Anda di halaman 1dari 93

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pneumatik
2.1.1 Penjelasan Tentang Pneumatik
Pneumatik berasal dari bahasa Yunani yang berarti udara atau angin. Semua
sistem yang menggunakan tenaga yang disimpan dalam bentuk udara yang
dimampatkan untuk menghasilkan suatu kerja disebut pneumatik. Dalam
penerapannya, sistem pneumatik digunakan sebagai sistem otomatis.

Dalam suatu rangakaian pneumatik, udara diluar dihisap ke dalam


kompressor dan mengalami kompresi, sehingga memiliki bentuk energi yang
kemudian diubah menjadi gerak mekanik (gerak piston).

Berkaitan dengan ilmu pneumatik yang terus berkembang maka pada


kesempatan kali ini kita akan mencoba untuk mempraktikan bagaimana sebenarnya
udara itu dimampatkan dan dengan alat bantu apa sehingga semua gagasan
mengenai pemanfaatan udara ini bisa diwujudkan.

1. Kelebihan sistem Pneumatik antara lain :


a. Fluida kerja yang mudah didapat untuk ditransfer.
b. Dapat disimpan dengan baik.
c. Penurunan tekanan relatif lebih kecil dibandingkan dengan hidrolik.
d. Viskositas fluida yang lebih kecil sehingga gesekan dapat diabaikan.
e. Aman terhadap kebakaran.
f. Udara bertekanan mudah dipindahkan melalui sistem perpipaan.
2. Kekurangan sistem Pneumatik antara lain :
a. Gangguan udara yang bising.
b. Gaya yang ditransfer terbatas.
c. Dapat terjadi pengembunan.
d. Daya yang dihasilkan relatif kecil.
e. Udara bertekanan yang terlepas ke atmosfer menimbulkan suara berisik
dan dapat mengandung minyak pelumas yang tercampur untuk keperluan
pelumasan.

5
6

2.1.2 Komponen Pendukung Sistem Pneumatik


1. Kompresor
Kompresor digunakan untuk menghisap udara atmosfer dan
memampatkannya ke dalam tangki penampung atau receiver, kondisi udara
pada atmosfer dipengaruhi oleh suhu dan tekanan, sehingga berlaku :

..........................................(2.1)
..
Dimana : P = Tekanan (Pa)

V = Volume yang dibutuhkan oleh gas (m2)

M = Massa molar

R1 = Konstanta gas spesifik = 287 j/kg.ºK


T = Temperatur absolut (ºK)

Simbol :

Gambar 2.1 Kompressor

a. Kompresor Air Filter


Kompressor air filter berfungsi sebagai penyaring udara yang digunakan
pada sistem dengan memisahkan partikel – partikel air dan debu dari udara.

Simbol :
7

Gambar 2.2 Kompressor Air Filter


8

2. Katup Pneumatik
Berfungsi sebagai saklar, yaitu untuk mengatur arah aliran dari fluida.
Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem pneumatik berdasarkan
standart DIN/ISO 1219.

Tabel 2.1 Simbol katup pneumatik

3. Katup Pengatur Aliran Searah (One Way Flow Control)


Berfungsi sebagai pengatur debit aliran fluida, sehingga dapat
mempengaruhi kecepatan silinder.

Simbol :
9

Gambar 2.3 Katup Pengatur Aliran Searah


10

4. Katup gerbang Logika “AND”


Berfungsi sebagai switch yang berkerja apabila terjadi tekanan pada kedua
lubangnya.

Simbol :

Gambar 2.4 Katup Gerbang Logika “AND”

5. Katup Gerbang Logika “OR”


Berfungsi sebagai switch yang berkerja apabila terjadi tekanan pada salah
satu lubangnya saja.

Simbol :

Gambar 2.5 Katup Gerbang Logika “OR”

6. Time Delay Valve


Berfungsi untuk menunda kerja dari silinder.
Simbol :
11

Gambar 2.6 Time Delay Valve


12

7. Aktuator
Berfungsi sebagai elemen penggerak akhir. Aktuator dibagi menjadi dua
macam yaitu, tabung gerak tunggal (SAC) dan tabung gerak ganda (DAC).
Pada SAC silinder bergerak maju dengan tekanan dan kembali secara
otomatis karena pengaruh kerja pegas di dalamnya sedangkan pada DAC
silinder bergerak maju tanpa bisa kembali lagi secara otomatis, silinder
DAC akan kembali ke posisi awalnya setelah mendapatkan tekanan fluida
dari arah yang berlawanan.

Tabel 2.2 Simbol Aktuator

Nama akuator Keterangan Simbol


Silinder dengan tekanan
hanya bekerja ke satu arah
saja.

Silinder kerja
Langkah kembali oleh
tunggal
pegas

Silinder dengan tekanan


dapatbekerja ke dua arah
(langkah maju dan

mundur)
Silinder kerja
ganda Dengan batang piston
ganda

8. Pressure Relief
Berfungsi sebagai saklar otomatis, komponen ini berkerja apabila tekanan
pada tabung di dalam komponen telah mencapai tekanan maksimum, maka
udara akan mengalir dan mengaktifkan katup 3/2 yang juga terdapat di
dalam komponen pressure relief ini.
13

Simbol :
14

Gambar 2.7 Pressure Relief

9. Pressure Gauge
Berfungsi sebagai alat pengukur tekanan fluida (udara) pada sistem
pengontrol pneumatik.

Simbol :

Gambar 2.8 Pressure Gauge

2.1.3 Kontruksi Rangkaian Pneumatik


Kontruksi Rangkaian atau disebut dengan skema merupakan suatu
rangkaian sistem yang saling berhubungan untuk mendapatkan sebuah mekanisme
15

pada sistem Pneumatik. Berikut adalah contoh skema sistem Pneumatik serta
penjelasannya antara lain:

Gambar 2.9 Rangkaian Pneumatik


16

Berikut adalah penjelasannya:


1. Kompresor, komponen ini berfungsi sebagai penghasil udara utama pada
sistem Pneumatik. Tentunya spesifikasi kompresor harus disesuaikan
dengan kebutuhan tekanan pada sistem untuk menghindari Loss Power dan
Over Power. Kebanyakan kompresor sudah memiliki tangki penyimpanan
udara serta pengukur tekanan.

2. Tanki udara, tanki udara berfungsi sebagai penyimpan energi/udara yang


telah dihisap oleh kompresor. Untuk sistem pneumatik, tanki udara
diharuskan memenuhi tekanan dahulu lalu bisa dimasukan kedalam sistem.

3. Air Service Unit, yaitu komponen yang didalamnya sudah termasuk


penyaring udara, Air Pressure Relief sebagai pengatur tekanan dan Pressure
Gauge sebagai penunjuk besar tekanan.

4. Katup 3/2 dengan tombol tekan, merupakan katup yang didalamnya ada
jalur masukan, pengeluaran dan pembuangan serta dua katup penghubung
yang memiliki pegas sebagai komponen pembalik pada katup. Nantinya
apabila katup tidak ditekan maka otomatis menutup.

5. Double Acting Cylinder, merupakan sebuah aktuator atau penggerak utama


pada sistem Pneumatik yang memiliki dua jalur masuk yang sebagai Extend
dan Retract.

2.1.4 Aplikasi Penggunaan Pneumatik


Pemilihan penggunaan udara bertekanan (pneumatik) sebagai sistim kontrol
dalam proses otomasinya, karena pneumatik mempunyai beberapa keunggulan,
antara lain:

1. Mudah diperoleh, bersih dari kotoran dan zat kimia yang merusak, mudah
didistribusikan melalui saluran (selang) yang kecil, aman dari bahaya
ledakan dan hubungan singkat, dapat dibebani lebih, tidak peka terhadap
perubahan suhu dan sebagainya.

2. Penggunaan silinder pneumatik biasanya untuk keperluan antara lain:


mencekam benda kerja, menggeser benda kerja, memposisikan benda kerja,
17

mengarahkan aliran material ke berbagai arah. Penggunaan secara nyata


pada industri antara lain untuk keperluan: membungkus (verpacken),
mengisi material, mengatur distribusi material, penggerak poros, membuka
dan menutup pada pintu, transportasi barang,

3. Memutar benda kerja, menumpuk/menyusun material, menahan dan


menekan benda kerja. Melalui gerakan rotasi pneumatik dapat digunakan
untuk, mengebor, memutar mengencangkan dan mengendorkan mur/baut,
memotong, membentuk profil plat, menguji, proses finishing (gerinda,
pasah, dll.)

