Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN LIVE IN

“Rumah Belajar Pandawa”

Dosen Pembimbing :

Dra. Srisiuni Sugoto, Msi., Ph.D.

Disusun oleh :
1. Ni Made Rahayu Framutya Sari 150115107
2. Martha Merlin 150115131
3. Fadhillah Oktavianti 150115147
4. Wirdah Aulia Koeswoyo 150115170
5. S.A. Priangi Saban 150115190

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SURABAYA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan : Rumah Belajar Pandawa

2. Bidang Kegiatan : Pengajar

3. Ketua Pelaksana : Framutya

a. Nama Lengkap : Ni Made Rahayu Framutya Sari

b. NRP : 150115107

c. Fakultas : Psikologi

d. Universitas : Universitas Surabaya

e. Alamat Rumah : Jl. Gunung Kapur Gg. 2 no. 2, Monang Maning.


Denpasar, Bali

f. No Hp : 0821-4447-7150

g. Alamat E-mail : framutyarahayu@gmail.com

4. Anggota Pelaksana Kegiatan : Martha Merlin 150115131

Fadhillah Oktavianti 150115147

Wirdah Aulia K 150115170

S. A. Priangi Saban 150115190

5. Dosen Pembimbing : Dra. Srisiuni Sugoto, Msi., Ph.D.

a. Nama Lengkap dan Gelar` : Dra. Srisiuni Sugoto, Msi., Ph.D.

b. NPK : 192010

c. Email : srisiuni@ubaya.ac.id

Surabaya, 25 Agustus 2017


Mengetahui,

Dosen Pembimbing Ketua Pelaksana Kegiatan

Dra. Srisiuni Sugoto, Msi., Ph.D. Ni Made Rahayu Framutya


Sari
NPK. 192010 NRP. 150115107
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegiatan live in merupakan salah satu kegiatan yang rutin dilakukan
setiap tahun oleh mahasiswa/i semester 7 Fakultas Psikologi Universitas
Surabaya. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan
kemampuan hard skill dan soft skill serta mengaplikasikan teori-teori yang
selama ini telah dipelajari. Kami kelompok 42 mendapat kesempatan untuk
melakukan live in di Rumah Belajar Pandawa yang berlokasi di Jln.
Lumumba Dalam A, Gg. Buntu no 14, RT. 01/01. Ngagel-Wonokromo,
Surabaya. Selama proses live in berlangsung kami berperan sebagai
pengajar dan membantu pengurus Rumah Belajar Pandawa untuk
memberikan materi pada anak-anak disana. Setiap harinya anak-anak akan
datang ke rumah belajar pada sore hari dan membawa PR (Pekerjaan
Rumah) maupun materi-materi yang belum mereka pahami di sekolah.
Berdasarkan dari informasi yang kami dapat, Rumah Belajar Pandawa
didirikan tahun 2012 secara sukarela oleh 5 orang mahasiswa di salah satu
Universitas Negeri di Surabaya. Mahasiswa tersebut pada awalnya
melakukan survei dibeberapa tempat dan akhirnya memutuskan memilih
gang Lumumba untuk mendirikan Rumah Belajar Pandawa. Motivasi
mendirikan Rumah Belajar Pandawa merupakan bentuk pengabdian untuk
masyarakat, khususnya pada anak-anak yang kurang mampu agar mereka
tetap bisa belajar. Belajar merupakan suatu kebutuhan dasar yang wajib
didapatkan oleh anak-anak. Namun pada kenyataannya banyak anak-anak
yang belum mendapatkan fasilitas belajar.
Proses awal mendirikan Rumah Belajar Pandawa tidaklah mudah,
karena saat itu ke-5 mahasiswa mengalami kesulitan biaya untuk membayar
uang kontrakan, membeli buku pelajaran, perlengkapan Rumah Belajar
Pandawa dan lain sebagainya. Saat itu ke-5 mahasiswa mengajukan surat
permohonan bantuan dana kepada Rektor di Universitas. Akhirnya rumah
belajar pandawa resmi didirikan pada tahun 2012 dan turut diresmikan oleh
Rektor dari Universitas tersebut.
Anak-anak yang belajar di Rumah Belajar Pandawa merupakan anak-
anak yang berasal dari RT 1 RW 1. Sebagian besar anak-anak yang ikut
belajar di rumah belajar pandawa adalah siswa TK-SD. Survei awal
sekaligus asesmen kami lakukan pada hari Selasa, 24 Juli 2018. Kami
datang ke lokasi pukul 12.00 WIB, namun dikarenakan anak-anak disana
belum terlihat disekitar Rumah Belajar Pandawa, akhirnya kami kembali
lagi pada pukul 17.30 WIB karena menurut warga sekitar ketika sore hari
banyak anak-anak keluar rumah bersiap untuk mengaji, belajar di Rumah
Belajar Pandawa dan anak-anak yang hanya bermain di lingkungan sekitar.
seperti pada kutipan di bawah ini :

“waduh kalo jam segini ya sek sepi mba, mending sampean


dateng lagi aja nanti jam setengah 6, rame disini kalo sore-
sore” -Mk, 24 Juli 2018

Pukul 17.30 kami datang kembali ke Rumah Belajar Pandawa dan


sudah banyak anak-anak dan orang tua yang berada didepan rumah. Survei
awal pun kami lakukan saat itu juga dengan mewawancarai orang tua dari
anak yang belajar di rumah belajar Pandawa dan anak-anak yang berada di
Rumah Belajar Pandawa.

