Laporan Pendahuluan ini merupakan bentuk laporan tahap pertama dari serangkaian proses
pekerjaan Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan di
Kabupaten Kutai Kartanegara. Secara garis besar materi yang terkandung dalam laporan
pendahuluan ini berisi uraian tentang pendahuluan, tinjauan teori, gambaran umum
Kabupaten Kutai Kartanegara, metodologi, rencana kerja serta perancangan SIG perencanaan
kontrol pembangunan.
Kami ucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara yang dalam hal
ini adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Kutai Kartanegara
atas kepercayaannya kepada kami untuk melaksanakan pekerjaan ini.
Semoga Laporan Pendahuluan ini bermanfaat bagi pembangunan di Kabupaten Kutai
Kartanegara, khususnya dalam perencanaan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara.
LAPORAN PENDAHULUAN i
Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara
DAFTAR ISI
LAPORAN PENDAHULUAN ii
Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara
DAFTAR ISI
LAPORAN PENDAHULUAN iv
Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara
DAFTAR TABEL
LAPORAN PENDAHULUAN v
Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara
DAFTAR GAMBAR
LAPORAN PENDAHULUAN vi
Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara
BAB 1
PENDAHULUAN
LAPORAN PENDAHULUAN 1
Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara
Bab 1
PENDAHULUAN
dianalisis kembali dan dievaluasi sebagai alat ukur apakah perencanaan yang dibuat telah
sesuai dengan kenyataan atau belum. Ini menunjukkan betapa sistem informasi geografis
dapat digunakan sebagai mekanisme kontrol terhadap keberhasilan pembangunan.
Kabupaten Kutai Kartanegara menyadari betul pentingnya otonomi pembangunan, dalam arti,
perencanaan dan evaluasi hasil pembangunan harus dilakukan secara mandiri dengan
memanfaatkan sistem informasi yang canggih, unggul, ter-update setiap saat: dan
berkesinambungan. Potensi kekayaan alam dan sumberdaya manusia yang cukup melimpah
dan tersebar di berbagai daerah, sebagai keunggulan komparatif di Kabupaten Kutai
Kartanegara harus dikembangkan secara optimal. Semua menyadari bahwa salah satu peluang
keberhasilan pembangunan daerah adalah adanya keserasian potensi daerah yang tersedia,
sumberdaya ekonomi, sumberdaya manusia serta pemanfaatan teknologi untuk kesejahteraan
penduduk.
Kemampuan dan kesiapan daerah dalam pelaksanaan otonomi pada tingkat Kabupaten/Kota
berhubungan dengan banyak faktor, dua diantaranya adalah adanya kehandalan perencanaan
dan pengendalian yang berkesinambungan. Keberhasilan perencanaan dan pengendalian
pembangunan tentu saja memerlukan model pembangunan yang secara operasional sebagai
dasar pijakan dalam melaksanakan pembangunan yang secara operasional sebagai dasar
pijakan dalam melaksanakan pembangunan. Dalam hal ini Kabupaten Kutai Kartanegara
menyelenggarakan derap langkah pembangunan dengan prinsip Gerbang Dayaku. Gerbang
Dayaku adalah paradigma baru dalam menjalankan pemerintahan di Kutai Kartanegara, sejak
diterapkan pada tahun 2001. Paradigma tersebut mengusung tiga pilar pembangunan yaitu: 1)
Pengembangan Wilayah Perdesaan; 2) Pengembangan wilayah perkotaan; dan 3)
Pengembangan Sumber Daya Manusia. Implementasi Gerbang Dayaku tahap pertama (2001-
2005) telah berhasil membentuk landasan pembangunan yang kokoh bagi Kutai Kartanegara
dalam mengejar ketertinggalan terutama dalam bidang peningkatan sumber daya manusia,
pembangunan infrastruktur serta peningkatan ekonomi dan pendapatan masyarakat. Langkah
selanjutnya untuk menjamin peningkatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Kutai
Kartanegara masa depan masih menghadapi tantangan yang cukup berat. Disadari, bahwa
pembangunan ekonomi secara makro di Kabupaten Kutai yang bersifat ekstraktif. Hal ini
tergambar dari peranan sektor pertambangan dan penggalian yang masih mendominasi
struktur ekonomi Kabupaten Kutai Kartanegara, yakni sebesar 76,25 persen sedangkan sektor
pertanian dan sektor lainnya menyumbang sebesar 10,45 persen dan 13.30 persen terhadap
total PDRB Kabupaten Kutai Kartanegara.
