Anda di halaman 1dari 4

Orang dapat menjalankan agama dengan baik, jikalau memahami ajaran agama itu

dengan baik. Supaya dapat memahami ajaran agama dengan baik, haruslah pula dapat
memahami wahyu dengan baik. Untuk dapat memahami wahyu dengan baik haruslah pula
dapat memahami informasi-informasi yang relevan dengan wahyu, seperti Hadits Nabi
Muhammad SAW, baik sabda mapun sunnahnya, dan ilmu-ilmu bantu yang diajarkan di
sekolah-sekolah umum, baik itu ilmu-ilmu eksakta maupun ilmu-ilmu non eksakta. Artinya
wahyu tidak dapat dipahami dengan baik, jika tidak mempergunakan akal. Walhasil akal
sangat berguna untuk dapat memahami wahyu.
Akallah yang membedakan antara manusia dengan binatang, yang hanya mempunyai
naluri saja.. Pada binatang tidak ada kekuatan lain di atas nalurinya, sedangkan pada manusia
ada akal di atas nalurinya. Akal manusia tidak mampu membunuh naluri, namun akal mampu
menundukkan, mengarahkan dan mengendalikan nalurinya itu. Sungguhpun manusia itu
diciptakan Allah dengan sebaik-baik bentuk kejadian, karena diberi perlengkapan akal, akan
tetapi kalau akalnya tidak dapat mengendalikan nalurinya, maka akan jatuhlah ia ke tempat
yang serendah-rendahnya, lebih rendah dari binatang. Menurut Hadits pada waktu Rasulullah
Isra, beliau menunggang buraq dituntun oleh Jibril. Secara tekstual itu benar-benar seperti
demikian. Namun di samping pemahaman tekstual itu, dapat pula kita mentakwilkan
konfigurasi Jibril, Rasulullah dan buraq itu. Yakni mengandung pula simbol/ibarat yang
sangat relevan bagi konfigurasi antara wahyu, akal dengan naluri, yaitu wahyu menuntun akal
dan akal mengendalikan naluri. Persoalan akal dan wahyu telah lama menjadi wacana dan
perdebatan dikalangan intelektual muslim sejak abad ke-3 hijriah, bahkan sampai sekarang
persoalan ini masih banyak diperbincangkan. Al-quran tidak terpisah dari realitas, tidak
melangkahi, atau melampaui hukum-hukum realitas, justru fenomena tersebut merupakan
bagian dari konsep-konsep budaya dan muncul dari konvensi dan konsepsi budaya. Dengan
kata lain semua itu tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena tersimpan suatu hubungan
dimana satu sama lainnya saling berkaitan.
A. Pengertian Akal
Kata akal sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-‘Aql (‫)ل ق‬, yang
dalam bentuk kata benda. 
Al- Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqaluuh (‫ )هوقع‬dalam 1 ayat,
ta’qiluun (‫ )نوق ت‬24 ayat, na’qil (‫ )لق‬1ayat, ya’qiluha (‫ )ا ق‬1 ayat dan ya’qiluun (‫ )نوق‬22 ayat,
kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti. Maka dapat diambil arti bahwa
akal adalah  peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan manayang salah dan
yang  benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuanya sangat luas.
Dalam pemahaman Prof. Izutzu, kata ‘aql di zaman  jahiliyyah dipakai dalam arti
kecerdasan praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut
kecakapan memecahkan masalah (problem-solving capacity). Orang berakal, menurut
pendapatnya adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah.
Bagaimana pun kata ‘aqala mengandung arti mengerti, memahami dan berfikir. Sedangkan
Muhammad Abduh berpendapat  bahwa akal adalahsuatu daya yang hanya dimiliki manusia
dan oleh karena itu dialah yang memperbedakan manusia dari mahluk lain.

B. Fungsi Akal
1. Tolakukurakankebenarandankebatilan
2. Alatuntukmencernaberbagaihaldancaratingkahlaku yang benar.
3. Alatpenemusolusiketikapermasalahandatang.
4. Mengingat, menyimpulkan, menganalisis, danmenilaiapakahbenaratautidak
Dan masihbanyaklagifungsiakal,
karenahakikatdariakaladalahsebagaimesinpenggerakdalamtubuh yang
mengaturdalamberbagaihal yang akandilakukansetiapmanusia yang akanmeninjaubaik,
burukdanakibatnyadarihal yang akandikerjakantersebut. Dan
Akaladalahjalanuntukmemperolehimansejati,
imantidaklahsempurnakalautidakdidasarkanakalimanharusberdasarpadakeyakinan,
bukanpadapendapatdanakalah yang menjadisumberkeyakinanpadaTuhan Yang MahaEsa.
C. Pengertian Wahyu
  Kata wahyu berasal dari kata arab ‫يحو‬dan al-wahy adalah kata asli Arabyang berarti
suara, api, dan kecepatan. Dan ketika Al-Wahyu berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu
tersembunyi dan cepat. Sedangkan ketika berbentuk maf’ul wahyu Allah terhadap Nabi-
NabiNYA ini sering disebut Kalam Allah yang diberikan kepada Nabi. Menurut Muhammad
Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu adalah pengetahuan yang di
dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa semua itu datang
dari Allah SWT, baik melalui perantara maupun tanpa perantara. Baik menjelma seperti suara
yang masuk dalam telinga ataupun lainya.

