Anda di halaman 1dari 3

Nama : DWI RIZKHA FEBRIANTI

No. Absen : 05
Kelas : X-B FARMASI

B.J. HABIBIE

Prof. Dr.-Ing. Ir. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng. (25 Juni 1936 – 11 September 2019) adalah Presiden
Republik Indonesia yang ketiga. Sebelumnya, B.J. Habibie menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia
ke-7, menggantikan Try Sutrisno. B. J. Habibie menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan
presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Sebelum memasuki dunia politik, Habibie dikenal luas sebagai seorang
profesor dan ilmuwan dalam teknologi aviasi internasional dan satu-satunya presiden Indonesia hingga saat ini
yang berlatarbelakang teknokrat.

Kelahiran: 25 Juni 1936, Parepare


Meninggal: 11 September 2019, RSPAD GATOT Subroto, Jakarta
Masa kepresidenan: 21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999
Cucu: Nadia Sofia Fitri Dahlia, Muhammad Pasha Nur Fauzan, lainnya
Anak: Ilham Akbar Habibie, Thareq Kemal Habibie
Pasangan: Hasri Ainun Besari (m. 1962–2010)
Orang tua: Alwi Abdul Jalil Habibie, Tuti Marini Puspowardojo

B.J. Habibie kemudian digantikan oleh Abdurrahman Wahid[5] (Gus Dur) yang terpilih sebagai presiden pada 20
Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan dan 7 hari (sebagai wakil
presiden) dan juga selama 1 tahun dan 5 bulan (sebagai presiden), B. J. Habibie merupakan Wakil Presiden dan
juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan terpendek.

B. J. Habibie merupakan presiden Indonesia pertama yang terlahir di luar Jawa dan berasal dari etnis
Gorontalo, Sulawesi[7][8] dari garis keturunan ayahnya yang berasal dari Kabila, Gorontalo dan etnis Jawa dari
ibunya yang berasal dari Yogyakarta.

Saat ini, Pemerintah Provinsi Gorontalo telah membangun Monumen B.J. Habibie di depan pintu gerbang
utama Bandar Udara Djalaluddin, di Kabupaten Gorontalo. Selain itu, masyarakat Provinsi Gorontalo pun
sempat mengusulkan nama B.J. Habibie digunakan sebagai nama universitas negeri setempat, menggantikan
nama Universitas Negeri Gorontalo yang masih digunakan.
Bacharuddin Jusuf Habibie (B. J. Habibie) merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi
Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Ayahnya yang berprofesi sebagai ahli pertanian yang
berasal dari etnis Gorontalo, sedangkan ibunya berasal dari etnis Jawa.

Alwi Abdul Jalil Habibie (ayah dari B.J. Habibie) memiliki marga "Habibie", salah satu marga asli dalam struktur
sosial Pohala'a (Kerajaan dan Kekeluargaan) di Gorontalo. Sementara itu, R.A. Tuti Marini Puspowardojo (ibu
dari B.J. Habibie) merupakan anak seorang dokter spesialis mata di Yogyakarta dan ayahnya yang bernama
Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah.

Marga Habibie dicatat secara historis berasal dari wilayah Kabila, sebuah daerah di Kabupaten Bone Bolango,
Provinsi Gorontalo. Dari silsilah keluarga, kakek dari B.J. Habibie merupakan seorang pemuka agama, anggota
majelis peradilan agama, serta salah satu pemangku adat Gorontalo yang tersohor pada saat itu. Keluarga
besar Habibie di Gorontalo terkenal gemar beternak sapi, memiliki kuda dalam jumlah yang banyak, serta
memiliki perkebunan kopi.

Habibie belajar tentang keilmuan teknik mesin di Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang
Institut Teknologi Bandung) pada tahun 1954. Pada 1955–1965, Habibie melanjutkan studi teknik penerbangan,
spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat. Menerima gelar diploma insinyur pada
1960 dan gelar doktor insinyur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.

Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di


Hamburg, Jerman Barat. Pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas permintaan Presiden Soeharto.

Habibie kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sejak tahun 1978 sampai
Maret 1998. Gebrakan B. J. Habibie saat menjabat Menristek diawalinya dengan keinginannya untuk
mengimplementasikan "Visi Indonesia". Menurut Habibie, lompatan-lompatan Indonesia dalam "Visi
Indonesia" bertumpu pada riset dan teknologi, khususnya pula dalam industri strategis yang dikelola oleh PT
IPTN, PT Pindad, dan PT PAL. Targetnya, Indonesia sebagai negara agraris dapat melompat langsung menjadi
negara industri dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sementara itu, ketika menjabat sebagai Menristek, Habibie juga terpilih sebagai Ketua Ikatan Cendekiawan
Muslim se-Indonesia (ICMI) yang pertama. Habibie terpilih secara aklamasi menjadi Ketua ICMI pada tanggal 7
Desember 1990.