“iya anak-anak disini itu rata-rata susah belajarnya mbak,


senengane main tok jadi kalo di suruh belajar itu kadang pada
gamau. “ - A, 24 Juli 2018

“wah ya kalo ngomong gitu banyak mbak disini, anak-anak


lancar banget kalo ngomong kasar, makanya saya juga heraan
yaapa biar…. “ -R, 24 Juli 2018

Kutipan wawancara diatas merupakan salah dua dari beberapa subjek


yang kami wawancarai dikarenakan sebagian besar para subjek memiliki
jawaban yang serupa seperti 2 subjek diatas. Berdasarkan hasil wawancara
yang kita lakukan, terdapat beberapa permasalahan baik itu dari orangtua,
pak RT, maupun dari yang kami lihat sendiri, yaitu sebagian besar anak-
anak disana berbicara kasar, banyaknya keluhan orang tua yang mengatakan
anak-anak susah belajar dan hampir semua anak-anak lebih banyak bermain
daripada belajar. Terlihat dari hasil wawancara bahwa orang tua maupun RT
disana kesulitan untuk mengatur perilaku anak-anak yang terkadang tidak
memiliki sopan santun terhadap orang disekitarnya terutama orang yang
lebih tua.

1.2 Tujuan
1. Memberi perubahan perilaku anak menjadi lebih positif
2. Memberikan edukasi berupa materi pengetahuan umum
3. Mengajarkan anak-anak untuk tidak berkata kasar
4. Mengajarkan dan mencontohkan perilaku-perilaku sopan santun kepada
anak-anak
1.3 Manfaat
1.3.1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yang ingin dicapai dari live in ini ialah mampu
memberikan perubahan perilaku pada anak-anak, terutama dalam hal
berbicara kasar dan sopan santun terhadap orang lain. Selain itu, kami juga
ingin memberikan edukasi berupa materi sekolah dan keterampilan.
Hasil dari laporan kegiatan Live In ini dapat dapat dijadikan referensi bagi
siapa saja dengan tema yang sejenis di masa mendatang.
1.3.2. Manfaat Praktis
● Bagi Pengurus
Dapat memberikan bahan pertimbangan dan masukan dalam
perbaikan jadwal belajar di Rumah Belajar Pandawa sesuai dengan
yang diharapkan oleh masyarakat yang ada disana supaya dapat
memaksimalkan perannya sebagai pengajar dan pengurus.
● Bagi Masyarakat
Membantu orang tua untuk mengontrol perilaku anak-anak
dan memberikan sajian informasi terkait tata cara mendidik anak
dengan baik untuk tumbuh kembangnya.
● Bagi Kalangan Akademis
Menambah wawasan atau pengetahuan tentang kondisi di
sekitar Gang Lumumba.
● Bagi penulis
Dapat memberikan nilai tambahan terutama untuk
pengetahuan dan wawasan mengenai tata cara yang baik dalam
mendidik anak-anak.
BAB II
LANDASAN TEORI

Intervensi yang kami terapkan pada anak-anak di Rumah Belajar Pandawa


berlandaskan pada 2 teori yaitu Social Learning Theory oleh Albert Bandura dan
Operant Conditioning oleh B.F. Skinner.

2.1 Social Learning Teori


Menurut Bandura (Alqashan & Alkandari, 2010) anak akan meniru perilaku
dan sikap dengan cara melakukan modeling dari orang lain. Modeling dilakukan
dengan melalui 4 tahap, yaitu attention, individu memberikan perhatian lebih
pada perilaku model yang ingin di tiru, setelah itu individu melakukan retention
dengan cara mengingat-ingat perilaku yang ingin di tiru, selanjutnya individu
melakukan reproduksi, mulai melakukan perilaku yang ingin di tiru, dan yang
terakhir individu melakukan motivasi, individu akan mengulangi kembali atau
tidak perilaku yang sama tergantung dari konsekuensi yang di dapatkannya

2.2 Reinforcement
Menurut B.F. Skinner (Omomia & Omomia) reinforcement lebih efektif
digunakan pada anak dibandingkan dengan reward dan punishment.
Reinforcement dibagi menjadi 2 jenis, yaitu reinforcement positive dan
reinforcement negative. Reinforcement positive yaitu, konsekuensi positif yang
dapat meningkatkan perilaku, misalnya memberikan pujian ketika anak
melakukan atau mengucapkan hal yang positif (berbicara permisi, maaf, minta
tolong), sedangkan reinforcement negative adalah menghilangkan sesuatu yang
tidak diinginkan untuk meningkat perilaku yang ingin di capai (anak-anak tidak
di perbolehkan mengikuti kegiatan menggambar apabila tidak menyimpan HP
mereka).
BAB III
METODE

Metode yang kami gunakan untuk menerapkan intervensi yang kami berikan
kepada anak-anak adalah dengan melakukan pendekatan dan perkenalan terlebih
dahulu sambil dibarengi dengan tindakan-tindakan intervensi yang kami . Kami
melakukan pendekatan dan perkenalan dengan anak-anak dengan cara mengajak
mereka bermain antara lain dengan beberapa permainan sederhana seperti ular
naga dan kotak pos, serta permainan fisik seperti ular naga dan juga gobak
sodor. Kami melakukan berbagai macam permainan dengan anak-anak
dikampung Lumumba untuk menjalin hubungan yang baik dengan anak-anak
sehingga dalam pelaksaan intervensi berupa teguran, modelling serta pemberian
edukasi (mata pelajaran umum dan tata cara berperilaku) yang menyenangkan
untuk anak-anak, hal tersebut kami jalankan dan dapat berjalan dengan baik
karena anak-anak sudah merasa dekat dengan kami. Selain untuk menjalin
hubungan baik dengan anak-anak sekaligus perkenalan kami kepada
mereka,kami memberikan permainan bertujuan untuk mengurangi
kecenderungan anak-anak untuk bermain gadget. Contoh permainan yang akan
kami lakukan yaitu gobak sodor. Permainan ini membutuhkan 5-10 anak yang
terbagi kedalam 2 kelompok. 1 kelompok akan menjadi tim jaga dan tim yang
lainnya akan menjadi tim lawan. Kelompok jaga akan menjaga wilayahnya
sedangkan kelompok lawan akan berusaha melewati wilayah yang telah
ditentukan oleh kelompok jaga. Anak-anak dikampung Lumumba juga kami ajak
untuk latihan menari, menggambar dan mewarnai untuk mengisi waktu luang
mereka sekaligus mempersiapkan mereka untuk lomba Hari Anak yang akan
mereka ikuti pada tanggal 26 Agustus nanti.
BAB IV
HASIL

