (1)
menggambarkan peta pendaftaran; (2) menghitung luas bidang tanah; dan (3)
merekonstruksi batas-batas bidang tanah apabila suatu ketika diperlukan.
Adapun ketentuan umum dalam pembuatan GU, yang dibuat pada setiap pengukuran
bidang tanah, adalah sebagai berikut :
1. Dibuat langsung di lapangan pada saat pengukuran karena GU merupakan data otentik
(catatan asli) pengukuran bidang tanah;
2. Dibuat sedemikian rupa sehingga gambar bidang tanah dan catatannya terbaca dengan
jelas pada satu formulir;
3. Keterangan dalam formulir GU dapat menerangkan gambar bidang tanah yang dimuat
di dalamnya sehingga tidak diperkenankan menyambung beberapa formulir GU untuk
menggambarkan satu atau beberapa bidang tanah;
4. Penggambaran bidang tanah dan pencatatan angka ukur dilakukan dengan tinta tahan
air, tidak diperkenankan menggunakan pensil;
5. Penggambaran dapat dilakukan terhadap satu atau beberapa (banyak) bidang tanah;
6. Apabila digunakan untuk menggambar beberapa bidang tanah maka bidang-bidang
tanah tersebut harus terletak bersebelahan, atau tidak diperkenankan adanya
penggambaran beberapa bidang tanah yang letaknya berjauhan dalam satu GU;
7. Dapat dibuat pada formulir daftar isian, peta garis / peta foto, blow-up foto udara atau
citra lainnya.
8. Seluruh data hasil ukuran batas bidang tanah yang tercatat harus dapat digunakan
untuk pengembalian batas bidang-bidang tanah yang bersangkutan apabila diperlukan.
9. Setiap GU dibuatkan nomor gambar ukurnya sama dengan nomor urut dalam daftar
isian (D.I.) 302, namun sejak digunakannya aplikasi Komputerisasi Kegiatan
Pertanahan (KKP) penomoran GU tidak selalu sama dengan nomor D.I.302 (Lihat
Gambar 1).
10. Selain batas-batas bidang tanah dimasukkan juga situasi/detil yang ada di sekitarnya,
dan jika terdapat bangunan pada suatu bidang tanah maka digambarkan pada GU.
6
11. Dalam Gambar Ukur dicantumkan Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) dan
simbol-simbol kartografi.
(a)
(b)
Gambar 1. Perbedaan antara nomor GU dan D.I.302 pada sistem KKP1 (a) maupun pada
sistem KKP2 (b)
7
I.5. Tata Cara Pengisian Gambar Ukur
Pengisian GU yang digunakan dalam kegiatan pendaftaran sistematik dan sporadik
terdapat perbedaan. Dalam hal kegiatan pendaftaran tanah sistematik, terdapat perbedaan
pengisian GU antara PMNA/KBPN Nomor 3/1997, Standar GU, dan PTSL. Sejak
dimulainya kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) maka pengisian GU
PTSL (D.I.107) mengacu pada Petunjuk Teknis PTSL.
8
(c) Letak administrasi, bertujuan untuk memudahkan dalam pembukuan GU
yang berbasis desa/kelurahan.
9
6. Sket Lokasi, yaitu penggambaran lokasi bidang tanah terhadap situasi yang lebih
umum dikenali di sekitar lokasi seperti jalan utama, tempat ibadah, sungai,
jembatan, kantor desa, dan sebagainya.
B. Halaman kedua, berisikan informasi situasi lapangan dengan tata cara pengisian
sebagai berikut:
1. Halaman 2 digunakan untuk penggambaran bidang tanah, situasi sekitar,
penulisan angka ukur, beserta simbolisasi kartografi.
2. Situasi sekitar bidang tanah meliputi jalan, sungai, bidang tanah bersebelahan, dan
titik ikat atau titik dasar teknik juga digambarkan untuk mengetahui kondisi
lingkungan sekitar dan bermanfaat untuk meletakkan gambar bidang tanah pada
peta.
3. Jarak sisi bidang tanah, jarak diagonal bidang, jarak pengikatan, sudut, ataupun
azimuth dicantumkan secara lengkap.
4. Penulisan angka ukur paling kecil 1,5 mm / 0,2 mm
5. Jika pengukuran bidang tanah menggunakan foto udara / peta foto atau peralatan
digital maka halaman 2 ini dikosongkan, hanya sket lokasi yang digambarkan dan
dibubuhi tulisan “lihat lampiran Gambar Ukur”
6. Pada masing-masing bidang tanah dicantumkan NIB
7. Pencantuman angka-angka ukur dan penggambaran detil-detil di lapangan, diatur
menurut legenda Gambar Ukur
Jika mengacu pada Modul Pembuatan Gambar Ukur dan Pengembalian Batas yang
disusun oleh Direktorat Jenderal Infrastruktur Keagrariaan ATR/BPN (2018), terdapat
perbedaan dalam hal format dan tata cara pengisian GU. GU ini saat ini digunakan
kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Pada GU PTSL terdapat 4
(empat) halaman yang digunakan, dengan cara pengisian sebagai berikut:
A. Halaman pertama, berisikan sejumlah keterangan penatausahaan GU sebagai berikut:
1. Nomor GU: diisi dengan nomor yang diperoleh melalui sistem KKP
2. Penomoran: berisikan 3 informasi yaitu Nomor Urut Bidang (NUB), nomor
berkas, dan NIB. NIB dan nomor berkas diperoleh setelah bidang tanah diukur
dan diupload ke sistem KKP, sedangkan NUB dibuat langsung pada saat
pengukuran dan sifatnya sementara untuk memudahkan pemberian identitas
bidang tanah.
10
3. Lokasi: berisikan informasi mengenai letak/lokasi pengukuran bidang tanah
secara administratif, letak bidang tanah pada peta pendaftaran dan/atau pada peta
kerja/peta foto.
4. Tanda Batas dan Informasi Bidang Tanah: informasi mengenai tanda batas dan
penguasaan bidang berbatasan dibuat lebih terperinci di halaman empat.
5. Keterangan Pengukur: berisikan informasi mengenai nama petugas lapangan,
status, nama KJSKB atau PT, NIP atau nomor lisensi, nomor dan tanggal surat
tugas pengukuran, dan alat ukur yang digunakan.
6. Sket Lokasi: seperti halnya pada format GU PMNA/KBPN 3/1997 yang
menggambarkan lokasi bidang tanah terhadap situasi sekitar yang umum dan
mudah dikenali
Gambar 3. Halaman 1 (kiri) dan halaman 2 (kanan) GU untuk kegiatan Pendaftaran Tanah
Sistematik Lengkap
B. Halaman kedua, berisikan data dan informasi pengambilan data lapangan seperti
halnya pada GU PMNA/KBPN 3/1997.
C. Halaman ketiga, berisikan hasil pengkartiran atau penggambaran data dan informasi
lapangan dengan menggunakan software pemetaan
D. Halaman keempat, berisikan data atribut dari masing-masing bidang yang tergambar
pada halaman 2 atau halaman 3. Data atribut tersebut antara lain NUB, nomor berkas,
nama pemilik/pemohon, nomor KTP, alamat, tanda batas, keadaan tanah, dan tanda
tangan.
11
Gambar 4. Halaman 3 (kiri) dan halaman 4 (kanan) GU untuk kegiatan Pendaftaran Tanah
Sistematik Lengkap
12
telah terjadi pengukuran bidang tanah dan pemohon bertanggungjawab penuh terhadap
objek yang dikuasai/dimilikinya (Gambar 5d).
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 5. Format GU untuk kegiatan pendaftaran tanah sporadik yang terdiri atas
halaman 1 (a), halaman 2 (b), halaman 3 (c), dan halaman 4 (d)
13
Saya Telah Belajar
(Tuliskan poin-poin inti dari materi yang telah dipelajari)
I.6. Rangkuman
1. Dokumen tempat mencantumkan data pengukuran rincikan bidang-bidang tanah dan
situasi sekitarnya serta pengikatan terhadap obyek-obyek tetap dan titik-titik kontrol
adalah Gambar Ukur (GU), atau yang lazim disebut Daftar Isian 107. Mengingat
bahwa dokumen ini merupakan data otentik hasil pengukuran dan mempunyai
kekuatan bukti data fisik pendaftaran tanah, maka perlu dibuat dan dipelihara dengan
sebaik-baiknya mengikuti peraturan yang ada.
2. Dalam pembuatannya, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 Tahun 1997 (PMNA/KBPN 3/97) tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah dijadikan
sebagai dasar hukum sedangkan sebagai dasar teknis mengacu pada: (1) Petunjuk
Teknis PMNA/KBPN Nomor 3 Tahun 1997, (2) Standar Gambar Ukur dan Surat
Ukur yang (Direktorat Pengukuran dan Pemetaan BPN, 2001), dan (3) Modul
Pembuatan Gambar Ukur dan Pengembalian Batas (Direktorat Jenderal Infrastruktur
Keagrariaan, 2018). Beberapa hal yang sifatnya sangat teknis, di dalam beberapa
dokumen teknis tersebut terdapat perbedaan namun tetap memiliki kesamaan konsep.
3. Memperhatikan terdapat 2 mekanisme pengukuran dalam rangka pendaftaran tanah,
maka terdapat 2 format Gambar Ukur yaitu :
a. Gambar Ukur pendaftaran tanah sistematik, atau disebut D.I.107
b. Gambar Ukur pendaftaran tanah sporadik, atau disebut D.I.107A
4. Pengukuran bidang tanah dapat dilaksanakan dengan cara terestris, fotogrametris, atau
metode lainnya seperti penginderaan jauh dengan satelit. Pengukuran ini mempunyai
prinsip dasar harus memenuhi kaidah-kaidah teknis pengukuran dan pemetaan,
sehingga bidang tanah yang diukur harus : (1) dapat dipetakan; (2) dapat dihitung
luasnya; dan (3) dapat direkonstruksi batas-batasnya apabila suatu ketika hilang.
14
I.7. Daftar Referensi
Badan Pertanahan Nasional 1997, Petunjuk Teknis PMNA/KBPN Nomor 3 Tahun 1997,
BPN RI, Jakarta.
Direktorat Pengukuran dan Pemetaan 2001, Standar Gambar Ukur dan Surat Ukur, BPN
RI, Jakarta.
Direktorat Jenderal Infrastruktur Keagrariaan 2018, Modul Pembuatan Gambar Ukur dan
Pengembalian Batas, Kementerian ATR/BPN, Jakarta.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun
1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah.
