KELOMPOK 1
ARIF SEPRIANSYAH 19021105011
HENOCH N WALUKOW 19021105046
NUGRAH RHISANDI ARIF 19021105026
LUCY WAGEY 19021105073
MEYKA P MANGINSELA 19021105049
INDRI A. DONDO 19021105061
HUMAYROH LADJOLO 19021105008
PUTRI JULAENI BAHRI 19021105024
ARLIZA P PANGALIMA 19021105076
MITA AMELIA PAPUTUNGAN 19021105015
MATA KULIAH :
STUDIO PERENCANAAN KAWASAN PERBUKITAN,
PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
DOSEN PENGAMPU :
Dr.Ir. TONDOBALA LINDA DEA
RIENEKE LUSIA EVANI SELA ST, MT
DWIGHT M RONDONUWU ST, MT
Pada pasal 21 (1) Jaringan jalur kereta api umum terdiri atas jaringan jalur kereta
api antarkota; dan jaringan jalur kereta api perkotaan. (2) Jaringan jalur kereta api
antarkota dikembangkan untuk menghubungkan PKN dengan pusat kegiatan di
negara tetangga, antar-PKN, PKW dengan PKN atau antar-PKW. (3) Jaringan jalur
kereta dikembangkan untuk api perkotaan menghubungkan kawasan perkotaan
dengan bandar udara pengumpul skala pelayanan primer/sekunder/tersier dan
pelabuhan utama/pengumpul; dan mendukung aksesibilitas di kawasan perkotaan.
(4) Jaringan jalur kereta api antarkota dan perkotaan beserta prioritas
pengembangannya ditetapkan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang perkeretaapian.
Pada Pasal 33 (l) Jaringan jalan arteri ditetapkan dengan criteria menghubungkan
antar-PKN, antara PKN dan PKW, dan/atau PKN/PKW dengan bandar udara
pengumpul skala pelayanan primer/sekunder/tersier dan pelabuhan
utama/pengumpul, berupa jalan umum yang melayani angkutan, melayani
perjalanan jarak jauh memungkinkan untuk lalu lintas dengan kecepatan rata-rata
tinggi dan membatasi jumlah jalan masuk secara berdaya guna. (2) Jaringan jalan
kolektor primer ditetapkan dengan criteria, menghubungkan antar-PKW dan antara
PKW dan PKL, berupa jalan umum yang berfungsi melayani angkutan, melayani
perjalanan jarak sedang, memungkinkan untuk lalu lintas dengan kecepatan rata-
rata sedang dan membatasi jumlah jalan masuk. (3) Kriteria jaringan jalan strategis
nasional dan jaringan jalan tol ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Pada Pasal 34 (1) Jaringan jalur kereta api antarkota dengan kriteria
menghubungkan antara PKN dan pusat kegiatan di negara tetangga, antar-PKN,
PKW dengan PKN, atau antar-PKW. (2) Jaringan jalur kereta api perkotaan
ditetapkan dengan kriteria menghubungkan kawasan perkotaan dengan bandar
udara pengumpul skala pelayanan primer/ sekunder/ tersier dan pelabuhan
utama/pengumpul atau mendukung aksesibilitas di kawasan perkotaan
metropolitan. (3) Kriteria teknis jaringan jalur kereta api antarkota dan perkotaan
ditetapkan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
perkeretaapian.
Pada Pasal 38 (1) Sistem jaringan energi nasional terdiri atas jaringan infrastruktur
minyak dan gas bumi; jaringan infrastruktur ketenagalistrikan. (2) Jaringan
infrastruktur ketenagalistrikan merupakan segala hal yang berkaitan dengan
Infrastruktur pembangkitan tenaga listrik dan sarana pendukungnya dan
Infrastruktur penyaluran tenaga listrik dan sarana pendukungnya. (3) Jaringan
infrastruktur pembangkitan tenaga listrik merupakan segala hal yang berkaitan
dengan pembangkit, jett5r, sarana pemyimpanan bahan bakar, sarana pengolahan
hasil pembakaran, travo step up, dan pergudangan. (4) Jaringan infrastruktur
penyaluran tenaga listrik merupakan segala hal yang berkaitan dengan transmisi
tenaga listrik, gardu induk, distibusi tenaga listrik, dan gardu hubung.