2.1.5 Rumus Dasar


1. Tekanan terhadap Luas Penampang
Besarnya nilai tekanan berbanding terbalik denga luas penampang tempat
gaya itu bekerja . besarnya tekanan dapat dirumuskan menjadi :

...................................................(2.2)
..

Dimana: P = Tekanan (Pa)


F = Gaya (N)

A = Luas Penampang (m2)

2. Debit aliran
Debit aliran adalah volume fluida yang melewati suatu penampang dalam
suatu satuan waktu tertentu . sehingga dapat dirumuskan

...........................................(2.3)
......

Dimana: Q = Debit Aliran (m³/s)


18

Vtotal = Volume Total (m³)


t = Waktu (s)
19

3. Gaya Tekan (Fp)

.................................................... (2.4)

Dimana: Fp = Gaya tekan (N)

P = Tekanan (Pa)
A = Luas Penampang (m3)

4. Volume Aktuator ( Vtotal)

.....................................................(2.5)

Dimana: Vtotal = Volume Aktuator (m3)

A = Luas Penampang (m3)


L = Panjang Langkah (m)

5. Kapasitas Aliran (Qs)

..........................................(2.6)

Dimana: Qs = Kapasitas Aliran (m3/s)

Vtotal = Volume Aktuator (m3)


t = Waktu (s)
20

6. Kecepatan Aliran

.................................................(2.7)

Dimana: v = Kecepatan Aliran (m/s)

Qs = Kapasitas Aliran (m3/s)

A = Luas Penampang (m3)


21

7. Kerja Torak (W)

...................................................(2.8)

Dimana: W = Kerja Torak (J)

Fp = Gaya tekan (N)

L = Panjang Langkah (m)

8. Daya Torak (P)

.....................................................(2.9)

Dimana: P = Daya Torak (W)


W = Kerja Torak (J)
t = Waktu (s)

2.2 Hidrolik
2.2.1 Penjelasan Tentang Hidrolik
Hidrolik merupakan suatu sistem yang memanfaatkan energi dari fluida
(cairan) yang dimampatkan sehingga menghasilkan energi mekanik/gerak mekanik
(gerak piston). Mekanika fluida dan hidrolik merupakan ilmu yang berkaitan
dengan fluida dalam keadaan statis atau dinamis. Fluida adalah zat yang memiliki
kemampuan untuk mengalir dan menyesuaikan diri dengan tempatnya. Fluida
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu fluida mampu mampat (compressible) dan
fluida tak mampu mampat (non-compressible).

1. Kekentalan (viskositas)
Kekentalan suatu fluida adalah sifat yang menentukan besarnya daya tahan
22

terhadap tegangan geser atau dapat didefinisikan sebagai ketahanan


terhadap aliran. Ketahanan ini dipengaruhi oleh gaya tarik antara molekul –
molekul dalam fluida tersebut. Pada standar internasional, koefisien
kinematik dilambangkan dengan (α). Sedangkan koefisien kekentalan
23

dilambangkan dengan (µ), kedua koefisien ini memiliki hubungan sebagai


berikut :

...................................................(2.10)

Dimana : = Koefisien kekentalan mekanik (m2/detik)

µ = Koefisien kekentalan mutlak (Pa.detik)


= Densitas cairan (kg/m3)

2. Tekanan Hidrostatik
Yang dimaksud tekanan hidrostatik hidrolik adalah tekanan yang dilakukan
oleh cairan dalam keadaan tak bergerak. Cairan yang ditempatkan pada
suatu bejana memiliki energi tekanan yang diakibatkan oleh massa jenis
cairan, gravitasi dan jarak terhadap titik acuan. Sehingga diperoleh
persamaan:

...............................................(2.11)

Dimana : = Tekanan hidrostatik (Pa)


= Densitas fluida (kg/m3)
= Percepatan gravitasi (m/s2)
= Jarak ketinggian titik acuan (m)

3. Tekanan terhadap Luas Penampang


Besarnya nilai tekanan berbanding terbalik dengan luas penampang tempat
gaya itu bekerja. Besarnya tekanan dapat dirumuskan menjadi :

............................................(2.12)
.......
24

Dimana : P = Tekanan (Pa)


F = Gaya (N)

A = Luas penampang (m2)


25

4. Debit Aliran
Debit aliran adalah volume fluida yang melewati suatu penampang dalam
suatu satuan waktu tertentu. Sehingga dapat dirumuskan :

..........................................(2.13)
.....

Dimana : Q = Debit aliran (m3/menit)

A = Luas penampang (m2)


ʋ = Kecepatan aliran (m/s)

5. Jenis Aliran Fluida


Tipe aliran dalam fluida dibedakan atas pergerakan partikel dalam fluida
tersebut, yaitu aliran laminer dan turbulent. Pada aliran laminer partikel-
partikel dalam fluida bergerak disepanjang lintasan-lintasan lurus dan
sejajar dalam lapisan-lapisan. Sedangkan pada aliran turbulen partikel-
partikel fluida bergerak secara acak kesegala arah.

Untuk mengetahui besar dan jenis aliran dari fluida perlu diketahui bilangan
Reynolds, yaitu bilangan tak berdimensi yang menyatakan perbandingan
gaya-gaya inersia terhadap kekentalan suatu fluida. Untuk menghitung dan
menentukan jenis aliran dapat didasarkan pada :

a. Kecepatan aliran (m/s)


b. Diameter pipa (m)
c. Viskositas kinematik (m2/s)
Ketiga hal tersebut diatas dapat dirumuskan menjadi persamaan dibawah
ini, dimana aliran laminer memiliki nilai Re < 2000 sedangkan aliran
turbulent memiliki nilai Re > 4000. Aliran transisi 2000 < Re < 4000.

.................................................(2.14)
Dimana : = Bilangan Reynold
ʋ = Kecepatan aliran (m/s)
26

D = Diameter penampang aliran (m)


ʋ = Viskositas kinematis (m2/s)
27

6. Penurunan Tekanan
Pada suatu aliran dalam pipa, tekanan fluida yang dihasilkan tidak terlalu
konstan. Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan tekanan ini
adalah :

a. Viskositas cairan
b. Panjang penampang aliran
c. Tipe dan kecepatan aliran
Besarnya penurunan tekanan memenuhi persamaan :

........................................(2.15)

Dimana : ΔP = Penurunan tekanan (Pa)


ƛ = Konstanta tahanan (75/Re)
Ɩ = Panjang penampang aliran (m)
ʋ = Kecepatan aliran (m/s)
D = Diameter penampang aliran (m)
ƿ = Densitas fluida (kg/m3)

7. Rumus Perhitungan Silinder


a. Rumus perhitungan silinder dengan beban :
1. Gaya akibat beban (Fm)

..............................................(2.16)

Dimana : m = Massa benda (kg)


g = Percepatan gravitasi (m/s2)

2. Kerja piston akibat gaya (WF)


28

..............................................(2.17)
Dimana : L = Panjang langkah (m)
Fm = Gaya akibat beban (kg.m/s2)
29

3. Daya kerja piston (Pp)

................................................(2.18)

Dimana : Wf = Kerja Piston Akibat Gaya (Joule)


t = Waktu (Detik)

b. Rumus perhitungan silinder tanpa beban :


1. Gaya tekan (Fp)

................................................(2.19)

Dimana : A1 = 0,785 (D2 – Db2)


P = Tekanan (Pa)

2. Tekanan akibat gaya (pF)

.............................................(2.20)
Dimana : A2 = 0,785 (D2)

Fp = Gaya tekan (N)

3. Volume silinder (V)

................................................(2.21)
30

Dimana : L = Panjang langkah (m)


A1 = 0,785 (D2 – Db2)
19

4. Kapasitas aliran (Qs)

............................................(2.22)

Dimana : V = volume (m3)


t = waktu (detik)

5. Kecepatan aliran (v)

................................................(2.23)

Dimana : Qs = Debit Aliran (m3/s)


A1 = 0,785 (D2 – Db2)

6. Kerja torak (W)

..................................................(2.24)

Dimana : Fp = Gaya Tekan (N)


L = Panjang langkah (m)

7. Daya torak (P)

........................................(2.25)
.............
20

Dimana : W = Kerja Torak (J/s)


t = waktu (detik)
21

2.2.2 Komponen Pendukung Sistem Hidrolik


1. Katup (valve).
Katup dalam sistem hidrolik dibedakan atas fungsi desain, dan cara kerja
katup. Untuk pembagian katup berdasarkan fungsi, terdiri atas :

1. Katup tekanan (pressure relief valve)


2. Katup arah aliran (direction control valve)
3. Katup aliran searah (non return valve)
4. Katup pengaturan debit aliran (flow control valve)

Penjelasan:

a. Katup tekanan (pressure relief).