Berdasarkan RPJMD Kabupaten Kutai Kartanegara 2005-2014, periode 2005-2010 Pemerintah
Kabupaten Kutai Kartanegara kembali melanjutkan Grand Strategy pembangunan dengan
melakukan vitalisasi dan aktualisasi Gerbang Dayaku dengan tiga pilar pemberdayaan:
1. Pemberdayaan Pemerintahan Daerah (eksekutif dan legislatif) dan penegakan
supremasi hukum.
2. Pemberdayaan seluruh komponen ekonomi.
3. Pemberdayaan masyarakat menuju kemandirian sosial dan kemandirian ekonomi.
Ketiga pilar pemberdayaan tersebut, menitikberatkan pada optimalisasi pemberdayaan semua
komponen; pemerintahan, masyarakat dan ekonomi yang bersinergi dalam membangun
daerah. Melalui pemberdayaan ketiga komponen tersebut diharapkan dapat mempercepat
pergerakan roda perekonomian sesuai dengan amanat rakyat. Untuk itu dalam kaitannya
dengan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat, pemerintah
juga memberdayakan seluruh komponen pelaku ekonomi, baik masyarakat, pengusaha
maupun para pemilik modal yang ingin menanamkan modalnya di Kabupaten Kutai
Kartanegara.
Agar di kabupaten ini dapat tercipta kegiatan pembangunan yang berkualitas maka diperlukan
adanya kegiatan awal berupa identifikasi untuk mengetahui penyebaran lokasi dan jenis
kegiatan pembangunan yang tersebar di daerah-daerah. Hal ini sebagai dasar untuk kegiatan
kontrol dan pengelolaan pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara sehingga diharapkan
akan diketahui jenis kegiatan, dana yang telah dihabiskan untuk melaksanakan sebuah
kegiatan dan penyebaran kegiatan pembangunan tersebut. Hal ini akan mempermudah
LAPORAN PENDAHULUAN 2
Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara
Bab 1
PENDAHULUAN
pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dalam mengontrol dan mengelola semua kegiatan
pembangunan baik yang dilaksanakan maupun yang masih dalam tahap perencanaan.
Mengingat pentingnya ketersediaan data dan informasi yang akurat dan up to date khususnya
dalam rangka pengendalian dan evaluasi pelaksanaan pembangunan, maka Bappeda
Kabupaten Kutai Kartanegara memandang perlu untuk membuat Sistem Informasi Geografis
Perencanaan dan Kontrol Pembangunan. Dengan adanya Sistem Informasi ini, diharapkan
dapat menata berbagai aspek data perencanaan pembangunan secara terintegrasi dan
komprehensif, baik dalam hal struktur, jenis maupun format data untuk perencanaan
pembangunan.
Tujuan yang akan dicapai adalah membuat sistem informasi geografis (SIG) perencanaan dan
kontrol pembangunan di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.