4.1 IMPACT
Intervensi yang kami berikan pada anak-anak memberikan perubahan
perilaku, seperti mulai sadar ketika berbicara kasar sehingga secara reflek
langsung berkata “ups”, “astaghfirullah” ataupun “astaga” serta ada beberapa
anak-anak lain yang menegur ketika mendapati temannya berbicara kasar.
Selain itu, saat ada anak yang ingin lewat, mereka berkata “permisi” atau
“amit”. Kami sebagai tim pengajar awalnya menerapkan tindakan-tindakan
seperti misalnya seorang anak berbicara kasar maka kami akan menegur
perilaku mereka atau memberikan nasehat kepada anak-anak tentang dampak
jika berbicara kasar. Serta kami juga menerapkan perilaku yang lebih sopan
seperti mengatakan permisi ketika lewat di depan orang lain. Perilaku ini
kami ulang terus-menerus sampai anak-anak memahami dan ikut menerapkan
perilaku tersebut. Pada mulanya anak-anak tidak menghiraukan tindakan
tersebut dan tetap saja berbicara kasar dan berperilaku tidak sopan. Namun
ketika ada satu anak yang kami tegur berbicara kasar, kemudian anak-anak
lainnya pun melihat perilaku tersebut. Sehingga ketika salah satu berbicara
kasar maka yang lainnya akan saling mengingatkan bahwa berbicara kasar
merupakan sesuatu yang salah dan ikut menegur juga. Ketika satu anak lewat
didepan pengajar dan tidak mengatakan permisi maka kami akan menegur,
kemudian anak-anak lainnya pun melihat perilaku tersebut. Seiring waktu
ketika salah satu lewat dan tidak mengatakan permisi maka anak-anak lain
pun akan ikut menegur agar mengatakan permisi.
BAB V
BAHASAN

Kegiatan yang kami lakukan di Rumah Belajar Pandawa adalah


mengajar Baca, Tulis dan Menghitung, mata pelajaran umum, menari,
mengaji dan menggambar. Tujuan kami yaitu ingin mengubah kebiasaan
anak-anak yang sering berbicara kasar dan membiasakan anak-anak untuk
berperilaku lebih sopan. Selama proses live in berlangsung kami menerapkan
teori modelling dan reinforcement positif dan negatif. Seiring berjalannya
waktu, anak-anak pun mau menirukan dan juga menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dapat dilihat ketika ada anak berkata
kasar dan lupa mengatakan permisi maka ia akan otomatis berkata “ups”,
“astaghfirullah” ataupun “astaga” dan anak-anak lainnya pun ikut menegur.
Selain berkata kasar, anak-anak akan mengatakan permisi jika lewat di depan
seseorang dan jika ia lupa maka anak lainnya akan menegurnya agar
mengatakan permisi.
REFLEKSI INDIVIDU

1. Refleksi Ni Made Rahayu Framutya Sari (150115107)

“MEREKA MENGAJARKANKU UNTUK BERSYUKUR”

