Disusun oleh:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. telah menganugerahkan nikmat dan
karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah Perpajakan`. Tugas ini
kami buat dengan bentuk yang sederhana, dimana laporan ini kami beri judul “Undang-Undang
Harmonisasi Perpajakan”.
Tujuan penulisan ini kami buat sebagai salah satu tugas.Perolehan data yang kami
dapatkan berdasarkan hasil riset online. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Riris
Lestiowati,S.Pd,MM sebagai dosen Mata Kuliah Perpajakan. Kami menyadari terselesaikannya
makalah ini tidak lepas dari berbagai pihak, sehingga sepatutnya kami menghaturkan rasa terima
kasih kepada seluruh pihak yang terkait yang telah memberikan bantuan.
Dalam penyajian Makalah ini kami menyadari masih belum mendekati kesempurnaan,
oleh karena itu kami mengharapkan koreksi dan saran yang sifatnya membangun sebagai bahan
masukan yang bermanfaat demi perbaikan dan peningkatan diri dalam ilmu pengetahuan. Akhir
kata semoga makalah ini dapat dimanfaatkan dan dapat memberikan sumbangsih pemikiran
untuk perkembangan pengetahuan.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
BAB I : PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan 4
D. Manfaat 5
BAB II : PEMBAHASAN 6
A. Pengertian 6
B. Isi UU HPP 7
1. Bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi Kebutuhan Pokok 7
2. PPN dengan Tarif Tunggal 7
3. Keringanan Pajak UMKM 8
4. Tarif Pajak Progresif PPh OP 8
5. Perubahan Tarif Pajak PPh Badan 8
6. Pajak Natura 8
7. NIK sebagai NPWP 9
8. Perubahan Tarif PPN 9
9. Penghapusan dan Pembebasan PPN 9
a. Sektor yang Dibebaskan PPN 10
b. Sektor dengan Penghapusan PPN 10
c. Sektor dengan PPN Bebas Terbatas 10
10. Perubahan Tentang Sanksi Pajak 10
C. Dampak UU HPP 11
BAB III : PENUTUP 12
A. Kesimpulan 12
Daftar Pustaka 12
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak berperan penting dalam kehidupan dalam kehidupan bernegara. Beberapa tahun
belakangan, pajak menjadi sumber pendapatan negara yang utama.kewajiban membayar pajak
telah tercantum dalam pasal 23A UUD 1945 yang berbunyi “pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Reformasi perpajakan
telah mulai bergulir dan membuahkan hasil nyata.
Untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat seperti yang diciptakan maka diperlukan dana
yang besar, salah satunya bersumber dari penerimaan pajak. sedangkan menurut pasal 1 angka 1
undang undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan tata cara perpajakan merumuskan “ pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” .
Memasuki era modernisasi, sistem pemungutan pajak yang lama, ternyata sudah tidak
sesuai. baik dari segi pemungutan, maupun dari laju pembangunan, juga belum dapat
menggerakkan semua lapisan subjek pajak dalam menghasilkan penerimaan negara. Jumlah
wajib Pajak (WP) yang memiliki Nomor Pokok wajib pajak atau NPWP hanya sekitar 49,82 juta.
jumlah tersebut sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mencapai hingga 273
juta rumah tangga.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah analisis yuridis pengaturan NIK sebagai NPWP dalam sistem perpajakan
di Indonesia ?
2. Bagaimanakah implikasi hukum dari adanya pengintegrasian NIK sebagai NPWP dalam
sistem perpajakan di Indonesia ?
3. Bagaimanakah konsep ideal pengintegrasian NIK sebagai NPWP dalam sistem
perpajakan di Indonesia ?
3
C. Tujuan
Salah satu tujuan dari Undang-Undang HPP adalah untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi, untuk mencapai
sistem perpajakan yang lebih adil dan sah, serta untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak
sukarela.
D. Manfaat
Agar lebih mengenal tentang isi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan
makna yang terkandung di dalam nya. Selain itu kita agar kita lebih mengerti tentang apa itu UU
HPP.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sebagai contoh penerapan UU HPP yaitu batas pendapatan kena pajak orang pribadi
(PPh) yang sebelumnya minimal Rp. 4,5 per bulan atau setara dengan Rp. 50 juta per tahun
dinaikkan menjadi Rp. 5 juta/ bulan alias Rp. 60 juta/ tahun.
Artinya kalau dulu Anda bergaji Rp. 4,5 juta sebulan pastinya terkena pajak namun
sekarang tidak lagi. Orang dengan pendapatan minimal Rp. 5 juta barulah akan dikenakan pajak
penghasilan orang pribadi atau PPh 21. Naiknya ambang batas penghasilan kena pajak tersebut
diharapkan bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat di tengah pandemi serta memenuhi rasa
keadilan.
