Anda di halaman 1dari 55

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pneumatik
Pneumatic berasal dari kata dasar “pneu” yang berarti udara tekan, dan
“matik” yang berarti ilmu atau hal-hal yang mempelejari/berhubungan dengan
sesuatu. Sehingga secara bahasa, pengertian pneumatik adalah suatu ilmu yang
berhubungan dengan udara bertekanan. Dalam dunia mekanik, pneumatic
merupakan sebuah alat atau sistem.

2.1.1 Penjelasan Tentang Pneumatik


Pneumatik berasal dari bahasa Yunani yang berarti udara atau angin.
Semua sistem yang menggunakan tenaga yang disimpan dalam bentuk udara yang
dimampatkan untuk menghasilkan suatu kerja disebut pneumatik. Dalam
penerapannya, sistem pneumatik digunakan sebagai sistem otomatis.
Pneumatik dalam pelaksanaan teknik udara bertekanan dalam industri
merupakan ilmu pengetahuan dari semua proses mekanik dimana udara
memindahkan suatu gaya atau gerakan. Jadi pneumatik meliputi semua komponen
mesin atau peralatan, dalam mana terjadi proses-proses pneumatik. Dalam bidang
kejuruan teknik pneumatik dalam pengertian yang lebih sempit lagi adalah teknik
udara bertekanan (udara bertekanan).
Dalam suatu rangkaian pneumatik, udara diluar dihisap ke dalam
kompressor dan mengalami kompresi, sehingga memiliki bentuk energi yang
kemudian diubah menjadi gerak mekanik (gerak piston).
Pneumatik menggunakan hukum-hukum aeromekanika, yang menentukan
keadaan keseimbangan gas dan uap (khususnya udara atmosfir) dengan adanya
gaya-gaya luar (aerostatika) dan teori aliran (aerodinamika).

2.1.2 Komponen Pendukung Sistem Pneumatik


Berikut ini merupakan beberapa komponen pendukung sistem pneumatik:

5
6

1. Kompresor
Kompresor digunakan untuk menghisap udara atmosfer dan
memampatkannya ke dalam tangki penampung atau receiver, kondisi udara
pada atmosfer dipengaruhi oleh suhu dan tekanan, sehingga berlaku:

P . V = M .R1 . T
………………………(2.1)
Dimana:
P = Tekanan (Pa)
V = Volume yang dibutuhkan oleh gas (m2)
M = Massa molar
R1 = Konstanta gas spesifik = 287 j/kg.ºK
T = Temperatur absolut (ºK) Simbol:

Gambar 2.1 Kompresor


2. Kompresor Air Filter
Kompressor air filter berfungsi sebagai penyaring udara yang digunakan
pada sistem dengan memisahkan partikel – partikel air dan debu dari udara.
Simbol :

Gambar 2.2 Kompresor Air Filter


7

3. Katup Pneumatik
Tabel 2.1 Simbol Pneumatik
Nama Keterangan Simbol
komponen

Katup 2/2 1. Mempunyai 2 lubang (masukan dan


keluaran) dan 2 posisi hubungan
katup
2. Lubang keluaran tertutup. Pada
posisinormal tertutup, tidak aliran
yang keluar (konfigurasi NC)
3. Pada posisi normal terbuka, ada
alirankeluar (konfigurasi NO)

Katup 3/2 1. Mempunyai 3 lubang (masukan,


keluarann dan pembuangan) dan 2
posisi hubungan katup
2. Pada posisi normal, tidak ada aliran
udara yang keluar (konfigurasi NC).
3. Pada posisi normal, ada aliran udara
yang keluar (konfigurasi NO).

Katup 4/2 1. Mempunyai 4 lubang (masukan,


keluaran dan 1 pembuangan) dan 2
posisi hubungan katup .
8

Katup 5/2 1. Mempunyai 5 lubang.( masukan


,keluaran dan 2 pembuangan ) dan 2
posisi hubungan katup.

Katup 3/3 1. Mempunyai 3 lubang (masukan,


keluarandan pembuangan) dan 3
posisi hubungan katup.
2. Pada posisi normal (tengah)
tertutup

Katup 4/3 1. Mempunyai 4 lubang (masukan,


keluaran dan pembuangan ) dan 3
posisi hubungan katup
2. Pada posisi normal (tengah) lubang
keluaran sambung dengan
pembuangan.

Katup 5/3 1. Mempunyai 5 lubang (masukan,


keluaran dan pembuangan) dan 3
posisi hubungan katup
2. Pada posisi normal (tengah)
tertutup

Tabel 2.2 Katup-Katup Lainnya


Nama Keterangan Simbol
Komponen

Katup cek 1. Tanpa pegas. Lubang keluaran


terbuka jika tekanan masukan
lebih besar daripada tekanan
keluaran
9

2. Dengan pegas,Terbuka jika


tekanan

masukan lebih besar dari pada


tekanan keluaran (termasukgaya
pegas ).

Katup Bila lubang masukan disuplai oleh


pembuang udara bertekanan, lubang keluaran
akan membuang udara secara
cepat (Quick langsung ke atmosfir.
Exhaust
Valve)

Lubang keluaran akan bertekanan, bila


salah satu atau kedua lubang masukan
Katup fungsi “ bertekanan.
ATAU “
(Shuttle
Valve)

Katup Lubang keluaran hanya akan


fungsi bertekanan bila udara bertekanan
disuplai ke kedua lubang masukan.
“DAN”
(Two
Pressure
Valve)
10

Katup kontrol
aliran (Flow Aliran udara keluar dapat diatur,
Control dengan memutar pengaturnya.

Valve)

Katup Katup cek dengan katup kontrol


kontrol aliran. Katup kontrol aliran dengan
aliran satu arah aliran satu arah dan dapat diatur.
arah

Tabel 2.3 Jenis-Jenis Pengaktifan


Jenis1 Pengaktifan Keterangan Simbol

Kerja Manual
Umum

Tombol tekan

Tuas

Pedal kaki

Tuas ( putar) dengan


pengunci (tidak reset
otomatis)
11

Kerja Mekanik Plunjer

Pegas

Rol

Rol, idle (kerja hanya ke


satu arah saja)

Kerja Pneumatic Kerja langsung oleh


tekanan kerja

Tekanan kembali
(pressure relief )

Kerja Listrik Tidak langsung melalui


katup pilot

Selenoid tunggal

Selenoid ganda

Kombinasi Solenoid ganda dan kerja


pilot dengan tambahan
manual
Tanda ini menunjukan
keterangan pengaktifan
katup tersebut.
12

4. Pressure Relief
Berfungsi sebagai saklar otomatis, komponen ini berkerja apabila tekanan
pada tabung di dalam komponen telah mencapai tekanan maksimum, maka
udara akan mengalir dan mengaktifkan katup 3/2 yang juga terdapat di
dalam komponen pressure relief ini.
Simbol:

Gambar 2.3 Pressure Relief

5. Pressure Gauge
Berfungsi sebagai alat pengukur tekanan fluida (udara) pada sistem
pengontrol pneumatik.
Simbol:

Gambar 2.4 Pressure Gauge

6. Time Delay Valve


Berfungsi untuk menunda kerja dari silinder.
Simbol :

Gambar 2.5 Time Delay Valve


13

7. Tabung Gerak Tunggal (Single Acting Cylinder)


Berfungsi sebagai elemen penggerak akhir. Pada SAC ini silinder bergerak
maju dengan tekanan dan kembali secara otomatis karena pengaruh kerja
pegas di dalamnya.
Simbol :

Gambar 2.6 Simbol Tabung Gerak Tunggal (SAC)

Gambar 2.7 Gambar Teknik SAC


8. Tabung Gerak Ganda (Double Acting Cylinder)
Berfungsi sebagai elemen penggerak akhir. Pada DAC ini silinder
bergerak maju tanpa bisa kembali lagi secara otomatis, silinder ini akan
kembali ke posisi awalnya setelah mendapatkan tekanan fluida dari arah
yang berlawanan.
Simbol:

Gambar 2.8 Simbol Tabung Gerak Ganda (DAC)


14

Gambar 2.9 Gambar teknik DAC

Keterangan:
1. Batang/Rumah Silinder
2. Saluran Masuk
3. Saluran Keluar
4. Batang Piston Seal
5. Bearing