● Pemahaman Tentang Subjek


Akhirnya saya memasuki masa-masa live in bersama teman-teman saya.
Awalnya belum ada ketertarikan dan hanya menganggap live in merupakan
tugas yang harus saya jalani. Tibalah hari pertama pada tanggal 13 Agustus
2018 untuk berkegiatan live in. Tempat yang kami pilih yaitu di gang
Lumumba dan tempat kami berkegiatan yaitu di salah satu rumah belajar
yaitu rumah belajar pandawa. Rumah belajar tersebut sudah sekitar 6 tahun
ada sebagai tempat untuk anak-anak belajar. Lingkungan sekitarnya bisa
dikatakan agak “kumuh” berbeda dengan tempat tinggal kami semua. Namun
meski demikian kami tetap menikmati proses bersama anak-anak dan warga
disana.
Awalnya saya cukup kaget melihat tingkah anak-anak disana. Mereka
dengan sangat fasih mengatakan kata kasar yang seharusnya tidak diucapkan
oleh anak seusianya. Perilaku tersebut hanya dibiarkan saja oleh orang
tuanya. Jujur saya sedih melihat fenomena itu, anak-anak yang masih polos
namun berbicara kasar merupakan hal yang wajar untuk dikatakan. Terlintas
dipikiran saya harus melakukan perubahan. Namun apakah bisa perubahan ini
dilakukan hanya dalam waktu seminggu?
Saya dan kelompok berada disana berperan sebagai pengajar dan
membantu pengurus disana untuk mengajari anak-anak serta mempersiapkan
mereka untuk mengikuti lomba pada tanggal 26 Agustus nanti. Kami
melakukan berbagai hal seperti menari, menggambar, mengerjakan pekerjaan
rumah anak-anak, atau hanya sekedar bermain untuk mengisi waktu luang.
Walaupun saya bukan ahli dalam semua bidang ini tapi sekedar mendampingi
mereka dan ikut belajar tentang materi yang mereka kurang pahami itupun
cukup membantu untuk mereka. Selain mengajarkan hal diatas saya dan
kelompok juga secara tidak langsung memberi contoh sikap yang baik.
Seperti yang sudah saya ceritakan di awal bahwa anak-anak disana sangat
fasih berbicara kasar juga berperilaku kurang sopan, kami sebagai pengjar
ingin memberikan contoh untuk mereka. Misalnya, ketika anak-anak
berbicara kasar saya akan langsung menegur mereka dan memberi tau apa
dampak berbicara kasar. Selain berbicara kasar, kami juga selalu
mencontohkan untuk berkata permisi saat lewat didepan orang lain, maaf
ataupun terimakasih. Sudah jelas mereka tidak menghiraukan perkataan saya,
namun kami terus menerapkannya. Lama-kelamaan kami menemukan
harapan! mereka mulai mengerti. Contohnya ketika tidak sengaja berbicara
kasar mereka otomatis mengatakan “ups” dan lain sebagainya. Juga
mengatakan permisi dan terima kasih. Akhirnya mereka mulai terbiasa
dengan itu. Lega perasaan saya mengetahui setidaknya ada perubahan walau
dalam bentuk kecil dan sederhana.
● Pengalaman Paling Berkesan
Hal yang paling berkesan saat berada disana ketika melihat senyum
mereka dan melihat mereka mau untuk berubah. Walaupun masih ada
beberapa yang berbicara kasar namun anak-anak lainnya pun kadang ikut
menegur juga. Melihat mereka datang menghampiri kami dan meminta untuk
belajar merupakan kesenangan tersendiri untuk saya. Meski dengan keadaan
seperti itu semangat belajar mereka tetap ada. Banyak dari mereka yang
datang kesana tidak hanya mengerjakan pr mereka tapi juga meminta saya
untuk memberi materi seperti hitung-hitungan. Hal itu membuat saya merasa
senang dan semangat untuk terus mengajar disana.
● Hambatan Terbesar dalam Diri
Mengendalikan diri merupakan hal yang sangat susah untuk saya.
Tidak semua anak-anak mau diatur dan tidak semua anak bersikap manis.
Kadang perasaan marah, emosi, kesal, tidak sabaran bercampur menjadi satu.
Ingin saya pulang saja ketika anak-anak disana sangat keras dan susah diatur.
Namun saya mencoba sabar menghadapinya. Lambat laun saya mulai terbiasa
dengan sikap mereka. Saya mulai membiarkan mereka yang tidak mau belajar
dan tetap sabar ketika banyak yang bersikap tidak sopan. Alhasil berkat
kesabaran itu tiap hari saya mulai terbiasa dengan keadaan dan
menghadapinya dengan santai walaupun juga tetap tegas.
● Hal yang Dapat Dipelajari
Bersyukur merupakan pelajaran berharga yang saya dapat disana.
Walaupun dengan keadaan seperti itu anak-anak maupun warga tetap merasa
bahagia dengan kehidupan mereka. Mereka juga berbagi dengan sesama
tetangga seperti yang dilakukan pada malam 17 Agustus. Semua warga
berkumpul untuk melakukan tasyakuran dan membagikan makanan kepada
warga. Tampak kegembiraan mereka terlihat sangat jelas hari itu. Saya
merasa lebih bersyukur lagi dengan hidup yang saya miliki sekarang. Melihat
warga dan anak-anak disana saya merasa tiap hari bersyukur merupakan hal
yang sangat berarti agar kita dapat tetap tersenyum dan menjalani hari-hari
dengan ceria
● Refleksi Diri
Saya belajar banyak dari mereka, sangat terlihat bersyukur pada apa
yang mereka miliki sekarang ini. Mereka tetap semangat dan ceria setiap
harinya. Mereka juga tidak pernah mengeluh. Itu yang patut saya tiru untuk
tetap kuat menjalani kehidupan ini.

2. Refleksi Martha Merlin (150115131)

“Aku mengajar namun aku yang mendapat pelajaran”