Pada Pasal 39 (1) Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi dikembangkan untuk
menyalurkan minyak dan gas bumi dari fasilitas produksi ke kilang pengolahan
dan/atau tempat penyimpanan dan menyalurkan minyak dan gas bumi dari kilang
pengolahan atau tempat penyimpanan ke konsumen. (2) Jaringan infrastruktur
minyak dan gas bumi beserta prioritas pengembangannya ditetapkan oleh menteri
yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang minyak dan gas bumi
Pada Pasal 42 Sistem jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi, pembangkitan
tenaga listrik, serta jaringan transmisi tenaga listrik ditetapkan oleh menteri yang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang energi.
Pada Pasal 43 (l) Jaringan infrastruktur minyak dan gas ditetapkan dengan criteria
adanya fasilitas produksi minyak dan gas bumi, fasilitas pengolahan dan/atau
penyimpanan, serta konsumen yang terintegrasi dengan fasilitas tersebut berfungsi
sebagai pendukung sistem pasokan energi nasional. (2) Infrastruktur pembangkitan
tenaga listrik dan sarana pendukungnya ditetapkan dengan criteria yang
mendukung ketersediaan pasokan tenaga listrik untuk kepentingan umum di
kawasan perkotaan, perdesaan hingga kawasan terisolasi dan mendukung
pengembangan kawasan perdesaan, pulau-pulau kecil, dan kawasan terisolasi;
mendukung pemanfaatan teknologi baru untuk menghasilkan sumber energi yang
mampu mengurangi ketergantungan terhadap energi tak terbarukan; berada pada
kawasan dan/ atau di luar kawasan yang memiliki potensi sumber daya energi; dan
berada pada lokasi yang aman terhadap kegiatan lain dengan memperhatikan jarak
bebas dan jarak aman. (3) Infrastruktur penyaluran tenaga listrik dan sarana
pendukungnya ditetapkan dengan criteria mendukung ketersediaan pasokan tenaga
listrik untuk kepentingan umum di kawasan perkotaan, perdesaan, hingga kawasan
terisolasi; mendukung pengembangan kawasan perdesaan, pulau-pulau kecil, dan
kawasan terisolasi; melintasi kawasan perrnukiman, wilayah sungai, laut, hutan,
persawahan, perkebunan, dan jalur transportasi; berada pada lokasi yang aman
terhadap kegiatan lain dengan memperhatikan persyaratan ruang bebas dan jarak
aman; merupakan media penyaluran tenaga listrik adalah kawat saluran udara,
kabel bawah laut, dan kabel bawah tanah; dan menyalurkan tenaga listrik
berkapasitas besar dengan tegangan nominal lebih dari 35 kilo Volt.
Dalam peraturan ini terdiri dari 8 BAB Pembahasan dan 1 BAB Penutup. Dengan
isi pokok peraturan sebagai berikut:
Isi Pokok yang diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia No. 24/PERMEN-KP/2019 meliputi :
Pasal 4 : Untuk melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian perairan peissir secara
menetap wajib memiliki izin lokasi perairan yang diberikan berdasarkan rencana
zonasi. Izin lokasi perairan diberikan kepada pelaku usaha.
Pasal 12 : Pemegang izin lokasi perairan dapat memanfaatkan ruang perairan sesuai
lokasi, jenis kegiatan, luasan, dan jangka waktu sesuai dengan izin yang diberikan
serta untuk menjadi dasar bagi persyaratan/pengurusan izin-izin terkait
melaksanakan kegiatan pemanfaatan ruang perairan.
