SKRIPSI
Disusun oleh:
SKRIPSI
Disusun oleh:
i
LEMBAR PERNYATAAN
1. Merupakan hasil karya tulis ilmiah sendiri, bukan merupakan karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik oleh pihak lain, dan bukan
merupakan hasil plagiat.
2. Saya ijinkan untuk dikelola oleh Universitas Pamulang sesuai dengan norma
hukum dan etika yang berlaku.
Pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab dan saya bersedia
menerima konsekuensi apapun sesuai aturan yang berlaku apabila dikemudian
hari pernyataan ini tidak benar.
materai
cukup
ii
Universitas Pamulang
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
(Hasil Karya Perorangan)
Yang menyatakan
iii
Universitas Pamulang
LEMBAR PERSETUJUAN
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Mesin
iv
Universitas Pamulang
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan dewan penguji ujian Sidang di Program
Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, dan dinyatakan LULUS.
Tangerang Selatan,................................................
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknik
(Syaiful Bakhri,S.T,M.Eeng.Sc,PH.D)
NIDN. 04211274002
v
Universitas Pamulang
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Nomor Hp : 0822-1334-2299
E-mail : mridwan.fauzi01@gmail.com
vi
Universitas Pamulang
ABSTRAK
Penelitian ini adalah penelitian pengujian deskriptif yang bersifat studi kasus.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja faktor yang menyebabkan
repair pada proses Twin Roll Assembly di PT. X dan memberikan solusi untuk mengatasi
permasalahan repair yang terjadi. Metode pengujian dye-penetrant bertujuan untuk
mengetahui jawaban dari hipotesa yang ada. Sedangkan untuk analisis data digunakan
analisis komponen kimia serta analisi hasil pengujian dye-penetrant. Hasil dari penelitian
ini mengemukakan bahwa dengan dilakukan perlakuan panas (preheating) dan cleaning
sebelum dilakukan pengelasan dapat memberikan hasil / kualitas pengelasan yang lebih
baik untuk proses twin roll assembly. Hal ini didasari oleh hasil pengujian komposisi
kimia dengan menggunakan Spectrometer yang menunjukkan dengan adanya pre heating
dapat memperkuat/ memunculkan unsur-unsur yang terkandung serta berdasarkan hasil
pengujian dye-penetrant menunjukan hasil pengelasan yang lebih baik dibandingkan
sebelum dilakukan proses preheating dan cleaning.
Kata Kunci: Twin Roll Assembly, Repair, Dye-penetrant, Preheating, Cleaning Process,
Pengelasan, MIG Welding
vii
Universitas Pamulang
ABSTRACK
This research is a descriptive testing study that is case study. The purpose of this
study is to find out what are the factors that cause repair in the Twin Roll Assembly
process at PT. X and provide a solution to overcome the problem of repair that occurs.
The dye-penetrant testing method aims to find out the answers to the existing hypotheses.
While for data analysis used chemical component analysis and analysis of dye-penetrant
test results. The results of this study suggest that by preheating and cleaning before
welding can provide better welding results / quality for the twin roll assembly process.
This is based on the results of testing the chemical composition using a Spectrometer
which shows that the presence of pre heating can strengthen / emerge the elements
contained and based on the dye-penetrant test results show better welding results than
before the preheating and cleaning process.
Key Words: Twin Roll Assembly, Repair, Dye-penetrant, Preheating, Cleaning Process,
Pengelasan, MIG Welding
viii
Universitas Pamulang
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai dari satu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain,
“Bekerjalah bagaikan tak butuh uang. Mencintailah bagaikan tak pernah disakiti.
~Mark Twain~
nanti”
~Albert Einstein~
“Life is so simple, you just must choice and never look back”
ix
Universitas Pamulang
PERSEMBAHAN
Dengan senang hati dan rasa bersyukur, karya tulis ini penulis ingin
persembahkan kepada :
x
Universitas Pamulang
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan penelitian skripsi yang merupakan salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan program studi strata satu (S1) pada Program Studi Teknik Mesin
di Universitas Pamulang, Tangerang Selatan. Saya menyadari skripsi ini masih
jauh dari sempurna. Karena itu, kritik dan saran akan senantiasa saya terima
dengan senang hati.
Dengan segala keterbatasan, saya menyadari pula bahwa skripsi ini takkan
terwujud tanpa bantuan, bimbingan, serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk
itu, dengan segala kerendahan hati, saya menghaturkan ucapan terima kasih
kepada:
1. Allah S.W.T. karena atas segala kuasa-Nya lah saya dapat menyelesaikan
skripsi ini,
2. Dr. (HC). Drs. H Darsono, selaku ketua yayasan Sasmita Jaya,
3. Drs. H. Dayat Hidayat, MM, selaku Rektor Universitas Pamulang,
4. Syaiful Bakhri,S.T.,M.Eng.Sc,Ph.D, selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Pamulang,
5. Dr. Ir. Djuhana, M,Si , selaku ketua program studi Teknik Mesin di
Universitas Pamulang,
6. Ir. Sunardi, M.T, dan Ir. Mulyadi M.Si, selaku Dosen Pembimbing,
7. Seluruh pihak PT. X, atas keramahannya mengizinkan saya untuk
melaksanakan penelitian di perusahaan, dalam rangka menyelesaikan
penyusunan skripsi ini. Segala bantuan, kerjasama yang baik, dan dukungan
sangat precious untuk saya.
8. Kedua orang tua tercinta, yang telah membantu serta mendukung proses
pembuatan proposal pengajuan skripsi ini.
9. Prima Eka Wulandari, yang selalu mendampingi serta membantu dalam
proses penyusunan skripisi ini.
10. Dan seluruh pihak yang terlibat dalam proses pembuatan proposal pengajuan
skripsi yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu – persatu.
xi
Universitas Pamulang
Akhir kata saya hanya bias berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi saya dan pembaca sekalian walaupun masih jauh dari sempurna,
untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dikemudian hari dan semoga Allah SWT membalas kebaikan dan selalu
mencurahkan hidayah serta taufik-Nya, Amin Ya Robbal Alamin.
xii
Universitas Pamulang
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
xiii
Universitas Pamulang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Pengelasan................................................................................................... 10
xiv
Universitas Pamulang
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 93
LAMPIRAN............................................................................................................. 100
xv
Universitas Pamulang
DAFTAR TABEL
xvi
Universitas Pamulang
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.5. Kawat Las AWS ER316LSI (Kanan), Simulasi pemasangan kawat
Gambar 2.10. (a) Penembusan Kurang Baik (b) Penembusan Baik .....................25
Gambar 2.17. Dasar atau prinsip Pengujian dengan Liquid Penetrant .................37
xvii
Universitas Pamulang
Gambar 2.20. Unit flaw detector ...........................................................................47
Gambar 3.4. Stick out posisi normal, biasa digunakan untuk amper tinggi ........71
Gambar 3.5. Stick out yang biasa dipakai dalam amper menengah ....................71
Gambar 3.6. Stick out yang biasa dipakai dalam amper rendah..........................72
xviii
Universitas Pamulang
Gambar 3.10. Mesin Poles ....................................................................................75
xix
Universitas Pamulang
DAFTAR LAMPIRAN
xx
Universitas Pamulang
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu proses produksi yang memegang peranan penting adalah proses
twin roll assembly, yaitu proses perangkaian raw ring material kedalam inner
1
Universitas Pamulang
2
shell menjadi satu roll utuh. Proses ini dilakukan dengan sangat hati-hati,
untuk mencegah adanya reject (produk gagal) dan harus dipastikan seluruh
produk sudah baik kualitasnya saat proses QC (Quality Control). Proses ini
dilakukan dengan sangat hati-hati, untuk mencegah adanya reject (produk
gagal) dan memastikan seluruh produk sudah baik kualitasnya. Bila terdapat
defect pada proses twin roll assembly, maka produk harus dikembalikan pada
proses dimana cacatnya terjadi, dan dilakukan perbaikan. Jika cacat yang
terjadi masih bisa diperbaiki, maka akan dilakukan perbaikan (repair). Repair
akan dilaksanakan secepat mungkin setelah diketahui adanya defect pada
produk. Namun jika sudah diluar dari kriteria perbaikan yang ada, maka
produk tersebut harus dibuang dan tidak boleh digunakan.