Komponen ini berfungsi sebagai saklar otomatis pada sistem hidrolik,
katup ini akan membuka apabila tekanan dalam tabungnya telah
mencapai tekanan maksimum sesuai dengan yang telah diatur fluida
masuk melalui P dan keluar di T.

Simbol :

Gambar 2.10 Katup Tekanan (Pressure Valve)

b. Katup 4/3 (Direction Control Valve)


Komponen ini berfungsi sebagai pengatur arah aliran fluida yang
fungsinya sama seperti pada katup 3/2 pada rangkaian Pneumatik,
dimana fluida masuk melalui P dan keluar pada titik A dan B, sedangkan
22

T sebagai tempat keluaran sisa fluida yang digunakan untuk kemudian


ditampung kembali di receiver tank.
23

Simbol :

Gambar 2.11 Katup 4/3 (Direction Control Valve)

c. Katup Aliran Searah (Non Return Valve)


Pada komponen ini aliran fluida hanya bisa mengalir pada satu arah.
fluida yang telah mengalir tidak dapat kembali melawan arah aliran.
Komponen ini disebut juga penyearah aliran fluida.

Simbol :

Gambar 2.12 Katup Aliran Searah

d. Katup Pengatur Debit Aliran (Flow Control Valve)


Komponen ini berfungsi untuk mengatur kecepatan aliran fluida dalam
rangkaian.

Simbol :

Gambar 2.13 Katup Pengatur Debit Aliran (Flow Control Valve)


24

2. Silinder Hidrolik
Silinder hidrolik berfungsi untuk mengubah energi yang dimiliki oleh cairan
menjadi energi gerak/mekanik. Jenis silinder hidrolik terbagi menjadi dua,
yaitu :
25

a. Single Acting Cylinder (SAC)


SAC berfungsi sebagai komponen penggerak akhir, SAC bekerja
dengan cara apabila ada fluida yang menekannya, maka SAC akan
bergerak maju. Namun jika tidak ada tekanan yang masuk maka
silindernya akan kembali kembali seperti semula (mundur) secara
otomatis.

Simbol :

Gambar 2.14 Single Acting Cylinder (SAC)

a. Double Acting Cylinder (DAC)


DAC sama fungsinya seperti SAC, yaitu sebagai elemen penggerak
akhir, hanya saja dalam DAC silinder tidak kembali seperti semula
seperti SAC, kecuali lubang kedua DAC diberi tekanan fluida, karena
DAC merupakan silinder yang memiliki kerka ganda (maju dan
mundur) Dan tidak kembali secara otomatis seperti pada SAC.

Simbol :

Gambar 2.15 Tabung Gerak Ganda (DAC)

3. Motor hidrolik
26

Pada motor hidrolik ini, berfungsi untuk mengubah energi tekanan cairan
hidrolik menjadi energi mekanik/putaran, ukuran dari motor ini dinyatakan
dengan kapasitas perpindahan geometrik (cm3) (V).
27

Simbol :

Gambar 2.16 Motor Hidrolik

Ukuran besar kapasitas dirumuskan dengan :

............................................(2.26)

...........................................(2.27)
...
Dimana : P = Tekanan (Pa)
M = Torsi (Nm)
v = Perpindahan geometric (cm2)
Q = Debit aliran (L/min)
n = Kecepatan putaran (rpm)

4. Pompa
Pompa digunakan untuk sejumlah volume cairan yang digunakan agar suatu
cairan tersebut memiliki bentuk energi. Berdasarkan prinsip kerjanya
pompa dibagi dalam :

a. Positive displacement pump


b. Pompa dynamic
Simbol HPP (Horse Power Pack).
28

Gambar 2.17 Horse Power Pack (HPP)


29

Pada sistem hidrolik, pompa yang digunakan adalah pompa gigi karena
dapat memindahkan sejumlah volume zat cair yang memiliki viskositas
yang besar. Dalam penggunaan pompa pada suatu sistem haruslah
mempertimbangkan karakteristik dari pompa itu sendiri, salah satu
karakteristik yang penting adalah besar volume yang dipindahkan pompa

(V) dirumuskan :

..................................................(2.28)

Dimana : V = Volume yang dipindahkan (cm3/rpm)

Q = Debit aliran (L/min)

n = Putaran pompa (rpm)

2.2.3 Konstruksi Dari Sistem Penggerak Hidrolik


Konstruksi penggerak sistem hidrolik atau sering disebut dengan skema
Hidrolik merupakan rangkaian yang harus disesuaikan pemanfaatnya dengan baik.
Berikut adalah contoh skema hidrolik serta penjelasannya antara lain:

Gambar 2.18 Rangkaian skema Hidraulik

Berikut adalah penjelasannya:


1. Pompa hidrolik, berfungsi untuk mensupply fluida hidrolik pada tekanan
30

tertentu kepada sistem hidrolik. Pompa ini digerakkan oleh motor listrik
atau sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah sistem kopling.
Sistem kopling yang digunakan dapat berupa belt, roda gigi, atau juga
sistem flexible elastomeric.
31

2. Fluide Filter, Komponen ini berfungsi untuk mengumpulkan kotoran


(biasanya berupa metal) pada fluida hidrolik, agar kotoran-kotoran tersebut
tidak ikut bersirkulasi. Komponen ini sangat pentomg karena kotoran metal
selalu diproduksi pada setiap sistem hidrolik. Biasanya filter diposisikan
pada sisi suction pompa hidrolik. Namun kebersihan filter ini harus tetap
terjaga, karena apabila terlalu kotor dan menyebabkan fluida terhambat.

3. Trottle Valve, merupakan suatu komponen pengatur tekanan fluida yang


disalurkan dari pompa menuju sistem. Pengatur tekanan ini biasanya
berberntuk analog sebagai pengaturnya.

4. Katup 3/2 dengan tombol tekan, katup ini memiliki aliran pemasukan,
pengeluaran dan pembuangan serta dua penghubung. Katup ini dilengkapi
dengan pegas sebagai pembalik serta tombol untuk penekannya.

5. Double Acting Cylinder (DAC), merupakan komponen utama penggerak


pada hidrolik yang memiliki dua jalur masuk sebagai Extenddan Retract.

6. Cooler, komponen ini berfungsi sebagai pendingin fluida yang tentunya


suhu meningkat pada sistem yang disirkulasikan. Oleh karena itu
digunakan pendingin ini untuk menjaga kekentalannya sebelum dimasukan
kedalam tanki penyimpanan akhir.

7. Tanki, sebagai penyimpanan oli akhir setelah dimasuki kedala sistem untuk
nantinya digunakan kembali.

2.2.3 Rumus Dasar


1. Debit Aliran (Qr)

............................................(2.29)
...

.........................................(2.30)
...

Dimana: V = Volume (m3)


32

L = Panjang Langkah (m)

r = Jari-jari (m)
33

2. Kecepatan Aliran (v)

.................................................(2.31)

...............................................(2.32)
..

Dimana: V = Ketetapan Aliran (m/s)


Qr = Kapasitas Aliran (m3/s)
A = Luas Penampang (m3)
R = Jari-jari (m)

3. Konstanta Reynolds (Re)

.....................................(2.33)
............

Dimana: Re = Bilangan Reynold


v = Kecepatan Aliran (m/s)
D = Diameter Penampang Aliran (m)
V = Viskositas Kinematis (m2/s)

4. Kerja Pompa (W)

...........................................(2.34)
.....

Dimana: W = Kerja Pompa (J)


34

Qr = Kapasitas Aliran (m3/s)


35

5. Efisiensi (ŋ)

........................................(2.35)
......

Dimana: ŋ = Efisiensi

Qr = Kapasitas Aliran (m3/s)


Q = Debit aliran (L/min)

2.3 Pressure Drop


2.3.1 Definisi Fluida
Fluida adalah suatu zat yang dapat berubah secara terus-menerus jika
menerima tegangan geser walaupun tegangan geser relatif kecil. Fluida dalam
keadaan diam artinya tidak ada gaya geser yang bekerja pada fluida tersebut,
seluruh gaya akan tegak lurus pada bidang fluida dimana gaya tersebut bekerja.
Fluida merupakan salah zat-zat yang bisa mengalir yang mempunyai partikel kecil
sampi kasat mata dan mereka dengan mudah untuk bergerak serta berubah-ubah
bentuk tanpa pemisahan massa. Ketahanan fluida terhadap perubahan bentuk sangat
kecil sehingga fluida dapat dengan mudah mengikuti bentuk ruang.

2.3.2 Klasifikasi Fluida


Fluida merupakan suatu zat yang tidak mampu menahan gaya geser yang
bekerja sehingga akan mengalami deformasi. Fluida dapat diklasifikasikan menjadi
dua bagian, yaitu :

1. Fluida Newtonian
Fluida Newtonian adalah suatu jenis fluida yang memiliki kurva hubungan
shear stress dan gradient kecepatan yang linier. Contoh fluida Newtonian
adalah air, udara, ethanol, benzene, dan lain-lain. Fluida Newtonian akan
terus mengalir dan viskositas fluida tidak berubah sekalipun terdapat gaya
yang bekerja pada fluida. Viskositas fluida akan berubah jika terjadi
36

perubahan temperature. Pada dasarnya fluida Newtonian adalah fluida yang


mengikuti hukum Newton tentang aliran dengan persamaan :
37

......................................................(2.36)

Dimana :  = Tegangan geser pada fluida


 = Viskositas dinamik fluida
u
= Gradient kecepatan fluida
y

2. Fluida Non-Newtonian
Fluida non-Newtonian adalah fluida yang memiliki kurva hubungan
tegangan geser dengan gradient kecepatan tidak linear. Viskositas fluida ini
tidak hanya dipengaruhi oleh temperatur tetapi juga dipengaruhi oleh
regangan geser dan lain-lain. Persamaan dasar fluida non-Newtonian
adalah:

...................................................(2.37)

Dimana :  = Tegangan geser pada fluida


K = Indeks perilaku aliran
n = Power law indeks

u
= Gradient kecepatan fluida
y
38

Gambar 2.19 Hubungan antara shear stress – shear rate pada fluida Newtonian
dan Non-Newtonian
39

Ketika aliran melewati awal ujung pipa, distribusi kecepatan didalam pipa
mempunyai bentuk yang tidak teratur yang disebut aliran sedang
berkembang. Kondisi ini akan semakin berubah seiring bertambahnya
panjang dari inlet. Distribusi kecepatan yang terjadi masing mengalami
perubahan bentuk kontur. Setelah aliran mengalami fully developed flow
atau berkembang penuh, maka distribusi kecepatan akan seragam untuk
jarak dari inlet semakin panjang. Untuk aliran laminar, panjang
hidrodinamik untuk mencapai keadaan fully developed flow adalah kurang
lebih 120 kali diameter dalam pipa.

Gambar 2.20 Perilaku aliran dalam pipa dari aliran sedang berkembang hingga
aliran berkembang penuh

Dalam suatu aliran yang melewati sistem atau instalasi pipa maka terjadi
suatu hambatan aliran. Hambatan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor
bentuk instalasi. Hambatan tersebut dapat menyebabkan turunnya energi
dari fluida yang sering disebut dengan kerugian tekanan (head loss) atau
penurunan tekanan (pressure drop) yang disebabkan oleh pengaruh gesekan
fluida (friction losses) dan perubahan pola aliran. Pada kondisi aliran
laminar, hambatan gesek tersebut hanya dipengaruhi oleh kekentalan fluida.
Namun, pada aliran turbulent hambatan tersebut dipengaruhi oleh
kekentalan fluida dan kekasaran permukaan pipa.

Pada tahun 1883 Osborne Reynolds menunjukkan bahwa penurunan


tekanan tergantung pada parameter : kerapatan (), kecepatan aliran (V),
diameter (D), dan viskositas dinamik () yang selanjutnya dikenal dengan
40

bilangan Reynolds, penurunan tekanan merupakan fungsi dari faktor


gesekan (f) dan kekerasan relatif dari dinding (/D).

........(2.38)
................................
Hambatan gesek menyebabkan kerugian jatuh tekanan, ∆h. Nilai ∆h ini
didapatkan dari persamaan Darcy dan Weisbach (1806-1871):

........................................(2.39)

Dimana : f = koefisien gesek Darcy dan dapat ditentukan


64
f 
dengan rumus Re

Rumus f  64 untuk aliran laminar. Terlihat hubungan yang linear antara


Re
koefisien gesek dengan bilangan Reynolds, sedangkan untuk aliran turbulent
nilai koefisien gesek tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
misalnya kekasaran permukaan pipa.

Kekasaran permukaan pipa menjadi faktor yang dominan dalam menentukan


besarnya koefisien gesek yang terjadi. Nilai kekasaran permukaan
dinotasikan dengan simbol e dapat ditentukan dengan rumus:

............................................(2.40)

...

Dimana :  = kekasaran relatif.


41

Pengaruh kekasaran permukaan pipa diteliti secara luas pertama kali oleh
Nikuradse. Hasil dari percobaannya menunjukkan bahwa kekasaran
permukaan sangat mempengaruhi aliran pada bilangan Reynolds tinggi, nilai
42

koefisien gesek tergantung pada bilangan Reynolds. Von Karman


menurunkan rumus untuk aliran turbulent dengan memasukkan kekasaran
permukaan.

Persamaan Blasius juga menggambarkan nilai koefisien gesek untuk aliran


turbulent yaitu:

............................................(2.41)

Lewis F. Moody (1880-1953) mengembangkan hasil percobaan Nikuradse


ke dalam bentuk model matematika dan berhasil memplot sebuah grafik
hubungan koefisien gesek dengan bilangan Reynolds pada aliran turbulent
dengan variasi kekasaran permukaan. Grafik tersebut dikenal dengan nama
diagram Moody.

Gambar 2.21 Diagram Moody

2.3.3 Sifat-sifat Fluida


43

Fluida ada 2 macam: cairan dan gas. Watak dari fluida adalah mengalir,
mengisi ruangan yang mewadahinya.Beberapa diantara sifat-sifat fluida adalah:
44

1. Densitas (massa jenis) dan berat spesifik: Densitas adalah massa per satuan
volume, sedangkan berat spesifik adalah berat per satuan volume.

2. Tekanan: Dalam hal ini, ada tekanan absolut dan ada juga tekanan alat ukur
(gauge pressure). Yang disebut terakhir tidak lain adalah tekanan absolut
dikurangi tekanan atmosfir (1 atm). Tekanan fluida biasanya diukur dengan
manometer (cairan) atau barometer (gas).

3. Temperatur (suhu), panas spesifik (specific heat), konduktivitas termal, dan


koefisien ekspansi termal: Panas spesifik adalah jumlah energi panas yang
diperlukan untuk menaikkan satu satuan massa sebesar satu derajat.
Konduktivitas termal menunjukkan kemampuan fluida untuk
menghantarkan panas. Sedangkan koefisien ekspansi termal
menghubungkan antara temperatur dan densitas.

4. Compressibility: Dalam hal ini, fluida bisa dibagi menjadi compressible


fluid dan incompressible fluid. Secara umum, cairan bersifat incompressible
sedangkan gas bersifat compressible. Kemampuan suatu fluida untuk bisa
dikompresi biasanya dinyatakan dalam bulk compressibility modulus. Istilah
compressible fluid dan incompressible fluid hendaknya dibedakan dengan
istilah compressible flow dan incompressible flow. Compressible flow
adalah aliran dimana densitas fluidanya tidak berubah didalam medan aliran
(flow field), misalnya aliran air. Sedangkan incompressible flow adalah
aliran dimana densitas fluidanya berubah didalam medan aliran, misalnya
aliran udara.

5. Viskositas: menunjukkan resistensi satu lapisan untuk meluncur (sliding)


diatas lapisan lainnya. Definisi lain dari viskositas dikaitkan dengan ada
tidaknya geseran (shear). Dengan demikian, viskositas berhubungan
langsung dengan besarnya friksi dan tegangan geser yang terjadi pada
partikel-partikel fluida. Dalam hal ini, fluida bisa dibedakan menjadi
viscous fluid dan inviscid fluid (kadangkala disebut juga nonviscous fluid
atau frictionless fluid). Sebetulnya, semua fluida pasti memiliki viskositas
betapapun kecilnya. Namun ketika viskositasnya sangat kecil dan bisa
diabaikan, maka biasanya diasumsikan sebagai inviscid fluid. Fluida yang
45

berada didalam lapis batas (boundary layer) biasanya diperlakukan sebagai


viscous, sedangkan fluida yang berada diluar lapis batas diperlakukan
sebagai inviscid. Fluida yang berada dalam lapis batas, sebagai akibat dari
sifat viskositasnya, akan membentuk gradien kecepatan. Pada fluida
Newtonian, gradien kecepatan berubah secara linier (membentuk garis
lurus) terhadap besarnya tegangan geser. Sebaliknya, pada fluida non-
Newtonian, hubungan antara gradien kecepatan dan besarnya tegangan
geser tidaklah linier.