15
5. Tempat mengkartir bidang tanah :
a. Halaman 2 dari Gambar Ukur
b. Halaman 3 dari Gambar Ukur
c. Halaman 4 dari Gambar Ukur
d. Halaman 4 bagian bawah dari Gambar Ukur
6. Tempat mencantumkan besaran-besaran pengukuran :
a. Halaman 1 dari Gambar Ukur
b. Halaman 2 dari Gambar Ukur
c. Halaman 3 dari Gambar Ukur
d. Halaman 4 dari Gambar Ukur
7. Alat tulis/gambar untuk membuat Gambar Ukur, kecuali :
a. ballpoint
b. penggaris
c. pensil
d. tinta tahan air
8. Hal yang dilarang dalam membuat Gambar Ukur :
a. Mencantumkan lebih dari 1 bidang pada DI 107A
b. Hanya mencantumkan 1 bidang pada DI 107
c. Menyambung formulir-formulir Gambar Ukur
d. Mencantumkan angka-angka pengukuran di halaman 2 DI 107A
9. Teknologi yang telah diaplikasikan dalam membuat Gambar Ukur, kecuali :
a. Teknologi pengukuran digital
b. Teknologi penginderaan jauh satelit
c. Teknologi fotografi udara
d. Teknologi fotografi format kecil
10. Untuk pengukuran sistematik menurut Standar GU, nomor urut GU diisi sebanyak :
a. 15 digit
b. 16 digit
c. 17 digit
d. 18 digit
Silakan cocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban pada bagian akhir Modul ini.
16
MODUL II
PETUNJUK MATERI
A. Deskripsi Materi
Pelajarilah tentang teknis pengukuran dan pengumpulan data ukur dari instrumen
analog dan teknis pembuatan gambar ukurnya dengan mengikuti kaidah
penggambaran pada Gambar Ukur. Kerjakanlah soal-soal latihan pada modul untuk
mengukur tingkat pemahaman.
C. Capaian Pembelajaran
17
Sub Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
Sub CPMK 1, Sub CPMK 2
Teknis pembuatan Gambar Ukur (GU) dalam pekerjaan survei pengukuran kadastral
di lapangan dilaksanakan bersamaan dengan pengukuran bidang-bidang tanah. Seorang
petugas ukur akan melaksanakan pengukuran-pengukuran untuk mendapatkan besaran
yang dikehendaki, seperti jarak, sudut, asimut, dan koordinat. Semua data tersebut perlu
dicantumkan pada halaman kedua GU.
Di dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun 1997 (PMNA/KBPN 3/1997) telah diatur mengenai tata cara perolehan
data pengukuran dan pengikatan bidang tanah. Data yang diperoleh selanjutnya dituangkan
ke dalam GU dengan tata cara penulisan sesuai dengan aturan yang berlaku. Penulisan dan
penggunaan simbol-simbol yang dibuat sesuai dengan aturan dimaksudkan agar GU
mudah dibaca atau informatif dalam penyajiannya.
Dalam Modul 2 mata kuliah Pembuatan Gambar Ukur dan Pengembalian Batas ini
dibahas metode pengukuran rincikan bidang tanah, pengikatannya terhadap titik-itik tetap
dan Titik Dasar Teknik (TDT), serta simbolisasi Gambar Ukur menurut berbagai peraturan
yang pernah berlaku. Simbolisasi menurut berbagai peraturan ini perlu disampaikan
karena praktek pembuatan Gambar Ukur di hampir semua Kantor Pertanahan di tanah air
mencampuradukkan aturan-aturan yang pernah ada.
18
Dalam rangka penggambaran dan penghitungan luas bidang tanah, termasuk juga
keperluan pemetaan dan rekonstruksi batas, terdapat berbagai cara pengukuran rincikan
bidang tanah sesuai dengan peralatan yang dipergunakan dan/atau keadaan lapangan, yaitu
sebagai berikut :
1. Untuk bidang tanah yang dapat diukur diagonalnya.
Diagonal
Bidang Tanah
2. Untuk bidang tanah yang tidak dapat diukur diagonalnya, sedangkan alat ukur yang
dipergunakan adalah pita ukur. Dalam kasus ini terdapat 2 (dua) solusi, yaitu :
a. membentuk segitiga besar yang tidak terlalu lancip.
Bangunan
b. membentuk segitiga kecil di pojok bidang, dengan ketentuan panjang sisi segitiga
yang terbentuk minimal sepertiga dari panjang sisi bidang, dan tidak terlalu
lancip.
Bangunan
19
Gambar 8. Pengukuran bidang tanah dengan membentuk segitiga kecil
3. Untuk bidang tanah yang tidak dapat diukur diagonalnya, sedangkan alat ukur yang
dipergunakan adalah pita ukur dan theodolit. Dalam kasus ini terdapat 2 (dua) solusi,
yaitu :
a. alat theodolit ditempatkan di atas salah satu tanda batas bidang tanah.
Bangunan
b. alat theodolit ditempatkan di sembarang titik di dalam atau di luar bidang tanah.
Bangunan Bangunan
20
4. Untuk bidang tanah berupa segibanyak (kompleks) tetapi menyerupai bangun
sederhana.
e. Untuk bidang tanah yang terdapat sisi dengan lengkungan (smooth arc).
21
Saya Telah Belajar
(Tuliskan poin-poin inti dari materi yang telah dipelajari)
BPN-75 BPN-76
garis ukur
22
c. Cara perpanjangan sisi
BPN-75 BPN-76
garis ukur
Gambar 15. Pengikatan dengan cara perpanjangan sisi
d. Cara trilaterasi sederhana
BPN-75 BPN-76
garis ukur
Gambar 16. Pengikatan dengan cara trilaterasi sederhana
Pada cara pengikatan pada sembarang titik (Gambar 14), cara perpanjangan sisi
(Gambar 15), dan cara trilaterasi sederhana (Gambar 16), “bangun segitiga pengikatan”
yang terbentuk tidak diperkenankan terlalu lancip (kurang dari 300) maupun terlalu tumpul
(lebih dari 1500) hal ini kaitannya dengan kekuatan bentuk bangun tersebut. Apabila terjadi
keadaan yang demikian, maka digunakan cara yang lain.
2. Pengikatan dengan metode polar, yang terdiri dari :
a. Dengan unsur sudut dan jarak
13,56
27053’06”
BPN-75
garis ukur
BPN-76
Gambar 17. Pengikatan polar dengan unsur sudut dan jarak
b. Dengan unsur azimut dan jarak
23
U
91034’55”
13,56
BPN-75
BPN-76
24
Tabel 1. Simbolisasi Data Ukur Dan Detil Menurut Berbagai Peraturan
Item Simbolisasi
Penulisan sudut
ukuran (antara dua
arah dg memberi 34015’ 34015’25” 34015’
tanda busur)
Penulisan asimut
ukuran(sepanjang
94015’ 94015’15” 94015’
arah)
Garis-garis lainnya
(garis perpanjangan,
garis tinggi,
diagonal bidang)
25
Tanda batas kayu
Pagar bambu pb pb pb
Pagar kawat
pk pk pk
Pagar hidup ph ph ph
Galengan sawah gl gl gl
Batas di tengah
tembok milik
bersama
Sawah S S
Ladang/kebun
***** LD LD
26
Bangunan B B B
keterangan :
* Pada PP 10/61, sisi bidang tanah yang digambar diperjelas dengan warna kuning.
** Sebelum PP 10/61, aturan ini diimplementasikan untuk pengukuran sisi bidang
tanah.
*** Pada PP 10/61, simbol titik poligon digambarkan sesuai dengan tugu dan ordenya,
dengan tinta warna merah.
**** Pada PP 10/61, garis poligon digambar dengan tinta warna merah.
***** Pada PP 10/61 pada bidang tanah ladang dicantumkan jenis vegetasi.
27
Gambar 19. Contoh pekerjaan GU halaman 2
Saya Telah Belajar
(Tuliskan poin-poin inti dari materi yang telah dipelajari)
II.4. Rangkuman
1. Sebelum suatu bidang tanah diukur, terlebih dahulu perlu dibuat sketsa bidang tanah
tersebut pada halaman 2 Gambar Ukur.
2. Untuk keperluan penggambaran dan penghitungan luas bidang tanah, termasuk juga
keperluan pemetaan dan rekonstruksi batas, terdapat berbagai macam cara pengukuran
rincikan bidang tanah sesuai dengan peralatan yang dipergunakan dan/atau keadaan
lapangan.
3. Pengikatan bidang tanah diperlukan agar bidang-bidang tanah hasil pengukuran dapat
digambarkan pada peta dan dapat direkonstruksi batasnya apabila diperlukan. Supaya
dapat dipetakan maka bidang tanah perlu diikatkan pada Titik Dasar Teknik yang ada
di sekitar bidang, sedangkan pengikatan terhadap titik/objek tetap diperlukan untuk
keperluan rekonstruksi batas.
4. Terdapat 3 (tiga) sumber dokumen yang biasa diacu dalam simbolisasi pengukuran
dan detil-detil di lapangan yaitu PP 10/1961, PMNA/KBPN 3/1997 dan Standar
Gambar Ukur. Penggunaan simbolisasi dari ketiga dokumen tersebut sering
dicampuraduk yang berakibat pada kerancuan dalam pembuatan Gambar Ukur.
28
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.
29
d. 2 jarak dan 1 sudut
7. Alat bantu untuk pengikatan metode siku-siku :
a. rambu ukur
b. prisma sudut
c. theodolit
d. pen ukur
8. Pengikatan dengan cara sembarang titik memerlukan unsur :
a. jarak-jarak
b. jarak-sudut
c. jarak-asimut
d. sudut-asimut
9. pb adalah simbol untuk :
a. pagar besi
b. pagar batu
c. pagar bata
d. pagar bambu
Silakan cocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban pada bagian akhir Modul ini.
30
MODUL III
PETUNJUK MATERI
A. Deskripsi Materi
Di dalam Modul III ini akan disampaikan mengenai produk dari pengukuran dengan
instrumen digital dan tata cara pembuatan Gambar Ukurnya.
Pelajarilah tentang output data dari instrumen digital dan teknis pembuatan gambar
ukurnya apabila menggunakan data digital. Kerjakanlah soal latihan sebagai
pendalaman materi.
C. Capaian Pembelajaran
31
Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
CPMK 1: Taruna dapat membuat Gambar Ukur dari berbagai peralatan dan media
pengukuran, dan mengadministrasikannya.
CPMK 2: Taruna mampu melakukan penggambaran halus dan perhitungan luas
Sub Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
Sub CPMK 1, Sub CPMK 3
32
digital, seperti TS, GNSS, dan lain sebagainya, pembuatan GU dilaksanakan sebagai
lembar tambahan. Ketentuannya, baik hasil pengukuran, pengolahan/hitungan dan hasil
plotting bidang tanah dibuat dengan ukuran A4 sebagaimana formulir GU, dan digunakan
sebagai lampiran. Dengan demikian, terdapat lampiran berupa media selain formulir
Gambar Ukur PMNA/KBPN 3/1997.
