Anda di halaman 1dari 15

Nilai Estetik Tari Srimpi Pandhelori di Pura Mangkunegaran Sriyadi

NILAI ESTETIK TARI SRIMPI


PANDHELORI DI PURA
MANGKUNEGARAN
Sriyadi
nstitut Seni Indonesia (ISI) Surakarta
Jalan Ki Hadjar Dewantara No. 19 Kentingan, Jebres, Surakarta 57126

Wahyu Santoso Prabowo


Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta

Abstrak

Penelitian Nilai Estetik Tari Srimpi Pandhelori di Pura Mangkunegaran bertujuan untuk
mendeskripsikan koreografi dan nilai estetik tari Srimpi Pandhelori. Analisis koreografi Srimpi
Pandhelori menggunakan konsep koreografi Sumandiyo Hadi. Analisis nilai estetik
menggunakan konsep nilai estetik menurut The Liang Gie, yang didukung dengan konsep
ciri-ciri sifat benda estetik oleh Monroe Beardsley, dan konsep pengungkapan nilai-nilai
kehidupan dalam karya seni oleh De Witt H. Paker. Penulisan skripsi ini menggunakan metode
penelitian kualitatif, dengan pendekatan estetik. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah observasi, wawancara, dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukan bahwa tari
Srimpi Pandhelori memiliki nilai estetik karena dari sudut pandang inderawi memiliki nilai
bentuk dan dari isi mampu mengungkapkan nilai-nilai kehidupan.

Kata kunci: Srimpi Pandhelori, koreografi, nilai estetik.

Abstract

Research Value Aesthetic Srimpi Pandhelori Dance in Pura Mangkunegaran aims to de-
scribe the choreography and aesthetic value of Srimpi Pandhelori dance. Srimpi Pandhelori chore-
ography analysis uses Sumandiyo Hadi’s choreography concept. Aesthetic value analysis uses the
concept of aesthetic value according to The Liang Gie, supported by the concept of aesthetic prop-
erties by Monroe Beardsley, and the concept of life values in artwork by De Witt H. Paker. Writ-
ing this thesis using qualitative research methods, with an aesthetic approach. Data collection
techniques used were observation, interview, and literature study. The results showed that the
Srimpi Pandhelori dance has an aesthetic value because from the viewpoint of the senses have the
value of the form and the content is able to express the values of life.

Keywords: Srimpi Pandhelori, choreography, aesthetic value.

PENDAHULUAN Koesoemawardhani dan beberapa


Tari Srimpi Pandhelori di Pura kerabatnya di Kridha Beksa Wirama (KBW)
Mangkunegaran adalah salah satu karya Yogyakarta. Tari Srimpi Pandhelori pertama
tari yang berhasil dipelajari oleh G.R.Ay. kali dipentaskan di Pura Mangku-negaran
Siti Noeroel Kamaril Ngasarati pada tahun 1935 yang di-tarikan oleh G.R.Ay.

28 Volume 17 No. 1 Juli 2018


Siti Noeroel Kamaril Ngasarati Kusumawar- Mangku-nagara VII dan G.K.R. Timur,
dhani, G.R.Ay. Partinah, R.Ay. Praptini, dan teknik dan bentuk gerak gaya Yogyakarta
Ndhuk Nah yang merupakan seorang abdi yang sulit dilakukan dirubah, supaya
dalem (Prabowo, dkk., 2007: 143-144). terkesan luwes dan enak dilakukan (Suharti,
Tari Srimpi Pandhelori menceri-takan 1990: 95).
peperangan antara Sudara-werti melawan Perubahan teknik dan bentuk gerak
Sirtupelaheli. Ke-duanya berperang karena gaya Yogyakarta yang disaji-kan oleh penari
saling berebut untuk menyelamatkan dan gaya Surakarta, menyebabkan tari Srimpi
menikah dengan Amir Ambyah. Peperangan Pandhe-lori di Mangkunegaran memiliki
antara Sudarawerti dan Sirtupelaheli tidak kemantapan estetis tersendiri. Hal itu yang
ada yang kalah dan menang, akhirnya mere- menyebabkan peneliti melakukan penelitian
ka bersatu dan berhasil menye-lamatkan “Nilai Estetik Tari Srimpi Pandhelori di Pura
Amir Ambyah (Umiyati, wawancara 4 Mei Mangkunegaran”. Di dalam pene-litian ini,
2016). peneliti menentukan dua rumusan masalah
Tari Srimpi Pandhelori di Pura yaitu bagaimana koreografi Srimpi
Mangkunegaran pada dasarnya Pandhelori di Pura Mangkunegaran, dan
menggunakan bentuk-bentuk gerak gaya bagai-mana nilai estetik tari Srimpi
Yogyakarta, karena berasal dari Yogyakarta, Pandhelori di Pura Mangku-negaran.
namun teknik pelaksanaan gerak dan rasa Analisis koreografi Srimpi Pandhelori
yang disajikan tidak lagi seperti gaya di Pura Mangku-negaran menggunakan
Yogyakarta (Prabowo, dkk., 2007: 140). landasan teori elemen-elemen koreografi
Perubahan bentuk gerak yang terdapat menurut Sumandiyo Hadi. Peneliti
dalam tari Srimpi Pandhe-lori di memahami menganalisis koreografi adalah
Mangkunegaran disebabkan karena, bentuk menganalisis bentuk karya tari dengan
tari gaya Yogya-karta yang disajikan oleh memilah berbagai elemen-elemennya.
penari dengan kemapanan dan kemantapan Elemen-elemen koreografi menurut
tubuh gaya Surakarta. Sumandiyo Hadi terdiri dari judul tari, tema
Bentuk tari gaya Yogyakarta dan gaya tari, tipe atau jenis tari, mode atau cara
Surakarta memiliki bentuk dan teknik gerak penyajian, penari, gerak, ruang, musik tari,
yang berbeda. Menurut Simatupang kondisi tata rias dan busana, properti, serta tata
tubuh yang sudah dibiasakan pada teknik cahaya (Sumandiyo, 2003: 86). Elemen-
dan bentuk gerak merupa-kan salah satu elemen koreografi menurut Sumandiyo itu
pembatas untuk me-nerima teknik dan digunakan untuk menganalisis koreografi tari
bentuk yang lainnya (Simatupang, 2013: 60). Srimpi Pandhelori di Mangkunegaran.
Gaya Surakarta yang terlebih dahulu Landasan teori yang digunakan untuk
digunakan di Mangku-negaran membentuk menganalisis nilai estetik tari Srimpi
kemapanan dan kemantapan penari Pandhelori di Pura Mangku-ngeran adalah
Mangku-negaran pada gaya Surakarta, teori nilai estetik menurut The Liang Gie.
sehingga penari di Mangkunegaran kesulitan Menurut The Liang Gie, nilai estetik dalam
terhadap teknik gerak gaya Yogyakarta. sebuah karya seni terdiri dari bentuk yang
Atas perkenaan dan petunjuk K.G.P.A.A. memiliki nilai bentuk (inderawi), dan isi yang