Dampak yang ditimbulkan dari adanya repair ini sudah dirasakan terus
menerus di PT. X, seperti adanya peningkatan biaya produksi mulai dari
penambahan biaya listrik dan overhead pabrik, biaya lembur karyawan karena
harus bekerja melebihi jam kerja, sehingga penambahan biaya bahan baku
yang harus dikeluarkan akibat penggunaan alat yang melebihi jam kerja.
Keadaan yang seperti ini tidak sehat bagi perusahaan apabila tidak ditindak
lanjuti segera. Perusahaan harus menemukan cara dan metode yang mampu
memperbaiki proses pekerjaan tersebut, sehingga dapat mengurangi biaya
yang akan dikeluarkan oleh perusahaan.
Baja tahan karat (stainless steel) adalah baja paduan tinggi, maka jelas
bahwa kualitas sambungan lasnya sangat dipengaruhi dan menjadi getas oleh
panas. Jika kita menginginkan kualitas hasil pengelasan yang lebih baik maka
perlu diperhatikan mengenai perlakuan panas sebelum dilakukan pengelasan.
Berdasakan latar belakang tersebut perlu dilakukan penelitian tehadap
pengaruh preheating process tehadap hasil pengelasan baja tahan karat, agar
diketahui variabel preheating temperature yang paling tepat untuk
mendapatkan hasil las yang baik.
Baja tahan karat mempunyai sifat yang berbeda dengan baja karbon
maupun baja paduan rendah, hal mana sangat mempengaruhi sifat mampu
Universitas Pamulang
3
lasnya. Paduan utama dari baja tahan karat adalah chrome (Cr) dan nikel (Ni)
dengan sedikit unsur tambahan lain seperti molibdenum (Mo), tembaga (Cu)
dan mangan (Mn). Bedasarkan kenyataan tersebut maka perlu diadakan
penelitian tentang kualitas hasil pengelasan dengan perlakuan preheating
sebelum proses pengelasan dan pendinginan pada suhu ruangan. Oleh
karenanya dengan adanya perumusan ini saya mencoba memberikan terobosan
baru yaitu berupa “ANALISIS FAKTOR PENYEBAB REPAIR PADA
PROSES TWIN ROLL ASSEMBLY DI PT. X”.
Universitas Pamulang
4
1. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan referensi yang bermanfaat bagi
perusahaan yaitu PT. X dalam perkembangan dan perbaikan perusahaan
kedepannya. Hasil penelitian ini akan mengacu kepada faktor penyebab
repair dalam proses twin roll assembly dan solusi yang dapat ditawarkan
kepada perusahaan dari repair yang terjadi. Diharapkan hasil penelitian
ini akan membawa masukan yang baik bagi perbaikan kualitas dalam
perusahaan guna meningkatkan kualitas dan mutu produk menjadi lebih
baik.
2. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini sangat bermanfaat bagi peneliti dalam
menambah wawasan mengenai perusahaan manufaktur, mengetahui
lingkup bisnis di perusahaan manufaktur, dan menambah kemampuan
menulis ilmiah. Dari hasil penelitian ini juga diharapkan pembaca dapat
terus mengembangkan pengetahuannya mengenai bidang terkait.
Universitas Pamulang
5
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi kesimpulan, saran dan penutup dari skripsi ini.
Universitas Pamulang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Twin Roll Press (TRP) [PT. Valmet Technology Center,2010]
Twin Roll Press (TRP) merupakan salah satu dari bagian mesin kertas yang
berfungsi untuk otomatisasi pencucian dan pencabutan filtrat dan pulp
concentrates. Alat ini cocok untuk mengekstrasi black liquor dan konsentrasi dari
pulp, seperti non-wood pulp, bamboo pulp, bagasse pulp, wood pulp, and waste
paper pulp. Twin Roll Press (TRP) terdiri dari pers gulungan, sekrup pembawa,
paking pengikis, filtrat penerima dan lain sebagainya. Twin Roll Press (TRP)
digunakan untuk pencucian coarse pulp dan pengekstrasian black liquor.
Twin Roll Press (TRP) ini bisa juga digunakan untuk pencucian atau
pengkonsentrasi pulp setelah proses pemutihan. Twin Roll Press (TRP) ini cocok
untuk mengolah chemical pulping, chemical pulp dan limbah paper pulp dalam
jumlah produksi besar.
6
Universitas Pamulang
7
Prinsip kerja mesin Twin Roll Press (TRP) adalah peralatan konsentrat cuci yang
efisien untuk pengeringan dan pencucian pulp secara berkelanjutan berdasarkan
prinsip replacement press. Umumnya, pengisian konsentrasi pulp dalam tangki
adalah 3% -5% (kadang-kadang hingga 10%), dengan pompa hingga tekanan 0,02-
0,06Mpa ke dalam tangki, konsentrasi dan aliran pulp dapat dikontrol secara
otomatis. Pulp dibuang di sepanjang permukaan Twin Roll Press (TRP) untuk
membentuk filter pulp, yang melewati area antara Twin Roll Press (TRP) dan diperas
sampai kering. Keringnya pulp dipengaruhi oleh tekanan Twin Roll Press (TRP),
ukuran Twin Roll Press (TRP), dan kecepatan Twin Roll Press (TRP). Pulp melewati
zona ekstrusi dari Twin Roll Press (TRP) yang dikikis oleh scraper dan dibawa oleh
konveyor. Selanjutnya, pulp dihancurkan menjadi butiran kasar dan dipindahkan ke
outlet spiral, dan kemudian pulp dipindahkan ke saluran peluncuran atau dibawa oleh
konveyor menuju bagian selanjutnya.
Universitas Pamulang
8
2. Continous Improvement
Continuous improvement adalah sebuah usaha yang dilakukan terus-
menerus untuk meningkatkan atau memperbaiki produk, jasa maupun proses-
proses yang ada pada perusahaan dan lebih terarah pada customer service,
process improvement, higher product quality dan long term strategies
(Summer,2006). Continouos improvement dapat membantu perusahaan dalam
menangani permasalahan yang ada, menemukan solusi dan
mengimplementasikan solusi secara berkesinambungan demi mendapatkan
perubahan lebih baik dari waktu ke waktu.
Universitas Pamulang
9
kontaminasi seperti karat, cat, garam, oli dan lain-lain. Selain itu juga bertujuan
untuk membuat profile (kekasaran) pada permukaan metal sehingga cat lebih
melekat. Tingkat kekasarannya dapat disesuaikan dengan ukuran pasirnya serta
tekanannya. Blasting dapat dikategorikan sebagai surface treatment yang banyak
diaplikasikan pada dunia keteknikan seperti pada pembuatan kapal, tangki,
maintenance system perpipaan, maintenance peralatan/mesin-mesin fluida dan
lain-lain (Batis, Koulombi, and Soulis ,1998)
GH 40 GH 20 GH 14
Universitas Pamulang
10
2.3 Pengelasan
Pengelasan yang dalam bahasa Inggrisnya welding, dalam buku The Welding
Institute (2010) diartikan sebagai “an operator in which two or more parts are
united by means of heat or pressure or both, in such a way that there is continuity
in the nature of the metal between these parts”. Dalam bahasa Indonesia dapat
diartikan sebagai kegiatan menggabungkan lebih dari dua bagian dengan adanya
sumber panas dan tekanan melibatkan logam diantara kedua bagiannya. Proses
pengelasan digunakan untuk menyatukan beberapa bagian produk hingga
melapisi produk dengan material anti karat (Twi Sea,2010).