Namun meskipun begitu didalam UU HPP 21 tersebut juga terdapat pasal tentang pajak
progresif yang besarannya adalah 35%. Pajak progresif tersebut dikenakan kepada mereka orang
pribadi yang mempunyai penghasilan mencapai Rp. 5 miliar/ tahun. Isi UU HPP mengatur
dengan jelas skema pengenaan besaran pajak bagi Wajib Pajak (WP) orang perseorangan atau
orang pribadi, yaitu :
Melalui UU HPP tersebut pajak yang dikenakan kepada UMKM juga menjadi lebih
ringan. Dalam UU HPP disebutkan bahwa UMKM yang penghasilan kotornya (bruto) kurang
5
atau sama dengan Rp. 500 juta/ tahun tidak akan dikenai pajak. Sementara itu akan diberikan
pemotongan sebesar PPh 50% bagi UMKM yang mampu memiliki omzet sekitar Rp. 4,8 miliar
per tahun nya.
Dilihat dari skema pajak yang terdapat pada UU HPP memang bisa dipahami bahwa
peraturan tersebut menjadi salah satu upaya mendorong bangkitnya ekonomi masyarakat setelah
adanya pandemi.
Sementara itu tentang kapan waktu berlaku UU HPP tersebut pemerintah mengaturnya
melalui Pasal 17. Isi dari Pasal 17 UU HPP tersebut yaitu :
1. Ketentuan dari pasal 3 UU HPP mengatur tentang PPh atau Pajak Penghasilan
yang mulai diberlakukan pada Tahun Pajak 2022.
2. Ketentuan dari Pasal 4 Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU
HPP) yang didalamnya mengatur mengenai PPN atau Pajak Pertambahan Nilai
serta Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) akan mulai berlaku per 1 April
2022.
3. Pajak karbon sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU HPP akan mulai diterapkan
per tanggal 1 April 2022 dimana PLTU batubara menjadi objek pertama yang akan
dikenai pajak tersebut dengan tarif Rp. 30/ kg karbon dioksida ekuivalen.
B. Isi UU HPP
Pembebasan PPN tersebut menjadi salah satu wujud kepedulian pemerintah kepada
masyarakat kecil terutama setelah terdampak pandemi. Bukan hanya kebutuhan pokok saja yang
dibebaskan dari pengenaan PPN tersebut karena pemerintah juga menerapkannya pada jasa
pendidikan, jasa kesehatan serta pelayanan dan jasa lain yang memperoleh fasilitas pembebasan
PPN.
6
Besaran tarif pajak PPN menurut UU HPP yaitu 11% diberlakukan mulai tanggal 1 April 2022.
Penerapan tersebut paling lambat dikenakan pada tanggal 1 Januari 2025 yang akan datang.
Selain itu pemerintah juga memberikan keringanan berupa diskon tarif sebesar 50% atas
Pajak Penghasilan (PPh) untuk golongan UMKM yang mendapatkan omzet hingga mencapai Rp.
4,8 miliar per tahun.
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dengan batas minimal Rp. 5 juta
setiap bulan setara dengan Rp. 60 juta/ tahun baru akan kena pajak. Peraturan ini mengalami
perubahan dari sebelumnya yaitu Penghasilan Kena Pajak (PKP ) WP OP minimal sebesar Rp.
4,5 juta/ bulan atau sekitar Rp. 54 juta setiap tahunnya.
Besaran PPh untuk WP OP dengan PKP di atas adalah sebesar 5%. Sedangkan untuk WP
OP yang berpenghasilan lebih dari Rp. 5 miliar/ tahun besarnya PPh yang dikenakan maksimal
35%.
6. Pajak Natura
Di dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP tersebut
pemerintah juga mengatur tentang Pajak Natura. Diatur dalam UU HPP Pasal 4 ayat 1 butir d,
dijelaskan bahwa pemberi kerja harus memberikan natura sebagai bentuk penghasilan
7
pegawainya dimana hal tersebut tidak termasuk sebagai golongan objek pajak. Natura yang
tidak masuk sebagai golongan objek pajak tersebut antara lain adalah :
Hanya mereka para pemilik NIK yang telah memenuhi syarat dan ketentuan untuk dikenakan
PPh saja yang memiliki kewajiban membayar pajak. Pemilik NIK dengan jumlah penghasilan
per bulan maupun per tahun sesuai dengan ketentuan yang telah dijelaskan pada bagian awal
sajalah yang harus membayar PPh.
● Mulai tanggal 1 April 2022 tarif PPN yang berlaku adalah sebesar 11% dari
peraturan sebelumnya hanya 10%.
● Paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025 PPN yang berlaku adalah sebesar 12%.
8
● Makanan maupun minuman yang disajikan oleh warung makan, restoran, hotel
dan sejenisnya.
● Emas batangan, surat berharga dan uang.
● Jasa bidang keagamaan.
● Jasa bidang kesenian dan hiburan.
● Jasa bidang perhotelan.
● Jasa yang disediakan pemerintah untuk menjalankan sistem pemerintahan secara
umum.
● Jasa bidang catering dan boga.
● Sanksi pemeriksaan serta Wajib Pajak (WP) dimana yang bersangkutan tidak
menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT).
● Sanksi setelah adanya upaya hukum namun pengadilan maupun keputusan
keberatan tetap mengusulkan ketetapan dari Dirjen Pajak.
9
● Merubah besaran sanksi yang diberikan untuk kerugian yang dialami oleh negara.
● PPh yang dibayar dengan jumlah kurang dikenai sanksi berupa bunga per bulan
dengan menggunakan patokan besarnya suku bunga acuan yang saat itu berlaku di
pasar dan juga uplift factor sebesar 20% dimana sebelumnya adalah 50%.
● PPh kurang yang dipotong sanksinya adalah pengenaan bunga sebesar acuan dan
juga uplift factor sebesar 20% dari sebelumya 100%.
● PPh dipotong tapi namun tidak disetorkan sanksinya sebesar 75% sedangkan
sebelumnya 100%.
● PPN dan PPnBM yang kurang dibayar sanksi pada KUP adalah 100% menjadi
75% dalam UU HPP.
C. Dampak UU HPP
Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah termasuk jenis perpajakan yang telah
mengalami perubahan regulasi dalam HPP. PPN pada beberapa sektor telah dihapus dan
dibebaskan oleh pemerintah. Namun jika dipikirkan lebih lanjut regulasi tentang penghapusan
dan pembebasan PPN tersebut belum mencakup semua sektor termasuk retail serta barang
konsumsi.
Akibatnya pada kedua sektor dimana tarif PPN lama masih berlaku akan berdampak
naiknya biaya untuk produksi sehingga membuat harga menjadi lebih mahal. Di tengah
menurunnya daya beli masyarakat akibat pandemi secara tidak langsung akan mengurangi
tingkat konsumsi mereka karena harga yang mengalami kenaikan. Salah satu sektor konsumsi
yang ikut naik yaitu bidang boga atau tempat pesan makan.
Sementara itu diubahnya pajak bagi UMKM juga diharapkan bisa mengurangi beban pelaku
usaha sehingga bisa lebih fokus pada pengembangan bisnisnya. Jika sektor UMKM bisa
berkembang dengan baik dan turut serta dalam aktivitas ekspor impor maka otomatis juga akan
turut menyumbang pembangunan nasional.1
1
ProConsult, ‘UU HPP’, 2021 <https://proconsult.id/uu-hpp/>.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melalui Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pemerintah telah
mengambil kebijakan yang dirasa lebih berpihak kepada masyarakat yaitu dengan pembebasan
PPN atas barang-barang kebutuhan pokok.
Pembebasan PPN tersebut menjadi salah satu wujud kepedulian pemerintah kepada
masyarakat kecil terutama setelah terdampak pandemi. Bukan hanya kebutuhan pokok saja yang
dibebaskan dari pengenaan PPN tersebut karena pemerintah juga menerapkannya pada
memperoleh fasilitas pembebasan PPN Masuk dalam golongan PPN Bebas Terbatas Sangat
Menguntukan untuk masyarakat sendiri Barang-barang golongan kebutuhan pokok yang sifatnya
sangat dibutuhkan oleh masyarakat Jasa pelayanan bidang medis, Jasa pelayanan bidang sosial,
Jasa bidang keuangan, Jasa bidang asuransi, Jasa bidang pendidikan, Jasa angkutan umum baik
darat, laut maupun udara di wilayah dalam negeri, Jasa bidang tenaga kerja.
Pajak Penghasilan UU HPP diantaranya mengatur pajak atas natura, tarif Pajak Penghasilan
Orang Pribadi, dan Tarif Pajak Penghasilan Badan. Pemberian natura kepada pegawai dapat
dibiayakan oleh pemberi kerja dan merupakan penghasilan bagi pegawai. Objek pajak
penghasilan tidak hanya berupa pendapatan dari gaji semata. Melainkan fasilitas yang diberikan
perusahaan pada karyawan atau pegawai yang biasa disebut natura atau kenikmatan. Fasilitas
dari perusahaan inilah yang dikenakan pajak atau natura dalam pajak. Berikut ini Natura tertentu
bukan merupakan penghasilan bagi penerima:
11
DAFTAR PUSTAKA
12