Sedangkan maksud dari kegiatan ini adalah untuk memudahkan pemantauan
kegiatan/pembangunan; memudahkan proses perencanaan pengelolaan kegiatan
pembangunan; memudahkan akses data yang akurat, cepat dan up to date yang berkaitan
dengan kegiatan pembangunan; serta membantu dalam membuat kebijakan untuk mengatur
dan mengelola kegiatan pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Melalui penyajian data dan informasi mengenai kegiatan pembangunan fisik sarana/prasarana
di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara tersebut, maka sasaran yang diharapkan adalah
sebagai berikut:
1. Tersedianya sebuah sistem informasi berbasis spasial yang mampu mengidentifikasi
kegiatan pembangunan fisik sarana/prasarana, yang telah berjalan ataupun sedang
berjalan di seluruh wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, serta tersedianya informasi
seperti :
a Informasi mengenai Anggaran kegiatan/pembangunan, yang mencakup aspek: Tahun
Anggaran, Penyerapan Anggaran dan Sumber Anggaran;
b Informasi mengenai tingkat kemajuan kegiatan/pembangunan;
c Informasi mengenai penyelenggara, pelaksana, penanggung jawab serta pengawas
kegiatan/pembangunan.
2. Terciptanya standar format pelaporan kegiatan pembangunan di wilayah Kabupaten Kutai
Kartanegara
3. Meningkatkan kemampuan aparatur pemerintah daerah dalam mengoperasikan Sistem
Informasi Geografis Perencanaan dan Kontrol Pembangunan di Kabupaten Kutai
Kartanegara.
Ruang lingkup kegiatan Pembuatan Sistem Informasi Geografis Perencanaan dan Kontrol
Pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. Kegiatan persiapan:
a Penghimpunan masukan dari pengguna mengenai kebutuhan data dan informasi
kegiatan/pembangunan fisik di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.
b Perumusan kebutuhan informasi yang terkait dengan kegiatan/pembangunan fisik
di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.
LAPORAN PENDAHULUAN 3
Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara
Bab 1
PENDAHULUAN
LAPORAN PENDAHULUAN 4
Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara
Bab 1
PENDAHULUAN
Lingkup wilayah dari pekerjaan ini meliputi wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi
Kalimantan Timur yang terdiri dari 18 kecamatan, yaitu Tabang, Kembang Janggut, Kenohan,
Muara Muntai, Muara Wis, Kota Bangun, Muara Kaman, Sebulu, Tenggarong, Tenggarong
Seberang, Loa Kulu, Loa Janan, Anggana, Sanga-Sanga, Samboja, Muara Jawa, Marang Kayu,
dan Muara Badak.
Batasan kegiatan dari pekerjaan ini adalah pada identifikasi kegiatan fisik sarana/prasarana di
wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara yang memiliki informasi spasial, dengan kata lain
berupa kegiatan pembangunan infrastruktur. Kemudian input data sebagai tahun awal
kegiatan pembangunan dalam pekerjaan ini adalah kegiatan pembangunan tahun 2007,
sedangkan input data kegiatan pembangunan tahun 2008 akan disesuaikan mengingat
banyaknya laporan yang belum dapat di kompilasi secara menyeluruh.
Produk (output) yang dihasilkan dari Pembuatan Sistem Informasi Geografis Perencanaan dan
Kontrol Pembangunan adalah Software (Perangkat Lunak) berupa Program Aplikasi Sistem
Informasi Geografis Perencanaan dan Kontrol Pembangunan yang dapat menyajikan data
dan informasi berupa laporan pelaksanaan dari rencana pembangunan fisik di Kabupaten Kutai
Kartanegara.
LAPORAN PENDAHULUAN 5
Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara
Bab 1
PENDAHULUAN
LAPORAN PENDAHULUAN 6
Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
LAPORAN PENDAHULUAN 7
Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara
Bab 2
TINJAUAN TEORITIS
Menurut Feurstein (1990), fungsi kontrol dalam suatu organisasi pada umumnya terkait
dengan proses pemantauan (monitoring) dan evaluasi (evaluation). Pemantauan adalah
kegiatan kontrol yang dilaksanakan pada tahap pelaksanaan atau dikenal dengan istilah
evaluasi proses. Bila muncul bersamaan dengan pemantauan maka istilah evaluasi adalah
evaluasi hasil, yaitu kegiatan kontrol yang dilakukan setelah kegiatan itu selesai untuk
melihat apakah hasil pelaksanaan sesuai dengan rencana.