2.1.3 Aplikasi Penggunaan Pneumatik


Adapun pengaplikasian penggunaan pneumatic sebagai berikut:
1. Beberapa aplikasi pneumatik secara umum :
1) Pengemasan (Packaging)
2) Pemakanan (Feeding)
3) Pengukuran (Metering)
4) Pengaturan Buka Dan Tutup (Door Or Chute Control)
5) Pemindahan Material (Transfer Of Materials)
6) Pemutaran Dan Pembalikan Benda Kerja (Turning And
Inverting Of Parts)
7) Pemilahan Bahan (Sorting Of Parts)
8) Penyusunan Benda Kerja (Stacking Of Components)
9) Pencetakan Benda Kerja (Stamping And Embosing Of Components)
2. Beberapa bidang aplikasi di industri yang menggunakan media Pneumatik
dalam hal penangan material adalah sebagai berikut :
15

1) Pencekaman Benda Kerja


2) Penggeseran Benda Kerja
3) Pengaturan Posisi Benda Kerja
4) Pengaturan Arah Benda kerja

2.1.4 RumusDasar
Adapun rumus dasar pada praktikum pneumatik sebagai berikut:
1. Tekanan terhadap Luas Penampang
Besarnya nilai tekanan berbanding terbalik dengan luas penampang
tempatnya itu bekerja. Besarnya tekanan dapat dirumuskan menjadi:

𝐹
𝑃=
𝐴
……………………………(2.2)
Dimana:
P = Tekanan (Pa)
F = Gaya (N)
A = Luas Peampang (m2)
2. Debit Aliran
Debit aliran adalah volume fluida yang melewati suatu penampang dalam
suatu - satuan waktu tertentu. Sehingga dapat dirumuskan:

Q = Volumetotal
t .………………………(2.3)
Dimana:
Q = Debit Aliran (m3/s)
Vtotal = Volume total (m3)
t = waktu yang dibutuhkan(sekon)
3. Rumus Perhitungan Silinder Tanpa Beban
1) Gaya tekan (Fp)

Fp = p x A
.………………………(2.4)
16

Dimana:
Fp = Gaya Tekan (N)
P = Tekanan (Pa)
A = Luas Penampang (m2)
2) Volume Aktuaror (Vtotal)

Vtotal = A x L
..………………………(2.5)
Dimana:
Vtotal = Volume Aktuator (m3)
A = Luas Penampang (m2)
L = Panjang Langkah (m)

3) Kapasitas Aliran (Qs)

Qs = Vtotal
A .………………………(2.6)
Dimana:
Qs = Kapasitas Aliran (m3/s)
Vtotal = Volume Aktuator (m3)
A = Luas Penampang (m2)
4) Kerja Torak (W)

W = Fp x L
..………………………(2.7)

Dimana :
W = Kerja Torak (J)
Fp = Gaya Tekan (N)
L = Panjang Langkah (m)
17

5) Daya Torak (P)

P=W
t ...………………………(2.8)
Dimana :
P = Daya Torak(W)
W = Kerja Torak (J)
t = Waktu (s)

2.2 Hidrolik
Hidrolik adalah sebuah sistem yang menghasilkan energi mekanis dengan
cara kerja berupa pemindahan daya menggunakan zat pengantar berupa zat cair.
Sistem tersebut menghasilkan dua jenis gerakan, yakni gerakan segaris dan
gerakan putaran. Berkaitan dengan hal ini sistem tersebut memiliki prinsip hukum
pascal.

2.2.1 Penjelasan Hidrolik


Hidrolik merupakan suatu sistem yang memanfaatkan energi dari fluida
(cairan) yang dimampatkan sehingga menghasilkan energi mekanik/gerak
mekanik (gerak piston). Mekanika fluida dan hidrolik merupakan ilmu yang
berkaitan dengan fluida dalam keadaan statis atau dinamis. Fluida adalah zat yang
memiliki kemampuan untuk mengalir dan menyesuaikan diri dengan tempatnya.
Fluida diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu fluida mampu mampat
(compressible) dan fluida tak mampu mampat (non-compressible). Dalam sistem
pneumatik fluida compressible dimanfaatkan untuk menggerakkan silinder.
Sedangkan pada sistem hidrolik digunakan fluida non-compressible.
18

Tabel 2.4 Kelebihan Dan Kekurangan Sistem Hidrolik


No. Kelebihan Kekurangan

1. Ketelitian dalam penyetelan posisi Reaksi yang dikerjakan lambat.

2 Tenaga yang dihasilkan sistem Fluida yang digunakan (oli)


hidrolik besar sehingga banyak harganya mahal.

diaplikasikan pada alat berat seperti


crane, kerek hidrolik dll.

3. Oli juga bersifat sebagai pelumas Apabila terjadi kebocoran akan


sehingga tingkat kebocoran lebih mengotori sistem, sehingga
jarang dibandingkan dengan sistem sistem hidrolik terganggu
pneumatik.

4. Tidak berisik. Jarang digunakan pada industri


makanan maupun obatobatan.

5. Dapat menahan beban yang besar. Sensitif terhadap kebocoran.

6. Dapat mentransfer energi yang besar Sisa cairan hidrolik yang


menimbulkan limbah.

Dalam praktikum Sistem Hidrolik ada beberapa hal yang harus


diperhatikan, antara lain :
1. Kekentalan (Viskositas)
Kekentalan suatu fluida adalah sifat yang menentukan besarnya daya
tahan terhadap tegangan geser atau dapat didefinisikan sebagai ketahanan
terhadap aliran. Ketahanan ini dipengaruhi oleh gaya tarik antara
molekul– molekul dalam fluida tersebut. Pada standar internasional (SI),
koefisien kinematik dilambangkan dengan ( ) dan koefisien kekentalan
19

dilambangkan dengan ( ), kedua koefisien ini memiliki hubungan


sebagai berikut :

………………………(2.9)

Dimana:
𝑣 = Koefisien Kekentalan Mekanik (m2/detik)
𝜇 = Koefisien Kekentalan Mutlak (Pa.detik)
𝜌 = Densitas Cairan (kg/m3)

2. Tekanan Hidrostatik
Yang dimaksud dengan tekanan hidrostatik hidrolik adalah tekanan yang
dilakukan oleh cairan dalam keadaan tak bergerak, sehingga diperoleh
persamaannya yaitu :

………………………(2.10)
Dimana:
𝑃𝑠 = Tekanan Hidrostatik (Pa)
𝜌 = Densitas Fluida (kg/m3) 𝑔 =
Percepatan Gravitasi (m/s2) ℎ = Jarak
Ketinggian Titik Acuan (m)

3. Tekanan terhadap Luas Penampang


Besarnya nilai tekanan berbanding terbalik dengan luas penampang
tempat gaya itu bekerja. Besarnya tekanan dapat dirumuskan menjadi :

…………………(2.11)
Dimana :
P = Tekanan (Pa)
F = Gaya (N)
A = Luas Penampang (m2)
20

4. Debit Aliran
Debit aliran adalah volume fluida yang melewati suatu penampang dalam
suatu satuan waktu tertentu. Sehingga dapat dirumuskan :

………………………(2.12)

Dimana :
Q= Debit Aliran (m3/menit)
A= Luas Penampang (m2)
𝑣= KecepatanAliran(m/s)
5. Jenis Aliran Fluida
Tipe aliran dalam fluida dibedakan atas pergerakan partikel dalam fluida
tersebut, yaitu aliran laminer dan turbulen. Pada aliran laminer partikel-
partikel dalam fluida bergerak disepanjang lintasan lurus dan sejajar
dalam lapisan. Sedangkan aliran turbulen partikel fluida bergerak acak
kesegala arah. Untuk mengetahui besar dan jenis aliran dari fluida perlu
diketahui bilangan Reynolds, yaitu bilangan tak berdimensi yang
menyatakan perbandingan gaya inersia terhadap kekentalan suatu fluida.
Untuk menghitung dan menentukan jenis aliran dapat didasarkan pada:
1) Kecepatan aliran (m/s)
2) Diameter pipa (m)
3) Viskositas kinematik (m2/s)
Ketiga hal diatas dapat dirumuskan menjadi persamaan dibawah
ini, dimana aliran laminer memiliki nilai Re < 2300, sedangkan aliran
turbulen memiliki nilai Re > 2300.