13 Agustus 2018 merupakan hari yang sudah lama saya tunggu-


tunggu, untuk pertama kalinya saya terjun langsung ke dalam masyarakat
“kumuh”, biasanya saya hanya melewati tempat seperti ini, tapi kali ini saya
benar-benar harus ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat
disana. Saya tidak berfikir banyak saat itu, yang ada di kepala saya hanya
menjalankan tugas live in ini dengan baik dan saya kembali ke rutinitas
seperti biasa lagi.
Mengajar anak-anak disana merupakan tugas yang saya emban, saya
tidak memiliki banyak kemampuan dan saya tidak pintar-pintar banget, yang
saya bisa hanyalah matematika dan menari sedikit-sedikit, jadi tidak salah
lagi jika disana saya mengajar pelajaran matematika dan menari ”tari
penguin”. Selama kami disana, anak-anak dengan rutin datang setiap sore hari
ke Rumah Belajar Pandawa, kegiatan dimulai setiap pukul 15.00. Anak-anak
akan datang dengan wajah yang ceria dan bersiap untuk latihan nari “tari
penguin” untuk dilombakan tanggal 26 Agustus nanti, latihan kami lakukan
selama 1 jam. Setelah latihan nari, anak-anak akan kembali pulang untuk
bersiap-siap pergi sholat dan mengaji di masjid, sepulang dari sholat mereka
akan kembali lagi membawa buku untuk mengerjakan PR atau hanya sekedar
belajar bersama di Rumah Belajar Pandawa. Kegiatan tersebut kami lakukan
setiap hari selama proses live in berlangsung.
Sebelum kami mengajar kami sedikit agak terkejut dengan sikap anak-
anak disana, mereka dengan lantang dan tanpa merasa bersalah mengucapkan
kata kotor dan bisa dibilang mereka memiliki sopan santu yang kurang baik.
Terkejut, merasa prihatin, dan sakit hati saya melihat hal seperti itu, menurut
saya itu merupakan satu tantangan yang berat bagi saya,awalnya saya
bingung “apa yang harus saya lakukan untuk mengubah mereka dengan
waktu yang sesingkat ini?” dan ya, saya mencoba untuk memberikan contoh
(model) kepada mereka, saya berbicara baik dan sopan kepada mereka, dan
tidak segan saya menegur mereka ketika mereka mengucapkan kata kotor.
Ya, awalnya memang sulit namun ternyata hal tersebut berhasil dan anak-
anak mulai berbicara sopan dan mengucapkan, maaf, permisi dan terima
kasih kepada kami dan kepada teman-temannya. Senang rasanya bisa
memberikan perubahan meskipun hanya sedikit kepada adik-adik disana.
17 Agustus merupakan hari yang paling menguras tenaga, karena saya dan
teman-teman saya benar-benar seharian di gang Lumumba untuk membantu
warga mempersiapkan karnaval dan kami juga ikut berpartisipasi dalam
kegiatan 17an tersebut. 1 hal yang membuat saya terharu dan tidak
menyangka, banyak warga disana yang sengaja tidak bekerja hanya untuk
berpartisipasi memeriahkan ulang tahun negara Indonesia, dan meskipun
mereka sebagian besar berasal dari kalangan ekonomi menengah kebawah
tapi mereka masih memberikan rezeki yang mereka punya untuk
menyumbang makanan agar dapat di nikmati bersama-sama. Hal paling
penting adalah BAHAGIA, tidak ada satupun warga yang menunjukan wajah
tidak menyenangkan selama proses berlangsung, malah hanya wajah
bahagialah yang muncul dari wajah mereka.
Melihat warga Lumumba saya merasa malu dan terharu, jika dibilang
sibuk. Ya, saya tidak seberapa sibuk, bahkan saat 17an pun saya tidak kuliah,
dari segi ekonomi pun Puji Tuhan keluarga saya bisa dibilang cukup, namun
pembeda saya dengan warga disana adalah “mereka LEBIH banyak
mengucap SYUKUR sedangkan saya lebih sering merasa KURANG”.
Selama live in berlangsung saya mendapatkan banyak pelajaran,
“bersyukurlah maka segala sesuatu yang sulit di pandang mata akan terasa
ringan bila di pikul bersama”, “sesulit apapun keadaanmu BERBAGILAH,
tidak pernah ada orang yang akan menjadi miskin bila ia mau berbagi kepada
sesamanya”.
Melihat semangat anak-anak di Rumah Belajar Pandawa, melihat tawa
bahagia mereka, dan melihat semua keadaan tersebut, terlintas dibenak saya,
jika saya menjadi lulusan psikologi nanti, saya akan membantu mereka sebisa
saya, dan saya akan memberikan fasilitas untuk anak-anak dari ekonomi
menengah kebawah untuk bisa merasakan fasilitas belajar yang sama dengan
anak-anak lainnya, agar mereka bisa mengejar cita-cita mereka dan memiliki
peluang untuk keluar dari kemiskinan untuk masa depannya, karena sejatinya
mereka memang pantas dan layak untuk menerima hal terebut.

3. Refleksi Fadhillah Oktavianti (150115147)

“PROSES PENDEWASAAN YANG PENUH MAKNA”

