Anda di halaman 1dari 9

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER

FUNDAMENTAL MANAJEMEN RISIKO


Oleh : Adeantiko Riza Febiunca / 242221073

Soal

1. Buatlah rancangan struktur organisasi manajemen risiko di instansi Saudara (lengkap


dengan top management – risk management)
2. Sebutkan minimal 2 (dua) tujuan umum dan tujuan khusus penerapan penerapan
manajemen risiko di instansi Saudara
3. Sebutkan minimal 2 (dua) manfaat penerapan manajemen risiko di instansi Saudara
4. Sebutkan minimal 2 (dua): faktor pendukung dan faktor penghambat penerapan
manajemen risiko di instansi anda dan berikan alasan yang jelas.
5. Sebutkan minimal 3 (tiga) para pemangku kepentingan (stakeholder) yang
menentukan keberhasilan penerapan manajemen risiko di instansi Saudara dan
berikan alasan yang jelas.
6. Sebutkan minimal 3 (tiga) tantangan utama atas keberhasilan penerapan manajemen
risiko di instansi Saudara dan berikan alasan yang jelas.
7. Jelaskan tingkat kematangan risiko (pilih salah satu: ad-hoc, initial, managed, ERM
atau belum bisa dikategorikan memiliki tingkat kematangan risiko) di instansi
Saudara dan berikan alasan yang jelas.
8. Apakah budaya organisasi instansi Saudara, akan atau telah memiliki
hubungan/keterkaitan/dukungan atas pelaksanaan budaya risiko, berikan alasan yang
jelas.
9. Bagaimanakah strategi atau cara memotivasi dan menumbuhkan budaya risiko di
instansi Saudara.
10. Berdasarkan visi, misi, tujuan, sasaran strategis dan budaya organisasi, bagaimanakah
strategi dan teknis mengimplementasikan manajemen risiko di instansi Saudara.
Jawaban :
1. Rancangan struktur organisasi manajemen risiko di Badan Pusat Statistik (BPS) :

Dengan menganut 3 defense lines dari ERM, maka struktur organisasi manajemen risiko dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
a. Lini pertahanan pertama : Pemilik dan pengelola risiko, mulai dari tingkat entitas (Kepala BPS RI), hingga tingkat 3 (BPS Kabupaten/Kota).
Bertugas melakukan operasional dan proses bisnis organisasi sehari-hari.
b. Lini pertahanan kedua : Unit pengendalian risiko (UPR), yang saat ini belum ada di BPS, diberi nama Biro Manajemen Risiko di bawah
Sekretaris Utama. Bertanggung jawab dalam mengembangkan dan memantau implementasi manajemen risiko perusahaan secara
keseluruhan.
c. Lini pertahanan ketiga : Inspektorat BPS, adalah bagian internal BPS yang bersifat independen terhadap bagian lainnya. Dalam hal ini,
auditor internal diharapkan untuk melakukan evaluasi terhadap sistem manajemen risiko dan implementasinya.
2. Tujuan Umum :
a. Meningkatkan kepatuhan pada peraturan dan ketentuan yang berlaku
b. Mendorong adanya pengambilan keputusan dan perencanaan yang tepat
c. Meningkatkan kepercayaan stakeholder
d. Meningkatkan ketahanan organisasi
Tujuan khusus :
a. Memberikan jaminan akan tercapainya visi BPS yaitu menyediakan data statistik
berkualitas untuk Indonesia Maju.
b. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses bisnis dan operasional organisasi
c. Meningkatkan efektivitas alokasi dan efisiensi penggunaan sumber daya organisasi

3. Manfaat
a. Meningkatkan kualitas perencanaan, kinerja, dan efektivitas organisasi
b. Meningkatkan akuntabilitas organisasi
c. Meningkatkan mutu informasi untuk pengambilan keputusan
d. Meningkatkan hubungan baik dengan pemangku kepentingan
d. Menciptakan budaya sadar risiko pada seluruh tingkatan organisasi