Menurut Dunn (1991), kegiatan pemantauan setidaknya mempunyai empat fungsi yaitu:
1) Kepatuhan (compliance), pemantauan bermanfaat untuk menentukan apakah
tindakan dari para administrator program, staf, dan pelaku lainnya sesuai dengan
standar dan prosedur yang dibuat;
2) Pemeriksaan (auditing), pemantauan membantu menentukan apakah sumber daya
dan pelayanan yang dimaksud untuk kelompok sasaran dan kelompok penerima telah
sampai pada yang bersangkutan;
3) Akuntansi, pemantauan menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk melakukan
pengukuran atas perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi setelah dilaksanakannya
sejumlah kebijakan publik dari waktu ke waktu;
4) Eksplanasi, pemantauan juga menghimpun informasi yang dapat menjelaskan
mengapa hasil-hasil perencanaan berbeda.
Sedangkan kegiatan evaluasi diperlukan guna mengungkapkan seberapa jauh target-target
perencanaan telah dicapai. Disamping itu, evaluasi memberikan sumbangan pada klarifikasi
dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan, penetapan kebijakan, proses
dan prosedur, praktek perencanaan dan target yang telah ditetapkan.
Kegiatan kontrol dilakukan untuk menjaga konsistensi antara pelaksanaan pembangunan
dengan rencana yang ada. Namun demikian, seringkali pelaksanaan pembangunan tidak
mengacu pada arahan yang telah ditetapkan dalam rencana karena adanya berbagai
hambatan. Friedman (1995) mengidentifikasi beberapa hambatan yang dihadapi dalam
kegiatan kontrol, antara lain keterbatasan staf, masih rendahnya peran serta masyarakat,
serta perangkat kontrol yang belum memadai.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa penilaian keberhasilan kontrol
mencakup kepatuhan aparat birokrasi terhadap peraturan; kepatuhan masyarakat sebagai
kelompok sasaran terhadap peraturan; dampak yang diperoleh dari kontrol baik dampak
sosial, ekonomi maupun lingkungan; dan keberlanjutan kegiatan kontrol dalam jangka
panjang. Sedangkan kegiatan kontrol dapat disimpulkan sebagai tindakan korektif yang
dilakukan dalam pelaksanaan maupun setelah selesainya pelaksanaan pembangunan. Tindakan
korektif tersebut dilakukan untuk mengetahui penyimpangan yang terjadi baik pada tahap
pelaksanaan maupun setelah selesainya pelaksanaan pembangunan sehingga dapat dilakukan
perbaikan atau koreksi terhadap pelaksanaan program pembangunan agar tidak terjadi
penyimpangan pada pelaksanaan pembangunan selanjutnya.
Penilaian keberhasilan kegiatan kontrol, menurut Ripley (1984), didasarkan pada kepatuhan
(compliance) dan apa yang terjadi (what’s happening) setelah kegiatan kontrol dilaksanakan.
Kepatuhan berkaitan dengan perilaku aparat pelaksana maupun kelompok sasaran dalam
mentaati berbagai ketentuan yang ada di dalam isi kontrol. Sedangkan apa yang terjadi
setelah pengendalian berkaitan dengan dampak yang muncul, yang meliputi tiga aspek
pemahaman yaitu dampak ekonomi, dampak lingkungan, dan dampak sosial.
Kegiatan kontrol pelaksanaan rencana pembangunan merupakan bagian dari tahapan
perencanaan pembangunan itu sendiri. Hal ini dinyatakan dan diatur dalam Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam bagian
Penjelasan, dinyatakan bahwa “ Kontrol pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan
untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana
melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut.”