III.2. Print Out Data Ukuran Digital, Hasil Hitungan, Dan Gambar Bidang Tanah
Sebagai Bagian Gambar Ukur
Untuk pengukuran bidang tanah yang perekaman datanya dalam format digital,
seperti Total Station, GPS, dan sebagainya, pembuatan Gambar Ukur dapat dilaksanakan
di lembar tambahan. Ketentuannya adalah sebagai berikut:
1. Gambar Ukur terdiri dari 2 berkas, yaitu :
a. D.I.107 atau D.I.107A; dan
b. print-out data ukuran dan hasil hitungan (Gambar 20).
Gambar 20. Contoh print out data ukur dan hasil dari data TS (kiri) dan GNSS (kanan)
2. Halaman 1 D.I.107 atau D.I.107A, diisi sesuai dengan tata cara pengisian
sebagaimana telah dijelaskan pada modul sebelumnya.
3. Halaman 2 D.I.107 atau D.I.107A, dapat dikosongkan dan diberikan keterangan
“Lihat lampiran Gambar Ukur” atau dapat pula digunakan untuk membuat sketsa
33
bidang tanah yang diukur dengan dilengkapi dengan posisi titik yang diamat atau
diukur, serta nilai ukuran posisi titik tersebut (Gambar 21).
4. Halaman 3 D.I.107 atau D.I.107A, jika pada halaman ini tidak digunakan sebagai
kelanjutan penggambaran pada halaman 2 maka dapat digunakan untuk mengkartir.
5. Halaman 4, mengacu pada tata cara pengisian D.I.107 atau D.I.107A.
6. Pada bagian atas masing-masing lembar print-out data, hasil hitungan dan gambar
bidang tanah, ditulis Nomor Gambar Ukur.
7. Untuk penjilidan, D.I.107 (D.I.107A) dan lembar-lembar print-out data ukuran, hasil
hitungan dan gambar bidang tanah dijilid menjadi satu kesatuan.
Gambar 21. Contoh GU halaman 2 dengan metode GNSS CORS (kiri) dan kombinasi
antara GNSS dengan TS (kanan)
Sumber: Direktorat Jenderal Infrastruktur Keagrariaan, 2018
III.3. Rangkuman
1. Teknologi digital yang berkembang pesat dan diaplikasikan dalam pengukuran dan
pemetaan kadastral telah merubah tata cara pembuatan Gambar Ukur. Peralatan-
34
peralatan ukur digital seperti Total Station dan Global Navigation Satellite System
dapat melakukan penyimpanan dan pengolahan data pengukuran sehingga produk
keluaran (print-out) dari instrumen tersebut berupa data mentah dan data yang sudah
diolah, baik dalam bentuk daftar/tabel maupun peta.
2. Untuk pengukuran bidang tanah yang perekaman dan pengolahan datanya dalam
format digital, seperti Total Station, Global Navigation Satellite System, dan
sebagainya, pembuatan Gambar Ukur dilaksanakan dengan lembar tambahan.
Ketentuannya, baik hasil pengukuran, pengolahan/hitungan dan hasil plotting bidang
tanah dibuat dengan ukuran A4 sebagaimana formulir Gambar Ukur, dan digunakan
sebagai lampiran. Dengan demikian, terdapat lampiran berupa media selain formulir
Gambar Ukur.
35
d. Alat pengukur sudut digital
3. Total Station adalah :
a. pengukur sudut dan koordinat, yang dilengkapi recorder dan kecerdasan buatan.
b. pengukur jarak dan sudut yang dilengkapi recorder dan kecerdasan buatan.
c. pengukur jarak yang dilengkapi kecerdasan buatan.
d. pengukur koordinat.
4. Print-out dari piranti ukur digital sebagai gambar ukur :
a. ditempelkan di halaman 2
b. diklip di halaman 3
c. dilampirkan pada lembar Gambar Ukur
d. dimasukkan pada lipatan Gambar Ukur
5. Jika print-out dari piranti digital dijadikan Gambar Ukur, maka halaman 2 berisi :
a. Penatausaahan GU
b. Sketsa bidang dan titik yang diamat
c. Kartir halus
d. Atribut bidang tanah
6. Pada print-out piranti digital yang dijadikan Gambar Ukur ditulisi :
a. Nomor DI 302
b. “Lampiran Gambar Ukur”
c. Nomor Gambar Ukur
d. “Keluaran digital”
7. Cara penyatuan lampiran print-out piranti digital dan formulir Gambar Ukur :
a. diklip
b. dijilid
c. dilem
d. diselipkan pada lembar Gambar Ukur
8. Print-out dari piranti digital untuk pembuatan Gambar Ukur berupa :
a. data mentah, data olahan, dan peta.
b. data ukuran dan data olahan.
c. data olahan.
d. peta.
9. Pada pengukuran dengan piranti digital yang total solution, tidak diperlukan peralatan
berikut, kecuali :
a. ballpoint
36
b. penggaris
c. pensil
d. software pengolah data.
10. Software pengolah data yang total solution dalam membuat Gambar Ukur :
a. Software hitungan dan penggambaran
b. Software hitungan
c. Software penggambaran
d. Software yang canggih
Silakan cocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban pada bagian akhir Modul ini.
MODUL IV
PETUNJUK MATERI
A. Deskripsi Materi
Di dalam Modul IV ini akan disampaikan mengenai penggunaan produk foto udara
dan citra satelit dalam pembuatan Gambar Ukur.
C. Capaian Pembelajaran
37
Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
CPMK 1: Taruna dapat membuat Gambar Ukur dari berbagai peralatan dan media
pengukuran, dan mengadministrasikannya.
CPMK 2: Taruna mampu melakukan penggambaran halus dan perhitungan luas
Sub Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
Sub CPMK 1, Sub CPMK 4
Teknologi fotografi udara dan penginderaan jauh dengan wahana satelit juga telah
diaplikasikan dalam pekerjaan survei pengukuran dan pemetaan kadastral. Hal ini
menuntut seorang petugas ukur untuk dapat memahaminya, sehingga dapat menggunakan
kedua teknologi tersebut dalam pengukuran dan mendapatkan besaran-besaran ukuran di
lapangan yang dapat dituangkan dalam dokumen pengukuran. Besaran-besaran tersebut
antara lain: jarak, sudut, asimut, dan koordinat. Teknik pengukuran untuk mendapatkan
besaran-besaran tersebut juga perlu dituangkan di atas media foto udara atau citra satelit
dengan mengacu pada tata cara pembuatan dokumen Gambar Ukurnya.
Foto udara dalam format blow up-nya serta peta foto, dan citra satelit resolusi tinggi
seperti Ikonos dan Quickbird merupakan media yang bisa digunakan untuk membuat GU.
Dengan digunakannya media-media tersebut sebagai background pada GU maka setiap
besaran ukuran yang diperoleh di lapangan dituangkan di atas media citra tersebut dan
hasilnya dijadikan sebagai lembar tambahan GU.
39
Gambar 22. Contoh penggambaran data ukuran di atas peta foto
Sumber: Direktorat Jenderal Infrastruktur Keagrariaan, 2018
40
Gambar 23. Contoh penulisan data suplesi di atas citra satelit
Sumber: Kementerian ATR/BPN, 2020
4. Halaman 3 D.I.107 atau D.I.107A, digunakan sebagai kartir atau penggambaran halus
dari bidang-bidang tanah yang diukur.
5. Halaman 4, mengacu pada tata cara pengisian D.I.107 atau D.I.107A.
6. Pada bagian atas copy peta foto / blow up foto udara ditulis Nomor Gambar Ukur.
7. Titik batas pada peta foto / blow up foto udara yang asli diprik (dibuat lubang kecil
menggunakan jarum) dan merupakan hasil identifikasi lapangan.
8. Data ukuran (jarak, sudut, azimut) yang dicantumkan di peta foto / blow up foto udara
adalah data ukur yang diambil di lapangan, bukan dari peta.
9. Untuk keperluan penjilidan, D.I.107 atau D.I.107° dan copy peta foto / blow up foto
udara dijilid menjadi satu kesatuan. Penjilidan dilaksanakan dengan sistem lepas
41
antara 50 sampai 100 lembar, yang disimpan per desa/kelurahan. Sedangkan peta foto
/ foto udara asli disimpan di lain tempat.
IV.3. Rangkuman
1. Teknologi pemetaan dengan wahana pesawat udara dan satelit yang berkembang pesat
dan diaplikasikan dalam pengukuran dan pemetaan kadastral telah merubah tata cara
pembuatan Gambar Ukur. Foto udara dan citra satelit resolusi tinggi dapat dipandang
sebagai peta.
2. Pada daerah yang terbuka dan titik batas bidang tanah dapat dengan mudah
diidentifikasi pada peta foto / foto udara / citra satelit, pembuatan GU dapat dilakukan
di turunan media tersebut. Turunan dari masing-masing media tersebut terdiri dari
copy peta foto, blow up foto udara, dan print-out citra satelit.
3. Untuk pengukuran bidang tanah yang perekaman dan pengolahan datanya dalam
format foto/citra, pembuatan GU dilaksanakan sebagai lembar tambahan. Format
tersebut dibuat dengan ukuran A4 dan digunakan sebagai lampiran. Dengan demikian,
terdapat lampiran berupa media selain formulir GU.
4. Dalam hal pembuatan GU yang menggunakan media foto udara atau citra, maka tetap
diadakan pengukuran terestris untuk mendapatkan besaran-besaran pengukuran
rincikan bidang tanah dan pengikatannya. Foto udara atau citra tersebut bukan
merupakan foto atau citra asli, tetapi perlu dibuat turunannya. Lembar turunan ini
akan berlaku sebagai media perekaman data.
42
Direktorat Jenderal Infrastruktur Keagrariaan 2018, Modul Pembuatan Gambar Ukur dan
Pengembalian Batas, Kementerian ATR/BPN, Jakarta.
Kementerian ATR/BPN 2020, Petunjuk Teknis PTSL, Kementerian ATR/BPN, Jakarta.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun
1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah.
43
a. Nomor DI 302
b. “Lampiran Gambar Ukur”
c. Nomor Gambar Ukur
d. “Keluaran digital”
7. Cara penyatuan lampiran media fotografi dan formulir Gambar Ukur :
a. diklip
b. dijilid
c. dilem
d. diselipkan pada lembar Gambar Ukur
8. Penggunaan peta foto dalam pembuatan Gambar Ukur adalah :
a. Media untuk mencantumkan angka-angka ukur.
b. Media pengecekan dalam pembuatan Gambar Ukur.
c. Media yang menjelaskan bidang-bidang tanah.
d. Media yang menjelaskan penggunaan tanah.
9. Sebagai media penulisan angka-angka ukur, aturan penulisan dan simbolisasinya :
a. Diatur tersendiri
b. Mengacu pada peraturan yang ada, sebagaimana pengukuran terestris.
c. Mengacu pada peraturan Kantor Pertanahan.
d. Ditetapkan oleh Pejabat Pengukuran dan Pemetaan.