6. Tegangan permukaan (surface tension): adalah besarnya gaya tarik yang


bekerja pada permukaan fluida (cair). Definisi lainnya adalah: intensitas
daya tarik-menarik molekular per satuan panjang pada suatu garis manapun
dari permukaan fluida. Dimensi dari tegangan permukaan adalah gaya per
panjang.

2.3.4 Penjelasan Tentang Pressure Drop


Penurunan tekanan (pressure drop) adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan penurunan tekanan dari satu titik dalam pipa atau tabung ke hilir
titik. "Penurunan tekanan" adalah hasil dari gaya gesek pada fluida ketika mengalir
melalui tabung yang disebabkan oleh resistensi terhadap aliran. Penentu utama
resistensi terhadap aliran fluida adalah kecepatan fluida melalui pipa dan viskositas
fluida. Aliran cairan atau gas akan selalu mengalir dalam arah perlawanan paling
sedikit (tekanan kurang). Penurunan tekanan meningkat sebanding dengan gaya
geser gesek dalam jaringan pipa.

2.3.5 Jenis-Jenis Kerugian Head


Kerugian tinggi-tekan terdiri atas kerugian tinggi-tekan mayor dan minor,
atau head losses mayor dan head losses minor. Head losses mayor disebabkan
karena kerugian gesek di dalam pipa-pipa, dan head losses minor disebabkan
karena kerugian di dalam belokan-belokan, reduser, katup-katup, dan sebagainya .
Berikut ini penjelasan singkat tentang keduanya:
46

1. Head losses mayor


Untuk menghitung kerugian gesek antara dinding pipa dengan aliran fluida
tanpa adanya perubahan luas penampang di dalam pipa dapat dipakai rumus
Darcy yang secara matematis ditulis sebagai berikut:

...................................................(2.42)
Dimana : hf = head loss mayor (m)
f = koefisien gesekan
L = panjang pipa (m)
D = diameter dalam pipa (m)
v = kecepatan aliran dalam pipa (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)

Untuk aliran laminer dan turbulen terdapat rumus yang berbeda. Sebagai
patokan apakah suatu aliran itu laminer atau turbulen, dipakai bilangan
Reynolds:

.................................................(2.43)

Dimana: Re = bilangan Reynolds

v = kecepatan rata-rata aliran di dalam pipa (m/s)

D = diameter dalam pipa (m)


ʋ = viskositas kinematik cairan (m2/s)

Untuk Re < 2300, aliran bersifat laminar


Untuk 2300 < Re < 4000, aliran bersifat transisi
Untuk Re > 4000, aliran bersifat turbulen
47

a. Aliran laminer.

...................................................(2.44)
48

b. Aliran tubulen
Untuk menghitung koefisien gesek f dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Darcy. Untuk mengetahui nilai f harus diketahui
kekasaran pipa (ε) dan diameter pipa (d). Haaland memberikan suatu
formula yang menyempurnakan persamaan yang ditemukan oleh
Colebrook untuk menentukan nilai f :

........................(2.45)
......

Persamaan di atas oleh Moody pada tahun 1944 digrafikkan yang


terkenal dengan nama Diagram Moody untuk gesekan pipa. Dengan
diagram inilah dapat diketahui nilai koefisien gesekan pipa .

2. Head losses minor


Secara umum head losses minor dinyatakan secara umum dengan rumus:

.................................................(2.46)

Dimana: h = head loss minor


K = koefisien resistansi valve atau fitting berdasarkan
bentuk dan ukuran

v = kecepatan rata-rata aliran dalam pipa (m/s)


g = percepatan gravitasi (m/s2)
2.3.6 Rumus Dasar
1. Mencari h (head) ketinggian pada Experimental set-up pada pressure
49

.................................................(2.47)

Dimana: h = Ketinggian H2O (m)

P = Tekanan (kg/cm2)
ρ = Kerapatan (kg/m3)
50

2. Perbedaan ketinggian H2O antara pressure tap 1 dengan 2 (Δh12)

...................................................(2.48)

Dimana: h= Ketinggian H2O antara pressure tap 1 dan 2 (Δ12)

P= Tekanan (kg/cm2)

p= Kerapatan (kg/m3)

3. Perbedaan ketinggian H2O antara pressure tap 1 dengan 3 (Δh13)

..........................................(2.49)

Dimana: h= Ketinggian H2O antara pressure tap 1 dengan 3 (Δ13)

P = Tekanan (kg/cm2)48
p = Kerapatan (kg/m3)

4. Perbedaan ketinggian H2O antara pressure tap 2 dengan 3 (Δh23)

............................................(2.50)

Dimana: h= Ketinggian H2O antara pressure tap 1 dengan 3 (Δ13)

P = Tekanan (kg/cm2)48
P = Kerapatan (kg/m3)
51

5. Perbedaan tekanan antara pressure tap 1 dengan 2 (ΔP12)

..........................................(2.51)

Dimana: p = Tekanan (Pa)


Δh13 = Selisih Ketinggian Tap 1 dengan 2 (m)
52

6. Perbedaan tekanan antara pressure tap 2 dengan 3 (ΔP23)

............................................(2.52)

Dimana: p = Tekanan (Pa)


Δh23 = Selisih Ketinggian Tap 2 dengan 3 (m)

7. Perbedaan tekanan antara pressure tap 1 dengan 3 (ΔP13)

................................(2.53)
...

Dimana: p = Tekanan (Pa)


Δh13 = Selisih Ketinggian Tap 1 dengan 3 (m)

8. Kecepatan aliran fluida (v)

..................................................(2.54)

Dimana: v = Kecepatan Aliran (m/s)


D = Diameter dalam Pipa (m)

9. Koefisien gesek fluida jarak pressure tap 1 hingga 2 (f12)


53

..................................................(2.55)

Dimana: f12 = Koefisien gesek antara tap 1 dengan 2

Δ12 = Selisih Ketinggian Tap 1 dengan 2 (m)

L12 = panjang pipa dari tap 1 dan 2 (f13)


54

10. Koefisien gesek fluida jarak pressure tap 2 hingga 3 (f23)

...............................................(2.56)

Dimana: f23 = Koefisien gesek antara tap 2 dengan 3

Δ23 = Selisih Ketinggian Tap 2 dengan 3 (m)

L23 = panjang pipa dari tap 2 dan 3 (f23)

11. Koefisien gesek fluida jarak pressure tap 1 hingga 3 (f13)

........................................(2.57)

Dimana: F13 = Koefisien gesek antara tap 1 dengan 3

Δ13 = Selisih Ketinggian Tap 1 dengan 3 (m)

L13 = panjang pipa dari tap 1 dan 3 (m)

2.4 Heat Exchanger


2.4.1 Prinsip-Prinsip Perpindahan Kalor
Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu
tempat ketempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama sekali.
Dalam suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu suatu zat
dan atau perubahan tekanan, reaksi kimia dan kelistrikan. Proses terjadinya
perpindahan panas dapat dilakukan secara langsung, yaitu fluida yang panas akan
bercampur secara langsung dengan fluida dingin tanpa adanya pemisah dan secara
tidak langsung, yaitu bila diantara fluida panas dan fluida dingin tidak berhubungan
55

langsung tetapi dipisahkan olehsekat-sekat pemisah. Stabilitas fasa fluidapada HE


(Heat exchanger) suhu rendah sangat penting mengingat aliran panas/dingin harus
dapat mengalir dengan baik. Pengaruh suhu, tekanan, dan jenis kriogenik akan
sangat menentukan efektivitas pertukaran panas yang terjadi. Beberapa kriteria
utama yang dibutuhkan untuk penggunaan pada suhu rendah :
56

1. Perbedaan suhu aliran panas dan dingin yang kecil guna meningkatkan
efisiensi.

2. Rasio luas permukaan terhadap volume yang besar untuk meminimalkan


kebocoran.

3. Perpindahan panas yang tinggi untuk mengurangi luas permukaan.


4. Massa yang rendah untuk meminimalkan waktu start-up.
5. Kemampuan multi channel untuk mengurangi jumlah Heat exchanger.
6. Kemampuan menerima tekanan yang tinggi.
7. Pressure drop yang rendah.

2.4.2 Klasifikasi Perpindahan Kalor


Proses Perpindahan Kalor Perpindahan panas merupakan ilmu untuk
meramalkan perpindahan energi dalam bentuk panas yang terjadi karena adanya
perbedaan suhu di antara benda atau material. Dalam proses perpindahan energi
tersebut tentu ada kecepatan perpindahan panas yang terjadi, atau yang lebih
dikenal dengan laju perpindahan panas. Maka ilmu perpindahan panas juga
merupakan ilmu untuk meramalkan laju perpindahan panas yang terjadi pada
kondisi-kondisi tertentu. Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang
diketahui, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.

1. Perpindahan Kalor secara Konduksi


Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana
kalor mengalir dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang
bertemperatur rendah dalam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara
medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung
sehingga terjadi pertukaran energi dan momentum.
57

Gambar 2.22 Perpindahan Panas Konduksi Pada Dinding


58

2. Perpindahan Kalor secara Konveksi


Konveksi adalah perpindahan panas karena adanya gerakan, aliran,
pencampuran dari bagian panas ke bagian yang dingin. Contohnya adalah
kehilangan panas dari radiator mobil, pendinginan dari secangkir kopi dll.
Menurut cara menggerakkan alirannya, perpindahan panas konveksi
diklasifikasikan menjadi dua, yakni konveksi bebas (free convection) dan
konveksi paksa (forced convection). Bila gerakan fluida disebabkan karena
adanya perbedaan kerapatan karena perbedaan suhu, maka perpindahan 9
panasnya disebut sebagai konveksi bebas (free / natural convection). Bila
gerakan fluida disebabkan oleh gaya pemaksa / eksitasi dari luar, misalkan
dengan pompa atau kipas yang menggerakkan fluida sehingga fluida
mengalir di atas permukaan, maka perpindahan panasnya disebut sebagai
konveksi paksa (forced convection).

Gambar 2.23 Perpindahan Panas Konveksi

3. Perpindahan Panas Radiasi


Perpindahan panas radiasi adalah proses di mana panas mengalir dari benda
yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda-benda itu
terpisah di dalam ruang, bahkan jika terdapat ruang hampa di antara benda-
benda tersebut.

Gambar 2.24 Perpindahan Panas Radiasi


59

2.4.3 Jenis-jenis Heat Exchanger Berdasarkan Proses Transfer Panas


1. Heat exchanger tipe kontak tidak langsung
Heat exchanger tipe ini melibatkan fluida fluida yang bertukaran panas
dengan adanya lapisan dinding yang memisahkan fluida, sehingga pada heat
exchanger tipe ini tidak akan terjadi kontak secara langsung antara fluida
yang terlihat, heat exchanger ini dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

a. Heat exchanger tipe direct transfer


Pada heat exchanger tipe ini fluida kerja mengalir secara terus menerus
dan saling bertukar panas, dari fluida panas ke fluida yang lebih dingin
dengan melewati dinding pemisah.

b. Storage tipe exchanger


Heat exchanger tipe ini memidahkan fluida panas ke fluida dingin secara
intermitentif ( bertahap ) melalui dinding pemisah.

c. Fluidized beat heat exchanger


Heat exchanger ini menggunakan sebuah komponen solid yang berfungsi
sebagai penyimpanan panas yang berasal dari fluida panas yang
berfungsi untuk melewatinya

2. Heat exchanger tipe panas langsung


Suatu alat yang didalamnya terjadi perpindahan panas antara suatu atau
lebih fluida dengan diikuti terjadinya pencampuran sebuah massa dari
fluida. heat exchanger ini dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

a. Immiscible Fluid Exchangers


Heat exchanger tipe ini melibatkan dua fluida dari jenis berbeda untuk
dicampurkan sehingga terjadi perpindahan panas yang diinginkan.
Proses yang terjadi kadang tidak akan mempengaruhi fase dari fluida,
namun bisa juga diikuti dengan proses kondensasi maupun evaporasi.

b. Gas-Liquid Exchanger
Pada tipe ini, ada dua fluida kerja dengan fase yang berbeda yakni cair
dan gas. Namun umumnya kedua fluida kerja tersebut adalah air dan
60

udara. Salah satu aplikasi yang paling umum dari heat exchanger tipe ini
61

adalah pada cooling tower tipe basah. Cooling tower biasa dipergunakan
pada pembangkit-pembangkit listrik tenaga uap yang terletak jauh dari
sumber air. Udara bekerja sebagai media pendingin, sedangkan air
bekerja sebagai media yang didinginkan.

c. Liquid-Vapour Exchanger
Perpindahan panas yang terjadi antara dua fluida berbeda fase yakni uap
air dengan air, yang juga diikuti dengan pencampuran sejumlah massa
antara keduanya, termasuk ke dalam heat exchanger tipe kontak
langsung.

2.4.4 Aplikasi Heat Exchanger


Pada dunia industri banyak sekali terjadi perpindahan panas pada proses.
Perpindahan tersebut dapat terjadi dengan bantuan peralatan penukar panas (Heat
Exchanger). Heat Exchanger adalah suatu peralatan penukar panas antar dua fluida
yang berbeda temperatur dan panasnya. Berikut ini beberapa jenis peralatan heat
exchanger serta pengaplikasian-Nya pada dunia industri :

1. Heat Exchanger Tipe Kontak Langsung


Heat exchanger tipe ini melibatkan dua fluida dari jenis berbeda untuk
dicampurkan sehingga terjadi perpindahan panas yang diinginkan. Salah
satu penggunaan heat exchanger ini adalah pada sebuah alat pembangkit
listrik tenaga surya berikut.

2. Gas-Liquid Exchanger
Pada tipe ini, ada dua fluida kerja dengan fase yang berbeda yakni cair dan
gas. Namun umumnya kedua fluida kerja tersebut adalah air dan udara.
Salah satu aplikasi yang paling umum dari heat exchanger tipe ini adalah
pada cooling tower tipe basah. Cooling tower biasa dipergunakan pada
pembangkit-pembangkit listrik tenaga uap yang terletak jauh dari sumber
air.

3. Liquid-Vapour Exchanger
Perpindahan panas yang terjadi antara dua fluida berbeda fase yakni uap air
dengan air, yang juga diikuti dengan pencampuran sejumlah massa antara
62

keduanya, termasuk ke dalam heat exchanger tipe kontak langsung. Heat


exchanger tipe ini dapat berfungsi untuk menurunkan temperatur uap air
dengan jalan menyemprotkan sejumlah air ke dalam aliran uap air tersebut
(pada boiler proses ini biasa disebut dengan desuperheater spray), atau juga
berfungsi untuk meningkatkan temperatur air dengan mencampurkan uap
air ke sebuah aliran air (proses ini terjadi pada bagian deaerator pada siklus
pembangkit listrik tenaga uap).

4. Heat Exchanger Type Plate


Heat exchanger tipe plat dengan gasket. Heat exchanger tipe ini termasuk
tipe yang banyak dipergunakan pada dunia industri, bisa digunakan sebagai
pendingin air, pendingin oli, dan sebagainya. Prinsip kerjanya adalah aliran
dua atau lebih fluida kerja diatur oleh adanya gasket-gasket yang didesain
sedemikian rupa sehingga masing-masing fluida dapat mengalir di plat-plat
yang berbeda.

5. Lamella Heat Exchanger


Lamella Heat Exchanger memiliki berat total yang lebih ringan daripada
heat exchanger tipe shell & tube dengan beban kerja yang sama. Tipe ini
juga dapat bekerja pada temperatur yang tinggi apabila gasket yang
digunakan tepat, yakni hingga 500oC jika menggunakan gasket berbahan
non-asbestos. Penggunaan heat exchanger tipe ini biasanya ada pada
industri kertas, industri kimia, serta industri lain yang sejenisnya.

2.4.5 Rumus Dasar


1. Rumus aliran fluida
a.Debit aliran

...........................................(2.58)
....
Dimana : Q = debit aliran (m2/s)
t = waktu (s)
V = volume (m3)
63

a. Kecepatan Fluida

...............................................(2.59)

Dimana: ν = kecepatan aliran (m/s)

A = luas penampang (m2)

Q = debit aliran (m2/s)

b. Laju aliran massa (mass flow)

...............................................(2.60)

Dimana : m = massa (kg)


t = waktu (s)
ṁ = Laju aliran massa (kg/s)

2. Bilangan prandtl

............................................(2.61)

Dimana : Pr = bilangan prandtl


ʋ = viskositas kinematik fluida (m3/s)
α = thermal diffusivity (m2/s)

µ = viskositas fluida (kg/m.s)

ҝ = kalor spesifik (J/kg.K)9

cp = konduktifitas thermal (W/m.K)


64

3. Perhitungan kesetimbangan energi

......................................(2.62)
....