Universitas Pamulang
11
Shield Metal Arch Welding (SMAW) adalah las busur nyala api listrik
terlindung dengan mempergunakan busur nyala listrik sebagai sumber
panas pencair logam. Jenis ini paling banyak dipakai dimana–mana untuk
hampir semua keperluan pekerjaan pengelasaan. Tegangan yang dipakai
hanya 23 sampai dengan 45 Volt AC atau DC, sedangkan untuk pencairan
pengelasan dibutuhkan arus hingga 500 Ampere. Namun secara umum
yang dipakai berkisar 80 – 200 Ampere.
Universitas Pamulang
12
Universitas Pamulang
13
GMAW (Gas Metal Arch Welding) terdiri dari ; MIG (Metal Active
Gas) dan MAG (Metal Inert Gas) adalah pengelasan dengan gas nyala
yang dihasilkan berasal dari busur nyala listrik, yang dipakai sebagai
pencair metal yang dilas dan metal penambah. Sebagai pelindung oksidasi
dipakai gas pelindung yang berupa gas kekal (inert) atau CO2. MIG
digunakan untuk mengelas besi atau baja, sedangkan gas pelindungnya
adalah mengunakan Karbon dioxida CO2. TIG digunakan untuk mengelas
logam non besi dan gas pelindungnya menggunakan Helium (He) dan/atau
Argon (Ar).
b. GTAW (Gas Tungsten Arch Welding) atau TIG (Tungsten Inert Gas)
GTAW (Gas Tungsten Arch Welding) atau TIG (Tungsten Inert Gas)
adalah pengelasn dengan memakai busur nyala dengan tungsten/elektroda
yang terbuat dari wolfram, sedangkan bahan penambahnya digunakan
bahan yang sama atau sejenis dengan material induknya. Untuk mencegah
oksidasi, dipakai gas kekal (inert) 99 % Argon (Ar) murni.
PAW (Plasma Arch Welding) adalah las listrik dengan plasma yang
sejenis dengan GTAW hanya pada proses ini gas pelindung menggunakan
Universitas Pamulang
14
bahan campuran antara Argon (Ar), Nitrogen (N) dan Hidrogen (H) yang
lazim disebut dengan plasma. Plasma adalah gas yang luminous dengan
derajat pengantar arus dan kapasitas termis/panas yang tinggi dapat
menampung suhu diatas 5000° C.
Universitas Pamulang
15
b. Las Karbit
Las Karbit adalah proses penyambungan logam dengan logam
(pengelasan) yang menggunakan gas karbit (gas acetylene = C2H2)
sebagai bahan bakar. Prosesnya adalah membakar bahan bakar yang telah
dibakar gas dengan oxygen sehingga menimbulkan nyala api dengan suhu
yang dapat mencairkan logam induk dan logam pengisi.
Universitas Pamulang
16
2. Posisi Pengelasan
Menurut Harsono,dkk (1991) terdapat 4 macam posisi pengelasan yaitu:
1. Posisi dibawah tangan
Posisi pengelasan dibawah adalah posisi pengelasan yang paling
mudah melakukannya. Oleh sebab itu untuk menyelasaikan setiap
pekerjaan pengelasan sedapat mungkin diusahakan pada posisi dibawah
tangan. Kemiringan elektroda pada posisi ini adalah 10 – 20 derajat
terhadap garis vertical dan 70 – 80 derajat terhadap benda kerja.
2. Posisi mendatar/horizontal
Pada posisi horizontal kedudukan benda dibuat tegak dan arah
pengelasan mengikuti garis horizontal. Posisi elektroda kira-kira 5 – 10
derajat kebawah untuk menahan lelehan logam cair dan 20 derajat kearah
lintasan las (sudut jalan elektroda 70 derajat). Panjang busur nyala dibuat
lebih pendek jika dibandingkan dengan panjang busur nyala pada posisi
pengelasan dibawah tangan.
Universitas Pamulang
17
3. Posisi vertical
Pada pengelasan vertical, benda kerja dalam posisi tegak dan arah
pengelasan dapat dilakukan keatas (naik) atau kebawah (turun). Arah
pengelasan yang dilakukan tergantung kepada jenis elektroda yang
dipakai. Elektroda yang berbusur lemah dilakukan pengelasan keatas
sedangkan elektroda yang berbusur keras dilakukan pengelasan kebawah.
Dalam melakukan pengelasan dengan posisi vertical, cairan logam
cenderung mengalir kebawah. Kecenderungan penetesan dapat diperkecil
dengan memiringkan elektroda sebesar 10 – 15 derajat kebawah dan 70 –
85 derajat terhadap benda kerja. Sedangkan untuk pengelasan keatas
diperlukan pengayunan elektroda yang teliti dan tepat sehingga dapat
diperoleh hasil rigi – rigi yang baik dan arus pengelasan keatas lebih kecil
dari pada pengelasan kebawah.
3. Elektroda MIG
Elektroda atau kawat las adalah suatu benda yang dipergunakan untuk
melakukan pengelasan listrik yang berfungsi sebagai pembakar yang akan
menimbulkan busur nyala.
Universitas Pamulang
18
Gambar 2.5. Kawat Las AWS ER316LSI (Kanan), Simulasi pemasangan kawat las
pada mesin las KEMPPI FastMig MXF 67 (Kiri)
Elemen tambahan yang digunakan dalam elektroda aluminium adalah
magnesium, mangan, seng, silikon dan tembaga. Alasan utama menambahkan
elemen tersebut adalah untuk meningkatkan kekuatan dan logam aluminium
murni. Selain itu ketahanan korosi dan weldability juga merupakan alasan
penambahan elemen tersebut. Elektroda yang paling sering digunakan adalah
elektroda yang mengandung magnesium 5356 dan mengandung silikon 4043.
Elektroda aluminium menggunakan standar penomoran menurut AWS A5.3.
Dengan material dasar stainless steel 316 (SS316) maka digunakan lah
kawat las dengan AWS ER316LSI.
Universitas Pamulang
19
5. Kampuh V
Sambungan kampuh V dipergunakan untuk menyambung logam atau plat
dengan ketebalan 6-15 mm. Sambungan ini terdiri dari sambungan kampuh V
terbuka dan sambungan kampuh V tertutup. Sambungan kampuh V terbuka
dipergunakan untuk menyambung plat dengan ketebalan 6-15 mm dengan
sudut kampuh antara 600-800, jarak akar 2 mm, tinggi akar 1-2 mm (Sonawan
dan Suratman, 2004).
Universitas Pamulang
20
a. Crack (retakan), crack adalah adanya retakan yang ditemukan dalam area
pengelasan (weld pool), biasanya disebabkan oleh adanya perpecahan
material ketika proses pengelasan.
b. Cavities (rongga), cavities adalah rongga yang terbentuk di dalam weld pool,
dapat berupa gas yang terperangkap dalam weld pool yang dikenal dengan
istilah gas cavities (gas yang terperangkap dalam pipa).
Universitas Pamulang
21
Semua jenis cacat las pada umumnya disebabkan kurangnya pengetahuan dari
welder/juru las terhadap teknik-teknik pengelasan termasuk pemilihan parameter
las. Oleh karena itu dari mulai pengelasan sampai akhir pengelasan harus selalu
diadakan pemeriksaan dengan cara-cara yang telah ditentukan, misalnya secara
visual, dye -Penetrant, radiography, ultrasonic atau dengan cara-cara lain.
Terjadinya cacat las ini akan mengakibatkan banyak hal yang tidak diinginkan
dan mengarah pada turunnya tingkat keselamatan kerja, baik keselamatan alat,
operator, lingkungan dan perusahaan. Di samping itu juga secara ekonomi akan
mengakibatkan melonjaknya biaya produksi dan pada gilirannya perusahaan
tersebut mengalami kerugian atau penurunan laba.
Universitas Pamulang
22
Karena proses ini maka logam disekitar las mengalami siklus termal cepat yang
menyebabkan terjadinya deformasi. Hal ini sangat erat hubungannya dengan
terjadinya cacat las yang mempunyai pengaruh fatal terhadap keamanan kontruksi
material yang di-las terutama pada bagian Face Length dari Twin Roll Press.
Cacat las pada umumnya dapat dikategorikan seperti:
a. Rounded indication atau cacat bulat
b. Linear indication atau cacat memanjang
Rounded indication atau cacat bulat adalah merupakan cacat las yang
diperbolehkan apabila dimensi/ukuran panjang kumpulan cacat masih berada
pada cacat maksimum sesuai kriteria penerimaan yang dipakai, misal: liang-liang
renik (porosity) linear indication atau cacat memanjang adalah cacat yang tidak
diperbolehkan sama sekali (retak, penembusan kurang, peleburan kurang).
a. Retak Dingin
Retak dingin adalah retak yang terjadi pada daerah las pada suhu
kurang lebih 300˚ C. Sedangkan retak panas adalah retak yang terjadi
pada suhu diatas 500˚ C. Retak dingin tidak hanya terjadi pada daerah
HAZ (Heat Affected Zone) atau sering disebut dengan daerah pergaruh
Universitas Pamulang
23
panas tetapi biasanya terjadi pada logam las. Retak dingin ini dapat
terjadi pada daerah panas yang sering terjadi. Dan retakan ini dapat
dilihat dibawah manik Ias, retak akar dan kaki, serta retak melintang
b. Retak Panas
Sedangkan retak panas dibagi menjadi dua kelas yaitu retak karena
pembebasan tegangan pada daerah pengaruh panas yang terjadi pada
suhu 500oC - 700oC dan retak yang terjadi pada suhu diatas 900oC yang
terjadi pada peristiwa pembekuan logam las. Retak panas sering teriadi
pada logam las karena pembekuan, biasanya berbentuk kawah dan retak
memanjang. Retak panas ini terjadi karena pembebasan tegangan pada
daerah kaki didalam daerah pengaruh panas.
Retak ini biasanya terjadi pada waktu logam mendingin setelah
pembekuan dan terjadi karena adanya tegangan yang timbul, yang
disebabkan oleh penyusutan dan sifat bajayang ketangguhannya turun
Universitas Pamulang
24
pada suhu dibawah suhu pembekuan. Keretakkan las yang lain adalah
retak sepanjang rigi-rigi lasan retak disamping las dan retak memanjang
diluar rigi-rigi lasan. Akan tetapi penyebab umum pada semua jenis
keretakan las ini adalah:
a. Pilihan jenis elektroda yang salah atau tidak tepat.
b. Benda kerja terbuat dari baja karbon tinggi.
c. Pendinginan setelah pengelasan yang terlalu cepat.
d. Benda kerja yang dilas terlalu kaku.
e. Penyebaran panas pada bagian-bagian yang di las tidak seimbang
Selain retak cacat las yang juga sering terjadi adalah penembusan las
yang kurang dan jelek. Jika penembusan pengelasan kurang maka akibat
yang timbul pada konstruksi adalah kekuatan konstruksi yang kurang
kokoh karena penembusan yang kurang. Karena kurang penembusan inilah
maka penyambungan tidak sempurna.
Penyebab dari penembusan yang kurang ini antara lain:
a. Kecepatan pengelasan yang terlalu tinggi.
b. Arus terlalu rendah.
Universitas Pamulang
25
(a) (b)
Gambar 2.10. (a) Penembusan Kurang Baik (b) Penembusan Baik
3. Pengerukan/Under cut
Cacat las yang lain adalah pengerukan atau yang sering disebut dengan
under cut pada benda kerja. Pengerukan ini terjadi pada benda kerja atau
konstruksi yang termakan oleh las sehingga benda kerja tadi berkurang
kekuatan konstruksi meskipun sebelumnya telah dilakukan pengelasan.
Universitas Pamulang
26
4. Porositas
Keropos merupakan cacat las yang juga sering terjadi dalam
pengelasan. Keropos ini bila didiamkan, lama kelamaan akan menebar
yang diikuti dengan perkaratan atau korosi pada konstriksi sehingga
kontruksi menjadi rapuh karena korosi tadi. Cacat ini memang kelihatannya
sepele akan tetapi dampak yang ditimbulkan oleh cacat ini cukup
membahayakan juga.
Universitas Pamulang
27
Universitas Pamulang
28
b. Pengkleman salah.
c. Pemanasan yang berlebihan.
d. Kesalahan persiapan kampuh.
e. Pemanasan tidak merata.
f. Penempatan bagian-bagian yang disambung kurang baik.
g. Salah urutan pengelasan.
7. Incomplete Fusion
Incomplete Fusion adalah cacat antara bahan dasar dengan logam las
tidak dapat di tanggulangi dengan menambah kuat arus, ayunan las dapat
di tambah.
Universitas Pamulang
29
Universitas Pamulang
30
Universitas Pamulang
31
Universitas Pamulang
32
a. Turunkan arus.
b. Sesuaikan panjang busur (1 x diameter electrode).
c. Keringkan kembali electrode/pergunakan yang sudah di oven.
8. Penanggulangan Porositas
Cara mengatasi adalah sebagai berikut:
a. Memperpendek nyala busur.
b. Arus disesuaikan dengan prosedur yang ditentukan.
c. Pergunakan elektrode low-hydrogen.
d. Menggunakan baja dengan kandungan belerang yang rendah.
e. Mengurangi kelembaban dengan cara memberikan preheat.
f. Meningkatkan kebersihan material dengan cara digerinda terlebih
dahulu.
g. Hindari pendinginan terlalu cepat.
Universitas Pamulang
33
1. Dye-Penetrant Test
Metode dye-Penetrant test merupakan metode Non-Destructive Test
(NDT) yang paling sederhana. Metode ini digunakan untuk menemukan cacat
di permukaan terbuka dari komponen solid, baik logam maupun non logam,
seperti keramik dan plastik fiber. Melalui metode ini, cacat pada material
akan terlihat lebih jelas.
Caranya adalah dengan memberikan cairan berwarna terang pada
permukaan yang diinspeksi. Cairan ini harus memiliki daya penetrasi yang
Universitas Pamulang
34
baik dan viskousitas yang rendah agar dapat masuk pada cacat dipermukaan
material. Selanjutnya, Penetrant yang tersisa di permukaan material
disingkirkan. Cacat akan nampak jelas jika perbedaan warna Penetrant
dengan latar belakang cukup kontras. Seusai inspeksi, Penetrant yang
tertinggal dibersihkan dengan penerapan developer (PUSDIKLAT
BAPETEN, 2014)
Universitas Pamulang
35
Universitas Pamulang
36
Universitas Pamulang
37
Universitas Pamulang
38
Universitas Pamulang
39
Universitas Pamulang
40
Universitas Pamulang
41
Universitas Pamulang
42
Universitas Pamulang
43
Universitas Pamulang
44
Universitas Pamulang
45
3. Ultrasonic Testing
Pengujian ultrasonik (UT) menggunakan energi suara berfrekuensi tinggi
untuk melakukan pemeriksaan dan membuat pengukuran. Pemeriksaan
ultrasonik dapat digunakan untuk deteksi cacat/evaluasi, pengukuran dimensi,
dan banyak lagi. Prinsip yang digunakan adalah prinsip gelombang suara.
Gelombang suara yang dirambatkan pada spesimen uji dan sinyal yang
ditransmisi atau dipantulkan diamati dan interpretasikan. Gelombang
ultrasonic yang digunakan memiliki frekuensi 0.5 – 20 MHz. Gelombang
suara akan terpengaruh jika ada void, retak, atau delaminasi pada material.
Gelombang ultrasonic ini dibangkitkan oleh transducer dari bahan
piezoelektrik yang dapat menubah energi listrik menjadi energi getaran
mekanik kemudian menjadi energi listrik lagi. Prinsip pemeriksaan umum
adalah pulsa / echo metode konfigurasi inspeksi khas digambarkan sebagai
berikut:
Universitas Pamulang
46
Universitas Pamulang
47
2) Transducer / Probe
a) Probe Normal (gelombang longitudinal) berbentuk bundar harus
memiliki kristal berdiameter tidak kurang dari 20mm dan tidak
Universitas Pamulang
48
lebih dari 28mm. Probe tersebut bisa berjenis kristal tunggal atau
kristal double (twin).
b) Probe normal harus memiliki frekuensi antara 2 sampai dengan 5
MHz.
c) Probe sudut harus memiliki kristal berbentuk kotak, yang berjenis
tunggal atau double (twin). Lebar kristal antara 15 hingga 25mm,
dan tingginya antara 15 sampai 20mm.
d) Probe sudut harus memiliki frekuensi antara 2 hingga 2,5 MHz.
e) Probe sudut harus menghasilkan sudut gelombang bias sebesar
45˚, 60˚, atau 70˚ didalam material yang diuji dengan toleransi plus
minus 2˚.
3) Blok-Blok Referensi
Universitas Pamulang
49
2) Attenuasi
Berkurangnya intensitas getaran ultrasonic selama perambatannya
dalam suatu benda. Hal ini dapat disebabkan adanya efek impedansi
akustik dan sebagainya.
3) Type gelombang
Jenis gelombang dibedakan menjadi dua berdasarkan arah
perambatannya, yaitu gelombang transversal dan longitudinal.
Gelombang transversal merupakan gelombang yang arah
perambatannya tegak lurus terhadap arah geraknya. Sedangkan
gelombang longitudinal merupakan gelombang yang arah
perambatannya searah dengan arah geraknya.
4) Dead Zone
Di layer CRT pada daerah di dekat pulsa awal biasanya terdapat
banyak gelombang yang dipengaruhi adanya getaran yang ikut masuk
ke dalam benda kerja, sehingga diskontinuiti tidak terdeteksi oleh
probe, daerah ini disebut dead zone.
5) Couplant
Getaran pada probe harus disalurkan ke benda uji. Karena benda
uji merupakan benda padat, sementara terdapat udara antara probe
Universitas Pamulang
50
Universitas Pamulang
51
Universitas Pamulang
52
Universitas Pamulang
53
Mechanical Enginer) ada dua jenis yaitu IQI persegi dan IQI
cakram, seperti ditunjukan pada gambar berikut.
ASTM
1B03
DIN 62
10 ISO
Universitas Pamulang
54
Universitas Pamulang
55
2.6 Metalografi
Stainless steel 316 termasuk jenis austenitic stainless steel yang tidak
bersifat magnetis karena pengaruh kandungan unsur nikel antara 8 -13 %.
Universitas Pamulang
56
Mekanisme austenitic stainless steel tidak bersifat magnetik yaitu unsur nikel
yang berkisi Face Centered Cubic (FCC) mempromote terbentuknya phasa
austenit dengan cara merubah phasa feritic menjadi phasa gama austenit.
Pada umumnya stainless steel 316 bersifat tidak magnetik, oleh karena itu
pemesan 316 selalu membawa magnet untuk mengecek hasilnya.Pada saat
dilapangan, pembuatan autenitic stainless steel sedikit sulit. Contohnya adalah
hasil pemeriksaan spectrometer sedikit kelebihan unsur karbon, sehingga
untuk mencapai target komposisi karbon tersebut caranya dengan proses
holding, dengan temperatur pembuatan sekitar 1650 oC. Apabila pada saat
proses holding terlalu lama maka akan ada unsur lain yang masuk dari lining,
atau kandungan nikel banyak yang hilang pada saat peleburan maka austenitic
stainless steel yang bersifat non magnetik tidak terjadi. Oleh karena itu
pengendalian komposisi, temperatur, atmosfir tungku peleburan, proses, SDM
dan peralatan sangat menentukan keberhasilan pembuatan stainless steel.
(www.migas-indonesia.com/files/article/Stainless_Material.doc)
Universitas Pamulang
57
2. Diagram Fasa
Diagram fasa adalah diagram yang menampilkan hubungan antara
temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan
pemenasan yang lambat dengan kadar karbon. Diagram ini merupakan dasar
pemahaman untuk semua operasi-operasi perlakuan panas. (R. E. Swallman &
R. J. Bishop, 1999)
Fungsi diagram fasa adalah memudahkan memilih temperatur pemanasan
yang sesuai untuk setiap proses perlakuan panas baik proses anil (perlakuan
panas pada logam hasil cold working), normalizing maupun proses
pengerasan.
Stainless steel 316 termasuk jenis austenitic stainless steel yang tidak
bersifat magnetis karena pengaruh kandungan unsur nikel antara 8 -13 %.
Struktur mikro dan sifat yang diinginkan dapat diperoleh melalui proses
pemanasan dan proses pendinginan pada temperatur tertentu.
Macam –macam struktur yang ada pada Stainless steel 316 adalah:
a. Ferit
Universitas Pamulang
58
b. Sementit
Sementit adalah senyawa besi dengan karbon yang umum dikenal
sebagai karbida besi dengan prosentase karbon 6,67%C yang bersifat keras
dengan kekerasan berkisar antara 5-68 HRC.
c. Perlit
d. Bainit
Bainit merupakan fasa yang kurang stabil yang diperoleh dari austenit
pada temperatur yang lebih rendah dari temperatur transformasi ke perlit
dan lebih tinggi dari transformasi ke martensit.
e. Martensit
Martensit merupakan larutan padat dari karbon yang lewat jenuh pada
besi alfa sehingga latis-latis sel satuanya terdistorsi.
Universitas Pamulang
59
3. Karbon
Karbon adalah unsur penyetabil austenit. Kegunaan dari baja tergantung
dari sifat-sifatnya yang sangat bervariasi yang diperoleh melalui pemaduan
dan penerapan proses perlakuan panas. Sifat mekanik dari baja sangat
tergantung pada struktur mikronya, sedangkan struktur mikro sangat mudah
diubah melalui proses perlakuan panas.
Sebenarnya yang mempengaruhi sifat mekanik adalah mikrostruktur,
dimana dapat kita gambarkan sebagai berikut:
a. Kekerasan: ferit < perlit < sementit
b. Kekuatan : ferit < sementit < perlit
c. Keuletan : sementit < perlit < ferit.
Salah satu unsur paduan yang sangat penting yang dapat mengontrol sifat
baja adalah karbon (C). Jika besi dipadu dengan karbon, transformasi yang
terjadi pada rentang temperatur tertentu erat kaitanya dengan kandungan
karbon. Berdasarkan pemaduan antara besi dan karbon, karbon didalam besi
dapat berbentuk larutan atau berkombinasi dengan besi membentuk karbida
besi (Fe3C).
Baja dengan kadar karbon 0,8% disebut baja eutektoid. Sedangkan baja
dengan kadar karbon kurang dari 0,8% disebut baja hipotektoid. Jika baja
eutektoid didinginkan dari temperatur austenisasinya, maka pada saat
mencapai titik – titik sepanjang garis tersebut akan bertransformasi menjadi
suatu campuran eutektoid yang disebut perlit. Jika baja hipotektoid
didinginkan dari temperatur austenisasinya, pada saat mencapai garis GS, ferit
akan terbentuk sepanjang batas butir austenit.
Hasil pendinginan yang lambat pada temperatur kamar akan terdiri dari:
a. Ferit , dengan kandungan karbon 0,007% - 0,25%C
b. Ferit dan perlit, dengan kadungan karbon 0,025% - 0,8%C
c. Perlit dan sementit, dengan karbon, 0,8% - 1,7%C
d. Perlit dan grafit, dengan karbon 1,7% - 4,2%C (dengan perlakuan khusus)
Universitas Pamulang
60
4. Spectrometer Infrared
Spectrometer Infrared (spectrophotometer, b atau spectroscope)
merupakan satu teknik spektroskopi yang menggunakan wilayah panjang
gelombang inframerah pada spektrum elektromagnetik (sekitar 800 sampai
2500 nm). Dikatakan "inframerah dekat" (IMD) karena wilayah ini berada di
dekat wilayah gelombang merah yang tampak.(Silverstein, R.M., G.C.
Bassler, and T.C. Morrill, 1981)
Universitas Pamulang
61
Universitas Pamulang
62
2.7 Termokopel
Pada dunia elektronika, termokopel adalah sensor suhu yang banyak
digunakan untuk mengubah suhu dalam benda menjadi perubahan tegangan listrik
(voltase). Termokopel yang sederhana dapat dipasang, dan memiliki jenis
konektor standar yang sama, serta dapat mengukur temperatur dalam jangkauan
suhu yang cukup besar dengan batas kesalahan pengukuran kurang dari 1 °C.
Universitas Pamulang
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Mulai
I :70-80 A
Selesai
63
Universitas Pamulang
64
Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah proses twin roll assembly,
yang dilaksanakan oleh teknisi NDT PT. X. Proses twin roll assembly
merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh unit kerja Non Destructive
Testing (NDT) dengan metode dye-penetrant yang bertujuan untuk
mengidentifikasi kemungkinan cacat atau adanya kerusakan yang tidak sesuai
dengan kriteria penerimaan produk.
Universitas Pamulang
65
berguna bagi penelitian dengan ruang lingkup yang lebih spesifik dan
menyempit (E Sugiyono,2007).
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder, sebagai berikut:
Data primer, yaitu data yang dihasilkan melalui teknik pengujian langsung
dengan melakukan kegiatan pengelasan secara langsung berdasarkan variable
yang telah ditentukan dan mengujinya guna mendapatkan data yang konkret.
Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen yang sudah
tersedia di PT. X. Adapun dokumen yang digunakan adalah semua dokumen
repair proses twin roll assembly periode 28 Januari 2019 – 30 Maret 2019.
Universitas Pamulang
66
1. Identifikasi Variabel
Universitas Pamulang
67
2. Sumber Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
dokumentasi, observasi dan eksperimen langsung yaitu metode
pengumpulan data penelitian yang dengan sengaja dan secara sistematis
mengadakan perlakuan atau tindakan pengamatan terhadap suatu variabel.
Dilakukan dengan cara pengujian tanpa pemanasan awal dan dengan
pemanasan awal (preheat) pada raw material twin roll (SS316)
3. Pelaksanaan Eksperimen
a. Bahan Penelitian :
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1) Raw Twin roll yang menggunakan material utama SS316 dengan
ketebalan 4 mm.
2) Elektroda las yang digunakan AWS ER316Lsi dengan diameter 1
mm.
3) Tegangan yang digunakan adalah 18 V dengan posisi pengelasan
datar.
4) Gas yang digunakan adalah Tri-Mixes Short-Circuiting Stainless
Steel (campuran antara argon 7.5%, helium 90%, dan karbon
dioksida 2.5%).
5) Kampuh yang digunakan adalah kampuh V terbuka dengan posisi
plat menempel (tanpa jarak), tinggi ujung kampuh 1 mm dan sudut
kampuh 600.
Universitas Pamulang
68
b. Alat Penelitian :
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1) APD (Alat Pelindung Diri)
2) Mesin gerinda tangan.
3) Mesin las Fast Mig MXF67 “KEMPPI” Pulse 350.
4) Sikat baja
5) Termokopel
6) Kikir
7) Tang penjepit
8) Clamp
9) Palu
10) Penggaris sudut digital
11) Vacuum Cleaner
12) Alat uji kimia (Spectrometer).
13) Amplas Kasar
14) Amplas halus (400-1000 Mesh)
15) Partikel Alumina 5µm
16) Partikel Alumina 1 µm
17) Oven
18) Trinocular Inverted Metallurgical Microscope (IMM 901)
19) Cairan Methyl Ethyl Keton (MEK)
20) Cairan kimia Dye-Penetrant Test.
21) Majun / kain absorban.
Universitas Pamulang
69
2. Blasting Process
Universitas Pamulang
70
4. Pengelasan
Standar pengelasan yang digunakan dalam perangkaian/penyatuan raw
material adalah sebagai berikut:
a. Pengelasan posisi datar.
b. Elektroda las yang digunakan AWS ER316Lsi dengan diameter 1 mm.
c. Tegangan yang digunakan adalah 18 V.
d. Pendinginan dengan udara ruangan.
e. Gas yang digunakan adalah Tri-Mixes Short-Circuiting Stainless Steel
(campuran antara argon 7.5%, helium 90%, dan karbon dioksida
2.5%).
Universitas Pamulang
71
Gambar 3.4. Stick out posisi normal, biasa digunakan untuk ampere tinggi
(Ausaid,2001)
Gambar 3.5. Stick out yang biasa dipakai dalam ampere menengah
(Ausaid,2001)
Universitas Pamulang
72
Gambar 3.6. Stick out yang biasa dipakai dalam ampere rendah
(Ausaid,2001)
Universitas Pamulang
73
l. Memanaskan raw ring material dengan nyala api dari gas Tri-mix
hingga suhu permukaan berada pada temperatur 2000C, kemudian
diukur dengan termokopel, kemudian lakukan pengelasan untuk
spesimen pengelasaan dengan preheated 2000C.
6. Pengujian Komposisi
Pengujian raw material komposisi Stainless Steel 316 ini sudah
diketahui dari katalog produk PT. Taloe Metal Teknika. Namun untuk
mengetahui perbedaan komposisi Stainless Steel 316 yang mengalami
Preheat perlu diadakan kembali pengujian komposisi kimia. Pengujian
komposisi digunakan untuk mengetahui jumlah persen senyawa penyusun
material yang nantinya akan digunakan untuk menentukan suhu
pemanasan yang efektif. Pengujian komposisi ini dilakukan 3 burn di titik-
titik yang akan dicari komposisi bahan spesiment tersebut. Adapun
langkah pengujian komposisi kimia adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan alat uji komposisi kimia, Spectrometer.
b. Menempelkan ujung alat ke material yang akan diuji. Benda y a n g
a k a n d i uji harus menutupi seluruh permukaan ujung Spectrometer.
c. Bila terjadi kebocoran maka mesin uji tidak bekerja dengan benar,
karena pada waktu penembakan laser akan terjadi kebocoran.
d. Menghidupkan mesin. Pada tahap ini terjadi penembakan material
dengan laser selama kurang lebih 60 detik.
Universitas Pamulang
74
Universitas Pamulang
75
Universitas Pamulang
76
Universitas Pamulang
77
7. Pengujian Dye-Penetrant
Tahapan-tahapan pengujian Dye-Penetrant Test:
Universitas Pamulang
78
Universitas Pamulang
79
2. Analisis Dye-Penetrant
Analisis ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
kualitas hasil pengelasan antara bahan yang mengalami perlakuan yang
berbeda yaitu dengan metode Non-destructive test. Hasil dari pengujian
dye-penetrant berupa penampakan cacat permukaan pada sambungan
pengelasan yang nantinya akan dibandingkan antar spesimen yang
mendapatkan perlakuan berbeda, juga pembuatan presentase cacat setiap
spesimennya.
Universitas Pamulang
BAB IV
Hasil Pengujian
No Unsur Temp. Preheat Temp. Preheat Temp. Preheat
100oC 150oC 200oC
1 Cu 0,40 0,13 0,21
2 Fe 70,24 67,35 65,20
3 Cr 15,54 16,59 18,13
4 Ni 10,00 11,17 9,95
5 Mo 2,02 2,79 2,46
6 Mn 1,32 1,42 2,62
7 Al 0,00 0,00 0,00
8 Co 0,10 0,16 0,21
9 Si 0,32 0,32 1,03
10 Nb 0,01 0,00 0,12
11 Ti 0,00 0,00 0,01
12 V 0,5 0,06 0,06
Hasil uji komposisi kimia dilakukan pada tiga spesimen setelah mengalami
preheat dengan variable temperatur yang berbeda-beda. Pengujian pada
spesimen ini dilakukan dengan standar non steel carbon karena pada dasarnya
Stainless steel 316 ini terindikasi adalah Stainless steel yang bersifat tidak
80
Universitas Pamulang
81
Tabel 4.2. Data Komposisi Kimia Raw Material Stainless steel 316
Unsur C Si Mn P S Cr Ni Mo
Berat % 0,08 1,0 2,0 0,045 0,03 16,0-18,0 10,0-14,0 2,0-3,0
(Ragavendra Engineering,2019)
Dari hasil uji tersebut ada beberapa unsur yang tidak terdeteksi dengan
jelas. Pada raw material Stainless steel 316 dari katalog, unsur Fe, Cu, Co,
V,dan Nb tidak terdeteksi dengan jelas. Namun lain halnya dengan Stainless
steel 316 yang telah mengalami pre-heat unsur-unsur yang tidak terdeteksi
akan terdeteksi dengan jelas pada masing-masing daerah seperti pada tabel 4.1
Dari kesemua unsur tambahan yang terdeteksi dengan jelas tersebut memiliki
persen yang sangat sedikit sekali. Namun walaupun demikian hal ini tidak
dapat dianggap bahwa komposisi tambahan yang terdeteksi tersebut tidak
mempengaruhi terhadap ketangguhan bahan. Justru sebaliknya, komposisi ini
memiliki peran penting dalam segi ketangguhan material Stainless Steel 316.
Berdasarkan data yang ada, unsur karbon (C) tidak muncul pada hasil
pengujian spectrometer. Hal ini dikarenakan spectrometer menguji bahan
dengan menggunakan standar non steel carbon. Sehingga unsur karbon tidak
muncul pada hasil uji spectrometer. Sedangkan unsur belerang (S) dan fosfor
(P) tidak muncul dalam hasil pengujian dikarenakan unsur ini terbilang sangat
Universitas Pamulang
82
Universitas Pamulang
83
Unsur Nikel (Ni) dalam spesimen uji mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan. Unsur nikel pada Stainless steel memberikan sifat tahan karat, yang
merupakan salah satu keunggulan dari material Stainless steel. Dalam keadaan
murni, nikel bersifat lembek, namun bila dipadukan dengan besi (Fe),
Chromium (Cr), dan logam lainnya, unsur ini dapat membentuk material yang
tahan karat dan keras.
Universitas Pamulang
84
Mangan (Mn) sebagai unsur paduan logam pada baja konstruksi dan
perkakas dalam meningkatkan kakuatan, kekerasan, dan ketahanan aus.
dimana kandungan tertinggi terdapat pada spesimen dengan preheat pada
temperature 200oC yaitu 2.62 %.
Nikel (Ni) meningkatkan keuletan, kekakuan, mampu las dan tahan karat,
dimana kandungan tertinggi terdapat pada spesimen dengan preheat pada
temperature 150oC yaitu 11,17 % .
Universitas Pamulang
85
dan mampu las, dimana kandungan tertinggi terdapat pada spesimen dengan
preheat pada temperature 200oC yaitu 1.03%.
Tembaga (Cu) mempunyai sifat fisik daya penghantar listrik yang tinggi,
daya hantar panas dan tahan karat. Cu sangat malleable dan ductile (dapat
ditempa dan ulet) dapat dirol, ditarik, ditekan dan ditempa dengan mudah,
dimana kandungan tertinggi terdapat pada spesimen dengan preheat pada
temperature 100oC yaitu 0.4%.
Dari hasil pengujian ini dapat dilihat bahwa, setelah dilakukan proses
preheat kandungan yang terdapat pada Stainless steel 316 berubah
komposisinya. Serta perbedaan besar kecilnya temperatur pemanasan
mempengaruhi kadar masing-masing unsur. Dari hasil pengujian ini dapat
ditarik kesimpulan bahwa proses preheat mempengaruhi komposisi dan
menyebabkan perubahan struktur mikro.
Hasil dari pengujian ini berupa foto struktur mikro, dimana terdapat
perbedaan antara luas struktur mikro, material yang tidak mengalami pre-
heating proses dengan material yang mengalami pre-heating dengan variasi
temperaturee.
Universitas Pamulang
86
Dari Gambar 4.1 dapat dijelaskan bahwa material induk dengan proses
pemanasan 100˚C mengalami pemuaian namun luas pemuaian tidak terlalu
signifikan, karena bila di perhatikan dari luas area ferit dan austenit, disana
tidak banyak terdapat perubahan, hanya pada karbida Cr mengalami pemuaian
Universitas Pamulang
87
Sehingga dari analisa data yang ada dapat disimpulkan, temperature yang
baik digunakan dalam proses pre-heating sebelum melakukan pengelasan
adalah pada temperaturee 150˚C. Dimana spesimen tetap mengalami
pemuaian yang cukup, namun tidak merubah komposisi dari penyusun
spesimen yang ada.
Hasil dari pengujian ini berupa penampakan visual, dimana bila terdapat
cacat pada hasil pengelasan tersebut, cairan penetrant akan menunjukkan
lokasi dan jenis cacat pada hasil pengelasan tersebut. Pada dasarnya hasil
Universitas Pamulang
88
Dari data tabel hasil pengujian Dye-penetrant diatas dapat diketahui hasil
pengelasan pada tiap spesimen tanpa perlakuan pre-heat dan tanpa cleaning
process dengan pengelasan MIG.
Spesimen 2 terjadi cold crack pada salah satu sisi permukaannya. Besar
kemungkinan hal ini dapat terjadi diakibatkan oleh suhu permukaan material
induk yang terlalu dingin, sehingga material kawat las yang mencair lebih
cepat mengeras dan menjadi getas, selain itu penyebaran panas yang tidak
Universitas Pamulang
89
merata pun merupakan faktor penyebab cacat ini terjadi. Fenomena ini
dikatakan sebagai cold crack, karena retakan yang terjadi setelah beberapa jam
berlalu ketika akan dilakukan dye-penetrant test.
Spesimen 1
(Suhu Pre-Heat
100˚C )
Spesimen 2
(Suhu Pre-Heat
150˚C)
Spesimen 3
(Suhu Pre-Heat
200˚C)
Universitas Pamulang
90
Spesimen A1 terbentuk pin hole porosity yang cukup dalam yang dapat
dilihat dari kontras warna penetrant yang cukup tinggi, dari sini dapat
dipastikan bahwa porotisy ini cukup dalam dikarenakan banyaknya cairan
penetrant yang terserap kedalamnya dan banyaknya partikel blasting di area
pengelasan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan tidak adanya cleaning process
dan logam induk yang belum matang (temperaturee permukaan rendah)
sehingga memungkinan residu yang terdapat di bagian tersebut menutupi area
pengelasan dan terlepas ketika proses pendinginan, sehingga menyebabkan
terbentuknya porosity pin hole.
Spesimen A3 dari hasil pengujian terdapat pin hole porosity di ujung hasil
las, namun dikarenakan tidak adanya cairan penetrant yang keluar dari dalam
pin hole tersebut, maka hal ini dikategorikan pin hole porosity in tolerance.
Inspector menyatakan bahwa pin hole porosity jenis ini masih masuk dalam
toleransi dan dapat diterima hasilnya dikarenakan porosity yang terbentuk
tidak dalam (< 1,5mm). Hal ini terbentuk dikarenakan temperature permukaan
logam induk yang over heat, sehingga menyebabkan pori-pori yang terbentuk
terlalu besar dan terjadilah perubahan metalurgi pada logam induk yang tidak
diharapkan. Selain itu kondisi sekitar hasil pengelasan pun terdapat banyak
sisa residu.
Universitas Pamulang
91
A3,hanya saja luas areanya sangatlah kecil dan masih dianggap masuk dalam
toleransi. Sehingga oleh inspector hasil pengelasan ini masih dapat di terima.
Dan pada material yang melalui proses Pre-heat dan cleaning process
pada spesimen uji Dye-penetrant menunjukan hasil yang cukup memuaskan.
Meski masih terdapat beberapa cacat pada hasil pengelasannya, namun masih
dalam batas toleransi. Selain itu adapula hasil pengelasan yang terbilang
Universitas Pamulang
92
Universitas Pamulang
BAB V
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang saya lakukan terhadap raw material dari
Twin Roll yaitu Stainless Steel 316, dari hasil pengelasan tanpa pemberian
panas awal (Nonpreheat) dengan pemberian panas awal (Preheat) dan
berdasarkan data yang ada dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Cara mengetahui cacat pengelasan pada proses twin roll assembly di PT. X
yang paling efektif adalah dengan metode dye-penetrant, uji komposisi
kimia dengan spectrometer, dan foto mikro struktur.
5.2 Saran
Untuk lebih menyempurnakan penelitian ini diwaktu yang akan datang
maka dapat disarankan sebagai berikut :
93
Universitas Pamulang
94
Universitas Pamulang
DAFTAR PUSTAKA
Alip, M., 1989, Teori dan Praktik Las.Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Ardra. 2019. Diagram Sistem Besi-Besi Karbida.https://ardra.biz/sain- teknologi/
metalurgi/ besi-baja-iron-steel/diagram-sistem-besi-besi-karbida/ (Diakses
pada 05/03/2019)
ASME Section V Article 6. Non Destructive Test Examination, 2010 Edition. New
York : American Professional Association
Ausaid. 2001 . Dasar Las MIG/MAG (GMAW). Batam :Institutional Development
Project.
Batis, G., Kouloumbi, N., Soulis, E. 1998. Sandblasting: the only way to eliminate
rust. Anti-Corrosion Methods and Materials, Vol. 45 Iss: 4, 222 – 226.
Europ: MCB University Press
Budiarsa, I. N. 2008. “Pengaruh Besar Arus Pengelasan Dan Kecepatan Volume
Alir Gas Pada Proses Las GMAW Terhadap Ketangguhan 13
Aluminium 5083”. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Cakram, 2 (2), 112- 116 .
Bali : Universitas Udayana
Buku panduan teknik Liquid Penetrant Test Level. 2014. Pusat DIKLAT BAPETEN
Nasional. Batan : Pusdiklat Bapten
Camarillo. 1994. Ultrasonic Testing. http://www.sdindt.com/Ultrasonic-Testing.html
(Diakses pada 21/02/2019)
Damayanti, R.W. 2005. “Analisis Faktor-Faktor Pendukung Implementasi Six
Sigma”, Tesis Magister, Program Studi Teknik dan Manajemen Industri, ITB,
Bandung: Institut Teknologi Bandung
Dickson Kho. 2019. Pengertian Termokopel .
https://teknikelektronika.com/pengertian-termokopel-thermocouple-dan-
prinsip-kerjanya/ (Diakses pada 05/03/2019)
E Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Cetakan Keduabelas, Bandung:
95
Universitas Pamulang
96
Penerbit Alfabeta.
E. Sugiyono 1999. Statistik Nonparametris Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Jim Worman. 2011. Liquid Penetrant Examination.
https://www.nationalboard.org/index.aspx?pageID=164&ID=374 (Diakses
pada 21/02/2019)
Katalog Produk Ragavendra Engineering, Januari 2019.
Universitas Pamulang
97
Universitas Pamulang
LAMPIRAN
Report No. : VAL/TRP/06/02/2019-PT-001
Page : 1 of 4 Rev.00
Code : FR-SPRNDTPT001-01 Rev.: 01 Effective date : 15/11/2019
OPERATION PARAMETERS
State Of Examination: Prepared Edge As Weld As Part Other
Surface Examination: Internal External
Surface Preparation: Grinding Machining Blasting Brushing
SYSTEM PERFORMANCE
Light Intensity Check: > (1000Lux) at the surface.
Final Interpretation: After the application of the developer or as soon as per possible is dry.
INDICATION TABLE
Weld Identification Flaw Length Of Type Of Result
Remark
Joint No. Welder No. Material Weld Length No. Indication Indication Acc. Rej.
S1 FWS01 SS316 25mm 1 - Porosity X -
S2 FWS01 SS316 25mm 1 - Crack X Cold Crack
S3 FWS01 SS316 25mm 1 - Porosity (l) X Linear Porosity
A1 FWS01 SS316 25mm 1 - Porosity (ph) X Pin Hole Porosity
A2 FWS01 SS316 25mm 1 - Impurity X
A3 FWS01 SS316 25mm 1 - Porosity (ph) X PinHole Porosity <1.5mm
B1 FWS01 SS316 25mm 1 - Porosity (ph) X Pin Hole Porosity
B2 FWS01 SS316 25mm 1 - - X
B3 FWS01 SS316 25mm 1 - Porosity (ph) X PinHole Porosity <1.5mm
Note: SS = Stainless Steel, FWS = Fiber Workshop, A1=Raw Material Section A, Weld No. 1
TESTING TESTING
FERWIN PRIMA S. INDRA SETIAWAN NAME: M. AHDY AL-AZHAR NAME: VALENTIN NECULAU
OPERATOR1 : OPERATOR2 :
DATE : 06/02/2019 DATE: 06/02/2019 DATE : 07/02/2019 DATE : 08/02/2019
Report No. : VAL/TRP/06/02/2019-PT-001
Page : 2 of 4 Rev.00
Code : FR-SPRNDTPT001-01 Rev.: 01 Effective date : 15/11/2019
Picture Report
Porosity
S1 30% > from Weld Length
(Sampel S1) Reject
Crack
S2
(Sampel S2) Cold Crack after Cooling
Reject
Porosity
S3 Linear Porosity
(Sampel S3) Reject
Report No. : VAL/TRP/06/02/2019-PT-001
Page : 3 of 4 Rev.00
Code : FR-SPRNDTPT001-01 Rev.: 01 Effective date : 15/11/2019
Picture Report
Porosity
A1 Deep Pin Hole Porosity
(Sampel A1)
Reject
Impurity
A2 Dirty Weld
(Sampel A2) Reject
Porosity
A3 Shallow Pin Hole Porosity
(Sampel A3) Accepted
Report No. : VAL/TRP/06/02/2019-PT-001
Page : 4 of 4 Rev.00
Code : FR-SPRNDTPT001-01 Rev.: 01 Effective date : 15/11/2019
Picture Report
B1
(Sampel B1) Porosity
Shallow Pin Hole Porosity
Accepted
B2
(Sampel B2) WDW
Well Done Weld
Accepted
Porosity
Shallow Pin Hole Porosity
B3 Accepted
(Sampel B3)
COMPOSITION TEST Report No. : VAL/TRP/11/02/2019-CT-001
Date of test :
REPORT
11 February 2019
Page : 1 of 2 Rev.00
Code : FR-SPRCTSPECT001-01 Rev.: 01 Effective date : 18/11/2019
A. Preheating 100oC
B. Preheating 150oC
C. Preheating 200oC
COMPOSITION TEST Report No. : VAL/TRP/11/02/2019-CT-001
Date of test :
REPORT
11 February 2019
Page : 1 of 2 Rev.00
Code : FR-SPRCTSPECT001-01 Rev.: 01 Effective date : 18/11/2019
TESTING TESTING
DESI SUPIANTI M. SHOLIHIN NAME: M. AHDY AL-AZHAR NAME: VALENTIN NECULAU
OPERATOR1 : OPERATOR2 :
DATE : 12/02/2019 DATE: 12/02/2019 DATE : 13/02/2019 DATE : 14/02/2019