10. Penjilidan formulir Gambar Ukur dan peta foto dilaksanakan dengan :
a. sistem ordner
b. sistem terikat permanen
c. sistem lepas
d. sistem pemberkasan
Silakan cocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban pada bagian akhir Modul ini.
44
MODUL V
PETUNJUK MATERI
A. Deskripsi Materi
Di dalam Modul V ini akan disampaikan mengenai cara penghitungan luas dari
besaran atau data ukuran yang tercatat dalam Gambar Ukur.
Pelajarilah cara-cara penghitungan luas bidang tanah dengan berbagai macam bentuk
bidang berdasarkan data ukur yang dibuat dalam Gambar Ukur. Kerjakanlah soal
latihan sebagai pendalaman materi.
C. Capaian Pembelajaran
45
PENGHITUNGAN LUAS BIDANG TANAH DARI GAMBAR UKUR
a
Gambar 24. Hitungan luas pada segitiga siku-siku
b
a
c
46
Gambar 25. Hitungan luas pada segitiga segitiga sembarang
c
b
a
4. Luas segitiga yang diukur satu sudut dan dua jarak sisi kakinya
α
b
Gambar 27. Hitungan luas pada segitiga yang diukur salah satu sudut dan 2 sisinya
a
c
α
b
47
Dalam implementasinya di lapangan, terdapat berbagai kasus pengukuran bidang tanah.
Dalam hal ini, pengukuran bidang tanah tersebut harus dapat digunakan untuk menghitung
luas bidang.
Kasus 1.
Bidang tanah segiempat yang dapat diukur jarak sisi-sisi dan diagonalnya.
I
e
c a
II
Gambar 29. Bidang tanah segiempat yang diukur jarak sisi-sisi dan diagonalnya
Kasus 2.
Bidang tanah segiempat yang dapat diukur jarak sisi-sisinya, tetapi tidak dapat diukur
diagonalnya. Untuk mencari jarak diagonal perlu diukur salah satu sudutnya, dengan
mendirikan theodolit di salah satu pojok bidang.
II
e
b I bangu
nan d
Gambar 30. Hitungan luas bidang tanah dengan menggunakan ukuran sudut
48
Kasus 3.
Bidang tanah segiempat yang dapat diukur jarak sisi-sisinya, tetapi tidak dapat diukur
diagonalnya. Untuk mencari jarak diagonal perlu diukur salah satu sudutnya, dengan
mendirikan theodolit di luar atau di dalam bidang. (Syarat : sudut terukur tidak terlalu
lancip atau tumpul).
c
g
II
d
b e
I
α
f
II
g
b
e I d
a
α
f
Gambar 31. Hitungan luas bidang tanah dengan pemotongan sudut di dalam bidang (atas)
dan di luar bidang (bawah)
Kasus 4.
Bidang tanah segiempat yang dapat diukur jarak sisi-sisinya, tetapi tidak dapat diukur
diagonalnya. Untuk mencari jarak diagonal perlu dicari salah satu sudutnya dengan
membuat “segitiga kecil” di salah satu sudutnya.
49
c
h
b II
I d
f
α g
e a
Gambar 32. Hitungan luas bidang tanah dengan membuat “segitiga kecil” efg
Kasus 5.
Bidang tanah segiempat yang dapat diukur jarak sisi-sisinya, tetapi tidak dapat diukur
diagonalnya. Untuk mencari jarak diagonal perlu dicari salah satu sudutnya dengan
membuat “segitiga besar” dari salah satu sudutnya.
d
g
II
b f
a
I
α
e c
Gambar 33. Hitungan luas bidang tanah dengan membuat “segitiga besar” bef
Kasus 6.
Bidang tanah segiempat yang menyerupai segitiga dan dapat diukur jarak sisi-sisi dan
diagonalnya. Karena “segitiga-luasan” yang terbentuk sangat lancip, maka dilakukan
pengukuran “tinggi segitiga-lancip”.
50
c
d
e II
f
I a
b
e
d f
j IV k
III V
g h i
II
l
c
I a
51
Kasus 8.
Bidang tanah yang salah satu pojoknya “tumpul” untuk belokan jalan atau saluran.
I
b
II
f
c
e
V d
k j i
III
IV
h
52
Saya Telah Belajar
(Tuliskan poin-poin inti dari materi yang telah dipelajari)
y
3
2
II
4 y3
III 1
5
I
y4 y2
y5 y1
IV V
x
O x4 x3 x5 x2 x1
L = luas trap. I + luas trap. II + luas trap. III – luas trap. IV – luas trap. V
L = ½ (x1-x2).(y1+y2) + ½ (x2-x3).(y2+y3) + ½ (x3-x4).(y3+y4) – ½ (x5-x4).(y5+y4) – ½ (x1-
x5).(y1+y5)
2L = (x1-x2).(y1+y2) + (x2-x3).(y2+y3) + (x3-x4).(y3+y4) – (x5-x4).(y5+y4) – (x1-x5).(y1+y5)
2L = (x1-x2).(y1+y2) + (x2-x3).(y2+y3) + (x3-x4).(y3+y4) + (x4-x5).(y5+y4) + (x5-x1).(y1+y5)
Apabila rumus di atas diuraikan:
2L = (x1y1+x1y2-x2y1-x2y2) + (x2y2+x2y2-x3y2-x3y3) + (x3y3+x3y4-x4y3-x4y4) + (x4y4+x4y4-
53
x5y4-x5y5) + (x5y5+x5y1-x1y5-x1y1)
Maka:
2L = (x1y2-x2y1) + (x2y2-x3y2) + (x3y4-x4y3) + (x4y4-x5y4)+ (x5y1-x1y5)
Dalam bentuk umum:
Contoh hitungan:
Tabel 2. Hitungan Luas Dengan Koordinat
1 34,76 15,81
34,76 . 28,17 - 10,34 . 15,81 = 815,7138
2 10,34 28,17
10,34 . 14,28 - (-30,55) . 28,17 = 1008,2487
3 -30,55 14,28
(-30,55) . (-18,61) - (-35,42) . 14,28 = 1074,3311
4 -35,42 -18,61
(-35,42) . (-20,77) - 24,94 . (-18,61) = 1199,8068
5 24,94 -20,77
24,94 . 15,81 - 34,76 . (-20,77) = 1116,2666
1 34,76 15,81
2L = 5214,3690
Luas = 2607,1845 m2
54
Keterangan:
Sisi yang diukur di lapangan (contoh: a)
Sisi yang diukur di peta (contoh: t)
V.4. Grafis
Cara penentuan ini adalah yang paling kasar, karena seluruh unsur angka hitungan
didapatkan dari hasil pengukuran di peta. Beberapa cara penentuan luas secara grafis
antara lain :
1. Digitasi peta bidang tanah, penentuan luas dengan digitasi prinsipnya adalah
menentukan koordinat titik-titik batas bidang tanah secara grafis dengan bantuan alat
digitizer, kemudian menghitung luasnya sesuai perhitungan luas menggunakan angka-
angka koordinat. Biasanya perhitungan luas dilakukan oleh software secara otomasi.
2. Planimeter, penentuan luas dengan bantuan alat planimeter. Prinsip kerja alat ini
adalah menelusuri garis batas bidang tanah sampai tertutup kemudian angka luas dapat
dilihat pada tampilan luas pada alat planimeter.
3. Cara transformasi yaitu dengan cara merubah bentuk bidang tanah ke dalam bentuk
yang sederhana sehingga luasnya dapat dihitung dengan mudah (Contoh : segitiga =
½ (alas x tinggi), empat persegi = panjang x lebar, dan lain sebagainya).
4. Dengan mengoverlaykan kertas transparan yang menggambarkan kotak-kotak garis
memanjang dan melintang terhadap peta bidang yang akan dihitung luasnya. Prinsip
perhitungan luasnya adalah menghitung jumlah kotak yang dicakup oleh bidang tanah,
kemudian mengalikan jumlah tersebut terhadap luas per-kotak .
Catatan :
1. Dari cara pengukuran bidang tanah yang telah diuraikan, bahwa pada pengukuran
bidang tanah apabila tersedia peta dasar pendaftaran berupa peta foto dapat
dilaksanakan dengan cara identifikasi lapangan. Hasil pengukuran bidang tanah
dengan cara identifikasi lapangan adalah mendapatkan bentuk bidang tanah di peta
foto. Perhitungan luas bidang tanah dilakukan dengan cara grafis di atas berdasarkan
bentuk bidang tanah di peta foto.
2. Pengukuran bidang tanah dari hasil plotting fotogrametri secara digital, perhitungan
luas bidang tanah dapat dilakukan pada pembentukan bidang-bidang tanah hasil
pengukuran. Dengan bantuan sofware data digital bidang-bidang tanah digital yang
55
terbentuk dapat dihitung luasnya satu per-satu bidang atau seluruh bidang tanah dapat
sekaligus dihitung luasnya secara otomasi.
3. Cara penentuan luas sangat tergantung dari peralatan yang dipakai pada saat
pengukuran bidang tanah:
a. Pengukuran bidang tanah yang dilakukan dengan memakai theodolit atau
peralatan pengukuran yang lebih teliti, perhitungan luas dilakukan dengan
menggunakan angka-angka ukur dan atau menggunakan angka-angka koordinat .
b. Pengukuran bidang tanah yang dilakukan dengan memakai alat ukur sederhana
(misalnya : pita ukur, prisma, dan lain-lain) dapat menggunakan salah satu cara
perhitungan luas yang telah disebutkan di atas.
4. Setiap penghitungan luas bidang tanah dengan metoda semi grafis atau grafis
dilaksanakan minimal 2 (dua) kali (untuk cara perhitungan yang sama maupun yang
berbeda) untuk mengecek tidak adanya blunder dalam penghitungan luas dan
perbedaan antara kedua hasil hitungan tidak lebih besar dari toleransi sebagai berikut:
56
Saya Telah Belajar
(Tuliskan poin-poin inti dari materi yang telah dipelajari)
V.5. Rangkuman
1. Secara analitis dalam menghitung luas bidang-bidang tanah dapat digunakan angka-
angka ukur dan koordinat batas bidang tanah.
2. Hasil pengukuran pengikatan secara polar akan menghasilkan koordinat titik-titik
batas bidang, sehingga dalam menghitung luas bidang-bidang tanah digunakan cara
koordinat.
3. Hasil pengukuran rincikan menggunakan pita ukur akan menghasilkan angka-angka
ukur, sehingga dalam menghitung luas bidang-bidang tanah digunakan cara angka
ukur.
4. Metode angka ukur dan metode koordinat dapat dilaksanakan secara bersama-sama
dalam pengukuran sebuah bidang tanah.