Pasal 16 : Untuk mendapatkan izin lokasi perairan pelaku usaha harus mengajukan
permohonan kepada menteri melalui lembaga OSS yang berlaku efektif setelah
pelaku usaha memenuhi komitmen kepada menteri melalui lembaga OSS
Pasal 22 : Izin lokasi perairan berlaku sampai dengan berakhirnya izin pengelolaan
perairan, izin pelaksanaan reklamasi, atau izin usaha sektor lain. Secara menetap
belum diterbitkan, maka Izin lokasi perairan berlaku untuk jangka waktu 2 tahun
sejak diterbitkan
Pasal 47 : Pemberian izin lokasi perairan dan izin pengelolaan perairan kepada
masyarakat lokal dilakukan melalui proses verifikasi.
peringatan tertulis
penghentian sementara kegiatan berusaha
pengenaan denda administrative
pembatalan izin lokasi dan pengelolaan perairan
pencabutan izin lokasi dan pengelolaan perairan
pengurangan luasan izin lokasi perairan
Pasal 69 : Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, terhadap Izin lokasi
perairan yang diterbitkan tanpa berdasarkan rencana zonasi dan masih berlaku pada
saat Rencana zonasi ditetapkan, maka izin lokasi perairan tersebut harus
disesuaikan dalam jangka waktu 6 bulan terhitung sejak rencana zonasi ditetapkan.
Review Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No.
3/PERMEN-KP/2018 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi
Zona Inti Pada Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
untuk Eksploitasi
Hal-hal pokok yang diatur pada Permen-KP No. 3 Tahun 2018 meliputi :
1. Perubahan peruntukan dan fungsi zona inti pada kawasan konservasi hanya
dapat dilaksanakan dalam rangka penetapan proyek strategis nasional
Seperti yang dicantumkan dalam Pasal 3 no. 1 (Perubahan peruntukan dan
fungsi Zona Inti pada Kawasan Konservasi untuk eksploitasi hanya dapat
dilakukan dalam rangka pelaksanaan kebijakan nasional yang diatur
dengan peraturan perundang-undangan) dan 2 (Kebijakan nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penetapan proyek strategis
nasional)
2. Rekomendasi perubahan peruntukan dan fungsi zona inti dapat berupa
mengubah alokasi ruang maupun tidak mengubah alokasi ruang
Dimuat dalam pasal 5 yaitu :
Hasil penelitian terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
rekomendasi perubahan peruntukan dan fungsi Zona Inti yang:
a) tidak mengubah alokasi ruang untuk Kawasan Konservasi dalam
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan
Rencana Zonasi Kawasan Laut atau pola ruang dalam Rencana Tata
Ruang Laut Nasional/Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; atau
b) mengubah alokasi ruang untuk Kawasan Konservasi dalam Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil dan Rencana Zonasi
Kawasan Laut atau pola ruang dalam Rencana Tata Ruang Laut
Nasional/Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
3. Perubahan peruntukan dan fungsi zona inti yang mengubah alokasi ruang
merupakan perubahan kawasan yang berdampak penting dan cakupan luas
serta bernilai strategis
Seperti yang dicantumkan dalam Pasal 6 ayat (2) (Perubahan peruntukan dan
fungsi Zona Inti yang mengubah alokasi ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (3) huruf b merupakan perubahan kawasan yang ber-Dampak Penting
dan Cakupan yang Luas serta Bernilai Strategis)
Tata batas dalam hal ini dimaksudkan untuk menentukan batas kawasan konservasi
kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Penataan tata batas dalam rangka realisasi
legalitas status kawasan diperlukan untuk menegaskan batas definitif dilapangan
dan memperoleh status hukum yang jelas.
Daftar Istilah :
-Garis Dasar : triangulasi dengan dasar pengukuran sudut pemetaan, arah dan
perhitungan jarak.