4. Faktor pendukung
a. Sudah ada rencana pelaksanaan Manajemen Risiko yang tertuang pada buku Arah
Perubahan BPS 2021-2024. Hal ini menunjukkan keseriusan BPS dalam
melaksanakan manajemen risiko.
b. Sudah adanya diklat manajemen risiko bekerjasama dengan BPKP, yang berarti sudah
ada pegawai BPS yang memiliki pengetahuan terkait manajemen risiko pada lembaga
pemerintahan.
c. Sudah dilakukannya proses project risk management pada beberapa kegiatan. Hal ini
menunjukkan manajemen risiko sudah diterapkan secara perlahan.
d. Adanya peningkatan kompetensi pegawai dengan diberikannya beasiswa S2
Manajemen Risiko. Hal ini menunjukkan BPS berani berinvestasi demi manajemen
risiko.
Faktor penghambat
a. Budaya kerja masih silo. Hal ini mempersulit integrasi manajemen risiko pada proses
bisnis BPS karena masing sektor melakukan perencanaan masing-masing.
b. Belum tertanamnya budaya sadar risiko yang kuat pada seluruh komponen organisasi,
dikarenakan belum pernah dilakukannya sosialisasi manajemen risiko secara
menyeluruh.
c. Belum adanya 3 defense lines ERM, dimana seluruh lini pertahanan dilakukan oleh
inspektorat yang seharusnya hanya menjadi lini pertahanan ketiga. Seharusnya
dibentuk juga suatu unit kerja pengendalian risiko.
5. Pemangku kepentingan / stakeholder penentuk keberhasilan manajemen risiko di BPS :
a. Kepala BPS : berperan membuat kebijakan dan peraturan terkait manajemen risiko,
serta merupakan pemilik risiko entitas. Merupakan lini pertahanan pertama pada
ERM.
b. Unit Pengendali Risiko (UPR) : meski belum terbentuk, UPR sangat penting dalam
melakukan pengawasan dan pengembangan proses manajemen risiko. Unit ini juga
bertugas memastikan proses bisnis dilakukan dalam koridor manajemen risiko.
Merupakan lini pertahanan kedua pada ERM.
c. Inspektorat BPS : berperan melakukan audit dan evaluasi terhadap kinerja manajemen
risiko di BPS, khususnya terkait pengawasan pada lini pertahanan pertama dan kedua.
Merupakan lini pertahanan kedua pada ERM.
d. Seluruh Pegawai BPS : Meski bukan pemilik atau pengelola risiko yang utama, setiap
pegawai BPS sangat penting perannya dalam memastikan proses manajemen risiko
dapat berjalan dengan baik, khususnya terkait penanganan risiko. Budaya risiko yang
kuat akan terlihat dari kinerja mereka.

6. Tantangan utama
a. Mengintegrasikan manajemen risiko pada proses bisnis BPS. Hal ini merupakan
tantangan terbesar karena membutuhkan komitmen dari kepala untuk membuat
kebijakan yang mengatur.
b. Menanamkan budaya sadar risiko secara menyeluruh dan kuat. Diperlukan sosialisasi
yang menyeluruh dan peraturan yang mengikat agar budaya sadar risiko dimiliki oleh
seluruh insan BPS.
c. Menciptakan lini pertahanan kedua yaitu Unit Pengendali Risiko (UPR). Diperlukan
komitmen dan proses yang tidak mudah dalam membuat unit kerja baru, karena
artinya harus merombak struktur organisasi.