57
2. Rumus untuk menghitung luas trapesium adalah :
a. L = ½ a (t1 + t2)
b. L = ½ a (t1 - t2)
c. L = ½ a (t1/t2)
d. L = ½ a (t1.t2)
3. Rumus untuk menghitung salah satu sudut segitiga yang diketahui sisi-sisinya adalah :
a. α = cos ((a2+b2-c2)/ 2ab)
b. α = cos ((a2+b2-c2)/ 2ac)
c. α = arc cos ((a2+b2-c2)/ 2ac)
d. α = arc cos ((a2+b2-c2)/ 2ab)
4. Rumus untuk menghitung sisi segitiga yang berhadapan dengan sudut yang diukur dan
diketahui 2 sisi yang lain adalah :
a. c = √ (a2 + b2 - ab cos α)
b. c = √ (a2 + b2 - 2ab sin α)
c. c = √ (a2 + b2 - 2ab cos α)
d. c = √ (a2 + b2 + 2ab cos α)
5. Rumus untuk menghitung luas segitiga yang diukur sisi-sisinya adalah :
a. L = √ (s(s-a) (s-b) (s-c)), dalam hal ini : s = (a+b+c)
b. L = √ (s(s-a) (s-b) (s-c)), dalam hal ini : s = ½ (a+b+c)
c. L = √ (s(s+a) (s+b) (s+c)), dalam hal ini : s = (a+b+c)
d. L = √ (s(s-a) (s-b) (s-c)), dalam hal ini : s = 2(a+b+c)
6. Rumus untuk menghitung luas segitiga yang diukur satu sudut dan dua sisi kakinya
adalah :
a. L = ½ (a+b) cos α
b. L = ½ (a+b) sin α
c. L = ½ (a.b) cos α
d. L = ½ (a.b) sin α
7. Hasil pengukuran pengikatan secara polar dapat digunakan untuk menghitung luas
bidang-bidang tanah dengan cara :
a. koordinat
b. angka-angka ukur
c. trigonometri
d. planimetris
58
8. Pengukuran rincikan dapat digunakan untuk menghitung luas bidang-bidang tanah
dengan cara :
a. koordinat
b. angka-angka ukur
c. trigonometri
d. planimetris
9. Pada bidang tanah yang kompleks bentuknya dan sangat luas, serta terdapat halangan-
halangan untuk mendapatkan data jarak dan koordinat, dapat dipakai cara hitungan
luas :
a. koordinat dan angka ukur
b. angka-angka ukur dan trigonometri
c. trigonometri dan planimetris
d. planimetris dan koordinat
10. Rumus umum untuk menghitung luas dengan data koordinat :
a. L = ½ (xn+1.yn - xn.yn+1)
b. L = ½ (xn-1.yn+1 - xn+1.yn-1)
c. L = ½ (xn.yn+1 - xn+1.yn)
d. L = ½ (xn+1.yn+1 - xn-1.yn+1)
Silakan cocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban pada bagian akhir Modul ini.
59
MODUL VI
PETUNJUK MATERI
A. Deskripsi Materi
C. Capaian Pembelajaran
60
Sub Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
Sub CPMK 6
Dalam pekerjaan pemetaan kadastral, seorang surveyor kadaral atau petugas gambar
akan melaksanakan penggambaran halus (mengkartir) dari bidang-bidang tanah yang telah
diukur di lapangan dan tergambarkan dalam Gambar Ukur. Penggambaran dilakukan
secara hati-hati supaya besaran-besaran yang diperoleh dan tercatat dalam GU dapat
tergambarkan atau terpetakan dengan benar dan sesuai dengan kondisi aktual di lapangan.
Di dalam proses penggambaran, tata cara penggambaran mengikuti petunjuk yang ada di
dokumen Standar Gambar Ukur. Di dalam petunjuk Standar Gambar Ukur tersebut diatur
mengenai halaman GU yang digunakan dalam penggambaran, tata cara penulisan,
penamaan detil, skala, satuan, dan lain sebagainya.
VI.1. Pengertian
Definisi penggambaran halus atau pengkartiran menurut “Standar Gambar Ukur dan
Surat Ukur” adalah penggambaran kembali bidang tanah yang telah disketsa dan diukur di
lapangan (Direktorat Pengukuran dan Pemetaan, 2001). Penggambaran halus dilaksanakan
pada halaman kedua bagian bawah dari DI 107 atau halaman ketiga pada DI 107 A.
Kartiran bidang tanah tetap mencantumkan data ukuran dalam bentuk yang telah
diratakan atau telah menjalani proses hitung perataan. Hal ini untuk memudahkan
pengecekan data ukuran dan menyederhanakan gambar bidang yang diukur.
61
2. Terdapat dua jenis data yang digunakan dalam penggambaran halus, yaitu; (1) jarak
dan sudut jurusan, dan (2) koordinat.
a. Untuk data jarak, satuan yang digunakan adalah meter, dengan satuan terkecil
centimeter.
Contoh : 41,23 memiliki arti jarak 41 meter 23 centimeter.
b. Untuk data sudut jurusan, satuan yang digunakan adalah derajat dengan satuan
terkecil menit.
Contoh : 89023’ memiliki arti 89 derajat 23 menit.
c. Untuk data koordinat, satuan yang digunakan adalah meter. Koordinat tersebut
dalam sistem kartesian proyeksi peta (X,Y), bukan dalam sistem koordinat
geodetik (Lintang, Bujur). Data koordinat yang dicantumkan adalah data apa
adanya sesuai dengan hasil ukuran lapangan untuk pengukuran dengan GPS, atau
data koordinat rataan apabila menggunakan Theodolit / TS.
Contoh penulisan data jarak dan sudut jurusan :
Setiap arah dan panjang sisi bidang tanah dinyatakan dengan sudut jurusan dan jarak.
Sudut jurusan dibaca dari kiri ke kanan, sehingga untuk sudut jurusan lebih besar dari 1800
akan ditulis terbalik.
269o23’
Uo B
89 23’
Gambar di samping berarti sudut
62
Gambar 38. Penulisan data sudut jurusan dan jarak pada gambar halus
Contoh penulisan data koordinat :
B A X = 235.234,12
A Y = 751.622,54
B X = 235.244,76
Y = 751.634,56
C X = 235.240,41
Y = 751.600,57
D X = 235.255,29
Y = 751.611,37
Gambar 39. Penulisan data sudut jurusan dan jarak pada gambar halus
Saya Telah Belajar
(Tuliskan poin-poin inti dari materi yang telah dipelajari)
63
Gambar 40. Contoh antara sketsa pengukuran dan hasil pengkartiran
2. Skala gambar
Penggambaran halus harus menggunakan skala yang disesuaikan dengan luas bidang
tanah. Penulisan skala diletakkan di dekat bidang tanah yang dikartir dan
ditempatkan di sebelah atas bagian tengah. Adapun ketentuan pemilihan skala yang
digunakan dalam penggambaran adalah sebagai berikut :
a. Skala 1:500 untuk bidang tanah dengan luas kurang dari 250 m2.
b. Skala 1:1.000 untuk bidang tanah dengan luas antara 250 - 1.000 m2.
c. Skala 1:2.500 untuk bidang tanah dengan luas antara 1.000 - 5.000 m2.
d. Skala 1:10.000 untuk bidang tanah dengan luas antara 5.000 - 80.000 m2.
e. Skala yang lebih kecil disesuaikan dengan luas bidang yang diukur. Apabila
bidang yang terukur sangat luas sehingga penggambarannya memiliki skala yang
lebih kecil daripada 1:50.000, maka penggambaran halus bidang tanah dibuat
pada lembar terpisah dan dijilid menjadi satu dengan D.I.107 atau D.I.107A.
3. Tanda arah utara
Sesuai dengan kaidah pemetaan, arah utara harus selalu menunjuk ke arah atas
bidang gambar. Penunjuk arah utara ditempatkan di sebelah kiri bagian tengah.
4. Luas bidang tanah
Pada bidang tanah yang dikartir harus dicantumkan luas area yang dinyatakan dalam
satuan meter persegi (m2) atau hektar (ha). Satuan ini harus dicantumkan di dalam
penulisan luasan.
5. Terhadap bidang tanah yang telah terdaftar maka:
64
a. Batas bidang tanah yang telah terdaftar harus dibuat lebih tebal dibandingkan
dengan batas bidang tanah sekelilingnya.
b. Pada bidang tanah yang terdaftar dituliskan Nomor Identifikasi Bidang (NIB)-
nya.
6. Penjelasan
Apabila diperlukan, “PENJELASAN” ditempatkan di sebelah kiri bagian bawah.
7. Alat penggambaran halus antara lain:
a. Cara konvensional : taken scaal dan stick passer.
b. Cara computerized : software penggambaran (misal : AutoCAD).
Pada penggambaran halus bidang tanah hasil pengeprikan peta foto / blow up foto udara
dan pengukuran jarak di lapangan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1. Dari hasil identifikasi lapangan, titik batas bidang tanah pada peta foto / blow up foto
udara yang asli di-prik (dibuat lubang kecil dengan menggunakan jarum).
2. Selanjutnya jarak ukuran sisi bidang hasil pengeprikan dicantumkan pada DI 107 / 107
A. Jarak tersebut adalah jarak yang diukur di lapangan, bukan jarak hasil pengukuran
di foto.
3. Hasil ukuran lapangan dan hasil pengeprikan batas tanah pada foto selanjutnya dikartir
di lembar DI 107 / 107 A. Data ukuran yang dicantumkan adalah data hasil rataan.
VI.4. Rangkuman
1. Menurut “Standar Gambar Ukur dan Surat Ukur” yang dikeluarkan oleh Direktorat
Pengukuran dan Pemetaan BPN, penggambaran halus (pengkartiran) adalah
penggambaran kembali bidang tanah yang telah disketsa dan diukur di lapangan.
Penggambaran halus dilaksanakan pada halaman kedua bagian bawah dari D.I.107
atau halaman ketiga pada D.I.107A.
65
2. Kartiran bidang tanah tetap mencantumkan data ukuran dalam bentuk yang telah
diratakan atau telah menjalani proses hitung perataan. Hal ini untuk memudahkan
pengecekan data ukuran dan menyederhanakan gambar bidang yang diukur.
3. Data ukuran yang dicantumkan dalam bentuk yang telah diratakan atau telah
menjalani proses hitung perataan. Terdapat dua jenis data yang digunakan dalam
penggambaran halus, yaitu: (1) jarak dan sudut jurusan, dan (2) koordinat.
4. Dalam penggunaan alat gambar, tidak ada kekhususan dalam menggunakan tinta dan
alat gambar dengan jenis tertentu, namun diharuskan di dalam penggambaran halus
menggunakan tinta yang tidak mudah luntur dan dihapus. Untuk kerapihan dan
kejelasan bidang tanah dan informasi yang dicantumkan, diharuskan untuk
menggunakan penggaris dan pena.
Dalam penggambaran halus disarankan untuk menggunakan peralatan komputer,
printer dan/atau plotter. Hal ini sebagai upaya untuk memudahkan dalam
penggambaran, memperbaiki, dan menyimpan gambar yang telah dibuat, serta
memberikan hasil cetak yang lebih berkualitas.
5. Penggambaran halus harus menggunakan skala yang disesuaikan dengan luas bidang
tanah.
66
a. 1 : 500
b. 1 : 1000
c. 1 : 2500
d. 1 : 3000
3. Penggambaran halus menggunakan skala yang disesuaikan dengan :
a. luas bidang tanah
b. format peta
c. peta pendaftaran
d. tujuan pemetaan
4. Dalam penggambaran halus, tinta yang digunakan mempunyai ketentuan :
a. tidak mudah kering
b. tidak mudah luntur dan dihapus
c. cepat kering
d. beraneka warna
5. Untuk memudahkan dalam penggambaran, memperbaiki, serta menyimpan gambar
halus yang telah dibuat, disarankan untuk menggunakan :
a. printer
b. plotter
c. komputer
d. keyboard
6. Skala 1 : 10.000 pada penggambaran halus, digunakan untuk luasan bidang :
a. 5.000 – 8.000 m2
b. 5.000 – 10.000 m2
c. 5.000 – 18.000 m2
d. 5.000 – 80.000 m2
7. Dua jenis data yang digunakan dalam penggambaran halus adalah :
a. jarak dan sudut, dan koordinat.
b. jarak dan sudut jurusan, dan koordinat.
c. jarak, dan sudut jurusan
d. jarak dan koordinat
8. Skala ditulis di dekat bidang tanah yang dikartir, dan ditempatkan di :
a. sebelah atas bagian tengah
b. sebelah atas bagian kiri
c. sebelah bawah bagian tengah
67
d. sebelah atas bagian kanan
9. Dalam penggambaran halus, penunjuk arah utara ditempatkan di :
a. sebelah kanan bagian atas
b. sebelah kiri bagian bawah
c. sebelah kanan bagian tengah
d. sebelah kiri bagian tengah
10. Satuan luas yang dicantumkan dalam gambar halus adalah :
a. meter persegi atau hektar
b. meter persegi atau acre
c. meter persegi atau kilometer persegi
d. meter persegi atau hektar persegi
Silakan cocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban pada bagian akhir Modul ini.
MODUL VII
PETUNJUK MATERI
A. Deskripsi Materi
68
Pelajarilah tentang maksud/tujuan pengadministrasian dan cara pengadministrasian
Gambar Ukur. Kerjakanlan soal sebagai pendalaman materi.
C. Capaian Pembelajaran
69
dituntut mengetahui tata cara pengarsipan GU, mulai dari pemilahan, pengurutan, tata cara
penyimpanan di rak, sampai dengan pemeliharaan dokumen tersebut.
70
3. Setiap Gambar Ukur dibuatkan nomor Gambar Ukurnya, dengan nomor urut seperti
dalam D.I.302 atau dengan nomor urut yang diberikan dari sistem KKP .
4. Jika bidang tanah yang diukur sangat luas, seperti bidang tanah yang akan
dimohonkan Hak Guna Usaha, maka Gambar Ukur yang dalam bentuk daftar isian,
data ukur, hasil hitungan dan veld werg disatukan menjadi satu berkas.
5. Peta garis / peta foto, blow up foto atau peta lainnya yang digunakan sebagai Gambar
Ukur disimpan pada almari peta yang digunakan khusus penyimpanan arsip Gambar
Ukur, dan tidak disatukan dengan peta lain yang berfungsi sebagai peta dasar atau peta
pendaftaran.
6. Gambar Ukur bidang tanah yang dibuat karena adanya perubahan data fisik disatukan
dalam jilidan yang telah ada, atau jilidan yang baru di mana letaknya disesuaikan
dengan nomor Gambar Ukurnya.
a. Gambar Ukur yang lama tetap berada di posisi semula, tetapi pada bagian muka
lembar Gambar Ukur harus ditandai dengan cara mencoret silang serta dibubuhi
catatan “Diganti dengan nomor xxxxxx” (tulis nomor Gambar Ukur yang baru).
b. Jika Gambar Ukur berisi lebih dari satu bidang tanah, maka yang dicoret adalah
nomor bidang yang mengalami perubahan dan pada kolom KETERANGAN
ditulis “Diganti dengan nomor xxxxxx” (tulis nomor Gambar Ukur yang baru).
c. Selain lembar Gambar Ukur d.i. 107 (di. 107A), jika ada lembar yang disatukan
dengan lembar Gambar Ukur tersebut seperti salinan peta garis / peta foto atau
blow up foto juga harus ditandai.
d. Selain Gambar Ukur, data yang berhubungan dengan bidang dimaksud harus
dicoret.
Dalam hal penyimpanan data digital atau hasil scan GU, tata cara penyimpanan data
GU digital mengacu pada Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN Nomor
5/SE-100.TU.02.01/VIII/2019 tentang Standarisasi Digitalisasi Warkah. Tata cara
pelaksanaan digitalisasi GU adalah sebagai berikut:
1. Pemilahan dokumen, scanning GU dimulai dari tahun yang terbaru. Terhadap
dokumen yang sudah terjilid, dibuka satu per satu sehingga menjadi lembaran ketika
dilakukan scanning.
2. Scan atau pemidaian, hasil scan harus memenuhi sejumlah kriteria sebagai berikut:
a. Resolusi data output yang dihasilkan senilai 150 DPI
b. Lembar yang kosong/tidak ada informasi tidak perlu discan
71
c. Berwarna (autocolor) sesuai aslinya
d. Output file berupa .PDF
3. Indexing atau pengkodean, penyimpanan file data digital GU dilakukan ke dalam
folder per wilayah dan diberikan penamaan dengan cara “GU_8 digit kode wilayah_5
digit nomor_tahun”. Contoh: GU_30051306_00120_2009
4. Data digital GU selanjutnya diupload juga ke server pusat sebagai database KKP
Saya Telah Belajar
(Tuliskan poin-poin inti dari materi yang telah dipelajari)
VII.3. Rangkuman
1. Gambar Ukur yang telah dibuat dan disimpan harus dapat ditemukan dengan cepat
apabila terjadi permohonan dari masyarakat yang menyangkut bidang-bidang tanah
seperti yang tercantum di Gambar Ukur. Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran
tanah, seperti pemecahan bidang tanah akibat kewarisan atau jual-beli atau hibah atau
pun sebab lain, tukar-menukar tanah, penggabungan tanah, akan memerlukan Gambar
Ukur yang diarsip.
2. Demikian juga pada kasus sengketa batas bidang tanah yang telah terdaftar akan
memerlukan Gambar Ukur untuk alat bukti bahwa bidang tanah tersebut sudah pernah
diukur batas-batasnya. Dengan menggunakan besaran-besaran pengukuran batas
bidang maka persengketaan dapat diselesaikan melalui mediasi maupun melalui
pengadilan. Dengan demikian Gambar Ukur juga dapat dijadikan data rekonstruksi
bidang tanah pada kasus-kasus bencana alam.
3. Mengingat pentingnya dokumen Gambar Ukur seperti disebutkan di atas, maka GU
harus disimpan dengan baik mengikuti peraturan penatausahaan Gambar Ukur yang
ada. Bahkan perlu untuk dilakukan penyimpanan secara digital dengan mengikuti
kaidah penyimpanan data digital yang berlaku.
72
Direktorat Pengukuran dan Pemetaan 2001, Standar Gambar Ukur dan Surat Ukur, BPN
RI, Jakarta.
Kementerian ATR/BPN 2020, Petunjuk Teknis PTSL, Kementerian ATR/BPN, Jakarta.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun
1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah
73
d. 100 buah
6. Gambar Ukur dibuatkan nomor Gambar Ukurnya dengan nomor urut seperti dalam :
a. d.i. 107
b. d.i. 207
c. d.i. 302
d. d.i. 305
7. Peta garis / peta foto, blow up foto atau peta lainnya yang digunakan sebagai Gambar
Ukur disimpan pada almari peta yang digunakan khusus untuk :
a. penyimpanan arsip peta dasar pendaftaran
b. penyimpanan arsip peta pedaftaran
c. penyimpanan arsip peta bidang tanah
d. penyimpanan arsip Gambar Ukur
8. Suhu ruang penyimpanan/arsip Gambar Ukur sebaiknya :
a. panas
b. sejuk
c. lembab
d. dingin
9. Berikut adalah cara perawatan dokumen Gambar Ukur yang benar, kecuali :
a. ventilasi cukup
b. diberi cairan kimiawi
c. dimasukkan dalam ordner
d. ditaruh di almari khusus
10. Jika bidang tanah yang diukur sangat luas, seperti bidang tanah yang akan
dimohonkan Hak Guna Usaha, maka pemberkasan Gambar Ukur meliputi, kecuali :
a. daftar isian
b. data ukur dan hasil hitungan
c. sketsa lokasi
d. veld werg
Silakan cocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban pada bagian akhir Modul ini.
74
MODUL VIII
PETUNJUK MATERI
A. Deskripsi Materi
Di dalam Modul VIII ini akan disampaikan mengenai pengertian rekonstruksi, dalil
matematis dalam pengembalian batas, dan tahapan/langkah rekonstruksi batas bidang
tanah.
C. Capaian Pembelajaran
75
REKONSTRUKSI BATAS BIDANG TANAH
76
Dengan tidak cocoknya keadaan bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar di
lapangan dengan data yang ada di dokumen GU atau Surat Ukur sebagai bagian dari
Sertipikat, maka tanda-tanda batas perlu dikembalikan/direkonstruksi sesuai dengan data
pengukuran sebelumnya. Hal ini perlu dilaksanakan untuk menghindari persengketaan
batas di kemudian hari, yang berarti pula menjamin kelestarian kepastian hukum objek
hak. Dokumen GU menjadi prasyarat mutlak dilakukannya rekonstruksi batas karena dapat
digunakan untuk mencari titik-titik ikat yang dibutuhkan pada saat rekonstruksi dan untuk
mengembalikan posisi patok batas ke posisi semula sesuai dengan besaran sudut, jarak,
azimuth, maupun koordinat yang tercantum dalam GU.
Secara teknis, pekerjaan rekonstruksi batas sering pula disebut staking-out atau
realokasi, yaitu menerapkan ukuran-ukuran metrik atau gambar yang telah ada atau yang
direncanakan (di atas meja) ke lapangan (lokasi proyek). Dalam pekerjaan rekonstruksi
batas, GU digunakan sebagai “gambar rencana pekerjaan” yang akan di-stake-out-kan di
lapangan. Terdapat 3 jenis pekerjaan rekonstruksi batas, yaitu :
1. Rekonstruksi batas secara langsung, yaitu pekerjaan pengembalian batas yang
dilaksanakan dengan menggunakan semua data asli yang tercantum di GU tanpa
melakukan hitungan-hitungan untuk memperoleh data turunan.
2. Rekonstruksi batas secara tidak langsung, yaitu pekerjaan pengembalian batas yang
dilaksanakan dengan menurunkan data asli yang tercantum di GU, data turunan
diperoleh dari penghitungan-penghitungan terhadap data asli.
