B. J. Habibie
Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya
dapat dipastikan. Mohon bantu kami untuk mengembangkan artikel
ini dengan cara menambahkan rujukan ke sumber tepercaya. Pernyataan tak
bersumber bisa saja dipertentangkan dan dihapus.
Cari sumber: "B. J. Habibie" – berita · surat
kabar · buku · cendekiawan · JSTOR (Pelajari cara dan kapan saatnya untuk
menghapus pesan templat ini)
Artikel ini tentang seorang tokoh yang baru saja meninggal. Beberapa
informasi, terutama seputar sebab kematian dan pemakamannya, dapat
berubah sewaktu-waktu.
B. J. Habibie
FREng
Masa jabatan
21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999
Masa jabatan
11 Maret 1998 – 21 Mei 1998
Presiden Soeharto
Masa jabatan
29 Maret 1978 – 11 Maret 1998
Presiden Soeharto
Masa jabatan
Maret 1978 – Maret 1998
Pendahulu JB Sumarlin
Informasi pribadi
Lahir 25 Juni 1936
Indonesia
Kebangsaan
Jerman (Kehormatan)
Partai politik
Golkar
Thareq Kemal
Aachen
Profesi Insinyur
Tanda tangan
Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng[1] (lahir di Parepare, Sulawesi Selatan, 25
Juni 1936 – meninggal di Jakarta, 11 September 2019 pada umur 83 tahun[2]) adalah Presiden
Republik Indonesia yang ketiga. Sebelumnya, B.J. Habibie menjabat sebagai Wakil Presiden
Republik Indonesia ke-7, menggantikan Try Sutrisno. B. J. Habibie menggantikan Soeharto yang
mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998.[3][4]
B.J. Habibie kemudian digantikan oleh Abdurrahman Wahid[5] (Gus Dur) yang terpilih sebagai
presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan
dan 7 hari (sebagai wakil presiden) dan juga selama 1 tahun dan 5 bulan (sebagai presiden), B.
J. Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan
terpendek.[6]
Dari sekian banyak presiden Indonesia, B. J. Habibie merupakan satu-satunya Presiden yang
berasal dari etnis Gorontalo, Sulawesi[7][8] dari garis keturunan Ayahnya yang berasal
dari Kabila, Gorontalo dan etnis Jawa dari ibunya yang berasal dari Yogyakarta.[9]
Saat ini, Pemerintah Provinsi Gorontalo telah menginisiasi dibangunnya Monumen B.J.
Habibie di depan pintu gerbang utama Bandar Udara Djalaluddin, di Kabupaten
Gorontalo.[10][11] Selain itu, masyarakat Provinsi Gorontalo pun sempat mengusulkan nama B.J.
Habibie digunakan sebagai nama universitas negeri setempat, menggantikan nama Universitas
Negeri Gorontalo yang masih digunakan.[12][13]
Daftar isi
Dokumentasi Pernikahan B.J. Habibie dan Ainun menggunakan Adat Pernikahan Gorontalo (Resepsi
Pernikahan)
B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962 di Rangga Malela,
Bandung. Akad nikah Habibie dan Ainun digelar secara adat dan budaya Jawa, sedangkan
resepsi pernikahan digelar keesokan harinya dengan adat dan budaya Gorontalo di Hotel
Preanger. Ketika menikah dengan Habibie, Ainun dihadapkan dengan dua pilihan, memilih untuk
tetap bekerja di rumah sakit anak-anak di Hamburg atau berperan serta berkarya di belakang
layar sebagai istri dan ibu rumah tangga[24]. Setelah berdiskusi dengan Habibie, Ainun pun
akhirnya memilih opsi yang kedua. Dari pernikahan keduanya, Habibie dan Ainun dikaruniai dua
orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.[25]
Dokumentasi Pernikahan B.J. Habibie dan Ainun menggunakan Adat Pernikahan Jawa (Akad Nikah)
Habibie mewarisi kondisi keadaan negara kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada
masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh
wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk
sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana
Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi.
Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan
berpendapat dan kegiatan organisasi.[31][32]
Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil memberikan landasan kukuh bagi Indonesia,
pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai
Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi daerah. Melalui penerapan UU otonomi
daerah inilah gejolak disintegrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan
akhirnya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya UU otonomi
daerah bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni
Soviet dan Yugoslavia.
Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan berbagai macam kontroversi bagi
masyarakat Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah
konstitusional.[33] Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan
bahwa "bila Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Sedangkan pihak yang
kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tidak konstitusional. Hal ini
bertentangan dengan ketentuan pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "sebelum
presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan
MPR atau DPR".
Kebijakan Politik[sunting | sunting sumber]
Langkah-langkah yang dilakukan BJ Habibie di bidang politik adalah:[34][35]
“
Visi, misi dan kepemimpinan presiden Habibie dalam menjalankan agenda reformasi
memang tidak bisa dilepaskan dari pengalaman hidupnya. Setiap keputusan yang diambil
didasarkan pada faktor-faktor yang bisa diukur. Maka tidak heran tiap kebijakan yang
diambil kadangkala membuat orang terkaget-kaget dan tidak mengerti. Bahkan sebagian
kalangan menganggap Habibie apolitis dan tidak berperasaan. Pola kepemimpinan Habibie
seperti itu dapat dimaklumi mengingat latar belakang pendidikannya sebagai doktor di
bidang konstruksi pesawat terbang. Berkaitan dengan semangat demokratisasi, Habibie telah
melakukan perubahan dengan membangun pemerintahan yang transparan dan dialogis.
Prinsip demokrasi juga diterapkan dalam kebijakan ekonomi yang disertai penegakan hukum
dan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Dalam mengelola kegiatan kabinet sehari-haripun,
Habibie melakukan perubahan besar. Ia meningkatkan koordinasi dan menghapus
egosentisme sekotral antarmenteri. Selain itu sejumlah kreativitas mewarnai gaya
kepemimpinan Habibie dalam menangani masalah bangsa.[37] Untuk mengatasi persoalan
ekonomi, misalnya, ia mengangkat pengusaha menjadi utusan khusus. Dan pengusaha itu ”
sendiri yang menanggung biayanya. Tugas tersebut sangat penting, karena salah satu
kelemahan pemerintah adalah kurang menjelaskan keadaan Indonesia yang sesungguhnya
pada masyarakat internasional. Sementara itu pers, khususnya pers asing, terkesan hanya
mengekspos berita-berita negatif tentang Indonesia sehingga tidak seimbang dalam
pemberitaan.
Pristiwa-pristiwa penting yang terjadi pada masa kepemimpinan Presiden Habibie adalah sebagai
berikut. 1. Pelaksanaan Pemilu 1999 Keluarnya kebijakan kebebasan berekspresi ditandai dengan
main banyaknya partai politik baru yang terdiri. Partai-partai plitik tersebut bersiap menyambut
datangnya pemilu bebas pertama dalam kurun waktu 44 tahun. Pemilu 1999 bertujuan untuk
memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD. Sementara itu, pemilihan Presiden dan wakilnya masih
dilakukan oleh anggota MPR. Pemilu tahun 1999 diikuti oleh 48 partai. Kampanyenya secara resmi
dimulai pada tanggal 19 Mei 1999. Pada pemilu 1999, muncul lima partai besar yaitu, Partai
Demokrat Indonesia Perjuangan (PDIP), Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan
(PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN),. Suara terbanyak diraih
oleh partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Sebelum berlangsungnya pemilu, para tokoh
pemimpin Indonesia melakukan pertemuan di kediaman K.H. Abdurrahman Wahid di Ciganjur. Para
tokoh tersebut adalah K.H. Aburrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Sukarnoputri, Amien Rais, dan
Sri Sultan Hamengku Buwana X. Selanjutnya, pertemuan ini dikenal sebagai pertemuan kelompok
Ciganjur. Pertemuan ini menghasilkan seruan moral agar para pemimpin lebih memikirkan nasib
bangsa dan negara. 2. Pembebasan Tahanan Politik Pemerintahan B.J. Habibie mengambil
prakarsa untuk melakukan koreksi. Sejumlah tahanan politik dilepaskan. Tiga hari setelah menjabat
sebagai presiden, Habibie membebaskan Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan. Tahanan
politik dilepaskan secara bergelombang.akan tetapi, Budiman Sujatmiko dan beberapa petinggi
Partai Rakyat Demokrat (PRD) yang ditahan oleh pemerintah Orde Baru baru dibebaskan pada masa
Presiden K.H. Abdurrahman Wahid. 3. Lepasnya Timor Timur Sejarah kelam yang terjadi pada
masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie adalah Timor Timur dari Indonesia. Pada tanggal 3