7. Dengan berbasis pada model maturitas manajemen risiko Risk and Insurance Management
Society (RIMS) Risk Maturity Model for Enterprise Risk Management (RIMS RMM), Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyusun suatu pengukuran tingkat
keamatangan/maturitas Manajemen Risiko Indeks (MRI) pada lembaga pemerintahan,
dengan parameter penilaian yang dibagi dalam 3 komponen dan 8 area sebagai berikut :
A. Perencanaan
a. Kualitas Perencanaan, dimana penilaian atas komponen perencanaan dilakukan
untuk menilai kualitas penetapan tujuan yang meliputi penilaian keselarasan,
ketepatan indikator, kelayakan target kinerja sasaran strategis, program, dan
kegiatan. Bobot komponen ini 40 persen.
B. Kapabilitas
a. Kepemimpinan, merupakan komitmen, pendekatan, dan dorongan pimpinan
K/L/D terkait penerapan manajemen risiko. Bobot area ini 5 persen.
b. Kebijakan manajemen risiko, merupakan panduan bagi Unit Pengelola Risiko
(UPR) dalam menerapkan manajemen risiko di lingkungan kerjanya. Bobot area
ini 5 persen.
c. Sumber daya manusia (SDM), merupakan dukungan dari sisi kesadaran,
kompetensi, dan keterampilan terkait manajemen risiko. Bobot area ini 5 persen.
d. Kemitraan, terkait dengan bagaimana K/L/D mengelola risiko yang berhubungan
dengan mitra kerja. Bobot area ini 2,5 persen.
e. Proses pengelolaan risiko, merupakan langkah yang dilakukan K/L/D dalam
pengelolaan risiko. Bobot area ini 12,5 persen.
C. Hasil
a. Aktivitas penanganan risiko, merupakan implementasi penanganan risiko oleh
K/L/D. Bobot area ini 18,75 persen.
b. Outcome, menunjukkan kontribusi penerapan manajemen risiko pada pencapaian
tujuan K/L/D. Bobot area ini 11,25 persen.
Parameter-parameter tersebut dinilai dalam skala 5 dengan interval sebagai berikut :
Kematangan/Maturitas Interval Nilai
Optimized / ERM 4,50-5,00
Managed 4,00-4,49
Defined 3,00-3,99
Repeatable / Initial 2,00-2,99
Ad Hoc 0,00-1,99

Berdasarkan konsep pengukuran tingkat maturitas di atas, maka penilaian terhadap BPS
adalah sebagai berikut :
Komponen Area Skor Bobot Skor Penjelasan
Akhir
Perencanaan Kualitas 3 40% 1,2 BPS telah memiliki dokumen
Perencanaan perencanaan (Renstra, IKU, PK,
dll) yang lengkap, namun belum
ada risk based budgeting. Selain
itu, MR belum terintegrasi pada
proses bisnis BPS.
Kapabilitas Kepemimpinan 3 5% 0,15 Kepala BPS telah menunjukkan
adanya komitmen terhadap MR
dengan diluncurkannya publikasi
Arah Perubahan BPS serta
adanya pemberian beasiswa S2
MR kepada beberapa pegawai,
namun pendekatan dan dorongan
pada bawahan masih kurang.
Kebijakan 3 5% 0,15 Sudah ada rencana kebijakan MR
manajemen pada publikasi Arah Perubahan
risiko BPS, namun belum ada peraturan
atau regulasi yang mengatur,
begitu juga panduan atau
pedoman MR. MR masih
dijalankan atas dasar instruksi
pada beberapa kegiatan yang
berskala besar, seperti SP2020
dan Regsosek (Project Risk
Management).
SDM 3 5% 0,15 Ada peningkatan kompetensi
dalam bentuk beasiswa S2 MR
kepada beberapa pegawai, dan
diklat MR yang bekerjasama
dengan BPKP, namun belum ada
sosialisasi MR secara
menyeluruh, sehingga budaya
sadar risiko belum tertanam
dengan kuat.
Kemitraan 3 2,5% 0,075 BPS telah bekerjasama dengan
banyak lembaga pada beberapa
kegiatannya sebagai bentuk
transfer risiko, seperti dengan
Kemendagri pada SP2020, atau
dengan BPPT (sekarang BRIN)
pada kegiatan Kerangka Sampel
Area (KSA). Namun belum ada
peraturan yang mengatur
pengelolaan risiko terkait
kerjasama.
Proses 2 12,5% 0,25 Dengan belum adanya Unit
pengelolaan Pengendalian Risiko (UPR),
risiko proses pengelolaan risiko masih
lemah. Selain itu, dengan budaya
sadar risiko yang masih lemah,
komitmen para pengelola risiko
seringkali hanya terbatas pada
pemenuhan persyaratan dokumen
MR. Pengelola risiko juga
umumnya mengalami kesulitan
dalam mengkoordinir pegawai
lain untuk mengelola risiko
karena kurangnya budaya sadar
risiko, sehingga akhirnya
terpaksa bekerja sendiri.
Hasil Aktivitas 3 18,75% 0,5625 Meskipun belum terintegrasi dan
penanganan memiliki peraturan resmi, BPS
risiko cukup berhasil dalam melakukan
penanganan risiko, contohnya
kegiatan SP2020 yang sukses di
tengah pandemi, dimana BPS
melakukan inovasi dengan
meluncurkan Sensus Penduduk
Online (SPO).
Outcome 3 11,25% 0,3375 Pada kegiatan yang memiliki
manajemen risiko, BPS cukup
berhasil dari segi tercapainya
tujuan kegiatan. Meski begitu
perlu diingat bahwa tidak semua
kegiatan memiliki MR.
Hasl Pengukuran 2,75 Tingkat kematangan manajemen
risiko BPS baru berada pada
tingkat Repeatable/ Initial.

