Anda di halaman 1dari 9

Bj Habibie

Prof. Dr.-Ing. Ir. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng.[1] (25 Juni 1936 – 11 September 2019)


[2]
 adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Sebelumnya, B.J. Habibie menjabat
sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia ke-7, menggantikan Try Sutrisno. B. J. Habibie
menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei
1998.[3][4] Sebelum memasuki dunia politik, Habibie dikenal luas sebagai
seorang profesor dan ilmuwan dalam teknologi aviasi internasional dan satu-satunya presiden
Indonesia hingga saat ini yang berlatarbelakang teknokrat.
B.J. Habibie kemudian digantikan oleh Abdurrahman Wahid[5] (Gus Dur) yang terpilih sebagai
presiden pada 20 Oktober 1999 oleh MPR hasil Pemilu 1999. Dengan menjabat selama 2 bulan
dan 7 hari (sebagai wakil presiden) dan juga selama 1 tahun dan 5 bulan (sebagai presiden), B.
J. Habibie merupakan Wakil Presiden dan juga Presiden Indonesia dengan masa jabatan
terpendek.[6]
B. J. Habibie merupakan presiden Indonesia pertama yang terlahir di luar Jawa dan berasal dari
etnis Gorontalo, Sulawesi[7][8] dari garis keturunan ayahnya yang berasal
dari Kabila, Gorontalo dan etnis Jawa dari ibunya yang berasal dari Yogyakarta.[9]
Saat ini, Pemerintah Provinsi Gorontalo telah membangun Monumen B.J. Habibie di depan pintu
gerbang utama Bandar Udara Djalaluddin, di Kabupaten Gorontalo.[10][11] Selain itu, masyarakat
Provinsi Gorontalo pun sempat mengusulkan nama B.J. Habibie digunakan sebagai nama
universitas negeri setempat, menggantikan nama Universitas Negeri Gorontalo yang masih
digunakan.

Keluarga dan Pendidikan


Keluarga
Bacharuddin Jusuf Habibie (B. J. Habibie) merupakan anak keempat dari delapan bersaudara,
pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo. Ayahnya yang berprofesi
sebagai ahli pertanian yang berasal dari etnis Gorontalo,[12][13] sedangkan ibunya berasal dari
etnis Jawa.[14]
Alwi Abdul Jalil Habibie (ayah dari B.J. Habibie) memiliki marga "Habibie", salah satu marga asli
dalam struktur sosial Pohala'a (Kerajaan dan Kekeluargaan)[15] di Gorontalo. Sementara itu, R.A.
Tuti Marini Puspowardojo (ibu dari B.J. Habibie) merupakan anak seorang dokter spesialis mata
di Yogyakarta dan ayahnya yang bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah.[16]
Marga Habibie dicatat secara historis berasal dari wilayah Kabila, sebuah daerah di Kabupaten
Bone Bolango, Provinsi Gorontalo.[17][18] Dari silsilah keluarga, kakek dari B.J. Habibie merupakan
seorang pemuka agama, anggota majelis peradilan agama, serta salah satu pemangku adat
Gorontalo yang tersohor pada saat itu.[19] Keluarga besar Habibie di Gorontalo terkenal gemar
beternak sapi, memiliki kuda dalam jumlah yang banyak, serta memiliki perkebunan kopi.

Pernikahan
Perkenalan keduanya bermula sejak masih remaja, ketika keduanya masih duduk di bangku
sekolah menengah pertama hingga berlanjut ketika bersekolah di SMA Kristen
Dago Bandung, Jawa Barat.[20] Komunikasi mereka akhirnya terputus setelah Habibie
melanjutkan kuliah dan bekerja di Jerman Barat, sementara Ainun tetap di Indonesia dan
berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
B.J. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962 di Rangga Malela,
Bandung.[21] Akad nikah Habibie dan Ainun digelar secara adat dan budaya Jawa, sedangkan
resepsi pernikahan digelar keesokan harinya dengan adat dan budaya Gorontalo[22] di Hotel
Preanger.[23]
Ketika menikah dengan Habibie, Ainun dihadapkan dengan dua pilihan, memilih untuk tetap
bekerja di rumah sakit anak-anak di Hamburg atau berperan serta berkarya di belakang layar
sebagai istri dan ibu rumah tangga.[24]
Dari pernikahan keduanya, Habibie dan Ainun dikaruniai dua orang putra, yaitu Ilham Akbar
Habibie dan Thareq Kemal Habibie.[25]