3. Rekonstruksi batas secara kombinasi, yaitu pekerjaan pengembalian batas yang
dilaksanakan dengan mengkombinasikan 2 jenis pekerjaan di atas.
77
VIII.2. Dalil/Rumus Matematik Untuk Rekonstruksi Batas
Beberapa dalil matematik dan rumus geometri yang digunakan untuk merekonstruksi
batas secara tidak langsung adalah sebagai berikut:
1. Dalil Pythagoras
A C
Ω
B
(sin α) / A = (sin β) / B = (sin Ω) / C
α
A
C
β
3. Rumus “cosinus”
α
C
d A = d sin α
A B = d cos α
78
α
B
Gambar 44. Rumus trigonometri pada segitiga siku-siku
5. Rumus trigonometri Ilmu Ukur Tanah
a. Koordinat relatif suatu titik terhadap titik lain yang diketahui koordinatnya :
XB = XA + dAB sin αAB
YB = YA + dAB cos αAB
b. Jarak antara dua titik yang diketahui koordinatnya :
dAB = √((XB - XA)2 + (YB - YA)2)
c. Asimut dua titik yang diketahui koordinatnya :
αAB = arc tan ((XB - XA) / (YB - YA))
Saya Telah Belajar
(Tuliskan poin-poin inti dari materi yang telah dipelajari)
79
a. titik-titik tanda batas bidang tanah yang bersangkutan;
b. titik-titik batas bidang tanah yang bersebelahan atau yang ada di sekitarnya; dan
c. Titik Dasar Teknik dan/atau detil-detil tetap lainnya yang digunakan sebagai
ikatan.
4. Apabila keadaan lapangan dan peralatan ukur yang dibawa memungkinkan untuk
dilaksanakan rekonstruksi secara langsung, maka petugas ukur dapat langsung
melaksanakannya. Tetapi apabila tidak dapat dilakukan rekonstruksi secara langsung,
maka dilakukan penghitungan-penghitungan data hasil ukuran rincikan maupun
pengikatan terhadap titik dasar teknik atau titik-titik tetap lainnya di sekitar bidang
tanah, sehingga dihasilkan data turunan baru yang memungkinkan dilakukannya
rekonstruksi secara tidak langsung.
5. Stake-out-kan data rekonstruksi ke lapangan. Jangan lupa untuk melakukan
pengukuran lebih sebagai kontrol rekonstruksi.
6. Pasang patok batas hasil rekonstruksi.
Apabila terdapat besaran turunan (hasil penghitungan baru pada rekonstruksi tidak
langsung) perlu dicantumkan ke dalam Gambar Ukur. Apabila besaran-besaran tersebut
samasekali baru sehingga tidak memungkinkan dimuat di Gambar Ukur, maka dibuatkan
Gambar Ukur baru, dengan ketentuan tidak membuang/memusnahkan Gambar Ukur lama.
Saya Telah Belajar
(Tuliskan poin-poin inti dari materi yang telah dipelajari)
VIII.4. Rangkuman
1. GambarUkur (GU) merupakan data otentik pengukuran bidang-bidang tanah. GU
tidak hanya digunakan sebagai tempat catatan data fisik dalam pendaftaran tanah
pertama kali, tetapi merupakan dokumen abadi dan dinamis yang mempunyai
kekuatan bukti di kemudian hari.
2. Jika suatu ketika terjadi kasus sengketa batas bidang tanah yang telah terdaftar, akan
diperlukan Gambar Ukur untuk alat bukti bahwa bidang tanah tersebut sudah pernah
diukur batas-batasnya. Dengan menggunakan besaran-besaran pengukuran batas
bidang maka persengketaan dapat diselesaikan. Dengan demikian Gambar Ukur juga
80
dapat dijadikan data rekonstruksi bidang tanah, juga pada kasus-kasus bencana alam
yang mengakibatkan hilangnya batas-batas bidang tanah. Hal ini perlu dilaksanakan
untuk menghindari persengketaan batas di kemudian hari, yang berarti pula menjamin
kelestarian kepastian hukum objek hak.
3. Terdapat 3 jenis pekerjaan rekonstruksi batas, yaitu :
a. Rekonstruksi batas secara langsung,
b. Rekonstruksi batas secara tidak langsung, dan
c. Rekonstruksi batas secara kombinasi.
81
b. Gambar Ukur
c. Gambar Situasi
d. Peta Pendaftaran
4. Jika peralatan ukur yang digunakan berbeda dengan peralatan ukur sewaktu
pendaftaran tanah pertama kali, maka rekonstruksi batas dilaksanakan secara :
a. Cara langsung
b. Cara kombinasi
c. Cara tidak langsung
d. Cara sembarang
5. Pengembalian batas yang dilaksanakan dengan menggunakan semua data asli yang
tercantum di Gambar Ukur, tanpa melakukan hitungan-hitungan untuk memperoleh
data turunan disebut :
a. Cara langsung
b. Cara kombinasi
c. Cara tidak langsung
d. Cara sembarang
6. Pengembalian batas yang dilaksanakan dengan data asli yang tercantum di Gambar
Ukur dan melakukan hitungan-hitungan untuk memperoleh data turunan disebut :
a. Cara langsung
b. Cara kombinasi
c. Cara tidak langsung
d. Cara sembarang
7. Berikut ini adalah dalil/rumus yang digunakan sebagai dasar dalam rekonstruksi batas
secara tidak langsung, kecuali :
a. rumus sinus
b. rumus cosinus
c. dalil Archimedes
d. dalil Phytagoras
8. Apabila pada waktu rekonstruksi diturunkan besaran-besaran baru sehingga tidak
memungkinkan dimuat di Gambar Ukur, maka :
a. dibuatkan Gambar Ukur baru
b. dibuatkan lampiran kertas putih seukuran Gambar Ukur
c. dibuatkan foto lapangannya
82
d. dibuatkan Gambar Situasi , dengan ketentuan tidak membuang/memusnahkan
Gambar Ukur lama.
9. Jika dibuatkan Gambar Ukur baru pada waktu rekonstruksi batas, maka Gambar Ukur
lama :
a. dimusnahkan
b. tidak dimusnahkan
c. nomor Gambar Ukur lama disesuaikan
d. tidak berlaku
10. Secara teknis, agar hasil rekonstruksi meyakinkan harus dilakukan :
a. pengikatan kembali
b. pengukuran lebih
c. pengukuran diagonal
d. pengikatan ke titik-titik tetap
Silakan cocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban pada bagian akhir Modul ini.
83
MODUL IX
PETUNJUK MATERI
A. Deskripsi Materi
C. Capaian Pembelajaran
84
REKONSTRUKSI BATAS MENGGUNAKAN DOKUMEN SELAIN GAMBAR UKUR
Kejadian luar biasa berupa bencana alam seperti badai tsunami yang terjadi di
Nanggroe Aceh Darussalam, telah memporakporandakan sendi-sendi kehidupan.
Bangunan fisik dan bangunan budaya yang telah dibangun oleh masyarakat Aceh selama
berabad-abad lamanya telah rusak. Tidak terkecuali Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh
juga rusak diterjang badai. Dokumen-dokumen pertanahan juga tidak luput dari
kehancuran dan sebagian musnah. Rekonstruksi pertanahan dalam Program RALAS
(Reconstruction of Aceh Land Administration System) telah diupayakan berturut-turut
mulai dari tahun anggaran 2005 hingga berakhir pada tahun anggaran 2008.
Dalam merekonstruksi bidang-bidang tanah yang dokumen pendaftaran tanahnya
musnah, telah ditempuh upaya rekonstruksi menggunakan dokumen selain Gambar Ukur.
Dokumen tersebut berupa citra satelit resolusi tinggi sebelum bencana dan setelah
bencana. Citra tersebut sangat besar peranannya, di samping dokumen-dokumen lain yang
diarsip di Kantor Pertanahan yang masih utuh.
85
Dalam suatu kejadian luar biasa, seperti bencana tsunami yang telah terjadi di
Nanggroe Aceh Darussalam yang menimbulkan kerusakan yang meluas, rekonstruksi
bidang tanah dilakukan terhadap bidang-bidang tanah yang telah terdaftar maupun yang
belum bersertipikat/belum terdaftar. Hal ini dilaksanakan agar terwujud “rasa keadilan”
dan kepastian hukum obyek hak, serta untuk mengantisipasi munculnya sengketa
pertanahan di masa yang akan datang.
Terdapat beberapa persyaratan teknis untuk dapat dilaksanakannya rekonstruksi,
yaitu sebagai berikut:
1. Terdapat “gambar rencana” yang memuat ukuran-ukuran rincikan bidang tanah
dan/atau pengikatannya. Gambar rencana dalam hal ini antara lain: (a) Gambar Ukur,
dapat berupa D.I.107 maupun D.I.107A; (b) arsip Surat Ukur; (c) Peta Pendaftaran
(Digital) yang dibuat dalam proses pendaftaran tanah sebelumnya; dan (d) Citra
Resolusi Tinggi yang dapat diturunkan angka-angka ukurnya.
2. Terdapat infrastruktur lapangan dalam pekerjaan rekonstruksi : patok batas di sekitar
bidang, Titik Dasar Teknik, obyek-obyek tetap yang dijadikan ikatan/acuan.
86
Saya Telah Belajar
(Tuliskan poin-poin inti dari materi yang telah dipelajari)
87
Prosedur atau tahapan kegiatan yang dilakukan dalam rekonstruksi secara terestris
adalah sebagai berikut:
1. Siapkan data pendaftaran tanah sebelumnya sesuai dengan urutan prioritas : Gambar
Ukur → arsip Surat Ukur → Peta Pendaftaran (digital).
2. Cari titik-titik di lapangan yang dapat digunakan sebagai referensi untuk keperluan
pengukuran rekonstruksi, berupa :
a. beberapa titik batas bidang tanah bersangkutan yang masih ada ;
b. beberapa titik batas bidang tanah bersebelahan yang masih ada ;
c. Titik Dasar Tknik atau titik obyek lainnya yang digunakan sebagai ikatan
pengukuran bidang tanah.
3. Rencanakan metode pengukuran rekonstruksi, apabila secara langsung maka gunakan
data asli dan apabila secara tidak langsung maka gunakan data turunan
4. Siapkan peralatan : Total Station / theodolit dan /atau meteran. Siapkan alternatif
peralatan lain seperti GPS tipe pemetaan.
5. Setting-out-kan dimensi-dimensi ukuran data rencana ke lapangan.
6. Pasang patok batas pada titik-titik batas hasil rekonstruksi.
7. Administrasikan hasil rekonstruksi, dengan ketentuan :
a. Jika data asli Gambar Ukur yang digunakan, maka cukup dibuatkan Berita Acara.
b. Jika menggunakan data asli dan turunan Gambar Ukur maka dibuatkan dokumen
Berita Acara dan Gambar Ukur baru dengan mengeplotkan tanda batas.
c. Jika menggunakan data Surat Ukur maka dibuatkan dokumen Berita Acara,
Gambar Ukur baru dengan mengeplot tanda batas.
d. Jika menggunakan data Peta Pendaftaran maka dibuatkan dokumen Berita Acara,
Gambar Ukur baru dengan mengeplot tanda batas.