Dari hasil penilaian diatas, dapat disimpulkan bahwa Tingkat kematangan manajemen risiko
BPS baru berada pada tingkat Repeatable/ Initial, yang artinya pendekatan manajemen risiko
BPS masih silo.

8. Sebagaimana lembaga pemerintahan lainnya, BPS juga memiliki budaya organisasi


BerAKHLAK, yang merupakan akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten,
Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif, yang masing-masing memiliki kaitan dengan
manajemen risiko sebagai berikut :
a. Berorientasi Pelayanan: Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Ramah,
cekatan, solutif, dan dapat diandalkan, serta melakukan perbaikan tiada henti. Pegawai
yang memiliki karakter ini akan senantiasa bekerja demi kebaikan masyarakat, salah
satunya dengan cara melakukan pengelolaan risiko agar data statistik dapat tersampaikan
dengan cepat dan berkualitas ke tangan pengguna data.
b. Akuntabel: Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, serta disiplin
dan berintegritas tinggi. Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif dan efisien, dan tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan.
Memiliki budaya ini turut berperan dalam mencegah terjadinya risiko terkait kepatuhan.
c. Kompeten: Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu
berubah. Membantu orang lain belajar, dan melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik.
Kompetensi juga termasuk memiliki budaya sadar risiko dan mampu mengelola risiko.
d. Harmonis: Menghargai setiap orang apapun latar belakangnya. Suka menolong orang
lain, dan membangun lingkungan kerja yang kondusif. Dengan adanya lingkungan kerja
yang kondusif dapat mempermudah tertanamnya budaya risiko yang kuat.
e. Loyal: Memegang teguh ideologi Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah, menjaga nama
baik sesama ASN, pimpinan, instansi dan negara, serta menjaga rahasia jabatan dan
negara. Dengan bersikap loyal, seorang pegawai BPS akan senantiasa mencegah
terjadinya risiko dengan cara menjaga compliance / kepatuhan.
f. Adaptif: Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan. Terus berinovasi dan
mengembangkan kreativitas, dan bertindak proaktif. Dengan bersikap adaptif, seorang
pegawai akan dapat cepat memiliki budaya sadar risiko.
g. Kolaboratif: Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi, terbuka
dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah, dan menggerakkan pemanfaatan
berbagai sumber daya untuk tujuan bersama. Dengan bersikap kolaboratif, risiko akan
terasa lebih ringan karena adanya transfer risiko menjadi milik bersama.