-Garis Bujur : hubungan tempat dengan jarak yang sudutnya sama dari pusat bumi
-Sistem Referensi : metode pencatatan letak tempat
-Skala : perbandingan ukuran peta
-Titik Referensi : dasar penetapan posisi dalam pembuatan peta
-Triangaulasi : mengukur dengan sudut untuk menghitung posisi titik dipermukaan
bumi
Tata Laksana Penataan Batas meliputi tahapan : Perancangan Penataan Batas >
Pemasangan Tanda Batas > Pengukuran Batas > Pemetaan Batas Kawasan >
Sosialisasi Penandaan Batas Kawasan > Pembuatan Berita Acara Tata Batas >
Pengesahan Batas Kawasan
1. Simbol
2. Tata Letak
3. Penentuan Skala
4. Sistem Koordinat dan Proyeksi Peta
Tanda Batas Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Sebagai Perangkat
Pengelolaan dengan penandaan tanda batas pemasangan atribut. Untuk jenis tanda
batas seperti tanda batas alam sebagai berikut :
1. Alur Sungai
2. Garis Pantai
3. Pulau/gosong
Dan untuk tanda batas buatan seperti pemasangan rambu ditempat berikut :
Tahun : 2019
Penataan ruang pada kawasan pesisir yang belum dapat selaras dengan
potensi sumberdaya pesisir, menjadi salah satu alasan dari munculnya
berbagai permasalahan yang ada. Tidak satupadunya tujuan, target dan
rencana dalam pengelolaan sumberdaya pesisir membuat penataan kawasan
pesisir kurang menyatu.
Kota Semarang merupakan kota yang sangat miskin akan ruang publik.
Dalam pengelolaan kawasan pesisir perlu adanya pengarahan bahwa
kawasan pesisir ini sebagai ruang publik, tidak sekedar suatu proses dagang
semata dengan tujuan profit oriented. Namun tetap memberikan akses ke
ruang bebas dari pantai yang dapat dimasuki oleh siapapun. Ruang bebas
dapat diwujudkan dengan memberikan jarak bebas tertentu dari garis pantai.
Oleh karenanya, maka perpaduan rencana tata ruang darat dan rencana zonasi
pesisir sangat diperlukan. Dalam proses penyusunan rencana tata ruang
wilayah (RTRW) dan rencana zonasi (RZ) wilayah pesisir, perlu dilakukan
proses padu serasi.
Metode Penelitian
Alat Analisis
Hasil
Perpaduan rencana tata ruang darat dan rencana zonasi pesisir sangat diperlukan.
Dalam proses penyusunan RTRW dan rencana zonasi (RZ) wilayah pesisir, perlu
dilakukan proses padu serasi melalui badan yang terkait.
PERENCANAAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Tahun :, 2002:
KONSEP WILAYAH
Tahun :, 2009
Publikasi : Jurnal
Penutup
Dari pembahasan mengenai pengelolaan WP3K maka dapat diambil
keputusan bahwa:
1. Hak-hak masyarakat tradisional, khususnya hak-hak ekonomi secara
umum telah diakomodir sejak dalam proses perencanaan, pemanfaatan
dan pengawasan serta pengawasan terkait dengan pengelolaan WP3K.
2. Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mengakui
keberadaan masyarakat adat, masyarakat tradisional dan kearifan lokal
atas WP3K yang telah dimanfaatkan secara turun temurun tidak
dinyatakan dengan jelas bagaimana bentuk pengakuan itu dituangkan
sehingga berpotensi konflik dalam praktinya. Sehingga dalam
penerapan pengakuan hak-hak masyarakat adat, masyarakat tradisional
dan kearifan lokal tersebut sebagai acuan dalam pengelolaan WP3K ini
menjadi tidak efektif.
3. Penegakan hukum tanpa pandang bulu merupakan hal yang sangat
penting meskipun telah dibuat pengaturan sanksi yang berat para pihak
yang melanggar. Hal ini sangat diperlukan mengingat WP3K ini
merupakan wilayan yang sangat penting dan strategis baik dalam aspek
sosial, ekonomi, budaya dan pertahanan serta keamanan Negara.