Februari 1999, pemerintahan B.J. Habibie mengeluarkan opsi terhadap masalah timor timur. Opsi
pertama menerima otonomi khusus atau tetap menjadi wilayah RI. Opsi kedua Merdeka dari wilayah
Indonesia. Untuk memutuskan masalah timor timur tersebut, diadakan jajak pendapat yang diikuti
oleh seluruh rakyat timor timur. Menurut hasil jajak pendapat yang dilaksanakan pada 30 Agustus
1999 sebanyak 78.5% rakyat timor timur memilih untuk memisahkan diri atau merdeka dari
indonesia. Pada nulan oktober 1999 MPR membatalkan dekret 1976 yang berisi tentang integrasi
timor timur ke wilayah Indonesia. Selanjutnya otorita transisi PBB (UNTAET), mengambil alih
tanggung jawab untuk memerintah timor timur sehingga kemerdekaan penuh mencapai pada Mei
2002. 4. Munculnya Beberapa Kerusuhan dan Gerakan Separatis Kerusuhan terjadi menyangkut
kerusuhan antar etnis dan antar agama. Kerusuhan antar etnis misalnya kerusuhan antar etnis di
cilacap dan di jember, serta kekerasan terhadap kaum pendatang madura dikalimantan barat.
Kerusuhan serupa juga terjadi dikampung-kampung dan dikota-kota diwilayah Indonesia.
Serangkaian peristiwa tragis terjadi di Jawa Timur dari Malang Sampai Banyuwangi pada akhir tahun
1998. Tersebar isu adanya segerombolan orang yang berpakaian ala Ninja mengancam ketentraman
penduduk. Selain itu, muncul ancaman sihir hitam (Santet) di wilayah Jawa Timur Dan Ciamis.
Beberapa kerushan terburuk terjadi pada konflik antar agama di Ambon. Kerusuhan bersifat sparatis
juga terjadi di Aceh dan Papua. Pada bulan Juli 1998, para demonstran Papua mengibarkan bendera
organisasi papua merdeka (OPM) di Biak. Pada bulan Mei 1999 oara demonstran dari masyarakat
papua barat menuntut kemerdekaan bagi tanah kemerdekaan mereka. Akan tetapi tuntutan
tersebut tidk mendapatkan duukungan dari kekuatan-kekuatan lain. Kerusuhan terburuk di Papua
terjadi pada bulan september 1999. Dalam kerusuhan tersebut, penduduk setempat membakar
gedung DPRD berseta gedung-gedung lain dan kendaraan bermotor. 5. Sidang Umum (SU) MPR
1999 Pada bulan Oktober 1999, MPR mengadakan sidang umum. Sesuai hasil keputusan SU Amin
Rais terpilih dan ditetapakan sebagai ketua MPR menyisihkan Matori Abdul Jalil dari Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB). Adapun akbar tanjung terpilih sebagai ketua DPR. Pada saat pemilihan
Presiden ada 3 tokoh yang mungkin sebagai calon presiden ketiga tokoh tersebut adalah KH.
Abdurrahman Wahid dari partai kebangkitan bangsa (PKB), Megawati sokarno putri dari partai
demokrasi indonesia perjuangan (PDIP), dan Yusril Ihza Mahendra dari partai bulan bintang (PBB).
Namun Yusril Ihza mahendra mengundurkan diri sebelum diadakn pemungutan suara oleh anggota
MPR. Pada saat pemungutan suara KH. Abdurrahman Wahid mengungguli Megawati Sukarno putri
dalam pemungutan suara. Berdasarkan hasil tersebut KH. Abdurrahman Wahid ditetapkan menjadi
wakil Presiden RI mengalahkan Hamzah Haz dari partai persatuan pembangunan (PPP) dalam
pemilihan wakil presiden.[2] Pembaharuan yang dilakukan oleh B.J. Habibie antara lain, 1.) Bidang
Ekonomi Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, B.J. Habibie
melakukan langkah-langkah sebagai berikut : · Merekapitulasi perbankan. · Melikuidasi
beberapa bank yang bermasalah. · Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika serikat
hingga dibawah Rp.10.000,-. · Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh
IMF. · Merekonstruksi perekonomian Indonesia. · Membentuk lembaga pemantau dan
penyelesaian masalah utang luar negeri. · Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan
Praktik. Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat. · Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen. 2.) Bidang Politik · Memberi kebebasan pada rakyat untuk
menyalurkan aspirasinya sehingga banyak bermunculan partai-partai politik yang baru sebanyak 45
parpol. · Membebaskan narapidana politik seperti Sri Bintang Pamungkas dan Moch. Pakpahan. ·
Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen. · Membentuk tiga undang-
undang demokratis yaitu, (1) UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik (2) UU No. 3 tahun 1999
tentang Pemilu (3) UU No. 4 tahun 1999 tentang Susduk DPR/MPR · Menetapkan 12 ketetapan
MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban dari tuntutan reformasi yaitu, (1) Tap No.
VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. IV/MPR/1983 tentang Referendum. (2) Tap No.
XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. II/MPR/1978 tentang Pancasila Sebagai Asas Tunggal.
(3) Tap No. XII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. V/MPR/1998 tentang Presiden Mendapat
Mandat dari MPR untuk Memiliki Hak-Hak dan Kebijakan di Luar Batas Perundang-undangan. (4)
Tap No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Maksimal
Hanya Dua Kali Periode. 3.) Bidang Pers Dilakukan pencabutan pembredelan pers dan
penyederhanaan permohonan SIUUP untuk memberikan kebebasan terhadap pers, sehungga
muncul berbagai macam media massa cetak, baik surat kabar maupun majalah. 4.) Bidang Hukum
Untuk melakukan refomasi hukum, ada beberapa hal yang dilakukan dalam pemerintahan B.J.
Habibie yaitu, a) Melakukan rekonstruksi atau pembongkaran watak hukum Orde Baru, baik
berupa Undang-Undang, peraturan pemerintah, maupun peraturan menteri. b) Melahirkan 69
Undang-undang. c) Penataan ulang struktur kekuasaan Kehakiman. 5.) Bidang Hankam Di bidang
Hankam diadakan pembaharuan dengan cara melakukan pemisahan Polri dan ABRI. 6.)
Pembentukan Kabinet Presiden B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang diberi nama Reformasi
Pembangunan yang terdiri atas 16 menteri, yang meliputi perwakilan dari ABRI, GOLKAR, PPP, dan
PDI. 7.) Kebebasan Menyampaikan pendapat Presiden B.J. Habibie memberikan kebebasan dalam
menyampaikan pendapat di depan umum, baik dalam rapat maupun unjuk rasa. Dan mengatasi
terhadap pelanggaran dalam penyampaian pendapat ditindak dengan UU No. 28 tahun 1998. 8.)
Masalah Dwifungsi ABRI Ada beberapa perubahan yang muncul pada pemerintahan B.J. Habibie,
yaitu : · Jumlah anggota ABRI yang duduk di kursi MPR dikurangi, dari 75 orang menjadi 35 orang
· Polri memisahkan diri dari TNI dan menjadi Kepolisian Negara · ABRI diubah menjadi TNI
yang terdiri dari Angkatan Udara, Darat, dan Laut. 9.) Pemilihan Umum 1999 Untuk melaksanakan
Pemilu yang diamanatkan oleh MPR, B.J. Habibie mengadakan beberapa perubahan yaitu, a)
Menggunakan asas Luber dan Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil) b) Mencabut
5 paket undang-undang tentang politik yaitu undang-undang tentang Pemilu; Susunan, Kedudukan,
Tugas, dan Wewenang MPR/DPR; Partai Politik dan Golkar; Referendum; serta Organisasi Massa c)
Menetapkan 3 undang-undang politik baru yaitu Undang-undang Partai Politik; Pemilihan Umum;
dan Susunan serta kedudukan MPR, DPR, dan DPRD d) Badan pelaksana pemilihan umum
dilakukan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang terdiri atas wakil dari pemerintahan dan partai
politik serta pemilihan umum.[3] Kegagalan Pemerintahan Presiden BJ.Habibie yaitu : 1. Diakhir
kepemimpinannya nilai tukar rupiah kembali meroket 2. Tidak dapat meyakinkan investor untuk
tetap berinvestasi di indonesia. 3. Kebijakan yang di lakukan tidak dapat memulihkan perekonomian
indonesia dari krisis.[4]