Saya Telah Belajar
(Tuliskan poin-poin inti dari materi yang telah dipelajari)
IX.3. Rekonstruksi Tidak Langsung Secara Ekstraterestris Dengan Citra Dan GPS
Metode ini merupakan alternatif terakhir, yang dapat dilaksanakan apabila:
88
a. para warga masyarakat sudah tidak bisa mengenali lagi batas-batas bidang
tanahnya ;
b. tidak ada dokumen : Gambar Ukur / arsip Surat Ukur / Peta Pendaftaran ; dan
c. daerahnya terbuka.
Di lokasi bencana Aceh yang secara spatial kerusakannya meluas, diperlukan “peta”
yang menginformasikan keadaan sebelum bencana terjadi. Tetapi persoalannya, daerah
yang sudah dibuat peta pendaftaran yang memuat bidang-bidang tanah masih relatif sedikit
di tanah air kita. Kondisi ini juga terjadi di lokasi bencana Nanggroe Aceh Darussalam.
Terlebih lagi apabila peta-peta yang diarsip Kantor Pertanahan tersebut ikut musnah.
Apabila benar kondisinya seperti di atas, “peta” yang paling layak untuk keperluan
rekonstruksi batas adalah peta foto udara atau citra satelit beresolusi tinggi ( 1 meter).
Tetapi foto udara sebelum bencana tidak tersedia. Oleh karena itu, dapat dipakai citra
satelit IKONOS dan/atau Quickbird. Citra IKONOS & Quickbird pada saluran
pankromatik, masing-masing pada wilayah penyiaman on nadir mempunyai resolusi 0,82
meter dan 0,61 meter, dan pada wilayah penyiaman off-nadir masing-masing mempunyai
resolusi 1 meter dan 0,72 meter. Citra ini dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi letak
relatif batas-batas bidang yang akan di-stake out.
Prosedur atau tahapan pelaksanaan rekonstruksi tidak langsung dengan citra adalah
sebagai berikut:
1. Rektifikasi citra agar didapat hasil yang akurat dan dalam sistem jaring kerangka dasar
kadastral nasional (KDKN). Dalam rektifikasi membutuhkan titik dasar teknik
(Ground Control Point/GCP) untuk “meletakkan” peta tersebut dalam sistem KDKN.
Apabila GCP tidak ada maka perlu dilakukan pengadaan GCP dengan GPS Geodetik.
Pengadaan GCP tidak perlu berujud tugu beton sebagaimana spesifikasi teknik, tetapi
dapat dilakukan terhadap obyek permanen yang masih bertahan pasca bencana dan
memenuhi syarat teknis, serta dapat dengan mudah dikenali di muka
2. Setelah tersedia citra yang sudah rectified dan berada pada sistem pemetaan kadastral
nasional, selanjutnya dilakukan identifikasi lapangan dan pengeprikan terhadap detil-
detil batas bidang tanah yang akan direkonstruksi di atas citra tersebut dengan
melibatkan peran serta warga.
3. Dengan metode digital (misal dengan AutoCAD Map), akhirnya dapat diperoleh
koordinat dalam sistem KDKN dari obyek-obyek yang akan direkonstruksi.
89
4. Di samping data di atas, diperlukan juga citra sejenis yang menyajikan informasi
existing pasca bencana. Citra ini bermanfaat untuk memandu petugas rekonstruksi
dalam melakukan setting-out koordinat titik-titik detil yang diperoleh dari hasil
pengeprikan.
5. Dengan melakukan overlay terhadap layer titik-titik rekonstruksi dan peta pasca
bencana, akan lebih memudahkan dalam pekerjaan teknis rekonstruksi di lapangan.
6. Peralatan rekonstruksi yang dapat diandalkan dalam pekerjaan ini adalah GPS tipe
pemetaan. Dengan metode pengamatan stop and go dan kemampuan pengamatan real
time kinematic (RTK), rekonstruksi batas dapat dilaksanakan dengan waktu yang
relatif cepat dan hasil yang cukup akurat.
7. Dalam stake-out tersebut perlu juga direkam koordinat hasil stake-out, yang
selanjutnya divisualisasikan dalam layer Peta Dasar Pendaftaran.
Saya Telah Belajar
(Tuliskan poin-poin inti dari materi yang telah dipelajari)
90
Kesulitan yang serius kemungkinan adalah tidak adanya para pemilik tanah yang
telah meninggal. Tetapi suasana senasib sepenanggungan yang tumbuh di lokasi bencana,
yang melahirkan toleransi dan mendorong warga untuk berbagi beban hidup, kemungkinan
akan turut melancarkan pekerjaan ini.
Pekerjaan rekonstruksi secara teknis harus dilaksanakan sesuai dengan kaidah
pengukuran kadastral, karena hal ini menyangkut rasa keadilan dan terciptanya kepastian
subyek dan obyek hak. Petugas lapangan dari Kementerian ATR/BPN perlu pro aktif
dalam melaksanakan tugasnya : menyuluh, mengarahkan, membimbing dan
mengkoordinir warga yang masih ada untuk merekonstruksi batas bidang-bidang tanah
yang dimiliki / dikuasainya. Kemungkinan rekonstruksi ini dapat dilaksanakan setelah ada
data warga masyarakat yang bertahan hidup dan yang sudah tewas.
Para warga diminta kembali ke lokasi bencana untuk melaksanakan rekonstruksi
batas bidang-bidang tanah dangan data atau dokumen yang masih ada dan/atau melalui
panduan citra daerah lokasi bencana. Pengetahuan warga tentang letak relatif bidang tanah
yang dikuasai atau dimilikinya terhadap bidang tanah tetangganya, serta pengetahuan
mereka terhadap obyek-obyek yang masih bertahan akan sangat membantu pekerjaan
rekonstruksi yang akan dilaksanakan secara teknis sesuai dengan kaidah pengukuran
kadastral.
Bersama dengan warga yang masih ada, selanjutnya dapat diidentifikasi dan
diinventarisir : subyek dan obyek hak atas bidang-bidang tanah yang belum bersertifikat
ataupun bidang tanah yang sudah bersertifikat tetapi dokumen atau arsipnya hilang.
Berikut adalah tabel permasalahan administrasi pertanahan akibat bencana gempa dan
tsunami di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Tabel 3. Permasalahan Administrasi Pertanahan di Wilayah Aceh Pasca Tsunami
IX.5. Rangkuman
1. Asas spesialitas yang dianut dalam pendaftaran tanah menyatakan bahwa suatu bidang
tanah mempunyai keunikan dalam hal letak, luas dan batas-batasnya. Oleh karena itu,
apabila terdapat bidang tanah yang sudah terdaftar yang tanda-tanda batasnya tidak
jelas (berpindah atau hilang), maka patok batas bidang tanah tersebut perlu
direkonstruksi seperti sediakala.
2. Dalam suatu kejadian luar biasa, seperti bencana tsunami yang telah terjadi di
Nanggroe Aceh Darussalam yang menimbulkan kerusakan yang meluas, rekonstruksi
bidang tanah tidak hanya bidang-bidang tanah yang telah terdaftar. Tetapi juga
bidang-bidang tanah yang belum bersertipikat. Hal ini perlu dilaksanakan agar
terwujud “rasa keadilan” dan kepastian hukum obyek hak, serta untuk mengantisipasi
munculnya sengketa pertanahan di masa yang akan datang.
3. Rekonstruksi di daerah yang terkena bencana dan kerusakannya sangat parah dan
meluas dapat dilaksanakan dengan metode terestris dan ekstraterestris.
4. Perlunya memberdayakan masyarakat di daerah yang terkena bencana dan
kerusakannya sangat parah dan meluas. Para warga diminta kembali ke lokasi
bencana untuk melaksanakan rekonstruksi batas bidang-bidang tanah dangan data atau
dokumen yang masih ada dan/atau melalui panduan citra daerah lokasi bencana.
Pengetahuan warga tentang letak relatif bidang tanah yang dikuasai atau dimilikinya
terhadap bidang tanah tetangganya, serta pengetahuan mereka terhadap obyek-obyek
yang masih bertahan akan sangat membantu pekerjaan rekonstruksi yang akan
dilaksanakan secara teknis sesuai dengan kaidah pengukuran kadastral.
92
Direktorat Pengukuran dan Pemetaan 2001, Standar Gambar Ukur dan Surat Ukur, BPN
RI, Jakarta.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun
1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah
93
5. Penggunaan citra resolusi tinggi untuk rekonstruksi batas, termasuk dalam kategori
rekonstruksi :
a. Cara langsung
b. Cara kombinasi
c. Cara tidak langsung
d. Cara sembarang
6. Citra IKONOS & Quickbird pada saluran pankromatik, masing-masing pada wilayah
penyiaman on nadir mempunyai resolusi :
a. 0,82 meter & 0,61 meter
b. 1 meter dan 0,72 meter
c. 0,61 meter dan 0,72 meter
d. 0,82 meter dan 0,72 meter
7. Citra IKONOS & Quickbird pada saluran pankromatik, masing-masing pada wilayah
penyiaman off-nadir masing-masing mempunyai resolusi :
a. 0,82 meter dan 0,72 meter
b. 0,61 meter dan 0,72 meter
c. 1 meter dan 0,72 meter
d. 0,82 meter & 0,61 meter
8. Dalam rekonstruksi secara ekstraterestris, kegunaan GPS adalah untuk mendapatkan :
a. Citra digital
b. Koordinat nasional
c. Resolusi citra yang tinggi
d. Peta yang bagus
9. Agar efektif dan efisien, GPS untuk merekonstruksi batas-batas bidang tanah dapat
digunakan tipe :
a. Geodetik
b. Pemetaan
c. Navigasi
d. Handheld
10. Metode rekonstruksi secara ekstraterestris merupakan alternatif terakhir, yang dapat
dilaksanakan di daerah yang terkena bencana dan kerusakannya sangat parah dan
meluas apabila, kecuali :
a. para warga masyarakat sudah tidak bisa mengenali lagi batas-batas bidang
tanahnya
94
b. tidak ada dokumen : Gambar Ukur / arsip Surat Ukur / Peta Pendaftaran
c. daerahnya terbuka
d. banyak tutupan lahan
Silakan cocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban pada bagian akhir Modul ini.
1 a b a a b c d d d
2 c b a b a d a d c
3 a d b d d a b b b
4 a b c b c b c c a
5 b b b b b c b a c
6 b a c c d d c b a
7 c b b b a b d c c
8 c a a a b a b a b
9 d d d b a d b b b
10 a c a c c a c b d
95