………………………(2.13)
Dimana:
𝑅𝑒 = Bilangan Reynold
v = Kecepatan aliran (m/s)
= Diameter penampang aliran (m)
v = Viskositas kinematis(m2/s) Penurunan Tekanan
21

Pada suatu aliran dalam pipa, tekanan fluida yang dihasilkan tidak
terlalu konstan. Faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan tekanan
ini adalah :
1) Viskositas cairan
2) Panjang penampang aliran
3) Tipe dan kecepatan aliran
Besarnya penurunan tekanan memenuhi persamaan :

……………………(2.14)
Dimana:
∆𝑝 = Penurunan tekanan (Pa)
𝜆 = Konstanta tahanan (75/ )
𝑙 = Panjang penampang aliran (m)
v = Kecepatan aliran (m/s)
= Diameter penampang aliran (m)
𝜌 = Densitas fluida (kg/m3)

2.2.2 Komponen Pendukung Sistem Hidrolik


Berikut ini merupakan beberapa komponen pendukung sistem hidrolik:
1. Katup (Valve)
Katup dalam sistem hidrolik dibedakan dari banyak hal, diantaranya yaitu
fungsi, desain, dan cara kerja dari katup tersebut. Untuk pembagian katup
berdasarkan fungsinya, terdiri atas :
1) Katup Tekanan (Pressure Relief)
Komponen ini berfungsi sebagai saklar otomatis pada sistem hidrolik,
katup ini akan membuka apabila tekanan dalam tabungnya telah
mencapai tekanan maksimum sesuai dengan yang telah diatur fluida
masuk melalui P dan keluar di T. Simbol:
22

Gambar 2.10 Katup Tekanan (Pressure Valve)

2) Katup 4/3 (Direction Control Valve)


Komponen ini berfungsi sebagai pengatur arah aliran fluida yang
fungsinya sama seperti pada katup 3/2 pada rangkaian Pneumatik,
dimana fluida masuk melalui P dan keluar pada titik A dan B,
sedangkan T sebagai tempat keluaran sisa fluida yang digunakan untuk
kemudian ditampung kembali di receiver tank.
Simbol:
AB

Gambar 2.11 Katup 4/3 (Direction Control Valve)

3) Katup Aliran Searah (Non ReturnValve)


Pada komponen ini aliran fluida hanya bisa mengalir pada satu arah.
fluida yang telah mengalir tidak dapat kembali melawan arah aliran.

Komponen ini disebut juga penyearah aliran fluida.


Simbol :

Gambar 2.12 Katup Aliran Searah

4) Katup Pengatur Debit Aliran (Flow Control Valve)


Komponen ini berfungsi untuk mengatur kecepatan aliran fluida dalam
rangkaian.
23

Simbol:

P A

Gambar 2.13 Katup Pengatur Debit Aliran (Flow Control Valve)


2. Silinder Hidrolik
Silinder hidrolik berfungsi untuk mengubah energi yang dimiliki oleh
cairan menjadi energi gerak/mekanik. Jenis silinder hidrolik terbagi
menjadi dua, yaitu :
1) Single Acting Cylinder (SAC)
SAC berfungsi sebagai komponen penggerak akhir, SAC bekerja
dengan cara apabila ada fluida yang menekannya, maka SAC akan
bergerak maju. Namun jika tidak ada tekanan yang masuk maka
silindernya akan kembali kembali seperti semula (mundur) secara
otomatis.
Simbol :

Gambar 2.14 Tabung Gerak Tunggal (SAC)


2) Double Acting Cylinder (DAC)
DAC sama fungsinya seperti SAC, yaitu sebagai elemen penggerak
akhir, hanya saja dalam DAC silinder tidak kembali seperti semula
seperti SAC, kecuali lubang kedua DAC diberi tekanan fluida, karena
DAC merupakan silinder yang memiliki kerja ganda (maju dan
mundur) Dan tidak kembali secara otomatis seperti pada SAC.
Simbol :

Gambar 2.15 Tabung Gerak Ganda (DAC)


24

3. Motor Hidrolik (Rotary Akuator)


Pada motor hidrolik ini, berfungsi untuk mengubah energi tekanan cairan
hidrolik menjadi energi mekanik/putaran, ukuran dari motor ini dinyatakan
dengan kapasitas perpindahan geometrik (cm3) (V).Motor ini hampir mirip
pompa hidrolik dari kontruksinya. Pada kenyataannya pompa hidrolik pun
dapat juga digunakan sebagai motor, hanya cara kerjanya berbeda. Pompa
hidrolik mendorong oli dari sistem yang menghasilkan gaya putar dan
meneruskannya menjadi gerakan putar.
Simbol :

Gambar 2.16 Motor Hidrolik

Ukuran besar kapasitas dirumuskan dengan :

……(2.15)
Dimana:
= Tekanan (Pa)
= Torsi (Nm)
= Perpindahan geometrik (cm2)
= Debit aliran (L/min)
= Kecepatan putaran (rpm)
4. Pompa
Pompa digunakan untuk sejumlah volume cairan yang digunakan agar
suatu cairan tersebut memiliki bentuk energi. Berdasarkan prinsip
kerjanya pompa dibagi dalam :
1) Positive displacement pump
2) Pompa dinamik
Simbol HPP (Horse Power Pack).
25

PT

Gambar 2.17 Horse Power Pack (HPP)

Pada sistem hidrolik, pompa yang digunakan adalah pompa gigi karena
dapat memindahkan sejumlah volume zat cair yang memiliki viskositas
yang besar. Dalam penggunaan pompa pada suatu sistem haruslah
mempertimbangkan karakteristik dari pompa itu sendiri, salah satu
karakteristik yang penting adalah besar volume yang dipindahkan pompa
(V) dirumuskan :

…………………(2.16)
Dimana :
𝑉 = Volume yang dipindahkan (cm3/rpm)
𝑄 = Debit aliran (L/min)
𝑛 = Putaran pompa (rpm)

5. Tangki Hidrolik
Tangki hidrolik adalah bagian dari unit tenaga, ada yang berbentuk segi
empat ada pula yang berbentuk silinder. Berikut fungsi tangki hidrolik
adalah:
1) Penampung cairan hidrolik sebelum dan setelah beredar
2) Pendinginan cairan hidrolik. Didalam tangki cairan yang hidrolik
panas (setelah mamasuki rangkaian) bercampur dengan cairan
dingin (yang ada didalam tangki) sehingga mengalami
pendinginan.
26

3) Menghilangkan gelembung udara. Gelembung yang masuk


dalam rangkaian sangat tidak menguntungkan dan hanya dapat
hilang setelah masuk tangki. Untuk itu maka ruang udara di
dalam tangki harus ada dan cukup untuk menghilangkan jika
terjadi gelembung
4) Mengendapkan kotoran/pencemaran. Agar kotoran yang dibawa
dari rangkain dan tidak masuk lagi maka pemasangan saluran
isap dan saluran balik dipasang sejauh mungkin, dan dipasang
separator/penyekat.
5) Tempat pemasangan motor. Pompa dan perlengkapan lain.

Gambar 2.18 Tangki Hidrolik (Reservoir)


6. Cairan Hidrolik
Dalam istilah umum cairan hidrolik berbentuk minyak atau oli dan
digunakan sebagai media mempunyai fungsi sebagai penerus daya
(Power Transmisi), Pelumasan (Lubrication), Perapat (Sealing) dan
Pendingin (Cooling). Untuk memenuhi fungi seperti tersebut diatas,
cairan hidrolik harus memenuhi syarat tertentu, diantaranya adalah :
1) Mampu mencegah terjadinya karat (korosi)
2) Tidak membentuk buih
3) Mampu mencegah terbentuknya lumpur endapan
4) Tidak mudah bersenyawa dengan air
5) Tidak mudah bocor, (mudah diperpak) 6) Tahan panas

2.2.3 Kontruksi dari Sistem Penggerak Hidrolik


Konstruksi penggerak sistem hidrolik atau sering disebut dengan skema
Hidrolik merupakan rangkaian yang harus disesuaikan pemanfaatannya dengan
baik. Berikut ini contoh skema sistem penggerak hidrolik:
27

Pada gambar nomor 1 yaitu tangki hidrolik/reservoir yang di mana fluida


di tampung. Kemudian di alirkan ke filter melewati pressure gauge. Dimana fluida
akan di ukur tekanannya, dan melewati katup aliran searah lalu menuju katup
tekanan. Yang dimana sebelumnya melewati pressure gauge untuk mengetahu
tekanan yang keluar setelah katup penyearah lalu menuju katup 4/3, dan menuju
katup control flow valve untuk mengatur debit aliran yang keluar. Dan menuju
tabung DAC untuk extend atau memanjang keluar.