Volume 17 No. 1 Juli 2018 29


Nilai Estetik Tari Srimpi Pandhelori di Pura Mangkunegaran Sriyadi

mampu mengungkapkan nilai-nilai kehi- gendhing Pandhelori (Umiyati, wawancara 11


dupan (Gie, 1976: 70-71). Nilai ben-tuk tari Oktober 2017).
Srimpi Pandhelori diana-lisis dengan tiga ciri- Tema menurut Sumandiyo di-pahami
ciri sifat benda estetik yang dikemukakan sebagai pokok permasa-lahan, yang
oleh Monroe Beardsley, yaitu kesatuan mengandung isi atau makna tertentu dari
(unity), kerumitan (complexity), dan sebuah koreo-grafi (Sumandiyo, 2003: 89). Isi
kesungguhan (intensity) (Kartika, 2007b: 63). atau makna dalam sebuah karya tari dapat
Nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam mengambil dari berbagai sumber cerita,
tari Srimpi Pandhelori dianalisis dengan teori peristiwa yang pernah dialami, maupun
milik De Witt H. Parker. Menurut Parker nilai- fenomena yang ada di lingkungan sekitar.
nilai kehidupan se-bagai isi sebuah karya seni Tema tari Srimpi Pandhelori di
dapat dirasakan melalui lambang sensa, yang Mangkunegaran adalah keprajurit-an yang
dibentuk dari medium ungkap yang mengambil dari sebagian Cerita Menak.
digunakan. Lambang sensa itu membentuk Bagian cerita yang diangkat yaitu
sebuah rasa, dari rasa itu akan menuntun peperangan antara Sirtupelaheli melawan
ima-jinasi penghayat untuk menangkap nilai- Sudarawerti. Cerita Menak itu ditulis oleh R.
nilai kehidupan (Parker, 1979: 44-73). Ng. Yosodipura I dalam Serat Menak Kanjun.
Di dalam penelitian “Nilai Estetik Tari Sumandiyo membagi tipe atau jenis
Srimpi Pandhelori di Pura Mangkunegaran” tari menjadi tiga yaitu tradisi kerakyatan,
mengguna-kan metode penelitian kualitatif, klasik tradisional, dan modern/ kreasi baru
dengan pendekatan estetik. Teknik (Sumandiyo, 2003: 90). Tipe atau jenis tari
pengumpulan data yang digunakan adalah Srimpi Pandhelori adalah tari tra-disional
observasi, wawancara, dan studi pustaka. klasik, karena tari Srimpi Pandhelori
Observasi yang dilakukan adalah observasi merupakan salah satu bentuk tari srimpi
lang-sung partisipasi, dengan mengamati yang berkem-bang di keraton.
langsung dan mengikuti latih-an tari di Mode atau cara penyajian koreografi
PAKARTI dan Langen Praja Pura pada hakekatnya dapat dibedakan menjadi
Mangkunegaran. Wa-wancara dilakukan tiga yaitu representtasional, simbolis, dan
oleh peneliti kepada beberapa narasumber tari representasional-simbolis. Perbeda-an itu
gaya Mangkunegaran. Studi pus-taka dapat dilihat dari bentuk gerak yang
dilakukan peneliti dengan membaca digunakan, yaitu gerak representatif dan
beberapa buku. Buku-buku itu dibaca dan non-representatif (Sumandiyo, 2003: 90).
kemudian informasi yang penting dikutip Tari Srimpi Pandhelori di Mangkunegaran
menurut kebutuhan. menggunakan mode penyajian
representasional-simbolis, karena
KOREOGRAFI SRIMPI PANDHELORI menggunakan bentuk gerak representatif
Kata pandhelori dalam tari Srimpi dan non-representatif. Bentuk gerak
Pandhelori, merupakan judul yang representatif adalah bentuk gerak yang
digunakan untuk menyebut karya tari srimpi maknanya mudah dipahami, seperti bentuk
ini. Nama pandhelori diambil dari nama gerak tasikan, ulap-ulap cathok udet, perang
gending pokok yang digunakan, yaitu nyuduk lambung, nyuduk dada, dan

30 Volume 17 No. 1 Juli 2018


panahan. Bentuk gerak non-representatif adalah nylekenthing (Rusini, wawancara 12
yaitu bentuk gerak yang maknanya sulit Oktober 2017).
untuk dipahami, namun memiliki kekuat-an Tari Srimpi Pandhelori di Pura
ungkap yang bisa dirasakan, yaitu nduduk Mangkunegaran pada dasarnya
wuluh, nggrudha, gudhawa, kipat gajahan, menggunakan bentuk gerak gaya
mlampah gajah ngoling, lembehan, trisig tint- Yogyakarta, namun dilakukan oleh penari
ing encot, mlampah hoyok encot, ngenceng encot dengan ketubuhan gaya Surakarta, sehingga
dan gidrah. karena dibatasi oleh ketubuhan yang sudah
Penari dalam karya tari merupa-kan mapan pada bentuk gaya Surakarta, ter-
pendukung utama yang me-nentukan dapat beberapa bentuk gerak yang sulit
keberhasilan atau ke-mantapan sajian tari dilakukan kemudian dirubah. Secara garis
(Prihatini dkk., 2007: 70). Penari dalam besar perubahan ben-tuk gerak yang
sebuah karya tari dapat dirinci menjadi sekarang dapat di-amati pada tari Srimpi
jumlah penari dan jenis kelamin. Tari Srimpi Pandhelori adalah,
Pandhelori di Mangkunegaran disajikan oleh 1. Bentuk gerak kepala ketika menoleh ke
empat orang penari dengan jenis kelamin kanan atau ke kiri tidak terlalu miring.
perem-puan. Setiap penari dalam tari Srimpi Teknik gerak kepala tidak menitik
Pandhelori di Mangkune-garan memiliki tekankan pada pangkal leher, namun
peranan, yaitu batak, gulu, dhadha, dan buntil. pada ujung dagu.
Tari Srimpi Pandhelori meng-gunakan 2. Posisi tangan ketika trap cethik tidak
adeg nggrudha, atau di Mangkunegaran nyiku, tetapi membuka 45º.
disebut dengan adeg pacak kelir. Adeg adalah 3. Bentuk gerak tangan tidak terkesan
sikap badan yang digunakan pada saat lurus-lurus dan patah-patah. Bentuk
menari. Posisi badan pada adeg pacak kelir gerak tangan terkesan melengkung
adalah badan tegap, seperti badan yang yang dilakukan mengalir, serta tidak
ditempelkan di dinding, sehingga tidak banyak aksentuasi.
condong ke depan, kemudian jaja atau dhadha 4. Penggunaan udhet tidak menggunakan
mungal. teknik nyathok melainkan kebyok.
Di dalam melakukan adeg pacak kelir 5. Bentuk gerak seblak dan nglawe tidak ke
pada tari Srimpi Pandhelori di belakang, namun ke samping.
Mangkunegaran kedua lutut harus selalu 6. Tidak banyak menggunakan teknik
ditekuk yang sering disebut dengan istilah ingsetan kaki ketika memindah berat
mendhak, kecuali beberapa motif gerak yang badan.
mene-kankan garis lurus yang dibentuk 7. Pada bentuk gerak trisig apabila belok
dengan tungkai, sehingga lutut harus menggunakan bentuk gerak mendhak.
diluruskan. Mendhak adalah sikap menari 8. Menggunakan desain kain samparan
dengan posisi tung-kai ditekuk, lutut dibuka yang digerakan dengan cara diseblakan
ke sam-ping, kaki membuat sudut 90º ke kanan dan ke kiri.
dengan arah kaki serong ke kanan dan ke kiri,
jarak kedua kaki kurang lebih satu kepalan Menurut Sumandiyo Hadi sebuah
tangan. Bentuk jari-jari kaki pada saat menari karya tari memiliki motif gerak. Di dalam

Volume 17 No. 1 Juli 2018 31


Nilai Estetik Tari Srimpi Pandhelori di Pura Mangkunegaran Sriyadi

motif gerak itu ada yang merupakan motif perkembangannya ruang pentas tari Srimpi
gerak peng-hubung dan motif gerak peng- Pandhelori tidak memiliki kebakuan di pen-
ulangan. Motif gerak penghubung adalah dapa. Meskipun tidak memiliki kebakuan
motif gerak yang digunakan untuk pentas di pendapa, namun selama ini tari
menghubungkan dari motif gerak satu ke Srimpi Pandhelori lebih sering dipentas-kan
motif gerak yang lainnya. Motif gerak peng- di pendapa (Umiyati, wawan-cara 11
ulangan adalah motif gerak yang dilakukan Oktober 2017).
lebih dari satu kali (diulang) dalam sebuah Motif gerak tari Srimpi Pandhe-lori
sajian karya tari (Hadi, 2003: 47-49). memiliki ruang atau volume kecil (sempit),
Di dalam motif gerak tari Srimpi karena disajikan dalam bentuk gerak tari
Pandhelori terdapat motif gerak penghubung putri. Level yang digunakan pada Tari
dan motif gerak pengulangan. Motif gerak Srimpi Pandhelori adalah level rendah dan
peng-hubung pada tari Srimpi Pandhe-lori level tinggi. Keempat penari tari Srimpi
adalah trisig, sendhi cathok udhet, sendhi Pandhelori menggunakan level yang selalu
nglawe, dan sendhi ongkek. Motif gerak sama, level rendah digunakan pada bentuk
pengulangan dalam tari Srimpi Pandhelori gerak jengkeng, sila, dan ndhodhok, selain itu
adalah kapang-kapang, jengkeng, sembahan penari meng-gunakan level tinggi.
sila, nggrudha kiri, mayuk jinjit kiri, Formasi atau gawang yang digunakan
pendhapan, enjer ridhong udhet, tasikan pada tari Srimpi Pandhelori adalah gawang
mubeng, tumpang tali kengser, kipat gajahan, rakit menghadap depan, gawang rakit
gidrah, enjer ridhong udet, lembehan, mlampah berhadapan, gawang rakit adu kanan, gawang
gajah ngoling, mlampah hoyok encot, ngenceng rakit adu kiri, urut kacang, dan gawang
encot, usap, perang nyuduk lambung, dan gingsul. Formasi atau gawang itu dibentuk
trisig tinting encot. Tari Srimpi Pandhelori dengan pola lantai melingkar, angka dela-
juga meng-gunakan motif gerak yang tidak pan, garis lurus ke depan, ke bela-kang, dan
termasuk dalam gerak penghubung dan ke samping.
pengulangan yaitu nggrudha kanan, Bentuk musik tari atau karawitan tari
nggrudha mubeng, mayuk jinjit kanan, Srimpi Pandhelori di Mangkunegaran pada
ngregem udhet kanan, dan sembahan ngleyang. dasarnya sama dengan bentuk karawitan tari
Ruang dalam sajian tari dapat Srimpi Pandhelori gaya Yogya-karta. Notasi
dibedakan menjadi dua, yaitu ruang pentas yang digunakan adalah notasi gaya
dan ruang gerak. Ruang pentas adalah Yogyakarta, namun rasa garap yang muncul
tempat yang digunakan penari dalam adalah gaya Surakarta. Hal itu disebabkan
menyaji-kan karyanya. Ruang gerak adalah karena pengrawit di Mangkunegaran sudah
ruang yang terbentuk karena ada-nya mapan dan mantap dengan rasa garap
gerakan yang dilakukan oleh penari. Ruang gending gaya Surakarta (Suharti, 1990: 94).
gerak dapat dibagi menjadi beberapa bagian Struktur sajian karawitan tari yang
yaitu ruang motif gerak, level, formasi, dan digunakan dalam tari Srimpi Pandhelori di
pola lantai (Sumandiyo, 2003: 23-27). Mangkunegaran adalah Lagon maju beksan,
Tari Srimpi Pandhelori meng-gunakan Ldr. Harjuna Mangsah, Gendhing Pandhelori
ruang pentas di pendapa. Tetapi dalam Kethuk Loro Kerep Minggah Sekawan, Ldr.

32 Volume 17 No. 1 Juli 2018


Manis, Ayak-ayak Cakrik Ngayogjakarta, sedang menaiki burung garuda. Sudarawerti
Lagon Jugag, Ldr. Harjuna Mangsah, dan digambarkan dengan bentuk separuh
diakhiri Lagon mundur beksan (Hartono, wayang wanita bagian atas, dengan bentuk
wawancara 11 Oktober 2017). Laras yang hiasan kepala pogog putri jamang lanyap.
digunakan dalam karawitan tari Srimpi Patrem adalah bagian dari kostum, namun
Pandhelori adalah Laras Pelog Pathet Barang. pada saat perang patrem, patrem menjadi
Tata rias tari Srimpi Pandhelori di sebuah properti. Penari dengan memegang
Mangkunegaran adalah corrective make up, gagang patrem dapat menggerakan patrem,
dengan penebalan pada warna alis, kelopak sehingga seolah-olah men-jadi bagian tubuh
mata, tulang pipi, hidung, dan bibir, yang penari. Jemparing digunakan pada bagian
memberi kesan cantik (Slamet, 2014a: 137). perang panahan. Jemparing terdiri dari
Tata rias tari Srimpi Pandhelori beberapa bagian yaitu gendewa atau busur,
menggunakan laler mencok, sogokan, dan kentheng, dan nyenyep.
godheg ngudhup turi yang dibuat dari pidih Tata cahaya yang digunakan pada tari
atau pensil alis berwarna hitam. Srimpi Pandhelori di Mangkunegaran dari
Kostum yang digunakan pada tari awal hingga akhir sajian adalah general light-
Srimpi Pandhelori di Mangku-negaran ing yang bersifat penerangan sepenuh-nya.
adalah jamang dengan motif untu walang, General light dengan penerang-an
garudha mungkur, utah-utahan, kanthong sepenuhnya dapat menggam-barkan
gelung, bros, cundhuk jungkat, sumping, kemegahan dan mampu memperjelas
kalung penanggalan, giwang, gelang, kelat ketampakan sebuah karya tari (Sumandiyo,
bahu, baju rompi tanpa lengan, udhet, slepe, 2003: 92).
thothok, sinjang sampa-ran, patrem, dan kolong
patrem. NILAI ESTETIK TARI SRIMPI
Properti tari adalah perlengkap-an PANDHELORI
yang seolah-olah menjadi satu dengan badan Estetika merupakan sebuah cabang
penari (Soedarsono, 1978: 36). Properti tari filsafat mengenai keindah-an. Estetika berasal
Srimpi Pandhelori di Mangkunegaran adalah dari kata Yunani aesthetis, yang berarti pe-
jebeng, patrem, dan jemparing. Benda-benda rasaan atau sensitivitas. Hal itu menyebabkan
itu adalah perleng-kapan yang ikut ditarikan estetika erat sekali hubungannya dengan
oleh penari, untuk mendukung ekspresi yang selera pe-rasaan (Kartika dan Nanang, 2004:
ingin diungkapkan. 16). Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jebeng digunakan pada saat perang estetika adalah cabang filsafat yang menelaah
patrem. Jebeng yang diguna-kan terdiri dari dan mem-bahas tentang seni dan keindahan
dua motif, perbeda-an kedua motif tersebut serta tanggapan manusia terhadap-nya.
terletak pada bentuk wayang yang diguna- Nilai dalam bidang filsafat sering
kan. Perbedaan motif pada jebeng digunakan digunakan sebagai kata benda abstrak yang
untuk memperjelas dan membedakan tokoh berarti keberhargaan (worth) atau kebaikan
yang ditampil-kan, yaitu Sirtupelaheli dan (goodnes). Di dalam Dictionary of Sociology
Suda-rawerti. Sirtupelaheli digambarkan and Related Sciences diberi-kan perumusan
dengan bentuk wayang seorang putri yang mengenai sebuah nilai yang lebih terperinci

Volume 17 No. 1 Juli 2018 33


Nilai Estetik Tari Srimpi Pandhelori di Pura Mangkunegaran Sriyadi

lagi, yaitu sebagai kemampuan yang estetis. Tiga ciri tersebut yang disampaikan
dipercayai ada pada suatu benda untuk oleh Monroe Beardsley, yaitu kesatuan,
memuaskan keinginan manusia. Sifat suatu kerumitan, dan kesungguhan.
benda yang menarik seseorang atau suatu a. Kesatuan (unity)
golongan (Kartika, 2007b: 8). Kesatuan adalah hubungan timbal
Peneliti memahami sebuah benda atau balik dari elemen-elemen yang membentuk
barang memiliki nilai karena benda tersebut karya tari. Setiap elemen-elemen saling
berharga, baik, dan dapat memberi kepuasan menanggapi dan menuntut elemen lainnya,
karena mampu membuat hidup manusia sehingga elemen itu tidak mampu untuk
menjadi lebih baik. Sebuah karya seni berdiri sendiri dan menjadi sebuah bentuk,
memiliki nilai estetik karena medium tanpa dukungan dari elemen-elemen yang
ungkap karya seni tersebut mampu lain. Melalui kesatuan elemen-elemen dalam
meng-ungkapkan sebuah kenikmatan yang karya tari, penghayat mampu menangkap
dapat memenuhi kepuasan batin, mampu dan merasa-kan keindahan bentuk karya tari.
memberi kebahagia-an, serta kesenangan Hal itu disebabkan, karena dengan adanya
dalam ke-hidupan rohani manusia. kesatuan elemen-elemen karya tari akan
Ke-nikmatan dalam sebuah karya seni menjadi lebih hidup dan mampu
diperoleh dari rasa yang diungkap-kan mempertebal ungkap-an nilai yang
melalui medium ungkapnya. dikandungnya. Ke-satuan medium ungkap
Menurut The Liang Gie sebuah karya tari Srimpi Pandhelori dapat dirasakan dari,
seni sebagai ciptaan manusia mempunyai 1. Hilangnya batasan-batasan antar motif
nilai estetik untuk memuaskan suatu gerak yang disusun (luluh).
keinginan manu-sia. Nilai estetik karya seni 2. Kesatuan penyusunan rasa gending dan
dapat dirasakan dari nilai bentuk dan nilai rasa gerak yang digunakan.
kehidupan di luar seni yang mampu 3. Keharmonisan irama gending dan irama
diungkapkan dalam sebuah karya seni. Nilai gerak yang diguna-kan.
bentuk dapat dirasakan dari pengamatan 4. Keserasian keempat penari, yang dapat
indera-wi. Melalui bentuk karya tari peng- dirasakan dari keempat penari dalam
hayat dapat mengagumi dan me-nikmati membawakan motif gerak, tempo, dan
sebuah keindahan. Nilai kehidupan adalah pe-laksanaan gerak yang sama, dengan
nilai-nilai dari kehidupan manusia di luar seni kekuatan pengungkapan rasa yang
yang diteruskan sebagai isi melalui medium sama.
ungkap yang digunakan. Nilai kehidupan
dapat diungkap-kan melalui sebuah rasa yang Kesatuan medium ungkap tari Srimpi
dibentuk dari medium ungkap. Keberhasilan Pandhelori mampu meng-ungkapkan nilai-
pengungkapan itu akan menimbulkan nilai kehidupan sebagai isi tari Srimpi
kepuasan batin manusia (Gie, 1976: 70-71). Pandhelori.

1. Nilai Bentuk b. Kerumitan (complexity)


Nilai bentuk tari Srimpi Pandhelori Sebuah karya tari memiliki
dapat dirasakan dari tiga ciri-ciri sifat benda kerumitan karena di dalamnya memiliki

34 Volume 17 No. 1 Juli 2018


berbagai aturan-aturan dan teknik-teknik mendalam itu di-butuhkan, karena dalam
dalam melaku-kannya. Aturan dan teknik menyaji-kan gending memiliki aturan-
diguna-kan untuk mencapai kualitas peng- aturan dan teknik-teknik yang harus
ungkapan rasa dalam mewujudkan isi yang dikuasai, serta harus me-nafsirkan gending
ingin diungkapkan. Tari Srimpi Pandhelori yang disajikan.
memiliki ke-rumitan, yang dapat dirasakan Tata rias yang digunakan pada tari
dari aturan dan teknik yang dibutuhkan Srimpi Pandhelori memiliki ke-rumitan. Tata
dalam proses pengungkapan rasa melalui rias yang digunakan memiliki aturan-aturan
medium ungkapnya. yang me-nuntut untuk mengungkapkan ke-
Setiap motif gerak yang digunakan cantikan dan keanggunan wanita. Tata rias
dalam tari Srimpi Pandhelori memiliki yang memberikan kesan cantik pada
kerumitan, karena adanya aturan-aturan seseorang memerlukan teknik dan
yang telah ditentu-kan. Aturan-aturan itu ketrampilan yang men-dalam, karena tidak
dapat di-lihat dan dirasakan melalui mudah untuk merias seseorang sehingga
bentuk, posisi atau tempat, dan proses mampu mengungkapkan kecantikan dan
perpindahan yang telah ditentukan. Di dalam keanggunan.
setiap motif gerak juga sudah memiliki Tata busana yang digunakan pada tari
struktur yang ditetapkan. Struktur itu Srimpi Pandhelori di Mangkunegaran
dapat dilihat dan dirasakan dari bagaimana memiliki kerumit-an baik dari bentuk, motif,
cara mengawali motif gerak, kemudian desain, susunan penggunaannya, pemilih-an
diikuti gerak berikutnya, dan bagaimana perpaduan warna, serta cara pemakaiannya.
cara mengakhiri pelaksanaan motif gerak Pemakaian busana tari Srimpi Pandhelori
itu. memiliki teknik-teknik. Teknik-teknik itu
Setiap pelaksanaan motif gerak tari digunakan untuk mencapai kerapian,
Srimpi Pandhelori memiliki teknik. Teknik- kemantapan berbusana (besus), dan supaya
teknik tersebut di-gunakan untuk mencapai tidak mengganggu saat bergerak.
ketepatan wujud dari motif gerak, sehingga c. Kesungguhan (intensity)
mampu mengungkapkan rasa. Tek-nik yang Kesungguhan merupakan salah satu
dimaksud berupa cara melakukan gerak dan ciri dari benda yang memiliki nilai estetik.
pengaturan tempo gerak supaya sesuai Kesungguhan atau intensitas yang dimaksud
dengan irama gending. Hasil dari peng- adalah keadaan suatu benda yang memiliki
uasaan teknik dalam melakukan setiap mo- kualitas yang baik. Sebuah karya tari harus
tif gerak yang sesuai dengan irama gending, memiliki kualitas yang baik dari susunan tari,
akan menimbulkan kemantapan rasa tari pelaku/ penari, maupun saat dipertunjukan-
Srimpi Pandhelori. nya. Kualitas itu akan membuat karya tari
Gending yang digunakan pada tari memiliki nilai estetik, karena dengan kualitas
Srimpi Pandhelori memiliki kerumitan. sajian yang baik maka karya tari itu akan
Kerumitan tampak dengan dibutuhkannya mampu mengungkapkan rasa, sehingga
kemampu-an mendalam para pengrawit memiliki kemantapan estetik.
untuk menyajikan gending tari Srimpi Tari Srimpi Pandhelori di
Pandhelori di Mangkunegaran. Kemampuan Mangkunegaran memiliki kualitas. Hal itu

Volume 17 No. 1 Juli 2018 35


Nilai Estetik Tari Srimpi Pandhelori di Pura Mangkunegaran Sriyadi

dapat dirasakan dari penyusunan medium (Slamet, 2014b: 75). Masyarakat Jawa telah
ungkap yang digunakan, mampu memiliki pandangan dan gagasan sebuah
mengungkapkan nilai-nilai kehidupan karya tari dengan genre srimpi. Di dalam
sebagai isi tari Srimpi atau Pandhelori wujud, karya tari srimpi masyarakat Jawa
atau esensi yang inggin diungkapkan. membentuk simbol-simbol ungkapan nilai-
Kualitas tari Srimpi Pandhelori juga nilai kehidupan berdasarkan pandangan dan
dapat dirasakan dari kesatuan, kerumitan, gaga-sannya.
dan variasi medium ungkap yang digunakan. Meskipun tari Srimpi Pandhelori di
Elemen-elemen pembentuk tari Srimpi Pura Mangkunegaran berasal dari
Pandhelori memiliki kesatuan, sehingga bisa Yogyakarta, namun nilai-nilai kehidupan tari
mmencapai tataran kualitas rasa yang dalam. Srimpi Pandhelori dipengaruhi pandangan,
Tari Srimpi Pandhelori memiliki variasi yang pijakan dan latar belakang budaya Pura
dapat dirasakan ada pada motif gerak, Mangkunegaran. Hal itu disebab-kan karena
karawitan tari, dan tata busana yang Pura Mangkunegaran memiliki otoritas
digunakan. Variasi medium ungkap itu dapat estetis pada tari Srimpi Pandhelori, sehingga
memberi kesan dinamis sehingga tidak mem-pengaruhi kemantapan estetik tari
monoton. Srimpi Pandhelori, baik dari bentuk maupun
isi yang diungkapkan. Mangkunegaran
2. Nilai-nilai kehidupan memiliki otoritas estetis terhadap tari Srimpi
Tari Srimpi Pandhelori di Pandhelori, karena tari Srimpi Pandhelori
Mangkunegaran memiliki nilai estetik karena sudah berada pada wilayah yang baru, yaitu
di dalamnya mampu mengungkapkan nilai- Pura Mangkunegaran.
nilai kehidupan. Menurut Dharsono Sony a. Nilai-nilai Kehidupan Masya-rakat Jawa
Kartika nilai-nilai yang ada dalam sebuah Tari Srimpi Pandhelori adalah salah
karya seni (tari) dipenga-ruhi pandangan, satu bentuk karya tari dalam genre srimpi.
gagasan, pijakan, dan latar belakang budaya Wahyu Santoso Prabowo dalam buku Garan
masing-masing daerah (Kartika, 2007a: 50). Joged menjelaskan bahwa tari srimpi
Hal itu menyebabkan tari Srimpi Pandhelori merupakan sikap heneng, hening, hawas ing
dipengaruhi pandang-an, pijakan, dan purwa sedya/ sangkan paraning dumadi
gagasan masya-rakat Jawa serta Pura (dalam diam, keheningan, sadar akan asal
Mangku-negaran. dan tujuan hidup), juga sikap manembah,
Nilai-nilai yang terkandung pada tari manekung, mrangkani yang bersuasana bakti
Srimpi Pandhelori di-pengaruhi oleh kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bersifat
pandangan, pijakan dan gagasan intuitif dan kontemplatif yang secara terus
masyarakat Jawa, karena tari Srimpi menerus tertuju pada sasaran pengenalan
Pandhelori hidup dan berkembang di ling- diri, penyatuan diri dengan Tuhan (teosentris)
kungan masyarakat Jawa. Menurut Wahyu dan jagad raya (kosmosentris), serta mawas
Santoso Prabowo, orang Jawa memiliki diri yang tulus (Slamet, 2014b: 81-82). Hal itu
kebiasaan untuk mewujudkan pandangan, dapat dirasakan dari rasa sajian tari Srimpi
gagasan, dan pemikirannya melalui simbol- Pandhelori, yang memiliki rasa menep,
simbol tertentu dalam berproses kesenian agung, wibawa, sareh, dan semeleh. Rasa itu

36 Volume 17 No. 1 Juli 2018


diungkapkan melalui medium ungkap tari tersusun secara baik, dapat menimbulkan
Srimpi Pandhelori. rasa indah dan halus, serta dapat membawa
Tari Srimpi Pandhelori berisi harapan jiwa manusia kesuasana luhur. Di dalam Serat
dan cita-cita seorang raja. Di dalam tari Srimpi Sastra Gendhing dijelaskan bahwa, suara
Pandhelori terdapat pesan moral, yang indah yang timbul dari seperangkat gamelan
diung-kapkan melalui medium ungkap tari ageng dapat memberitakan persatuan hamba
Srimpi Pandhelori. Pesan moral itu dan Tuhan (Sri, 1972: 336). Hal itu
merupakan salah satu cara untuk mencapai membuktikan bahwa dari rasa gending yang
harapan dan cita-cita raja. Pesan moral tari digunakan, tari Srimpi Pandhelori mampu
Srimpi Pandhelori adalah peperangan itu meng-ungkapkan nilai religius, sebagai salah
tidak baik, hanya menimbulkan perpecahan, satu karya tari yang masuk dalam joged
maka meskipun me-miliki kekuatan yang pasamuwaning agami.
hebat, lebih baik menjalin kebersamaan, Tari srimpi merupakan salah satu
karena dengan kebersamaan akan mem- simbol dari dua sisi yang saling berlawanan
permudah untuk mencapai keten-traman, yaitu baik dan jahat, gelap dan terang, bumi
kesejahteraan, dan kemul-yaan hidup. dan langit. Tari srimpi adalah karya tari yang
Melalui bentuk garap tari Srimpi Pandhelori disajikan oleh dua pasang perempuan, yang
raja meng-ungkapkan pesan moral itu, untuk dapat digambarkan sebagai setangkep gula
menuntun masyarakatnya dalam mencapai klapa dua sisi yang berlawanan (Suharto,
kedamaian, ketentraman, dan kesejahteraan 1990: 53). Tari Srimpi Pandhelori terdiri dari
hidup. Kedamai-an, ketentraman, setangkep gula klapa dari dua sisi yang
kesejahteraan hi-dup merupakan harapan berlawanan. Keempat penari tari Srimpi
dan cita-cita dari seorang raja. Pandhelori mampu memberikan gambaran
Tari srimpi merupakan tari yang mengenai setangkep dua sisi yang
masuk dalam golongan joged pasamuwaning berlawanan. Peperangan batak dengan gulu
agami, yang disebab-kan karena katitik merupakan selirang dari dua sisi yang
saking lebeting panabuhipun gangsa saha alon berlawanan, kemudian ditambah selirang
lan tajem ing panjoged (Helsdiengen, 1925: 16). deng-an peperangan yang dilakukan dhadha
Dapat dipahami bahwa tari Srimpi dengan buntil, sehingga menjadi setangkep
Pandhelori merupakan joged pasamuwaning gula klapa dua sisi yang berlawanan.
agami, karena menggunakan karawitan tari Buku Kawruh Joged Mataram
se-buah gending (panabuhipun gangsa), dan menjelaskan bahwa peperangan atau konflik
memiliki ketenangan serta diperlukannya pada tari srimpi menggambarkan keinginan
konsentrasi dan penjiwaan yang mendalam untuk berebut kemenangan. Perebutan
dalam menarikannya (sareh, semeleh dan sebuah kemenangan itu sudah biasa, karena
menep). pada dasarnya isi dari dunia ini adalah dua
Tari Srimpi Pandhelori di Pura sisi yang selalu berlawanan. Apabila dari
Mangkunegaran menggunakan gending kedua sisi yang berlawanan ter-sebut dapat
Jawa dengan nada-nada (alunan-alunan lagu) bersatu, yang buruk dapat bergabung
yang me-nimbulkan rasa nikmat. Gending dengan kebaikan, serta yang baik dapat
yang digunakan pada tari Srimpi Pandhelori, menuntun keburukan untuk menuju

Volume 17 No. 1 Juli 2018 37


Nilai Estetik Tari Srimpi Pandhelori di Pura Mangkunegaran Sriyadi

kebaikan, maka akan dapat mencapai ke- berhadapan dengan seimbang laksana roda
mulyaan, kautaman, dan keluhur-an. yang berputar. Simbol ini merupakan
Bersatunya kedua sisi yang berlawanan itu lambang penyadar-an akan hakekat
dinamakan dengan loro-loroning atunggal kehidupan ma-nusia tentang sifat yang telah
atau curiga manjing warangka menjadi kodrat keilahian manusia yaitu
(Brontodiningrat, 1981: 19). Loro-loroning kebaikan dan keburukan (Kresna, 2010: 63-64).
atunggal atau curiga majing warangka dapat Tari Srimpi Pandhelori di
dikatan nyawiji. Nyawiji yang dimaksud Mangkunegaran merupakan simbol
adalah kemampuan untuk bersatu dengan pengendalian diri dan keseimbang-an alam
Tuhan, alam, maupun dengan sesama dalam kosmologi Jawa. Keempat penari Tari
manusia. Keseimbangan dan pengendalian Srimpi Pandhelori merupakan gambaran
diri diperlukan untuk nyawiji baik dengan makrokosmos dan mikrokosmos. Wahyu
Tuhan, alam, maupun sesama manusia, Santoso Prabowo menjelaskan makrokosmos
sehingga mampu mencapai kemulyaan lahir adalah jagad raya atau alam semesta. Di
dan batin. dalam tari srimpi ditandai dengan empat
Bentuk gerak, tata rias dan busana kekuatan yang memiliki energi dari alam
yang sama, serta konflik yang seimbang semesta, diantara-nya dari empat arah mata
(tidak ada yang kalah dan menang) pada tari angin, yaitu utara, timur, selatan, dan barat.
Srimpi Pandhelori, mampu meng-ungkapkan Selain itu energi yang dimiliki oleh alam juga
keselarasan dan kese-imbangan (equilibrium). ditandai dengan empat elemen yang sangat
Pengendali-an diri dapat dirasakan dari, dibutuhkan untuk kelangsungan hidup
setelah terdapat konflik yang seimbang, manusia, yaitu api, angin, air, dan tanah.
keempat penari mundur, kemudian Keseimbangan alam perlu dijaga karena
meletakan properti senjata yang digunakan. manusia tidak bisa hidup tanpa energi-energi
Keempat penari setelah meletakan senjata, alam, dan apabila salah satu energi alam
bersatu menjadi satu keutuhan yang tersebut bergejolak maka akan terjadi
harmonis. Kesatuan yang utuh dapat dilihat kekacauan.
dan dirasakan dari bentuk gerak dan arah Mikrokosmos adalah jagad cilik atau
hadap yang sama, serta bentuk pola lantai jagading manungsa. Manusia di dalam dirinya
yang melingkar dan simetris. memiliki empat hawa nafsu yaitu aluamah,
Pola lantai tari Srimpi Pandhe-lori mut-mainah, amarah dan sufiah. Aluamah
memiliki pola dasar yang me-lingkar dan adalah nafsu mencela kesalahan orang lain
simetris. Pola lantai melingkar yang dibentuk dan dirinya sendiri, mutmainah adalah nafsu
oleh se-pasang penari (selirang) pada tari kebaikan dengan jiwa yang tenang, amarah
Srimpi Pandhelori mampu meng-ungkapkan adalah nafsu yang mengajak berbuat jahat,
keseimbangan dan ke-satuan alam dari dua dan sufiah adalah nafsu mudah tergoda
sisi yang ber-lawanan, karena memiliki karena bisikan-bisikan yang baik maupun
bentuk yang menyerupai simbol Yin dan yang buruk (Susetya, 2007: 8-9). Nafsu-nafsu
Yang. Yin adalah kegelapan dalam simbol pada diri manusia tersebut harus ada dalam
warna hitam dan Yang adalah penerang ke-seimbangan dan pengendalian akal budi
dengan simbol warna putih. Keduanya saling manusia, karena apabila tidak diseimbangkan

38 Volume 17 No. 1 Juli 2018


dan dikendalikan maka akan tejadi b. Nilai-nilai Kehidupan Pura
kekacauan, yang merusak diri manusia. Mangkunegaran
Rasa sareh, semeleh, menep, dan antep Pura Mangkunegaran memiliki
pada tari Srimpi Pandhelori mampu beberapa konsep kehidupan yang
mengungkapkan perwujudan keseimbangan, diungkapkan dalam tari Srimpi Pandhelori.
keselaras-an, dan pengendalian diri. Rasa itu Konsep kehidupan itu merupakan nilai-nilai
mampu diungkapkan melalui ben-tuk gerak kehidupan masyarakat Pura Mangkunegaran
yang tenang dan meng-alir, serta didukung yang menjadi sebuah pandangan, dan pijakan
rasa gending yang digunakan. Pura Mangkunegaran dalam menjalani
Keseimbangan, keselarasan, dan kehidupan di dunia ini. Nilai-nilai kehidupan
pengendalian diri juga tampak pada motif Pura Mangkunegaran yang di-ungkapkan
gerak yang sama, tata rias dan busana yang dalam tari Srimpi Pandhelori adalah konsep
sama, serta konflik yang seimbang. Formasi Surya Sumirat, konsep Tebu Sauyun, dan
atau gawang yang simetris dan pola lantai konsep Satriya Pinandhita.
dengan bentuk dasar melingkar pada tari Menurut Wahyu Santoso Prabowo
Srimpi Pandhelori, juga mampu meng- Surya Sumirat memiliki arti pancaran sinar
ungkapan wujud keseimbangan, keselarasan, matahari dalam memberikan kehidupan
dan pengendalian diri. jagad raya dengan isinya. Matahari adalah
Tari Srimpi Pandhelori adalah tari kekuatan energi yang dengan ketulusannya,
klasik, yang pada umumnya dipentaskan di kerelaanya, tanpa pamrih, tanpa
pendapa dengan empat saka guru. Pola lantai mengharapkan balasan atau imbalan, tetap
melingkar simetris pada tari Srimpi me-mancarkan sinar kehidupan bagi
Pandhelori, yang disajikan di dalam empat kepentingan mamayu hayuning bawana
saka guru menyerupai konsep mandala dalam (Slamet, 2014b: 81). Surya Sumirat adalah
pandangan hidup masyarakat Jawa. Konsep sebuah konsepsi manusia hidup harus
mandala merupakan konsep hub-ungan memiliki watak seperti matahari yaitu selalu
interaksi yang membentuk satu kesatuan dan memberi dengan tulus tanpa meng-harapkan
keseimbangan kosmos. Lingkaran mandala imbalan dan keuntungan pribadinya (Rusini,
adalah kosmos, keteraturan dan ketertiban 1999:27-28).
semesta, harmoni sempurna yang hadir Tari Srimpi Pandhelori meng-angkat
dalam ruang empat persegi (Kartika, 2007a: dua tokoh dalam Serat Menak, yaitu
161). Keempat penari tari Srimpi Pandhelori Sudarawerti dan Sirtu-pelaheli. Konsep Surya
dalam satu kesatuan, membentuk pola lantai Sumirat dapat dirasakan dari ketulus ikhlasan
yang melingkar simetris. Bentuk pola lantai Sudarawerti dan Sirtu-pelaheli yang rela
itu dilakukan dalam ruang empat persegi, berkorban me-nolong Amir Ambyah dari
yang dibentuk dari keempat saka guru Penjara, serta merawat dan memenuhi segala
pendapa. Pola lantai melingkar simetris yang kebutuhan Amir Ambyah. Konsep Surya
dibentuk oleh empat penari, dalam ruang Sumirat juga dapat dirasakan dari kedua
empat persegi, mampu mengungkapkan tokoh ter-sebut, dimana keduanya memiliki
keteratur-an dan ketertiban semesta (kosmos) rasa saling memberi dan berbagi tanpa
yang sempurna. pamrih, karena Sirtupelaheli dan Sudarawerti
menikah kepada orang yang sama.

Volume 17 No. 1 Juli 2018 39


Nilai Estetik Tari Srimpi Pandhelori di Pura Mangkunegaran Sriyadi

Konsep Tebu Sauyun adalah sebuah diangkat sudah dapat dirasakan memiliki
konsep yang berisi nilai kebersamaan. Konsep tema peperangan yang menunju-kan sikap
ini yang digunakan oleh K.G.P.A.A. kesatriya. Keduanya ber-perang untuk
Mangkunagara I ketika bertempur untuk memperjuangkan apa yang menjadi harapan
melawan musuh-musuhnya, hingga dan cita-citanya yaitu menyelamatkan dan
akhirnya sampai menjadi seorang adipati di menikah dengan Amir Ambyah. Sikap
Pura Mangku-negaran. Konsep Tebu Sauyun kesatria juga dapat dirasakan setelah
dalam tari Srimpi Pandhelori dapat dirasakan Sudarawerti dan Sirtupe-laheli bersatu.
pada cerita yang di-angkat, karena cerita Keduanya tanpa rasa takut menyelamatkan
yang diangkat memiliki nilai kebersamaan. Amir Am-byah dari penjara. Sikap pendeta
Nilai kebersamaan dapat dirasakan dari dapat dirasakan dari sifat Sirtu-pelaheli dan
Sirtupelaheli dan Sudarawerti yang memilih Sudarawerti yang me-miliki sifat saling
mengakhiri peperangan, kemudian bersama- menerima, sabar, ikhlas, dan mau berbagi
sama menyela-matkan Amir Ambyah. Nilai cinta dan kasih sayangnya. Meskipun kedua-
ke-bersamaan juga dapat dirasakan dari nya memiliki kekuatan dan ke-beranian
bentuk gerak yang sama yang dilakukan seperti kesatriya, namun Sudarawerti dan
bersamaan dalam satu keutuhan, kesatuan Sirtupelaheli me-milih untuk saling menerima
rasa yang dibangun (kempel) dari keempat dan membagi cinta serta kasih sayang-nya.
penari, dan interaksi-interaksi dari Tari Srimpi Pandhelori meng-gunakan
pandangan mata, arah hadap tubuh, dan kain dengan desain samparan, yang digerakan
garis-garis gerak yang digunakan. ke kanan dan ke kiri dengan kaki. Samparan
Satriya Pinandhita adalah sebuah dalam pandangan hidup orang Jawa sangat
konsep padangan hidup yang terbentuk dari terkait dengan seorang perempuan.
Tiji Tibeh dan Surya Sumirat. Menurut Hari Perempuan menurut pandangan Jawa pada
Mulyatno Tiji Tibeh memiliki sifat kesatria dan umunya memiliki sifat yang lemah lembut,
Surya Sumirat memiliki sifat seperti pendeta. halus, dan ramah, namun di balik semua itu
Kedua konsep pandangan hidup tersebut perempuan Jawa juga harus memiliki
menjadi satu ke-satuan dan merupakan Dwi kecekatan, kesigap-an, dan kegagahan.
Tunggal yang tidak bisa dipisah-kan, yang Samparan da-lam sebuah karya tari
kemudian dikenal dengan konsep Satriya merupakan simbol dari kekuatan, kesigapan,
Pinandhita. K.G.P.A.A. Mangkunagara I me- dan kegagahan wanita Jawa. Mes-kipun
miliki konsep pandangan hidup Satriya dalam tari bedhaya maupun srimpi, yang
Pinandhita yang ditunjukan dengan sifat menggunakan bentuk gerak yang halus,
yang dimilikinya, yaitu memiliki sifat lembut, dan anggun, namun memiliki
kesatriya yang gagah berani bertempur kekuatan, kesigapan, dan kegagahan yang
melawan musuhnya, dan memiliki sifat muncul dari permainan samparan yang
memberi dan mengasihi seperti sifat pendeta diseblakan ke kanan dan ke kiri (Prabowo,
(Rusini, 1999: 27-29). wawancara 13 November 2017).
Konsep Satriya Pinandhita dapat Permainan samparan dalam tari Srimpi
dirasakan dari cerita yang di-angkat dalam Pandhelori, yang dilakukan bersamaan
tari Srimpi Pandhe-lori. Dari cerita yang dengan bentuk gerak yang mengalir, dengan

40 Volume 17 No. 1 Juli 2018


garis-garis yang terkesan lentur, dan tolehan gerak menye-babkan tari Srimpi Pandhelori
kepala ke kanan dan ke kiri yang dapat di Mangkunegaran memiliki karakteristik
memberi rasa halus, lembut, dan anggun, tersendiri, kemudian disebut dengan
mampu mengungkap-an konsep Satriya nama Tari Srimpi Pandhelori gaya
Pinandhita. Per-mainan samparan pada tari Mangkunegaran.
Srimpi Pandhelori mampu mengungkap-kan Tari Srimpi Pandhelori di Pura
sikap seorang kesatriya yang gagah, cekatan, Mangkunegaran memiliki nilai estetik dari
dan sigap, sedang-kan rasa halus, lembut, dan bentuk maupun isi yang menjadi satu
anggun mampu mengungkapkan sifat kesatuan. Nilai bentuk tari Srimpi Pandhelori
pendeta. di Pura Mangkunegaran dapat di-rasakan
Tari Srimpi Pandhelori meng-gunakan dari kesatuan, kerumitan, dan kualitas yang
pandangan mata tajem diagonal ke bawah, dimiliki. Isi tari Srimpi adalah nilai-nilai
dengan jarak pandang kurang lebih tiga kehidupan masyarakat Jawa dan Pura
meter kedepan, serta menggunakan adeg Mangkunegaran. Nilai-nilaikehidupan itu
pacak kelir, yang mampu meng-ungkapkan mampu diungkapkan melalui lambang-
rasa gagah. Bentuk gerak tangan yang lambang sensa medium ungkap tari Srimpi
digunakan me-ngalir, lembut, dan halus, Pandhelori. Nilai-nilai kehidupan masyarakat
sehingga mampu mengungkapkan rasa sareh Jawa yang diungkapkan dalam tari Srimpi
dan semeleh. Bentuk adeg, pan-dangan mata, Pandhelori adalah nilai religius dan nilai
dan bentuk gerak itu mampu keseimbangan, dan pengendalian diri.
mengungkapkan sifat Satriya Pinandhita. Nilai-nilai kehidupan Pura Mang
Tari Srimpi Pandhelori memiliki rasa kunegaran yang diungkapkan dalam tari
sajian gagah, sigrak, agung, wibawa, menep, Srimpi Pandhelori, yaitu nilai dalam konsep
dan antep. Rasa itu dibentuk dengan medium Surya Sumirat, konsep Tebu Sauyun, dan
ungkap tari Srimpi Pandhelori. Rasa yang konsep Satriya Pinandhita.
dibentuk dari medium ungkap tari Srimpi
Pandhelori itu mampu mengungkapkan DAFTAR PUSTAKA
konsep Satriya Pinandhita. Rasa gagah, Gie, The Liang.
sigrak, agung, dan wibawa mampu meng- 1976. Garis Besar Estetika. Yogyakarta:
ungkapkan sifat kesatriya, sedang-kan rasa Penerbit Karya.
menep dan anteb mampu mengungkapkan Hadi, Y. Sumandiyo.
sifat pendeta. 2003. Aspek-aspek Dasar Koreografi Kelompok.
Yogyakarta: eLKAPHI.
PENUTUP
Helsdiengen , Van B. - Schoevers.
Tari Srimpi Pandhelori adalah salah
1925. Serat Bedhaya Srimpi. Weltevreden:
satu karya tari yang berasal dari KBW
Bale Pustaka.
Yogyakarta, namun terdapat teknik
Kartika, Dharsono Sony dan Nanang Ganda
pelaksanaan gerak yang berbeda. Perbedaan
Prawira.
dapat dilihat dan dirasakan dari cara
2004. Pengantar Estetika. Bandung: Rekayasa
menggerakan kepala, lengan, tangan, tubuh,
Sains.
dan kaki. Perbedaan teknik pelaksanaan

Volume 17 No. 1 Juli 2018 41


Nilai Estetik Tari Srimpi Pandhelori di Pura Mangkunegaran Sriyadi

Kartika, Dharsono Sony. Soedarsono, R.M.


2007a. Budaya Nusantara, Kajian Konsep 1978. “Diktat Pengantar Pengetahuan dan
Mandala dan Tri-Loka terhadap Pohon Komposisi Tari.” ASTI Yogyakarta.
Hayat pada Batik Klasik. Bandung: Sri, Almanak Dewi.
Rekayasa Sains. 1972. Serat Sastra Gendhing Sekar Macapat.
-------------------------------- Yogyakarta: Kamajaya Up. Indonesia.
.2007b. Estetika. Bandung: Rekayasa Sains. Suharti, Theresia.
Kresna, Ardian. 1990. “Tari Mangkunagaran Suatu
2010. Semar dan Togog Yin Yang dalam Budaya Pengaruh Bentuk dari Gaya Dalam
Jawa. Yogyakarta: Narasi. Dimensi Kultural 1916-1988.” Thesis
MD, Slamet. untuk memenuhi sebagian
2014a. Barongan Blora Menari di atas Politik persyaratan guna mencapai drajat
dan Terpaan Zaman. Surakarta: Citra Sarjana S-2 program pasca sarjana
Sains. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
------------------ Suharto, Benedictus.
2014b. Garan Joged Sebuah Pemikiran 1998. Dance Power: The Concept Of Mataya in
Sunarno. Surakarta: Citra Sains. Yogyakarta Dance, Benedictus Suharto.
Parker, De Witt H. Bandung: Sastrataya-Masyarakat Seni
1979. “Dasar-dasar Estetika,”di Indonesiakan Pertunjukan Indonesia.
oleh SD. Humardani. Sub Proyek ASKI Susetya, Wawan.
Proyek Pengembangan IKI. 2007. Pengendalian Hawa Nafsu Orang Jawa.
Prabowo, Wahyu Santoso, dkk. Yogyakarta: Narasi.
2007. Sejarah Tari Jejak Langkah Tari di Pura
Mangkunegaran. Surakarta: ISI Press. NARASUMBER
Prihatini, Nanik Sri, dkk. Sri Hartono, R.T. (75 tahun), empu karawitan
2007. Ilmu Tari Joged Tradisi Gaya di Mangkunagaran. Keprabon,
Kasunanan Surakarta. Surakarta: ISI Banjarsari, Surakarta.
Press. Rusini (68 tahun), pelatih tari di
Rusini. Mangkunegaran dan pensiunan dosen
1999. “Bedhaya Surya Sumirat Kreasi Pura Jurusan Tari ISI Surakarta. Keprabon,
Mangkunegaran di Akhir Abad XX.” Banjarsari, Surakarta.
Laporan Penelitian Perorangan STSI Umiyati Sri Warsini (61 tahun), pelatih tari,
Surakarta. dan pengeprak di Mangkunagaran.
Simatupang, Lono. Keprabon, Banjarsari, Surakarta.
2013. Pergelaran Sebuah Mozaik Penelitian Wahyu Santoso Prabowo (65 tahun),
SeniBudaya. Yogyakarta: Jalasutra. dosen ISI Surakarta. Mojosongo,
Jebres, Surakarta

42 Volume 17 No. 1 Juli 2018

Anda mungkin juga menyukai