Pendidikan
Habibie belajar tentang keilmuan teknik mesin di Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Bandung (sekarang Institut Teknologi Bandung) pada tahun 1954. Pada 1955–1965, Habibie
melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH
Aachen, Jerman Barat. Menerima gelar diploma insinyur pada 1960 dan gelar doktor insinyur
pada 1965 dengan predikat summa cum laude.

Pekerjaan dan karier


Habibie pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang
berpusat di Hamburg, Jerman Barat.[28] Pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas
permintaan Presiden Soeharto.
Habibie kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sejak
tahun 1978 sampai Maret 1998. Gebrakan B. J. Habibie saat menjabat Menristek diawalinya
dengan keinginannya untuk mengimplementasikan "Visi Indonesia". Menurut Habibie, lompatan-
lompatan Indonesia dalam "Visi Indonesia" bertumpu pada riset dan teknologi, khususnya pula
dalam industri strategis yang dikelola oleh PT IPTN, PT Pindad, dan PT PAL.[29] Targetnya,
Indonesia sebagai negara agraris dapat melompat langsung menjadi negara industri dengan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sementara itu, ketika menjabat sebagai Menristek, Habibie juga terpilih sebagai Ketua Ikatan
Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) yang pertama. Habibie terpilih secara aklamasi
menjadi Ketua ICMI pada tanggal 7 Desember 1990.[30]
Puncak karier Habibie terjadi pada tahun 1998, di mana saat itu ia diangkat sebagai Presiden
Republik Indonesia (21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999), setelah sebelumnya menjabat sebagai
Wakil Presiden ke-7 (menjabat sejak 14 Maret 1998 hingga 21 Mei 1998) dalam Kabinet
Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto.[

Riwayat pekerjaan
Riwayat karir profesional Habibie[32]

 1960–1965 Asisten Riset, Lehrstuhl und Institut fur Leichtbau (Pimpinan dan
Lembaga Konstruksi Ringan), Rheinisch-Westfaelische Technische Hochshule
(RTWH), Aachen, Jerman - sekarang Universitas Teknologi Rhein Westfalen
Aachen;
 1965-1966 Special Scientist, Hamburger Flugzeugbau (HFB) GmbH, Hamburg,
Jerman;
 1966–1969 Kepala, Bagian Penelitian dan Pengembangan Analisis Struktur, HFB
GmbH, Hamburg, Jerman - 1968 Messerschmitt AG merger dengan Bolkow GmbH
menjadi Messerschmitt-Bolkow GmbH - 1969 Messerschmitt-Bolkow GmbH merger
dengan Hamburger Flugzeugbau menjadi Messerschmitt-Bolkow-Blohm (MBB)
GmbH;
 1969–1973 Kepala, Divisi Metode dan Teknologi Pesawat Angkut Niaga dan Militer,
MBB GmbH, Hamburg, Jerman;
 1974–1978 VP, Direktorat Penerapan Teknologi, MBB GmbH, Hamburg, Jerman;
 1974-1998 Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) - berawal
dengan 5 Jan'74 menjadi Penasehat Direktur Utama PN Pertamina dan Penasehat
Presiden hingga pada Mei'74 membentuk dan menjadi Kepala Divisi Teknologi dan
Teknologi Penerbangan (ATTP) PN Pertamina - lalu pada 1 Apr'76 ATTP menjadi
Divisi Advance Teknologi PN Pertamina (ATP) - kemudian pada 21 Agu'78 menjadi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi;
 1976-1998 Direktur Utama PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio (Persero) -
dibentuk 26 Apr'76 sebagai penggabungan unsur Teknologi Penerbangan Divisi
ATTP PN Pertamina dengan Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio (LIPNUR) -
sekarang PT Dirgantara Indonesia (Persero);
 1978-1998 Direktur Utama Perum Dok dan Galangan Kapal - dibentuk 29 Mar'78
dari Komando Penataran Angkatan Laut (KONATAL), sebelum 1970 bernama
Penataran Angkatan Laut (PAL) - sekarang PT PAL Indonesia (Persero);
 1978-1998 Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (Otorita
Batam) - sekarang Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam);
 1983-1998 Direktur Utama PT Pindad (Persero) - dibentuk 29 Apr'83 dari
Perindustrian TNI Angkatan Darat (Pindad);
 1984-1998 Ketua Dewan Riset Nasional - peningkatan dari Tim Perumus Program
Utama Nasional Riset dan Teknologi (PEPUNAS RISTEK) yang dibentuk 11 Mei'78;
 1989-1998 Ketua Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) dan Wakil Ketua Dewan
Pembina Industri Strategis (DPIS)
Riwayat karier pemerintahan
 Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan III (1978–1983);
 Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan IV (1983–1988);
 Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan V (1988–1993);
 Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan VI (1993–1998);
 Ketua Tim Keputusan Presiden (Keppres) 35;
 Wakil Presiden RI (1998);
 Presiden RI (1998–1999).

Masa kepresidenan
Habibie mewarisi kondisi keadaan negara kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada
masa Orde Baru sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh
wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan, Presiden Habibie segera
membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan
dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program
pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada
kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.[33][34]
Pada era pemerintahannya yang singkat, ia berhasil memberikan landasan kokoh bagi
Indonesia. Pada eranya, dilahirkan UU Anti-Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU
Partai Politik, dan yang paling penting adalah UU Otonomi Daerah. Melalui penerapan UU
Otonomi Daerah inilah gejolak disintegrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam
dan akhirnya dituntaskan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tanpa adanya UU
Otonomi Daerah, bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni
Soviet dan Yugoslavia.
Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan berbagai macam kontroversi bagi
masyarakat Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah
konstitusional.[35] Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan
bahwa "bila Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Sedangkan pihak yang
kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tidak konstitusional. Hal ini
bertentangan dengan ketentuan Pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "Sebelum
presiden memangku jabatan, maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan
MPR atau DPR

Kebijakan politik
Langkah-langkah yang dilakukan B.J. Habibie di bidang politik adalah:[36][37]

 Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga banyak


bermunculan partai-partai politik baru yakni sebanyak 48 partai politik
 Membebaskan narapidana politik (napol) seperti Sri Bintang Pamungkas (mantan
anggota DPR yang masuk penjara karena mengkritik Presiden Soeharto)
dan Muchtar Pakpahan (pemimpin buruh yang dijatuhi hukuman karena dituduh
memicu kerusuhan di Medan tahun 1994)
 Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen
 Membentuk tiga undang-undang yang demokratis, yaitu:

1. UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik


2. UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu
3. UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan Kedudukan MPR/ DPR

 Menetapkan 12 Ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban


dari tuntutan reformasi, yaitu:

1. Tap MPR No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. IV/MPR/1983 tentang
Referendum
2. Tap MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap MPR No. II/MPR/1978
tentang Pancasila Sebagai Asas Tunggal
3. Tap MPR No. XII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap MPR No. V/MPR/1978
tentang Presiden mendapat mandat dari MPR untuk memiliki hak-hak dan
kebijakan di luar batas perundang-undangan
4. Tap MPR No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan
Wakil Presiden maksimal hanya dua kali periode.
12 Ketetapan MPR antara lain:

1. Tap MPR No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi pembangunan dalam


rangka penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai haluan
negara
2. Tap MPR No. XI/MPR/1998, tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan
bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme
3. Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang pembatasan masa jabatan presiden dan
wakil presiden Republik Indonesia
4. Tap MPR No. XV/MPR/1998, tentang penyelenggaraan Otonomi daerah
5. Tap MPR No. XVI/MPR/1998, tentang politik ekonomi dalam rangka demokrasi
ekonomi
6. Tap MPR No. XVII/MPR/1998, tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
7. Tap MPR No. VII/MPR/1998, tentang perubahan dan tambahan atas Tap MPR
No. I/MPR/1998 tentang peraturan tata tertib MPR
8. Tap MPR No. XIV/MPR/1998, tentang Pemilihan Umum
9. Tap MPR No. III/V/MPR/1998, tentang referendum
10. Tap MPR No. IX/MPR/1998, tentang GBHN
11. Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pemberian tugas dan wewenang khusus
kepada Presiden/mandataris MPR dalam rangka menyukseskan dan
pengamanan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila
12. Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4)
Kebijakan ekonomi
Di bidang ekonomi, ia berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar antara
Rp10.000 – Rp15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama setelah
pertanggungjawabannya ditolak MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp6.500 per
dolar AS nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi pada era pemerintahan selanjutnya. Selain itu,
ia juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi
perekonomian.. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ
Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

 Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui


pembentukan BPPN dan unit Pengelola Aset Negara
 Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
 Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp10.000,00
 Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri
 Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF
 Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan yang Tidak Sehat
 Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Akhir jabatan[sunting | sunting sumber]
Menurut pihak oposisi, salah satu kesalahan terbesar yang ia lakukan saat menjabat sebagai
Presiden ialah memperbolehkan diadakannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor
Leste). Ia mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik saat itu, yaitu mengadakan jajak
pendapat bagi warga Timor Timur untuk memilih merdeka atau masih tetap menjadi bagian dari
Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999.
Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tidak puas dengan latar belakang Habibie
semakin giat menjatuhkannya. Upaya ini akhirnya berhasil saat Sidang Umum 1999, ia
memutuskan untuk tidak mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya ditolak
oleh MPR.
Pandangan terhadap pemerintahan Habibie pada era awal reformasi cenderung bersifat negatif,
tapi sejalan dengan perkembangan waktu banyak yang menilai positif pemerintahan Habibie.
Salah satu pandangan positif itu dikemukakan oleh L. Misbah Hidayat dalam bukunya Reformasi
Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden.[38]


Visi, misi dan kepemimpinan presiden Habibie dalam menjalankan agenda reformasi
memang tidak bisa dilepaskan dari pengalaman hidupnya. Setiap keputusan yang
diambil didasarkan pada faktor-faktor yang bisa diukur. Maka tidak heran tiap kebijakan
yang diambil kadangkala membuat orang terkaget-kaget dan tidak mengerti. Bahkan
sebagian kalangan menganggap Habibie apolitis dan tidak berperasaan. Pola
kepemimpinan Habibie seperti itu dapat dimaklumi mengingat latar belakang
pendidikannya sebagai doktor di bidang konstruksi pesawat terbang. Berkaitan dengan
semangat demokratisasi, Habibie telah melakukan perubahan dengan membangun
pemerintahan yang transparan dan dialogis. Prinsip demokrasi juga diterapkan dalam
kebijakan ekonomi yang disertai penegakan hukum dan ditujukan untuk kesejahteraan
rakyat. Dalam mengelola kegiatan kabinet sehari-haripun, Habibie melakukan
perubahan besar. Ia meningkatkan koordinasi dan menghapus egosentisme sekotral
antarmenteri. Selain itu sejumlah kreativitas mewarnai gaya kepemimpinan Habibie
dalam menangani masalah bangsa.[39] Untuk mengatasi persoalan ekonomi, misalnya,
ia mengangkat pengusaha menjadi utusan khusus. Dan pengusaha itu sendiri yang
menanggung biayanya. Tugas tersebut sangat penting, karena salah satu kelemahan
pemerintah adalah kurang menjelaskan keadaan Indonesia yang sesungguhnya pada
masyarakat internasional. Sementara itu pers, khususnya pers asing, terkesan hanya
mengekspos berita-berita negatif tentang Indonesia sehingga tidak seimbang dalam
pemberitaan.

Pasca-kepresidenan
Setelah ia tidak menjabat lagi sebagai presiden, Habibie sempat tinggal dan menetap di Jerman.
Tetapi, ketika era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, ia kembali aktif sebagai penasihat
presiden untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat organisasi yang
didirikannya Habibie Center dan akhirnya menetap dan berdomisili di Indonesia.
Kontribusi besar Habibie bagi bangsa ini pun tetap tercurahkan ketika masa kepemimpinan
Presiden Joko Widodo. Habibie aktif memberikan masukan dan gagasan pembangunan bagi
pengembangan sumber daya manusia di Indonesia.[40] Kesibukan lain dari B. J. Habibie adalah
mengurusi industri pesawat terbang yang sedang dikembangkannya di Batam. Habibie menjabat
sebagai Komisaris Utama dari PT Regio Aviasi Industri, sebuah perusahaan perancang pesawat
terbang R-80 dan kemudian menyerahkan pucuk pimpinan perusahaan tersebut kepada
anaknya, Ilham Habibie.[41]

Wafat
Habibie meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto pada tanggal 11 September 2019 pukul 18.05
WIB karena gagal jantung. Sebelumnya, Habibie telah menjalani perawatan intensif sejak 1
September 2019.[2] Sehari sebelum dimakamkan, Jenazah B.J. Habibie dibawa dari RSPAD
menuju ke kediaman Habibie-Ainun di Jalan Patra Kuningan XIII Blok L15/7 No.5, kawasan
Patra Kuningan untuk disemayamkan. Ia kemudian dimakamkan di samping istrinya yaitu Hasri
Ainun Besari di Taman Makam Pahlawan Kalibata slot 120 pada tanggal 12 September 2019
pukul 14.00 WIB. Upacara pemakaman dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia Joko
Widodo sebagai inspektur upacara.
B. J. Habibie merupakan presiden Indonesia pertama yang dikebumikan di taman makam
pahlawan di ibukota Jakarta, sementara presiden Sukarno dan Abdurrahman
Wahid dimakamkan di Jawa Timur sedangkan presiden Suharto dimakamkan di Karanganyar,
Jawa Tengah.
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengucapkan belasungkawa setelah Habibie
meninggal dunia. Dalam akun Twitter-nya, Dia mengucapkan pernyataan dukacita kepada rakyat
Indonesia atas kepergian Habibie. Habibie menjabat pada periode 1998 hingga 1999, atau di
periode pertama jabatan Mahathir. Kepada awak media sesuai menghadiri acara makan malam
dalam perayaan 35 tahun Universitas Binary seperti dikutip The Star, Mahathir mengaku sangat
sedih.

Penghargaan

Penghargaan internasional
 Anggota Kehormatan Persatuan Insinyur Malaysia (IEM), Malaysia
 Anggota Kehormatan Japanese Academy of Engineering, Jepang
 Anggota Kehormatan The Fellowship of engineering of United Kingdom, Britania
Raya
 Anggota Kehormatan The National Academy of Engineering, AS
 Anggota Kehormatan Academie Nationale de l'Air et de l'Espace, Perancis
 Anggota Kehormatan The Royal Aeronautical Society, Britania Raya
 Anggota Kehormatan The Royal Swedish Academy of engineering Science, Swedia
 Anggota Kehormatan Gesselschaft Fuer Luft und Raumfarht (Lembaga
Penerbangan & Ruang Angkasa), Jerman
 Anggota Kehormatan American Institute of Aeronautics and Astronautics, AS
 Anggota Kehormatan Masyarakat Aeronautika Kerajaan Inggris (1983)
 Anggota Kehormatan Lembaga Penerbangan dan Antariksa, Jerman (1983)
 Anggota Kehormatan Akademi Aeronautika Perancis (1985)
Tanda kehormatan
Indonesia
Sebagai wakil presiden, dan kemudian presiden Indonesia, Habibie secara otomatis menerima
semua Tanda Kehormatan Bintang (sipil maupun militer) dengan kelas tertinggi, yaitu:[44]

  Bintang Republik Indonesia Adipurna (27 Mei 1998)[45]


  Bintang Republik Indonesia Adipradana (12 Maret 1998)[46]
  Bintang Mahaputera Adipurna (12 Maret 1998)[46]
  Bintang Mahaputera Adipradana (17 Agustus 1982)[46]
  Bintang Jasa Utama (27 Mei 1998)[46]
  Bintang Budaya Parama Dharma (27 Mei 1998)[46][47]
  Bintang Bhayangkara Utama (27 Mei 1998)
  Bintang Yudha Dharma Utama (27 Mei 1998)
  Bintang Kartika Eka Paksi Utama (27 Mei 1998)
  Bintang Jalasena Utama (27 Mei 1998)
  Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama (27 Mei 1998)
  Satyalancana Dwidya Sistha (9 Agustus 1982)
Luar negeri[sunting | sunting sumber]

  Jerman
o  Salib Agung Orde Jasa Republik Federal Jerman (11
November 1980)
o  Lower Saxony
  Salib Komandan (Großes Verdienstkreuz) Orde
Jasa Niedersachsen (1 Desember 1980)
  Yordania
o  Barisan Agung Orde Kemerdekaan (Wisam al-Istiqlal) (14 April
1986)
  Belanda
o  Salib Agung Kesatria Orde Oranye-Nassau (25 Mei 1983)
  Spanyol
o  Salib Agung Orde Jasa Sipil (14 Mei 1980)
  Chili
o  Salib Agung Jasa Penerbangan (3 Oktober 1985)
Apresiasi dari pemerintah daerah[sunting | sunting sumber]
Tanah leluhur dan kampung halaman
Gorontalo merupakan daerah asal dari keluarga besar B.J. Habibie di Sulawesi. Daerah ini
begitu erat kaitannya dengan jejak historis Habibie sewaktu kecil. Adapun beberapa bentuk
apresiasi pemerintah daerah di Gorontalo atas jasa dan pengabdian Habibie bagi bangsa dan
negara selama ini, diantaranya adalah:

 Pemberian Gelar Adat Pulanga (sebuah gelar adat tertinggi) dari Dewan Adat dan
Pemangku Adat 5 Kerajaan di Gorontalo (Limo lo Pohala'a)
 Pembangunan Monumen B.J. Habibie di wilayah Isimu, Gorontalo[48]
 Pembangunan dan Peresmian Rumah Sakit Provinsi dr. Ainun Habibie di Limboto[49]
 Usulan penggunaan nama Universitas B.J. Habibie, menggantikan nama Universitas
Negeri Gorontalo[50]
 Usulan penggunaan nama Bandar Udara B.J. Habibie, menggantikan nama Bandar
Udara Djalaluddin Gorontalo[51]
 Usulan Pembangunan Museum Habibie yang berlokasi di Rumah Keluarga Besar
Habibie, Gorontalo
 Penggunaan nama B.J. Habibie sebagai nama ruas jalan protokol di Gorontalo

Tanah kelahiran
B.J. Habibie dilahirkan di salah satu kota tua di Sulawesi Selatan, yaitu Kota Parepare. Kota
Parepare merupakan tempat tinggal Habibie sewaktu kecil bersama kedua orang tuanya. Karena
kenangannya kecil berada di kota tersebut, maka pemerintah daerah pun begitu tinggi
mengapresiasi sosok Habibie sebagai tokoh kebanggaan Parepare yang diwujudkan dalam
beberapa kebijakan pemerintah, diantaranya:

 Monumen Cinta Sejati Habibie Ainun di Kota Parepare[53]


 Rumah Sakit Regional dr. Hasri Ainun Habibie di Kota Parepare[54]
 Penggunaan nama B.J. Habibie sebagai nama ruas jalan protokol di Kota Parepare
 Institut Teknologi Bacharuddin Jusuf Habibie

Filmografi

 Dalam film Habibie & Ainun dan Rudy Habibie, Habibie diperankan oleh Reza


Rahadian, sementara Bima Azriel berperan sebagai Habibie kecil,[56] Esa Sigit juga
berperan sebagai Habibie remaja dalam film Habibie & Ainun, dan Bastian
Steel dalam film Rudy Habibie.
 Dalam film Di Balik 98, Habibie diperankan oleh Agus Kuncoro.[57]
 Dalam film Habibie & Ainun 3, Habibie muda diperankan kembali oleh Reza
Rahadian.

Publikasi
Karya oleh Habibie
 Proceedings of the International Symposium on Aeronautical Science and
Technology of Indonesia / B. J. Habibie; B. Laschka [Editors]. Indonesian
Aeronautical and Astronautical Institute; Deutsche Gesellschaft für Luft- und
Raumfahrt 1986
 Eine Berechnungsmethode zum Voraussagen des Fortschritts von Rissen unter
beliebigen Belastungen und Vergleiche mit entsprechenden Versuchsergebnissen,
Presentasi pada Simposium DGLR di Baden-Baden,11-13 Oktober 1971
 Beitrag zur Temperaturbeanspruchung der orthotropen Kragscheibe, Disertasi
di RWTH Aachen, 1965
 Sophisticated technologies : taking root in developing countries, International journal
of technology management : IJTM. - Geneva-Aeroport : Inderscience Enterprises
Ltd, 1990
 Einführung in die finite Elementen Methode,Teil 1, Hamburger Flugzeugbau GmbH,
1968
 Entwicklung eines Verfahrens zur Bestimmung des Rißfortschritts in
Schalenstrukturen, Hamburger Flugzeugbau GmbH, Messerschmitt-Bölkow-Blohm
GmbH, 1970
 Entwicklung eines Berechnungsverfahrens zur Bestimmung der
Rißfortschrittsgeschwindigkeit an Schalenstrukturen aus A1-Legierungen und
Titanium, Hamburger Flugzeugbau GmbH, Messerschmitt-Bölkow-Blohm GmbH,
1969
 Detik-detik Yang Menentukan – Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi , 2006
(memoir mengenai peristiwa tahun 1998)
 Habibie dan Ainun, The Habibie Center Mandiri, 2009 (memoir tentang Ainun
Habibie)
 Pesawat N-250 Gatot Kaca.
Karya mengenai Habibie
 Salam, S., 1986. BJ Habibie, Mutiara dari Timur. Intermasa.
 Anwar, D.F., 2010. The Habibie presidency: Catapulting towards reform. Soeharto’s
New Order and its Legacy, p. 99.
 Amir, S., 2007. Symbolic power in a technocratic regime: The reign of BJ Habibie in
New Order Indonesia. Sojourn: Journal of Social Issues in Southeast Asia, 22(1),
pp. 83–106.
 Hosen, Nadirsyah, Indonesian political laws in Habibie Era : Between political
struggle and law reform, Nordic journal of international law, ISSN 0029-151X, Bd. 72
(2003), 4, hal. 483-518
 Rice, Robert Charles, Indonesian approaches to technology policy during the
Soeharto era : Habibie, Sumitro and others, Indonesian economic development
(1990), hal. 53-66
 Makka, Makmur. A,

Anda mungkin juga menyukai