Gambar 2.19 Konstruksi Sistem Penggerak Hidrolik Keterangan:


1. Tangki Hidrolik (Resevoir)
2. Pressure Gauge
3. Fluide Filter
4. Katup Aliran Searah (NonReturn Valve)
5. Katup Tekanan
6. Pressure Gauge
7. Katup 4/3
8. Katup Pengatur Debit Aliran (Flow Control Valve)
9. Tabung Gerak Ganda
28

2.2.4 Rumus Dasar


Adapun rumus dasar pada praktikum hidrolik sebagai berikut:
1. Debit Aliran (Qr)

…………(2.17)

Dimana :
𝑄𝑟 = Kapasitas Aliran (m3/s)
𝑉 = Volume (m3)
𝐿 = Panjang Langkah (m)
𝑟 = Jari – Jari (m)
2. Kecepatan Aliran (v )

……...………(2.18)
Dimana :
V = Kecepatan Aliran (m/s)
Qr = Kapasitas Aliran (m3/s)
A = Luas Penampang (m2)
r = Jari – Jari (m)
3. Konstanta Reynolds (Re)

…………………………(2.19)
Dimana:

𝑅𝑒 = Bilangan Reynold
𝑣 = Kecepatan Aliran (m/s)
𝐷 = Diameter Penampang Aliran (m)
𝑣 = Viskositas Kinematis (m2/s)
29

4. Kerja Pompa (W)

………………(2.20)
Dimana:
𝑊 = Kerja Pompa (J)
𝑄𝑟 = Kapasitas Aliran (m3/s)
5. Efisiensi (𝜂)

..…………(2.21)
6. Rumus Perhitungan Silinder Dengan Beban:
1) Gaya Akibat Beban (Fm)

.………………(2.22)
Dimana:
𝐹𝑚 = Gaya Akibat Beban (Newton)
𝑚 = Massa Beban (kg)
𝑔 = Percepatan Gravitasi (m/s2)
7. Kerja Piston Akibat Gaya (Wf)

..………………(223)
Dimana:
= Kerja Piston Akibat Gaya (J)
= Gaya Akibat Beban (Newton)
𝐿 = Panjang Langkah (m)
8. Daya Kerja Piston (𝑃𝑝)

………………(2.24)
30

Dimana:
= Daya Kerja Piston (J/s)
= Kerja Piston Akibat Gaya (J)
= Waktu (s)
9. Rumus Perhitungan Silinder Tanpa Beban
1) Gaya tekan (𝐹𝑝)

……………………(2.25)
Dimana:
𝐹𝑝 = Gaya tekan (Newton)
𝑃 = Tekanan (Pa)
𝐴1 = 0,785 (D2 – Db2)

2) Volume Silinder (V)

………………………(2.26)
Dimana:
𝑉 = Volume Silinder (m3)
𝐴1 = 0,785 (D2 – Db2)
= Panjang Langkah (m)
3) Kerja Torak (W)

……………………(2.27)
Dimana:
𝑊 = Kerja Torak (J)
𝐹𝑝 = Gaya Tekan (Newton)

𝐿 = Panjang Langkah (m)


4) Kapasitas Aliran (Qs)

……………………(2.28)
31

Dimana:
= Kapasitas Aliran (m3/s)
= Volume Silinder (m3)
= Waktu (s)
5) Tekanan Akibat Gaya Tekan (pF)

……………………(2.29)

Dimana:
= Tekanan Akibat Gaya Tekan (Pa)
= Gaya tekan (Newton)
A2 = 0,785 (D2-Db2)
6) Kecepatan Aliran (𝑣)

……………………(2.30)
Dimana :
= Kecepatan Aliran (m/s)
= Kapasitas Aliran (m3/s)
7) Daya torak (P)

……………………(2.31)
Dimana:
P = Daya Torak (J/s)
= Kerja Torak (J)
= Waktu (s)
32

2.3 Getaran Mekanik


Getaran Mekanik merupakan gerakan bolak balik dalam suatu interval
waktu tertentu. Umumnnya terjadi karena suatu konstruksi mesin atau pengauh
dari suatu benda kerja lainnya.

2.3.1 Penjelasan Getaran Mekanik


Getaran adalah gerakan sistem teknik yang mengandung massa dan
elastisitas yang mampu bergerak secara relative dalam interval waktu tertntu.
Getaran juga merupakan energi sisa yang tidak diinginkan karena menimbulkan
bising, merusak bagian mesin, memindahkan gaya yang tidak diinginkan dan
menggerakkan benda yang didekatnya.

2.3.2 Klasifikasi Getaran


Adapun beberapa klasifikasi getaran dibedakan menjadi berikut:
1. Getaran bebas
Merupakan osilasi suatu sistem ke posisi keseimbangan yang terjadi tanpa
gaya dari luar. Getara bebas merupakan perpindahan dari titik
keseimbangan yang menghasilkan perbedaan energi potensial dari posisi
keseimbangan sistem kondisi sebelumnya.
2. Getaran paksa
Dapat didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada suatu sistem karena
adanya rangsangan eksitasi yang dapat seagai gaya. Jika rangsangan
tersebut berosilasi maka sistem dipaksa untuk bergetar pada frekuensi
rangsangan. Jika frekuensi rangsangan sama dengan salah satu frekuensi
natural sistem maka akan dalam keadaan resonansi, dan osilasi menjadi
besar dan berbahaya.
3. Getaran tak teredam
Adalah getaran dimana tidak ada kehilangan energi yang disebabkan
tahanan selama osilasi.
33

4. Getaran teredam
Adalah getaran dimana terjadi kehilangan energi yang disebabkan tahanan
selama osilasi.
5. Getaran linier
Adalah semua komponen yang bergetar, baik itu pegas, massa dan
perbedaan berlaku linier.
6. Getaran deterministik
Adalah getaran dimana harga eksitasi yang bekerja pada sistem diketahui
setiap saat. Eksitasi diplot kemudian perhitungan numeric ekuivalen
eksitasi pada model dilakukan.
7. Getaran Random
Adalah getaran dimana harga eksitasi yang bekerja pada sistem tidak dapat
diperkirakan. Contoh getaran ini adalah gempa bumi, kekasaran permukaan
jalan, dan kecepatan angin.

2.3.3 Komponen Sistem Getaran Mekanik


1. Komponen utama sistem getaran mekanik :
a. Elemen pegas
Elemen pegas dapat juga sebagai idealis elem mesin yang berkelakuan
seperti pegas, yaitu mempunyai elastisitas atau idealisasi seperti benda
rill pegas, misalnya pegas daun penyangga bak truk, dan pegas spiral
penyangga body mobil bagian depan.
b. Elemen massa (Inersia)
Inersia atau kelembaman merupakan sifat kecenderungan suatu benda
untuk melawan beban aksi yang diterimanya.
c. Peredam (Redaman Viscous)
Merupakan suatu benda atau material yang berfungsi untuk mereduksi
getaran yang tak diinginkan dan juga sebagai tahanan pada suatu
sistem teknik yang bergetar.
34

2. Komponen pendukung sistem getaran mekanik :


1) Piringan (disk)
Diletakan satu poros dengan motor listrik DC yang terpasang dipusat
pada batang lendutan. Putaran ini mengakibatkan getaran pada batang.
2) Batang lentur
Batang lentur memiliki dimensi 110cm×2,8cm×1cm. bermaterialkan
stainless steel 304, diberi beban terpusat berupa motor dan piringan
yang diletakan pada posisi pusat batang lentur.
3) Motor listrik
Motor listrik DC dengan beban 1375 gram digunakan untuk memutar
piringan, dari lendutan batang tersebut mengakibatkan getaran pada
sistem
4) Mikrometer sekrup
Mikrometer sekrup ddengan ketelitian 0.001 mm ini digunakan untuk
mengetahui nilai amplitudo dari getaran yang terukur.
5) Speed control box
Pada box ini, terdapat LCD untuk menampilkan nilai kecepatan
putaran piringan (RPM), dan frekuensi. Sedangkan potensiometer
digunakan untuk mengaturnnya besar kecil suaatu frekuensi.

