Nilai Estetik Tari Srimpi Pandhelori
Nilai Estetik Tari Srimpi Pandhelori
Abstrak
Penelitian Nilai Estetik Tari Srimpi Pandhelori di Pura Mangkunegaran bertujuan untuk
mendeskripsikan koreografi dan nilai estetik tari Srimpi Pandhelori. Analisis koreografi Srimpi
Pandhelori menggunakan konsep koreografi Sumandiyo Hadi. Analisis nilai estetik
menggunakan konsep nilai estetik menurut The Liang Gie, yang didukung dengan konsep
ciri-ciri sifat benda estetik oleh Monroe Beardsley, dan konsep pengungkapan nilai-nilai
kehidupan dalam karya seni oleh De Witt H. Paker. Penulisan skripsi ini menggunakan metode
penelitian kualitatif, dengan pendekatan estetik. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah observasi, wawancara, dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukan bahwa tari
Srimpi Pandhelori memiliki nilai estetik karena dari sudut pandang inderawi memiliki nilai
bentuk dan dari isi mampu mengungkapkan nilai-nilai kehidupan.
Abstract
Research Value Aesthetic Srimpi Pandhelori Dance in Pura Mangkunegaran aims to de-
scribe the choreography and aesthetic value of Srimpi Pandhelori dance. Srimpi Pandhelori chore-
ography analysis uses Sumandiyo Hadi’s choreography concept. Aesthetic value analysis uses the
concept of aesthetic value according to The Liang Gie, supported by the concept of aesthetic prop-
erties by Monroe Beardsley, and the concept of life values in artwork by De Witt H. Paker. Writ-
ing this thesis using qualitative research methods, with an aesthetic approach. Data collection
techniques used were observation, interview, and literature study. The results showed that the
Srimpi Pandhelori dance has an aesthetic value because from the viewpoint of the senses have the
value of the form and the content is able to express the values of life.
motif gerak itu ada yang merupakan motif perkembangannya ruang pentas tari Srimpi
gerak peng-hubung dan motif gerak peng- Pandhelori tidak memiliki kebakuan di pen-
ulangan. Motif gerak penghubung adalah dapa. Meskipun tidak memiliki kebakuan
motif gerak yang digunakan untuk pentas di pendapa, namun selama ini tari
menghubungkan dari motif gerak satu ke Srimpi Pandhelori lebih sering dipentas-kan
motif gerak yang lainnya. Motif gerak peng- di pendapa (Umiyati, wawan-cara 11
ulangan adalah motif gerak yang dilakukan Oktober 2017).
lebih dari satu kali (diulang) dalam sebuah Motif gerak tari Srimpi Pandhe-lori
sajian karya tari (Hadi, 2003: 47-49). memiliki ruang atau volume kecil (sempit),
Di dalam motif gerak tari Srimpi karena disajikan dalam bentuk gerak tari
Pandhelori terdapat motif gerak penghubung putri. Level yang digunakan pada Tari
dan motif gerak pengulangan. Motif gerak Srimpi Pandhelori adalah level rendah dan
peng-hubung pada tari Srimpi Pandhe-lori level tinggi. Keempat penari tari Srimpi
adalah trisig, sendhi cathok udhet, sendhi Pandhelori menggunakan level yang selalu
nglawe, dan sendhi ongkek. Motif gerak sama, level rendah digunakan pada bentuk
pengulangan dalam tari Srimpi Pandhelori gerak jengkeng, sila, dan ndhodhok, selain itu
adalah kapang-kapang, jengkeng, sembahan penari meng-gunakan level tinggi.
sila, nggrudha kiri, mayuk jinjit kiri, Formasi atau gawang yang digunakan
pendhapan, enjer ridhong udhet, tasikan pada tari Srimpi Pandhelori adalah gawang
mubeng, tumpang tali kengser, kipat gajahan, rakit menghadap depan, gawang rakit
gidrah, enjer ridhong udet, lembehan, mlampah berhadapan, gawang rakit adu kanan, gawang
gajah ngoling, mlampah hoyok encot, ngenceng rakit adu kiri, urut kacang, dan gawang
encot, usap, perang nyuduk lambung, dan gingsul. Formasi atau gawang itu dibentuk
trisig tinting encot. Tari Srimpi Pandhelori dengan pola lantai melingkar, angka dela-
juga meng-gunakan motif gerak yang tidak pan, garis lurus ke depan, ke bela-kang, dan
termasuk dalam gerak penghubung dan ke samping.
pengulangan yaitu nggrudha kanan, Bentuk musik tari atau karawitan tari
nggrudha mubeng, mayuk jinjit kanan, Srimpi Pandhelori di Mangkunegaran pada
ngregem udhet kanan, dan sembahan ngleyang. dasarnya sama dengan bentuk karawitan tari
Ruang dalam sajian tari dapat Srimpi Pandhelori gaya Yogya-karta. Notasi
dibedakan menjadi dua, yaitu ruang pentas yang digunakan adalah notasi gaya
dan ruang gerak. Ruang pentas adalah Yogyakarta, namun rasa garap yang muncul
tempat yang digunakan penari dalam adalah gaya Surakarta. Hal itu disebabkan
menyaji-kan karyanya. Ruang gerak adalah karena pengrawit di Mangkunegaran sudah
ruang yang terbentuk karena ada-nya mapan dan mantap dengan rasa garap
gerakan yang dilakukan oleh penari. Ruang gending gaya Surakarta (Suharti, 1990: 94).
gerak dapat dibagi menjadi beberapa bagian Struktur sajian karawitan tari yang
yaitu ruang motif gerak, level, formasi, dan digunakan dalam tari Srimpi Pandhelori di
pola lantai (Sumandiyo, 2003: 23-27). Mangkunegaran adalah Lagon maju beksan,
Tari Srimpi Pandhelori meng-gunakan Ldr. Harjuna Mangsah, Gendhing Pandhelori
ruang pentas di pendapa. Tetapi dalam Kethuk Loro Kerep Minggah Sekawan, Ldr.
lagi, yaitu sebagai kemampuan yang estetis. Tiga ciri tersebut yang disampaikan
dipercayai ada pada suatu benda untuk oleh Monroe Beardsley, yaitu kesatuan,
memuaskan keinginan manusia. Sifat suatu kerumitan, dan kesungguhan.
benda yang menarik seseorang atau suatu a. Kesatuan (unity)
golongan (Kartika, 2007b: 8). Kesatuan adalah hubungan timbal
Peneliti memahami sebuah benda atau balik dari elemen-elemen yang membentuk
barang memiliki nilai karena benda tersebut karya tari. Setiap elemen-elemen saling
berharga, baik, dan dapat memberi kepuasan menanggapi dan menuntut elemen lainnya,
karena mampu membuat hidup manusia sehingga elemen itu tidak mampu untuk
menjadi lebih baik. Sebuah karya seni berdiri sendiri dan menjadi sebuah bentuk,
memiliki nilai estetik karena medium tanpa dukungan dari elemen-elemen yang
ungkap karya seni tersebut mampu lain. Melalui kesatuan elemen-elemen dalam
meng-ungkapkan sebuah kenikmatan yang karya tari, penghayat mampu menangkap
dapat memenuhi kepuasan batin, mampu dan merasa-kan keindahan bentuk karya tari.
memberi kebahagia-an, serta kesenangan Hal itu disebabkan, karena dengan adanya
dalam ke-hidupan rohani manusia. kesatuan elemen-elemen karya tari akan
Ke-nikmatan dalam sebuah karya seni menjadi lebih hidup dan mampu
diperoleh dari rasa yang diungkap-kan mempertebal ungkap-an nilai yang
melalui medium ungkapnya. dikandungnya. Ke-satuan medium ungkap
Menurut The Liang Gie sebuah karya tari Srimpi Pandhelori dapat dirasakan dari,
seni sebagai ciptaan manusia mempunyai 1. Hilangnya batasan-batasan antar motif
nilai estetik untuk memuaskan suatu gerak yang disusun (luluh).
keinginan manu-sia. Nilai estetik karya seni 2. Kesatuan penyusunan rasa gending dan
dapat dirasakan dari nilai bentuk dan nilai rasa gerak yang digunakan.
kehidupan di luar seni yang mampu 3. Keharmonisan irama gending dan irama
diungkapkan dalam sebuah karya seni. Nilai gerak yang diguna-kan.
bentuk dapat dirasakan dari pengamatan 4. Keserasian keempat penari, yang dapat
indera-wi. Melalui bentuk karya tari peng- dirasakan dari keempat penari dalam
hayat dapat mengagumi dan me-nikmati membawakan motif gerak, tempo, dan
sebuah keindahan. Nilai kehidupan adalah pe-laksanaan gerak yang sama, dengan
nilai-nilai dari kehidupan manusia di luar seni kekuatan pengungkapan rasa yang
yang diteruskan sebagai isi melalui medium sama.
ungkap yang digunakan. Nilai kehidupan
dapat diungkap-kan melalui sebuah rasa yang Kesatuan medium ungkap tari Srimpi
dibentuk dari medium ungkap. Keberhasilan Pandhelori mampu meng-ungkapkan nilai-
pengungkapan itu akan menimbulkan nilai kehidupan sebagai isi tari Srimpi
kepuasan batin manusia (Gie, 1976: 70-71). Pandhelori.
dapat dirasakan dari penyusunan medium (Slamet, 2014b: 75). Masyarakat Jawa telah
ungkap yang digunakan, mampu memiliki pandangan dan gagasan sebuah
mengungkapkan nilai-nilai kehidupan karya tari dengan genre srimpi. Di dalam
sebagai isi tari Srimpi atau Pandhelori wujud, karya tari srimpi masyarakat Jawa
atau esensi yang inggin diungkapkan. membentuk simbol-simbol ungkapan nilai-
Kualitas tari Srimpi Pandhelori juga nilai kehidupan berdasarkan pandangan dan
dapat dirasakan dari kesatuan, kerumitan, gaga-sannya.
dan variasi medium ungkap yang digunakan. Meskipun tari Srimpi Pandhelori di
Elemen-elemen pembentuk tari Srimpi Pura Mangkunegaran berasal dari
Pandhelori memiliki kesatuan, sehingga bisa Yogyakarta, namun nilai-nilai kehidupan tari
mmencapai tataran kualitas rasa yang dalam. Srimpi Pandhelori dipengaruhi pandangan,
Tari Srimpi Pandhelori memiliki variasi yang pijakan dan latar belakang budaya Pura
dapat dirasakan ada pada motif gerak, Mangkunegaran. Hal itu disebab-kan karena
karawitan tari, dan tata busana yang Pura Mangkunegaran memiliki otoritas
digunakan. Variasi medium ungkap itu dapat estetis pada tari Srimpi Pandhelori, sehingga
memberi kesan dinamis sehingga tidak mem-pengaruhi kemantapan estetik tari
monoton. Srimpi Pandhelori, baik dari bentuk maupun
isi yang diungkapkan. Mangkunegaran
2. Nilai-nilai kehidupan memiliki otoritas estetis terhadap tari Srimpi
Tari Srimpi Pandhelori di Pandhelori, karena tari Srimpi Pandhelori
Mangkunegaran memiliki nilai estetik karena sudah berada pada wilayah yang baru, yaitu
di dalamnya mampu mengungkapkan nilai- Pura Mangkunegaran.
nilai kehidupan. Menurut Dharsono Sony a. Nilai-nilai Kehidupan Masya-rakat Jawa
Kartika nilai-nilai yang ada dalam sebuah Tari Srimpi Pandhelori adalah salah
karya seni (tari) dipenga-ruhi pandangan, satu bentuk karya tari dalam genre srimpi.
gagasan, pijakan, dan latar belakang budaya Wahyu Santoso Prabowo dalam buku Garan
masing-masing daerah (Kartika, 2007a: 50). Joged menjelaskan bahwa tari srimpi
Hal itu menyebabkan tari Srimpi Pandhelori merupakan sikap heneng, hening, hawas ing
dipengaruhi pandang-an, pijakan, dan purwa sedya/ sangkan paraning dumadi
gagasan masya-rakat Jawa serta Pura (dalam diam, keheningan, sadar akan asal
Mangku-negaran. dan tujuan hidup), juga sikap manembah,
Nilai-nilai yang terkandung pada tari manekung, mrangkani yang bersuasana bakti
Srimpi Pandhelori di-pengaruhi oleh kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bersifat
pandangan, pijakan dan gagasan intuitif dan kontemplatif yang secara terus
masyarakat Jawa, karena tari Srimpi menerus tertuju pada sasaran pengenalan
Pandhelori hidup dan berkembang di ling- diri, penyatuan diri dengan Tuhan (teosentris)
kungan masyarakat Jawa. Menurut Wahyu dan jagad raya (kosmosentris), serta mawas
Santoso Prabowo, orang Jawa memiliki diri yang tulus (Slamet, 2014b: 81-82). Hal itu
kebiasaan untuk mewujudkan pandangan, dapat dirasakan dari rasa sajian tari Srimpi
gagasan, dan pemikirannya melalui simbol- Pandhelori, yang memiliki rasa menep,
simbol tertentu dalam berproses kesenian agung, wibawa, sareh, dan semeleh. Rasa itu
kebaikan, maka akan dapat mencapai ke- berhadapan dengan seimbang laksana roda
mulyaan, kautaman, dan keluhur-an. yang berputar. Simbol ini merupakan
Bersatunya kedua sisi yang berlawanan itu lambang penyadar-an akan hakekat
dinamakan dengan loro-loroning atunggal kehidupan ma-nusia tentang sifat yang telah
atau curiga manjing warangka menjadi kodrat keilahian manusia yaitu
(Brontodiningrat, 1981: 19). Loro-loroning kebaikan dan keburukan (Kresna, 2010: 63-64).
atunggal atau curiga majing warangka dapat Tari Srimpi Pandhelori di
dikatan nyawiji. Nyawiji yang dimaksud Mangkunegaran merupakan simbol
adalah kemampuan untuk bersatu dengan pengendalian diri dan keseimbang-an alam
Tuhan, alam, maupun dengan sesama dalam kosmologi Jawa. Keempat penari Tari
manusia. Keseimbangan dan pengendalian Srimpi Pandhelori merupakan gambaran
diri diperlukan untuk nyawiji baik dengan makrokosmos dan mikrokosmos. Wahyu
Tuhan, alam, maupun sesama manusia, Santoso Prabowo menjelaskan makrokosmos
sehingga mampu mencapai kemulyaan lahir adalah jagad raya atau alam semesta. Di
dan batin. dalam tari srimpi ditandai dengan empat
Bentuk gerak, tata rias dan busana kekuatan yang memiliki energi dari alam
yang sama, serta konflik yang seimbang semesta, diantara-nya dari empat arah mata
(tidak ada yang kalah dan menang) pada tari angin, yaitu utara, timur, selatan, dan barat.
Srimpi Pandhelori, mampu meng-ungkapkan Selain itu energi yang dimiliki oleh alam juga
keselarasan dan kese-imbangan (equilibrium). ditandai dengan empat elemen yang sangat
Pengendali-an diri dapat dirasakan dari, dibutuhkan untuk kelangsungan hidup
setelah terdapat konflik yang seimbang, manusia, yaitu api, angin, air, dan tanah.
keempat penari mundur, kemudian Keseimbangan alam perlu dijaga karena
meletakan properti senjata yang digunakan. manusia tidak bisa hidup tanpa energi-energi
Keempat penari setelah meletakan senjata, alam, dan apabila salah satu energi alam
bersatu menjadi satu keutuhan yang tersebut bergejolak maka akan terjadi
harmonis. Kesatuan yang utuh dapat dilihat kekacauan.
dan dirasakan dari bentuk gerak dan arah Mikrokosmos adalah jagad cilik atau
hadap yang sama, serta bentuk pola lantai jagading manungsa. Manusia di dalam dirinya
yang melingkar dan simetris. memiliki empat hawa nafsu yaitu aluamah,
Pola lantai tari Srimpi Pandhe-lori mut-mainah, amarah dan sufiah. Aluamah
memiliki pola dasar yang me-lingkar dan adalah nafsu mencela kesalahan orang lain
simetris. Pola lantai melingkar yang dibentuk dan dirinya sendiri, mutmainah adalah nafsu
oleh se-pasang penari (selirang) pada tari kebaikan dengan jiwa yang tenang, amarah
Srimpi Pandhelori mampu meng-ungkapkan adalah nafsu yang mengajak berbuat jahat,
keseimbangan dan ke-satuan alam dari dua dan sufiah adalah nafsu mudah tergoda
sisi yang ber-lawanan, karena memiliki karena bisikan-bisikan yang baik maupun
bentuk yang menyerupai simbol Yin dan yang buruk (Susetya, 2007: 8-9). Nafsu-nafsu
Yang. Yin adalah kegelapan dalam simbol pada diri manusia tersebut harus ada dalam
warna hitam dan Yang adalah penerang ke-seimbangan dan pengendalian akal budi
dengan simbol warna putih. Keduanya saling manusia, karena apabila tidak diseimbangkan
Konsep Tebu Sauyun adalah sebuah diangkat sudah dapat dirasakan memiliki
konsep yang berisi nilai kebersamaan. Konsep tema peperangan yang menunju-kan sikap
ini yang digunakan oleh K.G.P.A.A. kesatriya. Keduanya ber-perang untuk
Mangkunagara I ketika bertempur untuk memperjuangkan apa yang menjadi harapan
melawan musuh-musuhnya, hingga dan cita-citanya yaitu menyelamatkan dan
akhirnya sampai menjadi seorang adipati di menikah dengan Amir Ambyah. Sikap
Pura Mangku-negaran. Konsep Tebu Sauyun kesatria juga dapat dirasakan setelah
dalam tari Srimpi Pandhelori dapat dirasakan Sudarawerti dan Sirtupe-laheli bersatu.
pada cerita yang di-angkat, karena cerita Keduanya tanpa rasa takut menyelamatkan
yang diangkat memiliki nilai kebersamaan. Amir Am-byah dari penjara. Sikap pendeta
Nilai kebersamaan dapat dirasakan dari dapat dirasakan dari sifat Sirtu-pelaheli dan
Sirtupelaheli dan Sudarawerti yang memilih Sudarawerti yang me-miliki sifat saling
mengakhiri peperangan, kemudian bersama- menerima, sabar, ikhlas, dan mau berbagi
sama menyela-matkan Amir Ambyah. Nilai cinta dan kasih sayangnya. Meskipun kedua-
ke-bersamaan juga dapat dirasakan dari nya memiliki kekuatan dan ke-beranian
bentuk gerak yang sama yang dilakukan seperti kesatriya, namun Sudarawerti dan
bersamaan dalam satu keutuhan, kesatuan Sirtupelaheli me-milih untuk saling menerima
rasa yang dibangun (kempel) dari keempat dan membagi cinta serta kasih sayang-nya.
penari, dan interaksi-interaksi dari Tari Srimpi Pandhelori meng-gunakan
pandangan mata, arah hadap tubuh, dan kain dengan desain samparan, yang digerakan
garis-garis gerak yang digunakan. ke kanan dan ke kiri dengan kaki. Samparan
Satriya Pinandhita adalah sebuah dalam pandangan hidup orang Jawa sangat
konsep padangan hidup yang terbentuk dari terkait dengan seorang perempuan.
Tiji Tibeh dan Surya Sumirat. Menurut Hari Perempuan menurut pandangan Jawa pada
Mulyatno Tiji Tibeh memiliki sifat kesatria dan umunya memiliki sifat yang lemah lembut,
Surya Sumirat memiliki sifat seperti pendeta. halus, dan ramah, namun di balik semua itu
Kedua konsep pandangan hidup tersebut perempuan Jawa juga harus memiliki
menjadi satu ke-satuan dan merupakan Dwi kecekatan, kesigap-an, dan kegagahan.
Tunggal yang tidak bisa dipisah-kan, yang Samparan da-lam sebuah karya tari
kemudian dikenal dengan konsep Satriya merupakan simbol dari kekuatan, kesigapan,
Pinandhita. K.G.P.A.A. Mangkunagara I me- dan kegagahan wanita Jawa. Mes-kipun
miliki konsep pandangan hidup Satriya dalam tari bedhaya maupun srimpi, yang
Pinandhita yang ditunjukan dengan sifat menggunakan bentuk gerak yang halus,
yang dimilikinya, yaitu memiliki sifat lembut, dan anggun, namun memiliki
kesatriya yang gagah berani bertempur kekuatan, kesigapan, dan kegagahan yang
melawan musuhnya, dan memiliki sifat muncul dari permainan samparan yang
memberi dan mengasihi seperti sifat pendeta diseblakan ke kanan dan ke kiri (Prabowo,
(Rusini, 1999: 27-29). wawancara 13 November 2017).
Konsep Satriya Pinandhita dapat Permainan samparan dalam tari Srimpi
dirasakan dari cerita yang di-angkat dalam Pandhelori, yang dilakukan bersamaan
tari Srimpi Pandhe-lori. Dari cerita yang dengan bentuk gerak yang mengalir, dengan