Dimana : Q = Kapasitas Perpindahan Panas (w)

ṁ = Laju Aliran Massa (kg/s)

Cp = Kalor Spesifik ( j/kg.k)


65

4. Bilangan Reynold

.................................................(2.63)

Dimana : Re = Bilangan Reynold

ṁ = Laju aliran massa (kg/s)


D = Diameter pipa (m)
ʋ = Viskositas dinamik (kg/m.s)

5. Bilangan Nusselt

......................................(2.64)
......
Dimana : Re = Bilangan Reynold
Nɥ = Bilangan Prandtl

6. Perhitungan koefisiensi konveksi

...................................(2.65)
.....

Dimana : h = Koefisien konveksi (W/m2.K)

Nɥ = Bilangan Nusselt

K = Konduktivitas thermal (W/m.K)

D = Diameter pipa (m)

7. Total koefisien perpindahan panas konveksi


66

..........................................(2.66)
..
67

2.5 Getaran Mekanik


2.5.1 Penjelasan Getaran Mekanik
Getaran adalah gerakan sistem teknik yang mengandung massa dan
elaastisitas yang mampu bergerak secara relatif dalam interval waktu tertentu.
Getaran juga merupakan energi sisa yang tidak diinginkan karena menimbulkan
bising, merusak bagian mesin, memindahkan gaya yang tidak diinginkan dan
menggerakkan benda yang di dekatnya.

2.5.2 Klasifikasi Getaran


Getaran dapat diklasifikasikan dengan berbagai jalan. Beberapa klasifikasi
yang penting adalah seperti uraian ini :

1. Getaran bebas dan getaran paksa


Getaran bebas terjadi jika setelah diberi gangguan awal sistem akan
berosilasi sendiri karena bekerjanya gaya yang ada dalam sistem itu sendiri
dan tidak ada gaya dari luar yang bekerja. Karena tidak ada gaya luar yang
bekerja maka sistem akan berhenti dalam waktu tertentu. Hal ini disebabkan
adanya redaman pada sistem getaran atau dari luar sistem getaran. Getaran
paksa terjadi karena rangsangan gaya dari luar atau biasa disebut eksitasi.
Jika rangsangan itu berosilasi maka, sistem dipaksa untuk bergetar pada
frekuensi rangsangan. Jika frekuensi rangsangan sama dengan salah satu
frekuensi natural sistem, maka akan didapat keadaan resonansi, dan osilasi
yang besar dan berbahaya akan terjadi. Kerusakan pada struktur seperti
jembatan, gedung, sayap pesawat terbang dan lainlain merupakan kejadian
yang menakutkan yang disebabkan resonansi. Jadi perhitungan frekuensi
natural merupakan hal yang sangat penting.

2. Linier dan tidak linier


Sistem yang berosilasi secara luas dapat digolongkan sebagai linier dan
tidak linier. Jika komponen dasar sistem getaran seperti pegas, massa dan
peredam linier, maka getaran yang terjadi akan linier, sedangkan bila
komponen dasar sistem getaran tidak linier getaran yang terjadi juga tidak
68

linier. Untuk sistem linier prinsip superposisi berlaku dan teknik matematika
yang ada untuk melaksanakan hal itu dikembangkan dengan baik.
Sebaliknya, teknik untuk menganalisis sistem tidak linier kurang dikenal
dan sukar digunakan, serta prinsip superposisi tidak valid. Namun demikian,
pengetahuan tentang sistem tidak linier dibutuhkan sebab semua sistem
cenderung menjadi tidak linier dengan bertambahnya amplitudo osilasi.

3. Getaran teredam dan tanpa redaman


Jika tidak ada energi yang hilang atau diserap (disipasi) oleh gesekan atau
tahanan yang lain selama osilasi, maka getaran yang terjadi dinamakan
getaran tanpa redaman atau undumped vibration. Tetapi jika ada energi yang
hilang atau diserap maka getaran yang terjadi dinamakan getaran teredam
atau damped vibration. Semua sistem yang bergetar mengalami redaman
sampai derajat tertentu karena energi didisipasi oleh gesekan dan tahanan
lain. Jika redaman itu kecil, maka pengaruhnya sangat kecil pada frekuensi
natural sistem dan perhitungan frekuensi natural biasanya dilaksanakan atas
dasar tidak ada redaman. Sebaliknya redaman sangat penting untuk
membatasi amplitudo osilasi waktu resonansi.

4. Getaran diterministik dan non-deterministik


Getaran deterministik adalah getaran suatu sistem yang bisa diketahui atau
diprediksi setiap saat. Getaran non-deterministik adalah getaran suatu
sistem yang tidak bisa diketahui atau diprediksi setiap saat. Jika harga atau
besaran eksitasi (gaya atau gerakan) yang bekerja pada sistem yang akan
digetarkan diketahui setiap saat maka dinamakan eksitasi deterministik.
Getaran yang terjadi merupakan getaran deterministik. Contoh getaran
deterministik adalah getaran harmonik, getaran sinusoidal dan getaran
periodik. Pada kasus lain, jika gaya eksitasi tidak dapat diprediksikan setiap
saat, maka dinamakan eksitasi non-deterministik atau random. Getaran yang
terjadi juga non-deterministik atau random. Contoh eksitasi random adalah
kecepatan angin, kekasaran jalan, gempa bumi dan lain-lain.
69

2.5.3 Rumus dasar


1. Kekakuan Balok Lentur

....................................(2.67)
......
Dimana: E = Modulus Elastisitas (N/m2)
I = Inersia (m4)

L = Panjang Balok (m)

2. Konstanta Pegas

.................................................(2.68)
Dimana: F = Gaya (N)
K = Konstanta Gaya (N/m)
ΔX = regangan (m)

3. Frekuensi Eksitasi

........................................(2.69)
.......
Dimana: ὠ = Frekuensi Eksitasi (rad/s)
N = Jumlah Putaran permenit (rpm)

4. Gaya Eksitasi

..........................................................(2.70)
dan

...............................................................................(2.71)
dan
70

..........................................(2.72)
Dimana: F0 = Gaya eksitasi (N)
Fox,F0y= Gaya eksitasi pada setiap sudut sumbu x dan y
m = massa yang berputar (kg)

e = jarak pusat poros dengan pusat unbalance (m)


71

5. Frekuensi Pribadi

...................................(2.73)
Dimana: ὠŋ = frekuensi pribadi (rad/s)
k = Konstanta kekakuan (N/m)
m = Massa (kg)

6. Rasio Redaman

.....................................(2.74)
Dimana: ζ = rasio redaman
c = konstanta redaman (Ns/m)
m = massa (kg)

ὠŋ = frekuensi pribadi (rad/s)

2.5.4 Analasis Respon Sistem Getaran Pada Mesin Torak


1. Tinjauan Pustaka
a. Getaran Mekanik dan Gaya pada Mesin Torak
Getaran dapat dipandang sebagai gerakan yang teratur dari benda atau
media dengan arah bolak-balik dari kedudukan keseimbangan. Getaran
biasa terjadi saat mesin atau alat dijalankan dengan motor, hal ini
mempunyai pengaruh yang bersfat mekanis. Getaran merupakan gerak
osilasi disekitar sebuah titik yang disebabkan oleh getaran udara atau
mekanis, misalnya mesin atau alat-alat mekanis lainnya. Oleh sebab itu
getaran banyak dipergunakan untuk menganalisis mesin-mesin baik dari
gerak rotasi atau translasi. Vibrasi atau getaran mempunyai 3 parameter
72

yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur yaitu amplitude, frekuensi dan
phase .

Konsepsi awal kajian teoritis matematis getaran beranjak dari Hukum


Newton II yang menyatakan bahwa gaya yang bekerja pada benda
73

merupakan hasil kali massa benda tersebut dengan percepatan gerak


bendanya atau yang lebih sering kita kenal dengan formulasi F = m.a.
Pada kasus benda kerja yang mengalami getaran, suatu sistem getaran
memiliki komponen dalam sistem tersebut yang secara fisik adalah
massa, pegas, peredam, dan gaya eksistasi. Secara sederhana, kondisi
tersebut sering kali diperlihatkan seperti pada gambar 2.25 berikut:

Gambar 2.25 Komponen Sistem Getaran

Jika ditinjau dari berbagai aspek, mesin diartikan sebagai suatu pesawat
yang dapat merubah bentuk energi tertentu menjadi energi mekanik.
Mesin bensin dikategorikan sebagai mesin kalor yang menggunakan
sumber energi termal untuk menghasilkan kerja mekanik.

