A. Pendahuluan
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh UNICEF pada tahun 2011 di tiga dari 29
kabupaten di Papua, antara 67 dan 79 persen anak-anak di bawah usia 15 tahun
mengatakan mereka telah dihukum secara fisik, dengan 24 hingga 31 persen
menunjukkan bahwa mereka memperoleh hukuman fisik yang "berat" dari
keluarganya. Anak-anak di Papua membutuhkan perhatian lebih besar untuk dapat
keluar dari masalah kekerasan pada anak, rendahnya kepemilikan akta kelahiran,
perkawinan anak dan rendahnya mutu pendidikan dasar. Baru 56,6% anak-anak (usia 0-
4 tahun) di Papua yang memiliki akte kelahiran, dan angka pernikahan anak di bawah
usia 19 tahun mencapai 24,71%.1
Asosiasi LBH APIK Indonesia dan LBH APIK Jayapura memandang bahwa guru
sangat penting untuk turut serta dalam merespon anak korban kekerasan,
membantu proses pemulihan, serta memutus mata rantai kekerasan, terutama
kekerasan berbasis gender, seperti kekerasan seksual maupun KDRT. Sekolah
dapat berperan strategis dalam membentuk siswa, unsur sekolah lainnya, termasuk
orang tua siswa agar memiliki kesadaran untuk menghapus budaya kekerasan, serta
sekolah yang dapat lebih menyadari dan responsif dalam membantu perempuan dan
anak korban kekerasan, khususnya KDRT yang ditemukan dalam lingkup
sekolahnya.
B. Tujuan :
C. Peserta :
D. Pelaksanaan:
Fasilitator :
G. Narahubung
JADWAL ACARA
Pelatihan Guru Pelopor (Lanjutan)
Sekolah Responsif pada Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
Di Papua
Program Engaging Men And Boys In Partnership With Women And Girls In
Eradicating Domestic Violence And Promoting Gender Equality In Jayapura
(ENGAGE)
Asosiasi LBH APIK Indonesia – LBH APIK Jayapura
Abepura, 14 Maret – 16 Maret 2023