Kegiatan pemantauan yang merupakan bagian dari kegiatan kontrol dimaksudkan sebagai
kegiatan yang dilakukan untuk melihat kesesuaian pelaksanaan rencana dengan arah, tujuan,
dan ruang lingkup yang menjadi pedoman dalam rangka menyusun rencana berikutnya.
LAPORAN PENDAHULUAN 8
Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara
Bab 2
TINJAUAN TEORITIS
Sedang yang dimaksud dengan “evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan” adalah kegiatan
penilaian kinerja yang diukur dengan efisiensi, efektivitas, dan kemanfaatan program serta
keberlanjutan pembangunan. Evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan dilaksanakan
terhadap keluaran kegiatan yang dapat berupa barang dan jasa dan terhadap hasil (outcomes)
program pembangunan yang berupa dampak dan manfaat.
LAPORAN PENDAHULUAN 9
Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara
Bab 2
TINJAUAN TEORITIS
LAPORAN PENDAHULUAN 10
Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara
Bab 2
TINJAUAN TEORITIS
Dengan demikian, pendekatan ini dipilih bila tidak dapat dilakukan perbandingan kelompok
sasaran program dan kondisi sebelum dan sesudah pelaksanaan program. Pendekatan secara
deskriptif memungkinkan evaluator untuk menggambarkan kinerja dan lingkup program secara
lebih menyeluruh dengan berbagai informasi mengenai perkiraan dampak dari program yang
dievaluasi.
Menurut Dunn (1991), evaluasi dengan menggunakan pendekatan deskriptif terbagi menjadi 3
(tiga) jenis, yaitu:
1) Evaluasi semu (pseudo-evaluation), yaitu evaluasi yang menggunakan metoda
deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai
hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang manfaat atau nilai dari
hasil-hasil tersebut terhadap individu, kelompok, atau masyarakat secara
keseluruhan.
2) Evaluasi formal (formal evaluation), yaitu evaluasi yang menggunakan metoda
deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil
kebijakan berdasarkan pada tujuan kebijakan/program yang telah diumumkan secara
formal oleh pembuat kebijakan.
3) Evaluasi keputusan teoritis (decision-theoretic-evaluation), yaitu evaluasi yang
menitikberatkan pada penilaian hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh
berbagai macam pelaku kebijakan.
Tabel 2-1
Pendekatan Evaluasi Kebijakan
Pendekatan
Tujuan Asumsi
Evaluasi
Evaluasi Semu Menggunakan metoda-metoda Ukuran manfaat atau nilai terbukti
(Pseudo Evaluation) deskriptif untuk menghasilkan dengan sendirinya atau tidak
informasi yang valid dan dapat kontroversial.
dipercaya mengenai hasil kebijakan.
Evaluasi Formal (Formal Menggunakan metoda deskriptif untuk Tujuan dan sasaran dari pengambil
Evaluation) menghasilkan informasi yang kebijakan dan administrator yang
terpercaya dan valid mengenai hasil secara resmi diumumkan
kebijakan berdasarkan pada tujuan merupakan ukuran yang tepat dari
kebijakan/ program yang telah manfaat atau nilai.
diumumkan secara formal oleh
pembuat keputusan
Evaluasi Keputusan Teoritis Menggunakan metoda deskriptif untuk Tujuan dan sasaran dari berbagai
(Decision Theoretic Evaluation) menghasilkan informasi yang pelaku yang diumumkan secara
terpercaya dan valid mengenai hasil formal ataupun informal merupakan
kebijakan yang secara eksplisit ukuran yang tepat dari manfaat
diinginkan oleh berbagai pelaku. atau nilai.
Sumber: William N. Dunn, Public Policy Analysis. 1991.
LAPORAN PENDAHULUAN 11
Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara
Bab 2
TINJAUAN TEORITIS
pembangunan dilakukan melalui proses partisipasi yang transparan dari berbagai para pihak,
sehingga diperoleh apa yang diharapkan oleh para pihak atas kinerja lembaga tersebut.