D. Fungsi wahyu
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksud memberi informasi
disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara  berterima kasih kepada tuhan,
menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian
upah dan hukuman yang akan di terima manusia di akhirat.Sebenarnya wahyu secara tidak
langsung adalah senjata yang diberikan allah kepada nabi-nabinya untuk melindugi diri dan
pengikutnya dari ancaman orang-orang yang tak menyukaikeberadaanya. Dan sebagai bukti
bahwa  beliau adalah utusan sang pencipta yaitu Allah SWT.

E. Kekuatan wahyu
Memang sulit saat ini membuktikan jika wahyu memiliki kekuatan, tetapi kita tidak
mampu mengelak sejarah wahyu ada, oleh karna itu wahyu diyakini memiliki kekuatan
karena beberapa faktor antara lain:
1.Wahyu ada karena ijin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah.
2.Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3.Membuat suatu keyakinan pada diri manusia.
4.Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.
5.Wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.
F. Kedudukan Akal dan Wahyu dalam Islam

1. Kedudukan Akal
Akal tidak dapat diterjemahkan atau disamakan dengan otak. Otak adalah  bentuk
material yang memiliki fungsi untuk menyimpan dan mengolah data atau informasi yang
dikumpulkan oleh panca indera. Data dan informasi yang bersumber dari panca indera
manusia itulah yang kemudian menjadi kerja akal yang harus menimbang dalam dua hal yaitu
antara intelek (budi) dan intuisi (hati). Dapat pula disebutkan bahwa kerja akal adalah
berusaha menyeimbangkan antar pikiran dan emosi manusia. Dengan demikian maka Intelek
adalah merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan yang  bersumber dari
alam sekitar yang bersifat konkrit atau nyata. Sementara Intuisi merupakan alat untuk
mengolah data dan informasi yang bersifat abstrak atau tak nyata. Intuisi memiliki
kecenderungan di mana seseorang dapat dengan tiba-tiba memeiliki pengetahuan atau
kebijaksanaan tertentu tanpa perlu melewati beberapa tahapan proses seperti proses yang
dilewati aspek intelektual. Dari perbedaan antara intelek dan intuisi itu yang menyebabkan
terjadinya  perbedaan cara memperoleh pengetahuan atau kebenaran. Jika Intuisi dapat
mengubah seseorang dengan cepat yang dihidupkan melalui  pengayaan batin, baik dari sisi
keyakinan, kebudayaan, dan lain-lain. Maka Intelek hanya dapat mengubah seseorang sedikit
demi sedikit melalui tahapan yang pada akhirnya akan bermuara pada  produkyang lebih utuh
dan menyeluruh.
 
2. Kedudukan Wahyu
Wahyu adalah merupakan firman Allah yang diturunkan kepada manusia melalui
manusia pilihan untuk menjadi tuntunan bagi manusia untuk menjalankan tugas dan fungsi
kekhalifaannya. Wahyu adalah bimbingan fungsional biologis bagi manusia, di samping
wahyu juga memuat tentang  bimbingan ajaran agama kepada manusia. Dalam proses
pemberian wahyu kepada manusia memalui manusia pilihan (Nabi) maka dari cara
penyampaian yang beragam (langsung dan tidak langsung) sesungguhnya memuat hikmah
bahwa wahyu tersebut disesuaikan dengan tingkat kemampuan manusia dalam menerima
wahyu tersebut. Melalui wahyu ditegaskan agar manusia tidak mendominasi akal rasionalnya
dalam menemukan kebenaran, akan tetapi tetap menjadikan wahyu sebagai pedoman dasar.
Dengan demikian, maka penggunaan akal rasional manusia sesungguhnya tidak boleh
menyalahi ketentuan-ketentuan wahyu dalam menetapkan sebuah kebenaran. Disamping itu
juga wahyu diturunkan melalui  Nabi(An Najm : 3– 4).
G. Hubungan Akal Dan Wahyu

Persoalan akal dan wahyutelah lama menjadi wacana dan per debatan dikalangan
intelektual muslim sejak abad ke-3 Hijriah, bahkan sampai sekarang persoalan ini masih
banyak diperbincangkan. Al-Qur’an tidak terpisah dari realitas, tidaka melangkahi, atau
melampaui hukum-hukum realitas, justru fenomena tersebut merupakan bagian dari konsep-
konsep budaya dan muncul dari konvensi dan konsepsi budaya itu.

Anda mungkin juga menyukai