Anda di halaman 1dari 16

[tutup]

Ikuti kompetisi EUforia Wiki4Climate dan menangkan hadiahnya! Pendaftaran dibuka

1–31 Oktober 2019. Daftar di sini.

B. J. Habibie
Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya
dapat dipastikan. Mohon bantu kami untuk mengembangkan artikel
ini dengan cara menambahkan rujukan ke sumber tepercaya. Pernyataan tak
bersumber bisa saja dipertentangkan dan dihapus.
Cari sumber: "B. J. Habibie" – berita · surat
kabar · buku · cendekiawan · JSTOR (Pelajari cara dan kapan saatnya untuk
menghapus pesan templat ini)

Artikel ini tentang seorang tokoh yang baru saja meninggal. Beberapa
informasi, terutama seputar sebab kematian dan pemakamannya, dapat
berubah sewaktu-waktu.

Prof. Dr. Ing. H.

B. J. Habibie
FREng

Presiden Indonesia ke-3

Masa jabatan
21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999

Wakil Presiden Tidak ada


Pendahulu Soeharto

Pengganti Abdurrahman Wahid

Wakil Presiden Indonesia ke-7

Masa jabatan
11 Maret 1998 – 21 Mei 1998

Presiden Soeharto

Pendahulu Try Sutrisno

Pengganti Megawati Soekarnoputri

Menteri Negara Riset dan Teknologi Indonesia ke-4

Masa jabatan
29 Maret 1978 – 11 Maret 1998

Presiden Soeharto

Pendahulu Soemitro Djojohadikoesoemo

Pengganti Rahardi Ramelan

Kepala Badan Pengusahaan Batam ke-3

Masa jabatan
Maret 1978 – Maret 1998

Pendahulu JB Sumarlin

Pengganti Junus Effendi Habibie

Informasi pribadi
Lahir 25 Juni 1936

Afdeling Parepare, Celebes, Hindia Belanda

(Parepare, Sulawesi Selatan)

Meninggal 11 September 2019 (umur 83)

dunia Jakarta, Indonesia

Sebab kematian Gagal jantung

 Indonesia
Kebangsaan
 Jerman (Kehormatan)

Partai politik
Golkar

Pasangan Hasri Ainun Besari

Anak  Ilham Akbar

 Thareq Kemal

Orang tua  Alwi Abdul Jalil Habibie

 Tuti Marini Puspowardojo

Alma mater  Universitas Indonesia Bandung

 Rheinisch-Westfälische Technische Hochschule

Aachen

Profesi Insinyur

Tanda tangan

Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng[1] (lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 25
Juni 1936 – meninggal di Jakarta, 11 September 2019 pada umur 83 tahun[2]) adalah Presiden
Republik Indonesia yang ketiga. Sebelumnya, B.J. Habibie menjabat sebagai Wakil Presiden
Republik Indonesia ke-7, menggantikan Try Sutrisno. B. J. Habibie menggantikan Soeharto yang
mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998.[3][4]
B.J. Habibie kemudian digantikan oleh Abdurrahman Wahid[5] (Gus Dur) yang terpilih sebagai
presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan
dan 7 hari (sebagai wakil presiden) dan juga selama 1 tahun dan 5 bulan (sebagai presiden), B.
J. Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan
terpendek.[6]
Dari sekian banyak presiden Indonesia, B. J. Habibie merupakan satu-satunya Presiden yang
berasal dari etnis Gorontalo, Sulawesi[7][8] dari garis keturunan Ayahnya yang berasal
dari Kabila, Gorontalo dan etnis Jawa dari ibunya yang berasal dari Yogyakarta.[9]
Saat ini, Pemerintah Provinsi Gorontalo telah menginisiasi dibangunnya Monumen B.J.
Habibie di depan pintu gerbang utama Bandar Udara Djalaluddin, di Kabupaten
Gorontalo.[10][11] Selain itu, masyarakat Provinsi Gorontalo pun sempat mengusulkan nama B.J.
Habibie digunakan sebagai nama universitas negeri setempat, menggantikan nama Universitas
Negeri Gorontalo yang masih digunakan.[12][13]

Daftar isi

 1Keluarga dan Pendidikan


o 1.1Habibie dan Keluarga
o 1.2Pernikahan
o 1.3Pendidikan
 2Pekerjaan dan Karier
o 2.1Riwayat Pekerjaan
o 2.2Riwayat Karir Pemerintahan
 3Masa Kepresidenan
o 3.1Kebijakan Politik
o 3.2Kebijakan Ekonomi
o 3.3Akhir Jabatan Presiden Habibie
 4Pasca-kepresidenan
 5Kematian
 6Penghargaan
 7Apresiasi Pemerintah Daerah
o 7.1Tanah Leluhur dan Kampung Halaman
o 7.2Tanah Kelahiran
 8Filmografi
 9Publikasi
o 9.1Karya Habibie
o 9.2Mengenai Habibie
 10Lihat pula
 11Referensi
 12Pranala luar

Keluarga dan Pendidikan[sunting | sunting sumber]

Habibie beserta keluarga

Habibie dan Keluarga[sunting | sunting sumber]


B.J. Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil
Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Ayahnya yang berprofesi sebagai ahli pertanian
yang berasal dari etnis Gorontalo[14][15], sedangkan ibunya dari etnis Jawa.[16]
Alwi Abdul Jalil Habibie (Ayah dari B.J. Habibie) memiliki marga "Habibie", salah satu marga asli
dalam struktur sosial Pohala'a (Kerajaan dan Kekeluargaan)[17] di Gorontalo. Sementara itu, R.A.
Tuti Marini Puspowardojo (Ibu dari B.J. Habibie) merupakan anak seorang dokter spesialis mata
di Jogjakarta, dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah.[18]
Marga Habibie dicatat secara historis berasal dari wilayah Kabila, sebuah daerah di Kabupaten
Bone Bolango, Provinsi Gorontalo[19][20]. Dari silsilah keluarga, kakek dari B.J. Habibie merupakan
seorang pemuka agama, anggota majelis peradilan agama serta salah satu pemangku adat
Gorontalo yang tersohor pada saat itu.[21] Keluarga besar Habibie di Gorontalo terkenal gemar
beternak sapi, memiliki kuda dalam jumlah yang banyak, serta memiliki perkebunan kopi.
Sewaktu kecil, Habibie pernah berkunjung ke Gorontalo untuk mengikuti proses khitanan dan
upacara adat yang dilakukan sesuai syariat islam dan adat istiadat Gorontalo.[22]
Pernikahan[sunting | sunting sumber]
Pada awalnya, kisah cinta antara Habibie dan Ainun bermula sejak masih remaja, ketika
keduanya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Namun, keduanya baru saling
memperhatikan ketika sama-sama bersekolah di SMA Kristen Dago Bandung, Jawa
Barat.[23] Komunikasi mereka akhirnya terputus setelah Habibie melanjutkan kuliah dan bekerja di
Jerman, sementara Ainun tetap di Indonesia dan berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Dokumentasi Pernikahan B.J. Habibie dan Ainun menggunakan Adat Pernikahan Gorontalo (Resepsi
Pernikahan)

B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962 di Rangga Malela,
Bandung. Akad nikah Habibie dan Ainun digelar secara adat dan budaya Jawa, sedangkan
resepsi pernikahan digelar keesokan harinya dengan adat dan budaya Gorontalo di Hotel
Preanger. Ketika menikah dengan Habibie, Ainun dihadapkan dengan dua pilihan, memilih untuk
tetap bekerja di rumah sakit anak-anak di Hamburg atau berperan serta berkarya di belakang
layar sebagai istri dan ibu rumah tangga[24]. Setelah berdiskusi dengan Habibie, Ainun pun
akhirnya memilih opsi yang kedua. Dari pernikahan keduanya, Habibie dan Ainun dikaruniai dua
orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.[25]

Dokumentasi Pernikahan B.J. Habibie dan Ainun menggunakan Adat Pernikahan Jawa (Akad Nikah)

Pendidikan[sunting | sunting sumber]


B. J. Habibie pernah menuntut ilmu di Sekolah Menengah Atas Kristen Dago.[26] Habibie
kemudian belajar tentang keilmuan teknik mesin di Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Bandung (sekarang Institut Teknologi Bandung) pada tahun 1954. Pada 1955–1965, Habibie
melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH
Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom ingenieur pada 1960 dan gelar doktor
ingenieur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.

Pekerjaan dan Karier[sunting | sunting sumber]


Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang
berpusat di Hamburg, Jerman[27]. Pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas permintaan
mantan presiden Soeharto.
Habibie kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978
sampai Maret 1998. Gebrakan B. J. Habibie saat menjabat Menristek diawalinya dengan
keinginannya untuk mengimplementasikan "Visi Indonesia". Menurut Habibie, lompatan-
lompatan Indonesia dalam "Visi Indonesia" bertumpu pada riset dan teknologi, khususnya pula
dalam industri strategis yang dikelola oleh PT. IPTN, PINDAD, dan PT. PAL.[28] Targetnya,
Indonesia sebagai negara agraris dapat melompat langsung menjadi negara Industri dengan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sementara itu, ketika menjabat sebagai Menristek, Habibie juga terpilih sebagai Ketua Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang pertama. Habibie terpilih secara aklamasi menjadi
Ketua ICMI pada tanggal 7 Desember 1990.[29]
Puncak karir Habibie terjadi pada tahun 1998, dimana saat itu ia diangkat sebagai Presiden
Republik Indonesia (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999), setelah sebelumnya menjabat sebagai
Wakil Presiden ke-7 (menjabat sejak 14 Maret 1998 hingga 21 Mei 1998) dalam Kabinet
Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto.[30]
Riwayat Pekerjaan[sunting | sunting sumber]

 Direktur Utama PT Perindustrian Angkatan Darat (Pindad)


 Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
 Ketua Dewan Pembina Industri Strategis (BPIS)
 Ketua Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS)
 Ketua Dewan Riset Nasional (1999)
 Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam
 Anggota Dewan Komisaris Pertamina
 Asisten Riset Ilmu Pengetahuan Institut Kontruksi Ringan
Rheinsich Westfaelische Technische Hochshule, Aachen,
Jerman Barat (1960–1965)
 Kepala Departemen Riset dan Pengembangan Analisa Struktur,
Hamburg, Jerman Barat (1966–969)
 Kepala Divisi Metode dan Teknologi Pesawat Komersil/Pesawat
Militer Messerschmidt Boelkow Blohm (MBB) Gmbh, Hamburg,
Jerman Barat (1969–1973)
 Wakil Presiden/Direktur Teknologi Messerschmidt Boelkow
Blohm (MBB), Hamburg, Jerman Barat (1974–1978)
 Penasihat Direktur Utama (Dirut) Pertamina (1974–1978)
 Direktur Utama PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN),
Bandung (1976)
 Direktur Utama PT Pelayaran Armada Laut (PAL), Surabaya
(1978)
 Profesor Kehormatan/Guru Besar dalam bidang Konstruksi
Pesawat Terbang Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung
(1997)
Riwayat Karir Pemerintahan[sunting | sunting sumber]

 Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan III


(1978–1983)
 Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan IV
(1983–1988)
 Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan V
(1988–1993)
 Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan VI
(1993–1998)
 Ketua Tim Keputusan Presiden (Keppres) 35
 Wakil Presiden RI (1998)
 Presiden RI (1998–1999)

Masa Kepresidenan[sunting | sunting sumber]

Pelantikan Presiden B.J. Habibie pada tanggal 21 Mei 1998

Habibie mewarisi kondisi keadaan negara kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada
masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh
wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk
sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana
Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi.
Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan
berpendapat dan kegiatan organisasi.[31][32]
Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil memberikan landasan kukuh bagi Indonesia,
pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai
Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi daerah. Melalui penerapan UU otonomi
daerah inilah gejolak disintegrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan
akhirnya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya UU otonomi
daerah bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni
Soviet dan Yugoslavia.
Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan berbagai macam kontroversi bagi
masyarakat Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah
konstitusional.[33] Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan
bahwa "bila Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Sedangkan pihak yang
kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tidak konstitusional. Hal ini
bertentangan dengan ketentuan pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "sebelum
presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan
MPR atau DPR".
Kebijakan Politik[sunting | sunting sumber]
Langkah-langkah yang dilakukan BJ Habibie di bidang politik adalah:[34][35]

 Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan


aspirasinya sehingga banyak bermunculan partai-partai politik
baru yakni sebanyak 48 partai politik
 Membebaskan narapidana politik (napol) seperti Sri Bintang
Pamungkas (mantan anggota DPR yang masuk penjara karena
mengkritik Presiden Soeharto) dan Muchtar
Pakpahan (pemimpin buruh yang dijatuhi hukuman karena
dituduh memicu kerusuhan di Medan tahun 1994)
 Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen
 Membentuk tiga undang-undang yang demokratis yaitu :

1. UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik


2. UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu
3. UU No. 4 tahun 1999 tentang Susunan Kedudukan
DPR/MPR

 Menetapkan 12 Ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang


mencerminkan jawaban dari tuntutan reformasi yaitu :

1. Tap MPR No. VIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap No.


IV/MPR/1983 tentang Referendum
2. Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap
MPR No. II/MPR/1978 tentang Pancasila sebagai asas
tunggal
3. Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap MPR
No. V/MPR/1978 tentang Presiden mendapat mandat dari
MPR untuk memiliki hak-hak dan Kebijakan di luar batas
perundang-undangan
4. Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang Pembatasan masa
jabatan Presiden dan Wakil Presiden maksimal hanya dua
kali periode.
12 Ketetapan MPR antara lain :

1. Tap MPR No. X/MPR/1998, tentang pokok-pokok reformasi


pembangunan dalam rangka penyelematan dan normalisasi
kehidupan nasional sebagai haluan negara
2. Tap MPR No. XI/MPR/1998, tentang penyelenggaraan
negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan
nepotisme
3. Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang pembatasan masa
jabatan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia
4. Tap MPR No. XV/MPR/1998, tentang penyelenggaraan
Otonomi daerah
5. Tap MPR No. XVI/MPR/1998, tentang politik ekonomi dalam
rangka demokrasi ekonomi
6. Tap MPR No. XVII/MPR/1998, tentang Hak Asasi Manusia
(HAM)
7. Tap MPR No. VII/MPR/1998, tentang perubahan dan
tambahan atas Tap MPR No. I/MPR/1998 tentang peraturan
tata tertib MPR
8. Tap MPR No. XIV/MPR/1998, tentang Pemilihan Umum
9. Tap MPR No. III/V/MPR/1998, tentang referendum
10. Tap MPR No. IX/MPR/1998, tentang GBHN
11. Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pemberian tugas dan
wewenang khusus kepada Presiden/mandataris MPR dalam
rangka menyukseskan dan pengamanan pembangunan
nasional sebagai pengamalan Pancasila
12. Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
Kebijakan Ekonomi[sunting | sunting sumber]
Di bidang ekonomi, ia berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar antara
Rp 10.000 – Rp 15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama setelah
pertanggungjawabannya ditolak MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per
dolar AS nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya. Selain itu, ia
juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi
perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ
Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

 Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui


pembentukan BPPN dan unit Pengelola Aset Negara
 Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
 Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp.
10.000,00
 Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah
utang luar negeri
 Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF
 Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat
 Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
Akhir Jabatan Presiden Habibie[sunting | sunting sumber]
Menurut pihak oposisi, salah satu kesalahan terbesar yang ia lakukan saat menjabat sebagai
Presiden ialah memperbolehkan diadakannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor
Leste). Ia mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik saat itu, yaitu mengadakan jajak
pendapat bagi warga Timor Timur untuk memilih merdeka atau masih tetap menjadi bagian dari
Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999.
Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tidak puas dengan latar belakang Habibie
semakin giat menjatuhkannya. Upaya ini akhirnya berhasil saat Sidang Umum 1999, ia
memutuskan untuk tidak mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya ditolak
oleh MPR.
Pandangan terhadap pemerintahan Habibie pada era awal reformasi cenderung bersifat negatif,
tapi sejalan dengan perkembangan waktu banyak yang menilai positif pemerintahan Habibie.
Salah satu pandangan positif itu dikemukan oleh L. Misbah Hidayat dalam bukunya Reformasi
Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden.[36]


Visi, misi dan kepemimpinan presiden Habibie dalam menjalankan agenda reformasi
memang tidak bisa dilepaskan dari pengalaman hidupnya. Setiap keputusan yang diambil
didasarkan pada faktor-faktor yang bisa diukur. Maka tidak heran tiap kebijakan yang
diambil kadangkala membuat orang terkaget-kaget dan tidak mengerti. Bahkan sebagian
kalangan menganggap Habibie apolitis dan tidak berperasaan. Pola kepemimpinan Habibie
seperti itu dapat dimaklumi mengingat latar belakang pendidikannya sebagai doktor di
bidang konstruksi pesawat terbang. Berkaitan dengan semangat demokratisasi, Habibie telah
melakukan perubahan dengan membangun pemerintahan yang transparan dan dialogis.
Prinsip demokrasi juga diterapkan dalam kebijakan ekonomi yang disertai penegakan hukum
dan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Dalam mengelola kegiatan kabinet sehari-haripun,
Habibie melakukan perubahan besar. Ia meningkatkan koordinasi dan menghapus
egosentisme sekotral antarmenteri. Selain itu sejumlah kreativitas mewarnai gaya
kepemimpinan Habibie dalam menangani masalah bangsa.[37] Untuk mengatasi persoalan
ekonomi, misalnya, ia mengangkat pengusaha menjadi utusan khusus. Dan pengusaha itu ”
sendiri yang menanggung biayanya. Tugas tersebut sangat penting, karena salah satu
kelemahan pemerintah adalah kurang menjelaskan keadaan Indonesia yang sesungguhnya
pada masyarakat internasional. Sementara itu pers, khususnya pers asing, terkesan hanya
mengekspos berita-berita negatif tentang Indonesia sehingga tidak seimbang dalam
pemberitaan.

Pasca-kepresidenan[sunting | sunting sumber]


Setelah ia tidak menjabat lagi sebagai presiden, Habibie sempat tinggal dan menetap di Jerman.
Tetapi, ketika era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, ia kembali aktif sebagai penasihat
presiden untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat organisasi yang
didirikannya Habibie Center dan akhirnya menetap dan berdomisili di Indonesia.
Kontribusi besar Habibie bagi bangsa ini pun tetap tercurahkan ketika masa kepemimpinan
Presiden Joko Widodo. Habibie aktif memberikan masukan dan gagasan pembangunan bagi
pengembangan sumber daya manusia di Indonesia.[38] Kesibukan lain dari B. J. Habibie adalah
mengurusi industri pesawat terbang yang sedang dikembangkannya di Batam. Habibie menjabat
sebagai Komisaris Utama dari PT. Regio Aviasi Industri, sebuah perusahaan perancang pesawat
terbang R-80 dan kemudian menyerahkan pucuk pimpinan perusahaan tersebut kepada
anaknya, Ilham Habibie.[39]

Kematian[sunting | sunting sumber]


B.J.Habibie meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto pada tanggal 11 September 2019 pukul
18.05 WIB karena penyakit yang dideritanya (gagal jantung) dan faktor usia. Sebelumnya,
Habibie telah menjalani perawatan intensif sejak 1 September 2019.[40] Ia kemudian dimakamkan
di samping istrinya di Taman Makam Pahlawan Kalibata slot 120 pada tanggal 12
September 2019 pukul 14.00 WIB. Upacara pemakaman dihadiri oleh Presiden Republik
Indonesia Joko Widodo sebagai inspektur upacara.

Penghargaan[sunting | sunting sumber]


 Anggota Kehormatan Persatuan Insinyur Malaysia (IEM)
 Anggota Kehormatan Japanese Academy of Engineering
 Anggota Kehormatan The Fellowship of engineering of United
Kingdom, London
 Anggota Kehormatan The National Academy of Engineering, AS
 Anggota Kehormatan Academie Nationale de l'Air et de
l'Espace, Perancis
 Anggota Kehormatan The Royal Aeronautical Society, Inggris
 Anggota Kehormatan The Royal Swedish Academy of
engineering Science, Swedia
 Anggota Kehormatan Gesselschaft Fuer Luft und Raumfarht
(Lembaga Penerbangan & Ruang Angkasa) Jerman
 Anggota Kehormatan American Institute of Aeronautics and
Astronautics, AS
 Anggota Kehormatan Masyarakat Aeronautika Kerajaan Inggris
(1983)
 Anggota Kehormatan Lembaga Penerbangan dan Antariksa,
Jerman (1983)
 Anggota Kehormatan Akademi Aeronautika Perancis (1985)

Apresiasi Pemerintah Daerah[sunting | sunting sumber]


Tanah Leluhur dan Kampung Halaman[sunting | sunting sumber]
Gorontalo merupakan daerah asal dari keluarga besar B.J. Habibie di Sulawesi. Daerah ini
begitu erat kaitannya dengan jejak historis Habibie sewaktu kecil. Adapun beberapa bentuk
apresiasi pemerintah daerah di Gorontalo atas jasa dan pengabdian Habibie bagi bangsa dan
negara selama ini, diantaranya adalah:

 Pemberian Gelar Adat Pulanga (sebuah gelar adat tertinggi) dari


Dewan Adat dan Pemangku Adat 5 Kerajaan di Gorontalo (Limo
lo Pohala'a)
 Pembangunan Monumen B.J. Habibie di wilayah Isimu,
Gorontalo[41]
 Pembangunan dan Peresmian Rumah Sakit Provinsi dr. Ainun
Habibie di Limboto[42]
 Usulan penggunaan nama Universitas B.J. Habibie,
menggantikan nama Universitas Negeri Gorontalo[43]
 Usulan penggunaan nama Bandar Udara B.J. Habibie,
menggantikan nama Bandar Udara Djalaluddin Gorontalo[44]
 Usulan Pembangunan Museum Habibie yang berlokasi di
Rumah Keluarga Besar Habibie, Gorontalo
 Penggunaan nama B.J. Habibie sebagai nama ruas jalan
protokol di Gorontalo[45]
Tanah Kelahiran[sunting | sunting sumber]
B.J. Habibie dilahirkan di salah satu kota tua di Sulawesi Selatan, yaitu Kota Parepare. Kota
Parepare merupakan tempat tinggal Habibie sewaktu kecil bersama kedua orang tuanya. Karena
kenangannya kecil berada di kota tersebut, maka pemerintah daerah pun begitu tinggi
mengapresiasi sosok Habibie sebagai tokoh kebanggaan Parepare yang diwujudkan dalam
beberapa kebijakan pemerintah, diantaranya:

 Pembangunan Monumen Cinta Ainun Habibie di Kota


Parepare[46]
 Pembangunan Rumah Sakit Daerah Ainun Habibie di Kota
Parepare[47]
 Penggunaan nama B.J. Habibie sebagai nama ruas jalan
protokol di Kota Parepare
 Usulan Pendirian Institut Teknologi Habibie di Pare Pare[48]

Filmografi[sunting | sunting sumber]


 Dalam film Habibie & Ainun dan Rudy Habibie, Habibie
diperankan oleh Reza Rahadian, sementara Bima
Azriel berperan sebagai Habibie kecil[49] dan Esa Sigit juga
berperan sebagai Habibie remaja dalam film Rudy Habibie.
 Dalam film Di Balik 98, Habibie diperankan oleh Agus
Kuncoro.[50]
 Dalam film Habibie & Ainun 3, Habibie muda diperankan
oleh Jefri Nichol. Pemeranan tersebut sempat menuai
kontroversi karena pada saat promo film dirilis terjadi
penangkapan Nichol atas kasus narkoba, yang menimbulkan
spekulasi terhadap jadwal penayangan film.[51]

Publikasi[sunting | sunting sumber]


Karya Habibie[sunting | sunting sumber]
 Proceedings of the International Symposium on Aeronautical
Science and Technology of Indonesia / B. J. Habibie; B.
Laschka [Editors]. Indonesian Aeronautical and Astronautical
Institute; Deutsche Gesellschaft für Luft- und Raumfahrt 1986
 Eine Berechnungsmethode zum Voraussagen des Fortschritts
von Rissen unter beliebigen Belastungen und Vergleiche mit
entsprechenden Versuchsergebnissen, Presentasi pada
Simposium DGLR di Baden-Baden,11-13 Oktober 1971
 Beitrag zur Temperaturbeanspruchung der orthotropen
Kragscheibe, Disertasi di RWTH Aachen, 1965
 Sophisticated technologies : taking root in developing countries,
International journal of technology management : IJTM. -
Geneva-Aeroport : Inderscience Enterprises Ltd, 1990
 Einführung in die finite Elementen Methode,Teil 1, Hamburger
Flugzeugbau GmbH, 1968
 Entwicklung eines Verfahrens zur Bestimmung des
Rißfortschritts in Schalenstrukturen, Hamburger Flugzeugbau
GmbH, Messerschmitt-Bölkow-Blohm GmbH, 1970
 Entwicklung eines Berechnungsverfahrens zur Bestimmung der
Rißfortschrittsgeschwindigkeit an Schalenstrukturen aus A1-
Legierungen und Titanium, Hamburger Flugzeugbau GmbH,
Messerschmitt-Bölkow-Blohm GmbH, 1969
 Detik-detik Yang Menentukan – Jalan Panjang Indonesia
Menuju Demokrasi, 2006 (memoir mengenai peristiwa tahun
1998)
 Habibie dan Ainun, The Habibie Center Mandiri, 2009 (memori
tentang Ainun Habibie)
 Pesawat N-250 Gatot Kaca.
Setelah menyatakan mengundurkan diri sebagai presiden RI, Suharto menyerahkan kekuasaan
kepada Wakil Presiden B.J. Habibie. Pada saat itu juga Wakil Presiden B.J. Habibie diambil
sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana Negara.
Pada masa pemerintahan B.J. Habibie, kehidupan politk di Indonesia Mengalami beberapa
perubahan. Masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie ditandai dengan dimulainya kerja sama
dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi.
Selain itu, B.J. Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan memberikan
kebebasan dalam berekspresi. Beberapa langkah perubahan diambil oleh B.J. Habibie, seperti
liberalispartai politik, pemberian kebebasan pers, kebebasan bependapat, dan pencabutan UU
Subversi. Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia
untuk dimintai pertimbangannya dalam rangka membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai
oleh Presiden Soeharto, namun mengalami kegagalan. Pada tanggal itu pula, Gedung DPR/MPR
semakin penuh sesak oleh para mahasiswa dengan tuntutan tetap yaitu reformasi dan turunnya
Soeharto dari kursi kepresidenan. Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 WIB bertempat di
Istana Negara, Presiden Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden dihadapan ketua dan
beberapa anggota dari Mahkamah Agung. Pada tanggal itu pula, dan berdasarkan Pasal 8 UUD 1945.
Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie untuk menggantikannya menjadi presiden, serta
pelantikannya dilakukan di depan Ketua Mahkamah Agung dan para anggotanya. Maka sejak saat
itu, Presiden Republik Indonesia dijabat oleh B.J. Habibie sebagai presiden yang ke-3. Naiknya
Habibie menjadi presiden menggantikan Presiden Soeharto menjadi polemik dikalangan ahli hukum.
Sebagian ahli menilai hal itu konstitusional, namun ada juga yang berpendapat inkonstitusional.
Adanya perbedaan pendapat itu disebabkan karena hukum yang kita miliki kurang lengkap, sehingga
menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda. Diantara mereka menyatakan pengangkatan Habibie
menjadi presiden konstitusional, berpegang pada Pasal 8 UUD 1945 yang menyatakan bahwa "Bila
Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya, ia diganti oleh Wakil
Presiden sampai habis waktunya". Tetapi yang menyatakan bahwa naiknya Habibie sebagai presiden
yang inkonstitusional berpegang pada ketentuan Pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa
"Sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di
depan MPR atau DPR". Sementara, Habibie tidak melakukan hal itu dan ia mengucapkan sumpah
dan janji di depan Mahkamah Agung dan personil MPR dan DPR yang bukan bersifat kelembagaan.
Dalam ketentuan lain yang terdapat pada Tap MPR No. VII/MPR/1973, memungkinkan bahwa
sumpah dam janji itu diucapkan didepan Mahkamah Agung. Namun, pada saat Habibie menerima
jabatan sebagai presiden tidak ada alasan bahwa sumpah dan janji presiden dilakukan di depan MPR
atau DPR, Artinya sumpah dan janji presiden dapat dilakukan di depan rapat DPR, meskipun saat itu
Gedung MPR/DPR masih diduduki dan dikuasai oleh para mahasiswa. Bahkan Soeharto seharusnya
mengembalikan dulu mandatanya kepada MPR, yang mengangkatnya menjadi presiden.
Apabila dilihat dari segi hukum materiil, maka naiknya Habibie menjadi presiden adalah sah dan
konstitusional. Namun secara hukum formal hal itu tidak konstitusional, sebab perbuatan hukum
yang sangat penting yaitu pelimpahan wewenang atau kekuasaan dari Soeharto kepada Habibie
harus melalui acara resmi yang konstitusional. Apabila perbuatan hukum itu dihasilkan dari acara
yang tidak konstitusional, maka perbuatan hukum itu menjadi tidak sah. Pada saat itu memang DPR
tidak memungkinkan untuk bersidang, karena Gedung DPR/MPR diduduki oleh puluhan ribu
mahasiswa dan para cendekiawan. Dengan demikian, hal ini dapat dinyatakan sebagai suatu alasan
yang kuat dan hal itu harus dinyatakan sendiri oleh DPR.[1] Habibie yang menjabat sebagai
presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial
dan budaya. Oleh karena itu, langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk
mengatasi krisis ekonomi dan politik. Dalam menghadapi krisis itu, pemerintah Habibie sangat
berhati-hati terutama dalam pengelolaannya, sebab dampak yang ditimbulkannya dapat
mengancam integrasi bangsa. Untuk menjalankan pemerintahan, presiden habibie tidak mungkin
dapat melaksanaknnya sendiri tanpa dibantu oleh menteri-menteri dan kabinetnya. Oleh karena itu,
Habibie membentuk kabinet. Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang
ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan.
Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer
(ABRI), Golkar, PPP, PDI. Pada tanggal 25 Mei 1998 diselenggarakan pertemuan pertama kabinet
habibie. Pertemuan ini berhasil membentuk Komite untuk merancang undang-undang politik yang
lebih longgar dalam waktu satu tahun dan menyetujui pembatasan masa jabatan presiden yaitu
maksimal 2 periode (satu periode lamanya 5 tahun). Upaya terebut mendapat sambutan positif,
tetapi dedakan agar pemerintah Habibie dapat merealisasikan agenda reformasi tetap muncul.