2.3.4 Rumus Dasar


Adapun rumus dasar pada praktikum getaran mekanik sebagai berikut:
1. Kekakuan Balok Lentur

KBalok lentur = 192EI


L3 ..…………………(2.32)
Dimana :
k = Konstanta Kekakuan (N/m)
E = Elastisitas Bahan (N/m)
I = Momen Inersia (m4)
L = Panjang Balok (m)
35

H = Tinggi Balok (m)


B = Tebal Balok (m)
2. Konstanta Pegas

F = -k . Δx
.…………………(2.33)
Dimana :
F= Gaya Pegas (N)
k = Konstanta Pegas (N/m)
Δx = Panjang Deformasi Pegas (m)
3. Frekuensi Eksitasi
Ꞷ= 2 п N
..…………………(2.34)
Dimana :
Ꞷ = Frekuensi Eksitasi (rad/s)
N = Jumlah Putaran per Menit (rpm)
4. Gaya Eksitasi

F0x = m.e. Ꞷ. cos Ꞷ.t dan F0y = m.e. Ꞷ. sin Ꞷ.t


F0 = iF0x + jF0y
…(2.35)
Dimana :
F0 = Gaya eksitasi (N)
F0x,F0y = Gaya eksitasi pada setiap sudut α, sumbu x dan y
m = Massa bagian yang berputar (kg)
E = Jarak dari pusat poros ke pusat massa unbalance bagian
yang berputar
Ꞷ = Frekeunsi eksitasi (rad/s)
t = waktu (s)
36

5. Frekuensi Pribadi

Ꞷn=
.…………………(2.36)
Dimana:
Ꞷn = Frekuensi Pribadi (rad/s)
k = Konstanta Kekakuan (N/m)
m = Massa Sistem (kg)
6. Rasio Redaman

ξ=
2.m.Ⲱn
…………………(2.37)
Dimana:

ξ = Rasio redaman
c = Konstanta Redaman (Ns/m)
m = Massa (kg)
Ꞷn = Frekuensi pribadi (rad/s)

2.3.5 Review Jurnal Getaran Mekanik


Berikut merupakan tabel hasil review jurnal.
Tabel 2.8 Review Jurnal Getaran Mekanik
Tempat Publikasi Jurnal Universitas Wahid Hasyim
Judul Jurnal Analisis Alat Uji Getaran Mekanis
Dengan Variasi Konstanta Pegas
Tanpa Peredam Viskos
Tahun Terbit 2017
Vol.No Vol.13, No.1
Halaman Hal 1-6
Penulis Gatot Ari bowo, Budi Setiyana, dan
Darmanto
37

Reviewer 1. Frans Raul Osvaldo N


2. Hafizh Khalizh Ar Rahman
3. Rifky Ramadhan
4. Rocky Indra S Simarmata
5. Vincent Galih
Tujuan Penelitian Untuk dapat mengetahui fungsi-fungsi
dari beberapa bagian alat tersebut dan
pengaruh terhadap getaran yang
terjadi.

Metode Penelitian Metode Penelitian Kualitatif


Hasil Penelitian Selisih nilai frekuensi pribadi (𝝎𝒏)
pegas A, pegas B, dan pegas C antara
pengukuran dan perhitungan pada
getaran bebas terjadi karena : Pada
pengukuran, titik berat terbagi secara
merata sesuai dengan besarnya berat
dari masing – masing bagian pada alat
uji getaran.

Kekuatan Penelitian Dapat menerapkan jumlah rata-rata


perhitungan sehingga proyek
penelitian dapat direplikasi dan
dianalisis untuk relevansi di tempat
lain.

Kelemahan Penelitian Perlu dilakukan pengujian getaran


dengan melakukan pengukuran beda
fase untuk mengetahui fenomena
getaran yang sempurna

Kesimpulan Semakin tinggi nilai rpm yang di


dapat, maka semakin tinggi pula nilai
simpangan maksimum ((𝑿𝐦𝐚𝐱 )yang
di peroleh.
38

2.4 Pressure Drop


Pressure drop merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan
penurunan tekanan dari satu titik di dalam sistem (misalnya aliran didalam pipa)
ke titik yang lain yang mempunyai tekanan lebih rendah.

2.4.1 Defenisi Fluida


Fluida adalah suatu zat yang dapat berubah secara terus-menerus bila
menerima tegangan geser walaupun tegangan geser itu relatif kecil. Fluida dalam
keadaan diam artinya tidak ada gaya geser yang bekerja pada fluida tersebut,
seluruh gaya akan tegak lurus pada bidang fluida dimana gaya tersebut bekerja.

2.4.2 Klasifikasi Fluida


Fluida merupakan suatu zat yang tidak mampu menahan gaya geser yang
bekerja sehingga akan mengalami deformasi. Fluida dapat diklasifikasikan
menjadi dua bagian, yaitu :
1. Fluida Newtonian
Fluida Newtonian adalah suatu jenis fluida yang memiliki kurva shear
stress dan gradien kecepatan yang linier, seperti air, udara, ethanol,
benzene, dll. Fluida Newtonian akan terus mengalir dan viskositas fluida
tidak berubah sekalipun terdapat gaya yang bekerja pada fluida. Viskositas
fluida akan berubah jika terjadi perubahan temperatur. Pada dasarnya fluida
Newtonian adalah fluida yang mengikuti hukum Newton tentang aliran
dengan persamaan :

𝜕𝑢
𝜏= µ 𝜕𝑦
..………………(2.38)
Dimana:
𝜏 = Tegangan Geser Pada Fluida
𝜇 = Viskositas Dinamik Fluida
𝑢/𝑦 = Gradien Kecepatan Fluida
39

2. Fluida Non-Newtonian
Fluida Non-Newtonian adalah fluida yang tidak tahan terhadap tegangan
geser (shear stress), gradien kecepatan (shear rate), dan temperatur seperti
cat, minyak pelumas, darah, bubur kertas, obat-obatan cair, dll. Viskositas
fluida Non-Newtonian merupakan fungsi dari waktu dimana gradien
kecepatannya tidak linier dan tidak mengikuti hukum Newton tentang
aliran. Persamaan dasar fluida non-newtonian adalah:

......…..............……………(2.39)
Dimana:
𝜏 = Tegangan Geser Pada Fluida
K = Indeks Periaku Aliran
n = Power Law Indeks
u /y = Gradien Kecepatan Fluida

Gambar 2.20 Hubungan antara Shear Stress – Shear Rate pada Fluida
Newtonian dan Non-Newtonian
Ketika aliran melewati awal ujung pipa, distribusi kecepatan didalam
pipa mempunyai bentuk yang tidak teratur yang disebut aliran sedang
berkembang. Kondisi ini akan semakin berubah seiring bertambahnya
panjang dari inlet. Distribusi kecepatan yang terjadi masing mengalami
perubahan bentuk kontur. Setelah aliran mengalami fully developed flow
40

atau berkembang penuh, maka distribusi kecepatan akan seragam untuk


jarak dari inlet semakin panjang. Untuk aliran laminar, panjang
hidrodinamik untuk mencapai keadaan fully developed flow adalah kurang
lebih 120 kali diameter dalam pipa.

Gambar 2.21 Perilaku Aliran Dalam Pipa Dari Aliran Sedang Berkembang
Hingga Aliran Berkembang Penuh

Dalam suatu aliran yang melewati sistem atau instalasi pipa maka
terjadi suatu hambatan aliran. Hambatan tersebut disebabkan oleh
faktorfaktor bentuk instalasi. Hambatan tersebut dapat menyebabkan
turunnya energi dari fluida yang sering disebut dengan kerugian tekanan
(head loss) atau penurunan tekanan (pressure drop) yang disebabkan oleh
pengaruh gesekan fluida (friction losses) dan perubahan pola aliran. Pada
kondisi aliran laminar, hambatan gesek tersebut hanya dipengaruhi oleh
kekentalan fluida. Namun, pada aliran turbulent hambatan tersebut
dipengaruhi oleh kekentalan fluida dan kekasaran permukaan pipa.

2.4.3 Sifat-Sifat Dasar Fluida


Cairan dan gas disebut fluida, sebab zat tersebut dapat mengalir. Untuk
mengerti aliran fluida maka harus mengetahui beberapa sifat dasar fluida. Adapun
sifat–sifat dasar fluida yaitu; kerapatan (density), berat jenis (specific gravity),
tekanan (pressure), kekentalan (viscosity).
41

1. Kerapatan (density)
Kerapatan atau density dinyatakan dengan ρ adalah huruf kecil Yunani
yang dibaca “rho”, didefinisikan sebagai massa per satuan volume.

…………………………(2.40)
Dimana : ρ = Kerapatan (kg/m3)
m = Massa Benda (kg)
v = Volume (m3)
Kerapatan adalah suatu sifat karakteristik setiap bahan murni, bahan
murni misalnya emas murni yang dapat memiliki berbagai ukuran
ataupun massa. Tetapi kerapatannya akan sama untuk semuanya. Satuan
SI untuk kerapatan adalah kg/m3. Kadang kerapatan diberikan dalam
g/cm3.

Tabel 2.5 Berbagai Kerapatan (Density) Bahan


Bahan Kerapatan ρ (kg/m3)
Cair 1,00 x 103
Air pada suhu
1,03 x 103
4oC
Darah, plasma 1,05 x 103
Darah
1,025 x 103
seluruhnya
Air laut 13,6 x 103
Raksa 0,79 x 103
Alkohol, alkyl
0,68 x 103
Bensin
Gas Udara 1,29
Helium 0,179
Karbon
1,98
dioksida
Uap air pada
0,598
suhu 100oC
42

2. Berat Jenis (Specific Gravity)


Berat jenis suatu bahan merupakan perbandingan kerapatan bahan
terhadap kerapatan air.
3. Tekanan (Pressure)
Tekanan didefinisikan sebagai gaya per satuan luas, dengan gaya F
dianggap bekerja secara tegak lurus terhadap luas permukaan A, maka:

……………………(2.41)
Dimana:
P = Tekanan (kg/m2)
F = Gaya (kg)
A = Luas Permukaan (m2)
Satuan tekanan dalam SI adalah N/m2. Satuan ini mempunyai nama resmi,
yaitu Pascal (Pa), untuk penghormatan terhadap Blaise Pascal dipakai 1
Pa = 1 N/m2. Namun untuk penyederhanaan, sering menggunakan N/m2.
4. Kekentalan (Viscosity)
Kekentalan (viscosity) didefinisikan sebagai gesekan internal atau
gesekan fluida terhadap wadah dimana fluida itu mengalir. Ini ada dalam
cairan atau gas, dan pada dasarnya adalah gesekan antar lapisan fluida
yang berdekatan ketika bergerak melintasi satu sama lain atau gesekan
antara fluida dengan wadah tempat ia mengalir. Dalam cairan, kekentalan
disebabkan oleh gaya kohesif antara molekul-molekulnya sedangkan
gas, berasal tumbukan diantara molekul-molekul tersebut.
Kekentalan fluida yang berbeda dapat dinyatakan secara kuantatif
dengan koefisien kekentalan (η) yang didefinisikan dengan cara fluida
diletakkan diantara dua lempengan datar. Salah satu lempengan diam dan
lempengan yang lain dibuat bergerak. Fluida yang secara langsung
bersinggungan dengan masing-masing lempengan ditarik pada
permukaanya oleh gaya rekat diantara molekul-molekul cairan dengan
kedua lempengan tersebut. Dengan demikian permukaan fluida sebelah
43

atas akan bergerak dengan laju v yang nampak seperti lempengan atas,
sedangkan fluida yang bersinggungan dengan lempengan diam akan
bertahan diam. Kecepatan bervariasi secara linear dari 0 hingga v seperti
yang ditunjukkan pada gambar 2.22

Gambar 2.22 Penentuan kekentalan


Kenaikan kecepatan dibagi oleh jarak dengan perubahan ini dibuat
–sama dengan v/I – disebut gradien kecepatan. Untuk menggerakkan
lempengan diatas memerlukan gaya, yang dapat dibuktikan dengan
menggerakkan lempengan datar melewati genangan fluida. Untuk fluida
tertentu, diperoleh bahwa gaya sebagai berikut :

……………………………(2.42)
Untuk fluida yang berbeda, fluida yang kental, diperlukan gaya
yang lebih besar. Tetapan kesebandingan untuk persamaan ini
didefinisikan sebagai koefisien kekentalan, η :

………………………(2.43)
Dimana :
F = Gaya (N)
A = Luasan Fluida yang Bersinggungan dengan Setiap
Lempengan (m2)
V = Kecepatan Fluida (m/s)
L = Jarak Lempengannya (m)
η = Koefisien Kekentalan (Pa.s)
44

Penyelesaian untuk η, kita peroleh η = FI/vA. Satuan SI untuk η adalah


N.s/m2 = Pa.s (pascal.detik). Dalam sistem cgs, satuan ini adalah
dyne.s/cm2 dan satuan ini disebut poise (P). Kekentalan sering dinyatakan
dalam centipoises (cP), yaitu 1/100 poise. Tabel 2.6 menunjukkan daftar
koefisien kekentalan untuk berbagai fluida. Suhu juga dispesifikasikan,
karena mempunyai efek yang berpengaruh dalam menyatakan kekentalan
cairan, kekentalan cairan seperti minyak motor yang menurun dengan
cepat terhadap kenaikan suhu.
Tabel 2.6 Koefisien Kekentalan Untuk Berbagai Fluida
Fluida Suhu Koefisien
kekentalan η (Pa.s)

Air 0 1,8x 103


Darah seluruh tubuh 20 1,0 x 103
Plasma darah 100 0,3 x 103
Alkohol ethyl 37 4 x 103
Mesin-mesin (SAE 37 1,5 x 103
10) 20
1,2 x 103

Gilserin 30 200 x 103


Udara 20 1500 x 103
Hidrogen 20 0,018 x 103
Uap air 0 0,009 x 103
100 0,013 x 103

2.4.4 Penjelasan Tentang Pressure Drop


Penurunan tekanan atau pressure drop adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan penurunan tekanan dari satu titik dalam pipa atau tabung ke hilir
titik. Penurunan tekanan adalah hasil dari gaya gesek pada fluida ketika mengalir
melalui tabung yang disebabkan oleh resistensi terhadap aliran. Penentu utama
resistensi terhadap aliran fluida adalah kecepatan fluida melalui pipa dan viskositas
45

fluida. Aliran cairan atau gas akan selalu mengalir dalam arah perlawanan paling
sedikit (tekanan kurang).

Penurunan tekanan meningkat sebanding dengan gaya geser gesek dalam


jaringan pipa. Penurunan tekanan dipengaruhi oleh sebuah jaringan pipa yang
berisi rating kekasaran relatif tinggi serta banyak pipa fitting dan sendi,
konvergensi tabung, divergensi, kekasaran permukaan dan sifat fisik lainnya.
Selain itu Perubahan energi kinetik dan perhitungan penurunan tekanan yang
disebabkan oleh gesekan dalam pipa melingkar juga berpengaruh terhadap
pressure drop. Kecepatan aliran tinggi dan / atau cairan viskositas tinggi dalam
hasil penurunan tekanan yang lebih besar di bagian pipa atau katup atau siku.
Kecepatan rendah akan mengakibatkan penurunan tekanan yang lebih rendah atau
tidak ada.
Penurunan tekanan dapat dihitung dengan 2 nilai: Reynolds Nomor NRE
(menentukan laminer atau aliran turbulen), dan kekasaran relatif pipa, ε / D. NRE
= Dvρ / μ Dimana D adalah diameter pipa dalam meter, v adalah kecepatan aliran
dalam meter per detik, ρ adalah densitas dalam kilogram per meter kubik, dan μ
adalah dalam kilogram per meter-detik.

2.4.5 Faktor yang Mempengaruhi Pressure Drop


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi aliran fluida, yaitu :
1. Laju aliran volume atau debit (Q)
Laju aliran volume disebut juga debit aliran (Q) yaitu jumlah volume aliran
per satuan waktu.
2. Kecepatan fluida
Didefinisikan besarnya debit aliran yang mengalir persatuan luas.

2.4.6 Jenis-jenis Kerugian Head (Head Losses)


Adapun jenis-jenis kerugian pada pressure drop antara lain:
1. Kerugian Head Mayor
Aliran fluida yang melalui pipa akan selalu mengalami kerugian head. Hal
ini disebabkan oleh gesekan yang terjadi antara fluida dengan dinding pipa
46

atau perubahan kecepatan yang dialami oleh aliran fluida (kerugian kecil).
Kerugian head akibat gesekan dapat dihitung dengan menggunakan salah
satu dari dua rumus berikut, yaitu :
1) Persamaan Darcy – Weisbach, yaitu :

𝑓 = ∅(𝑅𝑒, 𝜀𝐷)
………..(2.44)
Dimana:
………(
hf = Kerugian Head karena Gesekan (m)
f = Faktor Gesekan
d = Diameter dalam Pipa (m)
L = Panjang Pipa (m)
v = Kecepatan Aliran Rata-Rata Fluida dalam Pipa (m/s)
g = Percepatan Gravitasi (m/s2)
Untuk nilai dari faktor gesekan (f) disini dapat dicari dengan
menggunakan diagram Moody.

Gambar 2.23 Diagram Moody


47

Tabel 2.7 Nilai Kekerasan Dinding Untuk Berbagai Pipa


Komersil
Equivalent
Roughness (ɛ)
Pip e Milimeter
Feet
s

Riveted Stell 0.003 – 0.03 0.9 – 9.0

Concrete 0.001 – 0.01 0.3 – 3.0


0.0006 –
0.003
Wood Stave 0.18 – 0.9

Cast Iron 0.00085 0.26

Galvanized Steel 0.0005 0.15

Commercial Steel or
Wrought Iron
0.00015 0.045

Drawn Tubing 0.000005 0.0015

Plastic, Glass 0.0 (smooth) 0.0 (smooth)

2) Persamaan Hazen – Williams


Rumus ini pada umumnya dipakai untuk menghitung kerugian head
dalam pipa yang relatif sangat panjang seperti jalur pipa penyalur air
minum. Bentuk umum persamaan Hazen – Williams, menurut yaitu :

.……………(2.45)
48

Dimana :
hf = Kerugian Gesekan dalam Pipa (m)
Q = Laju aliran dalam Pipa (m3/s)
L = Panjang Pipa (m)
C = Koefisien Kekasaran Pipa Hazen – Williams
d = Diameter dalam Pipa (m)
Diagram Moody telah digunakan untuk menyelesaikan permasalahan
aliran fluida di dalam pipa dengan menggunakan faktor gesekan pipa
(f) dari rumus Darcy – Weisbach. Untuk aliran laminar dimana
Bilangan Reynolds kurang dari 2000, faktor gesekan dihubungkan
dengan Bilangan Reynolds, menurut dinyatakan dengan rumus :

………………………(2.46)
Untuk aliran turbulen dimana Bilangan Reynolds lebih besar dari 4000,
maka hubungan antara Bilangan Reynolds, faktor gesekan dan
kekasaran relatif menjadi lebih kompleks. Faktor gesekan untuk aliran
turbulen dalam pipa didapatkan dari hasil eksperimen, antara lain :
a. Untuk daerah complete roughness, rough pipes yaitu :

…………(2.47)
Dimana :
f = Faktor Gesekan
ε = Kekasaran (m)
d = Diameter dalam Pipa (m)
b. Untuk pipa sangat halus seperti glass dan plastik, hubungan antara
bilangan Reynold dan faktor gesekan, dirumuskan sebagai :
1) Blassius, untuk Re = 3000 – 100.000

………………………(2.48)
49

2) Von Karman, Untuk Re sampai dengan 3.106.

…………….……(2.49)

…………….(2.50)
3) Untuk Pipa Kasar, menurut Von Karman yaitu :

1 𝑑
= 2,0𝑙𝑜𝑔 + 1,74
𝑓 𝜀
……….…(2.51)

Dimana harga f tidak tergantung pada bilangan Reynold.

………(2.52)
4) Untuk pipa antara kasar dan halus atau dikenal dengan daerah
transisi, menurut Corelbrook – Whiteyaitu :

2. Kerugian Head Minor


Selain kerugian yang disebabkan oleh gesekan, pada suatu jalur pipa juga
terjadi kerugian karena kelengkapan pipa seperti belokan, siku,
sambungan, katup dan sebagainya yang disebut dengan kerugian kecil
(minor losses). Besarnya kerugian minor akibat adanya kelengkapan pipa,
dirumuskan sebagai :

…………………(2.53)
50

Dimana :
n = Jumlah Kelengkapan Pipa
k = Koefisien Kerugian
v = Kecepatan Aliran Fluida Dalam Pipa.
Untuk pipa yang panjang (L/d >>> 1000), minor losses dapat diabaikan
tanpa kesalahan yang cukup berarti tetapi menjadi penting pada pipa yang
pendek.

2.4.7 Aliran Laminar dan Turbulen


Aliran laminar didefinisikan sebagai aliran fluida yang bergerak dalam
lapisan-lapisan atau lamina-lamina dengan satu lapisan meluncur secara lancar
pada lapisan yang bersebelahan dengan saling bertukar momentum secara
molekuler saja. Kecenderungan ke arah ketidakstabilan dan turbulensi diredam
habis oleh gaya-gaya geser viskos yang memberikan tahanan terhadap gerakan
relatif lapisan-lapisan fluida yang bersebelahan.
Dalam aliran turbulen, partikel-partikel fluida bergerak dalam lintasan-
lintasan yang sangat tidak teratur, dengan mengakibatkan pertukaran momentum
dari satu bagian fluida ke bagian fluida lain. Aliran turbulen dapat berskala kecil
yang terdiri dari sejumlah besar pusaran-pusaran kecil yang cepat mengubah energi
mekanik menjadi ketidak mampu balikan melalui kerja viskos, atau dapat berskala
besar seperti pusaran-pusaran besar yang membangkitakan pusaran-pusaran yang
kecil pada gilirannya menciptakan turbulensi yang besar berskala kecil. Aliran
turbulen berskala kecil mempunyai fluktuasi-fluktuasi kecil kecepatan yang terjadi
dengan frekuensi yang tinggi. Pada umumnya, intensitas turbulensi meningkat
dengan meningkatnya bilangan reynold..

2.4.8 Rumus Dasar


Adapun rumus dasar pada praktikum pressure drop sebagai berikut:
1. Mencari Ketinggian pada Experimental Set-Up pada Pressure

𝑃
h=
𝜌
.………………………(2.54)
51

Dimana :
h = Ketinggian H2O (m)
P = Tekanan (Kg/cm2)
ρ = Kerapatan (Kg/m2)
2. Perbedaan Ketinggian H2O antara Pressure tap 1 dengan 2 (Δh12)

Δh12 = h1-h2
.……………………(2.55)
Dimana:
h1 = Ketinggian H2O pada Tap 1 (m)
h2 = Ketinggian H2O pada Tap 2 (m)
Δh12 = Perbedaan Ketinggian H2O (m)
3. Perbedaan ketinggian H2O antara Pressure Tap 1 dengan 3 (Δh13)

Δh13 = h1-h3
.…………………………(2.56)
Dimana:
h1 = Ketinggian H2O pada tap 1 (m)
h3 = Ketinggian H2O pada tap 3 (m)
Δh12 = Perbedaan Ketinggian H2O (m)
4. Perbedaan Ketinggian H2O antara Pressure Tap 2 dengan 3 (Δh23)

Δh13 = h2-h3
..…………………………(2.57)
Dimana :
h2 = Ketinggian H2O pada Tap 2 (m)
h3 = Ketinggian H2O pada Tap 3 (m)
Δh23 = Perbedaan Ketinggian H2O (m)
5. Perbedaan Tekanan antara Pressure Tap 1 dengan 2 (ΔP12)

ΔP12 = ρ.g.Δh12
.…………………(2.57)
52

6. Perbedaan Tekanan antara Pressure Tap 2 dengan 3 (ΔP23)

ΔP23 = ρ.g.Δh23
…………………………(2.58)
7. Perbedaan Tekanan antara Pressure Tap 1 dengan 3 (ΔP13)

ΔP13 = ρ.g.Δh13
..………………………(2.59)
8. Kapasitas Aliran (Q)

Q=V
s
…………………………(2.60)
9. Kecepatan Aliran Fluida (v)

v=Q
A
..…………………………(2.61)
10. Bilangan Reynold (Re)

Re = vD
u
……………………………(2.62)
Dimana :
D = Diameter dalam Pipa (m)
11. Koefisien Gesek Fluida dari Jarak Pressure Tap 1 hingga 2 ( f12)

f12 = 2.g.D.Δ12
L12.v2
.…………………………(2.63)
Dimana :
L12 = Panjang Pipa dari Tap 1 ke tap 2 (m)

12. Koefisien Gesek Fluida dari Jarak Pressure Tap 2 hingga 3 ( f23)

f23= 2.g.D.Δ23
L23.v2
.…………………………(2.64)
53

Dimana :
L23 = Panjang Pipa dari Tap 2 ke Tap 3 (m)
13. Koefisien Gesek Fluida dari Jarak Pressure tap 1 hingga 3 ( f13)

f12 = 2.g.D.Δ13
L13.v2
……………………………(2.64)
Dimana :
L13 = Panjang Pipa dari Tap 1 ke Tap 3 (m)

2.5 Heat Exchanger


Menurut Incropera dan Dewitt (1981), efektivitas suatu heat exchanger
didefinisikan sebagai perbandingan antara perpindahan panas yang diharapkan
(nyata) dengan perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi dalam heat
exchanger tersebut. Secara umum pengertian alat penukar panas dan bisa
berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin

2.5.1 Prinsip – Prinsip Perpindahan Kalor


Perpindahan kalor (heat transfer) merupakan suatu proses perpindahan
energi kalor, dimana terjadi perpindahan dari fluida bertemperatur tinggi ke fluida
bertemperatur lebih rendah baik secara langsung maupun tidak langssung.

2.5.2 Klasifikasi Alat Penukar Kalor (Heat Transfer)


Klasifikasi alat penukar kalor dapat dikelompokkan berdasarka
pertimbangan kapasitas kerja dan penggunaan, diantara klasifikasi alat penukar
kalor :
1. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan
a) Tipe kontak tidak langsung
b) Tipe kontak lansung
2. Kasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir
a) Dua jenis fluida
b) Tiga jenis fluida
c) N – jenis fluida (N lebih dari tiga)
54

3. Klasifikasi berdasarkan aliran


a) Aliran berlawanan (counter flow)
b) Aliran kombinasi
c) Aliran parallel (parallel flow)
4. Klasifikasi berdasarkan konstruksi
a) Konstruksi Tubular terdiri dari (Double tube dan Shell and Tube)
b) Konstruksi Tipe Pelat terdiri dari (Tipe pelat, Tipe Spiral, Tipe Koil)
c) Konstruksi dengan luas permukaan diperluas terdiri (plat fin, tube fin)
d) Regenerative terdiri dari (Tipe Rotari, Tipe Drum, Tipe disk, Tipe
Matrik tetap)

2.5.3 Pengertian Heat Exchanger


Alat penukar kalor, peralatan proses yang digunakan untuk memindahkan
Kalor dari dua fluida yang berbeda dimana perpindahan panasnya dapat terjadi
secara langsung (kedua fluida mengalami pengontakan) ataupun secara tidak
langsung (dibatasi oleh suatu dinding pemisah / sekat). Fluida yang mengalami
pertukaran panas dapat berupa fasa cair-cair, cair-gas, gas-gas.

2.5.4 Prinsip Kerja Heat Exchanger


Prinsip kerja heat exchanger yaitu memindahkan panas dari dua fluida pada
temperatur berbeda di mana transfer panas dapat dilakukan secara langsung
ataupun tidak langsung.

2.5.5 Jenis-jenis Heat Exchanger


Adapun jenis-jenis heat exchanger yang digunakan sebagai berikut:
1. Macam-macam Heat Exchanger Berdasarkan Proses Transfer Panas:
a) Heat Exchanger Tipe Kontak Tak Langsung
Heat exchanger tipe ini melibatkan fluida-fluida yang saling bertukar
panas dengan adanya lapisan dinding yang memisahkan fluida-fluida
tersebut. Sehingga pada heat exchanger jenis ini tidak akan terjadi
kontak secara langsung antara fluida-fluida yang terlibat.
55

b) Heat Exchanger Tipe Kontak Langsung


Suatu alat yang di dalamnya terjadi perpindahan panas antara satu atau
lebih fluida dengan diikuti dengan terjadinya pencampuran sejumlah
massa dari fluida-fluida tersebut disebut dengan heat exchanger tipe
kontak langsung. Perpindahan panas yang diikuti percampuran fluida-
fluida tersebut, biasanya diikuti dengan terjadinya perubahan fase dari
salah satu atau labih fluida kerja tersebut. Terjadinya perubahan fase
tersebut menunjukkan terjadinya perpindahan energi panas yang cukup
besar. Perubahan fase tersebut juga meningkatkan kecepatan
perpindahan panas yang terjadi.
2. Macam-macam Heat Exchanger berdasarkan jumlah fluida Kerja
sebagian besar proses perpindahan panas antar fluida, melibatkan hanya
dua jenis fluida yang berbeda. Semisal air dengan air, uap dengan air, uap
dengan air laut, dan lain sebagainya. Namun ada pula heat exchanger yang
melibatkan lebih dari dua fluida kerja yang berbeda jenis. Umumnya heat
exchanger jenis ini digunakan pada proses-proses kimiawi, seperti pada
contoh sistem di bawah ini yaitu proses penghilangan kandungan nitrogen
dari bahan baku gas alam. Pada sistem ini dihasilkan gas alam dengan
kandungan nitrogen yang lebih rendah sehingga penggunaan gas alam
tersebut pada kebutuhan porses pembakaran selanjutnya dapat lebih
efisien.
3. Macam-macam Heat Exchanger berdasarkan bidang perpindahan panas
parameter yang digunakan dalam pengklasifikasian ini adalah sebuah
satuan besar luas permukaan bidang kontak di setiap volume heat
exchanger. Semakin luas permukaan bidang kontak perpindahan panas
per satuan volume, maka akan semakin besar efisiensi perpindahan panas
yang didapatkan. Namun hal tersebut harus juga memperhatikan jenis
fluida kerja yang digunakan.

2.5.6 Aplikasi Heat Exchanger


Adapun pengaplikasian penggunaan heat exchanger sebagai berikut:
56

1. Wet Cooling Tower

Gambar 2.24 Wet Cooling Tower

Wet cooling tower biasa dipergunakan pada pembangkit-pembangkit


listrik tenaga uap yang terletak jauh dari sumber air. Udara bekerja sebagai
media pendingin, sedangkan air bekerja sebagai media yang didinginkan.
Air disemprotkan ke dalam cooling tower sehingga terjadi percampuran
antara keduanya diikuti dengan perpindahan panas. Sebagian air akan
terkondensasi lagi sehingga terkumpul pada sisi bawah cooling tower,
sedangkan sebagian yang lain akan menguap dan ikut terbawa udara ke
atmosfer.
2. Heat exchanger dengan tubin bersirip
Heat exchanger tipe ini biasa digunakan jika salah satu fluida memiliki
tekanan kerja dan temperatur yang lebih tinggi dari pada fluida kerja yang
lainnya. Sehingga dengan adanya sirip tersebut terjadi perpindahan panas
yang efisien. Aplikasi turbin dengan sirip ini digunakan seperti pada
kondensor dan evaporator pada mesin pendingin (air conditioning),
kondensor pada pembangkit listrik tenaga uap, pendingin oli pada
pembangkit listrik, dan lain sebagainya.

2.5.7 Rumus Dasar


Adapun rumus dasar pada praktikum heat exchanger sebagai berikut:
57

1. Debit Aliran

…………………………(2.64)
Dimana:
Q = Debit Aliran Fluida (m3/s)
V = Volume (m3)
t = Waktu (s)
2. Kecepatan Fluida

…………………………(2.65)
Dimana:
v = Kecepatan Aliran Fluida
Q = Debit Aliran Fluida (m3/s)
A = Luas Penampang (m2)
3. Laju Aliran Massa (Mass Flow)

…………………………(2.66)
Dimana:
m = Massa (kg)
ṁ = Mass
flow t =
Waktu (s)
4. Bilangan Prandtl

……………………(2.67)
Dimana :
Pr = Bilangan Prandtl
ν =Viskositas Kinematik Fluida (m2/s)
α = Thermal Diffusivity (m2/s)
cp = Kalor Spesifik (J/kg K)
μ = Viskositas Fluida (Kg/m.s)
58

k = Konduktifitas Thermal (W/m.K)


5. Perhitungan Keseimbangan Energi

…………………………(2.68)
Dimana :
= Kapasitas Perpindahan Panas/Heat Duty (W)
ṁ = Laju Aliran Massa (kg/s)
= Kalor Spesifik (J/kg.K)
= Selisih Temperatur (K)
6. Reynold Number
Merupakan aliran yang tidak memiliki dimensi, bilangan ini digunakan
untuk dapat menentukan jenis aliran fluida yang terjadi didalam
penampang pipa, aliran tersebut terdiri dari aliran laminar, transisi dan
turbulent.

………………………(2.69)
Dimana :
= Bilangan Reynold
ṁ = Laju Aliran Massa (Kg/s)
= DiameterPipa (m)
= Viskositas Dinamik
7. Bilangan Nusselt

..………………(2.70)
Dimana :
Re = Bilangan Reynold
Pr = Bilangan Prandtl
N = 0.4 (untuk pemanas)
0.3 (untuk pendingin)
59

8. Perhitungan Koefisien Konveksi


Koefisien h adalah koefisien perpindahan kalor konveksi yang
merupakan konstanta proporsionalitas pada persamaan pada hukum
Newton pendingin, Koefisien perpindahan panas antara fluida dan
permukaan pipa dapat menggunakan persamaan.

……………………………(2.71)
Dimana:
= Koefisien Konveksi (W/m2.K)
= Bilangan Nusselt
= Konduktifitas Thermal (W/m.K)
= Diameter Pipa (m)
9. Total Koefisien Perpindahan Panas Konveksi
Setelah melakukan perhitungan nilai koefisien konveksi dari masing–
masing pipa, maka dapat melakukan perhitungan untuk total nilai
koefisien konveksi secara keseluruhan.

.………………………(2.72)
Dimana :
U = Total koefisien konveksi (W/m2.K)
hin = koefisien konveksi dalam (W/m2.K)
hout = koefisien konveksi luar (W/m2.K)

Anda mungkin juga menyukai