Penyusunan tersebut dapat dilakukan melalui kesepakatan bersama (consensus building) dari
para pihak (stakeholders) penataan ruang.
Pengukuran kinerja mencakup penetapan indikator kinerja, bobot masing-masing indikator
dan penetapan capaian indikator kinerja. Pengukuran kinerja setiap kegiatan dapat dilakukan
melalui pencapaian yang didasarkan kepada indikator-indikatornya. Penetapan indikator
kinerja merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja melalui sistem
pengumpulan dan pengolahan data (informasi) untuk menentukan kinerja kegiatan, program
dan kebijakan.
Pada dasarnya, indikator adalah suatu alat ukur yang menunjukkan suatu issue atau kondisi.
Tujuannya adalah untuk menunjukkan seberapa jauh suatu sistem bekerja, baik sistem
kegiatan/program maupun suatu organisasi. Indikator ini membantu kita memahami dimana
posisi kita berada, ke arah mana kita berjalan, dan seberapa jauh kita berjalan ke arah yang
kita kehendaki (tujuan).
Indikator itu sendiri adalah data yang dikumpulkan dan diuji selama satu periode waktu
tertentu, dimana data tersebut dapat menjelaskan suatu kecenderungan (apakah menurun
atau meningkat); atau data tersebut menunjukkan suatu kondisi dalam hubungannya dengan
standar tertentu atau benchmark. Dengan demikian, indikator pada dasarnya adalah suatu
alat ukur yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan suatu sistem kegiatan atau
organisasi yang menunjukkan sejauh mana posisi sistem kegiatan atau organisasi tersebut
berada dalam mencapai tujuannya.
Indikator tidak dimaksudkan menjadi alat tunggal dalam evaluasi objektif atas suatu keadaan.
Yang berlaku umum adalah dilakukannya limitasi jumlah indikator untuk memperoleh
gambaran suatu keadaan yang ingin dinilai. Oleh karena itu, walaupun dinilai mengandung
banyak kelemahan, penggunaan indikator dalam jumlah terbatas lebih banyak diterima oleh
banyak pihak. Dengan jumlah indikator yang terbatas, maka perhatian lebih terarah pada
tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk “mengubah besaran angka atau nilai indikator”
yang berarti tindakan untuk melakukan koreksi atau pembenahan terhadap pelaksanaan
kegiatan agar sesuai dengan rencana.
Pengembangan dan pemilihan indikator dapat dilakukan secara sederhana karena semua
angka atau besaran yang dapat menggambarkan keadaan daerah dapat digunakan sebagai
indikator. Namun demikian, perlu disadari bahwa pemilihan indikator terkait erat dengan
persoalan yang terjadi di suatu daerah dan yang dinilai perlu dipecahkan oleh dan bagi
penduduk daerah itu. Pemilihan indikator kemudian menjadi penting bagi tindakan lebih
lanjut yang perlu diambil oleh pemerintah daerah tersebut agar di masa yang akan datang
terjadi peningkatan nilai bagi daerah tersebut.
Indikator sangat bervariasi, bergantung pada tipe sistem yang di-monitor. Namun demikian,
terdapat beberapa karakteristik yang sama terhadap indikator yang efektif, yaitu:
Specific (detail dan jelas). Indikator kinerja yang disusun harus jelas agar tidak ada
kemungkinan kesalahan interpretasi.
Measurable (dapat diukur secara objektif). Indikator kinerja yang disusun harus
menggambarkan sesuatu yang jelas ukurannya. Kejelasan ukuran tersebut akan
menunjukkan tempat dan cara untuk mendapatkan data pencapaian indikator
tersebut.
Attributable (bermakna). Indikator kinerja yang ditetapkan harus bermanfaat untuk
kepentingan pengambilan keputusan.
Relevant (sesuai). Indikator kinerja harus sesuai dengan ruang lingkup
program/kegiatan dan dapat menggambarkan hubungan sebab-akibat antar indikator.
Timely (tepat waktu). Indikator kinerja yang disusun harus didukung oleh
ketersediaan data yang dapat diperoleh pada waktu yang tepat dan akurat, sehingga
dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan pada saat yang dibutuhkan.
LAPORAN PENDAHULUAN 12
Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara
Bab 2
TINJAUAN TEORITIS
Penetapan indikator kinerja merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja
melalui sistem pengumpulan dan pengolahan data untuk menentukan kinerja kegiatan,
program, dan kebijakan. Pada dasarnya penetapan indikator kinerja dapat dikelompokkan
berdasarkan:
Indikator masukan (input indicator)
Yaitu suatu alat ukur yang dapat memberikan indikasi mengenai kesesuaian dan
ketepatan atas penyediaan masukan (input) dalam suatu program atau kegiatan.
Termasuk di dalam indikator masukan adalah pelaku/institusi pelaksana, kebijakan
dan peraturan perundangan yang mengatur program dan/atau kegiatan, serta sarana
untuk mendukung pelaksanaan program dan/atau kegiatan.
Indikator proses (process indicator)
Yaitu suatu alat ukur yang dapat memberikan indikasi mengenai proses pelaksanaan
kegiatan. Kinerja proses menyangkut pengorganisasian pekerjaan; manajemen
pengelolaan dan pembagian wewenang; partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
program dan kegiatan; ketepatan pelaksanaan pekerjaan yang menyangkut sasaran,
waktu, dan hasil program atau kegiatan; dan sebagainya.
Indikator keluaran (output indicator)
Yaitu suatu alat ukur yang dapat memberikan indikasi mengenai kesesuaian dan
ketepatan atas keluaran dari suatu program atau kegiatan yang diharapkan.
Indikator hasil (outcome indicator)
Yaitu suatu alat ukur yang dapat memberikan indikasi mengenai ketepatan dan
kesesuaian hasil kegiatan dengan target program.
Indikator manfaat (benefit indicator)
Yaitu suatu alat ukur yang dapat digunakan untuk mengindikasikan manfaat yang
diperoleh dengan terlaksananya program dan/atau kegiatan oleh masyarakat.
Indikator dampak (impact indicator)
Yaitu suatu ukuran yang dapat digunakan untuk mengindikasikan adanya dampak
positif maupun negatif atas pelaksanaan program dan/atau kegiatan.
Indikator masukan, proses, dan keluaran dinilai sebelum kegiatan selesai dilaksanakan;
sedang indikator hasil, manfaat, dampak dinilai setelah kegiatan dilaksanakan. Penetapan
indikator tidak selalu harus menggunakan seluruh komponen indikator di atas, melainkan
dapat menggunakan hanya satu atau beberapa komponen indikator saja. Penetapannya
ditentukan oleh kondisi dan tujuan yang ingin dicapai dari pengukuran kinerja program
dan/atau kegiatan.
Banyak indikator berkaitan dengan output maupun dampak dari suatu
kegiatan/program/kebijakan, dan seringkali untuk menentukan indikator tersebut dibuat
asumsinya terlebih dahulu. Misal, tingkat partisipasi angkatan kerja wanita berumur 35 – 64
tahun dianggap sebagai indikator dari dampak kebijakan kesempatan kerja; sedang indikator
polusi udara padat dipakai untuk memantau program-program yang dilakukan oleh organisasi
lingkungan. Selanjutnya, dibuat coding untuk menentukan asumsi indikator tersebut terhadap
aspek-aspek kunci (input, proses, output, dan dampak), seperti contoh tabel di bawah ini.
LAPORAN PENDAHULUAN 13
Sistem Informasi Geografis (SIG) Perencanaan dan Kontrol Pembangunan
di Kabupaten Kutai Kartanegara