Riwayat karir profesional Habibie


1960–1965 Asisten Riset, Lehrstuhl und Institut fur Leichtbau (Pimpinan dan Lembaga Konstruksi Ringan),
Rheinisch-Westfaelische Technische Hochshule (RTWH), Aachen, Jerman - sekarang Universitas Teknologi Rhein
Westfalen Aachen;
1965-1966 Special Scientist, Hamburger Flugzeugbau (HFB) GmbH, Hamburg, Jerman;
1966–1969 Kepala, Bagian Penelitian dan Pengembangan Analisis Struktur, HFB GmbH, Hamburg, Jerman -
1968 Messerschmitt AG merger dengan Bolkow GmbH menjadi Messerschmitt-Bolkow GmbH - 1969
Messerschmitt-Bolkow GmbH merger dengan Hamburger Flugzeugbau menjadi Messerschmitt-Bolkow-Blohm
(MBB) GmbH;
1969–1973 Kepala, Divisi Metode dan Teknologi Pesawat Angkut Niaga dan Militer, MBB GmbH, Hamburg,
Jerman;
1974–1978 VP, Direktorat Penerapan Teknologi, MBB GmbH, Hamburg, Jerman;
1974-1998 Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) - berawal dengan 5 Jan'74 menjadi
Penasehat Direktur Utama PN Pertamina dan Penasehat Presiden hingga pada Mei'74 membentuk dan menjadi
Kepala Divisi Teknologi dan Teknologi Penerbangan (ATTP) PN Pertamina - lalu pada 1 Apr'76 ATTP menjadi
Divisi Advance Teknologi PN Pertamina (ATP) - kemudian pada 21 Agu'78 menjadi Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi;
1976-1998 Direktur Utama PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio (Persero) - dibentuk 26 Apr'76 sebagai
penggabungan unsur Teknologi Penerbangan Divisi ATTP PN Pertamina dengan Lembaga Industri Penerbangan
Nurtanio (LIPNUR) - sekarang PT Dirgantara Indonesia (Persero);
1978-1998 Direktur Utama Perum Dok dan Galangan Kapal - dibentuk 29 Mar'78 dari Komando Penataran
Angkatan Laut (KONATAL), sebelum 1970 bernama Penataran Angkatan Laut (PAL) - sekarang PT PAL Indonesia
(Persero);
1978-1998 Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (Otorita Batam) - sekarang Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam);
1983-1998 Direktur Utama PT Pindad (Persero) - dibentuk 29 Apr'83 dari Perindustrian TNI Angkatan Darat
(Pindad);
1984-1998 Ketua Dewan Riset Nasional - peningkatan dari Tim Perumus Program Utama Nasional Riset dan
Teknologi (PEPUNAS RISTEK) yang dibentuk 11 Mei'78;
1989-1998 Ketua Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) dan Wakil Ketua Dewan Pembina Industri Strategis
(DPIS);

Pekerjaan
Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di
Hamburg, Jerman Barat. Pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas permintaan Presiden Soeharto.
Habibie kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sejak tahun 1978 sampai
Maret 1998. Gebrakan B. J. Habibie saat menjabat Menristek diawalinya dengan keinginannya untuk
mengimplementasikan "Visi Indonesia". Menurut Habibie, lompatan-lompatan Indonesia dalam "Visi
Indonesia" bertumpu pada riset dan teknologi, khususnya pula dalam industri strategis yang dikelola oleh PT
IPTN, PT Pindad, dan PT PAL. Targetnya, Indonesia sebagai negara agraris dapat melompat langsung menjadi
negara industri dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara itu, ketika menjabat sebagai
Menristek, Habibie juga terpilih sebagai Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) yang pertama.
Habibie terpilih secara aklamasi menjadi Ketua ICMI pada tanggal 7 Desember 1990. Puncak karier Habibie
terjadi pada tahun 1998, di mana saat itu ia diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia (21 Mei 1998 - 20
Oktober 1999), setelah sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden ke-7 (menjabat sejak 14 Maret 1998
hingga 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto.

Keluarga
Bacharuddin Jusuf Habibie (B. J. Habibie) merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi
Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Ayahnya yang berprofesi sebagai ahli pertanian yang
berasal dari etnis Gorontalo,[12][13] sedangkan ibunya berasal dari etnis Jawa.[14]
Alwi Abdul Jalil Habibie (ayah dari B.J. Habibie) memiliki marga "Habibie", salah satu marga asli dalam struktur
sosial Pohala'a (Kerajaan dan Kekeluargaan)[15] di Gorontalo. Sementara itu, R.A. Tuti Marini Puspowardojo
(ibu dari B.J. Habibie) merupakan anak seorang dokter spesialis mata di Yogyakarta dan ayahnya yang bernama
Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah.[16]
Marga Habibie dicatat secara historis berasal dari wilayah Kabila, sebuah daerah di Kabupaten Bone Bolango,
Provinsi Gorontalo.[17][18] Dari silsilah keluarga, kakek dari B.J. Habibie merupakan seorang pemuka agama,
anggota majelis peradilan agama, serta salah satu pemangku adat Gorontalo yang tersohor pada saat itu.[19]
Keluarga besar Habibie di Gorontalo terkenal gemar beternak sapi, memiliki kuda dalam jumlah yang banyak,
serta memiliki perkebunan kopi.

Anda mungkin juga menyukai