Ditinjau dari bagaimana caranya menghasilkan energi termal, mesin


bensin dibedakan menjadi internal combustion engine dan external
combustion engine. Pada tipe yang pertama yakni internal combustion
engine proses pembakarannya berlangsung di dalam mesin itu sendiri,
sehingga gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai fluida
kerja.

Motor bakar torak seperti motor bensin dan motor diesel adalah contoh
mesin pembakaran dalam. Perbedaan pokok keduanya terletak pada
sistem penyalaannya. Motor bakar Bensin dengan sistem penyalaan
bunga api listik antara kedua elektroda busi sehingga sering disebut spark
ignition engine. Motor bakar disel dimana penyalaan bahan bakar terjadi
74

dengan sendirinya dengan jalan menyemprotkan bahan bakar ke dalam


ruang bakar yang berisi data bertemperatur tinggi. Bahan bakar akan
terbakar dengan sendirinya oleh udara yang mengandung O2 memiliki
suhu melampaui suhu titik nyal (flash point) dari bahan bakar Motor disel
ini sering dijuluki compression ignition engine .

Pada tipe yang kedua yakni external combustion engine, proses


pembakarannya terjdi di luar mesin dimana energi termal hasil
pembakaran dipindahkan ke fluida kerja mesin melalui beberapa dinding
pemisah. Kedalam tipe ini termasuk mesin-mesin uap. Secara dinamik,
gambar 2.26 menunjukan sistem gaya gambar mesin torak.

Gambar 2.26 Sistem Gaya Yang Bekerja Pada Mesin Torak

b. Model Matematika pada Mesin Torak (Piston Engine)


Hasil penelitian lain yang cukup relevan dan menunjang penelitian yang
akan dilakukan ini, terkait dengan model matematika pada mesin torak,
tertuang kedalam beberapa artikel yang telah dipublikasikan secara
online. M. Slezak pada tahun 2007 mempublikasikan hasil penelitianya
tentang model matematika proses kerja mesin piston 4 katup, dalam
artikelnya, berasas pada prinsip pertama termodinamika diperoleh model
pada persamaan (75) sebagai berikut :

....................................(2.75)
75

Dengan kuantitas dasar energi yang disalurkan pada sistem sebesar (δE),
perubahan energi internal sistem sebesar (dU), dan beban kerja minimun
dalam silinder sebesar (pdV). Melalui beberapa tahapan dan proses
diperoleh volume sesaat dari beban kerja dalam silinder sebagai berikut:

................................(2.76)

Vs menyatakan berat perpindahan volume piston dengan rasio tekanan


sebesar ϵ dan σ besar berat perpindahan relatif piston. Hasil penelitiannya
menunjukan bahwa melalui model matematika yang dibuatnya
tergambar bahwa dibutuhkan nilai eksak dari setiap parameter untuk
diperoleh hasil yang akurat, hasil analisanya mengarah pada perhitungan
proses nonstasioner selama katup terbuka dalam proses pembakaran,
kuantitas dan volume dari sistem kerja dalam silinder secara khusus
sangat berhubungan dengan temperatur dan kondisi mesin dalam setiap
variabelnya.

Jibin Hu dalam artikelnya mathematical modeling of hydraulic freepiston


engine considering hydraulic valve dyamic pada Agustus 2015
memberikan model matematika dari dinamika piston. Besarnya
perubahan jarak perpindahan piston (sistem koordinat dimulai dari titik
awal/saat cylinder head terletak di bawah dalam ruang pembakaran),
model gerak dinamik piston digambarkan pada persamaan (2.77)
berikut:

....................(2.77)
76

dimana p merupakan tekanan gas dalam silinder, S merupakan area titik


potong piston dalam ruang pembakaran, p1 dan S1 adalah tekanan dan
area titik potong dalam check chamber, p2 dan S2 adalah tekanan dan area
titik potong dalam pump chamber, p3 dan S3 adalah tekanan dan area titik
77

potong dalam compression chamber, x merupakan perpindahan jarak


piston dengan gaya gesek sebesar Ff dan koefisien peredam cf serta mp
merupakan masa perpindahan piston.

Hasil simulasi yang diperolehnya menunjukan bahwa gerak piston tidak


hanya dibatasi oleh langkah kerja secara mekanis, akan tetapi lebih
kepada penentuan titik seimbang antara gaya gas yang bekerja dalam
tuang pembakaran, gaya gesek, gaya hidrolik dan momen inersia. Kajian
dan penelitian lain terkait dengan mesin torak (piston) sangat bergam dan
bergantung pada fokus penelitian dan disiplin ilmu yang diterapkan. Pada
penelitian yang akan dilakukan ini, sitem kerja mekanik pada mesin torak
akan ditinjau dari perspektif getaran. Langkah kerja dan pembakaran
yang terjadi dalam silinder tentunya menimbulkan gesekan yang
mengarah pada adanya getaran di level permukaan mesin.

2. Metode
Secara umum metode dalam penelitian ini menerapkan studi literatur
dan pengembangan model serta penelitian lapangan. Adapun tahap
rinciannya sebagai berikut:

a. Identifikasi dan pengumpulan informasi yang relevan terhadap getaran


pada mesin torak (literature dan lapangan).

b. Membentuk asumsi dasar sebagai acuan untuk simplifikasi dan


pembatasan masalah.

c. Formulasi masalah dengan deskripsi matematika atau pembentukan


model.

d. Melakukan analisis untuk mencari solusi matematis.


e. Simulasi numerik.
f. Interpretasi solusi dan validasi model.

3. Hasil Dan pembahasan


78

Massa diasumsikan sebagai bena tegar. Besarnya energy kinetic


tergantung dari massa dan kecepatan benda tegar tersebut. Dari hukum
Newton kita
79

ketahui bahwa hasil perkalian produk dari massa dan percepatannya adalah
searah dengan arah gaya yang bekerja.

............................................(2.78)
.....

Kerja adalah gaya dikalikan perpindahan, dimana perpindahan tersebut


searah dengan gaya. Kerja ditransformasikan ke energy kinetic massa. Jika
energy kinetic bertambah maka nilai kerja positif, dan jika energy kinetic
berkrang, maka kerja adalah negative. Perhatikan sistem satu derajat
kebebasan yang ditunjukan pada mesin torak oleh gambar 2.27 berikut:

Gambar 2.27 Model Matematika Gaya Pada Mesin Torak

Melalui gambar 2.27 tersebut, suatu mesin bolak balik atau torak
dimodelkan pada gambar di bawah ini dimana gaya-gaya yang bekerja
adalah gaya pada mesin torak:

.................................(2.79)

dengan menyeimbangkan gaya pada engkol, maka gaya ekuivalen pada


80

system adalah gaya inersia torak, yaitu:

.................................(2.80)
81

dengan mesubsitusikan persamaan (2.80) ke dalam hukum Newton II, maka


diperoleh persamaan gerak system:

...................(2.81)

Selanjutnya, respon dalam keadaan stedi dapat ditentukan dengan


mensuperposisikan respon akibat komponen gaya primer mBe𝜔2 sin 𝜔t dan
𝜔
gaya sekunder mBe𝜔2 2 𝜔t. Jika xp (t) adalah respon akibat gaya primer,
𝜔

maka:

..................................(2.82)

Dan respon akibat gaya sekunder adalah:

..................................(2.83)

Dimana Xp dan Xs merupakan respon yang bernilai positif

..................(2.84)
82

Sehingga respon motor torak adalah

..................................(2.85)

Dari persamaan yang diperoleh, hasil simulasi numeric yang dilakukan


untuk beberapa nilai parameter pada mesin motor bensin 125 CC diperoleh
hasil berikut:
83

Gambar 2.28 Respon Primer Sistem

Gambar 2.29 Respon Sekunder Sistem

Adapun dinamika respon motor torak diperihatkan pada gambar 2.29 yang
menunjukan bahwa pada interval waktu 1 menit, dinamika respon terlihat
pada kecepatan sudut 20 sampai dengan 100 rad/s. Pada interval kecepatan
sudut 0 sampai dengan 20 rad/s, dinamika tidak terlihat, dan memasuki
interval 110 sampai dengan 180 rad/s, respon system menunjukan prilaku
yang tidak fluktuatif dan sangat terlihat siklus respon sistem tersebut.
84

Gambar 2.30 Dinamika Respon Sistem

Anda mungkin juga menyukai