9. Memotivasi dan menumbuhkan budaya sadar risiko pada BPS dapat dilakukan dengan
strategi-strategi berikut :
a. Pelatihan dan Sosialisasi: Memberikan pelatihan kepada para pegawai tentang
manajemen risiko dan pentingnya pengelolaan risiko dalam organisasi. Sosialisasi yang
menyeluruh juga penting dilakukan untuk memastikan seluruh pegawai telah menerima
dan memahami pentingnya manajemen risiko.
b. Komunikasi yang efektif: Melakukan sosialisasi manajemen risiko dengan cara
komunikasi dua arah dan jelas, tentang risiko-risiko yang mungkin dihadapi oleh BPS,
serta tindakan yang perlu diambil untuk menangani risiko tersebut.
c. Pengembangan kebijakan: Menyusun kebijakan yang memuat panduan untuk mengelola
risiko dalam berbagai kegiatan BPS, dan memastikan bahwa kebijakan tersebut dapat
dipahami dan diimplementasikan dengan mudah dan tidak memberikan tambahan beban
kerja yang berlebih.
d. Keteladanan pimpinan: Melibatkan pimpinan dari seluruh tingkatan untuk
mempromosikan budaya sadar risiko dan memberikan contoh bagi bawahannya tentang
pengelolaan risiko.
e. Pengukuran dan evaluasi: Melakukan evaluasi terhadap program manajemen risiko
secara berkala dan mengevaluasi hasilnya, sehingga dapat dilakukan perbaikan dan
peningkatan program secara terus-menerus. Selain itu, evaluasi yang berkelanjutan
sangat penting dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa manajemen risiko
bukan kegiatan sesaat atau sesekali.
f. Reward: Memberikan penghargaan bagi para pegawai yang berhasil mengelola risiko
dengan baik dalam pekerjaannya. Adanya penghargaan dapat memotivasi pegawai untuk
dapat mengelola risiko dengan baik.

10. Visi dan Misi BPS tahun 2020-2024 adalah: “Penyedia Data Statistik Berkualitas
untuk Indonesia Maju”. Sedangkan misi BPS adalah sebagai berikut:
a. Menyediakan statistik berkualitas yang berstandar nasional dan internasional
b. Membina K/L/D/I melalui Sistem Statistik Nasional yang berkesinambungan
c. Mewujudkan pelayanan prima di bidang statistik untuk terwujudnya Sistem Statistik
Nasional
d. Membangun SDM yang unggul dan adaptif berlandaskan nilai profesionalisme, integritas
dan amanah
Berdasarkan visi dan misi diatas maka strategi dan teknis pengimplementasian manajemen
risiko di BPS adalah sebagai berikut :
a. Melakukan penilaian budaya sadar risiko. Penilaian ini diperlukan untuk menentukan
strategi yang tepat dalam menumbuhkan budaya risiko.
b. Membentuk unit kerja manajemen risiko yang bertugas merumuskan dan
mengembangkan sistem manajemen risiko.
c. Menentukan kerangka kerja dan standar manajemen risiko, misalnya ISO31000 atau
COSO ERM. Standar manajemen risiko ISO31000 adalah yang paling banyak digunakan
oleh lembaga pemerintahan di Indonesia, namun COSO ERM juga memiliki keunggulan
pada pengendalian internal. Perlu diperhatikan juga bahwa kerangka kerja yang dipilih
harus diintegrasikan dengan proses bisnis BPS yaitu GSBPM.
d. Mengeluarkan peraturan dan buku pedoman manajemen risiko di BPS.
e. Melakukan pelatihan pada seluruh pemilik dan pengelola risiko pada semua tingkatan,
serta sosialisasi manajemen risiko pada seluruh pegawai BPS.
f. Secara bersama-sama, seluruh pengelola risiko melakukan proses manajemen risiko,
mulai dari penetapan konteks, identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko,
penanganan risiko, dan pemantauan.
g. Melakukan evaluasi terhadap efektivitas program manajemen risiko secara berkala, dan
melakukan pengembangan jika diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai