KATA PENGANTAR
Kementerian Investasi/BKPM sebagai penghubung utama antara dunia usaha dan
pemerintah, diberi mandat untuk mendorong investasi langsung, baik dalam maupun luar
negeri, melalui penciptaan iklim investasi yang kondusif. Hal ini dilakukan untuk
mewujudkan tujuan Pemerintah Republik Indonesia dalam memperkuat posisi strategis
Indonesia di kancah perekonomian global. Investasi akan memainkan peran sentral
sebagai penggerak ekonomi melalui transformasi struktural yang pada akhirnya
menciptakan investasi yang berkualitas. Peningkatan utama didorong oleh penanganan
revitalisasi industri dengan mengembangkan sektor lain melalui transformasi pertanian,
hilirisasi pertambangan, pembangunan infrastruktur berkelanjutan, dan transformasi
sektor jasa.
Pekerjaan Penyusunan Peta Peluang Investasi Proyek Prioritas Strategis yang Siap
Ditawarkan di Sektor Pengembangan Kawasan, Industri yang Terintegrasi dengan
Kawasan, Infrastruktur Penunjang Kawasan, dan Pariwisata Tahun Anggaran 2021,
memiliki kepentingan untuk mendorong pengembangan investasi proyek strategis di dua
puluh provinsi dalam rangka pemerataan pembangunan yang berdaya saing. Salah
satunya adalah Fasilitas SPKLU Terintegrasi, Pembangunan Infrastruktur Penunjang
Kendaraan Listrik, Provinsi DKI Jakarta.
Keluaran dari pekerjaan ini adalah laporan prastudi kelayakan yang memberikan
gambaran menyeluruh untuk mengatasi hambatan dalam mendorong peluang investasi
yang selama ini disebabkan oleh belum tersedianya informasi profil proyek yang lengkap.
Beberapa tahapan implementasi yang telah disusun dimasukkan dalam laporan ini untuk
melengkapi dokumen prastudi kelayakan.
Akhir kata, perkenankan kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan atas
dukungan yang tulus dari semua pihak pemerintah pusat dan daerah, perusahaan,
asosiasi, dan rekan-rekan di seluruh jaringan yang telah mengabdi dengan dedikasi dan
standar tinggi dalam penerbitan laporan ini.
Tim Penulis
PT SUCOFINDO
i
DAFTAR ISI
ii
6.3 Faktor-faktor Penunjang Kendaraan Listrik ............................................. 116
6.4 Tinjauan Pasar Awal di Lokasi Terpilih ................................................... 118
BAB 7 ANALISIS ASPEK KEUANGAN ......................................................................121
7.1 Asumsi Kelayakan Keuangan Proyek ...................................................... 121
7.2 Model Finansial .................................................................................... 121
7.3 Kelayakan Keuangan Proyek ................................................................. 125
BAB 8 ANALISIS ASPEK SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN ............................134
8.1 Kajian Dampak Sosial ........................................................................... 134
8.2 Kajian Dampak Lingkungan ................................................................... 142
BAB 9 ANALISIS ASPEK RISIKO ..............................................................................145
9.1 Identifikasi, Evaluasi dan Mitigasi Risiko ................................................. 145
9.2 Masalah yang Harus Ditindaklanjuti (Outstanding Issue) ......................... 161
BAB 10 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ..........................................................164
10.1 Kesimpulan .......................................................................................... 164
10.2 Rekomendasi ....................................................................................... 167
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................171
iii
DAFTAR TABEL
iv
Tabel 7.9 Dasar Pertimbangan Kriteria NPV .............................................................. 130
Tabel 7.10 Pendapatan Total Pada Tahun 2024 Masing-Masing SPKLU ...................... 130
Tabel 7.11 Perhitungan NPV Skenario Moderat SPKLU & Tenant ............................... 131
Tabel 7.12 Perhitungan IRR Skenario Moderat SPKLU & Tenant ................................. 132
Tabel 7.13 Perhitungan EIRR Skenario SPKLU & Tenant .............................................. 133
Tabel 7.14 Ringkasan Analisis Kelayakan Finansial SPKLU & Tenant ........................... 133
Tabel 9.1 Risiko Permintaan ....................................................................................... 147
Tabel 9.2 Risiko Lahan ................................................................................................ 147
Tabel 9.3 Risiko Perizinan........................................................................................... 149
Tabel 9.4 Risiko Implementasi Infrastruktur Pendukung ........................................... 149
Tabel 9.5 Risiko Implementasi SPKLU DKI Jakarta ..................................................... 150
Tabel 9.6 Risiko Desain SPKLU DKI Jakarta ................................................................. 150
Tabel 9.7 Risiko Regulasi dan Politik .......................................................................... 151
Tabel 9.8 Risiko Pembiayaan dan Nilai Tukar Mata Uang .......................................... 152
Tabel 9.9 Risiko Konstruksi dan Pengembangan SPKLU ............................................ 153
Tabel 9.10 Risiko Operasional SPKLU ........................................................................... 154
Tabel 9.11 Risiko Force Majeure dan Lingkungan ........................................................ 154
Tabel 9.12 Kategori, Alokasi dan Mitigasi Risiko .......................................................... 156
Tabel 10.1 Hasil Analisis, Kelayakan, Solusi/Rekomendasi dan Insentif pada Tiap Aspek-
Aspek Pendukung Pembangunan SPKLU .................................................... 164
v
DAFTAR GAMBAR
vi
Gambar 6.13 Titik Persebaran EVCS di Amerika Serikat ................................................ 103
Gambar 6.14 Jumlah Charging Stations di Amerika Serikat (2010 - 2018) .................... 103
Gambar 6.15 Peta Persebaran EVCS CHAdeMO Fast Charger di UK, Netherland, Jerman,
Perancis, Portugas, dan Spanyol .............................................................. 104
Gambar 6.16 Proyeksi Pengembangan Jumlah SPKLU di Indonesia.............................. 105
Gambar 6.17 BEV Incentive Summary (2017) ............................................................... 107
Gambar 6.18 Perbandingan Standar Konektor di Berbagai Negara .............................. 109
Gambar 6.19 Analisis Porter’s Five Force ...................................................................... 110
Gambar 6.20 Tingkat Pertumbuhan Kendaraan Listrik VS Kendaraan Konvensional ... 111
Gambar 6.21 Peta Persebaran SPKLU di 72 Lokasi di Indonesia (Januari 2021) ........... 112
Gambar 6.22 Estimasi Kebutuhan Jumlah SPKLU di Indonesia (2021 - 2031) ............... 112
Gambar 6.23 Kebutuhan SPKLU berdasarkan Minat Pembelian Kendaraan Listrik ...... 115
Gambar 6.24 Lingkungan Sekitar Lokasi Terpilih (Kawasan Sentra Primer Setiabudi
samping The Wave Apartemen) .............................................................. 119
Gambar 7.1 Model Bisnis PPOO untuk SPKLU ............................................................ 122
Gambar 7.2 Rencana Alur Bisnis SPKLU di Provinsi DKI Jakarta ................................. 123
Gambar 8.1 Prosentase Penjualan Mobil Listrik TAM Tahun 2020 ............................. 139
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
lima tahun ke depan. Perbaikan transformasi struktural utamanya didorong oleh
revitalisasi industri pengolahan dengan tetap mendorong perkembangan sektor lain
melalui transformasi pertanian, hilirisasi pertambangan, pembangunan infrastruktur
yang berkelanjutan, dan transformasi sektor jasa.
Investasi tentunya juga diharapkan mampu mengatasi persoalan
ketimpangan wilayah, di mana pertumbuhan ekonomi di 34 provinsi yang ada di
Indonesia diharapkan dapat berjalan beriringan dengan pertumbuhan ekonomi
nasional. RPJMN 2020-2024 pada dasarnya memungkinkan hal tersebut dengan
ditetapkannya 41 Proyek Prioritas Strategis (Major Project) yang tersebar di
berbagai daerah di Indonesia dan mencakup banyak sektor mulai dari sektor
industri pengolahan (hilirisasi) dan manufaktur, energi, infrastruktur, perikanan,
pertanian, pariwisata, lingkungan hidup hingga sektor pendidikan. Major Project
merupakan program/proyek pembangunan yang memiliki nilai strategis dan daya
ungkit tinggi untuk mencapai sasaran prioritas pembangunan dan nantinya akan
melibatkan tidak hanya pemerintah dalam hal ini kementerian teknis/lembaga
terkait tetapi juga BUMN maupun swasta nasional dalam merealisasikan
program/proyek tersebut. Proyek tersebut disusun untuk membuat RPJMN lebih
konkrit dalam menyelesaikan isu-isu pembangunan, terukur dan manfaatnya
langsung dapat dirasakan oleh masyarakat. Selain itu, Major Project juga dapat
menjadi alat kendali pembangunan sehingga sasaran dan target Pembangunan
dalam RPJMN 2020-2024 dapat terus dipantau dan dikendalikan.
Selain 41 Major Project yang ada di RPJMN 2020-2024 , terdapat pula 201
Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagaimana tercantum dalam Peraturan
Presiden No. 3 Tahun 2016. Peraturan Presiden No. 109 Tahun 2020 dengan
perkiraan nilai total investasi sebesar Rp4.809,7 triliun dan tersebar di berbagai
daerah di Indonesia juga berpotensi untuk mendorong pemerataan pembangunan
di daerah dalam kerangka pengentasan ketimpangan wilayah.
Proyek-proyek prioritas/strategis yang dilaksanakan pada tahun 2020-2024
juga diarahkan untuk mendukung pengembangan kawasan strategis antara lain
pengembangan komoditas unggulan dan industri pengolahan (hilirisasi) sumber
daya alam (pertanian, perkebunan, logam dasar, dan kemaritiman) melalui
2
pemanfaatan dan keterpaduan pembangunan infrastruktur yang difokuskan di
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan/atau Kawasan Industri, serta pengembangan
kawasan strategis prioritas berbasis pariwisata yakni Destinasi Pariwisata Prioritas
(DPP). Pengembangan kawasan-kawasan strategis tersebut diharapkan akan
mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah dan menciptakan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi baru.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian telah membuat
peta jalan implementasi industri 4.0 “Making Indonesia 4.0” di 5 sub sektor
prioritas yang termasuk dalam Proyek Prioritas Strategis (Peraturan Presiden No.
18 Tahun 2020). BKPM sebagai Lembaga Pemerintah yang berperan dalam
mengkoordinir kegiatan penanaman modal di Indonesia, memiliki kepentingan
untuk mendorong pengembangan proyek investasi yang sifatnya strategis dalam
rangka peningkatan nilai tambah ekonomi dilakukan peningkatan nilai tambah,
lapangan kerja, dan investasi di sektor riil, dan industrialisasi, serta penguatan pilar
pertumbuhan dan daya saing ekonomi melalui pengoptimalan pemanfaatan
teknologi digital dan industri 4.0.
Pengembangan kawasan strategis tersebut salah satunya diarahkan melalui
pengembangan 18 (delapan belas) kawasan dan 14 (empat belas) sektor energi
kawasan industri baru yang akan dikembangkan dalam kerangka industrialisasi
dengan memanfaatkan infrastruktur yang sudah dibangun, kerja sama regional,
dan diversifikasi perekonomian daerah. Pengembangan kawasan industri di Pulau
Jawa difokuskan untuk industri berbasis teknologi tinggi dan padat karya,
sedangkan kawasan industri di luar Pulau Jawa difokuskan sebagai kawasan
industri berbasis industri pengolahan sumber daya alam (hilirisasi SDA),
meningkatkan efisiensi sistem logistik, dan sebagai pendorong pengembangan
pusat ekonomi baru.
Untuk mendukung Major Project pengembangan industri 4.0 Perpres
18/2020 dan program Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai
(Perpres No.55/2019), maka berdasarkan pasal 7 Perpres No.55/2019 pemerintah
pusat, pemerintah daerah dan perusahaan industri dapat bersinergi untuk
3
melakukan penelitian, pengembangan dan inovasi teknologi industri KBL Berbasis
Baterai. Salah satu tujuan dari penelitian, pengembangan dan inovasi ini adalah
untuk mendukung pengembangan SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik
Umum) yang efisien. Maka dari itu penting kiranya dilakukan sebuah kegiatan
penelitian berupa pra studi kelayakan pembangunan infrastruktur penunjang
kendaaran listrik yang berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun
2020, infrastruktur pengisian listrik untuk kendaraan bermotor listrik berbasis
baterai terdiri dari fasilitas pengisian ulang dan fasilitas penukaran baterai.
Selain itu dari sisi lingkungan, berdasarkan hasil adopsi Indonesia pada
dokumen Paris Agreement for Global Climate Change in 2016, menyebutkan
bahwa utilisasi energi terbarukan pada sektor transportasi sebanyak 23 persen
pada tahun 2025. Secara global, transportasi merupakan penyumbang CO2
terbesar kedua emisi setelah pembangkit listrik. Transportasi merupakan
penyumbang terbesar CO2 emisi baik secara global dan domestik untuk daerah
perkotaan. Untuk Kota Jakarta menyumbang 78 persen emisi. Berdasarkan data
dari iqair.com, kualitas udara di Jakarta Timur masuk dalam kategori tidak sehat
bahkan menempati ranking pertama di Indonesia dengan angka AQI (Air Quality
Index) sebesar 161. Sehingga dengan kondisi ini maka mendorong percepatan
perkembangan penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dapat
menjadi salah satu solusi yang baik.
4
Gambar 1.1 Ranking Kota Paling Berpolusi di Indonesia
Sumber : iqair.com
Provinsi DKI Jakarta masuk dalam provinsi yang ada di Pulau Jawa di mana
Pulau Jawa merupakan kawasan strategis yang dalam pengembangannya
difokuskan untuk industri berbasis teknologi tinggi dan padat karya. Hal inilah yang
mendasari diadakannya kegiatan prastudi kelayakan/pre feasibility study
Pembangunan Infrastruktur Penunjang Kendaaran Listrik Provinsi DKI Jakarta.
5
mendukung upaya pemerataan ekonomi ke seluruh wilayah yang berdaya
saing.
3. Merumuskan usulan tindak lanjut, strategi, rekomendasi program dan
kebijakan, serta insentif khusus kepada kementerian/lembaga terkait bagi
pengembangan penanaman modal proyek prioritas strategis sektor
pengembangan kawasan, industri yang terintegrasi dengan kawasan.
4. Menyiapkan informasi proyek prioritas strategis berbasis spasial (Sistem
Informasi Geografis) yang siap ditawarkan kepada investor dan
informasi/konten terkait lainnya yang diintegrasikan dengan sistem informasi
yang telah tersedia di BKPM.
Ruang lingkup kawasan kegiatan ini adalah di Provinsi DKI Jakarta. Provinsi
DKI Jakarta terletak di bagian barat Pulau Jawa. Luas wilayah sekitar 644,01 km 2
(lautan : 6.977,5 km2), dengan penduduk berjumlah 11.100.929 jiwa pada tahun
2020. Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi lima wilayah administrasi dan satu
kabupaten, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan,
Jakarta Timur dan Kabupaten Kepulauan Seribu. Secara administratif, DKI Jakarta
berbatasan dengan :
• Sebelah Utara : Laut Jawa
• Sebelah Barat : Provinsi Banten
• Sebelah Selatan : Provinsi Jawa Barat dan Banten
6
• Sebelah Timur : Provinsi Jawa Barat
1.3.2 Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan ini adalah antara lain :
1. Penyusunan Dokumen pre feasibility study, Infomemo dan Infografis
Tahap-tahap yang dilakukan yaitu :
• Mengidentifikasi dan mengkaji proyek prioritas yang salah satunya adalah
Pembangunan Infrastruktur Penunjang Kendaraan Listrik di Provinsi DKI
Jakarta untuk dikembangkan, memiliki urgensi tinggi, dan menarik bagi
investor;
• Mengobservasi, memetakan lokasi, survei lokasi, serta mengeksplorasi
potensi untuk pengembangan penanaman modal proyek prioritas yang
salah satunya adalah Pembangunan Infrastruktur Penunjang Kendaraan
Listrik di Provinsi DKI Jakarta yang bersifat strategis yang dikaitkan
dengan keunggulan dan karakteristik daerah tersebut;
• Menganalisis kelayakan investasi dalam pengembangan penanaman
modal proyek Pembangunan Infrastruktur Penunjang Kendaraan Listrik di
Provinsi DKI Jakarta;
• Merumuskan usulan tindak lanjut, rekomendasi program dan kebijakan,
serta implikasinya bagi pengembangan penanaman modal proyek
Pembangunan Infrastruktur Penunjang Kendaraan Listrik di Provinsi DKI
Jakarta; dan
• Menyiapkan peta peluang dan profil proyek investasi yang siap
ditawarkan dalam bentuk pra studi kelayakan, ringkasan eksekutif dan
info memo yang memuat informasi penting yang dibutuhkan investor
(summary dari dokumen prastudi kelayakan).
2. Penyusunan Informasi Proyek Prioritas Strategis berbasis Spasial
Tahap-tahap yang dilakukan yaitu :
• Melakukan kegiatan kunjungan lapangan dalam rangka pemetaan di titik-
titik lokasi Pembangunan Infrastruktur Penunjang Kendaraan Listrik di
Provinsi DKI Jakarta yang telah ditentukan;
7
• Pengambilan video dan gambar untuk lokasi proyek Pembangunan
Infrastruktur Penunjang Kendaraan Listrik di Provinsi DKI Jakarta yang
telah ditentukan beserta infrastruktur dasar dan penunjang eksisting;
• Melakukan pengembangan desain sistem informasi, proses digitasi, dan
menyusun informasi/konten terkait proyek dan informasi lainnya untuk
diintegrasikan ke dalam sistem informasi yang telah tersedia di
Kementerian Investasi; dan
• Melakukan penyimpanan informasi proyek Pembangunan Infrastruktur
Penunjang Kendaraan Listrik di Provinsi DKI Jakarta berbasis spasial
(Sistem Informasi Geografis) yang siap ditawarkan kepada investor untuk
diintegrasikan dengan sistem informasi yang telah tersedia di
Kementerian Investasi.
Minyak bumi Indonesia terus menurun dari 5,9 miliar barel pada tahun
1995 menjadi 3,7 miliar barel pada akhir 2015. Dengan tingkat produksi minyak
bumi saat ini dan tidak ada penemuan cadangan minyak bumi baru, maka
cadangan terbukti minyak bumi Indonesia diproyeksikan akan habis dalam kurun
waktu 11 tahun mendatang. Selain itu, cadangan terbukti gas bumi pun terus
menurun. Dengan kondisi cadangan dan produksi saat ini diperkirakan gas bumi
akan habis dalam kurun waktu 36 tahun ke depan.
Sebagian besar penyediaan BBM ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
bahan bakar di sektor transportasi (85 persen), sektor industri (7,2 persen),
pembangkit listrik (1,2 persen), komersial (1,0 persen), dan lainnya (5,0 persen).
Tingginya kebutuhan BBM di sektor transportasi karena penggunaan BBM untuk
angkutan darat, laut, dan udara belum dapat disubstitusi secara optimal dengan
bahan bakar gas, BBM, dan listrik. Penggunaan BBM di sektor transportasi masih
tetap didominasi oleh bensin dan minyak solar. Penggunaan BBM pada
pembangkit listrik dalam jumlah terbatas masih diperlukan untuk PLTD di daerah
terpencil.
8
Pada tahun 2015 pangsa terbesar konsumsi energi final adalah sektor rumah
tangga (35 persen) diikuti oleh sektor transportasi (31 persen), industri (29 persen),
komersial (4,0 persen) dan lainnya (2,0 persen). Selama kurun waktu 2010-2015,
sektor transportasi mengalami pertumbuhan terbesar yang mencapai 5,2 persen
per tahun, diikuti sektor rumah tangga (3,8 persen), dan sektor komersial (2,9
persen). Adapun pertumbuhan sektor industri dan sektor lainnya mengalami
penurunan sebesar 4,6 persen dan 10 persen.
Dengan outlook di atas, semakin langka dan mahalnya BBM akhir-akhir ini,
dan semakin sadarnya masyarakat akan lingkungan yang bersih, maka Kendaraan
Bermotor Listrik (KBL) baik roda empat, roda dua, dan sejenisnya sebagai alat
transportasi akan dapat membantu diversifikasi energi. Pemanfaatan mobil dan
sepeda motor listrik perlu ditunjang dengan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik
Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU)
yang dapat menjangkau seluruh pengguna dan memanfaatkan energi baru
terbarukan yang bersih.
Penggunaan mobil listrik di beberapa negara mengalami perkembangan
yang sangat pesat. Hal ini disebabkan karena kegiatan ini mendapat dukungan
subsidi pemerintah, kemampuan mobil listrik yang terus meningkat, dan
kendaraan yang ramah terhadap lingkungan. Berikut gambaran perkembangan
Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) dan SPKLU.
Gambar 1.2 Jumlah Perkembangan KBLBB dan SPKLU
9
1.4.1 Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU)
Pada tahun 2018 diperkiraan ada sekitar 630.000 unit Stasiun Pengisian
Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang terpasang di dunia, yang mana sebagian
besar berada di Tiongkok. Pada Gambar 1.3 dapat dilihat perkembangan sistem
pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang terpasang secara global. Inovasi
teknologi dan kebijakan pemerintah merupakan kunci dalam percepatan
perkembangan SPKLU.
Gambar 1.3 Perkembangan SPKLU yang Terpasang Secara Global
700
600
500
Thousand Units
400
300
200
100
0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Row 3 4 10 22 25 35 46
Japan 7 9 10 20 35 40 55
U.S 7 10 15 30 44 48 61
Europe 10 27 49 67 92 142 190
China 10 25 35 58 196 284 304
10
AC sehingga AC/DC converter (charger) selalu dibutuhkan. Dua hal yang menjadi
pertimbangan utama seseorang ketika memutuskan untuk membeli KBL adalah
berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pengisian baterai KBL dan berapa jauh
jarak tempuh dari KBL. Oleh karena itu, ketersebaran dan ketersedian stasiun
pengisi daya yang mencukupi serta kemampuan SPKLU untuk mengisi baterai KBL
dengan cepat menjadi sangat penting.
Teknologi pengisi daya kendaraan listrik (charger) berkembang dari
teknologi dengan menggunakan kabel dengan level daya keluaran yang terus
meningkat, teknologi wireless, pantograph, battery swapping, overhead line (trem)
dan ground rail. Berdasarkan standar IEC 61851, mode pengisian daya kendaraan
listrik terbagi atas 4 jenis, yaitu:
a. Mode 1
Mode 1 merupakan jenis pengisian kendaraan listrik yang membutuhkan
masukan listrik AC 1 fasa, yang keluarannya juga berupa listrik AC. Mode 1 ini
hanya terdiri atas kabel dan plug dengan sistem proteksi standar. Mode 1 ini
cocok digunakan di rumah, kantor, dan fasilitas umum lainnya yang
menyediakan tempat istirahat karena membutuhkan waktu yang sangat lama
bahkan hingga semalaman untuk mengisi kendaraan.
Gambar 1.4 Gambar Mode 1 Pengisian Daya Kendaraan Listrik
b. Mode 2
Mode 2 hampir sama dengan mode 1 hanya saja mode 2 ini terdiri atas kabel,
plug, dan kontrol dengan sistem proteksi standar. Mode 2 ini cocok dipasang
di rumah, dan tempat lainnya yang memungkinkan pengisian daya dalam
waktu yang cukup lama.
11
Gambar 1.5 Gambar Mode 2 Pengisian Daya Kendaraan Listrik
c. Mode 3
Mode 3 membutuhkan suplai listrik AC 1 maupun 3 fasa dengan keluaran listrik
AC. Mode 3 ini terdiri dari suatu sistem yang lengkap yaitu sistem kontrol,
sistem proteksi, sistem komunikasi, dan sistem pengisian daya. Mode 3 ini
biasanya digunakan sebagai SPKLU karena daya keluaran yang besar, sehingga
waktu pengisian dapat lebih cepat.
Gambar 1.6 Gambar Mode 3 Pengisian Daya Kendaraan Listrik
d. Mode 4
Mode 4 ini membutuhkan suplai listrik AC 3 fasa dengan keluaran listrik DC.
Mode 4 terdiri atas suatu sistem lengkap yaitu sistem proteksi, sistem kontrol,
sistem konversi dari AC ke DC, sistem komunikasi, dan sistem pengisian daya.
Gambar 1.7 Gambar Mode 4 Pengisian Daya Kendaraan Listrik
12
Pembangunan dan pengembangan SPKLU di Indonesia kedepannya
sangatlah besar, di mana jika jumlah seluruh kendaraan bahan bakar minyak yang
digunakan saat ini yang jika seluruhnya ditransformasi menjadi kendaraan listrik,
maka dibutuhkan jumlah SPKLU yang cukup banyak. Pemerintah juga saat ini
sangat mendukung penggunaan dari kendaraan listrik untuk mengatasi polusi
udara yang kian hari semakin memburuk. Adapun tantangan dari pembangunan
dan pengembangan SPKLU di Indonesia adalah investasi awal yang sangat besar
juga kesiapan dari grid PLN untuk menyuplai kebutuhan listrik dari SPKLU. Standar
universal untuk jumlah kendaraan listrik per titik pengisian (SPKLU) bergantung
dari karakteristik perumahan/tempat tinggal dan kepadatan penduduk. Belanda
contohnya, private parking dan private charging sangatlah jarang, dan untuk satu
titik pengisian umum biasanya melayani dua hingga tujuh kendaraan listrik.
Sedangkan California, satu titik pengisian umum dapat melayani 25 hingga 30
kendaraan listrik.
A. SKEMA USAHA SPKLU
Secara umum, pengembangan SPKLU di Indonesia akan ditangani oleh PT
PLN (Persero) sesuai dengan Perpres No.55 Tahun 2019. Adapun skema bisnis
SPKLU akan dibahas lebih lanjut sebagaimana berikut yang meliputi skema bisnis
pengelolaan SPKLU, kebijakan insentif dalam SPKLU, kebutuhan SPKLU, kebijakan
harga jual, parameter kelayakan keekonomian, model bisnis dan analisis
kelayakan bisnis.
13
Gambar 1.8 Jenis – jenis Skema Usaha SPKLU
14
Sumber : Perpres No.55 Tahun 2019 dan Permen 13 Tahun 2020
15
Gambar 1.9 Alur Pengoperasian SPBKLU
16
Listrik Berbasis Baterai. Pada Permen tersebut, SPKLU disediakan oleh badan
usaha SPKLU pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) terintegrasi
atau penjualan yang memiliki wilayah usaha untuk melakukan penjualan tenaga
listrik di SPKLU. Sedangkan SPBKLU disediakan oleh badan usaha SPBKLU yang
memiliki izin usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, namun
tidak memerlukan IUPTL. Pemerintah membuat roadmap jumlah SPBKLU yang
beroperasi pada tahun 2025 ditargetkan mencapai 10.000 unit dan menjadi
15,625 unit SPBKLU yang beroperasi pada tahun 2030.
1.5 Metodologi
17
tentang penataan ruang, peraturan daerah seperti dokumen Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) skala provinsi yang berkaitan dengan Peta Peluang Investasi
kegiatan Pembangunan Infrastruktur Penunjang Kendaraan Listrik di Provinsi DKI
Jakarta secara umum serta profil daerah yang berkaitan langsung dengan kegiatan
ini (seperti; penduduk, ekonomi, lokasi eksisting infrastruktur kendaraan listrik,
sistem jaringan listrik, dan kawasan rawan bencana banjir).
Dengan menggunakan teknik pengumpulan data tersebut, diharapkan akan
diperoleh data yang akurat dan representatif, sehingga dapat dilakukan analisis
keadaan saat ini (existing condition), peramalan (forecasting) keadaan suatu masa,
dan mengambil keputusan untuk evaluasi terkait dengan perumusan mekanisme
pengembangan/pengelolaan wilayah. Adapun metode analisis yang digunakan
untuk mengolah data sekunder maupun primer dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
Tabel 1.1 Metode Analisis
No Metode Analisis Keterangan
Analisis Legal dan Analisis deskriptif dan faktual mengenai sebab dan
1
Kelembagaan akibat dari suatu kebijakan
Analisis deskriptif dan faktual mengenai kondisi pasar
dan trend penjualan dan kebutuhan kendaraan listrik
2 Analisis Pasar
beserta infrastruktur penunjangnya, daya beli
masyarakat, supply, dan market driven
Mengkaji aspek-aspek teknis yang berkaitan dengan
infrastruktur penunjang kendaraan listrik yang terdiri
dari:
• konektivitas SPKLU & kebutuhan daya pasok
listrik
• jenis/tipe peralatan pengisian
• tipologi peralatan pengisian / layout SPKLU &
biaya peralatan
• kapasitas SPKLU
3 Analisis Teknis
• spesifikasi teknis
• kelengkapan peralatan
• dimensi alat
• kriteria konstruksi infrastruktur
• solar panel untuk sumber listrik alternatif
Adapun setelah mengetahui aspek yang akan dikaji,
selanjutnya adalah membangun hipotesis yang
berdasarkan dari temuan kajian terdahulu dan
didukung dengan data temuan lapangan
• Overlay Peta Pola Ruang yang sesuai dengan
4 Analisis Teknis Lokasi Infrastruktur Penunjang Kendaraan Listrik dalam
RDTR
18
No Metode Analisis Keterangan
• Analisis kebutuhan fasilitas penunjang kendaraan
listrik sesuai dengan aturan pemanfaatan ruang
RDTR
• Analisis data sekunder dan primer (overlaying
peta spasial)
• Kompilasi data dan rumusan analisis sebagai
masukan dalam penyusunan konsep rencana
• Biaya investasi (CAPEX)
• Biaya Operasional dan pemeliharaan (OPEX)
• Debt to Equity Ratio (DER)
• Payback Period (PP)
5 Analisis Finansial dan Ekonomi • Net Present Value (NPV)
• Internal rate of Return (IRR)
• Equity Internal rate of Return (EIRR)
• Weighted Average Cost of Capital (WACC)
• Analisis Sensitivitas dan Pengembalian Investasi
• Identifikasi risiko
• Penilaian risiko
6 Analisis Risiko
• Alokasi risiko
• Mitigasi risiko
Sumber : Hasil Diskusi Tim, 2021
19
4. Infografis yang memuat informasi singkat proyek.
5. Informasi proyek prioritas strategis berbasis spasial (Sistem Informasi
Geografis) yang siap ditawarkan kepada investor dan informasi/konten terkait
lainnya.
Sedangkan manfaat/outcome dari kegiatan penyusunan peta peluang
investasi proyek prioritas strategis Pembangunan Infrastruktur Penunjang
Kendaraan Listrik di Provinsi DKI Jakarta yaitu:
1. Membantu Kementerian Investasi menyiapkan Informasi Proyek Prioritas
Strategis berbasis Spasial (Sistem Informasi Geografis) yang siap ditawarkan
kepada investor untuk diintegrasikan dengan sistem informasi (website) yang
telah tersedia; dan
2. Memudahkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terkait dalam
menawarkan proyek penanaman modal yang telah siap kepada investor
potensial sebagai acuan yang dapat digunakan dalam Pembangunan
Infrastruktur Penunjang Kendaraan Listrik di Provinsi DKI Jakarta.
20
BAB III GAMBARAN UMUM PROYEK
Melakukan tinjauan per wilayah di DKI Jakarta mulai dari letak
geografis, kependudukan, ekonomi, sistem jaringan listrik, dan
kawasan rawan banjir.
BAB IV ASPEK HUKUM DAN KELEMBAGAAN
Melakukan tinjauan awal aspek hukum dan kelembagaan berkaitan
dengan Pembangunan Infrastruktur Penunjang Kendaraan Listrik di
Provinsi DKI Jakarta yang meliputi kesesuaian terhadap kebijakan
pembangunan, kesesuaian terhadap kebijakan sektoral, kesesuaian
terhadap peraturan perundangan yang berlaku, kesesuaian terhadap
rencana tata ruang, status dan kepemilikan lahan/aset, dan
pemetaan peran pemangku kepentingan.
BAB V ANALISIS ASPEK TEKNIS
Melakukan tinjauan awal aspek teknis berkaitan dengan
Pembangunan Infrastruktur Penunjang Kendaraan Listrik di Provinsi
DKI Jakarta yang meliputi kerangka berpikir dalam analisis pemilihan
lokasi SPKLU, kriteria dalam pemilihan lokasi SPKLU dengan
infrastruktur penunjang, pemilihan lokasi, profil lokasi terpilih, serta
konsep penataan kawasan dan site plan.
BAB VI ANALISIS ASPEK PASAR
Melakukan tinjauan awal aspek pasar berkaitan dengan
Pembangunan Infrastruktur Penunjang Kendaraan Listrik di Provinsi
DKI Jakarta yang meliputi perkembangan proyek pembangunan
infrastruktur penunjang, benchmark proyek pembangunan
infrastruktur penunjang, daya saing kawasan utama dengan didukung
proyek pembangunan infrastruktur penunjang, supply and market
driven berkaitan dengan proyek pembangunan infrastruktur
penunjang, faktor-faktor keunggulan komparatif, faktor-faktor
penunjang keunggulan kompetitif dan tinjauan awal aspek pasar
lokasi terpilih.
21
BAB VII ANALISIS ASPEK KEUANGAN
Melakukan tinjauan awal aspek sosial dan lingkungan berkaitan
dengan Pembangunan Infrastruktur Penunjang Kendaraan Listrik di
Provinsi DKI Jakarta yang meliputi asumsi kelayakan keuangan
proyek; model finansial yang meliputi model dan alur bisnis, asumsi
yang digunakan, dan struktur kepemilikan aset; kelayakan keuangan
proyek meliputi review estimasi CAPEX dan OPEX serta jadwal
konstruksi, struktur pendanaan atau analisis Debt to Equity Ratio
(DER), Weighted Average Cost of Capital (WACC), Net Present Value
(NPV), Internal Rate of Return (IRR), Equity Internal Rate of Return
(EIRR), dan analisis sensitivitas dan pengembalian investasi.
BAB VIII ANALISIS ASPEK SOSIAL DAN LINGKUNGAN
Melakukan tinjauan awal aspek sosial dan lingkungan berkaitan
dengan Pembangunan Infrastruktur Penunjang Kendaraan Listrik di
Provinsi DKI Jakarta yang meliputi dampak sosial terhadap tenaga
kerja, respon masyarakat, dan dampak terhadap UMKM; serta
dampak lingkungan yang mungkin terjadi.
BAB IX ANALISIS ASPEK RISIKO
Melakukan tinjauan awal aspek risiko berkaitan dengan
Pembangunan Infrastruktur Penunjang Kendaraan Listrik di Provinsi
DKI Jakarta yang meliputi identifikasi, evaluasi, dan mitigasi risiko;
serta masalah yang harus ditindaklanjuti yang meliputi isu kritis dan
rencana dan strategi penyelesaiannya.
BAB X KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Sebagai bab akhir dalam laporan akhir ini akan menyimpulkan hasil
analisis dalam bab-bab sebelumnya dalam bentuk kesimpulan dan
rekomendasi.
22
1-23
BAB 2
TINJAUAN KEBIJAKAN
23
b. Bahan penyusunan dan penyesuaian RPJM Daerah dengan memperhatikan
tugas dan fungsi pemerintah daerah dalam mencapai sasaran nasional yang
termuat dalam RPJM Nasional;
c. Pedoman pemerintah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah;
d. Acuan dasar dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RPJM Nasional di
mana dalam RPJM Nasional tersebut, salah satu dasar kebijakan Program
Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery
Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan dan Penyediaan Infrastruktur
Pengisian Listrik untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai
dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah di mana pemerintah dalam Major Project
Pengembangan industry 4.0 akan meningkatkan kontribusi energi baru
terbarukan menjadi 20 persen.
24
meningkatnya keadilan sosial, percepatan pembangunan infrastruktur,
kemudahan investasi dan berbisnis, serta perbaikan pengelolaan tata ruang”.
Dengan salah satu sasarannya adalah meningkatnya pemanfaatan energi
dan ketenagalistrikan secara aman, handal dan berkelanjutan untuk
mendukung pembangunan kota.
b. Mendorong penanaman modal jangka menengah untuk pemulihan ekonomi
pasca pandemi melalui investasi dan optimalisasi proyek-proyek strategis.
Adapun beberapa proyek-proyek infrastruktur prioritas yang ditawarkan
antara lain di sektor transportasi, energi baru terbarukan, dan
ketenagalistrikan.
c. Adaptasi perubahan Iklim melalui rencana aksi penurunan emisi GRK hingga
2030 melalui aksi-aksi mitigasi berupa kebijakan dan program pada sektor
energi antara lain substitusi bahan bakar transportasi (kendaraan listrik,
biofuel dan BBG). Pada tahun 2020 Pemprov DKI Jakarta melakukan uji coba
100 bus listrik milik PT Transjakarta bekerja sama dengan organisasi
internasional C40 Cities.
25
oleh BAPPEDA Provinsi DKI Jakarta, sehingga proses tinjauan awal terhadap
kebijakan tata ruang pembangunan infrastruktur kendaraan listrik di Provinsi DKI
Jakarta masih merujuk pada perda tersebut. Penyesuaian terhadap materi revisi
RTRW tersebut akan dilakukan seiring berjalannya proses pekerjaan.
Berdasarkan tujuan penataan ruang Provinsi DKI Jakarta, terdapat dua (2)
tujuan yang berkaitan erat dengan pembangunan infrastruktur kendaraan listrik
yaitu tujuan (1) terciptanya ruang wilayah yang menyediakan kualitas kehidupan
kota yang produktif dan inovatif dan (2) terwujudnya pelayanan prasarana dan
sarana kota yang berkualitas, dalam jumlah yang layak, berkesinambungan dan
dapat diakses oleh seluruh warga Jakarta. Adapun turunan kebijakan dari tujuan
penataan ruang tersebut tertuang pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Tujuan dan Kebijakan Penataan Ruang Provinsi DKI Jakarta yang
Berkaitan dengan Pembangunan Infrastruktur Kendaraan Listrik
26
infastruktur penunjang kendaraan listrik menjadi bagian dari peruntukan kawasan
budidaya. Mengingat tingkat ketelitian data dan informasi dalam RTRW provinsi
tidak terlalu detail, maka diperlukan rujukan kebijakan tata ruang yang lebih detail
lagi yaitu Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi (PZ) Provinsi
DKI Jakarta.
Tabel 2.2 Rencana Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta yang Berkaitan dengan
Infrastruktur Penunjang Kendaraan Listrik
Rencana Tata
Ruang Wilayah
No Bagian Subbagian Catatan
Provinsi DKI
Jakarta
1 Struktur ruang Sistem dan Sistem dan jaringan energi
jaringan utilitas
perkotaan
2 Pola ruang Peruntukan 1. Kawasan peruntukan Untuk kawasan
kawasan perkantoran, permukiman,
budidaya perdagangan dan jasa diasumsikan
2. Kawasan peruntukan sementara
permukiman dikhususkan di
3. Kawasan peruntukan kawasan
pembangunan permukiman
berorientasi angkutan menengah atas.
massal (TOD)
Sumber: Perda Nomor 1 Tahun 2012 Tentang RTRW DKI Jakarta 2030
27
Kota Peruntukan Luas (m2)
Kawasan Peruntukan Perkantoran, Perdagangan, dan Jasa 2.281,47
Rencana Pulau Reklamasi Kawasan Peruntukan Perkantoran, 3,11
Perdagangan dan Jasa
JAKARTA UTARA 8.097,95
Rencana Pulau Reklamasi Kawasan Peruntukan Perkantoran, 1.806,44
REKLAMASI Perdagangan dan Jasa
Rencana Pulau Reklamasi Kawasan Peruntukan Permukiman 1.707,80
REKLAMASI 3.514,24
Total dengan Lahan Reklamasi 51.595,23
Total tanpa Lahan Reklamasi 48.081,00
Sumber: Perhitungan Data Spasial RTRW Provinsi DKI Jakarta 2012.
Catatan: luasan ini hanya menunjukan luas peruntukan kawasan yang sesuai dengan RTRW. Luas
ini belum menunjukan ketersediaan lahan yang clean dan clear.
28
Gambar 2.1 Peta Peruntukan Kawasan untuk Infrastruktur Kendaraan Listrik yang Sesuai dengan Tinjauan Awal
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta 2030
29
Sebagai kesimpulan, berdasarkan hasil tinjauan awal terhadap kebijakan
tata ruang RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030, infrastruktur penunjang kendaraan
listrik di Provinsi DKI Jakarta dimungkinkan dibangun di kawasan peruntukan
perkantoran, perdagangan dan jasa dan peruntukan permukiman (permukiman
tertentu) yang tersebar di seluruh kota administrasi di Provinsi DKI Jakarta.
Dalam meninjau kebijakan tata ruang yang lebih detail dari RTRW, tim
penyusun merujuk pada Perda No 1 tahun 2014 tentang RDTR dan PZ Provinsi DKI
Jakarta. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil rapat koordinasi daerah
dengan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta, RDTR dan PZ
Provinsi DKI Jakarta dalam proses revisi sehingga belum dapat dijadikan rujukan
resmi. Untuk itu, strategi yang ambil adalah dengan merujuk pada RDTR dan PZ
Provinsi DKI Jakarta versi tahun 2014. Penyesuaian akan dilakukan seiring dengan
kemajuan proses revisi RDTR dan PZ Provinsi DKI Jakarta tersebut.
Beberapa hal muatan aturan RDTR dan PZ Provinsi DKI Jakarta yang
menjadi acuan dalam pembangunan infrastruktur kendaraan listrik antara lain
adalah arahan zona peruntukan dan ketentuan peraturan zonasinya. Berdasarkan
hasil analisis dengan mempertimbangkan prinsip tata ruang, infastruktur
penunjang kendaraan listrik dimungkinkan dibangun pada zona fungsi budidaya
yang meliputi:
1. Zona perumahan vertikal;
2. Zona perumahan KDB rendah;
3. Zona perkantoran, perdagangan dan jasa;
4. Zona campuran; dan
5. Zona pelayanan umum dan sosial.
30
Tabel 2.4 Peruntukan Zona yang Dimungkinkan untuk Lokasi Pembangunan
Infrastruktur Penunjang Kendaraan Listrik dan Sebaran Lokasinya di Provinsi
DKI Jakarta
No Zona Peruntukan Sebaran Lokasi
1 Zona perumahan vertikal Tersebar di 5 kota administrasi
2 Zona perumahan KDB rendah Tersebar di 5 kota administrasi
3 Zona perkantoran, perdagangan dan jasa Tersebar di 5 kota administrasi
4 Zona campuran Tersebar di 5 kota administrasi
5 Zona pelayanan umum dan sosial Tersebar di 5 kota administrasi
Sumber: Perda No 1 tahun 2014 tentang RDTR dan PZ Provinsi DKI Jakarta.
Dalam RDTR dan PZ Provinsi DKI Jakarta disebutkan bahwa kegiatan SPBU
dan SPBG (diasumsikan SPKLU masuk pengaturan ini) dapat dikembangkan di zona
perumahan dengan syarat sekurang-kurangnya memiliki izin lingkungan dan/atau
izin gangguan, dan jarak dengan bangunan hunian paling kurang 30 m (tiga puluh
meter). Dengan mempertimbangkan bahwa kawasan perkantoran pemerintah di
Provinsi DKI Jakarta (baik tingkat daerah maupun pusat) merupakan salah satu
lokasi potensial untuk infrastruktur penunjang kendaraan listrik, maka selain
kelima zona tersebut diatas ditambahkan beberapa titik lokasi kawasan
pemerintahan di Provinsi DKI Jakarta.
31
Gambar 2.2 Peta Arahan Zona yang Dimungkinkan untuk Dikembangkan Infrastruktur Penunjang Kendaraan Listrik
di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan RDTR dan PZ Provinsi DKI Jakarta
32
2.3 Kesesuaian Terhadap Kebijakan Sektoral
33
Kebijakan energi nasional dilaksanakan untuk periode tahun 2014 sampai
dengan tahun 2050. Energi mempunyai peran penting dan strategis untuk
pencapaian tujuan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup dalam pembangunan
nasional berkelanjutan. Energi mempunyai peran penting dan strategis untuk
pencapaian tujuan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup dalam pembangunan
nasional berkelanjutan. Kebutuhan energi diperkirakan terus mengalami
peningkatan sebagai konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi dan pertambahan
jumlah penduduk. Oleh karena itu, pengelolaan energi dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya agar dapat memenuhi jaminan pasokan energi baik untuk
kebutuhan saat ini maupun di masa mendatang. Pengelolaan energi khususnya
pengelolaan sumber daya energi belum dilakukan secara optimal untuk
memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri. Sebagian energi primer masih
dialokasikan untuk ekspor guna menghasilkan devisa negara dan sumber
penerimaan dan belanja negara. Akibatnya, kebutuhan energi di dalam negeri baik
sebagai bahan bakar maupun bahan baku industri masih belum terpenuhi secara
optimal sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 33 Undang-Undang
Dasar Negara Republik lndonesia Tahun 1945. Di samping itu, terdapat pula
sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor energi, antara lain:
a. Penggunaan energi belum efisien;
b. Subsidi Energi yang belum tepat sasaran;
c. Harga energi belum mencapai harga keekonomian;
d. Minat investasi yang masih rendah;
e. Ketergantungan terhadap energi fosil yang masih tinggi tidak diimbangi
dengan peningkatan penyediaan cadangan;
f. Keterbatasan infrastruktur energi;
g. Pengembangan infrastruktur energi belum didukung oleh industri nasional
yang kuat dan mandiri;
h. Keterbatasan anggaran;
i. Lemahnya keberpihakan terhadap produk teknologi dalam negeri;
j. Pengembangan riset energi belum terintegrasi dengan baik;
34
k. Penguasaan teknologi energi yang masih rendah;
l. Belum adanya penetapan prioritas pengembangan energi;
m. Akses untuk masyarakat terhadap energi yang masih rendah;
n. Pengelolaan energi belum sepenuhnya menerapkan prinsip berkelanjutan;
dan
o. Nilai tambah pengelolaan energi belum optimal.
35
2020, serta mengakomodasi semua potensi demand untuk KEK, KI, smelter, dan
kendaraan listrik. Pada tahun 2025 ditargetkan bauran EBT minimum 23 persen
gas sekitar 22 persen, batubara sekitar 55 persen, dan BBM sekitar 0,4 persen.
Sementara itu pada tahun 2038, ditargetkan bauran EBT minimum 28 persen, gas
sekitar 25 persen, batubara sekitar 47 persen, dan BBM sekitar 0,1 persen. Target
bauran energi tersebut berlaku baik bagi PT PLN (Persero) maupun pemegang
wilayah usaha lainnya di mana dalam upaya pencapaiannya dapat dilakukan kerja
sama antar pemegang wilayah usaha.
Berdasarkan asumsi dan target tersebut, dilakukan pemodelan untuk 34
provinsi sehingga menghasilkan proyeksi kebutuhan tenaga listrik nasional untuk
periode 20 tahun sebagai berikut:
a. Rata-rata pertumbuhan kebutuhan energi listrik sekitar 6,9 persen per tahun;
b. Komposisi kebutuhan tenaga listrik Nasional tahun 2019 – 2035 diperkirakan
akan didominasi oleh sektor industri, kemudian diikuti oleh sektor rumah
tangga, bisnis, publik, dan transportasi. Mulai tahun 2036 kebutuhan tenaga
listrik sektor transportasi diperkirakan akan lebih besar daripada sektor publik;
c. Rata-rata kebutuhan tambahan kapasitas pembangkit (DMN)1 sekitar 8,5 GW
per tahun;
d. Total kebutuhan tambahan kapasitas pembangkit (DMN) sekitar 170 GW yang
terdiri dari PLTU/MT 51 GW, PLTP 9 GW, PLTA/M & PS 34 GW, PLTG/GU/MG
65 GW, Battery 0,3 GW, PLTD 0,1 GW, dan PLT EBT Lainnya 10 GW. PLT EBT
Lainnya terdiri atas Variable Renewable Energy (VRE) sekitar 6 GW dan PLT
Bio sekitar 4 GW.
36
PT PLN (Persero), selanjutnya disebut PLN, sebagai Pemegang Izin Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik (Kepmen ESDM No. 634-12/20/600.3/2011 tanggal 30
September 2011) wajib menyusun RUPTL dengan memperhatikan ketentuan-
ketentuan dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
2682.K/21/MEM/2008 tentang Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional Tahun
2008-2027 dan draft Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional Tahun 2015-2034
yang telah disusun oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
RUPTL ini disusun untuk menjadi pedoman pengembangan sarana
ketenagalistrikan di wilayah usaha PLN pada kurun waktu tahun 2015-2024, yang
akan digunakan dalam penyusunan rencana jangka panjang perusahaan dan
penyusunan rencana kerja dan anggaran perusahaan tahunan. Wilayah usaha PLN
meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia kecuali yang ditetapkan oleh
pemerintah sebagai wilayah usaha bagi BUMN lain, BUMD, badan usaha swasta
atau koperasi.
Sejalan dengan perkembangan dan perubahan kondisi industri kelistrikan
di Indonesia, RUPTL ini akan dievaluasi secara berkala dan diubah seperlunya agar
rencana pengembangan sistem kelistrikan lebih sesuai dengan kondisi terkini.
Sesuai dengan program pemerintah tahun 2015-2019, dalam RUPTL ini juga
menguraikan mengenai program pembangunan ketenagalistrikan sebesar 35 GW
untuk periode tahun 2015-2019. Dalam rangka mensukseskan pembangunan
sarana ketenagalistrikan diperlukan kerja sama yang efektif antara PT PLN
(Persero) dan seluruh stakeholder-nya, karena PLN sendiri tidak akan mampu
melaksanakan seluruh program tanpa bantuan dari pemerintah, masyarakat dan
pemangku kepentingan lainnya.
Keterkaitan Kebijakan Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik untuk
Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai dengan Peraturan Perundang-
undangan terkait. Dalam RUPTL ini, peran listrik swasta diharapkan dapat
meningkat secara signifikan untuk mendorong dan mempercepat program
tersebut di atas. Peran swasta akan meningkat dari kontribusi kapasitas sekitar 15
persen menjadi 32 persen pada tahun 2019, dan 41 persen pada tahun 2024.
37
2-38
BAB 3
GAMBARAN UMUM PROYEK
Pada bab ini akan menjelaskan gambaran umum wilayah proyek yaitu di
Provinsi DKI Jakarta yang terdiri dari letak geografis, kondisi topografi, kondisi
geologi, sosial kependudukan, perekonomian wilayah, sistem jaringan listrik, dan
kawasan rawan bencana banjir.
38
Selain itu, studi RIHN juga menyatakan kawasan Jabodetabek adalah
peringkat kesembilan megacity dengan tingkat pertumbuhan terbesar selama
dekade terakhir, yakni sebesar 34,6 persen. “Megacity” dalam hal ini didefinisikan
sebagai kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk lebih dari 10 juta jiwa.
Hasil penelitian “Global Cities of The Future” yang dilakukan oleh McKinsey,
menempatkan Jakarta sebagai salah satu megacities dengan prospek
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan proyeksi Produk Domestik Bruto (PDB) per
kapita sebesar US$ 29.000 per tahun (estimasi 2025). Kondisi ini menempatkan
Jakarta sebagai salah satu hotspot emerging market yang sangat menarik dimata
dunia bisnis global. Riset terbaru mengenai kota global, “Global Cities Index and
Emerging Cities Outlook”, yang dilakukan oleh AT Kearney menempatkan Jakarta
berada di posisi ke-54 dari 65 kota global dunia.
Tabel 3.2 Peringkat Megacity dengan Tingkat Pertumbuhan Terbesar
Population
Rank Geography Urban Area Growth
Estimate
1 Pakistan Karachi 20.877.000 80.5%
2 Tiongkok Shenzhen 12.506.000 56.1%
3 Nigeria Lagos 12.090.000 48.2%
4 Tiongkok Beijing BJ 18.241.000 47.6%
5 Thailand Bangkok 14.544.000 45.2%
6 Bangladesh Dhaka 14.399.000 45.2%
7 Tiongkok Guangzhou - Foshan 17.681.000 43.0%
8 Tiongkok Shanghai 21.766.000 40.1%
9 India Delhi 22.826.000 39.2%
10 Indonesia Jakarta 26.746.000 34.6%
11 Turkey Istanbul 12.919.000 25.3%
Sumber : Research Institute for Humanity and Nature (RIHN), 2014
39
Tabel 3.3 Administrasi Wilayah Provinsi DKI Jakarta
No Kabupaten Kecamatan Luas (Ha) Luas (%)
1 Jakarta Barat Kec.Cengkareng 2.563,66 3,90
2 Jakarta Barat Kec.Grogol Petamburan 1.082,70 1,65
3 Jakarta Barat Kec.Kalideres 2.909,73 4,42
4 Jakarta Barat Kec.Kebon Jeruk 1.715,71 2,61
5 Jakarta Barat Kec.Kembangan 2.505,99 3,81
6 Jakarta Barat Kec.Palmerah 736,14 1,12
7 Jakarta Barat Kec.Taman Sari 451,40 0,69
8 Jakarta Barat Kec.Tambora 536,28 0,82
9 Jakarta Pusat Kec.Cempaka Putih 429,40 0,65
10 Jakarta Pusat Kec.Gambir 751,52 1,14
11 Jakarta Pusat Kec.Johar Baru 236,52 0,36
12 Jakarta Pusat Kec.Kemayoran 717,77 1,09
13 Jakarta Pusat Kec.Menteng 646,41 0,98
14 Jakarta Pusat Kec.Sawah Besar 535,86 0,81
15 Jakarta Pusat Kec.Senen 435,62 0,66
16 Jakarta Pusat Kec.Tanah Abang 1.004,43 1,53
17 Jakarta Selatan Kec.Cilandak 1.778,14 2,70
18 Jakarta Selatan Kec.Jagakarsa 2.438,00 3,71
19 Jakarta Selatan Kec.Kebayoran Baru 1.261,93 1,92
20 Jakarta Selatan Kec.Kebayoran Lama 1.955,25 2,97
21 Jakarta Selatan Kec.Mampang Prapatan 795,16 1,21
22 Jakarta Selatan Kec.Pancoran 891,68 1,36
23 Jakarta Selatan Kec.Pasar Minggu 2.225,90 3,38
24 Jakarta Selatan Kec.Pesanggrahan 1.325,83 2,02
25 Jakarta Selatan Kec.Setia Budi 912,97 1,39
26 Jakarta Selatan Kec.Tebet 912,10 1,39
27 Jakarta Timur Kec.Cakung 4.143,87 6,30
28 Jakarta Timur Kec.Cipayung 2.785,26 4,23
29 Jakarta Timur Kec.Ciracas 1.681,11 2,56
30 Jakarta Timur Kec.Duren Sawit 2.162,98 3,29
31 Jakarta Timur Kec.Jatinegara 1.032,81 1,57
32 Jakarta Timur Kec.Kramatjati 1.318,40 2,00
33 Jakarta Timur Kec.Makasar 2.162,04 3,29
34 Jakarta Timur Kec.Matraman 491,82 0,75
35 Jakarta Timur Kec.Pasar Rebo 1.246,13 1,89
36 Jakarta Timur Kec.Pulo Gadung 1.534,82 2,33
37 Jakarta Utara Kec.Cilincing 4.096,95 6,23
38 Jakarta Utara Kec.Kelapa Gading 1.619,48 2,46
39 Jakarta Utara Kec.Koja 1.126,61 1,71
40 Jakarta Utara Kec.Pademangan 1327,8 2,02
41 Jakarta Utara Kec.Penjaringan 4.027,86 6,12
40
No Kabupaten Kecamatan Luas (Ha) Luas (%)
42 Jakarta Utara Kec.Tanjung Priok 2.237,68 3,40
43 Kab. Kepulauan Seribu Kec.Kepulauan Seribu Selatan 385,83 0,59
44 Kab. Kepulauan Seribu Kec.Kepulauan Seribu Utara 656,14 1,00
Jumlah 6.5793,69 100
Sumber : Hasil Olahan Data RBI, 2021
14.496,96 14.436,46
12.501,60
4.757,53
1.041,98
41
Gambar 3.2 Peta Administrasi Wilayah Provinsi DKI Jakarta
42
3.2 Kondisi Sosial Kependudukan
43
3.2.2 Proyeksi dan Laju Pertumbuhan Penduduk
4.000.000
3.500.000
3.000.000
2.500.000
2.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
0
Kep. Seribu Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Selatan Jakarta Barat Jakarta Timur
44
3.2.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah penduduk DKI Jakarta adalah 10.220.647 orang yang terdiri dari
5.179.795 laki‐laki dan 5.040.852 perempuan. Fenomena di DKI Jakarta di mana
penduduk bertumpu di lingkar luar sementara itu yang berada di pusat DKI Jakarta
relatif rendah. Hanya sekitar 9,37 persen penduduk yang tinggal di Jakarta Pusat
dan yang lainnya menyebar di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan
Jakarta Utara. Sementara itu penduduk yang berada di Kepulauan Seribu hanya
0,22 persen. Kota Administrasi Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan
adalah tiga kota administrasi dengan urutan teratas yang memiliki jumlah
penduduk terbanyak yang masing‐masing berjumlah 2.860.435 orang, 2.475.092
orang, dan 2.198.515 orang.
Tabel 3.6 Jumlah Penduduk Provinsi DKI Jakarta Berdasarkan Jenis Kelamin
No Kabupaten/Kota Laki-laki Perempuan Total Sex Ratio
1 Kepulauan Seribu 11.688 11.060 23.800 106
2 Jakarta Selatan 1.108.255 1.084.512 2.198.515 102
3 Jakarta Timur 1.459.148 1.405.118 2.860.435 104
4 Jakarta Pusat 464.231 474.756 907.953 98
5 Jakarta Barat 1.239.051 1.190.088 2.475.092 104
6 Jakarta Utara 878.522 875.317 1.754.852 100
DKI Jakarta 5.179.795 5.040.852 10.220.647 103
Sumber : Hasi Olahan Data BPS Provinsi DKI Jakarta, 2020
Jakarta Utara
Jakarta Barat
Jakarta Pusat
Perempuan
Jakarta Timur Laki-laki
Jakarta Selatan
Kepulauan Seribu
45
3.3 Kondisi Perekonomian Wilayah
46
Kabupaten Bekasi dan rata rata seluruh metropolitan mencapai -18,16 persen. Hal
ini tentu mengkhawatirkan apabila penurunan laju perekonomian terus terjadi
mengingat peran metropolitan yang menjadi tumpuan kawasan lain untuk
berkembang bahkan perekonomian nasional. Namun guncangan krisis tersebut
dapat dilewati dengan cukup cepat, karena pada tahun 2001 pertumbuhan
ekonomi telah kembali positif di seluruh kawasan dan kembali melaju secara
positif pada tahun-tahun berikutnya.
Tabel 3.7 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Metropolitan Saat Masa Krisis
Laju Pertumbuhan Ekonomi
No Unit Analisis
1988 1992 1996 1998 2001 2003 2005 2010
Core
DKI Jakarta 8,3 8,63 9,1 -17,49 4,74 5,31 6,01 6,51
1 Kota Jakarta Barat * * * * 4,65 5,26 6,03 6,07
2 Kota Jakarta Pusat * * * * 4,65 5,18 6,08 6,62
3 Kota Jakarta Selatan * * * * 4,16 5,58 6,04 6,57
4 Kota Jakarta Timur * * * * 3,48 5,26 6,04 6,12
5 Kota Jakarta Utara * * * * 4,6 5,23 6,02 6,02
Inner Zone
1 Kota Bekasi ** ** ** -20,66 5,09 5,25 5,66 5,84
2 Kota Bogor 9,19 7,1 11,2 -16,65 5,68 6,07 6,12 6,07
3 Kota Depok ** ** ** -29,44 5,89 6,29 6,93 6,36
4 Kota Tangerang ** 8,09 17,59 -16,76 4,69 6,9 4,62 6,68
5 Kota Tangerang Selatan * * * * * * * 8,7
Outer Zone
1 Kabupaten Bekasi 12,01 15,06 5,07 -21,36 4,8 9,25 6,01 6,18
2 Kabupaten Bogor 11,23 7,97 11,7 -20,72 3,94 4,87 5,85 5,09
3 Kabupaten Tangerang 11,75 7,87 10,78 -9,26 5,17 4,44 7,4 6,71
Sumber: Hasil Analisis Berdasarkan BPS, 2021
Sektor yang berpengaruh terhadap nilai PDRB Wilayah DKI Jakarta ialah
sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Ketiga sektor ini merupakan sektor
yang berpengaruh pada setiap zona pertumbuhan terutama industri pengolahan.
Untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan keduanya relatif stabil dan terus mengalami peningkatan
walaupun laju pertumbuhannya rendah.
Tabel 3.8 Persentase Sektor PDRB Wilayah DKI Jakarta
Distribusi Persentase
No Lapangan Usaha
2000 2005 2010 2015 2019
1 Pertanian 5,68 3,51 2,61 1,22 1,03
2 Pertambangan dan penggalian 0,15 0,08 0,82 0,11 0,21
3 Industri Pengolahan 20,85 26,9 29,19 31,3 30,71
47
Distribusi Persentase
No Lapangan Usaha
2000 2005 2010 2015 2019
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,68 4,02 2,04 1,27 1,38
5 Bangunan 5,66 9,1 11,91 7,9 8,14
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 22,47 21,07 20,69 19,1 19
7 Pengangkutan dan Komunikasi 8,82 11,25 7,9 5,38 7,15
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 16,5 13,33 16,36 23,96 22,37
9 Jasa-jasa 18,18 10,74 8,46 9,76 10,01
Jumlah 100 100 100 100 100
Sumber: Hasil Analisis Berdasarkan BPS, 2021
48
pembangkit 4.522 MW. Dari sistem Jawa-Bali jumlah kapasitas sebanyak 4.000
MW.
Tabel 3.10 Pelanggan dan Daya Listrik Tersambung DKI Jakarta 2011-2019
Jumlah Daya Listrik
No. Tahun Jumlah Pelanggan
Tersambung
1 2011 1.913.878 6.580.171.049
2 2012 1.965.685 6.891.565.384
3 2013 2.023.368 7.539.983.886
4 2014 2.031.591 8.019.892.134
5 2015 2.157.314 7.881.383.382
6 2016 2.224.768 10.904.997.933
7 2017 2.295.259 9.297.616.879
8 2018 2.361.839 9.112.867.718
9 2019 2.421.581 9.729.725.078
Sumber: PLN RUPTL 2010 - 2019 (Jawa -Bali 2019)
49
Gambar 3.6 Peta Sistem Jaringan Kelistrikan Provinsi DKI Jakarta
50
3.5 Kawasan Rawan Bencana Banjir
Kejadian banjir di Jakarta terjadi karena dua (2) faktor yaitu faktor internal
dan eksternal, di mana faktor internal mempunyai pengaruh 80 – 90 persen.
Pengaruh internal (lokal) adalah kondisi fisik Jakarta berikut sarana dan prasarana
drainase. Secara geografis, Kota Jakarta terletak di muara 13 sungai, yaitu: Kali
Mookervart, Kali Pesanggrahan, Kali Grogol, Kali Krukut, Kali Sekretaris, Kali
Ciliwung, Kali Cideng, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Buaran, Kali Cakung, Kali
Angke, dan Kali Sunter. Selain itu, topografi Kota Jakarta di beberapa lokasi
merupakan dataran rendah (+40 persen luasan) dengan kisaran elevasi -1,0
sampai dengan +3,0 m, yaitu di Jakarta Pusat sampai dengan Jakarta Utara. Daerah
dengan topografi demikian biasanya mempunyai drainabilitas rendah karena
energi gravitasi kurang dapat memutus genangan air dari kawasan Jakarta ke laut
(Teluk Jakarta). Kemiringan energi atau gradien hidrolik hanya berkisar 5 x 10−4,
sehingga aliran lamban dan menggenang. Lokasi rawan banjir di DKI Jakarta
menjadi salah satu variabel dalam menentukan lokasi SPKLU kendaraan listrik.
Gambar 3.7 Kejadian Banjir di DKI Jakarta dari Tahun 1932 – Tahun 2013
51
Gambar 3.8 Peta Lokasi Genangan Banjir Tahun 2020
52
3-53
BAB 4
ASPEK HUKUM DAN KELEMBAGAAN
53
6. Tercapainya peningkatan akses masyarakat yang tidak mampu dan/atau
yang tinggal di daerah terpencil terhadap energi untuk mewujudkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata;
7. Tercapainya pengembangan kemampuan industri energi dan jasa energi
dalam negeri agar mandiri dan meningkatkan profesionalisme sumber
daya manusia;
8. Terciptanya lapangan kerja; dan
9. Terjaganya kelestarian lingkungan hidup.
B. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
Pembangunan sektor ketenagalistrikan bertujuan untuk memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa guna mewujudkan
tujuan pembangunan nasional, yaitu menciptakan masyarakat adil dan makmur
yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tenaga listrik, sebagai salah satu hasil pemanfaatan kekayaan alam,
mempunyai peranan penting bagi negara dalam mewujudkan pencapaian tujuan
pembangunan nasional. Usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang
penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
menetapkan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan melaksanakan usaha
penyediaan tenaga listrik di mana dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Untuk lebih
meningkatkan kemampuan negara dalam penyediaan tenaga listrik, Undang-
Undang ini memberi kesempatan kepada badan usaha swasta, koperasi, dan
swadaya masyarakat untuk berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik.
C. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan dan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dikatakan
54
bahwa Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup meliputi : a.
pencegahan; b. penanggulangan; dan c. pemulihan. Pengendalian pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan
kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-masing. Instrumen pencegahan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas:
1. KLHS;
2. Tata ruang;
3. Baku mutu lingkungan hidup;
4. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
5. AMDAL;
6. UKL-UPL;
7. Perizinan;
8. Instrumen ekonomi lingkungan hidup;
9. Peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup;
10. Anggaran berbasis lingkungan hidup;
11. Audit lingkungan hidup; dan
12. Instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu
pengetahuan.
D. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konversi Energi
Konservasi energi adalah upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna
melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi
pemanfaatannya. Energi mempunyai peranan yang sangat penting dan menjadi
kebutuhan dasar dalam pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Oleh
karena itu, energi harus digunakan secara hemat, rasional, dan bijaksana agar
kebutuhan energi pada masa sekarang dan masa yang akan datang dapat
terpenuhi.
55
Mengingat pentingnya penggunaan energi secara hemat, rasional, dan
bijaksana, pemerintah perlu menyusun peraturan pemerintah dalam rangka
pengaturan pemanfaatan sumber daya energi, sumber energi dan energi, melalui
penerapan teknologi yang efisien energi, pemanfaatan energi secara efisien dan
rasional, dan penerapan budaya hemat energi guna menjamin ketersediaan energi
nasional yang berwawasan lingkungan.
E. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Kegiatan Usaha
Tenaga Listrik
Untuk lebih meningkatkan kemampuan penyediaan tenaga listrik, pemerintah
dan pemerintah daerah serta dalam rangka keikutsertaan masyarakat dalam
penyediaan tenaga listrik, maka kepada badan usaha swasta, koperasi, dan
swadaya masyarakat diberi kesempatan untuk melakukan usaha penyediaan
tenaga listrik. Peraturan Pemerintah ini mengatur ketentuan mengenai usaha
penyediaan tenaga listrik, yang mencakup jenis usaha, wilayah usaha, pelaku
usaha, perizinan, hak dan kewajiban pemegang izin usaha penyediaan tenaga
listrik, ganti rugi atas penggunaan tanah secara langsung, perhitungan kompensasi
penggunaan tanah secara tidak langsung untuk usaha penyediaan tenaga listrik,
harga jual/sewa jaringan, keselamatan ketenagalistrikan, dan pembinaan dan
pengawasan pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik.
Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dilakukan
berdasarkan izin usaha penyediaan tenaga listrik dan usaha penyediaan tenaga
listrik untuk kepentingan sendiri dilakukan berdasarkan izin operasi yang
dikeluarkan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Untuk usaha penyediaan tenaga listrik yang dilakukan secara terintegrasi,
usaha distribusi, atau usaha penjualan, menteri, gubernur, atau bupati/walikota
menerbitkan izin usaha penyediaan tenaga listrik setelah adanya penetapan
wilayah usaha dari menteri.
56
F. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Berdasarkan pasal 1 angka 3 PP Nomor 5 Tahun 2021 dikatakan bahwa
perizinan berbasis resiko adalah perizinan berusaha berdasarkan tingkat risiko
kegiatan usaha. untuk memulai dan melakukan kegiatan usaha, pelaku usaha
wajib memenuhi: a. persyaratan dasar perizinan berusaha; dan/atau b. perizinan
berusaha berbasis risiko.
Untuk memulai dan melakukan kegiatan usaha, pelaku usaha wajib
memenuhi persyaratan dasar perizinan berusaha; dan/atau perizinan berusaha
berbasis risiko. Persyaratan dasar perizinan berusaha meliputi:
1. Kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang; dan
2. Persetujuan lingkungan.
Ketentuan mengenai persyaratan dasar perizinan berusaha masing-masing
diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang, lingkungan
hidup, dan bangunan gedung. Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis
Risiko salah satunya adalah sektor energi dan sumber daya mineral. Perizinan
Berusaha sektor energi dan sumber daya mineral salah satunya adalah subsektor
ketenagalistrikan. Perizinan Berusaha pada subsektor ditetapkan berdasarkan
hasil analisis risiko kegiatan usaha terdiri atas: a. penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum; dan b. jasa penunjang tenaga listrik.
Pelaksanaan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dilakukan secara elektronik
dan terintegrasi melalui Sistem One Single Submission (OSS). Sistem OSS terdiri
dari:
1. Subsistem pelayanan informasi;
2. Subsistem perizinan berusaha; dan
3. Subsistem pengawasan.
Sistem OSS wajib digunakan oleh kementerian/lembaga, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, administrator KEK, badan pengusahaan KPBPB; dan
pelaku usaha.
57
G. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan
Bidang Energi dan Sumberdaya Mineral
Peraturan pemerintah nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Bidang Energi dan Sumberdaya Mineral mengatur salah satunya mengenai
ketenagalistrikan. Pelaksanaan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk
kepentingan umum harus sesuai dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan
Nasional dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik. Rencana Umum
Ketenagalistrikan Nasional sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.
Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional berfungsi sebagai rujukan dan
pedoman dalam penyusunan dokumen:
1. Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah; dan
2. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik disusun berdasarkan Rencana
Umum Ketenagalistrikan Nasional. Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik untuk pertama kali paling lama dilakukan bersamaan dengan
pemberian Perizinan Berusaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
umum. Setiap perubahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) harus
mendapatkan pengesahan dari menteri atau gubernur sesuai dengan
kewenangannya. Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan umum
meliputi jenis usaha:
1. Pembangkitan tenaga listrik
2. Transmisi tenaga listrik
3. Distribusi tenaga listrik, dan atau
4. Penjualan tenaga listrik
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan umum dapat dilakukan
secara terintegrasi dan wajib mendapatkan izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
untuk kepentingan umum. Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk kepentingan
umum secara terintegrasi dilakukan oleh satu (1) badan usaha dalam satu (1)
Wilayah Usaha.
58
H. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang
Pelaksanaan Pemanfaatan Ruang dilakukan melalui:
1. Pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang; dan
2. Pelaksanaan sinkronisasi program pemanfaatan ruang.
Pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang salah satunya adalah
kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan berusaha di mana
kegiatan ini berkaitan dengan pembangunan SPKLU. Pelaksanaan kesesuaian
kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan berusaha diperoleh melalui OSS.
Setelah memperoleh kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang pelaku usaha dapat
mengajukan permohonan perizinan berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pelaku usaha dapat melaksanakan kegiatan pemanfaatan
ruang setelah memperoleh perizinan berusaha.
I. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program
Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Baterai Elektrik Untuk
Transportasi Jalan)
Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 dibuat dengan tujuan untuk
memberikan arah, landasan, dan kepastian hukum dalam pelaksanaan program
percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle)
untuk transportasi jalan.
Infrastruktur pengisian listrik untuk KBL Berbasis Baterai meliputi fasilitas
pengisian ulang (charging) paling sedikit terdiri atas:
1. Peralatan catu daya listrik;
2. Sistem kontrol arus, tegangan, dan komunikasi; dan
3. Sistem proteksi dan keamanan; dan/atau
4. Fasilitas penukaran baterai.
Pengisian ulang (charging) dilakukan pada instalasi listrik privat dan/atau
SPKLU. Infrastruktur pengisian listrik untuk KBL Berbasis Baterai wajib memenuhi
ketentuan keselamatan ketenagalistrikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Penyediaan infrastruktur pengisian listrik untuk KBL
59
Berbasis Baterai dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
bidang energi dan/atau badan usaha lainnya.
Untuk pertama kali, penyediaan infrastruktur pengisian listrik untuk KBL
Berbasis Baterai dilaksanakan melalui penugasan kepada PT PLN (Persero). Dalam
melakukan penugasan PT PLN (Persero) dapat bekerja sama dengan Badan Usaha
Milik Negara dan/atau badan usaha lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Penjualan tenaga listrik pada SPKLU dapat dilaksanakan
oleh:
1. Pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik yang memiliki wilayah
usaha; dan/atau
2. Pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik yang memiliki wilayah
usaha dengan bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara bidang
energi atau badan usaha lainnya.
Untuk mempercepat penyediaan infrastruktur pengisian listrik diberikan
kemudahan untuk penyesuaian instalasi tistrik pada pelanggan listrik yang
menggunakan KBL Berbasis Baterai serta pembangunan SPKLU dan/atau tempat
penukaran baterai di tempat umum.
SPKLU disediakan di lokasi dengan kriteria: a. mudah dijangkau oleh pemilik
KBL Berbasis Baterai; b. disediakan tempat parkir khusus SPKLU; dan c. tidak
mengganggu keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas.
Untuk mempercepat program KBL Berbasis Baterai untuk transportasi jalan,
SPKLU disediakan di lokasi: a. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU); b.
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG); c. Kantor Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah; d. Tempat perbelanjaan; dan e. Parkiran umum di pinggir
jalan raya.
J. Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2018 tentang Pelayanan
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Bidang Ketenagalistrikan
Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Ketenagalistrikan/OSS
adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh lembaga OSS untuk dan atas
60
nama Menteri atau gubernur, kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang
terintegrasi. Izin Usaha bidang ketenagalistrikan terdiri atas:
1. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik;
2. Izin Operasi;
3. Penetapan Wilayah Usaha;
4. Izin Usaha Jual Beli Listrik Lintas Negara;
5. Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik; dan
6. IPJ Telematika.
Izin Komersial atau Operasional sebagaimana dimaksud terdiri atas:
1. Sertifikat Laik Operasi; Sertifikat Badan Usaha; dan
2. Sertifikat Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan.
3. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik terdiri atas:
4. Pembangkitan Tenaga Listrik;
5. Transmisi Tenaga Listrik;
6. Distribusi Tenaga Listrik;
7. Penjualan tenaga listrik; atau
8. Terintegrasi
K. Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2020 tentang Penyediaan
Infrastruktur Pengisian Listrik untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis
Baterai
Peraturan menteri ini mengatur mengenai infrastruktur pengisian listrik untuk
KBL Berbasis Baterai meliputi:
1 Fasilitas pengisian ulang paling sedikit terdiri atas;
• Peralatan catu daya listrik;
• Sistem kontrol arus, tegangan, dan komunikasi; dan
• Sistem proteksi dan keamanan.
2 Fasilitas penukaran baterai.
Peralatan catu daya listrik merupakan sistem pengisian ulang pada Instalasi
Listrik Privat dan SPKLU untuk KBL Berbasis Baterai. Sistem pengisian ulang pada
SPKLU terdiri atas:
61
1. Pengisian ulang ams bolak-balik (alternating current charging system)
menggunakan konektor tipe dua (2) (type 2 series) yang diberi penanda
selubung warna merah;
2. Pengisian ulang arus searah (direct current charging system) menggunakan
konektor tipe konfigurasi AA series yang diberi penanda selubung wama
hijau; dan
3. Pengisian ulang kombinasi arus bolak-balik dan arus searah (combined
charging system) menggunakan konektor tipe konfigurasi FF series yang
diberi penanda selubung warna biru.
Jenis teknologi pengisian ulang untuk KBL Berbasis Baterai yang digunakan
pada SPKLU, antara lain:
1. Pengisian normal (normal charging);
2. Pengisian cepat (fast charging); dan
3. Pengisian ultra cepat (ultrafast charging).
Fasilitas Penukaran Baterai merupakan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan
Listrik Umum (SPBKLU) sebagai tempat penukaran Baterai KBL Berbasis Baterai.
Pengisian ulang dapat dilakukan pada Instalasi Listrik Privat; dan/atau Stasiun
Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
Dalam melaksanakan penugasan, PT PLN (Persero) sebagai Badan Usaha
SPKLU dan Badan Usaha SPBKLU menyusun roadmap penyediaan infrastruktur
SPKLU dan SPBKLU. Roadmap penyediaan infrastruktur SPKLU dan SPBKLU
memuat, antara lain:
1. Lokasi dan kapasitas pengisian setiap SPKLU dan SPBKLU;
2. Skema usaha SPKLU;
3. Skema usaha SPBKLU; dan
4. Skema usaha yang digunakan dalam menjalankan usaha pengisian ulang
untuk KBL Berbasis Baterai.
SPKLU disediakan di lokasi dengan kriteria :
1. Mudah dijangkau oleh pemilik KBL Berbasis Baterai;
2. Disediakan tempat parkir khusus SPKLU; dan
62
3. Tidak mengganggu keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran
berlalu lintas.
Untuk mempercepat program KBL Berbasis Baterai, SPKLU disediakan di
lokasi:
1. Stasiun pengisian bahan bakar umum;
2. Stasiun pengisian bahan bakar gas;
3. Kantor pemerintah pusat dan kantor pemerintah daerah;
4. Tempat perbelanjaan; dan
5. Parkiran umum di pinggir jalan raya.
Tarif tenaga listrik yang diberlakukan pada pengisian listrik untuk KBL Berbasis
Baterai berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tarif
tenaga listrik yang disediakan oleh PT PLN (Persero) meliputi:
1. Tarif tenaga listrik untuk keperluan penjualan curah, untuk pengisian listrik
dari pemegang lUPTL terintegrasi kepada:
• Pemilik instalasi listrik privat yang digunakan untuk pengisian listrik
angkutan umum;
• Badan Usaha SPKLU; atau
• Badan Usaha SPBKLU;
2. Tarif tenaga listrik sesuai dengan golongan tarifnya, untuk pengisian listrik
dari pemegang lUPTL terintegrasi kepada pemilik instalasi listrik privat yang
digunakan untuk pengisian listrik selain angkutan umum; dan
3. Tarif tenaga listrik untuk keperluan layanan khusus, untuk pengisian listrik
dari badan usaha SPKLU kepada pemilik KBL Berbasis Baterai.
Kewajiban pemenuhan ketentuan keselamatan ketenagalistrikan
infrastruktur pengisian listrik untuk KBL Berbasis Baterai meliputi :
1. Produk peralatan dan/atau pemanfaat pengisian listrik untuk KBL Berbasis
Baterai yang tanda SNI-nya dan/atau tanda kesesuaiannya telah diberlakukan
secara wajib, wajib memiliki sertifikat produk;
2. Tenaga teknik yang bekerja pada SPKLU dan SPBKLU wajib memenuhi
ketentuan sertifikasi kompetensi;
63
3. Badan usaha jasa penunjang tenaga listrik yang melaksanakan pekerjaan jasa
penunjang tenaga listrik untuk SPKLU wajib memenuhi ketentuan perizinan
usaha jasa penunjang tenaga listrik; dan
4. Instalasi Listrik Privat, instalasi SPKLU, dan instalasi SPBKLU wajib memenuhi
ketentuan sertifikasi laik operasi.
Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal Ketenagalistrikan melakukan
pembinaan atas penyediaan infrastruktur pengisian listrik dan pengaturan tarif
tenaga listrik untuk KBL Berbasis Baterai. Pembinaan tersebut terdiri atas:
1. Kegiatan sosialisasi, dialog, dan/atau focus group discussion;
2. Kegiatan pendidikan dan pelatihan teknis;
3. Kegiatan penyediaan bantuan dalam penyelesaian hambatan atas penyediaan
infrastruktur pengisian listrik untuk KBL Berbasis Baterai; dan/atau
4. Kegiatan pemantauan dan evaluasi atas penyediaan infrastruktur pengisian
listrik dan pemberlakuan tarif tenaga listrik untuk KBL Berbasis Baterai.
Menteri melalui Direktur Jenderal Ketenagalistrikan juga melakukan
pengawasan atas penyediaan infrastruktur pengisian listrik dan pengaturan tarif
tenaga listrik untuk KBL Berbasis Baterai, antara lain:
1. Kriteria dan fasilitas Instalasi Listrik Privat, SPKLU, dan SPBKLU;
2. Pelaksanaan tarif tenaga listrik pada Instalasi Listrik Privat, SPKLU, dan SPBKLU;
3. Mutu jasa pengoperasian Instalasi Listrik Privat, SPKLU dan SPBKLU; dan/atau
4. Keselamatan ketenagalistrikan fasilitas Instalasi Listrik Privat, SPKLU, dan
SPBKLU.
Kewajiban pemenuhan ketentuan Keselamatan Ketenagalistrikan
infrastruktur pengisian listrik untuk KBL Berbasis Baterai meliputi;
1. Produk peralatan dan/atau pemanfaat pengisian listrik untuk KBL Berbasis
Baterai yang tanda SNI-nya dan/atau tanda kesesuaiannya telah diberlakukan
secara wajib, wajib memiliki sertifikat produk;
2. Tenaga teknik yang bekerja pada SPKLU dan SPBKLU wajib memenuhi
ketentuan sertifikasi kompetensi;
64
3. Badan usaha jasa penunjang tenaga listrik yang melaksanakan pekerjaan jasa
penunjang tenaga listrik untuk SPKLU wajib memenuhi ketentuan perizinan
usaha jasa penunjang tenaga listrik; dan
4. Instalasi Listrik Privat, instalasi SPKLU, dan instalasi SPBKLU wajib memenuhi
ketentuan sertifikasi laik operasi.
Proses penerbitan sertifikat produk, sertifikat kompetensi, sertifikat badan
usaha, dan sertifikat laik operasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang ketenagalistrikan. Dalam hal belum diberlakukan sebagai SNI
wajib, produk peralatan dan/atau pemanfaat pengisian listrik untuk KBL Berbasis
Baterai wajib dilengkapi dengan hasil pengujian dari pabrikan.
65
Penetapan wilayah usaha dilaksanakan dengan mempertimbangkan kriteria:
a. Pemegang wilayah usaha yang sudah ada tidak mampu menyediakan tenaga
listrik;
b. Pemegang wilayah usaha yang sudah ada tidak mampu memenuhi tingkat
mutu dan keandalan;
c. Pemegang wilayah usaha yang sudah ada mengembalikan sebagian atau
seluruh wilayah usahanya kepada Menteri;
d. Usaha yang diusulkan oleh pelaku usaha belum terjangkau oleh pemegang
wilayah usaha yang sudah ada; dan/atau
e. Wilayah usaha yang diusulkan oleh pelaku usaha merupakan kawasan
terpadu yang mengelola sumber daya energi secara terintegrasi sesuai pola
kebutuhan listrik usahanya.
Untuk mendapatkan penetapan wilayah usaha, pelaku usaha mengajukan
permohonan kepada menteri melalui direktur jenderal. Permohonan penetapan
wilayah usaha dilengkapi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai perizinan berusaha sektor energi
dan sumber daya mineral.
RUPTL digunakan oleh pemegang Wilayah Usaha (WU) sebagai dasar
pelaksanaan kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum;
dan pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan tenaga listrik dengan
pemegang IUPTLU lainnya. RUPTL wajib dimiliki oleh pemegang wilayah usaha.
RUPTL disusun berdasarkan RUKN. RUPTL harus mengakomodasi rencana
pengembangan sistem penyediaan tenaga listrik yang terdapat dalam RUKN.
Target bauran energi dalam RUPTL harus sesuai dengan target bauran energi
nasional dalam RUKN. Pencapaian target bauran energi dapat dilakukan dengan:
a. memaksimalkan potensi energi baru dan terbarukan di wilayah usahanya;
b. kerja sama antarpemegang wilayah usaha; atau
c. pembelian sertifikat energi baru dan terbarukan.
66
Porsi energi baru dan terbarukan dalam target bauran energi RUKN
merupakan target minimal dan porsi batu bara dan bahan bakar minyak
merupakan target maksimal. Izin penjualan, izin pembelian, dan/atau izin
interkoneksi jaringan tenaga listrik lintas negara hanya dapat dilakukan oleh
pemegang IUPTLU terintegrasi. Untuk mendapatkan izin penjualan, izin pembelian,
dan/atau izin interkoneksi jaringan tenaga listrik lintas negara sesuai jenis usaha,
badan usaha mengajukan permohonan dengan melengkapi persyaratan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
perizinan berusaha sektor energi dan sumber daya mineral.
Selain soal perizinan operasional SPKLU, pemerintah melalui UU Nomor 30
Tahun 2009 juga mewajibkan setiap kegiatan penyediaan ketenagalistrikan harus
mengutamakan keselamatan ketenagalistrikan adalah segala upaya atau langkah-
langkah pengamanan isntalasi penyediaan tenaga listrik dan pengamanan
pemanfaat tenaga listrik untuk mewujudkan kondisi andal dan aman bagi instalasi
dan kondisi aman dari bahaya manusia dan mahluk hidup lainnya serta kondisi
ramha lingkungan di sekitar instalasi tenaga listrik.
Pada sub bab ini menjelaskan tentang status tata ruang lahan yang
digunakan untuk pembangunan SPKLU Provinsi DKI Jakarta yaitu di samping lahan
The Wave Apartment Bagian Barat, Aerta Air Indonesia. Selain itu juga
menjelaskan tentang status lahannya.
67
4.3.2 Status Kepemilikan Lahan untuk Pembangunan Infrastruktur Penunjang
Kendaraan Listrik di Provinsi DKI Jakarta
Status kepemilikan tanah untuk lahan yang digunakan untuk
pembangunan SPKLU Provinsi DKI Jakarta (The Wave Apartment Bagian Barat,
Aerta Air Indonesia) berdasarkan keterangan dari Kanwil Pertanahan Provinsi DKI
Jakarta lahan tersebut berstatus tidak bersengketa. Lahan di The Wave Apartment
Bagian Barat, Aerta Air Indonesia ini terdaftar di BPN dengan Nomor Indentifikasi
Bidang (NIB) 25622. Lahan ini tidak mengalami pemblokiran sertifikat, dan status
kepemilikan tanah adalah hak guna bangunan.
Lahan di The Wave Apartment Bagian Barat, Aerta Air Indonesia ini
merupakan lahan fasos fasum perumahan milik PT Bakrie Grup yang diserahkan
kepada pemerintah Provinsi DKI Jakarta sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas
Perumahan dan Permukiman di Daerah.
68
No. Bentuk Kebijakan Lembaga/Kementerian
Kebijakan insentif kredit
kepemilikan KBL BB (peraturan Bank Indonesia (BI) & Otoritas Jasa
3
Bank Indonesia, OJK, adaptasi Keuangan (OJK)
skema KUR)
Kebijakan konversi mesin
4 Kementerian Perhubungan RI
konvensional menjadi KBL BB
Kebijakan roadmap transformasi
kendaraan ICE menjadi KBL BB
5 Kementerian Perindustrian RI
hingga tahun 2024 (roda 2/3 dan
roda 4/lebih
Kebijakan standarisasi baterai
Badan Standardisasi Nasional,
6 untuk mendukung battery swap
Kementerian Perindustrian RI
(ukuran dan voltase baterai)
Kebijakan roadmap SPKLU hingga
Kementerian ESDM RI, BPPT, PT PLN
7 tahun 2024 (target Pemerintah dan
(Persero), PT Len Industri (Persero)
target investasi swasta)
Kebijakan tata kelola baterai bekas
KLHK, Kementerian Perindustrian RI,
8 (trade in, Kerjasama distributor
Kementerian Perdagangan RI
dengan industri recycle)
Kebijakan insentif oleh pemerintah
9 Kementerian Dalam Negeri RI
daerah
Kebijakan tanda nomor khusus
10 Kepolisian
untuk KBL BB
Pengusulan pencantuman KBL BB Lembaga Kebijakan Pengadaan
11
dalam e-catalog Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)
Kemudahan perizinan penyediaan
12 Kementerian ESDM RI
tenaga listrik
Kementerian Komunikasi dan Informatika
13 Sosialisasi kepada masyarakat
RI (Kominfo)
Sumber : Hasil Analisis, 2021
69
Insentif yang dimaksud antara lain insentif bea masuk atas impor KBL
berbasis baterai yang disebut dengan Completely Knock Down (CKD) atau
Incompletely Knock Down (IKD) atau komponen utama untuk jumlah dan jangka
waktu tertentu. Insentif lain juga dapat berupa insentif Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah (PPnBM) yakni pembebasan atau pengurangan pajak pusat dan
daerah; bea masuk importasi mesin, barang, dan bahan dalam rangka penanaman
modal; penangguhan bea masuk dalam rangka ekspor; dan insentif bea masuk
ditanggung pemerintah atas impor bahan baku dan bahan penolong untuk proses
produksi.
Lebih lanjut terdapat pula insentif untuk pembuatan peralatan satuan
pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU), insentif pembiayaan ekspor, insentif
fiskal untuk riset dan pengembangan, tarif parkir, keringanan biaya pengisian
listrik di SPKLU, dukungan pembiayaan pembangunan SPKLU, sertifikasi
kompetensi bagi SDM KBL berbasis baterai, dan sertifikasi produk serta standar
teknis bagi perusahaan industri KBL berbasis baterai. Adapun insentif non-fiskal
yang dapat diberikan antara lain pengecualian dari pembatasan penggunaan jalan
tertentu, pelimpahan hak produksi atas teknologi terkait KBL berbasis listrik, dan
pembinaan keamanan operasional sektor industri. Terakhir, terdapat insentif
fiskal dan non-fiskal tambahan bagi industri KBL bermerek nasional.
Dengan terbitnya Perpres No. 55/2019 tentang Percepatan Program
Berbasis Baterai untuk transportasi jalan tersebut, pemerintah berkomitmen
dalam pengembangan sistem energi transportasi yang mengarah pada kebijakan
Kendaraan Berbasis Listrik (KBL). Yang mendasari komitmen pemerintah untuk
peralihan kendaraan konvensional ke KBL disebabkan oleh teknologi baru atas
energi transportasi untuk mengantisipasi proyeksi permintaan bahan bakar
minyak yang semakin besar. Dampak utama dari peralihan massal transportasi
jalan raya ke mobil listrik adalah terjadinya peningkatan kebutuhan energi listrik
dalam skala besar.
Sebagai percepatan program KBL, diperlukan dukungan semua pihak agar
dapat mengurangi faktor penghambat yang menjadi pertimbangan preferensi
70
konsumen dalam memilih KBL, yaitu harga, perawatan, dan daya tahan kendaraan
serta kesiapan infrastruktur. Melalui fungsi pengawasan, DPR dapat berperan
untuk memastikan percepatan konversi kendaraan konvensional ke KBL berjalan
dengan baik yang didukung oleh kesiapan infrastruktur pendukungnya. Selain itu
DPR juga berperan memastikan kinerja pemerintah dalam pemberian insentif bagi
industri dan masyarakat pengguna KBL secara tepat sasaran sebagai tindak lanjut
khusus dari Perpres 55/2019.
71
biofuel dan BBG). Pada tahun 2020 Pemprov DKI Jakarta melakukan uji coba
100 bus listrik milik PT Transjakarta bekerjasama dengan organisasi
internasional C40 Cities.
Pengembangan sistem pembangkit tenaga listrik ditetapkan dengan
ketentuan memperhatikan peningkatan kebutuhan kegiatan rumah tangga,
industri, perkantoran, perdagangan dan jasa serta transportasi. Sedangkan dalam
draf Revisi RTRW, untuk mendukung penggunaan kendaraan listrik beserta
pengembangan infrastruktur penunjangnya, telah dimasukkan juga dalam
strategi yang berbunyi “Mengembangkan sarana prasarana pendukung
kendaraan listrik dan membatasi kendaraan bermotor hanya untuk spesifikasi
minimal Euro 6” pada kebijakan “Perwujudan kota hijau yang berkontribusi
terhadap penanganan perubahan iklim untuk mencapai pengurangan gas rumah
kaca sejumlah 30 persen dari basis 2020”.
Demikian pula dalam draf Raperda RDTR dan PZ Pemrov DKI Jakarta telah
mengakomodir adanya kebutuhan penyediaan infrastruktur pendukung
Kendaraan Bermotor Listrik (KBL). Arahan pengembangan sistem
ketenagalistrikan dalam Draft Revisi RTRW yang terkait dengan SPKLU antara lain:
a. Membangun Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU);
b. Pengembangan sistem pembangkit tenaga listrik dan sarana pendukungnya
ditetapkan dengan ketentuan : memperhatikan peningkatan kebutuhan
kegiatan rumah tangga, industri, perkantoran, perdagangan dan jasa, fasilitas
umum serta transportasi; dan
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan lokasi stasiun pengisian
kendaraan listrik umum (SPKLU) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
Selain dukungan tersebut di atas Gubernur DKI Jakarta juga telah
mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 3 tahun 2020 tentang Insentif
Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) atas Kendaraan Bermotor
Listrik Berbasis Baterai diharapkan memacu populasi kendaraan setrum di ibukota.
Karena dengan adanya aturan tersebut, kini semua motor maupun mobil listrik
murni di wilayah DKI Jakarta (contoh penerapan wilayah), tidak akan dikenakan
72
pajak BBN 12,5 persen. Insentif diberikan secara otomatis dengan cara melakukan
penyesuaian pada Sistem Pemungutan Pajak Daerah. Pelayanan pemberian
insentif pajak ini dilaksanakan pada UP PKB dan BBN-KB. Peraturan Gubernur ini
mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan berlaku sampai dengan tanggal 31
Desember 2024.
73
4-74
BAB 5
ANALISIS ASPEK TEKNIS
74
c) Kawasan transit terintegrasi
Kawasan ini adalah ruang yang terintegrasi dengan sistem transportasi
umum.
d) Kawasan park and ride
Kawasan ini adalah ruang yang difungsikan untuk tempat parkir umum
yang terintegrasi dengan pusat kegiatan dan sistem transportasi umum.
Berdasarkan lokasi potensial ini kemudian dilakukan analisis lanjutan
dengan melakukan analisis tumpang tindih (overlay) dengan kriteria yang telah
ditetapkan.
Gambar 5.1 Kerangka Berpikir dalam Analisis Pemilihan Lokasi SPKLU
75
5.2 Kriteria dalam Pemilihan Lokasi SPKLU dengan Infrastruktur Penunjang
76
No Aspek Kriteria Justifikasi
4 Aksesibilitas • Berada di lokasi yang • Tingkat aksesibilitas
strategis mempengaruhi kemudahan
• Berada di ruas jalan dalam menjangkau pelayanan
arteri/kolektor SPKLU
• Pemanfaatan koridor utama DKI
Jakarta sebagai upaya
menangkap pasar dari bangkitan
lalu lintas yang melintas
5 Lahan • Dikelilingi/berdekatan • Dalam
dengan kawasan yang mendukung/mengoptimalkan
memiliki kegiatan campuran, operasionalisasi SPKLU, lokasi
berupa kegiatan harus berada di sekitar kawasan
perdagangan dan jasa, yang memiliki fungsi kegiatan
perkantoran, perumahan beragam/campuran skala
vertikal menengah atas, dan regional/nasional
sarana pelayanan umum • Kegiatan SPKLU akan didukung
skala regional/nasional dengan fungsi lainnya yang
(prime area) terintegrasi baik secara fisik
• Memiliki luas lahan minimum maupun fungsi (perdagangan,
2.000 m2 jasa, perkantoran, SPU, dll)
• Status lahan free, clean & • Dalam rangka memberikan
clear (terdaftar dan tidak kenyamanan dan keamanan,
berkonflik) lahan yang akan dikembangkan
harus merupakan lahan dengan
status yang free, clean & clear
(tidak berkonflik)
Sumber : Hasil Analisis, 2021
77
No Aspek Kriteria Skoring/pembobotan
3 Dukungan Dekat dengan gardu induk Nilai 1 = jarak dengan GI > 5 km
infrastruktur atau sumber transmisi Nilai 2 = jarak dengan GI antara 0-
kelistrikan listrik lainnya 5 km
4 Aksesibilitas • Berada di lokasi yang Nilai 1 = berada di lokasi tidak
strategis strategis atau bukan di ruas jalan
• Berada di ruas jalan arteri/kolektor primer
arteri/kolektor Nilai 2 = berada di lokasi strategis
atau berada di ruas jalan
arteri/kolektor primer
Sumber : Hasil Analisis, 2021
78
Gambar 5.2 Lokasi Terpilih untuk Pengembangan SPKLU di Provinsi DKI Jakarta
Kriteria Skor
• Status Lahan
vv
• Nomer Identifikasi Bidang (NIB)
Aspek • v
Pendaftaran Hak Atas Tanah
1-3
Legal • Status Hak Tanah
• Kesesuaian Rencana Tata Ruang
• Luas Lahan
• Aksesibilitas
Aspek 1-3
• Infrastruktur Pendukung
Teknis • Kawasan Banjir
• Penilaian Srategis Kawasan
Gambar lanjut di
halaman selanjutnya
79
Lokasi Potensial
1
2
80
5.4 Profil Lokasi Terpilih
81
mart, café roof top, kitchen roof top, dll di dalam suatu bangunan
bertingkat/vertikal sekitar 5-7 lantai. Sistem bundling seperti ini dapat menjadi
solusi dalam sistem pendistribusian SPKLU yang saat ini masih belum memiliki
kondisi yang stabil. Kelebihan energi saat SPKLU tidak digunakan dapat
didistribusikan untuk kebutuhan operasional tenant-tenant yang ada.
Gambar 5.4 Penataan Kawasan Sentra Primer Setiabudi
(samping The Wave Apartemen)
Adapun Site Plan untuk Kawasan Sentra Primer Setiabudi (samping The
Wave Apartemen) adalah sebagai berikut. Dengan lahan seluas 1.900 m2 lokasi ini
akan dibangun bangunan bertingkat 7 lantai. Untuk alat pengisian mobil listrik (EV
Charger) menggunakan mesin DC (30 menit-2 jam) sebanyak 21 unit. Dilengkapi
dengan lift orang, alat pemadam kebakaran, sumur bor, genzet, dll. Selengkapnya
dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut.
82
Gambar 5.5 Site Plan Pembangunan SPKLU di Kawasan Sentra Primer Setiabudi
(samping The Wave Apartemen)
83
Tabel 5.3 Bagian-bagian Bangunan dalam Proyek Pembangunan SPKLU di
Kawasan Sentra Primer Setiabudi (samping The Wave Apartemen)
84
85
BAB 6
ANALISIS ASPEK PASAR
85
Gambar 6.1 Jumlah Kendaraan Penumpang EV Tahun 2020
Menurut Negara Dunia
US (295000 units)
10%
China (1,2 million units)
48%
42%
Europe (1,4 million
units)
86
karenanya, dapat dikatakan tren populasi kendaraan listrik di Indonesia dari tahun
ke tahun meningkat. Guna menunjang keberlangsungan peningkatan populasi KBL
di Indonesia maka dibutuhkan infrastruktur SPKLU yang memadai di mana sampai
sejauh ini telah ada 122 SPKLU yang tersebar di Indonesia dan diproyeksi untuk
meningkat hingga 295 di akhir tahun 2021 serta mencapai 4700 di tahun 2029. Hal
ini sebagaimana disampaikan berdasarkan data target jumlah pembangunan SPKLU
berikut :
Tabel 6.2 Target Pembangunan SPKLU di Provinsi DKI Jakarta
Tahun
2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029
SPKLU 59 68 295 670 947 1.254 1.595 2.255 2.988 3.800 4.700
Jakarta
34.50% 20 23 102 231 327 433 550 778 1.031 1.311 1.622
Selatan
Jakarta
32.07% 19 22 95 215 304 402 511 723 958 1.219 1.507
Barat
Jakarta
36.82% 10 11 50 113 159 211 268 379 503 639 791
Pusat
Jakarta
8.80% 5 6 26 59 83 110 140 198 263 334 414
Timur
Jakarta
7.87% 5 5 23 53 75 99 126 178 235 299 970
Utara
Sumber : PT PLN (Persero)
87
hingga 114% dibandingkan Mei 2020 yang hanya berjumlah 57 SPKLU. Adapun
beberapa lokasi persebaran SPKLU di Jakarta antara lain sebagai berikut :
Tabel 6.3 Lokasi Persebaran SPKLU di Jakarta (Mei 2021)
Lokasi Pesebaran SPKLU di Jakarta (Mei 2021)
1 PLN Kantor Pusat, Jakarta
2 PLN UID Jaya (2 Lokasi, Jakarta)
3 Senayan City, Jakarta Pusat
4 Jl. MH Thamrin No.9 Jakarta Pusat
5 2 SPKLU di SPBU Kuningan, Jakarta
6 Kantor PT MMKSI Jl.Jend Ahmad Yani Kav. Pulomas Jakarta Pusat
7 Plaza Senayan, Jl.Asia Afrika, Jakarta Selatan (Area Parkir Palem Gate)
8 Dealer Srikandi Sunter Jl.Danau Sunter Utara Blok B. No.14 Jakarta Utara
9 Dealer Srikandi Mampang, Jl. Mampang Prapatan Raya No.23 Jakarta Selatan
10 Dealer Sun Fatmawati Jl.Raya Fatmawati No.58-60 Jakarta Selatan
11 Dealer Sun Cempaka Putih Jl.Letjen Suprapto M-78 Cempaka Putih Jakarta Pusat
12 Dealer Dipo Setiakawan Pluit Jl. Pluit Selatan Raya No.6 Penjaringan Jakarta Utara
13 Dealer Dipo Prabu Slipi Jl. Jend.Gatot Subroto Kav.50-52 Jakarta Barat
14 Dealer Dipo Ciwangi Pondok Indah Jl.Sultan Iskandar Muda No.28-29 Jakarta Selatan
15 Dealer Bra Tebet Jl.Dr.Saharjo No.32 Jakarta Selatan
16 Dealer Dwindo Radin Inten Jl.Radin Inten II No.5 Duren Sawit Jakarta Timur
17 Dealer Nusantara Sudirma Gedung Wisma Kelai Jl.Jend. Sudirman Kav.3 Jakarta Pusat
18 Stasiun Pengisian di Kantor Pusat Blue Bird di Mampang Prapatan Jakarta
19 Dealer BMW Tunas Tebet Jakarta
Sumber :Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, 2021
88
Gambar 6.2 Peta Persebaran Pembangunan SPKLU di Jakarta
89
Berdasarkan data pada gambar 6.3, keamanan pengisian baterai menjadi
faktor pertama yang diperhatikan oleh pengguna kendaraan listrik. Faktor
keamanan ini berkaitan dengan kehandalan mesin Electric Vehcle Supply Equipment
(EVSE) yang digunakan di SPKLU. Selain faktor keamanan, konsumen juga
menginginkan lokasi SPKLU yang berada di wilayah perkantoran sebagai faktor
kedua yang paling diperhatikan dalam menggunakan SPKLU. Oleh karena itu,
proyeksi infrastruktur pembangunan SPKLU diharapkan dapat menitikberatkan
pada kawasan perkantoran di ibu kota.
Selain dari segi keamanan dan lokasi, faktor efisiensi waktu pengisian daya
baterai menjadi hal penting lainnya yang harus diperhatikan ketika
memproyeksikan pengembangan SPKLU. Adapun jenis pengisian daya kendaraan
listrik dapat dibagi berdasarkan 4 level pengisian yaitu slow charging, medium
charging, fast charging, dan ultra fast charging. Level pengisian ini sangat
memperhatikan standar konektor yang digunakan pada mesin SPKLU. Adapun
bentuk mode perangkat pengisian KBL dapat digambarkan seperti berikut ini :
Gambar 6.4 Bentuk Perangkat Pengisian KBL
90
PLN untuk mesin pengisian berkisar pada Rp 230.000.000 untuk AC Normal Charger
Station dan Rp 900.000.000 untuk AC Normal + DC Fast Charger. Adapun standar
pengembangan SPKLU berdasarkan level pengisian adalah sebagai berikut :
Tabel 6.4 Standar Pengembangan SPKLU
Level 1 Level 2 Level 3 Level 4
(Pengisian (Pengisian
Keterangan (Pengisian (Pengisian
Lambat/ Sangat Cepat/
Menengah/ Cepat/ Fast
Slow Ultra
Medium Charging) Charging)
Charging) Charging)
Intalasi
Intalasi Khusus SPKLU (Stasiun SPKLU (Stasiun
Lokasi Khusus
(Kantor) Pengisian) Pengisian)
(Rumah)
Arus Keluaran
16 AC 63 AC 100 AC/250 DC 300 AC/500 DC
Maksimum (A)
Daya Keluaran
< 3.7 kW < 22 kW < 50 kW < 150 kW
(kW)
Tipe Pengisian Tipe Pengisian
Tipe 1 dan 2 Tipe 2
Jenis Konektor Gabungan Gabungan
Plug-In CSS dan CSS2 dan
(IEC62196-2) (IEC 62196-2)
Chademo Chademo
Waktu Pengisian 8 Jam 4 Jam 30 Menit 15 Menit
Sumber : Riset dari BPPT, 2020
Pada tabel di atas, untuk SPKLU level pengisian cepat atau fast charging
membutuhkan tipe 100 AC dan 250 DC dengan lama pengisian adalah 30 menit.
SPKLU level fast charging ini sejalan dengan minat konsumen KBL yang
menginginkan pengisian daya yang cepat di SPKLU. Pada prinsipnya, pengisian
baterai akan lebih cepat jika daya dan arus yang digunakan lebih besar. Adapun
perbandingan pengisian daya KBL berdasarkan pola penggunaan dan daya luaran
adalah sebagai berikut :
Tabel 6.5 Perbandingan Pengisian Daya KBL
Ultra-Fast
Slow Charger Normal Charger Fast Charger
Charger
Umum, pola
Pola Umum, tempat Umum, tempat
Pribadi pengisian cepat
Penggunaan parkir/istirahat parkir/istirahat
seperti SPBU
Sumber : Riset dari BPPT, 2020
91
tidak disarankan untuk menggunakan slow charger karena daya luaran yang rendah
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk pengisian. SPKLU tipe fast charger
dapat menjadi alternatif terbaik sesuai dengan permintaan dan minat pasar
konsumen pengguna kendaraan listrik yang menginginkan pengisian daya yang
cepat dan mudah dioperasikan. Namun, sebagaimana disebutkan sebelumnya,
SPKLU tipe fast charging membutuhkan daya dan tipe arus keluaran yang tinggi.
Tipe ini membutuhkan biaya yang relatif lebih mahal dibandingkan tipe charging
normal.
Dalam mengatasi hal tersebut, diversifikasi tipe SPKLU dapat dilakukan
dengan berdasarkan lokasi pembangunan infrastruktur SPKLU. Berdasarkan riset
dari ITB dan LIPI (2020) lokasi area parkir dapat menjadi wilayah pembangunan
SPKLU yang tepat dengan tipe normal charging. Hal ini dikarenakan umumnya
pengguna kendaraan akan memarkir kendaraan dalam waktu yang lama di area
parkir terutama pada malam hari. Tipe normal charging dapat digunakan untuk
membangun SPKLU di lokasi area parkir kendaraan terutama di area parkir 24 jam.
Berikut hasil risetnya :
Gambar 6.5 Rata-Rata Waktu Parkir
92
Berdasarkan data di atas, rata-rata durasi parkir pada malam hari mencapai
16 jam sedangkan pada waktu lainnya mencapai 5 jam sehari. Lokasi area parkir
menjadi wilayah yang memungkinkan untuk membangun SPKLU tipe normal
charging yang lebih hemat biaya serta waktu pengisian yang tidak terburu waktu
disesuaikan dengan lama durasi parkir kendaraan listrik. Adapun mesin dan layanan
pelengkap yang dibutuhkan di SPKLU adalah sebagai berikut :
Tabel 6.6 Mesin dan Layanan yang Dibutuhkan di SPKLU
No. Mesin dan Layanan yang Dibutuhkan di SPKLU
1 Konektor yang akan terhubung ke soket pengisian mobil listrik untuk mengisi baterai
2 Lampu yang menunjukkan bahwa EV terhubung dan tengah mengisi daya
Tombol untuk memulai dan menghentikan operasi pengisian serta memiliki fitur meteran
3 energi
4 Sistem pembayaran elektronik
5 Sistem akses yang dikendalikan oleh kartu
6 Akses internet
7 Ground Fault Detector
Sumber : Riset dari BPPT, 2020
93
Gambar 6.6 Perbedaan Biaya Listrik dan Bensin pada Kendaraan
94
Gambar 6.7 Tahapan Pengajuan Penetapan Wilayah Usaha SPKLU
Selain itu, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam menetapkan
wilayah usaha SPKLU yaitu :
1. Analisis Kebutuhan Penyediaan Tenaga Listrik sesuai dengan Kegiatan
Usahanya (Distribusi, Penjualan, atau Terintegrasi) yang disusun berdasarkan
RUKN dengan memuat :
a) Pendahuluan;
b) Untuk Usaha Distribusi / Penjualan Tenaga Listrik :
• Strategi pengembangan sistem Distribusi atau Penjualan tenaga listrik
• Kondisi Usaha Distribusi atau penjualan Tenaga Listrik dan
• Rencana Usaha Distribusi atau penjualan Tenaga Listrik
95
c) Kebutuhan Investasi, Indikasi pendanaan, dan rencana Tarif Tenaga Listrik
(TTL); dan
d) Analisis Risiko.
Analisis risiko di atas perlu memerhatikan dari banyak aspek seperti aspek
finansial, aspek teknis, dan aspek perencanaan bisnis berdasarkan business model
canvas yang dibangun dalam pengembangan SPKLU di Jakarta. Adapun business
model canvas dapat dilihat pada tabel 6.8.
96
Tabel 6.8 Business Model Canvas
Customer
Key Partners Key Activities Value Proposition
Relationship
Sumber : Buku Ditjen Gatrik dari STEI ITB mengenai Pengembangan Kendaraan Listrik, 2020
97
jumlah unit SPKLU hingga siap digunakan dan dipasarkan di pasar kendaraan listrik
di Indonesia. 6 pilar tersebut antara lain kebijakan dan regulasi yang diberikan
kepada pengguna kendaraan listrik guna mempercepat pertumbuhan ekosistem EV
sekaligus kebijakan mengenai pengisian daya di SPKLU, komponen-komponen
infrastruktur SPKLU sekaligus proses mendapatkan komponen tersebut,
downstream product berkaitan dengan pengembangan industri SPKLU
memanfaatkan R&D dan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) yang diterapkan
pada ekosistem kendaraan listrik dan SPKLU, kebutuhan SDM, standarisasi yang
ditetapkan pada tiap unit SPKLU, dan analisis pasar berdasarkan analisis STP,
business model canvas, dan supply chain.
Pengembangan proyek pembangunan infrastruktur SPKLU penting
dilakukan mengingat jumlah KBL di Indonesia dan dunia yang cenderung meningkat
dan diprediksi harga KBL di tahun mendatang akan mengalami penurunan.
Beberapa produsen kendaraan motor listrik di Indonesia menurut riset oleh BPPT
(2020) menyebutkan bahwa penjualan motor listrik di Indonesia terus mengalami
peningkatan seperti produsen motor listrik Gesits menyebutkan di awal tahun 2019
telah menjual sebanyak 680 unit motor listrik dengan harga satu buah baterai Gesits
berkisar pada Rp 6.000.000. Produsen motor listrik lainnya yaitu VIAR mengaku
telah menjual produknya hingga 500 unit yang kebanyakan dibeli oleh pihak
perusahaan BUMN seperti PLN, KAI, dan Kementerian ESDM. Harga motor termasuk
1 baterai dan 1 charger oleh Viar dibandrol dengan harga Rp 18.950.000. Harga ini
tidak jauh berbeda dengan harga motor konvensional dan mampu menghemat
biaya pengeluaran karena biaya pengisian daya listrik sangat murah dibandingkan
biaya bensin seperti solar dan premium. Pembangunan SPKLU dapat memudahkan
pengguna KBL sekaligus dapat menjadi proyek yang menguntungkan mengingat
tren pengguna KBL yang diprediksi akan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Keberadaan KBL di Indonesia baru diatur per tahun ini, tepatnya pada 8
Agustus 2019 pada Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2019 tentang Program
Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. PLN memberikan insentif berupa
98
diskon 30% untuk pengisian daya sepeda, motor, dan mobil listrik di rumah mulai
pukul 22.00-04.00 WIB, di mana tarif listrik untuk KBL saat ini dipatok seharga Rp.
1.640/ kWh. Walaupun belum ada data pasti mengenai jumlah mobil listrik di
Indonesia, namun pembuatan KBL telah dimulai sejak era Dahlan Iskan saat menjadi
Menteri BUMN di era pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sementara itu pada 3 Maret 2017, Presiden Joko Widodo telah
menandatangani Perpres No 22/2017 mengenai rencana kebijakan kendaraan
listrik pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Pada Lampiran I RUEN telah
ditetapkan target penggunaan kendaraan listrik sebanyak 2.200 unit untuk roda
empat dan 2,1 juta untuk kendaraan roda dua, paling lambat pada tahun 2025.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan bahwa kendaraan
listrik bukan lagi kebutuhan masa depan, melainkan untuk kebutuhan masa
sekarang, sehingga perlu program percepatan kendaraan listrik.
99
pada peringkat kedua sebagai negara yang menginginkan tipe kendaraan BEV
(battery electric vehicle). Berikut datanya :
Gambar 6.9 Peringkat Permintaan EV Berdasarkan Negara di Wilayah ASEAN
100
Gambar 6.10 Tren Peningkatan Pilihan Tipe Kendaraan Listrik di Eropa
(2010-2016)
101
Berikut perbandingan data penjualan EV di Tiongkok dan Amerika Serikat :
Tabel 6.9 Data Perbandingan Penjualan EV di Tiongkok dan Amerika Serikat
Tiongkok Amerika Serikat
Penjualan EV (2018) 1.250.000 361.000
Pertumbuhan Penjualan 73% 81%
2018 vs Tahun
Sebelumnya
EV market share (new 4.5% 2.1%
sales)
Semua penjualan EV 984.000 235.700
(2018)
Pertumbuhan penjualan di 50.7% 227%
2018 vs Tahun sebelumnya
Total EV on road 2.6 juta 1.1 juta
Sumber : Tiongkok Car Association, Xinhua, Tiongkok Passenger Car Market Information Alliance,
Inside Evs
102
Pada grafik di atas dapat dilihat terdapat peningkatan yang sangat signifikan
pada pembangunan SPKLU di Tiongkok. Maraknya titik poin persebaran SPKLU
tentunya akan memudahkan pengguna KBL untuk mengisi daya di mana pun. Hal
yang sama juga terjadi di Amerika Serikat. Berikut adalah titik peta persebaran
SPKLU di Amerika Serikat :
Gambar 6.13 Titik Persebaran EVCS di Amerika Serikat
80000
67395
70000
60000
50627
50000
42029
40000
30945 Charging Station
30000 25602
20000 19410
13392
10000
3394
541
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
103
Berdasarkan data di atas, jumlah SPKLU di Amerika Serikat terus mengalami
peningkatan di mana tingkat pertumbuhan tahunan dari 2011 - 2018 sebesar 53
persen dan dari tahun 2015 - 2018 sebesar 30 persen (Alternative Fuels Data Center,
US Department of Energy 2019). Baik di Tiongkok maupun di Amerika Serikat
kebanyakan EVCS berada di lokasi perumahan atau di perkantoran. Jumlah
pertumbuhan EVCS ini dibutuhkan untuk meningkatkan penjualan EV di pangsa
pasar. Bahkan, berdasarkan online survey yang dilakukan di Tiongkok tahun 2017,
para pemilik EV mengaku bahwa public charging atau SPKLU dan kecepatan
pengisian daya dianggap sebagai faktor utama konsumen melakukan pembelian EV.
Kurangnya fasilitas charging dianggap sebagai alasan ketiga konsumen tidak ingin
membeli EV. Berdasarkan tipe pengisian daya, Level 2 dan DC fast charge menjadi
tipe yang menguasai populasi SPKLU di banyak negara di dunia termasuk Tiongkok,
Amerika Serikat, Denmark, dan Japan. Berikut adalah peta persebaran fast charger
di beberapa negara di dunia :
Gambar 6.15 Peta Persebaran EVCS CHAdeMO Fast Charger di UK, Netherland,
Jerman, Perancis, Portugas, dan Spanyol
104
Pada gambar peta persebaran di atas, dapat dilihat maraknya stasiun
pengisian daya fast charger di banyak negara di dunia tahun 2013. Proyeksi
pengembangan EVCS atau SPKLU di berbagai negara ini didasarkan pada analisis
rasio jumlah KBL di berbagai area yang berbeda. Sebagai contoh, di California setiap
SPKLU dapat mengisi hingga 25 - 30 EV per hari. Hal ini berbeda baik di perkotaan,
rural area, atau di daerah tergantung pada permintaan SPKLU di masing-masing
area. Jumlah persebaran SPKLU di negara-negara tersebut sangat berbeda dengan
proyeksi pengembangan SPKLU di Indonesia. Berikut datanya :
Gambar 6.16 Proyeksi Pengembangan Jumlah SPKLU di Indonesia
4500
4000
3500
JUMLAH SPKLU (UNIT)
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
2019 2020 2021 2022 2023 2024
Kebutuhan SPKLU per tahun 14 168 390 693 1030 1558
Total Akumulasi Kebutuhan
14 182 572 1264 2296 3853
SPKLU
105
manufaktur berdasarkan tingkat penjualan EV. Program tersebut tentunya selain
meningkatkan minat produksi EV di Tiongkok, juga turut meningkatkan
produktivitas engineer atau para teknisi mobil untuk berinovasi dalam membangun
EV yang dapat meningkatkan TKDN dari produk mobil listirk di Tiongkok.
Selain pada produsen EV, pengguna EV di Tiongkok juga memiliki banyak
keuntungan seperti akses bebas dari traffic zones. Di Tiongkok, banyak pengendara
yang mengalami keterbatasan untuk masuk ke kota pada hari-hari tertentu
berdasarkan pada nomor plat kendaraan (di Jakarta contohnya adalah pembatasan
mobil ganjil-genap). Namun untuk pengendara EV di Tiongkok tidak ada batasan
untuk traffic zone tersebut. selain itu, beberapa kota di Tiongkok juga menerapkan
akses diskon parkir, lane access atau akses jalur jalan-jalan kecil, dan congestion
zone discounts atau diskon bagi zona macet di Tiongkok yang berfungsi untuk
mempromosikan penggunaan EV di negara tersebut. tidak hanya, di Tiongkok,
banyak negara lainnya juga memberikan insentif, keuntungan, dan bantuan dari
pemerintah untuk meningkatkan percepatan ekosistem EV. Berikut beberapa
kebijakan EV di berbagai negara di dunia :
Tabel 6.10 Kebijakan EV di Berbagai Negara di Dunia
Negara Kebijakan
Norwegia 1. Insentif bagi pembangunan SPLU 10 ribu NOK/lokasi tempat parkir
2. Bebas uang parkir bagi pengendara EV di pusat kota dan bebas uang tol (dari
dari perhitungan biaya emisi)
3. Penggunaan jalur bus dan jalur kolektif di kota-kota besar
4. 400 stasiun menyediakan listrik dan parkir gratis
5. Penerapan pajak emisi
6. Subsidi hingga EUR 1.200 bagi EV charging stasion di Oslo
Jerman 1. Pengguna EV dibebaskan dari pajak tahunan, jangka waktu 5 tahun sejak
tanggal pendaftaran pertama
2. Pembebasan pajak kendaraan listrik selama 5 tahun untuk lisensi di bawah
2020
3. Pemerintah jerman sangat mendukung aktivitas R&D untuk mempercepat
teknologi charging EV
Perancis 1. Sistem Bonus Asuransi “Malus”, Mobil Baru dengan emisi CO2 di bawah 125
g/km menerima premium (Pengguna EV menerima EUR 5.000)
2. Penghargaan “Electromobile City Trophy” untuk otoritas regional terhadap
pengembangan EV
3. Pendanaan pengembangan SPLU oleh Badan Lingkungan dan Manajemen
Energi
4. Subsidi sebesar EUR 50 Million untuk menutup biaya 50% instalasi dan
peralatan pada EVCS atau SPKLU
Inggris 1. Pembebasan dari pajak jalan tahunan
106
Negara Kebijakan
2. Pemerintah Inggris mengumumkan sembilan model mobil yang berhak
mendapatkan subsidi hingga US$ 8.000
3. Subsidi hingga EUR 44 million untuk tiap pembangunan SPKLU di wilayah
perumahan, jalan raya, dan lokasi public sector
AS 1. Insentif pajak federal sebesar kurang lebih US$ 7.500/kendaraan
2. Beberapa negara bagian memberikan insentif pajak tambahan. Di California
insentif mencapai kurang lebih US$ 5.000/kendaraan
3. Kemasan baterai EV lithium-ion dibuang ke the U.S. Waste (limbah baterai)
India 1. Pajak dan suku bunga pinjaman kendaraan listrik lebih rendah
2. Pembangunan pabrik baterai terus ditingkatkan
3. Kendaraan dinas pemerintah menggunakan mobil listrik ditargetkan
seluruhnya hingga tahun 2032
4. Pembangunan SPLU dengan dana pendapatan pajak penjualan kendaraan
BBM
Netherland 1. Adanya insentif pajak untuk mendukung pengembangan SPKLU
Portugal 1. Subsidi hingga EUR 5.000 untuk tiap penjualan 5000 kendaraan listrik bagi
produsen kendaraan listrik
2. Insentif hingga EUR 1500 jika konsumen mengubah kendaraannya menjadi
kendaraan listrik
107
Pada gambar di atas, dapat dilihat adanya perbedaan harga antara
kendaraan konvensional dengan kendaraan listrik di berbagai negara. Perbedaan
harga yang diberikan lebih murah pada BEV dapat meningkatkan minat beli
konsumen yang pada prosesnya sangat bergantung pada insentif dan dukungan
pemerintah. Untuk itu, menganalisis kebijakan yang tepat dalam pembangunan
SPKLU dan ekosistem KBL menjadi ruang analisis yang tepat agar mampu
menyukseskan proyek pengembangan SPKLU di tanah air. Selain dari segi kebijakan,
faktor pendukung dari konektor dan mesin isi daya listrik juga perlu diperhatikan.
Konektor sebagai penghubung isi daya dari mesin ke mobil listrik memiliki tipe yang
berbeda-beda.
Di Indonesia, mengacu pada pada Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor
13 Tahun 2020 SPKLU wajib memiliki plug socket-outlets dengan tipe :
1. Konektor Tipe 2 (Type 2 Series) dengan pengisian ulang arus bolak-balik (AC)
2. Konektor Tipe Konfigurasi AA Series pengisian ulang arus searah (DC Charging
System)
3. Konektor Tipe Konfigurasi FF Series pengisian ulang kombinasi arus bolak-balik
dan arus searah (AC + DC)
108
Tabel 6.11 Perbandingan Penggunaan Standar Konektor di Berbagai Negara
Selandia Amerika
Standar Singapura Malaysia Thailand Australia Tiongkok Eropa
Baru Serikat
Standar Ya - - - Ya YA YA YA
Nasional
Standar AC Tipe 2 AC Tipe Untuk AC Tipe 2 AC Tipe 2 Tiongkok Level 2 Tipe 2
yang DC CCS 2 2 Fleet: DC CCS 2 DC CCS 2 GB/T DC Fast- (Slow-
Direkome AC Tipe 2 DC DC Level 2 charging charging)
ndasikan DC CCS 2 CHadeMO CHAdeMO DC Fast CHAdeMO CHAdeMO
Charger , SAE (fast-
Non Combo charging)
Fleet : CCS
AC Tipe 2 (standar
for fast
charging)
Konektor AC Tipe 2 AC Tipe AC Tipe AC Tipe 2
Dominan 2
Sumber : Kajian Riset BPPT, 2021
109
6.2.3 Daya Saing Proyek Pembangunan Kendaraan Listrik
Analisis daya saing pengembangan SPKLU didasarkan pada analisis Porter’s
Five Force Factor yang terdiri atas ancaman bagi pendatang baru, kekuatan tawar
menawar pemasok, kekuatan tawar menawar pembeli, dan ancaman produk
pengganti. Adapun gambar dari analisis porter’s five force factor dapat dijelaskan
berdasarkan gambar berikut :
Gambar 6.19 Analisis Porter’s Five Force
110
Gambar 6.20 Tingkat Pertumbuhan Kendaraan Listrik VS Kendaraan
Konvensional
111
Gambar 6.21 Peta Persebaran SPKLU di 72 Lokasi di Indonesia (Januari 2021)
112
tersebut menunjukkan bahwa dari segi kompetitor pada analisis Porter’s Five Force,
kompetitor proyek pengembangan SPKLU juga masih sangat rendah. Dengan masih
sedikitnya jumlah SPKLU yang tersedia di Indonesia dan tren kebutuhan SPKLU yang
diestimasi akan terus meningkat di masa depan dapat menjadi peluang yang baik
untuk berinvestasi pada pengembangan proyek SPKLU dalam negeri. Minimnya
jumlah SPKLU di Indonesia dan meningkatnya jumlah pengguna KBL menunjukkan
kekuatan tawar menawar pembeli pada analisis Porter’s Five Force terhadap SPKLU
cenderung rendah. Hal ini dikarenakan pengguna KBL tentunya membutuhkan
tempat pengisian daya dan akan sangat bergantung pada SPKLU yang ada disekitar
lokasi pengguna KBL. Selain itu, berdasarkan daya saing diperkirakan pembangunan
SPKLU memiliki daya saing yang rendah karena sampai sejauh ini pembangunan
SPKLU masih didominasi oleh dealer-dealer produsen mobil kendaraan listrik yang
berarti hanya berada pada lokasi dealer tertentu. Hal ini menunjukkan untuk
pembangunan SPKLU di public area masih sangat minim sedangkan kebutuhan
masyarakat akan SPKLU yang mudah diakses dan terjangkau di area-area publik
sangat tinggi. Pengembangan SPKLU dapat dipusatkan pada area yang menjangkau
pengguna KBL seperti area perumahan, perkantoran, tempat parkir, mall, dan
sebagainya.
Selain itu, dari segi pemasok daya listrik, PT PLN (Persero) yang diamanatkan
untuk menyediakan infrastruktur pengisian listrik KBL melalui Perpres No. 55 Tahun
2019 juga menyebutkan bahwa target penggunaan listrik di Indonesia masih belum
tercapai sehingga pasokan daya listrik di Indonesia diperkirakan masih sangat
mampu untuk menunjang pengembangan SPKLU yang lebih banyak lagi. Namun,
dari segi komponen specs pengembangan mesin SPKLU perlu dikaji kembali
mengenai ketersediaan pemasok dan infrastruktur lain yang diperlukan. Sedangkan
berdasarkan analisis ancaman produk pengganti, sampai sejauh ini di Indonesia
belum ada produk pengganti SPKLU untuk pengisian daya listrik KBL. Yang perlu
dilakukan adalah melakukan diversifikasi standar konektor dan tipe SPKLU yaitu
dapat berupa slow-charging, middle-charging, dan fast-charging berdasarkan lokasi
113
pengisian di mana hal tersebut perlu dikaji kembali pada konsumen pengguna KBL
dan instansi-instansi terkait.
114
Gambar 6.23 Kebutuhan SPKLU berdasarkan Minat Pembelian Kendaraan Listrik
115
6.3 Faktor-faktor Penunjang Kendaraan Listrik
Adapun terkait faktor-faktor penunjang kendaraan listrik adalah :
1. Faktor Pendukung
a) Kesiapan dari industri Kendaraan Berbasis Listrik (KBL) itu sendiri;
b) Regulasi pemerintah terkait insentif pengembangan SPKLU;
c) Standar Nasional (SNI) tentang SPKLU;
d) Kecukupan pasokan energi listrik;
e) Kebijakan pemerintah terkait Pembatasan Kendaraan Bermotor (ICE) dan
pengurangan emisi sektor transportasi;
f) Ketersediaan dan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM); dan
g) Penanganan terhadap dampak sosial (masyarakat).
2. Faktor Penghambat
a) Investasi pengembangan SPKLU yang masih relatif tinggi khususnya DC Fast
Charger;
b) Belum ada regulasi tentang tata niaga SPKLU;
c) Ketersediaan ruang dan lahan yang strategis untuk SPKLU;
d) Harga EV masih relatif mahal;
e) Mindset masyarakat yang keliru tentang EV; dan
f) Model bisnis pengembangan SPKLU yang belum teruji.
116
pertimbangan yang masif serta dapat meniru dari negara-negara lain yang telah
sukses menerapkan kebijakan kendaraan listrik terutama dalam pengembangan
infrastruktur SPKLU seperti negara-negara di Eropa dan Tiongkok. Melalui
pengembangan R&D pada sektor ini dapat menjadi keunggulan yang tepat untuk
membangun ekosistem KBL melalui pembentukan kebijakan oleh pemerintah
Indonesia.
Pengembangan R&D pada pengembangan ekosistem KBL dapat
memusatkan pada peningkatan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) dengan
bekerja sama pada berbagai instansi dan produsen otomotif untuk
mengembangkan baterai kendaraan listrik serta mesin pengisi daya yang baru di
Indonesia. Hal ini berkaitan dengan erat dengan kebijakan insentif dan dukungan
pemerintah, rekayasa dan skenario pengisian baterai berdasarkan Q dan N,
komponen pengisian daya, kolaborasi dengan berbagai elemen untuk SDM
pengembangan SPKLU, dan penetapan standarisasi, pengujuan dan sertifikasi
kendaraan listrik dan stasiun pengisian daya kendaraan listrik. Ekosistem KBL yang
baru di Indonesia dapat menjadi keunggulan untuk melakukan inovasi
berkelanjutan yang menitikberatkan pada green and sustainability environment
yang terdiri atas connectivity, shared, electric mobility, dan autonomous serta dapat
mencontoh pada negara yang telah lebih dulu sukses mengembangkan populasi KBL
sehingga saat nanti moda transportasi listrik semakin maju, Indonesia lebih siap
untuk tidak hanya menjadi pasar potensial KBL, namun diharapkan juga dapat
mengembangkan komponen KBL dan SPKLU sendiri melalui program riset dan
pengembangan yang terstruktur.
117
3. Harga jual biaya pengisian listrik relatif rendah dibandingkan biaya bensin pada
mobil konvensional;
4. Lokasi di daerah Jakarta yang sangat potensial untuk membangun lebih banyak
titik-titik unit SPKLU; dan
5. Dukungan pemerintah yang kuat melalui peta jalan riset kendaraan listrik
nasional serta kebijakan dan peraturan yang terus dikembangkan diantaranya
Peraturan Menteri ESDM No. 13 Tahun 2020 tentang Penyediaan Infrastruktur
Pengisian Listrik yang dapat mendukung pengembangan infrastruktur SPKLU.
118
Gambar 6.24 Lingkungan Sekitar Lokasi Terpilih (Kawasan Sentra Primer
Setiabudi samping The Wave Apartemen)
Selain itu, didukung pula oleh populasi pemilik kendaraan listrik tertinggi ada
di Jakarta Selatan dan disusul Jakarta Timur. Adanya bisnis produksi kendaraan
listrik yang sedang dikembangkan oleh Kelompok Usaha Bakrie juga akan
menambah pendapatan SPKLU ini, karena lokasinya dekat dengan Kantor Pusat
Kelompok Usaha Bakrie (Bakrie Tower).
Pembangunan SPKLU yang dihasilkan dari kajian ini secara pilot project
memang akan dikembangkan sementara di DKI Jakarta tepatnya di Kawasan Sentra
Primer Setiabudi (samping The Wave Apartemen). Namun tidak menutup
kemungkinan populasi di luar Provinsi DKI Jakarta juga akan meningkat.
Berdasarkan data analisis proyeksi, jumlah kendaraan listrik meningkat tiap
tahunnya dan diharapkan adanya kebijakan pemerintah daerah DKI Jakarta yang
mendukung untuk pengembangan eksosistem SPKLU seperti subtitusi kendaraan
dinas jenis bahan bakar fosil menjadi jenis listrik, isentif terhadap kepemilikan
kendaraan listrik, dan lain sebagainya.
Terkait dengan jumlah kepemilikan kendaraan listrik yang lebih banyak dari
luar Jakarta atau wilayah penyangga Jakarta, SPKLU ini dirancang dengan konsep
bisnis penyediaan charging station jenis fast charging. Hal ini dikarenakan setiap
kendaraan listrik yang dijual telah difasilitasi alat charger dari pabriknya untuk
119
diinstal di rumah pemilik tersebut. Untuk itu konsep jasa SPKLU yang ditawakan
kepada konsumen adalah pengisian yang cepat, tidak banyak memakan waktu lama
bagi konsumen. Sehingga akan menarik bagi konsumen, terutama dalam kondisi-
kondisi darurat kehabisan daya listrik pada kendaraan listriknya.
120
121
BAB 7
ANALISIS ASPEK KEUANGAN
121
Gambar 7.1 Model Bisnis PPOO untuk SPKLU
Provide by :
Operate by Badan
Usaha IUJPTL Private
Brand by :
Sumber : Paparan Program dan Capaian Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik Untuk KBLBB, 2021
Model bisnis Provider, Privately, Owned, and Operated (PPOO) adalah salah
satu model bisnis SPKLU yang sesuai dengan Permen ESDM 13/2020 di mana PLN
menyediakan dan menjual tenaga listrik sampai pada pemilik SPKLU yang kemudian
SPKLU tersebut dimiliki dan dioperasikan secara langsung oleh badan usaha
pemegang IUJPTL. Adapun proses atau alur bisnis ini adalah sebagai berikut :
122
Gambar 7.2 Rencana Alur Bisnis SPKLU di Provinsi DKI Jakarta
Badan Usaha Investor
(Pemegang (capex)
Konsumen :
Pemilik KBL
Grab listrik
PT PLN Perkantoran, Gojek listrik
Mal, Area Transjakarta
(Pemasok Parkir Bluebird listrik
listrik)
SPKLU
Stasiun Pengisian Kendaraan
Powerindo Listrik Umum
(Kontraktor)
123
5. Konsumen
Pengguna SPKLU ini untuk semua pihak yang memiliki atau mengoperasikan
kendaraan listrik baik mobil maupun motor.
6. Investor
Merupakan sumber dana investasi untuk capex (capital expenditure).
124
Tabel 7.2 Jenis Kebutuhan Kepemilikan Aset SPKLU
No Jenis Kebutuhan Sistem Pengadaan
Pada tabel di atas, diasumsikan bahwa jangka waktu proyek pendirian SPKLU
di wilayah perkantoran di Jakarta akan mulai dilakukan pada 2022 dengan jangka
waktu 1 tahun maka diperkirakan proyek pendirian SPKLU oleh BKPM adalah pada
tahun 2023. Estimasi jangka waktu ini meliputi proses instalasi listrik, pemasangan
charger, pembuatan kanopi, dll selama satu tahun. Analisis ekonomis yang akan
dilakukan adalah untuk satu pendirian atau pemasangan SPKLU.
Perhitungan awal adalah menghitung capital expenditure atau beban
pengeluaran yang diperlukan untuk investasi awal. Adapun perhitungan CAPEX
didasarkan pada daftar aktiva tetap berikut :
Tabel 7.4 Capital Expenditure per 31 Desember 2023
Harga Perolehan Total
No. Jenis Aktiva Jumlah
(Rp) (dalam Rp)
1 Lahan (sewa) 1.900 500.000 19.000.000.000
Bangunan Charging Area Lt-
2 474,5 5.950.000 2.823.275.000
1
Bangunan Gedung Parkir Lt-
3 3.750 5.950.000 22.312.500.000
2,3,4,B1,B2
Bangunan (Resto, Café
4 750 7.000.000 5.250.000.000
Rooftop) Lt-5
Fasilitas
5 (Perkantoran,Fasum,Swalay 275,5 7.000.000 1.928.500.000
an) Lt-1/Dasar
Lahan (Parkir
6 1.150 800.000 920.000.000
Outdoor,Taman) Lt1/Dasar
7 Mesin DC (30-2 jam) 21 300.000.000 6.428.571.429
125
Harga Perolehan Total
No. Jenis Aktiva Jumlah
(Rp) (dalam Rp)
8 Hidrolik Lift Parkir 1 257.400.000 257.400.000
9 Lift Orang (630kg - 7 lt) 1 575.000.000 575.000.000
Fire Sprinkle System
10 1.000 600.000 600.000.000
(termasuk jasa pasang)
11 Persiapan 1.900 50.000 95.000.000
12 Urugan 1.900 150.000 285.000.000
13 Pemadam 1 28.000.000 28.000.000
14 Sumur Bor 1 7.000.000 7.000.000
15 Instalasi Listrik 1 120.000.000 120.000.000
16 Jasa Pasang Kanopi 5 5.600.000 28.000.000
CCTV (2 titik/lt & 1 titik
kantor manajemen)
17 termasuk jasa pasang, mesin 15 3.500.000 52.500.000
perekam 16 chanel, LED
Monitor Merk HIKVISION
18 Komputer 2 8.000.000 16.000.000
19 Seragam Kerja 7 1.000.000 7.000.000
20 Modul Aplikasi 1 10.000.000 10.000.000
21 Genzet 2 20.000.000 40.000.000
22 Izin Pemda 1 50.000.000 50.000.000
Izin Usaha Jasa Penunjang
23 1 50.000.000 50.000.000
Tenaga Listrik (IUJPTL)
24 Asuransi Bangunan dan Isi 0,003 40.459.746.429 121.379.239
Pengeluaran sebelum
25 314.400.000 314.400.000
beroperasi
Total 61.319.525.668
Sumber : Hasil Analisis, 2021
126
No. Jenis Aktiva Penyusutan (%) Beban Penyusutan (Rp)
Fasilitas (Perkantoran,
5 Fasum, Swalayan) Lt-
1/Dasar 5% 96.425.000
Lahan (Parkir
6
Outdoor,Taman) Lt1/Dasar 20% 184.000.000
7 Mesin DC (30-2 jam) 20% 1.285.714.286
8 Hidrolik Lift Parkir 5% 12.870.000
9 Lift Orang (630kg - 7 lt) 5% 28.750.000
Fire Sprinkle System
10
(termasuk jasa pasang) 5% 30.000.000
11 Persiapan 20% 19.000.000
12 Urugan 5% 14.250.000
13 Pemadam 20% 5.600.000
14 Sumur Bor 20% 1.400.000
15 Instalasi Listrik 5% 6.000.000
16 Jasa Pasang Kanopi 0% 0
CCTV (2 titik/lt & 1 titik
kantor manajemen)
17 termasuk jasa pasang,
mesin perekam 16 chanel,
LED 25% 13.125.000
18 Komputer 20% 3.200.000
19 Seragam Kerja 100% 7.000.000
20 Modul Aplikasi 20% 2.000.000
21 Genset 20% 8.000.000
22 Izin Pemda 10% 5.000.000
Izin Usaha Jasa Penunjang
23
Tenaga Listrik (IUJPTL) 10% 5.000.000
24 Asuransi Bangunan 0% 0
Pengeluaran sebelum
25
beroperasi
Total 3.246.623.036
Sumber : Hasil Analisis, 2021
Berdasarkan tabel di atas, beban penyusutan proyek SPKLU ini adalah sebesar
Rp 3.246.623.036 adapun total biaya operational (operational expenditure) atau
OPEX pada tahun pertama yaitu 31 Desember 2023, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel 7.6.
127
Tabel 7.6 Operational Expenditure per 31 Desember 2023
Pada tabel di atas, diketahui nilai OPEX pada tahun pertama proyek adalah
sebesar Rp 5.999.998.036,- di mana pada tahun-tahun selanjutnya dihitung dengan
penambahan inflasi sebesar 4 persen selama 20 tahun.
Berdasarkan tabel di atas, nilai equity yang dibutuhkan untuk proyek SPKLU
ini adalah sebesar Rp 36.791.715.401 sedangkan nilai debt atau hutang yang
diperlukan untuk proyek ini adalah sebesar Rp 24.527.810.267 dengan nilai DER
adalah 66,7 persen atau 0,667 sehingga masih dibawah nilai 1 yang berarti proyek
ini memiliki struktur pendanaan yang stabil dan masih dapat terhindar dari risiko
gagal bayar.
128
7.3.3 Weighted Average Cost of Capital (WACC)
Perhitungan selanjutnya adalah menghitung Weighted Average Cost of
Capital atau WACC. Adapun perhitungan WACC dalam proyek ini adalah sebagai
berikut :
Tabel 7.8 Perhitungan WACC
Risk Free Rate (Rf) 8,75% Refers to Mandiri
Rate per Oktober
2021
Beta 1,86% Refers to PP Properti
TBK (PPRO)
Risk Market (Rm) 5,50% Referst to IHSG
2011-2020
Ke =(Rf + beta (Rm-Rf) 8,69%
Cost of Debt
Average Cost of Bond 6,60% (The Moody AAA
Peringkat AAA) Corporate Bond)
Income Tax 22% (UU No 36 Tahun
2008)
Kd = Rd x (1-Tax) 5,15%
Asumsi 78%
Proporsi
Equity (We) 60%
Debt (Wd) 40%
WACC (We x Ke) + (Wd x Kd) 7,27%
Sumber : Hasil Analisis, 2021
Berdasarkan perhitungan nilai WACC pada tabel di atas, diperoleh nilai WACC
dalam proyek ini adalah sebesar 7,27 persen. Nilai ini akan menjadi pembanding
pada analisis sensitivitas di sub bab selanjutnya.
129
Tabel 7.9 Dasar Pertimbangan Kriteria NPV
Asumsi Makna Hasil
Jika NPV > 0 Maka investasi yang akan dijalankan Proyek direkomendasikan untuk
diproyeksikan akan mendatangkan dijalankan
keuntungan bagi perusahaan
Jika NPV = 0 Maka investasi yang dijalankan Perlu didiskusikan lebih lanjut
diproyeksikan tidak mendatangkan mengenai keuntungan lain yang
keuntungan maupun kerugian bagi akan didapatkan jika investasi
perusahaan tetap dijalankan
Nilai NPV < 0 Maka investasi yang akan dijalankan, Investasi pasti mengntungkan. Jika
diproyeksikan akan mendatangkan merugikan maka hal tersebut
kerugian bagi perusahaan bukanlah investasi. Sehingga jika
NPV < 0 maka proyek
direkomendasikan untuk
dibatalkan
Sumber : Hasil Analisis, 2021
Net present value diartikan sebagai nilai sekarang dari pendapatan, lebih
tinggi dari nilai sekarang biaya pada tingkat diskonto yang diasumsikan. Menurut
Riyanto (1995), dalam metode NPV dari sisi investor pertama-tama menghitung
nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan atas dasar discount rate tertentu,
kemudian jumlah nilai sekarang dari jumlah investasi (initial outlay). Selisih nilai
sekarang dari keseluruhan arus kas dengan nilai sekarang dari pengeluaran untuk
investasi (initial outlay) dinamakan nilai bersih sekarang atau net present value.
Perhitungan finansial pada proyek ini telah dilakukan di mana terdapat
beberapa lini bisnis yang menjadi sumber pendapatan proyek yaitu berasal dari
pendapatan bisnis SPKLU dengan 21 mesin DC, bisnis kitchen rooftop, cafe rooftop,
mart dan bisnis parkir. Adapun total pendapatan berdasarkan skenario moderat
SPKLU & tenants pada tahun pertama adalah sebagai berikut :
Tabel 7.10 Pendapatan Total Pada Tahun 2024 Masing-Masing SPKLU
Revenue Moderat SPKLU & TENANT
Kegiatan Luas (m2) Biaya per m2 Total
Kitchen Roof Top 188 Rp 7.000.000 Rp 1.312.500.000
Café Roof Top 188 Rp 6.000.000 Rp 1.125.000.000
Mart 50 Rp 5.000.000 Rp 250.000.000
Parkir 2.312 Rp 42.000 Rp 1.817.784.231
SPKLU (21unit) 475 Rp 5.475.000.000
Total Revenue Moderat Rp 9.980.284.231
Sumber : Hasil Analisis, 2021
Dengan pendapatan di atas, serta nilai CAPEX dan OPEX yang sudah diuraikan
sebelumnya, maka nilai NPV adalah sebagai berikut :
130
Tabel 7.11 Perhitungan NPV Skenario Moderat SPKLU & Tenant
131
Tabel 7.12 Perhitungan IRR Skenario Moderat SPKLU & Tenant
Skenario Moderat SPKLU & Tenant
Initial Cashflow Rp 3.980.286.195
Proceed Tahun 1 Rp 3.980.286.195
Proceed Tahun 2 Rp 4.350.550.643
Proceed Tahun 3 Rp 4.749.889.159
Proceed Tahun 4 Rp 5.180.426.245
Proceed Tahun 5 Rp 5.644.435.997
Proceed Tahun 6 Rp 6.144.352.414
Proceed Tahun 7 Rp 6.682.780.405
Proceed Tahun 8 Rp 7.262.507.544
Proceed Tahun 9 Rp 7.886.516.626
Proceed Tahun 10 Rp 8.557.999.071
Proceed Tahun 11 Rp 9.280.369.233
Proceed Tahun 12 Rp 10.057.279.689
Proceed Tahun 13 Rp 10.892.637.547
Proceed Tahun 14 Rp 11.790.621.868
Proceed Tahun 15 Rp 12.755.702.266
Proceed Tahun 16 Rp 13.792.658.752
Proceed Tahun 17 Rp 14.906.602.931
Proceed Tahun 18 Rp 16.103.000.622
Proceed Tahun 19 Rp 17.387.696.001
Proceed Tahun 20 Rp 18.766.937.375
IRR 10,65%
Sumber : Hasil Analisis, 2021
Pada tabel perhitungan IRR di atas diperoleh nilai IRR > WACC (7,27 persen)
yang menandakan bahwa berdasarkan analisis feasibilitas proyek ini dilihat dari IRR
maka proyek ini layak untuk dijalankan dengan menggunakan skenario di atas.
132
Adapun nilai EIRR yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Tabel 7.13 Perhitungan EIRR Skenario SPKLU & Tenant
Skenario Moderat SPKLU & Tenant
EIRR 20,87%
Sumber : Hasil Analisis, 2021
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa dilihat dari variabel NPV Project,
IRR, Profitability Index, Benefit Cost Ratio, dan Payback Period pada analisis
kelayakan finansial dengan skenario moderat SPKLU dan tenant dinyatakan layak
dijalankan.
133
134
BAB 8
ANALISIS ASPEK SOSIAL EKONOMI DAN LINGKUNGAN
134
Pemerintah Federal Jerman ingin 7 hingga 10 juta kendaraan listrik terdaftar
di negara itu pada akhir dekade ini. Januari lalu Reuters mengutip, “regulator lalu
lintas jalan Jerman, penjualan kendaraan baterai-listrik lebih dari 194.000 pada
2020 atau naik tiga kali lipat”. Gambaran yang lebih besar lagi, cabang eksekutif UE,
Komisi Eropa menginginkan setidaknya 30 juta mobil tanpa emisi pada tahun 2030
sebagai bagian dari "Strategi Mobilitas Cerdas dan Berkelanjutan".
Menurut Badan Energi Internasional, sekitar 3 juta mobil listrik baru terdaftar
tahun lalu, jumlah rekor dan naik 41 persen dibandingkan tahun 2019. Oliver Falck
Direktur Pusat Organisasi Industri dan Teknologi Baru Ifo, berusaha untuk
menekankan perubahan sistemik yang telah terjadi. Lebih lanjut dalam
penjelasannya dikatakan bahwa perkembangan angka produksi telah menunjukkan
kepada kita bahwa suku cadang yang sangat berbeda dibutuhkan untuk mobil listrik
daripada untuk mesin pembakaran.
Sejumlah negara pun telah berkomitmen untuk secara bertahap menghapus
penggunaan kendaraan konvensional berbahan bakar fosil untuk kemudian
bergantung sepenuhnya pada pemakaian mobil listrik. Salah satu contohnya yaitu
Norwegia. Negara di kawasan Skandinavia itu memastikan bahwa mulai tahun 2025
mendatang, hanya mobil listrik yang akan dijual di pasaran Norwegia. Guna
merealisasikan hal ini, pemerintah Norwegia terus membangun stasiun pengisian
daya gratis untuk mobil listrik. Selain itu, menawarkan pajak yang menarik serta
insentif untuk penggunaan dan penjualan kendaraan listrik.
Sementara itu, dalam upaya ikut mengurangi emisi karbon hingga
setengahnya, pemerintah Eslandia telah memutuskan untuk melarang penjualan
mobil berbahan bakar fosil di negara itu mulai tahun 2030. Pemerintah Eslandia juga
berkomitmen untuk menghapus kendaran berbahan bakar fosil dari seluruh jalan di
Eslandia pada tahun 2050.
Di Indonesia, sejak beberapa tahun lalu mobil listrik mulai diperkenalkan oleh
beberapa produsen kendaraan ke pasar Indonesia. Produsen mobil asal Jerman,
Jepang, dan Korea telah melempar sebagian produk mobil listriknya untuk
konsumen di Indonesia. Di pasaran Indonesia sekarang ini terdapat sekurangnya
135
tiga tipe mobil listrik. Ketiga tipe itu adalah mobil listrik berteknologi plug-in hybrid
electric vehicle (PHEV), hybrid electric vehicle (HEV), dan tipe battery electric
vehicle (BEV)
Sementara itu, produsen mobil listrik Amerika Serikat, Tesla, santer
dikabarkan akan segera membangun pabrik di Batang, Jawa Tengah. Masuknya
Tesla ke Indonesia disebut sementara kalangan sebagai bagian dari upaya
membentuk ekosistem pengembangan mobil listrik berbasis baterai di Indonesia.
Sebagai bentuk dukungan penuh terhadap keberadaaan kendaraan listrik,
pemerintah Indonesia juga berencana mengganti kendaraan dinas berbahan bakar
fosil menjadi kendaraan listrik. Pemerintah menargetkan, mulai tahun 2021 sampai
tahun 2024, sudah bisa terwujud penggantian kendaraan dinas berbahan bakar fosil
menjadi kendaraan listrik di seluruh Indonesia. Beberapa kebijakan juga telah
disiapkan. Seperti bea balik nama nol persen untuk kendaraan listrik, dan DP nol
persen untuk kendaraan listrik, maupun pembebasan pengenaan PPnBM (pajak
penjualan atas barang mewah) untuk mobil listrik tipe plug-in hybrid electric
vehicles, dan battery electric vehicles.
Harapan dengan regulasi kebijakan dan target yang telah dirancang
pemerintah sampai tahun 2024 tampak bahwa perkembangan tersebut membawa
angin segar terhadap pembangunan khususnya dalam peningkatan
ketenagakerjaan dalam rangka mendukung pembangunan infastruktur kendaraan
listrik dengan pengadaan SPKLU dan SPBKLU dan dengan rencana penanaman
modal investasi dari negara-negara maju seperti Hyundai Motor Company (HMC)
dengan rencana investasinya sebesar US$1,549 Miliar (Rp 21,8 triliun) di Indonesia.
Investasi tersebut sebagian akan digunakan untuk memproduksi
kendaraan Hyundai, termasuk mobil listrik. Pabrikan asal Korea Selatan ini juga
memiliki rencana membangun R&D Center (pusat penelitian dan pengembangan),
tentunya hal ini juga akan membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak.
136
membelinya. Belum lagi adanya keraguan masyarakat terhadap kendaraan listrik
karena faktor jarak tempuh, infrastruktur isi ulang, dan harga kendaraan.
Secara garis besar, industri kendaraan listrik di Indonesia belum menemukan
momentum kuat akibat aksi para stakeholder yang masih 'saling tunggu'. Dan dari
2 tahun ke belakang kita sebenarnya sudah mulai bergerak perlahan mem-
booming-kan EV dengan beberapa jenis tapi masih belum terdengar banyak
gaungnya. Belum ada knowledge dan adjust dari pemerintah. Namun kini
pemerintah mulai bergerak dengan target yang sudah disusun para stakeholder.
Sekretaris Jenderal Indonesia Automotive Society, Andrew Gustaviano, juga
menyatakan bahwa “masyarakat Indonesia memiliki ketertarikan tinggi dengan
adanya mobil listrik, namun masyarakat terlihat masih skeptis terhadap kapabilitas
produk, ketersediaan infrastruktur dan harga jual”.
Harga BBM yang kian meroket juga mempengaruhi keputusan masyarakat
Indonesia untuk menggunakan kendaraan yang tidak menggunakan bahan bakar
BBM di mana mobil listrik lah solusinya. Tentunya hal ini perlu didukung oleh
regulasi-regulasi yang jelas, insentif oleh pemerintah. Karena tanpa ada insentif
yang diberikan oleh pemerintah, harga mobil listrik akan jauh lebih mahal daripada
mobil konvensional yang disebabkan teknologi yang tersemat dalam mobil listrik
tersebut jauh lebih canggih.
Selain itu proses edukasi kendaraan listrik terhadap masyarakat perlu
dilakukan terus menerus untuk membuka pandangan positif masyarakat terhadap
EV. Memanfaatkan situasi harga BBM yang kian meroket, pertumbuhan industri
otomotif tiap tahunnya bisa menjadi feedback baik dan hasil positif. Selain itu
Indonesia juga harus siap dengan masuknya mobil listrik sebagai sarana transportasi
di Indonesia agar tidak ketinggalan dengan negara lain. Mobil listrik ini merupakan
teknologi yang bagus dan ini sangat bagus untuk mengurangi polusi udara dan juga
hemat energi.
Kendaraan listrik roda empat semakin diminati masyarakat Indonesia dari
tahun ke tahun. Sejumlah Agen Pemegang Merek (APM) telah membuktikan bahwa
penjualan mobil listriknya terus meningkat. Marketing Director PT Toyota Astra
137
Motor (TAM), Anton Jimmy Suwandi, mengungkapkan, pada tahun 2020 walaupun
di tengah pandemi, tren kendaraan elektrifikasi justru meningkat. Ini juga sejalan
dengan makin lengkapnya produk yang dihadirkan TAM. Penjualan mobil listrik TAM
dari tahun ke tahun yang terus meningkat. Pada tahun 2009 TAM hanya menjual
rata-rata 2 unit per bulan. Di tahun 2015 meningkat menjadi rata-rata 15 unit per
bulan, di tahun 2019 menjadi rata-rata 55 unit per bulan. Berlanjut di tahun 2020
penjualannya naik signifikan menjadi rata-rata 86 unit per bulan.
Sementara untuk pilihan model yang banyak diminati saat ini adalah
kendaraan listrik hibrida (Hybrid Electric Vehicle atau HEV). Alasan kendaraan listrik
hibrida banyak diminati adalah karena banyaknya pilihan yang tersedia, juga
karakternya yang lebih fleksibel.
Sebagai contoh, beberapa tahun lalu Camry HEV masih jadi kontributor utama.
Rinciannya, di tahun 2017, Camry HEV terjual 106 unit, atau berkontribusi sekitar
74 persen dari total kendaraan elektrifikasi TAM. Namun saat memperkenalkan C-
HR HEV, model ini yang mendominasi. Buktinya saja di tahun 2019, C-HR HEV
membukukan penjualan ritel 238 unit atau berkontribusi sekitar 36 persen
sementara Camry HEV membukukan 198 unit atau berkontribusi sekitar 29 persen
dari total elektrifikasi TAM.
Lantas di tahun 2020, saat TAM memperkenalkan Corolla Cross HEV,
komposisinya pun kembali berubah. Di tahun lalu, Corolla Cross HEV membukukan
penjualan ritel 553 unit, atau berkontribusi 53 persen terhadap total elektrifikasi
TAM, C-HR HEV membukukan 199 unit atau 19 persen, sementara Camry HEV
membukukan 147 unit atau berkontribusi 14 persen. Sejauh ini wilayah yang paling
banyak menyerap mobil listrik TAM masih dari kota-kota besar yakni DKI Jakarta
penyerapannya sekitar 53 persen, Jawa Barat sekitar 13 persen dan Jawa Timur
sekitar 8 persen, kota-kota besar paling besar terpapar informasi mengenai
teknologi HEV sehingga lebih mengerti manfaat dan faktanya.
138
Gambar 8.1 Prosentase Penjualan Mobil Listrik TAM Tahun 2020
26%
53%
8%
13%
139
sebagai pembelian mobil berikutnya dalam tiga tahun ke depan. Dampak positif
terhadap lingkungan dan teknologi keselamatan menjadi faktor utama bagi
masyarakat Indonesia untuk mempertimbangkan kendaraan listrik.
Misalnya dalam soal ketertarikan kepada mobil listrik, 44 persen responden
Indonesia berpendapat bahwa kendaraan itu keren dan trendi. Sementara itu,
sebanyak 58 persen percaya bahwa biaya perawatan mobil listrik lebih murah
daripada mobil konvensional. Namun berdasarkan data dari Intelligent Mobility,
Frost & Sullivan Asia Pacific, ada tiga hal utama yang membuat konsumen Indonesia
beralih ke mobil listrik yaitu :
1. Faktor keringanan pajak (80 persen);
2. Pemasangan stasiun pengisian daya di kawasan pemukiman (80 persen);dan
3. Jalur prioritas bagi kendaraan listrik (55 persen).
Hal ini menunjukkan kebutuhan yang terus berlangsung bagi produsen mobil,
pembuat kebijakan, dan pihak swasta untuk berkolaborasi
140
strategis. Kondisi tersebut sangat memungkinkan karena eksistensi UMKM cukup
dominan dalam perekonomian Indonesia, dengan alasan jumlah industri yang besar
dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi, potensi yang besar dalam penyerapan
tenaga kerja, dan kontribusi UMKM dalam pembentukan Produk Domestik Bruto
(PDB) sangat dominan.
Definisi UMKM dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah berbeda-beda. Dalam Undang-
undang tersebut disebutkan bahwa ‚usaha mikro adalah usaha produktif milik orang
perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha
Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Kontribusi UMKM terhadap perekonomian secara umum UMKM dalam
perekonomian nasional memiliki peran sebagai pemeran utama dalam kegiatan
ekonomi; penyedia lapangan kerja; pemain penting dalam perekonomian lokal dan
pemberdayaan masyarakat; pencipta pasar baru; dan kontribusinya terhadap PDB
dan neraca pembayaran. Salah satu cara mengetahui peran UMKM dalam
perekonomian adalah melalui Produk Domestik Bruto (PDB). PDB merupakan nilai
barang-barang dan jasa yang diproduksi di dalam negara dalam satu tahun tertentu.
Tujuan PDB adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam suatu nilai uang tertentu
selama peride waktu tertentu.
UMKM memiliki peran yang strategis dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong kemajuan
perekonomian serta mengatasi berbagai masalah-masalah perekonomian
khususnya kemiskinan dan pengangguran. UMKM merupakan salah satu usaha
yang dapat berkembang dan konsisten dalam perekonomian nasional. UMKM
mampu mengatasi beberapa permasalahan ekonomi negara dengan menghasilkan
barang/jasa yang dihasilkan yang diperuntukkan kepada masyarakat, mengatasi
masalah pengangguran, dan mampu menciptakan lapangan kerja. Posisi UMKM
yang sangat strategis perlu diperkuat dengan dukungan pemerintah dan perbankan
dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi UMKM. Termasuk
dalam upaya mendukung Pengembangan Proyek Infrastruktur Penunjang
141
Kendaraan Listrik dengan pengadaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum
(SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU),
perannya akan sangat memberikan peluang bagi peningkatan perekonomian.
Dampak dari perkembangan pembangunan infrastruktur sebagai penunjang
kendaraan listrik akan merangsang peran serta UMKM terhadap kondisi tersebut,
karena siap atau tidak siap perkembangan perubahan perilaku ekonomi akan
dengan serta merta mengiringi perubahan yang akan terjadi seiring tuntutan yang
ada.
142
pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, misalnya, maka polusi udara
sebenarnya masih tetap dihasilkan. Dengan kata lain, penggunaan mobil listrik
hanya sebatas mengurangi tingkat polusi udara di jalanan ketika mobil listrik itu
dikendarai, namun bisa saja tetap menyebabkan polusi udara dari sumber lain di
tempat lain. Oleh sebab itu, dibutuhkan pula sumber listrik yang juga ramah
lingkungan, misalnya yang bersumber dari panel surya, turbin bayu maupun nuklir.
Artinya, pengembangan dan penggunaan mobil listrik harus pula dibarengi dengan
penggunaan sumber-sumber energi bersih yang terbarukan.
Masalah lainnya yang perlu menjadi perhatian adalah baterai. Mobil listrik
mengandalkan pasokan energinya dari energi yang disimpan dalam baterai ukuran
besar, yang notabene membutuhkan ongkos lingkungan cukup tinggi dalam proses
produksinya. Baterai yang digunakan mobil listrik terbuat dari elemen logam tanah
jarang (rare earth elements), seperti antara lain litium, nikel, kobalt atau grafit.
Guna mendapatkan elemen logam tanah jarang bagi keperluan pembuatan
baterai mobil listrik ini dibutuhkan proses penambangan dan kita tahu, aktivitas
penambangan merupakan aktivitas yang menimbulkan pencemaran dan kerusakan
lingkungan masif. Oleh karena itu, dalam penilaian Union of Concerned Scientists
beberapa waktu lalu, mobil listrik belum tentu sepenuhnya lebih ramah lingkungan
daripada mobil konvensional. Sampai batas tertentu, mungkin saja mobil listrik
justru menghasilkan lebih banyak emisi karbon ketimbang mobil konvensional.
Selain itu, baterai mobil listrik yang sudah tidak terpakai masuk ke dalam
kategori sampah elektronik. Penanganan sampah elektronik tidak boleh
sembarangan dan serampangan. Harus ada prosedur khusus untuk menangani
sampah elektronik. Penanganan yang sembarangan dan serampangan akan sangat
membahayakan lingkungan dan kesehatan.
Upaya untuk mengganti kendaraan berbahan bakar fosil dengan kendaraan
listrik yang lebih ramah lingkungan perlu terus dilakukan. Namun harus diikuti
dengan langkah-langkah inovatif-solutif untuk menekan faktor-faktor yang
kemungkinan masih memberi celah bagi terjadinya pencemaran dan kerusakan
lingkungan di tempat-tempat lain sebagai buntut dari penggunaan kendaraan listrik.
143
Perlu ada regulasi yang disiapkan agar limbah baterai dari mobil listrik tidak menjadi
masalah baru nantinya atau teknologi yang mampu mengurangi limbah dan daur
ulang dari baterai yang ada.
144
8-145
BAB 9
ANALISIS ASPEK RISIKO
Pada bab ini akan menjelaskan secara ringkas analisis risiko secara kualitatif.
Risiko-risiko ini biasa dilakukan pada kegiatan atau proyek yang mungkin akan
terjadi dan bagaimana rencana untuk mengendalikannya. Tujuan analisis risiko
adalah untuk memisahkan risiko kecil yang dapat diterima dari risiko besar, dan
menyiapkan data sebagai bantuan dalam prioritas dan penanganan risiko. Namun
demikian dalam konteks pengembangan SPKLU di DKI Jakarta ini, analisis risiko
dikaitkan dengan dampak dan kemungkinan terjadinya di mana yang diidentifikasi
merupakan kejadian yang tidak pasti, yang mungkin terjadi di masa depan, yang
dapat mengancam pencapaian tujuan.
Adapun yang menjadi sumber risiko adalah :
a. Aspek Eksternal, meliputi :
• Peraturan perundang-undangan baru;
• Perkembangan teknologi;
• Bencana alam/banjir; dan
• Gangguan keamanan.
b. Aspek Internal, meliputi :
• Keterbatasan dana operasional;
• Sumber daya manusia yang tidak kompeten;
• Peralatan yang tidak memadai;
• Kebijakan dan prosedur yang tidak jelas; dan
• Suasana kerja yang tidak kondusif.
9.1 Identifikasi, Evaluasi dan Mitigasi Risiko
Identifikasi risiko adalah proses menetapkan apa, di mana, kapan, mengapa,
dan bagaimana sesuatu dapat terjadi, sehingga dapat berdampak negatif terhadap
pencapaian tujuan. Tujuannya adalah untuk menghasilkan suatu daftar sumber-
sumber risiko dan kejadian-kejadian yang berpotensi membawa dampak terhadap
pencapaian tiap tujuan yang telah diidentifikasi dalam penetapan tujuan.
145
Identifikasi risiko merupakan suatu proses untuk menentukan risiko yang
mungkin terjadi pada proyek pengembangan infrastruktur kawasan-dalam hal ini
kawasan SPKLU dan mengenal karakteristiknya, dampak yang mungkin dihasilkan,
durasi, dan langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengantisipasinya. Tujuan
dari dilakukannya identifikasi risiko adalah hanya mengidentifikasi segala risiko
yang mungkin terjadi dan bukan untuk mengeliminasi risiko maupun menciptakan
solusi untuk mencegahnya.
Sedangkan, identifikasi risiko proyek ini dilakukan dengan
mempertimbangkan lingkup proyek, model bisnis proyek, sumber pendanaan, dan
aspek eksternal proyek. Proses identifikasi risiko dapat berdasarkan beberapa
aspek, seperti data historis, observasi, benchmark, expert judgement, dan
wawancara kepada para stakeholder. Pada proyek ini, identifikasi Risiko akan
merujuk kepada acuan alokasi Penjamin Infrastruktur Indonesia (PII) dengan
penyesuaian berdasarkan lingkup proyek dan benchmarking. Risiko yang
diidentifikasi meliputi:
1) Risiko Permintaan;
2) Risiko Lahan;
3) Risiko Perizinan;
4) Risiko Implementasi Infrastruktur Pendukung;
5) Risiko Disain SPKLU;
6) Risiko Regulasi dan Politik;
7) Risiko Pembiayaan dan Nilai Tukar Mata Uang;
8) Risiko Kontruksi dan Pengembangan SPKLU;
9) Risiko Operasional SPKLU;
10) Risiko Force Majeure dan Lingkungan;
11) Mitigasi Risiko; dan
12) Alokasi Risko Antara Pemerintah dengan Badan Usaha Pengelola.
146
pengembangan SPKLU. Risiko permintaan diidentifikasi untuk kemudian dapat
diperkirakan strategi penanganannya. Beberapa risiko permintaan yang
teridentifikasi adalah sebagai berikut:
Tabel 9.1 Risiko Permintaan
Tahapan
Kategori risiko Deskripsi Pra Konstruksi Pasca
Konstruksi Konstruksi
Perubahan proyeksi Kesalahan input
volumepermintaan parameter dan
perancangan model x
sehingga hasil estimasi
menyimpang
Kegagalan memperoleh Pengelola gagal
tenant/penyewa/investor memperoleh penyewa
x
yang sesuai dengan
yang direncanakan
Sumber: Hasil Analisis, 2021
147
Tahapan
Kategori risiko Deskripsi
Pra Konstruksi Konstruksi Pasca Konstruksi
148
Tabel 9.3 Risiko Perizinan
Tahapan
Kategori Risiko Deskripsi
Pra Konstruksi Konstruksi Pasca Konstruksi
Permasalahan sosial Risiko yang timbul
masyarakat yang karena tidak
menghambat diperhitungkannya
pembangunan budaya atau kondisi
x
sosial masyarakat
setempat dalam
implementasi
proyek
Vandalisme - x
Gagal/terlambatnya Hanya jika dipicu
perolehan keputusan
x x x
persetujuan dan sepihak/tidak wajar
perizinan dari otoritas terkait
Sumber: Hasil Analisis 2021
149
Tabel 9.5 Risiko Implementasi SPKLU DKI Jakarta
Tahapan
Kategori Risiko Deskripsi
Pra Konstruksi Konstruksi Pasca Konstruksi
x
Perubahan Regulasi Perubahan regulasi
yang dapat
x
berpengaruh terhadap
desain SPKLU
150
Tahapan
Kategori Risiko Deskripsi Pra-
Konstruksi Pasca Konstruksi
konstruksi
Kebutuhan Ruang Kebutuhan lahan yang
Investor dibutuhkan investor
x x
tidak sesuai dengan
desain kawasan SPKLU
Pembangunan Infrastruktur yang
Infrastruktur yang akan dibangun,
tidak sesuai rencana setelah dilakukan
kajian mendalam x x
tidak sesuai dengan
rencana desain
Kawasan SPKLU
Sumber: Hasil Analisis 2021
Nasionalisasi/penga
Risiko ekspropriasi mbilalihan tanpa x
kompensasi memadai
Perubahan regulasi Bisa dianggap sebagai
(dan pajak) yang risiko bisnis x x x
umum
Perubahan regulasi Berbentuk kebijakan
(dan pajak) pajak oleh otoritas
x x x
diskriminatif dan terkait (pusat
spesifik dan/atau daerah)
151
Tahapan
Kategori Risiko Deskripsi
Pra Konstruksi Konstruksi Pasca Konstruksi
Keterlambatan Hanya jika dipicu
perolehan keputusan
x x x
persetujuan sepihak/tidak wajar
perencanaan dari otoritas terkait
Gagal/terlambatnya Hanya jika dipicu
perolehan keputusan sepihak
x x x
persetujuan dan /tidak wajar dari
perizinan otoritas terkait
Keterlambatan Hanya jika dipicu
perolehan akses ke keputusan
x x x
lokasi proyek sepihak/tidak wajar
dari otoritas terkait
Sumber: Hasil Analisis 2021
152
9.1.8 Risiko Konstruksi dan Pengembangan SPKLU
Dalam pembangunan dan pengembangan SPKLU memiliki risiko baik secara
finansial maupun dalam pelaksanaan pembangunan fisik. Hal tersebut dijelaskan
dalam tabel berikut.
Tabel 9.9 Risiko Konstruksi dan Pengembangan SPKLU
Tahapan
Kategori Risiko Deskripsi
Pra Konstruksi Konstruksi Pasca Konstruksi
Kenaikan biaya Kenaikan akibat
konstruksi perubahan volume
x
pekerjaan ataupun
harga material
Ketidak jelasan Keterlambatan dan
spesifikasi output kenaikan biayaakibat
x x
spesifikasi output
tidak jelas
Kinerja kontraktor/ Kontraktor/Sub
subkontraktor yang kontraktor tidak
buruk mampu melakukan x
pekerjaan sesuai
kontrak
Cidera Janji Kegagalan
kontraktor/subkontraktor penyelesaian kontrak
oleh
kontraktor/subkontr x
aktor karena faktor
manajemen internal
dan finansial
Terlambatnya Dapat termasuk akibat
penyelesaian konstruksi kualitas keahlian SDM
yang buruk,
terbatasnya
ketersediaan material x
dan peralatan,
terlambatnya
pengembalian akses
lokasi
Perubahan lingkup Perubahan CAPEX
pekerjaan paska dan/atau OPEX akibat
penandatanganan Perubahan lingkup
kontrak pekerjaan atas x x
permintaan
Pemerintah dan/atau
usulan Badan Usaha
Sumber: Hasil Analisis 2021
153
9.1.9 Risiko Operasional SPKLU
Risiko di mana proses penyediaan layanan infrastruktur sesuai kontrak atau
suatu elemen dari proses tersebut (termasuk input yang digunakan atau sebagai
bagian dari proses) akan terpengaruh dengan cara yang menghalangi badan usaha
dalam menyediakan layanan kontrak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati
dan/atausesuai proyeksi biaya.
Tabel 9.10 Risiko Operasional SPKLU
Tahapan
Kategori Risiko Deskripsi
Pra Konstruksi Konstruksi Pasca Konstruksi
Kenaikan biaya Akibat kesalahan
O&M estimasi biaya O&M
x
atau kenaikan tidak
terduga
Kesalahan estimasi Kesalahan estimasi
biaya life cycle biaya diakibatkan
tidak mendapatkan x
harga yang fix dan
terkini dari supplier
Kenaikan biaya Biaya energi naik
energi karena disebabkan kinerja
x
inefisiensi unit operasi yang tidak
efisien
Sumber: Hasil Analisis 2021
154
Tahapan
Kategori Risiko Deskripsi
Pra Konstruksi Konstruksi Pasca Konstruksi
Cuaca ekstrim Akibat perubahan iklim
atau faktor lain x x x
155
pemangku kepentingan proyek tersebut. Secara konseptual, penerapan prinsip
tersebut diproyek adalah sebagai berikut:
a. Risiko yang berdasarkan pengalaman proyek-proyek sebelumnya terbukti
sulit untuk dikendalikan pemerintah agar memenuhi asas efektivitas biaya,
sebaiknya ditanggung badan usaha
b. Risiko yang berada di luar kendali kedua belah pihak, atau sama-sama dapat
dipengaruhi kedua belah pihak sebaiknya ditanggung bersama (kejadian
kahar)
c. Risiko yang dapat dikelola pemerintah, karena posisinya lebih baik atau lebih
mudah mendapatkan informasi dibandingkan badan usaha sebaiknya
ditanggung pemerintah.
156
Alokasi Risiko
No Kategori Risiko Badan Mitigasi Risiko
Pemerintah
Usaha
kelayakan investasi
157
Alokasi Risiko
No Kategori Risiko Badan Mitigasi Risiko
Pemerintah
Usaha
8 Lahan tidak dapat • Kajian awal yang detail dan akurat
digunakan setelah • Koordinasi antar pihak yang
x
dibebaskan menyebabkan lahan tidak bisa
digunakan
9 Risiko Status Tanah • Kejelasan status lahan/tanah dan
x prosedur yang jelas dalam
pembebasan
C Risiko Perizinan
1 Permasalahan sosial • Menerapkan program
Masyarakat yang pengembangan masyarakat yang
x
menghambat people-oriented
pembangunan • Pemberdayaan masyarakat
2 Vandalisme x Pemberdayaan masyarakat
3 Gagal/terlambatnya Provisi kontrak yang jelas termasuk
perolehan persetujuan & x kompensasinya
perizinan
D Risiko Implementasi Infrastruktur Pendukung
1 Ketersediaan Fasilitas x Kontraktor yang handal
2 Buruk atau tidak • Operator yang handal
x
tersedianya layanan • Spesifikasi output yang jelas
3 Risiko sosial dan budaya • Menerapkan program
lokal pengembangan masyarakat yang
x
people-oriented
• Pemberdayaan masyarakat
4 Kegagalan manajemen Menyusun rencana manajemen operasi
x
proyek dan dijalankan secara professional
5 Kegagalan kontrol dan Menyusun rencana kontrol dan
monitoring proyek monitoring serta evaluasi berkala
x x
terhadap efektivitas rancangan dan
pelaksanaan
6 Kenaikan biaya O&M • Operator yang handal
x
• Faktor eskalasi dalam kontrak
7 Kesalahan estimasi biaya Kesepakatan/kontrak dengan supplier
x x
life cycle seawal mungkin
8 Kenaikan biaya energi Kualitas dan spesifikasi unit yang baik
x x
karena inefisiensi unit
E Risiko Implementasi SPKLU
1 Ketersediaan fasilitas x Kontraktor yang handal
2 Buruk atau tidak • Operator yang handal
x
tersedianya layanan • Spesifikasi output yang jelas
3 Risiko sosial dan budaya • Menerapkan program
lokal pengembangan masyarakat yang
people-oriented;
x Pemberdayaan masyarakat
158
Alokasi Risiko
No Kategori Risiko Badan Mitigasi Risiko
Pemerintah
Usaha
4 Kegagalan manajemen Menyusun rencana manajemen operasi
x
proyek dan dijalankan secara professional
5 Kegagalan kontrol dan Menyusun rencana kontrol dan
monitoring proyek monitoring serta evaluasi berkala
x
terhadap efektivitas rancangan dan
pelaksanaan
F Risiko Desain SPKLU
1 Kesalahan desain Konsultan desain yang berpengalaman
x
dan handal
2 Perubahan Regulasi • Mengakomodir rencana jangka
panjang pemerintah pusat dan
x provinsi
• Mengevaluasi desain kawasan setiap
5 tahun sekali
3 Kebutuhan ruang investor • Merencanakan desain secara
dinamis, tidak kaku
x
• Melakukan realokasi lahan sesuai
kebutuhan investor
4 Pembangunan • Merencanakan desain secara
infrastruktur yang tidak dinamis, tidak kaku
x
sesuai rencana • Melakukan realokasi lahan sesuai
kajian lahan yang sesuai
G Risiko Regulasi dan Politik
1 Ketersediaan aturan yang • Pemenuhan penyediaan aturan
x
relevan belum lengkap yang relevan
2 Muatan aturan yang • Sinkronisasi peraturan sosialisasi
x
bertentangan
3 Mata uang asing tidak • Pembiayaan domestik
dapat dikonversi x • Akun pembiayaan luar negeri
• Penjaminan dari bank sentral
4 Mata uang asing tidak • Pembiayaan domestik
dapat direpatriasi x • Akun pembiayaan luar negeri
• Penjaminan dari bank sentral
5 Risiko ekspropriasi • Mediasi negosiasi
x • Asuransi risiko politik
• Penjaminan pemerintah
6 Perubahan regulasi (dan Sosialisasi regulasi terkait kepada BU
x
pajak) yang umum
7 Perubahan regulasi (dan • Mediasi negosiasi
pajak) diskriminatif dan x • Asuransi risiko politik
spesifik • Penjaminan pemerintah
8 Keterlambatan perolehan Provisi kontrak yang jelas termasuk
x
persetujuan perencanaan kompensasinya
9 Gagal/terlambatnya Provisi kontrak yang jelas termasuk
perolehan persetujuan x kompensasinya
dan perizinan
159
Alokasi Risiko
No Kategori Risiko Badan Mitigasi Risiko
Pemerintah
Usaha
10 Keterlambatan perolehan • Asuransi risiko politik
x
akses ke lokasi proyek • Penjaminan pemerintah
H Risiko Pembiayaan dan Nilai Tukar Mata Uang
1 Kegagalan mencapai Koordinasi yang baik dengan potential
x
financial close lenders
2 Risiko struktur finansial Konsorsium didukung sponsor /lender
x
yang kredibel
3 Risiko nilai tukar mata • Instrumen lindung nilai
x
uang • Pembiayaan dalam rupiah
4 Risiko tingkat inflasi x Faktor indeksasi tarif
5 Risiko suku bunga x Lindung nilai tingkat suku bunga
6 Risiko asuransi Konsultansi dengan spesialis/broker
x
asuransi
I Risiko Konstruksi SPKLU
1 Kenaikan biaya konstruksi • Kesepakatan prosedur persetujuan
perubahan volume dan ambang
batasperubahan
• Akomodir perhitungan faktor
x
eskalasi harga di dalam kontrak
• Hubungan baik dengan supplier
• Klausul penalti atas Liquidity
Damages
2 Ketidak jelasan spesifikasi • Klarifikasi saat proses tender
output • Kapasitas desain yang baik
Dokumen lelang sebaiknya tersaji
x
dengan jelas dan mudah dipahami
agar dapat meningkatkan kompetisi
dan menurunkan biaya proyek
3 Kinerja kontraktor/ • Proses pemilihan kontraktor &
subkontraktor yang buruk x subkontraktoryang kredibel
• Penerapan penalti
4 Cidera janji • Proses pemilihan kontraktor &
kontraktor/subkontraktor x subkontraktoryang kredibel
• Penerapan penalti
6 Terlambatnya • Kontraktor yang handal dan klausul
penyelesaian konstruksi kontrak yang standar, termasuk
x
klausul penalti atas
• Liquidity Damages
7 Perubahan lingkup • Penyiapan proyek yang baik dan
pekerjaan paska menjawab kebutuhan masyarakat
penandatanganan • Adanya klausul amandemen terkait
kontrak x risiko
• Pemahaman kontrak yang baik oleh
kedua belah pihak
• Amandemen kontrak
J Risiko Operasional
160
Alokasi Risiko
No Kategori Risiko Badan Mitigasi Risiko
Pemerintah
Usaha
1 Kenaikan biaya O&M • Operator yang handal
x
• Faktor eskalasi dalam kontrak
2 Kesalahan estimasi biaya Kesepakatan/kontrak dengan supplier
x
lifecycle seawal mungkin
3 Kenaikan biaya energi Kualitas dan spesifikasi unit yang baik
x
karena inefisiensi unit
K Risiko Force Majeur dan lingkungan
1 Bencana alam x x Asuransi,bila dimungkinkan
2 Force majeure Politis x x Asuransi,bila dimungkinkan
3 Transfer aset setelah • Pembuatan kontrak yang mengatur
kontrak SPKLU berakhir perihal transfer aset dengan jelas
x • Penilaian dilakukan oleh penilai
independen yang disepakati
bersama
4 Cuaca ekstrim x x Asuransi bila dimungkinkan
5 Force majeure Setiap pihak dapat mengakhiri kontrak
x x
berkepanjangan dan memicu terminasi dini
6 Risiko nilai aset turun x Asuransi
Sumber: Hasil Analisis 2021
161
pengembangan dan pembangunan SPKLU DKI Jakarta sesuai dengan yang
diharapkan. Rencana dan strategi tersebut berupa :
A. Strategi Pengembangan SPKLU
1 Penguatan fungsi SPKLU DKI Jakarta sebagai realisasi pengembangan
penanaman modal proyek prioritas/strategis di Indonesia;
2 Penguatan SPKLU di DKI Jakarta sebagai proyek pembangunan infrastruktur
penunjang kendaraan listrik di Indonesia;
3 Pengembangan kerjasama antar lembaga pemerintahan dengan lembaga
swasta;
4 Pemberian insentif bagi pengusaha SPKLU di DKI Jakarta;
5 Pengembangan SPKLU berbasis lingkungan;
6 Pengembangan infrastruktur dasar SPKLU; dan
7 Penguatan status dan legalitas kawasan.
B. Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam pembangunan fisik SPKLU DKI Jakarta
1 Perencanaan
Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan SPKLU yang dibangun bernilai
ekonomi, sesuai dengan fungsinya, dan menarik bagi para pelaku industri;
2 Transportasi
Penyiapan sarana transportasi yang sesuai dengan karakteristik dari
kendaraan listrik yang akan berada dalam SPKLU DKI Jakarta. Selain
mengakomodasi kebutuhan perusahaan yang ada, transportasi untuk
karyawan yang akan bekerja di SPKLU DKI Jakarta juga harus diperhatikan;
3 Penyediaan infrastruktur dasar
Suatu SPKLU sebaiknya berada di jarak yang cukup dengan infrastruktur
publik, seperti air, energi, dan utilitas, atau pengelola kawasan harus
mengembangkan sendiri infrastruktur dasar tersebut; dan
4 Layout
Dasar yang harus dipertimbangkan adalah supply chain yang meliputi
efektivitas dan efisiensi pergerakan barang, orang, dan jaringan utilitas (air,
gas, energi, dll). Hal-hal seperti penyediaan lahan, serta penyediaan untuk
162
ekspansi di kemudian hari juga menjadi perhatian;
C. Faktor-faktor Penting dalam Pembangunan SPKLU di DKI Jakarta
1 Peran pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan kendaraan listrik sangat
berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan industi kendaraan
listrik di suatu negara dengan berfokus pada penyelesaian hambatan-
hambatan yang ada dengan berkolaborasi dengan pelaku usaha
dibandingkan fokus kepada outcome target tertentu yang ditentukan
pemerintah sendiri; dan
2 SPKLU DKI Jakarta harus menarik minat investor dari sisi bisnis dan economic
of scale. Ketersediaan infrastruktur pendukung sebagai prasyarat lainnya
harus dapat dipenuhi oleh pemerintah ataupun kolaborasi antara
pemerintah (pusat dan daerah) dengan swasta.
163
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI |9-164
BAB 10
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pada bab ini akan menjelaskan kesimpulan dan rekomendasi dari kajian Pre-
Feasibility Study Penyusunan Peta Peluang Investasi Proyek Prioritas Strategis
Pengembangan Infrastruktur Penunjang Kendaraan Listrik di Provinsi DKI Jakarta.
10.1 Kesimpulan
Dalam upaya pembangunan SPKLU di DKI Jakarta, telah dilakukan analisis
terhadap aspek-aspek pendukung pembangunan berupa kebijakan Kendaraan
Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), aspek pasar, aspek hukum dan
kelembagaan, aspek tata ruang dan lokasi, aspek teknis, aspek ekonomi dan
komersial, aspek sosial, dan aspek Risiko. Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan tersebut diperoleh kesimpulan seperti pada tabel berikut.
Tabel 10.1 Hasil Analisis, Kelayakan, Solusi/Rekomendasi dan Insentif pada
Tiap Aspek-Aspek Pendukung Pembangunan SPKLU
Kebijakan Kendaraan Bermotor Listrik berbasis Baterai
Hasil Analisis KBLBB telah sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam rangka
pengurangan emisi CO2 dan arahan pengurangan pemakaian BBM
hingga tahun 2030.
Kelayakan Menyiapkan peta peluang dan profil proyek investasi yang siap
ditawarkan untuk masing-masing proyek dalam bentuk dokumen pra
studi kelayakan dan info memo yang memuat informasi penting yang
dibutuhkan investor SPKLU.
Solusi/Rekomendasi Mendorong percepatan perkembangan penggunaan kendaraan
bermotor listrik berbasis baterai dapat menjadi salah satu solusi yang
baik.
Insentif Diperlukan infrastruktur penunjang kendaraan bermotor energi listrik
sebagai upaya mewujudkan transisi energi menuju ekonomi rendah
karbon dan mengurangi ketergantungan terhadap impor produk BBM.
Aspek Pasar
Hasil Analisis SPKLU didukung oleh potensi pertumbuhan sektor industri dan
ekspansi jenis industri.
Kelayakan Dalam analisis kelayakan nampak bahwa beban investasi yang tinggi
terutama dalam penyediaan unit baterai dengan lifetime yang cukup
pendek sangat berpengaruh pada parameter kelayakan.
Solusi/Rekomendasi Perlu untuk memperjelas fungsi masing-masing stakeholder.
Insentif Jaminan dukungan dan percepatan transaksi.
Aspek Hukum dan Kelembagaan
Hasil Analisis • Pola kebijakan belum jelas, kurangnya kolaborasi, operasional SPKLU
diluar kawasan dan perencanaan yang belum menarik
164
• Untuk meningkatkan efisiensi energi, ketahanan energi, dan
konservasi energi sektor transportasi, perlu percepatan program
kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, dengan penyediaan
infrastruktur pengisian listrik umum (SPKLU)
• Skema usaha yang digunakan dalam menjalankan SPKLU dapat
berupa :
1. Badan Usaha SPKLU pemegang IUPTL terintegrasi (POSO;
POPO; PPOO; PLSP; dan/atau PLPO)
2. Badan Usaha SPKLU pemegang IUPTL penjualan (ROSO;
ROPO; RPOO; RLSO; dan/atau RLPO)
Kelayakan Kelayakan hukumnya dapat berupa perbaikan kebijakan dan
pengaturan teknis mengikuti kondisi termutakhir.
Solusi/Rekomendasi • Perbaikan terhadap pola kebijakan, tahapan pembangunan dan
peningkatan mainstream kebijakan yaitu sesuai dengan Rencana
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL)
• Dalam rangka mensukseskan pembangunan sarana
ketenagalistrikan diperlukan kerja sama yang efektif antara PT PLN
(Persero) dan seluruh stakeholder, karena PLN sendiri tidak akan
mampu melaksanakan seluruh program tanpa bantuan dari
pemerintah, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya
Insentif Penyederhanaan izin usaha di mana usaha penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan umum dilakukan berdasarkan izin usaha penyediaan
tenaga listrik dan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
sendiri dilakukan berdasarkan izin operasi yang dikeluarkan oleh
Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Aspek Kesesuaian Tata Ruang dan Lokasi
Hasil Analisis • SPKLU telah sesuai dengan arahan rencana tata ruang dengan
arahan pola ruang sebagai kawasan budi daya
• Berdasarkan hasil tinjauan awal terhadap kebijakan tata ruang RTRW
Provinsi DKI Jakarta 2030, infrastruktur penunjang kendaraan listrik
di Provinsi DKI Jakarta dimungkinkan dibangun di kawasan
peruntukan perkantoran, perdagangan dan jasa dan peruntukan
permukiman (permukiman tertentu) yang tersebar di seluruh kota
administrasi di Provinsi DKI Jakarta
Kelayakan SPKLU layak untuk dikembangkan sesuai dengan kesesuaian
terhadap tata ruang dan lokasi yaitu:
1. Pusat perbelanjaan dan perkantoran (Pusat kegiatan primer dan
sekunder DKI Jakarta)
2. Kawasan transit terintegrasi (TOD/park and ride)
3. Dedicated area
Insentif Kemudahan dalam mengurus administrasi.
Aspek Teknis
Hasil Analisis • Hasil analisis menunjukkan bahwa kawasan SPKLU dapat
dikembangkan sebagai Kawasan industri dengan intensitas tinggi
maupun sedang/rendah
165
Kelayakan Lahan SPKLU layak untuk dikembangkan dengan spesifikasi charger
kendaraan listrik yang umum digunakan tipe slow charging, medium
charging, fast charging, dan ultra fast charging.
Solusi/Rekomendasi • Di dalam peletakkan SPKLU maka perlu untuk tetap
mempertahankan RTH dan intensitas bangunan sesuai dengan
peraturan
• Tipe pengisian untuk SPKLU disarankan menggunakan pengisian
normal charger, fast charger, atau ultra-fast charger dan tidak
disarankan untuk menggunakan slow charger karena daya luaran
yang rendah membutuhkan waktu yang sangat lama
Insentif Pengembangan R&D pada pengembangan ekosistem KBL dapat
memusatkan pada peningkatan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri)
dengan bekerja sama pada berbagai instansi dan produsen otomotif
untuk mengembangkan baterai kendaraan listrik serta mesin pengisi daya
yang baru di Indonesia.
Aspek Sosial
Hasil Analisis Jenis risiko yang timbul karena kondisi sosial sekitar lingkungan proyek,
seperti adat istiadat, kebiasaan dan kondisi lingkungan masyarakat
setempat yang mungkin akan mempengaruhi lingkungan proyek.
Kelancaran proyek salah satunya dipengaruhi oleh masyarakat sekitar
proyek. Tindak lanjut yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi adanya
proses konsultansi publik maupun sosialisasi awal serta kajian analisis
dampak sosial (social impact assessment) atau pemetaan profil
masyarakat (social profiling) secara komprehensif
Kelayakan Perlu perlakuan secara tepat agar tidak menimbulkan potensi masalah
terhadap pelaksanaan proyek sehingga sosialisasi dan pendekatan
terhadap pemilik lahan yang dilintasi pembangunan proyek perlu
dilakukan di tahap awal sehingga masyarakat setempat dapat diajak
kerjasama dengan sistematika pembebasan lahan agar tidak
menimbulkan konflik
Solusi/Rekomendasi Dari hasil survei kebiasaan pelanggan, SPKLU lebih cocok untuk fasilitas
transportasi publik, dan diharapkan dapat diperbanyak lokasi pengisian
(charging point) untuk menghilangkan kekhawatiran pengemudi
maupun penumpang dalam menggunakan jasa tersebut
Insentif KBL memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan ICE, seperti
biaya operasional dan pemeliharaan lebih rendah serta ramah
lingkungan. Namun demikian KBL memiliki kekurangan harga baterai
yang masih mahal dan waktu pengisian yang cukup lama. Oleh karena
itu diperlukan jumlah dan infrastruktur SPKLU yang memadai, regulasi,
sosialisasi, dan dukungan dari pemerintah.
Aspek Risiko
Hasil Analisis Analisis risiko secara kualitatif menilai risiko yang telah diidentifikasi
untuk pengembangan daftar prioritas risiko yang mungkin terjadi dalam
proyek dan kemudian dianalisis lebih lanjut untuk memperkirakan
tindakan apa yang harus dilakukan jika risiko tersebut muncul.
Kelayakan Jenis risiko yang timbul dari faktor eksogen yang tidak dapat
dikendalikan karena faktor ini berubah oleh kebijakan yang diambil oleh
pemerintah, seperti nilai tukar uang, tingkat inflasi, tingkat suku bunga,
dll. Pertimbangan lainnya dalam penetapan risiko adalah fluktuasi yang
terjadi pada kondisi makro moneter dapat mempengaruhi pelaksanaan
proyek.
166
Solusi/Rekomendasi Manajemen risiko diperlukan identifikasi risiko yang bertujuan untuk
memperoleh informasi mengenai risiko yang mungkin terjadi dalam
proyek kajian teknologi SPKLU (Sistem Pengisian Kendaraan Listrik untuk
Umum). Proses identifikasi risiko dilakukan dengan metode wawancara
dan studi literatur.
Insentif Untuk membantu meringankan dan menurunkan nilai investasi yang
diperlukan maka dapat digunakan skema insentif atau yang telah
dikeluarkan Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan (Badan
Kebijakan Fiskal), diantaranya tentang suplai listrik, perpajakan baik tax
holiday maupun tax allowances.
Sumber: Hasil Analisis 2021
10.2 Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis dan kajian SPKLU, maka bentuk rekomendasi yang
diberikan berdasarkan hasil kajian di atas berupa :
A. Perbaikan Pola Kebijakan Pembangunan
• Penyusunan target harus memperhitungkan ‘gap’ dari baseline
berdasarkan kondisi saat ini tanpa intervensi pemerintah, untuk
kemudian gap tersebut nantinya harus diisi dengan program dan
kegiatan pemerintah sehingga terlihat jelas hubungan antara program
dan kegiatan dengan kontribusinya terhadap pencapaian target.
• Perlu disusun roadmap tahapan pembangunan dengan prioritas yang
jelas dan tidak terlalu banyak sesuai tahapan yang ditentukan,
memprioritaskan semua SPKLU secara paralel sama saja dengan tidak
memprioritaskan apapun.
• Proyek prioritas strategis tentunya dapat difasilitasi agar value
propositionnya (cost yang lebih rendah, peningkatan revenue melalui
akses pasar yang lebih luas, penguatan inovasi dan penguasaan teknologi,
dll) dapat berkembang.
• Apabila ingin melakukan ‘shortcut’ yang berbeda dari tahapan
pengembangan SPKLU sesuai best practice dari pengalaman negara-
negara yang maju, perlu ditentukan breakthrough apa yang dapat
dilakukan berikut strategi, tahapan-tahapan implementasi dan komitmen
pelaksanaannya.
• Kebijakan jangka panjang (roadmap, prioritas industri, dan tahapan-
167
tahapan) sesuai poin-poin sebelumnya apabila perlu dapat ditetapkan
dalam bentuk Undang-Undang dengan konten yang tajam (tidak normatif)
agar pelaksanaannya tetap terkawal walaupun ada pergantian
Pemerintahan dan kepemimpinan.
• Kebijakan SPKLU harus ditetapkan secara lintas sektor dan lintas region
• Penyusunan dan implementasi kebijakan sedapat mungkin berkolaborasi
dengan pelaku usaha terkait, tidak hanya dari sudut pandang Pemerintah
saja termasuk pada proses perencanaan dan penyusunan target.
B. Rekomendasi Tahap-tahap Pembangunan
• Penetapan lokasi-lokasi dalam SPKLU di DKI Jakarta yang berpotensi dan
jelas value proposition-nya (reduce cost, increase value added, increase
revenue).
• Penyusunan Feasibility Study berupa perhitungan dan analisis yang detail,
akurat, kredibel, melibatkan pelaku usaha dan institusi berpengalaman
dalam FS SPKLU, termasuk perusahaan pengelola SPKLU yang telah
established.
• Analisis market atau market study dilakukan untuk menentukan target
investornya (pengelola, penyedia utilitas, dan KBLBB) dengan
mempertimbangkan persaingan dengan daerah/negara lain yang juga
memiliki kawasan potensial untuk menjadi KBLBB.
• Pemasaran lokasi-lokasi yang feasible (secara bisnis/finansial, ataupun
secara cost and benefit analysis dengan dukungan pemerintah) ke pihak
swasta atau BUMN (sebagai investor pengelola, penyedia utilitas, atau
anchor industry).
• Setelah ada investor pengelola, dapat dilakukan penyiapan engineering
design, dan pola pengembangan khususnya pada lahan yang telah
dibebaskan, yang dilakukan secara profesional oleh pengelola yang
tentunya dapat berkolaborasi dengan investor lainnya (penyedia utilitas
dan calon tenant terutama anchor industry).
• Kemudian pengembangan dan penyediaan infrastruktur kawasan yang
168
dapat dikerjakan oleh pengelola dengan fasilitasi dan dukungan
Pemerintah khususnya untuk infrastruktur pendukung di luar kawasan.
• Sewa-menyewa, seperti halnya dengan jual-beli dan perjanjian-perjanjian
lain pada umumnya, adalah suatu perjanjian konsensual. Artinya, ia
sudah sah dan mengikat pada detik tercapai-nya sepakat mengenai unsur
2 (dua) pokoknya, yaitu barang dan harga.
• Penyewaan barang milik daerah dituangkan dalam perjanjian sewa yang
ditandatangani oleh penyewa dan :
a. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk barang milik daerah yang berada
pada Pengelola Barang; dan
b. Pengelola barang, untuk barang milik daerah yang berada pada
pengguna barang.
• Perjanjian sewa paling sedikit memuat:
a. Dasar perjanjian;
b. Para pihak yang terikat dalam perjanjian;
c. Jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa, dan jangka waktu;
d. Besaran dan jangka waktu sewa, termasuk periodesitas sewa;
e. Tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan
selama jangka waktu sewa; peruntukan sewa, termasuk kelompok jenis
kegiatan usaha dan kategori bentuk kelembagaan penyewa;
f. Hak dan kewajiban para pihak; dan
g. Hal lain yang dianggap perlu.
169
• Perlu standarisasi investor yang akan masuk (teknologi yang dibawa,
permodalan dan kesehatan perusahaan, dll).
D. Mainstream Kebijakan untuk Pengembangan SPKLU di DKI Jakarta
• Pembangunan SPKLU harus berada di dalam Kawasan Budidaya yang
sesuai amanat Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian.
Artinya untuk pembangunan industri baru, sejak awal harus diarahkan di
dalam SPKLU di DKI Jakarta dan untuk industri yang saat ini masih berada
di luar SPKLU di DKI Jakarta harus dibuat roadmap agar secara bertahap
pindah ke dalam SPKLU di DKI Jakarta.
• Pelaku usaha adalah aktor penting yang tidak hanya bersifat pasif namun
diharapkan dapat aktif berkolaborasi dengan pemerintah khususnya untuk
pembangunan dan pengembangan SPKLU di DKI Jakarta, tentunya sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
• Keterkaitan intra dan inter SPKLU di DKI Jakarta harus didesainsedemikian
sehingga nilai tambah dalam value chain produksi mampu dioptimalkan.
Keterkaitan input-output produksi intra dan inter kawasan budidaya
menjadi perhatian, kemudian supply chain dan value chain dari produk
industri dalam negeri direkayasa melalui kebijakan untuk memaksimalkan
nilai tambah nasional termasuk dukungan untuk terlibat dalam global
supply chain dan global value chain.
170
DAFTAR PUSTAKA
UNDANG - UNDANG
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan.
_______. Nomor 32 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
_______. Nomor 20 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
PERATURAN PEMERINTAH
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
_______. Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konversi Energi.
_______. Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.
_______. Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik.
_______. Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha
Berbasis Risiko.
_______. Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
_______. Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
_______. Nomor 25 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan SDM.
PERATURAN PRESIDEN
_______. Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional.
_______. Nomor 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi Tahun 2018 - 2029
_______. Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan
Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
_______. Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020 – 2024.
_______. Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur
PERATURAN MENTERI
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2012 tentang Tata Cara Permohonan Wilayah Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum.
_______. Nomor 35 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perizinan Usaha
Ketenagalistrikan.
_______. Nomor 38 Tahun 2018 tentang Tata Cara Akreditasi dan Sertifikasi
Ketenagalistrikan.
_______. Nomor 39 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik Bidang Ketenagalistrikan.
171
_______. Nomor 10 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik.
_______. Nomor 13 Tahun 2020 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian
Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
_______. Nomor 8 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Umum
Ketenagalistrikan Nasional dan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah.
PERATURAN DAERAH
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta 2030.
_______. Nomor 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI
Jakarta 2030.
BUKU
Badan Pusat Statistik Tahun 2017. Provinsi DKI Jakarta dalam Angka 2017
_______. Tahun 2018. Provinsi DKI Jakarta dalam Angka 2018
_______. Tahun 2019. Provinsi DKI Jakarta dalam Angka 2019
_______. Tahun 2020. Provinsi DKI Jakarta dalam Angka 2020
_______. Tahun 2021. Provinsi DKI Jakarta dalam Angka 2021
172
173