Pristiwa-pristiwa penting yang terjadi pada masa kepemimpinan Presiden Habibie adalah sebagai
berikut. 1. Pelaksanaan Pemilu 1999 Keluarnya kebijakan kebebasan berekspresi ditandai dengan
main banyaknya partai politik baru yang terdiri. Partai-partai plitik tersebut bersiap menyambut
datangnya pemilu bebas pertama dalam kurun waktu 44 tahun. Pemilu 1999 bertujuan untuk
memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD. Sementara itu, pemilihan Presiden dan wakilnya masih
dilakukan oleh anggota MPR. Pemilu tahun 1999 diikuti oleh 48 partai. Kampanyenya secara resmi
dimulai pada tanggal 19 Mei 1999. Pada pemilu 1999, muncul lima partai besar yaitu, Partai
Demokrat Indonesia Perjuangan (PDIP), Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan
(PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN),. Suara terbanyak diraih
oleh partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Sebelum berlangsungnya pemilu, para tokoh
pemimpin Indonesia melakukan pertemuan di kediaman K.H. Abdurrahman Wahid di Ciganjur. Para
tokoh tersebut adalah K.H. Aburrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Sukarnoputri, Amien Rais, dan
Sri Sultan Hamengku Buwana X. Selanjutnya, pertemuan ini dikenal sebagai pertemuan kelompok
Ciganjur. Pertemuan ini menghasilkan seruan moral agar para pemimpin lebih memikirkan nasib
bangsa dan negara. 2. Pembebasan Tahanan Politik Pemerintahan B.J. Habibie mengambil
prakarsa untuk melakukan koreksi. Sejumlah tahanan politik dilepaskan. Tiga hari setelah menjabat
sebagai presiden, Habibie membebaskan Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan. Tahanan
politik dilepaskan secara bergelombang.akan tetapi, Budiman Sujatmiko dan beberapa petinggi
Partai Rakyat Demokrat (PRD) yang ditahan oleh pemerintah Orde Baru baru dibebaskan pada masa
Presiden K.H. Abdurrahman Wahid. 3. Lepasnya Timor Timur Sejarah kelam yang terjadi pada
masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie adalah Timor Timur dari Indonesia. Pada tanggal 3
Februari 1999, pemerintahan B.J. Habibie mengeluarkan opsi terhadap masalah timor timur. Opsi
pertama menerima otonomi khusus atau tetap menjadi wilayah RI. Opsi kedua Merdeka dari wilayah
Indonesia. Untuk memutuskan masalah timor timur tersebut, diadakan jajak pendapat yang diikuti
oleh seluruh rakyat timor timur. Menurut hasil jajak pendapat yang dilaksanakan pada 30 Agustus
1999 sebanyak 78.5% rakyat timor timur memilih untuk memisahkan diri atau merdeka dari
indonesia. Pada nulan oktober 1999 MPR membatalkan dekret 1976 yang berisi tentang integrasi
timor timur ke wilayah Indonesia. Selanjutnya otorita transisi PBB (UNTAET), mengambil alih
tanggung jawab untuk memerintah timor timur sehingga kemerdekaan penuh mencapai pada Mei
2002. 4. Munculnya Beberapa Kerusuhan dan Gerakan Separatis Kerusuhan terjadi menyangkut
kerusuhan antar etnis dan antar agama. Kerusuhan antar etnis misalnya kerusuhan antar etnis di
cilacap dan di jember, serta kekerasan terhadap kaum pendatang madura dikalimantan barat.
Kerusuhan serupa juga terjadi dikampung-kampung dan dikota-kota diwilayah Indonesia.
Serangkaian peristiwa tragis terjadi di Jawa Timur dari Malang Sampai Banyuwangi pada akhir tahun
1998. Tersebar isu adanya segerombolan orang yang berpakaian ala Ninja mengancam ketentraman
penduduk. Selain itu, muncul ancaman sihir hitam (Santet) di wilayah Jawa Timur Dan Ciamis.
Beberapa kerushan terburuk terjadi pada konflik antar agama di Ambon. Kerusuhan bersifat sparatis
juga terjadi di Aceh dan Papua. Pada bulan Juli 1998, para demonstran Papua mengibarkan bendera
organisasi papua merdeka (OPM) di Biak. Pada bulan Mei 1999 oara demonstran dari masyarakat
papua barat menuntut kemerdekaan bagi tanah kemerdekaan mereka. Akan tetapi tuntutan
tersebut tidk mendapatkan duukungan dari kekuatan-kekuatan lain. Kerusuhan terburuk di Papua
terjadi pada bulan september 1999. Dalam kerusuhan tersebut, penduduk setempat membakar
gedung DPRD berseta gedung-gedung lain dan kendaraan bermotor. 5. Sidang Umum (SU) MPR
1999 Pada bulan Oktober 1999, MPR mengadakan sidang umum. Sesuai hasil keputusan SU Amin
Rais terpilih dan ditetapakan sebagai ketua MPR menyisihkan Matori Abdul Jalil dari Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB). Adapun akbar tanjung terpilih sebagai ketua DPR. Pada saat pemilihan
Presiden ada 3 tokoh yang mungkin sebagai calon presiden ketiga tokoh tersebut adalah KH.
Abdurrahman Wahid dari partai kebangkitan bangsa (PKB), Megawati sokarno putri dari partai
demokrasi indonesia perjuangan (PDIP), dan Yusril Ihza Mahendra dari partai bulan bintang (PBB).
Namun Yusril Ihza mahendra mengundurkan diri sebelum diadakn pemungutan suara oleh anggota
MPR. Pada saat pemungutan suara KH. Abdurrahman Wahid mengungguli Megawati Sukarno putri
dalam pemungutan suara. Berdasarkan hasil tersebut KH. Abdurrahman Wahid ditetapkan menjadi
wakil Presiden RI mengalahkan Hamzah Haz dari partai persatuan pembangunan (PPP) dalam
pemilihan wakil presiden.[2] Pembaharuan yang dilakukan oleh B.J. Habibie antara lain, 1.) Bidang
Ekonomi Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, B.J. Habibie
melakukan langkah-langkah sebagai berikut : · Merekapitulasi perbankan. · Melikuidasi
beberapa bank yang bermasalah. · Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serikat
hingga dibawah Rp.10.000,-. · Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh
IMF. · Merekonstruksi perekonomian Indonesia. · Membentuk lembaga pemantau dan
penyelesaian masalah utang luar negeri. · Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan
Praktik. Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat. · Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen. 2.) Bidang Politik · Memberi kebebasan pada rakyat untuk
menyalurkan aspirasinya sehingga banyak bermunculan partai-partai politik yang baru sebanyak 45
parpol. · Membebaskan narapidana politik seperti Sri Bintang Pamungkas dan Moch. Pakpahan. ·
Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen. · Membentuk tiga undang-
undang demokratis yaitu, (1) UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik (2) UU No. 3 tahun 1999
tentang Pemilu (3) UU No. 4 tahun 1999 tentang Susduk DPR/MPR · Menetapkan 12 ketetapan
MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban dari tuntutan reformasi yaitu, (1) Tap No.
VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. IV/MPR/1983 tentang Referendum. (2) Tap No.
XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. II/MPR/1978 tentang Pancasila Sebagai Asas Tunggal.
(3) Tap No. XII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. V/MPR/1998 tentang Presiden Mendapat
Mandat dari MPR untuk Memiliki Hak-Hak dan Kebijakan di Luar Batas Perundang-undangan. (4)
Tap No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Maksimal
Hanya Dua Kali Periode. 3.) Bidang Pers Dilakukan pencabutan pembredelan pers dan
penyederhanaan permohonan SIUUP untuk memberikan kebebasan terhadap pers, sehungga
muncul berbagai macam media massa cetak, baik surat kabar maupun majalah. 4.) Bidang Hukum
Untuk melakukan refomasi hukum, ada beberapa hal yang dilakukan dalam pemerintahan B.J.
Habibie yaitu, a) Melakukan rekonstruksi atau pembongkaran watak hukum Orde Baru, baik
berupa Undang-Undang, peraturan pemerintah, maupun peraturan menteri. b) Melahirkan 69
Undang-undang. c) Penataan ulang struktur kekuasaan Kehakiman. 5.) Bidang Hankam Di bidang
Hankam diadakan pembaharuan dengan cara melakukan pemisahan Polri dan ABRI. 6.)
Pembentukan Kabinet Presiden B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang diberi nama Reformasi
Pembangunan yang terdiri atas 16 menteri, yang meliputi perwakilan dari ABRI, GOLKAR, PPP, dan
PDI. 7.) Kebebasan Menyampaikan pendapat Presiden B.J. Habibie memberikan kebebasan dalam
menyampaikan pendapat di depan umum, baik dalam rapat maupun unjuk rasa. Dan mengatasi
terhadap pelanggaran dalam penyampaian pendapat ditindak dengan UU No. 28 tahun 1998. 8.)
Masalah Dwifungsi ABRI Ada beberapa perubahan yang muncul pada pemerintahan B.J. Habibie,
yaitu : · Jumlah anggota ABRI yang duduk di kursi MPR dikurangi, dari 75 orang menjadi 35 orang
· Polri memisahkan diri dari TNI dan menjadi Kepolisian Negara · ABRI diubah menjadi TNI
yang terdiri dari Angkatan Udara, Darat, dan Laut. 9.) Pemilihan Umum 1999 Untuk melaksanakan
Pemilu yang diamanatkan oleh MPR, B.J. Habibie mengadakan beberapa perubahan yaitu, a)
Menggunakan asas Luber dan Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil) b) Mencabut
5 paket undang-undang tentang politik yaitu undang-undang tentang Pemilu; Susunan, Kedudukan,
Tugas, dan Wewenang MPR/DPR; Partai Politik dan Golkar; Referendum; serta Organisasi Massa c)
Menetapkan 3 undang-undang politik baru yaitu Undang-undang Partai Politik; Pemilihan Umum;
dan Susunan serta kedudukan MPR, DPR, dan DPRD d) Badan pelaksana pemilihan umum
dilakukan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang terdiri atas wakil dari pemerintahan dan partai
politik serta pemilihan umum.[3] Kegagalan Pemerintahan Presiden BJ.Habibie yaitu : 1. Diakhir
kepemimpinannya nilai tukar rupiah kembali meroket 2. Tidak dapat meyakinkan investor untuk
tetap berinvestasi di indonesia. 3. Kebijakan yang di lakukan tidak dapat memulihkan perekonomian
indonesia dari krisis.[4]

Anda mungkin juga menyukai