● Pemahaman Tentang Subjek


Ketika akan melakukan sebuah intervensi, maka hal yang
harus dipenuhi adalah memiliki dan/atau mengetahui suatu
pemahaman tentang subjek tersebut yang akan diberikan sebuah
intervensi. Sebelum kegiatan live in dimulai, tentunya kami
melakukan survei awal terkait kondisi yang ada di lapangan. Live in
dilaksanakan di Gang Lumumba, Ngagel Surabaya, tepatnya di
sebuah rumah belajar kecil yang diberi nama Rumah Belajar
Pandawa. Saat pertama kali menginjakkan kaki di Lumumba, hal yang
membuat saya sedikit interesting adalah perilaku anak-anak yang
sangat welcome kepada saya dan teman-teman. Disisi lain, saya juga
sedikit shock ketika saya berjalan, ada salah dua anak menggoda saya
dan teman-teman, seperti “cewek, suit suit”. Padahal mereka baru
berumur sekitar 7 tahun. Ternyata, seiring berjalannya waktu ketika
saya melakukan survei awal bahkan sampai kegiatan live in selesai,
banyak diantara mereka (anak-anak) yang menggunakan kata-kata
kasar saat sedang berbicara dengan temannya. Selain itu, perilaku
mereka juga bisa dikatakan sangat tidak sopan terhadap teman-
temannya maupun orang yang lebih tua.
Mas Abi (salah satu pengurus di Rumah Belajar Pandawa)
menceritakan bahwa faktor terbesar yang mempengaruhi perilaku
anak-anak tersebut adalah faktor lingkungan. Tidak hanya anak-anak
disana yang berperilaku tidak sopan dan berkata kasar, namun orang-
orang dewasa disana juga sering kali berkata kasar. Bahkan menurut
penuturan Mas Abi, anak-anak disana yang sering berkata kasar
adalah ajaran dari orang tuanya. Ketika orang tua berkata kasar dan
berperilaku tidak sopan, maka akan ditiru oleh anaknya. Hal itu
membuat saya berasumsi bahwa para orang tua disana kurang
mengerti cara mendidik dan mengajarkan anaknya dengan benar dan
baik. Apabila tidak ada perubahan dari orang tua, maka perilaku anak
yang tidak baik tersebut akan terbawa sampai ia dewasa.
● Pengalaman Paling Berkesan
Ada sebuah moment dimana saya merasa usaha yang saya
lakukan berhasil. Yaitu ketika anak-anak mulai memperhatikan apa
yang saya lakukan, dan selalu meminta perhatian dari saya. Beberapa
dari mereka justru berebut untuk mendapatkan perhatian dari saya.
Ada yang ingin di gendong, di pangku, dan sekedar bercanda
bersama.
Ada satu hal yang membuat saya benar-benar tidak bisa
melupakannya, dan membuat saya ingin segera kembali ke Lumumba
lagi, yaitu saat hari terakhir kami live in dan pamit. Saya tidak
menduga bahwa anak-anak terlihat sedih saat saya dan teman-teman
pamit. Mereka menanyakan kepada kami satu persatu “lho sesok gak
rene maneh ta mbak? Kapan rene maneh mbak? Halah mbak kok wes
mbalek se”. Hal tersebut membuat saya terharu karena saya merasa
bahwa kehadiran saya dan teman-teman disana ternyata akan
dirindukan. Saat kami berjalan menuju parkiran, beberapa dari mereka
ada yang meminta untuk berjabat tangan, berpelukan, dan
melambaikan tangan. Pengalaman tersebut menjadi pengalaman
paling berkesan untuk saya.
● Hambatan Terbesar Dalam Diri
Jujur saja, saya yang biasa dengan kawasan perumahan dan
jarang terjun langsung ke tempat yang terpencil, membuat saya sedikit
merasa khawatir. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan,
bagaimana saya mengatasinya, dan lain-lain. Apalagi kelompok kami
memulai kegiatan live in ini dari siang sampai malam. Pasti akan
merasakan panas, capek, berkeringat, dan lain-lain. Tetapi mau tidak
mau, harus saya lakukan, karena hal itu dapat membantu diri saya
untuk tidak manja dan lebih mandiri.
Hal lain yang menjadi hambatan terbesar yaitu perilaku anak-
anak yang sangat susah diatur. Butuh kesabaran ekstra untuk
membuat anak-anak menjadi patuh. Untungnya kami paham tentang
cara pendekatan terhadap anak dengan baik, jadi lama kelamaan anak-
anak mulai bisa patuh dengan aturan yang kami buat.
● Hal yang Dapat Dipelajari
Dengan perilaku anak-anak Lumumba yang sering berkata kasar
dan berperilaku tidak sopan, saya belajar untuk sabar dan tetap ceria
menghadapi anak-anak tersebut. Ternyata kesabaran saya
membuahkan hasil, yaitu anak-anak mulai menunjukkan adanya
perhatian kepada saya.
Hal lain yang dapat saya pelajari yaitu tentang proses bersyukur.
Mereka (masyarakat di Lumumba termasuk anak-anak) terlihat baik-
baik saja saat harus berjalan kaki kesekolah, berpergian dengan
kendaraan umum, mengambil air dari sumur dan/atau pompa air
jaman dahulu.
● Refleksi Diri
Kegiatan live in ini sangat berguna bagi saya. Banyak hal yang
bisa saya dapat dan pelajari, salah satunya cara untuk bersabar dan
bersyukur. Menurut saya, belajar untuk lebih bisa bersabar dan
bersyukur merupakan salah satu proses untuk menjadikan diri lebih
matang. Memang dibutuhkan keahlian untuk melakukan pendekatan
kepada anak-anak disana, tetapi saya merasa bahwa saya mampu dan
dapat dengan mudah bisa menjalin rapport yang baik dengan mereka.
Keseharian mereka di Lumumba membuat saya ingin kembali lagi
kesana. Walaupun anak-anak disana sering berkata kasar dan
berperilaku tidak sopan, namun terkadang mereka juga lucu dan
menyenangkan. Bahkan sampai saat ini, saya belum bisa move on dari
anak-anak yang ada disana. Keterbatasan ekonomi tidak membuat
mereka kehilangan keceriannya dan tidak menjadi hambatan bagi
mereka untuk terus bermain bersama teman-teman.
Saya berharap, kelak anak-anak disana tumbuh menjadi orang
yang baik dan dapat meraih mimpi&kesuksesannya masing-masing.
Semoga mereka dapat menjadi agen perubahan selanjutnya untuk
sesuatu yang lebih baik lagi, Aamiin.

4. Refleksi Wirdah Aulia Koeswoyo (150115170)


“Cerita dibalik Rumah Belajar Pandawa”
● Pemahaman Tentang Subjek
Tibalah hari dimana saya dan kelompok saya melakukan kegiatan
live-in. Kami memilih Gang Lumumba tepatnya di Rumah Belajar
Pandawa sebagai lokassi live-in kami. Sebelum melakukan live-in, kami
sudah melakukan survey awal untuk menemukan permasalahan yang ada
disana. Untuk mendapatkan informasi terkait permasalahan yang ada,
kami melakukan observasi dan juga wawancara dengan warga sekitar.
Tidak hanya itu, kami juga melakukan wawancara dengan pengurus
Rumah Belajar Pandawa agar mendapat infomasi lebih jelas lagi.
Menurut saya, kondisi Rumah Belajar Pandawa terbilang cukup
memprihatinkan. Hal ini dikarenakan, kondisi Rumah Belajar Pandawa
yang sempit, kotor, cahaya ruangan yang redup dan beraroma tidak sedap.
Tidak hanya itu, Rumah Belajar Pandawa juga kurang memiliki fasilitas
belajar yang cukup. Dari hasil survey dari beberapa narasumber,
ditemukan berbagai massalah yaitu ketidakteraturan jadwal mengajar,
kurangnya kemauan untuk belajar pada anak-anak, serta kurangnya
perilaku sopan santun dari anak-anak sekitar. Anak-anak di Gang
Lumumba tidak segan untuk berbicara kotor ataupun kasar kepada orang
lain. Namun setelah kami teliti lebih dalam lagi, ternyata perilaku mereka
disebabkan karena kurangnya pengawasan yang ketat dari orangtua.
Mereka kerapkali dibiarkan oleh orangtuanya apabila berbicara hal-hal
yang tidak pantas untuk diucapkan. Bahkan, orangtua disana juga tidak
malu berkata kasar didepan anak-anak mereka. Hal tersebut membuat
saya sedih, karena diusia mereka yang masih muda tidak sepantasnya
mengucapkan hal seperti itu. Maka dari itu saya dan kelompok saya
sepakat untuk merubah perilaku anak-anak yang tidak sopan dengan
menggunakan intervensi yang telah dijelaskan sebelumnya. Meskipun
hanya diberikan waktu 1 minggu untuk live-in, saya dan teman-teman
berharap akan membawa dampak positif untuk Gang Lumumba
khususnya Rumah Belajar Pandawa.
● Pengalaman Paling Berkesan
Moment yang berkesan bagi saya adalah ketika anak-anak disana
sangat antusian menyambut kedatangan kami. Tidak sedikit pula anak-
anak yang meminta gendong dan memeluk saya ketika baru datang
ataupun hendak pergi. Setiap kami hendak pulang, mereka selalu bertanya
apakah kami akan datang lagi atau tidak. Saya cukup terkejut karena
anak-anak dapat menerima kami dengan senang hati. Padahal menurut
pengurus Rumah Belajar Pandawa, anak-anak seringkali mengusir
pengajar yang hendak mengajar disana. Hal ini membuat saya dan teman-
teman merasa bangga karena kami dapat memenangkan hati anak-anak
Gang Lumumba yang dikenal kurang sopan santun. Tidak hanya itu,
ketika kami sedang bermain games, suara tawa mereka mengisi seluruh
ruangan yang seketika membuat saya lupa akan beban saya.
● Hambatan Terbesar Dalam Diri
Hambatan terbesar yaitu bagaimana saya tetap sabar dalam
mengajari anak-anak yang sangat aktif. Seringkali anak-anak disana
sangat susah untuk diberitahu. Tidak jarang pula teguran kami berujung
candaan untuk mereka. Namun kami menjadikan semua itu sebagai
motivasi kami untuk merubah kebiasaan mereka. Setelah kami mencoba
beberapa pendekatan, akhirnya anak-anak perlahan sudah mau nurut
dengan apa yang kami perintahkan.
● Hal yang Dapat Dipelajari
Anaka-anak di Gang Lumumba telah mengajari saya untuk bersyukur.
Di umur saya yang sudah dewasa ini, saya masih sangat sering mengeluh
kepada orangtua saya. Seringkali saya merasa bahwa kebutuhan saya
kurang tercukupi. Saya merasa malu ketika melihat keadaan di Gang
Lumumba. Anak-anak yang pulang sekolah dengan jalan kaki dibawah
terik matahari masih sanggup pulang dengan membawa senyum lebar
dibibirnya. Beban berat mereka seakan hilang ketika mereka bermain
bersama.
● Refleksi Diri
Bersyukur adalah sesuatu yang penting untuk kita lakukan.
Masih banyak diluar sana orang-orang yang mungkin kondisinya jau lebih
berat dari kita. Tetapi mereka selalu ikhlas dan bersyukur atas apa yang
telah didapat. Mensyukuri segala sesuatu yang kita miliki akan membuat
beban hidup kita semakin terasa ringan.

5. Refleksi S.A. Priangi Saban (150115190)


● Pemahaman Tentang Subjek
Sebelum melakukan kegiatan live ini kami terlebih dulu melakukan
survei dikampung Lumumba untuk mengetahui permasalahan apa yang ada di
Rumah Belajar Pandawa baik dari segi tatanan struktur dari pengurus serta
pengajar disana maupun perilaku maupun karakteristik anak-anak di Rumah
Belajar Pandawa yang perlu kami bantu berikan intervensi guna mendapatkan
hasil yang lebih baik. Dari hasil survei tersebut kami mendapati berbagai
macam masalah, mulai dari kedisiplinan waktu belajar di Rumah Belajar
Pandawa, keengganan anak-anak untuk belajar sampai pada perilaku anak-
anak disekitar yang tidak baik (berbicara kasar, tidak sopan kepada orang
yang lebih tua, dan lain sebagainya). Setelah kami melaksanakan kegiatan
live in ini, saya menyadari bahwa anak-anak ini melakukan perilaku-perilaku
tersebut dikarenakan lingkungan sekitar, dalam konteks ini adalah teman-
teman bermain disekitaran tempat mereka tinggal. Banyak sekali dari antara
mereka yang mengucapkan kata kasar, berbuat tidak sopan terhadap satu
sama lain dan anak-anak yang masih kecil lantas menirukan perilaku anak-
anak yang lebih tua daripada mereka itu dan hal ini sangat terlihat dengan
jelas oleh mata kami selama menjalani live in. Hal ini membuat kami
memberikan intervensi yang menyasar pada hal tersebut dimana kami
perlahan-lahan secara konsisten merubah perilaku mereka yang kurang baik
tersebut menggunakan intervensi yang kami gunakan seperti yang sudah
dibahas di bab-bab diatas. Anak-anak di Rumah Belajar Pandawa dan anak-
anak yang tinggal sekitaran rumah belajar ini tentu saja sama seperti anak-
anak pada umumnya ditempat-tempat lain dimana mereka sangat suka
mencari perhatian terhadap orang baru dan memiliki rasa penasaran dan
adaptasi yang sangat baik karena kami dapat dengan cepat bisa dekat dengan
mereka sehingga pelaksaan intervensi pun dapat kami lakukan sesegera
mungkin karena mereka sudah dekat dan ‘percaya’ pada kami sehingga
berjalan dengan lancar.

● Pengalaman Paling Berkesan


Pengalaman paling berkesan menurut saya adalah ketika anak-anak
ini menunjukkan rasa ‘sayang’ mereka kepada kami dengan menunjukkan
perhatian-perhatian mereka dan berebutan berusaha mencari perhatian kami,
seperti memberi salah satu dari anggota kelompok gelang, memberi kami
permen, memeluk kami, minta kami gendong, dan tindakan-tindakan lainnya.
Melihat senyum, tawa dan kebahagiaan mereka ketika kami hadir disana
merupakan pengalaman paling berkesan yang membuat kami menjalani live
in ini dengan sepenuh hati tanpa adanya tekanan bahwa kegiatan ini adalah
bagian dari tugas kami. Keterikatan antara anak-anak dengan kami dalam
waktu singkat membuat kami merasa bangga terhadap hal itu karena
berdasarkan pengalaman-pengalaman mahasiswa sebelumnya yang pernah
melaksanakan kegiatan di Rumah Belajar Pandawa berdasarkan penuturan
oleh salah satu pengurus disana mahasiswa-mahasiswa lain tersebut sering
mengalami kesulitan dalam mendekatkan diri dengan anak-anak sehingga hal
ini menjadi suatu kebanggan dan kebahagiaan terbesar selama kami
menjalani kegiatan ini.

● Hambatan Terbesar dalam Diri


Tentu saja hambatan dalam melaksanakan kegiatan ini dan berurusan
dengan anak-anak yang sangat aktif adalah kesabaran dalam menghadapi
mereka. Ada kalanya mereka membangkang dan tidak mau diberitahu
ataupun mengikuti arahan dan teguran yang kami berikan, namun saya
berusaha untuk melakukan pendekatan dengan sangat giat sehingga anak-
anak percaya pada kami dan mau mengikuti arahan dari saya. Hambatan
lainnya adalah bagaimana memberikan perhatian yang adil kepada setiap
anak tanpa meninggalkan anak lain merasa tidak diperhatikan oleh kami
menjadi hal yang susah karena beberapa anak sangat suka menempel dengan
kami sampai saya terkadang melupakan anak-anak lain yang tentunya
membutuhkan perhatian juga dari kami.

● Hal yang Dapat Dipelajari


Ada 2 hal yang dapat saya pelajari dari mereka yaitu bahwa saya
sudah melupakan bahwa menikmati hal-hal kecil dan sederhana juga dapat
memberikan kebahagiaan yang sangat indah serta lingkungan memegang
peranan yang sangat penting dalam pembentukan masa depan seorang
individu. Anak-anak di Lumumba masih sering bermain permainan-
permainan jaman dulu dan selalu tertawa bersama teman-teman lainnya dan
terlihat sangat bahagia dengan keberadaan teman-teman bermainnya. Hal ini
yang terkadang diumur saya yang sudah 21 tahun ini saya sering mengeluh
tidak bahagia padahal saya lupa bahwa kita bisa mencari dan menciptakan
kebahagiaan kita sendiri dengan hal-hal sederhana disekeliling saya. Banyak
juga anak-anak disini yang tumbuh menjadi anak jalanan yang nakal
dikarenakan pengaruh lingkungan buruk yang mereka ikuti membuat saya
tersadar masa depan berada ditangan kita sendiri sebagai individu, apabila
kita memilih dan mengikuti jalan dan lingkungan yang salah apabila kita
tidak secara tepat memilah dengan baik maka kita juga akan tumbuh menjadi
apa yang ada disekeliling kita, apabila sekeliling kita baik maka kita akan
tumbuh menjadi orang baik, namun apabila tidak baik dan kita tidak
menyaring hal-hal dengan tepat maka kita akan tumbuh menjadi orang tidak
baik.

● Refleksi Diri
“Mereka mengajarkan saya untuk menciptakan kebahagian
dengan menikmati hal-hal sederhana yang ada disekeliling saya”
Warga Lumumba terutama anak-anaknya sangat menyenangkan dan tentunya
membuat ‘gemas’ secara bersamaan. Tindakan mereka, nyanyian mereka,
permainan mereka, candaan mereka, senyum mereka sampai saat ini sangat
melekat di diri saya dan selalu membuat saya ikut tersenyum sedih harus
meninggalkan mereka dan melanjutkan kewajiban saya sebagai mahasiswa.
Sambutan hangat yang diberikan warga dan anak-anak kepada saya dan anggota
kelompok saya sangat saya syukuri dan saya ucapkan terimasih sebesar-
besarnya. Gotong royong dan keakraban yang mereka tunjukkan terhadap satu
sama lain sangat luar biasa dan menyenangkan untuk dilihat. Namun, saya pun
merasa sedih dikarenakan bagaimana nasib anak-anak yang tumbuh disini
dikarenakan lingkungan mereka yang keras dan waktu kami yang singkat untuk
bersama mereka dan memberikan edukasi kepada mereka dan saya harap apa
yang kami berikan dan terapkan dapat selalu mereka ingat sehingga mereka akan
tumbuh menjadi anak yang akan membanggakan negerinya. Perjalanan saya
mengikuti kegiatan ini sangat menyenangkan dan menambah kedalam kehidupan
saya salah satu alasan untuk bahagia dan bersyukur dengan segala hal disekitar
saya dan yang ada dalam diri saya. Enam hari saya dan kelompok saya habiskan
dengan mereka sangat berkesan dan memberi banyak pelajaran hidup dalam diri
saya yang tentunya akan saya bawa terus selama perjalanan hidup saya yang
sebentar lagi dengan restu Tuhan Yang Maha Esa akan menjadi Sarjana
Psikologi dan mengabdikan ilmu yang telah saya pelajari untuk saya kembalikan
kepada masyarakat.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

Alqashan, H., & Alkandari, H. (2010). Attitudes of Kuwaiti Young Adults


toward Marriage and Divorce: A Comparative Study between Young Adults from
Intact and Divorced Families. 11 (1), 33-47.
Omomia, O. A., & Omomia, T. A. (2014). Relevance of Skinner’s Theory of
Reinforcement on Effective School Evaluaution and Management. European
Journal of Psychological Studies , 4 (4), 174-180.

Anda mungkin juga menyukai